Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen Bagian 4
"Baiklah, bila kau belum mempunyai seseorang yang kau sukai,
kau boleh memikirkan keinginan pamanmu. Walaupun umur Hie
Tiong-gwee agak tua tapi orangnya bisa dipercaya."
Paman mewakili Hie Tiong-gwee melamar Hiat-kun. Ini tidak
aneh, tapi dia melamar begitu tiba-tiba membuat Hiat-kun menjadi
bengong, dia berkata kepada ibunya:
"Bu, aku selalu memanggil Hie Tiong-gwee dengan sebutan
paman, putrinya pun sebaya dengan diriku."
Ibunya tersenyum dan berkata:
"Kau harus menjadi ibu tiri orang lain, memang terlalu berat
untukmu, tapi Hie Tiong-gwee bukan orang biasa, dia adalah
Pendekar Tiong-ciu. Umurnya pun belum 40 tahun, kau sudah tahu
bagaimana keadaan kita..."
"Ibu dan ayah ingin mendapat perlindungan, aku tidak bisa
berkata apa-apa lagi."
Ibunya menarik nafas dan berkata:
"Karena itulah ayah tidak mau memaksamu, dia menyuruh ibu
meminta persetujuanmu, bila kau tidak mau menikah dengannya,
kita harus segera meninggalkan Lok-yang dan mencari tempat lain
untuk bersembunyi. Ayah dan ibu siap berkorban untukmu."
Hiat-kun tahu ibunya masih menyembunyikan sesuatu, dengan
terkejut dia bertanya, "Bukankan Hie Tiong-gwee adalah Pendekar Tiong-ciu" Apakah
dia berani mengancam ayah?"
"Dia tidak mengancam, tapi bila ayah
tidak menyetujui pernikahan ini, ayah akan merasa serba salah."
"Apakah ibu bisa menjelaskan lebih rinci lagi?"
"Paman datang untuk melamarmu, tapi yang paling penting dia
memberitahu ayah suatu hal."
"Tentang apa?" "Hie-Tiong-gwee sudah tahu indentitas ayahmu, musibah malam
itu pun dia sudah tahu, dia juga tahu bahwa ayah terlibat, pengawal
istana pun sudah tahu keberadaan ayah. Untung saja Hie Tionggwee berhasil menyembunyikan identitas ayah. Dia menyuruh
paman memberitahu hal ini kepada ayah, bahwa dia juga teman
Paman Wie, bila dia datang ke Lok-yang, dia tidak mungkin mari.
Melamarmu ini semua adalah ide paman "
Hiat-kun tahu luka dalam ayahnya belum sembuh total, bila dia
memikirkan dirinya sendiri dia akan merasa bersalah kepada
ayahnya. 'Tenaga dan semangat ayah sudah tidak seperti dulu, apalagi
membangun dan menghidupi sebuah keluarga di sini pun tidak
mudah. Bila demi diriku harus pindah ke tempat lain, apakah aku
bisa tenang"' Dia tidak bisa langsung memberi jawaban, hatinya
kacau dan gelisah. "Bila paman melamarku bukan karena disuruh oleh Hie Tionggwee dan ayah menolaknya mungkin tidak akan merusak
persahabatan antara Hie Tiong-gwee dan ayah. Mungkin Hie Tionggwee tidak tahu bahwa paman sudah mewakili dia melamarku."
Terakhir dia memikirkan sebuah cara untuk menolak pernikahan ini.
"Anak bodoh, walaupun paman bilang seperti itu tapi ibu sudah
tahu bahwa Hie Tiong-gwee sangat menyukaimu. Karena dia adalah
seorang Cianpwee jadi dia tidak enak menyampaikan kepadamu,
pamanmu sudah tahu pikiran Hie Tiong-gwee. Memang dia tidak
memaksa tapi selama ini kita sudah dilindungi olehnya, bila kita
menolak pernikahan ini, bagaimana dengan perasaan ayah" Kecuali
'lari' tidak ada cara lain untuk 'membayar hutang"."
Kata ibunya lagi: "Ayah sangat menyayangimu, dia ingin kau yang mengambil
keputusan." Hati Hiat-kun sangat kacau:
"Aku tidak punya gagasan lain, lebih baik ayah yang mengambil
keputusan." Setelah dia selesai bicara dengan ibunya, ayahnya masuk dengan
menarik nafas, dia berkata:
"Aku tahu kau pasti bisa mengambil keputusan yang tepat, aku
tidak mau memaksamu, tapi aku juga tidak bisa langsung
meninggalkan Lok-yang. Kita mengulur waktu saja agar tidak
melukai hati Hie Tiong-gwee, aku sudah memberitahu pamanmu,
aku harus benar-benar memikirkan nya baru bisa mengambil
keputusan." Beberapa hari kemudian dia baru tahu bahwa ayahnya tidak bisa
meninggalkan Lok-yang karena penyakit lamanya kambuh lagi.
Ayah sakit sudah hampir 10 hari, paman juga datang beberapa
kali untuk menengoknya. Hie Tiong-gwee menyuruh tabib yang
terkenal di Lok-yang untuk mengobati ayah, tapi tabib itu tetap
tidak mau datang. Tiap kali paman datang untuk menengok ayah, pintu pasti
ditutup, begitu dia pergi, ayah dan ibu pasti ribut tapi suara mereka
sangat kecil. Suatu kali saat dia mengantarkan teh masuk ke kamar ayahnya,
mungkin karena ayah sedang sakit dia tidak tahu Hiat-kun masuk,
terdengar ibunya berkata:
"Mengapa kau selalu tidak suka kepada Hie Tiong-gwee?"
Bisa ditebak sebelum Hiat-kun masuk, mereka sudah berbeda
pandangan terhadap Hie Tiong-gwee.
Kata ayahnya: "Aku tidak punya bukti, juga tidak bilang bahwa Hie Tiong-gwee
adalah orang jahat Tapi bila dia dipanggil pendekar, sepertinya tidak
pantas." "Apa yang tidak pantas?"
"Bukan aku mengukurnya karena mempunyai lapang dada yang
sempit, bila dia tidak mengancam dengan pernikahan ini, tidak perlu
menyuruh adik untuk menyampaikan kepadaku. Dia sudah tahu
rahasiaku, dan dia Pernan melindungiku, sudah berbuat baik,
berusaha memberitahu Kepada orangnya ini disebut sudah
melakukan kebaikan berharap orang lain harus membalas budinya."
"Kau terlalu berpikir sempurna, kalau dia memang bermaksud
seperti itu, dia hanya suka kepada putri kita."
Dengan dingin ayah berkata:
"Terlalu berfikir demikian Aku hanya berkata 70%..."
Hanya sampai di sana pembicaraan antara ayah dan ibunya,
karena ayahnya sudah melihat Hiat-kun masuk.
"Yang dimaksud 70% itu apa" Apa yang dimaksud oleh ayah?"
Dia ingin menunggu hingga ayahnya sembuh baru akan
menanyakannya, tapi Hiat-kun sudah tidak mempunyai kesempatan
lagi. Pada malam kedua, tiba-tiba dia dikejutkan oleh tangisan ibunya.
Dia seperti mendengar ayah dan ibunya berbarengan berkata
"Tidak bisa!" Sepertinya mereka sedang ribut, begitu mendengar 'tidak bisa',
suara mereka tercampur aduk tidak jelas mendengarnya. Ibunya
seperti berkata: "Tidak bisa, aku tidak bisa mengganggu pernikahan Hiat-kun
lagi!" Ayah seperti berkata: "Tidak bisa, aku tidak bisa membiarkan kau melakukannya, kau
harus mengantar aku pulang, biar Hiat-kun...tidak ada cara lain..."
hanya terdengar sepatah-sepatah kata, tapi dia tahu karena urusan
pernikahan ini, ayah dan ibunya ribut terus.
Biasanya dia pasti akan mendengar, tapi sekarang dia sudah
sangat terkejut karena penyakit ayahnya, sambil mengeluh ayahnya
berteriak. Tiba-tiba suara mereka berhenti, kemudian mendengar ibunya
menangis dan berkata: "Koko, aku yang salah, aku akan mendengar kata-katamu."
Setelah mendengar teriakan ibunya, Hiat-kun tergesa-gesa
masuk. Ayah membuka mata dan berkata:
"kemarilah ada yang harus kukatakan kepadamu."
Dia memegang erat tangan ayahnya, dia merasa tubuh ayahnya
semakin dingin dan membeku.
Hati Hiat-kun pun dingin seperti es.
Suara ayah seperti semut, berbisik di telinganya
"Penyakit jantungku tiba-tiba kambuh, aku tahu hidupku tidak
akan lama lagi, aku sudah menyetujui pernikahanmu dengan Hie
Tiong-gwee. Aku tahu ini sangat berat untukmu, tapi ini pun
terpaksa harus kau lakukan. Maafkan ayah, mungkin masih bisa
diubah, tapi... tapi..."
Tapi apa" Ayahnya tidak bicara lagi, karena sudah tiba waktunya
ayah pergi. Padahal masih banyak yang ingin dia bicarakan tapi
ayah sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
"Kau harus mendengar kata-kata ibumu,
ibu akan mengantarkanku pulang, kau harus tinggal di sini..."
Begitu ayah meninggal, paman dan Hie Tiong-gwee segera
datang. Hie Tiong-gwee selama ini tidak pernah datang menjenguk
ayahnya. Dia datang pada saat ayah sudah meninggal sepertinya
sengaja datang untuk mengantar kematian ayahnya.
Hiat-kun lebih sedih dari ibunya.
Ibu selalu baik kepada Hie Tiong-gwee, tapi hari itu sikapnya
berubah. Dia tidak meladeni Hie Tiong-gwee bahkan seperti tidak
kenal dengannya. Tapi ibu tetap memberitahu paman bahwa ayah memutuskan
menerima Hie Tiong-gwee sebagai mantunya.
Pada hari saat dia membawa mayat Kang Cu-goan ke kampung
halamannya, ibu menyerahkan Hiat-kun kepada pamannya. Hiat-kun
menangis terus, tapi ibu malah terlihat tenang. Dia masih ingat ibu
berpesan kepada paman: "Bila aku sudah beres mengubur kakakmu, aku akan kembali.
Kau harus mengurus Hiat-kun dengan baik, tidak boleh
merugikannya. Bila tidak aku tidak akan memaafkanmu, aku tidak
akan melepaskanmu!" Paman tertawa kecil dan berkata:
"Enso terlihat sangat khawatir, Hiat-kun adalah keponakanku,
aku pasti akan mengurusnya dengan baik, apalagi Hie Tiong-gwee
adalah menantumu, kau jangan khawatir, Hiat-kun tidak akan
dirugikan." Dengan dingin ibu berkata:
"Aku tidak berharap Hie Tiong-gwee bisa baik kepada Hiat-kun,
aku menyuruhmu mengurus Hiat-kun, juga bukan dalam arti
sebenarnya, kau harus mengerti!"
Dengan cepat paman berkata:
"Benar, Enso, aku mengerti."
Tapi Hiat-kun tidak mengerti tapi paman juga tidak menjelaskannya lagi. Paman hanya menyuruhnya menikah, alasannya karena sekarang
ini Hiat-kun hanya tinggal sendiri jadi harus segera mempunyai
keluarga. Ayahnya sudah meninggal, masalah 10 tahun yang lalu belum
beres, bila dia cepat menikah, dia akan hidup tenang.
Begitulah, pada saat baju duka belum ditanggalkan, dia sudah
seperti boneka, semua diatur oleh pamannya menjadi pengantin Hie
Tiong-gwee. Hiat-kun bercerita sambil menangis. Wie Thian-hoan menghapus
air matanya kemudian memeluknya Dia tertawa dan berkata,
"Untung saja kau belum menjalankan upacara sembahyang
dengannya. Nama "Nyonya Hie' juga belum disetujui oleh
keluarganya." ---ooo0dw0ooo--- C. Orang Yang Membunuh Ayah
"Sekarang apa yang lebih penting?" Tanya Hiat-kun. Wie Thian-hoan berkata:
"Sekarang kau sudah mengerti, aku menikah dengan Hie Tionggwee bukan karena aku setuju juga bukan aku tidak menyetujuinya.
Aku tidak mendapat kabar darimu dan ayah sudah meninggal, ibu
pergi meninggalkanku. Aku hanya sendiri di Lok-yang. Bagaimana
dengan masa depanku" Aku sudah tidak memikirkannya lagi, aku
seperti pohon yang terkena salju, hati kosong, perasaan pun sudah
mati. Aku tidak mau juga tidak bisa, semua masalah yang terjadi
aku terima dengan pasrah. Paman menyuruhku menikah. Ya aku
menurutinya. Karena hatiku sudah mati. Dia hanya menikah dengan
ragaku saja. " Wie Thian-hoan merasa hatinya sangat pedih, sekarang Hiat-kun
sudah tidak menangis, tapi di sudut mata Wie Thian-hoan sudah
ada air mata. Dia memeluk Hiat-kun dengsn erat dan berkata,
"Aku yang salah! Sampai sekarang aku baru mencarimu."
"Aku tidak menyalahkanmu, bila ilmu silatmu belum tinggi, kakek
gurumu tidak akan mengijinkanmu berkelana di dunia persilatan.
Tapi hari ini kau bisa menemukanku, itu pun sudah cukup."
Sambil meneteskan air mata Wie Thian-hoan berkata:
"Apakah hatimu yang sekarang sudah hidup kembali?"
Wajah Hiat-kun menjadi merah dan berkata:
"Aku tidak mau memberitahu, aku ingin kau memberitahu
kepadaku..." "Memberitahu apa?"
"Kau yang bilang, mengapa bisa lupa?"
Wie Thian-hoan tampak berpikir dan berkata:
"Benar, aku akan memberitahu mengenai Hie Tiong-gwee, kau
juga ingin tahu apakah dia orang jahat atau baik, bukankah begitu?"
Hiat-kun sedikit malu dan berkata:
"Aku sudah memutuskan tidak akan menjadi istrinya. Aku ingin
tahu siapa dia sebenarnya. Ayah belum sempat mengatakan apaapa kepadaku dan tiba-tiba ibu berubah sikap kepada dia. Coh
Toako pun mencurigainya, banyak hal yang ingin ditanyakan, aku
harap kau bisa membantuku memecahkan masalah-masalah ini."
"Menurutku, selama beberapa tahun mencari kabar di dunia
persilatan, mungkin Hie Tiong-gwee adalah orang yang sengaja
melakukan kebaikan untuk dipuji oleh orang-orang, tapi ini belum
seberapa, dia memalsukan banyak hal, aku akan menceritakannya
padamu, sekarang bercerita lebih penting untuk kita."
"Dengan orang yang membunuh ayah, kita tidak akan bisa hidup
di langit yang sama."
Hiat-kun tampak terkejut dan bertanya:
"Apakah kau curiga bahwa Hie Tiong-gwee adalah orang yang
membunuh ayahmu?" "Benar, aku curiga bahwa Hie Tiong-gwee bila bukan dalang,
setidaknya dia ikut membantu kejahatan. Sekarang ini aku sedang
mengumpulkan bukti."
"Mengapa kau bisa curiga kepadanya?"
"Dia adalah teman ayah yang terakhir dan ayah mengenalnya
sebelum meninggal. Waktu ayah dan dia berpisah, dan ayah segera
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pulang. Dia juga satu-satunya orang yang tahu pekerjaan ayah.
Pada saat ayah pulang pada malam itu, 8 pengawal istana segera
menyusulnya. Apakah semua ini bukan suatu hal yang terlalu
kebetulan?" "Karena itu kau curiga bahwa dia yang melaporkan?"
"Mungkin bukan hanya melapor saja."
"Apakah kau curiga bahwa dia adalah salah satu di antara
pembunuh-pembunuh itu?"
"Kedelapan orang pengawal istana dia yang membawanya.
Menuduh dia sebagai pembunuh juga tidak salah."
"Kalau begitu kau sudah tahu bahwa pada malam itu dia berada
disana?" "Aku belum bisa memastikannya, tapi aku sudah yakin 90%."
"Malam itu, ayahku juga ada di sana tapi aku belum pernah
mendengar ayah pernah melihat Hie Tiong-gwee, walaupun ayah
tidak mengenal Hie Tiong-gwee tapi setelah tiba di Lok-yang, pada
saat melihat Hie dia pasti akan tahu, mana mau ayah tinggal di Lokyang." "Benar, bila ayahmu tahu, dia tidak akan setuju kau menikah
dengan Hie, bila ayahmu pernah bertarung dengan Hie saat itu, dia
pasti akan langsung tahu."
"Apa" Kau bicara apa" Malam itu ayah pernah bertarung dengan
Hie Tiong-gwee?" Tanya Hiat-kun.
"Apakah ayahmu pernah berkata ada seseorang di antara
mereka, ada yang ditutup wajahnya?"
"Ayah pernah mengatakannya, pada waktu dia keluar dia melihat
kau ditangkap oleh orang yang ditutup wajahnya. Orang itu kurang
kuat menangkapmu kemudian ayah menyerangnya dan kau bisa
meloloskan diri dari cengkraman orang itu tapi ayah mengira orang
yang ditutup wajahnya itu adalah pengawal istana."
Kata Wie Thian-hoan: "Tidak, 8 pengawal istana semua menyerang ayah, waktu
ayahmu keluar sudah ada beberapa orang yang mati karena
pukulan ayah. Dalam kegelapan ayahmu tidak jelas melihat mayatmayat itu. Belakangan dia tahu 8 pengawal itu datang dari ibukota.
Dia mengira orang yang wajahnya ditutup itu adalah pengawal
istana." "Apakah orang yang ditutup wajahnya itu adalah Hie Tionggwee?" "Sekarang aku hanya mengatakan yang aku tahu, tapi orang
yang paling kucurigai adalah dia." Kata Wie Thian-hoan.
Kata Hiat-kun. "Ada 2 sebab mengapa kau mencurigainya. Pertama, dia adalah
teman terakhir ayahmu yang dikenalnya juga orang yang paling
tahu pekerjaan ayahmu. Kedua, kau tahu bahwa dia adalah orang
yang senang dipuji" Wie Thian-hoan melanjutkan:
"Ketiga, hatinya takut maka dia sering membuat pernyataan
bahwa dia tidak berada di tempat itu."
"Dari mana kau tahu?"
"Sewaktu dia berpisah dengan ayah, dia bilang dia harus ke
Huang-ho untuk bertarung dengan Huang-ho-sam-kui. Benar saja,
belakangan ini ada kabar yang mengatakan bahwa dia sudah
bertarung dengan mereka dan dialah yang menang."
"Ini bisa membuktikan bahwa pada malam itu dia tidak berada di
rumah kita." "Tapi aku sendiri yang mencari tahu semua yang dikatakan
olehnya bahwa dia telah mengalahkan Huang-ho-sam-kui. Semua
dia sendiri yang mengarang-ngarang berita ini, sebenarnya Huangho-sam-kui adalah teman-temannya."
"Dia membuat kepalsuan, ini sangat mencurigakan tapi belum
bisa membuktikan bahwa dia adalah orang yang ditutup wajahnya."
Wie Thian-hoan berkata: "Musuh yang menyerang pada malam itu hanya dia sendiri yang
ditutup wajahnya, mengapa takut orang lain akan mengenali
wajahnya karena dia takut ayah akan mengenalinya, ini adaiah
alasan ke 4. alasan ke 5. tiga tahun yang lalu dia mengajakku
bertarung di Siong-san, di dunia persilatan menyebar berita bahwa
yang tidak beruntung adalah aku, dia berkata bahwa aku adalah
seorang penjahat kelas kakap, dan dia adalah seorang pendekar
keadilan. Jadi aku sering disalah sangka oleh orang-orang, tapi
mengapa dia berbuat begitu, mengapa dia begitu gesit membasmi
penjahat kelas kakap" Mungkin ini bukan hanya menjaga nama
baiknya, aku mengira dia sudah tahu siapa diriku, dia mengira
karena umurku masih muda, ilmu silatku belum tinggi dia ingin
membunuhku hingga tidak ada lagi keluargaku yang tersisa, seperti
pepatah yang mengatakan: 'mencabut rumput harus sampai
keakarnya' " "Apakah hanya 5 alasan ini?" Tanya Hiat-kun.
Walaupun dia tidak bicara, tapi Wie Thian-hoan tahu 5 alasan ini
bukan bukti yang kuat. Kata Wie Thian-hoan: "Sebelum sampai ke Lok-yang, hanya 5 alasan ini cukup
mencurigakan." Tanya Hiat-kun, "Setelah tiba di Lok-yang, apakah kau menemukan bukti baru?"
"Benar!" "Apa itu?" "Keadaan keluargamu."
Hiat-kun bengong, tiba-tiba dia terpikir sesuatu dan berkata:
"Hal yang paling penting adalah tidak bisa hidup bersama
pembunuh ayah dalam satu langit yang sama, masih ada satu lagi,
sepertinya tadi kau mengatakan kita'?"
Dengan pelan Wie Thian-hoan berkata:
"Benar, aku bilang 'kita'."
Dengan gemetar Hiat-kun berkata:
"Kau bilang ayahku..."
"Ayahmu sebenarnya tidak menyetujui pernikahan ini, tapi begitu
dia akan meninggal, tiba-tiba dia berubah pikiran dan
mengharuskan kau menikah dengannya, apakah kau tidak merasa
aneh?" "Tapi pada saat itu aku tidak mempunyai kesempatan bertanya
kepada ayah." "Ibumu juga begitu, tadinya setuju kau menikah dengan Hie
Tiong-gwee, belakangan malah berubah sikap..."
"Benar, sikap ayah dan ibu jadi berbalik, aku juga tidak
mengerti." Hiat-kun masih gemetar dan dia berkata: "Hoan Toako, kau tahu apa lagi" Cepat kau beritahu aku!"
"Aku tidak tahu apa-apa lagi, aku menebak dari ceritamu."
"Coba ungkapkan pikiranmu!"
Sebenarnya dia bukan tidak bisa berpikir melainkan tidak berani
berpikir. "Aku menebak ayahmu diracuni oleh Hie Tiong-gwee hingga
mati." Kata Wie Thian-hoan. Teriak Hiat-kun:
"Mengapa ayah menyuruhku menikah dengan musuh?"
"Karena dia ingin melindungi ibumu dan dirimu, juga membiarkan
ibumu meninggalkan Lok-yang, dengan demikian baru bisa
mempunyai kesempatan untuk membalas dendam."
"Aku masih tidak mengerti, apakah kau bisa menjelaskannya?"
"Lok-yang adalah daerah kekuasaannya, bila kau tidak menikah
dengannya, ibumu tidak akan bisa meninggalkan Lok-yang, aku
menebak dia sudah membicarakan syarat-syarat ini dengan
ayahmu. Ayahmu adalah orang yang bisa menahan diri, terakhir dia sudah
mengetahui bahwa Hie Tiong-gwee adalah orang yang sangat jahat
kemudian dia sadar Hie Tiong-gwee lambat laun akan
membunuhnya juga, dia takut kau tidak bisa menahan diri, maka
ayahmu memutuskan tidak memberitahumu. Ibumu juga menahan
penghinaan ini, hanya tidak mau Hie Tiong-gwee tahu bahwa dia
sudah tahu penyebab kematian ayahmu tapi tebenciaannya kepada
Hie Tiong-gwee tidak dapat dipendam, karena inilah sikapnya yang
baik tiba-tiba berubah" Hiat-kun berkata:
"Tadinya aku tidak berani menyangka bahwa Hie Tiong-gwee
begini jahat, tapi penjelasanmu sungguh masuk akal dan aku harus
mempercayainya, kalau dugaan kita benar, aku harus membalas
dendam!" "Memang, aku juga curiga kepadanya tapi aku belum mempunyai
bukti yang kuat, karena itu.."
"Karena itu kau hanya melukai dia tapi tidak mengambil
nyawanya." "Dia boleh mengatakan bahwa aku adalah penjahat kelas kakap,
tapi aku tidak pernah salah membunuh orang."
Kata-kata ini juga ingin disampaikan oleh Hiat-kun, dia bertanya:
"Hoan Toako, kau mencari bukti kuat seperti apa?"
"Adik, apakah kau bisa membantuku" Membantuku mencari
orang yang ditutup wajahnya saat itu, apakah benar dia adalah Hie
Tiong-gwee?" "Bagaimana caranya?"
"Malam itu ketika orang itu menangkapku, aku sempat menggigit
pundaknya walaupun tidak meremukkan tulangnya tapi paling
sedikit ada belas luka di pundaknya."
Wie Thian-hoan tidak perlu menjelaskan, Hiat-kun sudah tahu
untuk melihat bekas luka ini. Hie Tiong-gwee harus membuka
bajunya baru bisa terlihat.
Wajah Hiat-kun menjadi merah dan berkata:
"Apakah aku masih bisa membantumu" Bila aku pulang lagi ke
rumah Hie untuk menipunya, dia pun tidak akan menganggapku
sebagai istrinya lagi."
Wie Thian-hoan memeluk Hiat-kun dan berkata:
"Aku tahu bagaimana hatimu, kau kembaii ke sana untuk
menipunya aku juga tidak mau kau menyandang nama Nyonya Hie."
"Bila kita tidak bisa menipunya kita pakai cara keras saja tapi
banyak orang yang melindunginya walaupun ilmu silatmu tinggi juga
tidak akan tahan terhadap serangan mereka, apalagi rumah Hie
sangat besar, kita tidak tahu dia bersembunyi di kamar mana "
Wie Thian-hoan tertawa kecut:
"Aku juga tidak mau merusak nama baikmu, walaupun kita
menggunakan cara keras supaya Hie Tiong-gwee keluar dari
rumahnya tapi orang-orang akan memandangku sebagai
selingkuhanmu, dan menganggapmu sebagai perempuan genit Bila
dia bukan orang yang ditutup wajahnya, nama baikmu akan
tercemar." "Begitu aku keluar dari rumah Hie, aku sudah siap dicemooh
orang-orang, aku hanya khawatir gara-gara aku namamu yang
tercemar. Hoan Toako, malam ini aku bisa bertemu denganmu, dan
tahu kau masih baik seperti dulu, mati pun aku tidak akan
menyesal. Aku tidak bisa merusak kebahagiaanmu lagi."
Wie Thian-hoan melotot dan bertanya: "Apa maksudmu?"
"Aku harus memikirkan perasaan Sumoimu, aku tidak mau dia
salah paham" "Aku selalu menganggap dia adalah adik kecilku."
"Dulu waktu aku kecil aku juga menganggapmu sebagai kakak."
Walaupun bicaranya berputar-putar, tapi artinya sangat mudah
ditebak Waktu kecil dia menganggap Wie Thian-hoan sebagai
kakaknya tapi sekarang dia bukan kakaknya, begitu pula dengan
perasaan Kie Su-giok. Kata Wie Thian-hoan: "Dia tahu aku mencarimu."
"Aku juga perempuan karena itu aku mengerti perasaan
Sumoimu, dia tidak mau mendengar bahwa orang yang dia cintai
menikah dengan perempuan lain."
Kata Wie Thian-hoan: "Apakah kita akan melepaskan Hie Tiong-gwee begitu saja" Aku
tidak mau memikirkan dia lagi."
"Kelak kalian akan menjadi suami istri, mengapa kau tidak mau
memikirkan dia?" Kata Wie Thian-hoan: "Siapa bilang aku akan menikah dengannya" Aku akan menikah
dengan..." Hiat-kun menutupi mulut Wie Thian-hoan dan kata "kau' tidak
dapat keluar dari mulutnya
"Hoan Toako, aku sudah memberitahumu bahwa setelah bertemu
denganmu, mati pun aku tidak menyesal, aku tidak bisa menjadi
istrimu, kau harus menikah dengan gadis lain. Hoan Toako, aku
minta kita hanya sebagai adik dan kakak yang berbeda she saja."
Teriak Wie Thian-hoan: "Mengapa tidak bisa?"
"Aku tidak mau berdebat denganmu, berdebat tidak akan
berguna, kau mempunyai prinsip sendiri begitu pun dengan diriku,
masing-masing tidak akan bisa berubah"
Wie Thian-hoan terdiam, dia sudah tahu untuk merubah pikiran
Hiat-kun tidak mudah. "Dendam ayah harus dibalas tapi harus memikirkan siasat yang
lebih baik." Wie Thian-hoan mengganguk dan berkata:
"Aku tidak akan ceroboh, kita berdua masuk ke dalam kediaman
Hie kemudian membunuhnya."
Tiba-tiba Hiat-kun berkata:
"Bila kita mencari pamanku bagaimana?"
Mata Wie Thian-hoan menjadi bercahaya dan berkata:
"Benar, paling sedikit dia tahu penyebab kematian ayahmu."
"Dia adalah orang yang sangat setia kepada Hie Tiong-gwee,
mungkin dengan bantuan pamanku, kita bisa menangkap Hie Tionggwee." Kata Wie Thian-hoan: "Kalau begitu lebih baik kita kembali ke kota Lok-yang."
Tiba-tiba Hiat-kun bertanya:
"Aku lupa bertanya, ke mana Sumoimu?"
"Dia sudah pulang."
"Mengapa dia tidak bersamamu " apakah dia tidak khawatir kau
hanya sendiri berada di sini?"
"Aku menyuruhnya pulang, dan dia selalu mendengarkan katakataku" "Lebih baik begitu, bila tidak dia juga akan terlibat."
Apakah benar Kie Su-giok sudah pulang" Walaupun Wie Thianhoan mengatakan demikian tapi hatinya tetap khawatir.
Memang benar biasanya dia menurut kepada kata-kata Wie
Thian-hoan, apakah sekarang juga demikian" Dia sendiri juga tidak
terlalu percaya. Tapi bila ada Hiat-kun di sisinya, musibah yang menimpa dua
keluarga membuat mereka bersatu lebih erat lagi, yang paling
penting adalah membalas dendam, walaupun dia mengkhawatirkan
Sumoinya, tapi dia tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh lagi.
---ooo0dw0ooo--- D. Siapakah Pembunuhnya"
Kang Cu-si tampak bengong.
Di jalan terdengar bunyi gong subuh, tapi dia masih belum
mengantuk sama sekali. Kemarin terjadi cipratan darah di aula, peristiwa itu membuat dia
sangat terkejut. Keponakannya belum menjalankan upacara
sembahyang dengan Hie Tiong-gwee, membuat hatinya tidak
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenang. Dia ingin pernikahan keponakannya membuatnya naik
status sosialnya Tapi apakah bebek yang sudah matang bisa
terbang lagi" Tiong-gwee terluka, keluarga Hie tidak mengijinkannya
menengok Hie Tiong-gwee. Bila terjadi apa-apa dengan Hie Tionggwee, kehilangan dukungan masih tidak apa-apa tapi nyawanya
mungkin akan melayang. Dia merasa semua tidak sejalan dengan pikirannya Sudah hampir
dini hari. dia ingat dia sudah menyuruh orang menyediakan kuah
ginseng Sebelum tidur dia akan meminumnya dulu.
Mengapa begitu sunyi" Pelayan-pelayan berada di manakah
semua" Kalau bos belum tidur, biasanya terdengar orang yang
berjalan di luar, mengapa hari ini sangat sepi seperti di kuburan"
"Cun-lan, kau ada di mana" Cepat ambilkan kuah ginseng
untukku!" Saat itu walaupun tidak ada angin tapi jendela bisa terbuka
dengan sendirinya. Di hadapannya sudah berdiri seorang
perempuan, dia bukan Cun-lan, pelayannya. Perempuan itu
mengenakan baju duka, Kang Cu-si seperti melihat hantu. Dia
sangat terkejut, perempuan berbaju hitam itu dengan dingin
berkata, "Kau tidak menyangka aku akan cepat kembali bukan?"
Benar, Kang Cu-si tidak menyangka, mulutnya melongo, tidak
dapat keluar sepatah kata pun.
Dia tidak bisa bicara tapi perempuan berbaju hitam itu
memaksanya bicara, "Apakah kau senang menjadi orang bisu?"
Mata perempuan itu sangat tajam seperti sebuah pedang.
Kang Cu-si menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, bila tidak mau menjadi orang bisu, jawablah
pertanyaanku, sebelum pergi, kau ingat aku sudah berpesan apa
kepadamu?" tanya si baju hitam itu.
"Aku ingat!" jawab Kang Cu-si.
"Coba kau ulangi!" kata si baju hitam.
"Kau menyuruhku mengurus
keponakanku, tidak boleh merugikan dia, bila tidak..."
"Bila tidak bagaimana?"
"Bila tidak, kau tidak akan melepaskanku."
"Waktu itu aku bertanya kepadamu, apakah kau mengerti
maksudku, kau bilang kau sudah mengerti, apakah benar?"
"Benar," Kang Cu-si seperti seorang tersangka menjawab
pertanyaan hakim, tubuhnya sudah gemetar, tapi dia harus
mengaku. Perempuan berbaju hitam itu tertawa dingin.
Hari hampir subuh, Hiat-kun dan Wie Thian-hoan sudah hampir
tiba di rumah paman Hiat-kun, Kang Cu-si.
Mereka tidak mau masuk dari arah pintu depan, dengan ilmu
meringankan tubuh mereka memanjat dinding dan masuk dari
samping. Begitu masuk mereka menemukan penjaga pintu yang sudah
mati. Walaupun sinar bulan sudah tidak terlalu terang, seperti Wie
Thian-hoan dia juga sudah tahu bahwa penjaga pintu mati oleh
pukulan oleh tenaga telapak tangan.
Kepalanya tidak pecah tapi melengkung ke arah dalam, dapat
diketahui bahwa tenaga dalam orang ini sangat kuat.
Hiat-kun terkejut dan hampir berteriak.
Pengalaman Wie Thian-hoan lebih banyak, dia melambaikan
tangan menyuruh Hiat-kun jangan berteriak.
Melihat situasi ini, pasti ada seorang pesilat tangguh yang datang
dan membalas dendam kepada Kang Cu-si. Mayatnya masih hangat,
orang itu pasti masih ada di dalam rumah
Pesilat tangguh ini pastilah musuh Kang Cu-si, tapi dia juga
belum tentu teman mereka. Dalam kegelapan penuh dengan
bahaya, karena itu jebih baik jangan mengeluarkan suara.
Kali ini Wie Thian-hoan bisa melihat lebih jelas lagi, dalam hati
dia berpikir, "Tenaga telapak tangan ini adalah campuran dari Bian-ciang
(telapak kapas) dan Ta-sik-pek-jiu (Telapak Tangan Penghancur
Batu) ini adalah campuran tenaga dalam keras dan lembut, orang
terkenal di dunia persilatan yang menggunakan tenaga telapak
tangan bisa dihitung dengan jari. Siapakah dia?"
Dalam waktu dekat ini hanya ada 5 orang yang bisa. Yang
pertama adalah Cianpwee Siauw-lim, kedua adalah Ketua Bu-tong,
kedua orang ini masih bisa dipercaya oleh Wie Thian-hoan. Yang
ketiga adalah pemilik pulau Li-ho, dia tidak mungkin datang ke Lokyang. Yang keempat, orang ini jarang keluar di dunia persilatan.
Kelima adalah orang ini berada di Lok-yang, orang ini sangat
dijunjung tinggi oleh sesama pesilat, bagaimana pun Wie Thianhoan tidak percaya dia adalah seorang pembunuh.
Di lantai atas di sudut terlihat masih ada lampu yang masih
menyala. Kamar Kang Cu-si ada di sana.
Hiat-kun sangat senang pamannya belum tidur, dia memberi
isyarat kepada Wie Thian-hoan. Hiat-kun segera berjalan ke depan
melewati barang-barang yang bisa menutupi bayangan mereka
menuju loteng. Di bawah loteng ada sebuah gunung buatan, Hiat-kun merasa
kakinya basah, ternyata ada sebuah cangkir yang diisi kuah ginseng
sudah pecah dan kuahnya sudah tumpah.
Wie Thian-hoan dengan ilmunya, mengantar suara ke telinga
Hiat-kun dan berkata: "Orang yang mengantar kuah ginseng untuk pamanmu, orang ini
mungkin sudah dibunuh, mari kita cari."
Hiat-kun tahu keadaan dan situasi rumah pamannya, dia
mendekati gunung buatan itu. Benar di sana ada sesosok mayat
perempuan. Hiat-kun tahu itu adalah pelayan pamannya yang bernama Cunlan. Cun-lan mati seperti 2 pelayan lainnya. Kepalanya tidak pecah
tapi melengkung ke dalam. Cairan otak keluar dari luka itu.
Hiat-kun hampir muntah mulutnya terasa mual-mual, pembunuh
itu terlalu kejam sudah membunuh penjaga pintu dan pelayan lakilaki. Gadis berumur 16 tahun yang bernama Cun-lan pun telah
dibunuh. Wie Thian-hoan segera menggosok bagian dada Hiat-kun supaya
dia bisa bernafas lehih lancar Kemudian Hiat-kun memberi isyarat
kepada Wie Thian-hoan supaya naik ke loteng. Wie Thian-hoan
mengangguk. Begitu mereka akan naik, tiba-tiba terdengar di dalam kamar ada
yang tertawa dingin. Suara ini adalah suara seorang perempuan.
Suara ini membuat mereka terkejut, dan lebih terkejut lagi
karena dia mengenali suara ini.
Ini adalah suara ibu Hiat-kun.
Wie Thian-hoan menarik Hiat-kun dan menutup mulutnya. Hiatkun tahu ibunya bisa ilmu Bian-ciang, tidak perlu disangsikan lagi
oleh Wie Thian-hoan pun dia sudah terkejut hingga bengong.
Perasaan dingin menusuk hingga ke jantungnya, dalam hati Hiatkun berpikir, "Pasti bukan ibu, ilmu silat ibu memang baik tapi hanya bisa
memotong ayam saja."
Tangan Hiat-kun gemetar. "Ibu mana mungkin bisa begitu kejam membunuh seorang gadis
baik seperti Cun-lan."
Wie Thian-hoan seperti mengetahui pikirannya, dia berbisik kepada
Hiat-kun, "Bibi bukan pembunuh, dia tidak menghakimimu, kau tenang
saja, dengarkan baik-baik."
Sebenarnya Wie Thian-hoan bukan hanya menenangkan Hiatkun, dia tahu ibu Hiat-kun pernah berlatih Bian-ciang tapi tidak
pernah berlatih Ta-sik-pek-jiu (Telapak tangan penghancur batu),
Hiat-kun tidak tahu apakah kematian Cun-lan karena gabungan ilmu
ini" Perempuan berbaju hitam itu berkata:
"Bila kau ingat pesanku sebelum aku pergi, mengapa kau tidak
menungguku kembali" Malah segera memaksa Hiat-kun menikah?"
Sekarang jelas itu adalah ibu Hiat-kun.
"Mengapa ibu tidak memberitahuku bahwa ibu pemah berpesan
kepada paman?" Kecurigaannya segera terjawab. Kang Cu-si masih terkejut dan
berkata: "Aku... aku..."
Ibu Hiat-kun marah: "Aku... aku... apa" Karena kau takut Hiat-kun akan curiga, bila
dia sudah curiga, sikapnya pasti akan terlihat oleh Hie Tiong-gwee,
karena itu aku tidak diberitahu, tapi kau tidak menungguku untuk
mencari tahu hal sebenarnya, kau sudah memaksa Hiat-kun
menikah. Kau merugikan dia seumur hidup."
Kang Cu-si tertawa kecut dan berkata:
"Enso, aku tidak tahu kapan kau bisa mencari penjelasan
mengenai kematian Cu-goan..."
Ibu Hiat-kun lebih marah lagi:
"Aku sudah berpesan, bagaimana pun kau harus menunggu
paUng lama 1 tahun, paling cepat setengah tahun dan aku akan
kembali. Apakah kau tidak bisa menunggu?"
"Bukan aku tidak bisa menunggu, tapi Hie Tiong-gwee yang tidak
bisa menunggu, dia memaksaku menikahkan Hiat-kun untuknya."
"Bagaimana pun kau bersalah kepadaku juga Hiat-kun dan juga
Toakomu, apakah kau tahu mengapa aku cepat kembali?"
Kang Cu-si tidak bisa menjawab juga tidak berani menjawab.
"Pertama, aku melarangnya menikah, kedua aku sudah tahu hal
yang sebenarnya." Kata Ibu Hiat-kun.
Dengan suara gemetar Kang'Cu-si bertanya: "Tentang apa?"
Dengan dingin ibu Hiat-kun berkata:
"Aku mencari teman baik Toakomu, dia adalah seorang tabib.
Tabib itu membuka peti mati kemudian memeriksa mayat Toakomu,
apakah kau ingin tahu bagaimana dia bisa mati ?"
Hati Hiat-kun hampir meloncat keluar, Wie Thian-hoan
memegang tangannya dengan erat. Mereka terus mendengarkan.
Ibu Hiat-kun tertawa dingin dan berkata:
"Mungkin tidak perlu kuberitahu, kau pun sudah tahu. Sekarang
apakah kau masih mau menipuku lagi?"
"Enso, mungkin kau belum tahu bahwa putrimu belum
sembahyang dengan Hie Tiong-gwee, mereka tidak jadi menikah."
Dia sengaja mengalihkan topik supaya ibu Hiat-kun bisa reda
amarahnya. Segera ibu Hiat-kun bertanya:
"Mengapa?" "Karena Hui-thian-sin-liong tiba-tiba membuat keonaran di aula,
dan melukai pengantin pria."
"Siapa Hui-thian-sin-liong itu?"
"Dia she Wie, bernama Thian-hoan."
Ibu Hiat-kun terdiam lama, kemudian dia dengan senang
berteriak: "Apakah benar dia Thian-hoan" Dia sudah kembali!
Apakah dia yang melukai Hie Tiong-gwee?"
"Setelah peristiwa itu, aku belum bertemu dengan Hie Tionggwee lagi." "Cepat katakan yang sebenarnya kepadaku!"
"Katanya dia terluka parah tapi tidak mati."
"Baiklah kalau begitu kau..."
Pada waktu itu tiba-tiba terdengar suara Kang Cu-si berteriak,
lampu di loteng tiba-tiba mati.
"Enso, ampun..."
Tidak perlu melihat lagi, Wie Thian-hoan dan Hiat-kun tahu
bahwa Cu-si akan meminta maaf kepada ibu Hiat-kun tapi ibu Hiatkun sudah membunuhnya Tapi Wie Thian-hoan curiga mengapa ibu Hiat-kun begitu cepat
membunuh paman Hiat-kun" Baru saja dia berpikir seperti itu,
terlihat sesosok bayangan keluar dari kamar, meloncat ke atap dan
lari. Mereka tidak tahu apakah bayangan itu perempuan atau lakilaki. Hanya tahu ilmu meringankan tubuhnya lebih tinggi dari ibu
Hiat-kun. Orang itu mendengar suara Hiat-kun, dia melambaikan tangan
dan sudah meloncati 2 rumah. Hiat-kun yang masih di bawah
loteng, melihat dia melemparkan senjata rahasia yang cepat seperti
petir. Tiga buah koin telah mengarah di 3 tempat di tubuh Hiat-kun.
Dalam kegelapan ternyata dia masih bisa melihat jalan darah Hiatkun dengan jelas. Wie Thian-hoan begitu mendengar suara senjata rahasia, dia
sudah tahu bahwa Hiat-kun tidak akan sanggup menyambutnya,
dengan cepat dia mendekati Hiat-kun. Dia menggerakan jarinya ke
kiri dan kanan Hiat-kun, terdengar suara dua buah koin yang jatuh,
koin ketiga melewati rambut Hiat-kun sehingga membuat Hiat-kun
keluar keringat dingin, dalam hati dia berpikir, 'Bila Hoan Toako
tidak membantuku, aku tidak akan bisa lolos dari serangan itu!"
Dia seperti mengenali bayangan itu, siapakah dia"
Wie Thian-hoan memungut dua koin itu, dia merasa tangannya
sedikit kesemutan. Dia terkejut dan dalam hati dia berpikir,
"Ilmu silat orang itu berada di atasku apakah di antara keluarga
Hie ada orang seperti itu" Siapakah dia?"
Dia tidak tahu siapa orang itu tapi ketika mendengar suara Hiatkun orang itu masih melemparkan senjata rahasianya, berarti orang
itu bukan ibu Hiat-kun, melainkan orang yang berpihak kepada Hie
Tiong-gwee. Mengingat hal ini, Wie Thian-hoan berkata:
"Mari kita masuk untuk memeriksa, biarkan saja orang itu pergi!"
Ilmu meringankan tubuh orang itu sangat tinggi dan orang itu
sudah menghilang Hiat-kun teringat kepada ibunya, dia tidak bisa mengejar orang
itu, walau bisa mengejar dia tidak punya waktu, dia berlari ke atas
loteng dan berteriak: "Ibu..ibu...!" Tapi ibunya tidak menjawab.
Hiat-kun merasa sangat kacau, dia menendang pintu kamar, Wie
Thian-hoan mengikuti dari belakang, lampu segera dinyalakan.
Lampu sudah dinyalakan, di dalam lampu cahaya api belum
begitu terang, mereka melihat Kang Cu-si sudah mati tergeletak di
depan pintu. Kematian Kang Cu-si seperti mayat-mayat di bawah.
Hiat-kun menarik nafas walaupun dia tidak tahu siapa
pembunuhnya tapi dia tahu yang membunuh Cun-lan dan
pamannya bukan ibunya, terdengar suara rintihan.
Hiat-kun berteriak: "Ibu, kau kenapa?"
Wie Thian-hoan membawa lampu untuk melibat keadaan ibu
Hiat-kun. Terlihat ibu sedang duduk bersila,
"Nak, kalian sudah datang berbarengan. Baik, sangat baik, aku
mati pun sudah bisa menutup mata," kata ibunya.
Dari mulut ibunya sudah meleleh keluar darah dengan perlahan.
Hiat-kun sangat terkejut, dengan gemetar dia bertanya,
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ibu, bagaimana perasaanmu" Jangan banyak bicara dulu."
Ibu Hiat-kun menjawab: "Aku harus bicara, aku tidak punya waktu lagi. Hiat-kun
dengarkan dengan jelas. Ayahmu..."
Wie Thian-hoan memegang tangan kirinya, Hiat-kun memegang
jangan kanannya, membuat ibunya terlihat agak tenang. Wie Thianhoan mengalirkan tenaga ke dalam tubuh ibu Hiat-kun, ilmu silat
Hiat-kun tidak begitu tinggi tidak sanggup membantu mengalirkan
tenaga dalam. Tapi anak perempuan itu selalu dekat di hati ibunya,
dia memegang tangan ibunya, membuat hati ibunya yang hampir
berhenti kemudian hidup lagi. Tenaga bantuan seperti ini dengan
tenaga dalam Wie Thian-hoan sama.
Begitu nafas ibu Hiat-kun mulai tenang, dia berkata,
"Hiat-ji, ayahmu mati karena racun, racun itu didatangkan dari
propinsi Suchuan dari keluarga Tong."
Ayahnya mati karena diracun, ini tidak membuatnya terkejut,
yang membuatnya terkejut adalah bahwa racun ini ternyata datang
dari keluarga Tong. "Katanya racun keluarga Tong tidak beredar di luaran, kita juga
tidak kenal dengan keluarga Tong, mengapa ayah bisa terkena
racun itu?" Tanya Hiat-kun.
"Karena itulah harus kita cari tahu, mengapa racun keluarga
Tong bisa berada di luaran, tapi aku tahu tabib itu dicari oleh Hie
Tiong-gwee. Ayahmu terkena racun keluarga Tong itu sudah pasti,
karena inilah yang dikatakan oleh Yap-sin-ih (Tabib Sakti Yap).
Nama asli Yap-sin-ih adalah Yap In-nong, secara turun temurun dia
adalah dari keluarga tabib, Yap In-nong memiliki ilmu lebih tinggi
dibandingkan dengan nenek moyangnya, dan dia masih menguasai
ilmu silat yang tinggi. Dia adalah teman ayah Hiat-kun."
Wie Thian-hoan pun tahu bahwa Yap In-nong adalah tabib yang
terkenal. Kata Wie Thian-hoan: "Bila Yap-sin-ih sudah menentukan seperti itu, aku percaya."
Kemudian ibu melanjutkan lagi:
"Kata tabib itu, racun itu tidak berwarna juga tidak berbau, racun ini jarang terlihat. Untuk meracuni pesilat tangguh, obat inilah yang
paling cocok. Tabib yang dipanggil oleh Hie Tiong-gwee setiap hari
mencampuri racun ini ke dalam obat ayah. Begitu penyakitnya
kambuh sudah tidak akan bisa tertolong lagi, sampai mati pun dia
tidak akan tahu. Menjadi hantu pun masih jadi hantu yang linglung.
Bila ayahmu tidak selalu curiga kepada Hie Tiong-gwee. ayahmu
juga tidak akan menyuruhku mencari Yap-sin-ih untuk memeriksa
mayatnya." Kata Hiat-kun: "Aku dan Hoan Toako datang ke rumah paman juga ingin tahu
penyebab kematian ayah. Hoaan Toako juga curiga bahwa Hie
Tiong-gwee pun adalah pembunuh keluarganya."
"Apakah dia adalah orang yang wajahnya ditutup?"
"Banyak bukti yang mengarah kepadanya, tapi aku masih
mencari satu bukti yang kuat." Kata Wie Thian-hoan.
"Apa buk...buk...pembunuh..." kata-katanya semakin mengecil, tiba-tiba pembunuh 2 huruf itu dia teriakan.
Tapi Wie Thian-hoan sudah tahu apa yang dikatakan oleh ibu
Hiat-kun. Wie Thian-hoan terus memberikan tanaganya kepada ibu
Hiat-kun tapi sekarang tangan ibu Hiat-kun sudah dingin, dia sudah
tidak dapat menerima tenaga lagi.
Hal ini menjelaskan satu hal lagi, daya hidup untuk ibunya sudah
habis. Seperti minyak lampu sudah habis. Lampu tidak dapat
menyala lagi. Tenaga luar pun sudah tidak dapat membantunya.
Dia tidak dapat mengatakan hal lain lagi.
Dia harus mengatakan orang yang membunuhnya.
Hiat-kun memegang tangan ibunya dengan erat dan bertanya:
"Pembunuh itu adalah..."
"Pembunuhnya adalah Kiam, Kiam-kin..." suara ibunya seperti
suara nyamuk, tapi dapat didengar oleh Hiat-kun.
Seperti mendengar guntur di siang hari bolong.
Hiat-kun tidak percaya dengan telinganya sendiri, dia terdiam
dan berteriak: "Apa! Pembunuhnya Tuan Kiam-ta!"
Nama Tuan Kiam-ta di dunia persilatan sangat terkenal dan dia
sangat disegani oleh orang-orang, walaupun dia adalah teman baik
Hie Tiong-gwee tapi persahabatan mereka dilandaskan karena
mereka adalah sama-sama pendekar. Bila Hie ingin membunuh ayah
dan ibu Hiat-kun pasti dia akan melarangnya, mana mungkin dia
membantu Hie Tiong-gwee menjadi seorang pembunuh dan caracaranya yang begitu kejam.
Hiat-kun berharap ibunya bisa berkata sekali lagi, biar dia bisa
mendengar lebih jelas, tapi selamanya dia tidak bisa mendengar
suara ibunya lagi. Minyak sudah habis dan lampu sudah mati. Ibunya sudah
meninggal. Hiat-kun menangis tapi air matanya tidak bisa keluar.
"Hiat-kun, menangislah!" Kata Wie Thian-hoan,
Tiba-tiba Hiat-kun berteriak:
"Aku tidak mau menangis, aku akan balas dendam!"
"Kalau kau mau membalas dendam, kau harus tenang dulu."
"Aku sudah tidak ingin apa-apa lagi, kau harus membantuku
membalas dendam, aku bisa menghadapi Hie Tiong-gwee, tapi aku
tidak dapat mengalahkan Tuan Kiam-ta."
"Musuhmu adalah musuhku juga, aku pasti akan membantumu
membalas dendam, tapi Tuan Kiam-ta, apakah dia..."
"Tadi kau sudah dengar dengan jelas, pembunuhnya adalah Tuan
Kiam-yan." "Benar, yang ibumu katakan adalah Kiam-ta."
"Apa masih ada lagi yang kau curigai?"
"Menurutku, Tuan Kiam-ta bukan orang seperti itu walaupun dia
dan Hie Tiong-gwee adalah teman lama, tapi dia beium tahu siapa
Hie Tiong-gwee sebenarnya."
"Aku juga berpikir seperti itu, tapi tiba-tiba aku teringat kepada satu hal."
"Apa?" Apakah kau tahu, antara Kiam-ta dan keluarga Tong bukan
teman biasa, aku pernah mendengar dari ayah, anak kedua dari
keluarga Tong yaitu Tong Keng-souw dan Kiam-ta adalah sahabat
karib." "Aku juga pernah mendengarnya dari kakek guru, aku juga tahu
Tong Loji dengan Kiam-ta adalah saudara angkat. Karena Kiam-ta
pernah menolong Tong Le-ji."
Dua puluh tahun yang lalu, Tong Lo-ji pernah salah melukai
orang di kota Lok-yang dia adalah anak ketua Wan, bila bukan
karena Kiam-ta yang menjadi perantaranya, Tang Lo-ji hampir mati
di bawah serangan pisau LoWan.
Tiba-tiba Wie Thian-hoan bertanya:
"Hiat-kun, apakah kau curiga bahwa kematian ayahmu ada
hubungannya dengan Kiam-ta?"
"Benar, dia adalah dewa penolong bagi Tong Loji, dia bisa
memberikan racun keluarga Tong kepada Kiam-ta, itu tidak aneh."
Wie Thian-hoan terdiam, kepercayaannya kepada Kiam-ta mulai
goyah, tapi dia masih berpikir, kemudian berkata:
"Itu tidak benar."
"Apa yang tidak benar?"
"Kemarin aku pernah bertarung dengan Tuan Kiam-ta, ilmu
silatnya berada di bawah si baju hitam."
"Kemarin maiam pun Tuan Kiam-ta sudah bertarung dengan Coh
Toako saat itu kau baru tiba."
"Aku tahu, bila si baju hitam sudah bertarung dengan Coh Thiansu, dia pasti masih bisa menerima 3 jurusku."
"Bayangan orang itu seperti Kiam-ta."
Benar, sampai sekarang yang mana yang palsu dan yang mana
yang asli, aku pun tidak tahu."
"Untuk membuka rahasia tidak sulit, kita kuburkan dulu ibu, baru
mencari tabib itu." Kata Hiat-kun.
Benar-benar dia penjahat, atau pembunuh.
Yang benar atau yang salah, sulit ditebak
Apa yang akan terjadi "
---ooo0dw0ooo--- Bab 5 Tidak ada jejak Seperti benar seperti tidak tahu isi hati
Bukan teman bukan musuh A. Kecurigaan di dalam hati
Hari sudah terang, Kie Su-giok turun dari gunung, hatinya sangat
kacau Dia disuruh pulang oleh Wie Thian-hoan, tapi dia tidak berjalan
menuju rumahnya, hatinya sangat kacau, dia berjalan sendiri. Tibatiba dia baru sadar dia berjalan ke arah Lok-yang lagi. Dalam hati
dia berpikir, 'Wie Toako pergi untuk mencari kekasih lamanya,
mengapa aku harus mengikutinya ke Lok-yang"'
Tapi segera dia berpikir lagi, 'Mungkin Wie Toako hanya bertepuk
sebelah tangan, walaupun Nona Kang adalah teman kecilnya, tapi
sekarang dia sudah menjadi Nyonya Hie. Kemarin Hie Tiong-gwee
terluka dan dia bertarung mewakili suaminya. Wie Toako terluka
oleh pedangnya sendiri. Memang benar dia tidak tega melukai Wie
Toako dan kelihatannya Wie Toako masih mencintai dia. Tapi
cintanya tidak dapat menandingi cinta antara suami istri, bila tidak
dia tidak akan tega melukai hati Wie Toako. Wie Toako masih
berharap dia dapat mencari bukti-bukti bahwa Hie Tiong-gwee
adalah orang jahat, apakah ini bukan disebut bertepuk sebelah
tangan?" Apakah benar bertepuk sebelah tangan" Hanya Hiat-kun yang
bisa menjawab, sebenarnya Kie Su-giok juga bertepuk sebelah
tangan. "Walau bagaimana pun perlakuan Nona Kang terhadap Wie
Toako tapi kalau datang ke Lok-yang sendirian sungguh berbahaya.
Aku merasa tidak tenang. Bila aku tidak membantunya, siapa yang
bisa membantunya" Aku akan secara sembunyi-sembunyi kembali
ke Lok-yang." Akhirnya dia kembali ke Lok-yang.
Keadaan menjadi begitu rumit, entah dengan cara bagaimana
baru bisa membantu Wie Thian-hoan, dia tidak punya rencana apaapa. Dia sedang kebingungan, tiba-tiba dia melihat ada seseorang di
jalan, orang itu menarik nafas dan berkata:
"Sebenarnya aku memberikan hati kepada sinar bulan, tapi sinar
bulan menyinari sungai kecil. Benar-benar aku mencari kesulitan
sendiri." Kie Su-giok merasa kenal dengan orang ini, dilihatnya dengan
seksama, dia ingat orang itu adalah salah seorang di antara para
tamu Hie, tapi dia memihak kepada Wie Thian-hoan.
Kie Su-giok sangat senang dalam hati dia berpikir, 'Apa arti dari
puisi yang dibacanya" Dia memihak kepada Wie Toako, dia pasti
teman Wie Toako.' Segera dia mempercepat langkahnya mendekati orang itu. Orang
itu ternyata adalah Coh Thian-su.
Coh Thian-su juga sudah melihat Kie Su-giok berjalan mendekatinya. Kemarin bila dia bertemu dengan Kie Su-giok pasti akan senang
seperti keadaan Kie Su-giok sekarang, sebenarnya semenjak
kemarin dia ingin mencari Kie Su-giok.
Tapi hari ini sudah tidak sama, karena dia sudah tahu bahwa
Hiat-kun adalah Sumoinya, juga tahu keadaan Hiat-kun dan Wie
Thian-hoan, jadi tidak perlu bertanya lagi kepadanya
Kemarin malam dia mendapat perlakuan 'air susu dibalas dengan
air tuba', dia dihina oleh Wie Thian-hoan dan ditotok pula. Benarbenar merugikan dia. Wie Thian-hoan sangat sombong
kejengkelannya masih terpendam di hati belum bisa dikeluarkan.
Jalan di gunung berliku-liku, Kie Su-giok meloncat dan
menghalangi Coh Thian-su. Kie Su-giok tidak mengerti aturan dunia
persilatan, langsung berkata:
"Jangan takut, aku datang bukan untuk mencari gara-gara hanya
ingin berbincang denganmu."
Coh Thian-su sedang tidak enak hati, dengan dingin dia berkata:
"Aku tidak kenal denganmu, apakah kau mempunyai pesan?"
Dalam hati dia berpikir, 'Meskipun kau cucu Kie Yan-gan, aku Coh
Thian-su tidak takut kepadamu.'
Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Kau tidak kenal denganku tapi aku mengenalmu."
Mendengar kata-katanya Coh Thian-su menjadi terkejut dan
dalam hati dia berpikir, 'Ayah dan keluarga Kie sepertinya
mempunyai suatu hubungan yang khusus, tapi aku tidak tahu
hubungan seperti apa, lebih baik aku mendengarkan dulu katakatanya.' Coh Thian-su sengaja bertanya:
"Kau mengenalku, kalau begitu coba jawab apa she ku dan siapa
namaku?" "Aku tidak tahu she dan namamu, tapi aku tahu kau adalah
teman Wie Toako." Sengaja Coh Thian-su bertanya: "Siapa itu Wie Toako?"
Kie Su-giok menjadi terkejut, 'Apakah dia itu pikun atau purapura pikun" Nama Wie Thian-hoan saja dia tidak kenal, tapi karena
aku mempunyai kepentingan dengannya aku harus bersabar.'
"Wie Toako dijuluki Hrn-thian-sin-liong, dia adalah orang yang
membuat Hie Tiong-gwee batal menikah."
"Mengapa kau tahu bahwa aku adalah teman Hui-thian-sin-liong"
Apakah dia yang memberitahumu?" Tanya Coh Thian-su.
Kie Su-giok sudah merasa bahwa Coh Thian-su sedang
mempermainkannya, tapi dia tetap menahan diri.
"Karena semua tamu keluarga Hie mendukung Hie Tiong-gwee,
hanya ada 2 orang yang tidak sependapat dengan Hie Tiong-gwee
dan salah satunya adalah dirimu, bila kau bukan teman Wie Toako,
kau tidak akan tanpa alasan membuat orang menjadi marah karena
telah berpihak kepada Wie Toako."
"Aku selalu melihat masalah bukan melihat orang, tapi membantu
yang benar, aku membantu orang itu bukan berarti aku harus kenal
dengan orang itu." Kata Coh Thian-su.
"Paling sedikit kau kenal dengan Wie Thian-hoan."
Dia sudah mulai jengkel. Coh Thian-su ingat bahwa Wie Thian-hoan pernah menghina dia,
langsung dia tertawa dan berkata:
"Bila kau berpendapat seperti itu, aku tidak bisa berkata apaapa." "Kalau begitu apakah kau bisa memberitahuku kabar mengenai
Wie Toako..." "Kau salah mencari orang."
"Bukankah kau baru dari Lok-yang?"
"Memangnya kenapa?"
"Aku kira kau adalah temannya, mungkin bisa tahu keadaannya,
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena itu aku bertanya, bila kau tidak tahu, tidak perlu bersikap
seperti itu kepadaku!"
Kata Coh Thian-su: "Aku harus bagaimana terhadapmu" Apakah harus menjilatmu?"
Kie Su-giok dengan marah berkata:
"Mengapa kau begitu tidak sopan" Siapa yang mau kau jilat" Kau
berteman dengan Wie Thian-hoan, paling sedikit bersikap sopanlah,
apakah kau tidak tahu..."
"Aku tahu hubunganmu dengan Hui-thian-sin-liong, tapi bukan
aku yang bersalah." "Dimana salahku?"
Dengan dingin Coh Thian-su menjawab:
"Hui-thian-sin-liong adalah orang terkenal, aku mana bisa
menandinginya. Bila kau ingin mencari teman Hui-thian kau salah
mencari orang, aku bukan temannya, dengan temannya pun aku
tidak berani berkenalan."
Kie Su-giok dari kecil disayang oleh kakeknya, dia sangat manja
dan senang berbuat sesuka hati, belum pernah dia dipermainkan
oleh orang lain. Dia adalah orang yang sangat lincah, begitu melihat
Coh Thian-su marah dia sudah tahu kejadian sebenarnya.
Terpaksa dia berkata: "Baiklah! Kau bukan teman Wie Toako, kau tidak mau
memberitahu keberadaan Wie Toako, apakah dia pernah
menyinggung perasaanmu?"
"Tidak perlu mengurusi masalah orang lain!"
Kie Su-giok sudah tidak tahan lagi akhirnya dia marah:
"Dia bersalah kepadamu, tapi aku tidak!"
"Memang kau tidak bersalah kepadaku, tapi aku pun tidak
berhutang kepadamu. Nona, aku tidak suka bicara denganmu,
apakah itu tidak boleh?"
Wajah Kie Su-giok menjadi pucat dan berkata:
"Tidak boleh! Bila kau tidak menjelaskannya, aku tidak akan
melepaskanmu." Coh Thian-su tertawa dingin:
"Aku ingin tahu kau akan memakai cara apa menyuruhku untuk
tetap tinggal?" Sambil tertawa dia sudah mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya melewati kepala Kie Su-giok.
Kie Su-giok mengibaskan lengan baju dan menggulung kakinya,
dia mengeluarkan ilmu silat turun temurun dari keluarganya yaitu
'Lo-ie-tiat-siu'. Coh Thian-su sudah tahu Kie Su-giok akan mengeluarkan jurus
ini, di tengah-tengah udara dia membalikkan tubuh, dua telapak
tangan beradu, terdengar suara 'Bek'. Lengan baju tidak dapat
menggulung dia. Coh Thian-su pun tidak dapat mengelak dari
serangan Kie Su-giok. Tenaga dalam telapak tangannya beradu
dengan kibasan lengan baju Kie Su-giok, begitu Coh Thian-su turun
Kie Su-giok sudah menghalangi jalannya lagi.
Coh Thian-su marah dan berkata:
"Belum pernah aku melihat orang sepertimu begitu tidak tahu
aturan dari tadi sudah kukatakan aku tidak pernah tahu mengenai
Hui-thian. Sekarang kau minggirlah!"
"Tidak bisa!" "Baiklah! Aku tidak akan sungkan lagi!" segera dia mengeluarkan ilmu dari keluarganya yaitu ilmu pena menotok urat nadi.
Kie Su-giok memutar-mutar lengan baju tangan kirinya ke arah
belakang pundak Coh, seperti seekor ular ingin mencekik leher Coh
Thian-su. Coh Thian-su mengerakan tangannya mencoba
menangkap lengan baju Ki dan mengbalikkannya. Tapi lengan baju
kanan Ki juga membantu gerakan, lengan baju kanannya digerakan
mengarah ke belakang lehernya, Coh Thian-su membungkukan
tubuh, dengan tubuh miring, dia menusuk, menotok titik nadi di
ketiak. Kie Su-giok menggulung lengan baju sebelah kanan. Kali ini
dia memakai lengan baju sebagai pecut tetap menyerang ke bagian
leher Coh Thian-su. Coh Thian-su tetap tidak mengganti jurus, dia
meneruskan gerakannya dengan lengan bajunya yang panjang, dan
jan pendek di gerakan, bila jari berhasil menotok nadinya, lehernya
juga akan dijerat oleh jurus Ting-coa-can-su' ( ular rotan melilit
pohon). Dua belah pihak masing-masing mengeluarkan jurus andalan
keluarga masing-masing, sebentar saja mereka sudah mengeluarkan
30 hingga 50 jurus. Lengan baju Kie Su-giok bisa dijadikan pecut
juga bisa untuk menyapu debu dan menotok jalan darah, jurus
menotok jalan darah ini di dunia persilatan sangat jarang dan sudah
dianggap sebagai ilmu gaib. Lengan baju itu masih bisa dipakai
seperti pisau begitu dikibaskan, angin sangat kencang seperti
sebuah pisau baja. Tapi jari Coh Thian-su juga seperti pena, jurusnya sangat aneh,
dalam jurus Poan-koan-pit sebenarnya terdapat istilah bila senjata
lebih pendek 1 inchi maka lebih bahaya 1 inchi lagi.
Pertarungan sangat sengit, lengan baju Kie Su-giok sudah
berlubang ditotok oleh Coh Thian-su.
Coh Thian-su berteriak: "Apakah kau masih belum mengaku..".
'Kalah' kata ini belum dikeluarkan, lengan baju Kie Su-giok sudah
dikebutkan ke tangan kiri Coh Thian-su. Coh Thian-su saat itu
sedang menggunakan jurus Si-siung-tiauw-hoan-in (Dada kecil
membalik awan), sudah dikeluarkan bisa terasa desiran anginnya
kira-kira 15 meter. "Pena saktimu memang hebat, tapi jurus Liu-in-hui-siu (awan
mengalir lengan baju beterbangan) ku pun tidak kalah hebatnya,"
kata Kie Su-giok dengan tertawa.
Sebenarnya bila Coh Thian-su memegang Poan-koan-pit, ujung
penanya pasti sudah melubangi lengan bajunya dan bisa menotok
nadinya, mana mungkin dapat dikibaskan dengan lengan baju Kie
Su-giok" Tapi, Coh Thian-su malas meributkan menang atau kalah, dia
hanya heran Kie Su-giok dapat mengenali serangan penanya
Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Kita masing-masing sudah dirugikan, kita hitung seri saja,
seharusnya kita menjadi teman, tidak perlu bertarung lagi!"
"Aku tidak mengerti maksudmu?"
"Pendekar Yang-ciu, Coh Kim-sung itu siapamu" Kalau tidak salah
dia adalah ayahmu, apakah benar?"
"Tebakanmu benar, memangnya mengapa?"
"Bila benar, kau adalah putranya, seharusnya kau tahu hubungan
keluarga kita seperti apa kakekku adalah Kie Yan-gan."
Dia sudah menyebut nama kakeknya, Coh Thian-su tidak enak
berkata macam-macam lagi Coh Thian-su hanya berkata:
"Ki Cianpwee sudah terkenal lama, tapi aku tidak tahu ada
hubungan apa di antara keluarga kita."
"Apakah ayahmu tidak pernah bercerita mengenai ini?"
"Tidak pernah."
Kie Su-giok sepertinya tidak percaya:
"Apa benar ayahmu belum pernah cerita" Mengapa kau bisa tahu
nama kakekku?" "Ayahku pemah memberitahu nama besar kakekmu. Dia
mengatakan bahwa ilmu silat kakekmu adalah nomor satu di dunia
persilatan, tapi belum pernah mengatakan apa hubungannya
dengan kakekmu?" Kie Su-giok mengerutkan dahi dan berkata:
"Apakah hanya itu?"
Coh Thian-su berpikir sebentar dan berkata:
"Mendengar kata-kata ayahku, sepertinya dia kenal dengan
kakekmu tapi dia sadar tingkatan dia lebih rendah maka dia tidak
berani mengatakan bahwa dia adalah teman kakekmu."
Coh Thian-su tidak bohong, tapi dia menutupi apa yang dia tahu.
Mengenai Kie Yan-gan dia hanya tahu sebanyak itu, tapi dia pun
mendengar berita mengenai ibu tirinya.
Ibu kandungnya sudah meninggal, ayahnya menikah lagi pada
saat dia berumur 7 tahun.
Saat itu adalah saat Ceng-beng ( waktu ziarah ke kuburan ), ibu
tirinya baru masuk ke dalam keluarganya sekitar 1 bulan, ayah
membawa nyonya barunya dan bersembahyang kepada istrinya
yang sudah meninggal, Coh Thian-su pun ikut pada waktu itu.
Ibu tirinya sangat baik terhadapnya, waktu itu dia berusia 7
tahun terhadap ibu barunya ini dia sangat iri. Setiba di kuburan
ibunya, dia sembahyang kemudian pergi mencari jangkrik.
Dia mencari jangkrik di balik semak-semak, terdengar ibu tirinya
menarik nafas. Dia iri karena ayahnya lebih sayang kepada ibu
barunya. Mendengar ibu tirinya menarik nafas, dia merasa aneh,
'Ayah sangat sayang kepadanya, mengapa dia masih belum puas"'
Dia terus mendengar, ayah ibunya tidak tahu dia menguping.
Kata ibu tirinya: "Dengar-dengar katanya dia (lelaki) sudah mati."
Kata ayahnya: "Apakah karena hari ini kau sembahyang kepada istriku jadi
teringat kepadanya (bekas kekasihnya)?"
Ibu tirinya mengatakan sesuatu tapi dia tidak dapat mendengar,
hanya mendengar ayahnya juga ikut menarik nafas dan berkata:
"Masalah hari itu aku dan kau tidak menyangka bakal terjadi,
walau dia tidak baik, tapi dia tetap..."
Ibu tirinya seperti marah dan berkata:
"Aku tidak menyesal menikah denganmu!"
Dengan lembut ayahnya berkata:
"Bila mengenal seseorang yang penting hatinya, artinya kau
berkorban sedemikian besar untukku, aku tahu di antara kita tidak
perlu merasa sungkan lagi."
Kata ibu tirinya: "Song Koko, terima kasih sudah mempercayaiku."
"Karena itu jangankan sudah meninggal walaupun dia masih
hidup bila kau merindukannya, aku tidak akan menyalahkanmu."
"Aku pun bukan orang yang tidak punya perasaan, tapi perasaan
ini kepadanya dengan perasaanku kepadamu tidak sama."
Ayah sepertinya sangat senang dan dia berkata;
"Adik, aku mengerti."
Mereka berdua terdiam, hanya Coh Thian-su yang bertanyatanya, "Ibu baruku mengatakan tentang seseorang, siapa dia" Mengapa
berkata seperti itu di depan kuburan ibuku?"
Setelah lama baru terdengar suara ayahnya:
"Menurut orang-orang, kepandaian pak tua itu nomor satu di
dunia persilatan, apakah benar?"
"Pepatah mengatakan 'di luar langit masih ada langit', orang
yang memiliki ilmu silat paling tinggi, pasti masih ada yang lebih
tinggi lagi. Apakah ilmu silat pak tua itu paling tinggi, aku tidak
tahu. Tapi menurutku memang dia tidak terkalahkan. Aku hanya
belajar 3 jurus silat dari keluarganya, tapi 3 jurus ini sudah dua kali menolong diriku, kejadian itu tentu kau sudah tahu."
"Aku tahu, kalau begitu walaupun pak tua itu bukan nomor satu,
tapi dapat dikatakan ilmu silatnya sangat tinggi hingga tidak dapat
diukur." Ibu tirinya tertawa dan berkata:
"Apakah kau takut pak tua itu mencarimu?"
"Kita bisa menjadi suami istri, walaupun mengalami banyak
rintangan, aku tidak menyesal, hanya takut kau..."
Ibu tirinya tertawa dan berkata:
"Song Koko, jangan khawatir, dia mempunyai kesan baik
terhadapmu juga pernah memujimu."
Ayahnya seperti terkejut dan berkata. "Apakah benar" Apa
katanya?" "Dia mengatakan ilmu silatmu sangat baik, orangnya pun baik,
bila dia punya anak sepertimu, dia akan sangat senang." Ayahnya
tertawa kecut: "Sayang aku tidak bisa menjadi putranya, pada saat dia berkata
seperti itu, dia belum tahu..."
"Benar, waktu itu dia belum tahu." "Apakah dia sekarang sudah tahu?" Ibu tirinya tertawa dan berkata:
"Kau juga tidak perlu takut, dia menyayangiku seperti putrinya
sendiri, aku percaya dia tidak akan menyusahkan ku, sekarang aku
adalah istrimu, aku percaya dia juga sayang kepadamu."
Coh Thian-su keluar dari semak-semak, pembicaraan ayah dan
ibunya sudah berhenti. Coh Thian-su adalah anak yang cepat dewasa walaupun dia tidak
mengerti urusan pria dan wanita, tapi dia sudah tahu mana yang
boleh dan tidak boleh ditanyakan.
Yang dimaksud ibu tirinya itu entah laki-laki atau perempuan, tua
atau muda, dia tidak tahu, dia hanya tahu orang itu sudah
meninggal dan ibu tirinya masih merindukan orang itu.
Dia tidak berani bertanya kepada ayahnya, lapi dia ingin tahu.
Dia ingin tahu siapa yang dianggap sebagai pesilat nomor satu di
dunia persilatan. Pada hari kedua dia mendapat kesempatan, waktu itu ibu tinnya
tidak berada di sisi ayahnya, dia segera bertanya kepada ayahnya.
Ayahnya hanya bengong dan menjawab:
"Kita belajar ilmu silat, semua ada kelebihan dan kekurangan,
sulit dikatakan siapa yang disebut nomor satu."
Coh Thian-su kecil sangat marah dan berkala: "Ayah bohong!"
"Aku bohong apa?"
"Kemarin aku mendengar ayah bicara dengan ibu baru mengenai
pak tua itu, katanya pak tua itu adalah pesilat nomor satu di dunia
persilatan." "Kau masih mendengar apa lagi?"
"Aku hanya mendengar itu saja."
Ayahnya tahu dia berbohong, tapi dia tidak dapat berbuat apaapa, hanya berkata: "Baiklah, aku akan memberitahumu, walaupun kemarin kau
sudah mendengar, kau tidak boleh memberitahu kepada orang lain."
"Asalkan ayah tidak berbohong, aku tidak akan sembarang bicara
kepada orang lain." Ayahnya tertawa kecut dan berkata:
"Dasar anak nakal, aku tidak punya cara menghadapimu."
Sebenarnya ayahnya tidak berbohong, orang itu di dalam hatinya
adalah dianggap pesilat nomor satu, tapi apakah dia benar-benar
pesilat nomor satu di mata orang lain, dia tidak tahu.
Ini adalah pertama kalinya dia mendengar nama Kie Yan-gan,
keluar dari mulut ayahnya
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Kie Yan-gan itu siapa?"
Ilmu silat Kie Yan-gan yang diceritakan ayah hampir sama
dengan cerita yang dibicarakan oleh ibu tirinya. Tidak kurang tidak
lebih, satu-satunya yang diperoleh Coh Thian-su adalah nama 'Kie
Yan-gan'. Coh Thian-su ingin tahu lebih banyak maka dia bertanya lagi,
"Ayah, Kie Yan-gan itu tinggal di mana?"
Ayahnya marah dan berkata:
"Aku tidak tahu! Mengapa kau menanyakan hal ini?"
"Ayah, aku hanya ingin berkenalan dengannya. Ilmu silatnya
nomor satu, bila dia tidak mau mengajarkanku tidak apa-apa yang
penting aku bisa berkenalan dengannya."
Setelah ayahnya mendengar kata-kata Coh Thian-su, dia sangat
pdak senang
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau tidak boleh mencari dia, walaupun nanti kau bisa bertemu
dengannya di dunia persilatan, kau tidak boleh bilang bahwa kau
adalah anakku." Hati Coh Thian-su penuh dengan pertanyaan, dia bertanya:
"Mengapa?" "Aku tidak mau kau naik status sosial karena kenal dengan
pesilat nomor satu di dunia persilatan."
"Bila dia yang bertanya dulu mengenai keadaan keluargaku dan
aku menyebut namaku, apakah itu juga disebut naik status
sosialnya?" Ayahnya marah dan berkata:
"Tidak boleh kau katakan, kau harus menurut, jangan banyak
tanya lagi." Ayahnya sangat marah, Coh Thian-su sangat kesal dan hampir
menangis. Ayahnya merasa bersalah dan berkata: "Main sana, jangan
tanya-tanya lagi!" Ayahnya menarik nafas dan berkata:
"Anak ini seperti aku waktu kecil, sangat berpegang teguh pada
pendapatnya sendiri."
Mata Coh Thian-su kecil sudah berkaca-kaca, dia tidak mau
bicara juga tidak pergi bermain. Kata ayahnya:
"Sekarang kau tidak mengerti kata-kata ayah, kelak kau akan
mengerti." Coh Thian-su mendengar ibu tirinya marah kepada ayahnya,
"Anakmu mirip denganmu, apakah itu tidak baik" Jangan galak
terhadapnya!" Ayah terdiam. Kata ibu tirinya:
"Kau tidak perlu khawatir, pak tua itu hampir berusia 70 tahun.
Pada saat Thian-su berkelana di dunia persilatan, walaupun pak tua
itu masih hidup dia tidak akan berkelana lagi, tidak perlu khawatir
bila Thian-su bertemu dengannya."
Ibu tirinya sangat baik terhadapnya, Coh Thian-su semakin hari
semakin berkurang rasa permusuhan kepada ibu tirinya, tetapi dua
pertanyaan itu tetap tersimpan di dalam hatinya Pada saat dia
sudah semakin dewasa dia lebih-lebih tidak berani bertanya lagi
kepada ayahnya Tidak disangka, dia tidak bertemu dengan Kie Yan-gan malah
bertemu dengan cucunya "Kakekku tidak akan bicara seperti itu." Kata Kie Su-giok.
"Lalu bagaimana dia akan bicara?"
"Ayahmu selalu menganggap dia hebat, kakekku menganggap
bahwa ayahmu adalah teman baiknya."
"Apakah mereka begitu bersahabat?"
"Baru pertama kali berjumpa tapi sudah seperti teman lama."
"Apakah mereka sangat akrab?"
Tapi hatinya masih ragu, 'Bila benar seperti yang dia katakan,
mengapa ayah harus mengelak dia kenal dengan kakek Kie Su-giok"
Hingga takut bila aku bertemu dengan kakeknya bahkan tidak
mengijinkan aku mengakui sebagai anak ayah.'
Sepertinya Kie Su-giok tahu pikiran Coh Thian-su, kemudian dia
berkata: "Pepatah ini sangat cocok untuk kakek dan ayahmu, hanya
bertemu sebanyak 2, 3 kali tapi kakek sering berkata bahwa orang
yang terkenal di dunia persilatan bila mempunyai teman seperti
ayahmu sungguh membanggakan, kakek pun sering memuji bahwa
ilmu silat ayahmu bagus, orangnya baik, tapi sayang dia tidak
mempunyai anak sebaik ayahmu!"
Kie Su-giok tertawa dan berkata lagi:
"Anak kakek adalah ayahku, kau harus percaya aku tidak
membuat berita burung, merendahkan ayahku sendiri dan
mengangkat tinggi ayahmu."
Sebenarnya, dia tidak membuat berita burung, ini hanya
ungkapan pikirannya. Sebenarnya dia tidak tahu apakah kakeknya
pernah bertemu dengan ayah Coh Thian-su.
Pada waktu dia mendengar nama Coh Kim-sung pertama kali
adalah pada saat berumur 7 tahun.
Hari Ceng-beng bagi keluarganya tidak mempunyai arti khusus.
Kampung halamannya sangat jauh, makam nenek moyangnya
semua berada di sana. Di sini tidak ada yang bisa
disembahyangkan. Walaupun tidak sembahyang tapi hari itu tidak seperti hari-hari
biasanya. Pada hari Ceng-beng, wajah kakeknya selalu gelap dan selalu
diam, kadang-kadang dalam sehari tidak mengatakan sepatah kata
pun Ceng-beng tahun itu kakeknya pun seperti tahun-tahun biasanya,
minum arak sendirian. Yang tidak sama pada tahun itu adalah kakeknya mengatakan
beberapa kalimat. Paman Ting berbincang-bincang dengan
kakeknya, pada saat berkata 'tuan muda', kakek sudah berteriak,
"Apakah kau sudah lupa dengan pesanku" Tidak boleh bicara
tentang ayah Su-giok di depanku!"
Paman Ting menundukkan kepalanya dan berkata:
"Aku bukan berkata 'Siauya', yang aku katakan tadi adalah orang
yang ada hubungannya dengan Siauya..."
Kakek terdiam, tiba-tiba dia mengerti maksud Paman Ting. Kakek
berkata: "Yang kau katakan adalah..., baiklah, aku juga ingin tahu di
mana dia berada sekarang, apakah kau tahu kabarnya?"
"Ada yang mengatakan dia berada di Yang-ciu di keluarga Coh."
"Apakah keluarga Coh di Yang-ciu yang terkenal dengan ilmu
totok nadinya?" "Katanya mereka dalam 3 generasi hanya mempunyai anak
tunggak 4 pena totok dan titik, sepertinya hanya nama saja "
"Bila ada satu orang yang bisa menggunakan dengan dua pena
menotok 4 nadi pasti dia adalah jago silat penotok nadi nomor satu,
sepertinya Coh saja yang bisa ilmu totok ini, tapi aku tidak pernah
melihatnya." Kata Paman Ting: "Kehebatan pena Coh Kim-sung, aku pernah melihat beberapa
jurus bila ada waktu aku akan memperlihatkannya kepada tuan."
Sepertinya Paman Ting ingin bercerita tentang ilmu silat tapi
kakek tampaknya tidak tertarik, kakek mengerutkan dahi dan
berpikir lama lalu bertanya,
"Dia itu siapanya keluarga Coh?"
Pertanyaan ini sangat tiba-tiba, tidak ada hubungannya dengan
pembicaraan sebelumnya. Tapi Paman Ting sepertinya mengerti
karena dia segera menjawab,
"Dia adalah Coh Kim-sung."
Kie Su-giok menjadi aneh dalam hatinya dia berpikir, Kakek
sudah pikun, tadi baru bercerita tentang Coh Kim-sung bahwa dia
adalah satu-satunya keluarga Coh yang bisa menggunakan pena
sakti, mengapa bertanya lagi dia adalah siapanya keluarga Coh.'
Waktu itu dia baru berumur 7 tahun dan Wie Thian-hoan belum
datang ke rumahnya, dia baru senang dengan ilmu silat setelah
Thian-hoan datang. Pada waktu dia ingin bermain di tempat lain, tiba-tiba dia
mendengar kata-kata kakeknya yang aneh:
"Baik, sangat baik, dia benar-benar punya pandangan yang baik!"
"Apakah kita harus mencari Coh Kim-sung?"
Tiba-tiba kakek melotot, dia membanting gelas araknya dan
berkata, "Untuk apa mencari Coh Kim-sung" Dia unggul dalam ilmu silat,
dia orang baik, menurutku dia unggul dalam segala hal, aku tidak
mau mencari dia, kau juga tidak boleh mencarinya!"
Ini membuat Kie Su-giok bertambah aneh terhadap kakeknya,
"Coh Kim-sung adalah orang yang unggul dalam segala hal,
mengapa tidak boleh mencarinya?"
Kata-kata kakeknya bertambah
aneh, hanya mendengar kakeknya menarik nafas dan berkata:
"Sayang, aku tidak mempunyai putra seperti Coh Kim-sung,
jangan salahkan dia, jangan salahkan dia!"
Kakek menghela nafas panjang, dia menundukkan kepala dan
minum arak lagi. Su-giok pernah bertanya kepada kakeknya apa yang tidak
dimengerti olehnya tapi kakek tidak menjawabnya malah melarang
dia berbicara hal-hal yang menyangkut keluarga Coh.
Hingga tahun kemarin pada saat dia ingin keluar jalan-jalan,
kakek baru bercerita Tapi kakek tidak menghapus larangannya, malah mengingatkan
larangannya. "Apakah kau keluar untuk mencari Thian-hoan?" tanya kakek
sambil tertawa. Wajah Kie Su-giok memerah, dia tidak menjawab
hanya tertawa. "Aku tidak melarangmu mencari Thian-hoan tapi karena umurmu
masih kecil dan Thian-hoan pernah berkata, paling lambat tahun
depan dia akan pulang, bila dia tidak pulang baru kau boleh
mencarinya," kata kakek.
Dia setuju tapi dengan terpaksa, kakeknya tahu tentang itu,
kemudian kakek tertawa dan berkata,
"Kau jangan melarikan diri."
Segera Su-giok menjawab: "Belum tentu." "Aku tahu kau akan menjawab seperti itu, tapi kau sudah
mengatakannya dulu, itu lebih baik." Dengan manja dia berkata:
"Kakek, kau tahu aku akan melakukannya, lebih baik kakek
ljmkan aku pergi." Kakek sengaja memasang wajah seram dan berkata:
"Tidak boleh. Kau tidak boleh tawar menawar, tapi bila kau
melarikan diri, ada sebuah syarat yang harus kau tahu."
"Apa?" "Tidak boleh berteman dengan keluarga Coh di Yang-ciu."
Segera dia teringat kepada pembicaraan kakek waktu dia masih
kecil, dia berkata: "Kakek, kau berkata keluarga Coh di Yang-ciu adalah keluarga
pesilat, dan orang yang bernama Coh Kim-sung adalah orang yang
berkualitas baik, ilmu silatnya pun baik."
"Benar, walaupun keluarga Coh sangat baik tapi aku tidak ingin
kau berteman dengan mereka, bila aku sudah meninggal,
tanyakanlah kepada Paman Ting."
Dia setuju, tapi tetap merasa sangat eneh.
Sekarang dia sudah bertemu dengan salah satu keluarga Coh,
orang itu adalah Siauya keluarga Coh.
Walau ilmu silat kakeknya nomor satu tapi dia tidak mengerti
perasaan anak muda. Anak muda selalu melakukan hal yang dilarang oleh orang tua,
apalagi bila orang tua tidak bisa menjelaskan alasannya.
Walaupun Su-giok bukan anak-anak tapi rasa ingin tahunya
masih seperti pada saat dia masih kecil.
Pertama, dia ingin tahu antara dia dan keluarga Coh ada
hubungan apa. Kedua, dia ingin mencari Wie Toako dan orang yang berada di
hadapannya adalah Siauya keluarga Coh, dia bisa meminta
menolongnya. Kakek tidak mengijinkan' berteman dengan keluarga Coh, dia
malah sengaja berteman dengan Coh Thian-su.
Setelah Kie Su-giok menceritakan hubungan antara dua keluarga
mereka yang sudah ditambah bumbu-bumbu, dengan tertawa dia
berkata, "Kakekku belum pernah memuji orang lain kecuali ayahmu, aku
berkata bahwa kakek menganggap ayahmu adalah teman akrabnya,
aku ndak salah bukan?"
Kata Coh Thian-su: "Pahlawan dunia persilatan sangat bangga bila dipuji oleh
kakekmu, bila ayahku tahu dia dipuji oleh kakekmu, dia akan sangat
senang. Terimalah rasa hormatku!"
Orang tua kedua belah pihak sudah saling mengenal, Coh Thiansu harus menuruti aturan dunia persilatan.
Su-giok tertawa dan berkata:
"Mengapa tiba-tiba kau berkata seperti itu" Baiklah, kau mewakili ayahmu, mengaku dia berada di bawah kakek, artinya kita satu
derajat bukan?" Terpaksa Coh Thian-su menjawab:
"Benar!" Kata Coh Thian-su lagi, "Terima kasih Nona sudah menghargaiku, tapi..."
Su-giok tertawa dan berkata:
"Kau mulai lagi, apakah kau seperti ayahmu selalu bicara tidak
sama derajat sosialnya. Aku hanya ingin bertanya, apakah aku
pantas menjadi temanmu?"
Hati Coh Thian-su masih banyak pertanyaan, dia juga ingin tahu
kata-kata dari ibu tirinya bahwa kakek Su-giok menganggap dia
seperti anak perempuannya, tapi dia tidak mengatakan hubungan
antara ayah dan kakeknya, bila dia tidak kenal dengan Su-giok tak
pantas untuk bertanya kepada Su-giok.
Kemarahan Coh Thian-su sudah mulai berkurang, dia juga
merasa tidak boleh melampiaskan kekesalannya kepada Su-giok.
Segera dia tertawa dan berkata: "Baiklah, kita berteman."
"Kalau begitu kau harus memberitahu kabar mengenai Wie
Thian-hoan" Aku menanyakan ini karena aku sekarang adalah
temanmu." Coh Thian-su menatapnya dan berkata: "Lebih baik kau jangan
tahu." "Mengapa?" "Karena kau memang tidak perlu mencarinya lagi."
"Apa arti dari kata-katamu?"
"Apakah kau benar ingin tahu?"
"Aku ingin tahu, tapi kau harus menceritakannya dengan jelas.
Kau sudah menganggapku teman, kau tidak bisa mungkir lagi."
Coh Thian-su tertawa kecut dan berkata:
"Baiklah, aku akan jujur menceritakan semuanya, Wie Toako mu
sudah pergi dengan perempuan lain."
"Apakah dia Hiat-kun?"
Coh Thian-su mengangguk. "Kau tahu dari mana?"
"Kemarin malam aku melihat mereka pergi dari kediaman Hie."
"Kau ada perlu apa pergi ke rumah Hie?"
Coh Thian-su tidak suka Su-giok banyak tanya, tadinya dia ingin
berkata, 'Ini adalah masalahku, kau tidak perlu tahu!'
Tapi Coh Thian-su tahu Kie Su-giok mempunyai sifat seperti itu,
bila dijawab, masalah akan ditanyakan terus, karena itu Coh Thiansu hanya diam. Coh Thian-su hanya diam, tapi Kie Su-giok tetap memaksa
bertanya. Tiba-tiba Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Kau tidak mau bicara, tapi aku sudah tahu lebih baik kau
katakan saja, bila aku yang menceritakannya, kau akan malu."
"Kau tahu apa?"
"Kau ke sana untuk mencari Hiat-kun, apakah benar" Aku sudah
tahu di aula tadi kau begitu perhatian kepada pengantin orang lain."
"Jangan bicara sembarangan!" Kata Coh Thian-su. Kie Su-giok
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertawa dan berkata: "Pengantin perempuan
sangat cantik, aku saja senang melihatnya, apa lagi kau!"
Coh Thian-su menarik nafas dan berkata:
"Baiklah, aku akan memberitahumu, supaya kau tidak salah
sangka, Hiat-kun adalah Sumoiku, aku juga baru tahu setelah tiba di
Lok-yang." "Kalau begitu kau ke sana untuk bertemu dengan Sumoimu,
waktu ada di kamar pengantin, apakah di sana ada Wie Toako?"
"Tidak, aku bertemu dengan Sumoi dulu."
"Aku sudah tahu, karena Wie Thian-hoan melihatmu dengan
Hiat-kun, dia tidak suka, kemudian dia mengusirmu dan dia yang
membawa Hiat-kun pergi, apakah begitu?"
Dengan marah Coh Thian-su berkata:
"Tidak benar, hanya tertebak sebagian, aku dan Hiat-kun
dihalangi oleh teman-teman Hie Tiong-gwee dan Wie Thian-hoan
membantu Hiat-kun lari dari keluarga Hie"
"Apakah Wie Toako bisa mengalahkan mereka?"
"Ya!" "Apakah kau bersama-sama dengan mereka melarikan diri?"
"Hiat-kun sudah ditolong oleh orang terkenal yaitu Hui-thian-sinliong, dia sudah tidak memerlukan aku lagi."
Sengaja Kie Su-giok bertanya: "Lalu bagaimana?"
"Maksudmu?" "Apakah mereka berhasil lari dari keluarga Hie" Bila mereka
berhasil keluar dari sana, tentu ada sarnbungan ceritanya."
Coh Thian-su mengerutkan dahi dan berkata: "Akhirnya terjadi
apa, aku tidak tahu"
"Kau tidak tahu, tapi aku tahu"
"Kau tahu apa?"
"Kau pingsan karena ditotok oleh Wie Toako, bila tidak kau sudah
ditangkap oleh teman-teman Hie Tiong-gwee dan kau meminta
kepada Hie Tiong-gwee agar dia melepaskanmu, kalau tidak..."
Coh Thian-su jadi ingin tertawa, agar tidak keliru Coh Thian-su
menjelaskan: "Kau jangan membuat-buat cerita aku tidak tahu akhirnya terjadi
apa, karena ketika aku tidak siaga, Wie Thian-hoan menotokku." Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Keluarga Coh dari Yang-ciu terkenal dengan pena sakti penotok
nadi, malah kau yang ditotok, pantas kau begitu marah."
Dua kata ini tepat mengenai perasaan Coh Thian-su, membuat
Coh Thian-su bertambah marah.
Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Kau jangan marah, tadi aku sudah sembunyi-sembunyi
memperhatikan caramu menotok orang. Nanti bila bertemu dengan
Wie Thian-hoan, aku akan balas menotoknya, membalaskan
dendammu!" "Apa hubungannya denganku?"
"Kita sekarang adalah teman baik, aku menotok dia sama juga
dengan bila kau yang menotoknya, kemudian aku akan
memarahinya kan ini cara balas dendam kepadanya."
"Kau jangan bercanda!"
"Aku tidak bercanda, aku akan balas dendam untukmu. Jadi kau
harus membantuku mencari mereka!"
"Aku sudah memberitahumu bahwa mereka sudah melarikan diri,
aku benar-benar kagum kepadamu, masih bisa tertawa."
"Apakah aku harus menangis?"
"Kakakmu pergi dengan perempuan lain, kau tidak sedih?"
"Aku tahu mereka tidak kawin lari, walaupun dia mencintai
adikmu, aku pun harus memberi selamat kepada mereka, mengapa
aku harus sedih?" Dia tidak berpura-pura demi Wie Thian-hoan, dia rela berkorban.
Bila dibilang tidak sedih, itu bohong, dia hanya tidak mau diketahui
oleh orang yang baru dia kenal.
"Apakah mereka kawin lari" Aku tidak tahu, mereka hanya pergi
bersama, aku ingin membantumu tapi harus mencari mereka ke
mana?" "Aku percaya dan yakin bahwa mereka masih di kota Lok-yang."
"Karena apa?" "Karena Wie Toako masih ingin membalas dendam ayahnya."
Coh Thian-su baru mengerti dan berkata:
"Pantas! Hui-thian-sin-liong tahu bahwa Hie Tiong-gwee adalah
musuhnya. Pantas dia membuat aula bercipratan darah tapi
mengapa dia tidak langsung membunuhnya?"
"Sudah lama Wie Toako curiga kepada Hie Tiong-gwee, tapi
belum mendapat bukti yang kuat, dia ingin Hiat-kun membantunya
mencari bukti yang kuat."
"Kukira Hiat-kun adalah kekasih lamanya."
Tiba-tiba dia teringat pada saat mereka bertemu, sikap Wie
Thian-hoan penuh dengan rasa cemburu, dia pikir lagi,
"Membalaskan dendam ayahnya dan bertemu kekasih lama
memang tidak sama, tapi tentu saja bisa bersama-sama
menjalankannya." Dia merasa aneh kepada dirinya sendiri, mengapa dia berharap
Sumoinya bukan kekasih lama Hui-thian-sin-liong"
Kie Su-giok tertawa kecut dan berkata:
"Aku tidak tahu, apakah Hiat-kun adalah kekasih lamanya, aku
hanya tahu bahwa Wie Toako sekarang bisa memastikan bahwa Hie
Tiong-gwee adalah musuhnya."
"Mengapa kau bisa mempunyai pikiran seperti itu?",
"Bila tidak, dia tidak akan membawa Hiat-kun lari, Hiat-kun pun
tidak akan mau mengikutinya untuk keluar dari kediaman Hie Tionggwee." Sebenarnya dia hanya menghibur dirinya sendiri, dia percaya
bahwa Wie Toako ingin membalas dendam untuk ayahnya dulu,
baru lari dengan Hiat-kun.
Kata Kie Su-giok lagi: "Karena mereka sudah keluar dari rumah Hie Tiong-gwee tapi
dendam belum dibalas Wie Toako tidak akan lepas tangan."
"Karena itu kau memperkirakan mereka belum meninggalkan
Lok-yang?" "Hie Tiong-gwee adalah orang terkenal di Lok-yang bila dia
dibunuh oleh Wie Toako, Lok-yang akan gempar, keluarga Hie pun
harus menjaga rahasia ini dan paling hanya bisa bertahan selama
dua hingga tiga hari."
"Apakah kau ingin aku menemanimu kembali ke Lok-yang?"
"Keluarga Hie terkenal dan mempunyai kekuasaan, setelah terjadi
peristiwa kemarin, pasti penjagaan akan lebih kuat. Ilmu silat Wie
Toako walaupun sangat tinggi belum tentu dengan mudah dapat
membalas dendam. Aku tahu kau tidak menyukainya, tapi aku dan
dia tumbuh bersama, aku khawatir bila dia hanya seorang diri di
Lok-yang, itu sangat berbahaya."
Coh Thian-su ingin berkata:
"Mereka berdua sekarang!"
Tapi dia tidak tega melukai hati Kie Su-giok, dia berkata: "Apakah kau ingin demi dirimu aku membantu Wie Thian-hoan?"
"Aku tidak mau memaksamu untuk melakukannya."
Dengan ringan Coh Thian-su berkata:
"Orang terkenal seperti Hui-thian-sin-liong, tidak mungkin dia
dibantu oleh orang lain, apalagi aku adalah orang kecil."
"Sebenarnya aku juga tidak mau kau membantu Wie Toako
membalaskan dendam, ini adalah masalahnya, aku dan Wie Toako
adalah adik kakak, juga aku hanya bisa membantu dia dari sisinya.
Aku tidak tahu jalan aku hanya berharap kau bisa membantuku
mencari tahu keberadaan Wie Toako, bila kau masih tidak enak hati,
tidak apa-apa." Coh Thian-su sengaja berkata:
"Bukan aku tidak enak hati, tapi Hui-thian-sin-liong
menganggapku orang kecil, aku tidak suka menjilat, memang benar
di kota Lok-yang aku mempunyai teman, jika ingin tahu keberadaan
Hui-thian-sin-liong tidak sulit tapi bila aku mencarinya, dia mengira
aku sedang menjilatnya."
Kie Su-giok marah dan berkata,
"Aku sudah beritahu kepadamu, aku tidak butuh bantuanmu,
mengapa masih cerewet seperti itu?"
Coh Thian-su tertawa dan berkata,
"Aku hanya bilang tidak ingin menjilat Hui-thian-sin-hong tapi
bukan tidak mau membantumu, aku akan membantumu mencari
tahu, bila kau membutuhkan bantuan, aku akan membantumu."
Dengan dingin Kie Su-giok berkata:
"Kau tidak takut orang lain akan bilang bahwa kau sedang
menjilatku?" "Apakah kau lupa dengan kata-katamu tadi?"
"Apa yang sudah kukatakan?"
"Kau bilang kita adalah teman, di dunia persilatan ini ada pepatah yang mengatakan: Demi teman tulang rusuk di tikam pun tidak
masalah. Apalagi itu hanya kata-kata orang, memang benar nama
kakekmu lebih terkenal dari Hui-thian-sin-liong. Kakekmu bisa
menganggap teman kepada ayahku, berarti aku juga tidak lebih
rendah darimu, berarti tidak perlu mengejek bukan?"
Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Benar, kalau kau masih berpikiran kerdil, gadis yang menikah
denganmu pasti sial."
"Pertama, aku tidak kerdil. Kedua, aku bukan orang yang sangat
jelek." "Kau sangat banyak aturan, dan kau pun sangat kerdil. Tapi
memang benar kau tidak jelek, malah sangat tampan, tapi bila
pikiranmu kerdil, istrimu tidak akan bisa menerima, benar tidak?"
Mereka sekarang saling mengejek, mereka merasa dekat seperti
sudah kenal lama. Tapi candaan Kie Su-giok membuat Coh Thian-su menjadi banyak
pikiran, keluarganya adalah keluarga pesilat, walaupun tidak sekaya
Hie Tiong-gwee tapi mereka adalah keluarga menengah ke atas.
Nama ayahnya yang terkenal di dunia persilatan, bisa dikatakan
keluarganya terkenal di mana-mana.
Keluarga seperti dia dan orang seperti Coh Thian-su, pasti
banyak ingin menikahkan putrinya dengannya dan orang yang
datang untuk melamarnya juga sangat banyak.
Coh Thian-su sudah berusia 28 tahun, tapi sampai sekarang
belum mempunyai tunangan, mungkin persyaratan yang dia ajukan
terlalu tinggi. Orang biasa-biasa saja akan dipandang sebelah mata
olehnya Ayahnya membebaskan dia untuk memilih calon istri, hanya
kadang-kadang menyuruh dia agar cepat-cepat berkeluarga. Dia
sudah menolak banyak orang yang ingin berbesan dengan ayahnya.
Setelah 2 tahun ini yang melamarnya semakin berkurang.
Tidak disangka, begitu tiba di Lok-yang dia bertemu dengan 2
perempuan yang begitu menarik dan cantik.
Kang Hiat-kun dan Kie Su-giok adalah 2 tipe perempuan yang
berbeda, tapi mereka tetap sangat cantik.
Umur mereka sebaya, berwajah cantik, ilmu silatnya pun sangat
tinggi, tapi kehidupan mereka tidak sama.
Hiat-kun lebih banyak mengalami gelombang kehidupan, dia
lebih dewasa dan itu membuatnya terlihat dingin seperti es. Tapi dia
sangat cantik. Di dalam es yang paling dalam tersembunyi sebuah
bola api. Kie Su-giok adalah gadis yang jarang bergaul dengan
masyarakat. Dia nakal dan masih polos, sifatnya jujur, tapi senang
mempermainkan orang. Dia seperti bunga, walaupun sedang marah,
tapi membuat orang di depannya seperti dihembus oleh angin
musim semi. Coh Thian-su baru berkenalan dengan mereka, masih jauh untuk
mengatakan 'cinta'. Masih banyak hal yang dia pikirkan, dia sudah bertahun-tahun
mencari untuk mendapatkan seorang perempuan yang cocok
dengannya. Sekarang dia sudah menemukan dua orang gadis yang
begitu cantik dan baik. Tapi kedua gadis ini sama-sama mencintai
Hui-thian-sin-liong. Dia tertawa kecut dan dalam hati berkata, 'Pantas saja aku
dikatakan kerdil oleh Kie Su-giok, sebenarnya dalam hati aku iri
kepada Hui-thian-sin-liong.'
Tiba-tiba Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Mengapa kau jadi diam" Kau sedang memikirkan apa?"
"Aku sedang berpikir, kadang-kadang perubahan di dunia ini
sungguh tidak terduga."
"Yang mana?" "Banyak hal, contoh seperti sekarang. Pada saat itu aku ingin
segera keluar dari Lok-yang dan sekarang ternyata harus kembali
lagi ke sana." Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Kau tidak menjawab dengan jujur, tapi walaupun kau tidak
mengatakannya aku tahu kau sedang memikirkan apa?"
"Kau tahu aku sedang memikirkan apa?"
"Kau sedang memikirkan Hiat-kun, Sumoimu."
"Jangan bercanda, bila tidak ada orang lain tidak masalah, tapi
kalau terdengar oleh orang lain, akan terjadi salah paham."
Sebenarnya Kie Su-giok tidak salah, dia memang sedang
memikirkan Hiat-kun, dia mau membantu Kie Su-giok, di satu sisi
memang jngin berteman dengannya untuk menjawab pertanyaanpertanyaan di hatinya tapi di sisi lain dia ingin tahu keadaan Hiatkun. Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Sepertinya kau sudah mengakuinya."
"Aku sudah mengakui apa?"
"Kau bukan takut orang lain salah paham padamu."
"Aku tidak berpikir seperti itu..."
Kie Su-giok tertawa lagi dan berkata:
"Aku tidak mengatakan bahwa kau mempunyai pikiran yang tidak
baik terhadapnya, aku hanya berkata bahwa kau merindukan dia.
Apakah kau kembali ke Lok-yang tidak takut diketahui oleh keluarga
Hie Tiong-gwee?" "Benar ini adalah hal yang harus dibereskan, bila aku sudah
berjanji akan membantumu, hal lain aku tidak akan peduli. Tapi kau
pernah membuat keributan di kediaman Hie, kau juga harus berhatihati," kata Coh Thian-su.
"Tidak perlu diberilahu pun aku sudah siap-siap." Kemudian dia mengeluarkan sebuah topeng, dengan tertawa Kie Su-giok berkata,
"Bila kau sudah memakai topeng ini, aku akan mengubah
wajahmu, pasti tidak akan ada yang mengenalimu aku masih
memiliki sebuah topeng kulit yang hampir sama, aku akan
menyamar menjadi aclikmu"
"Topeng ini buatannya sangat halus dan bagus, apakah kau
selalu membawa topeng-topeng ini" Tanganmu sungguh terampil."
"Orang yang bertangan terampil bukan aku tapi pelayanku yang
bernama Paman Ting. Topeng kulit ini dia yang buat, ketrampilan
mengubah wajah orang, dia yang ajarkan."
Coh Thian-su merasa terkejut dan bertanya:
"Apakah Paman Ting adalah pelayan keluargamu?"
"Benar, sebelum aku lahir, dia sudah mengikuti kakek, mengapa
kau merasa aneh?"
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memang aku merasa aneh, dia bertangan terampil dan
berbakat, mengapa dia hanya menjadi pelayan?"
"Katanya dia berhutang budi kepada kakek. Kakek juga tidak
menganggapnya pelayan."
"Siapa namanya?"
"Aku tidak tahu, dari kecil aku sudah memanggilnya dengan
sebutan Paman Ting."
"Apakah ilmu silat Paman Ting didapat dari kakekmu?"
"Tidak, ilmu silatnya bervariasi, walaupun tidak setinggi kakek
tapi ilmu silatnya bisa menandingi kakek, mengapa kau begitu
tertarik dengan pelayanku?"
Tiba-tiba dia teringat sesuatu, dia bertanya dan dia pula yang
menjawab: "Sepertinya ayahmu pernah mengatakan tentang Paman Ting?"
"Mengapa kau bisa menebak seperti itu?"
"Mungkin Paman Ting adalah teman ayahmu, sebab aku pernah
mendengar Paman Ting mengatakan bahwa dia pernah melihat
pena sakti milik ayahmu."
"Dia masih mengatakan apa lagi?"
"Tidak ada, kau jangan bertanya terus, kau belum menjawab
pertanyaanku, kau bertanya begitu mendetil, apakah kau sudah
tahu identitas Paman Ting melalui ayahmu?"
Sebenarnya masih ada yang belum dikatakan oleh Kie Su-giok,
waktu itu pada saat Paman Ting mengatakan tentang pena sakti,
pernah mengatakan juga tentang seseorang, dia ada di keluarga
Coh di Yang-ciu, masih bertanya apakah perlu mencarinya ke sana"
Kemudian kakek menjawab dengan aneh. Yang membuatnya ingat
terus adalah kakek melarang Paman Ting ke sana mencari ribut
dengan orang itu. Kie Su-giok berpikir orang ini pasti ada hubungan
erat dengan keluarga Coh, karena itu dia belum memberitahu
kepada Coh Thian-su semua yang dia tahu.
"Ilmu silat yang paling dikuasainya apakah Telapak tangan
penghancur batu?" "Benar, dia pernah menaruh sebuah tahu di atas batu, batu itu
hancur, tetapi tahunya tidak hancur."
"Tidak salah lagi, dia adalah Ting Po."
"Ting Po itu siapa?"
"Dia adalah penjahat kelas kakap sekitar 20-30 tahun yang lalu,
dia pernah membuat geger dunia persilatan."
"Pantas saja dia hafal semua jurus silat dan benar-benar
menguasainya. Walaupun dia adalah penjahat kelas kakap tapi dia
tidak banyak bicara, sikapnya pun tidak sombong dan sangat
penurut. Hanya pada waktu minum arak dia akan lebih banyak
bercerita bila yang tidak tahu identitas aslinya, pasti akan disangka
pak tua biasa dari sebuah desa. Dia sangat menghormati kakek."
Setelah Kie Su-giok tahu identitas Paman Ting sepertinya dia
tidak begitu terkejut. "Orang seperti Ting Po menjadi seorang pelayan. Bila kabar ini
menyebar, akan jadi berita yang paling menghebohkan dunia
persilatan tapi bila dia menjadi pelayan kakekmu itu tidak aneh,
karena kakekmu adalah orang nomor satu di dunia persilatan.
Walaupun nama Ting Po cukup terkenal tapi bila dibanding
kakekmu, dia hanya seperti terang kecil dibanding dengan terang
matahari dan bulan."
"Aku mewakili kakek berterima kasih kepadamu atas pujianoiijian ini, tapi kau belum menjawab pertanyaanku."
"Tebakanmu benar, Ting Po dan ayahku adalah teman, tapi
mereka tidak begitu akrab, seingatku sewaktu dia datang ke
rumahku, itu pun hanya setengah jam, kemudian dia pergi lagi."
"Kapan kejadiannya?"
"Mungkin sudah ada 13 tahun lalu."
"Apakah dia mengatakan tentang kakek?"
"Sepertinya tidak, sekarang aku baru tahu hubungannya dengan
keluargamu." Kie Su-giok terdiam, tapi dalam hati dia sedang menghitung
waktu saat Paman Ting bicara dengan kakek tentang keluarga Coh
di Yang-ciu, kira-kira itu adalah 12 tahun yang lalu.
Coh Thian-su pun ingat sewaktu Ting Po datang ke rumahnya,
waktu itu dia sudah berumur 16 tahun, ibu tirinya melahirkan adik
perempuan, dan adiknya sudah berumur 5 tahun waktu itu.
Hari itu dia sedang bermain bersama adiknya, ibu tirinya pun ada
di samping mereka. Ting Po datang berkunjung ke rumah, bertemu
dengan ayahnya. Ayah menemaninya kemudian ayah masuk,
menyuruh dia dan ibu tirinya bertemu dengan tamu itu. Ayah
memberitahu kepada ibu bahwa Ting Po adalah teman lama yang
sudah lama tidak bertemu. Mendengar dia sudah menikah lagi dia
datang berkunjung. Ayah tertawa dan berkata:
"Walaupun sudah lama tidak bertemu dengannya, tapi
pembicaraan kami masih pas dan dia bilang ingin bertemu dengan
Enso. Kau temuilah dia."
Begitu ibu tirinya mendengar nama Ting Po, wajahnya langsung
berubah. "Apakah kau menyebut namaku?" Kata Ibu
"Belum, mengapa kau menanyakan ini..."
Ibu menarik nafas dan berkata:
"Kalau begitu, jangan beritahu dia. Katakan saja aku sedang
tidak enak badan. Aku tidak ingin bertemu dengannya."
Waktu itu dia sudah berumur 16 tahun, dia pasti tahu pasti ada
alasan lain, tapi tidak tidak bertanya. Walaupun adiknya baru
berumur 5 tahun, tapi dia juga ingin tahu dan dia bertanya kepada
ibu, "Ibu, tadi ibu baru menangkap kupu-kupu, mengapa sekarang
sakit?" "Ibu bukan sakit, hanya tidak enak badan."
Jawab ibu. "Tidak enak badan sama dengan sakit, biasanya
orang dewasa selalu berkata seperti itu."
Kata adik lagi. "Tidak enak badan itu sakit ringan."
Adik mengira ibu membohonginya, sakit besar menjadi sakit
kecil. Tapi Coh Thian-su mengerti.
Terlihat wajah ibu pucat seperti benar-benar sakit dan adiknya
memapah ibu masuk ke kamar.
Coh Thian-su tahu ibunya tidak sakit, hanya mendengar nama
Ting Po saja sudah membuat dia tidak enak tubuh.
Mengapa ibu tidak mau bertemu dengan Ting Po" Pertanyaan ini
sudah lama tersimpan di hatinya, sekarang pun hanya tahu sedikit.
Dia teringat kepada pesan ayahnya, 'Tidak boleh berteman
dengan keluarga Kie.' Dalam hati dia berpikir, "Ibu sudah tahu bahwa Ting Po adalah pelayan Kie Yan-gan,
kalau begitu ibu pasti bermusuhan dengan keluarga Kie."
Waktu kecil dia iri kepada ibu tirinya sekarang sudah tidak lagi.
Karena ibu tirinya sangat baik kepadanya. Dari kecil dia sudah
kehilangan ibu kandungnya dia sudah bisa menganggap ibu tirinya
seperti ibu kandungnya sendiri.
Di satu sisi dia merasa aneh, di sisi lain dia juga berharap ada
kesempatan untuk membalas kebaikan ibu tirinya.
"Aku berteman dengan Kie Su-giok, mungkin bisa membuka
teka-teki ibu tiri, bila dia memang mempunyai urusan dengan
keluarga Qi " Sekarang Coh Thian-su rela menemani Kie Su-giok kembali ke
Lok-yang. ---ooo0dw0ooo--- B. Kembali Kerumah Hie Ketika Po Tiong-ie melihat Coh Thian-su datang dengan seorang
gadis, dia sangat gembira sekaligus terkejut.
"Hai, mengapa wajahmu tidak
sama" Aku hampir tidak mengenalimu. Dan siapa gadis ini?"
"Dia adalah cucu Kie Yan-gan. Paman Po, aku tahu kau berteman
dengan kakeknya, karena itu aku membawa dia mengujungimu,
harap kau jangan marah," kata Coh Thian-su.
"Adik, aku sangat berterima kasih kepadamu bisa membawanya
ke sini, mengapa harus marah?" Kata Po Tiong-ie
"Untuk apa kau berterima kasih?" Tanya Coh Thian-su.
"Seumur hidup aku sangat kagum kepada Pendekar Kie dan ini
adalah cucunya, tamu agung seperti ini tidak tiap hari bisa datang,
berharap dia datang pun sungguh sulit."
"Kakek, kau tidak perlu sungkan, aku bukan nona yang anggun,
aku adalah gadis pengelana di dunia persilatan." Kata Kie Su-giok.
"Sifatnu cocok dengan sifatku, mengapa kalian kembali ke Lokyang?" Sewaktu Kie Su-giok membantu Hui-thian-sin-liong membuat
keributan di kediaman Hie, Po Tiong-ie sudah tahu, yang
membuatnya aneh adalah mengapa mereka bisa datang bersamasama" Kata Coh Thian-su: "Apakah Po Leng-hoi belum memberitahumu?"
Po Tiong-ie terkejut dan bertanya: "Mengenai apa?"
Kebetulan saat itu Po Leng-hoi baru keluar. Po Tiong-ie baru
mengerti dan berkata: "Aku tahu Po Leng-hoi menyembunyikan kejadian malam itu."
Malam itu karena takut ayahnya khawatir, Po Leng-hoi hanya
mengatakan bahwa dia mengantar Coh Thian-su keluar dari Lokyang. "Ayah, jangan marah! Karena aku sudah berjanji kepada Coh
Toako untuk menjaga rahasia ini."
Coh Thian-su tertawa dan berkata:
"Aku menyuruhmu menjaga rahasia kepada orang lain bukan
kepada ayahmu." Po Tiong-ie tidak marah, dengan serius dia berkata:
"Kalau kita sudah berjanji kepada teman, tidak ada kecuali juga
kepadaku, aku tidak menyalahkannya. Adik Coh, bila ini adalah
rahasianya, tidak perlu kau beritahu kepadaku."
Kata Coh Thian-su dengan tertawa:
"Toako, kau tidak menyalahkan ku, aku tetap harus minta maaf.
Saat itu aku tidak memberitahumu karena khawatir kau tidak setuju
karena mengajak putramu melakukan hal yang tidak pantas,
sekarang kejadian itu sudah lewat, aku harus memberitahumu."
Dia menjelaskan apa yang terjadi pada malam itu, dan dengan
singkat bercerita bagaimana dia dan Kie Su-giok bisa bertemu.
Po Tiong-ie tertawa dan berkata,
"Kalian ingin kembali lagi ke kediaman Hie dan pengantin
perempuan adalah Sumoimu yang belum pernah bertemu. Hie
Tiong-gwee adalah orang yang munafik, aku sudah menduga
sebelumnya. Adik, kau tidak melakukan hal yang tidak pantas."
Po Tiong-ie tertawa lagi dan berkata:
"Adik, kau takut aku menjadi terkejut jadi kau tidak
memberitahuku, artinya kau belum mengenal sifatku. Memang
benar, keluarga Hie kaya dan berkuasa, orang she Po tidak berani
mencari gara-gara dengannya, walaupun aku miskin dan sudah tua
tapi masih memiliki tulang yang keras. Orang seperti dia tidak akan
berani mencari gara-gara denganku tapi sedikit banyak aku bisa
menyentil dia. Bila tahu dari dulu, aku akan membantu kalian
membuka kedok Hie Tiong-gwee."
Kata Kie Su-giok: "Terima kasih, Po Cianpwee. Tapi Hie Tiong-gwee adalah musuh
Wie Toako, aku yang menjadi Sumoi yang akan membantunya,
tidak berani merepotkan Cianpwee."
"Aku tahu kalian tidak membutuhkan ban tuanku, lapi bila perlu
pertolonganku, kalian jangan sungkan."
"Aku hanya ingin tahu di mana Wie Toako sekarang" Apakah dia
masih ada di Lok-yang?"
Jawab Po Tiong-ie, "Menurut perkiraanku, Wie Thian-hoan dan I hal kun masih ada
di Lok-yang, tapi kakakmu dijuluki Hui-thian-sin-liong benar-benar
seperti naga sakti yang terlihat kepala tapi tidak terlihat ekor.
Teman-teman dunia persilatan tidak kenal dengannya, karena itu
sulit mencari keberadaannya, tapi aku akan bantu sebisa mungkin."
Tanya Coh Thian-su: "Dalam waktu 2 hari ini, apakah ada berita dari keluarga Hie?"
Jawab Po Tiong-ie: "Aku tidak mendengar berita apa pun, bila ada tentunya akan
menggegerkan dunia persilatan, apalagi pengantin perempuan
adalah si Cantik dari Lok-yang."
Kata Coh Thian-su, "Mungkin keluarga Hie ingin menutupi keborokan ini, tapi bila Hie Tiong-gwee mati, tidak akan bisa ditutup-tutupi lagi."
"Aku dengar, lukanya semakin sembuh." Kata Po Leng-hoi. Kata Kie Su-giok:
"Lukanya memang tidak begitu berat, Wie Toako berkata pada
saat dia bertarung dengannya, dia belum yakin bahwa Hie Tionggwee adalah pembunuh ayahnya. Karena itu dia tidak mau
membunuh Hie Tiong-gwee dulu, hanya membuatnya terluka saja.
Dia pingsan saat itu. Itu pun hanya pura-pura seban dia merasa
malu dan dia tidak ingin membuka mulut"
"Kalau begitu dapat dipastikan dendam Hui-thian-sin-liong belum
tercapai." Kata Coh Thian-su.
Ini adalah perkiraan mereka, tapi semenjak tadi jawaban yang
mereka inginkan belum terjawab.
Kata Po Tiong-ie: "Aku mendengar suatu berita yang aneh, memang tidak ada
hubungannya dengan Hie Tiong-gwee, tapi ini terjadi di rumahnya."
Tanya Coh Thian-su: "Sudah terjadi hal apa" Dan terjadi pada siapa?"
"Dia adalah Kiam-ta, Wie Thian-hoan sudah bertarung 2 kali dan
dia adalah jurinya. Di dunia persilatan dia sangat dijunjung tinggi,
walaupun kepandaiannya bukan yang tertinggi tapi sudah setara
dengan Ketua Siauw-lim, Bu-tong Go-bi dan Kong-tong, perguruan
yang terkenal." Coh Thian-su terkejut dan bertanya:
"Apa yang telah terjadi pada Tuan Kiam-ta?"
"Sepertinya kau sangat perhatian kepadanya." Kata Kie Su-giok.
"Kemarin aku terpaksa bertarung dengannya, memang benar d?
sekuat tenaga membantu Hie Tiong-gwee, sebab dia belum tahu
siapa sebenarnya Hie Tiong-gwee itu. Tapi dia dan Hie tidak
sepaham, walaupun jja dibohongi oleh Hie dan pernah bertarung
denganku, aku tetap menghormatinya."
Kie Su-giok tertawa dan berkata,
"Aku tahu kau bukan orang yang mengingat terus kesalahan
orang lain. Tapi tidak perlu memuji Tuan Kiam-ta di depanku. Mari
kita dengar cerita Po Cianpwee."
Kata Po Tiong-ie: "Bukan Tuan Kiam-ta yang
mengalami sesuatu tapi dia melakukan sesuatu yang aneh."
"Apa yang dia melakukan?" Tanya Kie Su-giok.
"Sejak Toakomu membuat keributan di kediaman Hie, karena
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tamu-tamu takut kepada Toakomu, mereka semua meninggalkan
rumah Hie, tapi teman-teman baik Hie seperti Tuan Kiam-ta, Bwee
Ceng-hong, Hun Sim-boh dan Yap Jin-tong masih tinggal di sana."
Kata Coh Thian-su, "Itu aku sudah tahu, mereka menghalangi Hiat-kun keluar dari
kediaman Hie." Po Tiong-ie terus berkata:
"Kemarin pagi Tuan Kiam-ta pamit pulang. Hun Sim-boh dan Yap
Jin-tong masih tinggal di sana. Kepergian tuan Kiam-ta membuat
keluarga Hie kecewa."
Kie Su-giok tertawa dan berkata:
"Ini tidak aneh karena dia kalah terus dari Wie Toako, dia malu
untuk terus tinggal di rumah Hie."
"Tidak, ada hal yang aneh di belakang cerita ini. Kemarin dia
pamit pulang, tapi malam-malam dia kembali lagi secara sembunyisembunyi." Tanya Kie Su-giok: "Apa yang dia sembunyikan" Paman Po, apakah paman bisa
menceritakannya lebih detil lagi?"
"Dia kembali setelah larut malam, pakaiannya pun seperti yang
dipakai pada saat keluar malam, melewati tembok dan masuk
masuk ke rumah Hie."
Kata Coh Thian-su: "Ini sangat aneh, dia kembali ke rumah Hie, mengapa harus
sembunyi-sembunyi" Apakah dia sudah curiga kepada Hie Tionggwee" Dan dia kembali lagi untuk mencari tahu?"
"Sebaliknya, dia kembali dengan sembunyi-sembunyi untuk
bertemu dengan Hie Tiong-gwee, dia tidak ingin diketahui oleh
orang lain." Tanya Kie Su-giok: "Paman, mengapa bisa tahu begitu detil?"
"Jangan terburu-buru, dengarkan ceritaku dulu, begitu Tuan
Kiam-ta masuk ke rumah Hie, hal itu diketahui oleh seseorang dan
orang itu adalah Bwee Ceng-hong yang sedang berjaga malam
dengan suka rela di rumah
Hie. Dia mengira matanya mulai rabun, dia langsung
mengejarnya dan sempat bertanya 'Kian...', baru keluar kata 'Kian'
dia segera ditotok oleh Tuan Kiam-ta"
Kata Kie Su-giok: "Ini sangat aneh, sebenarnya mereka boleh dibilang satu
komplotan." Coh Thian-su pun mengerutkan dahi, dia mulai curiga kemudian
berkata: "Ilmu silat Bwee Ceng-hong hanya sedikit di bawah Tuan Kiam-ta
mengapa dalam 1 jurus bisa ditotok oleh Tuan Kiam-ta?"
Kata Po Tiong-ie: "Dia tidak berhadapan muka dengan Tuan Kiam-ta jaraknya
dengan Tuan Kiam-ta ada kira-kira 15 meter, tapi hanya menunjuk
ke arah Bwee Ceng-hong, tahu-tahu jalan darahnya sudah dapat
ditotok" Coh Thian-su merasa lebih aneh lagi dan berkata,
"Itulah ilmu menotok jalan darah dari jauh."
"Benar," kata Po Tiong-ie.
"Kau mencurigai apa?"
"Aku pernah bertarung dengan Tuan Kiam-ta, walaupun ilmunya
di atasku, tapi sepertinya belum mencapai tahap itu." Kata Po
Tiong-ie, "Mungkin dia tidak mau menggunakan jurus ini untuk bertarung
denganmu, orang yang memiliki ilmu tinggi biasanya tidak akan
memperlihatkan jurus yang mematikan. Kemarin malam karena dia
takut Bwee Ceng-hong menyebarkan berita ini, maka dalam 1 jurus
dia sudah membuat Bwee Ceng-hong kaku."
Penjelasan ini sepertinya masuk akal tapi Coh Thian-su tidak
mempercayainya, dia merasa curiga tapi dia tetap mendengar cerita
Po Tiong-ie. Kata Po Tiong-ie lagi: "Setelah lama Bwee Ceng-hong baru sadar, dia merasa ada di
sebuah ruang rahasia, pada saat membuka mata sudah melihat Hie
Tiong-gwee, dan dia hanya seorang diri."
Begitu Hie Tiong-gwee melihat Bwee Ceng-hong sudah sadar
langsung berkata: "Tidak usah memberitahuku apa yang sudah terjadi padamu, kau
tidak perlu tahu juga tidak perlu bertanya siapa orang itu, aku
hanya minta agar kau memandang wajahku, jangan tanya-tanya
dan jangan sebarkan berita ini keluar."
Po Tiong-ie tertawa dan berkata:
"Walaupun Hie Tiong-gwee berpesan seperti itu tapi Bwee Cenghong tetap memberitahuku."
Kie Su-giok seperti baru sadar dan berkata:
"Bwee Ceng-hong yang memberitahumu" Pantas paman bisa
cerita begitu detil, yang membuatku tidak mengerti mengapa Bwee
Ceng-liong begitu mempercayaimu?"
"AKo Tan dia sudah bersahabat selama 20 tahun lebih. Walaupun
jarang bertemu, tapi bila sudah bertemu malah bertengkar karena
sering berbeda pendapat. Tapi kami mengerti sifat-sifat masingmasing, dia selalu menganggapku orang yang lebih tua."
Seruling Gading 13 Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Panji Tengkorak Darah 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama