Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 5
Waktu itu si pirang Sylvia enak melarikan kudanya. Mencongklang pesat dan menghentak berkali-kali gadis ini menyuruh kudanya berlari kian cepat. Cambuk di tangan mulai menjeletar namun kuda tiba-tiba meringkik. Dan ketika lari kuda agak terhambat dan entah kenapa kuda itu menyepak-nyepakkan kakinya ke belakang maka Sylvia marah mengira, kudanya ini membangkang.
"Hei, lari cepat, kuda keparat. Jangan memperlambat jalanmu atau kau kuhajar. Hayo"!" cambuk meledak di udara, tak menghajar punggung kuda namun cukup membuat si kuda tunggangan jerih dan gugup. Dia mau lari cepat lagi namun seseorang menahan ekornya, tak diketahui nona majikan dan tersentak-sentaklah kuda itu meringkik dan membuang-buang kakinya ke belakang. Dan ketika Sylvia menjadi kaget karena seseorang tiba-tiba tertawa di belakangnya maka gadis ini menoleh namun". tak ada apa-apa.
"Iblis!" gadis ini mengkirik. "Kau membuat aku jadi ketakutan, kuda binal. Hayo lari dan rasakan cambukku ini" tar!" cambuk bergerak, kali ini mendera punggung dan larilah kuda itu sambil mendengus-dengus. Namun ketika Sylvia sudah memandang ke depan lagi dan binatang itu juga agaknya merasa lega karena ekornya tak dipegangi lagi mendadak larinya tertahan karena lagi-lagi seseorang menarik buntutnya.
"Hyeh, herrr". jangan tergesa-gesa. Ayo perlahan dan turuti tuanmu!"
Sylvia kaget sekali. Untuk kedua kali dia mendengar tawa di belakang itu, demikian dekat dan kudanya pun meringkik panjang. Seperti dipagut atau digigit ular berbisa kudanya itu tiba-tiba berhenti, mengangkat kedua kaki depan tinggi-tinggi dan nyaris terlemparlah sadis ini dalam posisi seperti itu. Dia seakan dijengkangkan tapi untung kedua kakinya erat-erat menjepit perut kuda. Dan ketika dia memaki-maki dan kaget serta marah tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat dan menepuk pundaknya.
"Hai, mari kita berlomba. Siapa lebih cepat aku atau kudamu!" dan Sylvia yang tak jelas melihat siapa gerangan tiba-tiba sudah dilonjak kudanya yang ketakutan dan bingung, tadi ditarik ekornya sekarang mendadak bulu surinya. Seketika kuda ini menurunkan kedua kaki depannya dan terperosok ke depan. Namun karena Sylvia mengendalikan tali kekang dan gadis itu berseru keras tiba-tiba kuda yang hampir terjelungup ini dapat berdiri lagi dan Sylvia melihat bayangan seorang pemuda melambai padanya, pemuda nakal yang matanya berseri-seri, gagah dan tampan namun nakal!
"Hei, ayo mainmain lagi. Kejar aku!"
Sylvia terkejut. Dia tersentak dan seketika bengong, pemuda di depan itu tampan sekali tapi yang paling menawan adalah senyumnya. Tapi karena saat itu dia merasa marah karena merasa dipermainkan tiba-tiba gadis ini membentak dan menyuruh kudanya mengejar, menjepit perut kuda hingga kuda melonjak dan melesat kesakitan.
"Hei, tunggu. Jangan lari!"
"Ha-ha!" bayangan itu, si pemuda tampan, tertawa. "Aku tak lari, nona. Justeru menantangmu untuk mengejar aku dengan kudamu itu. Hayo, kejar aku dan kita berlomba!"
"Keparat!" gadis ini marah. "Berhenti kataku, pemuda siluman. Atau kau kutembak!"
"Ha-ha, siapa takut gertakanmu" Eh, kejar aku, nona. Dan lihat siapa lebih dulu mencapai hutan" dor-dor!" si pemuda terkejut, melihat dua peluru mendesing di pinggir telinganya dan kagetlah dia karena Sylvia sudah menembak. Tapi ketika dia menoleh dan tertawa bergelak hal yang mengherankan gadis berkulit putih ini maka Sylvia semakin ditantang karena pemuda itu mengacungkan jarinya.
"Hayo, boleh tembak lagi. jangan dipelesetkan tapi sungguh-sungguh arahkan ke tubuhku! Ha-ha, hayo Sylvia. Lepaskan pelurumu lagi dan lihat mereka akan kutangkap!"
Sylvia tertegun, la jadi kaget tapi juga kagum karena pemuda itu dapat mengetahui bahwa tembakannya tadi memang bukan sengaja diarahkan ke tubuh lawan. Dia sengaja menembak ke samping pemuda itu sebagai tanda tembakan peringatan, bukan sungguh-sungguh. Bermaksud menggertak pemuda itu dan menyuruhnya berhenti. Tak tahunya si pemuda tahu dan kini malah menantangnya agar dia menembak sungguh-sungguh, bukan ke kiri kanan tubuh melainkan betul-betul ke tubuh pemuda itu. Boleh punggungnya atau mungkin kepalanya! Dan ketika gadis ini tertegun tapi tentu saja marah, karena lawan menantang dan tertawa-tawa maka pemuda itu sudah melesat dan terbang lagi di depan.
"Keparat, terkutuk!" gadis ini merah padam. "Jahan kau, pemuda siluman. Tak tahu diri dan minta sungguh-sungguh kutembak. Baiklah, aku akan menghentikan-mu dengan tembakan ke kaki". dor!" dan peluru yang kembali bergerak dan meletus ke depan tiba-tiba menyambar kaki kiri lawan namun dengan amat lihai, dan seolah kebetulan pemuda di depan itu tiba-tiba mengangkat kakinya. Akibatnya peluru menyambar sia-sia dan pemuda itu sudah tertawa-tawa lagi melanjutkan larinya. Dan ketika Sylvia terbelalak dan kaget serta marah maka dua peluru kini menyambar lagi ke kaki pemuda itu. "Dor-dor!"
Namun semuanya luput. Seakan tak sengaja atau kebetulan saja lagi-lagi pemuda itu mengangkat kakinya. Setiap diangkat setiap itu pula peluru tak berhasil mengenai kakinya. Dan ketika Sylvia menjadi kalap dan marah bukan main maka empat tembakan kini diarahkan ke punggung orang.
"Berhenti, atau kau mampus". dor-dor-dorr!"
Sylvia membelalakkan mata. Empat peluru yang dihamburkan dari senjata apinya itu mendadak ditangkap. Si pemuda menggerakkan jarinya dan empat peluru itu sudah dijepit di antara kelima jari, begitu mudah, tanpa menoleh. Dan ketika pemuda itu terbahak dan membuang peluru-pelurunya maka pemuda itu terbang seperti iblis dan lenyap memasuki hutan.
"Ha-ha, kau tak menang, Sylvia. Selamat datang dan selamat berkenalan!"
Gadis ini tersentak. Kalau orang telah berani menerima dan menangkap peluru-pelurunya maka pemuda atau orang itu hebat bukan main. Sylvia tertegun di a-tas kudanya namun gadis ini tiba-tiba menggeget. Dia merasa gemas dan marah tapi juga kagum. Maka begitu orang lenyap di depan sementara kudanya sendiri meringkik dan mencongklang pesat maka gadis ini berteriak agar lawan tidak meninggalkan dirinya.
"Jangan kabur, sebutkan namamu. Atau kau kuanggap pengecut dan bukan laki-laki pemberani!"
"Ha-ha!" suara tawa itu terdengar di dalam hutan. "Aku selamanya bukan pengecut, Sylvia. Marilah datang dan lihat siapa aku!"
Sylvia berdetak. Dua tiga kali orang menyebut namanya, berarti dia sudah dikenal sementara dia belum. Orang masih merupakan rahasia dan dia tak tahu siapa gerangan, gemas dia. Maka ketika gadis ini membentak kudanya yang mencongklang kian pesat akhirnya dengan keringat bercucuran kudanya itu mendengus-dengus tiba di dalam hutan. Sylvia meloncat dan berjungkir balik melayang turun, pistol tergenggam dan sewaktu-waktu gadis ini siap menembak. Tapi ketika tak ada siapa-siapa di situ dan orang yang dicari tak menampakkan batang hidungnya maka gadis ini marah membanting kaki.
"Hei, pemuda siluman. Keluarlah!"
Tak ada jawaban. Sylvia mengulang lagi dan tiba-tiba terdengar suara tawa itu, dekat sekali, di samping kanannya. Namun ketika dia menoleh dan kaget memaki lawan ternyata yang dicari tak ada juga.
"Keparat!" gadis ini penasaran. "Tunjukkan dirimu, pemuda siluman. Jangan bersikap pengecut dan licik. Keluarlah, atau aku akan memberondongmu dengan tembakan!"
"Ha-ha, siapa pengecut" Siapa licik" Aku di sini, Sylvia. Kaulah yang tidak mlihat!"
Gadis ini terkejut. Seperti siluman saja tahu-tahu pemuda yang dicarinya itu ada di sebelah kirinya, angin berkesiur dan tiba-tiba pemuda itu sudah ada di situ, seperti iblis! Dan ketika gadis ini tersentak dan mencelat kaget maka otomatis senjata di tangannya itu ditarik picunya.
"Dor-dor!"
Si pemuda tak ada. Hilang seperti siluman atau iblis jejadian tahu-tahu pemuda itu tak ada di tempat, entah ke mana dia. Namun ketika gadis ini tertegun dan membelalakkan mata tiba-tiba pemuda itu sudah berdiri di samping kanannya, menepuk bahu.
"Jangan menghambur-hamburkan isinya. Habis nanti peluru itu!"
Sylvia melengking. Kaget dan membentak marah tahu-tahu gadis itu telah menggerakkan kakinya, menendang. Cepat bagai kuda menyepak gadis ini sudah menendang lawan. Tapi ketika kakinya ditangkap dan dia didorong perlahan tahu-tahu gadis itu roboh terjengkang.
"Maaf, bukan maksudku mengajak bermusuhan, Sylvia. Kau tahanlah kemarahanmu dan mari kita bicara baik-baik?". bluk!" gadis itu memaki kaget, melempar tubuh bergulingan namun lawan tiba-tiba telah mengangkat punggungnya. Dan ketika gadis ini terkejut dan merah padam tahu-tahu lawan yang tertawa di depannya itu sudah mengangkatnya bangun dan menjura.
"Sylvia, maafkan aku. Cukup mainmain ini. Aku Fang Fang, ingin berkenalan!"
Sylvia tertegun. Rasa marah yang siap menggelegak tiba-tiba tertahan mendengar bahwa pemuda itu adalah Fang Fang, pemuda yang baru saja dibicarakan bersama kakaknya. Dan ketika dia terbelalak dan kaget tapi juga bingung maka Fang Fang, pemuda ini, sudah mengembalikan pistol yang entah kapan sudah direbutnya sejak tadi!
"Sekali lagi maaf, nih pistolmu. Terimalah!"
Gadis ini hampir tak dapat bicara. Lawan yang tersenyum dan mengembalikan pistolnya diterima dengan jari gemetar, gagap gadis ini. Namun ketika Sylvia sudah dapat menguasai hatinya lagi dan gadis ini kaget namun juga kagum maka kemarahannya tiba-tiba bangkit lagi!
"Fang Fang, kau murid si Dewa Mata Keranjang" Kau yang mengganggu puteri We?"
"Eh-eh, siapa mengganggu?" Fang Fang tiba-tiba tertawa. "Aku benar Fang Fang murid guruku si Dewa Mata Keranjang, Sylvia. Tapi aku tak pernah mengganggu orang lain!"
"Tapi kau membuat onar di istana! Kau mengganggu wanita pula dan sekarang aku! Eh, aku dengar kau sombong namun lihai, Fang Fang. Kalau begitu coba kulihat seberapa kelihaianmu itu dan awas pisauku!" Sylvia tiba-tiba menerjang, sebatang pisau tiba-tiba dicabut dari balik bajunva dan menyambarlah gadis itu dengan kecepatan tinggi. Fang Fang terbelalak namun tentu saja dengan mudah mengegos. Dan ketika pisau kembali menyambar namun untuk kedua kali luput mengenai sasaran maka dia tertawa menepis lengan gadis ini.
"Sylvia, aku datang bukan untuk bermusuhan. Kau dengarlah aku, dan tahan serangan-seranganmu" plak!" Sylvia terpelanting, kaget berteriak marah namun gadis ini melompat bangun lagi, menerjang dan menyerang. Dan ketika enam tujuh kali tusukan pisaunya luput semua maka untuk yang terakhir Fang Fang terpaksa mengerahkan tenaga membuat pisau itu mencelat dari tangan pemiliknya. Dan ketika gadis itu berteriak dan menggerakkan pistolnya, dengan jari berputar tiba-tiba Fang Fang telah menjentik dan merampas senjata ini.
"Jangan menembak!" Sylvia terhuyung, dua kali terampas pistolnya dan kini Fang Fang membolang-balingkan senjata itu seperti orang memainkan mainan anak kecil. Dan ketika gadis itu terkejut dan terpekik marah maka Fang Fang sudah membuang senjata ini tinggi ke atas pohon.
"Nah, kita berhenti sebentar. Setelah itu kau boleh memegang senjata apimu lagi!"
Sylvia menggigil. Tiba-tiba gadis ini menangis dan memaki-maki Fang Fang.
Tubuh bergerak dan tiba-tiba gadis berambut pirang ini sudah menyerang dengan kaki tangannya. Namun karena Fang Fang memang lihai dan tentu saja untuk serangan-serangan begini dia tak mengalami kesukaran maka sekali mengegos tiba-tiba dia telah menangkap lengan gadis itu, menelikung dan menotoknya roboh.
"Maaf, kau tak dapat diajak bicara baik-baik, Sylvia. Kalau begitu biarlah begini dan aku baru tenang!"
Gadis itu mengeluh. Akhirnya ia tak dapat berbuat apa-apa setelah Fang Fang menelikung dan menotoknya roboh. Dan ketika dia terguling dan Fang Fang tertawa maka dia bertanya apa maksud dan tujuan pemuda itu.
"Aku ingin berkenalan denganmu, juga saudara-saudaramu yang lain itu. Kenapa kau marah-marah dan menyerang aku" Aku tidak bermaksud buruk, Sylvia. Kalau aku bermaksud buruk tentu sekarang kau akan mengalami hal yang lebih tak menyenangkan lagi!"
"Aku tak takut. Kau boleh bunuh aku. Aku tamu negeri ini, tamu kaisar!"
"Ah-ah, siapa mau membunuhmu" Aku tahu kau tamu kaisar, Sylvia. Dan aku tahu bahwa kau dan ayahmu itu orang-orang penting bagi negeri ini. Eh, tidak. Aku tak bermaksud membunuhmu. Melukaipun tidak, apalagi membunuh! Wah, mana ada laki-laki sanggup membunuh gadis secantik dirimu ini" Ha-ha, tidak, Sylvia, tidak. Aku tak bermaksud apa-apa kecuali ingin berkenalan. Aku, hmm" kau tadi telah menyebut-nyebut puteri We. Dan aku terus terang ingin kau mendekatkan aku dengan puteri itu!"
"Apa?" Sylvia terbelalak, merah dan marah. "Kau bilang apa, Fang Fang" Kau ingin membujukku agar mendekatkan dirimu dengan puteri itu?"
"Hm!" Fang Fang membebaskan totokan, menyeringai seperti monyet mencium barang pahit. "Benar, Sylvia. Dan aku tahu bahwa kau adalah sahabat puteri We. Aku ingin bersahabat denganmu karena kau adalah sahabat puteri itu!"
"Hm, lalu kau mau apa" Kau mau mengganggu dan mencari-cari puteri ini lagi" Kau mau membuat onar dan minta berhadapan dengan pasukan istana lagi" Sombong! Mentang-mentang berkepandaian tinggi kau lalu pongah, Fang Fang. Ah, sungguh tak kusangka bahwa murid Dewa Mata Keranjang yang kukira berwatak baik kiranya hanya seorang congkak dan maunya mengganggu wanita saja. Mampus kau" wut!" dan Sylvia yang menubruk serta merentangkan kedua lengannya lebar-lebar tiba-tiba telah menyergap dan mengangkat Fang Fang. Dan begitu lawan tertangkap dan kaget berseru keras tiba-tiba dengan ilmu gulat atau banting yang dimilikinya tahu-tahu gadis ini telah mengangkat dan membanting Fang Fang, lewat kedua bahunya yang kokoh namun ramping.
"Bruk!"
Fang Fang terkejut. Tadi dia sedang melongo karena di saat marah-marah begitu mendadak sepasang mata gadis ini berbinar-binar. Bola mata biru yang hidup itu bergerak-gerak bagai bintang menari-nari. Fang Fang terkejut dan kagum. Dan ketika dia melongo dan sudah disergap tahu-tahu dia terbanting dan menyeringai kesakitan.
"Aduh!" pemuda ini mengeluh. "Curang kau, Sylvia. Tidak memberi tahu atau apa tiba-tiba kau menyerang aku!"
"Sekarang aku memberi tahu!" gadis ini bergerak naik, membentak dan mengejar Fang Fang lagi, yang baru duduk bangun. "Kau telah menghina dan mempermainkan aku, Fang Fang. Sekarang aku membalas dan jaga ini" bruk!" Fang Fang terangkat lagi, maju disergap dan tahu-tahu dibanting lagi. Dan ketika Fang Fang mengeluh dan gadis itu mengejar serta membantingnya lagi maka empat lima kali pemuda ini diserang.
"Hei" hei". tunggu!" Fang Fang berteriak. "Tahan, Sylvia. Nanti dulu!" namun si gadis yang kembali menyergap dan membentak lagi tahu-tahu sudah memiting leher Fang Fang. Dan ketika pemuda itu terkejut tapi tidak melawan, karena Fang Fang sejak tadi memang tidak berniat melawan maka satu bantingan kera akhirnya membuat pemuda ini terkapar. Dan ketika dia menggeliat dan mengaduh-aduh tiba-tiba lawan telah menelikung dan mengikat erat kedua tangannya di belakang!
"Hi-hik!" gadis ini terkekeh. "Tak nyana begini mudah menangkap dan merobohkan dirimu, Fang Fang. Dengan ilmu gulat dan banting yang kumiliki ternyata kau tak dapat berdaya lagi!"
Fang Fang terkejut, meringis. "Kau mau apa" Kenapa menangkap dan mengikat aku seperti begini?"
"Aku mau membalas kesombonganmu. Aku akan membawamu ke istana dan menunjukkan pada semua orang bahwa kau yang dipuji-puji ternyata begini saja kepandaiannya!"
"Jangan!" Fang Fang berseru, pura-pura pucat. "Jangan bawa aku ke istana, Sylvia. Kalau kau mau membawaku ke puteri We boleh saja. Tapi jangan ke istana!"
"Hm, puteri We pun di istana. Aku akan mempertontonkanmu kepadanya dulu baru kepada yang lain!"
"Ah, tidak, eh-ya!" Fang Fang menggeleng, tapi segera berseri. "Kau boleh bawa aku ke puteri itu tapi jangan ke yang lain, Sylvia. Atau aku akan marah padamu dan tak mau bersahabat!"
"Apa?" gadis ini terbelalak, melotot. "Bersahabat" Memangnya aku sudi bersahabat denganmu" Cih, dan kau memerintah-merintah aku pula. Keparat, kau lancang sekali, Fang Fang. Terimalah ini sebagai ganjaran" plak-plak!" Fang Fang menerima dua kali gaplokan, ditampar biru bengap dan terjengkanglah pemuda itu oleh kemarahan lawan. Dan ketika Sylvia bertolak pinggang dan mata biru yang berapi-api itu kelihatan semakin hidup tapi indah sekali di mata Fang Fang maka pemuda ini bengong mendapat dampratan pedas. "Fang Fang, kau tak layak bicara seperti itu. Kau adalah tawananku. Mau kubawa ke mana adalah terserah aku. Nah, jangan pentang mulut atau aku akan menghajarmu lagi!" dan Fang Fang yang ditarik serta disendai talinya tiba-tiba telah diikat di punggung kuda.
"Hei..!" pemuda ini berseru. "Aku mau kauapakan, Sylvia" Diseret di belakang kuda?"
"Benar, kau lancang, dan aku ingin menghukummu. Nah, boleh berteriak-teriak di pantat kuda!" dan Sylvia yang bergerak meloncat ke atas kudanya tiba-tiba membentak dan menyuruh kudanya lari. "Hayo, bawa pemuda ini. Seret sepanjang jalan!"
Namun kuda meringkik. Begitu Sylvia meloncat dan naik di atas punggungnya tiba-tiba binatang ini bergerak dan mau lari. Tapi ketika beban berat menahan di belakang dan Fang Fang tak tertarik, karena saat itu pemuda ini mengerahkan tenaganya Seribu Kati maka kuda terkejut karena seolah menyeret sebongkah batu gunung yang beratnya seribu kilo!
"Ngiieek"!" kuda meringkik panjang, tak dapat lari. Sudah meronta dan mengangkat kaki depannya namun tak dapat juga di berjalan. Jangankan berjalan, bergeser seinci saja ia tak dapat! Dan ketika kuda itu terkejut dan mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi maka Sylvia terpelanting dan jatuh ke tanah, kaget.
"Keparat!" gadis ini berjungkir balik. "Kau mainmain apa, Fang Fang" Mempergunakan sihir?"
"Ha-ha!" Fang Fang tertawa. "Kau melihat sendiri aku tak melakukan apa-apa, Sylvia. Adalah kudamu yang kurang makan hingga tak sanggup membawa aku!"
"Tak percaya!" gadis ini menendang. "Kau mainmain, Fang Fang. Biarlah kulihat apa yang kaulakukan" dess!" dan Fang Fang yang mencelat serta terlempar ke atas tiba-tiba cepat membuang tenaga Seribu Katinya itu hingga si gadis dapat menendangnya, mencelat dan terlempar ke atas dan Fang Fang jatuh terbanting di tanah. Pemuda ini tak apa-apa namun pura-pura mengaduh, meringis. Dan ketika Sylvia tertegun karena Fang Fang tak seberat seperti yang dirasa kudanya maka gadis ini heran namun menyambar lagi di atas punggung kudanya.
"Hyehh..!" bentaknya penasaran. "Lari, kuda keparat. Pemuda Itu ringan saja tak seberat gajah!"
Kuda bergerak. Binatang ini meringkik lagi dan tentu saja ketakutan kepada nona majikannya. Gadis itu marah-marah dan dia sudah dicambuk lagi. Tapi begitu bergerak dan mengangkat kakinya tiba-tiba Fang Fang mengerahkan lagi tenaga Seribu Katinya itu hingga sang kuda tak dapat menarik dirinya.
"Rrtt!" tali menegang kencang, persis menarik benda berat dan kuda meringkik-ringkik. Fang Fang yang mengerahkan ilmunya kembali mainmain membuat Sylvia terbelalak. Gadis itu membentak-bentak namun sang kuda tak dapat berlari. Jangankan berlari, berjalan saja juga tak dapat. Dan ketika gadis itu menjadi marah dan Fang Fang tertawa bergelak tiba-tiba tali yang kian menegang kencang putus.
"Cras!" kuda terjelungup ke depan. Saking kuat dan marahnya kuda itu maka tak ampun lagi tali yang putus membuat tubuhnya terdorong ke depan. Sylvia yang ada di punggungnya terlempar ke depan, ikut oleh daya dorong yang amat hebat ini. Dan ketika gadis itu menjerit dan terpelanting bersama kudanya maka Fang Fang terbahak-bahak sampai mengeluarkan air matanya.
"Ha-ha, lucu sekali, Sylvia. Kudamu benar-benar kurang makan dan tidak bertenaga!"
"Keparat!" gadis ini berjungkir balik. "Kau mainmain dengan aku, Fang Fang. Kalau begitu kubunuh kau dan mampuslah!" gadis ini menyambar pisau belatinya, menusuk dan menerjang Fang Fang dan Fang Fang terkejut. Dia sebenarnya pura-pura saja hingga tertangkap dan terikat. Sebab, kalau dia mau maka sejak tadi dia dapat memutuskan tali ikatan itu. Tapi ketika pisau menyambar dan kemarahan Sylvia rupanya tak terbendung lagi maka Fang Fang mengerahkan sinkangnya dan pisau patah bertemu tubuhnya yang kebal.
"Tak!"
Sylvia terkejut. Gadis ini berteriak dan kaget sekali. Pisaunya yang bertemu tubuh lawan tiba-tiba menjadi dua, patah oleh sinkang yang melindungi pemuda itu. Dan ketika gadis ini menjerit dan kalap menggerakkan kaki tangannya maka Fang Fang dihajar bertubi-tubi oleh pukulan atau tendangan.
"Des-des-dess!"
Fang Fang bertahan. Dia harus mengurangi sinkangnya kalau tak ingin tangan atau jari-jari gadis inipun patah-patah seperti pisaunya. Benda keras saja dapat dipatahkan oleh sinkang Fang Fang yang luar biasa apalagi hanya jari tangan atau kaki. Maka ketika pemuda itu harus menerima pukulan-pukulan atau tendangan lawan sementara di lain pihak pemuda ini harus mengurangi kekuatannya untuk menyelamatkan gadis itu maka Fang Fang sendiri akibatnya harus menahan sakit.
"Sudah" sudah!" pemuda ini berseru. "Hentikan pukulan-pukulanmu, Sylvia. Atau nanti urat tanganmu keselio!"
"Bedebah!" gadis ini tak percaya. "Aku ingin menghajar dan membunuhmu kalau bisa, Fang Fang. Keselio atau terkilir aku tak apa-apa!"
"Benar?"
"Tentu. Aku" augh!" dan Sylvia yang menjerit serta menarik kaki tangannya tiba-tiba menangis karena benar saja urat tangannya keselio. Tadi Fang Fang menambah sinkangnya dan sedikit kekuatan ini saja cukup membuat gadis itu terpekik. Sylvia terhuyung dan kaget melihat jari tangannya yang bengkak! Dan ketika gadis itu terkejut dan mendesis kesakitan maka Fang Fang tertawa berkata,
"Nah, sudah kuperingatkan. Jangan menyerangku lagi atau kau akan menerima akibat lebih serius!"
"Keparat!" gadis ini mendelik. "Kau" kau siluman, Fang Fang. Kau pemuda iblis!"
"Ha-ha, kalau iblis tentu aku sudah memangsamu. Eh, bebaskan tali ini, Sylvia. Jangan mengikat aku karena aku tak bermusuhan denganmu!"
"Aku tak akan membebaskan!"
"Tapi tadi aku membebaskan totokanmu?"
"Tak perduli!" gadis ini meradang. "Aku sudah kau hina dan kaupermainkan, Fang Fang. Sekarang aku akan membawamu dan kita pergi" wut!" dan gadis ini yang menyambar serta menarik Fang Fang tiba-tiba sudah menyeret dan membawa lari pemuda itu, tak perduli pada teriakan Fang Fang yang tubuhnya kena tanah-tanah berbatu, terus dilarikan dan ditarik-tarik. Dan ketika gadis itu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan terbang ke kota raja maka Fang Fang terbelalak dan tertegun memandang.
"Heii..!" pemuda ini memuji. "Kau ternyata bisa terbang secepat angin, Sylvia. Aih, hebat sekali. Dan ini jelas kaupelajari dari Tiongkok!"
"Tutup mulutmu!" gadis itu membentak. "Aku sedikit-sedikit bisa ilmu silat, Fang Fang. Tapi aku tak mau mengeluarkan kepandaian dari negerimu ini karena dari negeriku sendiri aku juga mempunyai ilmu bela diri!"
"Ha-ha, ilmu membanting dan menangkap tadi?"
"Aku tak mau bicara!" dan si pirang yang ngambek serta marah tiba-tiba mempercepat larinya hingga Fang Fang terantuk-antuk, pedih menyeringai pedas dan apa boleh buat pemuda ini harus mengerahkan kekebalannya lagi. Fang Fang menarik napas dalam dan tenaga sakti di dalam tubuh bergerak, melindungi kulitnya itu. Dan ketika tak satu pun batu atau tanah keras sanggup melukai pemuda ini maka Sylvia kagum dan melirik kaget.
"Ha-ha, tak usah melirik!" Fang Fang tertawa. "Kalau ingin melihat lebih baik berhenti sebentar, Sylvia. Lihat nih baju di punggungku robek-robek!"
Sylvia mendengus. Dia memang kagum dan terkejut juga bahwa pemuda yang diseretnya sepanjang jalan ini tak apa-apa, bahkan dapat mengejeknya dan gemas dia. Dan ketika dia memandang ke depan lagi dan menarik kasar maka baju punggung Fang Fang yang mulai tak tahan, robek-robek.
"Heii..!" pemuda ini berteriak lagi. "Kau ingin membuat aku telanjang, Sylvia" Kau tak malu menyeret-nyeret seorang pemuda yang tak berbaju?"
"Kau sudah tak berbaju?"
"Lihat sendiri!"
"Kalau begitu masih belum telanjang!" dan si gadis yang menyeret serta berlari kencang akhirnya membuat Fang Fang tertegun dan membelalakkan matanya, bajunya sudah hancur tak lama kemudian tapi dirinva masih dianggap berpakaian. Celananya masih utuh meskipun sudah mulai robek-robek juga, terkait kawat atau tanaman berduri yang menusuk-nusuk kakinya itu-Dan karena hal ini dianggap si gadis tak apa-apa dan Fang Fang tentu saja mendongkol maka mulailah pemuda itu menggarut-garut celananya agar rusak dan robek lebar. Dan karena Fang Fang dapat melakukan ini dengan ujung kakinya maka "brat-bret-brat-bret" enam tujuh kali ini sudah membuat Fang Fang tinggal mengenakan pakaian dalam saja, persis ketika mereka sudah mendekati pintu gerbang!
"Hei, lihat, Sylvia. Aku tinggal mengenakan celana dalam!"
Sylvia terkejut. Memang dia mendengar suara brat-bret itu tapi tak menduga secepat itu celana Fang Fang robek lebar. Dan ketika dia menoleh dan benar saja melihat pemuda ini tinggal bercelana dalam maka gadis kulit putih itu merah padam dan berhenti, melengos.
"Fang Fang, kau cabul. Tak tahu malu. Cis!"
"Lho?" Fang Fang tertawa, tencu saja bersikap nakal. "Kau yang membuat aku begini, Sylvia. Bagaimana bilang aku yang cabul dan tak tahu malu" Kaulah yang cabul, ingin melihat pemuda telanjang?"
"Plak-plakk!" Sylvia tiba-tiba membentak, berkelebat maju dan terpelantinglah Fang Fang oleh tamparan kilat itu. Dan ketika gadis ini sudah berdiri tegak di sampingnya dan mendelik dengan mata berapi-api maka si pirang berkata, "Fang Fang, jaga mulutmu. Atau aku akan membunuhmu atau mengadu jiwa denganmu!"
"Tapi kau tak dapat membunuhku?"
"Benar, kau kebal. Tapi aku sanggup mengadu jiwa dan kalau perlu mati bunuh diri di sini!"
"Wah, jangan!" Fang Fang tersentak, kaget. "Kau tak boleh senekat itu, Sylvia. Sudahlah bagaimana maumu dan terserah apa yang akan kaulakukan. Kau boleh membawaku ke dalam dan memasuki pintu gerbang. Kau boleh mempertontonkan aku pada semua orang!"
"Aku memang akan menunjukkan dirimu pada semua orang. Tapi pakai dulu mantol ini!" Sylvia melemparkan baju lebar, menutup bagian bawah tubuh Fang Fang dan setelah itu membalikkan tubuhnya. Gadis ini tak mau menonton Fang Fang yang sudah tinggal mengenakan celana dalam saja, malu dia. Dan ketika Fang Fang tertegun dan tentu saja tertarik, melihat gadis ini berwatak gagah dan ksatria maka Fang Fang tersenyum dan tiba-tiba melompat bangun, tali yang mengikat seluruh tubuhnya putus!
"Sylvia, kau hebat. Nah, lihatlah. Mantolmu sudah kukenakan dan bawa aku ke mana kau suka!"
Gadis itu kaget. Dia menoleh dan melihat Fang Fang sudah berdiri dengan bebas, tersentaklah dia, mundur selangkah. Dan ketika gadis ini baru menyadari bahwa sebenarnya dia dipermainkan pemuda ini tiba-tiba gadis itu mengeluh dan terhuyung menutupi mukanya.
"Fang Fang, kau pemuda tak berperasaan. Kau keji. Kau" kau" ah, kau mempermainkan aku!" dan Sylvia yang membalik serta melompat pergi tiba-tiba menangis dan sadar dengan pundak berguncang-guncang. Sadar bahwa kalau mau Fang Fang dapat melepaskan diri sejak tadi hal yang tak dilakukan pemuda itu karena memang sengaja ingin mempermainkannya, menghinanya. Dan karena pisau atau benda-benda apa saja memang tak dapat dipakai untuk membunuh atau merobohkan pemuda itu maka mengguguklah gadis ini meninggalkan Fang Fang, yang tertegun dan bengong memandang kepergian orang tapi Fang Fang tiba-tiba berseru memanggil. Betapapun Fang Fang memang tak mau menyakiti lawan. Dia memerlukan gadis ini karena diketahuinya bahwa Sylvia cukup dekat dengan puteri We, puteri jelita yang telah membuatnya tergila-gila itu. Maka memanggil namun tetap tak digubris tiba-tiba Fang Fang berkelebat dan telah menyambar lengan orang.
"Sylvia, berhenti, tunggu dulu!" dan ketika gadis itu terkejut namun Fang Fang tak perduli maka dengan lembut dan senyum gugup pemuda ini buru-buru berkata, "Kau boleh tampar aku lagi kalau suka. Tapi bawa aku ke tempat puteri We!"
"Lepaskan!" gadis ini membentak. "Kau tak berhak memegang-megang tanganku, Fang Fang. Dan aku tak sudi membawamu ke puteri We!"
"Ah," Fang Fang mengerutkan kening, tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. "Apakah kau perlu membawaku ke sana sebagai tawanan" Baiklah, tangkap aku, Sylvia. Dan aku tak melawan!"
Sylvia tertegun. Fang Fang menjatuhkan diri berlutut di depannya dan membungkuk seperti orang pesakitan, terkejut dia. Dan ketika Fang Fang gemetar menyatakan maksudnya bahwa semuanya itu dilakukan agar bertemu sang puteri lewat dirinya maka Sylvia merah mukanya mendengar ratapan Fang Fang.
"Aku ingin bertemu puteri itu. Aku seakan jatuh cinta. Kaubawalah aku padanya dan untuk ini aku tak akan melupakan budimu seumur hidup!"
"Hm!" Sylvia tiba-tiba panas mukanya "Kau bilang apa, Fang Fang" Kau jatuh cinta pada sang puteri?"
"Tampaknya begitu. Aku tergila-gila dan ingin minta tolong dirimu sukalah mempertemukan aku dengannya."
"Tapi kau menghina aku! Mengganggu aku!"
?Maaf," Fang Fang bangkit berdiri. "Aku tak ada niat untuk menghina atau mengganggumu, Sylvia. Kalau aku begitu ten tu apa yang kulakukan jauh lebih dari ini. Aku sudah menyatakan maksudku, namun kau selalu menyerang dan bahkan me nangkap aku. Siapa salah?"
Gadis ini tertegun.
"Maaf," Fang Fang menggigil dan kembali bicara gemetar. "Aku tak ada maksud-maksud buruk kepadamu, Sylvia. Aku hanya ingin kau mempertemukan aku dengan puteri itu dan setelah itu terserah kau!"
"Aku ingin menghajarmu!"
"Boleh?"
"Aku ingin menghukummu!"
"Boleh.."
"Hm, jangan boleh-boleh saja, Fang Fang. Mulut lelaki tak dapat dipercaya dan terus terang aku tak percaya padamu!"
"Tak percaya bagaimana?"
"Bagaimana tidak" Kau kebal, sinkangmu hebat. Dengan sinkangmu itu kau dapat mematahkan pisauku. Dan dengan sinkangmu itu pula kau dapat melindungi diri ketika kuseret! Eh, kau tak usah menipu aku, Fang Fang. Aku bukan gadis bodoh yang gampang kaupermainkan!"
"Ah-ah, kau agaknya mengenal ilmu silat dan sinkang segala!"
"Tentu! Kau kira apa" Akupun dapat mainkan sedikit ilmu silat negerimu, Fang Fang. Namun aku tak mau mengeluarkannya karena ilmu itu bukan berasal dari negeriku sendiri!"
"Hm, kau bisa silat" Kau berguru pada seorang pendekar?"
"Aku dapat sedikit-sedikit. Tapi sengaja tak mau memperdalam karena itu bukan dari negeriku!"
"Hm-hm!" Fang Fang tersenyum. "Kalau begitu kau sombong, Sylvia. Ilmu silat dari negeri ini masih lebih hebat daripada ilmu bela diri yang kaupunyai itu. Atau kau barangkali kurang matang, kau tak usah malu!"
"Siapa bilang" Di negeriku ada seorang jago yang tak kalah dengan jago-jago di sini, Fang Fang. Dan aku memang kurang matang hingga kalah olehmu! Hm, kalau ada Frederick di sini kau tentu menemui lawan setimpal!"
"Siapa itu Frederick?"
"Pendekar di negeri kami!"
"Hebat ilmunya?"
"Tentu, dia hebat dan tahan segala pukulan, Fang Fang. Kebal seperti dirimu tapi tak suka menghina wanita!"
"Hm, dapat menangkap peluru pula?"
Gadis ini tertegun.
"Ha-ha," Fang Fang tertawa. "Kalau dia dapat menangkap peluru seperti aku tadi menangkap pelurumu maka baru aku percaya, Sylvia. Tapi kalau tidak maka tetap saja orang-orang Han lebih unggul. Ah, sudahlah. Kita tak perlu berdebat tentang ini karena aku ingin bertemu puteri We!"
Sylvia merah padam. "Fang Fang," gadis ini mengepal tinju. "Kau agaknya pongah dengan kepandaian yang kaumiliki itu. Aku pribadi belum pernah melihat jagoku itu menangkap peluru yang sedang menyambar. Tapi kalau Frederick mau melakukannya pasti dia bisa!"
"Sudahlah," Fang Fang tertawa. "Aku percaya kata-katamu, Sylvia. Dan sekarang aku tak ingin bicara tentang itu. Aku perlu bantuanmu. Kauantarkan aku ke puteri We dan setelah itu apapun yang kau minta aku akan memberikannya sebagai balas budi!"
"Eh!" gadis ini melotot. "Kau jangan mengobral janji, Fang Fang. Kalau aku minta jiwamu tentu kau tak akan memberikannya. Jangan bermulut manis!"
"He-he," Fang Fang menyeringai. "Gadis sebaik kau tak mungkin minta itu, Sylvia. Tapi kalaupun kau minta tentu aku juga tak keberatan, asal bisa!"
"Hm, asal bisa membunuhmu maksudmu?"
"Ya, kalau kau minta."
"Dan kau mempunyai ilmu kebal. Keparat, kau licik!"
"Sudahlah," Fang Fang tertawa. "Aku tak bermaksud macam-macam, Sylvia. Jawablah apa kau bisa mengantar aku atau tidak!"
"Kau serius," gadis ini tajam menyelidik. "Kenapa minta aku" Bukankah dengan kepandaianmu yang tinggi kau dapat mencari dan menemukan puteri itu sendiri?"
"Benar, tapi tak baik. Sang puteri sudah terlanjur marah padaku karena perbuatanku di taman. Kau sahabatnya, tentu dapat memberi keterangan. Dan lewat dirimu ini tentu lebih aman, Sylvia. Aku tak mau menimbulkan salah paham, seperti denganmu saat ini!"
"Kau yang terlalu!" si pirang mendamprat. "Kau datang-datang memamerkan kepandaianmu, Fang Fang. Dan kalau bukan murid si Dewa Mata Keranjang tak mungkin kelakuannya seperti ini! Eh, aku dengar gurumu itu suka wanita, isterinya banyak. Benarkah?"
"Hm, ini pembicaraan lain. Aku tak suka membicarakan pribadi guruku."
"Kalau begitu kau tak jujur, plintat-plintut. Kejelekan guru disembunyikan sementara yang baik-baik selalu ditonjolkan!
"Eh," Fang Fang berkerut kening. "Aku tak suka membicarakan guruku karena itu rahasia pribadinya, Sylvia. Kalau kau ingin bicara tentang pribadiku maka aku tak akan menolak, bicara apa adanya."
"Nah, coba kalau begitu. Bicarakan apa adanya itu dan biar kudengar pribadimu!"
"Apa?" Fang Fang terkejut, tiba-tiba geli. "Kau ingin tahu pribadiku" Kau ingin tahu sepak terjangku" Ha-ha, bukankah sudah kauketahui, Sylvia. Aku sombong dan pongah. Aku murid Dewa Mata Keranjang yang congkak. Nah, tak perlu lagi aku bercerita!"
"Hm, itu aku sudah tahu. Tapi yang lain maksudku!"
"Yang lain yang mana9"
"Sifat-sifat gurumu itu, apakah menurun atau tidak!"
Fang Fang bingung.
"Kau tak mengerti?" gadis ini menyambung, kini bersuara mengejek. "Dewa Mata Keranjang dikenal sebagai biangnya mata keranjang, Fang Fang. Dan aku ingin tahu apakah kau juga suka mainmain dengan banyak wanita dan suka seperti gurumu itu. Nah, ini yang kumaksud, jawablah!"
Fang Fang tertegun. Tiba-tiba dia merasa tertampar dan terpukul. Dia terhenyak dan seakan ditodong mata pedang bertubi-tubi, muka belakang tak dapat mengelak dan mundurlah pemuda ini dengan muka merah. Tapi ketika Sylvia memandangnya tajam dan gadis itu melepas senyum mengejek tiba-tiba Fang Fang tertawa dan mengangguk.
"Ha-ha!" pemuda ini terbahak geli. "Kau hebat, Sylvia. Kau menantang! Baiklah, aku tak akan sembunyi-sembunyi. Kalau kau maksudkan apakah aku suka dengan wanita-wanita cantik dan bersahabat dengan mereka maka hal ini kunyatakan benar. Wanita cantik adalah kembang yang harum, patut dinikmati. Kenapa tidak berdekatan dan mencium mereka" Ha-ha, wanita seperti bunga, Sylvia. Semakin disentuh rasanya semakin disayang. Mereka itu ibarat kembang yang penuh daya pesona. Hanya laki-laki bodoh yang tak mendekati kembang ini dan menciumi harumnya. Aku bukan munafik, dan guru-kupun laki-laki sejati. Siapa saja yang mau didekati dan bercinta tentu saja akan kami sambut dengan hangat dan gembira. Toh mereka pun suka!"
"Hm, jangan sombong. Tidak semua wanita suka, Fang Fang. Dan tidak semua wanita seperti kata-katamu itu!"
"Benar, yang nenek-nenek. Ha-ha, yang nenek-nenek begini tentu sudah tak suka, Sylvia. Tapi yang remaja dan harum-harum, ha-ha", mereka itu suka dan pasti tak menolak! Maksudku, tak menolak senang-senang begini karena cinta pada dasarnya bersenang-senang!"
"Kau gila?" gadis ini mengerutkan alisnya. "Kauanggap mereka begitu?"
"Ya, sebagian besar begitu, Sylvia. Tapi tentu saja pada mulanya malu-malu. Seperti kau ini umpamanya. Ha-ha, tentu tak menolak dan akan menerima kalau ada seorang laki-laki atau pemuda yang sudah menjatuhkan hatimu!"
"Hidungmu!" si gadis mendamprat. "Aku tak begitu gampangan seperti yang kau sangka, Fang Fang. Aku bukan gadis murahan!"
"Ah, kau salah paham," Fang Fang terkejut, cepat berhenti. "Yang kumaksudkan adalah begini, Sylvia. Bahwa setiap gadis, remaja, tentu tak akan menolak kalau diajak berkasih-kasihan oleh orang yang dicintanya. Bukankah kaupun akan begitu kalau sudah menemukan pemuda pilihan" Nah, ini yang kumaksud. Kalau kau tak suka dan tidak mendapatkan pemuda pilihanmu itu tentu saja gadis atau remaja-remaja lain juga tak mau diajak bercinta karena mereka memang tak cinta. Nah, itulah yang kumaksud!"
Gadis ini merah semburat. "Dari mana kaudapatkan falsafah cinta begini" Dari gurumu?"
"Ha-ha, tentu. Guruku orang berpengalaman, Sylvia. Dan banyak wanita jatuh hati kepada guruku itu. Tapi jangan salah paham, suhu tak pernah memaksa atau mempergunakan kekerasan dalam menundukkan wanita. Dan akupun begitu!"
"Hm, kalau begitu bagaimana dengan puteri We ini" Kau mencintainya?"
"Kurasa begitu," Fang Fang tersenyum pahit. "Dan belum pernah selama ini aku begitu tergetar seperti ketika bertemu dengan puteri itu. Ah, aku rasanya tak dapat tidur!"
"Hm!" Sylvia tertawa mengejek. "Kau dan gurumu kiranya orang-orang yang mudah jatuh cinta, Fang Fang. Melihat wanita cantik pasti sudah tergila-gila. Cih, aku tak suka ini. Watak yang rendah!"
"Apa?" Fang Fang marah. "Watak yang rendah" Eh, orang jatuh cinta tak dapat disalahkan, Sylvia. Kau tak boleh omong begitu dan agaknya kau belum pernah jatuh cinta!"
"Hm!" gadis ini memerah. "Aku takut jatuh cinta kalau melihat semua laki-laki seperti kau dan gurumu itu, Fang Fang. Betapa sakitnya kalau melihat kekasih atau suami harus bermain serong kepada wanita lain!"
"Itu dapat dirunding," Fang Fang tertawa lebar, berkata seenaknya. "Wanita atau laki-laki sama saja, Sylvia. Kalau wanita pun seperti laki-laki tentu iapun akan melakukan hal yang sama. Kau tak perlu mencibir. Sudahlah, kita hentikan pembicaraan ini dan bagaimana jawabanmu tentang keinginanku tadi!"
"Bertemu sang puteri?"
"Benar."
"Untuk apa?"
"Hm," Fang Fang garuk-garuk kepala, menyeringai lebar. "Haruskah aku terus terang padamu" Haruskah aku jujur?"
"Ya, kau minta tolong padaku, Fang Fang. Kalau kau sembunyi-sembunyi lebih baik tak usah saja. Kau cari sendiri dan temukan sendiri!"
"Tidak" tidak!" pemuda ini tertawa. "Kalau begitu apakah pertanyaanmu ini berarti kesanggupanmu, Sylvia" Kau bisa menolongku dan mempertemukan aku dengan puteri itu?"
"Tergartung kau. Kalau jujur tentu ya, kalau tidak tentu tidak!"
"Ah, he-he" aku, hm!" Fang Fang ber kedip-kedip. "Terus terang aku ingin menyatakan cintaku, Sylvia. Bahwa aku tak dapat melupakan pertemuan di taman itu dan ingin berjumpa secara mesra!"
"Cih!" gadis ini memerah dadu. "Kau minta aku mempertemukan dengan puteri We karena kau akan menyatakan cintamu, Fang Fang" Kalau begitu" cari sendiri!" dan Sylvia yang membalik serta mencemooh panjang tiba-tiba tak memperdulikan Fang Fang dan sudah lari ke pintu gerbang, diteriaki tapi tak mau berhenti dan Fang Fang tentu saja terkejut. Dan ketika penjaga sudah melihat bayangan mereka dan Fang Fang terbeliak tiba-tiba pemuda ini sudah bergerak dan cepat luar biasa tahu-tahu ia telah menyambar dan menangkap gadis itu, menghilang berjungkir balik melewati tembok tinggi yang belasan meter!
"Heii"!" pemuda ini penasaran. "Kau melanggar janjimu, Sylvia. Sudah kuberi tahu baik-baik ternyata kau ingkar. Hayo tepati janjimu atau aku tak mau melepasmu!"
Sylvia terkejut. Dia tahu-tahu telah dibawa melompat dan "terbang" tinggi melewati pintu gerbang. Tempat itu demikian tinggi dan tentu saja gadis ini terkesiap. Darahnya serasa berhenti bergerak dan muka gadis inipun pucat pias. Teriakan yang sedianya keluar dari kerongkongannya tiba-tiba macet setengah jalan, tak dapat keluar. Tapi ketika Fang Fang menurunkan tubuhnya di dalam tembok kota dan dengan amat ringan serta luar biasa entengnya pemuda itu turun seperti kucing di rumput yang tebal maka gadis ini dapat bersuara lagi dan pertama yang keluar adalah bentakan dan gaplokannya.
"Fang Fang, kau kurang ajar. Enak saja memegang-megang orang dan membuat terkejut". plak-plak!" dan Fang Fang yang terhuyung serta mengusap pipinya lalu berhadapan dengan gadis yang marah besar ini.
"Aku tak menipu, aku tak mengingkari janji. Tadi sudah kuberitahukan bahwa semuanya tergantung sikapmu. Kalau kau baik-baik tentu aku mau. Tapi karena kunilai maksud tujuanmu itu buruk maka aku menolak dan kau tak dapat memaksa!"
"Buruk" Tak baik?" pemuda ini melongo, masih mengusap pipinya yang bengap "Eh, jelaskan bagaimana bisa buruk dan tak baik, Sylvia. Atau kau kuanggap bohong dan menipu!"
"Aku bilang tak baik karena kau tak pantas dengan sang puteri. Kau murid seorang kang-ouw, orang kasar. Dan karena kau juga tak berdarah bangsawan maka nistalah di mata rakyat kalau kau berhasil menyunting puteri We!"
Fang Fang tertampar. Tiba-tiba kata-kata ini terasa jauh lebih tajam dan berbahaya dibanding tamparan nyata tadi. Jari-jari atau tangan Sylvia jauh lebih halus daripada kata-katanya yang keluar bagai berondongan senjata api. Dan ketika gadis itu berkata pula bahwa tak pantas Fang Fang mengejar-ngejar puteri itu hanya karena cinta maka gadis ini menutup.
"Kau harus menengok dirimu. Lihat siapa puteri We itu, siapa ayah ibunya. Apakah pantas bagimu menyatakan cinta dan melamar puteri ini" Justeru maksud pertemuanmu hanya membawa keburukan pada puteri ini, Fang Fang. Karena kau orang biasa dan bukan keturunan ningrat. Sudah dipercaya orang bahwa rakyat jelata yang mempersunting puteri hanya menimbulkan aib saja, malu dan cemar. Karena itu jauhkan niatmu dan jangan mengkhayal seperti pungguk merindukan bulan!"
Fang Fang terbanting. Bagai diayun dan disentakkan ke tanah yang keras pemuda ini tiba-tiba merasa pening, kepala terasa gelap dan tiba-tiba robohlah Fang Fang memegangi kepalanya. Dan ketika pemuda itu mengeluh dan Sylvia terkejut maka Fang Fang mengerang dan meremas-remas tinjunya.
Jilid : IX "SYLVIA, keparat kau. Jahanam kau! Ah, kata-katamu tajam melebihi pedang berkarat. Terkutuk"!" dan Fang Fang yang mendelik memandang gadis ini tiba-tiba meloncat bangun dan mencengkeram si pirang. "Kau" kau akan kubunuh. Mulutmu berbisa dan jahat!"
Sylvia terkejut. Tadinya gadis ini merasa kasihan dan terharu ketika Fang Fang tak kuat menahan semua omongannya, hal yang sebenarnya bukan dimaksud untuk melukai perasaan pemuda itu melainkan justeru bersifat nasihat. Dia terharu dan berjongkok mau meminta maaf, sebagai wanita diapun dapat merasakan sakit hati yang dirasakan pemuda itu. Tapi begitu Fang Fang mencengkeramnya dan berkata mau membunuhnya tiba-tiba gadis ini marah dan mengedikkan kepalanya, sama sekali tidak takut
"Fang Fang, kau mau membunuh aku" Kau marah karena semua kata-kataku tak dapat kau sangkal" Cih, kau laki-laki pengecut, Fang Fang. Kau tak berani melihat kenyataan dan kini ingin melampiaskan sakit hati. Bunuhlah! Aku tak takut kau bunuh karena sejak pergi dari negeriku aku sudah siap menghadapi resiko macam begini yang tak akan kutolak! Bunuhlah, aku tak takut!"
Fang Fang tergetar. Tiba-tiba dia menghadapi sepasang mata yang biru berapi-api, menyala-nyala dan dia seakan melihat api yang dahsyat di bola mata itu. Bola mata itu sama sekali tak takut dan dia tertegun. Dan ketika dia sadar namun juga kagum, karena untuk kesekian kalinya gadis kulit putih ini menunjukkan keberaniannya yang besar tiba-tiba Fang Fang melepaskan cengkeramannya, terhuyung mundur.
"Maaf," katanya. "Aku khilaf, Sylvia. Kau benar. Aku memang harus berani melihat kenyataan. Tapi aku penasaran. Orang tak usah ikut campur masalah ini. Rakyat tak usah macam-macam kalau orang biasa mengawini ningrat! Kenapa mereka mengutuk dan menganggap sial" Tidak, betapapun sebelum aku bertemu sendiri dan menyatakan cintaku pada sang puteri aku tak akan puas, Sylvia. Kau tolonglah aku atau aku bisa mati berdiri!"
"Kau nekat?"
"Aku ingin bertemu dan menyatakan cintaku!"
"Kalau ditolak?"
Fang Fang tergetar. "Sylvia, masalah itu adalah nanti. Aku tak percaya sang puteri akan menolakku demikian mudah!"
"Hm, kau takut. Sebagai laki-laki yang merasa dirinya jantan tak usah kau berdalih seperti itu, Fang Fang. Sebab kalau kau sampai main paksa dan mengancam puteri We maka aku turut dinyatakan bersalah karena akulah yang mempertemukan dirimu dengan dia!"
"Aku tak main paksa!" kegagahan Fang Fang tiba-tiba bangkit. "Aku bukan laki-laki yang suka memaksa wanita, Sylvia?
"Kalau aku melakukan itu lebih baik aku bunuh diri!"
"Hm, benarkah?" mata gadis ini bersinar-sinar.
"Sumpah demi nenek moyangku! Dan guruku tentu juga tak akan tinggal diam!"
"Baik," Sylvia percaya. "Kalau begitu besok temui aku di keputren, Fang Fang. Tunggu aku di sana jam sembilan!"
"Besok?" pemuda ini mendelong, kecewa. "Ah, hatiku sudah tak tahan, Sylvia. Aku ingin bertemu dan menyatakan cintaku. Aku ingin secepatnya selesai!"
"Hm, bagaimana kau tak sabaran begini" Bukankah aku harus melapor dan meminta persetujuan tuan puteri dulu" Kalau dia tak mau maka aku tak dapat mempertemukanmu, Fang Fang. Dan kita juga harus berhati-hati terhadap pengawal!"
"Masalah pengawal dapat kubereskan. Mereka tak akan mengganggu!"
"Ya, tapi kalau sang puteri tak mau menemuimu maka maksudmu juga gagal."
"Hm"!" Fang Fang serasa diombang-ambing. "Kalau begitu baiklah, Sylvia. Dan eh" nanti malam tentu kau menghadiri ulang tahun Cun-ongya!"
"Aku diajak kakakku, dan agaknya nanti malam mungkin datang."
"Bagaimana kalau malam nanti saja?"
"Gila! Malam nanti Cun-ongya punya pesta, Fang Fang. Tak mungkin itu!"
"Bukan begitu. Maksudku setelah pesta selesai."
"Hm, tidak. Besok saja, Fang Fang. Dan tunggu beritaku nanti malam."
Fang Fang mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku menahan sabarku, Sylvia. Dan mudah-mudahan berhasil!" dan ketika gadis itu mengejek dan tertawa sinis maka mereka berpisah dan Fang Fang berkelebat menghilang.
"Hei, tunggu!" gadis ini berseru. "Kau belum melunasi Janjimu, Fang Fang. Kembali dulu!"
Fang Fang muncul lagi, seperti siluman. "Apa lagi?" katanya. "Ada yang kurang?"
"Tentu!" gadis ini kagum. "Kau belum menyatakan janjimu untuk memberikan imbalannya, Fang Fang. Atau aku tak mau menemui tuan puteri dan rencanamu gagal di tengah jalan!"
"Busyet!" Fang Fang tertawa. "Kau licik, Sylvia. Tapi baiklah, imbalan apa yang kauinginkan. Tentu kuberi!"
"Hm, benar?"
"Kaukira bohong?" Fang Fang sudah terlanjur gembira. "Asal bukan nyawaku tentu kuberi, Sylvia. Hayo apa imbalan yang kauinginkan" Kau minta uang berapa banyak!"
"Aku tak butuh uang," gadis ini bersinar-sinar. "Uangku sudah cukup, Fang Fang. Aku, hmm" aku hanya minta pelajaran ilmu meringankan tubuhmu itu!"
"Apa?" Fang Fang tersentak, mundur. "Ilmu ginkang?"
"Ya, kau tak menarik kata-katamu, bukan" Atau kau laki-laki yang suka menjilat ludah?"
"Ini" ini?" Fang Fang bingung. "Wah harus minta ijin guruku, Sylvia. Atau aku nanti kena marah!"
"Kalau begitu beritahukan gurumu. Aku juga tak ingin menyusahkanmu!"
"Hm," Fang Fang berkerut kening. "Suhu tak ada di tempat, Sylvia. Keluar kota raja, memadamkan pemberontakan."
"Memadamkan pemberontakan" Jadi kau sendiri?"
"Ya, aku sendiri, eh" tidak. Berdua denganmu!" dan Fang Fang yang tertawa menggoda lawan tiba-tiba membuat Sylvia merah mukanya.
"Kau ceriwis, mata keranjang!" gadis ini melempar kerling, gemas. "Sekarang bisa atau tidak, Fang Fang. Beri tahu atau aku juga akan membatalkan pertolong anku!"
"He, jangan begitu!" Fang Fang meloncat. "Janji tetap Janji, Sylvia. Tapi ilmu meringankan tubuh baru kuberikan kalau suhuku datang!"
"Baiklah, aku akan menunggu. Tapi, eh"!" gadis ini menahan, Fang Fang sudah hendak meloncat pergi lagi. "Bagaimana kalau tugasku gagal, Fang Fang" Apakah janjimu juga tidak kautepati?"
"Maksudmu?"
"Bagaimana kalau puteri We tak mau menemuimu. Ini misalnya!"
"Hm!" Fang Fang tak berkedip. "Hal itu tak mungkin terjadi, Sylvia. Kalau kau pandai membujuk dan menerangkan pada sang puteri tentu dia tak akan menolak. Urusan cinta biarlah dia yang memutuskan, tapi kehadirannya menjadi tanggung jawabmu!"
"Enaknya!" gadis ini melotot. "Kau mau menangnya sendiri, Fang Fang. Tapi baiklah, aku memegang janjiku dan besok kau akan bertemu dengan sang puteri!"
"Ha-ha, bagus. Terima kasih!" dan Fang Fang yang terbahak menyatakan kegembiraannya lalu berkelebat setelah menepuk girang pundak gadis itu, disambut dengus dan sikap mendongkol oleh Sylvia dan gadis ini terbelalak melihat Fang Fang yang sudah lenyap lagi, begitu cepat seperti iblis. Dan ketika Fang Fang menghilang memasuki kota raja dan Sylvia sadar dari bengongnya maka gadis kulit putih ini pun bergerak dan lenyap memasuki istana.
Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(OoodwooO) Tak ada yang istimewa. Semalam perayaan di tempat Cun-ongya berjalan semarak namun tak berlebih-lebihan. James Smith bersama kawan-kawannya hadir, begitu juga adiknya, si pirang Sylvia. Dan karena gadis ini merupakan satu-satunya gadis kulit putih di mana kecantikannya paling menonjol dan mudah menarik perhatian maka kakaknya, James, bangga melihat adiknya disambar kerling sana-sini oleh banyak lelaki terutama kaum pangeran yang mengagumi adiknya itu.
Namun Sylvia biasa-biasa saja. Kerling mata dan sambaran mata lelaki sudah biasa bagi gadis ini. Pesta berjalan wajar dan pengawal di luar berjaga-jaga. Fang Fang muncul dan tersenyum-senyum di belakang pangeran. Secara tak resmi, dialah pengawal pribadi Cun-ongya malam itu. Dan ketika beberapa hadiah mengalir ke tangan pangeran dan James memberikan pistol terbarunya kepada tuan rumah maka keakraban tampak terjalin disini meskipun secara samar pangeran itu menjaga jarak.
"Terima kasih. Ini hadiah paling istimewa bagiku. Ha-ha, ke mana ayahmu, James" Kenapa tidak muncul?"
"Ayah keluar, mewakilkan kepada kami. Semoga ongya panjang usia dan banyak bahagia!"
"Ha-ha, terima kasih" terima kasih..!" dan ketika makan minum mulai dikeluarkan dan para pemusik serta penari mengiringi kegembiraan ini maka malam pesta di tempat Cun-ongya sungguh semarak namun tak berkesan hura-hura.
Cun-ongya memang laki-laki sederhana dan usia empat puluh tahun itu diperingatinya dengan amat bersahaja, untuk orang seukuran dia. Dan ketika tamu undangan diminta bertepuk tangan ketika tuan rumah meniup lilin ulang tahunnya maka Michael bergerak menunjukkan tarian dancingnya, yang mulai dikenal di Tiongkok dan sudah mulai ditiru orang-orang istana.
"Hidup pangeran..!" lalu menyambar dan meminta ijin James Smith pemuda ini sudah berlenggak-lenggok dengan Sylvia, memainkan musik sendiri berirama Barat dan bersoraklah semua tamu melihat kelincahan dua muda-mudi ini meliukkan tubuh. Dansa atau tari Barat sudah mulai diperkenalkan di istana, karena James dan kawan-kawannya itu membawanya ke Tiongkok. Dan ketika hal itu diikuti yang lain karena Leo dan temannya sudah menyambar puteri seorang pembesar yang malu-malu diajak berdansa maka untuk pertama kali di tempat pangeran Cun resmi terpampang tarian Barat ini, budaya asing yang ternyata disukai orang-orang istana meskipun pangeran Cun sendiri tak begitu suka.
Malam penuh tawa bertambah semakin meriah setelah tiga pemuda Barat itu menenggak bir, minuman baru bagi orang-orang istana karena selama ini mereka hanya mengenal arak atau ciu, merasakan aroma khas dari minuman pahit itu yang sebentar kemudian sudah tak terasa pahit lagi. Dan ketika semua mulai beriang-ria dan menjelang pagi baru pesta diakhiri maka pagi itu Fang Fang agak mengantuk ketika teringat janjinya dengan si pirang yang cantik.
"Aku menunggumu, tepat jam sembilan. Atau kau tak bertemu tuan puteri dan jangan salahkan aku!"
Begitu gadis pirang ini memberi tahu Fang Fang sebelum pesta berakhir. Dia telah berdansa tiga jam lebih dan berganti-ganti pasangan dengan Leo dan beberapa pangeran istana. Mula-mula Fang Fang melihat itu dengan kening berkerut dan tentu saja tak senang. Di Tiongkok hal semacam itu belum lazim. Gadis dipeluk dan berganti-ganti pasangan dari satu lelaki ke lelaki lain belumlah musim. Maka ketika dia terbelalak tapi tak ada cemburu atau panas, karena Fang Fang lagi tergila-gila dengan puteri We maka peringatan itu disambut dengan tawa.
"Jangan khawatir, aku dapat bangun pagi. Kalau besok aku terlambat biarlah itu kesalahanku."
Dan kini, melompat dari pembaringannya merapikan rambut murid si Dewa Mata Keranjang ini langsung berkelebat ke kaputren. Sylvia menunggunya di situ dan katanya akan bersama puteri We, puteri Jelita yang kecantikannya mengguncang murid si Dewa Mata Keranjang ini. Dan ketika lonceng berdentang sembilan kali dan Fang Fang telah tiba di tempat yang ditunjuk maka pemuda ini tertegun melihat gadis berambut pirang itu sendirian, tidak bersama puteri We.
"Eh," pemuda ini sudah berkelebat seperti siluman. "Mana puteri itu, Sylvia" Dia tak datang?"
"Hm, kau selalu teringat sang puteri saja, tidak orang lain. Apakah begini caramu menemui aku?"
"Maksudmu?"
"Selamat pagi dulu, Fang Fang. Bilang good morning!"
"Good morning?"
"Ya, good morning: Selamat Pagi!"
"Ha-ha, kau mulai mengajari aku bahasa asing. Baik, good morning, Sylvia. I Love You!"
"Hush! Dari mana kau tahu itu" Apakah tahu artinya pula?"
"Wah, untuk begini aku sudah tahu paling duluan. I love you, artinya aku cinta padamu. Ha-ha, good morning, Sylvia. I love you!"
"Hidungmu!" gadis ini semburat merah, tiba-tiba seperti kepiting direbus. "Jangan mainmain kalau tahu sang puteri tak datang, Fang Fang. Hari ini kau harus kembali karena puteri We tak enak badan!"
"Apa?" pemuda ini terbelalak, tiba-tiba menghentikan main-mainnya. "Tak datang" Tak enak badan?"
"Ya, puteri We tak enak badan. Semalam tak dapat tidur dan pelayannya memberi tahu bahwa masuk angin!"
"Beri Bodrex!"
"Apa?"
"Obat masuk angin itu. Beri dia sebutir dan setelah itu akan sembuh!"
"Hm, tuan puteri sudah kerokan, Fang Fang. Beliau lebih cocok dengan pengobatan alamiah begini dan kau tak usah bergurau. Hari ini kencan ditunda, kau besok diminta datang!"
Fang Fang kecewa. "Sylvia," katanya tak percaya. "Benarkah semua kata-katamu ini atau kau mainmain saja?"
"Kau kira aku bohong?" si pirang melotot. "Jaga mulutmu, Fang Fang. Atau aku tak mau bertemu denganmu lagi!"
"Hm, maaf," pemuda ini melihat kesungguhan si nona. "Aku tak mencurigaimu, Sylvia. Hanya aku penasaran. Baiklah, besok aku datang dan kuharap puteri We mau menemui aku!" Fang Fang berkelebat, kecewa meninggalkan gadis pirang itu dan keesokannya dia benar-benar datang lagi. Sylvia menemui namun kembali tak bersama tuan puteri. Fang Fang terbelalak dan mengerutkan keningnya. Dan ketika gadis itu berkata sang puteri belum sembuh maka dia diminta untuk datang lagi keesokan harinya.
"Aku mengecewakanmu. Tapi apa boleh buat, sang puteri belum sembuh!"
Fang Fang membanting kaki. Untuk kedua kalinya dia diminta datang lagi, pada hari ketiga. Dan ketika hari itu dia datang namun sang puteri menyatakan belum sembuh maka sampai hari ke tujuh pemuda ini nyaris kehilangan kesabarannya.
"Sylvia, kau jangan mainmain. Kalau sang puteri tak mau bilang saja tak mau. Aku tak suka dipermainkan!"
"Hm, kenapa marah kepadaku" Aku tak mempermainkanmu, Fang Fang. Dan tak selayaknya sebagai pemuda yang katanya jatuh cinta lalu kau tak mampu mengendalikan diri begini. Aku hanya perantara, orang yang kausuruh. Kenapa marah dan melotot padaku" Kalau kau tak percaya silahkan masuk ke dalam saja, cari puteri itu dan terima resikonya kalau kau kena damprat! Cih, ini suratnya dan kau boleh lihat buktinya!" Sylvia melempar sepucuk surat, marah membalikkan tubuhnya dan Fang Fang tertegun menyambar surat itu, surat dari puteri We! Dan ketika pemuda ini membaca dan berdebar keras maka sang puteri menjanjikan untuk menemuinya besok, pada hari kedelapan.
"Aku sudah sembuh. Tapi belum pulih benar. Kalau kau serius silahkan datang besok. Pasti aku menjumpaimu!"
Fang Fang melonjak. Hampir dia berteriak girang saking gembiranya membaca surat ini. Tulisan yang halus dan indah telah dibacanya dari jari-jari lentik sang puteri. Ah, puteri We seorang gadis sejati, puteri bangsawan yang halus! Dan ketika keesokannya dia datang dan berdebar memandang kiri kanan ternyata Sylvia tak ada dan sebagai gantinya muncullah orang yang dicari-cari, puteri We, namun bersama seorang pemuda, tampan dan gerak-geriknya halus, pemuda bangsawan!
"Ah!" Fang Fang tertegun. "Siapa dia?" dan ketika dua orang itu tampak mendatangi sambil bercakap-cakap dan puteri We tampak memegang mesra tangan kiri pemuda di sampingnya maka Fang Fang pusing dan mata tiba-tiba serasa gelap, berkunang-kunang, cepat menyelinap dan menyembunyikan diri di balik gerumbul dan pemuda ini memperhatikan dengan mata nanar. Sang puteri mendatangi namun Fang Fang justeru bersembunyi. Aneh! Padahal dialah yang mengejar-ngejar dan ingin menemui puteri ini! Dan ketika sang puteri sudah dekat dan Fang Fang mendengar percakapan mereka maka bagai disambar petir pemuda ini mendengar bahwa pemuda tampan yang sikap dan gerak-geriknya halus itu adalah kekasih puteri ini!
"Kanda, di mana Fang Fang" Aneh, dia tak ada. Padahal katanya berjanji dan siap menemuiku di sini. Apakah dia belum datang?"
"Hm, mungkin belum, We-moi (dinda We). Sebaiknya kita tunggu dan duduk di situ. Lihat, ikan emas itu berkejaran dan lucu sekali!" si pemuda menuding, bicara sambil memeluk pinggang ramping itu dan Fang Fang serasa ditikam tombak berkarat. Dia tak tahu siapa pemuda itu namun dapat dilihat si pemuda bersikap mesra dan halus menyambut gadis ini, tertawa dan mengajak puteri We duduk di empang. Kolam di depan mereka memang penuh ikan emas dan tampaklah beberapa di antaranya meloncat dan berenang lagi, lucu dan mengundang tawa namun Fang Fang sama sekali tak bisa ketawa. Saat itu pandang matanya beringas dan marah. Ingin dia melompat dan membentak siapa pemuda itu. Tapi ketika dia dapat menahan perasaannya dan puteri jelita yang dicintainya itu duduk di samping si pemuda maka puteri We terkekeh sambil menuding pula.
"Ih, lucu, kanda. Ikan emas terkecil itu meloncat tinggi!"
"Ya, dan yang besar mengejar-ngejar. Ha-ha, lucu sekali, We-moi. Ah, ikan-ikan itu sungguh menggelikan dan lucu" plung!" seekor meloncat ke atas, jatuh dan berenang lagi ke air dan Fang Fang terkejut melihat si pemuda terbahak sambil mendaratkan sebuah ciuman di pipi sang puteri. Dan ketika puteri We terkekeh dan balas mendaratkan ciumannya di pipi pemuda itu maka semangat Fang Fang seakan terbang.
Untuk selanjutnya pemuda ini mendengar tawa dan gurauan keduanya. Puteri We terkekeh-kekeh dan beberapa kali mendapat ciuman mesra, tak lama kemudian sudah cubit-cubitan segala dan panaslah muka Fang Fang melihat adegan itu. Dan ketika sang puteri mau dicium bibirnya namun mengelak membuat hati Fang Fang terguncang maka pemuda ini tak tahan lagi dan berkelebat keluar taman. Dia tak kuat dan tak dapat menahan perasaannya lagi. Akhirnya dia tahu bahwa pemuda kekasih puteri We adalah putera Ong-taijin. Dan ketika dia lenyap mengerahkan ginkangnya dan meremas serta mengepal tinju maka di dalam kamar pemuda ini membanting dan menendangi meja kursi.
"Prang-prang!" pot-pot bunga hancur berantakan. Fang Fang telah meremas dan menendangi apa saja. Tempat tidur-nyapun juga menjadi sasaran dan kasurnya mubal-mubal. Sambil memaki-maki pemuda itu Fang Fang tak henti-hentinya mengutuk. Namun ketika dia semakin kalap dan beringas mengumpat caci tiba-tiba pemuda ini ingin datang lagi ke kolam dan menghajar putera Ong-taijin itu.
"Keparat, enak benar. Aku tak boleh meninggalkan pemuda itu begitu saja. Terkutuk, kubunuh kau, bocah she Ong. Dan rasakan kedatanganku" wut!" Fang Fang keluar dari kamarnya, marah dan menggeram-geram dan seluruh isi dadanya serasa terbakar oleh kejadian itu. Ciuman berkali-kali yang mendarat di pipi sang puteri membuat Fang Fang lupa diri. Pemuda ini ingin mengamuk dan membunuh pemuda itu, putera Ong-taijin. Ah, putera kaisarpun akan dia bunuh dan hajar kalau sudah menyakiti hatinya seperti itu. Tapi ketika dia berkelebat dan mendobrak pintu kamarnya tiba-tiba Sylvia telah berdiri di situ, ngeri dan gentar tapi juga tak senang!
"Fang Fang, kau kesetanan. Sepak terjangmu tak terpuji! Mau ke mana kau dan akan melakukan apa?"
"Hah!" Fang Fang membentak terkejut "Aku mau membunuh pemuda she Ong itu, Sylvia. Tapi mau apa kau kesini dan berdiri di depan pintuku!"
"Kau sudah bertemu puteri We?"
"Ya, dan jahanam she Ong itu. Aku ingin membunuhnya dan kau minggirlah" wut!" Fang Fang mendorong, tangan bergerak dan Sylvia tahu-tahu terpelanting. Dan ketika pemuda itu berkelebat dan melanjutkan larinya maka gadis ini berteriak memanggil Fang Fang.
"Tunggu, aku mau bicara!" dan ketika sebuah lasso atau tali panjang dilempar dan menjirat kaki pemuda ini maka Fang Fang terbanting dan kaget tak menyangka.
"Bluk!" pemuda ini marah sekali. Sylvia melassonya seperti melasso seekor kuda liar saja. Fang Fang tak melihat lemparan itu dan juga tak menduga. Dan ketika dia terguling-guling dan roboh melompat bangun maka Sylvia sudah menggigil di depannya dengan tali panjang itu, persis matador yang siap melawan banteng!
"Kau jangan gila. Ingat dan sadarlah! Ong-kongcu memang kekasih puteri itu dan kau tak berhak mengganggunya! Eh, mana bukti kata-katamu selama ini bahwa kau tak suka memaksa wanita, Fang Fang" Mana kejantananmu dan kegagahan yang kaugembar-gemborkan itu" Ong-kongcu memang pilihan sang puteri, dan kau tak dapat memaksanya atau berarti kau menjilat ludahmu sendiri!"
Fang Fang terkejut. "Apa kau bilang" Aku" aku?"
"Ya, kau pengecut, Fang Fang. Kau tak jantan! Kalau sang puteri sudah mencintai gadis lain dan kau tak diterimanya maka tak boleh kau mengamuk dan marah-marah begini. Atau kau akan kehilangan harga dirimu dan aku yang semula mengagumimu juga akan memandangmu sebagai laki-laki pengecut yang tak tahu malu!"
Fang Fang pucat. Dia tergetar dan terhuyung mundur. Kata-kata dan makian gadis ini bagai pedang berkarat yang menusuk-nusuk jantungnya. Bukan main pedihnya, bukan main tajamnya. Dan ketika Fang Fang terbelalak dan gemetar meman. dang lawan maka Sylvia sudah bertolak pinggang dan menantangnya untuk menyerang, kalau pemuda itu marah-marah dan benci kepadanya.
"Kau telah mendengar kata-kataku. Nah, serang atau bunuh aku kalau kau sakit hati!"
"Tidak"!" Fang Fang menggigil, terduduk menutupi mukanya. "Kau benar, Sylvia. Kau tidak salah. Tapi hati ini, ah" betapa sakitnya!" dan Fang Fang yang berguncang menahan tangis tiba-tiba keluar air matanya dan mengguguk. Untuk pertama kali Fang Fang menangis dan semua kata-kata si gadis pirang itu amatlah tajamnya. Dia tak dapat marah karena memang begitulah kenyataannya. Dia sendiri pantang memaksa wanita seperti kata-katanya sendiri terhadap Sylvia. Jadi memalukan rasanya kalau untuk itu dia akan menyerang dan membunuh Ong-kongcu. Ah, sebuah niatan sesat! Dan ketika Fang Fang tersedu namun cepat dapat menguasai hatinya lagi maka Sylvia terharu dan sudah mendekati dirinya, menepuk lembut pundaknya itu.
"Fang Fang, seminggu yang lalu aku sebenarnya sudah tahu bahwa puteri We saling mencinta dengan putera Ong-taijin. Tapi karena takut salah paham dan kau tidak percaya maka kubiarkan itu sampai kau melihat sendiri. Maaf, hal ini memang menyakitkan tapi kau adalah seorang laki-laki gagah. Berdirilah, dan pandang dunia dengan kepala tegak!"
Fang Fang tertegun. Sylvia sudah menariknya bangun dan gadis kulit putih itu mengecup pundaknya, tergetar dia. Dan ketika Fang Fang tersentak karena baru kali ini pundaknya dicium gadis, yang baru dikenal dan belum ada sebulan maka dia terbelalak lagi melihat gadis itu tersenyum padanya, manis bukan main.
"Kedukaan bukan untuk dituruti. Kalau sudah maka sebaiknya dilupakan. Bukan kau seorang yang pernah patah hati!"
Fang Fang melebarkan matanya. "Sylvia.." katanya gemetar. "Kau menghibur aku" Kau" kau seorang wanita coba menyadarkan seorang pemuda?"
"Hm, masalah cinta memang masalah yang berat, Fang Fang. Dan terus terang aku kagum akan cintamu terhadap puteri We itu. Tergila-gila padanya kau sampai tidak melihat wanita lain. Bayanganmu hanya dialah yang tercantik dan terpuja! Hm, sedemikian besarkah cintamu padanya, Fang Fang" Dan benarkah cintamu adalah cinta yang suci?"
"Aku mencintainya, lahir batin!"
"Benar, tapi cinta lahir batin belumlah berarti cinta yang suci, Fang Fang. Karena cinta yang berlandaskan nafsu juga menampakkan dirinya sebagai cinta yang lahir batin!"
"Kau, eh" kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya. Tapi melihat keberingasanmu tadi aku justeru meragukannya bahwa cintamu adalah baik, suci. Karena cinta yang suci sebenarnya tidaklah begitu penuh nafsu membunuh dan ingin menghancurkan orang yang katanya dicinta!"
"Aku tak mengerti?"
"Kau duduklah," gadis ini tertawa halus, menarik lengan Fang Fang. "Definisi cinta aku juga tidaklah mengerti benar, Fang Fang. Tapi kurang lebih dapat kutangkap inti sarinya. Marilah, dengarlah apa yang kukatakan ini." dan duduk mendampingi pemuda itu gadis ini bertanya dengan mata bersinar-sinar.
"Kau benar-benar mencintai puteri itu"
"Ya, kau tahu!"
"Hm, jangan terburu. Yang kutahu adalah kulitnya, Fang Fang. Isinya, dalamnya, aku tidak tahu?"
"Kau aneh!" Fang Fang mendongkol. "Tujuh hari menunggu sia-sia adalah bukti cintak, Sylvia. Itu isi sekaligus dalam yang sudah kau tahu?"
"Bukan begitu," gadis ini berkata tenang. "Apa yang tampak memang rupanya begitu, Fang Fang. Tapi apa yang sesungguhnya terjadi belum tentu seperti itu."
"Kau aneh..!"
"Bukan, kau yang tidak tahu!" dan membetulkan letak kakinya gadis ini lalu tersenyum menyambung, "Fang Fang, tahukah kau bagaimana sebenarnya cinta yang baik itu" Tahukah kau apa seharusnya yang kaulakukan untuk orang yang kau cinta itu?"
"Hm, apa, ya" Banyak, Sylvia. Aku ingin bersenang-senang dan berbahagia dengan orang yang kucinta itu!"
"Jawaban yang picik, dangkal. Hm, bagaimana kalau orang yang kau cinta itu ternyata tak menyambut cintamu" Kau lalu marah, bukan" Kau lalu menjadi tak senang?"
"Ini, eh" itu wajar! Gagal dalam bercinta memang menimbulkan semacam perasaan tak senang, Sylvia. Dan aku memang sakit hati!"
"Itu yang salah. Dan kau terjebak dalam ego!"
"Ego?"
"Ya, rasa ke-aku-an. Jawabanmu tadi jelas menunjukkan ke-aku-anmu dan bukan definisi cinta yang baik. Jawabanmu tadi jelas ingin menyenangkan dirimu sendiri dan bukannya orang yang kau cinta!"
Fang Fang tertegun. "Sylvia, kau tampaknya enak saja dapat menyalahkan carang lain. Kau tampaknya sudah mengenal betul tentang apa cinta itu! Baik, kalau begitu bagaimana sebenarnya" Kau dapat memberi keterangan dan penjelasan padaku" Coba". coba, anak yang manis. Kaukatakan padaku bagaimana definisi cinta yang benar itu!"
"Aku terus terang baru pada taraf belajar," gadis ini tak menghiraukan ejekan Fang Fang. "Tapi ada sesuatu yang kuyakini, Fang Fang. Dan keyakinanku ini mantap!"
"Hm, cobalah katakan itu. Apa keyakinanmu dan bagaimana kalau kau yang mengalami hal seperti ini!"
"Pertama aku tak akan marah pada siapapun, apalagi orang yang kucinta?"
"Ha-ha, omongan gampang! Lalu?"
"Lalu aku akan introspeksi diri, Fang Fang. Melihat sedalam-dalamnya isi cintaku itu apakah tidak melenceng atau lurus!"
"Sylvia," Fang Fang tertawa bergelak. "Kau bagai seorang filsuf yang coba mengajari muridnya! Baiklah, bagaimana selanjutnya" Bagaimana tentang cinta itu sendiri?"
"Cinta tak dapat dirumuskan?"
"Tapi kau bilang dapat mendefinisikan!"
"Nanti dulu. Jangan buru-buru memotong pembicaraanku, Fang Fang. Yang kumaksud tak dapat dirumuskan ialah apabila kita hendak mendefinisikan secara sempurna. Cinta itu aneh. Kalau mau dikurung dia keluar. Tapi sementara ia bebas beterbangan rasanya kita dapat menangkap dan mengurungnya!"
"Aku bingung?"
"Begini, ada sebuah kata-kata bijak dari negeriku. Kau mau dengar" Nah, cobalah ini, Fang Fang. Renungkan dan amati kebenarannya. Aku mau menulis!" dan si cantik yang mengambil pensil dan kertas lalu mulai mencorat-coret dalam bahasa asing, dipandang dan kontan saja alis Fang Fang berkerut. Dia tak mengerti, tak dapat membaca. Namun ketika empat kalimat selesai ditulis maka Sylvia mengejanya, satu per satu menuding serta menunjuk kalimat-kalimat di atas kertas itu:
Love can"t be explained It can"t be controled One day it"s warm But next day it"s cold
"Nah," gadis ini tak menghiraukan lawan bicaranya yang mendelong. "Kau tahu arti kata-kata ini, Fang Fang" Kau suka kuterjemahkan?"
"Ya-ya"!" Fang Fang mengangguk. "Aku seperti bebek buta yang tak tahu apa-apa, Sylvia. Coba kauterjemahkan itu dan terangkan apa artinya!"
"Kuterjemahkan secara bebas saja," gadis ini tampak berseri-seri, gembira. "Artinya kurang lebih begini, Fang Fang. Lihat ini!" dan ketika gadis itu menunjuk dan menulis lagi maka empat kalimat ditu lisnya cepat"
Cinta tak dapat diterangkan la tak dapat dikontrol Suatu hari ia hangat Tapi di lain hari ia dingin!
"Ha-ha!" Fang Fang terbahak meledak "Kau bisa bicara seperti itu, Sylvia" Kau pernah mengalami cinta" Wah, hebat sekali. Pantasnya dikeluarkan oleh orang-orang tua!"
"Hm, tidak," gadis ini menggeleng. "Aku sendiri belum pernah mengalami dan merasakan seperti ini, Fang Fang. Yang bicara begitu adalah orang lain, orang yang sudah pengalaman, sang arif bijaksana!"
"Sang arif bijaksana" Jadi bukan kau?"
"Sudah kubilang tadi bahwa ini adalah nasihat atau kata-kata dari negeriku. Di Barat sana orang telah mengenal kalimat-kalimat ini. Sekarang kubawa dan kuperkenalkan kepadamu."
"Wah, hebat. Tapi agaknya benar. Ah, entahlah. Hanya orang-orang yang sudah berpengalaman dan berumah tangga saja yang agaknya dapat membenarkan atau menyalahkan kata-kata itu. Ha, satu hari ia hangat. Tapi di lain hari ia dingin! Ha-ha, kau lucu, Sylvia. Tapi sedikit banyak aku merasakan benarnya juga!" Fang Fang termenung, teringat beberapa orang kekasihnya dan tiba-tiba ia menarik napas dalam. Dipikir-pikir ada betulnya juga nasihat itu. Cinta kadang-kadang aneh. Suatu hari ia hangat tapi di lain hari ia dingin. Ah, seperti hubungannya dengan Eng Eng dan lain-lainnya itu. Seminggu dua minggu hangat tapi di hari-hari berikut memang terasa agak acuh, dingin. Barangkali karena "panasnya" cinta sudah disalurkan, mereda dan menurun "tensi"-nya hingga menjadi dingin, tak bernafsu. Dan ketika dia teringat akan kekasih-kekasihnya yang ditinggal dan seorang di antaranya malah mengandung maka Fang Fang tersenyum pahit dan tanpa terasa ia batuk-batuk
"Kenapa?" Sylvia bertanya. "Kau merasa geli?"
"Tidak," Fang Fang berkata serius. "Aku hanya kagum kepada kata-katamu ini, Sylvia. Cinta memang aneh, tak dapat diterangkan. Eh, apakah sebenarnya cinta itu" Apakah sebenarnya ia?"
"Secara lengkap tak dapat diurai. Tapi secara sepotong-sepotong barangkali dapat disebutkan bahwa cinta, khususnya antara lelaki dan perempuan didorong oleh perasaan ingin bersatu. Baik jasmani maupun rohani. Sebuah keinginan jiwa untuk berbagi rasa dan mendapat kenikmatan!"
"Kenikmatan?"
"Ya, tanpa adanya kenikmatan tak mungkin lelaki ataupun perempuan jatuh cinta, Fang Fang. Tanpa adanya kenikmatan tak mungkin ada perasaan ingin bersatu?
"Hm-hm, benar!" Fang Fang teringat petualangan-petualangannya dengan kekasih-kekasihnya di atas gunung. "Kenikmatan-kenikmatan itu memang mendorong laki-laki atau perempuan untuk menemukan pasangannya, Sylvia. Kita tergerak dan terdorong oleh kenikmatan-kenikmatan ini! Mengagumkan, bagaimana kau tahu?"
"Aku tahu hanya dari membaca buku."
"Hm, dan itu tadi juga dari buku?"
"Sebagian, tapi sebagian lagi kutahu dari orang-orang tua atau para bijak."
"Wah-wah!" Fang Fang memuji. "Pengetahuanmu luas, Sylvia. Kau agaknya rata-rata di atas kecerdasan gadis-gadis negeri ini!"
"Tidak begitu," gadis ini merendah. "Aku biasa-biasa saja, Fang Fang. Kalau mereka banyak yang belum tahu mungkin karena lingkungan dan kebudayaan. Diatas yang pandai masih ada yang lebih pandai, di atas yang cerdas masih ada yang lebih cerdas. Aku tak berani menerima pujianmu!"
"Hm, kembali masalah tadi," Fang Fang berkedip-kedip, mulai dapat menenangkan perasaannya setelah diguncang oleh peristiwa puteri We. "Bagaimana pendapatmu tentang cintaku kepada puteri We, Sylvia" Bagaimana kau bilang cintaku tak bersih atau suci?"
"Jelas, cintamu didominir keakuan, Fang Fang. Nyaris dibentuk oleh ego. Dan karena cintamu dikuasai ego maka cintamu sesunggunya kotor dan nafsu belaka!"
"Heh!?" pemuda ini terkejut, muka tiba-tiba merah. "Kotor" Hanya nafsu belaka?"
"Ya, karena kalau tidak maka tak akan tampak sikap-sikap beringas seperti yang kauperlihatkan tadi, Fang Fang. Karena bahagia denganmu atau orang lain tak masalah di sini. Hal itu nomor dua!"
"Aku tak mengerti, coba terangkan," Fang Fang berkerut dalam. "Kata-katamu tak jelas benar, Sylvia. Coba terangkan padaku bagaimana bisa begitu!"
"Baik, kutanya kau. Kalau kau mencinta puteri We, dengan cinta yang tulus dan lahir batin apakah yang kau harap dari puteri ini" Kau ingin membahagiakan nya atau menghancurkannya?"
"Tentu saja membahagiakan!" Fang Fang cepat menjawab. "Tak ada orang berniat menghancurkan orang yang dicintanya, Sylvia. Kecuali orang gila!"
"Nah, dan kau hampir saja jadi orang gila! Kalau kau waras dan tidak gila tentu kau tak akan menghancurkan kebahagia an puteri ini, Fang Fang. Tapi dengan sepak terjangmu tadi nyaris saja kau menghancurkan kehidupan orang yang kau cinta!"
"Mana bisa?" pemuda ini melotot. "Menghancurkan bagaimana, Sylvia" Apa yang kuhancurkan" Yang hendak kubunuh dan kuhancurkan tadi adalah Ong-kongcu, bukan sang puteri!"
"Benar, tapi efek sampingnya terkena sang puteri juga, Fang Fang. Karena begitu kaubunuh pemuda she Ong itu maka seumur hidup sang puteri mengalami kehancurannya karena Ong-kongcu adalah kekasihnya, orang yang dicintanya! Membunuh Ong-kongcu sama juga dengan membunuh sang puteri. Hanya bedanya kau tak. membunuhnya langsung sementara pemuda she Ong itu kauhabisi. Tapi hasilnya sama, kau menciptakan kedukaan pada orang yang kau cinta, bukannya kebahagiaan!"
"Ini" ini?" Fang Fang bingung. "Eh, ini debat kusir, Sylvia. Kau mulai mengacau dan bicara yang membingungkan!"
"Tidak, kalau kau tidak emosi. Tapi kau naik darah, Fang Fang. Membicarakan pemuda she Ong itu tiba-tiba temperamenmu naik!"
"Itu karena aku membencinya!"
"Benar, tapi orang yang kau benci itu justeru dicinta sang puteri! Nah, beranikah kau berkata bahwa kau memberikan kebahagiaan pada puteri ini" Beranikah kau berkata bahwa dengan membunuh Ong kongcu kau membuat sang puteri bahagia!?
"Eh!" Fang Fang tertegun. "Ini, eh., ini tak wajar, Sylvia. Kau menjebak aku dalam lingkaran setan yang membingungkan!"
"Hm, tidak bingung, kalau kau berpikiran jernih. Coba, kuulangi lagi. Apakah yang kauinginkan dari sang puteri, Fang Fang" Kebahagiaannya atau kehancurannya?"
"Kebahagiaannya?"
"Nah, kalau begitu bagaimana jika ia menjawab bahwa ia sudah merasa berbahagia dengan Ong-kongcu" Bagaimana sikapmu bila ia sudah menyatakan kebahagiaannya dengan pemuda pilihannya itu" Haruskah ia kautarik dan kaupaksa agar tunduk dan cinta padamu" Haruskah ia kauputuskan dengan kasar dan keji dengan pemuda pilihannya itu" Jawab, apa yang akan kaulakukan bila puteri We sudah menyatakan pendiriannya seperti itu, Fang , Fang. Bahwa ia sudah merasa berbahagia y dan senang dengan Ong-kongcu!"
Fang Fang tergetar hebat. "Ini" ini sukar kuterima. Rasanya tak mungkin puteri itu bahagia dengan Ong-kongcu!"
"Eh, omongan ngawur! Yang bersangkutan sendiri sudah bilang begitu, Fang Fang. Kenapa kau yang orang lain dapat bicara yang tidak-tidak" Siapakah yang menjalani ini" Kau atau dia?"
"Benar, tapi" tapi?"
"Nah, kau tak rela, bukan" Kau tak senang dan tetap menginginkan sang puteri agar tetap menjadi milikmu?"
"Benar, tapi?"
"Tak ada tapi. Kalau begitu kata-katamu sendiri sudah kaujilat, Fang Fang. Bukan kebahagiaan sang puteri yang kauinginkan melainkan kebahagiaan dan kesenangan dirimu sendiri! Kau munafik, bicara begini tapi kenyataannya begitu! Kau tak jantan. Bukan menepati omongan sendiri melainkan justeru mengingkari dan membohonginya habis-habisan! Eh, sebagai murid Dewa Mata Keranjang tak pantas kau menjilat ludah, Fang Fang. Betapapun pahit atau hancurnya perasaanmu tapi ego harus dikekang. Atau kau akan terjerumus dalam nafsumu pribadi dan bukan kebahagiaan sang puteri yang kau minta melainkan kebahagiaan atau kese-nanganmu sendiri. Inilah!"
Fang Fang pucat pasi. Diberondong dan diteror habis-habisan oleh kata-kata semacam ini tiba-tiba dia tergetar dan menggigil hebat. Celaka sekali, dia tak dapat menjawab. Apa yang dikata si nona ternyata benar dan tak dapat dia sangkal. Ah, benar. Kalau begitu bukan kebahagiaan sang puteri yang dia inginkan melainkan kebahagiaannya sendiri, kesenangannya sendiri! Dan ketika Fang Fang tertegun dan pucat tak dapat menjawab itu maka Sylvia bangkit berdiri memandangnya berapi-api, penuh semangat.
"Bagaimana, Fang Fang" Kau dapat menerima dan mengakui ini?"
"Beb" betul. Kau" kau benar, Sylvia Tapi hati ini, ah" sukar rasanya ditekuk!"
"Bukan hati yang sukar melainkan pikiran, otakmu, ke-aku-anmu. Ego selamanya begitu karena ego menghendaki pementingan diri sendiri, pemuasan nafsunya?"
"Dan kau?" pemuda ini terbelalak, kagum namun juga ngeri. "Bagaimana semuda ini dapat mengetahui semuanya itu, Sylvia" Siapakah gurumu" Dari mana kau dapat memiliki kata-kata bijak begini?"
"Hm, guruku adalah buku, Fang Fang. Juga pengalaman sehari-hari. Aku meliat kenyataan itu hampir di seluruh negeri. Sudut-sudut dunia penuh dengan orang-orang muda yang salah kejadian begini. Mereka dikuasai nafsunya, sang ego. Mereka tak sadar bahwa sebenarnya mereka mengejar kebahagiaan dan kesenangannya sendiri, bukan kebahagiaan atau kesenangan orang yang dicinta!"
"Lalu, kalau begitu". bagaimana?"
"Yach, biarkan orang yang dicinta itu menemukan kebahagiaannya, Fang Fang. Kalau dia merasa mendapatkan kebahagiaannya dengan orang lain ya kita relakan. Toh kita sendiri juga tak dapat menjamin apakah kelak dia akan berbahagia dengan kita, kalau sudah berumah tangga!"
"Hm-hm!" Fang Fang takjub. "Kau hebat sekali, Sylvia. Belum pernah kata-kata seperti ini meluncur dari mulut guruku. Ah, kau wanita hebat, gadis berotak cemerlang"
"Hi-hik, kau minta uang kecil atau besar?"
"Maksudmu?"
"Kau memuji seperti pengemis mengharap berkah! Nah, katakan minta uang kecil atau besar!"
"Ha-ha!" dan Fang Fang yang tertawa bergelak mengerti itu tiba-tiba menyambar dan menangkap lengan gadis ini. "Sylvia, kau terlalu. Nakal! Eh, siapa mengharap uang kecil atau besar" Kalau aku mengharap darimu maka persahabatan kekal dan komunikasi yang enak yang kudambakan. Ha-ha, tak kusangka bahwa kau seorang gadis asing bisa bicara begitu luwesnya. Aih, aku kagum, Sylvia. Terus terang aku kagum!"
"Sudahlah," gadis ini gembira, menarik lengannya. "Kita sekarang mau ngobrol saja atau mau melakukan sesuatu?"
"Ha-ha, apa yang akan kita lakukan" Aku sudah sadar, aku tak akan mengejar-ngejar puteri We lagi!"
"Sungguh?"
"Sumpah, demi dirimu!" dan Fang Fang yang menyambar serta meraih lagi tangan orang tiba-tiba mencium jari-jari lentik itu, berbisik gemetar mengucap terima kasih. "Sylvia, terima kasih banyak atas nasihatmu. Sungguh tak tahu aku harus membalas bagaimana budimu yang besar ini. Aku tak akan melupakannya seumur hidup, kau bijak dan arif sekali!"
Sylvia gemetar. Dicium dan diperlakukan begitu sungguh-sungguh oleh pemuda ini entah kenapa tiba-tiba gadis itu menggigil. Sudah sering dia menerima ciuman dari ayah atau kakaknya, ciuman di pipi atau tangan di mana pemuda-pemuda seperti Leo dan Michael juga sering melakukan itu. Tapi begitu Fang Fang yang melakukannya dan jari-jarinya diremas begitu lembut dan penuh bahagia tiba-tiba gadis ini merasa terharu dan seketika kerongkongannya serasa tercekik!
"Fang Fang," gadis ini hampir tak dapat bersuara. "Sudahlah tak perlu berlebih lebihan kau menyatakan terima kasihmu itu. Aku suka bersahabat denganmu. Kau ternyata laki-laki gagah dan pemuda yang jujur, terbuka. Sudahlah, aku juga gembira bertemu denganmu dan tak usah mengucap terima kasih. Jelek-jelek aku juga mengagumimu karena kau hebat dan lihai!"
Fang Fang mundur, bersinar-sinar memandang gadis ini. "Hm, bicara tentang lihai dan hebat tiba-tiba aku teringat janjiku, Sylvia. Mari, kita keluar kota raja dan kubayar hutang ginkangku padamu?"
"Kau"!" gadis ini terkejut, mata pun tiba-tiba bercahaya. "Kau mau memberikan ilmu meringankan tubuhmu itu" Kau tidak menunggu gurumu?"
"Guruku pergi tak tahu kembalinya, Sylvia. Menunggu guruku itu tak tetap kepastiannya. Aku percaya padamu, aku akan bertanggung jawab pada suhu. Mari, kita keluar kota dan belajarlah ginkang yang kumiliki!" dan begitu Fang Fang tertawa dan menyambar lengan gadis ini tiba-tiba pemuda itu lenyap dan sudah keluar dari istana, melayang dan berlari cepat dan akhirnya terbang seperti iblis. Sylvia kagum dan mendecak berkali-kali ketika harus diangkat atau ditarik melewati tempat-tempat yang tinggi, tembok-tembok istana atau dinding kota raja umpamanya. Dan ketika tak lama kemudian pemuda ini sudah meluncur dan terbang menuju hutan maka gadis ini bersorak tak habis-habisnya.
"Aih, hebat. Wah, perlahan sedikit, Fang Fang. Mukaku panas tertiup angin kencang!" atau, ketika bajunya berkibar dan serasa mau robek gadis ini berteriak, "Hei, pelahan sedikit. Tubuhku terlecut ujung baju yang berkibar!"
Fang Fang tertawa-tawa. Dia terlampau gembira dan kagum kepada gadis kulit putih ini. Semuda itu Sylvia sudah mempunyai pandangan tentang cinta. Ah, betapa mengagumkan dan mencengangkan Dan ketika dia memperlambat larinya karena hutan sudah di depan mereka maka akhirnya dia berhenti sama sekali menurunkan gadis itu.
"Hai, sudah sampai. Rambutmu awut-awutan!"
Sylvia berseri-seri. Mengangguk membetulkan rambutnya yang pirang namun lebat gadis ini tertawa-tawa pula memandang Fang Fang. Dua pasang mata beradu dan Fang Fang kagum bukan main. Bola mata yang biru jernih itu tampak begitu hidup dan bercahaya, tertawa dan berkelap-kelip bagai bintang di langit yang hitam, kontras menawan dan tak terasa Fang Fang memuji kagum. Dan ketika pemuda ini bertepuk dan melepas pujiannya dengan terang-terangan maka gadis itu semburat dan bersemu dadu.
"Kau cantik! Aih, bagai dewi sorga yang turun ke bumi! Huwaduh, bola matamu begitu hidup dan jernih, Sylvia. Baru kali ini kusaksikan kecantikan gadis asing yang luar biasa!"
"Ih, aku masih kalah dengan puteri We?" Sylvia memperingatkan, malu namun juga girang. "Seminggu ini kita sudah berkenalan namun tak pernah kau memuji kecantikanku, Fang Fang. Berarti aku masih kalah dengan puteri itu dan aku bukan apa-apa!"
"Tidak!" Fang Fang tertawa, menyambar lengan orang. "Kau jelita dan cantik sekali, Sylvia. Kupikir-pikir dan kutanding-tandingkan kau tak kalah dengan puteri itu. Bahkan kau memiliki kelebihan, mata yang jernih dan biru dalam ini. Ah, kau memiliki kelebihan yang lain lagi, rambutmu yang pirang dan indah!"
Sylvia tertawa. "Fang Fang, jangan memuji berkali-kali. Kau seperti pemuda yang lagi dimabok cinta!"
"Ha-ha, memangnya kenapa" Jatuh cinta kepada gadis macam dirimu ini tak rugi, Sylvia. Bahkan sebuah keberuntungan! Tapi, ah" aku mainmain. Orang yang baru patah hati tak mungkin begitu cepat jatuh hati lagi. Ha-ha, maaf, Sylvia. Aku mainmain dan jangan kau marah!" lalu mundur dan melepas tangan orang Fang Fang mulai bersungguh-sungguh bicara tentang ilmu meringankan tubuh, tak melanjutkan kata-katanya tadi dan dia tak tahu betapa berdebar dan girang rasanya hati gadis ini ketika Fang Fang bicara tentang jatuh cinta, memandang pemuda itu dengan mata bersinar-sinar namun cahaya mata ini segera hilang lagi begitu Fang Fang mengalihkan perhatian, bukan bicara tentang itu lagi melainkan tentang ilmu meringankan tubuh. Dan ketika hari itu Fang Fang terobati lukanya dengari cepat akibat pergaulannya dengan gadis ini maka ginkang atau ilmu meringankan tubuh diberitahukan pemuda itu kepada temannya, berlatih dan mengajak gadis kulit putih ini mempelajari ginkang warisan Dewa Mata Keranjang. Tentu saja hebat dan Sylvia girang bukan main. Ternyata gadis ini sudah memiliki dasar-dasar meringankan tubuh dan pelajaran yang didapat dari Fang Fang diterima dengan mudah, ditunjang dengan otaknya yang cerdas pula cepat saja gadis ini melalap apa yang diajarkan Fang Fang. Dan ketika hari itu Sylvia mulai berlatih ginkang yang dimiliki Fang Fang maka seminggu kemudian dia sudah mulai dapat terbang dan melompati tembok-tembok yang tinggi, seperti Fang Fang!
"Ain, ha-ha! Aku dapat melewati pucuk cemara ini, Fang Fang. Lihat, aku mampu pula hinggap dari pucuk yang satu ke pucuk yang lain" wut-wut!" Sylvia mendemonstrasikan ilmu meringankan tubuhnya, hasil pelajaran dari Fang Fang dan Fang Fang kagum. Kecerdasan dan semangat besar yang dimiliki gadis ini ternyata membuat Sylvia cepat sekali menguasai ilmu meringankan tubuh itu. Dan ketika Fang Fang mengajak pulang balik dari kota raja ke hutan itu maka Sylvia sudah mampu melayang sama ringan dan berendeng sama tinggi dengan Fang Fang, ketika harus melompati tembok gerbang yang tinggi itu.
"Wah!" Fang Fang memuji. "Kau hebat, Sylvia. Kemajuanmu pesat sekali. Ah kau benar-benar berotak cerdas dan cemerlang!"
"Hi-hik, tanpa guru macammu tak mungkin semuanya ini kuperoleh, Fang Fang. Kaulah yang patut dipuji karena tak bosan-bosannya kau melatih aku!"
Dua muda-mudi ini berlomba. Sylvia terkekeh di samping Fang Fang sementara Fang Fang sendiri mengerahkan ginkang nya untuk berlari cepat. Gadis itu dipaksa mengerakan segenap kekuatannya untuk berendeng, selama sepuluh li dapat menjaga jarak namun akhirnya tak kuat gadis ini, terengah dan Fang Fang kasihan memperlambat larinya. Dan ketika hutan mereka capai dalam waktu semenit saja maka Sylvia roboh terguling karena kehabisan tenaga, harus berpacu dengan Fang Fang.
"Wah, tak kuat aku. Kau menang!"
"Ha-ha!" Fang Fang gembira bukan main. "Kau tidak kalah, Sylvia. Hanya kurang matang berlatih. Percayalah, setahun dua tahun kau melatih ginkangmu ini maka larimupun akan secepat aku!" Fang Fang membantu gadis itu bangun berdiri, kagum tertawa-tawa dan Sylvia tertawa pula. Keringat yang membasahi tubuhnya nyaris membentuk tubuh itu, tercetak ketat. Dan ketika Fang Fang terpesona dan menelan ludah maka si gadis menegurnya membuat Fang-Fang cepat melengos.
"Ada apa kau memandangku seperti itu! Burukkah aku, Fang Fang" Seperti kun tilanak?"
"Ha-ha," Fang Fang tak berani memandang lagi, darah mudanya bergetar. "Aku, eh" aku kasihan melihat tubuhmu basah kuyup, Sylvia. Kau harus berganti pakaian atau mandi!"
"Aku tak membawa salin. Tapi mandi dalam keadaan berkeringat begini juga tak baik untuk kesehatan. Sudahlah, angin sejak akan mengeringkan pakaianku, Fang Fang. Dan sekarang giliranku akan mengajarimu!"
"Mengajari apa?" Fang Fang heran, tertawa mengira gadis ini mainmain. "Kau tak perlu mainmain, Sylvia. Aku tak perlu minta apa-apa darimu kecuali filsafat-filsafat atau kata-kata bijak yang mungkin belum kauberikan padaku."
"Tidak, aku ingin bersikap adil. Aku ingin mengajarimu menembak, Fang Fang. Mempergunakan pistol Kau suka?"
"Pistol?" Fang Fang tertegun. "Senjata rahasia milik bangsamu itu?"
"Hm, pistol bukan senjata rahasia. Ini adalah senjata api. Kau mau kuajari menembak, Fang Fang" Sebab meskipun ilmu silatmu hebat tapi mempergunakan senjata api tidaklah sama dengan mempergunakan senjata rahasia!"
"Wah, mau kalau begitu!" Fang Fang girang, tertawa untuk menyenangkan hati gadis itu pula. "Aku suka kauajari menembak, Sylvia. Tapi jangan marah kalau otak ku tak secerdas otakmu!"
"Hush, jangan merendah. Kaupun bukan pemuda biasa. Mari, kutunjukkan cara memegang senjata api!" dan si gadis yang tahu-tahu sudah mencabut dan memainkan senjata apinya tiba-tiba berba-, lik dan". dor-dor" sepasang tupai di a-tas pohon kelapa terkapar dengan kepala pecah.
"Nah," gadis ini bangga. "Lihat permainan senjata apiku, Fang Fang. Tanpa melihat dan hanya melirik saja aku mampu menembak jatuh dua tupai itu. Kau tentu dapat berbuat yang lebih hebat lagi. Aku tak akan heran!" dan ketika gadis ini membalik dan memberikan senjata apinya maka Fang Fang berdebar bersentuhan dengan jari-jari halus itu.
"Tanganmu tak boleh gemetar. Tembakanmu meleset nanti!" Sylvia menegur, tak tahu dag-dig-dugnya hati Fang Fang dan dikiranya pemuda itu gemetar karena masalah lain. Dan ketika Fang Fang menyeringai dan menekan perasaan hatinya maka hari itu gadis ini ganti memberinya latihan menembak. Fang Fang tentu saja cepat mahir karena picu di senjata api itu jauh lebih mudah memegangnya dibanding senjata rahasia, yang acapkali harus menekuk jari atau menjepit saja, tinggal bentuk atau model senjata rahasia itu. Dan ketika Sylvia memberikan petunjuk-petunjuknya sementara jari mereka juga kian bersentuhan saja tiba-tiba, eh., pandangan Fang Fang mulai mesra.
"Kau cantik. Aih, cantik sekali"!" Fang Fang sering memuji, mulai melenceng dari pelajarannya dan Sylvia tentu saja menegur. Gadis itu mengira Fang Fang mainmain karena akhir-akhir ini pemuda yang baru patah hati itu memang sering mainmain. Fang Fang sudah mulai dapat melupakan si puteri jelita berkat keberduaannya dengan gadis ini. Entah kenapa akrab dan cocoknya mereka berdua membuat pemuda ini merasa kian dekat saja dengan Sylvia, begitu pula si gadis. Maka ketika Fang Fang bicara seperti itu dan dikira menggoda Sylvia bahkan cemberut dan minta agar Fang Fang tidak bicara yang lain-lain.
"Pusatkan perhatianmu pada pelajaran menembak. Caramu memegang pistol sudan betul tapi arah bidikanmu sering meleset. Kau kurang perhatian dan jangan bergurau eaja!"
"Ya, bu guru?"
"Bu guru?" Sylvia tertawa geli, melotot tapi terkekeh juga. "Jangan mainmain, Fang Fang. Pelajaran menembak belum selesai dan setelah itu aku akan mengajarimu pelajaran menunggang kuda!"
"Wow, menunggang kuda?" Fang Fang terbelalak, tertawa lebar. "Ah, asyik, Sylvia. Aku tentu suka dan tak akan menolak pula!"
"Memangnya kenapa" Kau sudah menaruh minat?"
"Ah, tentu. Asal selalu berdekatan denganmu tentu pelajaran apa saja bakal menarik minatku!" Fang Fang tertawa nakal, membayangkan betapa asyiknya kalau dia dilatih menunggang kuda, bersama gadis ini, berhimpitan, memeluk pinggang ramping itu dan Sylvia tiba-tiba merasa, merah mukanya dan gadis ini memaki juga. Namun karena ia tak marah dan Fang Fang juga selama ini tak menunjukkan kekurangajarannya maka gadis itu meloncat dan mencubit paha pemuda ini.
"Ih, pikiranmu macam-macam. Buruk. Harus dihajar!"
"Augh!" Fang Fang mengaduh, pura-pura kesakitan. ?Ampun, bu guru" ampun..!" lalu ketika keduanya sudah tertawa lagi dan Sylvia melanjutkan pelajarannya maka dua hari kemudian Fang Fang sudah mahir.
"Dor-dorr"!" pemuda ini membalik seperti James Bond, menembak jatuh sebatang jarum yang dilempar Sylvia, yang pecah dan hancur berkeping-keping runtuh ke tanah. Dan ketika Sylvia memuji dan berseru membelalakkan mata maka cepat dan sigap pemuda ini telah memasukkan pistolnya lagi di pinggang, persis koboi yang lagi menang bertanding!
"Ha-ha, bagaimana, Sylvia" Sudah mendapat angka tujuh?"
"Wah, sembilan!" gadis ini terpekik. "Kau hebat dan luar biasa sekali, Fang Fang. Jarum yang kulempar tepat sekali kautembak tanpa menoleh. Kau hanya mengandalkan pendengaran telingamu saja. Mentakjubkan!"
"Ha-ha, dan ini berkat pelajaranmu. Kau juga seorang guru yang baik karena berkat didikanmu maka aku bisa mempergunakan senjata api!" Fang Fang yang ber seri memandang temannya lalu mendapat acungan jempol karena dua hari saja belajar sudah mampu menembak tanpa menoleh, hal yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang ahli yang telah belajar belasan tahun. Fang Fang hanya melatihnya dalam dua hari saja! Dan ketika gadis itu kagum dan Sylvia tentu saja me muji tak habis-habisnya maka latihan menembak sudah dirasa cukup dan kini beralih pada olah raga menunggang kuda, latihan yang juga belum pernah dimiliki Fang Fang karena orang macam Dewa Mata Keranjang itu tak mungkin mengajarkan hal-hal begini pada muridnya!
"Kau bukan joki, dan kau tak perlu berlatih menunggang kuda. Ilmu lari cepatmu sudah melebihi kecepatan kuda balap, Fang Fang. Tak usah berlatih karena tanpa latihan pun sebenarnya kau akan mahir dengan sendirinya!" begitu Dewa Mata Keranjang pernah berkata pada muridnya, hal yang memang tidak salah karena ilmu kepandaian Fang Fang sudah sedemikian tingginya hingga berlatih menunggang kuda adalah hal yang "kecil", kecil sekali. Namun karena kali ini yang meminta dan melatih adalah seorang nonik, seorang gadis kulit putih yang cantik dan tentu saja tak mungkin dikecewakan maka Fang Fang tertawa menerima ajaran berikut.
"Kau harus dapat menunggang kuda sehingga dirimu seolah menjadi satu dengan kuda tungganganmu. Jangan berjarak, melekat dan tempellah seketat mungkin."
"Hanya itu?"
"Ya, dan lihat, Fang Fang. Aku mulai!" dan si cantik yang meloncat dan duduk di atas kuda tunggangannya tiba-tiba mengeprak dan menyuruh kuda berlari, hal yang sebetulnya sudah disaksikan Fang Fang beberapa waktu yang lalu ketika ia mengejar dan menggoda gadis ini, berhenti dan akhirnya ribut-ribut di hutan, pada waktu perkenalan mereka dulu, yang pertama. Namun ketika si cantik mengeprak dan melarikan kudanya dengan kencang Fang Fang memperhatikan juga, berkelebat di belakang kuda, menguntit.
"Haiihh" herr!" Sylvia mencambuk kudanya. "Lihat, Fang Fang. Aku akan mendemonstrasikan kepandaian menunggang kuda!"
Fang Fang tersenyum. Sebenarnya dia sudah melihat dan mengetahui itu, tak perlu lagi si gadis menunjukkannya kepadanya. Namun karena lagi-lagi dia tak mau mengecewakan orang dan berlari di belakang kuda juga asyik karena dapat mengamati dan memandang pinggul yang bergerak naik turun maka Fang Fang tertawa dan menyaksikan bokong atau pinggul si cantik ini, tentu saja bukan pinggul atau bokong kuda!
"Ha-ha, bagus, Sylvia. Bagus sekali. Kau benar-benar pandai dan sudah mahir!"
Sylvia tak sadar. Gadis ini tak tahu kalau pinggul atau bokongnya yang melonjak-lonjak di pantat kuda menjadi perhatian Fang Fang. Ah, pemandang begitu bagi laki-laki atau pemuda semacam Fang Fang memang menarik, tak boleh dilewatkan! Maka ketika gadis ini tampak semakin gembira dan bersemangat, mengeprak dan menjepit serta menendang perut kudanya maka Fang Fang terpingkal-pingkal melihat bukit yang naik turun semakin cepat itu.
"Hei, awas!"
Fang Fang tiba-tiba terkejut. Terlampau asyik mengamati pinggul si nona mendadak kuda menyemprotkan telethongnya (kotoran), berlepotan dan bertebaran mengenai mukanya. Maklumlah, kuda yang lari kencang sambil membuang kotorannya itu tentu saja ditiup angin yang kencang pula. Fang Fang menyumpah-nyumpah karena hidung dan sebagian mukanya kena kotoran kuda. Kuda masih menyemprot lagi dan terkekeh-kekehlah Sylvia di atas kudanya. Fang Fang yang tadi memperhatikan sekarang malah menjadi perhatian, gadis itu berhenti dan kudapun meringkik panjang, memutar dan melihat Fang Fang yang menyumpah serapah dihadiahi kotoran kuda. Dan ketika gadis itu tertawa sampai mengeluarkan air matanya maka Fang Fang mencebur ke sungai kecil yang kebetulan ada di dekat situ.
"Jahanam! Kuda keparat! Mau berak tidak bilang-bilang..!"
Sylvia terpingkal-pingkal. Tadi dia sudah mendengar kentut kuda dan Fang Fang yang ada di belakang diberi tahu, maksudnya diperingati tapi gadis ini tak tahu bahwa saat itu Fang Fang sedang kesengsem dengan pinggulnya, yang naik turun di atas kuda dan tentu saja kentut kuda tak didengar Fang Fang. Pemuda itu lupa segala-galanya karena barang menarik yang paling hebat adalah pinggul atau bokong Sylvia. Dia tertawa-tawa dan kentut kudapun terlepas dari pendengarannya. Dan baru setelah Sylvia berteriak tapi terlambat maka Fang Fang membayar keteledorannya dengan tahi kuda!
"Hi-hi, kau lucu, Fang Fang. Hidung dan pipimu berlepotan benda hijau. Aih, kau harus mandi kalau tak ingin kujauhi!"
Fang Fang menyumpah-nyumpah. Akhirnya pelajaran menunggang kuda tinggal teori, dia membersihkan tubuhnya di sungai itu dan kudapun ditepuknya kuat. Pantat kuda melonjak dan celaka sekali gerakan kaki belakangnya menyepak pemuda ini, dielak tapi lumpur atau kotoran yang lain menciprat, lagi-lagi mengenai muka pemuda ini dan Fang Fang pun terkejut. Mukanya kembali kotor dan dikutuknya kuda itu habis-habisan. Dan ketika dia mencuci mukanya lagi dan Sylvia tertawa sampai menangis maka Fang Fang menolak untuk berlatih hari itu.
"Kudamu sialan. Aku diberaki habis-habisan!"
Sylvia tak dapat menahan perutnya yang sakit. Gadis ini sampai terjatuh dari atas kudanya saking geli dan lucu. Apa yang dilihat sungguh amat mengocok perut. Tapi ketika Fang Fang cemberut dan kuda ditendang lari maka pemuda ini duduk di atas sebuah batu dan Sylvia pun mengusap air matanya saking geli.
"Hari ini aku mogok. Besok saja dilanjutkan!" pemuda itu uring-uringan. "Kau ada kepandaian lain, Sylvia" Menyulam atau memasak barangkali" Perutku lapar, lebih baik buat masakan yang enak dan kita mengaso di sini!"
"Aku ada pelajaran lain," gadis ini menahan tawanya. "Bagaimana kalau bahasa Inggeris?"
"Bahasa Inggeris?"
"Ya, bahasa ibuku, Fang Fang. Tiongkok sekarang sudah menjalin hubungan dengan bangsa Barat dan bahasa Inggeris adalah penting. Aku mau mengajarimu kalau kau mau!"
(Ood-woO) Jilid : X FANG FANG menyeringai. "Hm," katanya. "Aku hanya bisa I love you dan you and me!"
Sylvia tertawa. "Dari mana kau pelajar! ini" Dan kenapa hanya kata-kata I love you itu saja yang mudah kauingat?"
"ria-ha, aku paling mudah mengingat-ingat yang model begitu, Sylvia. Dan dari siapa aku belajar maka terus terang saja dari jalanan!"
"Hm, dan kau mengingat-ingatnya terus," gadis ini tersenyum. "Baiklah, perbendaharaan kata-katamu kurang sekali, Fang Fang. Tapi tak apa, mulai hari ini kau belajar bahasa Inggeris denganku!"
Fang Fang tertawa bergelak. "Cihuu!" serunya. "Dan aku akan dapat bercakap-cakap dengan orang asing, Sylvia. Aku tak perlu longang-longong lagi kalau mendengar setiap pembicaraan!"
"Ya, dan sekarang kau dengarlah. Mari kita mulai!" dan si cantik yang mulai memberi kata-kata mudah lalu mengajari Fang Fang bahasa Inggeris, sepatah demi sepatah dan Fang Fang pun mengangguk-angguk. Dan ketika beberapa kata mulai diingatnya baik selain you and me atau I love you maka Fang Fang mulai mengangguk-angguk seperti ayam menotol beras.
"I see" I see?" katanya. "I understand, Sylvia. Thank you very much!"
Sylvia terkekeh. Baru bicara beberapa potong saja pemuda ini sudah pamer, bukan main menggelikannya. Dan ketika dia bertanya "What are you doing now" pada pemuda ini maka Fang Fang tak dapat menjawab, plonga-plongo.
"He-he, apa artinya itu" Kenapa kau mengajakku bicara yang belum mengerti?"
"Hi-hik, itu artinya apa yang hendak kaulakukan sekarang, Fang Fang. Makanya jangan sok kalau belum menguasai bahasa dengan baik dan lengkap! Do you understand (kau mengerti)?"
"Yes-yes, I do" he-he, I understand!" dan Fang Fang yang kocak menjawab lalu tertawa dan bersama-sama pengajarnya tak dapat menahan geli. Maklumlah, sikap nakal dan ugal-ugalan Fang Fang dikeluarkan ketika belajar ini, mendapat guru cantik dan tentu saja suasana menjadi riang dan penuh geli. Fang Fang pada dasarnya adalah pemuda lucu yang suka berjenaka. Tak malu-malu dia mengucap kata-kata salah yang diteruskan saja, meledakkan tawa dan segera keduanya mempelajari bahasa Barat itu, kocak dan penuh riang. Dan karena Fang Fang sudah menangkap dan membunuh seekor kelinci gemuk maka pelajaran bahasa Inggeris ini diseling gerak rahang yang mencomot atau menarik paha kelinci bakar.
"Wow, it"s delicious" ha-ha, lezat sekali!" Fang Fang ceplas-ceplos, maksud kata-katanya benar tapi lafal kata-katanya kagok dan lucu. Tak ayal sang guru pun terkekeh dan hari itu mereka benar-benar merasa gembira dan bahagia. Entah kenapa baik pemuda ini maupun Sylvia merasa semakin dekat dan akrab saja. Dan ketika seminggu kemudian hubungan mereka kian intim dan hangat akhirnya pemuda ini merasa jatuh cinta kepada si nona!
"Sylvia, hari ini aku mau bicara serius. Kau tidak marah?"
"Hm, aneh sikapmu. Apa yang hendak kaubicarakan, Fang Fang" Seberapa seriusnya itu" Aku mendengarkan, dua atau tiga riuspun boleh!"
"Ah, dua tiga rius bagaimana?"
"Eh, bukankah se itu artinya satu" Nah, kalau kau mau bicara serius maka aku siap mendengar sampai dua atau tiga rius sekalipun!"
"Busyet!" Fang Fang tertawa. "Kau memecah konsentrasiku, Sylvia. Tapi baiklah. Aku hendak bicara tentang, hmm"!" pemuda ini tak dapat melanjutkan kata-katanya, gugup memandang lawan dan baru pertama kali ini Fang Fang merasa gugup dan bingung. Tak biasanya dia gugup atau bingung menghadapi si cantik. Mereka sudah bersama-sama dalam waktu empat lima minggu ini dan heran rasanya kalau lidah tiba-tiba terasa kelu, tak mau bergerak. Tapi ketika si nona memandang dan Sylvia terbelalak lalu tertawa lebar tiba-tiba Fang Fang merasa seperti anak kecil yang belum dewasa!
"Sylvia," pemuda ini menggigit bibir. "Jangan kau tertawakan aku. Aku sungguh-sungguh, aku serius!"
Pendekar Kembar 4 Golok Halilintar Karya Khu Lung Pendekar Panji Sakti 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama