Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 17
sana ! Saudara Cukat Tan pergilah lekas kau menyusul dia !"
Cukat Tan mengangguk, habis mengucap terima kasih, ia
lantas lari ke arah yang ditunjuk itu.
Tio It Hiong sementara itu telah melakukan perjalanan
cepat. Ia mau pulang Lek Tiok Po terus ke Siauw Lim Sie dan
ingin lekas-lekas tiba di sana. Ia memikirkan ayah angkatnya,
istrinya dan juga yang lain-lainnya. Kalau ia memikirkan ayah
angkatnya, lain orang juga tentu memikirkannya sebab dia
telah pergi lama dan tanpa sesuatu berita. Sekarang muncul
Tio It Hiong palsu, karena ini ia juga ingin membuat
penyelidikan. Ia merasa aneh dimana ia tahu suka ada orangorang
yang memperhatikannya, sinar mata mereka itu
menandakan mereka memandang hina terhadapnya.
Pada suatu hari It Hiong tiba juga di Siang-cuinpa, ditapal
batas kedua propinsi, di Kangsay dan Ouwpak. Ia kenal baik
tempat ini. Disinilah yang dahulu buat pertama kalinya ia
bertemu dengan Pek Giok Peng untuk terus mereka berada
berduaan berbicara sambil tertawa gembira hingga kemudian
ia turut si nona ke Lek Tiok Po sampai akhirnya jodoh mereka
terikat satu pada lain. Ia ingat bagaimana sudah sekian lama
ia tak pernah pulang ke Lek Tiok Po, akan menemui
mertuanya, terutama ia belum pernah melihat pula Hauw Yan,
puteranya. Karena ini tanpa merasa ia berlari-lari keras.
Barulah ia berjalan perlahan setibanya ia ditempat yang
jalanannya sukar dilalui.
Ketika akhirnya si anak muda tiba di Lek Tiok Po, hari
sudah jauh lohor, matahari layung bersinar indah. Akan tetapi,
kapan dia mengawasi Lek Tiok Po, ia heran. Pintu gerbang
yang besar yang berwarna hitam tertutup rapat dan kesunyian
memerintah disitu dan sekitarnya ! Itulah suasana yang beda
jauh dengan kebiasaan dahulu hari.
"Ah, apakah telah terjadi sesuatu yang tak diharapi ?"
demikian pikirnya. Karena itu ia menjadi berpikir, menerka
yang tidak-tidak, hatinya pun mulai memukul.
Dengan satu loncatan pesat, It Hiong menaruh kakinya
diundakan tangga di muka pintu gerbang. Di sini ia lebih
merasai suasana kesunyian. Tidak ayal lagi, ia memegang
gelang pintu yang merupakan muka binatang itu, maka
nyaringlah suaranya gelang itu.
Tidak ada jawaban, tidak ada orang yang muncul untuk
membuka pintu atau mendengarnya !
"Ah !" serunya di dalam hati.
Kali ini tanpa berayal lagi, It Hiong menjejak tanah untuk
berlompat naik ke atas payon. Justru sang angin membawa
tibanya suara bentrokannya barang-barang keras lawan
senjata tajam ! "Celaka !" pikirnya. Maka segera ia menghunus pedangnya,
lantas ia berlompat turun untuk berlari-lari ke dalam, ke arah
tempat datangnya suara bentrokan senjata tajam. Ia bergerak
dengan Gie Kiam Hui Hong Sut, ilmu pedang terbang
melayang hingga tubuhnya melesat luar biasa pesat.
Beberapa wuwungan telah dilintasi, maka lantas juga ia
melihat loteng Ciata Yan Lauw, tempat darimana datangnya
suara bahkan ia segera melihat sinar golok dan pedang serta
beberapa bayangan tubuh lagi bergerak-gerak cepat dan
gesit. Dan diantara suara bentakan-bentakan terdengar juga
suaranya anak kecil ! "Itukah suaranya Hauw Yan ?"demikian pertanyaan yang
lantas timbul di benak otaknya It Hiong.
Kaget dan berkuatir, anak muda ini berlari sekerasnya ia
mampu, hingga kali ini ia segera tiba di tempat kejadian,
bahkan ia lantas menaruh kaki di dalam lankan lotengnya itu.
Tapi disini ia segera melihat pemandangan yang
mengejutkan dan menggetarkan hatinya.
Hauw Yan berada di dalam rangkulannya seorang usia
setengah tua, tangan kirinya yang memeluk, tangan kanannya
yang memegang pedang, menudingkan ujung pedangnya ke
dadanya anak yang tak tahu apa-apa. Itulah rupanya yang
tadi membuat anak itu menjerit.
Di sebelah kanan orang setengah tua itu, berdiri seorang
muda dengan pedang terhunus ditangannya. Dengan pedang
itu dia tengah mengancam Pek Giok Peng. Karena kedudukan
mereka, anak muda itu cuma nampak punggungnya tetapi It
Hiong segera seperti mengenalinya. Sebaliknya Pek Giok Peng
yang menghadapinya tampak pucat sekali. Air matanya
tergenang....... Menyaksikan semua itu, lupalah It Hiong akan segala apa.
Yang ia cuma ingat ialah anak dan isterinya, terutama si anak
yang harus ditolongi. Untuk membantu Hauw Yan, lain jalan
pun tidak ada kecuali ia menyerbu. Dan itu ia lakukan !
Satu gerakan Gie Kiam Hui Heng membuat tubuhnya
pemuda kita mencelat kepada si orang setengah tua yang lagi
mengancam jiwanya Hauw Yan, pedang Keng Hong Kiam
menebas dengan hebat. Gerakan itu cepat luar biasa.
Lawan itu terkejut, lupa pada anak yang lagi diancamnya
itu, dia mengangkat pedangnya akan menangkis serangan
yang tiba-tiba itu. "Traaangg !" demikian satu suara nyaring dan pedangnya si
orang setengah tua terkutungkan sedangkan tubuhnya
terhuyung tiga tindak. Bocah ditangannya pun menjerit karena
kaget. Sekarang It Hiong melihat tegas orang itu, yang terus ia
kenali, ialah Teng It Beng.
Orang dengan siapa ia telah mengadu pedang di lembah
Pek Keng Kok diwaktu mana ia menaruh belas kasihan, ia
telah mengampuni jiwa orang. Mulanya ia melengak sejenak,
lalu segera alisnya bangkit berdiri, matanya dibuka lebar-lebar,
sinar matanya menyala. Karena anak berada di tangan orang,
ia masih dapat mengendalikan diri. Dalam murka hebat itu, ia
tertawa nyaring, suaranya sangat tak sedap bagi telinganya It
Beng. "Oh, saudara Teng, selamat bertemu !" demikian katanya,
keras dan dingin. "Sudah banyak tahun kita tidak pernah
berjumpa, maka itu ingin aku ketahui dari mana saudara telah
mempelajari ilmu menculik orang ?"
It Beng kaget sejenak, lantas dia juga tertawa dingin.
"Orang she Tio, lihat anakmu ditanganku ini !" ia berkata
jumawa. "Jangan kau sembarang bergerak !'
"Teng It Beng !" berseru si anak muda. "Kalau kau benar
laki-laki sejati, kau turunkan anak itu ! Mari kita bertempur !
Aku Tio It Hiong, akan aku mengalah sepuluh jurus kepadamu
! Mari kita bertempur satu lawan satu, sampai siapa hidup
siapa mati ! Itulah baru bukti buat orang gagah sejati !"
Teng It Beng tertawa terkekeh. Dia mengejek.
"Orang she Tio, kau memikir terlalu polos !" katanya.
"Sekarang kau dengar aku. Akan aku menyebut tiga kali !
Kalau setelah tiga kali itu kau tidak meletakkan senjatamu,
akan aku bunuh anakmu ini !"
Berkata begitu dengan pedang buntungnya, si orang she
Teng mengancam batang lehernya Hauw Yan. Ia pula
memencet membuat si anak kesakitan dan menjerit menangis.
Bukan main panas hatinya It Hiong hingga ia mau berlaku
nekad atau Giok Peng menghampirinya dan dengan suara
sedih berkata padanya : "Adik Hiong, kita dapat
mengorbankan segala apa, asal jiwanya Hauw Yan selamat !"
It Hiong sudah mencekal keras pedangnya atau ia mesti
mengendorkannya pula. Justru itu, It Hiong berdua Giok Peng mendengar satu
suara keras di belakangnya : "Adik Peng, jika kau
menghendaki jiwanya anakmu, sekarang juga kau mesti
putuskan hubunganmu dengan Tio It Hiong dan kau lantas
pergi mengikuti aku pergi dari sini !"
It Hiong segera menoleh, maka ia menghadapi si orang
muda yang muka dan pakaiannya mirip dengan ia sendiri,
hingga ia menjadi heran sekali tetapi ia cuma melengak
sejenak lantas ia ingat bahwa pemuda itu ialah musuh yang
menyamar menjadi dianya yang sudah melakukan bermacammacam
perbuatan kejam dan keji guna memfitnah padanya.
Ia dimusuhkan dan dicari banyak orang yang hendak
membinasakannya. Sedetik itu bukan main bingungnya It Hiong. Menyerah ia
tak sudi, tak menyerah putranya terancam kematian ! Tetapi
sebagai seorang laki-laki sejati, ia lebih mengutamakan
kehormatan dirinya. Maka ia memikir buat mengambil jalan
pendek. Nekad ! Kembali terdengar suara si anak muda : "Tio It Hiong !
Kalau kau menyayangi jiwa anakmu, kau mesti dengar kata
terhadapku !" "Kau siapa ?" tanya It Hiong heran. "Kenapa kau menyamar
sebagai aku ?" Pemuda itu tertawa terkekeh. Kata dia : "Di dalam dunia
ini, kaulah manusia paling licin ! Dengan menyamar sebagai
aku, kau mendatangi Lek Tiok Po, mau apa kau sebenarnya "
Sekarang kau telah bertemu denganku, Tio It Hiong
bagaimana kau masih hendak berpura-pura "'
It Hiong mendongkol bukan main, sampai ia tak tahu harus
mengucapkan apa. Ia mengawasi dengan sinar mata yang
menyala. "Kaukah Tio It Hiong ?" tanyanya. "Barusan kau memanggil
apa padaku ?" Pemuda itu melengak, memang barusan itu dia menyebutnyebut
she dan nama orang. Tapi dia licik dan kulit mukanya
tebal. Dia lantas tertawa.
"Barusan aku cuma hendak menguji kau." katanya. "Aku
hendak mencoba dihadapanku, kau berani mengaku diri
sebagai Tio It Hiong atau bukan !"
Giok Peng mengawasi dua orang itu bergantian. Memang
sulit buat dia mengenali yang mana satu Tio It Hiong yang
tulen. Tapi toh mudah buat ia memastikan yang mana satu.
Bukankah tadi It Hiong yang sana itu datang bersama-sama
Teng It Beng " Bukankah lantas merampas Hauw Yan dan
memaksanya pergi mengikut dia itu " Maka dia itu pastilah
Gak Hong Kun si It Hiong palsu. It Beng tidak pernah ada
bersama It Hiong. Tiba-tiba Giok Peng berseru, "Adik Hiong lekas binasakan
manusia yang menyamar sepertimu ini ! Kau tolonglah anak
kita !" Hebat seruannya si nona. Mendadak saja kedua-duanya It
Hiong bergerak dengan berbareng ! Sama-sama mereka
menghunus pedangnya masing-masing ! Lantas It Hiong sana
menerjang It Hiong sini !
It Hiong tak menangkis, ia hanya berkelit. Ia berkelit terus
ketika ia diserang berturut turut hingga tiga kali. Selama itu ia
memperhatikan ilmu pedang penyerangnya, hingga ia
mengenali itulah ilmu pedang Heng San Pay ! Kemudia ia
melirik pada Teng It Beng yang menemani lawannya itu.
Hauw Yan masih berada ditangan orang setengah tua itu !
Dan itulah bahaya untuk si anak !
"Gak Hong Kun !" berkata ia kemudian, suaranya keras dan
tajam. "Gak Hong Kun ! Sungguh sepak terjangmu amat keji !
Baiklah, hari ini akan kurampas batok kepalamu guna
membersihkan dunia persilatan yang dikeruhkan olehmu !"
Gan Hong Kun tertawa mengejek. Dia melirik It Beng.
"Kau benar bermata tajam !" katanya. "Kau dapat
mengenali diri asli dari tuan Gak mu ! Tapi lihatlah anakmu itu
! Ingatlah kau akan jiwanya ! Dia telah berada dalam
genggamanku. Masihkah kau hendak berkeras kepala ?"
Menyambungi kata-katanya si anak muda, terdengar
jeritannya Hauw Yan. Itulah sebab anak itu dipencet It Beng
yang telah menangkap arti lirikan konconya ! Nyeri hatinya It
Hiong. Terpaksa, ia menoleh kepada anaknya itu. Justru ia
menoleh, "Ser !" maka pedangnya Hong Kun meluncur
kepadanya menyambar punggungnya !
Setelah mengerti Gie Kiam Sut, It Hiong telah berubah
menjadi luar biasa sekali. Baik mata maupun telinganya telah
menjadi lebih tajam dan celi, dan gerakan-gerakannya pun
sangat cepat dan cepat. Maka itu waktu dibokong itu wajar
saja ia dapat menangkis ke belakang sambil memutar
tubuhnya ! "Traaaangg !" demikian suaranya nyaring akibat
bentroknya kedua pedang, dua-duanya pedang mustika.
Hong Kun terkejut, dia mundur satu tindak. Tidak ia sangka
yang It Hiong menjadi demikian lihainya, jauh lebih cepat dan
bertenaga besar ! Sedangkan tadinya, mereka berdua hampir
berimbang. It Hiong tidak menghiraukan lagi penyerangnya itu, yang
melengak. Ia hanya menghadapi Teng It Beng untuk berkata
nyaring dan bengis : "Saudara Teng, aku menyesal atas
perbuatanmu sekarang ! Kenapa kau membantui Gak Hong
Kun melakukan hal yang melakukan ini " Sekarang, saudara
Teng, aku bilang padamu, jika kau tidak menyerahkan Hauw
Yan secara baik-baik kepadaku, maka jangan nanti kau
persalahkan aku tidak kenal kasihan lagi !"
Ketika itu, Hong Kun sudah sadar, maka ia maju pula.
Menyerang kembali kepada It Hiong yang ia tak mau
memberikan ketika dapat berbicara dengan It Beng agar
kawan tidak sampai kena terbujuk atau tergertak.
It Hiong terpaksa menangkis serangan orang, tetapi ia
masih belum mau membalas. Ia tetap memperhatikan It Beng.
Ia menangkis si anak muda melulu guna membela diri. Teng It
Beng tertawa menyeringai. Ia tidak mengambil perduli
ancaman itu bahkan lagi-lagi ia memencet si anak ditangannya
hingga kembali Hauw Yan memperdengarkan jeritannya yang
menyayatkan hati..... Bukan main sakit hatinya Giok Peng. Dia gagah tetapi dia
tak berdaya. Semenjak tadi dia telah menjadi korbannya Hong
Kun. Si anak muda telah menotok jalan darahnya, jalan darah
moa hiat, hingga tubuhnya menjadi kaku, tenaganya habis.
Tak dapat ia bertahan lagi. Kapan ia mendengar jeritan Hauw
Yan beberapa kali, ia terus roboh !
Hong Kun sementara itu penasaran sekali, tak dapat ia
merobohkan It Hiong. "It Hiong !" kemudian katanya, "permusuhan kita berdua
tak lain tak bukan disebabkan kau telah merampas kekasihku,
hinggga kau mengangkangi adik Giok Peng. Tetapi sekarang
hendak aku memberikan ketika kepadamu ! Kalau kau masih
menyayangi anakmu itulah sangat mudah kau menerima baik
satu syaratku !" Jilid 37
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah itu ?" sahutnya. Ia menjawab saking terpaksa.
"Lekas bilang !"
Hong Kun tersenyum. Sengaja dia membawa lagak ugalugalan.
"Itulah bukan syarat sukar sebaliknya sangat mudah !"
sahutnya. "Itulah asal kau dapat mengembalikan adik Giok
Peng kepadaku supaya dia menjadi istriku. Kau sendiri sejak
saat ini kau mesti mundur dari dunia Kang Ouw, dan nama Tio
It Hiong tetap menjadi namaku si orang sungai telaga......"
Tanpa menanti suara orang berhenti, It Hiong sudah lantas
berseru : "Bangsat tak tahu malu. Kalau kau dapat melayani
aku sepuluh jurus apa juga kau kehendaki akan aku luluskan
!" Meskipun ia berkata demikian, dalam murkanya, It Hiong
tidak mau menanti jawaban lagi. Dengan kecepatan luar biasa,
ia lompat menerjang orang yang menyamar menjadi dirinya
itu. Keng Hong Kiam berkelebat menyambar ke perut orang.
Hong Kun cerdik, tidak mau dia menangkis. Dia justru
lompat ke samping terus kepada Giok Peng untuk berlindung,
diantara si cantik itu yang pinggangnya dia rangkul. Lalu
sembari tertawa mengejek dia berkata : "Nah, orang she Tio,
kau menerima baik syaratku ini atau tidak " Kau harus ketahui
tuan Gak kamu ini tidak mempunyai banyak waktu
melayanimu !" Kembali si anak muda menoleh kepada It Beng buat
mengedipi mata. Kali ini dia menganjuri sahabat itu kabur
dengan membawa Hauw Yan. Dia pun sudah memikir buat
membawa Giok Peng lari bersama !
Sulit buat It Hiong memilih : Menolong dahulu istrinya atau
anaknya " Kembali Hauw Yan menjerit. Itulah siasatnya It Beng
hendak membikin kacau hatinya si pemuda musuhnya itu. Ia
pikir selagi si anak muda bingung hendak ia berlompat pergi
buat kabur dari Ciat Yan Lauw......
Hampir It Hiong kalap selekasnya ia mendengar jeritan
anaknya itu. Ia ingat hanya kepada puteranya itu. Mendadak
dia lompat melesat kepada It Beng, itulah gerakan "Katak
Loncat". Berbareng dengan itu, Keng Hong Kiam pun
digerakkan dipakai menusuk si penculik anak dengan tikaman
"Peng Ter Sang Lui", Guntur di Tanah Datar. Sasarannya ialah
pinggang lawan. Di dalam keadaan seperti itu, It Hiong menggunakan
kepandaian dari ilmu sejati. Coba ia sempat memikir,
seandianya ia menggunakan ilmu "Hoan Kak Bie Ciu"
ajarannya Touw Hwe Jie, pasti ia akan berhasil. Hanya ilmu itu
adalah ilmu sesat....... It Beng bukan sembarang orang. Dia bekerja dengan telah
memikir dahulu. Ia pula selalu memasang mata. Selekasnya ia
melihat It Hiong berlompat, ia pun berlompat ke samping. Tak
mau ia menjadi sasaran pedangnya lawan. Tapi ia bukan
menghindari diri. Ia masih mempunyai satu akal lain. Ialah
sambil berkelit itu, dengan tangan kirinya mengangsurkan
tubuhnya Hauw Yan buat dipakai menghadang pedang lawan,
sambil ia berseru, "Ilmu pedangmu lihai sekali ! Nah, kau
bunuhlah anak ini ! Ha ha ha.."
It Hiong kaget tak terkirakan. Kalau tikamannya
mengenakan sasaran, sasaran itu bukan pinggang lawan
hanya tubuhnya Hauw Yan. Tapi ia lihai sekali. Ia cepat bukan
main. Berbareng kaget, tangannya digeser ke lain arah,
diteruskan ke betis lawan !
Teng It Beng sudah menerka kalau lawan dapat
membatalkan serangannya. Lawan itu tentu akan menarik
pulang pedangnya, tidak ia sangka bahwa orang dapat
meneruskan menusuk ke bawah kakinya. Tentu sekali ia
menjadi kaget. Lantas menjejak tanah, buat berlompat tinggi.
Tetapi ia mengapungi tubuh bukan melulu guna
menyelamatkan diri, ia sempat membalas menyerang juga,
ialah ia menendang dengan sebelah kaki selagi ia mengangkat
kedua-dua kakinya ! Itulah depakan "In Lie Twie", Kaki Didalam Mega. Dengan
menendang secara begitu, tubuh si penendang sekalian
diputar, maka juga Teng It Beng kemudian dapat turun dan
menaruh kaki dipintu. Orang she Teng itu sangat cepat tetapi It Hiong terlebih
cepat pula. "Tae In Ciong" Lompatan Tangga Mega, istimewa
sekali. Dengan mudah anak muda ini dapat menghindarkan
diri dari depakan itu. Di lain pihak, ia pun menggunakan pula
pedangnya sembari berkelit, ia menebas !
"Taar !" demikian terdengar satu suara lantas It Beng
memperdengarkan seruan tertahan. Inilah sebab tak keburu ia
menyingkir diri. Lengan kirinya sebatas bahu kena tertebas
dan kutung karenanya, disusul dengan tubuhnya yang
terhuyung-huyung dan terus roboh ke lantai !
It Hiong berlaku cepat luar biasa. Selagi tangan kanannya
menebas, tangan kirinya menyambar. Maka berhasillah ia
merampas Hauw Yan, yang tak usah sampai jatuh terbanting.
"Anakku !" serunya perlahan. Tapi, waktu ia menoleh ke
arah Gak Hong Kun, si pemalsu itu sudah lenyap, lenyap
bersama Giok Peng. Sebab terang sudah, selagi ia menempur
It Beng, Hong Kun yang licik telah menggunakan kesempatan
kabur dengan membawa si nona !
Di dalam keadaan seperti itu, tak sempat It Hiong memikir
banyak. Dari dalam rumah besar ia telah lantas mendengar
samar-samar suara senjata beradu serta bentakan berulangulang.
Tidak berayal sedetik juga, ia membawa anaknya lari ke
arah kepada mana lantas melihat roboh bergelimpangannya
beberapa orang dari Lek Tiok Po. Hal mana membuatnya
kaget dan berkuatir, lekas dia lari terus kedalam, hingga ia
melihat suatu pemandangan yagn hebat !
Di dalam Toa thia, ruang besar dari Lek Tiok Po, orang
tengah bertempur seru. Disatu bagian, Kiauw In lagi dilibat
dengan dua orang tua yang tampang dan dandanannya
sangat beda dari kebanyakan orang. Di pojok kiri Pek Thian
Liong dengan pedang ditangan sedang menempur seorang tua
setengah tua yang senjatanya joanpian. Dan pojok kanan,
nyonya rumah Ban Kim Hong lagi bertarung seorang yang
kate gemuk, usianya lanjut.
Diantara tiga rombongan itu, It Hiong melihat Thian Long
dalam keadaan berbahaya sebab dia terdesak lawannya
seorang setengah tua. Maka ia menganggap perlu ia
membantu pemuda itu yang menjadi iparnya. Maka sambil
terus memeluki Houw Yan, ia berlompat melayang kepada si
ipar untuk mana ia mesti loncat lewat di atas kepalanya Kiauw
In. Selekasnya ia tiba, ia lantas membacok pada musuh
hingga musuh itu roboh seketika ! Sebab musuh tak sempat
berdaya. Pek Thian Liong terkejut mendapat pertolongan tak
disangka-sangka itu, akan tetapi kapan ia sudah mengangkat
kepalanya dan melihat orang yang menolongnya, ia heran
hingga ia mendelong mengawasinya. Sebab ia mendapati
orang itu Tio It Hiong adanya !
"Saudara Tio !" teriaknya atau ia berhenti.
"Aneh !" pikirnya kemudian. Masih ia mengawasi iparnya
itu. "Tadi dia datang lantas mengejar Paman Tong dan juga
melukai ayah ! Tapi sekarang dia datang pula justru
membantu aku " Bahkan dia membinasakan musuh !"
It Hiong tidak melihat Thian Liong bingung itu, tak sempat
ia mengawasi orang atau memperhatikannya, sebab segera ia
lompat ke arah Cio Kiauw In.
Ketika itu nona Cio sedang diserang oleh kedua lawannya
yang dapat bekerja sama dengan baik, hingga ia menjadi
repot hingga ia mesti berkelit dengan berloncatan kesana
kemari. Ketika itu It Hiong tiba justru ia lagi menahan
serangan sepasang tangannya orang tua yang dikiri,
sedangkan orang tuan yang dikanannya membarengi
menghajar punggungnya, sebab ia membaliki belakang pada
musuhnya itu. Dengan kecepatan yang luar biasa, It Hiong membabat
kutung tangannya penyerang di sebelah kanan hingga dia itu
menjerit keras terus dia roboh dengan kesakitan, giginya
dirapatkan buat menahan nyeri dan mukanya meringis hingga
tak sedap dipandang ! "Tahan !" teriaknya It Hiong selekasnya ia merobohkan
musuh itu. Suara itu sangat nyaring dan keras, pengaruhnya besar
sekali. Sebab dua rombongan yang lagi berkelahi itu berhenti
dengan sekejap. Ia berdiri tegak dengan tampang gagah,
sebelah tangan memegang pedang terhunus, tangan yang lain
mengempo Hauw Yan ! Kiauw In berdiri melongo mengawasi anak muda itu. Ban
Kim Hong bersama si orang tua katai dan terokmok sudah
lantas menghampiri, keduanya mengawasi dengan tajam.
Ketika itu ruang besar yang barusan ramai dan berisik,
sekarang menjadi sunyi senyap.
"Hai anak bau !" si orang tua katai gemuk lantas
memperdengarkan suaranya yang dingin menegur It Hiong,
"kau telah menipu. Dari Kolong ta kami telah kami turut
datang kemari membantui kau, katanya guna membalaskan
sakit hatimu, kenapa sekarang kau jadi berbalik, bahkan kau
telah membunuh muridku dan melukai saudaraku " Apakah
kau rasa kau sanggup bertahan dari pukulan Peng Thiang
Ciang ku ?" "Peng Thian Ciang" ialah pukulan Tangan Es.
It Hiong tidak kenal orang tua ini bahkan Kolong ta yang
disebutkan si orang tua juga ia tak tahu, belum pernah ia
mendengarnya. Tapi melihat tampang dan dandanan orang
serta ilmu silatnya yang lihai ia menerka pada salah satu
golongan bajingan dari luar lautan. Ketika itu ia pun sedang
melihat keliling ruang besar itu.
Di pojok ruang diatas kursi tampai Pek Kiu Jia duduk
menyender dengan tubuhnya mandi darah yang keluar dari
balutan dadanya. Nampak orang tua itu sudah tak berdaya,
mukanya pucat, kedua matanya rapat. Ketika itu Thian Liong
sedang menghampiri ayahnya itu buat ditolongi. Thian Liong
menangis dengan airmata bercucuran deras.
Di lantasi rebak menggeletak tiga sosok tubuh, dan
diantaranya orang-orang Lek Tiok Po. Yang ketiga ialah Tong
Wie Lam, si guru silat tua. Melihat berdiamnya tubuh mereka
bertiga itu, terang bahwa mereka sudah tak bernyawa....
Ketika itu Hauw Yan telah hilang kagetnya. Kapan ia
melihat Ban Kim Hong dan Kiauw In, ia berteriak memanggil,
"Nenek !". Setelah itu ia menjerit menangis terus tangan dan
tubuhnya digerak-gerakkan seperti yang mau nubruk
neneknya itu. Teriakan anak itu membuat It Hiong bagaikan terasadar,
maka ia lantas mengangsurkan anaknya kepada Kiauw In
sambil ia berkata : "Kakak, kau jagai anak ini, bersama-sama
ibu, pergilah kau beristirahat ! Kau serahkan semua musuh
padaku !" Kiauw In menyambut Hauw Yan tetapi matanya masih
mengawasi It Hiong sedangkan mulutnya bungkam. Inilah
sebab ia pun diliputi rasa herannya. Ia ingin memperoleh
kepastian pemuda itu It Hiong tulen atau It Hiong palsu.....
Ban Kim Hong melihat cucunya telah diserahkan pada
Kiauw In, ia segera menghampiri nona itu terus membisiki,
untuk akhirnya ia menyambuti sang cucu.
It Hiong sendiri segera menoleh akan menghadapi si orang
tua katai teromok. Ia memberi hormat sembari menanya,
"Mohon tanya lotiang, aku dari Kolong ta, apakah she dan
nama besarmu ?" Orang tua itu tengah membalut tangan kawannya
mendapat pertanyaan itu, dia menjawab tawa ejekan
berulang-ulang kemudian ia kata bengis, "Bocah she Tio, kau
banyak berlagak pilon ya " Aku si orang tua telah membantu
jiwamu bahkan aku telah ajari kau ilmu Peng Thian Ciang
tetapi sekarang kau berpura tidak mengenalku. Hm, sunggu
kau pandai sungguh lihai caramu berpura-pura ini !"
Sembari berkata si orang tua sudah bangun berdiri dan
terus setindak dengan setindak menghampiri si anak muda,
dia tidak saja mengawasi dengan tajam, kedua tangannya pun
disiapkan untuk menyerang.
Mendengar suara si orang tua, It Hiong lantas ketahui di
dalam halnya mereka berdua pasti ada suatu hal yang luar
biasa. "Lotiang, harap lotiang jangan bergusar dulu", ia lekas
berkata. "Rupanya telah orang menipu lotiang tetapi dia
bukanlah aku. Dialah Gak Hong Kun, dia...."
"Jangan banyak bacot !" si orang tua menyela. Ia gusar
sekali, "Kalau bukan kau Tio It Hiong yang menipu aku, siapa
lagi " Hm !" Kali ini si orang tua lantas menyerang dengan tangan
kanannya rupanya dia sudah tak tahan sabar lagi. Segera juga
serangan ini membawakan sambaran angin yang keras dan
dingin sekali, sampai pun Ban Kim Hong dan Kiauw In
menggigil hingga lekas-lekas mereka menjauhkan diri.
It Hiong juga merasai sambaran hawa dingin, tetapi ia
memiliki tenaga dalam yang sungguh luar biasa, ia dapat
bertahan, apa pula selekasnya pun ia minggir ke samping
mengasi lewat sambaran itu. Ia tidak membalas menyerang.
Hanya ia lekas berkata pula : "Sabar lotiang ! Aku minta
lotiang dengar dahulu kata-kataku. Setelah itu kalau perlu, aku
bersedia akan menyambut pukulan Tangan Es dari lotiang....."
Si orang tua heran. Dia telah menyeranga dengan tujuh
atau delapan bagian tenaganya. Aneh, si anak muda dapat
menghindari diri secara demikian mudah, orang tenangtenang
saja. Belum pernah ia menghadapi lawan setangguh
ini. Maka ia tidak mengulangi serangannya.
"Kau bicaralah !" sahutnya.
"Lotiang, orang yang menipu lotiang adalah Tio It Hiong
palsu !" It Hiong memberikan keterangannya. "Dia sebenarnya
Gak Hong Kun yang telah banyak melakukan kejahatan ! Dia
bukan melainkan menipu lotiang, dia juga telah melakukan
banyak pembunuhan dan semua kejahatannya itu dia
timpakan atas diriku !"
Si orang tua menatap anak muda di depannya itu.
"Benarkah aku salah mata ?" katanya seperti kepada
dirinya sendiri. Lantas dia mengangkat kepalanya, "Kau
katakan ada seorang lain yang menyamar sebagai kau. Baik !
Di mana adanya dia sekarang ?"
"Dia sudah kabur, lotiang !" sahut It Hiong. "Dia malah
membawa lari isteriku !"
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh, orang muda lihai !" kata orang tua itu. "Tak dapat aku
meladeni ocehanmu !" Dan dia maju pula setindak, berniat
menyerang. "Tahan lotiang !" berseru Kiauw In yang maju
menghampiri. "Kalau lotiang tidak percaya adik Hiongku ini,
itulah sulit ! Sekarang begini saja ! Silahkan lotiang turut
adikku pergi menyusul orang yang menipu lotiang itu supaya
dia dibekuk ! Dengan demikian, bukankah urusan gelap bakal
lantas menjadi terang ?"
Orang tua itu berpikir, terus dia mengangguk. Tapi dia
masih berdiri diam saja. It Hiong memberi hormat pula.
"Jika aku, Tio It Hiong mendusta, aku bersedia
menyerahkan diri kepada lotiang buat lotiang hukum sesuka
lotiang !" katanya. "Tidak nanti kau menyangkal atau melawan
!" "Baik !" jawab si orang tua akhirnya. Kemudian ia menoleh
kepada sepasang orang tua berwajah dan berdandan aneh itu
untuk berkata : "Mari kita pergi !" Begitu berkata dia lantas
berangkat, terus dia diikuti dua orang tua kawannya itu.
It Hiong segera menoleh kepada mertuanya dan Kiauw In
untuk minta mereka itu lekas mengobati Kiu Jie. Ia kata ia
akan lekas pergi dan lekas pulang dan nanti sepulangnya baru
mereka dapat bicara banyak. Setelah memberi hormat, ia
lantas pergi untuk menyusul ketiga orang tadi.
Sampai disitu barulah lega sedikit hatinya Ban Kim Hong.
Dengan berlalunya orang jahat, Lek Tiok Po menjadi aman,
maka ia lantas memanggil orang-orangnya buat mengurus
semua mayat serta membersihkan seluruh ruang dan
Pekarangan. Ia sendiri bersama Kiauw In lekas-lekas masuk ke
dalam guna mengobati suaminya.
Sampai disini perlu kita kembali dahulu kepada Gak Hong
Kun dan Teng It Beng, waktu mereka dipegat Tio Siong Kang
yang membikin perahu mereka terbalik dan karam sehingga
mereka tercebur ke laut. Hingga kemudian tersiarlah berita
bahwa Tio It Hiong sudah mati kelelap, tenggelam di lautan.
Pengalaman dua kali tercebur di laut membuat It Beng dan
Hong Kun menjadi cerdik. Demikian kali itu, selekasnya
mereka tercebur, lantas mereka menutup mulut dan menahan
nafas. Tentu sekali, karenanya, mereka jadi tak menenggak
air laut, baik dari mulut maupun dari hidung mereka. Hong
Kun memegangi pinggiran perahu, ia pula menjambret leher
bajunya It Beng. Lalu bersama-sama mereka berdiam saja.
Tak berani mereka lekas-lekas timbul. Dengan perpegangan
pada perahu, mereka juga tak terbawa arus gelombang.
Setelah berdiam sekian lama di dalam air, keduanya timbul
dengan perlahan-lahan. Tetap mereka memegangi pinggiran
perahu, supaya jangan hanyut terdampar gelombang.
Musuh tidak ada, mereka tak melihat apa-apa. Sementara
itu, selain tubuh rasanya kaku bekas terendam air terlalu
lama, mereka juga merasa haus dan lapar. Tak adanya musuh
membuat hati mereka sedikit lega.
"Saudara Gak, bagaimana sekaran ?" tanya It Beng.
Hong Kun naik ke dasar perahu yang sekarang jadi berada
di muka air. Kawannya menatap dia. Mereka melihat
bagaimana perahu terbalik itu bergerak-gerak mengikuti arus.
Entah berapa lie jauhnya mereka sudah dibawa pergi.
"Kita, menanti nasib kita...." kata It Beng.
"Lihat ! Lihatlah di sana !" tiba-tiba Hong Kun berseru,
tangannya menunjuk. Ketika itu, dia tengah memandang jauh
ke depan. Di sana tampak sebuah titik hitam, "Bukankah itu
sebuah pulau kecil ?"
It Beng menoleh, ia mengawasi.
"Ya, mirip !" serunya. "Mari kita pergi ke sana !"
Orang she Teng cuma bisa berkata demikian, berbuat dia
tak mampu. Di situ tidak ada pengayuh ! Mana dapat mereka
mengemudikan perahunya itu " Keduanya saling mengawasi,
saling menyeringai. Hong Kun berdiam tetapi otaknya bekerja.Diantara saat
menghadapi maut itu, dia tak mudah menyerah. Maka juga
tak heran kemudian, sambil menggertak gigi, mendadak ia
menghajar perahunya ! Maka pecahlah perahu itu !
"Eh, kau bikin apakah ?" tanya It Beng terkejut. "Perahu
inilah penolong jiwa kita ! Tanpa perahu ini kita sudah lama
mampus di dasar laut... "
Hong Kun tidak menjawab, hanya dia bekerja. Dia
meloloskan papan yang pecah, untuk dipakai mengayuh air.
"Kau lihat, apakah ini bukannya mengayuh ?" katanya
kemudian. Terus dia naik ke atas perahu pecah itu, yang tetap
masih terbalik. Terus dia mengayuh.
"Oh...!" seru It Beng yang menjadi girang. Maka ia pun
mengambil sehelai papan. Ia juga naik ke punggung perahu,
buat turut mengayuh.... Demikian, dengan mengambil banyak waktu tiba juga dua
orang itu di pesisir pulau kecil itu. Hari sudah magrib, laut
tenang. Di permukaan laut terlihat sisa sinar layung
menyilaukan mata. Selekasnya perahu kandas diatas pasir, keduanya lantas
mereka jalan ke arah pulau dan mendakinya. Tidak ada
pepohonan, ada juga rumput dan lumut yang sampai pada
batu karang hingga lumut itu sukar diinjak saking licinnya.
Sedangkan mereka letih dan lapar dan dahaga. Selama satu
lie, mereka tak menemui orang, tak ada rumah ataupun
gubuk. Ada juga burung laut yang terbang berbondongbondong.
Diakhirnya mereka merebahkan diri untuk
beristirahat. "Biar bagaimana, perlu kita menghilangi lelah....." kata
Hong Kun. Mereka memilih tempat yang kering. It Beng tertawa
menyeringai. "Lihat, pakaian kuyup kita kering sendirinya !" katanya.
"Bagus juga untung kita ini sebab kita tak usah jadi setanKang
Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
setan gentayangan di dasar laut. Ha ha ha ! Nah, mari kita
tidur dahulu......" Benar-benar si orang she Teng memejamkan matanya !
Hong Kun pun turut kawannya itu mencoba buat tidur.
Kapan sang malam telah lewat, sang pagi muncul dengan
hawanya yang nyaman. Sinar matahari indah lemah, angin
bersiur halus. Beristirahat satu malam membuat kawan itu
merasa segar seperti biasa. Mereka mendusin atau duduk
berhadapan saling mengawasi dengan menyeringai. Mereka
ingin halnya mereka belum lepas dari kesulitan. Paling celaka
ialah geruyukannya perut mereka.
Tengah berdiam itu, It Beng dan Hong Kun mendengar
samar-samar suara orang yang terbawa angin. Diam-diam
mereka memperoleh harapan. Jadi pulau itu ada penghuninya.
Mereka mengharap akan memperoleh makanan walaupun
buat satu kali bersantap saja. Tak bersangsi pula, mereka
berangkat dan lari ke arah suara itu.
Sejauh kira setengah lie, di sana tedapat sebuah jalan kecil
diantara batu-batu karang. Jalan itu menikung berputar,
membawa orang ke sebuah jurang yang menghadapi laut. Di
situ terdapat sebuah halaman berbatu, luas tiga sampai empat
puluh tombak persegi. Tepat berdiri diujung jurang, terlihat dua orang yang
membaliki belakang. Mereka itu berdiri berendeng. Yang
seorang terang seorang tua, bajunya panjang dan
gerombongan dan yang lainnya dandanannya ringkas. Dia ini
mungkin baru berusia lebih kurang empat puluh tahun. Dilihat
dari gerak geriknya yang satu seperti lagi mengajari sesuatu
ilmu, yang lain lagi menerimanya.....
"Harrr !" tiba-tiba si tua berseru dan tangannya
diluncurkan, dihajarkan ke arah laut. Ketika ia menarik pulang
tangannya dengan cepat ada air yang seperti tersedot naik,
besarnya sebesar tiang, dan naiknya sepuluh tombak lebih.
Hajaran pun membuat air menerbitkan suara keras. Kemudian
air bagaikan tiang itu terombang ambing karena si orang tua
menggoyang tangannya ke kiri dan ke kanan.....
Orang yang satunya tertawa, dia memuji sambil bertepuk
tangan ! It Beng berdua berjalan mendekati dua orang itu, mereka
berhenti sedikit jauh untuk menonton terus. Mereka bahwa
tangannya orang tua itu lihai luar biasa. Tengah mereka
mengawasi mendadak mereka merasa haa dingin menyambar
ke arah mereka, sehingga mereka terkejut. Apa pula kapan
segera terlihat si orang tua membalik tubuh sasmbil berseru
serta kedua tangannya diluncurkan ke sekitarnya !
Yang paling mengherankan ialah orang kedua, selagi si
orang tua menarik air naik, air naik saban-saban dia
menjemput ikan yang terbawa air itu, setiap ikan dimasukkan
ke dalam korang di punggungnya !
Seberhentinya air meluncur, karunya si orang setengah tua
sudah berisikan banyak ikan. Kedua orang itu lantas tertawa
berkakakan pertanda girang hatinya. Kemudia si orang
setengah tua bertindak pergi, atau mendadak kawannya yang
tua berseru tertahan sebab dia melihat Hong Kun berdua !
Baru sekarang It beng berdua melihat muka si orang tua,
keduanya terkejut. Muka itu kurus kering, potongannya mirip muka kuda,
kulitnya merah sekali, matanya bersinar kebiruan. Ada kumis
dan janggutnya tipis. Yang menyolok ialah hidunya yang
bengkung dan panjang mirip paruh burung elang. Sedang
kawannya bermata besar, alisnya gomplok dan berewokan,
kelihatannya bengis.... Hanya sebentar dua orang itu mengawasi Hong Kun dan It
Beng, lantas mereka berjalan pergi. Tingkahnya seperti
mereka tak melihat dua orang asing itu. Mereka berjalan
dengan perlahan, sembari berbicara dan tertawa-tawa.
"Hmm !" It Beng memberi dengar suara mendongkol sambil
dia mengawasi punggung orang.
Hong Kun sebaliknya bersenyum dan kata : "Perut kita tak
tahu diri, dan bolehnya minta makan! Toh pantas kalau kita
lebih dahulu menyapa orang......"
It Beng mendongkol, dia tak menjawab.
Tanpa perdulikan lagi kawannya, Hong Kun lari menyusul
dua orang itu. Ia menyandak dan mendahului lalu di depan
orang. Ia memutar tubuhnya seraya memberi hormat dan
menyapa : "Maaf lotiang berdua ! Kami korban-korban dari
perahu kami yang karam di tengah laut, kami hanyut sampai
disini.... kami amat lapar karena itu. Bagaimana kalau kami
memohon bantuan lotiang."
Mendahului si orang tua, orang setengah tua itu
membentak : "Kolong ta mempunyai aturannya sendiri yang
melarang orang asing lancang mendatangi pulau ini ! Atau
kalau toh orang dapat masuk, dia dilarang keluar lagi dari sini
dengan masih hidup !"
Hong Kun melengak. Hanya sejenak. Dia lantas tertawa.
"Kami kemari karena terdampar gelombang, tak ada
maksud jahat dari kami !" ia berkata pula. "Kalau dapat kami
ingin minta sebuah perahu kecil serta sedikit rangsum supaya
kami bisa segera berlalu dari sini.... Buat semua itu kami
sangat bersyukur, terlebih dahulu kami menghaturkan banyak
terima kasih !" Orang setengah tua itu tertawa dan sekaligus dia
mengejek, terus dia meletakkan korang ikannya, buat segera
menyerang dengan satu sampokan, ia membentak : "Jangan
rewel ! Serahkan jiwamu !"
Hong Kun berkelit. Hendak ia membuka mulutnya atau
serangan yang kedua telah tiba. Terpaksa ia menghindari diri
pula. Habis itu tak ada kesempatan buat ia membuka mulut.
Terus terusan ia diserang pergi datang sampai tujuh jurus
hingga ia mesti berputaran.
Setelah tujuh jurus itu, si orang setengah tua masih tidak
mau berhenti bahkan sebaliknya dia menjadi gusar sekali,
maka juga serangannya menjadi bertubi-tubi, makin hebat.
Hong Kun heran dan mendongkol.
"Kalau aku tak melawan dia, tentu makin gila." pikirnya.
"Baik aku bekuk dia barang kali aku bisa memakai dia sebagai
orang tanggungan guna memaksa si kakek melayani aku
bicara...." Cepat sekali muridnya It Yap Tojin berpikir, segera ia
mewujudkan itu. Selekasnya serangan tiba, dia menyambut
dengan satu tebasan tangan kanan.
Habis tangkisan itu, kedua tangan beradu keras hingga
terdengar suaranya. SI orang setengah tua terkejut sebab dia
mesti tertolak mundur sampai tiga tindak.
Melihat demikian Hong Kun tidak mau sudah, ia lantas
membalas menyerang. Ia maju sambil berlompat dan tangan
kirinya diluncurkan ke dada orang. Tetapi itulah gerakan
belaka, selekasnya lawan bergerak untuk menangkis ia
mengulur tangan kanannya untuk menangkap pergelangan
tangan lawan itu, ia mencekal keras dengan jurus silat kim na
cia, " Tangan Menawan."
Si orang setengah tua kaget untuk sia-sia belaka.
Lengannya kena terpegang tanpa ia berdaya bahkan waktu
Hong Kun mengerahkan tenaganya, dia justru kehabisan
tenaga ! Tubuhnya menjadi lemas, mukanya meringis
kesakitan. Si orang tua hidung bengkun mendapat dengar suara itu,
dia menoleh. Maka dia menyaksikan lawannya itu. Dia
menggertak gigi, daging di mukanya bermain berkerutan.
Hong Kun mengawasi orang tua itu dan berkata dingin :
"Kiranya segini saja kepandaian orang lihai dari Kolong ta !"
Matanya si orang tua bersinar bengis.
"Bagaimana kalau kau menyambut beberapa jurus Peng
Thian Ciang dari aku si orang tua ?" tanyanya dingin.
Hong Kun tertawa. Dia berkata tak lagi dingin seperti tadi,
"Kita baru bertemu satu dengan lain, kita tidak bermusuhan.
Aku pun telah dipaksa turun tangan, karena itu aku minta
lotiang suka maklum."
Tapi si muka merah gusar.
"Kau murid siapa "' tegurnya. "Apa she dan namamu ?"
Hong Kun melepaskan cekalannya membuat si orang
setengah tua bebas, tetapi dia menggerakkan tangannya,
dipulir sedikit hingga orang terhuyung roboh ke tanah. Setelah
itu dia mengawasi pula si orang tua.
"Aku yang muda she Gak...." katanya atau mendadak dia
merandak. "Apa ?" si orang tua pun sudah lantas menegasi.
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
It Beng telah bertindak menghampiri, belum dia datang
dekat, dia telah menggoyangkan kepala dan mengedipi mata
mencegah menyebut namanya yang sebenarnya. Maka si anak
muda batal. Tetapi ia lekas menyambuti, "Aku yang rendah
she Tio bernama It Hiong. Aku mohon bertanya she dan nama
mulia dari lotiang...?"
Hong Kun menyebut namanya tanpa nama perguruannya
sebab tak berani dia lancang menyebut namanya Tek Cio
Tojin. "Oh !" bersuara si hidung bengkung, yang terus mengawasi
tajam pada si anak muda. Kemudian dengan dingin ia kata :
"Baiklah aku si orang tua hendak mencoba-coba ilmu silatmu
kaum Pay In Nia, untuk mengetahui namanya nama kosong
belaka atau benar berisi ! Orang she Tio, kau hunuslah
pedangmu !" Hong Kun telah menyaksikan kepandaian orang, tak berani
ia sembarang turun tangan. Ia kuatir si orang tua nanti
menjadi mendongkol dan gusar maka ia memberi hormat dan
berkata : "Aku yang renah, pelajaranku belum berarti apa-apa
! Mana berani aku berlaku kurang ajar di depan cianpwe "
Laginya habis perahu karean aku letih sekali tak ada tenagaku.
Aku sangat berterimakasih jika cianpwe suka mengijinkan aku
duduk untuk beristirahat...."
Mendengar suara orang, si orang tua berubah menjadi
sabar seketika, dia bicara pula, suaranya tetapi masih tetap
dingin. Kata ia : "Hari ini Hay Thian It Siauw dari Kolong ta
suka berbuat baik dengan tidak melaksanakan peraturan
pulaunya ini. Melulu karena aku memandang kepada mukanya
Tek Cio Siangjin. Lagakmu pun menyukai aku si orang tua,
maka suka aku memberi ampun pada jiwamu ! nah, mari ikut
aku ke guaku !" Tanpa menanti jawaban dari It Hiong, si orang tua
mengawasi pada orang setengah tua itu untuk membentak :
"Makhluk yang memalukan ! Masih kau tidak mau lantas
pulang ?" Orang itu lekas bangkit bangun terus dia pungut korang
ikannya kemudian dengan mata melotot mengawasi Hong
Kun, dia bertindak dengan cepat mendahului lari pulang.
Hong Kin berdua It Beng mengikuti si orang tua, yang
sekarang ia tahu bergelar si "Kokok belok Tunggal dari Lautan
langit." Hay Thian It Siauw, suatu julukan yang tepat
mengingat muka orang memang berwajah seperti burung
bajingan. Jalanan kecil dan banyak tikungannya. Entah disengaja
atau bukan si orang tua berjalan dengan tubuh separuh
terhuyung-huyung tetapi makin lama makin cepat umpama
kata seperti asap ditiup angin hingga dia seperti lenyap
disetiap tikungan. Hingga kedua orang yang mengikutinya
heran dan mesti mengeluarkan kepandaiannya untuk
menyusul atau mereka bakal ketinggalan dan kehilangan.
Meski begitu selama kira setengah jam, mereka ketinggalan
belasan tombak. Jalanan lebih juah makin sempit dan juga makin turun
hingga mereka tiba disebuah lembah yang berada di tengahtengah
pulau. Di sini barulah Hong Kun berdua mendapat
sebuah tempat yang luas kira tiga puluh tombak persegi,
tanahnya bukan dipasangi batu hanya pelbagai macam batok
binatang laut hingga berjalan di atas itu, orang mendengar
suara tindakan kaki, sedangkan warnanya rupa-rupa.
Diseputar halaman itu tampak hanya dinding gunung yang
penuh dengan beraneka batu dan batu karang yang telah
lumutan hingga semua tampak hijau.
Si orang tua menghampiri sebuah gua yang ada pintunya.
Dia lantas memandang daun pintu yang tadi cuma dirapatkan.
Hong Kun lihat daun pintu terbuat dari kulit kerang raksasa. Di
dalam terdapat cahaya terang yang kemudian ternyata adalah
cahaya dari serenceng ya beng ca, mutiara-mutiara yang mirip
bunga bwe. Bagian dalam gua itu dibikin seperti semacam kamar.
Semua perabotan seperti kursi, meja dan lainnya terbuat dari
batok dari macam-macam binatang juga. Jadi semua itulah
barang-barang yang langka.
Si orang tua tertawa dan berkata : "Aku si orang tua, aku
tinggal di luar lautan ini sudah beberapa puluh kali musim
panas dan musim dingin. Sudah biasa aku tinggal di dalam
batu karang yang aku gali dan ku korek ini. Kalian juga jangan
sungkan-sungkan, dapat kalian duduk atau tidur sesukanya
dengan bebas !" Hong Kun berdua mengucap terima kasih lalu berduduk.
Mereka heran yang si orang tua yang berwajah bengis dan tak
mengasih ini, sekarang telah berubah menjadi begini ramah
tamah. Lagak benarkah ini atau palsu belaka "
Segera setelah itu, orang tua itu jalan mundar mandir atau
mengambil ini, meraba itu. Agaknya dia repot sendirinya.
Sampai kemudian si orang setengah tua muncul dengan
sebuah nampan yang ada isinya yang masih mengepul yang
dia letaki di aas meja, sambil dia berkata : "Suhu, ikan sudah
matang !" Hong Kun dan It Beng melihat itu memang sepiring besar
masakan ikan, jumlahnya ikan dua sampai tiga puluh ekor.
Bau sedap lantas menyerang hidung mereka, hingga mereka
mengilar. Memangnya mereka sudah sangat lapar !
Si orang tua menghampiri dengan tangannya membawa
sebuah batok kerang, yang dijadikan tempat arak. Kata dia :
"Tuan-tuan berdua, silahkan mencoba ikan dari Kolong ta !"
Hong Kun berdua It Beng menghaturkan terima kasih,
mereka menerima undangan tanpa sungkan-sungkan, maka
berempat mereka duduk mengitari meja untuk mengisi perut.
Mereka berjumlah berempat sebab si orang setengah tua turut
serta. Hong Kun berdua It Beng dapat bermakan dengan puas,
walaupun makan cuma ikan satu macam, bahkan ikan menjadi
seperti nasi. Mereka pun minum banyak. Arak itu mirip arak
bek hoa. Cuma berbau sedikit amis. Habis bersantap,
keduanya merebahkan diri dan tidur pulas tanpa merasa. Dan
mereka terus tidur beberapa hari dan malam tanpa merasa.
Sebab araknya si orang tua dicampuri semacam obat pulas.
Hay Thian It Siauw tidak berniat membinasaka dua orang
asing itu tetapi kalau dia sudah membuat orang lupa daratan,
itulah sebab dia hendak menghanyutkan orang di atas perahu
kecil. Sebab ialah ia tak ingin orang ketahui tentang
berdiamnya ia di pulau karang itu. Tapi sebelum dia sempat
mewujudkan niatnya itu, kebetulan dia telah kedatangan tiga
orang sahabat "Hek Hay Sim Kang" Tiga si Kejam dari Hek
Hay, Laut Hitam. Mereka datang guna menyampaikan kabar
perihal pemilihan Bu Lim Cit Cun.
Dari tiga si kejam dari Hek Hay itu yang tertua ialah Lo Toa
Sun Wan. Dialah seorang perampok yang ganas kejam,
kegemarannya ialah membakar rumah atau perahu orang,
merampas jiwa. Dalam halnya ilmu silat dia tak lihai, tetapi dia
tersohor sebab kekejamannya itu, karean tabiatnya yang
mudah berubah-ubah hingga sukar kawan-kawannya yang
menemaninya kecuali dua saudara angkatnya, ialah Loe Jie
Moo Sian, si nomor dua dan Lao Sam Leng Seng, si nomor
tiga. Sebagai perampok licik, ada maunya kenapa Sun Wan
membaiki Hay Thian It Siauw. Ialah dia ingin diajari ilmu Thian
Peng Ciang, Tangan Es itu, serta agar ia dapat mengatasi
nama Kolong ta guna menakut-nakuti orang. Ia mau
menyampaikan kabar tentang Bu Lim Cit Cun juga sekalian
guan membujuknya muncul dalam dunia Kang Ouw.
Demikian selekasnya dia menemui si kokok belok Tunggal
dari Laut Langit, Sun Wan lantas menuturkan hal pemilihan Bu
Lim Cit Cun itu, menuturkan secara menarik hati, kemudian
dia berdiam, mengawasi muka orang, untuk menanti jawaban.
Hay Thian It Siauw tertawa lebar.
"Kalian tak tahu tingginya langit tebalnya bumi !" katanya
nyaring. "Rupanya kalian mau memaksakan kesulitan bagiku !"
"Tetapi to cu, " kata Lo Toa yang memanggil "to co" pemilik
pulau. "To cu tersohor gagah perkasa dan Thian Peng Ciang
menjagoi dunia rimba persilatan, lau to ca tidak mau
menggunakan ketika baik ini buat memegang pimpinan dunia
persilatan, tocu mau tungu sampai kapan " Apakah tidak siasia
kepandaian to cu kalau itu tidak dipertunjuki kepada umum
?" "Kedudukan ketua Bu Lim Cit Cun itu, " Lo Jie dan Lo Sam
turut membujuk, "tak tepat kalau diduduki lain orang kecuali
tocu. Kalau nama tocu sudah terangkat naik, nama kita pasti
akan turut naik pula."
Hay Thian It Siauw senang mendengar pujianitu, hingga dia
tertawa bergelak. "Baiklah kalian bersabar, nanti aku pikir-pikir saran kalian
ini !" katanya. Hay Thia Sam Kong tahu selatan, mereak tidak mendesak.
Mereka pun tahu sang waktu masih banyak. Tapi mereka toh
tanya, bagaimana kalau mereka bertiga pergi lebih dahulu
guna mendengar-dengar berita terlebih jauh.
"Itulah boleh !" Hay Thian It Siauw memberikan
persetujuan. "Tetapi suhu," berkata si orang setengah tua, si murid,
"bagaimana kalau kita habisi saja kedua makhluk itu, supaya
mereka tak merepotkan ?"
Dia menunjuk pada Hong Kun berdua yang masih rebah tak
sadarkan diri. "Siapakah mereka itu ?" tanya Hek Hay Sam Kong.
Hay Thian It Siauw menerangkan tentang dua orang itu,
lalu dia menambahkan, "Jika aku si tua memikir buat muncul
pula dalam dunia Kang Ouw, dua orang ini ada faedahnya
untukku. Mereka mempunyai kepandaian silat yang baik yang
bisa dipakai membantuku. Nah, Lo Sam pergilah kau bergaul
dengan mereka itu, sekalian kau mencari tahu tentang asal
usul mereka !" Sun Wan menurut, Hong Kun dan It Beng dinaiki ke dalam
sebuah perahu lantas mereka dibawa berlayar. Ketika akhirnya
mereka berdua mendusin dari "tidurnya", mereka sudah
sampai di sebuah pesisir dimana mereka lantas mendarat.
Lantas kedua pihak berbicara ternyata mereka mendapat
kecocokan, lantas mereka bergaul erat, mereka hidup
bersama. Dari jazirat Liauw tong, mereka pergi ke selatan
tempat yang mereka kehendaki. Di ceelam mereka singgah
beberapa hari lantas mereka menuju ke propinsi Kangsay.
Dalam persahabatan ini, Hong Kun dan It Beng memang
cerdik. Hek Hay Sam Kong dapat dilagui. Bertiga mereka itu
tersohor kejam tetapi dalam hal kejujuran, dalam hal
mempercayai kawan, mereka lebih menang. Mereka diangkatangkat,
mereka merasa diri mereka sebagai orang-orang
gagah. Ada maksudnya yang mendalam, kenapa Hong Kun
mengajak ketiga sahabat itu menuju ke Kangsay. Dia ingat
Lek Tiok Po dimana dia berniat melakukan sesuatu yang
menumpahkan darah guna melampiaskan dendamnya. Dia
Hek Hay Sam Kong bagaikan "tak tahu diri", mereka hendak
mengangkat nama di wilayah Tionggoan, di depan Hong Kun
berduan, mereka hendak mempertontonkan kegagahan
mereka itu ! Inilah sebab mereka sudah pandai ilmu Thian
Peng Ciang, pukulan Tangan Es Langit.
Kesudahannya mereka hendak menjual lagak itu masgul !
Di luar dugaan mereka semula, mereka roboh di Lek Tiok Po
sebab Tio It Hiong muncul secara mendadak. Bahkan Lo Sam
Leng Seng kehilangan lengan kirinya. Baru mereka mendengar
penjelasannya It Hiong, pertempuran dihentikan dan mereka
bersama pergi, menyusul Hong Kun si It Hiong palsu.
Hek Hay Sam Kong berlari-lari sampai diluar Lek Tiok Po,
mereka tidak melihat Hong Kun yang dimata mereka It Hiong
adanya, sia-sia mereka mencoba mencari di sekitarnya sampai
It Hiong yang keluar belakangan dari Lek Tiok Po dapat
menyusul mereka. Sun Wan sedang bercuriga keras ketika ia melihat It Hiong
menyusulnya. Mendadak dia menerka It Hiong ini tentulah
Hong Kun yang menyamar. Ia juga ingat hilangnya tangannya
Leng Seng. "Bocah itu bukan orang baik-baik." serunya kepada kedua
saudara angkatnya, "Mari kita bunuh padanya."
Leng Seng dan Mo Sian menyetujui anjuran saudara tuanya
itu. Lantas mereka maju bersama-sama tanpa memberi ketika
lagi pada It Hiong. Mereka maju mengurung dan menyerang.
Si anak muda bingung. Ia justru hendak menyusul Hong
Kun. Ia memikir keselamatannya Giok Peng. Ia pula tidak niat
mencelakai tiga oang ini. Tapi mereka menyerang dengan
lantas, mereka tidak suak memperhatikan keterangannya.
Kepandaiannya Sun Wan dalam ilmu Thian Peng Ciang,
enam puluh bagian sempurna, dia keluarkan semua
kepandaiannya sebab dia sangat ingin merobohkan dna
membinasakan si anak muda.
Tiga puluh jurus lewat dengan cepat, sampai disitu hatinya
It Hiong panas juga. Itulah sebab waktunya yang berharga
jadi diganggu Hek Hay Sam Kong, dia pun ingat karean orang
datang bersama-sama Hong Kun dan It Beng, mereka bertiga
ini pasti bukan orang baik-baik.
"Kenapa aku mesti berlaku murah terhadap mereka ?"
pikirnya kemudian. Karena ini segera ia menghunus
pedangnya, sedangkan tadi ia melayani dengan tangan
kosong. Ia lebih banyak menghindari diri dari pelbagai
serangan. "Awas !" teriak Lo Hie Ni Sie selekasnya ia melihat sinar
luar biasa pedang mustika.
"Awas, jangan sentuh pedang bocah ini !"
Meski ia berkata demikian, jago Teluk Hitam itu toh maju
dengan golongnya ten To, goloknya sebatang.
Lo Sam Leng Seng bersenjatakan sepasang boan koan-pit.
Karena lengannya kutung sebelah, terpaksa dia menggunakan
tangan kiri saja. Walaupun demikian dapat dia menggunakan
senjatanya dengan baik, sebab dia memiliki ilmu silat yang
istimewa. Diapun lebih berlompatan ke kiri dan kanan, tak sudi
dia menempur depan berdepan. Dia pula ditolong tubuhnya
yang ringan. Karena habis sabarnya, It Hiong lantas menggunakan Khie
bun Pat Kwa kiam dengan jurus silat "Ban Thian hoa Ie" Hujan
bunga seluruh langit. Ia lekas juga membalas mengurung
musuh dengan sinar pedangnya.
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekonyong-konyong terdengar suara beradunya senjata
tajam serta benda logam yang terbabat putus segera itu
disusul dengan jeritan kesakitan yang tertahan lalau sesosok
tubuh tampak roboh dengan bermandikan darah !
Sebab itulah Lo Jie Mo Sian yang lancang maju telah
menerima bagiannya hingga tibalah ajalnya. Dia yang
menganjurkan kawan-kawannya berhati-hati tetapi dia juga
yang mendahului berangkat ke dunia lain......
Lo Sam Leng Seng menjadi sangat gusar, justru It Hiong
belum sempat menarik pedangnya pulang. Dia lompat
menerjang, menusuk dengan senjatanya yang mirip kuas itu,
pit besi yang ujungnya lancip dan tajam.
It Hiong dapat melihat majunya musuh, ia mempercepat
menarik pulang pedangnya, ia meneruskan mendahului
membabat ke belakang sembari menyerang itu, ia mendadak
berjongko. Hanya satu kali terdengar suara tertahan lantas tubuhnya
Lo Sam roboh terkulai karena Keng Hong Kiam mengenai
tepat pinggangnya hingga jiwanya terampas seketika itu juga.
Sun Wan bersuit luar biasa, dia bukannya menjadi takut
dan pergi mengangkat kaki, dia itu justru menjadi sangat
gusar, nekad dan keras niatnya menuntut balas. Maka dia
menyerang It Hiong berulang-ulang, dia mengeluarkan seluruh
kepandaiannya, hingga si anak muda terserang hawa dingin
bertubi-tubi. It Hiong menjadi kewalahan, sedang sebenarnya tak ada
niatnya untuk membunuh orang. Ia justru bingung
memikirkan Giok Peng. Sekarang Sun Wan membuatnya tak
sabaran. Orang sangat menganggu padanya., waktunya pun
seperti terampas. Terpaksa ia melayani dengan sama
kerasnya. "Kau bandel !" teriaknya. "Kau terlalu !"
Itulah kata-katanya si anak muda yang menyerbu hawa
dingin, pedangnya ditebaskan ke kepala orang !"
Baru sekarang Sun Wan kaget. Ia berkelit ke samping, dan
tangannya dipakai menyampok pedang. Ia ingin supaya
pedang lawan terasampok terpental. Akan tetapi It Hiong lihai.
Selagi pedangnya disampok itu, ia memutar balik pedangnya,
kakinya turut maju untuk menyusuli sebuah tebasan "Bianglala
menutupi langit." Sun Wan terkejut, tetapi buatnya percuma saja. Susulannya
lawan terlalu cepat baginya, sebelum ia sempat berdaya
tangannya sudah terbabat kutung sebatas bahu, maka
robohlah dia dengan menjerit kesakitan, merintih tidak
hentinya. It Hiong mengawasi tajam. Melihat orang tersiksa itu, ia
maju untuk menendang, membikin orang tak menderita
terlebih lama pula. Hingga sampai disitu habis sudah
kejahatan puluhan tahun dari Hek Hay Sam Kong yang ganas
itu. Setelah itu ia berlari pergi guna menyusul Gak Hong Kun.
Muridnya It Yap Tojin mengeraskan hati meninggalkan
pergi pada Teng It Beng, si sahabat karib dan saudara angkat
yang sangat setia padanya, ia lebih memerlukan memondong
Giok Peng buat dibawa kabur. Ia berkuatir, ia pun bergirang
karena kekasihnya itu berada dalam rangkulannya. Tinggal ia
mencari tempat dan ketika buat mempuaskan nafsu
binatangnya. Ia berlari-lari sambil kadang-kadang bersenyumsenyum.
Setelah enam atau tujuh puluh lie, Hong Kun lari terus
menerus. Ia takut orang mengejar dan menyandaknya. Sering
pula ia menoleh ke belakang buat melihat kalau-kalau ada
musuh yang mengejarnya. Hatinya lega sesudah mendapat
kenyataan tak ada orang yang menyusul.
Di siu saat pemuda she Gak ini sudah berada di dalam
kamar dari sebuah hotel, dimana ia singgah. Ia meletakkan
Giok Peng diatas pembaringan. Ia menyuruh pelayan lekas
menyediakan barang makanan dan arak !
Selama itu nona Pek rebah tak berkutik. Ia masih tidur
nyenyak sebab totokannya pada jalan darahnya, jalan darah
hek lian. Sembari menenggak araknya, perlahan Hong Kun mengasi
muka dan tubuh orang. Puas hatinya. Tanpa merasa ia telah
mengeringi tiga poci arak. Ketika itupun sudah jam tiga.
Pengaruh air arak, mempengaruhkan anak muda itu. Ia
tujuh atau delapan bagian sinting. Begitulah ketika ia
berbangkit akan bertindak ke pembaringan, tubuhnya
terhuyung-huyung, perlahan-lahan ia membuka bajunya. Ia
hendak mempuaskan hatinya.
"Tio It Hiong bocah !" pikirnya di dalam hati. "Tio It Hiong,
apa kau bisa bikin atas diriku " Ha ha ha !"
Hong Kun meloloskan pedang dari pinggangnya, ia letaki
itu diatas meja. Ia lantas kembali ke pembaringan untuk
mengawasi Giok Peng. Atau ia melihat satu tubuh yang
ramping berdiri di depannya. Ia mengucek matanya yang
sudah rada kabur, sebagaimana kabur juga pikirannya yang
sadar, sebab ia telah terjatuh di bawah pengaruh arak serta
nafsu birahinya. "Adik Peng !" ia menegur sambil ia mementang kedua
belah tangannya untuk merangkul tubuh yang langsing itu.
Ia menyangka Giok Peng sudah bebas dari pengaruh
totokannya dan telah mendusin.
Tubuh ramping itu berkelit, maka si anak muda merangkul
angin. Hampir dia roboh terkusruk. Lekas-lekas dia
mempertahankan diri, otaknya pun dikerjakan untuk berpikir.
Dia memutar tubuh buat mengawasi tubuh ramping itu, yang
bergerak mirip bayangan. Dia melihat orang berada disisi
meja, tubuhnya membaliki belakang.
Dengan langkahnya yang terhuyung Hong Kun
menghampiri meja. Selekasnya dia datang dekat, dia
mementang pula kedua tangannya untuk menubruk
merangkul angin. "Adik Peng !" katanya. "Adik Peng kenapa kau diam saja "
Kenapa tak mau bicara " Apakah masih marah padaku ?"
Tubuh ramping itu berdiri diam diambang pintu, kemana
berusaha ia berkelit. Hong Kun mengawasi tajam, ia tetap melihat si nona, Giok
Peng adanya. Ia menjadi penasaran. Kali ini ia menubruk
sambil berlompat. Lagi-lagi ia gagal. Tak berhasil ia merangkul
tubuh ramping itu yang menggiurkan. Dalam penasaran ia
menubruk pula dengan berat. Kembali ia gagal. Ketika ia
menubruk kembali, maka berdua mereka seperti saling
berkejaran bagai orang main petak dalam kamar mengitari
meja. Hong Kun memang sedang sinting, berputaran seperti itu
membuat kepalanya bertambah pusing. Matanya pun dari
melihat samar-samar menjadi kabur. Maka itu setelah
berputaran lagi beberapa kali, robohlah ia sendirinya. Tapi ia
masih memanggil-manggil "Adik Peng" berulang-ulang. Baru
dia berhenti setelah dia tumpah-tumpah. Atau diakhirnya dia
berdiam, tubuh dan mulutnya sebab dia telah jatuh pulas
sendirinya...... Wanita dengan tubuh ramping itu bertindak menghampiri
perlahan. Ia memanggil-manggil : Hong Kun ! Hong Kun !" Ia
pula memegang bahu orang, untuk dikoyak-koyak beberapa
kali. Hong Kun tetap berdiam bagai mayat !
Sampai disitu si nona barulah tertawa, terus ia memutar
tubuhnya akan menghampiri pembaringan.
Pek Giok Peng masih tetap rebah, sekarang dia sudah
bebas dari pengaruh totokan Hong Kun. Lewatnya banyak
waktu membuat totokan berkurang sendirinya, sedangkan dia
mempunyai tubuh yang kuat. Cuma karena sudah berdiam
terlalu lama, jalan darahnya belum pulih.
Orang dengan tubuh ramping itu mengawasi nona Pek,
agaknya dia heran. Selekasnya ia melihat wajah merah dari si
nona. Ia sampai mengeluarkan seruan perlahan. Tahulah ia
yang nona itu menjadi korban totokan. Maka lekas ia
mengulur tangannya guna memeriksa dibagian mana dari
tubuhnya yang telah tertotok.
Dengan tubuhnya dikasihh bangun itu, bergeraklah darah
Giok Peng. Bagaikan kontak, sadar pula ingatannya. Ia lantas
membuka kedua matanya hingga ia bisa melihat orang di
depannya. Ia mengawasi dengan tajam.
"Teng Hiang !" serunya kemudian dengan heran.
Wanita itu yang benar Teng Hiang adanya, tertawa.
"Nona !" katanya. "Nona, kenapa kau berada di dalam
penginapan ini bersama-sama Tuan Gak?"
Giok Peng kaget bukan main. Kembali ia sadar-ingat akan
hal ikhwalnya ketika ia dirumahnya diserbu It Hiong palsu dan
dibokong. Sendirinya mukanya menjadi merah sebab ia
merasa sangat malu. "Mana adik Hiong ?" tanyanya. It Hiong adalah yang ia
paling dahulu ingat. Ia pun lantas berlompat turun dari
pembaringan. Teng Hiang menunjuk pada sosok tubuh yang rebah
dilantai. Jilid 38 Giok Peng mengawasi tubuhnya pemuda itu. Lantas ia ingat
peristiwa hebat di Lek Tiok Po. Kemudian ia mendekati, untuk
mengawasi si anak muda. Air matanya tergenang. Sambil
mengawasi ia terbenam dalam keheranan. Ia tanya dalam hati
: "Bukankah adik Hiong telah melihat peristiwa di rumah itu "
Kenapa sekarang ia sempat makan minum sampai lupa
daratan " Mungkinkah dia ini bukannya adik Hiong ?"
Pek Giok Peng tidak tahu yang ia telah dilarikan Gak Hong
Kun sebab sebelumnya ia dibawa kabur, Hong Kun sudah
mendahului menotoknya hingga ia tidak sadarkan diri. Lebih
dulu dari pada itu ia pun telah ditotok hingga habis tenaganya.
Untuk mendapatkan kepastian, nona Pek mengambil lilin
diatas meja, ia bawa itu untuk dipakai menyuluhi mukanya
Hong Kun guna diawasi dengan teliti.
Teng Hiang tertawa geli menyaksikan lagak si nona.
"Nona," katanya. "Kau biasanya teliti.... kenapa
menghadapi suami sendiri kau jadi bingung begini " Benarkah
nona tidak bisa lantas mengenali dia siapa ?"
Dari berjongkok, Giok Peng bangkit berdiri.
"Dia ini bukannya adik Hiong !" katanya.
"Nona, apakah nona telah tidur bersamanya dalam sebuah
pembaringan ?" si bekas budak pelayan tanya. Dia tertawa
pula. Muka Giok Peng menjadi merah dan pucat pasi, kagetnya
bukan main. Ia telah dibawa-bawa dan dibawa juga ke
penginapan ! Apakah yang orang perbuat atas dirinya " Ia tak
tahu sama sekali ! "Teng Hiang !" tanyanya kemudian, jantungnya memukul.
"Sudah berapa lama kau berada disini " Ataukah kau baru
datang dan melihat dia baru saja roboh mabuk dan tertidur ?"
Teng Hiang sangat cerdik dan jahil, hendak ia menggoda
nona bekas majikannya itu.
"Budakmu baru saja sampai nona." demikian sahutnya.
"Dia berada diatas pembaringan ketika dia melihat budakmu
ini, dia turun dan mengejarku, untuk membekuk aku. Selagi
lari berputaran dia roboh hingga terus dia ketiduran....."
Giok Peng menutupi mukanya, ia menangis. Katanya, "Aku
Siauw Yan Jie, mana aku ada muka akan melihat orang lagi.
aku malu terhadap adik Hiong !'
Teng Hiang mengawasi, diam-diam dia bersenyum.
Katanya di dalam hati, "Siauw Yan Jie biasanya
membanggakan kecerdikannya, kali ini kena aku jual....."
Kemudian ia menghela nafas dan berkata perlahan, "Nona,
buat apa nona bingung dan menangis " Bukankah sudah
seharusnya yang satu istri tidur bersama-sama suaminya ?"
Giok Peng berhenti menangis, ia menyusut air matanya.
Terus ia menuding orang yang lagi tidur nyenyak itu. "Masih
kau bicara seenakmu ini " Lihat dia, dia adik Hiong atau bukan
?" Teng Hiang memperlihatkan tampang sungguh-sungguh.
"Apakah dia bukannya adik Hiong ?" dia balas bertanya.
Giok Peng berdiri menjublak. Benar dia bingung, mendadak
dia lompat ke meja, menyambar pedang Kie Koat kepunyaan
Hong Kun, buat ditarik untuk dihunus.
Teng Hiang terkejut. Hebat cara jahilnya ini. Tapi ia masih
sempat berfikir dan bertindak. Ia pun loncat kepada si nona,
guna mencekal pergelangan tangan orang.
"Jangan sembrono, nona !" katanya, ia tidak menjadi
bingung, sebaliknya ia tertawa. "Mari duduk, dengarkan apa
kata budakmu. Nona tetap putih bersih."
Berkata begitu, bekas budak ini menarik tangan nonanya
buat disilahkan duduk. Sebagaimana kita ketahui, Teng Hiang ada dalam
perjalanan mencari Hong Kun alias It Hiong palsu. Ia telah
ketahui hubungan diantara It Hiong dan Touw Hwe Jie, maka
itu, habis bertemu dengan Kwie Tiok Giam Po, ia
membutuhkan bantuannya It Hiong palsu itu. Ia mau
menggunakan It Hiong palsu itu buat mengakali dan
membujuki Touw Hwe Jie muncul, turut dalam pemilihan Bu
Lim Cit Cun. Dari Ay Lao San, ia kembali ke Tionggoan,
disepanjang jalan ia menyelidiki tentang It Hiong palsu.
Sampai sebegitu jauh ia masih belum berhasil. Paling belakang
ini ia bertemu Gouw Ceng Tokouw keluar dari kota Gakyang,
ia heran mendapatkan mukanya si rahib wanita rusak bekas
goresan pedang. Atas pertanyaannya, Gouw Ceng menuturkan
tentang peristiwanya sampai It Hiong merusak mukanya itu.
Mendengar demikian, Teng Hiang lantas meminta keterangan
terlebih jauh setelah mana ia mencoba menyusul It Hiong.
Sungguh kebetulan ia melihat It Hiong tengah berlari-lari
sambil memondong seorang wanita. Ia bersembunyi dan
mengintai lalu mengintil, menguntitnya. Ia melihat tegas It
Hiong bagaikan orang ketakutan ada yang kejar. Ia mengikuti
terus sampai dihotel, dimana ia senantiasa mengintai hingga
ia mengenali wanita itu ialah Pek Giok Peng, bekas nona
majikannya. Karena ini selagi mula-mula ia ragu-ragu
sekarang ia merasa pasti pria itu adalah Gak Hong Kun
adanya. "Bagus !" pikirannya.
Teng Hiang girang, ia tetap hendak mendapati Hong Kun.
Ia pula mau membantu Giok Peng. Hong Kun mau dipakai
buat memancing Touw Hwe Jie dan Giok Pek supaya si nona
membantu merakoki jodohnya dengan Cukat Tan. Selama itu
ia mengintai dari luar jendela, hingga ia dapat menyaksikan
tingkahnya Hong Kun dengan gerak gerik Giok Peng. Dengan
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecerdikannya ia berhasil menyampuri obat pulas hong hau
yeh dalam araknya si anak muda hingga kejadianlah Hong Kun
lakon sinting. Tiba saatnya ia masuk ke dalam kamar. Ia
membuka jendela tanpa diketahui Hong Kun. Demikian ia
telah mempermainkan si anak muda, hingga anak muda itu
roboh dan tidur nyenyak. "Nona, budakmu sudah tahu pasti dia bukanlah Tuan Tio !"
katanya si bekas budak kemudian. "Aku mencari dia sejak di
tengah jalan, maka juga disini aku berhasil membantu nona."
Ia mengambil pedang orang dan melepaskan juga cekalannya
sambil menambahkan, "Nona dialah Gak Hong Kun !'
Giok Peng kaget mukanya pucat.
"Tenang nona," Teng Hiang menghibur. "Hong Kun berniat
jahat tetapi dia belum berhasil menganggu nona ! Inilah
budakmu berani bertanggung jawab ! Hanya nona mengenai
urusanku sendiri aku minta nona jangan melupakannya !"
Hatinya Giok Peng tenang sedikit. Toh ia masih meragukan
kejujuran bekas budak itu. Ia takut si budak sekongkol dengan
Hong Kun. Ia lantas mengawasi tubuhnya sendiri, terutama ia
memeriksa pakaian dan kanCing bajunya. Baru hatinya lega
setelah ia tidak mendapat sesuatu yang mencurigakan. Toh ia
tak puas sebab ia telah orang pondong-pondong.
"Teng Hiang, mari kau bicara terus terang padaku !"
katanya pula. "Apakah kau benar telah menguntitnya selama
disepanjang jalan dan sampai disini pun kau belum pernah
berpisah atau meninggalkannya walaupun setengah tindak ?"
Teng Hiang tertawa. "Siauw Yan Jie sangat tersohor !" katanya. "Sekarang
kemana perginya kejujurannya " Pula, mustahil seorang nona
tak merasa kalau tubuhnya ada yang ganggu. Kenapa nona
bercuriga sampai begini ?"
Pek Giok Peng menarik nafas dalam-dalam.
"Karena pengalaman hebat di Lek Tiok Po, pikiranku
menjadi kacau !" ia mengakui. "Eh, Teng Hiang, kau toh gadis
putih bersih, mengapa kau ketahui segala hal wanita ini ?"
Si bekas budak bersenyum, bibirnya dia buat main.
"Itulah buktinya nona bagaimana budakmu prihatin
terhadapmu." "Kita berdua bergaul sejak masih kecil." berkata Giok Peng.
"Walaupun kitalah nona majikan dan budak pelayan, kita
hidup seperti kakak beradik. Hal kau ketahui sendiri.Teng
Hiang, sekarang ini kau menolong aku, aku sangat bersyukur
padamu, hendak aku menghaturkan terima kasih."
"Jangan mengucap begini, nona." berkata Teng Hiang
sungguh-sungguh. "Kata-kata nona ini menandakan nona
menganggapku sebagai orang luar. Nona bilang terus terang
aku memohon supaya kau lekas-lekas berangkat ke Ngo Bie
San supaya kau bisa lekas-lekas menyelesaikan urusan
jodohku !" "Akan aku lakukan itu, Teng Hiang !" berkata Giok Peng
yang baru ingat bahwa ia pernah berjanji kepada bekas budak
ini yang ia mau merokoki jodohnya dengan Cukat Tan. "Kau
tunggu saja kabar baik dari aku !"
Teng Hiang mengangguk, girangnya bukan main kemudian
dia tertawa dan tunduk, biar bagaimana dia toh likat juga.....
Selama itu dengan lewatnya sang waktu, terlihat tubuhnya
Hong Kun bergulik. "Adik Peng....adik Peng..... adik......" demikian suaranya
berulang-ulang. Ia memanggil dalam mengigaunya.
Teng Hiang tertawa. "Nona," tanyanya kemudian, "bagaimana duduknya maka
dia telah membawa nona kemari ?"
Pek Giok Peng melirik si pemuda, mulanya melengak, terus
mukanya menjadi merah, matanya terbuka lebar, giginya
dikertak. Mendadak ia berlompat bangun.
"Teng Hiang, mari pedang itu !" serunya. "Jahanam ini
harus dimampuskan !"
Si nona berkata demikian sambil tangannya menyambar
pedang ditangannya Teng Hiang.
"Sabar, nona." berkata si bekas budak, yang menarik
tangannya. "Coba nona tuturkan dahulu duduknya hal. Masih
ada waktu buat nona membinasakan dia....."
Teng Hiang masih hendak melanjuti usahanya memakai
Hong Kun sebagai umpan guna memancing Touw Hwe Jie.
Karena itu tak dapat ia membiarkan anak muda itu dibunuh si
nona. Sedapat-dapatnya ia mencari alasan untuk
mencegahnya....... Ditanya Teng Hiang itu, maka Giok Peng lantas ingat
peristiwa di Lek Tiok Po. Tiba-tiba saja "It Hiong" datang
menyerbu, ayahnya dilukai, Tong Wie lam dihajar. Hauw Yan
dirampas, ia sendiri ditotok tak berdaya dan akhirnya dibawa
lari. Semua itu membuat darahnya bergolak. Ia bersedih
berbareng gemas dan gusar sekali.
"Kalau jahanam ini tidak dibinasakan, rumahku bakal tak
aman seterus-terusnya !" serunya. Tapi, habis berkata itu, ia
menangis, air matanya meleleh keluar......
Teng Hiang telah memikir masak-masak akalnya.......
"Nona," katanya sungguh-sungguh, "kalau nona bermusuh
dengannya tak berani aku menanya jelas sebab musababnya,
cuma di dalam hal ini, aku minta suka apalah nona dapat
membedakan dengan jelas dahulu, orang ini benar-benar
Tuan Tio atau bukan. Setelah itu, baru nona turun tangan !
Kalau nona berlaku sembrono, apabila nona berbuat keliru,
pasti kelak nanti nona bakal menyesal seumur hidup nona....."
Pek Giok Peng berdiam, lenyap tampang gusarnya.
Sekarang ia beragu-ragu. Teng Hiang benar. Celaka kalau ia
keliru turun tangan. Ia menghampiri Hong Kun, akan menatap
mukanya. Ia makin heran. Ia terganggu keraguraguannya.......
Sebenarnya asal si nona dapat menenangi hatinya, dapat ia
mengambil ketetapan. Tetapi peristiwa sedemikian rupa, ia
telah mendapat goncangan hingga kecerdasannya
terpengaruhkan. Tak sadar ia yang Teng Hiang telah bicara
putar balik. Teng Hiang tertawa didalam hati, mengawasi nonanya
bersangsi itu. Inilah justru hal yang dikehendakinya. ia harus
dapat mengekang hatinya si nona.
"Baik, kita sadarkan dia." katanya kemudian. "Lalu kita
tanya padanya, dengan begitu kita bakal mendapat
kepastian." Lalu tanpa menanti persetujuannya Giok Peng, Teng Hiang
menghampiri Hong Kun guna menggoyang-goyang dan
menepuk-nepuk tubuh orang buat menyadarkannya.
Perlahan-lahan Hong Kun membuka matanya, mengawasi
kedua nona itu terus dia meram pula, kelihatannya dia masih
ingin tidur. Ketika dia bergerak untuk berduduk di lantai
nampak dia masih seperti kantuk. Dia tunduk dan diam saja.
Teng Hiang menggertak gigi. Ia menyesal yang ia
memberikan hong hau yeh terlalu banyak hingga si anak
muda sukar disadarkan lekas-lekas. Tapi ia tidak kekurangan
akal. Lantas juga ia menotok jalan darah jintiong dari anak
muda itu. Hong Kun melengak, lantas ia berjingkrak bangun, tetapi
tubuhnya terhuyung, maka ia lekas-lekas berdaya berdiri
tetap. Kemudian dia mengawasi kedua nona itu, bergantian
dari yang satu kepada yang lain."
"Oh !" serunya kemudian. "Kalian lagi bikin apa, heh ?"
"Tuan Tio, kau sudah sadar ?" berkata Teng Hiang, yang
sengaja bukannya memanggil Hong Kun atau Tuan Gak.
Hong Kun mengawasi Teng Hiang, yang ia lantas kenali. Ia
heran, hingga ia berdiam saja, matanya mendelong.
"Tuan Tio." kata pula Teng Hiang. "Malam tadi kau dengan
nona Pek...." Sampai disitu, sadar sudah Hong Kun. Ia ingat segala
sesuatu. Ia menjadi girang.
"Oh, adik Peng !" katanya, nyaring dan terus tertawa.
"Teng Hiang, kau lihat atau tidak " Hubunganku dengan nona
Pek telah dipulihkan !"
Teng Hiang melirik. Ia dapat mengerti maksudnya pemuda
itu. "Hm, aku tahu akal bulusmu !" pikirnya. Tapi ia berpurapura.
Ia kata : "Ya, aku tahu tentang kalian berdua. Jodoh
kalian kuat sekali ! Kalian membuatku si Teng Hiang mengiri !"
Mendadak budak ini berhenti. ia merasa bahwa ia salah
bicara. Maka lekas-lekas pula ia memperbaikinya. Katanya
pula : "Tuan Tio, kalian adalah pasangan yang telah
mempunyai anak. Jangan kau bergura. Kau bicara di depan si
nona. Apak kau tak takut nona nanti merasa malu dan jengah
?" Berkata begitu, budak ini mengawasi tajam pemuda itu.
Sebaliknya, mendadak Hong Kun memperlihatkan tampang
muram. Ia ingat semuanya dan kali ini ia telah dipergoki Teng
Hiang. Biar bagaimana, Teng Hiang telah ketahui rahasianya.
Itulah ia tidak inginkan. Maka itu mendadak ia mendapat
pikiran untuk membinasakan budak itu.
Dengan satu gerakan cepat, Hong Kun mencelat ke meja,
niatnya menyambar pedangnya. Tapi segera ia kecewa sebab
pedangnya itu tidak berada ditempatnya. Tapi dia tidak
berhenti sampai disiut. Ia merasa tangannya cukup lihai untuk
menggantikan Kie Koat Kiam, pedangnya. Maka juga waktu ia
memutar tubuhnya, sebelah tangannya membabat dengan
keras ke arah Teng Hiang !"
"Budak, serahkan jiwamu !" diapun membentak.
Teng Hiang kaget sekali, di dalam gugup dia berkelit. Tak
urung bahunya kena terserempet hingga ia merasa nyeri
sampai ke ulu hatinya. Tentu sekali ia menjadi gusar.
"Jahanam tak tahu selatan !" bentaknya. "Kau sangka Teng
Hiang takut padamu ?"
Berkata begitu, si nona sudah lantas menghunus Kie Koat
Kiam yang berada ditangannya.
Kejadian itu sangat mendadak dan cepat sekali. Hong Kun
kurang berpikir, ia tidak dapat menangkap maksudnya Teng
Hiang. Karenanya tindakkannya itu menyerang nona Teng
membuat dia membuka rahasianya sendiri.
Pek Giok Peng heran, ia berdiam mengawasi dua orang itu.
Sekarang ia tahu pasti It Hiong itu palsu, ialah Gak Hong Kun,
tetapi kalau ia toh bersangsi bertindak itulah karena ia masih
ragu-ragu selagi ia tak sadar, Hong Kun telah mengganggu
kesucian dirinya atau tidak.......
Hong Kun tak menyerang pula selekasnya ia melihat Teng
Hiang menghunus pedangnya.
"Teng Hiang !" tegurnya. "Teng Hiang, kau telah
mempergoki rahasiaku, kau juga mencuri pedangku, mana
dapat kau melepaskan padamu ?"
"Tolol !" bentak Teng Hiang yang terus tertawa. Karena
sekarang ia mengerti si anak muda salah paham.
Hong Kun terkejut. Ia cerdas, teguran tolol itu membuatnya
segera berpikir. Cepat ia merubah haluan. Ia melirik Giok
Peng, terus ia tegur si bekas budak pelayan. "Teng Hiang !
Kau gadis putih bersih, kenapa kau mengintip kami suami
isteri " Tidak malukan ?"
"ciss !" si nona berludah tetapi ia mengedip mata. "Siapa
mau bergurau denganmu " Kau tahu, aku mencari kau sebab
ada suatu urusan yang aku hendak bicarakan denganmu !"
Hong Kun dapat menerka hati orang. Ia pun tertawa.
"Kau mencari aku buat satu urusan ?" tanyanya
mengulangi. "Kalau kau mau bicara, kau pulangkan dahulu
pedangku !' Teng Hiang tertawa. "Siapa menghendaki pedangmu ini ?" katanya. "Ini aku
kembalikan !" Berkata begitu, nona itu mengangkat pedangnya. Ia pun
bertindak menghampiri si anak muda, lalu sembari
mengangsurkan pedang ia kata perlahan, "Jika kau ingin aku
menyimpan rahasiamu, kau mesti menolong aku melakukan
sesuatu !" Hong Kun mendengar pada suara orang. Orang rupanya
hendak memaksa ia. Ia ingat halnya ia minum dan cepat
sinting. Ia memikirkan, tadi ia telah ganggu kehormatan Giok
Peng atau belum. Karena ini, di waktu ia menyambuti
pedangnya, untuk digembloki di punggungnya, diam-diam ia
sekalian memeriksa pakaiannya masih rapi atau tidak. Ia tidak
melihat sesuatu tanda. Maka pikirnya, "Hm, budak setan ini !
Dia sangat cerdik dan licik dan rupanya mau memaksa kau !
Dalam hal apakah " Baiklah aku gunakan dia buat menyebar
urusanku dengan Giok Peng supaya umum
mengetahuinya......"
Tak lama anak muda ini berpikir lantas ia tertawa dan kata
pada Teng Hiang, "Urusan jodohku dengan Nona Giok Peng
bukan lagi satu rahasia, inilah sudah diketahui umum !
Karenanya aku tak tahu yang kau nanti membuka rahasia !
Sebenarnya kau hendak bicara urusan apa " Kau katakanlah !"
Matanya Teng Hiang berputar, bibirnya pun memain. Tibatiba
ia berbisik di telinga anak muda itu, "Jangan kau banyak
lagak ! Jangan kau main gila terhadapku ! Telah kulihat
dengan mataku sendiri, kau belum berhasil mengganggu
kesuciannya Pek Giok Peng ! Tapi kalau kau ingin
menyampaikan hasratmu itu, kau harus memohon bantuanku
!" Hong Kun melengak. "Benarkah ?" tanyanya.
Teng Hiang mengangguk. Lantas ia melirik pada Giok Peng.
Nona Pek memperhatikan gerak geriknya dua orang itu. Ia
menerka jelek. Ia merasa pemuda di depannya itu bukannya
It Hiong. Bahkan sebaliknya, ia lantas menerka kepada Gak
Hong Kun. Mendadak saja timbullah kemurkaannya. Hampir ia
mengambil tindakan kepada pemuda itu atau mendadak ia
ingat Lek Tiok Po, rumahnya. Di sana ayahnya terluka parah
dan Hauw Yan anaknya, entah terjatuh di tangan siapa. Maka
ia memikir baiklah lekas-lekas ia meninggalkan dua orang itu.
Demikan selagi muda mudi itu lagi berdaya akan mengakali
satu pada lain, mendadak ia lompat ke jendela untuk lari
keluar. Hong Kun terperanjat, hendak ia lari mengejar.
"Sabar !" Teng Hiang mencegah sambil menarik tangan
orang. "Apa kau tak takut nanti berpapasan dengan Tio It
Hiong ?" Hong Kun tertawa. "Siapakah berani memalsukan namaku ?" katanya. Ia tetap
mengakui diri sebagai Tio It Hiong.
Teng Hiang tertawa terkekeh.
"Gak Hong Kun !" katanya. "Di depan Teng Hiang tidak
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat kau main gila ! Baik kau ketahui, aku bermaksud baik,
hendak aku mewujudkan cita-citamu."
"Hai budak setan yang licin !" bentak Hong Kun. "Macammu
hendak membantu aku " Hm ! Lepaskan tanganmu, kalau
tidak aku tak akan memberi ampun lagi padamu !"
Hong Kun mengibaskan tangannya hingga terlepas dari
cekalannya Teng Hiang, dia terus bertindak ke jendela.
"Gak Hong Kun !" berkata Teng Hiang. "Gak Hong Kun !
Apakah kau tak sudi Teng Hiang menyimpan lebih lama
rahasiamu ?" Hong Kun terkejut, ia melengak, hingga ia menghentikan
langkahnya. Kemudian ia menoleh.
"Aku mempunyai rahasia apakah ?" tanyanya. "Rahasia apa
yang kau tahu ?" "Rahasia apa " Hm !" si nona memperdengarkan suaranya.
"Itulah........ rahasia....... kau.......... menyamar.........
sebagai.......... Tio....... It Hiong......."
Sengaja Teng Hiang mengucapkan kata-kata sepatah
dengan sepatah. Hong Kun kaget. Itulah hebat. Itulah rahasia mati hidupnya
! Tiba-tiba timbullah hati jahatnya. Nona ini jahat, dia harus
disingkirkan ! Maka diam-diam dia memegang gagang
pedangnya, dan sambil memutar tubuhnya, dia menghunus
pedangnya itu dan menebas pedangnya ke arah si nona !
Teng Hiang sementara itu selalu bercuriga dan bersiap
sedia. Dialah seorang nona yang cerdik, tak mudah ia
mempercayai orang sebagai Hong Kun yang pikirannya mudah
berubah. Demikian, dengan matanya yang celi ia dapat
melihat gerakannya pemuda itu. Selekasnya sinar pedang
berkelebat, ia berlompat mundur.
"Kau hendak membunuh orang ?" bentaknya. "Kau hendak
membinasakan aku buat menutup mulutku " Kalau benar, kau
jangan memandang aku si Teng Hiang terlalu rendah !'
Hong Kun melengak. Tak dapat dia mengulangi
serangannya. "Teng Hiang !" katanya habis dia melengak sejenak. Lantas
dia mengasih lihat senyuman manisnya, "Teng Hiang,
bagaimana kalau kita berbicara dengan memantang jendela
lebar-lebar ?" Si nona tertawa. "Kau tak lagi berlaku galak ?" tanyanya. "Bicara terus
terang, aku tidak bersakit hati terhadapmu. Aku tidak
menyembunyikan apa juga. Buatku sudah cukup asal kau
melakukan sesuatu untukku !"
"Apakah itu ?" tanya Hong Kun cepat. "Kau sebutkanlah !'
"Inilah mudah !" berkata Teng Hiang yang lantas mengasi
tahu bahwa dia ingin Hong Kun ikut padanya ke Cenglo Ciang,
di sana dengan menyamar sebagai Tio It Hiong, anak muda
itu harus membujuki supaya Touw Hwe Jie suka muncul buat
turut dalam gerakan Bu Lim Cit Cun.
"Aku menerima baik permintaan kau ini !" kata Hong Kun
mengangguk. "Cuma kau, kau harus dapat buat selamalamanya
menyimpan rahasiaku !' "Aku berjanji !' Teng Hiang berikan perkataannya.
Sampai disitu, matang sudah pembicaraannya dua orang
licik itu. "Mari kita berangkat !" kemudian Teng Hiang mengajak.
Tapi Hong Kun tak mudah melupakan Giok Peng. Dia ingin
lekas-lekas mendapatkan nona itu, sesudah itu barulah dia
puas. Begitulah sekeluarnya dari kamar hotel, dia kata : "Kau
hendak membantu aku mendapatkan adik Peng !
Bagaimanakah caranya itu ?"
"Kau sabar !" kata si Nona. "Jangan kau tergesa-gesa tidak
karuan. Nanti kita bicarakannya pula !"
Asyik dua orang ini berbicara hingga mereka tidak melihat
sesosok tubuh berkelebat masuk dalam hotel itu, hingga
keadaan mereka mirip dengan lakon si "cang coreng hendak
menangkap tonggeret tetapi si burung gereja mengintai di
belakangnya". Maka juga pembicaraan dan lagak mereka
malam itu telah ada yang ketahui tanpa mereka
mengetahuinya. Ini juga yang menyebabkan kemudian
diantara Teng Hiang dan Cukat Tan timbul gelombang.....
Sementara itu, mari kita melihat Pek Giok Peng yang lolos
dari jendela hotel dari mana ia kabur terus. Ketika itu sudah
fajar. Pikirannya kusut sekali. Maka ia cuma lari sekeraskerasnya
menuju pulang ke Lek Tiok Po.
Kapan nona itu sudah lari sampai di Siang Cui pu, selagi ia
menoleh ke belakang ia melihat seorang lagi berlari-lari
mendatangi. Terang orang itu lari menyusulnya. Bahkan lekas
sekali, orang telah menyandak ia. Tinggal lagi tiga atau empat
tombak, hingga ia bisa melihat tegas yang orang itu ialah Tio
It Hiong ! Bagaikan burung yang takut akan anak panah, demikian
Giok Peng. Mendadak ia perkeras larinya. Dalam kacau pikiran
seperti itu, ia tak sempat berpikir. Ia lari dengan ilmu lari
cepat Tangga Mega. "Kakak !" berteriak orang yang menyusul itu, suaranya
nyaring, "Kakak, tunggu !"
Bagaikan orang yang tak mendengar panggilan, Giok Peng
kabur terus. Mulanya orang itu melengak, tetapi hanya sedetik, lantas ia
menjual pula. Ia juga lari mengguani ilmu Tangga Mega itu.
Bahkan ia dapat lari denan pesat. Maka belum lama ia sudah
menyandak. Ia lari melewati, baru ia memutar tubuh, guna
menghadang si nona. "Kakak !" katanya. "Kakak, kau kenapakah ?"
Pek Giok Peng berhenti berlari untuk dengan segera
mundur dua tindak. "Gak Hong Kun !" bentaknya. "Gak Hong Kun, kau terlalu
memaksa aku, akan aku adu jiwaku !" Terus dengan kedua
tangannya, dengan satu jurus dari hang Liong Hoa Houw
Ciang, Menakluk Naga, Menundukkan Harimau, ia maju
menyerang. Orang itu berkelit, melejit ke sisi orang lalu dengan mudah
ia memegang kedua tangan si nona sambil ia berkata perlahan
: "Kakak ! Akulah Tio It Hiong, kakak ! Kau lihatlah aku biar
terang !" Giok Pek terkejut, ia lihai. Ia pula menggunakan Hang
Liong Hok Houw Ciang, maka aneh demikian mudah orang
berkelit bahkan terus menangkap tangannya. Maka juga ia
melengak. Ia mengawasi orang itu. Tio It Hiong yang ia
sangka Gak Hong Kun adanya. Di saat itu pikirannya masih
kacau, masih ia belum sempat berpikir tenang.
Tio It Hiong demikianlah orang yang menyusul itu terharu,
kapan ia menyaksikan keadaan istrinya itu yang begitu
kebingungan. "Oh, kakak !" katanya perlahan. "Kakak, semua ini telah
terjadi karena kesalahanku. Kakak, aku membuat kau
menderita. Kakak, kau lihatlah aku !"
Pek Giok Peng menatap perlahan-lahan, ia menenangkan
hatinya. Karena ini, lekas juga ia mengenali adik Hiongnya itu.
Tanpa merasa ia melompat menubruk dan merangkul terus ia
menangis tersedu-sedu. "Adik ..... !" katanya tertahan.
Tio It Hiong membalas merangkul. Tapi ia tidak
mengatakan sesuatu, ia membiarkan orang menangis.
Menangis akan melegakan hati yang penat. Ia cuma
menjumpai si nona dengan sebutir obat pulung "Leng Sian
Poa Hiat", obat penenang syaraf dan penyalur darah.
"Tenang kakak" katanya kemudian. "Anak kita Hauw Yan
telah aku rampas pulang dan telah aku berikan kepada kakak
Kiauw In. Diantara orang-orang jahat yang menyerbu Lek Tiok
Po cuma Hong Kun seorang yang dapat lolos. Nah, mari kita
pulang." Mendengar anaknya selamat, hatinya Giok Peng lega bukan
main hingga sejenak itu ia cepat bersenyum. Ia mendongak
mengawasi si adik Hiong, air matanya tergenang.
"Adik Hiong mari !" katanya kemudian. "Adik, mari kita
lekas pulang. Aku mau melihat Hauw Yan."
It Hiong mengangguk. Demikian mereka berdua berlari-lari pulang. Tatkala
mereka sampai di rumah Pek Kiu Jie justru lagi menderita
cepat sekali sebab lukanya yang sangat parah.
Ban Kim Hong menangis ketika ia melihat puterinya pulang.
"Anak Peng, ayahmu....." katanya terus ia berdiam.
Keadaannya membuat ia tak dapat melanjutkan kata-katanya.
Giok Peng pun sangat kaget. Dengan air mata bercucuran
deras, ia lari menghampiri pembaringan ayahnya, mendekati
ayah itu. "Ayah .... ! Ayah... !" panggilnya, sedangkan tangannya
dielus ke pipi ayahnya itu.
Mukanya Kiu Jie sangat pucat. Ia mendengar suara orang
memanggil, ia membuka matanya yang sekian lama meram
saja. Ia mengenali puterinya maka ia bersenyum.
"Anak Peng...." katanya sangat perlahan. "Kau sudah
pulang, anak, hatiku lega....."
Kata-kata itu berhenti sebab nafasnya si jago tua
mendadak memburu. Melihat keadaan mertuanya itu tanpa ayal lagi It Hiong
mengeluarkan hosin ouw untuk terus disuapinya sedangkan
dilain pihak ia lantas membantu dengan tenaga Hian Bun Sian
Thian Khie kang pada jalan darah hoy kay di dadanya si orang
tua. Giok Peng mundur untuk menyandar kepada ibunya.
Bersama ibu dan lainnya, ia menyaksikan bagaimana It Hiong
tengah menggunakan kepandaiannya membantu ayahnya
supaya darah si ayah dapat disalurkan dengan baik supaya
pernafasannya menjadi lurus pula. Diam-diam ia pun
melelehkan air matanya........
Semua orang berdiam, semua kamar menjadi sangat sunyi.
Semua mata diarahkan kepada tuan rumah dan menantunya
itu, semua berkuatir, tapi semua pun mengharap-harap......
Lewat sekian lama perubahan telah nampak. Orang melihat
muka pucat dari Kie Jie perlahan-lahan berubah menjadi
merah, menyusul mana matanya bersinar pula seperti biasa,
tak sesuaram seperti tadi.
Legalah hatinya semua orang. Mereka percaya pocu
mereka yang tua telah tertolong. Dengan sendirinya, tampang
semua orang pun menjadi tenang bahkan terus bergirang.
Itulah khasiatnya hosin ouw dan lihainya kepandaian It
Hiong, Hian Bun Sian Thian Khie kang !
Kapan akhirnya It Hiong menarik pulang tangannya, ia
menarik nafas dalam-dalam sebab ia telah menggunakan
banyak sekali tenaga dan semangatnya yang dipusatkan pada
cara pengobatannya itu, kemudian ia menyusuti peluh yang
membasahi dahinya. Akhirnya ia bersenyum dan kata : "Ayah
sudah bebas dari segala ancaman....."
Begitu habis si anak muda berkata, maka seorang nampak
menjatuhkan diri berlutut di depannya buat memberi hormat
sambil mengangguk-angguk dan berkata : Adik Tio, kau telah
menolong jiwa ayahku, maka kau terimalah hormatnya Pek
Thian Liong ! Adik, aku sangat bersyukur dan berterima kasih
padamu !" Memang orang itu ialah Thian Liong, kakaknya Giok Peng,
yang sejak tadi berdiam saja dengan jantungnya memukul
keras sebab dia menguatirkan sangat keselamatan ayahnya.
Tadinya dia, begitupun yang lainnya sudah putus asa. Sebab
keadaannya Kiu Jie makin lama makin berat.
It Hiong buru-buru membungkuk akan membalas hormat
buat memimpin bangun iparnya itu.
"Jangan banyak menggunakan adat peradatan saudara."
katanya. Sementara itu Kiu Jiterus tidur, maka orang tak dapat
mendatangkan suara berisik di dalam kamarnya itu.
Ban Kim Hong lega hati dan bergirang sangat. Puas ia
memandang menantunya yang muda, tampan, gagah dan lihai
itu. "Anak Hiong." katanya kemudian, "Jika kau tidak datang
tepat pada waktunya, entah bagaimana nasibnya Lek Tiok Po
ini ! Musuh demikian tangguh dan datangnya pun secara
sangat mendadak, hingga kena diserbu. Ketika itu anak Peng
dan Kiauw In baru pulang. Mereka mengatakan halnya kau
masih berada di Ay Lao San dimana kau menghadapi sesuatu
bencana. Aku justru mengharap-harapmu !"
It Hiong menjura pada ibu mertuanya itu.
"Dengan berkah ibu, syukur anakmu tidak kurang suatu
apa." katanya hormat. "Di dalam ancaman bahaya, aku telah
memperoleh keselamatan dan juga keberutungan sebab
secara kebetulan aku mendapat kepandaian ilmu pedang Gie
Kiam Sut serta juga ilmu gaib Hoan Kak Bie Cia."
Lantas si anak muda menggunakan ketika itu menuturkan
halnya ia membantu Beng Kee Eng dan seorang diri
menempur Kwie Tiok Giam Po yang mempunyai Barisan
pedang yang istimewa hingga ia kecemplung ke dalam jurang,
hingga justru di dalam gua tak dikenal ia mendapat pelajaran
ilmu pedang itu sedangkan di Cenglo Ciang, ia bertemu
dengan Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Jie, yang dengan
sukarela bahkan secara memaksa, mengajarinya ilmu gaib itu.
Diakhirnya ia menutur segala sesuatu selama ia dalam
perjalanan pulang. Pek Giok Peng prihatin sekali mendengar ceritanya It Hiong
tentang tergila-gilanya Siauw Wan Goat dan Gouw Ceng
Tokouw terhadap suaminya itu, lalu dia kata sengit : "Cis !
Segala perempuan itu ! Mereka tentu akan menjadi edan
karena tergila-gilanya itu."
Kiauw In sebaliknya, ia tertawa manis..
"Semua itu adalah akibat kejahatannya Gak Hong Kun
adanya. Dia telah memindahkan bencana kepada adik Hiong !"
Mendengar disebutnya nama Hong Kun alisnya Giok Peng
bangun sendiri. Ia memang sangat aseran, hawa amarahnya
mudah timbul. "Jahanam itu harus dibekuk !" katanya sengit. "Dia harus
diCincang menjadi berlaksa potong ! Dengan begitu saja,
barulah hatiku puas !"
Ban Kim Hong, sang ibu menghela nafas. "Itulah alamat
dari bakal maju atau mundurnya dunia rimba persilatan." kata
ibu yang berpikiran panjang itu. "Itu pula karena takdir
asmaranya anak Hiong. Selanjutnya baiklah kalian berhatihati,
sebab sekaranglah tiba saatnya ancaman malapetaka
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
umum itu !" Thian Liong juga gusar sekali.
"Sayang kepandaianku tidak berarti." katanya sengit.
"Kalau tidak pasti akan aku cari jahanam Gak Hong Kun itu
guna membinasakannya !"
Ketika itu, It Hiong ingat sesuatu.
"Mana iparku Soaw Hoaw ?" tanyanya. "Aku tidak
melihatnya...." "Dia telah terluka dan sekarang lagi berobat." sahut Giok
Peng. "Ketika dia membantu Hauw Yan diCiat Yan Lauw, dia
dilukai Teng It Beng. Syukurlah lukanya tidak berbahaya."
It Hiong menghela nafas., ia nampak berduka.
"Kakak" katanya kemudian kepada Thian Liong, iparnya itu,
"guna melindungi Lek Tiok Po buat mencegah serbuan pula
dari orang-orang jahat, bagaimana kalau aku memberi sedikit
dari apa yang aku bisa kepada kakak " Apakah kakak tidak
keberatan ?" Mendengar tawaran itu, bukan main girangnya Thian Liong
hingga wajahnya lantas menjadi ramai dengan senyuman. Ia
segera berkata : "Saudaraku, kau baik sekali. Sungguh aku
beruntung! Saudaraku, terima kasih !"
Dan ia memberi hormat pada iparnya itu sambil menjura
dalam tanpa memperdulikan bahwa dalam tingkat derajat
sang ipar berada jauh terlebih rendah. Dialah kakak ipar tertua
dan It Hiong moay hu suami adiknya.
Repot It Hiong membalas hormat Toako nya itu. Ia tertawa
dan kata : "Sebenarnya adalah aturan di dalam kalangan
rimba persilatan, di dalam partai mana juga sebelum orang
mendapat perkenan dari gurunya tak dapat dia mewariskan
atau mengajari ilmu kepandaian partainya, kepada orang dari
partai lainnya. Akan tetapi dengan aku menerima pelajaran
dari Kip Hiat Hong Mo Touw Hwe Jie diantara dia dan aku
tidak ada hubungan resmi sebagai guru dengan muridnya.
Karena itu kakak, kebetulan sekarang aku mewariskan
kepandaianku itu kepada kakak buat kau nanti gunakan
melindungi tempat dan keluarga kita ini..."
Thian Liong dan lainnya mengangguk-angguk. It Hiong
bicara dari hal yang benar.
Setelah itu It Hiong lantas mengajari Toakonya itu
rahasianya itu, rahasia pelajaran Hoan Kak Bie Cia, setelah
Thian Liong dapat mengapalinya, dia diminta mengundurkan
diri buat terus mempelajari sendiri dengan tekun.
Demikianlah satu malam telah berlalu. Setibanya sang
fajar, It Hiong lantas berkemas dan berangkat. Ia mau pergi
ke Siauw Lim Sie guna melihat ayah angkatnya yang katanya
terluka parah. Ia memesan untuk Kiauw In dan Giok Peng
nanti pergi menyusul. Sementara itu selagi peristiwa di Lek Tiok Po baru reda,
maka di Siauw Lim Sie pertempuran telah terjadi !
Itulah gara-garanya Siauw Wan Goat dan Kang Teng Thian,
kakak seperguruannya yang hendak membelainya, sebab
mereka itu telah pergi ke Siauw Lim Siw buat mencari It Hiong
juga Pat Pin Kit In Gwa Sian guna mereka minta keadilan bagi
tingkah polahnya It Hiong......
Ketika itu pihak Siauw Lim Sie selalu melakukan penjagaan
bergiliran. Itulah akibatnya pertempuran besar di puncak
gunung Tay San. Mereka menganggap ancaman bencana
belum reda dan bersiaga siang dan malam adalah baik sekali.
Maka juga semua murid Siauw Lim Sie telah diberi pesan
wanti-wanti untuk berjaga-jaga. Diantara aturan yang
dikeluarkan Pek Cut Taysu ketika Siauw Lim Pay
mempersiapkan semua ialah tamu-tamu siapapun, sebelum
ada perkenan dari ketua itu, dilarang diijinkan masuk ke kuil
Siauw Lim Sie. Demikian Kang Teng Thian dan Siauw Wan Goat, ketika
mereka baru sampai di jalan gunung yang sempit diselat Ceng
Siong kiap, meterak sudah dapat dilihat empat orang peronda
dari Siauw Lim Sie dan mereka pun dicegah melangkah
terlebih jauh. Pendeta yang menjadi kepala rombongan peronda itu
memberi hormat sambil menanyakan nama dan gelaran
terhormat, dari kedua tamu itu serta juga maksud
kedatangannya ke Siauw Lim Sie.
"Akulah tocu dari To Liong To, namaku Kang Teng Thian."
Teng Thian memberitahukan. "Kami datang mencari Tio It
Hiong buat membicarakan satu urusan !"
Pendeta kepala peronda itu bernama Gouw Beng. Dialah
murid Siauw Lim Sie, angkatan ketiga. Kawan-kawannya ialah
ketiga adik seperguruannya. Kapan ia mendengar nama Kang
Teng Thian, tahulah ia bahwa tamunya itu seorang bajingan
luar lautan. Karenanya ia sampai melengak, hingga menatap
Teng Thian dan kawannya itu. Lekas ia menjawab dengan
singkat : "Tio It Hiong tidak berada di kuil kami, silahkan Kang
Sicu kembali saja." "Hmm !" jago dari To Liong To itu memberi dengar suara
dinginnya. "Pek Cut Hweshio tentu berada di dalam kuilnya !
Pergi kau bilang dia bahwa kau si orang tua datang mencari
padanya !" Gaow Beng menjadi tidak senang. Orang takabur dan juga
kurang ajar. Namanya ketua Siauw Lim Sie disebut seenaknya
saja. "Ciangbun Sucouw kami tidak biasanya menemui orang
kalangan sesat !" katanya. "Kang Sicu, harap kau tahu sesuatu
dan... pergilah !" Sepasang alis gomplok dari Teng Thian bangkit berdiri,
matanya yang besar berputar-putar. Memangnya dia telah
tidak puas hatinya. "Beginilah caranya kamu, kaum Siauw Lim Sie menyambut
tamunya ?" tanyanya keras.
Siauw Wan Goat melihat suasana buruk, ia maju di depan
kakaknya itu dan berkata sabar kepada Gouw Beng, "Kami
datang kemari hendak mencari Tio It Hiong sebab kami
mempunyai urusan dengannya. Karena itu Tay hweshio, tidak
usah kau bersikap keras begini !"
Gouw Beng tak sabaran. "Diantara kaum lurus dan kaum sesat tak ada pergaulan !"
katanya keras. "Kalian datang kemari, mana ada maksud baik
" Siauw Lim Sie pun tidak mempunyai tempat untuk menerima
kunjungan kaum sesat ! Baik kau jangan rewel lagi."
Kang Teng Thian menjadi gusar sekali.
"Keledia gundul, kau sangat tidak tahu aturan" bentaknya.
"Apakah kau hendak mencoba aku si orang tua ?"
Gouw Beng mundur satu tindak, tongkat panjangnya
sianthung segera dilintangi.
"Tugasku si pendeta tua ialah istimewa, membekuk
kawanan tikus yang berani lancang menyerbu gunung kami !"
katanya, "dan tongkat ditanganku ini tak mengenal siapa juga
!" Aksinya pendeta ini diteladani ketiga kawan-kawannya,
maka juga berempat mereka itu sudah lantas mengambil
kedudukannya, bersiap menghadang penyerbu.
Kang Teng Thian tertawa nyaring. Dia tak takut sama
sekali. Dia pun mendongkol.
"Lihat tanganku !" dia berseru, terus tangan kanannya
dikibaskan. Nampaknya dia cuma mengancam tetapi itulah
satu jurus dari Bu Eng Sin Kun, pukulan silat Tanpa Bayangan.
Gouw Beng memperdengarkan suara tertahan, tubuhnya
terhuyung mundur tiga tindak, terus dia roboh !
Ketiga pendeta kaget sekali. Orang toh cuma mengancam,
sedangkan jarak diantara kedua belah pihak kira-kira satu
tombak/. Toh Gouw Beng toboh tak karuan.
Dalam kagetnya dua orang pendeta berlompat maju akan
membantu kawannya dan yang satu segera kabur pulang
guna mengasi laporan. Kang Teng Thian menoleh kepada adiknya.
"Sumoay, mari ikut aku !" katanya. Dan dia bertindak maju
mendekati gunung. Siauw Wan Goat bertindak mengikuti, hatinya tak tentram.
Sebab dia tak ingin, tak memikir buat bentrok dengan pihak
Siauw Lim Sie. Walaupun dia tergila-gila terhadap It Hiong, dia
masih sadar..... Jago dari To Liong To itu mendaki terus di jalan apa yang
dijuluki jalan batu ceng siong tao. Dengan cepat mereka
sudah melalui lima puluh tombak, dari lantas tampak samarsamar
bangunan dari Siauw Lim Sie yang besar dan megah.
Sebuah batu hijau yang besar di palang tegak, di sana terukir
empat huruf yang besar sekali, bunyinya, "Tong Teng Pie Ae"
artinya "sama-sama menaiki gili gili sana". Maksudnya :
mencapai kesempurnaan. Dibawah pintu gerbang itu, terlihat
lima orang pendeta diantara siapa pemimpinnya mengenakan
jubah kuning, kumis dan alisnya telah putih semua, mukanya
keras tetapi sedikit bersemu dadu, sedangkan sepasang
matanya hidup bersinar. Di belakang pendeta itu berdiri kawannya yang jubahnya
warna putih rembulan, usinya kira lima puluh tahun, mukanya
bundar dan montok tapi yang paling menyolok adalah alisnya
yang berdiri, suatu tanda bahwa dia berkepandaian silat
sempurna. Senjatanya adalah sepasang hongpiansan mirip
sekop. Tiga pendeta yang lainnya ialah ketiga peronda yang tadi,
yang sudah mendahului lari pulang dengan membawa
pemimpinnya yang kena dirobohkan itu.
Melihat tibanya tamu tak diundang itu, si pendeta berjubah
kuning sudah lantas menyapa : "Kang sicu dari To Liong To
secara tiba-tiba saja sicu mendatangi gunung ini dan juga
telah melukai murid kami, apakah maksudmu ?"
Pertanyaan itu bernada kegusaran.
Teng Thian menghentikan langkahnya. Dia mengawasi
pendeta penegurnya itu. "Aku si tua datang kemari buat mencari Tio It Hiong guna
membuat perhitungan dengannya !" sahutnya keras. "Tadi
murid-murid kalian sudah mencegah kami tetapi syukur aku si
tua masih berbelas kasihan terhadap mereka !"
Pendeta berjubah kuning itu tertawa-tawa. "Pinlap bernama
Gouw To, usiaku sudah tujuh puluh tahun lebih." katanya.
"Tetapi selama hidupku, belum pernah aku melihat orang yang
tak tahu aturan seperti kau ! Kalau kau memikir mencari Sicu
Tio It Hiong, silahkan pergi mencarinya di Pay In Nia."
"Tetapi Tio It Hiong berada di kuil Siauw Lim Sie kamu ini !"
bentak Kang Teng Thian. "Kedelai gundul, beranikah kau
menghalang-halangiku ?"
Lantas si pendeta berjubah putih rembulan maju melewati
Gouw To, ia memberi hormat pada pendeta tua itu sambil
berkata : "Susiok, tecu Bu Tim memohon perkenan susiok
untuk melemparkan orang jahat ini turun gunung ! Dapatkah
?" "Susiok" adalah paman guru, dan "tecu" ialah murid. Yang
pertama dipakai sebagai panggilan, dan yang belakangan
sebagai sebutan pengganti "aku".
Kang Teng Thian tertawa dingin berulang-ulang.
"Kau hendak melemparkan aku si orang tua turun gunung
?" katanya, suaranya menantang atau mengejek. "Baik, kau
coba-cobalah kepandaianku !"
Bu Tim menjadi gusar sekali.
"Jangan mencoba tidak karuan !" bentaknya. "Lihat
senjataku !" Pendeta ini lantas memutar hongpiansan hingga anginnya
menderu-deru, sebab tongkatnya itu, tongkat panjang mirip
toya terbuat dari besi, berat dan kuat. Dan pula sudah lantas
menyerang menggunakan jurus silat "Tam Ie San Iliat" atau
"Awan gelap muncul tiga kali."
Kang Teng Thian berlompatan mundur tiga tindak,
menyingkir dari serangan itu yang diulangi secara berantai
sampai tiga kali. Segera setelah itu, ia menggerakkan tangan
kanannya sambil membentak, "Keledia gundul, berhati-hatilah
kau menyambut tanganku ini !"
Dengan digerakinya tangan itu makahebatlah angin
mendesak ke arah lawan, mendadak dan tanpa bentuk atau
wujudnya ! Bu Tim menjadi pendeta angkatan kedua, ilmu silatnya tak
lemah lagi, kepandaian ilmu luarnya, ilmu keras, yaitu gwa
kang telah mencapai kesempurnaan, maka itu segera
menginsyafi lihainya pukulan lawan itu.
Dengan cepat ia berkelit. Tapi begitu berkelit, begitu ia
mengulangi serangannya, menyerang dari samping. Kali ini
dengan jurus silat "Gwan Sek Tian Tiouw" atau "Si batu boncel
mengurung kepala". Dengan begitu hongpiansan menghajar
ke arah kepala. Kali ini Teng Thian tidak lari berkelit. Sebaliknya, tangannya
diluncurkan ke atas, dipakai menyambut hajaran lawan itu.
Maka bentroklah tongkat si pendeta dengan tangan si
bajingan dari To Liong To, dengan kesudahannya Bu Tim
kaget sekali disamping hongpiansan terlepas dan terpental, si
pemilik sendiri tertolak mundur delapan tindak dengan tubuh
terhuyung-huyung ! Hampir dia roboh !
Mukanya Gouw To berubah kapan ia menyaksikan
kesudahannya pertempuran itu, alisnya sampai terbangun.
Sekarang ia insaf akan lihai lawan. Ia mau turun tangan atau
mendadak empat pendeta dengan jubah putih rembulan
muncul secara tiba-tiba dan mereka itu lantas mengambil
sikap mengurung, yang dua memegang tongkat besi, yang
dua lagi golok keyTo. Kang Teng Thian tak puas melihat sikap para pendeta itu,
tanpa berkata apa-apa, ia maju melakuka penyerangan, hanya
kali ini tak dapat ia dalam satu gebrakan saja membuat musuh
roboh atau mundur. Kiranya ke empat pendeta Siauw Lim Sie itu bertempur
dengan menggunakan Barisan rahasia Su Ciang Tiu. Mereka
menyerang berputaran. Saking cepatnya, mereka tak dapat
terhajar Bu Eng Kun musuhnya. Sebaliknya, Teng Thian
nampak repot. Semua serangannya selalu gagal sebab
cepatnya setiap lawan menghindari diri. Baru sekarang ia
insyaf yang Siauw Lim Pay besar, tak dapat dipandang ringan.
Terpaksa ia menyabarkan diri, guna menenangkan hatinya.
Siauw Wan Goat sendiri menonton, hatinya tidak karuan
rasa. Ia datang buat mencari Tio It Hiong, bukannya buat
berkelahi. Siapa tahu kakaknya tak sabaran dan terus saja
bersikap keras. Ia pun menjadi bersusah hati. Tapi ia bisa
berpikir. Maka ia lantas maju menghampiri Gouw To Tayasu
untuk memberi hormat seraya berkata : "LoSiansu,
Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengapakah kalian tak mengijinkan aku menemui kakak It
Hiong "' Gouw To mengawasi si nona. Dia membalas hormat.
"Siapa itu kakak Hiong mu ?" tanyanya.
"Dialah Tio It Hiong, murid dari Pay In Nia." Wan Goat
menerangkan. "Tio It Hiong sudah lama pergi meninggalkan kuil kami."
Gouw To memberitahukan. Wan Goat melengak. Inilah ia tidak sangka. Selagi ia
hendak menanya pula, mendadak ia mendengar seruannya
Kang Teng Thian sambil si kakak itu menyerang dengan satu
jurus dari "Kwie Hian Tong Hiang" tubuhnya masuk ke dalam
kalangan tongkat terus kedua tangannya bergerak. Maka
terpentallah dua batang tongkat besi serta si pendetanya pun
roboh terguling ! Gouw To terperanjat mendapatkan Su Ciang Tiu kena
dipecahkan jago dari To Liong To dan dua orang Siauw Lim
Sie dirobohkan. Sinar matanya sampai menjeltiat tanda bahwa
ia telah menjadi murka. "Amidha Buddha !" pujinya. "Kang sicu sungguh lihai, kau
telah melukai bebeapa anggauta Siauw Lim Sie. Apakah itu
artinya kau masih memandang mata kepada partai kami ?"
Sebenarnya Teng Thian membebaskan diri dari kurungan
dengan ilmunya itu, Kwie Hiau Tong Hian baru setelah itu ia
menghajar roboh dua orang musuhnya. Kapan ia mendengar
suaranya si pendeta kata : "Lohweshio cuma memuji saja
padaku ! Kalau Lohweshio mau memberi pengajaran silahkan
sebutkan caranya !" Itulah sambutan atau tantangan terhadap Gouw To. Maka
juga si pendeta menjadi tidak senang sedangkan sebenarnya
masih menahan sabar sebisa-bisa. Sepasang alisnya sampai
bangkit berdiri. "Kang sicu." katanya keras. "Segala-galanya terserah
kepada sicu ! Sebutkan saja lolap selalu bersedia untuk
menemanimu !" Lalu dengan satu kibasan tangan pendeta ini menyuruh
murid-muridnya mundur. Si pendeta berbaju putih rembulan
sudah lantas maju untuk membantu kedua orang kawannya
yang roboh itu, habis menjemput goloknya mereka itu, ia
terus berdiri dipinggiran akan mengawasi kedua orang yang
sudah berhadap-hadapan itu.
"Sebenarnya tidak ada niatku si orang tua lancang mendaki
gunung ini." kata Teng Thian kemudian. "Kalau aku toh sudah
datang juga kemari, itu melulu buat mengurus jodohnya adik
seperguruanku ini dengan Tio It Hiong ! Aku mencari bocah
itu yang telah menyia-nyiakan kekasihnya buat berhitungan
dengannya supaya nama adik seperguruanku ini tidak cemar
karenanya supaya ia mendapati nama baik dan haknya
sebagaimana selayaknya."
"Oh, begitu !" berkata Gouw To. "Tapi Tio Sicu tidak ada
Nurseta Satria Karang Tirta 7 Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Pedang Berkarat Pena Beraksara 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama