Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Bagian 7
dengan memberi peluang kepada mereka.
Si Ceng-tang segera berseru, "Terima kasih atas kebaikan
Cing-cecu, tapi bagaimana cara bertanding?"
"Tidak ada syarat tertentu," sahut Cing Sau-song sambil
tertawa, "kita cuma ingin menjajal kungfu masing-masing,
tentu saja pertarungan hanya sebatas saling menutul. Aku
percaya para Enghiong Hohan mengerti dengan apa yang
kumaksud. Nah, Ciangkun, silakan pilih tiga orang wakil, lalu
kita mulai mengundinya."
Selesai bicara ia segera menarik tangan Wan Beng-tin, Mok
Kiu-peng dan Lau Hiat-kong ditambah Koan Tiong-it untuk
menyingkir ke samping dan berbincang dengan suara lirih.
Di pihak sini. Si Ceng-tang berkata kepada rekan lainnya,
"Dalam pertarungan tiga partai nanti, biar aku ambil satu
partai, apakah ada teman lain yang mau mendampingi Lohu
dalam pertarungan dua partai lainnya?"
"Jangan!" cegah si Tangan besi.
"Apa maksud perkataan Thi-heng" Apakah kau anggap
kungfuku tidak sepandan untuk terjun ke arena pertarungan?"
tanya Si Ceng-tang keheranan.
"Ooh bukan, bukan begitu maksudku, Si-ciangkun adalah
pemegang komando dalam aksi kali ini, bila kau sampai
mengalami sesuatu, siapa yang akan memimpin pasukan ini"
Lebih baik simpan tenaga untuk hal lain yang lebih penting.
Biar Cayhe yang mewakili Ciangkun."
"Tepat sekali ucapan saudara Thi," Ciu Pek-ih
membenarkan, "sebagai pemegang komando, Si-ciangkun
memang tak boleh ikut bertempur, aku pun bersedia
mewakilimu dalam pertarungan ini."
"Hahaha ... jangan tinggalkan aku si orang tua," sambung
Ngo Kong-tiong pula sambil tertawa tergelak. "Asal tidak
menganggap aku sudah tua, rasanya aku pun bersedia ikut
terjun dalam pertempuran ini."
Si Ceng-tang sadar, dari sekian jago yang hadir saat ini,
ilmu silat si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Ngo Kong-tiong
346 merupakan tiga orang jagoan paling hebat ilmu silatnya,
melihat ketiga orang itu bersedia turun tangan, tentu saja dia
kegirangan setengah mati.
Segera serunya sambil menjura, "Aku tak akan melupakan
budi kebaikan anda semua."
Segera si Tangan besi dan Ciu Pek-ih membimbingnya
bangun, kemudian si Tangan besi berkata, "Masih ada satu hal
lagi yang perlu diperhatikan."
"Soal apa?" tanya Si Ceng-tang.
"Kalau dugaanku tidak meleset, di dalam pertarungan nanti
pihak mereka pasti akan mengutus Cing-kongcu dan Laujicecu,
kepandaian silat kedua orang ini amat tangguh, aku
bersedia menghadapi salah satu di antaranya. Cuma ingat,
dari sepuluh orang Cecu Lian-in-ce, kini hanya muncul lima
orang sementara keempat Cecu lainnya tak nampak batang
hidungnya, itu berarti mereka pasti sudah dikirim untuk
menghadang opas Thian serta opas Liu, bila perhitunganku
tidak meleset, posisi mereka saat ini pasti sangat gawat. Maka
sewaktu pertarungan dimulai nanti, tolong Si-ciangkun segera
mengutus orang untuk membantu mereka. Aku berharap
perhatian semua orang ketika itu sedang tertuju ke arena
pertarungan hingga kesempatan untuk keluar dari sini menjadi
lebih besar."
"Benar," Ciu Pek-ih mengangguk, "jika terlalu banyak
mengirim orang, kemungkinan ketahuan jadi semakin besar.
Cing Sau-song pasti tak akan menduga kalau kita akan
mengirim bala bantuan, apalagi beberapa li seputar tempat ini
tak ada jejak pasukan kerajaan, bisa jadi penjagaan mereka
tidak ketat. Aku pikir lebih baik dikirim dua tiga orang saja
untuk memberi bantuan. Huan-ji, ilmu meringankan tubuhmu
cukup bagus, bagaimana kalau kau saja yang berangkat?"
Semenjak Pek Huan-ji mendemonstrasikan kehebatan ilmu
pedang serta ilmu meringankan tubuhnya, Si Ceng-tang sudah
tahu kalau gadis ini hebat kungfunya, dengan perasaan girang
segera serunya, "Jika Pek-lihiap bersedia, hal ini tentu lebih
bagus lagi!"
347 "Ciangkun, harap turunkan perintah kepadaku untuk
menolong opas Liu," tiba-tiba Ciu Leng-liong berbisik.
Si Ceng-tang tahu kungfu Ciu Leng-liong sangat tangguh
dan selama ini merupakan tulang punggungnya, ia segera
menyetujui, "Baik, kalau begitu kau boleh ikut!"
Malaikat hitam Si Ciang-ji dan Golok bumi Goan Kun-thian
segera menawarkan diri, tapi si Tangan besi segera menukas,
"Aku rasa kurang baik jika kelewat banyak yang pergi. Lagi
pula jumlah bandit di sini amat banyak, lebih baik anda berdua
membantu Ngo-cecu menjaga barisan."
Sebetulnya Si Ciang-ji dan Goan Kun-thian merasa tak
senang karena tidak terpilih, namun mendengar si Tangan
besi minta mereka berdua untuk menjaga barisan, apalagi
jumlah bandit di situ pun amat banyak, ditambah lagi mereka
mengua-tirkan keselamatan Ngo Kong-tiong, akhirnya tawaran
itu diterimanya.
Di pihak lain, Cing Sau-song sedang berkata kepada Lau
Hiat-kong, Wan Beng-tin, Mok Kiu-peng serta Koan Tiong-it,
"Bila kita mengalahkan mereka dengan mengandalkan jumlah
banyak, orang-orang itu pasti tidak puas dan melakukan
pembalasan, tapi jika kita berhasil merobohkan mereka satu
lawan satu, dapat dipastikan mereka tak bakal berani balik ke
ibukota, sebagai orang yang pegang janji dan menjunjung
tinggi kesetia-kawanan, mereka pasti tak akan membekuk
Coh-cukong lagi, siapa tahu karena hal ini Lian-in-ce akan
ketambahan beberapa orang jago tangguh."
"Hebat sekali siasat Toako ini." puji Wan Beng-tin, "Dengan
kemampuan yang dimiliki Toako dan Jiko, besar kemungkinan
kita bisa menangkan dua partai pertarungan."
"Semoga saja begitu. Dalam pertarungan tiga partai nanti,
kau boleh ikut tampil. Meskipun kepandaian silatmu masih
belum mampu menandingi si Tangan besi, Ciu Pek-ih, Ngo
Kong-tiong dan Si Ceng-tang, namun kecerdasan otakmu dan
kehebatan taktik perangmu bisa jadi bisa mencuri menang
satu partai. Asal kita dapat menangkan seluruh partai ini,
mereka pasti akan takluk dengan tulus."
348 "Baik, walaupun kungfuku cetek, semoga saja kesadaran
otakku bisa menyumbangkan satu angka."
Tidak lama kemudian si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Ngo
Kong-tiong bertiga sudah tampil ke depan arena dengan
langkah lamban, sementara Cing Sau-song, Lau Hiat-kong dan
Wan Beng-tin segera menyambut kedatangan mereka.
Ketegangan mulai mencekam, perhatian kawanan bandit
itu mulai dialihkan ke tengah arena pertarungan, walaupun
mereka semua tahu ketua Lian-in-ce ini tangguh ilmu silatnya,
mereka jarang melihat dengan mata kepala sendiri kehebatan
ilmu silatnya. Tak heran kalau semua orang mengawasi gerak-geriknya
dengan seksama, sebab mereka anggap kesempatan
semacam ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat
langka. Memanfaatkan peluang baik ini, Pek Huan-ji segera
berbisik, "Kongcu, kau mesti berhati-hati, aku pergi dulu!"
"Tak usah kuatir, aku bisa menjaga diri, kau sendiri pun
harus berhati-hati," sahut Ciu Pek-ih.
Pek Huan-ji tidak membuang waktu lagi, dengan sekali
kelebatan dia sudah menyelinap pergi dari arena tanpa
diketahui siapa pun.
Ciu Leng-liong segera berpamitan pula dengan Si Cengtang,
kemudian mengikut di belakang Pek Huan-ji, berangkai
untuk menolong Liu Ing-peng dan Thian Toa-ciok.
Menanti kedua orang itu lenyap dari pandangan, Tangan
besi baru berkata sambil tertawa, "Saudara Cing, bagaimana
sistim pertarungan kita" Masakah mesti pilih sendiri
lawannya?"
"Benar," Cing Sau-song tertawa, "akan kubuatkan kertas
undian dengan tulisan Cing, Lau dan Wan, kalian bisa
mengambil undian itu dari dalam kotak."
"Aaah, kalian adalah tuan rumah sedang kami cuma tamu,
semestinya huruf yang dicantumkan adalah Thi, Ngo dan Ciu."
349 "Hahaha ... tidak boleh, tidak boleh, tuan rumah harus
menghormati tamunya, yang benar kalian bertiga yang pantas
memilih dulu."
Melihat Cing Sau-song bersikeras dengan pendapatnya,
Tangan besi pun tidak menampik lagi, maka dia pun
mempersilakan lawan untuk menuliskan namanya serta
memasukkan kertas undian ke dalam kotak.
Dalam pada itu, Ciu Leng-liong dan Pek Huan-ji dengan
leluasa berhasil meninggalkan rombongan dan tiba di suatu
tempat yang amat sepi, saat itulah Ciu Leng-liong baru
berkata, "Aku akan pergi menolong opas Liu."
"Baiklah, kalau begitu aku pergi menolong opas Thian, mari
kita berpisah di sini saja," sahut Pek Huan-ji.
"Nona Pek harus berhati-hati"
Sepeninggal Ciu Leng-liong, Pek Huan-ji juga meneruskan
perjalanannya ke arah barat-laut dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya, bagaikan seekor burung walet yang
terbang di angkasa, tak lama kemudian ia sudah menempuh
perjalanan sejauh tujuh delapan li dan tiba di sebuah dusun.
Dari kejauhan sudah terdengar suara bentakan dan
pertarungan yang amat sengit.
Pek Huan-ji segera menyelinap maju dan mendekati
sumber suara itu dengan sangat hati-hati.
Waktu itu dia menyaksikan dari enam orang prajurit tinggal
empat orang yang sedang bertarung sengit, musuh yang
mereka hadapi berjumlah melebihi empat puluh lima orang,
sementara Thian Toa-ciok dengan mengandalkan sepasang
telapak tangannya sedang bertempur seru melawan Jubah
merah rambut hijau Kau Cing-hong dan Tombak ular emas
Beng Yu-wi. Waktu itu keadaan Thian Toa-ciok sudah amat kritis, bukan
saja darah telah membasahi iga kirinya, dari lambung pun
darah mengucur, jelas dia sudah menderita luka yang cukup
parah, namun sambil menggigit bibir dia tetap memberikan
perlawanan yang hebat.
350 Pek Huan-ji tahu dia tak boleh ayal lagi, maka dengan
sebuah serangan kilat ia menerjang maju dan "Sreet, sreet,
sreeet!" beruntun ia merobohkan tiga orang bandit.
Betapa gembiranya para prajurit itu ketika melihat
kemunculan Pek Huan-ji, semangat tempur mereka segera
bangkit kembali, pertarungan pun kembali berlangsung amat
seru. Empat orang bandit mengayunkan goloknya membabat
pinggang Pek Huan-ji, dengan cekatan gadis itu berkelit ke
samping lalu dengan pedangnya dia tangkis bacokan golok
seorang bandit yang lain.
Dengan rasa kaget bandit itu mencoba menarik kembali
senjatanya, sayang walaupun sudah dibetot dengan sekuat
tenaga, dia gagal melepaskan diri.
Ilmu pedang Soh-li-kiam-hoat dari Soat-san memang
termashur karena penggabungan tenaga Im dan Yang yang
luar biasa, selama ini jarang ada jagoan dalam dunia
persilatan yang bisa memunahkannya, apalagi kemampuan
seorang bandit"
Menggunakan kesempatan itu Pek Huan-ji mendorong
senjatanya ke belakang, ketika orang itu mundur dengan
sempoyongan, dengan gerakan kilat gadis itu segera menotok
jalan darahnya.
Tiga orang rekannya segera menerjang maju sambil
mengayunkan goloknya, Pek Huan-ji mendengus dingin, dia
dorong tubuh lelaki yang tertotok itu ke depan dan dijadikan
tameng. Kuatir melukai teman sendiri, segera ketiga orang itu
menarik kembali bacokannya.
Pek Huan-ji segera memanfaatkan peluang itu dengan
mendesak maju lebih dekat, dengan gagang pedang dia sodok
jalan darah orang pertama, tangan kiri menotok jalan darah
orang kedua dan sebuah tendangan menotok jalan darah
orang ketiga. Dalam sekejap keempat orang itu sudah roboh
terkulai di tanah.
351 Begitu terjun ke arena pertarungan, Pek Huan-ji berhasil
membereskan tujuh bandit, ketika datang lagi empat musuh
yang menyerang, gadis itu segera menggunakan jurus Khimbingsu-siang (khim bergema empat pekikan) dari ilmu Soh-likiamhoat dengan melepaskan empat buah tusukan.
Dua orang musuh yang berada paling depan segera
terluka, sisanya jadi jeri dan segera mundur ke belakang,
namun Pek Huan-ji kembali mengebas ujung bajunya menotok
jalan darah satu di antaranya, sisanya yang seorang tak berani
lagi bertarung melawan gadis itu, segera dia balik ke barisan
dan menyerang lagi keempat prajurit.
Dengan robohnya tujuh orang bandit berarti tinggal tiga
puluh lima orang musuh yang menyerang keempat orang
prajurit itu, namun karena kekuatannya berkurang, mereka
pun tak bisa berbuat banyak terhadap para prajurit yang
bertahan dengan gagah berani.
Pek Huan-ji segera berkelebat kembali bagai seekor burung
walet, kali ini dia menghampiri Thian Toa-ciok dan
melancarkan serangan ke arah Beng Yu-wi dan Kau Cinghong.
"Sreet, sreet, sreet" dalam sekejap mata gadis itu
melepaskan empat puluh sembilan buah tusukan, hampir
seluruh serangan itu ditujukan ke tubuh si Tombak ular emas
Beng Yu-wi. Mimpi pun Beng Yu-wi tidak menyangka kalau ilmu pedang
seorang gadis muda ternyata begitu hebat, dengan
mengandalkan tangan kosong beberapa kali dia mencoba
untuk merebut pedang musuh, namun setiap kali juga usaha
itu gagal karena tangannya terpental balik oleh tekanan
tenaga Imkang yang kuat.
Ketika empat puluh sembilan tusukan selesai dilancarkan,
Beng Yu-wi sudah dipaksa mundur sejauh puluhan kaki dari
posisi semula, saking malunya, paras orang itu berubah merah
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jengah. Ilmu silat yang dimiliki Pek Huan-ji pada dasarnya masih
setingkat lebih tinggi ketimbang kepandaian Thian Toa-ciok,
352 padahal kungfu Thian Toa-ciok masih setingkat lebih tinggi
ketimbang Beng Yu-wi, oleh sebab itu dalam sekejap gadis itu
sudah di atas angin.
"Rasakan kau!" teriak Thian Toa-ciok setengah mengejek.
Kemudian sambil melototi Kau Cing-hong dan tertawa tergelak
serunya pula, "Bocah monyet, tadi dua lawan satu,
pertarungan itu tidak masuk hitungan, sekarang akan kusuruh
kau merasakan kehebatan tenaga pukulan kakekmu!"
Kau Cing-hong sudah pernah merasakan pukulan Thian
Toa-ciok hingga badannya terjepit ke dalam tanah, masih
untung dia ditolong oleh Beng Yu-wi hingga akhirnya lolos dari
bahaya maut, kini ketika dia harus berhadapan lagi dengan
musuh tangguhnya dengan satu lawan satu, tak urung
bergidik juga perasaannya.
Dengan satu gerakan cepat Thian Toa-ciok
menghampirinya, lalu dengan jurus Lok-te-hun-kim (jatuh ke
tanah memisah emas), jurus serangan yang paling diandalkan
Thian Toa-ciok, dia hajar tubuh lawannya.
Tergopoh-gopoh Kau Cing-hong melompat mundur sambil
bergeser ke samping, maksudnya hendak menghindari
ancaman itu, siapa tahu Thian Toa-ciok merangsek semakin
ke depan, tiba-tiba bentaknya, "Bocah lelaki menyembah
Buddha!" Waktu itu Kau Cing-hong sudah kelabakan setengah mati,
nyalinya semakin pecah setelah mendengar teriakan "bocah
lelaki menyembah Buddha", tanpa sadar dia angkat senjata
borgolnya ke atas berusaha menyongsong datangnya
ancaman itu dengan keras lawan keras.
Padahal pantangan yang paling besar bagi jagoan yang
sedang bertarung adalah pecah nyali, sekali nyali seseorang
jadi ciut, seketika tenaga dalamnya merosot separoh, padahal
tenaga dalam Kau Cing-hong terhitung cukup tangguh, namun
lantaran dia ketakutan, kekuatannya berkurang banyak.
353 Begitu serangan musuh disambut dengan kekerasan, ibarat
sebuah tonggak kayu yang dihantam dengan martil, tubuh
Kau Cing-hong segera terbenam ke tanah hingga batas lutut.
Thian Toa-ciok tidak menyia nyiakan peluang baik itu,
sambil membentak nyaring, kembali dia hantam tubuh lawan
dengan jurus Ngo-lui-hong-teng (lima guntur menggelegar di
puncak). "Blaaam!" benturan nyaring membuat tubuh Kau Cing-hong
terbenam semakin dalam, sebenarnya dia ingin berteriak
minta ampun, siapa tahu Thian Toa-ciok kembali menghardik
keras, "Ji-lui-koan-oh (Bagai guntur membelah telinga)!"
Kau Cing-hong ketakutan setengah mati, dia tak mengira
jurus serangan itu jauh lebih dahsyat ketimbang serangan
sebelumnya, begitu dibendung dengan kekerasan, badannya
terbenam hingga batas dada, keadaannya saat ini tak jauh
berbeda dengan batang kayu yang terpatok dalam tanah,
sama sekali tak mampu berkutik lagi.
Thian Toa-ciok tertawa terbahak-bahak, serunya, "Haha ...
keadaanmu saat ini tak beda dengan posisi tadi, nah,
sekarang rasakan lagi jurus pukulan Lui-heng-tiam-san
(guntur menggelegar kilat menyambar) andalanku!"
Dalam posisi seperti saat ini, tak ada pilihan lain bagi Kau
Cing-hong selain menyambut datangnya serangan itu dengan
kekerasan, "Blaaam!" senjata borgolnya kontan mencelat
beberapa kaki jauhnya dan hancur berantakan seperti barang
rongsok. Thian Toa-ciok gembira setengah mati, sambil menghimpun
kekuatan, dia melancarkan serangan lebih jauh sembari
membentak, "Sekarang saksikanlah caraku menanam
kentang!" Tak terlukiskan rasa takut Kau Cing-hong, jiwanya serasa
sudah melayang meninggalkan raganya, terpaksa dia sambut
pukulan itu dengan kedua tangannya.
"Blaaam!" sekujur badan Kau Cing-hong benar-benar sudah
tertancap ke dalam tanah, kini tinggal jari tangannya saja
yang masih bisa bergerak.
354 "Bagus, bagus sekali" teriak Thian Toa-ciok kegirangan.
"Rasanya aku mesti menciptakan sebuah jurus baru lagi
khusus untukmu, aaah... betul, bagaimana kalau kuciptakan
sebuah jurus 'Sistim baru menanam kentang'?"
Tiba-tiba seorang bandit menyelinap maju dan langsung
membacok punggungnya dengan golok.
Thian Toa-ciok mendengus dingin, dengan jurus Pa-ong-lakiong
(raja bengis mementang busur) dia cengkeram orang itu
dan kemudian menghajarnya hingga pingsan.
Kembali tiga orang bandit maju membacok, lagi-lagi Thian
Toa-ciok menggunakan jurus kiri menahan kanan memutar
untuk menghantam dua orang di sisinya, kontan kedua orang
bandit itu muntah darah, sisanya segera melarikan diri.
Kini jumlah bandit yang mengepung tempat itu tinggal dua
puluh enam orang, semangat tempur keempat prajurit itu
makin berkobar, kini bukan mereka yang keteter sebaliknya
kawanan bandit itu yang panik dan ketakutan setengah mati.
Di sisi lain, si Tombak ular emas Beng Yu-wi juga telah
dibikin keteter dan kalang kabut oleh serangan maut Pek
Huan-ji, begitu musuh kalut, gadis itu segera menerobos maju
makin dekat sambil menotok jalan darahnya.
Tak ampun lagi robohlah si Ular emas itu dalam keadaan
tak berkutik. Thian Toa-ciok masih mendendam karena Beng Yu-wi
membokongnya tadi, sebetulnya dia ingin menghajarnya
hingga mampus, tapi niat itu segera dicegah Pek Huan-ji,
serunya, "Jangan, jangan kau lakukan itu, Lian-in-ce sama
sekali tidak berniat jelek terhadap kita, meski jumlah mereka
banyak, namun kita perlu memberi sedikit muka kepada
orang-orang itu."
"Baiklah," kata Thian Toa-ciok sambil mengangguk. "Akan
kuseret kedua bocah busuk ini dan kuserahkan pada Ciangkun
" Thian Toa-ciok segera menghampiri Kau Cing-hong yang
tubuhnya terhimpit tanah, dengan sekuat tenaga ia betot
tubuh orang hingga keluar dari tanah, namun karena sudah
355 cukup lama terpantek, tampaknya jagoan berjubah merah
berambut hijau ini sudah tak sadarkan diri.
"Hahaha ... rupanya kau semaput" seru Thian Toa-ciok
sambil tertawa.
Dalam pada itu Pek Huan-ji telah menempelkan pedangnya
di tengkuk Beng Yu-wi sambil berseru lantang, "Seluruh
anggota Lian-in-ce, dengarkan baik baik. Kedua orang Cecu
kalian sudah jatuh ke tangan kami, apakah kalian ingin
bertarung terus" Cepat pulang ke markas daripada
menghantar kematian di sini."
Semenjak kedua orang pemimpinnya tertawan, sebetulnya
dua puluhan orang bandit itu sudah ketakutan setengah mati,
tentu saja mereka tak mau menyia-nyiakan kesempatan baik
itu, dalam waktu singkat tak seorang pun yang tertinggal di
sana. Empat orang prajurit itu segera menghembuskan napas
lega, berhasil lolos dari lubang jarum membuat peluh dingin
tanpa terasa jatuh bercucuran.
Tak lama kemudian berangkatlah Pek Huan-ji, Thian Toaciok
dan keempat orang prajurit yang membopong Kau Cinghong
dan Beng Yu-wi menuju ke arena dimana Si Ceng-tang
berada. Ketika mereka tiba di tempat tujuan, tampak kawanan
manusia sedang mengelilingi sebuah arena, arena itu luasnya
dua kaki lebih, dua orang jagoan sedang bertarung dengan
amat sengitnya.
Salah satu di antara kedua orang itu sangat dikenal Thian
Toa-ciok karena dia tak lain adalah Ngo Kong-tiong,
sedangkan lawannya adalah seorang lelaki berbaju hitam
berwajah hitam, dia tak kenal siapakah orang itu.
Melihat ada musuh sedang bertarung melawan teman
sendiri, tanpa berpikir panjang lagi Thian Toa-ciok membentak
keras, "Rasakan kehebatan jurus sistim baru menanam
kentang". Bayangan emas berkelebat, menggunakan jurus serangan
ciptaan barunya dia hajar tubuh manusia berbaju hitam itu.
356 12. Pertempuran tiga partai.
Ternyata sewaktu Pek Huan-ji dan Ciu Leng-liong
berangkat untuk menolong Thian Toa-ciok dan Liu Ing-peng
tadi, hasil undian sudah telah ditetapkan, hasilnya adalah:
Partai pertama, Tangan besi melawan Wan Beng-tin. Partai
kedua, Ngo Kong-tiong melawan Lau Hiat-kong. Partai ketiga,
Ciu Pek-ih melawan Cing Sau-song. Dengan keluarnya hasil
undian ini. Si Ceng-tang pun sudah bisa membuat analisa,
kecuali partai si Tangan besi melawan Wan Beng-tin yang
agak punya peluang untuk menang, dua partai lainnya sukar
diramalkan, apalagi partai Ciu Pek-ih harus menghadapi Cing
Sau-song. Untuk adilnya maka ditentukan masing-masing mengambil
undian lagi, untuk menentukan siapa yang berhak
memutuskan pertarungan akan dilakukan dengan sistim
bagaimana, adu tenaga dalam, adu pukulan atau adu senjata.
Hasilnya, partai pertama ditentukan oleh Wan Beng-tin,
partai kedua ditentukan Ngo Kong-tiong dan partai ketiga oleh
Ciu Pek-ih. Setelah semuanya ditentukan, kedua belah pihak pun tidak
banyak bicara lagi, si Tangan besi segera menjura kepada
Wan Beng-tin sambil berseru, "Boleh tahu Sianseng
menginginkan pertarungan ini dilakukan dengan beradu
kepandaian apa?"
Dia tahu jagoan yang berjuluk si Cukat cerdas ini
merupakan seorang jago yang berjiwa ksatria, bicara
sejujurnya, dia tidak tega melukai orang ini.
Wan Beng-tin segera menghela napas panjang setelah
mendengar pertanyaan itu, sahutnya, "Saudara Tangan besi,
terus terang Cayhe sadar bukan tandinganmu, namun demi
membela nama benteng kami, terpaksa Cayhe pamerkan
kebodohanku."
"Kau tak perlu merendah, aku bisa lolos dari tangan
Sianseng pun sudah merupakan suatu keberuntungan."
357 "Saudara Tangan besi tak usah merendah, begini saja,
dalam dua puluh jurus bila saudara Thi mampu merebut
golokku, anggap saja kau yang memenangkan partai ini."
Diam-diam Tangan besi berpikir, "Kelihatannya dia sadar
bukan tandinganku, maka diajukan tawaran untuk merampas
senjatanya saja ...."
Maka sahutnya kemudian, "Baiklah, mari kita saling
menjajal kemampuan, akan kucoba untuk merampas senjata
Sianseng" Pertama karena si Tangan besi ingin mengabulkan
keinginan lawan, dan kedua karena yang menentukan cara
pertarungan adalah Wan Beng-tin, maka tanpa pikir panjang
dia sanggupi tawaran itu.
Siapa tahu Wan Beng-tin segera berseru kegirangan,
"Terima kasih atas kemurahan saudara Thi, jadi partai
pertarungan ini bisa kau menangkan bila berhasil merampas
senjataku dalam dua puluh gebrakan."
Tangan besi tertegun, ia segera sadar kalau sudah masuk
perangkap, tapi lantaran tawaran itu sudah disanggupi, tentu
saja dia tak bisa memungkiri lagi.
Pikirnya, "Kepandaian silat yang dimiliki Wan Beng-tin tidak
terlampau hebat, bukan pekerjaan yang sulit untuk merampas
senjatanya dalam dua puluh jurus, rasanya belum bisa
dibilang aku tertipu"
Sementara dia termenung, Wan Beng-tin telah
melintangkan goloknya di depan dada sambil berseru,
"Silakan!"
Si Ceng-tang sadar bahwa si Tangan besi sudah
terperangkap oleh kelicikan Wan Beng-tin, namun mereka
hanya bisa mengumpat dalam hati, sebab bila Tangan besi
gagal merampas senjata lawan dalam dua puluh jurus maka
partai pertama dianggap kalah, semakin sulit bagi pihak
mereka untuk menangkan partai kedua maupun ketiga.
Sementara itu Tangan besi tidak banyak bicara lagi, tibatiba
ia menerobos maju ke depan langsung mengancam
perge-langan tangan lawan.
358 Wan Beng-tin terperanjat, pikirnya, "Aaah, cepat benar
gerak serangan orang ini." Segera dia menarik tangannya
sambil mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
"Jurus pertama!" Cing Sau-song segera berteriak.
Baru saja Wan Beng-tin mundur langkah ketiga, si Tangan
besi telah merangsek maju, sekali lagi dia mencengkeram
pergelangan tangan lawan.
Segera Wan Beng-tin mundur lagi ke belakang untuk
menghindarkan diri, kali ini dia malah mundur sejauh tujuh
delapan langkah.
"Jurus kedua!" kembali Cing Sau-song berteriak.
Ketika si Tangan besi melancarkan serangan hingga jurus
ketujuh, Wan Beng-tin sudah tak punya tempat lagi untuk
mundur, tiba-tiba ia tekuk sikunya dan langsung disodokkan
ke dada lawan. Tangan besi memutar telapak tangannya menampar ke
depan, dia ancam dada lawan terlebih dulu dengan harapan
serangan tersebut memaksa Wan Beng-tin membatalkan
serangannya karena harus menyelamatkan diri.
Siapa tahu Wan Beng-tin sama sekali tidak menggubris
ancaman itu, dia tetap menerjang dada lawan dengan
sikunya. Segera terlintas ingatan dalam benak Tangan Besi, pikirnya,
"Aaah benar, aku telah berjanji hanya akan merampas
senjatanya dan tidak melukainya, jika dia sampai terluka,
bukankah sama artinya aku telah melanggar janji" Tak heran
kalau dia sama sekali tidak mempedulikan ancamanku"
Dengan perasaan terkesiap segera dia tarik kembali
pukulannya dan segera menangkis sodokan siku lawan.
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jurus kedelapan, jurus kesembilan!" teriak Cing Sau-song
lantang. Biarpun serangan yang barusan dilancarkan si Tangan besi
sebenarnya cuma setengah jurus, kemudian sewaktu
menangkis juga hanya memakai setengah jurus, namun pihak
lawan tetap menganggapnya sebagai dua jurus, dengan
359 begitu sama artinya dia telah menyia-nyiakan dua jurus
dengan percuma.
Oleh karena Tangan besi harus menarik kembali
serangannya untuk menangkis, Wan Beng-tin segera
memanfaatkan peluang itu untuk melancarkan serangan
balasan, golok besarnya diputar kencang.
Jangan dilihat perawakan tubuhnya kurus kecil, senjata itu
diputarnya sedemikian rupa hingga menimbulkan suara
menderu, secara beruntun dia melancarkan tiga bacokan maut
mengancam tubuh bagian atas, tengah dan bawah lawan.
"Bagus!" sorak-sorai bergema gegap gempita, serangan
golok itu memang manis dan amat mempesona.
Siapa tahu belum selesai orang memuji, cahaya golok
mendadak hilang lenyap, ternyata kelima jari tangan si
Tangan besi telah menjepit golok itu kuat-kuat.
"Jurus kesepuluh!" kembali Cing Sau-song berteriak. Tibatiba
Wan Beng-tin melontarkan sebuah pukulan dengan
telapak tangan kirinya, langsung mengancam dada lawan.
Tangan besi angkat lengan kanannya siap memotong
lengan kiri Wan Beng-tin, tiba-tiba hatinya kembali tergerak,
dia tahu bila babatan ini mengenai lengan kiri lawan, dapat
dipastikan lengan lawan akan lumpuh total, tindakan ini sama
artinya dia telah ingkar janji.
Berpikir begitu, terpaksa dia menarik kembali tangannya
sambil berkelit ke samping, ia biarkan pukulan musuh lewat
dari sisi badannya, namun cengkeramannya pada golok lawan
sedikitpun tidak mengendor.
"Jurus kesebelas, kedua belas!" kembali Cing Sau-song
berseru. Begitu berhasil mencengkeram gagang golok lawan,
Tangan besi tetap mempertahankannya, baru saja dia hendak
membetot sekuatnya, mendadak Wan Beng-tin berikut
senjatanya menumbuk tubuh Tangan besi.
Tangan besi benar-benar terjebak dalam kondisi serba
salah, dia tak bisa melukai lawan, sebaliknya juga tak bisa
360 bertarung kelewat lama, menghadapi terjangan Wan Beng-tin
ini, dia semakin kikuk.
Bila terjangan itu dihindari, besar kemungkinan Wan Bengtin
akan terluka oleh golok sendiri, berarti dia ingkar janji.
Menghadapi kondisi seperti ini, akhirnya si Tangan besi
menghela napas panjang, sadar kalau keadaan tidak
menguntungkan, segera dia lepas tangan sambil melompat
mundur. "Jurus ketiga belas!"
Begitu mundur ke belakang tiba-tiba Tangan besi
merangsek lagi dengan kecepatan bagaikan anak panah
terlepas dari busur, dia mendekati tubuh lawan kemudian
mencengkeram lagi golok yang ada dalam genggaman lawan.
Wan Beng-tin tidak menyangka musuh akan merangsek lagi
setelah mundur ke belakang, bahkan menerjang dengan
kecepatan begitu tinggi, belum lagi senjatanya digerakkan,
tahu-tahu tangan lawan sudah mencengkeramnya kembali.
Dalam gugupnya, segera dia memutar goloknya dengan
sepenuh tenaga.
Waktu itu Tangan besi masih mencengkeram golok itu,
dengan gerak perputaran itu maka besar kemungkinan tangan
kanannya bakal terpapas kutung.
Siapa tahu walaupun Wan Beng-tin sudah memutar
senjatanya dengan sekuat tenaga, ternyata senjata itu sama
sekali tidak bergeming, cengkeraman si Tangan besi bagaikan
tanggam besi yang menjepit gagang golok itu kuat-kuat,
jangan kan berputar, bergeser pun tidak.
"Lepas tangan!" hardik Tangan besi nyaring.
"Criiiiing!" sekuat tenaga ia membetot golok itu ke
belakang, tak ampun golok besar itu segera terlepas dari
genggaman lawan.
Sementara itu Cing Sau-song telah menghitung hingga
jurus kelimabelas.
Baru saja Tangan besi berhasil merampas golok lawan,
mendadak terasa desingan angin tajam mengancam
361 wajahnya, semula dia mengira Wan Beng-tin tidak pegang
janji dan menyerangnya lagi dengan senjata lain.
Sambil menarik napas panjang ia berjumpalitan beberapa
kali dan mundur sejauh tujuh depa, tapi ia segera tertegun,
ternyata golok yang berhasil direbutnya itu hanya sebuah
golok besar yang kosong dan tanpa gagang senjata,
sementara dalam genggaman lawan terlihat sebilah golok tipis
yang lebih kecil bentuknya, ternyata golok tipis itu semula
disembunyikan di dalam golok besar yang bertindak sebagai
sarung golok. Tangan besi terkejut bercampur gusar, sementara Cing
Sau-song sudah menghitung sampai jurus yang keenam belas,
bila dalam empat jurus berikutnya dia masih gagal merampas
senjata di tangan Wan Beng-tin, berarti dia kalah.
Menyembunyikan golok di balik golok oleh Wan Beng-tin ini
sama sekali di luar dugaan Tangan Besi, padahal syarat
kemenangan dalam partai pertarungan ini adalah merebut
senjata di tangannya dalam dua puluh jurus, dan sekarang
Wan Beng-tin masih menggenggam sebilah golok tipis, meski
menggunar kan akal licik namun belum bisa dibilang sudah
kalah. Tangan besi sadar,. Wan Beng-tin memang orang licik dan
banyak akal muslihatnya, bisa jadi di balik golok tipisnya ini
masih tersembunyi senjata lain, jalan satu-satunya untuk
menangkan partai ini hanyalah berusaha memaksa lawan
melepaskan genggamannya dalam empat jurus selanjutnya.
Rombongan Si Ceng-tang hanya bisa berseru tertahan
setelah menyaksikan semua peristiwa itu, mereka merasa
sayang karena satu jurus terbuang lagi dengan percuma.
Gagal dengan bacokannya, Wan Beng-tin mundur ke
belakang, dia tahu tinggal empat jurus lagi akan meraih
kemenangan, sementara dia pun tidak kuatir lawan akan
ingkar janji dengan melukai dirinya, pikirnya, "Sehebathebatnya
ilmu silatmu, asal kusembunyikan golok ini di
belakang badan dan berusaha tidak membiarkan
tercengkeram olehmu, masakah dalam empat jurus kau bisa
362 membuatku menyerah" Apalagi jika kulindungi senjata ini
dengan tubuhku, mana berani kau melukai aku" Sekali aku
terluka berarti kau kalah ... tampaknya partai ini akan
dimenangkan Lian-in-ce dengan mudah"
Berpikir sampai di situ, Wan Beng-tin segera membulatkan
pikiran dengan melintangkan goloknya di belakang punggung.
Mendadak terdengar Tangan besi membentak keras,
bentakan itu sedemikian nyaring hingga menggetarkan
perasaan setiap orang.
Wan Beng-tin amat terkejut, saking kagetnya sampai
berdiri melongo dengan mata terbelalak lebar, sementara para
bandit Lian-in-ce banyak di antaranya yang mundur dua tiga
langkah, bahkan tak sedikit yang jatuh terduduk saking
kagetnya. Di tengah suara bentakan Tangan besi yang begitu nyaring,
lamat-lamat terdengar Cing Sau-song berseru, "Jurus ketujuh
belas!" Ternyata ketua Lian-in-ce ini telah memasukkan auman
singa itu sebagai satu jurus serangan.
Begitu auman singanya membuat Wan Beng-tin tertegun
dan untuk sesaat seakan kehilangan kesadarannya, secepat
kilat Tangan besi menyelinap ke belakang tubuhnya lalu
dengan satu gerakan cepat dia mencengkeram pergelangan
tangan kanan Wan Beng-tin.
Menyusup bagai naga sakti, mencengkeram bagai jepitan
baja, hampir semua gerakan itu dilakukan dalam waktu
bersamaan, karena itu seliciknya Cing Sau-song, dia hanya
bisa menganggap serangan ini sebagai satu jurus serangan,
jurus kedelapan belas.
Begitu Tangan besi berhasil mencengkeram pergelangan
tangan Wan Beng-tin, segera ia kerahkan tenaga dalam untuk
menggetar lepas golok yang berada dalam genggaman lawan.
Terdengar Wan Beng-tin berseru tertahan, kelima jari
tangannya tergetar hingga merentang lebar, tapi sayang golok
tipis itu sama sekali tidak jatuh ke tanah.
363 Tangan besi segera mengamati tangan musuh lebih
seksama, kontan amarahnya meledak, ternyata pada gagang
golok itu terdapat lima buah gelang besi, dan kelima gelang
besi itu tercengkeram jadi satu di kelima jari tangan Wan
Beng-tin, kecuali memapas kutung kelima jari tangan itu,
rasanya sulit untuk memisahkan golok tipis dari tangannya.
Padahal bila hal ini dilakukan, maka Tangan Besi lah yang
harus menelan kekalahan.
Dalam pada itu semua orang sudah dapat melihat jelas
gelang besi yang menyatu dengan jari tangan Wan Beng-tin,
helaan napas panjang segera bergema memecah keheningan.
Si Tangan besi sadar, kini peluangnya tinggal dua jurus
serangan, padahal waktu itu Wan Beng-tin sudah sadar dari
kagetnya, tanpa mempedulikan urat nadinya dicengkeram
lawan, kepalan kirinya langsung dihantamkan ke atas batok
kepala lawan. Dalam keadaan seperti ini, asalkan Tangan besi
mengerahkan sedikit tenaga saja, dia pasti sudah melukai
Wan Beng-tin dan membendung serangan itu, sayang dia tak
bisa melukai lawannya, terpaksa sambil membuang tubuhnya
ke belakang, dia hindari jotosan itu.
"Tinggal satu jurus!" Cing Sau-song berteriak lantang.
Biasanya jurus serangan yang dihitung dalam satu
pertempuran hanyalah jurus yang digunakan untuk
menyerang, sedang jurus pertahanan tak terhitung, tapi Cing
Sau-song tetap menganggapnya sebagai satu jurus, semua
orang tahu dia sedang main curang, namun tak seorang pun
yang menegurnya.
Pada saat itulah mendadak Tangan besi melepaskan lengan
kiri lawan, Wan Beng-tin segera memutar tangannya dan
membacok lengan lawan dengan goloknya.
Kali ini Tangan besi tidak menghindar, lima jari tangannya
segera disentilkan bersama ke depan.
"Kraaak!" bacokan golok itu langsung menghajar lengan kiri
si Tangan Besi.
364 "Kraak, kraak, kraak, criiing!" terdengar berapa kali bunyi
gemerutuk yang keras membelah angkasa, tahu-tahu golok
milik Wan Beng-tin sudah terlepas dari genggaman dan jatuh
ke tanah, tapi sebelum menyentuh tanah sudah disambar oleh
Tangan besi. Paras muka Wan Beng-tin nampak merah bercampur pucat,
untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup mengucapkan
sepatah kata pun.
Tak ada darah yang mengalir keluar dari lengan kiri si
Tangan besi, meskipun pakaiannya terbabat hingga robek
sebagian besar, namun kulit badan jagoan itu sama sekali
tidak cedera. Sambil menghela napas panjang kata Cing Sau-song,
"Jurus kedua puluh! Kagum! Kagum!"
Rupanya tindakan si Tangan besi melepaskan cengkeraman
urat nadi lawan adalah bertujuan untuk memancing dia
mengayun goloknya melancarkan babatan, saat itu jari
tangannya pasti akan menggenggam gagang senjata kuatkuat,
maka sewaktu Tangan besi menyentilkan kelima jari
tangannya, kelima gelang besi di jari tangan Wan Beng-tin
seketika tergetar hingga patah beberapa bagian.
Maka ketika Wan Beng-tin mengayunkan golok sepenuh
tenaga, lantaran gelang genggamannya patah dan hancur,
dengan sendirinya genggaman pada senjata pun jadi tidak
kencang, begitu terkena tenaga sentilan, tak ampun lagi golok
itu terlepas dari genggaman dan jatuh ke tanah.
Di jurus yang kedua puluh, akhirnya Tangan besi berhasil
merampas golok yang berada dalam genggaman Wan Bengtin
tanpa mencederai tubuhnya.
Tempik sorak segera bergema memecah keheningan, Si
Ceng-tang bersorak karena kemenangan ini.
"Maaf, maaf" seru Tangan besi sembari menjura.
Dengan wajah pucat-pasi. Wan Beng-tin menghela napas
panjang, ujarnya, "Saudara Thi memang luar biasa, sudah
beribu kali aku Wan Beng-tin menghadapi berbagai
365 pertempuran, tapi baru kali ini aku mengaku kalah dengan
setulusnya."
Tentu saja dia harus mengaku kalah dengan setulusnya,
sebab bukan saja dia telah menjebak lawan untuk merampas
senjatanya dalam dua puluh jurus, bahkan dia pun berhasil
memaksa lawannya untuk berjanji tak akan mencederai
dirinya dan dia pun telah mengeluarkan senjata rahasianya di
balik golok besar andalannya.
Kenyataan, dua puluh jurus kemudian senjata dalam
genggamannya benar-benar telah terlepas, menghadapi
kenyataan seperti ini, sudah barang tentu Wan Beng-tin tak
sanggup berkata lagi.
Sementara itu Ngo Kong-tiong telah tampil ke depan sambil
tertawa nyaring, serunya, "Sekarang tiba giliranku untuk
menjajal kehebatan ilmu silat Lian-in-ce, silakan!"
Dengan wajah berat dan serius, Lau Hiat-kong tampil ke
tengah arena, begitu tiba ia segera merentangkan sepasang
kakinya dan berdiri tegak bagaikan sebuah bukit karang, hawa
pembunuhan terasa terpancar keluar dari wajahnya.
"Ngo-cecu, silakan!" ujarnya hambar seraya memberi
hormat. Ngo Kong-tiong memperhatikan lawannya sekejap, lalu
serunya lagi sambil tertawa tergelak, "Hahaha ... kau adalah
seorang Cecu, sedang aku pun seorang Cecu, pertarungan ini
benar-benar menarik."
Sebelum kehadiran Cing Sau-song, Lau Hiat-kong adalah
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Toa-cecu benteng Lian-in-ce, waktu itu pamor Lian-in-ce
memang sedikit di bawah pamor Lam-ce, namun ada kesan
mereka saling mengejar dalam usahanya meraih pamor yang
lebih tinggi. Kemudian meski pamor Lian-in-ce jauh melebihi pamor
Lam-ce semenjak bergabungnya Cing Sau-song, namun
kehebatan bekas Cecu itu tetap disegani banyak orang.
Ngo Kong-tiong sendiri meski usianya sudah lanjut, namun
wataknya tetap keras dan gemar bergerak, dia paling senang
366 bila dapat berjumpa dengan musuh tangguh, tak heran kalau
tangannya jadi gatal begitu bersua dengan Lau Hiat-kong.
"Ngo-cecu, silakan memberi petunjuk," ujar Lau Hiat-kong
dingin. "Hahaha ... kau punya julukan auman macan, tukikan
elang, pedang ular berbisa, hal ini membuktikan tenaga
dalammu sempurna, ilmu Ginkangmu tinggi dan ilmu
pedangmu sangat cepat. Bagaimana kalau dalam pertarungan
kali ini kita beradu tenaga dalam, ilmu meringankan tubuh dan
ilmu pedang?"
Tentu saja Lau Hiat-kong menyambut tawaran itu dengan
senang hati, sebab dia pun tahu Ngo Kong-tiong punya
julukan Sam-coat-it-seng-lui (tiga kehebatan satu suara
guntur) kehebatan yang pertama adalah tenaga dalam,
kehebatan kedua adalah ilmu meringankan tubuh dan
kehebatan yang ketiga adalah ilmu pedang. Persis seperti tiga
macam kepandaian andalannya.
Maka dalam hati dia pun berpikir, "Ngo Kong-tiong sudah
tua, tak mungkin dia mampu bertarung lama, sementara aku
masih muda dan kuat, tenagaku bisa bertahan lama,
kemampuanku naik turun juga lebih tangguh tanpa kuatir
napas tersengal, bila kugunakan ilmu pedang ular untuk
memaksanya bertarung cepat, bisa jadi kemenangan akan
berada di pihakku."
Berpikir sampai di situ, dia pun segera mengangguk. "Baik!"
sahutnya. "Hahaha ... kalau begitu lihat serangan!" diiringi gelak
tertawa yang nyaring, dia melancarkan sebuah pukulan.
Ngo Kong-tiong sudah terkenal di dunia persilatan sebagai
si pedang cepat, bahkan muridnya pun mendapat julukan si
pedang kilat, hal ini membuktikan bahwa kecepatan serangan
pedangnya luar biasa.
Tapi dalam melancarkan pukulannya saat ini, dia justru
melakukannya dengan sangat lamban, di balik kelambanan
terselip tenaga pukulan yang berat dan serius, lamat-lamat
367 malah membawa deru angin dan guntur yang mengerikan,
berbeda sekali dengan julukannya sebagai si pedang cepat.
Lau Hiat-kong tidak berusaha menghindar, sambil
mendengus dingin dia balas melancarkan sebuah pukulan.
Serangan ini nampak dilancarkan secara sembarangan namun
mengandung deru angin tajam dan auman harimau yang
menggidikkan hati.
"Plaaak!" ketika dua telapak tangan saling beradu, tubuh
Ngo Kong-tiong mundur sejauh tiga langkah, sementara paras
muka Lau Hiat-kong berubah hebat, tubuhnya nampak
bergoncang keras.
Tanpa membuang waktu, sekali lagi Ngo Kong-tiong
melancarkan sebuah pukulan yang segera disambut Lau Hiatkong
dengan sebuah pukulan pula.
"Blaaam!" percikan bunga salju berhamburan ke udara
setinggi tujuh depa lalu berjatuhan, kali ini paras muka Ngo
Kong-tiong berubah sangat hebat, tubuhnya gontai dan
napasnya agak tersengal, sementara Lau Hiat-kong mundur
tujuh langkah dengan sempoyongan.
Begitu langkahnya berhenti, Lau Hiat-kong menyerbu lagi
ke depan sambil melancarkan sebuah pukulan, kekuatan
serangannya kali ini sepuluh kali lipat lebih hebat daripada
serangan pertama tadi.
Ngo Kong-tiong balas membentak, dengan suara bagai
guntur membelah bumi dia sambut datangnya serangan itu
dengan sebuah pukulan pula.
"Blaammm!" ketika benturan terjadi, menggelegarlah suara
bentrokan yang sangat memekakkan telinga, tubuh Lau Hiatkong
maupun Ngo Kong-tiong berdiri saling menempel tanpa
bergerak, kedua belah pihak sama-sama mengerahkan tenaga
dalam saling beradu.
Betapa terkejutnya Ngo Kong-tiong begitu telapak tangan
mereka saling menempel, dia tak mengira kekuatan tenaga
dalam lawan begitu sempurna bahkan menggencetnya tanpa
henti. 368 Sebaliknya Lau Hiat-kong sendiri pun tidak kalah kagetnya,
mula-mula dia mengira tenaga dalam lawan tak akan begitu
hebat mengingat usianya sudah lanjut, siapa tahu tenaga
yang datang menggencetnya seakan mengalir tiada putus.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak tak mampu
berkutik, mereka harus mengerahkan terus tenaga dalamnya
untuk saling bertahan.
Pertarungan adu tenaga dalam semacam ini memang
sangat menakutkan, dalam posisi begini, kecuali kedua belah
pihak sama-sama menarik kembali tenaganya, kalau tidak,
maka pertarungan hanya bisa dihentikan bila salah satu di
antara mereka sudah jadi korban.
Asap putih sudah mulai mengepul dari batok kepala kedua
orang itu, timbunan salju dalam radius sepuluh depa di
sekeliling mereka mulai mencair, sedang tubuh kedua orang
itupun terperosok masuk ke tanah makin dalam.
Dalam situasi yang amat kritis inilah kebetulan Thian Toaciok
muncul di tempat itu, melihat kedua orang itu sedang
bertarung sengit, tanpa bertanya dia membentak keras dan
menerjang ke tengah arena dengan jurus kentangnya.
Sementara semua orang terperanjat, tiba-tiba terdengar
seorang membentak nyaring, "Kau pun coba dulu jurus
kentang kecilku!"
Menyusul bentakan itu, seorang lelaki berwajah hitam
berkopiah hitam melompat masuk ke arena sambil
menyodokkan sepasang tinjunya ke lutut lawan.
Siapa tahu Thian Toa-ciok berputar setengah lingkaran di
udara lalu membuang diri ke tanah.
Ternyata orang yang tampil ke tengah arena itu tak lain
adalah Cecu keempat Lian-in-ce, Mok Kiu-peng.
"Blammm!" ketika empat telapak tangan saling beradu,
terjadi suara benturan yang memekakkan telinga, Thian Toaciok
yang masih melambung di udara segera terpental sejauh
tiga kaki lebih, sebaliknya Mok Kiu-peng terhajar badannya
hingga terbenam di balik timbunan salju.
369 Walau begitu, ketika Thian Toa-ciok melayang turun,
kepalanya sempat pusing tujuh keliling hingga tubuhnya ikut
roboh terjungkal ke tanah.
Tapi justru dengan terjadinya peristiwa ini, Ngo Kong-tiong
dan Lau Hiat-kong ikut terbebas juga dari ancaman bahaya
maut. Sebagai orang yang jujur dan adil, Ngo Kong-tiong tak ingin
ada orang melancarkan serangan bokongan untuk
membantunya, maka ketika menyadari akan datangnya
serangan bokongan itu, segera dia buyarkan tenaga dalamnya
sambil melompat mundur.
Dengan dibuyarkannya tenaga dalam Ngo Kong-tiong,
segera Lau Hiat-kong ikut menarik kembali tenaga dalamnya,
meski kedua belah pihak harus mundur sejauh tujuh langkah,
namun mereka sama-sama tidak terluka.
Dalam hati kecil Lau Hiat-kong mengerti, bila Ngo Kongtiong
tidak menarik kembali tenaga dalamnya tepat waktu,
dapat dipastikan dia akan menderita luka yang cukup parah,
hal ini membuat dia merasa amat berterima kasih.
Sementara itu Pek Huan-ji sudah melompat keluar dari
arena, melihat itu, sambil tertawa dingin Padri iblis seribu
serigala Koan Tiong-it berseru, "Mau tiga lawan satu?"
"Koan-taysu kelewat serius," sahut Pek Huan-ji sambil
tertawa dan menjura, "sebenarnya kami tidak bermaksud
main keroyok, hanya saja lantaran Thian-ya baru tiba dan
tidak tahu Ji-cecu dan Ngo-loenghiong sudah berjanji akan
bertarung satu lawan satu, maka ia turun tangan secara
gegabah, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya."
Cing Sau-song tidak enak untuk mengumbar amarah, dia
cukup tahu kalau Ngo Kong-tiong telah berbaik hati, maka
sahutnya sambil tertawa, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, yang
tidak tahu memang tidak salah."
Di pihak lain, Mok Kiu-peng juga telah melompat keluar dari
dalam tanah, ditatapnya Thian Toa-ciok sekejap dengan mata
mendelik, kemudian gumamnya, "Hebat benar tenaga
dalammu!" 370 "Kau pun memiliki kekuatan yang luar biasa, seorang lelaki
sejati!" balas Thian Toa-ciok sambil melotot pula.
Pek Huan-ji segera memberi tanda kepada keempat prajurit
yang menyertainya, keempat orang itupun muncul sambil
membopong Jubah merah rambut hijau Kau Cing-hong dan
Tombak ular emas Beng Yu-wi.
"Tadi rupanya telah terjadi kesalah-pahaman antara kedua
orang Cecu ini dengan pihak kami," kata Pek Huan-ji
kemudian. "Akibatnya mereka telah membunuh enam orang
anggota kami, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan,
terpaksa kami harus membekuknya, untuk itu mohon Cingcecu
sudi memaafkan."
Cing Sau-song mengerti, tujuan omongan Pek Huan-ji
adalah untuk menyindir perbuatan Kau Cing-hong dan Beng
Yu-wi yang sudah membokong orang bahkan membunuh,
sehingga kalau sampai terjadi keadaan seperti ini, dia tak bisa
disalahkan, untuk sesaat dia pun terbungkam.
Sementara itu Wan Beng-tin telah memerintahkan orang
untuk memayang kedua orang rekannya sambil pura-pura
mengumpat, "Kalian berdua bisanya hanya membuat
keributan, nona Pek adalah tamu kehormatan kita, kenapa
kalian malah bertindak kurangajar!"
Si Ceng-tang tahu Wan Beng-tin sedang bersandiwara,
namun dia tak ingin membikin malu lawannya sehingga
lantaran malu malah jadi murka dan membuat masalah
semakin berantakan, segera katanya, "Mereka tidak perlu
disalahkan, mungkin tindakan kami yang kelewat gegabah
sehingga terjadi kesalahpahaman ini."
Menggunakan kesempatan ini Wan Beng-tin kembali
memaki Beng Yu-wi dan Kau Cing-hong, kemudian baru
menyudahi urusan.
Keadaan kedua orang jago itu ibarat orang bisu makan
empedu, biarpun pahit harus ditelan juga, padahal mereka
tahu kalau perintah penyerangan ini dari Toa-cecu sendiri,
sudah barang tentu mereka tak mungkin membantah di depan
371 orang banyak, apalagi misinya membekuk lawan mengalami
kegagalan total.
Dalam pada itu pertarungan antara Lau Hiat-kong melawan
Ngo Kong-tiong sudah memasuki pertarungan babak kedua,
tampak Lau Hiat-kong merogoh sakunya mengeluarkan sebiji
mata uang tembaga, kemudian ujarnya dingin, "Siapa yang
berhasil menangkap mata uang ini duluan, dialah yang
memiliki ilmu meringankan tubuh paling hebat!"
Selesai bicara dia lempar mata uang itu setinggi tiga kaki
lebih, persis di antara mereka berdua.
Lau Hiat-kong segera melejit ke udara mengejar mata uang
itu, bersamaan Ngo Kong-tiong ikut melejit pula ke udara,
bagaikan dua ekor naga sakti kedua orang itu melesat ke atas.
Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuknya, Ngo Kongtiong
menyambar mata uang itu. Kuatir benda itu jatuh ke
tangan lawan, segera Lau Hiat-kong menyentil mata uang itu
beberapa kaki lebih tinggi dengan sentilan jari tengahnya.
Melihat mata uang itu tersentil hingga mencelat lebih
tinggi, Ngo Kong-tiong membentak gusar, sambil menarik
napas pan jang tubuhnya kembali melejit satu kaki lebih
tinggi. Lau Hiat-kong tak mau kalah, dia ikut menghimpun tenaga
dalam dan balas menyambar mata uang itu.
Waktu itu tangan Ngo Kong-tiong sudah hampir
menyambar mata uang itu, melihat Lau Hiat-kong ikut
menyambar, cepat serangannya dari mencakar diubah jadi
membacok, langsung menghajar kelima jari tangan musuh.
Lau Hiat-kong cukup mengerti akan kehebatan lawan an
daikata bacokan itu bersarang telak, bisa jadi kelima jari
tangannya akan patah semua, terpaksa dia urungkan niatnya
lalu menarik kembali cengkeramannya.
Gagal dengan babatan mautnya, kembali Ngo Kong-tiong
mengubah pukulan jadi cengkeraman, perubahan jurusnya
dilakukan amat cepat sehingga nyaris tidak tampak perubahan
itu. 372 Tatkala jari tangan Ngo Kong-tiong segera akan menyentuh
mata uang itu, tubuh Lau Hiat-kong yang sedang merosot ke
bawah segera melepaskan sebuah tendangan ke tangan
lawan. Ngo Kong-tiong terkesiap, sadar akan datangnya ancaman
yang bisa menghancurkan tangannya itu, segera dia tarik
kembali tangannya sembari berkelit.
Mata uang yang terlempar mencapai titik puncaknya,
seketika kehabisan tenaga lontaran dan mulai meluncur ke
bawah. Waktu itu tubuh Lau Hiat-kong sudah merosot ke bawah,
melihat mata uang itu jatuh lewat sisinya, segera dia ayun
tangannya untuk menyambar.
Melihat itu, Ngo Kong-tiong segera mengerahkan ilmu
bobot seribunya untuk mempercepat gerak luncur tubuhnya,
sebuah tendangan langsung ditujukan ke nadi penting di
tubuh lawan. Melihat datangnya tendangan maut itu, kembali Lau Hiatkong
menarik kembali tangannya sambil berusaha
menghindar. Daya luncur tubuh Ngo Kong-tiong semakin cepat, ketika
nyaris menginjak kaki lawan, segera Lau Hiat-kong
menggunakan ilmu harimau bumi untuk menggelinding ke
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
samping. Sebenarnya Ngo Kong-tiong siap merebut mata uang itu
ketika tubuhnya sudah mencapai permukaan tanah, baru saja
dia bersiap menyambar mata uang itu, lagi-lagi Lau Hiat-kong
melancarkan sebuah tendangan kilat yang membuat mata
uang itu terlempar lagi sejauh beberapa kaki.
Ngo Kong-tiong segera menghimpun tenaga dalamnya
sambil melesat miring ke samping. Lau Hiat-kong tak mau
kalah, dia ikut melesat pula dari sisinya.
Kedua orang itu satu dari atas dan yang lain dari bawah
meluncur berjajar ke depan, walau hanya sekejap, namun
kedua belah pihak telah saling menyerang sebanyak beberapa
gebrakan. 373 Tatkala tenaga luncur mata uang itu sudah melewati
puncaknya, Lau Hiat-kong dan Ngo Kong-tiong turun tangan
bersama, tangan kiri Ngo Kong-tiong mencakar ke depan,
ketika hampir menyentuh mata uang itu mendadak tangan
kanan Lau Hiat-kong secepat sambaran kilat mencengkeram
urat nadinya. Begitu lawan menarik kembali tangannya, sambil tertawa
dingin Lau Hiat-kong menggerakkan tangan kirinya
menyambar mata uang itu.
Ketika tangannya hampir menyentuh uang logam itu, tibatiba
Ngo Kong-tiong membalik lagi tangan kanannya sambil
mengancam urat nadi lawan. Sementara mereka berdua masih
saling menyerang, uang logam itu jatuh ke tanah.
Helaan napas panjang bergema memecah keheningan, Ngo
Kong-tiong saling pandang sekejap dengan Lau Hiat-kong
kemudian masing-masing menarik kembali serangannya.
"Ilmu meringankan tubuh yang hebat!" puji Lau Hiat-kong
dengan dingin. "Ginkangmu juga termasuk hebat!" balas Ngo Kong-tiong
sambil tertawa. "Mari kita selesaikan pertandingan babak
ketiga ini!"
Biar usianya sudah lanjut namun dua partai pertarungan
yang baru saja berlalu seakan sama sekali tidak membuat
tenaga dalamnya jadi lemah.
Melihat itu Lau Hiat-kong berpikir, "Sehebat apapun tenaga
dalam yang dimilikinya, usiaku jauh lebih muda dan tenaga ku
lebih kuat, bagaimanapun juga aku mesti mencari kescm
patan untuk memenangkan pertarungan babak ini."
Waktu itu Ngo Kong-tiong sendiri pun punya pemikiran
yang sama, hanya saja dia anggap meski lawan hebat tenaga
dalamnya serta ilmu meringankan tubuh, namun sangat
berbeda dalam ilmu pedang, selain kematangan dibutuhkan
juga pengalaman yang luas dalam menghadapi lawan, dan
Ngo Kong-tiong menganggap pengalamannya jauh melebihi
lawan. 374 Dia segera cabut keluar pedangnya yang tebal, bunyi
dengungan tajam segera menggema di angkasa.
Lau Hiat-kong mendengus dingin, dia cabut juga
pedangnya, terlihat cahaya bianglala emas bergetar di udara,
senjata yang lentur itu segera menggeliat bagaikan seekor
ular berbisa. "Bagus, pedang ular berbisa yang hebat!" puji Ngo Kongtiong
tanpa sadar. "Rasakan juga kehebatan ilmu pedang ular berbisa!"
dengus Lau Hiat-kong dingin, pedangnya segera menusuk ke
tubuh lawan. Ngo Kong-tiong membalik tangan sambil merentangkan
senjata, "Traang!" bunga api menyebar, ujung pedang Lau
Hiat-kong tahu-tahu sudah menusuk di tubuh pedang Ngo
Kong-tiong yang tebal.
Sembari membendung serangan pedang lawan, Ngo Kongtiong
melancarkan tiga serangan balasan, jangan dilihat
pedang miliknya tebal lagi berat, ternyata ketebalan senjata
sama sekali tidak mempengaruhi kecepatan, tapi sayang
semua tusukan itu berhasil dipunahkan oleh Lau Hiat-kong
secara mudah. Begitu berhasil mementahkan serangan lawan, Lau Hiatkong
segera melepaskan lima tusukan balasan, semua
serangan dilancarkan dengan jurus yang aneh dan berbahaya,
ibarat pagutan seekor ular berbisa, meliuk-liuk tapi sangat
mematikan. Secara beruntun Ngo Kong-tiong menangkis kelima buah
tusukan itu, kemudian balas menyerang sebanyak tujuh kali.
Pedang ular berbisa Lau Hiat-kong menggeliat berulang kali
sambil menyambar sana-sini, beruntun dia melancarkan tujuh
congkelan yang membuat semua serangan musuh
terpunahkan, secepat kilat ia lancarkan sepuluh serangan
balasan. Makin bertarung gerakan tubuh kedua orang ini semakin
cepat, jurus serangan yang dipakai pun semakin hebat dan
375 mengerikan, hingga pada akhirnya hanya desingan angin
tajam yang terdengar memenuhi arena.
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan tercekat si
Tangan besi mulai berpikir, "Celaka, kalau keadaan seperti ini
dibiarkan berlangsung terus, lama kelamaan Ngo Kong-tiong
bisa tak tahan, usianya sudah lanjut, daya tahan Lau Hiatkong
semestinya jauh lebih tangguh."
Di pihak lain, Cing Sau-song sendiri pun merasakan
terkesiap, dia sadar bahwa pengalaman tempur yang dimiliki
Ngo Kong-tiong jauh melebihi Lau Hiat-kong, bila bertarung
dalam jangka panjang, maka asal Lau Hiat-kong sedikit kurang
berhati-hati, besar kemungkinan dia akan menderita
kekalahan total.
Mendadak kedua orang itu menghentikan gerakan
tubuhnya secara tiba-tiba. Ketika semua orang berpaling,
tampak Lau Hiat-kong dan Ngo Kong-tiong berdiri saling
berhadapan dengan napas tersengal, wajah mereka pucat pias
bagai mayat. Waktu itu ujung pedang milik Ngo Kong-tiong sudah berada
setengah inci di depan dada Lau Hiat-kong, sementara pedang
ular berbisa milik Lau Hiat-kong berada setengah inci di atas
Bi-sim-hiat di kening Ngo Kong-tiong.
Ternyata sewaktu kedua orang itu bertempur hingga
mencapai puncaknya, Ngo Kong-tiong mulai merasa kehabisan
napas, terpaksa dia berlagak seakan kehabisan tenaga dan
tubuhnya roboh terjengkang.
Lau Hiat-kong menyangka lawannya keok, dia segera
merangsek maju, siapa tahu pada saat itulah ujung pedang
Ngo Kong-tiong sudah menusuk ke arah dadanya.
Sayang dia sudah tua hingga tenaganya banyak terkuras,
sehebatnya taktik yang ia pergunakan, gerak serangannya
tetap lamban, Lau Hiat-kong memanfaatkan kesempatan itu
untuk menusuk Bi-sim-hiat lawan.
Cing Sau-song tertegun sesaat, kemudian segera teriaknya,
"Hanya saling menutul, hanya saling menutul ...!" dia kuatir
376 kedua orang itu terbakar emosi hingga melanjutkan
tusukannya "Betul, anggap saja partai ini seri," sambung Si Ceng-laug
cepat. Karena partai pertama telah dimenangkan si Tangan besi
meski partai kedua seri, asal partai ketiga tidak kalah maka
pihaknya akan menangkan pertandingan ini, oleh sebab itu
segera dia ikut berseru.
Pelan-pelan Ngo Kong-tiong dan Lau Hiat-kong menarik
kembali pedangnya sembari mengatur pernapasan.
"Ilmu pedang yang hebat!" puji Ngo Kong-tiong kemudian.
"Kau pun hebat juga!" balas Lau Hiat-kong.
Kedua orang itu saling berpandangan sekejap, rasa kagum
timbul dalam hati masing-masing.
Dalam pada itu Pak-shia Shiacu Ciu Pek-ih dan Naga sakti
Cing Sau-song sudah tampil ke tengah arena, pertarungan
yang menentukan menang kalah segera akan dimulai.
Di pihak lain, waktu itu Liu Ing-peng telah bertarung sengit
melawan si Tongkat raja bengis Yu Thian-Iiong, setelah
berhasil membunuh Sepasang golok pencabut nyawa Beciangkwe,
seorang prajuritnya juga ikut tewas terbunuh,
sisanya yang tinggal dua orang masih terlibat dalam
pertarungan sengit melawan lima belas orang bandit.
Biarpun Liu Eng-peng seorang diri harus berhadapan
dengan belasan orang, namun dengan mengandalkan golok
kilatnya serta gerakan tubuhnya yang enteng, untuk sesaat
belasan orang itu tak mampu berbuat banyak, malah tak lama
kemudian ia berhasil menghajar dua orang lawannya.
Ia sadar bila pertarungan semacam ini dibiarkan
berlangsung terus, meski setengah jam kemudian pun belum
tentu ia berhasil menghabisi sisa sembilan orang bandit yang
masih bertahan, padahal kedua orang sisa prajuritnya tak
mungkin bisa bertahan lama.
Bila kedua orang prajurit itu ikut roboh, maka belasan
orang bandit itu pasti akan ikut mengerubutnya, dalam
377 keadaan semacam itu biar dia punya tiga kepala enam lengan
pada akhirnya pasti akan ditawan musuh.
Di saat yang amat kritis itulah mendadak ia mendengar
bentakan gusar seorang, disusul munculnya sesosok bayangan
manusia. Tiga orang bandit yang sedang mengepung kedua orang
prajurit itu hanya merasakan pandangan matanya kabur, tahutahu
seorang berwajah keren seakan memiliki tiga buah
tangan telah menyambar ke arah mereka.
Rasa tertegunnya belum lenyap, tahu-tahu ketiga orang itu
sudah terlempar keluar arena.
Sebagai jagoan berpengalaman, tentu saja ketiga orang itu
mandah menyerah, mereka berjumpalitan di udara, lalu
melayang turun lagi, siapa sangka tenaga lemparan itu sangat
aneh, bukan saja ketiga orang itu gagal melayang turun,
bahkan tubuh mereka terjengkang dengan kepala di bawah,
tak ampun batok kepala mereka menumbuk di batu cadas
hingga hancur, tentu saja nyawa mereka pun ikut berangkat
ke langit barat.
"Ciu-huciangkun!" teriak Liu Ing-peng kegirangan. Ternyata
jagoan yang baru muncul memang tak lain adalah Ciu Lengliong!
Panglima perang ini tersohor sebagai si Monyet sakti
bertangan tiga, sewaktu bertarung melawan musuh, dia
seolah memiliki tiga lengan yang bisa melancarkan serangan,
bukan saja jurus serangannya aneh bagai Kwan Im bertangan
seribu, pada hakikatnya musuh tak sempat melihat jelas apa
yang terjadi. Kembali Ciu Leng-liong menyelinap maju ke depan, lagi-lagi
dia menghadang tiga orang bandit.
Salah seorang bandit yang sempat melihat kehebatan
musuhnya menghabisi nyawa ketiga orang rekannya dengan
sekali gebrakan jadi keder dan pecah nyali, tergopoh-gopoh
dia berkelit ke samping, sementara kedua orang rekannya
maju membacok dengan nekad, "Wees, weesss!" dua kali
desingan tajam bergema, tahu-tahu tubuh kedua orang itu
378 sudah terlempar sejauh beberapa kaki dan tewas dengan
tulang badan hancur.
ooOOoo 13. Pertempuran sebelas pedang.
Kembali Ciu Leng-liong merangsek maju untuk
menghadang tiga orang bandit lain, dua orang di antara
bandit itu segera melompat mundur untuk berkelit, salah
seorang di antaranya tak keburu kabur, segera ditangkap dan
diangkat tinggi-tinggi, belum sempat ia berontak, tubuhnya
sudah dilemparkan ke arah seorang rekannya.
Dalam keadaan kaget, bandit itu langsung menghujamkan
goloknya ke depan, "Bruuuk!" ujung golok langsung tembus di
tubuh bandit yang terlempar tadi, merasa dirinya ditusuk
rekan sendiri, bandit itu meraung kalap, sesaat menjelang
ajalnya dia melancarkan sebuah bacokan pula, akibatnya
kedua orang itu mati mengenaskan.
Ciu Leng-liong kembali unjuk kebolehan, dalam sekejap dia
telah membunuh tujuh orang penyamun, keangkeran serta
keganasannya memaksa kawanan bandit yang mengepung di
sekelilingnya kabur menghindarkan diri.
Ciu Leng-liong mendengus dingin, tangannya berkelebat
berusaha menyambar tubuh kawanan bandit yang kabur,
ketika sambarannya gagal, segera dia lepaskan tiga tusukan
maut. Di antara tiga garis cahaya pedang yang menyilaukan
mata, tiga orang bandit menjerit kesakitan dan roboh
terkapar. Kembali Ciu Leng-liong mendengus, dengan langkah lebar
dia serbu kawanan bandit yang sedang mengepung Liu Ingpeng.
Kemunculan Ciu Leng-liong yang tiba-tiba, bahkan dalam
sekejap berhasil membantai sepuluh orang bandit, membuat
sisa lima orang yang masih hidup ketakutan setengah mati,
karena semangat tempurnya buyar, dalam waktu singkat
379 mereka dibikin keteter oleh serangan dua prajurit yang justru
bangkit semangatnya setelah melihat kehadiran sang
panglima. Tiba di tepi arena pertarungan, kembali Ciu Leng-liong
melancarkan tiga buah serangan kilat, di antara kilauan
cahaya tajam kembali dua orang bandit menjerit ngeri dan
roboh bermandikan darah, ia memutar badannya bagai
gangsing, lagi-lagi tiga buah serangan berantai dilancarkan.
"Traaang, traaang, traaang!" kali ini ketiga buah
serangannya berhasil ditangkis orang, ketika berpaling, Ciu
Leng-liong segera mengenali orang itu adalah si Tongkat raja
bengis Yu Thian-liong.
Waktu itu Yu Thian-liong sedang marah karena posisi di
atas angin yang berhasil diraihnya dengan susah payah
dihancurkan oleh serangan Ciu Leng-liong, tanpa banyak
bicara dia langsung mengayunkan tongkatnya dan
dihantamkan ke tubuh lawan.
"Sreet, sreeet, sreeet" Ciu Leng-liong melepaskan
serangkaian tusukan yang memaksa Yu Thian-liong mundur ke
belakang, kemudian serunya, "Opas Liu, kawanan kurcaci itu
kuserahkan kepadamu."
Lalu sambil berpaling ke arah Yu Thian-liong, ujarnya pula,
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dalam namamu ada kata naga, namaku juga memakai kata
naga, mari kita buktikan naga mana yang akan menang."
Sementara itu Liu Ing-peng yang merasa daya tekanannya
berkurang banyak, segera memanfaatkan peluang itu untuk
melancarkan serangkaian babatan, kembali tiga orang bandit
roboh binasa. Sisanya yang tiga orang lagi tak berani bertarung lebih
lama, mereka segera putar badan dan kabur terbirit-birit,
sayang kecepatan lari mereka tak sanggup menandingi
kecepatan Liu Ing-peng, akhirnya orang-orang itu terjungkal
semua dalam keadaan tak bernyawa.
Kembali Liu Ing-peng mengayunkan goloknya bergabung
dengan dua orang prajurit itu, tak selang lama seluruh bandit
sudah habis terbantai, kini tinggal Yu Thian-liong seorang
380 yang harus bersusah-payah bertarung sengit melawan si
Monyet sakti bertangan tiga Ciu Leng-liong.
Di tengah pertempuran, mendadak Ciu Leng-liong
membentak keras, "Lihat serangan!"
Yu Thian-liong mengira musuh melepaskan senjata rahasia,
segera dia berkelit ke samping, siapa tahu bukan amgi yang
dilepas, pedang Ciu Leng-liong tahu-tahu sudah merangsek ke
depan sambil melancarkan beberapa jurus serangan
mematikan. "Lihat serangan!" kembali Ciu Leng-liong membentak.
Sekali lagi Yu Thian-liong berkelit ke samping, lagi-lagi tak
ada senjata rahasia yang menyambar tiba, pertarungan pun
kembali berlangsung cepat.
'Lihat serangan!" kembali Ciu Leng-liong membentak sambil
mengangkat tangannya ke atas.
Yu Thian-liong menyangka musuhnya hanya menggertak
saja, dia enggan tertipu, siapa tahu kali ini benar-benar
muncul tujuh delapan belas macam senjata rahasia yang
langsung menyergap ke arahnya.
Yu Thian-liong tak menyangka kali ini pihak lawan benarbenar
melepaskan senjata rahasia, dia pun tidak mengira
kalau ada orang bisa melepaskan belasan macam senjata
rahasia dalam waktu yang bersamaan, tergopoh-gopoh dia
putar toyanya untuk menangkis, sebelas dua belas macam
senjata rahasia segera tersapu rontok, tapi masih ada lima
enam macam am-gi yang tetap menghujam di kaki, lengan,
paha, bahu dan lututnya.
Yu Thian-liong menjerit kesakitan, saking sakitnya dia
sampai tak mampu menggenggam toyanya lagi, badannya
segera roboh terguling di tanah.
Liu Ing-peng segera mengayunkan goloknya siap
membunuh orang itu, tapi Ciu Leng-liong segera menangkis
dengan pedangnya, sekalian ia totok empat buah jalan darah
di tubuh si Toya raja bengis Yu Thian-liong, membuat orang
itu tak mampu berkutik lagi.
381 Setelah beristirahat sejenak untuk mengatur pernafasan,
Ciu Leng-liong, Liu Ing-peng dan kedua orang prajurit itu
berangkat untuk bergabung dengan pasukan induk.
Ketika itu pertarungan antara Cing Sau-song melawan Ciu
Pek-ih sedang berlangsung amat sengit, deru angin tajam
serasa menyelimuti seluruh angkasa.
Ternyata pertarungan antara Cing Sau-song melawan Ciu
Pek-ih sudah mulai berlangsung, ilmu yang mereka adu adalah
ilmu pedang. Ciu Pek-ih dengan ilmu pedangnya menyerang lawan habishabisan,
bagai sambaran petir menggelegar tiada hentinya di
sekeliling tubuh musuh.
Cing Sau-song tak berani bertindak gegabah, pedang hijau
pupusnya diputar bagaikan seekor naga hijau yang
beterbangan di angkasa, sambarannya di antara kilatan
cahaya putih membiaskan satu pemandangan yang indah di
udara. Setelah bertarung lima puluh gebrakan, jurus serangan
Cing Sau-song makin aneh dan banyak perubahan, sudut
serangan yang diarah pun sukar diduga sebelumnya,
semuanya dilakukan dengan ringan dan lincah.
Jurus serangan Ciu Pek-ih pun cepat, seringkali Cing Sausong
gagal menemukan titik kelemahan lawan, semakin
diteter semakin sulit baginya untuk mendekati lawan, sehingga
tak satu pun serangan yang dilancarkannya berhasil
mendekati tubuh lawan.
Tujuh puluh gebrakan kemudian, tiba-tiba Cing Sau-song
berseru sambil tertawa terbahak-bahak, "Ternyata ilmu
pedang sambaran petir luar biasa hebatnya, sekarang cobalah
It-cu-kiam-hoat (ilmu pedang satu huruf) ini!"
Cing Sau-song adalah seorang jago berbakat alam, setiap
kali bertemu jurus serangan yang ampuh, dia selau dapat
men-ciptakan sebuah jurus tandingan untuk menjebol gerak
serangan lawan.
382 Biasanya setiap kali dia menerima satu jurus serangan
lawan, maka jurus berikutnya dia sudah berhasil menciptakan
jurus tandingan.
Namun dalam pertarungan kali ini, berhubung jurus
serangan yang dimiliki Ciu Pek-ih terlalu cepat dan hebat, Cing
Sau-song butuh tujuh puluh gebrakan baru berhasil
menciptakan ilmu pedang satu huruf untuk menandinginya.
Kunci utama yang diandalkan Ciu Pek-ih dalam ilmu pedang
sambaran petirnya adalah kecepatan, dengan kecepatan
penuh, sudut serangan paling jitu dan jarak paling dekat dia
lukai musuhnya.
Sebaliknya inti ilmu pedang satu huruf adalah kelurusan,
seperti tulisan 'Satu' sendiri, gerak serangannya lempang,
datar dan menyatu, keterbukaan justru menjadi kontra dari
kecepatan petir.
Ketika Ciu Pek-ih melepaskan sebuah tusukan dengan
kecepatan luar biasa, Cing Sau-song segera melintangkan
pedangnya untuk menangkis, dengan jurus It-wi-tok-kang
(sebuah sampan menyeberangi sungai) dia giring senjata
lawan ke arah lain.
Merasa senjatanya digiring ke samping untuk dibuang, Ciu
Pek-ih segera miringkan senjata sambil menusuk kembali
dengan jurus Kim-coa-yu-cau (ular emas meluncur pergi), di
antara kilatan cahaya pedang satu tusukan demi satu tusukan
dilontarkan secara beruntun.
Cing Sau-song menjengek dingin, menggunakan jurus It-citionggoan
(menuding daratan tionggoan) dia tusuk tubuh
pedang lawan sesaat sebelum pedang Ciu Pek-ih sempat
diputar, "Triiing!" diiringi dentingan nyaring, tubuh senjata
melenceng ke samping dan gagallah Ciu Pek-ih melanjutkan
gerak serangannya.
Begitu berhasil dengan serangan pertama, Cing Sau-song
tidak menyia-nyiakan kesempatan lagi, secara beruntun dia
lancarkan tiga serangan dengan jurus It-coat-ji-hiong
(menentukan jantan dan betina), It-nian-ci-jak (salah dalam
keputusan sesaat) dan It-tok-ci-hoat (satu sentuhan
383 mengobarkan semuanya), tiga rangkaian serangan yang
memaksa Ciu Pek-ih harus mundur sejauh tiga langkah.
Untuk sesaat Ciu Pek-ih agak tertegun, segera dia
membalik senjatanya menggunakan jurus Seng-kong-tiamtiam
(cahaya bin-tang berbintik), serentetan titik cahaya
bintang yang menyilaukan mata langsung membungkus batok
kepala musuh. Cing Sau-song membentak keras, tiba-tiba dia melambung
ke udara diiringi sekilas cahaya yang menembus berbintik
cahaya bintang, inilah jurus It-hui-jiong-thian (terbang
melambung menembus angkasa), kemudian secepat kilat dia
menusuk ke bawah dengan jurus It-tiam-leng-si (tutulan sakti
membangkitkan sukma) mengancam batok kepala musuh.
Dengan perasaan terkejut Ciu Pek-ih merendahkan
kepalanya, sekalipun berhasil lolos dari babatan lawan, tak
urung kain pengikat kepalanya tersambar hingga lepas.
Tanpa menggubris ikat kepalanya, Ciu Pek-ih mundur
sambil melancarkan sebuah tusukan, dia ancam sepasang kaki
Cing Sau-song dengan jurus To-sit-kim-liong (memanah balik
naga emas). Cing Sau-song sangat terkejut, dia tidak mengira serangan
balasan Ciu Pek-ih dilancarkan secepat itu, segera dia gunakan
jurus It-bai-ji-san (satu tepukan memisah jadi dua) dengan
menutulkan ujung pedangnya di tubuh senjata Ciu Pek-ih, lalu
menggunakan kesempatan itu badannya melejit ke udara
untuk menghindarkan diri.
Sementara para penonton berseru tertahan karena kaget,
Cing Sau-song yang berada di udara telah melancarkan
sebuah tusukan lagi dengan jurus It-lok-jian-cang (sekali jatuh
ribuan kaki). Menggunakan tenaga dorongan ke belakang itu dia
menggeser selangkah ke samping, meloloskan diri dari
tusukan itu. "Bagus!" bentak Cing Sau-song, dengan jurus It-say-jian-li
(sekali bergeser ribuan li) dia lepaskan tusukan lagi ke depan.
384 Waktu itu ujung pedang Ciu Pek-ih menghadap ke
belakang, dalam keadaan begini tak sempat baginya untuk
berbalik sambil melepaskan serangan, untung saja dia adalah
jago pedang kenamaan, pedangnya digetarkan hingga ujung
pedang mendengung, dengan jurus Tiang-liong-ji-hay (naga
panjang menyusup ke laut) dia tusuk perut Cing Sau-song.
Biarpun jurus serangan ini dilancarkan belakangan, namun
tiba lebih dulu pada sasaran, sebuah jurus pertolongan yang
amat jitu. Agak berubah paras muka Cing Sau-song, meski
kaget namun tak sampai membuatnya panik, dia putar
pedangnya dan dengan jurus It-kian-ji-ku (pertemuan pertama
serasa sahabat lama), "Tring!" dia tahan serangan itu dengan
menangkis pada gagang pedang lawan.
Dalam keadaan begini, bila Ciu Pek-ih tetap melanjutkan
serangannya, niscaya jari tangannya akan tersayat oleh ujung
pedang lawan, terpaksa ia kendorkan tangan sambil
membuyarkan ancaman.
Tujuan Cing Sau-song menggunakan jurus It-kian-ji-ku ini
memang bertujuan memaksa Ciu Pek-ih melepaskan
senjatanya. Pak-shia Shiacu Ciu Pek-ih bukan jagoan kemarin sore,
begitu pedangnya terlepas dari genggaman, sepasang
tangannya segera diayun menggulung ke angkasa, ia siap
menghajar musuh dengan ilmu Kiu-ku-ceng-jit-sin-kang.
Siapa tahu Cing Sau-song sama sekali tidak menanggapi,
sambil tertawa ia menarik kembali pedangnya.
Dengan perasaan tertegun Ciu Pek-ih berpikir, "Janganjangan
dia anggap aku telah kalah lantaran pedangku terlepas
dari genggaman" Tapi toh tak pernah ada perjanjian semacam
ini sebelum bertarung tadi" Biarpun aku kalah dalam hal ilmu
pedang, bukan berarti kalah dalam tenaga dalam."
Berpikir begitu dia pun berseru, "Maaf!" dengan jurus Jitcautong-sin (sang surya terbit di ufuk timur) sepasang
telapak tangannya melancarkan serangan kilat.
Di saat Ciu Pek-ih masih tertegun, Cing Sau-song
tersenyum, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia lancarkan
385 sebuah tusukan lagi ke depan, ternyata jurus serangan yang
digunakan adalah It-siau-tiam-shia (senyuman yang
memabukkan kota) dari aliran sesat.
Sebelum melancarkan serangan, biasanya orang akan
selalu tertawa lebih dulu untuk mengecoh lawan, di saat
musuh tidak waspada dan tak menduga itulah sebuah tusukan
maut langsung dilontarkan.
Ketika melepaskan tusukan itu, ternyata Cing Sau-song
sama sekali tidak menggubris atau menghindarkan diri dari
ancaman sepasang tangan Ciu Pek-ih.
Sebenarnya ilmu pedang sambaran petir Ciu Pek-ih
memang sangat hebat, keunggulannya terletak pada
kemampuannya mendahului serangan musuh, tapi sayang
sekarang ia sudah tak bersenjata, biarpun jurus serangannya
ampuh, telapak tangannya tidak mampu mendahului
kecepatan pedang musuh.
Ketika telapak tangannya masih berada satu inci dari tubuh
Cing Sau-song, ujung pedang lawan sudah menempel di
tenggorokannya.
Padahal waktu itu Cing Sau-song juga amat terkesiap,
sebenarnya dia ingin memanfaatkan kesempatan di saat Ciu
Pek-ih sedang tertegun untuk merebut posisi lebih
menguntungkan, dalam perhitungannya, dia sanggup
mengancam lawan dengan ujung pedangnya sebelum
sepasang telapak lawan mengancam dirinya, siapa tahu gerak
serangan Ciu Pek-ih sedemikian cepat meski telapak
tangannya masih berada satu inci dari tubuhnya, tenaga
pukulan telah menyusup lebih dulu ke dalam badannya
Masih untung dia cepat bereaksi, coba kalau serangannya
sedikit terlambat, dapat dipastikan yang menderita kekalahan
dalam pertarungan ini adalah dirinya bukan Ciu Pek-ih
Pelan-pelan Cing Sau-song menarik kembali pedangnya dan
berkata, "Beruntung, sungguh beruntung!"
Ciu Pek-ih turut menarik kembali serangannya samlnl
menghela napas panjang, katanya, "Kecepatan serangan Cing
386 sianseng benar-benar luar biasa, selama hidup belum pernah
kusaksikan kehebatan semacam ini"
Hasil dari tiga babak pertarungan adalah:
Babak pertama, si Tangan besi berhasil mengungguli Wan
Beng-tin. Babak kedua, Ngo Kong-tiong melawan Lau Hiat-kong
dengan hasil seri.
Babak ketiga, Cing Sau-song berhasil mengungguli Ciu Pekih.
Karena dalam tiga babak pertarungan masih belum berhasil
menetapkan siapa pemenangnya, tiba-tiba si Tangan besi
berbisik lirih kepada Si Ceng-tang, "Ciangkun, bagaimana
kalau Cayhe turun sekali lagi untuk membuat keok Cing Sausong?"
Si Ceng-tang sendiri pun sadar, lantaran tiga babak
pertarungan berlangsung seri, berarti harus diselenggarakan
satu babak pertarungan lagi dan pada partai terakhir ini pihak
lawan pasti mengutus jagoan yang paling hebat ilmu silatnya,
tentunya adalah si Naga sakti.
Bicara soal ilmu silat, dia sadar bukan tandingan lawan, bila
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pihaknya tak ada wakil yang sepadan, dapat dipastikan pihak
mereka akan menelan kekalahan getir.
Mendengar tawaran itu, dengan penuh kegirangan sahut Si
Ceng-tang, "Jika begitu kuserahkan pertarungan itu
kepadamu."
Dengan cepat si Tangan besi melompat maju ke tengah
arena, serunya lantang, "Dalam tiga babak pertarungan tadi
hasilnya sekali seri, sekali menang dan sekali kalah, silakan
kalian utus seorang wakil lagi untuk menentukan menang
kalah melawanku."
"Hahaha" Cing Sau-song tertawa tergelak, sambil maju
dengan langkah lebar sahutnya, "kelihatannya aku memang
harus bertarung melawan saudara Thi."
"Setelah menyaksikan kehebatan ilmu pedang Sianseng,
aku merasa kagum sekali," kata si Tangan besi sambil
menjura, lalu dia membungkukkan badan memungut pedang
387 milik Ciu Pek-ih dan katanya lagi, "Boleh aku pinjam
pedangmu?"
"Silakan!"
Kembali Tangan besi berkata kepada Cing Sau-song,
"Cayhe ingin menggunakan pedang untuk minta petunjuk ilmu
pedang Sianseng, oleh karena ilmu pedang yang Sianseng
gunakan adalah It-ci-kiam-hoat yang tidak butuh terlalu
banyak jurus serangan, maka aku ingin membatasi diri dengan
sepuluh gebrakan saja, bila dalam sepuluh jurus aku tak
berhasil menangkan Sianseng, anggap saja akulah yang
kalah." Semua orang terkesiap mendengar perkataan itu, ketika
menyanggupi mengalahkan Wan Beng-tin dalam dua puluh
gebrakan saja dia nyaris kalah, tak disangka sekarang dia
malah sesumbar akan mengalahkan Cing Sau-song dalam
sepuluh gebrakan.
Si Ceng-tang tahu bahwa si Tangan besi dari empat opas
termashur karena kepandaian tangan kosongnya, soal ilmu
pedang jelas dia bukan tandingan si Darah dingin, tapi
sekarang ia justru menantang seorang jago pedang untuk
bertanding pedang, bahkan membatasi diri dalam sepuluh
gebrakan, hal ini jelas sangat memandang rendah
kemampuan lawan.
Terdengar si Tangan besi berkata lebih lanjut, "Oleh karena
ilmu pedang yang Sianseng gunakan adalah It-ci-kiam-hoat,
ilmu pedang satu huruf, maka sepuluh jurus yang akan
kugunakan juga mesti diberi batasan, jurus pertama harus
mengandung kata 'satu' seperti misalnya jurus It-tham-hongsui
(satu telaga satu air bah) dari Ji-gi-bun, jurus kedua harus
ada angka 'dua' seperti jurus Ji-tok-ciau-hong (bertarung
dalam pertemuan kedua) dari perguruan Hui-eng-bun, jurus
ketiga pun tentu harus mengandung kata 'tiga' seperti jurus
Hong-hong-sam-tiam-tau (burung hong tiga kali mengangguk)
dari perkumpulan Sin-pian-pang. Jadi tegasnya bila ilmu yang
digunakan saudara Cing bukan ilmu pedang satu huruf maka
kau akan dianggap kalah, sebaliknya bila Cayhe tidak
388 menggunakan jurus dengan angka yang berurutan maka
anggap saja aku yang kalah, entah bagaimana menurut
pendapat Cing-sianseng?"
Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah Cing Sausong
dipandang enteng orang lain seperti saat ini, tanpa
terasa pikirnya, "Kurangajar, kalau tidak kuberi pelajaran yang
setimpal hari ini, dianggapnya aku Cing Sau-song gampang
dipermainkan."
Tapi sebagai orang pintar dia enggan masuk perangkap
orang, maka bukannya marah dia malah menjawab sambil
tertawa, "Saudara Thi, Kau ingin merobohkan aku dalam
sepuluh jurus dan bila gagal berarti akan kalah" Apakah
keputusanmu itu tidak terlalu menguntungkan pihakku?"
"Cing-sianseng, aku tak berani memandang rendah dirimu,
padahal aku tak yakin bisa menangkan Sianseng, daripada
malu karena tak bisa mengalahkan dirimu, maka sengaja aku
mencari sebuah alasan untuk menutup rasa maluku" sahut si
Tangan besi sambil tertawa.
Maksud perkataan itu sangat jelas. Meski tahu tak bisa
menangkan Cing Sau-song, namun untuk bertahan sebanyak
sepuluh gebrakan masih bukan masalah, walaupun harus
mengaku kalah, kekalahan itu tidak terlalu memalukan.
Ngo Kong-tiong, Sin Ceng-tang dan para jago lainnya
merasa sangat tidak puas, mereka tak senang karena si
Tangan besi mengakui kelemahan sendiri sebelum
pertarungan dimulai.
Pek Huan-ji berkerut kening, baru saja ia ingin bertanya,
Ciu Pek-ih sudah mengulap tangannya sambil menukas, "Aku
percaya saudara Thi tentu mempunyai maksud lain."
Sementara itu Wan Beng-tin memutar biji matanya, sebagai
orang yang sangat berhati-hati ia segera menegur, "Saudara
Thi, kau bilang akan menangkan Toako dalam sepuluh jurus?"
"Betul!"
"Kalau gagal menangkan pertarungan ini?"
"Anggap saja aku kalah."
"Bagaimana kalau kalah?"
389 "Cayhe beserta seluruh jago segera mundur dan pulang ke
kota Ciang-ciu."
"Bila Si-ciangkun menolak?"
"Aku memang bersumpah tak akan mengalah," pikir Si
Ceng-tang di hati kecilnya.
Si Tangan besi melirik panglima perang itu sekejap, lalu
sahutnya, "Jika mereka tidak pergi, aku pergi duluan."
Wan Beng-tin segera berpikir, "Asal Tangan besi pergi
meninggalkan rombongan, seakan Si Ceng-tang kehilangan
lengan kanannya, mereka tak bakal bisa berbuat banyak."
Kembali dia bertanya, "Jadi Toako hanya boleh
menggunakan ilmu pedang satu huruf?"
"Benar."
"Tidak ada batasan untuk menggunakan jurus apapun?"
"Benar!"
"Dan jurus yang kau pergunakan harus sesuai dengan
angka pada jurus ke berapa pertarungan berlangsung" Bahkan
jurus itu harus jurus serangan yang sudah diketahui umum?"
"Benar!"
"Jika kau tidak menggunakan jurus yang benar atau salah
angka?" desak Wan Beng-tin lebih jauh.
"Anggap saja aku yang kalah."
Wan Beng-tin memandang Cing Sau-song sekejap, Ketua
Lian-in-ce itu segera mengangguk seraya berseru, "Perkataan
seorang Kuncu..."
"Ibarat lari kuda yang tak bisa dibatalkan," sambung
tangan besi. Pelan-pelan Cing Sau-song tampil ke tengah arena, katanya
lagi sambil tertawa, "Saudara Thi, tampaknya aku banyak
diuntungkan dalam pertarungan ini."
"Silakan Sianseng menyerang duluan," ucap Tangan besi.
Mendengar itu, Cing Sau-song segera berpikir, "Dari angka
satu sampai sepuluh sudah pasti terdiri dari jurus serangan
karena jurus pertahanan tak bisa dihitung sebagai satu jurus,
tapi si Tangan besi kan tak bisa bertahan melulu tanpa
390 menyerang, sebab bila begitu terus, akhirnya bakal kalah di
tanganku..."
Berpikir begitu, segera ujarnya sambil tertawa, "Lantaran
saudara Thi hanya memiliki sepuluh jurus, tentu saja harus
disayangkan. Baiklah, kalau begitu biar aku melancarkan
serangan duluan."
Pedangnya segera dicabut keluar, diiringi kilatan cahaya
panjang yang membelah bumi, dia tusuk kening si Tangan
besi dengan jurus It-kiam-kong-han (pedang sakti cahaya
berkilat). Tangan besi mundur satu langkah, setelah membiarkan
serangan itu lewat, dia lintangkan pedangnya sambil
membacok ke muka.
Menyaksikan gerak serangan itu, Cing Sau-song terkesiap
karena jurus serangan yang digunakan lawan ternyata bukan
jurus pedang melainkan sebuah jurus golok yang disebut It-totoantau (sekali bacok memenggal kepala), serangan itu
langsung membabat kepala lawan.
Cing Sau-song memutar pedangnya sambil membabat kiri
dan kanan, jurus yang digunakan adalah It-sim-bu-ji (satu hati
tidak mendua), dengan satu babatan dua gerakan dia paksa
Tangan besi menarik kembali senjatanya, disusul kemudian ia
mendesak lawan dengan jurus It-gi-ku-heng (satu niat jalan
sendirian). Sebenarnya jurus It-sim-bu-ji adalah jurus serangan Thiamsimpay, sedang jurus It-gi-ku-heng merupakan jurus
serangan dari Thian-san-pay, Cing Sau-song sangat
menguasai kedua jurus itu bahkan bisa digunakan
bersambungan tanpa memperlihatkan titik kelemahan, tak
tahan semua jago bersorak memuji.
Tangan besi tidak mundur atau berkelit, dia isap perutnya
hingga cekung ke dalam, begitu lolos dari babatan pedang
lawan, ia kembali getarkan senjatanya dan menyerang sisi kiri
kanan lawan dengan jurus Ji-put-siang-bang (dua pihak tak
saling lupa). 391 Jurus Ji-put-siang-bang ini merupakan ilmu silat aliran Thipanbun, bila sampai kena maka bukan saja kendang telinga
akan rusak, korban kalau tidak mampus pun paling tidak akan
gila, yang lebih hebat lagi, dia bukannya menghindar dari
serangan Cing Sau-song, justru dengan serangan balasan dia
punahkan ancaman yang datang.
Sekali lagi tempik sorak bergema gegap gempita.
Paras muka Cing Sau-song sama sekali tidak berubah,
"Sreeet, sreeet!" dua bacokan kilat menyilang di depan tubuh
lawan, memaksa Tangan Besi menarik kembali ancamannya,
inilah jurus It-sik-ji-niau (satu batu dua burung).
Tangan besi mendengus dingin, sambil membalik tangan,
lagi-lagi dia menyerang dengan jurus Sam-jin-tong-hang (tiga
orang jalan bersama).
Cing Sau-song keteter sehingga harus mundur tiga langkah,
baru saja dia akan melancarkan serangan balasan, tiba-tiba
terlintas satu ingatan dalam benaknya, pikirnya, "Kenapa aku
tidak berlagak kalah saja sambil mundur" Asal si Tangan besi
berhasil kupancing menyerang sebanyak sepuluh jurus,
bukankah kemenangan akan berada di pihakku" Buat apa aku
mesti bersusah-payah melawan" Sedikit salah perhitungan
saja bukankah aku yang bakal keok?"
Maka sewaktu melihat serangan itu menghimpitnya, dia
segera mundur berulang kali berlagak gelagapan.
Benar juga, si Tangan besi segera merangsek maju lebih ke
depan, jurus keempat Su-bin-pat-hong (empat arah delapan
penjuru) segera dilancarkan, tampak beribu cahaya pedang
yang menyilaukan menusuk ketua Lian-in-ce itu dari sisi kiri
dan kanan. Tampak selapis cahaya pedang menembus jaring pedang
lawan dan menjebol keluar dari kepungan, inilah jurus It-soat
jian-li dari Soat-san-pay.
Tangan besi tidak memberi kesempatan kepada lawannya,
jurus kelima Ngo-tok-bwe-kay (lima kali bunga bwe mekar),
jurus keenam Lak-teng-kay-san (Lak Teng membuka bukit)
dilancarkan berbarengan.
392 Begitu jurus Ngo-tok-bwe-kay dilancarkan, tampaklah lima
bingkai cahaya pedang yang menyerupai lima putih bunga
bwe membias di angkasa, membuat pandangan mata lawan
jadi silau dan kelabakan setengah mati.
Cing Sau-song sama sekali tidak bergeming, dengan jurus
It-kiam-juan-sim (sekali tusuk menembus hati) dia patahkan
jurus serangan itu.
Namun begitu jurus keenam Lak-teng-kay-san dikeluarkan,
ibarat kapak raksasa membelah angkasa, Cing Sau-song tidak
sanggup membendung datangnya babatan itu, beruntun dia
harus mundur tujuh langkah sebelum berhasil lolos dari
sergapan itu. Tangan besi tidak sungkan lagi, jurus ketujuh Jit-si-gin-ho
(tujuh bintang sungai perak) dilontarkan, selapis bianglala
putih membungkus seluruh angkasa dan menggulung sekujur
tubuh lawan. Cing Sau-song bukan jagoan kemarin sore, dia sadar
bianglala putih yang membungkus sekeliling tubuhnya adalah
hawa pedang yang maha dahsyat, sadar bila dia tak mampu
membendung ancaman itu, segera dengan jurus It-kian-tiongcing
(cinta pada pandangan pertama) disusul jurus It-ciansiangtiau (sebuah panah sepasang rajawali) dan jurus Ithoatjian-kau (nyaris bagai di ujung tanduk) dia berusaha
melindungi dirinya.
Dengan jurus serangan yang pertama tadi ia berusaha
membuka jalan masuk ke balik lapisan pedang lawan,
kemudian dengan jurus kedua dia belah lapisan hawa pedang
lawan jadi dua bagian, baru pada jurus yang ketiga dia benarbenar
berhasil mematahkan jurus Jit-sin-gin-ho itu.
"Bagus!" hardik Tangan besi lantang.
Jurus kedelapan Pat-hong-hong-yu (hujan angin di delapan
penjuru) segera dilontarkan, jurus serangan ini berbeda jauh
bila dibandingkan jurus keempat Su-bin-pat-hong (empat arah
delapan penjuru), dengan jurus Su-bin-pat-hong tadi dia
melancarkan empat tusukan pedang ke arah depan, belakang,
kiri dan kanan, maka dengan jurus Pat-hong-hong-yu kali ini
393 selain tusukan dia sertakan juga sapuan, totokan, congkelan
dan babatan, sepuluh kali lipat lebih mengerikan ketimbang
jurus serangan sebelumnya.
Cing Sau-song mundur selangkah sambil mengeluarkan
jurus It-pay-tu-te (kalah total hancur lebur), sebuah jurus
serangan dari aliran sesat, meski tak sedap terdengarnya
namun sangat canggih untuk meloloskan diri dari ancaman
musuh sambil melancarkan bokongan.
Mula-mula serangan Tangan besi yang mengancam dari
arah belakang ditangkis, lalu tanpa menangkis ancaman yang
datang dari kiri kanan, secara beruntun dia mundur sepuluh
langkah. Diam-diam Cing Sau-song kegirangan, dia tahu Tangan besi
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlalu bernapsu mencari kemenangan cepat sehingga dalam
waktu singkat dia telah menggunakan delapan dari sepuluh
jurus yang dijanjikan, asal dia bisa bertahan dua gebrakan
lagi, maka.... Mendadak ia merasa punggungnya membentur sesuatu
benda dan tak bisa mundur lagi, hatinya tercekat, belum
sempat berbuat sesuatu, si Tangan besi sudah mendesak lagi
dan menyerang dengan jurus Kiu-cu-lian-huan (sembilan
peluru berantai).
Ternyata Cing Sau-song sudah dipaksa mundur tiga
langkah ketika harus menghindari jurus ketiga Sam-jin-tonghang,
kemudian mundur lagi tujuh langkah ketika menghindari
serangan keenam Lak-teng-kay-san, dan terakhir mundur lagi
sepuluh langkah untuk menghindari jurus kedelapan Pat-honghongyu, meski para jago sudah menyingkir memberi tempat,
pada akhirnya dia telah mundur hingga di depan sebatang
pohon kering. Sementara dia masih tertegun, jurus kesembilan Kiu-culianhuan si Tangan besi telah tiba di depan mata.
Meskipun Kiu-cu-lian-huan hanya terdiri dari satu tusukan
pedang, namun memiliki sembilan macam perubahan, ketika
serangan pertama terbendung akan muncul perubahan kedua,
ketiga, keempat dan seterusnya, setiap perubahan ada yang
394 kosong ada pula yang serangan nyata, membuat orang yang
menghadapinya jadi kebingungan sendiri.
Cing Sau-song sadar akan kehebatan ancaman itu, karena
tak ada jalan mundur lagi, terpaksa dia harus menghadapi
semua ancaman dengan keras lawan keras.
Dalam waktu singkat dia melancarkan pula sembilan jurus
serangan untuk mematahkan datangnya ancaman itu, It-betongsian (kuda lari paling depan), It-ciam-kian-hiat (satu
tusukan keluar darah), It-khi-ho-seng (satu sentakan
mencapai sukses), It-bing-keng-jin (satu teriakan mengejutkan
orang), It-lau-yong-gi (satu usaha langgeng abadi), It-gi-kuheng
(satu niat jalan sendiri), It-kiam-juan-sim (satu tusukan
menembus hati), It-lok-jian-cong (sekali jatuh ribuan kaki) dan
It-ci-tiong-goan (satu tudingan daratan Tionggoan), setiap
jurus serangan yang digunakan untuk menghadapi setiap
perubahan Kiu-cu-lian-huan.
"Trring, triing, triing, triiing" dalam waktu singkat ke
sembilan perubahan jurus serangan itu sudah terpatahkan
semua. Begitu selesai mematahkan serangan lawan dan sadar
dirinya sudah tak punya jalan untuk mundur, Cing Sau-song
tak ingin mati langkah, tanpa menunggu Tangan besi
melancarkan serangan, ia segera melancarkan tusukan lebih
dulu dengan jurus It-hu-tong-kwan (satu lelaki menghadapi
berbagai masalah).
Serangan ini boleh dibilang sangat hebat, Tangan besi
segera menggetarkan pedangnya dan jurus terakhir Sip-binbayhok (jebakan di sepuluh penjuru) segera dilancarkan.
Jurus Sip-bin-bay-hok Tangan besi ini justru merupakan
jurus tandingan It-hu-tong-kwan Cing Sau-song, sebagai
seorang jagoan tangguh, paling pantang bila terjebak dalam
perangkap dari sepuluh penjuru, sebab sehebat-hebatnya
seorang memang sulit untuk lolos dari kepungan maut.
Cing Sau-song tentu saja mengerti akan hal ini, begitu
melihat datangnya ancaman dari mana-mana, ia segera
395 menggunakan jurus It-hui-jiong-thian (terbang cepat
menembus angkasa) untuk lolos dari kepungan.
Sebenarnya gerakan It-hui-jiong-thian ini dapat digunakan
untuk lolos dari jaring pedang Sip-bin-bay-hok, seandainya
Cing Sau-song berhasil melarikan diri, maka si Tangan besi
akan menderita kekalahan total.
Namun secara mendadak Cing Sau-song melihat jurus Sipbinbay-hok yang dipergunakan si Tangan besi ternyata
sasarannya sedikit lebih rendah dari sesungguhnya, dia lebih
suka tidak menusuk kepala lawan tapi lebih menitik beratkan
pada dada musuh.
Dengan demikian seandainya dia melambung ke udara
dengan jurus It-hui-jiong-thian, maka sebelum tubuhnya
berhasil lolos, bisa jadi sepasang kakinya sudah keburu
terpapas kutung duluan.
Meski menghadapi bahaya, Cing Sau-song tidak panik,
ketika jurus pertama It-hu-tang-tau tidak berhasil, dia segera
mengubahnya jadi jurus kedua It-hui-jiong-thian, ketika jurus
inipun gagal ia segera merubahnya jadi gerakan ketiga Itsengput-pian (apa yang sudah jadi tak akan berubah).
Sebetulnya bila jurus It-seng-put-pian ini dilancarkan sejak
awal, jurus ini dapat menghasilkan pertahanan yang kuat
sekali bagaikan sebuah benteng baja dan tentu saja tak usah
menguatirkan kehebatan jurus Sip-bin-bay-hok lawan, tapi
berhubung gerakan ini dipakai untuk keadaan darurat,
terpaksa dia ubah ancamannya dengan menusuk pergelangan
tangan si Tangan baja sekaligus menangkis datangnya
ancaman musuh. Dengan melakukan gerakan ini, selain bisa melindungi diri
dari ancaman si Tangan besi, andaikata lawan bertekad
mengadu jiwa pun Cing Sau-song yakin masih bisa menangkis
serangan lawan dengan mengorbankan pergelangan tangan
sendiri. "Ploook, ploook!" Tangan besi sama sekali tidak mengubah
arah serangannya dan tangannya benar-benar tertusuk telak
396 oleh sepasang pedang Cing Sau-song hingga senjatanya
terjatuh ke tanah.
Belum hilang rasa girang Cing Sau-song, tiba-tiba paras
mukanya berubah hebat, ternyata ujung pedangnya sama
sekali tidak menusuk pergelangan tangan lawan sebaliknya
menusuk sebuah benda yang keras berduri atau sebangsa
lempengan baja.
Segera ketua Lian-in-ce ini menggetarkan senjatanya
sambil melakukan tangkisan, waktu itu jurus Sip-bin-bay-hok
Tangan besi sudah tiba di depan mata, seandainya waktu itu
Tangan besi masih berpedang, maka Cing Sau-song akan
mengikuti gerakan itu dengan mengubah jurus serangannya
jadi It-seng-put-pian dan serangan musuh pasti akan
terbendung semua.
Tapi keadaannya saat ini sama sekali berbeda, lantaran
musuh tak berpedang, maka ketika ujung senjata Cing Sausong
menggesek di atas lengan si Tangan besi, senjatanya itu
malah mental balik ke belakang.
Ternyata si Tangan besi telah menggunakan tangannya
sebagai pengganti pedang untuk menghabiskan jurus
serangan Sip-bin-bay-hok!
Cing Sau-song sangat kaget, dalam gugup dan paniknya ia
segera mengeluarkan jurus Thian-lo-te-wang (jala langit jaring
bumi), tanpa menarik kembali telapak tangannya, dia gunakan
sepasang siku untuk membendung sepasang telapak tangan
lawan. Jurus serangan Tangan besi ini merupakan jurus kesepuluh
atau jurus terakhir, akhirnya Sip-bin-bay-hok pun mengenai
sasaran kosong.
Untuk sesaat lamanya kedua orang itu hanya saling
berhadapan tanpa bergerak.
Dalam pada itu Liu Ing-peng, Thian Toa-ciok dan lain-lain
merasa amat sedih, karena Cing Sau-song tidak roboh, ini
berarti Tangan besi telah mengalami kekalahan.
397 Sebaliknya Koan Tiong-it, Mok Kiu-peng, Kau Cing-hong
dan Beng Yu-wi girang setengah mati karena ketua mereka
berhasil membendung jurus Sip-bin-bay-hok lawan.
Lama sekali Cing Sau-song dan Tangan besi saling
berpegangan sambil bertukar pandang, kemudian mereka
mengendorkan tangan masing-masing.
"Sepuluh jurus sudah lewat," kata Tangan besi.
"Ya, dan kau telah memenangkan pertarungan ini,"
sambung Cing Sau-song.
Tiba-tiba dia membalikkan badan seraya berseru keras,
"Kembali ke markas!"
Kawanan jago Lian-in-ce saling berpandangan dengan
perasaan tercengang, namun tak seorang pun berani
bersuara, tak sampai setengah peminuman teh kemudian
seluruh kawanan jago itu sudah lenyap tak berbekas.
Mok Kiu-peng adalah komandan pasukan, tapi sebelum
meninggalkan tempat itu ia sempat menjura ke arah Thian
Toa-ciok dari kejauhan, tampaknya orang ini menaruh kesan
yang baik terhadap opas Thian.
Lau Hiat-kong sendiri pun sempat bertukar pandang
dengan Ngo Kong-tiong, pertarungan tiga babak tadi telah
menumbuhkan rasa kagum di hati masing-masing.
Cing Sau-song sendiri sempat menjura ke arah Tangan besi
sambil memuji, "Anda benar-benar mengagumkan!"
"Ah, yang berhasil Cayhe menangkan bukan ilmu silat,
sungguh memalukan," sahut Tangan besi merendah.
"Saudara Thi tidak perlu merendah, mau adu akal atau
otot, yang jelas aku sudah kalah, sampai jumpa di lain
kesempatan," seru Cing Sau-song sambil tertawa.
Kemudian seluruh anggota Lian-in-ce berlalu dari arena
pertarungan, sebuah pertempuran yang sebenarnya akan
mengubah tempat itu jadi ladang pembantaian akhirnya
berlangsung damai.
Thian Toa-ciok benar-benar tak habis mengerti, setelah
termangu beberapa saat, tanyanya pada Liu Ing-peng, "Liu
398 kecil, kenapa mereka malah pergi setelah berhasil menangkan
pertarungan ini?"
"Aku sendiri pun kurang jelas," jawab Liu Ing-peng
termangu, "mungkin saja Thi-tayhiap yang telah menangkan
pertarungan ini."
Melihat para jago dibuat kebingungan atas kejadian itu, Ciu
Leng-liong segera menyela sambil tertawa, "Pada saat
terakhir, untuk menghadapi jurus Sip-bin-bay-hok saudara Thi,
Cing Sau-song telah menggunakan jurus serangan Thian-lo-tewang,
satu jurus serangan di luar ilmu pedang satu huruf
sehingga dialah yang kalah."
"Oooh, rupanya begitu" sekarang Liu Ing-peng dan Thian
Toa-ciok baru paham apa yang sebenarnya telah terjadi.
Dalam pada itu Si Ceng-tang telah berkata lagi, "Saudara
Thi, boleh aku menanyakan satu hal?"
"Katakan!"
"Aku hanya heran, padahal semua tahu kalau Cing Sausong
sangat hebat dan berilmu tinggi, belum tentu ada jagoan
yang sanggup menghadapinya, tapi saudara Thi berani
menantangnya untuk mengalahkan dia dalam sepuluh jurus,
dan aku lihat begitu cepat saudara Thi menyanggupi
tantangan ini, bila dipikir kembali sekarang, rasanya ...
rasanya aku jadi bingung sendiri"
Tangan besi segera tersenyum. "Tajam amat pandangan
mata Si-ciangkun, kemenangan ini sebenarnya berhasil kuraih
secara beruntung, padahal bicara soal ilmu silat, aku hanya
mampu soal tenaga dalam dan sepasang tangan besi,
sementara kepandaian lain boleh dibilang amat cetek. Jika
harus bertarung dalam jangka panjang, dapat dipastikan aku
akan keok. Sayangnya dia telah melanggar satu penyakit kecil,
sok pamer, sok hebat dan gemar cari keuntungan dari
kelemahan orang lain."
"Saudara Thi," sela Ngo Kong-tiong, "bila kau pun bukan
tandingan Cing Sau-song, apalagi jago lainnya yang hadir di
sini termasuk Lohu, saudara Ciu, saudara Si, saudara Ciu dan
399 lainnya, apa maksudmu mengatakan kalau hanya mencari
keuntungan dari kelemahan orang?"
"Mencari keuntungan dari kelemahan orang termasuk
kejahatan manusia yang sukar dihindari, apalagi aku memang
sengaja memancing dia masuk perangkap, jadi sebenarnya
perkataanku bukan bermaksud menyindir Cing Sau-song.
Bicara terus terang, aku menaruh kagum terhadap orang ini,
dia tenang, mantap, pintar dan cekatan, kecepatan reaksinya
jauh di atas kemampuanku, andai kami harus bertarung dalam
jangka waktu panjang, niscaya kekalahan berada di pihakku,
itulah sebabnya aku mesti mengalahkan dia dengan akal, aku
sengaja membatasi sepuluh jurus pertarungan dengan syarat
dia hanya boleh meng-hadapiku dengan ilmu pedang satu
huruf." "Saudara Thi, kepandaian silat yang dimiliki Cing Sau-song
memang sangat hebat," timbrung Ciu Pek-ih pula. "Aku
pernah bertarung melawannya dan ternyata aku yang punya
nama lantaran ilmu pedang, akhirnya dikalahkan dia dengan
pedang pula, kehebatannya sungguh mengagumkan. Meski
kau membatasi dia hanya boleh menggunakan ilmu pedang
satu huruf, toh kau sendiri pun hanya membatasi diri dengan
sepuluh gebrakan, jadi menurut pendapatku, kau tidak
mendapat keuntungan darinya"
Sambil tertawa si Tangan besi menggeleng, "Padahal kalau
mau bicara sejujurnya, dia lebih terikat ketimbang aku, biar
aku memakai jurus dengan angka yang berurutan, namun
pilihanku lebih luas, sementara dia hanya dibatasi satu huruf
saja, jadi posisinya yang lebih dirugikan, Seperti misal jurus
ketujuh, aku punya banyak pilihan, bisa saja aku memakai
jurus Jit-seng-poan-gwe (tujuh bintang mendampingi
rembulan) dan bukannya jurus Jit-si-gin-ho, kemudian jurus
kedelapan selain Pat-hong-hoUg-yu, aku bisa memakai jurus
Pat-bin-wi-hong (bergaya di delapan penjuru) atau Pat-siankohay (delapan dewa menyeberangi lautan) atau bahkan Pathongya-cian (pertarungan malam di delapan penjuru),
sebaliknya ilmu pedang satu hurufnya" Pilihannya terbatas
400 sekali, dia harus selalu memakai jurus yang diawali dengan
huruf 'It' (satu), jadi akulah yang sangat diuntungkan dalam
pertempuran ini, kerugian yang harus dia pikul mungkin lima
kali lipat lebih berat."
"Hahaha ... mendapat keuntungan sih benar, tapi belum
sampai lima kali lipat," seru Thian Toa-ciok sambil tertawa
tergelak. Tangan besi ikut tertawa. "Kerugiannya yang pertama, dia
tak bisa menggunakan kelebihan ilmu pedangnya untuk
menghadapiku, kerugian kedua, karena dia berpendapat asal
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa bertahan sepuluh jurus maka kemenangan berada di
pihaknya, maka dia hanya bertahan sementara kesempatan
menyerang berada di pihakku, kerugian ketiga karena aku
yang pegang peranan dalam penyerangan, maka aku punya
kesempatan untuk mendesaknya hingga mundur ke depan
pohon hingga menutup jalan mundurnya, kerugian yang
keempat aku membatasi dia hanya boleh menggunakan ilmu
pedang satu huruf, padahal sebelum bertarung dengannya,
aku sudah mengamati terus semua jurus serangannya yang
digunakan untuk menghadapi Ciu-shiacu tadi, khususnya jurus
It-hui-jiong-thian itu. Karena sudah kuduga dia bakal
menggunakan jurus ini, maka ketika menggunakan jurus Sipbinbay-hok tadi, sengaja aku merendahkan gerak
seranganku, coba kalau tidak, mungkin dia sudah lolos dari
kepungan. Lalu kerugian yang terakhir, ketika menggunakan
jurus Thian-lo-te-wang untuk membobol jurus Sip-bin-bay-hok
tadi, sebenarnya dia tidak kalah, tapi lantaran sudah ada
batasan sejak awal, maka dia jadi kalah"
"Ooh ... rupanya begitu ...." kini semua jago baru mengerti
apa yang sebetulnya telah terjadi.
Kembali Tangan besi berkata lebih jauh, "Aku berani
mengajaknya bertaruh sepuluh jurus karena dalam sepuluh
jurus itu aku sudah banyak diuntungkan, bila sudah begitu
masih belum mampu mengunggulinya, maka bertarung lebih
jauh pun akhirnya kekalahan tetap berada di pihakku, itulah
sebabnya aku mengajak dia menyelesaikan pertempuran ini
401 secepatnya. Kenyataan Cing Sau-song tetap mampu
menghadapiku hingga ju rus terakhir, walau dia kalah secara
mengenaskan, tapi nyatanya dia tetap pegang janji dan
segera menarik pasukannya tanpa menggerutu, kebesaran
jiwanya betul-betul amat mengagumkan hatiku..."
"Saudara Thi," mendadak Ciu Pek-ih menyela lagi, "meski
kau sudah mendapat lima keuntungan darinya, tapi sewaktu
Cing Sau-song menusukmu dua kali dengan jurus It-seng-putpian
tadi, kau berhasil menangkisnya dengan memakai tangan
besimu, aku rasa keberhasilanmu bukan lantaran mendapat
keuntungan" Aku percaya kau telah mengandalkan
kepandaian aslimu."
Mendengar hal itu, tanpa terasa perhatian semua orang
ikut dialihkan ke tangan si Tangan besi, namun sepasang
tangan itu kelihatan tak jauh berbeda dengan tangan biasa,
kecuali lebih berotot, lebih kekar dan kuat.
"Tak heran saudara Thi dipanggil orang si Tangan besi,"
puji Si Ceng-tang kemudian sambil tertawa. "Aku bilang dia
lebih cocok disebut si Tangan sakti"
"Aduh celaka" tiba-tiba Ciu Leng-liong menjerit tertahan.
"Apa yang tak beres?"
"Kita telah melukai Cecu kesembilan dari Lian-in-ce, si Toya
raja bengis Yu Thian-liong bahkan telah menawannya, aku
lupa menyerahkan kembali orang itu kepada mereka."
"Ya, aku malah sempat membunuh Cecu kedelapan
mereka, Sepasang golok pengejar nyawa Be-ciangkwe."
"Waah ... bisa berabe urusannya," gumam Si Ceng-tang
sambil menghentakkan kakinya dengan gelisah.
"Ya, betapa besarnya jiwa Toa-cecu mereka, bisa jadi
orang-orang itu akan membalaskan dendam bagi kematian
saudaranya," sambung Ngo Kong-tiong.
Setelah berunding beberapa saat, akhirnya mereka
putuskan untuk mengobati dulu luka yang diderita Yu Thianliong,
kemudian setelah membebaskan totokannya, dia
dibiarkan pergi meninggalkan tempat itu.
402 Lantaran identitasnya sudah ketahuan, semua orang pun
tidak melanjutkan penyaruannya. Ketika merka mulai
menghitung sisa kekuatan yang ada, diketahui rombongan Liu
Ing-peng yang terdiri dari sepuluh orang, kini sudah mati
delapan orang, sedang rombongan sepuluh orang yang
dipimpin Thian Toa-ciok kehilangan enam orang prajurit.
Setelah tiba di sebuah kota kecil dan mencari kabar,
diketahui rombongan Coh Siang-giok baru dua jam berselang
melewati tempat itu.
Menjelang senja, karena sudah seharian bertempur hingga
badan mulai terasa lelah, rombongan besar itu menuju ke
sebuah losmen untuk mencari kamar, pada saat itulah tampak
ada dua orang lelaki dengan membopong sebuah bungkusan
besar ransum berkelebat lewat memasuki losmen itu.
Dengan ketajaman mata Si Ceng-tang, sekilas pandang
saja mereka telah mengenali kedua orang itu, lelaki berlengan
tunggal dan lelaki berkaki tunggal, wajah mereka buruk dan
menyeramkan, siapa lagi kalau bukan anggota Thian-jan-pathui"
Segera Si Ceng-tang mengutus empat orang prajurit untuk
memata-matai kedua orang itu, sementara mereka mencari
sebuah losmen kecil untuk beristirahat.
Setelah mendapat tempat pemondokan, orang-orang itu
baru merundingkan operasi yang akan dilakukan malam
harinya. Menurut pendapat mereka, Coh Siang-giok dan rombongan
pasti tak akan melakukan perjalanan di tengah malam buta,
saat itu rombongan pasti sedang beristirahat untuk
mengembalikan tenaga.
Maka setelah mereka beristirahat sejenak di kamar,
bersantap malam dan membersihkan badan, dengan
Pedang Bengis Sutra Merah 2 Giring Giring Perak Karya Makmur Hendrik Bukit Pemakan Manusia 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama