Ceritasilat Novel Online

Harimau Kemala Putih 9

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 9


bermuka atau bermuka separuh lainnya.
Tiba tiba nona bercelana merah itu memutar badannya, lalu sambil menarik tangan Lian It
Lian, teriaknya. "Cepat kita kabur!"
Walaupun Lian It Lian sudah ketakutan setengah mati namun kata "lari" justru merupakan
kata kata yang paling diharapkan olehnya.
Sejak tadi ia sudah ingin lari meninggalkan tempat itu.
Si nona bercelana merah itu bukan cuma ilmu meringankan tubuhnya saja yang lihay
tangannya juga hebat sekali, sambil menarik tangan Lian It Lian dia lari seperti terbang,
seakan akan berhasil meninggalkan tiga setan yang berada dibelakangnya.
Suara tertawa yang menyeramkan itu untung saja sudah makin jauh dari mereka.
Tapi kedua orang itu masih belum berani berhenti, mereka lari terus meninggalkan tempat itu
jauh jauh. Mereka memang tak kenal dengan jalan di situ, dalam kegelapan malam arah tujuanpun sukar
ditentukan, maka lari punya lari tiba tiba mereka mendapatkan dirinya telah tersesat.
Yang tampak disekelilingan tempat itu hanya pepohonan yang gelap gulita, sekilas pandangan
segala sesuatunya tampak seperti sama dan tiada bedanya.
Kalau berlarian dengan cara begitu terus menerus, bisa jadi mereka akan kembali ke tempat
semula, kalau sampai begitu, penasaran baru namanya.
Kedua orang itu sama sama telah berpikir sampai kesitu betul nyali kedua orang nona ini rada
kecil, tapi otak mereka tidak bodoh.
Tiba tiba Lian It Lian berhenti, sambil mengatur napasnya yang tersengkal ia berkata:
"Apa yang harus kita lakukan sekarang!?"
"Menurut kau?" nona bercelana merah itu balik bertanya
"Aku bukannya benar benar takut setannya ku cuma...aku cuma..."
Kini setannya sudah tidak kelihatan, maka dia berusaha mencari kembali mukalnya yang
hilang, apa mau dikata ia justru tak tahu apa yang mesti dikatakan!
"Aku tahu kalau kau tidak takut dengan setan, bahkan aku sendiripun tidak takut" ucapan
nona bercelana merah itu.
461 Lian It Lian kembali ingin tertawa, ternyata nona ini seperti juga dia, suka mengibul. Ia lantas
berkata: "Jika kau tidak takut, kenapa kau menarik aku suruh lari?"
"Sebab aku sudah mengetahui bahwa mereka bukan setan, melainkan manusia!"
"ketiga tiganya adalah manusia semua?" ulang Lian It Lian rada tertegun.
"Yaaa, ketiga tiganya!"
"Kalau betul cuma manusia, apa pula yang kau takuti?"
"Siapa saja dari ketiga orang itu jauh lebih menakutkan daripada setan, kalau sampai mereka
menjadi satu...hiiih! Mengerikan deh! Untung kita kabur rada cepat, coba kalau tidak begitu,
wah... bisa jadi kita sudah menjadi setan sekarang!"
Sesudah menghela napas, kembali ia berkata:
"Kalau setan, paling banter dia cuma menakut nakutkan kita, tapi kalau dia manusia...hih!"
Ia tundukkan kepala yang digorok dengan telapak tangan:
"Botak kepala kita bisa dibeginikan olehnya...Ngeeek! Habis sudah nyawa kita!"
Lian It Lian membelalakkan matanya bulat bulat.
"Lantas kau tahu, siapakah mereka?"
"Tentu saja, pokoknya kalau sudah kusebutkan nama nama mereka, kau tentu ikut
mengetahuinya juga" "Kalau begitu, coba sebutkan!"
"Kau pernah dengar tidak tentang keluarga persilatan Kongsun yang berada di wilayah
selatan?" kata sinona bercelana merah itu setelah termenung sebentar.
Yaa, yaaa, aku pernah mendengar tentang orang ini, katanya dia tersohor karena ilmu pat
kwat kiamnya yang hebat, ilmu silatnya terhitung amat tangguh!"
Setelah berpikir sebentar, ia menambahkan:
"Konon keluarganya sudah dibunuh orang sampai ludes!"
"Kau tahu, kenapa mereka terbunuh semua sampai mampus?"
"Soal itu mah aku kurang terang!"
"Mereka semua telah mampus ditangan perempuan yang punya muka cuma separuh itu,
konon mulanya dia meringkus semua anggota keluarga tersebut, lalu memotong separuh
wajahnya, kemudian baru mengirim mereka ketengah sebuah gunung yang sepi untuk
menunggu saat kematiannya disana!"
"Apakah sudah menjadi kebiasaan baginya untuk memapas separuh wajah orang lain sebelum
membunuhnya?" "Biasanya selalu memang demikian!"
Lian It Lian segera menghela napas panjang.
"Waaah... kejam betul perempuan itu" gumamnya
"Kalau dia tak kejam, mana mungkin orang lain menyebutnya sebagai Poan bin losat
(perempuan iblis berwajah separuh)?"
462 "Ooooh...! Jadi perempuan itu yang bernama poan bin losat" Kalau begitu, orang yang punya
dua wajah itu adalah Siang bin jinmo (manusia iblis berwajah ganda)?"
"Yaa, aku pikir pasti iblis itu!" si nona bercelana merah itu manggut manggut lirih.
Yang seorang adalah Lo sat (iblis perempuan) sedang yang lain adalah jianmo (iblis manusia)
kedua duanya memang lebih menakutkan daripada setan!
Lian It Lian sendiripun cukup mengetahui akan keseraman mereka, tapi ia tak habis mengerti
kenapa iblis iblis tersebut bisa muncul bersamaan waktunya disini.
Tampak sinona bercelana merahpn tidak memahami akan persoalan itu.
"Rasa rasanya keluarga Tio tidak mempunyai perselisahan atau dendam kesumat dengan
mereka" demikian ujarnya.
"Betul mereka jahat dan berbahaya, tapi tak mungkin mereka datang mencari gara gara
dengan Tay Hong Tong tanpa sebab sebab tertentu"
Setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Kecuali sukoku telah terbitkan keonaran di tempat luaran sehingga melakukan kesalahan
terhadap beberapa orang makhluk aneh yang membunuh orang tanpa berkedip ini"
Jelas ia merasa sangat kuatir.
Maka Lian It Lianpun sengaja berlagak tidak merasa kuatir barang sedikitpun juga, sambil
tertawa dingin ia berkata:
"Siapa tahu kalau separuh wajahnya sudah kena dipapas olehnya saat ini" Entah li Lo sat
tersebut bersiap siap hendak mengirimnya kemana untuk menantikan kematiannya?"
Maksud semula dia hanya ingin menakut nakuti nona itu, siapa tahu justru dia sendiri yang
ketakutan lebih dulu. Karena secara tiba tiba ia beranggapan, bahwa peristiwa semacam ini mungkin sekali bisa
menimpa dirinya. SIapa tahu kalau separuh wajah Tio Bu Ki telah disayat orang saat ini"
SIapa tahu ia sudah berbaring disuatu tempat yang terpencil untuk menantikan saat
kematiannya" Nona bercelana merah itu menatapnya lekat lekat, kemudian berkata secara tiba tiba:
"Aku dapat melihat, bahwa kau pasti adalah sahabat yang paling... paling akrab dari sukoku"
Lian It Lian masih berdiri tertegun.
Nona bercelana merah itu tertawa, lalu berkata lebih lanjut.
463 "Karena aku dapat melihat, meskipun dimulut kau berbicara galak, padahal dalam hati
kecilmu amat menaruh perhatian kepadanya"
"Betul kau bisa melihat bahwa aku sangat menguatirkan keselamatannya"
"Tentu saja!" Lian It Lian segera tersenym.
Seaktu tertawa, sepasang matanya berubah menjadi satu garis yang lurus, sepasang lesung
pipinya yang bulat dan dalam pun segera tertera dengan amat jelasnya.
Tapi siapapun tak tahu mengapa, ternyata senymannya kali ini tidak terlampau indah dilihat,
hakekatnya tertawanya kali ini lebih mirip dengan tangisan.
"Bila sukoku tahu bahwa kau sangat memperhatikan dirinya, dia pasti akan mengaggapmu
sebagai sahabatnya yang paling baik" nona bercelana merah itu berkata lagi.
"jika aku memberitahukan satu hal kepadamu, kaupun pasti akan merasa keheranan"
Lian It Lian cepat menyambung,
"Memberitahukan soal apa?"
"Sealama ini dia tak pernah menganggapku sebagai sahabatnya, dikemudian haripun dia tak
akan bersahasabat pula denganku"
"Kenapa?" jelas sinona bercelanan merah itu merasa tercengang dan tidak habis mengerti.
Lian It Lian tidak berbicara lagi.
Sepintas lalu tampaknya dia seperti seorang yang berjiwa terbuka, tapi apa mau dikala lain
agaknya ia justru memiliki banyak rahasia.
Banyak rahasia yang tak mungkin dia ucapkan kepada siapapun juga!
Suara tertawa yang sebenarnya sudah tidak terdengar lagi tadi, sekarang mulai tertangkap lagi
secara lamat lamat. Agaknya tiga orang manusia yang jauh lebih menakutkan dari setan itu masih belum bersedia
melepaskan mereka dengan begitu saja.
"Menurut pendapatmu, sanggupkah kita menghadapi mereka bertiga..." tanya Lian It Lian
kemudian. "Tidak!" "Aku lihat ilmu silatmu cukup tangguh, kenapa musti jeri terhadap mereka?"
"Karena selamanya aku tak pernah berani berkelahi dengan orang, asal melihat darah
kepalaku langsung pusing dan bisa jadi jatuh semaput"
Kiranya diapun seorang gadis yang setiap waktu setiap saat jatuh semaput.
464 Satu satunya hal yang paling jelek dari pada seorang gadis yang setiap saat bisa jatuh pingsan
adalah terdapatnya dua orang gadis yang setiap saat bisa jatuh pingsan.
Untung saja mereka belum sampai jatuh pingsan pada saat ini maka mereka berdua dapat
mengendus segulung bau harum.
Bau harum dan masakan Hwe po yau hoa yang lezat.
Satu satunya hidangan yang bisa menyiarkan bau harum semerbak semacam in i hanya
maskan Hwe po yau hoa. Untuk mendapatkan hidangan Hwe po yau hoa, bukan saja harus ada daging bagian pinggul
harus ada punya minyak garam tungku dan kuali besar.
Benda benda semacam ini biasanya hanya akan dijumpai dalam dapur.
Biasanya dapur adalah suatu tempat yang bisa mendatangkan perasaan nyaman, hangat dan
aman bagi setiap orang. Seorang yang sedang memasak hidangan Hwe po yau hoa, baisanya tak akan mempunyai
ingatan untuk membunuh orang.
Seseorang yang ining membunuh orang, biasanya juga tak akan berkunjung ke dapur.
Maka mereka memutuskan untuk mendatangi dapur itu.
***** Dapur itu letaknya dibelakang dinding rendah yang terbuat dari batu bata merah,letaknya
yang tepat berada dibalik sebuah halaman yang tidak begitu luas.
Luas dapur tidak terhitung kecil, tapi jendelanya justru amat sedikit.
Lampu lentera dalam dapur memancarkan cahayanya dengan terang benderang, tapi suasana
dihalaman luar gelap gulita, hanya seititik cahaya lampu yang mencorong keluar lewat celah
celah daun pintu dan jendela yang kecil dan persis menyoroti diatas tubuh seseorang yang
sedang duduk dikursi bambu diluar pintu.
Orang yang berada dalam dapur agaknya tak sedikit jumlahnya, tapi diluar halaman hanya
orang itu sendiri yang duduk di bangku bambu.
Ketika Lian It Lian dan sinona bercelana merah itu nyelonong masuk kedalam halaman lewat
dinding yang pendek, bau harum masakan Hwe po yau hoa tersebut sudah tidak terendus lagi.
465 Karena semangkuk Hwe po yau hoa yang baru saja matang itu telah dibuang orang kedalam
pecomberan. Hidangan Hwe po yoau hoa yang baru saja matang, seharusnya dibuang keperut orang,
mengapa harus dibuang kedalam pecomberan"
Karena ketika ada orang menghidangkan Yau hoa tersebut ke hadapan orang yang sedang
duduk dibangku bambu itu, setelah mengendusnya sebentar dan menghela napas, ia telah
menuangnya kedalam pecomberan.
Sesungguhnya semangkuk Yau hoa tersebut terhitung lezat juga, bahkan Lian It Lian serta
nona bercelana merahpun menganggapnya harum sekali.
Tapi ketika orang itu mengendusnya barusan ternyata mimik wajahnya seakan akan baru saja
mengendus semangkuk kotoran anjing yang berbau busuk.
Orang itu bertubuh kurus lagi kecil, wajahnya selalu bermuram durja, seolah olah setiap orang
yang berada diseantero jagad telah berhutang beberapa ribu tahil perak kepadanya, seperti
juga ia sudah dibikin muak oleh bau asap dari dapur hingga setiap saat hendak tumpah.
Sambil mengerutkan dahi dan menghela napas panjang, dia berseru:
"Apa sih isi dalam mangkuk ini?"
"Semangkuk Hew po yau hoa!" jawab koki yang membuat hidangan tersebut.
Orang itu segera menghela napas panjang.
"Itu mah bukan Hwe po yau hoa namanya, yang benar adalah semangkuk Yau hoa yang diberi
letupan api!" Oleh karena itu, semangkuk He po yau hoa yang baru matang telah dituangnya kedalam
pecomberan. Orang itu kembali menghela napas, pelan pelan bangkit berdiri dan pelan pelan masuk
kedalam dapur, lweat sesaat kemudian dari dalam dapur kembali terendus bau harum
hidangan Hwe po yau hoa, hanya saja bau harum yang terendus kali ini memang jauh berbeda
bila dibandingkan dengan bau harum semula.
Lian It Lian sendiripun tak dapat membedakan dimanakah letak perbedaan tersebut, hanya
saja ketika ia mengendus bau harum Yau hoa tersebut tadi, walaupun ia merasa harum dan
lezat, namun sama sekali tidak berhasrat untuk mencicipinya.
Karena waktu itu perutnya sama sekali tidak lapar.
Tapi setelah mencium bau Yau hoa yang terendus kali ini, sekalipun ia tidak lapar, air liurnya
toh tetap meleleh keluar.
466 Ternyata manusia ceking yang selalu bermuram durja dan seakan akan ingin tumpah bila
mengendus bau asap dapur itu adalsh seorang koki jempolan.
Terdengar ia sedang bergumam didalam dapur sambil menghela napas panjang tiada hetinya.
"Sekarang kalian mulai menghitung dari angka satu sampai seratus dua puluh, waktu itulah
minyak mulai diturunkan, kemudian disaat angka sudah mencapai sertus delapan puluh lima,
daging sapi yang sudah dibumbu ini mulai dimasukkan kedalam kuali, gunakan sekop untuk
membolak balik daging itu sebanyak tujuh kali, tak boleh lebih tak boleh kurang hanya tujuh
kali, maka kuali ini musti diangkat dari api, dalam keadaan begini kau harus cepat cepat
tuangkan daging itu kedalam mangkuk yang sudah dihangatkan. Dan suruh orang cepat cepat
menghidangkannya. Waktu itu Hwe po yau hoa tersebut sudah tidak cukup segar; tidak cukup
empuk dan tidak cukup panas lagi, persis saatnya untuk menikmati hidangan dagin sapi
masak kecap ini! Sewaktu ia sedang berbicara, semua orang hanya mendengarkan dengan seksama, bahkan
untuk menghembuskan napas besarpun tak berani.
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Dagin sapi masak kecap bukan sejenis hidangan yang terlalu mewah tapi hidangan ini justru
baru akan terasa lezatnya jika dibuat dalam keluarga keluarga biasa, oleh karena itu
kepandaianmu, ketepatan waktumu harus benar benar persis, sedikitpun tak boleh meleset,
karenanya akibatnya bisa besar"
Ia berbicara didalam dapur, tapi dua orang gadis yang bersembunyi diluar dapur justru dibikin
tertegun. Mereka semua ingin mencicipi daging sapi itu, tapi mereka tak menyangka kalau untuk
membuat semangkuk dagingpun harus menguasai kepandaian sebesar ini.l
Sementara itu orang yang bermuram durja tersebut telah keluar dari dalam dapur, dua orang
segera mengikuti dibelakangnya.
baru saja ia melangka keluar dari pintu, seorang diantaranya segera tampil kedepan
menghaturkan ebuah sapu tangan putih yang hangat. Menanti ia sudah menggosok wajahnya
dengan handuk panas itu, seorang yang lain segera menghidangkan secawan air teh panas.
Tampaknya lagak si koki ini betul betul luar biasa.
Itu berarti orang yang bisa menggunakan koki semacam ini sebagai koki tetapnya, dia tentu
jauh lebih hebat lagi. ***** 467 Hampir saja Lian It Lian sudah melupakan ketiga orang manusia yang jauh lebih menakutkan
daripada setan itu. Sekarang semua perhatiannya sudah tertarik oleh tingkah laku sang koki yang sok, dia lebih
ingin tahu lagi macam apakah majikan dari koki tersebut.
Ia tidak takut terhadap koki.
Sekalipun ditangan sang koki membawa pisau. Pisau itu tak lebih hanya sebilah pisau dapur,
sebilah pisau yang tak bisa dipakai untuk membunuh orang.
"Bagaimana?" bisik nona bercelana merah itu tiba tiba.
"Biar kukesana lebih dulu" jawsab Lian It Lian.
"Akan kutanyakan kepada koki itu, tempat apakah ini" Hayo ikut aku"
"Kali ini, kau seharusnya membiarkan aku kesana lebih dulu" protes sinona bercelana merah
itu. "Kenapa?" "Karena dia adalah seorang lelaki, biasanya lelaki akan bersikap lebih sungkan terhadap
perempuan" Lian It Lian segera tertawa.
"Yaa, betul bila gadis cantik semacam kau yang bertanya kepadanya, sepatah kau bertanya,
tak mungkin dia hanya menjawab sepatah kata"
Tentu saja dia tak dapat mengatakan kalau dia sendiripun seorang gadis yang cantik menarik,
kalau bisa menipu nona itu habis habisan, apalagi bila berhasil membuat si nona jatuh hati


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadanya, itu baru suatu surprise namanya.
Dengan langkah yang sangat berhati hati kedua orang itu merangkak keluar dari balik dinding
pekarangan. Dari tempat kejauhan, nona bercelana emrah itu telah tersenyum manis kepada sang koki,
sapanya. "Baik baikkah kau?"
Ketika menjumpai seorang nona yang begitu cantik menghampirinya dan mengajak bercanda,
ternyata koki itu masih bermuram durja.
"Tidak baik!" jawabnya sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kenapa tidak baik?"
Koki itu menghela napas panjang.
"Aaaai... orang lain berpesta pora, makan minum, sebaliknya aku macam cucu kura kura saja
mendekam terus disini sambil membuatkan sayur untuk mereka, jangankan ikut berpesta,
468 mencicipi satuupun tak mungkin, coba bayangkan sendiri, penghidupan semcam ini mana
mungkin bisa dikatakan baik?"
Nona bercelana merah itu segera menampilkan sikap simpatik dan ikut terharu katanya.
"Padahal kau toh bisa menyisihkan sedikit sebelum hidangan itu dikeluarkan, dengan
demikian kau toh bisa ikut pula menikmatinya"
"Tidak mungkin!"
"Kenapa tidak mungkin?"
Sambil bermuram durja, koki itu menghela napas panjang.
"Aku tak dapat menikmatinya, setiap kali mencium bau minyak, aku sudah ingin tumpah
rasanya" Seorang yang begitu mencium bau minyak lantas ingin tumpah ternyata menjadi seorang koki
yang termashur, itu baru aneh namanya.
Nona bercelana merah itu segera bertanya lagi.
"Siapa pula yang berpesta pora hari ini?"
"Kecuali dia, siapa pula yang bisa mengundangku kemari untuk membuatkan hidangan?"
"Siapakah dia yang kau maksudkan?" tak tahan Lian It Lian bertanya.
Kontan saja koki itu melotot besar besar kearahnya, dengan dingin ia berkata:
"Kalau dia saja tak tahu, mau apa kau datang kemari?"
Lian It Lian tak berani berbicara lagi.
Nona bercelana merah itu segera berkata:
"Orang yang diundangnya hari ini tentu seorang tamu terhormat, oleh karena itu kau disuruh
membuatkan hidangan khusus buatnya"
Tampaknya perkataan itu dengan tepat menyentuh bagian yang gatal dari koki tersebut, dia
segera manggut berualang kali.
"Tepat sekali, masakan ayam masakan itik siapapun dapat membuatnya, dimanapun bisa
didapatkan, tapi kalau disuruh membuat hidangan khusus maka diperlukan pengetahuan yang
cukup, dan lagi tidak mungkin bisa dirasakan setiap kali setiap saat"
"Hmm, benar juga perkataan itu!"
Kembali koki itu menghela napas panjang.
"Aaai...! Terhadap teori yang demikian sederhananya ini, ternyata masih ada juga yang tidak
mau mengerti!" "Entah tamu agung yang diundangnya hari ini ikut mengerti atau tidak...?"
"Semestinya ia dapat memahami akan hal ini, sebab jelek jelek begitu dia juga keturunan
keluarga persilatan, tak mungkin yang dipikirkan hanya ingin makan ikan makan daging
melulu" 469 "Sauya dari keluarga manakah dia?" tanya nona bercelana merah itu lebih lanjut.
"Darimana lagi" Tentu saja dari keluarga sini!"
Kembali Lian It Lian tak sanggup mengendalikan diri, tanyanya dengan cepat:
"Apakah Tio Bu Ki?"
Koki itu melotot sekejap kearahnya, lalu menjawab dengan dingin:
"Kalau bukan dia, lantas siapa?"
Lega juga perasaan Lian It Lian sesudah mendengar perkataan itu.
Tio Bu Ki terbukti tidak berbaring disitu untuk menantikan kematiannya. Ia sedang duduk
disana sambil menunggu untuk menikmati daging sapi masak kecap.
"Masih ada persoalan lain yang hendak kalian tanyakan kepadaku?" ujar si koki kemudian.
"Sudah tak ada lagi!" nona bercelana merah itu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau begitu, gantian aku yang hendak mengajukan pertanyaan kepada kalian"
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Siapakah diantara kalian berdua yang malam ini tinggal disini untuk menemani aku tidur?"
Si koki yang selalu bermuram durja itu ternyata mengajukan pertanyaan yang luar biasa. Hal
mana sungguh membuat orang merasa terkejut.
Lian It Lian bukan cuma terkejut, bahkan saking marahnya wajahpun ikut menjadi merah
padam. "Kau sedang berkentut apa?" teriaknya gusar.
"Masakkah istilah mengajak tidurpun tidak kalian pahami?"
Buru buru si nona bercelana merah itu mencegah Lian It Lian mengumbar hawa amarahnya,
dengan cepat dia berkata:
"Aku paham, tapi aku tidak mengerti kenapa kau tidak menahan kami berdua saja untuk
bersama sama menemani kau tidur semalam?"
"Karena usiaku sudah lanjut dalam satu malam paling banyak aku cuma dapat memakai
seorang" "Siapa yang kau maui?"
"Yaa, pria muda yang cakeppun aku juga demen!"
"Lantas apa gunanya yang lain?"
"terpaksa yang lain akan kugunakan sebagai teman minum arak!" jawab koki itu.
"apa masak kau hendak menggunakan seorang manusia sebagai teman minum arak?"
"Tentu saja bukan seorang manusia secara keseluruhan, paling banter juga cuma beberapa
potong dagingnya saja yang paling empuk dan muda"
Dengan sepasang matanya ayng tajam tiada hentinya ia perhatikan tubuh kedua orang itu dari
atas sampai kebawah, dilihat dari mimik wajahnya itu seolah olah dia mengganggap kedua
470 orang tersebut sudah berubah menjadi dua ekor domba yang telah dibelejeti sampai bugil
semua. Lian It Lian betul betul naik darah saking marahnya dia sudah hampir sinting, bukan cuma
keki, bahkan ingin tumpah.
Ternyata sinona bercelana merah itu masih sempat bertanya lagi:
"Dengan cara apa kau hendak mendaharnya?"
"Tentu saja dimasak Angsio, kalau ingin masak daging orang maka api musti kecil dan tak
boleh dimasak terlalu lama, kalau tidak maka dagingnya akan keras dan alot, wah, kalau
sampai begitu rasanya tentu kurang lezat!"
"Oouw...! Tak kusangka kau memiliki pengetahuan yang begitu luas tentang cara memasak
daging orang" "Masakakan yang paling kubanggakan adalah daging orang masak Angsio, kebetulan kalian
berdua memiliki daging yang putih lagi empuk, daging macam begini paling cocok kalau
dimasak Angsiobak!" Sesudah menghela naps panjang, tambahnya:
"Waaah, agaknya hari ini aku memang lagi mujur, sudah lama tidak kujumpai daging muda
yang begini putih lagi empuk"
Ternyata nona bercelana merah itu tidak menjadi ketakutan, malah sebaliknya tertawa
cekikikan. "Yaa, hari ini kau memang mujur" katanya.
"Bukan mujur dalam selera makan, mujur pula dalam selera birahi!"
"Kalau kulihat tampangmu, agaknya bukan saja kau tidak merasa takut kepadaku, bahkan
hendak menggunakan diriku sebagai bahan gurauanmu..." kata koki itu marah.
"Yaa, tentu saja aku merasa gembira bisa berjumpa denganmu, setiap orang persilatan tahu
bahwa Biau jiu jiu sut (koki bertangan sakti) memiliki ketajaman mata yhang luar biasa, hari
ini aku bisa menarik perhatian Biau jiu jiu sut, sudah barang tentu aku merasa gmebira bisa
mengajakmu bergurau"
Tiba tiba koki itu tertawa dingin.
"Heeehhh.heeehhh.heeehhh... sungguh tidak kusangka kalau kaupun bermata tajam, ternyata
bisa mengenali diriku"
Senyuman dari nona bercelana merah itu tampak lebih cantik dan manis.
"Aku bukan cuma kenal dengan dirimu saja" katanya.
"Bahkan akupun tahu harus mempergunakan cara apakah untuk merenggut selembar
nyawamu itu!" TIba tiba paras muka koki itu berubah hebat, kelopak matanya menyipit, kemudian jeritnya
keras keras. "Kau...!" 471 Hanya sepatah kata yang sanggup dia ucapkan, mendadak kelopak matanya terbelalak lebar,
sorot matanya membuyar, dari balik tenggorokannya memancur keluar gumpalan darah
kental, napasnya langsung berhenti.
Lian it Lian merasa terkejut sekali oleh peristiwa itu.
Ia yakin dirinya tidak turun tangan, agaknya sinona bercelana merahpun tidak turun tangan.
Ia benar benar tidak habis mengerti, mengapa secara tiba tiba orang itu bisa mati.
Nona bercelana merah itu telah memalingkan kepalanya dan menutupi wajah sendiri dengan
tangan. "Coba periksalah apakah dia sudah mati?" katanya lirih.
"Mengapa kau tidak memeriksanya sendiri?"
"Aku tak boleh melihat darah, sebab begitu melihat darah maka aku bisa jatuh tak sadarkan
diri!" Lian It Lian menatapnya tajam tajam, lam, lama sekali, tiba tiba ia baru bertanya lagi:
"Sewaktu membunuh orang, menagap kau tidak jatuh semaput?"
"Sebab ketika darah mulai mengucur keluar, aku telahmemalingkan wjaahku!"
Jawabnya begitu leluasa, begitu bebas, sedikitpun tiada maksud untuk mengelabuhi kejadian
itu, seolah olah ia sama sekali tidak menganggap perbuatannya membunuh orang itu sebagai
suatu kejadian yang sangat penting.
Lian It Lian menjadi amat terkeut.
"Jadi betul betul kau yang telah membunuhnya?" ia berseru.
"Kalau bukan kau, sudah barang tentu aku!"
Lian It Lian berusaha mengamati dirinya. Namun ia tidak berhasil juga menemukan tanda
yang menunjukkan bahwa nona yang lemah lembut dan halus ini pandai membunuh orang,
bahkan yang dibunuh adalah seorang Ok-jin (orang jahat) yang sudah tersohor namanya
dalam dunia persilatan. Biau Jiu Jiu sut bukan cuma keji, bengis, dan jahat, diapun licin dan berwatak bajingan,
beberapa kali para jago persilatan dari tujuh propinsi bekerja sama untuk menangkapnya tapi
selalu tak berhasil, sebaliknya nona bercelana merah ini tanpa melakukan sesuatu gerakkan,
dengan cara yang amat mudah berhasil merenggut jiwanya.
Tak tahan lagi Lian It Lian menghela napas panjang, sambil tertawa getir ia berkata,
"Kau betul betul hebat, aku merasa amat kagum kepadamu!"
Nona bercelana merah itu tertawa merdu.
472 "Seandainya,sepasang mata anjingnya tidak melotot terus bagian tubuhku yang tak pantas ia
perhatikan terus, untuk membunuhnya mungkin tidak akan semudah itu"
Setelah berhenti sejenak dia bertanya kembali,
"Coba periksalah apakah dia benar benar sudah mati?"
"tentu saja benar benar sudah mati, dari kepala sampai kaki sudah mampus semua"
"Kalau memang begitu, buat apa kita musti mengendon terus disini...?"
"Kau ingin kemana?" tanya Lian IT Lian.
"pergi keruang depan dan menjadi teman duduk dari sukoku!"
Sesudah berhenti sejenak terusnya sambil tertawa,
"Bila gerak gerik kita cukup cepat, siapa tahu kita masih bisa mengejar daging sapi masak
kecap itu serta mencicipinya"
"Kau masih tega untuk memakannya?"
"Sekalipun tak tega juga mesti makan sedikit hidangan dari Biau Jiu Jiu sut, dulupun tidak
seringkali bsa mencicipinya, apalagi dikemudian hari, mungkin tak akan kita cicipi untuk
selamanya" ***** Daun jendela diruang tamu terbentang lebar, mereka menelusuri ujung dinding dan masuk
ketepi ruangan, kebetulan sekali dari balik daun jendela dbawah sebatang pohon Tong mereka
dapat melihat Tio Bu Ki dapat melihat pula daging sapi masak kecap yang telah dihidangkan
diatas meja itu. Mereka ingin sekali mengetahui siapa gerangan tuan rumahnya, sebab orang yang bisa
mengundag Biau Jiu jiu sut untuk buatkan masakkan baginya, orang ini sedikit banyak
berharga untuk dilihat. Ternyata tuan rumah tak ada dalam ruangan tamu.
Sebab dalam ruang tamu itu cuma ada tiga orang, kecuali Tio Bu Ki, dua orang lainnya semua
pada berdiri. Tentu saja tuan rumah tak akan menemai tamunya makan sambil berdiri, orang yang berdiri
ditepi tamu tentu saja hanya pelayang pelayannya tuan rumah.
Yang seorang berdiri membelakangi mereka, ia bertubuh tinggi, kurus dan mengenakan jubah
panjang berwarna putih salju, rambutnya telah beruban semua.
Yang lain adalah seorang nyonya berambut hitam yang digulung menjadi sebuah sanggul,
waktu itu dia sedang memenuhi cawan Bu Ki dengan arak wangi.
Tubuhnya tinggi semampai, bodynya aduhai bisa diduga dia adalah seorang prempuan yang
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
473 Apa lacur justru diatas wajahnya tergantung selapis kain caadar berwarna hitam, sehingga
sulit bagi orang untuk melihat tampang wajah sebenarnya.
TIba tiba nona bercelana merah itu bertanya dengan setengah berbisik:
"Coba kau lihat, siapakah perempuan itu"
"Aku tidak melihat raut wajahnya!" jawab Lian It Lian.
"Coba kau lihat rambutnya, lalu lihatlah tangannya!"
Rambut nyonya itu hitam lagi panjang dan banyak, sedangkan sepasang tangannya halus
lembut tapi putih menakutkan.
Mendadak Lian It Lian teringat akan seseorang, segera serunya dengan cepat,
"Apakah dia adalah Poan bin losat?"
"Yaa, itulah dia!"
Lian It Lian segera tertawa getir.
"Kita kabur kesana kemari berusaha menghindarinya, sungguh tak nyana kita menghantarkan
diri sendiri pada saat ini"
"Tuan rumah tempat ini betul betul luar biasa sekali, ternyata ia sanggup menyuruh Poan bin
losat menjadi pelayan yang memenuhi cawan arak tamunya"
"jangan jangan disnilah letak halaman yang dikabarkan ada setannya itu!" Lian It Lian
mengemukakan kekuatirannya.
Jilid 17________ "Yaa, sudah pasti benar!"
"Konon dulunya tempat ini adalah tempat tinggal calon ensomu Wi Hong Nio?"
"Akupun dengar orang berkata demikian!"
Lian It Lian segera tertawa dingin, serunya kembali: "Lagak nona Wi tersebut sudah pasti
amat luar biasa" Keadaan dalam ruang tamu itu jauh lebih luar biasa lagi. Asal benda tersebut merupakan
benda yang seharusnya terdapat dalam ruangan tamu, maka akan mendapatkannya pula di
sana, bahkan setiap benda sudah merupakan barang pilihan yang bermutu tinggi. Nilai dari
setiap benda yang berada di situ kalau dibicarakan mungkin akan membuat terkejut hati
orang. Barang barang yang seharusnya tidak terdapat dalam ruang tamupun bisa kau jumpai pula di
sini, barang barang antik yang berharga, luksan lukisan kenamaan... pokoknya nilai dari setiap
benda yang berada di sini tiada mungkin bisa dilukiskan dengan kata kata.
Nona bercelana merah itu menghela napas panjang, katanya: "Seandainya semua barang yang
berada di sini adalah pemberian dari sukoku, bisa diduga kalau sukoku pernah menjadi
seorang milyuner..."
474 "Sebaiknya jika semua barang barang yang berada di sini bukan pemberian dari sukomu,
maka sukomu sudah pasti akan kegusaran setengah mati"
Padahal tempat yang sekarang telah berubah sama sekali bila dibandingkan dengan tempat
disaat Hong nio masih tinggal di sana, bahkan perbedaannya boleh dibilang bagaikan langit
dan bumi. Semua barang yang berada di situ, jangkan pernah menyentuhnya, melihatpun Hong nio tak
pernah. Satu satunya tempat yang sama sekali tidak berubah adalah kamar tidur Hong nio, setiap
benda yang berada di situ seakan akan tak pernah disentuh oleh siapapun.
Sebelum pergi meninggalkan tempat itu, Hong nio telah menjatuhkan sebatang tusuk konde di
atas tanah, sampai sekarang tusuk konde tersebut masih berada di tempat semula.
Sebelum berangkat Hong nio sempat berbaring sebentar di atas pembaringannya, sampai
sekarang bekas lekukan tubuhnya di atas pembaringan itu masih tertera jelas, bahkan
rambutnya yang sempat rontok di atas bantalpun hingga kini masih berada di tempatnya
semula. "Apakah kau benar benar masih ingin mencicipi daging sapi masak kecap itu?" tanya Lian It
lian tiba tiba. Nona bercelana merah itu kembali menghela napas,
"Aaai,...! Tampaknya, walaupun sekarang aku tak inginpun terpaksa harus ikut mencicipinya
juga" "Kenapa?" "Berpalinglah sendiri!"


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lian It lian tak perlu berpaling lagi, sebab dari mimik wajahnya dia sudah tahu kalau
bayangan setan tanpa muka serta bayangan setan berwajah ganda itu telah berada di belakang
mereka. Tiba tiba ia berteriak: "Tio Bu Ki, harap hentikan dulu sumpitmu, tolong tinggalkan
sedikit daging sapi itu untuk kucicipi!"
Kaisar Ji-Gi Pada hakekatnya Bu ki tak punya adik seperguruan, selama ini tak habis mengerti siapa
gerangan yang telah menyaru sebagai adik seperguruannya itu. Sekarang dia sudah tahu.
475 Ketika Lian it lian dan si adik seperguruannya yang mengenakan celana merah muncul dari
halaman, dia sudah tertawa, tertawanya sangat riang, seakan akan ia merasakan betapa
gembira hatinya karena berhasil mendapatkan seorang sumoay semacam dia.
Mereka melayang keluar dari bawah pohon waru tepat di tepi daun jendela tersebut, Lian it
lian berada di depan sedang si nona bercelana merah mengikuti dari belakang.
Belum lagi tubuh mereka berdua mencapai permukaan tanah, sudah ada segulung desingan
angin kuat yang menyongsong kedatangan mereka.
Seseorang dengan menggunakan suaranya yang parau dan kering membentak nyaring:
"Keluar..." Kenyataannya mereka berdua sama sama tidak keluar.
Lian it lian segera berjumpalitan di tengah udara dan menempelkan sekujur tubuhnya di atas
dinding bagaikan seekor cecak.
Sedangkan si nona bercelana merah itu tampaknya sudah terlempar keluar lewat daun jendela,
tiba tiba ujung kakinya menggaet di atas ram jendela dan tubuhnya segera melayang kembali
ke tempat semula. Angin pakaian menderu deru, si manusia baju putih yang berdiri membelakangi jendela itu
telah mengebaskan ujung bajunya yang lebar sehingga menerbitkan deruan angin yang
memekikkan telinga. Nona bercelana merah itu segera tertawa merdu katanya. "Sungguh suatu ilmu Khikang yang
sangat lihay!" "Sayangnya ilmu khikang yang dilatihnya bukan ilmu khikang gede, melainkan
cuma khikang kecilan saja." Lian It-lian segera menambahkan dengan nada setengah
mengejek. "Masa ilmu khikang-pun dibedakan antara yang gedean dan kecilan?" "Kalau ilmu
khikang yang dilatihnya bukan ilmu khikang kecilan, mana mungkin sifatnya begitu jahat dan
jiwanya begitu sempit, apa sih hebatnya menyediakan dua pasang sumpit yang lebih banyak
dan mengundang dua orang lagi untuk bersantap bersama" Kalau dia bukan berjiwa sempit,
kenapa pula kita musti diusir pergi dari sini?"
Nona bercelana merah itu tertawa, tapi menunggu orang itu sudah memalingkan kepalanya,
mereka tak dapat tertawa lagi. Ternyata di atas wajah orang ini telah tumbuh sebuah daging
tumor yang lebih besar dari kepalanya sendiri, saking besarnya daging yang tumbuh keluar
sehingga hampir saja menutupi seluruh wajahnya. Setiap kali tubuhnya bergerak, daging
itupun ikut bergerak-gerak, sepintas lalu bentuknya menyerupai sebuah gelembung udara
yang sangat besar sekali. Berdiri semua seluruh bulu kuduk dari Lian It-lian saking ngeri dan
seramnya. Sekalipun kau berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendesaknya, tak nanti dia
berani bertarung melawan orang ini, apalagi jika kepalannya itu kebetulan menghantam di
atas daging hidup tersebut, belum lagi musuhnya mengaduh, mungkin ia sudah jatuh semaput
476 lebih duluan. "Bagaimanapun juga kau tak boleh berkelahi dengan kami, aku adalah sahabat
karibnya tamu agung itu!" "Yaa, aku adalah sumoay-nya," sambung nona bercelana merah
itu, "kau lebih-lebih tak boleh mencari gara-gara denganku." Bu-ki segera tersenyum,
katanya: "Dua orang bocah cilik ini memang suka bergurau. Ting-sianseng, ampunilah
mereka untuk kali ini!" Menggunakan sebuah matanya yang menongol keluar dari balik
daging hidupnya, Ting-sianseng melotot sekejap ke arah mereka berdua, tiba-tiba ia berkata:
"Silahkan duduk!"
MESKIPUN sudah duduk lama sekali, Lian It-lian merasakan jantungnya masih berdebar
keras. Ia betul-betul tak berani untuk menengok daging hidup milik Ting-sianseng yang
mengerikan itu, apa mau dikata justru hatinya tak tahan untuk diam-diam meliriknya kembali.
Daging hidup sebesar itu tergantung di atas wajah, kejadian semacam ini memang terhitung
suatu peristiwa langka, suatu peristiwa yang jarang bisa dijumpai didunia ini. Tiba-tiba nona
bercelana merah itu berkata: "Aku tahu dari perguruan Cing-shia-bun terdapat seorang
bernama Ting-siangseng, ilmu Kun-goan-it-khi-kang yang diyakininya tiada tandingan
didunia ini ?" "Akulah Ting Liu-cu (si daging hidup Ting)," tukas Ting-sianseng dengan suara dingin, "ilmu
Kun-goan-it-khi-kang yang kumiliki tidak terlalu bagus, maka dari itu muncul sebuah daging
hidup di atas wajahku ini " itulah gara-gara aku salah berlatih!"
Konon daging hidup itu muncul karena berlatih khikang yang disebut Kun-goan-it-khi-kang
itu. Sebetulnya daging hidup itu pada mulanya cuma kecil sekali, tapi semakin tinggi dia
melatih ilmu khikang-nya, semakin besar pula daging hidup itu tumbuh.
Sekarang, meskipun khikang yang dimiliki masih belum mencapai nomor satu di dunia ini,
tapi daging hidup yang dimilikinya sudah pasti merupakan daging hidup terbesar yang pernah
dijumpai di dunia ini. Si daging hidup Ting kembali berkata: "Akupun bukan anak murid perguruan Cing-shia-pay,
aku anak muridnya Ji-gi, dengan partai Cing-shia-pay sama sekali sudah tiada hubungannya
lagi, walau cuma setitikpun!" "Ji-gi-kau" Kenapa aku belum pernah mendengar tentang nama
perkumpulan ini?" seru nona bercelana merah itu. "Karena pengetahuanmu memang dasarnya
amat cupat, maka dari itu tidak terlalu banyak masalah yang bisa kau pahami," kata Bu-ki
menimbrung dari samping. Padahal pengetahuan nona bercelana merah itu tidak cupat, pengalamannya juga tidak sedikit,
bahkan persoalan yang diketahui olehnya mungkin jauh lebih banyak dari siapapun juga.
Tapi, dikala sang suko memberi nasehat kepada sumoay-nya, sekalipun sumoay merasa tak
puas, terpaksa dia harus mendengarkannya juga. Lian It-lian bukan sumoay-nya, maka dia
masih juga tak tahan diri untuk bertanya kembali: "Siapa sih kaucu-nya?" "Dia bukan lain
adalah Kaisar Ji-gi Tay-tee yang menguasai seantero jagat dan langit serta bumi!"
477 Hampir tertegun Lian It-lian mendengar nama tersebut. "Apakah nama yang kau sebutkan
barusan adalah nama dari kaucu kalian ?""
"Benar!" Lian It-lian hampir saja tertawa tergelak mendengar nama tersebut. Walaupun nama itu
kedengarannya keren dan berwibawa, sesungguhnya bernadakan lelucon yang hampir saja
membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Namun nada suara si daging hidup Ting amat serius, bahkan sikapnya menunjukkan rasa
takut, ngeri dan hormatnya. Bisa membuat si daging hidup Ting, Poan-bin-lo-sat, Bian-jiu-jinsut,
sekalian gembong-gembong iblis menaruh rasa takut dan hormat kepadanya, bisa
diketahui bahwa Ji-gi Tay-tee tersebut sudah pasti bukan seorang manusia yang menggelikan.
Untung saja Lian It-lian tak sampai tertawa tergelak oleh nama tersebut, dia hanya berbisik:
"Panjang amat nama itu!"
"Aku pikir sudah pasti dia adalah seorang manusia yang sangat luar biasa!"
nona bercelana merah itu menambahkan. "Yaa, dia memang seorang manusia yang luar
biasa," si daging hidup Ting membenarkan. "Dapatkah aku berjumpa dengannya?"
"Dapat." Nona bercelana merah itu segera menghela napas panjang. "Aaaai! Aku cuma berharap dia
tak akan membenci diriku dan mengusir aku pergi lagi dari sini."
Poan-bin-lo-sat yang berkain cadar hitam dan selama ini tak pernah mengucapkan sepatah
katapun itu, mendadak berkata: "Dia tak akan membencimu, dia pasti akan menyukai
dirimu!" "Sungguh?" "Dia bilang kau amat mirip dengan seseorang, terutama sekali dikala sedang tidur wajahnya
mirip sekali." Nona bercelana merah itu segera tertawa. "Dari mana dia bisa tahu tampang wajahku dikala
aku sedang tidur?" tanyanya.
"Semalam, bukankah tanpa melepaskan pakaian kau telah naik ke atas pembaringan untuk
tidur?" 478 Nona bercelana merah itu manggut tanda membenarkan. "Semalam kau pasti merasa lelah
sekali," kembali Poan-bin-lo-sat berkata,
"tapi kaupun tak ingin tidur terlalu nyenyak, maka kau sengaja mencari kayu bakar sebagai
pengganti bantal dan menggunakan poci air teh untuk mengganjal daun jendela serta bangku
untuk menindih pintu kamarmu."
"Darimana " darimana dia bisa tahu?" nada suara si nona bercelana merah itu mulai agak
gemetar. Poan-bin-lo-sat segera tertawa. "Darimana dia bisa tahu" Dengan mata kepala sendiri dia
menyaksikan kesemuanya itu, kenapa tidak tahu?" sahutnya.
Kali ini, si nona bercelana merah itu tak sanggup tertawa lagi. "Walaupun kalian tidak melihat
dirinya, tapi dia sudah melihat kalian semenjak permulaan," ujar Poan-bin-lo-sat lebih jauh.
"Apakah ia juga melihat aku?" tanya Lian It-lian sambil tertawa. "Bukankah semalam suntuk
kemarin kau tak pernah tidur?" tanya Poan-bin-lo-sat.
Lian It-lian mengangguk tanda membenarkan. "Bukankah kau selalu menangis tersedu-sedu"
Bahkan isak tangismu amat memedihkan hati?"
Mendengar perkataan tersebut, berdiri semua bulu kuduk di sekujur badan Lian It-lian. Kalau
gerak-gerikmu ternyata bisa diketahui orang lain dengan begitu jelasnya, sedangkan kau
sendiri sama sekali tidak berhasil menjumpai bayangan tubuhnya, maka kaupun pasti akan
merasa ketakutan setengah mati.
Poan-bin-lo-sat berkata lebih jelas: "Diapun mendengar kalian berkata bahwa hari ini Tio Buki
kongcu pasti akan pulang, maka pagi ini dia telah mempersiapkan sebuah perjamuan untuk
mengundang Tio-kongcu bersantap di sini."
"Apakah tamu yang diundang sekarang telah datang semua?" tanya nona bercelana merah itu.
"Mereka yang seharusnya datang telah datang, bahkan yang seharusnya tak datangpun telah
berdatangan," jawab Poan-bin-lo-sat sambil tertawa melengking.
"Lantas, dimanakah tuan rumahnya?"
"Kebetulan sekali tuan rumahnya sedang tidak berada di rumah."
"Mana mungkin tuan rumahnya tak ada di rumah?"
"Sebab secara kebetulan ada urusan lain dan dia harus pergi!"
479 Nona bercelana merah itu kembali tertawa. "Aaaah " kenapa begitu kebetulan?" katanya,
"dia toh sudah tahu dengan pasti bahwa hari ini ada tamu yang akan datang, mengapa secara
begitu kebetulan dia telah pergi?"
"Karena ada seseorang yang secara kebetulan telah sampai di sekitar tempat ini, dan
kebetulan juga dia hendak pergi berjumpa dengan orang tersebut."
Sesudah menghela napas panjang, katanya kembali: "Di kolong langit memang seringkali
terjadi peristiwa yang begini kebetulan, apa daya kita kalau sampai begini?"
"Yaa, apa daya" Aku sama sekali tak berdaya apa-apa."
"Oleh karena itu, terpaksa kalian harus duduk menunggu di sini!"
Lian It-lian kembali tak tahan, katanya: "Sungguh tak nyana dikala Ji-gi Tay-tee hendak
menjenguk seseorang, ternyata dia harus berangkat sendiri untuk pergi menjenguknya."
"Ia tahu bahwa orang itu tak mungkin akan datang kemari, terpaksa dia harus berangkat untuk
menjenguknya sendiri," Poan-bin-lo-sat menerangkan.
"Kenapa orang itu tidak diundang saja untuk berkunjung kemari?"
"Sebab orang itu sama sekali tak ingin berjumpa dengannya."
"Kenapa ia tak mau menyuruh kalian saja yang membawa orang itu datang kemari?"
"Sebab ia tahu bahwa kami pasti tak akan berhasil untuk mengundangnya datang kemari."
"Masa bahkan kalianpun tak sanggup mengundangnya?"
Poan-bin-lo-sat menghela napas panjang. "Aaaai "! Dari tujuh propinsi di selatan, enam
propinsi di utara, mungkin hanya beberapa orang saja yang mampu mengundangnya datang
?" "Oooh " rupanya dia mempunyai lagak yang luar biasa sekali," seru Lian It-lian sambil
menjulurkan lidahnya. "Yaa, lagak orang itu memang luar biasa sekali karena asal-usulnya
juga luar biasa." "Rasanya dari tujuh propinsi di selatan dan enam propinsi di utara, mungkin tiada beberapa
orang yang memiliki lagak sebesar dia."
"Betul, perkataanmu memang tepat sekali." "Lantas siapakah sebetulnya manusia yang
berlagak luar biasa itu" Boleh aku tahu?"
480 "Padahal orang itu sendiri sebetulnya tiada sesuatu yang luar biasa, diapun mempunyai
sepasang mata, sebuah hidung, selembar mulut, cuma dibandingkan orang lain, ia berlatih
ilmu pedangnya beberapa hari lebih awal saja."
"Kalau kudengar dari pembicaraanmu itu, agaknya dia memiliki ilmu pedang yang sangat
hebat?" "Kalau dibicarakan secara paksa, yaa lumayan juga ilmu pedang yang dimilikinya itu."
"Apakah dia juga terhitung seorang jago pedang?"
Poan-bin-lo-sat segera tertawa. "Kalau dia masih belum pantas disebut sebagai seorang jago
pedang, tentunya orang yang bisa dianggap sebagai seorang jago pedang akan sangat sedikit
sekali," katanya. "Jago pedang macam apakah dia?" desak Lian It-lian.
"Dia adalah Siau-siang-kiam-khek!" "Siau-siang-kiam-khek dari bukit Heng-san?"
"Benar!" Lian It-lian tidak berbicara lagi. Ia benar-benar tak tahu apa yang mesti dikatakan lagi, jika
seseorang harus menunggu lama sekali karena orang lain sedang berjumpa dengan Siau-siangkiamkhek, maka bagaimanapun lamanya mereka harus menunggu juga tiada perkataan lagi
yang bisa diucapkan. NAMA dari Siau-siang-kiam-khek itu sendiri tidak terlalu istimewa. Agaknya dari setiap
generasi yang muncul dalam dunia persilatan, selalu akan kedapatan seseorang yang
menggunakan Siau-siang-kiam-khek sebagai gelarnya.
Hakekatnya nama tersebut adalah sebuah nama yang sangat biasa, umum dan sederhana. Tapi
orang yang berhak mempergunakan Siau-siang-kiam-khek sebagai julukannya, sudah pasti
bukan seorang manusia yang biasa dan sederhana. Siau-siang-kiam-khek yang muncul setiap
generasi tentu memiliki ilmu pedang yang sangat tinggi bahkan seringkali bergaya lembut,
anggun, romantis, bahkan kadang kala sedikit mendekati agak angkuh, tinggi hati.
Karena memang mereka memiliki sesuatu yang pantas untuk disombongkan. Terutama Siausiangkiam-khek dari generasi kali ini, mana orangnya gagah dan tampan, pedangnya juga
ibarat naga sakti yang bermain di angkasa, bukan saja merupakan jago lihay dari partai Hengsan,
diapun terhitung laki2 tampan yang ternama dalam dunia persilatan.
Tiba-tiba nona bercelana merah itu menghela napas panjang, katanya: "Bahkan akupun sudah
lama ingin sekali bertemu dengannya."
481 Mendadak dari luar jendela melayang masuk sesuatu benda, menyusul kemudian terdengar
seseorang berseru: "Nah, bertemulah sendiri sekarang!"
"Bluuuk!" ketika semacam benda terjatuh di lantai, dapat diketahui bahwa benda itu adalah
sebuah kantong yang terbuat dari kulit kerbau.
Si daging hidup Ting maupun Poan-bin-lo-sat segera mengundurkan diri ke samping, dengan
sikap yang sangat menghormat. "Kaucu telah pulang!"
Meskipun tidak dapat bertemu Siau-siang-kiam-khek, bisa berjumpa dengan Ji-gi Tay-tee pun
sama saja merupakan suatu kejadian yang cukup menggembirakan hati.
Setiap orang segera mementangkan matanya lebar-lebar untuk menantikan munculnya Kaisar
Ji-gi Tay-tee tersebut. Sesungguhnya manusia macam apakah Kaisar yang menamakan dirinya Tin-sam-sam-siangogak, Sang-thian-ji-tee-kui-kiam-jiu, Ji-gi Tay-tee ini"
Tapi mereka hanya menyaksikan seorang bocah cilik yang agak kurus, berwajah pucat dan
mengenakan jubah berwarna putih salju berjalan masuk kedalam ruangan, wajah bocah itu
agak murung seperti lagi menderita sesuatu penyakit.
Tak tahan Lian It-lian segera bertanya: "Dimanakah kaucu kalian?"
Meskipun bocah itu masih kecil, tapi lagaknya ternyata luar biasa sekali, sambil bergendong
tangan dia melangkah masuk kedalam ruang, terhadap teguran tadi jangankan
memperdulikan, melirik sekejappun tidak.
Bu-ki telah melompat bangun dan memandang ke arahnya dengan penuh rasa terperanjat,
serunya tersebut: "Haah, kau?"
"Yaa, aku!" jawab bocah itu.
Bu-ki segera menghela napas panjang. "Tentu saja kau, seharusnya aku bisa menduga sampai
kesitu jauh sebelum ini!"
Lian It-lian kembali tak tahan untuk bertanya lagi: "Siapakah dia" Apakah dialah Kaisar Ji-gi
Tay-tee yang menguasai tiga bukit, mengurusi lima samudra, langit, bumi, setanpun, murung
menjumpainya?" "Benar!" Seorang bocah cilik yang berusia dua-tigabelas tahunan, ternyata mengangkat dirinya sebagai
kaucu dari perkumpulan Ji-gi-kau dengan julukan Kaisar Ji-gi Tay-tee.
482 Lian It-lian kaget, yaa tercengang yaa geli menghadapi kenyataan tersebut. Tapi ia tak sampai
tertawa, karena kecuali dia seorang, siapapun tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ikut
merasa geli dan ingin tertawa tergelak.
Si daging hidup Ting maupun Poan-bin-lo-sat berdiri dengan kepala tertunduk rendah-rendah,
mendongakkan sedikit kepalanyapun tak berani, sedangkan mimik wajah Bu-ki pun tampak
sangat serius dan keren. Karena dia tahu bocah cilik ini bukan saja sedikitpun tidak
menggelikan, bahkan sungguh-sungguh rada menakutkan.
Poan-bin-lo-sat, si daging hidup Ting, semuanya terhitung manusia-manusia Ok-jin (orang
jahat) yang termasyur dalam dunia persilatan, tapi mereka menunjukkan sikap begitu hormat,
begitu takut, terhadap bocah cilik ini, sudah barang tentu kesemuanya itu bukan berarti tanpa
sesuatu alasan yang kuat.
Bu-ki sangat memahami akan hal ini, diapun sangat memahami akan bocah itu. Hanya bocah
semacam dia juga baru akan menggunakan nama semacam itu bagi dirinya, sebuah nama
yang panjang, amat aneh dan amat luar biasa.
Padahal nama asli yang dimilikinya hanya terdiri dari sepatah kata saja, yakni Lui. Orang ini
hakekatnya memang mirip guntur, siapapun tak sanggup menangkapnya, siapapun tak
sanggup untuk mengendalikannya.
Kantong yang terbuat dari kulit kerbau itu masih tergeletak di atas lantai. Tiba-tiba Siau-lui


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya kepada Lian It-lian: "Bukankah kau ingin sekali berjumpa dengan Siau-siang-kiamkhek?"
"Benar!" Lian It-lian mengangguk. "Sekarang kenapa kau tidak pergi menjenguknya?"
"Dia berada dimana?" "Itu disini!"
Mengikuti arah yang ditunjuk, ternyata dia menuding ke arah kantong kulit kerbau tersebut.
Hanya kantong kulit kerbau yang ada di situ, namun tak tampak bayangan tubuh dari Siausiangkiam-khek. Mendadak Lian It-lian seperti teringat akan sesuatu peristiwa yang sangat menakutkan, ia
segera menjerit tertahan dengan kagetnya: "Apakah Siau-siang-kiam-khek, dia " dia berada
dalam kantong kulit itu?"
"Kenapa kau tidak membuka kantong tersebut dan memeriksa sendiri isinya?"
Lian It-lian telah menjulurkan tangannya, tapi dengan cepat ditariknya kembali. Ia tak berani
melihat. Ia sudah tahu apa isi kantong kulit tersebut, sekujur badannya sudah mulai
483 mendingin. "Bukankah kau mengira isi kantong tersebut adalah sebuah batok kepala
manusia?" Siau-lui bertanya. "Masakah bukan ?"
Tiba-tiba Siau-lui tertawa, tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh " haaahhh " haaahhhh "
tampaknya meskipun nyalimu tidak terlalu besar, penyakit curigamu tidak terlalu kecil!"
"Sebenarnya apa sih isi dari kantong itu?"
Tiba-tiba Siau-lui berpaling dan bertanya kepada nona bercelana merah itu: "Ia tak berani
melihatnya, beranikah kau?"
Nona bercelana merah itu tidak menjawab, tapi dia maju kedepan dan memungut kantong
kulit tersebut dari atas tanah. Tangannya tampak agak menggigil keras, jelas hatinya juga
diliputi oleh rasa takut dan ngeri. "Tampaknya, lebih baik kau jangan melihat saja!" kata
Siau-lui kembali. "Tidak, aku ingin melihat isinya!" jawab nona bercelana merah itu cepat. "Siapa tahu kalau isi
kantong tersebut benar-benar adalah sebuah batok kepala, batok kepala dari Siau-siang-kiamkhek."
"Aku tidak takut!"
Sekalipun dia mengatakan tidak takut, tapi tangannya menggigil semakin keras, setelah
menarik beberapa kali, dia baru berhasil melepaskan ikatan tali yang mengikat mulut kantong
tersebut. Beberapa macam barang dengan cepat terjatuh keluar dari dalam kantong tersebut " separuh
potong pedang yang kutung, beberapa stel pakaian dan sepasang telinga. Yaa itulah telinga
manusia, telinga yang masih berlepotan darah kental.
AKHIRNYA Lian It-lian dapat juga menghela napas lega, untung saja isi kantong itu bukan
batok kepala manusia. Sekalipun sepasang telinga yang berlepotan darah itu tampaknya juga
menakutkan, paling tidak jauh lebih enak dipandang daripada sebuah batok kepala manusia
yang berlepotan darah. "Adakah sepasang telinga ini milik Siau-siang-kiam-khek?" nona bercelana merah itu
bertanya. "Pakaian itupun miliknya," Siau-lui segera menerangkan.
"Buat apa kau membawa pulang pakaiannya?" "Karena aku senang!"
"Apakah setiap tindakan yang kau senangi akan kau lakukan tanpa memandang resikonya?"
"Apakah kau tidak tahu yang diartikan sebagai Ji-gi?" Nona bercelana merah itu segera
menghela napas panjang, diambilnya separuh potong pedang kutung itu dan bertanya lagi:
484 "Apakah pedang inipun miliknya?" "Diatas gagang pedang itu tertera beberapa huruf, apa
salahnya kalau kau membacanya agar semua orang ikut mendengarkan?"
Dengan suara lantang, nona bercelana merah itu segera membaca sebaris tulisan yang tertera
diatas kutungan pedang itu: "Senjata mestika dari bukit Heng-san. Berpantang dalam
membunuh. Pedang utuh manusia hidup. Pedang kutung manusia binasa."
"Apakah kalian semua telah mendengarkannya dengan jelas?" Siau-lui bertanya.
Yaa, setiap orang telah mendengar kata-kata tersebut dengan jelas dan terang.
"Apakah kalian semua tidak mengendus bau busuk?" kata Siau-lui kembali.
Tidak tak ada yang mengendus bau busuk. "Aku kan sedang berbicara bukan lagi kentut, dari
mana datangnya bau busuk?" nona bercelana merah itu segera berseru. "Kata-kata tersebut
semuanya adalah kentut busuk, masakah kalian tidak mengendus bau busuk?" seru Siau-lui.
"Aku lihat kata-kata tersebut amat jelas dan sangat masuk akal, kenapa bisa berubah menjadi
kentut busuk?" "Orang yang dibunuh olehnya, tak mungkin jauh lebih sedikit dari pada orang
lain, ketika kukutungi pedangnya, kutelanjangi pakaiannya, dan kupotong sepasang
telinganya, ia masih juga belum mau mampus "!"
Setelah tertawa dingin, lanjutnya: "Bukankah itu berarti kata-kata tersebut jauh lebih busuk
dari pada kentut?" Nona bercelana merah itu menghela napas panjang. "Yaa sekarang aku memang mulai
mencium bau busuk itu, sudah pasti kata-katanya sebagai kentut busuk!" "Bukan cuma
sebagai kentut saja, bahkan jauh lebih busuk dari pada kentut yang paling busukpun didunia
ini, sayang dia sendiri tidak mengendusnya, maka dalam gusarku sepasang telinganya segera
kukutungi dan pakaiannya kutelanjangi."
Nona bercelana merah itu segera tertawa cekikikan suaranya merdu dan nyaring. "Aku pikir
hidungnya mungkin berpenyakit, hanya hidung yang berpenyakit membuatnya tak bisa
mengendus apa-apa, karena itu bau busuknya kentutpun tak sampai terendus olehnya, kalau
aku menjadi kau, seharusnya bukan sepasang telinga yang tak bersalah itu yang dikutungi,
lebih tepat kalau hidungnya yang tak berfungsi itu yang dipapas sampai kutung ?"
"Kembali kau keliru besar," kata Siau-lui. "Jika hidungnya itu sudah tidak berfungsi lagi
apapula gunanya untuk dikutungi" Toh dikutungi atau tidak dikutungi juga sama saja, tak
mungkin ia bisa mengendus bau busuknya kentut yang dia lepaskan. Lantas apa gunanya aku
musti memapas kutung hidung yang tak berfungsi itu?"
Nona bercelana merah itu segera bertepuk tangan dan tertawa cekikikan. "Yaa, betul, betul
sekali, memang perkataanmu masuk akal, teorimu memang tepat sekali."
485 "Tentu saja semua perkataanku masuk akal, tepat dan benar, karena setiap perkataan yang
kuucapkan selalu mengandung kebenaran dan kenyataan yang tak dapat dibantahkan."
Ia mendongakkan kepalanya, lalu dengan angkuh melanjutkan: "Sebab aku inilah Ji-gi Taytee
yang tiada duanya di seantero jagad, akulah Kaisar agung yang menguasai bukit,
mengurusi benua dan ditakuti oleh langit, bumi maupun setan!"
ANTARA SANG DEWI DAN IBLIS PERERMPUAN
AKHIRNYA Lian It-lian menjadi paham juga, kenapa si daging hidup Ting dan sekalian
orang-orang yang berada disitu sedemikian takutnya menghadapi bocah cilik tersebut.
Dapat mengutungi pedang Siau-siang-kiam-khek, menelanjangi dirinya dan mengutungi
sepasang telinganya, sudah merupakan suatu peristiwa yang cukup mengerikan. Tapi yang
benar-benar paling mengerikan masih bukan terletak pada bagian tersebut.
Tiba-tiba Siau-lui bertanya kepadanya: "Apakah kau merasa takut kepadaku?"
Lian It-lian tidak menjawab, karena dia tak dapat menyangkal, namun diapun tak ingin
mengakui. "Mengapa kau takut kepadaku?" kembali Siau-lui bertanya. Lian It-lian masih belum juga
menjawab, karena hakekatnya dia sendiripun tak tahu. Tiba-tiba ia merasa bahwa mungkin
disinilah letaknya bagian yang paling menakutkan dirinya, meskipun orang lain takut
kepadanya, namun tidak diketahui kenapa ia merasa begitu takut kepada dirinya.
Siau-lui telah bertanya pula kepada nona bercelana merah itu: "Bagaimana dengan kau"
Apakah kau juga merasa takut kepadaku?"
"Tidak, aku tidak takut!" nona bercelana merah itu berseru. "Orang lain pada takut semua
kepadaku, kenapa kau tidak takut kepadaku?"
"Karena aku sama sekali tak mengerti, kenapa mesti takut kepadamu?" jawab nona bercelana
merah itu. Siau-lui segera tertawa. Setengah harian kemudian, tiba-tiba ia bertanya kembali: "Maukah
kau kawin denganku?"
"Baik!" jawab nona bercelana merah itu cepat. Ketika Siau-lui mengajukan pertanyaan itu
secara tiba-tiba, semua orang sudah merasa terkejut. Ternyata nona bercelana merah itu
memberi jawaban yang tak kalah cepatnya, hal mana semakin membuat orang tercengang dan
merasa diluar dugaan. 486 Bahkan Siau-lui sendiripun sedikit merasa diluar dugaan. "Kau betul-betul bersedia kawin
denganku?" tegasnya.
"Tentu saja!" Mendadak nona itu menghela napas, terusnya: "Sayang sekali, aku tahu bahwa kau bukan
sungguh-sungguh menyukai diriku!"
"Lantas mengapa aku meminangmu untuk menjadi istriku?" "Karena aku amat mirip dengan
seseorang yang lain, yang kau sukai secara tulus ikhlas adalah orang itu, maka seandainya aku
benar-benar menikah denganmu, dikemudian hari kau pasti akan menyesal."
"Kenapa?" "Sebab bagaimanapun juga aku bukanlah dia, dikemudian hari kau pasti akan
menemukan bahwa banyak terdapat ketidak samaan antara aku dengan dirinya, saat itulah kau
akan mulai menjesal, andaikata suatu ketika kau berhasil menjumpai dirinya lagi,
kemungkinan besar kau akan menyepakku dari sisimu."
Siau-lui berpikir sebentar, lalu jawabnya: "Agaknya apa yang kau katakan rada masuk akal
juga." Nona bercelana merah itu segera tertawa manis. "Sekalipun aku bukan Kaisar Ji-gi Tay-tee,
tapi apa yang kuucapkan sedikit banyak masih bisa diterima juga oleh akal sehat."
"Oleh karena itu kau merasa lebih baik jangan kawin dengan diriku saja ?"" kata Siau-lui.
"Bukannya aku tak ingin menikah denganmu, cuma lebih baik kalau kau jangan mengawini
diriku karena aku tak ingin menyusahkan dirimu."
Siau-lui berpikir sebentar, tiba-tiba ia berpaling ke arah Bu-ki sambil bertanya: "Coba
lihatlah, dia mirip siapa?"
"Aku tak dapat melihatnya," sahut Bu-ki.
"Seharusnya kau dapat melihatnya dia mirip Hong-nio, Wi Hong-nio mu itu!"
"Kau suka dengan Hong-nio?" "Apakah kau masih tidak mengerti kenapa aku harus datang
kemari" Kenapa harus tinggal di tempat ini?"
Tentu saja kesemuanya itu lantaran Hong-nio. Karena dulu Hong-nio berdiam di situ, setiap
benda yang berada di tempat itu seakan-akan telah memantulkan bayangan indah dari Hongnio.
Sekarang pada akhirnya Bu-ki mengerti juga. Dia hanya bisa tertawa getir. Wajah Siau-lui
yang sebetulnya masih menampilkan wajah seorang kanak-kanak itu mendadak menampilkan
487 kesedihan hati seorang dewasa, ujarnya dengan murung: "Sayang sekali sekarang dia sudah
bukan milikmu, juga bukan milikku lagi."
Tiba-tiba kesedihan dan kemurungan tersebut berubah menjadi kemarahan dan luapan rasa
benci. "Karena orang mati hidup itu telah merampasnya dari tangan kita berdua ?" ia
menambahkan. Orang yang dimaksudkan sebagai "orang mati hidup" itu sudah barang tentu adalah Tee-cong.
Sekarang Bu-ki baru yakin, bahwa orang yang diajak Tee-cong menjenguknya tempo hari
bukan lain adalah Hong-nio. Tak bia disangkal lagi, Bu-ki merasakan hatinya bagaikan
ditusuk dengan pisau yang tajam, menusuk dalam ulu hatinya dan mendatangkan rasa sakit
yang merasuk hingga ketulang sumsum.
Mungkin disebabkan rasa sedih yang terlalu mendalam, maka di atas wajahnya sedikitpun
tidak menampilkan perubahan apa-apa.
Siau-lui melotot ke arahnya, tiba-tiba ia berteriak keras-keras: "Aku lihat kau sedikitpun tidak
merasa sedih, kenapa" Kenapa kau tidak sedih?"
Bu-ki tidak menjawab. Sebaliknya nona bercelana merah itu telah menghela napas panjang,
katanya: "Kalau kesedihan tersebut dapat dilihat dari wajahnya, mungkin kesedihan tersebut
bukan suatu kesedihan yang benar-benar sedih."
"Yaa masuk akal juga perkataanmu itu," kata Siau-lui, "agaknya setiap perkataan yang kau
ucapkan selalu masuk akal."
Nona bercelana merah itu tersenyum manis, baru saja dia hendak mencari sumpit untuk
mengambil daging sapi masak kecap, mendadak terdengar Siau-lui berteriak keras: "Haah,
tidak mirip! Tidak mirip! Begitu kau tertawa, lantas saja tidak mirip, untung saja aku belum
mengawinimu, kaupun belum jadi kawin dengan aku."
Sementara itu dari kejauhan sana berkumandang suara kentongan. "Toong! Toong!" dua kali
ketukan, berarti sudah kentongan kedua. Kalau dihitung-hitung, sekarang memang sudah
saatnya mendekati kentongan kedua.
Saat kentongan kedua tiba, terdengar bunyi kentongan berkumandang semestinya hal itu
merupakan suatu kejadian yang lumrah, umum dan tiada suatu yang aneh. Tapi paras muka
Siau-lui telah berubah. "Sungguh tak kusangka si buta sialan itu dapat mencari aku disini!"
gumamnya. Hanya Tio Bu-ki seorang yang tahu, siapa gerangan si buta sialan yang dimaksudkan itu.
Suara kentongan itu berasal dari tempat yang amat jauh, tapi kedengarannya seakan-akan si
pemukul kentongan itu berada disisi telinga mereka. Kecuali Toh-mia-keng-hu (si kentongan
perenggut nyawa) Liu Sam-keng, siapa lagi yang bisa memiliki tenaga dalam sesempurna ini"
488 Kaisar Ji-gi Tay-tee yang tidak takut langit, tidak takut bumi ini meski tidak takut pula
terhadap Liu Sam-keng, namun terhadap si orang mati hidup masih tersisa juga sedikit rasa
takut. Ditengah keheningan malam yang mencekam, terdengar bunyi tongkat yang mengetuk
permukaan tanah bergerak dari tempat kejauhan menuju kemari, bahkan suaranya makin lama
semakin nyaring. Liu Sam-keng yang mengenakan celana hijau, membawa gembrengan kecil dan berjalan
sambil mengetukkan tongkatnya ke tanah itu, akhirnya muncul dari balik kegelapan.
Siau-lui tidak berkutik, semua orang juga tak berkutik, Siau-lui membungkam, semua orang
lebih-lebih terbungkam. Bu-ki dapat memahami maksud hati Siau-lui. Banyak orang
persilatan pada tidak percaya kalau Toh-mia-keng-hu benar-benar buta, kadangkala ia dapat
melihat jauh lebih tajam dan terang dari pada mereka yang tidak buta.
Namun Siau-lui tahu bahwa butanya mata orang itu bukan cuma pura-pura saja, tapi buta
sungguhan. Perasaan dan ketajaman pendengaran seorang buta jauh lebih tajam dan lihay dari
segala-galanya, asal semua orang tidak bersuara, maka diapun tak akan tahu kalau ada sekian
banyak orang berkumpul di situ.
Dengan tenang dan membungkam semua orang menyaksikan ia berjalan masuk setelah
mengitari halaman, wajahnya yang kuning pucat sama sekali tidak menampilkan emosi,
seakan-akan ia sedang memasuki rumah kosong yang sama sekali tak berpenghuni.
Begitu banyak pasang mata dari orang-orang yang berada dalam ruangan itu sedang
mengawasinya, namun ia sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa, tongkat bambu
berwarna putihnya masih mengetuk tanah dan pelan-pelan ia berjalan kedepan meja.
Sesudah menarik napas panjang-panjang, gumamnya: "Sungguh tak kusangka di sinipun ada
arak, ada sayur, kalau orang lain memang segan makan, biar akulah yang akan menikmatinya.
Sambil meraba-raba ia mencari sebuah bangku dan duduk, setelah menyandarkan tongkat
bambunya di tepi meja, dia mencari sepasang sumpit, menyumpit sepotong daging sapi masak
kecap dan dimasukkan kedalam mulutnya lalu dikunyah-kunyah. Kembali gumamnya:
"Daging sapi ini sedap sekali rasanya, cuma sayang sudah dingin!"
Dia makan minum seorang diri, bergumam seorang diri, seakan-akan seorang penyanyi solo
yang sedang beraksi di atas panggung, ia seperti juga tidak merasa bahwa setiap kali ia
menyuap hidangan ke mulutnya, mata-mata yang melotot disekelilingnya sedang melotot
besar ke wajahnya. 489 Lian It lian yang menyaksikan kejadian itu, hampir saja mengucurkan air mata bercucuran.
Kejadian semacam ini mungkin akan dianggap suatu lelucon, dimata orang lain, tapi dalam
pandangannya, peristiwa itu justru merupakan suatu peristiwa yang paling menyedihkan di
dunia ini. Hampir saja dia tak tega memberitahukan kepada si buta yang patut dikasihani itu, bahwa
dalam ruangan itu bukan hanya dia seorang diri.
Mendadak Lui Sam keng meletakkan sumpit ke atas meja, lalu menghela napas panjang.
"Aaaai..! Sayang Siau lui tidak berada di sini. Hidangan Hwe po yau hoa dan daging sapi
masak kecap kebetulan adalah hidangan kegemarannya, andaikata dia berada di sini aku pasti
akan memberikan semuanya ini kepadanya"
Beberapa patah kata itu diucapkan seperti juga dengan kedua macam hidangan tersebut,
walaupun biasa dan tiada sesuatu yang aneh, namun justru menampilkan suatu perasaan
tertentu yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Hampir saja Lian it lian tak tahan mengendalikan diri. Hampir saja dia hendak
memberitahukan kepadanya, bahwa Siau lui duduk di sampingnya, bahkan asal mengulurkan
tangannya maka ia dapat meraba tubuhnya.
Siapa tahu ternyata Siau lui justru dibikin terharu oleh ucapannya itu, tiba-tiba ia berkata:
"Kau tak usah memberikannya kepadaku, makanlah sendiri, aku tahu kaupun gemar sekali
makan kedua sayur itu"
Paras muka Lui Sam keng yang kuning kepucatan itu segera memancarkan sinar tajam,
serunya cepat, "Oooh,,,,! Kiranya kaupun berada di sini"
"Sejak tadi aku sudah berada di sini, sebenarnya aku tak ingin kau tahu akan kehadiranku di
sini, tapi kau begitu baik kepadaku, bagaimana mungkin aku merasa tega untuk mengelabui
dirimu?" "Semenjak kau pergi meninggalkan kami, bukan saja setiap hari aku memikirkan dirimu,
suhumu juga amat rindu kepadamu"
"Masakah dia juga memikirkan aku?"
"Meskipun di luar wajahnya sangat dingin dan kaku, tapi rasa rindunya kepadamu mungkin
jauh lebih besar daripada rasa rinduku kepadamu"!"
Siau lui segera menghela napas panjang. "Sebenarnya aku masih mengira kalau dia ingin
mempergunakan didirku saja untuk mengalahkan murid yang dididik oleh Ban Tang lo serta
mengangkat nama baiknya"
490 "Kau keliru besar" ucap Liu Sam keng, "asal kau bersedia pulang, ia sudah akan merasa
gembira sekali!" "Tapi aku masih tak ingin pulang!"
"Kenapa?" "Aku masih sorang kanak kanak, bagaimana pun juga aku tak bisa menirukan cara hidupnya
yang tiap hari hanya berbaring dalam peti matinya saja, aku masih ingin bermain main di
luaran, sebab pemandangan di luar jauh lebih menyenangkan daripada di situ"
"Tunggu saja sampai ilmu pedangmu telah selesai kau pelajari, saat itu kau pasti boleh
bermain sepuas-puasnya"
"Apakah kau tak dapat tinggal di sini dan menemani aku untuk bermain main selama


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa hari lagi" Setiap hari aku tentu akan suruh orang buatkan daging sapi masak kecap
untukmu" "baik, aku akan menemanimu!" Siau Lui sama sekali tidak menyangka kalau jawabannya
diberikan secepat itu, saking gembiranya hampir saja dia melompat-lompat.
Liu Sam keng juga sangat gembira, katanya: "Kemarilah dahulu, biar kuraba dulu wajahmu,
selama beberapa bulan ini kau bertambah gemu" Ataukah bertambah kurus?"
Siau lui segera maju menghampirinya, sambil tertawa ia menjawab: "Aku lebih gemuk dari
dulu, aku telah berhasil mendapatkan seorang koki yang hebat!"
Dihadapan si buta, ia sudah bukan kaisar Ji-gi Tay tee yang luar biasa lagi. Bagaimanapun
juga dia masih seorang kanak-kanak. Pancaran kasih sayang yang diperlihatkan kedua orang
itu, hampir saja membuat air mata Lian It lian bercucuran saking terharunya.
Ketika airmatanya sudah mulai meleleh keluar dari kelopak matanya, mendadak tangan Lui
Sam Keng berputar cepat, lalu mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Siau Lui
erat erat. Lain It lian merasa ama terkejt, Siau lui lebih terkejt lagi, jeritnya tertahan: "Hey, mau apa
kau?" "Kau sudah bermain cukup lama ditempat luar" kata Liu Sam keng dengan dingin. "Lebih
baik sekarang juga ikut aku pulang kerumah!"
"Jadi apa yang kau ucapkan tadi hanya untuk membohongiku?"
491 "Sekalupun kau anggap sebagai bohong, itupun kulakukan demi kebaikanmu!"
"Kalau begitu, sejak semula kau sudah tahu kalau aku berada disini, maka sengaja kau
mengucapkan kata kata tersebut agar terdengar olehku dan membuat hatiku terharu, setelah
itu kau baru menangkapku untuk diajak pulang" seru Siau lui.
Liu Sam keng tak ingin menyangkal, pun tak perlu menyangkal, tiba tiba dia hanya berkata:
"Tio Bu ki, kaupun lebih baik ikut aku pulang, Hong nio masih selalu menantikan
kedatanganmu" Sekali lagi Lian It lian merasa terkejut.
Ternyata si buta itu bukan saja tahu kalau Siau lui berada disitu, diapun tahu kalau Bu ki juga
berada disana. Sebetulnya dia adalah seorang manusia yang memiliki banyak tipu muslihat.
Tapi sekarang, secara tiba tiba ia menemukan bahwa semua tipu muslihatnya itu kalau
dibandingkan dengan si buta tersebut hakekatnya seperti permainan dari seorang kanak kanak.
Bu ki masih dapat mengendalikan perasaannya, ia bertanya: "Kenapa akupun harus ikut kau
pulang?" "Karena ilmu pedangmu belum berhasil kau pelajari, kalau bergerak diluaran maka kau akan
menderita kerugian" "Jadi kalau begitu, kau suruh aku pulang kesitu hanya demi kebaikanku saja?"
"Tentu!" Sebetulnya Siau lui sudah ketakutan setengah mati, tiba tiba ia tertawa tergelak.
"Haahh"haahhh?"haaahhhh". sayang sekali, sekalipun dia ingin mengikuti kau pulang
juga tak mungkin" "Kenapa?" tanya Liu Sam keng. "Karena kalian berdua sudah tak mungkin bisa keluar lagi
dari perkampungan Ho hong san ceng ini dalam keadaan hidup"
Setelah tertawa, ia melanjutkan, "Kematianmu mungkin jauh lebih cepat darinya, karena arak
yang kau minum jauh lebih banyak daripada arak yang dia teguk"
"Apakah arak dalam poci itu sudah kau campuri dengan sesuatu?" tegurnya.
492 "Kau tahu poci arak tersebut sudah tersedia di meja semenjak tadi, tentu saja tidak kau sangka
kalau poci arak itu sudah kecampuri dengan sesuatu, apalagi aku memang menyiapkan arak
itu bukan untuk kuminum sendiri, melainkan sengaja kupersiapkan untuk diberikan kepada
Tio Bu-ki" "Mengapa kau hendak mencelakainya" tanya Liu Sam keng.
"Bagaimanapun juga dia toh tetap suaminya Hongnio, jika aku atidak mencelakainya, lantas
harus mencelakai siapa?"
Paras muka Liu Sam keng sudah rada berubah, dengan tangannya yang lain ia cengkeram poci
arak tersebut kemudian diciumnya sebentar, setelah itu sambil tertawa dingin katanya: "Kalau
dalam poci arak ini benar-benar terdapat racunnya, maka bukan saja sepasang mataku Liu
Sam keng telah buta, hidungkupun pantas dipotong juga"
"Sudah puluhan tahun Toh mia keng hun malang melintang dalam dunia persilatan, untk
membohongi dirimu tentu saja tidak terlalu gampang" kata Siau Lui.
Liu Sam keng segera tertawa dingin. "Yaaa, tentu saja tidak terlalu gampang!" sahutnya.
"Persoalan yang kau ketahui tentu tidak sedikit bukan jumlahnya?" "Memang tidak terlampau
sedikit!" "Kalau begitu kau tentu tahu bukan bahwa dalam dunia persilatan terdapat tujuh
orang pendekar wanita yang disebut Jit Sian li (Tujuh dewi), mereka semua adalah
perempuan-perempuan cantik yang ternama dalam dunia persilatan!"
Mendadak ia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain dan menyinggung tentang masalah
lain yang sama sekali tiada sangkut pautnya dengan persoalan tersebut.
Walaupun orang lain merasa keheranan, tapi Liu Sam keng sama sekali tidak ambil peduli.
Jika kau telah mencengkeram urat nadi dari seseorang dan tahu dia sudah tiada harapan lagi
untuk meloloskan diri dari cengkeramanmu, maka apapun yang dia katakan, tentu saja tak
akan kau anggap peduli. "Aku bukan saja tahu tentang mereka, bahkan kenal pula dengan
beberapa orang diantaranya"kata Liu Sam keng.
"Diantara ketujuh orang dewi itu, bukankah ada seorang diantaranya juga she Liu?"
"Benar!" "Kau juga kenal dengannya?"
Tiba-tiba Liu Sam keng menghela napas panjang: "Liok soat sian cu seperti juga namanya,
dia adalah seorang perempuan yang lemah lembut, halus berbudi dan cantik jelita, perempuan
semacam itu sudah tak banyak ditemui lagi pada saat ini"
493 "Sekarang dimanakah orangnya?" tanya Siau lui.
"Walaupun sinar matahari senja amat indah, sayang sudah mendekati datangnya magrib!"
"Apakah dia telah mati?"
Kembali Liu Sam keng menghela napas panjang, "Yaaa ia memang mati terlalu awal!"
sahutnya. "Sekarang walaupun kau tak dapat melihat wajahnya lagi, tentunya masih mengingat
suaranya bukan?" "Bukan hanya sehari dua hari kudengar suaranya, seperti juga wajahnya, suaranya merdu dan
indah, siapapun yang pernah mendengar suaranya maka tak akan terlupakan lagi untuk
selamanya" Siau lui pun ikut menghela napas panjang. "Aaaii"!Sayang ia mati terlalu awal!" katanya
"Yaaa,, memang sayang sekali!"
Mendadak Siau lui tertawa tergelak, kemudian serunya, "Liu Liok-soat, sesungguhnya kau
sudah mati atau belum?"
"Belum!" jawab Poan-bin-lo-sat.
Ketika secara tiba-tiba ia bertanya kepada seseorang yang jelas diketahui telah mati dengan
pertanyaan: "Sudah matikah kau?" semua orang sudah merasa terheran-heran. Sungguh tak
disangka ternyata ada juga yang menjawab: "Belum!" dan orang itu ternyata bukan lain
adalah Poan-bin-lo-sat (iblis perempuan berwajah separuh).
Kejadian ini segera mencengangkan semua orang, membuat wajah mereka termangu, mata
terbelalak dan mulut melongo. Lebih tak disangka lagi ternyata paras muka Liu Sam-keng
segera berubah hebat setelah mendengar suara jawaban itu.
Apakah Poan-bin-lo-sat yang bengis, kejam dan tak berperi kemanusiaan ini, bukan lain
adalah Liok-soat siancu yang lemah-lembut dan berbaik budi itu"
Kembali Siau-lui bertanya: "Benarkah kau adalah Liok-soat siancu?"
"Yaa, benar!" Poan-bin-lo-sat menegaskan.
"Kau belum mati?"
"Aku tahu setiap orang mengira aku telah mati, sayang aku masih hidup segar bugar!"
494 Suara penuh dengan kepedihan dan kesedihan, seakan-akan ia betul-betul merasa sayang
karena dirinya hingga kini masih hidup segar bugar.
"Sesungguhnya kau adalah seorang Dewi, mengapa saat ini bisa berubah menjadi iblis
wanita?" Lo-sat adalah sejenis Iblis perempuan yang bengis, jahat dan bertampang jelek. Poan-bin-losat
segera menjawab: "Semenjak wajahku rusak ditangan orang, aku telah berubah menjadi Iblis perempuan yang
berhati keji!" Lian It-lian pernah menyaksikan wajahnya, raut wajah yang dimilikinya sekarang memang
sudah tidak mirip dengan wajah seorang bidadari lagi.
"Wajahmu rusak ditangan siapa?" tanya Siau-lui kemudian.
"Ditangan Kongsun Lan!"
"Siapakah Kongsun Lan itu?"
"Dia adalah putri tunggal dari Kongsun Kong-ceng, seorang tayhiap dari kota Yang-ciu!"
"Benarkah mereka adalah orang-orang dari keluarga persilatan Kongsun yang merupakan
salah satu dari empat keluarga besar persilatan ?"" Siau-lui bertanya lebih lanjut.
"Benar!" "Kenapa Kongsun Lan merusak wajahmu yang cantik itu?"
"Karena ia telah mencintai Lim Tiau-eng!"
"Siapa pula Lim Tiau-eng tersebut?"
"Dia tak lain adalah Siau-siang-kiam-khek Lim Tiau-eng yang perkataannya bagaikan kentut
busuk itu?" Poan-bin-lo-sat menerangkan.
"Lantas apa pula hubunganmu dengannya?"
"Dia adalah suamiku!"
"Secara bagaimana Kongsun Lan bisa berkenalan dengannya?"
495 "Waktu itu ia seringkali bermain kerumah!"
"Jadi diantara kalian sebenarnya tiada ikatan dendam ataupun sakit hati?"
"Sama sekali tak ada."
"Lalu apa pula hubunganmu dengan Kongsun Lan?"
"Dahulu dia adalah saudara angkatku!"
Suara jawabannya selalu dingin dan hambar, tapi ketika berbicara sampai kesitu, nadanya
baru kedengaran agak berubah. Sayang wajahnya tertutup oleh selapis kain cadar hitam,
bukan saja berwarna gelap, lagipula sangat tebal, sehingga sukar buat orang lain untuk
mengetahui mimik wajahnya.
"Bagaimanakah hubunganmu dengan dirinya?" Siau-lui kembali bertanya dengan suara
nyaring. "Sebenarnya aku selalu menganggap dia sebagai adik kandungku sendiri, dalam menghadapi
persoalan apapun aku selalu mengalah untuknya."
"Tapi bagaimanapun juga kau tak dapat menyerahkan suamimu kepadanya ?""
"Yaa, sesungguhnya aku sama sekali tak tahu akan kejadian tersebut, pada hari Tiong-ciu
suatu tahun, ia mengundang kami untuk merayakan hari tersebut bersama dirumahnya,
akupun berkunjung kesana, waktu itu ia berusaha keras untuk meloloh aku dengan arak, dan
akupun minum terus tanpa rasa curiga."
Tiba-tiba suaranya menjadi parau, lewat lama sekali baru sambungnya lebih jauh: "Sungguh
tak kusangka, ketika aku telah dibikin mabuk dan tak sadarkan diri, ia telah naik keatas
pembaringan bersama suamiku!"
"Kalau toh waktu itu kau sudah mabuk, darimana bisa kau ketahui jika ia sudah tidur dengan
suamimu?" "Sebab nyali mereka berdua terlalu besar, didalam kamar sebelahnya mereka lakukan
perbuatan itu dan lebih-lebih tak mereka sangka kalau aku telah sadar kembali ditengah
malam buta." "Apakah kau telah mendengar suara mereka?"
"Tidak, tapi aku seperti sudah terpengaruh oleh ilmu sihir, tiba-tiba saja ingin memeriksa
keadaan dalam kamar tersebut."
496 "Bila seorang wanita menjumpai peristiwa semacam ini, sedikit banyak sikapnya memang
akan berubah menjadi agak aneh," kata Siau-lui sambil manggut-manggut.
"Ketika kutangkap basah perbuatan mereka itu, hampir gila aku saking marahnya, Kongsun
Lan segera melarikan diri terbirit-birit, sedang aku mengejarnya dari belakang, ketika itu aku
benar-benar ingin menangkapnya dan mencekik lehernya sampai mati."
"Kemudian?" "Kemudian akupun berubah menjadi begini."
"Kenapa?" "Sebab rumah itu rumahnya, ketika orang tuanya dan saudara-saudaranya melihat aku hendak
membunuhnya, serentak mereka turun tangan untuk membekuk diriku, setelah itu aku
dikurung dalam rumah pembakaran batu bata, maksudnya hendak membakarku hidup-hidup."
"Apakah Lim Tiau-eng tidak munculkan diri untuk menolong jiwamu?"
Poan-bin-lo-sat menggelengkan kepalanya. "Waktu itu ia sudah melarikan diri, jangankan
orangnya, bayangan tubuhnya saja tak nampak." ***
Berbicara untuk seorang perempuan, peristiwa semacam ini memang merupakan sebuah
tragedi yang memilukan hati, jalannya peristiwapun penuh dengan liku-likunya masalah,
kalau dibicarakan sesungguhnya, hal ini memang sangat tragis dan memilukan hati. Tapi
semua orang masih tidak habis mengerti, mengapa Siau-lui mengisahkan kejadian tragis yang
menimpa diri Poan-bin-lo-sat tersebut kepada mereka semua.
Sebab peristiwa tersebut agaknya sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan masalah yang
terjadi barusan, hanya saja kejadian itu telah merubah kesan mereka bahwa Siau-siang-kiamkhek
memang pantas dihukum mati.
"Semenjak terjadinya peristiwa itu, semua orang persilatan lantas menjangka bahwa kau telah
mati," kata Siau-lui.
"Yaa, karena mereka tidak menyangka kalau aku ternyata masih hidup, bahkan keluarga
persilatan Kongsun telah memberi muka kepadaku dengan menyelenggarakan suatu upacara
penguburan yang sangat meriah."
"Mengapa kau belum mati?"
"Itulah yang dinamakan kalau saat ajalku belum tiba, dan aku memang ditakdirkan untuk
hidup lebih jauh. Mimpipun mereka tak menyangka kalau malam itu, secara kebetulan ada
orang hendak mencuri batu bata mereka."
497 "Apakah pencuri-pencuri batu bata itu yang telah menyelamatkan jiwamu ?"" tanya Siau-lui.
"Tapi bukan saja separuh wajahku sudah terbakar hancur, sekujur badankupun sudah terbakar
sehingga tak keruan keadaannya."
"Maka dari itu kau lebih suka dianggap orang lain telah mati, karena kau tak ingin orang lain
mengetahui bahwa wajahmu telah berubah menjadi begini rupa?"
Poan-bin-lo-sat kembali mengangguk. "Bukan saja wajahku telah berubah, bahkan jalan
pikiranku pun ikut berubah!" katanya.
"Oleh sebab itu setahun kemudian, secara tiba-tiba dalam dunia persilatan telah muncul
seorang iblis perempuan yang bernama Poan-bin-lo-sat?"
"Ya, karena pada saat itu aku baru tahu jika ingin menjadi seorang manusia maka hatinya
mesti kejam dan tak berperasaan, dengan demikian ia baru tak akan menderita kerugian."
"Konon setelah kejadian itu, kau telah meringkus empat puluh lembar jiwa keluarga Kongsun
Lan untuk disayat dulu separuh wajah mereka, kemudian baru mengirim orang-orang itu
kesuatu tempat yang tak mungkin ditemukan orang untuk menantikan kematiannya?"
"Ketika disekap dalam ruangan pembakaran batu bata, aku telah merasakan bagaimana
tersiksanya seorang yang sedang menantikan tibanya saat kematian, maka aku harus membuat
mereka pun ikut merasakan keadaan tersebut, karena dari keluarganya tak terdapat
seorangpun yang terhitung orang baik."
"Kongsun Kong-ceng meski tidak gagah dan jujur, jelek-jelek diapun seorang jago didalam
perguruan Pat-kwa-bun, ilmu silat yang dimiliki orang-orang sekeluarga mereka tak nanti
lemah, dengan cara apa kau berhasil meringkus semua anggota keluarganya?"
Lian It-lian sudah pernah mendengar hal ini dari mulut nona bercelana merah, tapi dia masih
keheranan juga, dengan kekuatan Poan-bin-lo-sat seorang, bagaimana caranya ia berhasil
meringkus puluhan lembar jiwa anggota Kongsun secara dengan bersamaan waktunya mereka
semua ?"" Terdengar Poan-bin-lo-sat berkata: "Dirumah mereka terdapat sebuah sumur yang khusus
dipakai untuk minum orang sekeluarga, kebetulan sekali sumur yang berada dihalaman
belakang dikenal oleh orang sekitar sana sebagai sumur air manis, air itu paling enak jika
digunakan untuk membuat air teh."
Ia tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya dan kemudian melanjutkan: "Mereka adalah
keluarga persilatan yang ternama, sampai pelayannya semua orang gemar minum air teh."
498 "Maka kau mencampuri air sumur itu dengan obat?" sambung Siau-lui dengan cepat.
"Yaa, cuma sekali-sekali!"
"Obat apakah itu?"
"Obat tersebut bernama Kun-cu-san!"
"Obat macam apakah Kun-cu-san itu?"
"Semacam obat racun yang bisa membuat orang pingsan dan kehilangan tenaganya jika
minum sedikit, dan merenggut nyawanya jika terlalu banyak "!"
"Mengapa obat beracun itu dinamakan Kun-cu-san?"
"Sebab obat itu seperti juga seseorang Kuncu lemah-lembut dan berhati mulia tapi setelah
mencelakai orang, bahkan sang korbanpun tidak mengetahuinja."
Siau-lui kontan saja tertawa terbahak-bahak. "Haahh " haahh " haahh " sebuah nama yang
sangat baik, nama yang sangat tepat."
Setelah tersenyum, ia menambahkan: "Tampaknya dikemudian hari kalian harus ingat untuk
baik-baik menghadapi seorang Kuncu, sebab makin lemah-lembut orangnya makin berbahaya
wataknya." Poan-bin-lo-sat pernah mengalami nasib yang buruk dan musibah yang tragis, tak bisa
disalahkan jika ia amat membenci orang persilatan.
Jilid 18________ Tapi dia masih begitu muda, namun jalan pemikirannya ternyata begitu sempit, tak heran
kalau setiap perbuatannya selalu mendatangkan rasa terkejut bagi siapapun. Kembali Siau lui
bertanya:

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Barusan apakah kau pun telah mencampuri sedikit obat tersebut ke dalam poci arak itu?"
"yaa, cuma sedikit sekali!" Poan bin lo sat membenarkan
"Obat apa yang telah kau campurkan ke dalam arak itu?"
"Kun cu san!" Kata kata yang terakhir itulah baru benar benar merupakan "melukiskan naga memberi mata"
kunci rahasia dari kisah cerita tersebut letaknya dipaling belakang.
499 Sekarang semua orang baru mengerti kenapa secara tiba tiba Siau lui menyinggung tentang
peristiwa tersebut. Ilmu silat yang dimiliki KOngsung Kong Ceng sekeluarga ter- hitung amat tangguh,
seandainya bukan dikarenakan terkena racun Kun cu san tak mungkin mereka bisa dibekuk
semua oleh Poan bin losat dan mandah disiksa tanpa memiliki kekuatan untuk melakukan
perlawanan. Tentu saja bubuk Kun cu san adalah sejenis racun yang tidak berwarna dan berbau, semacam
obat beracun yang amat hebat sekali daya kerjanya.
Kalau tidak demikian, sebagai jago-jago kawakan yang ber- pengalaman dalam dunia
persilatan bagaimana mungkin Kongsun kon ceng sekeluarga yang terdiri dari empat puluh
lembar jiwa bisa dipecundangi tanpa merasa"
Tiba-tiba paras muka Bu-ki berubah hebat. Sambil memegangi perut sendiri menahan
kesakitan yang luar biasa dia berseru:
"Aduuuuh......tidak benar!"
Mimik wajahnya menunjukkan sikap seorang yang kesakitan hebat, Matanya melotot besar,
bibirnya memucat dan peluh sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya.
Paras muka Liu Sam Keng kontan saja ikut berubah, jeritnya dengan suara tertahan.
"Apanya yang tidak benar?"
"Arak....arak dalam poci itu....."
"kenapa....kenapa dengan arak dalam poci itu.... apakah....apakah...."
Tapi sebelum perkataannya itu sempat diselesaikan, tahu tahu Siau-liui sudah melepaskan diri
dari ceng- keramannya, menyusul kemudian secepat kilat ia menotok lima, enam buah jalan
darah penting ditubuhnya.
Pada saat itulah. si nona bercelana merah itu menghela napas panjang.
"Aaaai...! Sungguh lihay....sungguh lihay....manusia lihay, bubuk Kun-cu-sannya juga lihay!"
Siau-lui tertawa terbahak bahak,
"haaahhh...haaahhh...haaahhh...apakah kau juga merasa kagum kepadaku?"
500 "Yaaaa, aku merasa benar benar amat kagum kepadamu!"
Buki masih duduk tak berkutik ditempat semula, sepasang matanya terbelalak kaku, seakan
akan sekujur badannya sudah tak mampu digerakkan lagi. Lian it lian sangat terkejut, ia
segera melompat bangun dan menyerbu ke sisinya.
"Benarkah arak itu beracun?" tegurnya.
"Tidak!" "Kalau memang tidak beracun, kenapa kau menjerit tidak benar?"
"Justru karena tiada racun, maka aku baru mengatakan ridak benar!" sesudah menghela
nanapas panjang, katanya kembali:
"Mereka bersikeras mengatakan arak itu beracun, bahkan caranya berbicara begitu hidup dan
wajar, apa mau dikata dalam arak tersebut justru yiada racunnya, tentu saja ini menandakan
kalau keadaan tidak benar!"
Siau lui tertawa terbahak bahak
"haaahh....haaahh....haaahh....kalau aku tidak sengaja berbicara dengan hidup dan wajar, mana
mungkin LIU Sam-keng si rase tua inibisa terjebak oleh siasatku?"
Ternyata Liat It-lian masih belum mengerti. ia bertanya lagi kepada Bu-ki:
"jikalu dalam arak itu memang tidak beracun kenapa kau bisa berubah menjadi begini rupa?"
"Aku telah berubah menjadi seperti apa?"
"Seperti orang keracunan berat"
"Bu-ki segera tertawa.
"Orang yang seperti keracunan belum tentu benar benar keracunan, tidakkah kau rasakan
bahwa perbedaannya teramat besar?"
"Untunglah ia mau membantuku" seru Siau-lui kembali, coba kalau ia tak bersedia
membantuku untuk bermain sandiwara ini, untuk berhasil seperti apa yang sekarang ini
rasanya tak akan segampang ini"
"Darimana kau bisa tahu kalau dia pasti akan membantumu unruk bermain sandiwara ini?"
tanya Lian It-lian. 501 "Karena aku tahu, diapun tak ingin membiarkan LIU Sam-keng mengajaknya pulang"
Lian It-lian segera bertanya lagi kepada BU-ki: "Darimana kau bisa tahu kalau dia sedang
berbohong?" "Seandainya Liu Sam-keng benar2 benar keracunan maka dia pun tak usah mengatakannya
dengan terang dan jelas"
"Yaa paling tidak memang seharusnya ia menunggu sampai Liu Sam-keng roboh dahulu baru
menerangkan keadaan yang sebenarnya" Lian It-lian manggut manggut tanda mengerti
Bu-ki segera tertawa, "Akhirnya kau berubah juga menjadi seorang yang pintar"
Lian It-lian memejamkan mulutnya rapat rapat.
Tadi ia merasa bahwa permainannya kalu dibandingkan dengan tipu muslihat bocah ini maka
permainannya itu agaknya seperti permainan kanak kanak.
Tapi sekarang dia baru tahu kalu dugaannya itu ternyata keliru.
Yang benar bukan "agaknya" mirip lagi seperti permainan kanak] kanak, melainkan
hakekatnya memang permainan kanak kanak..! Tentu saja perbedaan antara kedua hal inipun
teramat besar sekali POAN-BIN-LO-SAT kembali mengambil poci arak dan memenuhi cawan arak setiap orang.
Tak tahan Lian It-lian segera bertanya kembali
"Benarkah di halaman belakang rumah Kongsung Kong-ceng terdapat sebuah sumur yang
dinamakan sumur air manis?"
"Benar" Poan bin-lo-sat mengangguk.
"Kau benar benar telah meracuni air dari sumur tersebut?"
"Betul!" "Tapi kau tidak mencampuri arak dalam poci dengan arak?"
Poan bin-lo-sat memandang kearahnya mencorong sinar tajam dari matanya dibalik
kaincadar, tiba tiba katanya sambil tertawa:
502 "Kau adalah seorang anak baik, akupun menyukai dirimu maka aku hendak memberitahukan
kepadamu, ada dua hal yang musti kau ingatkan terus menerus...."
"Akan kudengarkan dengan seksama!"
"Seandainya kau ingin membohongi orang lain, pertama tama yang musti kau ingat adalah
dikala membohongi orang, kau tak boleh sama sekali bicara bohong, sebelum itu paling tidak
harus ada sepuluh kata merupakan kata kata jujur dan benar, agar setiap orang percaya bahwa
kau sedang berbicara sejujurnya nah setelah semua orang percaya kau baru mulai berbohong,
dengan demikin orang baru akan mempercayai seratus persen!"
"Masuk diakal!" seru Lian It-lian
"Seandainya kau tak ingin di bohongi orang maka kaupun harus ingat, apakah dalam sumur
ada racun atau tidak serta dalam arak ada racunnya atau tidak adalah dua masalah yang
berbeda". "Yaa, memang dua kejadian yang berbeda" kembali Lian It-lian membenarkan setelah
menghela napas. "Teori semacam ini sesungguhnya gampang dan sederhana, tapi justru amat sedikit orang
yang memahaminya" "Seandainya setiap orang bisa memahami teori tersebut masih ada siapa lagi yang bakal
tertipu?" Poan bin-lo-sat tersenyum.
"Justru karena amat jarang orang yang memahami teori itu, maka setiap hari tentu ada
manusia di dunia ini yang ditipu orang"
"Betul!" "Ya, memang tepat sekali!" nona bercelana merah itu ikut pula menghela napas panjang.
SIAU LUI mengangkat cawannya Bu-ki pun mengangkat cawannya.
Siau lui mengawasi wajahnya lekat lekat, mendadak berkata:
"Agaknya kau tidak terlalu gampang untuk tertipu?"
Bu-ki ikut tertawa. "Wah ....kalau seringkali tertipu oleh siasat orang, itu baru tidak menarik namanya"
503 "Agaknya kau telah berubah menjadi begitu tak suka bicara?"
"Perkataan yang tidak seharusnya dikatakan lebih baik jangan dikatakan, sebab...."
"Sebab terlalu banyak berbicarapun, tidak menarik namanya" sambung Siau lui.
"Ya memang betul perkataanmu itu" sahut Buki sambil tersenyum dan manggut manggut.
"Kau adalah seorang yang pintar, jika kau bersedia ikut aku pergi, aku pasti akan mengangkat
dirimu menjadi wakil kaucu".
Bu-ki tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
"Kau hendak pergi?"
Siau lui juga tidak menjawab, tapi bertanya kembali:
"Seorang yang sama sekali buta dan tak bisa melihat apa apa dari mana bisa tahu kalau aku
berada disini" kenapa ia bisa menemukan diriku...?"
"Sebab ada orang yang telah memberitahukan hal ini kepadanya"
"Ya, pasti ada!"
"Tapi aku tak ingin kali sampai jejakku ditemukan kembali oleh orang lain"
"Kau tak ingin?"
"Ya, apakah aku harus cepat cepat angkat kaki meninggalkan tempat ini?"
"Aku rasa makin cepat semakin baik!"
"Apakah kau jadi ikut aku?"
"Kalu kau jadi aku, mungkinkah kau pergi mengikuti diriku?" Bu ki balik bertanya.
"Tak mungkin!" "Kenapa?" "Karena kalau aku ingin jadi pemimpin, lebih baik aku mengangkat diriku sebagai
kaucu, sebab menjadi wakil kaucu tentu tidak menarik hati"
"Kalau sudah tahu pekerjaan itu tidak menarik hati lalu manusia macam apa yang bersedia
melakukannya?" 504 "Tentu saja hanya telur busuk goblok yang melakukannya"
"Sekarang, coba lihat apakah aku mirip seorang telur busk yang goblok?" tanya Bu ki.
"Kau tidak mirip"
Sesudah berhenti sebentar, pelan pelan ia melanjutkan:
"Jika aku mencari orang lain untuk bu-kaucu ku, dan ternya ia tak mau, tentu saja diapun tak
bisa dianggap sebai seorang telur busuk goblok, sebab paling banter dia hanya bisa dianggap
sebagai sesosok mayat belaka"
"Kenapa?" "Sebab sekalipun pada waktu itu dia bukan sesosok mayat, tapi dalam waktu singkat dia pasti
akan menjadi sesosok mayat!"
"Untung saja aku bukan orang lain" kata Bu ki
"Siau lui kembali menatapnya lama sekali, akhirnya dia menghela napas panjang.
"Ya, untung saja kau bukan" bisiknya.
Ada semacam orang yang bilang datang lantas datang, bilang pergi lantas pergi.
Jika dia mau datang siapapun tak akan tahu kapan dia baru akan datang, setelah ia datang,
siapapun tak dapat menghalangi dirinya.
Sebaliknya jika dia mau pergi, siapapun tak dapat menahan kepergiannya itu.
Kebetulan Siau lui adalah orang semcam itu.
Maka dia telah pergi, pergi sambil membawa Liu Sam-keng yang meskipun jaln darahnya
tidak tertotokpun, saking gusarnya ia menjadi setengah mati.
Ia telah bertanya kepada BU ki:
"Perlukah kutinggalkan orang ini untukmu?"
Bu ki bukan orang bodoh, maka dia tak mau.
Orang ini ibaratnya besi baja yang menyengat tangan,bahkan merupakan benda yang paling
menyengat tangan didunia ini.
505 "Jika kau bersikeras untuk meninggalkan dirinya disini" kata Bu ki, "kemungkinan besar aku
akan membunuhnya" "Kau tak ingin membunuhnya?" tanya Siau lui
"Aku tak dapat membunuhnya"
"Kenapa?" "Karena aku tahu, diapun tak akan membinasakan aku"
Oleh karena itu kau tahu kalau dia tak akan membunuhmu, maka waktu itu kau baru pergi
mencarinya untuk membuat perhitungan
Yang dimaksud kan waktu itu adalah bulan tiga tanggal dua puluh delapan tahun berselang,
pada hari itu juga ia telah bersiap siap membayar hutangnya kepada Liu Sam-keng.
Siau lui mengetahui akan kejadia itu.
"Waktu itu sebenarnya adalah hari baik, hari penuh rejeki" katanya, "kebetulan juga hari
perkawinanmu: ternyata kau telah mencarinya membereskan hutang. Karana agaknya kau
tahu bahwa manusia macam ini tak mungkin membunuhmu dihari sebaik itu guna menagih
hutang....." "Agaknya aku memang sedikit rada mengerti"
"Tampaknya, kau seperti sedikitpun tidak bodoh!" kata Siau lui kembali.
Tiba tiba nona bercelana merah itu menghela napas panjang.
"Andai kata ia ada sedikit goblok, tak mungkin jiwanya bisa hidup sampai sekarang"
Akhirnya Siau lui pergi juga. Tiada orang yang menanyakan diri Biau jiu-jiu-sut, agaknya
beberapa orang itu sama sekali tidak menaruh perhatian terhadapnya.
Benarkah Siau lui punya cara yang bagus untuk mengendalikan mereka" Ataukah karena
mereka menaruh sesuatu rencana terhadap Siau lui"
Peduli bagaimanapun juga, Siau lui pasti dapat menjaga diri baik baik....
Oleh sebab itu Bu ki tidak menasehati apa apa kepadanya, dia hanya berharap agar dia jangan
terlalu "ji-gi", sebab jikalau seseorang selalu menjumpai keadaan yang berhasil memenuhi
seleranya itu akan berubah menjadi sebaliknya.
506 Agaknya Lian It lian sangat kuatir kalau Bu ki mengajukan pelbagai pertanyaan kepadanya,
tidak menanti Bu ki membuka suara dia telah berkata lebih dulu:
"Aku tahu antara kalian suheng-sumoy pasti terdapat banyak persoalan yang hendak
dibicarakan, aku tak dapat menemani kalian lebih jauh. Sekarang sekalipun langit mau
ambruk, aku butuh tidur yang nyenyak lebih dahulu...."
Maka dalam ruanganpun tinggal mereka suheng-moay berdua.
Nona bercelana merah itu tertawa paksa lau katanya:
"Kau tentu tak pernah menyangka bukan kalau secara tiba tiba bisa muncul seorang sumoay
yang mencarimu, agaknya kau sama sekali tidak mempunyai seoarang sumoay?"
Ya, aku memang tidak menyangka"
Ditatapnya nona itu, lalu tersenyum:
"Kau benar benar lebih mirip seorang perempuan dari pada perempuan yang sesungguhnya!"
Apakah nona bercelana merah itu bukan seorang perempuan tulen"
Ia menundukkan kepalanya rendah rendah lalu berkata:
"Aku berbuat demikian sesungguhnya karena terpaksa!"
"Apakah kau telah menjumpai sesuatu kesulitan?"
Nona bercelana merah itu menghela napas
"Aaai...! kesulitan yang kujumpai hakekatnya besar bukan kepalang."
"Kesulitan apa?"
"Ada beberapa orang musuh yang sangat lihay telah berhasil melacaki jejakku, sekarang aku
telah didesaknya sehingga tiada jalan lain untuk melarikan diri lagi, maka dengan perasaan
apa boleh buat terpaksa aku datang mencarimu."
"Siapa siapa sajakah mereka itu?"
"Aku tidak bermaksud meminta bantuanmu untuk pergi menghadapi mereka" jawab nona
bercelana merah itu dengan cepat.
507 "Kenapa?" "Sebab mereka semua adalah manusia-manusia yang tidak gampang dihadapi, aku tak bisa
membiarkan kau menempuh bahaya lantaran aku, aku pun tahu bahwa kau sendiri pasti masih
ada persoalan lain yang harus dilakukan"
Bu-ki tidak menyangkal. Maka nona bercelana merah itu berkata lebih jauh.
"Oleh karena itu aku tidak lebih hanya berharap agar kau memperbolehkan aku berdiam untuk
sementara waktu disini"
Sesudah menghela napas, katanya lebih jauh.
"Sebetulnya aku tak ingin mendatangkan banyak kerepotan bagimu, andaikata kau merasa
menjumpai banyak kesulitan, maka setiap saat aku bersedia angkat kaki dari sini."
"Bersahabatkah kita berdua?" tanya Bu ki
"Aku berharap demikian!"
"Dikala seseorang menjumpai kesulitan, kalau bukan datang mencari teman, siapa pula yang
dicari?" Nona bercelana merah itu memandang kearahnya, sinar matanya penuh pancaran terima
kasih. Tapi begitu Bu ki memutar badannya, sorot mata itu segera berubah, berubah menjadi begitu
dingin menyeramkan dan pancaran sinar bengis yang menggidikkan hati.
Kedatangannya kemari, tentu saja bukan benar benar untuk menghindari kejaran musuh
musuhnya, dia datang kemari untuk membunuh orang.
Orang yang hendak dibunuhnya sudah barang tentu adalah Tio Bu ki
Sampai sekarang dia belum juga turun tangan, hal ini tak lain karana ia masih belum
mempunyai keyakinan untuk mengatasi Bu ki.
Ia sedang menunggu datangnya kesempatan baik.
Karena "dia" bukan lain adalah "sahabat" Bu ki yang baru saja dikenalnya, LI Giok-tong


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adanya. 508 Sedang Li Giok-tong, bukan lain adalah Tong Giok!
Tentu saja mimpipun Bu ki tak akan menyangka kalu sahabatnya ini adalah Tong Giok.
Ia memutar badannya memandang pohon waru diluar ruangan, setelha termenung sekian lama
tiba tiba katanya: "Kau tak dapat tinggal disini"
Tong Giok amat terkejut, tanyanya tanpa sadar:
"Kenapa?" "Sebab besok pagi pagi sekali aku akan pergi, aku merasa tak tega meninggalkan kau seorang
diri disini" "Kalau begitu aku....."
"Kau boleh pergi bersamaku, akan kuanggap kau sebagai keluargaku, segera akan
kuperintahkan orang untuk menyiapkan sebuah kereta besar untukmu, aku percaya siapapun
tak akan mencari orang didalam keretaku"
"Kau bermaksud hendak kemana?" tanya Tong Giok setelah termenung dan berpikr sebentar.
"Ke wilayah Cuan-tiong!"
Setelah tersenyum, ia menambhakan:
"Orang orang itu sibuk mencari jejakmu disepanjang dua sungai besar, sedangkan kau telah
pergi ke wilayah Cuan-tiong bukankah hal ini merupakan suatu tindakan yang sangat bagus?"
"Yaa memang bagus sekali" sorak Tong Giok sambil tertawa pula.
Ia benar benar merasa tindakan tersebut sebagai tindakan yang amat tepat.
Tentu saja disepanjang jalan dia akan lebih banyak memperoleh kesempatan untuk turun
tangan, begitu melangkah masuk ke wilayah Cuan tiong, maka pemuda itu ibaratnya sang
domba yang msuk ke mulut harimau, lebih tipis lagi harapannya untuk meloloskan diri.
Bahkan dia sendiripun tidak menyangka kalau nasibnya sedemikian mujur, ternyata segala
sesuatunya berjalan lancar, dan semuanya diraih tanpa membuang banyak tenaga.
Tak tahan lagi dia bertanya:
509 "Kita bersiap siap akan berangkat kapan?"
"Besok pagi pagi sekali kita akan berangkat"
"Bagaimana dengan Lian kongcu itu" apakah diapun akan turut serta dalam perjalan ini?"
"Dia tak akan ikut"
"Kenapa?" "Sebab dia takut kalau aku sampai memukul kepalanya hingga pecah."
Bu ki sendiripun merasa sangat gembira.
Sesungguhnya dia memang suka membantu teman, apalagi dalam perjalanannya menuju
wilayah Kuan-tiong yang jauh dan lama, bisa mempunya seorang sahabat sebagai teman
seperjalanan, kejadian ini memang merupakan suatu kejadian yang menggembirakan.
Ia menghantar sendiri sahabatnya ini sampai ke pintu kamar tamu sebelum dia memohon diri
dari situ. Memandang bayangan punggung yang keluar dari kamar, hampir saja Tiong Giok tak kuasa
menahan rasa gelinya, dia ingin sekali tertawa terbahak bahak,... kali ini Tio Bu ki betul betul
akan mampus! Malam yang kelam terasa amat sepi, suasana disekitar situpun amat hening.
Kalu dimasa lalu, asal Bu ki pulang ke rumah maka dia pasti akan membangunkan setiap
orang, mengajaknya bercakap cakap dan mengajak mereka minum arak.
Ia selalu suka akan keramaian, tapi sekarang ia telah berubah bahkan dia sendiripun merasa
bahwa dirinya telah berubah.
Sekalipun bukan berarti ia selalu bermuram durja, bersedih hati dan kesal, sehingga
membiarkan orang lain tahu kalau ia sedang susah dan sedih, tapi kelincahan dan
kesegarannya yang dimiliki dulu kini sudah lenyap tak berbekas, Tio Bu ki yang sekarang
bukan Tio Bu ki yang dulu, Tio Bu ki yang sekarang sudah tak suka berbicara secara blak
blakan lagi. Sekarang ia sudah belajar bagaimana menyimpan kata katanya didalam hati, apa yang
dipikirkan dalam hati, hanya dia yang tahu.
Sebab dia tak ingin tertipu lagi, diapun tak ingin mati konyol.
510 Suasana dikebun amat sepi...
Dibalik kebun yang sepi, ternyata masih ada sinar lentera yang bergerak gerak dari sebuah
ruangan tak jauh dari sana.
Cahaya lentera yang redup itu, ada kalanya terang benderang ada kalanya lenyap dan padam.
Ruangan itu adalah kamar bacanya Tio Kian, Tio jiya.
Sejak Tio jiya meninggal dunia, tempat itu selalu dibiarkan kosong jarang sekali ada orang
yang kesitu, lebih lebih ditengah malam buta, semakin mustahil ada orang yang berkunjung
kesana. Tapi kalau tak ada orang,kenapa ada cahaya lentera yang berkedip kedip"
Ternyata Bu ki tidak merasakan sesuatu yang aneh, agaknya memang sudah tak ada kejadian
yang bisa membuatnya merasa kaget bercampur keheranan.
Betul juga, ternyata dalam kamar baca ada orangnya, dan kebetulan sekali ternyata orang itu
adalah Lian it lian. Ia seperti lagi mencari sesuatu barang, setiap rak buku, setiap laci yang berada dalam ruangan
itu telah dibongkar olehnya sehingga keadaannya menjadi porak poranda.
Pelan pelan Bu ki masuk ke dalam dan menyelinap ke belakang, lalu secara tiba-tiba
menegur: "Apa yang sedang kau lakukan" Sudah kau temukan sesuatu?"
Dengan terperanjat Lian it lian berpaling, saking kagetnya ia sampai berdiri tertegun.
"Andaikata kau belum berhasil menemukannya aku bersedia membantumu, sebab
bagaimanapun aku jauh lebih hapal terhadap setiap barang disini daripada dirimu" kata Bu ki.
Pelan pelan Lian It lian bangkit berdiri, menepuk bajunya yang kotor dan tertawa.
"Coba kau tebak, apa yang sedang kucari?"
"Aku tak bisa menebaknya!"
"Tentu saja aku sedang mencari intan permata atau barang berharga lainnya, apakah kau tak
tahu kalau aku adalah seorang perampok yang bekerja seorang diri?"
511 "Kalau kau adalah seorang perampok ulung yang bekerja seorang diri maka kau kau pasti
akan amti kelaparan"
"Oya?" "Andaikata kau tidak mati kelaparan maka kau pasti sudah ditangkap orang, ditelanjangi dan
digantung diatas pohon, atau paling tidak digebuki setengah mati"
Setelah tertawa dingin, katanya kembali:
"karena kau bukan saja tidak tajam dalam pengincaran, gerak gerikmu terlalu kasar dan
bodoh, disini kau mencuri barang, orang yang berada satu li dari sinipun dapat mendengar
suaramu" "Sekarang, apakah kau hendak....hendak menggantung aku?"
Kata "menelanjangi" tersebut bukan saja tidak ia katakan, bahkan dibayangkan pun tak
berani. "Aku tak lebih hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu, tapi setiap
pertanyaan yang kuajukan harus kau jawab dengan sejujurnya, kalu tidak maka aku akan....."
"Kau akan apa?" tanya Lian It lian ketakutan.
"Kau paling takut aku berbuat apa" Nah, itulah yang yang akan kulakukan"
Merah padam selembar wajah Lian It lian karena jengah, sedangkan jantungnya berdebar
semakin cepat. "Aku tahu kau tidak she LIan, kaupun bukan bernama Lian It lian!" kata Bu ki lebih jauh
Kemudian sambil menarik muka dan tertawa dingin, katanya kembali:
"Lebih baik kau mengaku saja secepatnya, apa sebetulnya she mu" Dan siap namamu" Mau
apa kau datang kemari" Kenapa seperti sukma gentayangan saja selalu membuntuti diriku?"
Lian It lian menundukkan kepalanya rendah rendah, diam diam biji matanya berputar kesana
kemari, mendadak ia menghela napas panjang dan berkata:
"Masakah kau tak dapat menduganya?"
"Aku tak dapat!"
"Kalau seorang gadis tidak mencintai dirimu, mungkinkah dia datang mencarimu?"
512 "Tak mungkin!" Lian It lian menundukkan kepalanya semakin rendah, sikapnya kemalu maluan, dengan suara
lirih sahutnya: "Sekarang tentunya kau sudah mengerti bukan, kenapa aku datang mencarimu?"
"Aku masih belum mengerti!"
Hampir saja Lian It lian melompat bangun saking jengkelnya, dengan suara keras teriaknya:
"Apakah kau adalah seekor babi?"
"Sekalipun aku adalah seekor babi, tentunya aku bukan seekor babi yang telah mampus."
Tiba tiba Lian It lian tertawa
Pada saat ia mulai tertawa itulah, tubuhnya telah melompat ketengah udara, tangannya
diayunkan dan melepaskan senjata rahasia andalannya.
Orang yang sering kali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, hampir sebagian besar
membawa senjata rahasia, sayang senjata rahasianya tidak beracun, caranya menyambitpun
kurang jitu, bila dibandingkan dengan senjata rahasia andalan keluarga Tong, tentu saja
selisihnya jauh sekali. Kalau senyumannya itu sangat manis, sangat memikat hati, membuat orang lain tidak
menyangka kalau secara tiba tiba dia akan turun tangan, maka sergapannya itu pasti lihay
sekali. Apa lacur senyumannya itu tidak terlalu bebas, senyumannya terlalu dipaksakan.
Dia sendiripun tahu bila ingin mempergunakan cara ini untuk menghadapi Tio Bu ki, maka
harapannya untuk berhasil pasti tak akan terlalu besar. Sayang dia justru tidak berhasil
menemukan cara lain yang jauh lebih baik daripada cara itu.
Siapa tahu kenyataannya sekarang, ternyata cara itu manjur sekali, ternyata Tio Bu ki tidak
melakukan pengejaran. Angin dingin menerpa wajah, kegelapan mencekam seluruh permukaan jagad, bangunan
rumah yang tinggi besar itu telah ditinggalkan jau di belakang sana.
Mendadak suatu perasaan aneh muncul dalam hatinya, ia merasa seakan akan sangat berharap
agar Tio Bu ki dapat mengejar dirinya.
513 Karena dia tahu, asal dirinya sudah pergi meninggalkan tempat itu maka selamanya jangan
harap kembali lagi kesana, diapun selamanya jangan harap bisa berjumpa lagi dengan pemuda
yang bercodet diatas wajahnya, terutama sewaktu tertawa....
Mungkin sebenarnya ia tak pantas datang ke situ, mereka sebenarnya tak pantas untuk
bertemu. Tapi sekarang dia telah datang, dalam hatinya telah tertera bayangan Bu ki yang tak mungkin
Lambang Naga Panji Naga Sakti 4 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Kisah Pendekar Bongkok 10

Cari Blog Ini