Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 30

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 30


Hiong selalu berlaku jujur, tak sedikit jua ia memikir selingkuh.
Ia mencintai berbareng menghormati kakak seperguruan itu
yang sebaliknya pun sangat mencintai dan menghargainya.
Mendengar kata-katanya si pemuda, Kiauw In mengawasi
orang dengan sinar matanya yang sangat mengasihi. Tak ada
rasa jelus atau iri hatinya mendengar pengakuan si kekasih
tentang bencana asmara itu.
"Syukurlah kau tak sampai kena perangkap, adik." demikian
katanya, lemah lembut. "Ah, kau aneh ! Lihat ! Kau sekarang
bertemu dengan kakakmu, jangan lagakmu seperti bocah cilik
bau......." Mukanya It Hiong merah, ia likat sekali. Ia ingat bagaimana
tadi ia dengan si nona baju hijau, biarpun hatinya keras, ia toh
tertarik juga oleh nona itu.......
"Pengalamanku hebat, kakak." katanya jengah. "Aku telah
menghadapi saat-saat yang berbahaya yang menggoncangkan
hati bahkan semangatku. Hampir saja.......
Kaget juga Kiauw In mendengar kata-kata pemuda ini.
"Apakah kau terperangkap dan terkena racun hingga
musnah kepandaian silatmu ?" tanyanya Bingung.
It Hiong menggeleng kepala.
"Dalam hal menghadapi racun, aku senantiasa bersedia,
kakak." sahutnya. "Selainnya telah memakan obat
pemunahnya, aku juga selalu menyediakannya. Apa yang
membuat hatiku hampir copot jatuh tadi ketika aku
menyaksikan suhu terkurung dan tersiksa di dalam kamar
rahasia !" Terpaksa, Kiauw In kaget sekali. Mukanya sampai menjadi
pias. Tapi hanya sebentar, lantas ia memperoleh kembali
ketenangannya. "Adik." katanya sabar. "Bukankah itu cuma seorang
manusia palsu yang segala-galanya mirp dengan suhu "
Apakah kau telah melihatnya dengan teliti " Dimanakah
adanya kamar rahasia itu?"
Si nona pun menjadi tenang karena sekarang ia lagi
menghadapi si anak muda yang sadar dan tenang seperti
sediakala. It Hiong mengeluarkan napas lega.
"Kakak." katanya. "Andiakata kakak ada bersamaku itu
waktu, tidak nanti aku kaget sampai pingsan......"
Kiauw In menatap kekasihnya itu, lalu ia bersenyum.
"Kau melihat sendiri suhu terkurung dan tersiksa, adik.
Tidak heran kalau kau kaget tak terkirakan." katanya.
"Memang, kakak. Dalam hal pandangan jauh dan
kesabaran serta ketelitian, aku kalah jauh dari kakak. Buktinya
sekarang. Lantas saja kakak bisa menerka tepat. Memang
itulah manusia palsu!"
Kiauw In tertawa, matanya melirik manis.
"Adik, sejak kapan kau mempelajari ilmu mengangkatangkat,
memuji-muji orang untuk membuat orang senang hati
" Pantaslah kalau dimana-mana selalu saja kau mendatangkan
rasa suka orang hingga kau memancing bencana asmara !"
It Hiong tunduk, mukanya merah. Ia jengah sekali. Ia
memuji si kakak dengan sesungguhnya hati. Siapa tahu
kakaknya menggunakan itu untuk berkelakar. Tetapi ia
senang, ia puas sekali. Sungguh kakak ini sangat baik hati,
sabarnya luar biasa. Melihat lagak orang itu, Kiauw In tertawa.
"Eh, eh, kau kenapakah ?" tanyanya. "Apakah ini
disebabkan kakakmu menyebut-nyebut hal bencana
asmaramu itu ?" It Hiong mengangkat kepalanya, menatap nona manis di
depannya itu terus dia mengasi lihat wajah sungguh-sungguh.
"Kakak," katanya. "Biar bagaimana, dalam hal asmara, aku
masih mempunyai keteguhan hatiku. Hanya mengenai nona
ini, benar-benar ia harus dikasihhani......"
Lantas pemuda ini menuturkan tentang si nona berbaju
hijau yang telah keracunan dan tersiksa tetapi ia berhasil
membantu hingga selanjutnya si nona bersedia mengikuti dia.
Ia menuturkan segala apa dengan jelas. Tentu saja tak lupa ia
menyebut bagaimana segala ia pingsan, ia sadar sebab
jeritannya nona itu. Kalau lama ia tidak sadar, entah
bagaimana jadinya jika musuh menyerangnya..........
Mendengar keterangan itu, Kiauw In tertawa geli. Tapi
kemudian ia menghela napas dan berkata dengan perlahan :
"Adik, kakakmu adalah wanita Kang Ouw sejati. Aku bukannya
itu macam orang perempuan yang tak dapat menghindarkan
dirinya dari rasa jelus, iri hati dan cemburu !"
Berkata begitu, Nona Cio menoleh pada si nona berbaju
hijau yang sejak tadi berdiri diam saja sebab dia bingung
menyaksikan si pemuda kenal si pemudi.
"Adi, adik yang baik, mari !" panggilnya. Tangannya pun
menggapai. Si nona berbaju hijau mengawasi dengan ragu-ragu tetapi
ia toh bertindak menghampiri dengan perlahan-lahan. Ia
berhenti di depan Nona Cio.
"Ada perintah apa dari kau, kakak ?" tanyanya, perlahan.
Sebagai seorang anak perempuan yang terlahir dan
menjadi besar di Kwan ga, sebagai seorang anak nomad,
penggembala, si nona berbaju hijau bisa hidup bebas dan
polos. Ia tidak kenal adat kebiasaan di Tionggoan. Ia
menyangka Kiauw In sebagai kakak, saudara perempuan dari
It Hiong, maka ia lantas saja memanggil kakak juga.
Kiauw In lantas mengawasi nona itu.
"Kalian berdua bertemu secara kebetulan ditempat yang
berbahaya." katanya kemudian. "lalu kalian bersama-sama
pula menderita. Maka itu sekarang kalian menjadi kawan
senasib satu dengan lain. Benar, bukan ?"
Nona itu mementang lebar matanya yang jeli, mengawasi
nona dihadapannya. "Aku dengan dia," katanya sembari menunjuk It Hiong,
"bukan melainkan kawan saja, namun........"
Mendadak si nona berhenti berkata, ia berdiam, mukanya
merah. Dengan berpura menyingkap rambutnya, ia mencoba
menutupi mukanya itu. Kiauw In tertawa. "Kau belum bicara habis, adik !" katanya. "Bolehkah
kakakmu meneruskan dengan menerkanya" Adik, usiamu
masih terlalu muda. Bagaimana kau dengan mudah saja
menyukai seorang pria yang masih asing bagimu ?"
Nona baju hijau itu mengawasi Nona Cio. Ia menunjuk It
Hiong. "Kakak, jiwaku dialah yang membantu !" sahutnya terus
terang. "Tentang kesucian diriku, dia juga yang
menyaksikannya. Dia pula telah menyatakan padaku bahwa
kami berdua harus hidup dan mati bersama ! Kakak, dapatkah
ini dikatakan bahwa dialah seorang asing bagiku ?"
Tak tenang hatinya Kiauw In mendengar keterangannya
nona itu. Di dalam hatinya itu tak dapat ia tertawa atau
menangis. Benar-benar hebat bencana asmaranya It Hiong
yang keteguhan hatinya tergoyah sedemikian rupa.
Si pemuda sendiri berdiam saja. Ia malu dan jengah.
Begitulah ketiga orang itu, semua berdiam, semua
bungkam. Lewat sekian lama, Kiauw In juga yang berkata. Ia segera
mendapat pulang ketenangan dirinya. Kata ia sungguhsungguh
: "Urusan kalian berdua, lain kali saja kita bicarakan
pula ! Yang paling penting sekarang ialah bagaimana kita
dapat berlalu dari tempat berbahaya ini !"
Kata-kata itu menyadarkan It Hiong dan juga si nona
berbaju hijau. Memang, mereka belum keluar dari tempat
yang sangat berbahaya itu. Maka itu, sikap mereka bertiga
lantas menjadi wajar pula. Tapi It Hiong toh masih tidak enak
hati karena ia tak dapat menyelami kata-katanya Kiauw In ini.
Ia mengira nona itu menyangka diantara dia dan si nona
berbaju hijau telah ada persetujuan pernikahan, sedangkan ia,
ia cuma maksudkan kawan, persahabatan sejati.
"Kakak !" katanya kemudian, matanya menatap kakak
seperguruan itu. Si nona berbaju hijau sebaliknya. Saking gembiranya dia
kata : "Kakak, kakak benar ! Kita memang harus berdaya agar
kita dapat berlalu dari gunung Hek Sek San ini ! Kakak,
bukankah benar kata-kataku ini ?" Kata-kata yang belakangan
ini ditujukan kepada It Hiong, kepada siapa ia berpaling.
It Hiong menjadi serba salah, hingga ia memperdengarkan
suara yang tidak jelas. Hendak ia membuka mulutnya tetapi
Kiauw In segera mengedipi mata padanya seranya si nona
berkata pada si nona berbaju hijau : "Adik, apakah adik
ketahui jalan untuk berlalu dari gunung ini " Aku maksudkan
untuk kita turun gunung ?"
Nona itu balik mengawasi. Ia membuka matanya lebarlebar.
"Aku tidak tahu !" sahutnya.
Justru itu, It Hiong mendadak mengeluarkan suara
tertahan. "Mana Ya Bie ?" demikian tanyanya.
"Aku telah kehilangan dia karena kami berpisahan tanpa
merasa." sahut Kiauw In sabar. "Kau tahu, adik. Ketika Ya Bie
dan aku memasuki sebuah kamar, di sana kami mempergoki
Hong Kun bersama Peng Mo tengah berkasih-kasihan.
Mulanya aku mengira Hong Kun kaulah adanya, setelah kami
masuk di dalam kamar itu, baru kami memperoleh kepastian
dia bukannya kau, adik. Kiranya dialah Hong Kun ! Setelah aku
keluar dari kamar itu, tahu-tahu adik Ya Bie sudah hilang......."
Si nona tak menjelaskan perbuatan busuk dari Hong Kun
dan Peng Mo, si Bajingan Es. Biar bagaimana, ia malu.
It Hiong melengak. "Kalau begitu," katanya kemudian. "Kalau kita turun dari
gunung ini, terlebih dahulu kita mesti mencari ketemu pada
adik Ya Bie ! Akulah Tio It Hiong, tak dapat aku meninggalkan
kawan yang demikian setia ! Itulah perbuatan tak pantas dari
aku !" Kiauw In pun bingung. Di dalam hal ini, sukar ia
menggunakan kecerdasannya. Ya Bie terperangkap atau dia
sudah turun gunung " Dia sudah tertawan musuh atau masih
berputar-putar ditempat musuh ini " Cuma dua
kemungkinannya tetapi sulit menerkanya........
Semua orang berdiam, semua mengasah pikiran mereka.
Akhirnya, Nona Cio yang membuka mulut paling dahulu.
"Buat mencari adik Ya Bie, kita harus menggunakan akal."
katanya kemudian, tenang. "Kita mesti menggunakan tipu
Melempar Batu Menanyakan Jalan, lainnya jalan tidak
ada........." Tipu itu ialah yang disebut "Touw Sek Bun Liuw."
It Hiong mengangguk. Lantas ia melihat sekelilingnya.
"Kemana kita menimpuknya ?" tanyanya kemudian.
"Kepada siapa kita menanyakan jalan ?"
Si nona berbaju hijau diam melengak. Dia tak mengerti apa
yang kakak beradik itu bicarakan. Dia pula tidak berani
mencampur bicara. Tapi Kiauw In tertawa. "Ha, kutu buku !" katanya. "Percuma kau belajar surat,
sampai mati pun tidak ada terpakainya ! Dapatkah dalam
urusan begini kita menganut pepatah Mengukir Perahu
Mencari Pedang ?" Mulanya It Hiong melengak, lantas dia sadar dari jengah,
dia tertawa. "Kakak benar !" katanya. "Mari kita maju !"
Sambil mengibaskan tangannya, pemuda ini lantas
mengajak kedua nona itu lari ke arah gua karang. Akan tetapi
segera juga ia kecele. Pintu gua tadi telah tertutup rapat pula.
Bahkan tak terlihat tanda-tandanya atau bekas-bekasnya !
"Aneh !" pikir si anak muda, matanya mengawasi ke
dinding puncak di tempat yang tadi rasanya pintu rahasia
menjublak. Kiauw In dan nona berbaju hijau tiba belakangan, sebab
barusan mereka tak lari sekeras si anak muda. Mereka melihat
si anak muda berdiri menjublak.
Hanya sejenak, Kiauw In lantas tertawa. Ia mengangkat
tinggi tangannya, guna menghunus pedangnya yang digendol
di punggungunya, lantas dengan ujung pedang ia mengguratgurat
di dinding batu guna mengukir enam buah huruf yang
besar : "Tok Mo Pie Tek Ie Cie" yang berarti : "Tok Mo, si
Bajingan Beracun, disini dia menyingkirkan diri dari
kawannya." Selekasnya Nona Cio selesai mengukir, si nona kawannya
membacanya dengan keras. Baru berhenti suaranya si nona atau satu suara serak
menyusulnya. "Oh, budak setan !" demikian suara itu. "Rupanya sebelum
kau tiba di lain dunia, belum juga hatimu mati ! Marilah
masuk, hendak aku melihat berapa besar kepandaianmu !"
Satu suara keras segera terdengar, segera pintu batu
rahasia terbuka pula hingga tampaklah mulut sebuah gua.
It Hiong dan Kiauw In saling memandang. Keduanya terus
bersenyum, setelah itu dengan satu pengerahan tenaga dalam
tiba-tiba si anak muda melakukan penyerangan ke dalam ! Dia
menggunakan suatu pukalan Hong Liong Hok Houw Ciang.
Segera terdengar satu suara yang menandakan serangan
itu mendapat halangan ialah dari dinding gua, jauh serangan
itu mungkin cuma sepuluh tombak. Sedangkan penyerangan
itu dilakukan guna mencoba mencari tahu di dalam gua itu
masih bersembunyi atau tidak buat membokong lawan yang
memasukinya. Menyusul serangannya itu, It Hiong berlompat memasuki
gua diturut oleh Kiauw In dan si nona berbaju hijau yang
mengikuti dengan selalu berdekatan.
Gua gelap sekali hingga sekalipun lima jari tangan di depan
muka, tak tampak. Jadi gua ini beda dari pada yang tadi.
"hati-hati, adik !" Kiauw In memberi peringatan.
"Aku mengerti !" sahut It Hiong.
Untuk dapat melihat keadaan gua itu, si anak muda lantas
saja mengeluarkan Lee-cu, mutiara mustika hadiah si jago Bu
Lim yang menyembunyikan diri. Dengan demikian, gua itu
lantas tampak terang. Bahkan makin gelap tempat, mutiara
makin bercahaya kuat. Gua luas atau lebar sepuluh tombak lebih, seluruhnya
kosong. Di empat penjuru cuma dinding yang tampak.
Kiauw In mengawasi dengan seksama, maka ia ingat
rasanya ketika ia menempur Hiat Ciu Jie Nio, ia masuk dari


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pintu rahasia di sebelah kiri dan tiba di gua ini.
Apa daya sekarang " Lawan tetap bersembunyi.
Setelah berpikir sejenak, Nona Cio lantas menggunakan
tipu daya memancing kemarahan lawan. Ia teruskan kata
dengan nada mengejek : "Rupanya kepandaian Tok Mo ialah
cuma pintar menggunakan segala gua batu guna mengurung
lawan-lawannya. Kemanakah kepandaiannya yang dahulu
dipakai melakukan pembantaian kejam di antara kaum rimba
persilatan " Hm ! Pasti rahasianya ini ada disebelah kiri sini !
Kalau dia tetap tidak berani perlihatkan dirinya, mesti kita
menggempurnya ransak ! Kita menggunakan kekerasan !"
Kembali terdengar suara parau itu : "Tempatku ini adalah
salah satu dari Barisan rahasiaku yang diberi nama Ngo Tok
Tin, namanya ini Tok Kong Tin, ialah Barisan rahasia Sinar
Beracun. Jangan kamu memandang ringan, sahabat-sahabat
!" It Hiong tertawa. "Gua kosong melompong begini kau katakan Tok Kong Tin
?" katanya. "Sungguh aku yang rendah tidak mengerti !
Dimana adanya sinar terangnya " Dimana ada racunnya ?"
Si nona berbaju hijau jeri terhadap si orang tua yang
mukanya keriputan itu, sebegitu jauh tak berani dia
mencampur bicara. Sekarang dia menyaksikan sebuah gua
kosong, tak ada juga bekas-bekasnya manusia. Timbul pula
pula keberaniannya, apa pula sekarang dia berada bersama It
Hiong dan Kiauw In terhadap siapa si keriputan tidak dapat
berbuat apa-apa. Maka lupalah dia kan ancaman orang yang
melarangnya dia meninggalkan Hek Sek San dengan jiwanya
masih hidup ! Demikianlah dia menyela : "Kongcu benar !
Segala kepandaian untuk menggertak saja ! Dia sungguh
bermuka tebal. "Budak hina durhaka !" mendamprat si suara parau.
"Rupanya kau memikir kabur mengikuti orang laki-laki ! Tak
semudah itu ! lebih dahulu lohu akan mengambil jiwamu buat
diperlihatkan kepada si bocah !"
Nona itu bungkam, suara orang telah membuat hatinya ciut
pula. Bahkan tubuhnya pun bergemetar.
Diantaranya sinarnya mutiara, Kiauw In melihat mukanya
nona yang ketakutan itu. Ia lantas menarik tangan orang
untuk membuat tubuh dia itu nempel dengan tubuhnya,
kemudian ia mengusap-usap rambutnya yang indah.
"Kuatkan hatimu, adik !" ia menghibur. "Dia cuma
mengucapkan gertakannya si orang Kang Ouw ! Jangan takut
! Kita pasti bakal dapat lolos dari sini !"
Berbareng dengan berhentinya suara nona Cio, mendadak
saja mereka melihat satu sinar yang menyorot keras,
warnanya kehijau-hijauan. Sinar itu membuat mata sukar
melihat. Kiauw In segera memejamkan matanya. Tetapi karena
barusan ia kena tersorot, ia pun merasakan panasnya nyeri,
hingga air mata lantas meleleh keluar. Maka juga ia tunduk
membekap mukanya pada bahunya si nona berbaju hijau.
Si nona baju hijau itu turut mengeluarkan air mata. Ia pun
terkena sorotan cahaya istimewa itu yang luar biasa kerasnya.
Kiauw In lantas kata pada nona itu. "Adik, kau kerahkan
tenaga dalammu ! Sinar itu harus dilawan dengan tenaga
batin !" Berkata begitu, nona Cio sendiri sudah lantas mengerahkan
tenaga dalamnya sendiri hingga walaupun tubuh mereka tidak
bergerak, hati mereka telah dibikin tenang dan mantap.
Hatinya Kiauw In tapinya tidak tenang. Ia memikirkan It
Hiong, siapa tak dapat ia lihat karena ia mesti merapatkan
matanya terus-terusan hingga ia tak tahu bagaimana jadinya
dengan kekasih itu. Taruh kata ia membuka matanya, tetap ia
bakal tak dapat melihat. Sinar hijau itu tidak menyoroti ke satu tempat saja. Sinar
menuju ke pelbagai arah. Rupanya dia dapat menyinari
kemana dia suka. Tetap sinar itu keras dan panas terasanya.
Bergantian kedua nona itu dan It Hiong juga mendapat giliran.
Tidak lama maka terdengarlah tawanya si orang bersuara
parau itu. "Inilah sinar beracun dari lohu !" kata dia, suaranya
bernada mengejek. "Kalau orang disoroti terus menerus
selama setengah jam saja, sinar bakal membakar mata orang
! Dan kalau sampai dua jam, tubuh orang bakal menjadi
daging yang berdarah dan lumer karenanya ! Kamu tidak tahu
hidup atau mampus, kamu membuat lohu gusar. Maka
sekarang kamu rasailah !"
Jadi itulah yang si parau menyebutnya Tok Kong Tin, tin
Lima Racun (Ngo Tok). It Hiong tidak takut. Ia berkata nyaring : " Ada apakah
kelihaian lainnya dari tin kau itu " Kau sebutkanlah ! Hendak
aku mendengarnya !" Kiauw In mendengar nyata suara kekasihnya itu, lantas
hatinya menjadi lega. Suara itu menyatakan yang si anak
muda tidak terganggu sinar jahat itu. Apa sebabnya itu " Ia
berpikir tidak lama. Lantas ia ingat Lee-cu, mutiara mustika
miliknya si anak muda. Rupanya mustika itu dapat
menaklukan sinar jahat lawan itu......
Demikian kecerdasannya si nona, maka tidaklah kecewa dia
menjadi muridnya seorang guru silat yang lihai luar biasa.
Habis memikir, ia lantas teriaki It Hiong. "Adik, mari ! Mari
lekas ! Kau gunakanlah mutiaramu !"
Memang It Hiong telah disoroti lawan. Akan tetapi dia tidak
kurang suatu apa. Dia tidak merasakan hawa tajam dan panas
hingga dia bebas. Walaupun demikian, dia selalu memasang
mata kalau-kalau lawan mencuranginya dengan jalan
membokongnya. Sebab ini, dia sampai melpai kedua nona itu.
Dia pula tidak menyangka yang Kiauw In dapat diganggu sinar
jahat itu. Si nona berbaju hijau juga menderita. Tetapi masih bagus
baginya, ia telah dirangkul Kiauw In. Dengan begitu ia tak
usah mengeluh, sedangkan nona Cio sebagai wanita gagah
dapat bertahan hati, bertahan diri. Kecuali setelah ia ingat
mutiara kekasihnya itu, hingga ia memperdengarkan suaranya
tadi. Hingga si anak muda pun sadarlah akan ancaman bahaya
bagi kakaknya yang baik hati itu.
Lantas It Hiong menghampiri tunangannya serta si nona
berbaju hijau. Ia heran menyaksikan mereka itu saling
merangkul dengan kepala mereka masing-masing
disembunyikan. Tadinya ia menyangka lawan menggunakan
sinar buat main-main atau menggertak saja, sekarang........
"Kakak, kalian kenapakah ?" tanyanya sambil menyoroti.
Terkena sinarnya Lee-cu, Kiauw In dan si nona berbaju
hijau lantas merasa tubuh mereka nyaman, hilang rasa panas
dan nyeri pada matanya. Segera Nona Cio insaf akan keadaan yang sebenarnya.
Itulah pengaruhnya mutiara yang dahsyat itu. Dalam
girangnya, ia mengangkat kepalanya dan berkata : "Lee-cu
menjadi penolong jiwa kita, kau tahu atau tidak ?"
Si nona bukannya menjawab si anak muda, hanya berkata
seperti balik bertanya. Si nona berbaju hijau juga mengeluarkan kepalanya untuk
berdiri tegak. Ia menyusut airmatanya terus ia mengawasi
Kiauw In dan It Hiong. Ia agaknya heran.
Dengan demikian, bertiga mereka itu saling mengawasi. It
Hiong tetap memegangi mutiaranya hingga sinarnya itu
melindungi mereka bertiga. Sementara itu ia melihat matanya
kedua nona merah, sedang rambutnya Kiauw In, begitu pun
baju dibahunya seperti bekas terpanggang, seperti kering
hangus. Tahulah ia sekarang hebatnya sinar lawan.
"Aku yang keliru, kakak !" katanya sengit. "Sinar itu
demikian jahat tetapi aku tidak menyangka hingga aku tidak
memperhatikan kalian ! Kakak, apakah ada bagian tubuhmu
yang dilukai ?" Si anak muda sangat prihatin hingga tanpa likat lagi ia
mengelus-elus rambut si nona dan mengusap-usap baju
dibahunya itu. Kiauw In tertawa. "Aku tidak terluka, adik !" sahutnya. "Siang-siang aku telah
mengerahkan tenaga dalamku menentang serangan sinar
jahat itu !" Lega hatinya It Hiong. Lalu ia membawa mutiara ke
mukanya kedua nona itu sembari ia kata : "Cobalah kalian
menyedot hawa sinarnya mutiara ini, supaya kalau ada racun
yang menelusup masuk, racun racun diusir pergi !"
Kiauw In berdua menurut. Mereka menghadapkan mutiara,
terus mereka membuka mulut mereka akan menyedot hawa.
Dengan begitu mereka merasai dada mereka lapang, seluruh
tubuhnya agaknya nyaman sekali hingga mereka pun merasa
segar. Pula dengan lekas mata mereka tidak lagi merah, rasa
perihnya lenyap seketika.
Sementara itu, dengan berlalunya sang waktu, mendadak
sinar jahat itu sirna. Maka seluruh ruang kembali menjadi
gelap gulita seperti semula tadi. Hingga sekarang tampak
tinggal cahayanya si mutiara mustika bagaikan si puteri malam
di malam yang gelap petang. Sinar itu mengitari mereka
bertiga sejauh kira dua tombak.
Selenyapnya sinar terang yang jahat itu, lantas terdengar si
suara parau berbicara pula. Kata dia : "Bocah hitung saja
peruntunganmu bagus sekali ! Kamu telah berhasil
membebaskan diri dari dalam Tok Kong Tin ! Tapi kamu belum
bebas seluruhnya ! Sekarang lohu hendak mengajukan
pertanyaan kepadamu mengenai satu urusan. Lohu
menghendaki kamu bicara dengan sebenar-benarnya. Kalau
tidak, hm !" It Hiong sementara itu panas hati. Orang telah
mengganggu rambut dan bajunya Kiauw In.
"Jangan kau mengaco belo !" bentaknya. "Lebih baik mari
kita mengadu jiwa. Mendengar demikian, diam-diam Nona Cio menarik ujung
baju tunangannya itu separuh berbisik, ia kata : "Kita harus
menggunakan kecerdikan kita untuk lolos dari kurungan ini,
kurungan Ngo Tok Tin ! Buat apa melulu melayaninya ?"
Terdengar pula suaranya si parau itu : "Masih lebih bagus
kesabarannya si budak perempuan tua ! Memang, siapa luhur
dia mengadu kecerdasan, siapa rendah dia mengadu tenaga !
Itulah cuma kegagahan si manusia biasa melawan harimau
tanpa senjata atau menyebrangi kali tanpa perahu ! Hm !"
Selagi It Hiong berdiam, Kiauw In tertawa.
"Cianpwe," katanya. "Urusan apakah itu yang cianpwe
hendak tanyakan " Bicaralah, jangan kau berlaku mirip si akiaki
atau si nenek !" Suara parau itu terdengar pula.
"Bocah, dari manakah kau perolehnya mutiara itu ?"
demikian tanyanya. "Lekas bilang !"
It Hiong mengawasi Kiauw In, si kekasih yang ia sangat
hargakan. Ia menahan sabar walaupun pertanyaan itu tak
disenanginya. "Aku dapatkan mutiara ini dari Kanglam." sahutnya.
"Sungguh licin !" bentak si parau. "Jika kau tahu gelagat,
lekas kau bicara dengan sebenar-benarnya !"
Dengan memegang mutiaranya dengan kedua jeriji
tangannya, It Hiong mengulapkan itu untuk dilihat oleh si
parau, siapa sebaliknya cuma terdengar suaranya saja.
"Coba kau sebut dahulu namanya mutiara ini !" ia balik
bertanya. "Setelah kau dapat menyebutnya, baru kau
mempunyai harga atau kehormatan untuk menanyakan hal
ikhwalnya ! Kau sebutkanlah !"
"Lee-cu." berkata si parau, suaranya keras.
"Mari aku beritahukan !" berkata It Hiong kemudian.
"Mutiara ini aku peroleh dari Kui Hiang Sian-Koan di Kanglam,
dari seorang locianpwe yang telah mengundurkan diri dari
dunia rimba persilatan ! Nah, apalagi yang hendak kau
tanyakan ?" "Bagaimana wajah dan dandanannya si tua tak mau
mampus itu ?" tanya si parau. "Kau bicaralah !"
"Sulit buat aku menjawab pertanyaanmu ini !" sahut It
Hiong. "Ketika aku bertemu dengan locianpwe itu, itulah
secara kebetulan saja, sekilas lalu !"
Agaknya si parau tidak senang. Ketika dia bicara pula, lagu
suaranya tak sedap di dengarnya. Kata dia : "Tua bangka tak
mau mampus itu sangat menyayangi mutiaranya seperti dia
menyayangi jiwanya sendiri, kenapakah dia sampai
menghadiahkan itu padamu ?"
It Hiong tidak menjawab, sebaliknya ia bertanya : "Ada
sangkut pautnya apa urusan locianpwe itu menghadiahkan
mutiara padaku dengan kau " Kenapa kau menanyakan secara
begini kasar dan sengit ?"
Si parau menjawab, sekarang dengan suara gusar : "Aku si
orang tua hendak mencari tua bangka tidak mau mampus itu
guna membuat perhitungan dengannya ! Aku pula mau
membuktikan dahulu omonganmu ini, cocok dengan
kenyataannya atau tidak !"
"Tak dapat aku bicara banyak tentang mutiaraku ini !" It
Hiong berkata. "Ketika locianpwe itu menghadiahkan
mutiaranya padaku, beliau cuma memberi petunjuk padaku
untuk menaklukan segala bajingan guna melindungi keadilan,
juga guna membasmi segala sampah kaum rimba persilatan
yang suka merusak segala apa ! Sedemikian, tak lebih tak
kurang !" Si parau itu seperti juga lebih dapat menerima cara keras
daripada cara halus. Ketika dia memperdengarkan pula
suaranya, sekarang suaranya itu tak sekeras tadi.
"Kau benar, kau benar." kata dia yang terus mengalihkan
pokok pembicaraan. Ketika dia meneruskan, dia kata : "Dari
Ngo Tok Tin aku si tua, kamu baru belajar kenal dengan Tok
Kong Tin, satu tin ! Di sebelah itu, masih ada empat lainnya
yaitu Tok Seng Tin --suara beracun, Tok Kie Tin --hawa
beracun dan lainnya ! Apakah kau masih hendak belajar kenal
lebih jauh dengan empat tin yang berikutnya ?"
"Coba jawab dahulu !" berkata It Hiong. "Bagaimana kalau
aku mau belajar kenal " Bagaimana andiakata aku tidak sudi,
aku segan ?" Si parau terdengar menghela napas dengan perlahan.
"Sebenarnya aku si tua menyayangi kepintaranmu,"
katanya. "Karenanya suka aku memberikan kau satu jalan
hidup !" Sampai disitu, Kiauw In campur bicara.
"Murid-murid dari Pay In Nia bukannya bangsa pengecut


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang takut mati !" demikian katanya. "Meskipun demikian,
cianpwe, kami mengucapkan terima kasih atas kebaikan
hatimu ini !" Si nona mendahului si anak muda karena ia khawatir anak
muda itu menuruti hawa amarahnya dan nanti mengeluarkan
kata-kata keras. Buat ia yang utama ialah lekas berlalu dari
tempat yang berbahaya itu !
Agaknya si suara parau itu puas mendengar kata-katanya si
nona. Maka ketika dia bicara pula, bicaranya perlahan.
"Oh, anak. Kau juga muridnya Tek Cio si rahib tua dari Pay
In Nia ?" tanyanya. "Nyata kau pandai bicara, kau cerdas
sekali ! Bagus, bagus !"
Kiauw In hendak mengatakan sesuatu tetapi si suara parau
mendahuluinya dengan kata-katanya : "Nah, pergilah kalian
turun gunung ! Lohu tidak mempunyai banyak ketika akan
melayani kalian !" Mendengar itu, It Hiong tertawa.
"Lee-cu dari locianpwe yang sudah mengundurkan diri itu
serta obat pemunah racun dari Pek Yam Siansu !" kata ia
keras. "Kedua benda mustika itu memiliki khasiat luar biasa
guna membasmi segala macam racun. Maka itu kau Tok Mo si
Bajingan Racun, jika kau tidak menjual lagak, pada akhirnya,
kau bakal merasai sendiri akibatnya ! Benar, bukan ?"
"Bocah !" bentaknya. "Jika kau masih mengoceh saja, lohu
akan mengunakan Tok Seng Ting guna menahan mutiara
serta obatmu itu !" Tok Seng Tin ialah Barisan rahasia Suara Beracun.
Belum lagi It Hiong menjawab, Kiauw In sudah tertawa dan
kata : "Kami mau turun gunung. Untuk itu kami harus
mendapatkan jalannya. Jika cianpwe tidak mau membukai
pintu rahasiamu, apakah itu bukannya berarti cianpwe sengaja
hendak menyusahkan kami ?"
Kembali suaranya si parau berubah menjadi sabar.
"Kau benar, anak. Kata-katamu menyenangkan di
dengarnya." katanya. "Dapat aku membukai jalan pada kamu
semua. Akan tetapi buat itu, kalian harus menolong lohu
melakukan sesuatu !"
Kiauw In melengak, hingga ia kata di dalam hatinya :
"Dasar kaum sesat, mulutnya saja manis, hatinya hati serigala
! Dialah si setan licik !" Tapi, meskipun demikian ia toh
menanya : "Apakah itu" Silahkan sebutkan ?"
Si parau membuka suaranya tinggi.
"Kalian harus mewakilkan lohu membersihkan partaiku !"
demikian katanya. "Kalian harus binasakan itu budak yang
menjadi murid murtadku !"
Itu artinya, si pemuda dan si pemudi diharuskan
membinasakan si nona berbaju hijau.
Kiauw In menoleh kepada nona itu. Ia melirik memberi
tanda akan si nona menyelindung di belakangnya. Kemudian
ia berpura menanya : "Siapakah muridmu itu cianpwe "
Dimana adanya dia sekarang " Dan, apakah kesalahannya
muridmu itu ?" "Banyak mulut !" si parau membentak. "Lohu bilang dia
harus dibunuh, dia mesti dibinasakan ! Buat apa kau mesti
menanya begini melit ?"
Si nona berbaju hijau yang telah menggeser ke
belakangnya Nona Cio bergemetar tubuhnya. Dia takut sekali.
"Cianpwe." kata Kiauw In sabar. "Jika cianpwe tidak bicara
dengan jelas, maka maafkanlah boanpwe yang boanpwe sulit
menjalankan titahmu itu.........."
"Hm ! Hm !" si parau memperdengarkan suara dongkolnya.
"Nampaknya kalian tidak berniat turun gunung, bukankah ?"
Tapi It Hiong menjawab keras : "Apa yang aku si orang she
Tio hendak tolongi, biarnya aku mesti menyebur ke air atau
menyerbu ke api, kendati mesti mengadu jiwa hendak aku
membuktikan apa yang aku janjikan ! Laginya adik ini masih
belum ketahuan muridnya siapa dan kenapa dia bolehnya
datang kemari ! Beranikah kau omong terus terang mengenai
hal ikhwalnya dia ?"
Si parau bagaikan terdesak. Lewat sekian lama, baru ia
membuka mulutnya. "Sebenarnya kalian mau pergi atau tidak ?" dia
menegaskan, bengis. Sepasang alisnya si anak muda bangkit berdiri !
"Biarnya aku mesti menginjak-injak Hek Sek San menjadi
rata, mesti aku berhasil mencari sahabatku !" katanya keras.
"Setelah itu baru aku mau pergi ! Siapa yang jeri terhadap
tinmu yang beracun ?"
Begitu dia menutup mulutnya, begitu si anak muda
menghunus pedangnya. Aneh si parau itu. Kali ini bukannya bergusar, dia justru
tertawa berkakak. "Kau boleh pergi !" katanya nyaring. "Lihatlah ! Di saat
berhasilnya pertemuan besar di In Bu San, maka itulah
saatnya juga yang kalian semua akan habis terbasmi !
Kalianlah ikan-ikan di dalam kwali dan sang semut di dalam
telapakan tangan ! Ha ha ha !"
Tanpa menanti suara orang berhenti, It Hiong sudah
berlompat maju ke kirinya dimana dengan pedangnya ia
mengetuk tembok guna mencari pesawat atau pintu
rahasianya ruang tertutup itu.
Mendadak terdengar satu suara menjublak keras,
mendadak juga sebuah pintu tampak terbuka sendirinya
hingga disitu lantas tampak sebuah lorong. Agaknya pintu itu
terbuka tanpa dicari pula oleh si anak muda.
Dengan berani anak muda kita berlompat masuk ke dalam
pintu itu. Sembari berlompat dia memutar pedangnya guna
melindungi diri andiakata nanti datang penyerangan gelap dari
dalam terowongan itu. Itulah semacam jurus silat bagaikan melesatnya anak
panah. Menyaksikan tindakannya It Hiong itu, si nona berbaju hijau
menarik ujung bajunya Kiauw In, sedangkan kakinya
melangkah. Dia ingin segera menyusul si pemuda. Sebab dia
ingin sekali lekas-lekas menyingkir dari tempat yang
berbahaya itu. Kiauw In memegang lengan orang untuk ditarik.
"Jangan bingung !" katanya. "Adik Hiong cuma hendak
menyelidiki jalanan. Sebentar dia kembali untuk kita berjalan
bersama-sama !" Si nona berbaju hijau dengan sinar mata guram berdiri
mengawasi ke dalam terowongan, hatinya tetap tegang
sendirinya. Benar saja, tak lama maka tampaklah berkelebatnya
bayangan dari sesosok tubuh hitam atau segera It Hiong
berdiri di hadapan mereka berdua.
"Ujungnya terowongan ini adalah sebuah tanah datar
berbatu." kata si anak muda seranya tangannya menunjuk ke
dalam terowongan itu. "Di sana, di kiri adalah kaki puncak dan
di kanan terdapat serentet rumah petak terbuat dari batu. Di
sebelah terowongan terdengar samar-samar suara
pertempuran....." Alis indah dari Kiauw In dirapatkan, otaknya bekerja.
"Mari kita pergi !" ajaknya sejenak kemudian.
It Hiong mengangguk. Lantas dia jalan di muka memasuki
pula pintu rahasia itu hingga bertiga mereka berjalan didalma
lorong atau terowongan. Si nona berbaju hijau jalan di tenah,
agar Kiauw In yang berjaga-jaga di sebelah belakang.
Panjangnya lorong belasan tombak. Mulut jalan keluar itu
terhadang dengan selat yang teraling dengan dinding batu,
maka orang harus jalan mengidar ke kanan untuk tiba ditanah
datar berbatu. Di dalam waktu yang singkat, It Hiong bertiga sudah tiba
disisi tanah datar itu, di pinggiran yang tinggi. Di depan
mereka adalah puncak. Di situ mereka dapat menyedot hawa
yang nyaman. Sang surya menyatakan yang sang waktu
sudah siang, sudah mendekati tengah hari.
Tanah datar itu adalah tempat dimana kemarin Gak Hong
Kun dan Ek Jie Biauw main perlip-perlipan. Itu pula tempat Ya
Bie bertempur dengan Ek Jie Biauw sekeluarnya dia dari
rumah batu. Ketika malam itu Kiauw In kehilangan Ya Bie, ia telah
memasuki serentetan rumah batu itu serta melintasi beberapa
pintu dan pendopo guna mencarinya, hanya ia belum sampai
di tanah datar berbatu itu. Waktu Ya Bie kembali, ia
sebaliknya sudah pergi jauh. Maka juga mereka berdua tak
dapat bertemu satu dengan lain.
Selama bingung mencari Ya Bie dan It Hiong itu, beberapa
kali Kiauw In bertemu dan bertempur dengan beberapa orang
berseragam. Hanya mereka itu aneh, nampaknya mereka
semua tak beres pikiran dan cara berkelahinya tidak memakai
aturan. Tegasnya mereka berkelahi masing-masing. Mereka
pula menyerang asal orang ada ditempat jagaan mereka.
Selekasnya orang dapat melewatinya, mereka tidak mengejar.
Setelah sampai di rumah batu terakhir, disitu barulah nona
Cio bertemu dengan Hian Ciu Jie Nio dan bertempur
dengannya. Kali ini dia merasa bahwa ia tengah menempur
orang yang otaknya tidak terganggu. Ia mesti melewati tiga
puluh jurus lebih barulah lawan dapat dipaksa mundur dan
kabur hingga ia mengejarnya sampai di luar rumah batu itu. Di
situ baru ternyata, itulah bukan rumah batu hanya gua
karang. Selama terpisah satu dengan lain, pengalamannya It Hiong
dan Kiauw In berlainan. Toh akhirnya mereka bertemu dan
berkumpul kembali. Ya Bie sebaliknya terpisah sebab dia
ketinggalan Kiauw In dan karena ilmu silatnya masih rendah
dia pasti menderita. Di antara beberapa orang Kang Ouw yang
melindunginya, ada beberapa orang rimba persilatan hingga
sangat sukar baginya melayani mereka itu. Demikianlah
sampai It Hiong mendengar di sebelah puncak gunung ada
suara pertempuran. Itu pula bukannya nona itu bergulat matimatian
guna meloloskan diri dari rintangan. Syukur baginya, ia
dibantu oleh So Hun Cian Li si orang utan yang beberapa kali
menolongnya dari serangan berbahaya dari lawan-lawannya
tiu. Dari tengah malam sampai besoknya pagi barulah ia dapat
keluar dari beberapa rumah batu itu tetapi belum bebas
seluruhnya. Demikianlah It Hiong bertiga, setelah mendengari suara
pertempuran itu, mereka lantas mencari jalan untuk
menghampiri dan melihatnya. Mereka jalan melintasi beberapa
rumah batu, hingga suara tadi nampak makin nyata.
"Mungkin itulah adik Ya Bie yang masih bertempur di dalam
rumah batu......." kata Nona Cio setelah dia memasang
telinganya. It Hiong heran. "Kenapa kau menerka demikian, kakak ?" tanyanya. Ia
menjadi heran sebab ia tidak menyangka Ya Bie yang masih
begitu muda dan belum berpengalaman dapat berkelahi satu
malam lebih...... Sebenarnya sebagai murid Kip Hiat Hong Mo, Ya Bie
mempunyai suatu kelebihan ialah ilmu menyamarnya Hoan
Kak Bie Cin, hingga ia dapat mengaburkan mata orang. Ilmu
itu membuat umumnya ahli silat dapat melihat dan menerka
keliru. Demikianlah sampai It Hiong pun membutuhkan
keterangan dari si kakak......
"Panjang buat aku menjelaskan !" kata Kiauw In. "Yang
perlu sekarang ialah membantu orang ! Mari !"
Nona Cio berkata terus bekerja. Ia lompat masuk ke dalam
rumah batu dengan melewati jendela, sembari berlompat ia
menghunus pedang dipunggungnya.
It Hiong masih tetap heran tetapi ia pun tidak mau
terlambat. Mak ai lompat menyusul sambil terlebih dahulu ia
menyambar tangannya si nona berbaju hijau untuk mengajak
nona itu. Rumah batu itu gelap, apa yagn tampak ialah sinar
berkilauan kehijau-hijauan mirip seperti terang kunang-kunang
hingga penglihatan menjadi rada seram. Meski begitu, Kiauw
In dapat maju dengan lekas. Ia seperti berjalan di tempat
yang ia kenal baik sekali. Ia melintasi kamar-kamar untuk
menuju langsung ke tempat suara pertempuran itu.
Kiranya tempat pertempuran adalah sebuah ruang
pertengahan segi empat, kiri dan kanannya berdinding
tembok. Jendela hanya satu dan juga kecil. Maka itu sekalipun
siang hari, ruang guram. Setibanya di muka kamar, Kiauw In melihat senjata-senjata
berkelebatan dan mendengar bentakan. Ia segera memasang
mata tajam guna bisa melihat terlebih tepat.
Yang bertempur itu adalah tiga orang pria bertubuh besar
dan tegar mengepung seorang wanita dengan tubuh kecil
langsing serta seekor orang utan yang tubuhnya besar dan
berbulu. Nona Cio pernah memasuki ruang ini dimana ia menempur
tiga orang yang bertubuh besar seperti tiga orang ini, maka
dia lantas menerka kepada Sam Mo atau tiga Bajingan dari
pulau To Liong To. Karena itu, yang lainnya ialah Ya Bie
bersama binatang piaraannya itu yang kuat dan lincah.
Dengan satu loncatan ilmu ringan tubuh Tangga Mega dan
sembari berseru juga Kiauw In lompat masuk ke dalam ruang
itu. Seruannya ialah : "Kakakmu datang ! Juga kakak Hiongmu
lagi datang menyusul !" Ia pun terus menangkis senjatanya
Lam Heng Hoan, si Bajingan nomor dua. Yang ia gunakan
ialah jurus "Pelangi Mengelilingi Langit." Menyusul itu, satu
desakannya membuat kedua Bajingan yang lainnya terpaksa
mundur seperti yang pertama itu.
Kiauw In berbesar hati melayani ketiga Bajingan itu, karena
ia tahu meski juga mereka itu lihai tetapi mereka berkelahi
tanpa menggunakan otak yang sadar. Sebabnya ialah urat
syaraf mereka itu sudah dipengaruhi obat.
Ya Bie lantas berlompat mundur selekasnya ia mendengar
seruan dan melihat sinar pedang menghadang ketiga
lawannya. Ia girang dan bersyukur hingga ia tidak dapat
segera membuka mulutnya. Ia berdiri disisi dengan naps
memburu. Cuma kedua matanya yang mengucurkan air mata
kegirangan mengetahui datangnya Kiauw In terutama It
Hiong, sang "kakak Hiong" sebagaimana Nona Cio
menyebutnya barusan ! Letih dan kegirangan dan terharu berbareng. Terutama
keletihan, membuat muridnya Kip Hiat Hong Mo tak dapat
bertahan lama berdiri di sisi itu. Mendadak saja ia merasai
napasnya sesak, lalu tubuhnya basah dengan peluh, akan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam detik lain roboh dengan sekonyong-konyong !
Tepat ketika itu It Hiong sampai, maka anak muda ini
berlompat akan mencegah tubuh nona itu yang ia pegang
pada pinggangnya. "Adik Ya Bie !" panggilanya keras. "Adik Ya Bie !"
Ketika itu Kiauw In tengah melayani ketiga Bajingan. Ia
mengharap Ya Bie dapat beristirahat, maka ia terperanjat
waktu ia mendengar suaranya It Hiong memanggil Ya Bie itu.
Ia lantas mengambil kesempatan akan melirik, hingga ia
melihat si adik Hiong tengah memondong tubuhnya anak
perempuan itu. Kedua matanya nona itu dipejamkan dan
napasnya memburu keras. Selagi nona kita menyimpangi perhatiannya itu, Lam Hong
Han menyerang pula. Ujung senjatanya mengancam dada dan
perut si nona. Hebat erang itu hingga untuk menangkisnya
pun sudah habis waktu. Karena itu, guna menyelamatkan diri,
si nona menjatuhkan dirinya terus bergulingan ke kaki
penyerangnya itu. Ia menggunakan jurus silat "Keledia Malas
Bergulingan !" Setelah bebas dari ancaman itu, ia segera
membalas menyerang. Ia menyerang tanpa berhenti sampai ia
berlompat bangun. Ia mengarah lengan kanan dan
tikamannya yaitu tikaman "Guntur Menyambar".
Lam Hong Hoan kaget sebab dia tidak menyangka lawan
justru berguling ke arahnya. Ia menjadi repot sekali ketika ia
mencoba menyelamatkan diri dengan menangkis serangan
yang berbahaya itu. Tentu sekali, karena itu senjata mereka
berdua saling bentrok dengan keras. Kesudahannya senjata si
Bajingan yang kalah, bahkan ia hampir kutung lengannya jika
tidak dia senjatanya yang malang ditengah ! Ia lantas
berlompat mundur ! Tapi juga Kiauw In tidak memikir buat mencelakai orang
yang kurang ingatan itu. Ia melainkan membela diri berbareng
hendak mengalahkan lawan bukan merobohkannya hingga
terbinasa. Habis mengundurkan Lam Hong Hoan, Kiauw In berlompat
bangun terus berlompat lebih jauh kepada Ya Bie yang ia
lantas raba mukanya akan kemudian memeriksa seluruh jalan
darahnya. Ia merasa lega mendapatkan nona itu tidak terluka
apa-apa terutaman tidak anggauta dalam badan. Jadi orang
pingsan hanya sebab terlalu letih. Maka lekas-lekas ia
menjejalkan pil Kian tan kedalam mulut nona itu.
"Telah aku menguruti dia," kata It Hiong. "Aku rasa
keadaannya tidak berbahaya."
"Mari kita lekas menyingkir dari sini" kata Nona Cio berbisik.
Di tempat yang aman, kita akan mencoba menolongnya lebih
jauh pada adik Ya Bie ini." kemudian ia menggapaikan
memanggil si nona berbaju hijau serta si orang utan atau
untuk ia berkata : "Kalian lekas keluar terlebih dahulu dari sini,
aku yang akan berjaga-jaga di belakang !"
Si orang utan berdiri dengan tampang lesu, tampangnya
dia terlalu lelah. Sinar matanya pun sayup-sayup. Tadinya dia
duduk numprah saja di lantai.
Si nona berbaju hijau mengawasi binatang itu. Kata dia
pada Kiauw In : "Rupanya Binatang ini mengerti akan katakata
orang. Kasihan dia....."
Binatang itu sebaliknya, menunjuk-nunjuk si nona yang
berbicara itu berulang-ulang ia memperdengarkan suaranya,
cuma entah apa yang ia katakan. Kemudian ia menghampiri It
Hiong, tangannya menunjuk Ya Bie yang masih rebah, terus
dipakai menepuk-nepuk punggungnya.
Menyaksikan demikian, It Hiong mengerti akan maksudnya
Binatang cerdik itu. Ia angkat tubuhnya Ya Bie akan
digembloki di punggungnya sang binatang.
Justru bertepatan dengan itu, mendadak ada seseorang
yang berlompat kepada si orang utan lantas tampak suatu
sinar terang meluncur pada punggungnya ! Itulah serangan
terhadap Ya Bie ! Si nona berbaju hijau melihat sinar itu berkelebat. Dia
kaget hingga dia berseru dan mundur dua tindak. Tapi
sebelumnya pedang mengenai sasarannya, mendadak
serangan itu ditarik pulang dan si penyerang terdengar
suaranya perlahan ! Si orang utan sangat cerdik, dengan lantas dia lari sambil
menggendong nonanya itu. Kiauw In pun segera menolak tubuhnya si nona baju hijau
sambil dia berkata keras : "Lekas lari!"
Nona itu mengerti, lantas dia lari menyusul si orang utan.
Ketika itu It Hiong sudah mulai bertempur dengan si
penyerang barusan, senjata mereka beberapa kali beradu
dengan keras hingga percikannya berpeletikan. Saat itu
digunakan Kiauw In akan mengawasi lawan tunangannya itu
hingga ia melihat seorang berbaju rahib To Kauw, agama To.
Tubuhnya besar, cuma matanya ketolol-tololan.
Dia pula memelihara janggut yang biasa disebut sebagai
janggut kambing gunung. "Ah, siapakah dia ?" pikirnya menerka-nerka. Ia rasa
pernah melihat rahib itu. Ia tidak usah berpikir lama akan
terus ingat dan mengenali orang. Dialah Beng Leng Cinjin dari
Hek Keng To, tocu, pemilik pulau ikan Lodan Hitam !
Dalam penyerbuan terhadap Siauw Lim Sie diwaktu malam
dahulu hari itu, Beng Leng Cinjin turut mengambil bagian. Dia
datang bersama-sama kedua adik seperguruannya, pria dan
wanita yaitu Cek Hong Cu Cin Tong dan Giok Bin Yauw Ho Tan
Hong. Adalah di itu waktu Tio It Hiong dengan pedang Keng
Hong Kiam telah memukul mundur para penyerbu karena
dengan pedang mustikan ia dapat menundukkan bajingan
serta berbareng melindungi keadilan. Semenjak kegagalan itu,
Beng Len Cinjin insaf dan lantas mengundurkan diri dengan
tinggal menyendiri di dalam gubuk yang ia bangun di sebuah
dusun dekat Kho tiam-cu. Dan Kiauw In ketahui rahib itu dari
mulutnya Tan Hong yang menuturkan perihal kakak
seperguruannya yang tertua itu.
Akan tetapi sekarang tiba-tiba tocu dari Hek Keng To itu
yang telah mengundurkan diri, muncul di Hek Sek San ini,
ditempatnya orang sesat bahkan urat syarafnya telah
terganggu ! Tidakkah itu aneh " Maka teranglah sudah, dia
tentunya telah kena dikekang lawan yang lihai itu.
"Kasihan !" kata si nona kemudian dalam hatinya.
Habis bentrokan dengan Beng Len Cinjin itu, It Hiong
mundur seperti juga si rahib sendiri. Keduanya berdiri diam
sambil saling mengawasi. "Adik, kenalkah kau akan orang itu ?" Kiauw In tanya.
"Orang atau orang-orang sesat mana ada yang bersahabat
dengan kita ?" sahut It Hiong dengan suara tegas. "Buat apa
kita mengenalnya ?" "Bukannya begitu, adik." Kiauw In bilang. "Dialah kakak
seperguruan dari adik Tan Hong ! Dia toh Beng Leng Cinjin
dari Hek Keng To ! Mendengar disebutnya nama Tan Hong, pikirannya It Hiong
bagaikan kacau secara tiba-tiba. Itulah kekusutan yang
dibilang "digunting tak putus, diberesi masih kusut juga". Tan
Hong sangat menyulitkan padanya. Nona sesat itu menjadi
sadar dan lurus karena dia dengan setulusnya hati
mencintainya ! Beng Leng Cinjin mendengar si nona menyebut namanya,
dia tertawa dingin lantas dia kata keras : "Jika kalian tahu
selatan, lekas kalian mengikat sendiri tanganmu supaya tak
usah lohu turun tangan lagi !" Ia pun mengulapkan pedangnya
dan menyingkap janggut kambingnya.....
It Hiong mengawasi jago tua itu, di dalam hatinya timbul
rasa sayang dan lucu. "Kakak !" katanya kemudian kepada Kiauw In. "tolong kau
melindungi mereka itu, akan aku menyusul kau
belakangan........" Justru si anak muda berkata, justru tubuhnya Beng Leng
telah mencelat ke muka pintu, pedangnya dilintangkan. Akan
tetapi Kiauw In tak dapat dirintangi karena si nona telah
berlompat dengan menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga
Mega. Maka melengak dan mengocehlah ia seorang diri saking
herannya orang dapat lewat.
It Hiong datang guna membantu Ya Bie, tidak ada niatnya
menempur para jago sesat itu. Lebih-lebih tak ingin ia
melukakan atau membinasakan orang-orang yang pikirannya
lagi sesat. Akan tetapi sekarang ia dihadang Beng Leng serta
di belakangnya berada Bajingan-Bajingan dari To Liong To,
itulah berbahaya andiakata mereka berempat dapat bekerja
sama menghadangnya. Maka ia pikir, perlu ia berkelahi cepat,
guna meloloskan diri buat mengangkat kaki.
Segera setelah berpikir itu, anak muda kita menggerakkan
pedangnya. Ia bersilat dengan jurus "Sie Toat Hong Sim" yaitu
"Anak panah menyambar sasaran merah". Ia menikam ke
dadanya Beng Leng Cinjin tetapi ditengah jalan ia merubah
sasarannya itu dari menikam langsung menjadi menebas dari
samping ! Beng Leng lihai, tidak kena dipermainkan secara begitu.
Dengan berani dia menangkis. Kakinya tak berkisar barang
setengah tindak. Dia tidak takut mengadu tenaga.
"Minggir !" It Hiong membentak. "Bukankah harimau
menyingkir melompati tembok dan manusia menghindari
ancaman bahaya " Apakah untungnya perbuatan ngototmu ini
?" Beng Leng tertawa dingin berulang-ulang, terdengar suara
"hm !" nya. "Bocah, sungguh mulutmu besar !" serunya. "Kau sebutkan
namamu ! Ingin aku tahu betapa besarnya namamu itu !"
"Akulah Tio It Hiong dari Pay In Nia !" sahut It Hiong keras
dan terus terang. "Bukankah kita pernah bertemu diatas Siong
San " Lupakah kau ?"
Beng Leng memperdengarkan suara bagaikan menggeruru.
Berulang kali ia menyebut namanya si anak muda. Terus ia
berpikir keras, alisnya pun dirapatkan satu dengan lain.
Sekonyong-konyong ia menuding dan mendamprat berulangulang
: "Penipu ! Penipu ! Ya, penipu !"
Hampir It Hiong tertawa melihat lagak orang mirip lagak
orang edun hingga ia tak menggubris yang ia katakan penipu.
"Apakah itu yang dinamakan penipu ?" tanyanya sabar.
"Coba kau jelaskan, ingin aku dengar !"
Matanya Beng Leng mendelik, mulutnya dibuka lebar.
"Masih kau berlagak gila ?" bentaknya. "Kau....... kau telah
menipu hatinya Tan Hong adik seperguruanku itu ! Bahkan
kau telah merampas juga sifatnya ! Hm ! Penipu ! Penipu !'
Belum lagi It Hiong mengatakan sesuatu maka Lam Hong
Hoan, tocu kedua dari To Liong To mendahului turut bicara.
Kata dia nyaring : "Beng Leng Toheng benar ! Penipu ini
bukan cuma menipu adik seperguruanmu, Tan Hong. Dia juga
telah menipu adik seperguruanku, Siauw Wan Goat ! Ya, cara
menipunya sama saja !' Biar bagaimana, It Hiong toh gusar karena Lam Hong Hoan
turut menuduhnya. "Tutup mulutmu !" Ia membentak. "Mengapa kau
mengoceh tidak karuan ?"
Lam Hong Hoan tidak mempedulikan orang gusar, dia kata
pula : "Kau bukan melainkan sudah menipu Tan Hong, kau
juga telah membujuk dan mengajaknya bersama pergi
bertualang di dalam dunia sungai telaga. Kau telah mengacau
di Ay Lao San, menyerbu kaum Losat Bun ! Itu masih tidak
apa ! Tapi yang celaka ialah setelah kau menipu Siauw Wan
Goat, adik seperguruanku itu, sampai sekarang ia tak
ketahuan berada dimana, entah dia sudah mati atau masih
hidup ! Bagaimana kau hendak memberikan pertanggungan
jawabmu terhadap kami ?"
It Hiong mengawasi tajam dua orang itu. Tuduhan itu
membuat ia bingung hingga tak tahu ia harus menjawab
bagaimana, terutama mengenai lenyapnya Siauw Wan Goat.
Ini dia yang pepatah bilang : "Kalau seorang mahasiswa
bertemu dengan pasukan perang, ada alasannya toh tak dapat
dia menjelaskannya." Pikirnya, "soal Tan Hong ada satu soal
yang dapat dimengerti, tetapi bagaimana dengan Siauw Wan
Goat yang telah ditipu dan dipemainkan Gak Hong Kun " Aku
sekarang haru memikul kedosaannya Hong Kun ! Tidakkah
hebat ?" Akhir-akhirnya dari mendongkol, si anak muda tertawa.
"Habis, kalian mau apakah ?" tanyanya singkat, sikapnya
menantang. Lam Hong Hoan maju satu tindak, senjatanya diulapkan.
"Dimana adanya sekarang adik seperguruanku ?" dia tanya
bengis. "Kau bilang !"
It Hiong memang tidak tahu dimana adanya Nona Siauw
tetapi ia melihat selatan dan menjawab : "Bukankah nona tadi
yang ada bersama disini adik seperguruanmu itu, Siauw Wan
Goat " Kenapa kau tidak dapat mengenali adik seperguruanmu
itu " Kenapa kau justru menangih orang padaku ?"
Lam Hong Hoan melongo. "Dimana adanya dia sekarang ?" tanyanya habis melengak.
"Dia sudah pergi !"
"Dimana adanya Tan Hong adik seperguruanku itu ?" Beng
Leng Cinjin pun menanya. "Bilanglah !"
"Kalian tidak mengenali adik seperguruanmu sendiri !" kata
It Hiong yang menggunakan kesempatan untuk mengacau
otak mereka itu, yang kadang beres kadang tidak. "Dia juga
sudah pergi !" Ketua dari Hek Keng To pun melongo.
"Dia sudah pergi ?" tanyanya, menegaskan.
It Hiong mengawasi dua orang itu, hatinya tidak tenang. Ia
bukannya tukang mendusta, maka juga merasa tak enak yang
ia sudah membohongi mereka itu. Ia terpaksa bersikap
demikian karena orang telah berlaku keterlaluan mengatakan
ia penipu dan mencaci padanya. Tapi dengan demikian juga ia
menjadi memperoleh kepastian bahwa benar-benar pikiran
orang tak seluruhnya sadar. Buktinya mereka percaya Kiauw
In adalah adik seperguruan mereka......
Beng Leng Cinjin tunduk dan berkata-kata seorang diri :
"Adikku sudah pergi....... Adikku sudah pergi........."
Mendengar itu, Lam Hong Hoan pun berkata sendirinya :
"Adikku sudah pergi...... Adikku sudah pergi....." dan ia ngoceh
terus. Suaranya dua orang itu menyatakan keprihatinan mereka
terhadap masing-masing adik seperguruannya, kedukaan
mereka itu mendatangkan kesan baik dan rasa terharu. Inilah
yang membikin hati It Hiong tak enak, tak tega ia


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyaksikan kelesuan dan kedukaannya dua orang itu. Tak
peduli ketika itu merekalah kedua lawan yang berbahaya dan
telah menyulitkannya...........
"Kalian menyebut-nyebut penipu," katanya kemudian.
"Apakah sekarang kalian telah insaf akan kekeliruan kalian ?"
Tiba-tiba saja Beng Len Cinjin dan Lam Hong Hoan
membentak berbareng : "Di depanku, kau masih berani
mendusta " Kau mencari mampusmu sendiri !" Dan tiba-tiba
pula mereka menyerang dengan masing-masing senjatanya !
Menyaksikan sikap orang tak waras pikiran itu, It Hiong
merasa hatinya lega. Tapi ia tidak dapat berpikir lagi, ia mesti
melayani kedua musuh bahkan selanjutnya menjadi empat
lawan karena dua jago lainnya dari To Liong To pun turut
turun tangan. Karena ia bukan berkelahi dengan sungguh-sungguh, It
Hiong melayani sekalian penyerangnya dengan terlebih
banyak berkelit. Maka juga ia mengandalkan Te Ciong Sui,
ilmu ringan tubuh Tangga Mega guna selalu berlompat
menjauhkan diri dari setiap tikaman, bacokan dan tebasannya
ataupun sabetan. Ia bergerak lincah ke kiri atau kanan dan ke
atas atau mendak. Beng Leng Cinjin dan Lam Hong Hoan termasuk kelas satu,
dua jago To Liong To lainnya masih kalah dari Lam Hong Hoan
tetapi mereka bukan sembaran orang. Dari itu tidaklah heran
jika pengepungan mereka tak dapat dipandang ringan. Lebihlebih
mereka itu dalam pikiran tak waras sempurna, berkelahi
dengan sungguh-sungguh, tanpa kenal takut mati.......
It Hiong repot sebab ruang kurang luas dan ia tak berniat
membinasakan lawan. Jalan keluar juga cuma satu-satunya
jendela yang dijaga keras oleh Beng Leng Cinjin.
Setelah bertempur sekian lama, It Hiong merasa yang cara
berkelahi itu tidak sempurna. Ia yang mungkin nanti
mendapat kerugian. Ia telah membuang-buang waktu. Dan
bagaimana andiakata ia salah turun tangan " Ia pula lantas
memikirkan Kiauw In bertiga. Apakah mereka tidak terlintang
pula oleh musuh yang licik " Ya Bie memerlukan tempat aman
guna ia memelihara kesehatannya. Sedangkan si nona berbaju
hijau, ilmu silatnya tidak dapat diandalkan.
Setelah mengingat semua itu, anak muda kita menjadi
berpikir keras. Bagaimana ia harus bertindak.
Dengan berpikir, It Hiong ingat cara berkelahinya Beng
Leng Cinjin si penjaga pintu itu. Setiap kali ia menerjang, si
rahib menerjang dengan jurus "Pat Hong Hong Ie -- Angin
Hujan di Delapan Penjuru". Serangan itu sukar dihadapi
kecuali kalau ia melawan keras dengan keras dan itu berarti
mungkin ia mendapat rugi dilengannya. Kalau ia bersedia
melukai Beng Leng, itulah lain.
Akhir-akhirnya muridnya Tek Cio Siangjin memikir buat
menggunakan kecerdasan saja. Ialah memakai tipu, buat
mengelabui si rahib atau ketiga kawannya itu. Maka ia lantas
menanti kesempatan. Di saat Hong Hoan menghajar, ia
berkelit. Sembari berkelit itu mendadak ia berseru : "Tan Hong
datang !' Beng Leng Cinjin melengak ! Orang bukan menyerangnya
hanya menyerukan namanya adik seperguruannya itu ! Tepat
dan telak si anak muda menyerang hati nuraninya itu. Segera
ia menoleh dan mengawasi !
Ketika yang baik itu tidak dikasihh lewat oleh It Hiong.
Habis berseru, ia pun lantas menggunakan ilmu Hoan Kak Bie
Cin, ilmu menyamar dan mengelabui mata ajarannya Kip Hiat
Hong Mo Tauw Hwe Jie. Itulah ilmu sesat, yang ia tak penuju
dan sejak ia pelajari belum pernah ia pakai. Hanya kali ini,
saking terpaksa guna mengelabui matanya jago dari Hek Keng
To itu. Tengah si rahib berdiam itu, ia terus mencoba lewat
disisinya. Beng Leng melihat ada orang berjalan ke sisinya, wajar
saja ia mengangkat pedangnya untuk menyerang atau ia
lantas merasa ada tangan yang menahan turunnya senjatanya
itu dan waktu ia mengawasi ia melihat yang melintasi itu Tan
Hong adanya, si sumoay, adik seperguran yang ia buat
pikiran. Tanpa merasa ia berseru : Adik ! Adik !" Karena ini,
lupa ia buat menggunakan lebih jauh pedangnya !
It Hiong berlaku sangat gesit dan lincah. Selekasnya ia
lewat disisinya Beng Leng, ia lantas menjejak lantai akan
berlompat melesat melompat jendela yang menjadi pintu atau
jalan satu-satunya buat ia dapat keluar dari ruang yang
terkurung rapat itu oleh empat orang musuhnya. Hanya
sekejap saja, lenyaplah ia berikut bayangannya !
Beng Leng Cinjin bersama Lam Hong Hoan berempat
berdiri menjublak, matanya mengawasi keluar ruang. Mereka
seperti juga tidak berani setindak saja meninggalkan tempat
jagaan itu......... It Hiong lari dengan keras. Setibanya ia ditanah datar
terkaannya ternyata terbukti. Ia melihat suatu pertempuran
yang seru. Di sisi si orang utan tampak sedang menggendong
Ya Bie dan disebelahnya mereka itu si nona berbaju hijau lagi
bersiap saja menghadapi bahaya. Matanya mengawasi tajam
ke medan pertempuran. Di sana Kiauw In tengah dikurung oleh Cit Biauw Yauw Lie
yang bersenjatakan kim tay, sabuk sulaman air emas. Mereka
itu bergerak cepat hingga ujung baju mereka turut bergerak
tak hentinya. Demikian juga Nona Cio. Mereka itu berkumpul
dan memegat di tanah datar itu karena diperintahkan Im Ciu
It Mo, guru mereka. Caranya mereka menyerang pun dengan
memakai aturan, sebab mereka tahu Kiauw In lihai dan
hendak membikin nona itu lelah sendirinya.......
Kiauw In tidak takuti ketujuh nona itu, apa pula ia
mendapat kenyataan Im Ciu It Mo terus tidak mau munculkan
diri. Begitu bergerak, ia menggunakan ilmu pedangnya guna
mendahului membuat lawannya kalah angin. Inilah tindakan
yang perlu guna membikin ketujuh pengepungnya kalah hati !
Cit Biauw Yauw Lie kecele. Tadinya mereka memikir yang
mereka mudah saja akan mengepung dan membuat si nona
letih, semua tahu segera senjata merekalah yang justru
didesak sedangkan senjatanya mereka yang berjumlah
banyak dan selayaknya saja dapat mengurung dan
mengekang lawan itu. Sekarang justru mereka sendiri yang
kena dibikin repot ! Nona-nona itu juga heran mendapatkan Kiauw In lekas
sekali pulih kesehatannya. Disamping pedangnya, nona itu
senantiasa bergerak dengan pasti dan lincah sebab nona ini
menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga Mega. Tak ada
tanda-tandanya yang ia masih dipengaruhkan obat Thay siang
Hoan Hun Tan. Si orang utan pun menyaksikan pertempuran dengan
matanya dibuka lebar. Serta dia memperdengarkan
Pekikannya. Rupanya dia bersitegang hati seperti si nona
berbaju hijau. Mereka sama-sama mengharapkan Nona Cio
lekas menang......... Tak sudi It Hiong menonton lama-lama pertempuran yang
tak seimbang itu. Tujuh orang mengepung satu orang ! Ia
bahkan melihatnya dengan sepasang alisnya bangkit berdiri
karena hatinya tak puas. Maka ia berlompat maju sambil
berseru : "Tahan !" Terus pedangnya berkelebat dan tubuhnya
berada disisinya Nona Ciu !
Cit Biauw Yauw Lie berhenti menyerang secara serentak.
Mereka terkejut. Lantas mereka mengawasi oang yang baru
datang itu. Lantas mereka menjadi melengak saking jeran.
Itulah orang yang tampang muka dan pakaiannya tak asing
lagi bagi mereka ! Bahkan hati mereka lantas goncang
disebabkan ketampanan dan sikap gagah dari si anak muda.
Bahkan hatinya Ek Jie Biauw bergoncang lebih keras.
Ketujuh nona itu mengurung tetapi mereka berdiri diam,
mereka tidak menyerang dan juga tidak mundur.
It Hiong mengawasi semua orang. Lalu dia kata pada Yauw
Lie yang tertua, katanya : "Nona Ek Toa Biauw, tolong kau
sampaikan pada gurumu bahwa Barisan Cit Biauw Tin lain hari
saja aku datang pula untuk belajar kenal dengannya ! Hari ini
kami perlu lekas-lekas meninggalkan gunung Hek Sek San !"
Ek Toa Biauw mengawasi dengan membuka lebar matanya.
"Bagaimana jika guru kami hendak memaksakan tuan
berdiam disini ?" tanyanya sembari tertawa tawar.
It Hiong mengulapkan pedangnya hingga sinar pedang itu
berkilauan. "Biasanya aku si orang she Tio sabar terhadap setiap
orang," sahutnya. "Suka aku mengalah dan melepas budi.
Tetapi kesabaran itu ada batasnya. Bukankah senjata tajam
tidak ada matanya" Maka itu siapa tidak takut darahnya nanti
muncrat berhamburan, dia majulah mencoba-coba !"
Jilid 59 Ketika It Hong melayani nona-nona itu, bicara, tanpa
mengtakan sesuatu, Kiauw In lantas meninggalkannya. buat
ia menghampiri Ya-Bie, guna segera membantu nona itu, yang
ia bantu dengan emposan tenaga dalamnya. Itulah ilmu yang
dinamakan "menyambut yin menyebrang Yang." tangannya
diletaki pada jalan darah. itulah cara yang menghamburkan
tenaga dalam sendiri tetapi cepat sekali menyembukan orang
yang ditolongnya. Demikian Yan-bie, dalam waktu yang singkat sekali, ia
lantas sadar. waktui ia melihat nona Cio, lantas ia berseru:
"kakak kiauw-in!"
Kiauw In menepuk bahu orang.
"Jangan khawatir, ada apa lagi adik!" katanya, menghibur.
"buatmu sudah tidak ada ancaman bahaya lagi! kau
beristrirahatlah!" Ya-bie turun dari punggungnya So-Hun Cian Li. ia mau
bertindak, atau tubuhnya terhuyung, hampir saja ia roboh
baiknya Kiauw In segera meyambarnya.
"Kau berhati keras melebihi aku, adik" kata nona Cio
tertawa. "lekas kau berdiam dipunggung si orang utan, untuk
beristirihat!" Ya Bie tahu tenaganya belum pulih, ia berduka sekali,
sehingga air matanya melel keluar. sebenarnya ia ingin sangat
dapat bergerak pula dengan bebas. terpaksa ia membiarkan
tubuhnya digendong pula binatang piarannya itu, untuk
bersiap turun gunung. Tepat itu waktu, terdengar suara nyaring dari It Hong pada
kiauwin "kakak, mari kita pergi!"
Ek Toa Biauw agak terperanjat, dia lantas menglapakan
tubuhnya. "Kami datang kemari bukan untuk membantu kau
menyampaikan kabarmu, tuan!" kata dia. "Aturan guru kami
keras sekali, tak dapat itu diabaikan cuma karena beberpa
patah kata dari kau bagaimana kami nanti harus berurusan
dengan guru kami?" It Hong tidak puas. ia tapinya menahan sabar.
"Habis kalian mau apa?" tanyanya
Nona itu menjawab dengan tertawa dingin "Hek Sek San
bukannya gunung dimana orang dapat datang dan pergi
menuruti suka hatinya sendiri! jika kalian mau turun gunung
maka kalian harus menuruti aturan pihak tuan rumah,
sedikitnya kalian harus meningalkan sesuatu!"
It Hong pun tertawa. "Kami perlu lekas-lekas melakukan poerjalanan kami, tak
usah nona -nona mengantarkan kami!" demikian katanya,
"bagaimana kalau aku persilakan nona-non pulang saja?"
Ek Toa Biauw gusar, alisnya berdiri wajahnya bengis, tapi
dia mencoba tertawa. "Masihkah kau berlagak pilon tuan?" tanyanya dingin "guru
kami meletakkan kakinya didalam dunia kang-ouw, dia telah
menjadi orang tingkat tinggi yang ada kepala dan mukanya!
maka itu, setiap kata-kata yang diucapkannya, itu mesti
dilakukan dan diwujudkannya, itu tak pernah dirubah!
pendeknya, siapa yang menentang guru kami, maka.
janganlah dia mengucap akan dapat berlalu dari sini dengan
masih bernyawa!" Alisnya It Hong berdiri. "Kau bicara berputar-putar. nona Ek" tegurnya. "bagaiman
jika kau omong terus terang saja?"
Ek Toa Biauw menatap tajam.
"Benarkah tuan mau mendengar pesan guru kami?" dia
menegaskan "Apakah tuan tak nanti habis sabarnya"
Panas hatinya It Hong, hampir ia bersikap keras kalau ia
tidak melirik Ya Bie dipunggungnya si orang utan dan ingat
yang nona itu memerlukan waktu istirahat, ia pula melihat si
nona berbaju hijau bersama kiauw. Ia lagi mengawasinya,
buat mendengar apa katanya. mengenai si nona berbaju hijau,
ia juga ingat janjinya akan nanti mengantarkannya pulang
kerumahnya. maka ia lantas mengenadalikan diri.
"Nona Ek kalau kau mau bicara ya bicaralah" katanya
kemudian, sungguh-sunggih.
Ek Toa Biauw mengawasi. ia dapat melihat orang sabar dan
keras hati. terpaksa, iapun menghargai sikap orang itu. maka
ia juga tertawa, sembari tertawa , ia berkata: itulah cuma dua
urusan kecil! guruku tidak nanti memaksakan orang membuat
orang sulit!" It Hong menatap, telinganya ia pasang.
"Pertama-tama," kata Ek Toa Biauw kemudian, "Yaitu
tentang perbuatanmu sendiri yang telah lancang memasuki
wilayah Hek Sek San ini dimana kau telah menembusi lembah
Kiau gee kiap serta menjelajah beberapa bagian tempat yang
terlarang, hingga kalian mengetahui beberapa rupa rahasia
kami. oleh karena itu guru kami menghendaki kau makan
sebutir pil sintan supaya dengan begitu kau jadi dapat lupa
segala apa yang kau telah lihat dan lakukan disini"
Untuk sekejap mata, It Hong nampak gusar, akan tetapi
dengan lekas ia nampak sabar pula.
"Dan yang kedua?" tanyanya. "Apakah itu?"
Toa Biauw membuat main matanya. lalu tangannya
diangkat, menunjuk si nona berbaju hijau.
"Guruku berkata untuk menyampaikan kepada kau tuan.
menasehati supaya kau jangan terpincut anak perempuan
itu.!" sahutnya, tertawa "kalau sampai nama dan tubuh tuan
tercemar dan rusak karena dia, itulah harus disayangi. maka
itu baiklah tuan tinggalkan disini, buat kami mengantar pulang
agar guru kami yang mendidiknya begitu bagus, bukan?"
Suara itu halus dan rapih tetapi bagi It Hiong, terdengar
tajam, ia rupanya dianggap sebagai penggemar paras elok
serta dituduh telah melindungi seorang murid murtad, saking
mendongkolnya serta menahan amarahnya, ia sampai berdiam


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri saja. Ek Toa Biauw tertawa dan kata pula "Tak salah bukan"
bukankah ada pepatah kuno yang berkata, dikolong langit ada
hanya wanita cantik, kenapakah mesti hanya dianya seorang"
saudara Tio, cobalah pikir bukankah dibalik keberuntungan
adalah kecelakaan"....."
Kata-kata itu ditutup dengan tertawa geli.
Dari mendongkol dan gusar, dapat It Hiong menguasai
dirinya. sebaliknya dari pada menyatakan amarahnya, ia
tertawa. "Kaulah seorang wanita terhormat. nona Ek,
mengapa sekarang, kau bicara begini. seperti juga kaulah
seorang perempuan hina dina?" tanyanya, "Baiklah kau
menjaga kehormatan dirimu!"
Muka Toa Biauw menjadi merah.
"Cisss" serunya, gusar lalu dia tanya dengan bengis
"Bagaimana, kau terima dua syarat ini atau tidak?"
Hebat nona Ek, selama ini, tiga macam panggilannya pada
It Hiong, mulai dengan "tuan" lalu "saudara" dan sekarang
"kau" It Hiong tetap berlaku sabar,
"Aku yang rendah cuma dapat menerima sebagian saja"
sahutnya. Mendengar demikian, Toa Biauw girang, hingga lupa ia
pada mendongkolnya barusan, semua itu tidak lain, ialah
sebabnya sebenarnya ia sangat tertarik pada pemuda itu,
yang diam-diam ia gilai sendiri.
"Saudara It Hiong yang mana kau pilih ?"tanyanya.
"Makan Sin-tan!" sahut It Hiong tegas. Toa Biauw tertawa,
dia nampak sangat girang.
"Jadinya saudara Tio lebih menghargai paras daripada
jiwa!" katanya "Benar, bukan"
Pemuda itu tak sudi melayani orang bicara.
"Dengan memandang muka gurumu, maka aku mau makan
obat itu." katanya, "dengan jalan ini, hendak aku menghargai
aturan gurumu, sekarang sudah tak siang lagi. kami mau
lekas-lekas melakukan perjalanan kami, aku minta lekas kau
keluarkan obatmu itu!"
Toa Biauw berhenti tertawa.
"Jadi budak itu akan pergi bersamamu turun gunung
bukan?" dia masih bertanya,
It Hiong mengangguk. "Ya" Jawabnya, "Aku yang rendah hendak mentaati janjiku
buat mengantarkan dia pulang kerumahnya supaya dia dan
keluarganya hiudup berkumpul rukun dan damai!"
"Melindungi murid orang yang murtad, itu berarti
melanggar pantangan besar kaum rimba persilatan kata Toa
Biauw, "Itulah pelanggaran yang tak terampunkan! saudara
Tio, pernahkah kau memikirkan itu?"
"Kira-kira bicara, nona" kata It Hiong .
"Tak sanggup aku menerima kata-katamu ini! bukankah hal
yang benar ialah nona ini pada mulanya diculik oleh Tok Mo si
manusia beracun, yang kemudian dia obati dan membuatnya
menjadi boneka perkakasnya" disini tidak ada soal perguruan,
karenanya. mana ada soal murid mendasarkan" aku
sebaliknya, aku lagi menjalankan keadilan dalam dunia kang
ouw, aku hendak menolong seorang sampai pada akhirnya!.
kalau seorang laki-laki sejati bekerja, mana dia jeri terhadap
kesukaran atau bencana" memang sulit menghindarkannya
kalau aku langgar janjiku, bukan cuma terhadap sahabat
terutama aku mendatangkan malu besar pada guruku"
Sampai disitu Ek Jie Biauw, yang sejak tadi berdiam saja
bersama lain saudaranya, lantas bercampur bicara, dia
memang pandai bicara. katanya dia "kalau seorang laki-laki
menggilai seorang wanita, dia suka menggunakan alasan
keadilan dan perikemanusiaan sebagai senjatanya, guna
menutupi kejahatannya itu, dia biasa mangoceh balelo, hingga
dia mau menipu orang tetapi jadi menipu dirinya sendiri. Dia
kata ada Tok Mo disini, di Hek Sek San! siapakah yang dapat
membuktikan itu" disini bukan tempatnya Tok Mo"
Tok Mo ialah bajingan racun.
"Kenyataan adalah bukti lebih menang dari penyangkalan"
Kata It Hiong. "Dan pendengarannya kalah dengan
penglihatannya! dengan mataku sendiri aku pernah melihat
Tok Mo muncul disini"
"Bagaimana macamnya Tok Mo yang kau lihat itu!" tanya
Cie Biauw "Coba kau jelaskan buat kami mendengar!"
"Dialah seorang tua yang mukanya keriputan, yang
berdandan sebagai pelajar," It Hiong memberi keterangan
"Dia sangat gemar menggunakan racunnya! didalam gua
digunung ini, dia telah membangun Barisan rahasianya yang
dia beri nama Ngo Tok Tin dan pembantunya ialah sepasang
pria dan wanita muda, yang pria bersenjatakan sepasang
tongkat, dan yang wanita kaitannya Bwe-hoa taot cukup dia
itu buka Tok Mo atau bukan"
Mendengar itu, ketujuh nona tertawa ramai, lalu Ek Cit
Biauw kata nyaring: "Pintar belingar! kiranya kalian kembali
dipermainkan Couw Kong......"
"Tahan " Ek Toa Biauw menyela saudaranya.
Cit Biauw berhenti mendadak, tak dapat dia
meneruskan.........put lo"
Tanpa terasa It Hiong melengak, ia lantas menerka, tentu
ada rahasia apa-apa maka juga Cit Biauw dicegah bicara
terus. Tanpa disebutnya nama "Couw Kong" membikin ia ingat
pada Couw Kong Put Lo dari Ceng Lo Ciang. yang memiliki
tentang So Lie Keng, kitab tentang wanita, maka ia berkata
dalam hatinya" pantas pelajar tua itu yang bermuka keriputan
itu berulang kali bertemu dengan diriku tetapi dia tidak sudi
memperlihatkan dirinya, kiranya dia takut rahasianya
terbuka........." karena itu ia menerka pasti Im Ciu It Mo telah
mengurung dan mengekang banyak jago kang-ouw tua
didalam gunung Hek Sek San ini dan mereka itu semua telah
dipakai sebagai boneka atau perkakas......
Darahnya It-Hiong bergelok. tahulah ia sekarang siapa si
manusia jahat, yang hendak merebut kemenangan dalam
pertemuan Bulim Ciu Cun nanti, dan pengaruh obatnya,
membikin orang-orang kosen menjadi perkakasnya.
Lantas pemuda kita menyabarkan diri. ia kembali pada
persoalan mereka. katanya: "Telah aku beritahukan hal
Ihwalnya adik berbaju hijau itu dengan sebenarnya dia bukan
murid murtad! dalam halnya dia, aku si orang she Tio, aku
berani menjaminnya dengan jiwaku! maka itu aku minta guru
kalian suka memberi muka padaku supaya dia dilepaskan dan
dibiarkan turun gunung"
Ketujuh nona itu tertawa, tidak ada yang menjawab, semua
cuma nmenatap tajam anakmuda itu mata mereka juga dibuat
main. Nyata sekali kebencian mereka itu, Rupanya mereka
tetap menyangka ada apa-apa diantara pemuda itu serta si
nona berbaju hijau. Panas hatinya It-Hiong. "Kalian dengar atau tidak apa yang aku katakan?"
Tanyanya keras. Ek Toa berhenti tertawa, "Kami cuma percaya separuh" sahutnya. "Sebenarnya
masih ada soalmu, soal asmara yang manis."
Kata-kata itu dihentikan secara tiba-tiba.
Dalam panasnya hati, It Hiong katakan :"Walaupun ada
sesuatu diantara aku dan nona berbaju hijau, kalian tak perlu
campur tahu" bukankah kamu semua nona-nona remaja"
kenapa kalian begini tidak tahu malu?"
Toa Biauw merasa pipinya panas.
"Ciss" Serunya, "Jangan kau menyangkal tentang
perbuatanmu dengan nona itu memang tidak ada
hubungannya dengan kami tetapi di sana ada wanita yang iri
hati dan jelas yang akan mengurusnya" dialah yang akan
membuat perhitungan denganmu! hati-hati kau dengan
dengkulmu!......." Habis berkata , kembali si nona tertawa, guna menggoda
si anak muda. Kiauw In tidak puas menyaksikan tingkahnya nona-nona
itu, akhirnya dia maju ke depan dan berkata keras: "Sudah
cukup kalian bicara" kalian masih ada urusan, aku yang
bertanggung jawab. Aku Cio Kiauw In! Jika kalian sudah tidak
punya urusan lagi, hendak kami berangkat pergi! sampai
jumpa!" Segera ia menutup mulutnya, nona Cio menghunus
pedangnya, terus ia membuka jalan buat berlalu dari situ.
Si orang utan yang cerdik, yang menggendong Ya Bie,
lantas lompat akan menyusul, akan berjalan di belakang nona
Cio itu. karenanya, si nona berbaju hijau turut menyusul juga.
Cit Biauw Yauw pun segera bergerak. dengan memutar
sabuk mereka, mereka lantas melompat maju untuk mengatur
diri, buat merintangi. Sedangkan Ek Toa Biauw lantas berkata
pula: "Saudara Tio, tadi kau telah berjanji akan makan sin-tan,
bagaimana dengan janjimu itu" janji itu masih berlaku atau
tidak?" It Hiong di belakang nona berbaju hijau itu berkata pula:
"Bagaimana bendanya kalau obat sin-tan gurumu itu
dibandingkan dengan Wan Te Jie?" tanyanya.
Ketujuh nona itu bingung, tak tahu mereka itu apa itu "Wan
Te Jie," yang dapat diartikan "main main" adakah itu mainmain
diantara pria dan wanita, tegasnya bercumbu-cumbuan"
mereka belum tahu bahwa yang dimaksud ialah obat mujizat
anti racun dari Pak-yam Siansu dari biara Bie Lek Sie.
Toa Biauw mengawasi si anak muda, matanya berlinang
air mata, kata dia "Obat guruku itu berkhasiat dapat
membetot arwah dan merusak tulang-tulang serta membikin
dunia berputar, setelah makan nanti barulah kau mengerti.!"
It Hiong tidak menjawab. kata-kata nona itu seperti
mengandung dua maksud : "Benar-benar dan menyindir."
Melihat sikap orang, Cie Biauw turut bicara. ia tertawa dan
berkata : "Bagaimana saudara Tio" bukankah kau telah
memberikan janjimu pada kakakku" apakah kau takut nanti
arwahmu terbetot dan tulang-tulangmu hancur remuk?"
Cit Biauw juga tertawa geli.
"Kau benar kakak kedua!" kata dia,
"Kalau seorang pria telah memberikan janjinya tetapi dia
sangkal itu. itulah tak dapat ! tak dapat tidak, dia mesti makan
obat dari kakak kita!"
It Hiong sementara itu, dengan pedang ditangannya,
mengawasi formasi Cin atau Barisan nona-nona itu, kemudian
ia berkata: "Bagaimana kalau aku makan itu, habis kalian
minggir" apakah dengan begitu lantas sudah saja"
"Ciss" Cit Biauw meludah. "Berapa lihainya ilmu
kepandaianmu?" "Kalian lihat saja!"kata It Hiong keras.
Demikian nona-nona itu mengganggu si anak muda.
Ketika itu Kiauw In sudah maju sampai diantara Sam Biauw
dan Su Biauw, tanpa mengatakan sesuatu, ia menyerang
mereka itu dengan suatu jurus dari Khie Bun Pay Kwa Kiam
yang di teruskan, kedua nona itu berlompat mundur, mereka
tidak menangkis , dengan begitu mereka membiarkan nona
Cio lewat dan disusul So Hua Ciante yang menggendong Ya
Bie, selekasnya si nona berbaju hijau mau turut lewat , lantas
keduanya bergerak pula mengambil kembali kedudukan
mereka seperti tadi guna menghadang nona itu.
Si nona berbaju hijau loloskan ikat pinggangnya. Dengan
itu ia lantas menyerang kedua orang yang merintanginya.
Melihat nona itu berani membuka jalan, Sam Biauw dan Su
Biauw menarik sabuk mereka, sebaliknya mereka bersama
menolakkan tangan kirinya, menyerang dengan satu jurus dari
Tauwlo-ciang. Dasar ilmu silatnya masih sangat rendah, si nona berbaju
hijau repot mengelakkan diri. setelah mana bergeraklah tin
lawan dan kedudukan Yauw Lie segera mengurung padanya.
tapi walaupun kepandaiannya masih sangat terbatas. nyalinya
si nona besar sekali, ia menjadi nekat lantas ia menyerang
dahsyat ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang.
kepada sekalian pengurungnya itu! itulah jurus silat "Loan Sek
Ta Tiok Lim," dengan satu kali menimpuk kalang kabutan
dalam rimba bambu-. Jadi ia menyerang siapa saja diantara ketujuh Yauw Lie itu!
Satu kali Cie Biauw adalah yang menerima giliran diserang
si nona baju hijau. dia menggunakan senjatanya menangkis
dengan sampokkan keatas, apa mau, ujung ikat pinggang
meluncur kekepalanya. justru itu si baju hijau menarik
senjatanya itu, yang ia khawatir nanti kena terlibat sabuk
lawan, dan kebetulan sekali, seutas rambutnya nona Ek kena
tarik hingga dia kenekatan dan menjadi gusar sekali
karenanya. dalam sengitnya, dia membalas menyerang
kemuka orang, jurusnya ialah "Tok Coa Touw Sin," ular
beracun muntahkan racun Kembali si nona berbaju hijau menjadi repot. serangan itu
sangat berbahaya, untuk menyelamatkan diri. ia melompat
berjumplitan mundur dengan jurus silat "ikan gabus meletik"
Justru nona kita menginjak tanah, justru Ek Toa Biauw tibatiba
ke belakang karena ketujuh nona main berputaran.
dengan cepat nona Ek meluncurkan tangannya, menolok
lawannya itu pada jalan darah sin tong.
Si nona baju hijau tidak berdaya lagi, maka habis menjerit,
robohlah dia. Cit Biauw berlaku cepat melihat lawan roboh, ia lantas
melompat kesana, guna di pondong untuk dibawa pergi
Ketika itu It Hiong terpisah dari si nona baju hijau kira-kira
tiga tombak, ia ketinggalan karena ia mesti melayani Toa
Biauw dan lainnya berbicara. ia terkejut mendengarakan
jeritan kawannya itu dan lalu melihat tubuh si kawan roboh,
sedangkan Cit Biauw hendak menangkap lawannya yang
sudah tak berdaya itu, tidak ayal barang sedetik saja juga ia
melompat menghampiri kawan itu, dalam hal ini. ilmu Tangga
Mega membantu banyak padanya, ia sampai sebelumnya Cit
Biauw sempat meraba tubuh orang, maka mudah saja ia
menyambar si nona baju hijau, terpisahnya mereka berdua
hanya dua kaki. Dengan tangannya kirinya, It Hiong memondong nona yang
ia tolongi itu, justru itu, tubuhnya kena ditabrak tubuhnya Cit
Biauw sebab nona Ek, yang pun menyambar, tak keburu
berkelit lagi, Hingga tiga buah tubuh bagaikan menjadi satu!
hingga mereka bukan seperti lagi saling berebutan hanya
mirip tengah rangkul-merangkul!
Mukanya Cit Biauw menjadi merah, biar bagaimana, dia


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jengah. sambil lekas-lekas memisahkan diri, dia
memperdengarkan suara penasarannya: "Cis,! Kau mau
menjadi si pelindung Bunga, ya" siapa kesudian melayani
kau"........." Justru It Hiong pun jengah maka Yauw Lie lainnya sudah
merangsak pula. empat nona lantas mengurung anak muda
kita, karena tiga yang lainnya lari pergi, mungkin mereka
hendak menyusul Ya Bie dan Kiauw In.
Selama itu Kiauw In bersama si orang utan sudah lari jauh
tigah puluh tombak kapan ia menoleh dan tidak melihat si
nona baju hijau masih sangat lemah ilmu silatnya, sebaliknya
Barisan Cit Biauw tin sangat lihai. terpaksa ia memberi isyarat
akan si orang utan menantikan, ia sendiri lantas lari balik,
maka itu, tepat sekali, ia berpapasan dengan ketiga Yauw Lie
lagi terus mengepung padanya!.
Siasatnya Ek Toa Biauw benar sekali, dengan begitu,
rombongannya dapat merintangi lawan kabur, hanya ia tak
ingat tentang kepandaian silat mereka sendiri. bertujuh
mereka tidak sanggup melawan Kiauw In, apapula sekarang si
nona dikurung melainkan tiga orang, juga hati si nona sedikit
lega sebab ia tahu, kalau It Hiong pun berada terkepung
cuma harus melawan empat orang lawan bukankah bersama
It Hiong pun berada si nona baju hijau" cuma ia tidak tahu
nona baju hijau itu justru mengurangi kebebasanya si anak
mudah sebab dia pingsan dan mesti dipondong bagaimana
kalau Im Cit It Mo sempat mengirim bala bantuan kepada Cit
Biauw Yauw Lie. It Hong sebaliknya berlega hati melihat Kiauw In kembali,
itu tandanya, meski si nona belum lolos dia tapi tidak kurang
suatu apa dan senang ketika melihat musuh memecah
Barisan. hingga tenaga mereka itu pasti berkurang sendirinya.
Ke empat Yauw Lie mengurung, mereka tidak lantas
menyerang, inilah saat yang menguntungkan bagi anak muda
kita: "Lekas-lekas ia membebaskan totokan si nona baju hijau,
membuatnya siuman, walaupun dia lemah ada baiknya nona
itu sadar, dan dengan cepat sadar, dia tak usah terancam
bahaya akibat totokan lawan. terlalu lama pingsan dapat
menyebabkan kesehatannya terganggu.
dengan segera si nona berbaju hijau membuka kedua
matanya. It Hiong segera menyuruh si nona berdiri seraya ia
menanya:"Kau tidak kurang suatu apa, bukan?"
Nona itu mengawasi si anak muda, ia menggelengkan
kepala. Disaat itu Kiauw In mulai diserang tiga orang lawannya,
hingga ia membuat perlawanan, hingga mereka berempat jadi
bertempur pula. Maka berkilauanlah pedangnya, diantara
berkibarannya ketiga helai sabuk sekalian lawannya itu. Kali ini
ketiga lawan itu menjadi bingung sendirinya, tak dapat
mereka merobohkan si nona sebaliknya, tak mudah buat
mereka sendiri mundur teratur....
It Hiong itu secara diam-diam memperhatikan keadaan
sekitaranya, hingga ia merasa sudah tibalah saatnya buat
mengangkat kaki, lalu ia berkata dengan sabar kepada ke
empat orang nona yang mengurungnya: " Nona-nona, aku
yang rendah hendak pergi turun gunung, oleh karena itu aku
minta sudi apakah kalian memberi muka padaku!"
Berkata begitu, tanpa menanti jawaban sebagaimana
seharusnya. karena dia mengajukan pertanyaan. anak muda
kita terus saja menuntun tangannya si nona berbaju hijau
guna diajak pergi. Ek Toa Biauw tertawa. "Saudara Tio, tegakah kau meninggalkan nona Cio
sendirian?" tanyanya.
Ditanya begitu It Hiong juga dapat ingat sesuatu, ia
tersenyum dan berkata: "Sang malam bakal lekas tiba dan
jalanan berbatu disini pun sangat licin. oleh karena itu aku
tidak memikirkan akan bertempur dengan kalian! bagaimana
kalau kita bertaruh?"
Toa Biauw heran, alisnya bangkit. ia lantas berpikir.
"Coba kau terangkan dahulu, taruhanmu itu taruhan apa?"
tanyanya kemudian. "Bagaimana kalau nona Ek sendiri yang mulai?" It Hiong
tanya ramah. "Bukankah barusan kau mengatakan yang kau tidak suka
bertempur?" nona itu bertanya. "Apakah kau bukannya
maksudkan supaya kita berkelahi cara bun, tanpa
menggunakan senjata, hanya dengan cara lunak"
It Hiong lantas menjawab: "Nona menjadi seperti nyonya
rumah dan aku tamu karena aku bersedia bertaruh secarah
bun ataupun Bu putusannya terserah pada kau sendiri nona!"
Ek Toa Biauw melirik tajam pemuda di depannya itu, lantas
ia tertawa manis, gerak-geriknya menggiurkan. ia merogoh
kedalam sakunya, ketika tangannya ditarik keluar, semua
jarinya dikepal, seperti menyembunyikan sesuatu dalam
kepalannya itu. setelah itu, lantas ia berkata: "Coba kau
terka, didalam genggamanku ada barang apa" jika kau
menebak jitu, barang ini aku berikan padamu dan akan aku
biarkan kalian turun gunung"
It Hiong berpura-pura kurang mengerti.
"Jika aku gagal, dan menerkanya tidak tepat, bagaimana ?"
Tanyanya berlagak pilon. tak ada perlunya untuk ia menanya
menegaskan. Ek Toa Biauw tertawa geli.
"Jika kau menerka salah, masih juga kami memberi ijin
buat kau pergi turun gunung!" katanya "Asal kan tinggalkan
budak berbaju hijau itu"
It Hiong tertawa. "Tadi nona menginginkan aku melakukan dua hal" katanya.
"Ialah aku makan obat Sin-tan atau aku menyerahkan nona
berbaju hijau ini! Bukankah ini sama saja dengan
kehendakmu sekarang ini" kalau begitu, buat apa kita
bertaruh!...." Toa Biauw mementang matanya lebar menatap si anak
muda, terus sinar matanya memainkan, separuh tertawa
separuh gusar. ia berkata: " Inilah kehendak pihak si nyonya
rumah, yang mengajukan syarat! kenapa pihak tamu yang
menyarankan akan bertaruh, sekarang menampik?"
"Tetapi nona" sahut It Hiong. "Aku bersedia memakan sintan,
namun si nona aku menghendaki supaya dibiarkan turut
aku turun gunung" Berkata begiru, si anak muda maju, tangannya
diangsurkan, guna menyambuti obat.
Nona Ek membuka genggamannya. maka terciumlah bau
harum, sedang diatas telapak tanganya tangan itu tampak
sebiji Lok Ho Hoa seng, kacang tanah. yang disebut 'siang sutauw'
kacang rindu. maka itu teranglah maksudnya nona
bahwa ia mengutarakan rindu hatinya terhadap pemuda itu"
It Hiong menyambut kacang itu, tanpa ragu, ia masuki itu
kedalam mulutnya, tanpa gigit lagi. ia menelannya, habis
mana ia berkata, "Aku yang rendah mentaati janjiku, maka
dimana sekalipun Sin-tan. obat beracun buatan gurumu. aku
berani makan dengan mempertaruhkan nyawaku!"
Berkata begitu, anak muda kita menatap tajam nona di
depannya itu. sikapnya itu menunjukkan halnya ia tidak
mempedulikan kacang tanah itu kacang tanah tulen atau sintan,
obat dari Ciu It Mo Ek Toa Biauw juga mengawasi si anak muda. Maka sinar
mata mereka seperti bertemu. maka juga mukanya menjadi
merah karena dia likat sendiri. biar bagaimanapun diapun
sangat tertarik pemuda tampan dan gagah itu. itulah
sebabnya kenapa dia mainkan perasaannya ini!
Sebenarnya itulah racunnya si nona sendiri ketika dia
mengajukan syarat agar It Hiong makan sin-tan serta
menyerahkan si nona baju hijau, ia cuma mau
mempermainkan si anak muda. dari pihak gurunya tidak ada
titah demikian. bahkan Sin-tan, obat mujarab gurunya, juga
tidak ada gurunya tidak menyerahkan kepadanya.
It Hiong tidak ketahui rahasia hati orang ia menduga benarbenar
Im Ciu It Mo yang tak mengijinkan ia beramai turun
gunung hingga si bajingan mengajukan syarat seperti itu.
sengaja ia makan Sin-tan, atau lebih benar kacang tanah itu,
sebab ia tidak takut racun apa juga. bahkan dengan itu, ia jadi
memegang kepercayaannya. maka itu melengaklah si nona,
yang menemui batunya. It Hiong memandang terus sehingga melihat sinar mata si
nona, yang juga terus memandanginya, itulah sinar mata
cinta. "Bagaimana nona?" ia menegur. "Kenapa kau berdiam saja
" apakah kau hendak mencari alasan lain buat menyangkal
taruhan kita ini?" "Cisss" berludah si nona, yang ia lantas berhenti
memandang orang. "Siapa yang menyangkal, aku atau bukan,
kau sendirilah yang ketahui! tapi kau benar cerdas, kau
menyangkal secara menarik hati ! baiklah kali ini aku memberi
ampun padamu?" Lega juga It Hiong mendengar suara itu.
"Terima kasih nona" katanya seraya terus menarik
tangannya si nona baju hijau buat diajak berjalan ke arah ke
empat nona-nona she Ek itu.
Mendadak Ek Toa Biauw menggerakkan senjatanya yang
istimewa itu, maka bergeraklah ketiga saudaranya serentak
hingga mereka menjadi berdiri menghadang. diapun berseru
dengan perintahnya: "Berhenti"
It Hiong bertindak dengan segera ia berdiri tiga langkah di
depannya nona-nona itu. ia mengawasi mereka saling heran.
"Kau telah bertaruh, nona apakah masih kau tidak puas?"
tanyanya. Toa Biauw tertawa dingin.
"Dalam urusan taruhan kita, siapakah yang kalah?" diapun
balik bertanya. "Dan bagaimana caranya kalah?"
It Hiong menjawab sabar: "Taruh kata kita tidak kalah dan
tidak menang, nona tidaklah selayaknya kau mengganggu aku
begini rupa kau lihat di sana" dan ia menunjuk ke arah Kiauw
In. yang lagi dirintangi ketiga nona Ek lainnya.
Toa Ek Biauw tertawa. "Habis bagaimana?" tanyanya.
Mendengar begitu, ketiga orang lainnya tertawa nyaring.
It Hiong mendongkol saking serba salah sebab terhadap
nona -nona itu ia tidak berniat berlaku keras. Kemudian ia
membangkkitkan alisnya terus ia pun tertawa dan katanya
"Baiklah, hendak aku menyaingi cara kalian ini marilah kita
main menahan sabar sampai sebentar terang tanah! hendak
aku lihat!" Begitu habis ia berkata itu, begitu mendadak It Hiong
menyambar pinggangnya si nona berbaju hijau, terus kakinya
menjejak tanah, guna melompat mengapungi diri. itulah jurus
silat "Peng Te Seng Kui" -guntur ditanah datar- dengan jitu ia
melompat tinggi lewat diatas kepalanya nona-nona itu,
sehingga lain detik dia telah turun di jalan gunung sebelah
bawah nona-nona itu!. Ke empat nona-nona itu kaget hingga mereka
mengeluarkan seruan tertahan, menyusul mana semua lalu
lari berlompatan akan menyusul, hingga dilain detik mereka
dapat menghadang dan mengurung pula muda-mudi itu
berdua. Tanpa merasa, kedua belah pihak telah memperlihatkan
kepandaiannya masing-masing dalam ilmu meringankan
tubuh. sebab It Hiong kembali berlompat melintasi orang,
hingga orangnya menyusul pula, begitulah mereka berkejarkejaran
turun gunung. Hingga setengah jalanan telah dilintasi.
Sampai disitu, ke empat nona-nona menjadi bermandi
keringat dan napasnya tersengal-sengal tetapi mereka masih
mencoba menyusul terus......
It Hiong menjadi heran. sang malam telah tiba, orang
masih menjejarnya-ngejarnya.
"Heran mau apakah mereka?" pikirnya.
"Mereka tidak mau berkelahi, mereka hanya mengurung
kami. mereka merintangii aku. nyata mereka memiliki
kepandaian ringan tubuh yang tak dapat dipandang enteng
begitupun keuletan mereka!"
Kemudian It Hiong ingat tidak dapat ia melayani nona-nona
itu secara demikian terus menerus. Hal itu akan menyulitkan si
nona berbaju hijau. nona itu pasti tidak dapat dibawa berlarilari
terus. Tentu, kesehatannya dapat terganggu karenanya, si
nona justru harus istirahat, demikianlah, ketika ia meletakkan
kakinya di tanah dan berhenti berlari, terus dengan perlahanlahan
ia menurunkan nona itu, membiarkan dia duduk. Ia
sendiri berdiri disisi nona itu, merapikan rambut dan
pakainannya, sesudah itu ia pun beristirahat secara tenang.
Belum terlalu lama, tiba juga ke empat nona Ek, yang
mengejar, atau mengekor mereka tak hentinya. belum lagi
beristirahat, mereka itu sudah menempatkan diri, dua di
depan dan dua lagi lagi di belakang It Hong berdua. tetap
mereka mengurung siap menjagai.......
It Hiong melirik mereka itu bergantian.
"Benarklah kalian hendak merintangi aku sampai terang
tanah?" tanyanya sabar.
Tidak ada jawaban. ke empat nona membisu.
Si anak muda mengulangi pertanyaannya, sampai berapa
kal;i, terus ia seperti bicara sendiri. maka dia lantas
mengawasi mereka itu. Kiranya ke empat nona itu lagi duduk bersila beristirahat!
Menyaksikan hal demikian It Hiong bersenyum lalu
menyeringai. ia merasa lucu dan berbareng merasa kasihan
juga. maka ia pun berdiam.
Sementara itu, kita melihat kepada Kiauw In yng dirintangin
ketiga Yauw Lie lainnya. ia tidak seleluasa It Hiong, ia mesti
berkelahi dengan sungguh-sungguh melayani ketiga lawan itu.
ia menang unggul tetapi ketiga saudara Ek berkelahi secara
teratur hingga tak mudah buat mereka dipukul mundur. langit
pula sudah gelap sebab sang sore tiba dengan cepat. keadaan
tempat dan sang malam membuat ketiga nona itu dapat
bertahan terus. Kiauw In memancing ketujuh lawan memisahkan diri
dengan harapan agar It Hiong dapat dapat bebas, ia tidak
menduga bahwa ia sendiri diganggu begini rupa. seperti It
Hiong. ia juga tidak memikir melukai nona-nona itu. siapa
tahu, orang justru melibatnya dengan keras, sehingga salahsalah
ia dapat keliru menggerakkan tangannya.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kapan nona Cio ingat pada It Hiong, ia menerka tentu anak
muda itu telah lolos bersama-sama si nona baju hijau, maka ia
pikir baiklah ia jangan berdiam lebih lama pula disitu, ia lantas
mengambil keputusan dan melaksanakannya itu. dengan satu
jurus 'angin puyuh menyapu salju" Khan Bin Patkwa Kiam, ia
membikin seorang lawan yang terdekat kaget dan berkelit.
Kesempatan itu digunakannya untuk satu loncatan Tangga
Mega, hingga ia berhasil menjauhkan diri. hanya setelah sang
malam menjadi gelap itu, sukar buat melihat jauh, hingga It
Hiong tak nampak pula sedangkan dari tempat dimana semula
tadi si anak muda bertempur, tidak terdengar suara apa juga,
itulah tanda bahwa pertempuran dimana sudah berhenti dan
entah orang telah pergi atau berada dimana sekarang............
Menduga bahwa It Hiong sudah lolos, Kiauw In terus berlari
trus, ia masih disusul oleh musuh-musuhnya tapi ia
membiarkannya. tetap ia lari keras, membuat orang tetap
ketinggalan. Di belakang orang yang berkejar-kejaran itu ada mengikut
sesosok tubuh hitam dan besar, jaraknya kira-kira sepuluh
tombak, itulah So Hun Cien Lie. yang menggendong Ya Bie,
sebab orang utan itu cerdas sebagai manusia, tahu ia akan
tugasnya menolong nonanya.
Ketika Kiauw In menyuruh si orang utan berhenti, dia ini
lantas meletakkan tubuhnya Ya Bie dibalik batu, terus dia
berdiam menjaganya. diam-diam dia menonton pertempuran
diantara Kiauw In dan ketiga nona lawannya.
Dengan lewatnya sang waktu, kesegarannya Ya Bie pulih
perlahan-lahan, tetapi belum mampu ia menggunakan
tenaganya, apa pula buat berkelahi, maka ia pun duduk dia
saja mengasuhkan diri, mereka juga tetap menyembunyikan
diri. Tidak lama So Hun Cien Lie memberikan isyarat bahwa ada
orang datang. Ya Bie lantas memasang mata. dalam satu
kelebatan, terlihat orang berlari lewat dengan sangat cepat, ia
tidak melihat tergas, ia pun membiarkannya.
Lewat sesaat si orang utan memberi isyarat pula, kali ini dia
berpikir beberpaa kali, menyusul itu. si nona melihat pula
orang lari lewat dengan saagat cepat.
"Mari" kata Ya Bie kemudian kepada binatang
peliharaannya, setelah mana ia bangkit dan minta si orang
utan menggendongnya pula, buat terus berlari-lari menyusul
orang barusan leawat itu.
Tak lama, Ya Bie melihat bahwa bayangan itu ada sosoksosok
tubuh dari empat orang, maka ia lantas menerka pada
empat orang Yauw Lie, karenanya ia segera menyuruh So Hun
Cian Li memperlahan larinya agar mereka tak dapat di lihat
empat orang itu. Sang malam merayap terus, si puteri malam, yang tadinya
dekat dengan permukaan laut, telah memisahkan diri naik
makin jauh ke timur. dengan begitu juga sang malam tak lagi
gelap gulita semula. samar-samar segala sesuatu mulai
nampak. Tepat itu waktu Kiauw In yang lagi lari melihat jauh di
depannya "It Hiong tengah berdiri ditepi jalan, kedua
tangnnya digendongkan ke belakang, agaknya anak muda itu
menantikan sesuatu, ia menduga anak muda itu lagi
menunggunya. senang hatinya, lantas ia mempercepat larinya,
untuk menghampiri anak muda itu.
Setelah dekat, Kiauw Ini heran juga. ia mendapatkan tak
jauh dari It Hiong ada beberapa orang nona tengah duduk
bersila beristirahat justru itu, ia pun mendengar suara
memanggil si anak muda: "Kakak!" suara itu sangat prihatin!
Bangga ia menjadi bersyukur.
Tanpa menjawab lagi, nona Cio melompat lari pada anak
muda itu, setelah tiba segera ia menunjuk ke empat nona itu
seraya berkata :"Apakah barusan kau melayani mereka itu
bertempur?" It Hiong menggelengkan kepala.
"Bukannya bertempur," sahutnya. "Cuma percobaan
mengadu ilmu ringan tubuh dan ternyata mereka itu tidak
dapat bertahan lama!"
Ketika si anak muda berkata itu. si nona baju hijau bangkit
bangun. ia telah pulih kesegaran tubuhnya.
"Kakak Cio," katanya, "Kakak baru baru sampai ?"
Kiauw In mengangguk, tetapi melihat nona itu, ia latas
ingat pada Ya Bie dan orang utannya. maka ia segera menoleh
kebelakangnya. "Ah"kemanakah mereka itu" ..."
Tepat waktu itu, ketiga Yauw Lie si pengejar pun tiba,
tetapi mereka demikian letih hingga mereka tak dapat
berkata-kata, mereka berdiri diam saja dengan napasnya
tersengal-sengal. Dilain detik dari tibanya ketiga Yauw Lie, tiba juga sesosok
tubuh yang besar dan hitam, ialah So Hun Cian Li, yang terus
saja mendekam, guna menurunkan Ya Bie. karena nona itu
menitahkan ia lari menghampiri It Hiong.
Belum sempat rombongan itu berbicara satu dengan lain.
mata jeli dari It Hiong dapat melihat ketiga sosok tubuh
tengah lari dipinggang gunung mendatangai dengan sangat
pesat. "Kembali musuh" kata si anak muda.
"Kalau mereka orang-ornag kosen yang pikirannya telah
dikekang, kita bakal mengalami kesulitan......"
Tatkala itu si putri malam lagi mendekati tengah langit,
cahayanya, cahayanya sangat terang, ayu dan indah
cemerlang Kiauw In menoleh ke arah ketiga orang yang disebutkan It
Hiong itu. ia merasa bahwa ilmu meringankan tubuh mereka
itu tidak lemah, mereka itu mengikuti jalan gunung menuju ke
tempat mereka lagi berkunjung.
"Sekarang ini sulit buat kita menyingkir dari mreka" berkata
si nona. "Mari kita menantikan dan melihat pasti siapa mereka
itu. jika mereka kaum sesat, barulah kita lihat apa yang harus
kita lakukan..?" "Jika mereka orang-orang jahat, baik kita habisi saja"
berkata Ya Bie. yang turut bicara, suaranya sengit. "Jangan
kita kasih mereka itu banyak tingkah! bukankah begitu, kakak
Hiong?" "Barusan kakak In berkata, kalau mereka orang-arang yang
otaknya terganggu jangan kita malakukan banyak
pembunuhan" sahut si anak muda. "Tak baik kita menambah
badai pembunuhan!" Si nona tertawa lebar, tak puas dia nampaknya.
"oiarlah aku yang turun tangan!" katanya pula. "Kalau ada
kutukan, biarlah aku yang bertanggung jawab! Kau tak
sangkut pautnya, kakak,!" dan ia pun segera mengeluarkan
ularnya. Baru saja Ya Bie menutup mulutnya atau tibalah sudah
ketiga orang yang mereka bicarakan itu, yang pertama muncul
adalah seorang hwesio, pendeta agama budha, dan dua yang
lainnya ialah seorang tosu atau Tojin, rahib agama To, dan
seorang nikouw, wanita suci agama budha juga, dan kiranya
merekalah Hong Gwo Sam Mo, tiga bajingan kalangan
pertapaan. It Hiong dan Kiauw In menggeser tubuh mereka, sedikitpun
mereka tidak menaruh perhatian kepada tiga orang itu.
Hiat Mo hwesio mengawasi muda-mudi itu dan juga yang
lainnya, lantas ia tertawa tergelak-gelak, terus dia kata
gembira! "Selamat berjumpa! selamat berjumpa! sungguh kau
sangat gembira, Gak sicu! Pada tengah malam begini kau
telah berada bersama-sama nona-nona dan empat muda
remaja! sungguh suatu kehidupan seorang berbahagia seperti
cara hidupnya seorang raja!."
Ada sebabnya kenapa Hiat Mo si bajingan berdarah
mengucapkan demikian! sebab itu ialah ia menyangka keliru
terhadap It Hiong! ia mengira anak muda di depannya ini
Hong Kun adanya!. Peng Mo, si bajingan Es, sebaliknya menatap tajam pada
pemuda kita, kemudian dia mengawasi Cit Biauw Yauw Lie,
masih pada duduk bersemedi ditanah, setelah itu barulah ia
bekata dingin: "Pantaslah didalam sekelebatan saja kalian
telah menghilang bagaikan menggunakan ilmu lenyap masuk
kedalam tanah! kiranya kalian semua tengah membuat
pertemuan perjanjian istimewa disini!"
Kiauw In mengerti kenapa kedua biksu dan nikouw itu
mengatakan demikian, ia telah memergoki waktu Hong Kun
bersama-sama Peng Mo bercumbu-cumbuan. ia merasa lucu
yang Peng Mo tidak dapat membedakan antara It Hiong
dengan Hong Kun, sedangkan pergaulan mereka itu berdua
demikian erat. Di lain pihak, ia merasa sebal sebab si nikouw
bersikap demikian. It Hong adalah yang menjadi bingung sekali. namun ia pun
sebal. Peng Mo telah mengucapkan kata-kata yang tak manis
untuk telinga. "Hmm!" ia memperdengarkan suara dinginnya. tak lebih!
"Hmm!" si nikouw mengulangi. dia menjadi mendongkol.
"Kau mau menyangkal, ya" apakah ini disebabkan kau telah
mendapat kawwan baru. It Hiong tetap diam. Tam Mo Tosu, si bajingan tamak, bertindak maju. dia
tertawa. "Tuan Gak," katanya sebat, "Baiklah kau minta maaf
terhadap adik sepergurunku ini, supaya kalian berdua hidup
akur dan rukun! buat apa beselisih?"
It Hiong masih menahan sabar.
"Totiang, mengapa totiang begini lancang?" tegurnya.
"totiang, mengapa kau mengeluarkan kata-kata yang tidak
bersih?" Matanya Tam Mo terbuka lebar, lalu mukanya menjadi
merah padam. "Pinto bicara untuk kebaikan kalian berdua." katanya keras.
"Ialah guna kerukunan kalian, supaya kalian menjadi bersatu
kenapa kau tidak mau menerima kebaikanku ini kenapa kau
bersikap begini keras?"
Seperti biasanya kaum rahib agama To, si bajingan tamak
ini menggunakan kata "pinto" sebagai gantinya "aku" pinto itu
berarti "rahib melarat"
Peng Mo sudah berusia mendekati empat puluh tahun
tetapi terhadap kedua kakak seperguruannya itu dia manja
sekali, demikian dengan tingkah seperti di bikin-bikin dia
berkata: "Nah, kalian lihatlah, kakak! lihat, bagaimana dia tak
mengenal budi kebaikan kakak, aku minta supaya kalian
memberikan keadilan pada adikmu ini!..."
Habis berkata si nikouw pun membanting-banting kakinya
melampiaskan kedongkolannya dan penyesalan...
Menyaksikan tingkahnya si pendeta wanita, Ya Bie bersama
si nona baju hijau tertawa geli.
Parasnya Tam Mo hweshio menjadi merah padam.
"Hong Gwa Sam Mo bukanlah orang yang dapat dibuat
permainan!" katanya bengis. "kau harus tahu gelagat!
janganlah kau menampik arak kebahagiaan dan sebaliknya
menerima arak dendam?"
It Hiong mengawasi tajam pada nikouw itu.
"Kelihatannya kalian salah mata, para bapak suci!"
demikian katanya. "Kau juga ibu yang murah hati! orang yang
kalian cari bukanlah aku Tio It Hiong dari Pay In Nia!"
Anak muda kita mengharap, setelah menyebut nama dan
gunungnya, urusan akan sudah selesai, kan tetapi terkaannya
meleset. Tam Mo tidak mengerti dia tertawa tawar.
"Tuan Gak, pandai kau menggunkan akal tongret
meloloskan kulit rangkahnya!" demikian sindirnya, "Bagaimana
kau berani menyangkal" apakah ini perbuatannya seorang
laki-laki kang ouw."
It Hiong berdiri tegak. "Segala tindak tandukku, semuanya terang dan tegas!" ia
berkata, nyaring. "Jangan totiang memfitnahku! jangan kau
membuatku penasaran. Melihat semua itu, air mata nya Peng Mo berlinang-linang,
sambil menggigit gigihnya, dia bertindak maju.
"Tak kusangka kau begini licik dan kejam" teriaknya. "Kau
mesti memberi kepuasaan padaku!"
Tidak cuma berkata demikian, si nikouw juga melompat
kepada It Hiong sambil Sebelah tangannya diangsurkan guna menjambak bajunya
si anak mudah. It Hiong waspada. mudah saja ia berlompat menyingkir,
justru ia menjauhkan diri justru Kiauw In dan Ya Bie bergerak
berbareng. nona Cio menyampok dan Ya Bie meluncurkan
tangannya yang memegang ular hijaunya, mereka ini bukan
cuma menghadang tetapi menyerang dengan sikap menjepit,
sebab mereka tak kerasan menyaksikan orang demikian tak
tahu malu!. Peng Mo melompat mundur, dia kaget dan jeri. bukannya
dia gusar, dia justru lantas menangis, justru begitu, dia
menyebabkan Hiat Mo dan Tam Mo menjadi gusar. dalam
murkanya, Hwesio dan tosu itu sama-sama lompat menerjang
Kiauw In dan Ya Bie. "Tahan!" teriak It Hiong, yang mencoba malang ditengah,
"Mari kita bicara secara baik-baik?"
Kiauw In dan Ya Bie menurut. mereka mundur satu tindak.
"Jika kita mesti berkelahi maka harus kita ketahui dahulu
sebab musababnya" It Hiong lantas berkata pula. "Bapak
guru, bukankah apa yang kukatakan ini?"
Tak dapat It Mo membeberkan lakon asmara dari adik
seperguruannya itu. itulah hal yang memalukan mereka.
karena itu, tak sudi ia menjawab anak muda kita, ia malah
menyimpangkannya. "Eh budak liar" tegurnya pada Ya Bie, "Jika aku tidak
melihat pada gurumu, tentu dengan satu hajaran sebelah
tanganku akan aku bikin darahnya berhamburan disini. Hm!"
Dengan jalan ini, Hiat Mo hendak meredakan suasana. Tapi
Ya Bie muda dan belum berpengalaman, dialah yang dibilang
tak tahu mundur atau maju, maka juga mendengar suara si
biksu, dia mementang matanya terhadap pendeta itu dan
katanya dengan jumawa : "Memang hebat ilmu
kepandaiannya Bong Gwa Sam Mo! jika kau benar laki-laki
mari rasakan cambuk ular hijauku! coba merasakan satu
pagutan saja!" Tantangan itu membuat jeri pada Hiat Mo. dahulu Peng Mo


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah terpagut ular itu hingga dia merintih dan menderita
karenanya dan Ya Bie justru yang membantu memberikan
obat pemunahnya. "Hm!" ia perdengarkan suara dingin. dia tak mau kalah
gertak. terpaksa ia mesti maju menyambut tantangan si nona
remaja. atau Peng Mo menarik ujung jubahnya seraya terus
membisikinya. Menyaksikan demikian. Kiauw In tahu apa yang mesti ia
lakukan. Ia mirip si tukang perahu memasang layar setelah
melihat arah angin. "Bapak guru beramai, kami memohon diri!" katanya,
hormat. "Sampai berjumpa pula!"
Habis berkata, nona Cio memberi isyarat kepada It Hiong
dan si nona baju hijau, supaya mereka itu berangkat terlebih
dahulu, setelah itu ia sendiri bertindak pergi sambil menarik
tangannya Ya Bie. Dengan berlalunya mereka bertiga maka mengitlah So Hun
Cian Li! Peng Mo berdiri menjublak, kekasihnya itu-- tak pedulikan
dia Tio It Hiong atau Gak Hong Kun-- telah meninggalkannya.
tadinya ia memikirkan akal, guna mencapai maksudnya, ia
tidak sangkah, kakaknya mencampur bicara dan pergilah
kekasihnya itu....... Tam Mo dan Hiat Mo menjadi panas hati, sang kekasih adik
seperguruannya sebaliknya ia sangat berduka, sampai dia
membanting-banting kaki. kapan dia melihat Cit Biauw Yauw
Lie, mendadak dia menumplak kemarahannya kepada ke
tujuh orang nona itu, yang masih saja bersemedi tanpa
memperdulikan tempat itu tempat apa.
"Dasar itu segala budak bau" katanya sengit, pada
kakaknya, "Kalau bukan dikarenakan adanya mereka disini,
tak nanti kekasihku berangkat pergi! kakak, hayo kau beri
keadilan pada adikmu!"
Tam Mo sebaliknya menggoda adiknya itu. katanya dia
:"Banyak nona yang muda dan jenaka tetapi dalam hal bicara,
sukar dicari nona yang melebihkan kau pandainya, adik! kau
sangat pandai membujuk!"
Sang adik seperguruan menarik janggut kambing kakak
seperguruannya itu. "Kau bisa saja!" katanya. "Kau menghina aku, ya" kau
lihat, janggutmu dapat tumbuh lebih banyak atau aku yang
menjambaknya lebih cepat!" dan dua kali ia membetot
janggutnya si kakak yang nomor dua itu!.
Si rahib menjadi jeri, dia berkaok-kaok meminta ampun,
barulah adik itu tidak membetotnya pula.
Selama itu, Cit Biauw Yauw Lie telah ketahui tentang
datangnya Hong Gwa Sam Mo, sengaja mereka berdiam saja,
berpura-pura terus semedi, hingga mereka dengar apa yang It
Hiong semua bicarakan. mereka jeri terhadap ketiga bajingan
itu. karenanya mereka pikir, baik mereka berlagak pilon,
hanya pada waktu Peng Mo menjahili kakaknya. tanpa merasa
mereka tertawa sendirinya.
Hiat Mo sedang mendongkol, mendengar tawanya nona,
maka ia menerka bahwa orang hanya berpura-pura
beristirahat, maka timbullah hawa amarahnya, terus ia
mengumbarnya terhadap mereka itu, dengan sekonyongkonyong
ia menyerang mereka itu dengan kedua tangannya
saling susul. ia hendak membinasakan mereka, guna
menyumpal mulut mereka semua.
Semua nona Ek menjadi kaget sekali. tahu-tahu angin
serangan dahsyat itu mengenai muka mereka, hingga terasa
pedas, Toa Biauw bersiul pendek, tubuhnya mencelat bangun,
segera disusul oleh enam orang saudaranya, maka dilain saat,
bertujuh mereka sudah menggunakan sabuk mereka
Badai Awan Angin 18 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Suling Emas Dan Naga Siluman 10

Cari Blog Ini