Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen Bagian 10
begitu tubuh menyentuh tanah, dengan gerak Le-hi-tating
(ikan lele meletik), cepat ia melompat jungkir balik.
"Yap Thing-cong, kau ... kau seorang manusia
serigala" dampratnya. Dalam mendamprat itu ia
melontarkan tiga kali pukulan walaupun sudah terluka,
tetapi pukulannya masih dahsyat sekali.
"Maling, maling!" Leng-hong berteriak keras-keras.
Dengan mengandalkan Lwekangnya yang tinggi,
dapatlah pemuda itu bertahan diri tak sampai roboh,
maka dampratanya tadipun nadanya agak parau.
Teriakan Leng-hong dapat melingkupi makian pemuda
itu, kemudian dengan gerak Thian-lo-poh-hoat ia
hindarkan pukulan terakhir dari si pemuda. Setelah itu ia
tertawa mengejek: "Jiwamu aku yang menolong dan
sekarang aku pula yang mencabut, anggaplah bahwa aku
tak pernah menolongmu, tak usah marah-marah! Jangan
coba menarik perhatian orang, toh bibimu tak nanti mau
mempercayai ocehanmu. Begitu ia muncul, berarti
kematianmu dipercepat lagi!"
Memang ketiga pukulan itu merupakan pukulan
terakhir dari si pemuda, habis memukul matanya terasa
gelap dan kepala pening. Kini Leng-hong berbalik
menyerangnya, ia keluarkan ilmu pedang Tui liong kiam
yang baru saja dipelajarinya. Menghadapi serangan
pedang yang sedemikian gencarnya, si Pemuda baju
hitam tak mampu buka suara lagi.
Walaupun kepalanya puyeng, tapi pikiran pemuda itu
masih terang. Diam-diam ia mengakui memang yang
dikatakan Leng-hong palsu itu benar, bibinya tak nanti
percaya pada keterangannya. Dan keterangan itu tentu
memerlukan waktu panjang, bangsat itu tentu akan
mengambil tindakan untuk menghabisi jiwanya. Ia kuatir
sebelum bibinya datang bangsat itu tentu sudah
membunuhnya, akhirnya ia putuskan lebih baik melarikan
diri saja. Tiga puluh kali tusukan telah dilancarkan oleh Lenghong
dengan permainan ilmu pedang Tui-hong-kiam itu,
si Pemuda baju hitam menjadi kalang-kabut dibuatnya.
"Huak", ia muntah darah. Melihat itu Leng-hong girang
sekali, dengan jurus Pek-hong-koan-jit (pelangi menutup
matahari) ia tusuk tenggorokan si pemuda. Ilmu pedang
Tui-hong-kiam terdiri dari tiga puluh enam jurus. Setelah
seluruh jurus selesai dan hendak berganti permainan
lagi, terpaksa gerakan Leng-hong agak ayal.
sekonyongkonyong pemuda itu menjentikkan jari
tengahnya. Ujung pedang Leng-hong yang sudah hampir
kena tenggorokan itu dipentalkan oleh jari si pemuda,
tangan Leng-hong pun terasa sakit kesemutan. Pada saat
Leng-hong terkejut, pemuda itu sudah melompat keluar
kalangan, terus lari. Ternyata pemuda itu menggunakan ilmu Thian-mohouthe-tay-hoat, ia menggigit lidah sendiri sampai
keluar darah. Ilmu itu sebenarnya ilmu dari kaum Sia-pay
(hitam) yang digunakan apabila dalam keadaan terdesak.
Dengan menggigit lidah, semangatnya pun tergugah dan
tenaganya bertambah. Ayah pemuda itu, Yap Tiong-siau,
memang dari golongan Sia-pay, baru di kemudian hari ia
belajar ilmu dari golongan Cing-pay. Pemuda itu dapat
mewarisi dua macam aliran ilmu, tetapi ilmu semacam itu
hanya sebentar daya khasiatnya. Begitu kekuatan timbul
berarti hawa murninya makin terluka dan habis, itulah
sebabnya setelah dapat mementalkan pedang, pemuda
itu cepat-cepat melarikan diri.
Leng-hong bersangsi, jangan-jangan Pemuda baju
hitam hanya pura-pura saja seperti orang terluka berat,
maka untuk beberapa jenak tak berani ia mengejar.
"Dimana penjahatnya" Suko, jangan kuatir, aku
datang membantumu!" tiba-tiba Kang Hiau-hu terdengar
berseru. Mendengar itu seketika timbullah pikiran Leng-hong, ia
bantah pikirannya kalau pemuda itu hanya pura-pura,
kalau tak kehabisan tenaga masakah dia melarikan diri
begitu terburu-buru. Untuk menjaga segala
kemungkinan, sebelum Sumoaynya mengetahui
urusannya, lebih baik ia kejar dan menghabisi jiwa
pemuda itu saja, cepat ia melompat mengejar. Setelah
melompat melalui pagar tembok, barulah ia berseru,
"Penjahat itu berkepandaian tinggi, tak usah Sumoay
ikut-ikutan, aku sendiri mampu membereskannya!"
Rumah keluarga Kang membelakangi gunung dan
menghadap telaga. Tiba di tepi telaga, dapatlah Lenghong
mengejar pemuda itu. "Hm, kau sungguh ganas sekali! Hendak kulihat
sampai berapa lama kau dapat menikmati hidupmu?"
pemuda itu mendengus. "Anjing bernyali besar, berani masuk ke dalam rumah
keluarga Kang. Apa kau kira Suhu tak di rumah lantas
aku tak dapat mengambil jiwamu?" sengaja Leng-hong
berteriak keras supaya didengar Hiau-hu.
"Suko, tunggulah!" dari kejauhan Hiau-hu
meneriakinya tapi mana Leng-hong mau mendengar
kata-katanya, ia mempercepat larinya dan menyerang
sehehat-hebatnya. "Sekalipun jadi setan, aku tetap tak mengampunimu"
geram pemuda itu. "Blung", karena terdesak ke pojok, akhirnya pemuda
ilu terjun ke dalam telaga. Luput menusuk, Leng-hong
juga hainpu liampii tercebur ke dalam telaga, untung
cepat-cepat ia berhenti. Telaga Tang-peng-oh itu dikelilingi oleh gunung,
airnya mengalir ke sebuah sungai besar. Kala itu musim
semi, selama beberapa hari telah turun hujan lebat, air
dari barisan gunung telah membanjiri telaga. Ditelan oleh
gelombang, tubuh pemuda itu lenyap dari permukaan
air. "Kau mengutuk aku akan hancur lebur, sayang kau
sendiri malah tak berada di dunia. Dulu secara tak
tersangka-sangka kau dapal hidup kembali, tapi coba
saja sekarang ini," demikian Leng-hong bersorak
kegirangan di dalam hati.
Pemuda itu terluka dalam dan terkena jarum beracun,
kemudian kecemplung ke dalam telaga. Hal itu
disaksikan sendiri oleh mata kepala Leng-hong, ia yakin
pemuda itu tentu akan mati.
"Suko, mengapa kau bunuh penjahat itu?" begitu tiba
Hiau-hu lantas bersungut-sungut.
"Mengapa" Penjahat itu berani masuk ke dalam rumah
kita. Setelah kupergoki, dia berani menyerang aku,
masakah tidak harus kubunuh?" Leng-hong pura-pura tak
puas. "Kau harus menangkapnya hidup-hidup dan
diserahkan pada ibu, dengan tindakanmu membunuhnya
itu, kita tidak tahu tentang asal-usulnya dan apa
maksudnya ia datang kemari," kata Hiau-hu.
"Ai, benar, benar, mengapa aku setolol itu," Lenghong
pura-pura menabok kepalanya sendiri. "Tapi salah
dia sendiri yang tak becus, cukup dengan gerakan yang
sederhana saja, dia sudah tak kuat bertahan lalu
kecemplung ke telaga. Mungkin saja dia belum mati,
perlukah kita suruh orang mencarinya?"
"Saat ini entah dimana mayatnya, mana bisa dicari"
Sudahlah, karena orang sudah mati, mari kita pulang
melapor kepada ibu," kata si dara.
Ketika tiba di rumah, ternyata Kok Tiong-lian sudah
menunggu. Begitu dibangunkan oleh teriakan Leng-hong Kok
Tiong-lian segera menyuruh putrinya membantu Lenghong
ia sendiri menjaga di rumah. Setitik pun ia tak
mimpi kalau penjahat yang datang itu ternyata
keponakannya sendiri. "Ya, memang kau tak dapat dipersalahkan. Ada
penjahat datang memang seharusnya ditempur, kalau
kau lupa menangkapnya hidup-hidup agar dapat ditanya,
itu dapat dimengerti, tapi cara bagaimana ia datang
kemari?" kata Kok Tiong-lian.
Leng-hong merangkai cerita, ia mengatakan kalau
malam itu ada penjahat membuka jendela kamarnya dan
menimpukkan senjata rahasia. Untung ia sudah bersiap
lebih dulu dengan bersembunyi di balik pintu, kemudian
ia menerobos keluar dan menyerang penjahat itu.
Penjahat melarikan diri terus dikejarnya sampai ke tepi
telaga, karena tak dapat menahan serangannya, akhirnya
penjahat itu kecemplung ke dalam telaga.
"Apakah penjahat itu hanya seorang diri saja?" tanya
Kok Tiong-lian. Dari nadanya jelas kalau nyonya itu agak
curiga, suatu pertanyaan yang membuat hati Leng-hong
kebat-kebit. Ia kuatir jangan-jangan nyonya itu sudah
mengetahui urusan itu, namun terpaksa juga ia
mengiakan. "Ibu, memang aku juga merasa heran, sungguh besar
sekali nyali orang itu berani seorang diri masuk kemari.
Jika dia lihai, itulah tak apa, tapi ternyata dia hanya
begitu saja, kalah dengan Suheng. Hm, bukankah itu
seperti mengantar kematian saja" Mengapa dia setolol
itu?" Hiau-hu menyeletuk.
Memang keluarga Kang amat disegani. Kang Hay-thian
dianggap sebagai jago nomor satu di dunia persilatan,
penjahat picisan mana berani mengganggu rumahnya"
Kecuali kalau orang itu datang dengan maksud baik,
kenal dengan keluarga Kang. Leng-hong tahu kalau ibu
dan putrinya itu menaruh kecurigaan, diam-diam ia
bersyukur karena sudah lebih dulu dapat membunuh
pemuda itu. "Tentu karena dia tahu kalau Suhu tak
berada di rumah," katanya.
"Betul ayah tak di rumah, tapi ibu toh ada. Kalau dia
menyelidiki lebih dulu, mana hal itu tak diketahuinya. Ha,
Suko, kukuatir jangan-jangan kau keliru membunuh
orang," kata si dara.
"Tidak bisa," sahut Leng-hong dengan yakin. "Jika
orang baik mana mungkin datang-datang terus
melepaskan senjata rahasia" Tadi sewaktu aku
menempurnya, kau pun tahu sendiri. Kalau dia memang
orang baik, tentu dia akan berteriak minta tolong
padamu. Mengapa dia diam saja?"
"Tapi sungguh patut disayangkan kau telah
membunuhnya, jika kau dapat menangkap hidup-hidup,
tentu bisa ditanya keterangannya," si dara masih
menambahkan. "Aku sudah tahu asal-usulnya!" tiba-tiba Kok Tionglian
berseru. Sudah tentu Leng-hong kaget sekali, juga si dara
segera bertanya pada ibunya.
"Orang itu seorang jago dari istana. Lihatlah ini!" kata
nyonya itu. Tangannya dibuka dan di atas telapak
tangannya terdapat empat batang jarum beracun yang
hitam mengkilap. Leng-hong seperti terlepas dari tindihan batu besar,
ujarnya, "Memang aku pun sedang mencari senjata
rahasia yang digunakan penjahat itu, kiranya bibi sudah
dapat menemukannya!"
"Apakah itu jarum Bwe-hoa-ciam yang dilumuri racun"
Banyak sekali orang persilatannya yang menggunakan
jarum semacam itu. Mengapa dapat dipastikan kalau
orang itu seorang jago istana?" tanya si dara.
"Ini bukan jarum beracun biasa, jarum ini telah
direndam dengan racun Khong-jiok-tan dan Ho-ting-ang,
kedua racun itu hanya terdapat di dalam istana saja.
Memang benar orang persilatan mengetahui kedua
barang itu mengandung racun, tapi tak tahu bagaimana
meramunya," sahut Kok Tiong-lian.
Leng-hong walaupun sudah lama mengetahuinya,
namun masih pura-pura terkejut. Ia melelerkan lidah,
"Sungguh berbahaya, sungguh berbahaya! Untung aku
tak terkena!" Memang pintar sekali Leng-hong gadungan itu,
sebelumnya ia sudah memperhitungkan kalau bibinya
tentu akan menaruh curiga tentang penjahat yang
dibunuhnya itu, maka siang-siang ia sudah
mempersiapkan rencana. Jarum pemberian Li Tay-tian itu
berjumlah tujuh batang, yang digunakan kepada si
Pemuda baju hitam tadi baru tiga batang sisanya yang
empat batang ia sebarkan di tanah. Biarlah nanti
Subonya menemukan jarum-jarum itu, cukup sebatang
saja orang terkena, tentu akan matilah dia. Karena
Pemuda baju hitam itu sudah terkena tiga batang, maka
ia tambah yakin akan kematian pemuda itu.
Ternyata Kok Tiong-lian termakan siasatnya, walaupun
ia merasa aneh mengapa penjahat itu berani datang
seorang diri, namun dengan menemukan bukti-bukti
jarum itu, hilanglah sudah segala kesangsiannya dan
menetapkan kalau penjahat itu juga dari istana.
Walaupun terhadap Suhengnya itu Hiau-hu tak
mempunyai kesan baik, namun ia pun tak mempunyai
prasangka jelek. Mendengar keterangan ibunya itu, si
dara agak menyesal telah menyalahkan tindakan
Sukonya, ujarnya, "Suko, aku tak menyalahkan
tindakanmu membunuh penjahat itu. Aku salah
menyesalkan!" "Mungkin dengan mengandalkan jarum ini dan
mengira Suhumu tak berada di rumah, penjahat itu tak
takut untuk datang kemari. Hm, Hong-tit, selama
beberapa bulan mengikuti Suhumu, kepandaianmu pun
maju pesat sekali .... Anak Hu, jangan kau kira penjahat
itu seorang keroco, sebenarnya dia itu lihai sekali. Kulihat
tadi cara ia melompat pagar tembok, Ginkangnya begitu
sempurna, hanya karena terluka maka agak lamban
gerakannya. Jika tak terluka, mungkin kau belum tentu
dapat menangkan dia!"
Diam-diam Leng-hong kagum atas ketajaman mata
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Subonya di samping bersyukur karena Subonya itu hanya
melihat dari kejauhan saja, sehingga tak mendengar
pembicaraan mereka. Kang Hiau-hu masih sangsi, katanya dengan
penasaran, "Suheng, kau bilang selama dalam perjalanan
kau telah mendapat pelajaran lisan, ternyata bohong.
Kalau kau lebih lihai dari aku, perlu apa minta
petunjukku?" "Anak Hu, itulah karena Piaukomu mengerti aturan, ia
berlaku sungkan kepadamu, mengapa kau tidak tahu diri
dan malah menyalahkannya" Kalian berdua sebagai
kakak adik harus saling tukar pendapat, tak perlu
menganggap siapa yang memberi petunjuk. Sudahlah,
tidur sana. Besok kita segera berangkat," kata Kok Tionglian.
Tetapi mana Leng-hong dapat tidur. Setelah ibu dan
gadisnya itu pergi, ia besut keringatnya seraya
mengeluh, "Sungguh berbahaya...sungguh berbahaya!"
Setelah tenang kembali, perasaannya menjadi girang
atas nasib mujur yang dihadapinya. Ia percaya kedua
orang yang tahu rahasia pribadinya itu sekarang sudah
mati, selanjutnya ia tentu dapat mencapai cita-citanya, ia
tentu dapat menjadi murid pewaris keluarga Kang.
Menjelang fajar, baru saja ia terpulas, tiba-tiba pintu
kamarnya diketuk orang. "Siapa?" bentaknya seraya melompat bangun.
"Suko, apa kau sudah bangun" Ibu suruh
mengundangmu supaya lekas datang. Ada seseorang
hendak menemuimu!" ternyata yang datang adalah Kang
Hiau-hu. "Siapa ya?" Leng-hong bergegas-gegas mengenakan
pakaian. "Tak mungkin dapat kau terka!" sahut si dara, sahutan
itu membuat Leng-hong gelagapan, rasa kantuknya
hilang seketika. "Sumoay yang baik, tolong kasih tahulah siapa orang
itu agar aku tak menduga-duga," Leng-hong setengah
meratap. Kang Hiau-hu tertawa, "Ah, toh sebentar lagi kau akan
dapat melihatnya, mengapa terburu-buru" Eh, kenapa
kau seperti ketakutan?"
Rupanya pagi itu Hiau-hu sedang gembira, sengaja ia
hendak mempermainkan sang Suko. Leng-hong setengah
mati dibuatnya. "Ah, jangan berolok-olok, aku hanya
ingin tahu saja, mengapa takut" Sedang semalam anjing
alap-alap itu menggunakan jarum beracun toh aku tak
jera. Yang datang ini tentulah seorang Cianpwe dan Subo
hendak memperkenalkan padaku."
"Salah! Yang datang itu juga pemuda yang sebaya
dengan kau. Ibu belum pernah kenal, tapi selanjutnya
akan memperlakukannya sebagai orang sendiri. Dia akan
disuruh tinggal di sini bersama kita. Ini, kau tentu tak
dapat menduganya," kata si dara.
Kejut Leng-hong bukan kepalang, pikirnya, "Apakah
bukan si Pemuda baju hitam itu?" Hampir saja ia hendak
putar tubuh dan melarikan diri, tapi saat itu mereka
sudah tiba di ruang tamu, malah Kok Tiong-lian sudah
berseru, "Hong-tit, ayah sudah pulang."
Leng-hong seperti terlepas dari tindihan batu besar,
sahutnya, "Oh, kiranya Yaya. Sumoay, mengapa kau
berolok-olok dan menggoda aku?"
"Leng-hong, kubawakan kau seorang Sute. Lekaslah
kalian berkenalan," kata Kang Lam.
Dari belakang Kang Lam lantas melangkah maju
seorang anak lelaki antara umur 13-14 tahun. Dia
memberi hormat seraya berkata, "Apakah ini Toasuheng"
Terimalah hormatku Tosuheng."
Bahwa ternyata bocah itu bukan si Pemuda baju hitam
atau Ubun Hiong, legalah hati Leng-hong. Buru-buru ia
mengangkat bangun bocah itu, "Apakah kau ini Li Konghe
Sute?" "Bukan, namaku Lim To-kan. Li-koko itu sahabatku
karib. Aku tahu kalau sekarang dia juga saudara
seperguruan kita, tetapi Suhu belum dapat
menemukannya," sahut anak itu.
"Suhumu baru saja mendapatkan anak ini ketika di
Bici. Ayahnya adalah Lim Jing, ketua Thian-li-kau," kata
Kok Tiong-lian. Mendengar asal-usul Lim To-kan begitu hebat, diamdiam
timbullah rasa iri dalam hati Leng-hong. "Ayahnya
seorang Kaucu yang amat diindahkan oleh para gagah di
seluruh dunia. Kelak apabila sudah dewasa, dengan
mengandal ketenaran nama ayahnya, mungkin gengsiku
sebagai Toasuheng akan direbutnya," pikirnya. Diamdiam
ia tak senang, namun lahirnya ia mengunjuk muka
girang. Sambil menarik tangan Lim To-kan, ia berkata,
"Bagus, aku dapat tambahan seorang Sute yang baik.
Mengapa Suhu belum pulang?"
"Suhumu pergi ke Hoa-san untuk mengunjungi ayah
angkatnya, Hoa Thian-hong," demikian Kok Tiong-lian
menerangkan. Entah bagaimana, kembali hati Leng-hong berdebardebar
keras, tanyanya, "Apakah tabib terpendam dari
Hoa-san yang digelari sebagai tabib nomor wahid di
dunia itu?" "Benar, putrinya menjadi permaisuri kerajaan Masar,
ialah kakak iparku kedua dan bibimu juga! Mengapa kau
tak tahu?" jawab Kok Tiong-lian.
"Ayah telah mengatakan juga tentang hal itu, tetapi
ayah telah pesan wanti-wanti padaku. Sebelum putra
makota Masar dinobatkan jadi raja, aku dilarang
mengaku-aku sanak dan mengunjungi negeri itu. Aku
juga tak boleh membocorkan asal-usulku, kecuali hanya
terhadap bibi di sini. Itulah sebabnya mengapa aku tak
mau menemui Hoa-ya agar diriku jangan sampai
terdengar oleh paman, karena dia hendak mencari aku
untuk dinobatkan jadi raja."
Oleh karena sebelumnya sudah mengetahui tentang
riwayat si Pemuda baju hitam, maka dapatlah l.eng-hong
bercerita dengan lancar, namun ia tetap kuatir tentang
suatu hal. Tabib terpendam dari Hoa-san itu
menimbulkan suatu bayangan seram dalam sanubarinya,
dahulu jelas diketahuinya kalau si Pemuda baju hitam itu
sudah tak mungkin hidup lagi, tetapi mengapa bisa hidup
kembali" Siapakah yang mempunyai kepandaian begitu
sakti untuk menghidupkan lagi" Tetapi akhirnya ia
menghibur dirinya sendiri, pemuda baju hitam itu terluka
di daerah gunung terpisah ribuan li jauhnya dari Hoasan,
mana bisa begitu kebetulan tabib sakti itu
menemukan pemuda itu. "Baru tadi malam dia (Pemuda baju hitam) tahu
tentang diriku, jika dia memang bertemu Hoa Thianhong,
tentulah rahasiaku belum mereka ketahui. Apalagi
pemuda itu tentu taat pada perintah ayahnya supaya
jangan menemui Hoa Thian-hong. Pendek kata, tipis
sekali kemungkinannya kalau ia bertemu dengan Hoa
Thian-hong. Tak perlu aku gelisah," akhirnya ia besarkan
hatinya sendiri. Tiba-tiba terdengar Kok Tiong-lian menghela napas,
"Aku tahu bagaimana derita hati ayahmu itu, dia terlalu
halus sekali perasaannya." Ia berhenti sejenak, lalu
tertawa, "Ah, baiklah, jangan membicarakan lagi urusan
yang telah lampau. Suhumu sungguh memikirkan dirimu.
Inilah suratnya yang diberikan padaku. Di dalamnya ia
juga menulis tentang dirimu. Nah, cobalah kau baca
sendiri." Ternyata setelah pamitan pada Siangkoan Thay dan
turun dari puncak gunung Thian-pit-hong, Kang Haythian
dan rombongan Kay-pang yang terdiri dari Tiong
Tiang-thong dan kelima muridnya juga lantas berpisah.
Tiong Tiang-thong dan beberapa muridnya pergi ke Lokyang
untuk mengurus persoalannya sendiri. Dia hanya
menyuruh muridnya yang pertama, Goan-It-tiong, untuk
menemani Kang Hay-thian menuju ke selatan,
menghadiri rapat di Bin-san.
Sebenarnya Kang Hay-thian hendak pulang ke rumah,
tapi baru tiga hari dalam perjalanan, di tengah jalan ia
menerima surat dari ayah angkatnya, Hoa Thian-hong,
yang disampaikan oleh orang Kay-pang. Isi surat amat
sederhana, karena ada urusan penting diminta supaya
Kang Hay-thian datang kepadanya. Kang Hay-thian tak
berani menolak perintah ayah angkatnya, ia minta Goan
It-tiong membawa Lim To-kan pulang dulu, sementara ia
menuju ke Hoa-san. Nyo Pit-tay, ketua cabang Kay-pang di Tek-ciu, adalah
Susiok dari Goan It-tiong. Ketika tiba.di kota itu, Goan Ittiong
mengajak Lim To-kan bermalam di rumah paman
gurunya itu. Kebetulan malam itu Kang Lam datang ke
situ juga, Goan-It-tiong segera menyerahkan Lim To-kan
kepada Kang Lam agar diajak pulang.
Di dalam suratnya, selain memberi kabar kepada
istrinya mengapa ia belum dapat pulang, Kang Hay-thian
menyebut-nyebut juga tentang Leng-hong. Ia
mengatakan, apabila Leng-hong sudah pulang bolehlah
Kok Tiong-lian mengajaknya ke Bin-san. Di hadapan para
orang gagah. Kok Tiong-lian boleh memaklumkan kalau
Yap Leng-hong itu adalah murid pewaris dari Kang Haythian.
Apabila hendak mendirikan sebuah cabang
persilatan baru, kedudukan seorang murid pewaris itu
amat penting sekali. Biasanya tentu akan mengundang
seluruh Cianpwe persilatan untuk hadir dalam upacara
peresmian. Walau Kang Hay-thian berhalangan datang,
tapi dengan memperkenalkan murid pewarisnya itu, juga
tak mengurangi kekhidmatannya.
Selanjutnya dalam surat Kang Hay-thian mengatakan,
sedapat mungkin akan berusaha untuk hadir dalam
upacara peringatan wafatnya Tok-pi Sin-ni. Tetapi jika
sampai terhalang, ia minta istrinya dan Leng-hong yang
mewakili, tak usah menunggunya.
Habis membaca surat itu, legalah hati Leng-hong.
Namun ia pura-pura mengunjuk kecemasan, "Suhu
adalah jago nomor satu di dunia, aku seorang murid
yang goblok, apakah takkan ditertawai oleh sekalian
orang gagah jika dipilih menjadi murid pewaris?"
"Orang persilatan mengutamakan Hiap-pi
(keperwiraan). Banyak orang persilatan yang telah
mendengar tindakanmu bersama Siau Ci-Wan ketika
menolong Li Bun-sing dan putrinya di gunung Thay-san
dahulu. Walaupun sekarang kepandaianmu masih belum
sempurna, tapi berkat kecerdasanmu, di kemudian hari
tentu dapat menambah cemerlang nama perguruan kita.
Namamu sudah dikenal orang pula menjadi murid
pewaris Suhumu, siapakah yang berani memandang
rendah padamu lagi?" sahut Kok Tiong-lian.
"Toasuko, kali ini kau boleh unjuk muka di hadapan
sekalian orang gagah! Tak usah kau pura-pura sungkan,
seharusnya kau bergirang," Hiau-hu yang lincah mulut
turut memberi dorongan semangat. Sekali-kali dara itu
tak mengandung hati untuk menyindirnya, tapi entah
bagaimana muka Leng-hong merah sendiri.
"Anak Hu, kau sungguh keterlaluan, untung Sukumu
cukup kenal perangaimu," kata Kok Tiong-lian. "Tetapi
Hong-tit, kuharap di hadapan para orang gagah seluruh
negeri, sebagai murid pewaris perguruan kita kau harus
pandai merendah diri, jangan sekali kali mengunjuk
kecongkakan. Kutahu kau cukup hati-hati, sebenarnya
tak perlu kupesankan lagi."
"Sudah tentu kuingat sungguh-sungguh pesan bibi ini.
Budi Suhu sedalam lautan, mana aku berani
memerosotkan derajatnya," Leng liong segera
menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat kepada
Ibu gurunya sambil berjanji akan melaksanakan nasehat
bibinya Itu "Ah, sudahlah. Yang kumaksudkan supaya kau
merendah diri terhadap orang luar. Terhadap orang
dalam sendiri tak perlu begitu sungkan. Kemasi
pakaianmu, mari kita segera berangkai. Ayah, sukalah
kau tinggal menilik rumah. Anak Kan, kau pun ikut aku
melihatt keadaan dunia luar. Apakah kau tak lelah?" kata
Kok Tiong-lian. "Tidak, aku sudah biasa tiap hari menempuh perjalan
dengan Suhu. Selama dua hari ini Yaya menyuruh aku
naik kuda, suatu hal yang malah tak biasa bagiku," sahut
Lim To-kan. Kang Lam tertawa, "Bocah ini mempunyai tulang,
bagus. Bisa tahan menderita dan cerdas otaknya.
Pelajaran bernapas yang dibelikan Suhunya, baru
sebulan lebih sudah dikuasainya."
Mendengar itu diam-diam Leng-hong makin iri.
Kata jago tua itu pula, "Untuk mencari Suhu ternama
susah sekali, tapi mencari murid yang baik pun tak
mudah. Dalam waktu setahun ini Hay-ji sekaligus
menerima tiga orang murid dan seorang calon murid
yang belum diketemukan, yakni putra Li Bun-sing. Empat
murid semua berbakat bagus, sungguh suatu hal yang
jarang terdapat di dunia persilatan!"
"Ayah, kau memuji orang sendiri, apakah takkan
ditertawai orang, lain?" seru Kok Tiong-lian.
"Itu bukti yang nyata, bukannya aku memuji," sahut
Kang Lam. Tiba-tiba ia menghela napas, "Sayang Ubun Hiong
menerima dakwaan yang tak baik dan telah kau usir."
"Dalam kedudukan seperti diriku, terpaksa kulakukan
hal itu," sahut Kok Tiong-lian dengan rawan.
"Ya, kutahu. Bukannya aku menyalahkan, tapi dalam
perasaanku, Ubun Hiong, anak itu jujur dan sederhana,
tidak layak melakukan perbuatan yang jahat. Mudahmudahan
dia dapat membersihkan diri dan lekas kembali
kemari lagi," kata jago tua itu. "Kuanggap murid-murid
Hay-ji sebagai cucuku, tak kubedakan satu sama lain."
Mendengar disebut-sebutnya nama Ubun Hiong, Kang
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hiau-hu berduka, namun karena toh sudah menjadi
kenyataan, tak mau ia menyalahkan tindakan ibunya.
Kok Tiong-lian mengalihkan pembicaraan, "Ayah Kan-ji
adalah orang buronan nomor satu antek-antek kerajaan.
Dalam rapat besar di Bin-san nanti, walaupun sebagian
besar terdiri dari para orang gagah golongan Cing-pay,
namun sukar dijaga kemungkinan diselundupi oleh
golongan jahat. Tentang asal-usul diri Kan-ji, kalian harus
merahasiakan." Pesan itu ditujukan pada Leng-hong dan Hiau-hu,
kedua anak muda itu tersipu-sipu mengiakan pesan Kok
Tiong-lian. Leng-hong segera menuju ke kamarnya untuk
berkemas, hatinya selalu gelisah, pikirnya, "Untung
sekarang warung arak itu sudah terbakar. Coba masih,
mereka tentu mengirim orang kepadaku, suruh aku
mencari berita tentang putra Lim Jing. Ah, aku tentu
terjepit dalam kesukaran, serba susah untuk
memberitahu atau tidak!"
Begitu kembali ke ruang tamu, didengarnya Kok
Tiong-lian berkata kepada sang ayah mertua, "Sejak
datang ke Masar dahulu, sudah hampir 20-an tahun Hoaloyacu
tak pernah turun dari Hoa-san. Kini beliau
memanggil Hay-thian, entah ada urusan penting apa?"
Sahut Kang Lam, "Hoa Thian-hong lebih tua dari aku,
tahun ini mungkin sudah 70-an tahun usianya."
Sahutan pada yang bukan ditanyakan itu membuat
Kok Tiong-lian heran, ujarnya, "Lalu bagaimana?"
"Seorang tua tentu mudah dihinggapi rasa kesepian,
seorang diri dia tinggal di Hoa-san, sudah tentu ia
merasa kesepian," kata Kang Lam.
"Ah, kau jangan bergurau, ayah," kata sang menantu,
"Kalau begitu ia minta Hay-thian menemaninya?"
Kang Lam tertaw. "Aku sendiri pun kuatir kesepian
dan tak ada orang yang kuajak bicara, tentulah orang
lain juga begitu!" Mendengar itu sekalian orang tertawa geli. Kembali
Kang Lam berkata, "Terus terang walaupun aku tak tahu
mengapa Hoa Thian-hong memanggil Hay-ji tapi kuduga
tentu ada kebaikannya untuk Hay-ji. Dulu kau takut dia
kena apa apa, sekarang setelah tahu tempat
kepergiannya, seharusnya tak usah memikirkannya lagi."
Kok Tiong lian mengangguk, kala itu Leng-hong sudah
berada di ruang tamu dan mendengarkan pembicaraan
antara mertua dan menantunya itu. la makin longgar
perasaan hatinya ketika mendapat tahu bahwa Hoa
Thian-hong sudah 20 tahun tak turun gunung. Ia yakin
dipanggilnya Kang Hay Thian ke Hoa-san itu tentu tak
ada sangkut-paut dengan dirinya.
Sebenarnya Kang Lam tak tahu kalau pada dua tahun
berselang Hoa Thian-hong pernah turun gunung,
begitupun Kok Tiong-lian juga tak tahu hal itu. Dan Lenghong
hanya menarik kesimpulan dari pembicaraan antara
mertua menantu itu saja. Begitulah hari itu dengan membawa putrinya dan dua
orang murid, Kok Tiong-lian berangkai ke Bin san. Dalam
perjalanan mereka selalu bergembira. Yap Leng hong
menggunakan kesempatan baik itu untuk mendapat
kepercayaan bibinya dan mengambil hati sang Sumoay,
tetapi sebaliknya si dara bersikap dingin kepadanya, ia
lebih suka pada Lim To-kan. To-kan lebih muda tiga
tahun, keduanya seperti kakak dan adik. Itu tak berarti
bahwa Hiau-hu membenci Leng-hong, melainkan hanya
tak cocok dengan seleranya saja oleh karena itu, ia tak
bergaul rapat, kebanyakan hanya bersikap sekadarnya
saja. Sebagai ahli waris partai Bin-san-pay, Kok Tiong lian
harus datang lebih dulu di Bin-san untuk mempersiapkan
upacara sembahyang memperingati wafatnya Tok pi
Sinni, pendiri Bin-san-pay. Waktu tiba di Bin-san, masih
ada waktu tiga hari dari sembahyangan itu. Semula ia
kuatir dengan membawa seorang anak (To-kan) dalam
perjalanan itu tentu akan banyak memakan waktu.
Bahwa ternyata ia dapat tiga hari di muka tiba di Bin-san,
ia sangat girang Waktu tiga hari itu dapatlah ia gunakan
untuk bertemu dengan para anak murid Bin-san-pay
guna membicarakan urusan dalam.
Pada musim semi, alam di gunung Bin indah sekali.
Sambil mendaki ke atas gunung, Kok Tiong-lian
menuturkan tentang riwayat hidup cikal-bakal pendiri
Bin-san. Tak berapa lama, tibalah mereka di puncak
gunung, di puncak gunung terdapat sebuah air terjun
yang bentuknya mirip dengan segulung sutera
dijungkirkan ke bawah. Ditimpa oleh sinar matahari, air
terjun itu memantulkan cahaya keemasan yang indah,
pada dinding karang air terjun itu terdapat sebuah bekas
lubang sebesar cawan, tetapi empat kelilingnya rata.
"Apakah kalian melihat lubang bekas di dinding karang
itu" Ayo tebaklah, bagaimana asalnya itu," Kok Tiong-lian
tertawa. "Tampaknya seperti bukan dari alam. Ibu, mengapa di
atas karang yang halus terdapat lubang?" tanya Hiau-hu.
"Benar, memang itu bikinan manusia, tetapi dibikin
dengan tak sengaja. Ada sebuah cerita yang menarik
tentang lubang itu," jawab Kok Tiong-lian.
"Aku paling seriang mendengar cerita. Bu,
ceritakanlah," Hiau-hu segera mendesak.
"Ya, baiklah. Cerita itu mengandung nasehat baik
kepada kalian," kata Kok Tiong-lian.
"Lubang itu bekas gempuran tongkat Liau-in Hwesio.
Cikal-bakal kita, Tok-pi Sin-in, pendiri Bin-san-pay,
mempunyai 8 orang murid. Yang pertama ialah Liau-in,
mereka disebut Kang-lam-pat-hiap (8 pendekar dari
Kanglam). Selain Toasuheng, ilmu kepandaian Liau-in itu
paling tangguh, keenam Sutenya ia yang mewakili
memberi pelajaran, maka dia seolah-seolah seperti
setengah Toasuheng setengah Suhu."
"Lho, bukankah mereka disebut Kang-lam-pat-hiap"
Seharusnya dia punya tujuh Sute?" Hiau-hu menyeletuk.
"Yang nomor 8 adalah Lu Si-nio, murid asuhan Tok-pi
Sin-ni sendiri, ketika Lu Si-nio diterima menjadi murid,
Liau-in sudah meninggalkan gunung. Ilmu kepandaian Lu
Si-nio itu didapat dari Tok-pi Sin-ni sendiri. Memang Sinni
yang sudah merasa kalau sifat Liau-in itu tidak lurus,
kuatir sesudah ia mati tak ada orang yang dapat
menundukkan Liau-in, maka Tok-pi Sin-ni menurunkan
semacam ilmu pedang ciptaan terbaru kepada Lu Si-nio.
Dan memberinya sebuah Kim-pay (lencana emas).
Sewaktu meninggal, Tok-pi Sin-ni memberi pesan, jika
nantinya Liau in berubah jahat, lu Si-nio boleh
menggunakan Kim-pay itu untuk menghukum
Toasuengnya itu. Pada saat Liau in datang menghadiri upacara
penguburan Suhunya, dia mengumpulkan para Sutenya
dan memaksa mereka mengakuinya sebagai pengganti
sang Suhu. Saat itu Lu Si-nio turun tangan,
dikeluarkannya kimpay dan mengumumkan pengusiran
Liau-in dari Bin-san pay, menghapus namanya dari Kanglampat-hiap, Liau-in tak terima. Begitullah dihadapan
makam Tok-pi Sin-ni, terjadilah pertempuran sengit
antara Liau In dengan Sute-sutenya. Dahsyat sekali
pertempuran itu, mungkin merupakan pertempuran yang
terdahsyat dalam sejarah Binsanpay. akhirrnya Lu Si nio
dapat menusuk mata Liau-in sampai buta, lalu
membunuhnya pada saat menghembuskan napas
penghabisan. Liau in menimpukkan tongkatnya ke arah
Lu Si-nio. Maksudnya hendak mati bersama, tetapi
dengan Ginkangnya yang tinggi, Lu Si-nio dapat
menghindar. Tongkat itu menancap ke dalam dinding
karang, kemudian Kam Hong-ti yang mencabutnya.
Itulah sebabnya pada dinding karang itu terdapat sebuah
lubang," demikian Kok Tiong-lian mengakhiri ceritanya
Mendengar lubang itu berasal dari timpukan tongkat
Liau-in yang sudah terluka parah, diam diam Leng hong
dan Hiau-hu terperanjat. Lebih-lebih Leng-hong, ia
merasa keadaan Liau in itu persis seperti dirinya. Diamdiam
ia gelisah dan bertanya dalam hati, mengapa
Subonya menuturkan cerita itu kepadanya.
"Mengkhianati guru karena gila kemuliaan kupercaya
kalian tentu takkan melupakan. tetapi baik juga kalian
ingat cerita itu. Setelah menyelesaikan pelajaran, jangan
sekali-kali mengaggulkan diri dan berbuat kejahatan.
Dalam mengikat persahabatan harus yang cermat,
jangan sampai kena dipikat oleh orang-orang tersesat.
Atau kalau tidak, kalian tentu akan mengalami nasib
serupa Liau in. Kembali Kok Tiong-lian memberi nasehat.
Bahwa ternyata Subonya hanya bersifat memberi
nasehat saja, legalah perasaan Leng-hong,, mereka
bertiga segera mengiakan, tetapi sebenarnya Leng-hong
mempunyai kesan tersendiri dari cerita itu, dan kesan itu
justru berlawanan dengan yang tersimpul dalam nasehat
Kok Tiong-lian, pikirnya, "Kehancuran Liau-in disebabkan
oleh Tok-pi Sin-ni yang diam-diam menurunkan ilmu
pedang Hian-li-kiam-hoat kepada Lu Si-nio. Jika tidak
begitu, mana Liau-in semudah itu dapat dikalahkan?"
Dengan tamsil cerita Liau-in itu, ia meneropong
keadaan dirinya. Kang Hay-thian jago nomor satu di
dunia dan dia (Leng-hong) adalah murid pewarisnya.
Seharusnya mendapat seluruh kepandaian Suhunya, jika
Kang Hay-thian sudah tua dan mengundurkan diri, dialah
yang bakal menjagoi dunia persilatan. Yang penting
harus dijaga jangan sampai Suhunya itu diam-diam
memberi ilmu kepandaian istimewa kepada salah seorang
Sutenya. Leng-hong membuat perhitungan lebih jauh, "Ubun
Hiong sudah diusir, dia tak perlu dikuatirkan. Yang
penting aku harus mencurahkan perhatianku untuk
mengambil hati Sumoay dan memperistrinya, dengan
begitu tak usah kuatir ia akan melawan aku lagi. Dalam
hal ini, bibi membantu usahaku, kemungkinan besar
tentu dapat berhasil. Anak Li Bun-sing itu belum dapat
diketemukan, inipun tak perlu dihiraukan, agaknya yang
membahayakan hanyalah setan cilik Lim To-kan itu.
Dengan memandang muka ayah bocah itu, Suhu tentu
akan menggemblengnya sungguh-sungguh. Bocah itupun
cerdik, pandai mengambil hati. Datang belum dua hari
saja Subo dan Sumoay sudah memperlakukan dengan
begitu sayang. Kalau terus dilanjutkan, mungkin
kedudukanku sebagai murid pewaris akan guncang,
tetapi bagaimana akal supaya dapat mengenyahkan
setan cilik itu?" Karena pikiran melayang, kaki Leng-hong terantuk
batu. Ia terhuyung-huyung sampai dua langkah ke muka
baru dapat berdiri tegak.
"Ai, Toasuko, mengapa kau tak melihat jalan" Apa
yang kau pikirkan?" Hiau-hu menertawakan. "Aha, sudah
sampailah sekarang!"
Memandang ke atas, benarlah biara Hian-li-koan
sudah tertampak. Malah dari sebelah atas sudah ada
orang turun menyambut kedatangan mereka. Buru-buru
Leng-hong menenangkan pikirannya, ia menyahut, "Aku
tengah memikirkan tentang kabar-kabar yang santar
tersiar di luaran. Dalam perjalanan bersama Suhu, sudah
tersiar desas-desus bahwa pemerintah Cing hendak
menghancurkan Bin-san-pay. Mungkin kawanan alap-alap
kerajaan akan mengacau rapat besar di Bin-san ini."
"Sudah tentu kita harus waspada menjaga
kemungkinan itu, tetapi yang dikuatirkan mereka Itu
akan menggunakan jalan gelap. He, sudah sampai. Peksupek,
Loh supek, Cia sukoh, Ceng Yang Susiok,
terimalah hormat Sutitmu. Ah, mengapa dengan orang
sendiri begitu sungkan?" seru Kok Tiong-lian.
Kiranya rombongan murid Bin-san-pay yang berada di
biara Hian-li-koan terdiri dari Pek Ing-kiat, Loh Ing-ho,
Cia Hun-cin dan Ceng Yang Suthay sudah menunggu di
muka pintu biara untuk menyambut kedatangan Kok
Tiong-lian, Ciang-bunjin mereka.
Kok Tiong-lian memperkenalkan kedua murid
suaminya kepada mereka. Di antara para Cianpwe itu,
Leng-hong sudah pernah bertemu dengan Pek Ing-kiat
dan Loh Ing-ho ketika di markas Kay pang cabang Tekciu
tempo hari. Para Cianpwe Bin-san-pai itu menyambut
dengan hangat pula Leng hong.
"Hari ini adalah peringatan wafatnya Cosu yang ke
100, banyak kawan-kawan persilatan akan mengirimkan
orang untuk hadir, hal ini sudah disepakati lebih dulu. Di
samping itu masih akan datang juga tokoh tokoh
persilatan ternama, jika Kang tayhiap dapat datang tepat
waktunya, itulah yang kita harapkan. Namun jika ia
berhalangan datang kekuatan kitapun cukup untuk
mengatasi segala kemungkinan yang tak diinginkan,"
kata Pek Ing kiat. "Dalam mengatur pertemuan ini, banyak sekali
merepotkan berdua Supek " Kok Tiong lian menyatakan
rasa syukurnya. "Mulai besok pagi tentu tetamu-tetamu sudah pada
datang, gelagatnya tahun ini akan lebih meriah dari
tahun-tahun yang lalu " kata Pek Ing kiat pula
Atas pertanyaan Kok Tiong-lian mengenai tempat
penerimaan tetamu, Pek Ing kiat menerangkan bahwa
Hian-li koan telah ditambah dengan berpuluh kamar, kuil
Yok-ong-bio yang terletak ditengah gunung juga dapal
dibuat tempat penginapan.
"Tetapi kalau tetamu keliwat banyak, mungkin tenaga
pelayannya tak cukup, kurasa hendak minta Yap-seheng
membantu jadi Ti-khek (penyambut tetamu) bersamasama
dengan aku, menyambut tokoh-tokoh terkemuka
dari berbagai golongan," katanya pula Pek Ing-kiat
seorang yang banyak pengalaman, ia tahu bahwa
maksud dari Kang Hay-thian dengan menyuruh istrinya
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membawa murid pewarisnya itu tentulah supaya dapat
mengenalkan diri pada sekalian orang dari seluruh
penjuru. Ia juga suka dengan anak muda (Leng-hong)
itu, pandai bicara, pintar menempatkan diri dan sikapnya
cukup terampil. Itulah sebabnya Pek Ing-kiat segera
mengatur begitu. Kok Tiong-lian mengangguk, "Walaupun Leng-hong
bukan murid pewaris partai kita, tapi boleh dikata
sebagai orang sendiri. Karena tenaga penyambut tak
mencukupi, bolehlah dia bertugas jadi Ti-khek. Eh, apa
katamu Leng-hong?" Leng-hong tak mimpi kalau bakal mendapat
kehormatan seperti itu, ia pun mengiakan.
Pada hari kedua, memang benar tetamu-tetamu
berdatangan. Di antara tetamu-tetamu penting yang
disambut oleh Kok Tiong-lian dan Pek Ing-kiat adalah
Tay-hui Siansu dari Siau-lim-pay, Lui Cin-cu, Ciangbun
Bu-tong-pay, Hoat-hoa Siangjin, Tianglo dari Go-bi-pay
dan ratusan murid-murid dari ketiga aliran itu. Dalam
penyambutan, Leng-hong banyak mendapat pujian dan
memperoleh kesan baik dari para tetamu.
Bersambung jilid 2 JILID 2 Hari ketiga adalah hari terakhir dari pertemuan besar,
tetamu-tetamu yang datang lebih banyak lagi. Di
antaranya yang paling menarik perhatian Leng-hong
ialah Ciangbun Jing-sia-pay yang bernama Sin In-long
serta kedua belas muridnya. Jing-sia-pay merupakan
salah satu dari enam besar di Tionggoan, memang dalam
kemasyhuran nama, kalah dengan Siau-lim-pay dan Butongpay. Perhatian Leng-hong terhadap Jing-sia-pay
bukan karena kedudukan cabang itu, melainkan
disebabkan karena saudara angkatnya, Siau Ci-wan,
orang Jing-sia-pay. Ketika tahun yang lalu ia berpisah
dengan Siau Ci-wan, adalah karena Siau Ci-wan hendak
pulang ke Sujwan untuk membantu gerakan menentang
pemerintah Cing yang dibentuk oleh Leng Thian-lok.
Leng-hong ingin sekali mencari keterangan mengapa
Siau Ci-wan tak datang. "Kabarnya di gunung Siau-kim-san, Leng Thian-lok
telah menggerakkan pemberontakan terhadap
pemerintah Cing. Sekarang bagaimana kesudahannya?"
tanya Kok Tiong-lian. "Semula mendapat kemajuan, Leng Thian-lok dan
keponakannya berpencar dalam dua jurusan. Mereka
dapat merebut Kong-gwan, memukul pecah Bian-tiok
dan menekan Seng-to. Wilayah Sujwan gempar. Sayang
sejak musim semi tahun ini, kedudukan mereka berubah
jelek, pemerintah Cing telah mengutus gubernur Siamkam
Yap To-hu ke Sujwan. Dia membawa seratus ribu
serdadu masuk ke Sujwan, laskar pejuang kalah banyak
jumlahnya, terpaksa mereka melepaskan tempat-tempat
yang diduduki dan kembali ke pangkalan lama di Siaukimjwan. Keadaannya payah sekali," sahut Sin Un-long.
Lim To-kan yang saat itu berada di samping Subonya,
tiba-tiba menyeletuk, "Mengapa gubernur she Yap itu
bernama To-hu (jagal)"
Apakah dia seorang jagal manusa yang ganas?"
"Dia sebenarnya seorang Cinsu (pegawai sipil tinggi).
Wajahnya memang seperti sastrawan, tetapi hatinya
ganas sekali. Ketika menjabat gubernur di Siam-kam, ia
banyak sekali membunuh orang, sebab itulah ia digelari
dengan sebutan To-hu. Waktu masuk ke Sujwan, segera
ia mengadakan pembersihan. Rakyat di daerah yang
pernah diduduki pemberontak dibunuh dengan tuduhan
sebagai antek pemberontak dan perampok. Benar
katamu itu, engkoh kecil. Dia Memang seorang jagal
manusia yang ganas sekali!" sahut Sin In-long.
Orang-orang yang mendengar penuturan Sin In-long
mencaci-maki Yap To-hu. Tiada seorang pun yang
mengira sama sekali bahwa satu-satunya orang yang
tertusuk hatinya karena Yap To-hu itu dicaci-maki adalah
murid pewaris dari Kang Hay-thian yang kala itu tengah
berhadapan dengan Sin In-long. Adalah karena begitu
datang Sin In-long terus sibuk menceritakan keadaan di
daerah Sujwan, maka Pek Ing-kiat belum
memperkenalkan Leng-hong pada orang itu.
Mendengar ayahnya dicaci-maki habis-habisan, sedih
dan gelisah perasaan Leng-hong. Tiba-tiba mata Sin Inlong
tertumbuk pada Leng-hong, pewaris Jing-sia-pay itu
tertegun, serunya, "Saudara ini.."
"Yap-siauhiap, murid pewaris dari Kang-tayhiap,"
buru-buru Pek Ing-kiat memperkenalkan Leng-hong.
Leng-hong pun tersipu-sipu berlutut memberi hormat
sebagai layaknya seorang angkatan muda terhadap
seorang Cianpwe. Sin In-long mengangkatnya bangun, katanya, "Justru
aku hendak mencarimu, siapa tahu kau malah membikin
aku terkejut." Kang Hiau-hu seorang dara lincah dan Sin In-long itu
sahabat karib ayahnya, sejak kecil dara itu sudah
mengenalnya. Ia segera melengking keheranan, "Shinyaya,
wajah Toasuko ini toh tidak jelek, mengapa kau
terkejut?" Jika bukan di tempat dan waktu seperti itu, tentulah
Leng-hong akan girang sekali mendapat pujian si dara,
tetapi pada saat seperti itu, kebalikannya ia malah
berdebar sekali. "Justru karena wajah Yap-siauhiap begitu, maka aku
sampai terkejut," sahut Sin In-long.
"Mengapa?" tanya si dara.
"Kukenal pada Yap To-hu, wajahnya mirip benar
dengan Yap-siauhiap ini!" jawab Sin In-long.
Pek Ing-kiat tertawa gelak-gelak, "Untung dia itu
keponakan Kang-hujin, Ciangbunjin kami. Kalau tidak,
mungkin orang tentu mengiranya sebagai keponakan Yap
To-hu, wah bisa runyam!"
Sin In-long pun tertawa, "Asal-usul Yap-seheng, aku
pun tahu jelas. Yap yang ini berbeda dengan Yap yang
itu, orang bisa mirip, benda bisa sama. Janganlah Yapseheng
kecewa karena berwajah seperti Yap To-hu."
Takut menimbulkan kesangsian orang banyak, Lenghong
sengaja ikut memaki ayahnya, "Aku tak menyesal,
melainkan benci sekali pada jagal rakyat yang ganas itu.
Kuharap supaya tentara pejuang lekas dapat
menumpasnya, agar rakyat bebas dari penderitaan!"
"Yap-seheng, maukah engkau berhadapan dengan Yap
To-hu" Mungkin kau mempunyai kesempatan
membunuhnya sendiri agar dapat meringankan
penderitaan rakyat!" kata Sin In-long.
Diam-diam Leng-hong terkejut, ia kuatir janganjangan
orang she Shin itu hendak mencoba harinya,
maka terpaksa ia memberi pernyataan, "Sudah tentu aku
ingin sekali membunuh srigala itu, tetapi apakah maksud
Locianpwe menganjurkan aku masuk dalam tentara
pejuang itu?" "Benar, untuk itulah maka aku hendak mencarimu.
Kau punya seorang Giheng bernama Siau Ci-wan,
benarkah?" Kini tahulah Leng-hong apa tujuan Sin In-long, ia
merasa lega sekali, jawabnya, "Ya, memang aku hendak
mencari berita Siau-toako itu."
Kuatir yang lain-lain tak mengerti, Sin In-long
memberi penjelasan, "Siau Ci-wan anak murid
golonganku, dia mengangkat saudara dengan Yapsiauhiap.
Ketika tahun yang lalu Yap-siauhiap pergi ke
rumah keluarga Kang, muridku she Siau itu yang
mengantarkan, maka kutahu asal-usul Yap-siauhiap."
Setelah menjelaskan duduk perkaranya, Sin In-long
melanjutkan pula, "Dewasa ini keadaan laskar Siau-kimjwan
berbahaya sekali, boleh dikata semua murid Jingsiapay turut dalam gerakan itu. Namun jumlah orangnya
tetap belum mencukupi, masih perlu meminta bantuan
luar. Siau Ci-wan mengharap kau suka membantunya."
Leng-hong memandang sejenak pada Subonya, lalu
menyahut, "Gerakan itu memang mulia tujuannya, sudah
tentu Wanpwe tak menolak, tetapi harus mendapat izin
Suhu dulu. Sekarang Suhu masih belum datang, entah
apakah beliau mempunyai pesan apa yang akan .
diberikan kepadaku."
"Watak Suhumu kuketahui dengan jelas, dia adalah
lelaki yang mengutamakan keperwiraan. Jika kau masuk
laskar pejuang, tak nanti dia mau menyuruh kau
mengerjakan lain tugas lagi. Terus terang saja,
kedatanganku kemari ini karena mendapat permintaan
dari Leng Tian-lok agar sekalian orang gagah sudi
membantunya. Bukan hanya mengharap Yap-siauhiap
saja, makin banyak orang makin baik! Kok-ciangbun, kau
adalah penyelenggara rapat Bin-san ini. Aku pun hendak
meminta kau membantu."
"Ya, sudah tentu. Dalam rapat nanti tentu akan
kukemukakan permintaanmu ini. Tentang hal Leng-hong,
aku yang mewakilkan Suhunya memberi izin, karena
Suhunya tak keburu datang, maka tak perlu
menunggunya lagi," demikian sahut Kok Tiong-lian.
Walaupun Kok Tiong-lian tak menghendaki berpisah
dengan Leng-hong, namun untuk gerakan perjuangan
dan memandang muka Sin In-long, apa boleh buat, ia
lepaskan Leng-hong pergi. Apalagi nantinya Leng-hong
tentu akan mendapat pengalaman yang lebih luas, maka
tanpa banyak ragu, ia segera mengizinkan Leng-hong.
Mulut setuju tetapi di dalam hati Leng-hong mengeluh,
mendengar sekalian orang mencaci-maki ayahnya, Lenghong
seperti duduk di kursi duri. Untung datang pula lain
rombongan tetamu yakni dari Thian-san-pay yang terdiri
dari suami-istri Ciong Tian dan kedua putra-putrinya,
Ciong Leng dan Ciong Siu.
Hubungan antara Thian-san-pay dan Bin-san-pay
sudah lama sekali, Teng Hiau-lan, Lociangbun Thian-sanpay,
adalah sahabat karib Bin-san-pay. Istrinya yang
bernama Pang Ing dan iparnya Pang Lin, dahulu bersama
Lu Si-nio digelari orang sebagai Kang-ouw-sam-li-hiap
(tiga dara pendekar). Juga istri Ciong Tian dengan ibu
angkat Kok Tiong-lian merupakan saudara angkat, jadi
hubungan antara kedua cabang itu sudah terjadi
beberapa generasi. (Baca TIGA DARA PENDEKAR)
Berhubung Lociangbun Teng Hiau-lan sudah
meninggal, maka yang menggantikan sebagai ketua
Thian-san-pay adalah putranya yang bernama Teng
Keng-thian. Karena letaknya jauh, maka Teng Keng-thian
tak dapat mengirim banyak orang, tapi Ciong Tian adalah
murid pertama Teng Hiau-lan, di dalam Thian-san-pay
kedudukannya hanya terpaut setingkat dengan Teng
Keng-thian. Dengan kedatangan Ciong Tian bersama
keluarganya itu, sudah menandakan suatu kehormatan
yang hangat. Sudah tentu sebagai Wanpwe (angkatan muda), Kok
Tiong-lian menyambut sehormat-hormatnya kepada
keluarga Ciong itu, oleh karena itu maka pembicaraan
tentang Yap To-hu itupun berhenti. Kini telinga LengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
hong pun tak tertusuk lagi, tetapi hatinya tetap gelisah.
Oleh karena tetamu-tetamu penting sudah sama datang,
maka tak perlu lagi Leng-hong menjadi repot. Ia pun tak
dapat turut dalam pembicaraan para angkatan tua itu,
apalagi memang ia tak suka mendengarnya. Setelah
duduk sebentar, ia segera keluar untuk mencari hawa
segar penenang hatinya. "Jika aku masuk ke dalam tentara pejuang itu,
bukankah akan bermusuhan dengan ayah sendiri?"
pikirannya selalu dicekam dengan pertanyaan itu.
Biarpun dahulu ia pernah menggemborkan semboyan
"Usir kaum penjajah, kembalikan tanah airku", namun
kalau disuruh bertempur dengan ayah sendiri, sungguh
sulit baginya. Apalagi setelah rahasianya digenggam oleh
Hong Jong-liong, semangat perjuangannya mulai luntur.
Pernah Leng-hong merangkai rencana, apabila ia
mendapat kedudukan penting dalam tentara pejuang itu,
ia akan menggunakannya untuk kepentingan diri
pribadinya. Tentara pejuang menang, ia akan menarik
pasukan ayahnya untuk merebut negara dan menduduki
tahta kerajaan. Jika tentara pejuang kalah atau timbul
keretakan di dalamnya, dalam keadaan yang buruk ia
akan lari balik kepada ayahnya.
"Jika sekarang aku sudah bermusuhan dengan ayah,
tentu kedua belah pihak akan remuk, rencanaku itu tentu
akan gagal. Dan yang paling menguatirkan, karena tak
sedikit anak buah ayah yang kenal padaku, jika aku
menggabungkan diri pada gerakan Sujwan itu, tentu
rahasiaku bakal ketahuan!" pikirnya lebih jauh.
Yap Leng-hong mondar-mandir dalam kegelisahan,
sekonyong-konyong seseorang datang dan memberi
salam padanya. Leng-hong kenal orang itu sebagai salah
seorang murid Sin In-long, tapi siapa namanya ia tak
tahu. Sebenarnya Leng-hong enggan bicara dengan
orang, tapi sekadar untuk memenuhi kesopanan,
terpaksa ia balas memberi hormat serta menanyakan
nama orang. Diam-diam ia menduga orang itu tentu
bermaksud membujuknya. Tiba-tiba orang itu tertawa gelak-gelak, kemudian
berkata dengan bisik-bisik, "Matahari dan rembulan tak
bersinar. Hehehe, kita kan orang sendiri!"
Leng-hong seperti mendengar halilintar berbunyi di
tengah hari, ia terlongong seperti kehilangan semangat.
"Di sini banyak orang, mari kita cari tempat yang sepi.
Awas, jangan sampai menimbulkan kecurigaan orang
sehingga ketahuan rahasia kita," kata orang itu pula.
Diam-diam Leng-hong mengeluh dalam hati, ia
mengira sudah terlepas dari cengkeraman mereka, kini
ternyata masih belum. Apa boleh buat, terpaksa ia
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenangkan hati dan ikut orang itu. Setelah sampai di
sebuah tempat yang tak ada orangnya, berkatalah orang
itu, "Yap-kongcu, baiknya kita menjadi seorang Siaujin
(orang kecil), baru kemudian menjadi Kuncu (jantan
sejati). Terus terang kuberitahukan padamu bahwa
orang-orang kita di Bin-san sini banyak sekali, yang tahu
rahasiamu juga bukan aku seorang saja. Yap-kongcu,
janganlah merencanakan untuk melenyapkan diriku."
Memang diam-diam Leng-hong telah membayangkan
rencana itu, siapa tahu orang ini jauh lebih lihai. Sekali
bicara dapat membuka isi hatinya, diam-diam Leng-hong
terkejut dan paksakan tertawa, "Saudara juga banyak
curiga, kita orang sendiri, masakah aku akan
menggunakan tangan jahat?"
Orang itu tertawa, "Benar, memang begitu, kita saling
mempunyai kepentingan, jika rahasia kita sampai
ketahuan, aku sih tak mengapa, sebaliknya bila mereka
tahu kau ini putra Yap To-hu, dikuatirkan orang akan
mencincang tubuhmu."
Leng-hong mengucurkan keringat dingin, ujarnya, "Ya,
ya, ya. Siapakah nama saudara" Apakah kau juga murid
Jing-sia-pay?" "Ingatanmu tajam sekali, memang aku murid Jing-siapay.
Suhuku bernama Han In-kiau, Sin In-long adalah
Supek (paman guru) dan ketua kami. Menurut uraiannya,
Siau Ci-wan itu masih Suteku. Hehehe, kita mempunyai
kedudukan kembar yang serupa sehingga akan makin
mempererat hubungan kita, aku she Bong bernama Ingping."
"Apa hubunganmu dengan Hong-tayjin?" tanya Lenghong.
"Kau terburu-buru ingin tahu, tentu kau masih belum
percaya padaku, biarlah kuterangkan sebenarnya. Hong
Jong-liong adalah atasanku, dialah yang menyuruh aku
menyelundup ke dalam Jing-sia-pay, sudah 10-an tahun
lamanya. Diriku serupa benar denganmu, apakah masih
ada yang kau sangsikan lagi?" Bong Ing-ping tertawa.
Sebenarnya Bong Ing-ping dengan Leng-hong itu tidak
sama, Bong Ing-ping adalah mata-mata yang
diselundupkan sedang Leng-hong adalah murid yang
dipikat. Namun soal kecil itu tak dihiraukan Leng-hong, ia
tertawa getir, "Lalu apa yang hendak kau beritahukan
padaku sekarang?" "Pertama, untuk memberi selamat padamu. Dan
kedua, sebagai orang sendiri kita harus saling kenal agar
bila ada apa-apa dapat berunding!" sahut Bong Ing-ping.
"Apa yang perlu diberi selamat?" Leng-hong terkesiap.
"Sin In-long minta kau masuk laskar pemberontak,
bukankah itu suatu keuntungan besar?"
Bong Ing-ping memandang tajam pada Leng-hong,
lalu berkata dengan tertawa mengejek, "Untuk apa kau
resahkan hal yang begitu menggirangkan" Oh, apakah
kau masih bercabang hati, belum seratus persen
mengabdi pada kerajaan Cing?"
Leng-hong kaget dan buru-buru menyahut, "Jangan
salah faham, aku masih hijau, kurang pengalaman.
Menghadapi soal begitu, bingunglah aku. Mohon Bongheng
suka memberi petunjuk."
Bong Ing-ping tertawa gelak-gelak, "Kau seorang
cerdik, masakah perlu petunjukku lagi" Hehehe, dengan
kesempatan itu kau tentu bakal mendirikan jasa besar
kepada pemerintah!" Walaupun sudah tahu, namun Leng-hong masih purapura
berlagak pilon, ujarnya, "Aku seorang tolol, tolong
Bong-heng memberi petunjuk."
"Baiklah, memang lampu kalau tak dinyalakan tentu
tak terang, kedudukanmu berbeda dengan aku, apa yang
tak dapat kulakukan justru bisa kau kerjakan. Seperti kau
ketahui, Sin In-long datang kemari itu karena hendak
minta bantuan para orang gagah, selain kau, tentu masih
banyak lagi orang-orang dari apa yang disebut golongan
Hiap-su. Kau murid pewaris Kang-tayhiap, sembilan dari
sepuluh tentu kau yang akan diserahi pimpinan pasukan
bantuan itu. Sebagai seorang Ciangbun, tentu Sin In-long
tak leluasa unjuk diri, maka begitu masuk ke Sujwan,
mengingat hubunganmu dengan Siau Ci-wan dan Leng
Thiat-kiau, tentulah tak sukar bagimu untuk mengambil
alih kekuasaan laskar pemberontak dari Leng Thiat-kiau
dan keponakannya itu. Setelah semua kekuasaan kau
pegang, hahaha, masakah kau tak dapat menggunakan
menurut kehendak hatimu" Kau dapat memberi berita
rahasia agar pasukan pejuang itu hancur. Kau pun boleh
merencanakan suatu jebakan untuk meringkus semua
golongan Kangouw-hiap-su itu!" Dalam berkata-kata
itu Bong Ing-ping menggunakan juga gerakan tangan.
Leng-hong kaget dan bingung, ini bukan karena ia
setia kepada tentara pejuang atau sayang pada golongan
Kangouw-hiap-su itu, melainkan karena rencana Bong
Ing-ping itu berbeda dengan rencananya sendiri,
"Tindakan itu berarti aku condong pada kerajaan, di
kemudian hari mana aku dapat menegakkan kaki di
kalangan Hiap-gi lagi" Dan jika terang-terangan
mengkhianati perjuangan, tentu Suhu akan
membunuhku," pikirnya.
Rupanya Bong Ing-ping tahu isi hatinya, ia tertawa,
"Kesulitan apa yang kau kandung, silakan mengatakan.
Aku tentu dapat membantu memecahkannya!"
Kata Leng-hong, "Kini rakyat di seluruh negeri sudah
goyah hatinya, golongan yang menentang pemerintah
Cing bukan hanya Leng Thian-lok saja. Merancang
rencana untuk menyaring seluruh kaum Kangouw-hiapsu
kukira tak mudah." "Lalu bagaimana kehendakmu?" tanya Bong Ing-ping.
"Aku bersedia membantu sekuatnya pada kerajaan.
Tapi biarpun hal itu sudah ketahuan dalam gerakan
Sujwan ini, sekalipun dapat memusnahkan laskar Leng
Thian-lok, bahaya lain-lainnya masih belum hilang."
Bong Ing-ping mengulurkan jempol tangannya dan
berseru memuji, "Bagus, bagus! Kau sungguh hebat
sekali Yap-kongcu. Pandanganmu amat luas. Tepat kalau
dikatakan 'ada ayah tentu ada putranya', kau berdua
ayah dan anak benar-benar memadai."
Leng-hong terkesiap, "Apakah ayahku tahu urusanku"
Apa katanya?" "Beliau sudah membicarakan dirimu dengan Hongtayjin,
mereka sudah memikirkan kepentinganmu dengan
cermat. Rencana mereka pun juga akan menebarkan
jaring seluas-luasnya untuk menangkap burung yang
jauh, kakap yang besar. Jika kau sudah masuk ke
Sujwan, mereka akan memberi umpan untukmu, sekalikali
bukan mereka terus menghendaki kau supaya
membuka rahasiamu. Misalnya, mereka akan sengaja
memberi kesempatan padamu dalam beberapa
pertempuran, supaya kau menang dulu dan menduduki
beberapa tempat, akhirnya pasukan pejuang dari Leng
Thian-lok dan kawanan Kangouw-hiap-su tetap harus
musnah semua. Asal kita berdua mau bekerja sama, kita
tentu dapat mengacau rencana yang bagus, hanya saja
nanti perlu juga kau menderita sedikit kesakitan, tentara
pemerintah akan menangkap dan mungkin akan
menyiksamu. Hehe, kau seorang cerdik Yap-kongcu,
bagaimana harus bertindak dan menyesuaikan keadaan
rasanya tak perlu kuajarkan lagi. Pendek kata, kita akan
bertindak sedemikian rupa hingga kawanan Kangouwhiapgi itu tak mencurigai kita!"
Masih Leng-hong mengemukakan bahwa sekalipun ia
sudah lama pergi dari rumah, tetapi anak buah ayahnya
yang kenal padanya banyak sekali.
Bong Ing-ping tertawa, "Hal itu tak perlu kau
kuatirkan, mereka tak nanti membocorkan rahasiamu.
Mereka akan berlagak memusuhimu mati-matian, mereka
akan meniupkan desas-desus bahwa kau adalah musuh
mereka nomor satu. Pendeknya kau nanti akan dianggap
sebagai pahlawan tentara pejuang. Nah, puaskah kau
sekarang?" "Kalau begitu barulah lega hatiku," Leng-hong
menyahut girang. Tiba-tiba Bong Ing-ping berkata dengan nada bengis,
"Ucapanmu dalam pembicaraan tadi, ketika Sin In-long
menyuruh kau masuk dalam gerakan Sujwan, dapat
menimbulkan kecurigaan orang. Ingat, kau harus
menjadi kepala tentara pemberontak. Segala apa harus
rebut dulu posisi penting, kata-katamu harus yang
garang. Yap-kongcu, sebagai seorang cerdik kau tentu
mengerti hal itu!" Leng-hong tersipu-sipu mengiakan dan menghaturkan
terima kasihnya. "Baik, sekarang kita sudahi pembicaraan tentang
tentara pemberontak itu, aku hendak menanyakan
padamu tentang seseorang," kata Bong Ing-ping.
Atas pertanyaan Leng-hong, Bong Ing-ping
mengatakan, "Ialah tentang diri ketua Thian-li-kau Lim
Jing!" "Lim Jing?" seru Leng-hong agak gentar, "namanya
memang kukenal, tapi dimana beradanya, aku tak tahu."
"Benarkah?" Bong Ing-ping menegas dengan bengis.
"Tapi menurut penyelidikan, Suhumu telah pergi ke Bici
untuk menemui orang itu."
"Suhu pergi seorang diri ke Bici, aku tak ikut, hal itu
Hong-tayjin tahu jelas. Sampai sekarang Suhu belum
kembali, mana aku tahu tempat tinggal Lim Jing?"
bantah Leng-hong. "Justru Hong-tayjin yang menyuruh aku menanyakan
padamu, dia mengatakan Suhumu itu luas sekali
pergaulannya. Walaupun orangnya belum pulang,
masakah dia tak menyuruh orang pulang membawa
berita" Ketahuilah, Lim Jing merupakan pesakitan utama
dari kerajaan, kita takkan melepas setiap kesempatan
yang bagaimana kecilnya pun untuk mengetahui tempat
persembunyiannya. Hong-tayjin minta supaya kau ingat
apa yang kau janjikan padanya, kita semua sudah
merupakan semut-semut yang terikat dalam sebuah tali.
Siapa pun tak dapat meninggalkan yang lain, baik mati
atau hidup, kita harus bersama-sama. Kau harus
mengandalkan kita, mengerti?" kata Bong Ing-ping.
Leng-hong mengiakan dengan nada yang lesu.
Bong Ing-ping tertawa, ujarnya, "Baik, syukurlah kalau
sudah mengerti. Kita tentu akan bersungguh hati
membantumu, sebaliknya kau pun harus bersungguhsungguh
membantu kami. He, apakah benar berita Lim
Jing tak kau ketahui sama sekali?"
Pada saat itu tiba-tiba terdengar lengking tertawa dari
kejauhan, itulah nada suara Kang Hiau-hu dan Lim ToTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kan. Leng-hong yang pasang telinga segera mendengar
To-kan berkata, "Mana Toasuko, mengapa tak
kelihatan?" "Tak usah mempedulikan dia, kita cari tempat
bermain-main. Jika ada dia, kita malah tak dapat mainmain
sepuasnya. Hm, lihatlah di sana banyak bunga,
nanti kubuatkan rangkaian bunga untukmu, ya," kata
Hiau-hu. "Enci Hu, agaknya kau jemu padanya?" tanya To-kan.
"Bukannya jemu, melainkan tak cocok," sahut si dara.
la tertawa, ujarnya pula, "Siau Lim, sebaliknya kau
kelihatan kagum padanya dan ingin bergaul rapat dengan
dia" Kalau begitu silakan kau mencarinya, aku tak
menghalangi." "Dia adalah Ciangbun Suheng, kita harus
menghormatinya, tetapi karena enci Hu tak menyukai
bermain dengan dia, maka aku pun tak mencarinya
juga," sahut To-kan.
Takut kalau ketahuan dirinya bersekongkol dengan
Bong Ing-ping, maka Leng-hong pun bersembunyi di
balik pohon sambil menahan napas. Setelah mereka
pergi jauh barulah ia berani keluar dan menghela napas
longgar. "O, kiranya Sumoay dan Sutemu. Hm, apakah Sutemu
itu she Lim?" tanya Bong Ing-ping.
Pertanyaan itu membuat hati Leng-hong guncang,
timbul pertentangan dalam hatinya. Kala itu tengah
permulaan musim semi, di gunung hawanya masih agak
dingin, namun dahinya mengucurkan berbutir-butir
keringat. "Yap-kongcu, kenapa kau?" mata Bong Ing-ping yang
tajam segera mengetahui keadaan Leng-hong.
Dengan suara tergagap, Leng-hong menyahut,
"Apakah ... kau tanyakan tentang Lim Jing ketua Thian-likau"
Ha, ini... ini.." Kata Bong Ing-ping, "Bagaimana" Mengapa kau begini
plintat-plintut" Lekas katakan tentang Lim Jing itu!"
Dalam pertentangan batin itu, semula Leng-hong tak
sampai hati untuk mencelakai seorang anak kecil, namun
akhirnya ia menimbang, "Yang bernyali kecil bukan
seorang ksatria, yang tidak kejam bukan seorang lelaki.
Jika anak itu dibiarkan hidup, tentu merupakan bahaya
bagiku. Asal-usulnya lebih gemilang dari aku,
apalagi menjadi kesayangan Suhu dan Subo. Jika sudah
dewasa, mungkin kedudukanku sebagai murid pewaris
tentu goyah. Bukankah Liau-in Hwesio juga dibunuh oleh
Sute dan Sumoaynya" Siang-siang aku harus membuat
rencana, jangan sampai senasib dengan Liau-in!"
Ia mengertak gigi, keganasannya merangsang dan
akhirnya membuka rahasia, "Tentang diri Lim Jing
memang aku sungguh tak tahu, tetapi aku tahu dimana
putranya. Kalian menghendaki putranya atau tidak?"
Girang Bong Ing-ping di luar batas, buru-buru ia
berkata, "Mengapa tidak" Tak dapat menemukan yang
tua, yang muda pun boleh juga. Lekas katakan!"
Leng-hong menunjukkan tangannya. Ketika Bong Ingping
mendongak ke muka, samar-samar ia masih melihat
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bayangan Kang Hiau-hu dan Lim To-kan. Dan saat itu
Leng-hong kedengaran berbisik-bisik, "Putra Lim Jing di
depan mata itu. Dia adalah Suteku sendiri Lim To-kan!"
Bong Ing-ping girang-girang kaget, dengan agak
kurang percaya ia berkata, "Ini sungguh di luar dugaan,
tetapi bukankah Suhumu belum pulang?"
Memang dia tadi mendengar juga Kang Hian-hu
memanggil Sutenya dengan sebutan 'Siau Lim' (Lim
kecil). Tapi dia mengira itu hanya secara kebetulan saja,
belum tentu putra Lim Jing. Dugaan itu didasarkan
bahwa Kang Hay-thian belum pulang, kalau Kang Haythian
berhasil menolong anak itu, tentulah akan diajak
pulang bersama-sama. Tadi ia hanya sambil lalu saja
menanyakan anak itu pada Leng-hong, siapa tahu hal itu
telah menimbulkan rangsang pembunuhan dalam hati
Leng-hong. "Suhu menitipkan pada orang Kay-pang untuk
mengantar pulang anak itu," kata Leng-hong yang lalu
menceritakan tentang kedatangan Lim To-kan. "Tapi
apakah kalian hendak merencanakan menangkapnya di
sini" Di sini adalah daerah Bin-san-pay, Suboku Ciangbun
Bin-san-pay. Jika Suteku kalian tangkap, Subo tentu tak
terima, dapatkah kau lolos?"
"Ini urusanku, tak usah kau hiraukan!" sahut Bong
Ing-ping. "Tetapi aku ... aku adakah Suhengnya. Subo telah
menyerahkan anak itu dalam lindunganku," bantah Lenghong.
"Yap-kongcu, jangan kuatir. Sudah tentu kita akan
mengerjakan dengan bijaksana, tak nanti merembet
padamu. Sudahlah, sekarang aku hendak mengatur
rencana." "Setan cilik itu lincah sekali dan Sumoayku pun tidak
lemah," Leng-hong memberi peringatan.
"Aku tahu, jangan kuatir. Segera kau kembali saja
pada Subomu sana dan kau bebas dari segalanya," kata
Bong Ing-ping. "Ya, kau harus menghitung waktu yang tepat. Begitu
aku sudah masuk ke dalam biara Hian-li-koan, barulah
kau boleh turun tangan," kata Leng-hong.
Bong Ing-ping menyeringai, "Masakah perlu diberi
petunjuk lagi" Lekas pergi!" Rupanya ia jengkel juga
terhadap Leng-hong yang banyak tingkah hanya karena
memikirkan keuntungan diri sendiri saja.
Leng-hong bergegas pergi, pikirnya, "Benar, jika aku
berada di samping Subo, mereka hendak berbuat apa
saja Subo tentu takkan mencurigai aku."
Saat itu Hiau-hu dan To-kan tengah mencari bunga di
lamping gunung, rupanya To-kan gembira sekali,
tawanya berkumandang sampai jauh.
Sementara Kok Tiong-lian masih beromong-omong
dengan suami istri Ciong Tian. Melihat Leng-hong
datang, bertanyalah Kok Tiong-lian, "Sumoay dan To-kan
tadi bermain-main keluar, apa kau melihatnya?"
"Tidak," jawab Leng-hong.
"Ai, kedua anak itu memang masih senang main-main.
Bibi Ciong mencarinya tapi anak itu sudah ngacir pergi,"
kata Kok Tiong-lian. Li Sim-bwe atau nyonya Ciong Tian hanya tertawa,
"Memang anak-anak suka ramai, suruh mereka
menemani orang tua, tentu tak senang. Biarkan anakTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
anak itu bermain sendiri, kita orang tua tak usah
menghiraukannya. Eh, waktu dalam perjalanan, kedua
anakku itu telah bersepakat mau saling menguji ilmu
pedang dengan adik keluarga Kang, serta minta diantar
pesiar ke sekeliling Bin-san, kali ini keinginan mereka
tentu terkabul." "Anak Hu dan Sutenya itu tentu hanya main-main di
dekat sini saja. Tentang kepandaiannya sebenarnya ia
masih cetek, rasanya ia masih dapat menerima pelajaran
dari paman dan bibinya. 'Menguji kepandaian' rasanya
kelewat berat baginya," kata Kok Tiong-lian.
"Ah, kau terlalu sungkan. Siapakah yang tak tahu
kepandaian Kang-tayhiap itu nomor satu di dunia
persilatan" Di bawah pimpinan jenderal pandai mana ada
prajurit yang lemah?" bantah Li Sim-bwe.
"Itu kan orang luar yang terlalu menyanjung padanya,
di hadapanmu ia tetap seorang Wanpwe. Ilmu silat
Thian-san-pay termasyhur tinggi. Hong-tit, dalam
kesempatan sekarang ini kau pun boleh saling mengenal
rapat dengan paman Ciong, minta ia suka memberi
petunjuk." Buru-buru Leng-hong mengiakan.
Sebenarnya yang dimaksud dengan paman dan bibi
oleh Kok Tiong-lian itu ialah putra-putri Ciong Tian, yakni
Ciong Leng dan Ciong Siu. Memang kalau menurut umur
mereka itu hanya terpaut 3-4 tahun lebih tua dari Hiauhu,
tapi kalau menurut angkatan silsilah, mereka itu lebih
tinggi setingkat. Apa yang diucapkan Kok Tiong-lian dan Li Sim-bwe itu
adalah biasa, namun dalam penerimaan Leng-hong amat
menggelisahkan hatinya. Ciong Tian adalah murid yang
mendapat warisan seluruh kepandaian Teng Hiau-Ian, di
dalam cabang Thian-san-pay dia termasuk tokoh nomor
dua, sepasang anaknya itu sudah tentu mendapat
gemblengan yang mendalam. Jika kedua anak itu hendak
mencari Hiau-hu dan To-kan, tentulah dengan mudah
dapat diketemukan karena si dara dan Sutenya itu hanya
pergi tak jauh dari situ.
"Ah, kalau mereka sudah ketemu Hiau-hu dan To-kan,
berarti tambah dua tenaga yang lihai. Entah siapakah
yang ditugaskan oleh Bong Ing-ping itu" Belum tentu dia
menang melawan kedua saudara Ciong, jika sampai
gagal dan kena ditanggap serta mengaku, celakalah kita
semua," diam-diam Leng-hong membayangkan
kekuatiran. Ciong Tian tertawa, "Menurut peraturan Bulim, jika
dari aliran tak sama, harus sejajar tingkatannya dan tak
usah mengemukakan urutan angkatannya. Berapa usia
Yap-siauhiap sekarang?"
Leng-hong tengah melamun, ia mengkira Ciong Tian
tengah bercakap-cakap dengan Subonya, maka ia tak
begitu memperhatikan. Adalah Kok Tiong-lian yang
langsung menegurnya, "Hong-tit. Cionglocianpwe
menanyakan umurmu!" Leng-hong gelagapan, sahutnya, "Tahun ini Wanpwe
berumur 23 tahun." "Kau lebih tua tiga tahun dari anakku, Leng-ji. Jangan
menurut perintah Subomu memanggil paman dan bibi.
Anggaplah kalian itu sebagai kakak beradik saja," kata
Ciong Tian. "Mana Wanpwe berani?" ujar Leng-hong.
Tiba-tiba Ciong Tian menepuk bahunya perlahan,
"Duduklah, tak usah terlalu sungkan."
Seketika itu Leng-hong merasakan bahunya tertindih
oleh suatu tekanan tenaga yang lunak, tapi anehnya
sekujur badannya seperti tercengkeram oleh jaring
tenaga keras. Leng-hong terkejut dan buru-buru hendak
mengerahkan tenaga penolak, tapi Ciong Tian tertawa
gelak-gelak dan melepaskan tangannya. Leng-hong
terduduk di luar kemauannya.
"Kau sudah mendapat pelajaran ilmu Lwe-kang-simhoat
dari Suhumu, sayang belum dapat kau gunakan
menurut kehendak hatimu, sudah berapa lamakah kau
menjadi murid Suhumu?" tanya Ciong Tian.
Kini Leng-hong baru tahu kalau dirinya sedang dicoba.
Kok Tiong-lian menerangkan bahwa Leng-hong baru
setengah tahun menjadi murid suaminya.
"Baru setengah tahun" Sungguh suatu bakat yang
jarang terdapat!" Ciong Tian terkejut.
"Ai, kau hanya mengiri murid orang lain saja, tetapi
memang aku sendiri juga mempunyai perasaan begitu.
Berbakat bagus, lagi pula halus pekertinya. Pertama
berjumpa aku sudah mendapat kesan kalau berhadapan
dengan seorang murid yang patuh, tidak seperti kedua
anakku yang kasar itu," kata Li Sim-bwe dengan tertawa.
Girang juga Kok Tiong-lian mendengar Leng-hong
dipuji, ia tertawa, "Ah, kalian kelewat menyanjung.
Hong-tit, tak mudah mendapat pujian dari Cionglodanpwe,
mengapa kau tak lekas meminta pelajaran?"
Lim Sim-bwe ikut tertawa, "Benar, jangan hanya
memuji saja, kau juga harus memberinya sesuatu
sebagai tanda mata."
"Murid Kang-tayhiap mana menginginkan lain ilmu
kepandaian lagi" Tapi karena kalian mengatakan untuk
tanda mata perjumpaan, aku pun sungkan juga. Ilmu
silat terang dia tak memerlukan lagi, sekarang aku
hendak membuka jalan darah Jim dan Tok, agar ia
selekasnya dapat menggunakan Lwekang tinggi,"
akhirnya jago Thian-san-pay itu mengalah.
Lwekang Kang Hay-thian diperoleh dari Kim Si-ih,
tentang kesempurnaannya, tak di bawah Lwekang kaum
Thian-san-pay, tetapi dalam hal kemurnian dan
ketepatannya memang Thian-san-pay lebih unggul
setingkat. Dengan tenaga luar membuka jalan darah Jim
dan Tok, memang menjadi keistimewaan kaum Thiansanpay. Kok Tiong-lian kejut-kejut girang, ia tak nyana Ciong
Tian suka melakukan hal itu, buru-buru ia berkata,
"Sungguh tak ternilai tanda mata itu. Hong-tit, mengapa
tak lekas menghaturkan terima kasih?"
Ciong Tian bergelak tawa dan mengangkat bangun
Leng-hong, ia mengatakan bahwa hal itu sebenarnya tak
berarti apa-apa. Setelah itu mulailah ia menggerakkan
jarinya menotok 13 jalan darah di tubuh Leng-hong.
Leng-hong merasakan tubuhnya seperti tersalur oleh
semacam aliran hawa yang hangat, waktu aliran itu
menjadi makin panas, Leng-hong mengerang kesakitan
juga. Ciong Tian memberinya dua butir pil untuk
ditelannya, seketika Leng-hong merasakan Pik-Iing-tan
buatan Thian-san-pay yang istimewa. Seketika LengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
hong merasa tubuhnya dingin lagi dan sakitnya
berkurang, kemudian Ciong Tian suruh ia coba-coba
menggunakan Lwekangnya. Benar juga, Leng-hong dapat menyalurkan
Lwekangnya kemana saja yang dikehendakinya. Itulah
tanda-tanda dari tercapainya latihan yang terakhir. Mimpi
pun tidak, kalau hari itu secara tak terduga ia bakal
mendapat rezeki sebesar itu. Apa yang lain orang harus
berlatih keras selama lima tahun, tanpa bersusah payah
ia sudah berhasil mendapatkannya.
Kiranya kedatangan suami istri Ciong Tian ke Bin-san
itu selain karena menunjukkan eratnya hubungan antara
kedua cabang itu, juga mereka bermaksud untuk mencari
menantu guna kedua putra-putrinya itu. Leng-hong
adalah murid pewaris Kang Hay-thian, mereka tertarik
juga dengan lagak lagu Leng-hong yang cakap dan
sopan itu. Kedua suami istri itu segera jatuh hati, itulah
sebabnya maka Ciong Tian begitu murah hati memberi
'tanda mata' yang sedemikian hebat nilainya. Sudah
tentu mereka tak tahu kalau Kok Tiong-lian juga
mengandung maksud untuk mengambil mantu Lenghong.
Dan Kok Tiong-lian pun tak menduga kalau kedua
suami istri itu mempunyai maksud lebih dalam lagi, ia
mengira hanya sebagai tanda eratnya hubungan kedua
pihak saja. "Hong-tit, panggillah Sumoay dan Sutemu kemari, biar
mereka juga turut bergirang," kata Kok Tiong-lian.
Rupanya Li Sim-bwe juga tak betah duduk terus
menerus, ia menyatakan hendak ikut Leng-hong keluar
mencari hawa. Kok Tiong-lian suruh Leng-hong
menemani kedua suami istri itu keluar, ia sendiri terpaksa
harus berada di dalam ruang tamu itu karena kuatir
masih ada tetamu yang datang lagi.
Justru hal itulah yang dikehendaki Li Sim-bwe,
ujarnya, "Baiklah, mumpung hari belum gelap, biar anakanak
itu saling menguji kepandaian nanti."
Mendengar itu, kembali hati Yap Leng-hong gelisah,
pikirnya, "Mengapa mereka belum turun tangan" Sekali
kedua suami istri Gong keluar, urusan tentu akan
menjadi runyam!" Namun ia tetap menguasai keguncangan hatinya dan
dengan tertawa-tawa ia mengiakan perintah Subonya itu.
"Ya, marilah kita keluar!" baru Li Sim-bwe berkata
begitu, tiba-tiba di luar terdengar hiruk-pikuk orang
berteriak-teriak, "Lekas datang, ada mata-mata, ada
mata-mata!" "Di sana, lekas kejar, lekas kejar!"
"Celaka, dia menculik seorang anak!"
"Anak siapa?" "Sudahlah jangan tanya, yang penting tangkap matamata
itu dulu!" "Ya, kejar, kejar!"
Kejut Kok Tiong-lian bukan kepalang. "Celaka,
mungkin Kan-ji yang diculik!" serunya dengan gemetar,
terus ia berlari keluar. Suami istri Ciong Tian mempercepat larinya hingga
Leng-hong tak dapat menyusul, la ketinggalan di
belakang, kepalanya mandi keringat. Dia girang-girang
kaget, hatinya bergolak keras. Meskipun To-kan diculik,
tapi dia masih belum longgar perasaannya, batinnya
seolah-olah meneriaki supaya penculik itu lekas lari,
jangan sampai tertangkap.
Memang yang diculik adalah Lim To-kan, tetapi yang
menculik bukan Bong Ing-ping. Orang she Bong itu tidak
berdusta, di atas gunung Bin-san, memang banyak sekali
terdapat orang-orangnya, di antaranya terdapat
beberapa jago-jago ternama, tetapi yang menculik Tokan
itu di luar dugaan, seorang bocah yang umurnya
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya 3-4 tahun lebih tua; dari To-kan.
Pada saat To-kan sedang memetik bunga untuk
diberikan pada Hiau-hu, sekonyong-konyong seorang
anak muda datang menghampiri. To-kan segera
mengenalnya sebagai Nyo Hoan, anak muda yang
pernah menolong Suhunya ketika di dalam gua tempo
hari. Waktu Kang Hay-thian hampir ditangkap kawanan
anjing alap-alap adalah Nyo Hoan itu yang menolongnya.
Sebenarnya To-kan tak begitu suka kepada Nyo Hoan,
tapi karena berjumpa di situ, terpaksa ia menegurnya
dengan girang, "Nyo-toako, kau juga datang" Mana
ayahmu?" Nyo Hoan juga agak terkejut, pikirnya, "Kiranya aku
disuruh menangkap bocah ini. Ah, jangan sampai dia
sempat banyak bicara lagi."
"Siapa dia?" tanya Hiau-hu yang tak begitu
memperhatikan Nyo Hoan yang sebaya dengannya.
"Ya, boleh dikata penolongku. Aku dan Suhu bertemu
dengannya di Bici," kata To-kan.-Dalam pada itu dengan
tertawa-tawa Nyo Hoan sudah tiba di hadapan mereka.
Nyo Hoan membawa sebuah karung, dia berpakaian
mewah sekali, tetapi membawa sebuah karung yang
biasanya dibuat minta-minta oleh kaum pengemis.
Sungguh aneh sekali, maka bertanyalah To-kan, "Nyotoako,
mengapa kau membawa karung?"
Nyo Hoan tertawa, "Kau memetik kembang, aku juga
hendak menangkap burung."
"Menangkap burung mengapa perlu pakai karung yang
begitu besar?" tegur Hiau-hu yang merasa curiga.
"Nah, di sini ada seekor burung besar!" tiba-tiba Nyo
Hoan membuka mulut karung dan secepat kilat
menyelubungkan ke kepala To-kan.
Sebenarnya To-kan seorang bocah tangkas, tetapi
karena ia tak menduga sama sekali kalau Nyo Hoan akan
bertindak begitu terhadap dirinya, kenalah dia dikarungi
kepalanya. Dengan sebarnya Nyo Hoan segera menutup
karung dan memanggulnya, terus dibawa lari. Karung itu
terbuat dari sejenis rami hutan keluaran gunung Ki-liansan
yang kuat sekali dan tahan bacokan senjata tajam.
Karena dibungkus erat sekali, To-kan tak dapat berkutik,
bahkan hampir tak dapat bernapas. "Hai, apa-apaan
kau?" bentak Hiau-hu.
"Hihihi, hanya bersenda-gurau saja!" jawab Nyo Hoan
sambil tertawa. Hiau-hu mencabut pedangnya dan mengejar,
"Lepaskan atau kubunuh kau! Bukan caranya bergurau
semacam itu!" Karena memanggul beban, Nyo Hoan kalah cepat
larinya dengan si dara, terpaksa ia sosongkan karung ke
pedang si dara, "Ayo, lekas bunuhlah!"
Sudah tentu Hiau-hu buru-buru menarik pedangnya.
Dalam pada itu Nyo Hoan segera mengayunkan kaki
mendepak jalan darah di lutut si dara.
"Tangkap ..." belum sampai Hiau-hu dapat
mengatakan "mata-mata", jalan darahnya terdepak dan
tegaklah ia seperti patung yang tak dapat bicara lagi.
Nyo Hoan menepuk-nepuk karung dan tertawa, "Sute
cilik, kau masih nakal tidak" Kini kau takkan dapat lari
lagi!" Sebenarnya di sekeliling situ terdapat beberapa murid
Go-bi-pay dan Bu-tong-pay, tapi karena mereka masih
belum jelas betul kalau Hiau-hu sudah tertotok jalan
darahnya, apalagi Nyo Hoan bertingkah seperti seorang
anak-anak, mereka mengira Nyo Hoan tengah bergurau
dengan Sutenya, maka tiada seorang pun dari mereka
yang mengira telah terjadi suatu peristiwa hebat.
Untung saat itu Ciong Leng dan Ciong Siu tengah
mencari Hiau-hu. Mendengar suara si dara tadi, lekas
mereka berlari menghampiri. Demi melihat keadaan
Hiau-hu, tahulah Ciong Leng kalau Hiau-hu tertotok jalan
darahnya, tetapi ilmu totok keluarga Nyo itu lain dari
yang lain, Ciong Leng tak mampu membukanya.
Samar-samar tadi Ciong Leng mendengar Kang Hiauhu
hendak mengatakan "tangkap mata-mata", maka
buru-buru ia bertanya si dara, "Apakah budak itu seorang
mata-mata?" Walaupun tidak dapat bicara, tetapi Hiau-hu masih
dapat menggerakkan kepalanya, ia mengangguk
perlahan. Ciong Leng amat terkejut, cepat ia serahkan Hiau-hu
pada Ciong Siu, ujarnya, "A Siu, rawatlah adik keluarga
Kang ini, aku hendak membekuk penjahat." Ia lihat Nyo
Hoan sudah mendaki puncak gunung dan menyusup ke
dalam semak-semak rumput. Untung karena memanggul
karung besar, jejaknya menimbulkan bekas penyiakan
rumput, maka meskipun sudah berada di lereng gunung,
samar-samar masih kelihatan jejaknya.
Sambil mengejar, Ciong Leng berteriak-teriak,
"Tangkap mata-mata!"
Suara Ciong Leng bergema di seluruh pelosok dan
mendapat sambutan dari sekalian orang, Ciong-Leng
menggunakan ilmu Pat-poh-kam-san untuk mengejar ke
puncak gunung, akhirnya berhasillah ia menyandaknya.
Nyo Hoan mengangkat karung dan memutar-mutarnya
seperti senjata sambil tertawa mengejek, "Huh, jika kau
tak menginginkan jiwa budak ini, silakan menahannya!"
Tetapi Ciong Leng bukan Hiau-hu, kepandaiannya jauh
melebihi dara itu. Apa yang dapat digunakan Nyo Hoan
terhadap Hiau-hu, tak mungkin digunakan pada Ciong
Leng. "Hahaha, pedangku bermata, hanya mau melukai
bangsa mata-mata saja. Coba, lihatlah!" Ciong Leng
tertawa gelak-gelak seraya menabas. Benar juga
pedangnya seperti bermata, tidak mengenai karung
tetapi menuju ke tulang bahu Nyo Hoan.
Nyo Hoan mendak ke bawah dan menggunakan
karung sebagai perisai, dia dapat menghindar tiga kali
serangan pedang Ciong Leng. Diam-diam Ciong Leng
memuji kepandaian lawan yang meskipun memanggul
karung berat, tapi gerakan kakinya masih tetap lincah.
"Masih begini muda sudah sedemikian ganas, kali ini
tak dapat kuampuni jiwamu!" bentak Ciong Leng. Ia
melancarkan jurus ilmu pedang Thian-san-pay untuk
menyusup setiap lubang pertahanan lawan.
Keistimewaan ilmu pedang Thian-san-pay itu meskipun
sederas hujan mencurah, tetapi sama sekali tak
menyentuh karung. Nyo Hoan benar-benar kelabakan.
Pada saat Nyo Hoan terancam bahaya, tiba-tiba
terdengar suara suitan nyaring dari kejauhan, makin
lama makin dekat. Ciong Leng tertawa mengejek, "Bangsat kecil,
lepaskan orang! Kalau tidak, sebelum koncomu tiba,
jiwamu tentu sudah kucabut!"
Ketika Ciong Leng hendak melancarkan serangan
maut, sekonyong-konyong Nyo Hoan berseru, "Kau
meminta orang" Inilah!" Karung tiba-tiba dilemparkan,
tetapi bukan ke arah Ciong Leng, melainkan ke bawah
jurang! Kejut Ciong Leng bukan kepalang, tanpa ayal ia segera
memburu. Sekali melompat ia tiba di tepi karang dan
dapat menggapai karung itu.
"Sekarang kau pun harus menerima pedangku!" tibatiba
Nyo Hoan berteriak dan menyerang. Kedudukan
sekarang berubah, yang menyerang ganti diserang.
Sudah tentu Ciong Leng tak dapat menggunakan karung
untuk perisai, bahkan kebalikannya ia harus hati-hati
jangan sampai tertusuk pedang Nyo Hoan. Selang
beberapa jurus, keadaan Ciong Leng bertambah payah,
hampir saja ia kena dijatuhkan ke bawah karang.
Sekonyong-konyong seorang lelaki tinggi kurus
melayang tiba, hanya dalam sekali gebrak, ia sudah
berhasil merebut karung dari tangan Ciong Leng. Setelah
bebannya hilang, Ciong Leng segera balas menyerang
dengan sebuah hantaman. Orang kurus itu melemparkan
karung ke belakang, ia miringkan tubuh sambil
melangkah maju untuk menyongsongkan tinjunya.
Sebenarnya Ciong Leng menggunakan Si-im-ciang-lik
yang mengandung Lwekang keras dan lunak, sebuah
Lwekang yang dahsyat. Jangankan manusia, batu saja
tentu akan terpukul hancur, tetapi betapa kejutnya sukar
dilukis ketika saling berbentur, ia dapatkan pukulannya
seperti terjerumus ke dalam kehampaan hingga hilanglah
keseimbangan badannya dan terhuyung-huyung.
"Turun!" tiba-tiba orang kurus itu membentak keras
seraya melontarkan pukulan dahsyat. Karena kakinya
berdiri di tepi karang, Ciong Leng tak dapat
mempertahankan kuda-kudanya dan bagai layang-layang
putus tali, ia melayang ke bawah jurang.
Si orang kurus itu bukan lain adalah Nyo Ceng, ayah
Nyo Hoan. Memang diam-diam Nyo Ceng telah menerima
'bingkisan' pemerintah Cing untuk menghamba pada
kerajaan. Setelah mendapat berita bahwa Kang Haythian
tak dapat datang di Bin-san, barulah ia berani
datang. Bersama Bong Tng-pik dan kawan-kawan, ia
merencanakan untuk mengacau rapat di Bin-san, tetapi
penjagaan di Bin-san rapat sekali, tidak sembarang orang
boleh masuk. Terpaksa Nyo Ceng hanya dapat menyuruh
putranya ikut pada Bong Ing-ping untuk bergerak di
sekitar biara Hian-li-koan. Sedang ia sendiri bersembunyi
di puncak Hok-gu-san dan merencanakan siasat.
Putranya baru berumur 17-18 tahun, pantas menjadi
anak buah Bong Ing-ping, hal itu memang mudah karena
tak begitu menarik kecurigaan orang. Ternyata sekali
gerak, dapatlah Nyo Hoan membuat 'jasa' besar, dapat
menculik To-kan. Dan larinya Nyo Hoan menuju ke
puncak gunung itu juga atas petunjuk ayahnya.
Nyo Ceng juga seorang ketua suatu aliran persilatan.
Pada waktu bertanding dengan Kang Hay-thian di puncak
Thian-pit-nia, dapat juga ia bertahan sampai berpuluhpuluh
jurus. Kepandaiannya lebih tinggi dari Ciong Leng,
tetapi anak muda itu juga tak mudah ditelan. Jatuhnya
ke bawah jurang disebabkan karena ia berdiri di tepi
karang, berhadapan dengan tokoh semacam Nyo Ceng
sudah tentu ia harus menderita kekalahan.
Nyo Ceng mengantar melayangnya tubuh Ciong Leng
dengan tertawa gelak-gelak. Pada saat-saat tubuh
pemuda itu akan terhempas hancur, sekonyong-konyong
anak muda itu menggeliat seperti gaya seekor kera. Hal
itu untuk mengurangi daya jatuhnya ke bawah dan
secara kebetulan ia dapat meraih sebatang dahan pohon
Siong. "Eh, tak nyana bangsat cilik itu lihai sekali. Kalau
sekarang tak melenyapkannya, kelak tentu merupakan
lawan berat," dalam kejutnya Nyo Ceng menimang dalam
hati. Ia segera pula hendak mengangkat sebuah batu besar
untuk ditimpukkan, tapi sekonyong-konyong terdengar
suara seorang meneriakkan aba-aba keagamaan,
"Omitohud! Di atas gunung Bin-san mana boleh
melakukan pembunuhan semena-mena?"
Menyusul terdengar terdengar bentakan keras,
"Bangsat bernyali besar! Hendak lari kemana kau?"
Kiranya yang berseru itu adalah Tay-hiong Siansu,
kepala bagian Lo-han-tong dari Siau-lim-si dan tokoh
terkemuka dari Bin-san-pay yakni Kam Jing-liong. Kejut
Nyo Ceng bukan kepalang, ia tahu kedua orang itu
adalah tokoh-tokoh persilatan kelas satu. Terpaksa ia
batalkan niatnya mencelakai Ciong Leng dan cepat
berpesan pada putranya supaya lolos, "Bawalah budak
kecil itu lebih dulu. Jangan takut, aku yang menahan
musuh. Asal kau dapat melintasi gunung ini, tentulah
sudah ada orang yang menyambutmu!"
"Tentu, ayah. Aku tak nanti takut. Kali ini kita berdua
ayah dan anak telah dapat menggegerkan merekamereka
yang membanggakan diri sebagai tokoh ternama.
Besok pagi begitu paman datang, tentu akan menghajar
pula mereka!" sahut Nyo Hoan. Memang karena asuhan
ayahnya ia menjadi pemuda sombong. Gelap akan
kebenaran, tahunya hanya mengunjuk kekerasan saja.
Baru saja Nyo Hoan pergi, Tay-hiong Siansu dan Kam
Jing-liong pun sudah mengejar tiba.
"Sicu, tinggalkan orang itu!" teriak Tay-hiong Siansu
sambil menggentakkan kebut untaian mutiaranya.
Seratus delapan butir mutiara berhamburan ke arah Nyo
Ceng. Itulah yang disebut Hud-cu-hang-mo atau mutiara
Buddha menundukkan iblis, merupakan salah satu dari
tiga macam ilmu sakti Siau-lim-si. Thong-sian Siangjin,
Hongtiang (ketua) Siau-lim-si yang dulu, pernah
menundukkan Beng Sin-thong dengan ilmu itu.
Tampaknya ke-108 butir mutiara itu seperti curah hujan,
tetapi sebenarnya semua mengarah pada jalan darah
orang. "Eh, butir beras masakah dipertunjukkan di sini?" Nyo
Ceng tertawa mengejek seraya memutar tongkatnya.
"Tring,. tring, tring", berdering-dering butir mutiara itu
jatuh terhantam tongkat. Kembali Nyo Ceng tertawa
terbahak-bahak, di luar dugaan ada beberapa butir
mutiara yang hanya terpukul pinggirnya dan masih tetap
melayang maju. "Aduh! tawa Nyo Ceng berganti dengan
jerit kesakitan. Tiga buah jalan darahnya kena termakan
mutiara, ia mundur sampai 7-8 langkah, namun kakinya
tetap tak dapat berdiri tegak.
"Huh, mulutmu saja besar tapi ternyata tak becus.
Coba apakah sekarang kau masih berani tertawa
mengejek lagi?" demikian Kam Jing-liong tertawa
menghina seraya maju mencengkeram bahu orang.
Dugaan Kam Jing-liong bahwa Nyo Ceng terluka dan
tentu mudah diringkus ternyata salah.
Tiba-tiba Nyo Ceng membentaknya, "Lihatlah
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepandaianku ini!" Sekonyong-konyong Nyo Ceng
membalikkan tangan dan menyambar lengan Kam Jingliong,
terus dipelintir hingga tulangnya patah.
Memang tadi Nyo Ceng hanya berpura-pura kesakitan,
sehebat-hebatnya hamburan mutiara Tay-hiong Siansu,
namun belum memadai kelihaian Thong-sian Siangjin
pada masa itu, dan kepandaian Nyo Ceng pun lebih
unggul dari Beng Sin-thong waktu itu. Pada hakikatnya
kepandaian Nyo Ceng masih lebih unggul setingkat dari
Tay-hiong Siansu, hanya karena dikerubut dua orang,
barulah Nyo Ceng pura-pura kesakitan tadi, padahal
diam-diam ia sudah menutup jalan darahnya. Memang
Kam Jing-liong terlalu terburu nafsu, maksudnya hendak
menangkap Nyo Ceng hidup-hidup, oleh karena itu ia tak
mau terlalu mencengkeram dengan keras, akibatnya ia
harus menderita patah tulang.
Kam Jing-liong adalah keturunan Kam Hong-ti,
pendekar Kanglam yang ternama. Ilmu warisan keluarga
Kam, yakni ilmu silat Peh-poh-sin-kun bukan olah-olah
hebatnya. Dengan menahan kesakitan, ia masih dapat
melontarkan sebuah hantaman dahsyat, tetapi Nyo Ceng
cerdik sekali, setelah berhasil mematahkan tulang orang,
ia segera menghindar ke samping. "Krek", dahan
sebatang pohon Siong yang terpisah jarak 10-an langkah
patah terkena tenaga pukulan Peh-poh-sin-kun Kam Jingliong!
Dalam pada itu sebat sekali Nyo Ceng sudah
menyelinap ke belakang Kam Jing-liong. "Kau harus
beristirahat, rebahlah!" serunya seraya menotokkan
tongkat ke punggung Kam Jing-liong.
Melihat sahabatnya terluka, marahlah Tay-hiong
Siansu, segera ia melepas jubahnya dan menyerang,
"Bangsat, setelah melukai dua orang kau mau merat dari
Bin-san?" Di tangan Tay-hiong Siansu, jubah yang lemas itu
berubah menjadi sebuah senjata yang sakti, atas kepala
Nyo Ceng seperti terkurung oleh selimut merah. Batubatu
dan pasir di sekeliling jarak beberapa tombak
berhamburan. "Paderi besar, hebat sekali ilmu silat Siau-lim-si, tapi
jangan harap dapat menahan aku di sini!" seru Nyo
Ceng. Sekali tongkatnya berputar mendesing-desing,
maka terbukalah sebuah lubang pada selimut merah itu.
Berulang kali Tay-hiong menyerang, tapi setiap kali dapat
dihalau oleh tongkat Nyo Ceng, namun tongkat Nyo Ceng
pun tak berhasil menyerang lawan.
Pada saat pertempuran berlangsung seru, tiba-tiba
dari pesanggrahan muncul dua sosok bayangan, Ciong
Tian dan Kok Tiong-lian memburu datang. Adalah karena
harus menolong putrinya, maka Kok Tiong-lian agak
terlambat sedikit datangnya.
"Kan-ji, Kan-ji!" teriak nyonya gagah itu. Setelah
teriakannya tak terbalas, marahlah Kok Tiong-lian,
bentaknya, "Bangsat, kau apakan anak muridku itu"
Selembar rambutnya kau ganggu, tentu kucabut
nyawamu!" Kok Tiong-lian tak tahu bahwa To-kan sudah di bawah
merat Nyo Hoan. Untuk menggertak jangan sampai
orang berani mencelakai anak itu, maka sebelum tiba,
Kok Tiong-lian sudah melantangkan teriakannya.
Nyo Ceng terperanjat, kalau wanita gagah itu sampai
datang, tentu celakalah dia. Habis menyingkirkan jubah
Tay-hiong, cepat ia putar tubuh terus melarikan diri.
"Hai, mau lari kemana kau?" seru Tay-hiong seraya
mengejarnya. Ternyata Nyo Ceng sudah merancang cara-cara
meloloskan diri, tiba-tiba ia ayunkan tangannya,
"Sekarang kau pun harus menerima balasan senjata
rahasia ini!" Kontan sebuah benda bundar warna merah
gelap meluncur dan sekonyong-konyong meledak,
berhamburan di atas kepala Tay-hiong.
"Senjata ganas! Tapi jangan mimpi dapat mencelakai
aku!" Tay-hiong berteriak gusar seraya mengebutkan
jubahnya. Asap ledakan itu menjadi buyar.
Tapi pada saat itu Nyo Ceng kembali menimpukkan
sebuah pelor beracun, kali ini ke arah Kam Jing-liong
yang roboh di tanah. Sudah tentu Tay-hiong Siansu
kelabakan dan cepat melompat menolongnya. Adalah
pada saat itu terdengar Nyo Ceng tertawa gelak-gelak,
"Paderi besar, baik-baiklah kau menolong kawanmu,
maaf, aku tak dapat menemanimu lebih lama!"
Bersamaan dengan selesainya perkataannya itu, ia sudah
berlari pada jarak yang jauh.
Tay-hiong Siansu segera memadamkan api, keadaan
Kam Jing-liong cukup mengenaskan. Napasnya lemah,
untung masih hidup, kening dan kepalanya terbakar
melepuh. Setelah membuka jalan darahnya, Tay-hiong
memberinya obat. Tak lama Kok Tiong-lian dan Ciong Tian tiba, melihat
Kam Jing-liong terbakar begitu macam. Kok Tiong-lian
terkejut sekali. Kam Jing-liong masih paman gurunya,
sudah tentu ia harus memberi pertolongan, terpaksa
untuk sementara itu ia tunda pengejarannya dan
merawat Kam Jing-liong. "Kok-ciangbun, tangkap mata-mata lebih penting. Aku
tak apa-apa," kata orang she Kam itu dengan terengahengah.
Tay-hiong pun menyatakan kalau keadaan Kam
Jing-liong tak membahayakan jiwanya.
Lega sekali hati Kok Tiong-lian mendengar keterangan
itu, ia menanyakan tentang anak muridnya (To-kan).
Tay-hiong menerangkan kalau anak itu telah diculik
mata-mata tadi, Kok Tiong-lian segera melakukan
pengejaran. Tepat pada saat itu, terdengarlah teriakan
minta tolong dari Ciong Leng yang berada di bawah
jurang. Ternyata tangan anak muda yang
menggelantung pada dahan pohon Siong sudah mulai
lemas, tubuhnya bergeliatan di udara, sembarang waktu
anak muda itu bisa jatuh.
Melihat itu Tay-hiong Siansu mendesak supaya Ciong
Tian lekas menolong putranya, terpaksa Ciong Tian
membatalkan pengejarannya dan menolong putranya
lebih dulu. Sesaat Ciong Tian dapat menarik putranya ke
atas, anak muda dari cabang-cabang persilatan yang lain
telah datang. Di antara mereka terdapat.Leng-hong, ia melihat
bagaimana wajah Hiau-hu dan Ciong Siu tegang sekali,
dahinya basah keringat. "Mana Suteku yang kecil itu" Bagaimana dia" Ai,
bagaimana dia?" dengan gugup sekali ia bertanya pada
Tay-hiong Siansu. Malah setelah mendengar jawaban
paderi itu, Leng-hong muntah darah, sambil mengurut
dada ia mengeluh, "Ai, bagaimana, bagaimana?"
Hiau-hu terpaksa memapah Suhengnya itu, ujarnya,
"Toasuko, jangan gelisah. Ibu sudah mengejarnya."
"Siu-ji, rawatlah engkohmu, aku hendak mengejar
mata-mata itu," kata Ciong Tian.
Leng-hong berpura-pura seperti orang bingung, sambil
menampar kepalanya ia berseru, "Ai, benar! Ayo kita
kejar mata-mata itu!"
Tetapi Hiau-hu mencegahnya karena anak muda itu
kelewat tegang perasaannya. Diam-diam Leng-hong geli
dan bahagia mendengar ucapan si dara yang
memperhatikan dirinya, pikirnya, "Lidahku kugigit sedikit
ternyata cukup berharga." Memang muntah darahnya itu
bukan karena ia sungguh-sungguh berduka dengan nasib
To-kan, melainkan dengan menggigit lidah saja. Pandai
benar anak muda itu bermain sandiwara, dan untuk
menyempurnakan permainannya, ia pura-pura
melepaskan tangan sang Sumoay yang mencekalnya dan
berkata, "Tidak, bagaimanapun aku harus ikut mengejar
bersama kalian. Bukankah aku ini Ciangbun Suhengmu?"
Tay-hiong Siansu tertarik akan 'kejantanan' Lenghong,
diberinya anak muda itu sebutir pil. Leng-hong
girang sekali karena tahu bahwa pil Siau-hoan-tan
buatan Siau-lim-si merupakan obat nomor satu untuk
segala luka luar dan dalam. Tersipu-sipu ia
menerimanya, dalam hati ia menggerutu, "Ah, tahu kalau
bakal mendapat rezeki, sebaiknya tadi kumuntahkan
darah dua kali." Tay-hiong Siansu membawa Kam Jing-liong ke biara
Hian-li-koan, sementara Ciong Leng yang tak terluka tapi
hanya kehabisan tenaga saja, segera duduk bersemadi di
tanah. Adiknya menunggu di samping. Yang lain-lain
mengejar mata-mata, tetapi Nyo Ceng dan Nyo Hoan
sudah berhasil melintasi puncak gunung dan lenyap,
bahkan sekalipun Kok Tiong-lian yang paling cepat
larinya toh tak berhasil menemukan jejak kedua ayah
dan putra itu, ternyata Nyo Ceng dan putranya sudah
disambut oleh konco-konconya.
Pada waktu Kok Tiong-lian kembali ke biara Hian-likoan,
hari pun sudah malam. Ternyata semua orang
masih belum tidur karena menantikan kedatangannya,
melihat Kok Tiong-lian pulang seorang diri, tahulah
mereka kalau tak berhasil.
"Ibu, akulah yang bersalah, tak punya guna, tak
mampu melindungi Sute sehingga membikin malu
padamu," kata Hiau-hu dengan terisak-isak.
"Tidak, akulah yang salah. Jika aku mendengar kata
Subo dan lekas mencari kalian, tentulah takkan terjadi
hal ini." Leng-hong tak mau kalah suara, bahkan untuk
menunjukkan menyesalnya yang besar, ia mengucurkan
beberapa butir air mata. Kok Tiong-lian menghela napas, "Hal ini tak dapat
menyalahkan kalian, musuh sudah mengatur rencana,
akulah yang bertanggung jawab karena kurang waspada.
Sekarang sudah larut malam, baiknya kalian tidur dulu."
Malam itu semua orang tak dapat tidur pulas, kecuali
Leng-hong seorang yang tidur dibuai impian indah.
Keesokan harinya adalah hari peringatan wafatnya
Tok-pi Sin-ni atau pembukaan rapat besar para orang
gagah. Pagi-pagi sekali Leng-hong sudah bangun dan
ikut sekalian orang ke halaman kuburan Tok-pi Sin-ni.
Kali ini yang datang banyak sekali, anak murid dari
berbagai cabang persilatan datang bersembahyang.
Lereng gunung penuh dengan orang, diam-diam Lenghong
girang-girang terkejut menyaksikan suasana yang
sedemikian meriahnya. Girang karena mengetahui wajah
pendekar-pendekar gagah dari segenap penjuru tanah
air, kejut karena melihat banyaknya pejuang yang
menentang pemerintah Cing. Jika mereka sampai
mengetahui bahwa ia diam-diam sudah masuk ke dalam
komplotan anjing alap-alap, akibatnya sungguh
mengerikan untuk dibayangkan.
Kok Tiong-lian memimpin seluruh anak murid Bin-sanpay
angkatan ketiga untuk bersembahyang di makam
Tok-pi Sin-ni dan Lu Si-nio pendiri partai Bin-san-pay,
setelah itu barulah para ketua dan wakil-wakil cabang'
persilatan serta para tetamu lainnya. Selesai
bersembahyang, tampak Kok Tiong-lian berlinang air
mata. Peristiwa semalam telah diketahui semua orang, tetapi
yang membuat mereka tak habis mengerti, mengapa
mata-mata itu berani mengambil resiko sedemikian besar
hanya karena hendak menculik seorang anak kecil saja.
Benar anak itu adalah murid Kang Hay-thian, tetapi toh
masih ada tokoh lain yang lebih penting lagi dari anak
itu. Soal itu ramai menjadi pembicaraan segenap hadirin.
Selesai upacara, menurut acara yang telah ditetapkan,
Kok Tiong-lian sebagai tuan rumah harus membuka
rapat, kemudian para tokoh segera merundingkan
tentang acara-acara penting yang menjadi bahan
pembicaraan rapat. Semua perhatian ditujukan pada Kok Tiong-lian, kata
Ciangbunjin Bin-san-pay itu, "Sebelum rapat dimulai, aku
ingin memaklumkan dua hal kepada sekalian Cianpwe
dan kawan-kawan Bulim."
Ternyata apa yang hendak dimaklumkan Kok Tionglian,
pertama ialah memperkenalan Yap Leng-hong
sebagai murid pewaris Kang Hay-thian. Pengangkatan
ahli waris sebenarnya harus disaksikan oleh kaum
Cianpwe terkemuka. Bahwa Kok Tiong-lian telah
mengumumkan hal itu di hadapan rapat para orang
gagah, tentu saja makin memeriahkan perkenalan itu.
Berbondong-bondong para hadirin memberi selamat
pada Leng-hong. Sebenarnya luas sekali pergaulan Kang Hay-thian,
orang yang memberi selamat pada Leng-hong
seharusnya masih banyak sekali, tetapi dikarenakan
sekalian hadirin ingin lekas mendengarkan pengumuman
Kok Tiong-lian yang kedua, maka upacara perkenalan itu
agak dipersingkat. Suatu hal yang membikin kecele Lenghong
karena sebenarnya ia sudah siap hendak unjuk
'permainan' sebagai seorang ksatria muda yang rendah
hati agar dapat menarik simpati orang. Bahwa ternyata
pemberian selamat hanya berlangsung agak dingin,
sungguh membuat kecewa hatinya, tetapi ia dapat
menghibur hatinya juga karena sejak hari itu
kedudukannya sebagai murid pewaris Kang Hay-thian
sudah resmi. Ia membalas ucapan selamat orang-orang
itu dengan cara yang begitu simpatik sekali hingga
banyak mendapat pujian para hadirin.
Setelah upacara perkenalan selesai, dengan wajah
bersungguh-sungguh Tiong-lian berkata pula, "Hal yang
kedua ialah menyangkut tentang pemilihan Ciangbunjin
baru Bin-san-pay. Begitu pula pimpinan rapat inipun
kuminta mengangkat ketua baru lagi."
Ucapan Kok Tiong-lian itu segera menimbulkan
kegemparan di antara para hadirin.
"Kok-ciangbun, mengapa kau berucap begitu?" seru
Pek Ing-kiat. Seorang ketua cabang persilatan
Geger Dunia Persilatan Badai Guntur Menggetarkan Sembilan Wilayah ( Hong Lui Tjin Kiu Tjiu ) Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengumumkan hendak mengundurkan diri memang
jarang terjadi, maka dugaan orang cenderung pada
kejadian semalam. "Kuminta keempat Tianglo dari golongan kami keluar!"
seru Kok Tiong-lian. Di antara keempat Tianglo partai Bin-san-pay, salah
seorang ialah Kam Jing-liong, tetapi karena ia terluka,
maka yang berada di situ hanya terdiri dari Pek Ing-kiat,
Loh Ing-ho dan Lim Seng. Perasaan keempat
Tianglo itu gundah sekali, mereka hendak mencegah
maksud Kok Tiong-lian, tapi nyonya gagah itu sudah
berlutut di hadapan makam Tok-pi Sin-ni dan berseru,
"Tecu Kok Tiong-lian tiada berbudi tiada berguna
sehingga menodai nama Bin-san-pay kita, sungguh Tecu
merasa berdosa dan mohon ampun pada Cosu."
Habis itu ia berbangkit, ujarnya, "Aku telah menodai
jabatanku sebagai Ciangbun sehingga kaum anjing
pemburu kerajaan dapat menculik orang dengan terangterangan
serta melukai Kam-supek. Harap keempat
Tianglo menjatuhkan hukuman pada diriku."
Sahut Pek Ing-kiat, "Menurut hematku, peristiwa
semalam itu memang mencurigakan, hal ini tak dapat
hanya mempersalahkan Ciangbun seorang. Coba
saudara-saudara renungkan, dengan susah payah
kawanan alap-alap itu menyelundup ke Bin-san hanya
karena perlu menculik seorang anak kecil saja, tentunya
hal itu bukanlah disebabkan karena anak itu murid Kang
Hay-thian" Mengapa mereka tahu tentang diri anak itu"
Dan mengapa mereka dapat memilih waktu yang tepat
untuk bertindak?" Loh Ing-ho dan Pek Ing-kiat serempak mengiakan,
"Ya, benar! Rupanya di dalam rapat sini terdapat
pengkhianat yang bersekongkol dengan mereka,
sehingga peristiwa semalam itu dapat dilaksanakan
dengan berhasil, maka yang penting, kita harus segera
mengusut siapa pengkhianat itu untuk menjaga
terjadinya sesuatu yang merugikan rapat ini. Tentang
permintaan Kok-ciangbun supaya diberi hukuman, nanti
kita rundingkan lagi dengan perlahan-lahan."
Memang kedua Tianglo Bin-san-pay itu tak tahu asalusul
Lim To-kan, mereka hanya tahu bahwa anak itu
adalah murid Kang Hay-thian, tetapi mereka itu kaya
pengalaman, apa yang diucapkan memang beralasan
sekali, dan ternyata pendapat mereka itu mendapat
dukungan dari semua orang. "Ya, harus mengusut siapa
pengkhianat dalam selimut itu lebih
dulu," demikian semua orang menyatakan.
Tetapi munculnya Nyo Ceng dan Nyo Hoan secara
terang-terangan itu, diketahui oleh Hiau-hu, Ciong Leng,
Kam jing-liong, Tay-hiong Siansu dan lain-lain orang,
tiada seorang pun di antara mereka yang kenal dengan
kedua ayah dan anak itu. Bahwa ternyata setelah
diselidiki, tiada seorang pun di antara hadirin yang
menghilang, hal ini menandakan bahwa pengacauan itu
dikerjakan oleh musuh dari luar. Habis siapa pengkhianat
dari dalam itu" Hati Leng-hong berdebur keras ketika mendengar
pembicaraan sekalian hadirin yang mau mengusut
pengkhianat, tetapi ia pandai memulas wajahnya dengan
ketenangan. "Untung waktu terjadi peristiwa itu, aku berada di
samping Subo. Bagaimanapun tentulah ia takkan
mencurigai diriku," pikirnya.
Memang tepat sekali perhitungannya itu, sedikitpun
Kok Tiong-lian tak mencurigainya. Memang ia
mempunyai gagasan bahwa yang mengetahui asal-usul
Lim To-kan itu hanyalah ia sendiri, Hiau-hu dan Lenghong,
terang kedua anak itu bukanlah pengkhianat. Tapi
yang menjadi keresahannya adalah mungkin Hiau-hu
karena kurang hati-hati telah kelepasan omong sehingga
tentang diri Lim To-kan dicuri dengar oleh pengkhianat
itu. Diam-diam tak enak sendiri perasaan Kok Tiong-lian.
"Pengkhianat memang harus diusut, tetapi hal itu
rupanya tak mudah untuk mengetahuinya dalam waktu
yang singkat. Rapat ini masih hendak merundingkan
banyak persoalan yang lebih penting, maka lebih baik
tunda dulu tindakan untuk mengusut pengkhianat itu
sampai nanti rapat selesai, tetapi dengan terjadinya
peristiwa itu, walaupun kalian tak menyalahkan diriku,
tapi aku sendiri tetap merasa menyesal, maka aku tetap
menghendaki supaya diadakan pemilihan ketua baru
untuk memimpin rapat ini," kata Kok Tiong-lian pula. Ia
pikir malam nanti dengan diam-diam ia hendak menanyai
putrinya, itulah sebabnya maka ia mengusulkan untuk
menunda dulu pengusutan si pengkhianat.
Oleh karena usul itu beralasan, maka setengah dari
hadirin dapat menyetujui, alasan mereka karena musuh
mengatur rencana begitu rapi tentulah tak mudah diusut
dengan cepat. Tapi ada setengah dari hadirin yang
berpendapat bahwa pengusutan itu harus lebih dulu
dilakukan agar jangan mengganggu ketenangan rapat.
Kalau tidak, tentu tak berani rapat membicarakan
masalah-masalah yang penting.
Tiba-tiba tampak seorang berdiri dari tempat
duduknya, "Aku mempunyai cara untuk mencari
pengkhianat itu!" Setenang-tenangnya Leng-hong, ketika mendengar
pernyataan itu, mau tidak mau berdebar juga
jantungnya, mulutnya mengeluarkan geraman lirih.
Untung tiada seorang pun yang memperhatikan gerakgeriknya.
Ternyata yang bicara ialah Goan It-tiong, murid
pertama ketua Kay-pang, Tiong Tiang-thong. Karena
masih ada kepentingan, Tiong Tiang-thong tak dapat
datang dan hanya mengirim muridnya untuk mewakili.
Selain merupakan organisasi persilatan yang besar, Kaypang
erat sekali hubungannya dengan Bin-san-pay
(Ketua Kay-pang yang dulu, yakni Ek Tiong-bo juga
berasal dari organisasi Bin-san-pay). (Baca KISAH
PEDANG DI SUNGAI ES/PENG HO SWE KIAM)
"Suheng, besar harapanku! Kay-pang punya cara
berhubungan yang cepat dan luas, mungkin mereka
sudah mengetahui siapa pengkhianat itu. Eh, Suheng,
mengapa wajahmu begitu pucat" Apakah kau tak enak
badan?" habis girang mendengar pernyataan Goan Ittiong,
Hiau-hu heran melihat perubahan muka Lenghong.
Leng-hong gelagapan dan buru-buru menenangkan
keguncangan hatinya. "Karena memikirkan Sute,
semalam aku tak dapat tidur pulas. Sudah tentu aku
girang sekali dengan pernyataan wakil Kay-pang itu. Ya,
memang berita itu memberi harapan besar!"
Setelah meminta supaya para hadirin tenang, Kok
Tiong-lian segera minta agar Goan It-tiong memberi
keterangan yang jelas. Kata murid Kay-pang itu kepada Hiau-hu, "Tolong
tanya nona Kang, bukankah pemuda yang menculik
Sutemu itu orang she Nyo" Pernahkah Sutemu bicara
apa-apa sebelum peristiwa itu?"
"Ya, memang orang itu she Nyo, Suteku mengatakan
bahwa pemuda penculik itu dahulu pernah melepas budi
padanya. Sayang sebelum ia selesai memberi keterangan
sudah diculik si pemuda jahat," jawab Hiau-hu.
"Bukankah wajah bangsat itu begini Goan It-tiong lalu
memberi keterangan tentang raut wajah Nyo Hoan.
"Ya, ya, benar. Goan-hiangcu, kenalkah kau
kepadanya?" seru Hiau-hu.
Kemudian Goan It-tiong bertanya pada Tay-hiong
Siansu, "Yang bertempur denganmu itu bukankah
bersenjata tongkat bambu?"
Tay-hiong Siansu mengiakan, diam-diam paderi itu
heran karena semalam Goan It-tiong sudah diberinya
penjelasan, mengapa sekarang bertanya lagi.
"Kok-ciangbun, jangan kuatir. Untuk mencari jejak
mata-mata itu kita dapat mengusut dari kedua orang itu.
Mereka berdua adalah ayah dan anak, sang ayah
bernama Nyo Ceng dan anaknya bernama Nyo Hoan."
"Siapa mereka" Bagaimana kita dapat
menangkapnya?" tanya Kok Tiong-lian.
"Aku pun tak tahu jelas tentang Nyo Ceng itu, tetapi
dapatlah nanti kuselidiki dirinya. Nyo Ceng pernah
bertemu muka dengan Kang-tayhiap. Dia mempunyai
seorang ipar yang bernama Siangkoan Thay yang
berdiam di puncak gunung Thian-pit-nia. Pernah orang
she Siangkoan itu bentrok dengan Suhuku tapi kemudian
didamaikan oleh Kang-tayhiap. Siangkoan Thay agak
menjunjung kebenaran, rasanya ia takkan melindungi
pengkhianat." Cing-ciok Tojin dari Bu-tong-pay yang berangasan
segera menyeletuk, "Benar, selama ada biara jangan
takut tidak dapat menemukan paderi. Selesai rapat ini,
kami beberapa tua bangka akan menemani Kok-ciangbun
dan Goan-hiangcu ke Thian-pit-hong. Peduli Siangkoan
Thay akan melindungi pengkhianat atau tidak, kita tetap
akan meringkus bangsat itu."
Seruan paderi itu mendapat sambutan yang hangat
dari para hadirin, ada beberapa tokoh yang serentak
mengajukan diri untuk ikut serta menangkap Nyo Ceng.
Mendengar itu kendurlah ketegangan hati Leng-hong,
kiranya jejak yang dimaksud Goan It-tiong ialah tentang
diri orang she Nyo ayah dan anak.
Sekonyong-konyong terdengar suara tawa ejek orang,
datangnya dari arah jauh, makin lama makin dekat.
Orang-orang terperanjat dan serempak memandang ke
arah datangnya suara tawa itu, namun hanya suaranya
yang terdengar, sedang orangnya tak tampak sama
sekali. "Siapa?" baru Pek Ing-kiat berteriak menegur, seorang
lelaki berjubah biru sudah muncul di hadapan para
hadirin. "Tak perlu saudara-saudara bersusah-payah naik ke
puncak Thian-pit-hong. Siapa yang berani mengganggu
selembar rambut Nyo Ceng, tentu akan berhadapan
dengan aku!" seru orang itu dengan nada mengejek.
Pesat sekali gerakan orang itu, baru kata-katanya
yang terakhir berkumandang, orangnya pun sudah
melangkah masuk ke halaman makam, bersama dia
mengikut pula seorang pemuda ... si Nyo Hoan! ,
Munculnya kedua orang itu menggemparkan suasana,
beberapa orang yang berwatak berangasan segera
berteriak hendak melabraknya, tetapi si lelaki jubah biru
itu tertawa dingin, "Apakah kalian yang membanggakan
Kisah Pedang Di Sungai Es 2 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Ilmu Ulat Sutera 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama