Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 20
"Dia lihay, sekalipun belum sempurna sekali. Selain lebih hebat ilmu totoknya lebih baik dari Tam Siok-siok!"
kata Kong-sun Po. "Kenapa begitu?" Bun Yat Hoan keheranan.
"Entahlah, kuakui dia lebih lihay!" kata Kong-sin Po.
1397 "Jadi dia mahir Keng-sin-ci-hoat?"
"Benar! Maka itu aku heran." Kata Kong-sun Po.
"Jika demikian, sungguh aneh sekali!" kata Bun Yat Hoan.
"Apa yang mengherankan, jelaskan, aku tidak mengerti?"
kata nona Wan. "Maksudnya, ilmu tiam-hiat Tam Yu Cong itu berdasarkan hiat-to atau titik yang ada di patung tembaga milik Kerajaan Song yang diduduki bangsa Kim. Patung itu dirampas oleh musuh. Konon raja Kim mengumpulkan jago silat dan tabib untuk mengungkap rahasia patung itu!"
kata Bun Yat Hoan. "Tim penyelidikan itu dipimpin oleh Wan-yen Tiang Ci."
"Sekarang aku mengerti!" kata nona Wan.
"Mengerti tentang apa?" kata Ci Giok Phang.
"Aku sekarang tahu, siapa "orang bertopeng" yang mencuri lukisan itu!" kata nona Wan. "Dia adalah guru Han Hie Sun!"
"Apa maksudmu. Siapa orang bertopeng itu maksudmu?" kata Bun Yat Hoan.
Nona Wan menceritakan apa yang dia dengar dai Kho-si atau isteri Ciauw Goan Hoa sebelum dia meninggal.
"Oh, jadi begitu ceritanya," kata Bun Yat Hoan.
"Aku tahu sekarang," kata Bun Yat Hoan. "Jadi salinan gambar itu ada dua buah. Yang satu milik Kerajaan Song yang satunya hasil penelitian orang Kim!" kata Bun Yat Hoan.
"Bun Tay-hiap benar," kata nona Wan. "Mungkin lukisan asli milik Kerajaan Song lebih bagus dibanding 1398
milik kerajaan Kim, itu sebabnya Kong-sun Po mengatakan ilmu tiam-hiat Han Hie Sun lebih bagus! Saat terjadi pencurian di kamar Kho Kiat, orang bertopeng menotok Yo Tay Ceng dan Ciok Leng. Ketika itu Yo Tay Ceng dan Ciok Leng mencurigai Kho Kiat bersekongkol dengan orang bertopeng. Orang itu dikira Hokhong To-cu Kiong Cauw Bun. Ternyata dugaan itu keliru. Sebab orang itu guru Han Hie Sun!"
"Kita sudah mendapat titik terang, tapi siapa guru Han Hie Sun?" kata Ci Giok Phang.
"Tentang Keng-sin-ci-hoat itu, Tam Siok-siok belum mempelajarinya secara sempurna. Dia tahu ada sebuah lukisan milik Kerajaan Song, tapi tak tahu ada di mana?"
kata Kong-sun Po. "Jika guru Han Hie Sun sudah ditemukan, maka akan bermanfaat bagi Tam Siok-siok.
Mereka berdua bisa bertukar-pikiran berdua!"
"Muridnya begitu, pasti sifat gurunya juga sama," kata nona Wan. "Sifat Han Hie Sun jahat, orang yang jadi gurunya pasti sama dan bukan orang baik!"
"Memang aku juga khawatir, jika lukisan itu berada di tangan oangjahat, kelak pasti akan membahayakan dunia persilatan," kata Bun Yat Hoan. "Sebaiknya aku mencari tahu, siapa guru Han Hie Sun" Jika tidak berhasil aku akan minta bantan Liok Pang-cu Kay-pang untuk mencari siapa orang itu'.
"Terima kasih, Bun Tay-hiap," kata Kong-sun Po.
Mereka akan pamit tapi ditahan agar bermalam, baru besoknya mereka pergi dari rumah Bun Yat Hoan.
Esok harinya... Saat matahari terbit, mereka sudah meninggalkan tempat Bun Yat Hoan. Di tengah jalan nona Wan bicara.
1399 "Eeh, apa kalian setuju malam ini kita selidiki rumah Han To Yu?" kata si nona.
"Jangan terburu-buru, bukankah Bun Tay-hiap berjanji akan membantu menyeldiki masalah ini"'' kata Ci Giok Phang sambil tersenyum.
"Kho-si meninggal gara-gara lukisan itu," kata nona Wan, "aku ingin sekali segera mengungkap misteri itu. Jika Bun Tay Hiap berhasil dan tahu siapa guru Han Hie Sun, kita bisa apa terhadapnya" Kita ke rumah Han To Yu, lalu bekuk Han Hie Sun dan langsung kita tanya dia, beres!"
"Jangan! Cara begitu kurang baik. Kita cari saja Pek Locian-pwee untuk kta tanya!" kata Kong-sim Po.
"Aku tak setuju, sebab begitu sampai di sana, kita sudah akan diganggu oleh Han Hie Sun. Lebih baik kita bertindak secara diam-diam saja," kata nona Wan.
Akhirnya Kong-sun Po setuju. Mereka menuju ke kota Liman. Sampai di sana hari masih sore. Lalu mereka makan dulu di sebuah rumah makan kecil. Mereka pun mencoba bertanya di mana istana perdana menteri Han.
Sesudah tahu mereka pun menunggu saat yang tepat.
Sore itu mereka menuju ke danau ke tempat tinggal Han To Yu. Istana perdana menteri ini berdiri membelakangi bukit. Dari sebuah tebing mereka mengintai ke istana itu.
Di sekitar rumah terdapat banyak oyot atau akar pohon, dengan mudah mereka bisa memasuki taman. Padahal di taman itu banyak Wi-su (pengawal) yang berjaga-jaga.
Mereka mengendapendap di balik semak-semak. Tampak beberapa pengawal sedang meronda di sekitar taman. Ci Giok Phang dan kawankawannya mengawasi ke arah gedung.
1400 "Gedung ini tamannya luas sekali," kata Ci Giok Phang.
"Di mana letak kamar Han Hie Sun keparat itu!"
"Jangan tergesa-gesa, tunggu saat yang baik," bisik nona Wan.
Saat mereka sedang mengintai, tiba-tiba seorang budak keluar.
Dengan cepat dia disergap nona Wan.Mulutnya dibekap lalu dibawa ke balik semak.
"Tenang, jangan takut," kata nona Wan. "Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu. Tapi jika kau tak jujur awas!"
Budak itu ketakutan. "Katakan saja, apa yang ingin kau tanyakan?" kata si budak.
"Kau mau ke mana?" kata nona Wan.
"Aku sedang membawa kuah kolesom untuk Ji-siauw-ya," kata budak itu.
"Aku ingin tahu, di mana kamar Ji Kong-cumu?" kata nona Wan.
"Kalian mencari majikan mudaku?"
"Benar," kata nona Wan. "Lekas katakan, di mana kamarnya?"
Dia tahu majikan mudanya senang bergaul dengan orang kang-ouw, maka itu tanpa ragu-ragu dia berkata, "Dia tinggal di rumah susun bercat merah! Dari sini ke selatan kalian akan sampai di rumah itu. Tapi kau jangan bilang aku yang memberitahu!"
"Jangan takut, aku kira Kong-cumu tak akan bertanya apaapa padamu. Kau istrahatlah dulu di barang sejam, baru 1401
kau ke kamarmu untuk tidur," kata nona Wan sambil menotok jalan darah budak itu.
"Kalau kuah kolesom ini dibuang sayang sekali, lebih baik kuminum saja!" kata nona Wan sambil tertawa. Lalu dia minum. "Ah, enak juga rasanya. Kalian mau?" kata nona Wan.
"Minum saja," kata Ci Giok Phang.
Sesudah itu mereka menuju ke gedung tingkat bercat merah. Dengan berhati-hati mereka berusaha agar tidak terlihat oleh para penjaga. Dari semak-semak mereka mengintai, mereka lihat di salah satu jendela ada bayangan orang.
"Hai, sedang apa dia?" kata nona Wan yang mengenali bayangan itu bayangan Han Hie Sun.
Ternyata Han Hie Sun sedang berlatih suatu ilmu.
Kakinya ke atas dan kepalanya bertumpu ke lantai.
"Dia sedang berlatih tenaga dalam," kata Kong-sun Po.
"Tapi rasanya tidak bagus."
"Tidak bagus bagaimana?" tanya nona Wan. "Jika dia sedang konsentrasi, apapun yang terjadi di sekitarnya, tidak dia hiraukan. Lalu kenapa kau bilang kurang baik?"
"Sikap seperti itu tidak baik, menyerang orang sedang dalam kesulitan. Sebaiknya kita bertarung dengannya dan mengalahkannya, baru kita culik dia!" kata Kong-sun Po.
"Apa perlunya bicara soal aturan dengan si jahat itu!"
kata nona Wan. Ketika mereka masih berdebat, tiba-tiba muncul wanita tua bersenjata tongkat bambu hijau. Ci Giok Phang dan nona Wan langsung mengenali wanita tua itu. Dia Seng Cap-si Kouw adanya.
1402 "Mau apa dia ke mari" Apa dia kawan orang she Han atau bukan?" pikir nona Wan.
Saat si nona bingung, tiba-tiba dia lihat Seng Cap-si Kouw memukul kepala Han Hie Sun. Mereka mengira wanita itu ingin membunuh pemuda itu. Ternyata dugaan mereka salah. Dia memukul untuk menghentikan latihan Han Hie Sun yang sudah tingkat kritis. Jika tidak segera ditolong oleh Seng Capsi Kouw bisa jadi Han Hie Sun celaka atau binasa.
Seng Cap-si Kouw seorang akhli aliran hitam.
Tindakannya itu justru untuk menyelamatkan Han Hie Sun dari bahaya. Melihat Seng Cap-si Kouw ada di kamarnya, Han Hie Sun memberi hormat.
"Maaf, aku tidak menyambutmu!" kata Han Hie Sun.
"Mana suhumu?" tanya Seng Cap-si Kouw.
"Dia sudah menduga kau akan datang, tapi tidak kukira akan secepat ini," kata Han Hie Sun. "Dia akan sampai dua tiga hari lagi. Kau mau menunggu kedatangannya?"
"Semula kukira dia bersembunyi di taman, rupanya itu orang lain," kata Seng Cap-si Kouw.
"Kau melihat siapa?" tanya Han Hie sun.
"Jika aku tak muncul, mungkin kau sudah disergap mereka. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu?" kata Seng Cap-si Kouw.
Mendadak Seng Cap-si Kouw mengayunkan tangan ke arah taman.
"Hai bocah yang sembunyi di taman, keluar!" kata Seng Cap-si Kouw.
Saat nona Wan melihat munculnya si iblis perempuan, dia tarik tangan Ci giok Phang dan mengajak Kong-sun Po 1403
untuk segera meninggalkan tempat itu. Tapi saat mereka mengundurkan diri, mereka mendengar suara deingan senjata rahasia yang dilontarkan oleh si iblis perempuan.
Sambitan si iblis sangat aneh, senjata rahasianya berubah seperti sebuah bumerang. Sekalipun musuh bersembunyi di balik bukitbukitan, senjata itu mampu berbalik dan menyerang dengan hebat. Untung Kong-sun Po melihatnya.
Dengan cepat, senjata rahasia cincin itu berhasil disentil oleh Kong-sun Po hingga berjatuhan.
Tak lama berkelbat sebuah bayangan. Itulah bayangan Seng Cap-si Kouw yang melompat lewat jendela ke taman.
"Aah, aku kira siapa. Ternyata kalian, hai bocah-bocah masih bau kencur!" kata Seng Cap-si Kouw.
Kong-sun Po belum pernah bertarung dengan wanita tua ini, maka itu dia belum tahu seberapa lihaynya wanita tua ini.
"Lekas lari, biar aku yang menghadapi dia!" kata Kongsun Po pada kawan-kawannya.
"Mau pergi ke mana, jangan harap kalian bisa lolos!"
kata Seng Cap-si Kouw. Dia angkat tongkatnya langsung menghajar kepala Kong-sun Po dengan tongkat bambu hijaunya. Kong-sun Po secara reflek menangkis serangan itu dengan payung besinya.
"Traaang!" Tangan Kong-sun Po langsung kesemutan. Dia kaget dan heran, untung payungnya dari baja murni. Jika bukan dan beradu, terkadang senjata lawan patah. Aneh tongkat bambu Seng Cap-si Kouw mampu menahan payung itu.
Sebaliknya iblis perempuan ini pun kaget. Dia langsung ingat cerita See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek. Mereka 1404
bilang mereka pernah bentrok dengan pemuda bersenjata payung. Dia manggutmanggit. Tak lama Han Hie Sun pun melompat dan sudah sampai di tempat itu.
"Aaah, aku kira siapa" Ternyata kalian!" kata Han Hie Sun mengejek. "Kemarin kalian aku undang, tapi kalian menolak. Eeh, malam ini malah kalian datang! Sembunyi-sembunyi lagi!"
Han Hie Sun tertawa menghina.
"Jika kalian sendiri datang, sebaiknya tak boleh pergi lagi!" kata Han Hie Sun.
Orang yang dia takutkan Kong-sun Po, tapi pemuda itu sedang bertarung melawan Seng Cap-si Kouw. Dia girang, maka itu dia hampiri Ci Giok Phang dan nona Wan.
"Karena ada Pek Tek, jiwa kalain kuampuni. Sekarang kau harus kuajar adat!" kata nona Wan.
Han Hie Sun tertawa. "Kau mau mengajar adat padaku" Aku malah sayang padamu!" kata Han Hie Sun menggoda dengan sikap tengil.
Wajah nona Wan berubah serius. Dia tusukkan pedangnya ke dada lawan.
"Nona, ilmu totokmu itu harus kau latih lagi!" kata Han Hie Sun.
Saat serangan pedang nona Wan sampai, dengan cepat dia buka kipasnya. Ketika pedang sampai, kipas itu dia tutup dengan cepat.
"Sreet!" Dia tangkis pedang nona Wan, lalu dengan kipasnya dan dia totok bagian dada nona Wan.
1405 "Jangan tekabur!" bentak Ci Giok Phang yang langsung menyerang. Dia gunakan jurus Sam-goan-to-goat (Tiga gelang menjerat rembulan). Ini salah satu jurus andalan Pek-hoa-kok.
Han Hie Sun pernah bertarung melawan Ci Giok Phang.
Maka itu dia tidak berani memandang ringan lawan. Dia tarik kipasnya untuk menangkis serangan pedang lawan.
Lalu balas menyerang dengan menotok beberapa jalan darah Ci Goik Phang.
Serangan nona Wan tak sehebat Ci giok Phang, tapi jurus pedang si nona cukup gesit dan berbahaya. Tak lama terdengar suara nyaring.
"Breet!" Tangan baju Han Hie Sun terobek pedang si nona.
Pertempuran mereka jadi seimbang, entah jika satu lawan satu, tapi sekarang Han Hie Sun dikeroyok berdua.
Sekalipun Seng Cap-si Kouw lebih lihay dari Kong-sun Po, tapi untuk mengalahkan pemuda itu tidak mudah.
Dengan paung di tangannya, Kong-sun Po berusaha menahan setiap serangan si iblis perempuan. Tak heran setiap serangan Seng Cap-si Kouw selalu bisa diatasi oleh pemuda ini.
Ketika itu para penjaga sudah mengetahui ada pertempuran di taman, mereka segera berlomba mendatangi taman. Sejak masih kecil Kong-sun Po dididik oleh tiga jago terkemuka. Lwee-kangnya sangat tinggi, sedang pukulan jarak jauhnya sudah bagus. Ketika Kong-sun Po menyerang Han Hie Sun, orang she Han itu merasa dadanya seperti terhajar sebuah palu besar. Dia mundur beberapa langkah.
Melihat lawannya mundur, nona Wan menggunakan kesempatan baik itu.
1406 "Rasakan pedangku!" kata si nona yang menusuk bahu Han Hie Sun dengan cepat.
Tapi kecepatan nona Wan masih kalah oleh kecepatan tongkat bambu hijau. Seng Cap-si Kouw menangkis pedang nona Wan. Sekarang dia menghadapi Ci Giok Phang dan nona Wan. Sebuah serangan yang diarahkan ke dua sasaran dan luar biasa cepatnya. Nona Wan buru-buru menarik tusukannya. Bersama Ci Giok Phang nona Wan melompat mundur.
Pada saat yang bersamaan Kong-sun Po sudah melompat maju membantu dua kawannya. Untung gerakan Seng Capsi Kouw hanya ingin menyelamatkan Han Hie Sun, jika dia berniat menyerang mereka, paling tidak nona Wan akan terluka olehnya.
Serangan Kong-sun Po pada Han Hie Sun sebuah serangan tipuan. Akal Kong-sun Po ini ternyata berhasil.
Dengan mundurnya Seng Cap-si Kouw menyelamatkan Han Hie Sun, kesempatan ini digunakan oleh tiga anak muda itu untuk meloloskan diri. Han Hie Sun kelihatan kesakitan. Bahunya terasa panas.
"Aah kejam sekali perempuan itu, untung Seng Cap-si Kouw menyelamatkan aku!" pikir Han Hie Sun yang kaget bukan kepalang.
Dengan marah Han Hie Sun memberi perintah.
"Pengawal tangkap mereka! Jangan sampai ada yang lolos!" kata Han Hie Sun.
Saat mengejar usaha mereka sia-sia. Dengan mudah Kong-sun Po berhasil menotok mereka.
Su Hong gusar. 1407 "Panggil Pek Tek supaya dia lihat perbuatan kawankawannya...." kata Su Hong.
Tapi belum selesai ucapannya payung Kong-sun Po sudah mengancam dirinya. Dia gunakan Kim-na-ciu andalannya. Tapi celaka justru urat nadi Su Hong terkilir karena bentrok dengan payung baja murni Kong-sun Po.
Dengan cepat ketiga orang itu sudah melompati tembok dan menghilang. Saat itu mereka dihujani oleh anak panah para pengawal, Kong-sun Po dengan payungnya menangkis semua anak panah itu.
Ketika mereka sudah jauh Seng Cap-si Kouw berpikir.
"Jika mereka kukejar, belum tentu aku bisa mengalahkan mereka" Apalagi dia murid Beng Beng Tay-su, jika aku memaksa aku malah dianggap menghina Beng Beng Taysu!" begitu Seng Cap-si Kouw berpikir.
Dia tak jadi mengejar, malah bertanya pada Han Hie Sun.
"Bagaimana lukamu" Biar lain kali kita balas mereka!"
kata Seng Cap-si Kouw. Saat itu Han Hie Sun menahan sakit karena pukulan jarak jauh Kong-sun Po tadi. Maka itu dia pun diam saja.
-o0-DewiKZ^~^aaa-o0- 1408 Pengantar dari penerbit Untuk memenuhi permintaan para pembaca "Beng Ciang Hong In Lok" mengenai penggantian cover buku, kami penuhi dan pembuatan cover ini dikerjakan oleh sdr.
Dedi Sugianto. Juga untuk memenuhi keinginan pembaca mengenai ilustrasi cerita aslinya, kami juga sertakan dalam jilid 4 ini, sesudah kami temukan kembali buku aslinya.
Mulai sejak jilid 4 dan selanjutnya, kami akan terus memuat gambar asli buku yang diterjemahkan oleh sdri. Ai Cu ini sampai selesai.
Dengan ini kami penuhi keinginan pembaca sehinggu buku ini menjadi lengkap dan menarik. Semoga para pembaca puas atas sajian kami ini.
Penerbit -o0-DewiKZ^~^aaa-o0- 1409 Jilid Kelima BENG CIANG HONG IN LOK (Badai Awan dan Angin) Karya: Liang Ie Shen Sumber Buku Kiriman : Aditya Djvu oleh : Dewi KZ
Edit teks oleh : aaa Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Cersil karya Liang Ie Shen ini dengan latar belakang zaman Song, dimulai saat Nona Han Pwee Eng akan menemui calon suaminya di Yang-cou, di tengah jalan rombongannya dihadang penjahat. Timbul masalah lain, calon suami Nona Han direbut oleh sahabatnya.
Kisah ini selain mengisahkan cinta juga diseling pertarungan silat kelas tinggi. Jalinan kisah asmara yang berliku ini diselingi kisah menegangkan, mengharukan.
Bagaimana bangsa Han mengusir penjajah bangsa Kim (Tartar) dan Goan (Mongol).
BENG CIANG HONG IN LOK (Badai Awan dan Angin) oleh : Liang le Shen Jilid Ke 5 Diceritakan kembali oleh : Marcus A.S.
MARWIN Penerbitan & Percetakan
1410 Judul asli: Beng Ciang Hong In Lok Penulis asli: Liang le Shen Diterjemahkan oleh : Ai Cu Diceritakan kembali oleh
: Marcus A.s.-Diterbitkan atas kerjasama dengan San Agency & Marwin Cetakan pertama : 2006
-o0(DewiKZ~Aditya~Aaa)~0oBab 51 Ci Giok Phang Bertemu Siauw Hong; Seng
Liong Sen Dipermainkan Pengemis Tua
Tiga orang muda-mudi itu melarikan diri dari taman gedung perdana menteri. Ketika mereka menoleh dan tidak ada yang mengejar lagi, hati mereka lega juga. Sambil tersenyum Wan Say Eng berkata pada dua orang kawannya.
"Tidak kusangka, lihay juga iblis perempuan itu!" kata nona Wan. "Jika Ayah sudah aku temukan, akan kucari lagi dia untuk mengadakan perhitungan yang menentukan!"
"Sesudah kejadian ini aku khawatir Pek Lo-cian-pwee mendapat susah dari mereka!" kata Kong-sun Po.
"Mudah-mudahan saja tidak," kata Ci Giok Phang. "Pek Locian-pwee merupakan penghubung antara Han To Yu dengan para tokoh persilatan di daerah Kang-lam, yakni saat diketahui tentara Mongol akan menyerang ke daerah selatan! Aku kira Han To Yu masih memerlukan tenaganya."
"Sekarang mau ke mana kita?" tanya Kong-sun Po.
"Sebaiknya kita ke Thay-ouw saja untuk menemui Kok Siauw Hong!" kata Ci Giok Phang.
"Baik, karena Ong Cee-cu dengan Bibi Hong-lai-mo-li punya hubungan baik," kata Kong-sun Po. "Kita bisa minta 1411
bantuan Ong Cee-cu untuk mengirim khabar kepada Bibi Hong-lay-moli di Kimkee-leng! Beritahu pada Bibi tentang munculnya Iblis Perempuan di istana Perdana Menteri Han. Aku yakin Bibi akan memberi tahu Tam Siok-siok.
Maka dengan tak perlu menunggu bertemu ayahmu, aku rasa sudah memadai jika hanya untuk membereskan si Iblis Perempuan!"
"Dari ucapan Seng Cap-si Kouw tadi, aku yakin dia kenal dengan guru Han Hie Sun. Guru Han Hie Sun pasti si Manusia Bertopeng. Jika Bu-lim-thian-kiauw mengetahui hal ini, pasti dia akan mencari mereka!" kata nona Wan.
Mereka terus melanjutkan perjalanan ke Thay-ouw.
Tanpa terasa akhirnya mereka tiba di Thay-ouw.
Danau itu luas sekali. Pemandangan di tempat itu pun indah. Ketika mereka sedang berada dekat semak gelagah, terdengar suara suitan nyaring. Tak lama muncul sebuah perahu dari balik semak-semak itu.
"Apakah Anda rombongan Ci Kong-cu dari Pek-hoakok?" sapa si tukang perahu.
Mendengar pertanyaan itu mereka jadi keheranan.
"Kau mengenaliku, siapa sebenarnya Anda" Padahal kita belum pernah berkenalan," kata Ci Giok Phang.
"Aku sudah tahu tentang kedatangan kalian dari Ong Ceecu, aku diperintah beliau untuk menyambut kedatangan kalian!" kata si tukang perahu.
Ci Giok Phang mengangguk, tanpa ragu-ragu mereka naik ke atas perahu. Perahu pun mulai dikayuh.
"Tuan, tahukah kau di mana Kok Siauw Hong dan Nona Ci bersama Seng Siauw-hiap berada?"kata Ci Giok Phang.
1412 "Tentang Kok Siauw-hiap, dia memang ada di Thayouw. Mengenai Seng Siauw-hiap dan isterinya, aku tidak tahu," jawab si tukang perahu.
Markas besar Ong Cee-cu berada di danau besar Tongteng-ouw. Ketika mereka sampai ternyata Ong Cee-cu dan Kok Siauw Hong sudah menunggu kedatangan mereka di sana. Sekalipun mereka girang karena bertemu dengan Kok Siauw Hong, hati Ci Giok Phang merasa tidak enak juga. Sedang Ong Cee-cu langsung berkata pada Ci Giok Phang.
"Ci Siauw-hiap, kau dari tempat Bun Tay-hiap, sayang aku tidak bisa menghadiri pernikahan adikmu dengan Seng Siauwhiap!" kata Ong Cee-cu.
"Jadi mereka belum sampai ke tempat ini?" kata Ci Giok Phang bingung dan khawatir. "Kata Bun Tay-hiap adikku bersama suaminya sudah lama mau ke sini!"
"Hah! Wah, kalau begitu mereka mendapat halangan di tengah jalan. Tapi jangan khawatir, sebab Seng Liong Sen dikenal di daerah ini. Biar akan kukirim orang untuk menyelidikinya!" kata Ong Cee-cu memberi kepastian.
Mereka akhirnya bermalam di tempat Ong Cee-cu yang bernama Ong It Teng.
Malam itu Ci Giok Phang tidur dengan Kok Siauw Hong. Mereka ngobrol sampai jauh malam. Terutama mengenai pengalaman mereka saat keduanya berpisahan.
"Tempo hari ketika aku ke rumah Perdana Menteri Han To Yu, aku bertemu dengan seseorang, mungkin kau pun tidak mengira." kata Ci Giok Phang.
"Bertemu dengan siapa?" tanya Kok Siauw Hong.
"Dengan Seng Cap-si Kouw," jawab Ci Giok Phang.
1413 "Kenapa dia bisa ada di sana?" tanya Kok Siauw Hong heran.
Sesudah itu Ci Giok Phang menceritakan pertemuannya dengan Seng Cap-si Kouw.
"Aku pun sedang mencari dia!" kata Kok Siauw Hong.
"Mencari dia, untuk apa?" kata Ci Giok Phang.
"Ayah Pwee Eng luka dan dirawat di rumahnya, tapi ketika dicari dia tidak ada di sana hingga membuat Pwee Eng khawatir. Jadi untuk mencari ayah nona Han kita harus mencari dia dulu!" kata Kok Siauw Hong.
Ci Giok Phang menghela napas.
"Syukur kau tidak bertemu dengan Han Lo-eng-hiong!"
kata Ci Giok Phang. Kok Siauw Hong langsung mengerti apa artinya itu, sebab jika dia bertemu dengan Han Tay Hiong dan menyampaikan soal pemutusan perjodohannya dengan Han Pwee Eng bisa berabe. Ternyata dalam setahun terakhir ini telah terjadi banyak perubahan yang dialaminya.
Saat Seng Liong Sen dan Ci Giok Hian diperintahkan pergi ke tempat Ong Cee-cu di Thay-ouw, mereka langsung mengadakan perjalanan bersama-sama.
Suatu hari mereka telah tiba di daerah Ciat-kang Barat.
Untuk menghemat waktu mereka mengambil jalan pintas lewat daerah pegunungan. Saat itu Seng Liong Sen ingat sesuatu.
"Dik Giok Hian nanti di Thay-ouw pasti kau akan bertemu dengan orang yang tak kau duga-duga," kata Seng Liong Sen.
Ci Giok Hian heran melihat sikap aneh suaminya itu.
1414 "Maksudmu bertemu dengan siapa?" kata Ci Giok Hian.
"Kau akan bertemu dengan Kok Siauw Hong," kata Liong Sen dingin. "Aku dengar dari Suhu, dia akan ke Thay-ouw!"
"Jika bertemu dengannya, memang kenapa?" kata Giok Hian dengan perasaan kurang enak. "Kita sudah jadi suami isteri, apa kau masih tidak percaya padaku?"
"Kau baik padaku, aku sangat berterima kasih," kata Liong Sen. "Tapi karena aku dicelakakan si budak sial itu, aku hanya namanya saja suamimu, tapi tak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami yang baik. Aku jadi tidak enak padamu. Entah Kok Siauw Hong sudah menikah atau belum dengan Nona Han?"
"Tutup mulutmu! Jangan kau teruskan bicaramu!" kata Ci Giok Hian. "Ingat! Bagi suami isteri kerukunan rumah-tangga dan saling mencintai sudah cukup! Yang lain jangan kau pikirkan!"
Sesudah Ci Giok Hian mendengar ucapan suaminya, dia jadi merasa kurang nyaman. Dia teringat kepada Kok Siauw Hong yang dulu sangat dicintainya. Gara-gara itu dia sampai harus bentrok dengan Han Pwee Eng, sahabat baiknya.
"Benarkah aku menyukai Seng Liong Sen" Bukankah karena ketamakanku ingin menjadi isteri seorang Bu-limbeng-cu hingga aku menikah dengan Liong Sen?" pikir Ci Giok Hian yang mulai bingung dan tidak tenang.
Ketika itu udara agak mendung seperti akan turun hujan, suasana saat itu sangat lembab. Sekarang Seng Liong Sen pun diam. Dia tidak mengajak isterinya bicara lagi. Sambil berjalan mereka sama-sama tutup mulut.
1415 Saat tiba dijalan yang sangat curam dan sempit di sebuah lereng gunung, mereka melihat seorang berpakaian mirip pengemis. Dia sedang tidur melintang di tengah jalan.
Mungkin itu seorang pengemis tua yang kelelahan tanpa sadar tertidur di tempat berbahaya itu. Letak jalan itu berada di tepi jurang, sudah tentu tubuh orang itu menghalangi jalan yang akan dilewati suami-isteri tersebut.
Jika orang itu membalikkan tubuhnya, sungguh berbahaya.
Dia akan terjatuh ke dalam jurang dan binasa. Pengemis itu tidur di tepi jurang beralaskan sebuah bantal batu.
Melihat lagak dan tingkah pengemis yang seolah menghalangi jalan mereka, Seng Liong Sen yang memang sedang dongkol jadi bertambah mendongkol. Tanpa pikir panjang Seng Liong Sen mendamprat ke arah pengemis yang sedang tidur itu.
"Hai pengemis tua yang sudah mau mampus! Aku tak peduli jika kau mau terjun ke dalam jurang hingga mampus di sana! Tapi jangan kau halangi jalan kami!" kata Seng Liong Sen sengit.
"Huus! Sabar sedikit, bangunkan saja," bisik Ci Giok Hian menasihati suaminya. "Malah sebaiknya kau lindungi dia agar tidak terjatuh ke dalam jurang!"
"Kau sangat baik, kenapa kau suruh aku meladeni dia?"
kata Liong Sen kurang senang.
"Dia tidur di tempat yang berbahaya, cara dia tidur pun sangat aneh!" kata Ci Giok Hian. "Ingat kata-kata Buddha, menolong satu jiwa sama dengan membangun sebuah pagoda setinggi tujuh tingkat. Apalagi kita pun tidak harus tergesagesa?"
1416 "Baik, akan kuturuti permintaanmu," kata Seng Liong Sen.
Sekalipun menurut, tapi hati Seng Liong Sen dongkol karena isterinya terlalu menaruh perhatian pada si pengemis itu.
Seng Liong Sen menghampiri pengemis tua itu, dia mencoba membangunkannya. Tapi si pengemis tua seperti tuli, seolah fia sedang tertidur lelap. Dia tidak menghiraukan panggilan Seng Liong Sen yang berulangulang itu.
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kubilang, dia tidur seperti orang mati! Agar tidak buang waktu, mari kita lompati saja dia!" kata Liong Sen.
Saat itu pengemis tua itu bangun dan duduk hingga Ci Giok Hian kaget. Tiba-tiba pengemis tua itu menggerutu.
"Sedang enak-enaknya tidur, kalian datang mengganggu.
Dasar tidak tahu aturan!" kata pengemis tua itu.
"Sial, kami baik ingin menolongimu, kau malah memaki kami!" kata Seng Liong Sen.
"Tadi, kau bilang aku seperti orang mati, bukan?" kata si pengemis tua sengit. "Kaulah yang mau mampus, mana sudi aku kau tolongi!"
Seng Liong Sen gusar. Dia berniat menyerang pengemis itu, tapi Ci Giok Hian mencegahnya.
"Sudah, jangan kau layani dia. Jika dia tidak mau menerima kebaikan kita, mari tinggalkan saja dia!" kata Ci Giok Hian.
Pengemis tua itu mengambil tempat arak dari kulit labu.
Dia membuka tutupnya hingga tercium bau harum ke manamana.
1417 "Ternyata kau sangat baik, Nona, mari kusuguhi kau arak!" kata si pengemis.
"Siapa yang menginginkan arakmu, lekas minggir!" kata Seng Liong Sen gusar.
"Jika ada orang yang minta arakku ini, belum tentu dia akan kuberi! Tapi kau si bocah busuk, kau berani kurang ajar padaku! Kalau begitu pergi kau dari sini!" kata si pengemis tua.
"Liong Sen, sudah jangan bertengkar dengannya," kata Ci Giok Hian sambil menarik tangan suaminya.
"Memang siapa yang mau ribut dengan pengemis bau ini?" kata Seng Liong Sen.
Ci Giok Hian menarik tangan suaminya, agar segera meninggalkan pengemis tua yang masih menggerutu itu.
Sesudah agak jauh Seng Liong Sen kelihatan masih kurang senang.
"Sudah kubilang kau jangan pedulikan pengemis bau itu," kata Seng Liong Sen pada isterinya. "Ternyata bukan berterima kasih, dia malah mengejek kita!"
"Liong Sen, kau jangan begitu, siapa tahu dia orang gagah kalangan Kang-ouw. Jika bukan, masakan dia berani tidur di tepi jurang yang berbahaya" Kata-katanya pun mencurigakan," kata Ci Giok Hian. Tawaran arak si pengemis tua membuat Ci Giok Hian sedikit curiga, tapi Seng Liong Sen tidak merasakannya. Mungkin karena dia merasa sebagai pewaris Bun Yat Hoan, ditambah lagi dia memang orang daerah Kang-lam. Maka itu di depan isterinya dia tidak mau mengaku salah.
1418 "Aku rasa dia bukan orang gagah, jadi jangan sembarangan mengira dia orang gagah!"' kata Seng Liong Sen.
Mereka melanjutkan perjalanan, tapi tak lama Ci Giok Hian mendengar suara orang menggeros sedang tidur.
Ketika sampai ke tempat suara itu Ci Giok Hian kaget.
"Lihat Liong Sen!" kata Ci Giok Hian.
Ternyata di depan mereka terlihat si pengemis tua tadi, dia sedang tidur dengan bantal batu seperti saat di jurang tadi.
Yang membuat Ci Giok Hian bingung, karena dia dan suaminya sudah menempuh jarak beberapa li jauhnya.
Sekarang dia lihat si pengemis tua itu malah sudah ada di depan mereka. Saat menyusul mereka pasti si pengemis tua itu telah menggunakan gin-kang yang tinggi. Anehnya dalam waktu sesingkat itu dia sudah bisa mendahului mereka. Melihat hal itu Ci Giok Hian kelihatan kaget dan bingung.
"Tenang! Mungkin kau benar dia lihay, bahkan tadi aku memakinya. Tapi aku kira di daerah Kang-lam ini nama Guruku bisa menjadi jaminan. Dia tidak akan marah kepadaku, percayalah!" kata Seng Liong Sen menenangkan hati isterinya.
"Lo Cian-pwee, aku minta maaf tadi aku bersikap kurang sopan padamu," kata Seng Liong Sen sambil memberi hormat.
Tiba-tiba pengemis tua itu bangun, dia mengawasi kedua muda-mudi itu dengan sorot mata gusar.
"Hm! Kiranya kalian lagi! Kenapa sih kalian selalu mengganggu orang yang sedang enak-enak tidur?" kata si pengemis tua.
1419 "Maaf, Lo Cian-pwee. Kenapa kau menggoda kami?"
"Siapa punya waktu menggoda kalian, aneh sekali!" kata si pengemis tua. "Katakan padaku, Bu Yat Hoan itu apamu?"
"Beliau Guruku," jawab Seng Liong Sen.
"Aku sudah menduga, pasti kau Seng Liong Sen, pewaris dari gurumu!" kata si pengemis tua.
"Seng Cap-si Kouw itu Bibimu, bukan?"
"Benar, beliau Bibiku. Apa kau juga kenal padanya, Lo Cianpwee!" kata Seng Liong Sen.
"Pantas kau congkak sekali karena gurumu Bu-lim-beng-cu di Kang-lam dan bibimu, orang yang disegani!" kata si pengemis tua.
"Oh maaf, boan-pwee (hamba yang rendah) tidak berani bersikap congkak di depanmu," kata Seng Liong Sen coba merendah sambil memberi hormat.
Pengemis tua itu meminum arak dari tempat araknya.
Tapi tiba-tiba arak yang ada di mulutnya yang bercampur dengan ludah, dia semburkan ke muka Seng Liong Sen.
Karuan saja Seng Liong Sen terperanjat bukan kepalang.
Perbuatan si pengemis tua itu membuat Seng Liong Sen berang sekali.
"Aku tak mau tahu siapa kau, mari kita adu jiwa!" kata Seng Liong Sen pada si pengemis tua.
Seng Liong Sen sudah diajari ilmu silat oleh dua orang guru, Bun Yat Hoan dan Seng Cap-si Kouw, pasti ilmu pedang dan totokkannya lihay. Ketika dia menyerang ke arah tujuh jalan darah lawan, si pengemis tua malah tertawa terbahakbahak.
1420 "Hm! Jangankan pedangmu, poan-koan-pit gurumu pun aku tak takut! Kau berani mempertontonkan kepandaian rendahmu di depanku ya" Ibarat sebuah pepatah, kau main kapak di depan tukang kayu kawakan!" kata si pengemis tua mengejek.
Mereka sudah langsung bertarung tapi pedang Seng Liong Sen selalu tertangkis oleh sentilan si pengemis tua itu.
Saat Seng Liong Sen hendak mengulangi serangannya, tahu-tahu Seng Liong Sen telah tertotok oleh si pengemis tua itu.
Ci Giok Hian menghunus pedangnya untuk membantu suaminya. Tapi melihat suaminya kalah, niatnya dibatalkan.
"Lebih baik aku minta maaf, mungkin pengemis itu marah karena kesombongan suamiku?" pikir Ci Giok Hian.
Baru saja Ci Giok Hian akan maju untuk minta maaf, pengemis tua itu sudah langsung berkata, "Kau isterinya, kan" Ternyata kau lebih baik dari suamimu!"
"Lo Cian-pwee mohon kau maafkan suamiku demi memandang muka gurunya, Bun Yat Hoan," kata Ci Giok Hian.
"Hm! Aku tidak bisa kau gertak dengan nama Bun Yat Hoan, untuk apa aku harus mengalah kepadanya?" kata si pengemis tua. "Tapi, karena kau yang meminta maaf, baiklah."
"Terima kasih, aku mewakili suamiku untuk minta maaf padamu, Lo Cian-pwee...."
Pengemis tua itu tertawa.
1421 "Kalian sudah menikah, kan" Tapi aku tahu kalian belum menjadi suami-isteri yang sejati. Apa kau suka kepadanya?" kata pengemis tua itu pada Ci Giok Hian.
Wajah nona Ci jadi merah padam.
"Kau jangan menggodaku, aku menikah dengan apa dan siapa-pun, aku harus setia pada suamiku!" kata Ci Giok Hian.
"Baiklah, aku ingin bertanya padamu. Tapi kau harus menjawabnya dengan jujur!" kata si pengemis.
"Silakan," kata Ci Giok Hian.
"Aku tidak percaya pada suamimu, maka itu aku bertanya padamu. Tentang lukisan Hiat-to-tong-jin, seberapa banyak yang kau ketahui?" kata si pengemis itu.
"Apa maksudmu" Aku tidak mengerti!" kata Ci Giok Hian. "Aku baru kali ini mendengarnya."
"Masakan Seng Cap-si Kouw tak pernah mengatakannya padamu?" kata si pengemis.
"Tidak pernah, malah sejak aku menikah belum pernah aku bertemu dengannya," kata Ci Giok Hian.
"Sebelum kau menikah?"
"Aku hanya pernah tinggal semalam, ketika aku baru kenal pada bibinya. Jadi mana mungkin rahasia itu diberitahukan kepadaku," kata Ci Giok Hian.
"Satu lagi, apakah kau kenal dengan isteri kedua Ciauw Goan Hoa bernama Kho Siauw Hong?" kata si pengemis.
"Aku pernah mendengar nama Ciauw Goan Hoa, tapi belum pernah bertemu dengannya," kata Ci Giok Hian.
"Apalagi dengan isteri keduanya!"
1422 Sesudah termenung sejenak pengemis tua itu berkata lagi.
"Baiklah, untuk sementara ucapanmu kuanggap benar.
Tapi untuk sementara kalian terpaksa harus kusandera!"
katanya. "Kau mau menahan kami" Maaf, kami masih ada urusan yang harus diselesaikan, tolong bebaskan kami!" kata Ci Giok Hian.
"Aku memang baik padamu," kata si pengemis. "Tapi aku tidak mau tahu tentang urusanmu. Jika kau mau pergi, silakan tapi kau boleh pergi tanpa suamimu!"
"Jika suamiku kau tahan, sudah tentu aku pun tidak akan pergi! Tapi katakan apa alasannya kau menahan kami?"
kata Ci Giok Hian. "Kau tanya alasannya" Baiklah itu akan kukatakan. Jika aku hanya menghadapi bibinya, aku pun tidak takut. Tapi bibinya bersahabat dengan Han Tay Hiong. Jika mereka sampai bergabung dengannya, aku bukan tandingan mereka. Tapi jika keponakannya ada di tanganku, bibinya pun harus berpkir dua kali, jika dia akan mencelakaiku!"
kata si pengemis tua. "Ada permusuhan apa Lo Cian-pwee dengan bibinya?"
"Kau cerewet dan banyak bertanya! aku katakan terus terang, aku tidak akan memaksamu harus ikut aku, jika mau pergi silakan saja. Jika kau sayang pada suamimu lebih baik kau ikut dengan kami!" kata si pengemis tua.
Sesudah itu dia seret Seng Liong Sen seperti dia menyeret bangkai binatang. Melihat begitu Ci Giok Hian terpaksa ikut.
"Tolong katakan, siapa namamu Lo Cian-pwee?"
1423 "Kau gadis cerewet, panggil saja aku pengemis tua, beres!" katanya.
Giok Hian akhirnya diam. Sekalipun membawa seorang tawanan pengemis tua itu bisa berjalan cepat. Sedangkan Ci Giok Hian yang mengerahkan seluruh kemampuannya pun tetap tertinggal di belakang.
Si pengemis tua pun sadar pada kemampuan Ci Giok Hian, maka itu dia tidak ingin meninggalkannya terlalu jauh. Dia tetap menjaga jarak sehingga Ci Giok Hian bisa mengikutinya.
Saat mengikuti pengemis tua yang membawa suaminya, tiba-tiba Ci Giok Hian ingat sesuatu. Dia mengambil kotak perhiasannya, di sana terdapat pemerah bibir. Diam-diam dia menulis surat di sehelai saputangan untuk ditinggalkan di tengah jalan. Isi tulisan itu demikian
"Kami tertangkap seorang pengemis tua! Jika ada yang mene-mukan saputangan ini, tolong antarkan pada Ong Ceecu. Upahnya tusuk kundai emas ini."
Tertanda Ci Giok Hian dan Seng Liong Sen.
Surat itu ditulis sambil berjalan dengan tergesa-gesa.
Tidak heran jika tulisan itu tidak karuan macamnya. Diamdiam surat itu dia tancapkan di sebatang pohon. Harapan untuk bisa ditemukan, memang sangat tipis. Tapi Ci Giok Hian berharap, siapa tahu ada orang yang menemukannya"
Dia tidak minta saputangannya dikirim ke Bun Tay-hiap, karena jarak dari situ ke tempat Elun Yat Hoan cukup jauh.
Sebaliknya ke Ong Cee-cu jaraknya lebih singkat. Selain itu daerah yang dia lewati memang termasuk kekuasaan Ong Cee-cu Ong It Teng. Kelihatan pengemis tua yang membawa suaminya mendaki, Ci Giok Hian pun ikut 1424
mendaki. Tak lama mereka sudah melihat rumah batu di atas bukit. Begitu sampai mereka mendengar suara seseorang. Ternyata orang itu tidak bisa bicara alias gagu.
Suara orang itu berisik. Orang itu seorang pemuda berusia sekitar tujuh atau delapan belas tahun, dia memakai baju kulit binatang.
Tubuh pemuda itu kekar. Tingginya hampir sama dengan pengemis tua. Saat itu si pemuda sedang mendukung seekor harimau kumbang yang cukup besar.
Begitu besarnya hingga kaki harimau kumbang itu menjulur ke tanah dan agak terseret-seret.
"Dasar bandel, kau kusuruh menjaga rumah malah berburu macan kumbang," orang tua itu mengomeli si anak muda.
Pemuda itu tak menghiraukan teguran si orang tua.
Entah dia tuli atau tidak. Tapi sikapnya seperti anak dungu.
Ci Giok Hian mengawasinya saja.
"Dia muridku, harap maklum dia gagu! Dia tidak berniat jahat padamu. Kau jangan takut!" kata pengemis tua itu pada Giok Hian.
Pemuda itu terus mengawasi Ci Giok Hian.
"Hai bocah, apa yang kau perhatikan" Dia isteri orang, kenapa kau awasi terus?" bentak si pengemis tua.
Anak muda itu ah-ah-uh-uh, entah apa yang ingin dia katakan.
"Nona, dia bilang kau cantik!" kata si pengemis tua.
Saat itu Ci Giok Hian sedang berpikir.
"Dia mampu membunuh harimau kumbang yang begitu besar, berarti anak muda ini lihay. Jadi tanpa si pengemis pun kami tak bisa berbuat apa-apa?" pikir Ci Giok Hian.
1425 Tak lama mereka sampai di rumah batu lalu masuk ke dalam rumah. Si pengemis tua lalu menyeret Seng Liong Sen dan dimasukkan ke sebuah kamar.
"Kau diam di kamar itu sampai bibimu datang dan memohon kepadaku, baru kau akan kubebaskan!" kata pengemis tua.
Lalu orang tua itu membuka jalan darah Seng Liong Sen yang tertotok. Seng Liong Sen tidak pernah mendapat hinaan seperti itu seumur hidupnya. Bukan main marahnya Seng Liong Seng, dia mendengus.
"Jika kau berani bunuh saja aku!" kata Seng Liong Sen.
Tapi tak lama dia mengaduh kesakitan. Rupanya Seng Liong Sen diserang hingga kesakitan.
"Tak ada gunanya kubunuh kau, tapi jika kau tak mau berhenti bicara, akan kusiksa kau lebih hebat lagi!" kata si pengemis.
Mendengar ancaman itu Ci Giok Hian cemas, dia memohonkan ampun untuk suaminya pada si pengemis tua. Sambil tertawa pengemis itu berkata, 'Baiklah, karena permintaanmu, nona, aku ampuni dia!"
Sesudah itu sambil tertawa pengemis itu berkata lagi.
"Sekalipun totokanku sudah kubebaskan, tapi akibat nyerinya masih terasa, dia masih kesakitan. Jika dia mau, minum arakku agar bebas dari kesakitan. Sayang arakku ini sudah terkena ludahku," kata si pengemis sambil menjatuhkan tempat araknya.
Sekalipun jijik dan mual mendengar arak itu sudah terkena ludah si pengemis, namun karena tak tahan sakit Seng Liong Sen meraih tempat arak itu. Dia minum 1426
beberapa teguk. Tibatiba pengemis tua itu merebut tempat arak dari tangan Seng Liong Sen.
"Huss! Jangan kau habiskan, sekalipun aku pengemis kotor menjijikan, tapi aku sayang pada arakku itu!" kata si pengemis.
Selang sesaat Seng Liong Sen memang merasakan tubuhnya mulai nyaman. Dia kaget merasakan totokan khas si pengemis tua itu. Sekarang tidak berani banyak bicara.
"Nona, bila kau bersedia merawat suamimu di sini, baiklah. Di sini kau bisa bebas bergerak. Mau pergi pun kau tak akan kuhalangi asal kau tidak membawa dia!" kata si pengemis.
Sesudah itu orang tua itu menoleh pada si gagu, muridnya.
"Kau dengar kata-kataku tidak?" kata si pengemis tua.
Pemuda itu mengangguk. "Saat aku pergi dan dia mau kabur, patahkan saja kakinya. Tapi jika Nona Ci yang mau pergi, jangan kau ganggu atau menghalangi dia!" kata si pengemis tua lagi.
"Uh, uh!" pemuda itu mengangguk tanda mengerti.
Sesudah berpesan pengemis tua itu pergi. Dengan wajah kemerah-merahan Liong Sen berkata pada Ci Giok Hian.
"Adik Giok Hian, sekalipun kau ingin mengabdi sebagai isteriku, tetapi kita jadi suami-isteri hanya pura-pura saja.
Jika kau mau, kau jangan ikut menderita bersamaku, pergilah!" kata Seng Liong Sen.
Ucapan suaminya itu sungguh mengagetkan Ci Giok Hian, padahal dia tulus ingin menemani sang suami. Tapi dia heran kenapa malah dicemooh demikian oleh 1427
suaminya" Tak heran jika akhirnya Ci Giok Hian pun jadi berduka.
"Kita sudah menikah dengan sah, kenapa kau masih berkata begitu, suamiku?" kata Ci Giok Hian. "Kita ditawan dan ada di tangan orang, bersabarlah, suamiku!"
"Kau sangat baik padaku, Adik Giok Hian. Entah bagaimana aku membalas budimu?" kata Seng Liong Sen.
"Kita suami-isteri, kau jangan berkata begitu," kata Giok Hian.
Sesudah Ci Giok Hian tahu sifat suaminya, pikiran Ci Giok Hian pun melayang jauh. Dia ingat pada Kok Siauw Hong yang ramah dan sopan. Akhirnya dia jadi murung sekali. Tapi nasi sudah jadi bubur, lalu mau menyalahkan siapa dia"
Dikisahkan saat itu Ci Giok Phang sedang ada di tempat Ong It Teng di Thay-ouw (Telaga Besar). Dia sedang cemas karena adik perempuan dan iparnya Seng Liong Sen belum tiba juga di tempat itu. Saat Ci Giok Phang kebingungan, hari itu datang seorang pengemis dari golongan Kay-pang ke tempat Ong It Teng. Pengemis itu mengenakan baju tambal delapan dan mengaku bernama Tay Ek. Ci Giok Phang dan Kong-sun Po diperkenalkan oleh Ong It Teng pada pengemis itu.
"Aah kebetulan!" kata Tay Ek.
"Apa yang kebetulan?" tanya Ong It Teng.
"Bukankah adik Tuan Ci itu bernama Ci Giok Hian?"
kata Tay Ek pada Ci Giok Phang.
"Ya, apa Tay Hiang-cu mengetahui dia ada di mana?"
tanya Giok Phang. "Benar, kau lihat ini!" kata Tay Ek.
1428 Pengemis itu menunjukkan sebuah tusuk kundai dan saputangan pada Ci Giok Phang. Sesudah memeriksa barangbarang itu Ci Giok Phang terperanjat.
"Benar benda-benda itu milik adikku!" kata Giok Phang.
"Bagaimana Tay Hong-cu mendapatkan benda-benda itu?"
"Beberapa waktu ini di Siong-hong-nia muncul seorang pengemis tua yang aneh. Dia sering tidur di tepi jalan setapak yang berbahaya," kata Tay Ek menjelaskan.
"Muridku pernah bertemu dengannya. Muridku mengira pengemis itu dari golongan tua Kay-pang kami. Tetapi rupanya dia bukan orang dari golongan kami. Karena curiga lalu kuselidiki. Kebetulan adik perempuanmu dan suaminya pun sampai di sana."
Ci Giok Phang mengangguk sambil memperhatikan saputangan adiknya. Ong It Teng pun melihat tulisan di sapu tangan itu.
"Jadi mereka ditawan oleh pengemis tua itu!" kata Ong It Teng. "Apa dia tak tahu kalau Seng Siauw-hiap murid Bun Tay-hiap" Lalu berapa tinggi ilmu silat pengemis tua itu?"
"Karena kepandaian silatnya tinggi, aku tidak berani bertindak. Karena aku takut adik perempuanmu salah duga, nanti dia mengira pengemis tua itu dari Kay-pang. Maka itu aku harus melapor pada Ketua kami. Sayang sekarang Pangcu kami sedang ada di wilayah Utara. Maka itu untuk memenuhi permintaan adikmu itu, aku datang ke mari untuk menyampaikan benda ini pada Ong Cee-cu!" kata Tay Ek mengisahkan pengalamannya.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" kata Ong It Teng. "Pengemis itu lihay, jika kita datang beramai-ramai akan membuat musuh kaget. Sebaiknya kita cari tokoh silat untuk menghadapi dia!"
1429 "Kalau begitu, kami bertiga saja yang pergi ke sana," kata Ci Giok Phang mengajukan diri." Aku harap Tay Hiang-cu mau menjadi penunjuk jalan!"
Ong It Teng mengangguk setuju. Dia yakin Giok Phang, Kong-sun Po dan Wan Say Eng sanggup menghadapi pengemis tua itu. Tidak berapa lama merekapun berangkat.
Di tengah perjalanan Ci Giok Phang berkata pada Tay Ek, "Berapa jauh dari sini ke tempat pengemis tua itu?"
"Dalam dua hari kita akan sampai di sana," jawab Tay Ek.
"Jika demikian kita akan sampai dalam empat hari, tapi apakah si pengemis tua itu masih ada di sana?" kata Ci Giok Phang.
"Aku kira dia akan tetap ada di sana, aku pun tahu persembunyiannya," kata Tay Ek.
"Kau tahu persembunyiannya?"
"Tahu!" kata Tay Ek. "Aku pernah mengintainya dan aku hampir dihajar oleh pengemis gagu."
"Jadi dia punya murid?" kata Wan Say Eng.
"Benar, aku tak tahu berapa tinggi ilmu silat bocah gagu itu?" kata Tay Ek. "Tempo hari ketika muridku mencari bahan obat. Tiba-tiba dia mendengar auman harimau kumbang. Dia lihat bocah gagu itu sedang bertarung dengan harimau kumbang, dan mampu mengalahkannya. Malah ketika diikuti, muridku melihat persembunyian mereka di sana!"
"Saat pengemis gagu itu kepergok muridku, dia mengancam dan menyuruhnya pergi. Dia
mendemontrasikan kekuatannya dengan membenturkan kepalanya ke batu hingga hancur. Muridku itu cerdas, dia 1430
memberi tanda, bahwa dia ingin bersahabat dengan si gagu.
Muridku lalu memberinya kue yang dia bawa. Tapi bocah gagu itu menolak dan meminta agar muridku segera pergi.
Muridku tahu apa maksud si gagu, dia seolah mau bilang bahwa guru dia keras dan tidak mau ada orang lain mengetahui tempat tinggalnya."
"Kalau begitu adikku pasti disekap di persembunyiannya itu," kata Ci Giok Phang. "Tapi kenapa dia memusuhi adikku?"
"Mungkin saja suami adikmu musuh dia!" kata Tay Ek.
"Sudah jangan ribut, bukankah kita sudah akan sampai?"
kata Wan Say Eng. Ci Giok Phang menggelengkan kepalanya karena bingung. Tapi sesudah lewat sehari dia tahu jawabnya.
Mungkin karena Seng Liong Sen keponakan Seng Cap-si Kouw, pengemis tua itu memusuhinya.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oCi Giok Hian tidak dijaga keras seperti suaminya, dia bisa bebas bergerak ke mana dia suka. Malah di saat bocah gagu itu sedang masak, dia juga ikut membantu memasak.
Pada suatu hari saat Ci Giok Hian pergi mencari kayu bakar untuk masak, tiba-tiba dia mendengar derap kaki kuda. Saat diperhatikan Ci Giok Hian melihat seorang pria berpakaian hijau sedang memacu kudanya ke alas bukit ke arah Giok Hian berada.
"Siapa orang itu" Apakah dia tamu si pengemis tua?"
pikir Ci Giok Hian. Saat Giok Hian berpapasan pemuda berbaju hijau itu berpikir.
1431 "Oh cantiknya gadis ini, dia ternyata lebih cantik dari puteri pulau Beng-shia-to!" gerutu pemuda itu.
Nona Ci mendengar gerutuan itu. Dulu jika ada lelaki yang mengawasinya pasti Ci Giok Hian akan marah, tapi ketika itu dia diam saja. Dia terus mengumpulkan kayu bakar yang akan dibawa pulang.
"Siapa Nona Wan yang dikatakannya, apakah dia wanita yang ke Kang-lam bersama Kakakku seperti kata seorang budak tua tempo hari padaku?" pikir Ci Giok Hian.
Begitu sampai Ci Giok Hian menaruh kayu bakar, dan nona Ci masuk ke kamarnya. Tak lama dengar derap kaki kuda sedang mendatangi. Kemudian terdengar suara pengemis tua itu bicara.
"Oh, kau datang! Aku sudah mengira pasti Jie Siauw-ya akan menyuruhmu datang ke mari," kata pengemis tua itu.
"Aku dengar Seng Cap-si Kouw datang ke Istana Perdana Menteri, hingga Jie Siauw-ya mendapat kesulitan, bukan?"
Mendengar kata-kata itu Ci Giok Hian bertambah bingung saja. Mengapa seorang Perdana menteri punya hubungan dengan para pengemis" Pikir nona Ci.
"Benar, kedatanganku atas perintah Jie Siauw-ya. Si Iblis Perempuan itu memang menunggumu di sana!" kata orang itu.
"Lebih baik kau kembali, suruh dia datang menemuiku di sini!" kata si pengemis tua.
"Ke sini?" tanya si baju hijau.
"Ya. Dulu tempat ini memang kurahasiakan padanya, sekarang tidak! Silakan kau kembali, katakan pada Siauwya, aku tak sempat ke sana. Kutemui dia di sini saja!" kata si pengemis.
1432 "Baik, kalau begitu aku mohon diri," kata si baju hijau.
"Tunggu, jangan tergesa-gesa. Ada yang akan kusampaikan kepadamu. Duduklah dulu," kata si pengemis tua.
"Apa yang ingin kau katakan" Apa kau mau bilang kau sudah punya murid perempuan?" kata si baju hijau sambil tertawa.
"Siapa bilang" Oh, pasti tadi kau bertemu dengannya,"
kata si pengemis. "Dia isteri keponakan si Iblis Perempuan, Nyonya Seng!"
Seng Liong Sen dan Ci Giok Hian tahu, mereka sedang membicarakan Seng Cap-si Kouw, bibi Seng Liong Sen.
"Hm! Cantiknya nyonya muda itu!" kata si baju hijau.
Sekarang si baju hijau sadar, mengapa si pengemis tua itu berani menyuruh si Iblis Perempuan datang ke persembunyiannya. Rupanya sekarang dia sudah punya tawanan sebagai jaminan keselamatannya.
"Selama ini kau selalu bersama Jie Siauw-ya, bagaimana apakah ilmu silatnya sudah ada kemajuan?" tanya si pengemis tua.
"Beberapa waktu yang lalu Jie Siauw-ya bertarung dengan anak muda, sayang Jie Siauw-ya kalah oleh pemuda itu. Terutama ilmu totoknya yang aneh dari pemuda musuhnya itu!" kata si baju hijau. "Mungkin "Keng-sin-cihoat" milik Jie Siauw-ya belum sempurna. Tadinya Jie Siauw-ya akan menemuimu, tapi karena kedatangan si Iblis Perempuan itu dia tak kadi datang!"
Jelas sudah si pengemis tua ini guru Han Hie Sun, sedang si baju hijau bernama An Tong, pelayan Jie Siauwya Han Hie Sun.
1433 "Hm! Jadi Jie Siauw-ya kalah. Siapa nama pemuda itu?"
kata si pengemis tua. "Namanya Kong-sun Po," kata An Tong.
"Apa" Kong-sun Po" Apa dia anak Kong-sun Khie?" kata si pengemis tua. "Aku kenal Kong-sun Khie, tapi dulu ilmu totoknya tidak hebat sekali!"
"Yang aneh ilmu totoknya sama dengan milikmu!" kata si baju hijau.
"Kenapa bisa begitu" Baik akan kuselidiki pemuda itu!"
kata si pengemis. "Apa ada masalah lain?"
"Ada! Kong-sun Po datang bersama yang lain!"
"Siapa mereka itu?"
"Yang pria she Ci dari Pek-hoa-kok, sedang yang wanita she Wan dari Beng-shia-to!" kata si baju hijau agak pelan.
Ci Giok Hian masih mendengarkan dengan jelas.
"Oh, yang dia bicarakan pasti kakakku Giok Phang!"
pikir Ci Giok Hian. "Yang perempuan sangat cantik, hanya adatnya jelek,"
kata An Tong menjelaskan tanpa diminta.
Pengemis tua itu tertawa.
"Aku tahu sekarang, rupanya Han Hie Sun menginginkan bocah perempuan itu, maka itu dia dihajar!"
kata si pengemis tua. An Tong mengangguk, tapi dia membela majikannya.
"Itu salah Bong Sian dan Teng Kian si penjilat itu! Dia ingin menyenangkan Jie Siauw-ya malah menyusahkan.
Dibanding Nyonya Seng jelas Nona Wan kalah jauh!" kata An Tong.
1434 "Aku memang ingin muridku punya isteri yang cantik, tapi aku tak mau dia berbuat kurangajar. Katakan pada Jie Siauwya, aku sudah punya pilihan. Sesudah masalah Seng Cap-si Kouw beres, urusan itu akan kuurus juga!" kata si pengemis tua.
"Baik," kata An Tong.
An Tong pun pamit. Sesudah An Tong pergi Ci Giok Hian bingung, siapa nona yang dikatakan An Tong pada si pengemis.
"Nona Ci, mari!" kata si pengemis memanggil Ci Giok Hian.
Ci Giok Hian keluar dari kamar menemuinya.
"Ada apa Lo Cian-pwee?" tanya Ci Giok Hian.
"Aku sudah tahu penyakit suamimu, bahkan aku yakin dia tak bisa diobati lagi," kata si pengemis tua.
"Maksud Cian-pwee?"
"Kau masih muda, apakah kau tetap ingin jadi janda seumur hidupmu?" kata si pengemis tua.
"Kau kira aku ini perempuan apa" Sudah kau jangan bicara soal itu!" sentak Ci Giok Hian.
"Aku bicara demi kebaikanmu, aku punya murid putera kedua Perdana Menteri...."
Sebelum pengemis tua itu selesai bicara, Giok Hian langsung memotong.
"Aku tawananmu, kalau kau mau membunuhku silakan saja. Jika kau memaksaku, aku bisa bunuh diri!" kata Ci Giok Hian. Pengemis tua itu tertawa.
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ternyata kau setia, Nona Ci! Jika kau tak mau ya sudah, aku tidak memaksa! Cuma aku kasih tahu, suamimu 1435
ini tidak berguna. Aah, sudahlah jika sudah tenang kau pikir-pikir saja dulu..." kata si pengemis tua. Dengan jengkel Ci Giok Hian kembali ke kamarnya, dia lihat suaminya mengawasi di bibirnya terlihat senyuman pahit.
"Ada apa" Apa hari ini kau merasa baikan?" kata Giok Hian.
"Kau tertimpa rejeki besar, kenapa kau tolak?" kata Seng Liong Sen yang rupanya mendengarkan kata-kata si pengemis tua.
Mendengar sindiran itu Ci Giok Hian jengkel.
"Hm! Kau anggap aku ini perempuan apa" Aku tak butuh kesenangan, sekarang kita berada di tangan orang, kita tidak bisa meninggalkan tempat ini. Tunggu sampai kita bebas, tanpa kau usirpun aku akan pergi sendiri!" kata Ci Giok Hian sengit.
Melihat Ci Giok Hian marah suaminya menunduk.
"Maaf, aku emosi mendengar ucapan pengemis tua itu.
Dia benar, murid anak perdana menteri, ilmu silatnya tinggi. Dibanding aku, aku ini suami apa. Dia juga lebih baik dariku!" kata Liong Sen.
"Tadi jika kau mendengar pembicaraanku dengan pengemis itu, kau seharusnya mendengar juga apa jawabanku!" kata Giok Hian. "Ini malah kau mencurigaiku!
Sekalipun kau kesal, kau tak pantas mengejekku!"
"Sudah, aku minta maaf. Aku salah bicara, mari kita bicarakan soal lain saja. Tadi si pengemis akan mengundang Bibiku, ya kan?"
"Ya. Dari nada ucapannya aku kira dia dan bibimu punya masalah!" kata Ci Giok Hian.
1436 "Jika Bibi datang, kita tidak perlu cemas lagi," kata Liong Sen.
"Dia lihay, aku khawatir bibimu pun tak akan sanggup melawannya?" kata Ci Giok Hian.
"Jangan cemas, ilmu pedang Bibiku lihay sekal. Dia juga ahkli racun terkenal. Jika dia datang kita punya harapan bisa pergi dari sini!" kata Seng Liong Sen.
"Ilmu totok si tua sangat lihay, kau juga sudah mencobanya. Betapa lihaynya, bukan?" kata Ci Giok Hian.
"Aku punya cara lain, tapi apa kau bisa membantuku?"
tanya Seng Liong Sen. "Baik, aku mau. Tapi apa bisa berhasil, tenaga dalamku lain dengan yang kau pelajari?" kata Giok Hian.
"Kau ingat saat kita mau menikah, bukan?"
"Ya." "Waktu itu Kok Siauw Hong datang. Aku kira dia hendak mengacau, ternyata tidak. Malah dia memberi hadiah padaku." kata Seng Liong Sen.
"Maksudmu hadiah apa?" tanya Ci Giok Hian.
"Hadiah itu sebenarnya bukan dari dia, tapi dari orang lain," kata Liong Sen. "Hadiah dari Kang-lam Tay-hiap sebuah kitab Tay-hang-pat-sek. Ilmu silat yang jadi idaman semua jago persilatan di kalangan Kang-ouw."
"Bukan main berharganya hadiah itu!" kata Ci Giok Hian. "Lalu kenapa tidak ..."
"Maksudmu kenapa aku tidak bilang padamu?" kata Seng Liong Sen. "Itu karena aku takut kau selalu ingat padanya!"
Ci Giok Hian mengangguk mengerti.
1437 "Sayang aku belum sempat melatihnya," kata Seng Liong Sen. "Sekalipun sederhana delapan jurus itu lihay sekali!"
"kau benar," kata Ci Giok Hian.
"Untuk melatih ilmu ini harus menggunakan tenaga dalam. Tapi tenaga dalamku tidak kupelajari dari guruku, aku belajar dari Bibiku tenaga dalam ilmu sesat. Itu yang membuat aku bingung." kata Seng Liong Sen.
"Bagaimana, bisakah aku membantumu?" tanya Giok Hian.
Seng Liong Sen mengangguk karena tak ada cara lain dia harus berterus terang pada Giok Hian.
"Tahukah kau kenapa Kang-lam Tay-hiap meminta Siauw
Hong menyampaikan hadiah itu padaku?" kata Liong Sen.
"Tidak," jawab Ci Giok Hian.
"Maksud beliau agar aku belajar bersama Siauw Hong, tapi
Siauw Hong rupanya tidak tertarik. Maka itu dia berikan hadiah itu padaku." kata Liong Sen.
"Jadi semua dia berikan padamu?" kata Ci Giok Hian.
"Ya, malah Kang-lam Tay-hiap dengan tegas mengatakan hadiah itu untukku, tetapi Siauw Hong boleh ikut mempelajarinya," kata Seng Liong Sen.
"Baik! Katakan bagaimana aku bisa membantumu?" kata Ci Giok Hian.
"Aku dengar kau yang mengobati Nona Han."
1438 "Ya. Juga dengan bantuan arak keluarga kami!" kata Ci Giok Hian mulai mengerti maksud suaminya.
"Selain dengan arak, tentu masih ada cara lain?" kata Seng Liong Sen.
"Ya, aku mengerti sedikit "Siauw-yang-sin-kang" dari Kok Siauw Hong," kata Ci Giok Hian.
"Maaf, aku harap kau tidak salah paham," kata Liong Sen. "Mungkin Kang-lam Tay-hiap menyuruhku belajar bersama Kok Siauw Hong, ya karena "Siauw-yang-sinkang" yang dia miliki itu!"
"Jadi kau ingin kuajari "Siauw-yang-sin-kang?" Baik, kenapa tidak kau katakan terus-terang saja sejak tadi!" kata Ci Giok Hian. "Tapi tidak kujamin karena pengetahuanku tentang lwee-kang itu belum sempurna!"
Saat Ci Giok Hian mengajari suaminya, dia jadi sadar betapa liciknya Seng Liong Sen. Saat itu dia ingat betapa bedanya sifat Siauw Hiong dengan suaminya.
"Aah, jika saja aku tidak serakah dan ingin menjadi isteri seorang Beng-cu, aku tidak akan menjadi isteri Siauw Hong!" pikir Giok Hian.
Berpikir tentang Kok Siauw Hong, Ci Giok Hian jadi malu sendiri. Selang beberapa lama sesudah berlatih Siauw-yangsin-kang, tenaga Liong Sen sudah mulai pulih kembali.
Tentu saja kemajuan ini tidak mereka tunjukkan pada si gagu yang sering mengantar makanan untuk mereka.
Suatu hari ketika Seng Liong Sen sedang berlatih dan konsentrasi, dia mendengar suara bibinya bicara.
"Thay Thian, aku dalang memenuhi undanganmu!" kata Seng Cap-si Kouw dengan nyaring.
Mendengar suara itu, Seng Liong Sen kaget juga girang.
1439 "Bibi datang!" bisik Seng Liong Sen dengan girang.
Si bocah gagu yang melihatnya, segera memberi isyarat pada Liong Sen dan Giok Hian agar mereka tidak sembarang bergerak.
"Huss! Jangan girang dulu, bocah itu mengancam.
Saatnya belum tiba..." bisik Ci Giok Hian pada suaminya.
Seng Liong Sen menuruti nasihat isterinya.
"Aaah, sudah lama kita tidak saling bertemu," kata pengemis tua sambil tertawa. "Silakan masuk!"
"Jangan banyak aturan, kita kawan lama. Mari keluar kita bereskan urusan lama kita!" kata Seng Cap-si Kouw.
Dia tak segera masuk. Ini pun disadari oleh si pengemis, mungkin Iblis Perempuan itu takut terperangkap.
"Urusan lama yang mana?"
"Hai, jangan berlagak lupa dan pura-pura bodoh!" kata si Iblis Perempuan. "Keluarkan lukisan tubuh itu, kenapa kau kangkangi sendiri?"
"Jadi masalah itu!" kata si pengemis tua.
"Ya. Kali ini kau tak bisa menghindar lagi! Ilmu muridmu pasti dari lukisan itu!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Kau benar, memang muridku belajar dari lukisan itu.
Aku kagum kau pandai menyelidik, kau benar-benar lihay!"
kata si pengemis tua. "Maka itu jangan kau remehkan aku!" kata si Iblis.
"Sekarang segera kau serahkan benda itu padaku! Kau sudah menyimpannya selama duapuluh tahun, sekarang giliranku!"
"Sabar!" kata si pengemis tua. "Aku masih ingin bicara!"
1440 "Bicaralah segera! Aku tak mau buang waktu di sini!"
kata si Iblis Perempuan. "Tahukah kau, mengapa kau kuundang masuk?"
"Kenapa?" tanya Seng Cap-si Kouw.
"Karena aku punya seseorang yang akan kutunjukkan padamu!" kata si pengemis.
"Siapa dia?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Aku kira pasti kau ingin menemuinya!" kata si pengemis tua.
"Siapa dia" Katakan!" desak Seng Cap-si Kouw.
"Dia keponakanmu!"
"Jangan ngawur, mana mungkin keponakanku datang ke tempatmu!" kata si Iblis Perempuan.
"Untuk apa aku membohongimu" Jika kau tidak percaya, kupanggil dia keluar!"
Sesudah itu pengemis tua itu memerintah si gagu menyeret Seng Liong Sen keluar dari kamar tahanannya. Si gagu menyeret Seng Liong Sen keluar, dia menurut saja seolah tenaga dia belum pulih. Sedangkan Ci Giok Hian mengikuti dari belakang suaminya.
Sampai di depan pintu Liong Sen berteriak,
"Bibi tolongi aku!" kata Seng Liong Sen.
"Lihatlah, bukan saja keponakanmu, tapi isterinya juga ada di sini!" kata si pengemis tua "Houw Jie, sudah! Gusur dia ke dalam!"
"Hm! Kau orang terhormat, kenapa kau tak tahu malu menyiksa seorang pemuda?" bentak Seng Cap-si Kouw.
1441 "Hm! Ha, ha, ha! Jangan menghina, kau juga menggunakan muridku untuk mengorek rahasiaku, lalu kenapa aku tidak boleh mengundang keponakanmu ini?"
ejek si pengemis tua. Tiba-tiba Seng Cap-si Kouw maju, tapi ditangkis oleh si pengemis tua di depan pintu. Sambutan si pengemis membuat Seng Cap-si Kouw mundur beberapa langkah.
Tapi tak lama sudah maju lagi. Melihat lawan bisa menyerang sesukanya, si pengemis tua meladeninya.
"Sesudah kau kubantu mendapatkan lukisan itu, tapi kenapa kau menipuku, sungguh keterlaluan," kata Seng Cap-si Kouw.
"Terpaksa kulakukan, sekarang tinggal pilih! Kau ingin keponakanmu dan isterinya, atau lukisan itu?" kata pengemis tua.
Saat adu bicara Iblis perempuan itu melepaskan senjata rahasianya. Tak lama terdengar suara ledakan dan asap bersama jarum halus menyerang ke arah lawan. Tapi si pengemis tua sudah siap, dia menangkis dengan kedua tangannya hingga jarum dan racun tak mengenainya.
"Hai Iblis tua, aku memang tahu kau lihay ilmu racun, tapi untuk itu aku sudah siap!" kata si Pengemis tua. "Aku sudah minum Pek-leng-tan buatan Thian-san. Sudahlah, kau jangan mencoba menyerangku dengan senjata rahasiamu itu! Jika kau mau, bertarung secara ksatria saja!"
"Baik, mari kita bertarung, kau kira aku takut padamu?"
kata Seng Cap-si Kouw. Tiba-tiba Iblis Tua ini menerjang, tongkat bambu hijaunya menyambar ke jalan darah lawan.
Diserang begitu si pengemis tertawa.
1442 "Hm! Kau Iblis tak tahu diri, rupanya kau mau pamer kepandaian di depanku, ya"!"
"Tutup mulutmu! Kau siksa keponakan dan isterinya, aku tidak tinggal diam!" kata si Iblis Perempuan.
"Gampang jika kau ingin membawa pulang mereka,"
kata si pengemis tua. "Jika kau bersumpah, bahwa kau tidak akan meminta Hiat-tong-tong-jin di tanganku, dia boleh pergi dari sini!"
"Hm! Majulah dan gunakan kepandaianmu!" kata Seng Cap-si Kouw. "Hari ini kita bertarung untuk menentukan siapa yang kalah dan menang!"
Saat itu si pengemis tua tak besenjata, padahal dia harus melawan si Iblis Perempuan yang bersenjata tongkat bambu hijau yang lihay. Tak heran jika si pngemis tua itu sulit mendekati lawannya. Sebaliknya Seng Cap-si Kouw pun sulit mendekati lawannya yang lihay itu. Saat bertarung pengemis tua tahu lawan hendak mencari kesempatan dia lengah dan ingin merampas tawanan. Maka itu dia langsung menyerang dengan dahsyat ke arah Iblis Perempuan itu. Tapi yang diserang dengan mudah memunahkan serangan si pengemis tua.
"Hm! Thay Thian, sekalipun jurus Hok-mo-ciang-hoatmu sudah lihay, tapi melawanku tak ada apa-apanya!" kata Seng Cap-si Kouw,
Melihat serangannya selalu gagal pengemis tua itu berseru.
"Awas aku akan menggunakan tongkat pemukul anjingku untuk menghajarmu!" kata si pengemis.
"Silakan, mau apa saja aku ladeni!" kata Seng Cap-si Kouw.
1443 Sekali pun bukan anggota Kay-pang, tetapi pengemis tua itu lihay ilmu tongkat pemukul anjingnya. Keduanya samasama lihay, baik tongkat bambu Seng Cap-si Kouw maupun pentungan pemukul anjing si pengemis. Serangan mereka masih berimbang dan berbahaya.
Saat kedua senjata mereka bentrok, Seng Cap-si Kouw kaget.
Buru-buru dia ubah ilmu silatnya meladeni lawan. Tapi serangan totokan tongkat si pengemis sungguh lihay sekali.
Kelihatan Seng Cap-si Kouw hampir kewalahan.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oBAB 52 Seng Liong Sen Melarikan diri; Seng Capsi Kouw Contra Beng Cit Nio
Pertarungan antara Seng Cap-si Kouw dengan pengemis tua masih berlangsung. Untuk menghindari serangan dari pengemis tua itu, Iblis Perempuan ini terpaksa bergerak kian ke mari dengan gesit.
"Ilmu yang dia cangkok dari lukisan itu sungguh lihay,"
pikir Seng Cap-si Kouw. "Totokannya demikian hebat hingga sulit kuhindari."
Iblis Perempuan itu bisa saja kabur seenaknya, tapi dengan demikian dia gagal memperoleh lukisan tubuh itu, sedang keponakan dan isterinya ada di tangan pengemis tua. Berpikir begitu akhirnya dia memutuskan untuk bertarung mati-matian.
Seng Liong Sen tidak bisa menyaksikan pertarungan hebat itu, dia hanya bisa mendengar suara pertempuran itu dari jauh. Seng Liong Sen berpikir, sekarang sudah tiba 1444
saatnya untuk melarikan diri. Maka itu dia berpura-pura sakit dan merintih.
"Saudara gagu, tolong beri air untuk suamiku," kata Ci Giok Hian pada si gagu.
Tanpa sangsi si gagu mengambilkan air untuk Seng Liong Sen. Saat si gagu lengah Seng Liong Sen menotok bocah gagu itu. Secangkir teh di tangannya tanpa sengaja terlempar dan airnya menyiram muka Seng Liong Sen. Ci Giok Hian kaget secara reflek dia totok si gagu hingga terjungkal tidak berdaya ke lantai.
"Luar biasa, hampir saja aku celaka..." kata Seng Liong Sen. "Jika kau tak berhasil menotoknya, aku bisa celaka!"
"Apa kau sudah bisa bergerak bebas, Liong Sen?" kata Ci Giok Hian.
"Maksudmu lari?"
"Ya!" kata Ci Giok Hian.
"Mungkin bisa, tapi...." Seng Liong Sen tak meneruskan kata-katanya.
Ci Giok Hian mengerti. "Aku tahu maksudmu, kau mengkhawatirkan Bibimu, tapi aku juga tidak yakin bisa membantu Bibimu!" kata Ci Giok Hian.
"Sudahlah, kita harus segera pergi dari sini. Bibi hebat ilmu meringankan tubuhnya, jika dia tak sanggup melawan pasti dia bisa meloloskan diri!" kata Seng Liong Sen.
Mendengar jawaban itu Ci Giok Hian mengangguk, sekarang dia lebih tahu sifat suaminya yang licik, tapi dia tidak banyak bicara. Dia turuti saja kemauan suaminya itu.
1445 Langkah kaki suami-isteri itu terdengar oleh si pengemis tua.
"Houw Jie!" dia memanggil muridnya.
Panggilan itu tak dijawab, tahulah dia apa yang telah terjadi atas diri muridnya.
"Hm! Aku berikan kebebasan padamu, ternyata kau malah melukai muridku!" kata si pengemis.
"Bagus, menantuku! Kalian lari jauh-jauh!" teriak Iblis Perempuan itu.
Saat itu si nenek sedang terdesak, mendengar keponakan dan menantunya bisa lolos dia girang. Saat itu dia menyerang si pengemis tua dengan hebat. Serangan Seng Cap-si Kouw yang gesit dan berbahaya membuat si pengemis tua kerepotan dan tak sempat mengejar Seng Liong Sen dan isterinya yang kabur.
"Hm! Boleh saja mereka kabur, tapi kau harus tetap di sini!" kata pengemis tua pada Seng Cap-si Kouw, Tiba-tiba dengan ganas dia serang Seng Cap-si Kouw, jika perlu membunuhnya. Dia pikir jika tidak sekarang, kelak Iblis Perempuan itu akan tetap menjadi gangguan baginya. Dia gunakan tongkatnya untuk terus mendesak Seng Cap-si Kouw dengan hebat
Saat Ci Giok Hian dan Liong Sen mengetahui tidak ada yang mengejar lagi, mereka girang.
"Kita lolos, semua ini berkat bantuanmu, Giok Hian,"
kata Seng Liong Sen. Tiba-tiba mereka mendengar derap kaki kuda sedang mendatangi, dua penunggang kuda sedang melarikan kudanya.
1446 "Salah seorang dari mereka pernah datang ke mari!" bisik Ci Giok Hian pada suaminya.
Tak lama mereka sudah sampai. An Tong, yang pernah datang itu melihat Ci Giok Hian dan Liong Sen sedang berdiri. Dia sudah langsung bicara pada kawannya.
"Jie Siauw-ya, orang cantik yang kumaksudkan itu dia orangnya!" kata An Tong sambil menunjuk ke arah Ci Giok Hian. "Aah heran mereka bisa meloloskan diri?"
Han Hie Sun mengawasi Seng Liong Sen dan Ci Giok Hian, lalu mengangguk.
"Apa yang kau katakan benar," kata Han Hie Sun. "Dia lebih cantik dari Nona Wan!"
Han Hie Sun melompat dari kudanya, Liong Sen langsung membentak.
"Bagus! Jadi kau murid si pengemis tua itu!" kata Seng Liong Sen. "Rupanya kau cari mampus sendiri!"
Seng Liong Sen sudah tahu, dia murid seorang jago silat.
Tapi karena Han Hie Sun anak seorang Perdana Menteri, Liong Sen mengira ilmu silatnya tidak selihay gurunya.
Maka itu Seng Liong Sen tidak pandang sebelah mata.
Begitu maju dia serang lawannya dengan sebuah cengkraman.
Di luar dugaan Seng Liong Sen, ternyata Han Hie Sun lihay, dia sudah berhasil mencangkok kepandaian si pengemis tua dengan baik. Kiranya Seng Liong Sen bukan tandingan Han Hie Sun yang lihay itu. Han Hie Sun bergerak cepat, dia totok jalan darah Liong Sen hingga terdengar Liong Sen mengeluh dan akhirnya tidak berdaya.
"Bukan aku, tapi kau yang mau mampus!" kata Han Hie Sun.
1447 Dia mau melemparkan tubuh Seng Liong Sen ke jurang.
"Kurang ajar!" kata Ci Giok Hian yang segera menghunus pedangnya dan menyerang Han Hie Sun ke bagian kakinya.
Niat Han Hie Sun melemparkan Liong Sen batal karena dia harus menyelamatkan kakinya dari serangan lawan.
Lalu dia tertawa terkekeh.
"Dia suamimu?" kata Hie Sun, "ternyata ilmu silatmu lebih baik dari suamimu!"
Saat Han Hie Sun menghindari serangan Giok Hian, An Tong baru saja turun dari kudanya.
"Sabar Nona Ci, dia calon suamimu! Jie Siauw-ya pun tertarik pada... Aduh!" teriak An Tong.
Belum habis ocehan An Tong, Ci Giok Hian sudah menusuk lehernya. Tak ampun lagi An Tong pun menjerit kesakitan dan bergulingan di tanah. Giok Hian mengira An Tong lihay seperti majikannya. Dia tak mengira dengan mudah dia berhasil membunuh orang itu. Saat Ci Giok Hian kaget,
Han Hie Sun membentak. "Tak kusangka kau begitu kejam, Nona!" kata Han Hie Sun. "Tapi hm! Aku malah sangat tertarik padamu!"
"Tutup mulutmu! Awas pedanglu!" kata Ci Giok Hian yang kembali menyerang lawannya.
Tetapi serangan itu tak membuat Han Hie Sun gentar.
Segera dia buka kipasnya dipakai menangkis. Pedang Ci Giok Hian pun tersampok berubah arah.
"Bagaimana nona cantik?" kata Han Hie Sun.
1448 Pertanyaan itu oleh Giok Hian tidak dijawab, tapi yang datang tiga serangan beruntunnya. Serangan itu tertuju ke arah tiga sasaran jalan darah lawan. Ternyata Han Hie Sun bukan lawan yang ringan. Dia lipat kipasnya, lalu balas menyerang dengan hebat. Terpaksa Ci Giok Hian mundur beberapa langkah menghindari serangan lawan.
"Bagaimana nona manis, apa sudah kau pikirkan kalau nyawa suamimu berada di tanganku?" kata Han Hie Sun mwengejek. "Suamimu tertotok totokan khasku, dan kau telah membunuh budakku, apa kau rela jiwa suamimu menjadi ganti budakku?"
Ucapan Han Hie Sun membuat Ci Giok Hian kaget. Dia tidak bisa menerka apakah ucapan pemuda itu hanya gertakan atau sebenarnya. Ternyata kelihatan Seng Liong Sen tergeletak tidak berdaya di tanah.
"Jika aku mampu mengalahkannya, bagaimana aku bisa menyelamatkan suamiku?" pikir Ci Giok Hian kebingungan.
Terpaksa Ci Giok Hian bertanya.
"Apa maumu?" Han Hie Sun tertawa terbahak-bahak.
"Kau telah membunuh budakku, seharusnya kau mengganti dengan jiwa suamimu! Jika kau mau minta ampun untuknya, aku bersedia mengampuninya. Asal kau turuti kehendakku!" kata Han Hie Sun sambil tersenyum.
"Apa maumu?" tanya Ci Giok Hian.
"Aku dengar kau cuma menikah pura-pra, karena suamimu tak bisa memenuhi kewajibannya sebagai suami.
Benarkah begitu?" kata Han Hie Sun. "Selanjutnya, karena kau sudah menolong jiwanya, maka aku pikir sebagai isteri kau sudah memenuhi kewajibanmu dengan baik.
Selanjutnya tidak perlu aku jelaskan apa mauku! Mungkin 1449
Guruku pun pernah mengatakan padamu, mengenai apa mauku!"
Mendengar kata-kata pemuda itu, amarah Seng Liong Sen meluap sampai ke ubun-ubunnya. Tapi apa mau dia tidak berdaya, memakipun dia tak bisa.
"Bedebah, tutup mulut kotormu!. Kami suami-isteri sekalipun harus mati di tanganmu, kami tidak menyesal!"
kata Ci Giok Hian. Ucapan Ci Giok Hian melegakan hati Seng Liong Sen.
Dia sadar Ci Giok Hian seorang wanita setia. Saat itu Ci Giok Hian menyerang dengan ilmu silat andalan keluarga Ci. Kepandaian Han Hie Sun memang lebih lihay, namun karena serangan Giok Hian dilakukan dengan nekat, tak urung Hie Sun terdesak juga.
"Aah, tidak kusangka kau wanita sejati dan sangat setia pada suamimu," kata Han Hie Sun sambil tertawa mengejek. "Begitu berhargakah dia hingga kau bela dia mati-matian" Aku iri pada suamimu yang mendapatkan isteri begitu setia!"
Sambil berkata Han Hie Sun terus membalas serangan Giok Hian, dia berharap tenaga Giok Hian lama-lama akan terkuras juga. Tapi Giok Hian cerdik, dia tahu cara lawan menangkis dan menyerang, maksudnya untuk
menghabiskan tenaga dia. Dia bisa kabur, tapi bagaimana dengan Liong Sen" Dia tidak tega meningalkan suaminya begitu saja. Jika dia terus bertarung, lama-lama dia akan kehabisan tenaga. Tapi karena tidak ada pilihan lain, terpaksa dia harus bertarung matimatian. Dia pikir jika dia kalah, dia akan bunuh diri. Maka itu dia terus bertarung sampai akhirnya kehabisan tenaga......
Dikisahkan Ci Giok Phang, Kong-sun Po, Wan Say Eng dan Tay Ek. Mereka telah sampai di tempat tujuan. Baru 1450
saja tiba mereka sudah mendengar suara bentrokan senjata tajam dari kejauhan.
"Ternyata ada orang yang berani datang ke mari dan bertarung di sini!" kata Tay Ek.
Mereka semua berlari menuju ke arah suara pertarungan itu. Di sana mereka menyaksikan Seng Cap-si Kouw sedang bertarung melawan pengemis tua. Mereka kaget juga. Saat itu Seng Cap-si Kouw sedang terdesak. Melihat kedatangan Kong-sun Po dan kawan-kawannya, Seng Cap-si Kouw kaget. Melawan si pengemis tua saja dia hampir kalah, apalagi sekarang Kong-sun Po datang bersama temantemannya.
Saat Seng Cap-si Kouw sedang bimbang, dia diserang oleh pengemis tua hingga tidak berani meninggalkan kalangan karena kuatir terluka oleh serangan si pengemis tua yang ganas.
"Kita harus membantu siapa?" tanya Wan Say Eng.
"Hadapi pengemis tua itu dulu," kata Giok Phang.
"Jangan! Aku akan membantu si Iblis Perempuan, kalian masuk ke rumah itu. Cari adikmu dan iparmu!" kata Kongsun Po.
Sebenarnya Seng Cap-si Kouw sudah mau kabur dengan risiko terluka oleh si pengemis tua. Tiba-tiba Kong-sun Po masuk gelanggang dia membantu si Iblis Perempuan.
Pengemis tua itu kaget mendapat lawan baru ini
"Kau dari mana anak dungu" Kenapa kau ikut campur urusan kami?" kata si pengemis.
Pengemis tua itu menggunakan tongkatnya menyerang Kong-sun Po, tapi dengan cepat pemuda itu menangkis dengan payungnya.
1451 "Trang!" terdengar benda beradu kera.
Pengemis itu kaget, dia tidak mengira kalau payung itu terbuat dari besi baja atau benda pusaka.
"Siapakah pemuda ini?" pikir pengemis itu..
Betapapun gesitnya gerakan si pengemis, tapi karena dia dikeroyok oleh Kong-sun Po dan Seng Cap-si Kouw, tentu saja dia jadi kewalahan. Kesempatan ini digunakan oleh si Iblis Perempuan untuk menyerang jalan darah si pengemis tua ke hampir jalan darah-nya yang penting. Akhirnya pengemis tua ini harus berusaha menghindar dan mundur agar tidak menjadi korban lawannya.
Pengemis tua sudah tahu bagaimana lihaynya gin-kang Seng Cap-si Kouw. Sekalipun dia sudah mengeluarkan Kengsin-ci-hoat yang dipelajari dari gambar peta tubuh, namun dia belum mampu mengalahkan Iblis Perempuan itu.
Kong-sun Po pernah mempelajari ilmu itu dari Bu-lim Thiankiauw, jurusnya tidak berbeda dengan Keng-sin-cihoat si pengemis tua. Maka itu ketika diserang dia bisa menghindari serangan pengemis tua itu.
Melihat gerakan Kong-sun Po yang mirip dengan dirinya, selain heran pengemis tua itu pun kaget juga.
Melihat pengemis itu kebingungan Seng Cap-si Kouw mengejeknya.
"Hm! Ternyata kau belum lihay, anak muda saja tak mampu kau lawan!" ejek Seng Cap-si Kouw.
Bukan main panas hati si pengemis tua mendengar ejekan itu. Dia serang Seng Cap-si Kouw dengan serangan bertubitubi dan dahsyat. Iblis Perempuan ini kaget hingga dia harus membela diri mati-matian. Melihat Iblis 1452
Perempuan itu terdesak, Kong-sun Po tak tinggal diam.
Payungnya menotok ke punggung si pengemis tua. Tapi si pengemis tua lihay, dia tangkis serangan itu dengan tangan kanannya.
Saat serangannya tidak mengenai sasaran, dan pukulan si pengemis tua pun datang, Kong-sun Po kaget. Dia terdorong hebat beberapa langkah ke belakang.
"Sungguh lihay!" kata Kong-sun Po.
"Memang aku tak mampu mengalahkannya dengan cepat, tapi kenapa kau sendiri minta bantuan dia?" ejek si pengemis tua pada Seng Cap-si Kouw.
Mendengar ejekan itu hati si Iblis Perempuan dongkol bukan main.
"Memang benar kata dia, jika aku menang melawan si pengemispun tidak terhormat. Sedang dengan anak muda itu, aku pun masih punya ganjalan. Ditambah lagi akan muncul Nona Wan dan Ci Giok Phang, tidak mustahil mereka tak akan menyulitkan aku!" pikir Seng Cap-si Kouw.
Saat itu pengemis tua sedang sibuk menangkis serangan Kong-sun Po. Melihat kesempatan ini oleh Seng Cap-si Kouw dipakai untuk kabur jauh-jauh.
"Bagus, kau mau kabur ya?" kata si pengemis tua.
"Aku tak ingin mengeroyokmu, sekarang kau hadapi saja dia, kelak kita bertemu lagi!" kata si Iblis Perempuan.
"Baik, sampai jumpa lagi kelak," kata si pengemis tua.
"Sekarang kau boleh pergi!"
Lain di mulut lain di hati, sebenarnya dia senang Seng Capsi Kouw pergi. Dengan demikian dia hanya menghadapi Kongsun Po seorang saja. Benar saja sekarang 1453
karena bertarung satu lawan satu, Kong-sun Po sering terdesak, walau masih sulit untuk dijatuhkannya.
"Hm! Jadi kaulah orang yang pernah bertarung dengan muridku itu, ya?" kata si pengemis tua.
"Kalau iya, kenapa?" kata Kong-sun Po.
"Siapa gurumu?" kata si pengemis.
"Kau sendiri belajar dari mana?" balas Kong-sun Po.
"Hm! Anak kecil jangan banyak bicara! Apakah kau juga ingin memiliki lukisan itu" Aku kira kau masih bocah, jadi tidak pantas ikut campur dalam masalah ini!" kata si pengemis tua.
Pengemis tua itu terus mendesak, untung saat itu Wan Say Eng dan Ci Giok Phang muncul.
"Mana si Iblis Perempuan itu?" kata Ci Giok Phang.
"Apa adikmu ketemu?" kata Kong-sun Po.
Melihat Kong-sun Po terdesak, Wan Say Eng dan Ci Giok Phang maju untuk membantu. Karena dikeroyok si pengemis tua itu terdesak juga. Pengemis tua itu kaget bukan main dan tidak mengira lawan yang masih muda itu ternyata lihay semua. Ci Giok Phang yang sedang cemas karena takut adiknya berada dalam bahaya, lalu bertanya.
Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pengemis tua, mana adikku?" kata Ci Giok Phang.
Sambil bertanya Giok Phang menyerang dengan hebat.
Tapi pedang Ci Giok Phang yang menusuk ke arah pengemis tua itu disam-pok baju si pengemis tua. Dengan tongkatnya dia menangkis serangan payung Kong-sun Po.
"Mereka sudah kabur dari tempatku," kata si pengemis tua.
1454 "Bohong! Aku tidak percaya, kecuali jika aku melihatnya sendiri!" kata Ci Giok Phang.
"Siapa yang minta kau percaya padaku?" kata si pengemis.
Ucapan Ci Giok Phang membuat si pengemis tua yang angin-anginan itu gusar. Dia serang Ci Giok Phang dengan membabi-buta. Serangan pengemis yang dahsyat membuat Kong-sun Po terdesak. Begitupun Ci Giok Phang, dia hanya bisa bertahan saja. Sedangkan Wan Say Eng yang ilmu silatnya belum sempurna benar terdesak lebih parah.
Kong-sun Po masih memiliki ilmu simpanan dari keluarga ibunya, dengan ilmu silat Tay-hang-pat-sek dia menggempur pengemis tua itu. Dia gunakan jurus
"Penakluk harimau dan naga". Usaha Kong-sun Po ternyata berhasil. Si pengemis mulai terdesak. Dengan demikian Kong-sun Po berhasil menolongi dua kawannya yang terdesak itu.
"Celaka, jika harus bertarung lebih lama, aku bisa kalah oleh mereka!" pikir si pengemis saat dia mulai terdesak.
"Dari mana datangnya setan-setan kecil ini?"
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0oSaat itu di tempat lain Han Hie Sun, murid si pengemis tua sedang di atas angin karena berhasil mendesak Ci Giok Hian.
"Nona, kenapa kau melawanku mati-matian, aku mencintaimu. Maukah kau?" kata Han Hie Sun sambil tertawa.
Bukan main dongkolnya Ci Giok Hian, dia serang Han Hie Sun dengan serangan mautnya; jika perlu dia siap untuk mati bersama lawannya. Ci Giok Hian memang sudah nekat sekali.
1455 "Jangan sia-siakan jiwa dan wajahmu yang cantik, Nona Ci!" ejek Han Hie Sun. "Jika kau suka padaku, jiwa suamimu pun bisa selamat!"
"Jangan banyak bicara!" kata Ci Giok Hian yang terus menusukkan pedangnya.
Ketika itu keadaan Ci Giok Hian sangat kritis, tapi di saat sangat berbahaya muncul seorang pemuda.
"Hai, ternyata kau Giok Hian!" kata pemuda itu.
Ci Giok Hian mengenali suara itu, ternyata dia Kok Siauw Hong. Saat Tay Ek melapor ke Thay-ouw, Kok Siauw Hong tidak ada di tempat. Dia dengar Ci Giok Phang, Wan Say Eng dan Kong-sun Po pergi mencari Ci Giok Hian dan suaminya. Kok Siauw Hong yang diberi tahu oleh Ong It Teng jadi kaget. Sekalipun dia merasa canggung jika bertemu dengan Ci Giok Hian dan Seng Liong Sen, tapi dia tak bisa tinggal diam. Dia minta diberi tahu jalan pada Ong It Teng. Malam itu juga Kok Siauw Hong memacu kudanya menyusul ke Siong-hong-nia.
Ketika sampai Kok Siauw Hong tersesat. Dia tidak datang dari depan, tapi dari belakang bukit itu. Ketika itu dia dengar suara senjata beradunya senjata. Segera dia menuju ke arah suara itu. Ternyata dia lihat Ci Giok Hian sedang dalam bahaya.
"Mana Liong Sen, kok dia sendirian?" pikir Kok Siauw Hong.
Dalam keadaan kritis, Ci Giok Hian yang tidak mengira akan bertemu dengan Kok Siauw Hong. Dia kaget melebihi Kok Siauw Hong. Dia bingung dan bengong saja. Saat itu Han Hie Sun tak menyia-nyiakan kesempatan baik itu. Saat Ci Giok Hian lengah, Han Hie Sun maju.
"Roboh!" kata Han Hie Sun.
1456 "Giok Hian, awas!" teriak Kok Siauw Hong.
Ketika Kok Siauw Hong melompat akan menolongi Giok Hian, tiba-tiba terdengar suara robekan baju. Baju Ci Giok Hian yang terkena ujung kipas Han Hie Sun yang tajam itu robek!
Tapi Ci Giok Hian sudah mundur saat diperingati oleh Kok Siauw Hong. Dengan demikian hanya baju bagian dadanya saja yang terobek dan tidak melukai kulit dada Giok Hian yang putih mulus. Namun, karena robekan pakaiannya itu kulit dadanya terlihat jelas, hingga mau tak mau Giok Hian menunduk malu.
Panggilan mesra Kok Siauw Hong saat memperingatinya sudah lama tidak dia dengar. Baru sekarang dia mendengarnya lagi. Maka itu mau tak mau Ci Giok Hian terkenang masa lalunya, yaitu saat mereka masih bersamasama dan hidup bahagia. Saat Ci Giok Hian menoleh ke arah Seng Liong Sen yang terbaring tidak berdaya, Ci Giok Hian kaget! Mata sang suami ternyata sedang mengawasi ke arahnya. Buru-buru Giok Hian merapikan bajunya yang robek itu.
Saat itu Kok Siauw Hong sampai, tapi kedatangannya disambut oleh serangan kipas Han Hie Sun yang lihay.
Melihat keadaan berbahaya itu, tanpa pikir panjang Ci Giok Hian ingin menolongi Kok Siauw Hong, sekalipun saat itu Seng Seng Liong Sen kurang senang karena bergabung dengan Kok Siauw Hong. Maka tanpa pikir panjang Giok Hian maju, tak lama mereka sudah bertarung mengepung Han Hie Sun yang lihay kipasnya itu.
"Adik Ci, tinggalkan aku! Biar aku yang menghadapi orang ini, kau istirahat saja," kata Kok Siauw Hong.
Ketika itu sayup-sayup Ci Giok Hian mendengar suara dari hidung Seng Liong Sen yang cemburuan. Saat Ci Giok 1457
Hian tahu Kok Siauw Hong mampu menghadapi Han Hie Sun, dia mundur teratur. Saat itu seharusnya Giok Hian mendekati suaminya yang tergeletak tidak berdaya. Tapi entah mengapa timbul rasa kurang senang Giok Hian pada sikap Liong Sen yang kasar dan hatinya kurang bersih itu.
Maka itu saat mundur dia berdiri jauh-jauh dari kalangan tanpa menghiraukan Seng Liong Sen yang tergeletak tak berdaya.
Saat itu Siauw Hong maju, pedangnya terayun ke arah kepala Han Hie Sun.
"Hm! Kau berani melawanku...." kata Han Hie Sun.
Pedang Siauw Hong sudah dekat, buru-buru dia menghindar. Hampir saja mukanya terbabat oleh pedang lawan. Bukan main kagetnya Han Hie Sun, hampir saja kepalanya putus oleh pedang lawannya.
Ilmu totok Han Hie Sun lihay dan bukan tandingan Siauw Hong, namun kegesitan Kok Siauw Hong lebih baik dari Han Hie Sun. Ditambah lagi tenaga Han Hie Sun sudah terkuras saat dia melawan Ci Giok Hian.
Serangan Kok Siauw Hong yang menggunakan Cit-siukiam-hoat membuat Han Hie Sun kewalahan, waktu masih mampu bertahan. Kok Siauw Hong pun kaget menyaksikan kehebatan lawannya. Tiba-tiba Kok Siauw Hong menusuk dengan pedangnya. Ketika itu Han Hie Sun menghindari serangan itu dengan kipas bajanya. Pedang Siauw Hong yang tajam menyambar dan hampir melukai tangan Han Hie Sun. Melihat tangannya akan terpapas pedang, bukan main kagetnya Hie Sun. Terpaksa Hie Sun melemparkan kipas bajanya.
"Hm!" ejek Kok Siauw Hong.
1458 Han Hie Sun yang kehilangan kipas segera kabur. Kok Siauw Hong tidak mengejarnya, tapi dia berjalan menemui Ci Giok Hian.
Saat sudah berhadapan keduanya berdiri terpaku, seolah tidak bisa bicara. Selang sesaat baru terdengar Kok Siauw Hong bicara.
"Adik Giok Hian, Kakakmu mencarimu, apa kau sudah bertemu dengannya?" kata Kok Siauw Hong.
"Apa Kak Giok Phang datang" Tapi aku belum bertemu dengannya," jawab Ci Giok Hian.
"Lalu bagaimana kau bisa bebas dari tangan si pengemis?" tanya Siauw Hong. "Mari kita cari Kakakmu, pasti dia ada di tempat si pengemis tua itu!"
"Kakakku tidak ada di sana, saat aku melarikan diri aku hanya melihat Seng Cap-si Kouw sedang bertempur dengan pengemis tua!" kata Ci Giok Hian.
"Mari kita ke sana!" kata Siauw Hong.
"Tidak! Aku tak mau ke sana karena dia..." Ci Giok Hian tak bisa meneruskan kata-katanya dia hanya menunduk, Siauw Hong tersentak.
"Ya, ke mana suamimu?"
"Dia ditotok oleh Han Hie Sun, dia ada di sana...." kata Giok Hian sambil menunjuk ke tempat Liong Sen tergeletak.
Kok Siauw Hong mengawasi ke arah yang ditunjuk Giok Hian. Di sana Seng Liong Sen tergeletak tidak berdaya.
Bukan main kagetnya Seng Liong Sen, sedikit pun dia tidak mengira kalau dia akan bertemu dengan Kok Siauw Hong, saingan dalam perebutan kekasih. Kok Siauw Hong 1459
menghampiri Seng Long Sen, setiba di dekat suaminya, Giok Hian berkata pada Siauw Hong.
"Siauw Hong, tolong bebaskan totokannya! Dia baru saja mempelajari Siauw-yang-sin-kang, tapi..." Giok Hian tak meneruskan bicaranya.
Kok Siauw Hong langsung tahu apa yang diinginkan
"bekas kekasihnya" itu, dia mengangguk. "Akan kucoba,"
katanya. Dia mengerahkan tenaga dalam untuk membebaskan totokan Han Hie Sun pada Seng Liong Sen. Sekalipun sudah berusaha sekuat tenaga namun Kok Siauw Hong belum berhasil membebaskan totokan Seng Liong Sen. Saat itu Ci Giok Hian kelihatan gelisah bukan main. Dia sangat cemas. Tak lama Liong Sen muntah darah.
"Liong Sen, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Giok Hian khawatir.
Seng Liong Sen berusaha bangun dan berkata dengan suara patah-patah.
"Aku tidak memerlukan bantuanmu, lebih baik aku..."
Seng Liong Sen tak mampu meneruskan kata-katanya.
Tubuhnya limbung dan ambruk lagi ke tanah. Melihat sikap kaku suaminya, tampak Giok Hian jadi serba salah.
"Liong Sen, dia baik padamu, kenapa kau bicara begitu?"
kata isterinya. "Apa kau lupa, jika totokan itu tidak terbuka, dalam tiga hari kau akan celaka! Kau harus minta maaf pada Kok Toa-ko!"
Semula Seng Liong Sen mengira totokan atas dirinya sudah punah, ternyata belum. Sekarang pun rasa sakitnya bertambah hebat. Sekalipun malu akhirnya dia minta maaf 1460
pada Kok Siauw Hong, karena jika tidak nyawanya bisa melayang.
"Sudah jangan diambil hati, aku pun sudah berusaha keras tapi tidak berhasil," kata Kok Siauw Hong.
Mendengar ucapan itu Seng Liong Sen berpikir lain. Dia mengira Kok Siauw Hong tidak mau membantunya lagi.
Maka marahlah dia. Saat Seng Liong Sen mau memaki Siauw Hong, tiba-tiba mereka mendengar Kok Siauw Hong berkata girang.
"Bisa!" "Apa yang bisa?" tanya Ci Giok Hian.
"Dengan cara lain," jawab Siauw Hong. "Orang she Han itu belajar dari si pengemis tua, bukan"
"Ya," jawab Giok Hian.
"Mari kita cari Giok Phang," kata Siauw Hong.
"Apa maksudmu mau mencari dia, aku kira dia juga tidak akan bisa memunahkan totokan itu!" kata Ci Giok Hian.
"Bukankah Kakakmu bersama Kong-sun Po" Aku yakin Kong-sun Po mampu mengobati suamimu!" kata Kok Siauw Hong.
Kok Siauw Hong berpikir begitu karena dia sudah tahu tentang lukisan tubuh manusia yang diperebutkan di kalangan Kang-ouw dari Wan Say Eng. Jika si pengemis tua guru Han Hie Sun, dia yakin ilmu totoknya dicangkok dari Hiat-to-tongjin itu. Tentang cerita lukisan itu Siauw Hong sudah tahu dari Ong It Teng yang mendapat keterangan dari nona Wan. Sedang Siauw Hong tahu Kongsun Po bisa ilmu tersebut. Maka itu Kok Siauw Hong 1461
mengajak Ci Giok Hian dan Seng Liong Sen untuk mencari Ci Giok Phang, Wan Say Eng dan Kong-sun Po.
Sambil membawa Seng Liong Sen yang berjalan dengan disanggah, di sebelah kiri dan sebelah kanan, mereka menuju ke tempat pengemis tua. Seng Liong Sen yang tidak berdaya diperlakukan demikian jadi merasa malu dan terhina sekali.
Saat sampai mereka segera mendengar bentrokan senjata tajam.
"Oh, ternyata mereka sedang bertarung, Kok Toa-ko.
Dugaanmu tepat sekali!" kata Ci Giok Hian.
Saat tiba mereka menyaksikan si pengemis tua sedang dikeroyok oleh Kong-sun Po, Ci Giok Phang dan Wan Say Eng. Saat itu Kok Siauw Hong berteriak memanggil Ci Giok Phang.
"Ci Toa-ko, Giok Hian ada di sini bersamaku!" teriak Kok Siauw Hong dengan ilmu mengirim suara dari jarak jauh.
"Kalian ada di mana?" kata Giok Phang juga dengan ilmu suara jarak jauh.. "Segera ke mari!"
"Jaga Liong Sen," kata Kok Siauw Hong.
Dia tinggalkan Liong Sen yang dijaga oleh isterinya, lalu dia memburu ke arah suara pertempuran itu.
Ketika Siauw Hong tiba, pengemis tua itu sedang menyerang Kong-sun Po dan Kong-su Po mencoba menahan serangan pengemis itu. Tapi karena Ci Giok Phang kehilangan konsentrasi, dia agak tertekan oleh serangan lawan. Dengan tidak banyak bicara lagi Kok Siauw Hong menghunus pedangnya, lalu menikam si pengemis tua dengan serangan mautnya.
1462 Tapi dengan tenang pengemis tua menangkis pedang Kok Siauw Hong dengan tongkatnya. Saat senjata mereka beradu Kok Siauw Hong kaget, karena dia merasakan serangan itu cukup dahsyat. Tangannya terasa kesemutan.
Tapi Kok Siauw Hong cerdik, saat pedangnya tertekan tongkat lawan, dia meneruskan serangan itu ke bagian bawah hingga terpaksa pengemis itu harus mundur beberapa langkah menghindari serangan itu. Kelihatan pengemis tua itu terperanjat menerima serangan Kok Siauw Hong tersebut.
"Aneh, muncul lagi anak muda yang ilmu silatnya lain, mereka masing-masing memiliki keistimewaan sendiri-sendiri!" pikir pengemis tua. "Aah, aku tidak boleh buang waktu di sini, kalau tidak aku bisa celaka!"
"Ci Toa-ko, silakan kau mundur, biar aku yang menghadapinya," kata Kok Siauw Hong.
"Giok Hian ada di mana?" tanya Ci Giok Phang.
"Itu mereka sudah tiba!" jawab Kok Siauw Hong.
Sambil menyanggah tubuh Seng Liong Sen, Ci Giok Hian sedang berjalan menghampiri mereka.
Ci Giok Phang segera menyongsong mereka. Sesudah saling bertemu Ci Giok Phang girang sekali, begitu juga Ci Giok Hian.
Di tengah gelanggang pertempuran pengemis tua itu melancarkan serangan dahsyat ke arah Kong-sun Po. Saat Kong-sun Po mundur, kesempatan itu digunakan oleh pengemis tua untuk meloloskan diri.
"Nah adik perempuanmu sudah kau temukan, mau apa lagi kalian?" kata pengemis itu mengejek.
1463 Saat Kong-sun Po hendak mengejar, Ci Giok Phang mencegahnya.
"Sudah, jangan dikejar. Dia sudah kalah untuk apa dikejar lagi?" kata Ci Giok Phang.
Sesudah pengemis tua itu kabur Kok Siauw Hong berkata pada Kong-sun Po.
"Seng Siauw-hiap tertotok oleh totokan pengemis tua, Saudara Kong-sun, tolong kau bebaskan dia dari totokan itu," kata Kok Siauw Hong.
Saat Kong-sun Po hendak memeriksa keadaan Seng Liong Sen, mereka dikagetkan oleh suara pintu didobrak dari dalam. Tak lama muncul si gagu. Ternyata tenaga dalamnya lihay dia mampu membebaskan totokan lawan.
Dengan perasaan murka dia awasi Ci Giok Hian. Tapi sambil tertawa Ci Giok Hian berkata dengan sabar.
"Kau jangan marah padaku, karena aku mau meloloskan diri dari kalian, terpaksa kau kutotok!" kata Giok Hian.
"Gurumu sudah pergi, segera kau susul dia!"
Sesudah mendapat penjelasan dari Ci Giok Hian kelihatan si gagu tidak marah lagi. Dia segera menyusul gurunya.
Kemudian Kong-sun Po mengobati Seng Liong Sen dari totokan si pengemis tua. Sesudah berusaha sekian lama dia berhasil. Seng Liong Sen dengan sikap malu-malu mengucapkan terima kasih pada Kong-sun Po.
"Jangan sungkan." kata Kong-sun Po. "Kau tidak perlu berterima kasih, kita semua sahabat!"
"Kak dari mana kalian tahu kami ada di sini?" tanya Giok Hian.
1464 "Dari tanda yang kau berikan, saputanganmu ditemukan oleh Tay Ek, Hiang-cu dari Kay-pang dan disampaikan pada Ong Cee-cu di Thay-ouw," jawab Ci Giok Phang.
"Jadi kalian dari sana?" kata Giok Hian, "kami berdua sebenanya hendak ke tempat Ong Cee-cu!"
"Bagus," kata Giok Phang. "Jadi kalian mau ke sana?"
"Tidak, aku tidak mau ikut!" kata Seng Liong Sen.
"Kenapa?" tanya Ci Giok Phang.
"Rasanya aku terluka dalam, oleh karena itu aku harus segera pulang untuk minta diobati oleh Guruku," jawab Seng Liong Sen.
Mendengar ucapan suaminya, Ci Giok Hian sadar, bahwa jiwa suami-nya memang sempit. Jika dia membujuknya agar ikut pergi bersama-sama, pasti Liong Sen mencurigainya bahwa dia ingin bersama-sama dengan Kok Siauw Hong. Maka itu Ci Giok Hian yang bijaksana lalu berkata.
"Baik, kita sama-sama pulang saja!" kata Giok Hian.
Tetapi dalam benak Ci Giok Hian berpikir.
"Ternyata pikiran suamiku sempit, entah bagaimana aku bisa aku bisa hidup bersama dengannya untuk selamanya?"
pikir Ci Giok Hian bingung.
"Karena kau terluka, aku dan Wan Say Eng akan mengantarkan kalian pulang," kata Ci Giok Phang. "Jika ada pesan dari Gurumu, katakan saja, minta bantuan Siauw Hong untuk menyampaikannya pada Ong Cee-cu!"
Sebenarnya Ci Giok Phang telah menangkap apa maksud Seng Liong Sen yang menolak pergi ke Thay-ouw.
Tapi dia berpura-pura percaya karena dia pikir bagaimana pun Liong Sen adik iparnya.
1465 "Baiklah," kata Liong Sen. "Adik Giok Hian tolong kau sampaikan pesan Guru pada Kok Siauw-hiap, suaraku belum pulih. Lebih baik kau saja yang menjelaskannya!"
Ci Giok Hian heran melihat sikap kaku suaminya, tapi sekalipun agak kikuk dia terpaksa menurut. Dia menyampaikan semua pesan guru Seng Liong Sen pada Siauw Hong.
"Baik, akan kusampaikan," kata Kok Siauw Hong.
Sesudah berbincang sebentar akhirnya mereka berpisahan. Ci Giok Phang bersama Wan Say Eng ikut ke Hang-ciu bersama Ci Giok Hian dan Seng Liong Sen, sedangkan Kong-sun Po dan Kok Siauw Hong kembali ke Thay-ouw.
Sesudah berjalan berdua saja bersama Kong-sun Po, Kok Siauw Hong tampak murung.
"Saudara Kok, ada apa" Kelihatan kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Kong-sun Po pada kawannya.
"Tidak! Sudahlah jangan hiraukan aku," kata Siauw Hong.
"Jangan bohong, tak seperti biasanya, kau selalu banyak bicara, sekarang kau seperti malas bicara. Aku kira kau terkenang pada Nona Han, kan?" kata Kong-sun Po.
Mendengar nama nona Han disebut-sebut, tiba-tiba Kok Siauw Hong tersentak karena ada yang dia lupakan.
Ternyata dia lupa menyampaikan titipan Han Pwee Eng untuk Ci Giok Hian.
"Wajar saja kau rindu kepadanya, kalian kan pernah mengalami guncanganh hebat! Sekarang kalian sudah akur kembali. Malah ketika aku mau ke mari, Nona Han 1466
berpesan agar aku mencari tahu tentang kau," kata Kongsun Po.
"Di antara sahabatku, kau yang paling polos. Tetapi kau sekarang bisa bergurau juga," kata Kok Siauw Hong.
"Benar kan kau terkenang pada Nona Han?" kata Kongsun Po sambil tertawa.
"Sebagian dugaanmu memang benar, sebenarnya aku sedang memikirkan nasib ayahnya," jawab Kok Siauw Hong.
"Apa yang kuketahui Paman Han sedang berobat di rumah Seng Cap-si Kouw, tapi aneh karena sekarang si Iblis Perempuan itu ada di Kang-lam. Lalu dibawa ke mana Paman Han, ya?" kata Kong-sun Po yang juga heran dan bingung.
"Gara-gara tidak diketahui di mana keberadaan ayahnya itulah maka Nona Han jadi cemas sekali," kata Kok Siauw Hong. "Giok Hian bilang dia ada di tempat pengemis tua, sayang kita tidak bertemu dengannya!"
"Sebenarnya tadi aku bertemu dengannya, tapi jika sekarang bertemu lagi pun kita tidak bisa mendapat keterangan apa-apa darinya," kata Kong-sun Po.
"Jika bertemu lagi dengannya, walau dia tidak mau memberi keterangan pun paling tidak kita bisa tahu jejak Paman Han," kata Kok Siauw Hong.
"Sekarang entah kabur ke mana dia?" kata Kong-sun Po.
Mereka terus melanjutkan perjalanan. Saat menuruni bukit dari jauh mereka mendengar suara beradunya senjata tajam.
"Eeh! Siapa yang sedang bertarung" Apa si pengemis tua, tapi siapa lawannya" Aku kira Giok Phang dan kawannya 1467
berjalan ke arah lain, aku kira bukan mereka yang sedang bertarung!" kata Kong-sun Po.
Mereka segera mempercepat langkah masing-masing dengan menggunakan gin-kang tinggi. Dari jauh Kong-sun Po seolah mengenali salah seorang dari orang yang sedang bertarung itu.
"Itu sepertinya Seng Cap-si Kouw!" kata Kong-sun Po.
Ketika sudah dekat memang benar itu Seng Cap-si Kouw yang sedang bertarung. Tapi lawannya bukan si pengemis tua melainkan Beng Cit Nio. Jago perempuan ini memang berangkat ke Kang-lam dengan maksud mencari Seng Capsi Kouw, khususnya dia ingin mencari Han Tay Hiong.
Maka itu dia mengikuti jejak si Iblis Perempuan, akhirnya mereka bertemu di tempat itu.
"Beng Cit Nio, puluhan tahun kita menjadi saudara misan, tapi sekarang kita bentrok gara-gara Han Tay Hiong.
Ingat kita semua sudah tua, apa kau pikir Han Tay Hiong masih mau padamu?" kata Seng Cap-si Kouw mengejek.
Sambil mengejek Seng Cap-si Kouw tidak menghentikan tongkat bambu hijaunya yang dahsyat itu menyerang ke arah Beng Cit Nio.
"Tutup mulutmu! Apa kau kira aku sedang memperebutkan seorang pria tua denganmu" Aku datang hanya untuk bertarung dan mengadakan perhitungan denganmu!" kata Beng Cit Nio.
"Eeh, apa maksudmu?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Aku ingin bertanya, isteri Han Tay Hiong mati diracun oleh siapa" Kau pembunuhnya, tapi aku yang dituduh sebagai pembunuhnya!" kata Beng Cit Nio sengit.
1468 "Kau salah, isteri Han Tay Hiong meninggal karena sakit, dan tidak ada hubungannya denganku! Sebenarnya Han Tay Hiong pun tidak menuduhmu, kenapa kau bilang begitu?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Jadi kau masih mau menyangkal" Cara kau menaruh racun luar biasa," kata Beng Cit Nio. "Orang yang kau racun tidak berbekas. Tetapi Han Tay Hiong mencurigai pembunuh isterinya itu, jika bukan aku pasti kau! Di depanku dia tidak menuduhku, tapi anak perempuannya jelas menuduhku. Oleh sebab itu masalah ini harus diusut sampai tuntas!"
Ketika Kok Siauw Hong dan Kong-sun Po tiba, sebenarnya Kok Siauw Hong akan segera menampakkan diri. Tapi hal itu tidak dilakukannya dan dia mencegah Kong-sun Po. Tapi kinii dia kaget setelah mendengar pertengkaran kedua nenek itu. Sedikitpun dia tidak menyangka kalau ibu Han Pwee Eng mati diracun oleh Seng Cap-si Kouw, si Iblis Perempuan yang ganas itu.
"Jadi kau terus menuduhku?" ejek Seng Cap-si Kouw dengan gemas. "Sekarang terserah kau saja! Tapi jika kau ingin membunuhku, hm! Jangan harap kau bisa. Tapi jika aku membunuhmu, kau jangan menyesal!" kata Seng Cap-si kouw.
Tiba-tiba si Iblis Perempuan mengayunkan tongkatnya menyerang Beng Cit Nio. Pertarungan pun kembali terjadi.
Kali ini walau Beng Cit Nio terdesak, dia masih mampu melawan.
"Eeh! Tidak kusangka tenagamu sudah pulih lagi, tapi jangan harap kau bisa melawanku. Maka itu aku sarankan, sebaiknya kau bunuh diri saja!" ejek Seng Cap-si Kouw.
Sekarang ilmu silat kedua wanita tua itu seimbang. Tapi karena Beng Cit Nio pernah dibokong oleh Seng Cap-si 1469
Kouw saat dia bertarung dengan Chu Kiu Sek dan See-bun Souw Ya, dia terluka dalam. Sekarang kesehatannya belum pulih benar. Beng Cit Nio pun sadar, lawannya sangat kejam. Jadi untuk menghadapi Seng Cap-si Kouw yang ganas itu, terpaksa Beng Cit Nio bertarung dengan matimatian. Malah kalau perlu dia akan menggunakan ilmu menyiksa diri agar mampu menambah kekuatan dirinya dalam sesaat. Dia sudah nekat bila perlu dia akan mati bersama-sama dengan lawannya.
Saat itu keduanya mendengar langkah kaki dua orang yang
menuju ke arah mereka. "Hai Iblis Perempuan kejam, ternyata kau ingin mengacau lagi di sini!" bentak Kok Siauw Hong.
Tiba-tiba Kok Siauw Hong dan Kong-sun Po mendengar suara jeritan keras dari Beng Cit Nio. Dia langsung muntah darah. Tak lama dia limbung dan akhirnya roboh. Kiranya Beng Cit Nio terluka oleh ilmu menyakiti diri atau ilmu yang disebut "Thian-mo-tee-tay-hoat"-nya sendiri. Rupanya munculnya Kok Siauw Hong dan Kong-sun Po tadi telah mengganggu konsentrasinya saat dia sedang mengerahkan ilmu itu.
Dengan cepat Kok Siauw Hong maju, pedangnya di arahkan ke tubuh Seng Cap-si Kouw.
"Hai kau berani padaku"!" bentak Seng Cap-si Kouw.
Tongkat bambu hijaunya dia sabetkan ke belakang, ke arah pedang Kok Siauw Hong. Tak lama terdengar suara bentrokan kedua senjata bertubi-tubi. Sekali pun Kok Siauw Hong gagah, namun menghadapi Seng Cap-si Kouw cukup berat juga. Kok Siauw Hong merasakan serangan Seng Capsi Kouw yang ganas mampu mendorong tubuhnya.
1470 Serangan si nenek datang bergelombang saling susul-menyusul tidak hentinya.
Melihat Kok Siauw Hong kewalahan, Kong-sun Po datang membantu. Dia menggunakan payungnya untuk menangkis serangan tong;at bambu hijau Seng Cap-si Kouw. Benturan kedua senjata itu menimbulkan lelatu api yang berhamburan bagaikan kembang api saja. Melihat anak muda yang lain bersenjata payung, Seng Cap-si Kouw kaget juga. Apalagi saat dia mengetahui payungnya ternyata ampuh. Mungkin saja itu sebuah benda pusaka terbuat dari baja mumi. Terpaksa si nenek menggunakan tongkatnya dijadikan seolah pedang menyerang ke arah Kong-sun Po.
Kok Siauw Hong cemas melihat keadaan Beng Cit Nio yang muntah darah dan terduduk tadi.
"Beng Kouw-kouw (Bibi Beng), bagaimana keadaanmu?"
kata Kok Siauw Hong. "Aku tidak apa-apa, bunuh saja perempuan iblis itu!"
jawab Beng Cit Nio. Hati anak muda ini jadi lega, maka itu dia maju lagi dan berkonsentrasi untuk mengalahkan Iblis Perempuan itu.
Padahal Kok Siauw Hong tak tahu sebenanya Beng Cit Nio terluka parah. Beng Cit Nio bersandar di sebuah pohon, napasnya tersengal-sengal kepayahan.
Sekalipun dikeroyok ternyata Seng Cap-si Kouw lebih menang dibanding Kong-sun Po dan Kok Siauw Hong yang mengepungnya. Dia masih mampu menyerang secara ganas dan bertubi-tubi. Tentu saja dua anak muda itu kaget bukan kepalang. Jika mereka kalah maka Beng Cit Nio pun akan celaka juga.
1471 Saat Kok Siauw Hong kebingungan, Beng Cit Nio memberi petunjuk.
"Kok Siauw-hiap bergerak ke Kian, duduki daerah Kim!"
kata Beng Cit Nio. Kok Siauw Hong maupun Kong-sun Po mengikuti petunjuk Beng Cit Nio, ternyata mereka berhasil menghindari serangan lawan, bahkan Kong-sun Po sempat menggoyahkan tongkat si Iblis Perempuan.
"Beng Cit Nio padahal saat mampusmu sudah tiba, tapi kenapa kau masih berani banyak bicara!" kata Seng Cap-si Kouw.
Tanpa mempedulikan ejekan Seng Cap-si Kouw, dengan bersemangat Beng Cit Nio memberi petunjuk pada kedua anak muda itu. Tak lama terlihat perubahan besar. Jika tadi dua anak muda itu terdesak, sekarang mereka malah mendesak lawannya.
"Dulu kami pernah menyelamatkan kau, sekarang pun kami tidak ingin mencelakaimu, tapi jawab pertanyaanku.
Jika kau menolak, jangan harap kau bisa lolos!" bentak Kong-sun Po.
"Katakan, di mana kau sembunyikan Paman Han?" kata Kok Siauw Hong.
Seng Cap-si Kouw tertawa terbahak-bahak.
"Jadi kau datang untuk mencari mertuamu?" kata Seng Cap-si Kouw. "Aku dengan dia sahabat baik, kau jangan khawatir!"
"Tutup mulutmu, katakan di mana beliau berada" Jika tidak jangan harap kau bisa lolos!" kata Kok Siauw Hong.
1472 Saat itu Seng Cap-si Kouw dalam keadaan terkepung oleh kedua anak muda itu. Di luar dugaan tiba-tiba nenek ini muntah darah.
"Hm! Anak ingusan kalian berani mengancamku?" kata Seng Cap-si Kouw dengan nyaring.
Tiba-tiba dia menyerang dengan hebat, tentu saja hal ini membuat kedua anak muda yang mengepungnya
keheranan. Payung Kong-sun Po tersampok miring, begitu pun pedang Kok Siauw Hong. Tiba-tiba tongkat si nenek itu langsung mengarah ke tubuh Kok Siauw Hong.
Kong-sun Po yang menyaksikan kawannya dalam bahaya dia kaget bukan main. Dia gunakan payungnya untuk menyelamatkan Kok Siauw Hong dari bahaya maut itu. Tibatiba Seng Cap-si Kouw menghentikan serangan mautnya.
"Karena kalian pernah membantuku, sekarang kuampuni kalian! Beng Cit Nio jika kau tidak mati, kelak kita bertemu lagi!" kata Seng Cap-si Kouw.
Sesudah itu dia mencelat dan pergi.
"Aaah, sayang dia kabur!" kata Beng Cit Nio lemah.
Kiranya sesudah mengerahkan ilmu hitamnya, Beng Cit Nio terluka parah. Kedua anak muda itu menghampiri Beng Cit Nio.
"Bibi Beng, bagaimana keadaanmu?" kata Kok Siauw Hong. "Dia sudah pergi, biar kelak kita adakan perhitungan lagi dengannya!"
Pukulan Naga Sakti 26 Lambang Naga Panji Naga Sakti Karya Wo Lung Shen Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama