Ceritasilat Novel Online

Mencari Bende Mataram 18

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 18


keterangan. "Tidak, Letnan!" jawab Letnan Matulesi. "Mereka semua
seperti kena pukulan tertentu, sehingga roboh tak berkutik.
Walaupun demikian mereka sama sekali tak terluka."
Bergegas ia memasuki perkemahan dan memeriksa mereka
yang roboh tak berkutik. Makin diperhatikan, ia makin menjadi
heran. Segera ia mencoba-coba menolong mereka, akan tetapi
tidak berhasil. Menghadapi kenyataan itu, benar-benar ia
menjadi kagum. "Khabarnya pada zaman ini hanya beberapa orang yang
berilmu kepandaian melebihi guruku. Yang pertama Sangaji.
Kemudian Kyai Kasan Kesambi, Adipati Surengpati dan Gagak
seta. Orang bertopeng tadi jelas sekali bukan salah seorang
dari mereka. Lantas siapa?" pikirnya di dalam hati.
Selagi pikirannya gelisah tak menentu, tiba-tiba tenda
perkemahan tergoyang. Seorang Sersan berseru dari luar
tenda. "Letnan! Lihatlah!"
Letnan Suwangsa melompat keluar tenda dan hatinya
terkejut. Dengan pertolongan cahaya bulan, ia melihat tegas
seutas tali yang terikat kuat pada dahan pohon dan ujungnya
mengkait tiang tenda. Terang sekali, itulah perbuatan orang.
Yang mengherankan, kapan terjadinya hal itu" Tatkala tadi ia
memasuki perkemahan, sama sekali ia belum melihatnya.
1216 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah ujung tali itu dilemparkan dari atas pohon" Kalau
benar demikian, itulah bukan perbuatan sembarang orang
yang dapat melempar tali mengkait ujung tiang tenda dengan
tepat sekali. Pada saat itu tali yang terpancang di dahan pohon ke ujung
tiang tenda, mulai bergerak. Seseorang turun dari dahan
pohon melalui tali itu. Gerakannya cepat dan gesit seperti
seekor kera. Dalam cahaya bulan, tubuhnya bagaikan
bayangan hitam saja. Sekarang tahulah Letnan Suwangsa
maksud orang itu. Dia tidak menghendaki melalui gardu
penjagaan dengan terang-terangan.
"Apakah orang bertopeng itu datang kembali?" tanya
Letnan Suwangsa kepada dirinya sendiri.
Sekonyong-konyong terdengar jeritan tertahan. Lalu saling
susul dan beberapa serdadu roboh terguling. Mereka
terpelanting menungkrapi tanah.
Keruan saja Letnan Suwangsa terkejut bukan kepalang.
Dan Letnan Matulesi yang berdiri di sampingnya terpaku oleh
rasa terperanjatnya pula.
Selagi dalam keadaan demikian, dua benda hitam melayang
dengan cepat bagaikan peluru meriam. Datangnya dari atas
tambang yang terpancang dari dahan pohon ke ujung tiang
tenda. Inilah ancaman bahaya yang tak boleh dipandang
ringan! Cepat Letnan Suwangsa menolak tubuh Letnan Matulesi,
dengan tangannya. Kemudian menangkis benda yang
menyambar dadanya dengan pedangnya. Ternyata benda itu
adalah bola-bola besi sebesar tinju orang dewasa, yang
dijadikan senjata bidik. Tenaga lemparannya sangat hebat,
sehingga tangan Letnan Suwangsa yang menangkis menjadi
kesemutan. Letnan Suwangsa mendongkol bukan main. Sebagai
seorang yang berpengalaman, tahulah ia dengan segera,
1217 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa orang itu bukanlah orang yang bertopeng tadi.
Perbuatan orang ini sangat kasar. Maka insyaflah dia bahwa
dia sedang menghadapi lawan berat. Maka sebelum
menghadapinya, ia menabas tambang yang terpancang dari
dahan pohon ke puncak tiang tenda. Begitu kena tebasannya,
tambang itu terputus, dan orang itu, yang masih tergantung
seperti kera pada tambang, terpaksa melompat turun ke
tanah. Bukan main lincahnya! Selagi terjun ke darat, ia tertawa
terkekeh-kekeh. Dan begitu kakinya mendarat di atas tanah
segera ia menyerang Letnan Suwangsa dengan senjata yang
sangat aneh. Senjatanya itu bukan pedang bukan golok pula.
Juga bukan peng-gada. Akan tetapi sebuah arca yang terbuat
dari perunggu. Letnan Johan yang lagi berusaha menolong anak buahnya,
kaget mendengar kesibukan itu. Dengan menghunus pedang
ia lari keluar dan tepat sekali melintas babatan senjata orang
itu. Secara wajar ia menangkis dengan pedangnya. Suatu
perbenturan yang nyaring sekali terjadi. Hebat kesudahannya.
Pedang Letnan Johan meliuk dan ia terlempar sejauh tujuh
langkah dengan terhuyung-huyung. Pada saat itu juga ia
melotarkan darah segar. "
Keruan saja Letnan Suwangsa gusar bukan kepalang.
Bentaknya sambil menuding bendera panji-panji Kompeni
yang berkibar-kibar di atas tenda.
"Hai! Apakah engkau tidak melihat bendera itu?"
Orang itu melemparkan pandang ke puncak tenda. Dengan
pertolongan cahaya bulan, nampak dengan tegas bahwa
wajahnya bengis dan berewokan. Perawakannya tinggi besar
bagaikan raksasa'. Melihat panji laskar Kompeni yang berkibar
di atas tenda, ia tertawa merendahkan.
1218 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Panji-panji apa" Bendera apa" Sekalipun bendera raja dari
langit masakan aku harus takut" Apa peduliku segala bendera
atau panji-panji....."
"Kau sebenarnya sahabat dari mana?" Letnan Suwangsa
masih bersikap sabar. "Kenapa engkau memusuhi Kompeni?"
"Aku tidak memusuhi Kompeni. Aku men- * cari
seseorang!" sahut orang berewok itu. "Menimbang engkau
sanggup menangkis kedua peluru besiku baiklah aku
mengampuni jiwamu. Akan tetapi engkau harus bisa
menerangkan dimana orang yang sedang kucari."
"Bagus!" Letnan Suwangsa tertawa mendongkol. "Engkau
tidak menggubris panjipanji laskar Mangkunegaran, itulah
tidak mengapa. Akan tetapi berkeliaran di dalam wilayah
Yogyakarta pastilah engkau harus menghargai majikannya.
Lihatlah! Apakah disamping panji-panji Mangkunegaran
engkau tidak melihat panji pengawal istana Kasultanan?"
Orang berewok itu mengerling. Lalu tertawa terbahakbahak. "Sultan" Sultan apa" Apakah maksudmu orang yang
memerintah udara dan tanah ini?"
Itulah suatu penghinaan di luar batas. Tak dapat lagi
Letnan Suwangsa menguasai dirinya. Lantas membentak, "Kau
bangsat dari mana?" "Hmm!" dengus orang berewok itu. Lalu membentak juga.
"Tadinya aku bermaksud hendak mengampuni jiwamu karena
engkau dapat menangkis kedua peluru besiku. Akan tetapi
karena engkau memanggilku bangsat maka tak patut engkau
kuhidupi lagi!" Belum habis gema bentakannya, senjata arcanya bergerak
menyambar pinggang Letnan Suwangsa.
Letnan Suwangsa mengelak dengan lincah dan menikam
dengan salah satu jurus ilmu saktinya. Ia berhasil
1219 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengelakkan diri, akan tetapi tiba-tiba saja tiang tenda roboh
oleh sambaran angin arca perunggu orang itu. Mau tak mau
Letnan Suwangsa heran bukan main.
"Kalau dia seorang pendekar yang dilahirkan di tanah ini,
pastilah mengenal kedua panji-panji yang berkibar di atas
tenda ini," pikir Letnan Suwangsa di dalam hati. "Apakah dia
salah seorang pembantu Sangaji pula" Menghadapi Kilatsih
seorang saja, sudah memusingkan. Tadi muncul seorang
bertopeng. Kini muncul lagi seorang berewok. Berewoknya
seperti Daniswara. Akan tetapi agaknya ilmu kepandaiannya
jauh lebih hebat daripada Daniswara."
Tak sempat lagi Letnan Suwangsa berpikir berkepanjangan.
Kembali lagi ia kena serang boneka perunggu. Kali ini dadanya
yang menjadi sasaran. Angin menyambar sangat tajam.
Diperlakukan demikian, Letnan Suwangsa benar-benar
gusar bukan kepalang. Ia memutar pedangnya dan menangkis
arca perunggu itu: Trang! Akibatnya ia terkejut sendiri.
Orang berewok itu ternyata luar biasa besar tenaganya.
Hampir-hampir saja pedangnya terlempar dari tangannya.
Seumpama ia tidak memiliki himpunan tenaga sakti yang
tinggi.tak sanggup ia mempertahankan diri. Memang, dia
murid Dipajaya semenjak dua puluh tahun yang lalu.
Dibandingkan dengan ketiga saudara seperguruannya, ilmu
kepandaiannya jauh lebih tinggi. Itulah sebabnya ia sanggup
menghadapi Daniswara di atas panggung tatkala mencoba
mengadu kepandaian. Dia pun sanggup pula membendung
kegesitan Kilatsih, murid Adipati Surengpati, yang sudah
mewarisi ilmu sakti Witaradya. Seumpama gadis itu tidak
memiliki kegesitan dan kelincahan, siang-siang sudah dapat
dirobohkannya. Sekarang, ia menumbuk batu. Biasanya siapa
pun tak akan tahan menghadapi gempuran pedangnya.
Sebaliknya, dialah kini yang bahkan tergetar tangannya. Maka
tak berani lagi ia mengadu tenaga dengan orang berewok itu.
1220 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Matulesi yang tadi tertegun-tegun karena rasa
terkejutnya lantas saja tersadar. Ia berkaok-kaok minta
bantuan. Dalam pada itu Letnan Suwangsa melayani orang berewok
itu dengan kelincahannya. Mengadu kelincahannya dan
kecerdikan, ternyata dia lebih unggul. Dengan gesit ia
memainkan tipu-tipu ilmu pedang warisan Dipajaya. Ia
mengelak sambil berputaran dan setiapkali membalas
menyerang. Sekonyong-konyong orang berewok itu berseru tertahan.
"Hai! Apa engkau murid Dipajaya?"
Seperti diketahui, Letnan Suwangsa, selalu merahasiakan
siapakah dirinya. Keruan saja mendengar pertanyaan itu, ia
hanya mendengus. Setelah itu ia menerjang dengan serangan
berantai. Orang berewok itu sangat mendongkol. Tadinya, ia mengira
akan dapat merobohkan Letnan Suwangsa dengan mudah
saja. Tak tahunya, setelah bertempur duapuluh jurus lebih,
masih belum ada tanda-tandanya, dapat memperoleh
kemenangan. Keruan saja ia jadi gelisah sendiri. Buru-buru ia
menghimpun seluruh tenaga saktinya dan menghajar pedang
Letnan Suwangsa dengan arca perunggunya.
Letnan Suwangsa heran dan kagum bukan main. Selama
hidupnya baru kali inilah dia melihat lawan yang bersenjata
arca perunggu. Dan orang itu dengan mahir sekali dapat
menggerakkan senjatanya sedemikian rupa sehingga
mencekat semua gerakan pedangnya. Itulah sebabnya tak
berani lagi ia main hantam kromo asal jadi saja.
Hati-hati ia tetap melayani dengan kege-sitannya. la
mengelak ke samping dan mundur, kemudian maju
menikamkan pedangnya. Apabila merasa terjepit, cepat-cepat
ia membabatkan pedangnya. Tetapi yang diarahnya bukan
arca perunggu lawan. Sebaliknya pergelangan tangan atau
1221 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
teng-gorokan. Dengan demikian membuat orang berewokan
itu menjadi sibuk. Akan tetapi meskipun dibuat sibuk, kegagahan dan
keperkasaannya tidak surut. Gagal dalam berbagai serangan,
tiba-tiba ia mengebaskan lengannya. Mendadak saja mulut
arca itu terbuka, lalu menjepit ujung pedang Letnan
Suwangsa. Inilah kejadian di luar dugaan letnan itu. Segera ia
menarik pedangnya kuat-kuat. Akan tetapi, meskipun telah
mengerahkan seluruh tenaganya, tetap saja belum berhasil.
Orang berewok itu tertawa terbahak-bahak.
"Kau sekarang mau apa?" bentaknya. Setelah membentak
demikian, tangan kirinya bergerak menyambar. Itulah
serangan yang akan menentukan kalah menangnya. Namun
tangan kiri Letnan Suwangsa masih merdeka pula. Ia
menangkis keras lawan keras dan bentrokan itu membuat
keduanya terkejut. Lengan Letnan Suwangsa tergetar, dan kuda-kudanya
tergempur. Sebaliknya kedua kaki orang itu melesak ke dalam
tanah. Lengannya merosot turun ke bawah, dan sebagian
tenaganya lenyap. Dengan demikian tak dapat ia memusatkan
seluruh tenaganya untuk mempertahankan arca perunggu
yang sudah berhasil menggigit ujung pedang Letnan
Suwangsa. "Inilah ilmu pukulan Dipajaya," orang berewok itu
menggerutu, la meloncat mundur sambil menatap wajah
Letnan Suwangsa. Bentaknya: "Coba katakan yang terang.
Apakah engkau bukan murid Dipajaya" Hayo, bilanglah
sebelum.terlanjur!" "Siapa kau?" bentak Letnan Suwangsa.
Orang berewok itu tertawa mendongkol sebelum
menjawab. "Aku Manusama."
1222 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar bunyi nama itu, Letnan Suwangsa tercekat
hatinya. Segera teringatlah dia kepada pesan gurunya.
"Di depan tangsi, masakan aku harus mengenal seorang
yang bernama Dipajaya?"
Manusama tertawa gelak. Lalu dengan berjungkir balik
mundur ia berkata, "Kalau begitu, aku harus menghajar
dahulu teman-temanmu!"
"Jangan celakai mereka!" seru Letnan Suwangsa tanpa
sadar. Manusama terhenyak sejenak. Kemudian tertawa gelak.
Sahutnya sambil merabu Letnan Matulesi.
"Kau boleh mengkerubuti aku kalau ingin mencoba-coba!"
Yang menyongsong rabuan Manusama adalah Letnan
Matulesi dan Sersan Merto-semi. Dengan berbareng mereka
menerjang dan menyambarkan pedangnya. Menyaksikan
kecerobohan itu, Letnan Suwangsa berteriak:
"Jangan keras melawan keras! Tenaga kalian berdua bukan
tandingannya..." Karena mengkhawatirkan kecerobohan kawannya, Letnan


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suwangsa melompat pula sambil menikam. Akan tetapi
Manusama dengan cepat memutar tubuhnya, menangkis
tepat. Ketiga pedang lantas'ben-trok dengan arca perunggu
Manusama: Trang! Pedang Letnan Suwangsa berhasil me-rompal lima jari
tangan arca perunggu. Sedang pedang Letnan Suwangsa
terpental hampir terlepas dari genggamannya.
Untuk menahan hantaman arca perunggu Manusama,
Letnan Suwangsa menggunakan tenaga besar pula. Ia
membentur sambaran arca perunggu itu dengan sekuat
tenaga. Inilah kesempatan yang bagus sekali bagi Letnan
Matulesi untuk menggerakkan pedangnya. Terus saja ia
membabat. Letnan Suwangsa bersama pedangnya terpental
mundur terhuyung-huyung. Begitu hebat tenaga benturan
1223 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manusama, sehingga perwira itu berputaran tubuhnya tatkala
mempertahankan diri. Dan pada saat itu Letnan Matulesi
berhasil membabat kutung kelima jari arca perunggu.
Sersan Mertosemi menyerang yang paling akhir, la
menggunakan tipu-tipu ilmu pedang yang sangat sederhana,
akan tetapi tegas dan kuat. Sebaliknya Manusama yang benarbenar tangguh dapat menangkis dan membebaskan diri.
Dalam bentrokan itu jelaslah bahwa Sersan Mertosemi kalah
tenaga. Meskipun dibantu oleh kedua rekannya, namun ia
masih jatuh terguling. Selagi ketiga lawannya mundur, Manusama memeriksa arca
perunggunya, la kaget tatkala melihat kelima jari arca
perunggunya terkutung. Segera ia bertanya kepada Letnan
Matulesi. "Hai! Bukankah engkau Matulesi manusia dari Saparua?"
Mendengar Manusama \iapat menyebutkan nama dan asal
dirinya, Letnan Matulesi girang berbareng khawatir. Ia girang
karena setidak-tidaknya namanya dikenal orang. Tetapi
khawatir pula siapa tahu Manusama adalah anak buah
Patimura yang menyalakan api pemberontakan di seluruh
kepulauan Maluku. Sebagai seorang yang dilahirkan di Pulau
Maluku, tidaklah pantas apabila dia menjadi seorang perwira
Kompeni Belanda yang justru menjadi musuh bangsanya.
Sebagai seorang militer dalam kebimbangannya dapatlah ia
dengan cepat mengambil ketetapan. Lantas menyahut, "Tidak
salah akulah Matulesi dari Saparua. Engkau sendiri siapakah
dan berasal dari mana?"
"Aku pun dari Saparua. Namaku Manusama," jawab
Manusama ringkas. Kemudian sambil berpaling kepada Letnan Matulesi, ia
minta keterangan. "Dan perwira ini siapakah namanya?"
1224 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Matulesi berbimbang-bimbang. Tak dapat ia
memperkenalkan nama rekannya terhadap seseorang yang
masih asing baginya. Lagipula hal itu merupakan suatu
pantangan. Di luar dugaan, Letnan Suwangsa,
memperkenalkan dirinya. "Aku Suwangsa. Sekarang, apa maksudmu?"
Manusama tertawa lebar sambil memeriksa arca
perunggunya. Menyahut, "Bukankah engkau murid..."
Manusama agaknya seorang yang berpengalaman. Tahulah
ia menanggapi maksud Letnan Suwangsa. Lalu menanggapi.
"Kalau begitu, biarlah aku pergi saja. Lain kali kita
berjumpa lagi." Manusama memutar tubuhnya dan me-ningalkan
perkemahan dengan langkah lebar. Tiba-tiba Letnan
Suwangsa berseru, "Engkau telah melukai salah seorang
temanku. Apakah engkau bisa pergi begitu saja?"
Manusama menoleh. Ia seperti teringat akan sesuatu.
Kemudian berjalan balik kembali dengan tertawa lebar.
"Benar! Benar! Mari, biarlah kuperik-sanya."
Demikianlah, Manusama menolong Letnan Johan yang kena
gempurannya sehingga melontarkan darah segar. Ia
menolong pula membebaskan serdadu-serdadu yang masih
roboh pingsan. Dan pada kesempatan itu ia dapat memberi
keterangan tentang maksud kedatangannya dan hubungannya
dengan Dipajaya. Oleh kata-katanya, sekarang Letnan
Suwangsa sadar akan masalah gurunya yang sulit. Pikirnya di
dalam hati, "Jangan-jangan, Guru mencuri pedang Sri Sultan,
semata-mata lantaran merasa wajib tunduk dan patuh kepada
Aliran Suci di Pulau Lombok. Kalau begitu, aku harus
menolong mencari penyelesaian."
Dengan pikiran itulah, ia membawa Manusama, keluar
perkemahan mencari gurunya. Di tengah jalan, Manusama
1225 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata kepadanya bahwa ia menolong Letnan Mangun
Sentika yang teringkus. Dan dengan petunjuk-petunjuk Letnan
Mangun Sentika, menyebabkan dia tahu siapakah diri Letnan
Suwangsa. "Apakah Letnan Mangun Sentika mengatakan juga bahwa
aku murid Dipajaya?" Letnan Suwangsa menegas.
"Tidak! Aku hanya bertanya kepadanya siapakah di antara
rekan-rekannya yang memiliki ilmu pedang tertinggi dan dia
menjawab, itulah engkau!" jawab Manusama. "Dan sesudah
aku bergebrak denganmu, maka dengan segera aku mengenal
corak ilmu pedangmu."
Selagi berbicara demikian, bertemulah mereka dengan
Kapten Wiranegara. Dan mendengar kabar bahwa Kapten
Wiranegara gagal mendapat pedang Kyai Ageng Singkir dari
tangan gurunya. Letnan Suwangsa diam-diam bersyukur di
dalam hati. OoOoO TATKALA KILATSIH hendak menghunus pedangnya,
terdengarlah Sirtupelaheli membentak Letnan Suwangsa.
"Suwangsa" Kebetulan sekali, aku tidak usah mencarimu.
Kau datang ke mari, apakah hendak ikut meramaikan
pertemuan ini?" Letnan Suwangsa tertawa lebar.
"Terima kasih, nenek tua! Kulihat engkau sudah memberi
banyak pelajaran kepada ketiga adik seperguruanku. Di
kemudian hari pastilah banyak faedahnya."
Sirtupelaheli tersenyum. "Ketiga adikmu lumayan juga. Hampir limapuluh jurus
terpaksa aku melayani. Dengan begitu, mereka belum disebut
telah kukalahkan. Meskipun demikian hatiku belum puas.
Baiklah engkau ikut maju pula!"
1226 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah engkau sanggup kami keroyok berempat?"
"He, itulah baik sekali!" jawab Sirtupelaheli senang.
"Memangnya ingin aku menguji kepandaian anak murid
Dipajaya." Mendengar jawaban Sirtupelaheli, Letnan Suwangsa
nampak berbimbang-bimbang. Sejenak kemudian berkata,
"Engkau telah mengenal namaku. Sudikah engkau
memperkenalkan dirimu pula, nenek tua?"
Tiba-tiba Sirtupelaheli menjadi bengis.
"Hmm! Jadi selama engkau berguru kepada Dipajaya,
belum pernah ia mengatakan tentang diriku" Bagus" Gurumu,
Dipajaya merasa diri sebagai orang nomor wahid di kolong
langit ini, sehingga tidak memerlukan bantuanku. Kalau dia
belum pernah menyinggung-nyinggung namaku apa perlu aku
memperkenalkan diri" Kamu, keluarkan saja seluruh ilmu
kepandaianmu! Aku ingin melihat, selama ini Dipajaya sudah
memperoleh kemajuan atau belum."
Letnan Suwangsa heran. Mendengar kata-kata
Sirtupelaheli, mestinya di antara gurunya dan nenek tua itu
telah terjadi suatu peristiwa. Sebagai murid tertua Dipajaya,
rasanya tidak sopan apabila terus mendesak. Maka katanya
sambil menghunus pedangnya.
"Kalau begitu kehendakmu, nenek tua, kami akan patuh.
Harap engkau memberi maaf sebesar-besarnya kepada kami
berempat..." Sesudah berkata demikian, dengan sebat pedangnya
menikam dan ketiga adik seperguruannya segera
menggerakkan senjatanya masing-masing pula.
Dibandingkan dengan gerakan pedang ketiga saudara
seperguruannya, cara bertempur Letnan Suwangsa jauh
bedanya. Itulah disebabkan dia merupakan seorang perwira
yang sudah mempunyai pengalaman banyak. Dia tidak
1227 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengharapkan dalam satu kali gebrak saja akan dapat
memperoleh kemenangan. Dengan cermat ia mengikuti
gerakan pedang Tarupala atau Antariwati. Sekali-kali ia
membarengi dan menimpali. Dan menghadapi pedang yang
saling menimpali itu, Sirtupelaheli mundur tiga langkah.
Antariwati menjadi girang sekali. Di dalam hatinya ia berkata,
ilmu pedang cipta-an paman benar-benar istimewa...
Setelah Letnan Suwangsa terjun ke dalam gelanggang, ilmu
pedang ciptaan Dipajaya lantas saja memperlihatkan
perbawanya. Pukulan-pukulannya sebat, dahsyat dan cepat
luar, biasa. % Menghadapi gerakan pedang mereka berempat,
Sirtupelaheli berkata di dalam hati, sekaranglah baru aku
saksikan kepandaian Dipajaya. Benar-benar ia telah
memperoleh kemajuan. Segera ia menggerakkan pedang bambunya. Tubuhnya
bergerak dengan sangat lincah dan lengan bajunya berkibarkibar seperti bendera tertiup angin.
Letnan Suwangsa tidak gentar menghadapi kegesitan
Sirtupelaheli. Ia pun mengimbangi dengan suatu kesehatan.
Dengan dibantu oleh ketiga saudara seperguruannya, ia dapat
bekerjasama dengan eratnya, sehingga pertandingan itu
makin lama menjadi semakin seru. Kedua belah pihak bermain
sangat gesit, sehingga dalam sekejap mata saja lima puluh
jurus telah lewat. "Maaf!" Tiba-tiba Letnan Suwangsa berseru, la lantas
merubah gerakan pedangnya sehingga menjadi lebih gesit
lagi. Dan baik Antariwati maupun Tarupala dan Prajaka
Sindungjaya segera mengimbangi.
Gerakan pedang keempat murid Dipajaya kini jauh bedanya
dengan gerakan pedang mereka tadi. Tak lama kemudian
terdengar suara beradunya pedang dan memberebet-nya kain.
Itulah suara pedang bambu Sirtupelaheli yang tertabas oleh
kedua pedang Letnan Suwangsa dan pedang Tarupala.
1228 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang bambu nenek tua itu terkutung menjadi empat bagian.
Juga lengan baju Sirtupelaheli terobek ujungnya.
"Maaf!" kata Letnan Suwangsa lagi. Dan ia melesat mundur
sambil menarik Antariwati. Gerakannya itu diikuti pula oleh
Tarupala dan Prajaka Sindungjaya.
Sirtupelaheli melemparkan sisa pedang bambunya. Katanya
dengan suara lesu," Kalau begitu marilah kita bersama-sama
menemui Dipajaya!" Beberapa puluh tahun lamanya dia tidak pernah muncul di
dalam percaturan masyarakat. Ia menekuni ilmu saktinya yang
makin lama makin tinggi. Maksudnya di kemudian hari hendak
menandingi Dipajaya. Tetapi di luar dugaan pada hari itu ia
roboh di tangan murid-muridnya.
Letnan Suwangsa berempat segera membungkuk hormat
dan mengundurkan diri. Dalam hatinya masing-masing,
mengagumi kepandaian Sirtupelaheli yang sangat tinggi.
Sebenarnya apabila dibandingkan dengan ilmu kepandaian
gurunya sendiri, mungkin Sirtupelaheli lebih tinggi. Akan tetapi
pendekar wanita itu telah melemparkan pedang bambunya
yang patah menjadi empat bagian ke tanah dengan pandang
lesu. Kata-katanya menunjukkan pula, bahwa dia merasa
kalah dengan Dipajaya. Artinya dia mengakui pula, roboh di
tangan anak-anak muridnya. Apa maksud sebenarnya" Tentu
saja, Letnan Suwangsa berempat tidak mengetahui latar
belakang Sirtupelaheli. Pendekar wanita itu, mempunyai
seorang murid, Fatimah namanya. Terhadap muridnya, ia
lebih memperbudaknya daripada meng-angap sebagai murid
benar-benar. Maka, apabila dibandingkan dengan kepandaian
Letnan Suwangsa berempat, Sirtupelaheli merasa bahwa
Fatimah berada di bawahnya.
Selagi masing-masing sedang tenggelam dalam
persoalannya sendiri-sendiri, tiba-tiba terdengar suara tertawa
dingin. Mereka semua yang berada di hutan bambu itu
menoleh. Ternyata yang tertawa dingin itu Manusama.
1229 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu berempat telah berhasil melayani nenek tua itu. Baik
nenek tua maupun kamu sekalian sudah merasa puas. Baiklah,
kalian boleh merasa puas. Tetapi aku tidak!"
Sepasang alis Sirtupelaheli terbangun.
"Siapa kau?" Manusama tertawa mendengus. "Bukankah, engkau
Sirtupelaheli. Memang, antara kita berdua belum pernah
bertemu. Tetapi namamu telah terbawa angin oleh Dipajaya
sehingga dapat aku tangkap dari luar Pulau Jawa....
Demikianlah dikisahkan, tatkala Dipajaya menantang Ki Gede
Rangsang bertempur di dalam telaga Sarangan, tiba-tiba
muncullah engkau sebagai pembela yang tangguh. Dipajaya
dapat engkau kalahkan dan kemudian kalian berdua hidup
satu rumah. Itulah suatu permulaan yang baik. Apa sebab
kalian berdua tiba-tiba berselisih?"
Mendengar disebutnya nama Sirtupelaheli, Letnan
Suwangsa berempat ter-cekathatinya. Kalau begitu dia...
dia..., mereka sibuk menduga-duga, akan tetapi tak berani
menyelesaikan dugaannya itu sendiri. Tertegun mereka
mendengarkan percakapan antara Manusama dan
Sirtupelaheli. Kilatsih yang berada di luar gelanggang pun tak
terkecuali. Tatkala itu terdengar Manusama berkata lagi.
"Semalam Dipajaya telah menghadiahkan kitab ilmu sakti
kepada salah seorang muridnya. Dan buku itu harus
kurampas. Kau pun mengerti sebabnya, bukan" Dipajaya
sudah berjasa. Bagaimana dengan engkau" Engkau hendak
mempersembahkan apa kepada junjunganmu?"
Sirtupelaheli menjadi gusar. Itulah suatu penghinaan benar


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baginya. Setelah dahulu terbebas dari ancaman Utusan Aliran
Suci, oleh pertolongan Sangaji, kemudian bergaul dengan
Adipati Surengpati di tengah Pulau Karimun Jawa, sudah
timbul keputusan di dalam hati tak sudi tunduk dan patuh lagi
kepada Utusan Aliran Suci yang berkedudukan di Pulau
1230 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lombok. Keputusan ini berkat campur tangan Adipati
Surengpati pula yang ikut berusaha mengikis racun jahat yang
mengeram di dalam diri Sirtupelaheli itu. Walaupun obat
pemunahnya belum diketemukan, akan tetapi selama sekian
tahun lamanya, Sirtupelaheli tidak perlu takutlagi. Seperti
diketahui, tiap tahun sekali, duta-duta Utusan Aliran Suci yang
tersebar di Pulau Jawa, diwajibkan mengambil obat
pemunahnya pada suatu tempat yang telah ditentukan.
Apabila sampai kasep mengambil obat pemunah, mereka akan
merasakan akibatnya sendiri. Dagingnya akan membusuk dan
tulang-tulangnya rontok. Kemudian mati perlahan-lahan.
Itulah cara mati yang sangat tidak menyenangkan!
"Kau menghendaki aku mempersembahkan sesuatu
kepada junjunganmu" Baiklah, sebentar lagi aku akan mempersembahkan
kepalamu kepadanya," kata Sirtupelaheli sengit.
Manusama tercengang. Seperti tak percaya kepada
pendengarannya sendiri ia menyahut.
"Apakah engkau tidak takut akan racun yang telah
mengeram di dalam dirimu?"
Sirtupelaheli tertawa melalui hidungnya. Setelah
mendengus beberapa kali ia menjawab, "Sudah sepuluh tahun
lamanya aku tidak membutuhkan obat pemunah lagi. Karena
itu, janganlah engkau mengoceh tak keru-keruan! Sebetulnya,
siapa engkau?" "Aku Manusama. Murid Brigu," jawab Manusama.
Mendengar disebutnya nama Brigu, tiba-tiba berubahlah
wajah Sirtupelaheli. Tubuhnya nampak bergoyang-goyang, la
seperti melihat makhluk yang luar biasa perkasa dan
menakutkan. "Apakah... dia pun berada di sini?"
Manusama tertawa lebar. 1231 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selama hidupku, belum pernah aku terpisah jauh dari
guruku. Kalau kini aku berada di depanmu, tentu saja guruku
pun tidak jauh dari sini."
Kembali tubuh Sirtupelaheli nampak bergoyang-goyang.
Selagi bersangsi-sangsi, mendadak saja, nampaklah sesosok
bayangan berkelebat. Hebat gerakan bayangan itu, sehingga
hati Manusama tercekat. Buru-buru ia menajamkan
penglihatannya. Dan ternyata bayangan itu adalah Gagak
Seta. Jago tua itu tertawa riuh. Katanya di antara suara
tertawanya. "Sirtupah! Benar katamu! Apa perlu " menggubris ocehan
manusia gadungan itu" Kalau dia minta oleh-oleh untuk
dipersembahkan kepada junjungannya, biarlah dia menagih
kepadaku!" Manusama mundur selangkah. Dengan wajah tercengang,
ia minta keterangan. "Siapa engkau?" Gagak Seta tertawa riuh
lagi. "Terhadap dirimu masakan aku perlu memperkenalkan
namaku?" Tiba-tiba saja Kapten Wiranegara yang masih mendongkol
terhadap Gagak Seta dan Sirtupelaheli, berseru nyaring dari
luar gelanggang. "Dialah Gagak Seta! Dialah guru Sangaji yang kau
tanyakan." Mendengar keterangan Kapten Wiranegara serentak
Manusama mengeluarkan senjata arca perunggunya. Memang
di sepanjang jalan tadi ia menceritakan tentang kabar yang
pernah didengarnya. Itulah mengenai Sangaji yang dapat
mengundurkan duta-duta Utusan Aliran Suci yang perkasa
pada beberapa tahun lalu. Lantaran itu pulalah kini gurunya:
Brigu dan dirinya dikirimkan ke Pulau Jawa untuk mengadakan
pengadilan. Sekarang ia mendengar bahwa orang tua itu guru
Sangaji. Keruan saja ia lantas berjaga sebelumnya, untuk
menghadapi segala kemungkinan.
1232 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi ternyata Gagak Seta tidak mengacuhkan. Jago
tua itu memutar pandangnya mengarah kepada Kapten
Wiranegara. Ujarnya dengan tertawa gelak.
"Eh, Kapten! Kau ini memang besar mulut. Kalau tahu
begini tadi pagi mestinya aku harus menyumpal pula
mulutmu! Kau sudah kuampuni. Kenapa masih tak tahu diri?"
Bukan main malu Kapten Wiranegara. Semenjak ia terpaksa
lari kocar-kacir pada fajar hari tadi, satu-satunya yang
dikhawatirkan kalau-kalau anak buahnya melihatnya. Kalau
sampai terjadi demikian, martabatnya akan runtuh. Kini apa
yang dikhawatirkan benar-benar terjadi. Gagak Seta
menelanjangi di depan anak buahnya yang ikut mengiring dari
belakang. Keruan saja hatinya mengutuk habis-habisan.
Mengutuk Gagak Seta dan juga dirinya sendiri.Betapa tidak"
Seumpama tadi dia bisa menguasai mulutnya, bukankah tak
perlu menanggung malu"
Gagak Seta kecuali seorang pendekar yang tinggi ilmu
kepandaiannya, bermulut jahil pula. Dia berlagak kegila-gilaan
akan tetapi sebenarnya otaknya cerdas luar biasa.Sekiranya
tidak demikian tidak bakal namanya bisa sejajar dengan
Adipati Surengpati, Kebo Bangah, Kyai Kasan Kesambi, Kyai
Lukman Hakim, Pangeran Samber Nyawa dan Pangeran
Mangkubumi 1. "Eh Kapten! Kau datang lagi ke mari" Pastilah engkau
mempunyai andalan. Apakah Letnan itu?" kata Gagak Seta
lagi. Setelah berkata demikian, jago tua itu lalu memutar
tubuh menghadap Letnan Suwangsa. Kemudian membuka
mulutnya lagi. "Gurumu Dipajaya masih mempunyai
perhitungan dengan aku. Dia membunuh saudara-saudara
seperguruanku. Sekarang aku bertemu denganmu. Hari ini,
aku pun akan melanggar pantanganku sendiri. Akan kukutungi
kepalamu! Hitung-hitung sebagai cicilan hutang gurumu...."
Mendengar ucapan Gagak Seta, Letnan Suwangsa gusar
bukan kepalang. Namun masih bisa ia menguasai diri.
1233 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kedudukanmu sejajar dengan guruku. Apakah engkau
ingin kumaki sebagai orang yang sejajar dengan diriku?"
Lagi-lagi Gagak Seta tertawa riuh.
"Semua orang tahu, aku ini seorang pengemis jembel.
Kalau hanya dimaki saja, tak apalah. Tetapi kau Letnan, selain
seorang perwira, kabarnya engkau menantu Sri
Mangkunegoro. Leluhur Mangkunegaran adalah sahabatku.
Dialah seorang pendekar jempolan yang berdiri di atas kakinya
sendiri. Tetapi engkau" Sayang.....sungguh
sayang..... Meskipun mengenakan pakaian
mentereng, tetapi itulah pakaian pinjaman belaka.
Bukankah pakaian itu pinjaman dari yang dipertuan agung
Kompeni Belanda" Maka jelaslah, engkau bukan manusia yang
mempunyai kehormatan diri. Aku, si jembel saja, tidak ngiler
melihat pangkat dan dera-jad. Apalagi pangkat yang
disematkan oleh Kompeni Belanda! He, apakah kalian yang
mengenakan pakaian seragam, bukankah bangsa yang takut
tak kebagian nasi?" Panas dada Letnan Suwangsa mendengar kata-kata Gagak
Seta yang sangat pedas dan tajam. Juga Kapten Wiranegara
dan sekalian serdadu-serdadunya.
"Bangsat!" maki Letnan Suwangsa. "Kau berani kurang ajar
kepadaku?" "He he, kalau aku bangsat, kau pun seorang bangsat pula!"
kata Gagak Seta sambil tertawa pula. "Mertuamu sendiri tak
akan berani memaki sekasar itu terhadapku. Kau begini
kurang ajar kepada orang tua" Aku Gagak Seta selama
hidupku, tak pernah mengkhianatikata-kataku sendiri. Apa
yang terloncat dari mulutku menjadi tanggung jawabku
sendiri. Sekarang, kau mau apa?"
Meskipun pihaknya berjumlah besar, akan tetapi
mendengar bentakan Gagak Seta, Kapten Wiranegara tercekat
1234 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga hatinya. Itulah disebabkan dia teringat akan
pengalamannya sendiri. Fajar hari tadi, jago tua itu tidak
berniat membunuhnya. Akan tetapi kali ini, nampaknya dia
bertekad hendak membunuh. Meskipun pihaknya belum tentu
dapat dikalahkan, akan tetapi pasti akan terjadi korban
banyak. "Celaka dia berkata hendak melanggar
pantangannya sendiri. Dia tadi mengancam aku pula hendak
menyumpali mulutku. .Kalau sampai terjadi suatu
pertarungan, meskipun dia bakal kena dibunuh oleh anak
buahku, setidak-tidaknya masih bisa ia mengambil
kesempatan untuk mencelakakan diriku"dia mengeluh di
dalam hatinya. Selagi Kapten Wiranegara berbimbang-bimbang, mendadak
saja Letnan Suwangsa tertawa terbahak-bahak, la jadi heran.
"Letnan! Kenapa tertawa?"
"Hawa pada hari ini sangat buruk," jawab Letnan
Suwangsa. "Mungkin orang tua itu terganggu urat syarafnya.
Meskipun dia guru Sangaji, akan tetapi ilmu kepandaian
Sangaji berada jauh di atasnya dan aku, termasuk salah
seorang ahli pedang terbesar di zaman ini. Sekarang dia
menantang aku di depan serdadu-serdaduku. Apakah ini
bukan suatu kejadian yang lucu?"
Sengaja Letnan Suwangsa berkata demikian. Memang dia
pun seorang perwira yang licin dan banyak pengalamannya.
Kena sindir tajam Gagak Seta, ia membalas dengan sindiran
tajam pula. Akan tetapi Gagak Seta hanya membalas dengan
tertawa terkekeh-kekeh. "Jadi benar-benarkah engkau Letnan Suwangsa?"
"Benar. Akulah Letnan Suwangsa!"
"Siapakahyang memberi gelar kepadamu sebagai seorang
ahli pedang terbesar pada zaman ini?"
1235 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Inilah suatu pertanyaan di luar dugaan. Letnan Suwangsa
jadi merasa terdorong ke pojok. Sulit ia menjawab.
"Akh! Itulah gelaran yang diberikan orang-orang yang
kagum kepadaku. Pertanyaanmu ini baru pantas apabila
diucapkan oleh mulut Sangaji."
Lagi-lagi Gagak Seta tertawa terkekeh-kekeh.
"Tidak salah! Tetapi kebetulan sekali, aku adalah gurunya.
Sebagai seorang guru, aku berhak mewakili muridnya.
Cobalah jawab engkau mempunyai kepandaian apa sampai
mengangkat diri sebagai seorang ahli pedang terbesar di
zaman ini" Apakah engkau tepat dijajarkan dengan nama
muridku" Hehe! Kaulah manusia kantong nasi. Benar-benar
bermulut besar!" "Eh, engkau berani mewakili nama muridmu" Kalau begitu
engkau jempolan pula seperti muridmu!" Letnan Suwangsa tak
mau kalah. Ia memangnya tidak takut. Dilawannya ejekan
dengan ejekan. Sindiran dengan sindirian.
"Baiklah! Karena engkau berani mewakili Sangaji, mestinya
engkau pun mempunyai satu-dua jurus ilmu kepandaian yang
berarti." "Benar!" tiba-tiba Manusama ikut menimbrung. "Jika
engkau dapat mengalahkan arca perungguku ini, engkau akan
kubiarkan menghukum Dipajaya."
Jelas sekali Manusama membantu keponakan muridnya.
Dan dikeroyok dua, tabiat Gagak Seta yang angin-anginan,
lantas kumat. "Hahaha..... jangan repot! Kenapa berebutan tak keruan"
He kau kera hitam, bersabarlah dahulu! Biarkan aku
menghajar si ahli pedang terbesar di zaman ini! Letnan
Suwangsa, jika engkau bisa melayani aku sepuluh jurus saja,
aku akan membiarkan dirimu dikumandangkan sebagai salah
seorang ahli pedang terbesar pada zaman ini"
1236 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa tidak takut, la mengandal kepada paman
gurunya itu yang bersenjata arca perunggu. Hanya saja, diamdiam ia mengeluh, karena siasatnya gagal. Sebenarnya ingin
ia mengadu paman gurunya itu agar turun ke gelanggang
menghantam Gagak Seta. Di luar perhitungan, jago tua yang
cerdik itu, mendesaknya ke pojok. Mau tak mau dia khawatir
juga. Namun sebagai seorang perwira, dapat ia lantas
menenangkan diri. Pikirnya di dalam hati, Gagak Seta memang
seorang pendekar terkenal. Akan tetapi dia kini sudah tua
bangka. Mestinya baik tenaga maupun himpunan saktinya
sudah jauh berkurang. Dia menantang aku dalam sepuluh
jurus saja. Mustahil aku tak mampu melawannya. " Oleh
pikiran ini ia menebalkan kulitnya.
"Baiklah! Silakan kakek tua turun tangan terlebih dahulu!
Kau guru Sangaji yang sangat termasyur di seluruh kolong
langit ini. Engkau pun hendak mewakili nama muridmu itu.
Sebaliknya aku hanya mewakili diriku sendiri. Karena itu aku
mohon dengan hormat hendaklah kita membatasi diri hanya
saling menyentuh saja. Dengan demikian kita tak usah
membuat ahli sejarah repot menuliskan peristiwa besar ini."
"Lebih baik kau bersiaplah! Jangan ngo-ceh tak keruan.
Hunus pedangmu!" bentak Gagak Seta garang.
Letnan Suwangsa lantas menghunus pedangnya. Itulah
sebilah pedang dari istana Mangkunegara. Melihat Letnan
Suwangsa menghunus' pedangnya, Kilatsih segera menghunus
pedangnya pula. Kemudian menghampiri Gagak Seta dan
mengangsurkan pedangnya itu.
"Eyang! Inilah pedangmu!"
Gagak Seta tertawa terkekeh-kekeh.
"Selama hidupku tak pernah aku menyentuh sebatang
pedang, karena aku hanya seorang pengemis jembel. Lagipula
untuk melayani binatang ini masakan perlu memakai pedang
segala?" 1237 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan langkah perlahan ia mematahkan sebatang bambu
seperti tadi yang diperbuat Sirtupelaheli tatkala menghadapi


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

murid-murid Dipajaya. Kemudian dengan langkah tenang pula
ia balik kembali ke tengah gelanggang.
"Yang terhormat Letnan Pribumi Suwangsa, begundal
Kompeni! Ingat-ingatlah, ini suatu kesempatan bagus dan
besar untuk dirimu sendiri. Jika engkau berhasil melayani aku
sepuluh jurus saja, namamu akan terangkat tinggi."
Sebagian orang yang berada di tempat itu memihak kepada
Letnan Suwangsa. Mereka terperanjat berbareng syukur.
Gagak Seta boleh sakti tak ubah malaikat, akan tetapi
menghadapi pedang Letnan Suwangsa hanya dengan
sebatang bambu saja masakan mampu" Apalagi hanya
terbatas dalam sepuluh jurus saja. Dalam hati, mereka
memperoleh kesan bahwa jago tua itu terlalu sombong.
Hati Kilatsih gelisah. Ia pernah bertarung melawan pedang
Letnan Suwangsa. Perwira itu memang tinggi ilmu
kepandaiannya. Walaupun ilmu kepandaian Gagak Seta tak
perlu kalah melawan perwira itu, akan tetapi kalau melawan
pedang tajam hanya dengan sebatang bambu apalagi hanya
dalam sepuluh jurus pula, benar-benar mencemaskan.
Gurunya sendiri, sang Adipati Surengpati yang terkenal besar
kepala barangkali tidak berani berbuat demikian. Tatkala iti ia
melihat tangan Letnan Suwangsa bergemetaran menggerakgerakkan pedangnya. Itulah suatu tanda bahwa perwira itu
sudah mengambil ketetapan untuk melakukan pembunuhan
saja. Maka gadis itu diam-diam mengeluh di dalam hati.
"Ah! Kenapa Eyang begini sembrono?" Tatkala itu kedua
jago sudah berdiri berhadap-hadapan. Letnan Suwangsa,
berkesan muda perkasa dan Gagak Seta yang sudah ubanan
berkesan kuyu. Namun jago tua itu bersikap acuh tak acuh. Ia
sibuk memperbaiki pakaiannya dengan ujung pedang
bambunya. 1238 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Letnan Suwangsa! Kita berdua ini seumpama ayam saja.
Aku, ayam tulen. Sedang engkau ayam terondol! Mari kita
mencari tempat yang sesuai untuk bisa menguji kepandaian.
Meskipun aku ini sudah tua bangka, akan tetapi tak sudi aku
bekerja kepalang tanggung. Mari kita bertarung di depan
bihara gurumu. Dengan begitu, kalau kau keok nanti, gurumu
akan bisa membalas dendam dengan segera!"
Letnan Suwangsa mendongkol bukan main. Biar
bagaimanapun juga ia adalah seorang pendekar yang sudah
mempunyai nama baik. Selain itu ia salah seorang opsir
Mangkunegaran dan kebetulan dia menantu Sri Mangkunegara
pula. Akan tetapi kini, ia dikatakan sebagai ayam terondol.
Keruan saja rasa gusarnya membuat ia lupa akan rasa jerinya.
Tatkala itu meskipun Gagak Seta bersenjata mustika dunia,
sama sekali ia tak gentar. Di dalam hatinya sudah timbul satu
keputusan hendak mengadu jiwa. Maksud demikian akan
mudah dicapai mengingat orang tua itu hanya bersenjata
sebatang bambu. "Bagus! Tak mengapa sekali-sekali meluluskan permintaan
binatang tua yang sudah mau mampus," sahutnya geram.
Dengan diikuti serdadu-serdadu Letnan Matulesi, dan
sekalian saudara seperguruannya, Letnan Suwangsa
mendahului keluar hutan bambu. Sebentar saja bihara
Dipajaya sudah nampak di depan mata. Halamannya cukup
luas. Di sana sini berdiri pohon-pohon yang terpelihara dengan
baik. Di sebelah kiri jalan masuk terdapat kolam ikan. Airnya
jernih dan terawat pula. Demikianlah, sesudah memilih
tempat, mereka berdua telah berdiri berhadap-hadapan lagi.
Letnan Suwangsa tak sudi menyia-nyia-kan waktu lagi.
Terus saja ia menggerakkan pedangnya dengan himpunan
tenaga sakti penuh-penuh. Dan kena getaran tenaga saktinya
pedangnya lantas meraung-raung.
Gagak Seta lantas tertawa lebar.
1239 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Hanya sayangnya, di luar saja pandai menggertak,
sedang dalamnya sama sekali kosong!"
Pada detik itu Letnan Suwangsa telah menggerakkan
pedangnya. Sama sekali ia tidak menggerakkan kakinya untuk
mengelakkan diri. Tikaman Letnan Suwangsa yang sangat
dahsyat itu hanya dielakkan dengan menggeserkan tubuhnya
sedikit saja. Nyatanya ujung pedang Letnan Suwangsa lewat
di sisi tubuhnya, menikam udara kosong. Dan selagi tubuhnya
bergeser, tangannya tidak diam saja.
Pedang bambunya diangkat ditikamkan mengarah mata.
Aneh gerakan pendekar tua itu! Tetapi tiba-tiba semua
penonton menjadi terkejut. Pedang bambu itu mendadak saja
meraung keras luar biasa melebihi raung pedang Letnan
Suwangsa. Keruan saja Letnan Suwangsa kaget setengah mati. Buruburu ia melompat mundur dan untuk pertama kalinya ia
merasakan betapa hebatnya tenaga lawan yang sudah tua itu.
"Hei, Kilatsih!" seru Gagak Seta dengan tertawa nyaring.
"Kau tolonglah aku menghitung! Ini tadi jurus yang pertama."
Letnan Suwangsa dengki dan mendongkol bukan main. Ia
mundur sambil menangkis. Setelah itu ia memperbaiki dirinya
cepat-cepat. Kemudian dengan tiba-tiba ia merang-sak. Itulah
jurusnya yang kedua. Akan tetapi lagi-lagi ia menjadi repot
sekali. Belum sempat ia membalas terpaksalah ia melakukan
jurus ketiga. Dan saban-saban, Kilatsih, menghitung jurusjurusnya dengan suara nyaring.
Biar bagaimana pun juga, Letnan Suwangsa sesungguhnya
seorang jago. Pada jurus ketiga setelah membela diri, ia
mencoba membalas menyerang, la adalah salah seorang ahli
waris pendekar kawakan Dipajaya yang berbakat. Itulah
sebabnya tak gampang-gampang ia dapat dirobohkan.
Gagak Seta tetap tidak mengelak. Untuk menghindarkan
diri dari ancaman pedang Letnan Suwangsa, ia hanya
1240 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengebas ujung pedang sang Letnan dengan memukul hulu
pedang. Dan kena pukulan tenaga sakti Gagak Seta, telapak
tangan Letnan Suwangsa tergetar dan nyeri luar biasa. Nyaris
saja pedangnya terpental. Syukurlah ia tak kehilangan
keseimbangannya. "Kali ini boleh juga!" kata Gagak Seta sambil tertawa
terkekeh-kekeh. "Penjagaanmu kurang tepat. Meskipun rapat,
akan tetapi masih terdapat lowongan. Karena itu, maaf, tak
dapat kukatakan bahwa jurusmu tadi sudah hebat. Nah
sekarang, lihatlah yang terang tiga jurusku!"
Tatkala itu Kilatsih sudah menghitung lima jurus. Dengan
menyebutkan tiga jurus lagi jumlah akan segera menjadi
delapan. Dengan demikian tinggal dua jurus saja. Kata jago
tua itu, "Jangan tergesa-gesa! Perhatikan tiga jurusku ini.
Inilah jurus istimewa, yang dahulu pernah kuajarkan kepada
muridku Sangaji. Jurus pertama, namanya, Perwira kantong
nasi menyembah majikan. Arah bidikannya adalah pundakmu
kiri dan kanan. Jurus yang kedua namanya: Perwira pribumi
yang sudah kehilangan rasa kebangsaannya. Arah bidikannya
adalah tenggorokanmu. Dan yang ketiga, namanya: Perwira
cacingan mangsa burung bangau. Jurus ini akan langsung
menikam dadamu!" Sudah barang tentu, nama ketiga jurus itu, adalah bualan
kosong Gagak Seta belaka, la mengarang pada saat itu juga.
Maksudnya hanyalah untuk mengejek Letnan Suwangsa.
Walaupun demikian, gayanya seperti seorang guru mengajar
muridnya saja. Letnan Suwangsa serasa hampir meledak dadanya. Selama
hidupnya belum pernah sampai terhina sedemikian rupa.
Meskipun demikian ia merasa beruntung karena sudah
memperoleh petunjuk-petunjuk dahulu ke mana arah bidikan
pedang bambu jago tua itu. Segera ia mengendapkan rasa
gusarnya dan menumpahkan seluruh perhatiannya untuk
bertahan. 1241 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, kini kumulai!" seru Gagak Seta
Benar-benar ia mulai menyerang. Serangan yang pertama
dapat dielakkan. Begitu pun yang kedua, la menggunakan
tipu-tipu intisari ilmu pedang warisan gurunya. Selain itu ia
mempergunakan kecepatan dan tenaganya yang besar. Untuk
menghadapi jurus yang ketiga, antaran tidak memperoleh tipu
muslihat yang lain lagi, segera ia menggunakan tipu silat kilat
mengejap dan guruh meledak. Inilah cara bertahan berbareng
menyerang yang hebat. Tujuan terpenting hendak membabat
pedang bambu Gagak Seta. Untuk ini ia bersedia mati
andaikata jago tua itu tiba-tiba mengubah jurusnya yang
sudah dikhabarkan tadi. Kilatsih dengan beruntun menghitung.
"Jurus enam! Tujuh! Delapan!....."
Menyaksikan Letnan Suwangsa sudah bersiaga penuh
menghadapi jurus yang ketiga, diam-diam Kilatsih mengeluh di
dalam hati. Katanya tak jelas: "Ah, sayang! Kenapa Eyang
menyebutkan jurusnya terlebih dahulu" Coba tidak demikian
pastilah Letnan Suwangsa tidak akan dapat menangkisnya.
Sekarang tinggal dua jurus lagi. Apabila Letnan Suwangsa
nekad, nanti ia tak dapat dirobohkan dalam sepuluh jurus
saja.....' Selagi ia bergumam kepada dirinya sendiri, tiba-tiba ia
kaget. Pada saat itu ia mendengar suara sangat keras. Tatkala
ia menajamkan penglihatannya, berkelebatlah sesosok
bayangan melayang tinggi di udara mengarah ke kolam air
dan bayangan itu tercebur dengan menerbitkan suara
gemuruh. Itulah tubuh Letnan Suwangsa, yang kena
dilemparkan Gagak Seta tinggi di udara dan terbanting ke
dalam kolam. Tadi, Letnan Suwangsa menggunakan jurus kilat
mengendap dan guntur meledak dengan mengerahkan
seluruh tenaganya. Justru demikianlah ia menjadi makanan
1242 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
empuk bagi Gagak Seta yang memiliki ilmu sakti Kumayan
Jati. Seperti tatkala mengajar Sangaji, berkali-kali Gagak Seta
mengesankan, bahwa letak perbawa ilmu sakti Kumayan Jati,
apabila berhadapan dengan musuh-musuh yang bersedia
mengadu tenaga. Dan musuh itu harus tetap berada di
tempatnya. Kalau sampai bergerak, samalah halnya dengan
seseorang yang menggoyang-goyang seekor bajing yang
berada di atas dahan pohon. Itulah sebabnya dengan murah
hati ia mengabarkan arah bidikan ketiga jurusnya. Gagak Seta
nampaknya seorang angin-anginan dan kegila-gilaan, akan
tetapi sesungguhnya dia seorang yang cerdas luar biasa.
Dengan mengabarkan arah bidikan ketiga jurusnya, membuat
Letnan Suwangsa tidak bergerak terlalu banyak. Pendekar
muda itu pasti akan berkutat sekitar pundaknya kiri kanan,
tenggorokan dan dadanya. Dengan demikian ia tak ubah
sebuah patung yang terpantek pada tempatnya. Dan pada
saat itulah Gagak Seta menghantam dengan ilmu sakti
Kumayan Jati secara telak sekali. Jangan lagi tubuhnya terdiri
dari darah dan daging, sedang sebongkah batu pun akan
diangkat himpunan tenaga sakti Kumayan Jati yang dahsyat
luar biasa. Syukurlah Gagak Seta hanya menggunakan tenaga
saktinya lima bagian saja. Perwira itu hanya terangkat tinggi
ke udara dan terbanting mendebur ke dalam kolam.
Gagak Seta lantas tertawa panjang.
"Kilatsih ingat-ingatlah jurus ini! Kalau engkau hendak
memukul lawan jangan biarkan lawanmu selalu bergerak
seperti seekor bajing berlompatan di atas dahan. Bidikanmu
akan luput! Sebaliknya kalau engkau bisa membuat lawanmu
tak dapat bergerak banyak sehingga tak ubah sebuah patung
saja, itulah sasaran yang paling bagus, untuk melepaskan
bidikan yang menentukan. Eh, sudah jurus ke berapa ini tadi?"
"Jurus yang kesembilan!" sahut Kilatsih nyaring dengan
melepas napas lega. Benar-benar ia tak menduga bahwa
1243 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gagak Seta dapat menyelesaikan batas jurusnya dengan
bagus sekali. Gagak Seta lalu menghampiri kolam. Sambil menjengukkan
pandangnya ke dalam kolam, ia berseru.
"Letnan antek Kompeni, kau dengarlah! Semenjak hari ini
dan seterusnya aku larang engkau menyebut dirimu sebagai
salah seorang ahli pedang terbesar pada zaman ini! Mengerti!"
Manusama menggigil mendengar ucapan Gagak Seta. Tak
dapat lagi ia menguasai dirinya. Terus saja ia melompat
menerjang. "Aku pun ingin belajar dengan ilmu pu-kulanmu yang
dahsyat itu." Dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan
betapa dahsyat ilmu pukulan pendekar tua itu. Lantaran
penasaran segera ia menggerakkan arca perunggunya.
Tenaga raksasa itu memang dahsyat luar biasa. Semalam
Letnan Suwangsa telah merasakan gempurannya. Sedangkan
tenaga yang digunakan Manusama hanya dua atau tiga bagian
saja. Kini menghadapi Gagak Seta ia mengerahkan seluruh
tenaganya. Tidak hanya tujuh atau atau delapan bagian saja.
Akan tetapi sepuluh bagian sekaligus! Maka betapa dahsyat
tenaganya sudah dapat dibayangkan.
Menghadapi gempuran dahsyat Manusama ini, Gagak Seta
sama sekali tidak bergerak dari tempatnya, la hanya
menangkap kedua tangannya. Sungguh aneh! Arca perunggu
itu tertahan di udara. Dan semua yang menyaksikan berseru
tertahan pula karena rasa terperanjat dan kagumnya.
Tenaga pukulan Manusama memang dahsyat luar biasa.
Akan tetapi apabila dibandingkan dengan pukulan Kebo
Bangah di masa jayanya, masih kalah satu atau dua tingkat.
Itulah sebabnya bagi Gagak Seta menghadapi pukulan
demikian, bukan suatu peristiwa yang mengejutkan. Dia
seorang pendekar yang mau menang sendiri. Begitu yakin ia
kepada kemampuan diri sendiri, sehingga berkepala besar
1244 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti Adipati Surengpati. Nyatanya, walaupun tenaganya
sudah mundur apabila dibandingkan dengan masa jayanya,
namun himpunan tenaga saktinya masih kuasa menahan
gempuran arca perunggu Manusama yang dahsyat sekali.
Pada saat itu Gagak Seta lantas menggerakkan tangannya
dan Manusama terpelanting mundur dengan berputaran,


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tatkala melihat seorang lain berdiri tegak di samping Gagak
seta. Orang itu berambut ikal dan hidungnya bengkung.
Wajahnya aneh sekali, separo hitam dan separo putih.
"Hai! Apakah mataku sudah lamur?" pikir Manusama di
dalam hati. Segera ia mengu-cak-ucak kedua belah matanya,
dan menatap orang itu kembali. Tiba-tiba saja ia menjadi
heran. Kedua mata orang itu bergerak-gerak gundunya. Akan
tetapi wajahnya sama sekali beku. Namun ia heran hanya
untuk sejenak saja. Cepat sekali ia menjadi sadar kembali.
"Siapa yang berani main gila di depanku dengan memakai
topeng segala?" Setelah membentak demikian ia menyerang
dengan arca perunggunya lagi.
Orang itu hanya menggerakkan sebelah tangannya. Tibatiba saja di tangannya telah tergenggam sebatang pedang
bersinar hijau. Sekali bergerak, ia menangkis arca perunggu
Manusama. Kedua senjata beradu keras sehingga menerbitkan
suara nyaring. Arca perunggu berat, dan kuat. Akan tetapi
pedang hijau itu dapat menetak badan arca perunggu dengan
meninggalkan bekas. Keruan saja Manusama kaget bukan kepalang. Telapakan
tangannya, bergemetaran dan merasa nyeri luar biasa.
Hampir-hampir saja arca perunggunya terpental dari
genggamannya. Selagi matanya masih berkunang-kunang ia
mendengar bentakan orang itu:
"Kau setan culik, hebat juga! Pantaslah, engkau diberi
kesempatan untuk masuk ke
1245 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pulau Jawa. Negara tidak berpintu pula, kenapa engkau
lancang memasuki" Kau rasakanlah pedangku!"
Sesudah membentak demikian, orang itu melompat
menerjang dengan pedangnya. Manusama telah memperoleh
pengalaman pahit. Maka tak berani ia berlaku sembrono
seperti tadi. Tak berani ia menangkis mengadu keras melawan
keras. Tetapi sebaliknya ia mengelak ke samping. Dari tempat
berpijaknya ia membalas menyerang. Tiga kali beruntun ia
menghantam ke arah lengan orang itu. Hantaman itu tepat
sekali. Tetapi orang itu sama sekali tidak bergeming. Mau tak
mau terpaksalah Manusama berpikir di dalam hati.
"Dia ini manusia atau setan?"
Menghadapi kejadian yang aneh itu, Manusama lantas saja
melompat mundur. Lalu minta keterangan.
"Siapa engkau" Selama hidupku belum pernah aku
bertarung dengan orang yang masih gelap namanya."
Orang itu tertawa melalui dadanya. Kemudian dengan
perlahan-lahan ia melo-coti topengnya. Gerakan itu sungguh
menarik perhatian Letnan Suwangsa yang sedang merangkakrangkak hendak berdiri di tepi kolam. Itulah orang bertopeng
yang semalam melawan gurunya. Sekarang orang bertopeng
itu bersedia membuka topengnya. Keruan saja untuk
sementara ia lupa akan rasa penasarannya akibat kena jungkir
Gagak Seta dengan mudahnya sehingga mencebur ke dalam
kolam. Setelah orang itu melocoti topengnya sendiri lalu berkata
dengan tersenyum. "Lihatlah yang terang! Aku pun paling benci terhadap orang
yang main iblis-iblisan! Akulah Manik Angkeran!"
Sesudah berkata demikian orang yang menyebut sebagai
Manik Angkeran itu menghadap Gagak Seta serta
membungkuk hormat. 1246 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman Gagak Seta! Terimalah hormat muridmu Kangmas
Sangaji. Pada saat ini dia pun baru di tengah perjalanan
menuju ke mari. Aku diperintahkan untuk mendahului
berjalan. Untuk menghadapi siluman hitam itu tak usahlah
Paman sendiri yang turun tangan. Biarlah aku saja yang
mencoba-coba sampai di mana ketangguhannya."
Semuaorang terkejut dan heran mendengar orang itu
memperkenalkan diri dengan nama Manik Angkeran. Tetapi
yang merasa syukur bukan main dan bergirang hati adalah
Kilatsih. Sebab orang itulah yang menolong dan
mendukungnya tatkala dirinya dipisahkan dari cinta kasih
kedua orang tuanya. Dia pulalah yang mengasuhnya. Dialah
tunangan Fatimah. Dia pulalah yang khabarnya menjual
gedung Paguyuban Sunda di bumi Jawa Barat. Dan pemuda
itu jugalah anak kandung ayah angkatnya, Sorohpati. Maka
tak mengherankan gadis itu lantas saja berseru karena luapan
rasanya. "Kangmas Manik Angkeran! Aku di sini.....!"
Manik Angkeran melayangkan pandangnya, la melihat
seorang gadis yang cantik jelita. Mula-mula ia heran sehingga
keningnya nampak mengkerut. Dan Gagak Seta yang
semenjak tadi tertawa lebar segera berkata, "Kau sambutlah
dia! Dialah adik angkatmu sendiri, Kilatsih!"
Mendengar keterangan Gagak Seta rasa heran yang
terbayang pada wajah Manik Angkeran lenyap sekaligus dan
berganti dengan rasa girang dan terharu. Pikirnya di
dalam hati, Kilatsih! Jadi..... inilah anak
Suhanda dan Rostika yang mati tak keruan liang kuburnya.
Tuhan Maha Pemurah! Walaupun tiada berayah bunda,
nyatanya dia bisa hidup dalam keadaan segar bugar tak
kurang suatu apa. Akan tetapi mereka berdua tidak diberi kesempatan untuk
bisa saling melampiaskan perasaannya. Pada saat itu
1247 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manusama telah menyerang kembali dan Manik Angkeran
segera menggerakkan pedangnya pula.
Resminya dia adalah anak murid Tabib sakti Maulana
Ibrahim. Dan Maulana Ibrahim adalah ahli waris pendekar
sakti di Jawa Barat bernama: Saha Dewata. Selain mewarisi
ilmu ketabiban Maulana Ibrahim, Manik Angkeran mendapat
petunjuk-petunjuk berharga dari Sangaji dan Titisari. Sebagai
seorang yang serius, Sangaji mewariskan semua ilmu
kepandaiannya. Titisaripun tak terkecuali. Itulah sebabnya ia
memiliki gabungan ragam ilmu sakti tertinggi di dunia. Maka
tak mengherankan pula ia dapat menghadapi Manusama
dengan wajar saja. Gempuran Manusama dahsyat luar biasa tak ubah sebuah
biduk menerjang arus. Sebaliknya sambaran pedang Manik
Angkeran bagaikan gelombang dahsyat membanting biduk
yang mencoba menyongsong arusnya. Keruan saja begitu
pedang dan arca perunggu saling berbenturan, Manusama
memekik tinggi. Tubuhnya terlempar dan tercebur pula ke
dalam kolam. "Manusama! Baiklah, aku pun tidak mau menang sendiri.
Kau merangkaklah ke luar lagi dan aku akan melayanimu
dengan perlahan-lahan. Berkelahi dengan mengadu tenaga
saja, samalah dua ekor kerbau tolol!" seru Manik Angkeran
dengan suara lapang. Manusama muncul kembali ke atas permukaan kolam yang
dangkal. Pakaiannya basah kuyup. Ia sudah berwajah bengis
dan hitam lekam pula. Tak mengherankan, begitu tubuhnya
basah kuyup oleh air kolam, maka perawakan tubuhnya
benar-benar mirip seekor kerbau yang baru bangun dari
kubangan. Meskipun demikian masih bisa ia membentak.
"Bocah! Engkau sudah kuberi kelonggaran. Ternyata kau
tak tahu diri. Kalau begitu, tak perlu lagi aku bersegansegan....." 1248 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Angkeran tertawa panjang.
"Dalam sekali gebrak saja, tahulah aku, bahwa engkau
sudah menghimpun tenaga ilmu sakti beberapa puluh tahun.
Sebenarnya engkau telah memperoleh rahasianya kemahiran
ilmu sakti. Hanya sayang, kau baru saja masuk di ruang
paseban. Tegasnya, engkau pulang saja untuk belajar lagi
sepuluh atau dua puluh tahun! Laporlah kepada gurumu!
Bahwa semenjak hari ini, lebih baik engkau menjadi seorang
maha guru. Pastilah namamu bakal laris dan dipuja .muridmuridmu." Tentu saja inilah bukan suatu pujian melulu. Akan tetapi
terselip pula ejekan. Tak mengherankan, raksasa itu lantas
menggerung karena gusarnya. Lantas saja ia melompat ke
tepi kolam dan merabu bagaikan kerbau edan. Dan
menghadapi kekalapan Manusama, Manik Angkeran melayani
dengan sabar sekali. Benar saja! Sekarang dia tidak mengadu
keras melawan keras. Akan tetapi pedangnya berlenggoklenggok memperlihatkan kemahirannya dalam ilmu pedang.
Gerakannya sebat dan gesit luar biasa.
Manusama kuat dan perkasa, namun tak kuasa ia
mengadakan serangan balasan. Arca perunggunya seperti
terkurung gerakannya. Makin lama daerah geraknya makin
sempit, dan kini tinggal dalam lingkaran kecil pula. Dengan
demikian kegarangan Manusama, si raksasa hitam itu turun
dengan sendirinya. Menyaksikan kepandaian Manik Angkeran, Kilatsih segera
sadar. Sekarang insyaflah dia, apa arti inti rahasia ilmu
pedang. Gerakan pedang Manik Angkeran tidak lagi
mengutamakan kembang-kembangnya saja yang penuh
keindahan dan kegesitan, akan tetapi hanya sederhana saja.
Tetapi justru gerakan yang sangat sederhana itu dapat
menutupi segala gerak lawan. Seperti diketahui, Kilatsih
menerima ajaran ilmu pedang pula dari Titisari dan beberapa
1249 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
petunjuk dari Sangaji. Maka dengan cepat dapat ia mengikuti
gerakan pedang Manik Angkeran.
Manik Angkeran hendak merobohkan Manusama dengan
cara yang lain. Kalau tadi mengadu tenaga dahsyat,
sebenarnya hendak membuyarkan keangkuhan Manusama
yang tinggi hati. Setelah berhasil membuat hati lawan gugup,
segera dia memperlihatkan kemahiran ilmu pedangnya, la
tidak segarang tadi. Maksudnya hanya untuk menghabiskan
napas lawannya. Maksud itu tidak terlalu sulit dicapainya.
Setelah melampaui tiga puluh jurus, Manusama ternyata
hanya dapat membela diri saja. Napasnya memburu sampai
terdengar jelas oleh sekalian orang yang hadir di situ.
Letnan Suwangsa yang sudah di tepi kolam, senantiasa
memasang matanya. Sebagai seorang perwira yang banyak
pengalaman segera disadarinya bahwa suasana buruk kini
berada di pihaknya. Kalau tidak segera bertindak, mungkin
sekali paman gurunya itu, akan menghadapi bahaya maut.
Oleh pikiran itu ia segera mengerdipi Kapten Wiranegara.
Kemudian berkata, "Apa perlu kita main pahlawan-pahlawanan" Serbu!" Mendengar aba-aba Letnan Suwangsa, dua peleton
serdadunya lantas bermunculan dari balik rumpun bambu dan
bersenjata lengkap. Dua peleton serdadu itu mengenakan
pakaian seragam dua rupa. Yang pertama pakaian seragam
pengawal istana Kesultanan Yogyakarta dan yang kedua laskar
bantuan Mangkunegaran. Dua peleton itu sebenarnya dari dua
kesatuan yang berlainan. Akan tetapi kedua-duanya berada di
bawah perintah Patih Danurejo yang memerintah Kerajaan
Yogyakarta. Serdadu-serdadu itu hanya muncul saja. Walaupun
bersenjata lengkap, mereka belum bersiaga menerjang.
Mereka hanya bersikap mengurung, karena Kapten
Wiranegara yang memegang tongkat komando, belum
memberi aba-aba yang menentukan. Sebaliknya melihat
1250 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
munculnya belasan serdadu itu, baik Kilatsih maupun
Sirtupelaheli lantas saja bersiaga dengan senjatanya masingmasing. Yang nampak tenang-tenang adalah Gagak Seta.
Pendekar tua itu lagi-lagi tertawa terkekeh-kekeh.
"Orang-orang yang tidak mempunyai kehormatan diri ini
selamanya hanya mengandalkan jumlahnya saja. Kilatsih! Kau
sarungkan saja pedangmu! Untuk menghadapi bangsa kurcaci
ini masakan aku perlu bantuanmu?"
Setelah berkata demikian ia menghampiri Sirtupelaheli.
Kedua jago tua itu tiba-tiba melesat dan terdengarlah riuhnya
suara bentrokan senjata tajam. Dalam sekejap mata saja
semua senjata serdadu-serdadu yang mengepung rapat itu
terkutung sekaligus. Dengan demikian mereka tak ubah ayam
aduan yang telah diterondoli bulu-bulunya. Keruan saja Letnan
Suwangsa, Kapten Wiranegara dan Letnan Matulesi serta
Sersan Martosemi terkejut bukan main. Di pihaknya selain
mereka berempat, tinggal Manusama, Tarupala, Prajaka
Sindungjaya dan Antariwati yang masih bersenjata.
Mampukah mereka berdelapan menghadapi tokoh-tokoh
sakti seperti Gagak seta, Sirtupelaheli, Manik Angkeran dan
Kilatsih" Meskipun Kilatsih seorang gadis, akan tetapi ilmu
pedangnya tak boleh dipandang ringan. Benar-benar
berbahaya kedudukan Letnan Suwangsa berdelapan!
Seperti mendengar aba, mereka berdelapan lantas mundur
berserabutan. Sudah barang tentu Manik Angkeran tidak
membiarkan mereka bisa kabur dengan enak saja. Dengan
pedangnya ia meloncat menerjang. Terpaksalah Manusama
menangkis. Dalam sekejapan mata saja terdengar suara tangting-tung cepat sekali. Itulah suara beradunya arca perunggu
Manusama dengan ujung pedang Manik Angkeran.
"Paman Gagak Seta!" seru Manik Angkeran. "Paman atau
aku yang akan memampuskan siluman hitam ini"
1251 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan saja Manusama gusar setengah mati. Selama
hidupnya baru kali itulah ia memperoleh hinaan demikian
rupa. Ia lantas menggerang sambil menghantamkan arca
perunggunya. Justru pada saat ini Gagak Seta memukul
dengan ilmunya Kumayan Jati. Tubuh Manusama terlempar
tinggi ke udara dan jatuh menggabruk ke tanah.
Keruan saja Kapten Wiranegara dan kawan-kawannya
kaget setengah mati. Mereka telah menyaksikan sendiri
betapa dahsyat tenaga pukulan ilmu Kumayan Jati. Maka
melihat tubuh Manusama terpelanting bagaikan selembar
.dahan kering, cepat-cepat Kapten Wiranegara memanjangkan
langkahnya. Syukurlah tidak demikian perbuatan ' Letnan Suwangsa.


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat paman gurunya jatuh menungkrap tanah, ia segera
menghampiri. Kemudian diseretnya lari dengan cepat. Untuk
melindungi mereka berdua Letnan Matulesi dan Sersan
Martosemi menghadang dengan pedangnya. Justru demikian
perwira itu mendengar bentakan Manik Angkeran.
"Kau pun harus rebah!"
Letnan Matulesi dan Sersan Martosemi menggenggam
pedangnya erat-erat dalam telapak tangannya. Mereka
menyambut serangan Manik Angkeran dengan satu tebasan
pedang berbareng. Cepat Manik Angkeran mengelak.
Mendadak saja ia menyarungkan pedangnya. Kemudian kedua
jarinya mulai bekerja mengarah mata.
Itulah suatu perubahan tata berkelahi di luar dugaan.
Letnan Matulesi menjadi kerepotan. Tak dapat ia melakukan
perlawanan, meskipun ilmu pedangnya tinggi juga. Didesak
dengan cara demikian, ia main mundur dan mundur. Namun
sia-sia belaka ia berusaha mengelak atau berkelit. Selalu saja
Manik Angkeran dapat membayanginya. Dan tahu-tahu
tubuhnya roboh terkapar tak berdaya. Maka lari terbirit-biritlah Sersan Martosemi seperti anjing kena gebuk, begitu
melihat kawannya roboh terkapar di atas tanah.
1252 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan larinya Kapten Wiranegara, Letnan Suwangsa dan
Sersan Martosemi serta robohnya Letnan Matulessi, sekalian
serdadu kuncup hatinya. Seperti berlomba mereka lantas saja
memutar badan dan lari kocar-kacir sekuat-kuatnya.
Prajaka Sindungjaya dan Antariwati yang semenjak tadi
bersikap berbimbang-bimbang, kaget dan heran menyaksikan
semua peristiwa yang berjalan dengan cepatnya di depan
mata mereka. Mereka berdua tak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Baik Kilatsih maupun Gagak Seta dan
Sirtupelaheli serta Manik Angkeran, tidak mempunyai
permusuhan mendalam dengan mereka berdua. Sebaliknya,
karena terikat oleh tata tertib rumah perguruan, mereka lantas
ikut lari pula tatkala melihat Letnan Suwangsa lari sambil
menyeret tubuh Manusama. Tetapi karena pikirannya
berbimbang-bimbang mereka berlari-lari dengan ayal-ayalan.
Tiba-tiba mereka melihat lagi suatu kejadian yang sangat
mengherankan. Para serdadu yang lari kocar-kacir mundur, mendadak saja
berhenti serentak. Juga Kapten Wiranegara dan Letnan
Suwangsa yang menyeret Manusama serta Sersan Martosemi.
Seorang laki-laki berperawakan seperti Manusama, lebih kokoh
dan lebih tangguh, serta pandang matanya meyakinkan orang,
dengan mengangkat kedua tangannya, berkata mengguruh.
"Hai, Manusama! Kenapa bersendau gurau tak keruan?"
Manusama sebenarnya roboh pingsan terkena pukulan
Kumayan Jati Gagak Seta. Tetapi entah apa sebabnya, begitu
mendengar teriakan raksasa itu, mendadak saja ia tersadar
kembali. Terus saja ia merenggutkan diri dari tangan Letnan
Suwangsa. Kemudian mencoba berdiri dengan terhuyunghuyung. Begitu melihat" siapa yang berdiri di hadapannya,
terus saja ia menjatuhkan diri bersimpuh. Katanya seperti
mohon ampun. "Guru! Benar-benar mereka tangguh! Pantaslah mereka
berani membangkang perintah duta-duta Utusan Suci.....!"
1253 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa terkejut tatkala mendengar Manusama
memanggil guru kepada orang itu. "Kalau begitu, orang itu
pastilah yang bernama: Brigu! Itulah nama kedua yang harus
diingat-ingatnya dengan baik menurut pesan gurunya,
Dipajaya" Sebagai seorang perwira tak dapat ia bersimpuh
untuk menyatakan rasa hormatnya seperti Manusama. la
hanya berdiri tegak sambil meraba hulu pedangnya, sebagai
tanda hormat. Brigu berandal dari Pulau Nusa Tenggara, la lahir dengan
pembawaan karunia alam. Semenjak kanak-kanak ia telah
memiliki tenaga dahsyat melebihi tenaga kerbau. Lalu ia
diketemukan oleh salah seorang anggota aliran Utusan Suci.
Lantas saja dipelihara dan diasuh dengan sungguh-sungguh,
la diperkenankan menekuni ilmu sakti tertinggi yang tersimpan
di dalam perbendaharaan aliran Utusan Suci di Pulau Lombok.
Ilmu sakti itu bernama Raka Panamkarana. Nama itu
menyangkut kebesaran pada zaman Pancapana, tatkala
Nusantara ini diperintah oleh Sri Maharaja Pancapana
Rakai Panamkarana. Raka artinya yang dipertuan, dan i artinya
di. Jadi Raka i Panamkarana artinya yang dipertuan di
Panamkarana. Panamkarana adalah nama sebuah tempat
yang dipandang maha mulia dan maha tinggi, pada tahun 732
Masehi. Ilmu sakti Raka Panamkarana terdiri dari sembilan tataran.
Brigu baru mencapai tujuh tataran. Meskipun demikian, ia
merupakan tokoh tersakti di dalam aliran Utusan Suci yang
berkedudukan di Pulau Lombok. Katakan saja, dia adalah
Panglima besarnya. Lantaran duta-duta aliran Utusan Suci
gagal tatkala hendak mengadili Sirtupelaheli dan Dipajaya,
Brigu lantas diutus mendarat di Pulau Jawa. Karena pada
waktu itu baru sampai ke tataran kelima, maka ia
membutuhkan beberapa tahun lagi untuk mencapai tataran
ketujuh. 1254 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, begitu Manusama, menyebut guru,
Sirtupelaheli yang ikut mengejar mundurnya para serdadu
Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara, terus saja berteriak
memperingatkan kepada Manik Angkeran dan Gagak Seta.
"Awas! Dialah Brigu!"
Tetapi baik Manik Angkeran maupun Gagak Seta adalah
manusia-manusia yang berkepala batu dan berkepala besar.
Di dalam dunia ini selain kepada malaikat-malaikat, tidak ada
yang ditakutinya. Mereka tidak memperoleh kesan tertentu
antara nama-nama Manusama atau Brigu atau Letnan
Suwangsa atau Kapten Wiranegara atau babi kudisan. Mereka
sudah berketetapan di dalam hati hendak mengejar dan
mengemplang kepala mereka semua. Maka sekarang pun
tidak memedulikan segala hal.
Dalam hal kecepatan berlari, meskipun sudah berusia
lanjut, Gagak Seta jauh lebih mahir daripada Manik Angkeran.
Maka dialah yang berada paling depan. Tetapi betapapun
juga, sedikit banyak, peringatan Sirtupelaheli pastilah ada
alasannya. Maka langkahnya jadi berayal.
Mendadak saja Gagak Seta merasakan suatu serangan
gelap yang sifatnya keras luar biasa dan datangnya sangat
mengejutkan. Cepat ia mengerahkan himpunan tenaga
saktinya untuk menangkis. Tangannya terasa membentur
sesuatu yang dingin luar biasa. Ia heran dan kaget.
Cepat-cepat ia mengelak dari dorongan tenaga yang tak
kelihatan itu, dengan memiringkan tubuhnya, kemudian
membalas melepaskan pukulan ilmu sakti Kumayan Jati yang
menjadi andalannya. Itulah gerakan balasan di luar dugaan. Walaupun Brigu
seorang tersakti di dalam kalangan Aliran Otusan Suci yang
berkedudukan di Pulau Lombok, akhirnya kena hajar juga.
Tubuhnya terangkat tinggi dan terpental. Sebaliknya karena
1255 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadapi lawan tangguh pula, Gagak Seta terhuyung tiga
langkah. Kilatsih terkejut sampai berteriak tertahan. Kesaktian Gagak
Seta sejajar dengan gurunya, Adipati Surengpati. Tetapi dalam
sekali gebrak saja ia dapat diundurkan sampai terhuyung tiga
langkah. Kalau begitu lawannya kali ini jauh lebih tangguh
daripada jago tua itu. Dalam hal ini Kilatsih salah perkiraan.
Hal itu bukanlah disebabkan karena Brigu jauh lebih tangguh,
akan tetapi lantaran usia Gagak Seta yang sudah lanjut.
Ketahanan dan keuletan tenaga jasmaninya agak berkurang
daripada masa jayanya. Seandainya Gagak Seta masih dalam
masa jayanya dulu bertemu dengan Brigu, ia seumpama
berhadapan dengan pukulan-pukulan Kebo Bangah tatkala
pendekar beracun itu menjadi tak waras pikirannya akibat
pukulan Sangaji. Masing-masing pihak, baik Brigu maupun Gagak Seta
kagum dan terperanjat. Gagak Seta merasakan tubuhnya
mendadak menjadi dingin. Sedang Brigu seperti kena
tertimbun lahar panas yang turun dengan mendadak dari atas.
Kedua-duanya insyaflah bahwa mereka sedang menghadapi
lawan tangguh luar biasa!
Gagak Seta yang periang dan berhati terbuka lantas saja
tertawa terbahak-bahak. "Inilah rezeki besar untukku! Sebelum tulang-tulang
keroposku terpendam dalam tanah, aku masih sempat
bertemu dengan orang seperti engkau. Siapa engkau?"
Brigu hanya medengus. Sama sekali tiada niatnya, hendak
menjawab pertanyaan Gagak Seta. Sebaliknya Sirtupelaheli
yang kini sudah berdiri di samping Gagak Seta segera
memberi keterangan. "Dialah Brigu! Dialah orang yang sangat diagul-agulkan
oleh Aliran Suci!" 1256 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar keterangan Sirtupelaheli sepasang alis Brigu
terbangun sekaligus. Bentaknya menggerung.
"Kalau begitu engkaulah Sirtupelaheli! Ini namanya jodoh!
Dengan begini tak usah aku repot-repot bersusah payah
mencari persembunyianmu. Nah, sekarang serahkan
nyawamu!" Setelah menggerung demikian dia lantas melepaskan
pukulan Rakai Panamkarana yang dahsyat luar biasa. Buruburu Gagak Seta maju ke depan dan menangkis dengan
pukulan ilmu Kumayan Jati. Bress! Dan seperti tadi juga
kedua-duanya merasakan akibatnya masing-masing. Untuk
memusnahkan sisa kedahsyatannya mereka berdua lantas.
berjungkir balik. Akan tetapi Brigu tidak hanya berjungkir balik
saja. Begitu berdiri tegak, tiba-tiba saja kakinya melesat
menyerang Manik Angkeran. Inilah gerakan yang cepat dan
sebat luar biasa. Dalam hal pengalaman dan himpunan tenaga sakti, Manik
Angkeran masih kalah setingkat atau dua tingkat dengan
Gagak Seta. Itulah sebabnya begitu tangannya bentrok
dengan tangan Brigu, ia terpental mundur tiga langkah.
Sedang Brigu sendiri terhuyung dua langkah. Pada saat itu
hawa dingin terasa menyerang ulu hati. Cepat-cepat Manik
Angkeran menghimpun tenaga saktinya untuk mengadakan
perlawanan. Namun tak urung ia menggigil juga.
"Bagus! Engkau masih muda! Tetapi engkau sudah
sanggup menerima pukulan tanganku. Pantaslah engkau
sampai berani berlagak melindungi Sirtupelaheli, si
siluman perempuan yang sangat besar dosanya itu! Baiklah,
pada hari ini, mari kita mengambil keputusan siapa jantan dan
siapa betina!" Tanpa menjawab, Manik Angkeran segera menggerakkan
pedangnya. Pedangnya berkelebat mengeluarkan sinar hijau.
Sasarannya mengarah punggung lawan.
1257 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Brigu telah mencoba tenaga Manik Angkeran. Itulah
sebabnya dapat ia menduga terlebih dahulu bahwa
serangannya kali ini pastilah mengandung bahaya.
Sebenarnya Manik Angkeran pun tiada berada di bawahnya.
Maka tak berani ia memandang enteng. Segera ia mengelak
dengan gerakan hebat sekali, kemudian kakinya melingkar
menerkam tanah. Lantaran Manik Angkeran bersenjata, ia pun
tak mau bertangan kosong. Sambil maju selangkah ia berseru
kepada Manusama. "Coba, pinjam arca perunggumu!"
Mendengar permintaan gurunya, buru-buru Manusama
melemparkan arca perunggunya. Dengan arca perunggu itu,
Brigu lantas mengadakan perlawanan.
1258 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
17 A Lanjutan TENTU SAJA CARA DIA bergebrak jauh berbeda berlainan
dengan cara Manusama. Kalau Manusama saja sudah
berkesan dahsyat, dia terlebih-lebih pula. Setiap gerakannya
membersitkan kesiur angin tajam dan dingin luar biasa.
Gagak Seta tentu saja tahu bahwa Brigu menang setingkat
atau dua tingkat daripada Manik Angkeran. Akan tetapi,
selamanya dia seorang pendekar angkuh. Tak sudi ia
membantu ataupun dibantu. Maka ia hanya bersikap diam
1259 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil berjaga-jaga. Apabila nanti Manik Angkeran ternyata
tak sanggup lagi melawan barulah dia maju menggantikan.
Dengan tongkat di tangan ia mengikuti setiap gerakan
pertarungan Manik Angkeran dan Brigu.
Kapten Wiranegara dan Letnan Suwangsa merasa
memperoleh angin. Terus saja mereka memanggil serdaduserdadunya balik kembali untuk mengadakan serangan baru.
Kemudian dengan dibantu ketiga saudara seperguruannya
Letnan Suwangsa mendahului menyerang maju. Sedang
Kapten Wiranegara menghantam dari sebelah kiri dengan
dibantu oleh Sersan Martosemi. Menghadapi serbuan mereka
ini, Sirtupelaheli dan Kilatsih segera bersiaga. Demikianlah,
dalam beberapa waktu saja, di dalam hutan bambu itu
terdengarlah senjata-senjata beradu amat riuh.
Manik Angkeran sudah dapat memperbaiki dirinya. Ia mulai
mengenal ketangguhan lawan. Sekarang ia melayani dengan
hati-hati. Pedangnya berkelebatan bagaikan lingkaran hijau
yang tiada celanya. Sekali-kali ia menyerang dan serangannya
pasti tepat menghajar arca perunggu Brigu. Maka
terdengarlah dua kali suara nyaring dan bentrokan senjata
yang memekakkan telinga bagaikan pecahnya genta gereja.
Sebaliknya, apabila masing-masing luput membidik

Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sasarannya, angin yang ditimbulkan memukul rumpun-rumpun
bambu yang segera roboh bergemeretakan.
Semua orang yang menyaksikan pertempuran itu kaget dan
kagum luar biasa. Hati mereka kuncup dengan sendirinya. Tak
berani lagi mereka maju atau mundur.
Selagi pertarungan mencapai puncaknya, tiba-tiba
muncullah dua orang yang berpakaian putih. Yang seorang
sudah berusia lanjut, rambutnya ubanan. Baik jenggot
maupun kumis serta alisnya sudah putih semua. Yang lain
seorang laki-laki berusia empat puluhan tahun. Pakaiannya
putih dan gerak-geriknya halus dan wajahnya nampak agung
berwibawa. Perawakan tubuhnya tegap dan segar-bugar. Ia
1260 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak kaget tatkala melihat Gagak Seta dan Manik Angker an menghadapi seorang lawan tinggi besar.
"Dialah yang bernama Brigu!" kata orang tua yang berdiri
disampingnya. "Dialah orang tersakti dalam kalangan aliran
Utusan Suci." Karena orang tua itu membuka suara, Gagak Seta dan
Manik Angkeran terkejut. Kedua-duanya merupakan pendekarpendekar sakti pada zaman itu. Meskipun demikian munculnya
kedua orang itu tak diketahuinya. Segera mereka menoleh.
Seketika itu juga hatinya terperanjat berbareng girang. Karena
yang muncul itu adalah Dipajaya dan Sangaji.
"Coba... berhentilah sebentar! Pertempuran semacam ini
bisa dilanjutkan lagi apabila semuanya sudah terang
gamblang," seru Sangaji.
Manik Angkeran dan Gagak Seta segera melompat mundur
berjumpalitan. Sedangkan Brigu melompat mundur pula. Ia
heran mendengar gelombang suara halus yang aneh sifatnya.
Kecuali terdengar sangat jelas, mengandung perbawa
mantram yang mendadak saja menyakiti urat-uran nadinya.
Keruan saja ia terkejut dan heran. Dengan membelalakkan
kedua matanya ia membentak hati-hati. "Kau... kau siapa?"
Sangaji hendak menjawab, akan tetapi Dipajaya telah
mendahului. Sahut orang tua itu.
"Brigu! Kabar kedatanganmu telah kuterima. Akulah
Dipajaya yang kau cari dan rekan disampingku ini bernama
Sangaji. Barangkali kaupun mencari dia pula."
Mendengar keterangan Dipajaya, Brigu terkejut sampai
berjingkrak. Bentaknya dengan suara parau.
"Jadi engkaulah Dipajaya" Jahanam! Kenapa engkau
berendeng dengan Sangaji" Bukankah dia musuh besar kita
semua?" 1261 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dipajaya tidak menjawab. Dia menoleh kepada Sangaji dan
Sangaji lalu menjawab: "Aku mendengar kabar tentang dirimu.
Engkau pendatang dari jauh. Kabarnya, engkau datang kemari
untuk mencari diriku. Nah, sekarang engkau telah bertemu
denganku. Kenapa engkau tidak segera mengenal diriku?"
Mendengar serentetan tanya jawab itu, tidak hanya Brigu
sendiri yang tercekat hatinya, tapi pun Letnan Suwangsa dan
Kapten Wiranegara. Kedua-duanya telah mendengar nama
besar Sangaji. Akan tetapi baru kali itulah mereka berdua
melihat wajahnya. Dengan suara tak jelas mereka berdua ikut
menimbrung. "Jadi kau... kau... kaukah Sangaji?"
Sangaji tertawa. Ia mengangguk membenarkan.
"Tidak salah! Akulah Sangaji! Bukankah engkau yang
bernama Letnan Suwangsa" Mengingat engkau murid Paman
Dipajaya, aku mengampuni jiwamu. Tetapi hatiku sangat
menyesal, lantaran sebagai seorang murid Paman Dipajaya,
engkau mengenakan pakaian seragam Kompeni Belanda."
Mulut Letnan Suwangsa seperti tersumbat. Sekarang
rahasianya telah dibeber oleh Sangaji dengan terang-terangan
dihadapan Kapten Wiranegara. Keruan saja ia belum dapat
mengambil keputusan. Hatinya bahkan bingung berhubung
dengan dinasnya. Dalam pada itu Brigu mencoba
mengendalikan hatinya yang berdebaran. Diam-diam ia pun
mencoba menyalurkan pernapasannya. Maka begitu
memperoleh ketenangannya kembali, segera ia maju kedepan.
"Benarkah engkau Sangaji?"
Dia menegas demikian karena hatinya masih beragu.
Benarkah Sangaji yang tersohor sampai di Pulau Lombok itu
sesungguhnya seorang anak muda yang usianya jauh lebih
muda dari muridnya sendiri"
1262 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sangaji mengangguk mambenarkan lagi. Terus ia tertawa
sabar. "Aku mendengar kabar, engkau mencari aku untuk suatu
penagihan. Perkenankan aku menghaturkan terima kasih atas
segala perhatianmu itu. Karena itu, betapa mungkin aku akan
membuat hatimu kecewa" Sekarang, sengaja aku datang
untuk menemui dirimu, agar kau tak usah bersusah payah
mencari diriku lagi." Ia berhenti sejenak mengesankan.
Setelah menatap wajah Brigu, ia meneruskan lagi. "Aku tidak
mau menang sendiri! Kulihat tadi engkau sudah bertempur
melawan guruku, Gagak Seta dan adikku Manik Angkeran.
Biarlah engkau beristirahat terlebih dahulu!"
Setelah berkata demikian, ia berpaling kepada Manik
Angkeran. "Adikku, Manik Angkeran! Kau seorang tabib tersakti di
seluruh Nusantara ini. Apakah engkau mengantongi ramuan
obat yang dapat menambah tenaga seseorang yang letih?"
Manik Angkeran tertawa. "Aku tidak hanya mengantongi butiran-butiran obat kuat,
akan tetapi akupun membawa obat-obat pemunah racun bius
aliran Utusan Suci. Kebetulan sekali, sekarang ini aku
berhadapan dengan pendekar Dipajaya dan Sirtupelaheli.
Kedua-duanya mempunyai hubungan erat dengan tunanganku, Fatimah. Mengingat terjadinya kesesatan itu
semata-mata lantaran obat bius jahat itu, maka perkenankan
aku mempersembahkan ramuan obat pemunah yang berhasil
kutemukan, sebagai pernyataan elanku memusuhi kejahatan
aliran Gtusan Suci."
Setelah berkata demikian, Manik Angkeran segera
menyerahkan butiran obat pemunah racun bius aliran Gtusan
Suci. Sirtupelaheli biasanya angkuh dan tinggi hati. Akan
tetapi setelah bergaul lama dengan Sangaji dan kemudian
mendapat pertolongan dari Adipati Surengpati, keangkuhan
1263 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan ketinggian hatinya mulai pudar. Segera ia menerima obat
pemunah pemberian Manik Angkeran. Juga Dipajaya tak
terkecuali. Seperti saling berjanji, mereka berdua segera
menelannya. Kemudian dengan berdiri berdampingan mereka
menatap Brigu. "Brigu! Kami sengaja menelan ramuan obat pemunah racun
aliran Gtusan Suci dihadapanmu. Dengan begitu engkaulah
saksinya bahwa mulai detik ini aku bukan lagi anggota atau
budak aliran Gtusan Suci! Maka dengan ini pula kuanjurkan
kepadamu hendaklah engkau sadar dan kembalilah ke jalan
yang benar! Apabila engkau bersedia berbuat demikian
saudara-saudaraku Manik Angkeran ini akan mempersembahkan pula obat pemunahnya untuk menangkis
bius racun yang mengeram di dalam tubuhmu pula."
Brigu tidak menjawab. Wajahnya nampak guram. Tatkala
Manik Angkeran mengangsurkan obat kuat kepadanya segera
ia menelannya tanpa bersangsi-sangsi lagi. Menyaksikan
kejadian itu Gagak Seta tertawa lebar.
"Aku si jembel paling senang menyaksikan peristiwaperistiwa bersejarah yang mengandung elan kedamaian.
Dipajaya dan Sirtupah telah menelan obat pemunah racun!
Akhirnya mulai pada hari ini aku sudah melaksanakan tugas
guru untuk melindungi dan mengawasi. Selamat! Selamat!
Sekarang aku boleh mati. Kapan dan di sembarang
tempatpun." Brigu sebenarnya seorang gagah perkasa pada zaman itu.
Ia berkepala besar pula. Akan tetapi ia dapat menggunakan
otaknya. Coba andai kata bukan dia pastilah akan menolak
pemberian Manik Angkeran atas perintah Sangaji. Bukankah
Sangaji justru menjadi musuh besarnya" Lantaran Sangaji ini
pulalah dia dikirim ke tanah Jawa, oleh aliran Gtusan Suci
yang berkedudukan di Pulau Lombok. Dengan dia Brigu akan
mengadu nasib. Mati dan hidup tergantung pada saat itu juga.
Apabila dia tidak memiliki tenaga yang sempurna maka
1264 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samalah halnya dengan menyerahkan jiwa belaka. Bukankah
dia tadi menghadapi Gagak Seta dan Manik Angkeran"
Meskipun belum sampai menghabiskan tenaga akan tetapi
sedikit banyak sudah mengurangi himpunan tenaga saktinya.
Itulah sebabnya maka tanpa bersegan-segan lagi ia lantas
menelan obat kuat pemberian Sangaji lewat tangan Manik
Angkeran. Sangajipun senang melihat tabiat orang itu. Diam-diam ia
memuji kegagahan Brigu. Pantaslah dia disebut sebagai
seorang pendekar tersakti dalam kalangan aliran Gtusan Suci!
Ia pun ingin menghadapi seseorang yang dalam keadaan
segar-bugar. Dengan demikian ia bisa menguji sampai dimana
ilmu kepandaian orang yang diandalkan oleh aliran Gtusan
Suci itu. Apabila berhasil mengalahkan artinya dia akan
memberikan kesan tertentu kepada aliran Gtusan Suci yang
berkedudukan di Pulau Lombok. Apabila kalah ia bersedia
menerima dengan puas dan ikhlas.
Untuk memulihkan tenaga himpunan saktinya Brigu
membutuhkan waktu satu jam lamanya. Suatu kumpulan
hawa yang nikmat luar biasa meraba perut dan seluruh uraturat nadinya. Segera ia menyalurkan pernapasannya. Maka
tak lama kemudian kesegaran tubuhnya pulih kembali seperti
sediakala. Bahkan ia merasa bertambah tenaganya. Lalu
menggerak-gerakkan kedua kaki dan tangannya. Semuanya
dapat bergerak dan bekerja seperti semestinya tanpa
rintangan. "Marilah!" Akhirnya ia memberi keputus-an. Kemudian ia
mengeluarkan senjata andalannya yang berbentuk seperti
timbangan besi. Berat senjatanya kurang lebih dua ratus kilo.
Maka bisa dibayangkan betapa akibatnya apabila seorang ada
kena gempurannya. Bisa digambarkan pula betapa hebat
tenaga dahsyat Brigu yang bertubuh tak ubah gorila itu.
Dengan menenteng senjatanya itu ia berdiri tegak.
"Apakah tepat senjatamu itu!" Sangaji minta keterangan.
1265 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kaulah seorang pendekar besar pada zaman ini," sahut
Brigu. "Aku juga bukannya seorang yang tidak mempunyai
nama. Maka itu dalam memilih dan menggunakan macam
senjata, tak usahlah engkau usilan."
"Baik!" kata Sangaji pendek. Lalu meneruskan, "Karena
engkau tetamu dari jauh, silakan duluan."
Brigu tak mau bersegan-segan lagi. Tak sudi mengalah.
Mengingat Sangaji dahulu pernah menjatuhkan dan
merobohkan sekalian utusan duta-duta aliran Gtusan Suci.
Pada beberapa tahun yang lalu.
"Maafkan atas kelancanganku ini!" kata Brigu seraya
mengangkat senjata andalannya yang luar biasa itu. Terus
saja ia menghajar dengan dahsyat dan arah bidikannya
mengarah kepala. Dahulu, tatkala bertempur di atas Gunung Cibugis! Sangaji
pernah pula menggunakan senjata batu raksasa menghadapi
perlawanan para pendekar Priangan. Sebenarnya itulah sikap
untung-untungan belaka. Dalam kebanyakan hal ia sangat
rugi. Seumpama nasib tidak melindungi, pastilah siang-siang ia
sudah tercincang oleh pe-dang-pedang para pendekar yang
tinggi ilmu kepandaiannya. Hal itu sangat berkesan dalam
hatinya. Itulah sebabnya begitu melihat bentuk senjata Brigu,
segera ia memperingatkan. Akan tetapi melihat kegagahan
dan kebandelan Brigu, ia tak dapat mencegah lagi.
Demikianlah, melihat Brigu sudah mulai menyerang dengan
senjatanyaitu diam-diam Sangaji tertawa geli, lantaran
teringat pada pengalamannya sendiri.
"Hebat! Sudah hampir dua puluh tahun, tak pernah aku
menggunakan pedang. Tetapi kali ini aku harus melanggar
pantanganku sendiri. Biarlah, kali ini aku akan melawanmu
dengan pedang andalanku Sokayana!"
1266 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang Sokayana mempunyai berat lebih delapan puluh
kilo. Konon kabarnya, pedang Sokayana dahulu, adalah
pedang pendekar sakti Kyai Lukman Hakim di Cirebon. Pedang
seberat itu tiada keduanya di dunia. Seperti diketahui, pedang
Sokayana di simpan di Dusun Karang Tinalang. Untuk
menghadapi kedua saudara kembar, Windu Aji dan Guntur Aji.
Otong Surawijaya dan Dadang Wiranata, pernah meminjam
pedang itu. Dengan mengandal kepada berat pedang itu,
mereka berdua berhasil mengundurkan saudara kembar
Windu Aji dan Guntur Aji. Setelah itu mereka berdua
mengembalikannya kepada pemiliknya.
Sekarang pedang Sokayana berada di-tangan pemiliknya.
Perbawanya dahsyat luar biasa. Seperti telah diketahui, pada
hakekatnya, Sangaji memiliki himpunan tenaga sakti yang
tiada lawannya dijagad ini. Dahulu dengan menggunakan
pedang Sokayana ia berlatih menyalurkan tenaga saktinya
untuk menggempur gelombang dahsyat selagi memecah
pantai. Kini ia menghadapi gempuran Brigu yang luar biasa
pula. Apabila dibandingkan dengan gempuran gelombang laut,
kedahsyatannya seimbang. Hanya apabila pukulan-pukulan
Brigu terjadi sekali-sekali saja, sebaliknya gempuran


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelombang datang beruntun dan tiada berkeputusan. Maka di
dalam hal ini Sangaji tidak merasa gentar sama sekali.
Satu hal yang berada di luar dugaan Sangaji. Di dalam
tubuh Brigu mengalir ilmu sakti Rakai Panamkarana yang
mempunyai sifat dingin luar biasa. Begitu kedua senjata
andalannya masing-masing berbenturan, Sangaji merasakan
suatu gumpalan hawa dingin meresap di dalam tubuhnya.
Keruan saja ia menjadi kaget bukan main.
Tetapi yang kaget bukan hanya Sangaji sendiri. Brigu pun
juga demikian pula. Senjatanya jauh lebih berat dari pedang
Sokayana, meskipun demikian kena tangkisan pedang Sangaji,
senjatanya terpental ke samping dan membawa bekas
tebasan pedang Sokayana yang panjangnya tiga kali lebih.
1267 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Inilah mengherankan, mengingat pedang Sokayana, bukankah
pedang tajam. Dalam kagetnya berkatalah Brigu di dalam hati
: "Sangaji termasyhur namanya. Ternyata bukan suatu bualan
kosong belaka. Di dalam himpunan ilmu tenaga sakti, ia
berada jauh di atas gurunya sendiri."
Dalam pada itu Sangaji telah bersiaga bertempur kembali.
Tak berani lagi ia mengabaikan lawannya. Benar dia snggup
menangkis serangan lawan, akan tetapi suatu gumpalan hawa
dingin menyerang dadanya. Itulah gumpalan hawa sakti Rakai
Panamkarana tingkat ke tujuh. Brigu dapat menyalurkan hawa
dingin itu melalui senjatanya. Apabila bentrok dengan pedang
Sokayana, tiba-tiba saja hawa dinginnya telah mendatar
ditelapakan tangan Sangaji. Kemudian dengan menelusup urat
nadi pergelangan tangan menjalar ke seluruh tubuh.
Sangaji kagum bukan main. Berkata dia di dalam hatinya:
"Siluman ini benar-benar jempolan. Ia dapat menyerang
melalui senjatanya dengan hawa dinginnya. Selama hidupku,
dialah seorang yang merupakan lawanku yang paling hebat."
Segera Sangaji mengerahkan himpunan ilmu saktinya untuk
membuyarkan serangan hawa dingin itu. Sebenarnya jauhjauh ia sudah berjaga-jaga. Namun hawa dingin itu masih
dapat menyerang pula. Oleh pengalaman itu, ia lantas
mengerahkan tenaga ilmu sakti Kyai Tunggulmanik untuk
membuat dirinya kebal dari serangan halus.
Pertempuran mereka merupakan pertempuran jago
melawan jago. Serangan mereka berbahaya dan sengit. Setiap
pukulan mereka mengandung ancaman maut. Tidak
mengherankan bahwa mereka masing-masing berjaga-jaga
diri dengan rapat sekali.
Gagak Seta, Sirtupelaheli, Dipajaya dan Manik Angkeran
kagum bukan main menyaksikan ketangguhan Brigu.
Seumpama merekalah yang harus melawan siluman itu, belum
tentu tahan melawan berhadap-hadapan selama dua puluh
atau tiga puluh jurus. Sebaliknya Sangaji melayaninya dengan
1268 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
enak sekali. Setelah lewat kurang lebih tiga puluh jurus,
pedang sokayana nampak terliputi gumpalan air dingin
bagaikan potongan es. Walaupun demikian, tenaga ilmu sakti
Kyai Tunggulmanik tidak tergoyahkan, la nampak terhindar
dari semua ancaman bahaya dingin.
"Hai, siluman tua!" seru Gagak Seta sambil tertawa
terkekeh-kekeh. "Apakah engkau tidak menggunakan
himpunan tenaga saktimu berlebihan! Meskipun, umpama
kata, ilmu saktimu Rakai Panamkarana dapat melukai Sangaji,
akhirnya engkau akan menderita sakit berat pula!"
Brigu kaget bukan kepalang. Rakai Panamkarana adalah
sebuah kitab warisan seorang guru besar pada abad kelima
yang tersimpan di Pulau Lombok. Betapa dahsyat ilmu sakti
itu, tak usah ia meragukannya. Itulah sebabnya tidak semua
orang mengetahui adanya ilmu warisan tersebut. Dalam aliran
suci di Lombok hanya beberapa orang saja yang pernah
membuka-buka lembaran kitab itu. Karena itu, jangan lagi
mengetahui cara perlawanannya, sedangkan untuk mendengar namanya saja sudahlah jarang. Tetapi Gagak Seta
dapat membuka rahasianya. Bahkan Sangaji tahu pula cara
melawannya. Maka tidak mengherankan bahwa dia benarbenar kagum. Di dalam hati ia harus mengakui kebenaran
kata-kata Gagak Seta. Pada saat ini, ia memang berkelahi
dengan sungguh-sungguh, artinya ia menggunakan himpunan
tenaga saktinya secara berlebihan. Apabila ia gagal, akibatnya
akan menderita sakit hebat. Sakit parah yang tiada gunanya
sama sekali seperti halnya orang mati konyol.
Keadaan sekarang, bagaikan seorang berada di atas
punggung seekor harimau. Turun salah, bercokolpun salah
pula. Rasanya tiada jalan lain kecuali berkelahi terus dengan
harapan setidak-tidaknya mati berbareng dengan Sangaji.
Hebat himpunan tenaga sakti Sangaji. Dia telah mencapai
puncak kesempurnaan. Bertemu dengan musuh berat,
tenaganya akan menjadi kuat sendiri. Apabila diserang secara
1269 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajar, membalas menyerang pula. Sebaliknya ia dapat
menarik pulang seluruh tenaga himpunannya dengan sesuka
hatinya. Inilah berkat himpunan tenaga sakti Kyai
Tunggulmanik, warisan seorang maha sakti yang dikabarkan
menjadi cikal bakal kerajaan di tanah Jawa.
Sudah barang tentu Brigu tidak mengetahui ilmu sakti
apakah milik Sangaji. Tetap saja ia menggunakan Rakai
Panamkarana, setingkat demi setingkat, la mencoba
mendesak. Itulah sebabnya seringkali senjatanya bentrok dan
saban-saban terdengar suara nyaring dan berisik, mereka
yang mendengar benturan senjatanya, pengang telinganya.
Menghadapi Brigu, Sangaji berkelahi dengan sungguhsungguh. Senantiasa ia mencari lowongan. Meskipun
demikian, tak dapat ia mengalahkan lawannya dengan cepat.
Inilah pengalamannya untuk pertama kali menghadapi lawan
setangguh Brigu. Biasanya dengan mengandalkan himpunan
tenaga saktinya yang dahsyat luar biasa, ia dapat merobohkan
lawan dengan mudah saja. Dengan senjatanya yang aneh,
Brigu dapat membela diri dengan baik sekali. Kadangkala dia
bisa mementalkan pedangnya. Namun Sangaji tidak menjadi
kecil hati. Dengan menyalurkan tenaga saktinya yang bersifat
lembek dan keras, beberapa kali ia berhasil membuat cacat
senjata Brigu. Dalam sekejap saja puluhan bekas tikaman dan
babatannya menggariti senjata Brigu yang aneh bentuknya.
Selagi orang-orang memusatkan perhatiannya kepada
pertarungan kedua jago pada zaman itu, di luar
pesanggarahan Dipajaya terjadi suatu pertempuran hebat
pula. Akan tetapi pertempuran ini lain sifatnya. Inilah
pertempuran antara sekawanan kambing melawan dua ekor
harimau. Seperti diketahui, dengan diam-diam Kapten Wiranegara
membawa pasukannya mengikuti perjalanannya. Pasukannya
yang berkemah di luar kota di pimpin oleh Letnan Matulesi.
Sedang sebagai kepala regu diserahkan kepada Sersan
1270 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Martosemi. Mereka bergerak mengepung pesanggrahan Ki
Dipajaya, dengan maksud mengadakan penyerbuan secara
tiba-tiba apabila nanti Brigu kalah melawan Sangaji. Di luar
dugaan, mendadak datang dua orang pendekar yang lantas
saja tanpa segan-segan lagi. Merekalah raja muda Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya.
"Hai! Kamu anjing-anjing jangan takut!" seru Otong
Surawijaya sambil tertawa berkakakkan. "Kamu telah sengaja
datang kemari. Karena itu kami berdua mohon kepada kalian
agar menginap dipesang-grahan ini beberapa hari lagi!"
Dadang Wiranata juga berteriak dengan nyaringnya.
"Kamu datang kemari tanpa diundang! Sekarang kami
mewakili tuan rumah meminta agar kalian menginap di sini!"
Lantas saja kedua raja muda ini maju menerjang dan
menyerang mereka dengan hebat. Mereka menerjang bukan
hanya menggunakan dua tinju atau kedua kakinya saja, akan
tetapi menyambar setiap orang dan dibantingnya roboh.
Dalam waktu seke-japan saja, tujuh serdadu dan empat
sersan roboh terguling tanpa berkutik lagi.
Sersan Martosemi tak dapat lagi memegang pimpinan.
Lantaran anak buahnya kabur, ia ikut lari terbirit-birit pula.
Tengah berlari, mendadak kesiur angin menyambar
punggungnya. Keruan saja ia kaget setengah mati.
Terpaksalah ia membalikkan tubuh dan mengebaskan
lengannya menangkis. Ternyata orang yang menyerangnya adalah Orong
Surawijaya. Dengan sengaja ia membiarkan tangannya kena
bentrok. Hebat akibatnya! Sersan Martosemi terpental tujuh
meter dan jatuh terhuyung-huyung menumbuk pohon.
"Bagus!" seru Otong Surawijaya memuji. "Kau dapat
menangkis pukulanku. Engkau dapat dihitung sebagai seorang
pendekar. Nah kau sambutlah sekali lagi!"
1271 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gcapannya ini dibarengi dengan melesat- . nya tubuh yang
bergerak sangat sebat. Sersan Martosemi baru saja
memperbaiki letak kakinya. Tahu-tahu ia mendengar suara
Raja Muda Otong Surawijaya di dekat telinganya.
"Dengan tanganku aku akan menepuk igamu yang kanan.
Dengan jeriji tanganku pula, aku akan menusuk dadamu dan
berbareng dengan itu kakiku akan menendang lututmu!
Karena itu berhati-hatilah kau menjaga dirimu! Jika engkau
dapat membebaskan diri dari seranganku ini, aku akan
membebaskan engkau!"
Sersan Martosemi belum mengenal Raja Muda Otong
Surawijaya. Ia tak dapat menebak dengan jitu apakah katakata Otong Surawijaya itu benar atau hanya gertakan belaka.
Tak sempat lagi ia menduga-duga, ia segera mengambil jalan
yang paling selamat. Dengan cepat ia memutar kedua
tangannya untuk membela diri saja. la pun menggunakan
salah satu tipu muslihat ilmu saktinya yang paling diandalkan.
Tetapi, Raja Muda Otong Surawijaya ternyata bukan hanya
menggertak saja. Benar-benar ia menyerang pada tempat-tempat yang sudah
disebutkan tadi. Tangan kanannya menyambar iga dan
sebelah kakinya menyerang lututnya.
Sersan Martosemi kaget bukan kepalang. Ia jadi berputus
asa. Untuk membela diri, terpaksalah ia menggerakkan kedua
kaki dan tangannya secara mati-matian. Sudah barang tentu
ia bukan tandingan raja muda Otong Surawijaya. Yang
dipikirkan kala itu, hanya bisa meloloskan diri dari serangan
raja muda itu. Dan apabila berhasil, pastilah dia akan
dibiarkan pergi dengan selamat.
Sebagai sersan andalan, Martosemi bukanlah orang lemah.
Ia lantas bergerak melindungi diri. la mengelakkan tubuhnya
dan mengelitkan juga kakinya. Ia dapat bergerak dengan
sebat. Dapat pula menghindarkan diri dari kedua serangan
1272 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Otong Surawijaya. Tinggal satu serangan saja yang mengarah
dadanya, la pikir, setelah menyerang iga, sulitlah Otong
Surawijaya memukul dadanya. Atau andaikata Otong
Surawijaya tetap pada sasarannya, pastilah ia harus
menggunakan tangan lainnya. Karena itu ia memusatkan
perhatiannya kepada tangan kiri.
Tetapi Otong Surawijaya adalah raja muda andalan Sangaji.
Ia berkelahi dengan menggunakan ilmu Aji Gineng dan Hasta
Sila dengan berbareng. Tubuhnya dapat bergerak dengan
cepat dan lincah. Ia pun dapat menduga bahwa Sersan
Martosemi akan menjaga tangan kirinya setelah gagal dengan
tangan kanannya yang mengarah iga.
"Mengapa engkau tidak percaya perkataanku?" seru Otong
Surawijaya sambil tertawa. Tangan kanannya mendadak
meluncur ke dada. Sersan Martosemi kaget bukan main. la menjadi gugup.
Tak sempat lagi ia berkelit atau menangkis. Dan tertotoklah
dadanya. Seketika itu juga ia roboh terguling tanpa berkutik
lagi. Menyaksikan hal itu semua anak buahnya kaget bukan
main. Mereka lantas saja lari bubar berderai. Karena tanpa
pimpinan lagi, lari mereka berpencaran tanpa tujuan. Mereka
percaya dan berdoa didalam hati, meskipun Otong Surawijaya
dan Dadang Wiranata memiliki ilmu sakti tinggi, pastilah tak
dapat memecah dirinya untuk mengejar mereka semua yang
lari berpencaran. Tinggallah kini nasib yang berbicara. Siapa
yang sial, pasti bakal kena bekuk!
Otong Surawijaya dan Dadang Wiranata bekerja terus.
Mereka merobohkan siapa saja yang dapat dibekuknya.
Setelah puas, barulah mereka kembali, menghampiri orangorang yang menonton pertarungan antara Brigu dan Sangaji,
sambil tertawa terbahak-bahak.
1273 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serombongan serdadu Kompeni yang lari ketimur tiba-tiba
kaget bukan kepalang tatkala di depan mereka muncul
seorang wanita yang berkata dengan halus.
"Maaf! Aku minta kalian berkumpul dipesanggrahan!"
Semua orang lantas memalingkan pandang. Gadis itu
ternyata Kilatsih yang menghadang dengan pedang tajam.
Letnan Matulesi lantas berkata: "Nona! Kau telah
mempermainkan pemimpin kami. Mengapa sekarangpun
engkau masih menghendaki kami" Kami hanya anak buah
yang makan gaji semata."
"Kau salah mengerti!" sahut Kilatsih. "Aku justru hendak
menolong kamu semua! Sebab apabila kamu terus melarikan
diri, bagaimana kalau dengan tiba-tiba dicegat oleh laskarlaskar Sangaji, yang datang dari Jawa barat."
Sebenarnya tiada seorang yang percaya akan kata-kata
Kilatsih. Itulah gertakan belaka. Namun mereka sangat takut
terhadap Raja Muda Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya.
Sewaktu-waktu mereka berdua bisa menyusul dengan
mendadak. Merasa pasti bahwa Kilatsih tidak akan
memberikan mereka lewat dengan aman, serentak mereka


Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berseru dan maju berbareng.
"Kalian tidak percaya padaku" Kalau begitu, maaf!" kata
Kilatsih. "Terpaksa aku menaham kamu sekalian dengan
secara paksa!" Kata-kata itu dibarengi dengan terayunnya tangannya.
Diudara berkeredeplah senjata bidik Kilatsih yang sangat
termasyhur. Itulah biji-biji sawo yang dapat menghujani
musuh dengan sekali ayun saja. Dan hebatlah kesudahannya.
Setiap serdadu yang tertimpuk, tidak merasakan sakit.
Hanya saja tubuh mereka bagaikan terputar. Lalu roboh
dengan tak sadarkan diri. Sebab Kilatsih tidak mau melukai
mereka. Ia menyerang dengan mengarah nadi-nadi tertentu
yang membuat seorang pingsan.
1274 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka yang bebas dari serangan biji sawo Kilatsih,
menjadi ketakutan. Mereka tahu, pendekar wanita itu, tak
boleh dipandang enteng. Tiada jalan lain, kecuali
menyingkirkan diri cepat-cepat. Seperti mendengar aba-aba
tertentu, mereka lantas memutar tubuh dan lari berserabutan.
Kini mereka lari ke barat. Tetapi lagi-lagi muncul seorang
pendekar lain. Kali ini bukan Kilatsih, tetapi Manik Angkeran.
Pendekar ini muncul secara mendadak pula. Sudah barang
tentu, munculnya itu membuat para serdadu takut dan
terkejut setengah mati. Beberapa laskar segara mengenal
siapa dia. Terus saja mereka serentak berputar dan lari
mendahului teman-temannya.
Letnan Matulesi mendongkol bukan main melihat
pasukannya rusak. Tanpa berpikir panjang lagi ia merampas
sepucuk senjata dari salah seorang serdadunya. Kemudian ia
maju sambil mengisi bubuk mesiu. Tiba pada jarak dua puluh
meter, lantas saja ia menarik pelatuknya. Sebagai seorang
perwira ia mempunyai keistimewaan dalam hal menembak
tepat. Namun kali ini ia menumbuk batu.
Dengan tertawa Manik Angkeran menyaksikan lagak-lagu
Letnan Matulesi. Lalu berseru nyaring.
"Dengan cara baik aku mencoba menahan kalian. Tetapi
kalian justru menggunakan kekerasan. Baiklah! Karena kalian
mendahului, terpaksalah aku melayani kekerasan dengan
kekerasan pula." Setelah berseru demikian, Manik Angkeran maju. Dengan
gerakan yang gesit, semua tembakan Letnan Matulesi tidak
mengenai sasarannya. Tahu-tahu Manik Angkeran sudah tiba
didepannya. Keruan saja ia kaget sekali. Dan rasa herannya
bukan kepalang. Buru-buru ia mengisikan bubuk mesiu lagi.
Tetapi kali ini Manik Angkeran tidak memberinya kesempatan.
Sekali mengayun kaki, ia mendupak perwira itu. Dan begitu
kena dupakannya, perwira itu terjungkal tak berkutik lagi.
1275 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyaksikan peristiwa itu, sekalian serdadu bertambahtambah rasa takutnya. Mereka yang tak tahan lagi segera
melarikan diri. Sebaliknya siapa jang gusar dan penasaran,
mencoba maju berbareng. Dan terhadap mereka yang nekatnekatan itu, Manik Angkeran menyongsong dengan
pedangnya. Ia menangkis dan menikam sambil merampas
senjata mereka pula. Ia dapat bergerak dengan leluasa sekali.
Karena kecuali ilmu pedangnya sudah mencapai taraf tinggi.
Tubuhnya ringan pula. Sehingga dapat melompat dengan
sangat gesitnya. Dalam waktu sekejapan saja, belasan
serdadu kena dirobohkan, yang lain-Iainnyasegera melarikan
diri ke arah selatan. Melihat keramaian itu, Raja Muda Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya yang sedianya hendak menghampiri
gelanggang pertempuran jadi tergelitik hatinya. Mereka
berdua berpaling dan saling memberi isyarat. Kemudian
dengan berbareng memasuki gelanggang pertempuran.
Celakalah mereka yang lari mengarah ke selatan. Kena
pegatnya, mereka roboh seorang demi seorang. Dan yang
masih selamat sejahtera, bingung bukan kepalang, karena di
empat penjuru telah tercegat oleh pendekar-pendekar yang
tinggi ilmu kepandaiannya, Kilatsih, Manik Angkeran, Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya.
Pada saat itu muncullah Letnan Suwangsa dengan
menghunus pedangnya. Sebagai seorang perwira, tak dapat ia
membiarkan laskarnya kena terhajar kalang kabut. Melihat
munculnya Letnan Suwangsa buru-buru Kilatsih berseru.
"Tuan! Tak usah tuan ikut campur! Percayalah, kami tidak
menghendaki jiwa laskarmu. Jika kami menghendaki jiwa
mereka, pastilah kami sudah mengambilnya semenjak tadi.
Hanya sayang sekali, di antara laskarmu, banyak yang tidak
percaya kepada kami. Sekarang terpaksa kami memohon
tuan, memanggil laskarmu, agar menjadi penonton yang
manis. 1276 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa tergugu. Tak dapat ia membandel. Sebab
di belakang Kilatsih berdiri tokoh-tokoh yang tinggi sekali ilmu
kepandaiannya. Maka dengan terpaksa ia memanggil
pasukannya agar mentaati kehendak Kilatsih. Memang ia tahu,
dengan diam-diam Kapten Wiranegara mengerahkan
sepasukan laskar, untuk menerjang Sangaji dan kawankawannya apabila keadaan dipihaknya jadi buruk.
Dalam pada itu hati Brigu berkebat-kebit melihat
munculnya kedua orang sakti itu. Tahulah dia, pihaknya dalam
keadaan parah. Karena itu gerak-geriknya agak menjadi kalut.
Sangaji dapat menebak hatinya.
"Saudara! Tak usah engkau cemas hati! Bukan maksud
kami hendak membuat susah kalian. Kami hanya hendak
menyadarkan dirimu agar jangan sudi menjadi budak Aliran
Suci yang tak keruan tujuan hidupnya. Tetapi agar hatimu
puas, kau keluarkanlah semua kepandaianmu untuk
melawanku. Jika engkau menang, aku berjanji hendak
membebaskan dirimu dengan segala hormat. Bahkan aku
tidak akan menghalang-halangimu berbuat sesuka hatimu
sendiri." Brigu percaya kepada kata-kata Sangaji. Pikirnya di dalam
hati, "Sekalian serdadu itu dapat dikalahkan. Apakah sangkutpautnya dengan kepentinganku" Asalkan aku menang
melawan Sangaji, meskipun hanya satu atau setengah jurus
saja, aku akan dikenal sebagai jago nomor satu dikolong langit
ini. Maka tak sia-sialah ketua kami mewariskan ilmu sakti
Rakai Panamkarana!" Setelah berpikir demikian, hatinya tenang kembali. Tidak
peduli dengan musuh berjumlah besar, sekarang ia hanya
memusatkan perhatiannya kepada Sangaji seorang. Maka ia
lantas mulai menyerang lagi. Kali ini sampailah ia kepada
tingkat ke tujuh ilmu sakti Rakai Panamkarana. Itulah
tingkatan penghabisan yang sedang diyakininya. Sebenarnya
ilmu sakti Rakai Panamkarana mempunyai sembilan tataran.
1277 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dengan tataran ke tujuh, ia percaya akan dapat
Golok Naga Kembar 2 Harimau Mendekam Naga Sembunyi Karya Wang Du Lu Pendekar Muka Buruk 4

Cari Blog Ini