Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 19
"Aku Oey Tiam Su, telah mendengar berita bahwa Bin Tayhiap merayakan hari ulang tahun dan sudah selayak nya aku datang untuk memberi ucapan selamat akan tetapi urusan partaiku banyak yang harus diselesaikan, menyesal aku datang terlambat maka itu, aku mohon diberi maaf!"
"Terima kasih, terima kasih!" kata Bin Tian Ong berulang kali, "Sebenarnya mengundang pangcu pun aku tidak berani..."
Oey Tiam Su tertawa, tapi mendadak ia mengerutkan sepasang alisnya, ia terus menoleh memandang tajam kepada Yo Sian dan Kang Sun Beng. Sambil menunjuk
kepada orang-orang Ceng Kie Pay tertawan dan sudah tidak berdaya itu, segera tanyanya: "Apa artinya semua ini, Kang Tongcu "!"
Muka Kang Sun Beng berobah jadi pucat pula, sekian lama ia tidak dapat menjawab.
Bin Tian Ong tertawa dalam hatinya, dengan sabar ia berkata. "Oey Pangcu, silahkan kau bertanya kepada Khong Su, nanti segala urusan akan jadi jelas!" Iapun menunjuk kepada siraja pencuri yang sudah mati kutunya.
Cepat bagaikan kilat Oey Tiam Su menyambar tangan Khong Su. Dicekalnya kuat sekali, malah ia telah memerintah bengis." Cepat kau bicara!"
Diwaktu itu keadaan Khong Su harus dikasihani ia telah tertotok Kwang Tan, benar ia sudah ditolongi Khiam Lo
Ang, sampai ia bisa berjalan, akan terapi tenaganya sudah habis, tidak dapat ia bertahan dari cekalan bengis ketuanya itu, tubuhnya segera gemetaran keras ia segera saja menjelaskan semuanya.
Oey Tiam Su memandang bengis kepada Yo Sian setelah ia mendengus beberapa kali, ia menghela napas dalamdalam.
"Bin Tayhiap." terus ia bilang kepada Bin Tian Ong dengan suara yang tidak begitu keras, "Menyesal, semua peristiwa ini terjadi diluar tahuku, walaupun demikian aku
nanti mempergunakan peraturan Perkumpulanku untuk menghukum kepada mereka ini. Hanya saja mengenai..."
Oey Tiam Su berhenti sejenak, untuk mengawasi kepada Bin Siu Ie dan yang lainnya, baru ia menambahkan: "Mengenai mereka ini, dengan memandang mukaku, aku
harap kau mau mengijinkan aku membawa mereka pergi, untuk dibebaskan. Mereka dari partai persilatan ternama, dan juga bukan seperti partai kami yang dapat bermurah hati terhadap siapa saja, maka aku ingin memberitahukan bahwa selanjutnya lebih bijaksana kalau Tayhiap berhatihati untuk pembalasan..."
Bin Tian Ong tertawa lebar.
"Oey Pangcu aku orang she Bin girang untuk kejujuran kau ini!" katanya. ia lantas menunjuk kepada Bun Siu Ie semua, barulah ia bilang: "Oey Pangcu hendak mengurus mereka itu, baiklah, akupun tidak akan menarik panjang lagi. Tentang Bun Siu Ie dan orang2 itu lainnya, jika benar
seperti kata Pangcu, mereka hendak datang pula kemari, baiklah, pada waktunya aku nanti menyambutnya dengan sebaik-baiknya!"
Oey Tiam Su tertawa.
"Jika memang Tayhiap mengatakan demikian, baiklah aku jadi mirip orang Kie yang menguatirkan langit rubuh!" katanya kemudian.
Ia lantas membungkuk untuk membuka totokan pada Bun Siu Ie, guna dibebaskan. Tapi jago itu ditotok Kwang
Tan dengan cara menotok istimewa, tidak berdaya pangcu dari Ceng Kie Pay tersebut membebaskan jago itu.
Hal ini tentu saja membuatnya jadi heran bukan main. Didalam hatinya ia berkata. "Untuk urusan ilmu menotok latihanku lebih dari cukup, karena telah puluhan tahun
lama nya dan juga mencapai tingkat yang tinggi, aku telah mempelajari ilmu menotok dari berbagai partai diseluruh negeri, aku dapat menotok dan aku dapat juga membebaskannya. Maka aneh sekali sekarang ini justeru aku gagal.... apakah disini menyelip keracunan"!"
Karena penasaran, ketua Ceng Kie Pay berusaha menolongi It Siu dan It Hui. ia tetap gagal, bahkan kedua akhli pedang itu mendelik matanya, mengawasi ia dengan sikap gusar sekali.
Mereka memperlihatkan sikap tidak puas dan juga mengeluarkan suara yang tidak begitu jelas, rupanya karena terlalu sakit dan mendongkol.
Mau atau tidak dengan sikap dan wajah bertanya, Oey Tiam Su telah menoleh memandang kepada Bin Tian Ong. "Oey Pangcu," kata tuan rumah tertawa, "Mereka ini semua telah ditotok seorang gagah yang aneh luar biasa ! peristiwa itu aku orang she Bin tidak menyaksikan sendiri, hanya aku mendengarnya saja, orang gagah itu memang hebat luar biasa, Sayang aku tidak bertemu dengannya, jika tidak, pasti dapat aku menjadi perantara untuk mengadakan
pertemuan antara Pangcu dengan dia...."
"Apakah benar dia seorang aneh"!" menggerutu Oey Tiam Su penuh kegusaran karena ia lebih besar dugaannya Bin Tian Ong tengah mempermainkannya.
Bin Tian Ong cuma tertawa sambil mengangkat bahunya. Oey Tiam Su coba menyabarkan diri, tapi didalam hatinya ia berkata: "jika dibelakang hari aku tidak bisa
memampusi engkau sampai
tidak ada tempat untuk mengubur, bersumpah sampai mati juga aku tidak mau sudah!"
Walaupun demikian, wajahnya tetap berseri-seri, bahkan ia bisa memperlihatkan senyumnya.
"Bin Taihiap, kau memuji terlalu tinggi pada orang itu !" katanya kemudian "Aku percaya bahwa kau belum pernah bertemu dengannya !"
Bin Tian Ong hendak memberikan jawabannya, atau Yo Sian yang gusar bukan kepalang, mendahuluinya menjawab sambil berseru:
"Pangcu, jangan percaya bangsat tua ini! Tadi malam orang aneh itu bersama dengan Siang Bu dan Tan Go Sun serta dua orang gadis itu telah datang ke To-san-cung! Mereka mengacau dan menimbulkan keonaran, Mana mungkin sekarang ia mengatakannya tidak kenal "!"
Oey Tiam Su memandang tuan rumah.
"Bin Taihiap," katanya, "Aku datang kemari untuk menyudahi urusan ini, maka paling benar kau sebutkanlah siapakah orang itu yang telah menotok kawan2 kami ini!"
Baru saja berhenti pertanyaannya itu, belum lagi Bin Tian Ong memberikan jawabannya, dari tetarap timur terdengar suara tertawa nyaring, disusul dengan melesatnya sesosok tubuh yang bagaikan bayangan turun didepan nya ketua partai Bendera Hijau itu.
Karena herannya, Oey Tiam Su mundur dua tindak kebelakang, setelah itu ia mengawasi sehingga ia melihat seorang dengan kulit muka seperti kulit mayat berdiri didepan nya, laksana patung batu, Biar ia gagah, ia tokh terperanjat juga, Baru sejenak kemudian ia tertawa dingin.
"Tuan, siapakah kau" "tegurnya, "Benarkah semua orangku dirubuhkan olehmu?"
Orang yang mukanya seperti mayat itu seorang muda, mengawasi dengan tajam.
"Tidak salah!" jawabnya. "Tepat sekali! Memang semua itu adalah perbuatanku! Terhadap kawanan maling seperti tikus2 keparat tidak tahu malu itu, yang sebenarnya harus mampus, aku sudah berlaku sungkan dan terlalu murah hati! Tentang namaku, kau tidak berderajat untuk menanyakannya!"
Oey Tiam Su belum berusia empat puluh tahun tetapi ia telah membangun Ceng Kie Pay, dia mengetuai anggota2nya ditiga propinsi yaitu Kangsouw, Ouwpak dan Anhur yang berjumlah dua atau tiga ribu jiwa.
Maka dialah seorang besar, Pula, tidak biasanya ia turun tangan sendiri, kalau sekarang ia telah datang ke-Khoyu, itulah disebabkan berulang kali ia menerima laporan hebat dari Yo Sian, wakil ketuanya itu.
Waktu ia tiba diTo-san-cung, ia diberitahukan Yo Sian sudah pergi ke-Bin Ke Cung, maka ia segera menyusulnya, Tidak pernah ia menduga bahwa peristiwa telah terjadi demikian hebat, walaupun bagaimana ia harus menjaga diri, sebab kalau ia rubuh, runtuhlah partainya.
Andai kata menang, ia masih kuatir orang mengatakan ia menghina Bin Ke Cung yang disatroni itu, ia memikir untuk melampiaskan kemendongkolannya dilain kesempatan, ia tidak menyangka, sekarang ia berhadapan dengan sipemuda yang tidak dikenalnya, yang sikapnya demikian sombong dan angkuh.
Ia sampai melengak memperdengarkan tertawanya yang menusuk telinga.
"Tahukah engkau, siapakah aku ini?" tanyanya dengan muka merah karena murka bukan main. "Aku tidak memperdulikan siapa kau adanya." menyahuti pemuda itu dengan suara yang dalam. "Tidak lebih tidak kurang, tentulah kepalanya sipenjahat!"
Bukan kepalang gusarnya Oey Tiam Su.
"Aku kepala penjahat! Aku Oey Tiam Su kau sendiri siapa" Kau berani demikian kurang ajar didepanku" "ia berseru karena dada nya seakan juga hendak meledak akibat kemarahan yang begitu meluap.
"Oey...Tiam...Su..." Maaf, aku tidak kenal!" kata pemuda itu setelah mengulangi nama Oey Tiam Su beberapa saat, "Mungkin ini disebabkan aku muncul belum lama..."
Lalu ia menoleh kearah tetarap barat dan bertanya. "Tuan-tuan, Oey Tiam Su itu mahluk apa" Apakah kalian mengetahuinya"!"
Pertanyaan itu dijawab tertawa ramai ditetarap barat. Hati Oey Tiam Su panas luar biasa, belum pernah orang menghina dia dimuka umum seperti sekarang ini. Mukanya jadi guram, alisnya bangun berdiri, tapi belum lagi ia bertindak ia sudah didahului oleh Kang Sun Beng.
Rupanya Kang Sun Bing sejak tadi sangat mendelu dan panas hatinya menyaksikan sikap dan tingkah si pemuda
berkulit mayat, dilain pihak
memang ia jeri, maka itu timbul niatnya yang busuk, yaitu diam-diam menyerang dengan lima senjata rahasianya yang merupakan piauw. Kebetulan ia menyerang, diwaktu itu keadaan tengah riuh sekali berisik oleh suara tertawa, maka suara menyambarnya piauw itu tertindih oleh suara berisik tersebut.
Sipengemis bermuka mayat itu benar-benar lihay, matanya juga sangat tajam. ia melihat kecurangan Kang Sun Beng, segera ia mengulur tangannya untuk menyerang. Tepat pundak dari Kang Sun Beng kena terhajar, ia segera
meringkel tubuhnya, menggigil dan berjongkok, sedangkan matanya mendelik, kulit mukanya berkerut.
Ia seperti menderita kesakitan hebat. Lima batang piauw mengenai tubuh sasarannya, tapi semua senjata rahasia itu runtuh ketanah, orang yang diserang tidak kurang suatu apapun juga.
Oey Tian Su mengerutkan menyaksikan orang dengan alisnya, Belum pernah ia kepandaian seperti yang
dimiliki pemuda ini. Ia tidak pernah juga kenal partai mana yang memiliki ilmu silat demikian lihay.
Ditetarap timurpun orang semuanya heran bercampur kagum, tidak terkecuali beberapa orang yang kenal dengan pemuda itu.
Setelah menghajar Kang Sun Beng, pemuda ini dengan dingin memandang Oey Tiam Su. Bukan main sulitnya ketua Ceng Kie Pay ini, yang untuk sementara waktu berdiri tercengang, Tindakan apa yang
harus diambinya. Berdiam salah, berlalu juga salah, ia harus mempersalahkan Kang Sun Beng, yang main curang itu ia sendiri kalau dibokong, pasti ia bertindak seperti pemuda itu.
Dikala orang berdiam Bin Tian Ong menjura kepada sipemuda, Katanya: "Taihiap, aku bersyukur untuk bantuanmu ini. Aku orang she Bin, aku akan ingat sekali budimu ini. Tapi aku tinggal disini, musuhku banyak, entah bagaimana jadinya nanti, maka..."
Sipemuda mengangkat tangan kanannya mencegah Bin Tian Ong lebih jauh, "Jika mereka mau pergi, tidak dapat aku mencegah mereka, hanya lain dari itu Oey Tiam Su, bukankah tadi dia yang menyuruh Cungcu menyerahkan aku padanya" sekarang aku berada didepan, aku mau lihat, dia hendak mengatakan apa! Cungcu menyebut2 rumahmu,
apakah itu disebabkan Cungcu kuatir pembalasan mereka dibelakang hari"
Baiklah! sekarang aku beri tahukan. kalau mereka mau pergi, mereka boleh pergi, hanya mereka harus pergi semua, berikut cabang2nya! Dan mereka harus pergi dari propinsi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, tidak dapat mereka menginjak sekalipun dengan sebelah kaki saja!"
Darah Oey Tiam Su jadi naik mendidih, karena dadanya dirasakan ingin meledak. "Tuan, kau begitu jumawa dan congkak, kau tentu
mengandalkan kepandaianmu, bukan?" ia bilang, "Kau harus mengetahui didalam kalangan Kangouw, diluar orang masih ada orang lainnya, diluar langit ada langit lain lagi! Maka dari itu, aku Oey Tiam Su, aku tidak puas! Ceng Kie Pay memang tidak terkenal, akan tetapi tidak dapat hanya sebab kata2mu itu aku harus membawa pindah dari sini...!"
Sipemuda tetap tertawa dingin dengan sikapnya yang sinis dan congkak. "Habis, apa maumu maka kau perintahkan Bin Taihiap menyerahkan aku "!" tanyanya, "Aku bilang terus terang,
kau puas atau tidak terserah kau sendiri, jika kau tetap tidak puas mari, mari kita mengadu kepandaian kita !"
Oey Tiam Su tertawa lebar.
"Aku Oey Tiam Su, tidak pernah aku bertempur dengan Bu Beng Siauw Cut!" katanya jumawa, ia menyebut pemuda itu dengan sebutan Bu Beng Siauw Cut, yaitu si maling kecil yang tidak bernama.
Pemuda itu gusar.
"Apa" Berani kau memandang enteng pada ku "!" segera juga sebelah tangannya melayang dimuka ketua Ceng Kie Pay itu,sampai ketua perkumpulan itu harus mundurnya lebih berapa kaki, mukanya pucat, ia terkejut untuk serangan tersebut.
Pemuda itu tidak menyerang terus, tangannya, tubuhnya pun tidak bergerak. ia menahan Berdiri tetap
ditempatnya, ia menurunkan tangannya, dan bersenyum. "Jangan takut !" katanya halus, "Hari ini aku tidak akan melukai kau! Ada lain kesempatan jika memang engkau tidak mau mendengar kata2ku, diwaktu itulah tidak ada
tawar menawar lagi. Aku akan turunkan tangan keras padamu! Kau baik2lah mendengar nasehat ku, lantas kau menarik diri, berlalu dari wilayah Kangsouw ini jika tidak, dibelakang hari kau akan menyesal laginya sudah terlambat !"
Di belakang Oey Tiam Su berdiri belasan orang kawannya, yang sikapnya garang. Mereka itu gusar, asal diberi perintah, mereka segera akan turun tangan, Tapi Oey Tiam Su tidak memberikan perintahnya, sebaliknya, ia telah menghela napas dalam2.
"Didalam hal-hal selama beberapa hari ini, pihakkulah yang salah!" katanya kemudian. "Maka dari itu, biar bagaimana, tidak dapat aku bertempur dengan kau tuan. Hanya sayang tidak dapat aku mengetahui she dan namamu. Lain tahun, jika gunung hijau tidak berobah,
nanti kita bertemu pula!" ia terus menoleh kebelakang, untuk menggapai, maka belasan orangnya maju serentak.
"Bawa mereka ini semua!" perintahnya, ia memandang kepada si pemuda dan Tian Ong untuk memberi hormat, dan mengucapkan: "Sampai ketemu!"
Bin Tian Ong membalas hormat, ia maju dua tindak. "Oey Paycu, maaf, tidak dapat aku mengantar lebih jauh!" katanya kemudian.
Sebaliknya, pemuda itu berkata dengan suara yang dingin: "Oey Tiam Su, jika kau tidak menarik diri seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa yang kuperintahkan jika nanti kita bertemu lagi, itu artinya sudah saat kematianmu." Sepasang alis ketua Ceng Kie Pay bangun karena murka bukan main, mukanya berobah jadi guram sekali, namun ia tidak mengatakan apa2, ia ngeloyor terus.
Masih sipemuda mengawasi punggung orang, sampai kemudian terlihat tubuhnya bergerak, dimana pemuda itu melesat sangat gesit sekali, mencelat terapung tinggi, melompat kekanan tetarap barat, maka dilain saat ia ludah lompat pula melewati tembok pekarangan, terus lenyap dilain sebelah bagian lainnya.
Menyaksikan ilmu meringankan tubuh yang begitu tinggi, yang dapat melompat selain tinggi juga sangat jauh, semua hadirin jadi memandang tercengang dan kagum luar biasa.
Baru setelah lewat sejenak, Bin Tiang Ong memecahkan kesunyian dengan kata2 yang nyaring, ia berkata: "sekarang marilah kita mulai pula Andaikata ada saudara 2 terlalu keras, silahkan mengutarakannya. Aku memberi waktu satu jam!" Setelah berkata, ia lalu kembali ketetarap timur.
dengan pibu diatas luitai! yang menganggap peraturan
Khiam Lo Ang tertawa, ia bilang kepada orang banyak dengan suara yang nyaring: "Pemuda itu lihay sekali, ia dapat membikin orang mundur tanpa bertanding lagi, itulah hebat, dia sungguh mengagumkan sekali."
Kata-kata ini merupakan
mengetahui, agar mereka
isyarat untuk mereka yang jangan membuka rahasia
sipemuda, rahasianya Kwang Tan. Beberapa orang mengetahui Kwang Tan pasti lihay, tapi mereka ini tidak berani menyangka dia.
Untuk sementara ramailah orang berbicara, sebab aneh mundurnya orang2 Ceng Kie Pay itu. Baru kemudian terlihat seorang keluar dari tetarap barat, dia menghampiri Tian Ong, untuk memberi hormat sambil berkata: "Aku yang rendah Sun Kui Ong, aku mewakili pihak barat untuk mengutarakan sesuatu dan harap Bin Taihiap dapat menerimanya !"
Bin Tiang Ong segera bangkit, membalas pemberian hormat orang itu. "silahkan bicara, Sun Giesu!" katanya mempersilahkan.
"Aku bicara tentang batas pertandingan sepuluh kali." kata Sun Kui Ong, "Tidak dapatkah itu dirobah menjadi hanya tiga kali" Juga baiklah jangan dipakai batas usia, cukup asal seorang tidak mempunyai isteri. Andaikata usul ini tidak dapat disetujui taihiap, aku hendak menyarankan lainnya, yaitu supaya puteri taihiap sendiri yang naik
kepanggung sebagai taicu, siapa yang dapat mengalahkan taicu, ia menjadi menantunya taihiap. Bagaimana....?"
Mendengar itu, Bin Tian Ong tertawa lebar.
"Usul yang pertama, perihal pengurangan batas pertandingan dan usia, masih dapat aku menyetujuinya." katanya kemudian. "Hanya saran anakku menjadi taicu, itulah sulit untuk dipertimbangkan. Anakku cuma satu2nya, cuma manusia bukannya naga atau harimau, mana dapat ia melawan begitu banyak orang yang menantangnya" Tidakkah dengan demikian ia tidak akan dapat melakukan
tugasnya,dengan sebaik2nya" Bukankah begitu, Sun Giesu "!"
Sun Kui Ong memang hendak menjawab atau Siang Bu telah mendahului "Aku pikir bagaimana kalau begini saja!" berkata pemilik peternakan tersebut. "Kita jangan merobah
syarat pertandingan, kita robah itu dengan Khiam Lo Ang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
locianpwe yang menjadi taicu, siapa dapat mengalahkan dia mendapat orang dan pedang. Tidakkah usul yang singkat "!" San Kui Ong geleng2kan kepalanya. "Mengenai usul ini, aku tidak dapat mengambil keputusan sendiri," ia bilang, "Nanti aku berdamai dulu,
baru aku memberikan jawaban kami !"
Maka ia kembali ketetarap barat. Siang Bu dapat menerka hati Bin Tian Ong, ia makanya ikut bicara, Tian Ong ingin memperoleh menantu yang tampan dan gagah setelah melihat Kwang Tan, ia segera setuju pemuda itu sebagai calon menantunya.
Giok Cu-pun sangat kagum atas kegagahan pemuda tersebut Hanya itu kesangsiannya Cungcu itu, ialah Kwang Tan suka naik ke-luitai atau tidak, asal dia mau, perjodohan pasti tidak meleset lagi.
Karena ini, orang she Sun itu mengajukan sarannya, ia bimbang untuk memutuskannya. Terlebih lagi, setelah Siang Bu memberikan usulnya, ia bisa menerimanya usul tersebut ia tahu majunya Khiam Lo Ang akan membikin semua orang ditetarap barat itu mundur sendirinya.
Khiam Lo Ang dapat menerka maksud Siang Bu ia mengawasi sahabatnya itu, dan katanya: "Laote, saranmu itu berarti menutup jalan..!"
Waktu itu dari tetarap barat telah muncul tiga orang, satu diantara mereka telah berkata kepada tuan rumah:
"Kami telah mengadakan
mengetahui dibangunnya
pembicaraan sebenarnya kami Wan Yo Tai ini disebabkan
urusan Taihiap dengan pihak Ceng Kie Pay, maka dari itu kami-pun datang untuk menonton saja, sekarang urusan dengan Ceng Kie Pay itu sudah beres, syukur.
Mengenai perjodohan, kami kira Tayhiap sudah mendapatkan pilihan sendiri, dari itu untuk apakah kami harus naik pula dipanggung menjadi perintang" Oleh karena itu, kami memutuskan untuk pulang saja. Hanya nanti, dihari kegirangan kami bersabar hati menantikan untuk datang menggerecok secangkir dua cangkir arak !"
Tian Ong mengurut jenggotnya, ia tertawa, wajahnya berseri-seri. "ltulah pasti !" katanya, "Saudara-saudara sudi datang sendiri, itulah bagus, Memang untuk mengundangnya aku kuatir tidak ada kesempatan.!"
Ketiga orang itu tertawa, mereka memberi hormat, lantas mereka mengundurkan diri untuk pergi keluar. Maka yang lain-lain, yang menanti dibawah tetarap lantas bangkit, untuk turut berlalu. Tian Ong cepat-cepat pergi ke pintu guna mengantar mereka semua.
Sesungguhnya badai dahsyat di Bin Ke Cung telah lewat setelah angin lewat dan hujan berhenti berarti langit jadi terang benderang dan tenang.
Demikian juga dengan semua penghuni Bin Ke Cung, semuanya jadi bergembira karena bahaya telah lewat.
Setelah mengantar semua tamu, Tian Ong menghampiri Khiam Lo Ang dan Siang Bu untuk berbicara perlahan, setelah mana kedua orang sahabat itupun mengundurkan diri dari tetarap timur.
Kwang Tan telah merebahkan diri didalam kamarnya, ia tengah berpikir untuk mempersiapkan diri melanjutkan perjalanannya ke kotaraja dan pamitan kepada tuan rumah.
Waktu itulah ia mendengar suara langkah kaki, dimana ia telah mengetahui beberapa orang tengah mendatangi. Namun ia rebah terus, sampai muncullah Khiam Lo Ang dan Tan Go Sun serta Siang Bu. Ia segera bangun duduk di tepi pembaringan waktu melihat orang2 itu menolak pintu dan langsung masuk kedalam kamarnya.
Khiam Lo Ang tertawa lebar menyaksikan orang tengah rebah dan telah duduk ditepi pembaringan. "Laote, jangan kau bersikap pura2 bodoh!" katanya gembira, "Sepak terjang kau tadi telah memadamkan api berkobar2 sampai Oey Tiam Su si-cabang atas dapat dengan begitu saja disuruh angkat kaki. . . ! Sungguh kau membuat kami sangat kagum. Kau tahu..." berkata sampai disitu, ia
berhenti, kemudian sambungnya sambil tersenyum: "Urusan luitai juga ikut jadi beres karenanya!"
Khiam Lo Ang segera juga menceritakan pembicaraan diluar tadi dengan Bin Tian Ong.
Kwang Tan bangun dari pembaringannya, ia mengawasi dua orang itu, kemudian dia menggeleng perlahan: "Maaf locianpwe ada apakah sebenarnya?"
"Aku siorang tua, aku ingin minta secangkir arak kegirangan." menyahuti Khiam Lo Ang.
"Aku juga!" kata Siang Bu, yang ikut tertawa.
"Apa" Arak kegirangan apakah itu?" sipemuda lelah bertanya dengan sikap heran.
Khian Lo Ang mengawasi terus, hanya saja sekarang ia berhenti tertawa.
"Laote bagaimana kau lihat ilmu silat Giok Cu dan Lin Eng?" tanya Khiam Lo Ang kemudian. Ditanya begitu, muka Kwang Tan merah.
"ilmu silat mereka cukup....!" sahutnya.
Khiam Lo Ang menepuk tangan, dia tertawa.
"Bagus! "serunya, "Maka, jadilah aku siorang perantaraan yang sukses...."
Kwang Tan segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tidak dapat, locianpwe." katanya. "Nona itu masih ada orang tuanya! Lagi pula, sekarang ini Bengkauw tengah berjuang, dan aku tengah melaksanakan tugas yang diberikan memakan oleh Kauwcu, maka dari itu, mungkin masih
waktu dua tahun atau lima tahun lagi, atau mungkin pula sepuluh tahun, perjuangan Bengkauw baru
selesai! Karena itu tidak
bisa aku sekarang ini membicarakan urusan wanita, maafkanlah locianpwe!" Setelah berkata begitu, Kwang Tan membungkukkan tubuhnya, ia memberi hormat kepada jago tua itu dengan memperlihatkan sikap menyesal.
Khiam Lo Ang tertawa, ia mengangguk. "Untuk itu kami memang mengetahui, asal kau mau mengucapkan satu patah kata saja, bahwa kau setuju dengan kedua nona itu, mereka akan menantimu, sampai kapanpun juga, sepuluh tahun... dua puluh tahun, atau lima
puluh tahun, mereka akan tetapi menantikanmu!"
Muka Kwang Tan berobah merah.
"Terlebih bijaksana sekarang ini kita tidak membicarakan dulu urusan jodoh! Karena mengikat tanpa waktu yang pasti, hal itu akan membuat hatiku tidak tenang, locianpwe, karena membatasi kebebasan kedua nona itu! Tapi itu. Tapi aku berjanji, begitu perjuangan Beng kauw selesai, maka aku akan mulai memikirkan urusan jodoh!"
Khiam Lo Ang tersenyum, sedangkan didalam hatinya ia berkata: "Pemuda ini benar2 keras hati dan memang dapat dipercaya untuk perjuangan, dimana ia tetap mencurahkan seluruh perhatiannya untuk perjuangan yang Hemm! Jika saja Bin Laote bisa memperoleh berhasil! menantu
beberapa saat lagi, seperti dia, tentu tidak akan kecewa..!" Begitulah, setelah bercakap-cakap tampak Khiam Lo Ang bersama Siang Bu minta diri dan kemudian hasil pembicaraan mereka dengan Kwang Tan telah disampaikan kepada Bin Tian Ong.
"Dia benar, Memang sekarang ini justeru kitapun harus berusaha mendukung dan membantu Bengkauw. Biarlah, sementara ini memang lebih baik kita tidak membicarakan
urusan jodoh! Tapi yang pasti, memang kita mengetahui ada kecocokan diantara mereka, hanya sang waktu juga kelak yang akan menentukan sekarang yang terpenting sekali adalah berjuang membantu Bengkauw...?"
Semua orang setuju, Dan mereka sore itu mengadakan perjamuan, untuk menghormati Kwang Tan, membuat pemuda itu jadi kikuk dan canggung.
Apalagi Khiam Lo Ang tidak hentinya telah bergurau me nyindir2 tentang hubungan Kwang Tan dengan kedua nona manis itu, membuat pipi Kwang Tan sering kali berobah
merah, karena dia malu bukan main.
Setelah perjamuan itu telah berlangsung, Kwang Tan baru mengemukakan maksudnya yang hendak pamitan besok pagi melanjutkan perjalanannya ke kotaraja! ia menjelaskan bahwa persoalan di Bin Ke Cung telah selesai.
Karenanya ia dapat segera meninggalkan tempat ini untuk melanjutkan perjalanannya, guna melaksanakan tugas yang diberikan Thio-Bu Kie, Kauwcu Bengkauw.
Begitulah, dengan perasaan berat. Bin Tian Ong dan yang lainnya berusaha untuk membujuk sipemuda, agar berdiam dulu beberapa saat di Bin Kie Cung, tapi juga mereka menyadari betapa pentingnya tugas yang tengah dilakukan oleh Kwang Tan.
Mereka tidak berani mendesak terus, hanya mereka mengatakan, jika Kwang Tan bermaksud kembali ke-tengah Bengkauw, agar ia mencari mereka, karena mereka dalam
beberapa hari ini beramai-ramai, akan pergi menggabungkan diri dengan Bengkauw.
Kwang Tan memberikan janjinya, dan ia pun mengucapkan syukur atas kesediaan dari jago2 tua itu, yang bermaksud untuk membantu Bengkauw.
Begitulah, perjamuan itu berlangsung sampai larut malam, baru mereka berpisahan.
malam, baru mereka berpisahan.
BEGITU matahari fajar menyingsing, Kwang Tan telah pamitan dengan Bin Tian Ong dan yang lainnya. Juga kepada Giok Cu dan Lin Eng.
Kedua gadis itu tampak merasa berat harus berpisah dengan pemuda yang mereka kagumi itu. Juga semangat mereka seperti ikut terbawa oleh kepergian Kwang Tan. Mereka memesan agar Kwang Tan sering-sering mengunjungi mereka.
Kwang Tan melarikan kudanya dengan cepat, sehingga ia membuat dirinya terkurung dengan debu, sampai kepala dan tubuhnya, juga kuda tunggangannya itu, tertutup seluruh-nya, tinggal matanya saja yang bersinar.
Inilah disebabkan, selama tiga hari dan dua malam ia melarikan terus kudanya tanpa pernah berhenti, ia hanya singgah seperlunya saja.
Setelah masuk wilayah propinsi Shoatang, dari Liauwshia ia memotong ke Tainen dan Hamtan, menuju ke Ciokecung, tadi saja ia singgah di See-ho, untuk tiba di Cio-kecung. ia harus melalui lagi perjalanan tiga atau empat ratus lie, sedangkan waktu itu lewat tengah hari.
Ia menduga diwaktu sebelah depan, Karena magrib, ia akan sampai dikota itu untuk minum pun ia tidak
menghentikan kuda nya, ia terus saja melarikan kuda tunggangannya dengan keras dan cepat. Mulanya Kwang Tan berpikir Liauw-shia melintasi
kecamatan Tek koan lalu kekota Chong-ciu, terus kekotaraja, Namun ia pikir, setibanya dikota raja, dimana ia akan segera mulai kerja dan juga jarak yang akan ditempuh jauh lebih sulit.
Karenanya, ia memutuskan mengambil jalan ke Hamtan. Ditengah jalan ia berpikir. "Entah dikotaraja apa yang akan kuhadapi. Mudah2an saja tugas yang diberikan Thio Kauwcu dapat kulaksanakan sebaik-baiknya."
Mulai lohor, tibalah Kwang Tan di Kho-ip. Jauh didepannya, samar-samar dia melihat tembok kota kecamatan itu, yang ia duga masih ada seperjalanan kurang
lebih tiga-puluh lie. Maka ia mencambuki kudanya yang dilarikan dengan cepat.
Jauh di sebelah depan, Kwang Tan melihat debu mengepul naik, sewaktu
mendekati telinganya pun mendengar derap kaki kuda yang cukup banyak, segera ia melihat lima penunggang kuda tengah melarikan kuda tunggangan mereka dengan cepat.
Dua orang penunggang kuda terdepan
membawa seorang laki2 tua, dan yang
yang seorang seorang lagi membawa seorang wanita yang tengah menangis sedih. "Pasti mereka orang2 jahat !" pikir Kwang Tan. Maka ia segera menghadang ditengah jalan, cambuknya disabetkan kedepan.
Dua penunggang kuda terdepan kaget, mereka menahan kuda mereka. Karena itu mereka diterjang tiga ekor kuda yang dibelakang, yang agaknya tidak sempat menahan kuda mereka masing2.
Syukur dua ekor kuda yang didepan itu tidak rubuh, penunggangnya telah berteriak-teriak memaki dengan suara yang kasar.
Untuk sejenak, kelima penunggang kuda itu melengak, mata mereka melihat, penghadangnya adalah seorang pemuda yang penuh debu baik kudanya maupun penunggangnya, dan mirip dengan mereka sendiri, yang keadaannya sangat kotor dan penuh debu.
"Eh, bocah kurang ajar. kau cari mampusmu sendiri "!" akhirnya salah seorang diantara mereka membentak "Apakah kau tidak memiliki biji mata sehingga kau berani merintangi Se-san Ngo Kui "!" berkata begitu ia berhenti sejenak, kemudian membentak dengan suara meninggi dan bengis sekali, "Cepat minggir !"
Kwang Tan memang seperti ingin mencari gara2, tidak mau menyingkir. Pula julukan Se San Ngo Kui benar2 menarik perhatiannya, julukan yang berarti Lima Setan dari Se San.
"Aku tidak perduli siapa itu Se San Ngo Kui !" sahutnya berani sekali, ia malah tertawa dingin, "Bukankah sekarang ini siang hari" Bagaimana kalian berani menculik orang" Jika kalian mau lewat, boleh, asal kalian tinggalkan kedua orang itu !"
"Rupanya bocah ini orang asing !" kata penunggang kuda yang bicara tadi, Dia terus tertawa terbahak2. "Eh, apakah kau tidak pernah menyelidiki dulu, siapa kami ini" Apakah kau sudah bosan hidup" Kalau benar bocah, serahkanlah jiwamu !"
Malah setelah berkata begitu, ia segera maju dan menghunus goloknya, untuk membacok. Kwang Tan tertawa mengejek, sambil berkelit ia mengulurkan tangan kirinya, untuk mana orang itu menjerit secara tiba-tiba sekali dan goloknya terlepas, jatuh ketanah. Sedangkan tubuhnya dibetot sampai dilain saat wanita ditangannya dapat ditolongi.
Penunggang kuda itu kaget. Dialah penculik, tetapi dia segera menjerit-jerit kesakitan, karena Kwang Tang memperkeras pijitan tangannya.
Empat orang penunggang kuda lainnya jadi terkejut dan marah, segera mereka memaki tidak hentinya, hanya saja, karena penuh debu, kemurkaan itu tidak tampak jelas pada wajah mereka. Cuma mata mereka saja yang mencorong.
Kwang Tan mengawasi ia tertawa terbahak-bahak nyaring sekali,
"Apa itu Se San Ngo Kui?" tanyanya mengejek, "Tidak lebih tidak kurang gentong arak dan kantong nasi belaka! Cepat kalian turunkan orang tua itu!"
Empat orang itu tampak bingung, mereka saling mengawasi. Saudara mereka telah berada ditangan lawan. Akhirnya, dengan terpaksa sekali menurunkan orang tua itu.
"Sekarang lepaskan kakak kami?" kata yang seorang diantara mereka, yang meminta Kwang Tan melepaskan tawanannya itu.
Kwang Tan tertawa, cekalannya dilepaskan maka jatuhlah korbannya bagaikan layangan putus! "Baru sekali ini dan merupakan pertama kali kalian berbuat jahat dan karang ajar didepanku, mau aku memberikan pengampunan" katanya dingin dan bengis.
"Tapi dilain waktu, jangan kalian mengharap pula pengampunan, sekarang tinggalkan dua ekor kuda kalian!" Se San Ngo Kui mati kutunya.
"Baik!" kata mereka yang segera kabur dengan lima orang naik diatas punggung tiga ekor kuda, dua ekor kuda mereka ditinggalkan begitu saja seperti perintah Kwang Tan.
Kwang Tan mempertemukan orang tua itu dengan si wanita muda untuk menanyakan hal yang terjadi pada diri mereka, Orang tua itu menangis, ia bilang: "Aku Ciang Kiam, dari Lousan, Holam, pekerjaanku hanya sebagai
petani, lantaran musim kemarau, aku jadi hidup sengsara.
Dengan mengajak cucuku ini, aku mau mencari adikku yang berdagang kuwe diKho-ip. Kasihan saudara itu, ia telah menutup mata pada lima tahun yang lalu dan rumah tangganya berantakan.
Celaka untuk kami, kami keputusan uang belanja. lebih celaka, kami bertemu dengan Se San Ngo Kui, cucuku hendak di rampas, karena aku melawan, akupun dibawa lari sekalian. Syukur kau menolongi, tuan penolong !"
Kwang Tan berkasihan, ia mengawasi gadis itu, yang rambutnya kusut dan bengul matanya memerah, dimana mukanya sangat kotor, tapi wajahnya cantik. Ia lantas memberikan sepotong emas seharga dua tail, serta perak
hancur, ia pun bilang:
"sekarang kalian pergi dengan menunggang kuda ini pula ke Ho lam, uang emas ini untuk modal dagang kecil2 an dan perak hancur ini buat belanja diperjalanan !"
Ciang Kiam bersyukur bukan main, bersama cucunya mereka berlutut memberi hormat dan menghaturkan terima kasih mereka yang tak terhingga.
"Sekarang cepatlah kalian pergi !" kata Kwang Tan. Bahkan ia mengantarkan sampai diluar kota Kho-ip, dimana kakeknya dan cucunya itu menuju ke jalan lain, ia sendiri terus menuju ke Cio ke-cung, sebuah tempat yang ramai.
Dari sini ke Utara orang dapat menuju kekota raja, jika kebarat kekota Taygoan, ia lantas mencari rumah penginapan, untuk paling pertama membersihkan tubuh dan salin pakaian, kemudian ia pergi keruang besar untuk bersantap.
Disini ia menarik perhatian tamu2 lainnya, karena ia merupakan seorang pemuda yang tampan dan gagah, ia pesan makanan dan dahar seorang diri, sambil sering melihat sekelilingnya. Dengan begitu, ia lantas melihat dua orang di meja kiri tengah mengawasi dia.
Mereka itu masih muda, yang seorang hitam manis, sedangkan yang satunya lagi tampan. Mata mereka tajam juga dan ada pedang dipunggung mereka, Pasti mereka berdua merupakan akhli Kiamhoat dan mengerti ilmu silat.
Masih ada dua orang lain, yang agaknya memperhatikan pemuda ini. Yang seorang adalah seorang tua pendek gemuk, yang telah ubanan dan kumisnya yang lanang, dengan ubun-ubun kepalanya yang botak.
Tapi kedua tangan orang tua yang pendek gemuk ini besar dan tampaknya kuat, matanya juga memiliki sinar
yang merah serta tajam bercahaya. Dia memandang sambil bersenyum.
Yang lain lagi adalah seorang gadis, bajunya abu2 dan singsat, kepalanya dilibat sabuk kuning. ia membalut pedang dengan ronce hijau dan panjang, nampak wajahnya muram berduka.
Ia mengawasi, tetapi segera melengos ketika sinar matanya bentrok dengan sinar mata Kwang Tan. "Pasti mereka semua orang Rimba Persilatan." pikir Kwang Tan, Ia kurang pengalaman, tapi luas
pengetahuannya, yang mana banyak membantunya, sehingga ia bukanlah seorang Kangouw hijau.
"Mereka pasti sama dengan aku, hanya gadis itu. entah apakah kesulitan yang tengah dialaminya, tampaknya ia begitu muram dan berduka."
Karena itu, iapun mengawasi gadis itu sampai beberapa kali. Kedua orang pemuda itu, juga orang tua pendek gemuk itu, dan sigadis, sama kesannya waktu mereka melihat Kwang Tan, yang muda dan tampan gagah.
Mereka tidak dapat melihat apakah orang mengerti silat, meski cuma berpikir: "Coba dia meninggalkan ilmu surat dan mempelajari ilmu silat, dia berbakat baik sekali!"
Hal itu disebabkan Kwang Tan memang berpakaian sebagai pelajar, kutu buku. Setelah menegur arak, kulit muka Kwang Tan bersemu dadu, ia menambahkan cawannya, karena sudah lapar, ia pun berdahar dengan cepat.
Ketika hendak bangkit ia melihat menghampiri si gadis menyerahkan seorang pelayan selembar kertas.
Melihat kertas itu, muka sigadis jadi pucat pasi.
"Mana dia si pembawa surat?" gadis itu bertanya perlahan.
"Setelah menyerahkan surat, dia segera pergi!" jawab si pelayan
Gadis itu mengangguk. Setelah pelayan itu pergi, alisnya mengkerut, wajahnya semakin guram.
Tiba-tiba orang tua yang pendek gemuk itu tertawa dan berkata: "Tidak lain tidak bukan tentulah kawanan tikus menghina seorang gadis yang harus dikasihani! Untuk apakah berduka, nona" Apakah kau menyangka aku si orang tua tidak akan mengulurkan tangan"!"
Nyaring suara orang tua itu, sampai semua tamu lainnya menoleh dan mengawasinya. Ia tetap saja bersikap seperti tidak ada orang lain disitu, ia minum araknya dengan bebas dan sikapnya seperti juga diruangan tersebut hanya dia seorang diri, ia mengenyam makanannya dengan lahapnya.
Mendengar suara orang itu, Kwang Tan merobah sikapnya ia batal bangkit meninggalkan mejanya, ia ingin melihat perkembangan lebih jauh.
Segera terlihat sigadis menghampiri orang tua itu, ia
memberi hormat dan berkata per-lahan: "Aku tahu kau bukanlah orang sembarangan, locianpwe, maka dari itu aku mohon sekali pertolonganmu. Dari jauh aku tiba disini, tapi sijahat tidak sudi melepaskan aku!"
"Kau duduk, nona Gin!" berkata orang itu "Aku tahu kau terpaksa masuk dalam rombongan Kui Bwee Pang. Aku kagum kau yang keluar dari lumpur dengan tubuh tidak kena terkotorkan. Kau tahu, tanpa aku, tidak nantinya kau dapat lolos sampai disini. Pasti aku nanti menolong kau sampai diakhirnya, walau pun aku tahu lawanmu itu lihay!"
Orang tua itu berkata perlahan seperti gadis tadi bicara padanya. Tapi Kwang Tan bisa mendengar jelas, Maka ia pikir:
"Baik aku pun membantu gadis ini. Menurut perkataan siorang tua, rupanya memang gadis itu tengah dalam kesulitan. Hemmm, Kui Bwee Pang memang semakin
keterlaluan, selama dalam
perjalanan telah sering aku mendengar tentang sepak terjangnya anggota2 Kui Bwee Pang yang kurang terpuji...!" Waktu itu, kedua pemuda itu pun menghampiri siorang tua, untuk memberi hormat, sambil bertanya: "Locianpwe, apakah locianpwe bukannya Ang Cit Ku Locianpwe "!"
Orang tua itu mengawasi, sampai akhirnya ia tersenyum sabar, ia pun segera menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak sangka ada orang yang bisa mengenali aku si tua yang belum mau mampus. Kalian tahu dari mana
bahwa aku bernama Ang Cit Ku "!"
Pemuda bermuka hitam itu segera menyahut "Aku yang muda adalah Bun Lay dan ini saudara bernama Giok Bian San. sungguh beruntung sekali kami berdua bisa bertemu dengan supek disini !"
Orang tua itu tampak girang sekali, sampai ia berjingkrak bangun dengan mata yang bersinar.
"Apa"!" ia berseru, "Jadi kalian ini adalah murid Bu Tong Pay yang baru
mengangkat nama selama ini" Ternyata tajam sekali matanya si Kiong San situa kepala botak sehingga ia berhasil mendidik kalian berdua! Inilah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebetulan, aku memang lagi memerlukan pembantu! Nona ini tengah didesak oleh Kui Bwee Pang, maka ada baiknya kalian berdua membantunya!"
Kwang Tan girang mengetahui orang tua itu adalah Ang Cit Ku. ia telah sering kali mendengar bahwa Ang Cit Ku memang seorang yang luar biasa, ia juga telah lama hidup
mengasingkan diri, karena sudah tidak mau mencampuri urusan dunia persilatan lagi.
Tapi siapa tahu, sekarang ia bisa bersemu dengan Ang Cit Ku, inilah benar2 menggembirakan sekali.
Kwang Tan juga segera memutuskan, bahwa ia harus membantu gadis tersebut, tentu urusan adalah penasaran dan lawan dari gadis itu lihay.
Kui Bwee Pang memang telah cukup lama mengembangkan sayap! Sejak Cu Goan Ciang naik takhta, dimana selama itu, baiknya, keadaan negeri kacau, maka telah timbul banyak sekali pintu perguruan maupun berbagai macam perkumpulan, yang semuanya berusaha memiliki anggota sebanyak-banyaknya, terdiri dari orangorang yang memiliki ilmu silat tinggi.
"Eh sute mengapa si pemuda itu selalu mengawasi kita?" tiba2 Giok Bian San berkata perlahan sekali. Mereka baru merasa bahwa Kwang Tan memang tengah mengawasi mereka saja.
"Dia tentu heran melihat gerak-gerik kita kaum Rimba Persilatan!" menjelaskan si sute, Bin Lay, sambil tertawa, "Sinar matanya dia tidak bercahaya sesat, tidak usah kita usil padanya! Memangnya kita dapat melarang orang memandang kita!"
"Benar!" kata Giok Bian San kemudian. "Kau tidak adil! Kita memang sering memandangi orang, mengawasinya, mengapa orang lain tidak boleh memandang kita?" Dan ia tertawa. "Jika memang kita usil dengan mereka, berarti kau dan aku tidak adil!"
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sutenya cuma tersenyum. sedangkan waktu itu Cin Siu Hoa hanya menunduk dengan sikap gelisah.
Ang Cit Ku melirik tajam kepada Kwang Tan, agaknya hatinya tertarik sekali, bahkan akhirnya ia tertawa, ia menepuk meja dua kali, sambil berkata seorang diri. "Akh, mengapa dia mirip dengan dia" Aneh, heran!"
Sampai disitu, Kwang Tan tidak berdiam diri lebih lama, ia menghampiri orang tua tersebut, dia memberi hormat sambil bertanya: "Locianpwe, boanpwe menghunjuk hormat!"
Orang tua she Ang itu melirik dan kemudian tanyanya: "Anak, siapa kau?" dia berdiam sejenak, Kemudian dia
meneruskan lagi pertanyaannya: "Dan apakah kau mengerti ilmu silat"!"
Kwang Tan tersenyum, dia bilang: "Boanpwe seorang perantauan, yang senang menyaksikan alam yang indah diberbagai tempat. Kebetulan singgah disini !" itulah
jawaban untuk mengalihkan pertanyaan.
Kwang Tan sudah dipersilahkan duduk bersama mereka, Tampaknya memang Ang Cit Ku tidak menaruh kecurigaan, demikian juga yang lainnya, karena melihat halus sikap pemuda ini! Malah mereka masing2
memperkenalkan nama,
sedangkan Kwang Tan menyebutkan nama lamaran sebagai Ouw Tan. Waktu itu, sigadis dengan baju abu2, yaitu Cin Siu Hoa, tampak menunduk berduka. Surat yang tadi diterima dari pelayan, benar2 membuatnya jadi bergelisah sekali.
"Nona Cin." kata Ang Cit Ku hening sejenak, dengan sikap yang tetap riang dan tersenyum2. "Dimana kawanan tikus itu menjanjikan pertemuan denganmu"!"
Cin Siu Hoa merogoh saku mengeluarkan sehelai kertas yang kemudian tersebut, maka adalah: "Surat itu dikirim kepada Cin Siu Hoa yang telah melarikan diri, sebentar jam tiga kau harus datang melaporkan diri di markas cabang. Jika engkau melanggar perintah, kematianlah bagianmu!"
Tanda tangan dari surat itu adalah tanda tangan yang berbunyi Hoan Lu. Hoan Lu merupakan ketua cabang Kui Bwe Pang, yang telah perintahkan kepada Cin Siu Hoa, yang pernah
menjadi anggota perkumpulan tersebut agar melapor kepada markas cabang dari perkumpulan tersebut. Tentu saja untuk menerima hukuman.
Dengan sikap dan wajah sangat berduka, Cin Siu Hoa berkata perlahan: "Hoan Lu ialah satu diantara empat hiocu terkejam dari Kui Bwee Pang. Dengan datangnya dia mungkin akan ikut delapan belas Lo Han locu (Pemimpin delapan belas Arwah), Serta anggota lainnya yang
jumlahnya tentu tidak kurang empat atau lima puluh orang. Maka itu, jumlah kita terlalu kecil!"
"Ini benar juga!" kata Bun Lay kemudian sambil mengerutkan alisnya. "Mana dapat sekarang kita menabuh
gembreng untuk meminta bantuan?"
Mendengar perkataan Bun Lay, Ang Cit Ku rupanya tersinggung, ia bilang: "Jangan kuatir, mengapa kita harus takut." Dan setelah Kwang Tan, sambil
engkau ternyata tidak takut bukan!?" ia serahkan kepada orang tui she Ang
mereka melihat bersama2, bunyinya itu
berkata begitu, ia menoleh kepada tertawa lebar ia bilang, "Kongcu, Kwang Tan tersenyum, dia menggeleng dan menyahut. "Ya, locianpwe!" "Nah lihat, seperti Ouw Kongcu yang tidak mengerti ilmu silat ia tidak takut, mengapa kita harus jeri menghadapi sebangsa manusia seperti Hoan Lu?"
Tapi kemudian sipendek gemuk ini, Ang Cit Ku, berdiam diri dengan sepasang alis dikerutkan, tampaknya ia tengah berpikir keras.
Kwang Tan juga berpikir ia segera ingat kepada Sin Liong Say Houw Leng, lencana hadiah yang diperolehnya
dari Toakonya, kakak
angkatnya, Maka segera juga ia bertanya kepada Ang Cit Ku: "Locianpwe, kau memikir untuk melindungi nona Cin, menyingkirkan diri atau kau bermaksud pergi ke bukit untuk menempur mereka "!"
Sebelum menjawab pertanyaan Kwang Tan, Ang Cit Ku
mengawasi pemuda ini, kemudian barulah ia menyahuti sambil tertawa:
"Kongcu, mana bisa kami tidak menempur mereka! Kami dari kalangan
berdiri tegak diatas
rimba persilatan aliran lurus, yang
keadilan! Walaupun kami harus membuang jiwa, tapi kami harus tetap melindungi keadilan dari keangkara-murkaan !" Gagah sekali waktu ia berkata begitu, cuma saja cara berkata dari Ang Cit Ku, sipendek gemuk ini jenaka, karenanya membuat semua orang tersenyum.
"Kui Bwee Pang telah mengatur orang2nya disekitar rumah penginapan ini, Coba mereka tidak melihat aku situa bangka disini, mungkin mereka sudah menyerbu tidak nantinya mereka mau berlaku demikian sabar !"
Kwang Tan tertawa.
"Untuk mencari bala bantuan, gampang sekali !" katanya tertawa. "Nanti aku pergi sebentar !" Ang Cit Ku mengerutkan alisnya, ia tidak yakin dengan perkataan "kutu buku" tersebut "Engkau mengerti persoalannya atau tidak, Minta bantuan kemana yang kau maksudkan "!"
"Minta bantuan yang locianpwe inginkan!" menyahuti Kwang Tan tersenyum. Ang Cit Ku tersenyum lagi, dia bilang: "Akh, aku tahu, tentunya engkau hendak menghubungi yang berwajib buat
melaporkan urusan ini" Duduklah! jangan pergi kemanamana! Duduklah!"
"Begini locianpwe!" Kwang Tan segera memberikan penjelasan, "Dulu waktu masih kecil, aku senang sekali
dengan permainan ilmu silat, jika memang ayahku tidak melarang aku mempelajari terus ilmu silat, tentu aku telah dapat memiliki kepandaian cukup tinggi.
Tapi ayahku menghendaki agar aku mempelajari ilmu surat dan nanti dapat ikut ujian negara dikota raja! walaupun demikian, diberbagai kota, aku memiliki banyak
kawan, yang umumnya mereka memiliki kepandaian tinggi. Dikota ini, akupun banyak sekali memiliki kawan, Karena dari itu, aku bermaksud meminta bantuan mereka, agar dapat membantu locianpwe!"
"Benar?"
Pemuda ini segera melangkah buat pergi, sebelumnya ia menegas kau lagi: "Cuma sebentar saja, aku akan segera kembali!"
Malam itu merupakan malam gelap tanpa bulan, bintang2pun jarang, hanya ada lentera rumah penginapan yang menerangi jalanan.
Disebelah sana, dipusat keramaian kota, tampak cahaya penerangan. Pusat keramaian itu jauh juga terpisahnya dari rumah penginapan.
Setelah bersangsi sebentar, Kwang Tan menuju kesana, Belum lagi sepuluh langkah, ia telah dirintangi seorang yang bertubuh jangkung yang muncul dari sebelah depan, ia
jadi mendongkol, dia anggap orang terlalu galak sudah mengganggu padanya.
"Apakah kau menghadang aku, tuan?" tanyanya dengan suara dan sikap yang bengis.
Si-Jangkung kurus itu tertawa, sikapnya licik sekali dan juga matanya memancarkan sinar yang tajam. "Anjing buduk cilik, bukankah kau kawan nya siperempuan pelarian itu dan juga si-anjing tua bangka tidak tahu diri?" la balik bertanya, sikapnya tetap kejam dan
bengis, seperti juga ia tidak
memandang sebelah mata terhadap Kwang Tan.
"Kalau benar bagaimana?" tanya Kwang Tan menegasi. "Kalau bukan, juga bagaimana?"
"Kalau memang benar, itulah bagus! Kau harus ikut denganku." mendadak sekali, dia meluncurkan tangan kanannya, untuk menyambar lengan sipemuda.
Gerakan yang dilakukannya cepat sekali, ia yakin tentu akan berhasil mencekal tangan pemuda didepannya, karena ia melakukannya dengan bersungguh2.
Kwang Tan tidak memandang sebelah mata serangan tangan sijangkung kurus itu, dia juga tidak berkelit, dia membiarkan tangannya dicekal, hanya saja ia kaget waktu ia merasakan tangan yang keras.
Tangan orang itu ternyata memakai besi, Dengan segera ia mengutik dua jari tangannya, untuk mana si jangkung kurus mengeluarkan seruan kaget, sebab seluruh tubuhnya jadi kaku dengan tiba2 sekali, selanjutnya ia tidak dapat bersuara lagi.
Kwang Tan tertawa dan berkata dengan suara yang dingin: "Aku ingin sekali melihat, apakah aku yang menemani kau atau memang kau yang menemani aku! Dan memang kulihat, ada baiknya untuk sementara waktu ini kau menemani aku!" Lalu ia balik menuntun tangan orang itu untuk diajak pergi.
Diluar keinginannya, sijangkung mengikutinya. Lucunya Kwang Tan, dikala orang diam saja, ia mengoceh seorang diri, ia juga tertawa-tawa, seperti juga dua orang kawan yang tengah berjalan sambil mengobrol disebabkan merekalah kawan-kawan lama yang baru bertemu pula....!
Memang dijalan itu, dibagian mana saja, terdapat matamata yang ditempatkan oleh Kui Bwee Pang, dan mereka itu setiap kali melirik atau mengawasi dengan sinar mata heran atau bercuriga, sebab sipemuda berjalan bersama si
jangkung kurus, teman mereka.
Kwang Tan berjalan terus sampai disebuah gang kecil, disitu ia melepaskan tangannya, untuk terus menepuk pundak sijangkung kurus itu, sambil katanya dengan suara yang perlahan:
"Aku mau minta kau menanti aku disini sebentar saja, aku akan segera kembali kemari, kau jangan kemana-mana ya "!"
Terus ia berjalan dengan cepat, sedangkan sijangkung kurus tetap berdiri diam bagaikan patung, karena ia telah ditotok sipemuda, ia cuma bisa mengawasi bengong dengan bola mata yang mencilak2 tidak hentinya, bergelisah dan bingung.
Sebab tidak bisa menggerakkan tubuhnya atau juga sepasang tangan dan kakinya.
Tempat ramai itu ternyata memang cukup penuh sesak oleh orang yang berlalu lalang, tiba disana Kwang Tan bertemu seorang pengemis berusia pertengahan ia memiliki muka yang kotor dan dekil, rambutnya juga kusut.
Dengan mengulur sebelah tangannya, ia minta derma
dan uang kepada orang yang berlalu lintas didepannya dan didekatnya, ia mendekati pengemis tersebut sambil mengulurkan tangannya.
Untuk menyelipkan sesuatu kedalam telapak tangannya, itulah bukan hanya uang, melainkan Sin Liong Houw Say
Leng, Melihat lencana kebesaran partainya tersebut, yang terbuat dari perunggu, kagetnya pengemis tersebut bukan kepalang, ia mengawasi tajam.
Kwang Tan melihat bola mata pengemis itu mencilakcilak tidak hentinya, ia
tertawa, ia menarik pulang tangannya untuk menyimpan lencananya didalam sakunya, sambil berbuat begitu. ia bilang: "Aku mempunyai urusan sangat penting! Tolong kau memberitahukan kepada ketuamu, agar segera dikirim anggota yang lihay kemarkas cabang Kui Bwe Pang diatas bukit. Aku bentrok dengan mereka, aku mohon bantuanmu. Jamnya adalah kira-kira
jam tiga. Pesanku, sebelum aku muncul jangan turun tangan dulu !"
Pengemis usia pertengahan itu segera menekuk sebelah lututnya.
"Boanpwe akan turut perintah!" katanya dengan sikap hormat sekali, ia pun telah menyebut dirinya dengan sebutan Boanpwe, atau orang yang lebih muda tingkatannya.
Tanpa mengatakan suatu apa pun juga. Kwang Tan kembali ke gang tadi, untuk menarik sijangkung kurus, guna kembali ketempat semula mereka bertemu.
Disini ia membebaskan orang dari totokannya, dengan dingin ia bilang: "Dengan kepandaianmu ini kau berani main gila didepanku" Hemmm! sekarang lekas bubarkan semua penjagaanmu disekitar rumah penginapan ini!"
Kemudian dengan memperlihatkan sikap bersungguhsungguh dan bengis, Kwang Tan bilang lagi: "Jika sebentar kau pergi bertemu dengan Hoan Lu, maka katakan kepadanya bahwa sebentar jam tiga nona Cin akan pergi kesarang kalian!"
Segera ia memutar tubuhnya, untuk masuk kedalam rumah penginapan. Didalam, Bun Lay berempat dengan Ang Cit Ku, Cin Siu Hoa dan Giok Bian San, telah menantikan dengan hati
bertanya2, entah apa yang hendak di lakukan pemuda yang tampaknya lemah itu, dan gerak-geriknya begitu halus.
Melihat Kwang Tan muncul, semuanya menoleh dengan wajah yang tampak bertanya-tanya.
"Bagaimana dengan bala bantuanmu kong cu?" tanya Ang Cit Ku sambil mengerling, tapinya ia tersenyum. ia melihat pemuda ini adalah seorang pemuda pelajar, tentu ia tidak memiliki ilmu silat. Andaikata memang ia memiliki ilmu silat, itulah kepandaian yang tidak berarti.
Tapi, ia juga tidak mau mengecewakan pemuda tersebut, tampaknya memang Kwang Tan bermaksud membantu mereka, Karena dari itu, ia membiarkan saja pemuda itu tadi berlalu.
Dan sekarang Kwang Tan telah kembali, diam2 didalam hati Ang Cit Ku terkejut juga diluar rumah penginapan banyak berkeliaran orang-orang Kui Bwee Pang, tentunya pemuda itu tidak gampang2 meninggalkan rumah penginapan ini.
Dan sekarang ia telah kembali tanpa kurang sesuatu, menimbulkan kesan aneh dihati Ang Cit Ku.
"Apakah memang ia memiliki ilmu yang lumayan?" Diam2 dia terpikir dalam hatinya. Sekarang Kwang Tan telah menyahuti: "Beres, locianpwe!" dan ia meneruskan lagi dengan sikap bersungguh. "Jam berapa kita berangkat?"
Ang Cit Ku tertawa, dia telah bilang: "Sekarang belum juga jam dua, buat apa kesusu" sahutnya "Aku siorang tua masih minum belum cukup..!"
Kwang Tan mengawasi Bun Lay dan Giok Bian San, kedua pemuda itu hanya memandang kepada Kwang Tan dengan sikap ragu2.
"Apakah kau akan ikut serta dengan kami ?" malah Bun Lay telah bertanya begitu.
Kwang Tan mengangguk.
"Ya.... walaupun
mempelajari ilmu silat,
kepandaian yang terlalu
begini-begini dulu aku pernah
dan biarpun tidak memiliki tinggi, tapi jika hanya untuk menghadapi penjahat, kukira aku masih sanggup...!" Mendengar jawaban Kwang Tan yang bersemangat seperti itu, tampak Ang Cit Ku dan kedua pemuda itu, Giok
Bian San dan Bun-Lay, tersenyum.
Mereka tidak mau mengecewakan Kwang Tan, biar bagaimana memang pemuda itu memperlihatkan ia bersungguh2 untuk ikut serta menghadapi orang-orang Kui Bwee Pang perkumpulan Hantu bunga Bwee.
Walaupun memang mereka yakin kepandaian Kwang Tan yang dikenal mereka dengan nama Ouw Tan itu tidak lihay, namun mereka menghargai semangat pemuda tersebut.
Waktu itu sambil tertawa Ang Cit Ku telah bilang: "saudara Ouw, siapakah itu bala bantuanmu"!"
Kwang Tan memainkan matanya, mengedipkannya, kemudian baru menjawabnya. "ilmu sejati tidak disampaikan kepada enam telinga, maka dari itu, setelah tiba saatnya, baru akan ketahuan!"
Nona Cin merasa kurang enak dihati. Untuk urusannya, ia harus membuat orang pusing dan mungkin menghadapi bahaya, Maka dengan sorot mata yang bersyukur, ia mengawasi Kwang Tan.
Kwang Tan bisa melihat sikap gadis itu, berduka dan berkuatir, maka pemuda ini tertawa.
"Jangan takut atau berkuatir, nona!" ia menghibur sambil tertawa lebar, "Malam ini bencana akan berobah menjadi keselamatan!"
Gadis itu bersenyum juga tanpa mengatakan apa2 dan kedukaannya tidak juga lenyap wajahnya tetap guram dan ia menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia telah mengawasi Kwang Tan dengan sikap bersyukur sekali.
Kwang Tan melihat sikap gadis ini, ia menoleh kepada Giok Bian San dan Bun Lay, dia bilang: "Nona Cin memperoleh gempuran bathin hebat sekali, lihat, bagaimana dia sangat berduka!"
Kedua pemuda itu cuma bersenyum saja. mereka tidak mau menggoda pemuda pelajar yang tampaknya memiliki semangat tinggi itu, juga sigadis tengah berduka, karenanya mereka tidak mau menggoda menambah kedukaan gadis itu saja.
Ang Cit Ku sendiri terus meneguk araknya sampai menepuk2 tangannya sambil tertawa, ia bilang: "Anak2 jangan keterlaluan ya! Hati-hati nanti pembalasan datang !"
Mendengar perkataan Ang Cit Ku seperti itu, Cin Siu Hoa likat sendirinya. ia mengerti tentunya orang itu telah dapat menangkap arti sinar matanya tadi ia segera menunduk.
Sedangkan Ang Cit Ku sambil meneguk araknya, masih terdengar tertawa-tawa. "Baik, mari kita berangkat sekarang!" kata Ang Cit Ku kemudian ia tertawa lebar, dan meletakkan sepotong perak diatas meja, setelah mana ia melangkah paling dulu.
Kwang Tan semua mengikuti tanpa banyak bicara. Waktu itu sudah jam dua. Diluar sudah jarang orang berlalu lalang. Waktu Kwang Tan mengawasi dengan cermat, ia mengawasi tidak jauh dari tempat mereka, ada si jangkung kurus bersama lima orang kawannya, tengah berdiri dengan wajah yang bengis.
Ia menjadi mendongkol bukan main dan segera juga ia melangkah cepat, lantas dengan satu lompatan ia tiba, dihadapan mereka. Tepat dihadapan si-jangkung kurus. Sambil tertawa dingin ia bilang: "Aku lihat kau tidak kenal kapok, tuan! Apakah kataku tadi?"
Si jangkung kurus itu waspada, sekarang iapun berani, karena ia berada bernama kelima orang kawannya, dia telah bilang dengan sikap bengis dan bersiap sedia untuk menyerang kepada lawan, jika saja dirinya ini terancam:
"Tadi aku alpa!" sahutnya keras, "Kau jangan jumawa! Aku menerima perintah dari Hoan Hiocu untuk jadi penunjuk jalan."
Kwang Tan memperdengarkan ejekan: "Hemm!" mendadak tangan kirinya menyambar lengan orang itu, lalu tangan kanannya menggaplok, menyusul itu, tangan kirinya dilepaskan sambil didorongkan dan kaki kanannya
terangkat. Tidak ampun lagi si jangkung menjerit keras.
"Aduh !" tubuhnya terpental membentur kelima orang kawannya, sehingga mereka terhuyung dua orang diantaranya turut rubuh terjengkang.
Kwang Tan terus memandang tajam pada yang tiga orang, ia tertawa dingin dan membentak mereka: "Cepat kalian lari sambil menggoyangkan ekor kalian atau kalian akan mengalami sama dengan apa yang telah kalian lihat!"
Ketiga orang itu jeri, dengan masing-masing menolongi tiga kawannya, mereka lari ngacir ketakutan meninggalkan tempat itu.
Ang Cit Ku dan yang lainnya jadi berdiri bengong tertegun. Hebat sepak terjang Kwang Tan! Mereka tidak menyangka bahwa pemuda ini yang tampaknya lemah,
begitu sebat dan ternyata lihay luar biasa, Begitu tangan kirinya akan bergerak, segera musuhnya itu dapat dibikin jungkir balik, mulutnya juga sangat tajam.
Sedangkan Bian San dan Bun Lay yang melihat itu diam2 jadi kagum bukan main. Biasanya mereka kagum diri sendiri. Merekalah murid-murid orang lihay, merekapun sudah berkelana. Tapi sekarang mereka heran.
Nona Cin pun mengawasi tajam, sinar matanya menunjukkan dia kagum sekali. Bukankah Kwang-Tan mirip seorang pelajar yang lemah" Tapi yang disaksikannya tadi justeru memperlihatkan Kwang Tan hebat dan lihay sekali.
Mereka berjalan terus kebukit yang terpisah dari tempat itu hanya lima belas lie disebelah timur, sedang penduduknya cuma kurang lebih empat ratus keluarga. Tempat itu dinamakan bukit karena disana sini ada
gundukan-gundukan tanah yang tinggi dan sepi. Jadi, untuk bertarung disana, tempat itu memang tepat sekali.
Ang Cit Ku ingin menguji ilmu meringankan tubuh dari Kwang Tan dan kedua orang keponakannya, yaitu Bian San dan Bun Lay. Segera juga ia lari keras dan cepat sekali,
tubuhnya seperti bayangan saja berkelebat-kelebat.
Sebentar saja ia telah melewati tujuh atau delapan lie . Segera ia heran dan kagum. Sipemuda dengan cepat dan mudah dapat mendampinginya, sedangkan Bian San dan Bun Lay serta Cin Siu Hoa tertinggal jauh dibelakang,
napas mereka juga memburu keras dan cepat, berbeda dengan Kwang Tan yang dapat berlari mengikuti disampingnya dengan mudah sekali.
Untuk menantikan Cin Siu Hoa dan berdua Bian San serta Bun Lay, Ang Cit Ku memperlambat larinya.
Waktu itu Bian San dan Bun Lay telah dapat menyusul, mereka berdua menggenggam tangan Kwang Tan.
"Saudara Ouw, hebat ilmu meringankan tubuhmu!" memuji mereka. Sedangkan Kwang Tan cuma tersenyum dan lalu mengeluarkan kata-kata merendahkan diri.
-ooo0dw0ooo Jilid 31 MEREKA kemudian berlari lari terus. Angin dingin menyampok muka mereka, sedangkan Ang Cit Ku tambah kagum juga, ia tidak menyangka bahwa pemuda yang semula dikiranya sebagai kutu buku, memiliki kelihayan demikian hebat.
Dikala mendekati bukit, dua sosok bayangan muncul dari pinggiran, segera mendengar suara mereka yang tegas sekali:
"Apakah ada Tianglo dari Kaypang disana?"
Kwang Tan menduga orang2 itu adalah dari pihak Kaypang, yaitu partai pengemis ia segera melompat untuk mendahului keempat orang kawannya, ketika ia sampai didepan kedua orang itu, mereka menekuk sebelah lutut, sambil berkata nyaring.
"Kim Lung Pa dari Cio-kee-cung bersama muridnya, Cit Liong In, menyambut Tianglo!"
"Jangan banyak peradatan Kim Cusu!" kata Kwang Tan sambil cepat2 memimpin bangun mereka. "Malam ini aku mengajak beberapa orang kawan untuk mengurus satu persoalan. Dan kau membawa berapa banyak saudara?"
"Dua puluh lima orang." sahut Kim Lung Pa dengan sikap menghormat sekali, "Mohon tanya Tianglo, mereka hendak diatur bagaimana?"
"Kalian bersembunyi saja disekitarku," Kwang Tan memberitahukannya. "Kecuali aku terdesak, kalian jangan memperlihatkan diri! Pengaruh Kui Bwee Pang memang besar sekali jangan kita menimbulkan ancaman bahaya di belakang hari."
Kim Lung Pa mengangguk mengerti sambil memberikan janjinya dengan sikap menghormat.
Kwang Tan mengawasi Cit Liong In, pengemis yang berusia setengah baya.
"Saudara Cit, pandai kau bekerja!" katanya kemudian. "Aku mewakili Tianglo kita memberikan pujian padamu!" "Terima kasih!" berkata Cit Liong In.
"Sekarang cepat kalian mengatur!" bilang Kwang Tan memberikan perintahnya. Kedua pengemis itu nenekuk pula kaki mereka, lantas mereka menghilang ditempat dari mana tadi mereka muncul.
Ang Cit Ku dan yang lainnya telah menyusul, mereka mementang mata mereka karena heran bukan main.
"Hebat sekali kau kongcu!" kata Ang Cit Ku kagum. "Kapan kau menjadi Tianglo dari Kaypang!"
Kwang Tan tertawa.
"Aku ini adalah Tianglo tiruan." sahutnya. "Aku cuma batoknya belaka, tanpa ada isinya!" Ang Cit Ku menduga pasti ada rahasianya ia terpaksa menutup mulut, melainkan alisnya mengkerut. Karena
Kwang Tan telah berlari pula, ia pun segera menyusulnya, demikian juga dengan yang lainnya.
Cuma saja Ang Cit Ku dan yang lainnya tambah kagum dan diam2 menghormati pemuda ini, mereka melihatnya biarpun usia Kwang Tan menyimpan diri, karena masih muda, ia pandai sekali
ia dapat mengelabui matanya,
betapa ia seperti seorang kutu buku yang tidak mengerti ilmu silat.
Padahal ia seorang yang lihay sekali dan bahkan memiliki kedudukan tinggi, sebagai Tianglo dari Kaypang. Betapa tidak mengherankan dan mendatangkan rasa kagum yang sangat.
Segera juga mereka tiba di kota bukit itu. Dari jendela berbagai rumah tampak cahaya sinar api, Lalu diantara suara ramai, terlihat munculnya tujuh atau delapan orang.
Diantara mereka itu, seorang yang bertubuh tegap, telah berkata dengan nyaring, diiringi sebelumnya oleh
tertawanya: "Ang Locianpwe maaf, Hoan Lu telah terlambat menyambut!"
Ang Cit Ku tertawa lebar, ia menyahuti. "Hoan Hiocu, kau terkenal di empat penjuru lautan, aku si orang she Ang
telah lama mendengarnya. Aku tidak sangka bukan orang yang mendekati, hanya jalanan yang menghampiri, maka juga dibukit ini kami bertemu satu dengan yang lainnya!"
"Ohhhhh, Ang Locianpwe bagus kata-katamu itu." kata orang she Hoan itu.
Tadinya mereka berada ditempat yang gelap, atau lantas mereka dapat melihat jelas dan tegas satu dengan yang lainnya. Pihak Kui Bwee Pang telah menyalakan delapan buah obor besar, yang apinya segera memancarkan cahayanya yang terang benderang.
Ketika Hoan Lu melihat nona Cin Siu Hoa ia membentak: "Cin Siu Hoa! partai kita memperlakukan engkau dengan baik, mengapa kau minggat! Mengapa disepanjang jalan kau melukai saudara-saudara kita" Hari ini atas perintah Pangcu, aku hendak membekuk kau! Apa katamu sekarang?"
Siu Hoa pun gusar sekali, ia memandang dengan mata yang bersinar dan gigi yang terkertak nyaring, karena rupanya nona Cin merasakan dadanya berdegup seperti hendak meledak oleh amarahnya.
"Tua bangka jahanam!" ia berteriak berani sekali "Menyesal nonamu tidak dapat membeset kulitmu untuk gegaras dagingmu! Mengapa kau berulangkali membujuk pangcu memaksa mengambil aku menjadi gundiknya" Bukankah itu suatu kejahatan dari otakmu?"
Dibeber berterang keburukannya, Hoan Lu gusar bukan main, Tapi ia masih dapat tertawa dingin, suaranya seram. Lantas ia menuding si nona, menyusul mana segera terlihat munculnya lima atau enam puluh orang, yang terus melakukan pengepungan, mengurung, ia bilang, suaranya dalam:
"Manusia yang mau mampus, lihatlah saudara-saudara ini yang akan membekuk kau untuk dibawa pulang ke gunung, jangan kau menyeret-nyeret celaka pada sahabatsahabatmu, baik-baik saja kau ikut kami, aku tanggung akan keselamatanmu!"
Cin Siu Hoa jeri juga melihat begitu banyak orang Kui Bwee Pang, mukanya jadi pucat, sedangkan Ang Cit Ku tenang2 saja, bahkan ia dapat tersenyum2.
Cin Siu Hoa melirik kepada Bian Sian, ia telah tertawa dingin. sedangkan Bun Lay, tengah berwaspada dengan sikap serius. Hanya Kwang Tan yang tengah berdiri dengan
sikap seenaknya, seperti juga ia memandang ringan kepada musuh-musuhnya.
Sedangkan sigadis Cin Siu Hoa telah maju mendekati Hoan Lu. ia bilang "Hoan Lu, jangan kau mengandalkan
jumlah yang banyak." katanya itu disusul dengan tertawa dinginnya. "Aku tetap tidak akan jeri berurusan dengan engkau, manusia hina."
"Ya!" bentak Bun Lay berani sekali. "Memang kami tidak jeri berurusan dengan manusia tidak berguna seperti kalian. Buat apa kalian banyak tingkah dihadapan kami" Nona Cin merupakan seorang nona yang bebas dan
merdeka kemana ia hendak pergi, dan dia juga tidak mau menyusul dirinya kepada Kui Bwee Pang, mengapa kalian hendak menawannya?"
Hoan Lu tertawa dingin.
"Kau siapa tuan?" tanyanya dengan suara dan sikap yang dingin, Bagaimana kau berani banyak lagak didepanku.
Sengaja Bun Lay bersikap jumawa.
"Tuan mudamu adalah Bun Lay!" ia memperkenalkan diri, "Kau telah mendengar jelas bukan!"
Hoan Lu terkejut sekali. "Kabarnya didalam dunia Kangouw muncul dua juga muda, apakah salah seorang adalah dia ini?" diam2 Hoan
Lu berpikir didalam hatinya
ia pun segera mengawasi tajam, sampai akhirnya ia bilang: "Kiranya kau! Aku ingin belajar kenal dengan kepandaiannya."
Hiocu itu maju untuk menghadapi Bun Lay tapi baru saja ia bergerak, orang dibelakangnya melompat kedepan. "Tongcu, serahkan dia padaku!" katanya sambil
memperkenalkan diri sebagai Khek Siu, iapun langsung berkata dengan mengejek kepada Bun Lay. "Pemuda tidak tahu diuntung, justeru tanah merah ini adalah tempat buat kuburanmu!"
Bun Lay tertawa dingin, ia segera maju menyerang, Kedua tangannya meluncur kearah pundak, Khek Siu kaget. inilah tidak pernah disangkanya. Tapi ia masih bisa mundur sambil kedua tangannya dirapatkan untuk mengacip tangan penyerangnya tersebut.
Bun Lay tertawa dingin lagi, kedua tangannya ditarik pulang, Disamping itu, kaki kanannya digeser, kaki kirinya menyusul untuk berada disisi lawannya, dan tangan kirinya meninju kepunggung.
Memang gesit gerakannya itu, sampai Kwang Tan bersenyum memujinya. Tidak kecewa Bun Lay menjadi murid dari partai kenamaan bahkan juga namanya cepat sekali terkenal di dalam rimba persilatan.
Khek Siu menyambut tangan lawannya, tetapi ia kalah sebat, punggungnya kena terhajar matanya pun berkunang-kunang. menyingkir.
Tapi Bun Lay menyusuli lagi dengan depakan pada kempolan musuh, maka sekalian dengan itu, tubuh Khek Siu telah terjungkel meloso jatuh tujuh atau delapan tombak jauhnya.
Hoan Lu terkejut. Terlalu cepat akhir dari pertempuran tersebut. Khek Siu adalah seorang diantara delapan Lohan yang berada di bawahannya, golongan Lo Han Tong. ia mengetahui dengan bahwa Khek Siu telah mencapai tingkat enam atau tujuh dalam ilmu dalam dan ilmu luar. Dengan terpaksa ia perintahkan orangnya menggotong bawahannya tersebut.
Segera muncul orang yang kedua, yang lantas memperkenalkan diri sebagai Jiauw Yah, si Malaikat gelarannya.
kecuali merasa sakit, ia melompat untuk
Iapun telah memaki Bun Lay sebagai binatang cilik yang mencari mampus, bahkan ia telah berkata: "Kau terimalah kematianmu sekarang ini?"
Dia membarengi dengan menyerang mempergunakan kedua tangannya yang dibalik, sehingga terlihat senjatanya, Ngo Tok Kwee Jiauw Liam, arit mirip cakar ayam yang telah dipakaikan racun disekujur senjata tersebut, maka jika mengenai sambaran ditubuh lawan, niscaya korban senjata ini akan keracunan dengan segera.
"Anjing cilik tidak tahu mampus, apa kau tidak mau mengeluarkan senjatamu?" "Malam ini kau harus tegurnya jumawa sekali.
merasakan racunku yang memutuskan arwah."
Bun Lay gusar, tapi waktu ia hendak menghunus pedangnya, Bian San sudah melompat kedepan.
"Suheng, berikanlah aku yang katanya. Bian San tampaknya sudah tangannya yang gatal, karenanya ia ingin mewakili Bun Lay. sedangkan Bun Lay tertawa ia mundur.
Bian San menghunus pedangnya, ia mengulapkan itu kedepan lawannya yang jumawa itu, itulah tantangannya secara membungkam. Sebab memang tidak sudi ia banyak bicara.
Jiauw Yan menjerit saking gusar, ia lantas menyerang. Bian Sin menggeser ke samping, pedangnya ia membabat. Atas itu orang Kui Bwee Pang itupun berkelit, sesudah mana dengan gesit dia maju pula, untuk menyerang.
layani bangsat ini!"
tidak bisa menahan Sekali ini dia menyerang saling susul, untuk mendesak. Senjatanya dipakaikan racun, yang telah diborehkan dengan baik sekali, siapa yang terkena senjata itu, celakalah orang itu!
Bian San berlaku tenang, ia putar pedang nya untuk membela diri, itulah ilmu pedang yang sangat tinggi sekali. Sinar hijau dari pedangnya berkilauan, anginnya bagaikan men-deru2 hebat sekali, Maka serulah pertempuran yang terjadi diantara mereka. sedangkan dipihak Kui Bwee Pang, yaitu Jiauw Yan, memang jauh lebih lihay dari Khie Siu.
Akhirnya Bian San melayani terlalu lama. jadi habis sabar, tidak sudi ia Mendadak ia bersiul, lantas ia
menyerang tiga kali beruntun, ia mengincar tiga jalan darah Sin-ciang, Kiebun dan Khie-hay. Baru sekarang Jiauw Yan terkejut. Sinar pedang menyilaukan matanya menyambar kesana kemari
menimbulkan angin yang sangat dingin.
Cepat-cepat ia menutup diri dengan sepasang aritnya itu. Bian San maju terus, pedangnya segera meluncur. Sia-sia Jiauw Yan menutup diri, pedang tokh menyambar juga
tanpa bisa dicegah,sampai dia menjerit dan mandi darah, tubuhnya rubuh.
Tapi dikala tubuh, ia melontarkan aritnya yang seketika terbang menyambar kepala lawannya, itulah arit yang ditangan kanan.
Untuk membela diri tampak Bian San hendak menangkis dengan pedangnya.
"Jangan!" teriak Bun Lay. "Mundur !"
Bian San kaget, tidak sempat ia menarik pulang pedangnya, maka kedua senjata beradu. Lantas racunnya arit menyambar kearah musuh.
Ang Cit Ku melihat ancaman bahaya untuk sipemuda, ia berseru sambil melompat maju, kedua tangannya dipakai menyerang dengan pukulan "Udara Kosong" maka dari itu
racun yang bagaikan pasir, meluncur kelain arah, kearahnya Hoan Lu!
Hiocu itu terkejut. ia lompat mundur, sambil melompat seperti itu, iapun menyerang dengan pukulan Udara Kosong. Maka pasir beracun itu berhamburan ketempat kosong.
Coba ada yang tubuhnya menjadi bingung, takutnya bukan main.
Bian San gusar sekali, maka ia lompat kepada Hauw Yan. Dia menikam leher musuh sehingga darah musuh muncrat menyembur keras sekali, memerahi sekitar tempat itu.
Hoan Lu menyadari bahaya dan atas isyaratnya, orang2nya semua maju mengepung rapat sekali, siap untuk menerjang. Ia sendiri tertawa menghina, katanya. "Ang Taihiap, tidak pantas perbuatanmu itu! Tidak pantas kau mencampuri urusan orangku yang buron melarikan diri buat berhianat! Sedang sekarang kau melukai dua orang kami, dua murid dari Lo Han Tong!
"Baiklah kau serahkan wanita busuk itu, agar permusuhan dapat dibikin habis. Jika tidak, hemmm! Aku mau lihat apa kau bisa lolos dari bukit ini?"
Ang Cit Ku tidak jeri, ia tertawa terbahak-bahak nyaring. lolos dan mengenai tubuhnya, pasti hitam dalam sekejap, ia kaget dan "Hoan Hiocu, urusan didalam dunia mesti diurus orang
dalam dunia juga!" katanya. "Disini tidak ada soal anggota melarikan diri atau bukan. Aku malu untuk Kui Bwee Pang, karena untuk seorang anggota wanita saja, kalian datang dalam jumlah sangat besar! Baiklah kau ketahui, aku hendak mencampuri urusan
ini! Aku dengar lihay sekali lenganmu yang berpasir hitam, Hek See Ciang, maka dari itu jika kau tidak puas, kau keluarkanlah ilmu andalanmu itu !"
Bukan kepalang gusarnya Hoan Lu, tanpa mengatakan sepatah perkataanku segera juga tubuhnya melesat buat menyerang Ang Cit Ku, dahsyat sekali ia mengincar batok kepala si-pendek ini.
Kembali Ang Cit Ku tertawa, hanya saja sekarang ia masih mengibaskan tangan bajunya yang gedombrangan, ia telah mempergunakan ilmu silatnya yang dia beri nama
Ngo Heng Ciang atau Tangan Lima Logam.Tangan mereka lantas bentrok secara hebat sekali, sama-sama mereka mundur dua tindak.
Ang Cit Ku kagum atas ketangguhan musuh, maka ia segera menyerang, Dengan tangan kiri ia mengibas kekanan, tangan kanannya berbareng menyerang keiga musuh.
Hoan Lu tertawa dingin, tangan kirinya menangkis, ia mempergunakan jurus: "Burung Hong Menghadap Kelangit" tapi Ang Cit Ku bersiasat dengan tangan kirinya
yang tadi dipakai menggertak, ia menyerang lagi!
Inilah yang tidak disangka oleh Hoan Lu, ia kena terhajar sampai tubuhnya mental, tapi dia tidak rubuh, maka itu, musuhnya mendesak terus. Dalam gusarnya. iapun melakukan perlawanan yang sama serunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ang Cit Ku tidak menyayangkan tangannya, terus menerus ia menyerang hebat untuk saling bentur, maka itu, lewat delapan puluh jurus, Hoan Lu sudah mandi peluh, benar ia belum terkalahkan, tapi ia sudah merasakan tangannya tidak dapat lagi bertahan lebih lama ternyata ia yang terdesak hebat.
Manyaksikan demikian, kawanan Lo Han berseru, terus saja mereka maju untuk mengeroyok. Semenjak tadi, mereka memang mengepung dengan waspada. Lantaranya majunya mereka, maka kurang lebih lima puluh kawan mereka, yang mengurung dari sebelah luar, juga sudah memperciut kepungan mereka.
Ang Cit Ku gusar sekali melihat cara orang-orang Kui Bwee Pang dengan sikap tidak tahu malunya itu, sedangkan Bian San dan Bun Lay jadi gusar dan murka, sambil berseru mereka maju untuk merintangi kawanan Lo Han tersebut, agar Ang Cit Ku tidak terkeroyok oleh mereka.
Hoan Lu mendapat hati, karena majunya kawan2nya itu, perlawanannya jadi gigih lagi dari itu, tidak dapat Ang Cit Ku segera merubuhkannya!
Hati nona Cin Siu Hoa jadi tidak tenteram, tidak dapat dia berdiam diri saja, menyaksikan orang mengadu jiwa untuknya. Maka ia menghunus pedangnya, bermaksud melompat maju.
"Tahan !" mencegah Kwang Tan dengan cepat sambil menggelengkan untuk kau turut siasatku, jangan kuatir, musuh tidak akan dapat mencapai maksudnya!"
Cin Siu Hoa berdiam diri saja, tapi ia tetap tidak tenang hatinya, ia bergelisah karena menguatirkan keselamatan Ang Cit Ku dan kedua pemuda itu. Bian San dan Bun Lay. kepalanya dan tersenyum. "Berbahaya
maju, nona... kau dapat menggagalkan Akhirnya dalam suatu kesempatan dia menoleh memandang kepada Kwang Tan, dimana Kwang Tan waktu itu tengah tersenyum kepadanya, maka iapun bersenyum.
Kwang Tan tidak ikut maju disebabkan majunya Bian San dan Bun Lay. ia mengerti jika ia turun tangan, sigadis Cin tidak ada yang lindungi.
Ia segera memikirkan akal lain ia segera pasang mata sekelilingnya, Dengan cepat ia telah memperoleh jalan. "Nona Cin." ia berkata kemudian, dengan suara yang perlahan, "Aku hendak turun tangan, kau baik2 jaga dirimu, juga jangan sampai kau kena dibokong!"
Setelah berkata seperti itu, sipemuda memperdengarkan suaranya seperti "Naga Mengalun" lantas tubuhnya bergerak. Sejenak saja ia sudah masuk dalam gelanggang pertempuran.
Cin Siu Hoa heran dan kagum, cuma sekelebatan atau orang telah lenyap dari sampingnya.
Hoan Lu tengah menyerang Ang Cit Ku atau mendadak ia merasakan lengannya yang kanan jadi kaku kesemutan didepan matanya berkelebat sesosok bayangan, bayangan dari seorang pemuda tampan yang muncul begitu tiba2 didepannya.
Nyata lengannya itu dijepit tiga jari tangan sipemuda, dadanya terus terasa sesak, mengalirnya darah bagaikan mandek.
"SEMUA berhenti!" berseru Kwang Tan, dengan suara yang angker dan sikap yang keren, suaranya juga sangat nyaring berpengaruh.
Ang Cit merasakan siapa tahu biasa. Didalam hati ia diam-diam bilang: "Pemuda ini benar-benar hebat sekali, hemm jarang ada orang selihay dia!"
Sedangkan Bian San dan Bun Lay baru saja merubuhkan empat orang, ketika mereka melihat majunya sipemuda, bahkan luar biasa hebatnya kepandaian Kwang Tan yang mereka saksikan, sehingga mereka jadi girang dan kagum sekali.
Dengan berbareng mereka melompat mundur dan berdiri disisi Cin Siu Hoa. Ku memandang heran betapa Hoan Lu akan muncul sipemuda dengan gerakan dan kagum, ia telah
kehabisan tenaganya, yang luar
Pertempuran tercengang.
"Hoan Lu. tanya Kwang berhenti dengan segera, Semua penjahat kau sekarang hendak mengatakan apa"!" Tan dengan suara yang dingin pada pemimpin Kui Bwee Pang tersebut.
Bahkan berulangkali sengaja Kwang Tan memperdengarkan suara tertawa dinginnya. Muka Hoan Lu berobah merah padam dan pucat bergantian, ia kaget mendapatkan pemuda yang tidak dikenalnya itu demikian lihay.
Ia mengerti, rusaklah lengannya andaikata ia berusaha meronta. Tapi ia benar2 berkepala besar, kepala batu dan juga selalu angkuh terhadap siapapun juga.
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Memperoleh pengalaman pahit seperti ini sikap congkaknya malah telah membuat ia tidak mau mengakui begitu saja bahwa ia menyerah.
"Aku alpa maka aku tertipu kau?" katanya berani, "Apa yang harus kukatakan" Tidak takut aku untuk mati, hanya sayang dirimu, kau tidak akan lolos dari tangan kami juga!"
Kwang Tan tertawa lagi.
"Hemmm! jadinya kau mengandalkan jumlah yang banyak?" katanya kemudian mengejek "Baiklah!" ia lantas berpaling kesamping untuk berkata nyaring: "Saudara Cit Liong In dengarlah baik-baik! silahkan kalian memperlihatkan diri kalian agar mereka ini bisa melihat!"
Suara itu disambut seruan diempat penjuru mereka, lantas bergeraknya dua
puluh lebih orang, yang lantas mengambil sikap mengurung rombongan Kui Bwee Pang itu.
Menyaksikan demikian semangat Hoan Lu seperti meninggalkan raganya. kagetnya juga tidak terkira.
"Hoan Lu" kata Kwang Tan tertawa mengejek, "Ini dia sicangcorang mau menangkap tonggeret! Dibelakangnya ada siburung gereja! Maka percuma saja segala siasatmu."
Kata2 ini disusul dengan tenaga menjepit yang diperkeras, atas mana pemimpin Kui-Bwee Pang segera
memperdengarkan jerit kesakitan yang hebat.
Tiba2 saja ia merasa seperti digigit ratusan ular berbisa, yang pagutan nya keras sampai keulu hatinya. Membuat Hoan Lu merasa gatal dan sakit luar biasa, di luar kehendaknya, ia mengucurkan air mata.
"Anjing tua, dengarlah baik2! " Kwang Tan membentak keras, "Asal kau menerima baik dua syarat dariku, kau akan memperoleh pengampunan! Jika memang tidak mau menerima kedua syarat itu, kau akan merasakan siksaan tujuh hari yang akan meminta jiwamu pada hari kedelapan!"
"Aku orang she Hoan akan menerimanya, kau sebutkan saja, tuan!" kata Hoan Lu lemah, ia putus asa dan terlalu menderita, ia sudah tidak sanggup untuk menderita lebih jauh, telah luntur pula nyalinya, tidak ada keberaniannya.
Maka dari itu, ia menurut saja, hebat pula ancaman lawannya, jika ia membangkang, maka ia akan menderita sehebat itu selama tujuh hari, selewatnya, maka menemui ajalnya, Dia belum mau mati. Makanya, tanpa memperdulikan rasa malu lagi, dia menyerah dan menurut saja.
"Yang pertama!" berkata Kwang Tan keras. "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak dapat kau mempersulit nona Cin Siu Hoa! jika apa saja yang terjadi pada diri nona Cin, engkau yang bertanggung jawab. Lalu yang ke dua adalah, mulai besok, kau harus bubarkan markasmu disini! Sepak terjangmu selanjutnya hanya terbatas dalam propinsi Thoasay saja, Bagaimana?"
Selesai berkata begitu, Kwang Tan mengawasi sambil tertawa, menanti jawaban.
Hoan Lu mati kutunya, ia mengangguk berulang kali tanpa bersuara. Kwang Tan tertawa, ia melepaskan jepitannya, untuk dengan cepat menotok jalan darah ciang-bun dari orang she Hoan tersebut, sambil tertawa ia berkata:
"Aku tahu kau sangat licin, terpaksa aku berbuat begini. Kau telah tertotok buyar tenagamu, maka itu selama setahun, tidak dapat kau mempergunakannya pula tenagamu, atau kau akan terluka ulu hatimu! Aku telah memberikan nasehatku ini, kau harus menurutinya baik2, agar tidak menyesal sesudah terlambat, agar jangan kau nanti sesalkan aku! Totokanku ini tidak dapat dibebaskan
oleh orang lain, siapapun orang itu!"
Ia kemudian memperlihatkan wajah yang bengis, dan berkata lagi! "Aku mengetahui kau tidak puas, maka aku hendak memperlihatkan kau! Kau beritahukanlah orang2mu untuk mereka berhati-hati2..."
Hoan Lu takut bukan main, ia menarik napas berduka. Setelah ditotok seperti itu, ia merasakan tenaganya buyar, tangan dan kaki nya semakin beku ia berdiam, walaupun ia sangat mengdongkol dan murka. Dengan sinar mata guram ia memandang sekalian Lohannya.
Se-konyong2 sekali terdengar siulan panjang yang diperdengarkan oleh Kwang Tan, tubuhnya berkelebat atau dalam sekejap mata saja, ia sudah kembali ketempatnya, dimana ia berdiri sambil menggendong tangan dengan wajah berseri-seri.
"Apakah artinya semua ini?" pikir Hoan Lu, heran ia lantas memandang keenam belas Lo Han, lantas ia jadi melongo. Mereka itu terlihat berdiri diam dalam berbagai sikap yang berlainan.
Semua mata mereka mendelik, alis mereka bangun, tangan mereka lagi mengancam dengan senjata masingmasing, Mereka benar2 mirip patung-patung Lo Han dirumah2 suci.
Juga Ang Cit Ku berempat jadi tercengang. Hebat pemuda ini memperlihatkan kepandaiannya. "Hoan Lu!" kata pula Kwang Tan, tertawa dingin,
"Masih ada satu hal yang kau harus ingat dan jangan melupakannya sampai kapan pun juga! Jika nanti kau bertemu ketuamu beritahukan pada dia bahwa dalam waktu dua tahun mungkin aku akan datang berkunjung kemarkasnya, digunungnya itu..."
Setelah berkata begitu, Kwang Tan menoleh kepada kawan-kawannya dan pemuda itu bilang: "Cit Liong In, mari kita pergi!" Lantas ia melangkah meninggalkan semua musuh itu.
Rombongan Cit Liong In lenyap, sedangkan Ang Cit Ku berempat mengikuti si pemuda menghilang juga didalam gelapnya sang malam hanya kesunyian yang ada ditempat itu, karena Hoan Lu dengan anak buahnya cuma berdiam bengong saja penuh ketakutan, marah dan putus asa menjadi satu.
WAKTU itu adalah bulan keempat. Saat dari pohonpohon atau bunga Yang-liu paling kuat memancing rupa2 perasaan manusia.
Didalam sebuah rumah penginapan di sebelah selatan Cio ke ciung, dengan kedua tangan memegangi tiang
pembaringan Kwang Tan tengah memandang keluar jendela dimana terdapat sebuah taman yang penuh dengan pohon2 Yang liu tengah tertiup angin sehingga bergoyang2 lembut dan lembaran2 bunganya terbang kedalam kamar memenuhi lantai.
Pula diwaktu pagi, langit terang dari cahaya matahari yang memancarkan sinarnya yang kuat. Langit bersih dari segala mega, warnanya biru. Pemuda ini memandangi langit, ia tengah melamun, maka juga terdengarlah suara bersenandungnya.
Malam tadi Kwang Tan pulang kerumah penginapan sesudah jam empat lewat. Tidak dapat ia memejamkan mata. Disepanjang jalan tadi semua orang bungkam, kecuali Cin Siu Hoa yang tidak hentinya menyatakan terima kasihnya.
Sedangkan Ang Cit Ku bertiga bungkam, karena mereka tengah berpikir keras, semuanya heran memikirkan tentang lihaynya sipemuda, tibanya dirumah penginapan, setelah saling memberi selamat malam, mereka masuk kedalam kamar masing- masing.
Sedangkan Bun Lay dan Giok Bian Sian heran atas kesebatan si pemuda. Ia cuma berkelebat, lantas musuh
menjadi seperti sekumpulan tanah liat dan patung!
Mereka melainkan melihat bayangan yang melesat, tidak lebih dari itu. Namun mereka merasakan ilmu silat mereka sudah mahir, sebelumnya mereka merasa bahwa didalam rimba persilatan sulit sekali orang menandingi mereka.
Tapi siapa tahu, justeru sekarang menyaksikan kepandaian Kwang Tan yang luar biasa, mereka sekarang merasa ilmu silat mereka itu memang terlalu rendah dan masih terpaut jauh dibandingkan dengan kepandaian yang dimiliki Kwang Tan.
Demikian juga apa yang dirasakan oleh Ang Cit Ku, karena semula ia beranggapan dirinya yang paling lihay. Pada dua puluh tahun yang lalu ia sudah menjagoi rimba persilatan, dan ia pun sudah dianggap sebagai tokoh tangguh dalam rimba persilatan.
Namun sekarang, menyaksikan kepandaian yang dimiliki Kwang Tan, seketika tampak bahwa Ang Cit Ku seperti rendah diri, dimana ia merasakan kepandaiannya jadi tidak memiliki arti apa2 lagi, dan ia masih memerlukan waktu empat puluh tahun jika ingin mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Kwang Tan!
Karena itu, Ang Cit Ku tidak hentinya berpikir keras, karena ia menyadarinya, walaupun bagai mana, tentunya guru Kwang Tan seorang tokoh persilatan yang luar biasa sekali.
Dan yang membuat mereka malu justeru pertama kali bertemu dengan pemuda itu, mereka menduga bahwa Kwang Tan tidak memiliki kepandaian apa2, mereka meremehkannya sebagai kutu buku, yang tidak mempunyai kepandaian ilmu silat.
Siapa tahu justeru pemuda yang mereka anggap lemah itu, adalah seorang pemuda yang memiliki kepandaian begitu luar biasa hebatnya! Belum pernah ia melihat orang lain yang memiliki kepandaian sehebat itu, maka tidak tahulah dia, sesungguhnya Kwang Tan dari partai persilatan mana". Walaupun ia luas pengalamannya dan pengetahuannya.
Pula aneh sekali, belum berusia dua puluh tahun pemuda itu sudah jadi Tianglo, suatu kedudukan yang tinggi didalam partai pengemis, dimana Kaypang-pun merupakan sebuah perkumpulan pengemis yang memiliki pengaruh
hebat didalam daratan Tionggoan, dengan peraturan yang sangat keras dan disiplin yang tinggi. Lalu, mengapa seorang pemuda bisa menjadi tianglonya"
Disamping sangat kagum, juga Ang Cit Ku memikirkan siapa sebenarnya pemuda itu. Ia muda dan gagah, Dimana
ia jadi teringat kepada Cin Siu Hoa, sigadis yang memang dikasihaninya! Dimana ia sebatang kara, tidak memiliki sanak atau famili.
Setelah bebas kali ini, kemana ia harus tempatkan diri" Maka itu, ia telah menghela napas tidak hentinya.
Ang Cit Ku tengah memikirkan keadaan Cin Siu Hoa, justru sigadis malah waktu itu tengah menangis dengan sedih mengalirkan air mata, karena ia sendiri tengah bingung, sekali ini ia telah lolos dari Hoan Lu dan orang2nya, dan ditolong oleh Kwang Tan berempat dengan Ang Cit Ku, Giok Bian San, Bun Lay.
Karena itu, dia tidak akan disiksa dan tidak mengalami penderitaan lagi, ia telah bebas, Tapi, kemana ia akan pergi" Kemana" ia bingung sekali, juga ia teringat betapa dirinya sebatang kara, maka ia jadi berduka dan menangis sedih sekali.
Kwang Tan sendiri masih lama juga berdiam didalam kamarnya, ia telah memikirkan untuk cepat2 berangkat ke Utara, tapi pertemuannya dengan Ang Cit Ku membuatnya terpaksa menunda perjalanannya.
Ia sangat iba mendengar riwayat Cin Siu Hoa yang menyedihkan, dan ia
benar-benar aman,
perjalanannya. harus menolong sampai si gadis
Karenanya ia harus menunda
Pa, katanya: "Jangan Kim Toako." Waktu itu Kim kedatangannya tergesa seperti itu untuk memberitahukan satu urusan yang penting, Ternyata peristiwa malam tadi,
sudah segera tersiar luas sekali, Kui Bwee Pang sudah
Benar ia berhasil dengan usahanya untuk menolong Cin Siu Hoa, dimana Cin Siu Hoa telah bebas, tapi ia seperti telah membuka rahasianya.
Akhirnya ia menghela napas, bangkit untuk pergi keluar. Baru saja ia mau melangkah, atau telinganya mendengar suara langkah kaki. Cepat sekali seseorang tampak berdiri dihadapannya. Ketika ia memperhatikaa orang itu, tidak lain Kim Lung Pa.
Malah Kim Lung Pa telah menekuk sebelah kakinya, ia berlutut memberi hormat, katanya: "Tianglo, Kim Lung Pa memberi hormat."
Segera juga Kwang Tan memimpin bangun Kim Lung banyak adat peradatan, bangunlah
Lung Pa baru mengerti, bahwa ditarik mundur, sayang sekali Kwang Tan terang2an menyebut nama Cit Liong In, dengan demikian orang2 Kui Bwee Pang mengetahui bahwa Kaypang membantui si pemuda.
Kui Bwee Pang telah menganjurkan kepada beberapa ketua perkumpulan ditempat itu untuk menegur Kaypang, yang dikatakannya sudah menimbulkan kekacauan dan ketentraman ditempat itu rusak karenanya.
Pihak Kui Bwee Pang juga telah menanyakan halikhwalnya sipemuda, agar diselidiki. Salah satu perkumpulan
perkumpulan yang mendukung Kui Bwee Pang adalah
yang bernama Liong Hauw Pang. partai
Liong Hauw Pang memiliki pengaruh diberbagai propinsi Utara ini.
Diam-diam ia telah menjadi tulang punggung beberapa orang pangeran dan juga golongan partai2 yang belum begitu kuat selalu bernaung dibawah Panji Liong Hauw Pang.
Karena itu tidak menguntungkan buat Kaypang jika bentrok dengan Liong Hauw-Pang tersebut. Waktu itu Cit
Liong In pun telah
pergi menemui Liong Hauw Pang, untuk menjelaskan bahwa pihak Kaypang tidak kenal orang yang membawa lencana partai Kay pang itu, sebab pihak Kaypang cuma kenal lencana dan tidak mengenal orang.
Tetapi jika Liong Hauw Pang tidak mau mengerti juga, tentu akan terjadi bentrokan. Kwang Tan jadi bengong. Hebat sekali orang rimba persilatan. Urusan kecil saja dapat berekor panjang, Bukankah ia cuma menolongi orang" Mengapa sekarang orang hendak memusuhinya" Liong Hauw Pang keterlaluan!
Dan Kwang Tan jadi mendongkol, maka ia berpikir untuk menyatroni perkumpulan itu memberi rasa dan mengajar adat.
Sedangkan Cit Liong ia telah berhasil untuk memberikan keyakinan bahwa pihak Kaypang tidak mengenal orang, tapi mengenal lencana pada pihak itu, kalau sampai
memang pihak Liong Hauw Pang masih mendesak Kaypang, berarti Kwang Tan harus berusaha untuk menegakkan pengaruh Kaypang.
Kim Lung Pa setelah memberikan laporan segera mengundurkan diri. Setelah Kim Lung Pa berlalu, Kwang-Tan jadi berdiri tertegun ditempatnya, sampai ia mendengar suara langkah kaki. segera ia melihat munculnya Ang Cit Ku berempat, Mereka telah bersenyum kepadanya.
"Ouw Tan Laote, kau bangun terlalu pagi." Sapa Ang Cit Ku yang memanggil Kwang Tan dengan sebutan Ouw Tan Laote, adik Ouw Tan, karena memang Kwang Tan memberikan nama sasarannya itu waktu pertama kali mereka bertemu.
Dan yang hebat, Ang-Cit Ku sebagai tokoh rimba persilatan yang memiliki nama besar, memangginya dengan sebutan adik, padahal usia Kwang Tan masih muda sekali.
"Sampai sekarang ini aku belum dapat tidur!" menyahuti Kwang Tan. "Karena sang fajar segera tiba, aku terus tidak tidur lagi!"
Ang Cit Ko melangkah masuk, segera duduk ditepi pembaringan ia melirik sejenak waktu berkata. "Laote, aku siorang tua juga tidak dapat tidur, Aku terus memikirkan ilmu kepandaianmu tadi malam, Dapatkah kau
memberitahukan aku, sebenarnya padaku berasal dari partai mana?"
Inilah yang Kwang Tan tidak sangka, untuk sejenak, ia melengak. "Hal ini, aku sendiri pun tidak mengetahui jelas!"
akhirnya ia menyahuti. "ilmu kepandaian itu bukan hal yang luar biasa, ia cuma berpokok pada kejelian mata, ialah menyerang dikala orang tidak bersiaga dan tidak berwaspada. Coba pihak sana sudah siap sedia pasti hasilnya tidak seperti yang telah terjadi."
Namun Ang Cit Ku menggelengkan kepalanya berulang kali, ia bimbang akan keterangan pemuda ini, karena ia yakin bahwa Kwang Tan tentu mendustainya.
"Tidak disangka Laote, kau pandai menyembunyikan diri," kata Ang Cit Ku kemudian. "Karena kau tidak sudi bicara, aku juga tidak berani memaksa, Ada satu lagi, kau demikian muda, bagaimana kau bisa menjadi tianglo dari Kaypang."
Kwang Tan tertawa. Justeru itulah kecerobohannya, kesalahan yang tidak akan dilupakannya seumur hidupnya, dimana Kwang Tan kelak akan jauh lebih hati-hati dalam melakukan sesuatu, seperti ia menyebut Cit Liong In secara berterang, yang membawa akibat cukup tidak sedap buat Kaypang.
"Jika aku bicara, locianpwe, kau tentu tidak percaya!" menjelaskan Kwang Tan. "Aku pernah menolongi seorang pengemis tua. ia mau membalas budi, maka diberikannya aku sebuah lencana seraya mengatakan, jika dalam keadaan bahaya, aku dapat mempergunakan itu untuk meminta bantuan kaum pengemis. Kalau pihak Kaypang melihat lencana itu mereka menganggapnya aku sebagai seorang
tiang lo partainya, sebagai wakilnya."
Ang Cit Ku menggelengkan kepalanya, bukan main sangsinya atas keterangan sipemuda.
"Semua itu hanya alasan belaka!" katanya kemudian. Tapi Kwang Tan pura-pura tidak mendengar menggerutunya si jago tua itu.
Cin Siu Hoa telah memberi hormat kepada sipemuda untuk menghaturkan terima kasih.
"Jangan!" kata Kwang Tan cepat, tangannya dikibaskan perlahan-lahan.
Nona Cin merasakan dorongan tenaga, yang mencegah ia menjura lebih jauh! Ia jadi mengawasi dengan sorot mata heran.
"Nona Cin, jangan mempergunakan banyak adatperadatan itu " kata Kwang Tan, "Adalah sudah kewajiban kita untuk saling bantu dan menolong orang lemah!" Kemudian dia memandang pada Bun Lay dan Bian San, untuk meneruskan perkataannya. "Saudara Bun dan saudara Giok Bukankah benar untuk menolong orang hingga akhirnya."
Kedua pemuda itu heran, mereka mengawasi. Kwang Tan tersenyum, ia bilang pula: "Nona Cin sudah lolos dari ancaman Kui Bwee Pang, tapi ia tetap sebatang kara, ia tidak bersanak kadang, maka ia aku pikir baiklah kalian berdua saja yang bersedia kiranya memujikan kepada
partai kalian, bahwa nona Cin memang sangat baik dan dapat di pertanggung jawabkan watak dan sifatnya agar ia dapat diterima menjadi murid partai kalian!
"Agar dengan demikian nona Cin dapat berlindung dan belajar ilmu silat lebih jauh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar perkataan Kwang Tan seperti itu, kedua pemuda tersebut tertawa. "Saudara Ouw, walaupun kau tidak menyebut demikian, kami berdua sudah memikirkannya!" menjawab Bun Lay sambil tersenyum.
"Jika nona Cin dipujikan kepada guru kami, tentu guru kami sudi menerimanya, kebetulan guru kami belum memiliki murid akhli waris"
Cin Siu Hoa girang bukan main mendengar pembicaraan itu, sampai dia mengeluarkan air mata, ia bersenyum, dia lantas menghaturkan terima kasihnya.
"Ahhh, celaka betul!" mendadak Ang Cit Ku berseru nyaring sekali "Eh, kalian enak saja bicara, kalian membuat aku si-tua jadi kesepian."
Kwang Tan dan yang lainnya terkejut, tapi akhirnya mereka tertawa, Hebat jago tua itu yang sangat jenaka. Baru orang berhenti tertawa atau mereka mendengarkan suara yang nyaring sekali, seperti juga ingin memecahkan angkasa, segera mereka melihat diluar jendela tampak tiga orang, yang dua tua, mukanya gelap, tubuhnya kurus, bajunya hitam.
Yang seorang lagi keningnya sebelah kiri ada empat buah tai lalat warna merah. Yang ketiga ialah seorang muda tampan dengan baju putih, sepasang alis panjang, cuma kulit mukanya yang putih, putih kebiru-biruan, sedangkan
matanya yang tajam memain tidak hentinya, suatu tanda kelicikannya. Dia terus memandang sigadis, mulutnya tersenyum ceriwis sekali.
Menyaksikan pemuda yang berada diantara kedua kawannya itu, tubuh Cin Siu Hoa jadi menggigil mukanya juga jadi berobah pucat, seperti juga berobah bagaikan masa mayat.
Sebaliknya Ang Cit Ku tertawa lebar, terus ia berkata: "Kukira siapa, tidak tahunya Thian Tee Siang Mo (Sepasang Iblis Langit dan Bumi)!" sambil berkata begitu, dengan tangannya menolak kedepan ia melompat keluar
dari jendela. Kwang Tan berempatpun menyusul dengan segera.
Pekarangan diluar jendela itu, yang empat tombak persegi, dengan kedua pihak berdiri masing2, tampak menjadi sangat sempit sekali.
Kedua orang yang disebut sebagai Thian-Tee Siang Mo itu. sepasang siluman dari Langit dan Bumi. melompat mundur dua tindak ketika Ang Cit Ku melompat keluar.
Ditempat berdirinya, mereka tampak tersenyum sinis dan congkak. "Orang she Ang, jangan berpandangan cupat!" kata mereka, "Belum apa2 segera juga kau menyerang kami! Kami bukan mencari kau! Mengertilah! Hutang kita yang lama, nanti datang kesempatan dan waktunya untuk dilunaskan!"
"Lalu mau apa kau datang kemari?" tanya Ang Cit Ku dengan suara yang tawar.
Orang tua muka hitam yang bermuka merah itu tertawa tawar. "Orang tua she Ang. inilah rumah penginapan!" katanya. "Kau dapat datang kemari, kami juga, Mari kita bercakap2 dengan terus terang. Kami datang kemari karena ajakan tuan ini !" Dan dia segera juga menunjuk sipemuda serta menambahkannya:
"Mari aku mengajar kenal, ini Giok Bian Pek Ie (Muka Kumala Berbaju Putih) Wu Sin, murid terpandai dari Tang Chin, yang sengaja datang kemari untuk bertemu dengan nona Cin Sin Hoa!"
Terkesiap juga Ang Cit Ku bertiga dengan Bun Lay dan Bian San, karena mereka sekarang mengetahui bahwa pemuda berbaju pulih itu adalah muridnya Tang Chin, iblis yang sangat menakutkan dari gunung Himalaya.
Mereka juga telah mendengar hebatnya Giok Bian Pek Ie Wu Sin, dimana Wu Sin merupakan tokoh muda yang sangat tangguh sekali, Dan sekarang mengetahui siapa itu
berpakaian putih tersebut Ang Cit Ku menunjukkan sikap menghormat, tapi nyatanya Wu Sin malah tidak menghiraukannya, ia bahkan memperdengarkan suara dihidungnya, matanya tajam dan galak, ia tetap menatap Cin Siu Hoa, akhirnya ia tertawa.
"Baiklah Adik Cin, sekarang kau sudah keluar dari Kui Bwee Pang, maka itu dapatlah kau ikut kakakmu pulang keHimalaya, Kakakmu akan memberi jaminan padamu, untuk selanjutnya pihak Kui Bwee Pang tidak akan mengganggu padamu."
Cin Siu Hoa berdiam diri, ia sudah menduga orang akan mengucapkan kata2 seperti itu. Melihat sigadis berdiam diri saja, Wu-Sin mengulurkan tangannya.
Cin Siu Hoa menyingkir kebelakang Kwang Tan, matanya menatap benci sekali!
Sedangkan Ang Cin Ku gusar melihat sikap jumawa dan galak ditambah ceriwis dari orang she-Wu tersebut, ia mendorong kearah pemuda itu sambil bentaknya: "Bocah yang baik, bagaimana kau berani berlaku kurang ajar dihadapanku siorang tua"!"
Wu Sin memperdengarkan suara mendengus hidungnya tangannya yang dipakai menyambar Cin Siu Hoa telah diputar balik, buat menyambuti tenaga dorongan Ang Cit Ku.
Kedua tangan itu segera juga bentrok keras, segera tampak tubuh orang tua itu mundur setindak, sedangkan Wu Sin miring pundaknya, itulah bukti, bahwa tenaga dalam mereka memang hebat dan lihay.
Dan dilihat hasil serangan itu memperlihatkan Iwekang Wu Sin masih menang sedikit dari Ang Cit Ku.
Ang Cit Ku sendiri kaget tidak terkira. Pemuda itu tangguh bukan main, ia lantas melihat juga Thian Te Siang Mo mengawasi ia sambil tertawa dingin, suatu tanda mereka memandang hina kepadanya, ia jadi gusar dan darahnya meluap.
"Bocah, mari coba sambut lagi satu kali." berseru Ang Cit Ku sambit menyerang.
Wu Sian tertawa dingin, memang ia tidak berkelit ia menyambut bahkan terus sampai lima kali.
Pertama kali bentrok, pundak mereka masing-masing terangkat, begitu yang kedua, ketiga, keempat dan kelima kalinya, Ang Cit Ku mundur empat tindak. Diluar dugaan, ia mundur diserang lebih dulu oleh Wu Sin.
Dengan muka yang bengis Wu Sin bilang. "Ang Cit Ku, kalau bukan tuan mudamu memandang nona Cin, hari ini pasti aku hajar mampus kau."
"Belum tentu sahabat." Ang Cit Ku tertawa lebar.
"Orang tua she Ang!" berkata Thian Tee Siang Mo yang bertahi lalat merah, yang suara memperdengarkan nada mengejek. "Jika kau menghendaki keputusan, disana ada tempat yang lapang, dimana kaki dan tangan bebas merdeka, agar jika kau mampus, jangan sampai kau penasaran!"
"Hemmm! Aku siorang tua she Ang belum waktunya mati!" kata Ang Cit Ku balik mencemooh. "Raja Akherat memberitahukan, menangkap aku ini berabeh! Maka juga lebih baik kalian yang pergi dulu."
la mengawasi Wu Sin untuk menantang "Kau berani pergi atau tidak?"
Wu Sin tertawa terbahak2, bengis sekali mukanya dan matanya memancarkan sinar yang tajam. "Karena engkau ingin mampus lebih cepat mengapa tuan mudamu tidak mau pergi" "jawabnya. Suaranya menyeramkan sekali, membuat orang menggidik sendirinya!
Dengan mata tajam dan membenci Ang Cit Ku mengawasi Wu Sin, setelah mana ia melompat melewati tembok pekarangan. Sangat gesit gerakannya, ia segera disusul oleh Thian Tee Siang Mo!
Wu Sin berdiri tegak ditempatnya, ia mengawasi Cin Siu Hoa sambil tersenyum, benar2 tampan dan manis. Cuma sinar mata nya itu memain tidak hentinya.
Bian San dan Bun Lay kuatir Cin Siu-Hoa nanti diterjang, mereka menjagai dengan pedang terhunus dan waspada.
Wu Sin mendelik kepada kedua pemuda itu kembali ia mengawasi sigadis.
"Adik Cin," kata Wu Sin kemudian. "Untukmu, aku telah memikirkan banyak
hari tidak perduli bagaimana sikapmu terhadapku, hatiku tetap ada padamu, maka juga selanjutnya kemana kau pergi, kemana aku akan menyusul. Bahkan sampai diujung langit juga!"
Baru sekarang, setelah berkata begitu, ia melompat melewati tembok.
Kwang Tan terus berdiam saja. Menyaksikan kegesitan Wu Sin, ia kagum. Dilain pihak, pasti ada sebabnya mengapa Cin Siu Hoa agak jeri pada pemuda itu. Maka ia anggap pasti ia harus turun tangan pula. Akhirnya Kwang Tan bersenyum.
"Mari kita pergi menonton!" katanya, mengajak ketiga orang kawannya. Berempat mereka melompat keluar, Mereka melihat sebuah tegalan luas didekat mana ada kurang lebih tiga puluh rumah. Di kiri kanan ada pengempang serta serombongan bebek dan angsanya.
Ang Cit Ku dan Wu Sin sudah berhadap-hadapan siap sedia, Mereka jalan berputaran saling mengawasi, mulut mereka bungkam. Setelah empat putaran, mendadak Ang Cit Ku telah berseru, kedua tangannya menyerang.
Wu Sin tidak menyambut serangan itu, ia berkelit dan berputar terus. Baru setelah di serang lagi, ia menangkis dan melayani berkelahi. Merekalah tandingan yang setimpal. Sampai tiga puluh jurus mereka tetap seimbang.
Setelah menonton sekian lama, Kwang Tan diam-diam berkata didalam hatinya: "Ang Lo cianpwe terkenal, tidak dapat namanya dirusak karena bocah ini!" ia terus bilang kepada Bian San dan Bun Lay:
"Saudara Bun dan saudara Giok, tolong kalian lindungi nona Cin, waspadalah kepada Thian Tee Siang Mo, agar mereka jangan main gila!"
Setelah itu ia ber tindak kedalam gelanggang seraya berkata: "Ang Locianpwe, buat melayani manusia jumawa ini cukuplah aku seorang diri! Mari berikan kesempatan kepada Boanpwe untuk turun tangan!"
Mendengar itu Ang Cit Ku segera lompat keluar gelanggang. Lompatannya itu ialah yang dinamakan
"Mengejar Gelombang Seribu Lapis", ia percaya si pemuda sanggup melawan Wu Sin, tapi tokh ia masih memesan: "Laote hati-hati."
Melihat majunya Kwang Tan, hati Wu Sin panas. Tanpa merasa ia jadi jelus dan cemburu. Sebab pemuda ini, yang
tampan selalu mendampingi Siu Hoa, sehingga ia menduga si gadis tidak melayani dia karena ada saingan-nya ini.
"Siapa kau"!" tegurnya dengan suara dan sikap yang bengis, "Mungkinkah kau orang yang semalam menunduki pihak Kui Bwee Pang"!"
"Tidak salah, itulah aku yang rendah!" menyahuti Kwang Tan tertawa tawar, "Tentang siapa aku, kau tidak sederajat untuk menanyakannya?"
"Kau terlalu jumawa." kata Wu Sin dingin. "Lebih2 kau berlagak dan bertingkah di depanku !" Wu Sin mengetahui musuh lihay, tapi ia tetap percaya kepada dirinya sendiri, atas kemampuannya dan kepandaiannya. Ia masih bimbang apakah lawan ini tidak menyiarkan berita secara berlebihan, dan juga orang-orang
lainnya tidak bercerita asap saja ngepul, membesar2kan tentang ketangguhan pemuda ini.
Sikap pendiam diri Kwang Tan pun membuatnya percaya bahwa pemuda ini justeru terlalu dipuji-puji melebihi dari kebenarannya.
Waktu itu Kwang Tan juga memperdengarkan suara tertawa mengejeknya.
"Kau juga terlalu jumawa." katanya tawar, sikapnya adem dan dingin sekali.
"Sudahlah sahabat, jangan mengadu lidah saja!" Wu Sin membentak "Kau sambut dulu tanganku, masih banyak kesempatan kelak untuk berlaku sombong." Kata2 ini segera diakhiri dengan serangan tangannya yang mendatangkan sambaran angin menderu-deru sangat kuat sekali.
Kwang Tan berdiri tegak, sambaran angin tidak mengganggunya, ia
telah menutup diri dengan ilmu pukulan Gunturnya, Karena Kwang Tan sekarang telah mencapai tingkat kepandaian yang tinggi, maka kekuatan dari ilmu Pukulan Gunturnya itu dapat dipergunakan sekehendak hatinya.
Dia bisa merobah ilmu Pukulan Guntur itu, jika untuk menyerang akan hebat sekali akibatnya, lawan akan hangus, jika dipergunakan untuk menutup diri, hawa Sinkang Guntur itu bagaikan perbentengan yang sangat kuat dan tangguh sekali, menyelubungi tubuhnya.
"Heran!" pikir Wu Sin, yang jadi takjub juga melihat serangannya tidak memberi hasil apa2, padahal ia begitu menyerang sudah mempergunakan ilmu yang diandalkannya.
Malah, lawannya yang masih berusia begitu muda, tidak mengalami sesuatu apapun juga, Karena-nya Wu Sin tidak mengetahui, entah Kwang Tan mempergunakan ilmu apa.
"Sekarang giliranmu menyambut seranganku!" berkata Kwang Tan tertawa dengan sikapnya yang tenang. "Aku ingin melihat kau sesungguhnya berderajat atau tidak untuk berlaku jumawa."
Kata2 Kwang Tan itu disusul dengan serangan ketiga dari jurus ilmu pukulan Guntur nya, Dulu waktu Kwang Tan pertama kali menguasai ilmu Pukulan Guntur, memang sangat dahysat sekali, ilmu pukulan itu, namun hanya bersifat keras saja, yaitu korban yang diserang niscaya akan menjadi hangus dan mati.
Tetapi justeru sekarang ini, ia telah mencapai tingkat yang lebih sempurna luar biasa dan mahir, berkat petunjuk yang diberikan Thio Sam Hong dan Thio Bu Kie, karenanya Kwang
pukulan Gunturnya
Tan dapat mempergunakan ilmu itu dengan baik sekali, sekehendak
hatinya, bisa lunak dan kemudian keras. Bisa juga ia mempergunakannya dengan bergelombang, ia mempergunakan jurus ketiga dari ilmu pukulan Gunturnya itu pun tidak sepenuh tenaganya, karena dia tidak mau membunuh Wu Sin, yang diketahuinya tidak
Panji Sakti 5 Pedang Pusaka Buntung Karya T. Nilkas Persekutuan Pedang Sakti 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama