Ceritasilat Novel Online

Rahasia Istana Terlarang 15

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen Bagian 15


tanpa suka meninggalkannya, oleh sebab itu banyak orang yang mendirikan tempattempat
penginapan disekeliling kuil tadi untuk disiapkan bagi para pengunjung yang ingin
menginap disana." "Kalau begitu marilah kita naik keatas melihat-lihat!"
"Kita sudah seharian penuh melakukan perjalanan, apabila bisa baik-baik beristirahat
semalam diatas puncak In Wan Hong tersebut, tenaga semangat kita pasti akan pulih
kembali." Rupanya ucapan itu belum selesai diutarakan, tapi mendadak ia membungkam dan
segera melangkah kedepan untuk mendaki keatas puncak.
Siauw Ling serta Tu Kioe pun tidak mengucapkan sesuatu, mengikuti dibelakang Sang
Pat mereka lanjutkan perjalanan kembali.
Puncak itu merupakan sebuah tonjolan bukit yang berdiri sendiri, tiga bagian
disekelilingnya merupakan tebing dan jurang-jurang yang amat dalam, disitu hanya
terdapat sebuah jalan saja yang menghubungkan kaki bukit dengan puncaknya.
Itu saat sang surya telah lenyap dari pandangan, sambil menyapu sekejap sekeliling
tempat itu didalam hati Siauw Lingpun berpikir, "Seandainya diatas puncak yang tinggi ini
terdapat jalan tembus yang lain, sepasang muda mudi itu niscaya tak akan terjun kedalam
jurang, dan disinipun tak akan dibangun kuil In Wan Bio."
Ketika memandang keatas tampaklah ditengah ruangan kuil In Wan Bio, cahaya lilin
memancar cahayanya menerangi seluruh ruangan yang luas itu.
Bangunan kuil tadi tidak termasuk amat besar, kecuali ruang tengah yang luas tadi,
dikedua belah sisinya masing-masing terdapat sebuah ruangan, seorang toojien berusia
enam puluh tahun berdiri disisi sebuah patung arca dibawah meja sembahyangan berlutut
seorang manusia berbaju hitam.
Seluruh puncak In Wan Hong tersebut luasnya hanya mencapai satu hektar lebih
kecuali kuil In Wan Bio didirikan tepat ditengah puncak, sekelilingnya penuh dengan
bangunan-bangunan rumah yang terbuat dari batu hijau serta beratap injuk. Cahaya
lampu penerangan dimpat penjuru, dan bangunan rumah ini kelihatan jauh lebih besar
beberapa kali daripada bangunan kuil itu sendiri.
Siauw Ling memperhatikan sekejap pemandangan disekeliling puncak, kemudian
ujarnya, "Setelah kita tiba ditempat ini bagaimana kalau masuk kedalam kuil untuk
melihat-lihat?" Tanpa menanti jawaban dari Sang Pat ia segera mendahului berjalan masuk kedalam
kuil In Wan Bio. Sang Pat sambil busungkan perutnya yang gendut segera membawa jalan didepan.
Toojien penjaga kuil itu memandang sekejap kearah Sang Pat, lalu maju menyongsong
kedatangan dan berkata sambil tertawa, "Toa toako, In Won Jie seng bukan terbatas
dalam soal jodoh muda mudi saja, kalau kalian bermaksud mohon berkah dan rejeki
malaikat jodoh berdua pasti akan mengabulkannya."
Dari dalam sakunya Sang Pat ambil keluar selembar daun emas dan dilemparkan
kedalam peti sokongan, kemudian tanpa memperdulikan toojien itu lagi ia awasi sepasang
patung malaikat itu dengan seksama.
Patung malaikat didalam kuil In Wan Bio tidak jauh berbeda dengan kuil-kuil lain hanya
saja disini patung yang dipuja adalah sepasang muda mudi.
Sang pemuda memakai celana sebatas lutut dan berkaki telanjang, wajahnya amat
tampan. Sebaliknya sang gadis memakai gaun berwarna hijau dengan baju berwarna hijau
pula. Siauw Ling menganggukkan kepalanya berulang kali sambil memuji, "Patung-patung
arca ini entah siapa yang ukir, bukan saja wajah dan potongannya hidup bahkan nampak
menarik hati, sungguh luar biasa"."
Sejak toojien tadi menyaksikan sokongan yang diberi Sang Pat adalah selembar daun
emas dan sikapnya amat royal, dengan tertawa dipaksakan ia segera menyahut, "Nama
besar dari kuil In Wan Bio sudah terkenal hingga ribuan li jauhnya. Ciamsi, permohonan
semuanya tepat tidak meleset, bila kalian bertiga ada persoalan utarakanlah keluar. In
Wan Jie seng pasti akan melindungi kalian bertiga."
Orang berbaju hitam yang sedang berlutut didepan meja sembahyangan, ketika
mendengar pembicaraan beberapa orang itu mendadak bangun berdiri, kemudian setelah
melirik sekejap kearah Siauw Ling dan Sang Pat ia segera mengundurkan diri dari situ.
Seandainya orang itu tidak berusaha ngeloyor pergi, mungkin Siauw Ling tidak akan
memperhatikan dirinya dan ia bisa berlalu dari situ tanpa diperhatikan oleh siapapun
tetapi justru karena sikapnya yang gugup dan tergopoh-gopoh inilah Siauw Ling segera
berpaling dan bahkan Tiong Chiu Siang Kupun segera menaruh curiga dengan dirinya.
Dengan langkah sempoyongan Tu Kioe bergeser kearah belakang, dalam beberapa
tindakan saja ia telah menghalangi jalan pergi simanusia berbaju hitam tadi.
Sungguh cepat gerakan tubuh manusia berbaju hitam itu, mendadak ia menghentikan
gerakan tubuhnya dan bergeser tiga depa kesamping, setelah menghindari penghadangan
dari Tu Kioe laksana kilat tubuhnya meluncur keluar kuil.
Agaknya Sang Pat telah bikin persiapan sedari permulaan tadi, melihat gerakan
tubuhnya yang begitu cemas sehingga berhasil menghindari penghadangan dari Tu Kioe.
Tangan kanannya dengan cepat disilangkan kedepan menutup jalan pergi manusia
berbaju hitam itu. Meskipun pintu kuil amat besar, tetapi setelah Tu Kioe menghadang ditengah pintu
ditambah pula Sang Pat sambil busungkan perutnya melintangkan tangan kanannya
kesamping, maka hampir boleh dibilang seluruh jalan perginya telah tertutup semua.
Bagi siorang berbaju hitam itu kecuali berhasil memaksa Sang Pat bergeser dari situ
maka satu-satunya jalan baginya hanya menghentikan langkah kakinya.
Tampaklah orang itu menggerakkan tangan kanannya, jari tengah dan telunjuknya
ditegangkan kemudian menotok kedepan mengancam urat nadi Sang Pat.
Melihat datangnya ancaman, Sang Pat menukuk pergelangan kanannya kebawah untuk
meloloskan diri dari serangan itu, kelima jarinya berputar dan laksana kilat ia balas
mencengkeram pergelangan kanan sigadis berbaju hitam itu.
"Cepat menyingkir dan beri jalan baginya!" mendadak terdengar Siauw Ling
membentak keras. Kiranya ia telah berhasil melihat jelas wajah orang itu yang bukan lain adalah sidara
berwajah serius yang selain mengikuti diri Pat Chiu Sin Liong atau sinaga sakti berlengan
delapan Toan Bok Ceng sewaktu ada dikota Koei Chiu tempo dulu, dengan munculnya
sang dara itu disekitar sini dan berarti Toan Bok Ceng pun kemungkinan besar berada
dipuncak In Wan Hong pula.
Dalam pada itu ketika Sang Pat mendengar suara bentakan dari Siauw Ling, ia segera
bergeser kesamping untuk memberi jalan lewat bagi gadis berbaju hitam itu.
Dengan gerakan yang cepat dan sehat gadis berbaju hitam itu meloncat keluar dari
ruangan kuil dan segera melarikan diri.
Cuaca telah gelap dan malam sudah menjelang tiba, setelah berada ditempat luaran
bayangan tubuh gadis itu dalam waktu singkat telah lenyap ditelan kegelapan.
Sang Pat yang berdiri didepan pintu kuil dengan pandangan yang tajam memeriksa
keadaan disekitar tempat itu, namun ia tidak berhasil mengetahui kemanakah gadis itu
melarikan diri. "Tak usah diperiksa lagi!" terdengar Siauw Ling berseru dengan suara rendah.
"Toako, apakah kau kenal dengan dirinya?" tanya Sang Pat sambil berpaling.
"Agaknya dia adalah sidara ayu yang selalu berada bersama-sama naga sakti berlengan
delapan Toan Bok Ceng itu!"
"Aaaah, benar itu ucapan toako sedikitpun tidak salah, memang nona itulah orang tadi,
tidak aneh kalau siauwte merasa seperti mengenal dengan raut wajahnya hanya tidak
teringat aku pernah menjumpainya ditempat mana!"
"Budak itu selalu mengenakan pakaian berwarna hijau, kenapa hari ini ia memakai baju
hitam?" sela Tu Kioe.
". Bersambung jilid ke 33
JILID 33 "Mungkin saja untuk menghindari pengawasan serta perhatian orang lain"."
"Tadi aku saksikan diantara kelopak matanya terdapat bekas air mata, mungkin saja ia
sedang berdoa sesuatu didepan malaikat suci."
"Setelah budak itu munculkan diri ditempat ini, mungkin saja sinaga sakti berlengan
delapan Toa Bok Ceng juga berada disini, mari kita cari orang she itu untuk diajak
berbicara." "Pada masa yang lalu kami pernah menaruh salah sangka terhadap diri toako, kami
anggap kau telah membaktikan diri terhadap perkampungan Pek Hoa San cung tapi
sekarang hubungan toako dengan Shen Bok Hong telah diketahui oleh setiap umat
manusia yang ada dikolong langit. Budak tersebut menaruh sifat kurang hormat terhadap
diri toako, sudah tentu kita harus menegur diri Toan Bok Ceng yang kurang keras
mendidik anak muridnya."
"sudahlah, toh orang lain tiada hubungan apapun kenapa mereka harus menghormati
kita?" Tu Kioe masih mencoba membantah tapi Sang Pat segera mengedipkan matanya untuk
mencegah ia berbicara lebih jauh.
Rupanya sitoojien penjaga kuil itu sudah terbiasa melihat orang sekeok ataupun
berkelahi, ia sangat menjaga diri sendiri dan sedikitpun tidak melirik atau memperhatikan
ketiga orang itu. "Apakah malam ini kita akan tinggal diatas puncak In Wan Hong ini".?" tanya Sang Pat
kemudian. Sebelum Siauw Ling menjawab, mendadak terdengar suara jawaban yang dingin dan
ketus berkumandang datang, "Lebih baik kalian tetap tinggal disini saja!"
Ucapan yang muncul secara tiba-tiba ini sangat mengejutkan hati semua orang, baik
Siauw Ling maupun Tiong chiu Siang Ku segera berdiri tertegun dibuatnya.
"Siapa?" Tu Kioe segera menghardik.
"Aku!" seorang pemuda kurus pendek berbaju hijau perlahan-lahan munculkan diri
didalam ruangan kuil. Dengan tajam Sang Pat memperhatikan sekejap wajah orang itu, ia merasa walaupun
wajahnya amat ganteng tapi kekurangan sifat kelaki-lakiannya, maka diapun segera
menegur, "Kami bersaudara sedang bercakap-cakap toh tiada sangkut pautnya dengan
dirimu, mengapa saudara ikut menimbrung?"
Pemuda berbaju hijau itu tidak memperdulikan teguran dari Sang Pat, dengan sorot
mata yang jernih ditatapnya wajah Siauw Ling beberapa saat, kemudian serunya, "Apa
sebabnya kau datang kepuncak In Wan Hong ini?"
Nadanya sangat akrab dan seolah-olah pembicaraan terhadap sahabat lama, bahkan
terpancar jelas betapa besarnya perhatian orang itu terhadap diri Siauw Ling.
Jago kita segera memperhatikan beberapa kejap kearah sastrawan berbaju hijau itu,
tetapi walau dipandang secara bagaimanapun ia tidak dapat mengingat-ingat siapakah
gerangan dirinya, maka iapun lantas bertanya, "Siapakah kau?"
"Sungguhkah kau tidak kenal dengan diriku lagi?" air muka pemuda tersebut mendadak
berubah jadi amat sedih. "Tampaknya sih agak kenal, tapi aku tak ingat kita pernah saling berjumpa dimana."
"Itulah sebabnya kau pelupa, kenapa aku mengenali dirimu?"
"Entah siapakah orang ini" pikir Siauw Ling dengan hati keheranan"."Kenapa ia paksa
diriku untuk mengakui bahwa aku kenal dengan dirinya?" sebelum ingatan itu lenyap dari
pandangannya, tampaklah pemuda berbaju hijau itu tiba-tiba melepaskan kain hijau
pembungkus kepalanya sehingga terlihatlah rambutnya yang halus dan panjang.
"Aaaah, adalah kau nona Pek Li!" mendadak Siauw Ling berseru tertahan.
"Ooooh". sungguh payah aku mencarimu" bisik gadis itu sambil mendekap wajahnya.
Sang Pat serta Tu Kioe yang menyaksikan kejadian itu diam-diam saling bertular
pandangan kemudian berlalu dari ruangan kuil.
Toojien penjaga kuil yang berada disamping mereka, mendadak memukul gembrang
dan bersenandung lirih, "Kalau ada jodoh ribuan li pun akhirnya berjumpa, kalau tak ada
jodoh bertemu mukapun tak kenal, siapa yang tulus berdoa pasti akan terkabul
keinginannya"."
Siauw Ling pun melangkah maju kedepan, kemudian tegurnya, "Nona, mengapa kau
datang kemari?" Kiranya orang yang baru saja datang bukan lain adalah Pak Hay Kongen Pek Li Peng
adanya. Perlahan-lahan Pek li Peng melepaskan tangannya yang menutupi wajah, lalu
menjawab, "Aku telah melakukan penguntilan sejauh ribuan li dan akhirnya berhasil
temukan dirimu disini!"
"Aku bisa sampai dipuncak In Wan Hong hanya disebabkan suatu ilham yang muncuk
secara mendadak" pikir Siauw Ling didalam hati. "Darimana ia bisa menduga kalau aku
bakal datang kemari!"
Karena berpikir demikian maka ia bertanya kembali, "Sejak kapan nona datang
kemari?" "Tengah hari tadi"." ia merandek sejenak kemudian sambungnya, "Dalam hati kecilku
masih terdapat banyak urusan yang hendak kutanyakan kepadamu!"
"Tempat ini bukan tempat yang cocok bagi kita untuk berbicara, mari kita cari tempat
pemondokan lebih dahulu"."
"Aku telah memesan sebuah kamar penginapan dipuncak In Wan Hong ini".!"
sambung Pek li Peng cepat.
"Tapi aku masih ada dua orang saudara!"
"Tidak mengapa, didalam penginapan itu masih ada kamar kosong, mari aku membawa
jalan untukmu." Sambil putar badan ia kenakan kembali kain pengikat kepalanya.
Tiba-tiba Siauw Ling merasakan bahwa siputri dari laut utara yang sudah terbiasa
dimanja ini ternyata jauh lebih matang dari pada tempo dulu dan ia jauh lebih dewasa
lagi, perpisahan selama beberapa bulan dirasakan bagaikan beberapa tahun saja.
Dalam pada itu Pek li Peng telah berjalan keluar dari dalam kuil dan menuju keluar.
Siauw Ling segera menguntil dari belakangnya, setelah sampai ditempat luaran dengan
tajam matanya memperhatikan kesekeliling tempat itu, tetapi bayangan tubuh Tiong chiu
Siang Ku sama sekali tidak nampak, hatinya jadi tercengang, pikirnya, "Kemana perginya
kedua orang itu?" Ingin sekali ia berteriak memanggil, tetapi setelah ucapannya meluncur keluar
mendadak ia telan kembali.
Pek li Peng mempercepat larinya menuju kearah sebuah rumah gubuk disebelah
selatan. Terpaksa Siauw Ling harus mempercepat langkah kakinya mengikuti dibelakang gadis
itu masuk kedalam kamar. Rumah penginapan yang ada disana tujuannya hanya digunakan sebagai tempat untuk
berteduh dari hujan bagi para pesiarah yang mengunjungi kuil tersebut, tentu saja tiada
pelayanan yang bagus dan pantas, ketika Siauw Ling masuk didalam rumah penginapan
tadi tiada seorangpun yang menyapa, dengan mengikuti dibelakang Pek li Peng akhirnya
sampailah pemuda kita didalam kamar.
Ruangan telah diterangi oleh cahaya lilin, seorang gadis berbaju hitam yang berwajah
serius dan keren telah berada didalam ruangan itu lebih dulu.
Siauw Ling jadi keheranan, pikirnya, "Bagus sekali, kenapa mereka berdua bisa berada
jadi satu?" Sementara Pek li Peng telah berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling
kemudian ujarnya, "Kalian tentu sudah pernah saling bertemu bukan?"
"Ketemu sih pernah beberapa kali" pikir Siauw Ling didalam hati. "Cuma berbicara
belum pernah satu kalipun."
Iapun menjura dan berkata, "Kenapa Toan Bok Loocianpwee tidak ikut serta?"
"Suhuku?" sahut dara berbaju hitam itu sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Berkat pertolongan dari nona Pek li, beliau berhasil loloskan diri dari bokongan orang."
"Oooh kiranya karena peristiwa tersebut mereka jadi saling kenal" kembali pemuda kita
membatin. "Bagaimanakah keadaan luka Toan Bok Loocianpwee?"
"Terima kasih atas perhatian dari Siauw thayhiap, setelah menelan obat mujarab
pemberian nona Pek li, sekarang ia sudah tidak menguatirkan lagi keadaannya."
Dua kali ia bercakap-cakap dengan Siauw Ling, namun tak pernah kepalanya
mendongak untuk memandang kearah si anak muda itu.
Mendadak Pek li Peng menimbrung dari samping, "Walaupun keadaan luka yang
diderita Toan Bok Loocianpwee sudah tidak menguatirkan tapi ia masih membutuhkan
banyak istirahat, karena itulah ketika ia lihat aku melakukan perjalanan seorang diri maka
diutuslah nona Toan Bok untuk menemani diriku."
"Aneh". ia sebut Toan Bok Ceng sebagai gurunya, kenapa ia sendiripun she Toan
Bok?" pikir Siauw Ling, meski dalam hati menaruh curiga tapi ia tidak bertanya lebih jauh.
Sementara itu Pek li Peng selesai mengucapkan kata-kata itu, matanya menatap wajah
Siauw Ling tajam-tajam untuk menantikan jawabannya, siapa tahu si anak muda itu hanya
repot dengan jalan pikirannya sendiri lupa untuk menjawab.
Melihat pemuda itu tak mau menjawab, Pek li Peng segera mendegus dingin tegurnya,
"Hei, kenapa kau tidak menjawab?"
Seolah-olah ia baru mendusin dari impian Siauw Ling berseru tertahan dan berkata,
"Aaaa, nona sedang mengajak aku berbicara?"
"Dalam ruangan ini hanya kita bertiga sedang aku tidak mengajak nona Toan Bok
berbicara, kalau bukan ajak kau berbicara lalu aku ngomong dengan siapa?"
"Apa yang ingin nona bicarakan?"
"Semestinya kau bertanya kepadaku, bagaimanakah kehidupanku selama beberapa
waktu terakhir?" Siauw Ling menghela napas panjang.
"Aaaai".! karena harus menolong cayhe nona telah menyalahi peraturan perguruan.
Tapi kaupun harus tahu bahwa ayahmu merasa amat sedih karena kepergian nona ini.
Sekarang ia sedang berusaha keras untuk mencari jejak nona"."
Pek li Peng memandang sekejap kearah gadis berbaju hitam itu, bukannya menjawab ia
perlahan-lahan duduk diatas kursi.
Gadis berbaju hitam itu bukan seorang manusia yang bodoh, menyaksikan keadaan
tersebut ia segera berkata lirih, "Kalian berdua berbicaralah, aku akan siapkan sedikit


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makanan dan minuman bagi kalian berdua"."
"Aaah, cukup suruh pelayan saja siapkan, masa kita musti merepotkan nona!"
Gadis berbaju hitam ini tidak menjawab, begitu selesai berkata ia lantas keluar dari
ruangan, sebelum Siauw Ling selesai berbicara bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas. Dengan begitu dalam ruanganpun tinggal Pek li Peng serta Siauw Ling berdua saja.
Dengan pandangan mata yang jeli, Pek li Peng menatap wajah Siauw Ling tajam-tajam.
rupanya ia ingin menemukan sesuatu dari balik wajah si anak muda itu.
Siauw Ling yang dipandang secara demikian jadi gelisah dan tidak tenang, dan ingin
menegur tetapi secara mendadak tampaklah Pek li Peng menutup wajahnya dan jatuhkan
diri keatas pembaringan sambil menangis tersedu-sedu.
Menyaksikan kejadian itu pemuda she Siauw jadi tertegun, buru-buru ia dekati gadis itu
sambil berkata, "Nona melakukan perjalanan didalam dunia persilatan demi diriku, cayhe
bukannya tidak tahu"."
Pek li Peng mendadak tertawa.
"Sejak kecil aku dibesarkan didalam istana es dengan pelayan yang tak terhingga
banyaknya, kini setelah aku berkelana seorang diri didalam dunia persilatan, luntang
lantung sebatang kara". masa satu orang yang mengurusi dirikupun tak ada"."
Sejak kecil ia sudah terbiasa dimanjakan, tapi karena ingin menemukan Siauw Ling
dengan susah payah dan tak mengenal lelah ditempuhnya perjalanan dengan seorang diri
berkelana didunia kangouw, siapa tahu setelah bersusah payah dan berhasil menemukan
kembali idaman hatinya sikap serta pengertian yang diberikan kepadanya tidak seimbang
dengan pengorbanan yang telah diberikan, hal ini tentu saja menyedihkan hatinya.
"Nona, akupun tahu sampai dimanakah penderitaan yang dialami dirimu, tetapi
cayhe"." Mendadak Pek li Peng bangun duduk, sambil menyeka air matanya selanya, "Mau apa
kau datang kemari?" Siauw Ling ingin menjawab, tapi belum sempat ia berkata Pek li Peng sudah keburu
berkata, "Bukan kau naik kepuncak In Wan Hong untuk mencari diriku?"
"Dimana aku bisa tahu kalau kau berada disini?" batin si anak muda itu didalam hati,
tetapi ketika menyaksikan wajahnya penuh mengharapkan jawaban yang enak didengar
maka dengan keraskan hati iapun menyahut, "Sedikitpun tidak salah, aku memang datang
kemari untuk mencari diri nona!"
Pek li Peng kontan tertawa gembira setelah mendengar jawaban itu.
"Kalau begitu kau psti amat rindu kepadaku bukan"."
Ia merandek sejenak, dan sambungnya kembali, "Meskipun banyak penderitaan yang
telah kurasakan, tetapi ada senangnya juga melakukan perjalanan seorang diri didalam
dunia kangouw." "Ia gembira karena salah mengira aku datang kemari karena hendak mencari dirinya"
pikir pemuda itu dalam hati. "Agaknya aku boleh mengatakan duduk perkara yang
sebenarnya." Karena itu iapun balik bertanya, "Dan nona sendiri mau apa datang kemari?"
"Dari mulut orang lain aku mendengar bahwa diatas puncak In Wan Hong terdapat kuil
In Wan Bio yang khusus ditujukan bagi orang yang minta jodoh, karena itu sengaja aku
datang kemari untuk memanjatkan doa, eeei". sungguh tak nyana aku benar-benar
berhasil temukan dirimu disini"."
Rupanya ia merasa jawabannya terlalu membuka rahasia hatinya, seluruh wajahnya
kontan berubah jadi merah padam dan kepalanya tertunduk rendah-rendah.
Siauw Ling terkesiap mendengar ucapan itu, pikirnya, "Mati aku! sungguh tak terkira
olehku bahwa kata-kata menghiburku bisa membuat ia tersenyum gembira, ucapan yang
bernada dingin dapat membuat ia menangis tersedu-sedu, kalau begitu rasa cintanya
terhadap aku sudah tertanam dalam sekali, apa yang harus aku lakukan"."
Ia merasa hatinya jadi murung dan kesal, dengan alis berkerut ia segera membungkam
dalam seribu bahasa. Perlahan-lahan Pek li Peng turun dari atas pembaringan, setelah menuang secawan air
teh ia angsurkan cawan itu kehadapan Siauw Ling sambil ujarnya lembut, "Sebelum
berjumpa dengan dirimu, sering kali aku berharap agar aku bisa menunjukkan sikap yang
hangat dan mesra setelah berjumpa dengan dirimu, agar kau merasa gembira dan senang
bisa berkumpul dengan diriku. Aaai siapa tahu setelah berjumpa dengan dirimu aku malah
ngambek sampai air tehpun lupa dihidangkan."
Seraya berkata ia angsurkan cawan teh tadi ketangan Siauw Ling.
Beberapa patah perkataannya barusan bukan saja menunjukkan kepolosan serta sifat
kekanak-kanakkannya, bahkan memperlihatkan pula keterbukaan serta sikap jujurnya
yang tidak dibuat-buat. Siauw Ling segera merasakan dadanya seperti terhantam martil yang sangat berat,
hatinya tergetar keras, pikirnya, "Ucapan gadis ini begitu jujur dan terbuka sedikitpun
tidak menyembunyikan perasaan hatinya, entah bagaimanakah sikapku dikemudian hari
terhadap dirinya"."
Terdengar Pek li Peng berkata lagi dengan suara lembut, "Untuk datang kemari kau
telah melakukan perjalanan naik turun bukit, aku rasa kau tentu haus sekali bukan?"
Siauw Ling meneguk air teh itu setengah, lalu panggilnya sambil tertawa, "Nona"."
"Apa" kau panggil aku nona" baik, akupun akan mengenal dirimu sebagai Siauw
siangkong." "Benar, sudah sepantasnya kalau kita saling menyebut dengan panggilan begitu."
"Tidak, aku tidak setuju!"
"Kenapa?" "Kalau kita saling mengenal dengan sebutan begitu, bukankah hubungan kita terasa
makin jauh?" "Lalu musti memanggil nona dengan sebutan apa?"
Pek li Peng termenung dan pikirnya sebentar, kemudian sahutnya, "Sewaktu aku masih
berada dilaut utara, ayah baginda serta ibu permaisuri selain sahut aku sebagai Peng jie,
bagaimana kalau kaupun mengenal aku dengan sebutan tersebut?"
Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang, pikirnya, "Aku harus berusaha untuk
menasehati dirinya agar mau pulang kerumahnya"."
Setelah mengambil keputusan demikian, iapun lantas memanggil, "Peng jie!"
"Ooh". sungguh indah dan menarik sebutanmu itu" teriak Pek li Peng kegirangan.
"Aaai". ucapan ibu permaisuri sedikitpun tidak salah, dahulu aku selalu tak mau
mendengarkan perkataannya, sekarang kalau diingat kembali, aku benar-benar merasa
bahwa setiap patah katanya memang tepat dan sangat bermanfaat."
"Apa yang pernah diucapkan ibumu?"
"Ibu bilang lunak bisa tundukkan keras, seorang gadis harus memiliki kehalusan budi
serta kelembutan sikap, hanya sikap yang lemah lembut dapat menggembirakan hati sang
kekasih." "Ehmm". pastilah dia sangat nakal sewaktu berada didalam istana es, sehingga ibunya
yang kewalahan harus mengucapkan kata-kata seperti itu agar ia mau lebih pendiam,
sungguh tak nyana ia malah menganggapnya sungguhan"."
Berpikir sampai disini diapun terbayang kembali akan tujuannya untuk memasuki istana
terlarang. Ia tahu tugasnya kali ini bakal menemui banyak kesulitan serta mara bahaya,
dari pada kedua orang gadis itu dibawa serta maka pemuda inipun mengambil keputusan
untuk berusaha memaksa ia kembali kesisi Pak Thian Coen cu".
Sementara ia masih berpikir, mendadak terdengar Pek li Peng berkata, "Ehmmm! kau
panggil aku Peng jie, lalu sebutan apa yang harus kupergunakan untuk memanggil
dirimu?" "Sesuka hatimulah!"
Pek li Peng tertawa manis.
"Kau lebih tua dua tahun dari diriku, aku panggil kau dengan sebutan toako saja!"
katanya. "Baiklah! panggil saja aku toako."
"Baik! kalau begitu mulai detik ini aku akan panggil dirimu toako!" berbicara sampai
disini mendadak gadis itu mulai menggerakkan tangan dan badannya, dibawah cahaya
lampu lilin iapun mulai menari.
Siauw Ling yang menyaksikan kegembiraan yang diperlihatkan gadis itu sudah kelewat
batas sehingga lupa keadaan, kontan ia berdiri tertegun dibuatnya.
Setelah menari beberapa saat lamanya mendadak Pek li Peng menghentikan
gerakannya dan berkata, "Toako, mendadak aku teringat satu persoalan."
"Persoalan apa?"
"Mari kita pergi kekuil In Wan Bio untuk memberikan kaul!"
"Kaul apa?" "Ketika bersembahyang didalam kuil In Wan Bio tadi dalam hati aku telah berjanji,
bilamana toako berhasil kujumpai maka aku harus pergi kekuil lagi untuk membayar kaul."
"Yang mau kaul teh kamu, kenapa musti pergi bersama aku?" pikir si anak muda itu
didalam hati. Kendati punya pikiran begitu, namun ia tak tega untuk mengutarakan keluar.
Dengan tangannya yang putih halus dan lembut itu Pek li Peng menggenggam tangan
kanan Siauw Ling, kemudian ajaknya, "Toako, temanilah aku! malaikat didalam kuil In
Wan Bio benar-benar manjur sekali!"
Siauw Ling tidak tega untuk menampik ajukan itu, terpaksa ia bangkit berdiri.
"Sekarang juga kita kesitu?" tanyanya.
"Lebih cepat membayar kaulku rasanya lebih baik, toako temanilah diriku pergi kesitu!"
"Baik!" dengan perasaan apa boleh buat Siauw Ling segera melangkah keluar dari
dalam ruangan. Dengan wajah berseri-seri dan penuh kegembiraan Pek li Peng menguntil dibelakang si
anak muda itu dan berjalan menuju keluar.
Tatkala kedua orang itu tiba didepan pintu kecil, kebetulan sang toojien penjaga kuil
hendak melangkah keluar, tapi begitu melihat sepasang muda mudi itu berjalan
mendatang maka perlahan-lahan ia mengundurkan diri kembali ketempat semula.
Pek li Peng langsung menuju kedepan meja sembahyangan, sambil berlutut mulutnya
berkemak-kemik tiada hentinya. Entah apa saja yang telah dia utarakan ketika itu.
Sebaliknya Siauw Ling dengan sikap termangu-mangu berdiri disisinya dan memandang
sepasang arca pria desa dan gadis desa itu tanpa berkedip.
Selesai berdoa Pek li Peng berpaling kearah pemuda kita, sewaktu dilihatnya Siauw Ling
tetap berdiri tak berkutik ia segera menarik tangannya sambil berkata, "Aah toako! kenapa
kau tidak jatuhkan diri berlutut dan mengucapkan terima kasih kepada malaikat jodoh?"
Sebenarnya si anak muda itu tidak ingin berlutut, tapi setelah menyaksikan air muka
Pek li Peng yang diliputi penuh pengharapan, ia tak tega dan terpaksa jatuhkan diri
berlutut didepan meja sembayangan.
Dengan wajah riang gembira Pek li Peng kembali memberi hormat kepada patung arca
tersebut, setelah itu baru bangkit berdiri dan berkata, "Sekarang mari kita kembali
kerumah penginapan!"
Selama ini Siauw Ling hanya memikirkan bagaimana caranya menasehati gadis ini agar
mau pulang kerumahnya, terhadap kejadian didepan mata sedikitpun tidak ambil
perhatian. Setelah Pek li Peng menarik tangannya, Siauw Ling baru tersadar kembali dari
lamunannya, ia segera bangkit berdiri.
"Baik, mari kita pulang!"
Sikap si anak muda ini seketika melenyapkan rasa girang dan wajah berseri-seri dari
Pek li Peng, perlahan-lahan ia membisik, "Toako, rupanya kau mempunyai persoalan hati
yang amat berat?" "Tidak?" Siauw Ling segera menggeleng.
"Aaaai".! toako kau tak usah membohongi aku, aku bisa mengetahuinya dari sikapmu
alismu selain berkerut dan wajahmu murung sekali, kalau kau tiada persoalan hati yang
memberatkan dirimu, pastilah mereka tidak senang karena berjumpa dengan aku"."
Sambil membereskan rambutnya yang awut-awutan, ia menghela napas panjang
sambungnya, "Toako, tahukah kau apa yang kudoakan ketika berlutut didepan patung
malaikat tadi?" "Entahlah!" "Aku telah berdoa kepada malaikat agar kita bisa berbahagia selalu, akupun telah
bersumpah bahwa sejak hari ini aku akan selalu mendampingi diri toako, sedikitpun tak
akan berpisah." Siauw Ling jadi amat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, buru-buru serunya,
"Ayahmu telah mengerahkan segenap jago lihay istana esnya untuk mencari jejakmu,
andaikata kau selain berada disampingku, bukankah hal ini justru akan menggelisahkan
ayahmu?" Walaupun Pek li Peng masih muda dan sifat kekanak-kanakkannya belum hilang, tetapi
dia adalah seorang gadis yang amat cerdik, setelah termenung berpikir sebentar segera
ujarnya, "Apakah kau takut aku jadi sengsara dan menderita karena mengikuti dirimu?"
"Pak Thian Coen cu memiliki ilmu silat yang lihay jago kelas satu anak buahnyapun
tiada terhingga banyaknya" pikir Siauw Ling didalam hati kecilnya. "Sekarang ia telah
mendendam terhadap diriku, seandainya suatu ketika ia berhasil mengetahui bahwa kau
berada bersama-sama diriku, bukankah saat itu aku bakal dituduh dan walaupun terjun
kesungai Huang hoo pun aku tak bisa menghilangkan tuduhan tersebut?"
Yang ia selalu pikirkan hanyalah keselamatan dari Gak Siauw Cha serta perjalanannya
memasuki istana terlarang, karena itu terhadap cinta kasih Pek li Peng yang begitu mesra
dan hangatnya sama sekali tidak dirasakan.
Dalam pada itu ketika Pek li Peng menyaksikan Siauw Ling termenung terus tanpa
mengucapkan sepatah katapun, ia segera tertawa dan berseru, "Aaaah, sekarang aku
sudah mengerti!" "Kau mengerti apa?"
"Bukankah kau takut menimbulkan kecurigaan ayahku bila kau melakukan perjalanan
bersama-sama diriku?"
"Aaaai".! walaupun hal itu merupakan salah satu alasan, tetapi yang terpenting adalah
rasa rindu dan cemas dari ayah serta ibumu setelah menyaksikan kau belum juga kembali
kerumah setelah pergi lama sekali, aku rasa nona pasti tak ingin disebut seorang anak
yang tidak berbakti bukan?"
"Tidak usah kuatir, aku bisa menulis sepucuk surat dan mengutus orang pergi ke Pek
Hay untuk mengabarkan kepada ibuku bahwa aku sedang berpesiar didaratan Tionggoan
dia pasti tak akan merindukan diriku lagi!"
Siauw Ling menghela napas panjang.
"Letak istana es di Pek Hay jauh mencapai beberapa laksa li, lagipula sepanjang tahun
selalu beku dan diliputi oleh salju abadi, apakah orang biasa sanggup untuk menemukan
letaknya?" "Toako!" tiba-tiba Pek li Peng berseru dengan alis berkerut. "Agaknya kau sangat
membenci diriku sehingga dengan pelbagai akal dan cara kau hendak mengusir diriku,
bukankah begitu?" Siauw Ling gelengkan kepalanya dan kembali menghela napas panjang.
"Kecuali ayah ibumu sangat merindukan dirimu, kedatanganku kegunung Boe Gie San
inipun masih ada maksud tujuan lain, dan aku merasa tidak leluasa untuk membawa serta
dirimu." "Apakah tujuanmu itu" bolehkah diberi tahukan kepadaku?"
Siauw Ling tidak tega menyaksikan air muka gadis itu diliputi kesedihan bahkan air
matanya telah bercucuran, ia melirik sekejap kearah toojien itu lalu bisiknya lirih, "Peng jie
mari kita keluar dulu dari sini." sambil bicara ia melangkah keluar terlebih dahulu.
Pek li Peng segera membuntuti dari belakangnya, dalam sekejap mata mereka sudah
tinggalkan kuil tersebut.
Setelah memandang sekelilingnya sekejap. Pek li Peng segera berseru, "Toako
disekeliling tempat ini tiada orang lain, kau boleh mengutarakannya keluar!"
"Peng jie, apakah kau pernah mendengar kisah mengenai istana terlarang"."
"Agaknya ayahku pernah membicarakannya."
"Nah, itulah dia, aku tak bisa membawa serta dirimu karena aku hendak memasuki
istana terlarang." "Apakah anak gadis dilarang memasuki istana terlarang?"
"Itu sih tiada larangan macam begini!" jawab Siauw Ling sejujurnya karena ia tak
terbiasa membohong. "Kalau memang tiada larangan, apa salahnya kalau aku ikut serta didalam perjalanan
ini?" "Setiap jago Bulim yang ada didaratan Tionggoan sama-sama berharap bisa
memecahkan rahasia yang menyeimbangi istana terlarang apabila mereka sampai
mendengar berita ini niscaya orang-orang itu akan berbondong-bondong datang kemari,
sebelum memasuki istana terlarang kita sudah akan terancam oleh pelbagai ancaman
yang membahayakan jiwa, apalagi didalam istana terlarangpun penuh dengan alat rahasia
yang hebat dan dahsyat, selangkah saja kita salah mengambil jalan kemungkinan besar
akan terancam. Kepergian Siauw heng kami ini adalah menempuh mara bahaya, mati
hidup masih belum bisa diramalkan, mana boleh kubawa serta dirimu?"
"Kalau memang demikian adanya, maka aku semakin bersikeras tak akan tinggalkan
dirimu seorang diri!" seru Peng li Peng dengan tegas.
"Kenapa?" "Kalau memang istana terlarang diliputi banyak bahaya yang setiap saat bisa
mengancam keselamatan jiwamu, mana aku boleh biarkan dirimu pergi menempuh
bahaya seorang diri, aku akan"."
"Tidak boleh"."
"Kenapa?" seru Peng li Peng dengan wajah serius. "Kalau kau memang sudi kuanggap
sebagai toako ku maka sudah sepantasnya kalau membiarkan aku ikut menderita dikala
kau sedang sengsara dan gembira tatkala kau sedang riang gembira."
"Peng jie persoalan ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan dirimu, kenapa kau
harus turut serta menerjunkan diri kedalam air keruh?"
"Tetapi toh antara toako dengan aku ada hubungan yang sangat erat?"
Siauw Ling jadi terkesiap setelah mendengar perkataan itu, ia segera menghentikan
langkah kakinya. "Peng jie"."
"Toako, biarkanlah aku meneruskan kata-kataku!" tukas Peng li Peng dengan air mata


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jatuh bercucuran. Siauw Ling dibikin apa boleh buat, terpaksa ia mengangguk.
"Baik! katakanlah"."
"Tahukah kau apa sebabnya aku sebagai seorang gadis remaja, dengan seorang diri
melakukan perjalanan sejauh beribu-ribu li?"
"Karena hendak mencari diriku?"
"Ehmmm, kiranya kau sudah tahu."
"Bukankah tadi sudah kau katakan sendiri hingga jelas" sekalipun orang lain juga akan
mengerti dengan jelas."
"Nah, itulah dia! dengan susah payah aku berhasil menemukan dirimu, tetapi kau
malah mengusir aku pergi, coba pikirlah apakah aku punya muka untuk menjumpai orang
lagi" apakah aku punya muka untuk hidup dikolong langit lebih jauh?"
"Soal ini". soal ini"."
"Meskipun aku dibesarkan didaerah dingin yang sepanjang masa ditutupi salju, tetapi
banyak sekali pelajaran agama serta sastra dari daratan Tionggoan yang pernah kubaca.
Toako! kau pasti telah memandang diriku sebagai seorang gadis tidak genah yang rendah
martabatnya, kau pasti memandang hina diriku"."
Belum sempat Siauw Ling menjawab, mendadak Peng li Peng telah putar badan dan lari
pergi. Dengan cepat Siauw Ling mengejar dari belakangnya, dalam waktu singkat mereka
sudah tiba dipinggir jurang.
Menyaksikan gadis itu lari terus keujung jurang dan sikapnya seperti mau loncat
kebawah. Siauw Ling jadi amat terperanjat buru-buru serunya, "Peng jie, jangan bergurau
lagi!" "Kau berhenti dulu!" teriak Peng li Peng.
Siauw Ling tidak berani membangkang, terpaksa ia menghentikan langkah kakinya.
Sambil berdiri diujung jurang, perlahan-lahan Peng li Peng berkata, "Toako, tahukah
kau akan kisah cerita dari kuil In Wan Bio ini?"
"Seorang penebang kayu tua telah menceritakannya kepadaku!"
"Tebing curam ini adalah tempat dimana sepasang muda mudi itu menerjunkan diri
kedalam jurang, seandainya sekarang aku ikut meloncat kedalam jurang maka didalam
kuil In Wan Bio mungkin akan didirikan pula sebuah patung arca untuk memperingati
diriku, hanya saja patung itu tidak didampingi oleh toako saja."
Siauw Ling jadi amat cemas, pikirnya, "Sifat kekanak-kanakkan dari gadis ini belum
hilang, dalam malu dan gelisahnya mungkin saja ia benar-benar menerjunkan diri kedalam
jurang, bukan saja kejadian ini akan menyesalkan diriku sepanjang masa bahkan akan
mendatangkan pula pelbagai kesulitan bagiku". aku harus mengurungkan niatnya itu."
Karena berpikir demikian ia lantas berseru, "Peng jie, cepat kembali, jangan ngaco belo
lagi." "Tidak, aku bukan sedang bergurau, setiap patah kata yang kuutarakan kepada toako
muncul dari hatiku yang murni, dihadapan malaikat aku telah mengangkat sumpah bahwa
sepanjang masa akan selalu mengikuti dirimu, kalau toako menampik permintaanku ini,
maka terpaksa aku harus terjun kedalam jurang untuk memperlihatkan kesucian serta
ketulusan hatiku." Ucapannya begitu pedih dan menyedihkan membuat orang yang mendengar ikut beriba
hati. Siauw Ling jadi semakin gelisah apalagi ketika dilihatnya gadis itu sudah makin menepi
keujung jurang, tanpa berpikir panjang lagi ia segera teriak, "Cepat kemari, baiklah akan
kuajak dirimu untuk ikut serta!"
"Sungguh?" mendadak Peng li Peng melompat kedepan dan menubruk kedalam
pelukan si anak muda itu.
Kesedihan yang semula menyelimuti wajahnya kontan lenyap tak berbekas berganti
dengan senyuman penuh riang gembira.
Setelah berjanji tentu saja Siauw Ling tak dapat mengingkarinya lagi, terpaksa ia
mengangguk. "Sudah tentu sungguh, cuma"."
"Cuma kenapa?" "Aku hendak mengutarakan dulu beberapa buah syaratku. Pertama, kau tak boleh ribut
dan bikin gara-gara tanpa sebab. Kedua, dalam segala hal kau harus mendengarkan
perintahku, kalau kau berani melanggar syaratku itu maka janjiku akan kubatalkan pula."
Dalam penilaian Siauw Ling sebagai seorang gadis manja yang sudah terbiasa disayang
dan dicintai ayah ibunya semenjak kecil, dimana setiap harinya sudah terbiasa
memerintahkan orang, syarat tersebut pasti akan menyulitkan dirinya.
Siapa tahu urusan ternyata jauh diluar dugaan si anak muda itu, dengan cepat tanpa
berpikir panjang bahkan dengan wajah penuh riang gembira Peng li Peng segera
menyahut, "Tentu saja aku akan menuruti setiap perkataan dari toako!"
"Bagaimana dengan nona Toan Bok itu?"
"Aku akan suruh dia pulang kerumah untuk merawat luka dari pamannya"." setelah
merandek sejenak, tambahnya, "Toako, kapan kau hendak berangkat?"
"Paling lambat besok pagi!"
"Toako, bagaimana kalau kau kembali dulu kedalam kamarku untuk beristirahat
sejenak?" "Tak usah, aku masih ada dua orang saudara yang datang bersama-sama."
"Ooooh, apakah Sang Pat serta Tu Kioe?"
"Tidak salah dari mana kau bisa tahu?"
"Setiap kali berjumpa dengan orang aku selalu mencari berita mengenai diri toako,
sudah tentu banyak hal yang kuketahui."
Ia tertawa manis dan terusnya, "Aku akan segera siapkan bekalku, bila toako hendak
berangkat segeralah memberi kabar kepadaku."
"Setelah kukabulkan permintaanmu, tentu saja tidak akan meninggalkan dirimu seorang
diri, legakanlah hatimu!"
Peng li Peng tidak banyak bicara lagi, ia putar badan dan segera berjalan masuk
kedalam ruang penginapan.
Diawasinya bayangan tubuh Peng li Peng hingga lenyap dari pandangan, mendadak
Siauw Ling merasa dalam hatinya secara mendadak muncul suatu perasaan murung dan
kesal yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, ia menghela napas panjang. Perlahan-lahan
pemuda itu berjalan ketepi tebing dan duduk diatas sebuah batu besar.
Sementara itu malam semakin kelam, angin gunung berhembus kencang diatas puncak
bukit tersebut. Ketika melongok kebawah tampaklah kegelapan mencekam seluruh
permukaan, begitu dalam jurang tersebut hingga tidak nampak pada dasarnya, dalam hati
diapun lantas berpikir, "Jurang ini dalamnya sukar diukur, meskipun seseorang yang
memiliki ilmu meringankan tubuh sangat lihaypun badannya pasti akan hancur lebur
apabila terjatuh kebawah, apalagi sepasang muda mudi dusun itu, meski selama hidupnya
mereka tak bisa mengikat diri jadi suami istri, tetapi setelah meninggal dunia dihormati
dan dipuja orang sebagai dewa, bahkan orang yang datang beziarah tak terhitung
jumlahnya. Aaaai".! hitung-hitung kematian mereka berharga juga!"
Sementara si anak muda itu masih termenung, mendadak dari tengah lembah yang
gelap itu muncul setitik cahaya hijau yang bergerak kian kemari dari dasar selat tadi,
kurang lebih seperminum teh kemudian cahaya tadi baru lenyap dari pandangan.
Seandainya orang yang menemukan cahaya hijau tadi adalah orang biasa, mungkin
mereka akan menganggap pandangan matanya jadi kabur ataukah menyangka bahwa
mereka sudah bertemu dengan api setan. Tetapi bagi Siauw Ling yang memiliki ketajaman
mata melebihi orang lain, ia segera dapat menebak bahwa cahaya tersebut berasal dari
seseorang yang berjalan didasar lembah itu sambil membawa lampu lentera.
Pada saat itulah terdengar suara langkah manusia yang amat lirih berkumandang
datang dari belakang tubuhnya.
Dalam hati Siauw Ling merasa amat terperanjat, tapi diluaran ia pura-pura tidak
merasa, setelah mengempos tenaga murninya dalam-dalam laksana kilat ia putar badan.
Terlihatlah Sang Pat serta Tu Kioe dengan jalan berdampingan mendekati kearahnya.
Sang Pat segera tersenyum dan memuji, "Toako, sungguh tajam pendengaranmu,
karena tak berani menganggu ketenanganmu maka sengaja kami memperingan langkah
kakinya"." "Kedatangan kalian sangat kebetulan sekali, dibawah dasar lembah sana aku telah
menemukan sesuatu yang amat mencurigakan"."
Sang Pat serta Tu Kioe buru-buru memburu datang, tetapi ketika mereka melongok
kebawah yang terlihat hanyalah kegelapan yang mencekam seluruh dasar lembah itu,
sedikitpun tidak ditemukan sesuatu tanda yang mencurigakan.
Diam-diam Tu Kioe mengerutkan alisnya dan ia berseru, "Toako, siauwte sama sekali
tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan hati, sebenarnya apa yang telah kau
temukan?" "Setitik cahaya hijau yang bergerak lenyap dibawah lembah sana!"
"Cahaya hijau?"
Sementara Siauw Ling hendak menjawab, cahaya hijau yang bergerak didasar lembah
tadi kembali muncul dihadapan mata dan perlahan-lahan menggeser menjauh, buru-buru
ia berseru, "Saudaraku berdua, cepat lihat!"
Sang Pat dan Tu Kioe segera alihkan sinar matanya, sedikitpun tidak salah, lama sekali
baru lenyap tak berbekas.
"Sudah terlihat?" tanya Siauw Ling.
"Sudah!" "Pengalaman serta pengetahuan kalian berdua jauh lebih luas daripada diri siauwte,
tahukah kalian apa sebabnya bila terlihat cahaya hijau semacam itu?"
Sang Pat termenung sejenak, kemudian menjawab, "Selamanya siauwte paling tidak
percaya dengan segala macam cerita setan ataupun dedemit, karena itu akupun tidak
percaya kalau cahaya hijau didasar lembah tersebut adalah api setan seperti yang
dikatakan sementara orang."
"Suhu siauwte seorang jago kawakan yang berpengetahuan luas, beliau pernah
memberi penjelasan kepada siauwte mengenai persoalan api Leng Hwie. Sekalipun begitu
tapi kalau kutinjau dari lirik cahaya hijau yang tidak tetap tempatnya dan selalu
menggeser itu, aku rasa pastilah bukan api Leng Hwie."
"Jadi maksud toako, api hijau didasar lembah itu kemungkinan besar adalah perbuatan
manusia?" "Seandainya seseorang berjalan didasar lembah sambil membawa sebuah lampu
lentera, bagi kita yang berdiri dipuncak bukit setinggi ratusan tombak ini akan melihat
setitik cahaya hijau."
"Pendapat toako sedikitpun tidak salah!" Sang Pat mengangguk.
"Mungkin saja didasar lembah itu ada manusia yang hidup disitu" sambung Tu Kioe.
"Kunci persoalan tersebut justru terletak disini, seandainya didasar lembah memang
ada manusia yang bertempat tinggal maka penemuan itu tidak terhitung suatu hal yang
aneh, sebaliknya tempat itu tak pernah dijamah manusia. Karena itu aku duga dibalik
persoalan ini pasti ada hal yang tidak beres."
"Hal-hal yang tidak beres bagaimana maksud toako?"
"Ditebing inilah sepasang muda mudi itu menerjunkan diri kedalam jurang, kalian
berdua tentu masih ingat akan cerita dari sipenebang kayu tua itu bukan" pada waktu itu
ada berapa banyak orang yang turun kedasar jurang untuk menemukan jenasah kedua
orang itu, tetapi bukan saja jenasah mereka tak nampak bahkan sedikitpun tiada tandatanda
yang menunjukkan mereka pernah jatuh kesitu."
"Sedikitpun tidak salah, kalau dikatakan tubuh kedua orang itu hancur lebur semestinya
tak mungkin kalau tidak meninggalkan tanda-tanda bekas disekitar sana."
"Mungkinkah sewaktu kedua orang itu terjun kedasar jurang, ditengah tebing mereka
telah terjatuh keatas pepohonan rotan yang empuk sehingga tidak sampai mencium dasar
bumi?" kata Tu Kioe.
"Menurut pendapat siauwte, kemungkinan ini masih tetap ada, cuma yang siauwte
sedang pikirkan adalah persoalan lain."
"Persoalan apa?"
"Sekalipun ditengah lembah benar-benar ada orang yang tinggal disana, kenapa
mereka mengangkat tinggi-tinggi lampu lentera hijaunya" mungkinkah disebabkan karena
cahaya lampu berwarna hijau itu bisa menimbulkan pendapat orang lain sebagai api Leng
Hwie maka cahaya lampu itu tidak gampang memancing kecurigaan orang."
"Pendapat toako sangat masuk diakal, kalau memang demikian adanya keadaan
tersebut memang merupakan suatu kejadian yang sangat mencurigakan".!"
"Dalam keadaan situasi seperti ini kita lebih penting mencari tahu letak puncak Eng
Yang Hong serta selat Boan Coa Kok, kenapa mereka musti putar otak dan payah-payah
memikirkan persoalan yang sama sekali tak ada gunanya itu?" pikir Tu Kioe.
Sementara itu terdengar Sang Pat telah berkata kembali, "Menurut pendapat toako,
apakah kita hendak menyelidiki latar belakang dari peristiwa didasar lembah itu?"
"Kalau mengikuti pendapat siauwte" sela Tu Kioe. "Rasanya kita tak usah berusaha
payah mengerjakan persoalan itu, pada saat ini waktu sangat berharga sekali bagi kita,
kita musti cepat-cepat mencari letak dari istana terlarang, lebih baik kita jangan
memecahkan perhatian kepersoalan lain."
"Ucapan dari saudara Tu memang ada benarnya" sahut Siauw Ling. "Tetapi peristiwa
tersebut telah kita jumpai, apa salahnya kalau kitapun melakukan penyelidikan"."
"Kalau memang persoalan itu tak ada sangkut pautnya dengan kita, lebih baik tak usah
diurusi saja." Terhadap diri Siauw Ling selamanya ia menurut dan tak berani membantah
perkataannya, tetapi keadaannya pada hari ini jauh berbeda, berulang kali ia telah
menunjukkan pendiriannya yang berbeda.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, teringat betapa inginnya kedua
orang itu hendak menuruni dasar lembah untuk melakukan penyelidikan ia sadar bahwa
apabila niat mereka ini dihalangi maka kemungkinan besar dikemudian hari ia bakal
digerutui. Berpikir demikian maka diapun segera berkata, "Menurut pendapat siauwte orang yang
berada didasar lembah itu ada atau tidak sama sekali tiada sangkut pautnya dengan
kita"." Mendadak ia temukan kembali cahaya hijau tadi muncul lagi didasar lembah, seketika
itu juga ia membungkam. Kali ini cahaya hijau yang muncul dari dasar lembah adalah dua buah sekaligus bahkan
muncul dari dua arah yang berbeda.
Siauw Ling segera bergumam seorang diri, "Kejadian ini sungguh aneh sekali"."
"Bagaimana kalau kita cari orang untuk menanyakan persoalan ini?"
"Cari siapa?" "Kalau ingin mencari orang yang benar-benar hapal dengan pemandangan disekitar sini
seharusnya toojien didalam kuil itu, biar kubawa dia datang kemari."
Habis berkata ia segera putar badan dan berlalu.
Sebenarnya Siauw Ling hendak menghalangi kepergiannya, tetapi gerakan tubuh Sang
Pat cepat bagaikan hembusan angin, begitu ucapan terakhir diutarakan keluar bayangan
tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan si anak muda itu membiarkan dirinya pergi.
Menanti ia melongok kembali daerah lembah, tampaklah cahaya hijau didasar lembah
tadi telah berhenti bergerak kemudian lenyap dari pandangan.
Siauw Ling segera berbisik kepada Tu Kioe.
"Saudara Tu, coba kau lihat, mirip tidak dengan seseorang sambil membawa lampu
lentera hijau sedang berhenti didepan sebuah bangunan rumah dan mengetuk pintu,
kemudian berjalan masuk kedalam."
"Ehmmm, memangnya radaan mirip."
"Andaikata pada malam ini juga kita bisa melakukan pemeriksaan kedasar lembah,
rasanya jauh lebih baik dari pada harus menunda sampai hari esok".!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung Sang Pat sambil menyeret tubuh toojien
tersebut telah berlari datang.
Mungkin sang toojien itu sudah tertidur nyenyak, sewaktu disorot datang oleh Sang Pat
matanya masih sipit-sipit mengantuk.
Sang Pat menyeret orang itu hingga tiba dihadapan Siauw Ling, kemudian berhenti.
Meski ditarik Sang Pat untuk melakukan perjalanan cepat, tapi keadaan toojien itu
cukup payah juga, napasnya tersengkal-sengkal dan terpaksa harus bernapas dengan
mulut. Siauw Ling memandang sekejap kearah Toojien itu, lalu tanyanya, "Apakah Heng thay
sudah lama berdiam disini?"
"Sejak kuil In Wan Bio ini didirikan, aku sudah berdiam ditempat ini".!"
"Kalau begitu kau pasti sangat hapal segala sesuatu yang berada disekitar tempat ini
bukan?" "Setiap batang kayu dan rumput aku kenal semua dengan hapal."
"Kalau begitu bagus sekali, aku ingin mohon beberapa petunjuk dari hengthay!"
"Urusan apa?" tanya toojien sambil mengusap-usap matanya.
Perlahan-lahan Siauw Ling berpaling kearah dasar lembah, kemudian tanyanya,
"Apakah ada manusia yang tinggal didalam lembah tersebut?"
Toojien itu tertegun, kemudian menjawab, "Sebelum cuwi sekalian datang kekuil In
Wan Bio, pernahkah kalian mendengar kisah cerita mengenai kuil jodoh ini?"
"Hmmm! toako kami sedang bertanya apakah didasar lembah ada manusia yang hidup
disana, siapa yang kesudian mendengarkan kisah cerita mengenai kuil In Wan Biomu itu!"
tukas Tu Kioe ketus. Mendengar seruan yang dingin, kaku dan ketus dari seorang she Tu ini kontan toojien
itu merinding dan menggigil ketakutan, buru-buru menjawab, "Jurang ini dalamnya
mencapai beberapa ratus tombak, jangan dikata tubuh yang terdiri dari darah dan daging,
sekalipun sebutir batu karang yang keraspun niscaya akan hancur lebur bila dilempar
kedalam lembah." "Hey, sebetulnya kau punya telinga tidak?" maka Tu Kioe semakin dingin. "Toako kami
hanya ingin bertanya apakah didalam lembah ada orang yang hidup disitu?"
"Dasar lembah itu lembah dan sangat basah, banyak binatang beracun yang hidup
disitu tentu saja tak seorang manusia yang berani hidup disitu".!"
"Terima kasih atas petunjukmu" Siauw Ling segera menjura. "Bilamana cayhe telah
mengganggu tidur heng thay yang lagi nyenyak-nyenyaknya itu mohon dimaafkan
sebesar-besarnya."

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejak Tu Kioe ikut angkat bicara tadi toojien tersebut sudah merasa sangat ketakutan
sehingga bulu kuduknya pada bangun berdiri dan kini mendengar Siauw Ling melepaskan
dia kembali, bagaikan memperoleh pengampunan, tidak sempat membalas hormat dari si
anak muda itu lagi buru-buru putar badan dan berlalu.
Menanti toojien itu sudah lenyap dari pandangan, Siauw Ling baru berkata lirih
terhadap kedua orang saudaranya, "Apakah kalian berdua sudah mendengarnya?"
"Sudah, lalu apa yang toako siap lakukan?"
"Aku ingin melakukan pemeriksaan kedasar lembah itu, mungkin saja kita akan
memperoleh penemuan yang ada diluar dugaan."
"Baik, menanti fajar telah menyingsing nanti kita segera turun kedasar lembah untuk
melakukan pemeriksaan."
"Siauw heng rasa sekarang juga aku hendak turun kebawah."
"Sekarang juga?"
"Tidak salah, mungkin saja didasar lembah terdapat sesuatu kejadian yang
mencurigakan hati atau mungkin juga kilapan cahaya hijau itu adalah api Leng Hwie yang
dipancarkan dari tumpukan tengkorak binatang"."
Ia mendongak dan memandang cuaca sejenak, kemudian terusnya, "Kalian sekarang
juga kita turun kedasar lembah kemudian sebelum fajar menyingsing naik keatas puncak
lagi, maka kitapun tak usah membuang waktu dengan percuma."
"Toako, bukanlah siauwte ada maksud menghalangi maksudmu, lembah tersebut
letaknya amat curam dan terjal, lagipula tak kenal jalanan disini, rasanya tidak leluasa
bagi kita untuk bergerak ditengah malam buta"."
"Aku tahu, apakah kalian berdua merasa tak ada jalan lalu untuk turun gunung?"
"Memang demikian adanya."
"Jangan kuatir" kata Siauw Siauw sambil tersenyum. "Siauwte telah mendapatkan akal
yang sangat bagus untuk menuruni lembah ini."
"Toako ingin turun kebawah dengan gunakan cara apa?"
"Tadi sewaktu Siauw heng mengikuti nona Pek li masuk kedalam rumah penginapan itu,
telah kujumpai tumpukkan tali jerami yang amat banyak disitu, asalkan saudara berdua
memegangi ujung tali diatas puncak dan menggantung Siauw heng untuk turun, rasanya
tidak sulit untuk mencari jalan menuruni lembah tersebut."
JILID 34 "Aaah, terlalu berbahaya" seru Sang Pat setelah tertegun.
"Siauw heng telah mengambil keputusan bulat, rasanya kalian berdua tak usah
menasehati diriku lagi, aku segera akan mengambil tali jerami itu!"
Habis berkata ia segera putar badan berlalu.
Dari air muka Siauw Ling kukuh dan serius, sepasang pedangan dari Tiong chiu
mengerti bahwa keputusannya telah bulat dan tak mungkin dirubah kembali, terpaksa ia
membungkam dalam seribu bahasa.
Gerakan tubuh Siauw Ling amat cepat, tidak selang beberapa saat kemudian ia telah
muncul kembali sambil membawa dua ikat tali jerami yang sangat panjang, setelah
meletakkan tali itu ketanah ia menyapu sekejap kearah kedua orang saudaranya,
kemudian berkata, "Kalian menurut pendapat siauw heng, panjang tali jerami ini rasanya
cukup untuk mencapai kedasar lembah!"
"Toako!" sela Sang Pat. "Dewasa ini kau adalah pemimpin dari kaum patriot didalam
dunia persilatan, tidak pantas kalau kau menempuh bahaya bagi suatu masalah yang tidak
berguna, bagaimana kalau siauatwe saja yang mewakili diri toako?"
Sambil tertawa Siauw Ling segera menggelengkan kepalanya.
"Saudaraku, kau terlalu gemuk, mungkin tali itu tak kuat menahan berat badanmu."
"Bagaimana kalau aku saja?" Tu Kioe menawarkan jasa baiknya.
"Tak usah, lebih baik siauwte saja yang menengok sendiri!"
Seraya berkata si anak muda itu segera melepaskan ikat tali jerami tersebut.
Sang Pat melirik sekejap kearah Tu Kioe dan akhirnya ia berkata, "Kalau memang toako
telah mengambil keputusan, siauwte tidak akan menghalangi niatmu lebih lanjut."
Rupanya Siauw Ling sudah amat gelisah setelah mengikat tali jerami tadi keatas
pinggang sendiri serunya, "Ditengah lembah yang luas suara manusia akan memantul
balik, bila siauw heng membutuhkan bantuan kalian berdua untuk turun kebawah, maka
aku akan bersuit tiga kali sebagai tanda."
Tidak menanti jawaban dari Sang Pat serta Tu Kioe lagi ia segera melayang turun
kedasar lembah. Sang Pat segera memegang ujung tali dan perlahan-lahan mengerek turun kebawah.
Disamping itu diapun memeriksa tali tersebut dengan seksama, bila menjumpai bagian
yang kurang kuat ia menyambangnya kembali dengan sempurna, tingkah lakunya cermat
dan pekerjaannya teliti. Dalam pada itu sambil mengempos tenaga dan mengenakan sarung tangan kulit ular
saktinya Siauw Ling merambat turun kedasar lembah, ia jumpai dinding tebing sangat
curam dan sebagian besar dipenuhi oleh lumut, hatinya jadi terkejut bercampur terkesiap,
pikirnya, "Dinding tebing ini begitu licin dan curam, meskipun seseorang memiliki ilmu
meringankan tubuh yang bagaimana dahsyatpun tak nanti bisa digunakan secara
sempurna." Belum habis ia berpikir, mendadak kaki kanannya menyentuh segumpal benda yang
empuk dan lunak. Sebagai seorang jago kangouw yang sudah banyak pengalaman, begitu menyentuh
sesuatu benda ia segera menyadari bahwa yang disentuh bukanlah dahan atau ranting
pohon. Laksana kilat tangannya mencekal tali erat-erat dan meloncat kembali tiga depa
ketengah udara. Sang Pat lebih pengalaman dari siapapun ketika merasakan uluran talinya mendadak
mengencang, ia tahu bahwa si anak muda itu pasti telah mengalami perubahan yang tak
terduga, uluran talipun segera dihentikan.
Setelah tubuhnya melayang kembali beberapa depa ketengah udara, Siauw Ling baru
sempat melongok kebawah, ia saksikan seseorang sedang duduk bersila diatas sebuah
batu tonjolan yang amat besar.
Penemuan diluar dugaan ini sangat menggetarkan hati Siauw Ling, setelah tertegun
beberapa saat lamanya ia segera menegur, "Siapakah kau?"
Siapa tahu kendati pertanyaan itu telah diulangi beberapa kali, sedikitpun tidak
mendengar suara sahutan. Siauw Ling merasa semakin tercengang pikirnya, "Jangan-jangan orang sudah mati"
tapi kalau ditinjau dari sikapnya yang sedang duduk bersila, tidak mungkin dia sudah
mati." Karena curiga maka diapun segera menegur, "Sebetulnya kau adalah manusia hidup
atau sudah mati?" Ucapan ini ternyata manjur sekali, orang yang sedang duduk bersila itu dengan cepat
menunjukkan reaksinya. Dengan nada penuh kegusaran teriaknya, "Kalau loohu sudah
modar, tidak nanti aku masih duduk bersila ditempat ini."
"Kalau kau orang hidup kenapa tak mau menyahut sekalipun aku sudah bertanya
beberapa kali?" pikir Siauw Ling didalam hati. "Dasar manusia ini memang radaan
konyol"." Iapun lantas bertanya, "Mau apa saudara berada disini?"
Setelah mengutarakan sepatah kata tadi ternyata orang itu tidak berbicara lagi.
Siauw Ling segera mengerutkan dahinya, ia berpikir, "Orang ini lari ketempat yang tidak
dekat langit jauh dari bumi duduk bersila diatas batu tonjolan, andaikata tidak memiliki
ilmu yang lihay sulit untuk melakukannya, apalagi keberanian orang ini sudah cukup untuk
dikagumi"." Ia mendehem dan berkata lagi, "Cayhe ingin meminjam batu tonjolan dimana kau
sedang bersila itu untuk beristirahat sejenak, apakah heng thay suka menginjinkan?"
"Batu ini bukan milik pribadiku, mau istirahat atau tidak itu urusan pribadimu, apa
sangkut pautnya dengan diriku?"
"Enak amat jawaban orang ini"." pikir Siauw Ling didalam hati, sambil diam-diam
mengerahkan tenaga untuk menjaga diri dari serangan bokongan, perlahan-lahan ia
merogot turun kebawah. Luas tonjolan batu cadas itu cuma empat depa dan berdiri diantara tebing-tebing yang
curam, orang itu duduk bersila ditengah dan menduduki hampir dua depa luasnya,
disebelah sisi kiri dan kanan masing-masing tinggal tanah luang seluas satu depa,
seandainya ia melancarkan serangan secara tiba-tiba jelas sukar dihadapi karena itu
dengan sangat hati-hati si anak muda itu melayang turun kebawah, setelah kakinya berdiri
mantap diatas batu karang barulah ia melepaskan cekalannya pada sang tali.
Setelah berhasil berdiri tegak si anak muda itu baru sempat memperhatikan orang tadi,
dia lihat orang itu pejamkan matanya rapat-rapat, dadanya naik turun dan napasnya
tersengkal-sengkal rupanya ia sedang menyembuhkan luka dalam yang sedang diderita,
pemuda kita jadi keheranan pikirnya, "Kenapa orang ini bisa lari kemari hanya untuk
menyembuhkan luka dalamnya saja?"
Ia segera berkata, "Sahabat, apakah kau sedang mengerahkan tenaga dalam untuk
menyembuhkan lukamu?"
Dalam pada itu bintang bertaburan diangkasa, raut wajah orang itu dapat terlihat
dengan amat jelas. Tampaklah orang itu punya wajah yang lebar, telinga yang besar, jenggot panjang
dibawah janggut dan memakai ikat kepala berwarna hijau, keadaannya nampak gagah
sekali. Rupanya ia sedang berada disaat yang paling kritis, sejak Siauw Ling melayang turun
keatas batu cadas orang itu sama sekali tak pernah membuka matanya untuk memandang
kearahnya. Mendadak sekujur tubuh lelaki kekar itu mulai gemetar keras keringat dingin mengucur
keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuhnya.
Menyaksikan keadaan itu, Siauw Ling sadar bahwa orang itu sedang berada dalam
keadaan kritis, hawa murni didalam tubuhnya gagal untuk menembusi urat penting yang
terluka itu. Maka ia segera tempelkan tangan kanannya keatas tubuh orang itu sambil
ujarnya, "Cayhe tidak tahu kalau heng thay sedang merawat lukamu ditempat ini, dan
sekarang terbukti bahwa karena gangguanku membuat kau jadi gagal untuk menembusi
nadi penting, karena itu sudah sewajarnya kalau kubantu dirimu sebagai tanda minta
maaf dari diri cayhe."
Telapak tangannya segera ditempelkan keatas dada lelaki tadi dan hawa murnipun
disalurkan keluar. Sebagai seorang jago dengan tenaga kweekangnya yang amat sempurna, begitu hawa
murninya menerjang isi perut orang tadi, nadi penting yang tersumbat didalam tubuhnya
pun segera berhasil ditembusi.
Tampaklah sekujur tubuh sang lelaki yang gemetar keras tadi kian lama kian berkurang
dan keringatpun semakin menipis.
Siauw Ling tahu bahwa jalan darahnya yang terluka telah tembus dan saat yang
kritispun telah dilampaui, perlahan-lahan ia tarik kembali tangan kanannya.
"Saudara, terima kasih atas bantuanmu."
"Tak usah" tampik Siauw Ling sambil tersenyum. "Andaikata cayhe tidak datang
menganggu mungkin sedari tadi heng thay telah berhasil menyembuhkan lukamu dan tak
usah menerima bantuan dari cayhe lagi."
Walaupun belum lama ia menerjunkan diri kedalam dunia persilatan, tetapi
pengetahuannya amat luas, ia tahu banyak orang Bulim yang ingin menang sendiri. Oleh
karena itu bukan saja ia menampik pujian orang bahkan malah menghibur ornag itu
dengan kata-kata merendah.
Dengan mata melotot bulat lelaki itu memperhatikan pemuda kita dari atas hingga
kebawah, kemudian ujarnya, "Mau apa kau datang kemari?"
"Eeeei". sebelum aku bertanya ia malah mengajukan pertanyaan lebih dahulu" pikir
Siauw Ling. Terpaksa ia menjawab, "Oooh, cayhe" karena menemukan sesuatu yang mencurigakan
didasar lembah dan timbul perasaan ingin tahuku, maka aku hendak pergi kedasar lembah
sana untuk melakukan penyelidikan."
"Kawan, aku turun kebawah dengan tali berarti diatas puncak masih ada rekanrekanmu
yang menunggu?" kata lelaki itu lagi setelah melirik sekejap kearah tali yang
bergelantungan dari atas.
"Tidak salah, dan saudara apa juga seorang diri?"
"Dua orang, cuma sekarang tinggal aku seorang diri."
"Lalu dimanakah sahabatmu itu?"
"Sudah mati!" "Lali jenasahnya?"
"Terbuang didasar lembah, seandainya mereka tahu kalau aku masih hidup niscaya
cayhe tidak akan dibiarkan lolos dari sini."
"Kalau ditinjau dari keadaan jelas didasar lembah benar-benar tersembunyi jago Bulim
yang sangat lihay" pikir Siauw Ling didalam hati kecilnya. "Aku harus mencari akal untuk
mengorek keterangan dari mulut orang ini, rupanya tidak sedikit yang dia ketahui."
Ia lantas bertanya, "Heng thay, kau she apa?"
"Cayhe Toan Boen Seng!" jawab silelaki itu setelah termenung sebentar.
Siauw Ling menjura. "Ooooh". kiranya Toan heng!"
"Tolong tanya siapa saudara?" tanya lelaki itu sambil membalas hormat.
"Cayhe Siauw Ling!"
"Apa" kau adalah Siauw thayhiap yang nama besarnya telah menggetarkan seluruh
dunia persilatan?" "Tidak berani, cayhe Siauw Ling!"
"Siauw thayhiap, kedudukanmu terhormat dan agung, tapi sekarang ternyata kau sudi
merendahkan diri untuk mengunjungi gunung yang terpencil, mungkinkah kaupun sedang
mencari letak istana terlarang?"
Ucapan ini segera menggerakkan hati Siauw Ling.
"Sedikitpun tidak salah" segera sahutnya. "Darimana Toan heng bisa mengetahui
maksud tujuanku?" "Sejak Siauw thayhiap bertarung sengit didalam perkampungan Pek Hoa San cung,
menghancurkan barisan Ngo Liong Tin, melawan Shen Bok Hong, seluruh umat Bulim
telah ikut bangkit untuk menentang kelaliman, setiap orang memuji kehebatanmu
menghormati kegagahanmu, dan situasipun mengalami perubahan amat besar,
seandainya kau bukan lagi mencari letak istana terlarang, mana mungkin Siauw thayhiap
menyingkirkan masalah besar itu tanpa diurusi."
"Ucapannya memang tidak salah" pikir pemuda kita. "Tetapi begitu buka mulut kau
telah menebak bahwa aku sedang mencari letak istana terlarang bahkan ucapannya
begitu yakin, sedikitpun tiada tanda-tanda sedang menyelidiki". jelas ada sesuatu yang
tidak beres dibalik kejadian ini". aku harus mengorek keterangan dari mulutnya."
Suatu ingatan cerdik berkelebat dalam benaknya, ia segera tersenyum dan menegur,
"Toan heng, bagus sekali! ternyata kau berhasil datang kemari satu langkah lebih cepat
dari siauwte." "Tidak, ada orang yang jauh lebih cepat beberapa hari dari kita!" sahut Toan Boen Seng
seraya gelengkan kepalanya.
Mendengar jawaban itu Siauw Ling merasa amat terperanjat.
"Apa?" serunya tertahan.
"Ada orang yang tiba disini beberapa hari lebih pagi dari kita."
"Jangan-jangan letak puncak Eng Yang Hong setelah Boan Coa Kok berada disekitar
tempat ini" si anak muda itu segera berpikir. "Apakah In Wan Hong adalah persamaan arti
dari pada Eng Yang Hong?"
Berpikir demikian ia lantas berkata, "Menurut apa yang cayhe ketahui anak kunci istana
terlarang belum pernah munculkan diri didalam dunia persilatan, dari mana orang bisa
tahu kalau istana terlarang terletak disini?"
"Dan Siauw thayhiap sendiri bagaimana bisa tahu pula istana terlarang berada disini?"
Toan Boen Seng balik bertanya sambil tertawa.
"Sungguh tajam lidah orang ini dan sungguh cerdas pikirannya"." batin Siauw Ling,
setelah termangu sejenak ia menyahut, "Cayhe mendapat petunjuk dari seorang
kenamaan untuk berangkat kemari".!"
"Nah itulah dia orang itu bisa memberi petunjuk kepada Siauw thayhiap untuk datang
kemari mencari istana terlarang, tentu saja diapun bisa memberi petunjuk pula kepada
orang lain untuk datang kemari, siauwte pun merupakan salah seorang yang datang
kemari karena memperoleh petunjuk orang pandai."
"Bagus!" batin si anak muda itu lagi. "Aku hanya mengarang satu alasan sekenanya
belaka, sungguh tak disangka benar-benar ada kejadian nyata seprti ini."
Ia mendehem ringan dan berkata, "Toan heng, apakah kau dapat memberitahukan
kepada siauwte, atas petunjuk dari siapakah kau bisa datang kemari?"
"Kalau orang lain yang bertanya cayhe tak akan menjawab, tetapi Siauw thayhiap yang
mengajukan pertanyaan ini, mau tak mau cayhe harus mengatakannya juga."
Ia mendongak memandang keangkasa dan termenung sejenak, lalu sambungnya,
"Cayhe dan seorang saudara angkatku pada tiga hari berselang disebuah selokan gunung
kurang lebih sepuluh li dari sini telah menolong seorang yang menderita luka parah, pada
saat itu orang tadi sudah sekarat dan tinggal menanti ajalnya tiba. Cayhe serta saudaraku
itu gagal menyelamatkan jiwanya kendati kami usahakan untuk menolong dengan
menggunakan pelbagai obat mujarab disaat pikirannya jernih itulah"."
"Orang itu memberitahukan kepada kalian bahwa istana terlarang terletak disini?"
"Tidak salah, setelah mengucapkan kata-kata itu diapun menghembuskan napasnya
yang terakhir"."
"Apa yang dia katakan?"
Mendadak dengan sepasang mata melotot bulat Toan Boen Seng menatap wajah Siauw
Ling tajam-tajam, kemudian serunya, "Sebenarnya kau adalah Siauw thayhiap atau
bukan?" "Seorang lelaki sejati tidak akan meminjam nama orang lain, cayhe betul-betul adalah
Siauw Ling!" "Kalau kau betul-betul adalah Siauw Ling tentu saja cayhe akan mengatakannya terus
terang orang itu bilang bahwa istana terlarang terletak dibawah puncak In Wan Hong."
"Apa yang dikatakan orang itu lagi?"
"Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, orang itu menghembuskan napasnya yang
penghabisan."

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Ling termenung sejenak, lalu katanya lagi, "Apakah kalian berdua sudah
mendengar dengan jelas" haruslah diketahui terpaut kata-kata sedikit saja bisa
mengakibatkan salah tempat yang mungkin terpisah ribuan li, misalnya saja orang itu
mengatakan puncak Eng Yang Hong, suara sama tapi tulisan berbeda."
"Tak bakal salah" Toan Boen Seng gelengkan kepalanya berulang kali. "Cayhe dan Gie
te ku telah mendengar dengan amat jelasnya, waktu itu kami masih rada kurang percaya,
setelah kami mengubur jenasah orang itu mendadak terpikir oleh kami, apa salahnya
kalau datang kebawah puncak In Wan Hong untuk melakukan penyelidikan."
"Darimana kau bisa tahu kalau letaknya berada ditengah lembah bukit ini".?"
"Setibanya diatas puncak In Wan Hong, kami melakukan pemeriksaan yang seksama
disekitar tempat ini, namun sedikitpun tidak berhasil menemukan hal-hal yang
mencurigakan hati, hingga tengah malam tiba mendadak kami temukan kerlipan cahaya
hijau muncul dari dasar lembah, seandainya tiada ucapan orang itu cayhe berdua tidak
nanti akan menaruh curiga sampai kesitu, tapi setelah mendengar ucapan orang tadi, dan
didalam hatipun sudah ada persiapan maka setelah menjumpai kerlipan cahaya hijau
tersebut, rasa curiga dalam hati kamipun segera timbul. Menunggu setelah fajar
menyingsing kami segera mencari jalan untuk turun kedasar lembah."
"Setibanya didasar lembah apakah kalian berdua segera terbokong oleh tangan-tangan
keji?" "Tidak, lembah curam itu panjangnya mencapai puluhan li sedang untuk menuruni
lembah itupun harus melalui perjalanan sejauh puluhan li pula. Kami harus
menghamburkan waktu selama hampir satu hari untuk menuruni lembah ini, ketika
mengikuti jalan gunung dan tiba didasar puncak In Wan Hong. Senja telah menjelang
tiba, suasana dalam lembah gelap gulita dan susah untuk melihat jelas pemandangan
didalam lembah tersebut."
"Jadi kejadian itu berlangsung malam ini."
"Betul pada malam ini juga."
"Setengah hari sudah aku bercakap-cakap dengan orang ini namun pokok pembicaraan
belum juga disinggung" pikir Siauw Ling dalam hati. "Dewasa ini waktu sangat berharga
bagaikan emas, aku tak boleh terlalu banyak membicarakan persoalan yang tak
berguna"." Berpikir demikian ia lantas bertanya, "Secara bagaimana saudara yang datang bersama
Toa heng itu menemui ajalnya."
"Mungkin dia menemui ajalnya diujung senjata rahasia yang sangat beracun. Aku hanya
mendengar jeritan ngerinya yang menyayatkan hati, ketika aku memburu disana ia telah
menemui ajalnya." "Apakah Toa heng berhasil menjumpai raut wajah pihak musuh?"
"Waktu itu suasana didalam lembah gelap gulita. Pemandangan didepan sangat kabur
dan tidak jelas, tatkala siauwte sedang memperhatikan jenasah saudara angkatku itu.
Mendadak punggungku termakan oleh sebuah pukulan yang amat dahsyat. Untung cayhe
melatih ilmu Teng cu Koen Goan Khiekang lagipula berada dalam keadaan siap siaga
maka dari itu meskipun terkena hantaman dahsyat aku masih sanggup mempertahankan
diri, sambil meloncat untuk menyingkir kesamping aku menoleh kebelakang tapi tidak
nampak bayangan musuh berada disitu."
"Mungkin mereka menyembunyikan diri ditempat kegelapan?"
"Mungkin saja begitu! tetapi hantaman itu cukup mantap dan berat. Cayhe sadar
bahwa aku tidak memiliki kemampuan untuk bertarung lagi, setelah kujumpai pihak lawan
tak berani unjukkan diri maka kesempatan baik itu segera kugunakan untuk melarikan
diri." Siauw Ling melongok kebawah, dia lihat dibawah batu tonjolan itu merupakan tebing
curam yang sangat terjal, sekalipun seorang jago lihay yang memiliki ilmu meringankan
tubuh paling lihaypun tak mungkin bisa mencapai tonjolan batu itu apalagi Toan Boen
Seng yang sedang menderita luka parah.
Rupanya Toan Boen Seng berhasil menebak keraguan hati si anak muda itu, tidak
menanti ia ajukan pertanyaan dia sudah mendahului, "Kalau manusia belum ditakdirkan
mati, dalam keadaan apapun ia akan temui jalan hidup, disaat cayhe buru-buru melarikan
diri itulah terpaksa dengan menempuh mara bahaya aku mendaki keatas puncak bukit
itu." "Waktu itu aku mengempos segenap kekuatan yang kumiliki untuk melompat naik
keatas dan ternyata berhasil kulampaui ketinggian empat lima tombak. Kendati begitu
segenap kekuatan tubuhku telah habis lagi pula puncak tebing kian lama kian meninggi
dan curam. Jangan dikata cayhe, sekalipun seseorang yang memiliki ilmu meringankan
tubuh sepuluh kali lipat lebih lihay dari akupun tak nanti bisa mencapai atas puncak.
Untung dimana cayhe berada waktu itu adalah suatu tempat dengan rerumputan yang
tumbuh sangat lebat, terpaksa untuk sementara waktu aku bersembunyi dibalik
rerumputan, baru saja cayhe sembunyikan badan dua rentetan sorot cahaya lampu yang
tajam menerangi sekeliling tebing curam itu. Kurang lebih seperminum teh kemudian
cahaya lampu tadi baru lenyap tak berbekas."
"Secara bagaimana Toan heng bisa tiba diatas tebing ini?"
"Dimana cayhe berada waktu itu hanya bisa digunakan untuk menghindar sementara
waktu mara bahaya setiap saat masih mungkin mengancam datang, disaat yang serba
bingung itulah mendadak tanganku secara tidak sengaja menyentuh sebuah gelang besi
yang besar, diatas gedung pintu sebenarnya masih ada sebuah gembokan besi, mungkin
karena bagaimana tahu gembokan tadi sudah terlepas. Disini dinding batu ternyata
merupakan sebuah pintu besar yang terbuat dari batu karang."
"Apakah pintu batu itu merupakan bangunan hasil karya manusia?"
"Tentu saja! Kalau buatan alam diatas dinding batu tak akan dipasang gelang besi."
"Apa yang kau jumpai dibalik pintu batu itu?"
"Sebuah anak tangga terbuat dari batu cadas yang langsung menghubungkan tebing
tersebut dengan tempat ini. Setelah cayhe tiba disini aku tak sanggup untuk mendaki lebih
jauh maka apa boleh buat terpaksa aku harus duduk semedhi disini lebih-lebih dahulu
untuk menyembuhkan luka dalamku."
"Apakah dibelakang tebing batu ini juga merupakan sebuah pintu hidup?"
Toan Boen Seng mengangguk.
"Asal Siauw thayhiap mendorongnya kearah belakang pintu batu itu segera akan
bergeser kedalam." "Bagaimana keadaan luka sekarang?"
"Setelah mengatur pernapasan beberapa waktu, kendati belum sembuh seratus persen
rasanya tidak akan berubah jadi buruk!"
"Kalau begitu silahkan Toan heng dengan meminjam tali ini mendaki keatas puncak bila
bertemu dengan kedua orang saudaraku diatas puncak nanti ceritakanlah terus terang
kepada mereka apa yang kau telah alami."
"Bagaimana dengan Siauw thayhiap sendiri" apakah kau masih menggunakan tali ini
lagi?" "Tidak!" sahut Siauw Ling. Ia segera ikatkan tali jerami itu keatas pinggang Toan Boen
Seng. Pesannya: "Setelah bertemu dengan kedua orang saudaraku diatas puncak nanti,
janganlah kau membohongi mereka!"
Si anak muda itu segera menggerakkan tali jerami tai, dan tali itupun perlahan-lahan
ditarik keatas. Toan Boen Seng sendiri setelah pinggangnya diikat dengan tali, ia gunakan tangannya
untuk bantu mendaki, sedikit demi sedikit badannya tertarik naik keatas puncak.
Dalam pada itu Siauw Ling sendiri setelah melihat Toan Boen Seng meninggalkan
permukaan batu tonjolan tadi segera mendorong dinding tebing dibelakangnya.
Sedikitpun tidak salah, dibelakang dinding tebing itu merupakan sebuah pintu besar,
begitu didorong pintu tadi segera terbuka.
Sesudah melakukan perjalanan selama beberapa waktu dalam dunia kangouw,
pengalaman Siauw Ling telah memperoleh kemajuan pesat. Setelah mendorong dinding
batu tadi ia tidak langsung masuk kedalam sebaliknya dengan seksama diperiksanya
sekeliling pintu batu itu.
Ketajaman matanya luar biasa, walaupun berada ditengah kegelapan tapi setiap benda
yang ada disekitar sana dapat terlihat dengan jelasnya.
Gua itu merupakan sebuah gua alam yang mendapat perbaikan dengan tenaga
manusia, pintu batu yang ada didepan sangat tebal lagi kuat, diatas gelang besi masih
nampak bekas gembokan yang sudah karatan dan patah seandainya bukan dimakan
tahun sehingga hancur mungkin pintu batu sebesar ini sulit untuk dibuka.
Satu ingatan cerdik dengan cepat berkelebat didalam benaknya, pelbagai kecurigaan
berkecamuk dalam hatinya, ia berpikir, "Walaupun gua ini merupakan sebuah gua alam,
tapi jelas telah mendapat perbaikan yang amat besar dari tenaga manusia, kenapa orang
itu harus mengerahkan kekuatan yang demikian besar, kekayaan yang begitu banyak
untuk membangun sebuah terowongan batu yang besar dan kuat ditengah lembah bukit
yang terpencil dan gersang"." jelas ia mempunyai maksud-maksud tertentu atau mungkin
tempat ini benar-benar ada sangkut pautnya dengan istana terlarang"."
Sambil berpikir ia menuruni anak tangga dan berjalan kedalam lorong, ia rasakan
bangunan terowongan itu amat lebar dan besar untuk dilalui sangat lega dan leluasa, jelas
pembangunan ini dilakukan secara besar-besaran.
Mendadak undak-undakan batu itu membelok kebawah dan kemudian berubah jadi
jalan datar. Siauw Ling tahu bahwa ia telah tiba dimulut keluar terowongan itu, tangannya segera
mendorong kearah didinding. Sedikitpun tidak salah selapis dinding batu segera
terbentang lebar, kerlipan cahaya bintang tampak berkilauan diangkasa.
Dari keterangan Toan Boen Seng yang jelas pemuda ini telah mengetahui keadaan
disekitar sana, dia tahu diluar pintu batu merupakan semak belukar yang lebar, maka
setelah membuka pintu batu ia segera meloncat kearah depan.
Tinggi rerumputan diluar pintu goa sebatas pinggang, berada disekeliling bukit serta
tebing yang terjal. Rerumputan disana terasa nyaman dan ideal untuk bersembunyi.
Dalam hati Siauw Ling memuji tiada hentinya, ia berpikir, "Orang itu pandai sekali
memiliki tempat yang amat strategis letaknya, setelah membuka pintu batu diluaran
ditanami rerumputan yang dapat menutupi incaran orang, setiap tempat kebesaran alam
dimanfaatkan sebaik-baiknya, ia betul-betul seorang arsitek yang lihay."
Setelah menutup kembali pintu batu itu, ia sembunyikan diri kedalam rerumputan dan
melongok kebawah. Waktu itu fajar hampir menyingsing, dengan ketajaman mata Siauw Ling secara lapatlapat
ia dapat menyaksikan pemandangan didasar lembah.
Lama sekali si anak muda itu memperhatikan keadaan disekeliling sana, ketika
dilihatnya tiada gerakan apapun dan siap meloncat turun kebawah lembah, mendadak
terdengar suara manusia berkumandang datang, "Kita tak usah menunggu lagi, aku rasa
ia tak akan berhasil mendaki naik keatas puncak tebing ini, mungkin saja pada saat ini
jiwanya sudah melayang."
"Perkataanmu sedikitpun tidak salah" suara yang lain menyahut. "Kita sudah
melepaskan banyak sekali senjata rahasia kearah rerumputan tersebut, andaikata orang
itu bersembunyi dibalik semak belukar, semestinya ia sudah terluka oleh serangan senjata
rahasia beracun itu."
"Yang dimaksudkan kedua orang itu pastilah Toan Boen Seng" pikir Siauw Ling didalam
hati. "Andaikata secara gegabah aku masuki lembah tersebut, niscaya jejakku akan
diketahui oleh mereka berdua. Sungguh aneh". kenapa didalam lembah ini bisa terdapat
begitu banyak jago Bulim yang berdiam disini?"
Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang dan makin lama semakin
menjauh, jelas kedua orang itu tidak sabar menunggu lebih jauh dan segera berlalu.
Siauw Ling menanti beberapa saat lagi disana kemudian baru kerahkan ilmu cecaknya
untuk merayap turun kebawah lewat dinding tebing yang curam.
Jarak antara semak belukar dengan dinding tebing hanya terpaut empat lima tombak
jauhnya. Dalam waktu singkat ia sudah tiba didasar lembah tersebut.
Setelah mengetahui bahwa didasar lembah terdapat banyak sekali jago-jago Bulim,
gerak gerik Siauw Ling tentu saja jauh lebih berhati-hati. Melewati daerah terjal yang
penuh dengan tonjolan batu-batu aneh kendati sangat tidak leluasa tapi untuk
menyembunyikan diri merupakan daerah yang sangat bagus.
Sepanjang perjalanan si anak muda itu bergerak dengan sangat hati-hati, matanya
memperhatikan empat penjuru sedang telinga dipasang baik-baik memeriksa delapan
arah, kurang lebih puluhan tombak telah dilalui tetapi tiada sesosok bayangan manusiapun
yang ditemukan olehnya. Cahaya lampu berwana hijau yang kelihatan dari atas
puncakpun sekarang tak pernah muncul kembali, seolah-olah orang-orang itu secara
mendadak lenyap tak berbekas.
Berjalan seorang diri ditengah lembah yang gersang, si anak muda itu merasakan suatu
perasaan yang aneh dan menyendiri.
Puluhan tombak kembali sudah dilewati tetapi jejak musuh belum juga ditemukan,
mendadak dari tempat kejauhan terdengar aliran air bergema datang.
Ternyata ia telah berjalan mendekati selokan yang lebar.
Luas selokan itu mencapai beberapa depa dan menempel dibawah dinding tebing,
sebuah sumber mata air muncul dari tengah dinding dan memuntahkan airnya kearah
selokan. Yang lebih aneh lagi walaupun air itu memancar sangat deras tetapi kecil dan
tipis seakan-akan hasil karya dari seseorang.
Siauw Ling memperhatikan sekejap kearah sumber mata air itu, kemudian pikirnya
didalam hati, "Kalau ditinjau dari kekuatan memancar sumber mata air itu, semestinya
mempunyai kekuatan bagaikan deruan air terjun yang maha dahsyat, kenapa air yang
menyembur keluar tipis dan lembut" apakah gelora air yang amat dahsyat itu telah
terbendung oleh kekuatan alam yang lain sehingga air yang terpancur amat lembut"."
Sementara itu masih membatin, tiba-tiba terdengar pembicaraan manusia
berkumandang datang, "Setiap tempat didasar lembah ini merupakan tempat yang indah
cuma sayang mata air yang memancur keluar terlalu sedikit, sehingga setiap kali
membutuhkan air kita musti cari keselokan ini."
Laksana kilat Siauw Ling berkelebat kesamping dan menyembunyikan diri kebelakang
sebuah batu besar, dari situ ia mengintip keluar.
Tampaklah dua orang lelaki berpakaian ringkas secara beriring munculkan diri ditempat
itu. Orang yang berjalan dipaling depan terdengar sedang berkata, "Menurut apa yang
siauwte dengar, katanya didalam lembah ini sebetulnya terdapat aliran air yang sangat
besar, tetapi oleh seorang arsitek kenamaan aliran air yang amat deras itu berhasil
dipaksa masuk kedalam lambung bukit dan tidak membiarkannya mengalir keluar,
sebaliknya ditempat lain sengaja ia membuka sebuah sumber mata air baru"."
"Sungguhkah ceritamu?" seru orang yang ada dibelakang.
"Benar atau tidak cayhe tidak berani memastikan, tetapi kalau ditinjau dari daya
kekuatan memancar dari sumber mata air itu, cerita tersebut memang boleh dipercaya."
Sementara bercakap-cakap kedua orang itu sudah tiba ditepi selokan tersebut.
Ditangan masing-masing orang membawa sebuah gentong kayu. Setelah mengambil air
mereka balik kembali ketempat semula.
Siauw Ling yang bersembunyi dibelakang batu besar dapat mengikuti gerak gerik orang
itu dengan jelas, dalam hati pikirnya, "Rupanya didalam lembah ini berdiam jago Bulim
dalam jumlah besar, tetapi yang aneh ternyata aku tidak tahu mereka berdiam dimana,
seandainya sekarang juga kutangkap kedua orang itu, usaha ini tidak akan mengalami
kesulitan besar". tapi kalau diingat ditengah malam buta mereka datang untuk
mengambil air, jelas air itu sangat dibutuhkan. Bila kedua orang itu lama tidak kembali
pihak lawan pasti akan menaruh curiga"."
Sementara otaknya masih berputar, kedua orang lelaki berbaju hitam tadi telah pergi
menjauh. Dengan ketajaman mata Siauw Ling berharap bisa memperhatikan jalan pergi kedua
orang itu, tetapi malam sangat gelap setelah kedua orang itu berada kurang lebih empat
tombak jauhnya, bayangan tubuh mereka sudah kelihatan samar sekali.
Meski belum lama ia terjun kedunia kangouw, pengalamannya menghadapi saat-saat
geting sudah amat luas, karena itu menghadapi setiap peristiwa ia dapat bersikap tenang
dan sabar. Setelah berpikir keras beberapa saat lamanya, pemuda itu akhirnya mengambil
keputusan untuk duduk bersemedhi lebih dahulu. Menanti fajar telah menyingsing nanti ia
baru mengambil keputusan untuk melakukan pemeriksaan disekeliling lembah.
Fajar telah menyingsing cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan mengusir
kegelapan yang mencekam seluruh jagad, sinar yang terang merangkak naik lewat tebing
yang tinggi dan menyorot permukaan air selokan.
Seberkas cahaya memancar diatas sumber mata air membiaskan cahaya hijau yang
tajam diatas permukaan air itu.
Perlahan-lahan Siauw Ling bangkit berdiri sinar matanya berputar memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu. Terasalah suasana sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun. Sesosok bayangan manusiapun tidak nampak muncul disana.
Mendadak". sinar matanya yang sedang dialihkan kearah permukaan air selokan telah
menemukan sesuatu". pantulan cahaya diatas permukaan air telah membiaskan suatu
pemandangan yang aneh. Pemandangan seekor burung elang sedang mementangkan
sayapnya hendak menubruk ular aneh yang melingkar dibawah.
Gelombang air yang menggoncangkan permukaan menciptakan pemandangan
fatamogana yang melukiskan seolah-olah ular yang melingkar dibawah sedang bergerakgerak
sedangkan burung elang diatasnya seperti lagi menggerakkan sayapnya.
Penemuan yang tak terduga ini menggirangkan hati Siauw Ling. Suatu perasaan tegang
yang aneh menyelimuti seluruh benaknya, membuat dia tanpa sadar bergumam seorang
diri, "Puncak Eng Yang Hong selat Boan Coa Kok, kiranya merupakan pembiasan yang
muncul diatas permukaan air!"
Ia sudah melupakan akan posisi yang berbahaya. Ia lupa kalau mara bahaya sedang
mengancam disekelilingnya, dengan langkah cepat ia lari kearah selokan tersebut.
Ketika ia tundukkan kepala dan memandang kearah permukaan air itu, dua gumpal
bayangan hitam saja yang tertampak olehnya, lukisan elang terbang dan ular melingkar
secara mendadak lenyap tak berbekas.
Ia mendongak keatas, tampaklah cahaya sang surya menampak dari kejauhan. Diatas
sebuah puncak tebing secara lapat-lapat nampak munculnya dua buah tonjolan batu yang
satu besar dan yang lainnya kecil.


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa yang sebenarnya terjadi".?"" pikir Siauw Ling dengan perasaan tercengang.
"Terang-terangan aku melihat munculnya lukisan burung elang dan ular melingkar diatas
permukaan air, kenapa secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas?"
Sementara dia hendak mengundurkan diri kebelakang batu besar agar dari situ bisa
diperhatikan lebih cermat lagi, tiba-tiba bahu belakangnya terasa amat sakit seolah-olah
tertusuk oleh sebatang jarum.
Pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa ia sudah terbokong ditangan orang.
Bahwa senjata tersebut merupakan senjata rahasia yang sangat beracun.
Diam-diam hawa murninya segera disalurkan untuk menutup jalan darah diatas bahu
kirinya, kemudian tegurnya, "Siapa kau" kenapa kau bokong diri cayhe?"
Bila dibicarakan dari kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling saat ini, sekalipun
sebatang senjata rahasia yang amat lembut dan kecilpun tidak nanti akan berhasil melukai
dirinya, tetapi justru disebabkan seluruh perhatian serta konsentrasinya telah terhisap oleh
penemuannya yang secara tak tersangka itu, mengakibatkan ketajaman pendengarannya
sama sekali terseumbat. Terdengar serentetan suara sahutan yang ketus dan dingin berkumandang datang,
"Siapa kau" kenapa kau datangi lembah kematian ini seorang diri?"
Berdasarkan arah datangnya suara itu Siauw Ling berhasil mengetahui letak
persembunyian orang itu, mendadak ia putar badan.
Terlihatlah seorang kakek kurus pendek yang berjenggot putih dengan sikap angker
berdiri kurang lebih satu tombak dihadapannya.
Tidak menanti sampai Siauw Ling buka suara, kakek itu berkata kembali dengan nada
dingin, "Kau sudah terkena jarum penembus tulang Coe Boe Tauw Kut Ciam ku yang
lihay, diujung jarum telah kupolesi racun keji yang amat dahsyat. Bilamana kau berani
bergerak sekehendak hatimu, itu berarti hanya akan mempercepat bekerjanya daya racun
dalam tubuhmu atau dengan perkataan lain, jiwamu akan semakin cepat meninggalkan
raganya." Dengan sorot mata yang tajam Siauw Ling memperhatikan sikakek tua itu dengan
seksama, ia merasa belum pernah kenal dengan orang ini, maka segera ujarnya, "Jarum
beracun milik saudara belum tentu benar-benar mencabut selembar jiwa cayhe".!"
Kakek kurus pendek beramput putih itu tertawa dingin, "Jarum beracun milik loohu itu
sudah kurendam dengan tujuh macam jenis racun yang paling dahsyat, sekalipun seorang
yang memiliki ilmu silat sangat lihaypun tidak nanti bila memusnahkan racun tersebut
kecuali loohu sendiri. Lagipula setelah terkena jarum tersebut dalam tempo satu jam pil
penawar tadi harus dimakan, kalau sudah lewat satu jam, kendati loohu suka
menghadiahkan obat mujarab itupun juga percuma saja sebab daya kekuatan obat
penawar itu tidak akan berhasil memusnahkan racun tersebut. Kendati nama jarum
tersebut milik loohu kusebut Coe Boe Tauw Kut Ciam atau siang tak akan sampai sore dan
cuma bertahan dua belas jam belaka, tetapi didalam kenyataannya mati hidup hanya
tergantung didalam satu jam pertama."
Siauw Ling tidak buka suara, sementara dalam hati kecilnya diam-diam ia berbisik,
"Oooooh". Siauw Ling". Siauw Ling". enci Gak telah menitipkan mati hidupnya
kepadamu". dalam keadaan dan saat seperti ini kau tidak boleh mati"."
Walaupun semangat jantannya hebat dan tidak takut menghadapi kematian, tetapi
setelah pikirannya dibebani oleh persoalan yang belum diselesaikan, semangat gagahnya
jauh berkurang. Ia sadar bahwa pada saat ini hanya ada dua jalan yang terbuka baginya.
Pertama, turun tangan secara mendadak dengan kecepatan yang berada diluar dugaan ia
hajar mati kakek itu atau kedua, mohon memberi obat penawar dari kakek itu".
Agaknya sikakek kurus pendek berjenggot putih inipun merupakan seseorang yang
amat cerdik, setelah menyaksikan biji mata lawannya berputar, ia segera menegur dengan
suara dingin, "Kalau kau benar-benar tidak takut mati silahkan segera turun tangan untuk
mencoba-coba masih ada beberapa bagiankah harapanmu untuk hidup selamat!"
Siauw Ling sendiripun tidak berani bergebrak secara gegabah. Dari sorot matanya yang
tajam serta jalan darah Tay Yang Hiat diatas keningnya yang menonjol besar pemuda itu
sadar bahwa lawannya juga merupakan seornag jago lihay yang amat sempurna tenaga
dalamnya, dalam hati ia lantas berpikir, "Kalau ditinjau dari ilmu silat yang dimiliki orang
ini jelas ia bukan termasuk manusia sembarangan, andaikata seranganku menemui
kegagalan maka sulitlah bagiku untuk menemukan kesempatan lain guna membinasakan
dirinya. Aku terpaksa harus menggunakan akal serta kecerdikan untuk menghadapi
manusia ini"." Berpikir demikian, ia lantas berkata, "Antara cayhe dengan dirimu toh tak pernah terikat
dendam sakit hati apapun juga mengapa kau bersikap demikian kasar terhadap diriku"
kenapa kau turun tangan keji membokong diriku?"
"Heeeh". heeeh". heeeh". hal ini harus ditanyakan kepada dirimu mengapa datang
kelembah ini!" sahut sikakek kurus pendek berambut putih itu sambil tertawa dingin.
Perlahan-lahan Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat
itu, melihat kecuali sikakek tua itu tiada orang lain yang ikut hadir disana hatinya merasa
rada lega. Sesaat kemudian ia segera melangkah maju satu tindak kedepan.
"Puncak bukit dengan lembah yang dalam ini toh merupakan tempat umum yang boleh
disinggahi oleh siapapun juga, kenapa cayhe tidak boleh datang kemari?"
"Hmmm! kau datang darimana dan mau apa datang kemari?"
"Sudah lama cayhe mengagumi akan nama puncak In Wan Hong, karena itu sengaja
aku datang berkunjung kemari"." sahut Siauw Ling sambil melangkah maju setindak lagi
kedepan. "Kenapa kau masuki lembah ini?"
"Kecuali rasa ingin tahu, tiada maksud lain apapun yang terkandung didalam hatiku."
"Kau bisa memasuki selat gunung ini tanpa diketahui oleh siapapun, hal ini cukup
membuat loohu merasa amat kagum atas kelihayanmu"." seru kakek berambut putih itu.
Setelah merandek sejenak terusnya, "Dikedua belah sisi selat ini telah kusiapkan jagojago
lihay yang setiap saat melakukan penjagaan, meskipun seekor burungpun sulit untuk
terbang lewati tempat ini tanpa diketahui oleh kami, tetapi kau bisa memasuki daerah
terlarang tanpa diketahui siapapun, hal ini jelas membuktikan kalau ilmu silatmu hebat
juga!" Siauw Ling tidak berkata-kata, cuma hatinya segera bergerak, pikirnya, "Kalau didengar
ucapannya barusan, rupanya sekitar telaga kecil ini merupakan pusat daerah operasi
mereka"." Karena punya pendapat demikian, iapun berkata, "Cayhe sedang berjalan-jalan cari
angin, siapa tahu telah tersesat masuk kesini". harap saudara suka memaafkan"."
"Kalau dibilang kau menyusup kedalam lembah ini mungkin masalahnya bisa
dipercayai" seru kakek tua dengan sikap tertegun. "Apakah sepanjang perjalananmu
memasuki selat ini tiada seorangpun yang munculkan diri untuk menghalangi jalan
pergimu?" Siauw Ling tahu apa saat ini dia harus berusaha untuk memecahkan perhatian orang ini
dengan begitu, ia baru memperoleh kesempatan untuk melancarkan serangan bokongan
yang jitu dan tepat. Maka segera ujarnya kembali dengan suara lantang, "Beruntung
sekali sepanjang perjalanan hingga tiba ditempat ini tak seorangpun yang muncul untuk
menghalangi jalan pergi cayhe". dan beruntung pula ternyata tak seorangpun yang
menghalangi kepergianku"."
"Apa maksud perkataanmu itu?"
"Andaikata cayhe menjumpai orang yang menghalangi perjalananku hingga tak dapat
masuk kedalam selat ini, itu berarti aku tak dapat menikmati alam dan merupakan suatu
ketidak beruntungan, sebaliknya kalau ada orang menghalangi cayhe hingga aku tak bisa
masuk kedalam selat ini. Maka saat ini aku tak akan terkena bokonganmu, bukankah hal
itu merupakan suatu keberuntungan?"
Menggunakan kesempatan dikala masih berbicara, perlahan-lahan badannya maju
kedepan sehingga jaraknya dengan sikakek tua itu bertambah dekat.
Rupanya kakek berambut putih itu menyadari akan bahaya, ia tarik napas panjangpanjang
dan meloncat mundur delapan depa kebelakang, serunya, "Berhenti!"
"Loo tiang, apakah kau merasa amat takut?" tanya Siauw Ling sambil tertawa hambar.
"Takut sih tidak, tetapi loohu tidak ingin menempuh bahaya sehingga kena dibokong
olehmu!" "Kalau memang loo tiang tidak jeri kepadaku, mengapa kau begitu ketakutan terhadap
diri cayhe?" ejek Siauw Ling sambil tertawa hambar.
"Kau dapat mengelindup masuk kedalam selat ini dibawah penjagaan kami yang amat
ketat, hal ini menunjukkan bahwa kau sangat lihay. Serangan balasan yang dilancarkan
oleh seseorang yang mendekati kematiannya merupakan himpunan tenaga yang bukan
berasal dari kekuatan sendiri, sekalipun loohu tidak jeri terhadap dirimu, rasanya akupun
tak usah menyambut seranganmu dengan keras lawan keras."
Diam-diam Siauw Ling tertawa getir, pikirnya, "Sikakek tua ini bukan saja memiliki ilmu
silat yang sangat lihay, otaknyapun cerdas dan banyak akal. Andaikata saudara Sang ku
itu berada disini mungkin saja aku dapat merundingkan suatu akal untuk menghadapinya,
sedangkan aku berada seorang diri mungkin sulit untuk menghadapi dirinya."
Dalam pada itu sikakek berambut putih tadi telah mengerutkan sepasang alisnya dan
berkata, "Racun yang berada diujung jarum itu segera akan bereaksi, bagaimanakah
perasaanmu?" Kiranya ketika menyaksikan Siauw Ling setelah terkena jarum beracun tetapi hingga
saat itu belum nampak juga racun tersebut menunjukkan daya reaksinya dalam hati
merasa terperanjat bercampur heran.
Ia mana tahu kalau Siauw Ling pernah makan jarum batu berusia seribu tahun,
kekuatan tubuhnya dalam melawan reaksi racun jauh lebih ampuh dari orang lain,
ditambah pula ia mempelajari tenaga dalam tingkat tinggi hal itu membuat hawa
khiekangnya secara otomatis telah menutup seluruh jalan darah yang ada, semenjak bahu
kirinya terkena racun hawa murninya bekerja lebih aktif dan menekan racun itu untuk
bereaksi lebih lambat. Namun bagaimanapun juga jarum Coa Boe Tan Kut ciam tersebut mengandung racun
yang amat keji, sekalipun Siauw Ling mempelajari tenaga dalam tingkat tinggi, tetapi
itupun hanya bisa memperlambat daya kerjanya racun itu, setelah dibendung agak lama
hawa racun keji terasalah mulai menjalar naik keatas.
Sadarlah hatinya bahwa mara bahaya telah mengancam keselamatannya, andaikata
dalam keadaan dan saat seperti itu tiada bala bantuan yang tiba, maka satu-satunya
harapan baginya untuk hidup adalah mengandalkan ketenagan serta kecerdasannya untuk
berusaha menaklukkan sikakek itu kemudian memaksakan untuk menyerahkan obat
penawar. Siapa tahu sikakek berambut putih itu sangat licik dan banyak curiga, setiap detik ia
selalu waspada dan siap menghadapi segala kemungkinan, hal ini membuat Siauw Ling
kehilangan banyak kesempatan untuk merobohkan dirinya.
Dalam pada itu racun yang mengeram dalam tubuhnya mulai kambuh dan bekerja, ia
tak bisa mengulur waktu lebih jauh lagi tatkala tubuhnya siap menerjang kedepan dengan
nekad, mendadak terlihat sekujur badan kakek berambut putih itu gemetar keras, air
mukanya berubah hebat".
Agaknya secara tiba-tiba ia terkena sebuah bokongan yang sangat telak".
Kendati begitu sikap kakek berambut putih itu masih tetap tenang dan kalem, sambil
mengelus jenggotnya ia menegur, "Siapa disitu?"
"Aku!" sebuah jawaban yang lirih tapi nyaring berkumandang datang.
"Senjata rahasia apa yang telah kau pergunakan?"
"Peng Pok Ciam dari laut Pok hay!"
Dari tanya jawab itu Siauw Ling segera mengetahui siapakah yang telah datang, segera
serunya, "Peng jie!"
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kurang lebih dari dua tombak disisi
mereka loncat keluar seorang gadis berpakaian ringkas berwarja biru, dialah Pek li peng.
Dengan cepat gadis she Pek li itu berjalan menghampiri pemuda kita, tanyanya sambil
tersenyum, "Baik-baiklah kau toako?"
"Aku telah terkena jarum Coe Boe Tauw Kut Ciam miliknya."
Pek li Peng mengangguk tanda mengerti, ia berjalan menuju kebelakang tubuh kakek
itu bisiknya lirih, "Aku tahu bahwa didalam selat ini terdapat banyak orang, tetapi kalau
kau berani memanggil teman-temanmu, maka saat ini juga akan kucabut selembar
jiwamu." "Peng jie, kenapa kau datang kemari?" tanya Siauw Ling.
Pek li Peng tersenyum. "Aku akan mencarikan dulu obat penawar bagi toako, kemudian kita baru bercakapcakap
lagi"." "Seandainya kau adalah seorang ahli didalam menggunakan racun, seharusnya bisa
merasakan pula bukan akan kedahsyatan racun keji yang kupoleskan diujung senjata
rahasia Peng Pok Ciam tersebut?"
"Sekalipun loohu bakal mati karena keracunan, kalianpun tak akan lolos dari sini dalam
keadaan selamat." Mendadak Pek li Peng mengeluarkan jari tangannya dan mencekal urat nadi diatas
pergelangan tangan kakek tua itu, bisiknya, "Kau tak boleh mati, mari kita bicara
dibelakang batu sana."
Kakek tua berjenggot putih itu tidak menyangka kalau dirina bakal diserang secara
mendadak, setelah urat nadi pergelangan kanannya tercekal terpaksa ia harus mengikuti
berjalan kebelakang sebuah batu besar.
Siauw Ling memeriksa dahulu daerah disekitar sana, ketika merasa yakin bahwa
disekitar situ tak ada orang ia baru menyusul dari belakang.
JILID 35 Pek li Peng kerahkan tenaga dalamnya kedalam telapak kanan, sikakek tua itu segera
merasakan separuh badannya jadi linu dan kaku, sekalipun ia ada maksud melancarkan
serangan balasan yang telak, sayang ada kemauan tiada tenaga.
Siauw Ling yang selalu memikirkan janji pertemuan Gak Siauw Cha dengan Giok Siauw
Lang Koen didasar tebing Toan Hoan Gay yang dalam sekejap mata segera akan sampai,
dirasakannya waktu ketika itu berharga bagaikan emas, segera ujarnya, "Peng jie, paksa
dia untuk serahkan obat penawarnya!"
"Aku lihat si loocianpwee ini tak akan mengucurkan air mata sebelum melihat peti mati"
kata Pek li Peng sambil tertawa, tangan kirinya segera merogoh kesaku kiri dan sambil
keluar sebutir pil, tambahnya, "Toako, coba kau telan dulu pil obat ini!"
"Obat apakah itu?"
"Obat penawar dari jarum, Peng pok Ciam sekalipun obatnya tidak benar pada
tempatnya, aku rasa meski kau telanpun tiada ruginya. Toako, cepatlah kau telan lebih
dulu." Siauw Ling tidak banyak bertanya lagi, ia segera membuka mulutnya dan menelan pil
tersebut. "Toako, duduklah pusatkan pikiran dan atur pernapasan, biar aku yang paksa dia untuk
menyerahkan obat pemusnahnya!" kembali Pek li Peng berseru.
Siauw Ling menurut dan segera jatuhkan diri bersila untuk mengatur pernapasan.
Dari dalam sakunya kembali Pek li Peng ambil keluar sebatang jarum Peng pok Ciam
kemudian ditusuknya lengan sikakek tua berjenggot putih itu dua kali, katanya, "Dalam
sakumu tersedia jarum beracun tentu tersedia pula obat pemusnahya, sekalipun kau tak
suka menyerahkan secara suka rela, aku bisa saja menggeledah sakumu."
"Kalau loohu serahkan obat pemusnah itu?" tanya sikakek berambut putih tadi.
"Kita saling bertukar obat penawar, kalau obatmu itu manjur dan luka racun yang
diderita toakoku benar-benar sembuh, akupun akan menghadiahkan obat penawar
bagimu dan melepaskan kau pergi."
"Hmmm! jangan dikata loohu sulit untuk mempercayai perkataan nona sekalipun
seorang bocah berusia tiga tahunpun tak akan percaya terhadap perkataanmu itu."
"Kenapa?" "Andaikata loohu berhasil melepaskan diri dari bahaya, dengan cepat tanda rahasia
akan kulepaskan, apakah kalian berdua bisa tinggalkan selat ini dalam keadaan selamat."
"Aku sudah berjanji bahwa kau pasti kulepaskan, janjiku ini tak nanti kuingkari, tentu
saja asal kau serahkan obat penawar itu kepadaku."
"Aku tetap tidak percaya, sebab perkataan dari kaum wanita paling tak boleh didengar!"
Pek li Peng tertawa hambar.
"Baiklah kalau kau tidak percaya kepadaku, biarlah toakoku yang bertindak sebagai
saksi, dia adalah seorang toa enghiong, toa Hauw kiat lelaki yang betul-betul jantan dan
sejati, tentu ucapannya bisa dipercayai bukan".?"
"Siapakah dia?"
"Dialah Siauw Ling, Siauw thayhiap yang dikagumi serta dihormati oleh setiap umat
Bulim." Sikakek berambut putih itu tersenyum berpikir sejenak, kemudian baru sahutnya,
"Ehmmm".! rasanya sehari-hari belakangan ini seringkali aku dengar orang mengungkapungkap
akan nama ini." "Nama besar toakoku sudah termaskus diempat penjuru dunia, siapapun yang ada
dikolong langit mengetahui siapakah dia, kenapa kau situa bangka yang sudah mendekati
liang kubur mengucapkan kata-kata yang begitu tak enak didengar?" teriak Pek li Peng
gusar. "Peng jie!" sela Siauw Ling tiba-tiba. "Biarkanlah ia ambil keluar obat penawar tersebut,
tak usah bersilat lidah lagi dengan dirinya!"
Dalam pada itu sikakek tua berambut putih tadi perlahan-lahan menggeserkan tangan
kirinya untuk mengambil keluar sebuah botol porselen kecil, ujarnya, "Obat pemusnah
tersebut berada disini!"
Pek li Peng segera angsurkan tangannya untuk menerima, siapa tahu secara mendadak
kakek itu masukan botol porselen tadi kedalam mulutnya sambil mengancam, "Nona kalau
kau memaksa diriku terus menerus maka cayhe akan gigit hancur botol porselen ini dan
menelan isi obatnya"."
Dengan pandangan dingin ia menarik sekejap wajah Siauw Ling, kemudian tambahnya,
"Loohu sudah lanjut usia dan hampir mendekati liang kubur. Sebaliknya usia toakomu
masih muda belia. Sekalipun selembar jiwaku harus ditukar dengan jiwa kakakmu,
rasanya kematianpun tidak bakal rugi."
"Secara bagaimana kau baru suka menyerahkan obat penawar tersebut".?"
"Nona toh sudah mengatakannya sendiri, kita satu jiwa ditukar dengan satu jiwa!"
"Baiklah! kalau begitu aku serahkan dulu obat penawarku ini kepadamu"."


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil berkata gadis itu segera merogoh kedalam sakunya ambil keluar sebutir obat
dan dihantarkan kemulut kakek tua itu.
Baru saja sikakek berambut putih tadi hendak menelan obat tersebut, tiba-tiba Pek li
Peng memutar telapaknya dan mengirim satu pukulan dahsyat menghajar punggung
kakek tadi. Pukulan ini datangnya amat cepat dan berat sekali, sikakek tua itu kontan menjerit
tertahan dan memuntahkan darah segar, botol porselen yang berada dimulutnyapun ikut
tertumpah keluar. Melihat gelagat tidak menguntungkan sikakek tua itu siap berteriak keras untuk mencari
bantuan, tapi Pek li Peng bertindak lebih gesit, jari tangannya berkelebat lewat dan jalan
darahnya tahu-tahu sudah tertotok.
Jengeknya sambil mendengus dingin, "Hmmm! itulah yang dinamakan arak kehormatan
tak mau, justru malahan mencari arak hukuman. Janganlah kau salahkan kalau aku
bertindak kejam terhadap dirimu."
Ia robohkan tubuh kakek tadi keatas tanah, kemudian bongkokkan badannya
memungut botol porselen itu.
Dalam pada itu Siauw Ling sedang merasakan racun keji dari jarum Coe Boe Tauw Kut
Ciam yang bersarang ditubuhnya perlahan-lahan mulai bereaksi. Terpaksa seluruh hawa
murninya disalurkan untuk melawan daya kerja racun itu, sewaktu dilihatnya Pek li Peng
berhasil mendapatkan obat penawarnya didalam hati lantas iapun berpikir, "Walaupun
gadis ini dibesarkan dalam lingkungan hidup yang serba kecukupan dan selalu dimanja
oleh orang tuanya, namun kecerdikan otaknya benar-benar mengagumkan!"
Pek li Peng pun membuka tutup botol tadi, ambil keluar dua butir obat berwarna putih
dan diangsurkan kemulut Siauw Ling.
Si anak muda itu menerimanya dan segera ditelan, kemudian sambil menghela napas
panjang katanya, "Peng jie, seandainya kau tidak tiba ditempat ini tepat pada waktunya,
mungkin selembar jiwa siauw heng bakal melayang didalam selat ini!"
Pek li Peng tersenyum. "Kedua orang saudaramu melarang aku datang kemari, dalam marahnya aku telah
berkelahi melawan diri mereka berdua, ketika mereka tak sanggup melawan diriku maka
terpaksa mengijinkan aku datang kemari."
"Apakah kau telah melukai mereka?"
"Tidak, meskipun aku telah menghadiahkan sebuah pukulan dimasing-masing badan
mereka, tetapi pukulanku itu enteng sekali. Setelah membentur segera kutarik kembali."
Perlahan-lahan ia maju menghampiri si anak muda ini, tambahnya dengan lembut,
"Toako, dimanakah letak lukamu?"
"Diatas bahu sebelah kiri."
"Lepaskanlah pakaianmu, aku akan cabutkan jarum beracun yang bersarang disitu."
"Antara pria dan wanita ada batas-batasnya, aku mana boleh lepaskan pakaian
Han Bu Kong 3 Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Pukulan Naga Sakti 13

Cari Blog Ini