kemudian membantai Khong Bu-ki, membunuh Chin Ang-kiok,
menghajar Pedang anggrek, Pedang bunga bwe dan Pedang
bambu hingga terbakar di tengah lautan api, kemudian
menghajar pula Ui Thian-seng hingga tak mampu merangkak
bangun lagi bahkan mati hidup keempat orang bocah pedang
pun masih belum ketahuan dengan jelas, hampir sepuluh
jagoan tangguh yang mati di tangannya.
Tapi dia sendiri pun kini terkapar, ada tujuh delapan buah
luka bakar di sekujur badannya, bukan hanya bajunya yang
689 terbakar, kulit badannya pun ikut hangus menghitam, dua
lubang kecil muncul di dadanya, terhajar Hui-yan-piau, sebuah
luka memanjang menghiasi telapak tangan kanannya, sebuah
luka yang panjang lagi dalam, tulang kaki kirinya hancur
terhajar peluru besi si Tanpa perasaan, kini paha kanan serta
sepasang lengannya tertusuk pula oleh sambaran pedang.
Tapi dari semua luka yang dideritanya, tusukan pedang
yang menghujam perutnya merupakan sebuah tusukan yang
mematikan, karena pedang itu menembus perutnya hingga ke
punggung, tinggal gagang pedangnya yang tersisa di luar
perut. Tapi dia belum mati, dia masih meringkuk di atas tanah,
bergerak perlahan-lahan, entah karena rasa sakit yang luar
biasa atau karena dia mulai menyesali semua perbuatan
dosanya, tiba-tiba perempuan itu mulai menangis, menangis
tersedu-sedu. Waktu itu di tepi lautan api yang berkobar membumbung
tinggi ke angkasa tinggal dia dan Tanpa perasaan dua orang.
Dengan susah payah, dengan mengerahkan segenap sisa
kekuatan yang dimilikinya dia mencoba untuk menggerakkan
tangan kirinya yang masih utuh tanpa cacad, berusaha
menggapai perlahan ke arah Tanpa perasaan.
Menyaksikan adegan itu, seketika itu juga Tanpa perasaan
terbayang kembali dengan tangan lembut Ci Yau-hoa ketika
dibelainya di bukit Ci-pak-san waktu itu, memandangi
tangannya yang halus, membelainya dengan lembut di bawah
sinar rembulan yang redup, di atas batu cadas, sembari
menyuapkan sepotong daging kelinci panggang ke mulutnya
.... Dia terbayang kembali bisikan suaranya yang lembut,
senyumannya yang manis serta keluh-kesahnya yang
mengusik perasaan, dia seakan merasa telah balik lagi ke
kampung halamannya ketika itu, kasih sayang dan kemesraan
yang diberikan perempuan itu membuat Tanpa perasaan
serasa terbuai, membuatnya tak bisa melupakan detik-detik
yang penuh dengan kehangatan itu.
690 Itukah yang dinamakan ... dinamakan cinta" Itukah cinta
yang nyaris langka dijumpai si Tanpa perasaan dalam
kehidupan, kesepian dan terasing" Itukah cinta yang bahkan
belum pernah dijumpai si Tanpa perasaan selama hidupnya,
hingga membuatnya tidak tahu, tidak paham ... kekasih sama
sekali berbeda dengan musuh, sebuah masalah yang mustahil
bisa diputuskan dalam waktu singkat.
Angin lembut yang berhembus sepoi malam itu, rembulan
yang bersinar redup ketika itu ... tapi kini, tangan yang begitu
lembut, begitu halus, telah berubah menjadi tangan yang
dipenuhi noda darah ... Tanpa perasaan merasakarf hatinya
amat sakit. Pada saat itulah ia mendengar Ci Yau-hoa mulai mendesis,
mulai memanggil namanya dengan lemah, begitu tak berdaya,
"Tanpa perasaan ... kau ... kemarilah
Tanpa perasaan bukan benar-benar tak berperasaan, bukan
karena dia tak berperasaan tapi dia tetap adalah seorang
manusia, tiada manusia yang tidak memiliki perasaan.
Maka dia pun menekan sepasang tangannya ke tanah, lalu
melayang turun persis di hadapan Ci Yau-hoa.
Sekujur badan Ci Yau-hoa penuh berlepotan darah, bukan
saja tak mampu berdiri bahkan untuk menggeser badannya
pun amat sulit, tapi raut mukanya masih kelihatan begitu
cantik, begitu ayu, begitu mempesonakan.
Itukah detik-detik terakhir menjelang ajalnya" Cahaya lilin
yang hampir padam biasanya akan bersinar lebih terang,
apakah karena itu raut wajahnya pulih kembali dalam
kecantikan yang luar biasa"
Mata kirinya sudah buta, selamanya dia tak pernah bisa
membuka kembali matanya itu, tapi mata kanannya sudah
mulai dapat melihat benda, kobaran api sudah mereda, bahan
bakar mendekati habis, kobaran api pun semakin mengecil,
asap hitam yang semula hitam pekat, kini pun sudah mulai
buyar, buyar karena hembusan angin gunung yang kencang.
Mungkin saja mata itu bisa melihat dengan jelas karena
baru saja tercuci bersih oleh linangan air matanya, membuat
691 dia dapat melihat dunia ini dengan lebih jelas ... namun bagi
Ci Yau-hoa, mungkin penglihatan yang sangat jelas itu akan
menjadi penglihatannya yang terakhir.
Dengan susah payah Ci Yau-hoa berusaha tersenyum, lalu
ujarnya terbata-bata, "... kecerdasanmu memang hebat ...
ilmu senjata rahasiamu juga hebat ... tapi ... tapi tandumu
telah kuhancurkan ... apakah ... apakah kau akan sedih
karenanya" Apakah kau akan membenciku ... membenciku
untuk selamanya ...T'
Tanpa perasaan menggeleng, sebab yang hancur saat ini
bukan tandunya, melainkan perasaan hatinya.
Asal masih ada manusia hidup, tandu yang hancur masih
bisa dibuat kembali, tapi bagaimana dengan perasaan hati"
"Aku tahu, kau membenciku karena aku telah menipumu ...
aku ... aku takkan memohon pengampunanmu untuk hal ini
Bicara sampai di situ, napas Ci Yau-hoa mulai memburu,
pipinya juga berubah jadi merah membara.
"Kawanan manusia obat itu masih ... masih bisa
diselamatkan ... akan ... akan kuajarkan cara ... cara untuk
menyembuhkan mereka
Ci Yau-hoa mulai menggerakkan tangannya, tangan kiri
yang penuh berlepotan darah meski kelihatan masih begitu
halus dan mulus ....
"Aku ... aku hanya berharap ... mau ... maukah kau
menggenggam tanganku ... menggenggamnya sebentar saja
menjelang ... menjelang ajalku tiba
Orang bilang bila manusia menghadapi maut, semua
perkataannya adalah yang sejujurnya, Tanpa perasaan merasa
matanya mulai berkaca-kaca, terharukah dia" Atau merasa
sedih" Tanpa sadar dia mulai menggerakkan tangannya,
menggenggam tangan Ci Yau-hoa erat-erat.
Di bawah cahaya matahari terlihat sepasang tangan ilu
mulai bergenggaman, saling menggenggam dengan hangat,
dari sepasang tangan yang berlepotan darah berubah jadi dua
pasang tangan yang dipenuhi noda darah.
692 Sebuah kehangatan yang sangat mengharukan, sebuah
kedamaian yang luar biasa....
Mendadak ... mendadak semuanya berubah.
Berubah sangat cepat, berubah secara tiba-tiba dan di luar
dugaan siapa pun juga.
Mendadak Ci Yau-hoa menggerakkan tangannya sangat
cepat, bagaikan sambaran petir dia mencengkeram urat nadi
pergelangan tangan kanan si Tanpa perasaan.
Berubah hebat paras muka Tanpa perasaan, tangan kirinya
telah menggenggam tiga batang anak panah pendek.
Tapi sayang, ketika Ci Yau-hoa mencengkeram tangannya
lebih kuat, anak panah itu segera terlepas dari
genggamannya, rontok ke tanah.
Menyusul kemudian kedua orang itupun saling berhadapan
dengan kaku, tanpa bergerak sedikit pun, sepasang tangan
mereka masih tetap saling menggenggam, hanya sayang
kemesraan dan kehangatan yang semula menyelimuti
suasana, kini sudah hilang lenyap, menguap ke angkasa
bagaikan segumpal asap.
Ci Yau-hoa nampak tertawa, sebuah senyuman
kebanggaan, senyuman kepuasan, lalu dia pun mulai tertawa
terbahak, tertawa kalap ....
Sembari tertawa kalap, tangannya mulai mencengkeram
lebih kuat, lebih bertenaga. Paras muka Tanpa perasaan ikut
berubah pula, dari hijau membesi berubah jadi pucat bagai
mayat, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran membasahi
jidatnya, membasahi wajahnya, sekujur badannya.
Saat itulah tampak dua sosok bayangan manusia berbaju
putih melayang turun di atas tebing karang itu.
Begitu tiba di arena pertarungan, kedua orang itu nampak
berdiri tertegun, tampaknya mereka tidak menyangka akan
disuguhi pemandangan setragis itu.
Empat bocah pedang emas dan perak tergeletak di
sekeliling tebing, waktu itu mereka sedang berusaha
merangkak bangun sambil merintih kesakitan.
693 Kobaran api benar-benar telah padam, asap hitam pun
mulai menipis, tapi di seputar sana telah dipenuhi dengan
mayat yang bergelimpangan, mayat Khong Bu-ki beserta
ketiga orang dayang pedang, di sisi onggokan api tergeletak
mayat Chin Ang-kiok, lalu tubuh Ui Thian-seng yang masih
belum jelas mati hidupnya, sementara mayat Yau It-kang
sama sekali tak nampak, entah terkubur di dasar jurang atau
bahkan sudah hancur be-rantakan"
Pertempuran ini benar-benar merupakan sebuah
pertempuran berdarah, sebuah pertempuran yang
menggidikkan hati.
Dengan badan berlepotan darah Ci Yau-hoa masih
mencengkeram urat nadi Tanpa perasaan, mencekalnya kuatkuat,
kembali dia tertawa seram.
"Hahaha ... kau anggap mereka mampu menyelamatkan
nyawamu" Hm! Wahai manusia cacad, aku beritahu padamu,
tak seorang pun sanggup menyelamatkan nyawa bobrokmu
itu, kau akan kujadikan manusia obat, agar selama hidup tak
pernah bisa merasakan lagi arti sebuah kehidupan."
Tanpa perasaan tetap bungkam, dalam keadaan seperti ini
dia memang tak sanggup berkata-kala lagi.
Sudah kedua kalinya peristiwa ini dialaminya, pertama kali
sewaktu berada dalam kota Pak-shia, waktu itu dengan siasat
yang sama Ci Yau-hoa berhasil mencengkeram urat nadinya,
semisal Si Ku-pei tidak membokong secara tiba-tiba, mungkin
saat itu dia sudah tewas mengenaskan di sana.
Dan sekarang, untuk kedua kalinya dia tertipu oleh siasat
yang sama. Sebenarnya benda apa yang telah membutakan matanya"
Membuat bebal otaknya hingga ia begitu tolol, goblok, mau
tertipu untuk kedua kalinya"
Jangankan orang lain, Tanpa perasaan sendiri pun merasa
betapa goblok dan tololnya dia, pada hakikatnya dia adalah
manusia paling tolol di dunia ini.
"Berhenti!" tiba-tiba Ci Yau-hoa membentak, "jika kalian
berani maju selangkah lagi, akan kucabut nyawanya!"
694 Rupanya Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji berhasil menyelinap ke
belakang tubuh Ci Yau-hoa, tapi sayang, sebelum mereka
sempat bertindak, perempuan iblis itu telah menyadari akan
kehadiran mereka.
Tentu saja Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji tak berani
melangkah maju lagi.
Tiba-tiba sekujur badan Ci Yau-hoa mulai mengejang
kencang, namun cekalannya pada urat nadi Tanpa perasaan
sama sekali tidak mengendor, selang beberapa saat kemudian
baru ia menyapu pandang sekejap sekeliling arena dengan
matanya yang tinggal sebelah, lalu ujarnya diiringi tertawa
dingin, "Akan kubawa kau pulang ke rumah, selama kau
berada di tanganku, 'mereka tak nanti berani bertindak
gegabah ... jangan kuatir, asal aku bisa pulang dalam keadaan
hidup, asal aku dapat menyembuhkan luka-lukaku, semua
yang hadir di sini akan kubantai di kemudian hari, termasuk
juga kau, akan kukirim kau menuju ke alam baka, menyusul
rekan-rekanmu itu
Tanpa perasaan tidak buka suara, tenaga murni yang
memancar masuk melalui tangan Ci Yau-hoa sedang
menerjang dan menumbuk tubuhnya, dia merasa isi perutnya
bergolak, terasa amat sakit bagaikan disayat dengan pisau.
Tiba-tiba Ci Yau-hoa berpekik nyaring, suara pekikannya
amat keras dan tinggi melengking, lalu mungkin karena rasa
kesakitan yang luar biasa dia menghentikan pekikannya,
bernapas dengan tersengal serta melanjutkan pekikannya.
Mendengar suara pekikan itu, serentak manusia obat yang
berada di bawah tebing menghentikan serangannya, lalu
serentak secara bersama menyerbu ke atas tebing karang.
Tampaknya Ci Yau-hoa bermaksud menggunakan si Tanpa
perasaan sebagai sandera kemudian menggunakan manusia
obat untuk melindungi keselamatannya, berusaha mundur dari
situ dengan selamat.
Dia bersumpah dalam hati, asal bisa hidup, suatu hari nanti
dia pasti akan membalas dendam sakit hati itu.
695 Kini keempat anggota badannya sudah terluka, perutnya
tertusuk pedang hingga tembus ke punggungnya, luka-luka itu
membuat gerak serangannya melamban, walau begitu, tenaga
murninya belum buyar, dengan mengandalkan sisa kekuatan,
belum tentu orang dengan tenaga dalam sempurna macam Ui
Thian-seng sanggup menahan cengkeramannya yang kuat
pada urat nadinya, apalagi si Tanpa perasaan.
Ciu Pek-ih maupun Pek Huan-ji ikut tertegun, untuk sesaat
mereka tak tahu apa yang harus dilakukan.
Permusuhan ini dipicu karena perselisihan mereka dengan
Ci Yau-hoa, bahkan antara kedua belah pihak terikat dendam
sakit hati sedalam lautan, sebaliknya si Tanpa perasaan hanya
seorang'tamu yang datang dari jauh, khusus menyusul ke
sana untuk membantu Pak-shia, dan kini pemuda itu dijadikan
sandera, tentu saja mereka tak bisa berpeluk tangan
membiarkan pemuda itu mati di tangan siluman wanita itu.
Bila Ci Yau-hoa dibiarkan pulang ke gunung dengan
selamat, bukan saja Pak-shia dan tiga keluarga besar menjadi
tak aman, seluruh dunia persilatan pun bakal terancam
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahaya yang sangat hebat.
Mendadak terdengar Ci Yau-hoa tertawa seram, serunya
melengking, "Sekarang kau harus ikut aku!"
Tangan kirinya mencengkeram makin kencang dan siap
menyeret pemuda itu berlalu dari situ.
Pada saat itulah sinar tajam tiba-tiba memancar keluar dari
balik mata Tanpa perasaan, sahutnya nyaring, "Tidak!"
Sekilas cahaya hitam yang amat tajam tahu-tahu sudah
menyembur keluar dari balik mulutnya.
Ci Yau-hoa sudah memperhitungkan segala kemungkinan
dengan seksama, dia takut dengan senjata rahasia Tanpa
perasaan, maka semua kemungkinan datangnya ancaman itu
sudah diwaspadai, namun mimpi pun dia tak pernah
menyangka kalau senjata rahasia bakal menyembur keluar
dari mulutnya. Dia ingin menghindar, tapi sayang sudah terlambat.
696 Cahaya hitam itu langsung menyambar ke depan dan
menghajar tenggorokannya, menghujam bahkan memotong
saluran pernapasannya.
Ci Yau-hoa melotot besar, suara gemerutuk memancar
keluar dari balik tenggorokannya, wajahnya kelihatan sangat
menyeramkan. Tanpa perasaan berusaha meronta dengan sekuat tenaga,
namun tak berhasil, dia gagal melepaskan diri dari
cengkeraman perempuan siluman itu.
Di saat itulah Ciu Pek-ih merangsek maju, sebuah babatan
maut segera dilancarkan ke muka.
Ilmu pukulan Bu-siang-sin-kang memang sangat hebat,
jangan kan tulang manusia, emas dan batu karang pun
sanggup dihancurkan, seketika itu juga tangan kiri Ci Yau-hoa
terhajar hingga hancur dan terkulai lemas ke bawah.
Pek Huan-ji ikut mendesak maju, pedangnya langsung
diayunkan ke depan dan menusuk dada Ci Yau-hoa,
menghujamkan senjatanya hingga tembus ke belakang.
Ci Yau-hoa masih mendelik besar, tanpa berkedip dia
mengawasi wajah Tanpa perasaan, walaupun sekujur
badannya sudah bermandikan darah, namun dia masih
berusaha mengangkat tangan kanannya, menuding ke arah
Tanpa perasaan dari kejauhan ....
Bergidik juga Pek Huan-ji menyaksikan adegan itu,
bagaimana pun dia tetap seorang gadis yang berhati lemah,
saking ngerinya, dia segera melepas tangan tanpa sempat
mencabut kembali pedangnya dan segera mundur dari situ.
Jari tangan Ci Yau-hoa yang menuding Tanpa perasaan
kelihatan gemetar keras, dia seakan ingin mengucapkan
sesuatu, namun sampai detik terakhir, tak sepatah kata pun
yang mampu diucapkan. Pelan-pelan tubuhnya roboh
terjungkal ke tanah, roboh telentang di bawah sorotan cahaya
sang surya, roboh dan berbaring untuk selamanya...
Akhirnya si Bibi iblis Ci Yau-hoa tewas, Su-toa-thian-mo,
empat iblis langit yang banyak membuat keonaran dan
bencana bagi umat persilatan akhirnya terbantai musnah,
697 musnah berikut keenam belas orang anak buahnya, terbantai
dari muka bumi.
Waktu itu kawanan manusia obat sudah menerjang tiba di
atas tebing, tapi dengan kematian Ci Yau-hoa, mereka pun
serentak ikut bergelimpangan ke tanah bagai tomat yang
kelewat masak, sama seperti nasib Ci Yau-hoa, roboh terkapar
untuk tidak bangun lagi selamanya.
Mereka merupakan badan kasar tanpa nyawa, ibarat mayat
hidup yang dikendalikan Ci Yau-hoa, dengan kematian Ci Yauhoa,
mereka pun tak mungkin bisa hidup lebih lama.
Sejak ditangkap Ci Yau-hoa untuk dijadikan manusia obat,
sebenarnya mereka memang sudah kehilangan kesempatan
untuk hidup. Empat bocah pedang emas dan perak belum mati, mereka
hanya dibikin pingsan oleh tenaga getaran Ci Yau-hoa, setelah
termakan empat tusukan pedang mereka yang bersarang
telak, iblis wanita itu memang tidak memiliki kekuatan lagi
untuk menghabisi nyawa keempat orang bocah itu.
Ui Thian-seng juga tidak mati, tapi luka yang dideritanya
amat parah, hantaman peluru besi itu telah menghancurkan
tiga tulang iganya ditambah luka dalam yang sangat berat.
Untung saja si harimau ganas Ui Thian-seng sudah lima
puluh tahun hidup malang melintang dalam dunia persilatan,
tentu saja hantaman sebutir peluru besi masih sanggup
ditahan olehnya.
Si Tanpa perasaan masih duduk termangu di tempat
semula, saat ini dia tak tahu harus merasa gembira ataukah
harus bersedih Dia sendiri pun tidak tahu, sebenarnya pertarungan ini
dimenangkan siapa" Diakah yang menang" Atau dia justru
telah menderita kekalahan"
"Kau ... sama sekali tak mengerti ilmu silat, hampir semua
jago di kolong langit mengetahui hal ini, maka jurus
terakhirmu itu harus merupakan satu serangan yang sangat
mematikan, jangan pernah kau gunakan serangan terakhirmu
698 itu bila keadaan tidak kelewat memaksa ...T" itulah pesan
Cukat-sianseng menjelang keberangkatannya.
Sekarang dia telah menggunakannya, tak ada orang yang
menduga kalau serangan mautnya yang terakhir justru muncul
dari semburan mulut.
Jangankan orang lain, manusia sehebat Ci Yau-hoa pun tak
mampu menghindarkan diri.
Sejak urat nadinya dicengkeram lawan, dia tak pernah
bicara lagi, walau mengucapkan sepatah kata pun, saat itulah
dia sudah mulai menghimpun segenap tenaga dalamnya,
menghimpun kekuatan untuk melancarkan serangan terakhir,
menanti saaf yang paling baik, saat yang paling tepat untuk
melancarkan serangan mematikan.
Akhirnya dia pun berhasil, berhasil membinasakan lawan,
namun dia tak pernah merasa gembira karena keberhasilan
itu. Waktu itu Ciu Pek-ih sedang menengok ke bawah tebing,
tampak sisa anak buahnya tinggal lima puluhan orang, saat itu
para sisa jago dari Pak-shia juga sedang mendongakkan
kepala memandang ke arahnya, tiba-tiba saja pemuda itu
merasa sangat lelah, lelah sekali, seolah ada beban seberat
ribuan kati yang menindih di atas badannya, membuat dia
terhimpit, membuat dia tak mampu bernapas ....
Sekalipun begitu, Ci Yau-hoa telah tewas, dendam kesumat
mereka pun sudah terbalas.
Asal dia masih bisa hidup, suatu hari nanti pasti akan
mampu dan berhasil membangun kembali Pak-shia.
Pelan-pelan Pek Huan-ji berjalan mendekat, menjatuhkan
diri ke dalam rangkulannya.
Mendadak si Tanpa perasaan mendengar suara derap kaki
kuda yang ramai berkumandang mendekat, ketika ia
menengok ke bawah, tampak dua orang lelaki berbaju ketat
warna biru dengan topi berbulu merah, ikat pinggang
berwarna ungu sedang melarikan kudanya menuju ke atas
tebing karang. 699 Tanpa perasaan segera berkerut kening, sebab dia tahu
kedua orang itu adalah dua orang opas kenamaan dari kota
Yu-ciu, biarpun ada dua ratusan opas di tempat itu,
kemampuan mereka semua tak akan mampu menandingi
kehebatan kedua orang itu.
Hanya Cukat-sianseng seorang yang sanggup mengutus
mereka berdua, kecuali telah terjadi sebuah kasus luar biasa
yang menghebohkan, tak mungkin ia mengutus kedua orang
itu. Tapi kalau dilihat dari keadaan mereka, kelihatannya kedua
orang opas itu telah menempuh perjalanan siang malam, jelas
mereka khusus menyusul ke sana karena sedang mencari si
Tanpa perasaan.
Pasti sudah terjadi sebuah kasus luar biasa yang sangat
menghebohkan sehingga menunggu kehadiran si Tanpa
perasaan untuk menyelesaikannya.
Pelan-pelan si Tanpa perasaan mendongakkan kepala,
memandang sang surya yang bersinar terang, mengawasi
mayat yang bergelimpangan dimana-mana, ia nampak sangat
murung dan masgul, entah karena ia terlalu lelah ataukah ada
suatu perasaan yang sangat mengganjal hatinya"
21. Menangkap malah ditangkap.
'Cap-ji-pa-to' (dua belas bilah golok) sudah membunuh
piausu yang kedelapan, kini tersisa dua orang piausu yang
masih melawan dengan gigih dan mati-matian.
Tapi sayang, biarpun perlawanan dilakukan dengan gigih,
mereka tak mampu bertahan lama, kalau sepuluh orang
piausu yang turun tangan bersama saja ada delapan orang di
antaranya telah tewas, mana mungkin bagi dua orang yang
tersisa untuk bertarung lebih jauh" Namun demi keselamatan
nyawa sendiri, terpaksa kedua orang piausu yang tersisa itu
tetap melakukan perlawanan dengan gigih.
Bila berjumpa 'Cap-ji-pa-to' sedang membegal barang
kawalan, maka jangan harap mereka bisa melindungi barang
700 ka-walannya, bisa menyelamatkan nyawa sendiri sudah
merupakan hasil yang luar biasa.
Ketika 'Cap-ji-pa-to' sedang membegal barang kawalan, dia
tak pernah membiarkan korbannya lolos dalam keadaan hidup.
'Cap-ji-pa-to' bukan terdiri dari dua belas orang jago yang
menggunakan golok, melainkan hanya satu orang, satu orang
dengan sebilah golok yang mampu melakukan serangan
bagaikan dua belas bilah golok yang menyerang bersama.
Setiap kali melancarkan satu jurus serangan berarti ada
dua belas gerak serangan yang dilakukan, dua jurus berarti
dua puluh empat gerakan dan tiga jurus berarti tiga puluh
enam gerakan, sedemikian tersohornya gerak serangan itu
hingga orang tak tahu siapa nama sesungguhnya.
'Cap-ji-pa-to' adalah perampok keji dan telengas, para
pengawal barang di wilayah Soat-say paling pusing bila
bertemu dengannya, namun mereka pun tak sanggup berbuat
apa-apa. Bila seorang mampu menggunakan dua belas bilah golok,
manusia semacam ini memang tidak mudah untuk dikalahkan.
Kini 'Cap-ji-pa-to' mulai memperketat serangan goloknya,
kembali lengan seorang piausu kena dibabat kutung,
menyusul lengan, bahu, leher, tengkuk, dada dan telinga
masing-masing kena sekali babat, setelah itu kaki, betis,
pinggul, lambung dan punggungnya termakan juga oleh
sabetan golok. Kemudian tubuh piausu itu bagaikan sebuah boneka kayu
yang dikutungi setiap bagian badannya roboh tercerai-berai di
atas tanah, mati dengan potongan badan yang berhamburan
.... Biasanya korban yang tewas termakan babatan golok 'Capjipa-to' selalu mati bukan lantaran sebuah bacokan saja,
paling tidak di atas tubuhnya akan ditemukan dua belas buah
luka bacokan, oleh sebab itulah tak pernah ada korban yang
berhasil lolos dalam keadaan hidup, tapi setiap orang tahu
kematian itu merupakan hasil perbuatannya.
701 Piausu terakhir mulai ketakutan setengah mati, wajahnya
pucat-pias dan tangan gemetar keras, demikian keras dia
gemetar sampai ruyung emasnya pun nyaris tak tergenggam
kuat, dia berbisik mohon belas kasihan, "Am ... ampuni aku
"Enak benar kau omong... mana ada kemurahan macam
begitu"!" jengek 'Cap-ji-pa-to' sambil tertawa sinis.
Sorot mata piausu itu membeku, setelah tertegun sesaat,
akhirnya sambil mengertak gigi ia menerjang maju lagi ke
depan sambil berteriak, "Kalau begitu aku akan mengadu
nyawa denganmu!"
'Cap-ji-pa-to' tertawa dingin, ia miringkan badannya
membiarkan babatan ruyung itu lewat, seperti seekor kucing
yang berhasil menangkap seekor tikus, sebelum membunuh
korbannya paling suka mempermainkan mangsanya.
Untuk kedua kalinya piausu itu menerjang datang, sekali
lagi 'Cap-ji-pa-to' miringkan badan menghindar, kali ini 'Cap-jipato' sudah melihat jelas dimana titik kelemahan piausu itu,
dia memang tak pernah mau melepaskan begitu saja setiap
titik kelemahan yang muncul di tubuh lawan.
Pada saat itulah mendadak terdengar seorang mendengus
dingin, suara itu seolah datang dari sisi kirinya.
'Cap-ji-pa-to' terkesiap, segera ia menangkap firasat jelek,
seolah merasa bahwa dirinya pun bakal mampus jika bacokan
golok itu dilanjutkan.
Sambil membalikkan badan, lekas dia mundur dari arena
pertarungan dan berpaling ke arah asal suara itu, di samping
kirinya tak ada orang, dia hanya melihat ada seorang pemuda
yang tinggi tegak bagaikan sebatang tombak sedang berjalan
menghampiri dari arah depan.
Sekali lagi 'Cap-ji-pa-to' merasa hatinya tercekat, orang itu
masih berada sangat jauh dari hadapannya namun suara
dengusannya justru muncul seakan berada di samping
tubuhnya, begitu sempurna tenaga dalam yang dimiliki orang
itu dan yang pasti dia tidak memiliki kemampuan sehebat itu.
Ketika melihat 'Cap-ji-pa-to' mundur dari arena
pertarungan, kembali piausu itu tertegun, dia mengira pihak
702 musuh sedang mempermainkan dirinya, sambil membentak
gusar, sekali lagi dia menerjang ke depan.
"Si-piauthau, kau ingin mampus?" mendadak pemuda itu
menegur dengan suara sedingin es.
Si-piausu tertegun, dia memang tidak kenal siapa pemuda
itu, sembari menarik kembali ruyungnya dia berseru cerna;.,
"Saudara cilik, cepat kabur, orang itu kejam dan tak kenal
ampun, dia bisa menghabisi nyawamu
Pemuda itu tidak menjawab, sorot matanya tiba-tiba
dialihkan ke wajah 'Cap-ji-pa-to', sorot mata yang lebih tajam
d.iri sembilu. 'Cap-ji-pa-to' merasa bergidik, tiba-tiba ia menangkap
adanya sebilah pedang tipis tapi tajam melilit di pinggang
lawan, belum lagi pedangnya dilolos, dia sudah merasa hawa
membunuh yang mengerikan, tiba-tiba 'Cap-ji-pa-to' teringat
seorang, seketika paras mukanya berubah jadi pucat-pasi.
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kau adalah 'Cap-ji-pa-to' dua belas bilah golok?"
pemuda itu menegur dengan suara dingin membeku.
Tanpa sadar 'Cap-ji-pa-to' mengangguk.
"Aku adalah si Darah dingin!" kembali pemuda itu berkata.
Begitu nama itu diucapkan, piausu she Si itu segera berdiri
terbelalak dengan mulut melongo, tak sepatah kata pun
sanggup diucapkan.
Sementara 'Cap-ji-pa-to' segera menarik kembali sorot
matanya yang tajam, sambil meraung keras mendadak
goloknya diayunkan ke depan, langsung membacok batok
kepala Darah dingin.
Luar biasa hebatnya bacokan golok itu, baru menyambar
sampai tengah jalan, satu bacokan telah berubah jadi dua
belas babatan, sebuah ancaman mengerikan yang hakikatnya
sulit untuk dihindari.
Jurus serangan ini merupakan jurus andalannya, kalau
bukan sedang terancam jiwanya, 'Cap-ji-pa-to' tak pernah
mempergunakannya.
Darah dingin tidak menghindar, bukan berkelit dia malah
menyongsong maju ke depan.
703 Ketika 'Cap-ji-pa-to' belum selesai melancarkan bacokannya
yang pertama, cahaya tajam telah berkilauan dari tangan
si Darah dingin, sebuah tusukan pedang telah meluncur ke
depan langsung menusuk tenggorokan 'Cap-ji-pa-to'.
Setelah itu dia mundur kembali ke belakang, ketika
tubuhnya kembali berdiri tegak, pedangnya telah disarungkan
pula di pinggangnya.
Pada saat itulah bacokan pertama 'Cap-ji-pa-to' selesai
dilancarkan, selesai dengan satu bacokan disusul dengan
bacokan berikut, total dia telah melepaskan dua belas kali
bacokan golok sebelum akhirnya kehabisan tenaga, menyusul
menyemburlah darah segar dari tenggorokannya, 'Cap-ji-pa-to'
roboh terkapar ke atas tanah.
Ternyata 'Cap-ji-pa-to' si dua belas bilah golok tak mampu
bertahan terhadap satu tusukan pedang tanpa sarung. Sebuah
serangan pedang yang sangat cepat.
Darah dingin, siapakah Darah dingin"
Darah dingin adalah salah seorang anggota Empat opas
kenamaan, opas tersohor yang bekerja di bawah perintah
Cukat-sianseng, dia menempati urutan keempat.
0oo0 Si Pengejar nyawa tidak mengejar perempuan, yang dia
kejar adalah nyawa orang lain, terutama nyawa orang-orang
yang pantas mati.
Saat ini dia telah melakukan pengejaran selama tiga hari,
konon pihak lawan pernah membeli perahu untuk kabur keluar
samudra, mendaki bukit paling terjal, menerobos gua paling
dalam dan sekarang mulai memasuki lembah bukit itu, tapi dia
selalu membuntutinya, mengejarnya terus dengan ketat.
Darah dingin menang karena pandai menahan diri, punya
jiwa nekat dan cepat dalam serangan pedangnya, sementara
si Pengejar nyawa ampuh karena sepasang kakinya,
kemampuannya minum arak serta kesabarannya melacak jejak
lawan. Tak pernah ada orang yang bisa lolos dari pelacakannya.
704 Tapi sekarang dia telah kehilangan jejak lawan, mendadak
orang itu hilang lenyap di tengah lembah bukit itu.
Pengejar nyawa berhenti di tengah lembah bukit,
mengawasi sembilan batang pohon yang tumbuh di
hadapannya, mengawasi batu karang, semak ilalang,
mendadak ia merasa bukan sedang mengejar lawan, orang
lainlah yang sedang mengejar dirinya.
Orang yang mengejarnya bukan hanya terdiri dari satu
orang ... dua ... tiga ... empat ... paling tidak ada empat orang
yang sedang menguntitnya. Tapi dimanakah keempat orang
itu menyembunyikan diri"
Pada saat itulah dari balik batu karang, dari atas
pepohonan mendadak meluncur empat buah bola besi yang
sangat besar, muncul dari empat penjuru dan menyerangnya
secara bersama.
Seketika itu juga si Pengejar nyawa berubah jadi sasaran
serangan, diserang dari empat penjuru pada saat bersamaan,
dia tak bisa maju, tidak dapat mundur, juga tak bisa berkelit
ke samping kiri atau kanan, apalagi bola-bola besi itu berat,
besar dan bertenaga dahsyat, mustahil bagi si Pengejar nyawa
untuk menyambut datangnya ancaman dengan tangan
kosong. Sementara dia masih sangsi, serangan bola besi telah
menyambar tiba.
Tiba-tiba si Pengejar nyawa ingin tidur, ia benar-benar
tidur, tidur telentang di atas tanah.
Keempat buah bola besi itu menyambar lewat persis di atas
kepalanya bahkan saling bertumbukan dengan menimbulkan
suara keras, kemudian terguling ke samping dan
menggelinding ke belakang batu karang.
Baru saja dua orang yang berada di belakang batu cadas
siap menarik kembali senjatanya, bayangan hitam telah
muncul di depan mata, mereka tak sempat lagi menarik bola
besinya karena ada dua buah kaki sudah melayang tiba.
Bayangan kedua belah kaki itu membesar dalam waktu
singkat dan tahu-tahu sudah tiba di depan mata, mereka tak
705 sempat lagi menghindar karena awan hitam mendadak
menyelimuti seluruh pandangan mereka.
Dua tendangan maut yang dilancarkan si Pengejar nyawa
telah mendarat secara telak di batang hidung mereka.
Di pihak lain, dua orang yang bersembunyi di atas pohon
juga mulai menarik kembali bola besinya, tapi bagaikan seekor
burung raksasa si pengejar nyawa melambung ke udara dan
menerjang ke atas pohon.
"Wes, wes!", dua bola besi meluncur lagi ke udara dengan
membawa deru angin yang keras.
Berada di tengah udara, kembali si Pengejar nyawa
melepaskan dua kali tendangan berantai.
Apakah dia hendak menggunakan darah dagingnya untuk
menghadang terjangan bola-bola besi itu" Tentu saja tidak!
Rupanya dua tendangan maut itu persis menghajar di atas
rantai pengikat bola besi itu, begitu terhajar, rangkaian rantai
itu segera patah jadi dua, bola besi itupun langsung rontok ke
tanah tanpa tenaga.
Mendadak si Pengejar nyawa mementang mulutnya dan
menyemburkan segumpal arak ke depan.
Suara gemerutuk bergema dari balik pepohonan itu,
menyusul kemudian rampak benda hitam terjatuh ke bawah,
dua sosok manusia roboh ke tanah dari pohon.
Ketika roboh telentang di tanah, raut wajah mereka sudah
dipenuhi dengan luka besar yang mengucurkan darah.
, Sambil bersandar di atas sebatang pohon, si Pengejar
nyawa mulai berpikir, Heng-san-su-thiat-jiu (empat bola besi
dari Heng-san) berhasil dirobohkan, tapi kemana perginya
Toan-jong-to (golok pemutus usus) Si Ko yang sedang
menguntitnya"
Pada saat itulah dahan pohon tempat ia bersandar
mendadak terbelah dua, sebilah golok membacok dengan
kecepatan luar biasa.
Padahal waktu itu punggung si Pengejar nyawa sedang
bersandar di pohon itu, bukan saja bacokan golok itu mampu
memotong ususnya, bahkan dapat pula mencabik nyawanya.
706 Tapi sayang sebelum serangannya berhasil melukai lawan,
sebuah tendangan maut yang dilontarkan si Pengejar .nyawa
sudah mematahkan pinggangnya lebih dahulu.
Baru saja goloknya dihujamkan ke depan, benda apapun
sudah tak terlihat lagi olehnya, dia hanya sempat melihat si
Pengejar nyawa menggerakkan kaki, tahu-tahu tulang
pinggangnya sudah terhajar patah.
Pandangan matanya segera berubah jadi hitam gelap,
tubuhnya roboh terjungkal ke tanah, dengan sendirinya
tusukan goloknya pun gagal mengenai sasaran.
Sampai menjelang ajal, dia masih tak habis mengerti,
padahal si Pengejar nyawa berada persis di hadapannya,
bagaimana mungkin tendangan mautnya bisa menghantam
pinggang bagian belakang.
Hanya satu orang yang bisa menggunakan tendangan kaki
sebagai sebuah senjata mematikan, senjata yang bisa
digunakan secara lunak maupun keras.
Tapi sayang ia belum pernah mendengar tentang hal ini,
bahkan sebelum sempat mendengar, ia sudah menyaksikan,
bukan hanya menyaksikan malah sudah merasakan
kehebatannya. Dia sudah telanjur menerima tiga ribu tahil perak sebagai
ongkos pembunuhan, bila tahu si Pengejar nyawa memiliki
tendangan sehebat itu, biar diberi tambahan tiga ribu tahil
perak lagi juga tak nanti dia mau bersembunyi di balik pohon
sembari melancarkan bokongan.
Siapakah si Pengejar nyawa"
Dialah Pengejar nyawa!
Pengejar nyawa merupakan salah seorang di antara emat
opas kenamaan di bawah bimbingan Cukat-sianseng, dia
menempati urutan ketiga.
0oo0 Si Ko mempunyai seorang kakak lelaki yang bernama Si Kojin,
Si Ko-jin memang benar-benar memiliki kepandaian melampuai
siapapun (Ko-jin), cukup bicara tentang kemampuan
707 ilmu silatnya, konon kehebatannya sudah mencapai lima kali
lipat dibandingkan kemampuan adiknya.
Apalagi dia memiliki tiga buah barang mestika warisan
keluarga, seekor ular berbisa yang seluruh badannya tumbuh
duri, sebuah sarung tangan yang tak mempan terhadap
berbagai racun dan bisa jahat, serta sebuah gunting tajam
yang mampu memotong emas dan menghancurkan bebatuan.
Dengan menggembol tiga macam senjata itulah dia
berangkat mencari si Pengejar nyawa, dia ingin membalaskan
dendam bagi kematian adiknya.
Dengan wataknya, tentu saja dia tak akan pergi menuntut
balas begitu saja, ketika malam tiba, dia melompat naik ke
atap rumah dan menyelinap ke atas kamar yang dihuni
musuhnya. Rencananya, mula-mula dia akan melepas ular beracunnya
agar mematuk si Pengejar nyawa, kemudian menggunakan
sarung tangan anti racun untuk meracuninya sampai roboh,
setelah itu batok kepala si Pengejar nyawa baru digunting
dengan menggunakan gunting penghancur emasnya.
Sepak terjang si Pengejar nyawa memang susah
diramalkan, jejaknya tidak gampang dilacak, dia harus
membuang banyak tenaga dan pikiran sebelum berhasil
mengetahui kabar beritanya, dia mendapat tahu, dalam
tugasnya menangkap seorang Jay-hoa-cat (penjahat pemetik
bunga) Ou Giok-tiap bersama dua orang rekannya, malam ini
mereka akan menginap di rumah penginapan Ui-hok.
Itulah sebabnya Si Ko-jin pun menyelinap ke atas atap
rumah penginapan itu, dia sudah bertekad hendak membunuh
musuh besarnya itu.
Tengah malam buta, ketika tiba di atas atap rumah
penginapan Ui-hok, terlihat olehnya seorang lelaki setengah
umur berdiri di sana.
Sambil tertawa, lelaki setengah umur itu bertanya
kepadanya, mau mencari siapa"
Si Ko-jin sangat heran melihat ada orang berpakaian ketat
menyatroni rumah penginapan di malam buta, orang itu
708 seakan menganggapnya sebagai kejadian yang lumrah,
selumrah bertemu orang yang berlalu-lalang di siang hari
bolong. Yang lebih mengherankan lagi adalah di tengah malam
buta begini, ternyata orang itupun berada di atap rumah, dia
seolah menganggap atap rumah bukan sebagai atap
melainkan sebagai pembaringannya.
Terlepas tempat itu sebuah pembaringan atau bukan, Si
Ko-jin sudah tak sanggup menahan diri lagi, siapa berani
menghalangi jalan perginya, dia harus mati. Sebuah sodokan
tinju langsung dilontarkan.
Orang itu justru menjulurkan tangan untuk berjabat
tangan. Si Ko-jin tak sempat melihat jelas bagaimana orang itu
menggerakkan tangannya, dia hanya melihat tangan itu diulur
ke muka, angin pukulan yang dia lontarkan segera punah,
malah tangannya tahu-tahu sudah dijabat orang itu.
Tak terlukiskan rasa kaget Si Ko-jin menghadapi kejadian
ini, lekas guntingnya menyapu ke depan mengancam tangan
lawan. Ketika gunting itu dengan telak menggunting di atas tangan
lawan, terdengar suara "Krak!", Si Ko-jin sangat girang, dia
mengira lengan lawan pasti berhasil dikuningi.
Siapa tahu orang itu tetap berdiri sambil tersenyum, bukan
lengan musuh yang kutung, justru mata gunting yang gumpil.
Kini Si Ko-jin benar-benar amat terperanjat, tanpa pikir
panjang dia lontarkan ular berbisanya ke tubuh lawan.
Ular ini bersisik duri, bukan saja sangat beracun, durinya
pun tajam melebihi sembilu, jangankan orang lain terlilit
olehnya, bahkan dia sendiri pun baru berani melemparkan ular
berbisa itu jika mengenakan sarung tangan.
Lagi-lagi orang itu menyambar datangnya ular berbisa itu
dengan tangan telanjang.
Si Ko-jin kegirangan setengah mati, perkiraannya pihak
lawan pasti akan celaka kali ini, siapa tahu orang itu masih
709 tetap mengawasinya sambil tertawa, bukan saja dia tidak
terluka, ular berbisa itu sebaliknya malah sudah mati digencet.
Sekarang Si Ko-jin baru benar-benar ketakutan, sambil
mengenakan sarung tangan andalannya, ia berpikir, "Aku tidak
percaya kalau sepasang tanganmu benar-benar terbuat dari
besi baja yang amat keras."
Begitu sarung tangan sudah dikenakan, Si Ko-jin langsung
melancarkan sebuah cengkeraman maut, siapa sangka orang
itupun balas melancarkan sebuah cengkeraman, tak
terlukiskan rasa girang Si Ko-jin, asal telapak tangan lawan
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tergenggam oleh sarung tangannya, racun ganas segera akan
menyelinap masuk melalui telapak tangannya dan sekejap
kemudian sepasang tangan lawan akan lumpuh dan tak bisa
digunakan lagi.
Siapa tahu bukannya telapak tangan lawan jadi cacad dan
lumpuh, suara gemerutuk tulang remuk justru timbul dari
telapak tangan sendiri, entah apa yang terjadi, tahu-tahu
kelima jari tangannya sudah patah semua.
Pucat kehijauan paras muka Si Ko-jin saking kagetnya,
paras mukanya bukan berubah karena kesakitan melainkan
karena dia mengira telah berjumpa dengan setan.
Baru saja ia membalikkan badan siap melarikan diri,
terdengar orang itu telah berkata sambil tertawa, "Aku tahu
siapa yang sedang kau cari."
Tanpa sadar Si Ko-jin menghentikan langkah.
"Bukankah kau sedang mencari si Pengejar nyawa?"
kembali orang itu berkata sambil tertawa.
Si Ko-jin semakin sangsi, makin curiga dan tidak habis
mengerti, namun dia masih juga membungkam diri.
"Bukankah kau adalah Si Ko-jin, kakak lelaki Si Ko?"
kembali orang itu berkata.
"Sebenarnya siapakah kau?" akhirnya dengan
memberanikan diri Si Ko-jin bertanya.
Orang itu tertawa.
"Orang memanggilku si Tangan besi," sahutnya. Siapakah
si Tangan besi" Dialah si Tangan besi.
710 Si Tangan besi terhitung jagoan nomor wahid dalam
lingkungan Istana terlarang, dia adalah salah seorang anggota
empat opas, opas kenamaan di bawah pimpinan Cukatsianseng,
ia menempati urutan kedua.
Ou Giok-tiap mempunyai julukan 'Cap-ji-ci-jiu', jagoan yang
mempunyai dua belas lengan. Bukan hanya terhadap kaum
wanita dan gadis muda saja dia memiliki dua belas tangan,
bahkan sewaktu melepas senjata rahasia pun dia seolah
mempunyai dua belas tangan.
Setiap kali melancarkan serangan, dia bisa melepaskan dua
belas macam senjata rahasia pada saat bersamaan, bahkan
cepat, lambat, berat, enteng semuanya berbeda. Dia memang
seorang jago berbakat alam dalam ilmu meringankan tubuh.
Sayang, dia adalah seorang Jay-hoa-cat, penjahat pemetik
bunga, entah sudah berapa banyak perempuan yang mati
lantaran digagahi dan diperkosa olehnya.
Kini dia sedang kabur dari kejaran, menelusuri jalan
sepanjang tiga ratus li, karena dia harus menghindarkan diri
dari kejaran si Pencabut nyawa.
Di saat si Tangan besi menghancurkan tangan Si Ko-jin,
pada saat yang bersamaan dia telah berjumpa dengan
seorang lain di sisi wuwungan rumah yang lain.
Di bawah cahaya rembulan, orang itu nampak berbaju
putih, berusia dua puluhan tahun, beralis mata tajam, di balik
kelembutan tersembunyi hawa membunuh yang luar biasa,
namun orang itu tak berkaki, sebatas lutut kakinya nampak
lumpuh dan sama sekali tak bertenaga.
Ketika Ou Giok-tiap sudah melarikan diri sejauh ratusan li,
napsu birahinya timbul kembali, malam itu sebetulnya dia
sedang berkeliaran mencari mangsa, siapa tahu secara tak
disengaja dia telah berjumpa dengan pemuda tak berkaki ini.
Sorot matanya seketika membeku, karena ia pernah
mendengar kehebatan empat opas, menurut penuturan umat
persilatan, urutan nama mereka berdasarkan kehebatan dan
kemampuan yang mereka miliki, si Darah dingin menempati
urutan keempat, si Pengejar nyawa menempati urutan ketiga,
711 si Tangan besi menempati urutan kedua, sedang urutan
pertama diduduki si Tanpa Perasaan, pemuda buntung yang
ilmu silat pun tidak paham.
Mungkinkah pemuda buntung yang berada di hadapannya
sekarang adalah opas kenamaan itu"
Tampak orang itu sedang meniup seruling dengan asyik,
sikapnya begitu tenang dan santai, seolah tak seorang
manusia pun yang berada di sekelilingnya.
Berubah hebat paras muka Ou Giok-tiap, pikirnya, "Apapun
yang bakal terjadi, aku harus menjajal dulu kemampuannya!"
Mendadak dia mengayunkan tangan, tiga titik cahaya
bintang terbagi atas, tengah dan bawah langsung menghajar
tubuh pemuda berbaju putih itu.
Dengan satu gerakan yang sangat enteng pemuda berbaju
putih itu menutulkan serulingnya tiga kali ke udara, seluruh
senjata rahasia yang tertuju ke badannya seketika terhisap
masuk ke dalam serulingnya itu, dengan tenang pemuda itu
menuang senjata rahasia tadi ke atas telapak tangannya dan
diperiksa sebentar di bawah sinar rembulan.
Tak lama kemudian dengan kening berkerut dia
mendongakkan kepala, sinar tajam memancar keluar dari balik
matanya, sesudah mendengus dingin ia menegur, "Jadi kau
adalah Ou Giok-tiap?"
Selama ini Ou Giok-tiap selalu menganggap ilmu silat yang
dimiliki sangat tinggi, bahkan 'Cap-ji-pa-to' yang ampuh pun
rela mengangkatnya sebagai Toako, tapi kenyataan pemuda
berbaju putih itu hanya meraupkan tangan secara santai dan
tiga batang jarum Sam-coat-ciam yang dilepaskan sudah
tertangkap begitu saja, kejadian ini seketika membuat hatinya
tercekat bercampur ngeri.
"Tanpa perasaan?" ia balik bertanya.
Pelan-pelan orang itu mengangguk dan tidak bicara lagi.
Ou Giok-tiap membentak keras, dia rentangkan sepasang
tangannya, dua belas jenis senjata rahasia segera
beterbangan di angkasa.
712 Jurus serangan yang dia pergunakan adalah jurus
Boanthian-hoa-yu (bunga hujan memenuhi angkasa), bukan
saja seluruh langit seakan tertutup jaring raksasa, bahkan
kepungan itu luar biasa rapatnya membuat si Tanpa perasaan
tak mungkin bisa terbang dari kepungan meski memiliki sayap
sekalipun. Tanpa perasaan tidak terbang, dia pun tak perlu terbang.
Pada detik terakhir menjelang kedua belas jenis senjata
rahasia yang dilontarkan Ou Giok-tiap mengepung tubuhnya,
tahu-tahu seluruh Am-gi itu kehilangan tenaga dan
berguguran ke tanah.
Menyusul kemudian tubuh Ou Giok-tiap ikut roboh terkapar
ke tanah. Barang siapa terhajar jarum maut Sam-coat-ciam miliknya,
tak nanti nyawanya bisa diselamatkan lagi, tidak terkecuali dia
sendiri. Terdengar si Tanpa perasaan berkata dengan nada dingin,
"Si Pengejar nyawa sudah pergi menghadap Cukat-sianseng
karena ada tugas yang lebih penting, dia tak sempat berjumpa
denganmu, maka akulah yang membuat penyelesaian
untukmu!" Dia seakan sedang berbicara terhadap mayat itu, di bawah
sinar rembulan ia masih tetap duduk di atas wuwungan
rumah, wajahnya masih menampilkan kesepian dan
keseriusan. Siapakah si Tanpa perasaan"
Dialah si Tanpa perasaan.
Tanpa perasaan adalah opas nomor wahid di bawah
pimpinan Cukat-sianseng, dia menduduki posisi nomor satu
dalam urutan empat opas.
Empat opas yang menggetarkan sungai telaga terdiri dari
empat orang, Tanpa perasaan, Tangan besi, Pengejar nyawa
dan Darah dingin.
Nama-nama itu mereka peroleh berdasarkan cara kerja,
kepandaian silat serta keberhasilan yang mereka lakukan
sepanjang menyelesaikan kasus demi kasus yang terjadi
713 dalam dunia persilatan, oleh karena nama julukan mereka
kelewat tersohor, kelewat termashur hingga pada akhirnya
nama asli mereka pun terlupakan.
Tanpa perasaan berusia dua puluh dua tahun, sejak kecil
dia sudah kehilangan sepasang kakinya, karena itu dia
mempelajari ilmu meringankan tubuh yang tidak perlu
mengandalkan kekuatan kaki, mengubah kelemahan menjadi
kelebihan, tapi lantaran kondisi badannya yang lemah
sehingga tak mungkin berlatih silat, dia lebih mendalami ilmu
melepaskan senjata rahasia, orang ini terhitung jago nomor
wahid dalam hal ilmu melepaskan senjata rahasia.
Tak heran ketika Ou Giok-tiap berjumpa dengannya, ibarat
telur bertemu batu, mengantar kematian dengan sia sia.
Dia cermat, cekatan dan pandai bersiasat, meskipun telengas
dan tidak kenal ampun, bukan berarti dia tak
berperasaan, hatinya justru gampang dibuai oleh perasaan,
apalagi perasaan cinta.
Tangan besi berusia tiga puluh tahun, orangnya ramahtamah,
suka bicara, suka bergurau, memiliki tenaga dalam
yang sempurna, memiliki perubahan jurus serangan yang tak
ter-hingga, kepandaian silatnya terutama kemampuan
sepasang tangannya tak terkalahkan oleh ilmu pukulan mana
pun. Dia berjiwa besar dan amat cerdas, pernah mengalahkan
si naga sakti Chin Sau-song dalam sepuluh gebrakan hingga
namanya menggetarkan seluruh kolong langit.
Pengejar nyawa berusia paling tua di antara keempat opas
kenamaan ini, dia suka berkelana dan pandai bergurau, tidak
suka segala aturan dan senang mempermainkan musuh.
Seringkah berpakaian compang-camping, memakai sepatu
butut dan kemana pun selalu minum arak.
Dia pandai mengubah semburan arak menjadi sejenis
senjata rahasia yang ampuh, tendangannya luar biasa, ilmu
melacaknya hebat dan jarang ada yang bisa lolos dari
pelacakannya, dia termashur di kolong langit karena
keberhasilannya membunuh Bu-tek Kongcu dan Sik Yu-beng.
714 Darah dingin berusia paling muda tapi memiliki ilmu pedang
yang paling hebat, dia juga yang paling sering dan paling
banyak menderita luka, sekalipun luka yang dideritanya
seringkah sangat parah, namun pada akhirnya pihak lawan
pasti berhasil dibunuhnya, sebab orang ini berjiwa nekad,
berani mengadu nyawa, penyabar dan pandai memanfaatkan
kesempatan. Kalau beberapa syarat untuk bisa meraih kemenangan
dimilikinya semua, mana mungkin dia tak bisa memenangkan
setiap pertarungan"
Itulah sekelumit tentang kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki keempat opas.
0oo0 Istana Cukat-sin-ho
Cukat-sianseng adalah pengawal nomor wahid Baginda
raja, dia merupakan jagoan yang sangat tangguh di istana
terlarang, komandan pelatih dari delapan belas laksa pasukan
pengawal raja, tak seorang pun berani membangkang
perintahnya. Justru karena itu usaha pembunuhan yang beberapa kali
dilakukan para pengkhianat dan komplotan jahat tak pernah
membuahkan hasil, dan karena kegagalan itu, walaupun para
pengkhianat berhasilTnembeli banyak jago tangguh dalam
istana, mereka tetap tak berani bertindak gegabah, takut akan
kehebatan Cukat-sianseng.
Cukat-sianseng sendiri selain berilmu silat sangat tinggi,
pengetahuan dan pengalamannya sangat luas, sayang kaisar
yang dibelanya adalah kaisar lalim, selalu memikirkan
keselamatan sendiri, mencari kesenangan pribadi dan selalu
memanfaatkan kehebatan Cukat-sianseng untuk melindungi
dirinya. Meski begitu, dia tak pernah merasa senang akan sikap
ksatria Cukat-sianseng yang lebih mengutamakan
kesejahteraan rakyat dan keselamatan negara.
Cukat-sianseng sudah tidak memiliki ambisi untuk mencari
nama dan kedudukan dalam dunia persilatan, dia pun tidak
715 mau mencari keuntungan maupun pahala, berbeda dengan
kebanyakan jago silat yang hidup mengasingkan diri dari
keramai-1 an dunia, dia lebih suka mengabdi kepada kerajaan,
tujuannya hanya satu, menyejahterakan rakyat dan
mengamankan negara dari kaum pencoleng.
Istana yang dia tempati pun bukan tergolong sebuah istana
yang mewah dan megah, juga tak nampak penjagaan yang
ketat, yang ada hanya beberapa orang pelayan yang berdiri di
kedua sisi pintu.
Begitu juga dengan keadaan di dalam istana, halaman dan
kebun tersapu bersih dan rapi, para pelayan dan dayang hilir
mudik dengan santai, sedikitpun tidak menunjukkan pertanda
kalau istana itu didiami seorang tokoh persilatan.
Biarpun begitu, para jago baik dari kalangan Pek-to
maupun Hek-to, bahkan kaum Liok-lim sekalipun tahu betapa
ketatnya penjagaan di situ, tak mungkin ada seorang yang
bisa masuk keluar seenaknya di tempat itu.
Tahun lalu, seorang perampok ulung yang namanya
menggetarkan sungai telaga, Kim-ciong-ong si Raja tombak
emas Kongsun Cu-li pernah menyatroni Cukat-sianseng
dengan membawa keenam belas orang jagoan tangguh,
namun pada akhirnya dari ketujuh belas orang itu hanya
Kongsun Cu-li seorang yang berhasil kabur dengan lengan
terpapas kutung, sementara seluruh anak buahnya tewas
dalam keadaan mengenaskan.
Kemudian sang pemberontak Jian-liok-ong dengan
memimpin tiga ribu orang prajuritnya pernah menyerbu ke
sana, tapi akhirnya ketiga ribu orang prajurit itu berhasil
dibelenggu semua, sedang Jian-liok-ong sendiri ditawan dan
dijatuhi hukuman pancung oleh kerajaan.
Sejak peristiwa itu tak pernah ada yang berani lagi
menyatroni istana Cukat-sianseng, bukan saja kaum persilatan
tak berani melakukan, para panglima perang dan prajurit
kerajaan pun tak ada yang berani bertindak gegabah.
Waktu itu Cukat-sianseng sambil bergendong tangan
sedang berdiri di tengah gardu Ang-teng sembari mengawasi
716 bangunan loteng di hadapannya, dia tak lebih hanya seorang
tua yang amat sederhana.
Tak lama kemudian, dari arah belakang terdengar suara
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langkah kaki seorang berjalan mendekat.
Langkah kaki orang itu sangat ringan, dia melangkah
secara beraturan, tidak cepat juga tidak lambat, potongan
badannya tegap kekar, jelas adalah seorang jagoan berilmu
tinggi, padahal dia hanyalah seorang pemuda berusia dua
puluh tahun. Cukat-sianseng tak tahan untuk tertawa, sebab pemuda itu
tak lain adalah jagoan paling muda yang paling
membanggakannya, si Darah dingin.
Begitu tiba di hadapan Cukat-sianseng, dengan sikap yang
sangat menghormat si Darah dingin menyapa, "Sianseng, aku
telah datang."
"Bagus, kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh,
silakan duduk," kata Cukat-sianseng sambil tertawa. "Terima
kasih." Walaupun sudah mengucapkan terima kasih, dia masih
tetap berdiri tegak.
Sekali lagi Cukat-sianseng tertawa.
"Kau masih saja sama seperti dulu, ketika sedang berdiri
justru malah bisa beristirahat, maka di saat masih bisa berdiri,
kau tak pernah mau duduk," katanya.
Darah dingin tersenyum, sahutnya, "Selagi bisa berjalan
aku tak akan berdiri, jalan merupakan semacam cara
beristirahat yang paling bagus."
"Ah, kau masih tetap seperti dulu, pandai mengendalikan
diri." Kedua orang itupun tidak berbicara lagi.
Cukat-sianseng bungkam, hanya sinar matanya yang
memandang bangunan di hadapannya kelihatan mulai agak
letih. Dengan sorot matanya yang tajam Darah dingin menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya, "Sianseng,
717 apakah hari ini Toa-suheng, Ji-suheng dan Sam-suheng bakal
tiba di sini?"
"Toa-suhengmu segera akan tiba di sini," sahut Cukatsianseng
sambil tertawa, "Ji-suheng belum tentu bisa datang
sementara Sam-suheng sudah pergi duluan karena ada tugas
yang harus segera dilaksanakan."
Baru selesai Cukat-sianseng berbicara, dari balik pintu berbentuk
setengah lingkaran sudah muncul sebuah tandu yang
digotong empat orang bocah berwajah bersih, dalam waktu
sekejap tandu itu sudah tiba di hadapan mereka.
"Sianseng, Tanpa perasaan telah kembali," ujar orang di
balik tandu dengan suaranya yang nyaring.
Sambil tertawa Cukat-sianseng manggut-manggut, dia
cukup mengetahui keadaan si Tanpa perasaan sehingga bisa
memaklumi bila muridnya ini tidak muncul untuk memberi
hormat. "Toa-suheng!" dengan nada girang Darah dingin menyapa
pula. "Su-sute!"
Sementara itu tandu sudah berhenti, keempat orang bocah
itupun serentak berlutut di hadapan Cukat-sianseng memberi
hormat, kemudian berdiri berjajar di kiri kanan jalanan.
Saat itulah tirai tandu disingkap orang, lalu tampak seorang
pemuda berwajah tampan muncul dari balik tirai, sorot mata
penuh rasa hormat terpancar keluar ketika berjumpa dengan
Cukat-sianseng.
"Kalian tentu sangat lelah," sapa Cukat-sianseng sambil
tersenyum. "Ou Giok-tiap telah berhasil kubunuh," lapor Tanpa
perasaan sambil tertawa.
"Hm, dia memang seorang Jay-hoa-cat yang pantas
dibunuh," Cukat-sianseng mendengus dingin.
"Sam-sute mengejar Si Ko hingga rnesti menjelajahi
wilayah Siang-say," ujar Tanpa perasaan lebih jauh, "bajingan
itu memang sangat licik, Sam-sute harus berhari-hari
mengejar jejaknya, kakak Si Ko yang bernama Si Ko-jin
718 menyusul datang dari wilayah utara, Ji-sute berencana mau
menunda perjalanannya selama beberapa hari untuk
menunggu kedatangan orang ini, dia pikir lebih baik sekalian
menyingkirkan manusia itu ketimbang mendatangkan
kesulitan bagi Sam-sute di kemudian hari. Maka paling cepat
Ji-sute baru bisa tiba di sini esok pagi."
"Aku sengaja mengumpulkan kalian semua karena memang
ada urusan penting yang harus segera ditangani. Dua hari
berselang si Pengejar nyawa telah berhasil menyelesaikan
kasus Si Ko dan pulang kembali, dalam perjalanan pulang
kebetulan ia bertemu dengan masalah itu dan segera
melaporkan kepadaku, lantaran urusan sangat gawat dan
penting maka dia pergi du-luan, aku rasa untuk menyelesaikan
kasus besar ini, kalian berempat harus turun tangan bersama
... kalau toh hari ini si Tangan besi tak mungkin menyusul
kemari, ada baiknya aku beberkan dulu persoalan ini kepada
kalian." Diam-diam Tanpa perasaan dan Darah dingin terkesiap,
sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ada
sebuah kasus pun yang mesti menggerakkan empat opas
secara bersama, biasanya cukup seorang di antara mereka
sudah dapat menanganinya, kalau kali ini mereka harus
bekerja sama, jelas masalahnya sangat gawat.
Tampak Cukat-sianseng termenung sambil berpikir sejenak,
kemudian ujarnya, "Tanpa perasaan, kau masih ingat dengan
asal-usulmu?"
Mula-mula Tanpa perasaan agak tertegun, kemudian
dengan wajah tersirat kemarahan dan dendam yang luar biasa
di.i menyahut, "Tentu saja masih ingat. Tengah malam bulan
Tiong ciu delapan belas tahun berselang ada tiga belas orang
poj.il/iii malam
Bicara sampai di sini, hawa amarahnya seketika memuncak,
membuat ia tersedak dan tak sanggup lagi meneruskan katakatanya.
{Mengenai kisah ceritanya, silakan baca Bab IV)
719 Sambil manggut-manggut sela Cukat-sianseng, "Kini, kabar
berita tentang kedua belas orang pembunuh lainnya sudah
ketahuan."
Tanpa perasaan berseru tertahan, sementara Darah dingin
ikut memasang telinga dengan wajah serius, dia memang
sudah lama ingin membantu Toa-suhengnya membalas
dendam. "Dari ketiga belas orang pembunuh keluargamu, seorang di
antaranya adalah salah satu dari Empat iblis langit yang
berhasil kau bunuh dalam satu pertempuran sengit, bukankah
begitu?" kata Cukat-sianseng lebih lanjut.
Untuk sesaat Tanpa perasaan merasakan emosinya
bergelora sehingga tak sepatah kata pun yang sanggup
diucapkan. Terdengar Cukat-sianseng berkata lebih jauh, "Ketika kau
berhasil mengetahui bahwa salah seorang di antara ketiga
belas pembunuh keluargamu adalah si Pentolan iblis Si Ku-pei
yang merupakan anggota Su-toa-thian-mo, aku sendiri pun
ikut merasa kaget bercampur tercengang. Sebab dengan
kehebatan ilmu silatnya, nama besarnya serta statusnya dalam
dunia persilatan, tidak semestinya Si Ku-pei melakukan
perbuatan kotor dengan mengenakan kain kerudung wajah.
Semisalnya Si Ku-pei hanya salah seorang di antaranya,
berarti kedua belas orang lainnya tentu mempunyai ilmu silat,
nama serta kedudukan yang jauh di atas iblis she Si ini. Justru
hal inilah yang menimbulkan minat serta rasa ingin tahuku,
aku ingin tahu kelompok manakah yang melakukan perbuatan
kotor ini dan apa tujuan mereka yang sebenarnya" Kenapa
mereka bisa terikat dendam sedemikian dalam dengan ayah
ibumu, siapa yang menghimpun mereka menjadi satu
kelompok kekuatan" Siapa pula kedua belas orang anggota
lainnya?" Cukat-sianseng memandang dua orang itu sekejap, melihat
Tanpa perasaan dan Darah dingin sedang mendengarkan
dengan penuh perhatian, dia pun melanjutkan, "Maka aku pun
mulai memeriksa semua berkas kasus besar yang terjadi
720 dalam tiga puluh tahun terakhir, sungguh mengagetkan,
ternyata aku menemukan ada tujuh kasus besar. Kasus
pertama terjadi pada dua puluh delapan tahun berselang, Liatsansinkun (malaikat sakti dari Liat-san) guru berikut muridnya
sebanyak sembilan belas orang tewas dibantai hanya dalam
semalam, kebetulan saat kejadian ketua Khong-tong-pay Liau
Keng-tin sedang datang berkunjung, sekilas dia melihat ada
tiga belas sosok bayangan hitam menyelinap keluar lewat
pintu belakang kemudian lenyap, lantaran curiga Liau Keng-tin
segera menerobos masuk ke ruang dalam, ia saksikan mayat
Liat-san-sinkun dan anak muridnya bergelimpangan di tengah
genangan darah dalam keadaan sangat mengerikan.
Setelah berhenti sejenak, Cukat-sianseng berkata lagi,
"Menyusul kemudian kasus berdarah yang menimpa Bu-wipay,
peristiwa ini terjadi pada dua puluh empat tahun
berselang, hanya di dalam semalam sembilan puluh enam
orang Tosu dan Nikoh anggota Bu-wi-pay tewas dibantai
orang, bukan saja dibantai bahkan para Nikoh sempat
digagahi sebelum dibunuh, seorang pemikul air yang
kebetulan lewat di punggung bukit sempat menyaksikan ada
dua-tiga belasan orang berkerudung hitam menyelinap turun
dari bukit, ternyata peristiwa berdarah itu terjadi pada malam
itu juga. "Peristiwa berikut terjadi pada dua puluh dua tahun
berselang, Be Kun-tan, seorang Haksu dari Kiu-gi-san beserta
kedua puluh empat orang anggota keluarganya tewas dibantai
orang dalam semalam, walaupun tak ada saksi yang
menyaksikan ada berapa pembunuh yang terlibat dalam
peristiwa itu, namun dari cara kerja, cara bertindak serta hasil
perbuatannya jelas sama dengan peristiwa lainnya.
"Dari ketiga kasus besar itu ditambah empat kasus lainnya,
ternyata semua kejadian memiliki satu ciri yang sama, sang
korban bukan tewas lantaran satu jenis senjata yang sama,
luka para korban pembantaian hampir sebagian besar
berbeda, di antaranya terdapat sejenis luka yang sangat aneh,
tampaknya dilukai oleh sejenis senjata yang disebut Thi-lianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
721 hoa, bunga teratai besi. Padahal teramat jarang jago
persilatan yang menggunakan senjata tajam jenis Thi-lianhoa,
malah tak seorang pun dari kawanan jago berilmu tinggi
yang menggunakan senjata macam begini. Bisa jadi senjata
itu merupakan sebuah tanda khusus dari sekawanan jago
persilatan, karena pada waktu biasa jarang menggunakan
senjata itu secara terbuka, maka jarang ada yang
mengetahuinya. "Menyusul kemudian kasus berikut lebih menggemparkan
dunia persilatan. Peristiwa ini terjadi pada dua puluh tahun
berselang, yaitu pembantaian terhadap partai Khong-tongpay.
Menurut penuturan anggota Khong-tong-pay yang
kebetulan tidak berada di markas ketika terjadi peristiwa
berdarah itu, Liau Keng-tin sempat membicarakan soal
terlihatnya tiga belas sosok manusia berkerudung hitam di
bukit Liat-san, hanya Liau Keng-tin tidak percaya orang begitu
tega melakukan perbuatan sebe-jad itu, maka dia berencana
hendak mencari orang itu dan menanyakannya secara
langsung, kemudian baru menuntut balas bagi kematian Liatsansinkun, siapa sangka sebelum niatnya dilakukan dia sudah
keburu dibantai mati.
"Kasus kelima adalah peristiwa berdarah yang menimpa
keluargamu. Konon keluargamu baru pindah ke kotaraja pada
dua tahun sesudahnya, tak ada yang tahu asal-usul mereka,
orang hanya tahu kalau ayah ibumu memiliki kepandaian silat
yang sangat tinggi dan bernama Seng Teng-thian, padahal tak
ada manusia yang bernama begitu dalam dunia persilatan.
Ilmu pedang yang digunakan ayahmu mirip sekali dengan ilmu
silat aliran Hoa-san, ilmu pukulannya mirip ilmu pukulan Luisimciang. Sementara kungfu yang dimiliki ibumu mirip aliran
Soat-san, tapi sewaktu aku mengusut hingga di bukit Hoa-san
dan Soat-san, ternyata tak ada yang tahu siapa orang tuamu
itu, maka aku curiga nama yang digunakan ayahmu adalah
nama palsu, karena mereka sedang menghindari pengejaran
musuh tangguh. 722 "Setelah peristiwa itu, untuk sementara suasana jadi
tenang kembali sampai kemudian pada sebelas tahun
berselang, Sik Boan-tong dari benteng keluarga Sik dibantai
orang hingga seluruh keluarganya tertumpas, satu-satunya
saksi hidup yang berhasil selamat dari pembantaian itu adalah
seorang pelayan yang sedang mabuk dan tercebur ke dasar
sumur kering, dari dasar sumur ia sempat mendengar Sikhujin
mengumpat dengan suara pedih, 'Kalian tiga belas orang
binatang ...!' kemudian suasana hening dan tak terdengar
suara lagi. Bila kita tinjau dari cara kerja mereka, saksi hidup
maupun barang bukti, bisa disimpulkan bahwa kelima kasus
berdarah itu pada hakikatnya merupakan hasil perbuatan
sekelompok manusia yang sama.
"Sampai lima tahun berselang, lagi-lagi terjadi peristiwa
berdarah, yang tertimpa musibah kali ini adalah Jian-liok-ong.
Kalian pasti masih ingat dengan Jian-liok-rong bukan ..."
"Ya, masih ingat," jawab si Darah dingin, "karena perintah
kawanan pengkhianat, Jian-liok-ong merencanakan
penyerbuan ke istana Cukat kemudian menyerbu ke istana, dia
dengan membawa tiga ribu orang prajurit melancarkan
serangan kemari
"Sayang, Sianseng sudah menduga ke situ," sambung si
Tanpa perasaan, "maka perangkap pun dipasang, begitu Jianliokong menyerbu masuk, mereka pun ditangkap dan
diserahkan kepada kejaksaan agung, sayang, sudah terjadi
persekongkolan tingkat atas, tak lama kemudian tersiar berita
yang mengatakan dia mendapat pengampunan dari kaisar
sehingga akhirnya Jian-liok-ong pun bisa berlenggang bebas
keluar dari kota raja
"Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "tak lama setelah
dia dibebaskan, pembantaian terhadap seluruh keluarganya
pun terjadi, dua ratus sembilan puluh empat orang anggota
keluarganya habis terbantai hingga tak tersisa seorang pun.
Tapi .ul.i seorang petugas kentongan yang sempat melihat
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ada tiga lu-l.is orang manusia berkerudung menyelinap masuk
ke dalam rumah keluarga itu, bahkan sempat pula mendengar
723 beberapa patah kata pembicaraan mereka setibanya di depan
istana Jian-liok-ong."
"Apa yang mereka bicarakan?" tak tahan si Darah dingin
bertanya. "Kelihatannya waktu itu mereka bertiga belas telah berhasil
dengan misinya, sebelum bubar mereka sempat bergurau
dengan riang gembira, salah seorang di antaranya sempat
berkata sambil tertawa, 'Kita bekerja sama sudah melakukan
tujuh kasus besar, tapi nyatanya orang lain masih belum tahu
siapa yang telah melakukan perbuatan itu!'.
"Rekannya yang lain segera menimpali, 'Ilmu kipas Imyangsin-san yang kau miliki sangat hebat dan luar biasa,
cayhe merasa kagum sekali.'.
"Tapi seseorang yang lain segera menghardik, 'Thayjin ada
perintah, sebelum tiba saatnya dilarang saling berkomunikasi,
apalagi saling menyebut nama, kalau tidak, bukan saja tidak
mendapat bayaran dan tidak memperoleh ajaran ilmu sakti,
bahkan akan dihukum mati.'.
"Tampaknya orang lain merasa takut sekali dengan orang
itu, maka orang yang pertama bicara tadipun segera berkata,
'Kalau memang begitu, lebih baik kita jangan bicara.'.
"Mendadak seorang yang lain mendengus sambil
membentak, 'Ada orang mencuri dengar!' Tangannya
melakukan gerakan meremas di tengah udara, ternyata ia
telah menggencet biji tenggorokan petugas kentongan itu
hingga hancur "Hah! Orang itu menguasai ilmu jari Sam-tiang-leng-khongci!"
seru Tanpa perasaan dengan wajah berubah.
"Benar, tidak banyak jago persilatan yang memiliki
kemampuan sehebat itu. Rekannya yang lain tampaknya tidak
puas, dia melemparkan juga sebilah golok lengkung hingga
menebas kutung kedua pergelangan tangan petugas
kentongan itu, ketika berhasil mengenai sasaran, golok
lengkung itu melayang kembali ke tangan orang itu ... dalam
pada itu si petugas kentongan sudah semaput lantaran
kesakitan."
724 "Bukankah ilmu golok lengkung itu adalah Hui-hun-pakgweto (golok rembulan pengembali sukma) dari suku Biau?"
seru Darah dingin dengan wajah berubah.
Mendadak si Tanpa perasaan berkata, "Petugas kentongan
itu bukan orang persilatan, setelah menderita dua luka parah,
bagaimana mungkin dia masih bisa hidup?"
"Sebuah pertanyaan yang sangat bagus," sahut Cukatsianseng,
"kebetulan pada saat itulah aku dan si Tabib sakti
Ya f It-ci sedang lewat di situ, sewaktu tiba di tempat
kejadian, pe tugas itu belum putus nyawa, maka tabib Yap
pun menjejalkan sebutir pil Siau-huan-wan untuk
mempertahankan nyawanya."
"Sekalipun untuk sementara waktu nyawanya bisa
dipertahankan, tapi tenggorokannya sudah remuk dan
lengannya sudah kutung, dia tak mungkin bisa bicara maupun
menulis, dengan cara apa dia bersaksi?" seru si Darah dingin
keheranan. "Sebuah pertanyaan yang sangat cermat," Cukat-sianseng
tertawa, "kebetulan petugas itu adalah penduduk asli pulau
Sam-to yang semenjak kecil sudah pandai bicara dengan
perut, maka dia masih tetap bisa berbicara untuk bersaksi
secara jelas, mungkin ketiga belas orang pembunuh mengira
orang itu tak mungkin bisa lolos dari kematian maka tidak
melakukan pembantaian lebih jauh. Dengan demikian kita pun
berhasil menemukan titik terang atas terjadinya ketujuh kasus
besar itu." Kembali Cukat-sianseng menghela napas panjang.
"Sebenarnya bagi kami kecuali ketujuh kasus pembunuhan itu,
tak setitik petunjuk pun yang berhasil kami peroleh. Kemudian
si Tanpa perasaan menemukan salah seorang di antara ketiga
belas orang pembunuh itu adalah Si Ku-pei, hal ini membuat
akvi berani menyimpulkan ketiga belas orang itu pastilah
tokoh persilatan yang punya nama dan kedudukan dalam
dunia persilatan, tapi siapakah mereka" Kekuatan macam apa
yaii)'. sanggup menghimpun mereka sehingga bersedia
membenluk komplotan untuk melakukan pembunuhan secara
bersama-sama 725 "Sayang Si Ku-pei telah tewas di tangan Ci Yau-hoa
sehingga titik terang ini terputus di tengah jalan. Selanjutnya
aku pun melakukan penyelidikan dengan seksama atas
kejadian ini, bila ditinjau dari tempat kejadian dan tokohnya,
terasa mereka tidak saling berhubungan satu dengan yang
lain, tapi setelah aku gunakan waktu hampir sebulan lamanya
untuk menelusuri setiap kemungkinan yang ada, akhirnya aku
berhasil menemukan sebuah persamaan yang sangat
mencengangkan "Persamaan apa?" tak kuasa lagi si Tanpa perasaan dan
Darah dingin berseru bersama.
"Tiga puluh dua tahun berselang, sebelum Liat-san-sinkun
membentuk partai sendiri, dia adalah seorang tabib istana
yang melayani mendiang kaisar tua, kedudukannya sangat
terhormat dan jadi orang amat setia, kemudian karena tak
puas dengan sepak terjang kawanan pengkhianat yang
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, dia pun
mengasingkan diri di bukit Liat-san sebelum akhirnya tewas
dibantai pada dua puluh delapan tahun berselang.
"Liu Keng-tin yang tewas dibantai orang pada dua puluh
tahun berselang, dulunya dia pun seorang perwira perang
dalam istana terlarang, hubungannya dengan Liat-san-sinkun
sangat akrab, dia pernah bertugas membimbing Baginda
semasa masih muda dulu, kemudian karena tidak
dipergunakan lagi, dia pun mengabdikan diri pada partai
Khong-tong sebelum akhirnya tewas terbunuh.
"Sekilas partai Bu-wi-pay seakan sama sekali tak ada
hubungannya dengan pihak pemerintahan, tapi di kala
mendiang kaisar melakukan pembersihan terhadap kelompok
pengkhianat bangsa, berulang kali partai Bu-wi-pay
memberikan bantuan serta dukungan, pahala mereka besar
sekali, bahkan putra mahkota pernah belajar silat dari partai
itu, walaupun tak membuahkan hasil luar biasa, paling tidak
sang pangeran berhasil mempelajari kepandaian silat yang
bagus ... tapi pada dua puluh empat tahun lalu, partai Bu-wipay
telah dimusnahkan orang.
726 "Dua puluh tahun berselang, IV Kim i.m Mil u |ity..i
mengalami pembantaian atas keluarganya, walaupun di.i !
namun semasa hidupnya dulu pernah memangku jabatan
yang liiigu' l'i bawah perintah Kejaksaan agung yang lampau,
selain kelu.u?! besarnya yang dibantai orang, bahkan sang
Jaksa agung Miang thayjin pun turut dibunuh oleh para
menteri dorna. "Mengenai pembunuhan berdarah atas keluargamu, aku
telah melakukan penyelidikan yang seksama tentang Seng
Teng-thian, ternyata baik dalam pemerintahan maupun dalam
kemiliteran tidak dijumpai orang dengan nama itu, tapi setelah
berpikir lama tiba-tiba aku teringat dengan dua orang pejabat
jujur yang berada di bawah perintah Ong-siangya pada dua
puluh enam tahun berselang, seorang pejabat sipil dan
seorang pejabat militer, yang sipil bernama Be Kun-tan
sementara yang militer bernama Seng Teng-thian, Sengciangkun
ternyata memang berasal dari partai Hoa-san, konon
dia pandai menggunakan ilmu pukulan Lui-sim-ciang, istrinya
juga berasal dari keluarga persilatan."
Pucat-pias selembar wajah Tanpa perasaan setelah
mendengar penuturan itu, sekujur badannya gemetar keras.
Sesudah menghela napas panjang, kembali Cukat-sianseng
berkata, "Kau tak perlu kelewat emosi, sebelas tahun
berselang ketua benteng keluarga Sik, Sik Boan-tong pernah
mendapat anugerah sebilah pedang mestika Siang-hongpokiam,
dia mempunyai hak untuk membunuh dulu sebelum
memberi laporan ke Baginda raja, orang ini sangat membenci
segala tindak kejahatan dan pengkhianatan, konon dia pernah
sesumbar akan membasmi seluruh dorna dan kaum
pengkhianat hingga tuntas, tak lama setelah mengucapkan
perkataan itu, dia ditemukan tewas terbantai bersama seluruh
anggota keluarganya.
"Yang terakhir tertimpa musibah adalah Raja muda J ia n
liok-ong, walaupun mula-mula Jian-liok-ong adalah pembantu
handal bagi kaum dorna, tapi sejak gagal melakukan penytir
727 buan dan pemberontakan, meski dia memperoleh
pengampunan dan dibebaskan dari tahanan, namun semua
gerak-geriknya telah berada dalam pengawasanku, dengan
segala upaya dan cara aku berusaha mencari tahu siapa
dalang di balik semua peristiwa berdarah ini, namun tak
pernah berhasil, maka kelompok dorna dan pengkhianat
itupun berusaha menghilangkan duri di kelopak mata mereka,
sayang aku datang terlambat sehingga Jian-liok-ong
sekeluarga keburu dibantai orang."
"Jadi, kalau begitu seluruh kasus pembunuhan berdarah ini
ada sangkut-paut yang erat dengan kelompok pejabat dorna
dan kaum pengkhianat?" seru Darah dingin terkesiap.
Cukat-sianseng tertawa dingin.
"Bukan cuma ada sangkut pautnya, sudah jelas merekalah
dalang dan perencana dari seluruh peristiwa berdarah ini.
Hampir semua pejabat jujur dan setia yang berbakti kepada
kerajaan mereka bantai habis, sementara di dalam dunia
persilatan mereka sengaja melontarkan berbagai isu agar
terjadi kesalahpahaman dan saling bunuh antara para jago
persilatan yang berjiwa ksatria, mereka tak ingin jago silat
membantu pemerintah, maka orang-orang itu sengaja
mengadu domba agar para jago silat saling membunuh, selain
itu mereka juga membeli jago-jago tangguh untuk membantu
usaha mereka mencelakai para pejabat setia. Contohnya
ketiga belas orang pembunuh berilmu tinggi itu, kalau bukan
ada pejabat kerajaan yang membiayai operasi ini dengan
mengiming-imingi balas jasa yang besar, tak nanti kawanan
jago tangguh itu bersedia membantu usaha mereka
Setelah sembilan belas tahun hidup dalam tanda tanya,
untuk pertama kalinya si Tanpa perasaan memahami sebab
musabab kematian kedua orang tuanya, namun pendidikannya
selama delapan belas tahun sebagai seorang opas tangguh
membuat dia dapat mengendalikan gejolak perasaannya untuk
tetap bersikap tenang dan kepala dingin.
Ujarnya kemudian, "Aku rasa bukan melulu karena jumlah
uang jasa yang besar, bukankah Sianseng bercerita tadi
728 bahwa sang petugas kentongan sempat berkata bahwa ada
perintah dari Thayjin, sebelum tiba saatnya dilarang saling
berbicara, saling menyebut identitas, kalau tidak, bukan saja
tidak memperoleh uang jasa, juga tidak memperoleh warisan
ilmu ... kata yang terakhir ini menunjukkan bahwa di samping
ketiga belas orang pembunuh bayaran itu, masih terdapat
otak pembunuh yang memiliki ilmu silat jauh lebih hebat
ketimbang mereka, dan orang itulah yang mengendalikan
seluruh operasi pembunuhan ini. Kalau tidak, dengan
kemampuan silat yang dimiliki kawanan pembunuh itu, kenapa
mereka masih diiming-imingi warisan ilmu silat?"
Dengan perasaan kagum Cukat-sianseng menengok si
Tanpa perasaan sekejap, tampaknya dia sangat mengagumi
ketenangan dan daya ingat anak didiknya itu, sahutnya sambil
mengangguk, "Benar, bisa jadi sang otak pembunuhan ini
memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, orang ini pastilah
seorang anak buah baginda raja, seorang tokoh penting yang
jarang muncul di depan umum. Aku sendiri pun mulai curiga,
paling tidak kita sudah mulai berhasil melacak sedikit titik
terang dalam pelbagai kasus berdarah ini.
"Ketika dalam perjalanan pulang ke Kotaraja, di seputar
Ngo-thay-san si Pengejar nyawa mendengar ada suara orang
bertarung, sewaktu dia memburu ke tempat kejadian,
terdengar ada suara jeritan ngeri disusul tampak seseorang
sedang melarikan diri dari tempat itu. Sewaktu Pengejar
nyawa membangunkan sang korban, dia baru tahu ternyata
korban adalah si mahasiswa bertangan racun Bu Seng-say
Mendengar sampai di situ, si Tanpa perasaan dan Darah
dingin sangat terkejut, tanpa terasa si Tanpa perasaan
berseru, "Bu Sehg-say" Bukankah Mahasiswa bertangan racun
ini masih bersaudara dengan si Sastrawan bertangan keji Bu
Seng-tang" Biasanya mereka hanya malang melintang di
seputar wilayah Kwan-tang, mau apa dia datang ke Ngo-thaysan?"
"Benar," ujar Darah dingin pula keheranan, "bicara soal
ilmu silat, kemampuan yang dimiliki orang ini belum tentu
729 kalah dari Si Ku-pei si Pentolan iblis itu, siapa yang memiliki
kemampuan demikian hebat sehingga mampu
membunuhnya?"
Cukat-sianseng menghela napas panjang.
"Ilmu pukulan Ngo-tok-jui-hun-jiu (Lima racun pembetot
sukma) yang dimiliki Bu Seng-say mampu melukai lawan dari
jarak seratus langkah, tidak sedikit kawanan jago silat yang
tewas di tangannya ... tapi dia mati di tangan Bu Seng-tang."
"Dibunuh Bu Seng-tang" Kakaknya sendiri?" seru Tanpa
perasaan tercengang.
"Sepasang iga Bu Seng-say terhajar oleh senjata rahasia
Lak-jiu-tui-hun-piau (piau pengejar sukma) dan berada dalam
keadaan sekarat, ketika Pengejar nyawa tiba di tempat
kejadian, Bu Seng-say memaksakan diri untuk bicara, katanya
yang membunuh dia adalah Bu Seng-tang, sebenarnya
mereka berdua belas mendapat perintah seseorang untuk
melakukan satu tindakan kriminal di Ngo-thay-san, ketika
selesai dengan tugasnya, pemimpin rombongan mengatakan
bahwa saatnya sudah tiba dan mereka boleh melepaskan kain
kerudung masing-masing agar bisa saling mengenal satu
dengan lainnya, sehingga dalam penyerangan atas sasaran
yang terakhir mereka bisa saling membantu ... pada saat
itulah dua bersaudara Bu baru tahu kalau mereka ternyata
berada dalam barisan yang sama, maka setelah berpisah
dengan rombongan, dua bersaudara Bu yang masing-masing
telah memperoleh semacam ilmu silat saling bertukar
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepandaian, tujuannya agar mereka masing-masing bisa
mempelajari lebih banyak kepandaian silat ... tentu saja
kepandaian silat yang dipertukarkan adalah Lak-jiu-tui-hunpiau
dari Bu Seng-tang dan Tok-jiu-jui-hun-ciang dari Bu
Seng-say "Lihai amat pentolan gerombolan itu," seru Darah dingin
tak tertahankan, "tak nyana dia menguasai juga kedua jenis
ilmu silat yang amat keji dan jahat itu, berarti ilmu toya iblis
gila milik Si Ku-pei pun merupakan hasil ajarannya?"
730 Setelah bertukar napas, kembali Cukat-sianseng berkata,
"Setelah mereka berdua sepakat untuk saling tukar
kepandaian, maka masing-masing pihak pun mencatat rahasia
dari kepandaian yang dipelajarinya itu dalam sejilid kitab dan
berjanji akan dipertukarkan pada hari itu. Bu Seng-say
menanggapi serius tawaran itu dengan mencatat seluruh
rahasia kepandaian Ngo-tok-jui-hun-ciang di atas bukunya,
sebaliknya buku yang diserahkan Bu Seng-tang ternyata
hanya lembaran buku kosong. Dengan marah dia pun
menegur, Bu Seng-tang tidak menjawab tegurannya malah ia
lepaskan tiga batang senjata rahasia, Bu Seng-say yang sama
sekali tidak menduga dan tidak waspada gagal menghindar,
dia pun terhajar telak oleh senjata rahasia kakaknya. Dalam
gusarnya Bu Seng-say segera menendang buku catatan ilmu
silatnya hingga jatuh ke dalam jurang. Gara-gara kejadian itu,
dua bersaudara Bu pun saling menyerang dengan ganasnya,
tapi berhubung Bu Seng-say sudah terkena piau beracun,
akhirnya dia terhajar lagi sebatang senjata rahasia, saat itulah
secara kebetulan si Pengejar nyawa lewat di sana
"Bukankah orang yang terhajar senjata rahasia Lak-jiu-tuihunpiau akan segera mati dalam lima langkah" Kenapa Bu
Seng-say belum juga mampus kendati sudah terhajar dua
batang senjata rahasia?" tanya Darah dingin.
Cukat-sianseng berpikir sebentar, kemudian baru jawabnya,
"Aku rasa Bu Seng-say mengandalkan racun Tok-jiu-jui-hunciang
yang dipelajarinya untuk menyerang racun dengan
racun, sehingga untuk sementara waktu dia berhasil
mengendalikan daya kerja racun itu, tapi lantaran harus
bertarung sengit dalam jangka waktu lama, akhirnya racun itu
kambuh juga sehingga merenggut nyawanya."
"Ketika Pengejar nyawa tiba di tempat kejadian, Bu Sengtang
tidak bermaksud membunuh Sam-sute, kenapa begitu?"
tanya Tanpa perasaan.
"Itu kan gampang untuk dijelaskan," sahut Cukat-sianseng
sambil tersenyum, "Bu Seng-tang si laknat yang tak bermoral
ini ingin lekas turun ke dasar jurang untuk mencari kitab yang
731 berisi catatan Ngo-tok-jui-hun-ciam, dia kuatir kitab itu keburu
ditemukan orang, apalagi dia anggap Bu Seng-say pasti akan
mampus, maka dia tidak melakukan tindakan sadis dengan
menghabisi si pendatang. Sebaliknya Bu Seng-say yang
sedang sekarat tidak tahu kalau si Pengejar nyawa pandai
bersilat, dia hanya minta si Pengejar nyawa mau melaporkan
kasus ini kepada si kepala komplotan, mengadukan Bu Sengtang
yang mengajak bertukar ilmu silat kemudian membantai
saudara sendiri, perkiraannya sang kepala komplotan pasti
akan menitahkan kesepuluh orang anak buahnya untuk
membalas dendam sakit hati ini... Pengejar nyawa pun
bertanya siapa nama kepala komplotan itu" Baru saja Bu
Seng-say hendak menjawab, Bu Seng-tang yang telah berhasil
menemukan kitab cacatan ilmu silat itu telah muncul di sana,
tanpa banyak bicara dia langsung melancarkan serangan
mematikan terhadap si Pengejar nyawa
"Lak-jiu-suseng Bu Seng-tang memang hebat dan tinggi
ilmunya, tapi kalau ingin menangkan Sam-suheng, hm! ibarat
mencari penyakit buat diri sendiri," jengek si Darah dingin
sambil tertawa.
"Benar, seandainya dua bersaudara Bu turun tangan
berbareng, bisa jadi Pengejar nyawa tak gampang menangkan
mereka, tapi kalau mesti bertarung satu lawan satu,
kepandaian silat Pengejar nyawa masih setingkat lebih tinggi.
Sepuluh gebrakan kemudian Bu Seng-tang mulai sadar kalau
musuh yang dihadapi sangat tangguh, lima puluh jurus
kemudian dia semakin sadar kemungkinan menang tak ada
lagi, maka secara diam-diam dia sambitkan sebatang piau
beracun ke arah Bu Seng-say, tujuannya untuk membungkam
mulut saksi hidup!"
"Hm, sungguh kejam hati Bu Seng-tang!" umpat Tanpa
perasaan sambil mendengus dingin.
"Betul, manusia macam dia memang jarang dijumpai dalam
dunia persilatan, biar dari kalangan hitam pun belum pernah
ada kakak kandung membantai adik kandung sendiri dengan
cara sekejam itu. Pengejar nyawa tidak menduga sampai ke
732 situ, sementara Bu Seng-say sendiri pun sedang menghimpun
segenap tenaganya untuk melawan racun sehingga tak
berdaya melakukan perlawanan, kembali dadanya terhajar
sebatang piau beracun. Pengejar nyawa benar-benar
membencinya hingga merasuk ke tulang sumsum, tapi dia pun
kuatir Bu seng-say keburu mati sehingga mata rantainya
terputus, menggunakan kesempatan di saat Bu Seng-tang
harus memecah perhatian untuk membunuh Bu Seng-say, dia
lancarkan sebuah tendangan dahsyat yang membuat tangan
kiri musuhnya patah. Dengan membawa luka, Bu Seng-tang
segera melarikan diri, sementara Pengejar nyawa juga tidak
melakukan pengejaran karena dia ingin menyelamatkan dulu
nyawa Bu Seng-say
Tanpa perasaan ikut menghela napas panjang.
"Setelah terhajar piau pengejar sukma, aku pikir usaha
pertolongan yang dilakukan Sam-sute bakal sia sia," katanya.
"Betul. Kali ini Bu Seng-say benar-benar mampus, melihat
Bu Seng-tang sudah semakin menjauh dan mata rantai ini
segera akan putus, tiba-tiba muncul sebuah akal bagus dalam
benak Pengejar nyawa, dengan mengerahkan tenaga
dalamnya dia pun berseru, 'hahaha ... ternyata dialah si
pentolan komplotan!'."
"Suara itu sangat keras dan mengalun sampai ke tempat
jauh, sudah pasti Bu Seng-tang ikut mendengar. Perkiraannya,
asal Bu Seng-tang mendengar perkataan itu, dia pasti kuatir
rahasia perbuatannya bocor hingga mendatangkan
pembalasan dendam si pentolan komplotan, untuk
menghindari kejadian ini, satu-satunya jalan adalah
membungkam mulut saksi mata, asal Bu Seng-tang berniat
membunuhnya, berarti dia akan memperoleh kesempatan
untuk menangkap Bu Seng-tang, ini namanya siasat menyiksa
diri," kata Darah dingin kegirangan, "Sam-suheng memang
cerdas dan banyak akal, tapi apakah Bu Seng-tang sempat
mendengar teriakan itu?"
"Dengar sih pasti mendengar," Cukat-sianseng tertawa
"namun Bu Seng-tang bukan orang tolol, dia pasti setengah
733 pri caya setengah tidak, sekalipun jalan teraman baginya
adalah membungkam mulut saksi mata. Oleh sebab itu tiga
hari berikutnya, beberapa kali Bu Seng-tang melancarkan
bokongan untuk mencelakai si Pengejar nyawa namun selalu
gagal, sebaliknya Pengejar nyawa juga berulang kali gagal
membekuknya, maka main petak umpet pun berlangsung
hingga tiba di Kota-raja. Selama ini pengejar nyawa tidak
berhasil melepaskan diri dari penguntitannya, maka setelah
datang memberi laporan, dia sengaja menampilkan diri di
tempat lain. Tampaknya kali ini dia berjumpa lagi dengan Bu
Seng-tang, menurut laporan mata-mata, pagi tadi si Pengejar
nyawa sempat bertarung sengit melawan seseorang di sekitar
Lau-ho-pei, berarti kejadian berlangsung tak jauh dari sini."
"Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Sam-sute,
bukan pekerjaan yang terlampau susah untuk menghindari
penguntitannya," kata Tanpa perasaan, "jelas dia memang
sengaja membiarkan musuh menguntitnya, dalam kejadian ini
Bu Seng-tang telah bertemu dengan lawan tangguh."
Cukat-sianseng manggut-manggut, katanya, "Dari daftar
tiga belas orang pembunuh, Si Ku-pei dan Bu Seng-say dua
orang sudah mati, sisanya yang sebelas orang jelas
merupakan kelompok manusia buas yang berilmu tinggi dan
berhati kejam. Kali ini si Pengejar nyawa berusaha membekuk
Bu Seng-tang sembari berusaha melacak jejak kesepuluh
orang pembunuh lainnya, jelas keadaannya sangat berbahaya.
Apalagi sang pentolan merupakan tokoh misterius yang sangat
menakutkan, di samping tentu saja peristiwa ini ada hubungan
yang sangat erat dengan dendam kesumat Tanpa perasaan,
itulah sebabnya aku minta kehadiran kalian di kotaraja untuk
membantu Pengejar nyawa menyelesaikan tugas ini."
"Kelihatannya sumber ilmu silat yang dimiliki ketiga belas
orang pembunuh itu berasal dari sang pentolan," kata si Darah
dingin, "Kasus pembunuhan pertama terjadi pada dua puluh
delapan tahun berselang, padahal mereka gunakan kasus
pembunuhan sebagai imbalan untuk memperoleh ilmu silat,
seharusnya kejadian ini berlangsung pada tiga puluh tahun
734 berselang. Sianseng, kenapa kau tidak memeriksa berkas lama
yang mencatat kawanan jago yang bermunculan pada tiga
puluh tahun berselang
"Aku dan Ko-su Thayjin pernah berpikir begitu," tukas
Cukat-sianseng, "bukan satu pekerjaan mudah untuk
mengumpulkan berkas yang terjadi pada tiga puluh tahun
berselang. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua jago
menjadi tersohor pada saat bersamaan, karena keberhasilan
seseorang menguasai sejenis ilmu sakti pun berbeda ...
walaupun begitu, aku berhasil juga melacak orang yang
menguasai ilmu kipas sakti Yin-yang
"Oh, ilmu silat yang dituturkan si petugas kentongan di
depan istana Jian-liok-ong?"
Cukat-sianseng mengangguk.
"Sebenarnya ilmu yang diandalkan orang itu adalah ilmu
golok pohon liu, tapi semenjak dua puluh lima tahun lalu dia
berganti menggunakan ilmu kipas dan menjadi termashur
pada dua puluh tahun berselang, sejak lima belas tahun lalu
dia memperoleh julukan sebagai Yin-yang-san si kipas Yinyang."
"Oh, rupanya si kipas sakti Yin-yang, Auyang Toa," seru si
Darah dingin, "konon orang ini gemar membunuh dan suka
memperkosa wanita, baik kalangan hitam maupun golongan
putih menaruh perasaan jeri kepadanya."
"Cuma kita belum punya bukti, hal itu hanya berdasarkan
dugaan saja," kata Cukat-sianseng dengan kening berkerut,
"tujuan utama dari pelacakan yang kita lakukan kali ini adalah
mencegah mereka turun tangan terhadap sasaran terakhir,
sebab menurut perkiraanku, kejadian ini menyangkut
keselamatan Baginda raja. Selama ini, para dorna dan kaum
pengkhianat mulai rajin berkasak-kusuk, aku sudah banyak
membuang tenaga untuk berjaga-jaga di kotaraja."
"Kalau memang urusan begini gawat, ada baiknya kalau
aku dan Si-sute segera berangkat," kata si Tanpa perasaan.
Cukat-sianseng mengangguk.
735 "Tanpa perasaan, kau harus ingat," pesannya, "jangan
lantaran terbakar oleh api dendam, kau malah kehilangan
ketenangan, dengan kecerdasan dan kepandaian silat yang
kau miliki, semakin kau bersikap tenang, semakin besar
manfaat yang bisa kau peroleh."
Kemudian kepada si Darah dingin pesannya pula, "Darah
dingin, kau pun harus berhati-hati, jangan gampang emosi
dan bertindak gegabah. Nanti, begitu si Tangan besi sudah
balik kemari, aku akan suruh dia segera berangkat membantu
kalian." 0oo0 Si pengejar nyawa minum arak seorang diri di dalam rumah
penginapan, perasaan hatinya sangat berat.
Selama tiga hari beruntun, dia sudah lima kali bertempur
melawan Bu Seng-tang dan selalu berada pada posisi di atas
angin, tapi sayang dia harus menangkapnya hidup-hidup dan
bukan membinasakannya, sebab itulah ada dua kali
sebetulnya Bu Seng-tang sudah tak mungkin kabur, tapi pada
akhirnya berhasil juga meloloskan diri.
Hari ini secara tiba-tiba dia kehilangan jejak Bu Seng-tang,
sebenarnya kemana perginya bajingan yang satu ini"
Tapi dia yakin Bu Seng-tang pasti berada di sekitar sana.
Sebelum berhasil membunuhnya, tak nanti Bu Seng-tang mau
melepaskan dirinya begitu saja.
Walaupun dia tahu bukan pekerjaan gampang untuk
menangkap Bu Seng-tang, namun tidak terlampau sulit untuk
mengalahkan si Sastrawan bertangan bengis ini, tapi entah
mengapa perasaan nya saat ini terasa sangat berat.
Baru saja dia habis meneguk arak dari dalam buli-bulinya,
seorang lelaki berdandan terpelajar berjalan menghampirinya
dengan senyum menghias bibirnya.
Orang itu bukan Bu Seng-tang. Tapi dari gerak-geriknya
yang terpelajar dan penuh sopan santun, siapa pun merasa
segan untuk mengusirnya.
736 Dengan sikap yang santun dan hormat orang itu berjalan
mendekat, lalu sembari menjura katanya, "Congsu, bolehkah
aku duduk di sini?"
Seorang terpelajar berdandan perlente ternyata memanggil
seorang lelaki berbaju compang-camping macam pengemis
sebagai "Congsu", orang gagah, kalau sang pengemis
menampik untuk duduk sebangku, itu baru aneh namanya.
Siapa tahu si pengejar nyawa segera menampik, "Tidak
boleh!" Tampaknya orang itu tidak menyangka dengan jawaban
itu, setelah tertegun beberapa saat, kembali ujarnya sambil
tertawa, "Ada seorang menyerahkan sebuah barang
kepadaku, dia minta aku menyerahkannya kepada Sianseng."
"Ada pula sepatah kata yang ingin kusampaikan
kepadamu," sela Pengejar nyawa dengan mata melotot.
"Apa yang ingin kau sampaikan" Silakan Congsu memberi
petunjuk."
"Bila kau mempunyai sangkut-paut dengan Bu Seng-tang,
lebih baik menyingkirlah jauh-jauh, sebab bila kau satu
komplotan dengan Bu Seng-tang dan ingin bermain gila di
hadapanku, hanya kematian yang bakal kau terima."
"Siapa itu Bu Seng-tang, Bu Seng-say" " seru orang itu
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertegun, "saudara Pengejar nyawa, aku adalah bekas anak
buah Cukat-sianseng, masa kau lupa" Ada semacam benda
dari Sianseng yang minta aku untuk menyerahkan kepadamu."
"Oh, benda apakah itu?" tanya si Pengejar nyawa sedikit di
luar dugaan. Dengan sangat berhati-hati pelajar itu mengeluarkan sd.ni
ah payung kertas dari bawah kempitannya, sambil tertawa s.i
hutnya, "Nih, barang ini yang kumaksud."
"Sebuah payung hujan?" dengan heran si Pengejar nyawa
mengulurkan tangan untuk menyambut. "Benar, sebuah
payung hujan."
Ketika ujung jari tangan si Pengejar nyawa menyentuh
permukaan payung, dirasakan payung itu bukan terbuat dari
737 kertas melainkan dingin keras seperti lempengan baja, ia
segera menyadari sesuatu.
Belum sempat suatu tindakan dilakukan, mendadak orang
itu membentang lebar payungnya, si Pengejar nyawa segera
menyaksikan selembar payung besar langsung menerjang ke
tubuhnya. Ujung payung itu ternyata berupa sebilah pisau yang
sangat tajam. Pengejar nyawa berniat mundur dari situ, namun bangku
yang diduduki telah menghalangi jalan mundurnya.
Pengejar nyawa membentak gusar, masih tetap dalam
posisi duduk, sepasang kakinya menggaet ke atas, sebuah
meja besar segera terangkat ke udara, ujung payung itupun
langsung menghujam di atas permukaan meja.
Ketika ujung pisau yang tajam menancap di atas
permukaan meja dan belum sempat dicabut keluar, si
Pengejar nyawa memanfaatkan kesempatan itu untuk
melancarkan serangan balasan.
Mendadak terasa deruan angin pukulan muncul dari arah
belakang, karena jalan ke depan terhadang si Pengejar nyawa
membentak keras, tubuhnya segera berjumpalitan ke sisi
kanan. "Krak, krak!", terdengar suara genting yang hancur dan
berguguran menyusul terlihat sesosok bayangan manusia
melayang turun dari udara, tiga batang senjata rahasia
meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Pengejar nyawa segera berjumpalitan tiga kali di udara,
baru saja lolos dari serangan ketiga batang senjata rahasia itu,
mendadak terasa desingan angin tajam membokong dari sisi
kiri dan kanan tubuhnya.
Serangan dari sebelah kiri berupa sodokan payung besi,
sementara ancaman yang muncul dari sebelah kanan
merupakan pukulan dahsyat.
Dalam posisi seperti ini, sulit bagi si Pengejar nyawa untuk
menghindarkan diri, masih melambung di udara, dia bersalto
738 berulang kali sementara kakinya melepaskan serangkaian
tendangan berantai.
Baru saja tendangan dilancarkan, "Wes!", lagi-lagi sebatang
piau disambitkan ke arahnya, kali ini yang dituju adalah
sepasang kakinya.
"Aduh celaka!" keluh Pengejar nyawa dalam hatinya, lekas
dia tarik kembali kakinya sambil mencengkeram payung besi
dengan sepasang tangannya, tapi pukulan yang muncul dari
arah belakang segera bersarang telak di punggungnya.
Meminjam tenaga pukulan yang menghajar punggungnya
itu, si Pengejar nyawa mementang mulut lebar-lebar sambil
memuntahkan darah bercampur arak ke wajah pelajar
bersenjata payung besi itu.
Tak ampun seluruh wajah orang itu basah kuyup terhajar
semburan ini. Untuk beberapa saat lamanya si pelajar tak sanggup
membuka matanya, sementara senjata andalannya berhasil
dicengkeram lawan, mau mundur juga tak bisa, satu sodokan
lutut si Pengejar nyawa segera dilontarkan ke depan.
Hebat juga kepandaian silat yang dimiliki pelajar itu,
biarpun matanya tak dapat melihat namun pendengarannya
sungguh amat tajam, merasa datangnya ancaman, dia segera
menyo-dokkan pula lututnya untuk menangkis.
"Krak!", tulang lutut pelajar itu segera tertumbuk telak
hingga membuat ruas tulang lutut terlepas dari engselnya.
Tendangan Pengejar nyawa memang termashur sebagai
tendangan kaki baja.
Pada saat itulah deru angin tajam kembali bergema dari
belakang, pukulan ketiga telah meluncur tiba.
Lekas Pengejar nyawa berjumpalitan ke depan menghnulai,
namun pada saat bersamaan terlihat ada tiga batang piau
emas yang memancarkan sinar kebiruan menyongsong
kedatangannya dari arah depan.
Kembali si Pengejar nyawa merentangkan sepasang
kakinya, masing-masing menendang sebatang piau yang
meluncur tiba, piau ketiga digigitnya dengan mulut, tapi
739 sayang sebelum dia sempat memuntahkan keluar senjata
rahasia itu, pihak lawan telah merangsek ke depan langsung
mengancam tubuh bagian tengah, sebuah totokan kilat
membuat jalan darah Sang-tiong-hiat di dadanya terhajar
telak. Seketika itu juga Pengejar nyawa roboh lemas ke tanah.
Menyusul dia pun mendengar suara tertawa Bu Seng-tang
yang menyeramkan.
Ternyata orang yang terjatuh dari atap rumah dan tiga kali
menyerangnya dengan piau emas itu tak lain adalah Lak-jiususeng
si Pelajar bertangan keji Bu Seng-tang, manusia bejad
yang sempat ditendang tulang tangan kirinya hingga patah.
Sambil berdiri di hadapannya dan tertawa seram Bu Sengtang
menjengek, "Pengejar nyawa, aku rasa kejar mengejar di
antara kita akan berakhir hari ini?"
Pengejar nyawa menghela napas panjang. "Tahu kau telah
mengundang Hud-kou-coa-sim Thiat-san Siucay, pelajar
berpayung besi bermulut Buddha berhati ular, tidak
seharusnya kuberi kesempatan hidup untukmu."
"Hahaha ... jangan lupa dengan orang yang telah
menghadiahkan sebuah pukulan untukmu, Toa-jiu-eng (si
pukulan maut) Kwan-loyacu!" sambung Bu Seng-tang sambil
tertawa seram. Ketika Pengejar nyawa memaksakan diri untuk menengok,
dia saksikan orang itu adalah seorang kakek kecil pendek yang
berbadan kekar, lengan bajunya digulung tinggi, wajahnya
bengis dan nampak amat licik, dialah orang yang pertama kali
membokong dari belakang, kedua kalinya membokong dari sisi
kanan dan kali ketiga membokong lagi dari belakang.
Pengejar nyawa menghembuskan napas panjang, tak heran
pukulan itu susah dihindari, tak ada orang persilatan yang
tidak dibuat pusing oleh pukulan maut dari Toa-jiu-eng-kimkong
(pukulan sakti kim-kong) Kwan Hay-beng, Kwan-loyacu
dari Shantong. Apalagi di situ hadir juga Hud-kou-coa-sim Thiat-sansiucay,
pelajar berpayung besi bermulut Buddha berhati ular
740 Thio Si-au yang punya nama sejajar dengan Lak-jiu Suseng,
ditambah pula Bu Seng-tang, serangan gabungan dari tiga
orang jagoan itu memang luar biasa, tak heran si Pengejar
nyawa tak sanggup mempertahankan diri.
Terdengar Kwan Hay-beng berkata dengan suara keras,
"Kau memang tak malu sebagai anggota empat opas, biar
sudah termakan sebuah pukulanku, ternyata masih sanggup
mempertahankan diri! Biar dikeroyok tiga orang, kau masih
mampu juga melukai Thio-lote, mengagumkan! Sungguh
mengagumkan!"
"Biarpun berhasil melukai Thio-siucay, tapi apa gunanya"
Toh aku sendiri pun harus mencium tanah," sahut pengejar
nyawa kemalas-malasan.
Bu Seng-tang tertawa dingin. "Hm, tunggu saja, sebentar
lagi akan kusuruh kau mencicipi kehebatan ilmu pemisah
ototku, sampai waktunya kalau kau masih bisa tertawa, aku
baru benar-benar merasa kagum," jengeknya.
Pengejar nyawa tertawa sinis, tiba-tiba ujarnya, "Ada satu
pertanyaan ingin kuajukan kepadamu."
"Katakan saja," sahut Kwan Hay-beng.
"Kalau begitu Kwan-loyacu dan Thio-siucay merupakan
anggota di antara tiga belas pembunuh yang berulang kali
membuat keonaran?"
0oo0 22. Disandera malah menyandera.
"Jika ingin mengetahui hal ini, kau akan kehilangan seluruh
kesempatan untuk hidup," seru Kwan Hay-beng dengan wajah
serius. "Ah, akhirnya toh dia bakal mati juga, apa salahnya diberitahu,"
sela Bu Seng-tang, "benar sekali dugaanmu, Kwanloyacu,
Thio-siucay dan aku memang merupakan anggota dari
ketiga belas orang pembunuh."
"Dari pertanyaanmu itu, tampaknya kau masih belum
mengetahui rahasia ini," ujar Thiat-san Siucay pula dengan
741 napas tersengal, "nampaknya Bu-loji memang belum
mengkhianati kami!"
Pengejar nyawa segera menangkap ada sesuatu yang tak
beres di balik perkataan itu, lekas katanya lagi, "Aku memang
tidak tahu, sewaktu berada di bawah Ngo-thay-san, aku
terpaksa mencampuri urusan ini dan berusaha membekuknya
lantaran aku menyaksikan Bu Seng-tang sedang membantai
adik kandungnya sendiri."
"Oh Thiat-san Siucay Thio Si-au berseru tertahan,
kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Bu
Seng-tang, dia bergumam lagi, "Jadi kaulah yang telah
membunuh Bu-loji" Kenapa kau bilang Bu-loji mengkhianati
kami dan membocorkan rahasia kita kepada si Pengejar
nyawa" Kenapa kau bilang terpaksa membunuh Bu-loji karena
dia berkhianat lalu minta kami membantumu membunuh si
Pengejar nyawa agar rahasia ini tidak bocor?"
Sementara itu Kwan Hay-beng sudah mendelik ke arah Bu
Seng-tang sambil berseru kata demi kata, "Benarkah demikian
ceritanya?"
Suara tawa Bu Seng-tang berubah, lekas teriaknya, "Kwanloyacu,
masa kau lebih mempercayai orang luar ketimbang
mempercayai orang sendiri?"
Begitu melihat suara tertawanya yang tidak wajar, Kwan
Hay-beng segera memahami apa yang telah terjadi, maka
ujarnya, "Oh ... rupanya begitulah duduk perkara yang
sebenarnya, tak heran kau minta kami untuk merahasiakan
peristiwa ini agar si kepala tidak mengetahuinya, tak heran
kau beralasan takut si kepala marah kepadamu karena tahu
kau mempunyai adik yang berkhianat, kau pun minta kami
untuk merahasiakan perbuatanmu menukar ilmu pukulan Tokjiujui-hun-ciang dengan Bu-loji, ternyata ceritanya begitu
"Kwan-loyacu, kau ... kau jangan percaya omongan orang
itu, dia ... dia sengaja mengadu domba ...!" teriak Bu Sengtang
tergagap. "Oya?" seru Kwan Hay-beng.
742 Sementara Thio Si-au lantas bertanya, "Pengejar nyawa,
menurut kau, lantaran apa Bu-lotoa membunuh adiknya, Buloji?"
Secara ringkas si Pengejar nyawa segera menceritakan
semua yang dilihat dan diketahuinya ketika berada di bawah
Ngo-thay-san. Beberapa kali Bu Seng-tang ingin menukas, namun lantaran
Kwan Hay-beng mengawasinya terus dengan mata mendelik,
terpaksa dia pun membungkam diri.
Dalam hati kecil Bu Seng-tang cukup mengerti, kalau bicara
kepandaian silat, kungfu yang dimiliki mereka bertiga hampir
berimbang, seandainya tangan kirinya belum terluka, dalam
tiga ratus gebrakan dia yakin masih mampu mengalahkan si
Siucay berpayung besi Thio Si-au, tapi tiga ratus gebrakan
kemudian dia bakal keok di tangan Kwan Hay-beng.
Maka begitu si Pengejar nyawa selesai berkisah, Bu Sengtang
langsung berteriak, "Tidak pernah terjadi peristiwa
semacam itu, kalian jangan percaya dengan segala fitnahnya!"
Dengan sorot mata tajam Thio Si-au mengawasi Bu Sengtang
dari atas kepala hingga ke ujung kaki, kemudian
menjengek, "Rupanya kau ingin memperalat aku dan Kwanloyacu
untuk membunuh si Pengejar nyawa, kemudian kau
lalap sendiri kitab i .ttatan ilmu pukulan Ngo-tok-jui-hun-ciang
itu?" "Mana mungkin?" jawab Bu Seng-tang sambil tertawa
paksa, "kalian jangan percaya dengan fitnahan orang itu."
Sembari berkata dia merogoh ke dalam sakunya dan
mengeluarkan sejilid kitab tipis, kemudian ujarnya lebih lanjut,
"Kitab ini berisi catatan ilmu pukulan lima racun pembetot
sukma, Siaute segera persembahkan kepada kalian berdua."
Pelajar berpayung besi tertawa dingin. "Hm, jangan kau
sangka kami berdua kemaruk ilmu silat macam begitu,"
serunya, "tapi kau telah membunuh adikmu sendiri, merampas
kitab catatan ilmu silatnya dan merusak kerja sama kelompok
kita, perbuatanmu kelewat batas, bagaimanapun juga harus
kulaporkan peristiwa ini kepada kepala."
743 Bergidik hati Bu Seng-tang mendengar ucapan itu, tanpa
terasa bulu kuduknya berdiri, tapi membayangkan kembali
betapa hebatnya kungfu yang dimiliki sang kepala dan betapa
telengasnya hati orang itu, diam-diam ia mengambil
keputusan dalam hati.
"Jadi kalian tak akan membunuh si opas sialan itu?"
teriaknya kemudian.
"Tentu saja harus dibunuh," sahut Thio Si-au sambil
tertawa seram, "kalau tidak bunuh, siapa yang menjamin dia
akan pegang rahasia" Apalagi dia sudah membuat tulang
lututku cidera hebat, sekalipun tak ingin dibunuh pun tetap
harus dibunuh."
Tampaknya Bu Seng-tang merasa sangat terharu
bercampur terima kasih, dia sodorkan kitab catatan Ngo-tokjuihun-ciang dengan tangan kanannya lalu berkata, "Kau
membunuh si Pengejar nyawa sama artinya telah membalas
dendam atas terputusnya lenganku ini. Terlepas kau akan
melaporkan kejadian ini kepada sang kepala atau tidak, aku
tetap ikhlas menyerahkan kitab pusaka ini kepadamu,
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anggaplah sebagai ungkapan rasa terima kasihku."
Sambil tertawa dingin Kwan Hay-beng menerima kitab itu,
jengeknya, "Hm, anggap saja kau memang tahu diri!
Bagaimanapun juga, kepandaian silat ini toh bukan milikmu,
tak ada salahnya kalau kami pun ikut mempelajarinya."
"Ya, memang tak ada salahnya, memang tak ada
salahnya," ujar Bu Seng-tang sambil tertawa dingin.
Baru saja Kwan Hay-beng menyentuh ujung kitab itu,
mendadak ia saksikan kitab itu melayang ke atas lalu
menghajar wajahnya.
Sadar Bu Seng-tang berbuat ulah, Kwan Hay-beng
membentak gusar, dengan kedua belah telapak tangannya dia
menjepit kitab pusaka itu lalu disilangkan di atas wajah
sendiri, mendadak dua titik cahaya terang kembali berkelebat,
kali ini menyerang iga kiri dan kanannya.
744 Ternyata Kwan Hay-beng sama sekali tidak mempedulikan
datangnya ancaman senjata rahasia itu, bukannya
menghindar, dia malah merangsek maju ke depan.
Ketika kedua senjata rahasia itu hampir mengenai tubuh
Kwan Hay-beng, tiba-tiba dari tepi arena menyambar datang
sebuah payung besi, munculnya senjata ini persis
membendung datangnya serangan senjata rahasia itu.
Bu Seng-tang sangat kaget, tidak sempat lagi untuk
mundur, sebuah pukulan dahsyat Kwan Hay-beng telah
bersarang telak di dadanya, begitu keras hajaran itu membuat
badannya terlempar mundur ke belakang.
"Duk!", punggung Bu Seng-tang yang terlempar segera
menumbuk tiang rumah, diiringi benturan keras, pasir dan
debu berguguran ke seluruh ruangan.
Belum sempat Bu Seng-tang mengatur napasnya yang
tersengal, secepat sambaran kilat kembali Kwan Hay-beng
merangsek maju, sambil menempelkan telapak tangannya di
atas ubunubun lawan, ia menjengek seraya tertawa tergelak,
"Hahaha ... hanya mengandalkan kepandaian secetek itu, kau
sudah ingin membokong aku" Huh, jangan mimpi!"
Berhubung kakinya terluka, Thio Si-au juga tak sempat lagi
mengambil balik payungnya, sambil tertawa ia berkata,
"Bukankah adikmu yang telah mampus itu tewas dengan cara
begini" Hahaha ... kalau sudah ada contoh sebelumnya,
memangnya kami tak akan berjaga-jaga?"
"Am ... ampuni nyawa ... nyawaku pinta Bu Seng-tang
dengan napas tersengal-sengal.
"Hahaha ... membunuhmu sih tak mungkin," sahut Kwan
Hay-beng sambil tertawa tergelak pula, "kami. akan
membawamu menghadap sang ketua, aku percaya dia pasti
akan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepadamu,
sementara kami akan memperoleh hadiah
Bergidik juga Bu Seng-tang mendengar ucapan itu.
Terdengar Thio Si-au kembali menjengek, "Menggelikan,
sungguh menggelikan, coba kalau kau berani bertarung
berhadapan denganku, tanggung belum sampai seratus jurus
745 kau sudah keok duluan. Coba lihat saja, sudah bersiasat pun
masih sempat merasakan bogem mentah Kwan-loyacu,
Pendekar Cacad 20 Kilas Balik Merah Salju Karya Gu Long Pendekar Jembel 3