Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen Bagian 8
kesulitan baginya.
Peng Hoan Siangjyn yang pada saat itu sedang
memikirkan tentang barisan yang belum pernah sekalipun
juga dia dengar namanya ini, maka dia sendiripun merasa
sangat asing sekali. Oleh karena perasaannya sangat
bingung, maka dia tidak memperhatikan Lie Siauw Hiong
lagi. Justeru itu si pemuda sedang tekun memikirkan daya
bagaimana untuk memecahkan rahasia barisan kuno ini,
dengan jalan memusatkan seluruh ingatannya terhadap
pelbagai jalan atau cara yang dapat dicapainya. Untuk saatsaat itu, mereka tampaknya saling membisu saja, hingga
keadaan disekeliling mereka menjadi sangat sunyi sekali,
sehingga yang terdengar hanyalah suara angin dan deburan
ombak yang memecah dipantai dan terdengar dengan
sayup-sayup. Sang waktu tanpa terasa berlalu dengan pesatnya. Tibatiba Peng Hoan Siangjin tersentak dari lamunannya, lalu ia
mengangkat kepalanya memandang kelangit. Segera terasa
olehnya bahwa jangka waktu untuk memecahkan barisan
itu hanya tinggal setengah jam lagi saja lamanya!
Peng Hoan Siangjin sekalipun telah berlatih selama
seratus delapan puluh tahun sehingga dia mempunyai
kepandaian silat dan agama Buddha yang tinggi sekali, tapi
seumurnya dia belum pernah membayangkan bahwa dia
akan menghadapi soal yang sesulit ini, Waktu dia
memikirkan temponya yang hanya tinggal setengah jam lagi
itu, diapun harus mengaku kalah dihadapan Hui Tay Su,
hingga tidak terasa lagi dia melompat bangun dengan tibatiba, dan sewaktu dia berdiri, barulah dia mendusin melihat
'pemuda' yang berada dihadapannya.
Pada saat itu Lie Siauw Hiong pun tengah terpekur
memikirkan soal sulit ini, tangannya memegang satu
cabang pohon dan dengan cabang pohon itu dia menggoresgores tanah dan membuat gambar-gambar. Sebentar
kemudian dihapusnya lagi, lalu dia mengangkat kepalanya
berpikir lagi. Peng Hoan Siangjin sekonyong-konyong
berkata kepadanya : "Hei bocah, kau harus segera mencari daya
untuk berlalu dari pulau ini. Setengah jam lagi kau sudah
harus meninggalkan pulau ini, lebih jauh lebih baik, aihhhh
.."."
Waktu dia memperhatikan Lie Siauw Hiong yang berdiri
diam saja, tampaknya sedang memikirkan sesuatu, tidak
terasa lagi dia menjadi sangat tercengang. Waktu dia
memikirkan bagaimana kelak Lie Siauw Hiong dapat keluar
dari pulau ini, tidak terasa lagi dia menertawakan dirinya
sendiri yang bodoh. Lalu dia berjalan menghampiri Lie
Siauw Hiong, karena dia ingin menyaksikan si pemuda itu
sedang mengerjakan apakah sebenarnya "
Dia hanya melihat pemuda itu dengan cabang pohon
ditangannya tengah membuat garisan-garisan ditanah,
garisan-garisan sangat banyak sekali, seakan-akan tidak
beraturan sekali dan sangat ruwet bukan buatan tampaknya.
Peng Hoan Siangjin tidak mengetahui apa yang sedang
dikerjakan pemuda ini, tapi karena dia merasa sangat aneh,
dia lalu membungkukkan badannya memandang lebih
cermat lagi, sehingga tanpa disadarinya, misainya yang
panjang itu menempel dileher pemuda itu.
Tiba-tiba Lie Siauw Hiong mengeluarkan suara 'Ihhh',
lalu dia menggunakan kakinya menghapus seluruh garisangarisan itu, sedangkan kepalanya tampak dimiringkannya,
seakan-akan dia sedang mengingat-ingat sesuatu. Peng
Hoan Siangjin pun mulai tenggelam lagi dengan
pemikirannya. Didalam hati dia sudah mengambil
keputusan, yaitu ingin menggunakan kekuatan latihannya
selama seratus delapan puluh tahun itu untuk meratakan
pulau itu, sedangkan terhadap akibatnya sama sekali tidak
diperhitungkannya lagi.
Bila dia turun tangan sekarang, pasti jiwa Lie Siauw
Hiong akan menjadi korbannya, maka diam-diam Peng
Hoan Siangjin berkata pada dirinya sendiri : "Walaupun
aku adalah pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia' tapi
aku tidak berhak mengorbankan jiwa anak muda ini. Tapi,
bagaimana mungkin aku harus mengakui kelemahanku
dihadapan pendeta wanita tua itu ?"
Bila sebelum mengerjakan sesuatu Peng Hoan Siangjin
menimbang masak-masak terlebih dahulu, pasti dia harus
mengakui, bila dia harus meratakan pulau ini, adalah satu
pekerjaan yang sia-sia saja. Mengapa dia harus menunggu
sepuluh tahun lamanya, bukankah hal itu tidak usah dia
pertarungkan dengan jalan mengadu kepintaran dengan Hui
Tay Su " Peng Hoan Siangjin lalu memandang kelangit lagi,
dia sadar bahwa waktu yang ditentukan sudah tidak lama
lagi akan sampai, hal itu cukup bila dia hancurkan
pikirannya tadi. Tiba-tiba satu pikiran berkelebat dikepalanya, mengapa tidak kuhancurkan saja pulau ini"
"Diantara batu-batu karang gunung yang terdapat
dipulau ini, hanya satu yang paling besar, yaitu yang berdiri
ditengah-tengah pulau ini dan bila kuhancurkan pulau ini,
tak mungkin si tua bangka pendeta wanita itu merasa
sungkan maupun segan."
Berpikir sampai disitu, lalu dia mengeluarkan suara
teriakan yang panjang, mukanya yang merah tampak keren
sekali, sedangkan kumis dan rambutnya yang putih tanpa
terasa pula sudah pada berdiri dan seluruh kekuatannya
sudah disalurkannya diseluruh badannya.
Hanya tampak dia menjujukan batu diarah sebelah
kirinya, dengan sedikit gerakan tangan saja, batu tersebut
sudah terpukul hancur lebur. Waktu batu itu jatuh,
menerbitkan suara yang gemuruh sekali.
Dengan perasaan bangga sekali lalu dia menoleh
memandang pada Lie Siauw Hiong. Pemuda itu seakanakan tidak mendengar suara batu yang jatuh dan
mengeluarkan suara yang bergemuruh itu. Pada saat itu
cabang pohon ditangannya mulai bergerak-gerak pula
membuat garisan lagi.
Dengan perasaan tidak sabar lagi, lalu dia maju
mendekati pemuda itu dan dia melihat diatas tanah tidak
kurang terdapat ratusan garis-garis, tampaknya sangat rumit
sekali. Lie Siauw Hiong sendiri tampaknya sudah tidak
dapat membedakan lagi dengan nyata. Lalu dia menggunakan cabang pohon itu mulai menggaris lagi diatas
garis-garisan yang sudah ada itu. Batu yang kena digarisnya
itu terdapat bekas setengah dim dalamnya. Kemudian dia
menggunakan lengannya menghapus. Garis yang tidak
benar itu sudah disingkirkannya, hanya ketinggalan garisgaris yang dalam, membekas ditanah itu. Peng Hoan
Siangjin yang melihatnya, dia merasa tidak mengerti sama
sekali, lalu dia memutar badannya dan lagi-lagi dia
memukul batu disebelah belakangnya.
Lie Siauw Hiong secara sekonyong-konyong melompat
bangun, sambil berseru pada Peng Hoan Siangjin karena dia
melihat orang tua ini sudah ingin memukul batu itu lagi :
"Loo-cian-pwee, tahan dulu .."."
Peng Hoan Siangjin lalu membalikkan badannya,
melihat muka Lie Siauw Hiong yang tampak berseri-seri,
hingga dalam pada itu dia segera menghentikan pukulan
tangannya ini, karena dia ingin melihat, pemuda itu mau
membuat hal apakah "
Lie Siauw Hiong dengan tenang sekali lalu berkata :
"Boan-pwee akhirnya dapat memecahkan juga barisan
'Kwie-goan-su-siang-tin' ini. Jalan-jalan terpenting dari
barisan kuno ini, Boan-pwee sudah mulai ingat kembali
.."."
Dengan perasaan sangat tercengang, Peng Hoan Siangjin
lalu memandang pada si pemuda. Dia sebenarnya sangat
ragu-ragu terhadap pemuda yang baru berusia kurang lebih
dua puluh tahun ini, hanya membutuhkan waktu setengah
jam saja untuk memecahkan barisan kuno ini, sedangkan
dia sendiri yang sudah luar biasa dan terhitung cabang atas,
telah menggunakan sepuluh tahun lamanya untuk
memikirkan, cara bagaimana akan memecahkannya, tokh
tidak berhasil memecahkan soal barisan kuno yang sangat
luar biasa ini.
Pada saat itu diangkasa raya sang rembulan telah mulai
menampakkan dirinya, suatu tanda bahwa waktu yang
ditentukan oleh Peng Hoan Siangjin dengan Hui Tay Su
sudah hampir sampai.
Lie Siauw Hiong lalu menggunakan cabang pohon yang
berada ditangannya ini menunjuk pada garis yang berada
disebelah ular itu sambil berkata : "Kita harus masuk
jurusan Kian dengan mengikuti arah kiri pintu ketiga dan
arah kanan pintu keempat, kita masuk ketengah-tengah,
tapi waktu kita keluar, keadaannya ini sudah tidak sama
lagi .."." Sambil berkata, dia menunjuk kearah garis
disebelah kirinya yang tampak sangat kacau balau sekali,
sambil meneruskan penguraiannya : "Dari tengah-tengah
kita memutar kekiri. Setelah memutar dua kali, seharusnya
ada satu batu karang yang palsu berdiri diantara batu-batu
itu ..". Sekalipun benar batu-batu karang dari gunung
dipulau itu tak terhitung jumlahnya, tapi tentu tidak sedikit
pula yang ditambahkan sendiri oleh manusia."
Mendengar sampai disitu, tidak terasa lagi Peng Hoan
Siangjin lalu berseru dengan suara yang nyaring sekali,
katanya : "Sungguh tepat, sungguh jitu! Tempo hari aku
dari jalanan ini, benar saja ada satu batu yang menghalangi
perjalananku ..". aku malah mengira yang batu itu adalah
batu yang asli ciptaan alam sejati. Bila demikian halnya,
marilah kita lekas-lekas keluar dengan mencoba jalan
disitu." Pepg Hoan Siangjin yang telah mencoba memecahkan
barisan tersebut selama sepuluh tahun dengan berputarputar disitu, tentu saja dia sudah tidak asing lagi dan ingat
betul jalan-jalan mana yang telah dia lalui, dan sekalipun
benar dia tidak bisa keluar dari barisan itu, tapi segala
sesuatu yang terdapat dalam barisan tersebut tentu saja dia
telah ingat diluar kepala. Pada saat itu ketika dia
mendengar Lie Siauw Hiong menceritakan sesuatu yang
tepat seperti yang diduganya, sudah tentu saja dia sangat
percaya terhadap omongan pemuda ini.
Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata : "Hanya
Boan-pwee terhadap barisan kuno ini paling banyak
mengerti hanya enam atau tujuh bagian saja, bila misalnya
barisan ini diatur dengan sesempurna-sempurnanya, aku
kuatir bahwa Boan-pwee sendiripun pasti tidak dapat keluar
dari barisan ini."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula : "Tidak perduli
apapun yang terjadi, lebih baik kita coba-coba saja dahulu."
Lie Siauw Hiong lalu bangkit berdiri, dan setelah
membedakan jurusan, lalu dia mulai berjalan masuk dari
batu ketiga diarah Timur. Peng Hoan Siangjin mengikutinya dari belakang.
Dalam pada itu, orang tua ini tidak habis pikir, mengapa
pemuda yang masih sangat muda ini dapat mengenali
barisan kuno ini, malah dengan secara kebetulan sekali ia
telah muncul pada waktu perjanjian sepuluh tahun yang
telah ditetapkan itu hampir habis. Kemudian ia dapat
mengajaknya keluar dari barisan itu, bukankah hal itu
seolah-olah sudah suratan takdir saja agaknya "
Waktu Lie Siauw Hiong berjalan sampai disimpang
jalan, tidak terasa lagi dia mendehem sambil menganggukkan kepalanya, seakan-akan apa yang dia
duga, benarlah adanya. Oleh karena itu, tanpa ragu-ragu
pula dia lalu mengambil jalan yang lurus. Peng Hoan
Siangjin yang melihat muka pemuda itu berseri-seri, diapun
insyaf, bahwa pekerjaan mereka membawa hasil seperti apa
yang diharapkan mereka semula.
Pada saat itu, kedua orang ini sudah berjalan keluar
kurang lebih lima lie jauhnya, dan menurut penglihatan
mereka, pulau ini sekelilingnya tidak akan melebihi sepuluh
lie, tapi dengan berjalan dibarisan ini, seakan-akan jalan
yang diambil mereka ini tidak ada batas-batasnya. Mereka
merasa seolah-olah selalu kembali ketempat semula. Peng
Hoan Siangjin yang dahulu pernah mencoba beberapa kali,
tidak dapat memecahkan rahasia itu, sehingga berulang kali
dia berbalik ketempat asalnya semula saja. Paling banyak
dia hanya berjalan satu lie saja jauhnya. Ketika dia melihat
pemuda itu sudah berjalan lama, tapi tidak kembali
ketempat asalnya lagi, hatinya menjadi semakin percaya,
bahwa pemuda ini pasti dapat membawanya keluar dari
pulau ini. Lie Siauw Hiong lalu keluar dari antara dua buah batu
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karang dan sambil memandang pada satu batu karang yang
agak kecil dan berdiri dihadapannya, lalu dia berkata pada
Peng Hoan Siangjin : "Silahkan Cian-pwee menghilangkan
puncak batu karang ini."
Peng Hoan Siangjin lalu memandang pada batu karang
yang agak kecil ini, yang tampaknya bukan buatan alam
sejati. Dia pikir inilah tentu buatan Hui Tay Su sendiri,
yang telah menambahkannya. Sekalipun dia sendiri tidak
mengetahui apa maksud Lie Siauw Hiong untuk
menghilangkan batu karang itu, tapi dengan mengerahkan
semangatnya, lalu dia mengeluarkan sepasang tangannya
menepuk batu karang itu.
Satu tenaga yang luar biasa sekali dahsyatnya keluar dari
sepasang telapak tangannya memukul batu itu, sehingga
batu yang keras itu seketika itu juga menjadi hancur luluh,
dengan hancuran batu itu beterbangan jatuh sampai
ketempat yang jauhnya puluhan tombak, bahkan diantara
hancuran batu itu ada yang masuk kembali diantara batubatu yang lainnya, hingga diam-diam Lie Siauw Hiong
memuji didalam hatinya : "Dikuatirkan bahwa didunia ini
sekarang tidak ada orang kedua yang mempunyai tenaga
sebesar tenaga orang tua ini."
Dewasa itu, ketika batu itu sudah lenyap, lalu dia
memperhatikan letak batu-batu yang masih berada disitu,
dimana benar saja dia mendapatkan satu jalan kecil berada
disitu. Jika batu ini tidak dihancurkan atau disingkirkan,
sampai matipun tidak akan dapat dijumpai jalan kecil
tersebut. Kedua orang ini lalu berjalan melalui jalan kecil itu.
Setiap mereka menjumpai batu yang diatur oleh manusia,
segera mereka hancurkan itu, dengan Lie Siauw Hiong
tetap berjalan dimuka sebagai perintis jalan.
Peng Hoan Siangjin semakin lama berjalan, semakin
merasa bahwa jalan yang ditempuh mereka itu sudah benar,
hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi sangat girang
sekali. Tapi waktu dia melihat muka Lie Siauw Hiong, dia
menjadi sangat tercengang sekali, berhubung pada saat itu
muka si pemuda tampaknya sangat suram.
Setelah mereka mengitari dua buah batu karang lagi,
kemudian didepan mereka tampak jalan terbentang luas,
dan tatkala berjalan tidak berapa lama lagi, lalu mereka
menjumpai batu karang lagi. Dalam hati Peng Hoan
Siangjin merasa, bahwa tepi pulau itu sudah akan dirintis
habis, tapi waktu dia melihat muka pemuda itu kembali,
muka si pemuda tampak sangat tegang sekali kelihatannya.
Waktu mereka mengelilingi batu karang dihadapan
mereka, langit seakan-akan sudah hendak parak siang. Sinar
bulan yang terangnya seolah-olah lebih sepuluh kali lipat
daripada biasanya, sehingga diempat penjuru lautan mereka
melihat sinar putih belaka. Setelah itu, mereka lalu
menjumpai batu karang pula dihadapan mereka.
Tapi Lie Siauw Hiong tiba-tiba mengeluarkan suara
'....Ihhh', lalu dia menoleh kebelakang memandang
setengah hari lamanya. Mukanya yang tegang tadi,
sekarang sudah tidak tampak lagi, maka dengan menghela
napas ia lalu berkata : "Tampaknya Hui Tay Su ini belum
mempelajari barisan ini sehingga sempurna betul, bila tidak
demikian, pasti Boan-pwee tidak berdaya untuk keluar dari
barisannya ini."
Peng Hoan Siangjin yang terkurung dalam pulau itu
selama sepuluh tahun lamanya dengan dada penuh
kemurkaan, pada saat itu ketika sudah berhasil keluar dari
barisan kuno ini, tidak terasa lagi lalu menengadahkan
kepalanya sambil bersiul panjang.
Tepat diatas langit ditengah-tengah terpampang bulan
dan bintang menghias angkasa dengan rapatnya, dari
kejauhan terdengar suara ombak memecah pantai, disertai
angin laut yang meniup sepoi-sepoi basah, sehingga
membuat orang merasa sangat segar bugar. Perasaan marah
dan jengkel dari Peng Hoan Siangjin yang terkurung selama
sepuluh tahun ini, ketika itu sudah lenyap mengikuti
hembusan angin laut.
Peng Hoan Siangjin sekalipun tidak berhasil menjadi
penganut Buddha yang suci, tapi dengan latihannya selama
seratus delapan puluh tahun lamanya itu, dengan sendirinya
pada saat itu pandangannya menjadi terbuka. Maka sambil
tertawa dia berkata pada Lie Siauw Hiong : "Benar, bila kau
bukannya murid Chit-biauw-sin-kun, tidak mungkin
agaknya kau dapat mengenali ilmu barisan setan ini."
Yang paling menggelikan ialah, karena dia sudah
terkurung disitu selama sepuluh tahun, dia tidak berhasil
memecahkan barisan ini, sekarang malah dia mengatakan
barisan ini adalah barisan buatan setan belaka. Lie Siauw
Hiong lalu menjawab : "Terhadap soal ini Boan-pwee tidak
dapat memberi komentar apa-apa."
Dengan tertawa panjang Peng Hoan Siangjin lalu berkata
: "Bocah, kau jangan seperti kura-kura dalam perahu (purapura tidak tahu), aku hendak mengatakan bahwa ilmumu
tadi dalam jurus 'Tay-yan-sip-sek', apakah kau telah ingat
benar-benar ?"
Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya dan
berkata: "Boan-pwee sungguh-sungguh sangat berterima
kasih sekali terhadap pelajaran yang telah Cian-pwee
berikan itu .."."
Waktu mengucapkan perkataan itu, nada suara Lie
Siauw Hiong mengandung suara yang memohon, kemudian
dia melanjutkan perkataannya : "Hanya saja pada saat ini
Boan-pwee masih tidak dapat mengingat ilmu pelajaran
tersebut dengan sesempurna-sempurnanya."
Peng Hoan Siangjin yang melihat pemuda itu berkata
dengan secara jujur, sambil tertawa dia berkata : "Loo-lap
(membahasakan diri sendiri terhadap orang yang lebih
muda atau kurang lebih sama dengan 'bapak') sesungguhnya terhadap beberapa jurus ini sangat merasa
bangga sekali, lebih-lebih lagi terhadap tiga jurus yang
terakhir, harus kau perhatikan dengan luar biasa cermatnya
dan menyelidikinya dengan tekun. Jika sekiranya kau telah
berhasil meyakinkan ilmu itu dengan sempurna, aku
percaya didunia ini yang dapat menandingi kau tidak
beberapa gelintir orang saja."
Berkata sampai disitu, mukanya menunjukkan perasaan
yang senang dan bangga sekali.
Lie Siauw Hiongpun menginsyafi, bahwa omongan
orang tua itu bukannya bohong maupun omong besar
belaka. Sesunggguhnya jurus 'Tay-yan-sin-kiam' itu terlalu
hebat sekali, hingga dia yang sudah diberikan pelajaran itu,
walau bagaimanapun, dia harus berusaha mempelajari
dengan tekun dan sempurna betul. Sementara itu tiba-tiba
ditengah udara terdengar suara tertawa yang panjang dan
nyaring sekali. Suara tertawa itu sangat mengejutkan orang.
Mula-mula mereka dengar datangnya dari tengah-tengah
pulau, tapi begitu suara tertawa itu lenyap, secara tiba-tiba
dimuka mereka pada jarak kurang lebih tiga tombak
jauhnya, melayang turun satu bayangan manusia.
Kepandaian ilmu meringankan tubuh orang ini, dikalangan
Kang-ouw sungguh membuat orang tidak percaya, bila
tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri. Lie Siauw
Hiong sendiri yang sudah memiliki ilmu meringankan
tubuh yang sempurna sekali, disaat itu merasa sangat
terperanjat juga. Hal mana baginya merupakan semacam
peringatan yang mengatakan pada dirinya, bahwa orang itu
pastilah salah seorang pula dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia'.
Dengan pantulan sinar bulan, lalu dia pandang orang
tersebut, yang ternyata adalah seorang pendeta wanita yang
sudah tua. Pakaiannya compang-camping, tapi setitik
debupun tidak menempel dibajunya, kemudian pendeta
wanita tua ini dengan sangat tenang memandang kepada
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa dingin.
Orang itu bukan lain daripada pemilik dan majikan dari
pulau Siauw Ciap Too Hui Tay Su adanya.
Peng Hoan Siangjin yang melihat orang yang telah
mengurung dirinya selama sepuluh tahun dipulau ini, tidak
terasa lagi diapun menjadi tertawa sambil berkata : "Kau
tua bangka ternyata dengan tipu daya yang licik ingin
memenangkan aku, tapi Tuhan Yang Maha Adil tidak
berpihak kepadamu." Sambil berkata begitu, mukanya
tampak sangat angkuh sekali.
Tapi Hui Tay Su lalu mengerutkan keningnya dan
memotong pembicaraan orang : "Aku si tua bangka selama
hidupku, baru pertama kali ini melihat orang yang sudah
tua bangka tanpa mempunyai perasaan malu lagi telah
meminta bantuan anak muda untuk memecahkan
persoalannya. Hah, sungguh tak tahu malu !"
Hui Tay Su mengira dengan menyindir menurut
kenyataan ini, ia dapat membangkitkan kemarahan Peng
Hoan Siangjin, tapi tak disangka-sangka Hweesio tua itu
sekali lagi tertawa mengakak dan menjawab : "Tapi dalam
pertaruhan kita untuk memecahkan barisan kuno ini, sama
sekali tidak disebutkan, bahwa jika ada orang yang
membantuku memecahkan barisanmu ini, tidak dilarang,
bukan ?" Dengan tertawa dingin Hui Tay Su memandang pada
Lie Siauw Hiong dan berkata : "Aku tidak sangka, bahwa
kau bocah cilik dapat mengenali barisanku ini, Kau harus
ketahui, bahwa kau telah masuk kepulauku ini tanpa ijin,
itu sudah merupakan suatu larangan paling berat yang telah
kau langgar. Untuk itu, kau harus menerima hukuman yang
setimpal, dan sesudah itu kaupun telah memecahkan
barisanku ini tanpa meminta perkenanku terlebih dahulu.
Maka untuk itu, kau akan kuberi hukuman tidak
berampun!"
Lie Siauw Hiong yang mempunyai tabiat yang keras
kepala, pada saat itu mendadak telah didesak oleh Hui Tay
Su. Maka dengan menghilangkan perasaan takutnya, ia
menjawab dengan suara perlahan : "Boan-pwee masuk
kepulaumu ini adalah tidak disengaja. Bila sampai kejadian
Cian-pwee ingin memberi hukuman pada Boan-pwee,
Boan-pwee tidak akan menolak, kalau saja Boan-pwee
sesungguhnya telah bersalah. Tapi bila sebaliknya,
sekalipun dihukum penggal kepala juga, Boan-pwee pasti
tak akan gentar." Perkataan yang bersemangat dari Lie
Siauw Hiong ini, telah mengejutkan kedua orang tua ini,
sehingga mereka berdiri terpaku disitu.
Hui Tay Su sendiripun merasa tercengang juga,
kemudian sambil memperhatikan Lie Siauw Hiong lebih
lanjut sekonyong-konyong dia tertawa panjang. Suara
tertawanya ini, mula-mula sangat rendah sekali, tapi
semakin lama semakin keras dan nyaring, seolah-olah ada
beberapa puluh suara yang tergabung menjadi satu,
sehingga gema suara itu bagaikan hendak meruntuhkan
gunung saja kedengarannya. Lie Siauw Hiong sendiri yang
sudah mempunyai tenaga-dalam yang tinggi juga, masih
merasakan kupingnya seakan-akan ditusuk-tusuk oleh
jarum yang tajam, semakin lama suara itu dirasakannya
semakin gemuruh, sehingga dia sendiripun hampir tidak
tahan mendengarnya.
Dalam pada itu, tiba-tiba Peng Hoan Siangjin pun
melepaskan suara tertawanya, hingga seketika itu juga suara
tertawanya ini dapat mempengaruhi suara tertawa Hui Tay
Su itu. Kemudian terdengar paderi tua itu berkata sambil
tertawa : "Hai, tua bangka tak tahu diri, dipulaumu ini
sungguh terdapat banyak sekali peraturan ! Apabila
bukannya bocah ini keburu datang agak cepat sedikit,
kusangsikan pulaumu ini dari sebelumnya, apakah masih
bisa tinggal utuh dan tidak ambruk oleh pukulanku !"
Hui Tay Su melototkan matanya pada Peng Hoan
Siangjin, kemudian dia berkata pula pada Lie Siauw Hiong
: "Rupanya kau dapat menahan suara tertawaanku, karena
kau juga mempunyai kepandaian yang agak berarti, apakah
kau mempunyai nyali untuk menyambut seranganku
sebanyak tiga jurus ?"
Lie Siauw Hiong sekalipun mengetahui kepandaian
lawannya sangat luar biasa, dan keadaannya pada saat itu
ibarat golok sudah ditempelkan dilehernya saja, diapun
tidak bisa mundur lagi, mendadak sontak semangatnya
bergolak-golak, maka dengan suara yang nyaring dia
berkata : "Boan-pwee tidak tahu diri, biarlah Boan-pwee
coba menyambut seranganmu itu."
Hui Tay Su tanpa menjawab pula perkataan pemuda itu,
tanpa terlihat sepasang kakinya bergerak, tahu-tahu
tubuhnya sudah melayang diudara. Dengan mengebutkan
satu lengan bajunya, dia menyerang tubuh Lie Siauw
Hiong. Serangannya ini dirasakan oleh Lie Siauw Hiong
seolah-olah waktu dia menghadapi Bu Heng Seng beberapa
waktu yang lalu, tetapi kini dia sudah lebih banyak
pengalaman dan latihannyapun lebih sempurna pula jika
dibandingkan dengan dahulu. Tanpa berlaku gugup
sedikitpun, dengan tidak melihat lagi dimana lawannya
berada, lantas dia mengangkat tangan kirinya, sedangkan
tangan kanannya segera dengan disertai angin yang
menderu-deru dipukulkan kearah lawannya, dengan mana
dia membalas memukul kepundak kiri lawannya dengan
mengeluarkan suara 'sret'.
Bila sehari sebelumnya pukulan Hui Tay Su ini pasti
masih dapat menerobos terus dan mendesak lawannya,
sama halnya seperti waktu Bu Heng Seng menawan
pemuda itu dengan cara yang mudah. Tapi belum lagi
pukulan Lie Siauw Hiong sekali ini sampai, angin dan
geledek sudah terdengar, sehingga Hui Tay Su dengan
mengeluarkan suara '....Ihhh' tidak berani menyambuti
serangan ini, hanya dengan cepat dia berulang-ulang
mengebut dengan lengan bajunya yang panjang, seakanakan sebuah tongkat besi saja disapukan kearah pemuda itu.
Lengan baju Hui Tay su yang lembek itu, dikebutkannya
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi keras bagaikan puntungan besi, yang ternyata
dengan sekali kebut kemudian lantas dipukulkan kearah
pemuda itu. Lie Siauw Hiong yang menampak serangan lawannya
sedemikian kuatnya, seakan-akan serangan lawannya itu
menggunakan tipu dari partai Bu Tong yang dinamakan
'Heng-sauw-cian-kun' (menyapu ribuan serdadu). Akan
ilmu partai-partai ternama, entah sudah beberapa ratus kali
dia pahami, maka pada saat itu tanpa ragu-ragu lagi lalu dia
mengeluarkan ilmunya yang paling diandalkannya, yaitu
'Am-eng-pu-hiang' melawan lawannya. Dengan cepat sekali
dia menghindarkan dirinya dari sapuan lawannya, sehingga
dalam waktu sedetik saja dia sudah berhasil meloloskan diri
dari serangan dahsyat lawannya itu.
Jurusnya ini dulu pernah digunakan oleh Chit-biauw-sinkun dalam menghadapi lawannya dari partai Bu Tong, dan
daya serangannya ini sungguh sangat hebat sekali.
Kepandaian yang luar biasa dari Hui Tay Su ini, ternyata
tidak mengenai sasarannya, malahan daya tangkisan
lawannya ini sungguh sangat indah sekali.
Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan pertempuran itu
dari samping, tidak terasa lagi lalu tertawa terbahak-bahak,
menyatakan bahwa serangan bocah itu sungguh jempol
sekali. Hui Tay Su yang mendengar ocehan orang tua ini,
semakin marah dan dengan mengeluarkan suara yang
dahsyat, dia lalu pentangkan jari-jarinya mencakar Lie
Siauw Hiong. Si pemuda yang sudah mempunyai pengalaman ini,
dengan mengerahkan semangatnya, jari-jari tangan kanannya dipentangnya pula sebagai ganti pedang,
kemudian dia mengeluarkan jurus 'Bwee-hoa-sam-long' dari
ilmu 'Kiu-cie-kiam-hwat' menyambuti serangan lawannya
itu. Cakaran Hui Tay Su ini adalah suatu ilmu yang paling
dia banggakan seumur hidupnya. Diantaranya mengandung
tiga serangan yang dapat membawa maut bagi lawannya,
dan pada saat itu waktu dia melihat jari-jari tangan kanan
Lie Siauw Hiong digunakannya sebagai ganti pedang
dengan agak miring menyambut serangannya, diam-diam
dia menyesalkan pemuda itu yang disangkanya ingin
mencari mampus. Lima jarinya lalu dibalikkannya, dengan
cepat sekali diteruskan ketubuh lawannya, tapi siapa
menduga, jari-jari tangan kanan Lie Siauw Hiongpun
dengan cepat sekali dibalikkan juga, lalu diteruskan pula
untuk menotok urat nadi lawannya.
Hui Tay Su yang mempunyai kepandaian setinggi itu,
telapak tangannya lalu disodorkannya kebawah, diam-diam
dia sudah meneruskan tiga serangannya yang membawa
maut itu. Tampak jari-jari tangannya seperti juga kuku
garuda yang sudah meluncur setengah cun jarak jauhnya
itu, hampir saja berhasil mencakar pundak pemuda itu.
Tapi, siapa sangka, Lie Siauw Hiong telah membentangkan pula jurus ketiga dari jurus 'Bwee-hoa-samlong'-nya dalam waktu yang bersamaan juga. Jari tengah
dan telunjuknya yang seperti pedang itu, sudah hendak
menotok jalan darah 'Kiok-tie-hiat' ditubuh Hui Tay Su.
Hanya kedengaran suara 'peng' yang keras sekali,
ternyata waktu badan Hui Tay Su diputar, kedua belah
tangan dari kedua orang ini sudah saling beradu. Hui Tay
Su tampak berdiri tegak tak bergerak, sedangkan Lie Siauw
Hiong sendiri dengan sempoyongan mundur kebelakang
sehingga tiga langkah jauhnya.
Si pemuda merasa tunduk sekali terhadap kekuatan
tenaga dalam Hui Tay Su ini, sedangkan Hui Tay Su sendiri
merasa terkejut sekali karena tiga serangannya yang
menurut pendapatnya sangat hebat ini, ternyata oleh
lawannya dengan tiga jurus pula dapat disambut dengan
sempurna. Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan kedua
orang ini merasa kagum atas kepandaian masing-masing tak
terasa lagi menjadi tertawa terbahak-bahak.
Hui Tay Su hanya tertawa dingin saja, kedua lengan
bajunya dikebutkannya, sesudah itu, badannya dengan gesit
sekali sudah melayang sejauh dua tombak, dimana kedua
lengan bajunya lantas dipentangkan diatas dengan sedikit
merendah, sambil memutarkan badannya sedikit dan
meluncurkan serangannya kearah Lie Siauw Hiong
bagaikan kilat cepatnya.
Jurus yang dilakukannya sekali ini oleh Hui Tay Su,
adalah ilmu yang paling diandalkannya. Tipunya itu dsebut
'Cong-kiu-chit-sek'. Sepasang lengannya dipukulkannya
dengan memakai tenaga delapan bagian, sehingga Peng
Hoan Siangjin yang tadinya sedang tertawa-tawa, buru-buru
menutup mulutnya dan tertarik akan menyaksikan, cara
bagaimana bocah ini hendak mengelitkan serangan ini.
Dalam waktu sekejap mata saja, seluruh ilmu telah dia
pahami melintas dikepalanya, dan dalam waktu yang
kesusu ini, tiba-tiba saja reaksinya telah muncul.
Hanya sepasang tangannya tampak diluruskan kemuka,
dan waktu sampai ditengah-tengah, tiba-tiba saja tangannya
berputar. Dalam waktu singkat diudara seolah-olah
dipenuhi dengan bayangan pukulan-pukulannya, hingga
diapun lantas memukul keatas. Tipunya itu ternyata adalah
yang baru saja dia pelajari dari Peng Hoan Siangjin yang
bernama 'Seng-seng-put-sip' (nyawa tidak putus-putusnya).
Sekonyong-konyong Hui Tay Su merasa lawannya itu
membuat gerakan tangan yang satu dirapatkan, sedangkan
yang lainnya berputar, hingga seluruh badannya dikelilingi
oleh bayangan pukulan lawannya. Penjagaannya begitu
rapat sekali, tak obahnya seperti sinar matahari menyinari
seluruh jagat raya, tidak ada satu tempatpun yang lowong
dan dapat diserangnya.
Dengan ini, terpaksa Hui Tay Su lalu menghindarkan
serangan itu dengan jalan menggenjot tubuhnya, dan lalu
dia melayang ketempat yang terpisah beberapa tombak
jauhnya dari medan pertempuran itu, dimana sambil
tertawa dingin ia berkata kepada Peng Hoan Siangjin : "Loo
Hoo-siang (pandeta tua), ternyata pukulan bocah ini adalah
ajaranmu, ya !"
Peng Hoan Siangjin yang melihat ilmu yang paling
diandalkannya ini dapat digunakan oleh Lie Siauw Hiong
sedemikian sempurnanya, tidak terasa lagi ia menjadi luar
biasa bangganya. Maka ketika mendengar perkataan Hui
Tay Su itu, sambil tertawa dia berkata : "Bila benar, kau
mau apa ?"
Hui Tay Su lalu memutarkan badannya menghadap pada
Lie Siauw Hiong dan berkata : "Kita sudah berjanji
sebelumnya, yaitu hanya bertempur dalam tiga jurus saja,
sekarang kau meninggalkan tempat ini." Kemudian dia
melanjutkan perkataannya pada Peng Hoan Siangjin : "Aku
tidak tahu diri, masih ingin mencoba ilmu yang dinamakan
'Tay-yan-sip-sek' itu."
"Aku si tua bangka pun merasa tanganku sangat gatalgatal. Marilah kita mencoba bergebrak barang beberapa
jurus untuk menghilangkan perasaan kesal kita," sahut Peng
Hoan Siangjin sambil tertawa mengejek.
Hui Tay Su tidak meladeni omongan Peng Hoan
Siangjin ini. Badannya tampak bergerak, tangannya yang
kiri dan kanan segera dibentangkannya, sedangkan
sepasang kakinyapun dalam waktu sekejap mata saja telah
bergerak berganti-ganti menunjukkan tujuh macam gaya,
tapi tanpa berkisar dari tempatnya semula. Dan berbareng
dengan pergerakan kakinya ini, tangannyapun bergerak
menggunakan tujuh cara pula.
Ketujuh gaya ini masing-masing mengandung keistimewaan yang luar biasa sekali. Lie Siauw Hiong yang
pernah melihat kepandaian Bu Heng Seng dan Peng Hoan
Siangjin, mula-mula menganggap mereka berdua adalah
orang-orang sangat luar biasa dan rasanya didunia ini
jarang ada tandingannya. Tapi pergerakan Hui Tay Su ini
ternyata lebih hebat pula. Dalam pada itu, sambil
melupakan dimana dia berada, lalu dia memperhatikan
pada pertemuan kedua orang luar biasa ini. Kaki Peng
Hoan Siangjin semakin kokoh memasang besinya, hanya
badan sebelah atasnya saja yang bergerak-gerak kekiri dan
kekanan, kedepan dan kebelakang, begitulah dengan
gayanya ini, dia hendak memecahkan serangan Hui Tay Su
yang sebanyak tujuh jurus itu, dan berbareng dengan itu,
tangan kirinya juga balas menyerang lawannya dengan lima
jurusnya yang lihay pula.
Lie Siauw Hiong yang memperhatikan gerak-gerik Hui
Tay Su ini, sekalipun dia merasa bahwa kepandaian
pendeta wanita tua ini lihay juga, tapi yang paling lihay dan
menyolok, adalah pergerakan kakinya yang begitu lincah
dan sempurna. Tiap-tiap dia melompat maupun menggeserkan kakinya, sungguh sangat indah dan tepat
sekali gerakannya. Sekalipun Lie Siauw Hiong mencurahkan seluruh perhatiannya, memperhatikan pergerakan kaki Hui Tay Su ini, tapi toh dia masih belum
berhasil dapat melihatnya dengan nyata.
Setiap serangan yang dilancarkan oleh Hui Tay Su,
diam-diam Lie Siauw Hiong menyebutkan tipu-tipu untuk
membela diri dan membalas menyerang lawannya didalam
hati. Setelah berpikir demikian, diapun lalu memandang
pada Peng Hoan Siangjin, ingin melihat cara bagaimana
orang tua itu hendak membela dan menyerang kembali
lawannya, dan apa yang dilakukan oleh Peng Hoan
Siangjin, ternyata sedikitpun tidak meleset dari dugaannya
semula. Malah kadang-kadang gaya pemikirannya lebih
hebat pula, sehingga saking girangnya, dia terus
memperhatikan pertempuran tersebut dengan lebih hati-hati
dan cermat. Seakan-akan apa yang terjadi pada saat itu adalah suatu
peristiwa yang sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena sekalian ilmu 'Tay-yan-sip-sek' dari Peng Hoan
Siangjin telah diwariskan pada Lie Siauw Hiong, tapi ilmu
ini adalah ilmu pedang yang paling diandalkan sekali oleh
Peng Hoan Siangjin. Perubahan yang terdapat dalam ilmu
itu, bila disuruh dia sendiri yang melakukannya, pasti sekali
dalam waktu tiga puluh tahun lamanya, diapun belum tentu
berhasil dapat mengerti keseluruhannya.
Pada saat itu, dia yang menyaksikan pertempuran kedua
orang tersebut, tanpa merasa apa yang dia sendiri tidak
mengetahuinya dengan jelas, sekarang banyak sekali tiputipu aneh yang belum begitu dia pahami, tetapi sudah
berhasil dapat menyaksikan dengan jelas sekali.
Dalam waktu sekejap mata saja, kedua orang tersebut
sudah bertempur sampai seratus jurus lebih. Pergerakan
badan mereka yang begitu gesit dan sempurna, sekalipun
diceritakan dikalangan Kang-ouw, belum tentu orang mau
mempercayainya, apalagi tanpa melihat kejadian itu dengan
mata kepala sendiri.
Tapi dalam waktu yang agak lama juga, dan setelah
melampaui seratus jurus lebih, ternyata Peng Hoan Siangjin
lebih banyak menjaga dirinya daripada balas menyerang
lawannya. Tampaknya pada saat itu dia sedang gembira
benar melakukan pertempurannya, sehingga dia lalu bersiul
panjang. Sementara itu, tinjunya lalu diubah menjadi jari,
kemudian jari itu seakan-akan diubahnya sebagai ganti
pedang. Maka dalam waktu sekejap mata saja, dengan
menggunakan tiga jurus yang lihay dan berada diluar
dugaan orang banyak, dia melakukan serangan balasan
pada diri Hui Tay Su. Pergerakan jarinya cepat sekali,
karena dengan ini ternyata dia telah mengeluarkan tipu
'Tay-yan-kiam-sek'nya.
Tipu 'Tay-yan-kiam-sek' ini sesungguhnya didunia ini
tidak ada keduanya, apa lagi yang melakukan serangan itu
adalah Peng Hoan Siangjin sendiri, hingga kekuatannya itu
boleh dikira-kirakannya sendiri, dan dalam waktu yang
pendek sekali, keadaan dalam pertempuran tersebut sudah
banyak berubah. Serangan yang aneh-aneh yang dilancarkan oleh Hui Tay Su tadi, kini sudah banyak
berkurang, sedangkan penjagaan maupun penyerangannya
kini sudah mengalami perubahan pula.
Selanjutnya dengan cepat sepuluh jurus sudah berlalu
pula. Sekalipun 'Tay-yan-sip-sek' ini menyerang dengan
sengitnya, tapi belum dapat melukakan diri Hui Tay Su
barang serambutpun.
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lie Siauw Hiong yang melihat Peng Hoan Siangjin telah
mengeluarkan ilmu 'Tay-yan-sip-sek'-nya,
ternyata pengaruhnya begitu hebat sekali. Dia yang menyaksikan
dari samping, tanpa terasa kaki dan tangannyapun ikutikutan bergerak-gerak pula, hingga dengan ini lagi-lagi dia
dapat mencangkok apa yang dia tadinya belum mengetahui
dengan jelas tentang pelajaran sulit yang diturunkan oleh
pendeta tua itu kepadanya.
Pada saat itu, diapun mengetahui; bahwa Hui Tay Su
pun dapat juga melakukan penjagaan yang rapat sekali,
sekalipun ia diserang dengan hebatnya oleh tipu lawannya
yang lihay itu. Dengan menyurahkan perhatian yang
sebenar-benarnya, dia memperhatikan pergerakan kaki yang
sempurna dari Hui Tay Su ini.
Dia tak tahu pergerakan kaki yang demikian sempurnanya ini, adalah yang biasanya sangat dibanggakan
oleh Hui Tay Su, yaitu 'Kit-mo-sin-hwat'. Pelajaran yang
demikian sempurna dan lihay ini, Hui Tay Su dapat
mempelajari sendiri dari sebuah buku kuno, yang kemudan
dia pelajari dengan tekun sekali, sehingga akhirnya dia
berhasil juga memperoleh sari daripada buku tersebut.
Dengan menyaksikan pergerakan kaki Hui Tay Su, Lie
Siauw Hiong tak mengetahui cara bagaimana si paderi
perempuan telah dapat meyakinkan ilmu kepandaian itu.
Hingga saat itu kedua orang ini sudah melangsungkan
pertempuran mereka, sehingga mencapai seribu jurus lebih.
Segala ilmu yang langka dan aneh serta lihay-lihay sudah
dikeluarkan oleh kedua pihak. Saking sengit dan sungguhsungguhnya mereka bertempur, mereka lupa pada Lie
Siauw Hiong yang menyaksikan pertempuran mereka itu
dari samping. Pada saat itu sekonyong-konyong saja dari jauh
terdengar suatu suara siulan nyaring sekali, tapi suara itu
sangat tajam dan halus sekali. Suara orang yang dapat
melewati lautan yang demikian jauhnya itu sehingga dapat
terdengar oleh mereka dipulau yang jauh terpencil ini,
menandakan orang yang mengeluarkan suara siulan itu
mempunyai ilmu lweekang yang sangat tinggi sekali. Tetapi
suatu hal yang lebih aneh lagi ialah, begitu suara siulan
orang tersebut masuk dikuping mereka, membuat mereka
merasa aman dan damai. Hal mana, disusul dengan
perasaan yang nyaman dan meresap dihati mereka,
sehingga ini membuat mereka tidak mau melanjutkan
pertempuran itu.
Peng Hoan Siangjin dan Hui Tay Su yang sudah
memiliki kepandaian tenaga dalam yang begitu sempurna,
tanpa terasa mereka mengeluarkan suara '.....Ihhh' yang
menandakan keheranan mereka, kemudian masing-masing
lalu menghentikan penyerangan mereka dan kini memasang
kuping mendengari suara itu dengan cermatnya. Tapi hal
ini justeru telah membuat Lie Siauw Hiong merasa lebihlebih terperanjat dan curiga lagi.
Muka Hui Tay Su menunjukkan perasaan herannya yang
amat sangat, sedangkan muka Peng Hoan Siangjin pun
sangat aneh sekali tampaknya, kemudian ia menengadahkan kepalanya memandang keangkasa.
Lie Siauw Hiong pun lalu turut juga mengangkat
kepalanya memandang kearah mana Peng Hoan Siangjin
memandang. Disana dia hanya melihat langit yang gelap
tak bertepi, yang pada kala itu hanya bertabur bintangbintang saja, sedangkan hal-hal yang lainnya dan boleh
dianggap aneh, tidak tampak sama sekali.
Tapi suara siulan tersebut yang halus dan rendah itu,
tidak putus-putusnya terdengar oleh mereka, meski tidak
tampak orangnya mendatangi. Dan bersamaan dengan itu,
Lie Siauw Hiong sendiri jadi keheran-heranan, ketika
mendengar Peng Hoan Siangjin mengeluarkan juga suara
siulannya, sehingga kedua suara siulan ini kedengarannya
bersambung menjadi satu.
Mula-mula kedua suara siulan ini terdengar tidak
seirama, seakan-akan perasaan Peng Hoan Sianpjin dengan
orang itu tidak sama. Tapi setelah suara siulan itu semakin
mendekat, suara siulan Peng Hoan Siangjin pun telah
bersatulah dengan suara orang tersebut, seakan-akan suara
itu telah berhasil dapat ditindihnya.
Waktu Lie Siauw Hiong memandang kembali Peng
Hoan Siangjin, tampak mukanya Hweesio tua itu
menunjukkan perasaan yang tenteram dan damai. Kedua
suara siulan itu gembira sekali kedengarannya dan seirama
serta merdu terdengarnya, sehingga Hui Tay Su yang
berdiri disampingnya pun memperhatikan pula suara siulan
kedua orang ini.
Sekonyong-konyong terdengar suara berbunyinya seekor
burung bangau, yang telah membuat Lie Siauw Hiong
tergopoh-gopoh menangkat kepalanya dan memandang
keatas. Ternyata dari tempat yang jauh sekali, terlihat
terbang mendatangi kejurusan mereka seekor bangau putih
besar. Waktu burung bangau besar yang berwarna putih itu
telah terbang dekat sekali, mereka menampak dipunggung
bangau itu menggemblok seorang pendeta tua yang
bertubuh jangkung kurus. Ternyata suara siulan tadi adalah
suara siulan pendeta tua ini.
Badan pendeta tua ini sangat tinggi sekali. Waktu dia
duduk dipunggung burung bangau itu, tampak lebih tinggi
sedikit daripada orang biasa, bahkan saking kurusnya,
pendeta tua itu bagaikan sebatang galah saja, sedangkan
dibawah janggutnya terlihat misai yang sudah putih
bagaikan perak.
Keheranan Hui Tay Su belum menjadi lenyap, karena
dia tidak kenal dengan pendeta tua ini, tapi Peng Hoan
Siangjin sendiri dengan muka yang menunjukkan perasaan
tenteram dan damai, lalu berjalan perlahan-lahan menghampiri kepada burung bangau itu.
Bangau raksasa itu lalu memutarkan badannya sekali,
kemudian barulah dengan tenang dan perlahan-lahan
mendarat dimuka bumi. Bila sayap bangau ini dipentangkannya, ternyata tidak kurang dari dua tombak
panjangnya, sehingga angin yang dikeluarkan dari sayapnya
ini, telah berhasil membuat pasir dan batu bergulung-gulung
beterbangan kian kemari.
Tangan pendeta tua ini memegang sebuah bok-hie
(semacam kayu untuk mengetuk waktu melakukan
sembahyang), yang lalu diketuknya satu kali dengan
mengeluarkan suara yang nyaring sekali. Suara nyaring
yang keluar dari bok-hienya itu sudah terdengar sejauh
beberapa lie dan entahlah bok-hie ini terbuat daripada
bahan apa. Peng Hoan Siangjin lalu memberi hormat kepada
pendeta tua ini, lalu diapun membalikkan tubuhnya
memberi hormat pula kepada Hui Tay Su, tapi waktu dia
memberi hormat ini, dia tidak mengucapkan barang sepatah
katapun, kemudian iapun naik kembali kepunggung burung
bangau raksasa itu. Pendeta tua itu memandang pada Lie
Siauw Hiong dengan hanya menganggukkan sedikit
kepalanya, ketika burung bangau tersebut membentangkan
sayapnya terbang kembali keangkasa. Tetapi pada sebelum
bangau tersebut terbang kembali, pendeta tua ini lagi-lagi
memandang pada Lie Siauw Hiong dengan wajah yang
menandakan perasaan herannya, setelah itu, tiba-tiba ia
berkata dengan suara yang rendah : "Houw tiauw liong teng
hui ui jit, hok lui it seng siauw siang kie" (dengan
terdengarnya suara burung bangau, lalu macan dan
nagapun kembali pada asalnya, yang mana dengan secara
bebas dapat diartikan dengan terdengarnya suara burung
bangau ini, berarti waktu perpisahan diantara mereka telah
tiba), lantas burung bangau putih raksasa ini membentangkan sayapnya dan sebentar saja dia sudah
terbang sejauh tiga puluh tombak, dengan dua bait kalimat
tadi dengan nyaring sekali terdengar oleh pemuda she Lie
itu. Tadi Hui Tay Su dengan termangu-mangu memandang
pada pendeta tua kurus kering yang telah memasuki pulau
Siauw Ciap Too-nya ini, seakan-akan dia tidak mengerti
tentang tindak-tanduk pendeta itu, kemudian waktu sinar
pandangan matanya jatuh kepada pemuda itu, lalu dia
menunjukkan sebuah senyuman dibibirnya.
Hanya tampak sepasang lengan bajunya dikebutkan,
kemudian diatas pantai tersebut dia mempertunjukkan ilmu
Kit-mo-sin-pouw yang terdiri atas 49 jurus, dan dengan
sekali mencelat saja, dia berhasil mencapai jarak sepuluh
tombak lebih jauhnya. Kemudian ia melenyapkan diri entah
kemana perginya.
Lie Siauw Hiong lalu memandang kemuka, dia hanya
melihat diatas pasir hanya terdapat bekas telapak kaki Hui
Tay Su yang dalamnya beberapa dim, hingga tak terasa lagi
hatinya menjadi sangat girang, karena ia tahu, bahwa Hui
Tay Su ini telah memberikan petunjuk yang sangat
berharga, untuk dia pelajari sendiri dengan memperhatikan
jejak kaki paderi perempuan itu sebagai contoh yang harus
diturutinya. Sementara dari kejauhan terdengar suara Hui Tay Su
yang berkata : "Kit-mo-sin-pouw diwariskan kepada orang
yang berjodoh dengan ilmu itu, hanya dalam setengah jam
ini, entah dapat atau tidak kau mempelajarinya " Hal itu
tergantung dari kecerdikan dan bakatmu sendiri." Dengan
ini, ternyata betapa lihaynya tenaga dalam Hui Tay Su itu,
sehingga dapat mengucapkan kata-kata dari tempat jauh
dengan terang sekali.
Lie Siauw Hiong meski tidak paham apakah sebetulnya
yang dimaksudkan dengan kata-kata "setengah jam" itu,
tapi segera dia menjatuhkan dirinya berlutut ditanah dengan
menghadap ke tengah-tengah pulau tersebut sambil
mengucapkan terima kasih. Kemudian dia memperhatikan
dengan seksama bekas (jejak) kaki Hui Tay Su yang tampak
diatas pasir itu.
Dengan mengandalkan kecerdasan otak dan tenaga
dalamnya yang sempurna, sekalipun tampaknya pelajaran
itu sangat memakan tenaga dan otak, bila bukannya dia
pernah melihat dengan mata kepala sendiri cara bagaimana
Hui Tay Su telah memberi teladan kepadanya tadi, tentu
saja dia sama sekali tidak dapat mengerti apa yang
dimaksudkan paderi perempuan itu. Pelajaran 'Kit-mo-sinpouw' ini memang sesungguhnya ilmu satu-satunya yang
masih ketinggalan dalam kalangan Kang-ouw. Lie Siauw
Hiong yang melihatnya, semakin sukar menjadi semakin
bersemangat untuk mempelajarinya.
Batas waktu setengah jam lekas sekali sampai. Lie Siauw
Hiong yang sedang tekun mempelajari ilmu telapak kaki
tersebut, tanpa menghiraukan suatu yang terjadi disekitarnya. Dia hanya dengan secara samar-samar mendengar suara
ombak memecah dipantai, yang pada saat itu ombak yang
mulai kecil-kecil ini, tambah lama tambah besar, karena
ombak yang datang belakangan selalu mendorong ombak
dimukanya, sehingga akhirnya ombak itu menjadi
bergulung-gulung besar sekali, semakin cepat datangnya
dan semakin tinggi pula mendamparnya, kemudian dalam
waktu sekejap mata saja ombak yang sebesar gunung itu
mendampar ketepi laut.
Lie Siauw Hiong yang sedang memperhatikan lima
langkah terakhir yang paling ruwet sekali, saking tekunnya
dia mempelajarinya, sehingga dia tidak merasa bahwa
ombak besar dibelakangnya sudah hendak mendampar
sampai kepadanya.
Setelah mempelajari ilmu langkah terakhir dari Hui Tay
Su ini dengan cermat sekali, akhirnya dia telah berhasil
dapat mempelajarinya dengan sebaik-baiknya, maka tidak
heran jika ia merasa sangat girang sekali. Baru saja dia
hendak melompat saking gembiranya, tiba-tiba kakinya
terasa agak dingin, buru-buru dia menoleh kekakinya.
Waktu dia melihat apa yang terjadi, dia menjadi begitu
terperanjat sekali. Segera juga dia menggunakan ilmu 'Ameng-pu-hiang', sehingga dengan sekali melompat saja
badannya sudah melayang pada suatu tempat kira-kira
enam atau tujuh tombak jauhnya, dan tepat pada saat itu
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula ombak yang sebesar gunung itu telah mendampar
sampai, sehingga ditempat dimana dia tadi mempelajari
telapak kaki Hui Tay Su itu, kini sudah menjadi lenyap dan
apa yang terlihat hanyalah pasir putih belaka yang merata
dipantai itu. Ombak yang datang itu betapa cepatnya, sehingga Lie
Siauw Hiong meski berlompat begitu cepatnya, tak urung
dia masih kecipratan oleh ombak itu, sehingga bagian
pahanya kebawah menjadi basah kuyup.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna,
yaitu dengan jalan mempergunakan ilmu 'Am-eng-puhiang'-nya, dia telah berhasil mencapai satu tempat yang
jauh sekali terpisahnya dengan ombak.
Begitulah dengan berlompat-lompatan setelah mencapai
jarak dua puluh tombak lebih jauhnya, barulah dia
menghentikan tindakannya dan menoleh kebelakang.
Dilihatnya ombak yang besar sekali telah menyapu bersih
bekas telapak kaki yang ditinggalkan oleh Hui Tay Su
ditempat yang lain itu. Kini, barulah dia insyaf, bahwa
jangka waktu setengah jam yang diberikan paderi
perempuan tua itu tadi, adalah peristiwa ini.
Menyaksikan ombak yang dahsyat itu, tidak terasa lagi
Lie Siauw Hiong menjadi terbangun semangatnya. Dan
dengan penuh semangat dia lalu bernyanyi : "Batu-batu
karang berserakan menjulang kelangit, ombak yang dahsyat
memecah pantai, hingga dengan sekali sapu saja telah
berhasil membersihkan segala sesuatu yang menghalangi
dihadapannya. Pemandangan ini sungguh indah sekali
bagaikan sebuah lukisan. Pada saat ini, tidak tahu berapa
banyak kaum pendekar yang sudah berhasil mencapai citacita mereka."
Setelah bernyanyi sampai disini, tidak terasa lagi pikiran
si pemuda mendadak terkenang akan peristiwa percintaan
dengan gadis impiannya, hingga diam-diam dia lalu
mengambil keputusan, yaitu pada sebelum berhasil
membuat suatu pekerjaan besar, dia belum lagi akan merasa
puas. Ombak dilautan tinggal tetap menghempas-hempas
dengan dahsyatnya. Sang malam sudah menjelang akan
berganti dengan pagi hari. Ditepi langit terlihat segaris sinar
keputih-putihan, yang dengan memancarkan sinarnya
keempat penjuru, akhirnya sinar matahari pagi yang
kemerah-merahan telah mulai tampak dari kaki langit
diarah timur. (Oo-dwkz-oO) Jilid 16 Tanpa terasa pula Lie Siauw Hiong telah mengitari pulau
itu dari sebelah timur sehingga kebarat. Dalam hatinya dia
tengah merencanakan, bagaimana caranya dia harus
meninggalkan pulau yang terpencil dan sunyi-senyap ini.
Kala itu yang terdengar hanya suara ombak yang memecah
pantai saja, kemudian waktu dia memandang kelaut,
ternyata pada waktu itu ombaknya telah menjadi tenang
kembali, sedangkan dilangit tidak terdapat barang segumpal
awanpun yang menghalang-halanginya. Ribuan lie diatas
langit tampak sangat bersih sekali, tapi yang paling
membikin dia sangat heran adalah dipesisir pantai ini kini
tampak sebuah perahu layar yang sedang mendatangi.
Lie Siauw Hiong segera datang menghampiri perahu
layar itu. Didepan perahu layar tersebut tertulis huruf-huruf
yang berbunyi sebagai berikut : "Dari pulau Siauw Ciap
Too berlayar menuju ke Barat-daya pada saat ini ombak
justeru amat besarnya, maka dengan jalan memasang layar,
dalam waktu sehari saja pasti akan menemui daratan."
Tulisan ini adalah tulisan Hui Tay Su, sedangkan perahu
layar ini sudah tentu disediakan oleh Hui Tay Su juga.
Setelah menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong jadi
sangat terperanjat dan diam-diam berkata dan pada dirinya
sendiri : "Hanya membutuhkan satu hari saja, pasti akan
menjumpai daratan. Mengapa letak pulau Siauw Ciap Too
ini terpisah dengan daratan begitu dekat sekali ?" Tidak
terasa lagi ia lalu memandang kemuka, dimana benar saja
diantara titik antara air dan langit yang menjadi satu
ditempat yang jauh sekali, agaknya samar-samar masih
tampak satu bayangan gunung. Langit itu tampaknya
keputih-putihan, sedangkan gunung yang terlihat itu
berwarna biru muda, tampaknya begitu samar-samar karena
amat jauhnya. Lie Siauw Hiong sekali lagi membalikkan
badannya menghadap kepulau sambil memohon doa restu,
lalu diapun naik perahu tersebut dan bersedia untuk
berlayar. Dibawah tiupan angin barat yang kencang dan lurus
lajunya, si pemuda telah dapat melanjutkan perlayarannya
dengan baik dan luar biasa sekali pesatnya, hingga dalam
waktu sekejap mata saja, perahu kecil itu telah terpisah jauh
sekali meninggalkan pulau kecil itu. Dan tatkala Lie Siauw
Hiong menoleh kembali kebelakang, pulau itu kelihatan
begitu kecil sekali, sehingga hanya merupakan satu titik
bayangan hitam saja dalam pandangan mata si pemuda itu.
(Oo=dwkz=oO) Sekembalinya Chit-biauw-sin-kun kedalam kalangan
Kang-ouw, segera juga dikota Boe-han ia melakukan
pekerjaan yang sangat menggemparkan sekali. Kota Boehan ini adalah pusat tempat perkumpulannya para pendekar
dari pelbagai partai kemana mereka datang berbondongbondong kekota itu untuk menyaksikan dengan mata kepala
sendiri tentang kebenaran kabar angin itu.
Hal mana, lebih-lebih menarik perhatian ketua dari lima
partai yang tempo hari pernah 'berurusan' dengan Chitbiauw-sin-kun, hingga akibat hasrat mereka untuk
menyelidiki tentang kebenaran kabar ini, maka suasana
dalam dunia persilatan dikota Boe-han menjadi tegang
tampaknya. Tatkala itu iklim justeru terjatuh pada akhir musim
panas. Hawa udara pada saat itu tidak dapat dikatakan
dingin, sekalipun ada angin musim rontok yang mulai
berhembus. Pada hari itu dari tengah sungai tampak mendatangi
sebuah perahu layar kecil yang dikayuh menuju kepantai,
dan meski kecepatan berlayarnya telah menjadi makin
lambat, tapi berkat dorongan angin sungai yang santer,
maka perahu layar kecil itupun kelihatan meluncur
mendekati pesisir lebih cepat daripada biasanya. Diatas
perahu layar kecil itu tampak seorang pemuda seperti anak
sekolah. Usianya kurang lebih baru dua puluh tahun. Ia
memakai pakaian yang berwarna abu-abu. Pada sesudah
menambatkan perahu layarnya dipantai, lalu dia naik
kedarat dengan sikap yang riang gembira.
Pemuda ini tampaknya tidak ingin dihalang-halangi oleh
orang yang berlalu lalang disana. Maka setelah dia naik
kedarat, dengan sikap yang tergesa-gesa ia menerobos
kesana-sini untuk melombai dan melewati orang banyak
yang menuju kedalam kota.
Ketika pemuda itu masuk kedalam kota, lalu ia berjalan
menuju kesebelah Timur, kemudian dengan tidak ragu-ragu
lagi ia berjalan menuju ketoko San Bwee Cu Poo Hoo.
Setelah mendatangi cukup dekat, pemuda ini merasa
agak aneh dan langkahnyapun segera dipercepatnya,
sedangkan dari mulutnya ia memanggil : "Thio Twako
.."."
Dari dalam toko San Bwee Cu Poo Hoo tampak keluar
seorang laki-laki yang umurnya kurang lebih empat atau
lima puluh tahun, yang dengan perasaan agak tercengang
lalu berkata : "Lie Loo-pan (majikan she Lie), kau sudah
kembali " Siauw-tee telah menunggumu sehingga merasa
tidak sabaran."
Sambil berkata ini, muka orang itu segera menunjukkan
perasaan duka yang tidak terhingga besarnya.
Pemuda she Lie ini dengan perasaan aneh lain bertanya :
"Mengapa, Thio Twako ?"
Orang she Thio itu dengan suara yang tak wajar lalu
menyahut : "Justeru pada sesudah Lie Loo-pan keluar, tidak
beberapa hari lamanya Hauw Loo-pan pun telah ..". telah
meninggal dunia."
Mendengar berita celaka itu, si pemuda she Lie jadi
begitu terkejut, sehingga badannya tampak agak gemetaran.
Lalu ia memegang badan orang she Thio itu dengan rupa
yang gugup sekali.
"Mengapa " Coba kau katakan. Sebenarnya Hauw Jie
Siok bagaimana matinya ..".?" tanyanya dengan suara
tidak sabaran. "Untuk menceritakan kejadian ini akan memakan tempo
yang agak panjang juga, biarlah, izinkan Siauw-tee
perlahan-lahan menuturkan kepadamu .."."
Tapi sebelum mendengar penuturan si orang she Thio,
tiba-tiba Lie Siauw Hiong telah jatuh pingsan, hingga si
orang she Thio itu menjadi sangat terperanjat sekali. Buruburu dia mengangkat tubuh pemuda she Lie ini, dan dengan
tindakan separuh sempoyongan dia memapah pemuda she
Lie ini, dibawa kekamar tidurnya, kemudian dia memanggil
pelayan lainnya untuk menjaganya, sedangkan dia sendiri
lalu pergi kebelakang untuk memasak wedang jahe, untuk
dicekoki pada pemuda itu.
Tapi belum lagi wedang jahenya matang dimasak, tibatiba si pemuda sudah siuman kembali dan bertanya dengan
suara keras : "Hauw Jie Siok bagaimana cara matinya ?"
Pemuda yang tidak lain daripada Lie Siauw Hiong ini,
sejak meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, buru-buru ia
kembali kekota Boe-han, tapi dengan tak disangka-sangka,
bahwa orang yang sedang dicari dan dirindukannya, sudah
mendahului dia pergi kealam baka. Pada saat dia
mendengar tentang kematiannya ini, tanpa terasa lagi dia
telah pingsan karena amat sedihnya.
Sesudah Lie Siauw Hiong menanya kembali pelayannya
ini, barulah ia mendapat jawaban sebagai berikut : "Sepuluh
hari yang lalu, Thio Twako pergi kecimcee dekat sumur,
Hauw Jie Siok ditemuinya rebah ditanah, ternyata dia
sudah mati. Mula-mula Thio Twako masih mengira
kematiannya itu disebabkan oleh terserang angin jahat, tapi
belakangan setelah diperiksa dengan teliti sekali, ternyata
dipunggungnya, agaknya terkena pukulan dan anggota
sebelah dalamnya menderita luka parah. Jadi dengan begitu
matinya itu sudah tentu telah terjadi karena dipukul orang.
Saking gugupnya Thio Twako ingin mati saja, dan dia
mengira bahwa Lie Loo-pan telah mengikat permusuhan
dengan orang kalangan Kang-ouw. Dalam pada itu, kami
menjadi putus asa dan berniat akan membubarkan saja toko
ini, pada hari kemarin pada hari Hauw Loo-jie baru
ditanam, dan hari ini mendadak Lie Loo-pan kembali,
hingga hanya berantara sehari saja dari kejadian celaka itu."
Setelah mendengar penuturan si pelayan ini, Lie Siauw
Hiong jadi sangat tercengang, hingga dalam dukanya yang
sangat itu dia hanya dapat membanting-banting kaki saja,
dan setelah bangun kembali, lalu dia bertanya pada orang
she Thio itu : "Hauw Jie Siok ditanam dimana ?"
Orang she Thio ini menghela napas, kemudian
menjawab : "Aku biasanya sangat hormat terhadap Hauw
Loo, oleh karena itu, kami telah menguburkan mayatnya
dengan sebaik-baiknya dikaki gunung disebelah barat diluar
kota." Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya, kemudian
dia keluar dari kamarnya. Orang she Thio itu tiba-tiba
menghalanginya, karena khawatir kesehatan Lie Siauw
Hiong belum pulih kembali. Lie Siauw Hiong sangat
berterima kasih kepadanya, tapi tak urung ia berjalan keluar
juga. Tidak antara lama dia sudah sampai diluar kota. Dengan
mengikuti petunjuk yang diberikan oleh orang she Thio itu,
lalu dia mencari tempat yang letaknya dikaki gunung,
dimana benar saja tidak jauh dari sebatang pohon besar
terdapat sebuah kuburan yang masih merah tanahnya, suatu
tanda bahwa kuburan itu masih baru. Buru-buru dia
menghampirinya dan lantas menjatuhkan dirinya dimuka
kuburan tersebut.
Lie Siauw Hiong yang sejak kecil sudah ditinggal mati
oleh ayah dan ibunya, telah dipelihara sampai sebesar
begini oleh Bwee San Bin dan Hauw Jie Sioknya. Kedua
orang tua ini sudah dianggapnya sebagai orang tua
kandungnya sendiri saja. Dia sangat menghormati dan
menjunjung tinggi kedua orang tua ini. Maka karena saking
cintanya, tidak terasa lagi, waktu mendengar bahwa salah
seorang tua ini telah menghembuskan napasnya yang
penghabisan, cara bagaimanakah dia tidak menjadi sedih "
Sesudah melihat kuburan yang berada dimukanya ini,
tanpa dapat dicegah lagi airmatanya jatuh berderai-derai
membasahi kedua belah pipinya. Sebagai seorang yang
berpribadi tinggi dan memiliki kepandaian yang sempurna,
sekalipun dia merasa sangat sedih sekali, dia masih dapat
menahan suara tangisannya. Kemudian dengan termangumangu dia berdiri dimuka kuburan itu, sambil menengadah
keatas langit. Saat itu adalah saat yang sangat mengharukan bagi Lie
Siauw Hiong. Waktu dia masih kecil, dia sudah mengalami
kematian orang tuanya sendiri yang sangat menyedihkan,
tapi pada saat itu dia masih kecil, sehingga dia hanya
terkejut saja dan berdiri terbengong.
Tapi pada saat itu adalah lain sekali, karena disaat itu dia
benar-benar merasa pilu sekali.
Dia merasa kehilangan segala-galanya didunia ini, dan
jika pada waktu itu ada orang yang membokongnya,
pastilah dia tidak dapat menghindarkan dirinya pula.
Dia hanya berkemak-kemik saja, sedangkan didalam
hatinya tidak putus-putusnya ia coba menerka, siapa
gerangan orang yang telah menurunkan tangan jahat
sehingga Hauw Jie Siok yang mempunyai kepandaian yang
cukup tinggi itu sampai bisa mati dipukul olehnya. Dia
sudah berpikir beberapa kali untuk membongkar kuburan
Hauw Jie Sioknya ini, untuk menyelidiki dan mengetahui
siapa sebenarnya yang telah menurunkan tangan jahatnya
itu.
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian, sambil berkata dengan sengitnya, dia
mengulurkan tangan kanannya yang lain menepuk batu
kuburan itu, sambil menengadahkan kepalanya keatas dia
berkemak-kemik sambil berkata : "Jika aku tidak dapat
membunuh pembunuh dari Hauw Jie Siok ini, aku
bersumpah tidak mau jadi orang !" Lalu dia berjalan pergi
meninggalkan kuburan orang tua itu. Sekonyong-konyong
dari arah kirinya dalam jarak sepuluh tombak lebih
jauhnya, dia melihat seolah-olah ada satu bayangan orang
yang berkelebat, tepat pada saat dia sedang merasa amat
berduka. Terhadap setiap orang, dia selalu merasa curiga
sekali, oleh karena itu, dengan cepat dia mengejar orang itu
masuk kedalam hutan.
Setelah masuk kedalam hutan itu, pada jarak lima atau
enam tombak jauhnya dihadapannya, dia melihat dua
orang laki-laki yang sedang bertarung dengan sengit. Lie
Siauw Hiong yang sudah sangat mahir dalam hal ilmu
meringankan badan, dalam sekejap mata saja sudah berada
dibelakang kedua orang yang sedang bertarung itu. Kedua
orang ini tidak mengetahui, bahwa dibelakang mereka ada
orang yang mengintai dengan secara diam-diam.
Kemudian Lie Siauw Hiong bersembunyi dibalik
sebatang pohon tua, matanya memandang dengan tajam
kegelanggang pertempuran. Seorang diantaranya tampaknya sangat bengis, mukanya penuh berewok,
tangannya memegang sebatang pedang panjang yang
digunakan untuk menyerang lawannya, sedangkan seorang
yang lainnya lagi, rasanya dia pernah mengenalinya.
Dengan membelakangi tubuhnya, pemuda itu melawan
musuhnya dengan hanya memakai sebatang cabang pohon
saja. Orang yang menggunakan cabang pohon itu tampak
pergerakannya agak tidak leluasa, apa lagi tangan
kanannya, seolah-olah mati sebelah, sedangkan gerak
kakinyapun tidak sempurna dan agak kacau. Tapi
sebaliknya ilmu pedang musuhnya sangat hebat sekali,
hingga sebentar saja kedua orang ini sudah bertempur
sehingga melampaui dua puluh jurus lamanya, tapi belum
pernah terlihat kedua senjata itu saling beradu. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan jika tadi Lie Siauw Hiong tidak
menduga, bahwa dalam hutan disitu ada orang yang sedang
bertempur dengan sengitnya.
Pada saat itu orang yang menggunakan cabang pohon
sebagai senjata telah terdesak sehingga sampai dipinggir
hutan. Orang yang berewokan itu terdengar berseru dengan
suara keras : "Akan kulihat apakah kau masih dapat
melarikan diri ..".!" Sehabis mengucapkan perkataan ini,
dia lalu menggunakan pedangnya untuk menotok pada alis
lawannya itu. Lie Siauw Hiong setelah lama menyaksikan pertempuran
itu, barulah dia mendengar kedua orang yang bertempur ini
membuka mulutnya. Ketika dia mendengar suara teriakan
si orang berewok ini, hatinya menjadi terkejut sekali, dan
waktu melihat orang yang satunya lagi, dia hanya tampak
menundukkan badannya sedikit, dan tanpa mengeluarkan
banyak tenaga tampaknya, badannya berkelit dengan
indahnya, dengan mana dia berhasil meloloskan diri dari
serangan lawannya yang hebat itu, kemudian sambil
membalikkan kepalanya dia sudah siap sedia untuk
menyambuti serangan-serangan lawannya selanjutnya.
Pada saat itu Lie Siauw Hiong baru saja dapat melihat
muka pemuda itu, umurnya ditaksir lebih kurang dua puluh
satu atau dua puluh dua tahun, maka tak terasa lagi
kesannya terhadap pemuda itu baik sekali, apa lagi terhadap
semangatnya yang berapi-api itu, hingga ia sangat
mengaguminya. Pemuda itu ketika sudah berhasil mengelitkan serangan
lawannya, pada airmukanya sangat sedih sekali. Lie Siauw
Hiong yang sudah berpengalaman, sudah maklum bahwa
pemuda ini sudah kena tertotok lawannya, separuh
badannya sudah tidak leluasa lagi bergerak, maka dari itu,
dia lalu menggunakan tangan kirinya untuk melawan
musuhnya. Hatinya menjadi tergerak dan lalu dia
memungut sebatang cabang pohon yang kecil, tapi pada
saat itu orang yang berewokan itu lagi-lagi menyerang
lawannya dengan seru sekali.
Ketika pemuda itu menggerakkan tangan kirinya
melawan musuhnya, tampak disekitarnya bayangan cabang
pohon menari-nari, membentuk sebuah penjagaan yang
rapat sekali disekitar badannya. Apa lagi pergerakan tangan
kirinya yang sangat aneh itu. Begitu dia mengeluarkan
tipunya ini, si orang berewok itu segera kena terkurung
olehnya. Lie Siauw Hiong sendiri merasa terkejut pula,
kemudian dengan gerakan secepat kilat ia mementilkan
sebatang pohon dengan pesatnya menuju kesasaran yang
ditujunya, yaitu bagian tulang kesebelas dari punggung
pemuda itu yang bernama jalan darah 'Ciang-bun-hiat'.
Begitu tulang punggung si pemuda tertotok oleh batang
pohon yang dipentilkan Lie Siauw Hiong itu, segera juga ia
merasakan dirinya sangat segar dan leluasa sekali. Tangan
kirinya lalu dibentangkan, lagi-lagi dia mengeluarkan tipu
serangan yang aneh kembali, sehingga disekitarnya hanya
tampak bayangan cabang pohon yang menyerang kiankemari dan mengurung dengan rapat sekali sinar pedang
orang laki-laki berewokan itu.
Oleh sebab itu, si berewok buru-buru mengeluarkan tipu
yang digunakan untuk menjaga dirinya dengan membentuk
sebuah lingkaran disekitar badannya. Adapun kepandaian
itu adalah kepandaian yang paling diandalkannya seumur
hidupnya. Tampak serangan-serangannya itu dari tempat
yang lowong terus meluncur menuju kearah pihak
lawannya. Waktu Lie Siauw Hiong melihat si orang berewokan itu
sudah tidak dapat menahan pula serangan-serangan cabang
pohon musuhnya lagi, buru-buru ia melompat keluar
memisahkan pemuda itu sambil berkata : "Saudara-saudara,
silahkan hentikan seranganmu ini !" Sehabis berkata begitu,
lalu dia mengeluarkan tangan kirinya menahan serangan
kedua orang itu.
Kedua orang itu ketika melihat ada orang ketiga yang
datang menyelak ditengah-tengah mereka, buru-buru
mereka menyerang orang yang baru datang ini. Mereka
tidak ingin melukakan orang yang ketiga ini, tapi hanya
untuk menjaga keselamatan dirinya saja. Badannya
bergerak mundur sejauh beberapa tombak. Lie Siauw Hiong
lalu memberi hormat kepada orang berewokan itu sambil
berkata : "Bukankah saudara ini salah seorang ahli pedang
yang bernama Beng Hui dan terkenal dengan nama julukan
Tiong-cu-it-kiam itu ?"
Si orang berewokan itu yang tadinya terancam bahaya
maut, kini dengan bernapas lega lalu tampak tercengang
dan hanya dapat memganggukkan kepalanya saja kepada
Lie Siauw Hiong.
Si pemuda she Lie tersenyum dan kemudian berkata :
"Sudah lama aku mendengar nama Tuan, bagaikan suara
guntur yang bergema ditelinga saja."
Si orang berewokan itu menarik napas panjang sambil
memotong perkataan Lie Siauw Hiong katanya : "Sudah,
sudahlah, sejak saat ini ..". ai !" Sehabis berkata begitu
diapun lalu melemparkan pedang panjangnya pada pemuda
tampan itu, sedangkan dia sendiri segera melarikan diri.
Lie Siauw Hiong hanya tersenyum saja memandang
bayangan belakang si orang berewokan itu, kemudian dia
balik memandang pada pemuda tampan itu.
Pada saat itu, pedang yang dilemparkan oleh si orang
berewokan tadi sedang menjurus pada si pemuda tampan.
Dan ketika pedang itu hampir sampai kepadanya,
sekonyong-konyong dia berlompat jungkir balik, dengan
kepala dibawah dan kaki disebelah atas, dia telah
menyambuti pedang itu dengan secara tepat sekali.
Sementara Lie Siauw Hiong yang menyaksikan
ketangkasan pemuda tampan itu, hanya tersenyum dan
memuji : "Kepandaian meringankan tubuh saudara ini
sungguh tinggi sekali ! Apakah saudara ini bukan orang she
Gouw ?" Pemuda tampan itu kelihatan tercengang dan cepat
menjawab : "Aku yang rendah memang benar orang she
Gouw. Bagaimana saudara dapat mengetahuinya ?"
Lie Siauw Hiong lalu berkata pula : "Bukankah saudara
ini keturunan Tan-kiam-twan-hun Gouw Ciauw In, yang
namanya sangat menggemparkan di Tiong Goan ?"
Pemuda she Gouw itu tambah terkejut lagi dan lalu
menjawab : "Benar .."."
Lie Siauw Hiong menukas lebih lanjut : "Benar saja
saudara ini she Gouw. Aku bernama Lie Siauw Hiong,
guruku adalah Bwee San Bin, yaitu sahabat karib ayahmu,
bukan ?" Sekonyong-konyong saja muka pemuda she Gouw itu
menunjukkan kegirangan yang bukan kepalang : "Ternyata
saudara Lie ini adalah murid yang pandai dari Bwee Sioksiok !" Dan memang wajar sekali dia menyebut Bwee San
Bin sebagai Siok-sioknya.
Ternyata pemuda tampan ini adalah anak laki-laki Gouw
Ciauw In, yang tempo hari telah terbunuh dibawah
penyerangan kelima ahli silat, yaitu Gouw Leng Hong.
Sejak mengalami peristiwa yang menyedihkan itu, dia telah
dipungut oleh seorang aneh yang telah mengajarinya ilmu
silat berdasarkan ilmu silat 'Simpanan' dari warisan
keluarga Gouw juga. Leng Hong mempelajari ilmu-ilmu
silat yang paling lihay untuk kelak menuntut balas terhadap
musuh-musuh dari ayahnya almarhum.
Pada akhirnya Gouw Leng Hong telah turun gunung
untuk mengembara dan meluaskan pemandangan dan
pengalamannya. Dalam pada itu, dia pernah mendengar
kabar angin yang mengatakan, bahwa Chit-biauw-sin-kun
telah muncul kembali dikalangan dunia persilatan. Bwee
San Bin adalah sahabat erat ayahnya, oleh karena itu, buruburu dia datang untuk menyelidiki kebenaran tentang kabar
angin tersebut, tapi tidak disangka dia telah menemui
kematian yang menyedihkan sekali dari Hauw Jie Sioknya.
Sejak kecil dia sudah bergaul dengan rapatnya dengan
Hauw Jie Sioknya ini. Waktu dia berlutut bersembahyang
dihadapan kuburan orang tua tersebut, tidak disangkasangka dia telah dibokong dari belakang oleh pemuda
berewokan, yaitu Beng Hui. Jalan darah 'Kian-kah-hiat'
dipundak kanannya telah tertotok olehnya, bahkan sampai
pada pedangnya sendiri sudah dicurinya sekali. Gouw Leng
Hong yang pada saat itu sedang mencurahkan seluruh
kesedihannya dihadapan kuburan orang tua ini, dia tak
pernah menyangka bahwa dirinya akan dibokong orang
secara demikian.
Setelah itu, dengan menutup jalan darah yang lainnya, ia
telah memaksakan diri mencabut sebatang cabang pohon
untuk menempur Beng Hui dengan secara mati-matian.
Tapi dia mengetahui setelah kena tertotok ini, pergerakannya akan menjadi kurang leluasa. Beng Hui
sendiripun merasa bahwa cara dia turun tangan ini adalah
agak keterlaluan, maka dari itu, dia lalu memaksa lawannya
untuk keluar dari hutan itu. Sesampainya diluar hutan,
disitulah mereka lalu turun tangan satu sama lain,
kemudian waktu Lie Siauw Hiong sampai ditempat itu,
karena Beng Hui tidak ingin orang luar mengetahui
kelicikannya, maka dia hanya bertempur dengan tidak
mengeluarkan kata-kata. Sebaliknya Gouw Leng Hong pun
seorang satria sejati, sekali dirinya dibokong oleh lawannya
dengan secara curang, diapun tidak mau membuka mulut
pula. Begitulah kedua orang ini bertempur dengan tidak
bersuara. Jika bukannya Lie Siauw Hiong yang bermata
awas dan bertelinga tajam, sudah tentu tak mungkin
agaknya akan menemui kedua orang ini.
Dalam pertempuran ini, tenaga Gouw Leng Hong
semakin berkurang dan bertambah lemah saja, sehingga
akhirnya dia hanya dapat menjaga dirinya saja dari
serangan Beng Hui, tapi tidak berdaya untuk melancarkan
serangan-serangan balasannya.
Begitulah akhirnya dengan diam-diam Lie Siauw Hiong
telah membuka jalan darahnya, sehingga dengan demikian,
barulah dia dapat mengembangkan ilmu ayahnya untuk
melancarkan serangan-serangan
balasan terhadap lawannya, yakni tipu 'Kui-ong-pa-ho'
(raja setan menyalakan api). Kepandaian Gouw Leng Hong sebenarnya lebih tinggi daripada kemampuan Beng Hui
sendiri. Oleh karena itu, sudah tentu saja pertempuran ini
menjadi berat sebelah. Begitulah akhirnya, dalam saat-saat
dia keteter dan Lie Siauw Hiong muncul untuk
memisahkan mereka, si berewok segera menggunakan
kesempatan baik ini untuk melarikan diri dan menghilang
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
entah kemana perginya.
Demikianlah Gouw Leng Hong menceritakan segala
sesuatu yang telah dialaminya tadi.
Lie Siauw Hiong yang mendengamya, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Beng Hui ini adalah murid pemimpin lima partai besar,
yaitu Kouw Am Siangjin dari partai Go Bie," kata si
pemuda she Lie itu. "Apa yang telah terjadi dengan
ayahmu, tentunya Kouw Am Siangjinpun telah menceritakannya pula kepada murid-muridnya. Beng Hui
ini agaknya karena tertarik dengan pedang 'Toan Hun
Kiam'-mu ini, maka dia telah turun tangan terhadapmu
untuk merampas pedangmu itu."
Mendengar keterangan begitu, airmata Gouw Leng
Hong tampak berlinang-linang dan lalu berkata dengan
sengit : "Tadi tidak seharusnya kita membiarkan budak itu
melarikan diri dengan seenaknya saja. Siauw-tee sebenarnya tidak tahu, bahwa dia ini adalah cucu murid
dari partai Go Bie. Jika tidak, pasti aku akan
membunuhnya untuk melampiskan sakit hati ayahku
almarhum, untuk menagih hutang darah dari jaman
sepuluh tahun yang lampau itu."
Kedua orang ini lalu berkata-kata pula mengenai
perkara-perkara yang lainnya. Masing-masing pihak
mengetahui, baik kegemaran maupun kepandaian mereka
berdua adalah sama-sama unggulnya. Mereka merasa
sangat cocok sekali satu sama lain. Kemudian dengan
tertawa Gouw Leng Hong berkata : "Tadi orang yang
menggunakan cabang pohon untuk membuka jalan darah
Siauw-tee, apakah itu bukannya Lie Heng ?"
Lie Siauw Hiong hanya menganggukkan kepalanya saja,
dan untuk mencegah Gouw Leng Hong mengucapkan
terima kasihnya, lalu dia berkata : "Siauw-tee tahun ini
berusia duapuluh tahun, tidak tahu Gouw Heng .."."
Gouw Leng Hong lalu menjawab : "Siauw-tee berumur
dua puluh satu tahun, jika Lie Heng tidak keberatan,
apakah tidak lebih baik Siauw-tee memanggil Hian-tee (adik
yang bijaksana) saja terhadapmu?"
Lie Siauw Hiong pun mempunyai maksud demikian
pula, maka dengan girang dia menyetujui saran kawannya
ini, hingga dengan demikian perhubungan persahabatan
diantara mereka bertambah rapat pula. Sesaat kemudian
tiba-tiba dalam hati Gouw Leng Hong terpikir sesuatu dan
lalu berkata : "Hian-tee, dikalangan Kangouw kini tersiar
kabar burung, yang menyatakan bahwa Bwee Siok-siok
telah muncul kembali didaerah sekitar Boe-han, apakah
kabar ini benar atau bohong belaka " Apakah selama ini
Bwee Siok-siok baik-baik saja " Lekaslah kau ajak aku
untuk menjumpai orang tua itu !"
"Siauw-tee pasti akan menceriterakan segala sesuatunya
kepadamu dengan seyelas-jelasnya," jawab Lie Siauw
Hiong. Setelah itu, lalu dia ceritakan cara bagaimana Chitbiauw-sin-kun kena dibokong dan menderita luka-luka
dipuncak gunung Ngo Hoa San, satu persatu dia ceritakan
dengan jelas sekali, sampai pada tugasnya sendiri diapun
menceritakannya juga.
Mendengar bahwa Bwee Siok-sioknya ini demi untuk
membela ayahnya sampai mengakibatkan dia sendiri
bercacat seumur hidupnya, tidak terasa lagi hati Gouw
Leng Hong pun menjadi terharu. Kedua orang ini lalu
bersumpah untuk membalaskan sakit hati kedua orang tua
itu. Dan sesudah mereka bercakap-cakap sebentar, barulah
kemudian bersama-sama turun gunung, tapi pada sebelum
berpisah dengan kuburan Hauw Jie Sioknya, mereka telah
mengucurkan airmata dihadapan kuburan orang tua itu.
Kemudian kedua orang ini setelah berunding sebentar,
mereka mengambil keputusan untuk menyelidiki terlebih
dahulu siapa gerangan pembunuh dari Hauw Jie Sioknya
itu " Gouw Leng Hong menduga, bahwa pekerjaan ini pasti
dilakukan oleh orang-orang dari kelima partai itu, untuk
melenyapkan malapetaka dikemudian hari bagi mereka.
Sedang mengenai pembokongan yang dilakukan oleh Beng
Hui itu, ada kemungkinan telah terjadi dengan secara
kebetulan saja. Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa
tugasnya pasti tidak ada orang yang mengetahuinya
dikalangan Kang-ouw ini. Begitupun Hauw Jie Sioknya
tidak mungkin dapat dibinasakan oleh orang sembarangan.
Kedua orang ini berjalan sambil bercakap-cakap, dan
sebentar kemudian mereka telah sampai ditoko San Bwee
Cu Poo Hoo. Kasir she Thio ini siang-siang sudah menantikan
kedatangan induk semangnya dimuka tokonya, yang pada
kali ini dia melihat Lie Siauw Hiong datang dengan disertai
seorang pemuda yang ganteng dengan diatas bebokongnya
terpancang sebatang pedang panjang. Dia mengira bahwa
pemuda ini sudah pasti adalah seorang gagah dari kalangan
Kang-ouw, maka sambil memberi hormat dia berkata : "Lie
Loo-pan telah kembali." Tapi sama sekali tak menanyakan
sesuatu yang bersangkut-paut dengan kematian Hauw Jie
Siok lagi. Karena dikuatirkan begitu dia bertanya tentang
orang tua ini, pasti akan menerbitkan pula kedukaan hati
induk semangnya yang masih muda itu.
Lie Siauw Hiong hanya menggoyang-goyangkan tangan
saja, lalu dia perintahkan pelayannya akan menyediakan
sebuah kamar untuk Gouw Leng Hong. Kemudian ia
bertanya kepada kasir she Thio itu : "Dikota Bu-han pada
beberapa hari ini, ada peristiwa penting apakah yang telah
terjadi ?"
"Banyak sekali," sahut si kasir itu, tetapi karena amat
gugup, maka Siauw-tee telah lupa menceritakan hal itu
kepadamu. Menurut kabar angin," ia melanjutkan,
"munculnya kembali Chit-biauw-sin-kun dikalangan Kangouw telah menarik tidak sedikit perhatian orang. Salah satu
peristiwa yang paling menggemparkan, adalah apa yang
telah terjadi pada tiga hari yang lampau itu, yaitu piauw
yang diantar oleh Gin-ciang Beng Pek Kie telah dibegal
orang, sedangkan Beng Loo-ya sendiri tewas dalam
pertempuran. Dan pada sebelum pergi, pembunuhnya telah
meninggalkan pesan, bahwa mereka yang melakukan
pekerjaan ini adalah 'Hay-tian-siang-sat'. Hal mana, sudah
barang tentu, telah membuat seluruh kota menjadi gempar
sekali." Lie Siauw Hiong yang mendengar hal ini, mukanya
segera berubah seketika itu juga.
"Apakah barangkali kedua kepala setan yang datang dari
jauh-jauh ini, maksudnya hanya ingin memulihkan nama
mereka yang telah terkenal pada masa yang lampau itu ?"
tanya si pemuda lagi.
"Hal ini Siauw-tee kurang jelas, hanya orang-orang yang
mempercakapkan ini dikalangan Kang-ouw, tidak seorangpun diantaranya yang tidak berubah mukanya
waktu memperbincangkan persoalan itu, sehingga lima
pemimpin partai besar, katanya tidak berani mempercakapkan peristiwa itu. Tapi sebaliknya ada juga
yang mengatakan, bahwa ada seseorang hendak melenyapkan kedua kepala setan itu," jawab kasir she Thio
itu pula. Pada saat itu hati Lie Siauw Hiong menjadi sangat
kacau, kemudian ia melambaikan tangannya sambil
berkata: "Aku tahu, dikalangan Kang-ouw kini sudah terlampau
kalut !" Sehabis berkata begitu, lalu dia memanggil pelayannya
untuk memanggil Gouw Leng Hong akan sama-sama
makan malam. Disamping itu, diapun menceritakan kabar
yang baru didengarnya ini kepada Gouw Leng Hong. Tapi
Gouw Leng Hong yang lama berdiam diatas gunung, dia
tidak mengetahui 'Hay-tian-siang-sat' ini sebenarnya
manusia macam apa, tapi tidak urung diapun sangat
memperhatikan apa kata Lie Siauw Hiong itu. Sementara
Lie Siauw Hiong sendiri lalu mengambil suatu keputusan
untuk merencanakan sesuatu, didalam hatinya.
Keesokan harinya, setelah kedua orang ini bangun dan
membersihkan badan serta dahar sarapan, Lie Siauw Hiong
lalu menyarankan sebagai berikut : "Twako lebih baik
menyamar sebagai seorang anak sekolah. Dengan begitu,
kau bisa lebih leluasa bergerak diluaran."
Gouw Leng Hong menganggap bahwa alasan itu dapat
diterima. Oleh karena itu, dia pun lalu menukar pakaian,
menyembunyikan pedang 'Toan-hun-kiam'-nya
dan berpergian bersama-sama Lie Siauw Hiong.
Oleh karena kepergian kali ini akan memakan waktu
sebulan lamanya, maka untuk mencegah supaya tidak
dicurigai orang, Siauw Hiong terpaksa menyambangi
dahulu para sahabat dan handai taulannya, untuk
menerangkan maksud kepergiannya ini dengan mempergunakan alasan-alasan yang bisa masuk diakal.
Waktu mereka berjalan sampai dikota sebelah Timur,
disitu tampak sebuah Piauw-kiok yang telah ternama
dengan nama : "Sin-yang Piauw-kiok" tapi kini keadaannya
sangat menyedihkan sekali. Tampaknya sesudah melakukan penguburan macat pemimpinnya, didepan pintu
kantor angkutan itu telah digantungkan kain putih sebagai
suatu tanda, bahwa didalam rumah itu tengah berkabung.
Setelah membelok, Siauw Hiong bermaksud untuk
mengunjungi 'Bu-wie-piauw-kiok', untuk mencari Hwan Tie
Seng. Waktu dia sampai dimuka pintunya, dilihatnya para
pegawainya disitu sedang sibuk sekali, maka sambil berjalan
masuk dia bertanya pada salah seorang pegawai itu :
"Apakah Hwan Piauw Tauw ada dirumah ?"
Pegawai itu mengangguk sambil menunjuk pada
seseorang. Tatkala Gouw Leng Hong dan dia sendiri
memandang pada orang yang ditunjuk itu, benar saja Hwan
Tie Seng tampak sedang berdiri diapit oleh dua orang dikirikanannya. Kedua orang ini berumur kurang lebih empat
puluh tahun. Sementara itu Hwan Tie Seng pun telah
melihat juga pada Lie Siauw Hiong, maka sambil
menganggukkan kepalanya dia memberi selamat datang
kepada kedua pemuda itu.
Lie Siauw Hiong melihat muka Hwan Te Seng
tampaknya sangat lelah sekali, hingga meski disudut
mulutnya masih terdapat satu senyuman, tapi semangatnya
terang menunjukkan kesedihan didalam hatinya.
Siauw Hiong segera dapat memahami hal itu, tetapi
dengan berpura-pura tidak mengetahuinya dan dengan
suara yang wajar sekali, dia lalu berkata : "Sudah lama
Siauw-tee tidak saling bertemu dengan Hwan Heng.
Kemarin malam Siauw-tee baru kembali dari Su Coan."
Sehabis berkata begitu, lalu dia sengaja berhenti sejurus,
karena dia ingin melihat, apakah Hwan Tie Seng menaruh
curiga atau tidak kepadanya "
"Sungguh tidak dinyana sekali, bahwa Beng Heng telah
mengalami suatu kecelakaan yang sangat menyedihkan
sekali. Siauw-tee yang tidak dapat turut dalam upacara
penguburannya, sungguh merasa kecewa sekali." kata Lie
Siauw Hiong tiba-tiba.
Hwan Tie Seng menarik napas dan lalu berkata : "Haytian-siang-sat itu sesungguhnya terlampau kejam. Bila
mereka ingin mendapat nama, mengapakah mereka justeru
menyatroni kita " Jika persoalan ini dibicarakan, sungguh
membikin hatiku tidak enak sekali. Siapa tahu besok atau
lusa jiwakupun sukar dijamin pula."
Lie Siauw Hiong dengan sikap pura-pura lalu berkata :
"Mengapa Hay-tian-siang-sat ingin menyatroni Hwan
Heng ?" Hwan Tie Seng mengangguk-angguk, kemudian dia
merogo sakunya dan lalu menarik sehelai kertas dan
memberikannya kepada Lie Siauw Hiong sambil berkata :
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Surat pengejar kematian dari Hay-tian-siang-sat telah
tiba, kedua kepala setan ini dalam waktu duabelas jam lagi
pasti akan sampai disini !"
Lie Siauw Hiong melihat dikertas tersebut tertera gambar
sebatang anak panah, sedang disebelah bawahnya
tergambar sepasang lukisan orang tua yang badannya
cacad. Hal mana, sudah jelaslah, bahwa surat ancaman ini
dikirim oleh 'Hay-tian-siang-sat' adanya.
Menyaksikan isi surat ancaman ini, tidak terasa lagi hati
Lie Siauw Hiong merasa terharu, dan dengan muka sedikit
berubah dia berkata : "Apakah surat ancaman ini yang biasa
disebut pengejar kematian ?"
Hwan Tie Seng mengiakan sambil menjawab : "Waktu
surat ancaman pengejar kematian ini sampai, aku segera
mengundang dua orang yang berkepandaian cukup tinggi
untuk memohon bantuan mereka. Mereka ini sungguh
budiman sekali, begitu mereka menerima surat undanganku, mereka segera datang. Marilah, Lie Loo-pan,
aku perkenalkan kau dengan mereka." Sambil berkata
begitu, Hwan Tie Seng menunjuk kearah seorang laki-laki
setengah umur yang perawakannya agak jangkung sambil
berkata : "Tuan ini adalah ahli dari Tiam Cong Pay, To Cie
Tiong namanya, sedangkan tuan ini adalah orang yang baru
terkenal, yaitu Seng-sie-poan Liok Hang Kong."
Begitulah Hwan Tie Seng memperkenalkan tamunya
kepada Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong. Setelah
bercakap-cakap seketika lamanya, Lie Siauw Hiong dan
Gouw Leng Hong lalu berpamitan pada tuan rumah.
Ditengah jalan Lie Siauw Hiong berkata pada Gouw
Leng Hong : "Twako, sekarang barulah agaknya kau
mengetahui, bahwa 'Hay-tian-siang-sat' ini bukanlah orangorang yang mudah diganggu. Tetapi Siauw-tee mempunyai
suatu akal." Lalu diuraikannya akalnya ini kepada Gouw
Leng Hong. "Itulah akal yang bagus sekali !" memuji Gouw Lang
Hong. Tak lama kemudian mereka kembali ketoko San Bwee
Cu Poo Hoo. Setelah makan malam, kedua orang ini bercakap-cakap
pula sebentar, kemudian mereka masuk kekamar untuk
mempersiapkan sesuatu.
Setelah larut malam, dari dalam toko San Bwee Cu Poo
Hoo sekonyong-konyong terdengar suara tepukan tangan,
lantas terlihat dua bayangan manusia yang meloncat keluar
dari toko tersebut. Setelah memandang kesekelilingnya,
kedua orang ini lalu menggabungkan diri dan segera
bersama-sama pergi.
Pada saat itu sinar bulan hanya tampak samar-samar,
karena ketika itu bulan sabit baru saja muncul diangkasa,
dengan ditambah oleh cahaya bintang, terlihat muka kedua
orang ini memakai kain penutup. Hanya bagian matanya
saja yang kelihatan. Dalam kegelapan sang malam kedua
bayangan orang ini tampak bergerak dengan pesatnya.
Malam sudah larut benar, diseluruh kota Han Kouw
sinar lampu sudah padam, sehingga keadaan disekelilingnya menjadi sangat gelap. Yang tampak hanya
'Bu-wie-piauw-kiok' yang terletak disebelah Timur dalam
keadaan terang-benderang. Dimalam hari yang begitu
gelap, sinar yang terang benderang ini tampak menjulang
kelangit dengan gemilangnya. Dalam pada itu, dari atas
genteng 'Bu-wie-piauw-kiok' tiba-tiba terdengar suara siulan
yang aneh. Satu suara yang sangat nyaring sekali terdengar
berseru : "Hwan Tie Seng !" Tapi begitu perkataan ini habis
diucapkannya, dari arah tembok sebelah barat terdengar
suara sesuatu yang berbunyi amat kerasnya, kemudian
tampak seseorang yang melompat naik sehingga tiga sampai
empat tombak tingginya. Dari tengah-tengah udara badan
orang tersebut dengan perlahan-lahan turun kembali, dan
setelah memutarkan badannya sekali, maka sampailah dia
disebelah bawah.
Orang itu baru saja sampai diatas genteng, ketika dia
berseru pada seseorang yang berada disebelah kirinya :
"Saudara Ciauw yang namanya sudah begitu terkenal,
mengapakah sampai saat ini masih juga belum menunjukkan cecongor mereka ?"
Baru saja perkataan ini habis diucapkan, tiba-tiba dari
arah kirinya lantas tampak melayang keluar dua orang yang
muncul sambil tertawa aneh.
Orang yang pertama kali sampai lalu berkata :
"Bocah yang baik, apakah kau ini orang undangan Hwan
Tie Seng ?"
Tatkala mendengar suara yang aneh dengan disertai
bercampurnya suara berkemerincingnya barang tajam yang
terbuat dari pada besi yang sangat menusuk kuping itu,
tampaknya kedua orang ini sengaja ingin mempermainkannya, hingga suara mereka diperkeras
bagaikan suara petir nyaringnya.
Siapa nyana orang dihadapannya tidak memperdulikannya, dengan tertawa dingin dia hanya
berkata : "Apakah aku bisa dikagetkan dengan cara
demikian ?"
Orang itu lagi-lagi mengeluarkan suara yang aneh dan
berkata : "Bocah, sekiranya kau bukannya pembantu Hwan
Tie Seng, segeralah kalian boleh mundur saja. Jangan
sampai aku berdua bersaudara turun tangan .."."
Tapi belum lagi perkataan mereka habis diucapkan,
sudah dipotong oleh orang dihadapannya : "Segala omong
kosong jangan diucapkan disini !"
Kedua orang itu tampaknya sedikit tercengang. Yang
jadi pemimpin lalu mengakak sambil berkata : "Tidak
disangka! Ha .."."
Suara tertawanya ini agaknya mirip dengan suara setan
saja, sangat menyeramkan dan menusuk pendengaran.
Siapa yang berani membangkitkan amarahnya, pasti dia
akan menggunakan suara 'Sit-hun-kwie-im' untuk melukai
lawannya. Suara tertawanya ini makin lama makin tinggi,
sedangkan orang yang berdiri dihadapannya tampak sedikit
bergerak, seolah-olah tak dapat dia menahannya. Sekonyong-konyong dari tempat yang gelap terdengar
bentakan orang : "Tutup mulutmu !"
Orang yang baru datang ini, begitu mengeluarkan dua
patah kata dibarengi dengan suaranya yang santer bagaikan
menggeramnya suara naga, membuat orang yang mengeluarkan suara tertawa aneh itu jadi sangat terperanjat
dan lekas-lekas menahan suara tertawanya.
Orang itu setelah menahan suara 'Sit-hun-wie-im' yang
dikata dibarengi dengan suaranya yang santer bagaikan
menggeram suara bentakan orang tadi. Maka waktu melihat
bayangan orang itu bergerak, ternyata dia mempunyai ilmu
meringankan tubuh yang sempurna sekali, sehingga dia
merasa terkejut bukan kepalang dan terbengong sesaat
lamanya. Dibawah sinar bulan ternyata orang yang mendatangi ini
memakai kain penutup pada mukanya, ditangannya dia
memegang sebatang pedang tajam, perawakannya sedang
dan langsing. Orang yang mengeluarkan suara tertawa aneh ini lalu
berkata pula : "Hwan Loo-jie ternyata telah mengundang
seorang yang berkepandaian tinggi juga. Ha, ha, ha, malam
ini biarlah mereka merasakan enaknya pukulan 'Tay-siangsat' !" Harus diketahui, bahwa diantara Hay-tian-siang-sat ini
'Tian Hui' Ciauw Loo adalah gagu, maka teranglah bahwa
yang bercakap-cakap ini adalah saudaranya, yaitu 'Tian
Cian' Ciauw Hoa.
Perkataan Ciauw Hoa baru saja habis diucapkan, ketika
orang yang memakai tutup muka itu sudah membentak
kembali sambil berseru : "Malam ini kita ingin menyaksikan
kemampuan dari manusia yang bercacat. Berapa tingginya
sih sebenarnya kepandaian mereka itu ?"
'Tian Hui' Ciauw Loo entah telah mengeluarkan suara
apa dari mulutnya, dan ketika badannya tampak bergerak,
dari jarak lima tombak jauhnya dia telah melayang sampai
dimuka orang yang bertutup muka itu, yang lalu dipukulnya
dengan secara dahsyat sekali.
Orang yang bertutupkan kain dimukanya itu menampak
muka Tian Hui datar saja, tak tampak hidung maupun
mulut, hingga kelihatannya sangat aneh dan seram, hingga
tidak terasa pula bulu romanya jadi berdiri, namun
demikian dengan segera dia melompat mundur sejauh lima
langkah untuk menghindari pukulan tersebut.
Ciauw Loo ingin memburu lawannya untuk menyerang
kembali, tapi syukur juga Ciauw Hoa lekas mencegahnya,
sehingga dengan gerak yang saling dimengerti oleh satu
sama lain, mereka dapat bekerjasama dengan eratnya.
Pada saat itu Ciauw Loo sudah ingin turun kebawah
genteng, tapi Ciauw Hoa kuatir dibawah masih ada
lawannya, maka dia melarang Ciauw Loo turun kebawah
untuk melakukan penyelidikan.
Pada saat itu, orang yang memakai penutup muka itu
lagi-lagi mengeluarkan suara teriakannya yang nyaring
laksana guntur, hingga Tian Hui Ciauw Loo meski
kupingnya tuli, dia dapat merasakan kuatnya suara itu,
karena genteng yang diinjaknya terasa bergetar oleh getaran
suara itu. Orang yang memakai tutup muka itu tangan kanannya
memegang pedang, sedangkan tangan kirinya mula-mula
menekan ujung pedangnya sehingga agak melengkung,
kemudian tekanannya itu dilepaskannya, sehingga pedang
itu tergetar dan membentuk satu garis yang lurus kemuka.
Sinar pedang itu terang sekali dan berkeredep-keredep,
hingga dimalam yang gelap itu masih tampak berbentuk
tujuh kuntum bunga Bwee yang jelas sekali !
'Tian Cian' dan 'Tian Hui' berbareng menjadi sangat
terkejut sekali, karena mengenali bahwa tanda tersebut
adalah merupakan tanda khusus dari Chit-biauw-sin-kun
Bwee San Bin sendiri !
Hay-tian-siang-sat
bersama-sama Chit-biauw-sin-kun
sebenarnya sama-sama sangat terkenal namanya dikalangan
Kang-ouw, tetapi mereka belum pernah saling berjumpa.
Belakangan ini merekapun telah mendengar bahwa Chitbiauw-sin-kun telah menunjukkan dirinya kembali dikalangan Kang-ouw. Pada saat itu, ketika mereka melihat
orang yang memakai penutup muka ini, tidak terasa lagi
mereka menjadi heran bukan main.
Dalam hati Tian Cian berkata : "Pergerakan orang ini
terang tidak lemah, dia dapat membengkokan pedangnya
tanpa menjadi patah, tenaga demikian sesungguhnya tidak
gampang dicari keduanya. Mungkinkah Chit-biauw-sin-kun
muncul kembali dalam dunia persilatan ?"
Orang yang memakai kain penutup itu lalu berkata :
"Diantara jago-jago Kwan Tiong yang berjumlah sembilan
orang, didaerah Ho Lok terdapat sebatang pedang. Di Haylwee orang menghormati Chit-biauw, sedangkan diluar
dunia ada tiga dewa. Baik di Kwan Tiong maupun di Haylwee, sembilan jago pasti mesti menghormati aku Chitbiauw !" Sehabis berkata begitu lalu dia tertawa panjang,
badannya tetap berdiri dalam sikapnya semula, ujung
kakinya tampak ditotolkan kegenteng, lantas tubuhnya
melayang sejauh puluhan tombak bagaikan peluru saja
pesatnya, sedangkan suara tertawanya masih terdengar :
"Bila Hay-tian-siang-sat mempunyai nyali besar, bolehlah
sekarang juga silahkan turut aku !"
Ciauw Hoa tertawa mengakak dan lalu berkata : "Biarlah
kita ampuni Hwan Loo Jie untuk satu malam ini saja !"
Lalu dia memberi isyarat kepada Ciauw Loo, kemudian
kedua manusia yang tidak sempurna anggota badannya ini
segera mengejar orang itu, hingga sebentar saja bayangan
mereka telah lenyap ditelan kegelapan malam.
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diatas genteng masih ketinggalan satu orang pula yang
memakai kain penutup muka, dan dia itu bukan lain
daripada Gouw Leng Hong adanya.
Gouw Leng Hong yang telah mendengar perkataan
mereka tadi, lalu menggerutu : "Mengapakah kita diatas
telah melakukan sesuatu yang agak ramai, tapi dibawah
sepi-sepi saja, sehingga sedikit suarapun tak terdengar sama
sekali ?" Pada saat itu angin malam tiba-tiba membawa suara
beradunya senjata, sehingga tidak terasa lagi Gouw Leng
Hong jadi sangat terkejut. Buru-buru dia melompat turun
kedalam pekarangan rumah Hwan Tie Seng.
Waktu dia lompat dan turun dipekarangan itu, ternyata
keadaan ruangan tersebut gelap sekali, hingga jarinya
sendiri sukar dilihat. Baru saja dia berniat maju untuk
memeriksa, sekonyong-konyong
tersandung sesuatu, sehingga hampir saja dia jatuh mengusruk. Tapi sekalipun
dia sempoyongan, dia masih dapat menahan dirinya
sehingga tak sampai jatuh, hanya dia telah menerbitkan satu
suara yang keras juga.
Dengan meminjam sinar api gandawesi, Gouw Leng
Hong lalu melihat kebawah, dan waktu dia menampak
dengan nyata apa yang dilihatnya, dia mengeluarkan suara
teriakan tertahan saking kagetnya, karena barang yang
diinjak kakinya tadi bukan lain daripada mayat manusia !
Waktu dia mendekati dan melihatnya dengan cermat,
dia dapat mengenali bahwa orang tersebut adalah pembantu
Hwan Tie Seng yang diundangnya, yaitu 'Seng-sie-poan'
Liok Heng Kong ! Gouw Leng Hong sekalipun hanya
melihatnya satu kali saja, tapi dia sudah dapat
mengenalinya. Ditubuh Liok Heng Kong tak terdapat bekas-bekas luka,
hanya dari lehernya saja mengalir darah. Tampaknya dia
terkena senjata yang beracun. Seketika Gouw Leng Hong
yang tidak tahu bagaimana terjadinya kejadian ini, buruburu mencari bahan pembakar dan masuk kedalam.
Sebenarnya mereka telah merencanakan begini : Lie
Siauw Hiong memancing pergi Hay-tian-siang-sat,
sedangkan dia turun kebawah menolong Hwan Tie Seng.
Malah disamping itu, dia sendiripun sudah merencanakan,
dengan meminjam kesempatan baik ini, dia ingin sekali
mencoba kepandaian ahli silat partai Tiam Cong ini, yaitu
To Cie Tiong, tapi pada saat ini Liok Heng Kong telah
mampus didepan pintu. Sesungguhnya dia tidak dapat
memecahkan soal selanjutnya.
Dengan memegang obor ditangannya, dia lalu berjalan
masuk dengan hati-hati sekali. Ditengah-tengah ruangan
rumah tampak seseorang yang sedang menyenderkan
kepalanya diatas sebuah meja, entah siapa ia gerangan,
kemudian dia dating menghampiri orang itu, waktu sudah
mendatangi dekat, lalu dia balikkan muka orang itu, yang
ternyata bukan lain daripada Hwan Tie Seng sendiri.
Pada saat ini muka Hwan Tie Seng pun sudah berubah
menjadi hitam, seluruh badannya tidak terdapat luka-luka,
tapi Gouw Leng Hong segera mengetahui, bahwa
kematiannya ini pasti telah ditotok oleh orang dari partai
Tiam Cong itu. Gouw Leng Hong sebagai seorang yang
amat cerdas otaknya, dengan melihat kejadian itu
sekelebatan saja, dia sudah dapat menarik kesimpulan.
Pekerjaan ini pasti dilakukan oleh ahli partai Tiam Cong
sendiri, yaitu To Cie Tiong itu.
Kemudian dia meletakkan obornya dan dengan segenap
kepalannya menjaga dadanya, lantas dengan sebelah
kakinya dia tendang hingga terpental pintu disebelah dalam
ruangan ini, ternyata diruangan dalam ini keadaannya
kosong melompong. Tapi waktu dia melangkah maju dua
langkah kesebelah dalam, tiba-tiba terdengar suara angin
yang menyerang dirinya, dengan tipu Tiat-pan-kio lalu dia
jatuhkan dirinya kebelakang, pada waktu mana terdengar
suara teng, teng, dua kali, ternyata senjata rahasia yang
dilepaskan lawannya telah membentur tembok.
Gouw Leng Hong lalu memiringkan tubuhnya, karena
matanya sudah biasa memandang ditempat gelap, dengan
memusatkan perhatiannya, dia melihat diruangan tersebut
kosong saja, hanya ditembok sebelah kanannya tampak
bertiarap tubuh seseorang.
Gouw Leng Hong dengan membawa obor itu lalu jalan
menghampiri untuk melihat. Benar saja diatas tembok itu
terdapat mayat seseorang. Tampaknya orang ini belum
lama matinya, badannya masih hangat. Waktu dia melihat
lebih jelas lagi, ternyata orang ini adalah ahli partai Tiam
Cong To Cie Tiong itu, dengan didepan dadanya terdapat
satu tanda luka, yang agaknya disebabkan oleh tusukan
pedang. Seluruh perasaan curiganya tiba-tiba hilang lenyap, tapi
lagi-lagi Gouw Leng Hong merasa terkejut sebentar.
Ditangan To Cie Tiong masih tampak menggenggam
sesuatu barang. Waktu dia perhatikan, barang itu ternyata
sebuah Song-bun-teng (senjata rahasia paku yang dapat
mengirim jiwa seseorang menghadap maut). Rupanya
sebelum paku tersebut dilepaskan, dia sudah terlebih dahulu
binasa, dan waktu dia menoleh ketembok, disana terdapat
dua senjata rahasia. Ternyata senjata itu serupa dengan apa
yang dipegang oleh orang ini, teranglah bahwa senjata tadi
dilepaskan oleh To Cie Tiong sendiri.
Peristiwa yang beruntun-runtun ini merupakan teka-teki
bagi Gouw Leng Hong, sehingga dia berdiri terpaku
memandang pada mayat To Cie Tiong Dalam hati Gouw
Leng Hong berpikir : "Kematian Hwan Tie Seng disebabkan
oleh tangan jahat To Cie Tiong, sedangkan kematian Liok
Heng Kong sendiri tampaknya telah terjadi lebih dulu
daripada Hwan Tie Seng. Apakah kematiannya juga
disebabkan oleh To Cie Tiong pula " Tapi mengapakah To
Cie Tiong membunuh mereka " Kedatangan mereka,
bukankah diundang oleh Hwan Tie Seng " Bila kedua orang
ini mati disebabkan oleh To Cie Tiong, tapi To Cie Tiong
sendiri dibunuh oleh siapakah pula ?" Pada saat itu tiba-tiba
dia terpikir akan sesuatu.
Disamping meja yang disandarkan oleh mayat Hwan Tie
Seng, keadaan meja tersebut sangat kacau balau, sedangkan
laci dari meja itupun sudah terbuka pula.
Sekonyong-konyong saja, dia terpikir waktu dia tadi
mendengar suara senjata tajam saling beradu, Hwan Tie
Seng dan Liok Heng Kong pada saat itu sudah sedari
tadinya menghembuskan nafas terakhirnya, hanya To Cie
Tiong yang matinya belum lama berselang, maka dalam
hatinya dia berpikir : "Benar, senjata tajam yang beradu itu
pasti diterbitkan oleh kedua orang ini. Orang yang kesatu
ialah To Cie Tiong, sedangkan orang yang lain, yang
membunuh To Cie Tiong, tampaknya orang itu belum
keluar dari rumah ini. Aku harus memeriksanya dengan
teliti keadaan dalam rumah ini." Tapi ketika baru saja dia
melangkah keluar dari pintu, tiba-tiba dari luar tampak
berjalan masuk seseorang.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 17 Gouw Leng Hong berdiri tegap, sewaktu dia melihat
orang tersebut melintangkan pedangnya. Dalam hatinya ia
berkata : "Manusia yang kejam sekali kau ini, sekali turun
tangan saja kau telah menghabisi tiga jiwa orang !"
Bila dia tidak berpikir begitu, masih baik, tapi setelah dia
berpendapat demikian, lalu terbayanglah olehnya, bahwa
orang ini tentu telah membunuh To Cie Tiong pula,
sedangkan pada pedang yang dipegang ditangannya itu
masih terdapat bekas-bekas darah, yang menguatkan bahwa
dugaannya semula tidak meleset sama sekali. Dalam pada
itu, dia bertanya sambil membentak : "Tuan ini siapa
gerangan ?"
"Pernahkah kau mendengar nama 'Kong Tong Sam Coat
Kiam'," kata orang itu dengan tertawa besar.
Gouw Leng Hong begitu mendengar nama 'Kong Tong',
kemarahannya jadi memuncak.
"Aku tak pernah mendengarnya dan kuharap kau
beritahukan saja siapa namamu," jawab Gouw Leng Hong
dengan menekan perasaan.
"Orang-orang pada memberi aku gelar Tian-coat-kiam
dan Cu Kat Beng itulah namaku," jawab orang itu tiba-tiba.
Sekonyong-konyong Gouw Leng Hong berteriak : "Cu
Kat Beng, keluarkan segera barang-barang berharga milik
Hwan Loo-jie !" Ia berkata dengan mata yang bernyalanyala karena amat marahnya, menentang muka lawan yang
berbicara itu. Muka Cu Kat Beng serta-merta berubah. Tiba-tiba dia
membalikkan tubuhnya melarikan diri, sambil mengeluarkan suara jengekan. Melihat kejadian ini, Gouw
Leng Hong tambah yakin bahwa dugaannya semula tidak
meleset, maka tanpa banyak pikir lagi dia lalu mengejar Cu
Kat Beng yang lari menuju keutara itu.
Gouw Leng Hong berpikir : "Hay-tian-siang-sat
sekalipun sangat tangguh, tapi adik Hiong cukup lihay
untuk menandinginya." Oleh karena itu, dia mengambil
keputusan untuk mengejar pada Cu Kat Beng itu.
Pengejarannya sekali ini, dapat diketahuinya bahwa
orang ini adalah murid partai Kong Tong yang berada
dibawah pimpinan Li Gok. Sekalipun dia sendiri
menginsyafi, bahwa dirinya mash kalah jauh bila
dibandingkan dengan Li Gok, tapi dia mengambil
kesimpulan : "Bila tidak memasuki sarang harimau,
dimanalah mungkin dapat mengambil anaknya ?" Lalu
diberanikannya hatinya untuk mengejar terus lawannya itu.
Dan disamping itu, dia tidak lupa pula, akan disepanjang
jalan yang dilaluinya diberinya tanda-tanda, agar supaya
Lie Siauw Hiong dapat menyusulnya dengan mengikuti
petunjuk-petunjuk dari tanda-tandanya itu, jika kemudian
dia hendak mencariny a.
Sedangkan tiga mayat manusia yang terdapat didalam
Bu Wie Piauw Kiok, baru pada keesokan harinya
didapatkan orang. Semua orang mengetahui, bahwa
pembunuhan ini telah dilakukan oleh Hay-tian-siang-sat.
Sementara Hay-tian-siang-sat yang seumur hidupnya
pernah membunuh orang dalam jumlah yang besar, sudah
barang tentu dengan tambahan tiga jiwa itu tidak ada
artinya sama sekali.
(Oo=dwkz=oO) Sekarang mari kita kembali pada pemuda yang
bertutupkan kain dimukanya itu. Setelah memancing Haysian-siang-sat berlari-lari sampai diluar kota, lalu larinya
dipercepat, sehingga Hay-tian-siang-sat yang nampak
kejadian ini, benar-benar merasa bahwa lawannya ini
sesungguhnya mempunyai kepandaian yang sangat mengejutkan sekali.
"Benarkah orang tersebut adalah Chit-biauw-sin-kun
Bwee San Bin sendiri ?" pikirnya disaat itu.
Sembilan jago dari Kwan Tiong dan Chit-biauw-sin-kun
sama-sama terkenal dalam kalangan Liok-lim, maka kini
waktu dia melihat lawannya ini benar-benar mempunyai
ilmu meringankan tubuh yang luar biasa sekali, hati mereka
menjadi lebih mantap untuk mencoba kepandaian orang
ini. Maka setelah saling memberi isyarat dengan tangannya,
lalu mereka melakukan pengejaran yang seru sekali.
Ketiga orang ini adalah orang-orang yang sangat luar
biasa dikalangan Kang-ouw. Mereka kejar-mengejar dengan
mengeluarkan seluruh kemampuan mereka. Lari mereka
terang sangat cepat, sehingga mengeluarkan suara angin
yang menderu-deru, dan tidak lama antaranya, mereka
telah sampai digunung Kui San yang letaknya disebelah
barat kota itu.
Chit-biauw-sin-kun ini agaknya mempunyai maksud
untuk naik keatas gunung tersebut. Dengan suaranya yang
dingin ia menoleh kebelakang dan berkata : "Marilah kita
bertanding dengan mengadu kepandaian pedang kita diatas
gunung Kui San ini !" Kemudian ia berlari terus dengan
pesatnya. "Apakah kalian berdua mempunyai niat untuk melakukan pertempuran ini untuk satu malam saja ?" tanya
si pemuda, tatkala melihat kedua orang itu ragu-ragu untuk
mengejarnya. Hay-tian-siang-sat dalam kalangan persilatan,
mereka sangat curiga kalau-kalau lawannya ini melakukan
pembokongan terhadap diri mereka. Tapi ketika mereka
berpikir bahwa nama Chit-biauw-sin-kun ini sudah amat
terkenal, mustahilkah dia melakukan sesuatu yang curang
Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 12 Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Tiga Mutiara Mustika 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama