Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 15

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 15


melenyapkan perasaan dan memalsukan yang tulen, guna
membikin mereka menyalin rupa menjadi cantik manis seperti
yang kau kehendaki !"
Tiba-tiba terdengarlah satu suara tawa yang nyaring dan
tajam sekali hingga hati orang tergetar, menyusul mana tibatiba
lenyaplah kera dan harimau itu dan sebagai gantinya
ditempat itu tampak sepasang nyonya muda yang elok sekali,
rambut mereka terurai di belakangnya, tubuhnya tertutup pita
hitam tetapi tangan dan kaki mereka telanjang, muka mereka
tersunggingkan senyuman ramai.
Melihat kedua wanita itu Couw Kong Put Lo berdiri
menjublak, agaknya dia kagum sekali dan tertarik hatinya.
Kedua nyonya itu mengawasi dengan sinar mata memain
terus, mereka bertindak menghampiri si orang tua, untuk
menempatkan diri di kiri dan kanannya guna memegang
kedua tangan orang buat akhirnya ditarik, diajak masuk ke
dalam rumah batu. Menampak demikian, hatinya It Hiong goncang. Segera ia
mengerahkan Hian Bun Sian Thian Khie kang, akan
mengumpulkan semangatnya, guna menguatkan hatinya.
Dengan cara demikian, ia berhasil membuat matanya tak
seperti kabur dan hatinya menjadi tenang. Setelah itu, ia
memikirkan keselamatan kawannya, tak perduli si kawan
sebenarnya bukan orang lurus. Ia telah memberikan janji
bantuannya bukan " Sekaranglah saat bantuannya itu
menyingkirkan si wanita tua, yang berilmu aneh itu ! Lantas ia
menghunus pedangnya dan berlompat, untuk lari masuk ke
dalam rumah batu. Touw Hwe Jie berlompat bangun, untuk berlompat lebih
dahulu ke depan pintu kamar batunya dimana dia berdiri
menghadang. "Sahabat Tio, tahan !" serunya mencegah. It Hiong gusar,
ia lantas menikam dada orang. Itu serangan berantai tiga kali.
Touw Hwe Jie tidak menangkis, ia cuma selalu berkelit
setelah itu kembali ia berdiri di ambang pintu.
"Eh, siluman tua !" bentak It Hiong, "kalau kau tidak kenal
selatan dan tak mau menyingkir, jangan nanti kau salahkan
pedangku ini yang tak kenal kasihan !"
Si nyonya tak menggubris peringatan itu. Dia tetap tertawa
manis. "Sabar, sahabat Tio ! "katanya. "Tua bangka itu tak akan
hilang jiwanya!" "Aku tidak percaya kau !" bentak It Hiong. "Dia datang
bersamaku, tak dapat aku membiarkannya menempuh
ancaman bencana !" "Apa yang nyonya tua bilang," kata pula si wanita itu, "satu
tetap satu, dua tetap dua, tak nanti aku memperdayai kau !
Jika kau masuk kedalam rumahku itu bukan saja kau tak bakal
berhasil membantu dia, sebaliknya asal kau melihat kalapnya
nafsu birahinya, bakal lenyaplah rasa hormatmu
terhadapnya....." Kata-kata nyonya itu membangkitkan ragu-ragunya si anak
muda. "Dia bukan orang lurus, dia sama sesatnya seperti wanita
tua ini." kemudian pikirnya. "Baik, aku biarkan mereka berdua
sama roboh, paling akhir baru aku yang turun tangan
membasmi mereka itu."
Si nyonya mengawasi, ia menarik nafas. "Sahabat Tio, kau
percaya aku atau tidak ?" tanyanya sabar agak menyesal,
"bersediakah kau mendengar beberapa perkataan pula dari
aku ?" It Hiong berfikir sejenak. "Coba kau ucapkan itu !" katanya
kemudian. Lantas si nyonya mengasi lihat sikap sungguhsungguh.
"Aku si perempuan tua, aku sangat menghargai Tek Cio
Siangjin yang menjadi gurumu itu," demikian katanya. "Dialah
orang lurus dan lihai seperti kau sendiri, bukan orang sesat.
Kau gagah berani bahkan kau sangat benci kejahatan. Aku
suka sekali mewariskan kepandaianku Hoan Kak Bie Cia guna
membantu usahamu dalam dunia Kang Ouw ! Apakah kau
suka menerima ilmu itu ?"
It Hiong menatap sambil otaknya bekerja. Ia telah
menyaksikan sendiri anehnya ilmu wanita itu. Ia merasa
keberatan. Tak sudi ia menerima pelajaran dari kaum sesat. Ia
menunjuk rupa senang sembari memberi hormat, ia
memberikan jawabannya, "Sebelum aku menerima ijin dari
guruku, tidak dapat kau menerima pelajaran dari lain
perguruan. Kau baik sekali, aku berterima kasih padamu."
Touw Hwe Jitertawa. Dia seperti mengerti maksud orang,
maka dia tak menjadi kurang senang. Ia berkata pula : "Aku si
wanita tua bercita-cita menyembunyikan diri, sudah puluhan
tahun aku tak muncul dalam dunia Kang Ouw, tetapi melihat
kau muda belia dan bakatmu begini bagus, tertariklah hatiku.
Tak sayang-sayang hendak aku mewariskan kepadamu, maka
itu sungguh diluar dugaan, kau tidak menghargai aku. Kau
sudah menampik dengan kata-kata dustamu. Ah, sayangsayang,
kaupun dapat bicara bohong...."
It Hiong mengawasi wanita itu. Nada bicara orang beda
sekali daripada nada bicaranya semula. Dia benar-benar
menjadi seorang wanita tua.
"Mungkin dia bicara jujur...." pikirnya. Tapi tak senang ia
yang orang mengatakannya mendusta, maka ia kata sungguhsungguh.
"Jangan kau sembarang bicara ! Aku Tio It Hiong,
belum pernah aku membohong !"
Touw Hwe Jitetap bersabar. Kata dia, "Kalau kau tidak
mendusta, habis bagaimana dengan ilmu pedang Gie Kam Sut
mu itu " Apakah kau pelajari itu sesudah kau memperoleh ijin
dari gurumu ?" It Hiong berdiam diri. Memang ilmu itu ia pelajari tanpa
mengasi tahu gurunya, tanpa meminta perkenan lagi. Di
dalam keadaannya seperti itu, mana ada kesempatan buat ia
pulang dahulu dan memohon ijin dari gurunya itu "
Touw Hwe Jie menghela nafas. "Walaupun aku si wanita
tua telah masuk ke dalam jalan sesat dan telah mempelajari
ilmu tidak lurus," kata dia masgul, "aku bukan seperti katanya
Couw Kong Put Lo bahwa aku menggunakan penggunaan
paras elok guna mencelakai orang, untuk menghisap darah
dan membinasakannya. Sebenarnya aku tak sejahat dan
sekejam itu. Maukah kau mendengar sebab musababnya ?"
Tio It Hiong tidak menjawab ya atau menolak, ia hanya
kata, "Kenyataan dari kebenaran memenangi sangkalan atau
bantahan. Di dalam dunia Kang Ouw, orang bekerja harus
dengan cara jujur, berani berbuat berani mengakuinya ! Apa
yang tersiar diluaran mungkin berlebihan tetapi untuk
menyangkalnya mesti ada bukti kenyataannya !"
Touw Hwe Jie merasai mukanya panas. "Aku si wanita tua,
kau tahu aku tetap adalah gadis belia yang suci murni" kata
dia. "Hanya untuk membuktikan itu yang kurang leluasa.
Jadi...." Ia lantas memperlihatkan lengannya dimana ada
tanda merah dadu yang dinamakan sie kiong see, tanda dari
kesucian kehormatan diri.
It Hiong heran. Habis melengak sejenak, ia lantas bertanya
: "Bagaimana dengan gelaran atau itu - Kip Hiap Hong Mo-dan itu semua rangka atau tengkorak manusia di dalam
lembah " Dapat kau dibilang bahwa kau tak ada sangkut
pautnya dengan semua itu ?"
Kembali si nyonya menghela nafas. "Itulah justru soal yang
hendak aku jelaskan duduk perkaranya kepadamu." sahutnya.
It Hiong tidak berkatai apa-apa, hanya ia mengawasi
wanita tua itu. Kembali Touw Hwe Jie menarik nafas, lau dia kata :
"Memang benar aku si wanita tua mempelajari ilmu
menghisap darah ketika aku belum menyendiri di Cenglo Ciang
ini, semua korbanku adalah pelbagai binatang liar atau bukan.
Lain soalah setelah aku berhasil menyempurnakan ilmu
rahasia yang dinamakan Bie Cong Hoan Kak Bie Cia. Ketika itu
aku saban diganggu oleh kedatangannya orang-orang sesat
kaum Bu Lim Rimba Persilatan. Mereka datang untuk
menganggu kesucian diriku. Mereka itu sama dengan si Couw
Kong Put Lo itu...."
Nyonya itu berhenti guna menatap si anak muda. Dia
seperti mau melihat perubahan sikapnya pemuda itu. Lalu ia
meneruskan, "Aku gusar terhadap kawanan pria hidung
belang itu, maka aku memikir membuat mereka hilang jiwa
karena orang paras elok tetapi supaya mereka puas.
Karenanya aku memikir menangkap pelbagai binatang seperti
beruang, kera, harimau dan ular, semuanya yang betina yang
terus aku amprokinya dengan kawanan pria busuk itu. Maka
terjadilah, semua pria itu mati karena darahnya terhisap.
Sebaliknya aku lantas menyedot darahnya sekalian beserta
binatang itu, seperti barusan beruang hitam itu..." Dia lantas
menunjuk korban beruang yang masih terkulai di tanah itu.
Terpaksa, hatinya It Hiong kena tergerakkan. Mau percaya
keterangan itu. Toh ia masih ragu-ragu.
"Dengan demikian" katanya, "jadi semua rangka dan
tengkorang itu adalah milik orang rimba persilatan yang busuk
itu." "Memang ! Barusan toh aku telah menyebutkannya, aku si
wanita tua selama tiga puluh tahun, belum pernah aku
melangkah setindak juga keluar dari wilayah Cenglo Ciang ini.
Kalau bukannya mereka sendiri yang datang mencari mampus,
mana bisa kau mendapatkan sedemikian banyak rangka dan
tengkorak." Kemudian si nyonya menunjuk Ya Bie, si nona cantik.
"Muridku satu-satunya, yang bakal jadi ahli warisku," kata
dia, "ialah dia Ya Bie namanya. Aku harus mengajari dia Sin
Kut Kang, belum aku mendidik dia dalam ilmu Hoan Kak Bie
Ciu dan Sek Bie Tay hoat itu. Aku berkuatir buat usianya yang
masih muda, takut kalau-kalau dia tak sanggup bertahan dari
godaan nafsu birahi... Godaan itu lebih bisa mencelakai
daripada mendatangkan kebaikan untuk dirinya !"
Mendengar keterangan paling belakang itu It Hiong
tertawa. "Aku yang muda, masih muda sekali." kata ia, "aku
pula pria. Bagaimana aku dapat mempelajari Hoan Kak Bie
Cia, bagaimana andiakata aku jadi main gila sekehendak
hatiku " Tidakkah begitu hebat sekali ?"
"Pertanyaan yang bagus sekali !" berkata Touw Hwe Jie.
"Sungguh seorang anak muda yang cerdas dan berpikir
panjang ! Tapi harus kau ingat anak muda, bukankah aku
telah menguji kekuatan imanmu " Apakah kau tak tahu itu ?"
It Hiong mengawasi tajam. "Bukankah kita baru bertemu
malam ini ?" tanyanya. "Dimanakah kau pernah menguji aku
?" Touw hwe Jitertawa. Dia tak lantas menjawab. Hanya dia
menoleh kepada muridnya, untuk berkata, "Ya Bie pergi
masuk kedalam. Kau suruh mereka itu --So Huan Cian Li-berlalu, sedangkan kepada tua bangka tak tahu mampus itu,
kau berikan sebutir obat Ceng Sim Tan !"
Si nona Ya Bie menyahuti sambil menjura, lantas dia
mengundurkan diri. Setelah murid itu berlalu, Touw Hwe Jie kata pada anak
muda di depannya : "Bukan aku sendiri yang menguji kau,
hanya Ya Bie muridku itu. Malam itu dikebun buah, dia
bertemu denganmu. Dia melihat kau muda dan tampan sekali,
hatinya sangat tertarik. Kontan setan cilik itu mencintai kau.
Dari masih kecil dia hidup di tanah hutan dan pegunungan ini,
dia tak mengerti adat istiadat, perihal pantangan pergaulan
pria dan wanita diluar garis, dia lantas menggodia kau dengan
ilmu Sin Kut Kang ! Yang dia belum paham sempurna.
Demikian di dalam gua, berulang kali dia mengganggumu,
buat membangunkan nafsu birahimu, tetapi dia tak berhasil
memancingmu. Tentang itu, dia menceritakan padaku, maka
itu aku menjadi mendapat tahu kaulah orang satu-satunya
yang tepat untuk menjadi muridku, guna menerima warisan
Hoan Kan Bie Ciu itu. Nah, sahabat Tio, kau telah dengar
semua, maka jawablah, benarkah peristiwa itu ?"
It Hiong melengak. "Benar !" sahutnya selang sejenak. Ia ada terlalu jujur buat
menyangkal, meski sebenarnya ia jengah.
Touw Hwe Jitertawa berkakak, sampai rambutnya yang
kusut beterbangan. Lama dia tertawa, baru dia berhenti.
"Sekarang," katanya, "tak perduli kau suka menerima atau
tidak, mesti aku mengajari Hoan Kek Bie Ciu kepadamu....!"
It Hiong menjublak, lalu ia merasa tak puas. Pikirnya :
"Aneh, didalam dunia ini ada orang yang begini memaksakan
diri hendak mewariskan ilmu kepandaiannya !"
Tengah ia berpikir itu, It Hiong lantas melihat di depannya
ada beberapa Touw Hwe Jie hingga ia menjadi bingung.
Justru itu ada sebelah tangan yang meluncur ke arahnya,
untuk menekan jalan darahnya, jalan darah beng bun.
Di dalam keadaan biasa, tak perduli Touw Hwe Jie sangat
gesit dan cepat, tak nanti dia dapat menowel tubuhnya si anak
muda. Kali ini keadaan lain. Kali ini anak muda itu justru
terpengaruhkan ilmu Hoan Kak Bie Cin yang membuat mata
orang kabur. Tiba-tiba It Hiong merasai tubuhnya kaku dan pada jalan
darah beng bun itu terasakan terasalurkan hawa dingin
bagaikan es. Tanpa ia merasa, ia menggigil kedinginan. Tapi ia
masih sadar, maka ia mendongkol sekali.
"Touw Hwe Jie" bentaknya, "kau menyerang secara
membokong, apakah artinya perbuatanmu ini ?"
Tapi si nyonya tua berkata dengan sungguh-sungguh, "Aku
si tua hendak menyalurkan masuk tenaga latihanku beberapa
puluh tahun ke dalam tubuhmu supaya aku bisa membantumu
di dalam waktu yang sangat singkat mempelajari sempurna
ilmu Hoan Kak Bie Cin ! Apakah kau tidak puas dan tak sudi
menerimanya " Lekas kau duduk bersila dan dengan tenang
mengatur pernafasanmu ! Kau pejamkan mata !"
It Hiong tidak puas. Masih ia berkata : "Kau terima baik
dahulu dua rupa permintaanku, baru aku suka menerima
pelajaran ilmu dari kau ini !"
"Apakah syaratmu itu ?" tanya si nyonya. "Lekas bilang !"
"Yang pertama," sahut It Hiong yang mengemukakan
syaratnya. "Kalau lain kali ada orang keliru mendatangi Cenglo
Ciang ini, kau harus nasehati dia secara baik dan antarkan dia
keluar dengan tidak kurang suatu apa ! Sebaliknya, jangan
kau aniaya atau membinasakannya !"
"Dan apakah itu yang kedua ?" Touw Hwe Jie tanya pula.
It Hiong berpikir dahulu baru dia berkata : "Diantara kita
tidak ada soal guru dengan muridnya ! Kau telah melepas budi


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberikan pelajaran padaku, budi itu aku ingat di dalam hati
sanubariku. Di belakang hari akan aku balas budimu ini. Tetapi
kalau nanti kemudian kita bertemu pula dalam dunia sungai
telaga, kau harus berdiri dipihakku ! Aku Tio It Hiong !"
"Apakah masih ada permintaan lainnya ?" Touw Hwe Jie
tanya pula. "Tidak ada lagi." sahut It Hiong. "Hanya itu jiwanya Couw
Kong Put Lo, aku minta kau suka mengasihaninya !"
"Semua syaratmu aku si wanita tua menerimanya !" sahut
Touw Hwe Jie. "Sekarang kau duduklah biar tenang dan
meluruskan nafasmu dengan baik, untuk kau menerima
pelajaranku !" It Hiong tidak berkata apa-apa lagi, ia terus duduk dengan
tenang. Ia menyalurkan tenaga Hian Bun Sian Thian Khie kang
dari gurunya, membuat dirinya tenang, maka juga dilain saat
ia sudah berada didalam keadaan sempurna untuk segala
keadaan, sedangkan selama belajar pedang Gie Kiam Sut,
kedua nadinya jim dan tok telah terasalurkan selesai.
Demikian ketika hawanya Touw Hwe Jiterasalurkan masuk,
maka dua hawa dingin dan panas bercampur menjadi satu
menjadi hangat dan rasanya nyaman menyenangkan sekali.
Hawa itu menjalar ke seluruh jalan darah, memasuki apa yang
dinamakan Hian kwan, pusat kehidupan dan kematian.
Tiba-tiba terdengar Touw Hwe Jitertawa dan kata : "Eh,
kiranya kedua nadimu jim dan tok sudah terasalurkan
sempurna, pantas kau lihai ! Itu artinya mempermudah untuk
kau menyempurnakan Hoan Kak Bie Ciu !"
It Hiong membuka matanya, ia melihat cuaca sudah terang.
Barulah ia ketahui yang tanpa merasa sang waktu sudah lewat
dengan cepat. Sebentar saja berlalulah waktu empat jam
lamanya. Ia lantas berbangkit.
"Nah, sekarang ada pelajaran apa lagi ?" tanyanya. "Atau
apakah sekarang aku sudah selesai ?"
Touw Hwe Jie mengeluarkan sejilid buku kecil dari sakunya,
sembari menyerahkan itu kepada si anak muda, ia berkata :
"Kau sudah berhasil ! Inilah hasil yang cepat luar biasa !
Sekarang, kau bacalah kitab ini lalu melatihnya. Maka segera
kau dapat berbuat apa saja yang kau suka dengan ilmu Hoan
kak Bie Cin ini !" It Hiong menyambuti menerima kitab itu, ia membaca
selewatan lantas ia masuki itu kedalam sakunya.
"Kau..." katanya, atau mendadak ia merendah.
"Apa ?" tanya Touw Hwe jie, agak heran.
"Diantara kita telah terjalin budi menyerahkan dan
menerimanya," kata si pemuda ragu-ragu. "Karena itu, apa
atau bagaimanakah aku harus membahasakan kau ?"
Touw Hwe Jitertawa. "Aku si wanita tua sudah berusia delapan puluh lebih,"
katanya, "kau panggil saja cianpwe padaku !"
Justru itu It Hiong menoleh kesamping mana si nona,
diatas kursi batu ia melihat Couw Kong Put Lo, yang tengah
berduduk. Tak tahu ia kapan kawan itu muncul. Dia duduk
menyandar, napasnya sengal-sengal, mukanya pucat pasi dan
berkerut. Karena dia telah kembali kepada muka asalnya,
wajah dari seorang tua. Ia terperanjat.
"Cianpwe !" ia tanya Touw Hwe Jie, "kenapa Couw Kong
Put Lo menjadi demikian rupa ?"
Wanita itu menjawab dingin : "Itulah hasil atau akibatnya,
dia main-main asmara ! Dia telah berjalan di jalan kematian
tetapi dia berhasil mendapati pulang nyawanya. Darah
didalam sumsumnya telah tersedot tak sedikit oleh Sa Hun
Cian Li, dia makan obatku, obat Ceng Sim Tan, yang
menetapkan hati, dia tak akan berkhayal lagi, berfikir yang
tidak-tidak...." Lega hatinya It Hiong mendapati Couw Kong Put Lo tidak
hilang jiwa, ia lantas menghampirinya dan menanya,
"Locianpwe, kau toh tak kurang sesuatu apa ?"
Orang tua itu mengangkat kepalanya, mengawasi si anak
muda. "Aku si orang tua roboh dalam demam asmara." katanya
masih belum tentram juga. "Aku merasa tersiksa lebih
menderita dari pada mati."
It Hiong menghibur. "Sekarang locianpwe, kau harus
istirahat ! Jangan locianpwe putus asa. Bukankah ada pepatah
yang mengatakan, asal sang gunung hijau, kita tak akan
kekurangan kayu bakar ?"
Mukanya Couw Kong Put Lo bersemu sedikit merah,
pertanda dia malu berbareng mendongkol, mendadak dia
mengerahkan tenaganya untuk berlompat bangun, guna
berlari-lari turun gunung. Tapi dia masih sempat menoleh dan
berkata keras : "Sakit hati ini harus dibalas !" Dia lari terus.
It Hiong mengawasi sampai orang lenyap dari pandangan
matanya. Ia tidak bilang apa-apa. Ia tidak menyusul atau
pergi, ia hanya terus berdiam bersama Touw Hwe Jie buat
melatih Hoan Kak Bie Ciu dibawah petunjuk dan penilikan
wanita tua itu. Dengan demikian ia menjadi berdiam terus
dirumah batu di lembah Goh Cit Kok itu sampai beberapa hari.
Selekasnya ia sudah selesai, ia keluar dari Cenglo Ciang
dengan diantar oleh Ya Bie yang menunjuki jalan sampai di
jalan umum. Hanya ketika keduanya mau berpisah, Ya Bie
agaknya merasa berat.....
Sekeluarnya dari tanah pegunungan itu, gunung Bu Lian
San, It Hiong segera keras memikirkan pula pamannya yang
terancam bahaya racun ular itu. Hal kedua yang ia ingin tahu
ialah kesudahannya pertempuran di gunung Tay San. Dan
akhirnya soal ketiga urusan pribadinya ialah soal asmara.
Hari itu It Hiong tiba di daerah pegunungan In Bu San
dipropinsi Kwiuciu. Karena waktu baru tengah hari tepat, ingin
ia singgah di kecamatan Tengkoan saja.
Ketika itu ada di pertengahan musim gugur, diwaktu
tengah hari matahari panas seperti api membakar, maka ia
lantas berhenti dibawah sebuah pohon di tepi rimba di kaki
gunung. Ia duduk diatas akar pohon yang berbongkol besar,
matanya dipejamkan. Angin yang bersiur-siur membuatnya
merasa nyaman. Baru kemudian ia membuka mata untuk
terus melepaskan nafas lega kemudian lagi tangannya
merogoh kepinggangnya guna mengambil kantong air, sebab
ia merasa berdahaga atau segera ia ingat yang ditengah jalan
tadi, airnya telah terminum habis. Maka ia berbangkit dan
berjalan akan mencari sumber air, guna mengisikan kantong
airnya itu. Sekarang ini tubuh It Hiong jauh terlebih ringan daripada
biasanya. Kedua nadinya jim dan tok yang telah terbuka telah
disempurnakan oleh Touw Hwe Jie si nyonya tua yang aneh
sikapnya itu, maka itu ia dapat berjalan jauh lebih ringan dan
cepat. Ia sudah melewati sebuah lembah tetapi ia tetap masih
berada ditepian rimba. Rupanya rimba itu luas dan panjang
hitung lie. Tidak ada sumber air yang diketemukan, tidak telaga, tidak
curug. Maka ia memikir buat kembali saja atau tiba-tiba sang
angin membawakannya suara air tumpah. Segera ia
memasang telinga akan mendengar lebih jauh. Suara air
datangnya dari dalam rimba, air seperti tengah memukuli
batu.... Tanpa ragu lagi, si anak muda bertindak cepat ke dalam
rimba. Ia sudah memasuki jauh juga, sang air masih belum
diketemukan. Ia maju lebih jauh sampai di depannya tampak
mengapungnya sebuah dinding gunung tinggi sepuluh tombak
dan sela-sela dinding gunung itu terlihat air mengucur turun,
jatuhnya ke bawah menimpa batu-batu besar. Air berbunyi
nyaring dan bermuncratan, tetapi tadi, kalau tidak dibawa
sang angin, suaranya itu tak terdengar sama sekali.
Segera It Hiong menghampiri air itu. It Hiong merasakan
ketenangan rimba itu, tidak heran kalau lantas ia mendengar
suara oarng berbicara, ia heran. Lantas ia memasang telinga.
Suara itu sering berhenti. Ia merasa orang yang mengeluarkan
suara itu seorang ahli tenaga dalam.
"Kenapa di dalam rimba ini, diapit gunung, ada demikian
banyak orang ?" pikirnya lebih jauh. Ia mendengar bukan
suaranya satu orang hanya lebih. "Siapakah mereka " Mereka
tengah melakukan apakah " Baik aku melihatnya."
Maka ia merapikan kantung airnya, terus ia bertindak keras
ke arah suara itu. It Hiong berjalan dengan tindakan ilmu ringan tubuh
Tangga Mega. Maka ia dapat melangkah cepat dan tanpa
suara apa-apa. Selekasnya sudah melalui tiga puluh tombak
lebih, di depannya ia melihat belasan orang sedang duduk
berkumpul dibawah sebuah pohon besar, dimana mereka itu
asyik berbicara, mereka pria dan wanita, ada yang berjubah
suci, ada yang biasa saja dan bekal senjatanya pedang dan
golok. Mereka duduk bersila dalam sebuah bundaran.
Melihat caranya orang berduduk saja, It Hiong merasa
heran. Itulah cara duduknya kaum rimba persilatan. Dengan
berduduk demikian, orang tak usah tengok sana tengok ini
untuk melihat andiakata ada orang luar yang datang ke arah
mereka. Sebab mereka masing-masing sendirinya sudah
melihat ke sekitar mereka.....
It Hiong tidak mau kena dipergoki. Ia ingin ketahui dahulu,
siapa mereka itu. Mereka orang lurus atau sesat, maksudnya
baik atau buruk. Ia pula tak ingin dicurigai, sebab itulah
berbahaya. Celaka kalau ia disangka sebagai mata-mata. Maka
lantas ia lompat naik ke atas pohon, akan bersembunyi
diantara dahan-dahan daun-daun yang lebat. Dengan berhatihati
ia merayap diatas pohon itu supaya ia bisa datang lebih
dekat. Dari tempat jauh tak dapat ia mendengar tegas
pembicaraan orang. Dengan berada lebih dekat, ia pun bisa
melihat lebih nyata pada mereka itu.
Karena formasi tempat persembunyiannya itu, It Hiong jadi
menghadapi beberapa orang, sebaliknya beberapa orang
membelakangi padanya. Kebetulan baginya, orang yang paling
dahulu ia lihat, ia kenali sebagai Heng San Kiam khek It Yap
Tojin, gurunya Gak Hong Kun. Rahib itu mudah dikenali dari
kundia dan janggutnya yang panjang dan jubahnya serta
pedang yang menggemblok di punggungnya.
It Yap Tojin diapit di satu sisi oleh seorang tua yang
bertubuh besar dan berwajah keras, alisnya gombiok,
matanya tajam dan berewokan pula. Di sisi dia itu berduduk
seorang nona yang cantik yang dikenalnya, Siauw Wan Goat
adanya. Di sisi yang lain ada seorang wanita usia empat puluh
tahun lebih, mukanya merah, air mukanya menarik tetapi
rambutnya sudah putih semua, bajunya dengan pundak
terbuka, bajunya itu tersulamkan banyak gambar kupu-kupu.
It Hiong mengenali pria itu ialah Tocu pemilik atau tertua
dari To Liong To, ialah Kang Teng Thian, sedangkan si nyonya
setengah tua adalah Ang Gan Kwie Bo dari gunung Ngi Cie
San dikepulauan Haylam. Dan orang yang menarik perhatiannya anak muda itu ialah
dua orang tua yang tampangnya luar biasa. Mereka itu katal
torokmok, mukanya penuh dengan daging tak rata. Mereka itu
bermata tajam dan galak, senjatanya ialah golok. Rupanya
mereka bersaudara. Yang paling aneh ialah yang satu kutung
lengan kirinya, yang lain buntung lengan kanannya.
Seorang lain yang It Hiong kenali ialah Kim Lam It Tok
yang mukanya ia lihat sebagian saja. Mereka yang
membelakanginya, sulit buat melihat atau mengenalinya.
Pembicaraan mereka itu berlangsung terus sampai It Hiong
mendengar suaranya It Yap Tojin. Kata imam itu : "Kekalahan
di Tay San disebabkan Thian Cie Toheng terlalu memandang
ringan kepada pihak lawan. Pinto tidak turun tangan tetapi
pinto merasa kecewa dia membuang jiwanya!"
Imam itu bicara dengan lagak jumawa, agaknya dia puas
jauh dia tidak turut di dalam pertemuan atau pertemuan besar
itu. Suara jumawa itu mendapatkan sambutan seorang wanita
yang suaranya nyaring bagaikan kelenengan. Begini sambutan
itu : "Benar, guruku itu bercelaka tetapi dia toh membuat si
pengemis terluka parah ! Totiang, kau bicara dengan caramu
ini, kalau begitu kemanakah perginya persahabatan diantara
kau dan guruku itu ?"
"Hm !" si imam memperdengarkan suara dinginnya.
"Budak, jangan kau sembarang menggoyang lidahmu !
Tahukah kau akan maksudnya pertemuan kita ini " Pinto
justru hendak membangun Bu Lim Cit Cun, guna
membalaskan sakit hatinya gurumu ! Rombongan yang
menyebut dirinya kaum lurus itu harus dimusnahkan
seluruhnya !" It Hiong mengenali wanita itu ialah Teng Hiang.
Sampai disitu maka Kang Teng Thian lantas campur bicara.
Tanya dia, "It Yap Totiang, dapatkah kau memberikan
penjelasan bagaimana caranya memilih Bu Lim Cit Cun itu ?"
Bu Lim Cit Cun itu berarti Tujuh Jago.
It Yap Tojin tertawa lebar. "Pemilihan itu mudah saja asal
dicari dahulu orang atau orang-orang yang bersatu tujuan
dengan kita" sahutnya kemudian. "Disebelah itu mereka
haruslah yang ilmu silatnya tinggi. Pinto memikir untuk
meminta kalian memilih atau menyebut beberapa nama.
Mereka itu dapat mereka yang sekarang hadir disini atau
tidak." "Bagaimana andiakata jumlah yang dipilih lebih daripada
tujuh orang ?" tanya Ang Gan Kwie Bo.
Si orang tua yang tangan kirinya kutung mencela, "Kalau
sampai terjadi begitu, aku pikir tidak ada halangannya kita
merubah sebutan menjadi Pat Cun atau Cap Cun !"
Pat ialah delapan dan Cap ialah sepuluh.
Suara itu mendatangkan suara dingin "Hm" daripada
hadirin, maka juga orang tua itu serta saudara, ialah Yan Tio
Siang Cian menjadi jengah, wajahnya pucat dan suaram
bergantian. Kang Teng Thian lantas berkata pula. "Totiang kau
berpengetahuan luas dan ilmu silatmu lihai. Aku percaya
totiang telah mempunyai rencanamu, maka itu tolong kau
memberi pengutaraan. Silakan lekas bicara, tak usah totiang
bersangsi-sangsi !" It Yap Totiang bersikap ayal-ayalan. Ia mengurut pula
janggutnya. Ia tertawa dahulu baru ia berkata : "Kang To cu
terlalu memuji aku ! Tak dapat pinto menerima pujian itu !
Niatku ialah begini. Kita mengumpul sebanyak kita bisa, lantas
kita memilih tujuh diantaranya."
Mendengar demikian sunyi sidang itu. Orang saling
mengasi

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seperti telah pinto katakan, namanya badan kita itu mesti
tetap bernama Bu Lim Cit Cun," kata pula si imam habis
memandangi semua hadirin. "Kita memilih mereka yang paling
lihai, lalu satu diantaranya kita angkat menjadi bengcu kepala
kemudian kepala itu nanti memberi nama apa saja kepada
enam sebawahannya itu, terserah."
Lantas terdengar suara dingin dari seorang wanita, "Tapi
totiang, bagaimana kau hendak memilih tujuh orang itu "
Bagaimanakah caranya supaya mereka yang tidak terpilih
nanti merasa puas dan suka tunduk kepada segala
perintahnya " Kita harus berlaku adil dan mempuasi semua
pihak !" Kiranya pembicara itu ialah Kwie Tiok Giam Po dari Losat
Bun, Ay Lao San. "Itulah justru yang barusan aku minta It Yap Totiang
menyebutkannya !" berkata pula Kang Teng Thian yang suara
dalam. "Aku menghendaki cara pemilihan yang dapat diterima
semua orang." "Cara itu ialah kita mengadu kepandaian kita." It Yap Tojin
menjawab. "Umpama kata kepandaianku tidak berarti, dengan
segala senang hati aku akan mengalah. Apa yang aku minta
ialah setelah menjadi Bu Lim Cit Cun, orang tetap berlaku
agung, tak berat sebelah ke pihak mana juga supaya semua
orang tunduk dan puas ! Bagaimana pendapat para hadirin ?"
Diwaktu bicara itu, imam ini bersikap gagah sekali bahkan
rada pemberang. Rupanya dia merasa bahwa dia yang bakal
menjadi bengcu dari Bu Lim Cit Cun itu. Sebelum orang mau
menjawab, dia sudah berkata pula : "Seperti aku kata
barusan, kita memilih orang dengan mengadu kepandaian.
Kita menetapkan satu tempat dan waktunya, di sana siapa
yang berminat menjadi Bu Lim Cit Cun hadir untuk diuji....."
Ang Gan Kwie Po menyela, "Cara ini memang sederhana
tetapi aku anggap kesudahannya dapat merusak kerukunan
diantara kita ! Pula kaki dan tangan sukar dikendalikan
sepenuhnya, bagaimana kalau ada yang keterlepasan
gerakannya dia melakukan lawannya. Maka itu aku pikir,
walaupun sederhana tiada pemilihan ini tak dapat diambil....."
It Yap Tojin menoleh kepada nyonya itu, matanya dibuka
lebar. "Tunggulah sampai pinto sudah bicara habis !" katanya.
"Setelah itu semua orang memikirkan dan memberikan
pertimbangannya." Dia mengangkat bahunya dan menyambungi. "Tak usah
dijelaskan lagi bahwa orang yang dipilih sebagai Bu Lim Cit
Cun mesti seorang kepala partai atau sedikitnya yang
kepandaiannya lihai luar biasa. Sesudah diuji barulah dapat
diketahui orang pandai sampai dimana ! Kepandaian itu tak
terbatas kepada ilmu keras atau lunak atau dengan
bersenjata, yang penting ialah dia mengatasi semua orang.
Aku percaya, orang semacam itu pasti akan ditaati...."
Semua orang setujui pikiran ini, mereka pada bertepuk
tangan. It Yap Tojin menunjuk tampang puas. "Jika para hadirin
sudah setuju, nah, silakan tolong tunjuki nama-nama orang
yang dipilih itu ! " katanya kemudian. "Akan pinto mencatat
nama mereka itu, untuk kemudian kita memilih tempat dan
tanggal pertemuan guna melakukan ujian."
It Hiong mendengari pembicaraan itu dengan merasa
girang berbareng mendongkol. Girang sebab ia ketahui
maksudnya It Yap Tojin. Mendongkol sebab terang mereka itu
berkomplot buat mengganggui dan mencelakai kaum lurus.
Jadinya mereka itu hendak mengacau saja. Inikah yang
dinamakan bencana rimba persilatan "
Satu hal melegakan hatinya It Hiong. Dari pembicaraan
mereka ini dapat diterka yang dalam pertemuan besar di Tay
San, kaum sesat itu sudah tidak memperoleh hasil bahwa
Thian Cie Lojin, ketuanya, menerima bagiannya yang hebat
itu. Hanya, entah bagaimana dengan pihak lurus.....
Dengan berlaku sabar, It Hiong terus sembunyi memasang
telinga dan mata. Pembicaraan rombongan itu dilakukan terus, ramai suara
mereka. Selang hampir setengah jam baru mereka menjadi
reda. Justru didalam kesunyian, sekonyong-konyong Kwie Tiok
Giam Po dari Losat Bun berkata terkejut : "Ah, aku si wanita
tua lupa ! Aku melupakan namanya seorang yang berilmu
tinggi ! Dialah Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Jie dari Cenglo
Ciang dari Bu Liang San ! Dia lihai sekali hingga dari aku harus
mengalah tiga bahagian dari dianya....."
Nyata namanya Kip Hiat Hong Mo masih asing bagi
kebanyakan hadirin itu, banyak yang melongo mendengarnya.
Semua lantas mengawasi jago Losat Bun itu.
It Yap Tojin kenal Touw Hwe Jie. Pada kiranya empat puluh
tahu dahulu, pernah dia menemuinya satu kali. Kang Teng
Thian kenal nama tetapi tak pernah bertemu, jangan kira,
kenal pada orangnya. Setelah berpikir sejenak It Yap Tojin berkata : "Ya, aku
kenal Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Jie. Dia pandai ilmu silat
Sin Kut Kang. Pada empat puluh tahun, pernah aku
menemuinya di perbatasan propinsi Inlam. Ketika itu dialah
seoang nona yang gemar mengenakan kain hitam. Kemudian
pinto dengar wajahnya itu bukan wajah yang asli. Sampai
sekarang ini dia tentunya telah berusia delapan atau sembilan
puluh tahun. Apakah dia masih hidup ?"
"Aku si perempuan tua penah kenal dengannya," berkata
Kwie Tiok Giam Po. "Beberapa waktu yang lampau ada orang
yang mencari pohon obat-obatan di gunung Bu Liang San dan
pernah bertemu dengan muridnya. Katanya dia dilembah Gah
Cit Kok di Cianglo Ciang dan dia masih sehat walafiat."
It Yap Tojin memperlihatkan tampang ragu-ragu,
sedangkan didalam hati ia kata : "Mana dia itu diundang ! Dia
pasti terlebih lihai daripada aku..." Kemudian ia kata, "Dia
sudah mengundurkan diri puluhan tahun, dia telah hidup
menyendiri begitu lama, tak mudah akan mengundang dia
turun gunung...." Teng Hiang masih tidak puas sebab si rahib menghina
gurunya, maka dia campur bicara dan berkata nyaring : "Yang
kita kehendaki jalan kemenangan, yang hendak kita balas
ialah dendam sakit hati ! Karena itu selagi di depan kita ada
orang sedemikian lihai, kenapa kita tidak mau pergi
mengundangnya ?" Nona ini bicara secara gagah, ia mendatangkan kesan baik
dari para hadirin. Setelah berkata begitu, ia minta Kwie Tiok
Giam Po mengajaknya pergi mengundang ahli Sin Kut Kang
itu. Ia kata ingin sekali ia jalan-jalan ke Cenglo Ciang.
Untuk sekian lama orang berdiam, maka Kang Teng Thian
berkata pula, "Tuan-tuan bagaimana" Apakah tuan-tuan
bersedia untuk memilih tempat serta tanggal bulannya
pemilihan akan dilakukan ?"
Kiu Lam It Tok telah berdiam saja tetapi kali ini tak dapat
dia membungkam terus. Kata dia, "Baiklah tanggal bulan itu
kita tepatkan hari raya Tiong Yang dan tempatnya ialah ini
gunung In Bu San di puncak utamanya ! Bukankah urusan
selesai sudah ?" Kang Teng Thian campur bicara. Ia bersikap sabar dan
berkata tenang. "Aku fikir hari raya Tiong Yang sudah terlalu
dekat. Mungkin kita tidak keburu berkumpul bersama.
Sekarang sudah lewat pertengahannya musim gugur, untuk
sampai kepada hari raya Tiong Yang itu harinya tinggal
sepuluh hari kira-kira ! Aku fikir baik kita mundur sampai
pertengahan bulan pertama tahun yang akan datang, disaat
pesta Cap Gome ! Bukankah itu terlebih bagus ?"
Pikirannya ketua dari To Liong To ini mendapat kesetujuan
umum. Maka hari dipilihnya itu telah ditetapkan. Sesudah
berjanji untuk nanti berkumpul pula dipuncak utama In Bu San
mereka lantas bubaran. It Hiong menanti sampai orang sudah bubar semua, baru ia
keluar dari tempatnya sembunyi. Dengan lekas ia mengambil
keputusan. Ia mesti lekas pulang ke Siauw Lim Sie memberi
kabar pada pihak Siauw Lim Pay perihal bahaya yang lagi
mengancam ini. Sungguh kebetulan, ia mendengarnya. Maka
tanpa ayal lagi, ia juga meninggalkan tempat itu. Ia lari keras
dengan ilmu ringan tubuh Tangga Mega sebab ketika itu
sudah lohor. Ia berlaku hati-hati agar jangan sampai ia terlihat
orang atau orang-orang rombongan tadi.
Terpisahnya gunung In Bu San di kecamatan Kwieteng
cuma kira tiga puluh lie. Waktu begitu, jalanan juga sudah
sepi. Lebih-lebih ditengah, tak seorang tampak. Tiba di dalam
kota, It Hiong melihat cuaca magrib. Nyata kota itu ramai
sebab Kwieteng adalah kota hidup untuk menuju ke Ouwlam.
Tengah pemuda kita mencari penginapan, ia berpapasan
dengan dua orang yang tadi hadir dipertemuan di dalam
rimba. Yang satu ialah si orang tua yang alisnya gomplok dan
berewokan yang tubuhnya tinggi besar dan yang lainnya satu
nona yang bukan lain daripada Siauw Wan Goat dari To Liong
To. Nona Siauw berpakaian serba merah, rambutnya dijepit
gelang pada mana ada tusuk konde burung-burungan. Ketika
mereka berpapasan dekat, matanya It Hiong dan matanya si
nona bentrok satu dengan lain. Ia lewat terus dengan
berpura-pura tak memperhatikan si nona itu.
It Hiong sementara itu tidak tahu halnya Gak Hong Kun
sudah menyamar sebagai dianya bahwa dikecamatan Lapkeng
didalam penginapan, Hong Kun sudah permainkan Siauw Wan
Goat. Ia sama ingat halnya digunung Heng San, Wan Goat
telah menggoda padanya tanpa ia mengerti duduknya hal. Ia
menyesal berpapasan dengan nona itu, yang nampaknya
tergila-gila padanya. Habis bertemu Nona Siauw itu, It Hiong berjalan cepat
sekali. Masih ia memikirkan hal nona itu waktu ia tiba
disebuah rumah penginapan merangkap rumah makan.
Selama itu hari sudah malam dan tamu-tamu restoran telah
berkurang. Lebih dahulu It Hiong memesan barang makanan sekalian
dengan araknya. Ia sudah berjalan jauh, hendak ia
menyegarkan diri dengan minum sedikit, supaya setelah
letihnya hilang, dapat ia tidur nyenyak.
Tepat sedangnya si anak muda mengangkat cawan
araknya, Siauw Wan Goat tiba bersama si orang tua. Mereka
itu mengambil tempat di meja didekatnya. Habis memesan
barang makanan, Wan Goat berbisik pada si orang tua yang
menjadi kawannya itu. Selagi berbisik, ia terus melirik anak
muda kita. It Hiong bersantap sambil menunduki kepala. Ia tidak
menyangka yang si nona dan si orang itu mengikutinya. Ia
heran ketika tiba-tiba si orang tua menghampirinya dan
sembari memberi hormat dia menyapa : "Tuan, adakah kau
Tuan Tio It Hiong, murid dari Pay In Nia ?"
Orang tua itu bicara dengan tenang tetapi suaranya
sungguh-sungguh. Terang ia tengah menguasai diri, supaya ia
tak terpengaruh hawa amarahnya. Ia mau memegang
derajatnya sebagai seorang tua, sebagai ketua dari satu
golongan. Dialah Kang Teng Thian pimpinan dari To Liong To.
Ia sekarang hendak melindungi dan berbuat baik untuk Siauw
Wan Goat, adik seperguruannya itu.
It Hiong bangkit untuk mengawasi orang yang menyapanya
itu, yang ia tidak kenal, walaupun ia nampak heran, ia toh
lekas-lekas membalas hormat sambil memberikan
jawabannya, "Aku yang rendah benar Tio It Hiong. Siapakah
kau, bapak " Apakah she dan nama yang mulia dari bapak "
Ada pengajaran dari bapak untukku " Silahkan duduk ! Mari
minum !" It Hiong mempersilahkan duduk sambil ia menuangkan air
teh. Orang tua itu menunjuki wajah padam, dari mulutnya juga
terdengar suara "Hm!". Ia berduduk dengan perlahan-lahan.
"Aku si orang tua adalah Kang Teng Thian dari To Liong
To," demikian ia perkenalkan diri. "Aku mempunyai seorang
adik seperguruan yang ketujuh namanya Siauw Wan Goat.
Apakah saudara Tio kenal padanya ?"
Berkata demikian Teng Thian menoleh dan menunjuk pada
sumoaynya itu. It Hiong melengak tetapi ia lantas berpaling ke arah nona
yang ditunjuk itu. Ia mendapati Siauw Wan Goat tengah
mengawasinya. Dari sinar matanya si nona terang si nona itu
sangat prihatin terhadapnya. Itulah rasa cinta yang bercampur
penyesalan atau penasaran. Mata nona itu tergenangkan
airmatanya..... Saking heran It Hiong melengak. Sekian lama ia teringat
akan lagak si nona baru-baru ini, suatu hal yang ia tak
mengerti. Teng Thian nampak tak sabaran, ia mesti menanti sekian
lama. "Hm !" kembali terdengar suara dinginnya. "Saudara Tio,
mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku si orang tua "
Apakah karena melihat adik seperguruanku itu maka lantas
mengerti akan kesalahanmu sendiri ?"
Si anak muda makin heran, dari melengak dia menjadi
bingung. "Sebenarnya aku yang muda pernah bertemu dengan nona
Siauw yang menjadi adik seperguruanmu itu," sahutnya
kemudian terpaksa. "Apakah yang hendak kau tanyakan, Keng
cianpwe " Aku mohon suka apalah kau menunjuki."
Kumis dan janggutnya Teng Thian bergerak sendirinya.
Itulah bukti ia tengah menguasai dirinya, guna mengendalikan
hawa amarahnya. Tak mau ia segera bentrok dengan anak
muda di depannya ini. "Saudara Tio, kau cuma pernah bertemu satu kali dengan
sumoayku ?" berkata dia menahan sabar. Tetapi suaranya
bernada keras dan ketus. "Bahkan kau pernah menghinanya !
Masihkah kau tak hendak mengakuinya ?"
It Hiong heran sekali tetapi ia berpikir, "Orang-orang To
Liong To termasuk kaum sesat. Mungkin sikapnya orang tua
itu disebabkan peristiwa di gunung Heng San hingga mereka
menjadi mendendam dan sekarang mencari gara-gara guna
melampiaskan dendamnya itu...."
"Aku mempunyai urusan penting buat pulang ke Siong San,
tak ada kesempatan buatku untuk melayani orang tua ini...".
Maka ia lantas menjawab sabar, "Bapak, secara kebetulan saja
aku bertemu dengan sumoaymu itu, apa yang telah terjadi


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah diluar kehendakku. Karena kita sama-sama tak
unggulkan itu taklah dapat dibilang bahwa aku telah menghina
saudaramu itu. Tapi jika Kang cianpwe tetap menganggap aku
bersalah, bagaimana kalau aku matur maaf padamu ?"
Lantas It Hiong bangkit, ia mundur sedikit terus menjura
pada orang tua itu. Ia menjura dalam.
Justru orang minta maaf, justru Kang Teng Thian menjadi
gusar sekali. Ia pun tidak senang mendengar si anak muda
mengatakan tak menghinai adik seperguruannya itu.
"Hei, bocah !" bentaknya, "sebenarnya kau memikir
bagaimanakah terhadap adik seperguruanku itu " Lekas kau
bicara terus terang di depanku si orang tua ! Kalau tidak... Hm
!" Jilid 33 It Hiong menjadi heran. Ia pun menjadi tidak senang.
Seingatnya belum pernah ia berlaku merendahkan diri sebagai
kali ini, tidak karuan menghaturkan maaf pada orang yang
tidak dikenal. "Kang cianpwe" katanya keras, "kalau kau tidak dapat
memaafkan aku, baiklah. Baik didalam air maupun di dalam
api, Tio It Hiong bersedia melayanimu !"
Ketua dari To Liong To juga menjadi gusar sekali. Tak
dapat ia menguasai diri lagi. Ia berbangkit dan menggeprak
meja, hingga cawan dan piring pada berlompatan.
"Tak kusangka kau yang bernama besar, kiranya begini tak
berharga !" teriaknya. "Bocah, bagaimana kau berani
menyangkal perbuatanmu atas dirinya adik seperguruanku itu
" Bagaimana sekarang kaupun berani kurang ajar di depanku
?" It Hong menjadi terkejut sekali. Dia jadi semakin heran.
"Kang cianpwe !" katanya keras. "Keng Cianpwe kaulah
seorang ketua partai. Kalau kau bicara harus kau ingat akan
kedudukanmu yang tinggi dan mulia itu ! Bagaimana kau
mudah saja memfitnah orang " Apakah kau tengah mencari
alasan untuk menerbitkan onar ?"
Kang Teng Thian menjadi bingung juga. Sikapnya si anak
muda membuatnya heran. "Mari" ia menoleh kepada adik seperguruannya dan
memanggil sambil menggapaikan.
Siauw Wan Goat menghampiri sambil menundukkan kepala.
Biar bagaimana ia tetap masih mencintai orang muda itu yang
ia percaya Tio It Hiong adanya sedangkan orang yang
mempermainkannya ialah Tio It Hiong palsu. Ia kemudian
mengawasi si pemuda. Ia menutup muka cuma sinar matanya
menyatakan ia sangat berduka.
"Kau bilangi aku, bagaimana caranya bocah ini
menghinamu !" kata Kang Teng Thian bengis pada sumoaynya
itu. "Kakakmu nanti membelamu, tak peduli bagaimana licin
dan licik juga." Wan Goat malu sekali. Mana dapat ia membuka rahasia
hatinya di depan orang lain sekalipun orang itu kakak
seperguruannya sendiri " Disebelah itu, ia masih mengharap
akan dapat berbaik pula dengan "Tio It Hiong" bisa bentrok
hebat dengan kakak seperguruan itu. Dan yang sangat kejam
itulah berbahaya bahkan kesudahannya akan membuatnya
menyesal seumur hidupnya !
Begitulah dengan airmata bercucuran, ia mengawasi Tio It
Hiong. Mulutnya memperdengarkan tangis segak seguk sedih,
tangannya dipakai menunjuk ke dadanya si anak muda.
Tak dapat ia bicara. Kang Teng Thian mengawasi sumoay itu. Ia menjadi
bingung. Ia bergusar tetapi tak dapat mengumbarnya. Bahkan
sebaliknya ia menjadi dapat berpikir, "Ah, lebih baik aku recoki
jodoh mereka berdua !"
It Hiong pun berdiam. Biar bagaimana ia berkesan baik
terhadap si nona. Ia merasa kasihan. Sekian lama ketiga
orang itu berdiri diam saja, cuma si nona terus menangis
sedih. Akhir-akhirnya Tio It Hiong yang memecah kesunyian.
"Nona Siauw" berkata ia, "sebenarnya kenapakah kau menjadi
begini rupa " Kenapa suhengmu ini mencari aku, hingga dia
menerbitkan gara-garanya ini ?"
"Kau.... kau...." berkata Wan Goat, tetapi cuma sebegitu
suaranya, airmatanya terus mengucur deras, tak dapat ia
meneruskan kata-katanya. It Hiong mengawasi tajam. "Aku tahu aku tidak melakukan
kesalahan apa juga !" ia berkata pula sungguh. "Kalau benar
ada terjadi sesuatu aku minta kau tuturkan biar terang !"
"Ya, itu benar !" Kang Teng Thian turut bicara. "Kakakmu
ini bukan orang luar. Karena itu kau boleh bicara terang
terang ! Kau sebut kesalahannya supaya dia jangan terus
menerus berlagak pilon !"
Siauw Wan Goat mengeluarkan saputangannya buat
menepas airmatanya. Ia pun berhenti menangis.
"Kakak Hiong" katanya kemudian, perlahan, "kenapa kau
begini tak berbudi..."
Suara itu sangat sedih. It Hiong bingung, kalau begini ia menerka urusan bukan
sebab urusan di Heng San itu. Maka ia lantas berkata
sungguh-sungguh, "Nona Siauw, kita sama-sama orang Kang
Ouw. Karena itu kalau kau bicara, bicaralah biar jelas !
Setahuku diantara kita tidak ada persahabatan atau pergaulan
kita baru mengenal satu dengan yang lain. Mengapa kau
katakan aku tidak berbudi " Kapannya aku telah menyianyiakanmu
dan dalam urusan apakah ?"
Sambil berkata begitu It Hiong melirik Kang Teng Thian. Ia
mendapati muka orang merah padam dan tangannya dikepal,
tanda dari kemurkaannya. Ia heran hingga ia melengak.
Siauw Wan Goat mengawasi, matanya lemah, tampangnya
sangat lesu. Ketika ia berkata suaranya lemah juga. Katanya :
"Kakak Hiong benar-benarkah kau begini tak berbudi " Kalau
begitu kenapakah kau mendustai dan menipuku ?"
Mukanya It Hiong merah dan pucat. Ia heran dan
mendongkol. Masih ia mencoba mengendalikan diri.
"Nona Siauw !" katanya, nadanya keras, "dalam urusan
apakah aku menipumu " Kapannya aku menyia-nyiakanmu "
Kau bicaralah terus terang supaya suhengmu ini mendengar
dan dapat menimbang !"
"Hal itu telah aku beritahukan suhengku" sahut si nona.
"Itulah urusan kita berdua, mana kakakku menimbangnya "
Buatku sudah cukup asal aku tak berbuat, tak berbudi asal
tidak menyia-nyiakan diriku. Dengan begitu aku sudah puas,
tidak akan kau sesalkan padamu, kakak..."
It Hiong tunduk. Ia berpikir keras. Ia menerka si nona
tergila-gila padanya karenanya dia main gila, sekarang dia
mau gunakan kakaknya itu supaya si kakak mempengaruhnya.
"Tak mungkin !" pikirnya. Ia tidak kenal Wan Goat tadinya,
ia tidak bergaul dengan nona itu ! Darimana datangnya rasa
cinta " Ya, ia belum pernah melakukan apa juga terhadap si
nona, apa pula terhadap kesucian dirinya.
"Nona ! Tio It Hiong adalah seorang laki-laki sejati !" kata ia
sungguh-sungguh, sikapnya gagah. "Kalau aku melakukan
sesuatu tak pernah aku sangkal itu ! Demikian terhadapmu !
Tak pernah aku melakukan apa juga ! Kita toh baru pernah
bertemu satu dua kali !"
"Ah, kakak !" kata Wan Goat, "apa katamu itu " Sungguh
kau berkelakar ! Aku baru saja sembuh dari hajaran sebelah
tanganmu !" It Hiong heran hingga ia mengawasi mendelong. Inilah
hebat. Kalau sumoay dan suheng itu berkongsi memfitnah
padanya sudah menganggap kehormatannya sumoay ini.
Kapannya ia pernah menghajar nona itu " Bukankah itu yang
dinamakan orang "melukis ular dengan ditambahkan kakinya
?" "Pasti disini ada sesuatu yang luar biasa...." pikirnya.
"Nona Siauw, sungguh aku tidak mengerti !" katanya. "Aku
pikir, baiklah hal ini dibikin terang....!"
Ah, Kak Hiong, kau memikir terlalu banyak...." kata si nona.
Kang Teng Thiang berdiri terus mengawasi muda mudi itu.
Ia heran hingga ia berpikir keras. Kedua pihak sama-sama
ngotot. Dapatkah ia datang sama tengah " Adik itu harus
dikasihhani tetapi si adik tak dapat menggusari It Hiong.
"Sudah tak siang lagi." katanya kemudian. "Mari kita masuk
ke dalam kamar. Di sana kita bicara lebih jauh."
Memang, mereka itu bicara di tempat terbuka.
Orang tua itu menghampiri pengurus hotel, akan
melemparkan sepotong perak. Ia minta disediakan tiga buah
kamar yang bersih. Setelah itu ia mengikuti seorang pelayan
yang mengantarkannya ke dalam. Lebih dahulu mereka pergi
ke kamar mandi untuk membersihkan diri kemudia bertiga
mereka duduk disebuah kamar.
"Kamu berdua anak muda, kamu membuat aku si orang tua
pusing." kata kemudian Kang Teng Thian. "Sekarang, apa juga
urusan kalian, kalian boleh utarakan secara bebas, jangan
kuatir aku si orang tua mendengarnya."
Orang tua itu lantas menghampiri pembaringannya, ia naik
diatas itu untuk merebahkan diri, untuk beristirahat sambil
memejamkan mata. Selama itu It Hiong menurut saja. Ia penasaran dan ingin
tahu ia dituduh tak berbudi di dalam urusan apa. Selekasnya si
orang tua merebahkan diri, ia lantas tanya, "Nona, kapannya
kau dilukai oleh aku " Cobalah kau jelaskan duduknya hal !"
Siauw Wan Goat melirik dahulu ke arah pembaringan
kepada sang Toa suheng, kakak seperguruannya yang paling
tua, kemudian ia menghampiri si anak muda untuk menjawab,
"walaupun aku telah dihajar kau, aku tidak membencimu,
maka itu buat apa kita bicarakan pula urusan itu ?"
"Aku justru mau minta keteranganmu, nona !" kata It Hiong
mendesak. "Aku ingin kau menjelaskannya sebab aku tidak
mengerti." "Sebenarnya sudah cukup asal kau ingat peristiwa itu." kata
si nona sabar. "Kenapa kau begini mendadak menghendaki
aku bicara " Apakah kau tidak kuatir orang mendengarnya dan
nanti mentertawakannya ?"
"Aku hanya kuatir kau keliru, nona" kata It Hiong. "Baiklah
nona, tuturkan itu dan dengan jelas!"
Wan Goat mengawasi lilin, hatinya goncang. Ia menghela
nafas. "Di dalam hal ini aku yang harus dipersalahkan," katanya
perlahan. "Itulah disebabkan aku terlalu menyintaimu.
Demikian aku telah ditipu olehmu ! Dan sekarang habis ditipu
itu, aku pun dipermainkan...."
Ia tunduk dan menangis, air matanya meleleh, menetes
jatuh..... It Hiong mengawasi, hatinya berpikir. Melihat keadaan si
nona, ia percaya nona itu tidak lagi mendusta. Hanya ia
merasa aneh, kenapa justru ia yang dituduh.
"Dilihat begini, mesti ada orang yang main gila...." pikirnya
kemudian. Ia menjadi curiga dan menerka-nerka. "Mesti hal ini
mesti dibikin jelas !"
Lantas anak muda kita merubah sikapnya. Ia mengulur
tangannya mencekal lengan si nona bagaikan seorang kakak.
Ia juga menyusut air matanya nona itu.
"Kau bicaralah, nona" katanya halus. "Kau tuturkan padaku
bagaimana caranya kau telah orang perhina. Kau tuturkan
semua biar jelas, supaya aku dapat mendengar dan
mengetahui...." Wan Goat merasakan manis. Orang bersikap lemah lembut
terhadapnya. Maka diakhirnya ia meluluskan permintaan anak
muda itu. Nona Siauw lantas menceritakan peristiwa di dalam hotel di
kota Lap kan di pinggiran propinsi Sa-coan, peristiwa malam
itu ia telah dipermalukan oleh It Hiong palsu yang ia sangka
Tio It Hiong tulen. Habis menuturkan, ia lantas mengawasi
anak muda di depannya itu untuk melihat sikap orang.
"Oh, begitu" seru It Hiong perlahan, suaranya tertahan. Ia
terus tunduk. "Kakak Hiong" berkata si nona heran, "kakak, kenapa kau
melupakan aku sampai begini ?"
It Hiong balik menatap. "Kau dengar nona," katanya kemudian. "Aku juga
mempunyai sebuah cerita. Kau dengarkan lalu kau pikirkan.
Bersediakah kau ?" Wan Goat heran, tetapi ia mengangguk.
It Hiong lantas bercerita halnya ia membantu Beng Kee
Eng, pamannya di gunung Ay Lao San, terus akhirnya sampai
disini mereka berdua bertemu. Ia menuturkan semua kecuali
halnya di In Bu San ia telah mencuri lihat dan mendengari
semua pembicaraan kawanan sesat itu yang dikepalai oleh
Yap It Tojin hendak memusuhkan kaum lurus.
Mendengar cerita anak muda ini, Wan Goat jadi berpikir.
Lantas ia ingat keterangannya Tan Hong tentang Tio It Hiong
palsu. Kalau anak muda ini benar, terang ia telah ditipu orang.
Tentu sekali hal itu membuatnya sangat bersusah hati. Tapi
kemudian ia ingat lain kata-katanya Tan Hong ialah, "Tak
perduli orang Tio It Hiong yang tulen atau yang palsu, semuamua
asal demi Tio It Hiong!" Maka ia pun lantas mengambil
keputusan, katanya pasti : "Telah kau pergi kemana, semua
itu tak akan perdulikan. Apa juga mau dibilang, aku toh telah
menjadi istrimu ! Apakah kau hendak membuang dan menyianyiakan
aku ?" Alisnya It Hiong bangkit.
"Nona Siauw !" katanya keras, "kau bicara pakai aturan
atau tidak ?" "Tetapi" kata nona itu, "mana ada wanita yang memaksa
mengakui suaminya " Mustahilkah ada dua orang yang sama
she dan namanya yang sama juga muka dan potongan
tubuhnya." Panas hatinya It Hiong hingga tubuhnya menggigil, tetapi ia
mesti berdiam saja karena ia kewalahan untuk menyangkal si
nona. Dengan susah payah Siauw Wan Goat membujuki kakak
seperguruannya mengikuti ia mencari Tio It Hiong, sekarang
ia telah berhasil mendapatkan anak muda itu. Mana ia mau
sudah saja, mana ia mau dengan mudah saja melepaskannya
pula. Ia tahu kecuali kali ini, lain waktu sukar buat ia mencari
pula anak muda itu. Ia lantas memegangi anak muda itu dan
menarik-nariknya, ia menangis dan mengatakan hendak mati
atau hidup bersama si pemuda.
Kang Teng Thian sudah layap-layap ketika ia dibikin


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendusin suara berisik adik seperguruan-nya itu. Ia bangkit
berduduk dan menanya : "Apalagi yang kalian ributkan ?"
"Toa suheng, kau berilah keputusan dalam urusan kami ini
!" berkata si nona menangis. "Dia......"
Teng Thian menyela sumoay itu dengan ia kata keras pada
It Hiong, "Tio It Hiong urusanmu dengan adikku ini, tak
perduli bagaimana duduknya, harus ada mulanya mesti ada
akhirnya, maka itu kalian harus menjadi suami isti ! Apakah
kau sangka kami orang-orang To Liong To dapat diperhina ?"
It Hiong tidak kena digertak. "Kang cianpwe" berkata ia
lantang, "bukankah aku telah bicara terus terang barusan "
Apakah kau tidak mendengar nyata " Aku telah tuturkan hal
ikhwalku, bagaimana aku telah terkurung di Ay Lao San,
karena itu mana dapat didalam waktu yang bersamaan aku
berada di kecamatan Lapkee di Sucoan dan berada bersamasama
adik seperguruanmu ini hingga dia mendapat perlakuan
seperti yang dia tuturkan itu " Aku pikir yang terang ialah dia
telah terpedayakan orang jahat...."
"Ya, aku si orang tua telah mendengar nyata." menjawab
ketua dari To Liong To itu. "Tapi mana dapat kata-katamu itu
menipuku " Apakah kau hendak menggunakan lidahmu yang
tajam buat mencuci diri bersih-bersih untuk menyia-nyiakan
saudaraku ini " Hm !"
It Hiong menjadi gusar. Ia telah berlaku jujur tetapi orang
tidak percaya padanya ! Ia merasa terhinakan. Kata ia sengit,
"Akulah laki-laki sejati, mana dapat kau menyia-nyiakan
seorang gadis remaja " Kang Cianpwe, habis apakah maumu
?" "Hm !" Kang Teng Thian memperdengarkan suaranya yang
dingin. "Kalau kau tidak menjadi suami istri, hendak aku si
orang tua membawamu ke Siauw Sit San, buat mencari In
Gwa Sian ayah angkatmu itu, guna membuat perhitungan
dengan. Urusan kalau ini akan aku gunakan sebagai cara
mengundang mengumpulkan semua jago rimba persilatan
supaya merekalah yang nanti memberikan keputusan yang
adil ! Sampai itu waktu hendak aku lihat kau masih
mempunyai muka tidak !"
It Hiong terkejut. Pasti ia merasa malu kalau urusan ini
sampai tersiar di muka umum. Tak mau ia yang nama
perguruannya, nama ayah angkatnya terbawa-bawa
karenanya. Maka itu ia menjadi berlaku sabar pula.
"Kang cianpwe," kata ia, "dalam hal ini kita perlu dengan
pembicaraan terlebih jauh. Aku minta kau jangan bergusar
dahulu supaya janganlah si manusia jahat lolos dan bebas
sebebas-bebasnya...."
Kang Teng Thian menjawab tetap : "Asal kau suka
menerima baik urusan ini, asal kau suka mengakui adik
seperguruanku adalah istrimu, suka aku tidak membikin susah
padamu !" Siauw Wan Goat menarik ujung bajunya si anak muda.
"Kakak Hiong," katanya berduka, "kau jawablah kakakku itu
! Kakak, asal kau suka menerima baik aku, aku bersedia
sekalipun menjadi pelayan atau budakmu, semua-mua aku
rela !" Kembali sepasang alisnya It Hiong bangkit, dari duduknya
ia bangun berdiri. Ia berjalan bolak balik dengan kedua
tangannya di pinggangnya. Ia merasakan hatinya berat
melebihkan tindakan kakinya.
Teng Thian dan Wan Goat mengawasi tanpa berkedip.
Mereka melihat dibawah sinarnya api bagaimana pemuda
yang tampan itu tampak sangat berduka, sedikit juga tak ada
tanda-tandanya bahwa dia mendusta atau ia lagi berpurapura.
Siauw Wan Goat mengawasi terus hingga ia merasa bahwa
pemuda ini benar-benar Tio It Hiong yang asli, bahwa orang
yang ia ketemukan di kecamatan Lapkee itu pastilah Tio It
Hiong palsu. Ia merasa dapat membedakan sikap duduk
orang. Walaupun demikian tak dapat ia melepaskan anak
muda ini. Kesucian dirinya sudah dikorbankan...
It Hiong berpikir keras. Tak dapat ia dipaksa Teng Thian.
Rasa hormat dirinya melarangnya, ia tidak bersalah. Tapi, ia
mesti mencari jalan untuk meloloskan diri. Bagaimanakah "
"Nona," kemudian ia kata perlahan kepada Siauw Wan
Goat, sikapnya ramah. "Kau sangat mencintai aku, inilah aku
mengerti. Tak selayaknya kalau cintamu itu disia-siakan....
Akan tetapi keadaan kita lain. Masa dapat aku dipaksa " Di
dalam hatimu nona, maukah kau akan cinta paksaan ?"
Wan Goat tunduk, ia tampak likat. Ia mengangkat
kepalanya akan mengawasi si anak muda, hendak ia bicara
tetapi gagal.... Tapi Kang Teng Thian membentak : "Tio It Hiong, jangan
kau jual lagak lagi ! Kau harus ketahui pukulanku si orang tua
Bu Eng Sin Kun tak dapat dipandang ringan !"
Pukulan itu, Bu Eng Sin Kun ialah pukulan sakti, pukulan
dahsyat "Tanpa Bayangan".
It Hiong pun menjadi habis sabar. Tak puas ia dengan
ancaman itu. Alisnya bangkit dengan tiba-tiba. Dengan
kecepatan kilat, ia menghunus Keng Hong Kiam, Pedang
Mengejutkan Pelangi, hingga sinarnya menyilaukan mata.
Dengan satu bacokan, ia membuat ujung meja putus
terkutung ! "Tio It Hiong cuma dapat menerima cinta suci murni dari
Nona Siauw Wan Goat, " kata ia nyaring. "Tetapi buat menjadi
suami istri, itulah satu hal penting. Sekarang ini aku
menghendaki diperiksa dahulu tentang peristiwa yang
sebenar-benarnya di rumah penginapan di kecamatan Lapkee
itu, setelah ada kepastian dan kenyataan, akan aku minta
persetujuan dahulu dari kedua kakakku, baru dapat aku
mengambil keputusan ! Nona, beginilah keputusanku
sekarang, dapatkah kau mengerti dan memaafkan aku ?"
Wan Goat menangis dengan air matanya bercucuran deras.
"Kakak Hiong, semua-muanya aku terserah kepadamu !"
sahutnya sedih. Ia putus asa dan tak berdaya.
Dengan hanya satu jejakan pada lantai, tubuhnya It Hiong
mencelat keluar dari jendela.
"Hm !" bersuara Kan Teng Thian yang menjadi sangat
gusar. "Sumoay, urusan jodohmu ini mengenai
kehormatannya To Liong To, maka itu kalau si orang she Tio
menampik, itulah tak mungkin !"
Belum lagi berhenti dengung kata-kata si orang tua, ketua
dari pulau To Liong To, atau tertua dari Cit Mo, Tujuh
Bajingan atau tubuhnya sudah mencelat juga keluar jendela
untuk menyusul anak muda kita.
Wan Goat terkejut, tetapi ia menghela nafas. Tanpa ayal
lagi ia pun lompat keluar jendela, meninggalkan kamarnya itu,
guna menyusul kedua orang itu, maka dalam kegelapan sang
malam, tiga bayangan orang tampak berkelebat saling susul.
Sebenarnya malam suaram sebab adanya sisa sinar si putri
malam. Kang Teng Thian mendapat tahu Wan Goat menyusulnya,
ia lari menyusul It Hiong tidak dengan sekeras-kerasnya. Ia
harus menjaga supaya adik seperguruan itu tak ketinggalan
jauh dan kesasar. Orang berlari-lari terus sampai jam tiga atau empat, lantas
jago dari To Liong To itu kehilangan orang yang disusulnya.
Ketika itu Wan Goat telah bernapas sengal-sengal dan
tubuhnya bermandikan peluh tetapi karena kuatir nanti
dimarahi kakak seperguruannya, ia menyusul terus....
"Bocah she Tio itu pandai lari cepat," kata Teng Thian
kemudian, "pantas kau sangat menggilai dia, adikku !"
Wan Goat melotot memandang kakak itu tetapi sambil
menyusuti peluhnya ia kata sabar : "Oleh karena urusanku
kakak, kau menjadi capek dan pusing..."
Hatinya si kakak panas, kata dia keras : "Kalau tidak karena
aku menunggui kau, sumoay, hingga aku mesti memperlahan
lariku, pasti bocah itu akan sudah merasai pukulan Bu Eng
Sing Kun ku !" Wan Goat diam saja, tak mau ia mengatakan sesuatu yang
bisa membikin kakak itu bertambah besar marahnya.
Tatkala itu, orang telah tiba di Heesia tiang dan tengah
berjalan didalam kota. Tepat mereka membiluk disebuah gua,
mereka berpapasan dengan Tio It Hiong. Hanya sekarang
pemuda ini ada bersama seorang laki-laku muda usia tiga
puluh lebih yang membekal pedang pada punggungnya.
Anak muda itu sudah lantas melihat Kang Teng Thian di
belakang siapa ada Siauw Wan Goat, ia mengawasi nona itu,
lalu Teng Thian lantas ia menarik tangan kawannya untuk
segera diajak berlari pergi !
Teng Thian melihat orang lari, hatinya semakin panas.
"Hm ! Hm !" dia perdengarkan suara dingin berulang kali.
"Apakah kau masih memikir buat lolos dari tanganku ?"
Segera jago tua itu lari mengejar.
Di dalam waktu yang pendek orang sudah lari keluar dari
dalam kota. Teng Thian tidak lagi menanti-nanti adik
seperguruannya, bahkan ia berkeras larinya. Selekasnya
mereka tiba di kaki bukit Loaw san, It Hiong berdua sudah
hampir tersusul. Kedua pihak cuma terpisah belasan tombak
satu dari lain. "Orang she Tio, tahan" teriak ketua To Liong To itu.
Tio It Hiong dan kawannya berhenti berlari, segera mereka
memutar tubuh. "Lotiang, apakah she dan namamu yang besar ?" tanya si
anak muda. "Kenapa kau mengejar aku ?"
Teng Thian berseru sambil berlari terus, hingga ia lantas
berada di depan orang sejarak tiga tombak. Terus ia tertawa
dingin dan berkata keras : "Orang she Tio, pandai kau
berpura-pura ! Masih kau berlagak tak mengenali aku si orang
tua " Hm !" Sebelum si anak muda menjawab, dia didahului oleh
kawannya yang membekal pedang itu sembari memberi
hormat, dia itu tanya hormat : "Tuan, adalah kau Cianpwe
Kang Teng Thian dari To Liong To " Aku yang rendah
bernama Teng It Beng dan ini adik angkatku."
Teng Thian membentak memutuskan kata-kata orang. "Aku
tidak perduli kau siapa ! Bocah, tidak dapat tidak, kau perlu
diajar adat !" Dan dengan bengis ia menuding anak muda itu.
Mendengar itu It Hiong berdua lantas dapat menerka
maksud orang. Inilah tidak heran sebab It Hiong itu It Hiong
palsu, dia Gak Hong Kun si licik ! Hanya Hong tidak kenal
Teng Thian serta tidak tahu orang berkepandaian berapa
tinggi. Cuma karena adanya Wan Goat, ia menduga yang satu
pertempuran tak akan dapat dihindarkan lagi, tidak takut
terutama karena adanya Teng It Beng bersamanya. Ia lantas
menghunus pedangnya dan berkata garang : "Kang Teng
Thian, kalau kau benar mempunyai kepandaian kau
keluarkanlah itu !" Teng It Beng sebaliknya dari pada kawannya itu. Ia juga
tidak tahu ketua To Liong To lihai sampai dimana, tetapi ia
pernah mendengar tentang hebatnya "Bu Eng Sun Kun" maka
ia tidak menghendaki kawannya berlaku sembrono. Ia lantas
maju menyelak diantara dua orang, ia kata : "Kang Tocu,
kalau diantara kau dan saudaraku ini ada ganjalan aku minta
sudilah kau menjelaskan dahulu ! Untuk bertempur waktunya
masih banyak !" Tepat itu waktu Siauw Wan Goat dapat menyandak kakak
seperguruannya. Selekasnya dia melihat Hong Kun dia lantas
mengawasi sangat tajam dan bersinar terang untuk meneliti
ada apa yang membedakan It Hiong tulen dari yang palsu.
Hong Kun tahu yang dia pernah menipu orang, diawasi
nona Siauw dia agak takut. Diapun agak kuatir yang
rahasianya nanti terbuka. Maka dia lantas membawa
tingkahnya itu. Kang Teng Thian menunda penyerangannya. Tak mau ia
sembarang menyerang orang, ia hendak menjaga nama
baiknya. Tapi ia tak dapat berdiam saja. Maka ia terus
menunjuk adiknya, dengan suara dalam, ia kata pada Teng It
Beng : "Bocah she Tio itu telah menghina adik seperguruanku
ini, untuk mengelakkan diri dia lari menghilang."
Hong Kun tidak menanti It beng menjawab orang tua itu,
dia menjalak dengan suaranya yang berupa bisikan seperti
suara lalar. "Saudara Teng, tolong kau layani situa ini bicara
atau tahanlah dia buat beberapa jurus, aku membekuk dulu
budak perempuan Siauw Wan Goat itu, buat dijadikan
manusia tanggungan, setelah itu baru kita berhitungan
dengannya !" Begitu suaranya berhenti, begitu Hong Kun lompat kepada
Siauw Wan Goat, untuk menyerang si nona dengan
pedangnya yang mengancam kepala orang, berbareng dengan
itu, tangan kirinya menotok ke jalan darah kie bun di dada si
nona. Sebab itulah totokan "Menawan Naga."
Siauw Wan Goat terkejut atas datangnya serangan tiba-tiba
itu. Sukur untuknya, ia justru lagi mengawasi tajam anak
muda itu hingga ia tak sampai terbokong. Secara wajar ia
berkelit dengan lompatan "Kwie Siam Hian" yang menjadi
kepandaiannya yang istimewa "Kelitan Bajingan". Tapi ia toh
terkejut hingga mengeluarkan seruan tertahan.
Selekasnya ia bebas, ia lantas menghunus pedangnya guna
menutup dirinya. Di lain pihak, baru saja Hong Kun membokong itu, atau
diapun menjerit secara perlahan, tubuhnya sudah lantas
mencelat mundur pula ke belakangnya Teng It Beng,
sedangkan sebenarnya dia hendak membekuk si nona. Itulah
secara diam-diam Kang Teng Thian sudah menyerang dengan
Bu Eng Sin Kun yang mengenai pergelangan tangan yang
memegang pedang hingga dia merasa nyeri, hampir
pedangnya terlepas dari cekalannya.
Menampak demikian, Teng It Beng terus saja menyerang si
jago tua. Ia membacok bahu kanan jago tua itu....
Ketua To Liong To mendapat lihat datangnya serangan, ia
berkelit ke samping, terus ia membalas menyerang dengan
tangan kirinya. Kembali ia menggunakan Bu Eng Sin Kun,
Kepalan Tanpa Bayangan. Tapi ia masih ingat urusan diantara
It Hiong dan Wan Goat, ia menyerang tidak dengan cara
hebat. Ia cuma hendak membuat senjata orang terlepas dari
cekalan. Teng It Beng lihai dan berpengalaman. Ia segera menerka
pastilah Kang Teng Thian sudah menggunakan ilmu Bu Eng
Sin Kun, maka itu sembari melayani ia senantiasa mengawasi
jago tua itu, dengan begitu saban-saban ia bisa melihat
serangannya sang lawan. Cepat sekali jalannya pertempuran diantara kedua jago itu.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya sebentar saja sepuluh jurus telah dilewatkan. Kang
Teng Thian menyerang saling susul secara berantai, tetapi It
Beng berkecepatan bagai angin, dia selalu berkelit dari
berbagai pukulan Kepalan Tanpa Bayangan.
Selama itu It Hiong mesti menonton sambil menahan
nyerinya tangan kanannya sampai tak dapat diangkat. Ia
berkuatir ketika ia menyaksikan saudara angkatnya yang
memegang pedang, tetapi terjatuh di bawah angin. Ia takut
kalau-kalau tak sampai dua puluh jurus, saudara itu bakal
kena dirobohkan. Maka diam-diam ia melawan rasa nyerinya
itu, ia mencoba mengatur pernafasannya guna membikin
darahnya berjalan seperti biasa. Di lain pihak, diam-diam ia
melirik Siauw Wan Goat sebab ia takut nona itu nanti turun
tangan. Selang hampir setengah jam reda sudah nyerinya Hong
Kun. Sekarang lantas ia memikir jalan untuk meloloskan diri.
Apakah jalan itu " "Tidak bisa lain, mesti aku gunakan bubuk beracunku...."
pikirnya. Ia ingat Sie Hun Tok Hun racunnya itu. Maka ia
lantas merogoh ke dalam sakunya. Justru itu ia mendengar
suara tertahan dari It Beng. Ketika ia menoleh, ia mendapati
tubuh saudara itu terhuyung-huyung beberapa tindak
sedangkan pedangnya terlempar setombak lebih jauhnya. Ia
kaget, ia lantas melompat maju. Tidak ada ketika lagi buat ia
main ayal-ayalan, setelah berlompat itu tangannya dikibaskan
guna membuyarkan bubuknya.
Hanya sekejap itu tersiarlah bau yang harum yang
menusuk hidung. Bubuk itu berhamburan dalam rupa merah
naga. Sebenarnya Kan Teng Thian bermurah hati. Ketika ia
menghajar lengannya It Beng, ia tak menggunakan tenaga
seluruhnya. Kalau tidak pastilah orang she Teng itu bakal
terbinasa seketika. Setelah melihat lawan terhuyung, ia terus
menoleh ke arah It Hiong palsu, maksudnya untuk menegur,
kebetulan ia melihat orang menggunakan bubuk beracunnya
itu. Mendapat pengalaman di Tay San tahulah ia kenapa
musuh menggunakan bubuk jahat itu. Itulah pertanda musuh
mau mengangkat kaki. Ia telah berpengalaman, tak mau ia
menyerahkan diri menjadi korban bubuk itu, maka juga cepat
sekali, ia menyerang dengan jurus silat perguruannya
menghajar buyar bubuk itu. Itulah Cian Pian Ciang, Pukulan
Seribu Perubahan. Menyaksikan demikian orang telengas, Kang Teng Thian
menjadi sangat gusar, akan tetapi selekasnya bubuk buyar, ia
telah kehilangan si anak muda dan juga It Beng. Ia tahu
sebabnya itu, tapi hal itu justru membuatnya gusar.
"Cit Moay, mari kita kejar mereka !" ia serukan adik
seperguruannya. Dan ia lantas berlompat akan lari mendahului
adik seperguruannya itu. Siauw Wan Goat tidak berayal menyusul kakak seperguruan
itu. Ia sudah mencurigai It Hiong palsu. Tadi ia hendak
membeberkan rahasia orang, tidak disangka Hong Kun telah
mendahului menyebar bubuknya itu yang merupakan tirai
bubuk hingga dia dan saudaranya kena teraling dan bisa kabur
meninggalkan jago-jago dari To Liong To.
Dua saudara itu berlari-lari ke sepanjang kaki bukit terus
melintasi ke sebuah jalan umum, jalan yang menuju ke
propinsi Ouwlam. Dari situ lantas tampak di kejauhan tubuh
kecil Hong Kun berdua, hanya sekarang mereka itu bukan
berlari-lari hanya berjalan dengan perlahan. Bersama mereka
tampak seorang rahib dari Agama To sebagaimana terlihat
tegas dari jubah suCinya.
Kang Teng Thian tidak mau pikirkan siapa si rahib, ia terus
lari menyusul. Hebat ilmu ringan tubuh Kwie Siam Tong Hian
dari To Liong To. Dengan lekas ia sudah menyandak sejauh
beberapa tombak. Segera jago dari To Liong To mengenali siapa rahib itu.
Ialah It Yap Tojin. Dia dalam perjalanan pulang dari gunung
In Bu San dan disitu kebetulan bertemu dengan Hong Kun
berdua It Beng. Sedangkan Hong Kun bersama It Beng
sebenarnya mau pergi ke In Bu San sebab ia mendengar hal
gurunya mengumpuli orang di gunung itu. Kebetulan sekali,
guru dan murid bertemu di tengah jalan selagi Hong Kun dan
It Beng menyingkir dari Kang Teng Thian.
Maka bertemu muridnya, It Yap Tojin menjadi heran. Ia
tidak mengenali murid itu, ia menyangka kepada Tio It Hiong.
Kesaksiannya It Beng yang membuatnya percaya. Maka
kesudahannya mereka jalan sama-sama. Karena mereka
berjalan dan bukannya berlari-lari, mudah saja mereka
bercandak Teng Thian. "Tio It Hiong, bocah tahan !" bentak jago tua itu.
It Yap Tojin yang berpaling dahulu. Ia mengenali ketua To
Liong To. "Oh, Kang Tocu !" sapanya tertawa. "Ada apakah ?"
Teng Thian heran mendapatkan It Yap Tojin ada bersama
si anak muda. Bukankah It Yap Tojin mengumpuli kawan guna
memusnahkan Siauw Lim Pay serta partai lainnya yang
menentang kaum sesat " Kenapa dia berada bersama It
Hiong, orang dari pihak lawan " Maka itu ia mengawasi tajam
pada rahib itu pertanda yang ia kurang senang. Atas
pertanyaan si rahib, ia lantas kata dingin : "Toheng, kiranya
kaulah si penjual kaum kerabat Kang Ouw ! Kau jadinya
adalah si kampret !"
Ditegur begitu It Yap dapat menerka maksud orang.
"Kang Tocu, harap kau jangan salah paham"katanya. "Ini
adalah...... Hampir It Yap membuka rahasia muridnya. Mendadak ia
ingat bahaya yang mengancamnya kalau ia mengakui Hong
Kun sebagai It Hiong palsu, bahwa Hong Kun adalah
muridnya. Kalau rahasia itu tersiar secara umum, ia bisa dicela
dan dimusuhi orang ramai dan muridnya itu bisa bercelaka
juga. Maka ia lantas menunjuk pada Teng It Beng sambil
memperkenalkan : "Inilah sahabatku kaum Kang Ouw,
saudara Teng It Beng !"
Teng Thian memperdengarkan suara dingin, "Hm !"
"Dan ini" tanyanya, menuding It Hiong palsu, "Apakah
diapun sahabat Toheng ?"
Tak dapat It Yap Tojin menjawab sejujurnya, buat
mendusta pun ia tidak berani. Di lain pihak, sikap orang
membuatnya tidak senang. Maka akhirnya ia menjawab
dengan dingin : "Di belakang hari Tocu bakal ketahui jelas,
jadi sekarang tak usahlah kau tanya-tanya !"
Ketua To Liong To menjadi tidak puas. Ia tak senang hati.
"Toheng." katanya. "Kalau Toheng membekuk bocah ini, itu
baru namanya kau dapat membedakan siapa kawan, siapa
lawan." It Yap Tojin tertawa lama.
"Hebat suaramu ini Kang Tocu !" katanya. "Nyatalah kau
hendak menggunakan soal umum ini guna kepentingan
pribadimu sendiri ! Apakah kau menghendaki pinto turun
tangan hanya guna adik seperguruanmu ?"
Hebat pertanyaan itu. Mukanya Teng Thian menjadi merah,
ia merasa kulit mukanya panas sekali. Ia tidak menjawab si
rahib, hanya mendadak ia menyerang kepada Hong Kun, dada
siapa dijadikan sasaran !
Hong Kun cerdik dan licik, dia selalu waspada maka waktu
ia melihat ia diserang jago itu lantas ia berkelit. Meski begitu
ia toh kurang cepat, maka bahunya kena terhajar, saking nyeri
tubuhnya terhuyung beberapa tindak. Rasa nyeri itu sampai ke
hulu hatinya ! Kang Teng Thian maju pula dua tindak untuk mengulangi
serangannya. It Yap Tojin terkejut. "Orang she Kang, kenapa kau tidak memakai aturan ?"
tegurnya. Ia pun maju untuk menyerang iganya jago dari To
Liong To. Teng It Beng pun kaget melihat Hong Kun terancam
bahaya, dengan dua tangannya ia menangkis Bu Eng Sin Kun
guna membantu kawan itu. Ketika Kang Teng Thian mengulangi menyerang Hong Kun,
ia telah memasang mata terhadap It Yap Tojin. Selekasnya
rahib itu menegur dan menyerang, ia dapat segera menggeser
tubuh setengah tindak untuk sembari memutar tubuhnya itu ia
juga meneruskan menyerang ! Ia mendongkol, maka itu ia
mengerahkan tenaga delapan bagian !
It Yap pun menjadi gusar, hendak ia melayani jago itu atau
mendadak ia ingat perlawanannya Bisa merusak usahanya
membangun Bu Lim Cit Cun. Maka ia lantas lompat mundur
tujuh tindak. "Kang Tocu, tahan !" Ia berseru. "Mari kita bicara !"
Meski ia berkata begitu, diam-diam rahib ini mengedipi
mata kepada Hong Kun dan It Beng maka murid serta
kawannya segera mengangkat kaki.
Kang Teng Thian menunda penyerangannya, selekasnya ia
melihat It Yap tidak melayani ia bertempur.
"Ada bicara apa ?" tanyanya.
It Yap Tojin tertawa. "Kang Tocu, benar hebat Bu Eng Sin Kun mu itu." dia
memuji. "Hari ini mata pinto telah dibuka. Sungguh aku
sangat kagum." Siauw Wan Goat menyelah. "Apakah kau juga jeri terhadap kepalan kakak
seperguruanku ini ?" tanyanya.
It Yap Tojin mendelik kepada nona itu. Ia mendongkol.
Tapi ia menahan sabar. "Kang Tocu," katanya, "salah paham ini jadi makin besar !
Pinto justru hendak menanya Tio It Hiong si bocah tentang
duduknya perbuatannya terhadap adik seperguruanmu dan
siapa tahu disini kita kebetulan bertemu. Pinto hendak
menanya dia secara baik-baik supaya dia suka memberikan
keterangan yang sebenar-benarnya. Mengenai sikapku ini
pinto minta Tocu suka memakluminya."
Teng Thian dapat tahu maksud orang tetapi karena Hong
Kun berdua sudah mengangkat kaki, ia bersabar. Sebaliknya
daripada bergusar, dia tertawa.
"Memang aku si orang she Kang bertabiat keras dan
sembrono." kata dia. "Aku tak mengerti akan siasatmu,
Toheng. Maka beruntunglah bocah itu yang dapat
mengangkat kaki !" It Yap Tojin senang dengan kesudahan itu. Ia berhati lega
yang Kang Teng Thian tidak menghajar Hong Kun. Ia
menganggap tak perlu ia berdiam lebih lama pula disitu.
Segera mengangkat kaki adalah jalan yang paling baik, maka
ia memberi hormat sambil menjura seraya berkata : "Buat
urusan adik seperguruanmu Tocu, akan kau tetap membuat
penyelidikan. Maka itu sekarang hendak aku susul bocah she
Tio itu. Sampai kita jumpa pula !"
Tanpa menanti jawaban lagi, imam itu lantas berangkat
pergi. Teng Thian tidak menahan imam itu, ia hanya mengawasi
orang berjalan dengan cepat. Ia cuma memperdengarkan
ujaran "Hm!" Kemudian ia berpaling kepada adik
seperguruannya dan kata : "Nampaknya urusan benar sulit.
Cit Moay apakah kau telah melihat sesuatu yang
mencurigakan " Bagaimana bedanya Tio It Hiong malam itu
dipadu dengan Tio It Hiong itu ?"
Wan Goat terperanjat atas pertanyaan suheng itu. Ia
memang sedang berpikir keras sebab kesangsiannya makin
bertambah. Ia pula kuatir sangat bahwa Tio It Hong yang
mengganggunya benar Tio It Hiong yang palsu. Kalau benar
demikian, sungguh celaka. Bagaimana dengan dirinya nanti "
Ia menggigil. "Suheng" sahutnya perlahan sambil duduk, "hal ini
membuat aku jeri sekali hingga aku rasanya mau mati.....
Suheng, didalam hal ini, aku minta sangat bantuanmu."
Tak dapat si nona meneruskan kata-katanya. Air matanya
turun deras dan mulutnya bagaikan terkanCing hingga
akhirnya ia cuma dapat menangis sedu sedan.
Pikirannya Teng Thian kacau, ia merasa berkasihan
terhadap sumoaynya yang manis itu. Apa yang ia harus
lakukan " "Ah, anak tolol, buat apa kau menangis saja ?" katanya
kemudian. "Apakah tangismu akan menolongmu " Kita harus
berdaya dan bekerja ! Biar bagaimana akan aku bertanggung
jawab buat urusan ini ! Aku pikir dia Tio It Hiong tulen atau
palsu yang sudah pasti ialah jodohmu harus direcokkan !"
"Tapi aku kuatir, suheng." berkata si nona berduka. "Aku
bukannya takut It Hiong menyangkal, yang aku takuti ialah dia
It Hiong yang palsu...."
Teng Thian berdiam. "Begini, sumoay !" katanya kemudian,
suaranya pasti. "Sekarang kita tinggalkan dulu Tio It Hiong ini,
sekarang kita pergi ke kuil Siauw Lim Sie di Siang San untuk
mencari In Gwa Sian ! Beranikah It Hiong menyangkal di
depan ayah angkatnya itu " Nah, mari kita berangkat !"
Dan kakak tua itu berjalan sambil menarik tangan adiknya.
Sementara itu baiklah kita menengok dulu kepada Teng
Hiang yang turut Kwie Tiok Giam Po meninggalkan gunung In
Bu San. Di sepanjang jalan, budak cerdik dapat saja jalan buat
membuat si nyonya tua menjadi bergirang, hingga dia suka
tertawa dan nampak selalu tersenyum-senyum. Ia membuat
nyonya tua itu sangat menyukainya.
Selang beberapa hari, tiba sudah mereka di Ay Lao San. Di
gunungnya ini, selagi Kwie Tiok Giam Po mengajak Teng
Hiang melintas sebuah tikungan, tiba-tiba mereka
bersamplokan dengan Tan Hong. Nona Tan terperanjat sebab
tak ada ketika lagi buat ia menghindari pertemuan itu.
"Eh, Tan Hong." tegut Teng Hiang, "mau apakah kau
datang ke gunung ini ?"
Tan Hong melengak. Ia bukan menjawab, ia justru balik
bertanya. "Teng Hiang." demikian pertanyaannya, "mau apa kau
datang ke Ay Lao San ini ?"
Kwie Tiok Giam Po melirik tajam kepada nona dari pulau
Hek Keng To itu. "Hai, budak setan!" katanya nyaring, nadanya dingin. "Kau
tentunya telah menyelundupi memasuki gunungku ini ! Kau
pasti mengundang maksud yang tidak baik ! Hayo bilang
apakah maksud kedatanganmu ini ?"
Parasnya Tan Hong menjadi merah pucat.
"Kwie Tiok Giam Po !" sahutnya keras. "Nonamu datang


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemari justru buat mencarimu !"
Si nyonya tertawa terkekeh.
"Sungguh mulutmu besar, budak setan !" katanya. "Nah,
kau bicara terus terang ! Aku beri ketika kepadamu ! Aku
memberimu ampun ! Habis kau bicara baru aku akan
menghajar adat padamu !"
Tan Hong tidak menghiraukan ancaman itu. Dengan
bersungguh-sungguh dia tanya : "Tio It Hiong telah
menempur Barisan pedang rahasiamu, setelah itu, manakah
tapak jejaknya " Dia sudah menutup mata atau hidup " Kau
harus memberitahukan hal ini padaku dengan sebenarbenarnya
!" Teng Hiang berdiam mengawasi Tan Hong dan si wanita
tua. Pertanyaan Tan Hong membuatnya mendapat anggapan
mungkin Tio It Hiong telah menutup mata. Maka itu
mengingat perkenalan mereka begitu lama, ia terharu.
Di tanya begitu, Kwie Tiok Giam Po tertawa dingin.
"Hai, budak setan !" tegurnya. "Budak setan, kau toh
anggauta dari pulau Hek Keng To " Tio It Hiong sebaliknya
adalah muridnya Tek Cio Siangjin dari Pay In Nia ! Bukankah
kami berdua berdiri berhadapan sebagai lawan satu dengan
lain " Habis kenapakah kau menanyakan begini tentang Tio It
Hiong " Mau apakah kau " Kenapa kau nampaknya sangat
prihatin terhadapnya ?"
Hatinya Tan Hong panas ditanya demikian. Ia tahu wanita
tua hendak mengejek atau menyindirinya. Tapi ia mencoba
menyabarkan diri. Ia perlu mengorek keterangan dari
mulutnya nenek ini. Belum sempat Kwie Tiok Giam Po mengulangi
pertanyaannya karena si nona berdiam saja, sudah terdengar
suaranya Teng Hiang. Dia tertawa geli dan kata pada si wanita
tua : "Buat apakah orang susah-susah mencari Tio It Hiong "
Toh sudah jelas bukan " Kauwcu tahu, disini ada soalnya si
nona yang cintanya mengotot dan si pemuda yang tak
bertanggung jawab....!"
Bukan main mendongkolnya Tan Hong mendengar suara
orang itu, maka juga sepasang matanya mendelik dan
mulutnya berludah. "Eh, Teng Hiang !" tegurnya, "seorang wanita, apa pula
wanita muda sebagai kau, tidak dapat sembarang
menggoyang lidah ! Kenapa kau bersikap begini terhadapku "
Mungkinkah kau hendak merasai sanhopang ku ?"
Saking gusar Nona Tan sudah lantas mengeluarkan
senjatanya. Teng Hiang juga menghunus pedangnya yang ia terus
putar di depannya. "Tahan !" teriak Kwie Tiok Giam Po yang terus tertawa
tawar. "Tan Hong mari kau tanya kau ! Kau mencari aku si
wanita tua kau sebenarnya hendak mencari tahu tentang
dimana adanya Tio It Hiong sekarang atau hendak mencari
onar dengan berkelahi ?"
Tan Hong melengak. Lantas ia berpikir, "Memang juga aku
menempuh ancaman bencana datang ke Ay Lao San ini guna
mencari Tio It Hiong ! Buat apa aku layani Teng Hiang " Ah,
kenapa aku menuruti hawa amarahku dan berbuat begini
sembrono " Bukankah aku jadi mencari keruwetan tidak
karuan " Karena dapat memikir demikian, ia lantas
menyimpan pula senjatanya.
"Kauwcu, haraplah kau jangan salah paham." katanay
lantas. "Aku yang muda, aku cuma mau minta keterangan
tentang Tio It Hiong ! Aku ingin tahu dimana adanya dia
sekarang dan bagaimana keadaannya."
Teng Hiang pun menyimpan pedangnya tetapi ia masih
melirik dengan lirikan menghina. Dingin sinar matanya itu !
Kwie Tiok Giam Po sudah lantas memberikan jawaban :
"Tio It Hiong si bocah dia benar mempunyai kepandaian yang
berarti ! Bertempur melawan Barisan pedang rahasiaku dia
tidak kalah, dia hanya telah terkena hawa beracun dari suara
bangsiku yang dinamakan Kwie Tiok Mo Im. Dia roboh
didalam kalangan Barisanku itu...."
Kwie Kiok Mo Im ialah irama kebajingan-bajingan dari
bangsi setan. Tan Hong terkejut, tubuhnya sampai bergemetar, kalau
orang roboh di dalam Barisan rahasia, apakah itu berarti
masih ada jiwanya " "Kemudian bagaimana ?" ia tanya selekasnya ia dapat
menetapkan hatinya. "Jangan kaget, jangan berkuatir dahulu budak setan !"
tertawa Kwie Tiok Giam Po. "Bocah cilik itu tidak kehilangan
jiwanya ! Disaat si bocah cilik terkena hawa beracunku dan
roboh pingsan, pingsan juga dua belas orang murid wanitaku
yang merupakan Barisan rahasiaku itu !"
Tan Hong dapat melegakan hatinya.
"Apakah dia ditawan Kauwcu setelah dia roboh pingsan itu
?" tanyanya. Hebat nona dari Hek Keng To itu. Setelah hatinya tenang,
dapat dia tertawa. Sebaliknya Kwie Tiok Giam Po, mukanya menjadi merah.
"Bocah itu mempunyai kekuatan batin yang mahir sekali."
katanya. "Dia memiliki tenaga dalam yang luar biasa kuat.
Disaat aku bertindak menghampirinya, mendadak dia
berlompat bangun dengan terus dia menikam kepadaku
hingga aku mesti berkelit. Syukur aku memperolehi
kesempatannya. Sedangnya aku berkelit mengelakan diri dari
ancamannya itu, sekonyong-konyong bocah itu berlompat
keluar dari dalam Barisan, terus saja dia kabur turun
gunung...." "Oh !" menjerit Tan Hong yang menjadi kaget pula. Sebab
mendadak timbul pula kekuatirannya untuk It Hiong. Sebisabisa
ia menenangkan diri. "Apakah itu artinya dia telah lari dari Ay Lao San ?" ia
menegaskan kemudian. Kwie Giok Tiam Po berpura batuk-batuk. Inilah sebab ia
malu untuk menerangkan yang ia telah lari menyusul si anak
muda tetapi sia-sia saja, tak dapat ia menyusulnya dan sia-sia
pula usahanya mencari si anak muda disekitar gunungnya itu.
Habis batuk-batuk itu baru ia memberikan jawabannya,
"Apakah kau sangka aku si wanita tua seorang yang kejam
yang hendak membinasakan nyawa orang " Tidak ! Habis dia
lari itu aku membiarkan saja. Dia toh telah terkena racunku !
Tak ada kesempatan buatku mencari dia....."
Tan Hong berdiam, otaknya bekerja keras. Wanita tua ini
tak dapat menerangkan kemana It Hiong sudah lari dan
bagaimana keadaannya sekarang. Tapi toh dia berkuatir.
Bukankah It Hiong telah terkena hawa racunnya si wanita tua
" "Ah !" pikirnya kemudian. "Wanita ini sangat licik, aku tidak
dapat mempercayai dia sepenuhnya! Dia tentu tak sudi bicara
dengan sebenarnya ! Tak dapat aku mengasikan diriku ditipu
dia !" Karena memikir begini, Tan Hong tidak mau percaya wanita
itu. Ia pikir terus. Kemudian ia menanya pula : "Kauwcu,
karena kau tidak tahu kemana larinya Tio It Hiong serta tak
tahu juga dimana adanya dia sekarang, aku minta perkenan
guna mencari dia di Ay Lao San dan sekitarnya. Bagaimana
dapatkah ?" Kwie Tiok Giam Po tidak berkesan baik terhadap Tan Hong.
Ia juga tidak takut terhadapnya, hal yang masih membuatnya
suka memandang mata ialah nona ini dari Hek Keng To dan
dengan pihak Hek Keng To tak sudi ia bentrok. Ia malu hati
terhadap Beng Leng Cinjin, ketua dari Hek Keng To, pulau
Ikan Lodan Hitam itu. Maka itu ia berpikir sebentar, lantas ia
menjawab : "Dengan memandang kepada muka kakakmu,
suka aku memberi ampun padamu, senang aku mengijinkan
kau mencarinya digunungku ini, supaya hatimu menjadi puas !
Hanya awas jangan kau nanti mengacau atau merusak
digunungku ini !" Teng Hiang jail, ia pun kata dengan kata-katanya yang
tajam, "Heran Tio It Hiong ! Kenapa dia dapat membuat orang
sangat berkesan baik terhadapnya hingga orang suka menjual
nyawa untuknya ?" Tidak cukup cuma dengan kata-kata yang tajam itu, bekas
budaknya Giok Peng ini pun menjebikan mulutnya dan tertawa
tawar, matanya melirik secara menghina.
Kwie Tiok Giam Po tertawa dan menambahkan, "Ya, kalian
bangsa wanita muda, kalian paling menggemari paras tampan
saat kalian bertemu dengan bocah yang cakap ganteng, lantas
kalian melupakan sekalipun jiwa kalian !"
Tan Hong tetap menahan sabar terhadap Teng Hiang yang
mulutnya jail itu, dengan tidak mengatakan sesuatu ia lari
meninggalkan nya. Ia menganggap lebih perlu untuk mencari
It Hiong. Sebenarnya sebelum bertemu Kwie Tiok Giam Po dan Teng
Hiang tadi, Nona Tan sudah tiba lebih dahulu di gunung Ay
Lao San itu dan sudah membuat penyelidikan di pinggiran
gunung, cuma ia belum berhasil mendapatkan sesuatu. Ia
pula belum berani memasuki pusatnya partai Losat Bun dari
wanita tua itu. Sekarang ia telah mendapat perkenan, maka ia
menggunakan kesempatan guna mempuaskan hatinya.
Ketika Nona Tan melintasi sebuah puncak ia menemukan
sebuah goa. Ia lantas masuk ke dalam goa itu karena ia
memikir baiklah ia beristirahat dahulu untuk sekalian
menantikan tibanya sang malam kira lewat jam dua. Ketika itu
baru magrib, Di dalam goa itu ia duduk untuk memakan
rangsum keringnya dan kemudian bersamedhi. Tak tahu
berapa lama ia berdiam di dalam gua, waktu ia membuka
matanya ia melihat sinar rembulan yang terang indah dan
telinganya mendengar desirnya angin gunung, maka ia
berbangkit dan berjalan keluar dari dalam gua sambil tak lupa
membawa senjatanya. Jilid 34 Dengan melesat naik ke tembok, dapat Tan Hong
memandang ke dalam Pekarangan, kepada markas sekali. Ia
berdiam sekian lama, tidak ada orang atau bayangannya yang
ia lihat. Dengan berani ia pergi ke pendopo depan. Disini ia
mengintai ke dalam dengan menyantol kakinya di payot,
setelah itu ia melepaskan cantelannya untuk menjatuhkan diri
ke lantai. Ringan sekali tubuhnya hingga ia tidak menerbitkan
suara apa juga. Itulah halaman depan dari pendopo muka. Itulah tempat
yang ia pernah datangi bersama-sama Tio It Hiong dan Whie
Hoay Giok. Maka juga, walaupun tempat gelap, ia dapat maju
dengan mudah. Kalau perlu, ia berjalan dengan merayap,
secara demikian ia melintasi Toa tian, ruang besar, sampai di
belakangnya. Belakangnya Toa tian berupa sebuah halaman
terbuka yang kiri dan kanannya terapit dengan deretan
pelbagai kamar, banyaknya umpama kata mirip sarang tawon
! Dengan berhati-hati, Tan Hong berjalan melintasi deretan
kamar-kamar itu sampai diujung itu, ia menikung ke arah
barat. Di sinipun ada halaman yang serupa, hanya ditengahtengah
halaman itu terdapat sebuah ranggon atau loteng yang
panjang bentuknya. Sambil menempel tubuh pada dinding,
Tan Hong mengawasi loteng itu. Ia mengharap munculnya
salah seorang Losat Bun, buat ia cukup, guna ia memaksa dia
memberikan segala keterangan yang diingininya.
Justru itu, nona ini menjadi kaget sekali. Tempat ia
menyendiri justrulah sebuah pintu rahasia. Dan pintu sudah
lantas terbuka. Syukur terbukanya secara perlahan-lahan,
hingga ia sempat melompat minggir. Pintu terpentang dengan
dibarengi berkelebatnya sebatang golok disusul dengan
munculnya orang yang membawa golok itu, seorang laki-laki
yang bertubuh kekar. Tan Hong tidak mau menyebabkan
orang memperdengarkan suaranya, ia lantas mendahului
turun tangan. Ia berlompat untuk menotok dengan totokan
ilmu Mo Teng Ka. Sasarannya ialah jalan darah kek tiam
dibatok kepala orang. Hanya sedetik saja, robohlah orang itu tak sadarkan diri.
Dengan satu gerakan cepat, Tan Hong memondong orang
buat dibawa masuk kedalam pintu rahasia itu. Ia berlaku
berani sebab ia tak kuatir nanti ada perangkap disebelah
dalam pintu itu. Sesampainya didalam, ia lantas merapatkan
pintu. Tempat gelap tetapi Tan Hong lantas menyalakan
bahan apinya. Maka ia melihat pintu itu adalah jalan keluar
dari sebuah ruang di dalam tanah. Ia letaki orang
tawanannya, lantas ia berpikir. Hanya sebentar, ia menepuk
jalan darah orang untuk menyadarkannya, menyusul mana ia
merampas golok orang dan mencekal keras pergelangan
tangannya sambil orang itu ditatap dengan tajam.
Sambil mengeluarkan suara perlahan, orang tawanan itu
terasadar, terus dia membuka matanya, tapi segera juga dia
merasakan nyeri hingga hampir dia menjerit atau ia batal
sebab tengkuknya terasa dingin terancam goloknya sendiri.
"Jika kau sayang jiwamu, jangan buka suara !" Nona Tan
mengancam. "Dan dengan sejujur-jujurnya kau jawab setiap
pertanyaan nonamu ini !"
Bukan main nyerinya cekalan si nona, orang lantas
bermandikan peluh pada dahinya, mukanya menyeringai
menahan sakit, dan giginya dirapatkan buat bisa bertahan. Ia
memperdengarkan suara "Ya" yang tak nyata.
"Hendak aku tanya kau." Tan Hong mulai dengan
pertanyaannya. "Bagaimana dengan itu pemuda yang dua
bulan yang lampau telah datang kemari menempur Barisan
rahasia kamu " Benarkah dia dikurung disini ?"
Orang itu menggeleng kepala. "Tidak benar !" sahutnya.
Tan Hong perkeras cekalannya membuat orang itu
berjangit pula. Dia pun merasa sangat tersiksa.
"Kau tidak mau bicara secara jujur ?" tanya pula si nona.
"Apakah kau tidak menyayangi jiwamu ?"
"Aku....... aku yang rendah tidak mendusta sedikit
juga......." sahut orang tawanan itu. "Dia memang tidak
berada disini....." Tan Hong membuka matanya lebar-lebar, otaknya bekerja.
Kemudian ia perlunak cekalannya itu.
"Apakah anak muda itu telah melarikan diri dari sini ?"
tanyanya pula kemudian. "Tahukah kau kemana larinya dia ?"
Orang itu melegakan nafasnya.
"Mana aku yang rendah mendapat tahu." sahutnya.
"Kauwcu telah mencari dia sampai setengah hari tetapi dia
tetap tak dapat ditemukan...."


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Hong menganggap tak usah ia menanya lebih banyak
lagi. Penyahutan orang ini sama dengan keterangannya Kwie
Tiok Giam Po bahwa mereka itu tak tahu kemana perginya Tio
It Hiong. Karena itu, dengan goloknya ia mengetuk otot
pingsan si orang tawanan hingga dia roboh tak sadarkan diri
lagi. Kemudian dengan membawa golok orang, ia bertindak ke
sebelah dalam. Dengan terangnya api, ia melihat anak-anak
tangga. Terowongan cuma memuat satu orang.
Selekasnya ia berjalan, Tan Hong merasai hembusan angin
yang sangat dingin yang membuat apinya berkelak kelik
hampir padam. Karena api terus bergerak gerak, sulit buat
melihat nyata. Keras keinginannya mencari Tio It Hiong, ia
lupa pada bahaya. Ia maju terus bahkan ia meniup apinya,
sebab ada api pun percuma. Ia mengerahkan tenaga lunak Mo
Teng Ka, ia bertindak dengan langkah yang ringan.
Jalan kira-kira dua puluh tindak, Tan Hong merasai hawa
makin dingin. Tanpa merasa, ia menggigil. Tanpa merasa
juga, langkahnya menjadi lebih berat. Toh ia berjalan terus
atau tiba-tiba ia mendengar bunyinya kelenengan, terus kaki
kirinya melesak disebabkan anak tangganya turun sendirinya.
Dengan begitu, tubuhnya menjadi miring, seperti mau roboh.
Meski demikian, si nona tak menjadi gugup. Dengan lantas
ia menjejak dengan kaki kanan membuat tubuhnya mencelat
mundur sekalian ia berjumpalitan dengan loncatan "Auw Cu
Coan In", Elang Menembusi Mega. Dengan begitu sendirinya
ia mundur kira setengahnya. Lantas ia mundur terus sampai di
pintu gua. Karena kaget dan mengeluarkan tenaga secara tiba-tiba,
napasnya si nona memburu dan peluh membasahi dahinya.
Baru saja ia memikir tindakan apa yang ia mesti ambil,
mendadak ada hembusan sinar api kebiru-biruan menyambar
padanya. Ia kaget, ia lompat ke samping. Lantas ia mencoba
membuka pintu tetapi gagal. Daun pintu tak dapat ditolak
terbuka. Makin insaflah ia, yang ia lagi terancam bahaya maut.
"Rupanya orang Losat Bun dapat mendengar suara
kelenengan tadi," pikirnya. Ia mesti lekas menyingkir kalau ia
mau selamat. Di dalam keadaan seperti itu, ia tidak menjadi
putus asa. Ia ingat orang tawanannya maka ia hampiri orang
itu akan menotok mendusin padanya, setelah mana ia kata :
"Lekas buka pintu rahasia ini !"
"Apa kau kata ?" tanya orang itu yang baru sadar hingga
karenanya dia masih layap-layap matanya seperti mata orang
kantuk dan telinganya pun belum dapat mendengar dengan
baik. "Lekas buka pintu !" perintah Tan Hong hingga ia
menghajar telinga orang. "Oh !" seru orang tawanan itu yang kaget disebabkan rasa
nyeri pada telinganya itu. Sekarang dia sadar betul-betul.
Maka dia lantas bertindak ke arah pintu. Baru dua langkah
tubuhnya sudah limbung, terus dia roboh.
Tan Hong dapat melihat, dia menyambar tubuh orang buat
terus sekalian dibawa ke depan pintu sekali.
"Lekas buka pintu !" ia mengulangi perintahnya. "Kalau kau
ayal-ayalan akan aku bacok padamu, kau tak akan dapat
ampun lagi !" Meski begitu bacokan toh dilakukan pada dada orang
hingga dada itu terluka ringan dan darahnya lantas mengucur
keluar. Kaget dan kesakitan terutama ketakutan, orang itu
menyambar pintu untuk tangannya meraba alat rahasianya
hingga dilain detik daun pintu telah terpentang.
Tan Hong mandek dan berlompat keluar tanpa ragu pula, ia
lari terus ke depan untuk seterusnya berlompat naik ke atas
payon. Ia mendapatkan rembulan sudah berada di tengah
langit hingga ia bisa mengawasi tegas pelbagai wuwungan
rumah. Ia merayap di genteng untuk menghampiri tembok
sebab niatnya ialah meninggalkan markas Losat Bun itu.
Bagaikan bayangan ular, dari bagian lain dari payon itu
muncul seorang lain yang terus membentak dengan suaranya
yang nyaring seperti kelenengan, "Hai budak hutan, kau
berani menyelundup masuk ke dalam Losat Bun !" Kata-kata
itu dibarengi meluncurnya senjatanya yang mengarah iganya
Nona Tan ! Tan Hong memutar tubuhnya, goloknya diayun, diangkat
memapaki senjata penyerangnya. Kiranya itulah sebatang
joanpian, maka dengan bentroknya kedua senjata, ruyung
lunak itu terhajar terpental. Tan Hong tak bisa menggunakan
golok, ia terpaksa menggunakan senjatanya orang
tawanannya tadi sebab senjata itu terus ia bawa-bawa.
Segera setelah berhadapan, kedua pihak dapat saling
melihat nyata satu pada lain. Kiranya penyerang itu ialah Cin
Cia Koan Im Lou Hong Hai. Dia mengenali Nona Tan seperti
Tan Hong pun mengenalnya. Sebab baru-baru ini di lembah
Lok Han Kok, keduanya pernah saling bertemu dan bertempur.
Hong Hui membenci lawannya ini seba dia ingat sakit hatinya
Cian Pie Long kun, Sutouw Kit.
"Hai, budak bau dari Hek Keng To, kau serahkanlah jiwamu
!" membentak Hong Hui yang terus mengulangi serangannya.
Tapi dia menggunakan siasat, mulanya dia menusuk dada lalu
mendadak dia merubah sasarannya, senjatanya terus
bergerak ke atas dan ke bawah beruntun sampai tiga kali.
Tan Hong repot. Itulah disebabkan senjatanya yang tak
cocok itu. Sedangkan lawannya berlaku sangat lincah dan
gesit, dia mendesak terus hingga ia mesti lebih banyak
berlompat atau berkelit dan beberapa kali menggulingkan
tubuh diatas genteng, maka satu kali habis bergulingan itu, ia
terus lompat ke atas tembok Pekarangan.
Tan Hong tak mudah bingung, sembari berkelahi ia telah
memikir jalan buat meloloskan diri. Ia telah melihat kesana
kemari. Ketika ia sudah berdiri di atas tembok, ia
mendapatkan Hong Hui menyusulnya. Tidak bersangsi pula, ia
menyambut wanita itu dengan timpukan goloknya sambil ia
membentak : "Perempuan busuk, lihat senjataku !"
Dengan berkilauan golok menyambar ke arah tongcu dari
Losat Bun itu. Di lain pihak, habis menimpuk Tan Hong
berlompat terus keluar tembok Pekarangan. Hanya diluar
dugaannya, belum lagi ia berdiri tegak, ia sudah mendengar
suara menyambarnya senjata yang diiringi dengan bentakan
keras : "Kalau kau mau hidup, kau diamlah untuk mandah
diringkus !" Kiranya itulah Hong Ho Lui Sin Peklie Cek, yang dengan
satu ayunan genggaman bonekanya, To Kak Tongjin sudah
menantikan untuk menghadang. Tan Hong mundur setindak.
Ia melihat musuh tinggi besar dan gagah mirip seorang arhat
yang bengis. Tepat si nona mundur, tepat ia mendengar juga suara
lainnya di belakangnya. Suara tertawa dingin berulangkali.
Maka lekas-lekas ia menoleh. Dengan demikian ia melihat
seorang musuh pula, orang mana bertubuh katai dan
dandanannya seperti seorang pelajar. Dia bermata sangat
tajam, mulutnya lancip, kumisnya pendek. Dari tubuhnya dan
tangannya terang dialah seorang kurus kering. Tetapi dia
bersenjatakan sepasang ruyung Long gaepang. Dialah Sam
Ciu Pie Kauw Hu Leng, tongcu nomer dua dari partai
agamanya Kwie Tiok Giam Po ! Dialah yang berjuluk si Kunyuk
Tangan Tiga. "Eh, perempuan genit, malam-malam kau menyatroni
markas Losat Bun kami," kata si kunyuk itu. "Apakah maumu "
Apakah kau sengaja mencari aku Sam Ciu Pie Kauw untuk
mengikat jodoh kita berdua " Kalau benar, kau jangan malumalu,
mari kita bergandengan tangan !"
Tan Hong mendongkol sekali. Terang orang tengah
menggodanya. Ia lantas menarik keluar senjatanya. Tanpa
mengatakan sesuatu, ia maju menyerang si kunyuk yang
ceriwis dan kurang ajar itu !
Hu Leng bermata jeli dan gesit, ketika ia menyelamatkan
diri, ia sengaja menjatuhkan tubuhnya buat bergulingan
ditanah. Dasar bergelar si kunyuk, ia rupanya pandai Kauw
Kan, Si Kera. Ia tidak gusar, ia terus tertawa haha hihi.
"Mari !" katanya. "Jangan kau galak nona manis !"
Di mulut tongcu ini bernada manis, sepasang senjatanya
tapinya dipakai menyerang dengan sigap menjepit musuh !
Tan Hong tidak mau mengadu senjata. Ia percaya senjata
lawan berat sekali. Maka ia lompat mundur tiga tindak.
Justru itu datang lagi dua lawan. Yang satu ialah Lou Hong
Hui yang menyusul dan yang lainnya Teng Hiang yang baru
muncul. Rupanya Nona Teng datang sebab dia mendengar
bunyi kelenengan. Teng Hiang kini gusar sekali, dengan mata
mendelik dia mengawasi Tan Hong, sedang dari mulutnya
keluar ajakan buat Hu Leng dan Peklie Cek, "Kedua tongcu
mari maju bersama ! Kita bekuk dahulu budak bau, baru nanti
kita bicara !" Hu Leng menyambut ajakan dengan dia mendahului
menyerang. Dia berada di belakangnya Tan Hong, langsung
saja dia menghajar punggungnya nona itu ! Tan Hong repot
juga. Ia mesti menghadapi musuh di depan dan di belakang
dan musuh berjumlah empat, Peklie Cak tidak dengan segera
turun tangan tetapi dia dengan senjatanya yang berat luar
biasa itu, melakukan pengawasan, bersiap sedia untuk
menghadang kalau-kalau musuh berniat angkat kaki.
Tak kecewa Tan Hong mendapat julukan si Rase Sakti
Bermuka Gemala, meski terkurung banyak musuh, hatinya tak
menjadi ciut. Dari mendongkol dan gusar, dia berhasil
menenangkan diri, hingga ia bisa menggunakan otaknya untuk
berpikir. Begitulah ketika ia diserang Hu Leng dia berkelit
sambil mendak setelah dia berdiri pula dia berdiri sambil
berlompat pada penyerangnya, buat membalas menyerang
dengan sanhopang yang cahayanya berkilau. Diwaktu
menyerang itu dia mengerahkan tenaga dalam Mo Teng Ka.
Hu Leng terkejut karena serangan kilat itu. Ia pun tidak
menyangka yang serangannya bakal gagal. Ia melihat cahaya
berkilau itu. Tak sempat buat ia berkelit, terpaksa ia
menggunakan senjatanya menangkis ! Suatu suara nyaring
adalah akibat beradunya kedua senjaa. Tapi Hu Leng kaget
pula. Itulah sebab ruyung kirinya terlepas dan terpental dan
ujung senjata lawan terus melesat mengenakan bahunya
hingga ia merasakan nyeri sekali. Rasa nyeri itu nyelusup ke
hulu hatinya ! Mau tidak mau si kunyuk terhuyung mundur
lima tindak. Habis menyerang Hu Leng, Tan Hong mesti melayani Lou
Hong Hui, sebab Tongcu wanita dari Losat Bun itu sudah
lantas menerjang, beradunya senjatanya, buat membantu
kawannya sekalian mencoba melampiaskan sakit hatinya.
Hong Hui pun menyerang secara sangat hebat.
Peklie Cek adalah seorang tongcu yang memegang derajat
kehormatan dirinya. Tadi ia cuma menghadang seterusnya tak
mungkin membantu kawan-kawannya mengepung lawan.
Bukan saja lawan itu seorang diri, dia juga seorang wanita.
Tapi setelah melihat Hu Leng kena dihajar, tak dapat ia
berdiam lebih lama pula. Ia melihat ilmu silat lawan bukan
sembarang ilmu silat. Ia pun segera dapat melihat bagaimana
Lou Hong Hui tidak dapat mendesak lawan itu.
"Lou Tongcu !" ia lantas memperdengarkan suaranya,
"silakan kau mundur untuk beristirahat. Biarlah aku si orang
tua yang melayani dia !"
Berkata begitu, tanpa menanti Hong Hui mundur, Peklie
Cek terus maju sambil menyerang ke tengah-tengah diantara
dua orang yang lagi bertempur seru itu. Melihat demikian duadua
Teng Hiang dan Lou Hong Hui lompat mundur menahan
diri. Tan Hong bernafas sengal-sengal. Ia telah menggunakan
terlalu banyak tenaga melayani sekian musuhnya itu. Ia berdiri
diam sambil memegang senjatanya, matanya mengawasi
semua musuh terutama si orang tua yang bersenjatakan
boneka itu. Peklie Cek mendekati Nona Tan, matanya mengawasi
bengis. "Kau berani banyak lagak disini, mari kau sambut beberapa
jurusku !" dia berkata keras terus dia menyerang.
Tan Hong tidak berani menangkis, ia berkelit. Peklie Cek
hendak menawan si nona, ia juga mau menunjuki
kegagahannya, ketika nona itu berkelit, maka ia menyerang
pula dan waktu nona itu berkelit pula ia terus merangsek. Kali
ini terus-terusan hingga ia menyerang tak henti-hentinya
selama lima jurus ! Tan Hong terus masih berkelit.
Teng Hiang bertepuk tangan, bersorak sorai menyaksikan
cara berkelahi lawan itu, kata dia nyaring : "Bagus ! Bagus !
Sungguh menarik hati ! Lihat ! Lihat si Rase Sakti Bermuka
Gemala menjadi seperti seekor tikus. Eh, eh, kalian lagi
bertarung atau lagi bermain-main ?"
Hatinya Tan Hong menjadi panas sekali mendengar ejekan
itu. Sebenarnya ia tak mau menangkis lawan sebab diam-diam
ia lagi mengumpulkan tenaganya. Sekarang tidak dapat ia
berkelit terus-terusan, maka ia lantas mencari kesempatan.
Kembali Peklie Cek menyerang lawannya. Dia menjadi
penasaran. Suaranya Teng Hiang pun membuat hatinya
bergolak. Dia menyerang dengan cepat sekali sebab ingin dia
merobohkan lawannya itu. Dan inilah saat baik dari Tan Hong. Dengan satu gerakan
tubuh yang lincah ia berkelit ke samping, lalu sama cepatnya
ia berkelit itu, sanhopang diluncurkan ke sikut penyerangnya
itu. Ia telah mengerahkan tenaga Mo Teng Ka pada
tongkatnya itu. Jika serangan ini mengenai sasarannya, pasti
putuslah lengan orang yang diserang itu. Peklie Cek lihai.
Selekasnya serangannya gagal, ia dapat membaca gerak gerik
lawan yang tidak berkelit dengan melompat jauh. Ia lantas
bersikap sedia. Akan tetapi Tan Hong cepat luar biasa, ia
mendahului. Hong Hu Lui Sin terperanjat. Ia merasai sikutnya sedikit
nyeri sebab sambaran angin sanhopang. Maka ia lantas
berlaku cepat luar biasa. Ia menangkis serangan lawan.
Hendak ia membuat senjata lawan terhajar hingga lepas dari
cekalan dan terpental. Tan Hong sedang menyerang ketika ia
ditangkis. Tidak sempat ia menarik pulang senjatanya. Dengan
begitu kedua senjata lantas beradu dengan keras sekali
hingga suaranya terdengar nyaring. Percikan api pun
bermuncratan karenanya. Dan dua lawan tangannya sesemutan dan bergemetaran !
Peklie Cek tidak tahu yang senjata lawan telah dikerahkan
dengan tenaga dalam Mo Teng Ka yang luar biasa. Ia
menyangka senjata itu hanya senjata biasa. Maka kaget dan
heranlah ia atas kesudahannya bentrokan itu. Sungguh diluar


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dugaan yang si nona demikian besar tenaganya serta
senjatanya pun tangguh sekali. Dengan mendelong ia awasi
nona itu, kemudian kata dengan kekaguman, "Nona, kau
berkepandaian begini rupa, tak kecewa kau menjadi orang
Hek Keng To." Setelah suaranya orang tua itu, maka disitu terdengar satu
suara nyaring, tajam, terang dan jelas : "Ketiga Tongcu
pulanglah ! Budak itu datang kemari tanpa maksudnya yang
buruk. Dia cuma hendak menjual jiwanya untuk sang cinta !
Nah, berilah ampun kepadanya !"
Itulah suaranya Kwie Tiok Giam Po, suaranya disalurkan
dengan ilmu "To Kia Toan Im", saluran nafas teratas yang
dikeluarkan oleh wanita tua itu dari atas ranggon kecil di Toa
tian. Tan Hong cerdik sekali. Ia kenali suaranya ketua Losat Bun
itu yang segera juga ia berkata : "Kauwcu, jika tidak ada apaapa
lagi darimu, Tan Hong meminta perkenan untuk
mengundurkan diri !" Ia berkata begitu tapi tanpa menantikan
jawaban lagi, ia lantas bertindak. Mulanya ia menghadapi
Pendekar Aneh Dari Kanglam 2 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Pendekar Bunga Merah 1

Cari Blog Ini