Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 32
Ah, kiranya begitu!" Melihat anak muda itu seperti mendadak menyadari kejadian sesuatu, cepat Siao-liong-li bertanya: "Kiranya begitu apa?" "Tentang ayah angkatku tertutuk oleh Suco bukan Li-supek yang menolongnya, tapi dia membebaskan dirinya sendiri," tutur Nyo Ko.
"Membebaskan dirinya sendiri" Bagaimana bisa begitu?" "Ayah angkatku memiliki semacam kepandaian khas, yakni dapat memutar balik jalan urat nadi seluruh tubuh, sekali urat nadi sudah terbalik, segenap Hiat-to juga berubah tempat, sekalipun ter-tutuk juga dapat melepaskan diri.
" "Di dunia ini masakah ada kepandaian seaneh ini, sungguh sukar dibayangkan.
" "lni akan kuperlihatkan padamu," kata Nyo Ko sambil berbangkit lalu ia berjungkir dengan kepala dibawah terus berputar beberapa kali sambil mengatur pernapasan.
Mendadak ia melompat bangun, ubun2 kepalanya terus ditumbukkan pada ujung meja di depan dipan sana.
"Hai, awas!" seru Siao-liong-li kuatir.
Hiat-to yang tepat di ubun2 kepala itu disebut "Pek-hwe-hiat" dan merupakan salah satu Hiat-to paling penting di tubuh manusia, Tapi meski tertumbuk ujung meja batu, ternyata sedikitpun Nyo Ko tidak terluka dan sakit, malahan anak muda itu tetap berdiri tegak dan berkata dengan tertawa: "Lihatlah, sekali jalan urat nadi terbalik, seketika Pek-hwe-hiat juga berpindah tempat.
" Kagum sekali Siao-liong-li, katanya dengan heran: "Sungguh aneh, hanya dia yang mampu memikirkan kepandaian ini.
" Walaupun tidak terluka, tapi lantaran terlalu keras menggunakan tenaga, Nyo Ko merasa rada pening juga kepalanya, tapi dalam keadaan samar2 tiba2 ia seperti menemukan sesuatu yang maha penting, cuma seketika sukar dikatakan urusan penting apa yang ditemukan itu.
Sampai sekian lama tetap sukar memecahkan persoalannya, ia menjadi kesal, ingin dikesampingkan tapi berat pula urusannya Akhjrnya ia cakar2 kepala sendiri dengan perasaan sangat masgul, katanya kemudian: "Liong-ji, ku-ingat sesuatu yang sangat penting, tapi tidak tahu apakah itu.
Dapatkah kau membantu?" Sebenarnya tidaklah masak diakal bahwa pikiran seseorang yang kusut dan tak dapat menyimpulkan sesuatu ditanyakan kepada orang lain.
Tapi lantaran mereka berdua sudah berkumpul lama, sudah ada kontak batin yang mendalam, apa yang dipikirkan pihak lain biasanya dapat diterka sebagian besar.
Maka Siao-Iiong-li lantas bertanya: "Apakah urusan ini sangat penting.
" Nyo Ko mengiakan Siao-liong-li menegas pula: "Apakah ada sangkut-pautnya dengan keadaan lukaku?" "Benar, benar! Apakah itu" Urusan apa yang teringat olehku?" "Tadi kau bicara tentang ayah-angkatmu Auyang Hong serta caranya memutar balik letak hiat-to, ada sangkut paut apakah soal ini dengan lukaku" Kan bukan dia yang melukai aku.
. . " Mendadak Nyo Ko melonjak dan berteriak: "Aha, benar!" Begitu keras teriakannya sehingga bergemalah kumandang suaranya dari kamar2 batu di kuburan kuno itu.
Habis itu Nyo Ko terus pegang lengan Siao-liong-li dan berseru pula: "Engkau tertolong, Liong-ji! Engkau tertolong! Hanya sekian saja ucapannya, saking girangnya air matapun ber-linang2 dan tak dapat melanjutkan ucapan-nya.
Melihat anak muda itu sedemikian gembiranya, Siao-liong-li juga ikut senang dan bangkit berduduk.
"Coba dengarkan Liong-ji," kata Nyo Ko kemudian, "kau terluka dan tak dapat menggunakan Lwekang dari perguruan kita sehingga sukar disembuhkan tapi engkau dapat memutar balik urat nadimu untuk penyembuhanmu dan dipan kemala dingin itu adalah alat pembantu yang ajaib.
" "Tapi. . . tapi aku masih belum paham!" sahut si nona dengan bingung.
"Bahwa Giok-li-sim-keng aslinya adalah Ci-im negatip, dingin), kebalikannya adalah Sun-yang (panas, positip)," tutur Nyo Ko.
"Ketika membicarakan kepandaian membalikkan urat nadi ayahku tadi samar2 sudah kurasakan bahwa lukamu ini pasti tertolong.
Cuma cara bagaimana menyembuhkannya yang masih membingungkanku.
Akhirnya setelah ingat pada kemala dingin yang disebut dalam surat Tiong-yang Cosu barulah aku memahami persoalannya dengan jelas, sekarang jangan kita menunda lebih lama lagi, marilah.
. . Marilah. . . " Begitulah ia lantas pergi mencari beberapa ikat kayu bakar, lalu dibakar di pojok kamar, kemudian dia mengajarkan pengantar dasar ilmu membalikkan urat nadi itu kepada Siao-liong-li, si nona dibiarkan duduk, di atas dipan kemala dingin, ia sendiri duduk di samping api unggun, tangan kirinya menahan telapak tangan kanan Siao-liong-li.
"Akan kutarik hawa panas ini untuk menerobos-segenap Hiat-to di tubuhmu, sekuatnya engkau mengerahkan tenaga secara jalan terbalik, satu satu Hiat-to itu akan di terobos, kalau hawa panas itu sudah sampai ke dipan kemala dingin, maka keadaan lukamu menjadi berkurang pula parahnya.
" "Apakah akupun harus berjungkir dan berputar seperti kau tadi".
" tanya Siao-liong-li dengan tertawa.
"Sekarang belum perlu, nanti kalau sembilan Hiat-to besar sudah diterobos, cara berjungkir dan mengerahkan tenaga menjadi jauh lebih mudah," Siao-liong-li berkata pula dengan tertawa: "Untung kedua lenganmu tidak terkutung semua, nona Kwe itu ternyata tidak terlalu jelek.
" "Setelah mengalami detik2 maut tadi, mengenai buntungnya tangan bagi mereka sudah bukan soal lagi, makanya Siao-Iiong li menggunakan hal ini untuk bergurau.
Dengan tertawa Nyo Ko menjawab: "Kalau tanganku buntung semua, masih ada dua kaki.
Hanya kalau membantu menyembuhkan dengan telapak kaki, bau keringat kaki tentu memualkan kau.
" Sementara itu api unggun sudah mulai berkobar selagi Nyo Ko bersiap akan mengerahkan tenaga dalam dan mulai penyembuhannya-pada Siao-liong-ti, mendadak ia berteriak: "Haya, hampir saja celaka!" "Ada apa?" tanya Siao-liong-li Nyo Ko menuding Kwe Yang yang tertaruh di ujung tempat tidur sana dan berkata- "Kalau latihan kita sedang memuncak pada titik yang genting dan mendadak setan cilik ini berkaok, kan segalanya bisa runyam?" "Ya, sungguh berbahaya, hampir saja!" Siao-liong-Iipun bersyukur.
Maklumlah, orang yang asyik berlatih lwekang paling pantang akan gangguan dari luar, seperti dahulu ketika Siao-liong-li dan Nyo Ko sedang berlatih Giok-li-sim-keng, tanpa sengaja mereka telah terganggu oleh datangnya In Ci-peng dan Tio Ci-keng sehingga akibatnya hampir saja menewaskan Siao-Iiong-li.
Cepat Nyo Ko mengaduk setengah mangkuk madu untuk Kwe Yang kecil, lalu membawanya ke suatu kamar yang agak jauh, pintu kamar itu ditutup pula sehingga jerit tangisnya takkan terdengar, Habis itu barulah ia kembali ke tempat semula dan berkata: "Seluruhnya Hiat-to penting di tubuhmu kukira dalam waktu tujuh hari sampai setengah bulan dapatlah diterobos seluruhnya, selama itu tentu sukar menghindari gangguan dari luar, tapi tempat ini sama sekali terpisah dengan dunia luar, sungguh suatu tempat yang sangat bagus.
" "Lukaku ini dipukul kawanan Tosu Coan-cin kau, tapi cakal bakal mereka yang membangun kuburan ini serta menyediakan dipan kemala dingin ini bagiku sehingga kesehatanmu dapat dipulihkan, rasanya dosa dan jasa mereka dapatlah dianggap sama.
" "Dan bagaimana dengan Kim-lun Hoat-ong" Kita takkan ampuni dia," kata Nyo Ko.
"Asalkan aku tetap hidup, apalagi yang tak memuaskan kau?" "Ya, benar juga ucapanmu," kata Nyo Ko sambil memegang tangan si nona yang putih halus itu, "Setelah kau sembuh, selanjutnya kita takkan berkelahi lagi dengan siapapun.
" "Kita akan pergi keselatan dan bercocok tanam di sana memiara ayam dan itik serta.
. . " dia termenung sejenak, tiba2 terasa suatu bawa panas tersalur tiba melalui telapak tangannya, hatinya terkesiap cepat ia melancarkan jalan darah dan mulai berlatih sesuai ajaran Nyo Ko.
Penyembuhan dengan cara membalikkan jalan darah dibantu dengan khasiat dipan kemala dingin itu ternyata sangat besar manfaatnya, Sudah tentu cara penyembuhan ini tidak dapat segera berhasil melainkan memerlukan ketekunan dan kesabaran * * * Kembali bercerita tentang Ui Yong, sesudah membuat Li Bok-chiu tak bisa berkutik, namun dilihatnya Kwe Yang cilik sudah tidak berada di tempatnya lagi, tentu saja dia kelabakan, ia coba membentak pada Li Bok-chiu dan bertanya: "Kau main tipu muslihat keji apa, ke mana kau sembunyikan anakku?" "Bukankah nona cilik itu terkurung baik2 di tengah pagar rotan yang kau buat itu?" jawab Li Bok-chiu heran.
"Mana ada" Sudah lenyap!" kata Ui Yong, hampir saja ia: menangis saking cemasnya.
Karena sudah sekian lama momong Kwe Yang, maka Li Bok-chiu juga sangat menyukai orok itu, iapun terkejut demi mendengar anak itu lenyap tercetus ucapannya: "Kalau bukan Nyo Ko tentu-Kim lun Hoat-ong.
" "Apa maksudmu?" tanya Ui Yong.
Li Bok-chiu lantas menceritakan kejadian perebutan Kwe Yang antara dia, Nyo Ko dan Kim-lun Hoat-ong tempo hari, dari cara Li Bok-chiu menguraikan itu jelas kelihatan dia sangat menguatirkan anak itu.
Kini Ui Yong percaya penuh hilangnya Kwe Yang itu memang di luar tahu Li Bok-chiu, segera ia membuat Hiat-to yang ditutuknya tadi, cuma pelahan ia ketuk Soan ki-hiat di dada orang, dengan demikian Li Bok-chiu dapat bergerak seperti biasa, tapi dalam waktu 12 jam dia belum kuat mencelakai orang lain.
Li Bok-chiu berbangkit dengan tersenyum getir dan membersihkan debu dibajunya, ialu berkata: "Kalau jatuh di tangan Nyo Ko rasanya tidak beralangan, kuatirnya kalau digondol lari si bangsat gundul Kim-lun Hoat-ong.
" "Apa sebabnya?" tanya Ui Yong, "Nyo Ko sangat baik kepada anak itu, kuyakin dia takkan membikin celaka padanya, sebab itulah tadinya kukira orok itu adalah anaknya.
" Mendadak Li Bok-chiu berhenti, kuatir Ui Yong tersinggung dan marah lagi.
Tapi dalam hati Ui Yong justeru sedang memikir soal lain, ia sedang membayangkan betapa susah payahnya Nyo Ko berusaha menempur Li Bok-chiu dan Kim-lun Hoat-ong demi menyelamatkan Kwe cilik, tapi dirinya dan Kwe Hu justeru salah sangka jelek padanya sehingga mengakibatkan sebelah lengan anak muda itu ditabas kutung oleh Kwe Hu.
Teringat itu, hati Ui Yong merasa sangat menyesal, pikirnya: "Ko-ji pernah menyelamatkan jiwa kakak Cing, menyelamatkan aku dan kedua Bu.
sekarang dia menyelamatkan anak Yang, tapi.
. . tapi lantaran pikiranku sudah menarik kesimpulan keburukan ayahnya dan menganggap "kacang tidak meninggalkan Ianjarannya", serigala tentu beranak serigala, maka selama ini aku tidak pernah percaya padanya, meski terkadang agak baik padanya, selang tak lama aku lantas memakinya lagi.
Ai percumalah diriku maha pintar dan cerdik, kalau bicara tentang kejujuran dan ketulusan terhadap orang lain mana aku dapat dibandingkan dengan kakak Cing.
" Melihat nyonya Kwe itu termangu dan mengembeng air mata, Li Bok-chiu menyangka orang sedang menguatirkan keselamatan anaknya, maka ia berusaha menghiburnya: "Kwe-hujin, puterimu belum sebulan terlahir dan sudah mengalami bencana begini, namun tetap selamat tak kurang sesuatupun apa.
Bayi mungil menyenangkan seperti dia itu, biarpun momok yang ditakuti orang macamku ini juga jatuh hati padanya, maka dapat dipahami kalau bayi itu mempunyai rejeki besar, Hendaknya kaupun berdoa saja bagi keselamatannya, marilah pergi mencari nya" Ui Yong mengusap air mata, ia pikir ucapan Li Bok-chiu itu ada benarnya juga, maka ia lantas membuka lagi Hiat-to orang yang ditutuknya tadi dan berkata: "Terima kasih banyak bahwa kau suka pergi bersamaku untuk mencari puteriku itu.
Tapi kalau engkau ada urusan lain, biarlah kita berpisah saja aisini, sampai berjumpa pula kelak," "Urusan penting lain apa" Kalau ada urusan penting, kiranya tidak lebih penting daripada mencari anak itu.
Eh, tunggu sebentar!" habis ini Li Bok-chiu terus menyusup lagi ke dalam gua di balik pepohonan sana untuk membuka tali pengikat kaki macan tutul.
Begitu merasa bebas, dengan meraung sekali macan tutul itu terus melompat pergi dengan cepat.
Tentu saja Ui Yong heran.
"Untuk apa kau menawan macan tutul itu?" tanyanya.
"Dia itulah mak inang puterimu," tutur Li Bok-chiu dengan tertawan.
Baru sekarang Ui Yong paham, ia tersenyum, keduanya lantas kembali ke kota kecil itu untuk mencari jejak Nyo Ko.
Setiba di sana, tertampak Kwe Hu sedang celingukan dan bingung.
Nona itu menjadi girang melihat datangnya sang ibu, segera ia berseru: "lbu, adik dibawa.
. . " belum habis ucapannya, ia kaget karena melihat yang mengikut di belakang sang ibu ternyata Li Bok-chiu adanya.
"Bibi Li akan bantu kita mencari adikmu," tutur Ui Yong kemudian, "Bagaimana dengan adikmu?" "Adik dibawa lari Nyo Ko, malahan kuda merah kita juga dirampasnya.
" jawab Kwe Hu. "Lihatlah pedangku ini.
Dengan kebasan lengan bajunya yang tak berlengan itu, segera pedangku jadi begini.
" "Hanya dengan lengan baju?" tanya Ui Yong dan Li Bok-chiu berbareng.
"Ya, sekali kebas saja pedang ini lantas bengkok, sungguh aneh, entah ilmu hitam apa yang berhasil dikuasainya pula," kata Kwe Hu.
Ui Yong dan Li Bok-chiu saling pandang sekejap dengan terkesiap.
" Mereka tahu kalau, tenaga dalam seorang sudah terlatih sempurna, maka dengan sesuatu benda yang lunak pun dapat digunakan untuk menghantam benda lawan yang keras, untuk mencapai tingkatan itu sedikitnya juga perlu waktu beberapa puluh tahun kalau mendapatkan guru yang mahir, namun usia Nyo Ko masih muda belia, masakah Lwekangnya sudah mencapai puncaknya seperti ini?" Hati Ui Yong merasa lega juga ketika mengetahui Kwe Yang memang digondol oleh Nyo Ko.
sedangkan Li Bok-chiu berpikir tentang kehebatan Kang hu anak muda itu tentulah berkat ilmu yang diperolehnya dari Giok-li-sim-keng, kalau saja sekarang dirinya membantu Kwe-hujin merebut kembali puterinya, sebagai imbalannya tentu nyonya Kwe itupun mau membantunya rebut kembali kitab pusaka itu.
Bcgitutah setelah tanya arah perginya Nyo Ko, kemudian Ui Yong berkata pula kepada Kwe Hu: "Kaupun tidak perlu lagi pulang ke Tho-hoa-to marilah ikut pergi mencari Nyo-toako.
" Tentu saja Kwe Hu kegirangan dan mengiakan berulang2.
Tiba2 Ui Yong menarik muka dan berkata pula: "Kau harus bertemu dengan dia, tak peduIi dia mau-mengampuni kau atau tidak, kaulah yang harus minta maaf padanya dengan setulus hati.
" "Tapi Kwe Hu tidak dapat menerima, katanya: "Mengapa begitu" Bukankah dia telah mencuik adik?" Ui Yong lantas menceritakan secara ringkas apa yang didengarnya dari Li Bok-chiu, dan menambahkan "Kalau dia bermaksud jahat, mana bisa adikmu hidup sampai sekarang" Lagi pula, dengan kebutan lengan bajunya itu, kalau saja yang diincar adalah kepalamu, coba bayangkan, bagaimana keadaanmu sekarang?" Ngeri juga hati Kwe Hu mendengar ucapan sang ibu, ia pikir betul juga omongan ibunya, "tapi apakah benar Nyo Ko sengaja bermurah hati padanya" Dasar anak manja, betapapun mulutnya tidak mau kalah, katanya pula: "Dia menggondol adik ke arah utara, tentu dia menuju ke Coat-ceng-kok.
" "Tidak, dia pasti pulang ke Cong-lam-san.
" ujar Ui Yong. Kwe Hu masih penasaran, jawabnya: "lbu selalu membantu dia saja, Padahal kalau dia bertujuan baik, untuk apa dia membawa adik ke Cong-Iam-san " Ui Yong menghela napas katanya: "Kau dibesarkan bersama Nyotoako, ternyata kau masih belum kenal wataknya, selamanya dia bertinggi hati dan angkuh, tidak tahan dihina orang, Ketika mendadak kau mengutungkan lengannya, dia merasa tidak sampai hati hendak balas membuntungi lenganmu tapi iapun tidak rela kalau menyudahi begitu saja urusan ini, dia sengaja membawa pergi adikmu agar kita dibuatnya kelabakan dan bersedih.
Selang sementara waktu, kalau dongkolnya sudah mereda, kuyakin dia pasti akan mengembalikan adikmu itu, Nah, paham tidak sekarang?" Tegasnya.
"Karena kau memfitnah dia menculik adikmu, maka ia betul2 lantas sengaja menculiknya.
" Ui Yong memang sangat cerdas dan pintar, setelah mendengarcerita Li Bok-chiu, jalan pikiran Nyo Ko ternyata dapat diraba dan diukurnya dengan tepat padahal Siao-liong-li dan Kwe Cing menganggap Nyo Ko teramat baik, sebaliknya Li Bok-chiu dan Kwe Hu justeru menganggap anak muda itu terlampau busuk.
Sampai saat ini, satu2-nya yang betul2 memahami jalan pikiran dan watak Nyo Ko ternyata hanya Ui Yong saja.
Begitulah akhirnya Kwe Hu tak berani bicara Iagi.
Mereka lantas mendatangi warung makan semula untuk meminjam alat tulis, Ui Yong menulis suatu surat singkat dan memberi persen kepada pelayan agar segera mengirimkan surat itu kepada Kwe Cing di Siangyang.
Habis itu mereka bertiga lantas membeli kuda dan berangkatlah ke Cong-lam-san.
Kwe Hu tidak menyukai Li Bok-chiu, sepanjang jalan sikapnya dingin dan jarang bicara dengan dia.
Hari itu lewat lohor, tengah mereka melanjutkan perjalanan, tiba2 dari depan seorang penunggang kuda mendatangi secepat terbang "Hei, itulah kuda merah kita.
. . . " seru Kwe Hu, belum habis ucapannya, penunggang kuda itu mendekat dan segera Kwe Hu melompat maju.
Kuda itu memang betul kuda Kwe Hu yang dirampas Nyo Ko itu, sebelum Kwe Hu meraih tali kendali, kuda merah itu sudah lantas-berhenti mendadak sambil berjingkrak dan meringkik kegirangan karena mengenali sang majikan.
Waktu Kwe Hu mengamati penunggangnya, kiranya seorang nona berbaju hitam yang pernah berjumpa satu kali dahulu waktu bersama mengeroyok Li Bok-chiu yaitu Wanyan Peng.
Rambut nona itu tampak kusut masai, wajahnya pucat, keadaannya mengenaskan.
"He, kenapa kau, Wanyan-taci?" tanya Kwe Hu cepat.
"Di sana, lekas. . . " jawab Wanyan Peng dengan suara ter-putus2 sambil menuding ke belakang, mendadak tubuhnya tergeliat terus terperosot jatuh ke bawah kuda.
Cepat Kwe Hu melompat turun untuk membangunkan nona itu, ternyata Wanyan Peng sudah pingsan, pundaknya terluka dan merembes darah segar.
Segera Kwe Hu membubuhi obat luka dan merobek kain baju untuk membalut lukanya sambil berkata kepada sang ibu: "iniiah Wayan-cici yang pernah kukatakan itu.
" Habis berkata ia melotot sekali pada Li Bok-chiu.
Ui Yong pikir sebelum jatuh pingsan Wayan Peng sempat menuding ke sana, tentu di sana terjadi sesuatu dan mungkin ada kawannya yang masih perlu ditolong.
Cepat ia suruh Kwe Hu memonong Wayan Peng ke atas kuda merah dan memberi pesan agar mengikutinya dari belakang.
Habis ini ia memberi tanda kepada Li Bok-chiu dan mengajaknya berlari ke arah utara dengan Ginkang mereka yang tinggi.
Sekaligus mereka berlari belasan li tanpa berhenti benar juga sayup2 terdengar suara beradunya senjata di lereng bukit sana.
Mereka mempercepat langkah, setelah melintasi bukit itu, terlihatlah ada lima orang sedang bertempur sengit di suatu tanah datar di depan sana.
Dua di antara lima orang itu, adalah kedua saudara Bu, selain itu ada lagi seorang pemuda dan seorang pemudi yang tak dikenal, berempat sedang mengerubuti seorang lelaki setengah umur.
Meski empat mengeroyok satu, tapi tampaknya masih kewalahan, lebih banyak terserang daripada menyerang.
Tampaknya kedua, saudara Bu sudah terluka, hanya pemuda itu dengan pedangnya yang berputar dengan cepat hampir menangkis sebagian besar serangan lelaki setengah umur itu, di samping sana tampak menggeletak pula seorang berewok dan berlumuran darah, ternyata Bu Sam-thong adanya.
Yang aneh adalah senjata lelaki itu, tangan satu menggunakan golok emas, tangan lain memainkan pedang panjang lentik warna hitam, gerak serangannya aneh, tapi luar biasa.
Ui Yong pikir kalau tidak lekas turun tangan, tentu kedua saudara Bu itu bisa celaka, Segera ia berkata kepada Li Bok-chiu: "Kedua anak muda itu adalah muridku.
" Li Bok-chiu hanya tersenyum saja, sudah tentu ia kenal kedua Bu cilik itu sebab ibu mereka terbunuh olehnya, ia lihat ilmu silat lelaki setengah umur itu sangat tinggi, diam2 ia terkejut, segera ia siapkan kebutnya dan berkata: "Marilah kita maju bersama!" Ui Yong juga keluarkan pentungnya, dua orang terus menerjang maju dari kanan-kiri, kebut Li Bok-chiu melayani pedang hitam lawan dan Ui Yong menghadapi golok emas musuh.
Leaki itu bukan lain daripada Kongsun Ci, ia terkejut juga ketika mendadak dua wanita setengah baya dan cantik mengerubutnya sekaligus.
Terdengar Li Bok-chiu berseru: "Satu!" Ketika kebutnya menyabet lagi segera ia berseru pula: "Dua!" Rupanya diam2 ia ingin berlomba dengan Ui Yong untuk mendahului menjatuhkan senjata lawan, Tapi meski dia sudah berteriak sampai hitungan ke sepuluh, ternyata Kongsun Ci masih tetap dapat menahan dan balas menyerang juga.
Anak muda yang berpedang tadi melihat ada kesempatan, ber-turut2 ia terus menyerang tiga kali ke punggung Kongsun Ci, serangan2 lihay ini membuat Kongsun Ci rada kerepotan karena dia tidak mau menangkisnya, terpaksa ia melompat maju untuk melepaskan diri dari kerubutan itu.
la tahu kalau pertempuran dilanjutkan tentu dirinya akan celaka.
mendadak kedua senjata sendiri ia adu hingga menguarkan suara mendenging dan bergaya hendak menerjang lagi.
Ui Yong dan Li Bok-chiu juga menyadari kelihayan lawan, mereka tidak berani gegabah dan siap bertahan.
Tak terduga baru saja tubuh Kongsun Ci terangkat ke atas, ternyata tidak melompat maju melainkan menyurut mundur malah, hanya beberapa kali lompatan saja ia sudah lari sampai diatas bukit.
Diam2 Ui Yong dan Li Bok-chiu mengakui kclicinan orang itu dan tinggi pula ilmu silatnya, kalau saja kepergok satu lawan satu mungkin diri sendiri bukan tandingannya.
Dalam pada itu kedua saudara Bu lantas memberi hormat kepada sang ibu guru, sesudah itu mereka terus melotot kepada Li Bok-chiu dengan sikap memusuhi.
"Dendam Iama sementara ini kesampingkan dahulu," kata Ui Yong.
. "Luka ayahmu parah tidak" Eh, siapakah kedua anak muda ini" Wah, celaka, Lekas ikut aku ke sana, Li-cici!" - Habis berseru ia terus mendahului lari ke arah kedatangannya tadi.
Li Bok-chiu tidak paham maksud seruan Ui Yong itu, namun ia tetap ikut lari kesana sambil berteriak: "Ada apa?" "Anak Hu," jawab Ui Yong sambi lari, "Anak Hu kebetulan akan kepergok orang tadi.
" Begitulah mereka terus berlari sekencangnya, namun Kongsun Ci juga tidak kurang cepatnya, sementara itu ia sudah meninggalkan satu - dua li jauhnya.
Baru saja Ui Yong berdua sampai di atas bukit, Kongsun Ci sendiri sudah berada di kaki bukit, tertampak Kwe Hu yang membawa Wanyan Peng dengan menunggang kuda merah itu sedang menanjak ke atas dengan pelahan.
"Awas, Hu-ji!" seru Ui Yong dari jauh, Belum lenyap suaranya mendadak kelihatan Kongsun Ci mencemplak ke atas kuda merah, sekaligus Kwe Hu telah di bekuk olehnya, menyusul tali kendali kuda merah itu ditarik hendak dibelokkan ke sana.
"Ui Yong yang menjadi kuatir, harapannya kini hanya terletak pada kuda merah itu, cepat ia bersuit untuk mengundang kuda itu.
Dasar kuda merah itu memang binatang cerdik, begitu mendengar suara panggilan sang majikan, terus saja kabur ke atas bukit secepat terbang.
Keruan Kongsun Ci terkejut, pikirnya: "Sungguh sial, masakah seekor kuda saja takdapat ku-kuasai?" Sekuatnya ia berusaha menarik tali kendali, tapi karena sentakan mendadak itu, kuda merah lantas berjingkrak dan meringkik.
Sebisanya Kongsun Ci berusaha memutar kuda itu ke arah lain,namun kuda merah itu lantas mendepak2 sambil mundur2 ke atas bukit malah.
Tentu saja Ui Yong bergirang, cepat ia memburu maju.
Merasa tidak sanggup mengatasi kebandelan kuda merah itu, sedangkan kedua lawan tangguh sudah memburu tiba, terpaksa Kongsun Ci menyimpan senjatanya, tangan yang satu ia kempit Kwe-Hu dan tangan lain mengempit Wanyan Peng, ia terus melompat turun dari kuda dan kabur dengan cepat.
Kongsun Ci sungguh lihay, biarpun membawa dua nona larinya tetap secepat terbang.
Tapi Gin-kang Ui Yong dan Li Bok-chiu juga kelas wahid, tidak seberapa lama dapatlah mereka menyusul tiba.
jaraknya tinggal belasan meter saja.
Se-konyong2 Kongsun Ci berhenti dan membalik tubuh sambil berkata: "Heh, kalau kupiting sekuatnya, kukira kedua anak perempuan cantik ini akan menghadapi Giam-lo-ong (raja akhirat).
" Ui Yong terkesiap, tanyanya kemudian: "Siapakah kau" selamanya kita tidak kenal, mengapa kau menawan puteriku?" .
"O, inikah puterimu" jadi kau ini nyonya Wan-yan?" tanya Kongsun Ci dengan tertawa.
"Yang inilah puteriku," kata Ui Yong sambil menunjuk Kwe Hu.
Kongsun Ci memandang sekejap pada KweHu, lalu memandang Ui Yong pula, dengan cengar-cengir lalu berkata: "Wah, sangat cantik, ibu dan anak sama2 cantiknya, sungguh cantik!" Tentu saja Ui Yong sangat gusar, tapi apa daya, puterinya berada dalam cengkeraman musuh, terpaksa harus bersabar dan mencari akal.
Selagi hendak bicara pula, mendadak terdengar suara mendesir dari belakang, dua anak panah menyamber lewat di pipi kirinya dan langsung mengarah muka Kongsun Ci.
Kekuatan kedua anak panah itu sungguh luar biasa, suara mendesingnya sangat keras, dari suara mendesing panah itu hampir saja Ui Yong berteriak kegirangan, sebab disangkanya sang suami (Kwe-Cing) sudah tiba.
Maklumlah kemahiran memanah jarang dimiliki tokoh persilatan daerah Tionggoan, sedangkan jago panah Mongol banyak yang tidak memiliki tenaga dalam yang kuat dan sukar mencapai jauh, maka dari suara mendesingnya panah yang keras tadi, Ui Yong merasa tiada orang lain lagi kecuali Kwe Cing yang mampu memanah sehebat itu.
Kongsun Ci itu juga maha lihay, kedua tangannya tak dapat digunakan menangkap anak panah yang menyambar tiba itu, mendadak ia membuka mulut dan menggigit tepat ujung panah pertama menyusul kepalanya sedikit menggeleng sehingga panah kedua dapat disampuk jatuh dengan panah yang digigitnya itu.
Ui Yong menjadi ragu, apakah sang suami yang memanah, sebab ia yakin jika Kwe Cing yang-memanah dan musuh berani menggigit dengan mulutnya, mustahil tenggorokannya takkan tembus oleh anak panah itu.
Dalam pada itu terdengar pula suara mendesing ber turut2, sekaligus sembilan panah menyamber pula ke muka Kongsun Ci secara susul menyusul.
Mau-tak-mau Kongsun Ci menjadi kelabakan terpaksa ia lepaskan kedua nona dan meloIos senjata untuk menangkis.
Selagi Ui Yong hendak menubruk maju untuk menyelamatkan puterinya, tahu2 sesosok bayangan telah menggelinding ke depan, Kwe Hu dirangkulnya terus berguling lagi ke samping, Tapi sebelum orang itu melompat bangun, tangan Kongsun Ci yang lain terus menghantam kepala orang itu.
Dalam keadaan masih telentang orang yang menolong Kwe Hu itu sempat menangkis dengan tangannya, "blang", debu pasir berhamburan Kong-sun Ci berseru: "Bagus!" - Menyusul pukulan ke dua dilontarkan pula dengan lebih dahsyat.
Tampaknya orang itu sukar menangkis lagi, cepat Ui Yong mengulur pentung bambunya dan menangkiskan pukulan itu.
Merasa dirinya pasti takkan mampu menghadapi kerubutan orang banyak itu, Kongsun Ci tidak menyerang pula, ia terbahak dan melompat mundur terus melangkah pergi.
Gayanya indah, caranya tangkas pula dan ternyata tiada yang berani mengejarnya Iagi.
Setelah berbangkit, orang yang merangkul Kwe Hu tadi lantas melepaskan si nona, pinggang orang itu membawa busur, perawakannya tinggi dan bahunya lebar, segera Ui Yong mengenalinya scbapai pemuda yang berpedang tadi, ke-11 anak panah yang dibidikkan secara berantai itu tentu pula dilakukan oleh anak muda ini.
Meski tertawan Kongsun Ci, tapi Kwe Hu tidak mengalami luka, segera ia menyapa pemuda yang menolongnya itu dengan muka merah jengah: "Eh, kiranya Yalu-toako, terima kasih atas pertolonganmu! " Dalam pada itu Bu Siu-bun dan nona satunya lagi sudah memburu tiba, hanya Bu Tun-si saja yang tinggal di sana menjaga ayahnya.
Pantasnya Bu Siu-bun mesti memperkenalkan mereka, tapi dia ternyata tidak dapat menahan marah dan dendamnya, kedua matanya melotot benci kepada Li Bok-chiu dan lupa keadaan sekitarnya, dua kali Ui Yong memanggilnya juga tidak mendengar Kwe Hu lantas bicara pada sang ibu sambil menunjuk pemuda yang menolongnya itu: "Mak inilah Yalu-toako!" Lalu ia tuding pula nona yang datang bersama Bu Siu-bun dan menambahkan: "Dan ini Yalu-cici.
" "Oh, hebat benar kepandaian kalian berdua!" puji Ui Yong.
Kedua saudara Yalu itu mengucapkan kata2 rendah hati sambil memberi hormat sedangkan Li Bok chiu berdiri menjauhi di sana tanpa urus orang2 lain.
"Gaya ilmu silat kalian nampaknya dari Coan-cin-pay, entah kalian ini murid Coan-cin-jit-cu yang mana?" tanya Ui Yong pula, ia menyaksikan kepandaian Yalu Ce yang hebat, antara angkatan muda yang pernah dilihatnya, kecuali Nyo Ko saja boIeh dikatakan tiada bandingannya lagi maka ia yakin Yalu Ce pasti bukan anak murid -Coan-cin-pay angkatan ketiga atau keempat.
Dengan rendah hati Yalu Yan berkata: "Kepandaianku sih ajaran kakak" Ui Yong mengangguk dan memandang Yalu Ce.
Tampaknya Yalu Ce- merasa sungkan untuk menerangkan, jawabnya kemudian: "Pantasnya Wanpwe harus menjelaskan pertanyaan Cianpwe, cuma Suhu pernah memberi pesan agar jangan se-kali2 menyebut nama beliau, sebab itulah mohon Kwe-hujin sudi memaafkan.
" Semula Ui Yong terkesiap, ia heran mulai kapan Coan cin jit-cu memakai peraturan aneh yang melarang anak murid menyebut nama gurunya" Tapi cepat tergerak pikirannya, mendadak ia tertawa ter-pingkal2 seperti teringat kepada sesuatu yang sangat lucu.
"He. apakah yang menggelikan engkau, bu" tanya Kwe Hu heran.
Akan tetapi Ui Yong tidak menjawab dan tetap tertawa Yalu Ce ternyata tidak tersinggung, malahan iapun tersenyum dan akhirnya berkata: "Kiranya Kwe-hujin, dapat menerkanya.
" Kwe Hu tetap bingung, waktu ia pandang Yalu Yan, nona itupun merasa tidak paham apa yang ditertawakan kedua orang itu.
Di samping sana Bu Siu-bun telah membalut luka Wanyan Peng yang menjadi pecah lagi karena ditawan dan dibanting pula oleh Kongsun Ci tadi.
"Bagaimana keadaan ayahmu Siu-bun?" tanya Ui Yong.
Belum Siu-bun menjawab, tiba2 Yalu Yan berseru terus berlari ke tempat-Bu Sam-thong menggeletak.
"Luka ayah terletak di paha kiri, terkena serangan tua bangka Kongsun itu," tutur Siu-bun.
Ui Yong mengangguk lalu ia mendekati kuda merah dan mengelus bulu surinya yang panjang itu, katanya dengan terharu: "Oh, kudaku sayang, sungguh besar jasamu terhadap keluarga Kwe kami.
" Ternyata Bu Siu-bun tidak lagi bersikap akrab terhadap Kwe Hu, sebaliknya tampak sangat simpatik kepada Wanyan Peng, entah sengaja hendak membikin sirik Kwe Hu atau memang pemuda itu jatuh hati kepada Wanyan Peng, betapapun Ui Yong juga tidak sempat urus persoalan anak2 muda itu, segera ia berlari ke tempat Bu Sam-thong untuk memeriksa keadaannya.
Melihat Ui Yong, Bu Sam-thong bermaksud berdiri, tapi karena kakinya terluka, tubuhnya menjadi sempoyongan, cepat Bu Tun-si dan Yalu Yan memegangi orang tua, ketika jadi kedua muda-mudi itu saling sentuh, keduanya saling pandang dan tersenyum penuh arti.
Diam2 Ui Yong geli, pikirnya: "Rupanya ada satu pasangan lagi, padahal beberapa hari yang lalu kedua saudara Bu cilik itu baru berkelahi mati2an berebut anak Hu tanpa menghiraukan hubungan baik saudara sekandung, sekarang setelah menemukan nona cantik lain, seketika segala kejadian yang lalu terlupa sama sekali" Bahwasanya kedua saudara Bu jatuh hati kepada Kwe Hu sebenarnya bukanlah sesuatu yang aneh, soalnya mereka dibesarkan bersama di Tho-hoa-to, di pulau terpencil itu tiada anak perempuan lain, lama2 tentu saja menimbulkan bibit cinta antara mereka.
Tapi kemudian setelah mengetahui Kwe Hu ternyata tidak mencintai mereka, dengan sendirinya kedua Bu cilik itu sangat kecewa dan putus asa, hidup mereka terasa himpa dan tiada artinya, Tak terduga tidak iama kemudian mereka lantas ketemukan Yalu Yan dan Wanyan Peng, masing2 ternyata rada cocok dengan kedua saudara Bu itu.
Kini mereka saling bertemu lagi, diam2 kedua Bu cilik membandingkan Kwe Hu dengan buah hati mereka yang baru, Dan pameo "cinta buta" juga berlaku di sini, dalam anggapan mereka tentu segala sesuatu kekasihnya jauh lebih baik.
Sebenarnya kedua saudara Bu sudah bersumpah takkan menemui Kwe Hu lagi, tapi pertemuan ini terjadi mendadak dan kepergok, jadi bukan sengaja hendak bertemu, mereka anggap bukan melanggar sumpah.
Dalam hati Kwe Hu sendiri sedang membayangkan kejadian Yalu Ce menolongnya tadi, beberapa kali ia melirik anak muda yang gagah dan cakap itu, ia menjadi heran ilmu silatnya ternyata begini hebat, dan anak muda itupun saling pandang dan tertawa geli, entah apa pula yang ditertawakan mereka.
Begitulah setelah memeriksa luka Bu Sam-thong dan ternyata tidak parah, Ui Yong merasa lega, mereka lantas ambil tempat duduk di batu karang dan saling menceritakan pengalaman masing2 selama berpisah.
Kiranya tempo hari ketika Cu Cu-Iiu ikut paman gurunya, yaitu si paderi Hindu itu mencari obat ke Coat-ceng-kok, secara diam2 Bu Sam-thong juga mengikut ke sana demi untuk membalas budi kebaikan Nyo Ko.
Tapi baru saja sampai di luar kota, dilihatnya kedua puteranya juga keluar kota bersama, ia terkejut dan kuatir kalau kedua saudara sekandung itu akan duel pula, cepat ia menegur dan menanyai kedua puteranya itu, akhirnya baru diketahui bahwa kedua Bu cilik telah bersumpah takkan bertemu lagi dengan Kwe Hu, maka mereka tidak ingin tinggal lagi di Siangyang.
Karena itulah mereka bertiga lantas menuju ke Coat-ceng-kok.
Tapi Coat-ceng-kok itu mirip suatu dunia lain, meski Nyo Ko telah memberitahukan keadaan tempat itu secara garis besar, tapi sungguh sukar menemukan jalan masuknya, Mereka ber-putar2 kian kemari dan beberapa kali kesasar, akhirnya dapat juga menemukan mulut lembah itu.
Tak terduga paderi Hindu dan Cu Cu-liu berdua ternyata sudah tertawan oleh Kiu Jian-jio.
Bcberapa kali Bu Sam-thong bertiga berusaha menolong mereka, tapi selalu gagal dan terpaksa keluar dari lembah itu dengan maksud pulang Siangyang untuk mencari bala bantuan, tak tahunya di tengah jalan mereka kepergok pula dengan Kongsun Ci, mereka dituduh sengaja berkeliaran di lembah itu sehingga terjadilah pertarungan sengit.
Bu Sam-thong bukan tandingan Kongsun Ci dan kakinya tertusuk pedang, sebenarnya Kongsun Ci juga tidak bermaksud mencelakai jiwa mereka, dia ingin mengusir mereka saja dan melarang mereka datang lagi ke situ.
Justeru pada saat itu juga Yalu Ce dan Yalu Yan serta Wanyan Peng juga lewat di situ, Ketiga muda-mudi itu pernah bertemu satu kali dengan kedua Bu cilik, mereka lantas berhenti dan sapa menyapa.
Kongsun Ci baru saja gagal menikahi Siao-liong-li dan habis di usir sang isteri, dia sedang kesepian dan mendongkol tiba2 dilihatnya Wanyan Peng berwajah cantik, seketika timbul napsu jahatnya, mendadak ia turun tangan dan hendak menawan Wanyan Peng.
Tentu saja kedua saudara Yalu dan kedua Bu cilik tidak tinggal diam, serentak mengerubut Kongsun Ci.
Kalau saja Bu Sam-thong tidak terluka lebih dulu, dengan gabungan mereka berenam mestinya dapat menandingi Kongsun Ci, kini yang dapat diandalkan hanya Yalu Ce saja, biarpun mereka main keroyok juga sukar menandingi musuh yang lihay itu.
Untunglah pada saat itu kuda merah yang-tempo hari dibawa Nyo Ko dan dilepas di Cong-Iam-san itu kini telah lari pulang, Cepat Siu-bun mencegat kuda itu dan membiarkan Wanyan Peng kabur dengan menunggang kuda merah, tapi Wanyan Pcng telah bertemu dengan Ui Yong dan Li Bok-chiu dan akhirnya Kongsun Ci dihalau pergi.
Kemudian Ui Yong juga menceritakan secara ringkas tentang buntungnya lengan Nyo Ko serta membawa lari Kwe Yang, Bu Sam-thong terkejut, cepat ia menjelaskan sebabnya Nyo Ko mengaku telah bertunangan dengan Kwe Hu adalah ingin menolong kedua Bu cilik agar tidak saling membunuh antara saudara sendiri, siapa duga akibatnya malah membikin susah Nyo Ko.
Dasar watak Bu Sam-thong memang keras dan pemberang, mengingat buntungnya Nyo Ko itu adalah gara2 kedua anaknya itu, makin dipikir makin marah, mendadak ia terus menuding Siu-bun dan Tun-si terus dicaci maki, kalau kakinya tidak terluka, bisa jadi ia terus mendekati kedua Bu cilik dan menggamparnya.
Saat itu Tun-si dan Siu-bun sedang asyik-bicara dengan Yalu Yan dan Wanyan Peng, tidak lama Kwe Hu dan Yalu Ce ikut bicara, usia keenam orang sebaya, tapi bahu membahu bertempur pula maka obrolan mereka menjadi bersemangat.
Siapa tahu mendadak Bu Sam-thong terus mencaci-maki, keruan Siu-bun dan Tun-si menjadi bingung, mereka tidak tahu apa sebabnya sang ayah mendadak marah, mereka sama melirik Yalu Yan dan Wanyan Peng, betapapun mereka merasa malu mendapatkan damperatan begitu di depan si nona jelita.
Apalagi kalau sampai sang ayah membongkar rahasia hubungan mereka dengan Kwe Hu, tentu akan membikin mereka tambah runyam.
Melihat keadaan serba kikuk, cepat Ui Yong menyela, katanya: "Sudahlah, hendaklah Bu-heng jangan gusar lagi, buntungnya tangan Nyo Ko adalah karena kekurangajaran puteriku, tatkala mana kakak Cing juga sangat murka dan hampir saja tangan anak Hu juga dikutunginya.
" "Bagus, seharusnya begitu!" seru Bu Sam-thong.
Kwe Hu mendelik sekejap kepada orang tua yang sok tahu itu, kalau saja ibunya tidak di situ, mungkin dia sudah balas olok2 Bu Sam-thong.
Ui Yong lantas berkata pula: "Bu-heng, sekarang urusannya sudah jelas, jadi kita telah salah menuduh si Nyo Ko.
Paling penting sekarang kita harus menemukan Nyo Ko dan minta maaf padanya.
" "Benar benar!" ber-ulang2 Sam-thong menyatakan setuju.
"Selain itu kita harus pergi ke Coat-ceng-kok untuk menolong susiokmu dan Cu-toako.
berbareng itu, kita akan memintakan obat penawar bagi Nyo Ko.
Cuma tidak diketahui mengapa Cu-toako sampai terkurung musuh dan bagaimana keadaannya sekarang?".
"Susiok dan Sute tertawan oleh barisan jaring musuh dan sekarang terkurung di suatu kamar batu, tampaknya jiwa mereka tidak begitu menguatirkan," "Jika begitu biarlah kita mencari Nyo Ko dahulu baru pergi ke Coat ceng-kok, dengan kepandaiannya yang tinggi itu anak muda itu merupakan pembantu yang terkuat apalagi obat penawar didapatkan segera bisa diminum olehnya dan tidak perlu membuang waktu lagi," kata Ui Yong.
"Benar, benar," seru Sam-thong.
"Cuma tidak diketahui sekarang Nyo Ko berada di mana?" Sambil menuding kuda merah, Ui Yong menjawab: "Kuda ini baru saja di pinjam si Nyo Ko, kuda ini akan menjadi petunjuk jalan, kita pasti dapat menemukan tempat tinggalnya.
" Bu Sam thong sangat girang, serunya: "Untung Kwe-hujin berada di sini, kalau tidak, tentu aku akan kelabakan setengah mati tanpa berdaya.
" Ui Yong pikir kalau Bu Sam-thong dan kedua puteranya ikut pergi, besar kemungkinan ketiga muda-mudi yang lain juga akan ikut, akan terasa lebih aman jika ada pembantu lebih banyak Segera ia berkata kepada Yalu Ce: "Bagaimana kalau kalian juga ikut bersama kami?" Belum lagi Yalu Ce menjawab, cepat Yalu Yan mendahului bersorak: "Baiklah, kakak, kita ikut pergi.
" Tanpa terasa Yalu Ce memandang sekejap kepada Kwe Hu dan terlihat sorot mata nona itu juga memberi dorongan padanya, ketika ia berpaling ke arah Wanyan Peng, nona itu juga tersenyum, maka iapun menjawab dengan menghormat.
"Kami tunduk saja kepada pesan Bu-locianpwe dan Kwe-hujin, kalau kami bisa, selalu mendapat petunjuk kalian, itulah yang kami harapkan" Ui Yong lantas berkata pula: "Meski tidak banyak jumlah kita, tapi kita perlu juga seorang komandan sebagai pimpinan.
Bu-heng, biarlah kami tunduk kepada pimpinanmu dan takkan membantah perintahmu.
" Namun Bu Sam-thong lantas geleng kepala dan menjawab: "Tidak, jelas seorang Kunsu (juru pikir) wanita seperti kau berada di sini, siapa lagi yang berani main perintah segala" Sudah tentu mandat penuh kuserahkan padamu.
" "Apa sudah betul pilihanmu?" Ui Yong menegas dengan tertawa.
"Masakah aku bergurau?" jawab Sam-thong.
"Anak2 sih tidak menjadi soaV, yang kukuatirkan adalah kau.
si tua ini tidak mau tunduk pada perintahku," kata Ui Yong.
"Apa perintahmu, apa pula yang kulaksanakan," seru Sam-thong, "Sekalipun masuk lautan api atau terjun ke rawa mendidih juga takkan kutolak.
" "Di hadapan anak2 muda ini, apa yang sudah kau katakan harus kau tepati," ujar Ui Yong.
"Sudah tentu," jawab Sam-thong dengan muka merah padam "Memangnya kalau tiada orang lain pernah kuingkar janji?" "Bagus! itulah yang kuinginkan darimu," kata Ui Yong.
"Keberangkatan kita nntuk mencari Nyo Ko, meminta obat dan menolong kawan, semuanya harus dilakukan dengan cara gotong royong maka segala dendam sakit hati dimasa- lampau untuk sementara ini harus dikesampingkan.
Jadi maksudku, Bu-heng, untuk sementara ini kalian sekali-kali tidak boleh merecoki Li Bok-chiu, nanti kalau urusan sudah bcres, bolehlah kalian melabrak dia untuk menuntut balas.
" Bu Sam-thong melengak, baru sekarang ia tahu tujuan kata2 Ui Yong tadi hanya untuk memancing pernyataannya saja.
Padahal Li Bok-chiu adalah pembunuh isterinya, sakit hati ini mana boleh dibiarkan" Belum lagi Sam-thong menjawab, Ui Yong membuka suara pula dengan lirih: "Bu-heng, kakimu terluka, sementara ini tentu juga tak dapat berbuat banyak.
Untuk menuntut balas kukira juga tidak perlu terburu-buru saat ini juga.
" Terpaksa Bu Sam-thong berkata: "Baiklah, apa yang kau katakan, apa yang kulakukan.
" Ui Yong lantas berseru memanggil Li Bok-chiu: "Li-cici marilah kita berangkat!" Begitulah kuda merah itu dibiarkan jalan di depan dan mereka ikut dari belakang, Benar juga kuda itu ternyata menuju ke arah Cong-lam-san.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lantaran Bu Sam-thong dan Wanyan Peng terluka dan tak dapat jalan cepat, setiap hari mereka cuma menempuh ratusan li saja lantas istirahat.
Diam2 Li Bok-chiu waspada menjaga segala kemungkinan, di waktu istirahat ia sengaja menjauhi semua orang.
Waktu menempuh perjalanan iapun mengintil dari kejauhan.
Sepanjang jalan yang paling gembira adalah ke.
enam muda-mudi itu, mereka bicara dan bergurau dengan akrab sekali, Sejak kecil kedua saudara Bu saling bersaing mencari muka pada Kwe Hu sehingga hubungan mereka sedikit-banyak kurang baik, tapi sekarang masing2 sudah menemukan gadis idaman, kedua saudara menjadi sangat rukun dan sayang menyayang.
Tentu saja Bu Sam-thong sangat senang melihat itu dan tambah terima kasihnya kepada Nyo Ko yang telah menyelamatkan kedua Bu cilik itu dari saling membunuh memperebutkan seorang gadis.
Suatu hari sampailah mereka di Cong-lam-san.
Ui Yong dan Bu Sam-thong membawa anak muda itu berkunjung kepada Coan-cin-jit-cu di Tiong-yang-kiong.
Li Bok-chiu berhenti jauh di luar istana Coan-cin-pay dan menyatakan hendak menunggu saja di situ.
Dengan sendirinya Ui Yong tidak memaksa karena tahu iblis itu bermusuhan dengan pihak Coan-cin-pay, rombongan mereka lantas menuju Tiong-yangkiong.
Ketika mendapat laporan, cepat Khu Ju-ki dan lain2 menyambut keluar.
Sesudah rombongan tamu disilakan masuk dan berduduk di pendopo agung, baru saja mereka beramah-tamah sejenak, tiba2 di ruangan belakang ada suara orang membentak2.
seketika Ui Yong mengenali suara orang itu, segera ia berseru: "Hai, Lo-wan-tong, lihatlah siapakah ini yang datang?" Selama beberapa hari ini memang Ciu Pek-thong lagi sibuk mempelajari cara2- mengundang dan memimpin kawanan tawon putih, Dasarnya memang pintar, tekun pula, maka sedikit-banyak sudah ada kemajuan, saat itu dia sedang asyik dengan permainannya itu, ketika tiba2 didengarnya orang memanggil julukannya, segera ia kenal itulah suaranya Ui Yong.
"Aha, kiranya bininya adik angkatku yang genit dan jahil itu telah datang!" sambil ber-teriak2 ia terus berlari ke depan.
Serentak Yalu Ce memampak maju dan menyembah kepada Ciu Pek-thong sambil mengucapkan doa selamat, Dengan tertawa Ciu Pek-thong menjawab: "Sudahlah, lekas bangun.
Kaupun selamat-selamat ya!" Menyaksikan itu semua orang jadi ter-heran2.
Sungguh tidak tersangka bahwa Yalu Ce adalah, muridnya Ciu Pek-thong, padahal tingkah lakunya Anak Tua Nakal itu suka ugal2an dan angin2an, tapi murid didiknya ternyata pintar dan tangkas, jujur-dan sopan, sama sekali berbeda antara guru dan murid.
Khu Ju-ki dan lain2 juga sangat senang melihat sang Susiok sudah mempunyai ahli waris, be-ramai2 mereka lantas mengucapkan selamat kepada Ciu Pek-thong.
Baru sekarang juga Kwe Hu menyadari sebab musababnya tempo hari sang ibu dan Yalu Ce saling pandang dengan bergelak tertawa ketika anak muda itu tidak mau menerangkan siapa gurunya, rupanya waktu itu Ui Yong sudah dapat menerka bahwa guru Yal-u Ce adalah si Anak Tua Nakal Ciu Pek-thong.
Tengah ramai2, mendadak di bawah gunung ada suara terompet, itulah pemberitahuan para anak murid yang bertugas jaga bahwa musuh datang menyerang secara besar2an.
Seketika air muka Khu Ju-ki berubah, ia tahu pasti pasukan Mongol yang datang akibat kegagalan usaha Kim lun Hoat-ong dan begundalnya menaklukkan Coan-cin-kau tempo hari.
Walaupun orang2 Coan-cin-kau mahir ilmu silat, tapi tidak mungkin bertempur secara terbuka melawan pasukan Mongol, maka sebelumnya mereka sudah mengatur siasatnya, kalau perlu akan mundur teratur dengan meninggalkan gunung.
Tugas ini sebenarnya adalah tanggung jawab Li Ci-siang yang kini diangkat sebagai pejabat ketua menggantikan In Ci-peng yang sudah meninggal itu.
Tapi menghadapi suasana gawat ini, dengan sendirinya pimpinan dipegang lagi oleh Coan-cin-ngo-cu.
Segera Khu Ju-ki berkata kepada Ui Yong tentang keadaan genting dan menyesal tak dapat memenuhi kewajiban sebagai tuan rumah terhadap tetamunya.
Dalam pada itu suara gemuruh serbuan pasukan terdengar di bawah gunung, Rupanya pasukan Mongol menyerbu dari arah utara gunung, sedangkan rombongan Ui Yong datang dari bagian selatan, selisihnya cuma setengah jam saja.
"Oh jadi ada musuh datang" Hah, sangat kebetulan.
" seru Ciu Pek-thong "Hayolah, anak Ce, inilah kesempatan baik bagimu untuk memperlihatkan kepandaian ajaran gurumu ini kepada para Suheng di sini!" Seperti anak kecil, apabila mempunyai barang mainan kesayangannya, tentu suka pamer untuk mendapatkan pujian orang lain.
Begitu pula si Anak Tua Nakal, dia mempunyai seorang murid baik, tentu iapun ingin membikin kagum orang Iain.
". Kalau dahulu dia pesan Yalu Ce agar jangan membocorkan nama gurunya, maksud tujuannya adalah untuk mengejutkan dunia Kangouw saja agar semua orang kaget demi kemudian mengetahui Ciu Pek-thong mempunyai seorang murid lihay.
Begitulah Khu Ju-ki lantas memberi laporan sekadarnya kepada Ciu Pek-thong tentang siasatnya akan mengundurkan diri demi untuk menjaga keutuhan Coan-cin-kau.
Habis itu ia lantas memberi perintah agar setiap orang membawa barang2 keperluan dan meninggalkan gunung menurut arah yang sudah ditentukan, ber-bondong2 anak murid Coan-cin-kau lantas melaksanakan tugas masing2 secara teratur.
"Khu-totiang," kata Ui Yong kemudian, "cara pengaturanmu sungguh hebat, kuyakin sedikit alangan ini pasti takkan menjadi soal bagi kalian, Kelak Coan-cin-kau pasti akan bangkit kembali dan lebih jaya daripada sekarang, Kedatangan kami ini adalah untuk mencari Nyo Ko, maka sekarang juga kami mohon diri.
" "Nyo Ko?" Khu Ju-ki meIengak.
"Apakah dia masih berada di pegunungan ini?" "Ada seorang teman mengetahui tempat kediamannya," ujar Ui Yong dengan tertawa.
Habis itu ia lantas berangkat dengan rombongannya menuju ke belakang Tiong-yang-kiong dan kemudian menemukan Li Bok-chiu.
"Li-cici, sekarang silakan memberi petunjuk cara masuk ke kuburan itu," kata Ui Yong.
"Darimana kau mengetahui dia pasti berada didalam kuburan?" jawab Bok-chiu.
"Seumpama Nyo Ko tidak berada di sana, Giok li-sim-keng pasti ada," ujar Ui Yong.
Diam2 Li Bok-chiu terkesiap dan mengakui kelihayan nyonya Kwe itu, sampai2 isi hatinya ingin mendapatkan kitab pusaka itupun dapat diterkanya dengan jitu.
Karena tujuannya toh sudah diketahui orang, Li Bok-chiu lantas berkata sekalian secara terang2an.
"Baiklah, biar kita bicara di muka, kubantu kau menemukan puterimu dan kau harus bantu aku merebut kitab pusaka perguruanku, Kau adalah ketua Kay-pang, pendekar wanita yang termashur, kau harus pegang janji.
" "Tapi Nyo Ko adalah putera saudara angkat tuan Kwe kami, meski ada sedikit selisih paham dengan kami, kalau sudah bertemu tentu segalanya dapat dijernihkan dan puteriku pasti juga akan dikembalikan padaku jika memang betul anak itu berada padanya, Jadi tak dapat dikatakan rebut berebut segala.
" "O, kalau begitu, baiklah kita menuju ke arah masing2 dan berpisah saja di sini," habis ini Li Bok chiu terus putar tubuh hendak pergi.
Ui Yong lantas mengedipi Bu Siu-bun, "sret" si Bu cilik itu segera melolos pedang dan membentak "Li Bok-chiu, hari ini jangan kau harap dapat meninggalkan Cong-lam-san dengan hidup!" Li Bok-chiu menyadari keadaan sendiri yang kepepet, seorang Ui Yong saja sukar diiawan, apalagi ada Bu Sam-thong dan anak muda yang cukup lihay itu.
Biasanya iapun banyak tipu akalnya, tapi menghadapi Ui Yong ia benar2 menjadi bodoh dan mati kutu.
sedapatnya ia berlaku tenang dan berkata dengan dingin: "Kwe-hujin maha pintar, kalau berada di sini, masakah Kwe-hujin kuatir tak-dapat menemukan dia dan masakah perlu petunjuk jalan dariku?" "Untuk mencari jalan masuk kuburan kuno, terus terang aku tidak mampu," jawab Ui Xong.
"Tapi kalau kami berdelapan orang secara sabar menunggu dan bergilir mengawasi sekitar sini, akhirnya kami pasti akan pergoki mereka apabila Nyo Ko dan nona Liong benar2 sembunyi di dalam kuburan kuno, masakah pada suatu hari mereka tidak keluar untuk belanja keperluan hidup mereka?" Ucapan ini dengan jelas memojokkan Li Bok-chiu agar lebih baik menunjukkan jalannya, kalau tidak segera akan dibunuhnya.
Li Bok-chiu menjadi serba susah, apa yang di katakan Ui Yong itu memang masuk di akal, kalau mereka menunggu saja di sekitar sini, akhirnya Nyo Ko tentu juga akan keluar, Untuk bertempur jelas dirinya bukan tandingan mereka yang berjumlah banyak, tapi kalau memancing mereka masuk ke kuburan kuno itu.
di tempat yang sudah dikenalnya benar2 itu tentu dapat mencari akal untuk membinasakan musuh2 ini satu persatu, Begitulah ia lantas menjawab: "Baiklah, apa mau dikatakan lagi, aku toh tidak mampu menandingi kalian.
Memangnya aku juga akan mencari si bocah she Nyo itu" Marilah.
kalian ikut padaku. " Segera ia menyingkap semak belukar dan menyusup ke tengah pepohonon yang lebat diikuti Ui Yong dan lain2 dari dekat karena kuatir dia melarikan diri mendadak Setelah menyusup ke sana dan menyusur sini, tidak lama sampailah mereka di tepi sebuah sungai kecil.
Sudah lama Li Bok-chiu bertekat hendak rebut Giok-li-sim-keng, tempo hari dia hampir mampus ketika lolos keluar dari kuburan itu melalui dasar sungai, maklum dia memang tidak mahir berenang dan menyelam.
Karena itu akhir2 ini dia telah berlatih renang dan kini sudah siap.
Berdiri di tepi sungai berkatalah dia: "Pintu depan kuburan itu sudah tertutup, untuk membukanya secara paksa di perlukan waktu berbulan2, bahkan tahunan.
Sedang pintu belakangnya harus selulup melalui sungai ini.
Nah, siapa2 di antara kalian yang akan ikut aku masuk ke sana?" Kwe Hu dan kedua saudara Bu dibesarkan di Tho-hoa-to, setiap hari hampir selalu berkecimpung di tengah gelombang laut, kepandaian berenang mereka dapat diandalkan, serentak mereka bertiga menyatakan ikut, Bu Sam-thong juga bisa-berenang, maka iapun ingin ikut serta.
Ui Yong tahu Li Bok-chiu sangat keji, kalau mendadak dia menyerang dikuburan-kunb itu, pasti Bu Sam-thong dan lain2 tidak mampu melawannya, seharusnya dirinya sendiri ikut mengawasi kesana, namun kesehatan sendiri yang baru melahirkan terasa tidak sanggup bertahan menyelam lama di dalam air yang dingin.
Tengah ragu2, tiba2 Yalu Ce berkata: "Kwe pekbo boleh tunggu saja di sini, biar siautit ikut paman Bu ke sana.
" "Kau mahir berenang?" tanya Ui Yong girang.
"Berenang sih tidak begitu mahir, kalau menyelam kukira boleh juga," jawab Yalu Ce.
Dalam pada itu Li Bok-chiu sudah bebenah seperlunya dan siap akan terjun ke dalam sungai, Ui Yong lantas mendekati Bu Sam-thong dan memberi pesan agar hati2 dan waspada, Begitulah Yalu Ce dan Bu Sam-thong berlima lantas ikut Li Bok-chiu menyusun sungai itu.
Sungai di bawah tanah itu terkadang sempit dan terkadang luas, arusnya juga kadang2 keras tempo2 lambat, Ada kalanya dasar sungai sangat dalam hingga tinggi air melebihi kepala dan harus menyelam, tapi lain saat air sungai berubah menjadi cetek cuma sebatas pinggang.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya mereka sampai di lubang masuk ke kuburan itu.
Li Bok-chiu menarik batu penyumbat dan menerobos ke dalam, yang lain lantas ikut masuk ber-turut2.
Meski sekarang tidak terbenam lagi dalam air, tapi keadaan gelap gulita, semua orang bergandengan tangan agar tidak terpencar dan mengikuti Li Bok-chiu ke depan secara ber-liku2 sehingga sukar lagi membedakan arah.
Tidak lama kemudian terasa mulai menanjak, tanah yang terpijak juga kering, Tiba2 terdengar suara berkeriutan, sebuah pintu batu didorong oleh Li Bok-chiu, semua orang lantas ikut masuk ke situ.
"Di sini sudah berada di tengah2 kuburan kuno, kita berhenti sebentar lalu pergi mencari Nyo Ko," kata Li Bok-chiu.
Sejak memasuki kuburan itu itu selangkahpun Bu Sam-thong dan Yalu Ce tidak tertinggal di belakang Li Bok-chiu, tapi keadaan sangat gelap, terpaksa mereka hanya mengandalkan indera pendengaran saja untuk menjaga segala kemungkinan.
Dalam kegelapan itu semua orang lantas berdiam: Tiba2 Li Bok-chiu berkata pula: "Eh, kedua tanganku sudah menggenggam Peng-pok-gin-ciam, kenapa kalian bertiga orang she Bu ini tidak mau maju untuk merasakan enaknya jarum ini?" Bu Sam-thong terkejut, sebelumnya iapun tahu orang pasti mengandung maksud jahat, tapi tidak menyangkanya musuh akan mulai bertindak sekarang ini.
Mereka sudah pernah merasakan betapa lihaynya jarum orang, betapapun mereka tidak berani gegabah.
Segera mereka pegang senjata dan siap menangkis bila mendengar suara mendesingnya senjata rahasia.
Namun tempatnya terlalu sempit, jarum musuh hanya dapat dipukul ke tanah, kalau di sampuk bisa jadi akan mengenai kawan sendiri.
Yalu Ce juga menyadari keadaan sangat berbahaya, kalau sampai musuh sembarangan menyambitkan jarumnya, pihak sendiri yang berlima ini pasti ada yang terluka atau binasa, jalan paling baik harus melabraknya dari dekat agar orang tidak sempat menggunakan jarum berbisanya.
Ternyata Kwe Hu juga berpendapat sama seperti dia, jadi tanpa berjanji keduanya mendadak menubruk bersama ke arah suara Li Bok-chiu.
Padahal setelah bicara tadi, selagi orang2 ter-kesiap, diam2 Li Bok-chiu telah mundur ke tepi pintu, Maka waktu Yalu Ce dan Kwe Hu menubruk tempat kosong, sebaliknya tangan kedua orang saling berpegang sehingga Kwe Hu menjerit kaget.
Kepandaian Yalu Ce lebih tinggi, begitu memegang tangan yang halus serta mencium bau harum dan disertai suara Kwe Hu, segera ia tahu apa yang terjadi.
Dalam pada itu terdengar suara keriat-keriut bergesernya pintu, Yalu Ce dan Bu Sam-thong terus melompat pula ke sana, terdengar suara mendesing, dua jarum perak telah menyamber tiba, cepat mengelak, waktu mereka mendorong pintu, ternyata pintu itu sudah tertutup rapat dan tak bergeming lagi.
Yalu Ce coba meraba pintu batu itu, ternyata halus licin tiada sesuatu alat pegangan pintu, ia berjalan merambat dinding sekeliling, ia menaksir ruangan itu kira2 empat persegi, dinding terbuat seluruhnya dari batu, ia coba mengetok dinding dengan pedangnya, terdengar suara keras dan berat, jelas batu dinding itu sangat tebal.
"Wah, bagaimana" jangan2 kita akan mati terkurung di sini?" kata Kwe Hu dengan kuatir dan hampir2 menangis.
"Jangan kuatir, kita pasti akan menemukan jalannya," cepat Yalu Ce menghiburnya "Apalagi Kwe-hujin menunggu di luar, beliau pasti akan berdaya menolong kita.
" Habis berkata ia coba meraba pula sekeliling kamar itu untuk mencari jalan keluar.
Li Bok-chiu sangat girang setelah berhasil menyekap Bu Sam-thong berlima di kamar batu itu, ia pikir setelah lawan2 itu dienyahkan, tentu akan lebih mudah untuk menyergap Siao-liong-li dan Nyo Ko.
Ia menyadari kalau bertempur secara terang2an pasti bukan tandingan sang Sumoay, maka ia harus menyergapnya secara mendadak.
ia lantas menggenggam jarum berbisa, sepatu ditanggalkannya, hanya dengan berkaos kaki saja ia melangkah ke depan dengan pelahan.
Selama beberapa hari ini Siao-Iiong-Ii, berduduk di depan kemala dingin itu menerima penyembuhan dari Nyo Ko dengan menerobos Hiat-to secara terbalik.
Saat itu mereka sedang mengerahkan segenap tenaga untuk menerobos Tam-tiong-hiat, Hiat-to penting yang terletak di bagian dada, kalau Hiat-to ini sudah diterobos dengan lancar, maka berarti delapan bagian lukanya sudah tersembuhkan, Akan tetapi Hiat-to ini memang sangat gawat, salah sedikit saja akan menyebabkan kelumpuhan total, sebab itu harus dilakukan dengan hati2 dan sabar, sedikitpun tidak boleh gegabah.
Watak Siao-liong-li memang sangat sabar, baginya bukan soal apakah penyembuhannya itu dapat dirampungkan secepatnya atau berapa lama Iagi.
Sebaliknya Nyo Ko berwatak tidak sabaran, dia berharap Siao-liong-li dapat lekas sembuh.
Akari tetapi iapun tahu bahayanya cara penyembuhan begitu, kalau ter-buru2 napsu, bisa jadi malah-runyam.
Begitulah Nyo Ko merasa denyut nadi Siao-liong-li terkadang keras dan lain saat lemah, meski tidak stabil, tapi tiada tanda2 buruk, Diam2 ia mengerahkan tenaga dan mempercepat usahanya menyembuhkan si nona.
Dalam keadaan sunyi senyap itulah, tiba2 dari jauh ada suara "tek" satu kali, suara itu sangat lirih kalau saja Nyo Ko tidak sedang memusatkan pikiran tentu tak mendengar suara itu.
Apalagi kuburan kuno itu terletak jauh di bawah tanah, kecuali suara pernapasan mereka bertiga (termasuk Kwe Yang), sedikit kelainan suara tentu akan ketahuan.
Selang tak lama, suara "tek" itu kembali berbunyi lagi sekali, kini jaraknya bertambah dekat, Nyo Ko tahu pasti ada sesuatu yang tidak beres, tapi kuatir perhatian Siao-liong-li terganggu dan membahayakan nona itu, maka ia sengaja berlagak tidak tahu.
Tak lama, lagi2 suara itu berbunyi, kini terlebih dekat pula, Maka yakinlah Nyo Ko bahwa ada orang menyusup ke kuburan kuno itu, agaknya orang itu tidak berani menerobos datang begitu saja dan sengaja merunduk maju dengan pelahan.
ia pikir maksud kedatangan orang ini pasti tidak baik, kalau orang mampu masuk ke situ, tentu juga bukan sembarangan orang.
Celakanya keadaan Siao-liong-li tidak boleh terganggu ia menjadi serba susah.
"Tek", ternyata suara itu semakin mendekat Nyo Ko menjadi bingung dan sukar menahan pi-kiranaya, mendadak tangannya tergetar, suatu arus hawa panas tertolak balik, kiranya Siao-liong-li juga terkejut oleh suara itu.
Lekas2 Nyo Ko menghimpun tenaga dan mendorong kembali tenaga dalam Siao-liong-li sambil memberi isyarat agar si nona tenangkan diri.
Tatkala itu di luar kuburan adalah siang hari, meski musim dingin, tapi sang surya sedang memancarkan cahayanya di tengah cakrawala, sebaliknya di dalam kuburan gelap gulita seperti tengah malam belaka.
Terdengar suara tadi semakin dekat lagi.
Diam2 Nyo Ko mengeluh, ia pikir sejak jalan masuk kuburan itu tertutup rapat, di dunia ini hanya Li Bok-chiu dan Ang Leng-po saja yang tahu jalan masuk melalui dasar sungai itu, maka dapat dipastikan yang datang tentu satu diantara mereka.
Dengan kepandaian Nyo Ko sekarang sedikitpun tidak perlu takut biarpun Li Bok-chiu dan muridnya itu datang semua sekaligus, Celakanya kedatangannya itu tidak lebih cepat dan tidak lebih lambat, tapi justeru pada saat penting bagi keselamatan Siao-liong-li ini, seketika Nyo Ko menjadi bingung dan serba susah.
Selang sejenak, dengan jelas Siao-liong-li juga dapat mendengar suara kedatangan musuh, iapun buru2 ingin menerobos Hiat-to sendiri yang penting itu, tapi karena bingung, tenaganya menjadi kacau, terkadang lancar terkadang berontak, dada sendiri menjadi sesak malah.
Pada saat itulah suara tindakan seorang yang halus dan cepat menerobos masuk, menyusul terdengarlah suara mendesirnya benda kecil, beberapa jarum telah menyamber tiba.
Waktu itu keadaan Siao-liong-li dan Nyo Ko mirip orang yang tak bisa ilmu silat saja, untungnya mereka sudah siap, sedia sebelumnya, begitu melihat jarum musuh menyambar tiba, serentak mereka mendoyong ke belakang tanpa melepaskan tangan mereka yang saling menempel itu, jarum2 itu me-nyamber lewat di sisi mereka.
Li Bokchiu sendiri tidak menyangka kedua orang sedang mencurahkan segenap perhatian untuk penyembuhkan Siao-liong-Ii, kuatir kedua lawannya balas menyerang, maka begitu jarum disambitkan segera ia melompat ke samping, Kalau saja dia tidak jeri kepada lawannya dan segera menyusulkan lagi jarum2 lain, maka Nyo Ko berdua pasti celaka.
Ketajaman mata Li Bok-chiu di tempat gelap jauh dibandingkan Nyo Ko berdua, samar2 ia cuma melihat kedua muda-mudi itu duduk berjajar di Han-giok-jeng dipan kemala dingin, ia menjadi kebat-kebit ketika sergapannya tidak mengenai sasarannya, Tapi ia menjadi ragu2 pula ketika melihat lawan tidak berbangkit dan balas menyerangnya.
Cepat ia menggeser ke samping pintu dengan kebut siap di tangan, lalu menegur "Hm, baik2kah kalian selama berpisah!" "Apa kehendakmu?" tanya Nyo Ko.
"Masakah perlu tanya lagi kehendakku disaat ini?" jawab Bok-chiu.
"Ah, Giok-Ii-sim-keng yang kau inginkan bukan?" ujar Nyo Ko "Baiklah, memangnya kitab itupun tidak berguna bagi kami yang ingin hidup tirakat di tempat ini.
Nah, boleh kau ambil saja.
" Sudah tentu Li Bok-chiu setengah percaya dari setengah sangsi, katanya: "Mana" Bawa ke sini!" Giok-li-sim-keng tersimpan dalam buntalan SiaoIiong-li, dengan seodirinya mereka tidak dapat menyodorkannya, "ltu berada dalam bungkusan di atas meja, ambil saja sendiri," demikian jawab Nyo Ko Li Bok-chiu tambah curiga, pikirnya: "Aneh, mengapa mereka berubah penurut begini" Di dalam bungkusan itu tentu ada sesuatu yang tidak beres.
Apa barangkali dia sengaja memancing aku lebih dekat, lalu mendadak menyerang dan mencegat jalan lariku" .
. Ia menyadari bukan tandingan Siao-liong-li, maka segala sesuatu harus ditimbangnya dengan masak, ia coba mengawasi sang Sumoay, terlihat sebelah tangannya mendempel dengan telapak tangan Nyo Ko.
Seketika tergerak pikirannya: "Ah, rupanya tangan Nyo Ko buntung dan parah, maka perempuan hina ini sedang membantu menyembuhkannya dengan tenaga dalam sendiri.
Saat ini mereka sedang menghadapi detik genting, inilah kesempatan baik bagiku untuk membinasakan mereka.
" Walaupun cuma betul separuh saja terkaannya, namun rasa jerinya seketika lenyap, segera ia menubruk maju, kebutnya terus menyabet kepala Siao-Iiong-li.
Dalam keadaan demikian kalau Siao-liong-li mengangkat tangan untuk menangkis, serentak tenaga dalamnya akan terguncang dan bisa binasa seketika dengan muntah darah, sebaliknya kalau serangan itu tidak ditangkis, maka batok kepalanya juga pasti akan hancur.
Syukurlah pada saat itulah mendadak Nyo Ko membuka mulut dan meniup hawa ke muka Li Bok-chiu, sebenarnya tiupan hawa ini sama sekali tidak bertenaga, tapi Li Bok-chiu tahu si Nyo Ko banyak tipu akalnya, ketika mendadak mukanya terasa hangat oleh hawa yang disebul anak muda itu, ia kaget dan lekas melompat mundur, Ketika merasa muka tiada sesuatu kelainan barulah ia tahu tertipu, segera ia mcmbentak: "Kau cari mampus ya.
" ?"Eh, baju yang kupinjamkan padamu tempo hari itu, apakah sekarang kau bawa untuk dikembalikan padaku?" tanya Nyo Ko dengan tertawa.
Li Bok-chiu jadi teringat waktu bertempur melawan Pang Bik-hong, pakaiannya terbakar oleh palu si pandai besi- tua yang berapi itu, kalau Nyo Ko tidak menanggalkan jubahnya untuk dia, maka pasti akan telanjang dan malu, sepantasnya kalau mengingat pemberian jubah itu dahulu tidak seharusnya dia mencelakai jiwa Nyo Ko sekarang, tapi jika hatinya sedikit lunak, bahaya dikemudian hari tentu sukar dibayangkan.
Segera ia menubruk maju, tangan kirinya menghantam pula.
Dalam keadaan kepepet tiba2 Nyo Ko mendapat akal, se-konyong2 dia berjungkir dengan kedua kaki di atas dan kepala di bawah, sekali kakinya memancal, sepatu dan kaos kaki lantas terlepas serunya: "Liong-ji, pegang kakiku!" - Berbareog itu sebelah tangannya terus dipukulkan untuk memapak hantaman Li Bok-chiu tadi.
Dalam pada itu Siao-liong-li juga telah memegang kaki Nyo Ko.
Meski Ngo-tok-sin-ciang yang lihay itu diperoleh dari Auyang Hong, tapi ilmu menjungkir berasal dari Kiu-im-Cin-keng yang merupakan kepandaian khas Auyang Hong ini tidak pernah dilihat Li-Bok-chiu, ia terkejut menyaksikan perbuatan Nyo Ko yang aneh itu, ia mengerahkan tenaga sekuat-nya dan ingin membinasakan lawan selekasnya, seketika Nyo Ko merasakan arus hawa panas menerjang dari telapak tangan musuh, tergerak pikirannya, sama sekali ia tidak menahan tenaga lawan itu, sebaliknya tenaga sendiri malah ditambahkan pada tenaga musuh dan disalurkan seluruhnya ke tubuh Siao-liong-li.
Dengan demikian jadinya Li Bok-chiu se-akan2 membantu Nyo Ko menerobos Hiat-to dan urat nadi Siao-liong-li.
Walapun apa yang dipelajari Li Bok-chiu tidak seluas Nyo Ko berdua, tapi bicara tentang kekuatan sendiri, karena sudah berlatih berpuluh tahun lamanya, dengan sendirinya bukan main lihaynya.
Siao-liong-li mendadak merasakan suatu arus tenaga maha kuat menerjang tiba, Tam-tiong hiat seketika diterobos tembus, napas terasa lancar, hawa panas yang tadinya macet di dada seketika tersalur ke bagian perut, semangat terasa segar, serentak ia bersorak: "Aha, terima kasih, Suci!" Segera ia melepaskan kaki Nyo Ko dan melompat turun dari dipan kemala dingin.
Tentu saja Li Bok-chiu melengak, Tadinya ia mengira Siao liong-li yang sedang membantu menyembuhkan Nyo Ko, sebab ituIah ia mengerahkan tenaga sekuatnya dengan maksud merontokkan urat nadi Nyo Ko, siapa tahu tanpa sengaja malah telah membantu pihak lawan.
Nyo Ko juga sangat girang, sekuatnya ia menolak mundur musuh, lalu ia melompat bangun dan berdiri dengan kaki telanjang, katanya dengan tertawa: "Kalau engkau tidak keburu datang membantuku.
sungguh sulit menerobos Tam- Tiong hiat Sumoay mu.
" Belum lagi Li Bok-chiu menja-wab, tiba2 Siao liong-!i menjerit sambil memegangi ulu hatinya terus jatuh ke atas dipan pula.
. "He, ada apa?" tanya Nyo Ko kuatir.
"Dia. . . dia. . . tangannya beracun!" ucap Siao-liong-Ii dengan ter putus2.
Nyo Ko sendiri juga lantas merasakan kepala rada pusing, Rupanya tanpa disadarinya ketika tangan beradu tangan tadi racun pukulan berbisa Li Bok-chiu telah menyalur ke tubuh anak muda itu dan terus merembes pula ke tubuh Siao-liong li.
"Serahkan obat penawarnya!" bentak Nyo Ko segera sambil angkat Hian-tiat-pokiam, pedang pusaka yang maha berat itu.
Habis itu pedangnya terus membacok "Trang", Li Bok-chiu menangkis dengan kebutnya, akan tetapi batang kebutnya yang terbuat dari baja itu kontan terkutung mendjadi dua, tangan juga tergetar hingga lecet dan sakit.
Kebut yang pernah merontokkan nyali tokoh dunia persilatan itu ternyata sekali tabas saja telah dihancurkan lawan, sungguh kejadian ini membuatnya terkejut luar biasa, lekas2 ia melompat keluar kamar batu itu.
Segera Nyo Ko mengejar, tampaknya sudah dekat dan baru pedangnya disodorkan ke depan dan Li Bok-chiu pasti tidak dapat menangkisnya, siapa tahu racun yang sudah bersarang dalam tubuhnya itu mendadak bekerja, matanya menjadi ber-kunang2 dan tangan terasa lemas, "trang", pedang jatuh ke tanah.
Li Bok-chiu tidak berani berhenti, ia melompat jauh ke depan, habis itu baru menoleh, dilihatnya Nyo Ko ter-huyung2 sambil berpegangan dinding, tampaknya sekuatnya sedang menahan serangan racun dalam tubuh.
Merasa bukan tandingan anak muda itu, Li-Bok-chiu tak berani mendekatinya, ia pikir tunggu saja sementara, nanti kalau anak muda itu sudah roboh.
barulah kudekati dia. Tenggorokan Nyo Ko terasa kering, kepala, serasa mau pecah, sekuatnya ia kumpulkan tenaga pada tangan kiri, kalau Li Bok-chiu mendekat, segera ia hendak membinasakannya dengan sekali hantam.
Tapi lawan, itu sungguh licik dan tetap berdiri di sana.
Akhirnya Nyo Ko harus ambil keputusan, ia pikir semakin lama tentu semakin meluas racun yang mengeram di tubuhnya dan tambah menguntungkan pihak musuh, Sekuatnya ia menarik napas segar, habis itu mendadak ia melompat balik ke sana dan merangkul pinggang Siao-liong-li, dengan ujung pedang ia cungkit bungkusan di atas meja, lalu melangkah keluar sambil membentak: "Minggir!" .
Melihat perbawa Nyo Ko itu, Li Bok-chiu ternyata tidak berani mengadangnya, Yang diharapkan Nyo Ko sekarang adalah mencari suatu kamar batu yang dapat ditutup rapat sehingga untuk sementara Li Bok-chiu tidak mampu masuk mengganggu-nya, dengan begitu mereka dapat berusaha mendesak keluar kadar racun yang berada dalam tubuhnya.
Cara mengusir racun ini jauh lebih mudah daripada cara penyembuhan Siao-Iiong Ii tadi, waktu kecilnya Nyo Ko sudah pernah kena racun jarum Li Bok chiu dan mendapat pertolongan Auyang Hong, sekarang kepandaiannya sedemikian tinggi, begitu pula Hiat-to Siao-Iiong-li juga sudah lancar, tentu tidak sulit mengeluarkan racun dalam tubuh asalkan tidak direcoki Li Bok-chiu.
Li Bok chiu juga tahu maksud tujuan Nyo Ko ketika melihat anak muda, itu menerjang keluar dengan membopong Siao-liong li dengan sendirinya ia tidak membiarkan Nyo Ko mencapai tujuannya, cuma ia tidak berani mendekat dan menyerang, ia terus menguntit saja dari belakang dalam jarak dua-tiga meter jauhnya.
Bila Nyo Ko berhenti dan menunggu dia mendekat, dia justeru berhenti juga dan menunggu.
Nyo Ko merasa debar jantungnya semakin keras dan tak sanggup bertahan lagi, dengan sempoyongan ia berlari masuk sebuah kamar dan mendudukkan Siao liog- li di atas meja batu, ia sendiri lantas ter-engah2 sambil berpegang tepi meja tanpa menghiraukan Li Bok-chiu tetap mengintil dibelakang.
Karena Li Bok chiu juga pernah tinggal di dalam kuburan kuno ini, meski ketajamannya memandang di tempat gelap tidak sebaik Nyo Ko berdua, tapi iapun dapat melihat jelas bahwa di kamar itu berjajar lima buah peti mati.
"Suhu benar2 pilih kasih, selamanya aku tidak diberitahu tempat2 rahasia seperti ini, kiranya di sini ada lima buah peti mati," demikian Li Bok-chiu berpikir, ia tidak tahu bahwa kamar ini adalah makam guru dan kakek gurunya.
Selama hidup Li Bok-chiu telah membunuh orang tak terbilang jumlahnya, maka tentang peti mati, mayat dan sebagainya tidak membuatnya heran.
Diam2 iapun bergirang melihat keadaan Nyo Ko yang sudah payah itu, ia lantas menyindir "Hehe, tempat pilihanmu ini sungguh bagus sekali sebagai kuburanmu.
" Pandangan Nyo Kb sebenarnya sudah samar2, mendengar ucapan Li Bok-chiu itu, ia coba meng-amat-amati kamar itu, ternyata tangannya bukan menahan di atas meja batu segala melainkan sebuah peti mati batu, jadi Siao-liong-li juga berduduk di atas peti batu.
Tanpa terasa ia merasa ngeri, pikirnya: "Tempo hari Liong-ji ingin aku mati bersamanya di sini, sekuatnya aku melarikan diri, siapa tahu akhirnya kami mati juga di sini, mungkin memang sudah suratan nasib dan takdir ilahi.
" Keadaan Siao-liong-li juga lemah dan setengah sadar, tapi samar2 iapun mengetahui dirinya berada di samping peti mati sang guru, Teringat bahwa dirinya sudah berdekatan dengan gurunya, hatinya terasa lega, ia menghela napas panjang se-akan2 orang yang pergi jauh baru pulang kampung halaman dengan aman.
Begitulah mereka bertiga diam, seorang berdiri dan seorang berduduk, seorang lagi setengah bersandar kecuali suara hembusan napas tiada terdengar suara lain di kamar batu itu.
"Andaikan aku dan Liong-ji harus mati sekarang, sebisanya harus kucegah agar iblis ini tidak mendapatkan kitab pusaka ini dan berbuat lebih jahat lagi dunia luar," demikian pikir Nyo Ko.
Tiba2 ia mendapat satu akal, ia tahu di antara lima buah peti mati batu itu tiga diantaranya sudah terisi, yaitu jenazah Lim Tiau-eng dan muridnya serta Sun-popoh, dua peti lainnya masih kosong dan tersedia bagi Siao-liong-li dan Li Bok-chiu.
Tutup kedua peti mati yang kosong itu belum dirapatkan dan masih terlihat celah selebar satu meteran.
mendadak Nyo Ko angkat pedangnya dan mencukil bungkusan berisi Giok-li-sim-keng itu sehingga mencelat ke dalam satu peti yang kosong itu, berbareng iapun membentak: "Hm, keparat betapapun kitab pusaka ini takkan kuserahkan padamu, aduuh.
. . " tiba2 ia menjerit terus roboh.
Li Bok-chiu terkejut dan bergirang, ia kuatir jangan2 Nyo Ko hendak memancingnya, maka dia menunggu sejenak, ketika melihat anak muda itu sama sekali tidak bergerak lagi barulah ia mendekatinya dan coba meraba mukanya, rasanya dingin dan jelas sudah mati.
"Hahaha, betapapun licik dan licinmu, akhirnya kau mampus juga!" serunya kemudian sambil berbahak, lalu ia mendekati peti batu dan menjulurkan tangan dengan maksud hendak mengambil bungkusan yang terlempar ke dalam peti tadi.
Namun bungkusan itu oleh Nyo Ko ternyata dilemparkan ke ujung peti yang tertutup sana, Kebut Li Bok-chiu sudah putus, kalau tidak tentu ujung kebut dapat digunakan untuk meraih sebisanya ia mengulur tangan dan me raba2, namun hasilnya tetap nihil, Akhirnya ia tidak sabar, ia terus menyusup ke dalam peti, dengan begitu barulah bungkusan itu dapat dipegangnya.
Akan tetapi pada saat itulah Nyo Ko berbangkit tangan kirinya mendorong sekuatnya, kontan tutup peti itu terus merapat, seketika Li Bok-chiu terkurung di dalam peti batu itu.
Kiranya jatuh dan jeritan Nyo Ko tadi cuma pura2 saja, serentak ia nembikin ruwet denyut nadinya sehingga mukanya menjadi dingin laksana orang mati.
Padahal orang mati sebagaimanapun tidak mungkin jasadnya lantas kaku dingin seketika, untuk itu sedikitnya makan waktu setengah jam.
Tapi rupanya saking girangnya Li Bok-chiu menjadi kurang teliti dan terjebak oleh akal Nyo Ko.
Begitu Li Bok-chiu sudah terpancing masuk peti dan ditutup rapat, segera Nyo Ko menggunakan pedangnya untuk menyungkit sekuatnya peti mati kosong satunya lagi untuk ditindihkan di atasnya, dengan demikian, berat tutup ditambah peti batu sedikitnya setengah ton, betapapun tak bisa keluar biarpun memiliki kepandaian setinggi langit.
Nyo Ko sendiri sebenarnya dalam keadaan payah hanya terdorong oleh tekad ingin bertahan sampai detik terakhir, maka sekuatnya ia, mcncungkit peti batu tadi, habis itu ia benar2 kehabisan tenaga, pedang dilemparkan kelantai, dengan sempoyongan ia mendekati Siao-liong-li, lebih dulu ia menggunakan ilmu ajaran Auyang Hong dahulu untuk menguras keluar sebagian racun dalam tubuh sendiri, habis itu barulah ia menempelkan tangan sendiri pada tangan Siao liong li untuk bantu penyembuhan nona itu.
Sementara itu Kwe Hu dan Yalu Ce berlima sedang kelabakan terkurung di kamar batu itu.
Mereka sama duduk dilantai tanpa berdaya, semakin dipikir semakin mendongkol dan penasaran tiada hentinya Bu Sam-thong mencaci maki Li Bok chiu yang kejam itu.
Dalam keadaan gelisah, Kwe Hu menjadi sebal mendengar makian Bu Sam-thong yang tiada berhenti itu, tanpa pikir ia berkata padanya: "Bu-pepek kekejian perempuan she Li itu kan sudah lama kau ketahui, apa gunanya sekarang kau mencaci maki dia?" Bu Sam-thong melengak dan tak bisa menjawab, sebaliknya Bu Siu-bun menjadi marah karena ayahnya diomeli si nona, segera ia menanggapi "Kedatangan kita ke kuburan ini kan demi menolong adikmu, kalau tidak beruntung mengalami kesukaran, biarlah kita mati bersama saja, kenapa kau marah2 segala.
. . " "Diam, adik Bun!" cepat Bu Tun-si menghardik sehingga Siu-bun tidak melanjutkan ucapannya.
Ucapan Siu-bun itu sebenarnya cuma terdorong oleh ingin membela sang ayah saja, begitu tercetus katanya itu, segera ia sendiripun merasa heran.
Padahal biasanya dia sangat penurut kepada Kwe Hu, malahan se-dapat2nya ia ingin mengerjakan apapun bagi si nona, mana berani dia berbantah dengan dia, siapa tahu sekarang dia ternyata berani menjawabnya dengan sama kerasnya.
Kwe Hu juga melenggong karena tidak pernah menyangka si Bu cilik berani berbantah dengan dia, ingin dia bicara lagi, tapi rasanya tiada sesuatu alasan kuat yang dapat dikemukannya, Teringat bahwa dirinya akan mati terkurung di kuburan kuno ini dan takkan bertemu lagi selamanya dengan ayah bunda, ia menjadi sedih dan mcnangis.
Dalam kegelapan dan tidak dapat memandang keadaan sekitarnya, tanpa terasa ia mendekap di atas sesuatu dan menangislah dia ter-guguk2.
Mendadak si nona menangis, Siu-bun merasa tidak enak, katanya: "Baiklah, aku mengaku salah, biarlah kuminta maaf padamu.
" "Apa gunanya minta maaf!" jawab Kwe Hu dan tangisnya semakin menjadi sekenanya ia tarik sepotong kain untuk mengusap ingusnya, tapi mendadak disadarinya ternyata.
. dia mendekap di atas paha seorang dan kain yang dibuat mengusap ingus itu kiranya ujung baju orang itu.
Dengan terkejut cepat Kwe Hu menegakkan tubuhnya, dari persiapan Bu Sam-thong dan kedua anaknya tadi, jelas mereka bertiga duduk di sebelah sana, hanya Yalu Ce saja yang berdiam tanpa bersuara, jelas orang ini adalah dia.
Keruan Kwe Hu menjadi malu.
"Aku. . . . aku. . . . ", katanya dengan ter-sipu2.
Pada saat itulah tiba2 Yalu Ce berkata: "He, dengarkan, suara apakah itu?" Waktu mereka pasang kuping yang cermat, ternyata tiada mendengar sesuatu, Tapi Yalu Ce berkata pula: "Ehm, itukah suara tangisan anak kecil, nona Kwe, pasti suara adikmu itu.
" Karena teraling oleh dinding batu, suara itu sangat halus kalau bukan indera pendengaran Yalu Ce sangat tajam pasti tidak mendengarnya.
Cepat ia berbangkit dan melangkah ke sana, tapi suara itu lantas terdengar Iemah, ia coba membalik ke sebelah lain, ternyata suara itu tambah jelas, Segera ia menuju ke ujung sana, ia gunakan pedangnya untuk menusuk dan mencungkil pelahan, terdengar suaranya agak lain.
agaknya dinding di situ rada tipis.
Segera ia menyimpan pedangnya, kedua tangannya coba menahan di dinding batu itu dan didorongnya, namun tidak bergeming sedikitpun.
Ia coba ganti haluan, ia menarik "napas kuat2, lalu kedua tangan menolak pula, menyusul terus aipomir daya tarik dengan gaya "lengket" mendadak "blang" satu kali.
sepotong batu kena ditarik lepas oleh tenaga sedotan tangannya dan jatuh ke lantai.
Tentu saja Kwe Hu dan lain sangat girang, sambil bersorak mereka terus memburu maju dan ikut menarik dan membongkar, sebentar saja beberapa potong batu kena dilepaskan pula dan kini sebuah lubang sudah cukup digunakan untuk menerobos.
Ber-turut2 mereka lantas menerobos ke -sana, Kwe Hu terus mencari dengan mengikuti arah suara, akhirnya mereka sampai di suatu kamar batu yang kecil, dalam kegelapan suara tangisan anak itu terdengar sangat keras, cepat Kwe Hu mendorongnya.
Bayi itu memang betul Kwe Yang adanya, Demi menyembuhkan Siao liong-li, pula harus menempur Li Bok-chiu, maka Nyo Ko tidak sempat menyuap orok itu, karena lapar, anak itu menangis sejadinya.
Kwe Hu berusaha meminang dan membujuki tapi saking kelaparan, bukannya diam, sebaliknya tangis Kwe Yang semakin keras.
Akhirnya Kwe Hu menjadi tidak sabar dan menyodorkan kepada Bu Sam-thong, katanya: "Paman Bu, coba kau memeriksanya apakah ada sesuatu yang tidak beres.
" Dalam pada itu Yalu Ce sedang me-raba2 ke-sana kemari, akhirnya di atas meja dapat ditemukan sebuah Caktay (tatakan lilin), menyusul teraba pula batu api dan alat ketiknya, setelah membuat api dan menyulut lilin, seketika pandangan semua orang terbeliak.
setelah terkurung di tempat gelap sekian lamanya, baru sekarang dada mereka merasa lapang oleh cahaya terang.
Betapapun Bu Sam-thong adalah orang tua yang berpengalaman dari suara tangisan Kwe Yang itu, ia tahu anak ini pasti merasa lapar, Dilihatnya di atas meja ada setengah mangkuk air madu, pula sebuah sendok kayu kecil, segera ia menyuapi anak itu dengan air madu dengan sedikit2.
Benar saja, begitu air masuk mulutnya, Kwe Yang lantas berhenti menangis.
"Kalau nona Kwe cilik ini tidak menangis kelaparan, mungkin kita akan mati semua di kamar batu itu," ujar Yalu Ce dengan tertawa.
"Segera kita pergi mencari jahanam Li Bok-chiu.
" kata Bu Sam-thong dengan penuh dendam.
Mereka masing2 lantas memotong kaki kunsi untuk digunakan sebagai obor, lalu menyusun Iorong2, setiap ada pengkolan Bu Tun si lantas memberi tanda dengan ujung pedang agar nanti kembalinya tidak tersesat.
Begitulah mereka terus mencari jejak Li Bok-chiu dari sebuah ruangan ke ruangan yang lain.
Rupanya dahulu Ong Tiong-yang gagal memimpin pasukannya melawan pasukan Kim, lalu dia dan anak buahnya membangun kuburan raksasa ini di lereng Cong-Iam-san ini sebagai tempat tirakatnya.
Sudah tentu Yalu Ce dan lain- sama ter-heran2 melihat betapa luasnya kuburan ini, sungguh tak tersangka bahwa dibawah sungai kecil itu terdapat bangunan raksasa begitu.
Ketika mereka sampai di kamar Siao-Iiong-li tertampak kebut Li Bok-chiu yang putus itu berserakan di lantai, di samping sana ada pula dua jarum perak milik Li Bok-chiu, Kwe Hu membungkus tangannya dan menjemput jarum itu, katanya dengan tertawa: "Sebentar akupun gunakan jarum berbisa ini untuk balas menusuk iblis keparat itu.
" Dalam pada itu Nyo Ko sedang bantu mendesak keluar racun dalam tubuh Siao-Iiong li, dari jari si nona telah merembes keluar air hitam, asal setanakan nasi lagi mungkin usahanya, akan berhasil Pada saat itulah tiba-tiba dari lorong sana ada suara undakan orang, seluruhnya ada lima orang sedang mendatangi.
Diam2 Nyo Ko terkejut, dalam keadaan genting begitu, andaikan diserang seorang Li Bok-chiu saja sukar melawannya, apalagi sekarang musuh berjumlah lima orang.
Selagi bingung dan gelisah, mendadak terlihat cahaya api berkelebat di kejauhan, kelima orang itu sudah semakin dekat.
Tanpa pikir Nyo Ko rangkul Siao-liong-li dan melompat masuk ke dalam peti batu yang menindih di atas Li Bok-chiu itu, lalu ia menggeser sekuatnya tutup peti, hanya saja tidak dirapatkan agar nanti tidak mengalami kesukaran jika hendak keluar.
Baru saja mereka sembunyi di dalam peti batu, serentak Yalu Ce berlima lantas masuk juga ke kamar itu.
Mereka terkesiap melihat di kamar itu ditaruh lima buah peti mati, samar2 mereka merasakan hal ini sungguh teramat kebetulan, mereka berlima dan jumlah peti mati di situ juga lima, sungguh alamat jelek.
Tanpa terasa Kwe Hu bergumam: "Hm, kita berlima peti mati inipun lima!" Nyo Ko dan Siao-Iiong-Ii dapat mendengar suara Kwe Hu itu, mereka sama heran bahwa yang datang ini di antaranya ternyata nona Kwe ini.
Yalu Ce juga mendengar di dalam peti itu ada suara napas orang, ia pikir pasti Li Bok-cbiu yang sembunyi di situ, Segera ia memberi tanda agar kawannya mengelilingi peti itu.
Dari sela2 peti yang belum tertutup rapat itu samar2 Kwe Hu dapat melihat ujung baju orang yang sembunyi di dalamnya, ia yakin orang itu pasti Li Bok-chiu adanya, Dengan tertawa ia lantas membentak: "lnilah senjata makan tuan!" Sekali ia dorong tutup peti, berbareng dua buah jarum berbisa yang dijemputnya tadi terus disambitkan kedalam.
Meski Nyo Ko sembunyi di dalam peti dengan merangkul Siao-liong-li, tapi tangan kirinya tetap menempel tangan kanan nona itu dan berusaha menguras bersih racun melalui tubuhnya dalam waktu singkat yang menentukan mati-hidup mereka itu.
Walaupun heran ketika mendengar antara pendatang2, itu juga terdapat Kwe Hu, tapi hatinya merasa lega juga karena yang datang itu bukan musuh.
Sudah tentu tak disangkanya pula bahwa mendadak Kwe Hu akan menyerangnya, maka dengan diam saja meneruskan penyembuhannya pada Siao liong-it dengan tekun, Siapa tahu Kwe Hu justeru menyangka mereka sebagai Li Bok-chiu dan menyerang dengan jarum berbisa.
Karena jaraknya sangat dekat, di dalam peti itupun sukar bergerak tiada peluang untuk menghindar, seketika Nyo Ko berdua menjerit, jarum yang satu mengenai paha kanan anak muda itu dan jarum lain mengenai bahu kiri Siao-liong-Ii.
. Setelah menyambitkan jarum, hati Kwe Hu sangat senang, tapi mendadak terdengar suara jeritan lelaki dan perempuan di dalam peti, seketika iapun menjerit kaget, Segera Yalu Ce mendepak tutup peti itu hingga terjatuh ke tantai, dengan pelahan Nyo Ko dan Siao-Iiong-Ii lantas berdih, di bawah cahaya obor tertampak muka mereka pucat pasi dan saling pandang dengan pedih.
Kwe Hu sendiri belum menyadari kesalahan yang diperbuatnya sekali ini jauh lebih hebat daripada mengutungi sebelah lengan Nyo Ko, dia cuma merasa menyesal saja dan coba meminta maaf, ka-tanya: "Nyo-toako dan Liong-cici, kiranya engkau yang berada di situ sehingga kusalah melukai kalian, untunglah ibuku menyimpan obat mujarab penawar racun jarum ini, dahulu dua ekor rajawaliku juga pernah terluka oleh jarum ini dan dapat disembuhkan oleh ibuku.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aneh juga, mengapa kalian sembunyi di dalam peti" Tentu saja aku tidak menyangka akan kalian?" Kiranya urusan membuntungi lengan Nyo Ko itu sudah selesai dengan dibengkokkan pedangnya oleh oleh anak muda itu tempo hari, apalagi ayah bundanya juga sudah cukup mencaci-makinya habis2 an, maka dalam anggapan Kwe Hu: "Biarlah takkan kusalahkan kau dan anggap beres persoalan ini.
" Demikianlah jalan pikiran nona manja macam Kwe Hu ini, selama hidupnya selalu disanjung orang, lantaran menghormati ayah-ibunya, maka orang lain juga suka menghormat dan mengalah padanya, sebab itulah segala urusan yg terpikir selalu dirinya sendiri yang diutamakan dan jarang memikirkan kepentingan orang lain, Dari nada ucapannya tadi malahan akhirnya se-akan2 anggap salah sendiri Nyo Ko berdua yang sembunyi di dalam peti batu itu'sehingr: ga membuatnya kaget malah.
Mana dia mau tahu bahwa tatkala terkena sambitan jarumnya itu, ketika itu kadar racun dalam tubuh Siao-iiong-li justeru sedang mengalif keluar, tapi mendadak terguncang oleh serangan dari luar sehingga seluruh racun itu mengalir balik merasuk segenap Hiat-to di tubuh nona itu, dengan demikian sekalipun ada obat mujarab malaikat dewata juga sukar menolongnya lagi.
Sesaat itu Siao-liong-Ii merasa dadanya seperti kosong melompong, hampa dan linglung, ia menoleh dan melihat sorot mata si Nyo Ko penuh rasa duka, gemas dan penasaran, tubuhnya juga gemetaran se-akan2 segenap siksa derita yang pernah dialami nya hendak dilampiaskannya sekarang juga.
Siao-liong-li tidak tega melihat kepedihan hati anak muda itu dan kuatir dia bertindak nekad, cepat ia menghiburnya: "Ko-ji, agaknya sudah suratan nasib kita harus begini, janganlah kau salahkan, orang lain dan bersedih.
" Lebih dulu ia mencabut jarum di paha anak muda itu, lalu mencabut jarum yang menancap di bahu sendiri, jarum berbisa itu berasal dari perguruannya dan berbeda daripada racun pukulan berbisa ajaran Auyang Hong, jadi dapat disembuhkan dengan obat perguruan yang selalu dibawanya.
Segera ia mengeluarkan satu biji obat kepada Nyo Ko, lalu ia sendiripun minum satu biji.
Hati Nyo Ko tak terperikan pedih dari gemas-nya, "berrrr", ia menyemburkan obat penawar itu ke tanah.
Kwe Hu jadi gusar, serunya: "Aduh, besar amat lagakmu!,Memangnya aku sengaja hendak membikin celaka kalian" Kan sudah kuminta maaf pada-mu, mengapa kau masih marah2 saja?" Dari air muka Nyo Ko yang penuh rasa duka nestapa, lalu rasa gusarnya semakin memuncak serta menjemput kembali pedangnya yang ke-hitam2an itu, Bu Sam-thong tabu gelagat bisa runyam, maka cepat ia menghibur anak muda itu: "Janganlah marah adik Nyo, soalnya kami berlima terkurung oleh iblis she Li itu di kamar batu sana dan dengan susah payah akhirnya berhasil lolos, karena kecerobohan nona Kwe sehingga dia.
. . " "Mengapa kau anggap aku yang ceroboh?" sela Kwe Hu mendadak, "Salah siapa dia sembunyi di situ dan diam saja, malahan kau sendiripun mengira dia Li Bok chiu:" Bu Sam-thong menjadi serba salah, ia pandang NyoKo dan pandang pula Kwe Hu dengan bingung.
Siao liong-li lantas mengeluarkan pula satu butir obatnya, katanya dengan suara lembut: "Ko-ji, minumlah obat ini.
Masakah perkataanku juga tak-kan kau turut?" Tanpa pikir Nyo Ko lantas minum obat itui Suara Siao-liong-Ii yang lembut dan penuh kasih sayang itu mengingatkannya selama ber-hari2 ini mereka berdua senantiasa bergulat antara mati dan hidup, tapi akhirnya semua harapannya telah buyar, sungguh sedihnya tak terkatakan, ia tidak tahan lagi, ia mendekap di atas peti batu itu dan menangis keras2.
Bu Sam-thong dan lain2 saling pandang dengan bingung,- biasanya hati Nyo Ko sangat terbukaj menghadapi urusan apapun tidak mudah menyerah, mengapa sekarang cuma terkena sebuah jarum saja lantas menangis sedih begitu" Dengan pelahan Siao-"iong-li membelai rambut Nyo Ko, katanya: "Ko-ji, boleh kau suruh mereka itu pergi saja, aku tidak akan kumpul bersama mereka.
" Selamanya Siao-liongli tidak pernah bicara keras, kalimat "aku tidak suka berkumpul bersama mereka" sudah cukup menunjukkan rasa jemu dan marahnya, Segera Nyo Ko berbangkit dimulai dari Kwe Hu, sorot matanya terus menyapu setiap orang itu, biarpun marah dan gemas, tapi iapun tahu bahwa serangan Kwe Hu tadi sesungguhnya tidaklah sengaja, kecuali ceroboh, rasanya tiada kesalahan lain, apalagi seumpama nona itu dibunuh juga tak-dapat lagi menyelamatkan jiwa Siao-liong-li.
Begitulah Nya Ko berdiri dengan sinar mata berapi dan menghunus pedang, mendadak pedangnya membacok sekuatnya, "trang", tahu2 peti batu yang dibuatnya sembunyi tadi telah ditabasnya menjadi dua potong, bukan saja tenaganya maha kuat bacokannya itu, bahkan mengandung penuh rasa duka dan marah, Yalu Ce dan lain-2 sama melenggong melihat betapa dahsyatnya pedang Nyo Ko itu, Padahal peti batu itu tebal dan kuat, tapi sekali bacok saja pedang ke-hitam2an itu ternyata mampu memotongnya, bahkan jauh lebih mudah memotong sebuah peti mati kayu.
Melihat kelima orang itu saling pandang dengan bingung Nyo Ko lantas membentak dengan bengis.
"Untuk apa kalian datang ke sini?" "Adik Nyo, kami ikut Kwe-hujin ke sini untuk mencari kau," jawab Sam-thong "Hm, kalian ingin merebut kembali puterinya betul tidak?" bentak Nyo Ko pula dengan gusar.
"Demi anak kecil ini, kalian tega menewaskan isteri kesayanganku.
" "lsteri kesayanganmu?" Sam-thong menegas, "O ya, nona Liong ini! Dia terkena racun jarunr untung Kwe hujin mempunyai obat penawarnya, beliau sedang menunggu diluar sana.
" "Huh, kalau ada Kwe-hujin lantas bisa apa" Memangnya dia mempunyai kepandaian menghidupkan orang yang jelas pasti akan mati?" jengek Nyo Ko dengan gusar.
"Justeru gangguan kedatangan kalian serta jarum berbisa tadi, kadar racun sudah mengeram di segenap Hiat-to penting tubuhnya," Lantaran utang budi, maka Bu Sam-thong sangat hormat dan segan kepada Nyo Ko, biarpun didamperat juga diterimanya, ia menggumam kaget: "Kadar racun telah mengeram di tubuhnya" Wah lantas bagaimana baiknya?" Ternyata Kwe Hu tidak menyadari kesalahannya.
sebaliknya ia menjadi marah karena ucapan Nyo Ko tadi kurang menghormat pada ibunya, dengan gusar ia lantas membentak: "Memangnya salah apa ibuku padamu" Waktu kecil kau terluntang Iantung seperti orang gelandangan, bukankah ibu yang membawa kau ke rumah, diberi makan dan diberi baju, tapi kau justeru lupa budi dan tak tahu diri, malah mau menculik adik perempuanku.
" Padahal sekarang iapun tahu jelas sebabnya Kwe Yang berada di tangan Nyo Ko bukanlah karena anak muda itu bermaksud jahat, soalnya dia telah telanjur mengomel maka segala apa yang dapat mencemoohkan Nyo Ko lantas diucapkannya.
Nyo Ko lantas mendengus pula: "Hm, memang aku sengata lupa budi dan tidak tahu diri, kau menuduh kuculik adikmu, maka benar2 akan kuculik anak ini dan takkan kukembalikan selamanya, ingin kulihat kau dapat mengapakan diriku?" Karena ancaman itu, segera Kwe Hu memondong adiknya dengan kencang, tangan lain memegang obor dan diacungkan ke depan, Bu Sam-thong berseru: "Adik Nyo, jika isterimu keracunan, sebaiknya lekas berusaha menolongnya " "Tak berguna lagi, Bu-heng.
" kata Nyo Ko dengan pedih, mendadak ia bersuit panjang," lengan baju kanannya terus mengebas.
Seketika Kwe Hu dan kedua saudara Bu mera-sakan angin keras menyamber, muka mereka panas pedas seperti tcrsayat, lima buah obor padam serentak dan keadaan menjadi gelap gulita.
"Celaka!" jerit Kwe Hu.
Kuatir nona itu dicelakai Nyo Ko, cepat Yelu Ce menubruk maju, Tapi lantas terdengar pekik tangis Kwe Yang, suaranya sudah berada di luar kamar sana.
Keruan semua orang terkejut, ketika mereka menyadari apa yang terjadi, tahu2 suara tangisan tadi sudah berada sejauh ratusan meter, betapa cepat gerakan Nyo Ko itu sungguh laksana hantu saja.
"Adik telah dirampas lagi olehnya," seru Kwe Hu cemas.
"Adik Nyo! Nona Liong!" ber-ulang2 Bu Sam, thong memanggil Akan tetapi tiada sesuatu jawaban.
"Lekas keluar, jangan sampai kita terkurung di sini," seru Yalu Ce.
Dengan gusar Bu Sam-thong berkata: "Adik Nyo adalah orang berbudi, manabisa dia berbuat demikian," "Lebih baik lekas keluar, buat apa tinggal di sini?" ujar Kwe Hu.
Baru habis ucapannya, tiba2 terdengar suara "kxek-krek" beberapa kali, suara itu timbul dari peti mati itu.
cuma teraling oleh tutup peti sehingga suaranya kedengaran agak tersumbat dan seram.
"Ada setan!" teriak Kwe Hu sambil memegangi tangan Yalu Ce.
Dengan jelas Bu Sam-thong dan lain2 juga mendengar suara itu keluar dari peti mati itu seakan2 ada mayat hidup akan merangkak keluar, keruan mereka sama merinding.
Yalu Ce berbisik pada Bu Sam-thong: "Bu-siok-siok, kau jaga di situ dan aku di sini, jika mayat hidup itu keluar, serentak kita menghantam-nya, mustahil dia takkan hancur luluh.
" Berbareng itu ia tarik Kwe Hu ke belakangnya agar tidak dicelakai setan yang mendadak muncul.
Pada saat itulah, "blang", terdengar suara keras, dari dalam peti mati mendadak melayang keluar sesuatu, serentak Yalu Ce dan Bu Sam-thong memukulkan tangan2 mereka, Tapi begitu tangan menyentuh benda itu, berbareng mereka berseru: "Celaka!" - Kiranya benda yang kena hantam itu adalah sepotong batu, yaitu bantalan batu didalam peti mati itu.
Kontan bantal batu itu hancur membentur peti batu, hampir pada saat yang sama sesuatu benda melayang lewat puIa, baru saja Yalu Ce dan Bu Sam-thong hendak memukuI, namun benda itu sudah melayang jauh ke sana, terdengar suara tertawa orang mengekek, lalu lenyap dan sunyi kembali.
"He, Li Bok-chiu. " seru Sam-thong kaget.
"Bukan, tapi mayat hidup!" ujar Kwe Hu.
"Mana bisa Li Bok-chiu berada di dalam peti mati ini.
". Yalu Ce tidak ikut menanggapi, ia tidak percaya di dunia ini ada setan segala, tapi bilang Li Bok-chiu rasanya juga tidak masuk diakal Jelas Li Bok-chiu datang bersama mereka, sedangkan Nyo Ko dan Siao-liong-li sudah tinggal sekian lama di kuburan kuno ini, mana bisa terjadi Li Bok-chiu sembunyi di dalam peti mati yang terletak di bawah tempat sembunyi Nyo Ko tadi" "Habis ke mana perginya Li Bok-chiu?" tanya Bu Sam-thong.
"Banyak keanehan di dalam kuburan ini sebaiknya lekas kita keluar saja," ajak Yalu Ce.
"Bagaimana dengan adikku?" tanya Kwe Hu.
"lbumu banyak tipu dayanya tentu dia mempunyai akal yang baik, marilah kita keluar ke sana dan minta petunjuknya," ujar Sam-thong.
Begitulah mereka lantas mencari jalan keluar dengan melalui sungai itu.
Tapi baru saja mereka muncul di permukaan air, pemandangan yang mereka lihat adalah merah membara, pepohonan di kanan kiri sungai ternyata sudah terbakar semua, hawa panas serasa membakar muka mereka.
"lbu, ibu!" teriak Kwe Hu kuatir, tapi tidak mendapatkan jawaban, Se-konyong2 sebatang pohon yang sudah terbakar roboh dan mengeluarkan suara gemuruh, Melihat keadaan sangat berbahaya, cepat Yalu Ce menarik Kwe Hu dan berenang ke hulu menjauhi tempat pohon roboh itu.
Tatkala itu adalah musim kerirrg, pepohonan dan rerumputan mudah terbakar, di-mana2 api me-ngamuk, seluruh gunung sudah menjadi lautan api, Meski mereka terendam di dalam air sungai, muka merekapun terasa panas tergarang oleh api yang berkobar dengan hebat itu.
"Pasti pasukan Mongol yang gagal menyerang Tiong-yang-kiong itu yang melampiaskan dendam dengan membakar Cong-lam-san ini.
" kata Bu Sam thong.
"lbu, ibu! Di mana kau?" teriak Kwe Hu pula kuatir.
Tiba2 di kiri sungai sana ada bayangan seorang perempuan sedang ber lompat2 kian kemari menghindari api.
Kwe Hu menjadi girang dan berseru: "lbu!" Tanpa pikir ia terus melompat keluar dari sungai dan memburu ke sana.
"He, awas!" seru Sam-thong.
Mendadak dua pohon besar roboh pula dan mengalingi pemandangan Bu Sam-thong.
Kwe Hu terus berlari ke sana, di bawah gumpalan asap dan menerjang api.
Karena ingin menemukan ibunya, maka tanpa pikir ia memburu maju, sesudah dekat barulah ia merasa bayangan orang itu menoleh dan ternyata Li Bok-chiu adanya.
Keruan kejut Kwe Hu tak terkatakan.
Sebenarnya Li Bok-chiu benar2 sudah putus asa setelah tertutup di dalam peti batu itu dan di-tindih lagi peti lainnya oleh Nyo Ko.
Tapi kemudian dalam gusarnya tanpa sengaja Nyo Ko telan membacok peti batu yang menindihnya itu hingga tutup peti bagian bawah juga ikut retak terbacok.
Li Bok chiu benar2 lolos dari renggutan maut, kesempatan itu tidak di-sia2kan olehnya, lebih dulu ia melemparkan keluar bantal batu, habis itu iapun melompat keluar Meski belum lama ia terkurung di dalam peti mati itu, tapi rasanya orang akan mati sesak napas itu benar2 keadaan yang paling menderita dan paling mengenaskan dalam waktu yang singkat itu pikirannya diliputi penuh rasa dendam, ia benci kepada setiap manusia yang hidup di dunia ini, pikirnya: "Setelah mati aku pasti menjadi hantu yang jahat, akan kubinasakan Nyo Ko, bunuh Siaoliong-li, Bu Sam-thong, Ui, Yong dan lain2.
. . " Begitulah setiap orang akan dibunuhnya untuk membalas sakit hatinya.
Meski kemudian dia berhasil lolos dengan selamat meski secara kebetulan, tapi rasa dendam dan bencinya tidak menjadi ber-kurang.
Kini mendadak Kwe Hu muncul sendiri di-badapannya, ia menjadi girang dengan tersenyum ia menegurnya- "Eh kiranya kau, nona Kwe! Api berkobar dengan hebatnya, kau harus hati2.
" Kwe Hu tidak menyangka orang akan bersikap begini ramah padanya-, segera ia bertanya: "Apakah engkau melihat ibuku?" Waktu Kwe Hu memandang ke arah yang di tunjuk, mendadak Li Bck-chiu menubruk tiba, sekali tangannya bekerja, Hiat-to di pinggang Kwe Hu sudah tertutuk olehnya, dengan tertawa Li Bok-chiu berkata: "Sabarlah, kau tunggu saja di sini, segera ibumu akan datang.
" Sementara itu api berkobar semakin hebat dan mendesak dari berbagai jurusan, kalau lebih lama di situ mungkin jiwa sendiripun akan melayang, Karena itulah Li Bok-chiu lantas melompat ke sana dan berlari cepat ke arah yang belum terjilat api.
Kwe Hu tergeletak tak bisa berkutik menyaksikan kepergian Li Bok-chiu.
Mendadak segumpal asap menyamber tiba, napasnya menjadi sesak, ia ter-batuk2 hebat.
Bu Sam-thong dan Yalu Ce berempat masih berdiri di tengah sungai, muka dan kepala mereka penuh hangus, antara Kwe Hu dan sungai kecil itu telah teraling oleh api yang berkobar dengan hebatnya.
Meski mereka mengetahui si nona berada dalam bahaya, tapi jiwa mereka pasti akan ikut melayang kalau mereka memburu maju untuk menoIongnya.
Dalam keadaan sesak napas dan rasa panas seperti dipanggang, Kwe Hu hampir2 tak sadarkan diri Iagi.
Pada saat itulah tiba2 dari jurusan timur sana ada suara men-deru2, waktu ia berpaling, dilihatnya sesosok bayangan seperti angin lesus saja ber-gulung2 menyamber tiba.
Waktu Kwe Hu mengawasi, kiranya bayangan itu adalah Nyo Ko.
Pemuda itu telah menanggalkan jubahnya yang basah kuyup untuk membungkus Hiat-tiat-po-kiam, dengan tenaga dalam yang kuat ia ayun2kan pedang itu untuk menyingkirkan kobaran api.
Tadinya Kwe Hu bergirang karena ada orang datang menolongnya, tapi setelah mengetahui orang itu adalah Nyo Ko, seketika perasaannya seperti di-siram air dingin meski di luar tubuh panas seperti dipanggang, Pikirnya: "Sudah dekat ajalku toh dia sengaja datang buat menghina diriku.
" Betapa pun dia adalah anak Kwe Cing, dengan gemas ia melototi Nyo Ko tanpa gentar, Tak terduga, bagitu sampai di samping Kwe Hu, segera Nyo Ko membuka Hiat-to si nona ydog tertutuk itu, pedangnya terus menusuk, tapi bukan menembus tubuhnya melainkan menerobos lewat di pinggangnya, sekali bentak: "Awas!" Tangan kirinya terus mengayun sekuatnya ke sana, bobot pedang pusaka yang amat berat itu ditambah tenaga dalamnya yang maha kuat, seketika Kwe Hu melayang ke udara seperti terbang di awang2 dan melintasi belasan pohon besar yang terbakar, "plung", akhirnya ia jatuh ke dalam sungai.
Lekas2 Yaiu Ce memburu maju untuk membangunkan Kwe Hu, tapi nona itu masih kepala pening dan mata ber-kunang2, ia serba runyam, entah senang entah sedih.
Kiranya setelah Nyo Ko dan Siao-liong-li keluar dari kuburan kuno itu dengan membawa Kwe Yang, terlihat pasukan Mongol sedang membakar hutan di lereng Cong-lam-san itu.
Sudah ber-tahun2 mereka hidup disekitar hutan yang rindang itu, mereka menjadi menyesal dan merasa sayang menyaksikan kebakaran hebat itu, tapi pasukan Mongol terlalu kuat dan sukar dilawan, terpaksa mereka tidak dapat berbuat sesuatu.
Nyo Ko tidak tahu Siao-liong-li sanggup bertahan berapa lama setelah racun bersarang dalam segenap Hiat-to penting, segera ia mencari suatu gua-yang jauh dari tetumbuhan untuk bersembunyi sementara, dari jauh mereka menyaksikan Kwe Hu dirobohkan Li Bok-chiu dan tampaknya segera akan terbakar mati.
Dengan gegetun Nyo Ko berkata kepada Siao-Iiong-li: "Liong-ji, nona itu telah membikin sengsara padaku dan mencelakai kau pula, akhirnya dia mendapatkan ganjarannya yang setimpal seperti sekarang ini.
" Dengan heran Siao-liong-li memandang Nyo Ko dengan sorot matanya yang tajam: "Ko-ji, masakah kau tak pergi menolongnya?" "Dia telah membikin susah hingga begini, kalau tidak kubunuh dia sudah cukup baginya.
" ujar Nyo Ko dengan gemas.
"Ah, kita sendiri tidak beruntung, semua itu disebabkan suratan nasib, biarkan orang lain gembira dan bahagia, kan lebih baik begitu?" ujar Siao-liong-li.
Walaupun di mulutnya Nyo Ko berkata begitu, tapi dalam hati merasa tidak tega ketika menyaksikan api sudah menjalar sampai di dekat Kwe Hu, Akhirnya ia berkata dengan pedih: "Baiklah, nasib kita yang buruk, nasib orang lain yang beruntung!" Segera ia membungkus pedang pusakanya dengan jubah sendiri yang basah itu dan setelah melemparkan Kwe Hu ke sungai, dia berlari kembali ke dekat Siao liong-li dengan baju dan rambut hangus, celananya juga terbakar sebagian, malahan pahanya telah timbul gelembung2 air akibat terbakar.
Siao-Iiong-li membawa Kwe Yang mundur ke tempat yang lebih jauh dari hawa panas, lalu ia membelai rambut Nyo Ko serta membetulkan pakaiannya, tidak kepalang rasa bangganya mendapatkan seorang suami ksatria dan gagah perkasa demikian ini, ia bersandar pada tubuh Nyo Ko dengan perasaan yang gembira dan bahagia.
Nyo Ko merangkul pinggang Siao-liong li dan memandangi dengan terkesima, si nona yang tersorot cahaya api itu bertambah molek, sesaat itu mereka sama sekali melupakan segala duka derita di dunia ini.
Mereka berdua berada di tempat lebih tinggi, Bu Sam-thong, Kwe Hu dan Yaiu Ce berlima yang berada di sungai itu memandang dari balik api yang ber-kobar2, tertampak pakaian kedua suami isteri itu berkibar2 tertiup angin, sikapnya agung berwibawa laksana malaikat dewata.
Perjodohan Busur Kumala 22 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Pendekar Lembah Naga 32
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama