Ceritasilat Novel Online

Si Rajawali Sakti 5

Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


pemimpin yang tadinya berjuang menumbangkan kekuasaan Kerajaan atau Kaisar
yang dianggap tidak bijaksana dan lalim, semula memang mengajak rakyat jelata
untuk berjuang menumbangkan Kaisar yang lalim. Setelah perjuangan berhasil baik
walaupun mengorbankan banyak sekali nyawa rakyat dan menimbulkan banyak
kejahatan, si pemimpin mendirikan kerajaan baru dan menjadi-Kaisar, maka sejarah
pun berulang. Orapg yang tadinya menjadi pemimpin yang gagah, yang berjuang
atas nama rakyat, setelah berhasil dan menjadi Kaisar, menjadi, lupa diri! Kekuasaan dan harta benda membuatnya lupa akan dasar perjuangan mereka semula. Mereka
menjadi mabuk kekuasaan sehingga bertindak sewenang-wenang karena merasa
paling berkuasa, mabuk kesenangan duniawi, menumpuk harta kekayaan. Orangorang yang dekat dengan Kaisar yang baru sanak keluarganya dan sahabat-sahabat
yang kesemuannya merupakan penjilat-penjilat, diberi kekuasaan. Maka berpesta
poralah mereka itu, sekelompok orang yang berkuasa, menjilat atasan dan menekan
bawahan. Maka, dalam beberapa tahun saja terjadi lagi pemberontakan untuk
menggulingkan kekuasaan kaisar yang lalim itu.
Akan tetapi setelah Jenderal Chou Kuang Yin mendirikan Kerajaan Sung dan dia
menjadi kaisar pertama berjuluk Sung Thai Cu (960-976), terjadi perubahan besar.
Kaisar Sung Thai Cu sama sekali tidak mabuk kekuasaan, tidak menjadi congkak dan
angkuh, tidak haus akan kesenangan dunia, tidak melakukan penindasan dan tidak
memperkaya diri sendiri atau keluarganya. Dia bertindak adil, bahkan murah hati
terhadap mereka yang tadinya menentang berdirinya Kerajaan Sung.
Sikap inilah yang membuat sebagian besar rakyat mendukungnya. Karena kalornya
bersih, maka dengan sendirinya para pembantunya juga bertangan bersih karena
takut kepada Kaisar yang pasti akan menghukum pembantunya yang bertangan
kotor. Sebaliknya kalau Kaisarnya bertangan kotor, dengan sendirinya para
pembantunya juga bertangan kotor dan atasan tidak akan berani menegur bawahan
karena sama-sama kotor. Jelaslah bahwa pemerintahan yang. bersih hapus dimulai
dari atas! Bawahan tidak membutuhkan pelajaran saja dalam hal kebersihan,
melainkan terutama sekali membutuhkan tauladan! Dahulu, para kaisar sebelum
Sung Thai Cu, para atasan itu amat tidak bijaksana bahkan licik. Mereka menuntut
agar bawahan mereka bersih padahal mereka sendiri kotor sekali. Mana mungkin
berhasil ajakan berbersih-bersih"
Kaisar Sung Thai Cu memberi tauladan yang amat baik. Sebagian besar para menteri
dan panglimanya mencontoh! sikapnya. Karena itulah maka Kerajaan Sung tidak
seperti kerajaan-kerajaan sebelumnya, yang berganti-ganti karena! selalu timbul
pemberontakan. Menurut sejarah, Kerajaan Sung dapat bertahan sampai tiga ratus
tahun lebih! Namun, seperti biasa dikatakan orang, tiada gading yang tak retak, atau lebih tepat lagi, tidak ada manusia dan hasil usahanya yang sempurna. Demikian pula dalam
pemerintahan Kaisar Sung Thai Cu. Memang sebagaian besar para menteri dan
pembantunya terdiri dari orang-orang yang setia dan jujur, tidak suka melakukan
tindakan korupsi. Akan tetapi, ada saja kecualinya. Yaitu mereka yang merasa tidak puas dengan keadaannya, mereka yang dikuasai nafsunya menghendaki yang lebih.
Biarpun mereka ini tidak berani terang-terangan melakukakn korupsi dan
pelanggaran, namun diam-diam mereka mencari kesempatan. Orang-orang seperti
inilah yang berhasil digaet oleh Pangeran Chou Ban Heng untuk mendukung
ambisinya. Selain mereka yang ingin mencari keuntungan yang dijanjikan oleh
Jenderal Chou itu, juga terdapat mereka yang sehaluan dengan Jenderal Chou, yaitu mereka yang diam-diam masih setia kepada Kerajaan Chou yang telah jatuh. Bagi
mereka, usaha membangun kembali Kerajaan Chou merupakan kewajiban yang
harus mereka perjuangkan. Mereka sama sekali tidak menganggap bahwa usaha
membangun Kerajaan Chou dan menumbangkan Kerajaan Sung itu sebagai
pemberontakan. Sama sekali mereka bukan memberontak, melainkan mengambil
kembali kekuasaan yang sudah dirampas oleh Jenderal Chou Kuang Yin yang
mereka-anggap pemberontak.
Jenderal Chou tidak mau bertindak gegabah. Dia sudah cukup sabar menyusun
kekuatan, kini bukan merupakan pemberontakan dari luar menggunakan pasukan,
melainkan pemberontakan dari dalam! Pada suatu malam Jenderal Chou
mengadakan pertemuan dengan para pendukungnya. Dia tidak bodoh, tidak maui
menggunakan gedungnya sebagai pusat berkumpulnya kelompok yang sehaluan itu.
Dia memilih sebuah rumah peristirahatan milik seorang panglima di luar kota untuk berkumpul mengadakan pertemuan. Sebagai Penasehat Angkatan Perang, tentu saja
dia berhubungan dekat dengan para panglima, maka kalau dia berkunjung ke rumah
peristirahatan Panglima Coa, hal itu tentu saja wajar dan tidak menimbulkan
kecurigaan. Malam itu yang berkumpul di rumah peristirahatan yang terjaga ketat olehi anak
buah Panglima Coa, ada belasan orang. Jenderal Chou sendiri, di kuti Chou Kian Ki dan Ong Hui Lan, tiga orang guru Kian Ki yaitu Kanglam Sin-kiam Kwan In Su yang
berusia enam puluh tahun, I m Yang Tosu juga berusia! enam puluh tahun, dan
Hongsan Siansu Kwee Cin Lok berusia enam puluh tahun lebih. Hadir pula Panglima
Coa sendiri sebagai tuan rumah, beberapa orang pembesar sipil dan militer. Mereka berkumpul di sebuah ruangan yang cukup luas dan tertutup, pada luar ruangan itu
terjaga ketat sehingga tidak akan ada orang luar melihat atau mendengarkan rapat
pertemuan Itu. Pertama-tama Perwira Cu melaporkan kepada Jenderal Chou. Perwira Cu ini
bertugas sebagai pemimpin para mata-mata atau penyelidik yang disebar di seluruh
kota raja. "Seorang anak buah melaporkan bahwa beberapa hari yang lalu muncul seorang
tokoh kangouw wanita yang terkenal sekali karena kelihaiannya. Ia berjuluk Anghwa Niocu dan menurut keterangan mereka yang mengetahui, Ang-hwa Niocu ini
seorang petualang besar yang datang dari utara. Kabarnya ia keturunan puteri
Kolekok yang sakti dan yang dulu pernah menggegerkan kerajaan Chou yang
berjuluk Hwa Hwa Moli."
"Ah, aku dulu pernah bertemu dengan Hwa Hwa Mo-li. Akan tetapi ia telah tewas dalam perang. Jadi yang kau ceritakan itu puterinya?" kata Hongsan Siansu.
"Benar, Siansu. Ia seorang gadis, usianya sekitar dua puluh lima tahun dan cantik sekali, juga ilmu silatnya tinggi. Menurut para penyelidik, sekarang ini ia datang di kota raja bersama seorang pemuda yang tampaknya menjadi sahabat baiknya.
Pemuda itu pun merupakan seorang yang lihai, murid Siauwlimpai bernama Liu Cin
berjuluk Siauwlim Eng-hiong, agaknya menjadi sahabat baik Ang-hwa Niocu."
"Siapa nama aseli Ang-hwa Niocu itu?" tanya Jenderal Chou karena dia merasa tertarik.
"Ampun, Goan-swe (Jenderal), para penyelidik belum dapat mengetahui namanya
karena ia selalu menggunakan nama julukannya."
"Panglima Cu, cepat engkau pergi, cari tahu namanya dan sedapat mungkin, bujuk ia agar mau memenuhi undanganku ke sini. Juga murid Siauwlimpai itu."
"Baik, Goanswe." Perwira Cu memberi hormat dan meninggalkan gedung Itu.
Pertemuan rapat itu dilanjutkan dan Jenderal Chou berkata dengan suaranya yang
lantang dan tegas. "Saudara sekalian! Kita sudah sepakat bahwa kita tidak mungkin tinggal diam saja melihat betapa Panglima Chou Kuang Yin merebut tahta kerajaan, mendirikan
Kerajaan Sung yang baru dan dia mengangkat diri sendiri menjadi Kaisar Sung Thai
Cu. Pengkhianatan ini harus dihukum. Akan tetapi kita pun menyadari bahwa belum
tiba waktunya bagi kita untuk merebut tahta kerajaan dan membangun kembali
Kerajaan Chou dengan menggunakan kekerasan atau pemberontakan. Untuk itu,
kekuatan kita belum cukup besar, tidak akan mampu mengalahkan pasukan Sung.
Karena itu, satu-satunya cara terbaik hanyalah melakukan penggerogotan kekuatan
lawan dari dalam. Kita memperkuat diri dari dalam dengan jalan mengusahakan agar
rekan-rekan kita bisa mendapatkan kedudukan yang terpenting dalam
pemerintahan Kerajaan Sung. Kita tarik mereka yang merasa tidak puas dengan
Kerajaan Sung untuk menjadi sekutu kita, sedangkan kita usahakan agar para
pejabat yang setia kepada Kaisar Sung Thai Cu disingkirkan. Dengan demikian,
perlahan-lahan kita membuat kedudukan Kaisar Sun menjadi lemah dan kita sendiri
semakin kuat. Kita juga undang semua tokoh d dunia kangouw untuk memperkuat
kedu dukan kita. Kita sokong mereka yang membuat kekacauan di daerah-daerah
agar rakyak menderita, karena kahau rakyat menderita maka akan timbul perasaan
tidak suka kepada pemerintah Kerajaan Sung. Setelah keadaan Kerajaan ini mulai
lemah, dan kita semakin kuat, maka akan tiba saatnya kita mengerahkan kekuatan
dan mengambil alih kekuasaan. Sekarang aku minta tanggapan dan pendapat
kalian." Rata-rata mereka semua menyatakan setuju dengan rencana itu. Seorang diantara
mereka, panglima sebuah pasukan keamanan, berkata.
"Maaf, Chou Coanswe. Kalau kita membiarkan terjadinya kerusuhan dan kekacauan, tentu saya sebagai panglima pasukan keamanan akan dipersalahkan karena menjaga
keamanan adalah tugas saya. Bahkan Goanswe sebagai Penasehat Angkatan Perang
tentu juga akan mendapat teguran dari Sribaginda Kaisar."
"Ah, Lai Ciangkun, kita harus cerdik. Kita yang membuat kerusuhan itu dengan mengerahkan orang-orang kangouw sehingga kerusuhan yang terjadi tentu di
daerah yang berada di luar jangkauan kita secara cepat. Dan kekacauan itu
berpindah-pindah sehingga tidak mungkin menyalahkan fcita. Kita juga mengadakan
aksi pembersihan, akan tetapi yang kita bersihkan adalah mereka yang menentang
kita dan yang setia kepada Kaisar Sung. Orang-orang rimba persilatan yang
mendukung Kaisar Sung harus kita tentang dan kalau perlu dibinasakan dengan dalih bahwa merekalah yang menimbulkan pengacauan dan kerusuhan itu. Adapun
orang-orang kangouw yang setia kepada Kerajaan Chou dan mendukung kita harus
kita rangkul dan kita ajak bekerja sama."
"Saya mengerti, Chou Coanswe. Akan tetapi kalau mereka itu menanyakan
imbalannya?" tanya pula Panglima Lai.
"Harta dan kedudukan! Itulah imbalannya. Jangan mereka khawatir, kalau
perjuangan kita berhasil, mereka pasti akan kami beri kedudukan dan harta
kekayaan yang ditimbun oieh Kerajaan Sung aka dibagi rata!" Jenderal Chou
berhenti sebentar lalu memandang kepada semua orang dan bertanya. "Bagaimana, apakah masih ada yang ada menanggapi dan bertanya" Silakan, jangan ragu karena
rapat ini memang diadakan untuk kita perbincangkan bersama perjuangan kita ini."
Semua orang terdiam, agaknya tidak ada yang hendak bertanya lagi. Akan tetapi
tiba-tiba terdengar suara yang halus merdu.
"Maaf, Paman. Saya ingin mengeluarkan pendapat saya setelah mendengar semua
pembicaraan tadi." Yang bicara adalah Ong Hui Lan dan semua orang menoleh dan memandang kepadanya.
"Bagus, Hui Lan! Memang sebaiknya setiap orang mengeluarkan pendapat masingmasing karena itulah gunanya diadakan rapat seperti ini. Katakanlah, apa
pendapatmu?" "Paman, saya sungguh tidak setuju dengan rencana yang Paman bicarakan tadi.
Suhu selalu mengajarkan kepada saya bahwa dalam segala urusan, kita tidak boleh
bertindak curang! Kalau kita berhadapan dengan musuh dan melawannya, kita harus
melawan secara gagah. Kalah menang bukanlah masalah, akan tetapi yang penting,
kita harus bertindak benar dan gagah, tidak menggunakan cara yang licik dan
curang. Maka, terus terang saja, Paman, cara-cara yang tadi direncanakan itu sama sekali tidak sejalan dengan semua yang telah saya pelajari!"
Tentu saja semua orang yang berada di situ terkejut bukan main mendengar ucapan
gadis itu. "Nona Ong........!" seru Hongsan Siansu dengan suara menegur. "Ini bukan urusanmu, engkau tidak boleh mencampuri..........."
"Siapa yang mencampuri" Kalau aku tidak boleh bicara, lalu mengapa aku diajak ikut berunding di sini?" bantah Ong Hui Lan dengan suara yang masih lembut, walaupun sepasang alisnya berkerut.
"Lan-moi, ingat bahwa ayahmu menyuruh engkau membantu perjuangan. ayahku."
kata Chou Kian Ki mengingatkan.
"Memang benar dan aku pun siap membantu. Ki-ko, akan tetapi kalau harus
melakukan kecurangan, terpaksa aku tidak dapat membantu."
"Eh-eh........ tenang dulu, agaknya ada.kesalah-pahaman di sini........" kata Jenderal Chou sambil mengangkat tangan menghentikan perdebatan itu. Kemudian dia
berkata kepada Hui Lan dengan sikap manis budi dan suaranya lembut. "Hui Lan, anak baik, agaknya engkau belum mengenal seluk-beluknya perjuangan. Engkau
tahu bahwa kita semua sedang berjuang untuk membangun kembali Kerajaan Chou
yang telah dijatuhkan oleh Sung Thai Cu yang dulu juga seorang panglima Chou
bernama Chou Kiang Yin, bukan?"
"Saya tahu, Paman."
"Sepuluh tahun Kerajaan Chou kita dijatuhkan dan sekarang kita berusaha untuk merebut kembali dan membangun Kerajaan Chou. Nah, dalam semua pertentangan
seperti ini, sudah biasa kalau orang mempergunakan siasat! Siasat untuk mencapai
kemenangan, Hui Lan.Yang kau sebutkan sebagai kecurangan itu sesungguhnya
hanyalah siasat belaka dan itu sama sekali tidak salah."
Hui Lan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Paman, dalam siasat seperti itu akan jatuh korban orang-orang yang tidak bersalah dan itu bertentangan dengan
pendirian saya. Saya hanya membantu tindakan yang benar dan adil, dan tidak
mungkin saya mencampuri apalagi membantu tindakan yang tidak adil dan tidak
benar karena dengan demikian saya akan menjadi penjahat. Maafkan, Paman,
baiknya saya tidak mencampuri perundingan ini." Gadis itu lalu keluar di ruangan persidangan dan kembali ke kota raja, langsung ke gedung Pangeran Chou!
Suasana menjadi sunyi sekali setetah Hui Lan pergi. Akhirnya Jenderal Chou
menghela napas panjang dan bergumam seperti bicara pada diri sendiri. "Ahhh, anak yang masih hijau dan tidak tahu tentang perjuangan.........." Dia lalu menyuruh para petugas untuk menjaga di luar ruangan itu agar jangan ada yang
mendengarkan, terutama Hui Lan. Setelah pintu ditutup dan ruangan itu dijaga ketat di bagian luarnya, Jenderal Chou berkata
."Ahhh, tidak kusangka gadis yang sudah kuanggap anak sendiri, yang telah menjadi calon mantuku, kini malah menjadi penghalang besar. Apa yang harus kita lakukan?"
"Goan-swe, dalam perjuangan, setiap penghalang, dari manapun datangnya dan
siapapun orangnya, harus dienyahkan! kata Hong-san Siansu sambil mengerutkan
alisnya. Dia merasa khawatir sekali bahwa gadis itulah yang kelak akan
menggagalkan semua siasat yang telah mereka rencanakan.
"Tidak! Aku tidak setuju!" Tiba-tiba Chou Kian Ki berkata tegas. "Ia adalah calon isteriku, bagaimana mungkin ia harus dienyahkan?"
"Kalau hal itu tidak dapat dilakukan karena Chou Kongcu mencinta calon isterinya, harus dicari jalan lain yang akan dapat memaksa Nona Ong mau membantu kita dan
tidak akan menjadi penghalang," kata pula Hongsan Siansu dengan sabar. "Saya akan mencari jalan terbaik dan berilah saya waktu selama beberapa hari untuk
merenungkan dan mencari jalan terbaik, Goanswe."
"Baiklah, Suhu. Kita akhiri persidangan ini sekarang dan harus secepatnya Suhu memberi tahu kalau sudah menemukan cara yang terbaik untuk mengatasi
gangguan ini." kata Jenderal Chou. Pertemuan itu dibubarkan dan Jenderal Chou memesan kepada puteranya agar tidak menyinggung soal perjuangan itu kepada Hui
Lan. Juga kepada semua keluarga dia perintahkan agar bersikap biasa dan ramah
kepada gadis calon mantunya itu
Hui Lan yang tadinya setelah persidangan itu dan meninggalkan pulang gedung
Pangeran Chou merasa risau tidak enak hati, perlahan-lahan pulih kembali
perasaannya setelah sikap semua keluarga itu kepadanya tidak berubah dan tetap
baik. Diam-diam ia pun menyadari bahwa siasat atau akal itu memang masuk akal
kalau dipergunakan mereka yang berjuang, akan tetapi tetap saja berlawanan
dengan suara hatinya. Biarlah kalau mereka mau melakukan siasat itu, ia tidak akan turut campur!
ooOOoo Dua hari kemudian, Panglima Cu kepala pasukan keamanan kota raja itu datang
menghadap Jenderal Chou Ban Heng mengantar Ang-hwa Niocu dan Liu Cin yang
berhasil dia ajak ke gedung Jendera! Chou. Mula-mula Liu Cin tidak tertuju karena gurunya berpesan kepadanya agar dia tidak mencampuri urusan pemerintahan dan
tidak melibatkan diri dengan urusan para bangsawan dan pejabat tinggi, melainkan
hanya bertindak sebagai seorang pendekar yang menentang si jahat membela yang
benar, menegakkan kebenaran dan keadilan. Akan tetapi dengan pandainya Anghwa Niocu Lai Cu Yin membujuk dan merayunya. Karena diam-diam Liu Cin yang
masih lugu dan percaya sepenuhnya kepada wanita itu telah tertarik oleh gadis
cantik dan lihai yang dianggapnya juga seorang pendekar wanita itu, akhirnya dia
mau ikut juga. Jenderal Chou dan puteranya, Chou Kian Ki, didampingi pula oleh Hongsan
Siansu,menyambut mereka di ruangan tamu. Dengan wajah berseri bangga,
Panglima Cu yang berusia sekitar empat puluh tahun itu, setelah memberi hormat
dan mereka semua duduk, berkata.
"Goanswe, inilah pendekar wanita Ang Hwa Niocu dan pendekar Siauwlimpai Liu
Cin, telah bersedia memenuhi undangan Goanswe."
Jenderal Chou mengangguk lalu memberi isarat agar Panglima Cu meninggalkan dua
orang tamu itu bersama dia, puteranya, dan gurunya. Panglima iti memberi hormat
dan mengundurkan diri. Sementara itu, kalau Liu Cin duduk dengan tenang menghadapi Jenderal Chou Ang
Hwa Niocu dengan wajah berseri memandang ke sekeliling, melihat prabot an dan
hiasan kamar tamu yang mewah itu. Kemudian dia memandang pihak tuan rumah
satu demi satu, akan tetapi yang terakhir pandang matanya bertemu dan bertaut
dengan pandang mata Chou Kian Ki, dan bibirnya tersenyum manis sekali penuh
daya pikat! "Selamat datang, Lihiap (Pendekar Wanita) dan Enghiong (Pendekar). Perkenalkan, kami adalah Jenderal Chou Ban Heng, Penasehat Angkatan Perang Kera jaan Sung,
dahulu kami adalah pangeran Kerajaan Chou. Dan ini adalah putera kami bernama
Chou Kian Ki." Dia menunjuk puteranya. "Siapakah she (marga) dan nama Jiwi (Kalian berdua) yang terhormat?"
"Saya bernama Lai Cu Yin, Jenderal." jawab Cu Yin sambil memberi hormat.
"Saya bernama Liu Cin, Taijin (sebutan Pembesar)." kata murid Siauwlimpai itu, sederhana.
"Kami mendengar bahwa Lai Lihiap berjuluk Ang Hwa Niocu, dan Liu Enghiong
berjuluk Siauwlim Enghiong. Benarkah?"
"Aih, itu hanya julukan orang-orang saja, Goanswe."
"Jangan merendahkan diri, Lihiap. Kalau kami tidak salah dengar Lihiap adalah puteri mendiang Hwa Hwa Moli yang namanya amat terkenal dahulu. Pasti Lihiap memiliki
ilmu silat yang lihai sekali, dan Liu Enghiong sebagai murid Siauwlimpai juga
merupakan jaminan akan kehebatan ilmu silatnya."
"Taijin, cukuplah puji-pujian itu. Saya hanya ingin sekali mendengar, apa maksud Taijin mengundang kami datang menghadap ke sini?" tanya Liu Cin yang tidak
senang mendengar puji-pujian yang dianggapnya berlebihan itu. Lai Cu Yin yang
sebaliknya senang sekali dipuji-puji seorang pejabat tinggi dengan wajah berseri
melirik tajam kepada Liu Cin untuk menegurnya,. akan tetapi Liu Cin pura-pura tidak melihatnya.
"Ah, agaknya engkau seorang pendekar yang terbuka dan jujur tanpa basa-basi, Liu Enghiong. Kami suka watak jantan seperti itu. Baik, Liu Enghiong dan Lai Lihiap.
Terus terang saja, kami mempunyai hubungan luas dengan para pendekar. Kami
senang berhubungan dan bersahabat dengan para pendekar yang kami tahu selalu
membela kebenaran dan keadilan demi rakyat jelata. Oya, perkenalkan, beliau ini
adalah guru dan penasehat kami yang berjuluk Hongsan Siansu." Jenderal Chou
berkata sambil memperkenalkan kakek itu.
Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin berseru kaget. "Ah, sudah lama saya mendengar nama
besar Siansu. Bukankah Siansu adalah ketua dari Hongsan-pang?"
Kakek itu mengangguk membenarkan. "Dan saya juga pernah mengagumi
kehebatan mendiang ibumu, Hwa Hwa Moh."
"Akan tetapi apakah yang Taijin inginkan dari kami berdua?" Liu Cin bertanya lagi.
"Apa yang kami inginkan" Kami menganjak kalian berdua untuk bekerja sama."
"Mengerjakan apakah, Taijin?"
"Apalagi kalau bukan menentang yang korup dan jahat, yang menyengsarakan
rakyat" Kami mengajak kalian berdua untuk melakukan pekerjaan besar guna
menentang yang jahat dan membela rakyat, menegakkan kebenaran dan keadilan."
kata Jenderal Chou. "Aih, cita-cita Coanswe itu mulia sekali dan tentu saja kami suka sekali membantu, asal saja kami mendapat imbalan yang memuaskan karena kami berdua adalah
orang-orang yatim piatu, perantau yang tidak mempunyai apa-apa." kata Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin.
Liu Cin terkejut dan mukanya berubah merah mendengar ucapan gadis itu yang
dianggapnya memalukan. Akan tetapi karena ucapan itu sudah dikeluarkan, ia tidak
mau menyangkal dan berkata dengan tak sabar lagi.
"Harap Taijn jelaskan, pekerjaan apa yang Taijin maksudkan, sehingga Taiji mengajak kami untuk melakukannya."
"Begini, Liu Enghiong. Sebagai seorang pejabat tinggi kami melihat betapa


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyaknya terdapat pembesar pembesar yang sewenang-wenang terhadap rakyat
dan yang melakukan korupsi berlumba mengumpulkan kekayaan untuk dirinya
sendiri. Nah, kami ingin mengajak para pendekar seperti kalian berdua untuk
menentang dan memberantas mereka."
"Akan tetapi, Taijin sebagai seorang pejabat tinggi bukankah dapat bertindak untuk menghukum atau memecat mereka" Mengapa membutuhkan orang-orang biasa
seperti kami?" Biarpun tidak sangat cerdik, bahkan lugu dan sederhana, namun Liu Cin selalu ingin bertindak sesuai dengan apa yang dia pelajari dari gurunya. Apa yang dikemukakan Jenderal Chou itu adalah urusan pemerintah, dan gurunya melarang
dia terlibat dalam urusan pemerintah.
"Ah, tidak semudah itu,Enghiong! Mereka itu pun memperkuat diri dengan
memelihara jagoan-jagoan. Kalau kami bertindak menurut jalur hukum pemerintah,
mereka pasti mampu membela diri secara hukum pula. Banyak pula di antara
mereka yang dekat hubungannya dengan Sribaginda Kaisar dan kalau mereka
mengandalkan pengaruh Sribaginda, tentu kami tidak dapat berkutik. Karena Itulah
kami hendak melawan mereka dengan cara kami sendiri. Nah, bagaimana pendapat
Ji-wi" Kalau Ji-wi menerima penawaran kami, Ji-wi boleh tinggal di gedung kami ini dan segala keperluan Ji-wi kami cukupi, juga kalau Jiwi memerlukan uang......."
"Cukup, Taijin. Saya belum dapat memberi keputusan apakah saya dapat menerima ajakan itu. Setidaknya saya harus mempelajari dulu dan melihat perkembangannya
selama beberapa hari ini. Setelah saya selidiki dan ternyata apa yang Taijin tawarkan itu cocok, tentu saja akan menerimanya. Sekarang saya mohon pamit, saya akan
kembali ke rumah penginapan."
"Eeit, nanti dulu, Cin-ko. Aku belu menyatakan pendapatku kepada Chou Goanswe."
kata Cu Yin ."Ha-ha, benar sekali. Bagaimana kalau menurut pendapatmu, Lihiap" Apak engkau menerima tawaranku?" tanya Jenderal Chou.
"Goanswe. harap jangan sebut saya Lihiap, Sebut saja namaku, Cu Yin." kata gadis itu sambil tersenyum manis. Sejak tadi ia bermain-mata dengan Chou Kian Ki, dan
baru sekarang Jendera Chou melihat betapa manisnya gadis itu kalau tersenyum dan
memandang dengan sinar mata demikian jeli dan memikat.
"Ha-ha, baiklah, Cu Yin. Nah, katakan, bagaimana tanggapanmu atas tawaran kami?"
"Saya setuju sekali dan siap menerima tawaran itu dengan senang, Goanswe." kata Lai Cu Yin, kemudian ia berkata kepada Liu Cin, "Cin-ko, mengapa engkau harus berpikir-pikir lagi" Tawaran ini sungguh baik sekali dan kita terima saja!"
"Tidak, Yin-moi, aku tidak tergesa-gesa. Aku harus mempertimbangkan dulu baik-baik."
"Baiklah, Liu Enghiong. Engkau boleh mempertimbangkannya dulu selama bebepa
hari sebelum mengambil keputusan. Akan tetapi engkau tidak perlu kembali ke
rumah penginapan. Engkau dan Nona Cu Yin boleh tinggal di sini. Dengan tinggal di sini tentu engkau akan lebih mudah untuk menyelidiki apa yang kami tawarkan tadi, bukan?"
"Benar sekali itu, Cin-ko! Kita tinggal vaja di sini dan engkau boleh melihat dulu perkembangannya selama beberapa hari. Akan tetapi aku sudah menerimanya dan
siap membantu Jenderal Chou!" kata Cu Yin dengan gembira. Tentu saja Cu Yin
menerima uluran tangan Jenderal Chou untuk menjadi pembantunya itu bukan
tertarik oleh janji pemberian harta dan kedudukan. Sama sekali ia tidak
menginginkan harta yang dapat ia ambil kapan saja dari siapa saja yang memilikinya, la menerima ajakan itu, pertama karena begitu bertemu Chou Kian Kl timbul
gairahnya dan ia melihat pula betapa di situ terdapat banyak perajurit pengawal
yang tadi dilihatnya dan mereka itu masih muda-muda dan gagah!
Mendengar gadis itu sudah menerimanya, Liu Cin menjadi serba salah. Kalau
memang tujuan Jenderal Chou itu baik yaitu menentang para pembesar yang korup,
jahat dan lalim, tentu saja pekerjaan itu tidak berlawanan dengar sikapnya. Dia
minta waktu hanya untuk menyelidiki agar hatinya merasa yakin bahwa tindakannya
benar. Dan kini jenderai Chou menawarkan agar dia untuk sementara tinggal di situ selama belum mengambil keputusan dan hal ini di dukung oleh Lai Cu Yin!
"Akan tetapi pakaian kita masih sana.........." Dia berkata ragu.
"Aah, itu masalah kecil sekali, Liu Enghiong!" kata Jenderal Chou. "Sekara juga aku akan menyuruh seorang perajurit mengambil barang-barang kalian yang berada di
sana!" Tanpa memberi kesempatan kepada Liu Cin untuk membantah, jenderal itu sudah memanggil pengawal dan memerintahkannya mengambil barang-barang milik
Lai Cu Yin dan Liu Cin. Setelah petugas itu pergi, Hongsan Siansu yang sejak tadi diam saja, berkata.
"Goanswe, gadis dan pemuda ini terkenal sebagai pendekar-pendekar yang lihai.
Biasanya, kalau Goanswe menerima seorang pembantu, kita perlu mengetahui lebih
dulu sampai di mana kelihaiannya. Maka, bagaimana kalau saya lebih dulu menguji
kepandaian mereka?" "Su-kong (Kakek Guru) benar, Ayah!" kata Chou Kian Ki. "Biar aku yang menguji kelihaian Nona Lai Cu Yin!"
Jenderal Chou mengangguk senang. "Baik sekali kalau begitu," Dia lalu memandang kepada Cu Yin dan Liu Cin. "Bagaimana, apakah kalian bersedia untuk diuji ilmu kepandaian silat kalian?"
Sebelum Liu Cin sempat menjawab, Cu Yin sudah bangkit dan menghampiri Chou
Kian Ki, memberi hormat dan berkata, "Saya akan senang sekali menerima pelajaran dan petunjuk dari Chou Kong-cu!" Berkata demikian, gadis itu mengerling tajam dan tersenyum manis sekali.
Sejak tadi, Kian Ki telah menangkap kerling dan main mata dari Lai Cu Yin. Dia sendiri adalah seorang pemuda tampan gagah yang sudah berpengalaman bergaul dengan
wanita. Tentu saja melihat gerak gerik Cu Yin, pemuda ini maklum bahwa gadis itu
dapat dijadikan penghibur dengan mudah. Bukan berarti bahwa dia jatuh cinta
kepada Lai Cu Yin karena cintanya hanya kepada Ong Hui Lan. Akan tetapi dia juga
tertarik dan bangkit gairahnya melihat sikap Cu Yin yang memikat dan memang
gadis Korea ini memiliki kecantikan yang Khas dan menggairahkan hatinya. Maka
ketika Hongsan Siansu mengajukan usul untuk menguji ilmu silat dua orang tamu itu, dia segera mengajukan dirinya untuk menguji kepandaian Cu Yin.
Kini, melihat Cu Yin sudah menghampirinya dan siap untuk diuji olehnya, Kian Ki
tersenyum senang. Ingin juga dia melihat sampai di mana ilmu silat gadis yang genit menggemaskan yang rambutnya dihias tiga tangkai bunga merah dan menurut
penyelidikan Panglima Cu katanya memiliki ilmu silat yang lihai ini. Dia segera
bangkit berdiri dan membalas penghormatan Cu Yin lalu berkata.
"Nona Lai Cu Yin, mengingat akan namamu yang besar, sepatutnya engkaulah yang mengalah dan jangan terlalu keras menekanku." Dia lalu menunjuk ke tengah
ruangan tamu itu yang memang cukup luas untuk dipergunakan berlatih silat
berpasangan. Sambil tersenyum Kian Ki dan Cu Yin lalu melangkah ke tengah
ruangan itu dan keduanya diam-diam merasa gembira karena masing-masing
memandang rendah lawannya. Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin menduga bahwa sehebathebatnya, seorang putera bangsawan tinggi yang dulunya seorang Pangeran
Kerajaan Chou, tentu tingkat kepandaian silat pemuda itu biasa-biasa saja. Ilmu silat harus dipelajari dengan tekun, penuh kesungguhan dan harus tahan menderita.
Seorang pemuda bangsawan yang biasanya hidup serba mewah dan enak, mana
mungkin dapat menekuni i mu itu sampai tingkat tinggi" Sebaliknya, Kian Ki yang
percaya kepada kemampuannya sendiri, juga memandang rendah lawan. Seorang
gadis yang demikian cantik, sampai di mana sih kekuatannya"
Setelah mereka saling berhadapan di tengah ruangan itu, keduanya saling pandang
dan masing-masing merasa kagum sehingga seperti orang lupa apa yang akan
dilakukan, mereka hanya berdiri saling pandang dan tersenyum. Setelah agak lama,
Jenderal Chou berseru. "Mengapa kalian tidak segera mulai" Mau menunggu apa lagi?"
"Oya.......... Nona Lai, engkau hendak pi-bu (adu ilmu silat) dengan tangan kosong atau dengan senjata?"
"Apakah Kongcu menghendaki aku terluka berdarah?" tanya Lai Cu Yin dengan sikap manja.
"Tentu saja tidak!"
"Kalau begitu, mari kita main-main sebentar dengan silat tangan kosong saja."
Setelah berkata demikian, Cu Yin memasang kuda-kuda dengan manisnya. Kedua
tumit kakinya diangkat, tubuhnya tegak akan tetapi lutut ditekuk, kaki kiri sedikit ke depan, kedua lengan dikembangkan seperti seekor burung hendak terbang. Dengan
kuda-kuda seperti ini, keindahan tubuhnya tampak nyata, dengan pinggul menonjol
dan dada membusung, seperti menantang!
Kian Ki memandang dengan mata bersinar dan wajah berseri. Kuda-kuda itu amat
manis, juga gagah dan dia tidak mengenal kuda-kuda dari aliran silat darimana itu.
Hal ini tidaklah aneh karena memang ilmu silat yang dikuasai Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin itu ia dapatkan dari mendiang ibunya sendiri dan ilmu silatnya bercampur
dengan ilmu bela diri tradisi Korea.
"Chou Kongcu, aku sudah siap, mulailah!" tantang Cu Yin.
Dengan gerakan sembarangan saja tanpa pengerahan tenaga sepenuhnya Kian Ki
mulai menyerang dengan kedua tangannya hendak menangkap kedua pundak gadis
itu sambil berseru, "Sambut seranganku, Nona!"
Akan tetapi dengan gerakan lincah sekali Cu Yin mundur ke belakang dan sedetik
kemudian kakinya sudah mencuat menendang ke arah lutut kiri pemuda itu.
"Ciaaat............!" bentaknya. Tendangan secepat kilat dan Kian Ki merasa betapa ada hawa menyambar kuat ke arah kakinya. Dia mulai merasa kagum kar ena gerakan
mengelak sambil langsung membalas serangan itu menunjukkan bahwa gadis itu
bukan ahli silat sembarangan saja. Dan tendangannya begitu cepat dan kuat. Akan
tetapi dia pun girang karena gadis itu tidak menendang bagian tubuhnya yang
lemah, melainkan menendang ke arah lututnya yang tentu saja tidak mendatangkan
bahaya. Dia cepat melompat ke kanan sehingga tendangan itu luput. Akan tetapi
dengan cepat Cu Yi mengejar dan kini tangan kanannya mencengkeram ke arah dada
lawan. Karena ingin menguji kekuatan gadis itu, Kian Ki tidak mengelak, melainkan
menangkis sambil mengerahkan separuh tenaganya. Separuh tenaga saja sudah
amat kuat dan cukup dapat menjatuhkan lawan tangguh.
"Wuuuttttt........ dukkk........!!" Bukan main kagetnya hati Cu Yin ketika lengannya ditangkis dan bertemu dengan lengan dengan tangan pemuda itu. Ia merasa betapa
lengan bertemu dengan lengan yang lembut lunak, akan tetapi yang membuat
seluruh tubuhnya tergetar hebat sehingga ia terpaksa harus melangkah mundur!
Tahulah gadis ini bahwa ia berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki
tenaga sakti luar biasa kuatnya. Kalau saja tahu bahwa tenaga Kian Ki baru
setengahnya saja dikerahkan! Cu Yin menjadi semakin kagum dan makin
bernafsunya untuk menjadikan putera pangeran Ini sebagai kekasihnya! Akan tetapi
masih harus menguji lagi, maka sambil mengeluarkan seruan melengking ia
menyerang lagi, kini serangannya bertubi-tubi dan hebat sekali, terkadang amat
dahsyat sehingga Kian Ki sendiri menjadi terkejut! Dia merasa kagum juga girang.
Gadis ini hebat! Dapat merasakan bahwa ilmu kepandaian gadis ini bahkan lebih
tinggi daripada tingkat yang dimiliki Ong Hui Lan, tunangannya!
Dalam hatinya Kian Ki membayangkan, alangkah senangnya kalau dia dapat
mengambil gadis ini menjadi selirnya, atau isterinya yang kedua. Dia mencinta Ong Hui Lan, akan tetapi dia tertarik dan suka kepada Lai Cu Yin yang dapat menjadi
penghibur dan juga pembantu yang boleh diandalkan!
Pertandingan itu berlangsung seru dan bukan hanya Kian K i yang kagum, melainkan
juga Jenderal Chou dan Hongsan Siansu merasa kagum karena mereka dapat melihat
bahwa Ang Hwa Niocu benar-benar tangguh sekali. Bahkan para jagoan pembantu
Jenderal Chou seperti Kwan In Su yang berjuluk Kanglam Sin-kiam atau Im Yang Tosu sekalipun kiranya tidak akan mampu mengalahkan gadis itu. Barangkali hanya
Hongsan Siansu yang mampu mengimbangi dan tentu saja hanya Chou Kian Ki yang
mampu mengalahkannya! Juga Liu Cin yang menonton pertandingan itu, diam-diam
merasa kagum dan terkejut. Baru sekarang dia melihat bahwa ilmu silat yang
dimainkan Lai Cu Yin amat hebat. Gerakannya aneh, perubahannya tak terduga dan
kecepatannya luar biasa. Dia dapat mengira bahwa dia sendiri tentu akan repot
untuk dapat mengalahkan gadis itu. Akan tetapi pemuda putera jenderal bekas
pangeran itu pun dahsyat sekali sehingga semua serangan Cu Yin yang demikian
cepat dan bertubi-tubi selalu dapat dihindarkan. Bahkan setiap kali pemuda itu
menangkis dia dapat melihat betapa tubuh gadis itu terpental ke belakang. Hal ini membuktikan bahwa pemuda itu memiliki tenaga sakti yang lebih kuat daripada
lawannya. Pertandingan itu berlangsung sampai lebih dari tiga puluh jurus dan karena gerakan mereka cepat sekali maka tampaknya seru dan seimbang. Akan tetapi kedua orang
yang bertanding itu tahu benar bahwa Kian Ki sengaja mengalah dan agaknya tidak
ingin mengalahkan dan membuat malu gadis yang dikaguminya itu. Dia hanya sedikit
demi sedikit menambah tenaganya setiap kali menangkis sehingga makin lama Cu
Yin merasa betapa setiap kali lengan mereka bertemu, ia terpental semakin kuat dan tubuhnya terguncang hebat. Hal ini membuat gadis itu merasa kagum dan semakin
besar keinginannya untuk menjadikan pemuda bangsawan ini sebagai kekasih
barunya. Kini perasaan sukanya kepada Liu Cin menipis. Murid Siauwlim-pai itu
selalu menghindarkan diri dan tidak mau melayani keinginannya. Setelah kini
bertemu dengan seorang pemuda yang lebih hebat, rasa sukanya kepada Liu Cin
segera berubah dan dasar kebenciannya terhadap laki-laki muncul. Kini ia berubah
benci kepada pemuda Siauwlimpai itu!
Untuk terakhir kali Cu Yin ingin menguji tenaga sakti Kian Ki. Ketika kembali ia
terdorong mundur, ia cepat menekuk kedua lututnya sehingga tubuhnya setengah
berjongkok lalu ia mendorongkan kedua tangan dengan telapak tangan terbuka
menghadap lawan sambil mengerahkan seluruh tenaga sakti yang dimilikinya. Angin
yang Kuat menyambar ke arah Kian Ki. Pemuda ini maklum akan datangnya
serangan pukulan jarak jauh itu, maka dia pun menyambut dengan dorongan tangan
kirinya. "Wuuuttttt ............. desssss!!" Tubuh Cu Yin terhuyung ke belakang dan agaknya akan jatuh terjengkang kalau saja Liu Cin tidak cepat melompat dan menah
punggungnya dengan tangan. Akan tetapi gadis itu tidak terluka sama sekali karena lawannya tadi menggunakan tenaga lemas yang amat kuat sehingga ia rasa seperti
terdorong sesuatu yang mantul kuat sehingga ia terpental. Sambil tersenyum Cu Yin lalu melompat kedepan lagi menghadapi Kian Ki, mengangkat kedua tangan depan
dada sambil membungkuk hormat.
"Aih, baru sekarang saya bertemu dengan seorang lawan yang amat kua dan lihai!
Saya mengaku kalahdan merasa kagum sekali, Chou Kongcu!"
"Wah, Nona Lai Cu Yin terlalu memuji. Engkau sendiri juga seorang gadis yang amat lihai!" Dia lalu memandang ayahnya. "Ayah, Nona Lai ini akan me jadi pembantu kita yang amat boleh andalkan!"
"Ih, Chou Kongcu jangan memujik membikin malu saja. Saya bahkan ingin sekali mendapat bimbingan darimu dalam hal ilmu silat, Kongcu!" kata Cu Yin sambil
tersenyum dan mengerling tajam. Melihat sikap Cu Yin yang sejak tadi
memperlihatkan kegenitan terhadap Chou Kian Ki, diam-diam Liu Cin merasa heran
sekali. Bagaimana Cu Yin dapat bersikap seperti itu" Mengapa tiba-tiba sikapnya
berubah demikian genitnya dan secara terang-terangan memperlihatkan sikap
memikat hati pemuda bangsawan itu melalui gerak-geriknya, ucapannya, senyum
dan lirikan matanya" Padahal biasanya kelihatan demikian sopan! Apakah
kesopanan yang lalu itu hanya pura-pura. Lalu dia teringat betapa pada malam hari dahulu itu, Cu Yin merayunya dan dia menolaknya. Apakah karena itu kini gadis itu lalu berpaling kepada Chou Kian Ki" Dia sama sekali tidak merasa cemburu,
melainkan heran dan mulailah dia merasa curiga akan sikap gadis itu yang demikian cepat berubah. Dia hanya pernah merasa kagum dan suka kepada gadis yang
tadinya tampak bersikap seperti seorang pendekar wanita. Akan tetapi kini begitu
genit dan tidak wajar! Terdengar "Jenderal Chou bertepuk tangan gembira. "Bagus, kami sungguh
beruntung mendapatkan bantuan seorang gadis gagah perkasa seperti Nona Lai Cu
Yin! Sekarang giliran pendekar Siau limpai Liu Cin, harap suka memperlihatkan
kelihaianmu!" Liu Cin bangkit dan menjura kepad tuan rumah. "Maafkan, Chou Taijin, karena saya belum mengambil keputusan apakah saya akan menerima penawaran Taijin, maka
saya tidak ingin diuji. Kita tunggu sampai saya mengambil keputusan, barulah sudah selayaknya kalau saya diuji. Untuk sementara ini, saya hendak berpikir-pikir dulu dan melihat perkembangannya."
Hong-san Siansu hendak menegur atau membantah, akan tetapi Jenderal Chou
mengangkat tangan menahannya, lalu berkata dengan ramah kepada Liu Cin.
"Baiklah, Liu Enghiong ............"
"Goanswe, mengapa Goanswe masih bersikap sungkan dan menyebut Cin-ko
dengan sebutan Enghiong" Dari pada menggunakan sebutan Enghiong yang kaku,
bukanlah lebih baik kalau Goanswe 'menyebut Cin-ko dengan namanya saja"
ftagaimana pendapatmu, Cin-ko?"
Tentu saja Liu Cin tidak dapat membantah. "Kukira sebaiknya begitu." katanya lirih.
"Ha-ha-ha! Baiklah, Cu Yin. Mulai sekarang aku akan menyebut dia Liu Cin. Akan tetapi sebaliknya, aku merasa tidak enak kalau kalian juga menggunakan sebutan
Taijin (Pembesar) kepadaku, mengapa tidak menyebut Paman saja?" kata Jenderal Chou sambil tertawa gembira. Dia merasa senang sekali bisa mendapatkan dua
orang tenaga bantuan yang dapat diandalkan, terutama karena Ang Hwa Niocu Lai
Cu Yin yang ternyata umat lihai itu sudah menyatakan suka dan siap untuk
membantu. "Terima kasih, Paman!" kata Cu Yin gembira sekali.
"Terima kasih," kata pula Liu Cin, tanpa menyebut paman.
"Mari kita perkenalkan dengan rekan-rekan kalian!" Jenderal Chou yang sedang bergembira itu berkata dan memanggil pengawal dan diperintahkan, mengundang
Kang-lam Sin-kiam Kwan In Su, Im Yang Tosu, dan tidak ketinggal Ong Hui Lan untuk datang ke ruanga itu.
Setelah mereka bertiga memasuki ruangan. Jenderal Chou lalu memperkenalkan
mereka satu kepada yang lain. Begitu memasuki ruangan itu, Hui lan melihat betapa seorang gadis yang rambuatnya dihias tiga tangkai bunga merah duduk dekat Chou
Kian Ki. Memang tadi sengaja Cu Yin memilih tempat duduk dekat pemuda itu dan
mereka bicara bisik-bisik dengan sikap akrab. Diam-diam Hui Lan merasa sebal
sekali. Tidak ia tidak merasa cemburu karena sesungguhnya, belum tumbuh
perasaan cinta dalam hatinya terhadap Chou Kian Ki, baru perasaan kagum saja. Ia
belum mengenal betul watak pemuda itu. Akan tetapi, atas kehendak orang tuanya,
ia telah menjadi calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki dan sekarang ia me lihat calon suaminya itu bergaul demikian akrab dengan seorang gadis asing, apalagi yang baru saja dikenalnya karena Jenderal Chou memperkenalkannya sebagai seorang
pembantu yang baru datang. Ia melihat bahwa gadis itu sikapnya amat genit,
matanya tajam mengerling penuh daya pikat kepada Kian Ki dan senyumnya yang
manis itu jelas dibuat-buat! Ketika ia diperkenalkan kepada Liu Cin yang disebut
sebagai Siuwlim Enghiong oleh Jenderal Chou dan dikatakan sebagai sahabat baik Cu Yin, in pun menganggap pemuda yang kelihatan pendiam ini tentu juga bukan orang
baik-baik karena dia adalah sahabat baik gadis yang genit itu. Maka, setelah
diperkenalkan, Hui Lan pamit kepada Jenderal Chou dan kembali memasuki bagian
dalam gedung, kembali ke kamarnya. Jenderal Chou yang diam-diam masih merasa
dongkol dan tidak senang terhadap sikap Hui Lan yang terang-terangan dengan
tegas menolak untuk membantu pelaksanaan rencananya, tidak mencegahnya. Dia
dan Chou Kian Ki sedang menanti siasat yang sedang dipikirkan Hongsan Siansu
untuk menalukkan gadis yang telah dipilih menjadi calon mantunya itu.
Sementara itu, ketika Jenderal Chou memperkenalkan Ong Hui Lan sebagai calon
mantunya, calon isteri Chou Kian Ki, diam-diam ia semakin dirangsang untuk
mengambil Kian Ki sebagai kekasihnya. Pemuda itu harus menjadi miliknya lebih
dulu untuk sementara, sebelum menikah dengan Hui Lan. la sendiri sama sekali tidak ingin menjadi isteri Kian Ki. Ia sudah mengambil keputusan untuk tidak menikah
dengan laki-laki manapun karena ia masih mempunyai keyakinan bahwa tidak ada
lak laki yang setia dan baik di dunia ini. harus membantu dan mendukung
pelaksanaan dendam sakit hati mendiang ibunya terhadap kaum pria! Kalau ia selalu ingin memikat laki-laki, hal itu buka berarti ia suka kepada mereka. Tidak
kebenciannya tetap ada di dasar hatinya Ia hanya ingin memuaskan rangsanga
nafsunya sendiri dan untuk itu ia membutuhkan laki-laki. Akan tetapi ia tidak ingin terikat oleh seorang laki-laki saja!
Demikianlah, mulai hari itu, Liu Cu Yin menjadi tamu di gedung Jenderal Chou.
Mereka masing-masing mendapatkan sebuah kamar tamu yang cukup mewah.
ooOOoo . Sejak pertama bertemu Jenderal Chou dan para pembantunya, Liu Cin sudah melihat
tanda-tanda bahwa Cu Yin agaknya tergila-gila kepada Chou Kian Ki. Hal ini
dikuatkan pula pada malam harinya. Ketika tanpa sengaja malam itu dia keluar dari kamar dan melewati kamar Cu Yin, dia melihat bayangan seorang laki-laki
menyelinap masuk ke dalam kamar itu! Dia cepat bersembunyi di balik pintu
ruangan, kwawatir kalau-kalau bayangan itu seorang penjahat. Akan tetapi dia
mendengar suara percakapan lirih di kamar Cu Yin dan tak lama kemudian, pintu
kamar itu terbuka dan Cu Yin keluar dari kamar itu bersama Chou Kian Ki dengan
bergandengan tangan begitu mesra. Mereka berdua lalu pergi ke bagian dalam
gedung, entah kemana! Jantung dalam dada Liu Cin berdebaar tegang. Biarpun dia seorang pemuda yang
lugu dan belum berpengalaman, namun melihat keadaan mereka berdua tadi, dia
dapat memastikan bahwa tentu Cu Yun bermain cinta dengan Chou Kian Ki. Dia
merasa heran. Memang tidak aneh kalau seorang pemuda bertemu seorang gadis
lalu mereka saling jatuh cinta. Akari tetapi masa baru saja bertemu lalu bermesraan seperti itu" Padahal biasanya Cu Yin kelihatan begitu sopan! Teringatilah dia akan sikap Cu Yin pada malam tempo hari itu, di mana Cu Yin mendekatinya dan begitu
bernafsu sengaja dia bermesraan, namun dia tolak. Mulailah Liu Cin melihat
keaselian watak Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Dan teringatlah dia kembali betapa pada keesokan harinya setelah dia menolak Cu Yin yang merangkulnya dan menyatakan
cinta, ketika mereka berada di rumah makan, mereka mendengar orang-orang
bercerita bahwa semalam ada dua orang pemuda yang mereka sebut Ang Kongcu
dari Si Ahok mati dibunuh siluman rase yang kabarnya berujud seorang wanita
cantik! Kini dia baru teringat betapa Cu Yin yang semalam murung karena dia tolak ajakannya bermesraan pada pagi harinya tampak cerah dan gembira, tidak murung


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. "Aihhh..........," Dia berkata dalam hatinya. "Jangan-jangan............ ah, apakah Lai Cu Yin itu yang dikabarkan menjadi siluman rase dan membunuh dua orang pemuda
itu...........?" Dia bergidik. Pada jaman itu hampir semua orang percaya akan cerita tentang siluman-siluman berubah menjadi manusia dan mencari korban antara
manusia. Dia pun percaya dan ia merasa ngeri! Dia sama sekali tidak merasa
cemburu melihat Cu Yin bermesraan dengan Chou Kian Ki, bahkan dia merasa muak
dan lenyaplah semua perasaan kagum dan sukanya terhadap gadis itu. Bahkan dia
pun mulai merasa tidak cocok untuk bekerja membantu Jenderal Chou yang katanya
akan menentang para pejabat tinggi yang korup dan lalim. Bagaimana mungkin dia
cocok bekerja sama dengan jenderal itu, melihat puteranya saja berwatak mata
keranjang seperti itu" Mana ada orang baik-baik mengajak seorang tamu wanita
yang baru saja dikenalnya untuk bermain gila" Dia merasa muak dan segera
melangkah menuju ke taman bunga yang berada di belakang gedung.
Liu Cin melihat sebuah bangunan kecil, sebuah beranda beratap tak berdinding, di
tengah taman. Beranda itu mungil dan dicat merah, terdapat beberapa buah bangku
panjang di situ. Agaknya menjadi tempat peristirahatan setelah orang lelah berjalan-jalan di taman, yang luas itu. Di depan bangunan itu terdapat sebuah kolam yang
cukup besar, di mana terdapat teratai yang berkembang merah dan putih, dan
banyak ikan emas berenang di antara bunga-bunga itu. Tempat itu diterangi dua
lampu gantung berwarna sehingga tempat itu tmpak indah dan nyeni (artistik). Akan tetapi Liu Cin tidak ingin dilihat orang, lalu dia memilih duduk di atas sebuah batu di belakang bangunan itu, terhalang semak-semak berbunga. Dia duduk melamun,
memikirkan dan mengenangkan semua yang dia alami sejak meninggalkan Gurunya,
bertemu dengan Cu Yin dan melakukan perjalanan bersama sampai di tempat itu.
Kurang lebih sejam lamanya dia duduk termenung di tempat itu. Tiba-tiba dia
mendengar suara isak tertahan. Tangis seorang wanita! Dia tertarik sekali dan
karena suara tangis tertahan itu datangnya dari arah bangunan kecil, dia mengintai dari balik semak-semak. Dilihatnya seorang wanita memasuki beranda itu lalu
menjatuhkan diri duduk di atas bangku sambil menangis. Jelas bahwa gadis itu
menahan tangisnya, menutupi mukanya dengan tangan yang memegang
saputangan untuk menahan isak yang keluar dari mulutnya.
Liu Cin mengenal gadis itu sebagai Ong Hui Lan yang siang tadi diperkenalkan
kepadanya sebagai calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki. Apa yang terjadi"
Mengapa gadis itu menangis" Tentu saja Liu Cin tidak berani bertanya. Mendekat
pun dia tidak berani karena hal itu akan dianggap sebagai tindakan yang kurang ajar.
Dia hanya seorang tamu tentu tidak pantas menemui gadis anggauta keluarga
seorang diri di dalam taman, pada waktu malam pula! Bahkan dia tidak berani
muncul dari tempat dia duduk dan tersembunyi, khawatir kalau gerakannya
ketahuan oleh gadis itu. Di membayangkan gadis itu yang siang tadi pernah
dijumpainya. Namanya Ong Hu Lan, gadis berusia sekitar sembilan belas tahun.
Orangnya pendiam dan tampak, lembut. Mukanya bulat, matanya tajam namun
lembut sinarnya, tubuhnya ramping dan pakaiannya sederhana dibandingkan
pakaian Lai Cu Yin. Seorang gadis yang cantik dan anggun, sikapnya berwibawa.
Akan tetapi gadis itu kini kehilangan sifatnya yang gagah ketika duduk menangis lirih seorang diri di atas bangku itu.
Tiba-tiba Liu Cin yang sedang memandang gadis itu terkejut. Dia melihat sinar kecil hitam meluncur ke arah gadis Itu. Tanpa disadarinya dia berseru.
"Awas, Nona...........!"
Ong Hui Lan terkejut, mengangkat mukanya dan melihat sinar hitam meluncur itu
sudah dekat sekali di depan tenggorokannya. Ia cepat membuang diri ke kiri.
"Ceppp! Ahhh.......!" Gadis itu mengeluh karena biarpuh ia sudah mengelak sehingga tenggorokannya terhindar dari sambaran maut itu, pundak kanannya yang terkena
benda itu. Akan tetapi ternyata benda itu hanya sebuah ranting kayu sebesar
telunjuk, biarpun menancap di pundak, tidak mendatangkan luka yang berbahaya.
Hui Lan cepat mencabutnya. Darah mengucur dan terasa perih. Akan tetapi pada
saat itu, beberapa sinar datang menyerangnya dengan gencar. Hui Lan sudah siap
dan ia mengelak sambil menggerakkan kedua tangan memukul ke arah senjatasenjata gelap itu. Liu Cin menjadi marah sekali melihat gadis itu diserang orang secara menggelap. Dia mengambil dua buah batu dan ia me lompat keluar semak-semak lalu melontar kan
dua buah batu sebesar kepalan tangannya itu arah semak-semak dari mana senjatasenjata gelap itu datang. Tampak sesosok bayangan orang berkelebat dan lari dari
belakang semak itu. Liu Cin tidak dapat melihat dengan jelas karena di bagian itu memang gelap. Dia hendak mengejar akan tetapi tiba-tiba Hui Lan sudah melompat
di dekatnya dan langsung menyerangnya kalang kabut.
Tentu saja Liu Cin menjadi kaget sekali. Dia cepat mengelak dan menangkis karena
Hui Lan menyerangnya bertubi-tubi dengan pukulan dan tendangan kilat.
"Nona, engkau salah paham!" Liu Cin berseru berkali-kali akan tetapi Hui Lan t?rus saja menyerang. Terpaksa Liu Cin balas menyerang karena kalau hanya bertahan
saja, dia tentu akan terkena pukulan. Gadis itu ternyata lihai bukan main, memiliki pukulan yang cepat dan kuat sehingga dia pasti akan kalah kalau dia tidak
membalas. Terjadilah pertandingan yang seru. Melihat gadis itu seperti kesetanan
dan marah sekali. Liu Cin maklum bahwa tentu ada sesuatu yang membuat gadis itu
demikian marah kepadanya. Dia cepat melompat ke belakang.
"Tahan dulu, Nona! Kenapa Nona menyerangku tanpa alasan?" tanyanya tegas.
"Hemmm, manusia tak tahu diri! Engkau bersekongkol hendak membunuhku! dan
masih bertanya mengapa aku menyerangmu?"
"Nanti dulu, Nona Jangan terburu nafsu sehingga engkau nanti akan menyesal
sendiri dengan tindakanmu yang gegabah. Aku bukan musuh. Aku tadi juga sudah
berada di sini ketika engkau datang dan menangis. Karena aku seorang tamu, maka
aku tidak berani muncul keluar, takut kalau disangka yang bukan-bukan. Aku hanya
mencari hawa segar di sini. Kemudian, aku melihat engkau diserang senjata gelap
aku membantumu, melempari penyerangmu itu dengan batu sehingga dia melarikan
diri. Akan tetapi tahu-tahu Nona malah menyerangku. apakah ini adil?"
Mendengar ini, Hui Lan menjadi agak lunak, akan tetapi ia berkata dengan Bicara
yang masih terdengar marah. "Hem, Bngkau adalah sahabat baik perempuan genit cabul itu, mana mungkin engkau seorang baik-baik?"
Liu Cin merasa panas hatinya, mukanya menjadi merah dan dia pun berkata dengan
tegas. "Nona, jangan menuduh orang sembarangan saja tanpa mengetahui keadaan
sebenarnya! Aku Liu Cin adalah murid Siauwlimpai dan tidak mungkin aku menjadi
seorang sesat. Lebih baik mati daripada hidup menjadi seorang jahat. Aku bukan
sahabat baik Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Memang benar aku datang ke sini
bersamanya, akan tetapi hanya kebetulan saja aku melakukan perjalanan
bersamanya ketika kami bertemu di jalan dan menolongnya ketika ia dikeroyok
orang. Aku tidak mengenal betul siapa ia dan orang macam apa. Akan tetapi di
sepanjang jalan ia bersikap baik. Tidak tahunya..........."
Kini Ong Hui Lan memandang dengan sinar mata tajam, mulai menilai pemuda di
depannya itu. "Tidak tahunya apa........... tanyanya.
"Nona, kalau boleh aku bertanya, apakah Nona juga melihat apa yang terjadi antara Ang Hwa Niocu itu dengan tunanganmu?"
Hui Lan terkejut. "Ah, engkau melihat mereka?" tanyanya.
Liu Cin mengepal tinju. "Aku melihat dan merasa muak sekali! Dulu memang mereka yang mengeroyoknya mengatakan bahwa dia adalah seorang wanita sesat akan
tetapi aku tidak percaya bahkan membelanya. Sekarang baru aku tahu bahwa ia
benar-benar seorang wanita sesat yang tidak tahu malu! Mulai detik ini aku tidak
sudi lagi disebut sahabatnya!"
"Liu Cin, kau mencintanya?"
"Tidak, aku tidak pernah mencintanya Ia boleh bermain gila dengan laki-laki
manapun, aku tidak peduli. Akan tetapi kesesatannya itu mencemari pula namaku
karena kebetulan aku datang bersamanya. Buktinya engkau sendiri juga mengira aku
orang yang sesat, Nona." "Sekarang tidak lagi, setelah engkau menceritakan keadaanmu. Aku percaya padamu."
"Nona, karena itukah engkau tadi menangis" Ah, betapa kejamnya calon suamimu bermain gila dengan wanita lain di depanmu, di dalam satu rumah! Aku akan
menegur perempuan itu, kalau perlu akan kuhajar ia!"
"Tidak, aku tidak bersedih karena Chou Kian Ki bermain gila dengan perempuan itu.
Aku juga tidak pernah mencintanya!"
"Ah, kalau begitu, maafkan pertanyaanku. Mengapa Nona bisa menjadi
tunangannya?" Entah mengapa, tiba-tiba saja Hui lan percaya kepada pemuda yang lugu dan
sederhana ini. "Aku dijodohkan oleh ayahku dan sebagai anak yang berbakti, aku tidak dapat menolak. Karena itulah, melihat dia kini bermain gila dengan Lai Cu Yin itu, hatiku menjadi sedih sekali, bukan sedih karena cemburu, melainkan sedih
karena aku dijodohkan dengan jahanam macam itu!"
"Calon suamimu memang tidak benar, akan tetapi dia seorang laki-laki. Yang
menyebalkan adalah Ang Hwa Niocu! Aku akan menegurnya besok! Aku malu dfl
anggap sahabat seorang perempuan cabul macam itu!"
"Akan tetapi, bagaimana engkau dapat membuat ribut di sini" Bukankah engkau
telah menjadi pembantu Jendetai Chou Ban Heng"
"Tidak, aku belum menyanggupi! Aku minta waktu untuk mempelajarinya lebih dulu.
Yang sudah menyanggupi adalah! Ang Hwa Niocu. Aku ingin melihat dulu pekerjaan
macam apa yang harus kulakukan di sini."
"Engkau sebagai seorang murid Siauw limpai pasti akan mundur kalau mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Aku sendiri juga menentang mereka dan tidak sudi,
membantu, walaupun atas kehendak orang tua aku dijodohkan dengan putera
Jenderal Chou!" "Ah, sudah kuduga ada yang tidak beres! Hui Lan......... eh, Nona, apakah
sesungguhnya yang terjadi?"
"Liu Cin, engkau boleh panggil aku Hui Lan saja. Kurasa kita berdua sepaham.
Jenderal Chao Ban Heng merencanakan pemberontakan untuk menjatuhkan
Kerajaan Sung yang baru dan membangun kembali Kerajaan Chou, tentu saja kalau
berhasil, Jenderal Chou yang menjadi kaisarnya. Mereka hendak mengusahakan agar
para pejabat tinggi yang setia kepada Kaisar Sung Thai Cu dienyahkan, dibunuh atau difitnah agar dipecat dan kedudukannya diganti oleh orang yang mendukung
Jenderal Chou." "Wah, gawat sekali kalau begitu! Aku pasti tidak sudi membantu pekerjaan yang jahat itu. Membunuh para pejabat yang setia kepada Pemerintah" Dan pejabat yang
benar-benar setia justeru mereka yang baik dan tidak korup."
"Jenderal Chou tentu akan mencap mereka yang setia itu sebagai pembesarpembesar korup yang lalim sehingga para pendekar mau membasmi mereka. Aku
tidak setuju dan menentang mereka dan saat ini aku tahu bahwa diam-diam
Jenderal Chou dan puteranya marah kepadaku."
"Hemmm, apakah karena itu maka tadi engkau diserang dan hendak di bunuh?"
"Kukira tidak, Liu Cin. Kalau mereka hendak membunuhku, tentu akan mudah saja dilakukan Chou Kian Ki. Kau tahu dia itu memiliki ilmu kepandaian yang amat lihai, jauh lebih lihai dari semua jagoan yang mendukung Jenderal Chou. Pasti bukan dia
yang tadi menyerangku dengan senjata gelap. Entah siapa, namun yang jelas, orang
itu ahli menggunakan senjata gelap yang disambitkan sehingga hanya menggunakan
ranting kecil dia dapat melukai aku dan nyaris membunuhku."
"Ahhh..........! Siapa lagi kalau bukan ia" tiba-tiba Liu Cin berseru.
"Ia-siapa, Liu Cin?"
"Siapa lagi kalau bukan Ang Hwa Niocu! Kau tahu, tiga tangkai bunga merah yang menghias rambut Lai Cu Yin itu dapat ia pergunakan sebagai senjata rahasia yang
ampuh. Kalau ia mampu menyambitkan setangkai kembang sebagai senjata gelap,
tentu ia pandai menggunakan sepotong ranting kayu sebagai senjata rahasia. Ya,
pasti ia orangnya yang menyerangmu tadi!" kata Liu Cin gemas.
"Akan tetapi kalau benar ia, mengapa ia harus menyerangku" Antara ia dan aku tidak ada permusuhan apapun, mengenal juga tidak!"
"Hemmm, sekarang aku semakin mengenal siapa perempuan itu. Pasti ia seorang
perempuan sesat yang kejam sekali! Ia menyerangmu tentu dengan niat untuk
merampas calon suamimu. Engkau merupakan penghalang baginya, maka ia
berusaha membunuhmu! Aku akan menegur dan menghajarnya!" Liu Cin kini
menjadi marah sekali. Akan tetapi Hui Lan cepat mencegah.
"Jangan bertindak gegahah, Liu Cin. Engkau akan celaka kalau bermusuhan dengan mereka. Terima kasih atas pembelaanmu kepadaku, akan tetapi jangan sekali-kali
engkau menuduh perempuan itu. Apa buktinya" Engkau malah dituduh melempar
fitnah dan kalau Chou Kian Ki membelanya, nyawamu terancam bahaya maut. Aku
nasehatkan, sebaiknya engkau besok pagi-pagi mencari alasan untuk pergi dari
tempat ini dan jangan kembali lagi!"
"Dan engkau sendiri, Hui Lan" Eng kau tidak suka membantu mereka, bahkan
menentang. Engkau tidak suka pula menjadi isteri Chou Kian Ki apa lagi melihat
ulahnya bersama Lai Cu Yin walaupun demi baktimu kepada orang tua engkau
terpaksa harus menerimanya. Ah, engkau seolah hidup di dalam gua penuh harimau
yang akan menerkammu. Mengapa engkau tidak pergi saja?"
Dengan wajah sedih Hui Lan meng gelengkan kepalanya. "Bagaimana aku dapat
membantah kehendak ayahku" Selama ini aku belum pernah membalas jasa
kebaikan orang tuaku. Aku tidak ingin menjadi seorang anak ,yang put-hauw
(durhaka, tidak berbakti)." Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang panas dan basah lagi, lalu ia berkata, "Pergilah, Liu Cin, kembalilah ke kamarmu dan besok pagi-pagi berpamitlah baik-baik dan tinggalkan tempat ini. Adapun aku........ biarlah aku menerima nasibku jadi isterinya.......... akan tetapi, aku bersumpah akan tetap
menentang semua petbuatan jahat dari mereka semua............"
Liu Cin merasa iba sekali. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan" Tidak mungkin dia mencampuri urusan orang lain, apalagi urusan perjodohan. Bagaimanapun juga, Hui
Lan sudah mengambil icputusan menerima nasib menjadi isteri Chou Kian Ki, demi
baktinya kepada orang tuanya! Timbul rasa iba dan di luar kesadarannya, pemuda
itu mengalami cinta pertama yang membuat dia terharu dan juga sedih.
"Kasihan engkau, Hui Lan. Kalau engkau mau pergi dari sini, aku akan membantumu dan melindungimu dengan taruhan nyawaku sekalipun........ " Dia melangkah pergi meninggalkan ucapan lirih itu.
Hui Lan tertegun mendengar ucapan itu, dan air matanya menetes turun, pandang
matanya kabur tertutup air mata ketika ia memandang pemuda tinggi tegap berbaju
kuning itu yang berjalan perlahan meninggalkan taman.
ooOOoo Pada keesokan harinya, Liu Cin tidak mendapatkan halangan ketika dia berpamit
kepada Jenderal Chou dengan alasan bahwa dia ingin berjalan-jalan di sekitar kota raja dan besok pagi akan kembali ke gedung itu. Dia membawa buntalan
pakaiannya. Sementara itu, Hongsan Siansu sudah menemukan cara terbaik untuk menundukkan
Ong Hui Lan agar gadis itu membantu rencana mereka. Kalau saja Chou Kian Ki tidak benar-benar jatuh cinta kepada Hui Lan, tentu Jenderal Chou dapat begitu saja
mengusir gadis meninggalkan rumahnya. Akan tetaj Kian Ki menentang niat ini. Dia
berkeras ingin memperisteri Hui Lan yang dicintanya. Biarpun dia telah mendapat t Lai Cu Yin yang dapat menjadi kekasih yang mengasyikkan, namun cintanya tetap
ada pada Hui Lan dan dia hanya Ingin menjadikan Cu Yin sebagai hiburan saja,
sedangkan dia ingin membentuk keluarga dengan Hui Lan. Dia ingin Hui lan menjadi
ibu anak-anaknya. Karena itu, maka Hongsan Siansu mencari siasat yang
dianggapnya paling baik. Malam itu, siasat ini dilaksanakan. Dengan tidak adanya Liu Cin di situ, hal ini bahkan memudahkan terlaksananya siasat itu.
Malam itu, dengan cara yang berani sekali, bahkan terang-terangan, Ang Hwa Niocu
Lai Cu Yin berada dalam kamar Chou Kian Ki. Mereka minum arak sambil makan kue
dan terjadilah percakapan yang tentu akan menarik sekali bagi orang lain kalau
mendengarnya. "Menurutmu, bagaimana dengan gagasan siasat itu, Yin-moi?" tanya Chou Kian Ki sambil minum araknya dari cawan perak.
"Menurut aku, siasat itu bagus sekali dan kiranya hanya dengan cara itulah kalian akan berhasil, Chou Kongcu."
"Engkau tidak cemburu, bukan?" muda itu menggoda sambil mengamati wajah wanita yang menjadi kekasih barunya itu.
Cu Yin tersenyum. Kemarin malam memang ia merasa tak senang ketika
perkenalkan kepada Hui Lan dan mendengar bahwa gadis itu adalah calon isteri Kian Ki. Ia menganggap gadis itu akan menjadi penghalang niatnya" Bermain gila dan
bersenang-senang denjan Kian Ki, maka diam-diam ia berusaha membunuhnya.
Akan tetapi usahanya itu gagal karena Liu Cin menyambitkan batu-batu ke arah
tempat ia bersembunyi. Agar jangan ketahuan, ia cepat melarikan diri. Akan tetapi setelah ia banyak bicara dengan Kian Ki dan mulai mengenal" watak pemuda yang
mata keranjang ini ia tahu bahwa Hui Lan tidak akan me jadi penghalang.
"Aih, Kongcu, mengapa cemburu" Kita sudah sepakat untuk sama-sama mencari
kesenangan dan tidak ada ikatan di antara kita. Engkau bebas bermain cinta dengan wanita manapun, sebai knya aku pun tidak terikat kepadamu dan aku pun
memperoleh kebebasan. Apalagi Hui Lan adalah calon isterimu yang sudah
ditentukan oleh orang tuamu dan orang tua Hui Lan. Tentu saja aku tidak cemburu
bahkan aku akan membantumu." "Membantuku" Membantu bagaimana?"
"Membantu engkau mencapai kehendakmu tanpa harus menggunakan paksaan
secara kasar karena kalau engkau melakukan perkosaan, aku sangsi apakah Hui Lan
akan mau tunduk. Gadis itu memiliki watak yang keras. Aku mempunyai cara yang
jauh lebih baik. Mendekatlah, agar kubisikkan siasatku dan tidak terdengar orang
lain." Kian Ki mendekatkan telinganya ke mulut wanita itu dan sambil merangkul leher
pemuda itu, Cu Yin berbisik-bisik. Kian Ki tampak senang sekali dan sambil menanti datangnya tengah malam mereka tenggelam dalam gelombang nafsu mereka
sendiri. Manusia adalah mahluk yang paling sempurna perlengkapannya dan menjadi
mahluk yang memiliki kepandaian dan kekuasaan karena kita disertai hati atau
pikiran. Akan tetapi justeru pikiran kini yang dapat menyeret kita menjadi mahluk yang paling rapuh dan kejam. Kita mengadakan hukum-hukum, hukum adat, hukum
agama, hukum pemerintah dan hukum-hukum kesusilaan dan lain-lain. Makin
banyak kita manusia mengadakan hukum, makin banyak pula yang kita langgar
sendiri! Mahluk selain manusia sejak lahir juga disertai nafsu-nafsu karena tanpa adanya
nafsu yang menyertai hidup, makhluk tidak dapat hidup. Di antaranya selain
mendorong untuk terdapat gairah hidup, nafsu juga memberi kenikmatan
Kenikmatan nafsu dalam makan membuat semua mahluk suka makan sehingga
tinggal hidup tidak mati kelaparan. Nafsu dalam hubungan sex membuat semua
mahluk dapat menikmatinya dan mau melakukannya sehingga semua mahluk dapat
berkembang biak dan tidak musnah. Akan tetapi semua mahluk selain manusia
mempergunakan dan melakukan hasrat nafsunya di bawah pengendalian nalurinya
sehingga semua berlangsung apa adanya dan wajar saja, apalagi karena makhluk
mengadakan hukum apa pun maka tidak terjadi pelanggaran apa pun.
Demikian pula manusia sejak lahir disertai berbagai macam nafsu yang
mendatangkan kenikmatan sehingga menolong manusia mempertahakan hidupnya.
Akan tetapi selain disertai nafsu, manusia juga dikaruniai hati akal pikiran dan
kelebihan ini bahkan seringkah mendorong manusia berbuat menyimpang dari
kewajaran dan batasan hukum-hukum yang mereka adakan sendiri. Pikiran yang
membuat manusia bukan menjadi majikan dari nafsu-nafsunya sendiri, melainkan
menjadi budak yang dikuasai nafsunya sendiri. Pikiran membayangkan kenikmatankenikmatan itu, ingin mengulang lalu mulailah kita melakukan pengejaran untuk
dapat memperoleh kenikmatan yang ditimbulkan nafsu itu. Dan kalau nafsu sudah
menjadi majikan, kita menjadi budak yang dikuasainya, maka terjadilah perbuatanperbuatan yang melangga hukum-hukum yang kita adakan sendiri. Kenikmatan
memiliki harta benda yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup seperti
sandang-pangan-papan kita kejar-kejar dan dalam pengejaran ini muncul ah segala
macam cara yang melanggar hukum-hukum kita sendiri seperti mencuri. merampok,
menipu, korupsi, manipulasi, dan sebagainya. Kenikmatan dalam hubungan sex yang
sesungguhny amat indah dan suci karena hal itu m rupakan syarat mutlak untuk
perkembangbiakan manusia, juga merupakan pencurahan yang paling inti dari kasih
sa yang antara suami / isteri, oleh pikiran dibayang-bayangkan seolah dikunyahkunyah sehingga membangkitkan gairah untuk mengejarnya. Pengejaran ini
menimbulkan segala cara yang melanggar hukum-hukum yang diadakan manusi
sendiri dan terjadilah perkosaan, perjinahan, pelacuran dan sebagainya!
Kalau nafsu sudah memperbudak manusia, maka segala pengetahuan tidak ada
artinya. Sejak ribuan tahun yang lalu, Tuhan telah memberi petunjuk melalui
manusia-manusia yang dipilihNya agar menyebarkan pelajaran tentang hal yang baik


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuai dengan kehendak Tuhan, melaksanakan kebaikan dan mengharamkan serta
menjauhi kejahatan atau perluatan yang melanggar hukum tadi. akan tetapi
kenyataannya, segala pengetahuan yang ditampung dalam pikiran sama sekali tidak
mampu mengendalikan nafsu. Adakah seorang pun pencuri di dunia ini yang tidak
tahu bahwa mencuri itu jahat" Adakah seorang pun koruptor di dunia ini yang tidak tahu bahwa. korupsi itu jahat" Semua telah tahu! Setiap orang yang melakukan
kejahatan tentu tahu bahwa apa yang dilakukannya ! tidak baik dan tidak boleh!
Akan tapi tetap saja di mana-mana terjadi tindakan yang jahat itu. Pengetahuannya, hati akal pikirannya, tidak mampu mengekang gairah nafsunya sendiri. Bahkan sang
pikiran yang suka mengaku-aku sebagai Aku itu membela nafsu dan membantah
pengetahuan tentang hukum dan pelanggarannya itu. Misalnya seorang pencuri,
kalau kesadarannya akan kesalahannya itu muncul, hati akal pikirannya segera
berbisik. "Tidak apa, ini kulakukan karena terpaksa untuk mencukupi kebutuhan hidup keluargaku." Seorang koruptor melawan kesadarannya sendiri dengan bisikan pikiran "Tidak apa-apa semua pejabat juga melakukan itu dan itu lebih banyak lagi!"
Dan yang paling menyedihkan bahkan sang pikiran berbisik "Jangan khawatir, tidak ada orang yaitu tahu, tidak ada orang melihatnya." Dengan bisikan ini dia lupa bahwa dirinnya juga orang, akan tetapi sudah tidak di-orangkan sendiri, dan
memang benar karena padas saat itu, orangnya sudah hampir berubah menjadi
setan! Demikian pula halnya dengan dua orang anak manusia bernama Chou Kia Ki dan Lai
Cu Yin itu. Mereka berkecimpung dalam lautan berahi yang mengasyikkan dan
memabukkan. Apakah mereka tidak tahu bahwa perbuatan mereka itu melanggar
hukum kesusilaan" Tentu saja mereka tahu, akan tetapi gairah nafsu sudah
membuat mereka menjadi buta. Mereka menjadi hamba-hamba kenikmatann nafsu
dan kesenangan sehingga menghalalkan segala cara demi memperoleh kenikmatan
itu! Berbahagialah orang yang menyadari akan kelemahannya dan selalu berserah diri,
mohon bimbingan Tuhan karena hanya Kuasa Tuhan yang akan mampu meredakan
dan mengendalikan nafsu sehingga dia akan selalu ingat kepada Tuhan dan waspada
terhadap setiap langkah dan tindakan dalam hidupnya.
Setelah menjelang tengah malam, Kian Ki dan Cu Yin berindap-indap menghampiri
kamar tidur Ong Hui Lan. Sebagai calon mantu Jenderal Chou, tentu Ong Hui Lan
diberi sebuah kamar yang lebih indah, lebih besar dan lebih lengkap dibandingkan
kamar-kamar lainnya. Mereka berdua mendekatkan telinga di jendela dan
pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap pernapasan Hui Lan dan tahu
bahwa gadis itu sudah tidur pula. kemudian, dengan tenaganya yang amat kuat, Kian Ki dapat membuka jendela kamar itu dari luar tanpa menimbulkan suara keras.
Kemudian Cu Yin mengeluarkan belasan batang hio-swa (dupa biting),.
menyalakannya dan menimpukkan dupa-dupa biting ke dalam kamar, denngan
tepat gagang dupa-dupa itu menancap di atas meja. Asap hio yang baunya harum
dan aneh itu segera mememnuhi kamar yang jendelanya sudah ditutup kembali oleh
Kian Ki dari luar kamar. Mereka berdua menunggu selama kurang lebih satu jam sampai belasan batang hio
yang menancap di atas meja am kamar itu terbakar habis dan asapnya merembes
perlahan-lahan keluar kamar melalui celah-celah atap. Ketika mereka menempelkan
telinga pada jendela dan mendengar betapa pernapasan Hui Lan kini terdengar
berat tanda bahwa ia sudah terpengaruh asap dan berada dalam keadaan tidur yang
amat dalam seperti tiak sadar, Cu Yin sambil tersenyum dan memberi isarat agar dia memasuki kamar.
Kian Ki juga tersenyum, lalu memasuki kamar melalui jendela itu, dan dia mencabuti gagang belasan batang hio dan menyerahkan kepada Yu Cin yang berada di luar. Cu
Yin menerimanya lalu meninggalkan tempat itu kembali ke kamarnya sendiri.
Agaknya setan-setan sendiri menggerakkan hati akal pikiran Kian dan Cu Yin yang
malam itu melaku perbuatan terkutuk. Dalam keadaan tidur nyenyak dan tidak
sadar atau kesadaranya hanya layap-layap saja, Ong Hui Lan tidak berdaya akan apa yang dilakukan Chou Kian Ki terhadap dirinya!
Chou Kian Ki sesungguhnya mencintai Ong Hui Lan. Dia tidak ingin menyakiti gadis
yang menjadi calon istcrinya itu dan memang dia melakukan perbuatan terkutuk itu
dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Sebetulnya dia terpaksa melakukan ini
karena niatnya itu bukan terdorong nafsu berahi, melainkan untuk mematahkan
perlawanan Hui Lan yang menentang rencana ayahnya. Siap untuk menggauli Hui
Lan secara ini memang sudah direncanakan oleh Hongs Siansu dan juga disetujui
ayahnya. Kalau Hui Lan sudah digaulinya biarpun dengan setengah memperkosanya
karena gadis itu berada dalam keadaan hampir tidak sadar oleh pengaruh dupa
pembius, tentu tida ada alasan lagi bagi Hui Lan untuk mengulang rencana Jenderal Chou. la sudah menjadi isteri Kian Ki, sudah menjadi putusan Jenderal Chou, maka
tidak ada jalan lain kecuali mendukung rencana oleh mertuanya! Keyakinan inilah
yang mendorong Kian Ki tega menggauli tunangannya sendiri yang berada dalam
keadaan hampir tidak sadar. Bagi Hui Lan, peristiwa yang dialaminya itu tentu saja membuatnya terkejut dan menolak. Akan tetapi karena ia sudah terbius, maka
peristiwa itu hanya lapat-lapat saja, seperti orang bermimpi. Ketika keesokan
harinya pagi-pagi sekali, pembius itu sudah melepaskan cengkeramannya dari
kesadaran Hui Lan dan gadis itu terbangun dari tidur dan, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia mendapatkan dirinya berada dalam rangkulan dan pelukan Kian
Ki. Matanya terbelalak, jeritnya tertahan ketika ia melihat betapa mereka berdua
dalam keadaan telanjang! "Ihhh !" Hui Lan bangkit dan suaranya membuat Kian Ki terbangun. Pemuda ini juga bangkit dan dia merangkul Hui Lan.
"Lan-moi ............!"
"Apa ........ apa yang terjadi ..........."
yang kau lakukan ini........?" Hui Lan kata tergagap dan ia menarik seprei untuk menutupi badannya, mukanya pucat sekali dan matanya terbelalak memandang
wajah Kian Ki. Kamar itu hanya diterangi sebuah lampu yang tidak begitu terang......!
"Lan-moi, maafkan aku............!"
Hui Lan melihat pakaiannya bertumpuk di sudut pembaringan. Cepat disambarnya
pakaiannya dan sambil berkerudung selimut ia melompat turun dari pembaringan,
bersicepat mengenakan pakaiannya di balik almari dan biarpun karena tergesa-gesa
pakaiannya masih belum beres benar, ia sudah menghampiri pembaringan lagi. la
melihat Kian Ki juga sudah mengenakan pakaiannya dan pemuda itu duduk di tepi
pembaring dengan wajah khawatir.
"Ki-ko, katakan, apa yang telah tejadi" Kenapa engkau berada di atas pebaringanku dan ......... dan........ apa yang ka Apa ........... apa yang terjadi........." Apa yang mau lakukan ini..........?" Hui Lan berkata tergagap dan ia menarik selimut untuk menutupi badannya, mukanya pucat sekali dan matanya terbelalak memandang wajah Kian Ki
Lakukan?" la Terbelalak memandang kearah pembaringan di mana terdapat tandatanda bahwa ia telah ternoda! la telah dinodai Chou Kian Ki! "Kau..... kau. la menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka pemuda itu. "Engkau telah mengauliku, menodaiku.......Keparat........!"
"Tenang dan sabarlah, Lan-moi. jangan ribut-ribut, apakah kau ingin seorang
mendengar dan tahu akan keadaan ini?" Mendengar itu, tiba-tiba Hui Lan menangis.
Ia menangis sesenggukan, la terisak-isak, akan tetapi ia mengguna kedua tangan
menutupi mukanya menahan agar isak tangisnya tidak sampai terdengar kuat. la
menyadari bahwa kalau ada orang mendengar bahwa telah ternoda, hilang
kegadisannya, itu akan merupakan aib yang tak tertanggungkan perasaannya.
Kian Ki menghibur dengan kata-kata lembut, akan tetapi dia tidak berani mendekat
apalagi menyentuh tunangann itu. "Lan-moi, engkau tahu aku amat mencintamu.
Malam tadi, karena kebanyakan minum arak, aku tidak kuat lagi menanggung rindu
hatiku kepadamu. Aku ingin dekat denganmu, maka aku........ aku memasuki kamarmu dan aku..........
ahhh, Lan-moi. Hal itu telah terjadi. Engkau tunanganku, bukan" Calon isteriku. Kita saling mencinta dan apa salahnya kalau malam tadi kita sudah menjadi suami isteri"
Besok aku akan minta kepada ayah agar kita segera melangsungkan pernikahan,
menjadi suami isteri yang sah. Aku cinta kamu, Lan-moi, aku bersumpah, aku cinta
kamu dan engkau akan menjadi isteriku, ibu anak-anakku................"
"Tidak! Engkau jahanam keparat yang terkutuk. Setelah apa yang kau lakukan
terhadap diriku ini, aku tidak sudi menjadi isterimu, tidak sudi menjadi sahabatmu sekalipun. Engkau menjadi musuhku, musuh yang harus kubunuh!" Setelah berkata demikian, tiba-tiba Hui Lan melompat ke depan dan menyerang dengan pukulan ke
arah dada Kian Ki. Pemuda yang memang amat sayang kepada Hui Lan itu tidak
melawan. "Wuuuttttt....... bukkk!" Pukulan tangan kanan Hui Lan itu tepat mengenai dada Kian Ki dan tubuh pemuda itu terjengkang di atas pembaringan. Pada saat terdengar
suara orang-orang di luar kamar. Mendengar ini, Hui Lan yang kwatir kalau mereka
mengetahui apa yang terjadi, segera menyambar pedang Ceng hwa-kiam miliknya
dari dinding dia pun membuka daun pintu kamar pergi cepat keluar gedung. Para
pada yang melihat gadis itu tergesa-gesa pergi hanya memandang heran akan tetapi
tidak berani bertanya. Kian Ki yang tidak terluka parah oleh pukulan itu karena tadi dia telah melindungi dirinya dengan tenaga sakti segera melaporkan kepada ayahnya akan peristiwa itu.
Dia menceritakan bahw dia telah berhasil melaksanakan siasat yang diajukan
Hongsan Siansu, akan tetapi setelah sadar Hui Lan lalu pergi meninggalkan gedung.
"Hemmm, gadis itu sungguh keras kepala dan keras hati" Yang menodainya adalah
calon suaminya sendiri, mengatakan tidak mau menerima keadaan menghilangkan
aib dengan cepat-cepat menikah denganmu" Mengapa ia malah pergi dan
membawa aib yang akan menyiksa perasaan hatinya" Ah, agaknya gadis itu
sesungguhnya tidak cinta padamu, Kian Ki"
"Ayah, akan tetapi aku mencintainya! Aku harus mendapatkannya, aku akan
mengejarnya, Ayah!" Setelah berkata demikian, Kian Ki cepat merapikan pakaian dan membawa
pedangnya lalu keluar dari gedung untuk melakukan pengejaran terhadap Hui Lan
yang melarikan diri. Tiba di pekarangan depan, Lai Cu Yin menyusulnya.
"Chou Kongcu, sepagi ini engkau hendak ke mana?"
Kian Ki berhenti melangkah dan setelah berhadapan dengan Cu Yin, dia menghela
napas dan berkata, 'Yin-moi, aku harus mengejar dan mencari Lan-moi!"
Cu Yin tersenyum dan berkata. "Aku tadi sudah mendengar bahwa Hui Lan
melarikan diri. Akan tetapi, engkau sudah berhasil, bukan?"
"Sudah, akan tetapi ia keras kepala.
Setelah terbangun pagi tadi, ia mar marah, memukulku, lalu melarikan di Aku harus mendapatkannya kembali, Yin moi, aku tidak mau kehilangan Lan-moi isteriku!"
Cu Yin tersenyum mengejek. "Hem, engkau amat mencintanya. Kalau engkau dapat menyusulnya akan tetapi ia kukuh tidak mau kembali apa yang akan lakukan?"
"Aku akan minta maaf kepadanya aku akan membujuknya."
"Kalau ia tetap menolak?"
"Ah, aku tidak tahu harus berbua apa..........."
"Aku dapat menolongmu, Kongcu."
"Bagus! Engkau memang cerdik. Kalau ia tetap menolak untuk kembali, padahal aku tidak mau kehilangan isteriku, lalu bagaimana, Yin-moi?"
"Kita tangkap dan bawa ia kembali dengan paksa."
"Akan tetapi ia akan bertambah benci padaku!"
"Tidak, Kongcu. Kebenciannya hanya sebentar. Ingat, Hui Lan seorang perawan
ketika kau gauli, tentu saja dara itu menjadi kaget, marah, dan bingung. Kalau kita tangkap dan bawa pulang, lalu kau bujuk perlahan-lahan, tentu ia akan menurut.
Tidak mungkin ia membiarkan dirinya ternoda dan membawa aib kemana-mana.
Kalau menjadi isterimu berarti ia tidak terkena aib dan hidup terhormat."
"Ah, engkau kekasihku yang pandai!" Kian Ki menjadi girang dan merangkul Cu Yin.
"Ih, nanti dilihat orang. Mari kita lipat kejar dan susul Hui Lan, Kongcu."
Mereka berdua lalu keluar dari pekarangan dan mulai mencari jejak dan mengejar
Hui Lan. ooOOoo Hui Lan berlari keluar dari kota raja sambil menangis. Air matanya bercucuran dan hatinya menjerit-jerit, la telah dinodai, ia telah diperkosa si jahanam Chou Kiah Ki, demikian hatinya jerit. Apa gunanya hidup lagi" la masuki hutan di tepi jalan umum dan tampak lagi dari jalan. Ia menyelinap antara pohon-pohon, kini melangkah
perlahan tanpa arah tertentu. Kedua kaki melangkah sendiri tanpa digerakkan pik
annya yang melayang-layang di antara kegelapan yang mengerikan. Pikiran yang
keruh menimbang-nimbang, mencari jalan keluar terbaik, namun selalu nemukan
jalan buntu. Kembali ke gedung Jenderal Chou menurut, menjadi isteri Chou Kian Tidak sudi,
bantah hatinya. Dua hal yang membuat ia bagaimanapun juga tidak akan sudi
menjadi isteri Chou Kian Pertama, karena keluara itu merencanakan pemberontakan
dengan cara yang licik dan curang, berlawanan dengan nuraninya yang selalu
menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kedua, kalau tadinya ada sedikit rasa
kagum dan suka bukan cinta, terhadap diri Chou Kian Ki kini semua itu sirna dan
berubah menjadi dendam dan benci! Laki-laki itu secara muram, tak mungkin ia
dapat mencinta apalagi menjadi isterinya. Tidak, sampai mati pun ia tidak sudi
kembali ke gedung Jenderal Chou, tidak sudi tunduk menjadi isteri jahanam Chou
Kian Ki. Lalu bagaimana" Melarikan diri dan membawa aib yang akan bertahan selama
hidupnya" Membiarkan kemungkinan keluarga Chou, kalau tidak berhasil
membujuknya kembali, menyiarkan berita bahwa ia bukan perawan lagi dan
mungkin menyebar fitnah bahwa ia yang bertindak menyeleweng dan membiarkan
kegadisannya direnggut orang" Ah, betapa semua orang akan membicarakannya,
mencibir, mengejek dan menghinanya! Dan ayah ibunya! Ayah ibunya bisa mati
karena malu mendengar akan aib yang menimpa dirinya ini!
Hui Lan berhenti dan menjatuhkan diri terduduk dan bersandar pada batang pohon
besar dengan bingung. Dunia ini seolah gelap baginya. Kembali kepada Keluarga
Chou ia tidak sudi, sebaliknya kalau tidak kembali ia menghadapi bencana yang lebih menyeramkan lagi, yang namanya dan nama ayah ibunya akan tercoreng kotoran
yang tidak dapat dihapus sampai mati! Maju salah mundur tak benar! Lalu apa yang
harus ta lakukan" "Ayah ............! Ibu ............!" Gadis itu menangis menggerung-gerung. Kini, di dalam hutan ia tidak menahan-nahan lagi suara tangisnya dan ia menjerit-jerit menyebut
ayah ibunya dengan air mata oercucur Ia bersimpuh di bawah pohon itu, tubuhnya
membungkuk-bungkuk sampai dahinya menyentuh tanah.
"Suhuuuuu ........!!" Kini ia menyebut suhunya karena hanya tiga orang itulah ayahnya, ibunya, dan gurunya yang disambatinya.
Akan tetapi tangis menggerung-gerung menyebut nama mereka bukan menghibur,
bahkan semakin, menyayat meremas hatinya sehingga pandang matanya menjadi
gelap dan membuat ia hampir jatuh pingsan. Akan tetapi ia menguatkan dirinya.
Mati! Itulah jalan satu-satunya untuk membebaskan diri dari kedua pilihan yang
sama-sama mengerikan dan amat dibencinya itu. Kembali ke Keluarga Chou tidak
sudi, melanjutkan hidup menderita aib juga ia tidak sudi karena mengerikan, maka
matilah yang akan membebaskannya dari kedua pilihan itu. Mati, bebas dari semua
kesengsaraan dan penderitaan. Ia mengangkat kepala, memandang kepada dahan
yang melintang di atasnya. Dahan yang cukup kuat, sebesar pahanya. Perlahanlahan dengan kedua tangan gemetar akan tetapi tanpa ragu sedikitpun, Hui Lan
menanggalkan pedang dari punggungnya, lalu meloloskan ikat pinggangnya yang
panjang berwarna merah. Ia mengikatkan sabuknya di dahan pohon itu, lalu melompat ke atas dahan
pohon,di katkannya ujung sabuk ke lehernya.
"Ayah, Ibu, Suhu, maafkan aku terpaksa meninggalkan kalian bertiga. Maafkan aku dan selamat tinggal........!" la lalu melompat turun dan tubuhnya tertahan dan tergantung ketika tali itu menjerat lehernya. Semua lalu gelap gulita.
Hui Lan membuka matanya dan medapatkan dirinya rebah telentang di bawah
pohon besar itu. Dengan heran melihat wajah seorang laki-laki duduk di atas batu, di dekatnya.
"........... di mana aku............" Sorga atau Neraka..........?" la menggumam dan suaranya serak, lehernya terasa agak nyeri.
"Nona, engkau masih berada di dunia di dalang hutan............." kata Liu Cin dengan terharu. Dia merasa iba sekali melihat gadis ini, yang meraba-raba lehernya mecoba untuk bangkit duduk akan tetapi rebah kembali.
Hui Lan yang mulai sadar itu memandang ke arah dahan pohon dan ia teringat
semua. "Akan tetapi......... aku ............. aku mati, seharusnya aku mati ............."
Liul Cin memperlihatkan gulungan sabuk merah di tangannya dan berka "Nona,!
engkau tidak mati, nyaris mati memang..............."
"Kenapa" Ah, kenapa engkau mengagalkan aku mati" Kenapa?" Ia kini memaksa diri bangkit duduk dan memandang dengan mata melotot penasaran kepada pemuda
itu. Kini baru ia menyadari bahwa ketika ia menggantung diri, pemuda ini tentu telah menyelamatkannya.
"Nona, bunuh diri bukan perbuatan gagah. Bunuh diri itu dosa besar dan hanya dilakukan seorang pengecut, padahal aku tahu bahwa engkau bukanlah seorang
pengecut, engkau seorang gadis gagah perkasa."
'"Siapa engkau ........... ?"" Hui Lan dengan marah menatap wajah pemuda itu.
"Nona Ong Hui Lan, lupakah engkau kepadaku" Aku Liu Cin."
"Liu Cin" Ah, Liu Cin ............, mengapa tidak kau biarkan aku mati saja.......?" Gadis itu menangis sesenggukan.
Liu Cin merasa kasihan sekali. Dia menyentuh kedua pundak gadis itu dan berkata
dengan suara gemetar penuh perasaan. "Nona, apa yang terjadi denganmu" Siapa yang mengganggumu" Aku tersumpah untuk menghajar orang yang berani
membuat engkau berduka seperti ini."
Liu Cin ...........!!" Hui Lan mengeluh danterkulai kedepan, cepat dirangkul Liu Cin dan dalam keadaan setengah pingsan itu Hui Lan merangkul dan membenamkan
mukanya di dada pemuda itu sambil menangis tersedu sedan.
Liu Cin membiarkan gadis itu menangis sepuasnya di dadanya. Gadis itu kini seolah menemukan tempat untuk menumpahkan semua kesedihannya, setelah
menumpahkan semua kehancuran hatinya melalui air mata yang membanjir keluar
dan membasahi baju Liu Cin perlahan lahan Hui Lan menjadi tenang dan setelah ia
merasa betapa ia menangis di dada Liu Cin dan membasahi baju pemuda itu, ia
cepat menarik mundur tubuhnya dari pangkuan Liu Cin
."Liu Cin, ........... maafkan aku ........ tidak semestinya aku menangis begini .........."
"Tidak mengapa, Nona. Bukankah kita telah berkenalan dan menjadi sahabat?"
"Tapi, aku tidak dapat berterima kasih karena engkau selamatkan dari maut. Engkau bagiku malah menggagalkan kebebasanku."
"Maafkan kalau aku membuat engkau merasa kecewa dan penasaran, Nona Ong.
Akan tetapi sekali lagi kutekankan bahwa perbuatan bunuh diri adalah perbuatan
para pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan dan hendak melarikan diri.
Akan tetapi melarikan diri dengan cara bunuh diri bahkan membuat kita lebih
menderita lagi. Apa engkau tahu bahwa bunuh diri membuat kita penjadi arwah
penasaran" Coba Nona ingat-ingat lagi semua yang diajarkan oleh gurumu.
Bukankah beliau juga mengeluarkan hal yang sama dengan apa yang katakan tadi?"
Hui Lan menghela napas panjang.Sejak pertemuannya pertama dengan pemuda ini
di taman bunga belakang gedung Jenderal Chou, ia entah bagaimana sudah
mempunyai perasaan percaya kepada pemuda murid Siauwlimpai ini. Tadinya ia
memandang Liu Cin dengan curiga karena pemuda itu datang bersama Lai Cu Yin
yang genit, akan tetapi setelah mereka bercakap-cakap di taman, pandangannya
terhadap pemuda ini menjadi lain. Dan kini, ucapan pemuda yang tampak lugu dan
jujur ini begitu mengena dalam hatinya. Ia teringat akan nasehat-nasehat gurunya
dan terbuka kesadarannya bahwa hampir saja ia melakukan hal yang amat bodoh
dan pasti ditentang oleh gurunya.
"Terima kasih, Liu Cin," Ia kini rasa heran sendiri mengapa ia menyebut nama pemuda itu begitu saja seolah mereka telah menjadi sahabat baik lama sekali.
"Nona.............."
"Nanti dulu, Liu Cin. Sejak semula aku telah menyebut namamu begitu saja maka tidak enaklah kalau engkau menyebutku Nona. Engkau tahu bahwa namaku Hui
Lan." Liu Cin tersenyum. Sebetulnya di merasa rikuh (canggung) untuk menyebut gadis itu namanya saja karena bagai manapun juga dia telah mendengar bahwa gadis ini
masih keturunan bangsawan, selain puteri seorang bangsawan Kerajaan Chou yang
pejabat tinggi, juga calon mantu seorang jenderal yang dahulunya seorang
pangeran. Akan tetapi mendengar ucapan Hui Lan, dia merasa senang juga.
"Baiklah, Hui Lan. Nah, sekarang engkau telah menyadari bahwa tindakanmu tadi itu sama sekali salah sehingga aku tidak khawatir engkau akan kedakukannya lagi.
Ceritakanlah mengapa engkau begini berduka seperti orang putus asa" Apa yang
telah terjadi" Padahal waktu kemarin dulu engkau masih hidup baik-baik di rumah
calon mertuamu?" Hui Lan menghela napas panjang berulang kali. Bagaimana mungkin ia menceritakan
apa yang telah terjadi, malapetaka yang menimpa dirinya, kepada Liu Cin yang
sebetulnya merupakan orang asing baginya" Menceritakan aib yang menimpa
dirinya" Ah, tidak mungkin. Akan tetapi ia tidak dapat mencari alasan lain, tidak biasa berbohong, maka ia berkata lirih.
"Maafkan aku, Liu Cin. Aku tidak dapat menceritakan apa yang terjadi, hanya dapat kuceritakan bahwa aku telah melarikan diri meninggalkan Keluarga Chou. Tadinya
aku memang merasa tidak mungkin dapat hidup terus dan mau membunuh diri,
akan tetapi sekarang menyadari kekeliruanku. Aku tidak akan membunuh diri, Liu


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cin dan terima kasih atas semua peringatan dan nasehatmu.
Liu Cin mengangguk. Dia tidak dapat apa yang telah terjadi, akan tetapi yakin bahwa tentu terjadi bentrok antara Hui Lan dengan Keluarga Chou.
"Apa engkau tidak akan kembali rumah Keluarga Chou" Ingat, engkau adalah calon mantunya, calon isteri Chou Kian Ki."
"Aku tidak sudi! Aku bukan calon mantu Keluarga Chou lagi. Aku tidak sudi kembali ke sana, tidak sudi membantu rencana busuk mereka, tidak sudi menikah dengan
jahanam itu!" Liu Cin merasa heran sekali dan yakin bahwa tentu telah terjadi sesuat yang hebat.
"Akan tetapi kenapa........"
Dia teringat bahwa gadis itu tidak mau menceritakan apa yang terjadi, maka tidak
baik kalau ia memaksa terus hendak mengetahui urusan orang lain. "Maaf Hui Lan, aku lupa bahwa engkau tidak dapat menceritakan apa yang telah terjadi. Akan tetapi kalau engkau tidak mau kembali ke sana, apakah engkau kini akan pulang ke rumah
orang tuamu?" Gadis itu menggelengkan kepalanya. '"Tidak juga, Liu Cin. Ayah ibuku yang tinggal di Nan-king tentu akan menjadi marah dan berduka melihat aku yang mereka
jodohkan dengan Chou Kian Ki itu kini tidak mau membantu Jenderal Chou bahkan
lari meninggalkan rumah mereka. Aku tidak tega melihat mereka berduka." ,
"Kalau begitu, engkau hendak pergi ke tempat seorang dari para sanak keluargamu"
Di mana?" Kembali Hui Lan menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak mempunyai sanak
keluarga yang dapat kudatangi dan menampungku."
"Eh" Kalau begitu, engkau hendak pergi ke mana, Hui Lan?" tanya Liu Cin bingung, kasihan dan khawatir.
"Entahlah, Liu Cin. Yang jelas, aku harus pergi dari semua ini, aku...... aku...... akan merantau dan aku akan mencari guruku, atau mencari guru lain untuk
memperdalam ilmu silatku" Ia berteriak bahwa ia bersumpah dalam ha untuk
membunuh Chou Kian Ki. Itu kini satu-satunya tujuan hidupnya, bahkan yang
mendorongnya untuk tetap hidup. Membalas dendam!
"Memperdalam ilmu silatmu" Akan tetapi, engkau sudah cukup lihai dan tangguh, Hui Lan."
"Tidak, sama sekali belum cukup, Li Cin." Tentu saja masih jauh dari cuku karena Kian Ki merupakan lawan yan amat berat.
"Kalau begitu, mari kita cari guru bersama, Hui Lan. Aku juga seorang yang hidup sebatangkara, tiada sanak saudara, dan aku pun ingin memperdalam ilmu silatku.
Akan tetapi......., tentu saja kalau engkau mau melakukan perjalanan bersamaku."
"Akan tetapi, kenapa engkau dapat tiba-tiba berada di sini, Liu Cin" Bukankah engkau menjadi tamu di rumah Keluarga Chou, bersama wanita genit itu dan
menjadi pembantu apa yang dipetakan sebagai perjuangan Jenderal Chou?" tanya Hui Lan yang memang maklum tahu bahwa Liu Cin telah pergi sendiri sana.
"Tidak, Hui Lan. Sejak pagi kemarin ku sudah pergi dari sana dan sudah Mengambil keputusan untuk tidak kembali l.igi ke sana."
"Akan tetapi bagaimana dengan saha-Kit baikmu, Lai Cu Yin itu" Apakah ngkau tinggalkan ia begitu saja?"
"Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin bukan abat baikku, Hui Lan. Sejak awal telah kukatakan bahwa kami hanya kebetulan saja bertemu di perjalanan dan berkenalan. Aku mau
melakukan perjalanan bersamanya karena tadinya ia bersikap baik sebagai seorang
gadis pendekar yang sopan dan baik budi. Akan tetapi setelah melihat ulahnya di
gedung lenderal Chou, baru aku tahu orang macam apa adanya gadis itu. Nah,
maukah engkau kutemani mencari seorang guru uk memperdalam ilmu silat kita?"
Hui Lan mengangguk. Dalam hatinya ia merasa girang dan berterima kasl sekali
kepada pemuda sederhana ini. Tentu saja, dengan adanya teman seperjalanan
seorang pemuda yang gagali sopan, dan jujur seperti Liu Cin, ia akal lebih
bersemangat dan tabah. Ia sendiri belum pernah melakukan perjalanan jau| seorang
diri, apalagi perjalanan yai tidak tentu arah tujuannya.
Hui Lan lalu menanggalkan semui perhiasannya, anting, kalung, hiasan rami but,
gelang yang kesemuanya terbuai dari emas permata, dan menyerahkannj kepada Liu
Cin. "Simpanlah semua ini, Liu Cin, untuk keperluan dan bekal perjalanan kita. Aki pun memerlukan beberapa setel pakaiai pengganti karena semua pakaianku tidak
kubawa serta ketika aku melarikan diri.* Liu Cin tidak membantah, menerim*
perhiasan itu dan memasukkannya ke dalam buntalan pakaiannya. "Mari kit;
tinggalkan hutan ini dan mulai dengar perjalanan kita, Hui Lan." "Ke mana?"
"Ke mana saja hati kita membawa Hui Lan." Mereka lalu melangkah keluar dari tan dan setelah tiba di jalan umum, reka menuju ke selatan karena ke ra berarti kembali ke kota raja dan t u saja mereka tidak menghendaki mbali ke sana.
Matahari telah naik tinggi ketika Hta-reka tiba di daerah terbuka. Tidak Brfa pohon di daerah yang cukup luas itu Ha:i melihat banyak pangkal pohon di Tatrah itu,
mudah diketahui bahwa agaknya pohon-pohon di situ telah ditebangi iang. Mungkin
tadinya merupakan se-?i mpulan pohon pilihan yang baik untuk n cmbangun
rumah, dan kini sudah habis ti tebangi orang. Yang tampak hanya pangkal-pangkal
pohon mencuat dari talilah dan kini tempat itu menjadi lapang-in rumput yang
lengang. Tiba-tiba mereka melihat dua bayang nu orang berlari cepat dari depan. Mereka itu bukan lain adalah Cnou Kian Ki dan Lai Cu Yin yang pagi tadi melakukan pengejaran terhadap Hui Lan. Mereka mengejar mengikuti jalan umum ke selatan dan karena
mereka tidak me bahwa Hui Lan meninggalkan jalan l memasuki hutan, maka
mereka mei tempat itu sampai jauh. Setelah m beberapa dusun dan tidak ada yang
lihat Hui Lan dalam dusun-dusun Kian Ki dan. Cu Yin lalu kembali, lum bahwa
agaknya Hui Lan tidak mp ambil jalan menuju ke selatan itu. K ka mereka berlari ken bah ke utara lah mereka bertemu dengan Hui Lan Liu Cin yang sedang melakukan
perjal an ke selatan setelah keluar dari da hutan.
Ketika dua bayangan itu sudah de dan mengenal bahwa mereka adalah K' Ki dan Cu
Yin, Hui Lan menjadi mar sekali. Ia sama sekali tidak gentar wal pun ia maklum
bahwa ia tidak a' mampu mengalahkan Kian Ki. Maka, sudah cepat mencabut Cenghwa-ki dan siap. menyerang.
Kian Ki mengerutkan alisnya keti melihat Hui Lan bersama Liu Cin. "L moi, bagaimana engkau bisa bersama o ngan Liu Cin di sini?" tegurnya dengan dipenuhi cemburu.
"Huh, aku berada di manapun bersama siapapun, apa pedulimu?"
"Lan-moi, mari kita pulang. Aku se.....a datang menjemputmu." "Tidak sudi! Aku tidak sudi kembali rumahmu yang terkutuk!"
"Aih, Lan-moi-, engkau adalah isteriku, ingat?"
"Jahanam, siapa isterimu" Aku bukan Isterimu dan aku tidak sudi menjadi isterimu jahanam macammu!" bentak Hui Lan dan tangannya yang memegang pedang
kmetar karena rasanya sudah tidak salur lagi untuk menyerang pemuda itu.
"Kongcu, gadis begini galak dan jahat, W ngapa kaupilih menjadi isterimu" Mali) banyak gadis yang jauh lebih cantik !?n lebih ramah daripada ini." kata Lai U Yin.
Akan tetapi Kian Ki tidak mempe-lulikan ucapan Cu Yin. Dia tetap me-ndang Hui Lan dan merasa betapa tanya masih besar terhadap gadis ini. "Lan-moi, kau tahu aku amat men-mtaimu. Marilah pulang bersamaku, sayang."
"Tidak sudi!!" "Lan-moi, mau tidak mau e harus bersamaku karena engkau a isteriku.
Terpaksa aku akan menggu kekerasan dan membawamu pulang."
"Nanti dulu!!" Tiba-tiba Liu Cin langkah maju.
"Hemmm, engkau mau apa?" ben Kian Ki semakin marah kepada Liu karena
memang dia merasa cem' melihat pemuda itu bersama tunangan
"Chou Kian Ki, engkau tidak memaksanya."
"Peduli apa kamu! Jangan menca puri urusan rumah tangga orang. Hui adalah
isteriku, apa sangkutannya nganmu?" bentak Kian Ki.
"Cin-ko, jangan ikut campur. Ini kan urusanmu." kata Ang Hwa Niocu Cu Yin sambil tersenyum mengejek.
"Di mana saja, kapan saja, terj kejahatan, penindasan, dan kesewena wenangan, itu adalah urusanku! Ti peduli siapapun pelaku kejahatan i pasti kutentang!"
"Keparat kurang ajar! Liu Cin, wanita adalah isteriku, apakah engkau hendak i
^halangi aku membawa pulang isteri-Pendekar macam apa engkau ini itg hendak
mencampuri pertikaian an-i suami isteri?"
"Chou Kian Ki, biarpun engkau meng-engkau melakukan aan dan penindasan. Aku terpaksa n menentangmu!"
"Keparat busuk! Yin-moi, kau hajar bocah kurang ajar ini, biar aku tangkap Hulu isteriku!" kata Kian Ki dan cepat Bla menubruk ke arah Hui Lan dengan ? rangan totokan untuk merobohkan dan 'menangkap gadis itu. Namun Hui Lan iM-pat
melompat ke kiri dan mengamuk 'menyerang Kian Ki secara bertubi-tubi. Bagaimanapun juga, Hui Lan bukan ?orang
gadis lemah. Ia telah digembleng dengan ilmu silat tinggi oleh Tiong sinar hijau yang mJ nyambar-nyambar. Biarpun Kian Ki jaufl lebih lihai, akan tetapi karena dia tidal ingin melukai gadis yang dicintanya ipM maka tidak mudah baginya untuk dapafl menangkap Hui Lan yang mengamuB dengan marah itu.
Sementara itu, sambil tersenyum mal nis Lai Cu Yin menghampiri Liu Cinl "Cin-ko, kita adalah sahabat baik. Untufcl apa kita bermusuhan" Lebih baik cepafl pergi dari sini dan jangan mencampur? I urusan Kongcu Chou Kian K i."
"Henimm, Lai Cu Yin. Sekarang aktm mengerti bahwa engkau adalah seekoJ srigala berbulu ayam' Sekarang aku ter-| ingat akan cerita orang-orang dusun ten-l tang
siluman rase itu. Sudah pasti eng-l kaulah siluman rase itu!"
Mendengar ini, marahlah Ang Hwa| Niocu Lai Cu Yin. Biarpun ia tidak mencinta Liu
Cin, tidak mungkin gadis yang membenci laki-laki ini dapat jatuh cinta, ktampan. Kini, rahasianya di-tahui Liu Cin maka sambil mengeluarkan jerit
melengking ia sudah mencabut Ipfdang merahnya dan menyerang dengan (t rpat
dan kuat. "Trang.,...!" Liu Cin sudah siap siaga, tua tadi sudah mengeluarkan sepasang tongkatnya yang terselip di buntalan I akaian lalu menangkis pedang Cu Yin n
sekaligus balas menyerang dengan tongkat ke dua.
"Cring-tranggg !" Kembali pedang bertemu tongkat ketika Cu Yin menangkis. Mereka segera bertanding dengan hebat.
Sementara itu, Hui Lan masih terus mengamuk dan menyerang Kian Ki de-rgan
penuh kebencian. Pedangnya ber-ibah menjadi sinar kehijauan, akan tetapi kini Kian Ki juga mengeluarkan pedangnya yang bersinar hitam. Pedangnya adalah sebatang
pedang mustika yang bernama Hek-kang-kiam (Pedang Baja Hitam) yang amat kuat.
Akan tetapi, dia menggunakan pedangnya hanya untuk r lindungi dirinya, untuk
menangkisi pe " Hui Lan. Dia sendiri membalas den totokan-totokan tangan kirinya un merobohkan Hui Lan.
Akan tetapi karena sinkang (ten^ sakti) yang dikuasai Kian Ki jauh lel kuat daripada Hui Lan, ketika pedi hitam itu menangkis pedang hijau, set' kali kedua pedang
bertemu Hui Lan r rasa betapa lengannya tergetar hebat d lama kelamaan lengan
kanannya semak lemah kehilangan tenaga. Lewat seki tiga puluh jurus, akhirnya jari tangan k' Kian Ki berhasil menotok jalan darah pundak Hui Lan dan gadis itu terkul roboh akan tetapi pedang Ceng-hwa-kia masih tetap dipegangnya. Ia tidak marr
bangkit kembali karena tubuhnya menja lemas dan seperti lumpuh!
Yakin bahwa Hui Lan tidak mungki dapat melarikan diri, .Kian Ki melompa dan
membantu Cu Yin yang masih ber tanding seru melawan Liu Cin.
Menghadapi Cu Yin saja Liu Cin s dah merasa repot untuk dapat mengala nnya,
apalagi kini Kian Ki maju mem- tu gadis itu. Liu Cin melawan mati-tian, akan tetapi tiba-tiba sebuah iur merah kecil menyambar dan me-ruai pundak kanannya.
Seketika pundak i lengan kanannya lumpuh, pegangan la tongkat kanannya terlepas
dan se-i ih tendangan yang menyusul dari kaki i.m Ki mengenai pahanya. Liu Cin ter-i par dan roboh.
"Bunuh keparat itu, Yin-moi!" kata n Ki yang hendak menghampiri Hui i n sedangkan Cu Yin menghampiri Liu . Akan tetapi pada saat itu, tiba-Iba terdengar
bunyi lengking nyaring iri dari atas menyambar seekor burung ijawali besar. Dengan kecepatan kilat l -urung rajawali itu menyambar ke arah I pala Cu Yin yang menjadi terkejut dan < pat melempar diri ke bawah lalu ber-I lingan agar terlepas dari ancaman ktdua cakar burung. Burung rajawali itu kini menyambar ke arah Kian Ki,
namun Kian Ki sudah melompat mundur dan mbaran itu luput. Burung rajawali terus
iaja mengamuk, menyerang dua orang itu bergantian.
Sementara itu, seorang pemuda pakaian serba putih sederhana, pem yang bukan
lain adalah Sin-*iauw hiong (Pendekar Rajawali Sakti) Si Lin, muncul dan cepat dia mengham Hui Lan dan sekali tangannya berge ke arah punggung dan pundak gadis I
Hui Lan terbebas dari totokan. Gadis memandang dan ia teringat akan pem aneh
pemilik rajawali yang dulu per menolongnya dan menyelamatkannya %
pengeroyokan orang-orang jahat. A tetapi Han Lin hanya tersenyum kepa nya lalu
cepat Han Lin melompat arah Liu Cin. la memeriksa keadaan Cin yang terkena
senjata rahasia A hwa-piauw (Piauw Bunga Merah) ya tadi dilepas Cu Yin. Han Lin
meno" dan mengurut pundak kanan Liu C membubuhkan obat gosok pada luka k di
pundak setelah mencabut Piauw Bun Merah yang menancap di situ. Seketi Liu Cin
dapat bergerak kembali kar pundak dan lengan kanannya tidak lumpuh.
"Terima kasih, sobat!" kata Liu Cin ?i cepat dia melompat untuk menyam-f tongkat kanannya yang tadi terlepas i tangannya.
"Wuuuttttt desss !" Pukulan jarak jauh tangan kiri Kian Ki menyepi pet tubuh rajawali akan tetapi cukup lut untuk membuat rajawali terpental beberapa puluh
helai bulunya rontok, lihat ini, Han Lin berseru kepada Itrung rajawali.
"Tiauw-ko, mundur!" Burung itu mengeluarkan bunyi dan segera terbang fli njauhkan diri. Kini Kian Ki menjadi rah sekali kepada Han Lin yang sudah i'
cnggagalkan dia membunuh Liu Cin dan (t?'i!tu saja akan menghalangi kehendak-ya.
Dan bocah berpakaian putih yang memiliki burung rajawali itu masih tampak begitu
muda! "Bocah lancang, mampuslah!!" Kian Ki Jierseru nyaring, melompat ke depan dan etelah berhadapan dalam jarak satu t mbak dari Han Lin, dia merendahkan diri,
menyimpan pedangnya lalu mendorong dengan kedua tangan terbuka kearah Han
Lin sambil mengerahkan selu tenaga saktinya. Tenaga sakti Kian kuat luar biasa
setelah dia dibanjiri naga sakti dari mendiang Thian Siansu, juga menyedot sebagian te sakti dari Hongsan Siansu, Im-yang T dan Kwan In Su. Maka begitu dia m
dorongkan kedua tangannya, hawa pur an seperti angin badai melanda Han L
Pemuda ini. sudah menduga akan ked syatan tenaga lawan, maka dia pun r
nyambutnya dengan tenaga ler as unt melindungi dirinya.
"Wuuuttitt desssss !" Bagaik
sehelai daun kering tertiup angin kc cang, tubuh Han Lin terlempar jauh | belakang.
Akan tetapi tubuh itu tid terbanting jatuh, melainkan melayang d membuat putaran
melangkah kembali tempat tadi, di depan Kian Ki dan berdiri sambil tersenyum, jelas sam sekali tidak menderita 'apalagi terluk Kian K i memandang dengan mata ter
belalak. Tidak mungkin ini, pikirny Tadi dia memukul dahsyat sekali, me ngerahkan seluruh sinkangnya. Akan tetapi bocah itu hanya terlempar dan m layang kembali,
bahkan sedikit pun ti terlukai
"Siapa kau bocah lancang berani m campuri urusan orang lain!" bentakny karena di samping kemarahannya, d' juga heran dan ingin sekali mengetah siapa gerangan
pemuda yang kelihata masih remaja ini.
Si Kan Lin tersenyum dan dia pu mengamati pemuda gagah berpakaia mewah ini.
"Wah, sobat, puku anmu tadi hebat sekali, sayang dipergunakan dengan kejam
untuk membunuh orang. Kau ingin tahu namaku" Aku Si Han Lin, dan engkau siapa
sih, begini galak hendak membunuhi orang?"
"Aku Chou Kian Ki, putera Jenderal Chou, Penasehat Angkatan Perang Kerajaan!
Gadis itu adalah isteriku yang minggat bersama laki-laki itu, maka aku hendak
mengambil isteriku kembali dan membunuh laki-laki jahanam itu!" Dia menuding ke arah Hui Lan dan Liu Cin yang kini sudah mengeroyok Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin yang tampak kerepot*n menghadapi pengeroyokan dua orang ku. Mendengar keterangan Chou Kian Ki
ni, Han Lin terkejut. Bukan terkejut mendengar pemuda gagah itu putera \eorang
jenderal yang berpangkat tinggi, i elainkan terkejut mendengar bahwa Ong Hui Lan
yang pernah dikenalnya itu ternyata isteri Chou Kian Ki yang mingat dan melarikan diri bersama pemuda yang terluka pundaknya tadi. Dia tidak
boleh gegabah, harus mengetahui benar duduknya perkara jangan sampai dia malah
membela orang-orang yang jahat dan bersalah. Maka dia lalu melompat- ke tengah
antara tiga orang yang sedang berkelahi itu sambil berseru,
'Tahan dulu !" Melihat, pemuda yang tadi menolong mereka, Liu Cin dan Hui Lan biarpun sudah
mendesak Lai Cu Yin, segera melompat ke belakang n ei tunda serangan mereka.
Sebaliknya, Cu Yin yang tadi melihat betapa Han Lin menolong Hui Lan dan Liu Cin, cepat menyerang pemuda itu dengan sambitan dua Ang-hwa-piauw ke arah
sepasang mata Han Lin. Sambitan itu dilakukan dari jarak dek hanya sekitar tiga tombak! Dua si merah itu meluncur cepat sekali karena yang diserang itu mata, bag1 tubuh paling lemah,
maka tentu saja i merupakan serangan yang amat berbahay Tentu saja Hui Lan dan
Liu Cin menja terkejut sekali dan marah melihat C Yin menyerang orang yang hanya
melee mereka dengan cara demikian curangnya Akan tetapi dengan tenang saja H
Lin menggerakkan tangan kirinya.
"Ceppp! Ceppp!" Dua buah senja rahasia itu menancap di celah-celah jar tangannya!
Kemudian dia menggerakk tangan kiri itu ke arah Cu Yin. D sinar merah itu meluncur sedemikia cepatnya sehingga Cu Yin tidak sempa mengelak lagi. Tahu-tahu dua
batah piauw bunga merah penghias rambut i sudah bersarang kembali di rambutnya
akan tetapi ujung tangkai 'penghias ram but yang dijadikan senjata rahasia iti
melukai kulit kepalanya. "Aduhhh !" Tak tertahankan lagi
Lai Cu Yin berteriak dan cepat meng-J
Bibi I dua tangkai bunga itu lalu meng Biuk-garuk kepalanya yang terluka. Ada B h menodai jari tangannya yang meng- k.
B "Wah, maafkan aku, Nona. Kusangka Blit kepalamu sudah cukup keras ter-B tuh tangkai bunga merah yang indah Bj1" kata Han Lin sambil tersenyum B> nggoda. Cu Yin marah sekali akan B tapi ia pun bukan orang bodoh dan I? kat. la dapat menduga bahwa pemuda Irrpakaian putih sederhana itu memiliki l>*pandaian yang amat
tinggi, maka sambit merengut ia pun mundur mendekati hou Kian Ki. Kini Han Lin
menghadapi Liu Cin dan g Hui Lan. Dia tersenyum kepada Hui an dan bertanya.
"Nona, apakah engkau masih mengenalku?"
"Tentu saja, Han Lin. Engkau dan ra-walimu pernah menolongku." jawab Hui Lan.
"Nah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, Hui Lan. Menurut keterangan fhou Kian Ki putera jenderal ini, engkau adalah isterinya yang minggat dari mahnya.
Benarkah itu?" "Bohong! Aku bukan isterinya,. mang tadinya aku ditunangkan kepa oleh orang tua kami, akan tetapi membatalkan ikatan perjodohan itu. bukan isterinya dan aku tidak sudi jadi isterinya. Aku benci Keluarga C dan aku memang melarikan diri me galkan mereka karena aku tidak tinggal di sana, tidak sudi menjadi Jenderal Chou! Jahanam busuk ini hong, aku bukan isterinya, aku bah bukan tunangan, bukan apa-apanya lagi Chou Kian Ki hendak membant akan tetapi Si Han Lin mengangkat ngan
mencegahnya bicara. "Biar aku tanya kepada sobat ini." Dia menghad Liu Cin. "Siapa namamu, Sobat?" "Aku she Liu, bernama Cin." "Sobat Liu Cin, aku mendengar terangan dari Chou Kian Ki ini ba engkau mengajak lari Ong Hui Lan, narkah?"
"Bohong dan fitnah! Sama sekali t' dak!"
"Kalau begitu, mengapa engkau ber-m Hui Lan" Bagaimana ceritanya?" v a pula Han Lin.
[ 'Aku pergi dari rumah Jenderal Chou }rna aku tidak suka diajak bekerja >a olehnya.
Kebetulan tadi pagi aku temu dengan Nona Ong ini. Aku me-i ia hendak bunuh diri
dengan meng-:ung diri. Aku mencegahnya dan aku ?dengar bahwa ia juga melarikan
diri Keluarga Chou karena tidak suka i berada di sana. Lalu kami ber-ma-sama
melakukan perjalanan. Sama Kali tidak ada hubungan apa pun antara mi, hanya
merasa senasib dan aku :in menolongnya." Liu Cin lalu meman-ng kepada Chou Kian Ki. "Kemudian iagi kami berjalan, muncul Chou Kian 1 dan wanita itu. Chou Kian Ki hendak emaksa membawa Ong Hui Lan pergi, arena gadis itu tidak mau dan hendak
ipaksa, aku membelanya dan kami ber-jrlahi melawan mereka!"
Kini Si Han Lin memutar tubuhnya ncnghadapi Kian Ki dan Cu Yin.
"Nah, sekarang aku sudah mendengar pengakuan mereka dan ternyata, se
dugaanku, mereka berdua ini bersih dak bersalah apa pun dan kalau mer tidak
bersalah, maka jelas kalian ber lah yang bersalah, hendak mera kemerdekaan orang
dan bahkan he~ membunuh. Terpaksa aku harus m halangi niat jahat itu, Chou Kian
Ki!" Chou Kian Ki marah sekali. Dia " rasa ditantang oleh pemuda berpaka putih yang masih amat muda itu. T ketika dia menyerang dengan puku jarak jauh, pemuda itu
terlempar j akan tetapi dapat melayang kembali sama sekali tidak terluka. Biarpun hal merupakan keanehan dan membuat menduga bahwa pemuda itu meru kan
Playboy Dari Nanking 7 Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya Karya Yudhi Herwibowo Lencana Pembunuh Naga 15

Cari Blog Ini