Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 4
gedung perjudian milik Lopat telah ludas ditangannya?"
Ciau Jittayya mengerdipkan matanya lalu tertawa dingin.
"Kalau tidak percaya, mengapa kau tidak menyusul ke situ untuk membuktikannya sendiri?"
demikian ia berkata. Lau lopat telah menyerbu ke luar dari ruangan tersebut, disusul Cia tauke dibelakangnya.
Lelaki setengah umur itu masih saja menggelengkan kepalanya sambil menghela napas.
"Seandainya ia tidak menyerahkan gedung perjudiannya ke tangan seorang perempuan,
mungkin tak akan secepat itu hartanya menjadi ludas, sayang kini ....."
Setiap orang dapat memahami maksud perkataannya itu.
Kalau perempuan sudah kalah berjudi, hatinya pasti amat sakit, bila hati sudah sakit maka dia
akan berusaha meraih kembali kekalahannya, apabila bertemu dengan seorang ahli berjudi,
maka makin kalah tentu semakin banyak, dia baru berakhir bila harta kekayaannya sudah
ludas semua. "Memburu kembali modal yang hilang" merupakan pantangan terbesar bagi penjudi, kalau
seorang penjudi yang benar-benar ulung maka begitu kalah dia lantas angkat kaki, tak nanti
dia akan mengendon terus di tempat tersebut.
"Sekali kalah segera angkat kaki, mendapat hasil mujur lantas berhenti". Kata-kata nasehat
tersebut selalu dipegang teguh oleh Ciau Jit Tayya, sebab sebagai seorang ahli dalam berjudi,
dia tak akan melupakan kata kata nasehat tersebut.
Sekali lagi Losam menghela napas, katanya: "Aku berharap harta kekayaan milik lopat jangan
sampai berada di tangan perempuan itu".
"Menurut penglihatanku, lolak pasti mempunyai bagian juga dalam usaha perjudian di situ, ia
pasti mempunyai sejumlah modal yang di tanamkan disana."
Lalu setelah menghela napas panjang kembali katanya:
"Siapa tahu kalau diapun mempunyai seorang perempuan yang ditugaskan disana."
169 Kalau dua orang perempuan yang menderita kalah, tentu saja jauh lebih cepat dari pada
seorang perempuan saja. Ketika Cia tauke muncul dalam ruangan itu, wajahnya hijau membesi, peluh sebesar kacang
membasahi sekujur tubuhnya.
"Bagaimana?" tanya lelaki setengah umur itu.
Cia tauke ingin tertawa paksa, sayang suara tertawanya tak mampu diutarakan ke luar.
"Dugaan loya-cu dan toako memang benar benar luar biasa!"
"Berapa banyak yang berhasil ia menangkan darisana?"
Limapuluh empat laksa tahil uang kertas dan dua buah gedung besar dalamkota!"
"Di antaranya berapa banyak yang merupakan uangmu?" tanya lelaki setengah umur itu lagi.
"Sepuluh laksa tahil perak."
Lelaki setengah umur itu memandang ke arah Losam, kedua-duanya saling berpandangan lalu
tertawa getir. Dengan gemas dan penuh kebencian Cia tauke segera berseru:
"Tidak kusangka bajingan yang masih muda usia itu ternyata lihay bukan kepalang!"
Sambil picingkan matanya Ciau Jit tayya seperti sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba ia
bertanya. ?"Apakah Lopat telah membawa orang untuk pergi mencari kesulitan baginya. .. ?"
"Ia telah merobohkan beberapa orang saudara petugas keamanan gedung tersebut, mau tak
mau terpaksa kita harus mencarinya kembali."
"Sudah menangkan uang orang masih memukul orang, perbuatannya ini sedikit kelewat ganas
dan keterlaluan," kata Ciau Jit tayya.
"Benar!" Tiba tiba Ciau Jit tayya tertawa dingin.
*Aku takut yang garang dan keterlaluan bukan orang lain melainkan kita sendiri" jengeknya.
170 "Kita . . ." Tiba tiba Ciau Jit tayya menarik muka dengan wajah menyeramkan ia membentak: "Aku
hendak bertanya kepadamu, sesungguhnya siapa yang turun tangan lebih dahulu?"
Melihat paras muka Ciau Jit tayya sudah membesi, Cia tauke semakin gugup dibuatnya,
dengan terbata-bata sahutnya ;
"Aku . . . aku rasa . . . saudara-saudara kita yang bertugas di . . . di gedung yang turun tangan
lebih . . . lebih dahulu!"
"Mengapa mereka turun tangan " Apakah lantaran orang lain berhasil menang banyak maka
kalian tidak mengijinkan orang itu angkat kaki?" tegur Ciau Jit tayya ketus.
"Saudara-saudara kita menganggap dia sedang bermain curang!" Hawa amarah telah
menyelimuti seluruh wajah Ciau Jit tayya, setelah tertawa dingin katanya:
"Sekalipun dia bermain curang, selama kalian tidak berhasil memergokinya sendiri, hal ini
harus diakui sebagai kemampuan orang, dengan dasar apa kalian tidak memperkenankan
orang pergi?" Dari balik matanya kembali mencorong ke luar serentetan sinar tajam, ditatapnya Cia Lak
lekat--lekat kemudian tegurnya lebih jauh:
`Aku ingin bertanya kepadamu, tempat kaliansanasesungguhnya adalah gedung perjudian
ataukah sarang penyamun?"
Cia tauke tak berani buka suara, ia menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil menyeka
keringat yang telah membasahi seluruh wajahnya.
Pergolakan emosi yang mencekam perasaan Ciau Jit Tayya dengan cepatnya mereda kembali.
Yang dibutuhkan oleh para penjudi bukan cuma "keberuntungan", melainkan harus ada
"ketenangan". Seorang penjudi yang mulai dengan kariernya sejak berusia belasan, bahkan sekarang telah
menjadi "Raja judi", tentu saja ia harus pandai mengendalikan perasaan sendiri.
Sejak ia menerima orang-orang itu sebagai anak muridnya, ia telah menanamkan pengertian
tersebut dalam benak mereka semua.
. . Sekalipun usaha perdagangan semacam itu tidak terlalu terhormat, tapi selalu mantap dan
tenang, 171 . . . Kita semua adalah pedagang, bukan pencoleng atau pembegal .
. . . Untuk melakukan usaha dagang semacam ini, yang dipergunakan adalah kepandaian serta
kecerdikan, bukan kekerasan.
Satu satunya perbuatan yang paling dibenci oleh Ciau Jit tayya selama hidupnya adalah
mempergunakan kekerasan. Kembali ia bertanya: "Sekarang, apakah kau telah paham dengan maksud hatiku?"
"Yaa, aku telah paham!"
"Kalau begitu kau harus selekasnya memanggil Lopat agar segera kembali ke mari!"
Cia tauke menundukkan kepalanya sambil tertawa paksa.
"Kalau sekarang baru pergi, aku kuatir sudah tak sempat lagi!" katanya lirih.
"Kenapa?" `Sebab ia telah membawa serta tiga bersaudara dari keluarga Kwik!"
"Macam apakah tiga bersaudara Kwik itu?"
"Tiga orang manusia yang paling top di antara saudara-saudara kita lainnya."
Setelah berhenti sebentar, Cia tauke menjelaskan kembali:
"Mereka jauh berbeda dibandingkan dengan saudara-saudara lainnya, mereka tak suka berjudi
juga tak suka minum arak atau main perempuan, yang paling mereka sukai adalah menghajar
orang, asal ada mangsa yang dapat dihajar, mereka tak pernah melepaskan kesempatan
tersebut dengan begitu saja "
?"Top" di sini dalam arti kata bukan cuma ganas, agresip, pemberani dan liar, bahkan
termasuk juga sedikit gila".
"Gila" adalah sesuatu kata yang sukar di lukiskan dengan sepatah dua patah kata saja.
Tentu saja gila di sini bukan mengartikan sungguh-sungguh gila, melainkan suatu penyakit
histeris yang seringkali tanpa diketahui sebab musababnya mengadu jiwa tanpa memikirkan
hal-hal yang lain. 172 Tiga bersaudara dari keluarga Kwik semuanya amat "Gila", apalagi setelah meneguk beberapa
cawan arak. Sekarang mereka semua telah minum arak, bukan cuma beberapa cawan saja, mereka telah
minum banyak sekali. Dari ketiga bersaudara Kwik tersebut, si Bungsu bersama Kwik Kau (anjing), loji
bernamaKwikPa( si macan tutul ) serta lo ngo bernama Kwik Long ( si serigala ).
Kwik Kau sesungguhnya merupakan nama yang kurang sedap di dengar, ia sendiripun kurang
begitu suka dengan nama itu, tapi lantaran bapaknya telah memberi nama tersebut kepadanya,
maka mau tak mau nama itupun dipakainya terus sampai sekarang.
Bapak mereka adalah seseorang yang sangat garang, ia selalu berharap bisa memberikan
nama yang garang untuk anak-anaknya, suatu nama binatang buas yang kedengarannya seram
dan mengerikan. Sayang sekali nama-nama binatang buas yang diketahuinya tidak terlalu banyak, sebaliknya
putra yang dilahirkan tidak sedikit. Kecuali nama-nama seperti Hou (macan), Pa (macan
tutul), Him (beruang), Say (singa), Long (serigala) . . . dan lain-lainnya, ia tak dapat
menemukan kembali nama-nama binatang buas lainnya yang dapat dipergunakan.
Maka terpaksa putra bungsunya diberi name "Kau" atau anjing, sebab paling sedikit anjing
masih bisa menggigit orang.
Kwik Kau memang bisa menggigit orang, bahkan sangat suka menggigit orang, kalau
menggigit dia paling garang . . . tentu saja bukan menggigit dengan moncongnya, tapi
mempergunakan goloknya. Dalam sakunya selalu menggembol sebilah pisau tipis yang terbuat dari baja murni, karena
ditempa secara terus menerus dengan sistim yang istimewa maka bentuknya bukan saja pipih,
dan lagi amat lemas, bisa disabukkan pada pinggang nya sebagai sebuah ikat pinggang.
Ilmu goloknya sendiri bukan termasuk warisan jurus golok kenamaan yang bisa diandalkan,
tapi sangat ganas dan penuh bertenaga.
Sekalipun seorang jago kenamaan yang sungguh-sungguh lihay bertarung dengannya,
seringkali merekapun mampus di ujung goloknya.
Karena seringkali dia beradu jiwa dengan orang lain tanpa diketahui sebab musababnya.
Karena dia sangat "Top".
173 Sekarang mereka semua telah tiba di rumah penginapan yang memakai merek Peng-an
(selamat), sebab Tio Bu-ki menginap dalam rumah penginapan Peng-an.
Peng-an atau selamat adalah rejeki, setiap orang yang sedang melakukan perjalanan selalu
berharap sepanjang perjalanan bisa aman tenteram, maka di setiap tempat hampir dijumpai
rumah penginapan yang memakai merek Peng-an atau selamat.
Kendatipun belum tentu semua orang yang menginap di rumah penginapan Peng-an pasti
akan selamat, tapi semua orang lebih suka memilih tempat yang bertuah.
Rumah penginapan Peng-an bukan saja merupakan rumah penginapan terbesar dikotaitu,
lagipula merupakan rumah penginapan kuno yang paling termashur untuk wilayah di
sekitarnya. Ketika Lau lopat dengan membawa sekalian tukang pukulnya tiba di situ, kebetulan seorang
asing sedang berdiri sambil bergendong tangan di luar pintu untuk berteduh dari hembusan
angin, memperhatikan empat huruf emas yang terpancang di depan rumah penginapan, ia
tertawa dingin tiada hentinya.
Orang ini berusia tigapuluh tahunan, berbahu lebar dengan pinggang ramping, mukanya licik
dan cekatan, ia mengenakan baju hijau yang lebar dengan kaus putih sepatu rumput dan ikat
kepala berwarna putih pula.
Semua perhatian Lau Lopat hanya tertuju untuk menghadapi orang she Tio, pada hakekatnya
ia tidak memperhatikan kehadiran manusia tersebut di situ.
Tiba-tiba orang itu tertawa dingin sambil bergumam:
"Menurut penglihatanku, rumah penginapan Peng-an sedikitpun tidak peng-an (aman), setiap
orang yang telah masuk kedalam, mungkin bukan pekerjaan yang gampang untuk ke luar lagi
dalam keadaan Peng-an!"
Lau Lopat segera berpaling dan menatapnya tajam-tajam, lalu bentaknya dengan penuh
kegusaran: "Bangsat, apa yang sedang kau gerutukan?"
Laki-laki berikat kepala putih itu sama sekali tidak gentar, wajahnya berubahpun tidak,
ditatapnya dua kejap orang she Lau itu dengan pandangan dingin, kemudian ejeknya:
*Aku berbicara sekehendak hatiku sendiri, apa pula sangkut pautnya dengan dirimu?"
174 Tidak sedikit jagoan kenamaan di wilayah sekitar situ yang dikenali Lau Pat, tapi orang itu
tampaknya sangat asing, rupanya baru datang dari luar daerah, apa lagi dialeknya sewaktu
berbicara jelas kedengaran membawa logat wilayah Shezuan yang amat tebal.
Lau Pat masih juga melotot ke arah orang itu, sebaliknya Kwik Kaucu (si anjing Kwik) telah
menyerbu datang siap menghajar orang tersebut.
Orang itu masih juga mengejek sambil tertawa dingin:
"Heehh . . . heeehhh . . . heeehhh . . . bukan sasaran yang dicari sebaliknya mau menggigit
sembarangan orang di luar, hati-hati saja, jangan sampai mulutmu yang hancur karena salah
gigit." Kepalan baja Kwik Kaucu sudah menonjok ke luar, tapi segera ditarik oleh Lau Pat sambil
serunya dengan suara dalam:
`Lebih back kita layani dulu manusia she Tio itu, kemudian baru kita bereskan bajingan
keparat ini!" Bagaimanapun berang dan berangasannyaLau Pat,iatoh tetap merupakan seorang jago
kawakan yang sangat berpengalaman dalam dunia persilatan, rupanya ia sudah merasa bahwa
asal usul orang itu tidak sederhana, tampaknya di balik ucapan tersebut terkandung pula
maksud lain yang sangat mendalam, maka dia tak ingin menimbulkan banyak kesulitan
dengan orang tersebut. Anjing Kwik masih tidak puas, sebelum berlalu dari situ ia sempat melotot beberapa kejap
kearahnya sambil menantang:
"Bangsat, kalau betul-betul bernyali, tunggu saja di situ"
Sambil bergendong tangan orang itu mendongakkan kepalanya sambil tertawa dingin,
sekejappun ia tidak memandang kearahnya.
Menunggu rombongan itu sudah masuk semua, orang itu baru mengangkat sebuah bangku
panjang dan diletakkan di tepi pintu masuk, lalu sambil duduk dan menepuk-nepuk paha
sendiri, ia mulai bersenandung menyanyikan lagu daerah.
Sebuah lagu belum habis disenandungkan, dari dalam ruangan kedengaran suara jeritanjeritan
ngeri yang menyayatkan hati, bahkan suara patahnya tulangpun secara lamat-lamat
dapat kedengaran dengan jelas.
Orang itu mengernyitkan alis matanya sambil gelengkan kepala, sedang mulutnya mulai
menghitung satu persatu. 175 "Seorang, dua orang, tiga orang, empat orang,limaorang, enam orang .
Duabelas orang jago semuanya yang ikut Lau Pat masuk kedalam, tapi kini tinggal enam
orang yang masih dapat ke luar dari ruangan tersebut dengan mempergunakan kaki sendiri.
Lau Pat sendiri walaupun masih bisa berjalan, tapi tulang pergelangan tangannya sudah patah,
ia sedang memegangi pergelangan tangan kanannya dengan tangan kiri, peluh dingin
membasahi sekujur badannya karena menahan sakit.
Kembali orang itu melirik ke arahnya sambil bergumam lagi:
"Tampaknya rumah penginapan Peng-an benar-benar tidak aman sedikitpun jua."
***** Dalam keadaan demikian Lau Pat hanya bisa pura-pura tidak mendengar . . .
Si Macan tutul yang mujur bukan cuma pandai melemparkan dadu, kenyataannya ilmu silat
yang dia miliki jauh lebih tinggi dari pada apa yang diduganya semula.
Baru saja tiga bersaudara dari keluarga Kwik turun tangan, mereka telah dihajar seperti seekor
anjing sehingga tak mampu merangkak bangun lagi, dari antara mereka bertiga paling sedikit
ada sepuluh buah jari tangannya yang telah patah dan remuk.
Sebenarnya ia sendiri merasa amat yakin dengan ilmu Toa-eng- jiau-jiu (ilmu cakar elang)
yang dimilikinya, siapa tahu orang lain justru menghadapinya dengan ilmu cakar elang pula,
bahkan sekali gebrakan telah berhasil menghancur lumatkan pergelangan tangannya.
Sekarang sekalipun dia ingin mencari gara-gara lagipun tak berguna, karena itulah meski ia
mendengar setiap ucapan orang itu dengan jelas, terpaksa ia harus berpura-pura tidak
mendengar. Siapa tahu orang itu justru tak mau melepaskannya dengan begitu saja, tiba-tiba ia bangkit
berdiri lalu berkelebat dan menghadang di hadapan mukanya.
"Hey, mau apa kau?" tegur Lau Pat dengan paras muka berubah.
Orang itu cuma tertawa dingin, tiba-tiba ia turun tangan.
Lau Pat mencoba untuk mengibaskan serangan tersebut dengan mempergunakan tangannya
yang tidak putus, tapi belum tahu apa yang terjadi, tiba-tiba sikutnya sudah menjadi kaku,
bahkan lengan yang masih normalpun kini terjulai ke bawah tak mampu digerakkan lagi.
176 Dua orang jago segera menubruk dari belakang, tapi tanpa berpaling ia menyodokkan
sikutnya ke belakang dan . . . . "Duk! Dukl" dua orang itu segera mengaduh kesakitan dan
roboh terguling di tanah.
Orang itu tidak berhenti sampai di situ saja, kembali ia cengkeram pergelangan tangan Lau
Pat yang telah patah itu, lalu bentaknya nyaring: "Kena!"
"Kreeek . . . . !" Peluh dingin seperti air hujan membasahi sekujur badan Lau Pat, tapi
pergelangan tangannya yang putus kini telah tersambung kembali.
Orang itu mundur beberapa langkah lalu bergendong tangan, tegurnya sambil tersenyum:
"Bagai mana?" Lau Pat cuma berdiri tertegun di situ, tertegun sampai cukup lama, dilihatnya pergelangan
tangan sendiri lalu digoyangkan keras-keras, kini ia baru mengerti apa gerangan yang
sebenarnya telah terjadi, dan iapun sadar bahwa orang ini adalah seorang jago tangguh yang
berilmu tinggi. "Dapatkah aku mengundang kau minum beberapa cawan arak?" tiba-tiba tanyanya.
"Hayo berangkat!"
Ternyata jawaban orang itu cukup ringkas dan jelas.
Araktelah dihidangkan secara beruntun, Lau Pat dan orang itu mengeringkan tiga cawan arak
kemudian baru menghembuskan napas panjang.
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangannya yang semula patah pada bagian pergelangannya itu diluruskan ke muka, sambil
acungkan jempolnya ia memuji:
"Bagus, suatu kepandaian yang amat jitu!"
"Sesungguhnya kepandaianku memang tidak jelek, tapi nasibmu justru jauh lebih bagus lagi."
kata orang itu hambar. Lau Pat segera tertawa getir.
"Nasib bagus apa yang kuperoleh?" keluhnya, "semenjak dilahirkan di dunia ini belum pernah
aku Lau Pat menderita kekalahan total di tangan orang seperti apa yang kualami sekarang."
"Justru karena kau terjungkal di tangan orang itu dan menderita kekalahan tersebut, maka
kukatakan bahwa nasibmu benar-benar amat bagus." kata orang itu lagi.
177 Agaknya ia tahu kalau Lau Pat tidak mengerti dengan apa yang dikatakan, maka sambungnya
kembali: "Seandainya kau berhasil mengalahkan orang she Tio itu, maka kau benar-benar akan
tertimpa sial." Lau Pat semakin tidak mengerti lagi.
Orang itu meneguk dua cawan arak lagi sebelum bertanya lebih jauh:
"Engkau tahu, dari manakah si cucu kura-kura itu datang" Tahukah kau siapakah dia
sesungguhnya?" Lau Pat menggeleng. "Aku tidak tahu!"
"Tio Kian, Tio jiya dariTayhong tong tentunya kau ketahui bukan?"
Sudah lama Tio Kian termashur dalam dunia persilatan, sejak dua puluh tahun berselang
namanya sudah menggetarkan seluruh dunia, baik kedua pantai sungai Huang-ho, wilayah
Kwan tiong maupun Kwan pak, semuanya termasuk daerah kekuasaanTayhong tong, tentu
saja nama Tio jiya diketahui hampir oleh setiap orang di daerah tersebut.
"Kalau Tio jiya saja tidak kuketahui namanya, sia-sialah hidupku selama ini." kata Lau Pat.
"Nah, cucu kura-kura she Tio itu bukan lain adalah toa kongcunya Tio Kian . . . . !"
Paras muka Lau Pat kontan berubah hebat.
Orang itu kembali tertawa dingin.
"Heehhh . . , heeehhh . . . heeehhh . . ., bayangkan sendiri, seandainya kau berhasil
merobohkannya, apakah pihakTayhong tong akan melepaskan dirimu dengan begitu saja?"
Sambil minum arak, Lau Pat menyeka tiada hentinya peluh yang membasahi jidat dan
dagunya, tiba tiba ia gelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak benar, tidak, jelas ini tidak benar!"
"Bagaimana mungkin tidak benar?"
178 "Seandainya ia benar benar adalah kongcu-nya Tio jiya, asal sebutkan saja nama besarnya ke
manapun dia pergi, bukan suatu perbuatan yang menyulitkan baginya untuk memperoleh
sokongan sebesar beberapa puluh laksa tahil perak."
"Benar, perkataanmu memang benar!"
"Kalau memang demikian, apa gunanya ia musti mencari uang dengan memasuki rumah
perjudian?" Orang itu cuma tertawa, bahkan tertawanya kelihatan begitu aneh dan misterius pula.
"Apakah ia bermaksud hendak mencari kesulitan untuk kami dan berusaha untuk
meng-hancurkan rumah-rumah perjudian kami?" desak Lau Pat lebih jauh.
Orang itu sedang minum arak, ternyata takaran araknya cukup hebat, sekalipun puluhan
cawan sudah diteguk sekaligus, ternyata wajah nya sama sekali tidak berubah.
"Akan tetapi aku cukup mengetahui peraturan dalam lingkunganTayhong tong, dalam hal
perjudian dan pelacuran mereka tak pernah mencampurinya."
Orang itu tersenyum. "Peraturan tinggal peraturan, dia tetap adalah dia!"
Paras muka Lau Pat segera berubah hebat.
"Apakah hal ini merupakan ideenya sendiri untuk mengobrak abrik rumah-rumah perjudian
kami" Apakah diapun ingin menancapkan pengaruhnya pula dalam soal perjudian dan
pelacuran" Karena terbelenggu oleh peraturan Tay-hong-tong maka ia tak berani
mengemukakan nama serta asal usulnya . . . . . . ?"
"Hidup sebagai seorang anak muda yang gemar berfoya-foya, tidak sedikit tentu uang
pengeluarannya sehari hari, terbentur oleh peraturan Tay hong tong yang amat besar dan
ketat, bila ia tidak secara diam-diam mencoba untuk meraih sedikit keuntungan dengan cara
lain, bagaimana mungkin penghidupannya bisa dilanjutkan terus?" kata orang itu ewa.
Setelah berhenti sejenak, segera sambungnya kembali:
"Jika ingin meraih uang yang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkat nya,
tentu saja hanya dari dua cara itu saja paling gampang untuk mempe-rolehnya.
"Ditempat inipun Tay-hong-tong punya orang, aku dapat mengadukan kejadian ini kepada
mereka," kata Lau Pat dengan gusar.
179 Jilid 7________ BAGAIMANA caramu untuk mengadukan persoalan ini" Dalam tubuh Tay-hong-tong, Tio
jiya selamanya adalah seorang yang ternama, apakah mereka bersedia membantumu untuk
menghadapi putranya sendiri?"
Lau Pat tidak berbicara lagi, peluh yang mengucur ke luar semakin banyak, tiba-tiba ia
berteriak keras: "Tidak, bagaimanapun juga tidak bisa, ini semua adalah hasil karya yang kami perjuangkan
dengan keringat serta darah kami sendiri, tak mungkin kami rela untuk memberikan kepada
orang lain dengan begitu saja."
Orang itu menghela napas. "Sayang sekalipun tidak ingin kau serahkan juga percuma, kecuali
. . . Ya, kecuali . . ."
"Kecuali kenapa?"
"Kecuali secara tiba-tiba Tio kongcu mengidap suatu penyakit yang sangat parah dan pergi
menyusul bapaknya." Ia penuhi cawan sendiri dengan arak dan meneguk habis dalam sekali tegukan.
"Hanya orang mati yang selamanya tak akan mencari uang untuk dipergunakan!"
Lau Pat menatapnya lama sekali dengan sinar mata tajam, tiba-tiba sambil merendahkan
suaranya ia bertanya: Menurut pendapatmu, mungkinkah secara tiba-tiba ia akan terserang penyakit parah?"
"Kemungkinan besar!"
"Apakah kau mempunyai cara yang dapat membuatnya secara tiba-tiba terserang penyakit
parah?" "Hal ini tergantung kepadamu!"
"Tergantung kepadaku bagaimana maksudmu".
"Tergantung apakah kau mempunyai uang kontan sebesar lima laksa tahil perak?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Lau Pat setelah mendengar perkataan itu.
"Kalau aku bersedia menyiapkan uang kontan sebesar lima laksa tahil perak?"
180 "Kalau kau telah bersedia menyiapkan uang kontan sebesar itu maka tugasmu cukup hanya
menyiapkan sebuah kartu undangan, undanglah kepadanya agar besok tengah hari bersedia
datang ke rumah makan masakan Shucuan yang memakai merek "Siu oh khang" di tengah
kota sana, karena kau hendak mengundangnya untuk makan siang bersama-sama."
Orang itu tersenyum, setelah menarik napas, panjang panjang terusnya lebih jauh:
"Bila ia selesai bersantap siang bersamamu, aku tanggung ia pasti akan kejangkitan suatu
penyakit aneh, bahkan sakitnya makin lama akan semakin parah.
"Sampai di manakah parahnya penyakit yang bakal diderita orang she Tio itu?"
"Pokoknya parah setengah mati, bahkan mungkin juga segera akan merenggut jiwanya."
`Bila kusebarkan undangan kepadanya, apakah dia pasti akan datang memenuhi undangan
tersebut?" "Dia pasti akan datang."
"Apakah aku harus mengundang pula orang lain.?" kembali Lau Pat bertanya.
"Kecuali Cia-tauke, kau jangan undang orang-orang lain, kalau t1idak . . . "
"Kalau tidak mengapa?"
Dengan wajah membesi dan suara dingin kata orang itu:
"Kalau tidak bukan dia yang terjangkit sakit parah melainkan kau sendiri."
Lau Pat mulai minum arak, menyeka keringat dan menghabiskan tiga cawan, tiba-tiba sambil
memukul meja teriaknya: "Baik, kita lakukan seperti apa yang kita rencanakan!"
PERTARUNGAN BERDARAH RUMAH makan "Siu-oh-kang" merupakan rumah makan termashur di wilayah Siok-tiong,
pemiliknya she Phang, bukan saja seorang pedagang yang pandai sekali melayani kebutuhan
tamunya, diapun merupakan seorang koki yang sangat pandai membuat hidangan lezat.
Masakannya yang paling terkenal adalah masakan ikan gurame masak tausi, daging masak
kecap, hati dan jerohan masak cabe, ikan masak terong serta ikan masak daging sapi.
181 Sekalipun hidangan-hidangan tersebut termasuk hidangan yang seringkali dijumpai dalam
kehidupan rumah tangga, tapi hidangan yang ia masak justru terasa lebih harum, lebih sedap
dan lebih enak rasanya . .
Terutama seekor ikan gurame kalau dimasak dengan tausi ditambah dengan cabe, bukan saja
empuk, segar, pedas bahkan boleh dimakan sebagai teman nasi atau teman minum arak,
siapapun akan doyan makan masakan tersebut sekalipun harus ketinggalan kereta.
Kemudian Phang tauke punya anak, menarik menantu dan punya cucu, diapun mengangkat
diri menjadi kepala keluarga sedang anak cucunya yang meneruskan usaha tersebut.
Sekalipun Phang tauke sudah mengundur-kan diri, tapi merek "Siu oh khang" masih tetap
dipakai, setelah anak cucunya belajar memasak darinya, merekapun membuka rumah makan
di tempat-tempat lain dengan tetap mempergunakan merek itu, kenyataan-nya setiap rumah
makan yang dibuka dengan merek tersebut selalu ramai dikunjungi orang.
Rumah makan "Siau oh khang" di kota ini baru dibuka belum lama, kokinya konon masih
keturunan langsung dari Phang tauke, hidangan ikan guramenya juga terbitung pedas, segar,
enak dan empuk. Sebab itulah meski baru dibuka setengah tahun, tapi namanya sudah tersohor sampai di manamana.
Bu-ki mengetahui pula tempat itu, ketika hari pertama ia datang ke kota itu, makan malamnya
telah dilakuken di rumah makan Siu oh khang.
Kecuali masakan Ang sio leihi yang amat mahal harganya, ia memesan pula empat macam
hidangan yang pedas, seporsi telur dimasak ikan, seporsi daging masak kecap dan semangkuk
kuah tahu. Ia bersantap dengan amat puas, peluh membasahi tubuhnya karena kepedasan. Bahkan ia
menghadiahkan tujuh uang tembaga untuk sang pelayan.
Seorang tamu yang datang bersantap seorang diri ternyata mampu menghadiahkan tujuh mata
uang tembaga sebagai tip, hal ini sudah terhitung suatu yang luar biasa.
Oleh karena itulah, baru saja hari ini dan melangkah masuk. "Mo sut telah menyambut
kedatangannya dari kejauhan sambil membungkukkan badan.
Mo-sut adalah kakak dialek Suchuan. Mo-su artinya pelayan, baik pelayan rumah makan atau
pelayan warung . . . . . Konon semua pelayan yang bekerja di situ asli import dari Suchuan, sekalipun sudah tidak
terdengar lagi kata kata seperti "Khek locu." cucu kura-kura2 dan lain sebagainya, tapi setiap
182 orang mengenakan ikat kepala berwarna putih, ini sebagai pertanda bahwa mereka adalah
orang asli Shucuan. Orang Shucuan gemar mengenakan ikat kepala berwarna putih, konon sebagai peringatan
untuk Cukat Hu ho (Khong Beng).
Setelah memasuki wilayah Shucuan, bila bertemu dengan orang yang tidak memakai ikat
kepala putih, dia pasti adalah orang orang yang disebut sebagai "Orang udik" atau "orang di
bawah telapak kaki" oleh orang-orang Shucuan, sekalipun ia cuma menghabiskan makanan
seharga tigapuluh mata uang tembaga, paling sedikit yang dibayar harus satu tahil perak.
Untungnya tempat itu bukan wilayah Shucuan, hari ini Bu-ki pun tidak mengundang orang.
Maka ketika kakinya melangkah masuk dari pintu gerbing "Siu oh-khang", wajahnya
me-nunjukkan perasaan yang riang.
Benarkah hati kecilnya ikut riang, hanya Thianlah yang tahu.
Tuan rumahnya ada dua orang, Cia Lak dan Lau Pat. Sebaliknya tamunya cuma Bu-ki
seorang. Hidangan yang telah disiapkan di meja beraneka macam, sekilas pandangan saja dapat di
ketahui bahwa semua masakan yang dipesan adalah hidangan-hidangan mewah yang mahal
harganya. Arakpun merupakan arak Tay mie yang paling enak dan tersohor.
Sambil tersenyum Bu ki lantas berkata:
"Kalian berdua betul-betul terlalu sungkan!"
Cia Lak dan Lau Pat memang teramat sungkan terhadap seseorang yang sudah hampir mati,
sungkan sedikit memang tak ada artinya.
Sebelum datang ke sana, mereka telah merundingkan persoalan ini lama sekali, bahkan
berunding secermat-cermatnya.
"Meskipun orang itu asal usulnya kurang begitu jelas bahkan amat misterius, tapi apa yang
dikatakannya cukup dapat dipercaya."
"Percayakah kau bahwa orang itu sanggup menghadapi Tio Bu ki?"
"Aku yakin!" 183 "Kau pernah menyaksikan ilmu silatnya?" sebenarnya Cia Lak selalu menunjukkan sikap
menaruh curiga. "Bukan saja ilmu silatnya tidak menjadi soal, bahkan dari balik tubuhnya seakan-akan
membawa sejenis hawa sesat yang menggidikkan hati."
"Hawa sesat bagaimana maksudmu?"
"Sulit bagiku untuk mengucapkannya, tapi setiap kali mendekati orang itu, aku selalu merasa
hatiku mengkirik dan bulu kudukku tanpa terasa pada bangun berdiri, aku selalu merasa
bahwa di balik badannya seakan-akan tersembunyi seekor ular beracun, yang setiap saat bisa
menongol ke luar dan memagut orang."
"Dengan cara apakah dia hendak turun tangan?"
"Ia tidak bersedia memberitahukan kepadaku, ia cuma memesankan ruangan vip di rumah
makan Siou oh khang tersebut."
"Kenapa musti memilih rumah makan Siou oh khang?"
"Ia berbicara dengan dialek Shucuan, sedang Siou oh khang adalah rumah makan yang khusus
menghidangkan masakan Shucuan, aku rasa di rumah makan itu dia pasti mempunyai
pembantu." Pelayan yang bekerja di rumah makan Siou oh khang berjumlah sepuluh orang, lima di atas
loteng dan lima di bawah loteng.
Secara diam-diam Cia Lak telah memperhatikan mereka semua, ternyata dari sepuluh orang
tersebut ada empat orang yang bertubuh enteng dan cekatan, jelas merupakan seorang jago
silat. Menanti mereka sudah duduk di atas loteng telah bertambah lagi dengan seorang pelayan, dia
adalah "sahabat" mereka itu.
"Kami telah berjanji, ongkos yang lima laksa tahii perak itu akan kubayar tiga laksa tahil lebih
dulu, sedang sisanya akan dibayar setelah berhasil nanti".
"Kau telah membayar kepadanya?"
"Pagi tadi sudah kuberikan kepadanya".
"Surat undangannya?"
184 "Surat undangan itu telah kuberikan kepada orang she Tio itu, malah kusertakan juga sepucuk
surat pendek". "Siapa yang menulis surat itu".
"Engkuku"! Meskipun engku Lau Pat bukan seorang sastrawan, namun untuk menulis sepucuk surat jelas
bukan persoalan yang menyulitkan.
Dalam surat itu mula-mula dinyatakan rasa sesal dan kagumnya kepada Bu-ki, kemudian
berharap kedatangan Bu ki untuk makan siang sambil menghilangkan rasa permusuhan di
antara mereka. "Menurut pendapatmu, mungkinkah dia akan datang memenuhi janji?"
"Aku rasa dia pasti datang!"
"Kenapa" "
"Sebab pada dasarnya dia adalah seorang pemberani, terhadap persoalan apapun tidak
mengambil perduli." Tentu saja Bu ki telah datang.
Ia tak pernah menampik undangan orang lain, entah siapapun yang mengundang
kedatangannya. "Sampai kapan mereka baru akan turun tangan?"
"Dikala Ang sio leihi dihidangkan dan kujepit kepala ikan dengan sumpit, mereka segeraa
akan turun tangan!" ***** Kini hidangan utama belum ke luar, yang dihidangkan baru empat macam makanan dingin
dan empat macam masakan panas. namun telapak tangan Lau Pat sudah di basahi oleh
keringat dingin. Ia bukannya tak pernah membunuh orang, dia pun bukannya tak pernah melihat orang lain
membunuh orang, tapi saat penantian adalah saat yang paling menegangkan urat syaraf, ia
cuma berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan, agar manusia yang bernama Tio Bu ki
selamanya lenyap dari permukaan tanah.
185 Karena persoalan ini tak boleh sampai diketahui Ciau Jit Tayya, maka sekali turun tangan tak
boleh sampai salah bertindak.
Bu-ki selalu menunjukkan wajah riang, seakan-akan tak pernah dirasakan olehnya bahwa
dalam persoalan ini terdapat kecurigaan yang perlu dikuatirkan.
Meskipun ia tidak pernah minum arak disiang hari, tidak makan terlalu banyak, tapi
per-kataannya tidak sedikit.
Karena pada saat ia sedang berbicara, orang lainpun tidak akan menemukan bahwa selama ini
dia terus menerus melakukan pengawasan.
Ia tidak menemukan sesuatu yang tak beres tentang tempat itu, beberapa macam sayur yang
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihidangkan jelas tidak pula mengandung racun! Buktinya Cia Lak dan Lau Pat makan sayur-sayur itu dalam jumlah yang tidak sedikit.
Bahkan pengawal pribadipun tidak mereka bawa, jelas di luar di sekeliling rumah makan itu
juga tidak disiapkan orang-orangnya yang siap melakukan sergapan.
Jangan-jangan mereka memang betul-betul berniat menghilangkan rasa permusuhan dan
mengikat diri menjadi sahabat.
Hanya ada satu hal yang kelihatannya aneh, yakni beberapa orang pelayan rumah makan itu
kelihatannya luar biasa bersihnya.
Sewaktu mereka menghidangkan sayur tadi, Bu ki telah memperhatikan secara khusus jari
jemari mereka, buktinya jangankan telapak tangan, kuku mereka yang terawat rapihpun tidak
ditemukan tanda-tanda minyak ataupun kotoran.
Jarang ditemukan manusia sebersih ini di tempat tempat rumah makan semacam ini.
Tapi, bila dikatakan mereka benar-benar mempunyai rencana busuk, sudah seharusnya
berpikir pula sampai ke situ, paling tidak tubuh mereka dibuat sedikit rada kotor.
Ia merasa, salah seorang di antara pelayan-pelayan itu mempunyai bayangan punggung yang
cukup dikenal olehnya, seakan-akan di suatu tempat ia pernah menjumpainya.
Tapi sayang, justru pada saat seperti ini Bu ki tak dapat mengingatnya kembali.
Ia ingin sekali menyaksikan raut wajah orang itu, tapi dia cuma bergerak lewat di pintu depan
saja, lalu turun loteng. "Heran, kenapa aku bisa kenal dengan pelayan di rumah makan ini" Tidak terlalu banyak
manusia di dunia ini yang memiliki potongan badan sepersis itu."
186 Dia selalu mencarikan jawaban dan penjelasan bagi masalah pelik yang dihadapinya, karena
ia tidak berniat sungguh-sungguh untuk mencari satroni dengan manusia macam Cia Lak dan
Lau Pat. Ia selama ini berbuat demikian tidak lebih karena dia ingin mempergunakan cara ini untuk
mencari seseorang. Menurut pendapatnya, hanya dengan cara ini saja jejak orang itu dapat ditemukan.
***** Masakan ikan leihi yang paling tersohor bagi rumah makan Siu oh khang akhirnya
dihidangkan juga, masakan ikan tersebut dihidangkan khusus menggunakan sebuah baki besar
yang panjangnya mencapai dua depa lebih, hawa panas menyiarkan bau harum dan pedas,
suatu perpaduan bau yang menggelitik selera makan siapapun.
Selama ini ada dua orang pelayan yang secara khusus melayani kebutuhan mereka, setelah
menghidangkan air teh, orang itu kembali mundur dengan kepala yang ditundukkan.
"Adakah di antara kalian yang suka makan kepala ikan?" Tiba tiba Lau Pat berkata.
Cia Lak segera tertawa. "Kecuali kau, hanya kucing yang suka makan kepala ikan!"
Mendengar itu Lau Pat segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh...haaahhh....haaahhh...kalau begitu biar kunikmati sendiri kegemaranku ini."
Sambil berkata, dia lantas menyumpit kepala ikan tersebut.
Pada saat itulah tiba-tiba meja perjamuan di tendang orang hingga terbalik, menyusul
kemudian sambil menerjang ke muka Bu ki membentak keras:
"Oooh . . . . rupanya kau!"
Pelayan yang menghidangkan sayur itu baru saja mundur ke depan pintu, tubuhnya baru saja
berputar setengah jalan, Bu ki telah menerkam ke depan.
Pada saat yang berbarengan itulah, dua orang pelayan yang selama ini berada dalam ruangan
melancarkan serangan pula secara serentak.
187 Serangan yang mereka bertiga lancarkan semuanya merupakan senjata rahasia, secara terpisah
dua orang melancarkan enam buah titik bintang berwarna hitam yang masing-masing
mengancam kaki serta punggung Bu-ki.
Setelah serangan dilancarkan, barulah kelihatan kalau di tangan mereka masing-masing
mengenakan sebuah sarung tangan yang terbuat dari kulit menjangan.
Laki-laki kekar yang merundingkan rencana tersebut dengan Lau Pat segera manfaatkan
kesempatan itu dengan sebaik-baiknya, di kala tubuhnya berputar ia lantas mengenakan
sarung tangannya. Maka ketika Bu ki menerjang kearahnya, ia lantas berkelit ke samping lalu dengan gerakan
Hui tau wang gwat ( berpaling memandang rembulan ) segenggam pasir beracun yang
berwarna hitam segera ditebarkan ke arah depan.
Cia Lak dan Lau Pat yang sebenarnya telah mengundurkan diri ke sudut ruangan segera
berubah wajahnya. tanpa sadar mereka berseru kaget.
Meskipun mereka belum tahu kalau senjata rahasia yang dipergunakan adalah Tok ci li
(ilalang beracun) dan Toan hun sah (pasir pemutus nyawa) dari keluarga Tong yang sudah
termashur di seluruh dunia, namun mereka tahu, biasanya bila seseorang mengenakan sarung
tangan kulit menjangan sebelum melepaskan senjata rahasianya maka hal ini menunjukkan
bahwa senjata rabasia yang dilancarkan pasti mengandung racun yang amat jahat.
Waktu itu tubuh Bu ki masih melambung di udara, jangankan untuk menghindari serangan
beribu ribu-biji pasir beracun yang datang dari muka, berkelit dari keduabelas biji Tok ci li
dari belakangpun sukarnya melebihi merangkak naik ke langit.
Di antara jenis-jenis senjata rahasia dari keluarga Tong, pasir beracun Toan hun sah terhitung
senjata rahasia yang paling ampuh dan merupakan juga jenis yang paling menakutkan.
Pasir-pasir beracun itu lebih kecil bentuknya dari pada biji beras. sekalipun tak bisa mencapai
jarak yang cukup jauh, tapi begitu dilancarkan, langit akan berubah menjadi gelap gulita.
Dalam keadaan begini, jika musuh berada dalam radius satu kaki sampai dua kaki, maka
jangan harap ia bisa menghindarkan diri, sebiji saja bersarang di tubuh akan mengakibatkan
badan menjadi busuk dan racun itu meresap ke dalam tulang.
Ini semua sekali lagi membuktikan bahwa setiap langkah dari setiap kemungkinan yang bakal
terjadi dalam operasi ini telah melalui suatu rencana serta pemikiran yang cermat.
Tentu saja persiapan-persiapan itu meliputi juga bagaimana penempatan posisi dari ketiga
penyerangnya dan arah serta bagian tubuh manakah yang harus diserang sehingga sama sekali
tidak memberi kesempatan bagi musuhnya untuk menghindarkan diri.
188 Ya, jelas sudah bahwa semuanya itu telah mereka perhitungkan secara tepat dan masakmasak.
Tapi mereka tidak menyangka kalau Bu ki akan mengenali kembali laki-laki berikat kepala
putih itu disaat terakhir menjelang dimulainya operasi mereka, mereka tidak mengira kalau
Bu ki akan mengenali kembali lelaki itu sebagai salah seorang pengiring Sangkoan Jin tempo
hari, atau pembunuh dari Tio Piau yang dikuatirkan akan membocorkan rahasia mereka.
Kendatipu Bu ki tindak terlalu memperhatikan manusia semacam ini, tapi paling tidak dalam
benaknya telah mempunyai sedikit kesan yang cukup mendalam.
Dan kini justru karena kesannya itu, selembar jiwanya berhasil diselamatkan.
Ia telah turun tangan selangkah lebih duluan, sebelum pihak lawan mulai melancarkan
serangan mautnya, ia telah menubruk ke depan lebih dahulu . . . .
Sekalipun sambil memutar tubuhnya laki-laki itu masih sempat melancarkan serangan dengan
pasir beracunnya, namun dalam keadaan kaget dan gugup serangan itu toh tetap masih agak
lambat. Ketika tanganya baru saja diayukan, Bu ki telah tiba di bawah iganya, kepalannya yang lebih
keras dari baja itu tahu-tahu sudah bersarang di atas tulang iganya yang nomor satu dan
nomor dua. Bunyi gemeretuk remuknya tulang baru kedengaran, tubuhnya sudah terlempar ke belakang
dan secara kebetulan menyongsong datangnya serangan Tok ci li yang datang dari belakang.
Diantara kedua belas batang Tok ci li tersebut adalah sembilan batang diantaranya telah
bersarang di atas tubuhnya.
Tentu saja ia mengetahui sampai di manakah kehebatan dari senjata rahasia tersebut,
ketakutan dan rasa ngeri telah menyumbat tenggorokannya membuat dia ingin berteriakpun
tak sanggup berteriak lagi.
Selang sejenak kemudian, ia mulai merasa kehilangan seluruh daya kontrol dan daya kendali
terhadap semua organ di dalam tubuhnya, air mata, ingus, air liur, air seni dan kotoran tubuh,
serentak meleleh ke luar secara otomatis.
Menanti Bu ki melemparkan tubuhnya ke luar, sekujur badannya telah telah menjadi lemas
dan tak bertenaga, tapi justru dia belum juga mau mati.
Bahkan ia masih sempat mendengar suara remuknya tulang belulang dari kedua orang
rekannya itu, kemudian terdengar pula jeritan mereka yang memilukan hati.
189 Setelah itu dia merasakan juga sebuah tangan yang dingin bagaikan es menampar pipinya,
lalu seseorang bertanya: "Sangkoan Jin berada di mana?"
Tangan itu menampar tiada hentinya di kedua belah pipinya, tentu saja dengan harapan agar ia
tetap mempertahankan kesadarannya, tapi sayang pada saat itulah ia merasa suara pertanyaan
itu kedengaran makin lama semakin jauh makin lama semakin lirih . . . .
Dia membuka mulutnya ingin berbicara, tapi yang mengalir ke luar cuma air liur yang getir
rasanya, bukan cuma getir bahkan bau dan tak sedap rasanya.
Waktu itu ia mulai bisu, mulai buta dan tuli, bahkan perasaanpun ikut mati . . .
Akhirnya pelan-pelan Bu ki bangkit berdiri, wajahnya dipalingkan ke arah Cia Lak dan Lau
Pat. Wajahnya pucat pias tiada pancaran cahaya darah. tapi tubuhnya penuh berlepotan darah,
entah darah siapa yang telah menodai tubuh serta bajunya itu"
Bukan darah orang lain saja yang terdapat di tubuhnya, darah sendiripun ikut terdapat
di-antaranya. Ia tahu beberapa biji pasir beracun sempat menggesek di atas wajahnya dan melukainya,
malah ada sebatang senjata rahasia Tok ci li yang bersarang pada bahunya.
Tapi ia tak tahan membiarkan orang lain tahu.
Sekarang sari racun itu belum mulai bekerja, dia harus mempertahankan sedapat mungkin,
kalau tidak maka diapun akan mampus secara konyol di tempat itu.
Telapak tangan Lau Pat telah basah, malah pakaian yang dikenakanpun ikut basah oleh peluh
dingin yang mengucur ke luar dengan derasnya.
Apa yang berlangsung barusan seakan-akan hanya suatu impian buruk, suatu impian buruk
yang mencekam perasaan siapapun.
Bunyi tulang yang remuk, jeritan kesakitan yang menyayat hati serta rintihan yang
memilukan, kini hampir telah berhenti semua.
Tapi ruangan tersebut masih saja penuh diliputi oleh bau darah serta bau busuk yang membuat
orang sukar untuk menahannya.
190 Ia sudab ingin tumpah. Ia pingin menerjang ke luar dari situ, tapi tak berani berkutik.
Bu ki berdiri tepat di hadapan mereka, sedang memandang ke arahnya dengan pandangan
dingin. "Idee siapakah ini?" ia menegur dengan suara yang ketus dan menyeramkan hati orang.
Tak seorangpun yang buka suara, tak seorangpun yang mengakuinya.
Kembali Bu ki berkata sambil tertawa dingin.
"Bila kalian sungguh-sungguh ingin membunuhku, mau turun tangan pada saat inipun masih
belum terlambat." Tak seorang manusiapun berani berkutik.
Bu ki memandangnya dengan dingin, tiba-tiba ia putar badan dan berjalan ke luar dari situ.
"Aku tak akan membunuh kalian, sebab kalian masih belum pantas kubunuh dengan tanganku
sendiri." Langkah kakinya masih begitu tenang, begitu mantap dan bertenaga. Bagaimanapun juga ia
tak akan membiarkan siapapun tahu kalau ia sudah hampir tidak tahan.
Mulut luka itu sedikitpun tidak sakit, hanya sedikit kaku, seperti kena digigit oleh semut.
Tapi kepalanya sudah pusing tujuh keliling, pandangan matanya sudah mulai menjadi gelap.
Senjata rahasia beracun dari keluarga Tong memang bukan cuma nama kosong, dalam rumah
makan itu pasti masih ada orang-orang dari keluarga Tong, sebab pelayan yang tampak
istimewa bersihnya itu paling tidak masih ada dua-tiga orang.
Biasanya orang yang suka menggunakan racun memang memiliki dandanan tubuh yang
kelewat bersih. Bu ki membusungkan dadanya dan berjalan ke luar dari rumah makan itu dengan langkah
yang mantap. Ia sama sekali tidak tahu apakah luka yang dideritanya masih bisa tertolong atau tidak, tapi
bagaimanapun juga dia harus ke luar dari tempat tersebut.
191 Sekalipun bakal mampus, dia tak akan mampus di sini, apalagi mampus di hadapan musuhmusuh
besarnya. Tak seorang manusiapun berani menghalangi jalan perginya, sekalipun di sana terdapat
orang--orang dari keluarga Tong, nyali mereka sudah dibuat pecah oleh kegagahan musuhnya.
Akhirnya ia berhasil juga ke luar dari pintu gerbang rumah makan yang tampak megah serta
gagah itu. Tapi berapa jauhkah ia masih sanggup berjalan"
Sinar matahari mencorong dengan teriknya, tapi pandangan matanya makin lama semakin
gelap, orang yang berlalu lalang di sekeliling tempat itupun tampak olehnya bagaikan
bayangan-bayangan hitam yang sedang melompat-lompat.
Dia ingin mencari sebuah kereta kuda tapi trak berhasil menemukannya, sekalipun ada sebuah
kereta besar yang tepat berhenti di hadapannya, belum tentu ia sanggup melihatnya sendiri.
Entah berapa jauh sudah ia berjalan . . tiba-tiba ia merasa tubuhnya seperti menumbuk di atas
tubuh seseorang. Kemudian orang itu seperti lagi mengajaknya berbicara, apa mau dikata suara orang itu justru
kedengaran begitu sayup-sayup sampai, begitu kabur dan seakan-akan datang dari tempat
yang jauh sekali, ia tak dapat mendengarnya dengan jelas.
Tapi . . siapakah orang itu, sahabat atau musuh besarkah orang itu . . . " Kenapa ia
mengajaknya berbicara"
Sekuat tenaga ia berusaha membuka matanya lebar-lebar, raut wajah orang itu tepat berada di
hadapannya, namun ia masih belum dapat melihatnya dengan teramat jelas.
Tiba-tiba orang itu berteriak dengan sepenuh tenaga :
"Hei . . . ! Aku adalah Samwan Kong, masih kenalkah kau dengan diriku ini" Hei, masih
kenal tidak?" Bu-ki segera tertawa, ia tertawa lebar sekalipun suara tertawa sendiri tak begitu kedengaran
lagi olehnya. Sambil mencengkeram bahunya, diapun berseru: "Tahukah kau bahwa aku sedang bertaruh
kepada diriku sendiri . . . . . . . ?"
"Apa yang sedang kau pertaruhkan?"
192 "Aku bertaruh kau pasti akan datang mencariku, pasti dan tak mungkin tidak."
Setelah tersenyum sebentar, ia menambahkan: "Dan buktinya sekarang, kau benar-benar telah
muncul di hadapanku, aku menang!"
Setelah mengucapkan kata kata tersebut, ia roboh tak sadarkan diri . . . .
Setalah bertahan sekian lama, bertahan agar jangan diketahui oleh musuhnya bahwa ia
terluka, kini ia tak sanggup mempertahankan diri lagi, terutama setelah mengetahui bahwa
Samwan Kong berhasil ditemukan. segenap tenaganya membuyar dan diapun roboh tak
sadarkan diri. Tinggal Samwan Kong seorang yang memandang kearahnya dengan wajah melongo.
RACUN DAN SENJATA RAHASIA
KELUARGA Tong di wilayab Siok-tiong bukan suatu perguruan ilmu silat, bukan pula
sebuah perkumpulan atau organisasi rahasia, melainkan adalah suatu keluarga persilatan.
Akan tetapi sudah hampir dua ratus tahun lebih keluarga persilatan ini menjagoi wilayah
Suchuan, selama ini belum pernah ada perguruan lain atau anak buah dari perguruan lain yang
berani sembarangan memasuki wilayah kekuasaan mereka. Sebab obat racun dan senjata
rahasia terlalu menakutkan.
Konon senjata rabasia mereka terdiri dari tujuh jenis, yang sering ditemui dalam dunia
persilatan tak lebih hanya jarum beracun, Tok-ci li serta pasir Toan hun sah.
Kendatipun cuma tiga macam, namun sudah cukup menggetarkan sukma dan memecahkan
nyali setiap umat persilatan, sebab barang siapa terkena sejenis saja dari senjata rahasia
mereka itu, maka dia hanya menunggu saat datangnya ajal, menunggu hingga mulut lukanya
membusuk dan hancur kemudian baru pelan-pelan mati, mati dalam keadaan yang jauh lebih
menderita dan sengsara dari pada kematian macam apapun juga.
Racun jahat yang dipoleskan di ujung senjata rahasia mereka bukannya tiada obat
penawarnya. Cuma saja obat penawar dari keluarga Tong, seperti juga senjata rahasia beracun
dari keluarga Tong, selamanya merupakan rahasia nomor satu bagi umat persilatan.
Kecuali anak cucu dan keturunan langsung dari keluarga Tong, tak nanti ada orang lain yang
mengetahui rahasia tersebut, malahan diantara sekian banyak anak cucu keluarga Tong tak
lebih dari tiga orang manusia belaka yang memiliki obat penawar bagi racun senjata rahasia
mereka. 193 Oleh sebab itu bila kau sampai terkena senjata rahasia beracun dari keluarga Tong, berarti kau
sedang menunggu tibanya ajal, menunggu mulut luka itu mulai membusuk lalu mati dengan
pelan-pelan. Yaa, pelan sekali .........
***** Bu-ki belum mati, dalam keadaan tak sadar ia selalu merasa tubuhnya terombang-ambing naik
turun tiada hentinya, seakan-akan selembar daun yang sedang dipermainkan oleh gelombang
samudra yang amat besar. Akan tetapi dikala ia sadar kembali dari pingsannya, ditemukan tubuhnya sedang berbaring
dengan tenang di atas sebuah pembaringan yang bagus dan nyaman.
Samwan Kong tepat berdiri di ujung pembaringan sambil memperhatikan ke arahnya dengan
wajah yang kesemsem tapi tampak juga keseriusannya, sehingga wajahnya yang pada
dasarnya memang aneh kelihatan lebih lucu dan menggelikan.
Ketika menyaksikan Bu-ki membuka matanya dan sadar kembali, manusia yang berwatak
aneh ini segera tertawa terkekeh kekeh seperti seorang anak kecil.
Ia mengerdipkan sepasang matanya, lalu berkata:
"Tahukah kau bahwa akupun sedang bertaruh kepada diriku sendiri ?"
"Bertaruh apa?" tanya Bu ki dengan suaranya yang lemah dan lirih setelah membasahi
bibirnya yang getir, kering dan merekah itu dengan ujung lidahnya.
"Aku bertaruh aku pasti dapat mempertahankan selembar jiwamu itu."
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mencorong sinar tajam dari balik matanya, senyum dan gelak tertawanya jauh lebih riang dari
gelak tertawa seorang anak kecil, kembali ujarnya: "Dan kali ini akupun berhasil menang!"
***** Bu ki sudah mulai bersantap sedikit bubur manis yang dibuat dari jinsom serta Yang oh.
Tapi mulutnya masih terasa amat getir, sedemikian getirnya hingga ingin tumpah rasanya.
Sehabis makan bubur manis itu, ia baru merasakan tubuhnya agak segar.
Bubur itu dimasak deagan cara yang unik tapi lezat, seperti juga perabot dalam ruangan itu,
unik tapi menyenangkan, tidak tawar pun tidak terlalu asin, persis dan sedap dirasakan.
194 Ia percaya rumah ini bukan milik Samwan Kong, bagi seorang peujudi yang setiap kali
berjudi selalu kalah, atau mungkin saja ia memiliki rumah sebagus ini, tapi tak mungkin akan
memiliki sebuah keluarga seperti ini.
Menanti kekuatan tububnya sudah mulai pulih kembali, tak tahan lagi dia pun lantas bertanya:
"Tempat manakah ini?"
"Inilah tempat yang ke delapan!" jawab Samwan Kong.
Tempat ke delapan" Apa artinya?"
Tentu saja kau tak akan faham.
"Dalam semalaman kemarin, aku telah membawamu mengunjungi tujuh-delapan buah tempat
yang berbeda," Samwan Kong menerangkan.
Ia telah menunggang kuda semalaman suntuk menunggangnya dengan sangat cepat . . . itulah
sebabnya mengapa Bu ki selalu merasa tubuhnya seakan-akan sedang terombang ambing di
tengah gelombang samudra yang maha dahsyat ........
Ia telah mencari tujuh delapan orang yang kemungkinan bisa menyembuhkan luka yang
diderita Bu ki, tapi setelah orang lain mengetahui bahwa Bu ki, terkena senjata rahasia
beracun dari keluarga Tong, mereka selalu memberi jawaban yang sama: "Maaf!"
Kembali Samwan Kong bertanya:
"Tahukah kau, kenapa sampai sekarang kau masih dapat hidup segar bugar . . . ?"
"Kenapa?" Bu ki balik bertanya.
"Pertama, karena ketiga orang cucu kura-kura dari keluarga Tong itu bukan jago lihay dari
keluarga Tong, senjata rahasia yang mereka pergunakanpun tidak lebih merupakan sisa-sisa
senjata rahasia yang tak terpakai oleh anak cucu keturunan keluarga Tong".
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan kembali.
"Seandainya Tok ci li yang bersarang di tubuhmu itu adalah barang asli, sekarang kau sudah
remuk dan hancur menjadi cairan yang amat busuk".
Bu-ki cuma tertawa getir.
"Kedua, karena tuan rumah tempat ini secara kebetulan memiliki sebiji teratai salju dari
Thian-san, dan kebetulan juga dia adalah sahabat karibku".
195 Soat lian cu atau teratai salju dari bukit Thian-san merupakan obat mustajab yang paling
manjur untuk memunahkan daya kerja racun jahat, kemujarabannya diakui secara umum oleh
setiap umat persilatan di dunia, benda itu merupakan benda yang langka dan harganya jauh
melebihi intan permata yang jumlahnya mencapai segudangpun.
Ternyata tuan rumah gedung itu bersedia mengorbankan obat mustajabnya demi
menyelamatkan seseorang yang masih asing baginya, maskipun sebagian besar karena
memandang di atas wajah Samwan Kong, namun Bu kipun merasa amat berterima kasih
kepadanya. "Ketiga," ujar Samwan Kong lebih lanjut, "tentu saja karena aku telah bertaruh dengan diriku
sendiri, aku tak akan membiarkan kau mati karena keracunan."
Tiba-tiba Bu ki mengangguk.
"Yaa, aku tahu, kau berbuat demikian pasti karena ingin tahu kenapa setiap kali kulemparkan
daduku pasti akan ke luar angka enam tiga kali" Bukankah kau ingin mempelajari cara
tersebut" Kaupun ingin tahu, apakah kekalahan yang kau derita kali ini merupakan kekalahan
yang penasaran atau tidak?"
"Kau tahu?" tanya Samwan Kong sambil membelalakkan matanya.
Yaa, tentu saja aku tahu."
"Apakah kau sengaja berbuat demikian?"
"Sudah barang tentu aku sengaja berbuat demikian.*
Kenapa?" "Sebab aku tidak berhasil menemukan kau, maka terpaksa musti kugunakan suatu akal agar
kau yang datang mencariku."
"Kau tahu dengan pasti bahwa aku pasti akan datang mencarimu?"
Bu ki segera tertawa, "Tentu saja, sebelum persoalan ini kau bikin terang, aku yakin selama
ini kau pasti makan tak enak tidur tak nyenyak!" katanya.
Mendengar itu Samwan Kong tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh . . haaahhh . . haaahh . . bagus, bagus, bocah muda, kau memang betul-betul sangat
lihay!" 196 "Bukan cuma lihay saja!"
Tiba tiba Samwan Kong menghentikan gelak tertawanya, dengan wajah serius dan mata
melotot ditatapnya wajah Bu ki lekat lekat, kemudian ujarnya bersungguh sungguh:
"Sesungguhnya kau telah mempergunakan kepandaian tangan atau tidak" Sebetulnya
kekalahan yang kuderita waktu itu adalah kekalahan yang penasaran atau tidak?"
"Menurut dugaanmu?" Bu ki bL"~ik bertanya sambil tersenyum.
Tiba-tiba Samwan Kong meloncat ke udara, lompatan itu mencapai ketinggian satu kaki
lebih, teriaknya keras keras:
"Bocah muda, dengan sudah payah kuselamatkan selembar jiwa kecilmu, demikianlah
pem-balasanmu?" Bu ki sama sekali tidak dibikin terkejut oleh teriakannya itu, dia malah tertawa semakin riang.
"Perduli bagaimanapun jalan pikiranmu waktu itu, pokoknya karena waktu itu kau tak dapat
me-lihatnya, maka kau musti mengaku kalah!"
"Apakah tidak kau saksikan emas-emas yang kuserahkan karena kalah bertaruh?" teriak
Samwan Kong lagi dengan marah.
"Itu kan kau kalah bertaruh dari Siau sianseng, jangan lupa kau masih kalah bertaruh sebuah
benda kecil kepadaku!"
"Aku kalah apa lagi kepadamu?"
"Yaa, sepatah kata saja!"
Seakan akan daya ingatan Samwan Kong secara mendadak menjadi amat jelek, ia
meng-gelengkan kepalanya berulang kali.
"Sayang aku sudah tak mengingatnya lagi!"
"Aaah . .! Kau pasti masih ingat, kau bilang asal aku bisa melemparkan enam tiga kali maka
terserah apapun yang kuminta!"
Sekalipun Samwan Kong ingin mungkir, ia tak mungkin mungkir lebih jauh, apalagi dia
memang bukan seseorang yang gemar mungkir, daya ingatannyapun tidak sejelek apa yang
diperlihatkan tadi. 197 Kembali dia melompat ke udara sambil mencak mencak, teriaknya dengan suara yang keras
seperti geledek: "Mau apa kau sekarang " Mengawiniku sebagai binimu?"
"Aaah . . . Tidak, masa kau akan kujadikan biniku" Aku hanya berharap agar kau bisa
mencarikan seseorang bagiku."
Sorot mata pengharapan dan kehangatan segera terpancar ke luar dari balik matanya, kembali
ia berkata: "Kau pernah berkata, bukan cuma bertaruh saja kau memiliki kepandaian besar,
kepandaianmu mencari orangpun nomor satu di dunia."
Rada senang Samwan Kong mendengar pujian itu, terutama kata kata seperti "nomor satu di
dunia", yaa, setiap orang pasti suka mendengarkan pujian setinggi langit, siapakah yang tidak
menyukainya" Maka dia lantas bertanya: "Siapakah yang kau cari"*
Bu ki mengepal sepasang tangannya kencang-kencang dan berusaha mengendalikan
pergolakan emosinya, sepatah demi sepatah kata ia menjawab:
*Sangkoan Jin." "Sangkoan Jin dari Tay hong tong?" seperti tersengat lebah, Samwan Kong menjerit kaget.
Bu ki mengangguk, jidatnya telah dibasahi oleh peluh dingin yang penuh mengandung rasa
benci, sedih dan dendam. "Kau adalah putra Tio Kian, maka kau hendak mencari Sangkoan Jin untuk membalas
dendam?" kata Samwan Kong lagi.
Kembali Bu ki manggut manggut, jawabnya dengan sedih:
"Kau telah menyelamatkan jiwaku, selama hidup tak akan kulupakan budi kebaikanmu itu,
aku bukan seorang manusia yang lekas melupakan budi kebaikan orang, tapi bagaimanapun
juga aku harus menemukan Sangkoan Jin sampai dapat!"
"Setitik tanda terangpun tidak kau miliki?"
"Sama sekali tidak ada."
Samwan Kong tidak berbicara lagi, ia berjalan mengitari ruangan itu sampai sepuluh kali
banyaknya, tiba-tiba ia berteriak keras.
198 "Baik, aku akan mencarikan untukmu, cuma . . . . . "
"Cuma kenapa?""
"Setelah dia kau temukan, apa yang hendak kau lakukan" Dengan kepandaianmu sekarang,
telur-telur busuk kecil yang merupakan kurcaci dari keluarga Tong saja tak mampu kau
hadapi, bahkan nyaris nyawamu ikut melayang, apa yang hendak kau andalkan untuk
menghadapi Sangkoan Jin?"
Bu-ki termenung, lama, lama sekali ia membungkam diri, akhirnya pelan-pelan ia baru
berkata: "Tentang masalah tersebut, aku telah memikirkannva!"
"Oya?" "Sejak aku berkunjung ke rumahnya Siau sianseng, telah kuketahui bahwa orang pintar yang
ada di dunia ini jauh lebih banyak dari pada apa yang kubayangkan semula, akupun tahu
bahwa ilmu silatku masih teramat cetek daripada apa yang pernah kubayangkan sebelumnya!
"Rupanya kau masih sedikit tahu diri!"
"Aku hanya ingin membalas dendam, bukan pergi untuk menghantar kematianku sendiri."
"Ehmm, kau memang tidak bodoh!"
"Oleh sebab itu asal kau dapat membantuku untuk menemukan Sangkoan Jin, akupun
mem-punyai akal untuk menghadapinya!"
"Untuk menemukan jejak Sangkoan Jin, bukanlah suatu pekerjaan yang amat gampang!"
"Aku mengerti!"
"Dia sendiripun pasti tahu bahwa perbuatan yang dia lakukan adalah suatu perbuatan yang
memalukan dan tak boleh diketahui orang, ia pasti akan berganti nama dan hidup
mengasingkan diri di suatu tempat yang terpencil dan sulit ditemukan oleh siapapun!"
"Aku hanya berharap dalam jangka waktu satu tahun kau telah memberi kabar gembira
kepadaku!" "Kau dapat menunggu selama setahun ?" tanya Samwan Kong.
199 "Ada orang, demi terlaksananya cita-cita membalas dendam, sepuluh tahun saja dapat mereka
tunggu, kenapa aku tak dapat menunggu hanya setahun saja?"
Sikapnya begitu tenang, begitu mantap dan meyakinkan, sedikitpun tidak memperlihatkannya
sebagai seorang pemuda tak tahu diri yang matanya sudah dibuat melamur oleh baranya api
dendam serta melakukan sepak terjang yang ngawur serta gegabah.
Jelas ia sudah mempunyai tekad yang besar serta rasa percaya pada diri sendiri yang tebal.
Sekali lagi Samwan Kong menatapnya lama sekali, tiba tiba ia menepuk bahunya keras-keras
seraya berkata: "Baik, setahun kemudian berkunjunglah kembali ke mari, aku pasti akan membawa berita
baik untukmu!" Ia tidak memberi kesempatan kepada Bu-ki untuk menyampaikan rasa terima kasihnya,
dengan cepat katanya lagi:
"Sekarang dapatkah kau memberitahukan kepadaku, apakah kau telah mempergunakan
kepandaian tangan atau tidak dalam permainan dadumu?"
"Aku memang sedikit mempergunakan kepandaian tangan tapi bukan kepandaian tangan yang
biasa dipergunakan oleh para Long-tiong."
"Kepandaian tangan apakah yang sesungguhnya telah kau pergunakan?" desak Samwan Kong
lebih jauh. "Semacam kepandaian tangan tak mungkin bisa disingkap rahasianya oleh siapapun, sebab
sekalipun kuberitahukan kepada orang lain bahwa aku telah mempergunakan semacam
kepandaian tangan orang lainpun terpaksa harus mengaku kalah!"
"Kenapa demikian ?"
Sambil tersenyum Bu-ki manggut manggut, katanya: "Kau membawa dadu ?"
"Tentu saja !" Seperti juga sebagian besar setan judi lainnya, kemanapun ia pergi alat berjudi yang paling
disukainya selalu dibawa dalam sakunya.
Yang paling disukai olehnya adalah permainan dadu, maka ketika tangannya merogoh ke
dalam saku, ia telah mengeluarkan segenggam biji-biji dadu.
Bu-ki menimang sebentar sebiji dadu, lalu berkata:
200 "Setiap permukaan dadu terukir angka yang tertentu dan setiap angka jumlahnya tak sama,
pada bagian permukaan yang berangka enam biasanya jauh lebih berat sedikit dari pada
permukaan yang berangka lima."
"Kenapa ?" "Karena cat yang melekat pada angka tersebut akan membuat permukaan dadu menjadi lebih
berat ketimbang pada permukaan lain!"
Kemudian ia menjelaskan lebih jauh:
"Kalau dadu itu terbuat dari batu kemala, maka permukaan yang menunjukkan angka enam
akan jauh lebih enteng dari pada permukaan yang menunjukkan angka lima !"
Pengamatannya terhadap dadu ternyata memang amat teliti dan seksama, belum pernah
Samwan Kong berpikir sampai ke situ kendatipun setiap hari kerjanya hanya bermain dadu
melulu. "Sudah barang tentu perbedaan berat enteng setiap permukaan amat kecil dan minim sekali,"
kata Bu-ki lebih jauh, "pada hakekatnya sementara orang tak akan memperhatikan sampai ke
situ, meski memperhatikannya belum tentu dapat merasakan secara tepat, tapi berbeda sekali
bagi seseorang yang telah lama melatih kepandaian tersebut!"
"Apa bedanya?" tanya Samwan Kong.
"Jika kau seringkali melatihnya maka kau dapat mempergunakan selisih bobot yang amat
minim itu untuk kepentingan sendiri, kau dapat mempergunakan selisih bobot itu untuk
memperoleh angka yang diharapkan menghadap ke atas, atau dengan perkataan lain, angka
berapa yang kau inginkan angka berapa pula kau dapatkan!"
Samwan Kong mendengarkan penjelasan itu dengan mata terbelalak lebar, seakan-akan ia
sedang mendengarkan suatu cerita Hong sin pang yang amat tegang dan menarik.
"Sejak berusia delapan sembilan tahun aku sudah mulai berlatih, bahkan sewaktu tidurpun
akan kubawa serta ketiga biji dadu itu untuk melatihnya di balik selimut, setiap hari entah
berapa kali kulemparkan dadu tersebut, hingga mencapai usia duapuluh tahun, aku baru
berhasil meyakini kepandaian khususku itu, aku baru yakin berapa angka yang kuminta, aku
dapat memperolehnya dengan lemparan daduku itu!"
Hampir setengah harian lamanya Samwan Kong duduk termangu-mangu, selang sesaat
kemudian pelan-pelan ia baru menghembuskan napas panjang.
"Kenapa kau bisa berpikir untuk melatih kepandaian semacam itu ?"
201 "Dalam keluargaku sudah tergaris suatu peraturan yang melarang setiap anggota keluarganya
berjudi uang, hanya sebelum dan setelah tahun baru larangan itu dicabut selama beberapa
hari, itupun masih tetap terlarang bagi anak kecil."
Ia manggut- manggut pelan, lalu terusnya:
"Justru karena kami anak kecil dilarang berjudi, maka semakin besar pula niat kami untuk
diam-diam secara mencuri main judi!"
Tentu saja Samwan Kong dapat memahami teori ilmu kejiwaan semacam itu, makin dilarang
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, makin besar pula minatnya untuk melakukan
perbuatan itu secara sembunyi-sembunyi.
Bu-ki berkata lebih lanjut:
"Waktu itu nasibku kurang begitu mujur, setiap tahun uang celenganku pasti ludas di meja
judi, atas kejadian tersebut makin kupikir hatiku semakin tidak puas, aku bersumpah untuk
menangkan kembali semua uang yang telah kukalahkan pada tahun-tahun sebelumnya!"
"Kemudian, kau pasti berhasil menangkan semua kekalahanmu bukan," sambung Samwan
Kong. Bu ki tertawa.. "Setelah berlatih dua tiga tahun, nasib mujurku baru kian lama kian kentara, tapi akhirnya
setiap kali berlangsung permainan dadu, jika mereka melihat kemunculanku di situ, serentak
orang-orang itu membenahi uangnya dan mengambil langkah seribu."
Samwan Kong bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak, saking geli dan senangnya ia
sampai terbungkuk-bungkuk menahan perutnya yang menjadi mulas.
Asal ia mambayangkan kembali betapa keren dan gagahnya Bu- ki pada waktu itu, Setan judi
yang pasti kalah setiap bertaruh dan namanya termashur sampai di mana-mana ini menjadi
mencak-mencak sambil tertawa tergelak persis seperti seorang anak kecil.
Bu ki meliriknya sekejap dengan ujung matanya, kemudian ia berkata lebih jauh.
"Sayang sekarang kau baru mulai berlatih, sudah tidak sempat lagi!"
"Kenapa?" Samwan Kong segera menghentikan gelak tertawanya dan berdiri melenggong.
202 "Sebab tangan orang dewasa tidak selemas tangan seorang anak kecil, kaupun tak mungkin
bisa seperti seorang anak-anak, sepanjang hari hanya bersembunyi terus di bawah selimut
sambil bermain lempar dadu."
Samwan Kong segera menggenggam tangan Bu ki sambil memohon:
"Coba pikirkanlah masak-masak, mungkinkah masih ada cara lain yang bisa dipergunakan
untuk menutupi kekurangan ini?"
Bu-ki tidak menjawab, dia hanya menggelengkan kepalanya berulang kali .......
Samwan Kong tertegun setengah harian lamanya, mendadak ia tertawa tergelak lagi, seakanakan
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
secara tiba-tiba teringat akan sesuatu kejadian yang amat lucu.
"Apakah kau telah berhasil menemukan satu cara untuk menanggulangi kekurangan ini?" tak
tahan Bu-ki bertanya. Kali ini Samwan Kong cuma tertawa dan tidak menjawab sepatah katapun.
Pintu kamar itu terbuka lebar, tiba-tiba ada orang terbatuk batuk pelan dari luar pintu,
kemudian muncullah seorang perempuan setengah umur yang cantik jelita sambil
menggandeng tangan seorang bocah perempuan. yang mungil dan menawan hati.
"Persoalan apakah yang membuat kau tampak begitu gembira?" tegur perempuan itu
kemudian. Sebelum Samwan Kong sempat menjawab, si bocah perempuan itu sambil memutar biji
matanya yang jeli telah tertawa cekikan, kemudian katanya dengan manja:
"Barusan aku mendengar paman ini berkata hendak menjadi bininya Tio kongcu, sekarang
Tio kongcu pasti telah mengabulkan permintaannya, maka ia tertawa senang!"
Perempuan cantik itu melotot sekejap kepada anaknya, kemudian tak tahan ia sendiripun ikut
tertawa geli. Menyaksikan kehadiran perempuan cantik itu sikap maupun gerak-gerik Samwan Kong
ternyata berubah menjadi begitu sopan dan tahu aturan, bahkan gerak-geriknya tampak sedikit
kurang leluasa. Sementara Bu-ki masih menduga-duga hubungan apakah yang terjalin di antara mereka
berdua. Samwan Kong telah berkata kepadanya:
"Dia adalah Bwe hujin, tuan penolong yang benar-benar telah menyelamatkan jiwamu ...."
203 "Akulah yang benar-benar telah menyelamatkan jiwa orang ini," sela bocah perempuan itu
dengan cepat, "sebab ibu telah menghadiahkan teratai salju tersebut kepadaku."
Sekali lagi Bwe hujin mendelik kepada putrinya, lalu sambil memberi hormat buru-buru
katanya: "Anakku tak tahu aturan, harap Tio kongcu jangan sampai tersinggung atau tak senang hati."
Buru-buru Bu-ki melompat bangun, dia ingin mengucapkan beberapa patah kata yang bernada
terima kasih, tapi untuk sesaat tidak diketahui olehnya perkataan apa yang mesti dikatakan.
Yaaa, budi pertolongan yang besar dan menyelamatkan jiwanya ini sukar dilukiskan dengan
kata kata, tentu saja rasa terima kasihnya tak bisa diutarakan hanya lewat perkataan belaka.
Bwee hujin lantas berkata lagi:
"Seandainya toako tidak memotong daging yang busuk di sekitar mulut luka Tio kongcu tepat
pada waktunya, sekalipun tersedia teratai salju, belum tentu racun yang mengeram dalam
tubuh Tio kongcu bisa dipunahkan hingga ludas."
Kemudian setelah tersenyum ujarnya kembali:
"Itulah yang dinamakan orang budiman selalu dilindungi Thian, karena Tio kongcu adalah
orang yang baik barulah kau jumpai kejadian demi kejadian secara kebetulan."
Bocah perempuan itu lagi-lagi menimbrung:
"Sayang dikemudian hari sebuah codet besar pasti akan menghiasi pipinya. mukamu waktu
itu tentu buruk dan jelek sekali."
Setelah tertawa cekikikan tambahnya:
"Untung kau tak usah kuatir tak punya bini, sebab paling tidak masih ada paman yang
bersedia kawin denganmu."
Buki- tertawa geli. Kecerdasan bocah perempuan ini sudah pasti tak ada di bawah kecerdasan dua bersaudara
kembar yang saling bermusuhan itu, cuma agaknya bocah perempuan ini lebih nakal dan lebih
pandai berbicara dari pada kedua orang saudara kembar tersebut.
Meskipun ibunya melotot kearahnya, memakinya tapi sorot mata serta nada pembicaraannya
sama sekali tidak mengandung maksud menegur atau menyalahkan, yang ada hanya rasa
sayang, rasa senang dan raga bangga.
204 Jangankan ibu kandungnya seadiri, bahkan Bu-ki sendiripun amat menyukai bocah itu, tak
tahan lagi dia lantas bertanya:
"Adik kecil, siapa namamu?"
Bocah perempuan itu memutar sepasang biji matanya, tiba tiba ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak,aku tidak bisa memberitahukan kepadamu!"
"Kenapa" "Karena kau adalah seorang pria, padahal antara pria dan kaum wanita ada batas-batasnya,
mana boleh seorang anak perempuan sembarangan memberitahukan namanya kepada orang
lelaki lain?" Samwan Kong tak dapat mengendalikan rasa gembiranya lagi, ia tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.. haaabhh".haahhh.. . mestikaku, kau memang benar benar po pei (mestika) yang
bagus! Tiba-tiba bocah perempuan itu melompat ke tubuh Samwan Kong dan menarik kumisnya.
"Kenapa kau memberitahukan namaku kepada orang lain" tentunya, "hayo kau musti
membayar ganti rugi!"
Ternyata bocah perempuan itu bernama Po pei, Lengkapnya Bwee Po pei.
Bu ki telah mengingat baik baik nama itu, mengingat pula nama nyonya cantik tersebut, budi
kebaikannya, budi pertolongan mereka tak akan dia lupakan untuk selamanya.`
"Akupun tahu kalau kau bernama Tio Bu ki," seru Po pei kemudian.
Bu ki tertawa kepadanya, ia berkata:
"Lain kali, apakah kau masih dapat mengingat diriku?"
"Tentu saja akan kuingat selalu dirimu, sebab di atas wajahmu pasti akan bertambah dengan
sebuah codet yang sangat besar. "
Dalam hati Bu-ki, secara tiba-tiba muncul pula beberapa persoalan yang membuatnya menjadi
pelik. Kesulitan tersebut bukan lantaran di wajahnya telah bertambah dengan sebuah codet besar
bukan pula lantaran bahunya telah kehilangan sepotong daging . . .
205 Persoalan semacam itu pada hakekatnya tak pernah diperdulikan olehnya, bahkan
memikirkan-nyapun tidak. Tapi ada persoalan lain yang mau tak mau harus dipikirkan juga.
Hidangan malam yang disiapkan Bwe hujin untuk mereka ternyata mewah dan lezat, akhirnya
yang membuat Tio Bu-ki bertambah riang adalah ia tinggal di sana menemani mereka.
Seorang perempuan yang pintar selalu dapat menghindarkan diri disaat yang paling cocok dan
serasi, agar kaum pria dapat membicarakan persoalan yang dapat mendatangkan kegembiraan
bagi kaum pria sendiri. Mungkin saja dia bukan termasuk seorang ibu yang sangat baik, karena terhadap anaknya ia
kelewat memanjakannya. Tapi tak bisa diragukan lagi kalau dia adalah seorang isteri yang ideal, seorang istri yang
menjadi idaman setiap orang.
Tapi di manakah suaminya"
Bu-ki tak pernah bertemu dengan suaminya, belum pernah juga mendengar mereka
membicara-kan tentang suaminya.
Apakah dia adalah seorang janda"
Ditinjau dari sikapnya terhadap Samwan Kong yang begitu lembut dan mesra, serta sikap
Samwan Kong terhadapnya yang begitu menaruh hormat serta sayang, jelas dapat diduga
bahwa hubungan di antara mereka berdua pasti bukan hubungan biasa.
Tapi hubungan apakah yang terikat diantara mereka" Apakah terdapat hubungan cinta kasih
yang dapat diberitahukan kepada orang lain"
Tentang persoalan-persoalan seperti ini Bu ki ingin sekali mengetahuinya.
Tapi ia tidak menanyakan persoalan itu, karena dalam hatinya masih ada persoalan lain yang
membuat perasaannya masgul, bahkan sedikit agak ngeri dan takut.
Persoalan apakah itu" Tak lain adalah senjata rahasia beracun dari keluarga Tong.
Jilid 8________ SENJATA rahasia sisa yang merupakan bekas-bekas yang tak bisa dipakai oleh anak cucu
keluarga Tong pun sudah memberikan ancaman yang begini menakutkan, tiga orang manusia
206 kurcaci yang tidak mempunyai kedudukan dalam keluarga Tong pun sudah hampir merenggut
nyawanya, bisa dibayangkan betapa mengerikannya anak cucu keluarga Tong sendiri.
Setiap kali teringat akan persoalan itu, dia mulai merasa sedih dan bersusah hati.
Kini keluarga Tong telah bersekongkol dengan pihak Pek leng tong, diantara pengiring
Sangkoan Jin terdapat pula orang orang keluarga Tong . . .
Mungkinkah diantara mereka sudah terikat persekongkolan rahasia" Mungkinkah Sangkoan
Jin telah bersembunyi di gedung keluarga Tong"
Tentu saja ia tak dapat melakukan penggeledahan di rumahnya keluarga Tong, ia sama sekali
tidak mempunyai bukti, apa lagi sekalipun dia mempunyai bukti juga tak mungkin pergi
mencari nya. Berbicara dari ilmu silat yang dimiliki sekarang, jangankan melakukan penggele-dahan, untuk
memasuki pintu gerbang keluarga Tong pun belum tentu mampu.
Teringat sampai di situ, ia merasakan sekujur badannya menjadi dingin karena basah oleh
peluh. Dia cuma berharap Samwan Kong bisa menemukan jejak Sangkoan Jin yang sebenarnya, agar
ia dapat menyusun rencana yang bagus untuk menyusup ke dalam gedung keluarga Tong serta
berusaha melakukan sergapan.
Dendam sakit hatinya tak mungkin bisa di balas hanya mengandalkan keberanian serta
semangat yang berkobar-kobar saja.
Di situ ada arak, arak yang sangat wangi.
Orang yang baru menderita luka tak boleh minum arak, orang yang gemar berjudi tak boleh
terlampau suka minum arak, seorang diri minum arak lebih lebih tidak menarik hati lagi.
Maka arak yang tersedia hampir tak pernah disentuh oleh siapapun. Bu-ki memenuhi cawan
araknya dengan air teh, kemudian sambil di angkat ke hadapan Samwan Kong ia berkata:
"Kali ini kugunakan air teh sebagai pengganti arak untuk menghormatimu, lain kali aku pasti
akan menggunakan arak sungguhan untuk menemanimu minum sampai puas"
"Asal lewat dua tiga hari lagi, kau boleh minum arak sungguhan," kata Samwan Kong.
"Aku tak bisa mengendon terlalu lama di sini!"
207 "Hei, kau buru-buru hendak pergi" Ataukah buru-buru hendak mengusirku pergi untuk
mencarikan jejak orang yang sedang kau cari?"
"Kedua-duanya perlu segera kulakukan!"
"Kau buru-buru hendak ke mana"*
"Aku harus pergi ke bukit Kiu-hoa-san, menunggu orang datang mencariku . . . !"
*Menunggu siapa?" "Aku tidak mengetahui namanya, tidak mengetahui pula asal-usulnya, tapi aku tahu, jika di
dunia ini masih ada orang yang mampu memecahkan kelihayan keluarga Tong, maka orang
itu pasti dia!" "Dengan cara apa ia sanggup memecahkan kelihayan orang-orang keluarga Tong"*
"Dengan pedangnya!"
Samwan Kong segera tertawa dingin.
"Pernahkah kau saksikan ilmu Boan thian hoa yu (seluruh langit penuh dengan air hujan)
kepandaian melepaskan sen ata rahasia yang paling tangguh dari keluarga Tong?"
Bu-ki tak pernah menyaksikan, tapi ia pernah mendengar.
Konon, jika kepandaian tersebut telah dilatih hingga mencapai puncak kesempurnaan, dalam
waktu yang hampir bersamaan sepasang tangannya bisa melancarkan enampuluh empat
macam senjata rahasia, yang secara bersamaan pula mengancam enam puluh empat buah jalan
darah penting di tubuh seseorang.
Dalam keadaan demikian, kendatipun kau berusaha berkelit ke arah manapun, jangan harap
bisa lolos dari ancaman senjata rahasia tersebut.
"Kecuali dia seorang mempunyai sepuluh buah tangan dengan sepuluh bilah pedang, kalau
tidak jangan harap kepandaian Boan-thian-hoa yu dari keluarga Tong dapat kau pecahkann
demikian Samwan Kong berkata"
"Dia hanya mempunyai sepasang tangan dengan sebilah pedang, tapi sudah lebih dari cukup
untuk mengatasi kepandaian itu," Bu-ki kembali menegaskan dengan penuh keyakinan.
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Samwan Kong, agaknya iapun telah
menduga siapa gerangan manusia yang dimaksudkan itu.
208 Setelah hening sejenak, kembali Bu-ki berkata:
"Kecepatan gerak dari ilmu pedangnya aku jamin belum pernah kau saksikan atau me dengar
sebelumnya.!" Samwan Kong sengaja tertawa dingin.
"Heehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . . . sekalipun ilmu pedangnya benar-benar sangat cepat,
sekalipun jurus-jurus pedangnya cukup mampu untuk mengatasi ilmu Boan thian hoa yu dari
keluarga Tong, belum tentu dia akan mewariskan ilmu pedangnya yang maha sakti itu kepada
orang lain, apa lagi kepadamu.*
"Tentu saja belum tentu ia wariskan ilmu pedang tersebut kepadaku, sebab setiap saat ia dapat
membinasakan diriku."
"Bila ia tak ingin membinasakanmu, berarti dia akan mewariskan ilmu pedang itu kepadamu"
Kalau dia tak ingin mewariskan ilmu pedangnya kepadamu, maka dia pasti akan
membinasakan dirimu?"
"Yaa, memang begitulah kenyataannya!"
Samwan Kong tidak berbicara lagi, dia hanya menatap wajah pemuda itu dengan termangu-mangu, mungkin saja ia sedang merasapi makna dari kata katanya itu.
BUKIT KIU HOA-SAN CI PENG mengaca dulu di depan cermin yang besar di dalam ruangan depan perkampungan
Ho hong-san-ceng, setelah merasa puas dengan dandanannya, ia baru melangkah masuk
dengan tindakan lebar. Dia adalah seorang pemuda yang tampan, tubuhnya jangkung dan gagah, selembar wajah
"babyface"nya yang tak pernah memuakkan orang yang memandangnya selalu dihiasi oleh
sekulum senyuman yang jujur dan mendatangkan simpatik bagi orang melihatnya.
Dandanannya tidak terlalu perlente, tapi tidak juga terlalu rutin, gerak-gerik maupun tingkah
lakunya amat sopan dan terpelajar sehingga tidak akan mendatangkan kesan jelek lagi
memuakkan bagi siapapun. Dilihat dari luaran, ia adalah seorang pemuda yang tanpa cacad, asal usul serta sejarah
hidupnya tidak pula mendatangkan kecurigaan atau bahan perbincangan bagi orang lain.
Ayahnya adalah seorang piausu yang namanya tidak begitu termashur, tapi sampai menjelang
masa pensiun belum pernah barang kawalannya dibegal orang, setelah pensiun dan pulang ke
kampung, ia membuka perguruan dan menerima murid, meski tiada seorang muridnya yaug
209 berhasil punya nama besar dalam dunia persilatan, murid-muridnya tidak pula melakukan
kejahatan yang menodai pamornya.
Ibunya amat ramah dan terpelajar, dia adalah seorang ibu bijaksana yang terkenal dalam
kampung, dan lagi ilmu sulam menyulamnya amat bagus sekali.
Dimusim dingin yang membekukan badan, di atas badan bocah bocah fakir miskin dalam
kampung, pasti akan ditemukan mantel-mantel hasil bikinan Ci to tay tay.
Sebab itu meskipun keluarga mereka tidak begitu ternama, tapi sikapnya yang begitu ramah
dan bijaksana kepada orang membuat keluarga Ci selalu dihormati dan disanjung orang.
Tahun ini dia berusia dua puluh tiga tahun, masih jejaka dan belum punya istri, kecuali sedikit
suka minum arak, boleh dibilang ia tidak mempunyai kegemaran lain yang sifatnya sebagai
pemborosan uang. Pada usia enam belas, ia telah bekerja di perusahaan pengawalan barang yang pernah di ikuti
ayahnya selama banyak tahun, tiga tahun kemudian ia telah diangkat menjadi seorang piausu
secara resmi. Waktu itu dia sudah tahu kalau perusahaan pengawalan barang itu berada di bawah naungan
perkumpulan Tay hong tong, maka serta merta diapun menggabungkan diri dengan
perkumpulan Tay hong tong serta menjadi muridnya seorang Toucu di bawah pimpinan
Sugong Siau hong. Tak lama kemudian, bakat serta kemampuannya bekerja membuat ia menjadi pusat perhatian
para pemimpin, oleh Sugong Siau hong pribadi diapun diangkat menjadi seorang Hun si.
Walaupun sebagai seorang "Hun si" ia tidak memiliki kedudukan yang tetap, tapi kedudukkan
tersebut langsung berada di bawah pimpinan ketiga orang toa Tongcu, baik dalam soal gaji
maupun dalam hal kedudukan sederajat dengan kedudukan seorang Toucu kantor cabang
malah kadangkala hak kekuasaannya lebih besar.
Tugas serta tanggung jawabnya adalah dalam hal melakukan kontak hubungan serta
penyampai-an berita, diantaranya termasuk juga dalam soal melakukan hubungan ke luar serta
melakukan kunjungan-kunjungan.
Sebab bakat istimewa yang dimilikinya bukan melakukan pembunuhan, juga bukan
menggunakan tenaga kekerasan.
Ia pandai bergaul dan mempunyai selembar mulut yang pandai berbicara, oleh sebab itu ke
manapuu ia pergi, dengan cepat dapat mengikat tali persahabatan dengan siapapun.
210 Ia mempunyai cara penganalisa yang tajam terhadap suatu masalah, reaksi maupun cara
berpikirnya cepat, melakukan pokerjaan tak pernah seadanya dan acuh, bila ia tugaskan uetuk
melakukan pemeriksaan terhadap suatu persoalan, maka dia tak akan membuat orang menjadi
kecewa. Sugong Siau hong pernah berkata demikian kepadanya: "Nak, suatu ketika kau pasti akan
menjadi seorang Tongcu!"
Sudah dua kali ia pernah berjumpa dengan Tio Kian, Tio jiya, tapi hari ini baru untuk pertama
kalinya ia berkunjung keperkampungan Ho hong san ceng.
Hari ini Sugong Siau-hong memanggilnya datang secara khusus, konon karena sedikit "urusan
prihadi". jika Tongcu pribadi ada persoalan yang memintanya untuk menyelesaikan, itu berarti ia sudah
masuk ke dalam pusat organisasi tersebut.
Meskipun di luar wajahnya ia berusaha mengendalikan ketenangan hatinya, namun tak dapat
menutupi pergolakan rasa gembira dalam hatinya.
Sudah lama ia mendengar orang berkata bahwa putri kesayangan Tio jiya adalah seorang
gadis cantik yang ternama, lagipula sampai sekarang masih belum punya jodoh, sejak Tio jiya
meninggal dunia, sejak Tio kongcu pergi menmggalkan rumah, Tio siocia inilah yang
mengatur serta mengendalikan perkampungan Ho hong san ceng.
Jika aku dapat menjadi menantunya perkumpulan Hohong san ceng . . . . "
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sesungguhnya hal ini merupakan suatu pengharapannya yang paling rahasia, ia jarang
berpikir sampai ke situ karena setiap kali teringat kembali, jantungnya pasti akan berdenyut
lebih cepat. Hari ini adalah bulan tujuh tanggal lima, jaraknya dengan saat kematian Tio Kian sudah
mencapai empat bulan lebih.
Sejak bulan empat, tak seorang manusiapun yang pernah mendengar kabar berita tentang Tio
Kongcu, Tio Bu ki lagi. Tio Bu ki seakan-akan telah lenyap tak berbekas.
Hari ini udara sangat panas.
Walaupun ruang tengah perkampungan Ho hong san ceng tinggi lagi lebar, tapi bila duduk
terlalu lama akan menyebabkan peluh bercucuran bagaikan hujan.
211 Wi Hong nio menghantarkan sendiri sebuah handuk kecil yang direndam dalam air sumur
yang dingin ke hadapan Sugong Siau-hong serta mempersilahkannya menggosok keringat.
Ia selalu lemah lembut dan menyenangkan, tapi belakangan ini ia lebih menunjukkan
ketekatannya serta keteguhan hatinya.
Secara diam-diam ia selalu membantu Cian-cian mengatur rumah tangga, sekalipundemikian,
belum pernah ia memperlihatkan sikap angkuhnya sebagai seorang majikan perempuan.
Hampir semua kelebihan dan keindahan dari seorang perempuan, dapat kau temukan dari
tubuhnya seorang. Tapi, bakal suaminya ternyata telah "lenyap" tak berbekas.
Dalam hati kecilnya Sugong Siau-hong menghela napas panjang . . . mengapa gadis cantik
selalu bernasib jelek"
Cian-cian masih mengenakan pakaian berkabung, setelah melewati penderitaan serta
percobaan yang berbulan bulan lamanya, sekarang ia sudah benar-benar menjadi dewasa.
Sekarang ia bukan lagi seorang nona kecil yang binal dan liar seperti dulu, sekarang ia telah
menjadi seorang gadis yang dapat berdiri sendiri.
Perubahan tersebut membuatnya tampak lebih matang, lebih berpengalaman dan lebih cantik.
Perkembangan tubuhnya memang sangat baik, semenjak dulu ia sudah mesti mengenakan
selembar kain untulc menutupi bagian dadanya. Hal ini membuatnya kelihatan bertambah
menggairahkan dan mempesonakan, ia tampak seperti sekuntum bunga mawar yang indah
tapi berduri Setiap kali dia merasakan ada sekelompok pemuda-pemuda tampan yang secara diam-diam
memperhatikannya, lalu tanpa sebab dia akan marah-marah.
Dari luar kedengaran ada orang melapor.
"Hun-si di bawah pimpinan Tongcu dari Tit it tong, Ci Peng mohon menghadap."
Sugong Siau-hong segara memberi penjelasan.
"Aku yang menyuruhnya datang, dua bulan berselang aku telah menyuruhnya pergi mencari
kabar tentang Bu ki."
Cian-cian segera bertanya.
212 "Sudahkah ia menemukan sesuatu kabar tentangnya?"
"Itulah yangingin kutanyakan," Sugong Siau-hong menerangkan. "Maka dari itu kusuruh ia
datang ke mari, agar kaupun ikut mendengarkan keterangannya."
Ketika Ci Peng berjalan masuk, senyuman yang menghiasi bibirnya begitu jujur dan
sederhana. sikapnya mantap dan cukup menyenangkan bagi siapapun yang melihatnya.
Tapi semenjak pandangan pertama, Cian-cian sudah mempunyai kesan yang kurang baik
terhadap orang ini. Ia kuraug begitu suka terhadap laki-laki yang gemar memakai baju yang begitu rapi dan
rambut yang disisir dengan rapinya semacam ini.
Ia selalu manganggap bahwa laki-laki semacam ini terlalu berlebihan, terlalu tidak memiliki
ke-pribadian. Seperti kakaknya yang bebas merdeka tidak mengurusi soal dandan dan tubuh sendiri, ia
merasa lelaki-lelaki semacam itulah baru betul-betul merupakan seorang lelaki sejati.
Untung Ci Peng tidak seperti pemuda-pemuda lainnya, menggunakan sorot mata yang
memuakkan untuk memperhatikan wajahuya, lagi pula begitu buka suara yang dibicarakan
adalah adalah pokok persoalan.
Ia berkata demikian: "Bulan tiga tanggal duapuluh delapan, masih ada orang yang pernah menjumpai Tio kongcu,
agaknya itulah penampilannya yang terakhir di depan umum!"
"Hari itu dia menampakkan diri di mana?" tanya Sugong Siau-hong.
"Disebuah rumah penginapan yang memakai merek Tay-pek-ki di bawah bukit Kiu-hoa-san."
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan lagi.
"Mula-mula dia membeli arak dan rangsum kering lebih dulu di kota, kemudian menitipkan
kuda tunggangannya di rumah penginapan Tay-pek ki dan berpesan kepada ciangkwee untuk
merawat kudanya baik-baik, malah ia meninggalkan pula uang sebesar sepuluh tahil perak
sebagai uang rumput untuk kudanya."
"Kalau begitu, dia pasti telah pergi ke bukit Kiu-hoa-san!" kata Sugong Siau-hong.
"Semua orang memang berpendapat demikian, cuma saja . . . .cuma saja"
213 Menyaksikan ia berbicara terbata-bata, dengan suara menggeledek Cian-cian segera
membentak: "Cuma saja kenapa?"
Sikapnya itu kurang begitu baik, karena selamanya ia paling benci dengan segala manusia
yang bicaranya terbata-bata.
Ci Peng mengetahui akan persoalan itu, maka segera jawabnya:
"Setelah naik ke atas gunung, tak pernah ia turun kembali dari tempat tersebut!"
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Cian-cian.
"Sebab kota kecil itu merupakan jalan lintas yang paling fital untuk memasuki bukit tersebut,
lagipula kuda tunggangannya hingga sekarang masih tertinggal di rumah penginapan Taypekki, dengan mata kepala sendiri kusaksikan bahwa kuda tersebut adalah sebuah kuda
baik." Buat seorang lelaki macam Bu-ki, nilai dari seekor kuda jempolan kadangkala hampir
me-nyerupai seorang sahabat karib.
Oleh karena itu, aku pikir jika Tio kongcu sudah turun gunung, tak mungkin dia akan
meninggalkan kuda sebagus itu dirumah penginapan, kata Ci Peng.
Setelah berpikir sebentar, kembali ia menambahkan:
"Akan tetapi Han ciangkwee pemilik rumah penginapan itu merasa tak perlu cemas, karena
ongkos rumput sebesar sepuluh tahil perak itu paling tidak bisa memelihara kuda itu selama
satu tahun." "Satu tahun?"ujar Cian-cian sambil mengernyitkan alis matanya, "apakah ia telah mempunyai
rencana untuk tinggal selama satu tahun di atas bukit tersebut?"
"Oleh sebab itulah aku dengan membawa dua belas orang telah naik ke bukit untuk
melakukan pencarian, setiap gua karang dan kuil Budha yang besar kecil tak terhitung
banyaknya itu sudah kami geledah semua, tapi setitik jejakpun tidak berhasil kami temukan."
"Apakah setelah naik ke atas bukit, dia lantas lenyap tak berbekas dengan begitu saja?"
Ci Peng termenung dan berpikir sejenak, lalu sahutnya:
214 "Mungkin saja ia tak pernah naik keatas gunung, sebab semua hwesio yang ada di atas bukit
telah kutanyai semua, tapi mereka semua mengatakan bahwa tak pernah menyaksikan seorang
pemuda macam Tio kongcu "
Padahal manusia semacam Tio Bu-ki adalah seorang pemuda yang gampang meninggalkan
kesan mendalam di hati orang, entah ke manapun dia pergi, pasti akan menarik perhatian
orang banyak. Sugong Siau-hong lantas bertanya:
"Hari itu manusia-manusia siapa saja yang telah menjumpai dirinya?"
"Tidak sedikit penduduk yang tinggal di sekitar tempat itu merasa kenal dengan Tio Kongcu."
"Kenapa mereka bisa kenal dengan dirinya?"
Tampaknya Ci Peng tidak bermaksud menerangkan alasannya, tapi setelah menyaksikan raut
wajah Cian-cian yang cemberut, ia segera berubah pikiran semula.
Secara ringkas ia menjelaskan:
"Sejak bulan tiga tanggal delapan sampai bulan tiga tanggal dua puluh tiga, selama setengah
bulan saja Tio Kongcu telah menjadi orang yang ternama di tiga belas kota disekitar tempat
itu." Sinar matanya seakan-akan telah memancarkan kekaguman, lanjutnya lebih jauh:
"Karena dalam setengah bulan itu, seluruhnya ia sudah melemparkan tigapuluh sembilan kali
angka "tiga kali enam," hampir semua rumah judi berhasil dia kalahkan, bahkan Ciau Jit tayya
yang punya julukan "Raja judipun" pernah jatuh kecundang di tangannya."
Sesungguhnya dia tak ingin membicarakan persoalan semacam itu, sebab iapun tahu kalau
waktu itu Bu-ki masih mengenakan pakaian berkabung, tidak pantas bagi orang berkabung
untuk mengunjungi rumah judi clan bermain dadu.
Tapi ia tak ingin Cian-cian menuduhnya sengaja menyembunyikan sesuatu, ia dapat menebak
tabiat dari perempuan itu.
Dapat mengenali watak dan perangai seseorang dalam sekali dua kali pandangan saja, hal itu
sudah merupakan salah satu kemampuannya yang luar biasa.
Paras muka Hong-nio segera berubah, Cian-cian ikut berteriak pula keras-keras:
"Kenapa ia berkunjung ke rumah judi untuk bertaruh" ia bukan manusia macam itu!"
215 Ditatapnya Ci Peng dengan mata melotot dan nada marah, kemudian ujarnya kembali.
"Kau pasti sedang ngaco belo sendiri!"
Ci Peng tidak membantahpun tak ingin membantah, dia tahu cara yang paling cerdik adalah
mempertahankan ketenangannya.
Betul juga, Sugong Siau-hong segera berkata untuknya:
"Dia tak akan berani berbohong, tentu saja Bu-ki bukan seorang manusia sembrono yang
bodoh semacam itu, dia bisa berbuat demikian karena ia pasti mempunyai tujuan tertentu."
Padahal ia tahu, Bu ki berbuat demikian karena ingin "memancing" kemunculan Samwan
Kong. Diapun tahu kenapa Bu-ki bcrkunjung ke atas bukit Kiu-hoa-san, dia bahkan tahu siapa yang
sedang dicari si anak muda itu.
Anehnya, ternyata ia tidak mengatakan kepada mereka, mungkin dia mengira bila persoalan
tersebut diutarakan, mungkin Cian-cian akan lebih kuatir lagi.
Kembali Cian-cian melotot dua kejap ke atas wajah Ci Peng, kemudian baru tanyanya:
"Sebelum bulan tiga tanggal duapuluh tiga, ia berada di mana?"
"Tengah hari bulan ketiga tanggal duapuluh tiga, ia bersantap siang bersama dua orang tauke
rumah judi dirumah makan Siu-oh-khang yang baru dibuka dan khusus menjual hidangan
Suzhuan, pada waktu itu dia telah membinasakan tiga orang anggota keluarga Tong dari
Suzhuan." Seolah berhenti sejenak ia melanjutkan:
"Aku telah menyelidiki dengan jelas asal usul mereka, kecuali seseorang yang bernama Tong
Hong adalah cucu keponakan dari Tong Ji sianseng, dua orang lainnya adalah famili jauh dari
keluarga Tong.?" Cian-cian tertawa dingin tiada hentinya, kemudian katanya:
"Orang-orang keluarga Tong telah memasuki wilayah kekuasaan kita, ternyata kalian baru
tahu setelah kakakku berhasil membinasakan mereka, sebetulnya apa pekerjaan kalian diharihari
biasa?" Ci Peng. kembali menutup mulutnya rapat-rapat.
216 Akhirnya Cian-cian merasa bahwa perkataannya bukan hanya mmaki dia saja, bahkan Sugong
Siau-hongpun ikut kena didamprat, maka cepat-cwpat dia mengalihkan pembicaraan ke soal
lain. "Setelah membunuh ketiga orang itu, ke mana ia telah pergi .?" tanyanya kemudian.
"Sejak tanggal dua puluh tiga sampai tanggal dua puluh tujuh selama lima hari, tak seorang
manusiapun yang pernah berjumpa dengan jejak Tio kongcu, hingga pada tanggal duapuluh
delapan ia baru munculkan diri dibawah bukit Kiu-hoa-san."
"Dan kemudian secara tiba-tiba ia lenyap tak berbekas?"
"Benar!" Tidak tahan lagi Cian-cian tertawa dingin.
"Inikah hasil penyelidikanmu selama ini?" tegurnya.
"Benar!" Sugong Siau-hong yang berada di sampingnya segera tertawa ewa, timbrungnya dari
samping: "Sekalipun hanya soal-soal itu saja yang berhasil ia selidiki, aku pikir belum tentu orang lain
dapat manyelidiki kabar sebanyak itu."
Tiba-tiba Cian-cian melompat bangun, lalu teriaknya keras-keras:
"Kenapa aku musti menyuruh orang lain yang mencari berita" Memangnya aku tak bisa pergi
sendiri?" "Tapi urusan di sini .........."
"Urusan kakakku jauh lebih penting dari persoalan apapun," tukas Cian-cian sebelum Sugong
Siau-hong menyelesaikan kata-katanya.
Tentu saja Sugong Siau-hong dapat memahami wataknya, maka ia tidak bermaksud
menghalangi niatnya, dia hanya bertanya:
"Siapa-siapa saja yang akan kau ajak pergi?"
Sebelum Cian-cian menjawab, tiba-tiba Hong-nio bangkit pula sambil berkata:
217 "Dia hanya mengajakku seorang!"
Meskipun sikapnya masih lembut, tapi memancarkan ketegasan dan tekad hatinya.
"Karena sekalipun ia tidak mengajakku, aku sendiripun bisa pergi seorang diri."
Dulu berada di sungai Kiu-kung.
Jauh memandang bukit Kiu-hoa.
Air terjun airnya jernih.
Tanganku menggapai. Siapapun boleh ikut. Tuan men jadi tukang traktir.
Berbaring di bawah awan nun tebal.
Itulah bait-bait syair dari dewa syair Li Pak, Kiu-hoa-sun erat sekali hubungannya dengan
orang ini. Ia pernah bilang begini: "Dulu namanya bukit Kiu-cu-san, Li Pak bilang sembilan bukit bagaikan bunga teratai yang
disayat-sayat, karenanya mengganti Kiu-cu-san menjadi di Kiu-hoa-san."
Kalau bukitnya erat hubungan dengan dewa syair ini, maka di atas bukit, di bawah bukit akan
kau temui banyak tempat yang memakai nama Tay-pek.
Tay-pek-ki adalah salah satu diantaranya.
Kini Tio Cian-cian dan Wi Hong-hio telah berada di Tay-pek-ki.
***** "Inilah kuda milik Tio kongcu," kata ciang-kwee dari Tay-pek-ki, "kami belum pernah
mengurangi rumput segar bagiannya barang sedikitpun jua. ...."
Tak bisa disangkal lagi ciangkwee yang gemuk dan putih itu adalah seorang lelaki jujur, Ciancian
juga tahu kalau ucapannya itu adalah kata-kata yang jujur.
218 Kuda milik Bu-ki dipelihara dalam sebuah istal kuda yang tersendiri, kuda itu sangat gemuk,
hanya saja selalu menunjukkan sikap acuh tak acuh, seakan-akan diapun sedang merindukan
majikannya. Berjumpa dengan Cian-cian, ternyata ia masih mengenalinya, ia meringkik dengan gembira
dan membesutkan kepalanya di tubuh Cian-cian.
Hampir saja Cian-cian melelehkan air matanya karena pedih.
Ia berpaling menengok ke arah Hong Nio, ketika itu Hong-nio berdiri jauh seorang diri di
bawah sebatang pohon, air matanya telah jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
Sesungguhnya ke mana perginya Bu-ki" Ke mana ia pergi dan tak kembali lagi"
Waktu bersantap telah tiba.
Mereka tak ingin makan, pun tak tega untuk makan, sayur dan nasi telah dihidangkan di atas
meja menantikan mereka. Sayur yang mereka pesan terdiri dari enam macam sayur dengan semacam kuah, sepiring
ayam masak tauge, sepiring cah sayur putih, sepiring hati babi masak kecap, sepiring sayur
dimasak cabe, sepiring ikan gurame masak tauco, sepiring Ang-sio-hi dan semangkuk kuah
gambas. Sesungguhnya sayur semacam itu hanya sayur biasa, tapi mereka sangat terkejut dibuatnya.
Sebab keenam macam sayur itu justru merupakan kesukaan mereka dihari-hari biasa, dalam
sepuluh kali bersantap paling tidak ada sembilan kali mereka bersantap dengan sayur-sayur
tersebut. Mengapa ciangkwee rumah penginapan ini bisa mengetahui sayur kesukaan mereka"
"Siapa yang suruh kalian membuatkan sayur-sayur itu?" tak tahan Cian-cian segera bertanya.
"Seorang tamu di ruang sebelah barat yang memesankan" jawab ciangkwee itu sambil tertawa
paksa, "katanya sayur-sayur itu adalah sayur kesukaan nona-nona sekalian."
Paras muka Cian-cian segera berubah menjadi merah padam karena marah dan mendongkol
serunya: "Bukankah tamu itu bernama Ci Peng?"
Ciangkwe segera mengangguk.
219 Sebelum ia sempat berkata apa-apa lagi, Cian-cian telah melompat bangun sambil berteriak:
"Panggil dia ke mari, cepat sedikit, makin cepat semakin baik!"
Ci Peng telah datang, datang dengan sangat cepat.
Ketika bertemu dengannya, Cian-cian menunjukkan sikap bagaikan berjumpa dengan musuh
besarnya. Dengan wajah membesi ia berseru:
"Mau apa kau mengikuti kami sampai di sini?"
"Aku datang untuk menjalankan perintah!" jawab Ci Peng.
"Perintah siapa?"
"Sugong tongcu!"
"Mau apa dia suruh kau datang kemari?"
"Untuk menjaga nona berdua!"
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kontan saja Cian-cian tertawa dingin, "Heeeh. . .Hee. . . heeehhh . . . atas dasar apa kau
menganggap kami membutuhkan perlindungan orang lain?"
"Aku hanya tahu melaksanakan tugas seperti yang diperintahkan!"
"Dari mana kau bisa tahu kalau sayur-sayur itu adalah kegemaran kami?"
"Setelah Sugong tongcu melimpahkan tugas dan tanggung jawab itu kepadaku, sudah
sepantas-nya kalau persoalan itupun harus kuketahui."
Dengan gemas Cian-cian melotot sekejap ke arahnya, lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Hehhhe. . . heehhe. . . heehhe. . . tampaknya kau memang sangat pandai melaksanakan
tugas!" Ci Peng tidak menjawab. "Dapatkah kau melaksanakan sebuah pekerjaan untukku?"
"Silahkan diperintahkan."
220 Kembali Cian-cian melompat bangun, kemudian teriaknya keras-keras: "Dapatkah kau
menyingkir dari hadapan kami" Semakin jauh semakin baik !"
Malam telah tiba, sinar lentera menerangi seluruh ruangan:
Tampaknya Cian-cian masih marah, sekalipun dihari-hari biasa diapun sering marah, tapi
belum pernah selama ini marahnya.
"Apa yang membuat kau menjadi marah?" tanya Hong-nio lembut.
"Aku sangat benci dengan orang itu!"
"Aku tidak berhasil menemukan hal-hal yang membuatnya tampak amat menjemukan atau
pantas dibenci!" "Tapi aku dapat melihatnya!"
Hong-nio tidak bertanya lebih jauh.
Ia tahu seandainya dia bertanya lagi.
"Bagian manakah dari tubuhnya yang paling menjemukan?"
Serta marta Cian-cian pasti akan menjawab begini:
"Seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, tak sebagianpun dari tubuhnya yang tidak
men-datangkan rasa jemu!"
Jika seseorang telah membenci orang lain, pada hakekatnya ia tidak memerlukan alasan
apapun. Seperti pula jika seseorang telah menyukai orang lain, diapun tidak memerlukan alasan
apapun jua. Kadangkala tanpa alasan memang jauh lebih baik dari pada ada alasan.
Maka dari itu Hong-nio hanya berkata dengan hambar: "Entah bagaimanapun juga, dia toh
diutus kemari oleh Sugong Tayya, paling tidak kau harus memberi muka untuk Sugong tayya!"
Manjur juga perkataannya itu.
Di hari hari biasa Hong-nio memang jarang berbicara, tapi bila ia sudah berbicara, maka
seringkali ucapannya akan mendatangkan kemanjuran.
221 Sikap Cian-cian sudah banyak berubah, tapi pada saat itulah mereka mendengar suara jeritan
kaget. Itulah jeritan kaget yang diperdengarkan oraug banyak pada saat yang hampir bersamaan.
***** Tio Cian-cian dan Hong-nio tinggal di kamar tamu sebelah belakang, ke arah belakang sana
adalah tempat tinggal dari ciangkwe pemilik rumah penginapan serta para pelayannya.
Jeritan ngeri itu berkumandang dari arah belakang sana.
Hong-nio bukan seorang perempuan yang suka banyak urusan, tapi mendengar jeritan itu,
Cian-cian telah menerjang ke luar.
Terpaksa dia harus mengikuti di belakangnya, ia tak ingin berdiam seorang diri di dalam
kamar yang sepi dan masih asing baginya ini.
Ruang bangunan di belakang sana jauh lebih buruk dari pada bangunan di depan sana, mana
lebih kecil lagi, dalam ruangan hanya ada sebuah lentera yang menerangi sekeliling ruangan.
Rumah itu amat sempit, hanya memuat sebuah meja dan beberapa buah bangku, di atas meja
tertera nasi dan sayur. Tadi Ciangkwe suami istri dan keempat orang pelayannya sedang bersantap, makan punya
makan, tiba-tiba ciangkwe itu roboh ke tanah.
Ia salah makan sebatang duri ikan, baru saja duri itu hendak dicabutnya dari dalam mulut,
tubuhnya telah roboh terjengkang ke tanah.
Sewaktu orang lain memayangnya bangun, tiba-tiba saja sekujur badannya telah melingkar
menjadi satu, mana mengejang pula tiada hentinya, bibir yang gemuk kini membengkak besar
sekali, seperti baru saja kena sebuah pukulan keras.
Bininya sudah hampir gila saking paniknya, ia berlutut di tanah sambil berusaha keras
merogoh ke dalam mulutnya dan suruh ia muntahkan ke luar duri ikan tersebut.
Setiap orang telah menduga kalau duri ikan itu beracun, tapi tidak menyangka kalau racun
dari sebatang duri ikan ternyata begini lihaynya . . . . . .
Ketika Cian-cian tiba di sana, paras muka sang ciangkwe yang gemuk itu telah menghitam,
sepasang biji matanya melolot ke luar.
222 Menanti bininya berhasil mengorek ke luar duri ikan itu, sekujur tubuhnya telah kaku dan tak
mampu berkutik lagi. "Gara-gara duri ikan sialan!"
Dengan perasaan cemas, takut dan marah, istrinya menggigit duri ikan itu dan berusaha
melumatnya sampai hancur.
"Cepat tumpahkan ke luar, cepat tumpahkan lee luar!" tiba-tiba Cian-cian membentak keras.
Sekali lagi istrinya Ciangkwe merasa terkejut, duri ikan di mulutnya terjatuh lee tanah dan....
"Tring!" menimbulkan dentingan yang cukup nyaring.
Sekarang semua orang baru melihat, duri ikan itu bukan sembarangan duri ikan, duri ikan itu
tak lebih hanya sebatang jarum, sabatang jarum yang lebih kecil dari pada jarum untuk
menjahit. Di bawah timpaan sinar lentera, ujung jarum itu memantulkan sinar hijau kegelapan yang
agak kebiru-biruan. Cian-cian mengambil sepasang sumpit dan menjepit jarum tadi, paras mukanya segera
berubah hebat, tak tahan ia menjerit tertahan:
"Aaaah . . . Jarum beracun dari keluarga Tong!"
"Haaah . . . " Mana mungkin jarum beracun?" jerit istri ciangkwe macam orang histeris,
"mana mungkin dalam ikan ada jarum beracunnya?"
Di tengah jeritan-jeritan histerisnya yang parau dan menyeramkan, tiba-tiba kulit mukanya
mulai mengejang kencang, menyusul kemudian sekujur badannya melingkar menjadi satu,
keidaannya persis seperti keadaan suaminya ketika roboh terkapar ke atas tanah tadi.
Menyaksikan keadaan majikan perempuannya, para pelayan merasa sangat ketakutan, mereka
berdiri tertegun dan take tahu apa yang musti dilakukan . . . .
"Siapakah diantara kalian yang telah makan ikan?" Cian-cian berteriak dengan lantang,
Paras muka para pelayan itu berubah hebat, dengan ketakutan dan perasaan ngeri yang
bercampur aduk, semua orang berdiri kaku seperti patung, tubuh mereka gemetar keras,
karena setiap orang telah makan ikan yang di maksud.
Mereka semuapun mulai berjongkok dan sekuat tenaga mengorek mulut sendiri, mereka ingin
memuntahkan ke luar semua isi perut yang baru saja dimakannya itu.
223 Tapi apa yang berhasil mereka tumpahkan ke luar tak lebih hanya air asam, sekalipun duri
ikan yang mereka makan berhasil dikocok ke luar, keadaanpun sudah terlambat.
Tiba-tiba tiga orang diantara keempat orang pelayan itu roboh terkapar di atas tanah,
kemudian tubuhnya segera menyusut dan menggumpal menjadi satu.
Pelayan yang tidak ikut roboh itu sudah dibikin ketakutan setengah mati, sekujur badannya
lemas tak bertenaga, bahkan celananya sudah ikut basah kuyup karena entah sedari kapan ia
sampai terkencing-kencing.
"Kau tidak makan ikan itu?" tegur Cian-cian.
Dengan gigi yang saling beradu karena takut, pelayan itu menjawab terbata-bata:
"Aku . . aku telah maa. . . makan ikan yang. . . yang tidak pakai . . . pakai tauco"
Betul juga, di meja memang terdapat dua macam masakan ikan laut, yang satu adalah ikan
gurame masak ang-sio sedang yang lain adalah ikan masak tauco.
Ia hanya makan Ang sio hi dan tidak makan ikan masak tauco.
Jarum beracun itu justru berada dibalik ikan masuk tauco tersebut, racun jahat dari ujung
jarum telah merubah sepirng ikan masak tauco menjadi sepiring ikan beracun pencabut
nyawa, asal orang makan sepotong saja maka jiwanya tak akan ketolongan, apalagi sang
ciangkwe langsung menggigit jarum beracunnya tentu saja daya karja racun itu kambuh jauh
lebih cepat. Sekarang jelasnya sudah bahwa ada orang yang sengaja hendak mencelakai mereka, tak
mungkin tanpa sebab musabab senjata rahasia beracun dari keluarga Tong bisa terjatuh
kedalam sepiring hidangan ikan masak tauco .....
Tapi, siapakah yang menaruh jarum beracun itu dalam ikan" Siapa pula yang sebenarnya
hendak mereka racuni"
***** Di atas meja terdapat aneka macam sayur di tambah semangkuk kuah.
Kecuali dua macam hidangan ikan segar itu, masih ada lagi sepiring ayam masak tauge,
sepiring cah sayur putih, sepiring hati babi masak kecap, sepiring sayur masak cabe dan
semangkuk besar kuah gambas.
Sebenarnya sayur itu disiapkan untuk Cian-cian dan Hong nio.
224 Ciangkwee rumah penginapan itu selalu hidup menghemat, kalau di rumah tak ada orang,
untuk memasang lampupun enggan, tentu saja lebih lebih tak mungkin untuk membuang uang
guna memesan hidangan selezat dan semewah itu.
Karena Cian-cian berdua sama sekali tidak menjamahnya, maka diapun mengundang istri dan
pegawai pegawainya untuk menikmati bersama hidangan tersebut.
Siapa tahu sayur semeja itu justru merupakan bencana pencabut nyawa bagi mereka semua.
Menyaksikan kematian mengerikan yang menimpa orang-orang tak bersalah itu, sekujur
badan Hong nio gemetar keras, ia bersandar di dinding ruangan sambil mengucurkan air mata.
"Rupanya kami berdualah yang sebenarnya hendak ia racuni!"
Aneka macam sayur itu disiapkan secara khusus olah Ci Peng untuk mereka berdua, tapi
mengapa Ci Peng hendak meracuni mereka berdua" Jangan jangan ia telah betsekongkol
secara diam-diam dengan keluarga Tong"
Dengan wajah hijau membesi Cian-cian menggigit bibirnya lalu berkata: "Kau hendak ikut
aku pergi" Ataukah menunggu di sini saja?"
Kau . . . kau hendak kemana"*
"Aku hendak membunuh orang !"
Kembali air mata Hong nio jatuh bercucuran, selamanya dia paling benci dengan segala
macam kekerasan serta drama yang mengakibatkan mengalirnya darah kental, ia tak berani
Tokoh Besar 4 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Istana Yang Suram 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama