Ceritasilat Novel Online

Kedele Maut 15

Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 15


menang." "Tapi budak kan bisa membantumu, apa yang mesti kita takuti?"
seru siau wan dengan penuh emosi.
Beng Gi ciu segera tertawa getir :
"sekalipun kita berhasil mengungguli dirinya, belum tentu bisa
memaksanya untuk menyerahkan obat pemunah racun tersebut,
sekalipun dia menyerahkan obat penawar racun tersebut, belum
tentu obat itu dapat memunahkan racun yang bersarang ditubuh
Kho kongcu." "Kenapa?" Tanya siau wan sambil membelalakkan matanya lebarlebar.
"Kemungkinan besar obat yang diserahkan kepada kita benarbenar
dapat memunahkan racun yang bersarang ditubuh Kho
kongcu tapi bisa jadi obat tersebut merupakan racun keji jenis
lainnya, sehingga menyebabkan Kho kongcu mati tanpa disadari."
setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi :
"Kita berdua sama-sama tidak memahami sifat racun ataupun
obat, apakah kita mampu untuk mencegah terjadinya peristiwa
macam begitu?" sambil menggigit bibir siau wan segera berseru :
"Waaaahi kejadian semacam ini benar-benar amat
berabe,..aaai.." Mendadak Beng Gi ciu tertawa pedih, katanya lagi :
"Walaupun demikian keadaannya, tapi aku rasa diapun tak akan
berani bermain gila dengan ku, kecuali dia memang sudah bosan
hidup." "Mengapa nona mempunyai keyakinan begini?"
"Coba kau lihat apakah itu?" ucap Beng Gi ciu sambil menunding
kemuka dan tertawa. siau wan segera berpaling kearah mana yang ditunjuki tanpa
terasa serunya dengan tercengang :
"sejak kapan kau perlihatkan kesemuanya ini?"
"Tadi, sewaktu pembicaraan sedang berlangsung," sahut si nona
sambil tertawa. Ternyata diatas batu cadas itu telah muncul sebuah tusukan jari
tangan yang dalamnya mencapai satu inci lebih, bekasnya masih
baru, ini berarti baru saja dilakukan Beng Gi ciu.
"Nona, kapan kau lakukan serangan dengan jari tanganmu?"
kembali siau wan bertanya dengan keheranan.
"Tadi, sewaktu kita sedang berbincang-bincang."
"Tapi, apalah gunanya?" Tanya siau wan tak habis mengerti.
Beng Gi ciu segera tersenyum,
"Aku berharap agar dia tahu bahwa aku adalah keturunan dari
tiga dewa." Kemudian dengan pancaran sinar tajam dari balik
matanya, dia berkata lebih jauh :
"aku rasa belum ada seorang manusia pun dalam dunia persilatan
dewasa ini yang berani cari gara-gara dengan keturunan tiga dewa,
aku rasa dengan mengandalkan ilmu jari Tong kim ci tersebut,
mungkin kita bisa membuatnya keder dan berpikir berapa kali
sebelum berbuat." "Andaikata dia tak sampai keder dibuatnya."
"Kita masih mempunyai sebuah cara lagi, mari kita ikuti jejaknya"
kata Beng Gi ciu sambil menggigit bibir.
"Yaa benar," sorak siau wan gembira,
"barusan aku memang ingin mengajak nona untuk berbuat
demikian, asal kita mengikuti terus jejaknya, maka andai kata
sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kita masih mempunyai
kesempatan untuk memberikan pertolongan."
"Benar," Beng Gi ciu mengangguk,
"Mari kita segera berangkat" siau wan mengangguk berulang kali.
Maka bersama Beng Gi ciu mereka berkelebat kedepan
melakukan pengejaran terhadap Kakek berambut putih tadi dengan
kecepatan bagaikan sambaran petir.
-ooo00000ooo- Kho Beng sama sekali tidak mengerti dari mana datangnya racun
yang menyerang tubuhnya, sebab pikiran dan kesadarannya terasa
kosong, kalut hingga tak berkemampuan lagi untuk berpikir.
Namun ia mengerti kalau tubuhnya saat itu sedang dibopong oleh
si Kakek berambut putih tersebut, beberapa kali dia ingin membuka
mulut untuk bertanya, namun sungguh aneh sekali, tak sepatah
katapun yang sanggup siucapkan keluar dari mulutnya.
Ia Cuma merasakan punggungnya bagaikan mau patah, setiap
gerak langkah Kakek berambut putih itu segera mendatangkan
perasaan sakit yang membuat hampir saja ia jatuh pingsan.
setelah membuang waktu hampir satu jam lamanya, akhirnya
sampailah mereka dibukit Wan husan, namun pikiran dan kesadaran
Kho Beng semakin menghilang.
Bukit Wan hu san bukan termasuk bukit yang besar, namun
pepohonan yang tumbuh disitu amat rimbun, bukit dengan daratan
yang terjal terbentang dimana-mana.
sambil bersenandung lirih, Kakek berambut putih itu meneruskan
perjalanannya menaiki bukit.
Dipuncak bukit terdapat sebuah kuil yang besar, bangunan itu
sangat besar lagi megah. Kakek berambut putih itu tidak memasuki
kuil lewat pintu depan, tapi melompati dinding pekarangan dan
bagaikan sukma gentayangan lenyap dibalik bangunan berloteng.
Waktu itu fajar baru menyingsing, suasana gelap masih
mencekam seluruh bangunan kuil itu.
Didalam kuil tiada arca, tapi berjajar lima buah peti mati yang
kelihatannya masih baru. Dengan wajah gembira kakek itu membaringkan Kho Beng keatas
tanah, kemudian sambil menepuk jidatnya dia berseru :
"Hey anak muda, cepat bangun"
Kho Beng segera membuka matanya, namun sorot matanya
Nampak sayu dan kelihatan kosong.
Kakek itu segera membuka buli-bulinya, mengeluarkan sebuah
botol berisi bubuk obat, setelah dioleskan didepan lubang hidung
pemuda tadi, katanya lagi sambil tertawa :
"sekarang apakah kau sudah merasa agak baikan?"
Dengan sepenuh tenaga Kho Beng mengendus obat yang
diusapkan didepan lubang hidungnya itu kemudian sambil
mengawasi sekejap sekeliling tempat itu, ia menjawab :
"Dimana aku berada sekarang?"
"Tak usah buru-buru ingin tahu, sebentar kau toh akan
mengetahui dengan sendirinya," jawab si kakek sambil tertawa.
Kemudian setelah membangunkan pemuda tersebut, katanya lagi
: "Mari kita menuju kebawah sana"
sambil maju dua langkah kedepan, dia membuka penutup peti
mati dari salah satu peti mati yang berjajar disana.
Peti mati itu tidak mempunyai sesuatu keistimewaan, didalamnya
kosong melompong tiada suatu yang luar biasa.
Tapi Kho Beng segera membelalakkan matanya lebar-lebar,
dengan wajah bingung katanya
"Lotiang..apakah luka yang kuderita terlalu prah hingga hingga
kau . " Kakek berambut putih itu tertawa tergelak :
"Haah.haaahh.haahh bocah bodoh, kaujangan salah paham, aku
situa bukan bermaksud membaringkan badanmu kedalam liang
kubur, umurmu masih amat panjang"
"Lantas peti mati ini?" Kho Beng berbisik dengan kening berkerut.
Kembali Kakek berambut putih tersenyum :
"Coba lihatlah "
Ketika ia menekan sebuah tombol yang berada dalam peti mati
itu, terdengarlah suara gemerincing nyaring bergema memecahkan
keheningan, papan yang berada pada dasar peti mati itu segera
bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong rahasia
dibawahnya. sambil tertawa kakek itu berkata kemudian :
"Kau sudah terkena racun yang amat keji bagaimanapun juga
luka tersebut harus disembuhkan ditempat ini, nah mari kita turun
kebawah." Dengan langkah cepat dia berjalan masuk lebih dahulu kedalam
lorong rahasia dibawah peti mati tersebut.
Kho Beng bagaikan seorang yang telah kehilangan semangat dan
pikiran, tanpa mengucapkan sepatah katapun segera mengikuti
dibelakangnya turun kebawah.
Belum sampai mereka menuruni belasan anak tangga, kembali
bergema suara gemerincingan nyaring, ternyata peti mati tersebut
telah pulih kembali dalam keadaan semula.
Lorong dibawah tanah tersebut tidak terlalu panjang, belum lama
mereka berjalan, tibalah kedua orang itu disebuah ruangan batu
yang sangat luas dan lebar.
Ditengah ruangan batu itu terdapat sebuah meja altar, asap dupa
menyelimuti seluruh ruangan hingga membuat suasana disana
terasa seram dan amat serius. Dikedua belah sisi altar tergantung
tulisan yang berbunyi : 'Menghimpun setan-setan gentayangan di
seluruh dunia. Memelihara sukma penasaran dari empat penjuru.'
Kemudian dikedua belah sisi meja altar terdapat banyak sekali
patung-patung yang berwajah mengerikan, keadaan disitu tak
ubahnya seperti berada didalam neraka.
Kakek berambut putih itu mengajak Kho Beng menuju
kebelakang meja altar, disitu kembali dia membuka sebuah pintu
rahasia. Letak ruang rahasia ini persis berada dibelakang meja altar,
keadaan dalam ruangan bersih dan rapi, selain terdapat sebuah
pembaringan dan sebuah meja kecil, segala sesuatunya terawatt dan
terpelihara sekali. Kakek berambut putih itu menyuruh Kho Beng membaringkan diri
diatas pembaringan, lalu katanya sambil tertawa :
"Tahukah kau sedari kapan tubuhmu terkena racun yang amat
keji itu?" Kho Beng menggelengkan kepalanya berulang kali, "Aku tak bisa
mengingatnya kembali."
Tapi kemudian seperti memahami akan sesuatu, setelah berpikir
sejenak kemudian katanya :
"Aku hanya teringat setelah menelan sebutir pil pemberian
lotiang, maka luka dalamku sembuh sama sekali, tapi kemudian."
Ia menghembuskan napas panjang dan berhenti berbicara.
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Kakek berambut
putih itu berkata : "obat yang kuberikan kepadamu itu adalah obat yang mustajab
untuk menyembuhkan segala macam luka, obat tersebut merupakan
obat dewa yang tak ternilai harganya, racun yang mengeram
didalam tubuhmu sudah lama hilang, coba pikirkan kembali."
sambil memejamkan matanya rapat-rapat Kho Beng menggeleng,
katanya setengah bergumam
"Aku benar-benar tak bisa mengingatnya kembali, aku..aku
sangat lelah berilah kesempatan kepadaku untuk beristirahat."
"Tidak Tidak bisa Kau tak boleh beristirahat" seru Kakek
berambut putih itu sambil menggoncang-goncangkan bahunya,
"kau harus mengingat-ingat dulu persoalan ini, kemudian baru
aku akan turun tangan untuk menyembuhkanmu."
"Aku...aku amat lelah" bisik Kho Beng.
Kakek berambut putih itu segera mengeluarkan botol obatnya
tadi dan menggosokkan kembali sedikit bubuk dibawah lubang
hidung anak muda itu. Tak lama kemudian terlihat Kho Beng mengendusi obat tersebut
kuat-kuat, sepasang matanya pun terpentang lebar kembali,
diawasinya Kakek berambut putih itu dengan termangu.
Mendadak dari balik mata Kakek berambut putih itu memancar
keluar dua buah cahaya hijau yang amat menggidikkan hati,
diawasinya wajah Kho Beng tanpa berkedip, sementara mulutnya
berkomat-kamit berbicara dengan suara yang tinggi melengking dan
amat menusuk telinga. "Kau harus mengingat ingatnya, apa sebabnya kau sampai
keracunan?" Perasaan ngeri, takut dan murung tahu-tahu menyelimuti seluruh
wajah Kho Beng, sepasang matanya bagaikan terhisap oleh cahaya
hijau yang menggidikkan hati itu, kembali gumamnya :
"Aku benar-benar tak dapat mengingatnya kembali"
"Kalau begitu aku perlu mengingatkan kepadamu, masih ingat
dengan partai kupu-kupu?"
Bagaikan baru tersadar dari ingatan, mendadak Kho Beng berseru
keras-keras : "Ya a betul, aku sudah teringat kembali"
"Apa yang kau ingat kembali"
"Aku teringat sekarang secara bagaimana diriku sampai
keracunan" Dengan perasaan gembira Kakek berambut putih segera berseru
: "Kalau begitu cepat katakan"
Tanpa ragu-ragu Kho Beng berkata :
"Keempat budak dari Dewi In Un yang meracuni diriku, aku masih
teringat dengan jelas, sudah pasti mereka"
"Kalau begitu Dewi In Un yang meracuni dirimu?" seru si Kakek
berambut putih setengah bersorak karena gembira.
"Yaa betul, Dewi In Un, siperempuan siluman yang melakukan
semuanya ini" "Kalau begitu, kau harus mengobati luka racunmu dengan hati
tenang dan tentram disini, kemudian baru pergi mencari siluman
perempuan itu untuk membalas dendam"
"Yaa.aku hendak mencincang tubuhnya sehingga hancur
berkeping-keping" seru Kho Beng sambil menggertak gigi menahan
diri Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahaki segera
serunya : "Haaahhhaaahh.haahhhi.aku bersedia untuk mengobati luka
racun yang kau derita tapi yang penting adalah kau wajib menuruti
perkataanku serta melakukan kerja sama secara baik, mampukah
kau melakukannya" "
"Aku mampu" jawab pemuda itu cepat.
"Bagus sekali" Kakek berambut putih itu bertambah girang,
"mari, sekarang juga aku akan mengobati lukamu itu, kendorkan
semua pikiran dan badan, lalu pejamkan matamu rapat-rapat"
Kho Beng menurut dan segera melaksanakan apa yang diminta.
Lebih kurang setengah peminuman teh kemudian, tiba-tiba
terdengar Kakek berambut putih itu berseru :
"Pentang matamu lebar-lebar"
Kho Beng menurut dan segera mementang matanya lebar-lebar,
namun sekujur badannya segera bergetar keras, sebab yang
dilihatnya saat itu adalah dua buah sinar hijau yang sangat
menggidikkan hati. Terdengar Kakek berambut putih itu berseru lagi dengan suara
yang berat lagi dalam. Bersambung ke jilid 32 Jilid 32 "Kho Beng, tataplah sepasang mataku tanpa berkedip, jangan
kau gerakkan badanmu, jangan menggunakan tenaga, ingat, aku
sedang berusaha mengobati lukamu."
Kata-kata yang muncul dari bibirnya seakan akan mengandung


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semacam kekuatan atau daya pengaruh yang susah dilawan,
membuat Kho Beng menuruti semua perintahnya tanpa membantah.
Mata, kecuali sinar mata terpancar dari balik matanya itu, Kho
Beng merasa dirinya seakan-akan sudah tak hadir lagi di dunia ini,
seolah-olah seluruh badannya punah dengan begitu saja, kecuali
sepasang sorot mata yang tak bergerak.
Tak lama kemudian, Kakek berambut putih itu mengerakkan
sepasang telapak tangannya, segumpal asap putih menyembur
keluar dari balik telapak tangannya itu dan menyelimuti seluruh
tubuh Kho Beng. Tanpa disadari Kho Beng merasakan kembali tubuhnya bergetar
keras, tiba-tiba gumamnya :
"Dingin. dingin"
Namun Kakek berambut putih itu sama sekali tidak menghentikan
gerakannya, kabut putih yang menyebur keluar terus menerus
menyelimuti seluruh badan Kho Beng hingga sepenanak nasi
lamanya, setelah itu baru dia menghentikan perbuatannya.
Bersamaan waktunya, cahaya hijau yang memancar keluar dari
balik matanya pun turut hilang, ia pulih kembali kedalam keadaan
semula. Dari balik buli-bulinya dia mengeluarkan sebutir pil merah dan
dijejalkan kemulut anak muda tersebut sambil berseru : "Cepat
telan" Agaknya Kho Beng sudah tak berpikiran dan perasaan lagi,
sekarang dia hanya tahu menuruti semua perintahi bahkan tanpa
ragu barang sedikitpun dia telan pil merah itu.
selang berapa saat kemudian, Kakek berambut putih itu baru
bertanya dengan suara lembut :
"Bagaimana rasamu sekarang?"
"sudah ada baikan, tidak sedingin tadi lagi"
"Bagus sekali" kakek itu tertawa gembira, "Aku telah mendesak
keluar racun jahat itu dengan menggunakan ilmu hawa dingin, kau
harus tahu Ang bong tok merupakan racun paling jahat di kolong
langit, kecuali mempergunakan cara ini tiada cara lain yang bisa
digunakan untuk menyembuhkannya."
"Aku tahu." sahut Kho Beng kaku.
"sekarang berbaringlah dahulu dengan tenang, selanjutnya tiap
hari aku akan mengobati lukamu sebanyak dua kali, kurang lebih
sepuluh hari kemudian ia akan sembuh kembali seperti sedia kala."
"Baik kembali" sahut Kho Beng kaku.
"Apakah kau lapar?" tiba-tiba Kakek berambut putih itu bertanya
dengan lembut. "Yaa, aku agak merasa lapar"
Kakek itu segera mengangguk :
"Beristirahatlah dulu dengan tenang, aku akan menyuruh orang
untuk menyiapkan hidangan bagimu"
Ia segera membalikkan badan berjalan menuju keluar, sementara
pintu kamar rahasia pun rapat kembali.
Kali ini dia tidak menuju kejalanan semula tapi berbelok ke sisi
kiri ruang tengah, disitu dia membuka pula sebuah pintu rahasia
yang lain. Ternyata disekeliling meja altar terdapat dua buah pintu rahasia
yang berbeda letak. Dibalik pintu rahasia itu terdapat pula sebuah
ruang rahasia yang luasnya tak berbeda seperti ruangan dimana Kho
Beng berada, cuma saja disana tidak terdapat pembaringan, yang
tersedia hanya sebuah meja kecil serta dua buah kasur duduk.
Diatas meja kecil terdapat sebuah hiolo kecil yang mengepulkan
asap dupa, sementara diatas kasur duduk itu terdapat seorang tosu
tua yang kurus dan berambut putih sedang duduk bersila disana.
Ketika Kakek berambut putih itu sudah melangkah masuk ke
dalam ruangan, pintu rahasia kembali menutup rapat. Tosu tua itu
menegur : "Bu liang siu hud, setan tua, tampaknya usahamu telah berhasil
dengan sukses" Kakek berambut putih itu tertawa misterius :
"Tegasnya saja aku baru berhasil mendapat setengahnya saja."
"Apa maksud perkataanku itu?"
"Bocah muda itu mempunyai dasar kekuatan yang sangat
tangguh, andaikata tidak dibantu oleh pengaruh obat, hampir saja
aku tak mampu mengendalikan dirinya"
"Bagaimana sekarang?" Tanya si tosu ceking itu sambil tertawa.
"Dengan bersusah payah akhirnya aku berhasil juga menguasai
seluruh kesadarannya."
"Bukankah hal ini berarti kau sudah berhasil sembilan puluh
persen" waaah..pinto wajib menyampaikan selamat kepadamu"
"Persoalan ini merupakan urusan kita berdua," ucap Kakek
berambut putih itu dengan wajah serius,
"ada rejeki kita nikmati bersama, ada bencana kita tanggulangi
berbareng, berhasil atau gagal bukanlah urusanku seorang"
tosu tua itu Nampak tertegun, segera ujarnya :
"Jika kutinjau dari nada pembicaraanmu barusan, tampaknya
dalam persoalan ini sudah timbul kesulitan?"
"Darimana kau bisa menduganya?" dengus si kakek. tosu tua itu
balas mendengus . "Hal ini sudah terlalu jelas membentang didepan mata, dengan
tabiatmu, seandainya tiada kesulitan yang timbul dari peristiwa ini,
tak mungkin kau akan bilang, ada rejeki dinikmati bersama, ada
bencana ditanggulangi berbareng"
Kakek berambut putih itu segera tertawa tergelak :
"Haaa..haaa.haaaa.tepat sekali, hitung-hitung kau memang
termasuk seorang yang hebat, sebetulnya persoalan ini bukan timbul
dari Kho Beng pribadi, tapi dia justru membawa ekor yang
memusingkan kepala."
"Ekor macam apa?"
Kakek berambut putih itu menghela napas :
"Ada seorang budak tolol jatuh cinta kepadanya, ia tak segansegan
mengobral uang untuk memohon pengobatan dariku, malah
darinya aku berhasil menipu sejumlah uang."
"Haaahhaaahhhaaahhhi.kalau hanya urusan sekecil ini mah
bukan menjadi masalah," seru tosu ceking itu sambil tertawa
tergelak-gelak. "Hmmm, kelihatannya saja bukan menjadi suatu masalah, tapi
kau tahu, budak tersebut bukan termasuk manusia persilatan biasa."
"oya, lantas dewa dari manakah dia?" Tanya tosu ceking itu mulai
tertarik. "Dihadapanku, budak tersebut telah mendemontrasikan
kehebatan ilmu silatnya, ilmu jari Tong kim ci."
"Tong kim ci?" tosu ceking itu baru merasa terperanjat,
"jangan-jangan dia adalah.."
"Yaa, dia adalah keturunan dari Kim ka sian Beng Cung ciu yang
menjadi pimpinan dari tiga dewa"
Tosu ceking itu segera garuk-garuk kepalanya yang tak gatal,
ujarnya kemudian : "waaahi.waaah kalau persoalan ini mah betul-betul merupakan
suatu masalah yang sangat merepotkan."
setelah berpikir sebentar, kembali dia bertanya :
"Lantas bagaimana caramu melepaskan diri dari
penguntitannya?" "Aku telah membuat suatu perjanjian dengannya, kuminta
sepuluh hari kemudian ia siapkan lima puluh tahil emas untuk
ditukar dengan Kho Beng."
"Apa salahnya kalau kau mengingkari janji setelah sampai pada
waktunya" Masa dia bakal datang mencarimu?"
"Tentu saja dia akan datang mencariku, sebab tempat perjanjian
kami adalah bukit Wang hu san ini."
Berubah hebat paras muka tosu ceking tersebut, mendadak ia
cengkeram dada si Kakek berambut putih itu dan membentak keras :
"Bajingan tua Percuma kau dipanggil setan tua, mengapa kau
pintar dimasa-masa silam justru pikun disaat seperti ini."
Kakek berambut putih itu sama sekali tidak gusar, malah sambil
tertawa ia berkata lagi :
"jadi kau menganggap tidak sepantasnya kuberitahukan
persoalan ini kepadanya?"
"Tentu saja tidak boleh" teriak tosu itu.
Kemudian sambil menggertak gigi kencang-kencang, katanya
lebih lanjut : "Dengan perbuatanmu ini, bukankah sama artinya hendak
mengobrak abrik kuil Hianthian koan ku ini?"
Kakek berambut putih itu masih tetap tersenyum.
"Coba tenangkan dulu pikiranmu, aku ingin bertanya, andaikata
dia benar-benar mengobrak-abrik kuil Hian thian koan mu, tapi kau
justru mendapatkan Kho Beng si bocah muda tersebut. Coba kau
bandingkan, apakah hal ini lebih menguntungkan atau merugikan?"
Tosu tua itu menjadi tertegun, segera hardiknya : "Apakah
maksud perkataanmu itu?"
si kakek mendengus . "Hmmm, sebab aku mengetahui dengan pasti, budak tersebut
pasti akan menguntil dibelakangku hingga seandainya kukatakan
sesuatu tempat secara sembarangan, lagi kenyataannya aku
mendatangi kuil Hian thian koan, mungkin kuilmu saat ini sudah
diobrak-abrik tak keruan olehnya"
"Benar juga "tosu ceking itu segera berhasil menenangkan
pikirannya, tapi sambil menggigit bibir ia berseru :
"Aku rasa hal ini kurang baik."
"Tiada persoalan di dunia ini yang bisa berlangsung dengan
lancer dan sukses, paling tidak gangguan toh tetap ada."
"Kalau begitu si budak tersebut pasti sudah berada diluar kuil
sekarang?" Kakek berambut putih itu mengangguk.
"Tak akan salah lagi dugaanku ini."
"Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"
"Itu mah terserah padamu, sebab urusan ini adalah urusanmu
sendiri" "Mengapa urusanku sendiri?" teriak tosu ceking itu gusar,
"Kau yang membawa musuh tangguh tersebut kemari, tentu saja
kau pula yang mesti menghadapinya."
Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhihaaahhhhahh.ini sih menurut pemikiranmu yang egois,
bukankah kita berkewajiban menanggulangi bencana bersama"
sekarang aku sudah mendapat tugas mengurusi Kho Beng, maka
sudah sepantasnya kalau kau yang mendapat kewajiban
menghadapi serbuan dari musuh tangguh tersebut."
Tosu ceking itu segera menggeleng :
"Rasanya aku tak akan sanggup menghadapi keturunan dari tiga
dewa see gwa sam sian."
"Kalau memang begitu terpaksa kita harus menggunakan cara
yang lain." "Bagaimana cara itu?"
"Dalam sepuluh hari mendatang aku rasa dia tak akan berani
menyerbu ke dalam kuil sekalipun menyatroni kuilmu, tak mungkin
bisa menemukan rahasia dibawah tanah ini. sepuluh hari kemudian,
bila kau bersedia meninggalkan kuilmu untuk melarikan diri aku rasa
keadaan masih belum terlambat."
"Kau suruh meniggalkan hasil karyaku yang telah kupupuk dan
kubina selama hampir separuh hidupku ini?" seru si tosu sambil
menahan rasa gemas. Kakek berambut putih tertawa bergelak.
"Bila usaha kita telah berhasil dengan sukses dan seluruh dunia
telah menjadi milik kita semua, apalah artinya tokoan semacam ini
bagimu?" sekilas rasa girang segera menghiasi wajah tosu tua itu, setelah
berpikir sebentar katanya kemudian :
"Baiklah, kita bicarakan lagi sepuluh hari kemudian"
"kalau begitu kau mesti mengatur sebala sesuatunya dalam
kuilmu itu." Tosu tua tersebut menghembuskan napas dan segera bangkit
berdiri "Tunggu sebentar" mendadak Kakek berambut putih itu
menghalangi. "Masih ada suatu persoalan yang perlu kupesankan kepadamu."
"soal apa?" "Semua kegiatan didalam kuil harus berjalan seperti keadaan
semula, lipat gandakan jumlah hio dan dupa yang dibakar dan
kerahkan semua anggotamu untuk bersembahyang, pokoknya kita
harus merubah suasana di dalam tokoan ini jauh lebih ramai dan
semarak." Tosu tua itu mendengus tanpa menjawab. sambil tertawa Kakek
berambut putih itu berkata lagi :
"Pintu gerbang harus selalu terbentang lebar, kalau belum sampai
tengah malam janganlah ditutup, tapi tindak tanduk kalian tak boleh
sampai menimbulkan kecurigaan."
"Andaikata budak itu menggunakan alasan hendak
bersembahyang didalam kuil dan masuk kemari melakukan
penyelidikan?" "Kau harus melayaninya sebaik mungkin, ajak dia mengunjungi
setiap bagian kuil dan jangan sampai kau tunjukkan hal-hal yang
mencurigakan, mengerti?"
"Bajingan tua , dengan berbuat begitu bukankah sama artinya
kau hendak member kesulitan kepadaku, bila budak itu
diperbolehkan melakukan peninjauan kesegala pelosok dan ternyata
tidak menjumpai kau serta Kho Beng, apa akibatnya mungkin kau
sendiripun tidak dapat membayangkan sendiri"
"Aaahhh..tampaknya dalam segala hal, aku mesti menuturkan
untukmu, kau toh bisa menutup sebuah ruang khusus yang terpencil
dengan alasan tempat itu dipakai untuk melakukan pengobatan."
Kemudian setelah tertawa bangga, dia melanjutkan :
"sudah pasti budak tersebut tak akan menunjukkan identitasnya
sendiri, dalam hal demikian kau pun tak usah memperlihatkan
bahwa kau telah mengetahui identitasnya yang sebenarnya, bila dia
bertanya kepada mu mengapa ada disebuah ruangan yang ditutup,"
Bagaikan baru menyadari akan hal itu, tosu tua itu segera
menjawab : "Yaa, pinto bisa bilang kalau ada orang meminjam tempat
kepadaku untuk menyembuhkan luka seseorang, siapapun tak boleh
mengganggunya sebab hal tersebut dapat membahayakan orang
yang menderita keracunan itu."
Kakek berambut putih itu segera menepuk nepuk bahu tosu tua
tersebut sambil katanya :
"Totiang, mengapa secara tiba-tiba kau dapat berubah menjadi
begini pintar?" Merah jengah selembar wajah tosu ceking itu, tanpa berkata kata
dia segera membalikkan badan dan beranjak dari situ.
sedang si Kakek berambut putih itu segera menjatuhkan diri
duduk diatas kasur dan tak lama kemudian sudah terlelap dalam
impian yang indah. Kho Beng masih berbaring diatas pembaringan
dengan tenang. suasana didalam ruangan batu itu memang amat hening,
sedemikian heningnya sehingga dapat didengar suara napas serta
detak jantung sendiri dengan amat jelas.
Dia ingin merangkak turun dari pembaringan, namun keempat


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anggota badannya bagaikan tak bertenaga, namun ia dapat
merasakan tubuhnya sangat nyaman, rasa sakit dipunggungnya
telah lenyap sejak tadi, kecuali sama sekali tak bertenaga, yang lain
tidak memperlihatkan gejala yang aneh atau luar biasa.
Ketika ia mencoba untuk mengingat-ingat kembali kejadian yang
dialaminya selama dua hari terakhir ini, pikirannya terasa begitu
rusak hingga tak mampu untuk mengumpulkan kembali semua
pikiran dan perasaannya, seakan-akan segala sesuatu yang pernah
terjadi sudah tiada sangkut pautnya lagi dengan dirinya.
Berada dalam keadaan beginilah dia mendengarkan dengus
napas dan jantung sendiri, membawanya menuju kealam impian
yang penuh ketenangan dan kedamaian.
Entah berapa saat telah lewat, suara gemerincing pintu rahasia
yang dibuka orang membuatnya mendusin kembali dari impian.
Ketika ia mencoba untuk membuka matanya, apa yang kemudian
terlihat segera membuat pemuda itu tertegun.
Ternyata yang datang bukan Kakek berambut putih itu, juga
bukan tosu penghuni kuil, melainkan seorang dayang yang berwajah
cantik, Dayang tersebut membawa sebuah baki, diatas baki terletak
pelbagai macam hidangan, sambil mendekati Kho Beng ia berbisik
lirih "Kho kongcu."
"Terima kasih banyak untuk hidangan yang kau bawakan," kata
Kho Beng dengan kening berkerut, "tapi aku.."
"Kau tak bertenaga dan tak mampu bergerak bukan?" sambung
dayang itu cepat. "Ya a benar, sekarang aku merasa terlalu lemah dan lelah."
"Tak apa" ujar dayang itu sambil tertawa, "aku dapat
membimbingmu untuk bangun "
sambil berkata dia benar-benar memayang Kho Beng untuk
dibantu bangkit dari pembaringan.
Kho Beng tak mampu menggerakkan tubuhnya, terpaksa dia
membiarkan dayang itu untuk membantunya bangun dan duduk
bersandar dipinggiran pembaringan.
Tak sampai Kho Beng berbicara, dayang itu telah mengambil
semangkuk nasi serta berapa sayuran lalu menyuapnya dengan
sabar. Kendatipun Kho Beng merasa sangat rikuh dan tidak leluasa,
namun oleh karena dia betul-betul merasa lapar, maka dalam
suapan dayang tersebut dia melahap semua hidangan yang
diberikan. Menanti Kho Beng telah selesai bersantap. dayang itu baru
mengamati sekejap paras muka anak muda itu, kemudian menghela
napas panjang sesudah menghabiskan hidangan yang tersedia, Kho Beng
merasakan semangat dan kesegaran tubuhnya telah pulih kembali,
buru-buru dia berseru : "Terima kasih banyak nona atas perhatianmu"
Dayang itu menggeleng : "Kho kongcu tak usah sungkansungkan.."
Kemudian sesudah menatapnya sekali lagi, dia berkata dengan
sedih : "Aku harus segera pergi dari sini"
Namun baru berjalan berapa langkahi dia telah balik kembali
kesisi tempat tidur dan berkata :
"Kabarnya ilmu silat Kho kongcu amat tinggi serta
menggemparkan seluruh dunia, entah.."
"dari mana kau tahu?" Tanya Kho Beng setengah bingun.
"Aku dengar hal ini dari majikanku."
siapa pula majikan perempuan itu" Dayang tersebut menghela
napas. "Majikan perempuan ya majikan perempuan.. a i, nampaknya
pikiran dan kesadaranmu telah mulai kabur dan hilang, apalah
gunanya banyak bicara denganmu?"
"Kalau memang tak mau berbicara ya sudahlah, otakku ini
memang tak bisa dipergunakan lagi, aaaibila kau mempunyai
masalah yang menyulitkanmu, lebih baik pergilah mencari totiang
itu" si dayang segera mendengus sambil menggigit bibir serunya :
"Hmmm, justru dialah seorang raja iblis yang membunuh orang
tanpa mengucurkan air mata."
Kho Beng yang mendengar perkataan tersebut jadi tertegun tapi
kemudian tertawa hambar, matanya segera dipejamkan kembali dan
tidak berbicara lebih lanjut.
Dengan cemas dayang itu mendekatinya serta menggoncangkan
bahunya Kho Beng, setelah itu bisiknya :
"Andai kata kuberi sebutir pil untukmu, bersediakah kau untuk
menelannya?" "Tak sedikit obat yang telah kumakan. kenapa pil tersebut harus
kutelan?" "obat tersebut pemberian majikan perempuanku," bisik si
dayang, "tapi kau tak boleh mengatakannya kepada Kakek berambut
putih itu, sebab kalau tidak, aku serta majikan perempuanku akan
dicelakainya sampai mati"
"Mengapa begitu?" Tanya Kho Beng dengan kening berkerut.
Dayang itu makin gelisah.
"Biarpun kuterangkan kepadamu sekarang juga tidak ada
gunanya, lebih baik telan obat ini lebih dulu, mungkin sesudah itu
kau akan mengerti dengan sendirinya."
sambil berkata dia segera mengeluarkan sebutir pil berwarna
hitam pekat. Paras muka Kho Beng sangat dingin dan hambar, sama sekali
tidak Nampak perubahan apapun diwajahnya.
Jari tangan dayang itu Nampak agak gemetar, dia seperti rada
sangsi, tapi setelah termenung sejenak akhirnya dia menjejalkan
obat tersebut kedalam mulut Kho Beng.
Kho Beng sendiri ternyata tanpa ragu-ragu segera menelan pil
tersebut kedalam perutnya.
Paras muka dayang itu Nampak berubah makin pucat kehijauhijauan,
cepat-cepat dia berbisik ditelinga Kho Beng :
"Ingat, disaat kau dapat memahami perkataanku ini berarti kau
akan tahu kalau Kakek berambut putih itu mengandung niat jahat
kepadamu, dia hendak mempergunakan ilmu beracun Im han tok
kang nya untuk merubah dirimu menjadi seseorang yang lain, maka
usahanya tak pernah akan berhasil. Bila kau sudah dapat memahami
arti perkatanku ini, jangan sekali-kali kau katakana bahwa aku telah
memberimu sebutir obat, ingat baik-baik"
"Mengapa kau begitu ketakutan?" Tanya Kho Beng. Dengan suara
gemetar dayang itu menjawab :
"sebab bila kau mengatakannya, maka aku bersama majikan
perempuanku bakal mati konyol, kumohon kepadamu ingatlah baikbaik
pesanku ini" "Baiklah" sahut Kho Beng kemudian sambil menghela napas.
Dengan perasaan gelisah kembali dayang itu berkata :
"sekarang aku harus pergi dari sini, ingat baik-baik pesanku tadi,
jangan sekali-kali kau melupakannya."
Kho Beng mengangguk tanpa bicara, diawasinya bayangan
punggung dayang tersebut hingga lenyap dari pandangan mata,
sementara pikirannya tetap kosong dan hampa.
Dengan termangu- mangu dia mencoba untuk berpikir namun tak
berhasil, tanpa disadarinya akhirnya dia tertidur.
Entah berapa lama dia tertidur, tiba-tiba pemuda itu terjaga
kembali, namun kali ini tiada orang yang memasuki ruangan rahasia
tersebut, melainkan dia sendiri yang terjaga dari tidurnya.
Mendadak ia merasa ada sesuatu yang tak beres, entah apa
sebabnya tiba-tiba muncul perasaan bergidik didalam hati kecilnya.
Ternyata pikiran dan kesadarannya menjadi agak jernih, dia
seperti teringat kembali akan dirinya yang terlupakan, disamping itu
perkataan dari dayang tersebut mendatangkan pula manfaat bagi
dirinya. 'Kakek berambut putih itu hendak menggunakan ilmu Im han tok
kang untuk merubahmu menjadi seorang yang lain. obat ini mungkin
bisa membuat kesadaranmu pulih kembali. Jangan sekali-kali kau
katakana, aku dan majikan perempuanku..'
Teringat olehnya tempat ini adalah sebuah tokoan, siapa pula
dayang tersebut" Dan siapa pula majikan perempuannya"
Ia ingin memecahkan persoalan tersebut namun tak berhasil
menemukan suatu jawaban. Tapi dia pun terbayang kembali akan
cicinya Kho Yang ciu, teringat si kakek tongkat sakti sertya Chin sian
kun, teringat Bu wi lojin, Kim bersaudara, pelajar rudin Ho heng
serta hwesio daging anjing yang berada di lembah hati Buddha,
teringat juga dengan Beng Gi ciu serta siau wan..
Dia cun teringat bagaimana dirinya menyamar sebagai si Naga
terbang dari see ih Kongci Cu, bagaimana dia melompat kedalam
jurang hingga terluka, teringat juga bagaimana Beng Gi ciu
menolongnya, bagaimana si Kakek berambut putih itu muncul secara
tiba-tiba hingga membuat luka dalamnya yang sembuh dalam waktu
singkat tahu-tahu menderita keracunan hebat.
Makin lama pikirannya semakin jernih, diapun semakin mengerti
bahwa Kakek berambut putih itu adalah seorang manusia jahat,
walaupun dia belum bisa memastikan dimanakah letak maksud
tujuannya, tapi paling tidak dia bermaksud mencelakai dirinya.
Dengan perasaan gelisah dan gusar, buru-buru dia mencoba
untuk menghimpun kembali tenaga dalamnya.
Namun dalam pusarnya seolah-olah terjadi pembekuan, seperti
juga kosong tanpa ada isinya, betapapun dia telah berupaya untuk
menghimpun kembali tenaganya, ternyata tak berhasil juga untuk
mengumpulkan kekuatan tenaga murninya.
selain daripada itu, keempat angota badannya tetap terasa lemas
tak bertenaga, bahkan keingainannya untuk membalikkan badan pun
tak mampu dilakukan. Dalam perasaan sedih yang mencekam, tiba-tiba saja dia terinagt
kembali dengan dayang tersebut, maka dia pun meletakkan seluruh
pengharapannya ke atas pundak dayang itu.
Suasana didalam ruang gua gelap gulita tanpa cahaya, dia tak
tahu pukul berapa sekarang, dia pun tak tahu sampai kapan Kakek
berambut putih itu bakal datang kembali.
Tapi ada satu hal yang diketahui secara pasti, ia sudah pasti telah
terpengaruh oleh sejenis ilmu sesat sehingga kehilangan daya
pikiran serta kesadarannya, ini berarti selama tenaga dalamnya
belum pulih kembali seperti sedia kala, dia masih harus berlagak
seakan-akan orang yang kehilangan kesadaran.
Akhirnya ditengah suasana yang serba tak menentu, pintu
ruangan rahasia tersebut terbuka kembali, kali ini yang muncul
adalah Kakek berambut putih itu.
sedapat mungkin Kho Beng berusaha untuk mengendalikan
gejolak hawa amarahnya, dia berusaha memperlihatkan sikapnya
yang bodoh bagaikan orang yang kehilangan kesadaran, selama ini
dia hanya memandang sekejap sementara mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
sambil tertawa terkekeh- kekeh, Kakek berambut putih itu
menegur : "Kho Beng apakah hari ini kau merasa baikan?"
"Yaa, rada baikan" sahut sang pemuda.
Namun Kakek berambut putih itu seperti merasa sangat
terperanjat sekali, dengan sorot matanya yang tajam dia mengawasi
wajah pemuda tersebut tanpa berkedip. nampaknya dia seperti
kebingungan dan tidak habis mengerti.
Kho Beng yang menyaksikan kejadian ini menjadi sangat terkejut,
hatinya berdebar keras. Tampak Kakek berambut putih itu menegur lagi dengan kening
berkerut kencang : "Apa yang sedang kaupikirkan?" Dengan cepat Kho Beng
menggeleng. "Rasanya aku seperti tak memikirkan apa-apa, segala sesuatunya
terasa kosong dan samar-samar, aku tak bisa mengingatnya kembali
secara pasti dan jelas"
Memang itulah perasaan yang dialaminya setelah menelan obat
berwarna hitam. Kakek berambut putih tertawa puas, nampaknya semua
kecurigaanya pun hilang lenyap dari benaknya, dengan wajah girang
kembali dia berkata : "Ya a, begitulah gejala yang akan kau alami selama proses
pengobatan dilakukan, tapi lewat berapa hari kemudian keadaanmu
akan jauh lebih segar lagi." Kemudian setelah berpikir sejenak,
kembali dia berkata dengan suara dalam :
"Kho Beng, sekarang aku hendak melakukan pengobatan lagi
atas racunmu itu, tataplah mataku lekat-lekat serta jangan berpikir
yang lain" "Baik" jawab Kho Beng segera.
Dari balik sepasang mata Kakek berambut putih itu kembali
mencorong keluar dua buah cahaya hijau yang menggidikkan mata,
dalam keadaan apa boleh buat terpaksa Kho Beng balas menatap
sorot mata tersebut. Bersamaan itu pula, seperti apa yang dilakukan sebelumnya, dari
sepasang telapak tangannya kembali memancar keluar dua buah
gulungan asap putih yang sangat tebal dan segera menyelimuti
seluruh badannya. segulung hawa dingin yang menusuk perasaan dengan cepat
menyusup kedalam tubuhnya membuat dia gemetar keras.
Namun pada saat ini pikirannya sudah tertuju pada peringatan
dari si dayang, walaupun sepasang matanya menatap sinar hijau
yang terpancar keluar dari balik mata lawan, namun pikirannya
justru membayang persoalan lain.
Akhirnya Kakek berambut putih itu menghentikan pengobatan
dengan senyuman dan menatap Kho Beng tanpa berkedip.
Kho Beng merasa terkejut sekali, buru-buru dia memejamkan
matanya rapat-rapat. Melihat gejala ini si Kakek berambut putih itu
berseru tertahan : "Aaaah, aneh betul.."
Kho Beng yang mendengar seruan tersebut jadi sangat terkejut,
namun di masih tetap memejamkan matanya tanpa berbicara.
sesudah termenung dan berpikir sejenak, Kakek berambut putih itu
segera berkata : "Kho Beng, apa yang sedang kaupikirkan?"
"Aku tidak memikirkan apa-apa" terpaksa pemuda itu menjawab.
Kakek berambut putih itu segera mendengus.
"Hmmm, aku tak percaya kalau dalam dunia saat ini terdapat
orang yang memiliki dasar tenaga dalam yang begini kuat dan
sempurna, ternyata dibawah pengobatan serta daya kerja obatku
masih dapat mengendalikan pikiran serta perasaan sendiri"
"Lotiang, apa yang kau katakan?" Kho Beng berlagak bingung
serta tak habis mengerti.
"Hmm, tidak apa-apa"
Lalu setelah berhenti sejenaki dia berkata lagi :
"Kau harus beristirahat sekarang"
Dengan cepat dia membalikkan badan dan beranjak pergi dari
situ, tak lama kemudian pintu rahasia kembali tertutup rapat.
Kho Beng segera merasakan hatinya bagaikan tenggelam kedasar
samudra, sebab dia tahu tingkah lakunya barusan telah
memperlihatkan titik kelemahan yang mengakibatkan timbulnya
kecurigaan dihati kakek tersebut.


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ditinjau dari sikap gusar yang diperlihatkan Kakek berambut putih
itu sesaat hendak meninggalkan tempat tersebut, dapat disimpulkan
dia pasti hendak pergi mencari dayang tersebut.
Terbayang kembali apa yang pernah dikatakan sidayang, tanpa
terasa hatinya tercekat, mungkinkah ia benar-benar telah
mencelakai si dayang beserta majikan perempuannya"
Tapi apa boleh buat, keempat anggota tubuhnya terasa lemas tak
bertenaga, hal ini membuatnya sama sekali tak mampu berkutik,
selain hatinya yang amat sakit bagaikan diiris-iris, ia tak bisa berbuat
yang lain. -ooo00000oookuil Hian thian koan termasuk sebuah tokoan yang amat
termasyur, saban hari tak sedikit peziarah yang berkunjung kesitu
untuk memanjatkan doa ataupun membayar kaul. senja itu, tampak
ada dua orang gadis muda berjalan memasuki bangunan kuil
tersebut. Tentu saja kedua orang ini tak lain adalah Beng Gi ciu
beserta dayangnya, siau wan.
Waktu itu suasana didalam kuil kelihatan sangat bersih dan
lenggang, sebab sebagian besar peziarah telah meninggalkan
tempat itu, yang masih tetap tinggal disitu hanya Beng Gi ciu
berdua. Mula-mula Beng Gi ciu memasang hiolo lebih dulu diruang
tengah, kemudian kepada tosu kecil dia mengajukan
permohonannya untuk bertemu dengan pimpinan kuil. Buru-buru
tosu kecil itu berkata : "Koancu sedang berada didalam kuil lo kun tian, silahkan lisicu
mengikuti diriku" Dengan cepat tosu kecil itu mengajak Beng Gi ciu serta siau wan
berangkat menuju keruanga Lo kun tian.
Ruang lo kun tian merupakan ruang yang paling besar didalam
kuil Hian thian koan tersebut, waktu itu ketua kuil Hian thian koan
sedang duduk diruang tengah.
Begitu tiba dimuka ruangan, tosu kecil itu segera berseru :
"Lapor koancu, ada dua orang li sicu hendak bertemu dengan
koancu." Buru-buru Hian thian totiang munculkan diri untuk meyambut,
katanya kemudian sambil tertawa :
"Bolehkah pinto tahu, li sicu ada urusan apa?"
"Jauh-jauh datang kemari, siau li selain ingin bersembahyang
kepada sam hong congsu, juga karena ingin mengunjungi tokoan
termashur diseluruh dunia."
"Perbuatan semacam ini merupakan perbuatan mulia, silahkan
duduk untuk minum teh." sambil tertawa Beng Gi ciu menggeleng,
ujarnya : "siauli hanya ingin menanyakan bangunan-bangunan besar yang
berada didalam kuil ini serta member derma untuk kesejahteraan
kuil ini.." Lalu kepada siau wan merunya : "Ambil sepuluh tahil emas dan
berikan kepada totiang"
Buru-buru Hian thian totiang berkata :
"semenjak pinto jadi pimpinan dikuil ini, belum pernah kami
menerima sumbangan sedemikian besarnya, sicu berdua , terima
kasih banyak atas derma kalian ini."
siau wan segera mengeluarkan sepuluh tahil emas dan
disodorkan kedepan. Ternyata tanpa sungkan-sungkan Hian thian
totiang segera menerima sumbangan tersebut.
Menyusul kemudian, Hian thian totiang pun mengajak kedua
orang tamunya untuk mengunjungi setiap ruangan yang berada
didalam komplek bangunan kuil itu.
Ketika tiba diruangan paling belakang, tampaklah gedung yang
disebut Tay lang tian berada dalam keadaan tertutup rapat. Beng Gi
ciu segera menegur : "Apa yang terjadi disini" Mengapa gedung ini tertutup?"
sambil tertawa paksa sahut Hian thian totiang :
"Kebetulan berapa hari berselang telah datang seorang tabib
yang hendak mengobati seorang pasiennya dari keracunan, untuk
kelancaran pengobatannya dia telah meminjam gedung tersebut
untuk dipakai selama beberapa hari."
"Lalu apa sebabnya pintu gedung itu tertutup rapat?"
"sebab sicu yang menderita sakit itu telah keracunan hebat,
untuk pengobatannya dibutuhkan waktu yang lama serta
menggunakan semacam pengobatan dengan hawa dingin, oleh
karenanya orang lain tak boleh mengganggu ketenangan mereka."
"Berapa harikah yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka
keracunan semacam itu?"
"Konon delapan sembilan hari lagi orang tersebut dapat
disembuhkan kembali seperti sedia kala."
Beng Gi ciu segera manggut-manggut : "Terima kasih banyak
untuk keterangan totiang"
Maka ia bersama siau wan segera memohon diri dan
meninggalkan kuil tersebut dihantar oleh Hian thian totiang hingga
didepan pintu gerbang. Beng Gi ciu serta siau wan segera menuruni bukit Wang hu san,
tak lama kemudian mereka berhenti disebuah hutan yang lebat.
Dengan nada menyelidik siau wan segera berkata :
"Hian thian totiang mempunyai tampang yang licik dan banyak
akal, dalam sekilas pandangan saja sudah diketahui kalau ia bukan
manusia baik-baik, selain itu aku merasakan betapa misteriusnya
bangunan tokoan tersebut." Beng Gi ciu segera mengangguk.
"Yaa, bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya sulit bagi kita
untuk menentukannya, malam ini kita harus melakukan penyelidikan
kembali keatas kuil Hian thian koan tersebut."
Tak lama kemudian hari sudah gelap. kentongan kedua pun
sudah menjelang tiba. Ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagat inilah, Beng Gi
ciu serta siau wan segera berangkat menuju ke kuil Hian thian koan
dengan kecepatan tinggi. Mereka langsung mendekati bangunan tersebut dan bersembunyi
disebuah sudut bangunan yang gelap dan tersembunyikan disana.
suasana dalam kuil Hian thian koan waktu itu amat hening, sepi
dan tak terdengar sedikit suara pun, meski dalam setiap gedung
dipasang lentera sebagai penerangan namun cahayanya amat redup,
mungkin semua tosu penghuni kuil tersebut sudah pada tidur.
Lama sekali kedua orang itu bersembunyi disudut ruangan,
setelah yakin kalau tiada sesuatu yang mencurigakan, Beng Gi ciu
berbisik : "Ha yo berangkat, kita langsung menuju ke^edung To
leng thian." senja tadi dibawah bimbingan Hian thian totiang mereka telah
mengunjungi setiap bangunan gedung tersebut serta mengamatinya
dengan teliti, yang dimaksud sebagai gedung To leng thian tak lain
adalah gedung yang dimaksud Hian thian totiang sebagai tempat
yang digunakan Kakek berambut putih untuk mengobati luka Kho
Beng. Dengan gerakan yang amat cepat dan ringan, dalam waktu
singkat kedua orang tersebut telah tiba diluar gedung TO leng thian,
namun setelah diteliti dengan seksama mereka jadi amat
terperanjat. Ternyata pintu gerbang bangunan gedung itu sudah terbuka
lebar, kertas segel dipintu pun sudah dilepas orang.
Beng Gi ciu segera member tanda kepada siau wan, kemudian
mereka bersama-sama menerobos masuk kedalam ruangan gedung
itu. Ruangan gedung itu tera watt amat rapi dan bersih, diatas meja
altar tergantung gambar dari TO leng coasu, lentera yang terletak
diatas meja altar menyinari seluruh ruangan yang amat redup itu
secara samar-samar. sejauh mata memandang gedung tersebut berada dalam keadaan
kosong, bayangan tubuh Kakek berambut putih maupun Kho Beng
sama sekali tidak Nampak disana. Dengan perasaan gemas siau wan
segera berseru : "Nona, kita sudah ditipu mentah-mentah"
Beng Gi ciu segera memberi tanda agar jangan berisik, kemudian
menarik tangan Siau wan dan diajak mengundurkan diri dari
ruangan To leng thian dan menyembunyikan diri dibalik kegelapan.
Nona kembali siau wan berbisik. "Menurut pendapatku si Kakek
berambut putih itu pasti bersekongkol dengan Sian thian totiang dari
kuil ini, kalau tidak, mengapa tosu tua hidung kerbau itu menipu kita
habis-habisan?" "Permainan busuk apakah yang sedang mereka lakukan saat ini
rasanya susah untuk disimpulkan sekarang," kata Beng Gi ciu
dengan suara dalam, "bagaimana punjuga, pokoknya malam ini kita
harus dapat membongkar persoalan ini hingga jelas dan tuntas."
"Menurut aku, satu-satunya jalan yang terbaik adalah melakukan
keonaran secara besar besaran di dalam kuil Hian thian koan ini, kita
tangkap Hian thian totiang dulu, tosu tua itu kemudian menyiksanya
agar mengaku, masa kita takut dia tak akan memberikan
pengakuannya buat kita?"
"Kita jangan bertindak terlalu gegabah, mari aku sudah
mempunyai akal yang bagus," kata Beng Gi ciu kemudian seraya
menggeleng. Tiba-tiba.. Terdengar suara jerit kesakitan yang amat memilukan hati
berkumandang mmecahkan keheningan malam.
Walaupun jerit kesakitan tersebut kedengarannya amat lemah
dan jauh sekali, namun dengan kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliki Beng Gi ciu, ia dapat menangkap suara tersebut dengan jelas
sekali. Kepada siau wan segera tanyanya :
"Apakah kau sudah mendengar?" siau wan mengangguk berulang
kali : "Ya a, aku sudah mendengar, ada orang menjerit kesakitan,
suaranya sangat memilukan hati, bahkan nampak seperti suara
wanita." Kemudian setelah celingukan sejenak sekeliling tempat itu,
kembali la berkata : "Nona, apakah kau sudah dapat mendengar secara pasti, suara
jerit kesakitan itu berasal dari arah mana?"
Beng Gi ciu segera menggeleng.
"seandainya tempat itu bukan terletak dibawah tanah, tentu
letaknya sangatjauh dari sini, saking jauhnya sehingga aku
sendiripun tak dapat menentukan arahnya secara tepat."
Mereka berdua segera berusaha untuk memasang telinga serta
mendengarkan lagi dengan seksama, namun sepeta nak nasi sudah
lewat suara jerit kesakitan tersebut ternyata tak kedengaran lagi.
Tak tahan lagi siau wan segera berseru :
"Nona, apa gunanya kita menunggu terus disini" Toh mereka tak
akan munculkan diri secara sukarela, lebih baik kita lakukan
pemeriksaan kedalam "
Dengan wajah serius Beng Gi ciu termenung berapa saat
lamanya, kemudian ia berkata :
"Ya a, nampaknya kita terpaksa harus berbuat begitu, tapi ingat,
kau tak boleh bergerak secara sembarangan, mengerti?"
"Mengerti" sahut Siau wan cepat. "Tak usah kuatir nona, aku
akan menuruti semua perkataanmu."
Beng Gi ciu segera melompat keluar dari tempat
persembunyiannya dan bergerak menuju kearah bangunan kuil, kali
ini dia tak berusaha menyembunyikan jejaknya lagi, tapi langsung
menuju keruangan dimana Hian thian totiang berdiam.
Didepan kamar ketua kuil merupakan sebuah halaman kecil
dengan aneka macam bunga yang tumbuh indah, meski berada
dalam kegelapan malam namun tidak mengurangi keindahannya .
siau wan segera berbisik.
"Coba lihat, pintar amat tosu itu menikmati hidupnya, panorama
ditempat ini Nampak sangat indah dan menawan hati."
sementara pembicaraan berlangsung, mereka telah sampai
didepan pintu ruangan. Ruangan itu terbagi menjadi tiga , dua diantaranya berada dalam
keadaan gelap. sedangkan bilik yang berada dibagian tengah masih
memancarkan cahaya lentera yang redup,
Beng Gi ciu segera mendekati pintu ruang itu, diperhatikannya
sejenak ruangan disekitar sana, kemudian baru mulai mengetuk.
Tiada suara jawaban dari dalam ruangan. Beng Gi ciu menggertak
gigi tiga kali ketukannya kali ini dilakukannya keras-keras.
"siapa disitu?"
Nona siau wan segera berbisik, "mereka tak bakal membukakan
pintu untuk kita, lebih baik kita langsung menyusup kedalam."
Baru saja Beng Gi ciu hendak menjawab terdengar dari dalam
ruangan bergema suara teguran seseorang : "siapa diluar?"
Menyusul kemudian pintu ruangan dibuka orang.
Yang membuka pintu adalah seorang tosu berjenggot putih,
namun orang itu bukan Hian thian totiang pribadi.
setelah tertegun sejenak, Beng Gi ciu segera menegur :
"Apakah Hian thian totiang tidak berdiam disini?"
tosu berjenggot putih itu kelihatan amat tercengang dan agak
gelagapan, dia berkata : "si.siapakah kalian" Mengapa kamu berdua datang kemari
ditengah malam buta begini..apakah kalian adalah.adalah kawanan
perampok" Berbicara sampai disitu, dia sudah bermaksud untuk berteriak
keras-keras memanggil rekan-rekannya .
Tapi Beng Gi ciu telah bertindak cepat, tangannya segera
bergerak cepat dan kelima tangannya disentilkan kedepan
melepaskan desingan angin serangan yang langsung menotok jalan
darah ditubuh si tosu tua tersebut.
Tanpa disuruh siau wan memburu kedepan serta menahan tubuh
sitosu tua tersebut agar tidak roboh ketanah, lalu menyeret
tubuhnya kedalam kamar dan didudukkan diatas sebuah bangku.
Beng Gi ciu yang menyusul ke dalam segera mengunci pintu
ruangan rapat-rapat, kepada siau wan serunya :
"Cepat kau geledah dua bilik lainnya."
Siau wan menyahut dan menyusup masuk kedalam ke dua bilik
lainnya, tak lama kemudian ia telah muncul kembali seraya berkata :
"Nona, tiada seorangpun disitu."
"Tak apa, akhirnya toh kita akan berhasil menemukan mereka
semua," sahut Beng Gi ciu sambil tertawa dingin.
Kemudian dia ayunkan jari tangannya kedepan, desingan angin
tajam segera menyambar api lentera hingga padam, lentera tersebut
seketika itujuga padam. Dengan rasa gembira siau wan maju
kedepan, serunya : "Nona biar budak yang memeriksa orang ini."
"Baik" Beng Gi ciu mengangguk,
"tapi jangan sampai kau lukai dirinya."
siau wan mengangguk berulang kali, segera dia mengeluarkan
sebuah pisau belati kemudian sambil diayunkan dihadapan tosu tua
berjenggot putih itu katanya : "Bila ingin menyelamatkan nyawamu,
berbicaralah secara terus terang, mengerti?"
Jalan darah tosu itu tertotok hingga mulutnya tak mampu
bebricara, badanpun tak dapat bergeraki hanya biji matanya saja
yang berputar-putar panik, Kembali siau wan membentak dengan
suara dalam : "Jangan kau anggap aku tak berani melukai dirimu, kalau
amarahku meluap, akan kusayati tubuhmu lebih dulu, ingin kulihat


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apakah kau bersedia untuk berbicara atau tidak,"
Kembali tosu tua itu memutar biji matanya dengan panic, namun
tak sepatah kata pun yang diucapkan.
Beng Gi ciu yang melihat kejadian ini segera tertawa geli, selanya
: "siau wan, kalau jalan darahnya yang tertotok tidak kau
bebaskan, bagaimana mungkin dia dapat berbicara?"
setelah ditegur, siau wan baru menyadari apa yang terjadi, dia
sendiripun jadi kegelian sehingga tertawa cekikikan.
sesudah termenung sambil berpikir sejenak, akhirnya dia
menotok dulu jalan darah cian hong kiat di kedua belah bahu tosu
tersebut, kemudian baru menepuk bebas ketiga buah jalan darah
penting yang berada didada tosu tersebut.
Dengan begitu kecuali sepasang tangannya tak mampu
digunakan lagi, tosu tua itu dapat berbicara seperti orang normal.
sesudah menghembuskan napas panjang dengan nada setengah
merengek tosu tua itu berseru:
"Lihiap berdua, ampunilah jiwaku ini?"
"siapa namamu?" tegur siau wan sambil tertawa dingin.
"Pinto bernama Hian hoat, aku termasuk adik seperguruan Hian
thian totiang, ketua kuil ini."
Kembali siau wan mendengus,
"Hmmm, nona kami tiada maksud untuk mencelakai jiwa mu, tapi
sebagai timbal baliknya kau harus menjawab semua pertanyaan dari
kami dengan sejujurnya, kalau tidak,hmmm, aku tak akan menjamin
keselamatanmu itu" Hian hoat totiang mengiakan berulang kali, sahutnya :
"Baik, aku akan menjawab, aku akan menjawab, asal tahu pasti
akan kujawab dengan sejujurnya."
"Bagus sekali, dimanakah Hian thian totiang suhengmu
sekarang?" "Dia telah berangkat ke bukit Kun lun" Jawab tosu itu tanpa
berpikir lagi. Beng Gi ciu menjadi melengak sesudah mendengar jawaban itu,
segera timbrungnya : "Pergi kebukit Kun lun" Mau apa dia pergi kebukit Kun lun?"
"Kuil kami masih terhitung cabang dari Kun lunpay, koancu kami
mempunyai kewajiban mengunjungi bukit Kun lun satu kali setiap
tiga tahun." "Kapan kembalinya?" Tanya Beng Gi ciu kemudian sambil
menghela napas. Hian hoat totiang tertawa getir :
"Paling cepat tiga bulan, paling lama setengah tahun, bila lihiap
berdua bermaksud menantikan kedatangannya, aku rasa.."
"Hmmm, kau pasti sedang berbohong" bentak siau wan tiba-tiba,
"tak mungkin ada kejadian yang begitu kebetulan di dunia ini
sewaktu kami datang kemari senja tadi, dia masih berada dalam kuil,
mana mungkin begitu malam tiba dia telah berangkat kebukit Kun
lun?" Dengan wajah bersungguh-sungguh Hian hoat totiang berkata :
"Apabila lihiap bersikeras mengatakan tak percaya, yaa apa boleh
buat, tapi keputusan koancu kami untuk berkunjung kebukit Kun lun
sudah lama sekali ditetapkan, jadi bukan kebetulan."
"selama Hian thian totiang berkunjung ke Kun lun san, mungkin
kaulah yang mewakilinya menjadi koancu kuil Hian thian koan ini?"
Tanya Beng Gi ciu setelah termenung sejenak.
sambil tertawa paksa, Hian hoat totiang manggut-manggut.
"Ya a, memang begitulah, entah apa urusan apa lihiap berdua
mengunjungi kuil kami ditengah malam buta begini."
"Kemana perginya orang yang mengobati luka beracun digedung
To leng thian tersebut?"
Tiba-tiba Hian hoat totiang tertawa :
"oooo..rupanya kedatangan lihiap berdua disebabkan persoalan
ini." "Hey, apa yang kau tertawakan" Mengapa cepat katakan,
mengapa gedung To leng thian sudah kosong" Kemana perginya
orang itu?" "Ia sudah pergi meninggalkan kuil menjelang malam tadi, si tabib
yang berambut putih itu telah pergi membawa pasiennya, dia bilang
terpaksa harus pindah dari sini karena orang yang berziarah di kuil
ini terlalu banyak sehingga ia sulit melakukan pengobatan disiang
hari." "Kemana dia telah pergi?" Tanya Beng Gi ciu terkejut. Dengan
kening berkerut Hian hoat tojin menyahut :
"Aku dengar dia hendak pergi ke belakang bukit situ mencari gua,
tapi tidak dijelaskan tempat yang sesungguhnya,"
walaupun demikian setelah menatap wajah Beng Gi ciu sekejap.
dia meneruskan : "Dia bilang delapan hari kemudian akan datang kembali kesini,
sebab waktu itu pasiennya sudah sembuh sama sekali dari pengaruh
racunnya." "Hmmm, apa lagi pesannya?" dengus si nona. Tosu itu segera
menggeleng. "Tak ada pesan yang lain, hanya itu saja."
Beng Gi ciu dibuat setengah percaya setengah tidak, untuk
berapa saat lamanya dia menjadi kesulitan untuk mengambil
keputusan. sementara itu siau wan telah memutar biji matanya berulang kali,
lalu katanya : "Nona, percayakah kau dengan semua omongan setannya itu?"
Beng Gi ciu berpikir sebentar, mendadak timbul sebuah akal
dalam hatinya, sambil tersenyum ia segera berkata kepada siau wan
: "Aku rasa dia tak bakal bohong, mari kita pergi saja."
siau wan masih ingin membantah, namun niatnya segera dicegah
oleh Beng Gi ciu dengan kedipan matanya.
Dengan cepat dayang itu memahami apa yang dimaksud
majikannya sambil mendengus serunya :
"Hmmm, malam ini terlalu keenakan untuk si tosu tua hidung
kerbau ini." "Jangan kau ceritakan kepada siapa pun atas kejadian malam
ini," ancam Beng Gi ciu dengan suara dalam,
" dengan jalan darah cian keng hiat yang tertotok, lebih baik kau
sendiri yang mencari akal untuk membebaskannya."
Tidak menunggu sampai Hian hoat tojin sempat berbicara, gadis
itu telah beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut diikuti siau
wan dari belakang. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sempurna,
mereka melompat keluar dari halaman lalu menyembunyikan diri di
atas sebatang pohon yang besar.
setelah menyembunyikan diri baik-Baik, mereka berdua segera
menyingkap dedaunan yang rimbun dan mengintip kebawah.
Tampak Hian hoat tojin muncul dari ruangannya dengan
sempoyongan, begitu sampai di depan pintu segera teriaknya keraskeras
memanggil rekan-rekannya yang lain.
Lama kemudian baru kelihatan seorang tosu setengah umur yang
masih mengantuk munculkan diri dihalaman tersebut, dengan kaget
bercampur gugup dia berseru : "susiok, susiok, ada apa?"
"Cepat cepat bebaskan jalan darah cian keng hiat ku yang
tertotok" seru Hian hoat tojin dengan gelisah.
Tosu setengah umut itu kelihatan terkejut , seakan-akan saat itu
baru mengetahui kalau sepasang lengan Hian hoat tojin terkulai
lemas kebawah dan tak bisa bergerak.
Dengan gerakan cepat dia menepuk bebas jalan darah Hian hoat
tojin yang tertotok itu, kemudian tanyanya dengan perasaan
terkejut, bercampur keheranan.
"susiok, sebenarnya apa.apa yang telah terjadi?" Hian hoat tojin
menghela napas panjang : "Aaaaai sebetulnya sicu berambut putih dan anak muda yang
keracunan itu berada dimana?"
setelah agak tergagap tosu setengah umur itu menjawab.
"Aku dengar mereka sudah pergi ke belakang gunung untuk
mencari gua yang sepi, tapi tidak diketahui gua yang manakah
mereka berada." Kembali Hian hoat tojin menghela napas.
"Ingat baik-Baik, bila menjumpai persoalan semacam ini lagi
dikemudian hari, jangan sekali-kali mereka ditampung."
"Kee.. kenapa?"
"Tak usah banyak bertanya lagi tukas Hian hoat tojin marah,
pokoknya ingat saja pesanku ini, gara-gara peristiwa tersebut,
hampir saja selembar jiwaku turut melayang."
Tosu setengah umur itu mengiaka berulang kali dan tak berani
bertanya lebih jauh. Hian hoat tojin segera mengulapkan tangannya
berulang kali seraya berkata :
"sudah, disini tak ada urusan lagi, cepat mundur dari sini"
Tosu setengah umur itu mengiakan dan segera mengundurkan
diri dari situ sementara Hian hoat tojin pun balik kembali kedalam
ruangan. suasana di dalam kuil Hian thian koan pun segera pulih kembali
dalam keheningan yang luar biasa.
sementara itu siau wan yang telah memutar sepasang biji
matanya sambil mengawasi Beng Gi ciu.
Beng Gi ciu sendiripun sedang terjerumus dalam lamunan yang
dalam, sebab berdasarkan yang terbentang didepan mata saat itu,
sudah jelas semua tindak tanduk Hian hoat tojin bukan sengaja
dibuat-buat tapi memang begitulah kenyataannya. Melihat
majikannya hanya tercengang saja, tak tahan siau wan segera
menegur : "Nona, kawasan dibela kang bukit situ tak terlalu luas, mari kita
pergi melakukan pencarian, siapa tahu kita akan berhasil
menemukannya?" Tapi Beng Gi ciu segera menggeleng : "Tidak Lebih baik kita
menunggu sebentar lagi."
Nona kata siau wan sambil berkerut kening, "kelihatannya apa
yang diucapkan tosu itu benar, apa lagi yang kau sangsikan" Lebih
baik kita segera." "Aku mencurigai suara jerit kesakitan yang memilukan hati tadi"
kata si nona dengan suara dalam.
Bersambung jilid 33 Jilid 33 "oya betul, dengan jelas kita memang mendengar suara jerit
kesakitan yang memilukan hati, tapi.."
setelah memutar biji matanya, kembali dia melanjutkan,
"Kedengarannya suara itu berasal dari suatu tempat yang jauh
sekali, mungkin juga bukan berasal dari kuil ini."
Beng Gi Ciu segera mendengus :
"Kecuali kuil tokoan ini, di bukit Wang hu san sudah tiada rumah
penduduk yang lain, juga tak ada bangunan kuil yang lain, dari
mana suara tersebut bisa berasal kalau bukan dari sini?"
"Yaa, perkataan nona memang benar," Siau wan manggutmanggut,
akan tetapi Setelah berpikir sejenak, Beng Gi Ciu berkata :
"Lebih baik kita menunggu sebentar lagi, coba kita lihat apakah
suara tadi akan berkumandang lagi?"
Mereka berdua pun melanjutkan usahanya bersembunyi diatas
pohon, tapi tunggu punya tunggu hingga mendekati kentongan
keempat pun sama sekali tak kedengaran lagi suara tadi.
"Mari kita pergi" ajak Beng Gi ciu kemudian.
Mereka berdua segera bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan
bangunan kuil tersebut. Disaat mereka berdua sedang meluncur keluar bangunan kuil
inilah, mendadak tampak ada dua sosok bayangan kuning, bagaikan
burung elang saja langsung melayang turun diruang depan.
Beng Gi ciu menghentikan langkahnya dan bersama siau wan
menyembunyikan diri dibalik pepohonan.
Mereka mencoba untuk pasang telinga, akan tetapi tak
kedengaran sedikit suara pun, dengan suara dalamBeng Gi ciu
segera berkata : "Tampaknya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang
tersebut cukup tangguh, mereka bisa terhitung jagoan kelas satu
dalam dunia persilatan, tapi siapakah mereka?"
"Mungkin Hian thian loto telah pulang kembali?"
"Tak mungkin, setiap tosu penghuni kuil ini mengenakan jubah
berwarna abu-abu, tak mungkin mereka ganti baju kuning dalam
waktu singkat, selain itu menurut pendapatku, jangan lagi si Hian
thian tosu si tosu tua itu, sekalipun gurunya Hian thian tosu masih
hiduppun, rasanya mereka tak akan memiliki kepandaian sehebat
ini." "jadi kalau begitu mereka bukan anggota kuil ini?"
"Ya a, sudah pasti bukan"
sementara mereka masih berbicara, terdengar suara ujung baju
yang terhembus angin bergema memecahkan keheningan, lalu
tampak dua sosok bayangan kuning berkelebat lewat dari sisi kiri,
lebih kurang tiga kaki dari tempat persembunyian mereka.
Gerakan tubuh orang itu sangat enteng dan cekatan, biarpun
sedang melintasi atap rumah, namun nyatanya seperti berjalan
ditanah datar saja. Tanpa terasa Beng Gi ciu serta siau wan dibuat tertegun kembali,
kali ini mereka dapat melihat dengan jelas, ternyata mereka adalah
dua orang pendeta. siau wan segera berbisik sambil tertawa geli :
"Aneh betul kedua orang hwesio tua itu, mau apa mereka
mendatangi kuil para tosu ditengah malam buta begini?"
"Mari kita ikuti mereka" bisik Beng Gi ciu.
Dengan gerakan tubuh yang sangat ringan, dia segera menguntit
dibelakang kedua orang pendeta tua itu, selisih jarak mereka kirakira
sepuluh kaki lebih. sementara itu kedua orang pendeta tua tadi telah berputar satu
lingkaran mengelilingi bangunan kuil itu, kemudian meluncur keluar
dari sana, dengan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki Beng Gi ciu serta siau wan, ternyata perbuatan mereka
berdua sama sekali tidak disadari oleh kedua orang pendeta
tersebut. sementara itu, meski kedua orang pendeta tua sudah
meninggalkan komplek kuil tersebut, ternyata mereka tidak pergi
jauh, kembali kedua orang itu mengelilingi pagar kuil satu kali dan
akhirnya berhenti didepan pintu gerbang.
Beng Gi ciu dan siau wan segera bersembunyi dibelakang
sebatang pohon, jaraknya dengan pintu gerbang ternyata hanya
tujuh delapan kaki. Dengan menggunakan ilmu menyampaikan suaranya siau wan
segera bertanya : "Nona, tahukah kau apa yang sebenarnya telah
terjadi?" Dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara pula Beng Gi
ciu menjawab : "Jelas sudah keadaannya sekarang, jelas kedua orang pendeta
tua itu pun sedang melakukan penyelidikan atas kuil Hian thian koan
ini." "Tapi mengapa mereka keluar lagi dari dalam kuil tersebut
bahkan malah berniat mengetuk pintu segala?"
Baru saja Beng Gi ciu hendak menjawab, mendadak tampak salah
satu diantara kedua orang pendeta itu membalikkan badannya,
kemudian setelah melirik sekejap kearah tempat persembunyian


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng Gi ciu serta siau wan, ia membentak keras : "siapa disitu?"
Tampak bayangan kuning berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah
berada didepan pohon tersebut.
Dengan cepat Beng Gi ciu munculkan diri dari tempat
persembunyiannya, sambil tertawa dingin ia berseru :
"Lo suhu tajam amat pendengaranmu."
"omitohud." Paras muka pendeta tua itu tetap dingin tanpa
perubahan emosi, "boleh aku tahu siapakah lisicu berdua dan ada urusan apa
melakukan penyelidikan di saat tengah malam buta begini?"
"Kau anggap berhak untuk mengetahui soal ini?" seru siau wan
cepat. Dalam pada itu, pendeta tua yang satu nya telah melayang
datang kesana, mendengar perkataan tersebut, dia segera
membentak : "Besar amat nyalimu, berani bersikap kurangajar
terhadap kami?" sebenarnya Beng Gi ciu hendak menegur siau wan, tapi setelah
mendengar perkataan dari pendeta tua itu, tanpa terasa dia berkerut
kening dan balas membentak :
"Nyalimu pun cukup besar, berani sekali berbicara sekasar ini
terhadap kami?" Pendeta tua itu makin naik darah, katanya :
"Hayo cepat katakan asal usul serta identitas kalian yang
sebenarnya" "Kalau kami enggan bicara?" jengek Beng Gi ciu hambar.
Pendeta tua itu Nampak agak tertegun, agaknya ia tak
menyangka kalau lawannya akan menjawab seperti itu, amarahnya
makin berkobar, segera serunya keras-keras :
"Hmmm, kecuali kalian sudah bosan hidup."
"Ya a, mungkin saja kami sudah bosan hidup, tapi adakah orang
yang mampu membunuh diriku?"
"Budak ingusan Kau terlalu jumawa, tampaknya aku perlu
memberi sedikit pengajaran kepadamu"
sepasang tangannya segera direntangkan, tampak bajunya
menggelembung besar dengan cepatnya, sementara jalan darah tay
yang hiat dikedua belah keningnya Nampak menonjol keluar.
Beng Gi ciu tertawa dingin, pelan-pelan dia maju kemuka, lalu
jengeknya : "Kau ingin berkelahi?"
"Ya a, kecuali kau bersedia menjawab seluruh pertanyaanku
sejujurnya." "Hmmm, kalau memang ingin berkelahi, mari kita berkelahi,
rasanya nonamu tak akan menundukkan kepala
dihadapanmu",jengek Beng Gi ciu dengan suara sedingin es.
"Kurang ajar" pendeta tua itu makin gusar,
"Nampaknya tabiatmu makin lama makin menjadi, hati-hati
dengan seranganku ini"
Tangan kanannya segera diputar, kemudian melepaskan sebuah
pukulan dahsyat kedepan. Beng Gi ciu segera mengebaskan sepasang ujung bajunya
kedepan tiba-tiba saja berkelebat lewat selapis cahaya emas yang
amat menyilaukan mata, langsung menyongsong datangnya
serangan dari pendeta tua itu.
Pendeta tua lainnya yang menontonjalannya pertarungan itu
menjadi terperanjat sekali, mendadak dia melejit ke udara sambil
berteriak keras : "sute, cepat mundur"
Ditengah bentakan tersebut, tubuhnya yang masih berada
diudara segera menyambar tubuh pendeta tua rekannya dan
menariknya hingga mundur sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.
Tentu saja perbuatan ini membuat si pendeta tua tersebut jadi
tertegun dantakhabis mengerti.
Menanti tubuh mereka telah melayang turun ketanah, ia baru
bersuara dengan nada gelisah:
"Ciangbun suheng, apa-apan kau ini?"
Pendeta tua yang disebut sebagai ciangbunjin itu tidak segera
menjawab pertanyaan tersebut, dia mengulapkan tangannya,
kemudian berjalan menghampiri Beng Gi ciu.
sementara itu Beng Gi ciu telah menarik kembali serangannya
dan tertawa dingin tiada hentinya.
Dengan langkah lebar, pendeta tua itu berjalan mendekat,
kemudian sambil merangkap sepasang tangannya didepan dada
untuk memberi hormat, katanya :
"Boleh aku tahu siapa nama li sicu?"
"Mengapa kau tidak melapor dulu namamu?" sahut Beng Gi ciu
dengan suara sedingin salju.
Pendeta tua itu manggut-manggut, katanya :
"Aku Phu sian, saat ini menjabat sebagai ketua dari siau lim pay"
Kemudian sambil menunjuk ke arah pendeta tua lainnya yang
sedang berjalan mendekat, katanya :
"sedang dia adalah Hwee cuncu, satu diantara lima rasul panca
unsur partai kami, juga masih terhitung adik seperguruanku."
Mengetahui siapa yang sedang dihadapannya, Beng Gi ciu
merasa amat terkejut, sebab walaupun ia sudah mengetahui kalau
ilmu silat yang dimiliki kedua orang pendeta tua itu sangat lihai,
namun dia sama sekali tak menyangka kalau orang tua itu adalah
ketua siau limpa y, pemimpin dari tujuh partai besar lainnya. Maka
setelah tersenyum, ia berkata :
"Maaf, maaf, siauli adalah Beng Gi ciu, sedang dia adalah
budakku siau wan." Phu sian sanjin segera merasakan semangatnya berkobar
kembali, dengan cepat katanya :
"Maafkan kelancanganku untuk bertanya, benarkah ilmu yang
Beng li sicu perlihatkan tadi merupakan kepandaian dari tiga dewa
see gwa sam sian?" Beng Gi ciu tertawa hambar, segera tukasnya :
"Losiansu memang hebat sekali pengetahuannya, betul ilmu
tersebut memang Kim ka sinkang"
"Kalau begitu Beng siocia adalah keturunan dari Kim ka sian" "
"Benar" gadis itu mengangguk.
Phu sian sangjin menjadi sangat kegirangan, segera serunya :
"Benar-benar sangat kebetulan, tak disangka kami akan bersua
dengan Beng lisicu ditempat ini.Dalam seratus tahun terakhir ini
setiap umat persilatan boleh dibilang menyangjung serta
menghormati kehebatan tiga dewa, namun sayang belum pernah
melihat keturunan dari tiga dewa terjun kembali kedalam dunia
persilatan. " Kemudian sambil berpaling kearah Hwee cuncu serunya lagi :
"sute, hayo cepat minta maaf kepada Beng Li sicu"
Terpaksa Hwee cuncu maju memberi hormat, katanya : "Maaf
atas kelancanganku tadi"
Cepat-cepat Beng Gi ciu balas memberi hormat, katanya
kemudian : "Lo siansu terlalu sungkan, padahal siauli sendiripun telah
berbuat kesalahan yang sama"
Phu sian sangjin berkata setelah termenung sebentar.
"Kemunculan Beng lisicu secara tiba-tiba dalam dunia persilatan
tentunya disebabkan karena ada urusan besar bukan?"
Beng Gi ciu tersenyum. "sejak kecil siauli berdiam dipulau Bong lay to, ilmu silat yang
berhasil kupelajari juga hanya ilmu kucing kaki tiga, sebetulnya aku
hanya bermaksud menambah pengetahuan serta mencari
pengalaman didalam dunia persilatan, sekalian mencari kedua orang
empekku yaitu empek Thian serta empek oh yang sudah setahun
meninggalkan pulau Bong lay to, siapa tahu situasi yang kuhadapi
sekarang nampaknya telah berubah menjadi amat rumit dan kacau."
"Apakah empek Thian dan empek oh yang Beng li sicu
maksudkan adalah keturunan dari Bu khek sian serta Thin lui sian?"
Beng Gi ciu mengangguk. "Benar, mereka masih setingkat berada diatasku, oleh sebab itu
aku memanggil empek kepada mereka."
Kemudian setelah memutar biji matanya, dia berkata lagi :
"Hingga saat ini jejak kedua orang empek ku belum berhasil
kutemukan, tapi kujumpai kemunculan kembali partai kupu-kupu di
dalam dunia persilatan, oleh sebab itu."
Mendadak ia menghentikan perkataannya dan tidak melanjutkan
kembali. "omitohud" Phu sian sangjin segera berseru memuji keagungan
sang Buddha, "apakah Beng li sicu sudah mengetahui semua peristiwa yang
terjadi dalam dunia persilatan belakangan ini?"
Beng Gi ciu menggeleng. "Kami berdua belum lama meninggalkan pulau Bong lay to, jadi
tidak banyak pula yang kami ketahui tentang persoalan dunia
persilatan." Phu sian sangjin memandang sekejap kuil Hian thian koan yang
sepi itu, lalu setelah berpikir sebentar, katanya :
"Beng li sicu adalah keturunan dari tiga dewa, sudah sepantasnya
bila kubeberkan keadaan yang sebenarnya."
Maka secara ringkas dia menceritakan kemunculan kedele maut
didalam dunia persilatan, bagaimana Kho Beng datang memberi
kabar, bagaimana Bok cuncu membuat perjanjian kerja sama
dengan Kho Yang ciu dan sebagainya
Beng Gi ciu mendengarkan semua penuturan tersebut dengan
asyik, menanti Phu sian sangjin telah menyelesaikan perkataannya,
dia baru berkata : "Apakah losiancu telah memohon bantuan dari jago-jago partai
lainnya untuk bersama-sama melacaki sarang dewi In Un?"
"Tentu saja" jawab Phu sian sangjin cepat.
"Aku telah mengirim surat pemberitahuan keseluruh perguruan
besar, aku yakin pelbagai perguruan besar telah mengirim jagojagonya
yang lihai untuk mulai bekerja."
Beng Gi ciu sebera tertawa getir.
"Menurut apa yang kuketahui, sarang Dewi In Un terletak
dipuncak bukit Cian san dan yang lebih penting lagi adalah ketua
partai kupu-kupu yang sekarang Ui sik kong sudah tiba dibukit Cian
san." "Ehmmm, tentang hal ini aku pun sudah mendapat kabar," phu
sian sangjin segera mengangguk.
"Tajam benar pendengaran losiansu," puji Beng Gi ciu sambil
tertawa, "lantas apa rencana siansu untuk menanggulangi masalah ini?"
"Masalah tersebut betul-betul amat rumit dan membingungkan
hati, tempo dulu entah siapa yang telah dipergunakan Dewi In Un
untuk menyamar sebagai Bu wi lojin hingga membangkitkan amarah
umat persilatan dan terjadi peristiwa berdarah diperkampungan hui
im ceng. Akibat peristiwa itu, Kho Beng kakak beradik berhasil lolos
dari musibah, selanjutnya Kho Yang ciu dengan kedele mautnya
melakukan pembantaian secara besar-besaran terhadap umat
persilatan, kejadian ini dengan cepat menjalinkan permusuhan yang
amat mendalam antara Kho Yang ciu dengan segenap umat
persilatan, dalam suasana itulah rupanya partai kupu-kupu
memanfaatkan kesempatan untuk menancapkan kakinya didaratan
Tionggoan." "Nah coba bayangkan sendiri, bukankah persoalannya menjadi
bertambah kalut dan membingungkan."
Beng Gi ciu mengangguk. "Ya a, situasi memang sangat kalut, tapi..ada urusan apa lo
siansU datang kemari?"
"omitohud, setelah aku mendapat laporan dari Bok cuncu yang
mengatakan bahwa Dewi In Un sering munculkan diri disekitar bukit
Cian san, maka aku merasa perlu untuk melakukan penyelidikan
sendiri dengan harapan persoalan diperkampungan Hui im ceng
tempo dulu bisa diselidiki hingga tuntas, dengan demikian
perselisihan kami dengan dua bersaudara Kho pun bisa mendapat
penyelesaian secepatnya."
Beng Gi ciu tertawa hambar.
"Kini pusat kekuatan partai kupu-kupu telah dialihkan kebukit
Cian can, aku lihat perselisihan antara dua bersaudara Kho dengan
umat persilatan pun telah berubah menjadi masalah kedua"
Dengan wajah serius Phu sian sangjin manggut-manggut.
"Akupun sudah berpikir bahwa masalah penting yang kita hadapi
sekarang adalah masalah kehadiran Partai kupu-kupu, andaikata
Dewi In Un tidak menyuruh orang menyamar sebagai Bu wi lojin, tak
mungkin akan terjadi peristiwa berdarah di perkampungan Hui im
ceng. Karenanya akupun mengambil suatu kesimpulan asal masalah
Partai kupu-kupu sudah terselesaikan secara otomatis masalah dua
bersaudara Kho pun akan terselesaikan dengan sendirinya. Tapi Kho
Yang ciu terlalu banyak membunuh orang, rasa dendam yang
menumpuk susah rasanya untuk dihapus dengan begitu saja,
sedangkan Partai kupu-kupu jelas mempunyai niat jahat terhadap
umat persilatan, besar kemungkinan akan terjadi lagi suatu peristiwa
besar didalam dunia persilatan."
"Aku dengar perkampungan Hui im ceng pun telah
diporakporandakan hingga hancur tak karuan, darah bercucuran
dimana-mana dan mayat bertumpuk membukit, tujuh puluh lembar
jiwa keluarga Kho telah kalian bantai sampai ludas?"
"omitohud..aku merasa amat menyesal dengan peristiwa ini,
tapi.aku tetap berpendapat bahwa bencana besar yang kita hadapi
sekarang berasal dari Partai kupu-kupu?"
Kemudian setelah memandang sekejap kearah Beng Gi ciu,
kembali dia berkata : "Pada seabad berselang, tiga dewa telah membunuh ketua Partai
kupu-kupu dibawah tebing hati duka dan sekarang Partai kupu-kupu
telah muncul kembali dalam dunia persilatan, aku lihat tujuan
mereka yang pertama mungkin hendak membalas dendam atas sakit
hati itu." Beng Gi ciu tertawa hambar.
"Persoalan ini memang sudah berada dalam dugaan, tapi ada
satu hal yang justru membingungkan hatiku?"
"Persoalan apa?"
"Setiap orang persilatan tahu kalau tiga dewa See gwa sam sian
berdiam di pulau Bong lay to, andaikata tujuan Partai kupu-kupu
hanya untuk membalas dendam atas sakit hatinya pada seabad
berselang sudah pasti mereka akan langsung menuju kepulau Bong
lay to, mengapa mereka tidak berbuat demikian sebaliknya malah
langsung memasuki daratan Tionggoan?"
Phu sian sangjin dibikin tergagap oleh perkataan tersebut.
"soal ini.soal ini."
sambil tersenyum Beng Gi ciu melanjutkan kembali kata-katanya
: "Dalam hal ini mungkin saja ada dua penyebabnya, kesatu,
mereka hendak merebut kembali kitab pusaka Thian goan bu boh
yang telah hilang sejak seabad berselang, kedua, mereka hendak
membantai umat persilatan, menaklukan setiap partai dengan
kekerasan agar bisa menjadikan dirinya sebagai pemimpin tertinggi
dunia persilatan." Merah jengah selembar wajah Phu sian sangjin, katanya
kemudian setelah menghela napas.
"Perkataan Beng li sicu memang benar, tapi aku rasa mereka pun
tak akan melupakan dendam sakit hatinya dengan tiga dewa see
Gwa sam sian."

Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi aku yakin masalah itu masih masalah kedua setelah
usahanya menguasai seluruh dunia persilatan berhasil seratus tahun
berselang, Partai kupu-kupu pernah melakukan pembantaian
berdarah terhadap umat persilatan, walaupun akhirnya ketua
mereka tewas ditangan tiga dewa, tapi seratus tahun kemudian
ternyata mereka muncul kembali didalam dunia persilatan.sudah
pasti kekuatan mereka saat inijauh lebih tangguh, ini berarti badai
berdarah tak bisa dihindari lagi oleh umat persilatan. Walau pun
demikian, asal tujuh partai besar serta segenap umat persilatan dari
empat arah delapan penjuru mau bersatu padu dan memberikan
perlawanan secara bersama-sama, aku rasa siapa menang siapa
kalah masih susah ditentukan mulai sekarang. "
"siauli sekalian pun pasti tak akan berpeluk tangan belaka," kata
Beng Gi ciu sambil tertawa,
"atau tegasnya saja maksud siauli mencari empek Thian dan
empek oh pun tak lain bermaksud hendak mengajak mereka
merundingkan bersama cara untuk menanggulangi serbuan Partai
kupu-kupu." Phu sian sangjin menjadi amat girang, katanya cepat :
"Asal keturunan dari tiga dewa bersedia membantu, sudah pasti
usaha kami untuk menumpas kaum iblis tersebut akan berhasil
dengan sukses, apakah Beng li sicu akan berhasil menemukan Thian
tayhiap dan oh tayhiap." Belum Beng Gi ciu menggeleng.
setelah berhenti sejenak. dia mengalihkan pokok pembicaraan ke
soal lain, katanya : "sebelum itu, ingin sekali siauli mendengar pendapat lo siansu
tentang dua bersaudara Kho?"
"seharusnya musuh besar dua bersaudara Kho yang sebetulnya
adalah Dewi In Un yang melakukan pengacauan dari tengah,
andaikata beruntung Partai kupu-kupu dibasmi, maka asal mereka
tidak ingin membuat perhitungan dengan umat persilatan, aku rasa
sanak keluarga umat persilatan yang tewas ditangan dua bersaudara
Kho pun tak akan mempersoalkan peristiwa itu lagi dan perselisihan
dengan begitu saja."
sambil tertawa Beng Gi ciu manggut-manggut, katanya :
"Pandangan losiansu memang cukup adil, lantas apa sebabnya
kau melakukan pemeriksaan atas kuil Hian thian koan ini?"
Kembali paras muka Phu sian sangjin berubah menjadi semu
merah. "Tampaknya Beng li sicu telah mengetahui jejakku sedari tadi?"
"Yaa, sejak masih berada didalam kuil."
"Kalau begitu Beng li sicu pun sedang melakukan penyelidikan
atas kuil Hian thian koan ini?" Tanya Phu sian sangjin tercengang.
Beng Gi ciu manggut-manggut.
"Tapi siauli ingin mengetahui lebih dulu apa sebabnya lo siansu
melakukan penyelidikan atas kuil Hian thian koan ini?"
"Dalam perjalanan melalui tempat ini tadi, aku seperti mendengar
ada suara perempuan yang menjerit kesakitan, suara yang
memilukan hati itu berasal dari dalam kuil, karena curiga maka
akupun melakukan pemeriksaan disekitar tempat ini"
"Yaa, siauli pun sempat mendengar jeritan kesakitan itu, tapi
yang membuat aku bertekad melakukan penyelidikan dalam kuil
Hian thian koan ini adalah sebab yang lain."
"Boleh aku tahu apa sebabnya?" buru-buru Phu sian sangjin
bertanya. Agak memerah paras muka Beng Gi ciu.
"sebenarnya Kho Beng sedang merawat luka beracunnya dalam
kuil ini, tapi.." Tiba-tiba ia menghembuskan napas panjang dan menghentikan
perkataannya. Phu sian sangjin menjadi agak tertegun dan tak habis mengerti,
dia tak mengira Beng Gi ciu yang baru terjun kedunia persilatan
ternyata dapat menjalin hubungan dengan Kho Beng, lebih-lebih tak
menyangka kalau Kho Beng bakal merawat lukanya didalam kuil
Hian thian koan ini. Agaknya Beng Gi ciu sendiripun mengerti bahwa persoalan ini tak
mungkin bisa dijelaskan hanya dengan dua tiga patah kata saja.
Maka secara ringkas dia pun bercerita tentang bagaimana
perkenalannya dengan Kho Beng, tentu saja banyak persoalan
diantaranya yang sengaja ditutupi.
"omitohud." Phu sian sangjin berseru memuji keagungan sang
Buddha. "Rupanya begitu, tapi aku menemukan ada dua halyang
mencurigakan." "Dalam hal yang mana lo siansu menaruh curiga?" buru-buru
Beng Gi ciu bertanya. "Kesatu, aku mengetahui dengan pasti kuil Hian thian koan bukan
termasuk pengawasan partai Kun lun, ini berarti ucapan Hian hoat
tojin jelas berbohong dan tak ada kebenarannya. Kedua, sisetan tua
dari Lamciang adalah seorang manusia munafik yang jahat, keji dan
licik sekali, aku cukup memahami watak orang tersebut, jadi
mustahil kalau dia mengobati luka Kho Beng hanya dikarenakan
kemaruk akan harta."
"sungguhkah perkataan lo siansu ini?" Tanya Beng Gi ciu sangat
terkejut. "omitohud, apakah Beng li sicu menganggap aku punya
kepentingan untuk berbohong?"
siau wan yang berada disisinya cepat menimbrung.
"Nona, cepat kita tangkap Hian hoat tosu tua itu dan
menyiksanya agar mengaku, siapa tahu Kho kongcu sudah mereka
celakai" Phu sian sangjin termenung dan berpikir sebentar, kemudian
katanya : "Barusan aku telah melakukan pemeriksaan disekeliling bangunan
kuil ini, sepintas lalu tampaknya tiada sesuatu yang tak beres
dengan tempat ini, baru saja aku hendak mengetuk pintu untuk
melakukan pemeriksaan kedalam, saat itulah kujumpai kehadiran
Beng li sicu disini. Nah Beng Li sicu, apakah kau berhasil menjumpai
sesuatu yang mencurigakan?"
"Apapun tak berhasil kutemukan,"
"kalau tidak. masak kami akan tinggalkan tempat ini dengan
begitu saja?" "Waaah.kalau begitu Kho Beng sudah terjebak dalam keadaan
yang sangat berbahaya." Kata Phu sian sangjin kemudian dengan
suara berat. Beng Gi ciu menggertak gigi kencang-kencang.
"seandainya sampai terjadi keadaan demikian, aku bersumpah
akan meratakan kuil Hian thian koan ini dengan tanah"
Dengan cepat Phu sian sangjin menggeleng kepalanya berulang
kali, ia berkata : "Aku minta Beng li sicu jangan kelewat emosi, yang terpenting
buat kita sekarang adalah bagaimana cara menyelamatkan Kho Beng
dari ancaman bahaya."
Beng Gi ciu agak tertegun, serunya :
"Menurut yang kuketahui, antara losiansu dengan Kho Beng
masih terikat permusuhan yang mendalam, apa sebabnya.."
"Beng lisicu dapat berkata demikian karena kau belum
memahami jalan pemikiranku," kata Phu sian sangjin sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali,
"padahal yang menjadi tujuan utama dari perjuanganku ini tak
lain adalah mencari ketenangan dan kedamaian bagi umat
persilatan, jadi bagiku tiada hubungan dendam atau sakit hati
dengan siapa saja. Tatkala terjadi peristiwa berdarah
diperkampungan Hui im ceng belasan tahun berselang, akupun telah
berusaha untuk mencegahnya, sayang aku tak berhasil mengatasi
kemarahan umat persilatan akhirnya terjadilah peristiwa yang amat
mengenaskan itu." Kemudian setelah menghembuskan napas panjang, pelan-pelan
dia berkata lagi : "Menurut hasil pengamatanku sendiri maupun apa yang kudengar
dari pemberitaan, dapat kutarik kesimpulan bahwa Kho sicu
sesungguhnya adalah seorang sauhiap yang patut dihormati dan
dikagumi, malah banyak hal didalam usaha untuk menumpas kaum
iblis tersebut kita masih membutuhkan bantuannya, oleh sebab itu
sudah sepantasnya bila aku berusaha memberi pertolongan dengan
sekuat tenaga" Beng Gi ciu tertawa gembira.
"Dengan pengalaman lo siansu yang begitu luas serta
pengetahuanmu yang amat banyak, sudah pasti banyak bermanfaat
bagi usahaku menolong Kho Beng, kalau begitu aku ucapkan banyak
terima kasih atas kehadiran lo siansu ini."
"Aaaah, ini kan sudah menjadi kewajibanku"
Kepada Hwee cuncu segera serunya : "sute, cepat maju dan
menggedor pintu" Hwee cuncu mengiakan dengan langkah lebar dia berjalan
menuju kedepan pintu gerbang kuil Hian thian koan lalu
menggedornya keras-keras.
Gedoran itu dilakukan dengan kekuatan besar sehingga
menimbulkan suara yang nyaring sekali, ditengah keheningan malam
yang mencekam, hampir boleh dibilang seluruh kuil dapat
mendengar suara itu. Tak lama kemudian terdengar suara langkah manusia
berkumandang datang, disusul pintu gerbang pun terbuka lebar,
seorang tosu setengah umur dengan pandangan terkejut bercampur
keheranan mengawasi Phu sian sangjin dan Beng Gi ciu sekalian
berempat sekejap. lalu katanya :
"Ditengah malam buta begini, ka. kalian ada urusan apa datang
kemari?" Hey tosu tua dengan suara yang amat nyaring bagaikan genta,
Hwee cuncu berseru : "Pentang sepasang matamu lebar-lebar, coba lihat siapakah diri
kami ini?" Walaupun dia termasuk seorang pendeta tua yang telah
mempunyai hasil latihan selama puluhan tahun dalam agama
Buddha, namun sifat berangasannya tak hilang barang sedikitpun,
baik dalam tingkah laku maupun dalam pembicaraan dia selalu
bersikap kasar. Itulah sebabnya julukan Hwee cuncu atau rasul api
memang cocok sekali dengan keadaannya. sambil tertawa paksa
tosu setengah umur itu menjawab :
"Aku tak ambil perduli siapakah kalian, paling tidak kalian toh
tidak seharusnya datang mengacau kuil kami ditengah malam buta
begini." "Mengacau?" bentak Hwee cuncu semakin gusar,
"perkataan tersebut sangat tidak pantas kau pergunakan bagi
kami, yang benar kami datang untuk melakukan penggeledahan,
mengerti" Hmmm kami adalah rombongan dari siau lim pay, aku
dikenal orang sebagai Hwee cuncu"
Lalu sambil menunding kebelakang, kembali katanya :
"Dan dia adalah ketua dari partai kami, Phu sian sangjin "
"Aaaaah.." dengan wajah berubah hebat tosu setengah umur itu
berseru tertahan, buru-buru ia memberi hormat sambil katanya,
"Tak disangka ada tamu agung yang datang berkunjung,
maafkan kelancangan pinto."
Phu sian sangjin segera melangkah maju mencegah Hwee cuncu
bertindak lebih jauh, kemudian tegurnya :
"Apakah koancu kalian ada didalam kuil?"
"Tidak ada" jawab tosu itu agak tergagap.
Mendadak Hian hoat tojin munculkan diri dengan langkah lebar,
sambil memberi hormat ia segera menyapa :
"Benar-benar menjadi kehormatan buat kami untuk menerima
kunjungan dari anda sekalian, silahkan masuk kedalam ruangan
untuk minum teh." Lalu setelah memandang sekejap kearah Beng Gi ciu serta siau
wan, sambil tertawa paksa :
"silahkan lisicu berdua masuk pula kedalam"
Beng Gi ciu tertawa dingin, ia sama sekali tak berbicara.
Walaupun Hian hoat tojin telah mempersilahkan tamunya untuk
masuk. ternyata Phu sian sangjin sama sekali tidak menggeserkan
langkahnya, dia masih tetap berdiri ditempat semula.
Tentu saja Hian hoat tojin menjadi tersipu-sipu dibuatnya, sambil
tertawa paksa segera katanya lagi :
"Apakah lo siancu tidak bersedia untuk memasuki kuil kami?"
"omitohud, boleh aku tahu gelar totiang?"
"Pinto Hian hoat, untuk sementara waktu ini menjabat sebagai
koancu kuil ini." "oooh dimanakah koancu kalian?" Tanya Phu sian sangjin lagi
dengan suara dingin. "Dia telah pergi kebukit Kun lun," karena Dengan cepat Phu sian
sangjin menukas : "Totiang tak usah melanjutkan perkataanmu itu, aku sudah
mengetahui secara pasti kalau kuil kalian tidak termasuk aliran Kun
lun pay, lebih baik undang saja koancu kalian untuk bertemu kami."
Berubah hebat paras muka Hian hoat tojin setelah mendengar
perkataan ini, katanya : "Apabila losiansu berkeras mengatakan demikian, pinto pun tak
bisa membantah apa-apa, tapi kenyataannya koancu kami betulbetul
tak berada didalam kuil hingga tak mungkin bagiku untuk
mengundangnya keluar"
Phu sian sangjin segera tertawa dingin :
"Baiklah, kalau toh totiang bersikeras mengatakan demikian,
terpaksa aku mesti berbuat kasar kepadamu."
"Apa yang hendak lo siansu lakukan?" Tanya Hian hoat tojin
sambil berusaha menenangkan hatinya.
"Aku sebagai pemimpin dari tujuh partai besar terpaksa akan
turunkan perintah untuk melakukan penggeledahan atas kuil Hian
thian koan, apakah totiang bermaksud menghalangi perintahku ini?"
"Aku tak berani, silahkan lo siansu melakukan penggeledahan"
buru-buru tosu itu berseru.
Phu sian sangjin mengangguk, kepada Beng Gi ciu katanya
kemudian, "Beng li sicu, mari ikut masuk kedalam kuil"
Dengan langkah lebar dia sebera berjalan masuk kedalam
ruangan kuil itu. Hian hoat tojin yang mengikuti dibelakang Phu sian sangjin
sebera berkata lagi sambil tertawa paksa :
"Murid-murid kuil kami sudah pada tidur,bagaimana kalau
kubunyikan genta untuk membangunkan mereka serta menanti
petunjuk dari losiansu?"
"Tidak usah" jawab Phu sian sangjin hambar. Lalu sambil
berpaling kearah Beng Gi ciu tanyanya,
"Dimanakah Kho sicu merawat luka beracunnya?"
"Digedung To leng tiang, tapi sekarang sudah tak ada apaapanya
lagi disana." Mendadak Hian hoat tojin menimbrung sambil tertawa terbahakbahak.
"Haaaahhhaaahhhaaahhhi.rupanya lo siansu pun datang kemari
dikarenakan persoalan tersebut, padahal sicu yang mengobati
pemuda itu sudah lama pergi dari sini."
"Aku tak perduli mereka sudah pergi atau belum, yang ingin
kulihat adalah gedung To leng tian itu."
"Biar aku menjadi penunjuk jalan" seru Hian hoat tojin tanpa
ragu-ragu. Tak lama kemudian sampailah mereka didepan gedung To leng


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tian, Hian hoat tojin segera membuka pintu lebar-lebar dan berdiri
menanti disamping. Dengan langkah berhati-hati Phu sian sangjin melangkah masuk
kedalam ruangan itu, tampak ditengah meja altar tergantung
gambar dari To leng, sebuah lentera minyak tergantung disisinya.
Kecuali dibagian muka dan belakang masing-masing terdapat sebuah
pintu, jendela di dinding sebelah kiri dan kanan berada dalam
keadaan tertutup rapat. Dengan sorot mata yang tajam Phu sian sangjin memperhatikan
sekejap keadaan sekeliling tempat itu, mulutnya tetap membungkam
dalam seribu bahasa. Hian hoat tojin segera berkata diiringi
senyuman yang tidak leluasa.
"Berhubung jemaah yang sembahyang di kuil kami pada siang
hari terlalu banyak dan ramai sehingga suasananya amat hiruk
pikuk. maka Peksicu itu."
Namun sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tanpa berpaling
sama sekali Phu sian sangjin membentak secara tiba-tiba :
"sute, cepat bekuk kedua orang tosu tersebut"
Hwee cuncu sama sekali tidak berayal, begitu mendapat perintah
ia segera turun tangan dan secepat kilat melancarkan dua buah
totokan dahsyat. Hian hoat tojin menjadi amat terperanjat, namun sebelum ia
sempat mengambil suat tindakan, desingan angin jari dari Hwee
cuncu telah menghajar dadanya dengan tepat, seketika itu juga
tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.
Nasib yang dialami tosu setengah umur yang membukakan pintu
gerbang pun tak jauh berbeda, dia berubah menjadi patung yang
kaku dan tergeletak diatas tanah.
setelah kedua orang itu berhasil dirobohkan, Phu sian sangjin
baru berpaling kearah Beng Gi ciu seraya bertanya :
"Apakah Beng li sicu pernah melakukan pemeriksaan atas
ruangan gedung ini"^"
"Akupun hanya melongok sekejap dari sisi pintu, dalam gedung
ini kecuali meja altar tersebut sama sekali tiada benda yang lain, apa
pula yang harus kuperiksa dengan seksama?"
Dengan suara dalam dan berat Phu sian sangjin sebera berseru :
"Untung sekali li sicu tak masuk kedalam ruangan ini kalau tidak."
sambil memuji keagungan Buddha, dia pun menutup mulutnya
kembali rapat-rapat. "Kalau tidak bisa kenapa?" tanya Beng Gi ciu ingin tahu. Phu sian
sangjin tertawa ringan. "Apakah Beng li sicu pernah mempelajari soal ilmu alat rahasia
atau alat perangkap serta lain sebagainya."
"sama sekali tidak pernah" tukas si nona sambil tertawa,
"mungkin lo siansu pun seharusnya tahu, tiga dewa see gwa sam
sian tidak pernah mempelajari ilmu kepandaian semacam itu."
"Biarpun kepandaian tersebut hanya terhitung ilmu sampingan,
kadang kala justru kepandaian semacam inilah yang sering
membunuh orang secara keji dan luar biasa."
"Waaah, kalau begitu ruangan ini pasti telah dilengkapi dengan
alat rahasia serta alat perangkap yang sangat lihai dan mengerikan
hati?" Phu sian sangjin manggut-manggut.
"Bukan cuma ada, bahkan telah dilengkapi dengan jebakan api
Lei kiong hwee cing yang paling hebat dan luar biasa, bahkan
pemasangan yang mereka lakukan pun betul-betul kelewat keji"
Kemudian setelah memperhatikan sekejap kedua orang tosu yang
telah tertotok jalan darahnya itu, dia berkata lagi :
"Justru disinilah terletak alasanku mengapa kuturunkan perintah
untuk membekuk kedua orang tosu tersebut, mungkin mereka sudah
terlalu banyak melakukan perbuatan keji dan tak berprikemanusiaan
ditempat ini" "Lo siansu tak bakal salah melihat bukan" Tanya Beng Gi ciu
setengah percaya setengah tidak.
Phu sian sangjin tertawa.
"Aku akan segera membuktikannya dihadapan Beng li sicu."
Ujung bajunya segera dikebaskan kedepan, segulung angin
pukulan yang maha dahsyat cun sebera menggulung kedepan
dengan sangat hebatnya. Angin pukulan yang maha dahsyat itu langsung menghantam
kasur duduk yang terletak didepan meja altar. Blaaammm
Ditengah suara benturan yang amat keras, kasur tersebut
terhantam hingga tergetar keras.
Tapi dengan bergetarnya kasur duduk itu, mendadak seluruh
ruangan gedung To leng tian ikut berguncang keras bahkan diiringi
suara yang amat memekikkan telinga, sebagian besar dari ruangan
tersebut amblas dan tenggelam kedasar perut bumi, dalam waktu
singkat ruangan tersebut telah lenyap dibalik tanah, sementara
permukaan tanah pun merepat kembali seperti sedia kala.
Tak terlukiskan rasa terkejut Beng Gi ciu setelah menyaksikan
peristiwa itu, serunya sambil menggigit bibir :
"Benar-benar sebuah alat jebakan yang sangat lihai"
Phu sian sangjin terus tertawa.
"adahal kelihaian dari alat perangkap ini tak sampai disitu saja.."
Belum selesai ucapan itu diucapkan, terdengar suara gemuruh
yang amat keras bergema dari bawah tanah sana.
suara tersebut amat keras dan sangat menusuk pendengaran,
malah seluruh permukaan tanah pun turut bergetar keras.
Menyusul kemudian muncul segulung gelombang panas yang
suhu udaranya makin lama semakin bertambah tinggi, begitu
panasnya suasana disitu sehingga tanpa terasa Beng Gi ciu mundur
berulang kali kebelakang. Phu sian sangjin segera berkata :
"Tatkala seorang sudah terperangkap didalam jebakan dibawah
tanah tersebut, maka kobaran api yang maha dahsyat dan sanggup
melelehkan besi baja akan menyembur serta membakarnya hingga
hancur menjadi abu. Dalam keadaan begini, jangan lagi manusia
biasa, biarpun dewa atau malaikat juga akan terbakar hancur
menjadi abu. Bisa Beng li sicu bayangkan betapa keji dan luar
biasanya alat perangkap tersebut"
sambil menggertak gigi, Beng Gi ciu sebera berkata :
"Benar-benar sangat berbahaya, alat perangkap semacam ini
tentunya bukan dipasang sebuah tempat saja bukan" Dan
bagaimana lo siansu bisa tahu?"
Phu sian sangjin mengangguk dan berkata, "tapi biarpun partai
kami belum terhitung lihai dalam ilmu perangkap serta alat jebakan,
namun aku yakin tiada alat jebakan atau alat rahasia lain yang dapat
lolos dari penglihatanku"
sementara pembicaraan masih berlangsung suara goncangan
dibawah tanah makin lama telah makin mereda sebelum akhirnya
berhenti sama sekali, suhu panas yang menyengatpun makin
berkurang hingga akhirnya mendingin. suasana hening dan sepi
yang luar biasa mencekam daerah sekeliling tempat itu.
Dengan sorot mata yang tajam Beng Gi ciu mencoba untuk
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian tanyanya
keheranan : "sejak kita masuk kedalam kuil sampai alat rahasia itu mulai
bekerja dengan menimbulkan suara gemuruh yang memekakkan
telinga, mengapa tak Nampak seorang tosu pun yang datang
kemari?" "Yaa betul, kali ini benar-benar dicekam keheningan yang sangat
aneh dan mencurigakan," sambung siau wan.
"Padahal tiada sesuatu yang perlu diherankan," kata Phu sian
sangjin kemudian, "oleh karena mereka telah menduga bakal ada musuh yang
menyerang kuil mereka, mungkin saja mereka telah merencanakan
ini dengan baik serta cara untuk menanggulanginya, meski kita telah
berhasil merusak salah satu alat perangkapnya, mereka toh masih
mempunyai alat perangkap kedua, ketiga dan seterusnya untuk
menunggu kita masuk perangkap, lantas buat apa mereka harus
munculkan diri disini?"
"Menurut lo siansu, apa yang harus kita lakukan sekarang" "
Tanya Beng Gi ciu sambil berkerut kening.
Phu sian sangjin tertawa hambar.
"Aku rasa paling tidak Hian hoat tojin masih terhitung seorang
jago kelas satu dari kuil Hian thian koan, jadi tidak salah buat kita
untuk mendapatkan pengakuan dari mulutnya."
Ujung bajunya segera dikebaskan, segulung desingan angin jari
segera menyebar kedepan dan membebaskan tosu tersebut dari
pengaruh totokan jalan darah.
Begitu jalan darahnya bebas, Hian hoat tojin segera meronta
bangun dan berusaha melarikan diri
Melihat itu Phu sian sangjin tertawa terbahak-bahak, ujung
jubahnya segera diputar sambil menggulung.
Terasalah segulung tenaga pukulan berpusing menyapu kedepan
dan menggulung tubuh Hian hoat tojin hingga tak sanggup berdiri
tegak lagi, ia segera roboh telungkup tepat didepan kaki Phu sian
sangjin. setelah mendengus dingin, Phu sian sangjin berkata :
"Bila aku membiarkan kau lolos dari sini, kedudukanku sebagai
ketua siau limpay harus kuserahkan pula kepada orang lain"
Hian hoat tojin sadar kalau tiada harapan lagi baginya untuk
meloloskan diri, matanya dipejamkan rapat-rapat dan mendekam
diatas tanah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kembali Phu sian sangjin sengaja menghardik,
"Walaupun aku terhitung masih merupakan murid Buddha yang
tak boleh sembarangan melakukan pembunuhan, namun disaat aku
bisa membunuh seorang untuk menyelamatkan jiwa seratus jiwa,
aku pun tak akan ragu-ragu untuk mengayunkan golok serta
menjagalmu, mengerti?"
"Kalau ingin membunuh silahkan membunuh, jangan dianggap
aku takut mati" teriak Hian hoat tojin sambil menggigit bibir.
Telapak tangannya segera diayunkan dan siap dihantamkan
keatas ubun-ubun sendiri Hwee cuncu yang menjaga disisinya
segera bertindak cepat dengan menotok kembali dua buah jalan
arahnya, setelah itu hardiknya dengan suara dalam .
"Hmmm, pingin mampus" Tak akan segampang itu"
Ternyata kedua buah totokan tersebut dengan tepat sekali
menyumbat jalan darah cian keng hiat dibahu kiri dan kanannya.
"omitohud.." Phu sian sangjin kembali berkata,
"baiklah, kalau roh dia lebih suka mati daripada mengaku
terpaksa kita akan memaksanya untuk membuka suara dengan cara
menyiksanya ." Hwee cuncu berpikir sebentar, lalu serunya :
"Bagaimana kalau kita menggunakan ilmu menutup nadi
memotong urat untuk memaksanya mengaku berbicara?"
Phu sian sangjin tertawa hambar :
"Asal bisa memaksanya untuk berbicara, terus terang cara
apapun bisa kita halalkan."
Hwee cuncu tidak berayal lagi, dia segera mendekati Hiat hoan
tojin lalu bentaknya : "Tosu tua kau benar-benar enggan menjawab"
sambil menggertak giginya kencang- kencang, Hian hoat tojin
membungkam diri dalam seribu bahasa.
Hwee cuncu tertawa dingin, kelima jari tangannya segera
disentilkan kedepan, kemudian secara terpisah dia mengetuk tiga
kali tulang iga kiri dan kanan tosu tersebut.
Hian hoat tojin sama sekali tidak mengeluh atau mengerang
kesakitan, akan tetapi sekujur badannya kelihatan gemetar keras,
giginya saling beradu keras dan peluh dingin sebesar kacang kedele
bercucuran membasah, jidatnya. Lebih kurang sepeminuman teh
kemudian, Phu sian sangjin berseru pelan.
"Aku rasa sudah cukup,"
Hwee cuncu mengiakan, dengan cepat dia melakukan gerakan
mengurut diatas tulang iga kiri dan kanan tosu tersebut.
Lambat laun Hian hoat tojin tidak gemetar lagi, namun nafasnya
justru ngos-ngosan seperti dengusan nafas kerbau, dengan suara
yang samar dan tak jelas ia berteriak :
"Bunuhlah diriku, kumohon kepada kalian cepatlah bunuh aku.."
Hwee cuncu sebera mendengus dingin :
"Bukankah sejak tadi telah kukatakan kepadamu, mencari
matipun bukan suatu pekerjaan yang mudah nah, katakan saja,
sebetulnya kau bersedia mengaku atau tidak"
sambil menggertak gigi kembali Hian hoat tojin membungkam diri
dalam seribu bahasa. "Itu mah gampang sekali" Jengek Hwee cuncu kemudian sambil
tertawa dingin, "tak salahnya kalau kita mencoba sekali lagi, mungkin kalau ini
kau akan berubah pendirianmu."
Kelima jarinya sebera digetarkan lagi, dia hendak mengetuk
tulang iga tosu tersebut. Namun ilmu menyumbat nadi memotong
urat betul-betul sebuah siksaan yang luar biasa hebatnya dan sukar
ditahan oleh siapapun, cepat-cepat Hian hoat tojin berteriak keras :
"Tunggu dulu, tunggu dulu"
"Nah, cepat katakana, bagaimana keputusanmu?" kata Hwee
cuncu sambil menghentikan gerakan tangannya. Hian hoat tojin
menghela napas panjang. "Aaai baiklah, aku akan berbicara."
"Nah begitulah baru terhitung tindakan orang yang pandai,
sekarang kau boleh berbicara pelan-pelan."
sambil berpaling kearah Phu sian sangjin, katanya kemudian.
"silahkan ciangbun suheng mulai memeriksanya" Phu sian sangjin
manggut-manggut, tanyanya kemudian :
" sebenarnya koancu kalian berada didalam kuil atau tidak?"
"Aku tidak tahu" jawab Hian hoat tojin sambil menghela napas.
Mendengar jawaban tersebut, Hwee cuncu kembali bersiap-siap
dengan kelima jarinya, ia membentak :
"siluman tosu bau, licik amat akalmu, rupanya sebelum kusuruh
kau merasakan siksaan serta penderitaan yang paling hebat mungkin
kau enggan menjawab sejujurnya" sambil berkata lagi laGi dia
berniat mengetuk tulang iganya. Tapi Hian hoat tojin telah menjerit
lebih dulu : "Tunggu dulu Hud ya"
"Hmmm, jika kau berani berbohong lagi jangan salahkan kalau
aku pun tak akan sungkan-sungkan."
Hian hoat tojin menghela napas panjang.
"Maksudku walaupun dia berada didalam kuil namun berada
dimanakah dia sekarang aku sungguh-sungguh tidak tahu."
"Lalu sebetulnya dia berada dimana?"
"Didalam ruang bawah tanah didasar peti mati, namun ruang
rahasia tersebut mempunyai sebuah lorong jalan tembus langsung
berhubungan dengan punggung bukit, andaikata ia menyadari kalau
gelagat tidak menguntungkan mungkin saja dia kabur melewati
tempat itu." "Lantas kemanakah perginya kakek berambut putih serta Kho
Beng?" "Mereka pun berada didalam ruang rahasia."
Beng Gi ciu menjadi sangat terperanjat, tak tahan lagi dia
menimbrung dari samping. "Lo siansu, kalau toh dalam ruang rahasia , bisa jadi mereka telah
membawa kabur Kho kongcu dari tempat tersebut?"
"Beng li sicu tak usah kuatir," kata Phu sian sangjin sambil


Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa lebar, "dalam perjalananku meninggalkan bukit siong san kali ini , selain
lima rasul panca unsur turut bersamaku, akupun membawa serta
enam puluh orang pendeta sakti yang kini telah menyebarkan diri
disekeliling bukit Wang husan.Asal mereka belum keluar dari sini,
aku percaya tak nanti mereka bisa lolos d ari pengawasan anggota
pendeta siau limpay kami."
Beng Gi ciu segera menghembuskan napas panjang, serunya
tanpa sadar : "Kalau begitu aku harus berterima kasih sekali kepada lo siansu"
Agaknya Phu sian sangjin sudah mengetahui hubungan gadis
tersebut dengan Kho Beng dilihat dari sikap dan nada
pembicaraannya yang gelisah dan tak tenang tanpa terasa
tersenyum. Kontan saja paras muka Beng Gi ciu berubah menjadi semu
merah karena jengah. setelah menarik wajahnya Phu sian sangjin segera membentak
lagi kearah Hian hoat tojin :
"Betulkah kakek berambut putih itu mengobati luka beracun dari
Kho Beng." Kembali Hian hoat tojin menghela napas,
"Aaaai,,,setelah aku berbicara terus terang rasanya tiada rahasia
yang bisa mengelabui lo siansu lagi, sebetulnya racun Ang bong tok
yang diderita Kho sauhiap tak lain adalah ulah dari kakek berambut
putih itu sendiri." "Hmmm, kalau itu mah aku sudah tahu" tukas Beng Gi ciu sambil
mendengus. Dengan keheranan Hwee cuncu segera menyela :
"Beng li sicu, kalau toh sudah mengetahui hal ini, mengapa kau
biarkan dia membawa pergi Kho Beng?"
Beng Gi ciu segera menghela napas panjang,
"Aaaai, hal ini disebabkan aku tak mengerti ilmu pertabiban,
andaikata aku menahan Kho kongcu kemudian berakibat dia mati
keracunan, bukankah.bukankah...iaaaai?"
sekali lagi dia menghela napas panjang dan menutup mulut.
Dendam Empu Bharada 27 Kehidupan Para Pendekar Karya Nein Arimasen Pertarungan Dikota Chang An 2

Cari Blog Ini