Ceritasilat Novel Online

Rahasia Istana Terlarang 13

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen Bagian 13


Tu Kioe melirik sekejap kearah serambi sebelah barat dalam ruang tengah kemudian
menyahut, "Mungkin dia berada disini."
"Kalau begitu harap tootiang suka mencegah menjalarnya sang racun dalam tubuh
saudara Sang ku itu, cayhe akan pergi minta obat penawarnya!"
Bicara sampai disitu dia lantas melangkah menuju keruang tengah.
Sebenarnya Boe Wie Tootiang ada maksud mencegah kepergian si anak muda itu,
tetapi ketika dijumpai sikap gagah yang diperlihatkan dalam tingkah laku pemuda itu,
dalam hati lantas berpikir, "Orang ini memang jauh berbeda dengan orang lain". lebih
baik biarkanlah dia pergi mencoba!"
Karena berpikir demikian diapun tidak banyak bicara lagi.
"Mari, biarlah aku sipengemis tua membantu dirimu" bisik Soe Put shia menawarkan
jasa baiknya. Sejak Siauw Ling terjunkan diri kedalam dunia persilatan, walaupun waktunya
berkumpul dengan para jago lihay Bulim tidak terlalu panjang, tapi pengalamannya sudah
sangat luas, ia langsung berjalan menuju keserambi sebelah barat sambil diam-diam
mengerahkan tenaga dalamnya bersiap sedia.
"Jago lihay dari manakah yang berada dalam ruangan?" tegurnya dengan suara
lantang. "Cayhe Siauw Ling mohon bertamu!"
"Tidak ada waktu untuk menjumpai dirimu" jawaban yang dingin dan hambar
berkumandang keluar dari serambi sebelah barat.
Siauw Ling tertegun, tapi ujarnya kembali, "Cayhe mohon bertemu dengan segala tata
cara kesopanan, penampikan heng thay yang demikian kasar dan ketusnya apakah tidak
merasa sedikit keterlaluan?"
Suara yang dingin ketus itu kembali berkumandang datang, "Cayhe paling ogah untuk
berkenalan dengan kaum persilatan, lebih baik saudara segera angkat kaki dari tempat
ini." Semula Siauw Ling hanya bermaksud menjumpai orang itu untuk minta obat penawar
menyembuhkan luka keracunan yang diderita saudaranya Sang Pat, siapa tahu tanggapan
yang diberikan pihak lawan bukan saja dingin dan ketus bahkan tidak enak didengar,
hawa gusarnya seketika itu juga memuncak.
Sambil tertawa dingin serunya, "Sungguh besar amat bacot anda, apakah sikapmu ini
tidak terlalu pandang rendah kaum persilatan?"
"Mulai detik ini cayhe tak sudi menjawab setiap pertanyaan yang kau ajukan" suara
dingi ketus itu berkumandang lagi. "Apa bila kau berani maju selangkah lagi kedepan hatihati".
senjata rahasia panah pengejar nyawa berkepala ular akan mencabut selembar
jiwamu?" Siauw Ling tetap berdiri tegak ditempat semula, ia tarik napas panjang dan segera
mengenakan sarung tangan berkulit ularnya, setelah itu baru ujarnya, "Aku orang she
Siauw menantikan petunjuk darimu!"
Beberapa saat sudah dinantikan namun tidak kedengaran juga suara jawaban
berkumandang keluar dari serambi sebelah barat.
Dalam pada itu Soen Put shia telah berada disisi tubuh Siauw Ling, segera bisiknya,
"Menurut apa yang aku pengemis tua ketahui, dalam kolong langit dewasa ini hanya ada
seorang manusia saja yang dapat menggunakan senjata rahasia anak panah pengejar
nyawa berkepala ular, tetapi orang itu sudah terperangkap didalam istana terlarang
sebelum istana tersebut dibuka sudah tentu tak mungkin ia munculkan diri, entah
siapakah orang ini" ternyata iapun sanggup menggunakan senjata rahasia aneh yang
sangat beracun itu, saudara Siauw! kau harus selidiki berhati-hati"."
"Ehm, terima kasih atas perhatian dari loocianpwee."
Ia merandek sejenak, dan tambahnya, "Loocianpwee, tak usah kau ikut boanpwee
pergi menempuh mara bahaya". tunggu saja dibelakang sana!"
Soen Put shia mengangguk dan segera mengundurkan diri kebelakang.
Dengan suara lantang Siauw Ling segera berseru, "Aku orang she Siauw sudah mohon
maaf terlebih dahulu, apabila aku memang tidak menggubris terus, terpaksa aku akan
menerjang kedalam dengan kekerasan."
Ia tahu bahwa kepandaian silat yang dimiliki Sang Pat tidak lemah, dalam kenyataan
orang itu sanggup merobohkan Sang Pat dalam sekali sambitan belaka. Hal ini
membuktikan betapa lihaynya kepandaian silat orang itu, maka ia tak berani bertindak
gegabah, sambil perlahan-lahan maju kedepan seluruh perhatiannya dipusatkan jadi satu.
Kurang lebih tujuh delapan langkah dari tempat semula tiba-tiba terasa sekilas cahaya
tajam yang sangat menyilaukan mata laksana kilat meluncur datang, bukan saja
gerakannya sangat cepat bahkan sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun.
Cepat Siauw Ling ayunkan tangan kanannya menangkap senjata rahasia anak panah
mengejar nyawa berkepala ular itu, sementara dalam hati diam-diam pikirnya dengan hati
kaget, "Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, ilmu silatnya sungguh luar biasa sekali.
Andai kata aku tidak bersiap sedia sejak tadi mungkin tanpa kusadari akupun sudah
terluka diujung anak panah pengejar nyawa berkepala ular itu"."
"Hmm, suatu kepandaian yang jitu" terdengar suara dingin ketus itu berkumandang
datang. "Dalam kolong langit dewasa ini jarang sekali ada orang yang sanggup menerima
sambitan anak panah pengejar nyawa berkepala ularku dengan tangan"."
Ia merandek sejenak lalu tambahnya, "Tapi sayang sekali diatas anak panah itu telah
kupolesi semua dengan racun yang amat keji, sekalipun kau tidak tertusuk oleh senjataku
tapi tanganmu yang meraba senjata tadi cukup untuk meracuni tubuhmu dengan hebat!"
"Hmmmmmmm, belum tentu!"
"Haaah". haaa". haaa"." orang itu tertawa tergelak. "Kalau kau tidak percaya dengan
perkataanku, silahkan coba mengerahkan tenaga dalammu!"
Perlahan-lahan Siauw Ling mengangkat anak panah pengejar nyawa berkepala ular itu
keatas, kemudian katanya dingin, "Setelah datang kalau tidak menginap itu namanya tidak
sopan, semoga saudarapun bisa berbuat seperti cayhe dan menerima kembali senjata
rahasiamu ini." Sembari berbicara diam-diam hawa murninya disalurkan kedalam tangan dan didalam
sebuah sentilan, anak panah pengejar nyawa berkepala ular itu segera meluncur keudara
menyambar kearah orang tadi.
Cara melepaskan senjata rahasia yang dimilikinya adalah ajaran langsung dari Liuw
Sian cu, sebagai seorang jago yang lihay dalam ilmu melepaskan senjata rahasia dan ilmu
meringankan tubuh. Sentilan untuk melepaskan senjata rahasia ini cukup membuat Soen
Put shia yang menyaksikan kejadian itu dari samping diam-diam merasa memuji.
Orang yang ada diserambi sebelah barat masih tertawa tergelak tiada hentinya,
menanti ia saksikan Siauw Ling melepaskan anak panah itu yang ditujukan kepadanya,
gelak tertawa itu mendadak terputus ditengah jalan.
Jelas orang tadi telah dibikin terkesiap oleh kelihayan si anak muda itu dalam
melepaskan senjata rahasianya.
Dikala tangan kanannya melepaskan anak panah pengejar nyawa berkepala ular tadi,
diam-diam Siauw Ling telah silangkan telapak kirinya untuk melindungi badan, selangkah
demi selangkah ia menerjang kearah serambi sebelah barat.
Jarak antara serambi sebelah barat dengan tempat dimana Siauw Ling berada saat ini
hanya terpaut dua tombak saja sekali loncat si anak muda itu sudah berada didepan
serambi tadi. Tampak sepasang pintu tertutup rapat-rapat, bahkan jendelapun tertutup semua
dengan rapatnya. Siauw Ling tahu bahwa situasi yang dihadapinya saat ini sangat berbahaya, tanpa
berpikir panjang dan memeriksa keadaan disekelilingnya lagi, sekali tendang ia hajar pintu
kayu tersebut. Blaan".! dengan diiringi suara bentrokan keras, pintu kayu itu terbentang lebar.
Dikala melancarkan tendangan menghantam pintu tadi, pada saat yang bersamaan pula
Siauw Ling telah menyingkir kesamping.
Rupanya si anak muda inipun merasa jeri terhadap kehebatan orang itu dalam
melepaskan senjata rahasia anak panah pengejar nyawa berkepala ularnya, ia tahu
andaikata dikala dirinya sedang melancarkan tendangan kearah pintu tadi mendadak
orang itu melepaskan senjata rahasia pula, maka kemungkinan besar ia bisa terluka
diujung senjata orang. Siapa tahu ternyata orang itu sama sekali tidak melepaskan anak panah pengejar
nyawa berkepala ularnya. Siauw Ling menanti beberapa saat lamanya disisi pintu, kemudian dengan suatu
gerakan yang cepat dan mendadak ia berkelebat masuk kedalam ruangan.
Setibanya dalam ruangan, ia lihat didekat jendela berdirilah seorang lelaki berbaju
hijau. Orang itu berdiri menghadap jendela dan membelakangi pintu, terhadap hadirnya
Siauw Ling disitu ternyata sama sekali tak merasa.
Siauw Ling mendehem ringan dan berkata, "Untung cayhe tidak sampai kehilangan
selembar jiwaku. Kini aku sudah berhasil tiba disini."
"Sudah lama cayhe mendengar nama besar dari Siauw Ling dalam dunia persilatan,
setelah bertemu hari ini baru ketahui bahwa namamu bukan nama kosong belaka."
"Saudara terlalu memuji, anak panah pengejar nyawa berkelebat begitu cepat dan
tanpa mengeluarkan suara, baru kali ini cayhe berjumpa dengan kepandaian silat itu."
Orang berbaju hijau itu tidak langsung menanggapi perkataan tersebut, saat kemudian
dengan nada ucapan yang jauh lebih lunak katanya, "Apa maksudmu memasuki ruang
serambi sebelah barat ini?"
"Seorang saudara cayhe telah terluka diujung anak panah pengejar nyawa berkepala
ular saudara, karena itu cayhe mohon obat penawar menyembuhkan keracunan tersebut."
"Hanya dikarenakan persoalan ini saja?"
"Tidak salah, hanya disebabkan persoalan ini saja!"
"Tidak sulit untuk memperoleh obat penawar tersebut, tapi cayhepun ada satu syarat
yang harus kau penuhi!"
"Apa syaratmu?"
"Setelah cayhe serahkan obat penawaran itu, aku harap cuwi sekalian segera
tinggalkan tempat ini, apabila kau setuju maka obat penawar tersebut segera cayhe
serahkan kepadamu, sebaliknya kalau kau menampik". terpaksa aku harus biarkan
saudaramu mati keracunan."
Siauw Ling termenung beberapa saat lamanya kemudian menjawab, "Andaikata
saudara cayhe itu terluka ditangan orang lain, dan saudara rela memberi obat penawar
kepadanya, jangan dikata cuma satu syarat ini saja meskipun delapan atau sepuluh syarat
lagipun aku orang she Siauw tak akan menampik. Sayang seribu kali sayang saudara dari
cayhe itu justru terluka diujung anak panah pengejar nyawa berkepala ularmu, sedang
rekan kami yang ikut kemari cukup banyak. persoalan ini harus dirundingkan dahulu
dengan mereka." Rupanya orang berbaju hijau itu sudah tak sabaran lagi, tiba-tiba selanya dengan nada
gusar, "Kalau begitu saudara tidak mau menerima permintaanku itu?"
"Saat ini sulit bagiku untuk mengambil keputusan!"
"Baiklah, kau boleh rundingkan dahulu persoalan ini dengan mereka, kemudian
datanglah lagi kemari untuk berbicara dengan aku!"
"Meninggalkan tempat ini bukanlah suatu syarat yang terlalu sulit dilakukan" pikir si
anak muda dalam hati. "Cuma saja Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang adaah orang
kenamaan, andaikata kuajukan persoalan ini entah bagaimana perasaan serta pendapat
mereka?" Berpikir demikian, ia lantas berkata, "Cayhe akan berusaha sekuat tenaga untuk
memperoleh persetujuan dari rekan-rekan yang lain, tapi". bagaimana kalau kau
hadiahkan dahulu obat penawar tersebut kepada kami" haruslah diketahui menolong
orang bagaikan menolong kebakaran, tak bisa ditunda-tunda lagi."
"Temui dahulu rekan-rekanmu, selesai berunding rasanya belum terlalu lambat."
"Membunuh orang harus bayar nyawa hutang uang bayar uang. Saudara, setelah kau
lukai saudaraku, apakah aku harus membungkam belaka menyaksikan saudaraku itu
menderita." kata Siauw Ling mulai gusar. "Minta obat penawar dan tinggalkan tempat ini
adalah dua masalah yang berbeda. Jangan kau campur baurkan yang satu dengan yang
lain." "Lalu apa maksudmu?" jengek orang berbaju hijau itu sambil tertawa dingin.
"Cayhe ingin bertanya, kecuali kami tinggalkan tempat ini apakah masih ada cara lain
lagi?" "Masih ada satu cara lagi! obat penawar itu berada didalam sakuku, asal kau merasa
punya kepandaian, silahkan untuk merampasnya sendiri."
Sejak Siauw Ling masuk kedalam ruangan dan bercakap-cakap dengan orang berbaju
hijau itu, ternyata hingga kini orang itu tak pernah menoleh barang sekejappun.
Terdengar Siauw Ling tertawa dingin.
"Kecuali itu sudah tiada cara lain lagi?"
"Cayhe rasa tiada jalan lagi!"
"Hmm, kalau memang begitu, maaf kalau terpaksa cayhe bertindak kasar terhadap
dirimu." "Tak usah sungkan-sungkan, kalau memang merasa mampu silahkan turun tangan!"
Diam-diam Siauw Ling kerahkan tenaga dalamnya melindungi jalan darah jalan darah
penting diseluruh tubuhnya, kemudian selangkah demi selangkah maju kedepan.
Ia berjalan hingga tiba dibelakang punggung orang berbaju hijau itu, namun orang itu
tetap berdiri membelakangi dirinya, sama sekali tak berkutik.
Siauw Ling ayunkan tangan kanannya siap melancarkan babatan, tapi secara tiba-tiba
ia urungkan maksudnya. "Saudara mengapa kau tidak berpaling?" tegurnya.
Orang berbaju hijau itu tertawa dingin, perlahan-lahan ia putar badannya menghadap
kearah pemuda kita. Begitu saling membentur dengan sorot mata lawan, Siauw Ling merasa hatinya
terperanjat. Kiranya raut wajah orang itu berwarna kuning keemas-emasan bukan saja tak sedap
dipandang bahkan tidak mirip dengan warna kulit seorang manusia.
Dengan cepat pemuda kita berhasil mententramkan hatinya, perlahan-lahan ia berkata,
"Ehmm, bagus amat kulit topeng yang saudara kenakan!"
Sembari berkata tangannya berkelebat cepat mencengkeram pergelangan kiri orang itu.
Orang berbaju hijau itu tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, seolah-olah dia tak
tahu kalau pergelangan kirinya sedang diancam lawan.
Serangan cengkeraman dari Siauw Ling ini banyak mengandung perubahan, dalam satu
gerakan ia bisa dari serangan cengkeraman berubah menyabet atau menyentil tergantung
dari reaksi yang diberikan pihak musuh.
Siapa tahu kejadian ternyata jauh diluar dugaan Siauw Ling, orang itu tetap bersikap
tenang atas datanganya ancaman, bahkan sewaktu jari tangan pemuda itu sudah
menyentuh diatas pergelangan tangannyapun orang berbaju hijau itu tetap tak berkutik.
Siauw Ling percepat gerakan tangan kanannya mencengkeram pergelangan kiri orang
berbaju hijau itu. Terasalah pergelangan tangan lawan keras bagai baja, dingin bagaikan es, sedikit tidak
menunjukkan tanda-tanda bahwa yang dipegang adalah tangan manusia. hatinya semakin
terkesiap. Mendadak terdengar orang berbaju hijau itu tertawa dingin, tangan kanannya bergerak
cepat membabat pergelangan tangan Siauw Ling.
Si anak muda itu mengerlingkan matanya. Ia lihat tangan kanan orang itu halus lembut
dan memelihara kuku yang sangat panjang, dengan cepat ia angkat tangan kirinya untuk
menangkis. Sementara cekalannya pada pergelangan orang segera dikendorkan,
badannya mundur tiga langkah kebelakang.
Orang berbaju hijau itu tertawa dingin.
"Saudara sudah terkena racun yang amat keji, seperminum teh kemudian racun itu
akan mulai bereaksi, bersiap-siaplah kau urusi persoalan terakhirmu"."
Ia tak tahu kalau Siauw Ling mengenakan sarung tangan berkulit ular yang kebal
terhadap pelbagai macam racun serta tidak mempan ditusuk maupun dibacok.
Sementara Siauw Ling sendiri sedang berpikir dalam hatinya, "Sepasang sarung tangan
berkulit ular ini sudah banyak membantu diriku". andaikata aku tidak memliki benda
tersebut, entah bagaimana jadiku".?"
Dia angkat tangan kirinya untuk dipandang sekejap, lalu tanyanya, "Kenapa?"
"Diujung kukuku telah kupolesi dengan racun yang amat keji, tangan kanannmu setelah
kena tergores kedalam tubuhmu, sesaat kemudian jiwamu bakal melayang"."
"Haah". hah". senjata rahasia segera dipolesi dengan racun keji, sedang dikuku jari
tangan kanan mengandung pula racun keji, rupanya kau adalah seorang ahli dalam
menggunakan racun, sayang cayhe tidak mempan terhadap pelbagai macam-macam
racun" jengek Siauw Ling sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendengar ucapan itu, orang berbaju hijau tadi berdiri tertegun.
"Coba angkat tangan kirimu, dan periksalah dengan seksama!"
"Tak usah diperiksa lagi, cayhe yakin tidak mempan terhadap jenis racun macam
apapun." Tapi orang berbaju hijau itu tidak percaya, kembali dia berkata, "Racun yang berada
didalam kukuku jauh berbeda dengan racun biasa, sekalipun jago lihay yang bagaimana
ampuhpun asal terkena oleh racun itu sesaat kemudian daya kerja racun itu segera akan
menyebar keseluruh badan!"
"Kalau saudara memang tidak percaya dengan perkataanku, apa daya" akupun tak bisa
berbuat apa-apa lagi."
Tiba-tiba ia merangsek kedepan, telapaknya langsung diayun menghajar dada lawan.
Menyaksikan pihak musuhnya masih sanggup melancarkan serangan dahsyat
kepadanya orang berbaju hijau itu amat terkesiap buru-buru diangkat tangan kirinya
untuk menyambut kedatangan serangan tersebut.
Sejak mencekal pergelangan kirinya tadi Siauw Ling sudah menaruh perhatian khusus
atas lengan tersebut, sebab ia merasa ada suatu kelainan pada lengan tadi. Kini melihat
orang itu ayun tangan kirinya buru-buru sang telapak ditekan kebawah dan berkelit
kesamping. Menggunakan kesempatan itulah ia perhatikan lengan kiri lawan dengan lebih seksama,
tampaklah diujung lengan muncul tiga buah jarum hitam yang panjang mencapai dua
coen lebih.

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rupanya orang itu mengenakan lengan palau yang terbuat dari baja.
Siauw Ling segera tertawa dingin.
"Ooooh". rupanya saudara hendak menggunakan lengan bajumu sebagai senjata
tajam hmm". pemikiran semacam ini benar-benar terlalu lucu"."
Orang berbaju hijau itu sama sekali tidak menggubris perkataan si anak muda itu, dan
saat yang bersamaan tangan kiri serta tangan kanannya sekaligus melancarkan tiga buah
serangan. Beberapa jurus serangan itu bukan saja amat rapat bahkan cepat bagaikan kilat,
memaksa Siauw Ling harus mundur tiga langkah kebelakang. Suatu saat berhasil
memperoleh kesempatan baik, sepasang telapaknya segera bekerja mengirim beberapa
buah serangan berantai. Sekejap mata delapan jurus seragan telah dilancarkan kemuka, pikirnya, "Andaikata
aku tak berani menundukkan orang ini, mungkin sulit bagiku untuk memperoleh obat
penawar itu." Sedikit saja pikirannya bercabang, orang berbaju hijau itu kembali mendapatkan
kesempatan untuk melancarkan serangan balasan segera terjadilah suatu pertarungan
yang amat sengit. Terasalah cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, setiap kali tangan besinya yang
melancarkan serangan menunjukkan kelemahan-kelemahan, telapak kanan segera
menyusul datang menutupi kelemahan tersebut, hingga dengan demikian bukan saja
serangannya makin dahsyat bahkan pertahanan tubuhpun semakin ketat.
Siauw Ling sendiri meskipun memakai sarung tangan berkulit ular, tetapi menjumpai
kilatan cahaya diujung tangan besi lawan, timbul rasa jeri dalam hatinya, ia tak berani
saling membentur dengan tangan lawan.
Dengan adanya persitiwa tersebut, bukan saja Siauw Ling merasakan kerugian yang
besar, untuk beberapa saat lamanya ia merasa tidak memiliki kemampuan untuk
membalas. Ditengah berlangsungnya pertempuran sengit itulah, tiba-tiba terdengar suara bentakan
rendah berkumandang datang, "Tahan!"
Mendengar seruan itu, orang berbaju hijau tadi segera mengundurkan diri dan
meloncat mundur lima depa kebelakang.
Siauw Lingpun berhenti menyerang dan berpaling, tampaklah seorang pemuda tampan
berbaju biru dengan membawa sebuah seruling kumala berdiri didepan pintu.
Begitu berjumpa dengan pemuda berbaju biru itu, orang yang berbaju hijau yang
jumawa dan sombong tadi segera menghunjukkan hormat dengan sikap sangat
merendah, serunya, "Menjumpai kongcu"."
"Tak usah banyak adat" pemuda berbaju biru tadi ulapkan tangannya sambil
melangkah masuk kedalam ruangan.
Orang berbaju hijau itu segera mengiakan dan mengundurkan diri kesamping.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan pisau belati pemuda berbaju biru itu alihkan
pandangannya keatas wajah Siauw Ling, setelah diperhatikan beberapa saat lamanya ia
menegur, "Siapa saudara?"
Napsu membunuh terlintas diatas wajahnya, tapi ucapan tersebut diutarakan dengan
nada sopan. "Cayhe Siauw Ling adanya!"
Begitu mendengar nama tersebut, hawa gusar yang semula telah menyelimuti wajah
orang berbaju biru itu seketika lenyap tak berbekas, dengan senyuman dikulum buru-buru
sahutnya, "Ooh, kiranya Siauw heng, sudah lama kudengar nama besarmu"."
Ia merandek sejenak kemudian terusnya, "Sejak bertemu dengan diri Siauw heng tadi,
dalam hati aku sudah menaruh curiga jangan-jangan dirimu. Eeei". sedikitpun tidak
salah, ternyata dugaanku tidak meleset"."
"Tolong tanya siapakah sebutan heng thay?"
Orang berbaju biru itu termenung sebentar, kemudian menjawab, "Sahabat sekalian
memanggil aku dengan sebutan Giok Siauw Lang Koen atau lelaki tampan berseruling
kumala." Suatu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya, "Giok Siauw Lang koen"
bukankah dia adalah kakak misan dari Lan Giok Tong".?"
Segera katanya, "Saudara mempunyai julukan sebagai lelaki tampan berseruling
kumala, dalam genggamanpun membawa sebuah seruling kumala. Aku rasa kau pastilah
seorang ahli dalam permainan seruling."
"Kepandaian mengenai irama musik?" seru Giok Siauw Lang Koen. "Aaah siauwte sih
cuma mengerti sedikit banyak saja."
"Oooh, orang itu terlalu sungkan" pikir pemuda kita dalam hati. "Didengar dari
permainan serulingnya kemarin malam". aaai". sungguh membuat orang ikut terbuai
dalam kesedihan sehingga tanpa terasa ikut mengucurkan air mata". permainan
serulingnya memang betul-betul hebat".!"
Ketika ditunggunya lama sekali Siauw Ling belum juga memberi jawaban, ia berkata
lagi, "Siauw heng tentu mempunyai kepandaian yang sangat mendalam bukan dalam ilmu
permainan musik?" "Siauwte" ooh". hoo". sama sekali tak mengerti."
"Siauw heng terlalu merendah"." sinar matanya dialihkan keatas wajah orang berbaju
hijau itu, terusnya. "Siauw heng, apa sebabnya kau sampai bergebrak dengan pembantu
siauwte" harap kau suka menerangkan bila ada kesalahan aku pasti akan mohon maaf
kepada dirimu." "Sikapmu terlalu sungkan terhadap diriku, pastilah hal ini ada sebab-sebabnya" pikir
Siauw Ling dalam hati. "Perduli amat kau mempunyai maksud apa, aku harus
menggunakan kesempatan baik ini untuk minta obat penawar darinya."
Berpikir demikian ia lantas berkata, "Minta maaf sih tak usah, hanya saja seorang
saudara cayhe telah terluka diujung anak panah pengejar nyawa berkepala ularnya,
karena itu sengaja aku datang kemari untuk minta sedikit obat penawar."
Giok Siauw Lang Koen segera berpaling kearah orang berbaju hijau itu, tegurnya,
"Huuh! kembali kau lukai orang dengan senjata rahasia beracun itu, ayoh cepat serahkan
obat penawarnya kepadaku."
"Mereka hendak menempati bangunan rumah ini dengan kekerasan, maka terpaksa aku
harus memberikan sedikit kelihayan kepadanya agar mereka tahu diri dan segera
mengundurkan diri, apa perbuatan ini salahku?" bantah orang berbaju hijau.
"Katanya saja mereka adalah majikan dan pembantu" batin pemuda itu. "Tapi kalau
dilihat sedikitpun tidak mengenal kesopanan"."
Walaupun diluaran orang berbaju hijau itu membantah perkataan majikannya tapi
tangan kanannya merogoh kedalam sakunya juga dan mengambil keluar sebuah botol
porselen, dari situ ia keluarkan sebutir pil dan diserahkan ketangan Siauw Ling.
Sebagai seorang jago yang lihay apalagi mengenakan sarung tangan pemuda kita tidak
takut dikecundangi orang, ia segera sambut pemberian pil itu.
Dengan sorot mata yang tajam Giok Siauw Lang Koen awasi terus tangan besi orang
berbaju hijau itu, rupanya dia takut pembantunya melancarkan serangan bokongan
kepada si anak muda itu. Sebaliknya orang berbaju hijau itu sudah tahu kalau Siauw Ling tidak mempan terhadap
serangan racun, maka diapun tidak menggunakan akal apa-apa, pil tadi dengan cara yang
sopan diserahkan ketangan lawan.
Menanti jago kita sudah menerima pemberian pil tadi, Giok Siauw Lang Koen baru
berkata sambil tersenyum, "Asalkan temanmu itu benar-benar terkena racun dari anak
panah pengejar nyawa berkepala ular ini, setelah menelan pil tersebut tanggung didalam
satu jam lukanya akan sembuh dan kesehatannya akan pulih kembali seperti sedia kala."
"Terima kasih atas pemberian obat penawar itu!"
Giok Siauw Lang Koen mendehem ringan.
"Siauwtepun mempunyai suatu permintaan yang kurang pantas, harap Siauw heng
suka mengabulkan." "Permintaannya kalau memang tidak pantas diutarakan, kenapa suruh aku
menyanggupi?" pikir Siauw Ling didalam hati.
Tapi diluaran dia lantas bertanya, "Persoalan apa" asal siauwte dapat melakukan pasti
akan kukabulkan tanpa membantah."
"Pada malam ini siauwte ada janji dengan seorang teman untuk membicarakan suatu
masalah didalam bangunan rumah ini, aku tidak ingin ada orang lain yang ikut hadir
dalam pembicaraan tersebut, oleh sebab itu mohon persetujuan dari Siauw heng untuk
memberikan kebebasan kepada diriku kali ini saja."
Biji mata Siauw Ling berputar mengerling sekejap kesamping, ia lihat orang berbaju
hijau bertangan besi itu sedang berdiri dengan wajah penuh kegusaran, rupanya ia
merasa sangat tidak puas dengan sikap Giok Siauw Lang Koen yang begitu sungkannya
terhadap diri Siauw Ling, timbul rasa heran dalam hatinya.
"Kenapa sikap majikan dan pelayan itu terhadap diriku jauh berbeda satu sama
lainnya?" ia membatin. "Kalau sang majikan begitu sungkan terhadap diriku, sebaliknya
sang pelayan begitu gusar dan tidak puas, entah dalam hati apa aku orang she Siauw
telah menyalahi dirinya?"
Terdengar Giok Siauw Lang Koen berkata kembali, "Entah bagaimanakah menurut
pendapat Siauw heng?"
"Pada saat ini sulit bagi siauwte untuk mengambil keputusan, cayhe harus rundingkan
dahulu persoalan ini dengan orang cianpwee kemudian baru memberi jawaban kepada
heng thay. Entah bagaimana menurut pandanganmu?"
"Heeh". heeh". kau maksudkan sipengemis tua dan sitoosu tua hidung kerbau itu?"
jengek Giok Siauw Lang Koen sambil tertawa dingin.
"Sipengemis tua itu adalah cakal bakal angkatan tua dari perkumpulan Kay Pang.
Sedangkan dia tootiang itu bukan lain adalah Boe Wie Tootiang ciang bunjien dari partai
Bu tong." "Hmm, partai Bu tong hanya merupakan nama kosong belaka, ngakunya saja pemimpin
dari lima partai pedang tersebut, dalam kenyataan jurus pedangnya cuma kepandaian
kucing kaki tiga belaka, begitupun mengaku loocianpwee"."
Dengan wajah dingin silelaki tampan berseruling kumala itu mendongkol dan
menghembuskan napas panjang terusnya, "Sedangkan perkumpulan Kay Pang" hmm,
lebih memalukan lagi, segerombolan tua muda berpakaian rombeng yang dekil minta
makan sana minta derma sini". Huh, walaupun jumlahnya banyak, tak seorangpun yang
sanggup menahan sebuah pukulanku!"
Mendengar ocehan tersebut Siauw Ling tertegun segera pikirnya, "Sungguh besar amat
perkataan orang ini, Shen Bok Hong sendiripun belum tentu berani mengucapkan katakata
sombong seperti ini."
Diluaran dengan suara lembut sahutnya, "Saudara berani pandang rendah partai Bu
tong serta perkumpulan Kay pang, aku rasa kepandaian silatmu pasti dahsyat sekali tetapi
siauwte adalah salah satu sahabat mereka dan merupakan angkatan muda yang
menghormati dia, oleh sebab itu menghadapi setiap masalah saya harus rundingkan dulu
dengan dia sebelum mengambil keputusan."
"Yang penting adalah Siauw heng menyetujui untuk tinggalkan tempat ini, sisanya
kalau tak mau pergi dari sini berarti mencari penyakit buat diri sendiri."
"Soal ini biarlah cayhe rundingkan lebih dahulu dengan mereka berdua. Secepatnya
saya kembali memberi jawaban!"
Tidak menunggu Giok Siauw Lang Koen menanggapi lagi, ia segera putar badan dan
melangkah keluar. Dengan perasaan tak puas orang berbaju hijau bertangan besi itu mendengus dingin
sementara dia siap melakukan pengejaran Giok Siauw Lang Koen telah ulapkan tangannya
mencegah. Begitulah dengan langkah lebar Siauw Ling berjalan menuju keluar ruang, setibanya
disisi Sang Pat sambil angsurkan pil pemusnah racun itu ketangannya ia berseru, "Cepat
telan pil penawar racun ini!"
Racun dari anak panah pengejar nyawa berkepala ular benar-benar sangat keji
meskipun Sang Pat terkena belum lama tapi saat itu keadaannya sudah payah, wajahnya
berubah jadi hijau membesi sedang keringat dingin mengucur keluar tiada hentinya.
Sekalipun begitu kesadaranya masih tetap utuh ia segera menerima pil penawar racun
itu dari tangan toakonya dan ditelan kedalam perut.
Menyaksikan penderitaan dari Sang Pat, diam-diam Siauw Ling merasa bergidik,
pikirnya, "Anak panah pengejar nyawa berkapala ular itu sungguh luar biasa ampuhnya,
entah bagaimanakah khasiat dari obat penawar itu" apakah seperti yang dikatakan lelaki
tampan berseruling kumala itu, dalam waktu singkat racunnya bakal lenyap?"
Persoalan nomor satu yang dipikirkan Siauw Ling pada saat ini adalah berharap agar
luka yang diderita Sang Pat cepat sembuh, oleh sebab itu dengan pandangan tajam ia
awasi terus perubahan dari saudara angkatnya itu.
Sedikitpun tak salah, obat penawar racun keji itu luar biasa manjurnya, tidak lama
setelah Sang Pat menelan obat itu khasiatnya segera kelihatan peluh dingin yang
membasahi batok kepalanya mulai lenyap.
Siauw Ling tarik napas panjang, bisiknya kepada Tu Kioe, "Bawa dia ketempat yang
tenang dan aman suruh dia atur pernapasan dan jangan banyak bergerak menurut pemilik
obat penawar ini didalam satu jam kekuatannya akan pulih kembali seperti sedia kala."
Sang Pat melirik sekejap kearah saudaranya bibirnya bergerak seperti mau
mengucapkan sesuatu tapi akhirnya maksud itu diurungkan, dibawah bimbingan Tu Kioe
berjalanlah dia dibawah sebuah pohon dan mengatur pernapasan disitu.
Dalam pada itu Soen Put shia menghampiri jago kita sambil tanyanya dengan suara
setengah berbisik, "Sudah kau temui orang itu?"
"Ehm, majikan dan pelayannya sudah kujumpai semua!"
"Kami temui seorang pemuda berjubah biru membawa seruling masuk kedalam
ruangan" Boe Wie Tootiang menambahkan.
"Dia adalah sang majikan, ada seorang lagi manusia berbaju hijau bertangan besi
dialah sang pelayan yang melukai saudara Sang dengan panah beracunnya!"
Boe Wie Tootiang megerutkan alisnya.
"Sang pembantu saja sudah begitu lihay ilmu silat yang dimiliki majikannya psti lebih
lihay lagi." "Bukan lihay saja bahkan jumawa dan sombong" batin Siauw Ling didalam hati. "Dia
sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap partai Bu tong serta Kay Pang
kalian." Tapi karena merasa bahwa pernyataan yang sejujurnya malah bakal melukai nama baik
kedua orang itu, terpaksa ia menahan diri.
Sembari mengangguk sahutnya, "Bagaimanakah ilmu silat yang dimiliki sang majikan,
cayhe belum pernah mencobanya. Tapi aku sudah bergebrak dengan orang berbaju hijau
itu, kepandaian silatnya memang sangat lihay."
"Apakah kau sudah tanyakan siapa namanya?"
"Ia tidak mengatakan namanya, tapi ia menyebut julukannya sebagai Giok Siauw Lang
Koen." "Giok Siauw Lang Koen" Giok Siauw Lang Koen?" gumam Soen Put shia tiada hentinya.
"Belum pernah aku dengar nama orang ini!"
"Kalau ditinjau dari umurnya, kurang lebih dua puluh lima enam tahunan" ia termenung
sebentar, lalu tambahnya. "Kalau cayhe tidak salah menduga, Giok Siauw Lang Koen
adalah sipeniup seruling yang kita dengar permainan musiknya sewaktu ada dikuil
keluarga Loo." "Kalau begitu dia adalah sahabat kita, sudah sepantasnya kalau kita pergi menjumpai
dirinya" kata Boe Wie Tootiang.
"Tak usah" Siauw Ling menggeleng. "Tabiatnya suka menyendiri dan jumawa, mungkin
ia tak sudi bercakap-cakap dengan kita."
Ia berpikir sejenak, kemudian sambungnya, "Andaikata ia membantu kita secara diamdiam
pstilah disebabkan suatu sebab tertentu ini".! sikap Giok Siauw Lang Koen terhadap
diriku masih terhitung rada sungkan, tapi sipelayan berbaju hijau itu selalu pandang diriku
bagaikan orang yang paling dibencinya sepanjang hidup, ia terus menerus melototi diriku
dengan pandangan gusar. Seakan jiwaku setiap detik bisa dicabutnya."
"Wah". waah, kalau begitu orang itu memang kukoay sekali" seru Soen Put sambil
gelengkan kepalanya berulang kali. "Selama aku sipengemis tua berkelana didalam dunia
persilatan, memang sering sudah kujumpai manusia aneh berwatak dingin, tapi manusia
yang memandang setiap orang sebagai musuhnya belum pernah kutemui."
"Masih ada banyak persoalan yang tidak berhasil cayhe paham, tapi kalau dipikir dibalik
persitiwa tersebut tentu mempunyai sebab-sebab tertentu!" ujar Siauw Ling perlahan.
"Apa sebabnya?"
"Mungkin persoalan ini mempunyai sangkut pautnya dengan enci Gak Siauw Cha"."
batin pemuda kita, sebelum duduknya perkara dibikin jelas ia merasa tidak leluasa untuk
bicara terus terang, maka sahutnya, "Sulit bagi cayhe untuk membuat dugaan terhadap
duduknya perkara itu, rasanya lebih baik kita nantikan saja perkembangan selanjutnya."
Rupanya Boe wie Tootiang telah mengetahui bahwasanya Siauw Ling menemui
kesulitan untuk memberi jawaban, segera ia memberi bisikan kepada Soen Put shia untuk
tak banyak bertanya. Siauw Ling sendiripun segera alihkan pembicaraan mereka kesoal lain, katanya,
"Sewaktu Giok Siauw Lang Koen menyerahkan pil penawar racun itu kepadaku tadi, iapun
sudah ajukan sebuah syarat."
"Apa syaratnya itu?"
"Dia minta kita segera tinggalkan tempat ini."
"Kenapa?" timbrung sisegulung angin Peng Im penasaran. "Apakah tempat ini milik
mereka?" "Katanya ia mau menjumpai seorang sahabatnya ditempat ini, dan tidak ingin
pertemuannya itu terganggu oleh kehadiran kita."
"Kalau memang begitu, pinto rasa ada baiknya kita segera tinggalkan tempat ini saja"
Boe wie Tootiang usulkan.
"Apakah saudara siauw telah menyanggupi permintaannya itu?" tanya Soen Put shia.
"Cayhe tidak berani sembarangan mengambil keputusan, maka sengaja aku datang
kemari untuk ajak loocianpwee berdua merundingkan persoalan ini."
"Menurut penglihatan aku sipengemis tua, kendati ilmu silat yang dimiliki Giok Siauw
Lang Koen bagaimana lihaynyapun, kita tak boleh mengundurkan diri dengan begini saja."
Siauw Ling tertegun, pikirnya dalam hati, "waah". rupanya loocianpwee ini masih
mempunyai rasa ingin menang yang jauh tidak kalah dengan kaum muda."


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meski berpikir begitu, diluaran ia berkata, "Ucapan Giok Siauw Lang Koen meski
diutarakan dengan amat sungkan, tapi nadanya tegas dan serius, andaikata kita
menampik mungkin saja dapat menimbulkan pertikaian yang seru."
"Kalau kita harus mengundurkan diri dengan begini saja, bukankah tindakan kita ini
sama artinya melemahkan kekuatan sendiri?"
"Lalu menurut pendapat loocianpwee?"
"Haah". haah". bagaimanapun juga dia harus memberikan pertanggung jawabnya
terhadap kita." Ucapan terakhir ini diutarakan dengan suara lantang, rupanya dia ada maksud agar
orang yang ada didalam ruangan ikut mendengar perkataannya itu.
Sedikitpun tidak salah, dari balik sermabi sebelah barat segera muncul suara teguran
dari Giok Siauw Lang Koen, "Siapa yang telah mengucapkan perkataan begitu tak tahu
adat?" Diam-diam Siauw Ling merasa keheranan, pikirnya, "Kalau dikatakan Soen Put shia
sengaja hendak mencari gara-gara dengan Giok Siauw Lang Koen hal ini rada tidak mirip,
entah apa sebabnya ia bersikeras tak mau pergi dari sini?"
Dalam pada itu Soen Put shia telah menjawab, "Aku sipengemis tua yang bicara!"
Terdengar suara tertawa dingin berkumandang datang, disusul munculnya lelaki
tampan berseruling kumala selangkah demi selangkah mendekati mereka, wajahnya
dingin penuh napsu membunuh, mulutnya bungkam dalam seribu bahasa tapi sepasang
matanya memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati.
"Celaka!" pikir Siauw Ling. "Rupanya pertarungan tak bisa dihindari lagi"."
Walaupun ia belum pernah bergebrak melawan Giok Siauw Lang Koen, tapi teringat
akan kelihayan ilmu silat yang dimiliki ornag berbaju hijau itu, ia dapat membayangkan
sampai dimanakah kelihayan ilmu silat majikannya.
Karena kuatir Soen Put shia terluka didalam sebuah serangan kilatnya, buru-buru
pemuda kita lintangkan badannya menghadang didepan pengemis tua itu, serunya seraya
menjura, "Harap heng thay jangan gusar!"
"Siauw heng" tegur lelaki tampan berseruling kumala dengan alis berkerut. "Apakah kau
hendak mewakili orang lain untuk memusuhi diriku".?"
"Eeei". secara baik-baik aku menasehati kau malah berkata dengan begitu tak tahu
adat kepadaku" batin Siauw Ling gusar segera serunya, "Bukankah sejak tadi sudah cayhe
utarakan bahwa persoalan ini tak bisa diputuskan oleh aku orang she Siauw seorang diri,
dan kini kami sedang merundingkan persoalan ini pergi atau tetap tinggal belum
diputuskan. Apa sebabnya heng thay datang kemari dengan marah-marah" bukankah
tindakanmu ini sama artinya memandang rendah diri kami?"
Air muka lelaki tampan berseruling kumala itu berubah hebat, ujarnya ketus, "Cayhe
tidak ingin menyusahkan dirimu, lebih baik berpeluklah tangan disamping kalangan, tak
usah kau campuri urusanku ini."
"Heng thay, kalau kau memaksa terus menerus, jangan salahkan kalau aku orang she
Siauw terpaksa harus turut campur."
"Jadi kalau begitu harus turut ambil keputusan untuk mengambil bagian dalam
persoalan ini?" Siauw Ling mengangguk. "Keadaan memaksa demikian, apa boleh buat terpaksa aku harus melakukan juga."
Air muka Giok Siauw Lang Koen berubah berulang kali, jelas dalam hatinya terjadi
pergolakan kencang, matanya memandang tubuh Siauw Ling tajam-tajam, rupanya setiap
saat ia ada maksud turun tangan.
JILID 29 Siauw Ling tak berani bertindak gegabah, hawa murninya segera dihimpun jadi satu
dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Masing-masing pihak saling bertahan beberapa saat lamanya, terkahir Giok siauw Lang
Koen berhasil menguasai diri, serunya ketus, "Hmm! baiklah, memandang diatas wajahnya
aku beri waktu sepertanak nasi lagi kepada kalian untuk berunding, kalau kamu sekalian
tetap keras kepala dan tak mau tinggalkan tempat ini. Heeh". heeh". jangan salahkan
kalau cayhe berbuat kurang adat!"
Habis berbicara tanpa menanti jawaban dari Siauw Ling lagi ia putar badan dan berlalu.
"Memandang diatas wajah "Nya?" siapa yang dia maksudkan sebagai "Nya" disini"."
apakah ia maksudkan enci Gak Siauw Cha?" pikir Siauw Ling.
Sekarang ia telah merasa yakin bahwa Giok siauw Lang Koen yang ditemuinya sekarang
bukan lain adalah sipeniup seruling kemarin malam, ia teringat kembali pemandangan
dikala Giok siauw Lang Koen serta Lan Giok Tong sama-sama menaruh rasa cinta yang
mendalam terhadap diri Gak Siauw Cha. Karena persaingan inilah menyebabkan sesama
saudara misan jadi bentrok dan saling bermusuhan bagaikan air dan api.
Dalam pada itu terdengarlah Soen put shia sedang bergumam seorang diri, "Sedikitpun
tidak salah, memang seruling kumala itu"."
"Bagaimana dengan seruling kumala itu?" tanya Siauw Ling dengan wajah tertegun.
Soen Put Shia menghela napas panjang.
"Waai".! aku sipengemis tua pernah menjumpai seruling kumala itu, meski sudah lewat
puluhan tahun lamanya tapi aku pengemis tua masih teringat baik-baik, seruling itu
memang tidak salah, hanya saja sipembawa serulingnya yang berbeda."
Sebelum Siauw Ling sempat bertanya duduk perkara yang sebenarnya, tiba-tiba
terdengar Boe Wie Tootiang berkata pula sambil menghela napas panjang.
"Ooooh, betapa sempurnanya tenaga kweekang yang dimiliki orang ini."
Siauw Ling berpaling kedepan, tampaklah permukaan tanah dimana barusan dilalui oleh
Giok siauw Lang Koen telah tertinggal bekas telapak kaki yang amat nyata.
Bukan saja telapak kaki itu sangat jelas bahkan dalam sekali, hal ini tentu saja
mengejutkan hati pemuda kita, segera pikirnya, "Diam-diam mengerahkan tenaga dalam
untuk meninggalkan bekas telapak yang begitu nyata kesulitan justru terletak pada cara
membagi kekuatan yang sempurna". ia memang sangat lihay!"
Kemudian pikiran lebih jauh, "Kalau memang Soen Put shia telah mengetahui asal usul
dari seruling kumala itu, sepantasnya ia tak usah menanyakan asal usul dari Giok siauw
Lang Koen lagi, entah apa sebabnya ia bertindak demikian?"
Ketika dia alihkan sinar matanya, tampaklah Soen put shia sedang memandang
keangkasa sambil memikirkan satu persoalan, maka tegurnya dengan suara lirih,
"Loocianpwee, apakah kau mengambil keputusan untuk tetap berdiam disini?"
"Tal perlu, aku sudah menyaksikan seruling kumala itu, rasanya sudah sepantasnya
kalau kita pergi." "Ooh, kiranya dia sengaja memanasi hati Giok siauw Lang Koen, tujuannya bukan lain
hanya ingin melihat seruling kumala itu saja" batin pemuda kita, segera ujarnya, "Jadi
loocianpwee mengambil keputusan untuk berlalu dari sini?"
"Sedikitpun tidak salah, sudah kita saksikan sendiri seruling kumala itu, rasanya tetap
berada disinipun tiada kegunaannya bagi aku sipengemis tua"."
"Ooh, rupanya dia gunakan akal berbuat kasar tujuannya hanya untuk membuktikan
kecurigaan yang sedang dipikirkan dalam hatinya" kembali Siauw Ling berpikir. "Tapi aku
telah bentrok dengan Giok siauw Lang Koen, entah apa yang harus kulakukan sekarang,
disamping itu entah siapa yang hendak dijumpainya malam nanti, mungkinkah enci Siauw
Cha".?" Untuk beberapa saat lamanya ia merasa pikirannya kacau dan tak tahu apa yang harus
dilakukan. Rupanya Boe Wie Tootiang dapat menyaksikan kesulitan yang sedang dihadapi si anak
muda itu, sambil menghela napas panjang tanyanya, "Siauw thayhiap, apakah kau ingin
tetap tinggal disini?"
"Giok siauw Lang Koen memberi batas waktu kepada kita untuk berlalu dari sini dalam
sepertanak nasi. Andaikata kita menuruti perkataannya dan mundur dengan begini saja,
rasanya perbuatan kita ini terlalu melemahkan kekuatan sendiri."
Cuma saja iapun merasa rada bingung, sebab kalau seandaianya mereka tetap berdiam
disitu maka suatu pertarungan sengit kemudian besar bisa berlangsung". dalam keadaan
seperti ini, pemuda she Siauw itu merasa tak mengerti apa yang harus dikerjakan.
Boe Wie tootiang termenung berpikir sejenak, kemudian berkata, "Kalau menurut
pendapat pinto, lebih baik kita gunakan siasat jalan tengah yang baik saja."
"Jalan tengah apa lagi yang bisa kau lakukan?" pikir Si anak muda itu dalam hati.
"Dalam keadaan seperti saat ini hanya dua jalan saja bagi kita, yaitu menurut perkataan
dan segera mundur dari sini, atau tetap tinggal ditempat ini sambil bertarung melawan
dirinya"." Sekalipun ia berpikir demikian, diluaran katanya, "Silahkan tootiang utarakan
pendapatmu yang bagus itu!"
"Seandainya kita harus saling bergerbak dengan gunakan kekerasan hanya disebabkan
saling memperebutkan bangunan rumah ini sebagai tempat pemondokan pinto rasa hal ini
sama artinya persoalan kecil yang sengaja dibesar-besarkan tapi kalau suruh kita
mengundurkan diri dengan begitu saja, sama artinya menunjukkan kelemahan sendiri
dihadapan orang maka menurut pendapat pinto tiada halangannya bagi kita untuk
mengundurkan diri sementara waktu tapi sebelum berlalu tiada halangannya bagi Siauw
thayhiap untuk unjukkan sedikit kepandaian sakti agar bisa dilihat oleh mereka."
"Ehmm, perkataan ini memang tidak salah" pikir Siauw Ling. "Setelah unjukan kekuatan
kita mundur dengan syarat, rasanya dengan begitu masing-masing pihak bisa
mempertahankan nama baiknya masing-masing, dan pertarungan yang tak bergunapun
bisa terhindar"." ia mengangguk tanda setuju.
"Ucapan tootiang memang sedikitpun tidak salah cuma cayhe tidak tahu bagaimana
harus memperlihatkan kekuatan kita?"
Boe Wie Tootiang tersenyum.
"Orang yang membawa seruling itu tinggalkan bekas telapak diatas permukaan tanah.
Walaupun ilmu silatnya sangat lihay tapi pinto percaya Siauw thayhiap pasti tak akan
kalah daripada dirinya."
Ia merandek sejenak lalu ujarnya lagi, "Setiap manusia perduli bagaimanakah bakatnya
serta kecerdikannya, tak nanti ia berhasil melatih setiap jenis kepandaian hingga mencapai
saat kesempurnaan, setiap manusia tentu memiliki kekurangannya yang tersendiri, maka
dikala Siauw thayhiap hendak pamerkan kekuatannya nanti berusahalah menjauhkan diri
dari kelemahanpun, dan gunakanlah kelebihan yang kau miliki."
"Ditinjau dari keadaan pada saat ini, rasanya memang hanya inilah satu-satunya jalan
yang terbaik" pikir pemuda itu, maka ia lantas mengangguk.
"Baiklah aku mengikuti ucapan dari tootiang."
Boe Wie Tootiang segera menoleh kepada sutenya Ceng Yap Chin dan perintahnya,
"Bawalah semua anak murid kita yang ada disini untuk mengundurkan diri terlebih dahulu
dari bangunan rumah ini."
Walaupun dalam hati Ceng Yap Chin tak ingin meninggalkan tempat itu, tapi sebagai
seorang adik seperguruan yang selalu menghormati suhengnya tanpa mengucapkan
sepatah katapun segera menjalankan perintah itu dan mengundurkan diri beserta para
anak murid Bu tong pay lainnya.
"Kau boleh mengundurkan diri juga!" seru Soen Put shia sambil memandang sekejap
kearah Peng Im. Sisegulung angin mengiakan dan perlahan-lahan berjalan keluar dari rumah itu.
Memandang sekejap Sang Pat yang sedang duduk mengatur pernapasan dibawah
pohon bunga Siauw Ling berpikir, "Meskipun tujuanku hanya mendemonstrasikan
kepandaian, tapi kemungkinan besar bisa terjadi pertarungan sungguh-sungguh karena
desakan keadaan, luka yang diderita Sang Pat amat parah, rasanya tidak leluasa kalau dia
tetap berada disini, andaikata sampai terjadi pertarungan pikiranku tak bisa dicabangkan
untuk melindungi keselamatannya. Lagi pula saat ini dia sedang mengatur pernapasan
dan tak bisa diganggu, entah apa yang harus kuperbuat?"
Dari perubahan air muka si anak muda itu, rupanya Soen Put shia telah dapat menduga
apa yang sedang dipersoalkan, sambil tersenyum segera serunya, "Dikala saudara Siauw
mendemonstrasikan kepandaian nanti, tak usah kau cabangkan pikiran buat
memperhatikan dirinya. Aku sipengemis tua serta Boe Wie Tootiang rasanya sudah lebih
dari cukup untuk melindungi keselamatan Sang Pat."
"Baiklah, kalau memang begitu aku titipkan dirinya kepada kalian."
Sepertanak nasi berlalu dengan cepatnya, baru saja Siauw Ling selesai mengatur rekanrekannya,
dari serambi sebelah barat terdengar suara dari Giok Siauw Lang Koen
berkumandang datang, "Batas waktu telah habis, bagaimanakah keputusan dari cuwi
sekalian." Ucapan itu tidak terlalu keras tapi setiap patah kata berkumandang dengan amat
jelasnya. Siauw Ling menoleh dan memandang sekejap kearah Soen Put shia serta Boe Wie
Tootiang, lalu pesannya, "Kalian berdua tak usah membantu cayhe."
Ia merandek sejenak, dan serunya lantang, "Ada sedikit persoalan aku orang she Siauw
hendak mohon petunjuk darimu."
"Saudara masih ada persoalan apa lagi?"
"Apakah heng thay bisa keluar dulu dari dalam ruanganmu?"
"Setiap perkataan yang cayhe ucapkan selamanya berat bagaikan bukit, kalau sampai
batas waktunya habis kalian belum juga berlalu dari sini, itu berarti kalian yang mencari
kematian buat diri sendiri. Andaikata Siauw heng ada maksud mempersoalkan hal itu
dengan diri cayhe, aku nasehati dirimu lebih baik batalkan saja maksudmu itu sebab
percuma." Dalam hati Siauw Ling merasa amat gusar, serunya ketus, "Sebetulnya kami hendak
berlalu dari sini tapi setelah saudara berbicara demikian mungkin cayhe bisa berubah
pikiran." "Berubah pikiran bagaimana?"
"Dengan ucapanmu barusan, meskipun kami hendak tinggalkan tempat ini hal
tersebutpun baru akan kami lakukan sepertanak nasi lagi."
"Siauw Ling!" teriak Giok Siauw Lang Koen sambil tertawa dingin. "Aku sudah terlalu
bersabar dengan dirimu."
"Selama hidup, cayhepun baru kali ini bicara sungkan-sungkan terhadap orang lain."
"Masih ada seperminum teh lagi batas waktu sepertanak nasi akan habis".!"
Siauw Ling mendengus dingin, ia tidak memperdulikan perkataan dari lelaki tampan
berseruling kumala itu, sambil menoleh kepada Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang
katanya, "Orang ini terlalu jumawa dan sombong, sungguh membuat hati orang merasa
mendongkol, rupanya kita harus tetap tinggal ditempat ini."
"Janganlah disebabkan persoalan kecil hingga mengacaukan masalah besar"." nasehat
Boe Wie Tootiang. "Dewasa ini kekuatan Shen Bok Hong sedang mencapai pada
puncaknya, untuk menghadapi gembong iblis itu saja sudah rada kewalahan, apa gunanya
menanam biji permusuhan lagi dengan orang lain?"
Mendengar ucapan tersebut Siauw Ling segera menghela napas panjang.
"Aaaai".! perkataan dari tootiang sedikitpun tidak salah, rasanya memang lebih baik
kita mengalah satu tindak kepadanya."
"Untuk menghindari segala hal yang tidak diinginkan, bagaimana kalau kita berlalu
selangkah lebih cepat?"
"Baiklah! aku sipengemis tua memang sudah merasa amat reyot, angkara murka
memang tiada dalam hatiku lagi!"
Melihat kedua orang loocianpwee itu sudah mengambil keputusan untuk berlalu, Siauw
Ling segera berpaling untuk memanggil Sang Pat guna bersama-sama tinggalkan tempat
itu. Siapa tahu pada saat itulah mendadak terdengar suara teguran yang diiringi suara
tertawa dingin berkumandang datang, "Kalian hendak bunuh diri" ataukah memaksa
cayhe yang turun tangan".?"
Soen Put shia segera berpaling, dia lihat Giok Siauw Lang Koen dengan seruling
terhunus sedang berdiri kurang lebih satu tombak dihadapan mereka dengan wajah penuh
napsu membunuh, siorang berbaju hijau itu berdiri dibelakang majikannya.
Dalam pada itu orang berbaju hijau tadi telah melepaskan topengnya sehingga
tampaklah wajah sebenarnya yang berwarna hijau membesi, meskipun pada janggutnya
tiada jenggot tapi usianya nampak sekali sudah mencapai tiga puluh tahunan lebih.
Siauw Ling menoleh dan memandang sekejap kearah Soen Put shia, dia lihat wajah
pengemis tua ini, sudah diliputi kegusaran jelas sikap jumawa dan sombong dari Giok
Siauw Lang Koen telah membangkitkan hawa amarah dari jago tua ini.
Siauw Ling segera tertawa dingin.
"Maksud saudara, apakah kau suruh kami sekalian bunuh diri dihadapanmu".?"
"Kalau kalian paksa cayhe untuk turun tangan sendiri, aku takut cuwi sekalian bakal
merasakan dulu suatu penderitaan yang maha berat."
"Tahukah saudara akan sepatah kata?"
"Perkataan apa?"
"Seorang lelaki sejati boleh dibunuh tak sudi dihina!"
"Hehmm". cuwi sekalian boleh mati dan tak usah terhina."
"Tapi cayhe sekalian tak sudi bunuh diri!"
"Mau menggunakan cara apapun terserah pada pilihan cuwi sendiri, pokoknya kamu
semua harus mati." Mendengar ucapan pihak lawan sesumbar dan makin lama semakin tak sedap didengar,
hawa amarah didalam dada Siauw Ling berkobar juga, pikirnya, "Sekalipun kami bakal
kalah ditanganmu tak sudi kami menderita penghinaan seperti ini, perduli menang atau
kalah dalam pertarungan nanti, aku harus memberi sedikit pelajaran kepadamu."
Berpikir demikian, segera ujarnya dengan nada ketus, "Kami tak sudi bunuh diri,
dengan sendirinya terpaksa harus mengudang dirimu untuk turun tangan sendiri."
Air muka Giok Siauw Lang Koen berubah hebat.
"Hmm, rupanya belum melihat peti mati kalian tak akan mengucurkan air mata."
jengeknya dingin. "Sebelum tiba disungai Hoang hoo, hati kalian tak mati, bagus siapa
yang pingin modar dulu?"
"Cayhe akan menjajal lebih dulu" sahut Siauw Ling sambil busungkan dadanya.
"Kau yang nomor satu pingin cari mati?"
"Caye adalah orang pertama yang akan menjajal kepandaian silatmu, benarkah mati
masih sulit untuk dibicarakan mulai sekarang"."
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya, "Mungkin cayhelah yang sudah kesalahan
tangan hingga melukai diri saudara!"
"Hmm, orang-orang bilang kau Siauw Ling sombong dan jumawa, ini hari setelah


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjumpa sendiri aku baru merasa bahwa ucapan itu sedikitpun tidak salah, kalau
memang kau pingin modar, cayhe akan menyempurnakan keinginannmu itu."
Maksud ucapan itu seolah-olah andaikata terjadi bentrokan maka Siauw Linglah yang
berada dipihak kalah. "Saudara, siapakah yang bakal kalah sebentar lagi bakal diketahui. Aku rasa kau tak
usah jual lagak terlalu pagi!"
Mendadak Giok Siauw Lang Koen merangsek kedepan, sambil menotok dada Siauw
Ling dengan serulingnya ia menghardik, "Berbaring kau!"
Siauw Ling telah bergerak melawan orang berbaju hijau itu, ia tahu Giok Siauw Lang
Koen sebagai majikan kepandaian silatnya tentu jauh berada diatas pelayanannya, oleh
karena itu sejak pertama tadi dia sudah bikin persiapan.
Dikala Giok Siauw Lang Koen ayunkan serulingnya melancarkan totokan itulah, Siauw
Lingpun ayunkan telapak kanannya menghantam seruling tersebut, sementara badannya
mengingos. "Belum tentu kawan!" ejeknya.
Baru saja ucapan itu diutarakan keluar, mendadak ia rasakan segulung desiran tajam
menerjang badannya. Sejak tadi Siauw Ling sudah kerahkan hawa khiekang pelindung badannya disekeliling
tubuh, meskipun serangan jari itu datangnya secara mendadak tapi segera terbendung
oleh hawa khiekang itu hingga tak menyebabkan ia terluka.
Kendati begitu hatinya terkesiap juga pikirnya, "Serangan dahsyat itu entah sejak kapan
dilancarkan" andaikata dilepaskan bersamaan dengan datangnya ancaman seruling
kumala itu, tak nanti sedemikian cepatnya, tidak aneh kalau ia berani sesumbar menyuruh
aku berbaring! bila aku tak memiliki hawa khiekang pelindung badan niscaya jalan
darahku sudah kena terhajar dan saat ini aku sudah roboh diatas tanah."
Sebaliknya Giok Siauw Lang Koen sendiri seketika melihat serangan dengan telak
bersarang diatas dada lawannya namun pemuda itu sama sekali tak berkutik bahkan
seolah-olah tidak terjadi sesuatu apapun, dan malahan ada satu tenaga pantulan yang
membendung hawa serangannya, dalam hati seketika terkesiap pikirnya, "Aaah, ternyata
ia berhasil menguasai hawa khiekang pelindung badan yang amat dahsyat itu."
Meski dalam hati kedua belah pihak sama-sama terperanjat, tapi serangan gencar yang
dilancarkan sama sekali tak berhenti.
Tampak Giok Siauw Lang Koen menekan serulingnya kebawah meloloskan diri dari
cengkeraman lima jari Siauw Ling, kemudian secara mendadak memutar keatas menotok
pergelangan kanan si anak muda itu.
Buru-buru Siauw Ling putar pergelangan kanannya dan tarik kembali tangannya
kebelakang. Sedangkan tangan kiri mengirimkan satu pukulan.
Begitu pukulan tersebut dilancarkan, maka bersambunglah serangan-serangan
berikutnya dengan gencar, dalam sekejap mata ia sudah mengirim dua belas serangan
berantai. Mendadak Giok Siauw Lang Koen meloncatmundur tiga langkah kebelakang, tegurnya,
"Bukankah yang kau gunakan adalah ilmu pukulan kilat berantai dari Lam It Kong?"
"Sedikitpun tidak salah" jawab Siauw Ling sambil menantikan pula serangannya.
"Pengetahuan yang kau miliki ternyata cukup luas juga!"
Meski diluaran berkata demikian, dalam hati pikirnya dengan terkesiap, "Ilmu silat yang
dimiliki orang ini bukan saja sangat lihay, pengetahuan yang dimiliki ternyata luas
sekali"." "Darimana kau pelajari ilmu pukulan tersebut?"" terdengar Giok Siauw Lang Koen
menegur kembali. "Soal ini" maaf aku tak bisa memberitahukan kepadamu."
"Maksud cayhe adalah ingin mengetahui duduknya perkara, kau dapatkan langsung dari
orangnya ataukah mempelajari dari catatan kitab ilmu silat?"
"Sudah tentu mendapat warisan langsung dari orangnya?"
"Jadi kalau begitu Lam It Kong masih hidup dikolong langit dan belum mati"." ia
merandek sejenak. "Sekarang dia berada dimana?"
"Pokoknya dia orang tua masih hidup dikolong langit, buat apa kau tanyakan tempat
tinggalnya" maaf, persoalan ini lebih baik tak usah kau tanyakan lagi."
"Hmm! meskipun kau tak mau mengaku terus terang, suatu ketika aku akan berhasil
mengetahuinya sendiri."
Seruling kumalanya berkelebat kedepan satu serangan totokan segera meluncur keluar.
Siauw Ling segera lintangkan telapak tangannya untuk menangkis, kemudian didorong
kemuka membabat seruling kumala lawan.
"Sombong amat orang ini" pikir Giok Siauw Lang Koen didalam hati. "Ternyata berani
menyambut serangan serulingku dengan telapak tangan, aku harus memberi sedikit
pelajaran kepadanya agar dia tahu diri."
Berpikir demikian seruling kumalanya segera ditekan kebawah dan berputar
menyongsong kedatangan lawan.
Tampaklah kelima jari Siauw Ling laksana cakar burung elang berkelebat kemuka dan
mencengkeram seruling kumala tersebut.
"Kurang ajar, kau sendiri yang cari kesulitan. Jangan salahkan kalau hatiku kelewat
kejam" pikir lelaki tampan berseruling kumala itu.
Hawa murninya segera disalurkan kedalam senjata serulingnya itu.
Rupanya pada seluruh tubuh seruling kumala yang ada ditangan Giok Siauw Lang Koen
tersebut terdapat banyak sekali tonjolan-tonjolan kecil yang sangat tajam. dengan
kesempurnaan tenaga kweekang yang dimiliki lelaki tampan berseruling kumala itu, jarang
sekali ada orang yang berhasil lolos dari tusukan tonjolan tajam tersebut.
Tetapi Siauw Ling tetap menggenggam erat-erat seruling itu, bukan saja sama sekali
tidak terluka bahkan cekalannya kian lama kian mengencang.
"Ehmm, ternyata ilmu silat yang kau miliki lihay sekali"." seru Giok Siauw Lang Koen
dengan alis berkerut. "Lepaskan seruling kumalaku".!"
"Aneh benar orang ini" pikir Siauw Ling. "Toh kita sedang berhadapan sebagai musuh
mana ada orang yang suruh musuhnya melepaskan genggaman pada senjatanya" aaah,
mungkin seruling kumala ini terlalu berharga sekali hingga ia takut rusak"."
Berpikir demikian diapun lantas menuntut dan melepaskan genggamannya.
Rupanya Giok Siauw Lang Koen tidak menyangka kalau bentakannya menyebabkan
Siauw Ling benar-benar melepaskan genggamannya pada seruling kumala tersebut,
sambil mundur tiga langkah kebelakang ujarnya dengan suara dingin, "Ternyata Siauw
heng sangat penurut dengan perkataanku."
Mendadak ia ayunkan seruling kumalanya, dibawah sorot cahaya matahari tampaklah
berpuluh-puluh kilatan cahaya yang lembut berdesiran keluar dari mulut seruling itu dan
memancar keempat penjuru.
Kiranya didalam seruling kumala yang tampaknya antik itu telah dipasang alat rahasia
yang bisa memuntahkan senjata rahasia beracun.
siauw Ling melirik sekejap kearah seruling kumala itu, kemudian ujarnya dengan suara
dingin, "Kiranya seruling kumala milik saudara itu masih dapat memuntahkan senjata
rahasia yang demikian kejinya, sungguh membuat aku Siauw Ling terbuka sepasang
matanya." "Hmm, andaikata saudara tidak mendengarkan perkataan dari cayhe, mungkin pada
saat ini kau sudah terluka diujung senjata rahasia beracun ini"."
"Walaupun caramu menyembunyikan jarum beracun didalam seruling amat bagus dan
keji hingga membuat orang sama sekali tidak menyangkanya, tapi belum tentu dapat
melukai aku orang she Siauw."
Giok Siauw Lang Koen tidak tahu kalau Siauw Ling mengenakan sarung tangan kulit
ular yang kebal terhadap senjata apapun, segera ia tertawa dingin.
"Alat rahasia yang kupasang didalam sarung ini mempunyai kekuatan memancar yang
sangat hebat, sekalipun kau memiliki hawa khiekang untuk melindungi badan, belum tentu
bisa membendung serangan jarum beracunku yang halus dan tajam itu."
"Rupanya ia suruh aku melepaskan seruling kumalanya adalah bermaksud baik" pikir
Siauw Ling. "Lebih baik aku tidak usah mempersoalkan masalah ini lagi dengan dirinya."
Karena itu diapun tidak berbicara lagi.
Terdengar Giok Siauw Lang Koen berkata kembali, "Aku telah mengampuni selembar
jiwamu, apakah kau masih juga belum mau tahu diri dan mundur dari sini?"
"Kalau aku menyetujui permintaannya dan mundur dari sini, orang ini pasti akan turun
tangan keji dan menciptakan pembunuhan besar-besaran. Bagaimanapun juga aku harus
mencari akal untuk menundukkan lelaki tampan berseruling kumala itu"."
Perlahan-lahan Siauw Ling mencabut keluar pedangnya dari dalam sarung, lalu berkata,
"Jurus serangan seruling kumala saudara pasti lihay dan sempurna, cayhe sangat
berharap untuk minta beberapa petunjuk dari kepandaian ilmu serulingmu itu."
"Heeh". heeh". heeh". Siauw Ling" jengek Giok Siauw Lang Koen sambil tertawa
dingin. "Tahukan kau apa sebabnya aku mengalah terus kepadamu?"
"Kenapa?" "Karena seseorang!"
"Siapakah orang itu" apa hubungannya orang itu dengan diri cayhe?"
Hawa napsu membunuh yang amat tebal menyelimuti seluruh wajah Giok Siauw Lang
Koen, ujarnya dingin, "Selama hidup belum pernah aku bersikap begini sungkan dan sabar
kepada siapapun, hanya terhadap kau Siauw Ling saja yang boleh dikata pengecualian."
"Saudara tak usah terlalu kukuh pada pikiranmu, aku Siauw Ling adalah Siauw Ling
sama sekali tiada hubungan atau sangkut paut apapun dengan orang lain, kalau mau
turun tangan lakukanlah dengan hati lapang."
"Kau hendak paksa aku turun tangan?" jerit Giok Siauw Lang Koen dengan mata
berkilat. "Cahye sama sekali tiada maksud untuk memaksa saudara untuk turun tangan, tapi
kaupun tak usah bersikap sungkan-sungkan terhadap diriku, mari kita tentukan
kemenangan kita dengan andalkan ilmu silatnya masing-masing."
"Haaah". haaah". haaah". bagus, kalau begitu berhati-hatilah"."
Serulingnya mendadak berkelebat kedepan melancarkan sebuah totokan.
Meskipun diluaran Siauw Ling bicara enteng dan seenaknya, padahal dalam hati
kecilnya sama sekali tidak berani pandang rendah lawannya, ia tarik napas panjangpanjang
dan secara mendadak mundur tiga depa kebelakang.
Giok Siauw Lang Koen tertawa dingin, seruling kumalanya bergerak cepat dalam
sekejap mata melancarkan tiga buah serangan berantai.
Walaupun hanya tiga serangan belaka, tapi bayangan seruling yang diciptakan dalam
serangan itu bermunculan dari empat arah delapan penjuru, hingga nampak begitu
dahsyatnya. Menyaksikan kelihayan lawan, Soen Put shia segera berpaling memandang sekejap
kearah Boe Wie Tootiang dan ujarnya dengan suara lirih, "Jurus serangan ini sangat aneh
dan lihay jarang sekali aku sipengemis tua menyaksikan kepandaian seperti ini."
"Benar, siapa menang siapa kalah sulit sekali ditentukan dalam pertarungan ini"."
Rupanya sebelum ucapan itu selesai diutarakan mendadak ia membungkam dan tidak
berbicara lagi. Termakan oleh desakan bayangan seruling yang memenuhi angkasa itu Siauw Ling
secara beruntun mundur lima langkah kebelakang dengan susah payah ia baru berhasil
lolos dari serangan gencar tersebut.
Giok Siauw Lang Koen tertawa dingin jengeknya, "Sungguh luar biasa sekali, ternyata
kau masih sanggup untuk menghindarkan diri dari tiga jurus seruling angin puyuh ini!"
Mulutnya berbicara tangannya sama sekali tidak berhenti menyerang, bahkan sejurus
lebih cepat dari jurus berikutnya. Seketika itu juga Siauw Ling telah terkurung didalam
lapisan bayangan siseruling lawan.
Sejak terjunkan diri kedalam dunia kangouw belum pernah Siauw Ling jumpai
pertarungan yang begitu seru dan berbahayanya seperti hari ini, serangan-serangan Giok
Siauw Lang Koen yang begitu cepatnya ternyata membuat si anak muda itu tak sanggup
melancarkan serangan balasan.
Dalam sekejap mata kedua orang itu telah saling bergebrak puluhan jurus banyaknya,
Siauw Ling selain dipaksa berputar kayuh dengan langkah yang kacau, sedikit
kesempatanpun tak ada baginya untuk mengirim serangan.
Soen Put shia yang menyaksikan keadaan itu jadi gelisah, bisiknya kepada Boe Wie
Tootiang, "Tootiang, aku lihat keadaannya rasa kurang beres, ia selalu berada didalam
situasi yang terkurung, mana sanggup bertahan lebih lama lagi" bagaimana kalau aku
sipengemis tua membantu dirinya?"
"Legakan hatimu loocianpwee, walaupun situasi Siauw Ling agak berbahaya namun
tidak sampai mengancam jiwanya. Keanehan serta kelihayan jurus serangan ilmu seruling
orang ini betul-betul luar biasa sekali, pintopun baru pertama kali ini menyaksikan
kepandaian tersebut, andaikata kita turun tangan membantu dirinya, aku takut malahan
akan membuyarkan konsentrasinya lebih baik tunggu sesaat lagi baru mengambil
keputusan." Meskipun ia menghibur diri Soen Put shia, tapi dalam hati kecilnya diam-diam iapun
merasa amat terperanjat. Siauw Ling ditengah pertarungan sengit yang tidak memberi kesempatan baginya buat
melancarkan serangan balasan, selalu terkurung desakan seruling kumala Giok Siauw
Lang Koen yang dahsyat. Seperminum teh lamanya sudah lewat, tapi Siauw Ling tetap terkurung didalam
pertarungan yang serba mengerikan itu.
Jurus serangan Giok Siauw Lang Koen kendati sangat lihay, tapi ia belum sanggup
merontokkan pedang panjang dari Siauw Ling.
Mendadak terdengar si anak muda itu membentak keras, pedangnya menekan keatas
menerjang keluar dari bayangan seruling yang berlapis itu dan mulai balas melancarkan
serangan balasan. Terdengar suara bentrokan senjata yang amat nyaring berkumandang memenuhi
angkasa, percikan api menyilaukan mata.
Dengan susah payah akhirnya Siauw Ling berhasil juga menemukan sebuah titik
kelemahan dengan menggunakan kesempatan itulah ia lolos dari kepungan bayangan
seruling yang berlapis-lapis dan segera melancarkan tiga buah serangan.
Tampaklah berkuntum-kuntum bunga pedang diiringi kilatan cahaya tajam menyambar
keudara balas mengurung tubuh lawan.
Sampai detik itulah Boe Wie Tootiang baru dapat menghembuskan napas panjang,
gumamnya, "Ooh, ternyata ia tak sampai terpengaruh dalam kepungan bayangan seruling
lawan." "Benar,benar berbahaya sekali" sambung Soen Put shia pula.
Saat itu sitangan besi yang ada dibelakang Giok Siauw Lang Koen berubah air mukanya
dengan mata terbelalak lebar saksikan pertarungan antara kedua orang itu, rupanya
silelaki tampan berseruling kumala itu telah mengerahkan segenap tenaganya.
Tampaklah pertarungan antara kedua orang itu makin lama semakin seru, seruling
kumala pedang panjang masing-masing mengeluarkan keampuhannya masing-masing.
Boe Wie Tootiang menoleh dan memandang sekejap kearah pengemis tua itu, lalu
bisiknya, "Loocianpwee, bagaimanapun juga kita harus carikan akal untuk mencegah
mereka bertarung lebih lanjut."
"Kalau kita berteriak pada saat ini, mungkin mereka tak mau berhenti!"
"Tapi kalau suruh mereka bertarung lebih jauh, mungkin akan mengakibatkan kedua
belah pihak sama-sama menderita luka."
Soen Put shia segera memandang kearah kalakang dengan lebih seksama, ia lihat
diatas wajah Siauw Ling secara lapat-lapat sudah muncul air keringat jelas ia telah
mengerahkan segenap tenaganya. Dan ketika ia menoleh kearah Giok Siauw Lang Koen
segera lapat-lapat diapun lihat pada jidat orang itu sudah bermandikan peluh.
Pada saat yang amat kritis itulah mendadak terdengar suara bentakan nyaring
berkumandang datang, "Tahan!"
Laksana kilat Giok Siauw Lang Koen melancarkan satu serangan menangkis datangnya
ancaman pedang lawan, kemudian loncat mundur lima depa kebelakang.
Sejak terjun kedalam dunia persilatan, baru kali ini Siauw Ling benar-benar telah
bertemu dengan musuh tangguh, pertarungan yang amat seru dan penuh dengan mara
bahaya ini menyebabkan timbulnya rasa kagum dalam hatinya pada lelaki tampat itu.
Oleh karena itu ketika Giok Siauw Lang Koen tarik kembali senjatanya seraya meloncat
mundur. Menanti ia berpaling kesamping, tampaklah seorang nona cilik berusia lima belas enam
belas tahunan dengan rambut dikepang dan memakai celana panjang berwarna hijau ikat
pinggang warna kuning dan menyoren sebilah pedang dipunggungnya berdiri dengan
muka keren didepan pintu.
Satu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling pikirnya, "Bukankah dayang ini adalah
sinona cilik yang kujumpai kemarin malam" dia aalah dayang kepercayaan dari enci Siauw
Cha, jangan-jangan kedatangannya adalah atas perintah dari enci Siauw Cha"."
Dalam pada itu tampaklah Giok Siauw Lang Koen yang jumawa, sombong dan tidak
pandang sebelah mata terhadap siapapun itu berpaling memandang sekejap kearah nona
itu lalu menjura sambil ujarnya, "Nona Soh Boen, baik-baikkah selama berpisah?"
Sepasang biji mata gadis berbaju hijau yang bulat gede itu berputar sekejap keempat
penjuru, kemudian sahutnya sambil balas memberi hormat, "Budak tidak berani
menyambut penghormatan dari Giok Siauw Lang Koen!"
"Nona datang kemari entah ada urusan apa?"
Sewaktu mengucapkan kata-kata tersebut, wajahnya nampak tegang sekali.
"Aku datang untuk menyampaikan satu persoalan kepadamu."
"Persoalan apa" apakah menyangkut nona Gak?"
"Tidak salah, nona suruh aku datang menyampaikan kabar kepada siankong, katanya
pada pertemuan malam nanti ia tidak ingin datang kemari."
"Kenapa?" katanya Giok Siauw Lang Koen dengan wajah berubah hebat.
"Kenapa" aku sendiripun tak tahu" sinar matanya segera dialihkan keatas wajah Siauw
ling, terusnya. "Siauw siangkong, apakah kau sudah tidak kenal dengan budak lagi?"
"Bukan, kita sudah bertemu sebanyak dua kali."
"Pertama kali nona memakai pakaian pria tentu saja tak dapat dihitung".!"
Soh Boen tersenyum, ia kembali menoleh kearah Giok Siauw Lang Koen sambil berkata,
"Kata nona siangkong tak usah menunggu dirinya lagi ditempat ini."
"Ini hari ia tak mau ketemu, lalu sampai kapan kita baru bisa saling berjumpa lagi?"
"Kata nona, kalau dia ingin bertemu dengan dirimu, setiap saat bisa mengutus orang


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk mencari dirimu."
Air muka Giok Siauw Lang Koen seketika berubah hebat, sebentar berubah jadi pucat
pasi sebentar lagi berubah jadi hijau membesi. Jelas dalam hatinya terjadi pergolakan
yang sangat keras. Setelah termenung sejenak akhirnya sambil mendepakkan kakinya
keatas tanah ia ulapkan tangannya kearah sitangan besi, serunya, "Ayoh kita pergi!"
Sekali berkelebat tubuhnya sudah berada diatas atap rumah dan lenyap dari
pandangan. Siorang bertangan besi itu segera mengikuti dibelakang majikannya, dalam waktu
singkat mereka berdia sudah lenyap dari pandangan.
Menanti kedua orang itu sudah pergi jauh, Soh Boen baru berjalan mendekati Siauw
Ling sambil ujarnya, "Siauw siangkong, apakah kau ingin berjumpa dengan nona kami?"
Siauw Ling tertawa hambar.
"Kalau nona sedang repot, bertemu atau tidak rasanya tidak terlalu penting."
"Bukankah kemarin malam kau masih minta pertolonganku untuk berjumpa dengan
nona kami" apakah sekarang kau sudah berubah pikiran?"
"Nona jangan salah paham, kalau nona Gak dapat berjumpa dengan diriku, cayhe pasti
akan memenuhi janji."
"Kau tak usah pergi memenuhi janji bagaimana kalau sekarang juga kubawa dirimu
untuk berjumpa dengan dirinya?"
"Leluasa tidak?"
"Kalau tidak leluasa atau belum memperoleh ijin dari siocia kami, budak mempunyai
berapa banyak nyali sehingga berani membawa dirimu pergi menemui dirinya?"
"Cayhe mempunyai satu permintaan yang tidak pantas dan ingin menanyakan beberapa
persoalan, apakah nona sudi menjawab?"
"Baik, katakanlah."
"Kenapa kemarin malam nona Gak tak mau bertemu dengan aku, sedang ini hari malah
mengutus nona untuk mengajak aku bertemu dengan dirinya, apa sebenarnya yang
terjadi dibalik peristiwa tersebut?"
"Kalau dikatakan duduk perkaranya sulit untuk dikatakan" sahut Soh Boen setelah
berpikir sejenak. "Kalau dikatakan tiada duduk persoalannya dalam kenyataan memang
tiada persoalan apapun, jangan dikata budak tak begitu mengerti, meskipun tahu juga tak
dapat mengatakannya kepada diri Siauw siangkong!"
"Tahukah kau apa sebabnya sekarang nona Gak datang mencari diriku".?"
"Kenapa" kenapa tidak kau jumpai dulu nona Gak"." mendadak ia perendah
ucapannya dan menyambung lebih jauh, "Bukan kurang begitu tahu tentang hubungan
yang sebenarnya antara nona Gak dengan Siauw siangkong, tapi aku tahu karena dirimu
ia sudah gunakan banyak pikiran dan tenaga kami dua bersaudara harus lari kesana lari
kemari, karena persoalanmu, persoalan mengenai Lam Hay Ngo Hiong hanya satu
diantaranya saja, rupanya dia tidak ingin agar kau mengetahui kalau dialah yang secara
diam-diam membantu dirimu"." belum habis berbicara ia tutup mulut dan tidak buka
suara lagi. Siauw Ling menanti beberapa saat lamanya ketika tidak mendengar Soh Boen
meneruskan kata-katanya, tak tahan ia segera bertanya, "Apakah nona sudah selesai
berbicara?" "Belum!" "kenapa tidak kau teruskan?"
"Budak tidak bisa mengatakan dan tidak berani mengatakannya keluar."
"Tidak mengapa, cayhe cuma ingin tahu saja."
Soh Boen tarik napas dalam-dalam dan menyahut, "Budak sudah berbicara terlalu
banyak, lebih baik siangkong jangan bertanya lagi!"
Siauw Ling tidak memaksa, sambil berpaling memandang sekejap kearah Soen Put shia
sekalian tanyanya, "Nona, tolong tanya beberapa orang sahabat cayhe ini apakah boleh
ikut serta pergi menjumpai nona Gak".?"
"Ketika budak datang kemari nona tidak berpesan apa-apa, tapi menurut apa yang
budak ketahui, nona paling tidak suka bertemu dengan orang asing."
"Saudara Siauw, kau tak usah bingung, biarlah kami sekalian menunggu disini" seru
Soen Put shia. "Aaaaaai".! sekarang nona Gak berada dimana?"
"Dekat dari sini!"
Siauw Ling lantas menjura kepada pengemis tua sekalian, ujarnya, "Harap cuwi
sekalian menunggu sebentar disini, cayhe segera akan kembali setelah urusan selesai!"
"Saudara Siauw tak usah sungkan-sungkan silahkan."
Demikian Siauw Lingpun segera berjalan keluar dari ruangan itu mengikuti dibelakang
dayang tersebut. "Bagaimana kalau kita berjalan cepat sedikit?"
"Silahkan nona berlari seluat tenaga, cayhe percaya masih sanggup untuk menyusul
dirimu!" Soh Boen tersenyum. "Budak sudah pernah menyaksikan kepandaian silat dari Siauw siangkong, kamu
memang betul-betul lihay sekali tapi budak sama sekali tiada maksud untuk beradu ilmu
meringankan tubuh dengan diri Siauw siangkong" katanya.
Teringat bantuannya secara diam-diam sebanyak beberapa kali, Siauw Ling merasa
pipinya jadi panas karena jengak.
Rupanya Soh Boen dapat menyaksikan kelakuan si anak muda itu, mendadak ia lari
cepat kemuka sambil serunya, "Marilah, budak akan membawa jalan!"
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki nona cilik ini ternata lihay sekali, sementara
Siauw ling masih berdiri tertegun Soh Boen sudah berada empat lima tombak jauhnya,
buru-buru ia mengempos tenaga dan mengejar dari belakang.
Begitulah dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh dalam sekejap mata mereka
berdua sudah berlari puluhan li jauhnya.
Dengan sekuat tenaga Siauw Ling menyusul dari belakang, sewaktu ia berada satu
tombak dibelakang nona itu, mendadak Soh Boen berhenti berlari.
Siauw Ling tidak menyangka akan hal itu, hampir saja ia menubruk diatas tubuhnya,
dalam keadaan terdesak cepat-cepat ia tarik napas dan mengerem kakinya.
"Waah, benar hebat sekali ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siauw siangkong" puji
Soh Boen sambil tersenyum.
"Huuh".! kenapa tak berjalan lagi."
"Sudah sampai!" sahutnya sambil menuding kearah sebuah rumah gubuk yang muncul
ditengah lebatnya pepohonan kurang lebih puluhan tombak dihadapan mereka. "Itu,
dalam rumah gubuk tersebut!"
Memandang sekejap kearah rumah gubuk tersebut, bibir Siauw Ling bergerak seperti
mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya maksud itu diurungkan.
Perlahan Soh Boen berjalan memasuki hutan tersebut, sambil berjalan katanya, "Siauw
siangkong dalam pembicaraanmu nanti setelah berjumpa dengan nona Gak, harap kau
suka sedikit berhati-hati."
"Kenapa?" "Ia sudah cukup sengsara, kau tak boleh menyakiti hatinya lagi."
"Baiklah cayhe akan berusaha untuk menyabarkan diri!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka semakin mendekati rumah itu.
Ketika tiba didepan rumah gubuk, Soh Boen segera mengetuk pintu.
Seorang gadis cantik berbaju serba merah dan menyoren pedang berdiri membuka
pintu. "Apakah nona ada didalam?" bisik Soh Boen lirih.
Gadis berbaju merah itu memperhatikan sekejap diri Siauw Ling lalu mengangguk.
"Nona ada didalam, Siauw siangkong silahkan masuk!"
Siauw Ling melengak, pikirnya, "Darimana dayang ini bisa tahu kalau aku she Siauw?"
sementara otaknya berputar kakinya telah melangkah masuk kedalam ruangan.
Tampaklah perabot dalam ruang itu amat sederhana sekali, kecuali sebuah meja serta
empat buah kursi bambu tiada benda lain yang tampak.
Disebelah kiri terdapat sebuah dinding terbuat dari bambu yang dilapisi kain kasar
berwarna biru sebagai horden memisahkan gubuk itu menjadi ruangan bagian luar serta
ruang bagian dalam. Soh Boen tetap tinggal diluar gubuk itu sedang gadis berbaju merah mengikuti
dibelakang Siauw Ling masuk keruang dalam bisiknya, "Siangkong, tunggulah sejenak
akan kulaporkan kedatanganmu kepada nona!"
Terdengar dari balik horden berkumandang keluar suara seorang perempuan yang
nyaring, "Kau boleh segera mengundurkan diri!"
Horden tersingkap dan perlahan-lahan muncullah seorang gadis berbaju ungu yang
sangat ketat. Dayang berbaju merah tadi segera mengiakan dan mengundurkan diri dari ruangan
tersebut. Dengan tajam Siauw Ling perhatikan wajah gadis berbaju ungu itu, sedikitpun tak
salah, dia bukan lain adalah Gak Siauw Cha yang telah berpisah selama lima tahun
dengan dirinya, hanya saja pada saat ini wajah kelihatan jauh lebih cantik.
Diantara kerutan alis gadis itu nampak selapis kabut kesedihan yang tebal, namun ia
paksakan juga untuk tersenyum manis.
"Apa yang kau lihat?" tegurnya. "Apakah sudah tak kenal lagi dengan encimu?""
Dengan penuh rasa hormat Siauw Ling menjura kepada gadis itu, sahutnya, "Selama
banyak tahun suara serta wajah enci selalu terselubung dalam benak siauwte siapa bilang
aku sudah tidak kenal dirimu lagi?"
"Aaai". kau sudah banyak berubah, andaikata secara tiba-tiba aku berjumpa dengan
dirimu mungkin cici sudah tidak dapat mengenali dirimu lagi!"
"Cici, aku sudah berubah jadi makin hebat"."
"Dan kaupun makin dewasa" Gak Siauw Cha menambahkan. "Ketika berpisah dahulu,
kau masih merupakan seorang bocah cilik yang kurus dan berpenyakitan, sekarang kau
telah menjadi seorang pemuda tampan yang gagah dan perkasa. Aaai".! waktu selama
lima tahun tak bisa terhitung pendek, namun tak bisa pula terhitung panjang, tetapi
selama ini sudah banyak perubahan yang terjadi"."
Ketika mendengar ucapan itu mengandung rasa sedih dan murung yang tak terkirakan
Siauw Ling merasa amat tercengang pikirnya, "Sepanjang pengetahuanku enci Gak adalah
seorang gadis yang gagah dan keras hati, kenapa sekarang jadi begitu murung dan sayu?"
Ia segera mendongak, dilihatnya dibalik sepasang biji matanya yang jeli tampak
kerlinan titik-titik air mata, hal ini semakin mengejutkan hatinya lagi, buru-buru serunya,
"Cici, kenapa kau?"
"Aku sangat baik!" jawab Gak Siauw Cha tersenyum. "Sudah banyak tahun kita tak
berjumpa, ini hari kita harus bercakap-cakap dengan sebaik-baiknya!"
Ia putar badan membelakangi si anak muda itu dan diam-diam menyeka air mata yang
mulai meleleh keluar. Teringat akan pengalamannya yang menyedihkan serta kejadian-kejadian yang
membuat gadis itu sengsara, tak tahan Siauw Ling ikut bersedih hati. Sambil menghela
napas panjang katanya, "Cici, selama banyak tahun kau tentu sangat menderita bukan?"
"Sejak kecil cici sudah berkelana didalam dunia persilatan, apa artinya menderita sedikit
penderitaan" justru kaulah yang sejak kecil biasa dimanja dan disayang oleh orang tua
entah bagaimana caranya kau lewati hati-hati yang penuh kesengsaraan itu?"
"Walaupun merasakan penderitaan tapi itu sudah berlalu semua, bukankah saat ini
keadaanku baik-baik saja?"
"Ehmm! kini kau sudah lebih besar dari pada tempo dulu, keadaanmu bagaikan dua
orang yang berbeda. Dan sekarang namamu sudah tersohor diseluruh kolong langit,
rasanya semua penderitaan itu tidak sia-sia belaka."
"Siauwte bisa berhasil seperti ini hari, kesemuanya adalah berkat bantuan dari cici"."
"Cici tak dapat baik-baik merawat dirimu sehingga membuat kau bergelandangan dalam
dunia kangouw sambil menderita, kalau teringat cici merasa amat tidak tenteram."
"Aaai". urusan yang sudah lewat biarkanlah berlalu, apa gunanya enci mengungkapnya
kembali?" Gak Siauw Cha menghela napas panjang, akhirnya sambil menuding sebuah kursi
bambu disisinya ia berkata, "Duduklah dahulu, agar kita bisa berbicara lebih enak."
"Cici, kaupun duduklah!"
Gak Siauw Cha mengangguk dan duduk lalu katanya lagi, "Saudaraku, ceritakanlah
pengalamanmu selama banyak tahun ini."
Siauw Ling termenung sejenak, kemudian berceritalah ia semua pengalamannya selama
lima tahun belakangan. Dengan seksama Gak Siauw Cha mendengarkan kisah pengalaman itu, akhirnya ia
berkata, "Seorang diri kau berhasil mendapatkan warisan ilmu silat dari tiga orang
loocianpwee, kalau dihitung-hitung rejekimu besar juga."
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan peristiwa kemarin malam, segera ujarnya,
"Cici, dalam hati siauwte mempunyai satu kecurigaan yang tak kupahami, kalau
kutanyakan harap cici jangan marah lhoo".!"
"Apakah persoalan mengenai tak maunya aku menemui dirimu kemarin malam".?"
"Sedikitpun tidak salah, siauwte benar-benar tidak mengerti apa sebabnya enci tak mau
berjumpa dengan diriku?"
"Persoalan yang sudah lewat tak usah dibicarakan lagi, bukankah sekarang kita duduk
saling berhadapan muka?"
"Selama banyak waktu enci selali membantu diriku secara diam-diam, dalam hati
siauwte merasa sangat berterima kasih."
"Sudahlah, tak usah kau bicarakan tentang persoalan itu. Kalau dikatakan bukankah
kau terlalu pandang asing diriku?"
Sepanjang pembicaraan itu berlangsung, Siauw Ling selalu memperhatikan perubahan
wajah Gak Siauw Cha, sedikitpun tidak salah ia temukan walaupun dalam berbicara atau
tertawa namun gadis itu tak dapat menutup kemurungan serta kesedihan hatinya.
Maka ia lantas berkata, "Cici, rupanya kau mempunyai banyak persoalan yang
merisaukan hati".?"
"Aaaai". persoalan yang kupikirkan hanya satu, tapi tak bisa hilang dari benakku, hal
ini membuat aku yang bingung dan tak tahu apa yang harus kulakukan."
"Persoalan apa" dapatkah kau ceritakan kepada siauwte?"
Gak Siauw Cha membenahi rambutnya yang kacau, lalu menghela napas panjang.
"Cici merasa bingung, entah aku harus berbicara mulai dari mana."
"Persoalan apa sih yang tampaknya begitu serius?" tanya Siauw Ling tertegun.
Sepasang biji mata Gak Siauw Cha yang jeli menatap wajah si anak muda itu tajamtajam,
kemudian katanya, "Saudaraku, kini kau telah dewasa, keadaanmu jauh berbeda
kalau dibandingkan dengan keadaanmu dimasa masih kecil"."
"Benar, walaupun siauwte belum lama terjunkan diri kedalam dunia persilatan tetapi
sudah banyak badai besar serta mara bahaya yang kualami. Aaai". hidup selama
beberapa bulan dalam dunia persilatan bagaikan hidup selama sepuluh tahun lamanya.
Aku percaya sudah banyak pengalaman yang kudapatkan. Cici, ada persoalan apa yang
merisaukan hatimu, katakanlah kepada siauwte, mungkin siauwte dapat menolong cici
untuk mengurangi penderitaan tersebut."
"Saudaraku, bukankah kau kenal dengan seorang nona she Pek li?" ujar Gak Siauw Cha
dengan wajah serius. "Dia adalah putri dari Pak Thian Coen Cu yang bernama Pek Li Pang."
Setelah menghela napas panjang tambahnya, "Ia telah berulang kali melepaskan budi
pertolongan kepada diri siauwte!"
"Apakah kau hendak membalas budi pertolongannya itu?"
"Siauwte bukanlah seorang lelaki yang suka melupakan budi orang, tentu saja budi
kebaikannya itu harus kubalas."
"Saudaraku, aku ingin menanyakan lagi satu persoalan dengan dirimu!"
"Asal siauwte tahu, tentu akan kukatakan semua menurut kemampuanku."
"Andaikata seseorang pernah berhutang budi atas pertolongan seseorang terhadap jiwa
serta keselamatannya, bagaimana harus kau balas budi kebaikannya itu?"
"Tentang soal ini" sulit untuk dikatakan" sahut Siauw Ling setelah tertegun sejenak.
"Kenapa?" JILID 30 "Hal itu harus dilihat dari sebab musabab orang itu memberi pertolongan, andaikata
pertolongan ini diberikan tanpa didasari pikiran apapun jua, maka budi kebaikan itu tentu
saja berat bagaikan bukit dan dalam bagaikan samudra."
"Aaaai". mula-mula pertolongan tentu saja muncul dengan hati yang bersih dan iklas,
tapi kemudian disusul dengan pelbagai permintaan, apa yang akan kau lakukan dalam
keadaan begini?" "Asal dia bukan seorang penjahat yang berhati keji dan kejam setelah menerima budi
kebaikannya sudah sewajarnya kalau kita balas budi kebaikannya itu."
Dengan sorot mata yang aneh Gak Siauw Cha memperhatikan diri Siauw Ling beberapa
saat lamanya, kemudian baru berkata, "Saudaraku, perduli apa permintaannya apakah
kita harus mengabulkannya".?"
"Asal permintaannya tidak merugikan masyarakat, rasanya sudah sewajarnya kalau"."
Mendadak ia mendapatkan satu firasat dengan cepat perkataannya diputus ditengah
jalan. "Kenapa tidak kau lanjutkan perkataannya?"
"Cici, kau ajukan pertanyaan seperti itu kepada siauwte, sebenarnya siapakah yang kau
maksudkan?" "Tak usah kau tanyakan siapakah orang itu pokoknya seseorang!"
"Apakah cici kenal dengan dirinya?"
"Kalau kenal kenapa?" ujar Gak Siauw Cha tertawa hambar.
Siauw Ling termenung sejenak, kemudian berkata, "Cici, rupanya kau mempunyai
banyak perkataan yang diutarakan menuruti perasaan hatimu, bukankah begitu?"
Gak Siauw Cha menghela napas panjang, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan
sesuatu namun kemudian diurungkan kembali.
Siauw Ling melirik sekejap kearah gadis itu, dan sambungnya lebih lanjut, "Siauwte
telah teringat akan suatu persoalan, andaikata aku salah berbicara harap cici jangan
marah." "Persoalan apa?"
"Seseorang yang cici maksudkan bukankan Lan Giok Tong?"


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mula-mula Gak Siauw Cha tertegun, diikuti ia segera menggeleng.
"Apakah disebabkan kemarin malam Lan Giok Tong titip sebuah kantong sutera
kepadamu untuk sisampaikan kepadaku maka kau lantas mencurigai dirinya?"
"Seandainya apa yang cici katakan adalah persoalan hatimu sendiri, muka orang yang
telah melepaskan budi kepadamu"."
"Tidak bisa" mendadak terdengar Soh Boen yang ada diluar menjerit keras. "Nona
sedang berbicara dengan tetamu, kau tak boleh masuk kedalam"."
Blaam! terdengar suara getaran keras berkumandang memecahkan kesunyian, pintu
kayu yang semula tertutup rapat tiba-tiba ditendang orang hingga terbentang lebar, Giok
Siauw Lang Koen dengan seruling terhunus berdiri seram didepan pintu.
Ketika Siauw Ling angkat kepalanya memandang, ia lihat Giok Siauw Lang Koen berdiri
disana dengan wajah pucat kehijau-hijauan, matanya memancarkan cahaya berapi-api
dan melototi wajah Siauw Ling tanpa berkedip, kemudian perlahan-lahan beralih keatas
wajah Gak Siauw Cha dan tertawa terbahak-bahak.
"Nona Gak, kau batalkan janjimu untuk bertemu dengan cahye apakah disebabkan
karena kau hendak berjumpa dengan Siauw Ling?"
Melihat wajah lelaki tampan berseruling kumala itu diliputi kegusaran, dalam hati Siauw
Ling merasa tidak tenang, setelah tertegun sejenak pikirnya, "Ilmu silat yang dimiliki Giok
Siauw Lang Koen sangat lihay, andaikata ia melancarkan serangan secara tiba-tiba,
pastilah serangan tersebut amat dahsyat dan mematikan". aku harus berjaga diri!"
Berpikir begitu, hawa murninya segera dihimpun menjadi satu dan diam-diam
melakukan persiapan. Gak Siauw Cha sendiri mula-mula merasa kaget menjumpai kehadiran Giok Siauw Lang
Koen ditempat itu secara mendadak, tapi sebentar saja ia telah berhasil menenangkan
hatinya, sambil tertawa hambar ia balik bertanya, "Kalau benar kau mau apa?"
Siauw Ling tahu watak Giok Siauw Lang Koen sangat berangasan, sikap ketus yang
diperlihatkan Gak Siauw Cha kemungkinan besar dapat membangkitkan hawa amarahnya.
Tanpa sadar ia maju selangkah kedepan dan menghadang didepan tubuh gadis she Gak
tersebut. Siapa tahu kejadian yang kemudian berlangsung jauh diluar dugaan Siauw Ling. Bukan
saja Giok Siauw Lang Koen sama sekali tidak turun tangan malahan hawa amarahnya
sirap sama sekali, perlahan-lahan ia berjalan masuk kedalam ruangan dan tertawa
hambar. "Maaf, kalau aku sudah mengganggu kegembiraan kalian berdua!"
"Tidak mengapa!"
Tanpa menanti dipersilahkan duduk oleh tuan rumah, Giok Siauw Lang Koen tarik
sebuah kursi dan segera duduk, ujarnya, "Sewaktu berada dirumah besar tadi siauwte
sudah mengganggu dirimu, harap Siauw heng suka memaafkan."
"Heran, orang ini sombong dan jumawa kenapa secara tiba-tiba malah bersikap begitu
sungkan terhadap diriku" batin pemuda kita dengan hati tercengang.
Berpikiran demikian, diluaran segera sahutnya, "Aaaa". saudara terlalu merendah"."
"Apakah beberapa orang sahabat Siauw heng masih menunggu dihalaman gedung
besar itu?" "Sedikitpun tidak salah!" karena tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan yang
aneh itu, pemuda she Siauw itu terpaksa mengangguk.
"Beberapa orang sahabatmu itu pasti sangat kuatir akan keselamatan Siauw heng,
kalau kau tidak segera kembali mungkin mereka bakal menyusul datang kemari."
Untuk sesaat Siauw Ling tak mengerti apa yang sedang ia maksudkan, setelah
melengak ia bertanya, "Kalau mereka menyusul kemari, lalu kenapa?"
"Nona Gak tidak suka bertemu dengan orang asing seandainya teman-temanmu itu
sampai menyusul kemari semua, bukankah hal ini malah akan mengganggu ketentraman
nona Gak?" "Ehmmm, ucapannya memang tidak salah" pikir Siauw Ling setelah termenung sejenak.
"Kedudukan Soen Put shia serta Boe Wie Tootiang didalam dunia persilatan sangat tinggi,
seandainya mereka sampai menyusul kemari entah bagaimana sikap aneh, Gak" bukankah
hal ini malah akan menyusahkan kedua belah pihak?"
Karena itu lantas ujarnya, "Menurut pendapatmu, apa yang harus kulakukan?"
Giok Siauw Lang Koen tersenyum.
"Semestinya Siauw heng mengabarkan dulu kepada mereka agar mereka tidak sampai
menyusul kemari." "Betul juga, apa salahnya aku memberi kabar dulu kepada mereka?" pikir si anak muda
itu, maka diapun lantas melangkah keluar dari ruangan tersebut.
Tampaklah Soh Boen yang berdiri diluar ruangan mengedipkan matanya berulang kali
memberi bisikan kepadanya agar dia jangan tinggalkan tempat itu.
Suatu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, setibanya didepan pintu mendadak
ia berhenti lagi. Ketika menoleh kebelakang tampaklah Gak Siauw Cha berdiri disamping sambil
tundukkan kepalanya rendah-rendah, alisnya berkerut dan wajahnya sedih seolah-olah
ada sesuatu persoalan yang mengganjal dalam hatinya, ia jadi semakin tercengang,
pikirnya, "Kalau dilihat gelagat ini rupanya enci Gak tidak begitu senang berjumpa muka
dengan Giok Siauw Lang Koen. Tapi rupanya iapun rada jeri terhadap lelaki ini, janganjangan
dibalik persoalan itu masih ada masalah lain"."
Karena berpikir begitu, maka diapun berjalan kembali kedalam ruangan.
"Kenapa kau tidak jadi pergi?" tegur Giok Siauw Lang Koen dengan suara dingin,
wajahnya berubah hebat. "Aku tidak pernah mengatakan kalau aku hendak pergi!"
"Hmm, andaikata mereka menyusul kemari, apa yang hendak kau lakukan".?"
"Tentang persoalan ini tak usah kau kuatirkan."
Mendadak Giok Siauw Lang Koen mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah". haaah". haaah". Siauw Ling! benarkah kau hendak memusuhi aku orang
she Thio?" "Tidak, kenapa aku harus memusuhi diriku cepat-cepatlah tinggalkan tempat ini."
Makin didengar Siauw Ling merasa semakin keheranan, segera pikirnya, "Entah apa
sebabnya enci Gak bisa bersikap demikian terhadap Giok Siauw Lang Koen, rupanya ia
merasa amat jeri kepadanya, apakah enci Gak sudah terkena bokongan hingga setiap saat
kematiannya berada digenggamannya mengakibatkan ia tak berani membangkang setiap
perintahnya" andaikata begitu, aku harus tetap tinggal disini untuk melindungi enci Gak."
Saking seriusnya berpikir sampai lupa untuk menjawab pertanyaan dari lelaki tampan
berseruling kumala. Ketika Giok Siauw Lang Koen tidak mendengar jawaban dari Siauw Ling, mendadak ia
tertawa dingin. "Siauw Ling" serunya. "Kalau kau benar-benar hendak memusuhi diriku maka ini hari
hanya ada satu jalan yang bisa kau tempuh."
"Satu jalan yang bagaimana?"
"Kita andaikan kepandaian silat masing-masing untuk menentukan siapa yang berhak
hidup dan siapa yang harus mati."
Siauw Ling mencuri lihat sekejap kearah Gak Siauw Cha, dia lihat diantara sepasang
mata gadis itu secara lapat-lapat terlihat genangan air mata yang menetes keluar,
wajahnya murung dan bimbang, jelas ia sedang merasakan sesuatu penderitaan yang
sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Terdengar Giok Siauw Lang Koen berkata lagi, "Siauw Ling, kalau kau tidak berani
berduel dengan diriku, cepat-cepatlah tinggalkan tempat ini. Sejak ini hari jangan kau
temui lagi nona Gak Siauw Cha."
"Ilmu silat yang dimiliki orang ini sangat lihay" pikir Siauw Ling. "Andaikata aku harus
berduel melawan dirinya, siapa menang siapa kalah sulit untuk diduga mulai sekarang.
Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini sangat kacau, aku Siauw Ling harus pertahankan
selembar jiwaku untuk menyelamatkan sesama Bulim. Orang ini jumawa dan sombong
tapi tidak jahat, apa salahnya kalau aku mengalah setindak kepadanya".?" maka ia lantas
berkata, "Ilmu silat yang kau miliki sangat lihay, aku orang she Siauw merasa bukan
tandinganmu, lagipula antara kita berdua tiada dendam atau sakit hati. Kenapa kita mesti
berduel untuk menentukan siapa hidup siapa mati"."
"Kalau kau tidak ingin berduel melawan diriku, maka berjanjilah lebih dulu. Mulai ini
hari jangan kau temui nona Gak Siauw Cha."
"Saudara, janganlah kau mendesak orang keterlaluan. hubungan enci Gak dengan aku
orang she Siauw intim bagaikan"."
"Tutup mulut!" bentak Giok Siauw Lang Koen dengan gusarnya.
Lama kelamaan Siauw Ling tak tahan juga, ia balas membentak, "Saudara terlalu
jumawa dan sombong, jangan kau anggap dikolong langit tiada manusia lain. Kau harus
tahu aku orang she Siauw sengaja mengalah kepadamu, bukan disebabkan aku jeri
kepadamu." Mendadak Giok Siauw Lang Koen mengebaskan seruling kumala ditangannya dan
menantang, "Dibelakang gubuk sana terdapat sebuah tanah berumput yang luas, mari kita
duel disitu, sebelum salah satu diantara kita mati jangan berhenti"."
"Saudara, sudah berulang kali aku mengalah kepadamu, bagus, kalau memang kau
menantang terus aku orang she Siauw akan melayani keinginanmu."
"Bagus, ayoh jalan!" tanpa menanti lagi ia melangkah lebih dulu keluar dari gubuk itu.
Siauw Ling menoleh kesamping, dia lihat Giok Siauw Lang Koen masih duduk
termangu-mangu ditempat semula, rupanya ada satu masalah yang sedang dipikirkan.
terhadap peristiwa yang telah terjadi didepan mata ternyata sama sekali tidak merasa.
Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang, pikirnya, "Rupanya antara enci Gak
serta Giok Siauw Lang Koen mempunyai suatu hubungan yang sangat aneh"."
Sembari berpikir iapun melangkah keluar mengikuti dibelakang lelaki tampan
berseruling kumala itu. Dengan termangu-mangu Soh Boen memandang bayangan punggung kedua orang itu.
Rupanya ia hendak mencegah kepergian Siauw Ling tapi akhirnya ia urungkan niat
tersebut. Dengan mengikuti dibelakang Giok Siauw Lang Koen sampailah Siauw Ling disebuah
tanah lapang yang luas dibelakang rumah gubuk tersebut.
Saat itu lelaki tampan berseruling kumala tersebut telah siapkan senjata ditengah
kalangan. Tanpa sadar Siauw Lingpun meraba gagang pedangnya sambil selangkah demi
selangkah maju kemuka. "Cabut keluar senjatamu!" seru Giok Siauw Lang Koen sambil ayun seruling kumalanya.
"Harus kau ketahui, pertarungan ini berbeda dengan pertarungan biasa, kau boleh
gunakan segenap kemampuanmu, sebelum salah satu ada yang mati jangan berhenti
bertempur." "Setelah kau ucapkan kata-kata tersebut, sudah tentu cayhe akan mengiringi
keinginanmu itu tapi sebelum kita bertarung harus kutanyakan lebih dahulu beberapa
persoalan yang membingungkan hatiku."
"Katakanlah tapi harus sesingkat mungkin. Aku tak ingin mengulur waktu lebih lama
lagi." "Bukankah diantara kita berdua tiada ikatan dendam atau sakit hati, kenapa kau
tantang aku untuk berduel sampai salah satu diantara kita mati".?"
Giok Siauw Lang Koen segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haah". haah". haah". sebetulnya cayhe tiada bermaksud untuk memusuhi dirimu.
Tetapi keadaan pada saat ini jauh berbeda, sehari kau orang she Siauw tidak mati, maka
cayhe tak akan makan dengan tenang dan tidur dengan nyenyak!"
"Secara lapat-lapat akupun merasa sikapmu terhadapku seolah-olah mengandung rasa
benci yang sangat mendalam, justru inilah yang menyebabkan cayhe tidak mengerti,
kenapa kau begitu membenci diriku?"
"Rupanya disebabkan karena nona Gak?"
"Tidak salah, memang dikarenakan Gak Siauw Cha!"
"Aku Siauw Ling sudah kenal dengan enci Gak sejak lima tahun berselang, hubungan
kami hanya bagaikan enci dan adik belaka."
"Heeh". heeh". justru karena hubungan batin kalian yang terlalu mendalam itulah
memaksa aku harus membinasakan dirimu." seru Giok Siauw Lang Koen sambil tertawa
dingin. "Ehmm, kiranya begitu!" ia merandek sejenak dan tambahnya. "Mungkin kau telah
menaruh salah paham terhadap diriku."
"Sudah, tak usah banyak bicara lagi, cabut keluar senjatamu!"
Sambil membentak serulingnya segera meluncur kedepan menotok dada lawan dengan
jurus "Kim Liong Tan Jiauw" atau naga emas unjukkan cakar.
Siauw Ling angkat tangan kanannya secepat kilat mencabut keluar pedang panjangnya,
sambil mengunci datangnya ancaman ia berkata, "Hanya disebabkan aku kenal lebih
dahulu dengan nona Gak Siauw Cha, kau lantas tidak ijinkan aku hidup dunia" Hmmm".
belum pernah kujumpai kejadian semacam ini."
Giok Siauw Lang Koen sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari si anak muda itu,
serulingnya berkelebat berulang kali, dan".
Halaman 22-23 hilang yang terdesak tak ingin gunakan senjata rahasianya"."
Teringat akan keanehan serta kekejiannya dalam melepaskan senjata rahasia, bergidik
juga hatinya, segera ia tarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Kalau memang saudara
bermaksud ajak aku orang she Siauw adu jiwa, kejadian itu memang suatu kejadian apa
boleh buat. bila kau memiliki kepandaian yang mengerikan silahkan kerahkan semua."
Sementara mulutnya berbicara, tangan kirinya merogoh kedalam saku dan secepat kilat
mengenakan sarung tangan berkulit ular, sedang tangan kanannya yang mencekal pedang
siap menghadapi semua serangan musuh.
Perlahan-lahan Giok siauw Lang Koen angkat seruling kumalanya keatas, dengan
pandangan tajam ia awasi lawan tanpa berkedip.
Kedua belah pihak sama-sama mengerahkan segenap tenaganya kedalam senjata,
sedetik kemudian pasti akan terjadi suatu pertarungan yang menggetarkan jagad.
Air muka kedua orang itupun berubah jadi keren dan serius, jelas dalam hati masingmasing
tak ada yang merasa yakin sanggup menangkan pertarungan itu.
Mendadak tampak bayangan manusia berkelebat lewat, diiringi desiran tajam Gak
Siauw Cha yang mengenakan pakaian berwarna ungu telah berdiri keren ditengah-tengah
antara kedua orang ini. Dalam pada itu baik Siauw Ling maupun Giok siauw Lang Koen telah menghimpun
tenaga dalamnya hingga mencapai sepuluh bagian, mereka sudah bersiap sedia
melakukan suatu pertarungan adu jiwa.
Setelah bergerak beberapa jurus tadi, masing-masing pihak telah paham bahwa
lawannya adalah musuh tangguh yang belum pernah dijumpai sebelumnya, karena itu
merekapun tahu bahwa dalam bentrokan ini salah satu diantaranya pasti ada yang roboh,
atau mungkin malahan kedua belah pihak akan sama-sama terluka.
Tapi untung Gak Siauw Cha muncul pada saat yang cepat, hingga pertarungan yang
mengerikanpun segera dapat dihindari.
Perlahan-lahan Giok siauw Lang Koen turunkan kembali seruling kumalanya kebawah,
ujarnya, "Apakah nona tidak merasa bahwa salah satu diantara kami harus mati".?"
"Apa gunanya berbuat begitu?" bisik Gak Siauw Cha dengan suara lembut, sementara
air matanya telah bercucuran membasahi pipinya yang halus dan cantik itu. "Bukankah
diantara kalian berdua tiada ikatan dendam atau sakit hati apapun jua?"
Sekilas pantulan cahaya yang menunjukkan kekerasan hatinya melintas diatas wajah
Giok siauw Lang Koen, ia menjawab, "Justru dikarenakan dalam kolong jagad tidak
mengijinkan kita bertiga untuk hidup bersama, maka terpaksa salah satu diantara kami
berdua harus disingkirkan dari muka bumi!"
Waktu mengucapkan kata-kata tersebut wajahnya tenang dan kalem tapi suaranya
tegas dan mantap. Dengan wajah bingung tak habis mengerti siauw Ling melirik sekejap kearah lawannya,
kemudian bergumam seorang diri, "Dunia jagad toh luasnya bukan kepalang, mengapa
kita berdua tak bisa hidup bersama dikolong langit?"
"Haaah". haaah". haaah". Siauw Ling, kau benar tidak tahu, ataukah sedang purapura
berlagak pilon?" "Cayhe benar-benar tidak tahu, kenapa kita tak dapat hidup bersama dikolong langit?"
Tiba-tiba Gak Siauw Cha menghela napas panjang dan menyela dari samping kalangan.
"Siauw moay merasa berhutang budi kepada diri Thio heng, kebaikan ini pasti akan
kubalas, tapi persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan saudara Siauw ku
itu, kau tak usah menggusarkan hati lagi."
"Jadi maksud nona?" seru Giok siauw Lang Koen dengan wajah berubah hebat.
"Harap Thio heng suka memberi sedikit kelonggaran waktu bagi Siauw moay untuk
berpikir." "Baik, berapa lama yang kau butuhkan untuk mempertimbangkan persoalan ini?"
"Bagaimana kalau setahun?"
Giok siauw Lang Koen segera menggeleng.
"Setahun" terlalu lama, cayhe merasa tak punya kesabaran sebesar itu untuk menanti
selama itu." "Lalu bagaimana menurut pendapat Thio heng?"
"Paling lama tak bisa lewat dari tiga bulan!"
"Tiga bulan"." Gak Siauw Cha termenung dan berpikir keras.
"Tidak salah, tiga bulan mungkin bagi perasaan nona cepat bagaikan kilatan petir, tapi
bagi cayhe mungkin lamanya bagaikan tiga tahun."
Dengan pandangan bingung Gak Siauw Cha melirik sekejap kearah Siauw Ling,
akhirnya ia mengangguk. "Baiklah kita tetapkan tiga bukan, cuma". akupun ada satu permintaan yang hendak
kuajukan kepadamu!" "Asal aku bisa laksanakan pasti akan cayhe kabulkan, nah, katakanlah."
"Selama tiga bukan ini siauw moay tidak ingin mendengarkan irama serulingmu yang
menyedihkan itu lagi, dan akupun tidak ingin Thio heng sering muncul disekitar diriku."
Giok siauw Lang Koen tertawa sedih.
"Baiklah aku kabulkan permintaanmu itu tapi setelah batas tiga bulan penuh. Kita akan
berjumpa dimana?" Gak Siauw Cha termenung sebentar, lalu menjawab, "Setelah batas wkatu tiga bulan


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh kita berjumpa didasar tebing Toan Hoen Gay digunung Heng san!"
Sekali lagi Giok siauw Lang Koen tertawa sedih.
"Sejak dahulu hingga sekarang belum pernah ada seseorang manusiapun yang pernah
menuruni tebing pemutus sukma, nona mengendong aku untuk berjumpa didasar tebing
Hoan Gay, agaknya kau suka sekali dengan hal yang sok rahasia"."
"Kalau kau merasa takut, lebih baik kita tak usah bertemu lagi."
"Nona tak usah kuatir, sampai waktunya cayhe pasti akan tiba duluan!"
"Janji telah dibuat, aku rasa kaupun boleh segera tinggalkan tempat ini!"
"Baik, cayhe akan berpisah dulu sampai disini!" ia putar badan dan dalam sekejap mata
ia lenyap ditengah kegelapan.
Siauw Ling merasa banyak masalah yang membingungkan hatinya memenuhi seluruh
benak dengan termangu-mangu ia berdiri kaku ditempat semula.
Gak Siauw Cha memandang hingga bayangan Giok siauw Lang Koen lenyap dari
pandangan, kemudian ujarnya dengan nada sedih, "Saudara Siauw tahukah kau mengapa
pada malam itu aku tak mau bertamu dengan dirimu?"
Siauw Ling merasa seakan-akan telah memahami sesuatu, tetapi setelah dipikir
seksama ia merasa makin bimbang dan tidak habis mengerti, maka iapun berkata,
"Siauwte merasa agak mengerti, tetapi setelah kupikir lebih seksama kurasakan rada tidak
paham lagi." Dalam pada itu Gak Siauw Cha sedang berada dalam keadaan murung dan kesal. Tapi
sesudah mendengar beberapa patah kata dari si anak muda ini ia tak dapat menahan rasa
gelinya dan tertawa cekikikan.
"Saudaraku, selama hampir setahun belakangan ini cici selain hidup ditengah kesulitan
serta kekesalan. Aaai".! lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan keadaan seperti
ini." Siauw Ling semakin bingung lagi dibuatnya.
"Cici! kalau kau ada urusan perintah saja kepada siauwte, kenapa kau musti murung
dan kesal".!" serunya.
Mendadak teringat olehnya akan bantuan dari Gak Siauw Cha terhadap dirinya yang
dilakukan berulang kali, membicarakan soal ilmu silat serta kecerdikan mungkin gadis itu
jauh lebih hebat beberapa kali lipat dari pada dirinya segala persoalan yang dapat
diselesaikan olehnya sudah pasti telah dilakukan sendiri, dan bila persoalan itu dia
sendiripun tak bisa mengatasi dirinya mana bisa membantu" berpikir demikian merah
jengah selembar wajahnya, ia segera membungkam.
Terdengar Gak Siauw Cha berkata dengan nada sedih, "Persoalan ini nampaknya
gampang dan sederhana sekali. Ini hari aku sengaja mengundang kau datang kemari
adalah disebabkan karena setelah kupikir lama sekali, aku merasa daripada persoalan ini
diundur-undur lebih jauh lebih baik kalau diberitahukan kepadamu saja. Aaaai".!
persoalan yang ada dikolong langit, kadangkala tak dapat diselesaikan hanya
mengandalkan ilmu silat belaka"."
Ia merandek sejenak, dan sambungnya lebih jauh, "Tempat ini bukan tempat yang baik
untuk berbicara, mari kita kembali kedalam ruangan gubuk! Giok Siauw Lang Koen selalu
pegang janji dengan apa yang sudah ia ucapkan, setelah ia menyanggupi untuk tidak
datang mengganggu dalam tiga bulan mendatang. Ia pasti tak akan mengingkari janjinya!
cici masih ada banyak persoalan yang hendak dibicarakan dengan dirimu, mungkin saja
aku harus merepotkan dirimu untuk melakukan banyak pekerjaan!"
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 15 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Pendekar Lembah Naga 8

Cari Blog Ini