Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Bagian 15
Bok Ling-ku berkata: "Apakah kalian menyuruhku melakukannya?"
"Bok Siauya, kau tidak mau aku pun tidak memaksanya, tapi aku
kira kau pun tidak mau tertidur seperti Tong Kai-cia bukan?"
Bok Ling-ku melihat Tong Kai-cia yang begitu menyeramkan
keadaannya, segera dia berkata:
"Tuan Pheng, aku tahu tenagamu tidak kalah dengan Tong Kaicia, kau yang gantikan dia saja, bantulah dia membereskan kereta"
Tuan Peng tidak berani menolak dan berkata,
"Baiklah, aku akan mencobanya" Segera kereta itu dibalikkan
Dua ekor kuda yang menarik kereta Sudah terlepas dari katannya
tapi kedua kuda itu tidak terluka.
Kata orang itu: "Tuan Peng, aku mau meminta obat penyembuh luka buatan
istana, tolong obati kedua ekor kuda itu."
Obat yang paling bagus tapi hanya untuk mengobati kuda, benaibenar sangat aneh. Tapi Tuan Pheng menuruti kemauan orang itu, sisa obat itu
untuK mengobati luka Tong Kai-cia.
"Apakah kami boleh pergi?" Tanya Bok Ling-ku.
"Maaf Tuan Pheng, kalian harus jalan kaki, kuda kalian aku
pinjam." Kata orang itu.
Bok Ling-ku berteriak lagi:
"Apa" Kau menyuruh kami berjalan kaki?"
Dengan dingin orang itu berkata:
"Bok Siauya, aku tidak menyuruhmu pulang, bila kau dan Tuan
pheng mau pulang atau tidak itu urusan kalian!"
Kata Tuan Pheng: "Bukankah tadi Tuan sendiri yang mengatakan..."
"Aku mengatakan apa?"
"Bahwa kau sudah memaafkan kami." Jawab Tuan Pheng.
"Benar, aku memang memaafkan kalian, tapi semua itu ada
batasnya, aku ingin bertanya kepadamu, bagaimana caramu
menghadapi kedua gadis ini, bukankah tadi kau ingin yang satu
pergi dan yang satu harus tinggal?"
"Yang menyuruh Nona Hie pulang adalah ayahnya."
Kata Hie Kim-giauw: "Apakah benar ayah bermaksud seperti itu, kau harus tanya dulu
kepadaku, sayangnya aku tidak mau kembali kepada ayah!" Orang
itu berkata lagi: "Aku juga seperti dirimu, membiarkan yang satu pergi dan yang
satu lagi harus tinggal."
Kata Bok Ling-ku: "Tuan Pheng, sementara kau saja yang tinggal di sini!"
Tapi orang itu malah berkata:
"Bok Siauya, kau yang tinggal!"
Bok Ling-ku berteriak lagi:
"Ayahku adalah seorang panglima, kau tidak boleh menahanku!"
Orang itu tertawa dan berkata:
"Sangat disayangkan! Di sini bukan rumahmu, kau bernasib
buruk karena aku tidak takut kepada panglima penjaga pasukan
istana!" Sambil tertawa dingin dia sudah menangkap Bok Ling-ku dan
menotok jalan darah bicaranya supaya tidak berteriak lagi.
Tuan Peng sangat terkejut:
"Kau menangkap putra sulung Bok Ci-giauw, bagaimana aku bisa
pulang?" Jawab orang itu: "Tuan Pheng, apakah kau mau dengar beberapa perkataanku?"
"Silakan!" Orang itu melanjutkan lagi:
"Aku tahu kau adalah ketua pengawal Keluarga Bok, kau adalah
budak Keluarga Bok nomor satu, bila menjadi budak raja itu masih
lebih baik dibandingkan menjadi budak Bok Ci-giauw, apakah kau
tidak merasa malu?" Wajah Tuan Pheng memerah dan berkata:
"Terima kasih untuk petunjukmu," segera dia berlari pergi dari sana.
"Kau masih mau menasihati orang seperti dia?" Kata Kim-giauw.
Jawab Coh Thian-hong: "Walaupun dia jahat tapi dia lebih baik dari Keluarga Bok, dia
bertemu denganmu, dia sedang bernasib sial saja. Dia menjadi
ketua pengawal tapi Siauyanya tidak dapat dilindungi olehnya.
Sebenarnya bila kau tidak menasihati dia pun, dia tidak akan berani
kembali kepada Keluarga Bok lagi."
Kata Hie Kim-giauw: "Di mana kita akan menempatkan benda kesayangan ini?" Kimgiauw masih marah, membalikkan tubuh dan menendang Bok Lingku, tapi tidak berani membunuhnya, karena dia tahu bahwa
ayahnya masih berada di rumah Mu.
Jawab orang itu: "Aku belum terpikir hingga sana, aku pinjam kereta kalian dulu."
Dia melempar Bok Ling-ku ke dalam kereta walaupun tubuh Bok
Ling-ku tidak dapat bergerak tapi perasaannya masih ada, karena
itu begitu dilempar tubuhnya terasa sakit. Tapi dia tidak dapat
berteriak. Kwee Goan-cay sudah membalut lukanya dia merasa
berterima kasih kepada orang itu, tapi dia merasa sepertinya
mengenali orang itu. Kwee Goan-cay berkata: "Terima kasih untuk pertolonganmu, apakah aku boleh tahu she
dan namamu?" Kim-giauw pun sudah tenang, dia sedang memandang orang itu
dan berkata: "Sepertinya aku kenal denganmu, biar kutebak..."
Belum sempat dia menebak, Coh Thian-hong sudah berteriak:
"Kau adalah Hui-thian-sin-liong!"
Hie Kim-giauw dan Kwee Goan-cay terpana.
Hui-thian tertawa dan berkata:
"Nona Hie, apakah kau masih membenciku?"
Jawab Kim-giauw: "Kau melukai ayahku, menculik istri ayahku, membuat ayahku
malu di depan para pendekar..."
Wie Thian-hoan tertawa dan berkata:
"Kalau begitu kau masih membenciku?"
"Benar, aku masih membencimu, tapi kau sudah dua kali
menolongku, aku sangat berterima kasih kepadamu. Aku
membencimu sekaligus juga berterima kasih kepadamu."
Kata Wie Thian-hoan: "Budi dan benci kedua-duanya bisa dilupakan, itu paling baik,
tapi kadang-kadang ada hal yang tidak dapat dilupakan!"
Kwee Goan-cay mendengar nada bicaranya begitu sedih, dalam
hati Kwee Goan-cay berpikir, 'Mungkinkah sebenarnya guruku yang
membuat dia sedih"' Wie Thian-hoan bertanya: "Nona Coh, mengapa kau pulang seorang diri?"
"Itu gara-gara dirimu!" Kata Coh Thian-hong.
Wie Thian-hoan terkejut dan bertanya:
"Mengapa bisa begitu?"
"Ayahku tidak mau menjadi tukang pukul Keluarga Bok dalam
menghadapi dirimu, dia pun tidak mau aku masuk ke dalam
perputaran ini, maka ayah menyuruhku untuk pergi dulu. Cici Hie
tidak mau mengikuti keinginan ayahnya tinggal di Keluarga Bok, dia
ingin ikut denganku main ke Yang-ciu."
Kata Wie Thian-hoan: "Kalau begitu ayahmu tidak mau memasuki perputaran keributan
ini, mengapa dia tidak pulang bersamamu, aku sangat ingin
bertemu dengan ayahmu."
Jawab Coh Thian-hong: "Ayahku sedang terluka, saat ini ayah sedang beristirahat di Piau-hang."
Tanya Coh Thian-hong: "Apakah kau mempunyai Sumoi yang bernama Kie Su-giok?"
"Benar, ada apa dengannya?"
"Orang yang melukai ayahku adalah ayah Kie Su-giok"
"Apakah kau tidak salah" Bukankah ayah Kie Su-giok sudah
meninggal?" "Aku tidak tahu sama sekali tentang kabar ini, entah benar atau
salah tapi Su-giok memanggilnya ayah."
Tanya Wie Thian-hoan: "Apakah kau sendiri yang mendengarnya?"
"Orang itu begitu tiba di rumahku sudah menotokku, tapi
kakakku sendiri yang mendengarnya."
Kata Wie Thian-hoan: "Kakakmu sudah berada di ibukota, dia datang dengan siapa?"
Kim-giauw tertawa dan berkata:
"Kau pun mencari Kang Hiat-kun, aku beritahu kepadamu Coh
Thian-su tidak datang bersamanya, kau bisa tenang, orang yang
disukai oleh Coh Thian-su bukan dia tapi Sumoimu!"
Kata Coh Thian-hong: "Wie Toako, apakah kau tidak merasa aneh, ayah Su-giok
melukai ayahku tapi Su-giok sendiri malah membantu ayahku.
Ayahku tidak membencinya, ayah pun sudah memaafkan ayah Sugiok" Kata Wie Thian-hoan: "Aku masih tidak mengerti, apa yang sudah terjadi?"
"Malam itu aku ditotok oleh orang itu, sewaktu ayah pulang aku
masih belum sadarkan diri, begitu tersadar ayah sudah terluka, dan
orang itu sudah pergi. Apa yang sudah terjadi aku tidak begitu tahu,
aku hanya tahu bahwa ayahku mempunyai dendam kepada
keluarga Kie Dendam apa aku pun tidak tahu, Toakoku yang lebih
tahu. yang tadi aku ceritakan kudengar dari Toako."
Kata Kim-giauw: "Kau pasti merasa aneh,
mengapa Coh Thian-su tidak mengantarkan adiknya pulang?"
Kata Wie Thian-hoan: "Mungkin dia tinggal untuk mengurus ayahnya yang terluka Nona
Coh, kau belum memberitahuku, bagaimana dengan luka ayahmu?"
"Ayahku sudah terluka parah tapi dia sudah mendapatkan obat
keluarga Kie, jadi nyawanya sudah tidak terancam lagi."
Kata Kim-giauw: "Penyebab lainnya adalah demi Sumoimu!"
"Apakah mereka bersama-sama?" Tanya Thian-hoan.
"Malah sebaliknya, dia sedang mencari Sumoimu."
Wie Thian-hoan sangat terkejut dan berkata:
"Apa yang sudah terjadi pada Su-giok?"
"Dia sudah tertipu oleh siluman Pek-toh-san." Jawab Thian-hong Wie Thian-hoan sangat terkejut hingga hampir meloncat dan
berkata: "Mengapa dia bisa tertipu oleh siluman Pek-toh-san?"
"Tanyakanlah kepada cici Hie, dia ada di sana pada waktu terjadi
hal itu!" Kata Kim-giauw: "Apakah benar dia tertipu, kami belum tahu. waktu itu si bocah 2
tengik itu datang untuk membantunya. Yang aku lihat Nona Kie rela
ikut dengan orang itu." Hie Kim-giauw menceritakan apa yang
sudah terjadi waktu itu kepada Wie Thian-hoan.
Kata Coh Thian-hong: "Menurut Paman Tong, siluman Pek-toh-san mempunyai pil dewa
yang bisa membuat orang lupa diri, mungkin saja cici Kie tertipu bila
tidak, dia tidak akan mau bersama-sama dengan mereka."
Kata Wie Thian-hoan: "Baiklah, aku akan mencari tahu, aku pinjam kereta ini dan kalian naik kuda, bagaimana?" Kuda yang ditinggalkan oleh Tuan Pheng
jumlahnya sangat tepat untuk mereka bertiga.
Tanya Coh Thian-hong: "Apakah kau akan pergi ke kantor Sin-hoan Piaukok?"
"Benar." Jawab Thian-hoan.
"Kalau begitu kau harus berhati-hati, walaupun Tong Hwie-yan
adalah orang baik, tapi di Piau-hang banyak mata-mata Bok Cigiauw Bok Ci-giauw sudah mengundang banyak pendekar untuk
menghadapimu" Wie Thian-hoan tertawa dan berkata:
"Aku akan hati-hati, ada Bok Ling-ku yang menjadi sanderaku,
mereka tidak akan berani menyusahkanku."
Bagaimana mengatur Bok Siauya,Wie Thian-hoan sudah
mempunyai akal. Walaupun dia sudah mendapatkan 'pil' yang bisa
menenangkannya, tapi hatinya tetap terasa kacau.
Ke mana akan mencari kekasihnya"
Perasaan adik dan kakak seperguruan lebih menyakitkan.
Apa yang bakal terjadi"
---ooo0dw0ooo--- BAB 17 Pedang sulit diayunkan Mengandalkan ilusi pedang
Hati akan diberikan kepada siapa
Tetap semangat berjuang A. Bertemu di Ruang Rahasia
Benar-benar telah terjadi hal yang aneh setiap tahun, begitu juga
tahun ini Di ruang tamu penginapan, para tamu sedang mengobrol,
topiknya adalah hal-hal yang sudah terjadi di ibukota.
Penginapan itu berada di bagian barat dari sebuah jalan yang
tidak begitu ramai. Jarak dengan kota masih cukup jauh,
sebenarnya tempat itu tidak cocok untuk dijadikan penginapan, tapi
penginapan itu ternyata lumayan ramai juga. Pemiliknya adalah
orang Soa-tang. Yang datang untuk menginap kebanyakan adalah
orang-orang dari kampung halamannya. Ada pedagang,
pengembara, dan masih banyak lagi. Karena mereka teman
sekampung jadi mereka bisa saling kenal dan setelah makan malam,
mereka dapat berkumpul dan mengobrol dengan santai.
Yang mereka bicarakan sekarang ini adalah mengenai 2 peristiwa
aneh yang telah terjadi yaitu istri muda Hie yang kawin lari dengan
pelayan. Yang satu lagi adalah istri walikota yang menyeleweng
dengan anak angkatnya, sebenarnya ini adalah hal bisaa tapi untuk
mereka pedagang-pedagang kecil, peristiwa ini adalah hal yang
aneh, mereka iri kepada para pejabat pemerintah. Orang yang
sedang bercerita hanya ingin orang lain tahu bahwa dia mempunyai
berita yang banyak. Seseorang yang bernama Houw Lo-sam berkata:
"Aku dengar dari teman yang bekerja sebagai pengawal istana,
ada peristiwa aneh yang sudah terjadi. Kalian jangan membocorkan
rahasia ini, kalau tidak aku bisa celaka!"
Dia melihat bos penginapan sedang menghitung uang, dan di
sisinya ada seorang pemuda yang sangat tampan, dia seperti
seorang pelayan, Houw Lo-sam tidak mengenalnya.
Kata seorang tamu: "Pemuda itu masih saudaranya
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bos, apakah kau tidak mengenalnya?" Bos itu berdiri dan berkata:
"Benar, kita adalah orang satu kampung halaman, aku belum
memperkenalkannya kepada kalian, pemuda ini she Kang, dia
saudara jauhku, dari kecil sudah ikut ayah dan ibunya pergi
berdagang. Sekarang ayahnya sudah meninggal, dia datang ke
ibukota untuk mencari pekerjaan, dia baru datang 2 hari yang lalu."
Pemuda itu memperkenalkan diri,
"She ku Kang, bernama Ho-seng, aku beri hormat kepada
saudara-saudara sekampung halaman." Logatnya benar-benar logat
Soa-tang. Bos dan tamu-tamu di sana sudah saling mengenal selama
puluhan tahun, begitu mendengar dia mempunyai saudara, mereka
langsung menganggap dia sebagai saudara sendiri.
"Ternyata dari kecil kau sudah berdagang di luar, pantas aku
tidak pernah melihatmu, aku juga orang sana," kata Houw Lo-sam.
"Kalian teruskanlah mengobrol, tapi apakah aku boleh ikut
mendengar" Bila tidak boleh aku akan pergi?" tanya pemuda itu.
Kata Houw Lo-sam: "Kita adalah teman sekampung. Mari, kita sama-sama ngobrol!"
Begitu pemuda itu duduk, Houw Lo-sam mulai menceritakan hal
yang dianggapnya aneh. "Istri Hie kawin lari dengan pelayannya atau istri pejabat
menyeleweng dengan anak angkatnya, itu masih tidak aneh, yang
akan kuceritakan ini baru hal yang aneh."
Kata Houw Lo-sam lagi: "Panglima penjaga pasukan istana yaitu Bok Ci-giauw ilmu
silatnya sangat tinggi."
Kata salah seorang tamu: "Dia adalah pemimpin pengawal, otomatis dia juga pengawal
raja, bila ilmu silatnya tidak tinggi, bagaimana dia bisa pengawal
raja?" Lanjut Houw Lo-sam lagi: "Tapi ada orang yang berani mencabut kumis harimau ini!"
Tanya para tamu: "Siapa yang berani melawan panglima pasukan istana itu?"
"Siapa dia, aku pun tidak tahu, kalian jangan ribut, aku akan
menceritakannya kepada kalian."
Lanjut Houw Lo-sam: "Panglima memiliki 2 orang putra, ilmu silat mereka pun sangat
tinggi, kemarin mereka pergi ke gunung barat membawa 2 orang
gadis, mereka dikawal oleh kepala pengawal Keluarga Bok Kepala
pengawal ini pernah menjadi pengawal istana. Pada saat mereka
sedang bermain, tiba-tiba ada seseorang yang mendekat lalu
menghina kedua gadis itu."
Ada yang bertanya: "Orang itu begitu berani, berani menghina perempuan Keluarga
Bok, lalu bagaimana lagi?"
"Orang itu pasti sudah dibunuh."
"Apakah orang itu tidak tahu bahwa mereka adalah putra
Panglima Bok?" "Kecuali idiot, masa dia tidak tahu bahwa dia adalah putra
Panglima Bok?" "Orang itu barangkali sudah gila!"
Banyak tamu yang ikut berkomentar.
Kata Houw Lo-sam: "Ini masih belum aneh, apakah kalian sudah tahu bagaimana
akhirnya?" "Ayo cepat katakan!" para tamu sudah tidak sabar.
"Apakah orang itu sudah gila, aku tidak tahu, yang pasti aku tahu dia tidak mati, malah putra Bok Ci-giauw kedua-duanya telah dihajar
oleh orang itu!" Ada yang bertanya: "Dimana pengawal mereka yang pernah menjadi pengawal
istana" Apakah dia tidak bisa melawan orang itu?"
"Keadaan pengawal itu lebih parah lagi, sebelum memukul kedua
putra Panglima Bok, pengawal itu dipukul dulu hingga tidak bisa
bangun!" Mereka seperti terkejut tidak bisa berkata apa-apa lagi, Houw Losam terus melanjutkan: "Kalian pikir, Bok Ci-giauw adalah pesilat tangguh yang dipercaya oleh raja, tapi putranya malah dipukul oleh orang lain. Peristiwa ini
sangat memalukan, bila diketahui oleh banyak orang, pasti orangorang akan mengatakan bahwa putranya tidak benar-benar belajar
ilmu silat atau bahkan curiga apakah Bok Ci-giauw itu pantas
menjadi panglima pengawal istana" Keluarga Bok tidak ingin ada
orang lain mengetahui hal ini, maka itu kalian jangan menyebarkan
berita ini." Para tamu terkejut dan mengangguk
Pemuda she Kang itu tidak begitu terkejut, tapi dalam hati dia
berpikir, 'Apakah orang yang dimaksud itu adalah Hoan Toako" Tapi
Hoan Toako tidak mungkin akan menghina perempuan, mungkin
saja dia tahu itu adalah putra Bok Ci-giauw maka dia sengaja
mencari gara-gara." Dia ingin bertanya tentang kabar orang itu, tiba-tiba ada seorang
tamu perempuan yang datang untuk menginap.
Dan dia datang seorang diri. Gadis itu masih muda, paling-paling
umurnya berkisar 20 tahunan, bajunya yang berwarna merah tidak
begitu baru, rambutnya dikepang, dia mengenakan sepatu bersulam
bunga, gaya penampilannya seperti gadis ibukota. Dia tidak begitu
cantik, tapi dari alisnya terlihat sangat gagah tapi juga terlihat
kewanitaannya, sepasang matanya bulat dan besar, dan terlihat
sangat lincah Matanya sangat bagus sehingga membuatnya terlihat
cantik. Tamu itu meminta kamar utama, logat bicaranya adalah logat
ibukota. Di penginapan itu para tamu kebanyakan orang Soa-tang. Kali ini
bisa datang tamu yang bukan dari daerah Soa-tang dan dia juga
seorang perempuan yang datang seorang diri.
Kata bos penginapan dengan ragu-ragu:
"Nona, kau berasal dari mana" Apakah di ibukota kau tidak
mempunyai saudara?" Kata perempuan itu: "Kau hanya perlu menjawab ada atau tidak ada kamar, hal lain
kau tidak perlu tahu, apakah kau takut aku tidak bisa membayar?"
Kata bos itu: "Aku tidak bermaksud seperti itu, aku... aku..."
Kata tamu perempuan itu: "Jangan bilang tidak ada kamar, aku sudah bertanya kepada
pelayan di sini, dan mereka bilang ada kamar kosong, bila kau takut
aku tidak bisa membayar, kau terima uang ini dulu, sisanya boleh
kau ambil. Aku hanya menginap satu malam saja."
Dia mengeluarkan uang 10 tail emas, harga kamar utama dalam
waktu semalam hanya 5 sen. Uang 10 tail ini bisa membayar kamar
utama dalam jangka waktu setengah bulan.
Bos tua itu membuka matanya lebar-lebar, wajahnya pun
berubah. Bos itu bukan orang yang mata duitan, uang yang
dipegang oleh tamu itu meninggalkan bekas jari karena ditekan oleh
tangan tamu itu. Tamu perempuan itu berkata:
"Apakah kau tidak mau memberikan kamar kosong kepadaku?"
Bos itu terpaku sebentar dan menjawab:
"Tidak, tidak, kami membuka penginapan tidak mungkin
mengusir tamu, kecuali bila tidak ada kamar." Kemudian dia
mengambil uang itu, lalu membawa tamu perempuan itu ke kamar.
Tamu-tamu di sana mengira bos penginapannya adalah orang
yang mata duitan baru mau menerima tamu perempuan yang tidak
jelas identitasnya. Ada gadis yang begitu cantik menginap di sana,
walau hanya bisa melihat tapi tidak bisa memegang, tapi ini pun
sudah merupakan hiburan bagi mereka.
Ada tamu asing yang datang, mereka pun mengakhiri obrolan
mereka. Pemuda she Kang itu kembali ke kamarnya untuk
beristirahat. Dia merasa tamu perempuan itu sangat aneh, tapi dia tidak
mempunyai waktu untuk memikirkannya.
Hati Kang Ho-seng tidak tenang, kabar yang dia dapatkan kali ini
adalah kabar mengenai Hui-thian.
"Apakah yang melukai putra Bok Ci-giauw adalah Hoan Toako?"
Kali ini dia datang ke ibukota bukan untuk mencari Hui-thian tapi
setelah tahu bahwa Hui-thian berada di ibukota, Kang Ho-seng mau
tidak-mau jadi memikirkan Hui-thian.
Ke mana dia harus mencari Hui-thian"
Dia tahu bahwa ketua Piau-hang, Tong Hwie-yan berteman
dengan Kie Yan-gan. Kie Yan-gan dan Hui-thian sudah seperti kakek
dan cucu, bila ada yang tahu mengenai keberadaan Hui-thian, tentu
dia adalahd Tong Hwie-yan, malah mungkin saja mereka pernah
bertemu. Tapi dia tidak berani mencari Tong Hwie-yan karena Tong Hwieyan adalah teman dari musuhnya. Tong Hwie-yan bersama dengan
Tuan Kiam-ta dan Hie Tiong-gwee sudah mengeluarkan undangan
untuk para pendekar dalam menghadapi Hui-thian.
Pada saat dia sedang merasa risau, bos penginapan masuk
dalam kamarnya. "Tamu perempuan itu sangat mencurigakan, kau bisa melihat
bahwa dia adalah pesilat tangguh."
"Lalu apa hubungannya denganku?" tanya pemuda itu, "Apakah kau mengira dia adalah mata-mata Bok Ci-giauw dan Hie Tiong-gwee?"
Jawab bos itu: "Benar, mereka tidak tahu kau sedang menyamar, mungkin
mereka mengira menggunakan mata-mata perempuan lebih cocok
untuk mencarimu." Kata pemuda itu: "Paman, bila kau takut aku ketahuan olehnya, bagaimana bila
aku pindah dulu dari sini?"
Ternyata pemuda itu adalah Kang Hiat-kun, bos penginapan itu
adalah adik satu she dari pihak ibunya, walaupun saudara jauh tapi
dia tetap memanggilnya paman, ibunya pernah mengatakan bahwa
paman ini sangat jujur, karena itu Hiat-kun mencarinya.
Walaupun ayahnya dan ayah Hui-thian sudah meninggal, dia
masih tetap menjadi burunan istana Dia juga adalah istri Hie Tionggwee yang melarikan diri, Hie Tiong-gwee adalah teman baik dari
Bok Ci-giauw, dia takut pamannya akan terganggu dengan
kehadirannya, dia pun tidak mengatakan bahwa dia dan bos ini
adalah keluarga. Kata bos itu: "Kau jangan curiga, aku hanya takut kau berada dalam bahaya
bila kau berada di sini terus."
Kata Kang Hiat-kun: "Aku tahu, besok pagi aku akan pindah dari sini."
Kata bos itu lagi: "Tidak perlu terburu-buru, carilah dulu suatu tempat yang aman
baru pindah, aku pun akan merasa tenang." Walaupun bos itu
mempunyai banyak teman tapi menolong buronan istana
hukumannya sangat berat. Bos itu belum terpikirkan teman yang
mana yang bisa dipercaya untuk menitipkan Hiat-kun. Pada saat
masih memikirkan hal itu, tiba-tiba di luar terdengar ada ribut-ribut
Seorang pelayan masuk dan berkata,
"Cepat keluar bos! Cepat keluar!"
"Ada apa?" "Ada sepasukan tentara pemerintahan sudah mengepung penginapan ini!" Belum habis kata-katanya ada yang berteriak,
"Mana bos penginapan ini" Suruh dia keluar!"
Bos itu keluar untuk melihat, ternyata yang masuk adalah kepala
pasukan sedangkan semua tentara sudah mengeluarkan senjata dari
tempatnya masing-masing. Bos itu berusaha menenangkan diri dan bertanya:
"Kalian datang ke penginapanku, ada perintah apa?"
Kata kepala pasukan itu: "Aku mencari seseorang, asal kau mau berkata jujur, tidak akan
terjadi apa-apa!" Jawab seorang kepala pasukan:
"Apakah ada seorang tamu perempuan yang tidak diketahui
identitasnya?" "Tidak enak menanyakan identitas tamu-tamu yang menginap."
Tanya mereka lagi: "Apakah ada tamu yang datang seorang diri?"
"Ada, ada, dia baru saja sampai."
Tanya kepala pasukan lagi: "Apakah dia cantik?"
"Aku tidak tahu bagaimana yang disebut dengan cantik itu,
apakah aku harus menyuruhnya keluar?"
Kata kepala pasukan itu: "Aku harus bertemu dengannya, tidak perlu menyuruhnya keluar,
aku saja yang mencarinya ke kamar, kau yang bawa jalan!"
Satu lagi kepala pasukan tentara berkata:
"Aku tidak mengerti, buronan yang cantik atau tidak cantik, apa
hubungannya" Panglima ingin menangkap buronan perempuan yang
cantik, tidak ada hubungannya dengan kita. Kau bahkan belum tahu
siapa yang akan kita tangkap."
Kata yang satu lagi: "Tolong beritahu kepadaku!"
"Sebenarnya ini pun bukan rahasia, hanya ada hubungan dengan
masalah pribadi, orang ini adalah seorang pendekar, sekarang dia
adalah tamu dari Panglima Bok, kau tahu siapa dia?"
"Ternyata dia..." segera temannya melarang dia untuk terus
berbicara. Kemudian yang satu lagi berkata:
"Istrinya adalah si Cantik dari Lok-yang."
"Karena itu aku merasa aneh dan menanyakannya kepada bos."
"Baiklah, kita sama-sama melihat si Cantik itu."
Kang Hiat-kun yang berada di kamar mendengar percakapan
mereka, jantungnya berdebar-debar, dia berpikir, 'Ternyata mereka
datang ke sini untuk mencariku, sekarang yang mereka curigai
adalah tamu perempuan tadi. Apakah mereka pun akan
melibatkannya masuk ke dalam-keributan ini" Tapi bila aku keluar,
aku takut identitasku akan terbongkar.'
Dia tampak masih ragu-ragu, kepala pasukan yang satu lagi
berkata: "Mengapa kau tidak mengijinkanku mencari buronan itu?"
Kata yang satu lagi: "Karena buronan itu tidak satu, kita harus membagi tugas." Dia membalikkan tubuh dan bertanya kepada bos: "Kau sudah
memberitahu tentang tamu perempuan itu, bagaimana dengan
tamu laki-lakinya, apakah dia juga datang sendiri?"
"Ada, tapi keluarga orang itu bersih." Kata Bos itu.
Dia tidak berani mengatakan hubungannya dengan Hiat-kun, dia
pun tidak mau mengarang cerita tentang Hiat-kun. mereka sudah
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak sabar lagi, diantara mereka ada yang berkata,
"Kau sendiri yang menanyakan tamu laki-laki itu?"
Ternyata Bok Ci-giauw menyuruh mereka mencari Hiat-kun dan
Hui-thian. Hiat-kun belum memperoleh cara menghadapi mereka, tapi
kepala pasukan sudah berada di depan kamarnya, dia melihat Hiatkun seperti pemuda yang sangat sopan dan terlihat seperti seorang
pelajar, pemuda itu pasti bukan Hui-thian.
Hiat-kun mengaku bahwa dia datang ke ibukota untuk mencari
seorang teman, sewaktu mereka menanyakan di mana kampung
halamannya, Hiat-kun menjawab: "Soa-tang."
Tapi kepala pasukan itu bertanya lagi:
"Mengapa logatmu dan bos penginapan ini tidak sama?"
Kang Hiat-kun tampak terkejut dan menjawab:
"Selama 7 tahun aku ikut dengan ayah berdagang ke luar Soatang, hingga sekarang belum pernah kembali ke kampung
halaman." Kepala pasukan bertanya lagi:
"Apakah kau pernah tinggal di Lok-yang?"
"Pernah, selama beberapa tahun."
Kata kepala pasukan itu: "Pantas, terdengar ada sedikit logat Lok-yang."
Dalam hati Kang Hiat-kun berpikir, 'Bila mereka terus bertanya
seperti itu, tanpa sadar aku akan membocorkan rahasiaku."
Pada waktu itu tiba-tiba ada yang berteriak, kemudian ada yang
berkata, "Kau... kau..." tapi suaranya tidak terdengar lagi.
Kepala pasukan itu tampak terkejut, segera keluar dari kamar
Hiat-kun. Yang memeriksa tamu perempuan adalah kepala pasukan
yang lainnya, suara teriakan berasal dari tempat itu.
Tidak terdengar suaranya yang menjawab, hanya terdengar
suara laki-laki aneh yang menjawab:
"Aku adalah Hui-thian-sin-liong, bagaimana caramu menyuruh dia
untuk menangkapku, terpaksa aku mengantarkannya bertemu
dengan dewa kematian."
Kepala pasukan berteriak:
"Cepat! Cepat! Datangkan orang!"
belum habis bicara, tenggorokannya sudah terpanah dan mati.
Suara aneh itu tertawa dan berkata:
"Bukankah kalian mau menangkapku" Hayo cepat kemari!"
Pengawal istana sudah terlatih mereka lebih berani dari prajurit
bisaa, tapi sekarang ini tidak ada yang berani masuk bahkan
bergerak pun tidak berani.
Terdengar suara tawa Hui-thian:
"Baiklah, bila kalian tidak mau masuk, aku akan pergi! Kalian
jangan macam-macam, aku adalah Hui-thian-sin-liong, hanya
membunuh orang jahat tidak membunuh orang baik-baik Bos, cepat
tolong nona ini, dia sudah pingsan."
Hui-thian sudah pergi, kepala pasukan itu masih terkejut, dia
tidak berani masuk ke dalam kamar.
Kang Hiat-kun juga terkejut, tapi rasa terkejutnya tidak sama
dengan kepala pasukan itu.
Dia terkejut karena dia tahu orang itu bukan Hui-thian.
Dia tumbuh bersama-sama dengan Hui-thian walaupun Hui-thian
memegang lehernya sambil bicara, dia masih bisa membedakannya.
Tapi sepertinya dia kenal dengan suara ini.
Segera dia terpikir pada seseorang, sewaktu di rumah Hie Tionggwee, pada saat Hie Tiong-gwee dan dirinya akan melangsungkan
pernikahan, tiba-tiba Hui-thian masuk, berjanji bertarung dengan
Hie Tiong-gwee, di antara banyak tamu, ada satu tamu yang sering
menertawakan Hie Tiong-gwee. Orang itu satu-satunya yang
memihak Hui-thian, walaupun sering bicara tapi tempatnya tidak
pemah sama. Yang lebih mengherankan, tidak pemah terlihat orang
itu berada di mana. Suara orang itu sangat aneh, bila dicari arah
bicaranya tidak pernah terlihat mulut siapa yang berbicara atau
bergerak Sekarang dia mengaku-ngaku dia adalah Hui-thian, dia sudah
membunuh dua orang kepala pasukan, kata-katanya, suaranya
sama dengan. orang yang bicara di rumah Hie Tiong-gwee.
Dalam hati Kang Hiat-kun berpikir, "Orang itu sangat aneh,
mengapa Hoan Toako tidak pernah menceritakan bahwa dia
mempunyai teman seperti itu,
orang itu sepertinya memiliki ilmu
silat yang sangat lihai, siapakah
dia?" Tidak lama kemudian, pasukan itu baru berani masuk Kepala
pasukan itu matanya terlihat begitu mengerikan. Tamu perempuan
itu sudah pingsan, cepat-cepat bos mengambil sebaskom air untuk
menyiramnya, tamu perempuan itu langsung sadar.
Tamu perempuan itu sepertinya sangat terkejut, kemudian
berteriak: "Aku bukan pembunuh! Aku bukan pembunuh!"
Ada seorang tentara yang lebih tua berkata: "Nona, kau jangan
takut, kami tahu bahwa pembunuhnya bukan dirimu!"
Belum habis kata-katanya tentara itu, tamu perempuan itu sudah
berteriak lagi: "Kau menyuruhku jangan takut, tapi kau bilang orang itu mau
menghinamu, dan menyruhku membantumu membunuhnya, aku
takut, takut!" "Nona, sadarlah! Kau bukan orang itu!" kata Tentara itu.
Hanya bos dan Hiat-kun yang tahu bahwa tamu perempuan itu
sedang bersandiwara, bos itu sudah tahu kemampuan ilmu silatnya,
dalam hati dia berkata: "Tidak perlu bantuan Hui-thian, dia sendiri pun sanggup
membunuh dua kepala pasukan itu, mengapa dia harus pura-pura
takut seperti itu?" Karena bos itu mendengar sendiri suara Hui-thian maka dia pun
tidak menaruh curiga bahwa tamu perempuan itu sebagai
pembunuhnya. Dia memberikan secangkir air panas untuk tamu
perempuan itu. Kata tamu perempuan itu: "Begitu orang itu mengeluarkan pisau, aku sudah pingsan, apa
pun yang terjadi sudah tidak tahu lagi!"
Tanya tentara pasukan itu:
"Orang itu seperti apa?"
"Aku tidak berani melihatnya."
"Apakah di wajahnya ada sesuatu yang istimewa?"
"Benar, wajahnya ada bekas luka."
Tentara tua itu berkata: "Kalau begitu benar, dia adalah Hui-thian." Dia sudah pernah melihat gambar wajah Hui-thian.
Sebenarnya mereka ingin menanyakan hal lainnya, tapi mereka
takut kepada Hui-thian, mereka berharap bisa cepat-cepat
meninggalkan tempat itu. Lebih cepat lebih baik
Pasukan itu sudah pergi, tamu perempuan itu berkata pada bos
itu. "Kamarku banyak darah, aku tidak mau menginap di sini lagi, aku
akan mencari penginapan lain, uang yang sudah kuberikan tidak
perlu dikembalikan."
Si bos lebih suka dia pergi dari situ, dia berkata:
"Aku pun tidak tahu akan terjadi hal seperti ini, terima kasih
untuk uangmu." Segera dia mengantarkan tamu itu pergi.
Begitu Kang Hiat-kun tahu bahwa tamu perempuan itu akan
pergi dia menjadi gelisah, karena banyak hal yang ingin dia
tanyakan. Tamu perempuan itu sudah melangkah keluar, tiba-tiba dia
membalikkan tubuh dan tertawa, tawanya begitu misterius.
Bos itu merasa aneh, dia menganggap tawa gadis itu hanya
untuk kesopanan, maka bos pun ikut tertawa. Waktu itu terdengar
suara aneh lagi, suara yang memalsukan identitas Hui-thian.
Anehnya Hui-thian tidak muncul, tamu perempuan itu bahkan
tidak membuka mulut, dia hanya tersenyum, anehnya hanya katakata ini yang didengar oleh Hiat-kun. orang lain tidak mendengar,
karena bila mereka mendengar mereka pun pasti akan terkejut
Hiat-kun merasa aneh, tidak ada orang di sisinya, tapi seperti ada
yang bicara di dekat telinganya.
Suara itu berkata: "Besok malam, pukul satu, kita bertemu di Sin-sa-hai."
Hiat-kun terpaku, suara itu berkata lagi:
"Benar, oh ya masih ada hal lain yang ingin aku beritahu
kepadamu, aku pinjam bajumu, aku akan menyuruh Hui-thian
kembalikan kepadamu, kau tidak perlu terkejut seperti itu!"
Tamu perempuan itu sudah pergi, para tamu sedang ribut,
mereka meributkan gerak gerik aneh dari tamu itu, dengan cepat
Hiat-kun kembali ke kamarnya.
Dia memeriksa barang-barang yang dia bawa, benar saja,
bajunya berkurang satu stel dia sangat terkejut, sebelum tamu
perempuan itu masuk ke kamarnya, Hiat-kun sudah berada di dalam
kamar. Setelah ada ribut-ribut, dia baru keluar untuk melihat. Entah
sejak kapan barangnya bisa menghilang.
Sewaktu 'Hui-thian' membunuh orang di kamar dan pasukan
pengawal belum masuk untuk memeriksa, Hiat-kun pada saat itu
baru keluar dari kamarnya. Waktunya begitu singkat, tamu itu
sudah masuk ke dalam kamarnya dan mencuri baju, ini membuat
Hiat-kun terkejut sekaligus terkagum-kagum.
Walaupun dia terkejut, tapi dia sudah mengetahui 2 hal dari
kejadian ini. Pertama, tamu perempuan itu memalsukan identitas Hui-thian.
Ada orang yang mahir berbahasa perut dan tidak membuka mulut
tapi bisa mengeluarkan suara. Bahasa perut sesuai dengan sosok
pemiliknya, tapi tamu perempuan itu bisa mengubah suaranya
menjadi suara laki-laki, hal ini jarang terjadi, begitu Hiat-kun
mengetahuinya, dia langsung menghubungkan dengan peristiwa di
rumah Hie Tiong-gwee. "Pantas tidak ada yang tahu siapa yang sudah mengeluarkan
kata-kata yang begitu aneh, siapa yang menyangka gadis lembut itu
tidak membuka mulut tapi bisa mengeluarkan suara laki-laki."
Kedua, dia tahu walaupun tamu perempuan itu tidak berteman
dengan Wie Thian-hoan tapi paling sedikit mereka saling kenal, bila
tidak dia tidak akan berkata bahwa bajunya akan dititipkan kepada
Hui-thian. Hiat-kun merasa aneh: "Mengapa Hoan Toako tidak pernah memberitahu bahwa dia
mempunyai teman yang ilmu silatnya begitu tinggi" Apakah dia
takut aku akan curiga" Sebenarnya aku pun sudah tidak ingin
bertemu dengannya, aku tidak akan iri bila dia mempunyai teman
perempuan yang lain."
Mendengar kata-kata dari tamu perempuan tadi, sepertinya dia
sudah tahu keberadaan Hui-thian.
"Mengapa dia tidak mau mengatakan di mana Wie Toako"
Apakah besok malam dia berjanji akan mengajak Wie Toako agar
mau bertemu denganku?"
Dia masih terus berpikir, dia sudah mengambil keputusan untuk
pergi besok malam. Tapi Hiat-kun salah besar karena tamu itu sama sekali tidak
dikenal oleh Hui-thian. Yang lebih tepat adalah tamu perempuan itu mengenal Hui-thian,
tapi Hui-thian sama sekali tidak kenal dengannya.
Dia pun seperti Hiat-kun, demi Hui-thian dia pergi ke ibukota,
hanya saja Hiat-kun belum tahu keberadaan Hui-thian, sedangkan
orang itu sudah tahu. Hui-thian sedang mengendarai kereta, melewati jalan kecil itu
untuk kembali ke ibukota.
Ada pepatah yang berbunyi: sudah tahu bahwa di gunung itu ada
harimau, tapi dia malah sengaja mendaki gunung itu. Dia
mengambil keputusan untuk bertarung dengan Hie Tiong-gwee,
Tuan Kiam-ta dan Bok Ci-giauw.
Dia tahu Bok Ci-giauw sudah memasang perangkap,
menunggunya masuk ke dalam perangkapnya, tapi Hui-thian tidak
takut, dia mempunyai keyakinan untuk menang.
Karena dia sudah mempunyai seorang sandera, dan dia adalah
putra sulung Bok Ci-giauw, yaitu Bok Ling-ku.
Hari sudah hampir sore, jarak ke ibukota tinggal 20 li lagi, Huithian sedang membuat rencana, bila sudah tiba di ibukota dia akan
mencari tempat untuk bersembunyi dan menyusun rencana dengan
apa dia bisa menghubungi Bok Ci-giauw. Dia pun memikirkan
beberapa cara, lapi dia merasa semua itu tidak cocok. Tiba-tiba ada
seorang gadis yang menghentikan keretanya.
Ini hanyalah sebuah jalan kecil, hanya bisa dilewati oleh sebuah
kereta, gadis itu berdiri di tengah-tengah, dengan terpaksa Huithian menghentikan keretanya
Gadis itu bertanya: "Toako, apakah kau akan ke ibukota?"
Wie Thian-hoan tidak mengenali gadis itu, tapi begitu tahu
bahwa gadis itu bisa ilmu silat, Hui-thian balik bertanya: "Ada apa?"
"Aku pun ingin ke ibukota, hari sudah malam, apakah aku boleh
ikut ke ibukota?" "Maaf, aku tidak mengenalimu, apalagi kau adalah seorang
perempuan sedangkan aku seorang laki-laki, tidak baik bila kita
pergi bersama-sama."
Gadis itu tertawa: "Bila kau kenal denganku, kau tidak akan takut" Hanya ada
seorang laki-laki dan seorang perempuan, apakah kita tidak boleh
satu kereta?" Dengan marah Wie Thian-hoan berkata:
"Nona, aku tidak punya banyak waktu untuk mengobrol
denganmu, jangan ganggu aku lagi!"
Kata gadis itu: "Aku mengatakan yang sebenarnya, coba kau lihat dengan teliti
apakah benar kau tidak kenal denganku?"
Wie Thian-hoan melihat dari atas ke bawah, tiba-tiba dia
menemukan sesuatu yang aneh dari tubuh gadis itu, tiba-tiba
hatinya bergetar, tidak sengaja dia sudah membuka matanya lebarlebar. Kata gadis itu: "Kau tidak mengenalku, tapi pasti mengenali baju ini bukan?"
Ternyata gadis itu mengenakan baju Hiat-kun yang hilang.
Wie Thian-hoan pun belum tentu bisa mengenali semua baju
Hiat-kun, tapi yang dipakai oleh gadis itu sekarang pernah dilihatnya
dan dia tidak akan pernah melupakannya.
Karena pada saat itu dia dan Hiat-kun lari dari rumah Hie Tionggwee dan Hiat-kun mengenakan baju itu. Pada saat mereka akan
lari ada beberapa tamu yang berusaha menghadang mereka, tapi
dia dan Hiat-kun berhasil melukai penghalang itu, dan darahnya
mengenai baju Hiat-kun hingga sekarang masih ada nodanya.
Wie Thian-hoan seperti terkena sengatan listrik, dia langsung
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
turun dari kereta dan berteriak:
"Dari mana kau dapat baju itu?"
Dia takut gadis itu melarikan diri, sambil bicara dia sudah
mengeluarkan tangannya bersiap-siap untuk menangkap gadis itu
bila lari, yang dicengkram adalah pundak gadis itu, bisaanya pesilat
tangguh pun akan susah menghindar.
Tapi gadis itu usianya belum mencapai 20 tahun, dia hanya
sedikit mengelak, sudah bisa lepas dari cengkraman Wie Thianhoan. Kata gadis itu: "Bukankah tadi kau mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan
tidak boleh dekat-dekat" Mengapa sekarang kau berusaha
memegangku?" Entah dia benar-benar marah atau berpura-pura, segera dia
menampar pipi Wie Thian-hoan.
Hampir saja dia terkena tamparan gadis itu, untuk menghindari
tamparan itu, Wie Thian-hoan harus mendorong tangannya keluar
dan secara i otomatis orang akan terdorong, tapi bila menggunakan
cara ini, akan mengenai dada gadis itu, malah akan membuat gadis
itu luka berat Wie Thian-hoan tidak mau melakukan cara ini.
Dalam keadaan seperti ini, Wie Thian-hoan terpaksa harus
menjatuhkan diri dan berguling, tapi dengan cara seperti itu untuk
menghindari tamparan, membuat Wie Thian-hoan menjadi malu.
Gadis itu berputar dan masuk ke dalam kereta
Wie Thian-hoan sangat terkejut, dia meloncat dan berteriak:
"Kau mau apa!" Sambil berteriak dia sudah mengeluarkan serangan.
Gadis itu dengan indah berputar di tengah udara dan mendarat
di tanah. Gadis itu tertawa dan berkata:
"Tidak disangka, laki-laki sepertimu pandai berbohong, tapi
teknik berbohongmu harus diubah!"
"Aku sudah berbohong apa?"
Gadis itu tertawa dan menjawab:
"Sepertinya di dalam kereta masih ada orang, aku ingin ikut
denganmu mengapa kau mengatakan tidak baik bila seorang lakilaki satu kereta dengan seorang perempuan?"
"Sebenarnya kau mau apa?"
"Tidak ada yang kuinginkan darimu, aku hanya tahu bahwa kau
sedang banyak masalah, aku hanya ingin mengobrol denganmu!"
"Aku sudah bilang aku tidak mempunyai waktu mengobrol
denganmu!" Kata gadis itu: "Aku sudah tahu, karena itu aku meminjam baju Hiat-kun."
Kata Wie Thian-hoan: "Siluman, kau sudah melakukan apa terhadap Hiat-kun!"
Ilmu gadis itu sangat aneh, cara tangannya bergerak pun Wie
Thian-hoan tidak mengenal. Entah Jurusnya berasal dari golongan
apa" Mungkin berasal dari golongan hitam atau putih, yang dia tahu
Hiat-kun tidak mempunyai teman seperti itu.
Baju Hiat-kun ini bukan baju bisaa, baju ini sangat berarti untuk
Hiat-kun dibanding dengan baju pengantinnya. Baju pengantin
membuat Hiat-kun timbul perasaan benci, tapi baju itu adalah
kumpulan dari perasaan mereka berdua. Mengapa Hiat-kun
meminjamkan baju itu kepada orang lain, sekalipun orang itu adalah
temannya. Bila tidak dipinjamkan, mengapa bisa berada di tangan gadis itu"
Wie Thian-hoan sangat terkejut dengan keadaan ini dan terus
berpikir. Gadis itu seperti bisa menebak pikirannya, kemudian dia tertawa:
"Apakah kau mengira aku sudah membunuh Hiat-kun?"
Wie Thian-hoan berteriak:
"Bila kau tidak mau menjelaskannya aku akan membunuhmu!"
Gadis itu malah tertawa dan berkata: "Coba saja kalau kau bisa
membunuhku!" Tubuhnya sudah bergerak menghindari 3 jurus serangan Wie
Thian-hoan, yang sama sekali tidak dapat mengenainya bahkan
ujung bajunya pun tidak tersentuh serangan Wie Thian-hoan. Wie
Thian-hoan mulai marah, dia bersiap mengeluarkan serangan lebih
dahsyat lagi. Gadis itu berkata: "Apakah Kau adalah murid asuhan Kie Yan-gan?"
"Kalau betul, mengapa?"
Kata gadis itu: "Kie Yan-gan adalah orang nomor satu di dunia persilatan,
apalagi jurus pedang dan telapak tangannya tidak ada bandingnya
di dunia persilatan. Aku sudah melihat jurus telapak tanganmu, aku
ingin melihat jurus-jurus pedangmu!"
Bila pesilat tangguh bertarung harus menggunakan peluang
sangat tipis, apalagi bila harus memperebutkan inisiatif
penyerangan,. Hanya terdengar suara 'ZES', lengan baju gadis itu
sudah terpotong oleh Wie Thian-hoan.
Dengan dingin Wie Thian-hoan berkata:
"Apakah kau ingin meneruskan pertarungan?"
Gadis itu memasukkan pedangnya dan berkata:
"Kita sudah mengeluarkan semua kepandaian kita, aku kira kita
tidak perlu bertarung lagi!"
Dia meniup sesuatu dengan ringan, terlihat sepotong kain
sebesar uang logam ditiup dan melayang-layang kemudian terjatuh
di depan Wie Thian-hoan, matanya mengandung tawa ringan
melihat ke arah Wie Thian-hoan.
Wie Thian-hoan terpana, dia melihat ternyata baju bagian dada
sudah berlubang sebesar uang logam, dia mengulurkan tangan dan
mengambil kain sebesar uang logam. Dia baru tahu ternyata kain
yang ditiup oleh gadis itu berasal dari bajunya
Semua ini tidak disangka oleh Wie Thian-hoan, jurus pedang
gadis itu begitu bagus. Wajah Wie Thian-hoan menjadi merah, dia
tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Gadis itu tertawa dan berkata:
"Untung kita punya pikiran yang sama, bila tidak kita berdua
akan sama-sama kalah atau malah terluka. Berarti kita seimbang."
Wie Thian-hoan sudah mengerti arti dari 'mempunyai pikiran
yang sama', dalam hati dia berpikir, 'Benar, tadi aku hanya
mengenai pada sasaran langsung berhenti, bila diteruskan tangan
gadis itu akan terpotong dan dia hanya melubangi bajuku di bagian
dada bila tidak mana mungkin saat ini aku masih hidup"'
Wajah Wie Thian-hoan memerah dan berkata:
"Terima kasih Nona tidak membunuhku, aku yang sudah kalah
setengah jurus." Kata gadis itu: "Jangan sungkan, sebenarnya kau sudah setuju bertarung
denganku melalui jurus pedang, itu pun kau sudah menang."
Kata-kata ini tidak salah, bila Wie Thian-hoan tidak ingin
bertarung dengan jurus pedang, gadis itu tidak akan bisa
melukainya "Jurus pedangku tidak bisa mengalahkanmu, tapi kau pun pasti
tahu, bila aku mau membunuh Hiat-kun, hal itu akan sangat mudah
bagiku," kata gadis itu.
Gadis itu berkata demikian berarti dia tidak membunuh Hiat-kun,
tapi segera terpikir oleh Wie Thian-hoan, ilmu silat gadis itu lebih
tinggi beberapa kali lipat dari Hiat-kun, apakah baju itu dia curi dari Hiat-kun" Atau malah merebutnya dari Hiat-kun" Mungkin saja Hiat-kun sudah ditangkap oleh gadis itu dan bajunya diambil oleh gadis
itu Tanya Wie Thian-hoan: "Kau mengenakan baju Hiat-kun untuk mencariku, apa tujuanmu?" Jawab gadis itu: "Pertama, aku ingin kau mengenalku. Kedua, dengan baju ini kau
akan langsung tahu bahwa aku sudah bertemu dengan Hiat-kun."
Jawaban gadis itu tetap tidak bisa membuka pikiran Wie Thianhoan, yang ingin diketahui oleh Wie Thian-hoan bukan gadis itu
sudah bertemu dengan Hiat-kun. Dari baju itu saja Wie Thian-hoan
sudah tahu bahwa gadis itu telah bertemu dengan Hiat-kun, tapi
pernah bertemu bukan berarti dia adalah teman Hiat-kun.
Wie Thian-hoan ingin tahu kabar tentang Hiat-kun.
Tanya Wie Thian-hoan: "Mengapa Hiat-kun mau meminjamkan baju ini kepadamu?"
Gadis itu tertawa dan menjawab:
"Aku tidak mau membohongimu, baju ini tidak mungkin dia mau
meminjamkannya kepadaku, aku secara diam-diam yang meminjam
kepadanya." "Sepertinya kau belum berkata jujur kepadaku."
Kata gadis itu lagi: "Lebih tepat dikatakan aku mencurinya bukan meminjam. Tapi
aku yakin dia tidak akan menyalahkanku, karena dia tahu aku telah
berbuat baik kepadanya."
Tanya Wie Thian-hoan: "Mengapa kau berbuat baik kepadanya" Mengapa kau tidak
mengajaknya datang ke sini?"
"Kau kira aku adalah orang yang bisa meramal nasib orangorang" Dan aku bisa tahu hari ini aku akan bertemu denganmu"
Jujur saja kemarin malam pun aku tidak tahu harus kemana
mencarimu" Biar pun aku sudah membantu Hiat-kun, tapi itu juga
bukan berarti kami adalah teman, apakah aku harus berkata 'Hei,
kita sama-sama mencari kekasihmu, bagaimana"' Kalau dia malu
dan tidak mau mengakuinya malah balik marah-marah, bukankah
itu lebih menyusahkan lagi?"
Dia membuat Wie Thian-hoan tidak bisa bicara lagi, Wie Thianhoan bertanya: "Kau pemah membantunya dalam hal apa" Bagaimana kau bisa
tahu tentang keberadaanku?"
"Kau terlalu banyak tanya. Banyak hal yang kau tidak perlu tahu
tapi kau akan segera tahu. Mengapa kau tidak bertanya, mengapa
aku mencarimu?" Jawab gadis itu.
Kata Wie Thian-hoan, "Baiklah, katakanlah ada apa kau mencariku?"
"Aku ingin tahu, apakah di hatimu hanya ada Hiat-kun seorang
saja?" Wie Thian-hoan tersinggung dan berkata:
"Kau terlalu banyak tanya! Ini adalah urusan pribadi. Katakan
kepadaku Hiat-kun berada di mana" Aku akan mencarinya, tidak
akan merepotkanmu bukan?"
Gadis itu tertawa melihat dia, lapi tidak bicara lagi. Gadis itu tidak membuka mulut, tapi Wie Thian-hoan mendengar ada suara laki-laki
yang aneh, "Kau benar-benar mempunyai perasaan yang dalam terhadap
Hiat-kun, tapi orang yang mempunyai perasaan terhadapmu bukan
hanya Hiat-kun saja. Yang seharusnya kau cari kau malah tidak
mencarinya, aku merasa gadis itu tidak dihargai olehmu."
Wie Thian-hoan terkejut dan terus melihat gadis itu, Wie Thianhoan sekarang baru sadar,
"Ternyata sewaktu di rumah Hie, kaulah yang terus mengatakan
yang aneh-aneh!" Dalam hati Wie Thian-hoan berpikir, 'Pantas dia bilang sudah
lama mengenalku."' Gadis itu seperti tahu pikiran dia,
"Apakah kau merasa aneh?"
"Betul-betul di luar dugaanku, kalau kita sekarang tidak bertemu, sampai kepalaku pecah pun tidak akan terpikirkau bahwa suara laki-laki itu berasal dari suara gadis yang lembut."
Kata gadis itu tertawa: "Tadi kau mengatai bahwa aku adalah siluman, dalam sekejap
kau bilang aku adalah seorang gadis yang lembut!"
Wie Thian-hoan merasa malu dan berkata: "Aku yang salah,
maafkan aku!" "Sepertinya kau sudah menganggap aku sebagai temanmu?"
"Sewaktu itu di rumah Hie, semua tamu termasuk Tuan Kiam-ta
membela Hie Tiong-gwee, hanya kau yang berani membantuku
bicara. Kau bukan temanku, tapi aku sangat berterima kasih
kepadamu." Dia tidak tahu identitas gadis ini, kata-kata Wie Thian-hoan
sangat-hati-hati. Wie Thian-hoan hanya mengucapkan terima kasih
kepada gadis itu. Gadis itu berkata: "Waktu itu mengapa aku membantumu, karena aku melihat kau
sangat mencintai Hiat-kun karena itu aku membantumu."
Dia berkata lagi: "Waktu itu aku tidak mengeluarkan kata-kata yang aneh, begitu
juga hari ini." Dua kata ini seperti tidak ada sangkut pautnya, tapi Wie Thianhoan mengerti maksud dari gadis itu. Hari itu dia membantu Wie
Thian-hoan karena dia tahu bahwa Wie Thian-hoan adalah orang
yang mempunyai perasaan, hari ini bila Wie Thian-hoan tidak
mencari gadis yang mencintainya, dia adalah orang yang benarbenar tidak mempunyai perasaan.
Hati Wie Thian-hoan tertawa kecut,:
"Hanya gadis seperti dia baru bisa mengeluarkan kata-kata yang
aneh tapi sangat nyata."
Tanya Wie Thian-hoan: "Siapa gadis itu?"
"Sumoimu, Kie Su-giok," jawab gadis itu.
Kata Wie Thian-hoan: "Ternyata dia adalah Su-giok, aku selalu menganggap dia adalah
adik kecilku." "Terserah kau menganggapnya sebagai apa, tapi perasaannya
terhadapmu sangat dalam. Sekarang Hiat-kun dalam keadaan
selamat, tapi adik kecilmu ini berada dalam keadaan bahaya,
apakah kau tidak mau menolongnya?"
Wie Thian-hoan sangat terkejut:
"Dia mendapat musibah apa" Apakah dia sudah masuk ke dalam
perangkap siluman Pek-toh-san?"
"Dia tidak ditangkap, tapi tertipu. Karena bila seseorang tertipu bisa lebih berbahaya lagi!"
"Mengapa dia bisa tertipu?"
"Alasan jelasnya aku tidak tahu, aku hanya tahu dia sudah
mengakui istri Ketua Pek-toh-san sebagai ibu angkatnya!"
Wie Thian-hoan meloncat dan berkata: "Siluman itu berada di
mana?" Gadis itu menyipitkan mata dan berkata: "Aku tidak tahu."
Wie Thian-hoan langsung merasa curiga dan berkata: "Apakah
kau benar-benar tidak tahu?"
"Aku tidak tahu, dan aku tidak berbohong!"
Wie Thian-hoan tahu di balik kata-katanya mengandung maksud
yang lain, "Sekarang kau tidak tahu, apakah kau sudah mempunyai rencana
untuk mencari dia?" Jawab gadis itu: "Aku tidak berani mengatakannya, aku hanya bisa berkata, aku
akan mencari dia. Mungkin aku mempunyai cara lain, sebenarnya
aku juga tidak tahu dia berada di mana, kalau pun tahu aku tidak
mau memberitahukannya kepadamu."
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengapa?" "Kalau kau sudah tahu, kau pasti segera menolong adikmu. Dan
pada saat kau ke sana untuk menolongmya, mereka pasti tidak akan
mau melepaskan adikmu, akibatnya apa yang akan terjadi, tentu
kau sudah bisa membayangkannya?"
Kata Wie Thian-hoan: "Mereka akan mencelakakan adikku dulu!"
"Sepertinya tidak, adikmu sangat bermanfaat bagi mereka.
Kelihatannya Ketua Pek-toh-san ingin adikmu menjadi menantunya!"
Mata Wie Thian-hoan melotot dan berkata:
"Kau bercanda?"
"Aku tidak bercanda, kalau kau tidak percaya kau boleh bertanya
kepada Tong Hwie-yan. Kemarin ini dia yang melihat adikmu pergi
bersama putra Ketua Pek-toh-san dan katanya mereka adalah
saudara angkat." Kata Wie Thian-hoan: "Kalau begitu, aku harus lebih cepat lagi menolong adikku, kalau
tidak mereka akan membunuh Su-giok. Apa yang harus aku takuti
terhadap mereka?" "Ada, kalau mereka tidak melepaskan Su-giok, kau akan
bertarung dengan mereka!"
"Apakah aku tidak bisa mengalahkan mereka?"
"Suami istri Pek-toh-san, ilmu silatnya sangat tinggi dan mereka
selalu memakai racun. Aku tidak berani mengatakan bahwa kau
akan kalah tapi mereka masih ada seseorang yang membantu.
Paling-paling kau hanya bisa menerima 10 jurus dari dia."
Wie Thian-hoan tidak percaya, dalam hati dia berpikir, 'Setiap kali
kakek melatih diriku, aku pun bisa menerima 50 jurus dari kakek
Kakek adalah orang nomor satu di dunia persilatan. Apakah orang
ini lebih lihai daripada kakek"'
Gadis itu seperti tahu pikirannya dan berkata:
"Kau mau percaya atau tidak itu terserah padamu, aku tidak mau
kau mengantar nyawa ke sana. Karena itu kita harus mencari cara
yang lain." Tanya Wie Thian-hoan: "Siapakah orang yang dimaksud?"
"Kau sudah lupa sifatku, bila ada hal yang bisa aku beritahu,
sejak dari tadi aku sudah bicara, tidak perlu kau tanya dulu."
Kalau dia ingin mengatakannya, bisaanya ada 2 alasan. Pertama,
mungkin dia sendiri juga tidak tahu siapa orang itu" Kalau tidak dia
takut jika dia mengatakannya orang itu akan dicelakai, karena itu
dia ragu-ragu untuk mengatakannya.
Wie Thian-hoan mendengar gadis itu menggambarkan kelihaian
orang itu. Wie Thian-hoan pun hanya setengah percaya, dalam hati
dia berpikir, 'Gadis ini ilmu silatnya lumayan tinggi, apalah dia terlalu mengada-ada, tapi mungkin juga orang itu bisa mengalahkan ilmu
silatku. Wie Thian-hoan mengerutkan dahi dan berkata:
"Bagaimana aku bisa menolong adikku?"
Si gadis itu terdiam sebentar lalu berkata: "Ada sebuah cara,
tapi..." "Tapi apa?" "Apakah kau percaya kepadaku?"
"Katakanlah cara ini kepadaku."
Gadis itu seperti tertawa melihat Wie Thian-hoan
dan menggelengkan kepala, dia seakan-akan berkata:
"Benar juga, kau belum percaya kepadaku." Tapi gadis itu
berkata: "Cara tidak ada, tapi kau bisa menukar dengan benda berharga
yang baru kau dapat"
Begitu mendengar Wie Thian-hoan sudah tahu apa yang
dimaksud dengan benda berharga"
Tapi dia tetap pura-pura tidak mengerti dan bertanya,
"Maksudmu apa, aku tidak mengerti?"
"Orang yang disembunyikan di dalam keretamu itu siapa?"
Wie Thian-hoan tidak bisa membohonginya, dan berkata:
"Dia bukan siapa-siapa, hanya saja dia bernasib baik karena
ayahnya adalah seorang pejabat tinggi."
"Siapa ayahnya?"
"Panglima pasukan istana, Bok Ci-giauw."
Gadis itu tertawa dan berkata: "Putra panglima, itu benda yang
sangat mahal!" Tanya Wie Thian-hoan: "Apa hubungan antara benda ini dengan hal yang akan kita akan
lakukan?" Jawab gadis itu: "Hubungannya sangat erat. Aku bertanya kepadamu, kau mau
apakan benda ini?" Kata Wie Thian-hoan: "Aku mempunyai rencana, tapi ini adalah urusanku, kau tidak
perlu ikut campur!" Kata gadis itu: "Tenanglah! Aku tidak akan merebut benda kesayanganmu, tapi
aku ingin menebak apa yang akan kau lakukan terhadapnya dia."
Kata Wie Thian-hoan: "Kau mempunyai mulut aku tidak bisa menjahit mulutmu, coba
kau tebak!" "Aku menduga kau akan menjadikan benda ini untuk berdagang
dengan Bok Ci-giauw, apakah benar?"
Wie Thian-hoan terkejut dalam hati dia berpikir, 'Gadis ini sangat
lihai, dia tahu banyak tentang diriku. Aku memikirkan apa pun, dia
juga tahu.' Ternyata tujuannya menangkap Bok Ling-ku adalah untuk
dijadikan sandera serta untuk melindungi dirinya sendiri.
Bok Ci-giauw adalah orang yang melindungi Hie Tiong-gwee,
ingin membunuh Hie Tiong-gwee harus melenyapkan orang yang
menjadi pelindungnya. Dia menjadikan Bok Ling-ku sebagai
sandera, supaya Bok Ci-giauw tidak campur tangan urusan antara
dia dan Hie Tiong-gwee. Kalau ada kata yang lebih jelas adalah: Wie Thian-hoan tidak
ingin Bok Ci-giauw mengganggu dia membunuh Hie Tiong-gwee.
Dia ingin sandera ini bisa ditukar dengan kepala Hie Tiong-gwee,
tapi gadis ini sepertinya ingin mengambil benda miliknya. Gadis itu
menarik nafas dan berkata:
"Sayang, sayang..."
"Apa yang disayangkan?"
"Sayang satu barang tidak bisa dipakai sebanyak 2 kali "
"Maksudmu... ?" Kata Wie Thian-hoan.
"Benda ini bisa ditukar dengan kepala Hie Tiong-gwee, juga bisa
ditukar dengan Sumoimu."
Kata Wie Thian-hoan: "Mengapa kau bisa tahu bahwa Ketua Pek-toh-san mau menukar
benda ini?" Kata gadis itu: "Aku harap kau jangan menganggap bahwa aku adalah orang
yang ditunjuk oleh Pek-toh-san. Menurutku, suami istri Ketua Pektoh-san ingin adikmu menjadi menantu mereka, tapi mereka pun
juga ingin menjilat Bok Ci-giauw."
Kata Wie Thian-hoan: "Sepertinya kau pernah bilang, kau tidak tahu keberadaan Ketua
Pek-toh-san, bagaimana bisa menukarnya?"
"Kau juga cepat lupa, aku pernah mengatakan bila aku akan
mencari cara, caraku lebih meyakinkan."
Wie Thian-hoan ragu dan berkata
"Apakah kau mau aku menyerahkan putra Bok Ci-giauw
kepadamu?" Tanya gadis itu: "Kau mempercayaiku sebanyak berapa persen" Bila kau tidak
mau mengatakannya, akulah yang akan bicara, kau hanya percaya
50% saja, apakah betul?"
Wie Thian-hoan terdiam dan mengakuinya.
"Aku tidak memaksamu harus percaya kepadaku, tapi hanya
sedikit rasa percaya pun tidak apa-apa, kita memang berdagang."
"Bagaimana caranya?" Tanya Wie Thian-hoan.
"Kau balikkan tubuh terlebih dahulu!"
Ini membuat Wie Thian-hoan merasa aneh, tapi dia menurut
saja. Wie Thian-hoan ingin melihat dia melakukan permainan apa
lagi, hanya u sebentar gadis itu sudah berbicara:
"Sekarang kau sudah boleh membalikkan tubuh."
Wie Thian-hoan membalikkan tubuh lagi. Gadis itu sudahi
membuka baju Hiat-kun, dia memegang baju itu dan berkata:
"Baju adikmu ditukar dengan baju milik Bok Siauya, apakah kita
sepakat" Bukankah dalam hal ini kau lebih beruntung?"
Tanya Wie Thian-hoan: "Kau menginginkan baju milik Bok Siauya untuk apa?"
"Mengapa kau begitu bodoh" Baju adikmu dan baju Bok Siauya
kainnya tidak sama, model pun tidak sama, tapi manfaatnya
untukku itu sama." Kata Wie Thian-hoan: "Ternyata kau memakai baju-baju ini untuk dijadikan barang
petunjuk." Kata gadis itu: "Betul, aku mempunyai baju Hiat-kun, kau baru percaya bahwa
aku tahu Hiat-kun berada di mana. Ini juga..."
Kata Wie Thian-hoan: "Ketua Pek-toh-san bila melihat baju ini, baru percaya bahwa Bok
Siauya berada di tanganmu."
Kata gadis itu: "Masih ada satu jalan lagi, dia harus membawa baju ini ke rumah
Bok untuk membuktikan baju ini milik siapa, dia baru akan percaya
kepadaku. Aku juga bukan orang yang punya sandera, aku hanya
perantara perdagangan ini, biarpun cara bicaranya tidak begitu
sempurna, tapi kau sudah mengerti. Apakah perdagangan ini jadi?"
Kata Wie Thian-hoan: "Dalam perdagangan ini aku yang mengalami sedikit kerugian."
Gadis itu meloncat dan berkata:
"Kaulah yang beruntung."
"Baju ini harus kau kembalikan kepada adikku."
Kata gadis itu: "Aku akan mengembalikan baju ini, juga harus mengembalikan
adikmu." Kata Wie Thian-hoan: "Kau jangan marah, aku tidak bilang kita tidak jadi berdagang!"
"Kalau kau tidak mau mengakui..."
"Mengakui apa?"
Gadis itu sebenarnya ingin mengatakan:
"Kalau kau tidak mengakui bahwa kaulah yang beruntung,
perdagangan ini tidak akan jadi."
Tapi sewaktu dia ingin mengatakan hal itu, dia berpikir, 'Orang
lain yang beruntung malah aku yang harus memaksa dia agar mau
mengaku, hal ini seperti tidak masuk akal.'
Wie Thian-hoan tertawa dan berkata:
"Aku yang beruntung, tadi aku sudah mempermainkanmu. Maaf,
sebenarnya aku sangat berterima kasih kepadamu."
Gadis itu amarahnya sudah mereda, dia berkata: "Apakah aku
bisa dipermainkan olehmu?"
Wie Thian-hoan tertawa dan berkata:
"Mengapa kau tadi juga mempermainkanku, sehingga tidak
sengaja aku sudah membuatmu marah, hari ini aku sudah 2 kali
kalah darimu." Sebenarnya Wie Thian-hoan mempermainkan dia bukan untuk
membalas, tapi dia senang melihat gadis itu marah.
Sambil bicara, dia sudah selesai membuka baju Bok Ling-ku, dan
menukarnya dengan baju yang dipegang oleh gadis itu.
"Bagaimana aku bisa menghubungimu?" tanya Wie Thian-hoan.
"Kau tidak perlu mencariku, biar aku yang mencarimu," jawab
gadis itu. Kata Wie Thian-hoan: "Kalau begitu, aku akan menunggumu di ibukota." Dia naik ke
atas kereta kuda, tiba-tiba gadis itu berkata. "Tunggu sebentar!"
"Masih ada apa lagi?"
"Apakah kau akan naik kereta ini ke ibukota?"
"Kereta ini agak bagus, tapi tetap kereta kuda yang biasa. Aku
naik kereta ini masuk ke ibukota, apakah ada yang salah?"
Kata gadis itu: "Apakah kau tidak tahu bahwa kereta ini milik kantor Sin-hoan
Piaukok?" Kantor Sin-hoan Piaukok adalah sebuah kantor besar, di
dalamnya pasti banyak mata-mata Bok Ci-giauw.
Pikir Wie Thian-hoan, 'Benar juga, biarpun dia sudah merubah
penampilan, tapi kereta ini tidak bisa membohongi mata-mata yang
berada di dalam Piau-hang.'
Kata gadis itu tertawa: "Kau tidak perlu tergesa-gesa, aku akan berdagang lagi
denganmu." Terlihat sebuah kereta keledai yang sudah tua. Kereta itu sudah
berada di depan mereka, kusirnya adalah seorang pak tua yang
datang dan desa, keledai itu juga sudah tua.
Kata gadis itu: "Keledai tua menarik kereta yang tua. Bandingkan dengan kereta
kuda yang bagus ini. Kau pertimbangkan, bagaimana perdagangan
ini akan kauambil?" Wie Thian-hoan melihat pak kusir yang sudah tua seperti orang
desa bisaa, sejak tadi pun dia tidak bicara.
Kata gadis itu: "Paman Ong tinggal di dekat sini, dia sering memakai kereta ini
untuk mengangkut sayur ke kota. Pasukan yang berjaga pun sudah
kenai dengannya. Aku sudah berbicara dengan dia, kau adalah
teman* sekampungnya dan ikut keretanya ke ibukota. Dia masih
bisa membantumu memasukkan satu orang lagi."
Wie Thian-hoan sudah mengubah penampilan. Jika naik kereta
ini dan ikut dengan Paman Ong ini terlihat sangat cocok. Kata Wie
Thian-hoan: "Temanku ini tidak boleh dilihat orang."
"Tenanglah, jika kau menyembunyikan orang ke ibukota, Paman
Ong sudah bisaa melakukannya."
Kata Wie Thian-hoan: "Baiklah, perdagangan ini aku jadikan."
Pak tua ini sudah membantunya memindahkan Bok Ling-ku yang
masih ditotok. Paman Ong berkata: "Maaf, temanmu ini harus bersabar."
Kemudian dia menumpahkan sayur-sayur untuk menutupi tubuh
Bok Ling-ku, di atas sayur masih ditumpuki banyak labu. Mengantar
sayur ke ibukota menggunakan kereta tidak perlu memakai
keranjang. "Cara ini sangat baik, sebenarnya dia bukan temanku, dia adalah
seorang Siauya." "Biasa Siauya naik kereta yang mewah, kali ini dia berganti
selera, tidur di kereta yang usang sekali-kali tidak apa-apa."
"Benar juga." Kata Wie Thian-hoan.
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak benar." "Apa yang tidak benar?"
"Kau orangnya tidak mau dirugikan, mengapa kali ini kau mau
dirugikan?" Kata Wie Thian-hoan: "Karena aku merasa kereta tua ini lebih baik daripada kereta
kuda itu." "Tapi aku yang menjadi tidak enak hati. Begini saja aku tambah
satu benda, anggap ini sebagai barang tambahan, harap kau mau
menerimanya." Wie Thian-hoan tahu gadis ini akan mempermainkan dia lagi, dia
menerimanya dan melihat, ternyata itu adalah sebuah kunci.
Wie Thian-hoan terpaku. Gadis itu berkata:
"Ini adalah kunci rumah, sementara kau jadi pemilik rumah itu.
Paman Ong akan mengantarkanmu ke sana."
Wie Thian-hoan baru tahu:
"Ternyata dia sudah mengatur semuanya. Pantas dia bilang aku
tidak perlu mencari dia, dia yang mencari aku."
"Aku baru saja berpikir bagaimana kalau aku tidak ada tempat
untuk beristirahat Terima kasih atas hadiahmu," kata Wie Thianhoan. Gadis itu tertawa dan berkata:
"Harap kau tidak menyesalinya," dia langsung naik kereta dan pergi.
"Hei...hei...aku belum tahu namamu!" Wie Thian-hoan bertanya.
"Nama hanya satu isyarat, asalkan kau percaya kepadaku itu
sudah cukup." Gadis itu sudah naik ke atas kereta dan pergi jauh. Kereta Wie
Thian-hoan yang tua, biarpun tidak secepat kereta kuda tapi juga
tidak selamban yang dia pikirkan.
Hanya pak tua ini sangat pendiam. Kalau ditanya oleh Wie Thianhoan dia hanya mengangguk atau menggelengkan kepala, kalau dia
tidak mau jawab, dia hanya diam. Kalau Wie Thian-hoan diam, sikap
dia tampak lebih dingin lagi.
Menurut aturan, orang yang dia khawatirkan seharusnya adalah
Sumoinya karena dia baru jatuh di tangan siluman Menurut
perasaan, orang yang dia khawatirkan adalah Hiat-kun. Dia seperti
berhutang kepada Hiat-kun, kali ini dia datang ke ibukota, yang
penting adalah untuk membalas dendam tapi hal yang lainnya
adalah mencari Hiat-kun. Tapi sangat aneh, bayangan di dalam pikirannya bukan Sumoinya
juga bukan Hiat-kun, tapi gadis aneh itu. Mungkin dia belum pernah
bertemu dengan gadis seperti dia, dan Wie Thian-hoan merasa aneh
dengan perasaannya. Temannya sedikit, apalagi teman perempuan lebih sedikit lagi.
Teman perempuan paling sedikit hanya ada dua, mereka adalah
Hiat-kun dan Sumoinya, tapi mereka pun tidak termasuk sebagai
temannya. Dia, Hiat-kun, dan Sumoinya perasaannya lebih condong
sebagai keluarga Kie Su-giok adalah Sumoinya, di matanya Kie Su-giok seperti adik
yang tidak bisa tumbuh dewasa Kang Hiat-kun dari kecil sudah
bersama dia sebelum mereka berpisah Hiat-kun sudah berumur
berumur antara 8 hingga 9 tahun.
Betul, dalam waktu 10 tahun ini setiap hari dia merindukan Hiat-,
kun. Dia masih ingat, sewaktu masih kecil dia pernah bersumpah
akan menikah dengan Hiat-kun, apakah perasaan ini hanya
mengejar mimpi yang lama dan yang sudah hilang atau karena
mereka bernasib sama" Sekarang, mereka sama-sama tidak
mempunyai orang tua dan rumah. Rumah hilang dan orang tua
Hiat-kun pun meninggal gara-gara keluarga Wie Thian-hoan.
Dia tidak pernah ragu dengan perasaannya kepada Hiat-kun, dia
juga tidak pernah nmemikirkan perasaannya termasuk perasaan
semacam apa" Apalagi terhadap gadis aneh ini, sama sekali tidak ada perasaan
yang khusus, tapi gadis itu sudah membuat Wie Thian-hoan
penasaran. Gadis ini mempunyai sifat yang berbeda dengan gadis lain,
biasanya orang yang mempunyai sifat istimewa lebih menarik
perhatian orang-orang. Begitu Wie Thian-hoan memikirkan gadis aneh ini, dia tertawa
kecut, "Tidak disangka semenjak berkelana di dunia persilatan, pertama
kali aku dirugikan oleh orang dan orang itu adalah seorang
perempuan." Dia berkelana di dunia persilatan baru 3 tahun lebih, tapi dia
sudah banyak bertemu dengan banyak pesilat tangguh, biarpun
tidak setiap kali , bertarung, dia yang memenangkan pertarungan.
Pesilat tangguh seperti Coh Kim-sung dan It Piau Tosu pun masih
seimbang dengankemampuannya, tapi pada saat bertarung pedang
dengan gadis ini, dia sudah kalah 1 jurus.
'Bila kami tidak bertarung, kami tidak akan berkenalan,'pikir Wie
Thian-hoan dalam hati Dia berpikir lagi, 'Adu pedang aku sudah
kalah satu jurus, adu kecerdasan aku pun kalah 1 jurus juga,
sekarang aku diatur olehnya supaya masuk ke ibukota.'
Keledai tua menarik kereta yang tua. Jalan tidak rata, membuat
hati Wie Thian-hoan pun menjadi tidak menentu, tidak terasa
mereka sudah tiba di pintu utama kota.
Setiba di pintu kota, hari sudah gelap, saat pintu ditutup tinggal
setengah jam lagi. Prajurit penjaga pintu sudah kenal dengan kusir tua itu. Prajurit
itu bertanya: "Pak tua, malam-malam begini kau baru masuk kota, apa bisa
malam-malam begini menjual sayur dan labumu?"
Jawab Paman Ong: "Keledai ini sudah tua, kereta pun sudah tua, aku tidak bisa apaapa lagi. Karena aku sudah tiba di sini, terpaksa aku menjual
sayuran ini ke tempat pengasinan sayur. Aku ada sedikit uang, ini
untuk kalian membeli arak."
Begitu malam baru masuk ke dalam kota untuk menjual sayuran,
seharusnya dia dicurigai, tapi karena prajurit itu mengenal Paman
Ong dan dia sudah menerima uang, mereka pun mengijinkan kerete
itu masuk, Wie Thian-hoan tidak dipersulit sama sekali.
Di dalam kota mereka sudah berjalan selama 1 jam, akhirnya
berhenti di depan sebuah rumah. Hari sudah gelap.
Paman Ong menyuruh Wie Thian-hoan turun dan menujuk ke
arah rumah itu, artinya dia menyuruh Wie Thian-hoan masuk
sendiri. Begitu Wie Thian-hoan turun, Pak Tua Wang langsung pergi
tanpa berkata sepatah kata pun.
Rumah itu dicat dengan warna merah hati, ada sepasang patung
singa yang terbuat dari batu, sepertinya itu rumah orang kaya.
Wie Thian-hoan memasukkan kunci yang diberikan oleh gadis itu,
begitu diputar, benar saja pintu itu bisa dibuka.
Tiba-tiba Wie Thian-hoan berpikir, Mengapa aku bisa percaya
begitu saja kepada gadis itu"'
Harus diketahui bahwa ayah Wie Thian-hoan meninggal karena
dijual oleh temannya sendiri, semenjak ayahnya meninggal dia tidak
bisa percaya kepada orang lain.
Tapi mengapa sekarang dia mau saja menerima diatur oleh gadis
itu, bahkan mempercayainya, dia sendiri pun merasa heran.
"Benar, dia memang mengenakan baju Hiat-kun untuk
menemuiku, bila dia sudah pernah bertemu dengan Hiat-kun baru
bisa dipercaya Dia tidak melukai Hiat-kun mungkin itu pun masih
bisa dipercaya tapi Sumoi jatuh ke tangan siluman, apakah ini bisa
dipercaya?" dia terus berpikir. "Siluman Pek-toh-san memang
mempunyai dendam kepada kakek, walaupun Su-giok tidak
mengetahuinya tapi paling sedikit dia harus tahu bahwa kakek tidak
pernah berhubungan dengan orang-orang Pek-toh-san. Mengapa
Su-giok bahkan bisa menjadi anak angkat istri Ketua Pek-toh-san"
Bila Su-giok tidak tahu bahwa dia adalah istri Ketua Pek-toh-san,
mereka harus berkenalan dulu baru bisa memanggilnya ibu angkat
Apakah aku harus percaya kepada gadis itu"'
Benar dia memang bisa ke Piau-hang untuk membuktikannya tapi
Tong Hwie-yan, Tuan Kiam-ta, dan Hie Tiong-gwee sudah
menyebarkan undangan untuk para pendekar agar menangkapnya,
apakah dia juga bisa percaya kepada Tong Hwie-yan"
Dan sekarang ini, apakah dia juga harus masuk ke dalam rumah
ini" Bila dia hanya seorang diri, akan sangat mudah tapi dia
membawa seorang sandera Bagaimana dia bisa membawa Bok Ling-ku mencari tempat
penginapan lebih-lebih ke Piau-hang untuk mencari tempat
berteduh" Pintu sudah terbuka tidak ada orang yang menyambut juga tidak
ada cahaya lampu. Bila hal tentang Sumoinya memang benar, apakah di dalam
rumah ini ada perangkap untuk menjebaknya"
Dengan seksama dia mendengarkan, di dalam rumah itu sama
sekali tidak ada suara apa pun.
Sepertinya rumah itu adalah rumah tua yang besar, rumah ini
pun seperti gadis itu, begitu misterius.
Dalam waktu yang singkat, Wie Thian-hoan sudah beberapa kali
berubah pikiran, akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke dalam
rumah itu Aneh, dia tidak bisa mendapat jawaban yang bisa membuat dia
percaya tapi hatinya tetap mempercayai gadis itu.
Tidak ada tempat untuknya berteduh, dan dengan terpaksa dia
menggendong Bok Ling-ku masuk dan menutup matanya
Dia masuk ke dalam ruangan yang sangat hias, dia merasa
ruangan itu luas karena dia tidak dapat melihat apa pun. Rumah itu
sangat gelap, sepertinya ini adalah ruang tamu.
Dia meletakkan Bok Ling-ku dan mengeluarkan batu api.
Begitu api menyala, dia sangat terkejut hampir menjerit karena di
dalam rumah itu ada seseorang.
Orang itu duduk di tengah-tengah ruangan, wajahnya ada bekas
luka yang memanjang. Yang menyeramkan bukan hanya luka itu
saja dia sendiri pun seperti mayat!
Begitu ada cahaya, mayat itu ternyata bisa bicara: "Kau sudah
datang, aku sudah lama menunggumu," kata-kata yang keluar pun
terdengar sangat dingin. Wie Thian-hoan sangat terkejut dan segera menyentak:
"Siapa kau!" Orang itu tidak menjawab, malah balik bertanya:
"Kau mengira aku ini siapa?"
Wie Thian-hoan mengaku: "Aku lihat, kau tidak seperti orang, juga tidak seperti setan!"
Wajah orang itu sama sekali tidak ada ekspresi. Benar-benar
seperti mayat, tapi sekarang dia bisa tertawa dan berkata:
"Kau tidak salah, aku memang sudah hampir mati beberapa kali,
aku baru merangkak keluar dari kuburan!"
Wie Thian-hoan tidak pernah takut kepada apa pun, tapi
sekarang dia merasa bulu kuduknya merinding, dia membentak lagi:
"Jangan macam-macam, siapa kau ini?"
Orang itu berkata: "Kau tidak perlu tahu siapa aku ini, asal aku tahu siapa dirimu, itu sudah cukup!"
"Siapa yang menyuruhmu datang ke sini?" dia mengira orang
aneh ini adalah teman dari gadis itu, dalam hati dia berpikir, 'Gadis
itu begitu aneh, mempunyai teman aneh juga, hal ini tidak
mengherankan!' Kata orang itu: "Dari tadi aku sudah mengatakan bahwa aku datang ke sini
untuk menunggumu, aku ke sini tidak perlu diperintah oleh siapa
pun." Tanya Wie Thian-hoan: "Ada apa menungguku?"
Orang itu tiba-tiba melempar segulung tali kepada Wie Thianhoan. Tanya Wie Thian-hoan lagi: "Apa artinya ini?"
"Itu adalah tali yang terbuat dari urat sapi, aku kira kau pasti
tahu cara mengikat diri sendiri?"
Mendengar permintaan yang begitu kurang ajar, Wie Thian-hoan
malah tertawa dan berkata:
"Bila kau ingin mengikatku, kau harus melakukannya sendiri,
mengapa harus aku yang mengikat sendiri?"
"Karena aku tidak bisa mengikatmu!"
"Apakah tanganmu berpenyakit?"
"Tidak!" "Kalau begitu otakmu pasti ada penyakit, di dunia ini tidak ada
aturan harus mengikat diri sendiri."
"Apakah ayahmu tidak pernah menyuruhmu memukul telapak
tanganmu sendiri?" Wie Thian-hoan marah dan berkata:
"Kurang ajar! Kau mau mengambil keuntungan dariku?"
Orang itu menjawab: "Memang benar aku bukan ayahmu, juga bukan karena kau
sudah membuat kesalahan hingga harus menghukummu, ini ada
hubungan antara kau dan aku, bila aku yang mengikatmu, aku akan
kehilangan wajahku."
Wie Thian-hoan tertawa dingin:
"Tidak mungkin bila jabatanmu lebih tinggi dari Bok Ci-giauw.
Bok Ci-giauw ingin menangkapku, dia pun harus menangkap
sendiri." Ternyata Wie Thian-hoan menganggap dia adalah kaki
tangan Bok Ci-giauw. Tanya orang itu dengan dingin:
"Siapa itu Bok Ci-giauw" Apakah dia pantas berhubungan
denganku" Kurang ajar! Apakah kau mengira aku adalah suruhan
Bok Ci-giauw supaya datang ke sini?"
Wie Thian-hoan terpaku, dalam hati dia berkata:
"Orang ini sangat sombong, mungkin dia bukan anak buah Bok
Ci-giauw, bila dia adalah anak buah Bok Ci-giauw, dia tidak akan
berani memandang sebelah mata kepada atasannya."
Orang itu dalam gelak tawa dinginnya merasa bersalah walaupun
dia memandang enteng kepada Bok Ci-giauw tapi kali ini tujuannya
menangkap Wie Thian-hoan untuk diserahkan kepada Bok Ci-giauw
tapi bukan atas perintah Bok Ci-giauw. Wie Thian-hoan pun tidak
akan diantar oleh dia kepada Bok Ci-giauw.
Orang itu adalah Kie Lek-beng, dia adalah ayah dari Su-giok, dia
tertipu oleh suami istri ketua perkumpulan Pek-toh-san, putrinya
sudah masuk ke dalam perangkap mereka, terpaksa dia harus
menangkap Wie Thian-hoan dan ditukar dengan Kie Su-giok.
U-bun hujin sudah memberikan obat penawar kepadanya untuk
menawarkan racun Su-kut-san dan ilmu silatnya sudah pulih tapi
racun jenis lainnya sudah ditanam ke dalam tubuhnya, 3 bulan
kemudian racun ini baru akan bereaksi. Bila dia bisa menangkap Wie
Thian-hoan, U-bun hujin baru akan memberikan penawar
kepadanya. Sebenarnya bila putrinya tidak jatuh ke tangan mereka
pun, dia tetap akan mengikuti permainan mereka.
Wie Thian-hoan tidak tahu bahwa orang yang menyuruhnya
mengikat dirinya sendiri adalah adik seperguruan ayahnya.
Wie Thian-hoan tahu bahwa orang itu bukan anak buah Bok Cigiauw, bukan anak buah Bok Ci-giauw bukan berarti dia bukan
musuhnya, mungkin saja orang itu adalah pengawal raja, atau
bahkan bisa jadi dia adalah suruhan musuhnya!
Wie Thian-hoan sangat marah dan berkata:
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sepasang matamu kau cungkil dan serahkan kepadaku!"
Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak dan menjawab:
"Benar-benar pertukaran yang adil, aku hanya ingin kau
mengikat dirimu sendiri, kau malah ingin aku mengeluarkan biji
mataku sendin, mengapa tidak menyuruhku memotong telinga atau
tangan saja?" "Karena kau mempunyai mata, tapi tidak ada biji mata, apakah
kau tidak tahu bahwa seumur hidupku tidak pernah menurut kepada
orang lain, siapan pun dia itu!"
Kata Kie Lek-beng: "Baik ini sangat baik, bagaimana bila kita bertaruh?"
"Bagaimana taruhannya?"
"Bila kau bisa menerima 10 jurusku, aku akan mencungkil biji
mataku, bila tidak bisa menerimanya, kau harus mengikat dirimu
sendiri!" Pada waktu dia menanyakan taruhannya, dalam hati dia sedikit
merasa takut. Wie Thian-hoan takut bila orang itu akan benar-benar
mengeluarkan biji matanya dan dia harus mengikat dirinya sendiri.
Begitu mendengar taruhannya, hati Wie Thian-hoan baru merasa
tenang, dengan tertawa dingin dia berkata:
"Apakah dalam 10 jurus kau bisa mengalahkanku?"
Kata Kie Lek-beng: "Mungkin kau akan terluka, tapi tenang saja, aku tidak akan
membunuhmu!" Wie Thian-hoan marah sekaligus tertawa:
"Aku belum pernah bertemu dengan orang gila sepertimu.
Baiklah, kita tentukan hidup dan mati dalam 10 jurus!" Kata Kie Lek-beng:
"Apa" Kau menganggapku gila" Apakah kau tidak tahu bahwa
semua ini demi kebaikanmu?"
Hati Wie Thian-hoan tergerak, dia ingat bahwa gadis itu pernah
mengatakan bahwa Ketua Pek-toh-san dibantu oleh seseorang,
bahkan gadis itu pernah mengatakan bahwa Wie Thian-hoan tidak
akan bisa menahan 10 jurus orang itu, apakah yang dimaksud
adalah orang aneh ini" Kali ini Wie Thian-hoan benar-benar masuk
ke dalam perangkap gadis itu.
Wie Thian-hoan mengira Kie Lek-beng adalah orang yang disewa
oleh gadis itu dalam menghadapi dia.
Wie Thian-hoan berkata: "Apakah ini benar-benar untuk kebaikanku" Aku sangat berterima
kasih sebelumnya, baiklah aku akan mengembalikan satu kebaikan
untukmu." "Apakah itu?" "Bila aku bisa menerima 10 jurusmu, aku hanya ingin kau
mengeluarkan sebelah biji matamu, yang satu lagi diganti dengan
sebuah kalimat" Tanya Kie Lek-beng: "Apa yang hendak kau tukar?"
"Katakan dimana Kie Su-giok berada?"
Wajah Kie Lek-beng langsung berubah dan berkata:
"Aku tidak kenal dengan orang yang kau maksud, kau kira aku ini
siapa?" Jawab Wie Thian-hoan dengan dingin:
"Aku memang tidak tahu nama dan identitasmu tapi aku tahu
bahwa kau adalah kaki tangan Ketua Pek-toh-san dan membantu
mereka mencelakai adikku!"
Dengan sengaja Kie Lek-beng berkata:
"Ternyata Nona Kie adalah Sumoimu, apakah kau menyukainya?"
Wie Thian-hoan membentak: "Kau tidak perlu tahu!"
"Mendengar perkataanmu sepertinya kali ini kau datang pun
untuk menolongnya!" "Benar, walaupun aku harus mati aku tetap harus menolongnya
membawa dia jauh-jauh dari kalian, apakah syaratku ini bisa
diterima?" Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Bila kau bisa menerima 10 jurusku, semua syarat yang sudah
kau ajukan aku akan mengabulkannya."
Kata Wie Thian-hoan: "Baiklah, aku mau melihat apakah dalam 10 jurus kau bisa
mengalahkanku?" Tiba-tiba Kie Lek-beng berkata: "Nanti dulu!"
"Kau menyuruhku untuk memulai, tunggu apa lagi?"
"Dalam keluarga Kie jurus yang paling bagus adalah jurus
pedang, mengapa kau tidak menggunakan pedang?"
"Aku mengira kau ingin bertarung dengan tangan kosong."
Ternyata dia melihat Kie Lek-beng tidak memegang senjata di
tangannya, menurut aturan persilatan bila lawan tidak membawa
senjata, dia pun harus melepaskan senjatanya, bila tidak orang itu
akan ditertawakan. Kie Lek-beng tertawa terbahak-bahak:
"Hingga sekarang, orang yang harus kuhadapi dengan senjata
jumlahnya tidak mencapai 10 orang, kau tidak termasuk dalam 10
orang ini. Hai, anak muda aku nasihati dirimu jangan terlalu
membanggakan din sendiri!"
Wie Thian-hoan sudah menganggap bahwa orang itu adalah kaki
tangan Pek-toh-san, dalam hati dia berpikir, 'Dia datang untuk
menangkapku, bila kalah, aku harus mengikat diri sendiri,
bagaimana aku bisa menerima penghinaan ini"'
Dia begitu sombong, ilmu silatnya pasti tinggi, terhadap siluman
Pek-toh-san, Wie Thian-hoan tidak akan sungkan lagi.
Wie Thian-hoan ingin cepat-cepat menolong Sumoinya, dia ingin
tahu keberadaan Sumoinya. Dia harus bisa menerima 10 jurus
orang itu. "Kakek tidak perlu memakai senjata dalam menghadapi jurus
pedangku juga tidak bisa mengalahkanku dalam 10 jurus, mengapa
aku tidak mengambil kesempatan ini?"
Dia mengeluarkan pedang dan berkata:
"Kau yang menginginkan hal ini, mengijinkanku menggunakan:
pedang, tapi pedangku ini tidak mempunyai mata!"
Kie Lek-beng tertawa dan berkata:
"Anak muda, kalau bisa melukaiku lakukanlah, mati pun aku tidak
akan menyalahkan mu, ayo cepat keluarkan jurus istimewamu!"
Dalam hati Wie Thian-hoan berkata, 'Benar-benar mencari mati!'
Segera dia mengeluarkan jurus Pek-hong-hoan-jit (pelangi putih
menyambung matahari). Pek-hong-koan-jit adalah jurus yang keras, walaupun jurus
pedang perkumpulan yang lain juga mempunyai jurus ini, tapi tidak
seganas jurus keluarga Kie, begitu pedang dikeluarkan, benar-benar
seperti pelangi putih menusuk ke dada lawan.
Kie Lek-beng membentak: "Tanganku terlihat tidak memegang pedang, tapi sebenarnya
ada, hati-hati!" Dalam bentakan ringan dari Kie Lek-beng, telapak tangan kiri dan
kanan diangkat, Wie Thian-hoan bergerak sangat cepat, tapi orang
itu lebih cepat lagi, Wie Thian-hoan adalah seorang pesilat, melihat
orang itu mengeluarkan serangannya, dia sangat terkejut segera dia
berpindah tempat dan bersiap-siap mengganti jurusnya
Ternyata dalam genggaman tangannya tidak ada pedang, dia
tidak membohongi Wie Thian-hoan, sepasang tangan inilah yang
menjadi pedangnya Dengan tangan kiri dia mencabut, jurus yang
dipakai adalah Pau-cauw-hin-coa (Mencabut Rumput Mencari Ular)
dan tangan kanan mengangkat, jurus yang digunakan adalah Hengin-toan-hong (Awan Mendatar Memapas Gunung).
Pau-cauw-hin-coa adalah jurus yang bisaa, tapi Kie Lek-beng
mengganti tangan menjadi pedangnya, benar-benar menjadi suatu
jurus yang aneh Pau-cauw-hin-coa adalah jurus untuk memapaki
serangan orang lain dan jurus ini tidak seganas Heng-in-toan-hong.
Yang satu adalah jurus yang kuat dan satu lagi adalah jurus yang
lemah, tapi Kie Lek-beng dapat mengaturnya menjadi jurus yang
tepat Bila Wie Thian-hoan tidak lebih awal sudah tahu gerakannya
pedangnya sudah berhasil direbut
Wie Thian-hoan sangat terkejut, orang ini benar-benar tidak
dapat diukur kedalaman ilmu silatnya
"Aku belum tahu ilmu silatnya yang lain, tapi jurus pedangnya
lebih tinggi dari kepandaian kakek guruku," pikir Wie Thian-hoan.
Belum habis berpikir, terdengar pujian dari Kie Lek-beng,
"Sangat baik!" kemudian sambil tertawa dia berkata, "Ilmu pedangmu lumayan, kau hanya kurang tenang saja!" dia mengganti
pedang dengan tangannya kemudian mengeluarkan jurus yang
begitu aneh, dia mengira Wie Thian-hoan tidak dapat menghindar,
ternyata Wie Thian-hoan mampu melakukannya
Pujian dari Kie Lek-beng terdengar oleh Wie Thian-hoan, dia
merasa malu Kata Kie Lek-beng, "Ini baru jurus pertama, kau tidak perlu menghitung karena ini
akan mengganggu konsetrasimu, biar aku yang menghitung saja!"
Wie Thian-hoan berkata: "Terima kasih untuk petunjukmu!" dia sudah berpindah tempat
dan mengeluarkan jurus kedua. Jurus kedua adalah jurus
membunuh. Tapi Kie Lek-beng mengatakan bahwa dia masih kurang
tenang dan dia menerima kritikan ini, jurus kedua sangat ganas tapi
mantap, lebih lihai dari jurus pertama.
Wie Thian-hoan masih mempunyai cara yang bisa dia lakukan
yaitu pada saat Kie Lek-beng menggunakan telapaknya sebagai
pengganti pedang dia harus menggunakan ujung jarinya sebagai
pengganti ujung pedang, dengan cara ini pedangnya bisa
memecahkan jurus pedang Kie Lek-beng.
Tapi cara ini tidak bisa luput dari penglihatan Kie Lek-beng,
begitu dia menepak dengan telapak tangan, tiba-tiba Kie Lek-beng
mengganti jarinya menjadi telapak, telapak dengan telapak saling
beradu. Wie Thian-hoan mundur 3 langkah, sedangkan Kie Lekbeng hanya bergoyang sedikit saja. Walaupun hanya sempat
bergoyang tapi tetap membuat Kie Lek-beng merasa takjub.
Sejak kecil ternyata Kie Lek-beng sudah pintar, apa pun yang
diajarkan oleh ayahnya dia langsung bisa menguasainya. Akhirnya
karena kepintarannya juga yang mencelakai dirinya. Dia tidak mau
benar-benar belajar ilmu silat, dia pun tidak mempunyai dasar yang
kuat. Pada saat ini dia benar-benar berlatih ilmu silat, dia sudah keluar
dari rumah, kepintaran Wie Thian-hoan tidak dapat menandinginya,
tapi Wie Thian-hoan orang yang sangat rajin, mempunyai dasar
yang kuat. Tapi dia sudah mengeluarkan 80% dari tenaganya, siapa yang
bakal tahu bahwa Wie Thian-hoan hanya mundur 3 langkah tapi
tidak terjatuh. Dalam hati dia berpikir, 'Pada saat aku seusianya, ilmu silatku
hanya separuh dari dia, ilmu telapak dan ilmu pedang pun tidak
lebih tinggi tingkatnya dari dia, pantas ayah menaruh semua
harapan di pundaknya Pada saat aku kecil ayah tidak
menyayangiku, itu pun bukan tanpa alasan karena aku sudah
membuat ayah kecewa' Perasaan Kie Lek-beng saling tumpang tindih, tiba-tiba dia
menarik nafas panjang dan berkata:
"Sayang, sangat disayangkan!"
Wie Thian-hoan tidak tahu pikirannya dengan marah Wie Thianhoan berkata: "Aku memang kalah darimu, bukan berarti ilmu silat keluarga Kie
tidak dapat mengalahkanmu! Apa yang disayangkan?"
Jawab Kie Lek-beng: "Kau sudah salah paham, bukan aku menyayangkan karena kau
tidak menguasai ilmu silat keluarga Kie dengan sempurna malah
sebaliknya kau tetap harus meneruskan kepandaian keluarga Kie, itu
yang sangat kusayangkan!"
Walaupun Kie Lek-beng sudah tidak mempunyai hubungan
dengan ayahnya, tapi ilmu silatnya sudah melebihi ilmu silat
kelurganya. Tapi walau bagaimana pun dia masih tetap berharap
ilmu silat keluarganya bisa diturunkan dan diperluas tapi sayang
yang bisa meneruskan ilmu silat keluarga Kie adalah Wie Thianhoan. Dia tidak dapat menukar Wie Thian-hoan dengan putrinya
seperti yang diminta oleh suami istri Ketua Pek-toh-san.
Kie Lek-beng tahu kalau Wie Thian-hoan sudah jatuh ke tangan
Ketua Pek-toh-san, mereka pasti akan menyerahkan Wie Thian-hoan
kepada Bok Ci-giauw. Wie Thian-hoan adalah buronan istana,
setelah jatuh ke tangan Bok Ci-giauw, keselamatan nyawanya tidak
terjamin lagi. Dengan begitu dia akan menghancurkan generasi baru yang bisa
meneruskan ilmu silat keluarga Kie. Tapi bila dia tidak
mengorbankan Wie Thian-hoan, putrinya tidak akan bisa lolos dari
cengkraman Ketua Pek-toh-san!
Wie Thian-hoan tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Kie
Lek-beng. Wie Thian-hoan masih mengira Kie Lek-beng sedang
menghinanya, dia sangat marah dan berkata:
"Aku memang hanya belajar sedikit ilmu silat keluarga Kie, tapi
tidak mungkin dalam 10 jurus kau bisa mengalahkanku. Aku akan
bertarung mati-matian denganmu!"
Kie Lek-beng tertawa kecut dan berkata:
"Kau yang memaksa, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa.
Baiklah, ayo ke sini!"
Wie Thian-hoan segera menghampirinya, jurus pedangnya
seperti air sungai beriak, terus menerus bergulung-gulung.
Jurus ini dinamakan In-mo-sam-bu, dalam satu jurus terbagi
menjadi 3 macam serangan setiap macamnya ada perubahan
selama beberapa kali, boleh dikatakan jurus ini sangat aneh, tapi
semua perubahan ini sudah diketahui oleh Kie Lek-beng, bila dia
dengan cara keras menghadapi musuh, hanya dalam waktu singkat
sudah bisa mencabut nyawa Wie Thian-hoan, meski Wie Thian-hoan
mati dia pun tidak akan terluka
Kie Lek-beng sudah tidak bisa menghindar lagi, dia tertawa
dingin dan berkata: "Bocah, apakah kau benar-benar mau membunuhku?" dalam
kurungan cahaya pedang, dengan jari tengah dia menyentil.
Begitu tersentil, cahaya pedangnya pun tersendat, tangan Wie
Thian-hoan menjadi kesemutan, pedangnya pun hampir terlepas.
Wie Thian-hoan terkejut, dia mundur 3 langkah lagi, dan berpikir,
'Mengapa ilmu jari orang ini dengan ilmu jari yang kupelajari hampir
sama" Tenaganya memang tidak sekuat kakek, bila kakek memakai
cara ini pedangku akan terlepas, bila aku berlatih dengan kakek
dengan cara seperti ini, belum tentu kakek bisa menyentil, bila dia
bisa menyentil, berarti ilmu orang ini lebih tinggi dari kakek.'
Wie Thian-hoan terkejut, tapi dalam hati Kie Lek-beng sebenarnya juga berteriak:
"Sangat berbahaya!" tadi dia menyentil, bila melakukan
kesalahan sedikit saja, susah dapat dibayangkan akibatnya.
Kie Lek-beng berkata: "Sekarang memasuki jurus ke 5, masih ada 5 jurus lagi."
Mendengar dia berkata seperti itu, Wie Thian-hoan menjadi
bengong. "Mengapa dia ingin aku mengambil keuntungan darinya?"
In-mo-sam-bu, satu jurus terdiri dari 3 macam gerakan tapi
dalam jurus pedang semua terangkum dalam 4 jurus, sekarang Kie
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lek-beng menghitungnya menjadi 3 jurus, ini sangat
menguntungkan Wie Thian-hoan.
Kata Wie Thian-hoan, "Kau mau menghitung 3 jurus atau 5 jurus, itu sama saja aku
sudah menyerahkan nyawamu kepadaku!" segera pedangnya
menggambar lingkaran, ada yang besar dan yang kecil, ada yang
miring ada juga yang lurus dalam waktu singkat lingkaran ini sudah
mengurung Kie Lek-beng. Kie Lek-beng terkejut dalam hati dia berpikir, 'Gerak pedang apa
ini" Ayah tidak pernah mengajarkannya kepadaku!'
Ternyata Kie Yan-gan baru mengenal jurus ini, jurus ini terdiri
dari 7 jurus, jurus ini idenya berasal dari Thian-san. Sebenarnya
jurus ini tidak boleh dipelajari oleh siapa pun tapi karena murid
Thian-san ini berhutang kepada Kie Yan-gan yang sudah
menolongnya maka mereka saling menukar ilmu silat Kie Yan-gan
mengajarkan ilmu menyentil kepadanya tapi murid Thian-san ini
mengajukan sebuah syarat, hanya mengijinkan dia belajar tapi tidak
mengijinkan dia memakainya karena begitu dipakai akan diketahui
oleh gurunya dan dia akan dihukum. Kie Yan-gan adalah pesilat
tangguh, dia pun tidak ingin mengambil cara pedang milik orang lain
maka dia pun menyetujuinya.
Selama bertahun-tahun jurus ini dimodifikasi oleh Kie Yan-gan,
jurus pedang ini sudah sangat berbeda jauh dengan jurus Thiansan, boleh dikatakan jurus ini diciptakan sendiri oleh Kie Yan-gan.
Karena Kie Lek-beng belum mengetahui jurus ini, dalam waktu
singkat dia pun sudah dibuat kalang kabut oleh jurus Wie Thianhoan. Tapi Kie Lek-beng adalah pesilat tangguh, hanya dalam waktu
singkat dia pun sudah melihat kekurangan Wie Thian-hoan.
Dia menggelengkan kepalanya dan berkata:
"Ilmu pedang ini sangat bagus, tapi yang kau tahu hanya
menyerang saja jadi kau membatasi kedahsyatan ilmu ini."
Walaupun serangan Wie Thian-hoan masih banyak lowongannya
tapi juga membuat Kie Lek-beng tidak mempunyai cara untuk
menghindar Sekarang Kie Lek-beng tidak dapat menunggu lagi, dia harus
menyerang dari celah lowongan Wie Thian-hoan, bila bukan Wie
Thian-hoan yang terluka parah, pasti dia yang terluka.
Dalam suara tawanya, Wie Thian-hoan sudah mengeluarkan 2
jurus lagi. Sekarang sudah memasuki jurus yang ke 9.
Sekarang harus bagaimana" Membunuh Wie Thian-hoan atau
tidak" Bila memukul Wie Thian-hoan dengan pukulan keras, Wie Thianhoan pasti akan terluka parah, kemungkinan besar malah akan mati.
Bila berhasil menangkap Wie Thian-hoan dan menyerahkannya
kepada Ketua Pek-toh-san, itu akan sama Wie Thian-hoan akan
dibunuh, tapi lebih baik dibunuh oleh orang lain daripada dia sendiri
yang harus membunuhnya. Kie Lek-beng seperti melihat bayangan sepasang mata ayahnya
yang sedang meneteskan air mata.
Wie Thian-hoan adalah murid ayahnya, dia seperti putrinya,
orang yang paling disayang oleh ayahnya, malah kadang-kadang
Wie Thian-hoan lebih penting dibanding dengan putrinya.
Dia tahu karena Wie Thian-hoan adalah harapan ayahnya dan
orang inilah ahli waris ilmu silat keluarga Kie.
Bila dia membunuh Wie Thian-hoan, apakah ayahnya masih bisa
memaafkan dia" Bila dia tidak membunuh Wie Thian-hoan, dia akan mencungkil
sebelah matanya untuk Wie Thian-hoan.
Apakah dia harus meminta pengampunan kepada Wie Thianhoan" Yang paling penting adalah bila dia tidak membunuh Wie
Thian-hoan dia tidak bisa mendapatkan kembali putrinya.
Bagaimana ini" Bagaimana"
Sudah masuk jurus ke 9, dia tidak boleh ragu lagi.
Sudah berapa kalikah dia berubah pikiran" Terakhir dia memarahi
dirinya sendiri supaya jangan ragu, dua buah telapak tangan
mendorong, dia mulai mengeluarkan jurus serangan untuk
membunuh. ---ooo0dw0ooo--- B. Gadis Aneh Pukul tiga Kang Hiat-kun sudah tiba di Sin-sa-hai. Sinar bulan
seperti air, bayangan bulan begitu jelas di atas-air yang tidak
bergelombang, air tampak seperti cermin.
Tapi hati Kang Hiat-kun tidak setenang air itu.
Ini pertama kalinya dia berjanji dengan orang yang tidak dia
kenal. Dia tidak tahu mengapa bisa mempercayai gadis itu"
"Untuk apa dia mengajakku ke sini?"
Terdengar suara sesuatu, "Apakah itu Hoan Toako?"
Pada saat dia berpikir seperti itu, muncullah gadis itu di
hadapannya, hanya dia sendiri tidak ada Hoan Toako.
Begitu gadis itu muncul, dia langsung berkata: "Apakah kau
merasa kecewa?" Wajah Hiat-kun memerah dan menjawab: "Pertanyaanmu sangat
aneh, mengapa aku harus kecewa?"
Gadis itu tertawa dan berkata:
"Kau tidak perlu berbohong, kau ingin bertemu dengan siapa aku
pun tahu, tapi sayang kau hanya bisa bertemu dengan Hui-thian
palsu!" "Mengapa kau menyamar menjadi Hui-thian?" Tanya Hiat-kun.
"Karena aku ingin jadi tubuh kedua baginya!"
"Aku tidak mengerti?"
"Lambat laun kau pasti akan mengerti, aku ingin bertanya
kepadamu, apakah malam ini kau ingin bertemu dengan Wie Thianhoan?" "Dimana dia berada sekarang?" Tanya Hiat-kun.
"Tidak perlu tergesa-gesa, aku akan membawamu ke sana, tapi
aku ingin mengundang seseorang lagi, kemudian bersama-sama kita
bisa pergi, apakah kau mau?"
"Aku adalah tamu, kau mau mengajak siapa pun, tidak perlu
persetujuanku, bila ingin bertanya, tanyakanlah kepada Wie Thianhoan." Gadis itu tertawa dan berkata:
"Orang ini adalah orang yang diharapkan kedatangannya oleh
Wie Thian-hoan, tapi aku tahu kau tidak akan mau pergi dan
menemui orang ini." "Siapakah dia?"
"Sumoi Wie Thian-hoan, yaitu Kie Su-giok."
Hiat-kun tampak terkejut sekaligus senang:
"Siapa bilang aku tidak bertemu dengannya, aku memang sedang
mencarinya, tapi tidak berani mencarinya ke kantor Sin-hoan
Piaukok, bila aku bertemu dengannya di sini itu lebih baik."
Kata gadis itu: "Pergi denganmu dan bertemu dengan Su-giok, apakah kau yakin
mau" Kau harus jujur!"
Hiat-kun merasa aneh tapi sedikit marah juga, yang membuatnya
merasa aneh adalah gadis itu sepertinya tahu hubungan antara
mereka bertiga. Yang membuatnya marah adalah karena gadis itu
menganggapnya dia tidak bisa berbesar hati menghadapi Su-giok.
"Mereka berdua adalah Suheng Sumoi, bila kau hanya ingin ada
satu orang yang bertemu dengan Wie Thian-hoan., orang itu pasti
Su-giok, bukan aku!" dalam hati Hiat-kun berpikir seperti itu.
Gadis itu mengangguk dan berkata:
"Aku percaya kepadamu, kalau begitu aku menitipkan sesuatu
kepadamu." "Apa?" "Pergi untuk mencari Su-giok, sebenarnya aku yang disuruh oleh
Wie Thian-hoan untuk mencari Su-giok, tapi bila aku mencarinya, itu
tidak baik, bila kau yang pergi mencari kurasa itu lebih baik"
"Dimana dia " Aku akan segera mencarinya" Kata Hiat-kun.
"Tidak perlu tergesa-gesa Aku belum habis menjelaskannya."
"Cepat katakan!"
Kata gadis itu: "Su-giok tidak tinggal seorang diri, bila kau mau ke sana kau
harus menemui U-bun hujin dulu baru bisa bertemu dengan Sugiok!" "Siapakah U-bun hujin ini?"
"Dia adalah ibu angkatnya"
"Aku mengira dia jatuh ke tangan orang jahat dan di penjara
ternyata dia tinggal dengan ibu angkatnya."
Kata gadis itu: "Sebenarnya tebakanmu tidak jauh dari kenyataannya"
Hiat-kun terkejut dan berkata:
"Kalau begitu ibu angkatnya adalah orang jahat" Mengapa dia
bisa menganggap orang jahat sebagai ibu angkat?"
"Aku juga tidak tahu, mungkin saja- dia telah tertipu, kau tidak
perlu khawatir, U-bun hujin ini sangat baik terhadap Su-giok"
"Apa tujuan U-bun hujin menipu Su-giok?" Tanya Hiat-kun.
"Aku tidak mau sembarangan menebak kau pun tidak perlu tahu
terlalu banyak yang harus aku beri tahu kepadamu adalah bila
bertemu dengan U-bun hujin mungkin agak sedikit berbahaya
untukmu, apakah kau mau?"
Hiat-kun sudah mempunyai pengalaman di dunia persilatan,
dalam hati dia berpikir, 'Banyak hal aneh yang keluar dari
perkataannya, apakah aku harus mempercayainya"'
Bila tidak percaya kepadanya, Hiat-kun takut bila Su-giok benarbenar membutuhkan pertolongannya, dalam hati dia berkata,
'Kemarin dia memalsukan Hui-thian dan membantuku meloloskan
diri dari pertanyaan-pertanyaan tentara-tentara itu. Pada waktu aku
dipaksa menikah dengan Hie Tiong-gwee, dia yang membantu Hoan
Toako dengan kata-katanya Mungkin dia adalah teman Hoan Toako.'
Akhirnya dia mengambil keputusan dan menjalankan misi ini.
"Baiklah, tolong beritahu tempatnya" kata Hiat-kun.
Gadis itu berkata: "Dari jembatan ini, kau terus jalan ke pulau kecil itu, di sana ada sebuah rumah besar dan kuno, U-bun hujin tinggal di sana tapi
tunggu sebentar!" "Aku harus menunggu apa lagi?"
"Apakah kau lupa aku pernah meminjam bajumu" Baju itu aku
tidak akan mengembalikannya kepadamu, tapi aku akan
menukarnya dengan baju lain."
Dia melihat ternyata itu adalah baju atas laki-laki, Hiat-kun
menjadi bengong dan bertanya:
"Baju laki-laki ini untuk apa?"
"Kau bisa memakai baju ini untuk ditukarkan."
Hiat-kun tampak terkejut:
"Siapa pemilik baju ini ?"
"Orang ini di mata U-bun hujin lebih penting dari Su-giok."
Tanya Hiat-kun lagi: "Apakah dengan baju ini bisa langsung membawa Su-giok pergi
dari sana?" "Yang pasti dia tidak hanya melihat baju ini, dengan adanya baju
ini dia baru bisa percaya kepada kata-katamu, sebenarnya dia ingin
orang ditukar dengan orang lagi!"
Akhirnya Hiat-kun mengerti:
"Apakah pemilik baju ini sudah jatuh di tanganmu?"
"Dia jatuh ke tangan Hoan Toako mu, tapi jangan beri tahu hal
ini kepadanya!" Tanya Hiat-kun: "Kalau begitu, bagaimana aku mengatakan kepadanya?"
Gadis itu mengajarkan kepada Hiat-kun bagaimana harus
berkata-kata. Kemudia dia tertawa dan berkata:
"Dalam perdagangan ini, kita berada di atas angin, kau harus
yakin untuk menyuruh U-bun hujin melepaskan Su-giok, aku kira dia
akan setuju!" Siapa yang tahu Hiat-kun ternyata tidak mendapatkan hasil
seperti yang sudah diperkirakan oleh gadis itu
Hiat-kun sudah menemukan rumah besar itu, dia mengetuk
pintu. Seorang pelayan tua membuka pintu itu dan dengan dingin
bertanya: "Cari siapa?" "Aku mencari U-bun hujin." Jawab Hiat-kun.
Kata pembantu itu: "Nona, kau salah alamat, di sini tidak ada..."
Belum habis kata-kata pelayan itu, Hiat-kun sudah menyela,
"Aku tidak mungkin salah, aku disuruh seseorang mengantarkan
hadiah ini." Dia sudah bicara dengan jelas, di sini pun hanya ada sebuah rumah yang besar.
Tadinya pelayan tua itu sudah siap-siap untuk menutup pintu,
sekarang dia pun tampak terkejut, segera dia bertanya:
"Apakah kau disuruh oleh orang lain mengantarkan hadiah ini?"
"Benar, aku memang tidak kenal dengan U-bun hujin, tapi orang
lain menyuruhku mengantarkan hadiah ini ke sini."
Tanya pelayan tua itu: "Siapa orang itu?"
"Aku tidak tahu, yang aku tahu dia baru pulang dari gunung
barat." Begitu keluar kata-kata ini, segera si pelayan itu membuka
pintunya. "Maaf, aku sedikit tuli, siapa yang kau cari tadi?"
Hiat-kun berteriak: "U-bun hujin!"
Pelayan itu pura-pura seperti baru mengerti dan berkata:
"Benar, benar, aku baru ingat, U-bun hujin adalah keluarga jauh
dari majikanku, dia baru datang dalam beberapa hari ini, bila kau
mau mencari majikanku, itu salah, karena shenya bukan U-bun."
Hiat-kun sudah tahu bahwa si pelayan menutupi kebohongannya
yang tadi Dengan tersenyum dia berkata:
"Kalah begitu, apakah kau bisa mempertemukanku dengan U-bun
hujin?" "Boleh, boleh, silakan ikut denganku!"
U-bun hujin dan U-bun Hoo berada di ruang rahasia. Hiat-kun
menemui mereka di sana. U-bun Hoo melihat Hiat-kun yang begitu cantik hingga
berbengong-bengong, dia berpikir, 'Sejak lahir, belum pernah aku
melihat gadis yang begitu cantik walau Su-giok sudah cukup cantik,
tapi gadis ini lebih cantik lagi, dia datang sendiri, aku tidak akan
melepaskan dia!' "Dia adalah putraku, U-bun Hoo. Anakku ada tamu, tolong bantu
aku!" kata U-bun hujin.
Kata U-bun Hoo sambil tertawa:
"Angin apakah yang membawa dewi bulan datang kemari?" Hiatkun hanya diam tidak mau meladeninya. Hiat-kun sudah bertemu
dengan U-bun hujin dengan tenang dan sopan berkata:
"Maksud kedatanganku ke sini, apakah sudah disampaikan oleh
pelayan tadi kepada hujin?"
Kata U-bun hujin: "Kata pelayanku, kau datang ke sini untuk mengantarkan
hadiah?" "Benar, ini hadiahnya."
U-bun hujin melihat bahwa baju itu milik Bok Ling-ku, langsung
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia melotot tapi dibanding dengan putranya, dia masih tampak lebih
tenang, karena begitu melihat U-bun Hoo reaksinya langsung
berubah, cangkir teh yang dipegangnya pun tumpah separuh.
U-bun hujin melihat baju itu dan berkata:
"Biasanya bila seperti ini kita harus saling menukar hadiah,
temanmu itu mau menukarnya dengan apa?"
"Katanya Nona Su-giok tinggal di sini, temanku itu ingin bertemu
dengannya, apakah Nona Kie bisa ikut denganku?"
Kata U-bun hujin: "Maaf, hadiah ini harus diperiksa dulu, kau jangan
mentertawakanku, karena bila menukar hadiah, lebih baik tidak
saling merugikan, bila barang ini bukan barang palsu, baru kita
bicarakan bisnis ini lebih lanjut!"
Kata Kang Hiat-kun: "Aku mengerti, bisnis harus adil dan harus melihat barang
terlebih dahulu baru bisa menentukan harga. Hujin menyuruh
seseorang datang untuk melihat baru bisa menentukan harga."
Kata U-bun hujin: "Anakku, coba panggil ayahmu kemari!" U-bun Hooo terkejut dan dia menjawab:
"Tidak perlu memanggil ayah, aku pernah melihat baju ini, baju
ini benar-benar milik Bok Siauya."
U-bun hujin memelototi putranya, dia bukan menyalahkan
putranya menyebut pemilik baju ini, dia marah karena putranya
tidak mengerti mengapa dia ingin suaminya datang kemari.
"Bila sudah pernah melihatnya bagaimana" Kau tahu di mana
dan kapan Bok Siauya memakai baju ini bukan" Sejak hari itu kau
belum pernah bertemu dengan Bok Siauya lagi," kata U-bun hujin.
Hiat-kun adalah gadis yang pintar, begitu mendengar kata-kata
tentang Bok Siauya, dia segera sadar, 'Apakah yang mereka tukar
adalah putra Panglima Bok Ci-giauw"' pikir Hiat-kun.
Belum habis berpikir, dia sudah mendengar kata-kata U-bun Hoo
lagi, "Hari itu memang aku tidak bertemu dengan Bok Siauya tapi dua
hari yang lalu, Panglima Bok sudah menyuruh orang-orang bahkan
meminta bantuan kepada ayah untuk mencari putranya yang hilang.
Kata orang-orang sewaktu putra Bok Ci-giauw menghilang, baju
yang dipakai oleh Siauya sesuai dengan baju yang dibawa sekarang,
hari itu ibu tidak mendengar langsung, tapi aku mendengarnya"
Hiat-kun sangat gembira dia berpikir, "Ternyata Bok Ling-ku
berada di tangan Hoan Toako, pantas gadis itu berkata bahwa
dalam perdagangan ini posisi kira berada di atas angin, tapi
mengapa dia tidak mau datang sendiri ke sini?"
Dalam hati U-bun hujin sangat marah kepada putranya:
"Benar-benar anak bodoh!"
"Kau tidak mengerti, lebih baik kita lihat dulu bagaimana
bagusnya, suruhlah ayahmu ke sini!"
Tiba-tiba ada orang yang berkata dengan dingin:
"Sejak tadi aku sudah mendengar pembicaraan kalian. Anakku,
ibumu tidak salah, perdagangan ini begitu besar, kita harus hatihati, coba aku lihat dulu barangnya!"
Begitu dia masuk, dia sudah memberi isyarat lewat mata dengan
istrinya, sekarang suami istri itu saling tersenyum dan merasa yakin.
Tanya Hiat-kun: "Apakah Anda adalah Tuan U-bun" Coba Anda lihat dulu dengan
teliti barang ini, aku harus bicara lagi dengan orang yang menitipkan
barang ini, harga tidak boleh kurang."
Ketua Pek-toh-san itu melihat dan berkata:
"Benar, barang ini memang barang asli, kau lihat ini adalah tanda Keluarga Bok." Dia membalikkan baju itu dan di ujung baju ada
sulaman seekor elang. Kata U-bun hujin: "Kalau begitu Bok Siauya ada di tangan temanmu, apakah aku
boleh tahu siapa nama temanmu itu?"
Dengan dingin Hiat-kun berkata:
"Perdagangan yang adil masing-masing pihak mendapatkan apa
yang diinginkan tidak perlu tahu nama si penjual."
Tiba-tiba U-bun Hoo berkata:
"Sudah lama aku tahu namamu, sekarang baru bertemu
denganmu, aku benar-benar sangat beruntung."
Tanya Hiat-kun dengan dingin: "Apakah kau tahu namaku?"
"Nona adalah si Cantik dari Lok-yang, menurutku si cantik
sedunia, itu pun masih boleh!" Kata U-bun Hoo.
Hiat-kun terkejut, sekarang dia baru tahu, mereka sudah tahu
identitasnya, segera dia marah dan berkata:
"Apakah kalian setuju dengan perdagangan ini" Aku tidak ada
waktu mengobrol denganmu!"
Kata U-bun hujin: "Nona Kang, jangan marah, walaupun dalam bisnis ini tidak perlu
tahu nama si penjual tapi bila kenal dengan penjualnya, bukankah
itu lebih baik" Putraku hanya kagum kepadamu, dia tidak bersalah
kepadamu!" Kata U-bun Hoo: "Kau tidak suka mengobrol, kalau begitu kita bicara terangterangan saja, kau bernama Kang Hiat-kun, temanmu itu bernama
Hui-thian-sin-liong, Wie Thian-hoan."
"Kalau iya, lalu kenapa?"
Kata U-bun hujin: "Hui-thianinginmenukarbaranginidenganadik
seperguruannya, tapi tidak bisa hanya dengan baju ini saja." Kata Hiat-kun:
"Benar, baju ini hanya sebagai alat untuk pembuktian saja, dia
akan menukar Sumoinya dengan pemilik baju ini." Tanya U-bun
hujin: "Kita tidak perlu berputar-putar, apakah kau sudah membawa
Bok Siauya ke sini?"
"Begitu Wie Thian-hoan sudah melihat Kie Su-giok, baru dia akan
melepaskan orang yang kalian mau!" Kata Ketua Pek-toh-san:
"Kalau begitu, keadaan ini sangat berbahaya bagi kami." "Dalam berdagang yang paling penting adalah kepercayaan, bila kalian tidak
percaya kepada kami, lebih baik bisnis ini kita batalkan!" Kata Ketua Pek-toh-san:
"Nona Kang, bukan kami tidak percaya kepadamu, aku juga tidak
khawatir Hui-thian tidak akan melepaskan orang yang kami mau."
Hiat-kun malah bengong, tidak disangka, bisnis ini akan berjalan
Perjodohan Busur Kumala 19 Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Harimau Mendekam Naga Sembunyi 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama