Pendekar Elang Salju Karya Gilang Bagian 6
Meski penyamaran mereka berdua sudah berlangsung satu purnama lebih dengan berganti-ganti rupa, tabiat suaminya yang suka dengan daun-daun muda tidak hilang begitu saja. Justru karena si Musang Terbang Tangan Hitam salah mengincar mangsa, maka ia harus merelakan nyawanya di tangan ayah si gadis yang diincarnya!
Prakk! Prakk! Daar!!
Kembali terdengar benturan keras saat tendangan "Naga Menggiling Padi" milik Ayu Parameswari tepat mengenai dada, pundak dan pelipis kiri lawan dengan beruntun. Wanita berbaju hitam ketat itu langsung terpelenting ke tanah dengan keras diiringi teriakan kesakitan. Dada terasa sesak, pundak kiri tergeser ke samping, kepala pening dan yang pasti mata berkunang-kunang.
"Kurang ajar! Jurus tendangan bocah perempuan itu makin lama semakin cepat dan ganas!" keluhnya dalam hati, "untung saja hawa pelindung tubuhku cukup tebal."
Kucing Iblis Sembilan Nyawa segera mengibaskan tangan kanan yang membentuk cakar ke arah Ayu Parameswari yang diwaktu melihat lawan sedang kepayahan, langsung melakukan pukulan susulan dengan telapak tangan kanan miring berniat memapas bagian leher.
Wutt! Plakk! Cakar tangan sarat dengan tenaga dalam itu berbenturan keras dengan telapak tangan si gadis baju merah, karena posisi si gadis yang sedang melayang membuatnya terpental sambil berjumpalitan ke belakang.
Wutt! Jlegg! Langsung berdiri tegak di atas tanah.
"Tanganku rasanya kebas saat membentur jurus cakar si kucing garong itu," gumam Ayu Parameswari sambil mengalirkan tenaga untuk memulihkan kondisi tangannya.
Sebagai murid tunggal dan sekaligus pewaris dari Naga Bara Merah, Ayu Parameswari tentu memiliki ilmu yang tinggi, bahkan sampai senjata pusakanya gurunya yang bernama Kipas Naga Sutera Merah kini telah berganti majikan lengkap dengan jurus-jurus "Kipas Pengacau Langit", bahkan ilmu kesaktian yang dimilikinya sejajar dengan tokoh-tokoh kosen rimba persilatan masa kini. "Ilmu Silat Naga Langit Timur" yang berjumlah 18 jurus silat terdiri dari atas 15 jurus tendangan, 2 jurus pukulan dan yang paling akhir adalah 1 jurus telapak telah dikuasai dengan sempurna. Bahkan "Tenaga Sakti Naga Langit Timur" pun sudah sampai pada tahap pamungkas.
Tahap ke sepuluh!
Sekarang, menghadapi tokoh hitam sekelas Kucing Iblis Sembilan Nyawa berjalan dengan seimbang tentu saja dapat dimaklumi, apalagi wanita sesat itu telah disusupi oleh sebentuk kekuatan setan yang membuat ilmu kesaktiannya menjadi meningkat puluhan kali lipat dari aslinya, bahkan sampai "Tenaga Hitam Siluman Kucing" yang selama ini dipelajari dengan cara memuja Ratu Siluman Kucing pun meningkat pesat.
Sehingga pertarungan kali ini ibarat pertarungan hidup mati antara kebaikan melawan kejahatan!
Berkali-kali pukulan, cakaran, tamparan dan tendangan mereka saling beradu keras dan berkali-kali pula mereka terlontar balik akibat benturan yang terjadi. Ketika menginjak jurus yang ke seratus lima, posisi masing-masing sedang melayang di udara dimana Ayu Parameswari sedang melancarkan salah jurus pamungkasnya yang bernama "Telapak Naga Turun Dari Langit" dengan kekuatan tenaga dalam delapan bagian. Seberkas hawa naga berwarrna merah pekat terlihat memancar keluar dari sepasang telapak tangan yang terbuka lebar itu.
Hoargghh ... ! Terdengar raungan naga yang membuncah diiringi dengan pekikan nyaring yang kian membahana memenuhi angkasa, bahkan arena pertarungan berguncang cukup keras disaat sepasang hawa naga itu terlihat meraung keras memperlihatkan rentetan gigi-giginya yang tajam sambil badannya meliuk-liuk di angkasa turun ke bumi.
Sepasang tangan Ayu Parameswari yang mengerahkan jurus "Telapak Naga Turun Dari Langit" berulangkali berputar-putar saling susul menyusul sehingga membentuk gulungan hawa naga menjadi semakin pekat diiringi suara desisan menyelingi raungan naga yang semakin mengangkasa.
Woshhh ... Cwozz ... !!
Melihat hal itu, Kucing Iblis Sembilan Nyawa juga tidak tinggal diam. Sepasang telapak tangannya yang berkuku runcing tajam bercuitan keras membelah udara diiringi dengan kepulan kabut hitam yang semakin santer.
Swoshh ... Swoshh " Syatt!!
Kuku-kuku tajam itu saling menjentik satu sama lain sehingga menghasilkan larikan-larikan kabut hitam yang semakin banyak jumlahnya. Bau amis darah tercium keluar saat larikan-larikan kabut hitam itu mulai menggumpal menjadi sebentuk bola hitam raksasa menyelubungi Kucing Iblis Sembilan Nyawa didalamnya disertai suara ribut yang cukup menusuk telinga. Rupanya wanita sesat itu sedang mengerahkan tingkat tertinggi dari "Tenaga Hitam Siluman Kucing" yang terlah tercampur dengan tuah rajah setan bertanduk yang ada di punggung tangannya serta disatukan dengan "Pukulan Tangan Kabut Hitam"!
Syuuung " Wuung!!!
Raungan naga dan cuitan tajam saling bertubrukan menghasilkan getaran-getaran suara yang bias menjebol telinga. Akibatnya, Ki Dalang Kandha Buwana yang saat ini berdiri dekat dengan Juragan Padmanaba serta Sepasang Naga Dan Rajawali harus mengerahkan tenaga dalam masing-masing untuk menahan getaran suara yang semakin lama seakan merobek pecah gendang telinga.
Sebuah kengerian yang dipertontonkan dengan amat dahsyat!
"Kakang Padmanaba, tutupi telingamu dengan tanah! Cepat!"
Juragan Padmanaba yang paling rendah ilmunya diantara mereka berempat, segera saja meraup segumpal tanah lalu ditutupkan diantara ke dua lubang telinga. Sebentar kemudian, suara dengingan sudah lumayan berkurang, tidak seperti sebelumnya.
Saat dua ilmu sakti berbeda sifat itu sudah mencapai titik puncak, dengan cepat laksana sambaran kilat, dua wanita berilmu tinggi itu menghantamkan ilmu masing-masing ke arah lawan.
Cwoss ... Swoshh ... Srakk!!
Terdengar suara gesekan dengan udara bagai sayatan pisau di sekitar mereka saat masing-masing menghantamkan ilmunya. Sepasang hawa naga yang berasal dari ilmu "Telapak Naga Turun Dari Langit" dengan mulut terpentang lebar seakan ingin menelan bongkahan bola kabut hitam yang ada didepannya.
Hoarghhh!! Srakk! Dhesss!! Dhuaarrr!! Jderrr ... !!
Hawa naga sebelah kiri mendahului menelan bongkahan kabut hitam milik Kucing Iblis Sembilan Nyawa. Kontan keduanya langsung meledak memperdengarkan suara yang keras diiringi pancaran cahaya abu-abu terang yang menyilaukan mata.
Empat orang yang ada ditempat itu tampak memicingkan mata saat cahaya itu menerpa mata mereka. Nawara menyadari ada yang tidak beres dengan pancaran cahaya itu, segera saja maju ke depan sembari mendorongkan sepasang tangan yang berpendar putih perak yang terangkum dalam "Ilmu Benteng Baja Dan Tembaga" membentuk dinding pelindung bagi mereka berempat.
Sratt! Brakk! Brakk!
Benar saja, terdengar benturan keras antara dinding pelindung dengan pantulan cahaya abu-abu terang itu.
Sedangkan hawa naga yang sebelah kanan terlihat meliuk ke atas, lalu dengan kecepatan luar biasa, menerjang ke arah Kucing Iblis Sembilan Nyawa yang tampak terkesiap melihat hawa naga itu bisa berubah haluan.
Hoarghh!! Tanpa bisa menghindar lagi, mulut naga itu langsung menelan Kucing Iblis Sembilan Nyawa bulat-bulat!
Srakk! Jdarr!! Diikuti dengan hawa naga raksasa yang langsung meluruk masuk ke dalam tanah diikuti suara keras bak halilintar menyambar. Setelah hawa naga itu menghilang amblas ke dalam tanah, terlihat seonggok daging yang sudah hancur lebur seperti bubur, susah sekali untuk dikenali wujudnya.
Ayu parameswari yang telah selesai mengerahkan ilmu pamungkas, terlihat sedang mengatur napas. Dadanya turun naik dengan cepat, pertanda bahwa ilmu yang dikerahkan barusan hampir menggunakan seluruh dari "Tenaga Sakti Naga Langit Timur"-nya.
"Ayu, kau hebat!" kata Nawala sambil mengacungkan jempol kanan.
Selesai Nawala berucap, tiba-tiba keluar suatu kejadian aneh. Sesosok bayangan hitam tampak berkelebat cepat laksana angin berhembus, melompati sosok tubuh Kucing Iblis Sembilan Nyawa yang sudah menjadi bubur dengan cepat.
Splashh! Lapp! Bersamaan dengan hilangnya sosok bayangan kecil itu, jasad halus wanita sesat itu juga ikut lenyap tak berbekas!
"Apa itu?" tanya Nawara tanpa sadar, seolah bayangan hitam tadi membuatnya terpana sesaat.
"Entahlah! Tapi yang jelas, ia telah membawa pergi bubur kucing itu," kata Nawala seenaknya.
"Hmm, apa ini?" kata Juragan Padmanaba yang sedari awal hanya terbengong melompong, melihat sesuatu yang aneh dari bekas tempat mayat wanita sesat, suatu benda hitam yang sangat lembut dan halus mengkilap.
Bulu hitam! "Apa yang kau temukan, Kakang Padmanaba?"
Laki-laki tambun itu tidak menjawab pertanyaan Ki Dalang Kandha Buwana yang saat itu sudah berjongkok di sebelah kiri.
Setelah mengamati beberapa saat, ia bergumam sendiri, "Ini ... bulu ... bulu kucing?"
"Bulu kucing?"
"Mungkin bulu kucing atau sejenis musang," gumam Juragan Padmanaba sambil memperhatikan bulu itu lebih jauh.
Tak berani ia menyentuh bulu itu dengan tangan, tapi dengan sebuah ranting kecil yang tergeletak di situ.
"Itu memang bulu kucing!" sahut Nawala dengan tegas.
Juragan Padmanaba menoleh, sambil bertanya, "Darimana Nakmas tahu jika ini bulu kucing?"
"Mudah sekali, paman! Setahun yang lalu, kucing iblis sembilan nyawa dan musang terbang tangan hitam pernah menyatroni tempat kami, tapi gagal total. Saat itu terjadi perkelahian dan wanita sesat itu berhasil kami pecundangi. Namun saat kami akan menghabisinya, seekor kucing hitam datang menolong mereka yang saat itu dalam keadaan sekarat menunggu ajal. Kucing hitam itu mendadak melompati tubuh dua orang itu, dan mereka berdua langsung menghilang begitu saja. Hilang tak berbekas. Guru menyadari bahwa kucing itu bukan kucing biasa, tapi kucing jadi-jadian. Lalu dihantam dengan "Pukulan Paruh Rajawali", hingga akhirnya kucing hitam itu mati seketika. Namun, beberapa saat kemudian, kucing hitam itu hidup lagi, lalu menghilang di kegelapan malam," tutur Nawala panjang lebar.
"Dan lagi, di ekor kucing itu sudah ada tujuh sayatan. Menurut guru, kucing hitam itu adalah Ratu Siluman Kucing, majikan yang sesungguhnya dari Kucing Iblis Sembilan Nyawa. Sedangkan jumlah sayatan berarti ia pernah mengalani beberapa kali kematian," tambah Nawara, lalu sambungnya, "sebelum kucing hitam itu hidup kembali, bertambah lagi satu sayatan di ekornya. Jadi bisa disimpulkan bahwa ia pernah mati delapan kali, mati satu kali di tangan guru kami berdua."
"Jadi ... jika jumlah sayatan berjumlah sembilan, apa yang akan terjadi?" tanya Ayu Parameswari dengan tertarik.
"Mungkin ia akan mati dengan abadi alias tidak bisa hidup lagi!" kali ini Nawala yang menjawab.
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena kucing hitam itu hanya memiliki sembilan nyawa! Kini nyawanya tinggal satu, tentu saja ia harus kabur cepat-cepat sebelum nyawa terakhirnya benar-benar melayang ke neraka," jawab Nawala dengan mantap.
Akhirnya, mereka berlima kembali ke Padukuhan Songsong Bayu dengan langkah lesu, terutama sekali juragan padmanaba. Bagaimana tidak lesu, jika kepulangan mereka berlima tidak berhasil menangkap orang yang membuat geger di padukuhan, tapi justru pulang membawa sesosok mayat kaku.
Sosok kaku Nyi Rengganis yang asli!
Nyi rengganis ditemukan telah menjadi mayat, saat mereka berlima melewati jembatan bambu yang tidur melintang di atas sungai berbatu. Mayat Nyi Rengganis tergeletak begitu saja di bawah jembatan. Pelipis kanan kirinya terlihat masing-masing berlubang lima, tidak ada luka yang lain, jelas sekali bahwa Kucing Iblis Sembilan Nyawa langsung menghabisi istri kepala dukuh dengan satu serangan mematikan.
Yang lebih menyedihkan, Nyi Rengganis mati dalam keadaan telanjang bulat dan mata melotot!
Dhandang Gendhis langsung pingsan melihat sosok ibunya yang mati mengenaskan, bahkan Juragan Padmanaba yang semula terlihat tegar, langsung ambruk tatkala selesai meletakkan mayat istrinya di atas dipan. Andai di belakangnya tidak ada Nawala, tentu sudah jatuh mencium tanah.
Sore itu juga, pemakaman Nyi Rengganis diselenggarakan dengan khidmat. Puluhan warga padukuhan berbondong-bondong mengiringi kepergian istri kepala dukuh itu dengan deraian air mata, bahkan beberapa teman karib Nyi Rengganis sampai merutuki orang yang membunuh sahabat mereka dengan kejam. Bahkan anaknya Dhandhang Gendhis berkali-kali pingsan, untung saja suaminya wanengpati selalu berada disisinya hingga langsung membawa bisa mengatasi keadaan istrinya yang berkali-kali pingsan karena ditinggal pergi ibunya.
Setelah masa berkabung lewat satu minggu ...
Di Dalem Kadukuhan terlihat beberapa orang yang sedang bercakap-cakap, dimana terdiri dari sepasang muda-mudi kembar berbaju putih yang tak lain Sepasang Naga Dan Rajawali yang berasal dari Benteng Dua Belas Rajawali duduk berendeng dengan seorang dara cantik baju merah menyala yang bukan lain adalah Ayu Parameswari.
Seorang laki-laki tambun yang bibirnya tidak lepas dari pipa tembakau tersebut adalah kepala Dukuh Songsong Bayu Juragan Padmanaba terlihat duduk berhadapan dengan dua orang laki-laki tua muda berpakaian dalang. Mereka berdua adalah Kakek Pemikul Gunung atau yang terkenal sebagai dalang kondang, Ki Dalang Kandha Buwana serta anak laki-laki satu-satunya yang bernama Wanengpati.
Sedang tiga orang lagi terlihat duduk dengan posisi tubuh yang berbeda-beda, satunya sedang tidur-tiduran di atas dipan, sedang satunya benar-benar tidur, tidur yang sebenarnya. Sedang yang terakhir adalah seorang wanita yang masih terlihat cantik, terlihat duduk dengan tenang di sebelah kiri Juragann Padmanaba.
Yang sedang tidur-tiduran di atas dipan adalah seorang kakek usia delapan puluhan tahun yang mengenakan baju kembang-kembang penuh tambalan dimana-mana. Cukup sulit untuk mencari mana warna yang asli dari sekian puluh tambalan yang ada di pakaian kebesarannya. Dari tiga puluh dua gigi yang ada di mulut, cuma tersisa barang tiga biji saja yang masih setia menghuni mulut peotnya, dua berada di atas dan satu berada di bawah.
Akan halnya bibir keriput itu selalu bergerak-gerak terus tiada henti, entah apa yang ada di dalam mulutnya, mungkin sebangsa kelabang atau cacing barangkali. Meski terlihat kemalas-malasan, namun kakek bangkotan itu merupakan salah satu tokoh rimba persilatan yang berilmu tinggi, bahkan bisa dikatakan setiap tokoh kosen akan berpikiran ribuan kali jika ingin berurusan dengan si Raja Pemalas.
Dan perlu diketahui, dimana ada Raja Pemalas, tentu ada kambratnya si Raja Penidur!
Sama halnya Raja Pemalas, Raja Penidur yang usianya sepantaran dengan Raja Pemalas itu memiliki keunikan tersendiri, dimana pun ia berada, tak peduli di kubangan lumpur atau di kandang sapi sekali pun, tidak peduli siang atau pun malam, kakek itu bisa tidur dengan nyaman. Bahkan berjalan dan berbicara pun ia bisa sambil tidur, seakan mata tuanya itu selalu saja terkatup dengan rapat.
Justru jika mata Raja Penidur yang selalu tertutup rapat malah terbuka lebar, akan sangat berbahaya bagi siapa saja yang memandangnya, karena dari mata Raja Penidur bisa memancarkan cahaya merah yang bisa menghancurkan segala macam benda di depannya. Bisa dihitung dengan jari tokoh persilatan yang bisa memaksanya membuka "Sepasang Mata Maut" milik Raja Penidur.
Yang terakhir adalah seorang wanita yang tampak duduk dengan anggun di samping kiri Juragan Padmanaba. Sebenarnya usia wanita yang seluruh bajunya warna ungu sudah mendekati tujuh puluh lima tahun, tapi masih terlihat anggun dan cantik menawan seperti wanita usia tiga puluhan tahun. Tentu saja hal ini dipengaruhi tingkat ketinggian tenaga sakti dan juga segala jenis ramuan-ramuan obat serta ilmu awet muda yang diwarisi dari gurunya.
Bidadari Berhati Kejam, sebuah julukan yang cukup menggetarkan di kalangan tokoh-tokoh hitam, bahkan ada yang juga yang menyebut sebagai Sang Pembantai Cantik. Tentu saja hal ini hanya berlaku bila mereka sampai kepergok berbuat kejahatan di hadapan Bidadari Berhati Kejam, jangan harap dapat pengampunan darinya, sedikitnya mereka akan mati dengan jasad utuh!
Pernah suatu ketika, Tiga Belas Hantu Malam mengeroyok Bidadari Berhati Kejam dikarenakan salah satu dari Tiga Belas Hantu Malam secara tidak sengaja kesalahan tangan mencelakai salah satu murid kesayangannya, hingga si murid tewas. Setelah mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas kematian muridnya, Bidadari Berhati Kejam menyatroni sarang Tiga Belas Hantu Malam dan tanpa perlu bertanya-tanya lagi, langsung membantai habis seluruh pengikut Tiga Belas Hantu Malam tanpa sisa.
Melihat anak buahnya habis terbantai, Tiga Belas Hantu Malam marah besar dan langsung mengeroyok Bidadari Berhati Kejam. Namun akibatnya, justru Tiga Belas Hantu Malam tewas seluruhnya, bahkan salah satu dari Hantu Malam yang membunuh sang murid, tangan dan kaki dipotong dengan pedang, hingga menimbulkan jerit lengking kesakitan dari Hantu Malam yang malang itu. Dua hari dua malam lamanya Bidadari Berhati Kejam menyiksa si Hantu Malam dengan sadis, dan akhirnya ia tewas karena kehabisan darah.
Setelah jadi mayat pun, Bidadari Berhati Kejam masih tidak puas, sebuah "Pukulan Sakti Pecah Raga" dilancarkan hingga mayat si Hantu Malam hancur tercerai-berai!
Bahkan Dewi Cendani atau si Dewi Obat Tangan Delapan yang mendengar sendiri bahwa sahabat karibnya si Bidadari Berhati Kejam baru saja membantai habis seluruh pengikut dari Tiga Belas Hantu Malam sampai bergidik ngeri melihat sepak terjang sahabatnya itu.
Akan tetapi jika melihat segala bentuk kejahatan Tiga Belas Hantu Malam, rasanya apa yang dilakukan oleh Bidadari Berhati Kejam masih terlalu ringan diterima oleh Tiga Belas Hantu Malam, sebab sekitar tiga purnama yang lalu, hanya dalam satu malam saja, Tiga Belas Hantu Malam membantai habis sebuah desa!
Sebuah kekejaman yang melebihi batas kemanusiaan!
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris " Bab Dua Puluh Empat
"Jadi ... perempuan yang menyamar sebagai istrimu itu memiliki "Ilmu Rawa Rontek?"" tanya Raja Pemalas dengan heran.
"Benar, paman."
"Setahuku, ilmu sesat itu sudah punah beberapa ratus tahun yang lalu, tapi kenapa bisa muncul kembali di rimba persilatan?" tanya Raja Penidur dalam nada gumam.
Meski dalam keadaan tidur, tapi telinga Raja Penidur ternyata tidak pernah tidur!
"Jika tidak salah, yang terakhir kali menguasai ilmu ini adalah Si Macan Gembong! Jelas tidak mungkin jika tokoh sesat itu bisa mempertahankan umurnya hingga ratusan tahun lamanya," ujar Ki Dalang Kandha Buwana setelah berpikir beberapa saat.
"Tapi ayah, bukankah Kura-Kura Dewa Dari Selatan usianya juga sudah mencapai lebih dari tiga ratus tahunan. Jadi mungkin saja Si Macan Gembong hingga sekarang masih hidup." sela murid tunggal Naga Bara Merah.
"Benarkah?" terperanjat juga Bidadari Berhati Kejam mendengar ada tokoh persilatan yang bisa hidup hingga ratusan tahun lamanya, namun dalam hatinya, "kenapa aku tidak sampai mengetahuinya?"
"Benar, Nini! Memang begitulah kenyataannya."
"Betul! Kenapa aku sampai bisa melupakan tokoh sakti itu," ucap Kakek Pemikul Gunung sambil menepak dahinya dengan pelan.
"Anggaplah benar bahwa Si Macan Gembong masih hidup hingga sekarang, maka akan semakin sulit bagi kita untuk menumpas para pemilik rajah setan itu," kata Wanengpati yang sedari awal hanya diam saja, " ... dan dapat dipastikan bahwa Kucing Iblis Sembilan Nyawa pasti punya dukungan di belakangnya. Tidak mungkin jika pemuja setan itu bergerak sendirian. Salah satu yang sudah kita ketahui dengan pasti, ia dibantu oleh sesembahannya yaitu Ratu Siluman Kucing, sedang tokoh-tokoh lainnya kita masih meraba-raba dalam gelap."
"Benar apa yang dikatakan Wanengpati ... " kata si Raja Pemalas, tentu saja dengan sikap kemalas-malasannya, " ... dan lagi pula kita pun tidak mengetahui dimana sarang mereka. Itu yang lebih penting!"
Kata-kata yang terakhir sedikit diberi penekanan.
"Dan itu berarti bahwa gerakan pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan penyelidikan tentang letak dari sarang mereka terlebih dahulu," imbuh Juragan Padmanaba.
Terlihat pancaran sedih dari sorot mata laki-laki tambun yang selalu menghisap pipa tembakau itu, karena dalam satu hari saja ia harus kehilangan seorang yang sangat ia cintai dalam hidupnya.
"Dimas Kandha, adakah cara untuk menangkal ilmu hitam "Rawa Rontek?" Apakah dalam "Kitab Sastra Hati" bagian atas terdapat cara-cara tertentu untuk menghancurkan ilmu hitam itu?" tanya Juragan Padmanaba kemudian.
Tentu saja kepala dukuh itu mengetahui tentang adanya "Kitab Sastra Hati" yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Dimana ilmu di "Kitab Sastra Hati" bagian atas adalah berisi tentang berbagai jenis ilmu-ilmu kesaktian kuno, baik pengolahan tenaga sakti, ilmu-ilmu pukulan serta jurus-jurus silat tingkat tinggi, bahkan pada bagian akhir terdapat ulasan beberapa pula ilmu hitam tingkat tinggi serta tatacara penangkalnya. Dua diantaranya adalah "Ilmu Pancasona" dan "Ilmu Rawa Rontek", meski berbeda sifat namun memiliki kesamaan dalam penggunaan, yaitu mengembalikan keadaan tubuh pemilik ilmu ini ke bentuk semula!
Tentu saja penangkal dari "Ilmu Rawa Rontek" terdapat di dalamnya meski secara tidak lengkap, satu diantaranya adalah dengan mencegah jangan sampai tubuh yang sudah terpotong menyentuh tanah, misalnya si pemilik "Ilmu Rawa Rontek" kepalanya terpotong, sebisa mungkin agar salah satu atau keduanya baik potongan badan dan potongan kepala yang terpisah jangan sampai menyentuh tanah. Tapi dalam "Kitab Sastra Hati" bagian atas hanya mengulas tataran terendah dari "Ilmu Rawa Rontek", sedang untuk tataran yang lebih tinggi tidak dijelaskan secara terperinci.
Sedangkan "Kitab Sastra Hati" bagian bawah hanya terdapat tiga ilmu saja, meski hanya tiga jenis ilmu, namun sudah bias membuat orang yang mempelajari sebanding dengan tokoh-tokoh persilatan tingkat atas. Yang pertama adalah cara bersemadi untuk membangkitkan kekuatan tenaga dalam seseorang secara bertahap dengan memanfaatkan inti kekuatan bumi dan langit. Sampai sekarang ini Juragan Padmanaba baru menguasai kekuatan "Inti Bumi" tahap menengah, itu pun sudah mampu menumbangkan tokoh hitam sekelas Kucing Iblis Sembilan Nyawa.
Yang kedua adalah "Ajian Gelap Ngampar", yaitu suatu ilmu yang membangkitkan hawa murni tubuh dan dilontarkan dalam bentuk getaran suara sehingga lawan bagai diserang dengan getaran suara bertenaga dalam tinggi bisa berakibat gendang telinga pecah dan jantung bisa berhenti mendadak. Sedang yang terakhir adalah "Pukulan Gelap Sewu", suatu jenis pukulan tingkat tinggi yang bisa menghancurkan bukit cadas dengan sekali hantam.
"Ada kakang! Asalkan darah atau potongan tubuh pemilik "Ilmu Rawa Rontek" tidak menyentuh tanah secara langsung, mereka bisa mati dengan sempurna," jawab Kakek Pemikul Gunung, lalu sambungnya, " ... Tapi itu hanya untuk tataran terendah saja, sedangkan untuk tingkat tertinggi, di dalam kitab itu tidak disebutkan. Tapi aku yakin tidak jauh bedanya dengan langkah yang pertama."
Juragan Padmanaba mengangguk-anggukan kepala. Setiap kali berpikir dengan keras, kepulan asap tembakau semakin jarang terhembus dari mulutnya.
"Meski cuma sedikit, tapi setidaknya kita sudah mengetahui titik lemah dari ilmu hitam itu."
"Huh, aku jadi penasaran dengan kehebatan ilmu setan itu, apa masih bisa menahan 'Pukulan Sakti Pecah Raga' milikku?" geram Bidadari Berhati Kejam.
"Bidadari Berhati Kejam, simpan saja rasa gerammu itu, saat ini kita sedang menghadapi masalah yang lebih besar dari pada sekedar menjajal ilmu kesaktian lawan," gumam Raja Penidur menimpali ucapan Bidadari Berhati Kejam.
"Raja Penidur, apa kau meragukan kemampuanku!?"
"Bukan begitu, nini cantik! Saat ini kita harus melakukan penyelidikan yang lebih mendalam tentang hal ini. Jika hanya mengumbar nafsu saja, urusan yang tentang rajah setan ini akan berlarut-larut."
"Baiklah! Aku tidak suka bercakap-cakap panjang lebar dalam urusan ini! Aku akan bergerak sendirian ke arah selatan, silahkan kalian tentukan sendiri langkah masing-masing. Permisi!"
Dengan langkah lebar, nenek cantik itu segera beranjak pergi dari dalem kadukuhan, meski terlihat berjalan dengan langkah-langkah lebar, tapi beberapa saat saja, ia sudah menghilang dari pandangan mata.
"Hmm, 'Ilmu Indera Kelana'-nya sudah semakin meningkat pesat dari sepuluh tahun yang lalu," gumam Raja Penidur.
"Bahkan 'Ilmu Langkah Sakti Pemalas'-ku pun sudah bukan tandingannya lagi." kata Raja Pemalas.
"Tapi nenek pemarah itu tetap saja membawa adatnya yang keras kepala dan mau menang sendiri." gumam Raja Penidur kembali, sambil sedikit menggeliat membetulkan letak tubuhnya.
"Menurutku, keadaan saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Aku takut jika berita ini tersiar di luaran tentu akan membuat geger banyak orang. Kemungkinan besar, rimba persilatan juga akan turut bergolak," sahut Kakek Pemikul Gunung, sambungnya, " ... padahal tiga purnama ke depan, di puncak Gunung Tiang Awan akan diadakan perebutan gelar kependekaran."
"Huh, rebutan gelar seperti itu buat apa untungnya?" gumam Raja Penidur.
"Bagi tukang ngorok sepertimu mungkin tidak ada gunanya! Tapi bagi para jago-jago muda yang ingin mengharumkan nama di rimba persilatan, tentu saja mereka malu jika tidak ambil bagian dari peristiwa tiga puluh tahunan itu," kata keras Raja Pemalas.
"Heh, gombal! Paling-paling juga mengantar nyawa dengan sia-sia."
"Ki Dalang, lalu bagaimana menurutmu?" tanya si Raja Pemalas mengalihkan pembicaraan.
Heran juga, namanya saja Raja Pemalas, tapi kenapa begitu bersemangat, tidak ada sifat malasnya sama sekali!
"Wanengpati, lebih kau saja yang berbicara! Otak anak muda biasanya lebih cerdas dari tua bangka seperti aku ini," kata Ki Dalang Kandha Buwana melempar "tanggung jawab" itu pada Wanengpati.
"Seperti apa yang dikatakan oleh Nini Bidadari Berhati Kejam, kita harus membagi tugas," kata Wanengpati memulai pembicaraan, "Saat ini Nini sudah bergerak ke arah selatan. Untuk arah utara saya serahkan pada paman Raja Pemalas dan Raja Penidur, sebab di wilayah utara banyak sekali terdapat hutan-hutan yang cukup lebat. Dimungkinkan wilayah itu digunakan oleh para pengikut Kucing Iblis Sembilan Nyawa sebagai markas, jika tidak dalam keadaan terpaksa, jangan melakukan tindakan apa-apa."
"Hemm, hutan di utara! Baik, kalau begitu! Aku terima tugas ini! Tukang ngiler, kau bersedia tidak?" tanya Raja Pemalas sambil mengusap-usap dagunya yang klimis.
"Ada daging menjangan tidak?"
"Dasar bego! Yang namanya hutan semua binatang juga ada. Dari harimau sampai kutu monyet juga ada! Kalau kau mau embat semua juga tidak ada yang melarang!" bentak Raja Pemalas.
"Terserah kau sajalah!" sahut Raja Penidur dengan acuh tak acuh.
Wanengpati hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingkah laku dari dua orang berbeda kebiasaan itu.
"Heran, kenapa ayah betah lama-lama berteman dengan mereka," pikir si dalang muda.
"Untuk wilayah timur, mungkin saudara kembar dari Benteng Dua Belas Rajawali bisa mewakilinya, sebab di wilayah ini banyak terdapat tebing-tebing yang tinggi serta curam. Sebagai murid dari majikan Benteng Dua Belas Rajawali pasti memiliki ilmu ringan tubuh yang handal."
"Baik! Kami berdua siap!" kata Sepasang Naga Dan Rajawali bersamaan.
"Sedang wilayah barat, terpaksa saya harus merepotkan ayah berdua yang bisa menghubungi beberapa perguruan silat yang ada wilayah itu. Untuk Perguruan Perisai Sakti dan Perguruan Karang Patah sudah saya hubungi sendiri dua hari yang lalu, mereka bersedia dan kemungkinan besar nanti sore bala bantuan dari dua perguruan silat itu sudah datang kemari. Mungkin ayah bisa menghubungi Partai Ikan Terbang dan Pesanggrahan Gunung Gamping yang dipimpin Panembahan Wicaksono Aji. Dua tempat itu sangat berdekatan, mungkin mereka bisa kita mintai bantuan, terutama sekali Panembahan Wicaksono Aji," kata Wanengpati panjang lebar.
Semua yang ada di situ mengangguk-anggukkan kepala pertanda persetujuan.
Wanengpati menerangkan pembagian tugas sesuai dengan wilayah dan kondisi masing-masing orang. Orang sekelas Raja Pemalas dan Raja Penidur tentu memiliki ketelitian tersendiri terhadap tempat-tempat yang rawan jika berada di dalam hutan. Konon kabarnya Raja Pemalas memiliki hidung setajam hidung anjing, dia bisa mengendus segala jenis bau keringat manusia, selama tidak lebih dari sepekan kakek pemalas itu masih bisa menemukan jejak orang yang diinginkannya!
Sedangkan Sepasang Naga Dan Rajawali, sebagai tokoh muda yang sedang naik daun lebih cocok ditugaskan pada daerah bertebing tinggi serta curam dikarenakan selain memiliki ilmu ringan tubuh yang tinggi, mereka kemampuan lain yang jarang dimiliki oleh manusia pada umumnya. Suatu ikatan yang hanya dimiliki oleh orang-orang kembar.
Ikatan batin! Juragan Padmanaba dan Ki Dalang Kandha Buwana tentu saja sudah sangat akrab dengan lingkungan sekitar mereka, jika hanya untuk menghubungi beberapa perguruan silat yang ada sekitar wilayah barat, tentu saja merupakan tugas yang paling ringan, karena masing-masing dari ketua perguruan silat merupakan sahabat karib dari Kepala Dukuh Songsong Bayu dan Kakek Pemikul Gunung.
"Kakang, lalu tugas Ayu apa?"
"Ayu, kau bisa ikut dengan si kembar," jawab Wanengpati dengan cepat.
"Baiklah."
"Jika semua sudah siap, menjelang petang kita sudah harus berkumpul di tempat ini melaporkan hasil penyelidikan masing-masing. Ada pertanyaan?"
"Bagaimana dengan nenek pemarah itu?" tanya Raja Pemalas.
"Biar saya yang menghubungi."
-o0o- Sementara itu, di sebuah dataran lembah yang cukup luas, berada dibalik lebatnya rerimbunan perdu dan pohon-pohon raksasa, terdapat sebuah lubang yang cukup menjorok ke dalam tanah, menyerupai liang tikus yang besar cukup memuat dua orang. Akan tetapi liang itu tertutup oleh rerimbunan semak belukar, sehingga orang yang lewat disekitarnya akan menganggap tidak ada apa-apa dibalik semak-semak yang rimbun itu.
Liang itu hanya sedalam tiga empat tombak saja, tapi setelah sampai di dasar liang, akan terlihat sebuah lorong gelap setinggi kurang lebih setengah tombak. Orang harus berjalan dengan membungkuk jika ingin melewati lorong gelap ini. Lorong ini memiliki panjang yang tak terukur, berkelok-kelok seperti ular dan banyak tikungan dimana-mana, andai orang yang baru pertama kali masuk ke tempat iti, dijamin sulit menemukan jalan keluar.
Tetapi sesosok tubuh ramping dengan baju ketat hitam-hitam tampak berjalan dengan tenang dalam kegelapan, sinar mata mencorong tajam kuning kehijau-hijauan di dalam gelap, seakan menerangi jalan berkelok-kelok yang dilaluinya. Ternyata ia tidak sendirian ditempat itu. Sesosok mahkluk kecil berkaki empat dengan bulu hitam legam tampak berjalan cepat didepannya. Sorot mata kuning kehijau-hijauan sama persis dengan sosok ramping di belakangnya.
Karena makhluk itu adalah seekor kucing berbulu hitam!
Tapi kucing itu bukan sembarang kucing, ia adalah sejenis kucing jejadian, kucing siluman yang dipuja oleh sosok wanita yang berjalan dengan tenang di belakangnya.
Setelah melewati jalan yang berkelok-kelok dengan berjalan sambil membungkuk selama sepenanakan nasi, sampailah dua makhluk beda jenis di suatu ruangan yang cukup lebar dan luas, menyerupai sebuah kubah raksasa. Di tepat tengah ruangan terlihat sebuah bola kristal yang diletakkan di atas kepala patung raksasa berwajah setan. Bola kristal itu memancarkan warna kuning terang, sehingga cukup menerangi bagian dalam kubah raksasa.
Tidak ada apa-apa di tempat itu, selain dari sebuah kursi besar dilapisi beludru kuning gading dengan sandaran kursi yang memiliki ukiran menyeramkan, dimana lantainya di lapisi dengan hamparan kulit harimau raksasa berwarna hitam pekat. Beberapa ekor ular belang terlihat berlalu-lalang di sekitar tepian kubah, tapi tidak ada yang berani mendekati kursi besar, seakan terdapat rasa takut yang aneh.
Si wanita dan kucing siluman itu berjalan mendekati kursi menyeramkan, sepuluh langkah dari kursi berbeludru kuning gading, entah dari mana datangnya, sebentuk kabut hitam pekat menyelimuti sosok kucing hitam.
Bwoshh! Soshh! Kabut itu terlihat berputar-putar, bahkan sampai sosok mungil kaki empat berbulu hitam tidak terlihat bentuknya. Semakin lama putaran semakin melebar dan membumbung ke atas setinggi tiga tombak. Tiba-tiba ...
Bweshh! Srepp!!
Gumpalan kabut hitam mendadak buyar, kemudian meluruh ke bawah dengan cepat, seakan dibawahnya terdapat lobang penghisap.
Sekarang, yang berada dihadapan si wanita berbaju hitam ketat bukan lagi seekor kucing hitam, tapi sesosok tubuh ramping berkulit kuning langsat. Beberapa gelang emas bertahta berlian melingkar indah di pergelangan tangannya yang mulus, sebutir tahi lalat pun tidak terdapat di atas hamparan kulit itu. Tubuh tinggi semampai dengan balutan pakaian warna hitam cemerlang dimana seluruh benda yang menempel di badannya memancarkan cahaya pemikat gaib. Dengan adanya tonjolan membusung kencang di bagian dada, bisa dipastikan sosok itu seorang berjenis perempuan. Dan dilihat dari postur tubuh dan kuning langsatnya kulit, ditambah dengan rambut hitam legam sepanjang pinggang bisa dipastikan ia adalah sosok wanita sempurna, dalam artian cantik jelita. Namun, saat wanita jelmaan kucing siluman itu menoleh ke arah orang dibelakangnya, sontak terlihat keterkejutan yang begitu kentara dari tokoh bergelar Kucing Iblis Iblis Sembilan Nyawa.
Sebab sosok wanita bertubuh aduhai itu ternyata berwajah kucing!
Tentu saja si Kucing Iblis Sembilan Nyawa terkejut melihat kenyataan perubahan wajah junjungannya sebab sudah puluhan kali dirinya melihat sosok di depan yang disebut sebagai Ratu Siluman Kucing selalu merubah wujud menjadi sosok gadis cantik rupawan berkulit kuning langsat dengan wajah cantik jelita, tapi baru kali ini ia melihat wajah Sang Ratu berwujud kepala kucing lengkap dengan telinga yang berada disisi atas kepala.
"Nyi Ratu ... wajahmu ... " terdengar gagap sekali si kucing iblis sembilan nyawa.
"Aku tahu!" suara serak terdengar dari mulut Ratu Siluman Kucing, "semua ini gara-gara di rajawali tua itu!"
Tidak ada lagi kemerduan suara yang biasa di dengar, tapi suara serak yang jelek sekali, bahkan terlihat pancaran dendam mata membara di bola matanya. Bahkan sorot mata kuning kehijau-hijauan semakin mencorong tajam, seolah mengeluarkan kobaran api dendam yang ingin membakar orang yang disebutnya 'rajawali tua' itu.
"Bukan hanya wajahku, tapi nyawaku kini hanya tinggal satu-satunya! Benar-benar keparat busuk!" maki Ratu Siluman Kucing.
"Ratu Siluman Kucing! Kau tidak perlu berang seperti itu!"
Sebuah suara tanpa wujud menggema di dalam kubah raksasa itu.
Karuan saja, Ratu Siluman Kucing dan Kucing Iblis Sembilan Nyawa langsung berlutut mendengar suara teguran yang cukup keras itu.
"Hormat kepada Ketua!"
"Kuterima salam hormat kalian!"
Perlahan namun pasti, terlihat samar-samar sesosok bayangan kuning keemasan, dimana bayangan itu seolah antara ada dan tiada, bahkan ada kalanya terlihat mengambang di udara. Sesaat kemudian, sosok bayang kuning keemasan terlihat semakin nyata dan terlihat sesosok tubuh manusia duduk tenang di atas kursi besar satu-satunya di tempat itu.
Sebuah peragaan "Ilmu Panglimunan" tingkat tinggi pun terpentang di depan mata!
Sulit sekali mengetahui bagaimana raut wajah sosok dikarenakan ia mengenakan sebuah topeng tengkorak yang terbuat dari emas murni. Topeng tengkorak emas itu seolah merupakan bagian dari wajah karena tidak ada sepotong tali atau seutas benang pun yang menopang agar topeng tengkorak emas itu tetap berada di tempatnya. Dari bentuk tubuh, dipastikan bahwa sosok berpakaian yang serba kuning keemasan itu adalah seorang laki-laki, ditilik dari getaran suara dan adanya jakun di leher.
Sepasang mata tajam sedikit terpejam berada di balik topeng tengkorak emas itu. Entah siapa gerangan tokoh ini, sehingga begitu ditakuti oleh tokoh sakti sekaliber Kucing Iblis Sembilan Nyawa dan juga makhluk dari alam gaib sekelas Ratu Siluman Kucing.
"Bagaimana dengan tugas kalian?" tanya si tokoh bertopeng tengkorak emas dengan suara datar.
Jelas ia berusaha menyembunyikan jatidirinya dengan mengubah nada suaranya
"Maafkan hamba, ketua! Hamba belum berhasil ... " sahut Ratu Siluman Kucing dengan masih berlutut, suara yang terlontar terdengar sedikit bergetar.
"Hemm ... belum berhasil atau gagal?" balik bertanya si Topeng Tengkorak Emas, tetap dengan nada datar.
Tiada jawaban sama sekali dari mulut Ratu Siluman Kucing, namun dari getaran tubuhnya terlihat jelas kalau ia sedang mengalami rasa takut, disebabkan dirinya sudah pernah mati lima kali tewas di tangan si Topeng Tengkorak Emas dan itu artinya ia pernah lima kali mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas. Sedangkan kini nyawa yang ada ditubuhnya hanya tinggal satu!
Dengan pelan, laki-laki bertopeng tengkorak emas bangkit dari tmpat duduknya, lalu berjalan lambat-lambat ke arah dua orang wanita itu berlutut, dengan menggendong tangan di belakang tubuh.
"Kalian seharusnya tahu! Bahwa dengan mendapatkan Mutiara Langit Merah merupakan hal yang paling penting dalam kelangsungan hidup para makhluk gaib yaitu bangsa kita!" kata si Topeng Tengkorak Emas pelan, namun pancaran hawa membunuh terasa sekali menyentuh kulit tubuh dua wanita yang masih berlutut. Sebagai orang yang berilmu tinggi, Kucing Iblis Sembilan Nyawa tentu menyadari adanya hawa membunuh yang pekat dan mendekat ke arahnya.
"Padahal kalian tahu bahwa beberapa tahun yang lalu, Mutiara Langit Putih yang semula berada di tangan Ketua Padepokan Singa Lodaya telah berhasil diambil alih oleh seorang bocah ingusan yang bernama Paksi Jaladara. Bahkan sampai Ratu Sesat Tanpa Bayangan yang aku utus pun gagal. Dan akibatnya .. Kalian pasti tahu sendiri bukan?" kata dengan si Topeng Tengkorak Emas dengan santai sambil tetap berjalan ke arah mereka berdua.
Masih ingat dalam benak dua orang itu, bagaimana ketuanya, si Topeng Tengkorak Emas memberi hukuman atas kegagalan si nenek sesat itu.
Tangan kiri dan kaki kanannya harus buntung sebatas siku!
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris " Bab Dua Puluh Lima
Sudah beruntung bagi Ratu Sesat Tanpa Bayangan karena si Topeng Tengkorak Emas hanya membuntungi tangan kiri dan kaki kanan saja, sebab sebelumnya Sepasang Demit Anjing Liar harus meregang nyawa di tangan Pengawal Kanan sang ketua dikarenakan gagal mendapatkan Mutiara Langit Putih, bahkan kembali dengan kondisi terluka parah. Meski dua siluman anjing dari alam gaib itu gagal, tapi jasadnya masih utuh, tidak hancur seperti utusan yang sudah-sudah.
Benarkah Pusaka Rembulan Perak adalah Mutiara Langit Putih seperti yang dimaksud oleh si Topeng Tengkorak Emas"
Jika memang benar, maka Istana Elang, terutama Paksi Jaladara, harus menghadapi seorang musuh yang paling tangguh dalam sejarah berdirinya tonggak Istana Elang yang bermukim di Gunung Tambak Petir itu!
"Ampuni hamba Ketua! Hamba ... "
"Mengampunimu" Enak saja kau bicara!" bentak si Topeng Tengkorak Emas dengan keras.
Entah bagaimana caranya, segumpal kekuatan tak kasat mata telah menampar pulang balik pipi Ratu Siluman Kucing, sedang Kucing Iblis Sembilan Nyawa juga tak luput dari tamparan gaib itu.
Plakk! Plakk! Brugh!
Badan Ratu Siluman Kucing hanya oleh ke kanan ke kiri, namun akan halnya dengan Kucing Iblis Sembilan Nyawa langsung terpental ke belakang dan akhirnya jatuh setelah menabrak dinding kubah dengan keras. Dan akhirnya ...
Pingsan! Bisa dipastikan tulang pelipisnya remuk. Tentu saja tamparan itu bukan tamparan biasa, tapi telah dilambari dengan rangkuman tenaga gaib yang tinggi. Bisa dibayangkan bagaimana kesaktian dari si Topeng Tengkorak Emas. Hanya dengan pancaran hawa gaib dari tubuhnya saja sudah mampu membuat tokoh gaib sekelas Ratu Siluman Kucing menjadi tergetar.
"Baik! Kali ini kalian berdua aku ampuni!" kata si Topeng Tengkorak Emas sambil balik badan dan berjalan ke arah kursi kebesarannya, sambil berjalan ia berkata, "... tapi kalian berdua harus lebih banyak menyebarkan rajah setan bertanduk kepada para tokoh-tokoh hitam. Jika tokoh dari aliran putih, akan sulit sekali mengendalikan mereka. Selain dari mencari Sepasang Mutiara Langit, aku juga menginginkan kalian untuk mencari keterangan keberadaan orang-orang pemilik Delapan Bintang Penakluk Iblis. Jika kalian menemuinya, bunuh saja!"
"Terima kasih, Ketua!"
"Kalian akan dibantu oleh dua orangku dalam melaksanakan tugas ini!" sambung si Ketua.
Sang ketua pun tampak berkomat-kamit membaca sesuatu. Tiba-tiba saja ...
Jlegg! Jleeg! Entah dari mana datangnya, dua sosok makhluk setinggi rumah sudah berada di tempat ini. Mereka jatuh dalam keadaan berlutut. dua sosok makhluk dari alam gaib masing-masing berbulu lebat dengan sepasang taring tajam di sela-sela bibirnya. pancaran mata merah menyala terlihat nanar menggidikkan.
"Hormat kepada Pangeran!"
"Jin Hitam! Gendruwo Sungsang! Kalian bantu Ratu Siluman Kucing dan muridnya. Jika mereka gagal, kalian tahu apa yang harus kalian kerjakan!" perintah sang ketua bertopeng tengkorak emas kepada dua orang bawahannya.
"Baik, kami laksanakan Pangeran!" kata dua makhluk tinggi besar yang disebut Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang bersamaan.
"Ubah dulu wujud kalian seperti manusia!"
"Baik!"
Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang segera duduk bersila, sesaat kemudian keluar segumpal asap tebal berbau busuk memualkan dari tubuh mereka berdua.
Wush!! Woshh!! Sekedipan mata kemudian, dua sosok tinggi besar telah hilang, tergantikan dengan sosok dua orang yang duduk bersila dengan pakaian biru menyala. Diatas kepala masing-masing terdapat sebentuk lingkaran dari emas putih, ditengahnya terdapat sebutir mutiara yang berwarna biru terang tembus pandang. tentu saja mereka salin rupa menjadi pemuda-pemuda gagah dan tampan dengan postur tubuh tinggi tegap. Itulah perubahan wujud dari Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang yang merupakan dua dari delapan senopati tangguh dari Istana Iblis Dasar Langit dari alam gaib.
"Tugas kalian berdua adalah merebut Mutiara Langit Merah! Dan kau, Ratu Siluman Kucing! Kau cari keterangan siapa saja pemilik dari Delapan Bintang Penakluk Iblis. Jika berhasil, maka lima nyawa yang dulu aku ambil, akan ukembalikan padamu!" kata tegas si Topeng Tengkorak Emas.
"Baik, Ketua!" sahut Ratu Siluman Kucing dengan gembira.
Tidak ada sahutan sedikit pun dari mulut sang ketua. Beberapa lama mereka menunggu dengan kepala tertunduk, tapi tetap tidak ada perintah atau pun suara yang mereka dengar. Pelan-pelan, kepala Ratu Siluman Kucing mendongak. Dia tidak melihat lagi sang ketua bertopeng lagi.
Si Topeng Tengkorak Emas ternyata telah menghilang tanpa bayangan!
Jin Hitam, Gendruwo Sungsang dan Ratu Siluman Kucing bangkit dari tempatnya berlutut.
"Nyai Ratu, bagaimana wajahmu bisa seperti itu?" tanya jin hitam terkejut saat memperhatikan raut wajah Ratu Siluman Kucing, "Apakah ... wajahmu masih bisa dikembalikan seperti sediakala?"
"Huh! Ilmuku sudah berkurang banyak semenjak nyawa ke delapanku hilang!" sahut Ratu Siluman Kucing dengan penuh sesal, "hanya seperti inilah tingkat perubahan yang bisa aku lakukan. Untuk merubah wajah, rasanya sudah cukup sulit! Ini semua gara-gara si rajawali tua keparat itu!"
Lagi-lagi rajawali tua disebut-sebut Ratu Siluman Kucing, mungkinkah dia adalah Rajawali Alis Merah yang telah menghilangkan nyawa ke delapannya"
"Bagaimana jika kami bantu memulihkan wajahmu?"
"Kalian berdua mau membantuku mengembalikan wajahku seperti sebelumnya?"
"Tentu saja kami bersedia, cuma ... " kata Jin Hitam dengan terputus.
Seolah paham dengan maksud Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang, Ratu Siluman Kucing hanya ketawa kecil. Apalagi yang diinginkan dua makhluk dari alam gaib itu jika bukan kehangatan tubuhnya"
"Ooo ... kalau cuma hal itu, aku tidak keberatan sama sekali! Aku pun juga sudah lama tidak merasakan kehebatan kalian berdua di atas ranjang, hi-hi-hik!" sahut Ratu Siluman Kucing sambil menowel pipi Jin Hitam.
"Ha-ha-ha! Lalu bagaimana dengan muridmu?"
"Perempuan tolol itu pasti ikut dengan apa yang aku katakan! Kalian tidak perlu khawatir akan hal itu!" jawab sang siluman kucing dengan penuh arti.
"Ha-ha-ha! Bagus kalau begitu! Ha-ha-ha!" sahut Gendruwo Sungsang sambil tertawa lebar. "Kapan kita mulai?"
"Sekarang saja, buat apa ditunggu lama-lama?" jawab Jin Hitam sambil membopong tubuh sintal Ratu Siluman Kucing.
-o0o- Menjelang petang, dimana matahari sudah siap-siap berada di balik peraduan abadinya, Ayu Parameswari dan si kembar dari Benteng Dua Belas Rajawali datang terlebih dahulu ke padukuhan itu. Sesampainya disana, ternyata sudah di tempat itu bertambah dengan empat orang yang masing-masing mengenakan baju ungu dan celana hitam dengan sabuk kuning gading terdiri dari dua laki-laki dan dua orang perempuan.
Mereka berempat memperkenalkan diri sebagai utusan dari Perguruan Karang Patah, yang dua laki-laki masing-masing adalah Linggo Bhowo dan Mahesa Krudo yang usianya sekitar dua puluh tujuh tahunan, sedangkan yang dua perempuan bernama Kamalaya yang berusia sekitar dua puluh tiga tahunan dan Janapriya yang berusia sekitar dua puluh empat tahunan. Mereka berempat adalah empat orang murid utama dari perguruan itu yang terkenal dengan sebutan Empat Golok Sakti dari Perguruan Karang Patah.
Untuk mendalami "Ilmu Golok Sejodoh" masing-masing orang harus berpasangan dengan lawan jenisnya sehingga oleh Ki Angon Samudro, mereka dinikahkan untuk lebih mendalami ilmu golok ini. Dikarenakan sebelumnya Linggo Bhowo dan Kamalaya sudah saling mencintai, begitu juga dengan Mahesa Krudo dan Janapriya, sehingga tidak terlalu sulit mereka berdua untuk menguasai "Ilmu Golok Sejodoh", bahkan pada tataran jurus yang paling tinggi, dimana mengerahkan jurus-jurus golok dengan paduan tenaga dalam tinggi, setiap pasangan suami istri bisa menggunakan jurus golok seperti orang yang sedang bermesraan.
Jurus "Golok Lengkungi Jagad" bisa membuat lawan menjadi terlena dan terpana sesaat karena pasangan yang mengerahkan Jurus "Golok Lengkungi Jagad" terlihat seperti orang yang sedang di mabuk birahi, saling cumbu dan saling lilit dengan pasangan, bahkan ada kalanya diiringi dengan desahan-desahan napas halus dari si wanita. Tentu saja suara-suara itu digunakan untuk memecah konsetrasi lawan sehingga mudah ditumbangkan.
"Kakang Wanengpati, di sebelah timur tidak ada tempat-tempat yang mencurigakan seperti yang kita inginkan." lapor Ayu Parameswari pada kakaknya, " ... tidak ada satu manusia pun yang berani mendiami tempat itu."
"Hemm, apa kau yakin?"
"Yakin sekali, Kakang! Bahkan sudah dijajaki Nawara dengan 'Ilmu Empat Arah Pembeda Gerak', yang ada cuma kumpulan hewan-hewan melata saja yang ada di tempat itu."
"Baik kalau begitu! Lebih baik kalian bertiga istirahat saja di dalam," kata Wanengpati," ... Oh, ya! Mereka berempat adalah Empat Golok Sakti, sahabat-sahabat dari Perguruan Karang Patah."
Tiga anak muda itu menganggukkan kepala sebagai tanda hormat, dan dibalas dengan anggukan kepala pula oleh Empat Golok Sakti.
"Maaf, kami masuk ke dalam terlebih dahulu," kata Nawara pada Empat Golok Sakti.
"Silahkan, saudari!"
Karena betul-betul lelah tiga anak muda itu langsung ngeloyor pergi ke dalam. Nawara dan Ayu langsung menuju bilik tengah tempat gadis itu biasa tidur, sedangkan Nawala langsung menuju dipan dimana sebelumnya Raja Penidur sedang 'menjalani pertapaan'. Sebentar saja, pemuda berbaju putih yang dada kirinya adalah sulaman naga, langsung menggesor tidur.
Benar-benar tidur!
Berturut-turut, datanglah Kakek Pemikul Gunung dan Kepala Dukuh Songsong Bayu yang datang bersama seorang kakek bertongkat kayu cendana. Kakek itu mengenakan sehelai kain putih yang di selempangkan di dada. Tubuhnya terlihat ringkih dengan berjalan tertatih-tatih ditopang oleh tongkat kayu di tangan. Beberapa kali terdengar batuk-batuk kecil dari mulutnya yang sudah keriput dan ompong, bisa diperkirakan sosok tua berselempang putih berusia sekitar sembilan puluhan tahun.
Dialah Panembahan Wicaksono Aji!
"Selamat dating, Bapa Panembahan! Maaf kami harus merepotkan panembahan dengan masalah yang di hadapi padukuhan ini," sambut Wanengpati dengan hormat.
"Uhhukk, uhukk! Tidak apa-apa Nakmas. Mungkin tulang-tulang tua ini perlu sedikit pelemasan. Semadi terus-menurus juga tidak baik bagi kesehatan," jawab Panembahan Wicaksono Aji dengan suara khasnya.
Suara yang lembut menenteramkan.
"Ayah, bagaimana dengan Partai Ikan Terbang" Apa mereka bersedia?" tanya Wanengpati setelah Panembahan Wicaksono Aji berlalu dan duduk satu meja dengan Empat Golok Sakti.
Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kelihatannya agak sulit, anakku! Sebab di Partai Ikan Terbang sendiri juga sedang mengalami musibah. Salah seorang dari murid Partai Ikan Terbang ternyata juga memiliki rajah setan bertanduk. Terpaksa tadi aku dan mertuamu harus sedikit memeras keringat untuk mengusir rajah setan bertanduk itu," terang Kakek Pemikul Gunung.
"Untungnya, rajah setan itu baru berwujud samar-samar, jadi murid Partai Ikan Terbang tersebut masih bisa diselamatkan. Untung masalah itu segera diketahui sendiri oleh Ketua Partai Ikan Terbang," kata Juragan Padmanaba.
Wanengpati mengangguk-anggukan kepalanya, gumamnya, "Jadi ... lambang setan itu sudah mulai menyebar. Tidak hanya pada orang biasa saja, bahkan murid-murid perguruan juga kena pengaruh rajah setan itu."
Setelah berpikir beberapa saat, pemuda berkata, "Berarti ... memang ada orang atau golongan tertentu yang secara sengaja memberikan menyebarluaskan rajah setan itu. Tidak peduli siapa saja, bisa terkena."
"Benar juga pemikiranmu."
"Yang jadi masalah, dengan cara bagaimana rajah setan bertanduk itu bisa menempel ke tubuh manusia" Dam siapa sesungguhnya yang menempelkan rajah setan itu?" kata Wanengpati dalam bentuk pertanyaan.
Ki Dalang Kandha Buwana hanya terdiam saja.
Tak lama kemudian, tiga orang sudah sampai di pendopo dan berbaur menjadi satu dengan empat golok sakti dan Panembahan Wicaksono Aji yang terlibat dengan pembicaraan seru.
Wanengpati kemudian menceritakan tentang adanya Rajah Penerus Iblis, yang diketahuinya dari mayat Parjo. Semua diceritakan sampai ke detail-detailnya. Semua orang yang ada di tempat itu selain Ki Dalang Kandha Buwana, Juragan Padmanaba dan Wanengpati sendiri, tersentak kaget!
"Jadi, Nyi Rengganis juga telah jadi korban?" kata Panembahan Wicaksono Aji dengan kaget.
"Benar, Paman Panembahan. Sungguh malang sekali nasib istriku!"
Sebagai orang yang waskita, orang yang ngerti sakdurunge winarah (mengerti sebelum terjadi), tentu saja Panembahan Wicaksono Aji bisa meraba di dalam gelap. Kemampuannya untuk memilah-milah hal-hal pelik sangat diperlukan saat itu. Setelah termenung sejenak sambil mengerahkan ilmu batinnya, terlihat kilasan-kilasan kejadian yang muncul di dalam benaknya.
Justru yang membuatnya kaget adalah sosok samar Dhandang Gendis yang pertama kali muncul dalam mata batinnya. Bersamaan dengan itu pula, istri Wanengpati yang juga putri tunggal Juragan Padmanaba keluar diiringi dengan membawa makanan kecil berupa pisang goreng, Nogo Sari, Klepon dengan parutan kelapa dan wedang jahe tampak beriringan keluar.
Justru itulah yang membuat Panembahan Wicaksono Aji semakin tersentak kaget.
"Aahh ... !"
"Ada apa Paman Panembahan?" tanya Kakek Pemikul Gunung.
"Kandha, gunakan "Ilmu Suket Kalanjana'! Maka kau akan tahu sebabnya," jawab Panembahan Wicaksono Aji dengan nada berbisik.
Segera saja Ki Dalang Kandha Buwana merapal mantra "Ilmu Suket Kalanjana", suatu ilmu kuno yang berguna untuk melihat suatu pancaran hawa seseorang atau suatu benda yang memiliki kekuatan gaib atau hanya benda biasa saja, bahkan mampu melihat benda-benda yang tertutup sekalipun. Kali ini, pancaran sinar gaib dari mata Ki Dalang Kandha Buwana mengarah pada dua orang yang baru saja datang. Yang pertama menjadi sasaran tentu adalah istrinya sendiri, Nyi Lastri.
Setelah diamati-amati beberapa saat, tidak ada yang aneh dan istimewa pada diri istrinya. Kemudian pancaran mata gaib Kakek Pemikul Gunung beralih ke diri Dhandang Gendis, anak mantunya. Juga tidak ada yang pada diri mantunya itu. Namun secara tanpa sengaja ia mengarahkan kekuatan "Ilmu Suket Kalanjana" ke arah perut Dhandang Gendis, kakek itu terperanjat sampai tubuhnya terlonjak ke atas.
Selain terdapat seorang calon jabang bayi yang baru tujuh delapan bulanan, di dalam perut mantunya terdapat sesuatu pancaran hawa gaib merah hati!
"Paman, cahaya apa itu?" kata Ki Dalang Kandha Buwana setelah hilang keterkejutannya.
"Mungkin cucumu itulah sebenarnya tujuan utama dari para pemilik rajah setan bertanduk itu," kata Panembahan Wicaksono Aji sambil mengelus-eluis jenggot putihnya yang panjang.
Semua percakapan itu terdengar jelas oleh semua orang yang ada ditempat itu, bahkan rata-rata tidak bisa menyembunyikan kekagetan di wajah mereka.
Tentu saja yang paling kaget adalah Wanengpati!
"Apa!?"
"Tenang Nakmas ... tenang! Saya belum selesai berbicara," tutur Panembahan Wicaksono Aji sambil memegang pundak Wanengpati dengan lembut.
Setelah menghela napas beberapa jenak, Wanengpati berkata, "Silahkan Bapa Panembahan lanjutkan! Maafkan tentang kelancangan saya tadi!"
Seulas senyum arif tersungging di bibir tua itu.
"Bapa Panembahan, bisakah Bapa memperjelas dengan semua ini! Terus terang saja, kami masih belum mengerti dengan apa yang Bapa Panembahan maksudkan," kata Mahesa Krudo, salah satu dari Empat Golok Sakti.
Setelah minum seteguk air jahe, Panembahan Wicaksono Aji berkata, "Nakmas Wanengpati, seharusnya kau berbahagia saaat ini dikarenakan anakmu sudah ditakdirkan sebagai salah satu calon penerus penumpas iblis yang ada di muka bumi. Hal ini memang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, dirimu tidak perlu menyesali hal ini."
"Jadi ... anakku merupakan salah satu dari penerus penumpas iblis" Jika begitu masih ada beberapa orang lagikah para penerus itu?" potong Wanengpati dengan tergesa-gesa.
"Sabar, sabar! Biar Paman Panembahan meneruskan dulu keterangannya." kata Ki Dalang Kandha Buwana.
"Tidak apa-apa Kandha! Kekhawatiran yang dipunyai Nakmas Wanengpati itu sudah sewajarnya dimiliki oleh para orang tua," sahut Panembahan Wicaksono Aji dengan tenang, lalu lanjutnya, "Di bumi yang damai ini, terdapat delapan orang yang memiliki tanda sebagai penerus penumpas iblis. Untuk saat ini sudah muncul tujuh orang, sedang orang yang ke delapan adalah calon anakmu, Nakmas."
Semua orang terdiam mendengar cerita dari Panembahan Wicaksono Aji, seorang pendeta tua yang sangat mumpuni dan waskita pada jaman ini.
"Mereka berdelapan adalah tonggak dunia persilatan dalam memerangi kejahatan dan kemungkaran, baik yang dilakukan oleh manusia mau pun makhluk alam gaib. Bisa dikatakan delapan orang ini bisa hidup di dua alam, yaitu alam manusia dan alam gaib. Setiap orang yang dipilih akan memiliki sebuah tanda khusus yaitu adanya sebentuk rajah berbentuk bintang segi delapan berwarna biru dengan tepi kuning keemasan akan tertera di tubuh mereka," tutur Panembahan Wicaksono Aji. Setelah berhenti sejenak, pendeta tua itu pun melanjutkan penuturannya, "Rajah bintang itu dinamakan dengan Bintang Penakluk Iblis."
"Lalu, pancaran gaib warna merah itu apa, Bapa Panembahan?" tanya Linggo Bhowo dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
"Menurut kitab kuno yang pernah aku baca, hanya pemilik lambang Bintang Penakluk Iblis ke satu akan memiliki Mutiara Langit Putih, sedangkan pemilik Bintang Penakluk Iblis ke delapan akan memiliki Mutiara Langit Merah. Dengan adanya pancaran sinar merah yang turut dalam kandungan istri Wanengpati, bisa diartikan calon jabang bayi itu merupakan bintang yang ke delapan. Artinya bahwa Mutiara Langit Merah sudah memilih sendiri tuannya," lanjut Panembahan Wicaksono Aji dengan lugas.
Semua orang menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Lalu, apa kegunaan Mutiara Langit Merah itu, sampai-sampai orang-orang yang memiliki rajah setan bertanduk mengincarnya?"
"Selain sebagai senjata pemusnah segala jenis kekuatan hitam atau kekuatan iblis, Sepasang Mutiara Langit selain bisa meningkatkan kemampuan tenaga gaib para makhluk tersebut, juga mampu membuka tirai gaib antara alam manusia dan alam gaib sehingga mereka bisa muncul ke permukaan bumi kapan saja, tidak terpancang waktu siang atau malam, bahkan makhluk gaib yang memiliki kekuatan tenaga gaib paling rendah sekalipun, bisa sliwar-sliwer di depan mata kita tanpa perlu menggunakan ilmu sakti untuk bisa melihat mereka. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan bumi ini, jika makhluk gaib bisa hidup bebas di alam manusia. Maka yang terjadilah adalah ... Kekacauan besar!" jawab Panembahan Wicaksono Aji dengan panjang lebar.
Semua khalayak terhenyak!
Tidak pernah dibayangkan dalam pikiran mereka, bahwa akan muncul kejadian mengerikan seperti itu. Sulit sekali mencerna keterangan yang diberikan oleh Panembahan Wicaksono Aji, namun melihat kenyataan yang terjadi saat ini, mau tidak mau mereka harus percaya juga. Jika hanya mengatasi setan berwujud manusia akibat tertempel rajah setan bertanduk saja sudah harus memeras tenaga yang begitu besar, bagaimana jika yang harus dihadapi adalah biang keroknya"
Sungguh sulit dibayangkan akibatnya!
"Jadi ... cucuku dalam bahaya, Paman Panembahan?" tanya Juragan Padmanaba.
"Tidak!"
"Tidak?"
"Ya! Sebab jika memang benar bahwa Mutiara Langit Merah sudah memilih tuannya, siapa pun dia, tak peduli dia demit, siluman atau iblis sekali pun tidak akan bisa mengambil mutiara langit, kecuali ... "
"Kecuali apa?"
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris " Bab Dua Puluh Enam
"Kecuali bahwa orang yang mengambilnya adalah manusia setengah setan separuh iblis!" kata Panembahan Wicaksono Aji dengan tegas, "Jika yang mengambil adalah sejenis setan, siluman atau iblis, meski manusia yang bersekutu dengan mereka, Sepasang Mutiara Langit akan memancarkan Sinar Pelebur Ruh. Jangankan terkena secara langsung, cukup terserempet sudah bisa mengirim mereka ke peristirahatan abadi."
"Lalu ... bagaimana dengan manusia biasa?" tanya Kamalaya yang sedari awal hanya menyimak saja.
"Mutiara Langit bisa mengetahui isi hati seseorang. Jika hanya menyentuh saja tanpa bermaksud memiliki, Mutiara Langit akan mengeluarkan sengatan kecil seperti sengatan lebah, meski sedikit menyakitkan tapi tidak merenggut nyawa. Jika ada yang berniat buruk hati, baik pada majikannya atau pada Mutiara Langit sendiri, secara otomatis benda itu akan memancarkan Sinar Pelebur Raga." ujar Panembahan Wicaksono Aji dengan tajam. "Tubuh bisa hangus terbakar!"
"Betul-betul benda yang mengerikan!" gumam Mahesa Krudo, sambil membayangkan jika dirinya berubah menjadi seonggok arang hitam berbentuk manusia.
Hii!! "Kita harus mencegah jangan sampai benda pembawa maut itu jatuh ke tangan orang sesat," tandas Wanengpati, setelah menghela napas panjang, "Perlu sekali merencanakan suatu langkah untuk mencegah bencana yang kemungkinan besar akan terjadi di bumi ini."
"Aku setuju dengan perkataanmu, sobat Wanengpati," timpal Linggo Bhowo, " ... permasalahan ini sekarang bukan hanya milik rimba persilatan, tapi juga sudah menjadi permasalahan dunia. Kami Empat Golok Sakti dari Perguruan Karang Patah siap membantu sepenuh hati!"
Perkataan Linggo Bhowo diiyakan oleh tiga orang temannya yang lain.
"Terima kasih atas kesediaan sobat-sobat dari Empat Golok Sakti. Saat ini kami semua memang mengharapkan bantuan yang tidak sedikit. Sementara kita masih menunggu kedatangan Sepasang Raja Tua dan Bidadari Berhati Kejam yang sedang melakukan penyelidikan di wilayah Selatan dan Utara. Sebentar mereka juga akan sampai di tempat ini."
"Apakah yang dimaksud dengan Sepasang Raja Tua itu adalah Raja Pemalas dan Raja Penidur?" tanya Janapriya dengan kaget.
"Benar!"
Tentu saja Empat Golok Sakti mengenal siapa adanya Sepasang Raja Tua itu, sepasang kakek tua yang memiliki tabiat sebagai tukang malas dan tukang tidur.
"Bukan sebentar lagi, tapi mereka memang sudah sampai," gumam Panembahan Wicaksono Aji.
Sebagai orang yang waskita, tentu saja si kakek pendeta memiliki ilmu yang tidak rendah. Dari desiran hawa yang berhasil ditangkap, ia bisa memastikan siapa saja yang mendekati tempat itu, bahkan saat Kakek Pemikul Gunung dan Juragan Padmanaba masih dalam jarak ratusan tombak dari tempat kediamannya di lereng Gunung Gamping, sudah bisa diketahui dengan pasti.
Tak lama berselang, terlihat di kejauhan Raja Pemalas dan Raja Penidur yang datang agak belakangan. Jika Raja Pemalas berjalan dengan langkah ogah-ogahan, namun tanpa perlu tempo lama sudah sampai di tempat itu, seperti angin berhembus di pagi hari. Tentu saja kakek pemalas itu mengerahkan 'Langkah Sakti Pemalas' sebagai landasan jurus peringan tubuh. Beda dengan Raja Penidur, si kakek malah berjalan sambil tidur, bahkan dengan mata terpejam rapat-rapat. Tapi langkah kakinya tidak kalah cepat dengan sobatnya si Raja Pemalas. Tak perlu ditanya, kakek tukang mimpi itu menggunakan salah satu ilmu andalannya yang bernama 'Berjalan Sambil Tidur' untuk mengimbangi 'Langkah Sakti Pemalas'!
Yang membuat mereka kaget adalah, ternyata di tubuh masing-masing memanggul dua orang, yang entah hidup entah pingsan.
Linggo Bhowo dan Mahesa Krudo segera menghampiri dan membantu menurunkan sosok yang dipanggul Sepasang Raja Tua.
"Mereka dari Perguruan Perisai Sakti!" kata Raja Pemalas setelah dua orang itu diturunkan dari pundak masing-masing.
Wanengpati segera menghampiri orang-orang yang diduga dari Perguruan Perisai Sakti itu. Setelah melihat ciri-ciri khusus yang ada, memang menunjukkan bahwa mereka berasal dari Perguruan Perisai Sakti.
"Dimana Paman menemukan mereka?" tanya Wanengpati sambil melepaskan beberapa totokan untuk menyadarkan dua orang itu.
"Di tepi utara hutan sebelah, saat kami berdua sedang menyusuri tempat-tempat yang mungkin digunakan sebagai sarang para pemiliki rajah setan." urai Raja Pemalas sambil sesekali mengurut-urut pundaknya yang pegal. Sedang Raja Penidur langsung menuju ke arah dipan, lalu terkulai tertidur di samping Nawala yang telah 'bertapa' terlebih dahulu.
"Mereka pingsan sudah lama, entah pingsan entah tidur aku juga tidak tahu. Sudah kucoba berulang kali membuka totokan mereka, satu pun tidak ada yang berhasil." kata Raja Pemalas sambil ngeloyor pergi, "Mungkin aku sudah terlalu tua, jadi sudah berkurang tenaganya."
Wanengpati pun mengerutkan kening, sambil bergumam, "Heran, totokan jenis apa yang bisa membuat dua orang ini pingsan seperti ini. Mirip dengan orang yang sedang tidur nyenyak."
Wanengpati memeriksa dengan seksama, bahkan Mahesa Krudo ikut serta memeriksa salah satunya. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada dua noda hitam di bagian tengkuk. Noda itu terlalu kecil jika tidak diamati dengan teliti.
"Ini apa?" gumam Mahesa Krudo, secara tidak sadar tangan kiri bergerak hendak menyentuh noda hitam itu.
"Jangan disentuh!"
Suara kereng terdengar menggema di pelosok padukuhan itu. Jelas sekali bahwa suara tanpa wujud merupakan lontaran tenaga dalam tingkat tinggi lewat udara yang hanya bisa dilakukan oleh tokoh-tokoh tua rimba persilatan. Benar saja, sesosok bayangan berkelebat cepat ke arah para pendekar berkumpul.
Wuss!! Terlihat sosok wanita yang masih memperlihatkan sisa-sisa kecantikan di masa mudanya telah hadir di tempat itu.
Siapa lagi jika bukan Bidadari Berhati Kejam!"
"Jika kau ingin tertidur selamanya, sentuh saja noda hitam itu," tandas Bidadari Berhati Kejam.
Mahesa Krudo masih tertegun melihat kedatangan sosok wanita parobaya di depannya.
"Memangnya kenapa, nini?"
"Kalau kau ingin tahu, itu adalah 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'!"
"Apa!" 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'?" seru Panembahan Wicaksono Aji dengan kaget. "Tidak mungkin!"
"Kenapa tidak mungkin" Itu jelas-jelas 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa', buat apa kau masih menyangkalnya?" sergah Bidadari Berhati Kejam dengan cepat sambil memutar badan ke arah Panembahan Wicaksono Aji. "Jika kau tidak percaya, coba periksa sendiri!"
Panembahan Wicaksono Aji setengah berlari menuju ke arah dua orang Perguruan Perisai Sakti yang terkapar di tanah. Setelah meneliti sebentar, terlihat kakek pendeta itu menggeleng-gelengkan kepala dengan bersuara pelan, "Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi!"
"Jika kau mengatakan tidak mungkin, lalu bagaimana bisa racun maut itu berada di tubuh orang ini!" Apa dibawa oleh cacing tanah hingga kemari?"
Panembahan Wicaksono Aji terdiam.
Dirinya tahu betul perihal adanya 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa' itu, sebab pada masa lima puluhan tahun silam, dirinya bersama dengan beberapa orang jago-jago muda yang waktu itu masih berdarah panas, pernah mengobrak-abrik Perkumpulan Bidadari Lembah Angker yang dipimpin oleh Empat Ratu Mesum, yang tak lain tak bukan merupakan empat saudara perguruan. Mereka terdiri atas Ratu Arak Merah, Ratu Bulan Darah, Ratu Gurun Pasir dan Ratu Jubah Merah yang rata-rata berusia sekitar dua puluh lima tahunan dengan tubuh tinggi semampai berkulit kuning cerah, dan tentu dilengkapi dengan seraut wajah cantik. Bahkan guru mereka yang dijuluki Biang Iblis Segala Racun, merupakan salah satu dari pengamal ajaran Bhirawa Tantra ikut bergabung ke Perkumpulan Bidadari Lembah Angker sehingga membuat keganasan perkumpulan yang rata-rata terdiri dari gadis-gadis cantik ini semakin liar mengumbar nafsu angkara.
Akan halnya Biang Iblis Segala Racun, bagai api disiram minyak, kelakuannya tidak lebih baik dari hewan!
Setiap hari kerjanya hanya mengumbar nafsu birahi, tidak peduli siapa pun, asal ia suka langsung comot begitu saja. Terlebih lagi Empat Ratu Mesum pun tidak luput dari sasarannya, namun karena semua penghuni Lembah Angker termasuk orang-orang bejat seakan tidak peduli dengan tata susila dan kesopanan. Beberapa tokoh aliran hitam tertarik untuk bergabung dengan Perkumpulan Bidadari Lembah Angker, tentu saja tujuannya hanya bau keringat dan dengusan nafsu para penghuni Lembah Angker.
Konon kabarnya, Ratu Bulan Darah dan Ratu Gurun Pasir berhasil menguasai Ilmu "Merubah Syaraf" yang bisa membuat seseorang bagai kerbau dicocok hidung bahkan bisa merubah tingkah laku seseorang yang semula baik hati bisa berubah seratus delapan puluh derajat menjadi bengis tak terkira. Andaikata dijadikan budak nafsu pun juga tidak bisa menolak kehendak Ratu Bulan Darah dan Ratu Gurun Pasir yang terkenal sangat gemar melahap para pemuda-pemuda tampan. Pada mulanya Empat Ratu Mesum hanya mengganas di seputar wilayah Lembah Angker dengan melakukan penculikan-penculikan terhadap para pemuda-pemuda tampan.
Pernah terjadi rombongan calon pengantin dari desa tetangga hilang diculik anak buah Lembah Angker dan diketemukan keesokan harinya sudah menjadi mayat dengan kondisi tubuh kurus kering karena disedot sari keperjakaannya.
Memang salah satu syarat untuk menguasai Ilmu "Merubah Syaraf" secara sempurna adalah pelakunya sering-sering berhubungan dengan perjaka murni untuk disedot sari keperjakaannya. Dengan seratus orang perjaka murni saja sudah bisa menguasai Ilmu "Merubah Syaraf" tahap menengah, bisa di bayangkan jika ingin Ilmu "Merubah Syaraf" secara sempurna, entah berapa nyawa yang harus melayang demi ambisi sesat itu.
Sedangkan Biang Iblis Segala Racun pun tidak mau ketinggalan. Ia pun mulai menciptakan jenis racun baru yang berasal dari tetesan keringat nafsu birahi gadis-gadis muda yang diajaknya kencan, kemudian digabungkan dengan beberapa jenis ludah beracun binatang melata, diantaranya Ular Kobra Hitam dan Kalajengking Berbulu, hingga terciptalah sejenis 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'.
Racun maut ini bisa membuat orang tewas secara perlahan-lahan, dimana sensasi yang pertama kali muncul adalah korban seperti dikerubuti gadis-gadis cantik rupawan dalam keadaan polos tanpa busana yang menari-nari di depan mata, kemudian sedikit demi sedikit sukma terasa melayang-layang ke awing-awang dibawa terbang para gadis cantik dalam khayalan dan pada akhirnya akan mati dengan tubuh kering kerontang. Selain itu, dengan penggunaan racun dalam takaran tertentu, bisa membangkitkan nafsu birahi yang berkobar-kobar!
Beberapa tokoh rimba persilatan pernah berusaha menyadarkan Empat Ratu Mesum agar menghentikan kelakuan buruk mereka dan kembali ke jalan kebenaran, namun karena pada dasarnya sudah bermoral bejat dan sesat, ajakan itu hanya dianggap angin saja, bahkan keadaan menjadi berbalik. Justru Empat Ratu Mesum mengajak bergabung tokoh-tokoh persilatan masuk ke dalam Perkumpulan Bidadari Lembah Angker.
Tentu saja, Empat Ratu Mesum dan anak buahnya menggunakan senjata terampuh yang dimilikinya, yaitu tubuh mulus nan menantang!
Hal ini membuat para tokoh persilatan yang sudah tua menjadi jengah sendiri, sehingga terjadilah perang terbuka antara Perkumpulan Bidadari Lembah Angker dengan tokoh-tokoh golongan putih. Lagi-lagi aliran putih harus dipecundangi untuk kesekian kalinya, sebab bagaimana mungkin mereka bisa bertarung dengan leluasa mengerahkan segala ilmu kesaktian yang dimiliki, jika lawan mereka berkelahi sambil melepas pakaian satu persatu hingga telanjang bulat"
Dari delapan kali penyerangan yang dilakukan, yang didapat delapan kali kekalahan, itu pun masih diimbangi dengan beberapa nyawa tokoh aliran putih yang ikut melayang. Sehingga membuat beberapa tokoh tua persilatan memulai menyusun rencana untuk menghadapi Empat Ratu Mesum dari Lembah Angker. Mereka melakukan serangkaian percobaan bahkan sampai menguji keteguhan hati para pendekar yang akan diutus menghadapi perkumpulan sesat itu.
Tidak hanya berbekal ilmu-ilmu kesaktian, keteguhan hati yang kokoh bagai batu karang sangat diperlukan dalam menghadapi serangan kali ini. Akhirnya, dari puluhan tokoh-tokoh silat yang mengajukan diri, hanya enam orang saja yang lolos. Mereka adalah murid Pertapa Gunung Gamping yang bernama Wicaksono Aji, Peniup Suling Taman Hijau, Pengelana Gerbang Awan, Si Pedang Buta serta Dewa Pembunuh Bayangan dan Dewa Pembunuh Naga yang terkenal dengan Sepasang Dewa Pembunuh.
Setelah disepakati bersama, mereka berenam langsung menuju ke sarang Perkumpulan Bidadari Lembah Angker. Tanpa perlu bertutur kata seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, enam utusan rimba persilatan langsung mengeluarkan pukulan-pukulan tenaga dalam tingkat tinggi. Akibatnya, markas mesum itu bagai dilanda prahara. Beberapa orang gadis muda yang sedang asyik masyuk dengan pasangan kencan, langsung meregang nyawa tanpa sempat berteriak, bahkan untuk berpakaian pun tidak sempat karena sudah keburu berangkat menemui raja neraka. Bahkan sampai-sampai Ratu Jubah Merah yang saat itu sedang berpacu dalam puncak birahi tinggi dan mendapat serangan mendadak itu langsung tewas seketika terkena hantaman pukulan sakti Dewa Pembunuh Bayangan tanpa sempat membela diri.
Hingga pada akhirnya, terjadilah pertempuran hidup mati antara enam utusan aliran putih dengan segenap anak buah Perkumpulan Bidadari Lembah Angker. Meski sudah memamerkan keelokan dan keindahan tubuh mereka, namun enam utusan yang sudah digembleng lahir batin hanya tertawa saja sambil memanfaatkan kesempatan emas itu untuk mengurangi jumlah pengeroyoknya.
Yang paling menakutkan justru Si Pedang Buta. Sepasang mata putihnya seakan memancarkan hawa membunuh yang amat tinggi, hingga setiap kelebatan jurus 'Ilmu Pedang Buta' selalu meminta korban nyawa, bahkan ada pula yang sampai kepalanya terpenggal dalam sekali tebas saat berusaha merayu Si Pedang Buta. Anak buah Lembah Angker dalam waktu sekejab mata sudah tumpang tindih menjadi mayat-mayat yang berserakan diikuti dengan bau anyir darah memenuhi tempat itu akibat gempuran enam orang pilih tanding tersebut.
Pada akhirnya, Biang Iblis Segala Racun dan Empat Ratu Mesum yang kini tersisa tiga orang, harus bertarung mati-matian. Ratu Arak Merah dan Ratu Bulan Darah pun harus meregang nyawa di tangan Sepasang Dewa Pembunuh. Meski berhasil membinasakan lawan, namun Dewa Pembunuh Naga harus kehilangan sebelah lengan kiri dikarenakan terkena Ilmu "Merubah Syaraf', sebab hanya itu satu-satunya cara untuk menghambat perubahan syaraf tubuh.
Maka, ia harus merelakan salah satu anggota tubuhnya terpotong oleh sabetan trisulanya sendiri!
Dewa Pembunuh Bayangan sendiri terluka dalam cukup parah akibat beradu tenaga sakti dengan Ratu Arak Merah, meski tingkat kesaktiannya lebih tinggi seurat, namun perbedaan tenaga dalam mereka tidak begitu jauh. Andaikata Ratu Arak Merah tidak dalam kehabisan tenaga akibat mengumbar nafsu sesat sehingga belum sempat mencerna tenaga sari perjaka yang baru saja didapatnya, mungkin Dewa Pembunuh Bayanganlah yang akan tewas Ratu Arak Merah.
Kali ini, Biang Iblis Segala Racun harus ketanggor tiga lawan tangguh sekaligus!
Wicaksono Aji, Peniup Suling Taman Hijau dan Pengelana Gerbang Awan saling bahu-membahu menghadapi tokoh paling kosen dari Perkumpulan Bidadari Lembah Angker, namun pada akhirnya Biang Iblis Segala Racun harus tumbang di tangan jago-jago muda persilatan ini. Dada pecah terkena pukulan maut "Tapak Pelebur Baja" murid Pertapa Gunung Gamping, seluruh tulang belulang remuk dihantam Suling Hitam dan yang pasti yang mengakibatkan kematiannya adalah kelebatan Tombak Awan Bergolok milik Pengelana Gerbang Awan tepat menebas lehernya!
Ratu Gurun Pasir sendiri juga mengalami yang tidak jauh berbeda. Tubuh penuh jejak luka, bahkan darah merah berceceran membasahi tanah, namun akhirnya kepalanya terkulai lemas setelah sebuah totokan maut yang dilancarkan oleh Peniup Suling Taman Hijau mengakhiri penderitaannya.
Semua yang mendengar kisah dari Panembahan Wicaksono Aji terhenyak!
Tidak disangkanya bahwa di rimba persilatan pernah terdapat perkumpulan secabul itu. Sulit sekali membayangkan jika mereka menjadi korbannya. Seumpama hanya kehilangan nyawa itu sudah lebih baik daripada harus kehilangan harga diri menjadi budak nafsu birahi.
"Hemm, aku yakin bahwa salah satu dari orang-orang itu ada yang masih hidup hingga sekarang ini," kata Panembahan Wicaksono Aji lebih lanjut.
"Benar! Mungkin sekali bahwa orang itu adalah salah satu dari Empat Ratu Mesum, jika bukan Ratu Arak Merah atau Ratu Bulan Darah, tentulah Ratu Gurun Pasir yang masih hidup!" kata Linggo Bhowo.
"Ratu Arak Merah atau Ratu Bulan Darah jelas tidak mungkin, sebab mereka tewas dengan dada hancur terkena pukulan maut Sepasang Dewa Pembunuh. kemungkinan besar dia adalah ... Ratu Gurun Pasir!" jawab Panembahan Wicaksono Aji dengan pasti.
"Bagaimana Paman Panembahan bisa meyakinkan hal itu?" tanya Wanengpati dengan rasa ingin tahu.
"Di kala ia terkena totokan maut di bagian belakang kepala yang dilancarkan sobat Peniup Suling Taman Hijau, kami berenam tidak memeriksanya apakah ia sudah tewas ataukah masih hidup waktu itu. bahkan disaat kami berenam mengubur mereka semua dalam satu liang lahat, tidak terpikirkan oleh kami untuk memeriksa mayat satu persatu! Termasuk didalamnya Biang Iblis Segala Racun dan Empat Ratu Mesum pun kami satukan dengan para anak buahnya," ucap Panembahan Wicaksono Aji dengan pelan, " ... sebab diantara sebuah jasad yang ada, hanya Ratu Gurun Pasir yang kelihatan paling utuh jasadnya. Aku yakin, kemungkinan besar perempuan sesat itu masih hidup." imbuh si kakek pendeta.
"Lalu, bagaimana cara memulihkan mereka dari keganasan racun maut itu itu, Paman Panembahan?"
"Hanya ada satu cara! Tapi pengobatan ini bisa hanya dilakukan oleh gadis yang masih suci. Benar-benar perawan murni!" yang menjawab justru Bidadari Berhati Kejam.
Panembahan Wicaksono Aji mengangguk pelan.
Memang hanya dirinya, Peniup Suling Taman Hijau dan Bidadari Berhati Kejam sudah mengetahui bagaimana cara menetralisir hawa beracun akibat 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'. Sejak penyerangan puluhan tahun silam ke Lembah Angker, dirinya dan Peniup Suling Taman Hijau serta adik seperguruannya yang bergelar Bidadari Berhati Kejam berupaya membuat penangkal racun tersebut, sebab saat itu ditemukan beberapa tokoh silat dalam keadaan setengah sadar dan sebagian dalam keadaan tertidur pulas akibat "Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa". Dan mereka berenam berniat mengembalikan kesadaran dari tiap-tiap tokoh silat tersebut.
Dikarenakan Sepasang Dewa Pembunuh dalam keadaan terluka parah, sedang si Pedang Buta dan Pengelana Gerbang Awan pun juga sedang terburu-buru untuk menyelesaikan urusannya yang tertunda, maka tugas menyembuhkan para tokoh persilatan yang terkena hawa beracun diserahkan pada Wicaksono Aji dan Peniup Suling Taman Hijau, bahkan Bidadari Berhati Kejam turut membantu usaha ini. Lebih lagi sahabat karib Bidadari Berhati Kejam yaitu Dewi Obat Tangan Delapan sampai-sampai ikut membantu turun tangan.
Beberapa jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan beracun telah dicobanya, namun gagal. Hingga tanpa sengaja Peniup Suling Taman Hijau terkena setetes dari 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa' hingga membuatnya tak sadarkan diri hingga berhari-hari. Tentu saja Bidadari Berhati Kejam sedih melihat nasib saudara seperguruannya dalam keadaan seperti itu.
Hingga pada hari ke sepuluh, nafas Peniup Suling Taman Hijau sudah terlihat pelan sekali, bahkan kadang ada kadang tidak. Suara degup jantung juga nyaris tak terdengar saat telinga ditempelkan di dada. Waktu itu Bidadari Berhati Kejam baru saja dalam perjalanan mencari Jamur Hitam yang ada hanya di sebelah tenggara Lembah Angker. Mendapati Peniup Suling Taman Hijau sudah dalam keadaan sekarat menanti ajal, Bidadari Berhati Kejam akhirnya menangis tersedu-sedu.
Wicaksono Aji pun berusaha untuk menenangkannya sang adik seperguruan. Hingga tanpa sengaja, beberapa tetes air mata Bidadari Berhati Kejam terpercik masuk ke dalam lubang hidung Peniup Suling Taman Hijau, hingga laki-laki bersuling hitam itu tersedak lembut, namun sedakan ini tanpa disadari oleh Bidadari Berhati Kejam dan Wicaksono Aji berdua.
Saat Wicaksono Aji sedang berusaha menenangkan gadis itu, Peniup Suling Taman Hijau membuka mata, tersadar dari tidur panjangnya!
Tentu saja hal itu menggembirakan mereka berdua. Setelah diteliti lebih lanjut, barulah diketahui bahwa yang bisa menetralisir hawa racun itu adalah tetesan air mata dari Bidadari Berhati Kejam!
"Kalau cuma air mata gadis perawan, itu gampang!"
"Gampang bagaimana ... " potong Linggo Bhowo, namun sesaat kemudian ia tersadar, "Ohh iya!"
Tentu saja ia ingat bahwa pada anak gadis Ki Dalang Kandha Buwana dan salah satu dari Sepasang Naga Dan Rajawali, bukankah mereka juga masih gadis suci"
Kemudian Ayu Parameswari dan Nawara dibangunkan Nyi Lastri atas perintah suaminya.
Hanya untuk dimintai air mata gadis murni!
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris " Bab Dua Puluh Tujuh
Wess! Wuss!! Dua sosok tubuh terlihat berkelebatan dengan cepat membentuk bayangan putih dan hijau yang saling berkejaran diantara pepohonan. Adakalanya bayangan putih mendahului, namun kadang pula bayangan hijau berusaha menyusul bayangan putih dan membuat langkah mereka sejajar. Beberapa saat kemudian mereka sampai di sebuah bukit yang cukup lebat dengan pepohonan, dan berhenti tepat di tengah-tengah bukit dengan posisi saling berjajar. Bayangan putih berdiri di sebelah kanan dan sedang kawannya tampak berdiri di sebelah kirinya.
Mereka adalah dua orang laki-laki yang masih muda usia!
Yang sebelah kiri dengan tubuh gempal berotot, bahkan cenderung gemuk. Sebentuk cangkang atau tempurung kura-kura warna hijau tua tersampir di belakang tubuh. Cangkang kura-kura dengan berat mencapai ribuan kati terlihat ringan di balik punggungnya.
Sedangkan pemuda yang sebelah kanan berbaju putih bersih lengkap dengan celana warna biru tua serta rambut cukup panjang diikat menggunakan ikat kepala merah terang. Sorot mata terlihat serius memandang ke arah lereng bawah bukit dengan sepasang mata elangnya.
"Hemm, tempat itu memang cocok sebagai tempat persembunyian," lirih sekali kata si baju putih.
"Ya, tidak ada tempat yang cocok untuk bersembunyi selain lubang tikus." timpal si cangkang kura-kura dengan pelan. "Bagaimana jika kita satroni mereka sekarang juga" Tanganku sudah gatal ingin menggebuk mampus mereka hingga ke akar-akarnya. Syukur-syukur ketuanya, si Topeng Tengkorak Emas ada di tempat itu! Sekalian saja kita dorong ke pintu neraka!"
"Jangan! Aku merasakan bahwa akan ada kejadian yang menarik nanti malam," cegah si baju putih, "Meski keterangan yang kita peroleh dari Ki Angon Segoro bahwa tempat di lereng Bukit Wonopringgo ini adalah sarang utama mereka, aku yakin bahwa si Topeng Tengkorak Emas kemungkinan besar telah mengetahui bahwa lima tempat pemujaan aliran sesat mereka telah kita obrak-abrik dalam dua pekan terakhir ini."
"Lalu bagaimana rencana selanjutnya?" tanya si gemuk bercangkang kura-kura.
"Kita menanti di tempat ini!" jawab si baju putih dengan singkat.
Si gemuk berbaju hijau terdiam, namun dalam otaknya berpikir, "Orang-orang pemilik rajah setan itu benar-benar orang berilmu tinggi. Jika tidak, mana mungkin beberapa tokoh aliran putih bisa kena pengaruh rajah sesat itu" Jika cuma orang-orang golongan hitam, tanpa harus memiliki rajah sialan itu saja sudah kejamnya tidak ketulungan, apalagi jika sampai punya, apa tidak seperti harimau diberi sayap, tuh?"
"Apa Ketua yakin, bahwa cara yang kita lakukan beberapa waktu yang lalu benar-benar bisa menghilangkan pengaruh Rajah Penerus Iblis untuk selamanya?" tanya si gemuk sambil bersedekap di depan dada.
Sebutan Ketua pun terlontar dari mulutnya.
"Untuk sementara, memang cara itulah yang kita ketahui," kata si baju putih yang dipanggil Ketua, " ... sedang cara yang lain menurut Eyang Guru, kita harus bisa menemukan orang yang memliki ilmu Mantra Rajah Penangkal Setan yang bernama mantra 'Rajah Kalacarakra Pangruwating Diyu'. Lain dari pada itu, tidak ada lagi!"
"Sulit juga kalau begitu! Jika rajah sesat itu menempel di anggota tubuh yang lain sih, tidak masalah. Coba bayangkan jika rajah itu terletak di leher, apa perlu kita menebas batang lehernya untuk melenyapkan rajah itu?" gerutu si gemuk bercangkang. "Padahal sebentar lagi akan ada perhelatan rimba persilatan yang diadakan tiga puluh tahun sekali."
"Maka dari itu, kita harus bisa menuntaskan masalah ini sebelum perhelatan rimba persilatan terlaksana."
Si ketua berbaju putih kembali diam membeku, akan tetapi pancaran matanya tidak pernah beralih pada suatu tempat yang ditutupi oleh rerimbunan perdu dan semak belukar dibawah sana.
Tempat itu hanya berbentuk lingkaran kecil yang menjorok ke dalam seperti liang tikus!
"Sebaiknya kita berdua tinggalkan tempat ini untuk sementara waktu. Nanti malam kita kembali lagi."
"Baik."
-o0o- Di malam itu, bulan bulat penuh menggantung di langit malam. Sinar cemerlang menerangi jagat raya dengan penuh keanggunan. Bintang-bintang bertebaran dimana-mana seakan berusaha memenuhi langit cerah. Beberapa burung hantu ada kalanya memperdengarkan suara menyeramkan di keheningan malam, bahkan beberapa kelelawar tampak beterbangan menikmati indahnya sang dewi bulan.
Namun, diantara rapatnya pepohonan dan rimbunnya dedaunan hutan, beberapa kelebat bayangan tampak bergerak ke arah selatan.
Wess! Wess! Blass!!
Gerakan kaki mereka terlihat begitu ringan dan enteng, seakan tidak menapak tanah sedikit pun. Dengan beberapa kali loncatan saja, sampailah mereka pada suatu tempat yang menjadi tujuan mereka sebelumnya.
Liang tikus! Tanpa perlu melakukan intip sana intip sini, salah seorang dari mereka yang berbaju putih dengan sulaman gambar naga langsung berjongkok menghampiri lubang yang cukup untuk seukuran manusia itu. Dua pasang tangan diletakkan di depan mulut seperti corong, lalu berteriak keras, "Kalian yang ada di dalam, keluarlah! Atau lubang anjing ini akan aku sumbat dengan kotoran kerbau!"
Terdengar suara menggema di tempat itu, bahkan sampai menggetar dedaunan dan pepohonan yang ada di sekitar tempat itu. Dinding-dinding liang yang sempit dan gelap terlihat bergetar keras hingga runtuh sebagian. Suara gaung terus menggema ke dalam hingga menggetarkan dinding-dinding kubah raksasa. Bahkan bola kristal yang menerangi tempati itu pecah tidak kuat menahan getaran suara bertenaga dalam tinggi itu.
Prakk!! Prakk! Pyarrr!
Dinding-dinding kubah mulai retak. Retakan itu seakan memiliki kaki, menjalar kemana-mana.
"Setan alas! Rupanya para manusia busuk itu sudah bosan hidup rupanya!" geram suara si Topeng Tengkorak Emas yang kebetulan masih berada di markas pusat.
Disebabkan dari lima tempat yang dijadikan tempat sebagai lokasi penyebaran ajaran sesat Bhirawa Tantra, tidak ada satu pun yang utuh. Bahkan beberapa pimpinannya telah tewas dan ada pula yang telah kembali pada kesadaran yang sejati.
Sadar jiwa dan raga!
Dari salah satu "Ilmu Bhirawa Tantra" yang bernama 'Ilmu Terawang Sukma' diketahui bahwa yang menghancurkan tempat-tempat pengembang ajarannya adalah salah satu dari majikan Mutiara Langit Putih bersama dengan seorang kawannya.
Lalu ia berpaling ke arah bawahannya sambil berkata dengan kereng, "Jin Hitam! Gendruwo Sungsang! Bunuh mereka semua! Cincang manusia sok pintar itu hingga hancur!"
"Laksanakan perintah, Pangeran!"
"Dan kalian ... " katanya sambil menoleh ke sebelah kiri, " ... bantu dua senopati! Bunuh mereka semua! Dan kau Setan Nakal, gunakan Pasukan Mayat Bumi untuk menghadapi mereka sebab dari pancaran hawa yang berhasil kutangkap, mereka bukan orang sembarangan! Berhati-hatilah!"
"Siap laksanakan perintah, Ketua!"
Semua yang ada di tempat itu langsung menghaturkan sembah ke arah si Topeng Tengkorak Emas.
-o0o- Sementara itu di bagian luar ...
"Aneh, kenapa tidak reaksi sama sekali?" gumam Nawala yang tadi menggunakan salah satu ilmu andalannya yang bernama 'Raungan Naga Di Bumi'. Sesaat kemudian, terdengarlah suara gemuruh yang keras, sehingga tempat mereka berkumpul bagai dilanda gempa bumi.
Grhh! Grhhh!! Grahh!!
"Semuanya menghindar!" seru Bidadari Berhati Kejam sambil berkelebat menjauh.
Sontak semua jago persilatan yang ada di tempat itu berloncatan menjauhi tempat itu dengan menggunakan gerak peringan tubuh masing-masing.
Dhar ... Dharr ... Jderr!!
Liang tikus langsung meledak memperdengarkan suara yang keras, bagai letusan kecil gunung berapi. Tanah semburat ke atas diikuti dengan beberapa sosok bayangan keluar dari dalam tanah. Di saat pilar tanah itu meluruh pelan, beberapa sosok tubuh berdiri menghadang di depan para tokoh persilatan yang ada di tempat itu.
"Selamat bertemu kembali, kucing garong!" seru Nawala saat melihat Kucing Iblis Sembilan Nyawa berada di antara kumpulan orang-orang yang baru saja keluar dari dalam liang.
"Bocah keparat! Jika malam ini aku tidak bisa membunuhmu, jangan sebut diriku ini manusia!" geram sekali Kucing Iblis Sembilan Nyawa saat mengetahui bahwa salah seorang dari mereka adalah Sepasang Naga Dan Rajawali. "Hari ini pada tahun depan adalah setahun peringatan kematianmu!"
"Ha-ha-ha! Nawara, kau dengar apa katanya" Bukankah sedari dulu kita tidak pernah menganggapnya sebagai manusia, masa hal seperti itu saja dilontarkan di depan teman-temannya" Dasar kucing goblok!" seloroh Nawala sambil berkacak pinggang sambil tertawa terbahak-bahak.
"Hi-hi-hi, Nawala! Benar apa yang kau katakan. Toh, sebentar lagi dia jadi bangkai kucing, apa sulitnya ... "
"Bangsat! Kuremukkan kepala kalian berdua!" potong Kucing Iblis Sembilan Nyawa.
Kemarahan yang menggelegak di dalam kepalanya membutuhkan penyaluran, dan satu-satunya penyaluran adalah harus bisa mengenyahkan pemuda ceriwis dan gadis bawel yang ada di depannya. Tanpa banyak kata, Kucing Iblis Sembilan Nyawa melesat sambil melolos sebilah pedang dari balik punggung dan disabetkan dengan pengerahan tenaga sakti ke arah Sepasang Naga Dan Rajawali.
Wutt! Wutt! "Teman-teman! Maaf kami mau berpesta terlebih dahulu!" Nawala berseru sambil menggunakan tombak panjang menangkis kibasan pedang lawan.
Trrang! Pada saat yang bersamaan, pandangan mata Panembahan Wicaksono Aji tertumbuk pada sosok perempuan cantik yang berada di kiri sendiri Jin Hitam.
"Ratu Gurun Pasir! Kau masih ingat padaku?" tanya Panembahan Wicaksono Aji pada sosok wanita cantik yang berdiri di samping Jin Hitam.
"Heh, tentu saja aku masih ingat dengan tua bangka sepertimu ini!" kata Ratu Gurun Pasir sambil melolos cambuk berduri yang ada pinggang, "Dendam lima puluh tahun harus dituntaskan malam ini!"
Selesai dengan kata-katanya, sosok wanita cantik yang ternyata Ratu Gurun Pasir itu segera mengelebatkan cambuk berdurinya hingga terdengar ledakan-ledakan nyaring menusuk telinga.
Ctarr! Tarr!! "Jika kau kira dengan ilmu sesatmu yang kau bangga-banggakan itu bisa menaklukkan diriku, itu hanya mimpi di siang bolong!" sahut Panembahan Wicaksono Aji sambil menggeser tangan ke kiri dan ke kanan dalam posisi terjulur ke depan dengan tiga jari sedikit menguncup, lalu kaki kiri di tarik ke belakang sambil badan sedikit merendah, itulah gerakan pembuka dari jurus 'Belalang Sembah Menunggu Padi'!
Tenaga dalam yang terkandung dalam lecutan cambuk ditangkis dengan tangan kiri Panembahan Wicaksono Aji.
Pratt! Cambuk berduri mental balik, namun dengan gerakan indah, Ratu Gurun Pasir memutar cambuk di tangannya sambil tangan kirinya melancarkan jurus totokan 'Pemutus Syaraf' ke arah lawan.
Wutt! Masih tetap dalam jurus yang sama, Panembahan Wicaksono Aji segera merendahkan tubuh sambil kaki kanannya bergerak ke atas dengan cepat diikuti tubuhnya bergulingan di tanah.
Wukk! Takk! Terdengar benturan keras saat ujung kaki kakek berjubah pendeta bertemu dengan ujung jari Ratu Gurun Pasir yang pada saat yang tepat bisa membelokkan serangan hingga saling beradu keras dengan lawan.
Di malam yang indah dimana bulan bulat penuh menerangi jagat raya, terbentang dua pertarungan hidup mati antara kebaikan melawan kejahatan. Di posisi selatan terlihat Sepasang Naga Dan Rajawali sedang bertarung sengit dengan Kucing Iblis Sembilan Nyawa yang bersenjatakan sebilah pedang yang memancarkan sinar hitam keabu-abuan. Jelas sekali, bahwa selain merupakan pedang pusaka, pedang yang bergagang kepala rajawali bertolak belakang itu telah dilumuri dengan racun mematikan.
Sedang di sisi timur, tampak berkutat seru Panembahan Wicaksono Aji yang meskipun sudah berusia lanjut namun kematangan tenaga dalamnya sudah mencapai taraf sempurna hingga dapat mengimbangi serangan dari Ratu Gurun Pasir yang bersenjatakan cambuk berduri. Dengan Ilmu Silat 'Belalang Sakti Lengan Delapan' yang dimilikinya kakek pendeta itu bertarung seimbang dengan Ratu Gurun Pasir yang meskipun sudah berusia hampir sama dengan lawan, namun masih terlihat seperti gadis usia dua puluhan tahun. Tentu saja ini hal ini menandakan tenaga dalam yang dikuasai sudah mencapai tingkat paling tinggi yang bisa dicapainya ditambah dengan adanya Ilmu 'Kembali Muda' yang diyakininya hingga bentuk tubuh mau pun wajah masih sama seperti saat enam utusan rimba persilatan menggempur Perkumpulan Bidadari Lembah Angker pada lima puluh tahun silam.
"Hmm, tukang tidur! Dua sobat kita sudah turun tangan, bagaimana dengan dirimu?" tanya Raja Pemalas sambil sedikit menggeliat.
Tanpa menunggu jawaban, kakek pemalas itu berjalan ke arah Gendruwo Sungsang dengan lambat-lambat sambil berkata lirih, "Dari hawa yang bisa aku endus, kau pasti makhluk dari alam gaib! Siapa dirimu?"
"Huh, rupanya ada juga manusia yang memiliki ketajaman indera penciuman seperti dirimu!" sahut Gendruwo Sungsang dengan acuh tak acuh. "Kukira kau tak perlu tahu siapa diriku!"
"Yaah, manusia bau tanah macam diriku ini, untuk urusan cium-mencium memang sudah tidak jamannya lagi. Tapi kalau cuma urusan dengan makhluk yang derajatnya lebih rendah dari manusia, penciumanku pasti tidak akan salah!" kata Raja Pemalas dengan tangan kiri mengkorek-korek telinga, hingga ia meringis-ringis kegelian.
"Memangnya kau bisa mengalahkan aku apa" Jika dilihat dari umurmu, mungkin sebentar lagi kau akan menghadap Raja Neraka! Tanpa dibunuh pun kau akan mati sendiri!" ucap Gendruwo Sungsang dengan nada tetap datar.
Di antara Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang, memang dialah yang paling sabar dalam menghadapi masalah apa pun, kecuali jika berurusan dengan makhluk berjenis perempuan, justru dialah yang paling tidak sabar!
"He-he-he, benar ... Benar ... !" seru Raja Pemalas sambil tangan kanannya melambai-lambai ke depan, "Tapi ... aku akan menghadap Raja Neraka setelah kau duluan yang memberi laporan kesana!"
Seberkas hawa padat terlepas saat ia melambai-lambaikan tangan.
Gendruwo Sungsang yang tahu dirinya diserang, hanya mendengus pelan saja.
"Huh!"
Dari dengusannya keluar sebentuk uap tipis putih yang melayang-layang memapaki hawa padat yang dilepaskan lawan.
Debb! Blubb! Dari benturan tadi, Raja Pemalas hanya sedikit merasakan getaran yang membentur tangan kanan, dalam hatinya ia mengerutuki panjang pendek, "Diamput! Gendruwo jelek ini hebat juga tenaganya. Tampaknya aku bakal ketemu lawan tanding seimbang nih. Kalau dia pakai ilmu gaib, aku juga pakai ilmu gaib ahhh ... Biar seimbang."
"Bagaimana" Masih mau diteruskan?" tanya Genderuwo Sungsang dengan nada datar.
Dari benturan tadi, ia memang merasakan sedikit tekanan, namun ia yakin sepenuhnya bisa mengalahkan kakek berbaju tambal-tambalan yang berdiri didepannya.
"He-he-he, yang bilang tidak itu siapa" Ayo maju!"
"Bagus! Kau sendiri yang mencari mati!"
Selesai berkata, Gendruwo Sungsang langsung menerjang ke arah Raja Pemalas yang kelihatan belum siap. Justru karena terlihat belum siap itulah yang membuat Gendruwo Sungsang kecele. Saat ia sedang mengayunkan kepalan tangannya yang sarat tenaga siluman ke arah muka Raja Pemalas dengan kecepatan kilat, namun dengan manis kakek pemalas itu berhasil menepis serangan dengan cara memutar badan setengah lingkaran ke kanan, kemudian diikuti dengan bacokan miring ke arah tengkuk dengan jurus 'Orang Malas Buang Ingus' yang dilambari enam bagian tenaga dalamnya.
Wutt! Blakk! Terdengar suara berderak patahnya leher, bersamaan dengan itu pula laki-laki jelmaan itu langsung terjerembab ke bawah dengan kepala terkulai.
Brugh!! "Huh, mudah amat kau mati!?" gumam Raja Pemalas sambil melenting menjauh.
Sementara itu Jin Hitam sudah saling baku hantam dengan Raja Penidur. Berkali-kali Jin Hitam berusaha menyarangkan pukulan saktinya, akan tetapi berkali-kali pula ia gagal dalam serangannya. Sebab gerakan Raja Penidur yang adakalanya menguap sambil menutup mulut, menggeliat malas, kadangkala malah jatuh dalam posisi tertidur, bahkan dalam posisi doyong ke belakang hampir menyentuh tanah pun si Raja Penidur masih bisa menghindari serangan ganas Jin Hitam.
Itulah jurus 'Dewa Mengantuk Membelai Sukma', salah satu dari rangkaian Ilmu Silat 'Dewa Tidur Panjang' ciptaannya!
"Bangsat! Setan alas! Kenapa kau tidak balas menyerang?" teriak Jin Hitam sambil berusaha menyarangkan sebuah pukulan yang sarat dengan tenaga maut, bahkan dalam pukulan kali ini sampai mengeluarkan gumpalan asap kelabu berbau busuk memualkan diiringi dengan suara ciutan tajam.
Wubb! Cwitt!! Sebuah pukulan sakti yang acap kali digunakan di waktu menghadapi lawan tangguh baik dari alam manusia mau pun dari alam gaib.
Ilmu "Pukulan Pembantai"!
"Hi-hi-hi! Setan kok memaki setan! Apa tidak salah nih?" sahut Raja Penidur sambil terhuyung-huyung ke belakang menghindari ilmu "Pukulan Pembantai" yang dilancarkan oleh Jin Hitam, tetap dengan menggunakan jurus 'Dewa Mengantuk Membelai Sukma'.
Wukk! Wutt! Namun hujan pukulan tidak berhenti begitu saja. Satu pukulan lolos masih disusul dengan serbuan pukulan yang lain, hingga kakek tukang mimpi itu dikepung oleh ratusan pukulan yang datang silih berganti.
"Wah, wah, jika begini terus lama-lama aku bisa jadi perkedel! Nih, terima 'Tapak Inti Ungu' tingkat delapan!" seru Raja Penidur sambil bergerak sempoyongan ke kiri kanan menerobos di antara celah-celah "Pukulan Pembantai" yang dilontarkan oleh Jin Hitam, tapak tangan kiri yang mengepulkan asap hitam keungu-unguan langsung menggedor dada Jin Hitam dengan telak.
Dhuess!! Dengan diikuti raungan kesakitan, Jin Hitam pun berhasil menyarangkan satu "Pukulan Pembantai" ke dada kanan Raja Penidur dengan telak pula.
Dhasss! Keduanya sama-sama terpental hingga beberapa tombak ke belakang. Bisa dikatakan satu pukulan di balas dengan satu pukulan.
Karena memang Jin Hitam bukan makhluk sejenis manusia, tentu saja serangan "Tapak Inti Ungu" tingkat delapan yang disarangkan Raja Penidur padanya hanya membuat luka ringan. Makhluk sejenis jin ini memang memiliki daya tahan terhadap segala macam jenis serangan bertenaga dalam tinggi. Tidak percuma ia diangkat menjadi salah satu dari sepuluh orang terhebat dari Istana Iblis Dasar Langit di alam gaib.
Lain halnya dengan Raja Penidur, kakek tukang mimpi ini justru terluka dalam cukup parah, bahkan darah segar pun menetes dari mulutnya. Dengan terhuyung-huyung seakan mau jatuh, akhirnya ia berhasil bangkit berdiri.
"He-he-he, hebat ... Hebat! Jin busuk sepertimu memang sejenis makhluk jempolan!" kata Raja Penidur sambil mengacungkan jempol kanan, sedang tangan kiri menyusut darah yang keluar dari mulutnya, namun dalam hatinya, "Jin busuk ini hebat betul! Baru beberapa jurus saja aku sudah hampir jadi pecundang! Kugunakan saja ilmu gaib "Kidung Sang Baka". Sudah lama aku tidak menggunakannya."
"Bagaimana, apa kau sudah mengaku kalah?" jengek Jin Hitam, "Manusia macam dirimu, mana sanggup menjatuhkan mahkluk setangguh aku?"
"Jangan sombong kau, jin busuk! Yang tadi baru pemanasan," sahut Raja Penidur sambil memasang kuda-kuda, dengan posisi tangan kiri di depan sedang tangan kanan disembunyikan di balik punggungnya sambil berucap, "Dan ini baru sungguhan!"
Tapak tangan kirinya kembali mengeluarkan kepulan asap hitam keungu-unguan, namun kali ini warna hitam keungu-unguannya lebih pekat dan kental dari sebelumnya. Tentu saja Raja Penidur tidak mau bertindak ayal lagi menghadapi makhluk halus di depannya, hingga kali ini ia menggunakan Ilmu 'Tapak Inti Ungu' hingga tingkat ke dua belas, suatu tingkatan yang paling jarang digunakan, sebab hanya menggunakan tingkat sepuluh saja, rata-rata lawan sudah takluk di bawah tapak tangannya. Tentu saja pancaran dan kepulan asap hitam keungu-unguan semakin lama semakin kental hingga menyelimuti seluruh tangan kiri Raja Penidur.
"Huh, lagi-lagi kau gunakan ilmu picisan itu! Kuberi kau kesempatan dua jurus, aku tidak akan membalas seranganmu!" kata Jin Hitam dengan pongah.
Tentu saja ia merasa sombong, jika dengan tingkatan sebelumnya saja ia sanggup menahan dengan kekuatan tenaga gaib yang dimilikinya, tentu untuk tingkatan yang lebih tinggi, cukup dengan meningkatkan tenaga gaib beberapa bagian saja sudah bisa membendung serangan lawan. Sedikit demi sedikit, tubuhnya berubah menjadi hitam kelabu yang semakin lama semakin menebal berwarna hitam. Sebentar kemudian tubuh Jin Hitam sudah berubah menjadi hitam kelam seluruhnya, termasuk pakaian yang dikenakan pun ikut berwarna hitam kelam.
Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jika kau bisa menembus Ilmu "Baju Besi Iblis" tingkat hitam, kau memang benar-benar manusia pilihan!"
"Ingat dengan janjimu!" kata Raja Penidur sambil berjalan selangkah demi selangkah ke arah Jin Hitam yang berdiri kokoh, hingga jarak mereka tinggal satu jangkauan saja.
Pelan-pelan, Raja Penidur menyorongkan tapak tangan kiri yang masih mengepulkan asap hitam keungu-unguan ke tengah dada Jin Hitam.
Jwoshh ... Jwoshh ... !!
Terdengar suara desisan tajam bagai besi panas dimasukan ke dalam air saat tapak tangan Raja Penidur menyentuh di tengah dada Jin Hitam yang saat itu menggunakan Ilmu "Baju Besi Iblis" tingkat hitam!
Harpa Iblis Jari Sakti 10 Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Tujuh Pedang Tiga Ruyung 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama