Hong Lui Bun Karya Khu Lung Bagian 5
yang selama ini selalu diimpikan olen setiap insan persilatan,
dirinya telah menjadi ciangbunjin Hong-lui-bunSemua itu merupakan hasil dari kesabaran keteguhan dan
perjuangan yang gigih melawan kesengsaraan dan
penghinaan, walau semua siksa derita itu sudah lalu, tapi
bagaimana dengan yang akan datang " Dia maklum itupUn
memerlukan perjuangan gigih dan tabah, karena dia sadar
banyak urusan yang harus dia bereskanSambil mengawasi bulan sabit yang tergantung diatas
cakrawala. mengepal tinju Liok Kiam-ping, batinnya: "Ayah,
ibu, sudahkah kau melihat" Putramu sekarang sudah menjadi
seorang ciangbunjin, selanjutnya bila musuh-musuhmu
bertekuk lutut dibawah kakiku, yakin kalian akan menyaksikan
dengan tersenyum tentram, yakin itu tidak akan lama lagi... "
demikian dia berdosa dan bersumpah dalam hati.
Selesai dia mengheningkan cipta didengarnya Kim-ji-taybeng
berseru lantang: "Ciangbunjin, harap terimalah perintah warisan ciangbunjin
generasi yang terdahulu... "
"Ooh," Liok Kiam-ping bersuara pendek. dia terima s eg
ulung kain sutra putih yang diangsurkan- Kim-ji-tay-beng
dengan kedua tangan, pelan-pelan dia buka gulungan kain
sutra itu. Setetes noda darah, lalu setetes lagi tapi noda darah ini
sudah kering, sudah berobah warna kehitaman, jelas noda
darah ini sudah cukup lama, setelah dia membeber seluruh
gulungan kain sutra diatasnya tampak beberapa baris hurufhuruf
yang ditulis dengan tinta darah, seketika dia merasa
hidmat dan bergidik, sekilas dia pandang orang-orang
didepannya, dilihatnya merekapun tengah menatapnya penuh
perhatian, tatapan penuh harapan supaya dia membacakan
secara keras- Maka Liok Kiam-ping mulai tarik suara: "Aku
sebagai ciangbun generasi ketujuh Hong-lui bun, ciang-kiamkinling sedang sekarat diatas pegunungan Tay-pa-san, yang
paling kurindukan hanyalah Hiat- liong- ling dan Wi-liong-pitsin
perguruan kita. Selanjutnya bila siapa memiliki Hiat- liongling
maka dialah sebagai pewaris ciangbun generasi kedelapan
perguruan kita, ketentuan ini harap menjadikan undangundang
bagi seluruh murid-murid perguruan.
"Seorang diri aku meluruk ke Tionggoan karena kurang
hati-hati dan tidak mengenal kelicikan orang Kangouw, tanpa
diduga aku terbokong oleh orang jahat, sekarang racun telah
menggeragoti badanku, racun sudah meresap kedalam urat
nadi hawa murni sudah buyar, aku yakin jiwaku takkan
tertolong lagi, maka kutulis pesanku ini kepada seluruh muridmurid
Hong-lui-bun, betapapun harus menemukan Hiat liongTiraikasih
Website ling atau siapa pun yang memilikinya, biarlah dia memimpin
kita untuk menuntut balas.
"Musuh besarku adalah Tok-sin-kiong-bing, Ham-sim-lengmo,
Hwe-hun-cun-cia dari Heng-bu-san, Ngo-hu-cu dari Lamhay,
Kong-tong-koay-kiam, Lo-hu-sin-kun dari Lohu-san, maka
ciangbunjin yang akan datang harus... " pesan itu hanya
sampai di sini, lebih kebawah lagi adalah genangan darah
yang mengental, jelas menulis sampai di sini ciang-kiam-kimling
sudah kehabisan tenaga, jiwapun melayang.
Liok Kiam-ping menarik napas panjang, dilihatnya orangorang
didepannya semua berlinang air mata, maka dengan
tekanan berat dia berkata: "Aku bersumpah akan menuntut
balas atas kematian ciang kiam kim-ling, kita ganyang semua
manusia kurcaci." Lalu dia meninggikan suaranya, " manusia
jahat dikalangan Kangouw terlalu banyak dan ada dimanamana.
Murid-murid dari aliran lurus terlalu takabur dan terlalu
sewenang wenang, congkak dan bertingkah, bila selanjutnya
kita menegakkan kebenaran di dunia ini, tanpa pandang bulu
siapa menjadi penghalang kita gasak seluruhnya."
Bulat dan penuh tekad sorot mata mereka Kim-ji-tay-beng
angkat suara: "Ciang bun harus membawa Hiat-liong-ling
pergi ke Tesat kok di Bu-tong-san untuk mengambil Ki kiamwiliong peninggalan Cosu kita yang berupa tiga batang
pedang mestika, meyakinkan ilmu pedang sakti yang tertera
digagang pedang, lalu... "
Liok Kiam-ping buka buntaiannya terus memegang pedang
panjang. Liat jit-kiam ditangan Liok Kiam-ping panjang tiga kaki
enam dim, batang pedangnya lencir, tipis laksana perak.
cahayanya kemilau, digagang pedang dihiasi sebutir mutiara
yang menyolok mata, Kiam-ping tahu mutiara ini dinamakan
Liat-jit (terik surya). Dibalik gagang pedang yang lain terukir
tiga orang kecil, setiap orang memegang sebatang pedang,
gayanya satu dengan yang lain berbeda, disamping gambar
ukiran dibubuhi huruf-huruf kecil sebagai keteranganMata Kiam-ping amat tajam, meski dibawah penerangan
bulan sabit tapi dia dapat melihat jelas gambar ukiran itu,
apalagi mutiara terik surya juga memancarkan cahaya
benderang dikegelapan, beruntun dia membaca huruf-hurup
keterangan itu sebagai berikut: Jit-lun-jut-seng Liat-jit-yamyam
dan Sip-yang-say-loh."
"Ciangbunjin, jadi kau sudah pernah ke Te-sat-kok ?" tanya
Kim-jt-tay-beng heran- Liok Kiam-ping geleng-geleng, jarinya menjentik batang
pedang maka berdering lah suara nyaring, katanya: "Pedang
ini kurampas dari tangan Ceng-san-biau-khek. tapi aku pun
bertemu dengan Tokko cu, ia bilang suruh aku pergi ke Tesatkok mengambil dua pedang yang lain- Dalam dua bulan
aku sudah harus berhasil mempelajari tiga jurus ilmu pedang
yang terukir di sini, lalu aku harus membereskan satu
persoalan, kala itu boleh kita bertemu lagi. Sekarang kalian
muncul di Kangouw dan beritahu kepada semua murid-murid
perguruan kita suruh ia mereka menyelidiki jejak Tok-sinkiongbing tentang musuh yang lain sih masih bisa meluruk
ketempat tinggal masing-masing, bila tiba waktunya boleh kita
mulai merancangkan rercana kerja selanjutnya."
"Ciangbunjin," kata Kim-ji-tay-beng, urusanmu adalah
urusan kita, kukira kita harus sama sama..."
"Tidak usah," tukas Kiam-ping, "ini urusan pribadi, aku
harus membereskan sendiri, dua bulan lagi kita bertemu di..."
berpikir sejenak lalu menyambung, "kita bertemu di Kui-hunceng,
letaknya tigapuluh li diluar kota Un-ciu dipropinsi Ciatkang,
sekarang aku harus balik ke Jian-liu-ceng, karena janjiku
belum terlaksana." Kim-ji-tay-beng tertawa keras, katanya:
"Thi-Ciang Lau Koan ni sudah mampus terpukul pecah
batok kepalanya oleh Gin-sat-ciang Loji, tentang Thi-jiau-kimpian
dan It-tio-licng juga sudah dibebaskan oleh Biau-jiu-sipcoan-.."
Lekas Biau-jiu-sip-coan tampil katanya:
"Lapor Ciang bun, hamba sudah jelaskan segala sesuatunya
kepada mereka, maka sekarang Thi-jiau-kim-piau pergi ke
Heng-kik mencari Thi-ji-tiau, demikian pula It-tio-licng Bu-jiya
ikut ke sana pula. Liok Kiam-ping manggut-manggut, katanya: "Baiklah, kita
bertemu dua bulan lagi"
"Ciangbunjin sekarang mau ke mana ?" tanya Kim-ji-taybeng.
"Aku akan langsung pergi ke Te-sat-kok, akan kuluruk Butong
pula, karena mereka masih hutang kepadaku..."
"Walau sudah dua puluh tahun Bu-tong-pay kehilangan
pamor, tapi Ciang bun seorang diri, kita bersaudara mendapat
perintah Ciang bun terdahulu, betapapun harus melindungi
keselamatan ciang bun, maka..."
Liok-Kiam-ping sudah berpikir, maka katanya: "Baiklah,
kalian berdua boleh ikut aku masuk ke Te-sat kok, sementara
saudara-saudara yang lain boleh menungguku di Kuihunceng."
Lalu dia pandang orang banyak serta berpesan:
Jagalah diri kalian baik-baik."
"Ciangbunjin juga harus hati-hati." serempak mereka
menjawab. Liok Kiam-ping segera membalik tubuh terus pergi
menyusuri jalan raya kearah tenggara Kim-gin-hu-hoat segera
mengintil dibelakangnya. Malam semakin larut, derap kuda yang ramai kembali
memecah kesunyian, lambat laun makinjauh dan tak
terdengar lagi. ---ooo0dw0ooo--- Hari itu cuaca cerah sehabis turun hujan saiju. Tempatnya
dibawah gunung Butong-san diwilayah ouw pak.
Seorang diri dengan berjubah putih yang melambai tertiup
angin, pagi-pagi sekali Liok Kiam-ping sudah menempuh
perjalanan, langkahnya enteng dan gesit laksana terbang,
jauh dibelakangnya dua orang tua berusaha mengudak
kedepan, tapi sejauh mana jarak mereka tetap ketinggalan
beberapa tombak. Lekas sekali Kiam-ping sudah tiba dikaki Bu-tong-san,
mendongak mengawasi gumpalan mega, segera dia menoleh
dan berkata: "sudah sampai Bu-tong-san, marilah kita naik
keatas." Kim-ji-tay-beng berkata: "Ciangbunjin apakah Liat-jit-kiamboat
sudah berhasil kau yakinkan ?"
"Ketiga jurus ilmu pedang itu memang merupakan ilmu
pedang sakti mandraguna, dikala gerakan pedang
berlangsung, cahaya benderang dari mutiara terik surya dapat
dipancarkan untuk menyilaukan pandangan mata musuh.
Entah bagaimana pula kesaktian dua pedang mestika yang
lain " Gin-ji-tay-beng segera menimbrung: Jit-jay-kiam panjang
dua kaki delapan dim bobotnya sepuluh kati, Cui-le-kiam
panjang empat kaki enam dim beratnya empat puluh dua kati.
Dahulu Ciangbunjin generasi perguruan kita Cosuya Ki-kiamwiliong dengan sebatang pedang Cui-le-kia m malang
melintang diseluruh jagat tiada tandingan, beliau pernah
dijuluki malaikat pedang pada jaman itu.' Liok Kiam-ping
melenggong, katanya: 'Masa ada pedang seberat itu " Bagaimana jurus
permainannya bisa dilancarkan "'
Kim-ji-tay-beng berkata: "Ki-kiam merupakan pedang yang
punya kesaktian paling hebat diantara ketiga pedang mestika
itu, bila gaya pedang dikembangkan hawa pedang seakanakan
memenuhi angkasa, kekerasannya mampu membelah
batu, lunak dapat menggempur batu menjadi bubuk. Bila Jitjaykiam-hoat berhasil diyakinkan- baru boleh melangkah lebih
maju meyakinkan Cui-le-kiam-hoat, menurut pesan para
Ciangbunjin terdahulu, pelajaran harus dimulai dari dasarnya
baru meningkat ketaraf yang lebih tinggi."
Liok Kiam-ping mang gut- mang gut, tanyanya: "Apakah
kalian juga mahir Wi- liong-ciang ?"
Kim-ji-tay-beng berkata: "Waktu di Tay-san hamba
mempelajari Kim-sa ciang, sementara adikku memperoleh
pelajaran Gin-sa-ciang dari negeri Thian-tok. kedua ilmu
pukulan ini merupakan dua diantara sepuluh ilmu pukulan
dijagat ini yang paling besar perbawanya, Kim-sa-ciang nomor
empat, Gin-sa-ciang nomor lima."
Hakikatnya Liok Kiam-ping tidak pernah mendengar
sepuluh ilmu pukulan paling top didunia, maka dia tanya:
"Bagimana urutan itu bisa ditentukan diantara kesepuluh ilmu
pukulan itu ?" Kim-ji-tay-beng berkata dengan tertawa: "Menurut
keputusan para ahli urutannya adalah demikian: Wi-liong,
Han-ping, Jik-yan, Kim-sa, Gin-sa, lima macam ilmu pukulan
ini merupakan ilmu telapak tangan paling lihay diseluruh jagat.
Lima jenis ilmu pukulan yang lain adalah Tay-lik-kim-kongciang
dari Siau-lim-pay, Boh-giok-ciang dari Bu-tong, Hu-mociang
dari Kong-tong, Bok-lian-ciang dari Hoa-san, Wi-liu-ciang
dari Ceng-seng. Sementara Pan-yok-Ciang dari Kun-lun, HwiTiraikasih
Website hong-ciang dari Tiam-jong juga termasuk ilmu pukulan yang
lihay pula, tapi karena kedua ilmu pukulan ini dikombinasikan
dengan kekuatan tutukan jari, maka tidak dimasukkan
kedalam sepuluh ilmu pukulan paling top didunia, demikian
pula ilmu pukulan dari aliran Sia-pay juga dicantumkan."
Liok Kiam-ping manggut-manggut, batinnya Ham-sim-lengmo
meyakinkan Hian-ping- ciang, Hwe-hun-cun-cia pasti
meyakinkan Jik-yan-ciang. Tak heran para Ciangbun yang
terdahulu tiada yang pernah melancarkan Wi-liong-ciang habis
sampai jurus keenam, paling hanya sampai jurus kelima saja,
jago-jago kosen yang paling top masa itupun sudah terpukul
mati. Padahal bekal Lwekangku sekarang paling mampu
meyakinkan sampai jurus keempat yaitu Wi-liong-ting-gak,
agaknya aku harus lebih rajin dan keras berlatih"
Angin dingin menghantam dari puncak gunung membawa
beberapa kuntum kembang salju yang berjatuhan dimuka
Kiam-ping, tiba-tiba dia menarik napas panjang, lalu katanya:
"Hayolah naik." tiga bayangan orang meluncur secerat kilat,
sekali melesat beberara tombak dicapai, hanya sekejap
mereka sudah tiba dilamping gunung.
Coat-kiam-gan sudah kelihatan disebelah depan. namun
batu ukiran itu kini diganti lebih besar dari yang dihancurkan
Kiam-ping tempoh hari, huruf-urufnyapun bergaya lebih indah.
Empang yang berair jernih dulu kini sudah beku
permukaannya oleh timbulan salju.
Mengawasi batu cadas besar berukir itu Liok Kiam-ping
menjengek. katanya: "Biar kuberi sedikit tanda kenangan
pula." Dimana sebelah tangannya terayun keras huruf 'Coat'
yang terukir diatas batu seketika hapus, debu beterbangan,
saijupun rontok berhamburan-Kini gantinya adalah telapak
tangan yang mendekuk dalam lima dim seperti sangat diukir
ditempat itu. Kim-ji-tay-beng menyeringai sinis, katanya: 'Dahulu
kawanan Tosu hidung kerbau itu terlalu angkuh di kalangan
Kangouw selalu mengagulkan diri sebagai jagonya aliran lurus,
hari ini biar mereka rasakan betapa nikmatnya mencium salju
dengan ceceran darah sepanjang beberapa li." Mendadak dia
menghardik, telapak tangannya tiba-tiba ditegakkan, tampak
seluruh telapak tangannya mendadak berobah kuning mirip
emas kemilau. Bagitu sebelah tangannya menepuk serta
menggosok, terdengar suara mendesis, tepat pada huruf
"Kiam" diatas batu cadas itu, hurufnya hilang debu kembali
sama rontok, akhirnya huruf ukiran berganti sebuah tapak
tangan berwarna kuning emas.
Sebelum Kim-ji-tay-beng menarik tangannya, Gin-ji-taybeng
juga membentak sekali, telapak tangan kiri menepis
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
miring "Plak" suaranya nyaring, huruf "Gan" dipaling bawah
juga terkikis habis dan tertinggal bekas telapak tangan
berwarna putih perak. Dengan mendongak dia bergelak tawa,
sertanya: "Selama dua puluh tahun belum pernah aku seriang
hari ini, nanti akan kubunuh kawanan hidung kerbau sebanyak
mungkin biar darah mengalir jadi sungai"
Tampak oleh Liok Kiam-ping bola mata Kongsun cin-giok
memancarkan cahaya buas penuh dendam, terutama telapak
tangan berwarna putih perak yang teracung diudara kelihatan
sedemikian menggiriskan. Sepanjang jalan ini diam-diam
Kiam-ping perhatikan kedua orang ini, ternyata kedua
bersaudara ini memiliki watak yang berbeda, Kongsun cinkhing
orangnya ramah dan kalem, tapi perangainya keras dan
teguh pendirian, seorang jujur dan lembut, diluar, keras
didalam. Sebaliknya Gin-ji-tay-beng lebih tumpul agak lamban dan
berangasan, wataknya keras dan gampang marah, seorang
kasar yang jarang menggunakan otak, jadi tanpa akal, apa
yang dipikir atau diinginkan harus segera dilaksanakan, kalau
dibanding hatinya lebih senang dan ketarik terhadap Kim-jitaybeng tapi dia maklum bahwa kedua orang ini sedia dan
rela berkorban demi dirinya, loyalitas mereka terhadap dirinya
dan untuk Hong-lui-bun boleh tidak usah disangsikanSetelah memberikan tanda mata Kiam-ping memberi abaaba
lalu mendahului meluncur keatas. Tapi baru beberapa
langkah, lantas terdengar bentakan ramai dari atas gunung,
beberapa bayangan orang tampak muncul berlompatan turun.
Dari kejauhan Kiam-ping sudah melihat, kawanan Tosu itu
dipimpin oleh Pek-ciok Tojin diantaranya ada tiga orang lakilaki
berpakaian preman, semuanya ada enam berlari turun
secepat meteor jatuh "Nah, itu yang mengantar kematian telah datang."
"demikian seru Gin-ji-tay-beng sambil menyeringai sadis.
Telapak tangannya saling gosok seraya menggumam: "Sudah
dua puluh tahun tidak pernah membunuh orang, tulang
belulang ini menjadi risi dan gatal rasanya...
Diam-diam Kiam-ping merinding mendengar pernyataan,
pikirnya: "Mana ada manusia didunia ini yang punya hobby
membunuh orang ?" maka dia berpaling, katanya:
"Yu-huhoat, kalau tidak perlu tidak usah turun tangan keji,
supaya tidak melanggar hukum alam."
Sekilas Kim-ji-tay-beng memandangnya heran, katanya:
"Ciangbun, dunia persilatan serba keji dan jahat, berbagai
manusia jahat dan telengas ada dimana-mana, siapapun bila
berhati baik dan mulia, sedikit lena pasti dia mengalami
bahaya dan salab-salah dicelakai orang. Demikianlah Ciang
bun terdahulu sudah menjadi contoh yang nyata, sehingga
beliau dikeroyok oleh Liok-toa-thiancu dan meninggal di Taypasan. jikalau sekarang Ciang bun sendiri tidak tega turun
tangan, bagaimana musuh besar kita itu harus diberantas."
Merinding sekujur badan Liok Kiam-ping tiba-tiba terbayang
betapa mengenaskan kematian Ibunya, maka dia kertak gigi
dan mendesis penuh kebencian "Betul, hutang darah harus
dibayar dengan darah. Sikat."
Lenyap perkataannya Kim-gin-hu-hoat segera bertindak.
laksana dua anak panah mereka sudah memapak kedepanDitengah udara Gin-ji-tay beng membentang kaki tangan
seperti hurung terbang. ditengah udara dia menghardih
sekeras guntur, tangan kiri bergerak menimbulkan deru
kencang terns menukik turun.
Salah satu orang yang berlari turun itu tiba-tiba menjerit
kaget: "Hah, Gin-si-ciang."
Belum habis dia bicara, ditengah gelak tawa Gin-ji-taybeng.
tangannya sudah membelah, darah kontan muncrat,
salah satu Tosu yang memburu tiba tidak sempat berkelit,
kepalanya terkepruk pecah, sekali menjerit jiwapun melayang.
Sementara itu Kim-ji-tay-beng juga terapung di tengah
udara, laksana elang raksasa dia menubruk kepada Pek-clok
Tojin, Pek-ciok Tojin menggeram gusar, kontan dia kebut
lengan bajunya menerbitkan segulung angin pukulan dahsyat
menggempur Kim-ji-tay-beng yang menerjang turun. Tapi Kim
ji-tay-beng hanya mengayun sebelah tangannya, begitu
cahaya kuning berkelebat, disertai deru angin dan suitan
nyaring, tampak Pek-clok Tojin seperti didera oleh gelombang
badai, ditengah erangan tertahan tubuhnya terpental jatuh
lima kaki, lengan baju kanannya ternyata lenyap terbelah oleh
pukulan telapak tangan lawan, dengan duduk tertegun dia
mengawasi lengannya yang terluka menjadi kuning emas
persis dalam bentuk telapak tangan, karuan dia menjerit
kaget: "Kim-sa-ciang.Jadi kau inilah Kim-ji-tay-beng ?"
Kim-ji-tay-beng terloroh-loroh, katanya, 'Sudah dua puluh
tahun Lohu tidak kelana di Kangouw, ternyata kau masih ingat
diriku Hahaha, serahkan jiwamu."
Lenyap suaranya, sebuah suara kereng rendah tiba-tiba
mencegah: "Kongsun Huhoat tunggu sebentar, biar aku tanya
sesuatu kepadanya." ---ooo0dw0ooo--- Mendengar seruan ciangbunjin, lekas Kim-ji-tay-beng
menarik tangan membalik tubuh, sahutnya: "Tunduk pada
perintah ciangbun." Begitu melihat yang berdiri didepannya adalah Liok Kiamping,
Pek-ciok Tojin tampak kaget, matanya terbelalak.
serunya "Pat-pi-kim- liong " ciangbunjin Hong-lui-bun... "
Liok Kiam-ping tertawa, katanya: "Bukankah aku pernah
bilang akan meluruk ke Bu-tong pula, karena masih ada
perhitungan dendam diantara kita yang belum beres" tiba-tiba
dia menarik muka, "Siapa yang melukai ibuku " Apa kau juga
ikut turun tangan ?"
Berubah air muka Pek-ciok Tojin, katanya: "Bik-lo-kim-tan
adalah obat mujarab perguruan kita, betapapun tidak boleh
diberikan kepada orang luar... "
Beringas muka Liok Kiam-ping, serunya: "Bu-tong adalah
salah satu dari sembilan partai besar yang berhaluan lurus,
sebagai beragama harus mengutamakan cinta kasih dan
bijaksana. ibuku terluka parah, beliau datang mohon
pengobatan kepada kalian Tosu-tosu busuk, bukan saja kalian
tidak memberi malah mengeroyok dan melukainya tanpa
mengenal belas kasihan- Apakah kalian manusia yang berperi
kemanusiaan " Patut tidak kalian dibunuh ?"
Tiga laki-laki tua yang berdiri disamping sana sekilas melirik
kearah Pek-ciok Tojin, kata satu diantaranya: "Nama besar
Tayhiap sudah menggoncangkan Kangouw, tapi kaupun tidak
boleh melulu menyalahkan pihak kita, Bik-lo-kim-tan adalah
pelindung perguruan, betapapun tidak boleh sembarangan
diberikan kepada orang, tentang kematian ibunda mu... "
Liok Kiam-ping terloroh-loroh, teriaknya: "Jadi anggapmu
ibuku pantas mati, begitu " Siapa kau sebutkan namamu ?"
Berobah air muka laki-laki tua itu, katanya kereng: "Lohu
Tin-sam-siang Lau ciau kim murid preman Bu-tong, tahun ini
berusia lima puluh dua, selamanya belum pernah ada anak
muda seangkuh macammu berani kurungajar terhadapku..."
"Berani kau menghina ciangbun kita ." Lukas Gin-ji-tay
beng yang berangasan, "Hehe, Lohu sudah tujuh puluh tiga,
kapan pernah melihat keparat macammu berani menghina
ciangbun Hong-lui-bun kita " kunyuk, kaupun harus mampus."
Merasa bagai orang tua Tin-sam-siang Lau ciau-khim wajib
memberi tegoran kepada Liok- Kiam-ping, tak nyana sikap
Gin-ji-tay-beng yang kasar lebih pedas lagi mencercah dirinya,
karuan gusarnya bukan main, bentaknya: "Siapa kau ?"
"Kau sudah pantas mampus dua kali." jengek Gin-ji-taybeng,
begitu menegakkan telapak tangan, telapak tangannya
itu tiba-tiba melar makin gede dan telapak tangannyapun
berobah memutih perak mengkilap.
"Gin sa ciang (pukulan pasir perak)". Desis Lau ciau-khim
gemetar dengan muka berobah, jadi kau ini Gin-ji-tay beng "
"Betul, nah serahkan jiwamu keparat damprat" Gin-ji-taybeng.
Tangan bergerak mengikuti gaya tubuhnya, secepat
kilat orangannya menggempur kepala lawan dengan sebelah
tangan saja. Melihat serangan ganas Lau ciau-khim lekas miringkan
tubuh sembari menangkis dengan kedua tangan, dia lontarkan
Boh-giok-ciang ajaran Bu-tong-pay yang lihay dengan jurus
Jan-kim-gick ( mematah emas merebuk glok ), begitu kedua
tangan terpencar keduanya menekan kiri kanan dada lawanGin-ji-tay-beng tertawa latah, tangan kanannya menggeruk
keluar, secepat kilat kelima jarinya telah mencengkeram
lengan kiri lawan, sementara telapak tangan kiri membelah
turun maka terdengarlah suara rkrak," lengan kiri lawan
ternyata telah ditabas buntung mentah-mentah oleh telapak
tangan Gin-sa-ciang. Padahal tubuhnya masih terapung ditengah udara, begitu
kedua tangannya terpencar pula perubahan gerak tanganya
sungguh gerakan menakjubkan dimana sinar perak
berkelebat, sebelum lawan menjerit kesakitan, telapak
tangannya telah mengepruk pecah pula batok kepala lawanDitengah hamburan darah yang muncrat, dia menyeringai
lebar, ditengah loroh tawanya dia sudah jumpalitan turun di
samping Kim-ji-tay-beng. Beberapa gerakan berantai itu dilaksanakan dalam waktu
singkat boleh di kata diselesaikan sekaligus, maka orang lain
hanya mendengar suara ganjil, tahu-tahu tampak Gin-ji-taybeng
telah melompat terbang kembali seperti seekor burung.
Setelah tegak berdiri Gin-ji-tay-beng. Mencemooh: "
Kiranya juga begini saja Tin-sam-siang (mengejar tiga
propinsi). Siapa pula berani menghina ciangbun kita, biar ia
rasakan sekali pukulan Gin-sa-ciang ku"
Seluruh lengan Pek-ciok Tojin linu Pegal tak mampu
digerakkan, matanya terbeliak kaget dan ngeri mengawasi Lau
ciau-khim roboh terkapar, segera dia berpaling dan berkata: "
Lekas kau kembali ke biara dan laporkan bahwa Pat-pi-kimliong
ciangbunjin Hong-lui-bun meluruk dan mengganas"
Tojin yang lain mengiakan, baru saja dia hendak bergerak
tiba-tiba telinganya serasa pekak oleh sebuah bertakan:
Jangan bergerak. aku sendiri akan keatas menemui ciang bunkalian,
demikian pula Hwi-bing Tiang lo akan kutantang
bertanding" Tapi Tojin itu memang bandel tanpa hiraukan ancaman,
cepat dia berlari keatas. "Keparat," maki Kiam-ping,
"mengabaikan peringatan, dalam jarak dua tombak akan
kubikin kau mampus di bawah Wi-liong-ciang."
Ternyata Tojin itu takut mati, lekas dia berhenti dan
menoleh, wajahnya pucat, panik. tegang dan ketakutan, sorot
matanya menampilkan belas kasihan melirik kearah Pek-ciok.
Liok Kiam-ping mengulum senyum sadis, seolah-olah
terbayang betapa mengerikan kematian ibunya. Maka hatinya
makin mantap. katanya menoleh: "Mereka kuserahkan kepada
kalian, aku akan naik keatas gunung lebih dulu." tiba-tiba
tubuhnya melejit empat tombak. terus meluncur keatas
gunung dengan kecepatan kilat.
Masih sempat dia mendengar gelak tawa Gin-ji-tay-beng
seperti berpesta pora saja, disertai deru aneh yang keluar dari
permainan Gin-sa-ciang, Kiam-ping tidak menoleh, karena dia
maklum bagaimana nasib orang-orang itu.
Jalan kecil liku-liku tidak menjadi halangan baginya,
ternyata sepagi ini salju telah tersapu bersih diundakan batu,
hanya gundukan saiju dikedua sisi jalan lebih meninggi.
Mendadak luncuran Liok Kiam-ping merandek lalu
melayang turun- Sekilas matanya melirik. dilihatnya dua Tojin
berdiri ditengah jalan sambil menyoren pedang, sambil
mendengus dia bertanya: "Apakah ciangbun kalian diatas
gunung ?" Kedua Tojin muda ini berdiri dalam posisi menyudut,
seorang memegang pedang ditangan kiri yang lain memegang
dengan tangan kanan, pedang menjulur lurus kebawah, meski
melihat kedatangan Liok Kiam-ping serta mendengar
tegurannva, tapi mereka diam tidak bergerak. dengan tenang
menatap Liok Kiam-ping. Liok Kiam-ping melengak malah, katanya dengan tawa
lebar: "Apakah kalian ini yang dinamakan Liong-gi-kiam-tin ?"
melihat kedua Tojin itu tetap tidak bergeming, pelan-pelan
Kiam-ping maju kedepan mereka, "apa kalian mau menjajal
Wi liong-ciang ku ?" sebat sekali tiba-tiba dia menyelinap maju
sejauh satu kaki begitu kedua tangannya bergerak langsung
dia menjojoh di it-kam hiat didada mereka.
Begitu cepat gerakan Liok Kiam-ping, di kala kedua Tojin
merasa pandangannya kabur, belum sempat mereka bergerak.
dada mereka sudah terkena telak tanpa dapat menrang kis
atau melawan, ditengah jeritan mereka tubuh besar itu
mencelat terbang tiga tombak jauhnya, darah berceceran
sepanjang jalan undakan sehingga salju pun menjadi merah.
Dua batang pedang mereka terbang ke udara dan amblas
kedalam saiju tak jauh disamping tubuh mereka.
Tanpa hiraukan kedua korbannya Kiam-ping langsung enjot
tubuhnya, sekali berkelebat tiba-tiba bayangannyapun sudah
lenyap tanpa meninggalkan bekas.
Sepanjang jalan ini Kiam-ping tidak menghadapi rintangan
lagi, secepat terbang dia sudah tiba diluar hutan cemara,
pandangannya tiba-tiba benderang, ternyata dirinya sudah
tiba didepan Siang-jing-koan- Didepannya terbentang sebuah
lapangan yang luas. sebuah biara kuno dengan hiasan serba
antik berdiri ditengah lapangan, bangunan megah bersusun
dan berlapis memanjang kebelakang sampai tak kelihatan
ujungnya. Ditengah lapangan luas itu, sebuah barisan pedang dalam
sikap besar telah siap menyambut kedatangannya, puluhan
Tojin bersenjata pedang sudah menduduki posisi masingmasing
dalam bentuk sebuah barisan, deretan Tojin paling
depan sedang bergerak pelan-pelan kekiri sementara para
Tojin dideretan belakang cepat-cepat menggeser ke kananBak umpama sebuah jala besar, setiap gerakan dari setiap
sudut akan menjadikan padat setiap posisi yang kosong,
setiap gerakan, cahaya pedang pasti menambal lobang
kelemahan yang kentara, sehingga lawan yang terkepung d
idala m barisan takkan mampu membobol keluar.
Berdiri dipinggir hutan diam-diam Liok Kiam-ping kaget dan
heran, pikirnya: "Barisan pedang serapat ini, umpama lalat
juga sukar terbang keluar. He, aku jadi ingin tahu lebih dulu
siapa gerangan yang terkurung didalam barisan?"
Dalam pada itu lekas sekali barisan pedang makin
mengkeret kedalam, tapi setiap kali setelah berputar dua
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lingkaran mereka pasti harus mundur setapak. "o, agaknya
orang yang terkepung didalam memiliki sejurus ilmu tunggal
yang lihay" Sehingga mereka jeri dan harus mundur
menghindar " dikala Kiam-ping membatin itu, mendadak
didengarnya suara hardikan, seseorang tampak melambung
tinggi ditengah kepungan namun, sedianya akan jumpalitan
keluar barisanpedang, "ceng-san-biau khek." Kiam-ping tersentak heran, untuk
apa dia meluruk ke Bu-tong-san pula " Jubah hijau ceng-sanbiaukhek tampak melambai, ditengah udara tubuhnya
melompat miring. baru saja tubuhnya hampir lolos dari
kepungan barisan, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan ramai,
sepuluh Tojin mendadak ikut melompat tinggi ke udara,
dimana pedang mereka bergerak. laksana pagar cahaya yang
kokoh, mendesak ceng-san-biau-khek jumpalitan mundur
kembali. Diam-diam Kiam-ping geleng geleng, pikirnya: "Aku tak
habis mengerti cara bagaimana dia bisa sembuh secepat ini "
Pukulanku hari itu cukup membuat isi perutnya tergoncang
lepas dari kedudukan semula, kenapa sekarang sudah sembuh
seperti sedia kala ?" Tiba-tiba kakinya menjejak bumi, laksana
anak panah tubuhnya melesat kedepan, ditengah udara
berputar lurus lalu berpaling ketempat dimana barusan dirinya
berdiri. "Hehe, kiranya Hwi-bing Totiang." Demikian jengek Kiamping,
"beginikah orang-orang Bu-tong yang suci dan murni,
pandai juga kau menyergap orang dari belakang ?"
Lekas Hwi-bing menjura, katanya: "Bu-liang-siu-hud,
ternyata Sicu masih segar bugar, dalam musim sedingin ini
masih senggang kau keluyuran diatas Bu-tong-san, apakah
tujuanmu mencari ceng-san-biau-khek?""
Kiam-ping tertawa dingin, katanya: "Tempo hari kau
memberi persen sekali pukulan Siau-yang-sin-kang, sekarang
tulangku jadi gatal, maka ingin kau memberi persen pula
sekali pukulan, bagaimana pendapat Tiang lo ?"
Kembali Hwi-bing Totiang bersabda lalu berkata: "Sicu
harus maklum, waktu ibumu meluruk kemari, Pinto masih
belum keluar pada hal kau tidak tahu seluk beluk
persoalannya, tapi... "
Liok Kiam-ping naik pitam, serunya marah: "Seorang
perempuan tua luka-luka minta obat tidak diberi malah dihajar
sampai mati beginilah perilaku orang-orang beribadah yang
mengutamakan cinta kasih " Ketahuilah Liok Kiam-ping
memeluk harapan yang tak terhingga, meresapi siksa derita
kehidupan yang terbatas, tujuanku tidak lain hanya ingin
mencari dan menemukan ibundaku, tapi kalian telah
menghapus dan melenyapkan semua harapanku, kini aku
dipaksa menjadi anak yatim piatu, coba kau pertimbangkan
pantas tidak aku menuntut balas hutang darah ini ?" Dengan
wajah dingin tiba-tiba dia mendesis berat: "Nah, rasakan dulu
pukulanku." Segulung angin dahsyat tiba-tiba timbul dari kebasan
lengan bajunya, damparan angin pukulan dahsyat ini
menimbulkan pusaran beberapa jalur angin lesus, pohonpohon
cemara disekelilingnya sampai bergetar seperti ditiup
badai. Hwi-bing Totiang tidak menduga lawannya menyerang
secepat ini, sekilas dia mengerut alis, pelan-pelan telapak
tangan kanan disorong kedepan, segumpal angin panas
seketika meluber disekitar depan tubuhnya laksana dinding
saja menerjang kearah serangan lawan"Blang" ledakan keras menyebabkan daon-daon cemara
rontok. badan Hwi-bing tampak limbung sekali, tiba-tiba
tubuhnya mendak kebawah terus menubruk maju, sekaligus
dia melontarkan dua belas pukulanTiraikasih
Website Liok Kiam-ping sendiri juga tergetar mundur lima langkah
sambil berputar merobah posisi tiga kali baru mampu
membendung dan meluputkan diri dari berondongan dua
belas pukulan lawan- Mendadak dia membentak sekali,
tubuhnya melejit keudara, ke dua tangan menari menciptakan
bayangan tangan sederas hujan, rapat dan ketat menepuk
kepala Hwi-bing dari berbagai penjuru, Hwi-bing kabur
pandangannya, bayangan telapak tangan lawan seperti
menutup buntu semua gerak geriknya, terutama pusaran
hawa deras disekeliling tubuhnya, ketat dan menghimpit
ketengah sehingga tubuhnya terbelit kencang. Hwi-bing
insyaf, kecuali mundur, tiada peluang lagi untuk menyingkir
dari rangsakan pukulan tangan yang lihay ini. Maka dia
kerahkan setaker Lwekang latihannya, kedua sikut menjaga
seluruh Hiat-to didepan dada, kakinya melesat mundur
kebelakang. menghindar dari pukulan telapak tangan sekeras
samberan guntur. Jubah kuning emas yang dipakainya sudah melembung
seperti berisi angin, Siau-yang-cin-to yang berhasil diyakinkan
selama puluhan tahun d idala m gua ini dikerahkan,
melindungi seluruh tubuh, kekuatan hawa yang tipis
menyerupai uap putih merembes keluar dari seluruh pori-pori
tubuhnya. Tidak tanggung-tanggung Liok Kiam-ping sekaligus merabu
musuhnya dengan tiga puluh satu pukulan- sayang hawa
murninyapun telah kandas, dia maklum karena Lwekangnya
belum cukup, maka dia belum mampu melancarkan Hwi-liongkiuthian sampai habis pada tiga puluh enam jurus pukulan,
itu berarti dia sudah sukses meyakinkan Wi-liong-ciang sampai
dengan jurus terakhir. yaitu Liong-jiau-king-thianKalau tiga jurus Wi- liong- ciang- hoat di lancarkan secara
berantai, karena gerakan pukulan itu sambung menyambung
laksana rantai baja yang berhasil membelenggu lawan
sehingga tidak mampu melawan lagi sampai mati, yaitu mati
karena tergetar oleh himpitan tenaga raksasa yang mampu
menggugurkan sebuah gunung.
Tapi kali ini dia berhadapan dengan musuh tangguh yang
lebih tinggi dari ceng-san-biau-khek.jadi lawan mampu
memanfaatkan peluang yang paling singkat, untuk
melancarkan pertahanan Lwekangnya yang kokoh dan kuat,
pada hal diri sendiri sudah kehabisan hawa murni, adalah
maklum kalau dia menjadi terdesak dibawah angin,
namunjuga hanya sekejap sampai dengan lawan harus ganti
napas pula Banyak persoalan berkelebat dalam benaknya, di kala
tubuhnya anjlok kebawah itu, diapun sudah selesai
melancarkan tiga puluh satujurus pukulan, tapi lawan hanya
bermuka merah saja, bahwasanya belum lagi dia kalahkanMaka tanpa ayal segera dia menggembor seraya melolos
Liat-jit-kiam dari punggungnya, langsung digerakkan dengan
jurusjit-lun-jut-seng, cahaya air yang kemilau laksana air, sinar
dingin gemerlap. selarik sinar tajam dengan deru angin
kencang menyabet keleher lawanHwi-bing harus mundur sejauh dua tombak baru berhasil
menyelamatkan diri, ternyata kekuatan Siau-yang-cin-to diluar
tubuhnya hampir buyar terserang oleh kekuatan lawan-Sudah
tentu bukan kepalang rasa kagetnya, mendadak terasa
himpitan tenaga raksasa sudah mengendor, sementara
pukulan lawan sudah habis, lekas dia menarik napas kedua
tangan naik turun lalu melingkar sekali, siau-yang-cin-to yang
berhasil diyakinkan dirobah menjadi segulung hawa panas
terus dilontarkan sekuat tenaga. Tak nyana baru saja dia
berhasil menghimpun hawa murni, mendadak dilihatnya bola
matahari nan besar benderang lagi melambung keatas begitu
terang cahaya bola bundar itu sehingga kedua matanya silau
tak mampu melihat lagi. Entah kenapa rasa takut dan ngeri
mendadak timbul dan menghantui sanubarinya.
Sambil menggeram, lekas dia himpun seluruh kekuatannya
didorong kearah bola bundar bercahaya laksana sinar surya
yang baru terbit itu. "Sret" tubuh Kiam-ping tampak bergoyang, pedangnya
tergetar keras dan tak mampu lagi melancarkan jurus
permainannya karena diterjang oleh tenaga dahsyat sepanas
lahar. Kedua kakinya malah melesak sedalam dua dim
ketanah. Untung dia masih mampu menabirkan cahaya
pedangnya sehingga gempuran dahsyat tenaga lawan dapat
dipunahkan. Pukulan hawa panas itu terbendung oleh tabir cahaya
pedangnya sehingga membumbung ke angkasa, kembang
saiju dipucuk-pucukpohon cemara seketika lumer dan
beterbangan, daun-daun cemarapun rontok berhamburan.
Ujung pedang Liok Kiam-ping menuding serong kebawah,
kedua matanya menatap tajam lawan dengan tabah dia
menekan perasaan dan mengatur pernapasan serta
mengendalikan darah yang bergolak. dengan mencelos dia
mengawasi tapak kakinya yang ambles kedalam tanah.
Hwi-bing Tojin juga sedang mengatur napasnya yang
sengal-sengal, katanya menarik suara: "Kiam-hoat apakah
yang kau lancarkan ?"
Liok Kiam-ping menyeringai dingin, sahutnya: "inilah Liatjitkiam-hoat. Sekarang boleh kau rasakan betapa nikmatnya
menghadapi kematian, Pernahkah kau membayang kan
betapa derita ibuku dikala meregang jiwa karena dipukul luka
parah " oleh karena itu seluruh hidung kerbau Bu-tong-pay
patut diganyang habis." kaki kiri melangkah sedangkan kedua
mata menatap ujung pedang "cret" tiba-tiba tubuhnya
berputar, dia melontarkan jurus Liat-jit-yam-yam.
Hwi-bing Totiang sudah kerahkan hawa murni kembali
keTan-thian, matanya dipicingkan- tiba-tiba dilihatnya lawan
mulai menggerakkan pedangnya yang memancarkan pula
cahaya seterang sinar surya mencorong kearah matanya.
Meski dia sudah memicing mata, tapi yang dilihat hanyalah
benderangnya terik sinar matahari, tiada benda lain yang
tampak lagi. Seolah-olah dirinya berada ditengah padang pasir
yang kering kerontang terik matahari bergantung di
cakrawala, begitu panasnya sampai mulutnya kering dan teng
gorokan dahaga. Lebih celaka lagi sekujur badan
mendadakjuga panas seperti dipanggang sehingga
menguapkan asap. Mumpung belum kasep mendadak dia
membentak sekali, Sam-wi-cin-hwe dalam tubuhnya yang
dilatih selama tiga puluh tahun segera dikerahkan
menggempur kebola matahari yang mencorong benderang itu.
begitu seluruh kekuatan hawa murninya dikerahkan, pikiran
seketika menjadi jernih pula, maka didengarnya jeritan cengciok
Tojin tak jauh disamping tubuhnya. tapi dia sudah tidak
mampu menarik hawa api yang terpusat dipusarnya.
Jeritan panjang yang menyayat hati mendadak kumandang
dari hutan cemara. Disusul sesosok bayangan putih meloncat
terbang sejauh lima tombak dan "Bluk" terbanting ditanah. "
Asap hijau tampak mengepul didalam hutan disusul bunyi
keretakan dari nyala api yapg membakar dahan dahan pohon
dan daun. Lekas sekali nyala api berkobar makin besar ketiup
angin pegunungan yang deras, hawa semakin panas, asap
membumbung tinggi ke angkasa.
Begitu pedang Liok Kiam-ping menusuk. cahaya pedang
sudah berputar kencang berhasil memapas kutung sepasang
pergelangan tangan musuh, namun dia sendiripun keterjang
angin pukulan sedahsyat gugur gunung sehingga tubuhnya
mencelat jatuh beberapa tombak. Tak jauh diluar hutan
sebelah kiri terdapat sebuah selokan gunung, Kiam-ping
terpukut mencelat oleh gempuran seluruh kekuatan Hwi-bing
Tojin sehingga matanya berkunang-kunang. Kebetulan
tubuhnya melayang jatuh kedalam selokan, begitu tubuhnya
ketiup angin dingin dalam selokan otaknya menjadi jernih,
seketika dia sadari pula betapa berbahaya keadaan dirinya
sekarang. Lekas dia himpun seluruh tenaga murni, kedua
tangan membalik kebelakang, beruntun kedua kaki memancal
pula, sehingga tubuhnya berhasil tergeser beberapa kaki
diditengah udara. Sayang napasnyapun sudah habis dan tak
mampu mengerahkan tenaga lagi, jelas kelihatan didasar
selokan menanti batu-batu runcing yang tak terhitung
banyaknya, karuan terbang arwahnya saking ngeri rasa
kejutnya bukan main- Maklumlah meski Kiam-ping pernah memperoleh saluran
Lwekang Lui Gi-ok yang dilatihnya puluhan tahun, tapi karena
kedua urat nadi Jin-tok ditubuhnya belum tertembus maka
hawa murni tak mampu berputar menyeluruh keseluruh
tubuh, adalah jamak kalau dia tidak mampu bergerak bebas
ditengah udara. Padahal hawa murni dalam tubuhnya sudah
habis, dikala tubuh sudah melayang turun itu, dilihatnya
didepan ada sebuah batu besar yang menonjol keluar sejauh
tiga kaki, maka dia menghardik sekali dengan seluruh sisa
tenaganya dia menusukan pedang kearah batu besar itu.
"Cras" Liat-jit-kiam memang tajam mandraguna, pedang
panjangnya itu hampir setengah amblas kedalam batu,
meminjam daya pantulan diatas pedang, lekas Kiam-ping
menarik napas sehingga tubuhnya mampu melambung
jumpalitan meluncur ke bibir ngarai disebrang sana.
Memandang dasar selokan yang penuh bertaburan batubatu
runcing, diam-diam Liok Kiam-ping bergidik sendiri,
namun bola matanya merah menyala, begitu dia angkat
kepala memandang ke arah hutan, seketika dia berdiri
melongo dan ragu-ragu. Ternyata ceng-ciok Tojin tidak menduga bahwa Sang
Susiok berada didalam hutan, maka dia kira Liok Kiam-ping
sengaja menyalakan api didalam hutan, karena dia hanya
melihat bayangannya mencelat keluar dari dalam hutan- Maka
sambil membentak dia melolos pedang terus melompat dari
sebrang selokan, bentaknya gusar: "Kenapa Sicu datang ke
Bu-tong... " melihat noda darah yang mengotori jubah putih
Liok Kiam-ping tiba-tiba dia tertegun, air mukanya berobah,
tanyanya "Bagaimana Hwi-bing Susiok " Kau... "
Memandang kobaran api yang makin besar didalam hutanLiok Kiam-ping menyeringai dingin: "Dia sudah mampus
didalam hutan itu.."
"Apa ?" ceng-ciok Tojin seketika melotot "apa betul ?"
tanyanya tersirap. Liok Kiam-ping manggut-manggut, baru mulutnya terbuka,
mendadak terdengar beberapa kali bentakan ditengah lapang
disertai jeritan, lekas dia berpaling tampak beberapa Tosu
roboh terkapar sehingga kepungan berlobang, lekas sekali
ceng-san-blau-khek menerjang keluar dari lobang itu.
Ceng-san-biau-khek lari sipat kuping begitu mendapat
peluang meloloskan diri, tak nyana begitu dia angkat kepala
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendadak dilihatnya bayangan putih berkelebat, tahu-tahu
Pat-pi-kim- liong sudah berdiri mcncegat didepannya, melihat
betapa kereng dan garang sikapnya menyoreng pedang
dengan tubuh berlepotan darah lagi, karuan kaget dan serasa
terbang arwahnya, lekas dia putar tubuh lari kearah lain.
Dua kali lompat berjingkat Liok Kiam-ping sudah meluncur
tiba di tanah lapang, dilihatnya ceng-san-biau-khek telah
terkepung pula didalam barisan pedang para Tosu Bu-tongpay.
Kiam-ping enjot tubuh melejit empat tonbak dan
meluncur turun dari tengah udara masuk kedalam barisanBentaknya: "Anak keparat, kau lari kemana kau?"
Ditengah udara dia melangkah dua tindak telapak tangan
terayun, pedang bergerak mengikuti gaya badannya, telapak
tangan kiri terus berputar me lontarkan jurus Liong-kiap-singan
bayangan telapak tangan bertaburan semua meluruk
kearah ceng-san-biau-khek.
Sementara itu ceng-ciok Tojin juga sudah memburu dekat,
langsung dia menubruk sehingga lobang barisan segera dapat
ditambal dengan mata mendelik merah dia membentak keras:
"Bentuk Kiu-cu-lian-hoan-kiam-tin (barisan pedang berantai
sembilan jago)" Pedang melintang lurus didepan dada, kaki lantas
menggeser kekanan serta berputar, makamulai dia
menggerakkan barisan pedang. Melihat Liok Kiam-ping
memburu tiba serta menyerang, lekas ceng-san-biau-khek
menegakkan kedua tangan, beruntun diapun menggempur
dengan kekuatan pukulannya, hawa seketika menjadi dingin
hampir membuat seluruh hadirin bergidik kedinginan, keadaan
menjadi seperti berada dilembah es yang berhawa dingin.
sepasang telapak tangannya ternyata mengeluarkan uap putih
yang merembes dengan suara mendesis sehingga hawa udara
seperti bergolak. jelas dalam menghadapi mati hidup cengsanbiau-khek telah melancarkan Hian-ping-ciang.
Liok Kiam-ping mendengus, tubuhnya lebih mendoyong
turun selangkah, tenaga dia tambah dua bagian lagi. "Blang"
dua angin kekuatan bertarung ditengah udara, terdengar
seorang mengeluarkan suara dari teng gorokan seperti suara
babi akan disembelih, tapi langkahnya tersurut lima tindak.
Suara siut-siut dari samberan pedang yang kemilau mulai
terdengar disekitar arena ternyata barisan pedang telah mulai
bergerak dua bilah pedang tajam tahu-tahu telah
menyelonong masuk mengincar dua Hiat-to mematikan
dipunggung Ceng-san-biau-khek yang mundur gentayangan,
serangan kilat sasaran tepat dan telak.
Perlu diketahui setelah mengadu kekuatan dengan Liok
Kiam-ping tempo hari Ceng-sanbiau-khek dipukul jatuh dan
semaput, lukanya cukup parah karena isi perutnya tergetar
luka, apa boleh buat demi menyembuhkan luka dalamnya dia
meluruk ke Bu-tong-san mencuri Bik-lo-kim-tan, walau obat
mujarab itu berhasil dicuri dan ditelannya, tapi karena sedikit
kurang hati-hati, jejaknya konangan, apalagi sejak peristiwa
yang terdahulu Bu-tong-san sekarang dijaga keras dan ketat,
maka dia tidak mampu meloloskan diri dan terkepung didalam
barisan pedang, Padahal dua hari dia menyembunyikan diri diatas gunung,
setelah yakin luka-lukanya agak sembuh, mumpung hari
belum terang tanah pikirnya dia akan melarikan diri kebawah
gunung, tak nyana jejaknya konangan oleh murid Bu-tong-pay
dan sekarang terkurung didalam Kiu-cu-lian-hoan-tinKini lagi-lagi dia beradu pukulan dahsyat dengan Liok Kiamping,
saking keras goncangan yang timbul dari akibat
pertarungan kekuatan mereka, mata seketika berkunangkunang,
hampir saja dia jatuh semaput lagi, untung pikirannya
masih tetap jernih, lekas dia gigit lidah, rasa sakit membantu
membangun semangatnya pula, terasa dua jalur pedang telah
mengancam Hiat-to dipunggungnya pula. Sigap sekali dia
menegakkan tubuh, berbareng pedangnya menyampuk
kebelakang, baru saja dia berhasil mematahkan serangan
sepasang pedang, tak nyana begitu barisan sudah bergerak.
dua batang pedang lain tahu-tahu menyelonong pula dari
bawah keatas menusuk kedua ketiaknya, tusukannya sama
keras, tepat dan ganas pula, sehingga sukar dia
mempertahankan diri atau menyingkir.
"Sret" ketiaknya tergores luka panjang. darah seketika
bercucuran. Karuan ceng-san-biau-khek menjerit kalap seperti
binatang buas yang ketaton dan panik, begitu membalik
tubuh, beruntun dia lancarkan delapan jurus serangan
pedang, seperti orang kalap mau mengadu jiwa saja dengan
nekat dia menangkis semua pedang yang menusuknya dari
berbagai arah. sementara barisan pedang berhasil didesaknya
mundur dua kaki. Giginya berkerutuk saking gusar dan gemas, tiba-tiba dia
menoleh, sambil meraung keras langsung dia merangsak
kepada Liok Kiam-ping, pedang panjang terayun. menggaris
keras, Dengan kalem Liok Kiamping angkat Liat-jit-kiam,
ditengah dengus suaranya tubuhnya mengendak miring,
dimana batang pedangnya berputar lalu melintir dengan
sebuah lingkaran bundar, ujung pedangnya tiba-tiba menutuk
ke Thian-tok-hiat di tenggorokan lawanItulah jurus Jit-lun-jut-seng ilmu pedang yang dipelajarinya
dari gagang pedang terik surya yang sekarang dipegangnya.
Pedang lawan telah ditabasnya kutung, cahaya kemilau yang
memancar dari batang pedang seterang sinar surya telah
membuat silau mata lawan pula.
Seperti diketahui Ceng-san-biau-khek sendiri juga mahir
jurus ini. dia tahu kearah mana ujung pedang lawan
mengancam dirinya, tapi begitu mata sendiri tak bisa melihat
dan tak mampu dibuka lagi, terpaksa sekuatnya dia menjejak
kaki mencelat mundur kebelakang, berbareng sebelah
tangannya menepuk kedepan melindungi tenggorok. tubuhnya
masih terapung diudara, tahu-tahu telapak tangannya sudah
tertusuk tembus oleh pedang Liok Kiam-ping, tenaga tusukan
lawan masih menyelonong maju tetap mengenai Thian-tohhiat
dilehernya. Darah segar tampak menyemprot, sebelum sempat
bersuara, jiwa lantas melayang seketika. tapi sebelum
tubuhnya jatuh menyentuh tanah, kedua batang pedang telah
menyambar bersilang. karuan batok kepalanya terpapas pecah
dan separo meninggalkan badan,
Kejadian teramat cepat, hanya sekilas saja, begitu darah
muncrat ke mana-mana, bayangan pedang yang bertaburan
itu masih terus menyambar, Liok Kiam-ping merasakan bahwa
ruang lingkup barisan pedang ini makin menciut.
Hakikatnya Kiam-ping tidak sempat menggunakan otaknya,
Liat-jit-kiam segera dimainkan lebih kencang lagi melancarkan
jurus kedua, Liat-jit-yam-yam, tabir cahaya benderang
seketika membungkus tubuhnya, disertai dering benturan
benda keras yang ramai, pedang panjang beberapa Tojin telah
ditabasnya kutung menjadi dua. Bola besar bercahaya terang
sang surya tiba-tiba terbit dari puteran pedang panjang
ditangan Liok Kiam-ping, sudah tentu mata mereka silau dan
tak bisa lagi, serempak mereka menyurut mundur dengan
perasaan ngeri, tapi cahaya pedang sudah mengancam dada
mereka. Ujung pedang Liok Kiam-ping sudah mengancam Bit-kianhiat,
hiat-to mematikan didepan dada, tapi dilihatnya wajah
banyak orang begitu ngeri dan kaget, semua memejam mata.
Walau para Tojin itu tak leluasa membuka matanya karena
pancaran cahaya terang yang luar biasa, kelihatan sikap
mereka sama sengaja memejam mata menunggu kematianPerasaan hambar dan kosong mendadak merangsang
sanubarinya, jiwa besar, hati bajik yang terpendam didalam
lubuk batinya tiba-tiba bersemi memperlihatkan pengaruh nya.
Mendadak dia bersiul panjang tubuhnya, melambung empat
tombak tingginya meluncur kebawah gunung, kebetulan
menyongsong Kim-gin-hu-hoat yang sedang melayang naik
kemari. Tiga bayangan orang dalam sekejap telah lenyap
dibelakang batu karang. Para Tosu diatas gunung seperti baru sadar dari mimpi,
rambut mereka semrawut, waktu meraba batok kelapa, bagian
tengahnya ternyata sudah gundul kelimis. Ditanah bersalju
berserakan untaian rambut mereka. Maka pekik kaget keluar
dari mulut mereka, paduan pekik bergema diatas gunung.
Liok Kiam-ping lari berlompatan dilereng gunung,
dibelakangnya Kim-gin-hu-hoat berlari pula dengan kencang.
Kim-ji-tay-beng tertawa gelak-gelak. katanya: "ciangbun,
beberapa jurus pedangmu sungguh menyenangkan, kalau aku
yang melakukan, para hidung kerbau itu pasti tidak kuampuni
semua." Gin-ji-tay-beng juga berkata: "Bila ciangbun melancarkan
Liat-jit-kiam-hoat yang dapat melawan kehebatanya kurasa
terlalu sedikit. Tapi kuanggap kau terlalu welas asih, Liok-toathiancu yang menguasai dunia, siapa tidak berlaku keji,
korban ditangan mereka tak terhitung banyaknya, bila
Ciangbun ingin menuntut balas bagi kematian Ciangbun kita
yang dahulu, maka tidak usah kau menaruh kasihan terhadap
musuh." Liok Kiam-ping berkata: "Jadi Tok-sin, Ham-sim-leng-mo,
Hwe-hun-cun-cia, Go-hucu, Khong-tong-Koay-kiam dan Lo-husinkun
diagulkan sebagai Liok-toa-thian-cu (enam saka
penunjang langit)?" "Berarti tokoh silat tertinggi sepuluh tahun yang lalu
memang mereka, jikalau Ciangbun ingin diagulkan sebagai
tokoh kosen nomor wahid diseluruh jagat, menurut
pendapatku kau perlu menggembleng diri dalam percaturan
dunia persilatan- Maklumlah untuk mencapai cita-cita harus
menghalalkan segala cara, untuk ini Ciangbun perlu lebih
perhatian-" "Untuk mencapai cita-cita harus berani menghalalkan
segala cara" beberapa patah kata ini bergema direlung hati
Liok Kiamping, batinnya: "Apakah betul" Menghalalkan segala
cara demi mencapai cita-cita ?"
Gin-ji-tay beng berkata pula: "Kalau kau bijaksana terhadap
orang, orangpun akan membalas dengan tindakan bijaksana.
Walau kau beranggapan tidak patut menggunakan cara Licik
kepada musuh, tapi musuh tetap akan berbuat jahat
terhadapmu. Begitulah nasib yang telah menimpah ciangbun
kita yang dahulu hingga menemui ajalnya."
Benak Liok Kiam-ping terus mengunyah beberapa patah
tadi, terkenang olehnya pada waktu dirinya masih berada di
Kui-hun-ceng, dengan sikap baik dan ramah dia selalu
menghadapi orang, tapi nasib yang menimpanya justeru caci
maki dan hantam pukul secara keji oleh Ti Thian-bin.. Pada
hal waktu itu dirinya masih seorang bocah ingusan yang tidak
pandai main silat, tapi dirinya serlng mengalami pukulan dan
tutukan hiat-to serta siksaan lain, betapa dirinya mengerang
kesakitan sambil bergulingan ditanah becek yang berbatu.
Akhirnya dia mengepal tinju, desisnya penuh dendam: "Betul,
demi mencapai tujuan, cara apapun boleh dihalalkan."
Karena jalan pikiran yang sedikit menyeleweng ini, tak
terhitung orang-orang jahat didunia ini yang mampus
ditangannya oleh ketiga batang pedang sakti itu, namanya
menjulang dan menggetarkan dunia, namun bencana di
Tionggoan pun mulai bersemi, hal ini baiklah kita kisahkan
dibagian belakang. ---ooo0dw0ooo--- Cepat sekali langkah mereka, sekejap mata mereka sudah
melampaui beberapa bukit dan tibalah mereka didepan Te-satkok.
Sebuah ngarai seperti pintu angin saja menjulang tegak.
diatas batang ngarai itulah berukir tiga huruf besar berbunyi
"TE SAT KOK", disebelah bawah kirl terdapat pula sebarls
ukiran huruf lebih kecil yang berbunyi "berhenti sampai disini"
Memandang ukiran huruf itu Gin-ji-tay-beng terkekeh
dingin, katanya: "Dari mana nenek peyot itu mengambil
peraturan busuk ini, limapuluh tahun yang lalu aku juga
pernah kemarl karena keki aku hendak menghapus ukiran
huruf itu, tak tahunya aku dipersen dua tamparan dlkanan kiri
pipiku. Lima tahun kemudian aku pulang dari Thian-tok, Ginsaciang sudah berhasil kuyakinkan, sungguh tak nyana tahutahu
dia sudah berobah menjadi kekasih ciangbun kita yang
sudah almarhum, akhirnya ketiga batang pedang sakti itupun
diserahkan kepadanya. Tahun itu ciangbun dicelakai oleh Toksin
yang berkomplot dengan gembong gembong iblis lain, aku
kemarl mencarinya tidak ketemu hingga aku berputar kayun
ditengah batu..." Jelas bagi Liok Kiam-ping bahwa orang ternyata belum tahu
bahwa Tokko cu yang tulen sudah mati, dan penghuni Te-satkok
yang sekarang adalah gadis jelita. Terlngat kepada gadis
molek itu seketika terbayang wajah nan sayu dan pucat,
namun senyumnya semekar bunga. Bahwa segera juga dia
akan berhadapan dengan dia, jantungnya mendadak berdegup
keras. Tak nyana kupingnya mendadak mendengar pekik aneh
Kim-ji-tay-beng. Menuding kearah dinding gunung yang menjulang
disebelah kanan Kim-ji-tay-beng berkata: "ciangbun, kau lihat
apa itu ?" Liok Kiam-ping memandang kearah yang dituding, tampak
sebuah laba-laba sebesar telapak tangan dengan kulit
kembang ceplok-ceplok sedang merayap diatas dinding, tidak
jauh dibawah laba-laba menempel pula sebuah topeng
tembaga hijau dengan taring panjang yang menjijikkan,
sebatang pedang bengkok berbentuk mirip ular mendampingi
laba-laba kembang itu, ujung pedang tegak diatas, gagangnya
dibawah, diujung pedang yang runcing terdapat gantolan yang
berkembang kekanan kiri mengeluarkan cahaya perak
gemeredep. Sekilas dia melongo, tanyanya: "Ada apa sih ?"
Kim-ji-tay-beng seperti bicara sendiri
"Tak nyana mereka pun berada disini," melihat Liok Kiamping
menatap dengan penuh tanda tanya, tersipu-sipu dia
menjawab: "Ciangbun, maksudmu siapa yang meninggalkan tandatanda
itu " Tok-sin-kiong-bing, Lo-hu-sin-kun, Khong-tongkoaykiam, semua itu adalah tanda perintah mereka pada
enam puluh tahun yang lalu, dimana tanda itu muncul berarti
mereka sudah mencampuri persoalannya, siapapun dilarang
turut campur.." "Jadi mereka sudah masuk ke Te-sat-kok hendak mencari
pedang pusaka" Lekas masuk" Liok Kiam-ping bersuara kaget.
"Ciangbun tak usah tergesa, ketiga kurcaci yang muncul di
sini bukan Sam-toa thiancu yang malang melintang enam
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puluh tahun yang lalu. mungkin hanya murid didik mereka.
coba lihat laba-laba itu seluruhnya berkembang ceplok-ceplok,
tapi diatas kepala nya tidak kelihatan ada huruf "ong" (raja),
dulu setiap menggunakan perlntah nya, Tok-sin-kun mengukir
huruf "ong" itu diatas kepala laba-labanya yang dinamakan
Sin-ci-ling. melambangkan bahwa dia rajanya atau moyangnya
setiap racun di dunia ini.
"Topeng setan tembaga hijau itu bagian tengahnya juga
tidak terdapat mata bundar, biasanya Lo-hou-ling milik Lo-husinkun punya tiga mata, tapi topeng ini hanya ada dua mata."
setelah merandek lalu menyambung, "Tentang Khong-tongkoay
kiam yang berbentuk ular itu, ujung pedangnya yang
bercabang itu disepuh emas kuning, jadi bukan perak. maka
ini pertanda bukan dia sendiri yang datang kemari. Beberapa
angkatan muda mereka ini kurasa tidak perlu dibuat takut. Lotoa,
dulu -kau pernah digebuk oleh cakar setan Lo-hu-sin-kun,
memangnya nyalimu sudah pecah."
Kim-ji-tay-beng tertawa, katanya: "Memang aku ingin kau
putar lidah, memangnya aku tidak kenal tanda-tanda itu "
ciangbun, kita masuk tidak ?"
"Tentu harus masuk, hayo." ajak Liok Kiam-ping. Lalu
mendahului melesat kedalam.
Kim-gin-hu-hoat saling pandang sekejap Kim-ji-tay-heng
bertanya: "Apakah perlu kita menggunakan Thian-te-ci-kio
(jembatan bumi dan langit) ?"
Gin-ji-tay-beng mengangguk seraya ulur tangan kanan
telapak tangan menekan pundak sang kakak demikian pula
Kim-ji-tay-beng ulur tangan kiri menekan pundak adiknya.
Kedua orang saling pegang pundak lalu bergerak serempak
melompat terbang ke dalam lembah.
---ooo0dw0ooo--- Di dalam Te-sat-kok. Pecahan batu berserakan ditanah, begitu melompat masuk
Liok Kiam-ping lantas melihat keadaan yang ganjil ini.
Pikirnya: "Oooh.jadi secara kekerasan mereka menghancurkan
barlsan batu-batu, bukankah mereka harus membuang banyak
waktu dan tenaga " Entah dia sudah pulang atau belum ?"
Mengikuti jejak kaki dia terus berlompatan masuk kedalam,
hampir menggunakan seluruh kekuatannya, maka tubuhnya
meluncur bagai selarlk sinar putih lenyap dibalik tumpukan
salju. Pertama kali datang dulu Kiam-ping dalam keadaan luka
parah, bila Tokko cu tidak menuntunnya keluar dengan irama
seruling jelas dia bisa mati terkurung dalam barlsan barlsan
batu. Sekarang barlsan batu sudah porakporanda, pecahan
batu berserakan ditanah saiju. Beberapa tombak kemudian,
waktu dia berpaling, dilihatnya Kim-gin-hu-hoat sedang
mengejar datang dengan saling memegang pundak. katanya
dengan tertawa: "Apa yang sedang kalian lakukan ini " "
Kim-ji-tay-beng menjelaskan: "Diantara Kungfu yang
pernah kami yakinkan ada sejenis ilmu yang dapat
menyalurkan tenaga sendiri ketubuh orang lain, sekarang
untuk menghadapi musuh kuat, maka kami menggunakan
Thian-te-ci-kio." Liok Kiam-ping hanya angkat pundak. tanpa bicara lagi dia
meneruskan perjalanan kedalam Te-sat-kok terletak diperut
gunung, luas dan besar, empat penjuru dipagari dinding
ngarai, mega putih tampak memotong puncak ngarai yang
terjal hingga sinar mataharl tidak kelihatan. Deru angin dingin
menghembus kencang dari dasar lembah, gema suara keras
seperti gunung ambrol diterjang angin badai terdengar
didepan, disusul gelak tawa latah yang berkumandang.
Liok Kiam-ping menggerung perlahan, tubuhnya meluncur
seperti meteor mengejar rembulan, setiap kali lompatan lima
tombak dijangkaunya, tampak bayangan putih berkelebat
lantas lenyap dari pandangan mata biasa, Setelah memutar
beberapa kali, lantas didengarnya sebuah suara kasar berat
berkata: "Lim-heng, sekarang giliranmu, aku mau istirahat
sejenak. Maknya, siapa nyana lembah ini ada permainan anakanak
yang menyulitkanjuga. Kalau tahu begini sepantasnya
aku pinjam Lui-hwe-pit-le dari ong-hun-jit-sian Leng-heng,
biar lembah ini kuledakkan hancur lebur."
Lenyap suara yang ini disusul suara dingin: "Siang-heng,
mungkin kau tak berpikir bila kau meminjam Lui-hwe-pit-le
kepunyaan Leng-heng, malah kami bisa turun kedasar lembah
mengambil ketiga pedang sakti itu" Apakah telah kau
bayangkan bila seluruh lembah ini teruruk batu-batu gunung,
jangan kata mau mencari pedang, jiwa sendiri juga pasti
melayang, Hehehe,pada hal aku Ngo-tok-koay-mo untuk
mendapatkan ketiga batang pedang mestika ini sudah jauh lari
ke Tiang-pek san menangkap seekor mahluk aneh, asal kita
berhasil menghancurkan barisan batu ini, aku punya akal
untuk menemukan tempat penyimpan ketiga batang pedang
mestika itu." Baru dia bicara habis sebuah suara lagi berkata sinis:
"Kedengarannya mudah dilaksanakan kalau mendengar
ucapan Lim heng, pada hal Tokko cu si nenek tua itu berwatak
aneh dan eksentrik, Lwekangnya juga teramat tangguh,
jikalau tidak mampu melawan ceng-hun-cap-ji-siau (dua belas
seruling mega hijau), kita akan berputar kayun di sini sampai
mampus sendiri. Khusus untuk tugas kedatanganku kemari
kali ini guruku Khong-tong-koay-kiam ada mengajarkan aku
serangkaian ilmu pedang dan satu cara, asal kita bertiga bisa
bersatu padu, yakin kuat untuk bertanding Lwekang dengan
nenek tua itu, malah aku yakin dia bukan tandingan kita."
Suara kasar serak semula berkata pula: "Aku Ki-leng-sin
Siang Wi, pasti tidak sama dengan kalian- tiga mengeroyok
satu, bicara terus terang bila bukan lantaran Siau-moay
merengek minta sebilah pedang, aku juga tidak sudi datang
kemari... Belum habis dia bicara Ngo-tok-koay-mo menjengek dingin:
"Maksud Siang heng, bahwa maksud tujuanku dengan Bengheng
memalukan?" "Hanya kau seorang yang patut disebut Kuncu " Kenapa
tidak kau pikir, bila kita tidak mampu mengurung nenek itu,
makhluk aneh milikku mana dapat menemukan ketiga pedang
itu" Demikian pula gurumu Lo-hu-sin-kun juga pasti akan
marah kepadamu " Maka kuharap Siang-heng berpikir lagi
sebelum mengambil keputusan..."
Ki-leng-sin Siang Wi mungkin berpikir tak perlu dia
mengambil sikap bertolak belakang dari keinginan temanteman
lain, maka dia berkata: "Baiklah, anggap aku yang
salah, aku minta maaf kepada kalian-Beng-heng silahkan kau
jelaskan akalmu itu ?"
Sekarang Liok Kiam-ping baru jelas asal usul tiga orang di
dalam lembah, mendengar nama julukan Ang-hun-jit-sian,
segera dia teringat kepada pengemis cilik, seiring dengan jalan
pikirannya diapun membayangkan sorot mata Tokko cu yang
sendu, badannya yang kurus lemah... Pikirnya: "Aku akan
membuatnya hidup bahagia. Dara remaja seusianya kenapa
harus mengasingkan diri di atas pegunungan " Hingga sang
waktu yang serba sepi dan tawar, disini menggeragoti masa
remajanya yang punya harapan cerah dihari depan ?"
Dadanya sesak oleh keberanian, Tokko cu yang hidup
sengsara dan kesepian seperti berada dihadapannya, maka dia
membusung dada beranjak kedepanSekonyong konyong alunan irama seruling bergema didasar
lembah, seringan daun melayang, mengalun diudara dingin
dalam lembah. Ki-ling-sin Siang Wi segera pentang bacot dengan suara
serak: "Hai, keparat siapa didalam dan meniup kentut apa
Jelek sekali, aku si gede tidak suka dengar..." suaranya bagai
guntur, dalam lembah bergema suaranya yang kasar, tapi
irama seruling tetap mengalun lembut dan jelas.
Alunan lembut irama seruling itu menampilkan perasaan
seorang gadis merana yang dirundung duka, perasaan Liok
Kiam-ping amat terketuk oleh makna irama seruling itu,
seolah-olah dia sudah mengantar sukmanya kedalam irama
seruling itu, ingin dia menggabung dua perasaan yang
dimabuk cinta meresapi rasa rindu selama ini. Dalam hati dia
berkata: "Tokko cu, hidup dalam pengasingan sebatangkara,
pada hal jiwanya harum semerbak." dikala Liok Kiam-ping
terbuai oleh rasa kesedihan yang tidak terbendung.
sayup,sayup seperti didengarnya isak tangis Tokko cu yang
menyedihkan, hatinya seperti disayat-sayat, mendadak dia
menggerung gusar terus melompat terbang kedepan seraya
berterlak: "Nona, aku telah tiba, Liok Kiam-ping telah datang."
Gerakannya secepat kilat, mendadak pandangan terasa
kabur, "cret" selarik angin pedang dengan serangan keji telah
meluncur tiba mengancam Khi-hu, coat-bin Yu-bun dan
Thiong-kok empat Hiat-to. Kiam-ping menghardik sekali,
serempak kedua tangannya. bersilang langkahnya pun
berhenti seketika seperti terpaku ditanah. Tubuh bagian atas
sedikit doyong "Wut" kontan dia memukul sekali menimbulkan
gelombang angin keras mematahkan serangan pedang lawan.
Ditengah jengekan lawan, tahu-tahu sinar pedang
berkelebat, membundar setengah lingkar terus mengiris maju
dari samping yang diincar adalah King-bun, go-siok dan Lisiaut
iga Hiat-to besar, tipunya aneh serangan ganas luar
biasa. Kiam-ping menarlk napas mendekuk dada, badannya
melambung mundur tiga kaki, di mana dia gerakkan kedua
tangannya, kontan dia lontarkan jurus Liong-kiap-sin-gan.
Ditengah taburan telapak tangan menerbitkan deru badai
yang memutar sehingga napas sesak. gerakanpedang
lawanpun sampai mendengung dan tertahan diluar kalanganBeruntun kakinya maju beberapa langkah.
Dalam sekejap dia menyerang delapan belas jurus pukulan
hingga lawan didesaknya beberapa tombak kebelakang.
Sedikit gerakan tangannya mengendor, lantas dia
mendengar pekik aneh yang melengking didepannya, ternyata
seekor laba-laba hitam yang besar sekali dengan membawa
sejalur gelagasi besar putih mengkilap meluncur turun dari
udara menubruk dirinya. Sambil menggeram Kiam-ping membalik telapak tangan
menepuk segumpal angin menyongsong laba-laba hitam.
Sementara kakinya dengan tangkas menyurut mundur enam
kaki, kedua matanya memperhatikan musuh- karena
terdampar angin pukulan, laba-laba hitam beracun itu
mengeluarkan suara aneh pula, ditengah udara jungkir balik
dua kali lalu jatuh ditanah.
Sebuah suara dingin berkata: "Siapa berani melukai labalaba
hitamku" Hm, kau bocah ini memangnya sudah bosan
hidup?" Tampak oleh Kiam-ping didepannya berdiri tiga orang, yang
ditengah memegang sebilah pedang bengkak- bengkok mirlp
ular, ujungnya bercabang seperti lidah ular, dengan
pandangan gusar mereka melotot kepadanya.
Lelaki muda yang berdiri disebelah kanan bermuka culas
dan gelap. mulutnya seperti ketarlk kebawah dagu, tangannya
memegang sebatang bumbung bambu, benang laba-laba yang
putih mengkilap itu ternyata menjulur keluar dari bumbung
bambu itu, tahulah Kiamping bahwa orang pasti yang
bernama julukan Ngo-tok koay-mo (iblis aneh panca racun).
Dengan dingin dia mengalihkan pandangannya ke lelaki
yang berdiri disebelah kiri, diam-diam dia terkejut, ternyata
lelaki ini berperawakan delapan kaki tingginya, pinggangnya
lebar pundaknva besar, kepalanya sebesar kerbau, kedua
pahanya sebesar batang pohon, telapak tangannya yang
terbuka selebar kipas dengan jari jemarl sebesar pisang,
seluruh perawakannya mirip raksasa.
Ki-ling-sin si raksasa malaikat sedang memegang pentung
panjang warna kelabu, katanya dengan tertawa kepada Liok
Kiam-ping: "Hahahaha. Kenapa kau bocah ini ikut nangis
sesedih ini, apa kau belum minum susu ?"
Baru sekarang Kiam-ping terlngat barusan dia menangis
dan belum sempat mengusap air mata, tapi diapun melihat
diujung mata si gede juga bergantung dua butir air mata yang
belum sempat diteteskan, karuan dia tertawa geli, katanya:
"Kau sigede kecil ini kenapa juga berlinang air mata " Apa kau
juga belum minum susu ?"
Ki-ling-sin tersipu-sipu, lekas dia membersihkan mukanya,
katanya bergelak tawa: "Bocah cilik, apa kaupun hendak cari pedang mestika "
Sayang disini sudah ada tiga orang, sebetulnya aku juga
senang melihatmu, kuberi sebatang juga tidak menjadi soal,
tapi..." Belum habis dia bicara lelaki yang memegang pedang aneh
sudah menukas: "Buat apa Beng-heng banyak bicara dengan
dia. Sekali pentung kepruk pecah saja kepalanya."
Ki-ling-sin geleng kepala malah, katanya: "Guruku suruh
aku memanggil kalian Wi-heng (saudara sekerabat), tapi tidak
menyuruh aku tunduk kepadamu bocah cilik ini aku
melihatnya suka, aku tidak akan mengemplang dia.."
Ngo-tok-koay-mo mendengus: "Siapa kau bocah keparat
ini", memangnya kau tidak melihat tanda kebesaran kami
dimulut lembah ?" Melihat tampangnya yang jelek dan culas, hati Kiam-ping
sudah sebal, kini makin kaku sikapnya: "Kau bedebah ini
siapa" Kematian didepan mata masih membual ?"
orang she Beng tertawa aneh, katanya menyindir: "He,
mendengar obrolanmu ini, seolah-olah kau ini seorang
cianpwe di Bulim yang sudah terkenal saja, sayang belum
pernah kudengar ada tokoh lihay mirlp tampangmu ini."
setelah melirik hina lalu menambahkan, "Kukira lebih baik kau
pulang saja masuk kedalam pelukan ibu gurumu."
Belum habis dia bicara sebuah suara serak sadis berkata:
"Anak muda yang tidak tahu diri, memangnya matamu picak
terhadap ciangbunjin Hong-lui-bun yang bergelar Pat-pi-kimliong
Liok Kiam-ping juga tidak kenal. Bola mata kalian
memang patut dikorek keluar untuk umpan anjing saja."
Dengan kaget Beng Hing menoleh ke sana, dilihatnya dua
lelaki berambut uban dengan tangan bergandeng tangan
tengah berlompat terbang mendatangi, melihat telapak tangan
mereka yang kuning dan putih itu seketika berobah air
mukanya serunya: "Kim-gin-hu-hoat, jadi kau ini adalah
ciangbunjin Hong-lui-bun ?"
"Bocah keparat tidak bernama macam diriku mana berani
terlma,"
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liok Kiam-ping terbahak-bahak. "kalian memang asing
mendengar nama julukan Pat-pi-kim- liong, maka cayhe
bermaksud bantu kalian supaya selalu teringat kebeneran Patpikim- liong." dengan muka masam dia menuding Ngo-tokkoaymo, kau harus dibuntungi sebelah lengannya." dengan
sikap kereng diapun menoleh kepada Beng Hing, kau juga
harus diprotoli sebelah kupingmu." mengawasi Ki-ling-sin yang
berdiri kebodoh-bodohan- Dia menghela napas lega. katanya:
"Tentang kau, gede cilik, sungguh aku harus minta maaf,
terpaksa kau harus pulang dan laporkan kepada gurumu
bahwa pedang mestika sudah diambil oleh Pat-pi-kim-liong"
Perlahan tangan Ngo-tok-koay-mo mengelus seekor
kalajengking biru yang merambat dipucuk bumbungnya,
katanya dengan terkekeh dingin: "Hong-lui-bun" ciang-kiamkimling sudah mampus sejak lama setelah terkena racun
tanpa bayangan perguruanku. Boleh dari mana pula kau
menerobos keluar tahu-tahu menjadi ciangbun segala ?"
Kim-gin-hu-hoat menggertak gusar, serempak mereka
melejit mumbul, Kim-gin-sa-ciang mengeluarkan deru badai
membawa gulungan tenaga raksasa berpusar kedepan
menimbulkan pergolakan hawa dahsyat.
Meluncur segesit belut kaki Ngo-tok-koay-mo menyurut
mundur beberapa kaki, berbareng bumbung bambu ditangan
kirl dia lempar keatas udara. dari dalam bumbung
beterbangan tawon-tawon beracun ta lkterh b itung
jumlahnya, maka suara yang membising telinga segera
kumandang diudara. Mendadak Kim-ji-tay-bang berteriak:
"Tawon beracun dapat berbuat apa atas diriku, coba
saksikan-" dimana tangan kanan bergerak, cahaya emas
gemeredep. deru pukulannya ternyata juga lain dari yang lain,
beruntun dia memukul delapan kali, pusaran angin pukulannya
ternyata berhasil merontokkan tawon-tawon beracun.
Gin-ji-tay-beng bergolak tawa, kekuatan Gin-sa-ciang
ternyata berbeda pula perbawanya, udara seperti dibungkus
oleh halimun tebal, tampak setiap kali tinjunya bergerak
keluar, tawon-tawon beracunpun berontokan tak terhitung
jumlahnya. Badan mereka maju mundur bersama, gerak gerik mereka
mirip manusia aneh yang punya dua tangan empat kaki, bila
Kim-gin-sa-ciang digabung perbawanya ternyata bukan olaholah
hebatnya. Deru keras pukulan mereka seperti memenuhi
lembah, tawon beracun yang beterbangan diudara makin
sedikit jumlahnya, paduan suara sayap tawon yang
mendengung itu makin ke lelap ditindih gelak tawa kedua
kakek beruban itu. Baru sekarang Liok Kiam-ping bisa menyaksikan perbawa
pukulan Kim-sa-ciang dan Gin-sa-ciang, batinnya: "Dengan
tangan bergandeng tangan seperti ini, kekuatan mereka jauh
lebih besar dari pada mengeroyok secara individu, apalagi
tenaga kedua orang dapat saling isi dan membantu,
menambal kekuatan kawannya... "
Ngo-tok-koay-mo mendadak menjengek:
"Jangan takabur, nih masih ada." kedua tangan meraih ke
punggung menurunkan sebuah bumbung lagi terus diketok
perlahan dua kali, maka berlompatan keluar beberapa ekor
kodok puru, semua mengeluarkan suara "kok kok," menubruk
kearah Kim-gin-hu-hoat. Beruntun Kim-gin-hu-hoat melontarkan beberapa pukulan
terus melambung keatas, bersalto dua kali langsung menubruk
kearah Ngo-tok-koay-mo, segulung angin kencang yang
terlontar dari sepasang tangan mereka menyibak mega
sehingga sinar mentari menyorot masuk.
Angin pukulan dahsyat itu menggulung bunga salju
menerjang kearah Ngo-tok-koay-mo. Karuan Ngo-tok-koay-mo
kaget sekali, lekas dia ayun tangan, beberapa ekor ular kecil
warna emas berhamburan dari lengan bajunya menubruk
kearah Kim-gin-hu-hoat yang masih terapung diudara.
Kembali Kim-gin-hu-hoat menyampuk dengan kekuatan
pukulan- tidak terpikir oleh mereka bahwa empat ekor ular
emas ini dapat menekuk badan dan melenting, dengan lincah
mereka menyelinap lewat dari deru pukulan dahsyat itu,
laksana anak panah masih terus melesat kedepan. "Hiaaat."
berbareng mereka menghardik, dua telapak tangan terangkap
"Plok" seekor ular emas yang melesat paling depan kena
tergencet gepeng dan lebur oleh kedua telapak tangan
mereka. Bau darah ular yang amis menyebabkan kawanan ular
emas yang lain melorotkan badan jatuh ditanah terus
meringkel menegakkan kepala sambil menjulurkan lidah
kearah Kim-gin-hu-hoat. Gin-ji-tay-beng tertawa gelak-gelak. serunya: "Keparat,
jangan harap caramu ini..." belum habis dia bicara, katakkatak
puru yang mendekam ditanah itu mendadak sama
bersuara aneh terus menyemburkan cairan putih dari benjolbenjol
daging punggungnya, semua menyembur kearah
mereka, Kim-ji tay-beng tetap waspada, bentaknya: "Giok-te, awas."
seiring bentakannya, tangan kirinya mengeluarkan tenaga
hingga Gin-jay-beng diseretnya mumbul keudara. Tapijarak
mereka dengan kawanan katak puru terlalu dekat, walau
cepat gerakan mereka, tapi paha Gin-ji-tay-beng telah
kesemprot cairan putih itu. Terdengar bunyi lirih celana di
pahanya seketika bolong-bolong dan kulit pahanya seketika
menjadi hitam. rasanya panas seperti dibakar api, tiada
banyak waktu langsung dia merogoh keluar sebatang badik
mengkilap. cepat dia gores dan iris kulit daging pahanya yang
sudah menghitam hangus. Liok Kiam-ping melompat maju seraya membentak,
ditengah udara dan ulur tangan kepunggung, Liat-jit-kiam
telah dicabutnnya maka mencoronglah sinarnya yang
gemerdep melesat terbang diudara.
Begitu sinar pedang berkelebat, terdengarlah pekik aneh
dari mulut kawanan binatang beracun ditanah, semua
berusaha melarikan dirl dengan ketakutanKaruan Ngo-tok-koay-mo terperanjat, tiba-tiba dia bersiul
memberi aba-aba, maksudnya menganjurkan binatang
beracun peliharaannya maju menyerang pula, tak nyana
binatang peliharaannya itu ternyata tidak dengar perlntah lagi,
semua berusaha menyelamatkan jiwa sendiri tanpa tunduk
akan perintahnya pula. Kiam-ping tarikan pedangnya kian kemari, katak-katak puru
yang berlompatan itu semua ditabasnya mampus cabaya
pedang seperti lidah api mencorong sejauh tiga kaki ditambah
panjang pedang ada tiga kaki enam dim, sehingga jarak yang
dicapai cukupjauh, maka binatang binatang beracun itu
dengan mudah dibunuhnya satu persatu. Darah berceceran
diatas saiju bau amis memenuhi lembah, sisa dua ekor ular
emas sempat melesat ketangan Ngo-tok-koay-mo.
Terbelalak besar mata Ngo-tok-koay-mo sungguh tak
berani dia percaya bahwa binatang beracun peliharaannya lari
ketakutan berhadapan dengan Liok Kiam-ping. Dengan tangan
kanan dia comot kalajengking biru yang merambat
dipundaknya terus dibuang ke tanah didepannya, berbareng
mulutnya mendesis-desis beberapa kali. Kalajengking biru
besar itu pelan-pelan merambat kedepan, ekornya yang
panjang seketika tegak membengkok dan bergerak-gerak.
Liok Kiam-ping menjengek hidung, ujung pedang turun
miring kebawah, kedua matanya menatap tajam kearah
kalajengking biru yang merambat makin dekat. Seluruh
perhatian yang hadir dalam lembah inipun tertuju kearah
kalajengking biru besar itu, namun serlng pula melirik kearah
pedang di tangan Liok Kiam-ping, terutama sebutir mutiara
diatas pedang. Mendadak Ngo-tok-koay-mo berceloteh, seiring dengan
suaranya, kalajengking itu mencelat mumbul beberapa kaki
menubruk kearah muka Liok Kiam-ping. Ekornya yang panjang
dan mempunyai capit itu mematuk ke Thian-toh-hiat
ditenggorokan Liok Kiam-ping, betapa tepat sasarannya
ternyata tidak kalah liehay dari serangan seorang jago silat.
Tubrukan kalajengking biru ini sungguh teramat cepat, Liok
Kiam-ping baru saja merasa pandangannya kabur, dan amis
sudah menyerang hidung, lekas dia menjengkang badan
kebelakang, cahaya pedangnya bertaburan mirip jala, cahaya
membabat kalajengking itu. Tak nyana kalajengking itu bisa
menurunkan badannya menghindar tabasan pedang jatuh
didepan kakinya. Jin-tiok-ji-meh Liok Kiam-ping memang belum tembus,
sehingga hawa murni dalam tubuhnya tidak bisa disalurkan
secara kontinyu hingga tenaga murni juga susah
dikembangkan keluar, maka tak sempat dia berkelit, tahu-tahu
kalajengking sudah menubruk tiba didepan mukanya.
Kim-ji-tay-beng berteriak kaget, dari jarak tiga tombak dia
datang, kelima jarinya terkembang hendak mencengkram
kalajengking itu sementara Ngo-tok-koay-mo tertawa riang
dan bangga, serunya: "Hehehe, kali ini pasti mampus... " tak
tahunya belum lenyap suaranya, kalajengking yang merayap
dikaki Liok Kiam-ping mendadak memekik aneh terus terguling
jatuh, perut menghadap ke langit tak bergerak lagi, jiwanya
melayang. Tawa cerah di muka Ngo tok- Koay-mo seketika kuncup,
kedua bola matanya membundar besar, serunya kaget: "Kau
memiliki Hiong-ui-cu ribuan tahun ?"
Liok Kiam-ping sendiri juga melenggong sebelum dia
menjawab Kim-ji-tay-beng sudah melompat datang, tanyanya
"ciangbun, kau tidak apa-apa ?"
Liok Kiam-ping geleng-geleng, bahwasanya dia sendiri juga
bingung kenapa dirinya membuat kawanan binatang beracun
itu larl ketakutan, demikian pula kalajengking ini mati secara
tiba-tiba tanpa sebab. Namun dia tidak sempat pikir apa
sebabnya, matanya menatap Ngo-tok-koay-mo serta
menghampirinya. Mendadak rasa dingin menggelitik sanubarinya, dari
tatapan mata orang yang marah membuat Ngo-tok-koay-mo
bergidik ketakutan, lekas dia melengos kelain arah. Akan
tetapi rasa gengsi yang tebal melembari sanubarinya
membuat dia berani menoleh lagi, sekuatnya dia tenangkan
dirl lalu ulur tangan kepunggung menurunkan dua bumbung
bambu yang masih ada, batinnya: "Aku percaya tidak mungkin
dia memiliki Hiong-ui-cu ribuan tahun atau Su-liong-po-giok. .
. Menepuk- menepuk bumbung, maka merayap keluar
seekor kelabang merah panjang satu kaki, tepat diatas kepala
kelabang terdapat sebuah tanda hitam yang menonjol.
Kim-ji-tay-beng terperanjat, serunya:
"Kim-hun-ou-jit, inilah kelabang sakti yang khusus
dipelihara oleh Tok-sin-kiong-bing, ciangbun, kau harus lebih
hati-hati." Selama hidup kapan Liok Kiam-ping pernah melihat
kelabang sebesar ini, hatinya juga kebat kebit, namun dia
tidak merasa jerl, karena yakin Liat-jit-kiam-hoat cukup ampuh
untuk menabas hancur kelabang raksasa ini. Lekas dia
menghimpun hawa murni pedang bersatu padu dengan jiwa
raga, pelanpelan dia mulai bergaya pembukaan dari ilmu
pedang Liat-jit-kiam-hoat.
Ngo-tok-koay-mo terkekeh dingin, perlahan dia memberi
aba-aba, ratusan kaki kelabang itu seketika bergerak seperti
tumbuh sayap saja tiba-tiba melesat kedepan kearah Liok
Kiam-ping. Pedang panjang ditangan Liok Kiamping terayun, cahaya
pedang serapat kitiran sekaligus melancarkan jurus jit-lun-kutseng,
mutiara diatas pedangnya seketika memancarkan
cahaya mencorong bagai matahari, cahaya terang bergerak
mengikuti gerakan tubuh menyongsong kedepan. Semula
kelabang itu menyerang dengan nafsu kebinatangannya, tak
nyana begitu Liok Kiam-ping balas memapak ditengah udara
tubuhnya mendadak melengkung terus meletik mundur
kebelakang malah. Padahal daya tubruk Liok Kiam-ping dengan sambaran
pedangnya secepat meteor jatuh di mana cahaya pedang
menggarls lewat, bayangan kelabang sudah tertelan didalam
libatan cahaya pedang. "cras, eras... " setelah sebuah pekik
keras disusul desis suara yang beruntun, disusul darah
muncrat bau amis merangsang hidung, tahu-tahu kelabang
raksasa itu telah terpotong-potong menjadi beberapa keping
jatuh berserakan diatas salju.
Tanpa merobah gerakan daya kekuatan tubrukan Liok
Kiam-ping masih laju dengan kecepatan yang sama, langsung
menubruk kearah Ngo-tok-koay-mo, pedangnyapun menabas.
Setelah melemparkan kelabangnya, sempat Ngo-tok-koaymo
tertawa senang, namun begitu melihat samberan pedang
melanda dirinya, sementara Kim-hun-ou-jit milik gurunya telah
lebur pula, karuan kagetnya seperti arwahnya copot
kekahyangan, belum sempat dia pikirkan bagaimana
memberlkan reaksi, segulung cahaya merah laksana mentari
terbit membuat kedua matanya silau dan tak bisa melek.
Suatu ingatan berkelebat dalam benaknya, kontan dia
memekik: "Liat-jit-ki-kiam." Sembarl memekik sepuluh jarlnya
menjentik bersama, segulung asap tipis tanpa bersuara
melesat keluar, namun pada saat itu pula lengan kirinya sudah
tercincang oleh pedang lawanSejalur darah membeku dibatang pedang jelas dia tidak
kuasa menghindar diri dari tabasan pedang lawan- Tapi disaat
kritis itulah, sebatang pedang aneh mirip ular mendadak
menyelonong keluar dari samping tubuhnya mengancam ciatbun,
Ki-bun dan Bit-kian-hiat ditubuh Liok Kiam-ping.
Liok Kiam-ping tahu meski tabasan pedangnya berhasil
mengutung lengan lawan, jiwa sendirljuga susah
diselamatkan- Tiada persoalan untuk dipertimbangkan, sebat
sekali dia memutar badannya, seperti angin lesus saja badan
miring, berbareng jurus Liat-jit-yam-yam terlontar dari gerak
pedangnya. Melihat Ngo-tok-koay-mo kembali kehilangan binatang
andalannya, Beng Hing juga keheranan, mendadak dilihatnya
pedang panjang lencir Liok Kiam-ping mengancam Ngotokkoaymo. Tanpa pikir pedang ularnya langsung bergerak. dia
tahu taraf kepandaiannya kira-kira setingkat dengan Ngo-tokkoaymo, namun baru dia bergerak pedang lawan tabu-tahu
sudah mengancam leher, kesempatan untuk berkelit sudah
tidak sempat lagi. Saking kejutnya lekas dia gerakkan pedang
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan jurus Ling-coa-hoan-hu balas menyerang, bila perlu
biar gugur bersama, jelas ujung pedangnya telah mengancam
ketiak lawan, mendadak cahaya benderang seperti mentari
terbit dipagi hari menyilaukan matanya, hati seperti terbakar,
seluruh tubuh seperti dipanggang didalam tungku. Dalam
detik kritis ini baru dia teringat nasehat gurunya, kontan dia
memekik: "Liat-jit-kiam-hoat." Namun pekikannya seperti
jeritan Ngo-tok-koay-mo suaranya ditelan gelombang hawa
pedang yang menderu hingga orang lain tiada yang
mendengar. ---ooo0dw0ooo--- "Sret" suara perlahan, Liat-jit-kiam Liok Kiam-ping sudah
menabas putus pedang ular itu menjadi tiga potong, di mana
cahayanya berkelebat lewat disamping kuping Beng Hing
sebuah kuping berlepotan darah tertoblos di ujung pedang,
sigap sekali Liok Kiam-ping sudan melejit mundur dua tombak.
Ling-coa-kiam Beng Hing begitu melihat pedang lawan,
seketika dia menjerlt ngeri, serta merta sebelah tangannya
mendekap teliinga kirl, tapi yang terasa adalah lepotan darah.
seketika dia meratap sedih: "Kuping... kupingku... "
Dengan dingin Ngo-tok-koay-mo juga mengatasi luka
dalam dua dim diatas lengannya, dengan kertak gigi dia
melangkah maju dua tindak. Matanya menatap Liok Kiamping,
serunya: "Apakah kau memiliki Hiat-liong-po giok."
Baru saja Liok Kiam-ping hendak bersuara, mendadak
dirasakan pandangannya gelap, kepala pening perutpun sakit,
lekas dia pejam mata serta menarlk napas dalam,
mengerahkan seluruh kekuatannya supaya bertahan berdiri.
Setelah berhasil menahan rasa sakit di perutnya, baru dia
membuka mata, jengeknya: "Perduli aku punya Hiat-liong-pogiok
atau tidak ?" Ngo-liong-koay-mo terkekeh dingin, katanya: "orang she
Liok. kau, sudah terkena Bui-ing-ci-tok. paling bisa hidup,.. "
matanya menggerling, "beberapa hari, jikalau kau tidak
serahkan Liat-jit-kiam untuk menukar obat penawarnya,
maka..." Degan rasa tidak percaya Liok Kiam-ping pandang Ngo-tokkoaymo, namun dia rasakan perutnya seperti dirangsang
hawa dingin, seperti ada ulat yang menggerogoti ususnya.
Gin-ji-tay-beng sudah membalut pahanya, dengan gugup
dia bertanya: "ciangbun, kau..."
Ngo-tok-koay-mo tertawa besar, katanya:
"Coba kalian lihat apakah terdapat segaris hitam ditengah
kedua alisnya ?" Waktu Gin-ji-tay-beng memerlksa benar ada garis gelap
ditengah kedua alis Liok Kiam-ping, karuan kagetnya merobah
rona muka, serunya kuatir: "ciangbun..."
Liok Kiam-ping menarik muka, hawa nafsu sudah
merangsang hati, sekilas dia memandang bayangan gelap
dibelakang batu-batu yang berserakan sana, bayangan dia
berkecamuk dalam benaknya. Entah darimana datangnya rasa
duka mendadak Liok Kiam-ping mendongak mengeluarkan
pekik panjang. Sebelum gema pekik suaranya lenyap didalam
lembah dia sudah melangkah maju dua tindak. katanya, "Bila
aku hendak mati, aku pasti bunuh kalian lebih dulu." dia
mencegah Kim-gin-hu-hoat bicara lalu menambahkan: "Kalian
percaya tidak, cukup tiga jurus saja." pedang berdiri tegak,
sikapnya serius mata memandang ujung padang, cahaya
pedang menemong sejauh tiga dim, menambah perbawa
hawa nafsunya. Melihat keadaan Liok Kiam-ping, Ngo-tok-koay-mo
mengerut alis. Dia tahu ciang-kiam-kim-ling punya hubungan
asmara dengan Tokko cu sehingga tiga batang pedang
mestika warisan ciangbunjin Hong-lui-bun diserahkan kepada
Tokko cu. Hari itu waktu Liok-toa-thian-cu termasuk Suhunya
mengeroyok ciang-kiam-ling-cu dengan berbagai ilmu sakti
masing-masing baru berhasil menandingi Wi- liong- ciang,
musuhnya di tay-pa-san, dengan racun tanpa bayangan
gurunya baru berhasil mengalahkan ciang-kiam-kim-ling serta
memukulnya jatuh kejurang.
Kini dengan mata kepalanya sendiri dia saksikan Liok Kiamping
masih muda ini mampu mematahkan serangan binatang
beracunnya, Liat-jit-kiam-hoat lawan yang tiada taranya jelas
takkan mampu dilawannya. Dasar licik dan banyak akal mendadak dia tertawa, hatinya
mendapat akal, katanya: "Tuan sebagai ciangbun dari suatu
aliran, mengandal pedang pusaka lagi, umpama dapat
mengalahkan kami bertiga, memangnya harus dibuat bangga
?" "Kau kira aku menang karena pedang mestika ini ?" jengek
Kiam-ping. "Kalau kau punya isi, boleh bertanding pedang denganku
tanpa menggunakan pedang mestika." pedang kutung
diacungkan, matanya mendelik dendam, rasanya ingin
menelan Kiam-ping bulat bulat.
Liok Kiam-ping paling benci orang munafik. Tindakanku
selamanya juga blak-blakan, ini supaya aku mati dengan
embel-embel nama jelek. "Hah, baiklah dengan tangan kosong
aku lawan beberapa jurus "
Kim-gin-hu-hoat kaget, memburu maju, serunya:
"ciangbun, mereka sengaja membakar kau. Mari kau ikut kami
keluar lembah, akan kucari Sau-ban-khong untuk menawarkan
racun dalam tubuhmu..."
Liok Kiam-ping geleng-geleng, perlahan dia memasukkan
pedang kedalam sarungnya: mendongak dia berseru lantang:
"Nona, tahukah kau, demi dirimu Liok Kiam-ping siap
menaburkan darahnya di dalam Te-sat-kok " Kuharap sebelum
aku mati sudi kau keluar supaya aku dapat melihatmu sekali
lagi, nona coba jawab apakah kau mengabulkan
permintaanku?" Lembab nan sunyi hanya terdengar deru angin dan gema
suaranya yang memilukan, kecuali itu tiada reaksi atau suara
lainnya. Berlinang air mata Liok Kiam-ping, gumamnya perlahan:
"Begitupun baiklah."
Ngo-tok-koay-mo menyerlngai sadis, katanya: "Kita mulai
mengadu Lwekang, karena adu kekuatan sekaligus dapat
membedakan siapa unggul mana asor, jikalau kau dapat
mengalahkan aku, maka obat penawarnya akan kuserahkan
padamu, atau sebaliknya kau serahkan Liat-jit-kiam
kepadaku." Gin-ji-tay-beng gusar, katanya: "Agaknya kalian sudah
mengatur tipu daya..."
"Pertandingan dibatasi semasakan air, dalam jangka waktu
sependek ini racun dalam tubuhnya tidak akan kumat.
Hehehe, kalau mengulur waktu, obat penawarku juga tidak
berkasiat lagi, sekarang boleh aku serahkan setengah pil obat
penawarku dulu .." Liok Kiam-ping mengangguk, katanya:
"Coba jelaskan bagaimana harus bertanding?" dia terima
setengah pil obat penawar orang, tanpa ragu terus ditelannya.
"Kita adu telapak tangan dengan tenaga dalam saling
gempur, tubuh siapa terdorong roboh kebelakang dialah yang
kalah." Segera Ngo-tok-koay-mo mendahului duduk bersila, serta
ulur kedua telapak tangannya, tertawa lebar kearah Liok Kiamping.
Tampak oleh Liok Kiam-ping, kedua telapak tangan lawan
putih bagai batu jade mirip tangan perempuan pingitan yang
tidak pernah kerja kasar, sambil mendengus segera diapun
duduk bersimpuh, tangan diulur menempel telapak tangan
orang. Baru saja kedua tangannya terjulur, mendadak didengarnya
Ki-ling-sin si gede raksasa berterlak: "Bocah cilik, kau..."
Waktu dia menoleh dilihatnya Ling-coa-kiam-khek melotot
gusar kepada Siang Wi, sementara Siang Wi geleng-geleng
sambil tertawa apa boleh buat, katanya: "Tidak... tidak apaapa."
Lalu bibirnya bergerak lagi. "Bocah cilik, hati-hati kau."
Tengah Liok Kiam-ping bimbang, Ngo-tok-koay-mo berkata:
"Kenapa sih " Tidak berani ?"
Liok Kiam-ping mendelik: "Kalau aku menang, kaupun
harus memotong sebelah lenganmu." Tangan diulur lurus
menempel telapak tangan lawanNgo-tok-koay-mo tertawa dingin, batinnya: "Telapak
tanganku ini menyakinkan Ngo-tok kui- goan-ciang, biar kau
merasakan Siang-tok-ih-deh, mati setelah tersiksa racun."
Tenaga keras mendampar dari telapak tangan lawan, lekas dia
menurunkan tenaga dipusar, pelan-pelan dia mulai salurkan
kekuatannya balas menyerang. Ternyata telapak tangannya
semakin putih, makin lama makin bening seperti tembus
cahaya, hingga urat syaraf dan tulang telapak tangannya
kelihatan jelas, namun pada saat itulah tampak Liok Kiam-ping
mulai gemetar. Walau telah menelan setengah obat penawar lawan, tapi
obat itu tidak banyak membantu karena lawan menipunya
dengan obat yang hanya dapat menahan rasa sakit belaka.
Begitu dia kerahkan tenaga sekujur badan menjadi tidak enak.
rasanya seperti habis digebuki, hawa murni mulai merembes
naik dariBwe-kek-hiat, lekas sekali telah merembes ke Pauhong
dan Sim-pi dua Hiat-to yang merupakan sentral darijalan
darah dibagian iga. Kini tulang rusuknya juga mulai terasa linu dan kesemutan,
sementara Khi-hay-hiat dibawah lambung juga mulai nyeri
seperti ada ulat bergerak disana. Waktu yang sama terasa dari
telapak tangan lawan mulai menerjang kekuatan aneh yang
ganjil, sehingga jarinya ikut merasa pegal dan mati rasa, rasa
pegal itu masih terus merambat pergelangan tanganKaruan hatinya kaget, tahu dia bahwa lawan juga
meyakinkan pukulan beracun, waktu dia tatap lawan, tampak
wajahnya mengulum senyum licik, lekas dia menarik napas
panjang, mengerahkan segala kekuatannya mendesak balik
kekuatan lawan- Akan tetapi seluruh Hiat-to tubuhnya seperti tertutup,
tenaganya sudah tidak mampu menembusnya, hawa dingin
yang merembes ketulang rusuknya pun merambat keatas
menembus Siau-yang-gi dan Koan-goan-gi. Tanpa kuasa
sekujur badannya mulai menggigil. hawa murni yang terpusat
dipusar juga tidak mampu dikendalikan lagi.
Bayangan kematian mulai merangsang hatinya, otaknya
akan berhenti bekerja, sekarang dia hanya merasakan dirinya
seperti melayang di awang- awang
Mendadak Kim-gin-hu-hoat bergelak tawa, kedua tangan
saling menekan pundak pula terus duduk bersimpuh
dibelakang Liok Kiam-ping, tanpa bicara mereka mengawasi
wajah lawan yang dilembari senyum kemenangan
Gin-ji-tay-beng ulur tangan kiri menekan Bing-bun-hiat
dipunggung Liok Kiam-ping, sementara Kim-ji-tay-beng
kerahkan Kim-sa-ciang, telapak tangannya terangkat di udara,
telapak tangannya kelihatan kuning mengkilap memancarkan
cahaya benderang. Liok Kiam-ping sudah dalam keadaan setengah sadar,
mendadak dari punggung merembes segulung tenaga hangat
terus menerjang ke pusar, semangatnya seketika bergelora,
lekas diapun himpun sisa tenaganya yang tercerai terus
disalurkan kelengan batas menerjang tenaga lawanNgo-tok-koay-mo sudah saksikan lawan sudah payah dan
tinggal menunggu waktu saja untuk roboh pingsan, bila racun
menyerang jantung jiwapun melayang, siapa tahu mendadak
segulung tenaga raksasa laksana gugur gunung menerjang
tiba. Sekujur badannya bergetar, terasa pukulan berbisa
ditelapak tangannya malah merembes balik seperti arus
sungai yang bertolak belakang, karuan kejutnya bukan
kepalang. karena dia tahu dua jenis racun telah terlebur
menjadi satu. bila lawan kuat dan menolak balik pukulan
racunnya, berarti dirinya bisa terpukul mampus dan
keracunan. Sembari mengerahkan kekuatan melawan
mulutpun berkaok minta bantuan, maksudnya supaya kedua
temannya juga membantu. Ling-coa-kiam terkekeh dingin. dia dorong Ki-ling-sin dan
berkata: "Siang-heng, kau maju dulu, menurut cara yang
kuberitahu kepadamu tadi. duduklah dibelakang Lim-heng,
kerahkan seluruh kekuatanmu disalurkan ketubuh Lim-heng."
Ki-ling-sin Siang- Wi mengerut alis, katanya: "Beng-heng,
kau suruh aku bertindak seperti itu, aku emoh... "
Beng Hing memaki: "Bukankah kau saksikan mereka
bertiga mengeroyok Lim-heng" Keadaannya sudah begitu
parah dan hampir mati. Bila dia mati, kau dan aku jangan
harap bisa mendapatkan pedang mestika itu."
Siang Wi cemberut, katanya: "Aku tidak suka adu tenaga
dalam dengan orang, soalnya kurang menyenangkan, kalau
mau berkelahi ya pakai pentung... " kebetulan matanya
melihat telapak tangan Kim-ji-tay-beng yang kemilau kuning
itu, tanpa merasa dia bergidik merinding, katanya: "Baik,
baiklah, biar aku adu kekuatan dengan dia." segera dia maju
dan duduk dibelakang Ngo-tok-koay-mo, sejenak berpikir lalu
berkata: "Beng-heng. Bukan lantaran aku mendengar omonganmu,
maksudku adalah ingin melawan kedua tua bangka ini... "
Beng Hing tidak sabar, katanya: "Baik, terserah
kemauanmu. Lekas." kedua tangan menempel ciang-bun-hiat
diatas kedua pundak Siang wi, sementara kedua telapak
tangan Siang Wi juga menekan di ciang-bun-hiat dipundak
Ngo-tok-koay-mo. Lwekang mereka tersalur menjadi segulung
arus besar merembes ketubuh Ngo-tok-koay-mo, dimulai dari
pusar lalu dari kedua tangan menggempur kearah Liok Kiamping.
Kim-gin-hu-hoat sudah terkenal puluhan tahun, Kim-saciang
dan Gin-sa-ciang merupakan ilmu mujijat dari ilmu
pukulan tangan, terutama tenaga dalam merekapun teramat
tangguh begitu mereka berhasil menyusun jembatan bumi
langit kekuatan yang mendampar sungguh dahsyat sekali
merembes ketubuh Liok Kiam-ping.
Sementara lawan mereka adalah murid didik Liok-toa-thiancu
yang sudah kenamaan puluhan tahun, latihan Lwekang
merekapun mendalam, sekali mereka bergabung, kekuatan
baru yang timbul ternyata juga kuat sekali.
Celaka adalah Liok Kiam-ping, disamping terkena racun
tanpa bayangan dia terkena pula racun Ngo-tok-kui-goanciang,
dua jenis racun jahat, terkena tekanan tenaga dalam
sedahsyat itu pula, sehingga daya kerja racun lebih cepat dan
hebat, seluruh urat nadinya sudah menjadi kejang,
pertempuran kedua kadar racun itu hingga kini makin
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senyawa. Seluruh darah dalam tubuhnya seperti bergolak.
Gumpalan racun itupun makin besar dan keras mengikuti
dorongan kekuatan tenaga Kim-gun-hu-hoat mendesak ke Khibunhiat. Rasa gatal dan mual segera menggelitik teng gorokan, tak
tertahan lagi Kiam-ping membuka mulut, "Huuuaaa" segumpal
hitam besar darah menyembur keluar mengenai selebar muka
Ngo-tok-koay-mo. Setelah darah beracun tersembur keluar, seketika badan
seperti hampa, pada saat itulah dua kekuatan yang tersalur
dari luar tubuhnya membanjir masuk kedalam tubuhnya terus
mengalir sederas air bah yang menerlang kesegala penjuru
badannya, segulung tenaga gabungan yang dahsyat
mendadak menerjang ke Jin-meh, lalu dengan kekuatan besar
bagai guntur menggelegar kembali mengamuk ke Tiok meh,
begitu Jik-hu-hian koan tembus, kekuatan didalam tubuhnya
segera mirip air bah yang tak terbendung lagi luber ke manamana
berputar keseluruh badan.
Setelah mengeluarkan kentut besar, seluruh badannya
menjadi enteng dan melayang keudara, demikian pula kelima
orang yang gandeng geret itu ikut terseret mumbul beberapa
senti. Mendadak mendelik mata Liok Kiam-ping, mulutnya
meraung keras, tenagapun dikerahkan ditelapak tangan terus
digentak sekuatnya. "Blang" Ngo-tok-koay-mo diterjang kekuatan dahsyat
hingga tubuhnya mencelat tiga tombak jauhnya, begitu pantat
menyentuh bumi, darah segar kontan menyembur dari
mulutnya. Ki-ling-sin juga menjerit keras, tubuhnya terguling-guling
beberapa kali baru roboh setombak lebih karena jarak Liongcoakiam-khek paling jauh dari Liok Kiam-ping, maka tenaga
yang menerjang dirinya juga jauh lebih kecil, dia hanya
tertolak mundur beberapa kaki, tapi muka juga menyentuh
bumi. Kim-gin-hu-hoat memang salurkan seluruh kekuatan
Lwekang mereka disalurkan ketubuh Liok Kiam-ping, namun
dalam jangka seperminuman teh, mendadak mereka
menyadari tenaga dalam sendiri mendadak disedot oleh suatu
kekuasan aneh ditubuh Kiam-ping hingga mereka tidak kuasa
mengendalikan diri pula. Dikala mereka merasa kaget dan heran, didengarnya Liok
Kiam-ping berkentut besar, kejap lain terasa tenaga besar
yang mereka salurkan sudah membantu memperlancar tenaga
murni Kiam-ping tanpa rintangan. Hal ini merupakan tanda
baik, baru saja mereka hendak bersorak girang, mendadak
dari badan Kiam-ping menerjang balik suatu arus kekuatan
yang dahsyat, belum lagi mereka sadar apa yang terjadi,
kontan mereka mendehem keras, tubuh mareka tergetar
mencelat beberapa kaki jauhnya.
Sigap sekali mereka sudah melompat bangun dan
menyaksikan keadaan tiga lawan mereka yang runyam.
Sementara Liok Kiamping juga membalik badan, katanya agak
menyesal: "Kalian bagaimana... "
"Ciangbun," lekas Gin-ji-tay-beng berkata, "apakah kau
sudah berhasil menjebol Jin-tiok-ji-meh ?"
Liok Kiam-ping menjawab: "Ya,Jin-tiok-ji-meh dalam
tubuhku sudah jebol, semua berkat... " belum habis dia bicara
mendadak angin kencang menderu dibelakang secepat kilat
menerjang Bing-bun-hiat dipunggungnya.
Kim-ji-tay-beng yang menghadap ke sana melihat lebih
dulu, dia berseru memperlngatkan dan sudah siap bertindak
tapi cahaya kemilau mendadak menyilau mata, desis hawa
pedang setajam pisau maka terdengarlah jeritan menyayat
hati, darah muncrat, daging tulang beterbangan.
Begitu sinar perak kuncup, pedang sudah kembali kesarung
ditangan Liok Kiam-ping, dengan wajah membeku dia berdiri
menyoreng pedang, setombak didepannya, Ngo-tok-koay-mo
tampak kutung kedua tangannya, bau amis busuk dari darah
hitam yang berceceran masih tampak mengucur keluar.
Ngo-tok-koay-mo menggeletak diantara batu-batu yang
berserakan, seluruh tubuhnya berlepotan darah hitamnya
sendiri, dia berusaha menggerakkan tangannya yang buntung,
dengan suara serak setengah meratap dia berkata: "kau
punya Hiat-liong-po-giok (batu jade darah naga). bolehkah
perlihatkan kepadaku" inilah permohonanku terakhir sebelum
ajal... " Sorot mata tajam Liok Kiam-ping yang berwibawa semakin
sirna, kini tatapannya tak ubahnya seperti manusia biasa,
katanya mengerut alis: "Kenapa kau membokong dari
belakang?" tapi melihat sorot mata yang penuh permohonan,
akhirnya dia menghela napas, dari lehernya dia keluarkan
Hiat-liong-ling, lambang kebesaran dan kekuasaan Hong-lui
bun. Seperti diketahui batu jade ini ada jalur halus warna merah
mirip naga kecil, membuka cakar dan mementang mulut
sedang terbang, begitu hidup dan mirip sekali.
Wajah Ngo-tok-koay-mo sudah menggelap hitam, napasnya
juga mendesau tinggal satu-satu, tapi sorot matanya penuh
rasa kaget dan takjub mengawasi batu jade ditangan Liok
Kiam-ping dengan susah dia bermohon: "tolong kau balik
muka yang lain, aku ingin melihat bagian belakang."
Setelah melihat gambar dibalik batu jade seketika dia
menjerit sekali, mulutnya menggumam lirlh: ,Ngo-tok-seng-te
(tempat suci panca bisa)"
Gin -ji-tay-beng yang mendekat juga melihat gambar itu
melukiskan pemandangan gunung dan sungai, sebuah air
terjun terjepit diantara dua puncak- gunung, didepan air
terjun terdapat tiga gubuk. Dia maklum tempat itu mungkin
tempat rahasia dimana menyimpan suatu partai harta pusaka,
melihat Ngo-tok-koay-mo masih kempas kempis lekas dia
membentak: "Katakan tempat apa itu?"
Ngo-tok-koay-mo menatapnya sejenak, katanya terengah
payah: "Ngo... tok .. seng... to... di... Tay..." tiba-tiba kedua
matanya terpejam, dua tetes air mata berlinang, jiwapun
melayang. "Tay " Tay apa " Lo-te, apa kau tahu apa yang dimaksud ?"
tanya Gin-ji-tay-beng heran:
"Mungkin dia hendak mengatakan nama sebuah gunung
atau suatu tempat. Tapi seingatku, di Sujwan ada Tay-pa-san,
Tay-liang san, Ah-wi ada Tay-piat-san, Kiang-say ada Tay-ihnia,
Say-kong masih ada Tay-soat-san, tentang nama tempat
banyak lagi, umpamanya Tayli di In lam..." demikian Kim-jitaybeng coba menarik kesimpulanGin-ji-tay-beng tidak sabaran, tukasnya: "Lotoa, tak usah
kau menyebut nama tempat, yang terang kita tidak perlu
perduli apa itu Ngo-tok-seng-to segala, sekarang kita kemari
hendak mengambil pusaka..."
Liok Kiam-ping juga sadar dari lamunannya, dengan
kasihan dia memandang mayat yang mulai membusuk diatas
saiju, setelah geleng kepala dia membatin: "Ganjaran setimpal
bagi kejahatanmu sendiri, aku tidak bisa disalahkan-" Waktu
dia angkat kepala dilihatnya pandangan Ki-ling-sin Siang Wi
yang mendelong bodoh sementara Ling-coan-kiam-khek
melotot gusar penuh dendam, katanya dengan tertawa tawar
"Kalian boleh silahkan pulang."
"Bocah cilik," ujar Ki-ling-sin, "Ilmu pedang mu sungguh
lihay, mirip dengan Sumoayku, cukup sekali berkelebat jiwa
orang telah dibunuhnya," tapi segera dia menghela napas,
katanya pula: "Kukira lebih baik aku pulang saja, celaka kalau
pantatku bolong tertusuk pedang lagi," ternyata pantatnya
memang sering ditusuk pedang.
"Gede cilik," seru Liok Kiam-ping, "pulanglah dan
sampaikan kepada gurumu, bahwa ciangbunjin Hong-lui-bun
Pat-pi-kim-liong Liok Kiam-ping dalam beberapa harl lagi akan
bertandang ketempat kediamannya."
Ki-ling-sin membuka lebar mulutnya katanya: "Bocah cilik,
apa kau kenal juga guruku " Wajahnya penuh brewok,
galaknya setengah mati lho."
Liok Kiam-ping tertawa, katanya: "cukup asal kau bilang
begitu kepadanya. o, ya, apakah dia sekarang masih berada di
Lo-hu ?" Ki-ling-sin manggut-manggut, setelah mengawasi Liok
Kiam-ping baru berkata: "Bocah cilik kau begini tampan dan gagah, Sumoayku juga
ayu seperti bidadari Hohoho kalian betul... betul .. " lalu dia
ketuk batok kepala sendiri serta bergoyang-goyang seperti
pemain opera diatas panggung serta meneruskan,
"merupakan setimpal... "
Gin-ji-tay-beng mendelik, bentaknya: "Bocah pikun, kau
cerewet apa." "Kakek kecil, sebaliknya kau ribut apa " Aku sedang memuji
dia, berani kau ribut mulut" Bah, rasakan pentungku. "
pentung besar warna ungu ditangannya kontan terayun
dengan jurus Thay-san-ap-ting mengepruk batok kepala Ginjitay-beng, pentung segede paha orang itu menderu keras
menimbulkan pusaran angin deras mengepruk laksana guntur
menggelegar. Orang gede ini bersifat polos dan jujur jiwanya bersih tapi
pikirannya agak minus, bilang berkelahi lantas mengemplang,
tenaganya besar pula, sudah tentu Gin-ji-tay-beng tidak berani
sembarangan- Deru angin pentung membuat jenggot
rambutnya semrawut seperti diterjang badai, pakaiannyapun
melambai, dengan lincah dia menyingkir beberapa kaki,
berbareng Gin-sa-ciang terayun dengan jurus Liu-sa-loh-kim
(pasir mengalir membawa emas) telapak tangannya
mendesing menampar kepala Siang Wi.
Begitu pentungnya menyapu angin si gede meraung gusar
sambil melangkah minggir dua tindak bongkot pentungnya
menyontek keatas dengan jurus Liu-hun-ho-khong (mega
mengembang rebah diudara), secara gesit, ternyata dia dapat
berkelit dari tamparan Gin-ji-tay-beng.
Tangan Gin-ji-tay-beng menekan ujung tongkat lawan,
tubuhnya lantas melayang mumbul, telapak tangan kiri tetap
bergerak dengan gaya semula membelah batok kepala Siang
wi. "Plok" Gini-sa-ciang seperti memukul karang dingin yang
sudah rlbuan tahun Jilid 10 Halaman 19 s/d 20 Hilang
akan ketempat kami " Biar aku berltahu kepada Sumoay
supaya dia menunggumu." "
Liok Kiam-ping angkat pundak. katanya apa boleh buat:
"Dalam jangka tiga bulan, pasti aku datang ke Lo hu."
Siang Wi berjingkrak senang. serunya sambil melambai
tangan: "Bocah cilik, selamat bertemu, aku tunggu
kedatanganmu." Setelah bayangan gede lenyap diluar lembah, Gin-ji-taybeng
berludah sambil memaki: "Maknya, anak goblok."
Kim-ji-tay-beng tertawa, katanya: "Bocah bodoh ini
memang menyenangkan- Bila sebelum ini ketemu tentu sudah
kupungut dan menjadi murid."
Gin-ji tay-beng menimbrung: "Akupun berpikir demikian,
maka tadi tidak menggunakan tenaga, sungguh tak nyana
bocah bodoh itu ada meyakinkan kekuatan luar semacam Yucuikoan-ting yang keras. telapak tanganku kesemutan-" "
Liok Kiam-ping menghela napas, katanya: "Sayang gurunya
adalah Lo-hu-sin-kun, kalau tidak aku ingin membawanya
malah." lalu dia pandang mayat yang sudah menjadi cairan
hitam yang menggenangi tulang belulang, diatas salju sana
menggeletak sebuah kantong kulit hitam legam, kulit itu
tampak bergerak. Segera dia melangkah ke sana, tangannya
menggapai sekenanya, kantong kulit itu lantas mencelat
terbang jatuh di tangannya.
Terbeliak mata Gin-ji-tay-beng, serunya:
"Ciangbunjin, memangnya kau pernah meyakinkan Hikhongciap-in (terima kirim udara kosong) dari Hian-bun-sinkang
?" Liok Kiam-ping melengak malah, tanyanya: "Apa Hi-khongciapin " o, maksudmu dengan tangan menangkap benda
seperti caraku tadi ?" dengan tertawa dia melanjutkan, aku
sendiri juga merasa lucu, maka mengerahkan tenaga
mencengkram dari kejauhan, sementara hawa murni dalam
tubuhku bertolak belakang menembus empat Hiat-to, lalu
balik menerjang kedepan pula dengan cepat, tahu-tahu benda
inipun sudah tertangkap ditangan."
"Bertolak belakang berarti mengalir balik Apa benar hawa
murni bisa mengalir tertolak " Latihan cara itu bisa
mengakibatkan Jau-hwe-jip-mo lho." .
"Lo-toa," sela Gin-ji-tay-beng, "apa kau lupa ciangbun
sudah berhasil menjebol Jin tlok-ji-meh " Sungguh tidak nyana
yang Maha Esa telah mengatur seaneh ini. Dikala ciangbun
terancam bahaya dan dalam keadaan kritis itu malah
memperoleh kesempatan baik... "
Liok Kiam-ping buka kantong kulit ditangannya, ternyata
berisi seekor kucing kecil yang lembut bulunya, hidungnya
putih memerah, cuma anehnya hidung kucing kecil ini ternyata
lebih panjang dan menonjol ekornya pendek bundar seperti
bola yang berbulu subur, kelihatannya amat lucu dan
menyenangkan. Tadi dia sempat mendengar Ngo-tok-koay-mo bilang
kucingnya ini dapat disuruh melacak tempat penyimpanan
pedang pusaka pasti binatang ini jarang ada dan sukar dicari.
Teringat pedang lantas terbayang kepada Tokko cu, namun
perasaan malu dan tersinggung lantas melembarl sanubarinya,
dia pikir, setelah pernyataan hati sebelum ajal tadi dilontarkan,
berarti dia sudah melimpahkan rasa cintanya secara terbuka.
Tapi yang didapati hanyalah jawaban hembusan angin dingin,
Pendekar Kembar 8 Kucing Suruhan Karya S B Chandra Pukulan Naga Sakti 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama