Ceritasilat Novel Online

Pusaka Para Dewa 2

Pusaka Para Dewa Karya Lovely Dear Bagian 2


PUSAKA PARA DEWA Episode 5 Sudah terlalu lama kita tinggalkan Han Sian yang sedang menempa diri sambil berkabung selama satu tahun.
Satu tahun lebih Han Sian tinggal dalam sumur di lembah pedang tersebut.
Sambil terus berlatih tanpa kenal lelah. Berbekal semua ilmu-ilmu dewa yang dia telah miliki sebelumnya, membuat Han Sian dapat melatih "Ilmu Seribu Bayangan Iblis Pemusnah" dengan sempurna. Sebenarnya ilmu ini sangat
ganas sekali dan tak kenal ampun. Kalau saja ilmu ini jatuh ke tangan orang jahat, pastilah malapetaka bagi dunia persilatan.
Namun, dengan kecerdikannya, dia dapat membuang pengaruh-pengaruh yang
menyesatkan dari ilmu tersebut dan menggabungkannya dengan ilmu-ilmu yang dia sudah miliki sebelumnya. Meski demikian perbawa ilmu itu masih tetap mengerikan dan bahkan lebih dahsyat.
Di samping itu dia juga sudah berhasil melatih 2 ilmu gaib yang dia dapatkan bersama dengan ke tiga kitab kuno di Tebing Langit, yaitu "Sinar Sakti Mata Pedang" yang memiliki tenaga penghancur yang tak tertandingi. Ilmu ini dapat di salurkan lewat mata, tapi hanya boleh dikerahkan 2 kali dalam 300 hari karena sangat menguras tenaga murni. Ilmu ke dua adalah "Pat-Sian-Sin-Hoat" yaitu Ilmu penguasaan tenaga batin tingkat tinggi yang dapat mewujudkan
pengembangan ilmu sihir. Setelah setahun lewat. Han Sian keluar dari lembah tersebut. Menghirup udara segar dunia bebas kembali membuat dia senang. Tapi sayang, pengaruh
peristiwa kematian Hui Si merubah watak aslinya yang tidak suka membunuh menjadi sebaliknya. Sepak terjangnya tidak segan-segan menurunkan tangan maut dan telengas terhadap orang-orang yang di temuinya berbuat jahat.
Nampaknya ini pertanda buruk bagi dunia Hek-to.
Disamping itu pengalamannya yang luar biasa dalam lautan cinta bersama Hui Si, meninggalkan bekas yang menjadikan pemuda ini nampak sangat romantis dan membuka tangan kepada semua wanita yang dekat dengannya. Ini juga
pertanda yang kurang baik bagi dunia asmara.
Dari sejak dia keluar lembah, Han Sian telah melakukan perjalanan yang cukup jauh, bahkan memakan waktu berbulan-bulan sampai akhirnya tibalah dia di sekitar tembok besar. Saat dia memasuki sebuah dusun, hatinya tertarik karena telinganya mendengarkan suara tangis meraung-raung beberapa orang
penduduk. Segera kakinya berbelok mengarah ke pekarangan salah satu rumah terdekat di mana dia menemukan seorang petani dusun yang sedang merangkul seorang
wanita yang tampaknya adalah istrinya yang terus menangis sedih.
"Maaf paman, saya pendatang baru di sini, bolehkah saya tau apa yang
telah.....Ehh..."!" Han Sian Terkejut. Belum selesai perkataannya tiba-tiba wanita yang ada dalam rangkulan suaminya itu sudah bangkit berdiri dan berlari menyambutnya sambil mencakar-cakar seperti orang gila...
"Kau...kau...penculik bayi....kembalikan...kembalikan anakku..." teriaknya
"...kembalikan anakku..."
Dengan tenang HanSian memegang pergelangan tangan wanita itu dan segera
wanita itu menjadi lemas tak bertenaga.
"Anak muda jahat, kau pastilah penculik bayi kami"...Aku akan mengadu jiwa denganmu..." Laki-laki tersebut, begitu melihat istrinya terjatuh lemas, tak dapat menahan hatinya lagi, langsung menyambar cangkul di sampingnya dan
menyerang Han Sian dengan cangkul tersebut.
Tapi apalah artinya seorang petani kasar yang kerjanya sehari-hari hanya mencangkul di sawah" Dia tidak tahu kenapa, tiba-tiba gagang cangkulnya
patah di tengah bagian tengah...
"Maaf paman, saya adalah seorang pelancong yang kebetulan lewat di sini dan saya tidak bermaksud jahat....mungkin saya bisa membantu paman"
Petani itu menatap pemuda di depannya dengan tatapan menyelidiki. "Orang muda, kau pergilah dari sini. Kalau kau bukan orang yang kami maksud, lebih baik pergi dari sini..." Sambil berkata demikian petani itu membalikkan tubuh dan kembali merangkul istrinya tanpa memperdulikan Han Sian.
Han Sian penasaran, namun dia tidak mau memaksa orang. Sambil menarik
nafas panjang, dia melangkahkan kakinya keluar dari pekarangan rumah
tersebut. Dia melewati beberapa penduduk yang tampaknya juga mengalami masalah
yang sama. Tapi anehnya mereka tetap menutup mulut. Saking jengkelnya Han Sian terus melangkah dengan muka masam sampai tibalah dia di pinggir
sebuah sungai. Seketika hatinya senang. Kakinya melangkah mendekati sungai tersebut. Tapi segera telinganya menangkap bunyi yang tidak beres dan segera menuju asal suaratersebut. 5 orang lelaki kekar dan berewok sedang tertawa-tawa senang di sela-sela jeritan ketakutan suara 2 orang wanita muda yang manis.
"Jangan...ohh...jangan" seru seorang gadis sambil berusaha melepaskan diri dari pegangan dua orang di kanan-kirinya. Sedangkan ketiga orang pria yang lain sedang bergantian memegang dan menindih gadis yang satunya lagi yang sudah tidak berdaya dan hanya mengeluarkan suara rintihan lirih sambil
menggigit bibirnya yang berdarah.
Melihat hal ini, seketika Han Sian menampakkan diri.
"Huhh, sungguh kalian manusia-manusia tak layak hidup dan patut mampus..."
Ke lima orang itu terkejut dan segera melompat berdiri. "Siapa kau, apa
urusanmu mencampuri urusan kami"..." bentak salah satu dari mereka.
Han Sian tidak memperdulikan mereka. "Nona, jawablah pertanyaanku,
Nona...apakah kau melayani mereka dengan rela"..." Ini memang pertanyaan, namun hakikatnya tidak perlu di tanyakan. Tapi kalaupun itu di tanyakan
hanyalah untuk menemukan alasan yang kuat saja untuk bertindak.
Gadis itu tertegun sejenak..." Tidak...kami tidak mau...mereka memaksa kami"
Kelima orang itu, merasa diri mereka tidak di tanggapi menjadi semakin marah.
Pemuda lancang. Segera mereka bermaksud menyerang. Tapi belum sempat
mereka bergerak tau-tau terdengar suara mencicit tajam dari tangan Han Sian dan di lain saat ke lima orang tersebut terpental kebelakang dengan dada hancur berlubang tersambar hawa pukulan dari jari-jari tangannya..
"Iiihhhh..." Gadis yang masih sadar itu menjerit lirih dan sesaat kemudian dia telah pingsan.
Han Sian segera mengangkat ke dua gadis yang malang tersebut menjauh dari tempat itu.
Tak lama kemudian, setelah di urut-urut, kedua gadis tersebut sadar. Tapi gadis yang telah di perkosa tadi sudah tidak sanggup berdiri lagi.
Han Sian menatap mereka berdua kemudian bertanya kepada gadis yang
satunya lagi. "Nona...kalau bo..." "Yan-er, panggil saja aku Yan-er" potong gadis itu. Hal ini membuat Han Sian terdiam sesaat.
"Baiklah, nona Yan, kalau boleh ku tau, apakah yang terjadi di sini..."
Gadis itu menunduk dengan sedih. "Sambil terisak dia menjawab lirih, In-kong, entah malapetaka apa yang menimpa kami. Sudah hampir se bulan ini semua
bayi-bayi di bawah satu tahun hilang di culik orang dan kami tidak tau siapa yang melakukan hal ini..." setelah dia berhenti sejenak "apalagi gerombolan para perampok yang mengetahui keadaan kami ini uga memanfaatkan situasi
ini untuk mengambil keuntungan..."
"Hemm...Apakah ada kecurigaan, siapa dalang semua ini?"
Mendengar pertanyaan ini, wajah gadis itu seketika berubah. Dia melirik
kesana-kemari dengan ketakutan.
"Jangan khawatir nona, Aku akan menjamin keselamatanmu..."
"Ba...baiklah in-kong, aku tidak takut, lagipula hidup kami kau yang selamatkan."
Sejenak dia menarik nafas panjang, "Dusun ini, juga beberapa dusun lainnya yang berdekatan berada di sekitar lembah Rawa Hijau. Dahulu tempat itu tidak berpenghuni, tapi sekarang sudah ada. Namun kami tidak tau apa hubungannya yang lebih jelas."
---lovelydear--- Hari menjelang malam di pinggir sebuah rawa lumpur yang luas di dekat tembok besar. Suasana di pinggir rawa itu sepi-sepi saja. Namun bagi Han Sian, yang memang mempunyai maksud untuk datang ke tempat tersebut. Segera
meningkatkan kewaspadaannya.
Sekali mengenjotkan tubuhnya, dia mengerahkan Thian-In Hui-cu (Menunggang Awan Langit). Tubuhnya melayang di atas pepohonan mendekati bagian
terdalam dari lembah Rawa Hijau.
Tidak ada halangan. Tampaknya para penghuninya, kalaupun ada, sangat
terlalu percaya diri. Dalam sekejab Han Sian sudah melihat sekumpulan orang yang sedang berkumpul di tengah lembah tersebut. Jumlah mereka ada 3 orang laki-laki tua. Anehnya, ketiga orang ini tampak berjungkir balik dengan kepala di bawah.
Sementara tangan mereka memegang tengkorak-tengkorak kepala bayi. Saat
mereka mulai mengerahkan tenaga yang berhawa panas, kepala-kepala bayi
tersebut mengeluarkan asap dan perlahan-lahan mulai menyusut. Asap-asap
tersebut tidak lari kemana-mana tapi masuk ke dalam mulut mereka.
Sampai berapa lama mereka berlatih dan akhirnya ketiganya kembali
berjumplitan ke udara dengan sebat. Dilain saat mereka telah saling menyerang dengan pukulan-pukulan dahsyat yang berhawa keji. Itulah Hui-Kut-Tok-Im-Ciang (Pukulan Racun Dingin Tulang Api).
Sementara ketiga orang ini terus berlatih dengan hebat, tiba-tiba terdengar suara mendengus.
"Huh, ternyata kalian penyebab malapetaka bagi para penduduk di sekitar
sini..."!" Ketiga orang itu segera menghentikan serangan mereka, dan memandang
penuh selidik "Siapa kau...?"
"Heh, siapapun aku adanya kalian tidak perlu tahu. Aku hanya datang untuk menghentikan perbuatan-perbuatan kalian yang jahat dan membawa kepala
kalian kepada para penduduk di sekitar yang telah kalian rugikan."
"Hoaahahahahah..." ketiga orang itu tertawa, salah satunya yang tertua berkata:
"Kau bocah ingusan yang tidak tahu tingginya langit, berani mencari mati di sini...tahukah kau siapa kami"..."
Han Sian diam saja sambil terus menatap tajam ke arah mereka.
"Dengarlah orang muda, kami adalah Tee-Tok-Sam-Kwi, kami adalah salah satu dari 5 Iblis Bumi yang sakti". Orang yang termuda yang meneruskan penjelasan kakaknya dengan suara angkuh sambil berharap pemuda di depannya ini akan kedar dan ciut nyalinya.
Tapi kembali dia kecelik. Yah, keistimewaan dari tiga orang ini memang terletak dari keberadaan mereka yang selalu bersama-sama. Meskipun demikian dalam urutan 5 Iblis mereka tetap di hitung satu dan menempati urutan ke empat dalam susunan para iblis tersebut.
Namun untuk berharap Han Sian akan takut, maka masih jauh dari kata
mungkin karena pada dasarnya Han Sian memang belum pernah mendengar
nama mereka. ?"Aku tidak tahu dengan nama Iblis kalian. Aku hanya ingin membawa kepala kalian saja."
"Eh, sombongnya anak ini..."!" Berkata demikian, Orang ke dua di antar mereka segera menyerang Han Sian yang segera di elakkan pemuda itu dengan
mengengoskan tubuh ke samping sambil memapaki pukulan lawan dengan
kedua jari yang di luruskan. Dari tangannya keluar berkas pedang yang terbuat dari asap berwarna merah. Itulah salah satu jurus dari Bu-Tek Chit-Kiam-Ciang, yaitu Ang-In-Kiam-cu (Jalur Pedang Awan Merah).
"Aiaaaaaa....." Orang kedua dari ketiga iblis tersebut menjerit dan segera melontarkan tubuhnya ke belakang. Tak di sangkanya ilmu lawan sedemikian dahsyat. Untung dia cepat menarik tangannya. Kalau tidak pastilah sudah
menjadi korban hawa pukulan tajam yang sangat kuat tadi.
"Serang sama-sama" Segera terdengar suara komando dari yang tertua. Maka mulailah mereka mengurung Han Sian dan menyerangnya dengan pukulan
andalan mereka yaitu Hui-Kut-Tok-Im-Ciang.
Malam yang dingin itu, terjadi pertempuran yang dahsyat. Tigapuluh jurus telah berlalu, namun sejauh itu belum juga ketiga Iblis itu dapat mendesak Han Sian.
Bahkan justru pemuda itu yang terus mendesak mereka dengan jurus-jurus jari pedangnya yang aneh.
Lewat lima jurus kemudian, tiba-tiba Han Sian merobah permainannya. Tangan kirinya tetap memainkan jurus Ang-In-Kiam-Cu sedangkan tangan kanannya
bersilat dengan jurus ke dua yaitu Hoa-jian-Kiam-Cu (Jalur Pedang Seribu Bunga).
Dari jarinya keluar hawa pedang tanpa ujud yang mengeluarkan bau harum
bunga, tapi sangat dahsyat. Menghadapi serangan-serangan tersebut. Ketiga orang ini tak sanggup berbuat banyak. Hingga akhirnya merekapun jatuh
terpukul. Han Sian tidak berhenti sampai di situ saja. Sekali dia menggerakkan Thian-In Hui-cu, tubuhnya tiba-tiba lenyap dari pandangan lawan, dan di lain saat terdengar jeritan orang pertama-dan ke dua yang meregang putus nyama
mereka dengan kepala terpisah dari badan.
Perlahan dia turun ke tanah sambil matanya memandang tajam ke arah orang ke tiga. Orang yang di tatapnya itu nampak pucat pasi, akhirnya tanpa dapat di cegah lagi dia terjatuh dengan lutut gemetar ketakutan tanpa dapat bersuara.
"Hemmn, aku beri kau kesempatan untuk menebus dosamu, bawa kepala ini
dengan kedua tanganmu, dan akui semua perbuatan terkutuk kalian, kau hanya boleh mengerahkan tenaga agar tidak mati dari penganiayaan mereka...Ingat!
bilamana aku melihat kau melawan...maka tanganku akan menjadi tangan iblis yang akan membuat matimu matimu lebih mengerikan dari kedua saudaramu,
mengerti...?" Iblis ke tiga itu hanya mengangguk saja dan melakukan apa yang di perintahkan Pemuda sakti di hadapannya ini.
Akhirnya menjelang pagi, Orang ke tiga dari Tee-Tok-Sam-Kwi yang sangat
terkenal sakti ini berjalan lesu menuju ke arah perkampungan dan mengakui perbuatannya dan saudara-saudaranya.
Para penduduk desa yang menginterogasinya kemudian mendengar
pengakuannya dan ceritanya bahwa dia serta kedua saudaranya di kalahkan
oleh seorang yang bertangan Iblis. Para penduduk kemudian melampiaskan
dendam mereka. Dengan tenaganya yang sisa setengah, dia melindungi tubuh bagian dalamnya agar tidak mati. Tapi setiap kali dia mau melawan, matanya menangkap kilatan sinar mata yang mengancam dari jauh yang membuat hatinya keder dan takut untuk melawan.
Sementara itu Han Sian nampak puas dengan dengan pekerjaannya. Sambil
menikmati udara pagi. Dia merebahkan dirinya di bawah sebuah pohon yang
rindang. Namun beberapa saat kemudian dia menangkap suara langkahlangkah kecil mendekat. Dia membuka matanya saat langkah-langkah kaki itu tiba di depannya.
Tampak gadis cantik yang di tolongnya dari lima orang di pinggir sungai itu di hadapannya. Gadis itu paling banyak berusia 17 tahun, dan nampak segar.
Walaupun hanya gadis biasa namun kecantikan alamiahnya memang cukup
menawan dengan lekuk tubuh yang padat berisi.
"Maaf In-Kong, saya tahu bahwa budi pertolongan In-Kong yang membalaskan sakit hati desa kami sangat besar. Dan saya tahu bahwa orang yang sakti
seperti In-Kong pasti juga tidak mengharapkan balasan apa-apa, tapi..." Gadis itu terdiam sejenak dengan wajah ragu-ragu dan muka merah...
"Nona Yan, katakanlah, aku tidak akan marah..."
"Be..benarkah In-Kong tidak akan marah...?" tandasnya masih ragu-ragu.
"Iya, aku tidak akan marah." Sahut Han Sian lembut. Dia tidak habis pikir, mengapa gadis ini menjadi seperti ini.
"Mmm...kalau saya melakukan sesuatu, apakah In-Kong tetap tidak akan
marah...?" tanyanya lagi dan kali ini dengan wajah yang lebih memerah..
Han Sian jadi geli hatinya. Segera dia memejamkan matanya, menaruh tangan kirinya di belakang sementara tangan kanannya di angkat sejajar bahu dengan dua jari teracung keatas berbentuk V.
"Benar nona Yan, aku bersumpah bahwa aku sama sekali tidak
akan......hmmmmpps.." Tiba-tiba Han Sian tidak dapat melanjutkan katakatanya. Matanya terbelalak. Betapa tidak" Bibir gadis itu sudah menempel dan menyumbat mulutnya.
Sesaat dia terkejut, tapi naluri kelaki-lakiannya berbicara lain. Apalagi dia sudah tidak asing lagi dengan hal tersebut. Otomatis tubuhnya bereaksi memberikan sambutan terhadap tubuh gadis yang nampak pasrah itu. Tangan Han Sian
bekerja dengan cepat sehingga dalam sekejap saja tidak satupun pakaian gadis itu yang masih menempel di badan. Maka terjadilah pergumulan yang hangat dari kedua insan yang menikmati nikmatnya permainan cinta. Apalagi tatkala Han Sian Mulai menggerak-gerakkan pinggangnya menekan sesuatu yang
keras keluar-masuk dengan kuatnya yang di sambut dengan rintihan-rintihan serta erengan lirih dan nikmat dari Yan-Er, sampai akhirnya:
"Aakkkhhhh....oohhhhh..." Gadis itu terkulai lemas, tak kuasa menahan lagi ketika pada puncaknya dia merasakan kenikmatan yang amat...amat sangat...ini terus di ulang oleh Han Sian dan berlangsung selama 2-3 kali.
Waktu berlalu dengan cepat. Hari menjelang sore ketika Han Sian berdiri di pinggir sungai dengan berpakaian lengkap. Di belakangnya gadis itu baru saja habis membetulkan pakaiannya.
"In-Kong, sekarang apa rencanamu?"
Han Sian berbalik dan menghadap pada gadis itu sambil memandang dengan
penuh selidik "Nona Yan, apakah nona menyesal dengan semua yang telah terjadi?"
"Akhh, tidak...bisa menyenangkan orang yang telah menjadi penolongku, justru sangat menyenangkan hatiku...hanya... sebelum berpisah, bolehkah aku
mengetahui nama In-Kong" Menyelesaikan kalimatnya, Yan-Er mengangkat
wajahnya dan memandang dengan tersipu.
Han Sian membalas senyuman itu sambil mencubit dagu gadis itu. Dilain saat Tubuhnya sudah melayang menyeberangi sungai itu sampai ke seberang dan
lenyap dengan cepat. "Tuan...?" Yan-er berteriak sambil menatap hampa bayangan pemuda itu. Tapi tiba-tiba terdengar suara yang menggema di telinganya.
"Namaku Han Sian, Tee-Tok-Sam-Kwi menyebutku Tangan iblis, maka biarlah
mulai sekarang aku pakai nama itu..." perlahan suara itu lenyap.
Yan-er tertegun, dengan lirih mulutnya mengulangi nama yang baru saja sirna dari telinganya: "Tangan Iblis...ya...ya...Pendekar Asmara Tangan
Iblis.....Pendekar Asmara Tangan Iblis..."
Entah bagaimana caranya beberapa bulan kemudian, dunia kang-ouw telah
mengenal nama julukan ini sebagai salah satu dari beberapa pendatang muda yang sakti di dunia kang-ouw.
PUSAKA PARA DEWA Episode 6 Beberapa bulan kemudian, seiring dengan melejitnya nama Pendekar Asmara
Tangan Iblis yang sakti, nama yang lain juga mengikuti dengan tidak kalah tenarnya: "Pangeran Pedang Iblis" yang memiliki kedahsyatan ilmu pedang
yang tidak ada tandingan.
Kedua nama ini masih dalam bayangan misterius dari dunia persilatan. Tidak jelas berada di pihak mana mereka. Yang jelas, kaum kang-ouw sama tau
bahwa kedua orang ini tidak se jalan dengan Jit-Goat Mo-ong yang mereka
takuti. Han Sian berjalan memasuki kota Cheng-Du di propinsi Se-Chuan. Langkahnya santai, sambil menikmati pemandangan alam yang indah dia kemudian
memasuki sebuah rumah makan yang cukup besar dan mengambil tempat
duduk di bagian sudut kiri ruangan. Nampak hanya ada enam orang di situ, termasuk dirinya sendiri, tapi mereka tidak memperhatikannya. Dari sudut itu dia dapat melihat ke seluruh ruangan bahkan sampai ke-luar.
Seorang pelayan, mendekatinya: "Tuan mau makan apa?"
"Hemm, berikan saja nasi, sayur asam dan 2 potong ayam goreng." Han Sian membalas tersenyum sambil tangannya menyerahkan potongan kecil uang
perak. "Baik tuan, silahkan menunggu..." Kata pelayan tersebut kemudian berlalu dari situ. Tak lama kemudian pesanan di antar dan Han Sian makan dengan
lahapnya Beberapa saat kemudian nampak bayangan 2 orang memasuki rumah makan
itu. Tampaknya mereka adalah dua orang muda-mudi yang baru saja habis
melakukan perjalanan jauh. Dari wajah mereka nampak kusut. Sang wanita
berusia sekitar 17 tahun dan memiliki wajah yang amat cantik serta tubuh yang indah dan menggairahkan dengan baju warna merah muda yang nampak serasi
sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Sementara yang pria berusia 21 tahun dan juga tak kalah gagahnya.
Han Sian mengamati sejenak kedua orang yang menyapu ruangan tersebut
dengan pandangan mata menyelidik. Ketika sinar matanya berbenturan
dengannya, tahulah dia bahwa kedua muda-mudi ini bukanlah orang lemah,
paling tidak mereka memiliki tenaga setara para pendekar-pendekar tingkat satu. namun dia tidak melihat lebih lanjut.
Kedua orang itu mengambil tempat tepat 2 meja di sampingnya dan kebetulan pula sang wanita duduk menghadap ke arahnya. Kembali dua mata mereka
bertemu. Kali ini sinar kekaguman terpancar dari mata Han Sian, sementara wanita itu hanya tersipu sambil kemudian menunduk-kan mukanya.
Setelah memesan makanan pada pelayan yang menyambut mereka, sang
gadis berkata dengan suara merdu dan setengah berbisik:
"Kim-Toako, berapa lama lagikah perjalanan kita" Apakah mungkin kita
menemukan susiok Ui-I-Liong-Jin (kakek Naga Jubah Kuning) yang kita tidak tahu dimana keberadaannya" "
"Lian-moi, kau tenanglah...jika mengandalkan informasi suhu sebelum beliau mengembuskan nafas terakhir, maka pasti kita akan menemukannya lagi di
sekitar propensi Se-Chuan ini! Kita harus menemukannya Lian-moi, hanya dia yang dapat menyelamatkan Kim-Liong-Pay dari malapetaka dan cengkraman
iblis itu" Pemuda yang di panggil Kim-Toako itupun membalas dengan suara perlahan.
Namun semuanya itu tdk lepas dari telinga Han Sian yang tajam. Sebenarnya tidak ada maksudnya mendengarkan pembicaraan orang, tapi dasar telinganya yang terlalu tajam, dia tidak dapat berbuat apa-apa selain menguping
semuanya. Hatinya tertarik sekali. Siapa yang di maksud "Iblis" tersebut" Tapi walaupun dia menunggu sampai penasaran, kedua orang tersebut hanya diam saja sampai
habis makan. Tak lama kemudian selesailah kedua orang itu makan. Selang sejenak
merekapun lalu berdiri dan melangkah menuju pintu keluar. Sampai di luar, mereka berjalan cepat mengarah ke pintu gerbang selatan. Setelah melawati penjagaan, kedua orang muda itu mengembangkan gin-kang mereka dan berlari cepat mengarah ke sebuah hutan yang jaraknya sekitar 10 li dari pinggir kota.
Namun ketika mereka hampir tiba di pinggir hutan, lari mereka terhenti. Di hadapan mereka telah menghadang 5 orang laki-laki berusia sekitar 40-50an tahun. Berpakaian putih dan memakai ikat kepala berwarna putih dengan ukiran naga kuning. Di pinggang mereka tampak menggantung sebatang pedang
panjang. "Kalian sudah cukup jauh berjalan, karena itu kalian tidak akan kemana-mana lagi..." Salah seorang yang tampaknya adalah pemimpin mereka menegur
dengan suara datar. "Junjungan menginginkan kalian pulang untuk menerima hukuman..."
Sejenak kedua orang muda ini tertegun sejenak, tapi mereka juga tidak kaget terhadap kehadiran 5 orang ini. Hanya yang membuat mereka tidak habis pikir ialah perkataan "junjungan" yang baru saja mereka dengarkan.
"Hok-Tancu, apa maksudmu...?" Menegas suara pemuda bernama itu.
"Hem...Kim Tin Lee, kau tahu maksud kami, mulai sekarang Kim-Liong-Pay
akan menjadi lebih kuat dengan adanya junjungan kita yang sakti itu...apakah kau mengerti" Orang yang di panggil Hok-tancu membalas, tetap dengan suara datar.
"Bangsat...jadi inikah hasil kesetiaan kalian selama ini terhadap suhu yang sudah menolong dan mengangkat kalian dari kesengsaraan...Baik, hari ini aku, Kim Tin Lee akan adu jiwa untuk membasmi kalian..." Berkata demikian, dengan wajah yang penuh amarah, dia mencabut pedangnya dan langsung menerjang
ke arah Hok-tancu dengan dahsyat. Di lain saat dia telah memainkan KimLiong-Kiam-Sut. Hok-tancu melentingkan tubuh ke belakang sambil mencabut pedangnya, dan
bersiap dalam posisi menunggu dalam kuda-kuda yang kokoh. Di lain saat
mereka telah bergebrak dengan hebat. Ternyata keduanya memiliki dasar ilmu yang sama.
Sementara itu sang gadis yang melihat rekannya sudah bergebrak, segera pula mencabut pedangnya dan menyerang penghadang yang lain tak kalah
sebetnya. Setelah dua puluh jurus tampak Hok-Tancu mulai terdesak hebat. Ketiga rekan lain yang masih menonton dari tadi saling pandang dan di lain saat mereka telah bergerak membantu. Satu membantu Hok-Tancu sedang yang dua membantu
mengerubut si gadis tersebut.
Tampak bahwa memang mereka mau segera menangkap si gadis hidup-hidup.
Hal ini bukannya tidak di sadari juga oleh Kim Tin Lee, hanya saja dia tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan dirinya. Apa lagi saat dia melihat si gadis yang beberapa kali mengeluarkan suara menjerit kecil ketika bajunya mulai robek sana-sini sehingga mengganggu perhatiannya sehingga permainan pedangnya menjadi kacau.
Dengan nekat, akhirnya Kim Tin Lee memekik nyaring, tubuhnya melesat ke
atas setinggi tiga tombak, pedangnya di gerakkan dengan 7 kali serangan
beruntun yang mematikan di tubuh lawan. Serangan ini ganas, namun
hakikatnya ia tidak memperdulikan nyawa lagi karena jurus ini menyerang tanpa bertahan. Inilah jurus Sin-liong-chit-kiam (Tujuh pedang naga sakti) yang ampuh.
Hok-Tancu dan rekannya yang terkejut melihat ini, mereka tahu lawan mau adu jiwa. Akan tetapi mereka mengenal jurus itu dan tau kedahsyatannya maka
segera mereka melompat jauh ke belakang sambil bersiap untuk membalas
dengan jurus andalan. Namun mereka segera kehilangan lawannya karena
waktu yang sempit itu tidak di sia-siakan oleh Tin Lee.
"Lian "moi, kau larilah...jangan membantah...nanti kau balaskan sakit hati ini..."
Mati-matian Tin Lee mengempos segenap tenaga menyerang ketiga
pengeroyok yang mengeroyok gadis itu.
Wajah gadis itu pucat, dia memandang dengan penuh rasa terima
kasih...namun dia juga sadar bahwa mereka tidak akan bertahan jika terus melawan.
Segera diapun memutar pedangnya. Setelah ada peluang sedikit, sambil
menahan sakit akibat beberapa luka di tubuhnya, dia meloncat dan berlari masuk ke dalam hutan. "Toako...hati-hati..."
Hok-Tancu marah melihat hal ini, segera dia bermaksud mengejar, tapi niatnya urung karena di hadapannya tahu-tahu berdezing empat peluru besi yang
mengarah ke jalan darah mematikan di tubuh mereka berdua. Itulah peluru naga yang menjadi andalan Kim-liong-pay yang di sambitkan Tin Lee.
Tangannya bergerak cepat memapaki peluru tersebut dengan pedangnya.
"TRAAANGG... TAAKK.." peluru-peluru itu runtuh ke tanah, tapi Hok-Tancu dan rekannya terkejut. Mereka merasakan suatu tenaga yang amat kuat yang
membentur pedang mereka sehingga mematahkan pedang.
Mereka tidak habis pikir, kalau berdsarkan tenaga yang di miliki Tin Lee, mustahil mematahkan pedang mereka. Sejenak dia menoleh ke kanan-kiri,
namun tetap tidak menemukan apa-apa.
"Bekuk dia..." perintah Hok-Tancu dengan marah walau masih dengan hati was-was. Ke empat orang itu segera mengeroyok Tin Lee, sedang Hok-Tancu berlari mengejar ke arah sang gadis ke dalam hutan.
Sampi lama Hok-Tancu mengejar ke dalam hutan, tapi dia heran, kemana


Pusaka Para Dewa Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghilangnya gadis itu. Sementara dia celingukan kesana-kemari, tiba-tiba di lihatnya bekas pukulan telapak tangan yang melesak masuk sedalam 3 inchi pada sebuah batu besar di sampingnya. Jelas sekali, tanda yang melakukannya adalah orang yang bertenaga dalam tinggi sekali. Sementara di samping cap tangan ini ada tulisan pendek "Jangan ganggu gadis itu atau kalian
mati!...Tangan Iblis"
Tak berapa lama kemudian ke empat rekannya sudah mengikutinya. Rupanya
mereka telah berhasil membekuk Kim Tin Lee.
"Bagaimana...?" Tanya mereka pada Hok-Tancu...
Hok-tancu hanya memandangi mereka dengan tatapan penasaran sambil
menunjuk cap tangan di batu tersebut yang di sambut dengan reaksi terkejut oleh rekan-rekannya. Namun mereka tidak berani gegabah.
Sementara mereka termanggu tidak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba...
"JDAAAAAARRRRR....." Debu mengepul ke atas, dan batu yang terdapat cap
tangan tersebut hancur berantakan. Di lain saat di hadapan mereka telah berdiri seorang laki-laki tinggi kurus berjubah merah yang menatap mereka dengan sinar mata yang tajam.
Melihat orang ini, serentak kelima orang itu hendak menjatuhkan diri bertelut tapi segara terdengar suara dingin, menyeramkan, " Dimana mereka...?"
Segera Hok-Tancu menunjuk ke kiri dan di lain saat laki-laki itu melesat lenyap dengan cepat.
---lovelydear--- Apakah yang telah terjadi" Mudah di duga, bahwa gadis yang telah terluka itu bertemu dengan Han Sian. Sebenarnya sudah lama Han Sian menguntit
mereka karena tertarik oleh pembicaraan mereka. Dia juga yang membantu
gadis itu dengan sambitan dua pasir kecil yang mematahkan pedang Hok-Tancu dan rekannya.
Han Sian menatap gadis tersebut dengan kagum. Gadis ini memang cantik
jelita, tak kalah cantiknya dengan Cu In Lan yang ada dalam ingatannya.
"Nona, sebenarnya apakah yang terjadi"...mengapa engkau sampai bentrok
dengan orang-orang Kim-Liong-Pay tersebut"..."
Gadis itu mengangkat wajahnya yang cantik sambil menatap pemuda di
depannya ini. Dia belum sempat menanyakan siapa pemuda ini dan ada apa dia mau menolong.
Saat dia sedang berlari cepat, tiba-tiba dia di kujutkan oleh suara perlahan di telinganya "Nona perlahan..engkau tak perlu lari...aku sudah
menghalangilangkah mereka..." Segera dia membalikkan tubuh dan dia terkejut karena di hadapannya telah berdiri seorang pemuda berpakaian sederhana
sambil tersenyum. Sebelum dia berbuat apa-apa, pemuda itu mendekati sebuah batu besar dan menekankan telapak tangannya yang melesak 2 inchi lebih.
Tahulah dia bahwa pemuda ini berilmu tinggi.
Dengan penuh keraguan dia hanya menatap saja. Han San mengerti, "maaf,
kau mungkin bertanya kenapa aku membantumu bukan?"
Gadis itu mengangguk perlahan., segera Han Sian melanjutkan, "Sebenarnya, aku tertarik mendengar pembicaraan kalian saat kau menyebut nama "Ui-I-Liong-jin, karena aku mengenal beliau dengan baik..."
Mata Gadis itu berbinar. Mulai timbul rasa kepercayaannya pada pemuda ini, namun begitu hanya sinar matanya yang menunjukkan perasaan berterima
kasih ini. baru saja dia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba di lihatnya tangan pemuda itu di taruh di bibir dan memberi isyarat padanya untuk berdiam.
"Hehehee...ehh...., hebat kau anak muda, bisa mengetahui keberadaanku..."
Terdengar suara yang de sertai pengerahan tenaga dalam tinggi yang
sempurna menggema memekakkan telinga. Dalam sekejab, muncullah seorang
laki-laki tinggi kurus yang berjubah merah. Umurnya sekitar 50-an tahun.
Wajahnya masih kelihatan gagah, namun yang aneh adalah mata kanannya
yang cacat sehingga hanya kelihatan putihnya saja.
Suaranya dingin dan kaku, "Orang muda, kau berperkara dengan kami, apa kau pikir bisa kabur seenaknya saja dari tangan kami"..."
Dengan tenang Han Sian menatap orang itu. "Maaf, lo-cianpwe, aku tak
mengerti maksud anda, apa perbuatanku melindungi nona ini yang kau anggap berperkara dengan golongan kalian?"
"Huh, gadis itu adalah buruan ketua kami...kau harus menyerahkan padaku
untuk di bawa, kalau tidak..."
"Hemnn, kalau tidak apa..." balas Han Sian. Matanya sudah mulai bersinar tajam penuh kemarahan. Dia adalah jenis orang yang paling tidak suka di
ancam, dan orang ini sepertinya belum sadar kalau jawabannya nanti akan
menentukan akhir hidupnya.
"Kalau tidak, maka kau pasti mati..."
"Baik, ku beri kesempatan kau menyerang tiga jurus, dan kalau kau tidak
berhasil, kepalamu akan ku ratakan dengan jalan..." Suara Han Sian mulai terdengar dingin, sinar matanya berkilat.
"Sombong...kau belum tahu siapa aku..." berkata demikian orang itu berjalan perlahan ke depan sambil tangannya mendorong dada Han Sian. Tampaknya
dia masih memandang enteng.
"Duukkk...Ehh..?" Laki-laki itu terkejut bukan kepalang. Dorongannya adalah pukulan dengan pengerahan enam bagian bagian tenaganya, tapi pemuda itu
tidak bergeming sedikitpun.
"Dua kali lagi...harap pergunakan sebaik-baiknya..."
Dia mendengus marah, dan sekejap kemudian tangannya sampai ke siku telah berubah kepucat-pucatan dan berbau harum, itulah ilmu "Pek-Siang-tok-ciang"
atau Pukulan Racun Wangi Putih.
"Rasakan kehebatan Tok-ciang Sin-mo..." Sekali membentak, tubuhnya
meluncur ke depan sambil memukul dengan hawa pukulan di sertai pengerahan tenaga delapan bagian. Namun Han Sian hanya diam saja. Rupanya dia tahu
bahwa ini hanya pancingan saja. Dan benar, dilain saat tubuh Tok-ciang Sin-mo telah berada di belakangnya dengan memukul sekuatnya.
"Awass!!!......BHUUUKK" Seruan khawatir dari gadis itu terdengar bersamaan dengan pukulan yang dahsyat mengenai punggung pemuda itu. Namun yang
terjadi sungguh di luar dugaan. Pemuda itu tetap terdiam tak bergeming, justru lawannya yang tergentak lima langkah ke belakang.
"Eh...orang muda siapakah kau?" Tok-ciang sin-mo kaget sekali. Dia adalah tokoh besar yang sudah puluhan tahun malang-melintang di dunia kang-ouw
hampir tanpa tandingan. Tapi kali ini delapan bagian tenaganya tidak dapat menggoyahkan seorang pemuda bau kencur di hadapannya. Diapun bukan
orang bodoh. Tahu berhadapan dengan orang pandai, segera dia mengerahkan tenaga sepenuhnya dan memainkan ilmu tok-ciangnya.
Melihat orang mulai serius, Han Sian segera mengerahkan tenaga Kui-Sian ISin-Kangnya sampai ke tahap awan yang membuat semua pukulan lawan
seperti menembus tubuhnya tanpa penghalang.
Tok-ciang sin-mo terkejut setengah mati. Pukulannya seperti tembus. Seolah-olah dia hanya memukul memukul bayangan. Lewat tiga jurus, dia melihat
tangan pemuda itu bergerak aneh dan sangat cepat, tahu-tahu dia rasakan
seluruh tenaganya amblas dan di lain saat di sudah jatuh terduduk di tanah tanpa tenaga sama sekali dengan kedua sambungan pundak dan sambungan
kaki hancur. "Pend...pendekar Asmara...Tangan Iblis....aakhh..." keluhnya dengan suara tertahan dan nafas putus-putus. Sesaat kemudian tubuhnya mengejang kaku
dengan nafas putus. Gadis yang dari tadi menyakskan pertarungan tersebut hanya termangu saja.
Kejadian yang baru sja dia lihat sungguh sangt aneh. Dia tahu orang berpakaian merah itu adalah seorang yang sangat sakti, salah satu dari 2 tangan kanan
"iblis" yang sedang menguasai perguruannya.
"Nona..." apa kau baik-baik saja....?" Han Sian bertanya perlahan, saat melihat gadis itu hanya termenung.
PUSAKA PARA DEWA Episode 7 Gadis itu tersentak dari lamunannya. Sejenak dia menatap Han Sian dengan tajam. Sesaat kemudian dia tersenyum dan berdiri.
"Benarkah yang di katakan Iblis itu tentang mu" Bahwa...bahwa kau
adalah...adalah..." Suaranya agak ragu. "...Pendekar itu"..."
Han Sian menatap gadis itu sejenak kemudian membalas: "Akhh...itu hanyalah suatu nama pemberian orang...Ee...eehh"!"
Han Sian terkejut dan tidak melanjutkan kata-katanya karena gadis itu tiba-tiba saja menjatuhkan diri di hadapannya dengan wajah yang terlihat sedih.
"Eh.. nona ada apakah?"
"Aku Sim Hong Lian, murid ke tiga dari suhu It-Gan Kim-Liong (Naga Emas
Bermata Satu) yang menjadi ketua Kim-liong-Pay." Dia terdiam sejenak sambil menarik nafas panjang kemudian melanjutkan dengan perlahan."...Kim-Liong-Pay kami hidup damai dan selalu tertutup dari dunia luar. Tapi satu bulan terakhir ini telah muncul seorang Iblis yang sangat sakti yang mengambil alih Kim-Liong-Pay. Bahkan suhupun tak kuat menandinginya dan di kalahkan
hanya dalam lima jurus saja. Orang yang baru mati ini adalah salah satu dari tangan kanannya yang sangat sakti..."
Han Sian tertarik "Siapakah Iblis yang kau maksudkan itu"..."
"Di Kami tidak tahu namanya, dia datang bersama dengan seorang wanita
cantik Saat itu mulai menjelang sore, Han Sian menawarkan untuk mengantarkan
Hong Lian menemui Ui-I Liong-Jin yang kemudian di sambut baik oleh sang
gadis. "Berapa jauhkah waktu yang di butuhkan untuk tiba di tempat Ui-Liong susiokku itu"
"Kalau kita berangkat sekarang dengan kuda, akan tiba menjelang pagi..." Sahut Han Sian menjelaskan dengan tenang.
"Ahk...adakah cara yang lebih cepat"..."
"Mungkin bisa kurang dari tiga jam...tapi...?" Han Sian agak ragu mukanya memerah karena jengah.
"Kalau begitu, kita tempuh saja cara itu, dan sekali lagi aku mengucapkan terima kasih atas kebaikanmu... " Hong Lian berdiri sambil tersenyum senang.
Kembali hendak di lanjutkan perkataannya tapi matanya kemudian di kernyitkan saat melihat pemuda itu diam saja dengan muka merah.
"Eh, kau mengapakah"..."
"Ahh, tidak ...hanya...hanya saja kalau mau mempercepat waktu, artinya aku harus menggendongmu?" Han Sian risih, namun tetap di tatapnya gadis cantik di depannya ini dengan tatapan ragu-ragu sambil menunggu reaksi si gadis.
Sesaat kemudian gadis itu menunduk malu, tapi suaranya keluar perlahan,
hampir tidak terdengar. "Hemm...kalau memang hanya itu, terserah, aku...aku menurut saja, tapi
bagaimana dengan suhengku" Apa kau juga melihatnya?" Hong Lian menjawab
terbata-bata sambil mengalihkan topik pembicaraannya pada hal yang lain.
Namun sesungguhnya hatinyapun bergetar tidak karuan.
"Ya, aku melihatnya, dia memang terluka namun masih dapat bertahan...biar ku tengok dia sebentar, kau tunggulah..." Belum habis gema suaranya, tiba-tiba orangnya sudah lenyap dalam sekejap. Hong Lian terkejut dan melongok ke
kanan-kiri untuk mencari bayangan pemuda itu.
Tak lama kemudian, dalam dua kali tarikan nafas saja, tubuh yang tadinya lenyap sudah muncul seperti asap saja di depannya.
"Sudah ku cari dalam radius 200 kaki tapi tidak ada. Ku pikir dia akan baik-baik saja karena ada orang pandai yang menolongnya. Aku hanya menemukan
kelima mayat pengeroyoknya mati dengan tubuh terkena pukulan bertenaga
dalam tinggi." Han Sian memberitahukan hasil penelitiannya dalam dua kali tarikan nafas tersebut.
Hong Lian hanya menatapnya dengan tatapan setengah tak percaya, tapi juga setengah kagum. "Baiklah, semoga dia tidak apa-apa, kalau begitu marilah kita pergi menemui susiokku dulu". Meski mulutnya berkata demikian namun toh
hatinya gundah juga memikirkan keadaan suhengnya itu. Namun segera di
kuatkan hatinya. "Baiklah, kalau itu kemauanmu nona, marilah..." Berkata demikian, tangan Han Sian terulur merangkul pinggang gadis itu dan di lain saat tubuhnya berkelebat cepat bagaikan hembusan angin dengan ilmu Thian-In Hui-cunya atau Terbang Menunggang Awan Langit.
*** Liong-kok-san, adalah sebuah tempat yang indah dengan pemandangan
alamnya. Tidak ada lain yang membuat tempat ini unik selain bentuknya yang memanjang seperti naga yang sedang tidur. Puncaknya yang tinggi selalu di tutupi oleh kabut, meskipun di siang hari sehingga menjadikan tempat tersebut menjadi istimewa.
Seorang kakek tua berambut putih panjang di biarkan riap-riapan nampak
sedang duduk bersila di atas sebuah batu. Wajahnya masih tampak gagah
walaupun usianya sudah mendekati 80-an. Sinar matanya mencorong tajam
menandakan tenaga dalamnya sudah amat tinggi.
Di tangan kakek itu memegang sebuah pedang pendek tipis yang gagangnya
terbuat dari emas berbentuk kepala naga. Kakek ini bukan lain adalah Ui-I Liong-Jin, penghuni puncak naga ini. Selama bertahun-tahun memang hanya
ada satu atau dua orang yang mengetahui tempat persembunyian manusia sakti ini. Bahkan sutenya sendiri It-Gan Kim-Liong, tidak tahu kalau selama ini, sudah 5 tahun, dia menetap di Liong-kok-san tersebut. Itu lah yang menyebabkan sampai sebegitu jauh mencari, tetap Sim Hong Lian dan suhengnya tidak dapat menemukan kakek tersebut.
Kakek itu menggerak-gerakkan tangannya dengan gerakan lambat saja, tapi
anehnya ujung pedangnya terlihat berkelebat amat cepatnya tanpa suara, tanpa meninggalkan bayangan dan menusuk, membabat ke segala arah. Kadang-kadang tenaganya seperti mengurung dan membetot lawan dari segala penjuru, tapi kadang juga berubah dari ujung pedang keluar tenaga yang mendesak
untuk memecah tenaga lawan ke segala penjuru. Inilah ilmu pedang ciptaannya yang di beri nama Thian-Liong Cap-sha-yang-kiam-sut (Ilmu Pedang Tiga belas Titisan Naga Langit) yang dahsyat.
Ilmu ini adalah hasil keyakinannya selama bertahun-tahun merantau di sekitar pegunungan Himalaya dan Thai-san.
Saat kakek ini mulai memasuki puncak pengerahan ilmunya, tiba-tiba terdengar suara perlahan berbisik kuat di telinganya.
"Ah, Ui-locianpwe, belum pernah ku lihat ilmu ini...biarlah ku mencobanya..."
Kakek itu terkejut karena belum habis gema suara hilang dari telingannya, bagaikan asap saja, di depannya telah muncul seorang pemuda tampan yang
masih muda yang mulai membalas menyerangnya dengan sentilan-sentilan
sepuluh tenaga jari pedang yang halus, tajam dan amat kuatnya.
Dia kenal siapa pemuda tersebut mereka bertemu karena sedah beberapa kali pemuda itu datang berkunjung. Dia tau pemuda ini memiliki Ilmu sakti tapi mereka memang belum pernah bergebrak satu-dua jurus sebelumnya. Kini
menyaksikan pemuda itu dapat seenaknya menerobos ke dalam lingkaran hawa pedangnya yang dahsyat tanpa terluka, bahkan dari serangan yang di
lancarkannya dia tahu tenaga pemuda itu tidak berada di bawahnya, kakek
tersebut jadi bersemangat. Dia segera memutar pedangnya tanpa ragu lagi.
"Hahaha...Sian-sicu, tiada nyana kau punya ilmu sehebat ini" Mari-mari layani lohu bermain-main sebentar..."
"Akhh...segala jurus tusuk jarum begini mana boleh di banggakan, mohon
kemurahan Ui-locianpwe untuk tidak menurunkan tangan keras..." han Sian
membalas kalem sambil tangannya memainkan Bu-Tek Chit-Kiam-ciang. Hawa
pedang dari ke sepuluh jarinya bergantian menyerang tak kalah hebatnya
mendesak permainan pedang lawan, sementara pengerahan tenaganya
menciptakan medan tenaga yang membungkus mereka berdua sehingga tidak
ada hawa pedang yang nyasar.
Hebat sekali akibat yang di hasilkan oleh pertarungan ke dua tokoh kosen ini.
Sekilas nampak mereka seperti sedang bertarung dalam sebuah balon kasat
mata. Hawa pukulan mereka yang tajam membentuk lingkaran yang hanya
memantul di sekeliling mereka tanpa menyebar ke luar arena. Keadaan ini
sangat berbahaya karena keduanya tidak hanya harus menjaga ancaman
serangan dari depan, tapi juga pantulan tenaga dalam yang di pantulkan oleh dinding kasat mata di sekeliling mereka.
Lewat limapuluh jurus, keadaan yang tadinya sama kuat, mulai berubah. Ui-I Liong-Jin mulai berkeringat. Perlahan tapi pasti, mulai terlihat siapa yang lebih unggul. Han Sian sendiri tidak terlalu kesulitan. Sejauh ini dia baru
mengerahkan 70 persen tenaganya dan memainkan Bu-Tek Chit-Kiam-ciang
sampai empat jurus berturut-turut, yaitu jurus-jurus: Ang-In-Kiam-Cu (Jalur Pedang Awan Merah), Hoa-jian-Kiam-Cu (Jalur Pedang Seribu Bunga), Sui-ciam-kiam-cu (jalur Pedang Jarum Air) dan Hong-Lui-Kiam-cu (jalur Pedang Angin Petir) namun akhirnya kakek di depannya ini hampir tidak kuat
menahannya. Segera dia mengendurkan serangan dan menarik perlahan
medan tenaga yang menahan hawa pedang mereka sehingga tidak menyebar.
Kemudian sambil membentak keras, dia melompat mundur sambil menjura.
"Ui-locianpwe, maafkan kekurang ajaran siauetee..."
Kakek itu mengatur peredaran darahnya sehingga tenang kembali. Hatinya
terkejut bukan main. Tadinya dia sangat membanggakan kehebatan ilmunya
karena selama ini belum pernah menemukan tandingannya. Bahkan dengan
pengalamannya selama ini, membuat dia bisa berandeng bersama dalam
kelompok enam Su-Sian-Cu (Empat Dewa) yang sangat sakti, dan meski lima
iblis dan empat partai sesatpun tidak akan dapat berbuat banyak terhadapnya.
Tapi anak muda di depannya ini membuka lebar-lebar matanya. Ternyata di
atas langit-masih ada langit.
Han Sian tahu kegundahan hati orang, segera dia coba menghibur.
"Ui-locianpwe, sesungguhnya semua ilmu-ilmu dahsyat yang siauwte pelajari ini semua adalah peninggalan dari para manusia dewa yang telah hilang 500 tahun yang lalu..." han Sian lalu menyebutkan tiga nama tokoh yang membuat Ui-Liong Sian-Jin terkejut setengah mati. Karena nama-nama seperti "Dewa Tidur, Dewi Seribu Pedang dan Dewa Penyangga langit" adalah tokoh-tokoh legenda yang ada bagaikan dongeng sejak dia kecil.
"Wah...wah...wah...pantas saja kalau begitu. Sesungguhnya kau sangat
beruntung Sian-sicu karena semuda ini sudah mewarisi ilmu-ilmu yang dahsyat seperti itu. Wah bakal rame dunia persilatan nanti kalau ada orang-orang muda seperti engkau"
Setelah berkata demikian, kakek itu mengalihkan pandangannya dengan penuh selidik ke arah gadis yang sejak tadi berdiri tak jauh dari mereka berdua.
"Ahh, Ui-Locianpwe, nona itu adalah murid keponakanmu, dia murid dari
mendiang locianpwe It-Gan Kim-Liong..."
"Mendiang...?"" Kakek itu terkejut. Tak kuasa Hong Lian menahan air matanya dan sesaat kemudian dia sudah menjatuhkan diri di hadapan susioknya itu
sambil sesegukan sedih. Perlahan Ui-I Liong-Jin mengangkat bahu gadis itu. "Ceritakanlah semua yang kau ketahui."
Hong Lian menenangkan dirinya dan kembali secara singkat dan jelas, dia
menceritakan semua yang terjadi kepada susioknya itu. Tentang pengambil
alihan "manusia iblis" yang sangat sakti, dan semua kisah perjalanannya sampai dia bertemu dengan Han Sian yang menyelamatkannya.
"Hemmn...tahukah kau siapa "Iblis" tersebut?"
"Tidak tahu" Gadis itu menggelang kepala. Kami hanya tahu bahwa dia mahir menggunakan pedang..
Setelah mendengar semua cerita itu, sang kakek terdiam. Agak lama akhirnya dia menarik nafas panjang.
"Sebenarnya sudah sepuluh tahun ini meninggalkan segala urusan-urusan
dunia seperti ini..." matanya menerawang jauh ke depan.
Han Sian melihat kegundahan hati si orang tua. Dia lalu berkata perlahan dengan ilmu mengirimkan suara jarak jauh.
"Ui-locianpwe, jika kau dapat melatih dan mewariskan ilmumu pada nona ini, masakan dia mudah di permainkan lagi...."
Kakek itu mengangguk-angguk kemudian menatap Hong Lian. "Aku sudah
berjanji untuk tidak turun gunung. Soal masalah Kim-Liong-Pay, rasanya bila Sian-sicu sudah menyanggupi, pasti tidak akan ada halangan lagi. Bagaimana Sian-sicu" Apakah ide ini kurang bijaksana?"
Han Sian hanya tersenyum. Kakek itu kembali melanjutkan dengan suara tegas.
"Sedangkan kau, kau hanya boleh tinggal selama satu tahun di tempat ini untuk mewarisi ilmu-ilmuku, apa kau sanggup?"
Tanpa terasa berlinang air mata si gadis. "Terserah susiok saja, Hong Lian hnya menurut saja."
Demikianlah sejak saat itu Hong Lian tinggal di Liong-kok-sian mulai
mempelajari ilmu-ilmu kakek gurunya dengan tekun. Ui-I Liong-jin juga tidak tanggung-tanggung menurunkan ilmunya, bahkan juga membantu dengan
penyaluran tenaga dalam ke tubuh gadis itu.
Sementara Han Sian hanya satu minggu saja tinggal di Liong-kok-san. Selama itu hubungannya dengan Hong-Lian makin akrab dan manis. Dia juga
membantu gadis itu dengan membuka semua peredaran darahnya dengan
penyaluran tenaga Inti Petir murni seperti yang dia lakukan pada Cu In Lan dulu.
Dan ini sangat berguna bagi Hong-Lian kelak.
Setelah genap satu minggu, akhirnya dengan berat hati, Hong-Lian melepas kepergian Han Sian.
"Sian-Koko...hati-hatilah..." Nampak matanya setengah mengambang dengan
air mata. Sesungguhnya hatinya sudah terpaut pada pemuda ini. Cuma tetap masih sukar baginya untuk mengungkapkan secara berterang karena selama ini Han Sian juga tidak pernah mengatakan perasaan hatinya. Hanya saja sikap pemuda itu padanya sangat baik dan juga mesra.
Han Sian juga bukanlah orang bodoh. Dia tahu gadis ini sangat perhatian
padanya. Entah kenapa, diapun merasakan bahwa perasaan yang dia miliki
kepada gadis ini sama hangatnya seperti yang dia miliki pada Cu In Lan, gadis yang dia tidak tahu di mana sekarang.
Di bawah cahaya rembulan malam itu, dia melihat wajah gadis itu sangat cantik sekali dengan kulit putih mulus dan tubuh langsing dan padat menggairahkan.
Perlahan, namun pasti, tangannya terulur pada pinggang sang gadis dan di lain saat tubuh mereka saling mendekap erat dengan bibir berciuman mesra.
Sementara bibir mereka saling memagut hangat, tangan Han Sian
meremastubuh gadis itu di bagian pinggul, pinggang sampai ke buah dada yang padat kencang itu. Reaksi Hong Lian juga tak kalau serunya. Di samping
merangkul dengan pasrah, dari mulutnya tak henti mengeluarkan erengan
manja. Namun situasi seperti itu tidak berlangsung lama. Han Sian segera menyadari keadaannya. Sontak dia melepaskan rangkulannya dan melompat mundur. Dia
melihat keadaan gadis itu dengan pakaian yang nyaris terbuka. Hatinya
menyesal sekali. "Ehh, kau...kau kenapakah Sian-koko"..."
" Akhhh...Lian-moi, maafkan aku...aku tak bermaksud untuk tidak
menghormatimu..." Gadis itu memandang dengan mata penuh selidik.
"Aihhh, Sian-koko, engkau tidak sedang mempermainkanku bukan...?"
"Tidak-tidak, sungguh, aku sangat menyesal melakukan ini padamu...karena aku menghormatimu dan...dan...juga menyukaimu" Han Sian tergagap
menjawabnya. Tatapan gadis itu menjadi lembut kembali. Perlahan dia merapikan bajunya sambil berguman kepada diri sendiri.
"Ahh, aneh...seorang Pendekar Asmara yang alim..."
"Hemnn...kau benar Lian-moi, aku memang Pendekar Asmara yang alim pada
gadis manis sepertimu..." selesai berkata demikian tubuhnya kembali mendekat dengan cepat dan di lain saat sudah mengecup bibir gadis itu sambil kemudian berkelebat pergi. "Sampai jumpa lagi Lian-Moi..."
Hong Lian masih berdiri kaku, seperti tidak sadar. Perlahan kemudian dia sadar dari lamunannya tatkala terdengar suara susioknya memanggil.
--- Han Sian berkelebat cepat. Dia telah mendapat informasi yang jelas dari Hong Lian tentang Kim-Liong-Pay dan sekarang dia sedang menuju ke tempat itu.
Setelah menempuh perjalanan selama dua hari, akhirnya dia mendekati sebuah telaga yang menjadi markas partai tersebut.
Keadaan telaga itu sangat unik. Di tengah-tengahnya di kelilingi hutan yang sangat lebat sehingga tidak mudah untuk menyelidiki tempat itu. Airnya yang berwarna kuning pekat membuat telaga itu di sebut "Telaga Naga Kuning".
Tidak ada jalan lain untuk ke tempat itu selain menggunakan perahu. Dan tentu saja semua yang menggunakan perahu akan sangat mudah terdeteksi oleh
para penjaga di seberang telaga tersebut.
Han Sian menunggu cuaca mulai menjelang malam sehingga tidak mudah
terdeteksi. Dia tahu bahwa tempat seperti ini pasti banyak penjaganya. Segera ia mengerahkan Thian-in Hui-cunya. Tubuhnya melesat ke udara dengan
kecepatan yang sulit di ikuti mata biasa. Setelah di udara, tangannya di pukulkan ke udara sehingga membentuk awan tebal sebesar tubuh orang
dewasa. Saat kakinya hinggap di awan dan menutuk, kembali tubuhnya melesat cepat dan mendarat manis di atas sebuah pohon tinggi di seberang telaga itu.
Ada banya penjaga yang menjaga, tapi satupun tak ada yang melihat
kedatangannya. Bahkan menyadarinyapun tidak. Tempat itu sangat luas. Han Sian berkelebat sangat cepat sehingga para penjaga hanya mengira itu burung walet yang sedang terbang.
Setelah sekian lama, akhirnya tibalah Han Sian di bagian belakang dari markas Kim-Liong-Pay tersebut. Tempat itu agaknya hanya di jaga oleh satu dua orang saja dan mirip sebuah taman yang indah.yang di hiasi dengan lampion-lampion berbentuk naga.
Dari atas sebuah pohon, mata Han Sian yang tajam melihat bayangan seorang wanita yang bertubuh indah sedang duduk sendiri di pinggi sebuah kolam ikan.
Wajahnya belum terlalu jelas karena gadis tersebut sedang menunduk. Namun ketika dia memperhatikan terus, dia sangat terkejut, Di pinggang gadis itu mengenakan ikat pinggang putih yang di ujungnya di gantungi sebuah stempel kecil yang berukiran "Sian".
Dia sangat kenal dengan stempel dan juga ikan pinggang putih tersebut, karena kedua benda itu adalah hadiahnya pada seseorang dua tahun yang lalu.
Setelah memandang kekanan-kekiri untuk memastikan situasi. Tangannya
bergerak ke arah tiga orang penjaga yang dia lihat sedang bersembunyi. Dilain saat mereka semua kaku tanpa mengeluarkan suara. Tubuhnya kemudian
berkelebat di belakang gadis itu.
"Lan-moii ...?"?"
PUSAKA PARA DEWA Episode 8 Gadis itu tersentak dan membalikkan wajahnya sambil menatap orang yang


Pusaka Para Dewa Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersuara memanggil namanya. Matanya yang indah terbaliak kaget hampirhampir tak percaya. Ya, wajah ini adalah wajah yang dirindukannya siang dan malam. Wajah yang tak pernah hilang dari ingatannya, yang memacu
semangatnya untuk berlatih siang malam tanpa henti.
"Si..sian ko-ko, kau...kaukah itu?" tanyanya dengan suara tergagap.
Dengan tersenyum Han Sian mengangguk. Akh, ternyata gadis ini tidak
melupakannya. "Benar Lan-moi...ini aku, Han Sian...Bagaimanakah kabarmu
akhir-akhir ini?" perlahan dia melangkah maju mendekati gadis itu.
In Lan juga melangkah maju perlahan, tapi tiba-tiba keningnya di kernyitkan. Dia seperti teringat sesuatu dan itu membuat wajahnya berubah pucat ketakutan..
"Sian-koko, mau apakah kau kemari, tempat ini sangat berbahaya...?" serunya perlahan sambil kepalanya melengok kekanan-kekiri dengan waspada.
Han Sian melihat kekhawatiran sang gadis, maka dia tersenyum dan berkata meyakinkan: "Lan-moi...kau sudah mengetahui siapa aku...mengapakah kau
masih khawatir, jika ada bahaya, maka aku akan melindungimu..."
Gadis itu melengak, akh..benar...mengapa dia hampir lupa. Pemuda di
depannya ini memiliki ilmu yang amat tinggi. Mengingat hal ini hatinya jadi sedikit tenang.
"Lan-moi, aku sedang menyelidiki tentang seorang "manusia iblis" yang
mengganggu ketenangan, tak sangka bertemu denganmu di tempat ini, baikbaikkah kau"..." Han Sian bertanya sambil memandang gadis itu dengan penuh selidik.
"Sian-koko, aku...aku sebenarnya malu meminta pertolonganmu, tapi bawalah aku pergi dari sini sekarang juga..nanti aku akan menjelaskannya padamu jika kita sudah jauh dari tempat ini...bolehkah?" Suara gadis itu setengah memohon.
Mendengar permohonan gadis itu, Han Sian jadi curiga dengan keadaan di
sekelilingnya. Apalagi ketika dia merasakan suasana di sekelilingnya berubah kelam dengan cepat. Tempat itu seakan-akan di kelilingi hawa magis yang amat kuat dan menyesakkan pergerakkannya.
Dilihatnya Cu In Lan masih terus menatapnya dengan tatapan penuh
permohonan. Tampaknya dia tidak terpengaruh oleh perubahan situasi itu. Tak ayal lagi, segera dia kerahkan tenaga murninya yang di lambari dengan Pat
-Sian-Sin-Hoat-sut untuk menandingi ilmu hitam yang menyerangnya. Segera keadaan kembali normal seperti sedia kala. Dia membalikkan tubuhnya
mengarah ke arah samping kiri telaga.
"Sobat, keluarlah...kau tak perlu bersembunyi.."
"Hahahahahahaha...selamat bertemu lagi sobat lama" Terdengar suara yang
menggelegar di telinganya. Suara itu tak asing dan sesaat setelah sesosok tubuh hadir di hadapannya. Segera dia mengenalinya dan itu membuatnya
terkejut... "Tee Sun Lai"..." Han Sian terkejut karena pemuda di depannya ini adalah pemuda yang paling di carinya. Teringatlah ia akan malam kejadian yang
merenggut nyawa Hui Si. Segera matanya memancarkan cahaya berkilat dan
tangan mengepal. "Ya, sobat lama...kita bertemu lagi, tapi kali ini aku tidak akan kecundang seperti dulu lagi..." Tee Sun Lai yang melihat keadaan Han Sian, segera bersiap dalam keadaan siaga penuh. Dia tahu lawan di depannya ini memiliki ilmu yang amat tinggi. Tapi dia juga tidak ragu dengan ilmu Tee-mo-kiam "sut yang sudah di latih selama hampir dua tahun ini. Bahkan banyak ilmu-ilmu lain lagi yang dia pelajari dari para tokoh-tokoh iblis yang dia lebur menjadi satu yang dia namakan Hiat-kut-jiauw Sam-ciang-Kang (Tiga pukulan Cakar Tulang Darah).
Hawa pembunuh kental menyebar dengan cepat di seliling tempat itu.
"Lan-moi, bisakah kau meninggalkan tempat ini..." Suara Han Sian lembut, tapi matanya tak berkedip menatap lawan di depannya.
"Hahaha...dia tidak akan pergi dari sini sebelum dia menjadi istriku. "Racun Perawan Iblis" yang mengunci tenaganya tidak akan dapat di pulihkan tanpa obat dariku... sebaiknya kau urungkan niatmu..."
Mata Han Sian mencorong tajam. Kata-kata Tee Sun Lai di depannya ini telah menjawab semua tanda tanya di pikirannya sejak tadi. Sekejab dia merasa
kasihan pada gadis itu, dan matanya melirik sekejab ke arah Cu In Lan.
Namun walau hanya sekejab saja, nampaknya kesempatan ini tidak di siasiakan oleh Tee Sun Lai. Tubuh dan pedangnya berkelebat amat cepatnya
dengan salah satu jurus yang paling berbahaya dari Tee-mo-kiam-sut, yaitu jurus "seribu biang iblis membelah sang budha" di ikuti tangan kirinya bergerak ke arah kepala dan leher dengan salah satu jurus Hiat-kut-jiauw Sam-kang yang dahsyat dan keji.
"Aakhh...awas..." Cu In Lan yang melihat itu tiba-tiba memekik
memperingatkan... Sebenarnya tanpa di peringatkanpun Han Sian yang sudah menduga sejak tadi akan serangan musuh juga sudah bersiap diri. Saat tubuhnya merasakan
ancaman tenaga yang mengalir tajam dari serangan musuh, tubuhnya sudah
mengerahkan Kui-sian I-sin-kang sampai tahap petir. Tubuhnya seperti terpecah dan nampak seperti kilatan cahaya petir, yang bukannya menghindar serangan lawan tapi justru mengarah dan memapaki semua serangan musuh dengan
keras dan dahsyat. "DHUAAAAARRR...!!!" "BLANGGG...!!!" Terdengar suara benturan berulangulang yang memekakkan telinga hanya dalam waktu sepersekian detik saja.
"Aii ihhhh......" Terdengar suara memekik lirih dan suara tubuh jatuh ke tanah.
Ternyata, beradunya kekuatan yang maha dahsyat antara keduanya, walaupun tidak secara langsung di tujukan ke arah In Lan, namun karena tidak di sokong oleh tenaga dalam, maka itu mempengaruhi kesadaran gadis itu yang langsung pingsan.
"Lan-moi..." "Sleepp..." Tubuh Han Sian melasat cepat keluar dari pertarungan ke arah In Lan dan memayangnya dengan tangan kiri.
Sementara itu, di saat yang sama, bayangan Tee Sun Lai terus mengejarnya dengan gencar sambil mengerahkan dua jurus serangan yang ganas sekaligus yang mengarah ke kepala dan sekitar pinggang. Serangan ini mendatangkan
suara mendesing nyaring di sertai hawa pedang yang amat tajam. Suatu
serangan yang amat dahsyat, yang hakekatnya sangat mustahil di tangkis
lawan. Walau tangan kirinya memanggul tubuh In Lan, namun Han Sian tidak kalah
sebat. Tangannya kanannya memutar setengah lingkaran dari atas ke bawah di samping tubuhnya lalu di pukulkan ke arah datangnya serangan lawan namun bukan menyambut kedua serangan lawan, tapi justru melontarkan lima larik sinar tajam yang mematikan dari kelima jari tangannya yang menyerang lima jalan darah Tee Sun Lai, inilah salah satu jurus yang amat dahsyat dari Bu-tek Chit-kiam-ciang yang bernama Ngo-heng Thian-kiam-cu (Jalur Pedang Langit Lima Unsur) yang keluar dari kelima jari tangannya, tampak walaupun dia
bergerak belakangan namun tenaga pukulan kelima jarinya terasa lebih dahulu oleh lawan.
"Iiiikhh..." Tee Sun Lai terkejut setengah mati dan cepat menarik pulang serangannya sambil meloncat mundur ke belakang. Tampak nafasnya sedikit
terengah. Memang benar serangannya sangat susah di tangkis lawan, namun
andai sesaat saja dia tidak menarik pulang pedangnya, maka diapun akan
termakan oleh lima larik sinar pedang yang tak kalah kuatnya dari tenaga pedangnya sendiri. Sementara di lain sisi dia belum dapat menggunakan tangan kirinya yang sudah sejak bentrokan sebelumnya terasa kaku dan susah di
gerakkan. Han Sian berdiri sambil memapah Cu In Lan. Matanya menatap tajam ke arah Tee Sun Lai. "Masihkah kau mau melanjutkan pertarungan ini?" Berkata
demkian, dia segera mengerahkan lagi tenaganya. Kali ini dia tidak mau ambil resiko, maka segera di kerahkannya Hui-Im-Hong-Sin-Kang ke seluruh tubuh.
Dalam sekejab tubuhnya memancarkan sinar keemasan yang di lapisi hawa
panas dan dingin yang dahsyat, siap menunggu gempuran musuh selanjutnya.
Tee Sun Lai mengawasi dengan tatapan licik. Dari bentrokan yang telah terjadi, dia dapati ternyata bahwa dia tidak unggulan dari musuh bebuyutannya itu. Biar bagaimanapun dia bukan orang bodoh yang tidak dapat melihat dan membaca
keadaan. Dari tadi dia telah mengerahkan 90% tenaganya, tapi itupun ternyata tidak banyak mempengaruhi lawannya ini. Apalagi keadaaan tangan kirinya
yang terluka pada benturan pertama tadi masih belum pulih.
Setelah menimbang sesaat, segera dia berkata dengan angkuh, "Huh, pergilah sebelum aku berubah pikiran, tapi kalau kau berkeras memaksa membawanya, kau akan menanggung resiko kehilangan nyawanya..."
Han Sian terdiam sejenak. Dia juga mengerti bahwa orang seperti Tee Sun Lai ini tidak hanya menggertak saja, dan dia sangat khawatir dengan keadaan Cu In Lan, tapi kalaupun dia memaksa, tetap tidak akan mudah baginya untuk
merebut obat penawarnya. Akhirnya dia menarik nafas panjang dan
mengenjotkan tubuhnya melesat pergi dari tempat tersebut sambil membawa
Cu In Lan tanpa berkata apa-apa.
Han Sian melesat menggunakan seluruh ilmu meringankan tubuhnya. Tubuhnya tidak terlihat lagi, hanya nampak seperti angin yang berhembus tanpa terlihat orangnya. Tujuannya hanya satu, Puncak tebing langit yang jaraknya kurang lebih lima hari perjalanan jauhnya dengan kuda pilihan. Tapi bagi Han Sian, jarak tersebut hanya membutuhkan waktu dua hari saja.
Dia sudah mencoba untuk menyembuhkan gadis itu dengan pengerahan tenaga
dalamnyanya, tapi dia dapati bahwa usahanya itu, kalaupun harus di lanjutkan, akan memakan habis hampir seluruh tenaga sin-kangnya. Dan itu terlalu
beresiko baginya bila musuh-musuhnya mendekat. Jadi satu-satunya tempat
teraman ialah kembali ke Tebing Langit.
Setelah berlari selama dua hari tanpa berhenti, Han Sian tiba kembali di kaki Tebing Langit yang tertutup awan dari bawah. Hatinya terharu, saat mengingat ketika pertama kalinya dia meninggalkan tempat itu dua tahun yang lalu.
Teringat dia pada paman Hounya yang bongkok yang selama ini
membesarkannya. Tanpa ragu kakinya di enjotkan dengan ilmu Thian-in Hui-cu dan tak lama
kemudia tubuhnya hinggap di puncak Tebing langit tersebut.
Akan tetapi hatinya tercekat, dan kewaspadaannya meningkat. Suara orang
yang tertawa-tawa lirih mengganggu pendengarannya. Sekejap dia melesat ke balik sebuah batu besar, dan menyandarkan tubuh Cu In Lan yang masih
tertidur itu di sana. Setelah itu dia keluar dan mengadakan penyelidikan.
Di bagian sebelah barat tebing itu nampak tiga orang yang sedang duduk
berhadapan, yang satu menjadi penonton sedang yang dua lagi sedang
bertarung sambil duduk bersila. Dia mengenali salah satunya yang menonton, yaitu paman Hou bungkuknya. Tapi yang seorang lagi seorang hwesio gundul yang pendek dan aneh yang baru sekarang di lihatnya. Sedangkan yang
seorang lagi, setelah di amati, dia melengak kaget karena itu ternyata adalah Yok-sian Sian-jin, sahabat dari kongkongnya yang telah meninggal. Dia tahu bahwa baik kongkongnya maupun Yok-sian Sian-jin serta Ui-Liong Sian-Jin
adalah dua orang dari Empat Dewa yang sangat sakti, tapi siapa adanya hwesio itu"
Pikirannya segera tersadar ketika mendengar benturan dua tenaga dahsyat
yang memekakkan telinga. Tampak kilatan cahaya kuning dan biru berpendaran saling bentrok dan menimbulkan bunyi yang dahsyat. Namun setelah sekian
lama, cahaya yang berselewiran itupun berhenti dan menyatu. Rupanya kedua orang itu sedang beradu tenaga.
Ini sangat berbahaya sekali. Siapapun tahu, bahwa kurang kuat sedikit saja bisa berakibat fatal. Mengingat hal ini, Han Sian segera teringat pada In Lan, Segera tubuhnya melesat dan turun di tengah-tengah ke dua orang yang sedang
beradu tenaga tersebut. Cahaya keemasan berpendar di sekitar tubuhnya. Dengan kepala di bawah,
tubuhnya berputaran seperti gazing, kemudian kedua tangannya mendorong
perlahan dengan kedua tangan yang di lambari tenaga panas dan dingin
memisahkan kedua tenaga raksasa yang beradu itu.
"Heeehh...", "Omitohuuudd..." Kedua orang kakek itu memekik nyaring. Masing-masing terdorong satu langkah ke belakang dan segera mereka mengatur
tenaga mereka menetralisir tenaga yang membalik. Mereka sungguh terkejut, karena ada orang yang berani memisahkan mereka. Namun merekapun sadar,
pendatang baru ini sangat sakti.
"Heiii!, Sian-kongcu...kaukah itu?"?" Terdengar suara nyaring dari kakek yang sejak tadi berdiri sebagai penonton.
"Benar paman Hou, ini aku, bagaimanakah kabarmu dua tahun terakhir ini?"
"Hahahaha...baik-baik, hai Yok-Sian, kau ingat kepada siapa kau wariskan darah It-kak-liong serta pil penambah tenagamu?" Sahut Kakeh Hou bungkuk pada Yok-Sian Sian-jin yang hanya berdiri bengong.
"Apaa"...jadi ini...ini anak ajaib yang kau katakan itu?" tanya Yok-sian setengah tak percaya, tapi matanya tak hentinya memandangi Han Sian tanpa berkedip.
"Huh, anak ajaib apa"...Eh, anak muda, coba sambut serangan pinceng..."
Hwesio gundul aneh yang tadinya hanya berdiam diri itu, menyahut dengan
suara mendongkol karena sejak tadi dia hanya berdiri bengong tanpa
penjelasan dari kedua rekannya yang nampaknya sudah mengenal pendatang
baru ini. Belum habis suaranya, kedua tangannya sudah menyerang dengan delapan
belas pukulan dalam waktu yang hampir bersamaan. Hebatnya lagi, tenaga
yang di keluarkan dari delapan belas pukulan yang hampir bersamaan itu
sifatnya berbeda-beda, ada yang keras, lembut, menyerap, mendorong, panas, dingin , keras, dll. Walau demikian kesemuanya tidak menuju ke tempat-tempat yang mematikan, karena dia memang tidak bermaksud mencelakai orang.
"Eh, Losuhu, maafkan teecu yang kurang ajar dan belum mengenal losuhu..."
Dengan nada menyesal Han Sian berseru, namun tubuhnya tak ayal sudah
bergerak bagai kapas menyelinap di antara pukulan-pukulan tersebut, bukannya menangkis tapi melontarkan delapan belas pukulan yang berhawa tajam dari ilmu Bu-Tek Chit-kiam-ciang.
"Uuups...hebat...hebat" hwesio itu berseru memuji sambil melompat mundur dengan cepat. Nyatanya dia juga terkejut, karena ke delapan belas pukulannya tidak di tangkis, malah dia di serang dengan delapan belas pukulan yang tak kalah dahsyatnya. Kalau saja dia berkeras melanjutkan, pasti dia juga akan terluka.
"Hahaha, sungguh tak di sangka Koai-Hud-Eng-Cu (Budha Aneh Tanpa
Bayangan) yang malang-melintang tanpa tanding di antara empat dewa, toh
harus terjungkal dalam satu jurus di tangan seorang anak kemarin sore yang tidak punya nama" Yok-Sian tertawa terpingkal-pingkal sambil mengejek hwesio botak tersebut.
"Heeh, pemakan rumput, kaupun tak ungkulan menangkis ke delapan belas
pukulanku...apa kau kira pinceng tak bisa menangkan anak bau kencur ini?"
Saking dongkolnya sang hwesio balas menyahut dengan gemas.
"Akhh, jiwi-locianpwe, harap maafkan, siautee, bukan maksud siautee untuk unjuk kebolehan, sesungguhnya hanya jiwi yang bisa membantu siautee, nah karena siautee takut jiwi terluka...."
"Hahh...karena kau takut kami terluka maka kau datang memisahkan kami,
begitu?"", jadi kau anggap kami baru belajar silat dan tidak bisa menjaga diri, haa?" Potong Koai-Hud sambil memandang Han Sian dengan tatapan
mencoleng agak di sipitkan.
"Hei...Koai-Hud, tak bisakah kau diam dulu...Sian-ji, ada apakah?" Yok-Sian memotong pembicaraan Koai-Hud.
"Terima kasih jiwi-suhu, mmm...siautee mempunyai seorang sahabat yang
keracunan dengan "Racun Perawan Iblis", mohon uluran tangan jiwi untuk
menyembuhkannya..." "Heiii...mana dia" Sudah berapa lama"..."Sahud Yok-Sian dengan wajah
khawatir. "Dia...dia di sana..." Dengan gugup, Han Sian menuntun ketiga orang itu menuju tempat di mana Cu In Lan berada.
Yok-Sian segera bekerja dengan cepat. Mendudukkan tubuh Cu In Lan yang
belum sadar kemudian menotok sana-sini.
"Pindahkan Dia ke dalam rumah, Hei Gundul cepat kau bantu dengan tenaga Yang-mu, bobol semua jalan darahnya agar lebih lancar. Han-ji, kau ikut aku sebentar..."
Koai-Hud sebenarnya mau berkomentar, tapi dia tahu, kalau sobatnya dalam keadaan serius seperti itu, berarti keadaan pasien itu sangat berbahaya. Maka tanpa banyak cakap, dia lalu bersila di belakang gadis itu sambil menyalurkan tenaganya.
Sementara itu, Han Sian segera mengikuti Yok-Sian ke luar.
"Han-ji, ini menyangkut berhasil atau tidaknya pengobatan terhadap gadis itu, karena itu jawablah dengan jujur, apamukah dia"..." Nampak Yok-Sian bertanya dengan wajah serius, setelah berhadap-hadapan dengan Han Sian.
"Eh, Dia...dia...akhh, apa maksud locianpwe bertanya hal ini?" Suara Han Sian gugup dengan wajah merah. Namun ini saja sudah cukup bagi Yok-Sian.
"Ketahuilah, racun "Perawan Iblis" adalah racun ajaib yang mematikan yang hanya bisa berpengaruh pada wanita saja, Orang yang terkena racun ini, akan terkunci jalur tenaganya dan hanya akan tunduk tanpa perlawanan pada orang yang meracuninya...tidak ada penawar...!" Yok-Sian berpangku tangan dan
bersikap seperti orang yang mengingat-ingat sesuatu...
"Tapi locianpwe, apakah sama sekali tidak ada obat penawarnya...?" Tanya Han Sian Penasaran.
Yok-Sian maju satu langkah mendekati Han-Sian, kemudian berkata perlahan beberapa kata:
"Sebentar lagi dia akan sadar, dan saat itu pengaruh racunnya akan bekerja.
Kesadarannya dan tenaganya akan berfungsi normal kembali bila dia menyatu dengan orang yang pertama kali menyentuh dan menggaulinya...atau kalau ada dewa yang bisa membersihkan darahnya dari pencemaran racun tersebut,
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Kisah Para Pendekar Pulau Es 6

Cari Blog Ini