Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 8
"Bocah, kau sudah berapa lama tinggal di atas puncak bersalju ini?"" tanya Liuw Sian Ci
tiba-tiba sambil tersenyum.
"Hingga tengah malam ini tepat seratus hari lamanya."
"Hmm! Siucay miskin itu betul-betul sudah terkena racun dari Khong Hu Cu," dengus
Liuw Sian Ci dengan dinginnya. "Apa itu gunanya menyiksa badan demi kesuksesan dan
meninggalkan kau seorang diri di atas puncak bersalju untuk menderita aku tidak percaya
kalau hanya dengan menahan siksaan tersengatnya panas matahari serta dinginnya salju
baru bisa memperoleh kepandaian silat yang lihay. Ayo jalan! ikuti aku turun puncak aku
mau suruh dia lihat bukan hanya dengan jalan menyiksa diri baru berhasil memperoleh
ilmu silat yang benar-benar lihay."
Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling segera merasa hatinya serba salah pikirnya,
"Gie hu ku berpesan agar aku suka belajar ilmu dari Cung Locianpwee walaupun aku tidak
mengangkat dia sebagai guru tetapi nyatanya aku mempunyai ikatan guru dan murid
dengan mana aku boleh meninggalkan tempat ini tanpa pamit."
Selagi ia merasa kebingungan dan serba susah itulah mendadak di dalam telinganya
terdengar suara seseorang yang sangat lembut dan halus sekali.
"Bocah!" ujarnya. "Dari pada memohon orang lebih baik menanti orang siksaanmu
selama seratus hari ini boleh dikata tidak sia-sia belaka cepat ikutilah dirinya!"
Suara tersebut sudah sangat dikenal olehnya dan karena dia bukan lain adalah Cung
San Pek. "Terima kasih atas maksud baik Locianpwee!" buru-buru Siauw Ling merangkap
tangannya memberi hormat.
"Hmm! Aku ingin menyuruh si siucay miskin itu mengetahui kalau tidak belajar tenaga
khie kang aliran Buddhapun bisa pula mencapai pada taraf kesempurnaan." teriak Liuw
Sian Ci. Semakin berbicara semakin panas, mendadak ia ayunkan jarinya menotok ke depan.
Segulung hawa serangan yang tak berwajud dengan cepat meluncur keatas permukaan
salju beberapa kali dari dirinya.
Sret! dengan menimbulkan suara yang amat keras, pecahan salju berhamburan
keempat penjuru kiranya permukaan salju yang keras bagaikan baja itu sudah kena
dihantam hingga mereka seluas satu depa persegi dengan membentuk sebuah liang
sedalam lima coen. "Tenaga khie kang Kan Cing Kang Khie dari si siucay miskin itu ditambah pula dengan
pedang ditangannya belum tentu bisa menangkan ilmu jari sakti Siuw Loo Sin Cie ku,"
katanya kembali. Tubuhnyapun segera melayang kesisi ketubuh Siauw Ling dan menyambar tubuh bocah
itu untuk diajak berlalu dari sana.
Ketika itu Siauw Ling telah mempunyai tenaga dalam yang bagus sekali nyalipun
bertambah besar melihat gerakan tubuh dari Liuw sian Ci yang melayang turun ke bawah
puncak laksana menyambarnya kilat dan hanya di dalam sekali. Dua kali loncatan saja
telah mencapai puluhan kaki dalam hati benar-benar ia merasa amat terperanjat.
Liuw Sian Ci langsung membawa Siauw Ling ke bawah lembah dan masuk ke dalam
rumah kayu di bawah pohon siong yang besar itu.
Keadaan dari ruangan rumah kayu itu kini sama sekali berbeda dengan keadaan tempo
dulu, kini tampaklah perabot diruangan tersebut diatur dengan begitu rapi dan megahnya.
"Bocah!" terdengar Liuw Sian Ci tersenyum manis. "Bukankah tempat ini jauh lebih
baikan dari pada keadaan di atas puncak gunung itu?""
"Benar!" "Aku ingin mendidik ilmu silat yang lihay buat dirimu di tengah lingkungan yang
nyaman dan lebih terjamin."
Demikianlah sejak saat itu Siauw Ling melewati penghidupan yang lebih nyaman dari
pada harus tersiksa di tengah puncak tetapi nafsu ingin menang dxari Liuw Sian Ci
sangatlah hebat sekali maka sekalipun penghidupan bocah itu nyaman tetapi disiplin serta
cara mendidik ilmu silat dari Liuw Sian Ci pun amat keras dan ketat sekali.
Satu tahun lewat dengan amat cepatnya dibwaha pengawasan serta didikan yang amat
keras dari Liuw Sian Ci ilmu jari sakti Siuw Loo Sin Cie dari Siauw Ling memperoleh
kemajuan yang amat pesat.
Di samping itu bocah itupun telah memperoleh warisan ilmu senjata rahasia serta ilmu
meringankan tubuh yang paling diandalkan oleh Liuw Sian Ci.
Selama setahun ini belum pernah bertemu muka dengan Gie hunya maupun dengan
Cung San Pek sekalipun jarak tempat itu dengan ke tempat kedua orang lainnya amat
dekat sekali. Pagi itu selesai Siauw Ling berlatih ilmunya mendadak ia menemukan gie hunya Lam Ih
Kong sedang duduk berhadap-hadapan dengan seorang hweesio yang mengenakan lhasa
berwarna merah di depan rumah kayu itu. Telapak tangan kanan mereka berdua saling
bertempel amat keras agaknya sedang beradu tenaga dalam.
Keadaan dari hweesio itu masih tenang-tenang saja sebaliknya Lam Ih Kong sudah
dibasahi dengan keringat, keadaannya sangat berbahaya sekali.
Melihat kejadian itu Siauw Ling amat terperanjat, maka dengan cepat ia loncat kerumah
dan mendekati kalangan pertempuran itu.
Saat itu terlihatlah Cung San Pek sambil mencekal sebilah pedang pendek berdiri di
samping kalangan sedang memperhatikan jalannya pertempuran tersebut sedang Liuw
Sian Ci bersandar pada dinding rumah kayu itu dengan wajah yang amat aneh sekali.
Selama setahun ini kepandaian silat Siauw Ling memperoleh kemajuan yang amat
pesat, tahu-tahu bila bertindak sedikit gegabah malah bakal memecahkan perhatian dari
gie hunya dan mungkin mebuat Lam Ih Kong jadi terluka di tangan hweesio tersebut.
Oleh karena itu sekalipun dalam hati merasa terkejut dan cemas tetapi dengan sekuat
tenaga ia berusaha untuk menekan golakan dihatinya itu.
"Bocah! kau kemarilah" tiba-tiba terdengarlah suara yang amat halus bergema masuk
ke dalam terlinganya. Walaupun ada setahun lamanya tidak bertemu tetapi Siauw Ling masih bisa
membedakan kalau suara itu berasal dari Cung San Pek.
Maka ia segera menoleh sekejap ke arah Liuw Sian Ci kemudian dengan langkah yang
amat perlahan berjalan mendekati Cung San Pek.
Walaupun waktu itu Liuw Sian Ci melihat Siauw Ling berjalan mendekati sisastrawan
tersebut tetapi ia sama sekali tidak menggubrisnya.
Dengan hati dipenuhi berpuluh-puluh persoalan yang mencurigakan hatinya Siauw Ling
mempercepat langkahnya menuju kehadapan Cung San Pek.
"Locianpwee, keadaan dari Gie huku sangat berbahaya, kau pergilah membantu
dirinya," ujar bocah tersebut dengan suara yang lirih.
"Tenaga dalam Gie hu mu sangat sempurna. Ia masih bisa bertahan untuk beberapa
saat lagi!" sahut Cung San Pek dengan wajah serius.
Walaupun ia sedang berbicara dengan Siauw Ling tetapi sepasang matanya masih terus
memperhatikan diri Lam Ih Kong serta Hweesio itu tajam-tajam rasa kuatir mulai
menyelimuti wajahnya. "Selama puluhan tahun Gie hu, Cung San Pek serta Liuw Sian Ci bertanding tetapi tak
berhasil menentukan siapa yang menang siapa yang kalah, bilamana Gie hu tak kuat
menahan serangan dari hweesio berbaju merah itu. Sudah tentu Cung San Pek serta Liuw
Sian Ci tidak bakal bisa menandinginya," demikian pikir bocah itu dalam hatinya.
Sorotan sinar sang surya memancar masuk dari mulut lembah dan menyinari tubuh
Lam Ih Kong serta sihweesio berbaju merah itu. Di atas wajah sang hweesio berbaju
merah yang berperawakan tinggi besar itu tampaklah keringat mengucur keluar dengan
derasnya, sebaiknya keadaan dari Lam Ih Kong semakin mengenaskan lagi, jubahnya yang
berwarna kuning telah basah kuyup oleh keringatnya dingin mengucur amat deras.
Melihat kejadian itu Siauw Ling merasakan darah panas bergolak di dalam dadanya
maka mendadak dia menyambar pedang pendek yang ada di tangan Cung San Pek.
Cung San Pek yang berada dalam keadaan tidak bersiap sedia sehingga pedang segera
kena direbut tetapi kepandaian silat dari sisastrawan tersebut amat dahsyat sekali maka
tangan kanannya dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar dan mencengkeram urat
nadi dari Siauw Ling. "Bocah, kau ingin berbuat apa?" tanyanya.
"Aku mau bantu Gie hu untuk membunuh hweesio berbaju merah itu."
"Heeei" bocah Gie humu sendiripun tidak bisa menangkan dirinya bilamana kau maju
bukankah hanya menghantar nyawa dengan percuma?"" kata Cung San Pek sambil
menggeleng. "Sekalipun aku tak berhasil menangkan dirinya, matipun tidak akan menyesal."
"Bocah jangan terburu nafsu," hibur sisastrawan berusia pertengahan itu lagi dengan
suara setengah berbisik. "Urusan ini timbul dikarenakan bermacam-macam peristiwa yang
terjadi pada puluhan tahun yang lalu bahkan mempunyai sangkut paut dengan Liuw Sian
Ci dan Gie hu mu. Walaupun kau mempunyai rasa bakti yang sangat mendalam tetapi
kepandaian silatmu tidak bisa menahan satu pukulan dari hweesio berbaju merah itupun
sebaliknya akupun tidak bisa turun tangan karena hal ini bisa menimbulkan rasa antipatik
dari Liuw Sian Ci." Sembari berkata tangan kanannya menambahi dengan beberapa bagian tenaga untuk
rebut kembali pedang pendek yang ada di tangan Siauw Ling itu.
"Lalu apakah kau ingin melihat Gie huku terluka di tangan sihweesio berbaju merah
itu?"" tanya sang bocah itu setengah paham setengah tidak mengerti.
Wajah Cung San Pek pun berubah serius lagi.
"Selama setahun ini aku berdiam dengan Gie humu disebuah ruangan batu yang sama,"
ujarnya. "Hubungan diantara kita sudah amat erat sekali, bilamana keadaan memaksa aku
pasti akan turun tangan juga heee" mungkin darah segar bakal membanjiri di dalam
lembah ini?" "Kenapa?"" tanya Siauw Ling dengan hati tergetar keras. "Apakah Liuw Sian Ci bakal
membantu sihweesio berbaju merah itu?"
"Heeei"! Bagaimanakah perasaan dari Liuw Sian Ci pada saat ini aku sendiripun tidak
bisa menebak, tetapi di dalam setahun ini aku serta Gie humu telah mengubah
penghidupan kita, tidak lagi seperti dulu mati-matian berlatih ilmu silat sebaliknya malah
banyak bergurau bercakap-cakap dan menikmati penghidupan yang aman dan gembira,
hal yang tak terduga ternyata telah terjadi, kepandaian silat malah memperoleh kemajuan
yang lebih pesat dari pada bersusah payah berpikir dan berlatih keras. Heeei" urusan ini
tak bisa diterangkan hanya dalam sekejap saja?"
Mendadak ia menutup mulutnya rapat-rapat sedang dari sepasang matanya
memancarkan cahaya yang amat dingin dan tajam.
Siauw Lingpun segera menoleh tampaklah jubah berwarna kuming yang dikenakan oleh
Lam Ih Kong pada saat ini sudah mulai berkerut sedang tubuhnya mulai terdesak mundur
setengah depa ke belakang agaknya ia sudah merasa kepayahan untuk menahan
serangan tenaga dalam dari sihweesio berbaju merah itu.
Tak kuasa lagi bocah itu menjerit tertahan.
Mendadak Lam Ih Kong menoleh dan memandang sekejap ke arah Siauw Ling
tubuhnya yang terjengkang ke belakang kembali berdiri tegak kembali sedang sepasang
telapaknya mendorong semakin keras ke depan membuat keadaan jadi seimbang kembali.
Melihat kejadian itu Cung San Pek menghembuskan napas panjang.
"Gie humu tidak ingin melihat kau melihat dia orang menderita kekalahan di tengah
hweesio tersebut kini iapun mengerahkan tenaganya untuk balas melancarkan serangan,"
katanya. "Semoga saja Gie hu bisa berhasil menangkan hweesio itu!" seru Siauw Ling dengan
hati kuatir. Di dalam hati Cung San Pek mengetahui kalau dengan tindakan Lam Ih Kong ini maka
daya bertahannyapun jadi semakin berkurang diam-diam ia menghela napas panjang.
"Ling jie!" ujarnya kemudian. "Aku ada dua patah perkataan yang hendak
kuberitahukan kepadamu dan ingatlah baik-baik untuk dilaksanakan sesuai dengan pesan."
"Urusan apa?" "Begitu aku turun tangan kau harus segera kembali ke dalam batu Gie hu mu. Di dalam
ruangan tersebut aku telah menyediakan sejilid kitab yang baru aku tulis sendiri, dengan
kecerdikanmu serta hasil yang diperoleh sampai saat ini asalkan kau suka belajar dengan
sepenuh tenaga tidak susah untuk memperoleh seluruh warisan dari kepandaian Gie hu
mu serta kepandaianku?"
"Tahan!" Tiba-tiba terdengar suara jeritan melengking memecahkan kesunyian.
Liuw Sian Ci yang selama ini bersandar dekat pintu kayu tiba-tiba meloncat ke tengah
udara dan menerjang ke tengah kalangan.
"Aaah! Haaa" haaa, bagus sekali!" teriaknya Cung San pek dengan hati girang setelah
melihat kejadian itu. "Bilamana Liuw Sian Ci suka turun tangan?"
Belum habis ia berkata mendadak seluruh tubuh dari Lam Ih Kong sudah terpental
setinggi satu kaki ke tengah udara dan terlempar ke arah luar kalangan.
Sebenarnya pada waktu itu Liuw Sian Ci sedang menerjang ke arah tengah kalangan
tetapi belum sempat tubuhnya mencapai keatas permukaan tanah, ketika melihat
perubahan tersebut buru-buru ia menarik napas panjang tubuhnya bersalto di tengah
udara dan melayang ke arah tubuh Lan Ih Kong.
Ilmu meringankan tubuhnya menjagoi seluruh kolong langit diantara berkelebatnya
bayangan manusia tahu-tahu ia sudah memeluk tubuh Lam Ih Kong ke dalam pelukannya.
"Hweesio berhati binatang, kau membokong dengan menggunakan kesempatan orang
lain tidak siap macam enghiong apakah dirimu?" bentak Cung San Pek dengan gusar.
Di tengah suara bentakan yang amat keras terlihatlah serentetan cahaya putih
berkelebat dengan amat cepatnya langsung menubruk ke arah hweesio berbaju merah itu.
Kiranya hweesio berbaju merah itu sudah mendorongkan seluruh tenaganya ke arah
tubuh lawan dengan menggunakan kesempatan sewaktu Liuw Sian Ci membentak keras
dan Lam Ih Kong menarik kembali tenaga dalamnya.
Lam Ih Kong yang sama sekali tidak menduga akan perbuatannya itu kontan kena
digetarkan oleh tenaga dalamnya sehingga tubuhnya terpental ke belakang dan menderita
luka dalam. Dalam keadaan gusar Cung San Pek telah melancarkan serangan kedahsyatan benarbenar
luar biasa. Belum saja tubuhnya tiba, hawa pedang yang amat hebat telah
menembus udara menghantam tubuhnya.
Si hweesio berbaju merah itu segera balikkan badan melancarkan satu pukulan yang
menggetarkan seluruh permukaan bagaikan kilat melintas datang.
Melihat datangnya angin pukulan yersebut Cung San Pek segera menekan hawa
murninya pada gusar, tubuhnya yang semula menerjang ke depan mendadak berhenti
sedang pedang pendek ditangannya bergoyang keras membentuk bunga-bunga pedang
yang menyilaukan mata. "Braaak!" dengan cepatnya hawa pedang terbentur keras dengan hawa pukulan
tersebut sehingga menimbulkan suara getaran yang keras tubuh si hweesio berbaju merah
itu kena digempur mundur dua langkah ke belakang sebaliknya Cung San Pek sendiri tak
kuasa lagi iapun mundur satu langkah ke belakang.
"Heee" heee" mengandalkan jumlah banyak untuk mencari kemenangan. Hud ya
pamit diri terlebih dulu!" seru si hweesio berbaju merah itu sambil tertawa dingin.
Di tengah suara bentakan yang amat keras laksana sambaran kilat ia melayang pergi
dari sana. Cung San Pek sama sekali tidak menduga kalau hweesio itu bisa putar badan melarikan
diri. Menanti ia tersadar dari keragu-raguannya sang hweesiopun telah berada tiga kaki
jauhnya, untuk mengejar tak bakal kecandak lagi.
Buru-buru ia mengerahkan tenaga murninya, tiba-tiba pedang pendek tersebut
meluncur keluar dari tangannya.
Serentetan cahaya putih laksana kilat menerjang ketubuh hweesio tersebut.
Mendadak sihweesio berbaju merah itu malah membalikkan tubuhnya sambil
melancarkan satu serangan.
Pedang pendek yang sedang meluncur ke depan tadi kontan kena dipukul miring
sehingga berputar di tengah udara dan terjatuh kesisi kalangan.
Sedangkan hweesio berbaju merah itu segera membungkukkan badan melarikan diri
cepat-cepat" "Cun Locianpwee, hweesio itu melarikan diri!" teriak Siauw Ling dengan hati cemas
sewaktu dilihatnya hweesio berbaju merah itu melarikan diri.
Ketika kepalanya ditoleh, tampaklah ketika itu Cung San Pek sedang memejamkan
matanya rapat-rapat. Keringat sebesar kacang kedelai mengucur dengan derasnya
membasahi seluruh keningnya.
Melihat kejadian itu Siauw LIng jadi bergidik, kenapa" Apakah diapun menderita luka
parah" maka perlahan-lahan bocah itu berjalan mendekati sisastrawan tersebut.
"Cung Locianpwee, kau kenapa?" tanyanya.
"Aku sangat baik" sahut Cung San Pek sambil membuka matanya kembali dengan
perlahan-lahan. "Bocah! Sudah lihatlah bagaimana caranya aku melepaskan pedang tadi?"
ooo0ooo "Sudah!" sahut siauw Ling singkat padahal dalam hati pikirnya, "Kau tak sanggup untuk
mengejar orang itu memang seharusnya menggunakan pedang tersebut sebagai senjata
rahasia!" Terdengar Cung San Pek dengan nada serius berkata, "Bocah itulah Sim Hoat tingkat
teratas dari ilmu pedang Ih Kiam Hoat, cuma saja kesempurnaannya belum cukup
sehingga sukar untuk menyatukan pedang serta badan. Jarak yang bisa dicapaipun baru
lima kaki!" Dalam hati walaupun Siauw Ling merasa kurang puas tetapi mulutnya tetap
membungkam. "Menyambitkan senjata ke arah musuh adalah cara yang biasa, mana mungkin bisa
terhitung sebagai Sim Hoat tingkat teratas dari ilmu pedang" pikirnya dihati.
"Walaupun hweesio itu berhasil melukai Gie humu, tetapi ia sendiripun tidak
memperoleh kebaikan apapun," sambung Cung San Pek lagi, Ketika ia menoleh dan
melihat Liuw Sian Ci sedang duduk bersila dan menempelkan telapak kanannya di atas
punggung Lam Ih Kong untuk bantu menyembuhkan lukanya, ujarnya, "Bocah, mari kita
menyingkir jauh, tenaga dalam dari Liuw Sian Ci amat sempurna disakunyapun memiliki
dua butir pil mujarab hadiah dari seorang Locianpwee. Ada dia yang turun tangan
tanggung Gie humu akan sehat kembali, mari! kita jangan ganggu mereka," selesai
berkata ia menggandeng tangan Siauw Ling dan langsung menuju ke arah jatuhnya
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedang pendek tadi. Dalam hati Siauw Ling menguatirkan keselamatan dari Gie hunya ia
tidak berani membangkang perintah Cung San Pek terpaksa ia membiarkan dirinya pergi.
"Heeei! kepandaian silat hweesio itu benar-benar sangat lihay sekali," ujar Cung San
Pek sambil menghela napas panjang dan memungut kembali pedang pendeknya.
"Serangan yang aku lancarkan dengan sepenuh tenaga tadi tidak lebih hanya berhasil
membabat putus dua buah jari tangannya."
Mengikuti apa yang ditunjuk Siauw Ling menundukkan kepalanya. Sedikitpun tidak
salah di atas rumput terlihatlah dua buah jari tangannya yang masih berlumuran darah.
"Jari manis dan jari kelingking ini sungguh sayang" seru Cung San Pek lagi sambil
mencukil kedua buah potongan jari tangan itu dengan pedangnya.
"Apa yang patut disayangkan?"
"Sayang kesempurnaan belum tercapai dan kurang sedikit. Heee"! Asalkan tenagaku
mendapatkan kemajuan satu tingkat saja sihweesio berjubah merah itu sekalipun ini hari
berhasil meloloskan diri tetapi sedikit-sedikitnya harus meninggalkan sebuah tangannya."
"Ilmu pedang terbang dari Locianpwee ini sudah mendapatkan beberapa bagian
kesempurnaan?""
"Aaakh masih terpaut amat jauh boleh dikata baru saja mencapai pada permulaannya."
Bicara sampai disitu mendadak paras mukanya berubah semakin serius sambungnya
lagi, "Cuma sayang ilmu kepandaian semacam ini ada kemungkinan akan terputus sampai
ditanganku. Siauw Ling hanya merasakan beberapa patah perkataannya ini mengandung maksud
yang lebih mendalam. Hanya saja untuk sesaat ia tak mengerti apakah maksudnya.
Tak kuasa lagi sambil kerutkan dahi ia berpikir keras.
Waktu itu Cung San Pek telah membawa Siauw Ling untuk memasuki kumpulan
pepohonan yang rindang dan ketika dilihatnya bocah itu sedang berpikir segera tanyanya,
"Bocah apa yang sedang kau pikirkan?"
"Aku sedang berpikir dengan cara bagaimana baru bisa mempertahankan ilmu pedang
itu tetap berada dikalangan kangouw?"
"Ilmu ini adalah suatu kepandaian yang luar biasa yang bukan bisa dipelajari oleh
setiap orang bilamana bakatmu tidak bisa kendati belajar seumur hiduppun hasil yang
tercapai hanya seperti apa yang aku dapatkan sekarang ini untuk melukai orang pada
jarak yang jauh sukar sekali untuk tercapai."
"Bilamana aku ingin membantu enci Gak untuk melawan para jago-jago Bulim ada
seharusnya belajar ilmu silat yang maha lihay ini," pikirnya secara tiba-tiba.
Berpikir akan hal itu tak terasa lagi ia sudah berkata, "Locianpwee dapatkah boanpwee
mempelajari ilmu kepandaian ini?"
"Aaa, haa, tulang-tulangmu bersih ditambah pula memiliki bakat alam, inilah bahan
yang paling bagus untuk mempelajari ilmu silat kita," Cung San Pek sambil tertawa keras.
"Bilamana kau suka belajar giat di dalam sepuluh tahun tentu bakal memperoleh hasil
yang diinginkan." "Kalau begitu harap Locianpwee suka memperhatikan boanpwee."
Perlahan-lahan Cung San Pek mendongakkan kepalanya memandang awan putih yang
melayang diangkasa lama sekali baru ujarnya, "Menurut apa yang aju ketahui ilmu pedang
terbang ini seharusnya merupakan hasil terbesar yang bisa dicapai dalam belajar ilmu
pedang. Bilamana misalnya di dalam belajar ilmu pedang ada ilmu kepandaian yang jauh
melebihi kepandaian ini maka anggap saja itu hanyalah berita sensasi yang tidak benar."
"Gie hu memuji akan tenaga dalam serta ilmu pedang yang berhasil diyakinkan oleh
Locianpwee." "Perkataan dari Gie humu itu sedikitpun tidak salah" sambung Cung San Pek sambil
tertawa. "Tetapi yang dimaksudkan olehnya hanyalah ilmu yang teringat dihatiku bukannya
mengartikan hasil yang dicapai karena keyakinanku."
Kembali ia dongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang.
"Pertama-tama bakatku sudah tidak baik dan ada batasnya ditambah lagi mulai belajat
silat pada saat lemah-lemahnya kesehatannku kendati telah memperoleh guru yang pandai
sekalipun sukar juga untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan yang dicita-citakan oleh
suhuku pernah aku belajar dan berlatih mati-matian untuk menutupi kekurangankekurangan
tersebut heei" cuma sayang bakat ada batasnya sekalipun di bawah
bimbingan guru yang pandaipun tiada gunanya."
Perlahan-lahan ia menoleh dan memandang wajah Siauw Ling dengan pandangan yang
tajam. Jilid 16 "Bocah, kau mengerti maksud perkataanku?" katanya.
Pertama-tama Siauw Ling mengangguk terlebih dulu tetapi akhirnya ia menggeleng dan
sahutnya, "Aku tidak begitu mengerti!"
"Dendam terputusnya kedua buah jari ini sudah tentu akan dihitung oleh si hweesio
berbaju merah itu di dalam rekeningku." kata Cung San Pek sambil menuding kedua buah
jari yang terputus di atas rumput itu. "Heeeei, walaupun selama puluhan tahun kita hidup
di dalam lembah terpencil ini tanpa berhasil menentukan yang menang dan kalah, tapi
pada mulanya di dalam hati kita masing-masing ada suatu perasaan ingin menang sendiri,
dalam hati kita pikir, kini kita bertiga tak berhesil menentukan siapa menang dan kalah
tetapi penghidupan selama puluhan tahun tentu akan mendatangkan rasa hormat dari
orang-orang Bulim tapi setelah pertempuran dengan hweesio baju merah, perasaan ini
kontan telah tersapu lenyap bahkan sudah mendatangkan musuh tangguh buat dirimu.
Ketika kau berkelana di dalam Bulim dikemudian hari si hweesio tentu tak akan
melepaskan dirimu." "Apakah Locianpwee tak sanggup untuk memukul rubuh dirinya?" kata Siauw Ling.
"Kali ini kita melarikan diri dengan membawa luka pertama-tama yang dikerjakan tentu
mencari suatu tempat tersembunyi untuk mengobati lukanya sekalipun kita ada maksud
untuk membasmi dirinyapun mungkin sukar untuk menemukan jejaknya tetapi aku merasa
ia tidak bakal berani datang lagi kelembah Sam Sin Kok ini setelah mendapatkan malu."
"Akh! kiranya lembah ini bernama lembah tiga nabi, tentunya mereka sendiri yang
menamakannya!" pikir Siauw Ling.
Cung San Pek mendehem perlahan lalu sambungnya lagi, "Yang aku kuatirkan justru
bilamana dia mencari gara-gara dengan dirimu dikemudian hari."
"Tidak mengapa, bilamana aku tak sanggup untuk merubahkan dirinya biarlah aku lari
kembali ke dalam lembah Sam Sin Kok ini."
"Heeei, aku rasa kami bertiga tidak akan bisa hidup selama itu," sambung Cung San
Pek dengan sedih. Sewaktu berbicara sampai disitu mendadak terlihatlah Liuw Sian Ci berlari mendatang
dengan cepat. "Bagaimana dengan keadaan luka dari Lam heng?" tanya Cung San Pek.
"Tidak mengapa!" jawab Liuw Sian Ci. "Aku sama sekali tidak menyangka kalau dia
adalah seorang manusia rendah, lain kali bilamana bertemu kembali dengan dirinya tentu
tidak akan kulepaskan kembali."
Cung San Pek tersenyum. "Dia masuk ke dalam kalangan beragama mungkin sengaja berbuat untuk
memperlihatkan kepadamu," katanya. Ia merandak sebentar kemudian sambungnya.
"Tetapi demikianpun lebih baik walaupun Lam heng menderita sedikit luka tetapi bisa
memusnahkan sakit hati kesalah pahaman tahun dan lukanya ini sangat berbahaya sekali."
"Hey siucay miskin!" ujar Liuw Sian Ci sambil alihkan pandangannya keatas tubuh
Siauw Ling. "Kau lihat bagaimanakah bakat dari Ling jie?"
"Bakat yang sangat bagus dan sukar ditemui selama puluhan tahun!"
"Lalu kenapa tidak kau latih dia?"
"Aku sudah menyanggupi Lam heng untuk mewariskan seluruh kepandaianku
kepadanya kenapa aku tidak melatih dirinya."
"Kalau memangnya begitu memperhatikan dirinya, kenapa tidak sekalian menerimanya
sebagai murid?" Sinar matanyapun segera dialihkan keatas wajah Siauw Ling dan sambungnya lagi,
"Bocah bodoh ayo cepat menghunjuk hormat kepada suhumu!"
Siauw Ling menyahut dan segera jatuhkan diri berlutut di atas tanah.
"Hiii"hiii" walaupun Ling jie adalah putra angkat dari Lam suhengku, diapun anak
muridmu, bilamana dikemudian hari dia tak sanggup untuk menangkan orang lain maka
kesalahan itu tentu terjatuh ditanganmu, karena pasti Cung San Pek tidak betul-betul
memberi pelajaran dan didikan!"
"Aaah, kalau begitu masih butuhkan Liuw Sian Ci suka memberi bantuan," buru-buru
Cung San Pek merangkap tangannya menjura dengan wajah serius.
"Hiii" hiii" apa yang aku ketahui tentu tidak bakal kusembunyikan!" serunya.
Selesai berkata sambil tertawa ia meloncat pergi, hanya di dalam sekejap saja sudah
lenyap dari pandangan. Menanti perempuan itu sudah pergi jauh sisastrawan baru goyang-goyangkan
kepalanya sambil menghela napas.
"Sewaktu mendendam bencinya sampai merasuk ke dalam tulang, sewaktu cinta
manisnya melebihi madu. Heeei, inilah sifat dari seorang perempuan."
Kendati dalam hati Siauw Ling menaruh banyak persoalan yang mencurigakan tetapi
saat ini tak berani untuk banyak bertanya maka dengan paksaan diri bocah itu menyimpan
seluruh kemurungannya di dalam hati.
"Ayo jalan, kita tengok Gie hu mu," ajak Cung San Pek.
Mereka berdua dengan langkah perlahan melamban berjalan menuju kerumah kayu
tersebut dan tampaklah Lam Ih Kong berbaring di atas pembaringan sedang Liuw Sian Ci
berdiri disisinya sembari kerahkan tenaga menguruti beberapa buah jalan darah di tubuh
orang itu. Ketika melihat munculnya kedua orang itu dia hanya tersenyum saja tanpa
menghentikan gerakannya. Cung San Pek menoleh serta memandang sekejap keatas wajah Lam Ih Kong kemudian
sambil tertawa ujarnya, "Sekalipun luka dari Lam heng sudah tidak mengganggu, tetapi
harus beristirahat dulu tiga lima hari dan biarlah untuk sementara waktu aku membawa
Ling jie untuk mendiami ruanga batu dari Lam heng itu."
"Muris itu adalah milikmu, kau suka membawanya pergi kemana bawa saja kehendak
hatimu," timbrung Liuw Sian Ci tersenyum.
Cung San Pek hanya tertawa, lalu ia membawa Siauw Ling meninggalkan tempat itu.
Lima hari kemudian tampaklah Lam Ih Kong serta Liuw Sian Ci bersama-sama
mendatangi ruangan batu itu, tetapi waktu itu Siauw Ling sedang berlatih silat baru akan
mencapai saat-saat yang penting sehingga walaupun ia tahu kalau Gie hunya masuk ke
dalam ruangan itu tetapi ia tetap tak menyambar.
Cung San Pek yang melihat kesehatan dari Lam Ih Kong sudah pulih kembali kini jauh
lebih muda, dalam hati lantas tahu kalau kesalah pahaman antara suheng moay berdua
selama puluhan tahun ini tentu telah punah. Hanya saja masa muda telah berlalu
sekalipun sudah rujuk, merekapun berusia setengah abad lebih. Lam Ih Kong yang melihat
Siauw Ling lagi berlatih dengan rajinnya dalam hati merasa girang. Maka dengan cepat dia
menarik tangan Liuw Sian Ci ujarnya, "Kita jangan mengganggu Cung heng yang lagi
mendidik muridnya. Kitapun tidak bisa mengganggu Ling jie yang sedang berlatih."
Waktu berlalu laksana sambarab kilat, di bawah didikan yang keras dari suhu, Gie hu
serta Liuw Sian Ci bocah itu sudah mewarisi hampir seluruh kepandaian dari ketiga orang
itu. Itu hari selagi Siauw Ling selesai berlatih ilmu pedang dan kembali keruangan batunya,
tampaklah Cung San Pek sedang menantikan kedatangannya sambil duduk bersila.
Dengan cepat Siauw Ling letakkan pedang pendeknya keatas tanah dan jatuhkan
dirinya berlutut. "Suhu apakah kau orang tua ada petuah yang hendak disampaikan kepada tecu?"
tanyanya. "Benar" sahut Cung San Pek sambil mengangguk. "Ling jie masih ingatkah kau sudah
ada berapa lama kau berdiam di dalam lembah gunung ini?"
"Lima tahun," sahut bocah itu setelah termenung berpikir beberapa saat.
Selama beberapa waktu ini perduli hari terang mendung maupun hujan ia tetap terus
menerus berlatih ilmu silatnya sehingga untuk menjawab sudah berapa lama ia berdiam
dilembah itupun harus berpikir setengah harian lamanya.
"Sedikitpun tidak salah sudah ada lima tahun lamanya, kaupun kini harus mulai
berkelana di dalam dunia kangouw untuk mencari pengalaman bagi dirimu."
Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling jadi melengak.
"Tapi kepandaian silat tecu belum berhasil."
"Belajar tiada batasnya!" potong Cung San Pek sembari menggeleng. "Sekalipun kau
harus tinggal disini lima tahun lagipun juga sama saja. Sebetulnya kini kau sudah berhasil
mewarisi seluruh kepandaian kami bertiga asalkan kau bisa berlatih lebih giat lagi tentu
akan memperoleh kemajuan yang lebih pesat."
Dikarenakan repotnya belajar ilmu silat selama beberapa tahun ini Siauw Ling kurang
memperhatikan keadaan di sekelilingnya tetapi setelah diingat dengan teliti ia baru merasa
bila di dalam setengah tahun ini baik suhunya maupun Gie hu serta Liuw Sian Ci sudah
amat jarang sekali meninggalkan rumah kayu serta ruangan batu bahkan secara samarsamar
ia merasa kalau ketiga orang itu jauh lebih tua lagi, maka perlahan-lahan ia
mendongakkan kepalanya terlihatlah rambut Cung San Pek yang semula masih hitam kini
sudah memutih gerakannyapun jauh lebih loyo sehingga tak kuasa lagi hatinya bergolak
amat keras. "Suhu?" teriaknya perlahan.
Mendadak Cung San Pek memandang ke arahnya dengan pandangan tajam lalu
bentaknya keras. "Gie humu serta Liuw Sian Ci telah lama menanti dirimu di dalam rumah kayu itu
cepatlah kau pergi kesana untuk pamit dan nanti sebelum matahari turun gunung kau
harus sudah meninggalkan lembah ini."
Beberapa perkataan ini diucapkan dengan sangat tegas, Siauw Ling sudah tentu tidak
berani banyak bicara lagi dan setelah memberi hormat buru-buru ia meninggalkan
ruangan batu itu menuju kerumah kayu.
Rambut maupun jenggot Lam Ih Kong pada saat ini sudah berubah menjadi keperakperakan
wajahnya kusut dan berwarna kuning, persis seperti orang tua yang baru sembuh
dari penyakit berat. Sedang wajah yang cantik dan bercahaya dari Liuw Sian Ci kinipun telah mengalami
perubahan yang amat besar. Wajahnya pucat pasi dan terdapat banyak sekali guratan.
Cahaya tajam yang semula memancar keluar dari wajahnya kini telah punah tak berbekas.
Selama puluhan tahun lamanya mereka bertiga di dalam lembah yang sunyi ini untuk
bertanding ilmu, tetapi keadaan mereka masih segar bugar.
Walaupun rambut serta jenggot dari Lam Ih Kong sudah memutih laksana perak tetapi
wajahnya merah bercahaya bagaikan jejaka. Potongan siucay dari Cung San Pek membuat
orang mengira ia baru berusia empat puluh tahunan keadaan Liuw Sian Ci jauh lebih
cemerlang lagi, ia masih cantik bagaikan perempuan perawan lagi tersenyum
menggiurkan. Tetapi, kini mereka bertiga jauh lebih tua lagi membuat merekapun mulai merasa kalau
saat-saat menjelang kematian telah hampir tiba.
Saking sedihnya tak kuasa lagi Siauw Ling mengucurkan air matanya.
"Bocah, kau jangan menangis lagi," ujar Lam Ih Kong sambil menghela napas panjang.
"Dikolong langit tak akan ada perjamuan yang tak akan bubar. Kau sudah berdiam selama
lima tahun lamanya dilembah sunyi ini sehingga seharusnya kau berkelana diluaran untuk
mencari pengalaman?"
Sambil menuding ke arah sebuah buntalan kuning yang ada di atas pembaringan kayu
itu katanya lagi, "Bungkusan itu berisikan benda-benda kesayangan bibi Liuw Sian Ci
selama hidupnya kini sekalian dihadiahkan kepadamu sebagai bekal diperjalanan."
"Gie hu, bibi Liuw selama lima tahun ini setiap hari Ling jie harus berlatih ilmu silat dan
belum pernah memperlihatkan kebaktian kepada kalian berdua orang tua!" seru Siauw
Ling dengan sedih. "Gie hu! biarlah Ling jie berangkat tiga hari lebih lambat untuk berbakti
kepada Gie hu serta bibi!"
"Bocah kau telah mempunyai perasaan begitu hal ini sudah sukar sekali," ujar Liuw Sian
Ci sambil menggeleng. "Tetapi keputusan ini sudah kita ambil pada setengah tahun yang
lalu setelah mengalami perundingan yang cukup lama antara Gie humu, suhumu serta aku
sehingga kita baru putuskan untuk menahan kau sampai ini hari."
"Heeei! bocah, kami sudah menggunakan kekuatan yang terakhir untuk menahan
dirimu. Semisalnya bisa menahan satu jam lagi akupun rela untuk membiarkan kau
berangkat terlambat satu jam lagi tetapi soalnya ini tidak perlu kau paksakan lagi."
Dengan perlahan ia menghela napas panjang kemudian dengan nada penuh kasih
sayang sambungnya lagi, "Di dalam buntalan kuning itu ada sebuah peta yang dibuat
sendiri oleh suhumu. Di dalam peta itu jelas menerangkan jalan yang harus kau tempuh
untuk turun gunung. Nasih ada lagi sebuah sarung tangan yang terbuat dari kulit ular
naga yang bernama Cian Ciauw Pih So Tauw yang berguna untuk menahan serangan
pedang maupun golok. Benda itu adalah benda kesayanganku selama ini tetapi kau
bawalah untuk digunakan seperlunya."
"Sedang kedua pil mujarab itu bisa bantu untuk menolong orang yang hampir
mendekati ajalnyapun kau baik-baiklah menyimpannya. Nah! Sekarang juga kau pergilah!"
Siauw Ling menurut dan mengambil bungkusan kuning itu, kemudian dengan rasa
berat diiringi air mata yang bercucuran ia memandangi kedua orang tua itu.
"Bocah bodoh, kenapa tidak lekas-lekas pergi" Apa yang hendak kau nantikan lagi?"
bentak Lam Ih Kong secara mendadak sambil melototkan matanya bulat-bulat.
Siauw Ling segera merasakan hatinya tergetar buru-buru ia menjura dengan sangat
hormatnya. "Gie hu, bibi, baik-baiklah berjaga diri, Ling jie mohon pamit" selesai berkata dengan
langkah yang amat perlahan ia berjalan meninggalkan ruangan tersebut.
Baru saja ia keluar dari pintu mendadak Liuw Sian Ci ayunkan tangannya ke depan
pintu kayu itupun dengan keras segera menutup.
Dengan hati berat kembali Siauw Ling berlutut untuk menjalankan hormat ke arah pintu
rumah dan setelah itu baru bangun berdiri.
Baru saja berjalan beberapa tindak mendadak teringat olehnya kalau ia belum pamit
dengan suhunya, buru-buru Siauw Ling kembali ke dalam ruangan batu.
Tetapi ruangan batu itu telah kosong, bayangan Cung San Pek telah lenyap tak
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbekas. Siauw Ling hanya merasakan kesedihan yang mencekam dihatinya setelah mengitari
satu kali seluruh ruangan tersebut ia baru berjalan meninggalkan tempat itu.
Pada saat ini ia sudah menjadi seorang jagoan Bulim yang amat lihay, keadaannya
sangat berbeda sekali dengan keadaan sewaktu mendatangi lembah tersebut.
Sambil kerahkan tenaga murninya dengan cepat ia berkelebat naik keatas tebing yang
tingginya ada ratusan kaki itu.
Permukaan salju di atas puncak itu masih seperti keadaan semula tetapi bayangan yang
timbul karena pantulan cahaya tersebut bukanlah keadaan diri Siauw Ling tempo dulu.
Siauw Ling pada waktu itu masih merupakan seorang bocah cilik yang tingginya tidak
sampai lima depa, tetapi kini ia sudah berubah menjadi seorang pemuda tampan yang
tingginya ada tiga depa. Setelah mengitari seluruh puncak tersebut dan memandang pemandangan disana
dengan hati berat akhirnya ia membuka buntalan tersebut.
Sedikitpun tidak salah di dalam buntalan itu terdapatlah sebuah peta yang dengan
menerangkan seluruh keadaan di sekeliling tempat itu, di samping itu terdapat sebuah
sarung tangan berwarna kuning muda serta seperangkat pakaian.
Memandang ke arah pakaian tersebut Siauw Ling baru teringat kembali kalau dirinya
pada saat ini sama sekali tidak mengenakan pakaian kecuali sebuah celana yang amat
pendek. Selesai mengenakan pakaian tersebut kembali Siauw Ling memandang ke arah lembah
Sam Sin Kok yang didiami selama lima tahun itu.
Tampaklah bunga tumbuh dengan suburnya diseluruh lembah, bau harum tersiar
datang menyegarkan selama lima tahun tak kuasa lagi diapun menghela napas.
Dengan cepat ia jatuhkan diri berlutut dan memberi hormat ke arah lembah tersebut
doanya "Ooh, Thian! Lindungilah ketiga orang tua itu agar mereka diberi usaia yang lebih
panjang." Sehabis menjalankan hormat, dengan mengikuti peta tersebut Siauw Ling baru
melakukan perjalanan turun gunung.
Dan lukisan pada peta yang dibuat oleh Cung San Pek ini benar-benar amat jelas, maka
dengan mengikuti peta tersebut Siauw Ling melakukan perjalanan selama setengah hari
lamanya, ketika pagi hari menjelang tiba ia telah meninggalkan deretan pegunungan
tersebut. Angin bertiup kencang membuat air sungai itu bergelombang, tanpa terasa ia sudah
tiba ditepian sungai Tiang Kang.
Dengan termangu-mangu pemuda itu memandang deburan ombak yang saling
sambung menyambung. Hatinya terasa amat sedih.
Teringat peristiwa tempo dulu ketika dirinya terjatuh ke dalam sungai.
"Hanya di dalam sekejap saja lima tahun telah berlalu, di dalam penghidupan manusia
lima tahun tidaklah termasuk pendek, entah enci Gak saat ini masih sehat atau tidak?"
Teringat akan diri Gak Siauw-cha tak terasa lagi dia menengadah keatas dan bersuit
nyaring kemudian dengan langkah lebar melanjutkan perjalanannya.
Sang surya memancarkan sinarnya di tengah awang-awang, kiranya sang hari telah
tiba. Siauw Ling yang melakukan perjalanan dengan langkah lebar tanpa terasa sudah tiba di
dalam sebuah kota yang amat ramai.
Peta yang terlukis oleh Cung San Pek hanya menjelaskan jalan untuk turun gunung saja
setelah lukisan peta tersebut terputus, maka tak ada jalan lagi bagi Siauw Ling untuk
melakukan perjalanan sekenanya.
Ketika itulah terasa bau harum tersiar datang menusuk hidung.
Bau harum tersebut memancing rasa lapar dari sang pemuda, maka dengan tiada
perduli lagi segala urusan Siauw Ling segera berjalan masuk ke dalam rumah tersebut.
Suasana di dalam rumah makan itu amat ramai sekali hampir seluruh meja telah
dipenuhi dengan tamu. Keadaan Siauw Ling saat ini benar-benar luar biasa pakaiannya yang telah lama dan
kumal sangat tidak cocok dibadan, kakinyapun hanya memakai seperangkat sepatu
rumput keadaan pada saat ini jauh lebih jelas dari pakaian seorang pekerja kasar.
Tanpa perdulikan keadaan sendiri pemuda itu langsung naik keataws loteng.
Siapa tahu setibanya diloteng dia jadi rada tertegun karena tampaklah tempat itu
tersusun dengan amat rapi serta bersih hanya saja tak terlihat sesosok manusiapun
sehingga tak terasa hatinya jadi keheranan.
"Sungguh aneh sekali suasana di bawah loteng begitu ramainya sehingga kekurangan
tempat, kenapa di atas loteng ini tak terlihat seorang manusiapun?"
Selagi ia berdiri keheranan itulah tampak seorang pelayan berlari mendatangi dengan
cepatnya. "Toa ya apakah kau adalah tetamu yang diundang oleh Ciu Jie ya?" tegurnya kembali
memperlihatkan keadaan Siauw Ling.
Dandanan yang sangat aneh dari Siauw Ling segera mendatangkan rasa ragu-ragu bagi
pelayan itu hal ini membuat dia jadi tal berani berlaku gegabah.
"Ciu Jie ya?" seru Siauw Ling sambil kerutkan alisnya rapat-rapat. "Ciu Jie ya yang
mana?" "Apa kau tidak kenal dengan Ciu Jie ya?" teriak pelayan itu sambil melototkan matanya.
"Bocah cilik kiranya kau hendak memancing diair keruh, ayo cepat menggelinding pergi
dari sini" Kenapa?"
Sang pelayan yang melihat dandanan Siauw Ling amat aneh kotor dan dekil semula
menganggap dia orang adalah jagoan kangouw yang diundang oleh Ciu Jie ya, tetapi
setelah mengerti dia bukanlah tetamu yang diundang dalam hatinya lantas menduga kalau
pemuda itu tentulah seorang pengembala kerbau dari desa.
Maka dengan amat gusarnya segera membentak
"Kau, bangsat cilik mau menggelinding pergi tidak?"
Sembari berteriak tangannya dengan cepat menghantam dada Siauw Ling.
Kepandaian silat yang dimiliki pemuda tersebut pada saat ini benar-benar telah luar
biasa, sekalipun tidak usah mengerahkan tenaga dalamnyapun dari kulit tubuhnya sudah
memantulkan suatu tenaga yang besar.
Ketika pukulan pelayan tersebut dengan tepat menghajar dada Siauw Ling, ia segera
merasakan kepalannya seperti menghantam baja yang amat keras sehingga
mendatangkan rasa sakit yang luar biasa.
Bukan begitu saja bahkan terasalah segulung tenaga pantulan dengan cepat
menggetarkan badannya sehingga membuat ia jatuh terjungkal dan menubruk meja yang
telah diatur dengan mangkuk serta cawan.
Pentalannya kali ini benar-benar membuat sang pelayan terjatuh keras. Wajahnya
bengkak-bengkak dan mengucurkan darah segar.
Dengan cepat ia merontak bangun dan buru-buru menjura.
"Toa ya, kau orang sungguh pandai menyembunyikan diri!" serunya gugup. "Hamba
ada mata tak berbiji dan tidak mengenal tingginya gunung Thay-san. Biarlah sewaktu Ciu
Jie ya nanti datang harap kau orang jangan mengungkap kembali soal ini, kau duduklah,
biar aku sediakan air teh panas buat dirimu."
Siauw Ling yang melihat sikapnya yang kasar cepat sudah berubah dalam hati merasa
amat geli, belum sempat ia menerangkan kalau dirinya sama sekali tidak kenal dengan Ciu
Jie ya yang dimaksudkan itu sang pelayan ngeloyor pergi.
Tak terasa lagi sembari memandang bayangan punggung dari sang pelayan turun dari
loteng pemuda berpikir "Ciu Jie ya itu kalau bukannya kaum pembesar tentulah jagoan
Liok Lim setempat, dan untuk mencari jejak dari enci Gak aku harus banyak bergaul
dengan jagoan Bulim, apalagi perutku sangat lapar dan tak punya uang biar aku makan
lebih dulu." Sejurus kemudian terlihatlah pelayan itu dengan kepala yang dibalut kain putih berjalan
mendatang sambil tuangkan secangkir teh lalu membersihkan mangkuk yang pecah,
sikapnya hormat sekali. Siauw Ling tidak ambil gubris terhadap semua itu. Perlahan-lahan ia memilih tempat
duduk yang dekat jendela dan memandang ke arah manusia-manusia yang sedang
berjalan di bawah loteng, otaknya berpikir cara bagaimana dapat mencari jejak dari Gak
Siauw-cha serta Tiong Cho Siang-ku. Sekonyong-konyong terdengar suara langkah
manusia memecah kesunyian. Waktu ia menoleh ke belakang tampaklah kakek tua
berambut putih dan berperawakan tinggi kekar bertindak naik keatas loteng dengan
membawa seorang dara cantik berbaju hijau, gadis berbaju hijau itu hanya berusia lima
enam belas tahun, tetapi wajahnya amat murung yang penuh diliputi oleh kesedihan.
Tetapi langkahnya amat mantep dan serius sekali sehingga wajahnya yang sangat
adem. Kakek tua itu mempunyai sepasang alis yang tebal. Matanya bulat besar, wajahnya
persegi panjang dengan mulut yang lebar, semangatnya tinggi dengan wajah berwarna
merah bersinar. Saat ini sepasang matanya dengan amat tajam menyapu sekejap ke arah Siauw Ling
kemudian duduk berhadapan dengan pemuda tersebut.
Gadis berbaju hijau itupun duduk disisi orang tua tersebut sinar matanya memandang
ke arah hidung sendiri tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sang pelayan yang melihat bentuk serta gerak-gerik kedua orang itu tidak berani
banyak bicara lagi buru-buru ia menuangkan secawan teh ke arah orang tua itu sambil
ujarnya, "Heee, heee Loo-ya apakah juga tetamu dari Ciu Jie ya?"
Orang tua itu hanya mendengus dingin dan mulutnya tetap membungkam.
Semula nyali pelayan itu sudah dibikin pecah oleh tindakan Siauw Ling, kini melihat
sikap orang tua rada tidak beres buru-buru memberi hormat dan mengundurkan diri.
Sepasang mata dari si orang tua itu kembali dialihkan keatas wajah Siauw Ling dan
memandang dengan rasa dingin.
Lama kelamaan pemuda itu merasa sungkan sendiri, tak kuasa lagi ia melengos keluar
jendela. Terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat, kiranya si orang tua itu
sambil mencekal secawan air teh telah berjalan mendekati ke arah pemuda tersebut.
"Saudara cilik, siapakah namamu?" tegurnya.
"Cayhe adalah Siauw Ling, tootoa?"
Dia sebetulnya hendak menyebut Locianpwee kepada orang tua itu, tetapi ketika
diucapkan sampai di tengah jalan mendadak teringat kembali olehnya akan pesan dari Gie
hunya yaitu tidak perduli telah bertemu dengan jagoan Bulim bagaimanapun juga harus
menyebutnya dengan tingkatan yang seimbang karena itu buru-buru gantinya.
"Entah Loo heng ada maksud apa?"
Mendengar disebutnya nama tersebut air muka si orang tua itu kontan berubah hebat,
sekalipun dara berbaju hijau yang semula memejamkan matanya kembali dan memandang
sekejap ke arah Siauw Ling.
"Dikolong langit banyak orang yang menjuluki nama kembar, apakah Siauw Ling ini
mungkin sama dengan Siauw Ling itu?" terdengar si orang itu bergumam seorang diri.
Siauw Ling yang mendengar perkataan tersebut hatinya terasa rada tergerak.
"Apakah Loo heng pernah bertemu dengan seorang yang bernama Siauw Ling?"
tanyanya. "Walaupun loohu belum pernah bertemu muka tetapi sudah lama mendengar nama
besarnya." "Ooouuw! Ada urusan semacam ini?"
"Ehmmm! loohu adalah Pat So Sin Liong atau sinaga sakti berlengan delapan Toan Bok
Ceng!" "Toan Bok Loo heng!" sapanya.
Dalam hati diam-diam pemuda itu merasa amat malu, pikirnya, "Sungguh memalukan
sekali, kiranya aku sudah lupa menanyakan nama orang lain!"
Perlahan-lahan si orang tua itu meletakkan cawan tehnya keatas meja dan ulurkan
tangan kanannya ke depan.
"Ini hari bisa bertemu muka dengan Siauw Tayhiap benar-benar membuat loohu amat
merasa bangga." Siauw Ling yang melihat tangan kanannya itu sudah mendekati dadanya terpaksa iapun
angkat tangannya untuk menyambut tangan kanan tersebut.
"Lain kali masih mengharapkan banyak petunjuk dari Toan Bok Loo heng" buru-buru
sahutnya. Terasalah kelima jarinya jadi mengencang kiranya tangan si orang tua itu sudah
mencekal tangannya erat-erat.
Selama ia sama sekali tak pernah memiliki pengalaman di dunia kangouw barang
sedikitpun, sehingga sewaktu berjabatan tangan dengan si orang tua itu dia sama sekali
tidak mengadakan persiapan.
Terasalah telapak tangan dari si orang tua yang mencekal tangannya semakin lama
semakin mengejang, waktu itulah ia baru merasakan kalau keadaan kurang beres. Maka
diam-diam tenaga murninya dikerahkan kemudian disalurkan ke arah tangan kanannya.
kelima jari si orang tua yang mencekal tangan pemuda tersebut segera merasakan
tangannya mulai dari lunak jadi keras dan akhirnya atos bagaikan baja, hal itu membuat
hatinya jadi terperanjat.
"Siauw Ling baru munculkan dirinya di dalam Bulim, tidak lebih satu tahun lamanya,
setidaknya nama besarnya bukanlah nama kosong belaka," pikirnya diam-diam.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
Sehingga dengan cepat ia mengendorkan tangannya kemudian tertawa terbahakbahak.
"Haaa" haaa" nama besar dari Siauw heng, benar-benar bukan nama kosong belaka,
Loolap sudah melayani dirimu!" serunya.
Jelas sekali kalau nada ucapannya jauh lebih menghormat lagi.
"Akh! mana, mana, tenaga dalam dari Toan Bok heng tidak berada di bawah tenaga
dalam siauwte!" Sekalipun mulutnya pemuda tersebut menjawab demikian tetapi hatinya amat murung
pikirnya, "Ia memanggil diriku dengan sebutan Siauw Thayhiap. Tentu orang tua ini sudah
salah menganggap aku adalah Siauw Ling yang satunya."
Si orang tua itu mengambil kembali cawan tehnya dan putar badan siap meninggalkan
tempat itu. Mendadak Siauw Ling merangkap tangannya menjura sambil berkata, "Loo heng
tunggu sebentar, cayhe ada urusan yang ingin minta pengajaran!"
Mendengar perkataan tersebut sinaga sakti berlengan delapan Toan Bok Ceng lantas
menghentikan badannya dan perlahan-lahan putar badan.
"Siauw heng ada keperluan apa?" tanyanya sambil tertawa.
"Siauwte belum pernah berkelana di dalam Bulim, ini kali adalah pertama kali
menerjunkan diri ke dalam kangouw."
"Siauw heng sedang bergurau dengan Loolap" Atau benar-benar memberitahu?" tanya
Toan Bok Ceng melengak. "Aku benar-benar sedang memberitahukan kepada Loo heng. Bagaimana perkataan ini
bisa dikatakan sebagai bergurau?"
"Kalau begitu Siauw heng benar-benar bukanlah Siauw Ling yang aku maksudkan?"
"Siauwte adalah Siauw Ling yang asli, aku rasa Siauw Ling yang kau maksudkan itu
sengaja menyaru namaku."
Dengan menggunakan sepasang matanya yang amat tajam Toan Bok Ceng
memperhatikan diri Siauw Ling dari atas sampai ke bawah, lama sekali baru ia menghela
napas. "Bilamana kalian berdua bukanlah satu orang yang sama, maka Loolap sendiripun jadi
kebingungan," katanya kemudian.
"Tolong tanya apakah sebab-sebabnya?"
"Menurut kabar yang tersiar di dalam dunia kangouw, Siauw Ling adalah seorang
pemuda yang amat tampan dan berkepandaian sangat tinggi. Usianya sama dengan Siauw
heng tetapi jejaknya misterius. Jikalau Loolap tinjau dari Siauw heng pada saat ini,
walaupun kau memakai pakaian yang dekil dan sepatu rumput tetapi tak bisa menutupi
wajahmu yang tampan serta sikapmu yang gagah."
Sedang berbicara disitu sekonyong-konyong terdengarlah suara derapan kaki yang
amat ramai berkumandang datang, agaknya ada orang yang amat banyak bersama
sedang naik keatas loteng.
"Urusan ini biarlah kita bicarakan dikemudian hari saja," ujar Toan Bok Ceng buru-buru
sambil menjura. Sehabis berkata dengan cepat ia berkelebat kembali ke tempat duduknya semula.
"Hm, ilmu meringankan tubuh dari si orang tua ini benar-benar sangat sempurna," puji
Siauw Ling diam-diam. Hanya di dalam sekejap mata di depan pintu loteng sudah muncul sepuluh orang.
Dandanan mereka sangat aneh ada yang memakai jubah panjang, ada pula yang
berpakaian singsat. Dari sepasang mata mereka pada memancarkan cahaya yang amat
tajam. Sekali pandang saja bisa diketahui kalau mereka adalah jagoan dari Bulim.
Melihat munculnya orang-orang itu dengan cepat Pat So Sin Liong miringkan tubuhnya
kesamping, agaknya dia sengaja menghindarkan diri dari pandangan orang.
Berpuluh-puluh pasang sinar mata yang sangat tajam serentak manyapu ke arah Siauw
Ling, sinaga sakti berlengan delapan serta dara berbaju hijau itu.
Kecuali Siauw Ling, baik Toan Bok Ceng maupun sidara berbaju hijau itu tiada hentinya
miringkan tubuh menghindarkan diri dari pandangan orang-orang itu.
Mendadak tampaklah seorang lelaki berusia pertengahan munculkan diri dari dalam
rombongan dan langsung mendekati diri Siauw Ling.
"Siapakah saudara?" tegurnya dengan suara yang amat dingin dan tawar. "Apakah kau
orangpun sudah menerima undangan dari Jie Cungcu dari perkampungan kami?"
Perlahan-lahan Siauw Ling alihkan sinar matanya keatas wajah orang itu dan terlihatlah
bentuk kepalanya yang lancip serta dahi yang lebar dalam hati sudah menaruh rasa
antipati. "Siauw Ling!" jawabnya singkat.
Kedua patah kata itu benar-benar mendatangkan pengaruh yang amat besar sekali,
seketika itu juga si orang laki-laki berusia pertengahan itu mundur dua langakah ke
belakang dan merangkap tangannya menjura.
"Oooouw" kiranya Siauw thayhiap, maaf!"
Dalam hati Siauw Ling semakin keheranan pikirnya lagi "Bagus sekali! nama Siauw Ling
kiranya begitu gagah, seram dan berpengaruh!"
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hmm! terima kasih" jawabnya dingin.
Sekali lagi sambil menjura dengan hormatnya lelaki berusia pertengahan itu tertawa.
"Heee" heee" Jie Cungcu kami sama sekali tidak mengetahui jejak dari saudara
karena itu tidak dapat mengirim undangan buat dirimu, harap Siauw thayhiap suka
memaafkan kesalahan tersebut."
"Soal itu sih tidak perlu."
Terdengar suara langkah kaki kembali berkumandang datang dan tampaklah seornag
pemuda berdandan sangat perlente dengan didampingi dua orang bocah cilik bertindak
naik keatas loteng dengan gagahnya.
"Entah siapa lagi orang ini?" batin sang pemuda di dalam hati. Si lelaki berusia
pertengahan yang baru saja berbicara dengan Siauw Ling itu sewaktu melihat munculnya
sang pemuda berpakaian perlente itu buru-buru berjalan mendekat dan membisikan
sesuatu dengan suara yang sangat perlahan.
Semula pemuda berbaju perlente itu mengerutkan alisnya rapat-rapat tetapi akhirnya
mengangguk dan tersenyum lalu berjalan ke arah Siauw Ling.
Pada jarak lima langkah dihadapan Siauw Ling pemuda itu menghentikan langkahnya
dan menjura. "Siauwte Ciu Cau Liong. Maaf, karena siauwte tidak tahu akan kedatangan dari Siauw
heng sehingga tidak mengadakan penyambutan yang semestinya."
Orang itu berwajah bersih dan tampan pakaiannnya perlente dan gagah. Jika dengar
dari nada suaranya mungkin sekali dialah Ciu Jie ya yang dimaksudkan oleh pelayan itu,
maka dengan cepat ia bangun berdiri.
"Perkataan Ciu heng terlalu berlebih-lebihan siauwte baru untuk pertama kalinya?"
Ia rada merandek sebentar kemudian sambungnya lagi, "Siauwte baru pertama kalinya
menginjak tempat ini sehingga kurang paham?"
Tidak menanti Siauw Ling menyelesaikan kata-katanya tiba-tiba Ciu Cau Liong
menyambar pergelangan tangan kanan pemuda itu dan mencengkeramnya kencangkencang.
Siauw Ling sudah merasakan pahit getir di tangan sinaga sakti berlengan delapan Toan
Bok Ceng, karena itu sekalipun pemuda she Ciu itu menyambar dengan gerakan yang
sangat cepat tetapi Siauw Ling sudah mengadakan persiapan.
Maka dengan cepat ia menyalurkan tenaga dalamnya kelengan sebelah kanan sedang
sikapnya sama sekali tidak berubah maupun menghindar.
Dimana pergelangan tangan siauw Ling yang kena dicengkeram Ciu Cau Liong bukan
lain adalah urat nadi kematian. Kiranya di dalam hati pemuda itu benar-benar adalah
Siauw Ling, maka ia tentu berusaha untuk menghindarkan diri dari cengkeraman tersebut,
bilamana dia bukan Siauw Ling maka cengkeramannya ini akan membinasakan dirinya.
Siauw Ling yang baru pertama kali munculkan diri ke dalam dunia kangouw sudah tentu
tidak mengetahui kelicikan serta berbahayanya Bulim, ternyata dia sama sekali tidak
menghindarkan diri dari cengkeraman itu.
Hanya saja karena ilmu tenaga dalamnya amat sempurna, apalagi ilmu khie kang, Khun
Cing Khie Kang nya sudah ada tujuh bagian kesempurnaan, sekali salurkan tenaga dalam,
maka seluruh urat nadi serta jalan darahnya sudah terlindung dengan sendirinya.
Ciu Cau Liong hanya merasakan tangannya seperti lagi mencekal sebuah besi baja yang
sangat atos bahkan secara samar-samar bisa merasakan aliran murni dibalik kulit Siauw
Ling hatinya jadi terperanjat.
"Sungguh dahsyat tenaga dalam dari bangsat cilik ini," pikirnya.
Buru-buru ia lepaskan tangan dan tertawa.
"Nama besar dari Siauw heng sudah lama siauwte ketahui, hanya saja tidak jodoh
untuk bertemu muka. Ini hari bisa berkenalan dengan saudara benar-benar merupakan
keuntunganku," katanya.
Sembari menggandeng tangan Siauw Ling dengan cepat ia ulapkan tangannya ke arah
jago lainnya. "Saudara sekalian silahkan ambil tempat duduk."
"Tetapi Kiam Bun Jie Eng serta nona ketiga dari keluarga Tong belum tiba," kata si
lelaki berkepala lancip itu dengan sangat hormat.
"Kalau begitu tidak usah menunggu mereka lagi."
Si lelaki itu lantas memperlihatkan wajah yang serba salah, bisiknya kembali,
"Perkataan yang Jie Cungcu adakah pada ini hari adalah khusus untuk menyambut
kedatangan mereka bertiga."
"Haaa" haaaa" kalau begitu perayaan ini hari diganti saja untuk menyambut
kedatangan dari Siauw heng!" sambung Ciu Cau Liong sambil tertawa.
"Hidangkan arak!" katanya.
Perjamuan sudah tersedia, sebentar saja arak serta sayur sudah dihidangkan.
Ciu Cau Liong segera menggandeng Siauw Ling untuk ambil tempat duduk, lalu sambil
angkat cawan ujarnya tertawa, "Jejak Siauw heng misterius bagaikan naga sakti yang
kelihatan kepala tak kelihatan ekornya. Ini hari dengan melihat sedikit paras mukaku suka
memperkenalkan diri. Hal ini membuat siauwte merasa amat berterima kasih sekali."
Walaupun di dalam hatinya Siauw Ling bermaksud untuk menerangkan kejadian yang
sebetulnya tetapi iapun merasa keruwetan dan kekacauan di dalam urusan ini sehingga
membuat dirinya tak sanggup untuk mengucapkan sepatah katapun dan terpaksa iapun
angkat cawannya. "Ciu heng, kau terlalu bersikap sungkan," sahutnya.
Tetapi pikirnya dengan cepat berputar terus dihatinya.
"Orang itu sudah menyaru dengan menggunakan namaku, kini bilamana aku meminjam
pula kecermelangannya hal inipun tidak bisa keterlaluan. Apa lagi pada saat dan keadaan
seperti ini sekalipun diterangkan dengan beribu-ribu patah perkataan tidak bakal bisa
dijelaskan kembali duduknya perkara!"
Terpikir sampai disitu, hatiku terasa lebih lega.
Agaknya Ciu Cau Liong ada maksud untuk mengikat tali persahabatan dengan Siauw
Ling karena nada ucapannya selama perjamuan selalu menyanjung dirinya, bahkan
dengan penuh kehormatan dan perasaan kagum ia melayani pemuda tersebut.
Para jago lainnya yang melihat sikap dari Ciu Cau Liong ini segera pada berebut
menghormati pemuda tersebut sehingga membuat Siauw Ling terangkat sampai surga
tingkat ketiga belas angker.
Siauw Ling yang baru untuk pertama kalinya menerjunkan diri ke dalam dunia kangouw
dan menerima penghormatan yang demikian luar biasanya, kendati ia adalah seorang
yang cerdik tidak urung kena terpengaruh juga ia merasa orang-orang itu sangat baik
sekali terhadap dirinya membuat ia merasa amat sungkan.
Ditambah pula Ciu Cau Liong adalah seorang yang pandai berbicara setiap
perkataannya tentu membuat Siauw Ling sipemuda yang baru saja terjunkan diri ke dalam
dunia kangouw ini menjadi kegirangan.
Di tengah ramainya suasana pesta sinaga sakti berlengan delapan Toan Bok Ceng serta
sidara berbaju hijau itu tetap menyepi dipojokan keadaan mereka amat aneh dan misterius
sekali. Kiranya sejak tadi Ciu Cau Liong telah memberi tanda kepada anak buahnya untuk
jangan menyelidiki asal usul dari kedua orang tua serta gadis tersebut, karenanya sampai
saat itu tak seorangpun yang pergi mengganggu kedua orang itu.
Walaupun begitu secara diam-diam Ciu Cau Liong selalu memperhatikan keadaan dari si
orang tua serta sidara berbaju hijau itu. Keadaannya penuh diliputi oleh keragu-raguan.
Bilamana Siauw Ling adalah seorang yang pernah berkelana di dalam dunia persilatan
pasti akan bersikap lebih waspada lagi, karena ia tentu akan menemukan bagaimanakah
sikap dari Ciu Cau Liong ini terhadap si orang tua serta dara berbaju hijau itu.
Tetapi pada saat ini Siauw Ling sudah dikerumuni oleh sikap yang hormat dari para
jago lainnya ditambah pula Ciu Cau Liong dapat bertindak sangat hati-hati sekali, hal ini
sudah tentu membuat sang pemuda jadi lupa daratan.
Di tengah kegembiraan perjamuan itu mendadak tampaklah seorang lelaki berpakaian
singsat yang seluruh tubuhnya telah basah dengan keringat lari naik keatas loteng
kemudian menjura dengan hormatnya kepada Ciu Cau Liong.
"Lapor Jie ya. Kiam Bun Siang Eng telah tiba diluar kota Koie Cho!" katanya.
"Sudah tahu!" jawab Ciu Cau Liong sambil ulapkan tangannya lelaki berpakaian singsat
itu segera menjura kembali dan putar badan meninggalkan tempat itu.
Tidak lelaki tersebut berlalu kembali terlihatlah seorang lelaki dengan pakaian yang
basah oleh keringat dan wajah penuh dengan debu lari naik keatas loteng.
"Lapor Jie ya!" serunya sambil menjura.
"Tandu dari nona Tang Sam dari daerah Su Cehuan telah tiba tiga lie diluar kota."
"Hahaha" baik! Segera aku pergi menyambut kedatangan mereka."
Dengan perlahan ia menoleh ke arah Siauw Ling dan berkata kembali sambil
tersenyum, "Sebentar kemudian biarlah Siauwte perkenalkan Siauw heng dengan
beberapa orang Toa enghiong dari Bulim."
Ia berhenti sesaat sambil tertawa terbahak-bahak sambungnya kembali, "Sekalipun
beberapa orang ini adalah jagoan-jagoan lihay dari Bulim, tetapi dibandingkan dengan
nama besar Siauw heng, masih terpaut sangat jauh sekali."
"Pujian dari Ciu heng ini bagaimana mungkin siauwte berani menerimanya."
Belum habis perkataannya mendadak terdengarlah suara helaan napas yang rendah
dan berat berkumandang. Mendengar suara tersebut Siauw Ling lantas menoleh dan tampaklah sidara berbaju
hijau itu sudah bangun berdiri. Diantara ayunan ujung bajunya tampaklah tiga rentetan
cahaya putih yang amat menyilaukan sedikit suarapun telah mengancam tiga buah jalan
darah penting pada punggung Ciu Cau Liong.
Melihat kejadian tersebut Siauw Ling jadi sangat terperanjat tanpa berpikir panjang lagi
tangannya segera diayunkan melancarkan satu pukulan keras bersamaan itu pula
mulutnya segera berteriak keras.
"Ciu heng, hati-hati!"
Mendengar suara peringatan itu Ciu Cau Liong jadi tersadar buru-buru tubuhnya
melayang sejauh tiga depa ke depan kemudian baru putar badannya.
Kejadian ini berulang amat cepat sedang gerakan pukulan dari Siauw Ling amat aneh
menanti Ciu Cau Liong telah berputar badannya ketiga rentetan cahaya putih itu sudah
kena dipukul miring oleh angin pukulan dari Siauw Ling.
Ketika melihat ketiga bilah pisau terbang beracunnya kena dipukul mental sejauh lima
depa oleh angin pukulan dari Siauw Ling itu dalam hati sidara berbaju hijau segera merasa
terkejut bercampur gemas. Terkejut karena melihat kedahsyatan angin pukulan dari Siauw
Ling. Gemas karena ia suka mencampuri urusan orang lain.
Di tengah suara tertawa dingin yang memekikkan telinga kembali ujung bajunya
dikebutkan ke depan, empat rentetan cahaya putih dengan cepatnya menyambar ke
depan. Dua bilah mengancam dada Siauw Ling dan dua bilah menyambar ketubuh Ciu Cau
Liong. Siauw Ling dengan cepat mendorongkan sepasang tangannya ke depan, diantara
ulapan tangannya tahu-tahu rentetan cahaya keemas-emas tersebut sudah tercekal
ditangannya. Sebaliknya Ciu Cau Liong tidak berani menempuh bahaya. Tangan kanannya
dilemparkan ke depan. Di tengah berkelebatnya cahaya hijau cahaya keemas-emasan
yang menerjang ketubuhnya sudah berhasil dipukul jatuh.
Siauw Ling segera tundukkan kepalanya melihat kedua buah benda keemas-emasan
yang ada ditangannya. Kiranya kedua benda tersebut bukan lain adalah dua bilah pedang pendek yang sisinya
bergerigi, di atas ujung gergaji tersebut secara samar-samar memancarkan cahaya kebirubiruan,
jelas kalau pisau tersebut telah dipolesi dengan racun.
Hatinya jadi amat terkejut.
Waktu itu di tengah suara benatakn yang amat keras para jago yang ada di atas loteng
itulah pada bangun berdiri dan hendak menubruk ke arah Toan Bok Ceng serta sidara.
"Siauw heng!" terdengar Ciu Cau Liong berbisik sambil menghela napas panjang.
"Kepandaian silatmu sungguh tinggi nyalipun besar hal ini benar-benar membuat siauwte
merasa amat kagum. Kedua bilah pedang ini mempunyai ujung-ujung bergerigi yang telah
dipolesi oleh racun ganas sekalipun orang yang pernah berlatih ilmu Thian San Ciang pun
tentu tidak akan kuat untuk menerimanya, tadi Siauw heng ternyata sudah berlaku
gegabah dengan menjepit pedang tersebut dengan kekuatan jari."
Ia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya kembali, "Lain kali lebih baik jangan
menempuh bahaya." Diam-diam Siauw Ling merasa amat malu sendiri maka dengan perlahan-lahan
meletakkan pedang emas itu keatas meja dan menoleh ke arahnya.
Dan tampaklah di tangan kanan Ciu Cau Liong pada saat ini telah mencekal sebuah
senjata Toei Giok Ci yang panjangnya ada satu depa dua coen secara samar-samar dari
senjatanya memancarkan cahaya kehijau-hijauan.
Tidak menanti Siauw Ling bertanya Ciu Cau Liong sudah berkata lebih dulu.
"Senjata Coei Giok Ci dari siauwte ini sekalipun tidak bisa dikatakan sebagai senjata
pusaka , tetapi senjata ini terbuat dari pualam dingin yang telah berusia ribuan tahun
lamanya, kerasnyapun laksana baja dan tidak akan putus oleh bacokan pedang maupun
golok. Bilamana siauw heng suka, biarlah siauwte hadiahkan senjata pualam ini buat
Siauw heng." "Haaa, haaa, bagaimana siauwte berani menerimanya?" buru-buru tolak Siauw Ling
sambil goyangkan tangannya.
Sekonyong-konyong terdengarlah suara dengusan berat berkumandang datang yang
disusul dengan rubuhnya sang tubuh keatas lantai dengan cepat, mereka pada menoleh
ke arah kalangan pertempuran.
Terlihatlah para jago sedang mengerubuti sinaga sakti berlengan delapan serta sidara
berbaju hijau itu kini sudah ada empat lima orang berhasil dirobohkan.
Tenaga dalam dari si Pat So Sin Liong sangat sempurna setiap pukulannya dahsyat
laksana menggulungnya ombak di tengah samudra walaupun para jago menyerang dari
empat arah delapan penjuru, tetapi tetap tak berhasil juga untuk mendekati tubuhnya.
Dengan pandangan yang dingin Siauw Ling menyapu sekejap ke arah sidara berbaju
hijau itu. Ketika melihat wajah yang serius dari Toan Bok Ceng pada saat ini memancar
rasa mangkel serta gusar yang bukan kelapang. Ditambah pula sepasang matanya yang
melotot lebar-lebar dan mengandung penuh kebencian itu membuat hati sang pemuda
merasa tergetar amat keras.
Ketika menoleh kembali ke arah Ciu Cau Liong waktu itu ia kelihatannya sedang
memandang ke arah jalannya pertempuran dengan wajah penuh tersungging senyuman.
Melihat begitu Ciu Cau Liong sama sekali tidak bergerak, agaknya ia sama sekali tidak
mau mengurusi orang-orangnya yang mati maupun terluka di tangan si orang tua itu.
Siauw Ling yang melihat korban-korban semakin lama semakin numpuk hatinya jadi
tidak tega, maka tubuhnya mendadak bergerak maju mendekati ke tengah kalangan.
Begitu ia turun tangan, maka dengan cepat terlihatlah empat orang lelaki kasar pada
menyingkir kesamping memberi jalan buatnya.
Melihat datangnya serangan Siauw Ling, sepasang mata Toan Bok Ceng yang semula
telah diliputi penuh kebencian kini kontan berubah jadi merah berapi-api, dengan gusarnya
ia membentak keras. "terimalah serangan dari loohu!"
Dengan disertai sambaran angin yang tajam menghantamkan sepasang tangannya
sejajar dada. Siauw Ling yang baru saja untuk pertama kalinya bergebrak dengan orang lain, sama
sekali tidak memiliki pengalaman sedikitpun maka ketika melihat datangnya serangan yang
begitu dahsyat ia tak berani menerimanya dengan keras lawan keras.
Tangan kanannya dengan cepat membabat ke depan, kelima jarinya diayunkan
mengancam urat nadi dari Toan Bok Ceng.
"Aaah! Ilmu menotok jalan darah Lan Hoa Hu Hiat So!" teriak si orang tua dengan
kagetnya, buru-buru ia mengundurkan diri dua langkah ke belakang.
"Sedikitpun tidak salah!" sahut Siauw Ling.
Mendadak tampaklah serentetan cahaya keemas-emasan kembali berkelebat datang
menusuk ke arah iga kirinya. Senjatanya belum tiba, angin serangan yang dingin telah
menyambar terlebih dulu. Siauw Ling jadi amat terperanjat, tubuhnya miring kesamping balas melancarkan satu
babatan. "Plaaak! dengan disertai suara bentrokan yang amat nyaring sebilah pedang emas
terpental udara disusul tubuh sidara berbaju hijau itu mundur dua langkah ke belakang.
Tangan kirinya mencekal pergelengan tangan kanannya sedang air mata bercucuran
keluar dari kelopak matanya jelas dia telah menderita luka yang tidak ringan.
Kiranya serangan babatan dari Siauw Ling tadi dengan tepat berhasil menghajar
pergelangan tangan kanan si dara berbaju biru itu.
Siauw Ling rada tertegun, dalam hati dia kepingin mengucapkan beberapa patah kata
yang meminta maaf, tetapi belum sempat ia membuka mulutnya mendadak tampaklah
sinaga sakti berlengan delapan sudah mengebutkan ujung jubahnya ke depan.
Serentetan cahaya keperak-perakan dengan cepat memenuhi seluruh angkasa
mengurung seluruh tubuhnya.
"Siauw heng hati-hati terhadap senjata rahasia," terdengar suara Ciu Cau Liong
berkumandang masuk ke dalam telinga.
Toan Bok Ceng mempunyai julukan sebagai sinaga sakti berlengan delapan, tentunya di
dalam ilmu menyambit senjata rahasia sangat lihay serta menjagoi seluruh Bulim.
Hanya di dalam sekali kebutannya saja, pisau terbang, panah pendek, jarum perak,
piauw ganas serta berpuluh-puluh macam lagi senjata rahasia laksana curahan hujan
bersama-sama mengancam kesepuluh jalan darah terpenting di atas tubuh Siauw Ling.
Melihat serangan yang demikian dahsyatnya itu Siauw Ling jadi sangat terperanjat.
"Sekali melancarkan serangan ia bisa menyambitkan senjata rahasia yang sedemikian
banyaknya, hal ini benar-benar merupakan berita yang belum pernah aku dengar!"
Maka tangan kanannya buru-buru melancarkan satu pukulan ke depan sedang
tubuhnya meloncat ke arah belakang.
Segulung hawa pukulan yang maha dahsyat tiada hentinya mengalir keluar, senjatasenjata
rahasia yang sedang meluncur datang itu laksana terhalang oleh sebuah tembok
yang tak berwujud dengan cepatnya terpental dan jatuh kesamping.
Melihat kedahsyatan lawannya mendadak Toan Bok Ceng menghela napas panjang.
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bocah mari pergi!" serunya.
Tangan kirinya dengan cepat menyambar tubuh sidara berbaju hijau itu kemudian
dengan cepatnya mereka menerjang keluar melalui jendela.
Siauw Ling segera enjotkan badannya untuk mengejar dari arah belakang.
Dan tampak pula bayangan hitam berkelebat tahu-tahu Ciu Cau Liong pun sudah
mengejar dari arah belakang.
"Siauw heng ada pepatah mengatakan penjahat miskin tak usah dikejar, biarkanlah
mereka pergi!" Sebetulnya Siauw Ling tidak bermaksud untuk mengejar orang itu, ia hanya kepingin
melihat Toan Bok Ceng dengan menggendong seseorang apakah bisa meloncati loteng
yang demikian tingginya. Tampaklah tangan kanan Toan Bok Ceng menekan ujung jendela sehingga dengan
meminjam tanaga pantulan tersebut tubuhnya segera meloncat kebangunan rumah yang
ada dihadapannya hanya di dalam sekejap saja telah lenyap dari pandangan.
Melihat kehebatannya itu diam-diam Siauw Ling menghembuskan napas panjang
tanyanya sambil menoleh, "Ciu heng sebetulnya kau dengan mereka berdua mempunyai
ganjalan sakit hati apa?"
"Dendam sakit hati yang terjadi di dalam dunia kangouw sudah sangat biasa," sahut Ciu
Cau Liong sambil tersenyum. "Terhadap kedua orang itu siauwte sama sekali tidak kenal,
kenapa mereka hendak turun tangan terhadap siauwte aku sendiripun tidak tahu. Untung
saja hari ini Siauw heng suka turun tangan menolong siauwte. Kalau tidak mungkin saat
ini aku sudah terluka di tangan mereka."
"Heeei, enci Gak, kau sama sekali tidak ada ikatan dendam maupun sakit hati dengan
orang-orang Bulim, tetapi karena mereka menginginkan anak kunci istana terlarang, tanpa
sungkan lagi telah menggunakan berbagai cara yang licik untuk menyusahkan enci Gak"
katanya. Segera ia menghela napas panjang ujarnya, "Perkataan dari Ciu heng sedikitpun tidak
salah, peristiwa yang terjadi dalam dunia kangouw memang sangat susah untuk ditebak
sebelumnya." Pada waktu itulah terdengar suara seseorang yang rendah dan berat berkumandang
datang. "Lapor Jie ya, Kiam Bun Siang Eng telah tiba di bawah loteng!"
"Ehmm, cepat kalian singkirkan orang-orang yang terluka turun dari loteng" perintah
pemuda she Ciu itu dengan cepat.
Kemudian sambil menggandeng tangan kanan Siauw Ling sambungnya, "Ayo jalan
saudara Siauw, biarlah aku kenalkan dirimu dengan Kiam Bun Siang Eng, berkenalan
dengan beberapa orang tidaklah mungkin akan mendatangkan bencana."
Dalam hati sebetulnya Siauw Ling tidak ingin untuk berkenalan dengan beberapa orang
itu, tetapi berhubung tangannya sudah digandeng ia mengikuti pula diri Ciu Cau Liong
turun dari loteng. Baru saja mereka tiba di depan pintu kedai tampaklah dua ekor kuda yang tinggi besar
telah berhenti diluar pintu.
Di atas kuda tersebut duduklah dua orang lelaki kasar yang memakai pakaian singsat
berwarna abu-abu dengan mantel berwarna kuning.
Buru-buru Ciu Cau Liong melepaskan cekalan pada tangan Siauw Ling dan merangkap
tangannya menjura. "Baru saja siauwte bertemu dengan pembunuh gelap sehingga tidak dapat menyambut
kedatangan saudara berdua dari tempat kejauhan, harap kalian suka memaafkan!"
serunya. "Ciu heng terlalu sungkan, apakah pembunuh gelapnya sudah berhasil ditangkap!"
serempak sahut kedua orang itu sambil meloncat dari kudanya.
"Pembunuh gelapnya sudh melarikan diri. Terima kasih atas perhatian kalian berdua."
Salah seorang diantara mereka berdua yang usianya rada lanjut dan mempunyai
jenggot warna kuning pada janggutnya, segera maju ke depan dan berkata, "Sayang
sekali kedatangan kami berdua terlambat satu langkah, kalau bisa datang dari tadi
mungkin mereka tidak akan berhasil melarikan diri!"
"Siapakah sebetulnya orang itu" ternyata berani bertindak kurang ajar dengan Ciu
heng!" sambung lelaki yang dibelakangnya.
"Orang itu memiliki kepandaian silat yang sangat lihay berturut-turut ia berhasil melukai
tujuh orang Loohan dari perkampungan kami," sahut Ciu Cau Liong sambil tertawa.
Sinar matanya dengan perlahan dialihkan keatas tubuh Siauw Ling dan sambungnya,
"Bilamana bukannya Siauw heng yang keburu turun tangan menolong mungkin pada saat
ini siauwte sudah menemui ajalnya di bawah serangan pisau terbang beracun dari
pembunuh gelap itu."
"Akh, ada peristiwa semacam ini" Sungguh luar biasa sekali!" teriak si lelaki yang
mempunyai jenggot berwarna kuning.
Sinar matanya segera dialihkan keatas wajah Siauw Ling dan ujarnya "
"Lalu saudara ini adalah?"
"Hahahaha" hampir-hampir saja siauwte sudah lupa untuk memperkenalkan kalian
berdua dengan diri Siauw heng."
Sambil menuding pemuda tersebut sambungnya "Dia bukan lain adalah Siauw
Thayhiap, Siauw Ling heng yang namanya mulai terkenal diseluruh dunia persilatan.
Walaupun usianya dari Siauw heng masih muda, tetapi kepandaian silatnya sangat luar
biasa sekali, sejak semula ia sudah menjadi manusia penting di dalam kalangan
persilatan." Dengan pandangan yang kurang percaya si lelaki kasar itu memperhatikan Siauw Ling
dari atas ke bawah, dari bawah keatas, akhirnya sambil merangkap tangannya menjura
katanya, "Telah lama aku kagumi nama besarmu."
"Mana" mana?" buru-buru Siauw Ling merangkap tangannya balas memberi hormat
oia hanya merasa nada suara dari orang itu sangat dingin dan tawar sekali, tetapi ia belum
merasakan kalau pihak lawan sebenarnya sama sekali tidak memandang sebelah matapun
kepadanya. Ciu Cau Liong segera menuding ke arah si lelaki kasar berjenggot kuning itu ujarnya,
"Dia adalah Loo toa dari Kiam Bun Siang Ing, Tui Hung Kiam atau sijagoan pedang
pengejar angin Pei Pek Lie."
Ia mandek sejenak untuk kemudian sambil menuding ke arah si orang lelaki berjenggot
putih itu sambungnya, "Dia adalah Loo jie Boe Im Kiam atau sijagoan pedang tanpa
bayangan Than Tong!"
"Dikemudian hari aku masih membutuhkan banyak petunjuk dari saudara berdua," ujar
Siauw Ling sambil menjura kembali.
"Hm! kami dua bersaudara tidak berani menerimanya," kata Pei Pek Lie dingin.
"Kalian berdua datang dari tempat kejauhan tentunya sangat lapar" sela Ciu Cau Liong
sambil kerutkan dahinya. "Di atas loteng ada arak dan nasi. Silahkan saudara berdua naik
keatas loteng." Selesai berkata sambil menggandeng tangan Siauw Ling lantas menyingkir kesamping
memberi jalan buat tetamunya itu.
Pie Pek Lie yang melihat keakraban Ciu Cau Liong dengan Siauw Ling hatinya tak terasa
jadi bergerak pikirnya, "Selamanya Ciu Cau Liong bersifat pengecut dan selalu
mementingkan diri sendiri. Kini ia suka bersikap akrab dengan bangsat cilik itu, jelas Siauw
Ling bukanlah manusia sembarangan," kiranya Ki Bun Siang Ing sudah ada tiga tahun
lamanya mengasingkan diri dari pergaulan guna mempelajari semacam ilmu pedang
gabungan yang amat lihay.
Jilid 17 Karena peristiwa munculnya Siauw Ling yang menggemparkan seluruh dunia kangouw
belum sampai terdengar oleh mereka berdua, tetapi setelah berpikir begitu dengan
langkah lebar kedua orang itu segera bertindak masuk ke dalam rumah makan juga.
Than Tong dengan cepat mengikuti dari belakang tubuh Pei Pek Lie. Menanti sewaktu
ada disisi tubuh Siauw Ling mendadak ia menyentilkan jari tangannya.
Segulung angin serangan dengan dahsyatnya menyambar ke arah jalan darah "Yang
Kwan hiat" pada lutut kirinya.
Siauw Ling sama sekali tak menduga bila ia bisa membokong secara demikian liciknya
untuk beberapa saat lamanya ia jadi gelegapan dan menyingkir ke belakang.
"Siauw heng sungguh cepat ilmu menghindarmu," ejek Than Tong sambil tersenyum.
Jelas kalau nada ucapannya mengandung nada sindiran yang sangat tajam.
Sebenarnya dengan kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling pada saat ini asalkan ia
menutup seluruh pernapasan dan jalan darahnya dengan keras lawan keras maka bisa
menahan datangnya serangan jari tersebut tetapi hanya saja dikarenakan pemuda ini
sama sekali tidak memiliki pengalaman di dalam menghadapi musuh maka melihat
datangnya serangan tersebut ia jadi kebingungan sendiri.
Ciu Cau Liong takut Siauw Ling dalam keadaan gusar balas melancarkan serangan ke
arah lawan-lawannya buru-buru dengan ilmu untuk menyampaikan suaranya, "Siauw heng
dengan memandang di atas wajah siauwte harap kau jangan marah, kedua orang ini
sudah terbiasa bersikap sombong terhadap orang lain bilamana ada kesempatan tidak ada
halangannya." "Siauw heng memperlihatkan beberapa macam kepandaian sakti buat mereka lihat
dengan demikian dikemudian hari pasti mereka berdua tidak akan berani bersikap
sombong lagi terhadapa dirimu."
Sebenarnya Siauw Ling kepingin mengumbar hawa amarahnya, tetapi setelah
mendengar nasehat dari Ciu Cau Liong ini ia jadi rada sungkan dan dengan paksaan diri
menahan kemangkelan dihatinya.
Perjamuan kembali dihidangkan. Menggandeng tangan Siauw Ling segera duduk satu
meja dengan Kiam Bun Siang Ing.
"Siauw heng," ujar Pei Pek Lie secara tiba-tiba sambil berdiri dan memenuhi cawan,
arak pemuda tersebut. "Kita orang baru bertemu muka untuk pertama kalinya biarlah
Siauw heng hormati secawan arak buat dirimu."
Saat itu Siauw Ling sudah mengadakan persiapan, perlahan-lahan iapun bangun.
Sewaktu tangannya hendak menerima angsuran cawan arak itu tiba-tiba terdengalah
suara desiran yang sangat tajam sebatang jarum perak yang memancarkan cahaya kebirubiruan
telah menancap di dalam cawan arak itu.
Disusul berkumandangnya suara tertawa yang amat merdu dari seseorang.
"Bagus sekali tetamu belum pada berdatangan kalian sudah mau mulai minum arak aku
mau lihat siapa yang bernyali untuk meneguk habis arak yang ada dicawan itu."
Ketika semua orang menoleh ke arah berasalnya suara tersebut, tampaklah seorang
gadis muda yang memakai baju berwarna merah telah berdiri dimulut loteng dan ia
tertawa cekikikan. Maka dengan cepat Ciu Cau Liong bangun berdiri sambil menjura.
"Nona Sam sungguh lihay ilmu meringankan tubuhmu," pujinya dengan suara keras. "Di
bawah pandangan berpuluh-puluh pasang mata kita ternyata tak seorangpun yang
berhasil melihat sejak kapan nona Sam tiba di atas loteng."
Sekonyong-konyong dara berbaju merah itu menarik kembali senyumannya dan dengan
wajah yang sangat dingin katanya, "Ciu Jie Cungcu mengirim surat undangan untuk
mengundang aku datang kemari, tetapi ternyata saat ini bersikap begitu lamban,
bukankah terang-terangan kau yang tidak memandang sebelah mata kepada aku Tang
Sam Kauw?" "Nona Sam bagaimana kau bisa berkata demikian!" seru Ciu Cau Liong sambil tertawa
paksa. "Siauwte sudah sangat lama mengagumi ilmu sakti dari keluarga Tang di daerah Su
Tuan. Bukannya sengaja kami bertindak lamban di dalam penyambutan atas kedatangan
nona Sam, hanya saja dikarenakan baru saja siauwte menemui utusan yang berada diluar
dugaan, maka tidak bisa jauh-jauh menyambut kedatanganmu nona, harap kau suka
memaafkan." "Peristiwa apa yang berada diluar dugaan."
"Siauwte telah menemui pembunuh gelap!"
Alis mata Tang Sam Kauw melentik, kemudian setelah menyapu sekejap ke arah Kiam
Bun Siang Ing, ujarnya, "Ada dua orang jagoan pedang yang terkenal di tempat ini. Aku
rasa pembunuh gelap itu tentunya kalau tidak mati sudah pasti terluka di tangan mereka."
Sejak semula Pei Pek Lie sudah merasa tidak puas atas perbuatan Tang Sam Kauw
yang menyambitkan sebatang jarum beracun ke dalam cawan araknya, hanya saja dengan
memandang wajah Ciu Cau Liong ia merasa tidak leluasa untuk mengubernya keluar.
Siapa tahu kini kembali Tang Sam Kauw menyindir dirinya, tak terasa lagi ia sudah
tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmmm, heeee" ilmu menyambit senjata rahasia dari keluarga Tang di daerah Tzuang
sudah lama menggetarkan seluruh dunia persilatan. Tentang hal ini sudah lama cayhe
mendengarnya. Ini hari dapat melihat dengan mata kepala sendiri atas kelihayannya nona
menyambit jarum beracun ke dalam cawanku. Hal ini benar-benar sudah membuka mata
kami." "Heee" heee" bagus-bagus apakah dalam hati kau merasa tidak terima?" ejek Tang
Sam Kauw lagi sambil tertawa hambar.
Pei Pek Lie yang mendengar perkataannya belum habis diucapkan kembali terpotong
olehnya, dalam hati merasa semakin gusar lagi, maka air mukanya segera berubah sangat
hebat. "Senjata rahasia beracun dari keluarga Tang di daerah Su Tzuan walaupun sangat
beracun, tetapi kami Bun Siang Ing tidak akan memandangnya dihati."
"Woouu, kiranya begitu?" seru gadis itu sambil melangkah maju dengan perlahan.
"Bilamana kau tidak percaya bagaimanakah sejata rahasia keluarga Tang kami
sekarangpun tiada halangannya untuk menghabiskan arak yang ada di dalam cawanmu
itu!" Perlahan-lahan Pei Pek Lie menundukkan kepalanya sewaktu melihat arak di dalam
cawannya telah berubah jadi hitam gelap hatinya terasa agak bergidik walaupun begitu
paras mukanya masih tetap tenang saja.
"Heee. heee sekalipun meneguk arak obatmu belum tentu bisa membuat aku orang she
Pemati keracunan," serunya sambil tertawa dingin.
"Heee, heee, heee kenapa tidak kami coba sekarang juga!" ejek Tang Sam Kauw tawar.
Diam-diam Pei Pek Lie kerahkan hawa murninya yang disalurkan keatas cawan
mendadak arak beracun yang ada di dalam cawan tersebut dengan membentuk suatu air
mancur yang dahsyat menyemprot tinggi tiga depa kemudian langsung menghajar ke arah
bibir kecil dari gadis tersebut.
"Kau memberi penghormatan kepadaku lebih cayhe hormati dulu nona Sam Kauw
dengan secawan arak!" balasnya dingin.
Para jago hadir di atas loteng sewaktu melihat kedahsyatan tenaga dalamnya ini diamdiam
merasa amat terperanjat bercampur kagum.
Tang Sam Kauw sama sekali tidak jadi gugup menanti muncratan arak tersebut hampir
mendekati bibirnya mendadak ia meniup dengan perlahan arak beracun yang semula
meluncur ke arah bibirnya kini secara mendadak berbalik dan meluncur kembali ke dalam
cawan di tangan Pei Pek Lie.
Cara demonstrasi tenaga dalam yang dipamerkan kedua orang untuk saling lempar
melemparkan arak beracun itu benar-benar luar biasa sekali hal ini membuat para jago
yang hadir disana pada membelakan matanya mulut melongo.
Melihat semakin bertanding suasana semakin seru dan bila diterskan mungkin semakin
genting, akhirnya sambil tersenyum Ciu Cau Liong turun tangan melerai.
"Tenaga dalam kalian berdua benar-benar luar biasa hebatnya. Kalian tak usah
bertanding lagi! Sehingga tidak sampai terjadi cekcok."
Cawan di tangan kirinya mendadak diangkat keatas sedang telapak kanannya
bergoyang keras, arak beracun yang semula sedang meluncur ke arah cawan di tangan
Pei Pek Lie kini berbalik memenuhi cawannya sendiri tanpa menetes keluar barang
sedikitpun. Diam-diam Pei Pek Lie merasa terperanjat sekali pikirnya, "Ilmu silat Tang Sam Kauw
benar-benar luar biasa dahsyatnya aku tidak boleh terlalu pandang rendah dirinya
terutama sekali senjata rahasia keluarga Tang di daerah Su Tzuan sangat terkenal karena
beracunnya!" Tang Sam Kauw sendiripun diam-diam merasa sangat terperanjat oleh kesempurnaan
tenaga dalam pihak lawan pikirnya dalam hati, "Tidak aneh Kiam Bun Siang Ing
memperoleh penghormatan dari Ciu Cau Liong kiranya mereka berdua bukan memiliki
nama kosong belaka di dalam Bulim. Orang hanya menyiarkan kesempurnaan dari
permainan ilmu pedangnya saja, tidak disangka tenaga dalamnyapun ternyata begitu
sempurna!" Akhirnya dari terperanjat rasa saling menghormat muncul didasar lubuk mereka berdua,
sikap bermusuhanpun lantas lenyap tak berbekas.
Setelah saling bertukar pandangan dan tertawa mereka bersama-sama ambil tempat
duduk. Sebaliknya Siauw ling yang melihat cara berdua memakan arak beracun itu meluncur ke
tengah udara dengan kerahkan hawa murninya yang sempurna dalam hati takut merasa
kaget. "Apakah akupun bisa berbuat seperti mereka dengan tenang calon yang aku miliki saat
ini?" pikirnya. Terdengar Ciu Cau Liong dengan suaranya yang lantang berkata, "Cayhe akan
perkenalkan seorang kawan lagi kepada nona Sam Kauw."
"Siapa" coba kau sebutkan dulu orangnya."
"Kauw, haa, haaa orang itu mempunyai nama yang sangat terkenal. Tentunya nona
Sam Kauw sudah pernah mendengar nama besarnya itu."
Sambil menuding ke arah Siauw Ling sambungnya, "Sambil ini adalah Siauw Ling Siauw
Thayhiap yang namanya sangat terkenal di dalam dunia persilatan!"
Biji mata Tang Sam Kauw yang jeli berputar dan menyapu sekejap seluruh tubuh Siauw
Ling, walaupun pada saat ini pemuda tersebut mengenakan pakaian yang butut dan kuno,
wajahnya penuh dengan debu, tetapi tak dapat menutupi akan ketampanan wajahnya
yang sangat menarik itu. tak kuasa lagi gadis itu tersenyum.
"Siauw Ling yang tersiar diseluruh dunia kangouw kayanya berwajah tampan dan
bertindak tanduk misterius, ini hari sesudah bertemu muka sendiri aku baru merasa kalau
apa yang dikabarkan banyak betulnya. Hiii cuma sayang pakaian yang dikenakan kurang
perlente bahkan terlalu butut."
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Ling yang kena dipuji oleh seorang gadis dihadapan orang banyak dalam hati
segera merasa amat malu, pipinya kontan saja berubah jadi merah padam menahan
jengah dihatinya. "Akh Siauw heng orangnya tidak suka menonjol" buru-buru Ciu Cau Liong menyahut
sambil tertawa. "Dengan pakaian seperti ini memang jauh lebih leluasa untuk bergerak di
dalam dunia kangouw."
Siauw Ling yang mendengar perkataan itu cuma tertawa tawar saja, mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
Pikirnya dalam hati, "Omongan mereka sungguh enak sekali, yang untuk bersantappun
aku tidak punya dari mana datangnya yang lebih untuk membuat pakaian."
"Kiam Bun Siang Ing sudah pernah mengajak kepandaian silat dari Tang Sam Kauw dan
dirasanya memang benar-benar luar biasa lihaynya. Tetapi terhadap Siauw ling itu
manusia bernama besar yang tak diketahui bagaimanakah kepandaiannya, bukan saja
memperoleh penghormatan dari Ciu Cau Liong, bahkan Tang Sam Kauwpun bersikap
begitu mesra terhadap dirinya dalam hati mulai merasa amat tidak puas."
Kendati begitu berhubung Siauw Ling jarang angkat bicara dan selalu saja berdiam diri
maka bagi kedua orang itu untuk beberapa saat lamanya tak berhasil mendapatkan akal
untuk cari gara-gara dengan dirinya.
Tampak Tang Sam Kauw perlahan-lahan bangun berdiri dan mengambil teko arak
untuk mengisi penuh sebuah cawan setelah itu sambil tertawa merdu ujarnya, "Siauw
siangkong bisa tinggalkan kemewahan untuk menutupi asal usul sendiri tindakan ini patut
dianggap sebagai sifat seorang gagah. Siauw moy hormati dirimu dengan satu cawan arak
sebagai tanda minta maafku."
Di depan orang banyak gadis itu bertindak sangat mesra terhadap sang pemuda
agaknya ia menganggap disisinya sendiri cuma sekali tak ada seorang manusiapun.
Siauw Ling jadi gelagapan dibuatnya, dalam hati sebenarnya ia ada maksud untuk
mengucapkan beberapa kata merendah kemudian menolak penghormatan arak tersebut.
Tiada sangka tindak tanduknya ternyata merupakan kebalikan dari apa yang dipikir
dalam hatinya perlahan-lahan ia bangun sendiri dan menerima angsuran cawan arak
tersebut. "Nona Tang terlalu memuji!" serunya.
Tanpa banyak cakap lagi ia teguk habis cawan tersebut.
Tang Sam Kauw sendiripun mengikuti jejaknya menghabiskan isi arak yang ada
dicawannya sendiri. Menanti kedua orang itu selesai saling memberi hormat, Ciu Cau Liong baru tersenyum
dan angkat cawan araknya sendiri.
"Kalian berdua bersusah payah suka melakukan perjalanan sejauh ribuan li untuk
datang memberi muka kepada siauwte disini. Aku hormati dulu kalian dengan secawan
arak." Manusia ini berhati licik, setiap saat ia memperhatikan situasi di sekeliling tempat itu.
Sewaktu-waktu dilihatnya paras muka Than Tong berubah hebat karena takut terjadi
banyak keributan lagi maka buru-buru ia angkat cawannya untuk memberi hormat.
Terpaksa Kiam Bun Siang Ing angkat cawannya sendiri untuk menerima penghormatan
tersebut. Sifat dari Tang Sam Kauw selama ini mengikuti perasaan hatinya sendiri, pakaian butut
serta compang camping dari Siauw Ling sebetulnya sangat tidak sedap dipandang. Pada
mulanya Tang Sam Kauw tidak memandangnya dihati tetapi sesudah diperhatikan lebih
teliti, jantungnya terasa mulai berdebar keras.
Ia menemukan kalau pemuda itu bukan saja berwajah tampan bahkan memiliki sikap
yang sangat gagah semangat kependekaran, apalagi sepasang biji matanya yang jeli
laksana bintang timur benar-benar amat mempesonakan sekali.
Sejak kecil gadis itu dibesarkan dalam keluarga Tang yang punya nama besar di dalam
dunia persilatan. Selama ini ia bersikap binal dan ingin menang sendiri baik dalam rumah
maupun sewaktu berkelana.
Orang-orang Bulim kebanyakan mengalah tiga bagian terhadap dirinya karena takut
mengikat permusuhan dengan keluarga Tang, selama puluhan tahun ini sifatnya itu makin
berubah jadi suatu sikap yang congkak dan mirip dengan kuda binal yang terlepas dari
kandang, setiap kemauannya tak bakal bisa dicegah oleh orang lain.
oo0oo Kini ia sudah menaruh rasa simpati terhadap Siauw Ling. Sekalipun berada dihadapan
orang banyak gadis itupun tidak malu untuk geserkan tempat duduknya kesisi pemuda
tersebut. Si jagoan tanpa bayangan Than Tong dengan dinginnya memandang sekejap ke arah
Tang Sam Kauw. Lalu perlahan-lahan ia bangun berdiri.
"Siauw heng! Akupun ingin menghormati dirimu dengan secawan arak" katanya.
Sembari berkata tangan kanannya mengambil cawan araknya lalu diangsurkan ke
depan. Siauw Ling yang masih ingat akan persilatan menyentil jari, menotok jalan darahnya
tadi dalam hati lantas mempunyai dugaan kalau penghormatan araknya kali inipun tentu
mengandung maksud tidak baik.
Sinar matanya berkilat diam-diam ia kerahkan hawa khiekang Kan Cing Kang hanya
untuk melindungi seluruh badan.
Baru saja ia ada maksud untuk menerima angsuran cawan arak tersebut mendadak
tampaklah sebuah tangan yang halus putih dan lembut melintang dihadapannya disusul
suara tertawa merdu dari Tang Sam Kauw.
"Hiii, hiii" arak ini kau tidak usah minum biarlah aku yang wakili dirimu!" katanya.
Kelima jari sijagoan pedang tanpa bayangan Than Tong yang mencekal cawan diamdiam
sudah disalurkan hawa kweekang, ia bermaksud menunggu Siauw Ling menerima
angsuran cawan araknya, maka secara diam-diam segera melancarkan satu serangan kilat
menotok urat nadinya. Siapa sangka dari tengah jalan muncul seorang penghalang Tang Sam Kauw ternyata
hendak turun tangan ikut campur di dalam urusan itu. Bukan begitu saja bahkan ia sudah
wakili pemuda itu untuk minum arak tersebut.
Gerakannya itu dilakukan sangat cepat bagaikan sambaran kilat dimana pergelangan
tangannya yang halus menyambar lewat cawan arak tersebut tahu-tahu terjatuh
ketangannya. Siauw Ling yang melihat Tang Sam Kauw telah mewakili dirinya untuk merebut cawan
arak itu dalam hati lantas merasa bila ia bermaksud baik terhadap dirinya terpaksa ia
duduk kembali tak bergerak.
"Nona Sam Kauw!" teriak Than Tong dengan dingin. "Bilamana kau orang ada maksud
untuk adu minum arak dengan cayhe sekalipun harus bertaruh nyawa aku orang she Than
akan melayani dirimu. Terus arak ini adalah penghormatan cayhe terhadap Siauw heng,
kenapa kau sudah turun tangan merebutnya" Hmm! Apakah nona Sam Kauw ada maksud
hendak membuat malu diriku?"
"Hmm! perduli bagaimanapun secawan arak ini bakal diminum manusia siapa yang
minumkan sama saja!" Potong gadis itu ketus selesai bicara ia meneguk isi cawan itu
hingga habis. Air muka Than Tong berubah hebat tetapi akhirnya ia menahan rasa gusar dihatinya.
Tenaga dalam yang sudah dikumpulkan ke dalam kelima jarinyapun segera batal
melancarkan serangan. Ciu Cau Liong yang melihat situasi semakin lama berubah semakin menegang. Bilamana
diteruskan lebih lanjut keadaan akan bertembah semakin parah, barulah bangun berdiri.
"Toa Cungcu masih menantikan kedua tangan saudara sekalian di dalam
perkampungan seharusnya kita cepat-cepat pulang" teriaknya.
Tidak menanti Kiam Bun Siang Ing memberi komentar ia sudah ulapkan tangannya.
"Kembali ke dalam perkampungan," perintahnya.
Para jago yang ada di sekeliling tempat itu segera pada bangun berdiri dan turun dari
loteng. Dengan wajah dingin dan kaku Kiam Bun Siang Ing pun terpaksa ikut bangun
meninggalkan tempat duduknya.
Paras muka Tang Sam Kauw masih penuh dihiasi dengan senyuman manis sambil
mengikuti dari sisi Siauw Ling ia turun dari loteng tersebut.
Setibanya di depan pintu rumah makan, sejak semula sudah ada orang yang menuntun
sudah menanti kedatangan mereka.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
Ciu Cau Liong sebagai majikan dengan hormatnya mempersilahkan Kiam Bun Siang Ing
naik keatas kuda terlebih dulu, kemudian sambil menoleh ke arah sang gadis ujarnya,
"Tandu dari nona Sam Kauw sudah dipersiapkan."
"Tidak, aku mau naik kuda!" potong gadis itu cepat.
"Haa, haa, haa" untung saja Siauwte sudah sediakan kuda lebih, nona Sam Kauw!
Silahkan naik kuda."
Tang Sam Kauw tidak langsung meloncat naik keatas kudanya, sebaliknya kepada
Siauw ling ia berbisik, "Eeei, kau harus waspada agaknya Kiam Bun Siang ing ada maksud
hendak mencelakai dirimu."
Ia merandek sejenak kemudian sambungnya, "Tapi kau jangan takut aku akan selalu
jalan bersama-sama dirimu."
Ia menerima angsuran tali les kuda dari tangan Ciu Cau Liong untuk kemudian
diserahkan kepada Siauw Ling, sedang ia sendiri meloncat naik keatas punggung kuda
yang lain. Menanti Siauw Ling pun telah naik keatas pelana Ciu Cau Liong baru berjalan
mendekati mereka. "Nona Sam Kauw, Siauw heng berjalan perlahan-lahan Siauwte akan berangkat terlebih
dulu," katanya. "Jie Cungcu silahkan berangkat terlebih dulu," jawab Tang Sam Kauw cepat. "Oh yaa
sekalian nasehati pada Kiam Bun Siang Ing lebih baik jangan cari penyakit buat dirinya
sendiri." "Haaa" haaa" jangan kuatir setelah tiba diperkampungan Pek Hoa Sanceng kami. Aku
berani tanggung mereka timbulkan banyak urusan."
Tali kudanya disentak, ia melakuakn perjalanan terlebih dulu meninggalkan sepasang
muda mudi itu dibelakang.
"Kitapun harus berangkat" seru Tang Sam Kauw kemudian sambil menoleh sekejap
kerah sang pemuda itu lalu tertawa.
Telapak tangannya menghajar perlahan keatas pantat kuda yang ditunggangi Siauw
Ling. Di tengah suara ringkikan kuda yang amat keras, mereka bersama-sama
melanjutkan perjalanan ke arah depan.
Lari kuda laksana terbang, hanya di dalam sekejap mata mereka sudah melalukan
perjalanan sejauh enam tujuh li.
"Eeei, apa yang kau pikirkan?" tiba-tiba terdengar Tang Sam Kauw menegur sambil
tertawa geli sewaktu dilihatnya Siauw Ling duduk terpekur di atas kuda, agaknya dia
sedang memikirkan sesuatu yang membingungkan hatinya.
"Aku sedang memikirkan seseorang."
"Siapa?" tanya gadis itu dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat. "Lelaki atau
perempuan?" Yang dipikirkan Siauw Ling pada saatini bukan lain adalah Gak Siauw-cha. Diam-diam
batinnya. "Aaakh, bilamana gadis yang melakukan perjalanan bersama-sama pada saat ini bukan
lain adalah enci Gak yang aku pikirkan siang dan malam, sungguh hal ini merupakan satu
kejadian yang sangat menyenangkan."
Mendengar pertanyaan tadi perlahan-lahan ia menoleh kesamping sewaktu dilihatnya
wajah gadis tersebut sangat cemas dan sedang menanti jawabannya, dasar sang pemuda
yang tidak biasa berbohong apa yang ia pikirkan tanpa terasa sudah diucapkan keluar
dengan sejujur-jujurnya. "Aku sedang pikirkan seorang gadis" sahutnya tanpa terasa.
Paras muka Tang Sam Kauw kontan berubah hebat, tetapi sebentar kemudian ia sudah
tertawa tawar. "Gadis itu tentunya seorang gadis yang sangat cantik sekali bukan?" ujarnya. "Aku tahu
gadis yang kau pikirkan tentu tidak bakal sejelek wajahku."
"Ehmm, kau sangat cantik" kata Siauw Ling sambil memperhatikan gadis itu tajamtajam.
"Cuma tak ada keluwesan dan kehalusan budi seperti enciku."
"Ooouuw jadi kau sedang memikirkan encimu?" teriak Tang Sam Kauw kegirangan,
rasa cemburu yang semula meliputi wajahnya seketika itu juga tersapu lenyap.
Belum sempat Siuaw Ling memberikan jawabannya terdengarlah suara derapan kuda
yang ramai bergema datang memecahkan kesunyian, tampak Ciu Cau Liong sambil
tersenyum dan merangkap tangannya menjura datang menghampiri.
"Maaf" maaf siauwte telah mengganggu pembicaraan kalian berdua!" serunya nyaring.
"Ada urusan apa?" tanya sang pemuda.
"Akh" tidak! cuma urusan kecil, ada beberapa orang kawan Bulim yang mencari garagara
di dalam perkampungan kami, maka dari itu harap kalian berdua suka melakukan
perjalanan perlahan-lahan. Siauwte akan pulang dulu ke dalam perkampungan. Heeei,
heee maaf, maaf, sebetulnya di dalam urusan ini siauwte tidak ingin mengganggu kalian
berdua, cuma takut kalian sewaktu masuk ke dalam perkampungan sudah salah anggap
siauwte tidak menyambut maka itu terpaksa aku orang beri tahu dulu urusan ini kepada
kalian." Sehabis berkata ia sentak tali les kudanya siap hendak meninggalkan tempat itu.
"Jie Cungcu, tunggu sebentar!" tiba-tiba terdengar gadis itu berteriak.
"Nona Sam Kauw ada urusan apa?"
"Jie Cungcu! tahukah kau orang jagoan dari aliran manakah yang sudah mencari garagara
ke dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng?"
"Ooouw" heee heee! Siauwte baru saja mendapatkan kabar jadi belum begitu jelas."
"Kalau memang ada orang yang berani mencari gara-gara ke dalam perkampungan
seharusnya cayhe sekalian berangkat bersama-sama, ada kemungkinan malah bisa
membantu Ciu heng?" tiba-tiba Siauw Ling menimbrung.
"Aaakh" cuma urusan kecil, siauwte mana berani mengganggu Siauw heng serta nona
Sam Kauw?" "Membantu sahabat memang suah seharusnya."
"Walaupun begitu, hanya urusan kecil tempat merepotkan kalian berdua. Hal ini benarbenar
membuat hati Siauwte merasa kurang tenteram."
"Sudah" sudahlah!" potong Tang Sam Kauw kurang sabaran. "Menolong orang seperti
menolong api, kita harus cepat-cepat berangkat."
Tidak menanti jawaban lagi ia menyentak tali les kudanya kemudian melanjutkan
perjalanan terlebih dulu.
Tiga ekor kuda dengan kecepatan bagaikan kilat berlari tiada hentinya di atas jalan raya
yang terbuat dari batuan gunung itu.
Orang yang melakukan perjalanan dijalan raya itu amat sedikit sekali, tetapi
bangunannya amat lebar dan luas. Dikedua belah sisi jalan ada pohon Liuw amat rindang.
pemandangan disana benar-benar sangat menarik.
Seteloah mengitari sebuah bukit batu yang menonjolkan keluar pemandangan
mendadak berubah. Beratus-ratus macam bunga yang beraneka warna dan menyiarkan bau harum tumbuh
memenuhi permukaan tanah bahkan menghalangi perjalanan selanjutnya.
Baru saja mereka bertiga samapi disana dari balik gerombolan bunga-bunga yang
beraneka warna itu muncullah beberapa orang pemuda berbaju hijau dengan sikap yang
sangat menghormat. "Haaa, haa, kita sudah tiba diperkampungan," seru Ciu Cau Liong sambil tertawa dan
meloncat turun dari atas punggung kudanya.
Tang Sam Kauw serta Siauw Ling pun bersama-sama meloncat turun dari punggung
kuda, beberapa orang pemuda berbaju itu segera menerima tali les ketiga ekor kuda itu
lalu menuntunnya ke arah sebelah kanan dari gerombolan bunga-bunga itu dan lenyap tak
berbekas. Siauw Ling yang pernah belajar ilmu dari Cung San Pek selama beberapa tahun
lamanya, bukan saja berhasil memperoleh seluruh kepandaian silatnya bahkan
mempelajari pula berbagai macam barisan aneh yang ada di dalam kolong langit. Kini di
dalam sekali pandang ia bisa menangkap bila tumbuhan bunga-bunga yang berada warna
itu diatur sesuai dengan barisan Ngo Heng, tak kuasa lagi sambil tersenyum ujarnya, "Ciu
heng barisan Ih Khie Tin yang terkendung di dalam kumpulan bunga ini benar-benar luar
biasa sempurnanya." Di atas wajah Ciu Cau Liong terlintaslah suatu perasaan terkejut, tetapi sebentar
kemudian sudah lenyap tak berbekas, ia tersenyum.
"Suatu permainan anak kecil harap Siauw heng jangan mentertawakannya."
Siauw Ling pada saat ini tak ada arah tujuan, sedang Ciu Cau Liong pun selalu
memanjakan dan bersikap baik terhadap dirinya bagaimana mungkin pemuda hijau yang
baru saja terjunkan dirinya ke dalam dunia persilatan ini tidak terjatuh ke dalam
perangkapnya?" Tampak ia setelah menyapu sekejap kesekeliling tempat itu lalu sambungnya lagi,
"Eeehmm perubahan aneh yang ditimbulkan oleh barisan ini kita atur pula sebuah barisan
kebalikan dari Ngo Heng Jin, maka kesempurnaannya akan jauh lebih dahsyat lagi."
Mendengar perkataan tersebut Ciu Cau Liong semakin terperanjat lagi pikirnya, "Usia
pemuda ini masih sangat muda tetapi kepandaian silatnya benar-benar luar biasa
dahsyatnya. Bahkan pengetahuannya sangat luas untung saja menerjunkan diri ke dalam
dunia persilatan dan belum mengerti akan kelicikan dan kekejaman dari persoalan dunia
kangouw, jika tunggu beberapa tahun lagi ia tentu akan jadi seorang jagoan berbakat
alam nomor wahid di dalam Bulim, aku harus menggunakan dirinya sekarang juga atau
bilamana gagal dia harus cepat dibunuh."
Siauw Ling yang lama sekali tidak mendengar suara pembicaraan serta tertawa dari
Cungcu kedua perkampungan Pek Hoa Sanceng ini dalam hati masih mengira kritiknya
barusan ini sudah menyinggung perasaan orang itu buru-buru tambahnya lagi, "Aaakh,
harap Ciu heng jangan marah, jadi siauwte lagi berpikir bagaimanakah caranya untuk
menahan Siauw heng beberapa hari lagi disini sehingga siauwte punya kesempatan untuk
minta beberapa petunjuk dari dirimu."
Demikianlah mereka berdua mulai membicarakan kesempurnaan serta kelihayan dari
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
barisan-barisan bunga yang ada disana serta bagaimanakah hebatnya bilamana dijalur
barisan Ngo Heng Tin, selama ini Tang Sam Kauw tidak pernah ikut ambil bicara.
Dengan sifatnya yang sombong, jika pada hari-hari biasa mungkin sejak semula ia
sudah tinggalkan tempat itu. Tetapi pada saat ini ia sangat jinak dan dengan kalem dan
halusnya mengikuti terus disisi Siauw Ling.
Setelah melalui barisan bunga seluas puluhan kaki sampailah mereka disebuah butan
bambu yang bergoyang dan melambai tertiup angin pemandangan segera berubah.
Bayangan loteng serta bangunan megah mulai bermunculan.
Dua belah pintu besar berwarna hitam pada saat itu sudah terpentang lebar-lebar. Dua
belas orang berpakaian singsat dengan menggembol senjata golok tunggal berdiri dikedua
belah sisi pintu besar. Perlahan-lahan Siauw Ling alihkan pandangannya ke arah orang-orang itu, tampaklah
kedua belas orang berbaju hitam tersebut mempunyai perawakan yang sama besarnya.
Mereka rata-rata merupakan pemuda kekar yang baru berusia dua puluh dua, dua puluh
tiga tahunan. Kepalanya terbungkus dengan kain sutera hijau. Kakinya memakai kain pembalut putih
pada ujung gagang golok berkibarlah sebuah jambul merah sepanjang dua depa.
Melihat hal tersebut pemuda itu jadi tertegun, pikirnya, "Orang-orang ini memakai
pakaian singsat dan pada menggembol golok, lagaknya seperti lagi menantikan
kedatangan musuh tangguh. Sebetulnya apa maksud mereka?"
"Haaayaa"!" tiba-tiba terdengar Tang Sam Kauw berteriak sambil tertawa merdu. "Jie
Cungcu! kau telah menggunakan cara penyambutan yang demikian besarnya untuk
menyambuti kedatangan kita, kami bagaimana berani untuk menerimanya?"
"Aaakh" sungguh memalukan sekali." diam-diam Siauw Ling berteriak jengah, kiranya
mereka hanya sedang menyambut kedatangan tamu, untung saja aku tidak bertanya."
"Haaa haaa Siauw heng baru datang mengunjungi perkampungan kami untuk pertama
kalinya. Sudah seharusnya aku menggunakan cara penyambutan yang lengkap untuk
menyambut kedatangannya," sahut Ciu Cau Liong tertawa.
Mendadak ia merasa perkataannya melupakan diri Tang Sam Kauw sigadis tersebut
buru-buru sambungnya pula, "Walaupun nona Sam Kauw sudah lama berkenalan dengan
siauwte tetapi kedatanganmu kali inipun justru dikarenakan hendak memenuhi undangan
siauwte, ada seharusnya pula aku menyambut kedatanganmu dengan penyambutan
besar!" "Akh" menyambut dirinya juga sama saja!" kata gadis itu tersenyum.
Mendengar perkataan tersebut sambil tertawa Ciu Cau Liong menoleh dan memandang
sekejap ke arah gadis tersebut.
Waktu itulah Tang Sam Kauw baru merasa bila perkataannya ini ada sedikit penyakit,
wajahnya jadi terasa panas dan berubah merah padam saking jengahnya.
Sebaliknya Siauw Ling sama sekali tidak merasa. Dengan langkah lebar ia melanjutkan
langkahnya kedalam. Anak Berandalan 6 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama