Ceritasilat Novel Online

Rahasia Istana Terlarang 12

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen Bagian 12


cuwi sekalipun dipersilahkan naik keatas sampan?"
"Aku rasa diatas sampan Djen Toa cungcu tentu sudah hadir banyak orang?"
"Haah". haah". hanya seorang pengemis tua, seorang toosu tua hidung kerbau serta
empat orang tamu agung yang amat tersohor namanya dalam dunia persilatan walaupun
mereka tak pernah muncul dalam Bulim."
"Empat pujangga besar dunia persilatan?" tanya Siauw Ling.
"sedikitpun tidak salah, berkat bantuan orang-orang Kay pang ternyata ketajaman mata
serta pendengaran saudara Siauw betul-betul hebat."
"Heem, siauwte dengan senang hati ingin sekali berkunjung keatas sampan Djen toa
cungcu!" Diam-diam Siauw Ling mengukur jarak sampan dengan tepian. Ia rasa jarak sejauh
lima enam tombak tidak gampang dilalui orang kalau tidak dibantu ditengah jalan, meski
baginya dengan ilmu ginkang "Teng Peng Tok swie" masih sanggup untuk melewati jarak
sebegitu jauh, tapi ia tak tahu apakah Sang Pat serta Ceng Yap Chin sanggup mengikuti
jejaknya. Karena berpikir demikian, ia lantas berseru dengan suara keras, "Apabila Djen Toa
cungcu mau mengirim sampan untuk menyambut kami, hal ini jauh lebih bail lagi."
"Harap saudara Siauw menanti sejenak!" habis berkata ia ulapkan tangannya.
Terdengar dayung membelah air, sebuah sampan kecil dengan cepatnya bergerak
menuju ketepian. "Harap kalian berdua hati-hati sedikit." bisik Siauw Ling kepada Sang Pat berdua.
"Makanan serta minuman yang ada diatas sampan jangan disentuh."
Sementara itu sampan kecil tadi sudah tiba ditepi pantai.
Diatas sampan duduk dua orang lelaki berpakaian ringkas, meskipun badannya kekar
namun tiada senjata tajam yang digembol.
"selamat datang Sam cungcu!" kata kedua orang lelaki itu sambil memberi hormat.
"Hmm, cayhe Siauw Ling sudah bukan Sam cungcu kalian lagi!"
"Toa cungcu berpesan agar hamba sekalian menyebut demikian, hamba tidak berani
membangkam." Siauw Ling tidak menggubris kedua orang itu lagi, ia segera melangkah naik keatas
sampan. Sang Pat serta Ceng Yap Chinpun dengan cepat mengikuti dibelakang si anak muda itu.
Demikianlah kedua orang lelaki berbaju hitam itu segera mendayung sampan tadi
menuju kearah perahu besar.
Djen Bok Hong yang tinggi besar dan bongkok itu dengan serius bediri diujung geladak,
ketika sampan kecil bergerak mendekat, ia segera ulurkan tangannya kedepan.
"Samte baik-baikkah dirimu selama ini?" dia menyapa.
Siauw Ling berkelit kesamping lalu loncat naik keatas perahu.
"Aku tidak berani merepotkan diri Djen Toa cungcu!"
Ia mengerti bagaimana wataknya Djen Bok Hong yang keji dan tidak kenal malu. Ia
takut dalam sentuhan jari-jari tangan mereka kemungkinan besar iblis itu melepaskan
racun. Sementara kemudian Ceng Yap Chin serta Sang Patpun telah meloncat naik keatas
perahu membuntut dibelakang si anak muda itu.
Berhadapan dengan Djen Bok Hong gembong iblis yang paling disegani dalam dunia
persilatan, hati ketiga orang itu sama-sama terasa berat, rasa was-was selalu menyelimuti
benak mereka, karena mereka takut secara mendadak orang itu melancarkan bokongan.
perlahan-lahan Djen Bok Hong memutar tubuhnya dua sorot cahaya tajam memancar
keluar dari matanya dan menatap wajah Siauw Ling tajam-tajam.
"Saudara Siauw!" katanya. "Aku merasa sikapmu terhadap diriku rupanya asing sekali."
"Cayhe tidak berani terlalu meninggalkan derajatku."
"Hmm, kau harus tahu bahwa kesabaran seseorang ada batasnya, kalau saudara terlalu
memaksa diriku terus menerus, jangan salahkan kalau akupun akan melupakan hubungan
persaudaraan kita tempo dulu."
"Sudah berulang kali Djen Toa cungcu melancarkan serangan keji terhadap diriku,
rasanya aku orang she Siauwpun tidak semestinya bertindak sungkan-sungkan lagi
kepadamu." Djen Bok Hong mendengus dingin.
"Hmm! manusia yang tak tahu diri"." ia merandek sejenak, lalu ujarnya lagi. "Namun
aku orang she Djen selamanya menganggap bahwa keputusan manusia jauh bisa
menangkan takdir!" "Kecerdikan Djen Toa cungcu melebihi manusia biasa, kepandaian silatmu tiada
tandingan dikolong langit, mungkin saja kau mempunyai kemampuan itu!"
"Kau terlalu memuji, sahabat karibmu Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang semuanya
ada didalam ruang perahu, aku rasa saudara Siauwpun semestinya masuk kedalam ruang
perahu untuk memeriksa keadaan mereka."
JILID 26 Siauw Ling putar sinar matanya memandang kedalam ruangan,ia lihat Soen Put shia
serta Boe Wie Tootiang duduk didekat meja perjamuan, disisi kiri kanan mereka masingmasing
duduk dua orang kakek berbaju hijau.
Diatas meja hidangan lezat telah disiapkan, tapi keenam orang itu tetap duduk
mematung disitu tanpa berkutik, jelas jalan darah mereka telah tertotok.
Shen Bok Hong mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaa". haaa". saudara Siauw, mengapa kau tidak masuk kedalam?"
Siauw Ling tidak menjawab, kembali sinar matanya berputar menyapu sekeliling perahu
ia lihat empat penjuru perahu itu tertutup oleh selapis kain horden, sedang pada arah
utara terdapat sebuah pintu yang tertutup mungkin pintu itulah digunakan untuk keluar
masuk. Sang Pat segera menyerbu jalan paling depan katanya, "Biarlah siauwte yang
membawa jalan!" sambil berkata ia melangkah masuk kedalam ruangan.
"Shen Toa cungcu, silahkan!" jengek Siauw Ling.
"Heee". heee". sejak kapan saudara Siauw berubah jadi begitu banyak curiga?"
"Berhubungan dengan diri Shen Toa cungcu, rasanya aku harus bersikap lebih hatihati."
Shen Bok Hong tidak berbicara lagi, diapun melangkah masuk kedalam ruangan.
Siauw Ling berjalan mengikuti dibelakang gembong iblis itu, sedangkan Ceng Yap Chin
tetap tinggal diluar pintu untuk berjaga-jaga diri.
"Eeei" kenapa kau tidak ikut masuk kedalam ruangan?" tegur Shen Bok Hong sambil
berpaling kearah jago muda dari Bu tong pay itu.
Dalam hati Ceng Yap Chin mempunyai perhitungan sendiri, setelah Siauw Ling serta
Sang Pat masuk kedalam ruangan, bagaimanapun juga ia harus tetap tinggal diruangan
perahu itu dan tidak boleh termakan hasutan Shen Bok Hong.
Maka ia lantas tersenyum.
"Cayhe rasa tinggal diluar ruanganpun sama saja."
Siauw Ling mengerti maksud hati jago dari Bu tong pay itu, maka iapun lantas berkata,
"Bagi manusia yang sudah pernah berhubungan dengan Shen Toa cungcu, siapa yang
tidak was-was atas kelicikan serta kekejian hatimu?"
Shen Bok Hong tertawa dingin.
"Hmm". jarak antara pintu ruangan tengah hanya beberapa depa saja seandainya
mereka berdua terjadi suatu peristiwa dalam ruangan rasanya kau sendiripun tidak nanti
bisa meloloskan diri."
"Soal ini lebih baik tak usah Shen Toa cungcu pikirkan."
Setibanya dalam ruangan, Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap wajah
Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang, kemudian katanya, "Keempat orang kakek berbaju
hijau ini rasanya pastilah empat pujangga besar dunia persilatan yang sengaja kau
undang datang?" "Tidak salah, ketajaman pandangan saudara Siauw benar-benar luar biasa sekali."
"Apakah mereka berenam sudah kau totok jalan darahnya?"
"Bukankah saudara Siauw memiliki kepandaian silat yang maha sakti" kenapa tak kau
coba untuk membebaskan jalan darah mereka yang tertotok?"
Siauw Ling perlahan-lahan mendekati Soen Put shia, sesudah diperlakukan sejenak ia
lantas menekan punggung pengemis itu dengan tangan kanannya, hawa murninya
dengan cepat disalurkan kedalam tubuh orang itu.
Segulung hawa panas mengalir masuk kedalam isi perut Soen Put shia dan
menggerakkan peredaran darah ditubuh pengemis tua itu, tampak air mukanya berubah
jadi merah padam seakan-akan ada jalan darah yang tersumbat, selain itu tidak nampak
ada luka lain yang diderita.
Siauw Ling segera tarik kembali telapak kanannya, kepada Shen Bok Hong dia berseru,
"Mereka bukan tertotok oleh sejenis ilmu menotok jalan darah!"
"Lalu menurut pandanganmu, mereka sudah terluka oleh binatang apa?"
"Andai kata orang ini bukan terluka oleh ilmu menotok jalan darah pastilah mereka
sudah terluka oleh kepandaian sejenis" pikir si anak muda itu, dia lantas menyahut,
"Mungkin oleh pemutus nadi atau penutup jalan darah"."
Shen Bok Hong segera gelengkan kepalanya sambil tertawa.
"Kepandaian silat mempunyai aneka ragam yang tak terhingga banyaknya, meskipun
saudara Siauw pintar, kau masih belum sanggup untuk menguasai segenap kepandaian
yang ada dikolong langit."
"Hmm, perduli kau Shen Toa cungcu telah melukai mereka dengan cara apapun,
setelah cayhe datang kemari, aku pasti akan menolong mereka hingga lolos dari sini."
"Sungguh besar amat perkataanmu, kini keenam orang itu telah berada disini semua,
aku ingin lihat dengan cara apakah kau hendak menolong mereka?"
"Aku tak sanggup membebaskan beberapa orang dari pengaruh totokan, untuk
menolong mereka semua rasanya harus berusaha untuk menaklukkan Shen Bok Hong
kemudian baru paksa dia untuk membebaskan totokannya" pikir Siauw Ling dalam hati.
"Tapi orang ini lihay dan licik, jelas diatas perahu ini telah dipersiapkan jago-jago lihaynya
yang setiap saat bila diperintahkan untuk menyerang kami". lalu apa yang harus
kulakukan sekarang?"
Dia lantas berkata, "Shen Toa cungcu, kian tahun usiamu kian bertambah, aku rasa
dalam soal waktu kau berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan, sebaliknya bagi
aku orang she Siauw, kian hari kekuatan tubuhku kian bertambah kuat sedang ilmu
silatpun makin hari makin bertambah sempurna, bila kau hendak mengulur lagi waktu
pertarungan diantara kita, maka kesempatan bagimu untuk merebut kemenangan
semakin menipis, entah bagaimana menurut pendapat Toa cungcu sendiri?"
Shen Bok Hong tertawa hambar.
"Bagi aku orang she Shen, persoalan ini tidak penting untuk dibicarakan sekarang."
Siauw Ling menoleh memandang sekejap kearah Soen put shia, lalu berkata lagi, "Shen
Toa cungcu, seandaianya pada saat ini kau berhasil membinasakan aku orang she Siauw,
bukankah sejak kini orang yang berani memusuhi dirimu makin hari makin bertambah
kurang?" "Heeeh". heeeh". apakah saudara Siauw ingin menjajal kepandaian silatku?"
"Mari kita berduel satu lawan satu, coba kita lihat kau yang bakal keok ataukah aku
yang bakal binasa." "Hmm". kecuali keadaan dan situasi terlalu mendesak sehingga tiada pilihan lain
bagiku, aku tetap berharap agar kau suka kembali lagi kedalam perkampungan Pek Hoa
San cung"." Ia mendongak dan menghembuskan napas panjang, katanya lebih jauh, "Saudara
Siauw, ucapanmu memang tepat sekali, aku memang semakin hari makin bertambah tua
sekalipun akhirnya seluruh kolong langit berhasil jatuh ketanganku, siauw heng pun tidak
bisa memimpin terlalu lama". paling banter beberapa tahun, kemudian kursi pemimpin
bakal terjatuh ketangan orang ini orang itu sudah tentu diri saudara Siauw."
"Shen Toa cungcu, apabila kau sudah berhasil memahami keadaan tersebut lalu apa
gunanya kau masih selalu saja berusaha menjagoi dunia persilatan dengan menggunakan
tindakan serta cara serendah apapun"." kata Siauw Ling sambil melirik sekejap keadaan
disekelilingnya. Mendadak air muka Shen Bok Hong berubah hebat, hardiknya, "Tutup mulut, apa kau
anggap aku sedang memberi nasehat kepada diriku sendiri?"
"Cayhe hanya bermaksud baik untuk menasehati diri Shen Toa cungcu agar jangan
pikirkan cita-citamu yang mutlak itu lagi. Apa gunanya merajai Bulim dengan melakukan
pelbagai perbuatan yang terkutuk"."
"Aaaai, kalau begitu rupanya kau memang selamanya tak akan sadar kembali" tukas
Shen Bok Hong sambil menghela napas panjang. "Diantara kita berdua cepat atau lambat
harus dilakukan suatu penyelesaian yang tepat."
Siauw Ling ada maksud menjawab, tapi pada saat itulah Shen Bok Hong telah ayunkan
tangannya bertepuk satu kali.
Pintu ruang dalam yang tertutup rapat mendadak terpentang lebar, seorang manusia
aneh yang bersisik merah perlahan-lahan munculkan diri dalam ruangan itu.
Dengan cepat Siauw Ling geserkan badannya dengan punggung menempel pada
punggung Sang Pat, sedang matanya dialihkan kedepan.
Tampak manusia aneh bersisik merah itu mempunyai bentuk yang sangat mengerikan,
rambutnya yang merah terurai sebahu, kulit tubuhnya dari batas leher hingga kebawah
penuh dengan sisik berwarna merah. Sepasang tangannya panjang sekali dengan kuku
yang panjangnya kurang lebih tiga coen, selapis warna merah menyelimuti wajahnya
sehingga hanya tertampak sepasang biji matanya yang tajam.
Sejak menjumpai Shen Bok Hong muncul diatas sampan, Siauw Ling telah menyadari
bahwa keadaan diatas perahu pasti amat berbahaya, maka secara diam-diam ia sudah
kenakan sarung tangan kulit naganya.
Sedang Sang Pat sendiri dalam hatipun sedang berpikir, "Sisik merah yang ada ditubuh
manusia aneh ini entah terbuat dari bahan apa" aku harus menjajal sampai manakah daya
kemampuan benda itu agar dalam pertarungan nantipun bisa mengetahui
kehebatannya"."
Tangan kanannya segera diayun dan menyambit keluar sebutir intan permata yang
bersinar tajam. Intan termasuk benda keras yang melebihi kerasnya baja, empat sisi berbentuk runcing
dan tajamnya luar biasa. Selama melakukan perjalanan, Sang Pat selain menggembol batu
permata itu sebagai senjata rahasia, hanya karena berharga benda tadi maka bilamana
bukan menjumpai keadaan yang terlalu berbahaya jarang sekali ia menggunakan benda
tadi. Berbeda sekali keadaan pada malam ini, begitu melancarkan serangan si sie poa emas
ini telah menggunakan tenaga murninya hampir mencapai sepuluh bagian.
Dibawah sorot cahaya lilin tampak cahaya permata berkilauan, dengan telak benda
tersebut bersarang didepan dada manusia aneh bersisik merah tersebut.
Blaaam! seakan-akan menimpuk diatas lapisan baja yang kuat, batu permata yang
kerasnya melebihi baja itu secara tiba-tiba mental kembali dan bersarang diatas tiang
kayu dekat pintu ruangan, saking kerasnya daya pental tadi sehingga membuat benda itu
tertanam dalam sekali dalam tiang kayu itu.
"Hmm, barisan Ngo Liong Toa Tin!" dengus Siauw Ling dingin.
"Sedikitpun tidak salah, dia adalah salah satu diantara lima naga, bila Siauw thayhiap
sanggup menaklukkan orang ini, rasanya belum terlambat kalau kita saling gebrakan
belakangan saja." Tempo dulu sewaktu Siauw Ling dengan memimpin para jago yang terdiri dari Be Boen
Hwie sekalian menerjang keluar dari perkampungan Pek Hoa San cung, sesudah
mengobrak abrikan barisan pedang dan tameng yang terdiri dari delapan belas orang
Kiam kong, kemudian menjebolkan kepungan beratus-ratus orang boesu berbaju hitam,
dan diluar perkampungan mereka pernah dihadang pula oleh lima naga tersebut.
Tapi didalam kesempatan itu hanya dalam sebuah tusukan pedang saja ia telah berhasil
merobohkan salah satu diantara manusia aneh itu, sehingga dalam sangkaran mereka
barisan Ngo Liong Tia Ton yang digembar gemborkan sebagai kekuatan terdahsyat pihak
Shen Bok Hong ternyata hanya begitu saja.
Tapi setelah kejadian itu Siauw Ling baru tahu sebabnya kelima ekor naga itu tak
berkutik adalah disebabkan bantuan dari Lam Hong Giok yang secara diam-diam telah
mengunci ilmu silat kelima orang itu dengan sejenis bubuk obat. Bagaimanakah kekuatan
yang sesungguhnya, boleh dibilang Siauw Ling sendiripun belum pernah menjajalnya.
Kini setelah berhadapan dengan salah satu diantara kelima orang aneh itu si anak
muda kita tak berani bertindak gegabah, hawa murninya segera dihimpun kedalam tubuh.
Dengan tajam ia awasi gerak gerik manusia aneh sambil diam mencari titik kelemahan
lawan. Namun seluruh tubuh orang itu tertutup oleh sisik merah yang kuat, kecuali sepasang
matanya boleh dibilang tiada tempat lain yang sanggup digunakan untuk menyerang.
"Ada satu persoalan aku harus memberitahu terlebih dahulu kepada kau Siauw
thayhiap" terdengar Shen Bok Hong berkata. "Sisik merah yang dikenakan orang ini telah
direndam didalam cairan racun yang teramat keji, asal badanmu tersambar hingga robek
dan mengucurkan darah maka dalam waktu satu jam racu itu segera akan menyerang isi
perutmu dan mengakibatkan kematian yang mengerikan, dikolong langit tiada obat
penawar lain untuk menyelamatkan jiwamu."
"Terima kasih atas pemberitahuanmu itu."
Selama pembicaraan berlangsung, manusia aneh bersisik merah tadi selangkah demi
selangkah sudah mendekati tubuh Siauw Ling.
Menyaksikan gerak gerik pihak lawannya sangat lamban, dalam hati pemuda kita lantas
berpikir, "Dengan mengenakan sisik merah yang mengandung racun, aku pikir gerak
geriknya pasti mengalami gangguan, seandainya bertarung ditempat yang terbuka
mungkin aku bisa menghadapi serangan-serangannya dengan mengandalkan ilmu
meringankan tubuh tapi sampan ini sempit dan kecil tidak leluasa bagiku untuk bergerak
seenaknya sendiri rupanya bilamana perlu aku harus menghadapi dengan kekuatan
serangan telapakku."
Tampak dua sorot mata manusia aneh itu dengan tajam mengawasi gerak gerik si anak
muda itu, kemudian berhenti dan tak berkutik lagi.
Ceng Yap Chin yang melihat manusia aneh tadi berdiri saling berhadapan muka dengan
Siauw Ling, bahkan jaraknya cukup untuk merobohkan musuh dalam sekali serangan,
hatinya jadi gelisah pikirnya, "Terang-terangan kita sudah tahu kalau orang aneh itu
mengenakan sisik beracun, apa sebabnya dia malah membiarkan musuhnya berdiri dala


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jarak begitu dekat dengan dirinya" bukan meloloskan senjata dia berdiri tenang, apakah
orang she Siauw itu hendak menghadapi musuhnya dengan sepasang tangan telanjang
belaka?"" Baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat dalam benaknya, tiba-tiba Siauw Ling telah
ayunkan tangan kanannya, laksana kilat dia melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Kecepatan serangan ini bukan saja sukar diikuti dengan pandangan, bahkan membuat
Shen Bok Hong yang menyaksikanpun diam-diam merasa sangat kagum.
Walaupun melihat datangnya ancaman yang langsung mengarah dadanya, manusia
aneh bersisik merah itu sama sekali tak menghindar ataupun menangkis, dia angkat
tangan kanannya dengan kelima jari tangannya yng berkuku panjang ia cengkeram bahu
kiri lawan. Siauw Ling ayun tangan kirinya menangkis datangnya ancaman itu, sementara
serangan tangan kanannya dengan telak telah bersarang didada musuh.
Blaam".! ditengah satu ledakan keras, dada simanusia aneh bersisik merah itu sudah
terhajar keras sehingga membuat badannya tergetar mundur tiga langkah kebelakang.
Shen Bok Hong yang melihat jalannya pertarungan itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah". haaah Siauw thayhiap! sisik merah yang dikenakan orang itu mengandung
racun yang sangat keji cepat tutup seluruh pernapasan serta jalan darahmu agar racun
keji itu tak sampai mengalir kedalam jantung untuk menolong jiwamu, hanya satu jalan
yang bisa kau tempuh yaitu menguntungkan tanganmu sebatas siku."
"Heeeh". heeh tak usah anda kuatirkan keselamatanku" jengek Siauw Ling sambil
tertawa dingin. Kembali tangannya diayun mengirim satu totokan kilat.
Ternyata dalam sangkaan pemuda kita seandainya serangan yang dia lancarkan
berhasil menghajar tubuh lawannya, sekalipun tidak berhasil membinasakan orang itu
sedikit banyak masih sanggup untuk merobohkannya hingga tak sadarkan diri, siapa
sangka peristiwa yang kemudian terjadi jauh diluar dugaannya, manusia aneh bersisik
merah itu hanya tergetar mundur tiga langkah saja kebelakang.
Siauw Ling sadar hanya dengan merobohkan manusia aneh ini terlebih dahulu ia baru
bisa menghadapi Shen Bok Hong dengan segenap tenaga, maka dari itu menyaksikan
lawannya belum roboh dengan cepat ia mengirim satu serangan lagi dengan ilmu jari
Siauw Loo Sin ci yang diancam adalah jalan darah Ci Kiong hiat didada lawan.
Segulung angin tajam segera meluncur kedepan.
Setelah mengalami dua kali serangan berat kembali tubuhnya dilindungi oleh sisik
merah yang kuat, namun ia rada tidak tahan juga. Sang badan mundur dengan
sempoyongan, seakan-akan hendak roboh terjengkang keatas tanah.
Shen Bok Hong jadi sangat terperanjat pikirnya, "Beberapa bulan tidak berjumpa
ternyata tenaga dalam Siauw Ling telah mengalami kemajuan yang demikian pesatnya".
bakat maupun kecerdikan orang ini betul-betul luar biasa, bila aku gagal membinasakan
dirinya pada malam ini, mungkin dalam kesempatan lain aku bakal mengalami kesulitan
besar." Berpikir demikian ia segera bersuit rendah.
Manusia aneh bersisik merah yang sedang sempoyongan itu begitu mendengar suitan
rendah tiba-tiba mempertahankan badannya, dua sorot mata dengan seramnya
mengawasi wajah si anak muda itu.
Melihat kekuatan andalannya masih sanggup untuk melanjutkan pertarungan Shen Bok
Hong segera tertawa dingin.
"Siauw Ling untuk kesekian kalinya aku menasehati dirimu agar insyaf dan suka
menggabungkan diri dengan pihak kami, tetapi kalau memang kau tak tahu diri dan selalu
ingin memusuhi diriku". Hmmm! terpaksa aku harus mengambil tindakan tegas pada
malam ini juga." Telapak kanannya diayun dan langsung ditabokkan keatas tubuh lawannya.
Dengan perawakan tubuhnya yang tinggi besar ditambah sepasang tangannya yang
luar biasa panjangnya, meski jarak antara dia dengan Siauw Ling terpaut empat depa
namun dalam sekali jangkauan saja ia sudah sanggup untuk mencapai lengan belakang
lawan. Berhadapan dengan musuh tangguh yang menyerang dari depan serta belakang,
membuat Siauw Ling tak bisa mengkonsentrasikan seluruh kekuatannya disatu pihak.
Dari depan dia diancam oleh manusia aneh bersisik merah yang selangkah demi
selangkah berjalan mendekat dengan wajah penuh napsu membunuh, sedangkan dari
belakang Shen Bok Hong telah melancarkan serangan kilat.
Meski Siauw Ling tahu bahwasanya tenaga kweekang dari Shen Bok Hong amat
sempurna, tetapi ia tak mungkin bisa putar badan menghadapi dirinya, maka satu-satunya
jalan adalah menyalurkan hawa murni Kiam Ciang Khieng untuk melindungi badan dan
siap menerima sebuah pukulan mautnya, sementara kekuatan yang sebenarnya siap
digunakan untuk merobohkan manusia aneh bersisik merah itu.
Dalam pada itu Sang Pat yang melihat Shen Bok Hong secara tiba-tiba melancarkan
serangan kearah Siauw Ling, meski ia sadar bukan tandingannya namun ia tidak
memperdulikan sampai kesitu. Tangan kanannya segera diayunkan kedepan, diikuti
senjata sie poa emasnya langsung menerjang sikut kanan gembong iblis yang amat lihay
itu. Persendian merupakan tempat yang terlembek untuk membalaskan diri Siauw Ling dari
ancaman bahaya, terpaksa Sang Pat menyerang titik kelemahan tersebut.
Terdengar Shen Bok Hong tertawa dingin, mendadak ia putar tangan kirinya
melancarkan sebuah sentilan". dukk, serangan tadi bersarang telak diatas senjata Sang
Pat. Sang loo toa dari sepasang pedang chiu ini hanya merasakan sie poa emasnya
mendadak meloncat keatas seperti mau terlepas dari genggaman, hatinya terkesiap,
segenap ia kerahkan untuk membetotnya kembali kebawah, setelah bersusah payah ia
baru berhasil mempertahankan senjata andalannya itu tidak sampai mencelat keudara.
Tampak cahaya berkelebat membelah angkasa dua titik cahaya putih laksana kilat
menyambar kearah manusia aneh bersisik merah.
Ternyata Ceng Yap Chin telah melepaskan dua bilah pedang "Chiet Siuw Kiam" untuk
memperingati jalan maju orang aneh itu.
Setelah menghajar miring senjata sie poa emas dari Sang Pat dengan ilmu jari saktinya,
Shen Bok Hong melanjutkan serangan tangan kanannya mencengkeram si anak muda.
Tetapi sebelum telapaknya menyentuh diatas bahu lawan, mendadak ia merasa ada
selapis tenaga tak berwujud menghadang serangan selanjutnya, hal ini membuat ia jadi
terperanjat dan segera katanya, "Hawa khiekang pelindung badan!"
Hawa murninya segera diperlipat ganda laksana sebilah golok telapak kanannya dibabat
makin cepat kebawah. Hawa khiekang pelindung badan yang berhasil dicapai Siauw Ling baru mencapai taraf
permulaan. Jago kangouw pada umumnya sulit untuk melukai dirinya, tapi bagi jago lihay
seperti Shen Bok Hong yang memiliki tenaga kweekang sempurna sudah tentu Siauw Ling
masih belum sanggup menandinginya.
Terasa segulung tenaga tekanan yang amat berat menjebol pertahanan hawa khiekang
perlindung badannya langsung menghajar keatas bahu, membuat tubuh bagian atasnya
terasa amat sakit dan kaku seakan-akan dibabat orang dengan golok.
Sadarlah si anak muda itu bahwa ia sudah terluka parah, meskipun tulang bahunya tak
sampai hancur sedikit banyak pasti sudah parah jadi beberapa bagian.
Namun sebagai manusia berwatak keras, ia tetap gertak gigi menahan sakit, sang
badan segera geser tiga depa kesamping.
Karena tak mendengar jeritan tertahan dari si anak muda itu, Shen Bok Hong tak tahu
kalau lawannya berhasil dilukai atau tidak, tapi ia tahu bahwa hawa khiekang pelindung
badan lawan berhasil dijebolkan dan serangan itu bersarang telak dibahu musuh.
Kendati begitu diam-diam telapak kanannya terasa sakit dan kaku juga termakan oleh
tenaga pental dari khiekang pelindung badan si anak muda itu, untuk beberapa saat
seluruh lengan itu tak bisa digunakan lagi.
Perubahan ini terjadi dalam waktu sekejap mata, dan siapapun tak menyangka akan
kehebatan masing-masing pihak.
Terdengar suara bentrokan nyaring bergema diudara, dua bilah pedang Chiet Siuw
Kiam yang dilepaskan Ceng Yap Chin telah bersarang dibahu manusia aneh bersisik merah
itu. Walaupun manusia aneh itu mempunyai sisik tebal pelindung badan, namun setelah
badannya termakan gempuran dahsyat dari Siauw Ling, meskipun tak sampai jatuh
pingsan seketika itu juga isi perutnya telah terluka parah, dua bilah pedang yang disambit
Ceng Yap Chin sama sekali tak terhindar olehnya". semua serangan bersarang telak
diatas badannya. Pedang Chiet Siuw Kiam milik Ceng Yap Chin ini terbuat dari baja berusia seribu tahun
dan khusus digunakan untuk menandingi hawa khiekang orang.
Kendati tajam dan luar biasa, sayang pedang itu masih belum sanggup juga untuk
menembusi sisik merah diatas tubuh orang aneh itu, setelah berdenting nyaring pedang
tadi segera rontok keatas tanah.
Sang Pat segera membentak keras, sie poa emasnya dengan jurus "Long Ciong Ciauw
Gan" atau gulungan ombak menghantam tubuh Shen Bok Hong.
Pada waktu itu lengan kanan gembong ini sedang kaku dan tak bisa digunakan,
terpaksa ia mengingos kesamping sambil ayun tangan kirinya melancarkan satu babatan.
Melihat serangannya tidak mengenai pada sasaran Sang Pat mempersiapkan serangan
berikutnya, tapi saat itulah angin pukulan Shen Bok Hong telah melanda tiba.
Tampak sekilas cahaya tajam berkelebat lewat, sebilah pedang tahu-tahu meluncur tiba
dari bawah lengan kiri Shen Bok Hong langsung membabat keatas.
Ternyata orang yang melancarkan serangan Ceng Yap Chin yang sedang menyerbu
datang. Buru-buru Shen Bok Hong merendahkan tangan kirinya kebawah, setelah lolos dari sisi
samping kembali ia lancarkan satu pukulan hebat.
Perubahan jurus ini dilakukan dengan kecepatan bagaikan kilat, tak mungkin bagi Ceng
Yap Chin untuk menghindarkan diri lagi, terasa segulung angin dahsyat mendorong
badannya kebelakang hingga mendesak ia harus loncat keruang luar.
Shen Bok Hong tertawa seram.
"Siauw Ling diatas sampan inilah tulang belulangmu bakal dikuburkan"."
Belum habis dia berbicara mendadak terdengar suara gemerincingan nyaring". Criing!
criing! diikuti segenggam cahaya emas berkelebat membelah angkasa menyerang manusia
aneh bersisik merah itu. Dalam pada itu manusia aneh tadi berhasil memaksa Siauw Ling mundur kesudut ruang
perahu, sepuluh jari tangannya yang berkuku panjang laksana cakar naga perlahan-lahan
menyambar tubuh si anak muda itu.
Terdesak oleh keadaa yang amat mendesak, terpaksa Siauw Ling harus menahan rasa
sakit pada bahu kanannya, ia bersiap sedia menggunakan telapak kirinya untuk mengirim
satu pukulan dahsyatnya, meski akhirnya ia sendiri mati tersambar oleh kesepuluh jari
lawan, namun serangan itu sedikit banyak pasti akan membinasakan lawannya.
Disaat itu hendak beradu jiwa itulah segenggang cahaya emas tadi meluncur datang.
Terdengar manusia aneh bersisik merah itu meraung aneh, sepasang lengannya yang
siap mencengkeram tubuh Siauw Ling tiba-tiba menutupi mata sendiri, setelah bergetar
akhirnya ia roboh terjengkang keatas tanah.
Lolos dari bahaya maut Siauw Ling berdiri termangu-mangu, sementara dari kejauhan
sayup-sayup kedengaran irama khiem yang lirih dan bernada sedih berkumandang tiba.
Mendadak Shen Bok Hong membentak keras ia ayun tangan kirinya menghajar tubuh
Sang Pat hingga jangkir balik, kemudian loncat kedepan menginjak dada manusia aneh
tadi dan sekali sambar sambil mengepit tubuh orang tadi ia meluncur kedepan pintu
sampan dan melayang ketepian.
Beberapa loncatan itu dilakukan dengan gerakan cepat dan sehat, meskipun Ceng Yap
Chin berjaga-jaga diatas geladak namun ia tak sanggup menghalangi jalan pergi gembong
iblis itu. Haruslah diketahui, setelah ia terdorong oleh hawa pukulan Shen Bok Hong hingga
terdesak keluar dari ruangan tadi, walaupun tidak sampai terluka parah tetapi isi perutnya
telah goncang oleh getaran hawa serangan musuh saat itu diam-diam ia sedang mengatur
pernapasan untuk menenangkan pergolakan tersebut.
Oleh karena itn meski gembong iblis tadi berkelebat lewat disisinya, namun ia tak
mampu untuk menghalangi kepergian orang.
Padahal dalam kenyataan, dengan kepandai an silat yang dimiliki Shen Bok Hong
dewasa ini, walaupun Geng Yap Chin tidak ter-luka, iapun belum mampu untuk
menghalangi jalan pergi orang tersebut.
Memandang bayangan Shen Bok Hong yang lenyap ditengah kegelapan, Siauw Ling
seolah-olah baru bangun dari impian buruk berdiri termangu-mangu disitu pikirnya, "Ooh,
sungguh berbahaya". sungguh berbahaya". andaikata Shen Bok Hong mengirim satu
pukulan kearahku dikala berlalu tadi, aku pasti sudan mati konyol diujung telapaknya"."
Teringat akan mara bahaya yang baru saja mengancam jiwanya, diam-diam si anak
muda itu bergidik sendiri, bulu kuduknya berdiri sedang keringat dingin mengucur keluar
dengan derasnya. Menanti ia teringat kembali akan irama Khiem yang sayup-sayup kedengaran
berkumandang datang tadi, suasana telah kembali dalam kesunyian yang mencekam".
Bagaimanapun juga Sang Pat jauh lebih berpengalaman dari Siauw Ling, setelah mara
bahaya berlalu ia lalu merasakan keadaan yang tidak beres, bisiknya lirih: "Toako ayoh
cepat kita tolong orang itu!"
"Ehm, kita harui segera membebaskan jalan darah keenam orang itu"." sahut Siauw
Ling sambil memandang sekejap kearah keempat orang kakek berbaju hijau itu serta Soen
Put Shia dan Boe Wie Tootiang.
"Tak usah, kita tolong dulu mereka berenam ketepi seberang kemudian baru usahakan
untuk membebaskan jalan darah mereka yang tertotok."
Seraya berkata ia segera mengempit dahulu dua orang kakek berbaju hijau itu.
Siauw Ling pun tak banyak bicara lagi. Ia segera mengempit tubuh Soen Put shia serta
Boe Wie Tootiang menyusul dibelakang dan terakhir Ceng Yap Chin mengempit dua orang
kakek berbaju hijau lainnya.
Setibanya diatas geladak, tampak depan mereka hanya terbentang air kolam, sampan
kecil tadi dipakai oleh Shen Bok Hong untuk menyebrang ketepian.
Mereka bertiga sama-sama tak kenal ilmu berenang, melihat gulungan air disekeliling
mereka, Siauw Ling sekalian jadi tertegun dan berdiri termangu.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya si anak muda itu sambil menghela
napas panjang. "Kolam ini tidak begitu luas lagi pula jaraknya beberapa tombak, mari kita terjun saja
kedalam air dan berjalan ketepian, makin cepat baik."
"Kenapa?" tanya Ceng Yap Chin tercengang.
"Aku punya dugaan diatas perahu ini sudah diatur suatu jebakan lihay"."
"Kalau begitu mari kita segera berlalu dari sini!"
Sambil mengempos tenaga si anak muda itu siap meloncat keair, tapi mendadak ia lihat
Sang Pat meletakkan kembali tubuh kedua kakek berbaju hijau tadi keatas tanah
kemudian menjebol dua buah pintu dan diceburkan kedama air.
Si anak muda itu segera mengerti apa gunanya pintu-pintu tadi,ia loncat lebih dahulu
kebawah, setelah meletakkan tubuh Boe wie Tootiang dan Soen Put shia diatas belahan
pintu tadi, ia sendiri menceburkan diri kedalam air.
Sang Pat serta Ceng Yap Chin pun secara beruntun loncat kebawah, ternyata enam
tubuh jagoan itu tidak sampai menenggelamkan kedua belah pintu tadi, maka merekapun
lantas bergerak ketepian.
Memandang bajunya yang basah kuyup oleh air kolam diam-diam Ceng Yap Chin
melirik sekejap kearah perahu persegi ditengah kolam, pikirnya, "Bodoh amat cara kita
menyeberang ketepian, andaikata kita bisa sedikit menahan diri, keadaan tak akan
sedemikian mengenaskan"."
Belum habis dia berpikir terdengar dua ledakan dahsyat menggema diatas sampan
tersebut, perahu tadi segera terpecah belah jadi beberapa bagian sementara api berkobar
dengan hebatnya. Dalam sekejap mata seluruh benda yang ada diatas perahu itu sudah terjilat oleh api,
kebakaran hebatpun memusnahkan perahu tersebut dalam sekejap mata.
Menyaksikan peristiwa tersebut dalam hati Ceng Yap Chin jadi malu sendiri, ujarnya
sambil memandang kearah Sang Pat, "Andaikata Sang hng tidak cermat memeriksa
keadaan diatas perahu itu dan buru-buru tinggalkan tempat tersebut, niscaya kita pada
saat ini sudah mati tertelan ditengah lautan api"."
"Ooh, itulah namanya rejeki kita, takdir belum menetapkan kita harus mati maka
kitapun terhindar dari malapetaka". itu belum terhitung seberapa"."
Sedang Siauw Ling segera menghela napas.
"Ditinjau dari keadaan demikian, tidak cukup bagi seseorang untuk berkelana dalam
dunia persilatan hanya mengandalkan ilmu silat belaka, bila tiada kecerdasan otak yang
tajam untuk mempertahankan hidupnya lebih lama"."
"Mara bahaya sudah lewat rasanya sekarang kita harus berusaha untuk membebaskan
jalan darah keenam orang ini" ujar Sang Pat setelah memandang sekejap wajah Soen Put
shia serta Boe Wie Tootiang. "Selama hidup empat pujangga besar dunia persilatan tak
pernah terlibat dalam urusan dunia kangouw sedang orang Bulimpun kebanyakan tidak
ingin mengganggu mereka, dan kini setelah Shen Bok Hong gagal mencelakai jiwa mereka
berempat, andaikata kita bisa menolong mereka berarti pula pihak perkumpulan Pek Hoa
San cung telah bertambah dengan empat orang musuh tangguh!"
"Aku curiga Shen Bok Hong bukan hanya menotok jalan darah mereka berenam saja."
"Maksud siauw thayhiap".?"" tukas Ceng Yap Chin dengan hati terperanjat.
"Maksud cayhe disamping Shen Bok Hong telah menotok jalan darah mereka berenam
mungkin iapun sudah berbuat sesuatu ditubuh mereka. Mampukah kita selamatkan
mereka hingga kini masih jadi satu persoalan."
"Maksud toako, kemungkinan besar Shen Bok Hong telah meracuni keenam orang itu?"
"Sedikitpun tidak salah."
Ia merandek sejenak, kemudian terusnya, "Ditinjau dari situasi pertarungan diatas
sampan tadi, boleh dibilang posisi kita teramat berbahaya, andaikata tiada orang yang
membantu secara diam-diam mungkin siauwte sudah terluka diujung jari tangan manusia
aneh bersisik merah itu. Sisik merah yang dikenakan betul-betul sangat keras dan tidak


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempan terhadap senjata, ia sulit untuk dihadapi. Aaaai". perkataan Giok Lan serta Kiem
Lan sedikitpun tidak salah. Lima naga dari Shen Bok Hong merupakan manusia beracun
yang paling dulit dihadapi, yang kita jumpai dimalam ini hanya seekor naga belaka,
andaikata lima naga muncul bersama, rasanya tak usah Shen Bok Hong turun tangan
sendiripun kita bertiga tak nanti bisa lolos dari perahu itu dalam keadaan selamat."
"Lalu siapakah yang telah membantu kita secara diam-diam?" tanya Sang Pat setelah
termenung sebentar. "Siauw heng sendiripun kurang begitu paham dengan kejadian tersebut, rupanya orang
itu telah melukai sepasang mata manusia aneh bersisik merah itu dengan senjata rahasia
sebangsa jarum kecil."
"Seandainya ia menggunakan senjata rahasia sebangsa jarum, maka orang itu
semestinya berada pada jarak tiga tombak dari kita."
"Memang seharusnya demikian tapi ternyata kita semua tak berhasil mengetahui
jejaknya." Sinar mata Sang Pat berputar sekejap kepada jago muda dari Bu tong pay ujarnya,
"Ceng heng, bukankah kau selalu berjaga diatas geladak, apakah kau berhasil
menemukan sesuatu tanda yang mencurigakan?"
"Sungguh menyesal sekali, siauwtepun tidak berhasil menemukan tanda-tanda yang
mencurigakan." "Apakah toako masih ingat dengan arah datangnya jarum emas itu?"
"Menurut ingatan siauw heng rasanya jarum emas itu disambit masuk lewat pintu
depan ruangan." "Andaikata ada orang melepaskan senjata rahasia dari atas geladak aku orang she
Ceng yakin tak akan lolos dari pengawasan."
Siauw Ling termenung untuk berpikir sebentar, kemudian tanyanya lagi, "Apakah Ceng
heng pernah mendengar suara yang aneh?"
"Tatkala Siauw heng sedang bertarung melawan manusia aneh bersisik merah itu,
cayhe rupanya mendengar sayup ada irama khiem yag berkumandang datang."
"Nah, itulah dia. Ketika suhengmu serta Loocianpwee berjumpa dengan Shen Bok Hong
serta para jago ditepi telaga, disaat pertarungan hampir meledak tiba-tiba terdengar pula
irama khiem mengalun datang, begitu mendengar alunan irama musik tadi Shen Bok Hong
segera melarikan diri terbirit-birit. Kemudian suhengmu Soen Loocianpwee pernah
membicarakan persoalan itu dengan diriku menurut mereka irama musik itu mirip dengan
gabungan musik yang dimainkan oleh seruling dan khiem, dan malam ini kembali kita
dengar alunan irama khiem tersebut sedang Shen Bok Hong untuk kesekian kalianya
melarikan diri terbirit-birit, itu menandakan kalau gembong iblis itu pasti jeri terhadap
sipemain khiem." "Ehmm, pendapat Siauw toako memang tepat sekali" Sang Pat mengangguk
membenarkan. "Cuma irama musik yang siauwte dengar malam ini rupanya hanya
permainan khiem belaka."
"Benar, memang tiada gabungan irama seruling!"
"Entah siapakah yang mempunyai kemampuan tersebut sehingga bisa memaksa
seorang gembong iblis melarikan diri terbirit-birit?"
"Siauw heng curiga segenggam jarum emas itu disambitkan oleh sipemain khiem
tersebut." Ia merandek sejenak lalu tambahnya, "Ia selalu bersembunyi untuk membantu kita
secara diam-diam, bahkan berulang kali mempermainkan orang lalu suruh aku
menolongnya, contoh seperti Lam Hay Ngo Hiong". rupanya orang itupun bermusuhan
dengan diri Shen Bok Hong!"
"Yang aneh apa sebabnya ia tak mau berjumpa dengan kita orang?"
Siauw Ling termenung, bibirnya bergetar mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya
dibatalkan kembali. Ceng Yap Chin sangat menguatirkan keselamatan suhengnya, tiba-tiba ia berseru,
"Siauw heng, Soen Loocianpwee serta suhengku adalah orang-orang yang berpangalaman
serta mempunyai akal cerdik, andaikata kita bisa bebaskan jalan darah mereka yang
tertotok mungkin mereka bisa membantu kita untuk memecahkan teka teki ini."
"Pendapat Ceng heng sedikitpun tidak salah, hanya saja cayhe merasa tipis sekali
harapan kita untuk menolong mereka. Tapi bagaimanapun juga kita harus mencobanya."
"Kalau begitu biarlah siauwte mencobanya lebih dahulu, bila tidak berhasil barulah
Siauw heng yang mencoba."
"Tempat ini tidak leluasa bagi kita untuk turun tangan" sela sang Pat cepat. "Mari kita
menuju kekuil keluarga Loo sie lebih dahulu."
Sambil membopong kakek berbaju hijau itu, ia berlalu lebih dahulu.
Dalam waktu singkat mereka sudah tiba didalam kuil, setelah membaringkan keenam
orang tadi keatas lantai, Sang Pat berkata, "Baiklah kuperiksa dahulu keadadan
disekeliling tempat ini!"
"Silahkan Sang heng!" seru Ceng Yap Chin sementara telapaknya telah bekerja cepat
menguruti seluruh tubuh Boe Wie Tootiang.
Siauw Ling memperhatikannya dari samping, mulutnya tetap membungkam dalam
seribu bahasa. Tampak Boe Wie Tootiang tetap pejamkan matanya rapat-rapat dan sama sekali tak
berkutik, sepertanak nasi lamanya Ceng Yap Chin berusaha namun toosu tua itu tetap
tidak sadar. Akhirnya jago muda dari Bu tong pay ini berhenti mengurut, sambil menyeka keringat
dingin yang membasahi wajahnya dia berkata, "Mungkin jalan darah mereka tertotok oleh
sejenis kepandaian aneh, siauwte tak sanggup menolong mereka, terpaksa kini harus
merepotkan Siauw thayhiap!"
"Aaai, mungkin siauwte sendiripun tidak sanggup!"
Ia lantas berjongkok disisi tubuh toosu tua itu, perlahan-lahan telapak kanannya
ditempelkan pada punggung dekat tulang tengkuk, kemudian hawa murninya disalurkan
keluar menerjang masuk lewat jalan darah Beng Boen Hiap.
Beberapa saat kemudian Siauw Ling tarik kembali telapak kanannya, sementara tangan
kiri laksana kilat melancarkan totokan menabok diatas empat buah jalan darah penting
ditubuh Boe Wie Tootiang.
Siapa sangka toosu tua dari partai Bu tong ini tetap tak berkutik sama sekali, keadaan
tetap seperti sedia kala.
Akhirnya si anak muda itu menghela napas panjang.
"Aaai". tak bisa jadi, rupanya kita tak sanggup menyelamatkan mereka!"
Dalam pada itu Sang Pat sudah menyelinap masuk kembali kedalam ruangan tengah
tangannya menekan dada Boe Wie Tootiang dan memeriksa denyutan jantungnya,
kemudian berkata, "Jangan kuatir, mereka masih hidup!"
Siauw Ling tertawa getir.
"Cukup ditinjau dari keadaan Boe Wie Tootiang, dalam tubuhnya terdapat beberapa
buah nadi yang tidak lancar" katanya. "Entah Shen Bok Hong telah menggunakan cara
apa yang untuk menguasai mereka sehingga kami tak sanggup membebaskannya."
"Ilmu menotok jalan darah dari pelbagai partai berbeda satu sama lainnya, ada
pemutus urat, ada penggetar nadi dan ada pula membabat jalan darah, asal napas
mereka belum putus rasanya masih ada harapan untuk ditolong. Toako kaupun tak usah
gelisah, mari kita perlahan-lahan mencari upaya untuk menolong mereka."
"Seandainya jalan darah mereka berenam tak sanggup kita bebaskan, bukankah kita
harus berjalan sambil membopong mereka?"
Sementara Sang Pat siap menjawab, mendadak terdengar irama seruling
berkumandang datang. Walaupun suara seruling itu halus dan ampuk tapi dalam pendengaran beberapa orang
laksana guntur membelah bumi disiang hari bolong, membuat mereka bersama-sama jadi
tertegun. Siauw Ling goyangkan tangan kanannya melarang mereka berdua berbicara, sedang
perhatiannya dipusatkan untuk mendengar alunan suara tersebut.
Terdengar irama seruling itu penuh mengandung nada sedih yang memilukan hati,
bergema ditengah kesunyian malam yang mencekam membuat hati setiap orang ikut
tergoyah. Tiba-tiba permainan seruling itu terpotong ditengah jalan, irama merdu yang megalun
diangkasapun perlahan-lahan membuyar keempat penjuru.
Ceng Yap Chin menghembuskan napas panjang, bisiknya, "Ooh, pedih amat permainan
seruling orang itu, iramanya penuh dengan keluhan serta kepedihan yang menghancur
lumatkan hati orang!"
"Suara seruling itu walaupun ringan dan mengalun tipis diudara tapi kuat dan nyaring
kedengaran dalam setiap pendengaran jelas orang yang meniup seruling itu adalah jago
lihay dari dunia persilatan, karena hanya manusia lihay saja yang sanggup memancarkan
suaranya sedemikian nyata" kata Sang Pat memberikan pendapatnya.
"Benar dimana irama khiem berhenti irama seruling segera menyambung dari belakang.
Jelas jago lihay yang memainkan khiem serta seruling itu pasti berada disekitar tempat
ini." Satu ingatan mendadak berkelebat dalam benak Sang Pat, ujarnya, "Irama khiem
berkumandang lebih dahulu disusul oleh irama seruling, bukankah itu berarti bahwa
seruling tak pernah meninggalkan khiem."
Belum habis dia berkata mendadak irama khiem mengalun kembali diangkasa,
beberapa bait syair telah lewat irama khiem tadi bergema lagi memainkan irama lain.
Ketika didengarkan lebih seksama maka terdengarlah permainan khiem itu seolah-olah
sedang mengisahkan satu cerita yang penuh dengan kepedihan serta kesedihan.
Tanpa sadar baik Siauw Ling maupun Sang Pat sekalian terpengaruh oleh permainan
khiem itu, mereka merasakan hati kecil masing-masing tersumbat oleh kepedihan yang
sangat sehingga air mata ikut bercucuran.
Mendadak irama khiem itu berhenti.
Siauw Ling serta Sang Pat sekalian bagaikan baru sadar dari impian, tanpa terasa
masing-masing menyeka air mata yang membasahi wajah masing-masing.
Sang Pat menghembuskan napas panjang katanya, "Aku Sang loo jie kecuali waktu
bersembahyang didepan layon ibuku pernah menangis satu kali. Boleh dibilang kali ini
merupakan kedua kalinya aku mengucurkan air mata."
"Siauwte sendiripun mengucurkan air mata karena terpengaruh oleh irama khiem
tersebut" sambung Ceng Yap Chin.
"Permainan khiem tersebut betul-betul membuat hati orang jadi sedih, entah siapa
yang memainkan irama tersebut?" bisik Siauw Ling.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya Ceng Yap Chin melirik sekejap kearah
suhengnya, tiba-tiba ia berkata kembali, "Bilamana ditempat ini tak ada enam orang yang
terluka. Malam ini juga aku ingin pergi mencari orang yang memainkan khiem itu."
Mendadak irama seruling berkumandang lagi diangkasa.
Permainan seruling kali ini kedengaran jauh lebih sedih dan memilukan hati orang.
"Aku akan pergi melihat siapakah mereka" bisik Siauw Ling dengan alis berkerut.
"Toako akan pergi seorang diri?""
"Disini ada enam orang terluka, sudah tentu kita tak boleh tinggalkan mereka tanpa
mengurusi, lebih baik kalian berdua tetap tinggal disini saja, biar aku yang pergi seorang
diri." "Andai kata toako berjumpa dengan musuh tangguh segera bersuitlah panjang sebagai
tanda, kami sekalian akan segera berangkat kesitu untuk memberi bantuan."
Siauw Ling termenung sebentar lalu berkata, "Seandainya orang yang meniup seruling
dan bermainan khiem itu ada maksud memusuhi kita, tak nanti mereka akan selalu
membantu kita orang"." ia merandek sejenak lalu sambungnya, "Suhuku pernah berkata
kepadaku, setiap manusia yang memiliki kepandaian sakti kebanyakan mempunyai tabiat
serta tingkah laku yang kukoay, seandainya kita berhasil menemukan mereka mungkin
malah akan menggusarkan hati mereka seandainya ia sampai melukai diriku kendati kamu
berdua menyusul kesanapun percuma sebab kalian tak akan bisa membantu diriku utnuk
kebaikan kita semua maka begini saja, seandainya dalam waktu satu jam cayhe belum
kembali juga maka kalian berduapun tak usah tinggal terlalu lama lagi disini, harap
membawa Soen Loocianpwee sekalian pergi ketempat yang telah dijanjikan."
Sang Pat masih ingin mengucapkan sesuatu tapi dengan langkah lebar Siauw Ling telah
berjalan keluar dari ruangan.
Pada waktu itu awan gelap telah menyelimuti angkasa. Suasana gelap gulita sukar
melihat kelima jari tangan sendiri".
Dengan mengikuti berasalnya irama seruling tadi perlahan-lahan Siauw Ling bergerak
kedepan. Makin lama suara permainan seruling itu kedengaran semakin dekat, ditengah
kegelapan secara lapat-lapat dia lihat ada sesosok bayangan manusia duduk diatas
sebuah batu cadas. Siauw Ling tarik napas panjang-panjang, setelah mententeramkan hatinya yang
bergolak keras ia sapu sekejap keadaan sekelilingnya saat itulah ia temukan dirinya
berada disuatu daerah hutan yang amat sunyi. Ditempat kejauhan tampak sebuah bukit
menjulang tinggi keangkasa.
Siauw Ling mendehem berat, maksudnya agar sipemain seruling itu dapat mengetahui
akan kehadirannya. Tapi rupanya orang itu sudah mabok oleh permainan serulingnya, seluruh perhatian
serta raganya telah bersatu padu dalam satu titik, terhadap deheman Siauw Ling sama
sekali digubrisnya. Si anak muda itu jadi tertegun, pikirnya, "Dehemanku barusan telah menggunakan
tenaga yang amat kuat, mengapa ia belum juga kedengaran"."
Sementara dia masih berpikir, mendadak terdengar suara bentakan nyaring
berkumandang datang, "Siapa disana?"
Suara itu muncul secara mendadak dan sama sekali bukan berasal dari mulut sipemain
seruling tersebut. Siauw Ling segera alihkan sinar matanya kearah mana berasalnya suara tersebut,
tampaklah dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat itu lambat-lambat berjalan keluar
seseorang. Mendadak". ia merasa suara orang itu sangat dikenal olehnya, hanya untuk sesaat ia
tak tahu suara siapakah itu.
sementara ia ingin menjawab, tiba-tiba serentetan suara yang amat halus
berkumandang masuk kedalam telinganya.
"Jangan buka suara, lebih baik kenakanlah topengmu itu sehingga rahasia asal usulmu
jangan sampai ketahuan orang!"
Begitu suara lembut tadi menusuk kedalam pendengarannya Siauw Ling semakin
tertegun karena suara itu sangat dikenal olehnya sehingga membuat dia hampir saja
menjerit tertahan. Dengan cepat si anak muda itu mententramkan hatinya yang bergolak keras, buru-buru
dia putar badan dan laksana kilat mengenakan selapis kulit topeng keatas wajahnya.
Menanti ia berpaling kembali tampaklah bayangan manusia yang munculkan diri dari
balik pohon itu sudah berada sangat dekat dengan dirinya.
Irama seruling tiba-tiba berhenti ditengah jalan, serentetan suara teguran yang dingin
dan jumawa menggema diangkasa.
"Apakah adik Giok Tong Siauwte disitu".?"
"Sedikitpun tidak salah, memang siauwte disini" jawab bayangan manusia yang sedang
bergerak menuju kearah mana Siauw Ling berada itu.
"Hmm, tahukah kau bahwa adikmu sedang mencari dirimu kemanapun jua".!"
"Aah, kiranya orang itu adalah Lan Giok Tong yang pernah menyaru sebagai diriku."
pikir Siauw Ling. Terdengar Lan Giok Tong berkata, "Tabiat piauw moay terlalu berangasan dan menang
sendiri, siauwte tidak tahan terhadap tingkah lakunya yang luar biasa itu, maka tak berani
aku menjumpai dirinya lagi."
"Ooooh, kiranya antara Lan Giok Tong dengan sipeniup seruling ini adalah Piauw
hengte!" pikir Siauw Ling.
Terdengar orang yang meniup seruling itu berkata lagi dengan nada dingin, "Aku tidak
ingin mencampuri urusanmu dengan piauw moay mu itu tapi kau selalu membuntuti diriku
entah apa maksudmu yang sebenarnya?"
"Pertama, aku hendak melindungi Piauw ko dan kedua". kedua"." setengah harian dia
ulangi perkataan itu tanpa sanggup untuk meneruskannya.
Orang yang meniup seruling itu mendengus dingin.
"Apa maksud hatimu yang sebenarnya" apakah kau anggap Piauw heng tidak
mengerti?" "Mengenai persoalan ini baik Piauw ko sendiri maupun siauwte tak akan sanggup
mengambil keputusan, lebih baik kita serahkan keputusan ini kepada "Nya" saja!"
JILID 27 Sipeniup seruling itu kembali mendengus tiba-tiba ia loncat bangun dan berjalan
menghampiri Lan Giok Tong.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu sambul mencekal seruling kumala dalam waktu
singkat ia sudah berada kurang lebih empat lima langkah dihadapan Lan Giok Tong.
Sementara itu angin berhembus lewat membuyarkan awan hitam diangkasa, kerlipan
bintang sayup-sayup muncul lagi diawang-awang.
Tampak orang berseruling itu saling berpandangan lama sekali dengan Lan giok Tong
kurang lebih seperminum teh kemudian ia baru menggerakkan serulingnya membuat
sebuah guratan diatas tanah katanya, "Mulai sekarang aku telah memutuskan segala
ikatan serta hubungan persaudaraan dengan dirimu, dikemudian hari bilamana kau berani
menguntit diriku lagi, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji terhadap dirimu."
Habis berkata mendadak ia putar badan dan berkelebat pergi, sekejap mata bayangan
tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan.
Menjumpai peristiwa aneh itu dalam hati Siauw Ling merasa tercengang, pikirnya,
"Bukankah mereka berdua adalah sesama saudara misan" mengapa satu sama lain takkan
saling mengalah".?"
Menanti bayangan orang tadi sudah lenyap dari pandangan. Lan Giok Tong menghela
napas panjang dan perlahan-lahan jalan menghampiri diri Siauw Ling.
Pemuda itu sadar akan kecepatan gerak pedangnya, maka sambil perhatikan gerak
gerik orang itu diam-diam ia salurkan hawa murninya membuat persiapan, pikirnya,
"Setelah dibikin mendongkol oleh Piauw ko nya, jangan-jangan ia hendak salurkan rasa


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mangkel itu terhadap diriku?"
Sementara ia masih berpikir, Lan Giok Tong telah berada dihadapan mukanya.
"Siapa kau?" tegur Lan Giok Tong sambil menuding kearah si anak muda itu. "Mau apa
ditengah malam buta datang kemari?"
"Kurang ajar amat pertanyaan ini" batin Siauw Ling. "Dianggap tempat ini miliknya."
"Hmm, kau boleh datang kemari kenapa aku tak boleh datang pula kesini?"
Walaupun dalam hati pikirnya demikian, tapi tidak sampai diutarakan keluar.
Tidak mendengar jawaban dari pihak lawan, Lan Giok Tong jadi mendongkol bercampur
gusar, sambil tertawa dingin suaranya kembali, "Kalau kau tak mau bicara sejenak kini
tiada kesempatan lagi bagimu untuk bicara."
"Hmm, belum tentu!"
Lan Giok Tong segera meraba gagang pedangnya, sedang sepasang matanya dengan
tajam mengawasi wajah lawan.
Jarak antara kedua belah pihak saat ini hanya terpaut dua tiga langkah, masing-masing
mempunyai ketajaman mata yang luar biasa dan bisa terlihat amat jelas sekali.
Ketenangan serta ketajaman mata Siauw Ling lama kelamaan menimbulkan firasat
dalam hati Lan Giok Tong. Ia sadar bahwa orang itu adalah seorang musuh tangguh,
maka untuk sesaat ia malahan tak berani bertindak dengan gegabah.
Setelah saling berhadapan beberapa saat lamanya, mendadak Lan Giok Tong
mengendorkan cekalannya pada gagang pedang lalu bertanya, "Apakah kau ada pesuruh
dari nona Gak?" "Enci Siauw Che lebih tua beberapa tahun dariku" batin Siauw Ling dalam hati.
"Rasanya jadi pesuruh cicipun tak mengapa!"
Karena itu dia lantas mengangguk sebagai jawaban.
Kecongkakan serta kejumawaan Lan Giok Tong kontan lenyap tak berbekas, ia
menghela napas sedih lalu sakunya merogoh keluar secarik sampul surat berwarna putih
bersih, sambil diangsurkan ketangan Siauw Ling katanya, "Tolong kau sampaikan surat ini
kepada nona Gak Siauw Cha, katakanlah sepanjang aku orang she Lan masih hidup
dikolong langit, hatiku tak akan berubah. Aku hanya ingin sekali agar ia sudi memberi
sedikit peluang kepadaku sehingga aku dapat berjumpa muka dengan dirinya!"
Menyaksikan raut wajahnya yang sedih dan murung hampir saja Siauw Ling hendak
mengutarakan beberapa patah kata untuk menghibur hatinya, tapi ketika teringat
bahwasanya bila ia buka mulut maka suaranya akan segera dikenali pihak lawan, terpaksa
niat tersebut ditahannya kembali dalam hati.
Lan Giok Tong sendiri, sewaktu dilihatnya Siauw Ling tidak mengucapkan sepatah
katapun meski surat itu sudah diterima olehnya, terpaksa rangkap tangannya memberi
hormat. "Aku mengerti bahwa heng thay tak bisa mengambil keputusan, tentu saja dewasa ini
siauwte tidak akan memaksa" bisiknya.
Setelah merandek sejenak, ia menambahkan, "Semoga heng thay bisa membantu diriku
untuk mengutarakan sepatah dua patah kata yang manis dihadapan nona Gak nanti, atas
bantuan itu siauwte akan merasa sangat berterima kasih sekali."
"Hmm, siapa tahu permainan setan apakah yang sedang kau jalankan dengan kakak
misanmu" pikir Siauw Ling. "Dan kau suruh aku mengucapkan kata-kata manis yang
bagaimana?" Walau banyak yang dia pikirkan dalam hati, namun tak sepatah katapun dapat
diutarakan keluar. Tampak Lan Giok Tong kembali menghela napas panjang, lambat-lambat dia putar
badan dan berlalu. Memandang bayangan punggungnya yang semakin menjauh, pemuda kita merasakan
betapa murung dan kesalnya orang itu diam-diam iapun menghela napas gumamnya,
"Ilmu silat yang dimiliki orang ini sangat lihay, wataknya tinggi hati dan suka menyendiri.
Entah apa sebabnya tingkah laku orang itu sekarang bisa begitu layu dan murung".?"
Dalam pada itu bayangan punggung Lan Giok Tong sudah lenyap dari pandangan.
Perlahan-lahan Siauw Ling alihkan sinar matanya keatas sampul surat itu terbaca
olehnya diatas sampul tertuliskan beberapa patah kata yang berbunyi: "Dipersembahkan
kepada nona Gak Siauw Cha."
Ia lantas menoleh dan menyapu keadaan disekeliling sana, tampak ditengah kegelapan
tak sesosok bayangan manusiapun ada disitu. Hatinya jadi gelisah, pikirnya, "Tadi dengan
amat jelas sekali aku mendengar suara dari Gak cici yang memperingatkan diriku agar
jangan memperlihatkan asal usul sendiri, kini orang sipeniup seruling serta Lan Giok Tong
telah berlalu semua, apa sebabnya enci Gak belum juga menampakkan diri?""
Ingin sekali dia berteriak memanggil, tapi si anak muda itu takut suaranya mengejutkan
Lan Giok Tong, maka dengan perasaan apa boleh buat ia hanya dapat menekan
kegelisahannya dalam hati.
Ternyata dari tindakan sipeniup seruling yang memutuskan hubungan persaudaraan
dengan Lan Giok Tong tadi, serta sikap dan tingkah laku Lan Giok Tong yang kesal,
murung dan sedih. Secara lapat-lapat pemuda kita berhasil menebak sedikit duduknya
perkara. Dengan termangu-mangu Siauw Ling berdiri ditengah kegelapan, kurang lebih
sepertanak nasi kemudian tatkala ia tak menjumpai pula Gak Siauw Cha menampakkan
diri rasa sabarnya sudah tak terbendung lagi segera teriaknya keras, "Enci Siauw Cha! kau
berada dimana?" mengapa kau tak munculkan diri untuk bertemu denganku?""
Terdengar suara tertawa cekikikan berkumandang dari balik kegelapan, suara itu
kedengaran nyaring sekali. Siauw Ling tertegun dengan cepat ia dapat membedakan
bahwa suara itu berasal dari balik batu cadas kurang lebih empat tombak dibelakangnya,
tanpa mengucapkan sepatah katapun diam-diam ia salurkan hawa murninya lalu dengan
gerakan "Hay Yan In Poh" atau burung manyar menembusi ombak melayang kedepan.
"Oooh cici"." teriaknya. "Aku"."
Dari balik batu muncul seorang gadis berusia lima enam belas tahun yang memakai
baju ringkas, rambutnya dikepang jadi dua dan wajahnya masih kekanak-kanakan.
"Siauw siangkong" tukasnya cepat. "Budak tidak berani menerima sahutanmu itu."
Siauw Ling tertegun kemudian buru-buru menjura.
"Nona, kau adalah".!"
"Aku adalah dayangnya nona Gak Siauw siangkong! kau benar-benar pelupa, bukankah
kita pernah saling berjumpa muka?"
Dengan seksama Siauw Ling perhatikan wajah dara berbaju ringkas itu namun
bagaimanapun juga dia putar otak sama sekali tak teringat akan wajah nona ini, maka ia
berdiri melengak dan membungkam.
"Eeei". semua orang sudah pergi, apa gunanya kau kenakan terus-terus topengmu itu"
kembali terdengar dara tadi menegur.
Siauw Ling segera melepaskan topengnya.
"Dimana sih kita pernah saling berjumpa" maaf kalau aku orang she Siauw sudah tidak
teringat kembali." Dara baju ringkas itu tersenyum.
"Ditengah sebuah lembah bukit sewaktu lima manusia laknat dari Lam Hay".!"
"Aaah, benar! bukankah kau adalah sang dara yang menyaru sebagai bocah berbaju
hijau yang selalu mendampingi lima manusia laknat dari Lam Hay?"
"Bagus amat daya ingatmu!"
"Ooh". ketika itu nona memakai baju lelaki, tidak aneh kalau cayhe tak bisa
mengingatnya kembali"." kata Siauw Ling seraya menjura, setelah merandek sejenak,
tambahnya: "Kemanakah enci Gak itu sekarang".?"
"Dia telah pergi"."
"Ia pergi kemana" nona tahukah kau?"
"Tahu sih tahu, cuma maukah dia menjumpai dirimu atau tidak aku tak berani
memutuskan." "Enci Gak pasti mau menemui diriku cepat bawa aku kesitu. Aaai".! sudah hampir lima
enam tahun lamanya aku tak pernah berjumpa muka dengan enci Siauw Cha!"
"Belum tentu" sahut dara berbaju ringkas itu seraya menggeleng. "Lan Giok Tong serta
Giok Siauw Lang Koe (sipemuda tampan seruling kumala) entah sudah menggunakan
berapa banyak tenaga dan pikiran untuk menguntil terus dibelakang nona Gak, entah
sudah berapa ratus kali mereka mohon untuk berjumpa dengan dirinya, tetapi nona Gak
tak mau berjumpa dengan mereka. Mengapa kau bisa begitu yakin mengatakan bahwa ia
pasti mau bertemu dengan dirimu?"
Beberapa saat lamanya Siauw Ling tertegun, akhirnya ia menjawab, "keadaanku jauh
berbeda dengan mereka selama Gak cici selalu menyayangi diriku, sering kali dia ajak aku
bermain, merawat diriku, melayani aku makan minum dan berpakaian, aku rasa diapun
pasti rindu denganku karena akupun asngat rindu kepadanya."
"Lain dulu lain sekarang, dulu usiamu masih kecil sedang sekarang kau telah menginjak
dewasa." "Aku yakin dia pasti mau berjumpa dengan diriku" seru Siauw Ling sangat gelisah.
"Kenapa kau tak mau percayai perkataanku" cepat sampaikan dengannya dan tanyakan
sendiri dengan enci Gak."
Dara berbaju ringkas itu termenung beberapa saat lamanya, akhirnya dia mengangguk.
"Baiklah, akan kusampaikan perintahmu itu, tapi kau tak boleh pergi dari sini lho."
"Kenapa tak bawa serta diriku?"
Dara manis itu segera menggeleng.
"Kalau aku ajak kau pergi kesitu dan seandaiya nona tak mau menemui dirimu bukan
saja aku bakal kena dimaki kaupun akan dibikin tersipu-sipu."
"Maka alangkah baiknya jika kau tetap berdiam disini saja sambil menanti kabar dariku,
aku segera akan melaporkan kedatanganmu ini kepada nona."
"Kalau nona sudi berjumpa dengan dirimu aku segera datang mengabarkan kepadamu,
sebaliknya kalau tak mau bertemu denganku rasanya kaupun tak usah menyesal."
"Baiklah, aku akan menantikan kedatanganmu disini."
Sementara dalam hati pikirnya, "Sungguh tak kusangka begitu sulitnya untuk berjumpa
dengan diri enci Gak!"
Tampak dara berbaju ringkas itu putar badannya lalu loncat kedepan sekali enjot badan
ia sudah berada kurang lebih tiga tombak dari tempat semula, mendadak ia berhenti dan
berpaling serunya, "Kau tak boleh mengikuti dibelakangku"."
"Jangan kuatir nona, enci Gak pasti akan mengijinkan diriku untuk segera berjumpa
dengan dirinya." Dara berbaju ringkas itu tidak banyak bicara lagi, dalam beberapa kali kelebatan ia
sudah lenyap dari pandangan.
Siauw Lingpun lantas duduk diatas batu cadas untuk menantikan kedatangan dara tadi.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dara itu belum nampak juga munculkan diri, ia
jadi gelisah, pikirnya, "Andaikata ia tak melaporkan kedatanganku ini, apa yang harus
kulakukan?"" ******* Sementara ia masih berpikir tampaklah sesosok bayangan manusia perlahan-lahan
munculkan diri dari balik kegelapan.
Dengan langkah lebar Siauw Ling segera maju menyongsong, sedikitpun tidak salah
orang itu adalah dara berbaju ringkas tadi tidak sabar lagi segera serunya, "Apakah enci
Gak suruh kau datang menyambut diriku?"
Dara berbaju ringkas itu gelengkan kepalanya.
"Kau terlalu yakin dengan dirimu sendiri!" bisiknya.
"Apa" jadi enci Gak tak mau berjumpa dengan diriku?"
"Ehm"." dara itu mengangguk.
"Apa yang dia katakan?"
"Ketika aku menyampaikan kepada nona bahwa kau hendak menemui dirinya, nona
lantas termenung dan lama sekali tidak bicara". entah sudah lewat beberapa saat
lamanya, ia baru berkata kepadaku bahwa nona tak ingin bertemu dengan dirimu."
"Mengapa?" teriak Siauw Ling dengan hati cemas.
"Sssst". jangan keras-keras!" tegur nona itu dengan alis berkerut kencang.
Siauw Ling ayun tangan kanannya menabok batok kepala sendiri, bisiknya, "Tidak
mungkin". tidak mungkin, mengapa ia tak sudi berjumpa dengan diriku?"
"Darimana aku bisa tahu."
"Bawalah aku kesana, bagaimanapun juga aku harus berjumpa dengan dirinya."
"Percuma! kalau dia sudah berkata tak mau menemui dirimu, sekalipun kau memaksa
juga tak ada gunanya."
Siauw Ling angkat kepalanya menghembuskan napas panjang, setelah berhasil
menenangkan hatinya yang kacau, katanya lagi, "Benarkan kau telah sampaikan
permohonanku ini kepada nonamu?"
"Hmmm, kenapa" kau tidak percaya kepadaku?"
"Sungguh membuat orang merasa kurang percaya."
"Bukan hanya kau seorang" hibur dara tadi dengan nada halus. "Banyak orang ingin
berjumpa dengan nonaku tapi mereka semua ditolak mentah-mentah. Aku harap agar kau
jangan bersedih hati karena persoalan ini"."
Siauw Ling gelengkan kepalanya dan mendongak memandang keangkasa, kembali dia
bergumam, "Sungguh membuat orang merasa tak habis mengerti". sungguh
membingungkan hatiku".!"
Tiba-tiba ia depakkan kakinya keatas tanah, sambil angsurkan sebuah sampul putih
ketangan dara tadi ujarnya, "Benda ini adalah titipan dari Lan Giok Tong yang meminta
agar aku sampaikan kepada enci Gak, aku harap nona suka mewakili diriku untuk
menyampaikannya." Sambil menerima sampul tadi dara itu bertanya, "Apakah kau ada persoalan yang
hendak disampaikan kepada nona kami?"
Siauw Ling gelengkan kepalanya dengan sedih.
"Aku tak mengerti, apa sebabnya ia tak sudi berjumpa dengan diriku"." aku benarbenar
tak mengerti!" "Ia tak mau bertemu dengan dirimu sudah tentu ada sebab-sebabnya, cuma saja kau
tidak mengetahuinya."
"Apakah kau mengerti?"
"Tidak, aku sendiripun tidak mengerti."
Siauw Ling tertawa getir.
"Baiklah! sampaikan kepadanya, lain kali akupun tak berani merepotkan dirinya untuk
selalu membantu diriku, budi pertolongannya pada masa yang silam disini kuucapkan
banyak terima kasih."
Habis berkata dia lantas menjura dalam.
Dengan cepat dara berbaju hijau ringkas itu berkelit kesamping.
"Bukan kau berterima kasih kepada nonaku" mengapa kau menjura kepadaku?"
serunya. "Aku harap nona suka sampaikan penghormatanku ini kepadanya."
"Ehm, apa yang kau ucapkan sepatah demi sepatah pasti akan kusampaikan
kepadanya." "Cayhe telah mengganggu diri nona terlalu lama, disinipun aku ucapkan banyak terima
kasih." sekali lagi dia menjura.
"Terima kasih, kau tak usah sungkan!"
Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia tidak berbicara lagi, sambil putar badan
dengan langkah lebar segera berlalu dari situ tanpa berpaling barang sekejappun si anak
muda itu langsung kembali kekuil keluarga Loo sie.
Tampak Sang Pat serta Ceng Yap Chin sedang menanti didepan halaman, ketika
menyaksikan Siauw Ling berjalan datang mereka segera maju menyongsong.
"Waaah, kami sedang merasa gelisah karena lama menanti dirimu, apakah Siauw
thayhiap telah bertempur dengan orang?" tegur Ceng Yap Chin.
"Tidak, bagaimana dengan keadan Soen Loocianpwee sekalian?""
"Jalan darah mereka sudah bebas bahkan sudah makan obat penawaran racun".!"
"Sungguh?"" seru Siauw Ling tercengang.
Terdengar suara Soen Put shia berkumandang keluar dari balik ruang tengah.
"Sedikitpun tak salah! saudara Siauw cepat masuk kedalam, dalam hati aku sipengemis
tua terdapat banyak masalah yang ingin kutanyakan kepadamu."
Dengan langkah lebar Siauw Ling masuk kedalam ruangan, sedikitpun tak salah, bukan
saja Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang telah mendusin bahkan empat pujangga besar
dunia persilatanpun telah sadar dari pingsannya.
"Saudara Siauw, sebenarnya apa yang telah terjadi?" terdengar pengemis tua itu
berseru. "Apa yang terjadi" aku sendiripun tidak habis mengerti"." ia berpaling kedepan Sang
Pat kemudian tanyanya, "Siapa yang telah membebaskan jalan darah mereka?"
"Lhoo" apakah toako sendiripun tak tahu?"
"Aku toh selama ini tak ada disini, dari mana bisa tahu?"
"Kalau begitu sungguh aneh sekali!"
"Bagaimana anehnya" cepat katakan apa yang sebenarnya telah terjadi"."
"Tidak lama setelah toako pergi, muncullah seorang manusia berbaju hitam dalam kuil
ini, katanya datang atas perintah dari toako untuk menyembuhkan luka dari Soen
Loocianpwee." "Bagaimanakah macam orang itu" pria atau wanita?"
"Rupanya memakai topeng diatas wajahnya dan memakai baju kaum pria"."
"Suaranya?" "Sama sekali suara orang pria!"
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Siauw Ling lebih jauh dengan alis berkerut.
"Sebetulnya aku serta Ceng heng hendak menghalangi jalan perginya, siapa tahu
secara tiba-tiba dia telah turun tangan menotok jalan darah kami berdua"."
"Kemudian?""
"Setelah jalan darah kami tertotok sudah tentu perjalanan orang itu tak bisa dihalangi
lagi, kami lihat dia masuk kedalam ruang tengah dan membebaskan jalan darah Soen
Loocianpwee sekalian berenam yang tertotok, setelah itu memberikan pula sebutir pil
pada masing-masing orang. Sebelum meninggalkan tempat ini dia bebaskan kembali jalan
darah siauwte serta Ceng heng yang tertotok."
"Apakah dia sudah menerangkan asal usulnya?""
"Tidak!" "Apakah kalian tidak bertanya?"


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sesaat sebelum meninggalkan tempat ini ia suruh kami sekalian menyampaikan
kepada Siauw thayhiap, katanya ia selama hidup paling benci mencampuri urusan dunia
persilatan pembunuhan, penjagalan serta mati hidup dunia kangouw sama sekali tiada
sangkut pautnya dengan dia, katanya ia pernah melihat seseorang secara beruntun
membunuh delapan belas orang jago Bulim namun ia tetap tidak mencampuri urusan itu."
"Ooooh, kalau begitu watak orang ini benar-benar dingin dan suka menyendiri!"
"Benar dan suaranya dan sikapnya sangat hambar dan dingin membuat orang yang
mendengar jadi bergidik, tetapi sikapnya terhadap Siauw thayhiap ternyata begitu
menghormat dan kagum."
"Kalau didengar dari nada ucapannya, mungkin dia ada persoalan yang ingin mohon
bantuan dirimu!" sambung Soen Put shia.
"Minta bantuan?" si anak muda itu melongo.
"Mungkin tidak salah" Ceng Yap Chin meneruskan kata-katanya. "Dia bilang mati hidup
Soen Loocianpwee, suhengku serta empat pujangga besar dunia persilatan sama sekali
tiada sangkut pautnya dengan dia, tapi sekarang dia mau turun tangan menolong adalah
disebabkan karena memandang keatas wajah Siauw heng. Katanya kita tak usah
berterima kasih kepadanya sebab ia jual budi hanya untuk Siauw heng seorang,
dikemudian hari ia masih membutuhkan bantuan yang besar dari dirimu."
Siauw Ling yang mendengar pembicaraan itu jadi bingung dan tak habis mengerti, tapi
ketika dilihatnya beberapa puluh mata sama-sama diarahkan kepadanya, dalam hati ia
lantas berpikir, "Kenapa peristiwa yang terjadi pada malam ini sangat aneh sekali"
Aaaai". bukan saja mereka dibikin kebingungan, aku sendiripun dibuat tidak habis
mengerti"." Maka dia lantas mengangguk.
"Apa yang dia katakan lagi?"
"Hanya beberapa patah kata itu saja, selesai berbicara dia lantas berkelebat lenyap
ditengah kegelapan."
Sejak ditampik permohonannya untuk berjumpa dengan Gak Siauw Cha, sebenarnya
Siauw Ling sedang merasa mangkel bercampur sedih, ia ada maksud memuntahkan
semua rasa mangkel dan sedihnya itu setelah berjumpa dengan Sang Pat sekalian, siapa
tahu disinipun sudah terjadi satu peristiwa yang membingungkan hati, maka rasa sedih
dan murungnya itu terpaksa hanya dipendam didalam hati.
"Bagaimana perasaan Soen Loocianpwee saat ini?" tanyanya lirih.
"Sungguh manjur pil pemusnah racun dari orang itu, rupanya racun yang dicekokkan
kedalam perut aku sipengemis tua oleh Shen Bok Hong berhasil dipunahkan sama sekali."
"Kalau begitu bagus sekali"." sinar matanya beralih keatas wajah Boe Wie Tootiang.
"Dan bagaimana perasaan dari Tootiang?"
"Pinto merasa jauh lebih baikan."
Akhirnya Siauw Ling alihkan sinar matanya kearah empat pujangga besar dunia
persilatan. "Bagaimana keadaan saudara berempat?"
Kakek berbaju hijau pertaman segera menjura sambil berkata, "Coe Boen Ciang dari
kota Lok Yang mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan dari Siauw thayhiap!"
"Chin Soe Teng dari kota Kie Lim menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya keapda
thayhiap" sambung kakek kedua.
"Yoe Cu Ching dari kota Kim Leng mengucapkan terima kasih atas pertolongan anda"
kakek yang ketiga menyambung.
Akhirnya kakek keempatpun berkata, "Kho sie Thong dari kota Kang Chiu merasa
berhutang budi kepada Siauw thayhiap!"
Dari nada ucapan serta tingkah laku keempat orang itu yang berbicara tanpa disertai
emosi, diam-diam Siauw Ling berpikir dalam hatinya, "Nama besar empat pujangga besar
dunia persilatan benar-benar bukan nama kosong belaka, dengan susah payah Shen Bok
Hong nyaring mereka dari utara hingga selatan untuk dikumpulkan jadi satu, kemudian
menotok jalan darahnya, meracuni mereka hingga mati, namun sikap maupun nada
keempat orang ini sama sekali tidak disertai rasa dendam atau sakit hati, kebesaran jiwa
serta keteguhan iman keempat orang ini boleh dibilang sudah mencapai puncak
kesempurnaan!" Berpikir demikian, dia lantas berkata, "Bukankah Hian jien berempat tak pernah
mencampuri urusan dunia persilatan" apa sebabnya kalian bisa mengikat tali permusuhan
dengan Shen Bok Hong?"
"Kami dengan Shen Bok, sama sekali tidak dendam sakit hati apapun jua" sahut Coe
Boen Ciang dari Lok Yang sambil tersenyum.
"Kalau tiada permusuhan apa sebabnya dia hendak membinasakan mereka berempat?"
pikir Siauw Ling, sementara diluar ia balik bertanya, "Lalu apa sebabnya Shen Bok Hong
hendak mencelakai kalian berempat".?"
"Yang kotor biar kotor, yang bersih tetap bersih, antara kami dengan Shen Bok Hong
tak bisa dikatakan punya dendam atau budi" Chin Soe Teng dari Kie Lam menyambung.
"Bagus sekali" kembali si anak muda itu membatin. "Mereka berempat benar-benar
berhati sosial." Ia menghela napas dan berkata, "Kalau begitu kejadian ini adalah kesalahan dari pihak
Shen Bok Hong, yang mana tanpa alasan telah mengumpulkan kalian berempat lalu
menotok jalan darah kalian dan meracuni tubuh kalian semua."
"Selama hati kecil tak pernah berbuat salah, apa gunanya memikirkan nasib mujur atau
jelek" sela Yoe Coe Ching dari Kim Long.
"Hmm, dalam ucapan itu jelas dia mengatakan bahwa asal mereka tak pernah
menyalahi Shen Bok Hong, bakal mujur atau sial mereka tak pernah pikirkan dalam hati"
pikir pemuda kita. "Justru karena kalian berempat terlalu baik itulah maka Shen Bok Hong hendak
mencelakai kalian" katanya.
"Kebebasan jiwa seorang koen cu bagaikan angin segar ditengah hari, hidup tidak jeri
mati kenapa harus takut" kata Kho Soe Thong dari Kang Chin.
"Keempat orang ini benar-benar membingungkan, merekapun belum tentu mereka
mendendam" pikir Siauw Ling.
Terdengar Soen Put shia mendengus dingin.
"Kalian berempat benar-benar agung dan saleh bagaikan Nabi atau Pujangga besar,
aku sipengemis tua serta Boe Wie Tootiang susah payah dengan menempuh bahaya
datang menolong. Eeei, siapa tahu sikap kalian begitu tawar. Huuu". anggap saja
pertolongan kami cuma sia-sia belaka, tahu begini lebih baik kalian berempat dibunuh
mati saja oleh Shen Bok Hong hingga aku sipengemis tuapun tak usah ikut menderita
seperti kalian." Coe Boen Ciang dari Lok Yang tersenyum.
"Menerima budi orang harus dibalas, menumpuk sakit hati harus dilenyapkan, sudah
tentu kami tak akan melupakan budi pertolongan dari Soen thayhiap serta Boe Wie
Tootiang kepada diri kami berempat."
"Sayang aku sipengemis bukan tuan penolongmu!"
"Selama puluhan tahun kalian berempat tak pernah mencampuri urusan dunia kangouw
sehingga mendapat julukan empat pujangga besar dunia persilatan" tiba-tiba Boe Wie
Tootiang menimbrung. "Jadi orang memang harus bijaksana dan saleh dimana terasa
perlu, namun keadaan kalian yang tidak pandang bulu benar-benar aneh dan luar biasa
sekali"." Sementara itu Siauw Ling sedang berpikir didalam hati, "Sudah lama kudengar
bahwasanya ilmu silat yang dimiliki empat pujangga besar dunia persilatan sangat lihay,
apabila malam ini aku bisa menasehati mereka agar mau berjuang demi keadilan serta
kebenaran dalam dunia kangouw, kejadian ini bukan saja menambah kekuatan pihak kami
dalam perjuangannya melawan pengaruh serta kekuasaan Shen Bok Hong, bahkan
dengan tindakan ini pula aku bisa memancing lebih banyak jago-jago lihay yang telah
lama mengasingkan diri untuk muncul kembali dalam dunia kangouw dan bersama-sama
menentang Shen Bok Hong"."
Terdengar Chin Soe Teng berkata, "Benar atau salah hanya dua keadaan yang saling
berlawanan, apa salahnya kalau kami melepaskan diri dari keadaan tersebut?"
Soen Put shia tertawa dingin.
"Kalau memang cuwi sekalian melepaskan diri dari keadaan itu, lalu apa sebabnya Shen
Bok Hong memaksa kalian berempat untuk menelan obat racun dan ingin membinasakan
kalian?" "Kalian berempat menonton kemusnahan dunia persilatan sambil berpeluk tangan dan
bersenang-senang sendiri, coba bayangkan apakah tindakan kamu itu bijaksana atau
saleh?" Boe Wie Tootiang menambahkan.
Coe Boen Ciang dari kota Lok Yang jadi melengak, ia mau bicara tapi batal kembali niat
itu. Ternyata untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup menemukan jawaban yang
tepat. "Kalian berempat disebut orang-orang Bulim sebagai empat pujangga besar adalah
disebabkan kalian tak mau mencampuri urusan dunia kangouw terutama sekali dalam
perebutkan nama besar dan kedudukan" kata soen Put shia lagi. "Kalian berempat bisa
membuang jauh sifat keduniawian hal ini memang patut dipuji dan disanjung, tetapi
berbeda jauh keadaannya setelah kali ini Shen Bok Hong hendak mencelakai jiwa kamu
berempat"." "Apa bedanya?""
"Tujuan Shen Bok Hong adalah untuk menguasai seluruh dunia persilatan, ia tidak
pandang bulu dan melakukan tindak apapun dengan hati yang keji dan telengas.
Kejahatan yang dilakukan telah bertumpuk-tumpuk bukan saja jago kangouw dijaring
bahkan kalian berempat yang tak pernah mencampuri urusan dunia persilatanpun akan
dibunuh. Tak usah dipikir lebih jauh sudah amat jelas tertera apa tujuannya. Kalian
berempat memang boleh meninggalkan sakit hati pribadi untuk tak dipikir, tapi keadaan
dalam Bulim serta mati hidup kaum lurus apakah tak pernah kalian pikirkan?"
"Menurut pandanganmu, apa yang harus kami lakukan?" tanya Yoe Coe Ching dari kota
Kiem Leng. "Tampil kedepan berjuang demi keadilan serta keamanan dunia persilatan, mari kita
singsingkan baju berjuang bersama-sama menentang angkara murka Shen Bok Hong."
"Maksudmu apakah kami diminta terjun kedalam kancah pertumpahan darah dalam
dunia persilatan?" Kho Soe Thong dari Kang Chiu menegaskan.
"Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini sangat kacau, kaum iblis lebih berkuasa dari
kaum lurus, sebagai orang yang selalu dihormati sesama umat Bulim dan sebagai orang
yang saleh dan bijaksana, apakah tiada niat untuk membasmi kejahatan bahkan malah
memberi kesempatan bagi kaum iblis untuk meraja lela" benarkah kalian ingin berpeluk
tangan belaka menyaksikan dunia persilatan jatuh ditangan kaum durjana yang suka
berbuat sewenang-wenang dan menginjak-injak keadilan?"
Biji mata Coe Boen Ciang perlahan-lahan berputar menyapu sekejap wajah Chin Soe
Teng, Yoe Coe Ching serta Kho Soe Thong kemudian katanya, "Hian te bertiga, aku rasa
ucapan dari Soen Put shia dari Kay pang serta Boe Wie Tootiang sangat masuk akal, entah
bagimana menurut pandangan Hian te bertiga?"
"Ucapan mereka sangat beralasan" Chin Soe Teng mengangguk. "Cuma saja kalau
suruh siauwte menerjunkan diri kedalam kancah pertumpahan darah dalam Bulim,
sedikitpun banyak hatiku merasa sedih."
"Siauwte rasa ucapan dari Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang memang masuk
diakal" kata Yoe Coe Ching pula. "Kita memang boleh tak usah menuntut diri Shen Bok
Hong yang telah memaksa kita menelan racun, tapi bagaimanapun juga tak boleh
membiarkan Shen Bok Hong berbuat sewenang-wenang dalam dunia persilatan."
"Setelah puluhan tahun lamanya bertindak menuruti cara sendiri dan tak pernah
mencampuri urusan dunia kangouw, kalau sekarang suruh siauwte tukar suasana".
wah". siauwte merasa sedikit rada kelabakan."
Melihat separuh dari empat pujangga besar berhasil digerakkan hatinya oleh ucapan
mereka Boe Wie Tootiang sadar bila keadaan ini terlalu dipaksakan maka akibatnya malah
tidak baik, karena itu segera ujarnya, "Silahkan kalian berempat rundingkan persoalan ini
dengan hati tenang, mungkin suatu hari bisa memperoleh satu pendapat yang seragam.
Pinto sekalian tak berani terlalu memaksa."
"Baiklah" kata Coe Boen Ciang kemudian sambil bangkit berdiri. "Selesai kami
rundingkan persoalan ini, keputusan kami berempat segera akan kami sampaikan kepada
cuwi!" "Kita berjumpa lagi ditempat ini tiga hari kemudian" sahut Soen Put shia. "Rasanya
waktu selama tiga hari lebih dari cukup bagi cuwi sekalian untuk membicarakan persoalan
ini." "Cukup". cukup". tiga hari memang sudah cukup" jawab Coe Boen Ciang cepat.
"Baiklah, kita tetapkan begini saja, entah bagaimanakah hasil perundingan kami nanti, tiga
hari kemudian kami pasti akan datang memenuhi janji."
Selesai berkata ia lantas melangkah pergi.
Chin Soe Teng, Yoe Coe Ching serta Kho Soe Thong segera bangkit berdiri dan berlalu
mengikuti dibelakang saudara angkatnya.
Memandang bayangan punggung empat pujangga besar dunia persilatan itu, Soen Put
shia gelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang, katanya, "Keempat orang ini
betul-betul kolot dan keras kepala, meskipun aku sipengemis tua sudah banyak
menjumpai manusia-manusia yang bertabiat-tabiat kukoay, tapi belum pernah kujumpai
manusia seaneh empat pujangga besar dari dunia persilatan ini."
Siauw Ling pun menghela napas panjang.
"Tingkah laku keempat orang pujangga besar itu membuat akupun dibikin jadi bingung
dan tidak habis mengerti, perbedaan antara baik dan busuk, mulia dan jahatpun ternyata
sudah mereka campur baurkan tidak karuan. Aaai".! kita bicarakan mengenai keempat
orang itu saja, bukan saja mereka menjauhkan diri dari persilatan Bulim bahkan tiada
minat sama sekali untuk mencari nama maupun kedudukan, tetapi kepandaian silat
mereka amat lihay, justru karena itulah mereka disebut empat pujangga besar dunia
persilatan"." Ia mendongak dan tarik napas panjang-panjang, kemudian terusnya, "Ditinjau dari
mereka yang tidak terlalu membedakan antara budi dan dendam, serta tindakannya yang
jauh berbeda dengan kaum persilatan pada umumnya mengenai pandangan terhadap
sakit hati. Mereka memang pantas kalau disebut sebagai pujangga besar, tetapi sikap
mereka yang tidak bisa membedakan terhadap mana yang penting dan mana yang tidak,
apakah juga termasuk tindakan seorang pujangga."
"Nama kosong hanya akan menjerumuskan orang saja" kata Boe Wie Tootiang dari
samping. "Andaikata mereka tidak mempunyai julukan sebagai empat pujangga besar,
maka nanti tingkah laku mereka begitu sabar dan tahan penderitaan. Persoalan ini
merupakan satu kejadian yang rumit, sekalipun dipandang dari luaran mereka berempat
tidak membutuhkan nama atau kedudukan, namun dalam kenyataannya tindak tanduk
serta langkah-langkah yang diambil keempat orang itu bukan lain adalah untuk melindungi
nama baik empat pujangga besar itu!"
"Tidak salah, pendapat tootiang memang tepat sekali!"
Perlahan-lahan Boe Wie Tootiang bangkit berdiri tiba-tiba tanyanya, "Sekarang sudah
jam berapa?" "Kurasa lebih kentongan keempat!" sahut Ceng Yap Chin.
"Sudah sepantasnya kita segera berlalu, jangan biarkan mereka menanti terlalu lama."
"Saudara Siauw" tiba-tiba Soen Put shia menoleh dan bertanya. "Ada sedikit persoalan
aku sipengemis tua mohon keterangan darimu."
"Apa yang hendak loocianpwee tanyakan?"
"Dari mulut Sang Pat tadi aku sipengemis tua dengar katanya kau pergi mengejar
sipeniup seruling, bagaimana akhirnya" apakah kau berhasil menjumpai orang itu?"
Teringat pertemuannya dengan Gak Siauw Cha si anak muda itu seketika merasa
hatinya jadi sedih. Ia menghela napas panjang-panjang.
"Aku telah berjumpa dengan orang itu."
Jawab yang singkat membuat semua orang jadi terkejut, sampai-sampai Boe Wie
Tootiang yang biasanya paling tenangpun kini dibikin jadi tegang dan segera alihkan sinar
matanya keatas wajah Siauw Ling.
"Benarkah kau telah bertemu dengan sipeniup seruling itu?"
Sekali lagi Soen Put shia mengulangi pertanyaannya.
"Sedikitpun tidak salah."
"Manusia macam apakah dia itu?"
"Seorang pemuda berjubah panjang!"
"Apa" seorang pemuda?" seru Boe Wie Tootiang dengan wajah tertegun.
"Ehm! ditengah kegelapan meski cayhe tidak dapat melihat jelas raut wajahnya tetapi
apa yang kulihat dan kusaksikan memang betul-betul membuktikan bahwa dia adalah
seorang pemuda berwajah bersih dan memakai seperangkat pakaian panjang."
Toosu tua dari Bu tong pay itu segera menoleh kearah Soen Put shia, lalu tanyanya,
"Loocianpwee, tahukah kau kalau dunia persilatan dewasa ini siapakah yang memiliki
kepandaian meniup seruling paling baik?"
"Siauw Ong atau siraja seruling Thio Sioe."
Bicara sampai disitu pengemis tua itu merandek sejenak, lalu terusnya lagi, "Cuma,
menurut apa yang aku ketahui siraja seruling Thio Sioe telah terkurung didalam istana
terlarang!" "Tidak salah menurut apa yang pinto ketahui dalam dunia persilatan dewasa ini hanya
permainan seruling dari siraja seruling Thio Sioe saja yang terbaik, katanya irama
serulingnya bisa memancing burung yang terbang diangkasa melayang turun, dapat pula
memainkan irama pelbagai macam kicauan burung, karena kehebatannya itulah ia dijuluki
siraja seruling." "Sejak siraja seruling terjerumus kedalam istana terlarang, dalam dunia kangouw tidak
kedengaran lagi adanya seorang jago lihay yang pandai memainkan seruling. Sungguh tak
nyana orang itu munculkan diri secara mendadak"." sambung Soen Put shia.
Mendadak Ceng Yap Chin menimbrung dari samping, "Sayang aku dilahirkan rada
terlambat sehingga tidak sempat mendengarkan irama permainan seruling siraja seruling
Thio Sioe yang merdu, tapi permainan seruling tadi telah kudengar dengan telinga sendiri
permainannya memang benar luar biasa sekali, dikala memainkan bagian yang sedih
tanpa terasa membuat orang ikut melelehkan aar mata, dapat pula membuat orang


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghela napas panjang, tapi yang membuat cayhe tidak megerti adalah kenapa
permainan serulingnya selalu membawakan nada sedih dan sama sekali tak kedengaran
adanya irama gembira atau riang?"
"Apakah ada irama khiem yang mengiringi permainan seruling itu?" buru-buru Boe Wie
Tootiang menambahkan. "Irama khiem bergetar lebih dulu baru kemudian disusul oleh irama seruling, permainan
mereka berdua sama-sama sedih dan membawakan irama pedih."
"Nah, itulah dia, irama masuk yang berhasil mengusir pergi Shen Bok Hong waktu ada
ditepi telagapun merupakan gabungan dari permainan khiem dan seruling."
"Tapi siapakah orang itu?" tanya Soen Put shia setelah termenung sebentar. "Aku
sipengemis tua benar-benar tak bisa menebak siapakah orang itu!"
"Aku tahu siapakah dia" pikir Siauw Ling dalam hati. "Orang yang memetik khiem
adalah enci Siauw Cha sedangkan sipeniup seruling akupun telah bertemu dengan dirinya,
sekalipun aku tak tahu siapakah namanya tapi aku tahu dia adalah kakak misan dari Lan
Giok Tong!" Penampikkan Gak Siauw Cha untuk bertemu dengan dirinya membuat Siauw Ling
diliputi rasa murung dan sedih, ia sudah putar otaknya untuk memikirkan persoalan ini
tapi belum berhasil juga ditemukan apa sebabnya enci Siauw Chanya tak mau bertemu
dengan dia, sebetulnya si anak muda ini akan mengutarakan isi hatinya tapi setelah dipikir
sebentar maka niat tersebut diurungkan kembali.
Terdengar Boe Wie Tootiang menghela napas panjang, lalu katanya, "Soen
Loocianpwee, kau tak usah putar otak memikirkan persoalan ini lagi, kalau memang
sipemetik khiem dan peniup seruling selalu membantu kita secara diam-diam. Aku rasa
mereka pastilah sahabat kita dan bukan lawan, pada saat ini walaupun mereka tak mau
menjumpai kita, rasanya satu saat kita pasti akan bisa bertemu."
"Tidak salah, walaupun Shen Bok Hong telah mengundurkan diri, belum tentu ia segera
tinggalkan kota Ooh Chiu, lebih baik kita cepat-cepat memenuhi janji."
Selesai berkata tanpa menanti yang lalu lagi ia segera menuju ketempat luaran dengan
langkah lebar. Para jago terpaksa mengikuti jejaknya dan meninggalkan kuil nenek moyang keluarga
Loo itu. Karena dalam hati ada persoalan maka Siauw Ling ogah untuk menanyakan
pengalaman Soen Put shia hingga menemui mara bahaya, sebaliknay sipengemis tua
itulah yang mendampingi pemuda kita sepanjang jalan dan mengisahkan pengalamannya.
Kiranya Soen Put shia serta Boe Wie Tooiang telah mendapat laporan dari seorang
murid anggota perkumpulan Kay pang yang mengatakan bahwa empat pujangga besar
dunia persilatan berhasil dipancing Shen Bok Hong untuk mendatangi perahu kayi
ditengah kolam belakang kuil keluarga Loo, teringat akan kekejian sigembong iblis itu
mereka menduga empat orang pujangga besar itu pasti akan menemui kerugian besar.
Mereka sadar meskipun keempat orang ini jarang sekali mengadakan hubungan kontak
dengan dunia persilatan tetapi dengan nama besar mereka dalam Bulim serta kepandaian
silat mereka yang lihay, seandainya sampai dipaksa oleh iblis she Shen itu sehingga
tenaganya digunakan, maka dunia kangouw tentu geger dan akan memperngaruhi
keadaan situasi. Dengan cepat mereka berdua mengejar sampai kesitu dan naik keatas perahu,
tampaklah cahaya lilin menerangi seluruh ruangan secara terpisah keempat orang itu
duduk disekeliling sebuah meja persegi empat, sementara bayangan tubuh Shen Bok
Hong sama sekali tidak kelihatan.
Boe Wie Tootiang yang menjumpai keadaan tersebut sebagai orang yang teliti segera
mengusulkan untuk bertindak hati-hati, tapi Soen Put shia yang jauh lebih berangasan
merasa menolong orang jauh lebih penting. Tanpa menggubris peringatan toosu tua itu
segera loncat masuk kedalam ruangan.
Suasana tetap hening sedang bayangan tubuh Shen Bok Hong belum juga ketahuan.
Ketika dilihatnya sipengemis tua itu sudah masuk kedalam ruangan, terpaksa Boe Wie
Tootiang mengikuti dari belakang.
Mereka berdua langsung menghampiri keempat orang pujangga besar itu dan mulai
memeriksa tubuh mereka, sekalipun pelbagai usaha pertolongan telah diduga tapi
keempat orang itu tetap tak berkutik ditempatnya.
Pada saat itulah mendadak pintu samping terbuka lebar dan muncul seorang manusia
aneh berbaju merah mendekati mereka.
Melihat datangnya ancaman dari tempat kejauhan Soen Put shia segera mengirim satu
pukulan yang dengan telak bersarang didada orang berbaju merah itu.
Tetapi orang aneh itu hanya merandek sejenak untuk kemudian maju lagi kedepan.
Boe Wie Tootiang segera cabut keluar pedangnya dan mengirim satu babatan yang
mana dengan telak bersarang diatas bahu lawan.
Siapa tahu ujung pedangnya terasa bagaikan menusuk diatas batu keras sedangkan
orang berbaju merah itu sama sekali tidak menderita luka apapun juga.
Dikala kedua orang itu sedang merasa terperanjat itulah, Shen Bok Hong munculkan
diri dari tempat persembunyian dan menotok jalan darah mereka berdua.
Bercerita sampai disini Soen put shia segera menghela napas dan menambahkan,
"Kemudian kami lantas dicekoki racun, aku rasa saudara siauwpun sudah bukan."
"Akupun bertemu dengan orang aneh berbaju merah itu, andaikan tidak ditolong orang
mungkin pada saat ini akupun sudah ditawan Shen Bok Hong dalam keadaan hidup"
sementara pembicaraan masih berlangsung mereka telah tiba didepan kedai tahu.
Gilingan tahu masih berputar dengan menimbulkan suara berisik dibawah sorot cahaya
lampu, seorang kakek tua berbaju kumal sedang menggiling tahu.
Ketika menjumpai datangya Soen Put shia dan Boe Wie Tootiang, kakek tua
memandang sekejap kearah mereka lalu katanya, "Orang kalian ada diruang dalam!"
Para jago segera masuk keruang dalam tampaklah Suma Kan, Tu Kioe serta anak murid
partai Bu tong telah berkumpul semua disitu.
Sisegulung angin Pang Im masih berbaring diatas tandu kayu.
Siauw Ling segera menghampiri sisi tandu dan menegur dengan suara lirih, "Peng
heng, apakah keadaanmu rada baikkan?"
Peng Im buka matanya dan tersenyum.
"Aku rasa tidak sampai modar!"
Perlahan-lahan ia bangun berdiri siap memberi hormat kepada tiang loonya Soen Put
shia. "Tak usah banyak adat, kau lebih baik berbaring saja!" tukas sang pengemis tua cepat.
Peng Im tak berani membangkang, ia menurut dan berbaring lagi.
"Lukamu ada dibagian mana?"
"Diatas dada sebelah kiri, untung ada Tu loocianpwee yang menolong dengan seksama,
sekarang keadaanku berangsur membaik."
"Tidak berani, lebih baik kita saling menyebut sebagai saudara saja" tukas Tu Kioe dari
samping. Peng heng tersenyum. "Berada dihadapan sucouw ku, aku sipengemis cilik terpaksa harus berlaku rada
sungkan terhadap dirimu."
"Kau tak usah berbuat begitu, toh kita berkawan" lebih baik kita berkawan sendiri
saja!" "Ehmm, ucapan ini memang tidak salah" pikir Soen put shia dalam hati. "Dia panggil
Sucouw, kalau dibicarakan dari tingkatan maka kedudukannya jauh lebih rendah dua
tingkat daripada orang-orang yang hadir disini!"
Dalam pada itu Boe Wie Tootiang sudah periksa denyutan jantung Peng Im terdengar
ia berkata, "Sudah tidak berbahaya lagi, besok pagi asal menelan dua macam obat maka
kesehatannya akan pulih kembali seperti sedia kala."
Sang Pat melihat ruangan itu sempit sedang jumlah orangnya banyak sehingga jangan
dibilang untuk duduk, untuk sendiripun harus berdempet-dempetan, maka segera juranya,
"Tempat ini tidak sesuai bagi kita untuk berdiam, lebih baik cari tempat lain saja."
"Aku sipengemis cilik tahu akan suatu tempat yang tersembunyi letaknya".!"
"Dimana?" "Lima li diluar kita, disitu terdapat sebuah bangunan rumah yang tak berpenghuni
letaknya dikelilingi hutan bambu dan luas sekali, peralatan dalam rumah komplit bersih."
"Begitu besar bangunan rumah yang kau maksudkan, kenapa tiada orang yang
menempati?" tanya Ceng Yap Chin heran.
"Tentang soal ini aku sipengemis cilik kurang tahu, mungkin dikarenakan gangguan
setan!" "Kalau memang ada tempat yang begitu bagus, aku rasa kita tak perlu berdiam terlalu
lama lagi disini, ayoh segera berangkat"." ajak Soen put shia.
Sinar matanya beralih keatas wajah Peng Im dan tanyanya, "Apakah kau sudah bisa
berjalan sendiri?" "Perlahan-lahan, aku rasa masih sanggup!"
"Aku lihat lebih baik aku Tu loo Sam yang menggendong dirimu saja" Tu Kioe
menawarkan jasanya. Peng Im tidak membantah lagi, begitulah dibawah petunjuk sipengemis cilik itu
berangkatlah mereka menuju keluar kota.
"Siauw thayhiap" ditengah jalan Ceng Yap Chin berbisik. "Apakah kau percaya dengan
segala macam cerita setan dan malaikat?"
"Tidak percaya!"
"Cayhe sebenarnya juga tidak percaya dengan macam setan dan malaikat, tapi cerita
yang turun temurun sejak ribuan tahun berselang sedikit banyak membuat cayhe sangsi
juga. Kalau bisa melihat setan ingin sekali aku menambah pengetahuanku."
Sepanjang jalan Siauw Ling hanya memikirkan soal Gak Siauw Cha saja yang telah
menolak untuk bertemu dengan dirinya, dalam keadaan begini ia tak ada minat sama
sekali untuk membicarakan soal setan dengan Ceng Yap Chin, beberapa patah katanya
yang terakhir boleh dibilang sama sekali tak terdengar lagi olehnya.
Melihat Siauw Ling acuh tak acuh terhadap dirinya seperti ada yang sedang dipikirkan,
Ceng Yap Chin pun tidak bicara lagi, ia teruskan perjalanannya kedepan.
Dalam sekejap mata beberapa li sudah dilewati, ketika itu fajar baru saja menyingsing
dari tempat kejauhan tampaklah sebuah bangunan rumah yang amat besar muncul
dihadapan mereka dikelilingi oleh pepohonan yang hijau dan rindang.
Soen Put shia segera kerutkan dahinya, dengan suara lirih bisiknya kepada diri Peng
Im, "Bangunan besar itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda berpenghuni, apa
kau tidak keliru melihat?"
"Tak bakal salah lagi, aku sipengemis cilik masih mengingatnya dengan jelas."
"Setelah tiba disini rasanya tiada halangan untuk meninjau kedalam" ujar Boe Wie
Tootiang. "Andaikata rumah ini ada penghuninya maka kita segera angkat kaki, bukankah
beres?" "Rasanya memang harus berbuat begini" pikir Sang Pat, ia segera berebut berjalan
dipaling depan, katanya, "Baiklah, biar cayhe yang memeriksa dulu keadaan disitu."
Setelah melewati hutan bambu, sampailah didepan pintu bangunan rumah besar itu.
Tampaklah pintu besar yang berwarna hitam tertutup rapat-rapat, melihat itu sie poa
emas tertegun, pikirnya, "Andaikata bangunan ini tiada berpenghuni, kenapa pintu dengan
tertutup rapat" jangan-jangan karena baru sembuh dari luka parahnya kesadaran
pengemis cilik ini rada kurang beres dan mungkin sudah salah menunjukkan tempat?"
Untuk beberapa saat lamanya ia jadi tertegun didepan pintu dan tak tahu apa yang
harus dilakukan". Terdengar Peng Im yang ada dibelakang berseru kembali, "Aku sipengemis cilik masih
ingat jelas tempat ini. Tak bakal salah lagi, Sang heng silahkan mendorong pintu untuk
periksa keadaan didalamnya."
Sang Pat masih sangai tapi setelah mendengar perkataan dari Peng Im, terpaksa ia
maju dan mendorong pintu tersebut.
Siapa tahu pintu itu tetap tak bergeming barang sedikitpun juga, jelas pintu tadi
dipalang dari dalam. Si sie poa emas ini segera gelengkan kepalanya berulang kali.
JILID 28 "Tidak betul, tidak betul, andaikan bangunan ini tiada berpenghuni tidak nanti pintunya
dipalang dari dalam."
"Sungguh aneh sekali" seru Peng Im pula setelah memeriksa keadaan disekeliling itu
sekejap. "Aku sipengemis cilik masih ingat betul disini tampaknya, dan tak bakal salah
lagi, coba Sang heng melompati pagar tembok itu dan periksa keadaan didalam sana."
Melihat kesadaran Peng Im normal dan tidak mirip sedang mengingau, timbul rasa ingin
tahu dalam hati Sang Pat. ia segera mengempos tenaga dan meloncat masuk kedalam
pekarangan kemudian membuka palang pintu tersebut.
"Tu heng. tolong gotong aku masuk kedalam!"
Tu Kioe mendongak memeriksa keadaan dalam, ia lihat sebuah jalan kecil yang
beralaskan batu bata merah terbentang menghubungkan pintu depan dengan pintu
kedua, keadaan situ bersih dan teratur, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda disitu
tiada penghuninya, dalam hati dia lantas berpikir, "Bangunan rumah sebersih ini, masa
tiada penghuninya?" Walaupun dalam hati berpikir demikian tapi ia menurut juga dan melangkah masuk
kedalam. "Loo sam jauh sedikit jaraknya dengan aku" bisik Sang Pat lirih. "Kau yang
menggendong sipengemis cilik itu bertindaklah lebih hati-hati. jangan sampai kena
dibokong orang lain."
Tu Kioe mengiakan dan segera mundur tiga langkah kebelakang.
"Adakah manusia disitu!"
"Andaikata ada orang, sejak tadi kedatangan kita sudah ditegur"." bisik Peng Im.
Belum habis ia berkata mendadak terdengar suara yang ketus dingin berkumandang
datang. "Ada urusan apa?"
Sang Pat melengak dan segera berhenti, kemudian seraya menjura ujarnya, "Aaah".
mengganggu ketenangan kalian, harap suka dimaafkan!"
"Hmm, kalian memasuki rumah orang tanpa permisi, perbuatan ini sudah melanggar
peraturan, ayoh cepat keluar dari sini." suara dingin ketus tadi kembali berkumandang
datang. Sang Pat melirik sekejap kearah Peng Im lalu bisiknya, "Ayoh kita keluar saja dari sini"
ia putar badan dan siap berlalu.
"Sang heng, orang itupun bukan pemilik bangunan rumah ini!"
"Benarkah itu?"
"Kalau Sang heng tidak percaya, kenapa tidak kau tanyakan sendiri?"
Teringat betapa dingin dan ketusnya ucapan orang tadi, timbul keinginan si sie poa
emas ini untuk memanasi hatinya, maka ia lantas berkata, "Saudara sendiri toh bukan
pemilik bangunan rumah ini kalau bicara kenapa begitu tak tahu adat?"
"Hem! persoalan dikolong langit tentu ada yang datang lebih duluan dan datang
belakangan, siapa suruh kalian datang terlambat satu tindak?"
"Bagaimana?" Peng Im segera berbisik. "Mereka tak lebih hanya datang lebih dulu
setindak, bangunan rumah ini sama sekali bukan harta warisan mereka."
Sang Pat alihkan sinar matanya memeriksa sekejap sekeliling tempat itu. "Saat ini fajar
baru menyingsing. peng Im pun harus merawat lukanya, sedang bangunan ini begitu
besar dan mereka bukan pemiliknya, apa salahnya kalau kita berteduh pula disini, toh kita
sama-sama bukan pemilik bangunan rumah ini?"
Berpikir lalu ia lantas berseru lantang, "Kalau dibicarakan soal rumah ini, tiga hari
berselang telah ada orang kita yang menginap disini, hanya saja karena ada urusan maka
baru ini hari kami kembali kesini."
Ia merandek sejenak, lalu ujarnya lagi, "Kalau mau dikatakan siapa yang datang lebih
dulu, maka kamilah yang datang beberapa hari lebih cepat, cuma bangunan rumah ini
memang bukan milik kami, bila memang kalian sudah berteduh disini kamipun tak akan
mengusir kalian pergi. Untung bangunan rumah ini sangat besar, sekalipun ditambah
beberapa orangpun rasanya tidak mengapa."
"Tidak bisa jadi" tukas orang tua dengan suara dingin. "Dengarlah nasehatku, lebih baik
cepat-cepatlah mengundurkan diri dari sini."
"Kurang ajar, aku Sang Loo jie adalah manusia macam apa" pikir Sang Pat dalam hati.
"Kau anggap ini hari aku bisa digertak lari dari sini?"
"Kalau sampai begitu apa gunanya aku berkelana didalam dunia persilatan?"
Maka dengan suara lantang serunya, "Andaikata cayhe tidak mau mengundurkan diri
dari sini kau mau apa?"
"Kecuali bila kau sudah bosan hidup lagi dikolong langit!"
Mengikuti berasalnya suara tersebut Sang Pat berpaling, ia duga suara tadi berasal dari
balik sebelah barat ruang tengah, hanya saja bayangan tubuhnya sama sekali tidak
kelihatan. Mendengar ucapan orang itu sesumbar dan jumawa, Tu Kioe jadi sangat mendongkol
bisiknya, "Loo jie mari kita tengok keadaan disitu!"
"Baik, kau tak usah pergi, baik-baiklah melindungi keselamatan sipengemis cilik itu,
kalau didengar dari ucapannya yang sesumbar rasanya dia bukanlah lampu yang
kehabisan minyak." "Harap Sang heng berhati-hati!" pesan Peng Im pula.
Sang Pat mengangguk, dengan langkah lebar ia segera berjalan menuju keruang
tengah. Halaman bagian depan luas dan mencapai beberapa hektar, Sang Pat menghentikan
gerakan tubuhnya kurang lebih lima tombak didepan ruang tengah.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara dingin ketus tadi berkumandang kembali,
"Rupanya kalau tidak diberi hajaran tidak mau tahu keadaan, bukankah aku sudah
memperigatkan cuwi sekalian untuk segera mengundurkan diri dari sini, kalau memang
kalian sendiri yang mencari mati, janganlah salahkan diriku bertindak keterlaluan."
Terhadap sipengancam tersebut Sang Pat tidak berani menaruh pandangan merendah,
sejak semula hawa murninya telah dihimpun didalam tubuh siap menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan. setelah mendengar ucapan terkahir ini
kewaspadaannya semakin diperketat, tangan kanannya segera merogoh kedalam saku
mengambil keluar dua butir mutiara dan digenggamnya ditangan.
Kekayaan dari Tiong Chiu Siang Ku boleh dibilang tiada taranya dikolong langit,


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tumpukan intan permata yang mereka miliki sudah mencapai beberapa buah ruangan
banyaknya, meskipun ia tak pernah menggunakan senjata rahasia tetapi dalam sakunya
selalu siap dengan pelbagai permata yang bisa digunakan dalam keadaan terpaksa.
Sementara itu perlahan-lahan Tu Kioe tela menurunkan pula Peng Im keatas tanah,
katanya setengah berbisik, "Ucapan orang tua itu benar-benar gede dan sesumbar
mungkin kepandaian silat yang dimilikinya betul-betul lihay, kau tunggu saja disini. Aku Tu
Loo sam akan pergi kesana membantu diri Loo jie kami."
"Eeei". sejak kapan kau menyebut dirimu sebagai loo sam?"
"Sejak kami sepasang pedagang dari Tiong Chiu mengakui Siauw thayhiap sebagai
liong tauw toako kami, aku telah menjadi Loo sam!"
"Oooh, kiranya begitu."
Tiba-tiba terdengar Sang Pat mendengus berat lalu buru-buru mengundurkan diri dari
tempat semula. Mendengar akan hal itu Tu Kioe sangat terkejut, dengan cepat dia enjotkan badannya
melayang kesisi saudaranya, lalu menegur, "Loo jie apakah kau sudah terluka?"
Sang Pat tidak menjawab hanya saja dengan alis berkerut kencang dia gulung ujung
baju kirinya. Mengikuti gerakan tersebut Tu Kioe segera menyaksikan sebuah anak panah kecil
berbentuk kepala ular tertancap diatas lengan saudara angkatnya ini.
Kalau dikatakan benda itu sebagai panah dalam kenyataan kecilnya melebihi jarum
untuk menjahit, kulit tangan sekitar luka telah berubah jadi semua merah.
Sementara Tu Kioe hendak mencabut keluar jarum beracun itu, tiba-tiba Sang Pat tarik
kembali lengan kirinya dan meloncat mundur dua langkah kebelakang, serunya, "Racun
yang dipoleskan diatas jarum ini terlalu keji dan ganas, jangan kau sentuh dengan
tangan." Pada waktu itulah Siauw Ling, Soen Put shia, boe Wie Tootiang serta Suma Kan telah
menyusul datang. Peng Im segera berseru dengan suara cemas, "Tootiang cepat periksa keadaan luka
dari Sang Loo jie, tangannya sudah termakan oleh senjata rahasia beracun."
Boe Wie Tootiang percepat lainnya memburu kesisi tubuh Sang Pat, setelah memeriksa
sejenak senjata rahasia itu dengan hati terkesiap serunya, "Aaaah, anak panah pengejar
sukma berkepala ular!"
"Bagaimana" apakah jiwanya terancam bahaya?" tanya Tu Kioe terperanjat.
"Sedikitpun tidak salah, dari mendiang guruku pinto pernah mendengar akan kelihayan
dari senjata rahasia tersebut, katanya racun yang terkandung diujung senjata itu luar
biasa dahsyatnya, tetapi setelah pinto terjunkan diri kedalam dunia persilatan belum
pernah kujumpai senjata rahasia anak panah pengejar sukma berkepala ular, sungguh tak
nyana pada saat ini benda tersebut telah muncul kembali ditinjau dari hal ini jelas
membuktikan bahwa sipelepas senjata rahasia mempunyai asal usul yang amat besar."
"Bagaimana" apakah tootiang tak dapat memusnahkan racun yang ada diatas anak
panah itu?" tanya Siauw Ling.
"Menurut apa yang pinto ketahui, kecuali orang yang melepaskan senjata rahasia
tersebut yang mempunyai obat pemusnahnya, tabib sakti yang ada dikolong langit dewasa
ini jarang sekali ada yang sanggup memusnahkan racun tersebut."
Bicara sampai disitu ia lantas gerakan tangannya menotok dua buah jalan darah diatas
lengan kiri Sang Pat. Siauw Ling segera berpaling kearah Tu Kioe dan bertanya, "Apakah sipelepas senjata
rahasia masih berada disini?"
Panji Sakti 8 Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Pendekar Elang Salju 2

Cari Blog Ini