Ceritasilat Novel Online

Pendekar Guntur 8

Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 8


Orang yang berbaju hitam itu sebaliknya jadi kaget sendirinya, sampai dia batal mencengkeram dan menarik pulang tangannya.
"Kau tidak melawan " Mengapa engkau tidak berkelit dan mengeluarkan kepandaian-mu "!" tegur orang berpakaian serba hitam tersebut, suaranya mengandung kemarahan dan bercampur dengan perasaan heran.
"Sudah Loceng katakan tadi, bahwa Loceng tidak memiliki kepandaian apa2, hanya pandai membaca kitab suci. Apa yang ingin Sicu paksakan kepada Loceng " Kepandaian apa yang harus Loceng keluarkan "!"
"Bukankah engkau memiliki kepandaian ilmu silat " Langkah kakimu tadi waktu keluar dari balik batang pohon itu begitu ringan tentunya kau lumayan. Mengapa sekarang menangkis seranganku ?"
memiliki ginkang yang
engkau tidak berusaha Pendeta itu tersenyum, sabar sekali sikapnya, katanya kemudian: "Jika memang Loceng pun mempergunakan
ilmu silat buat bertempur
dengan orang lain, itulah perbuatan yang tidak bagus, tentu sama saja dengan Loceng memperlihatkan, bahwa Loceng pun belum lagi memasuki pintu terang, maka bagi Loceng lebih baik dengan akal budi dan juga dengan kesadaran buat memberikan jalan terang kepada orang lain.!"
Bukan main mendongkolnya orang berpakaian hitam itu. "Dengan berkata seperti itu, kau hendak mengartikan bahwa engkau biarpun dihantam dan dihajar oleh orang lain, engkau akan membiarkan dirimu menjadi sasaran dari pukulan itu "!" tanya orang berpakaian serba hitam itu.
Pendeta itu mengangguk. "Ya, jika memang ada seseorang yang sampai hati buat memukul Loceng dengan mempergunakan tangannya, apa yang ingin Loceng katakan lagi " Nah Sicu, bukankah jika
urusan Sicu sekalian bisa diselesaikan dengan cara damai dan jalan yang baik, hal itu akan membuat Sicu sekalian lebih berbahagia "!"
Mendengar perkataan pendeta itu tertawalah orang berpakaian hitam
tersebut dengan suara bergelak-gelak, kemudian katanya: "Baiklah ! Baiklah pendeta bodoh ! Aku justeru ingin melihat, sampai dimana dan sejauh mana engkau bisa mengekang dirimu dengan ajaran2 Sang Budha. Terimalah pukulan ini !"
Berbareng dengan perkataannya, tangan orang berbaju hitam itu bergerak cepat sekali, menghantam kearah dada kanan pendeta itu.
Tetapi benar2 pendeta itu tidak menangkis sama sekali, tidak ada usahanya buat mengelakkan diri dari sambaran kepalan tangan orang berbaju hitam itu. Hal ini membuat
kedelapan orang yang memanggul bungkusan besar itu menguatirkan sekali keselamatan pendeta tersebut.
Namun mereka tidak keburu untuk melindungi pendeta itu atau menangkis serangan orang berbaju hitam itu, Tangan orang berbaju hitam tersebut meluncur sangat cepat
sekali, dan hanya terpisah beberapa dim lagi dari dada sipendeta.
Pendeta itu tetap berdiri tenang, sabar dan tersenyum,
sama sekali dia tidak berusaha berkelit atau menangkis. Dengan demikian, seperti juga pendeta itu memang sengaja membiarkan dadanya itu untuk dihantam oleh kepalan tangan orang berbaju hitam itu.
Dengan demikian, telah membuat semua orang mengawasi dengan mata berkuatir sekali, disaat itu tampak jelas, pendeta itu juga sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut, berkuatir ataupun jeri terhadap orang berbaju hitam itu.
Mukanya begitu bening, cerah dan juga memancarkan sinar yang mengandung kasih, sikapnya sangat sabar dan
dia hanya mengawasi saja
kepalan tangan dari orang berbaju hitam itu meluncur kearahnya. Orang berbaju hitam yang tengah menghantam dengan mempergunakan kepalan tangannya itu, jadi heran dan kaget sendirinya, karena ia sama sekali tidak
menyangkanya bahwa serangannya sama sekali tidak memperoleh perlawanan, dada pendeta itu seperti dipasang buat dihantamnya.
Tangan orang berbaju hitam itu sudah dekat sekali, sesungguhnya dia bingung untuk meneruskan pukulannya, Namun setelah ia berhasil menindih kebimbangannya itu, dia meneruskan kepalan tangannya itu menghantam si pendeta.
Disaat itu, pendeta tersebut tetap mengawasi tenang dan sabar sekali, Terdengar suara "Bukkkk !" yang nyaring tubuh pendeta itu tidak bergeming sama sekali, Diapun masih tetap tersenyum dengan wajah yang tidak berobah,
selain juga kepalan tangan orang berbaju hitam itu yang hinggap dadanya sama sekali tidak terlihat perasaan sakit.
Dengan demikian te!ah membuat orang berbaju hitam itu jadi heran sekali, karena ia tidak menduga bahwa kepalan tangannya tidak bisa menghantam rubuh pendeta itu.
Selain waktu kepalan tangannya itu hinggap didada si pendeta, dia merasakan dada sipendeta licin dan keras, sehingga kepalan tangannya itu yang melejit, seperti juga ia menghantam tempat yang berminyak.
Diam2 orang berpakaian serba hitam itu kaget, karena akibat melesetnya hantamannya itu, tubuhnya jadi terjerumus kedepan, hampir saja dia terjerembab.
Pendeta yang tenang dan sabar itu bergerak cepat sekali, dia telah mengulurkan kedua tangannya, mencekal kedua
lengan dari orang berpakaian serba hitam tersebut, katanya: "Hati2 Sicu... hati 2, jangan sampai jatuh !"
Dan memang pendeta itu bertindak seperti itu bukan hendak mengejek orang berpakaian hitam tersebut, dia
bersikap sungguh2. dimana dia memang hendak mencegah agar orang berbaju hitam itu tidak rubuh terjerambab. Sedangkan sikapnya itu wajar sekali.
Hanya saja, oleh orang berbaju hitam itu malah dianggapnya itu sebagai penghinaan hebat buatnya, Maka tanpa menanti dia bisa memperbaiki kedudukan kedua kakinya, tangannya yang kiri telah bergerak menyelusup akan menotok ulu hati sipendeta.
Tetapi pendeta itu tidak menangkis, ia memang melihat sikap curang dan orang berbaju hitam itu, yang menotok dengan cara membokong seperti itu, akan tetapi dia sama sekali tidak berusaha mengelak.
Waktu ujung jari tangan orang berbaju hitam itu mengenai ulu hatinya, pendeta itu tidak mengalami cidera apa2, dia tetap berdiri tenang ditempatnya, se akan2 juga totokan itu tidak membawa akibat apa2 buat dirinya.
Dan juga, terlihat jelas, orang berbaju hitam itu sendiri yang kesakitan karena ujung jarinya seperti menotok besi, hampir saja ujung jarinya itu patah karena-nya.
Diwaktu itu kawan-kawannya telah melompat kedekat sipendeta, bersiap-siap hendak melabrak sipendeta, jika saja kawan mereka itu terancam bahaya.
Namun orang berbaju hitam yang seorang itu telah bisa berdiri baik kembali, mukanya merah padam, karena dia gusar dan penasaran sekali, disamping itu diapun juga merasa heran, mengapa pendeta ini tanpa menangkis dan
berkelit, dia bisa menerima hantaman dan totokannya itu tanpa mengalami luka sama sekali.
Namun dihati kecilnya diapun mengakui tentunya itu merupakan hal yang wajar dari kepandaian yang telah tinggi, pasti pendeta ini bukan seorang pendeta
sembarangan karenanya orang berbaju hitam itu tidak berani lancang menyerang lagi, dia berdiri mengawasi pada pendeta itu.
"Taysu, siapakah berbaju hitam itu Taysu sebenarnya "!" tanya orang kemudian: "Dan apa sesungguhnya maksud Taysu dengan mencampuri urusan kami "!"
Pendeta itu tersenyum, katanya: "Sudah Loceng katakan tadi bahwa Loceng adalah pendeta pengelana, dan juga gelaran dari Loceng rasanya kurang begitu penting buat sicu sekalian. Mengenai maksud Loceng untuk mendamaikan kalian, bukanlah terdorong oleh ingin mencampuri urusan sicu sekalian, tetapi memang Loceng bermaksud dengan
hati tulus, agar diantara kalian tidak ada yang terluka dan terbunuh dalam pertempuran itu...!"
Orang berbaju hitam itu walaupun mendongkol, namun dia bisa menahan diri, sehingga tidak mengumbar adat buat menyerang lagi, karena mengetahui bahwa pendeta itu
memang memiliki kepandaian yang tinggi.
Dia telah mengawasi dan katanya: memang Taysu bermaksud mulia seperti berterima kasih sekali, tetapi sayangnya "Baiklah, jika
itu, kamipun kami tengah mengurus sebuah urusan besar, yang tidak mungkin dapat
di selesaikan dengan cara damai !"
"Urusan besar " Urusan apakah sehingga Sicu menyebut sebagai urusan besar " Menurut Loceng yang bodoh, jika saja urusan itu menyangkut dengan keselamatan jiwa manusia, itu baru merupakan urusan besar, tetapi jika
hanya urusan untuk kepentingan diri sendiri itulah urusan biasa, yang perlu diselesaikan lewat jalan terang.!"
Orang berbaju hitam itu merasa dirinya seperti juga disindir, mukanya jadi merah, kemudian katanya: "Ya, ya. jika memang demikian persoalannya, tentunya Taysu hendak memberikan petunjuk kepada kami !"
"Tentu ! Loceng pasti bersedia memberikan petunjuk !" jawab pendeta itu. "Kami hanya menghendaki bungkusan besar itu, agar kedelapan orang tersebut menyerahkannya kepada kami. Dan mereka boleh segera pergi meninggalkan tempat ini !"
Pendeta itu tersenyum.
"Bungkusan besar itu sesungguhnya barang siapa " Siapa pemiliknya ?" tanya pendeta itu dengan suara dan sikap yang sabar serta tenang.
"Kami !" tiba2 kedelapan orang itu menjawab dengan serentak.
"Dusta ! Barang itu sebelumnya adalah barang kami, tetapi telah dicuri mereka!
Karena itu, kami ingin memintanya kembali !" menyangkal orang berbaju hitam, sedangkan kawannya telah bersiap2 hendak menerjang maju bertempur lagi dengan kedelapan orang itu.
Juga kedelapan orang itu menantang mengawasi mereka, dengan sikap menantikan serangan. Karena kedelapan orang itupun yakin, pendeta itu tidak mungkin akan
membiarkan mereka
untuk menyerahkan barang itu, sekarang dengan adanya pendeta tersebut, tentu saja membuat mereka jadi terbangun semangatnya. Sedangkan orang-orang berbaju hitam itu tidak sabar lagi, mereka seperti sudah tidak mau
sipendeta, dan ingin mengambil cara dan mengacuhkan sikap mereka
sendiri, karena mereka yakin, tokh akhirnya kedelapan orang itu akan mereka dapat rubuhkan. Karena itu, mereka sayangkan benar, jika mereka harus dirintangi oleh pendeta itu, sehingga mereka tidak dapat mendesak lebih jauh kedelapan orang itu, untuk merampas bungkusan besar itu dengan kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini memang tampak jelas rasa tidak puas orang2 yang berpakaian serba hitam tersebut, Tetapi justeru kawan mereka yang seorang itu, yang tampaknya sebagai pemimpin mereka belum memberikan perintahnya.
Sipendeta tersenyum, katanya: "Nah, jika memang bungkusan besar itu milik kalian, kalian tentu dapat memintanya secara baik2, tetapi jika memang bungkusan tersebut bukan milik kalian, jelas kalianpun tidak berhak memaksa hendak mengambil barang orang lain"
"Maksud Taysu?" tanya orang berpakaian hitam itu, dapat mengambil kembali "Kami sebagai pemiliknya barang2 kami itu." "Jika memang barangku mengapa tidak dapat memintanya kembali ?" menjawab pendeta itu.
"Jika mereka tidak mau mengembalikan"!" tanya orang berpakaian hitam itu. "Tentu mereka akan kembalikan, jika memang barang itu bukan milik mereka, yang tidak menjadi hak mereka !" kata pendeta tersebut.
"Tetapi nyatanya memang mereka itu sama sekali tidak mau mengembalikan barang itu kepada kami !" kata orang berpakaian serba hitam tersebut.
"Jika begitu memang dapat juga kalian meminta pengertian dari mereka "!"
"Kalau mereka tidak mau mengerti "!"
Sipendeta merangkapkan sepasang tangannya, katanya: "Jika memang sungguh2 barang itu milik kalian, mengapa tidak dapat memintanya pulang "!"
se-benar2nya milik kalian,
"Atau kami merebutnya kembali dengan kekerasan "!" tanya orang berpakaian hitam tersebut.
"Pertempuran jelas tidak akan membawa keuntungan buat kedua belah pihak !"
"Lalu apa saran Taysu "!" pancing orang berpakaian serba hitam tersebut.
"Baiklah, biarlah Loceng yang akan menanyakannya, ia tentu akan memberi penjelasan kepada Loceng, apakah barang itu milik sicu sekalian atau memang bukan "!"
Orang berpakaian serba hitam itu segera katanya: "Jelas mereka akan berobah mukanya, menyangkal dan menyatakan bahwa barang itu bukan milik kami "!" "Memang se-benar2nya barang ini bukan milik kalian, dan kalian dengan jumlah besar melakukan perbuatan pengecut, hendak merampas barang ini.!"
"Kalau begitu, apakah Sicu masih menyatakan bahwa barang itu milik Sicu !" tanya pendeta itu. "Hemmm !" mendengus orang berpakaian hitam itu,
tambah mendongkol "Baiklah, terus terang kukatakan, bahwa barang itu bukan barang kami, tetapi kami menginginkan dan mereka harus menyerahkan! Maafkanlah, tidak dapat kami mempergunakan cara Taysu !"
"Mengapa harus merampas milik orang lain "!" tanya pendeta tersebut, segera ia memuji kebesaran Sang Budha, baru kemudian dia meneruskan perkataannya lagi: "Jika memang dalam persoalan ini tidak ada pengertian dari Sicu dan memaksa juga hendak mengambil hak milik orang lain, tentu saja pertengkaran dan keributan tidak akan dapat diredakan.!"
"Dan kami kira, kau pendeta gundul, menyingkirlah jika memang tidak ingin terlibat dalam urusan ini..!" kata orang berbaju hitam itu, yang telah habis sabar.
"Jika demikian, tentunya Sicu lebih senang mempergunakan kekerasan "!" tanya pendeta itu, suaranya tetap sabar dan sikapnya tenang sekali.
"Ya, jika engkau hendak menghalangi kami dan juga berusaha membantu dan melindungi kedelapan orang itu, engkaupun akan kami binasakan !"
Pendeta itu menghela napas berulang kali, kemudian katanya: "Baiklah, jika memang demikian halnya, kini tidak
bisa berkata apa2, karena memang Loceng bermaksud baik dan sama sekali bukan hendak membela salah satu pihak manapun juga, jika memang barang itu benar2 bukan milik kalian, ya sudahlah, kalian tidak perlu mengambilnya !"
"Hemmm, enak saja kau bicara ! Kami tetap akan mengambilnya. Kau ingin menyingkir untuk selamat atau engkaupun hendak kami binasakan?" ujar orang berbaju hitam itu yang sudah habis kesabarannya..
Pendeta tersebut tetap membawa sikap yang tenang dan
sabar, kemudian serunya: "Jika demikian, baiklah! Biarlah Lo-ceng mempertaruhkan tulang2 Loceng yang telah keropos ini.... jika memang kalian bermaksud hendak juga mengambil barang milik orang lain, Silahkan! Memang Loceng tidak bisa mencegahnya. Tetapi bagaimana jika kita bertaruh saja?"
"Bertaruh" Bertaruh apa?" tanya orang berpakaian serba hitam itu. "Sicu boleh menyerang sekehendak hati kepada Loceng sebanyak tiga kali! jika memang loceng rubuh ditangan sicu,
maka Loceng tidak akan mencampuri lagi urusan ini." kata sipendeta.
"Begitupun baik." menyambuti orang berpakaian serba hitam itu segera.
"Tetapi jika memang Loceng tidak rubuh terbinasa, tentunya kalian harus membatalkan maksud kalian yang ingin mengambil barang milik orang lain!"
"Ya, kami menerimanya!" menyahuti orang berpakaian serba hitam itu.
Sipendeta telah merangkapkan kedua tangannya, dia bersiap2 menerima pukulan dari orang berbaju hitam itu. Sedangkan waktu itu tampak orang berbaju hitam itu bersiap2. Dan akan segera mengayunkan tangannya buat menghantam tubuh sipendeta.
Tentu saja, diotaknya telah terpikir rencana hendak menghantam jalan darah kematian pendeta tersebut, dia tidak yakin, jika dalam tiga jurus itu, ia diperbolehkan menyerang tanpa perlawanan dari sipendeta dia, tidak bisa merubuhkan pendeta ini.
Maka dari itu, dia segera melangkah maju, dan melayangkan tangannya. "Bukkk !" dada pendeta tersebut telah terhantam kuat sekali, tubuh sipendeta bergoyang . . mukanya berobah pucat. Berbeda dengan tadi, yang dagingnya seperti keras
bagaikan besi, sekarang sama sekali sipendeta tidak mengadakan perlawanan, karena memang dia membiarkan dirinya dihantam.
Rupanya, memang dia menyerahkan dirinya buat diserang sepenuhnya, tanpa perlawanan sama sekali, seperti yang dijanjikannya, karena itu, begitu kena dihantam oleh kepalan tangan orang berbaju hitam tersebut, seketika tubuhnya bergoyang, hanya saja kedua kakinya itu tidak tergoyahkan sedikitpun.
Ke delapan orang memanggul bungkusan besar itu terkejut melihat keadaan pendeta itu, mereka tidak mengerti
mengapa pendeta tersebut mempertaruhkan dirinya buat mereka.
Dan malah pendeta itu sama sekali tidak berusaha memberikan perlawanan, di mana dia telah membiarkan dirinya itu diserang oleh lawan tanpa sedikitpun juga dia tidak mempergunakan lwekangnya buat melindungi dirinya.
Dalam keadaan seperti itu telah membuat orang2 yang lainnya, yaitu orang2 yang berpakaian serba hitam itu, bersorak girang.
Mereka rupanya yakin bahwa pendeta itu akan dapat dihantam rubuh oleh kawan mereka. Orang berpakaian hitam yang seorang itu, telah bersiap2 hendak memukul kedua kalinya diapun telah mempersiapkan tenaga dalamnya. Tadi dia telah berpikir,
jika memang pendeta itu telah mempergunakan Iwekangnya buat melindungi tubuhnya, diwaktu itu dia akan mengajukan protes dan
pendeta itu berjanji tidak akan
menentangnya, karena
mengadakan perlawanan dan dia diperbolehkan menyerang tiga kali.
Dan sekarang, melihat pada pukulan pertama berhasil dengan baik. dimana pendeta itu sama sekali tidak mengadakan perlawanan dan juga membiarkan dadanya kena dihantam seperti
terbangun semangatnya,
itu, dengan sendirinya ia jadi
dia mengerahkan Iwekangnya pada kepalan tangannya untuk menghantam kedua kalinya. Sedangkan sipendeta itu telah berdiri dengan tubuh yang agak bergoyang, karena dia telah terluka didalam akibat pukulan pertama orang berbaju hitam itu, wajahnyapun telah memucat. Namun yang luar biasa justeru mulutnya itu tetap tersenyum sabar sekali.
Dikala itu memang terlihat, orang berpakaian serba hitam itu telah menggerakkan tangannya, dia telah mengayunkan lagi tangannya buat memukul ulu hati pendeta itu.
"Bukkk!" pukulan kedua itu telah menghantam sangat jitu ulu hati sipendeta dengan lwekang yang dahsyat. Kali ini kuda2 kedua kaki pendeta itu sudah tidak bisa dipertahankan, dimana mukanya berobah pucat, dia telah terhuyung mundur,
hampir saja terguling. Dalam keadaan demikian, rupanya pendeta yang sangat sabar itu masih bisa mempertahankan diri agar tidak rubuh terguling.
Hanya saja yang berkuatir sekali adalah kedelapan orang itu, dimana mereka sangat berkuatir kalau2 pendeta itu membuang jiwa karena tindakannya yang terlalu lemah dan mengalah dalam membela mereka berdelapan.
Karena itu, salah seorang diantara mereka itu telah berseru: "Taysu, sudahlah.... jangan Taysu membela kami seperti itu..!"
Tetapi pendeta itu tersenyum dan dengan sikap yang tetap sabar, walaupun mukanya te lah begitu pucat,
katanya: "Telah dua
kali, dan hanya tinggal satu kali lagi....!" Sambil berkata begitu, sipendeta telah bisa menguasai tubuhnya berdiri tetap di tempatnya Terlihat pendeta ini tengah bertahan agar dia dapat menerima pukulan ketiga.
Dan rupanya dia yakin, kalau saja dia bisa menerima ketiga pukulan tersebut, tentu urusan antara kedua pihak itu akan selesai.
Sedangkan orang berpakaian serba hitam itu tertawa dingin, dia melangkah
tangan kanannya lagi,
maju dan telah menggerakkan katanya tawar, "Taysu, inilah
pukulan yang ketiga, dari tentunya Taysu sama sekali tidak
akan mempergunakan tipu daya dengan mengandalkan lwekangmu buat melindungi tubuhmu itu?"
"Tentu.... silahkan menyerang!" mempersilahkan pendeta itu dengan suara yang sabar.
Orang berpakaian serba
tangannya dengan
agar pukulannya
hitam tersebut telah
menggerakkan menginginkan sekuat tenaganya, dia itu yang merupakan
pukulan penentuan, dapat merubuhkan sipendeta.
Kepalan tangan itu melayang dan hinggap telak sekali didada pendeta tersebut, dan menimbulkan suara yang nyaring sekali, tubuh pendeta itu terhuyung mundur dengan wajah yang pucat, diapun telah memuntahkan darah dua kali.
Namun segera dia merangkapkan ke dua tangannya, katanya: "Telah tiga kali Sicu menyerang Lolap, dan Lolap beranggapan bahwa urusan telah selesai sampai disini, tentu Si cu sekalian tidak akan bersikeras buat memiliki barang orang lain, bukan?"
Orang berbaju hitam itu tiba-tiba membuka mulutnya, dia tertawa bergelak-gelak. "Hahahahaha, kau telah rubuh, engkau te lah memuntahkan darah seperti itu, jelas engkau tidak akan mencampuri urusan kami lagi! Nah, kau pergilah jika engkau menyayangi sepotong jiwamu, jika membandel dan
hendak mencampuri urusan kami, hemmm, hemmm, tentu kami tidak akan segan2 buat membinasakanmu!"
Sambil berkata begitu orang berbaju hitam tersebut telah tertawa lagi dengan suara bergelak-gelak nyaring sekali.
Muka pendeta itu jadi berobah.
"Sicu... apakah
dalam pertaruhan
Sicu tidak akan menepati janji Sicu, kita?" tanya pendeta tersebut sambil
mengawasi orang berbaju hitam itu.
puluhan orang berbaju hitam lainnya telah tertawa bergelak-gelak lagi. Diwaktu itu, yang tadi telah memukul hebat kepada sipendeta, tertawa juga, katanya, "Hemm, mengapa aku harus main2 dengan kau yang tidak memiliki kepentingan dengan kami" jika engkau tidak segera beristirahat tentu luka didalam tubuhmu itu akan membuat engkau terbinasa. Kami tetap akan mengambil barang itu,
jika kedelapan orang itu berkeras kepala, kami akan membinasakannya!" Muka pendeta itu berobah, dia mengucapkan pujian atas kebesaran Buddha, wajahnya memperlihatkan kedukaan yang mendalam.
"Loceng tidak menyangka bahwa Sicu dapat memiliki sifat yang begitu rendah...."!" katanya kemudian. "Mengapa kau menyebut sifatku rendah?" bentak orang berpakaian hitam tersebut "Hemm, masih bagus tadi aku mengurangi sedikit tenaga hantaman kepalan tanganku, jika
tidak tentu sekarang engkau dalam perjalanan keneraka."
Pendeta tersebut telah memandang kepada orang berbaju hitam itu beberapa saat lamanya, dia berdiam diri saja,
Kedelapan orang yang memanggul bungkusan besar itu merasa terharu melihat keadaan pendeta ini, mereka segera mendekati sipendeta katanya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Taysu, jika memang berurusan dengan manusiamanusia rendah seperti mereka, tidak ada perlunya kita berlaku terlalu sungkan, karena itu, pengorbanan dari Taysu tidak ada manfaatnya apa-apa, mereda hanya bermaksud hendak mencelakai Taysu, Terima kasih atas ketulusan hati Taysu yang ingin menyelesaikan persoalan kami ini dengan mengorbankan diri Taysu sendiri. Nah, silahkan Taysu
pergi dari tempat ini kami sangat berterima kasih sekali dan berhutang budi pada Taysu, tentunya Taysu dapat beristirahat buat mengobati luka-lukamu itu, dan biarlah kami berurusan dengan mereka, jangan sampai Taysu melibatkan diri lebih jauh !"
Tetapi pendeta itu menghela napas dengan wajah yang memancarkan kedukaan, katanya. "Tidak, tidak, tadi Sicu itu telah berjanji, jika dia telah menghantam Loceng sebanyak tiga kali, maka dia akan menyudahi urusan ini dan Loceng kira, ia akan menepati janjinya. Jika dalam
persoalan ini memang terjadi urusan seperti ini, berarti orang itu telah ingkar akan janjinya !"
Orang berpakaian hitam itu tersenyum, tanyanya: "Jika memang aku ingkar janji, apa yang hendak kau lakukan"!" tanyanya dengan kasar.
Pendeta tersebut telah merangkapkan tangannya, dia menjura sambil mengucapkan kebesaran Sang Budha, kemudian katanya:
berjanji, maka Lo
"Baiklah! Karena Sicu tadi telah
ceng menuntut akan ketaatan Sicu terhadap janji Sicu sendiri, Jika Sicu ingin ingkar dari janji
Sicu, maka terpaksa Loceng juga akan tetap menuntut janji Sicu!"
"Hahaha, jika demikian engkau berarti jelas hendak menemui kematianmu sendiri! Diberi jalan hidup malah memilih jalan keneraka!" Setelah berkata begitu, orang berpakaian serba hitam tersebut telah tertawa lagi dengan sikap yang angkuh sekali, diapun telah melangkah menghampiri dengan sikap mengancam.
Kedelapan orang yang memanggul bungkusan besar itu cepat-cepat maju kedepan, mereka hendak menghalangi orang berbaju hitam itu menyerang sipendeta lebih jauh. Karenanya, merekapun telah mengambil sikap bersiap sedia
buat mulai menghadapi orang-orang berbaju hitam itu.
Tetapi sipendeta tahu, dengan suara yang sabar telah berkata kepada kedelapan orang itu: "Janganlah Sicu sekalian mencampuri urusan ini dulu, karena Loceng tengah mengurus persoalan perjanjian Loceng tadi dengan Sicu itu.!"
Kedelapan orang itu yang mendengar perkataan sipendeta, walaupun mereka sesungguhnya tetap ingin melindungi sipendeta, namun tidak berani membantah perintah pendeta itu, mereka segera mundur.
Sedangkan orang berpakaian serba hitam itu telah melangkah maju dan mengancam akan segera mulai menyerang lagi kepada pendeta tersebut, tangan kanannya telah diangkat sampai kedadanya, sikapnya mengancam
sekali, sedangkan sipendeta tetap berdiri tenang ditempatnya, sama sekali dia tidak memperlihatkan perasaan jeri atau kuatir. Diwaktu itu, terlihat, sipendeta juga telah berkata dengan suara yang sabar sekali "Apakah Sicu tetap tidak mau
menepati janji Sicu tadi"!"
"Benar.... jika engkau tidak mau menyingkir aku akan membunuhmu, pendeta keparat !" Sambil berkata begitu segera juga tangan kanannya itu bergerak menyerang, menimbulkan kesiuran angin yang dahsyat sekali jubah sipendeta telah berkibaran.
Sipendeta tetap berdiri tidak bergerak dari tempatnya, dia hanya mengawasi menyambarnya tangan orang berbaju hitam tersebut sama sekali tidak terlihat usahanya hendak menangkis atau mengelakkan diri dari serangan orang baju hitam yang tengah bermaksud kurang baik padanya, yang ingin menghantam sekaligus membunuhnya.
Terlihat memang pendeta ini tidak gentar dan membiarkan dadanya sungguh-sungguh dihantam lagi oleh orang berbaju hitam itu, sebenarnya waktu itu, sipendeta dalam keadaan yang sangat menguatirkan sekali, karena pada bibirnya terlihat noda darah yang mulai mengering.
Kedelapan orang yang memanggul bungkusan besar itu telah memejamkan mata masing-masing, karena mereka tidak tega kalau harus menyaksikan tubuh sipendeta terpental dan rubuh terguling ditanah akibat hantaman tangan dari orang berbaju hitam itu.
Orang berbaju hitam itu diam2 tertawa didalam hatinya, dia berpikir : "Hemmm, setelah engkau terluka seperti itu, apa yang bisa engkau lakukan lagi, tentu pukulanku kali ini akan membinasakan dirimu."
Sambil berpikir begitu, tangannya meluncur terus, dan hatinya bertambah girang waktu melihat pendeta itu sama sekali tidak bermaksud hendak berkelit atau mengadakan perlawanan dengan menangkis.
Diwaktu itu, tampak betapapun juga, memang sipendeta tengah terancam keselamatan jiwanya, sekali saja pukulan itu jatuh pada tubuhnya, niscaya dia akan segera terbinasa!
Pukulan dari orang berbaju hitam itu telah hinggap didada sipendeta, Benar-benar memang dia tidak menangkis atau juga berusaha mengelakkan diri dari gempuran tangan lawannya.
"Bukkk !" terdengar hantaman yang sangat dahsyat didada sipendeta. Segera juga disusul dengan suara jeritan yang nyaring sekali, suara jeritan yang mengandung juga perasaan kaget yang luar biasa, sesosok tubuh telah terpental sejauh beberapa tombak.
Dikala itu, sipendeta tetap berdiri diam ditempatnya, dan yang terpental adalah orang yang berbaju hitam itu. Hal ini sama sekali tidak pernah diduga sedikitpun oleh semua orang yang berada disitu karena mereka tidak menyangka bahwa sipendeta yang telah dihantam, justeru sipendeta
tetap dapat berdiri tenang ditempatnya, dan siorang berbaju hitam itu yang telah terpental, Hal ini membuat mereka jadi memandang takjub sekali.
Tulang tangan kanan orang berbaju hitam yang tadi dipukulkan pada dada sipendeta telah menjadi patah.
Dengan muka meringis menahan rasa sakit tampak orang berpakaian serba hitam tersebut telah merangkak bangun berdiri, sipendeta itu tetap berdiam saja dengan sikapnya yang tenang dan sabar, dia bertanya: "Apakah Sicu mau menepati janji Sicu?"
Bukan main gusarnya orang berpakaian hitam tersebut, dia telah mengeluarkan suara seruan yang nyaring, tangan kirinya memberi isyarat kepada kawan2nya, dan waktu itu, kawan-kawannya segera menyadari bahwa mereka hendak diperintahkan untuk mengepung pendeta itu.
Maka mereka telah menyebar diri dan mengurung pendeta itu. Dalam keadaan seperti itu, segera juga menantikan perintah dari orang yang telah patah tangan kanannya itu, untuk menyerang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sedangkan orang berpakaian hitam yang tangan kanannya telah patah itu, berkata dengan suara yang bengis sekali: "Apakah engkau tidak mau berlalu, pendeta gundul" Atau memang engkau menanti sampai dirimu itu dibinasakan?"
Tetapi pendeta itu seperti juga pertanyaan orang berbaju hitam itu, dengan sikap ingin tahunya: "Apakah menepati janji Sicu?"
tidak mendengar ia tetap bertanya
Sicu tidak akan
Orang berpakaian hitam yang tangan kanannya telah patah itu habis sabar, dia mengibaskan tangan kirinya.
Segera juga puluhan orang kawannya itu melompat buat menyerang kepada si pendeta. Puluhan pasang tangan telah meluncur ketubuh si pendeta, dan terdengar suara: "Bukkk,
bukkk,bukkk," berulang kali, disusul juga dengan suara jeritan tidak henti nya saling susul, dimana sosok2 tubuh saling terpental dan kemudian bergulingan ditanah, karena setiap pukulan mereka mengenai tubuh pendeta itu, tentu tubuh mereka terpental dan tangannya terluka.
Mengapa bisa begitu "
Karena pendeta tersebut telah mengerahkan lwekangnya melindungi tubuhnya, Setiap kali pukulan lawannya itu tiba ditubuhnya, maka dari tubuhnya itu telah timbul semacam kekuatan tenaga membalik, membuat lawannya itu malah terpental, dan sipendeta sen iri tidak mengalami cidera apa2.
Kedelapan orang yang menggotong bungkusan besar tersebut jadi memandang takjub dan girang sekali, mereka melihat betapa liehaynya pendeta itu, Jika tadi, dia juga mau mempergunakan tenaga dalamnya seperti sekarang ini, niscaya dia akan dapat menghadapi ketiga pukulan dari orang yang berbaju hitam.
Namun tampaknya pendeta ini benar2 sangat jujur, sehingga dia memang berjanji untuk menerima ketiga serangan lawan tanpa mengadakan perlawanan, membuat dia menerima pukulan itu tanpa mengerahkan sedikitpun tenaga dalamnya, sampai akhirnya dia sendiri yang terluka didalam.
Dan yang membuat sipendeta jadi menyesal adalah orang berpakaian hitam itu ingkar pada janjinya dan telah menolak untuk berlalu, sedangkan dia sudah menjalani perjanjian itu.
Malah orang berpakaian hitam itu telah menyerang lagi padanya dengan maksud hendak membinasakannya. Sebetulnya, jika memang sipendeta hendak membinasakan orang berpakaian serba hitam itu, dengan mudah dapat dilakukannya, namun dasar memang hatinya welas asih, dia hanya melindungi tubuhnya dengan tenaga dalamnya,
sehingga setiap kali tenaga pukulan tiba ditubuhnya, dia dapat menolaknya membalik kepada penyerangnya.
Jika penyerang itu menghantam dengan perlahan, maka tenaga membalik itu perlahan pula, tetapi jika tenaga pukulan
semakin itu kuat, tenaga membalik itu juga kuat, dan
dahsyat tenaga serangan nya, semakin hebat
akibatnya buat penyerang itu, ini merupakan suatu pertanda bahwa tenaga dalam dari pendeta itu memang sangat hebat sekali, rupanya pendeta itu merupakan seorang pendeta sakti yang memiliki lwekang telah sempurna.
Dalam keadaan seperti ini, orang berpakaian hitam yang tangannya telah patah menyaksikan kawan nya itu terjungkal balik seperti itu, segera juga berseru dengan suara nyaring: "Mundur !"
Segera juga kawan2nya yang waktu itu baru saja
merangkak berdiri, telah melarikan diri dengan segera, karena mereka pun kuatir kalau2 pendeta itu nanti mengambil tindakan lainnya, tentu akan membuat mereka mengalami kesulitan yang lebih besar.
Sedangkan sipendeta tidak mengejarnya, karena dia memang menginginkan orang2 itu melepaskan niat mereka merampas bungkusan besar dari kedelapan orang itu.
Kedelapan orang itu sendiri merasa kagum bukan main, mereka menghampiri si pendeta dan mengucapkan terima kasih.
"Tidak kami sangka bahwa kami bertemu dengan Taysu yang merupakan pendeta sakti, sungguh beruntung kami telah diselamatkan oleh Taysu. . .!" kata mereka hampir berbareng.
Sipendeta telah mengulap2kan tangannya katanya: "Kalian jangan berterima kasih seperti itu, memang sudah kewajiban Loceng untuk berusaha mendamaikan setiap persoalan yang tengah bergolak, dan juga disamping itu memang Loceng gembira jika saja mereka itu dapat juga menyelesaikan persoalan tanpa perlu mereka terluka.
Namun tampaknya bahwa mereka bukan manusia2 baik yang dapat diberikan pengertian dengan cara lunak, dimana mereka harus menerima cidera dulu, barulah mereka mau menyudahi maksud mereka..."
Sedangkan waktu itu tampak kedelapan orang itu dengan sikap yang menghormat sekali dan suara yang serentak,
telah bertanya: "sesungguhnya apa gelar Taysu yang mulia, agar kami dapat mengingat budi Taysu yang besar itu!"
Pendeta itu hanya tersenyum.
"Sesungguhnya Loceng merupakan murid Siauw-LimSie, dan sekiranya kalian tak keberatan! maka Loceng sulit sekali menyebutkan gelaran Loceng." kata sipendeta dengan suara yang sabar,
Kedelapan orang itu menyadari tentunya pendeta ini memiliki kesukaran yang sulit sekali dijelaskan, karena dia tampaknya sulit sekali buat memberitahukan gelarnya itu dan hanya menjelaskan bahwa dia
seorang murid Siauw Lim Sie belaka.
Sipendeta telah merangkapkan merupakan salah kedua tangannya, katanya: "Jika memang Sicu sekalian sudah tidak ada yang hendak ditanyakan, silahkan melakukan perjalanan !"
Kedelapan orang itu tidak berani berayal, mereka telah ditolong oleh pendeta sakti ini, dan merekapun melihat sipendeta memang tidak mau mengagulkan kepandaiannya, terlihat bahwa dia lebih rela jika dirinya diserang dari pada menyerang.
Begitu agung dan tulus sekali hati pendeta yang welas asih ini, maka segera juga kedelapan orang itu mengucapkan sekali lagi rasa syukur dan terima kasih mereka kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggotong bungkusan besar itu.
Dan sepanjang perjalanan mereka bercakap2 membicarakan perihal pendeta sakti yang agak aneh sepak terjangnya itu, namun mulia hatinya.
Disaat itu, sipendeta sendiri telah menghela napas berulang kali. "Jika memang Loceng, tidak terpaksa, tentu Locengpun tidak akan melukai mereka, tetapi Loceng sangat terpaksa sekali, semoga saja Sang Buddha dapat mengampuni dosa Loceng." dan pendeta itu telah menghela napas beberapa kali.
"Sudahlah Cia Sun, mengapa engkau harus menyesali segala yang telah terjadi?" tiba-tiba terdengar suara orang yang menegur pendeta itu, dengan suara yang sabar.
"Engkau tadi memang bermaksud hendak menolong ke delapan orang itu, dan kami telah melarangmu, tetapi
engkau telah bersikeras.
sekarang ini justeru memang engkau telah berhasil melindungi kedelapan orang itu, Nah, sudahlah, mari kita berangkat!" Pendeta itu memutar tubuhnya, dia membungkukkan tubuhnya memberi hormat kearah sebatang pohon. Ternyata diatas pohon itu duduk tiga orang, dalam sikap
bersemedhi, tengah tersenyum memandang kepada sipendeta yang dipanggil dengan sebutan Cia Sun.
Ternyata bahwa pendeta aneh dan sakti itu memang tidak lain dari Cia Sun. Dia bersama ketiga orang gurunya telah melewati tempat itu, secara kebetulan mereka menyaksikan kejadian ke delapan orang itu dihadang oleh puluhan orang berpakaian serba hitam.
Karena kepandaian mereka telah mencapai puncak yang tinggi, maka mereka dapat bersembunyi di atas sebatang pohon yang rimbun tanpa orang2 itu mengetahuinya.
Lewat keterangan ketiga orang gurunya, Cia Sun dapat juga mengetahui perkembangan yang ada, walaupun matanya buta, tokh hatinya terbuka, dia mengetahui pihak mana yang salah dan pihak mana yang benar.
Hanya saja, sejak ia menerima pendidikan sebagai orang yang mengikuti jalan terang, dia sudah tidak mau terlalu banyak melakukan dosa, jika sedapat mungkin menghindar dari pertempuran, dan juga Cia Sun berusaha menyelesaikan setiap persoalan dengan jalan yang sebaik2nya.
Namun siapa sangka justeru dia hendak di permainkan oleh orang berpakaian hitam yang hendak mengingkari janjinya, maka Cia Sun akhirnya mempergunakan tenaga dalamnya, membuat orang-orang itu akhirnya rubuh.
Sesungguhnya Cia Sun jadi menyesal sekali, tetapi Tauw Ok bertiga, yang melihat Cia Sun menyesal seperti itu, segera juga mengajaknya berlalu, karena Tauw Ok mengetahui bahwa Cia Sun sekarang bukan Cia Sun yang dulu lagi, sedapat mungkin Cia Sun ingin mengikuti jalan terang itu se-bersih2nya, ia merupakan murid yang sangat pandai sekali, seluruh kepandaian Tauw Ok bertiga telah dapat diwaris.
Hanya saja masalah perebutan Cia Sun oleh tiga kelompok dari pulau Neraka, Pulau Es dan Lembah Mega Biru, membuat Cia Sun berempat dengan Tauw Ok yang
selama ini mengawaninya, telah berada ditempat2 yang sukar diterka orang, karena mereka selalu menghindar dari bentrokan.
Hal itu bukan berarti bahwa mereka jeri berurusan dengan orang2 pulau neraka, pulau Es dan juga lembah Mega Biru. Tetapi mereka menghindarkan jatuhnya korban,
karena setiap kali adanya pertempuran, tentu akan berjatuhan korban yang akan membuat Cia Sun menyesal.
Apa yang telah dialaminya dulu2 itu, dimana dia telah melakukan pembunuhan besar2 an, membuatnya benar2 jadi menyesal sekali, karena itu, dia berusaha agar dia dapat membatasi diri.
Dan sekarang, dia telah membuat orang2 berpakaian serba hitam itu terluka, maka dia menyesal sekali.
Beruntung Tauw Ok bertiga yang sudah mengerti benar jiwa murid mereka, yang sekarang telah mencukur rambut dan menjadi pendeta yang benar2 bersujud dan juga akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasrah menyerahkan dirinya pada jalan terang, dengan demikian telah membuat Cia Sun memperoleh banyak sekali petunjuk.


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diwaktu itu, mereka berempat tengah berusaha mencari suatu tempat yang sekiranya benar2 baik, untuk sementara waktu mereka hendak mengelakkan kejaran orang2 Pulau
Neraka, Pulau Es maupun Lembah Mega Biru.
Cia Sun memang tengah mengalami suatu didikan yang keras dari ketiga orang gurunya itu, dimana dia tengah merobah Iwekangnya yang semula menjurus kejalan sesat,
buat dipulihkan dan menjadi
murni kembali, itulah sebabnya, Tauw Ok juga hendak mencari sebuah tempat yang benar2 dapat dipergunakan oleh mereka buat berlatih. Tauw Ok dan kedua sutenya, harus mendidik Cia Sun dengan keras, sekali saja mereka salah melangkah dan Cia Sun salah melatih lwekang murni Siauw Lim Sie, maka
kesesatannya yang dulu akan timbul kembali !
ooooOdwOoooo KEDELAPAN orang yang tengah menggotong bungkusan besar itu tetap saja bergerak dengan pesat sekali, mereka telah melanjutkan perjalanan dengan segera.
Dan sekarang mereka tidak perlu berkuatir bahwa orang2 berpakaian serba hitam itu akan menghadang mereka lagi, sebab orang2 berpakaian serba hitam itu telah terluka tangannya masing2.
Tentu saja mereka tidak dapat melakukan penghadangan lagi kepada kedelapan orang itu.
Yang dikuatirkan oleh kedelapan orang itu munculnya golongan lain, karenanya mereka tetap berlari2 dengan cepat sekali, agar mereka dapat tiba ditempat tujuan dalam waktu yang se-singkat2nya. Dan mereka tanpa beristirahat, tanpa tidur, dan berhenti dalam perjalanannya itu, terus berlari-lari dengan menggotong bungkusan tersebut .
Ilmu meringankan tubuh dari kedelapan orang itu memang cukup tinggi, Terbukti tadi mereka telah
bertempur dengan puluhan jurus berpakaian serba hitam itu, mereka berhasil untuk menghadapinya dengan baik, walaupun mereka hanya mempergunakan satu tangan dan juga memanggul bungkusan besar itu.
Disamping itu, walaupun mereka terdesak tokh mereka tidak sampai rubuh, keburu datang Cia Sun yang menolongi mereka, Tampaknya bungkusan besar yang mereka panggul itu merupakan bungkusan membuat mereka harus secepatnya sehingga tugas mereka selesai, dimana tanggung
jawab terhadap bungkusan besar itu juga telah selesai sampai disitu.
Setelah berlari2 satu harian lagi, maka mereka telah tiba dikaki pegunungan Cing-San, dan gunung itu bukan sebuah gunung yang terlalu tinggi dan besar, akan tetapi terlalu lebat dengan pohon2 yang rimbun sekali.
Dikala itu terlihat kedelapan orang itu memang sama sekali tidak bermaksud beristirahat, mereka telah berlari
terus mendaki gunung itu,
semangat mereka terbangun karena setengah harian lagi mereka melakukan perjalanan mereka akan tiba ditempat tujuan. Setelah berlari2 sekian lama, akhirnya mereka tiba dilereng gunung Cing-san. Hari sudah mendekati sore lagi, dan mereka baru beristirahat.
"Hanya tinggal beberapa puluh lie lagi kita akan segera tiba ditempat tujuan !" kata salah seorang diantara mereka, yang sangat berharga sekali, tiba ditempat tujuan dengan "Dan kita juga dapat segera menghadap kepada Kauwcu kita.
"Ya," menyahuti yang lainnya, "Memang seharusnya kita melanjutkan perjalanan kita, agar tidak tertunda." kata yang lain. "Dengan beristirahat seperti ini, tentu kita membuang waktu yang tidak ada artinya !"
"Tetapi kau lihat, Cit-te telah begitu letih, dia kehabisan tenaga, jika kita melanjutkan terus perjalanan ini, memang kita bisa tiba ditempat tujuan dalam waktu yang secepat nya, namun tetap saja tidak membawa kebaikan buat Cit-te. Dia telah begitu letih, jika dia kehabisan tenaga, berarti dia
akan pingsan dan ini malah akan menghambat perjalanan kita."
"Biarlah kita berjalan sendiri. berikan kesempatan pada Cit te untuk Kita bertujuh yang akan mengangkat barang !" kata yang lain.
Namun orang yang pertama itu, yang menganjurkan agar mereka beristirahat dulu, tetap dengan pendiriannya, bahwa mereka harus beristirahat dulu, karena itu, mereka telah beristirahat beberapa saat disitu.
Angin pegunungan yang sejuk sekali membelai mereka, karena tidak tidur selama beberapa hari, disamping itu juga mereka sangat letih, membuat mereka jadi mengantuk. Namun mereka hanya ingin beristirahat sejenak saja, agar semangat mereka pulih dan baru melanjutkan perjalanan.
Beberapa orang diantara mereka telah duduk diam bersemedhi buat mengatur jalan pernapasan, dan juga berusaha untuk mengurangi keletihan mereka. Diwaktu itu, orang yang disebut Cit-te itu telah berdiri, dia menghela napas dalam2.
"Hampir empat hari empat malam kita telah melakukan perjalanan, dan selama itu kita berhasil menghindari dari hadangan lawan dan juga satu kali kita telah berurusan dengan orang2 yang memakai topeng itu, akan tetapi kita telah tertolong dengan adanya pendeta sakti itu, maka kita harus bersyukur bahwa kita telah tiba, dan sebentar lagi kita akan tiba ditempat tujuan dalam keadaan selamat tidak
kurang suatu apapun juga...!"
Setelah berkata begitu, orang yang disebut sebagai adik ketujuh itu telah menghela napas beberapa kali, wajahnya berseri karena ia membayangkan tidak lama lagi tentu
mereka akan segera tiba ditempat tujuan, berarti tugas berat yang dibebankan pada mereka telah berhasil mereka laksanakan dengan lancar sekali.
Namun belum lagi kata2nya itu selesai diucapkan, tiba2 terdengar seseorang telah berkata: "Hemm, jangan harap kalian bisa tiba ditempat tujuan dengan selamat!"
Setelah itu, disusul dengan melompatnya beberapa sosok tubuh dengan gerakan yang sangat ringan.
Kedelapan orang itu seperti juga disengat oleh kala, mereka terjengkit kaget dan telah melompat berdiri dengan mata yang terpentang lebar-lebar.
Mereka kaget tidak terkira menyaksikan bahwa tiba2 saja muncul orang-orang yang semula telah bersembunyi ditempat itu tanpa mereka ketahui! Hal ini memperlihatkan bahwa kepandaian orang-orang yang baru muncul itu
tentunya sangat tinggi sekali.
Kelima orang yang telah melompat turun dari atas pohon, semuanya memakai baju serba hitam. Tetapi muka mereka tidak ditutup dengan topeng, Dan mereka merupakan laki-laki berusia setengah baya, dengan wajah yang bengis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam keadaan seperti ini, kedelapan orang itu tidak keburu untuk memburu kepada bungkusan besarnya, buat memanggulnya pula karena kelima orang itu justeru telah melompat kedekat bungkusan besar tersebut.
Maka, kedelapan orang mengurung,
bersiap-siap itu segera mengambil sikap hendak menerjang, guna mencegah kelima orang itu mempergunakan kesempatan itu menggondol bungkusan mereka.
Dikala itu, kelima orang itu telah tertawa bergelak-gelak, berbeda-beda suara tertawa mereka, ada yang tinggi nyaring, ada yang parau, ada juga yang sengau, Bahkan
mereka telah memperlihatkan sikap memandang rendah kepada kedelapan orang itu.
Salah seorang di antara mereka yang memelihara berewok telah berkata dengan suara yang dingin, rupanya dia ini pemimpin "Sekarang kalian akan selamat !" dari kelima orang tersebut, katanya:
tinggalkan bungkusan ini, jiwa kalian
mana mau meninggalkan mati-matian melakukan Tetapi kedelapan orang itu bungkusan itu. Mereka
telah perjalanan yang meletihkan hanya untuk menyelamatkan bungkusan besar itu, sekarang orang itu seenaknya saja perintahkan mereka agar meninggalkan bungkusan tersebut.
Tanpa mengucapkan sepatah perkataan-pun juga, kedelapan orang itu telah melompat maju, mereka telah menggerakkan sepasang tangan masing-masing untuk menyerang.
Sedangkan kelima orang tersebut telah menghadapi lawan-lawannya dengan bekerja sama secara teratur. Begitulah mereka terlibat dalam pertempuran selama puluhan jurus.
Selama itu, karena hanya mempergunakan satu tangan saja, ke delapan orang itu tidak bisa bekerja dengan sepenuh tenaga mereka, sedikit demi sedikit mereka jatuh dibawah angin.
"Ternyata kalian merupakan manusia2 keras kepala, dan memang kalian menghendaki jalan keneraka! Kami akan menuruti kehendak kalian!"
Dan begitu berkata, salah seorang dari kelima orang itu, yang memiliki wajah sangat bengis itu, telah mempergencar serangannya, Malah, secara diam2, dia juga mempergunakan Bwee Hoa Ciam, semacam senjata rahasia
berbentuk jarum, yang dilontarkan kepada kedelapan orang itu secara membokong, sehingga membuat kedelapan orang tersebut jadi sibuk sekali buat berkelit kesana-kemari, menghindari sambaran jarum-jarum itu.
"Hemmm, jangan harap kalian bisa melaksanakan tugas itu sampai ditempat tujuan, karena disinilah kalian akan menemui ajalnya masing-masing !" teriak salah seorang dari kelima orang itu, dan telah mulai menyerang dengan gencar lagi.
Benar apa yang dikatakannya, kelima orang ini bernafsu sekali hendak membinasakan ke delapan orang itu, dimana mereka telah menyerang bertubi-tubi dan juga setiap serangannya itu selalu mengandung hawa pembunuhan.
Malah salah seorang diantara mereka telah berhasil mencengkeram punggung salah seorang dari kedelapan lawannya itu.
Cengkeraman orang tersebut kuat sekali, namun juga dia tidak berdaya buat menariknya, karena orang yang kena dicengkeram punggungnya bertahan terus, untuk berada di tempatnya, karena jika dia telah kena ditarik keluar dari
kedudukannya, niscaya barisan Pat-kwa mereka akan terpecahkan.
Sedangkan orang yang telah berhasil mencengkeram itu mati-matian berusaha untuk menariknya dengan kuat, namun dia selalu gagal terus, Dengan begitu membuat mereka jadi berkutetan.
Sedangkan kawan dari kedelapan orang yang kena dicengkeram itu telah menghantam bahu lawan yang mencengkeram kawannya itu,
"Bukkk!" sesungguhnya hantaman itu kuat sekali, tetapi orang yang mencengkeram itu tidak mau melepaskan cengkeramannya, tetap saja dia mencengkeram dengan bahunya diberikan kesempatan buat menyanggah pukulan lawannya, pukulan itu hanya membuat tubuhnya tergetar, tetapi cengkeramannya itu tetap saja tidak terlepas.
Sedangkan kawan dari kedelapan dicengkeram itu, telah kena ditarik orang yang kena sedikit, kemudian
dengan dibarengi bentakannya, tangan dari orang itu bergerak, dia telah menotok mata yang mencengkeramnya. Totokan itu dilakukan dalam jarak yang dekat sekali, dan bisa membutakan mata, tetapi orang yang mencengkeram itu masih tetap saja tidak mau melepaskan cengkeramannya, dia hanya memiringkan kepalanya, kemudian kakinya bergerak, mendupak keperut lawannya, membuat lawannya itu kesakitan.
Beruntung saja dia masih dapat mengerahkan tenaga dalamnya buat melindungi perutnya, agar isi perutnya itu, tidak mengalami kerusakan.
Orang yang mencengkeram tersebut telah mempergunakan kesempatan itu, dia telah menarik dengan
sekuat tenaganya, maka tubuh orang itu jadi terhentak, terseret sampai keluar dari kedudukannya.
Keempat orang lainnya yang menyaksikan kesempatan ini tidak mau membuang2 waktu lagi, segera juga mereka telah melompat untuk menerobos kedudukan yang telah jebol itu, dimana mereka berempat mendesak dengan hebat sekali.
Barisan Pat-kwa dari kedelapan orang itu telah dapat dipecahkan, dengan begitu membuat mereka jadi sibuk sekali buat menghadapi lawan mereka sambil menggendong bungkusan besar itu.
Selama mereka masih membawa dan memanggul bungkusan besar dan bertempur hanya mempergunakan satu tangan saja, pasti akan membuat mereka jatuh dibawah angin.
Diwaktu itu, rupanya pemimpin dari kedelapan orang itu telah mengambil keputusan, dia berseru: "Lempar bungkusan!" berbareng dia juga telah melemparkan ujung bungkusan yang dipanggulnya.
Kawan2nya juga telah mematuhi perintahnya itu, mereka serentak melemparkan bungkusan kearah keempat orang itu, kemudian telah menghadapi keempat orang itu dengan kedua tangan masing-masing.
Dalam keadaan seperti ini memang jelas, mereka dapat bertempur lebih baik.
Namun terdengar suara bentakan: "Hentikan atau memang kawanmu ini akan terbunuh paling dulu!" Ketujuh orang itu menghentikan gerakan tangan dan
kaki mereka, karena yang mengancam itu adalah orang yang telah berhasil mencengkeram punggung lawannya, dan tangan kirinya tengah diangkat akan menghantam kebatok kepala lawannya yang memang sudah dalam keadaan tidak berdaya.
Ketujuh orang itu jadi salah tingkah karena jika mereka meneruskan gerakan mereka untuk mengadakan perlawanan, tentu yang pertama-tama bercelaka adalah kawan mereka yang seorang itu, yang akan dihantam hancur batok kepalanya.
Dalam keadaan seperti ini membuat mereka jadi berdiri ragu dan mengawasi dengan gusar kepada orang yang tengah mencengkeram punggung kawan mereka.
Orang yang punggungnya kena dicengkeram itu, ketika melihat ketujuh orang kawannya berhenti bersilat, malah berteriak, "Teruskan... jangan kalian menyerah.... lindungi terus bungkusan itu, biarlah aku mati ditangan mereka, tetapi kalian harus melaksanakan tugas itu dengan sebaikbaiknya!"
Tetapi ketujuh orang kawannya mana tega jika kawan mereka dihantam binasa didepan mata mereka maka ketujuh orang itu telah bergerak dengan cepat sekali menyingkir menjauhi dan mengawasi dengan sorot mata yang mengancam, jika saja kawan mereka yang seorang itu
mengalami sesuatu, mereka akan segera maju menerjang maju.
Keempat orang lawan mereka berdiri berhadapan dan telah memandang dengan tersenyum mengejek, sedangkan orang yang berhasil mencengkeram lawannya itu berkata
dengan dingin: "Kalian meninggalkan tempat ini dan menyerahkan bungkusan besar itu kepada kami, nanti kawan kalian ini akan kami bebaskan..!"
Ketujuh orang itu berdiam diri saja. "Kalian cepat berlalu atau memang kalian hendak melihat kawan kalian ini terbinasa paling dulu?" mengancam orang itu sambil mengangkat tangan kirinya, telapak tangannya itu diancam untuk menghantam batok kepala dari lawannya.
Tetapi ketujuh orang itu tetap saja tidak bergerak dari tempat berdiri mereka, mereka bertujuh dalam keadaan ragu, sampai akhirnya mereka telah menggeleng.
"Biarkan kawan kami itu berkorban demi melindungi bungkusan besar ini." kata salah seorang diantara ketujuh orang itu, malah dia telah melangkah maju dan hendak menyerang lagi kepada keempat orang itu.
Akan diwaktu ketujuh memang kalian hendak melihat kawan kalian ini benar2 binasa"
Ketujuh orang itu tidak memperdulikan mereka telah melangkah dengan langkah kaki lebar, tubuh mereka bergerak berusaha mendahului gerak dari tangan lawan, untuk menolong kawan mereka itu. Namun mereka terlambat.
Tangan orang itu terayun dengan cepat, "Plakkk!" batok kepala dari orang yang kena dicengkeram itu telah dihantam kuat sekali, seketika kepala itu remuk, hanya terdengar jerit tertahan dan tubuh orang itu terkulai tidak bernapas lagi,
"Aku sudah mengatakan, jika kalian memang tidak mau menuruti perintah kami, maka kalian akan melihat kawan kalian yang menerima hukuman yang mengenaskan ini! Dan kalian bertujuh juga akan mengalami nasib yang sama!"
Belum lagi orang itu menyelesaikan perkataannya, maka ketujuh orang itu telah menerjang dengan dahsyat.
tetapi, belum lagi dia melangkah mendekat,
itulah orang yang
mencengkeram kawan dari orang itu telah membentak: "Berhenti! Atau Beruntung sekali keempat orang kawannya telah melompat membantunya dengan segera, mereka jadi bertempur dengan dahsyat lagi.
Masing-masing telah mengeluarkan seluruh kepandaian yang mereka miliki, tenaga mereka berkesiuran menyebabkan daun dan tanah berterbangan.
Pohon juga ada yang tumbang akibat hantaman kepalan tangan mereka yang menyambar dan telah menghantam batang pohon itu, Dalam keadaan seperti ini membuat mereka bertempur bagaikan hendak mengadu jiwa satu dengan yang lainnya.
Sedangkan kelima orang itu, yang tampaknya memang memiliki kepandaian amat tinggi, berusaha untuk mempengaruhi ketujuh lawan mereka dengan berbagai cara.
Pertama2 yang mereka lakukan adalah mempergunakan senjata rahasia sambil menyerang dengan hantaman telapak tangan, mereka juga selalu melontarkan senjata rahasia sehingga membuat ke tujuh lawannya jadi sibuk, selain harus mengelakkan diri dari serangan2 lawan, juga harus melindungi diri mereka dari sambaran senjata2 rahasia.
Diwaktu itulah terlihat betapapun juga memang ketujuh orang tersebut telah terdesak, mereka telah tertindih oleh tenaga dari lawan mereka, dan juga mereka sibuk sekali menangkis dan mengibaskan tangan mereka, untuk
meruntuhkan senjata rahasia
lawan yang menyambar kearah mereka. Namun tidak urung, sebagian dari tubuh mereka telah terluka oleh senjata rahasia itu. Tampak kelima orang itu tambah bersemangat mereka telah mendesak terus, Malah dua orang dari lawan mereka telah berhasil dihantam rubuh tidak bergerak lagi, pingsan,
sekarang mereka jadi lima lawan lima, seorangnya lawan seorang, dan keadaan kelima orang pemilik bungkusan itu semakin terdesak hebat.
Tadi waktu mereka berdelapan saja, mereka sudah tidak dapat menandingi kelima orang itu, apalagi sekarang ini, disaat mana mereka lima lawan lima, maka sisa dari kedelapan orang itu, jadi gelagapan dan terdesak hebat, akan
tetapi mereka tidak mau menyerah begitu saja, mereka tetap bertahan dengan kuat dan malah salah seorang diantara mereka telah berhasil melukai seorang lawannya, yang dihantam dadanya.
Walaupun orang itu masih dapat bertempur, tokh tenaga dalam nya sudah tidak bisa dipergunakan sepenuh-nya, dia merasakan dadanya agak menyesak.
Begitulah kelima orang sisa dari kedelapan orang pemilik bungkusan tersebut, telah bertempur terus seakan juga mereka hendak mengadu jiwa.
Hanya bedanya, kelima orang yang berpakaian serba hitam itu bertempur dengan licik sekali. Mereka menyerang dengan dibarengi sambitan2 senjata rahasianya yang menyambar bertubi2, Tidak seorangpun diantara mereka yang membekal senjata tajam.
Malah ini menguntungkan mereka, senjata rahasia, walaupun kecil, namun berjumlah banyak dan dapat menyerang kebagian yang mematikan ditubuh lawannya masing2.
Begitulah pertempuran yang terjadi diantara kedua rombongan orang tersebut berlangsung dengan seru, karena mereka seperti juga sudah tidak memperdulikan lagi keselamatan diri masing2, seakan juga mereka mementingkan bahwa mereka harus saling bunuh.
Jika kelima orang yang berpakaian serba hitam itu berusaha hendak membinasakan kelima orang lawan mereka, dan kelima orang lagi, sisa dari berdelapan tadi, malah berusaha hendak mempertahankan diri dan merubuhkan lawan mereka guna mencegah agar barang2
mereka, dalam bungkusan besar itu tidak sampai kena direbut oleh kelima orang berpakaian serba hitam tersebut.
Tetapi setelah bertempur lagi selama beberapa puluh jurus, kembali salah seorang dari kelima orang yang memiliki bungkusan besar itu telah rubuh dan sisa mereka tinggal berempat, sedangkan kelima orang yang berpakaian
serba hitam tersebut bertambah semangat saja, mereka telah memperhebat penggunaan senjata rahasia.
Begitulah, akhirnya keempat orang pemilik bungkusan besar tersebutpun telah dapat dirubuhkan, dengan demikian membuat kelima orang berpakaian hitam itu gembira sekali.
Namun merekapun tak urung dalam keadaan terluka. Ter-gesa2 mereka berlima hendak mengangkat bungkusan besar itu, untuk dipanggulnya.
Walaupun ketujuh orang itu telah kena di rubuhkan, namun tiga orang diantara mereka tidak sampai pingsan, mereka masih dapat melihat betapa bungkusan besar itu hendak dipanggul oleh kelima lawan mereka.
Karenanya mereka bertiga berusaha hendak merangkak bangun, guna mengadakan perlawanan dan mencegah maksud dari kelima orang itu, yang ingin membawa
bungkusan besar tersebut.
Dalam keadaan seperti itu, tampak dua orang diantara kelima orang berpakaian serba hitam tersebut, melompat maju, tangan mereka bergerak cepat menghantam ketiga orang itu bergantian, sehingga membuat ketiga orang itu
rubuh dan pingsan tidak sadarkan diri.
Tanpa membuang2 waktu lagi, kelima orang itu telah memanggul bungkusan besar tersebut, dimana mereka telah membawa bungkusan diwaktu itu, mereka besar itu dengan segera, dan juga bukan mengambil jalan mendaki
gunung, melainkan malah mengambil arah yang sebaliknya, yaitu menuruni gunung itu.
Ketujuh orang yang tengah pingsan tidak sadarkan diri, menggeletak diam ditempat itu diantara kesunyian yang ada. Dan juga mereka sama sekali tidak berdaya lagi buat melindungi bungkusan besar yang menjadi tugas mereka, mereka seperti mayat2 yang menggeletak diam tidak bergerak sama sekali.
Dalam keadaan seperti itu, tiba2 tampak melesat sesosok bayangan, Gerakannya sangat ringan sekali. Orang itu memiliki jenggot yang tumbuh panjang menutupi sampai dadanya, juga usianya telah lanjut sekali.
Dia mengerutkan sepasang alisnya ketika melihat keadaan ketujuh orang itu, dan memeriksa keadaan mereka, Akhirnya dia menotok ketujuh orang itu bergantian, sehingga ketujuh orang itu tersadar, segera orang tua itu memberikan semacam obat kepada mereka.
"Mengapa kalian bisa terluka seperti itu" Dan tampaknya ditempat ini telah terjadi pertempuran yang cukup lama, kulihat daun-daun yang telah porak-poranda dengan beberapa batang pohon yang tumbang." tanya orang tua itu.
Ketujuh orang itu memperoleh kenyataan bahwa orang tua itu adalah seorang tojin yang usianya sangat lanjut sekali.
"Sesungguhnya, didalam persoalan ini kami sangat malu sekali menjelaskan kepada Cin jin!" begitu yang diucapkan
oleh ketujuh orang: itu,
"Kami....kami telah gagal melakukan tugas yang diberikan kepada kami."
"Mengapa" Tentunya kalian telah mengalami perampokan atau juga suatu peristiwa yang tidak menyenangkan?" tanya tojin itu.
0ooo0dw0ooo0 Jilid13 KETUJUH orang itu menghela napas dalam-dalam, mereka berduka sekali. "Kami tidak mengharapkan lagi bisa hidup lebih lama, karena dengan gagalnya tugas kami ini,
berarti kami sangat malu
Kauwcu kami....!" Setelah
sekali buat bertemu dengan
berkata begitu, orang2 ini menghela napas dalam2.
Tojin tua itu telah tersenyum, katanya: "Tugas apakah yang kalian sebut telah gagal itu ?"
"Kami telah ditugaskan oleh Kauwcu kami buat membawa beberapa macam barang yang sangat penting sekali, tetapi kami telah gagal untuk melindunginya. Dengan demikian benar2 membuat kami jadi sangat malu sekali.... entah bagaimana kami harus mempertanggung jawabkan, karena memang kami sendiri telah tidak sanggup
melindungi barang2 itu, yang sebetulnya sangat penting dan sangat diperlukan oleh kami ...!"
Tojin tua itu tersenyum lagi.
"Siapa yang telah merampas barang2 kalian itu?" tanya Tojin tua itu dengan suara yang sabar. "Lima orang yang kami tidak kenal, mereka berlima semuanya memakai baju warna hitam dan wajah mereka bengis2, juga kepandaian mereka ternyata berada diatas kepandaian kami. sehingga kami sendiri tidak berdaya buat
menghadapi mereka, kami telah dirubuhkan dan jatuh pingsan....!"
Setelah berkata begitu, tampak betapapun juga, ketujuh orang ini sangat berduka, mereka telah memandang dengan tatapan mata yang kosong, dan berusaha untuk menindih kedukaan mereka tidak mau menjelaskan lebih jauh
persoalan mereka kepada tojin yang tidak dikenal itu.
Segera terlihat betapa mereka telah bangkit dan hendak berlalu dari tempat itu.
Sedangkan tojin tua itu telah berkata dengan sikap yang sabar. "Sebenarnya, jika memang kalian mau memberitahukan kepadaku,dimana tempat orang-orang itu, aku dapat menolong kalian !"
"Dari mana kami bisa mengetahui tempat mereka, justeru kelima orang itu menghadang kami disini, dan
mereka telah berusaha untuk merebut bungkusan besar kami itu. Akhirnya memang mereka berhasil dan juga telah membuat kami rubuh pingsan. Dengan begitu kami jadi kehilangan barang kami itu, dan harus mempertanggung jawabkan kepada kauwcu kami !"
Tojin itu masih menghiburnya, mereka di dihiburnya dengan menanyakan kemana arah kelima orang itu pergi, dan juga tojin itu berjanji bahwa ia akan berusaha merampaskan kembali barang2 mereka, Tetapi kedelapan orang itu tidak yakin, mereka bimbang.
"Sesungguhnya siapakah Cinjin sesungguh nya "!" tanya mereka hampir berbareng dan tetap ragu-ragu. Tojin itu tersenyum, katanya: "Sesungguhnya Loto (aku pendeta To tua) bernama Thio Sam Hong, dan kebetulan tengah lewat ditempat ini, sehingga Loto dapat melihat
kalian yang tengah pingsan ditempat ini ! jika memang kalian hendak menceritakan apa yang telah kalian alami, maka mungkin Loto akan dapat membantu kalian buat merebut kembali barang2 kalian itu !"
Ketujuh orang itu jadi kaget tidak terkira, mereka telah berseru perlahan, kemudian katanya. "Jika memang begitu, tentunya Thio Cinjin dari Bu Tong Pay, bukan"!"
Tojin tua yang bersedia menolong kedelapan orang itu, telah mengangguk.
"Benar !" katanya, karena memang tidak lain dia adalah cikal bakal Bu Tong Pay.
Ketujuh orang itu memaksakan diri mereka buat bangkit, kemudian berlutut, tetapi Thio Sam Hong mencegahnya. "Tidak usah terlalu banyak peradatan, karena Loto menyadari akan keadaan
kalian yang tengah terluka, sehingga dalam keadaan demikian kalian tidak boleh terlalu banyak bergerak !" Ketujuh orang itu tidak memperdulikan cegahan Thio Sam Hong, mereka tetap bangkit dan berlutut dihadapan Thio Sam Hong, merekapun telah berkata dengan suara yang hampir berbareng: "Sungguh hal sangat
menggembirakan dan membawa keberuntungan buat kami bertemu dengan Thio Cinjin Locianpwe, kami yakin jika saja Thio Cinjin bersedia menolong kami, tentu kami akan dapat diselamatkan dari perasaan malu, barang2 kami itu akan dapat direbut kembali!"
Setelah berkata begitu, segera juga mereka bertujuh mengangguk-anggukan kepalanya mereka berulang kali, malah sampai kening mereka menghantam tanah, menimbulkan tanda merah pada kening mereka itu.
Thio Sam Hong jadi sibuk untuk mencegah mereka memberi hormat lebih jauh, Namun delapan orang itu terus juga berlutut, walau Thio Sam Hong berulangkali perintahkan mereka agar tidak berlutut.
"Lebih baik kalian menceritakan saja apa yang telah kalian alami, dan kemana perginya para penjahat yang telah merebut barang kalian "!" kata Thio Sam Hong pada akhirnya setelah melihat ketujuh orang itu tidak dapat
diperintahkan menyudahi pemberian hormat mereka.
"Kami tidak akan menyudahi hormat ini jika saja Thio Cinjin Locianpwe tidak bersedia menolong kami !" kata ketujuh orang itu, "Jika perlu kami akan berlutut sampai setahun atau lebih lama lagi."
"Tentu saja Loto bersedia menolongi kalian, karena bukankah sejak tadi Loto telah mengemukakan bahwa Loto bersedia menolongi kalian, jika saja kalian mau menceritakan kesulitan kalian itu ! Nah, bangunlah, marilah kalian menceritakan kepada Loto tentang peristiwa yang telah menimpa diri kalian."
Ketujuh orang tersebut, setelah kali, kemudian duduk, katanya: mengangguk beberapa "Baiklah Thio Cinjin
Locianpwe, memang Thio Cinjin bersedia untuk membantu dan menolongi kami, kamipun harus harus syukur sekali,
karena Thian seperti juga masih melindungi kami. Kami yakin bahwa barang kami itu akan dapat direbut kembali...!"
Thio Sam Hong sambil mengurut-urut jenggotnya telah tersenyum, katanya: "Dalam persoalan ini Loto tidak bisa mengatakan bahwa dengan pasti Loto bisa menolong kalian, tentang hasilnya terserah nanti saja, tetapi yang pasti memang Loto bersedia untuk menolongi kalian....!"
Setelah berkata begitu, Thio Sam Hong, mendengarkan cerita ketujuh orang itu, yang menceritakan bahwa salah seorang teman mereka juga telah mempertahankan bungkusan tersebut.
"Jadi bungkusan besar itu kalian meninggal akibat
gotong selamanya
Thio Sam Hong. Ketujuh orang tersebut maka jika sampai mereka lambat sekali, lalu kelima orang itu hendak dicari kemana" Tentu kelima orang itu yang semuanya berpakaian hitam telah melarikan diri sangat jauh sekali....
Rupanya ketujuh orang itu menyadari akan kekeliruan pembicaraan mereka, segera juga mereka berdiam diri dengan kepala tertunduk.
"Begini saja !" kata Thio Sam Hong kemudian. "Aku akan mengejar kelima orang yang telah merampas barang2
kalian, jika memang Loto
berhasil untuk menyadari mereka, dan mereka bersedia mengembalikan barang itu, juga dalam melakukan berdelapan?" tanya Thio Sam Hong, dengan sikap yang
sabar. Ketujuh orang itu mengangguk membenarkan.
"Lalu sekarang jika nanti Loto dapat mengejarnya kelima orang itu, seandainya Loto dapat merebutnya, maka apakah barang itu akan dapat dibawa oleh Loto seorang diri" Tentu Loto akan mengalami kesulitan!"
Ke tujuh orang itu saling pandang, "Atau pergi bersama2 dengan kami?" tanya ketujuh orang itu bertambah ragu. Thio Sam Hong tidak menyahut, hanya tersenyum saja. Dan hal ini telah menunjukkan bahwa dia berdiam begitu karena tidak mau mengungkapkan bahwa sebenarnya dia
tidak dapat pergi dengan ketujuh orang itu, berarti mereka bertujuh hanya menghambat belaka, dimana ginkang mereka jelas tidak bisa mengimbangi ginkang yang dimiliki
keadaan terluka,
pengejaran yang
maka nanti Loto akan meminta kepada penduduk setempat untuk menggotong barang itu kemari. Bagaimana, apakah kalian menyetujuinya?"
Ketujuh orang itu mengangkat kepala, mereka dengan wajah berseri2, dan dikala itu memang tampak jelas sekali bahwa mereka girang bukan main.
"Terima kasih Thio Cinjin, jika memang Thio Cinjin hendak membantui kami, kami yakin tentu akan dapat mengambil kembali barang kami, sehingga kami tidak akan malu bertemu dengan kauwcu !"
Thio Sam Hong mengangguk, dengan sabar guru besar itu telah menepuk pundak salah seorang diantara ketujuh orang itu, dia juga mengeluarkan bungkus obatnya, diberikan kepada mereka.
"Selama aku pergi, kalian makanlah obat ini untuk menyembuhkan luka kalian lebih cepat! Jika memang akupun tidak berhasil mencari kelima orang yang telah merampas barang kalian, Loto akan segera kembali kemari!"
Ketujuh orang itu mengiyakan dan mengucapkan terima kasih mereka, juga diwaktu itu Thio Sam Hong berpesan agar mereka tidak terlalu banyak bergerak, mereka harus berdiam ditempat itu buat beristirahat.
Setelah memberikan nasehat yang diperlukan ke tujuh orang itu, maka Thio Sam Hong pun melesat pergi cepat
sekali. Dia menuruni gunung itu, seperti yan" diberitahukan oleh ketujuh orang tersebut bahwa kemungkinan besar lima orang yang telah merampas bungkusan besar itu menuruni gunung ini, mereka tidak mungkin mendaki, karena dipuncak gunung itu justeru berkumpul kawan dari kedelapan orang tersebut.
Thio Sam Hong berlari cepat sekali, tubuhnya seperti terbang saja, hanya terlihat sinar kuning dari warna bajunya itu disebabkan mungkin terlalu cepatnya Thio Sam Hong berlari sehingga tubuhnya seperti juga bayangan saja.
sedangkan orang yang dicarinya, kelima orang yang berpakaian serba hitam itu belum juga tampak mata hidungnya.
Thio Sam Hong sebenarnya ditahan oleh orang2 Pulau Es, dan juga ia tengah terkurung didalam sebuah ruangan yang tidak bisa digempur hancur olehnya, tetapi justeru akhirnya mengapa Thio Sam Hong bisa berada ditempat itu
dan ingin menolongi kedelapan orang yang bungkusan besarnya telah direbut oleh kelima orang berpakaian hitam itu "
Untuk ini ada ceritanya, dimana Thio Sam Hong akhirnya berhasil meloloskan diri dari kurungan orang2 Pulau Es.
Memang selama berhari 2 Thio Sam Hong dikurung didalam raungan yang kokoh sekali, yang tidak mungkin dapat dihancurkan oleh pukulan telapak tangannya, walaupun lwekang dari guru besar itu sangat hebat.
Setiap hari Thio Sam Hong merenungkan keadaan dirinya, Sebagai seorang guru besar, yang akhirnya terkekang kebebasannya oleh orang orang Pulau Es,
sebenarnya merupakan hal
yang sangat menjengkelkan sekali, diapun menyesal sekali dirinya bisa terpedaya dan telah terkurung disitu, kemungkinan besar orang-orang Pulau Es itu akan menimbulkan kekacauan yang lebih besar didalam rimba persilatan. Karena itu, Thio Sam Hong tidak hentinya menghela napas.
Sedangkan untuk makan minumnya, hanya dikirim oleh orang2 Pulau Es lewat sebuah lobang khusus, dan Thio Sam Hong sama sekali tidak berselera untuk memakan semua makanan itu.
Diapun menduga tentunya orang2 Pulau Es itu akan menaburkan semacam obat untuk dapat mempengaruhinya. Karenanya Thio Sam Hong mogok makan.
Setelah lewat entah berapa hari, dan Thio Sam Hong sendiri tidak mengetahuinya peredaran hari, karena dia terkurung terus menerus tidak melihat cahaya matahari.
Thio Sam Hong akhirnya memutuskan, bahwa ia harus dapat meloloskan diri dari Pulau Es ini, karena tidak bisa ia
berdiam diri saja dengan adanya ancaman bahwa orang2 Pulau Es itu menimbulkan kekacauan lebih hebat didalam rimba persilatan.
Yang menguatirkannya adalah orang2 Pulau Es itu akan datang ke Bu Tong Pay untuk memberikan cerita bohong
kepada Jie Lian Cu. Hal inilah yang tidak diinginkan oleh Thio Sam Hong.
"Walaupun terpaksa Loto harus membuka jalan darah, Loto harus berusaha meloloskan diri." begitulah tekad dihati Thio Sam Hong.
Setelah bertekad seperti itu, Thio Sam Hong, mengempos semangatnya, ia menyalurkan hawa murni didalam pusarnya ke telapak tangannya lalu menempelkan pada dinding yang keras, seperti terbuat dari campuran
logam, memang jika sekali hantam dinding itu tidak mungkin dihancurkan, namun tokh dengan mengandalkan latihan tenaga dalamnya yang telah mencapai puncaknya, maka Thio Sam Hong yakin ia akan berhasil dengan usahanya.
Memang pertama2 tidak terlihat hasilnya, setelah lewat beberapa waktu, barulah terlihat juga hasilnya. Dinding itu melengkung melesak, semakin lama semakin dalam, hasil ini menggembirakan benar hati Thio Sam Hong, ia mengempos semangatnya bertambah kuat, sehingga dinding itu melesak semakin dalam juga.
Dikala itu terdengar suara langkah kaki, Thio Sam Hong cepat-cepat menarik pulang tangannya, ia kemudian duduk membelakangi dinding yang telah melesak melengkung kedalam itu, karena ia kuatir kalau-kalau penjaga ruangan itu melihat keadaannya dinding tersebut, dia menghalangi dan menutupi dengan tubuhnya.
Benar saja, lobang khusus tempat memasukkan makanan buat Thio Sam Hong terbuka disusul dengan seruan seseorang: "Thio Cinjin, makanlah, jika engkau terbinasa ditempat ini bukankah itu merupakan urusan yang sangat penasaran sekali!?"
Thio Sam Hong tidak menyahuti, hanya sengaja ia memperdengarkan suara helaan napas. Terdengar suara tertawa bergelak dari orang yang telah dimasukkan makanan Thio Sam Hong, terdiri dari semangkok besar nasi, dua buah bakpauw, dan juga semacam sayur kuwah kacang dengan tahu, lalu beberapa macam sayur2 lainnya, Pintu khusus itupun telah tertutup lagi.
Thio Sam Hong menghela napas pula, setelah menanti sekian lama, diapun memutar tubuhnya dan mempergunakan telapak tangannya buat mendorong lagi dinding besi campuran itu. Dan dinding itu melengkung
semakin ke-dalam, sampai akhirnya dengan mengeluarkan suara "tinnggg" dinding besi itu pecah, menimbulkan rengat yang cukup besar. Thio Sam Hong girang melihat hasil usahanya itu.
Segera dia mengempos semangatnya buat mendorong lebih kuat lagi, Dinding itu per-lahan2 terkuak lebar, tetapi belum cukup untuk dipergunakan melewati dengan tubuhnya, Thio Sam Hong menambah pengerahan tenaga dalamnya pada telapak tangannya, dimana dia telah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya itu agar pecahan dinding itu semakin besar.
Memang menurut apa yang dimilikinya, tenaga dalam Thio Sam Hong sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali, dengan demikian akhirnya ia berhasil untuk "merobek" dinding besi campuran itu yang sesungguhnya sangat keras.
Yang dipergunakan Thio Sam Hong adalah kekuatan tenaga lwekang yang bersifat panas. Karena itu, dia telah berhasil untuk melobangi dinding itu. Setelah melihat lobang pada dinding itu cukup besar, maka Thio Sam Hong tidak membuang2 waktu lagi segera dia menerobos keluar.
Setelah berada diluar ruangan itu, ternyata Thio Sam Hong berada disebuah jalur jalan yang panjang sekali. Tidak dilihatnya seorang manusiapun juga. Hanya melihat bentuk ruangan itu, maka tampak jelas itulah ruangan dibawah tanah.
Thio Sam Hong dengan berani telah maju kedepan, ia mencari pintu untuk keluar, karena jika memang bertemu dengan orang Pulau Es, ia tidak kuatir, karena memang kepandaiannya yang tinggi membuat Guru Besar dari Bu Tong Pay itu tidak perlu merasa khawatir, hanya saja, sejauh itu dia mencari2, tak juga dilihatnya pintu yang bisa
dipergunakan untuk keluar, Thio Sam Hong jadi habis sabar, dia terus meraba dinding itu.
Terbuat dari batu dan semen, maka dia mengerahkan tenaga dalamnya, tahu2 telapak tangannya menghantam dinding itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Girrrrr, blukkkk !" begitulah terdengar suara hantaman itu, dan segera juga dinding itu jebol, ternyata dinding itu memisahkan ruangan tersebut dengan sebuah tanah yang cukup luas.
Diluar ruangan itu, didalam taman, terlihat empat orang, yang mukanya semua berobah pucat dan berdiri dengan
sikap terkejut mengawasi kelobang itu. Dan mereka tambah terkejut waktu melihat yang keluar dari lobang itu tidak lain dari Thio Sam Hong,
"Kau... kau ?"! salah seorang diantara mereka dengan suara yang tidak lancar telah berkata2 dan menunjuk kearah Thio Sam Hong, dia sama sekali tidak mempercayai bahwa Thio Sam Hong bisa keluar dari tempat kurungannya itu, walaupun bagaimana hebatnya kepandaian dan tenaga dalam dari cakal bakal Bu Tong Pay itu, tidak nantinya dia dapat merusak dan menjebolkan dinding besi campuran yang sangat kuat itu.
Tetapi sekarang justeru yang mereka lihat itu merupakan suatu kenyataan yang ada dan tidak bisa dibantah lagi, bahwa Thio Sam Hong telah keluar dari kamar kurungannya, bahkan telah menjebolkan dinding batu itu
tanpa menimbulkan suara ketukan terlebih dulu, tahu2 menggelegar jebol begitu saja, jelas itu hanya sekali saja dihantam oleh Thio-Sam Hong!
Waktu itu Thio Sam Hong telah keluar dari lobang didinding itu, dia telah berkata dengan suara yang tawar
kepada ke empat orang Pulau Es itu, katanya: "Mengapa kalian bengong begitu saja" Cepat beritahukan kepada Kauwcu kalian, bahwa Loto ingin bertemu dengannya..."
Keempat orang itu berkurang rasa kagetnya, segera juga mereka melompat kedekat Thio Sam Hong, dengan maksud akan mengurung Thio Sam Hong.
"Mengapa kau sebagai seorang tojin bermaksud hendak melarikan diri, apakah hal itu tidak akan meruntuhkan nama besarmu"!!" tanya salah seorang diantara mereka, dan bersiap2 hendak menyerang.
Thio Sam Hong mana memandang sebelah mata terhadap keempat orang anggota biasa dari Pulau Es itu, dia hanya tersenyum: "Loto bukan hendak melarikan diri, karena Loto tidak menyingkirkan diri! itulah sebabnya mengapa Loto meminta kalian agar segera pergi menemui Kauwcu kalian, agar dia datang kemari, untuk bicara dengan Loto.!"
"Kau harus kembali ketempat kau, Thio Cinjin! Jika tidak !" orang itu segera menghentikan kata2nya, semula dia ingin mengancam untuk menyerang Thio Sam Hong jika memang Thio Sam Hong tidak mau kembali ketempatnya, namun dia segera teringat bahwa Thio Sam
Hong adalah cakal bakal Bu Tong Pay, dengan demikian, tidak mungkin walau mereka berempat untuk menghadapi tokoh Bu Tong Pay itu.
"Jika tidak kembali, apa yang hendak kalian lakukan?" tanya Thio Sam Hong sambil tersenyum.
Karena sudah terlanjur berkata2 seperti itu maka orang itu jadi nekad, katanya: "Jika memang kau tidak mau kembali ketempat Thio Cinjin, terpaksa kami akan menyerang memaksa dengan kekerasan agar kau kembali ke tempatmu!"
Thio Sam Hong sangat sabar, dia tersenyum dengan sikap yang tenang: "Jika memang kalian hendak menyeret Loto kedalam ruangan itu, lakukanlah ..."
Keempat orang itu ragu2, mereka saling lirik, sampai akhirnya mereka telah mengangguk, Lalu dengan nekad mereka melompat. Gerakan mereka cukup gesit, tangan merekapun sekaligus serentak memukul kepada Thio Sam Hong.
Cakal bakal Bu Tong Pay itu tetap berdiri tenang ditempatnya, sama sekali tidak berkelit. Pukulan keempat orang itu mendarat di tubuh Thio Sam Hong, dan segera terdengar suara jeritan.
Tetapi Thio Sam Hong tetap berdiri tenang ditempatnya, yang menjerit kesakitan adalah keempat orang itu, yang juga telah terpental sangat jauh, dua tombak lebih!
Kiranya tanpa menangkis juga Thio Sam Hong dapat mementalkan tenaga serangan dari keempat orang itu. Begitu keempat orang tersebut merangkak dengan kepala yang masih pusing berkunang2, maka mereka tanpa menoleh lagi pada Thio Sam Hong, telah melarikan diri dengan cepat.
Thio Sam Hong memang seorang cakal bakal Bu Tong pay yang memiliki ilmu dan kepandaian yang telah mencapai tinggi sekali, hampir mendekati kesempurnaan yang tertinggi.
Langkah keempat orang itu menimbulkan suara berisik sekali, karena mereka sambil berlari telah berteriak2 memanggil cukup banyak kawan2nya, yang tertarik perhatiannya oleh ribut itu dan telah datang.
"Thio Sam Hong telah terlepas, dia berada disana !" teriak keempat orang itu sambil menunjuk ke arah ditempat mana Thio Sam Hong berada.
Malah keempat orang itu akhirnya dengan teman2nya yang berjumlah puluhan orang, telah kembali ketempat dimana terdapat Thio Sam Hong, Tangan mereka mencekal berbagai senjata tajam.
Namun karena mereka mengetahui Thio Sam Hong memiliki kepandaian yang sangat tinggi, maka mereka tidak berani sembarangan menyerang, hanya mengurung Thio Sam Hong menantikan beberapa orang tokoh dari Pulau Es datang ketempat itu.
Yang terpenting buat mereka hanya mengurung Thio Sam Hong, agar cakal bakal Bu Tong Pay itu tidak melarikan diri.
Thio Sam Hong tersenyum.
"Percuma saja kalian menyerang Loto, karena tak mungkin kau dapat menghalangi Loto, jika saja Loto bermaksud melarikan diri." kata Thio Sam Hong dengan sikap yang tawar, "panggil Kauwcu kalian, karena ada yang hendak Loto katakan kepadanya..."


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anak buah Pulau Es itu telah mengawasi Thio Sam Hong dengan sikap berhati2 sekali, malah diantara mereka ada yang telah melompat buat menyerang pada Thio Sam Hong dengan senjata tajamnya.
Dia berusaha menyerang dengan cara membokong dari belakang Thio Sam Hong, Karena dia masih mengharapkan
dapat menyerang Thio Sam Hong dengan hasilnya yang memuaskan pedangnya agar Thio Sam Hong terluka oleh tabasan itu, yang dilakukannya dengan sekuat
tenaganya. Namun Thio Sam Hong yang merupakan Guru Besar Bu Tong Pay yang memiliki kepandaian begitu tinggi, mana bisa dibokong seperti itu, dia bisa mendengar berkesiuran angin yang menyambar dari belakangnya.
Sambaran angin itu perlahan sekali, namun Thio Sam Hong tidak berusaha berkelit, dia membiarkan pedang itu
hampir dekat dengan punggungnya barulah dia memutar tubuhnya sedikit, memiringkan pundaknya dan telah berkelit dengan mudah.
Pedang itu telah mengenai tempat kosong dan gagal menabas Thio Sam Hong. Orang itu ketakutan sekali, dia menduga Thio Sam Hong akan membalas menyerang padanya. Karena rasa takutnya itu, sungguhpun Thio Sam
Hong sama sekali tidak menyerangnya, orang itu bukannya melompat mundur, malah telah melompat maju dan mempergunakan pedangnya untuk menikam lagi.
Thio Sam Hong menendang perlahan berkelit, dan ujung kakinya telah pinggul
orang itu, seketika tubuh orang tersebut terjerunuk dan mata pedangnya telah mengenai pundaknya.
Seketika lukanya itu mengucurkan darah yang cukup deras, ia menjerit kesakitan.
Kawan2 orang tersebut kaget bukan main, mereka telah cepat2 mengepung Thio Sam Hong lebih ketat, dan orang yang terluka itu, segera bangun dan menyelinap diantara kawan2nya.
karena dia kuatir Thio Sam Hong akan menyerangnya lagi. Diwaktu inilah Thio Sam Hong dengan sikap yang tenang dan sabar berkata: "Sudah Loto katakan sejak tadi bahwa kalian tidak mungkin bisa menahan Loto, jika saja memang Loto bermaksud hendak pergi dan tempat ini, Nah, cepat kalian panggilkan Kauwcu kalian."
"Kami disini !" terdengar suara yang tawar. Waktu Thio Sam Hong melirik sedikit maka dilihatnya keenam Dewa pulau Es, yang pernah melihatnya dalam suatu pertempuran yang membuat akhirnya Thio Sam Hong harus terkurung, dia jadi tersenyum.
Kata Thio Sam Hong, dengan dibarengi tangannya yang dirangkapkan dan tubuhnya membungkuk sedikit. "Sayangnya Loto bukan berkepentingan dengan kalian, Loto hanya ingin bertemu dengan Kauwcu kalian, buat bicara dengannya..."
Tetapi keenam orang dewa pulau Es yang baru muncul itu tidak memperdulikan perkataan Thio Sam Hong, mereka telah maju dan memencar diri, berada dalam kedudukan masing2 untuk mengepung cakal bakal Bu Tong Pay itu.
"Mana Kauwcu kalian " Atau memang Loto harus segera pergi dari tempat ini "!" tanya Thio Sam Hong, sikapnya tetap sabar dan tenang.
Keenam Dewa Pulau Es itu tidak menyahut, tahu2 mereka berenam telah melompat memukul pada Thio Sam Hong, Mereka bermaksud akan membekuk Thio Sam Hong.
Sekarang Thio Sam Hong telah mengambil keputusan yang teguh, bahwa ia harus membuka pantangan melukai orang dan tidak boleh terlalu sungkan.
Waktu beberapa waktu yang lalu dia pernah bertempur dengan keenam Dewa Pulau Es itu, dilihatnya mereka memiliki tangan telengas dan hati yang kurang bersih.
Sekarang mereka bermaksud hendak melibat dirinya dengan suatu pertempuran lagi, maka Thio Sam Hong ingin mempergunakan kepandaian beberapa waktu yang lalu.
Melihat keenam orang itu membuka serangan dengan sejatinya, tidak seperti melompat padanya untuk mempergunakan tangan kosong, maka Thio Sam Hong menarik napas dalam2, mengerahkan lwekang nya, dan tahu2 Thio Sam Hong mengangkat kaki kirinya, dia hanya berdiri dengan kaki kanannya belaka, dan memutar tubuhnya, yang seketika jadi terputar sangat cepat sekali, sambil mengibaskan lengan jubahnya, dari mana telah meluncur angin yang berhembus dahsyat sekali, membuat keenam orang itu seperti menerjang dinding yang tidak tampak oleh mata.
Mereka tengah menghantam kuat sekali, dan justeru tenaga tolakan Thio Sam Hong datang begitu mendadak dan juga kuat sekali, maka tidak ampun lagi tubuh keenam Dewa dari Pulau Es tersebut telah terpental.
Beruntung saja bahwa mereka masih bisa mengendalikan tubuh mereka, sehingga tidak sampai terbanting dan telah hinggap dibumi dengan muka yang berobah pucat.
Diam-diam keenam orang Dewa pulau Es itu jadi kaget dan heran, karena mereka melihat bahwa kepandaian Thio Sam Hong berbeda sekali dengan beberapa waktu yang lalu
diwaktu mereka pernah bertempur sekarang seperti juga Thio Sam Hong telah memperoleh kekuatan tenaga dalam beberapa kali lipat lebih besar dari dulu.
Yang sebenarnya terjadi adalah dulu Thio Sam Hong tidak mau mempergunakan kepandaiannya merubuhkan mereka, tetapi sekarang justeru Thio Sam Hong telah berpikir jika saja ia menghadapi keenam orang Dewa Pulau Es itu setengah hati, tentu mereka akan mempergunakan segala daya upaya buat merubuhkannya.
Maka Thio Sam Hong berusaha menghajar mereka sungguh2, walaupun hatinya sebetulnya tidak mengijinkan ia turun tangan terlalu keras. Karena itu, dia telah mempersiapkan Iwekangnya yang sangat kuat, dia telah menghadapi keenam orang itu dengan tekad hendak menghajar keras pada mereka, agar mereka menyadari
bahwa mereka bukan orang2 yang memiliki kepandaian berarti di matanya.
Alasannya jika dulu mengapa Thio Sam Hong berlaku setengah hati, karena cakal bakal dari Bu Tong Pay ini bermaksud untuk menyadarkan orang-orang Pulau Es itu dengan cara lunak, memberikan pengertian kepada mereka.
Tetapi siapa tahu, mereka merupakan orang orang yang sulit sekali disadarkan, maka sekarang Thio Sam Hong bermaksud hendak menghajar sungguh-sungguh pada mereka.
Keenam Dewa Pulau Es itu telah melompat lagi, sekarang mereka bermaksud hendak menerjang kepada Thio Sam Hong dengan sikap yang lebih hati2. Dan merekapun mempergunakan tenaga yang benar2 diperhitungkan.
Hanya saja, Thio Sam Hong tetap berdiri ditempatnya, sehingga mengherankan mereka, Kali ini Thio Sam Hong berdiri tegak dengan kedua kakinya.
Keenam Dewa Pulau Es tersebut jadi berpikir entah tindakan apa yang hendak dilakukan oleh Thio Sam Hong pula.
Tetapi mereka berenam telah meneruskan serangan mereka agar secepatnya dapat menangkap dan membekuk Thio Sam Hong, mereka tidak berlaku setengah hati, karena jika mereka berhasil menawan Thio Sam Hong lagi, tentu mereka akan dihargai oleh Kauwcu mereka.
Namun untuk kagetnya pula, diwaktu itu mereka merasakan betapa sambaran angin yang panas sekali ketika Thio Sam Hong menggerakkan sepasang tangannya, Malah yang membuat mereka tambah terkejut, justeru disaat itu Thio Sam Hong tahu2 lenyap dari tempatnya berada.
Baru saja mereka hendak mencarinya, belum lagi mereka memutar tubuh masing2, diwaktu itu tahu2 dari belakang mereka telah menyambar angin serangan yang hebat sekali, mereka seperti juga diterjang oleh runtuhnya gunung yang sangat dahsyat.
Tidak ampun lagi tubuh keenam Dewa Pulau Es itu telah terjungkel rubuh, tetapi keenam orang itu bisa melompat bangun dengan segera, sedangkan anggota dari Pulau Es yang lainnya mengeluarkan seruan kaget melihat keenam Dewa Pulau Es mereka itu kena dirubuhkan begitu mudah oleh Thio Sam Hong.
Malah yang membuat mereka heran, Thio Sam Hong sekarang ini seperti juga macan yang tumbuh sayap, kepandaiannya beberapa waktu yang lalu.
Dulu keenam Dewa Pulau Es itu telah dapat bertempur selama puluhan jurus dan malah akhirnya dapat memojokan Thio Sam Hong Akan tetapi sekarang, setiap kali Thio Sam Hong menggerakan tangannya, maka keenam orang Dewa Pulau Es itu dibuatnya tidak berdaya.
Waktu itu keenam Dewa Pulau Es telah melompat berdiri lagi, wajah mereka berobah merah padam, karena perasaan malu mendongkol dan gusar sekali. Tetapi buat segera melompat menerjang kepada Thio Sam Hong, mereka tidak berani ceroboh lagi.
Thio Sam Hong dengan sikap yang tenang dan sabar telah berkata: "Apakah kalian keberatan buat memanggil Kauwcu kalian " Atau memang Loto harus angkat kaki dari pulau ini "!"
Sambil bertanya begitu, Thio Sam Hong mengawasi orang2 Pulau Es dengan sorot mata yang tajam sekali, dan menantikan jawabannya.
Keenam orang Dewa Pulau Es itu telah melangkah maju, mereka bermaksud untuk menerjang pula. "Tidak ada gunanya aku melayani kalian lebih lama lagi !" kata Thio Sam Hong, "Jika memang kalian tidak bermaksud memanggil Kaucu kalian agar bertemu dengan aku, baiklah, terpaksa Loto harus meninggalkan tempat ini
karena Loto memiliki urusan yang sangat penting dan mendesak sekali !"
Setelah berkata begitu, segera juga Thio Sam Hong menjejakkan kedua kakinya,
ketengah udara, gerakannya
tubuhnya segera mencelat begitu ringan, seperti juga
tubuhnya itu tidak memiliki bobot sama sekali. Keenam orang Dewa Pulau Es terkejut mereka juga segera menjejakkan kaki mereka, tubuh mereka meluncur kearah Thio Sam Hong, namun gerakan mereka terlambat.
Ternyata gerakan Thio Sam Hong begitu cepat dan gesit sekali, dalam sekejapan mata, waktu tubuh ke-enam orang Dewa Pulau Es itu hinggap diatas tanah, maka Thio Sam Hong terpisah puluhan tombak.
Anggota Pulau Es lainnya jadi berteriak-teriak panik, maka keadaan disaat itu sangat ribut sekali, dimana tampak bahwa Thio Sam Hong dikejar mereka setengah hati, karena anggota2 Pulau Es itu memiliki ginkang yang jauh dibawah ginkang Thio Sam Hong, memang dari dasar hati
mereka tidak ada
kesungguhan mereka tidak berani mengejar dekat pada Thio Sam Hong, karena kuatir kalau2 mereka dicelakai oleh cakal bakal Bu Tong Pay yang sangat lihay itu.
Sedangkan keenam Dewa Pulau Es itu penasaran bukan main, mati-matian mereka mengerahkan seluruh ginkang mereka buat mengejar.
Namun tetap saja gagal, walaupun mereka berenam telah mengejar terus, tokh Thio Sam Hong terpisah jauh sekali. Thio Sam Hong dengan mengandalkan kesempurnaan ginkangnya, telah berlari ketepi pantai. Daratan yang dilapisi es, sama sekali tidak membawa kesulitan apa-apa buat Thio Sam Hong, yang dapat berlari cepat.
Kemudian waktu melihat ada beberapa buah perahu kecil tertambat disamping kiri dari pantai itu, maka Thio Sam Hong dengan beberapa lompatan telah berada didekat perahu itu, kemudian dengan sekali menggerakkan tangannya dia berhasil mengangkat perahu kecil tersebut
berikut dayungnya, lalu Thio Sam Hong dengan memanggul perahu kecil itu, ber lari2 diatas pecahan es yang mengambang di permukaan air laut.
Jauh sekali Thio Sam Hong berlalu begitu cepat, waktu keenam orang Dewa pulau Es tiba dipantai itu, mereka melihat Thio Sam Hong sudah jauh sekali, Malah waktu tiba di tempat yang jarang mengambang batu2 es, Thio-Sam Hong menurunkan perahu kecil itu, dia telah melompat kedalam perahu, kemudian mendayungnya.
Cara mendayung yang dilakukan Thio Sam Hong berbeda dengan cara mendayung manusia biasa, ia telah memiliki lwekang yang sangat tinggi, maka setiap kali dia mendayung, perahu seperti melesat sangat laju sekali memecah air.
Thio Sam Hong mendayung begitu cepat, karena dia kuatir kalau2 orang2 Pulau Es akan melakukan pengejaran dengan mempergunakan kapal besar, sehingga dia terpaksa harus berurusan dengan orang2 Pulau Es itu pula, jika dia turun tangan keras berarti dia harus melukai orang2 itu lagi, hal inilah yang tidak diinginkan oleh Thio Sam Hong.
Dan Thio Sam Hong pun memiliki alasan pula mengapa tampaknya dia begitu kesusu meninggalkan pulau es tersebut, karena memang sebagai seorang yang memiliki kepandaian telah mencapai puncak kesempurnaan maka dia bisa mengetahui bahwa sampailah pada saat2 yang terakhir, dimana tidak lama lagi tentu akan tiba saat2 kematiannya
disebabkan usia tua, sebagai seorang yang Iwekangnya memang telah tinggi dan sempurna seperti Thio Sam Hong, soal kematian seperti itu memang bisa diketahuinya lebih dulu.
Itulah sebabnya Thio Sam Hong hendak melakukan perjalanan pulang ke Bu Tong Pay, untuk kembali ketempat kediamannya, dan juga mewarisi secara resmi seluruh kedudukan Ciangbunjin Bu Tong Pay pada Jie Lian Cu, juga ia hendak menyerahkan seluruh ilmu simpanannya kepada penggantinya itu.
Karena itu, Thio Sam Hong telah melakukan perjalanan laut dengan cepat, dia telah mempergunakan dayungnya buat mendayung dengan cepat mempergunakan lwekangnya dayungnya, sehingga setiap kali dia menghentak dayungnya
itu, maka dia membuat
perahunya tersebut melayang dipermukaan air laut seperti juga terbang saja. Sedangkan Thio Sam Hong pun telah mengenal benar keadaan lautan itu, karena memang dia mengenali lautan yang pernah dilaluinya beberapa saat yang lalu, Diwaktu itu diapun telah dapat berlayar mengambil arah yang tepat.
Maka tidak memakan waktu terlalu lama, hanya lima hari, dia telah bisa kembali kedaratan Tionggoan, ditepi pantai dekat kota Wing ciu. Ditempat itulah Thio Sam Hong meninggalkan perahunya tersebut dia telah melakukan perjalanan darat.
sekali, dimana dia telah
yang disalurkan kepada Untuk mencapai Bu Tong waktu perjalanan selama satu Pay mungkin diperlukan bulan, namun Thio Sam
Hong dapat melakukan perjalanan dengan jalan kaki saja, dia bisa melakukan perjalanan jauh lebih cepat, karena dia selalu melakukan perjalanan itu dengan ginkangnya yang
sempurna, sehingga larinya lebih cepat dibandingkan dengan larinya seekor kuda.
Thio Sam Hong yakin, dalam waktu tiga bulan lagi, usia terakhirnya akan tiba, karena itu dalam waktu yang sesingkatnya ia sudah harus tiba di Bu Tong San.
Setelah melakukan perjalanan setengah bulan lebih, diwaktu itu Thio Sam Hong tiba digunung Cing San, dan ia telah melihat ketujuh orang yang tengah terluka dan yang seorang nya telah meninggal dunia.
Karena itu, Thio Sam Hong merasa berkasihan kepada mereka, Walaupun sebenarnya Thio Sam Hong tengah tergesa2 tokh dia dapat membagi waktunya sedikit buat menolongi ketujuh orang tersebut, guna mengajar kelima orang yang telah merampas barang mereka.
Thio Sam Hong telah menuruni gunung Cing San dengan cepat sekali, Dia berlari seperti terbang kekaki gunung.
Hanya saja yang mempersulit Thio Sam-Hong, dia juga belum melihat adanya orang yang tengah dicarinya dimana kelima orang yang tengah dikejarnya itu tidak terlihat bayang-bayangannya.
Thio Sam Hong sendiri sampai berpikir: "Apakah kelima orang yang dimaksudkan mereka itu memiliki ginkang yang tinggi dan sempurna, sehingga dalam waktu yang singkat dapat meninggalkan gunung itu" Atau ketujuh orang itu
telah pingsan dalam waktu yang cukup lama, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka tidak mengetahui bahwa sesungguhnya kelima orang lawan mereka telah pergi lama sekali." Sambil berkata begitu, Thio Sam Hong mengawasi ke sekitarnya, Kemudian Thio Sam Hong telah melesat lagi mengelilingi tempat disekitar kaki gunung itu, ia memiliki kepandaian yang tinggi sekali, karenanya ia dapat berlari
dengan lincah dan cepat, ratusan lie telah dikelilinginya, karena dia mempergunakan ginkangnya yang tertinggi.
Hanya saja, kelima orang yang tengah dicarinya, yang menurut keterangan dari kedelapan orang itu memakai baju serba hitam, belum juga ketemu.
Dan diwaktu itu Thio Sam Hong jadi putus asa, dia menghela kapas berulang kali, kemudian gumamnya: "Sudahlah...mungkin juga mereka memang telah pergi jauh dan tidak mungkin dikejar lagi...!"
Dan Thio Sam Hong bermaksud hendak kembali keatas gunung Cing San, untuk menemui ketujuh orang itu. Hanya saja, waktu dia tengah berlari2 tidak begitu cepat, dia tiba didekat sebuah tempat yang terdiri dari batu2 gunung berbungkah2, ia mendengar suara orang bercakap2,
yang samar sekali, Namun Thio Sam Hong memiliki pendengaran yang sangat tajam, karenanya dia segera mengetahui dari mana arah datangnya suara percakapan tersebut, segera juga dia mengikuti arah datangnya suara percakapan itu, sehingga dia tiba dibalik batu2 gunung yang menjulang cukup tinggi.
Dengan ringan Thio Sam Hong melesat ke atas puncak batu itu, dia memandang kearah sebelah sana, dan dia melihat lima orang laki2 tengah duduk bercakap2 ditempat itu sambil tertawa2, tampaknya mereka girang sekali.
Hati Thio Sam Hong jadi girang, karena dilihatnya kelima orang yang tengah duduk itu berpakaian serba hitam, segera juga Thio Sam Hong yakin mereka inilah yang tengah dicari nya.
Sedangkan didekat mereka tampak menggeletak sebuah bungkusan besar, tentu bungkusan itulah yang telah dirampas mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, segera juga Thio Sam Hong melompat turun.
Semula kelima orang itu tidak mengetahui kedatangan Thio Sam Hong yang bersembunyi diatas bungkahan batu itu namun setelah Thio-Sam Hong melompat turun dengan tubuh yang ringan sekali seperti juga burung elang saja, membuat mereka jadi kaget tidak terkira.
Mereka mengeluarkan seruan tertahan dan telah cepat2 melompat berdiri. dimana mereka berlima bersiap2 untuk menyerang, wajah merekapun bengis sekali.
Thio Sam Hong telah menghampiri dan katanya dengan sikap yang sabar dan ramah: "siapakah kalian " Dan mengapa kalian merampas barang milik orang lain ?"
Mendengar pertanyaan Thio Sam Hong itu, kelima orang yang berpakaian hitam itu jadi tambah bengis, mereka telah melihat yang muncul hanya seorang tojin tua belaka maka hati mereka jadi lebih tenang.
"Hemm, kau kawan dari kedelapan manusia goblok itu, bukan?" tanya kelima orang itu dengan suara yang dingin dan salah seorang diantara mereka telah berkata lagi dengan sikap yang tawar:
"Baiklah, aku akan menjelaskan! Kami adalah orang2 dari Lembah Mega Biru, kami telah diperintahkan oleh Kauwcu kami untuk melakukan sesuatu tindakan yang dapat menyelamatkan rimba persilatan dari kekacauan."
Mendengar bahwa kelima orang berpakaian serba hitam itu adalah anggota dari Lembah Mega Biru, membuat Thio Sam Hong terkejut dan girang.
Segera juga Thio Sam Hong bertanya: "sesungguhnya dimanakah letak dari markas Lembah Mega Biru itu" Sudah lama sekali Loto hendak berkunjung kesana, akan tetapi selalu terbentur karena Loto tidak mengetahui tempat markas besar Lembah Mega Biru itu, sehingga Loto tidak bisa berkunjung ke sana!"
"Apakah engkau mempunyai keperluan dengan kami dari Lembah Mega Biru?" tanya salah seorang dari kelima orang berpakaian serba hitam itu.
"Ya untuk membicarakan sebuah urusan yang sangat penting! Tetapi sekarang ini waktu Loto lewat digunung ini,
kebetulan telah dimintai pertolongan oleh beberapa orang untuk meminta barangnya yang telah diambil oleh Siecu sekalian."
"Kau... kau hendak meminta kembali barang itu dari kami" Hemm, dengan memiliki kepandaian apa sehingga engkau berani untuk menerima permintaan tolong itu" Atau memang ada yang bisa kau andalkan?"
"Loto hanya manusia biasa, tetapi Loto kira kalianpun akan mengerti, bahwa menghendaki barang orang lain
bukanlah perbuatan yang terpuji, apa lagi salah seorang dari mereka telah kalian binasakan." perlahan dan sabar sekali suara Thio Sam Hong. Dan diapun berbicara dengan sikap yang tenang sekali, namun sangat angker sekali.
Kelima orang anggota dari Lembah Mega Biru itu telah melihat Thio Sam Hong adalah seorang tojin tua yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki mata bersinar tajam sekali, Melihat keadaannya, tadi waktu melompat turun, pasti Thio Sam Hong bukan seorang yang berkepandaian yang rendah, setidaknya dia memiliki kepandaian yang tinggi, karena dia dapat tiba ditempat itu tanpa mereka berlima mengetahui, dan mereka baru mengetahui setelah Thio Sam Hong melompat turun.
"Siapakah Cinjin sebenarnya !" tanya salah seorang diantara mereka berlima dengan sikap yang hati2 sekali. "Aku Thio Sam Hong !" memperkenalkan diri Thio Sam Hong dengan sabar.
Mata kelima orang itu terpentang lebar2. "Kau. . kau cakal bakal Bu Tong Pay Thio Sam Hong "!" tanya mereka hampir berbareng dan tidak mempercayai apa yang mereka dengar.
Thio Sam Hong mengangguk sabar.
"Ya, Loto memang orangnya !" menyahut Thio Sam Hong dengan suara yang sabar. Kelima orang itu tergetar hatinya, karena mereka telah
sering mendengar bahwa Thio Sam Hong seorang guru besar, yang kepandaiannya sukar dicari tandingannya lagi, atau juga dicari duanya.
Thio Sam Hong telah berkata lagi dengan sikap yang sabar sekali: "Sebenarnya memang Loto tengah kebetulan saja lewat ditempat ini, namun karena ada kejadian yang
tidak layak, membuat Loto
memutuskan untuk ikut mencampuri juga, yaitu ingin meminta Sicu berlima agar mengembalikan barang-barang rampasan itu !" "Tidak !" menggeleng salah seorang dari lima orang itu. "Kami tidak akan kembalikan barang ini kepada mereka ! inipun merupakan barang kami, yang tidak bisa diambil
kembali oleh siapapun juga, walaupun oleh Thio Cinjin sendiri !" walaupun dia berkata begitu, tokh sikapnya tidak berani kurang ajar.
Thio Sam Hong tersenyum, dia telah berkata lagi dengan suara yang sabar: "Apakah benar-benar kalian hendak bersikeras dengan rampasan itu "!"
Kelima orang itu telah mengangguk "Kami telah menerima perintah dari Kaucu kami untuk mengambil barang ini, maka walaupun apa yang terjadi, akan kami hadapi.." Mendengar perkataan seperti itu, Thio Sam Hong tersenyum.
"Terpaksa sekali Loto harus mengambil tindakan tegas dan keras untuk mengambil pulang barang itu, karena walaupun bagaimana, barang-barang itu harus dikembalikan kepada pemiliknya!"
Setelah berkata begitu, Thio Sam Hong mendekati bungkusan besar itu, dimana mengulurkan tangannya untuk mengangkat melangkah dia telah bungkusan
besar tersebut...
Waktu itu tubuh Thio Sam Hong lagi membungkuk, kelima orang Lembah Mega Bi itu setelah saling melirik satu dengan yang lainnya, segera juga melompat berbareng dengan menghantam serentak kepunggung Thio Sam Hong.
Mereka berlima rupanya yakin, walaupun bagaimana hebat dan tingginya kepandaian Thio Sam Hong, akan
tetapi diserang serentak seperti itu, niscaya Thio Sam Hong tidak akan dapat menghindarkan diri dan juga akan dapat dihantam rubuh.
Sedangkan Thio Sam Hong sama sekali tidak bermaksud untuk menghindar dari serangan itu, dia tetap membungkuk
dan bermaksud hendak
mengangkat bungkusan besar tersebut, dimana dia membiarkan punggungnya itu dihantam dengan kuat sekali oleh kelima orang tersebut. Hanya saja, dia telah mengerahkan tenaga dalamnya pada punggungnya dimana dia telah menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya untuk melindungi punggungnya.
Waktu kelima pukulan itu mendarat dipunggung Thio Sam Hong, maka pukulan itu seperti juga menghantam lempengan besi dan tenaga pukulan itu terpental balik ke pemukulnya.
Dengan diiringi oleh suara jeritan tubuh kelima orang itu telah terpental dan kemudian mengeluarkan suara teriakan telah memuntahkan darah segar. terbanting ditanah dengan kesakitan. Bahkan mereka
Diwaktu mengerahkan
mengangkat memanggulnya dan telah membawanya untuk pergi dari tempat itu.
Namun kelima orang anggota dari Lembah Mega Biru itu mana mau membiarkan begitu saja Thio Sam Hong
pergi membawa bungkusan yang telah mereka rebut dengan bersusah payah, segera juga mereka merangkak bangun, tanpa memperdulikan telah terluka didalam tubuh, segera juga mereka itu mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk mengejar.
Thio Sam Hong tidak meneruskan langkah kakinya, dia hanya menoleh dan katanya: "Kalian telah terluka didalam yang cukup berat, jika kalian tidak mau beristirahat dengan baik2, maka kepandaian kalian akan musnah dan selanjutnya kalian
itu tampak Thio Sam Hong dengan
sedikit tenaga dalamnya, dia telah dapat bungkusan besar itu dengan mudah, dia akan menjadi manusia bercacad...." Setelah berkata begitu, dengan sikap yang sabar sekali Thio Sam Hong tersenyum.
Sedangkan kelima orang berpakaian serba hitam yang ternyata merupakan lima orang anggota dari Lembah Mega Biru itu telah menerjang tanpa memperdulikan peringatan dari Thio Sam Hong.
Thio Sam Hong melihat kenekadan dari orang itu, jadi menghela napas, lalu katanya: "Baiklah, jika memang demikian halnya, Loto juga tidak bisa bilang apa-apa... nah, jika memang kalian hendak juga bercacad, Loto tidak bisa melarang dan mencegahnya lagi.!"
Setelah berkata begitu, tangan kiri Thio Sam Hong bergerak sangat ringan, tetapi tenaga kibasan tangan kirinya itu merupakan gelombang tenaga yang sangat dahsyat,
dimana kelima orang yang tengah menerjang maju itu terlempar jauh sekali, mereka seperti juga disampok oleh suatu kekuatan yang luar biasa dahsyatnya.
Thio Sam Hong segera memutar tubuhnya dengan ringan tubuhnya berlari2. Walaupun dia menggendong bungkusan besar dan tampak nya sangat berat sekali tokh dia bisa berlari dengan ringan, kembali ketempat ketujuh
orang pemilik barang tersebut.
Sedangkan kelima orang Lembah Mega Biru itu yang telah terpelanting, tidak bisa bangun lagi, karena mereka telah pingsan tidak sadarkan diri.
Ketujuh orang pemilik bungkusan besar itu jadi girang bukan main, segera mereka berlutut waktu melihat Thio Sam Hong kembali dengan menggendong bungkusan besar itu. Mereka mengucapkan syukur dan terima kasih, bahwa Thio Sam Hong telah berhasil membawa pulang bungkusan besar mereka itu.
Bara Naga 6 Kucing Suruhan Karya S B Chandra Legenda Kematian 4

Cari Blog Ini