Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 15
sian...... Satu-satunya hadangan terbesar adalah bila Nyoo
Siau-sian turut campur didalam persoalan ini, jangan lagi dia,
bahkan ayah Siau-sianpun tak akan berani menentang
kemauan dari gadis tersebut.
Karena itulah dia tak berani berpikir lebih jauh.
"Tak nyana Oh Kongcu mampu mengalahkan kakek
penggetar langit Siau Hian, kejadian ini sungguh membuat aku
merasa kaget bercampur kagum........" katanya kemudian.
Kemudian Oh Put-kui tertawa:
"Aaaah, padahal kemenangan tersebut berhasil kuraih
secara kebetulan saja, harap bibi Lian jangan menertawakan..........."
"Masa aku akan mentertawakan" Untuk mengagumi saja
tak sempat.............."
Sesudah berhenti sejenak, dia berkata kepada Nyoo Siausian: "Anak Sian, sebentar ajaklah Kiau titli serta Oh Kongcu
untuk berjalan-jalan mengitari gedung kita ini........"
"Bibi, aku memang ingin mohon ijin kepadamu." seru Nyoo
Siau-sian tertawa. Sambil tersenyum Lian Peng berkata lagi kepada Oh Put
Kui: "Oh kongcu, sayang aku masih ada urusan sehingga tak
dapat menemani kongcu lebih lama lagi........"
Ia bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Oh Put Kui,
kemudian beranjak dari ruangan tersebut.
Oh Put Kui segera bangkit berdiri untuk mengantar
kepergiannya, padahal dihati kecilnya dia tahu Lian-peng
bukannya ada urusan lain yang hendak dilakukan, sebaliknya
karena dibuat kaget oleh perkataannya barusan.
Perempuan itu tentu akan mengumpulkan para jagonya
untuk berunding serta menyusun rencana bagaimana caranya
menghadapinya nanti. Dalam hati kecilnya pemuda itu tertawa geli, pikirnya:
"Hmm, usahamu itu bakal sia-sia belaka."
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian kelihatan gembira sekali,
katanya sambil tertawa merdu:
"Toako, apakah kau sudah kenyang?"
"Yaa, sudah kenyang!"
"Kalau begitu mari kita berangkat."
"Kemana?" tanya pemuda itu sambil tertawa, "sebetulnya
berapa besar sih gedung sian-hong-hu ini" Adik Siau, apakah
kau mengetahui semua bagian yang berada disini?"
Jelas terlihat kalau dibalik perkataan tersebut mengandung
suatu maksud tertentu. Nyoo Siau-sian segera tertawa:
"Ini kan rumahku sendiri, masa ada bagian yang tidak
kuketahui......?" Oh Put Kui tertawa hambar, dia segera bangkit berdiri dan
berjalan menuju keluar. Sambil berjalan kembali katanya sambil tertawa:
"Aaaaah, belum tentu demikian. Adik Sian, gedung sianhong-hu terdiri dari ratusan buah bangunan, aku tak percaya
kalau setiap tempat pernah kau kunjungi!"
Nyoo Siau-sian yang menyusul keluar sambil bergendong
tangan dengan Kiau Hui-hui segera berseru kembali sambil
tertawa: "Toako, bagaimana pun juga aku kan jauh lebih mengerti
dari pada dirimu!" Tiba-tiba dia memburu kedepan seraya berseru pula:
"Mari, biar aku menjadi petunjuk jalan bagimu!"
"Baiklah, kita akan kemana lebih dulu?" tanya Oh Put Kui
sambil tertawa. "Kebun cay-hong-wan!"
"Suatu nama kebun yang amat artistik, aku yakin
pemandangan disitu pasti indah sekali!" seru Oh Put Kui
sambil bertepuk tangan. "Asal kau sdah kunjungi nanti, tentu akan kau pahami
dengan sendirinya........"
"Toako," Kiau Hui-hui yang berada disisinya segera
menyela sambil tertawa, " kebun Cay-hong-wan betul betul
merupakan sebuah tempat yang indah menawan......"
"Ehmmmm, aku percaya........," Oh Put Kui tertawa.
Sambil berbincang-bincang sambil berjalan, sampailah
mereka disebuah pintu berbentuk rembulan.
Oh Put Kui mencoba untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, jaraknya dari ruang belakang sampai
pintu berbentuk rembulan ini mencapai empat puluhan kaki.
Dibelakang pintu berbentuk rembulan itu merupakan
sebuah kebun yang amat luas.
Diantara aneka bunga yang berwarna-warni, bangunan
gardu, loteng dan gunung-gunungan tersebut diantara kolam
kecil dengan bunga teratai yang sedang mekar, keadaan
rimbun dengan pepohonan Cay-hong-wan betul-betul merupakan sebuah tempat yang indah menawan........"
"Ehmmm, aku percaya........." Oh Put Kui tertawa.
Sambil berbincang-bincang sambil berjalan, sampailah
mereka disebuah pintu berbentuk rembulan.
Oh Put Kui mencoba untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, jaraknya dari ruang belakang sampai
pintu berbentuk rembulan ini mencapai empat puluhan kaki.
Dibelakang pintu berbentuk rembulan itu merupakan
sebuah kebun yang amat luas.
Diantara aneka bunga yang berwarna warni, bangunan
gardu, loteng dan gunung-gunungan tersebar diantara kolam
kecil dengan bunga teratai yang sedang mekar, keadaan
rimbun dengan pepohonan, sejuk hawanya dan benar-benar
merupakan suatu tempat yang amat menawan hati.........
"Ehmmmm, sebuah tempat peristirahatan yang menyenangkan !" puji Oh Put Kui kemudian dengan suara
kagum. Kiau Hui-hui tertawa, katanya pula :
"Toako memang seorang yang luar biasa, begitu melihat
tempat yang berpemandangan indah, pikirannya langsung
terbayang akan tempat peristirahatan yang nyaman......."
"Yaaaa, mungkin tak ada orang kedua yang dapat
menandingi Oh Toako......." sambung Nyoo Siau-sian pula
sambil tertawa. Sementara berbicara, mereka tiba dibawah sederetan
pepohonan bambu yang rindang.
Diantara tumbuhan bambu tersebut, terpancang sebuah
papan nama besar yang bertuliskan :
"Cay Hong Wan" "Adik Sian, tulisan pada papan bambu itu tentu hasil tulisan
dari seorang sastrawan kenamaan !" Oh Put Kui segera
berkata sambil tertawa. "Yaa, ketiga huruf itu merupakan hasil karya dari si jago
berbaju putih Ibun Han !"
"Ehmmm, tulisan seorang seniman kenamaan memang lain
dari pada yang lain........"
Dalam perbincangan, mereka bersama-sama memasuki
kebun itu. Dibawah petunjuk dan keterangan dari Siau-sian, Oh Put
Kui segera menjumpai kalau kebun Cay-hong-wan ini
memang memiliki keistimewaan yang tersendiri, setiap batu,
setiap pohon seakan-akan diatur secara cermat dengan
perhitungan yang matang. Tapi disaat mereka sudah memasuki gardu Cui-sim-teng
ditengah-tengah pohon bambu dalam kebun cay-hong-wan
tersebut, secara diam-diam Oh Put Kui merasa terperanjat.
Sebab dengan cepat dia menemukan kalau didalam kebun
tersebut telah diatur pula semacam ilmu barisan yang sangat
hebat. Untuk beberapa saat lamanya ia belum dapat mengenali
barisan apakah itu, maka sambil mendengarkan penjelasan
dari Nyoo Siau-sian tentang keindahan kebun tersebut, sorot
matanya yang tajam dan jeli tiada hentinya mengamati
keadaan disekeliling tempat tersebut.
Akhirnya pandangan matanya terhenti pada sebuah loteng
kecil disebelah barat sana.
Dengan cepat Nyoo Siau-sian telah menjumpai ketidak
tenangan Oh Put Kui, sambil tertawa ia segera menegur:
"Toako, apa sih yang sedang kau lakukan ?"
"Aku sedang memperhatikan loteng itu !" sahut sang
pemuda sambil tertawa. "OOdwOooohh, itu adalah loteng Seng-sim-lo !"
"Ada orang yang berdiam disitu ?" tanya sang pemuda
sambil tertawa. "Didalam kebun Cay-hong-wan ini hanya dibangun loteng
tersebut ada penghuninya, tapi sekarang sudah tiada orang
yang berdiam disitu..... sebab..... sebab......."
Tiba tiba wajahnya menjadi murung, sedih dan tak sanggup
melanjutkan kembali kata katanya.
Kiau Hui-hui yang menyaksikan hal ini, segera menegur
dengan kening berkerut : "Adik Sian, mengapa kau ?"
"Adik Sian, persoalan apa sih yang membuat kau tidak
gembira secara tiba-tiba ?" seru Oh Put Kui pula.
Sambil menyeka air matanya kata Nyoo Siau-sian:
"Toako, loteng Seng-sim-lo ini merupakan kamar baca dari
ayahku........." "OOdwOooohhhhhhh......" baru sekarang Oh Put Kui
paham, tak aneh kalau dia bersedih hati, "adik Sian,
bagaimana kalau kita berkunjung kesitu......?"
"Boleh saja kita kesitu bila toako ingin melihatnya......" kata
Nyoo Siau-sian sedih. SEtelah berhenti sejenak, tiba-tiba ia melanjutkan sambil
menahan isak tangisnya : "Semestinya engkohku yang harus pindah kedalam loteng
ini, tapi entah mengapa ternyata ia menolak keras keras untuk
pindah kemari......."
"Mungkin saudara Nyoo menganggap tempat ini terlampau
sepi dan terpencil !" kata Oh Put Kui.
"Benar, engkohku memang sangat tak becus...... coba
kalau bibi Lian tidak melarang, sejak dulu aku sudah pindah
kesitu.........." Ketika mendengar perkataan itu, satu ingatan segera
melintas didalam benak Oh Put Kui.
Apa sebabnya Lian Peng melarang Nyoo Siau-sian pindah
keloteng itu" Mungkin dibalik semuanya ini masih tersimpan sesuatu
rahasia lain" "Mari berangkat, kita harus melihat-lihat kesana...... tapi
adik Sian mesti menyanggupi dulu suatu permintaanku, asal
kau sudah menyetujui baru aku bersedia pula berpesiar
kesana......" "Urusan apa sih" Silahkan toako mengutarakannya," seru
Nyoo Siau-sian dengan wajah tertegun.
"Setelah masuk kedalam loteng itu, adik Sian tak boleh
menangis lagi bila melihat barang-barang yang berada
disitu......." "Betul, adik Sian harus menyetujui permintaan ini !" dukung
Kiau Hui-hui pula. Nyoo Siau-sian manggut-manggut:
"Baik, aku berjanji........"
Biar begitu dia toh tidak tahan melelehkan kembali air
matanya. "Adik Sian, kita tak usah kesitu!" pemuda itu segera
menggelengkan kepalanya. "Mengapa ?" "Sebab kau tentu akan menangis...... oleh sebab itu lebih
baik kita tak usah kesana !"
"Toako, aku tak akan menangis, aku segera tertawa !"
cepat-cepat Nyoo Siau-sian gelengkan kepalanya sambil
memperlihatkan sekulum senyumannya.
Ia benar-benar tertawa, demi lelaki yang dicintai ini tentu
saja dia harus tertawa, hanya saja tertawanya ini kelihatan
begitu mengenaskan. Iba juga Oh Put Kui menyaksikan kejadian ini, tapi ia sadar,
persoalan yang lebih mengibakan hati masih berada
dikemudian hari. Sebab sesungguhnya Wi Thian-yang tidak mati.
Bukankah tangisan dari Nyoo Siau-sian saat ini sebenarnya
hanya suatu perbuatan yang sama sekali tak berguna "
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi Oh Put Kui berkata
sambil tertawa. "Adik Sian, aku ingin cepat-cepat menyaksikan kamar baca
dari Nyoo tua....... ayoh kita segera berangkat !"
Ucapan ini tiba-tiba saja membuat Nyoo Siau-sian teringat
kembali dengan apa yang pernah dikatakan olehnya, bahwa
Nyoo Thian-wi sebenarnya tak ada.
Untuk berapa saat lamanya ia menjadi tertegun dan sempat
lama sekali tak mampu melangkah setindakpun.
"Adik Sian, mengapa kau ?" Oh Put Kui segera menegur
dengan wajah tertegun. "Toako, apakah yang pernah kau ucapkan itu betul?" tanya
Nyoo Siau-sian dengan kening berkerut.
Suatu pertanyaan yang diajukan tanpa ujung pangkalnya.
"Apanya sih yang betul ?" tanya pemuda itu kemudian
sambil tertawa. "Wi Thian-yang sesungguhnya adalah ayahku..............."
Dengan perasaan terkejut Oh Put-kui segera berseru.
"Adik Sian, lebih baik persoalan ini dibicarakan lagi setelah
bertemu dengan Wi Thian-yang besok !"
Padahal urusan yang paling dikuatirkan Kiau Hui-hui
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selama ini adalah masalah tersebut, justru keikut sertanya ke
ibu kota tak lain karena kuatir Nyoo Siau-sian tak sanggup
menerima pukulan batin yang sangat besar ini.
Dalam keadaan demikian mau tak mau dia harus berbicara
pula, segera katanya: "Adik Sian, kemungkinan besar Oh toako mempunyai
tujuan yang mendalam tentang keinginannya meninjau loteng
tersebut, kau jangan mengusik konsentrasi Oh toako lebih
dulu dengan persoalan lain."
Dengan kening berkerut Nyoo Siau-sian segera menghela
napas panjang: "Aaaaaii...... enci Kiau, aku........ aaaaiii.......!"
Ia tak sanggup lagi untuk melanjutkan perkataannya.
Siapapun yang menghadapi persoalan semacam ini tentu
akan dibuat bingung juga seperti halnya dengan gadis itu.
Dengan suara lirih Kiau Hui-hui segera menghibur:
"Adik Sian, segala sesuatunya lebih baik dibicarakan lagi
bila sudah diperoleh bukti yang jelas........"
Lalu tanpa menunggu Nyoo Siau-sian berbicara lagi, Kiau
Hui-hui segera menariknya menuju ke loteng Seng-sim-loo.
Kepada Oh Put Kui serunya tiba-tiba sambil tertawa:
"Toako, mulai sekarang kita hanya akan membicarakan
soal pemandangan alam tanpa menyinggung masalah lain,
kau setuju bukan?" "Tentu saja !" sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Bangunan loteng Seng-sim-lo mempunyai perabot yang
sangat megah dan mewah. Bagian bawah bangunan itu merupakan sebuah ruang
tamu kecil. Sedangkan bagian atasnya merupakan sebuah ruang baca.
Ketika Nyoo Siau-sian membuka semua jendela diempat
penjuru bangunan loteng itu, pemandangan di kebun Cayhong-wanpun segera terlihat semua dengan jelas.
"Betul-betul sebuah tempat kediaman yang indah !" Oh-putkui menghela napas pelan.
Waktu itu Nyoo Siau-sian sedang mengambil sejilid kitab
yang penuh berdebu, mendengar pujian ini segera katanya
sambil tertawa: "Toako, apa lagi yang sedang kau lamunkan..............?"
Kiau Hui-hui yang bersandar dijendala segera menanggapi
pula dengan cepat: "Adik Sian, pemandangan alam yang terbentang didepan
mata memang sungguh merupakan suatu pemandangan yang
menawan." "Bila kalian senang, bagaimana kalau kita bertiga berdiam
bersama-sama disini ?" usul Nyoo Siau-sian tiba-tiba sambil
tertawa. Merah padam selembar wajah Kiau Hui-hui setelah
mendengar perkataan tersebut, sebaliknya Oh Put Kui
malahan tertawa terbahak-bahak karena geli..
Sementara itu, Nyoo Siau-sian yang tidak mendengar
jawaban dari mereka segera berpaling dengan wajah
tercengang, serunya: "Toako, salahkah perkataanku itu?"
"Adik Sian, kau benar benar telah salah berbicara," ujar Oh
Put Kui sambil tertawa. Sesudah ragu sejenak, kembali dia berkata :
"Mungkinkah bagi kita bertiga untuk berdiam bersamasama ditempat ini ?"
Sebenarnya dia ingin menjelaskan sebagai lelaki dan
perempuan, bagaiman mungkin mereka bisa tinggal bersama"
Tapi diapun tahu bahwa Nyoo Siau-sian tidak mempunyai
maksud lain dibalik perkataannya itu, bila ia sampai berkata
demikian, bukankah hal tersebut malah menunjukkan ketidak
jujuran" Mungkin NYoo Siau-sian telah memahami pula arti
sebenarnya dari perkataan tersebut, mendadak paras
mukanya berubah menjadi merah padam, dengan setengah
tergagap ia berseru: "Toako, aku..........."
Untuk menutupi rasa malu dari kedua orang nona itu, cepat
cepat Oh Put Kui mengalihkan pembicaraan kesoal lain, tiba
tiba dia bertanya: "Adik Sian, buku apa sih yang berada ditanganmu ?"
Dengan perasaan berterima kasih Nyoo Siau-sian
memandang sekejap kearah Oh Put Kui, lalu menyahut :
"Oooohh, sejilid kitab tulisan mendiang ayahku........"
"Apakah menyangkut soal ilmu silat?" tanya sang pemuda
itu lagi sambil tertawa. "Aku sendiripun tidak mengerti, sepertinya memang begitu,
tapi seperti juga tidak ?"
Sejak memasuki bangunan loteng Seng-sim-lo tersebut, Oh
Put Kui sudah menaruh rasa keheranan.
Sebab didalam bangunan loteng ini sama sekali tidak
terlihat jejak sesuatu yang menandakan bahwa penghuninya
berilmu silat. Bahkan pedang yang biasanya digantung sebagai hiasan
pun sama sekali tidak dijumpai didalam bangunan tersebut.
Itulah sebabnya begitu Nyoo Siau-sian selesai berkata, ia
segera maju menghampirinya sambil berseru:
"Adik Sian, bolehkah pinjamkan sebentar kepadaku?"
"Toako, apakah kau memahami isinya?" kata Nyoo Siausian sambil tertawa. Seraya berkata ia sodorkan kitab tersebut kedepan.
Oh Put Kui menyambut lalu membuka buka halaman
pertama, tapi tiba-tiba saja dia berkerut kening.
Ternyata kitab itu berisikan tulisan yang syair bukan syair,
dibilang catatan ilmu silatpun bukan.
Pada halaman pertama hanya tercantum beberapa huruf
yang berbunyi: "Rumput dan pepohonan bertumbuh subur.
Kekalutan dan kemurungan susah dihilangkan dari tubuh"
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Oh Put Kui
membalik pada halaman yang kedua, disitu tercantum katakata yang berbunyi begini:
"Bukit nan tinggi menjulang keangkasa !
Dewa turun dari kahyangan.
Duduk ditahta penuh dengan keanggunan...."
Oh Put Kui mengerutkan dahi semakin kencang.
Menyusul kemudian pada halaman ketiga dan keempatpun
merupakan petilan dari syair syair kenamaan.
Kalau dibilang Nyoo Siau-sian tidak memahami isi dari kitab
tersebut hal tersebut bukan suatu yang aneh.
Sebab dia sendiripun dibuat pusing dan tak habis mengerti
menyaksikan kesemuanya itu.
Dengan gerakan cepat Oh Put Kui membalik pada halaman
kelima dan seterusnya tapi isinya hampir semuanya
merupakan petilan dari pelbagai syair.
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian menegur sambil tertawa:
"Toako, apakah kau telah berhasil menyaksikan sesuatu?"
Oh Put Kui menggeleng: "Tampaknya isi buku ini bukan catatan ilmu silat........"
Mendadak perkataannya terhenti sampai ditengah jalan.
Pada halaman terakhir dari tulisan tersebut, ada berapa
patah kata yang telah menarik perhatiannya.
"Baju wasiat Thian-sun-gwat-lo san terjatuh dimana"
Manusia biru tidak tahu........."
Mendadak saja Oh Put Kui merasakan darah yang mengalir
didalam tubuhnya bergolak keras.
"Baju wasiat Thian-sun-gwat-lo san......." kata-kata tersebut
bagaikan panah tajam yang menembusi lubuk hatinya.
Benda itu tak lain merupakan salah satu diantara tujuh
mestika dunia persilatan.
Bahkan seperti juga tusuk konde penghancur tulang Ngoim-hua-kut-cian, semuanya merupakan benda peninggalan
ibunya. Mengapa Nyoo Thian-wi mencatat tulisan tersebut dalam
buku catatannya " Yang lebih aneh lagi, kertas dari buku catatan itu tidak
terlalu kuno, seolah olah belum lama berselang Nyoo Thian-wi
baru berhasil menyelidiki masalah baju wasiat Thian sun gwat
lo san tersebut dari mulut simanusia aneh biru.
Mungkinkah Nyoo Thian-wi mengurung kakek luarnya
didalam penjara kematian lantaran baju wasiat Thian sun gwat
lo san tersebut........"
Saking asyiknya berpikir, dia sampai lupa dengan keadaan
dan waktu....... Nyoo Siau-sian menjadi termangu setelah menyaksikan
kesemuanya itu, segera tegurnya:
"Toako, apa yang sedang kau pikirkan?"
Dengan perasaan terperanjat Oh Put Kui tersadar kembali,
tentu saja dia tak ingin membiarkan Nyoo Siau-sian
mengetahui akan persoalan itu.
Sambil tertawa paksa cepat cepat dia berseru:
"OOdwOooohhh...... sudah lama sekali aku berkelana
didalam dunia persilatan dan lama juga tidak memegang buku
syair, karenanya setelah melihat isi catatan ini aku jadi teringat
kembali dengan masa kecilku dulu........."
"Benar" sambung Nyoo Siau-sian sambil tersenyum,
"sewaktu masih kecil akupun suka membaca buku syair,
akibatnya setiap kali melihat syair akupun jadi teringat masa
kecil dulu......." Diam-diam Oh Put Kui merasa malu bercampur menyesal,
Nyoo Siau-sian begitu polos dan jujur, tapi dia justru harus
menghadapi dengan segala tipu muslihat.
"Adik Sian, kembalikan buku catatan ini ketempat semula !"
kata pemuda itu kemudian sambil mengangsurkan buku itu.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menambahkan lagi:
"Adik Sian, apakah loteng Seng-sim-lo ini hanya terdiri dari
dua tingkat ?" Nyoo Siau-sian tertawa terkekeh-kekeh, setelah mengembalikan kitab catatan itu kemeja, dia menggeleng
seraya berkata: "Toako, kau tidak percaya hanya terdiri dari dua tingkat"
Ehmmmmm, didepan sana hanya langit-langit ruangan, jika
tak percaya silahkan dibuka untuk diperiksa."
"Tentu saja dibagian atasnya tak akan terdapat tingkatan
yang lain........." kata Oh Put Kui.
SEtelah sengaja menghela napas, dia melanjutkan:
"Seandainya aku yang memiliki bangunan ini, maka aku
pasti akan membangun sebuah ruang rahasia dibawah tanah
sana sebagai tempat untuk berlatih silat.........."
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan:
"Toako memang sangat pintar, padahal dibawah loteng ini
memang terdapat sebuah ruang rahasia !"
Oh Put Kui berganti jadi tertegun.
Dia tak menyangka kalau dibawah loteng sana benar-benar
terdapat sebuah ruangan rahasia.
Walaupun begitu, sudah barang tentu dia tak boleh
memperhatikan rasa gelisahnya itu didepan wajah.
Setelah mendehem pelan, dengan lagak santai dia berkata
: "Benarkah begitu " Tentunya ruangan tersebut sering
digunakan oleh seng-siu untuk berlatih ilmu silat?"
"Tidak!" gadis itu menggeleng, "ayah tidak berlatih ilmu silat
disini." "Kalau bukan digunakan sebagai tempat berlatih ilmu,
lantas apa gunanya ruangan dibawah tanah ini ?" tanya Oh
Put Kui agak tertegun. Nyoo Siau-sian tidak menyangka kalau pertanyaan Oh Put
Kui itu mempunyai maksud lain, dia segera tertawa :
"Aku dengar ayahku sengaka membangun ruang rahasia
dibawah tanah itu, karena khusus digunakan unutk
mengurung seorang gembong iblis, dihari-hari biasa selain
ayah dan Ku cong-huhoat, siapapun dilarang memasuki
tempat tersebut." Mendengar perkataan ini Oh Put Kui segera berusaha
keras untuk menekan gejolak perasaan hatinya, ia berkata
lebih jauh: "Bagiamana kalau kita tengok kebawah sana ?"
Tapi setelah ucapan tersebut, ia baru sadar kalau dirinya
kelewat emosi, cepat-cepat dia menambahkan sambil tertawa:
"Adik Sian, siapa sih gembong iblis itu" Apakah kau
mengetahuinya ?" Dikala Oh Put Kui mengutarakan kata-kata tersebut tadi,
Nyoo Siau-sian dibuat tertegun, baru pertama kali ini dia
menyaksikan Oh Put Kui terpengaruh oleh gejolak emosi yang
begitu hebat. Tapi setelah mendengar kata selanjutnya, gadis itu baru
mengerti, rupanya pemuda itu hanya terdorong oleh perasaan
ingin tahunya saja. Maka setelah tersenyum sahutnya:
"Akupun tidak tahu siapa gembong iblis itu, tapi jika
didengar dari pembicaraan ayah, tampaknya ilmu silat yang
dimiliki gembong iblis itu tidak lebih rendah daripada
kemampuan yang dimiliki kakek latah awet muda."
"OOdwOooohh........." Oh Put Kui sengaja berlagak
termenung, kemudian katanya lagi, "maukah kau mengajak
diriku untuk menengok gembong iblis itu ?"
"Tidak bisa !" tampik Nyoo Siau-sian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Oh Put Kui tidak menyangka kalau permintaannya bakal
ditolak segera serunya lagi :
"Adik Sian, apakah kau takut aku terbitkan keonaran ?"
"Bukan begitu toako, aku tahu kau tak akan takut
menghadapi gembong iblis itu, tapi ayah tak pernah
memberitahukan kepadaku bagaimana caranya membuka
pintu rahasia tersebut, oleh sebab itu........."
Setelah menghela napas pelan, dengan wajah minta maaf
dia meneruskan:
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Toako, tentunya kau tak akan marah bukan,"
Dengan perasaan kecewa Oh Put Kui menghela napas
panjang, tapi ia toh tak bisa memasuki penjara kematian untuk
menolong orang...........
Maka sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa
hambar dia berkata : "Tidak usah adik Sian, kalau toh ruang rahasia itu dibangun
dengan begitu rahasia, sudah tentu dibalik kesemuanya ini
terdapat sebab-sebab tertentu, lebih baik adik Sian jangan
pergi menanyakan, kalau tidak tentu akan mendatangkan
banyak kesulitan bagiku."
Sudah barang tentu Nyoo Siau-sian tak ingin mendatangkan banyak kesulitan buat Oh Put Kui, maka
diapun berkata: "Kalau begitu tak akan kutanyakan lagi soal ini........."
Sementara itu Kiau Hui-hui yang selama ini hanya berada
diluar pagar sambil memperhatikan pemandangan alam, saat
itu berpaling dan tiba-tiba berkata sambil tertawa !
"Apa sih yang sebenarnya hendak kau tanyakan"
Tampaknya kok begitu serius dan gawat ?"
"Aku ingin bertanya kepada bibi Lian bagaimana caranya
membuka pintu rahasia dari ruang bawah tanah dalam loteng
Seng-sim-lo ini, tapi Oh toako melarang aku untuk
menanyakan." Kiau Hui-hui turut kaget setelah mendengar perkataan itu,
cepat-cepat ia berseru sambil tertawa:
"Perkataan toako memang ada betulnya juga, lebih baik
adik Sian jangan bertanya."
"Baik, baiklah, aku tak akan bertanya," janji gadis itu.
Sesudah membalikkan badan, dia berkata lagi kepada Oh
Put Kui: "Toako, mari kita berpesiar ketempat lain sebelum kembali
keruangan Wan-sim-tong untuk makan siang."
"Baiklah, bagaimanapun juga kau toh tuan rumahnya,
terserah apa maumu."
oOdwOo0dw0oOdwOo Sepanjang jalan Oh Put Kui tak mampu membendung
gejolak didalam hatinya. Ia tak dapat melupakan penjara kematian yang ternyata
berada dibawah loteng Seng-sim-lo.
Oleh sebab itu meski dibagian lain dari kebun Cay-hongwan terdapat banyak pemandangan yang indah, namun tak
satupun yang berkenan didalam hatinya.
Untung saja Nyoo Siau-sian tidak mempunyai dugaan
kesitu. Dengan penuh riang gembira mengajak Oh Put Kui dan
Kiau Hui-hui berjalan kesana kemari, sebentar menunjuk
kesitu sebentar menuding kemari diiringi gelak tertawa yang
riang. Kiau Hui-hui sebagai seorang gadis yang lebih tua dan
lebih berpengalaman setelah menemukan ketidak beresan
pada diri Oh Put Kui. Disaat mereka telah selesai mengitari kebun Cay-hong-wan
dan ternyata Nyoo Siau-sian melihat masih ada sisa waktu
hampir setengah jam, dia mengusulkan untuk berpesiar
keruang Hud-tong. Tapi Kiau Hui-hui segera menggelengkan kepalanya sambil
berbisik lirih: "Adik Sian, didalam perjamuan siang nanti, bisa jadi ada
orang akan mencoba kemampuan Oh toako, ditambah pula
semalam kita datang agak larut, sekarang kita mesti kasih
waktu kepadanya untuk mengatur pernapasan."
Nyoo Siau-sian menjadi tertegun sehabis mendengar
ucapan ini, segera ujarnya:
"Betul juga enci Kiau, aku memang bodoh sekali."
"Kau tidak bodoh, hanya kelewat gembira.........." bisik Kiau
Hui-hui sambil tertawa. Nyoo Siau-sian segera mengerling sekejap kearahnya, lalu
berbisik: "Enci Kiau, jangan menggoda aku terus...... bukankah
kaupun begitu juga......."
"Budak tak tahu malu........" seru Kiau Hui-hui segera
dengan wajah bersemu merah.
Dalam pada itu mereka bertiga telah melangkah keluar dari
kebun Cay-hong-wan. Tiba-tiba Nyoo Siau-sian berkata dengan lembut :
"Toako, setengah jam lagi perjamuan akan diselenggarakan, aku dan enci Kiau segera akan berganti
pakaian dulu, bagaimana kalau toakopun kembali dulu untuk
beristirahat." Padahal Oh Put Kui telah mendengar semua pembicaraan
mereka berdua, maka segera katanya sambil tertawa:
"Adik Sian dan nona Kiau tak perlu sungkan, aku segera
akan kembali untuk mengatur pernapasan dulu..........."
@oodwoo@ JILID 36 Belum habis ucapan tersebut diutarakan, kedua orang
gadis itu sudah lari meninggalkan tempat itu dengan wajah
bersemu merah. Sebab dari ucapan tersebut, segera diketahui bahwa Oh
Put Kui telah mendengar pula pembicaraan mereka berdua.
Tak heran kalau mereka segera lari karena jengah.
Wan-sim-teng memang sebuah gedung yang amat besar,
lebar dan megah. Pada ruangan berlapiskan batu hijau yang tingginya
mencapai tiga kaki dan luar mencapai sepuluh kaki itu sudah
disiapkan tiga buah meja perjamuan.
Setiap meja perjamuan hanya diperuntukkan empat orang.
Pada meja pertama ditempati Oh Put Kui, Kiau Hui-hui, Nyoo
Siau-sian serta Lian Peng.
Pada meja kedua ditempati si nyonya petani dari Lamwan
Ku Giok-hun, perempuan cerdik dari ruang barat Leng Sengluan, sitabib sakti Ang Yok-su serta seorang gadis cantik
berbaju merah. Pada meja ketiga ditempati oleh si kakek pencari kayu dari
bukit utara Siang Ki-pia, panji sakti pencabut nyawa Ku Bunwi, hakim sakti hitam putih Pak Kun-jian serta seorang kakek
toosu berbaju warna hitam.
Setelah menempati kursi masing-masing, bibi Lianpun
memperkenalkan jago-jagonya satu persatu kepada Oh Put
Kui. Baru setelah diperkenalkan Oh Put Kui mendapat tahu
setelah gadis cantik berbaju merah itu tak lain adalah Coat-jiu
tongcu Si Cui-siong seorang gembong iblis yang angkat nama
bersama-sama raja wilayah Biau Ibun Lam.
Sebaliknya toosu berbaju hitam itu merupakan seorang
tukang ramal yang amat termashur namanya dalam dunia
persilatan, ia lebih dikenal orang sebagai si tukang ramal
setan tujuh bintang Li Hong-siang.
Kehadiran Coat-jiu tongcu Si Cui-siong tak sampai
mengagetkan Oh Put Kui, namun kehadiran si tukang ramal
setan Li Hong-siang dalam gedung Sian-hong-hu tersebut
benar benar sangat mengejutkan Oh Put Kui.
Sekalipun Li Hong-siang terkenal sebagai situkang ramal
setan, tapi orangnya justru jujur dan gerak-geriknya lurus.
Ia segera menaruh curiga kalau kehadiran kakek ini pun
ada sangkut pautnya dengan Beng-ho siansu" Sehingga
tanpa terasa ia perhatikan kakek itu beberapa kejap.
Akan tetapi Li Hong-siang sama sekali tidak menunjukkan
reaksi apapun. Setelah tertawa hambar, Oh Put Kui segera menjura
kepada para jago dari gedung Sian-hong-hu itu sambil
katanya: "Sungguh merupakan suatu kebanggaan bagi aku she Oh
dapat bertemu muka dan berkenalan dengan para cianpwe
ditempat ini hari ini.........."
Balum sampai pemuda itu menyelesaikan katanya, Lian
Peng segera menukas: "Oh kongcu adalah ahli waris dari Thian Liong Senceng,
sebutanmu itu tak berani kami terima..........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata
sambil tertawa terkekeh kekeh:
"Nama besar kongcu sudah terkenal diseantero dunia
persilatan, merupakan suatu kebanggaan bagi kami hari ini
dapat menjamu kongcu dalam gedung sian-hong-hu........."
Belum selesai perkataan tersebut diutarakan, mendadak
dari depan pelataran gedung sian-hong-hu telah muncul
seorang lelaki kekar yang memasuki ruangan dengan langkah
tergesa-gesa. Lelaki kekar ini merupakan salah satu diantara jago pedang
pengawal gedung, tanpa suatu peristiwa yang gawat, mustahil
lelaki itu akan munculkan diri dengan langkah yang begitu
terburu-buru. Tidak heran kalau Lian Peng jadi amat terperanjat setelah
menyaksikan kemunculan orang ini.
Kontan saja perkataan yang belum selesai diutarakan itu
segera terhenti sampai ditengah jalan.
Cepat-cepat sipanji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi
melompat bangun seraya membantah:
"Majikan sedang menjamu tamu diruangan ini, ada urusan
apa kau datang dengan gelagapan?"
Dengan wajah kaget bercampur gelisah lelaki kekar itu
membisikkan sesuatu disisi telinga Ku Bun-wi, dan paras
muka si panji sakti pencabut nyawapun segera berubah hebat.
Sementara itu Lian Peng telah berhasil mengendalikan
perasaannya yang bergolak, pelan-pelan dia bertanya:
"Ada urusan apa saudara Ku ?"
Dengan langkah cepat Ku Bun-wi melangkah masuk
kedalam ruangan, lalu sahutnya lirih:
"Ban Sik-tong serta Liok Jin-khi telah datang berkunjung
dan mohon bertemu!" Dengan langkah cepat Ku Bun-wi melangkah masuk
kedalam ruangan, lalu sahutnya lirih:
"Ban Sik-tong serta Liok Jin-khi telah datang berkunjung
dan mohon bertemu!" Mula-mula Lian Peng nampak agak tertegun sehabis
mendengar kata-kata tersebut menyusul kemudian dengan
wajah penuh senyuman serunya kepada Ku Bun-wi:
"Saudara Ku, cepat kau keluar lebih dulu, katakan kalau
aku akan menyambut sendiri kehadiran mereka !"
Ku Bun-wi nampak tertegun, lalu tanpa mengucapkan
sepatah katapun segera beranjak pergi dari situ.
Dalam pada itu semua jago yang hadir dalam ruangan
tersebut sama-sama menunjukkan rasa kaget bercampur
tertegun, masing-masing dengan kening berkerut mengawasi
wajah Lian Peng tanpa berkedip.
Sambil tersenyum Lian-peng segera berkata kepada Oh
Put-kui: "Oh kongcu, sungguh tak disangka gedung kami telah
kedatangan tamu agung lagi, benar-benar suatu kebanggaan
berganda buat kami! Orang tua she Ban ini lebih dikenal umat
persilatan sebagai kakek latah awet muda, berbicara soal
tingkatan dia masih setingkat dengan para locianpwe yang
berusia seratus dua puluh tahunan keatas........"
Bagaikan sengaja tak sengaja dia telah membeberkan asal
usul dari kakek latah awet muda tersebut kepada Oh Put Kui,
kemudian baru beranjak dari tempat duduknya dan maju
kepintu luar. Padahal Oh Put Kui yang menyaksikan tingkah lakunya itu
justru merasa amat kegelian dalam hatinya.
"Locianpwe ini memang sangat menyenangkan hati,
rupanya mereka sudah memperhitungkan waktu bersantap
secara tepat, sehingga muncul tepat pada waktunya."
Nyoo Siau-sian segera melontarkan pula sekulum
senyuman kepada Oh Put Kui.
Hingga kini Oh Put Kui belum mengetahui bagaimana
sandiwara kakek latah awet muda selanjutnya, apakah dia
akan berlagak tidak kenal dengannya ataukah berlagak sudah
kenal. Karena itu dia kuatir bila senyuman dari Nyoo Siau-sian
tersebut segera akan menimbulkan persoalan yang tak
diinginkan, sebab itu cepat-cepat dia berkata kepada gadis itu
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Nona Sian, apakah kau kenal dengan kakek latah awet
muda?" Biarpun orangnya polos dan bersifat kekanak-kanakan,
kecerdikan Nyoo Siau-sian terhitung mengagumkan. Dari
perkataan Oh Put Kui, ia segera menyadari akan
kesalahannya. Karena itu ujarnya setelah tertawa terkekeh-kekeh:
"Oh toako, aku pernah satu kali bertemu muka dengan dia
orang tua........., Ooh benar orang tua ini betul-betul bersifat
ketolol-tololan persis seperti anak kecil........."
Belum habis perkataan itu diutarakan, dari arah pelataran
muka sudah kedengaran kakek latah awet muda berseru
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaahhhhh......
haaaaaaaahhhh...... haaaaaahhh........ bagus, bagus sekali! Kebetulan sekali aku
lagi lapar......... nona Lian, jangan-jangan kau mempunyai
kepandaian untuk meramalkan hal yang bakal terjadi sehingga
telah mempersiapkan meja perjamuan, jamuan untuk
menantikan kedatanganku" Waaaaah, kalau begitu aku juga
jadi malu sendiri............."
Ditengah pembicaraan tersebut, kakek latah awet muda
melangkah masuk kedalam ruangan.
Lian Peng mengikuti dibelakangnya.
Sedangkan pengemis pikun Liok Jin-khi serta Ku Bun-wi
mengikuti dibelakang kedua orang itu. Pada saat itulah Lian
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Peng telah berebut maju lebih dulu sambil serunya lantang:
"Ban tua, silahkan duduk dikursi utama !"
Dengan mata melotot besar Kakek latah awet muda
memperhatikan sekejap sekitar ruangan, lalu sambil tertawa
berjalan menuju kebangku disisi Oh Put Kui.
Lian Peng segera mengikuti pula disisinya.
Sedangkan pengemis pikun Liok Jin-khi bersama Ku Bunwi berada pada meja perjamuan ketiga.
Setelah mengambil tempat duduk, kakek latah awet muda
segera menengok sekejap kearah Oh Put Kui sambil
menegur: "Hei anak muda, rupanya kau juga telah datang?"
Mendengar teguran itu, Oh Put Kui tahu kalau sikakek latah
awet muda tidak bermaksud berlagak tak kenal, sudah barang
tentu diapun tak bisa berlagak pilon terus.
Cepat-cepat sahutnya: "Ban tua, boanpwe sendiri juga baru datang semalam!"
Mendengar itu Kakek latah awet muda tertawa terbahakbahak: "Haaaaaaahhhh..... haaaahhhhh......
haaaaaahhhhh...... bagus sekali, nona Lian kukira si tukang ramal setan Li Hongsiang telah membuat ramalan bagimu sehingga mengetahui
kedatanganku dan kau siapkan perjamuan lebih dahulu,
ternyata dugaanku keliru besar, jadi kalian sedang
menyelenggarakan perjamuan bagi bocah muda itu............."
"Kau orang tua memang gemar menggoda......" cepat-cepat
Lian Peng tertawa paksa. Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Oh Put
Kui dan serunya keras-keras:
"Hei anak muda, agaknya mukamu jauh lebih besar
dariku.........." "Siapa suruh kau tak datang sehari lebih duluan.........."
sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Kakek latah awet muda kontan saja melotot besar:
"Bocah muda, siapa bilang aku tak ingin cepat-cepat
datang kemari" Aaaaaii, gara-gara mesti membantu orang lain
untuk menambah tenaga dalam, akibatnya aku jadi kehilangan
banyak tenaga dan tak sanggup berjalan kelewat cepat........"
"Ban tua, bagaimana kalau kau jangan banyak bicara lebih
dulu...........?" "Kenapa tak boleh banyak bicara" Kau
hendak memberontak haaaahh?"
"Bukan begitu, maksudku lebih baik minumlah arak lebih
dulu..........?" kata pemuda itu sambil tertawa.
"Betul..... kita mesti minum arak lebih dulu........"
Seraya berkata dia lantas mengangkat cawan arak dan
meneguk isinya sampai habis.
Dengan sangat berhati-hati sekali dan wajah penuh
senyuman Lian Peng menemani dari samping.
Sebaliknya beberapa orang jago dari Sian-hong-hu justru
sama-sama berkerut kening.
Rencana yang telah mereka persiapkan masak-masak,
akhirnya harus berantakan dengan kehadiran kakek latah
awet muda yang sama sekali tak terduga sebelum ini.
Terutama sekali Ku Bun-wi, saking gelisahnya dia sampai
menghela napas berulang kali.
SEtelah meneguk tiga cawan arak, kakek latah awet muda
baru berkata kepada Nyoo Siau-sian sambil tertawa:
"Hey budak cilik, suhumu menyuruh aku sampaikan
kepadamu, jika tiada persoalan yang luar biasa, dalam dua
tahun mendatang kau tak usah pergi mencarinya!"
Nyoo Siau-sian jadi tertegun.
"Ban tua, apakah belakangan ini suhu tak akan kembali ke
bukit Kun-lun?" "Entahlah, asal kau menuruti perkataannya itu sudah
cukup!" Lian Peng segera menimbrung pula sambil tertawa
terkekeh-kekeh: "Sian-ji, bila sinni tak maui dirimu lagi, sudah pasti dia
mempunyai alasan tertentu, selama banyak tahun belakangan
ini kau jarang sekali berdiam dirumah sampai setengah tahun,
kenapa tidak kau manfaatkan kesempatan ini untuk berdiam
lebih lama lagi dirumah?"
Cepat-cepat Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Bibi, anak Sian cuma kuatir kalau suhu enggan berjumpa
lagi dengan diriku........."
"Aaaah, tidak mungkin!" kata Lian Peng sambil tertawa.
Kemudian sambil berpaling kearah Ban tua, dia
menambahkan: "Ban tua, dimanakah kau telah bersua dengan sinni?"
"Di ibukota, tapi ia sudah bersiap-siap hendak berangkat
keluar perbatasan......"
"Ban tua, ada urusan apa suhu hendak pergi keluar
perbatasan?" sela Nyoo Siau-sian.
"Untuk menjenguk seorang sahabatnya!"
"Ooh, dia pasti pergi menengok tosu bungkuk dari Soat-nia,
Thian-hian Cinjin......" tiba-tiba Lian Peng menyela sambil
tertawa lebar. "Belum tentu!" sela kakek latah awet muda dengan kening
berkerut kencang. "Kecuali Thian-hian Cinjin seorang, teman mana lagi diluar
perbatasan yang pantas disambangi sinni" Ban-tua, aku rasa
dugaan boanpwe pasti benar!"
Padahal apa yang diduganya memang benar.
Kakek latah awet muda segera tertawa terbahak bahak:
"Haaaahhhh...... haaaahhhh...... hhhhaaaaaaaaahhhhhh.....
nona Lian, kau memang hebat......"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba serunya pula kepada
sipengemis pikun: "Pengemis kecil, mana kertas surat itu" Cepat bawa
kemari!" Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut segera
berkerut kening, dia tak tahu permainan setan apa lagi yang
hendak dilakukan kedua orang tua tersebut.
Sementara itu pengemis pikun Liok Jin-khi telah
mengeluarkan secarik kertas dari sakunya dan dilontarkan
kearah Kakek latah awet muda sambil serunya:
"Nah, sebutlah......"
Secepat kilat kertas itu meluncur kehadapan kakek latah
awet muda. Sebenarnya Oh Put Kui ingin menghadang kertas surat itu
ditengah jalan tapi diapun kuatir hal tersebut akan
menyinggung perasaan kakek Ban sehingga niat tersebut
kemudian diurungkan. Dalam waktu singkat kertas surat itu sudah terjatuh di
tangan Kakek latah awet muda.
"Nona Lian, tahukah kau apa maksud kedatanganku
kemari?" katanya kemudian.
Dari pertanyaan tersebut, Lian Peng segera mengerti
bahwa maksud kedatangan si jago tua tersebut tentu ada
hubungannya dengan isi surat tersebut.
Dengan senyuman yang tenang dia berkata kemudian:
"Apakah kau orang tua bukan kemari untuk bermain?"
"Betul, betul! Aku memang datang untuk bermain, cuma
saja........" Tiba-tiba kakek itu berkerut kening, kemudian melanjutkan:
"Nona Lian, pemandangan manakah dalam gedung sianhong-hu yang paling indah?"
Lian Peng hanya tersenyum tanpa menjawab, sebaliknya
Nyoo Siau-sian telah berseru sambil tertawa:
"Ban tua, Oh toako mengetahui dengan jelas pemandangan
alam yang terindah didalam gedung ini."
Lian Peng segera mengerutkan dahinya setelah mendengar ucapan tersebut.
Sedangkan kakek latah awet muda tertawa terbahak
bahak: "Hhaaaaahhhhh......hhhhhaaaaaahhhhhhhh.....
haaaaahhhhh........ sudah kau dengar perkataannya anak
muda?" "Sudah!" Oh Put Kui tertawa.
"Kalau sudah mendengar, ayohlah diutarakan!"
"Pemandangan alam dikebun Cay-hong-wan paling indah."
"Apakah seluruh kebun bunga itu sangat indah?"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Oh Put Kui,
segera ujarnya sambil tertawa:
"Kalau bicara soal keindahan alam, maka seluruh kebun
Cay-hong-wan paling indah, tapi kalau berbicara soal
keheningan, maka loteng Seng-sim-lo itu merupakan tempat
paling terpencil dan hening."
"Hey, darimana munculnya loteng Seng-sim-loo itu?" seru
Kakek latah awet muda sambil menggeleng.
"Didalam kebun Cay-hong-wan terdapat sebuah bangunan
loteng yang bernama Seng-sim-loo!"
"Oya.......?" kakek latah awet muda segera berpaling
kearah Lian Peng sambil serunya, "Nona Lian, benarkah apa
yang diucapkan bocah muda ini?"
"Benar!" Lian Peng terpaksa tersenyum.
Kembali Oh Put Kui menyela:
"Ban tua, kau jangan membicarakan keindahan alam lebih
dulu, toh kedatanganmu kemari adalah untuk bermain, kalau
begitu kau pasti akan berpesiar pula diseluruh kebun Cayhong-wan tersebut." Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian katanya, "
Lantas apa sih kegunaan kertas surat yang berada
ditanganmu itu?" Mendengar perkataan itu kakek latah awet muda segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak:
"Haaaaahhhhh...... hhaaaaaahhhhh...... haaaahhhh...... anak muda, kertas ini tak ternilai harganya."
"Kau maksudkan surat cek dari bank?"
"Yaaa boleh dibilang demikian," Kata kakek latah awet
muda sambil tertawa, " Cuma uang tersebut hanya boleh
diambil disuatu tempat saja, sedangkan jumlah terserah pada
kemauanku sendiri." "Waaahhh, masa ada cek semacam ini dikolong langit?"
teriak Oh Put Kui tak percaya.
"Jadu kau tak percaya?"
SEjak tadi Oh Put Kui sudah tahu kalau dibalik kertas yang
berada ditangan kakek latah awet muda mempunyai hal hal
yang luar biasa, karena itu untuk menggelitik perasaan para
jago dari Sian-hong-hu, dia sengaja sambil tertawa:
"Tentu saja boanpwe tidak percaya, coba kau tanyakan
saja kepada setiap orang, mereka pasti tak ada yang
percaya." "Baik aku akan bertanya kepada orang lain!" seru kakek
latah awet muda penasaran.
Ia pun berpaling kearah Lian Peng seraya bertanya:
"Nona, percayakah kau?"
Waktu itu perasaan Lian Peng benar-benar merasa tak
tenteram, pada hakekatnya dia tak tahu apa maksud tujuan
kakek latah awet muda yang sesungguhnya, tapi diapun tak
bisa membungkam diri belaka.
Terpaksa katanya kemudian:
"Sebenarnya boanpwe sendiripun kurang percaya, tapi
setelah kertas tersebut berada ditangan kau orang tua, apa
boleh buat tak bisa tidak harus percaya juga..........."
"Jadi tegasmu?" desak kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak. "Aku percaya penuh dengan perkataan dari kau orang tua."
"Kau percaya?" "Yaaa, boanpwe percaya!"
Kakek latah awet muda segera menyodorkan kertas
tersebut kehadapannya dan berkata sambil tertawa tergelak:
"Jika percaya silahkan kau melihatnya sendiri............"
Lian Peng tertawa cekikikan, diterimanya kertas itu dan
katanya kemudian: "Kau orang tua memang suka bergurau.........."
Namun secara tiba-tiba paras mukanya berubah hebat dan
perkataan yang belum selesai diutarakan itu segera terhenti
sampai ditengah jalan, kertas tersebut telah membuatnya
tertegun. Sementara itu kakek latah awet muda telah berseru
kembali sambil tertawa tergelak:
"Bagaimana" Berapa besar nilainya?"
Pertanyaan yang diajukan olehnya ini segera membuat Oh
Put Kui yang mendengarkan menjadi tertegun.
Sebaliknya para jago dari gedung Sian-hong-hu samasama dibuat gelagapan. Sebab mereka tak tahu persoalan apakah yang membuat
paras muka bibi Lian mereka berubah muka, bahkan
tangannya yang memegang kertas itupun kelihatan gemetar
keras.......... Setelah tertegun beberapa saat Nyoo Siau-sian bertanya:
"Ban tua, sebenarnya tulisan apa sih yang tertera diatas
kertas tersebut?" Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Mengapa kau tidak membacanya sendiri, budak ?"
Mendengar itu Nyoo Siau-sian benar-benar berusaha
melongok isi surat tersebut.
Tapi sayang dia tak sempat melihatnya.
Sepasang tangan Lian Peng secepat sambaran kilat telah
meremas kertas itu sehingga hancur lebur dan berceceran
diatas tanah. Dengan wajah berubah Nyoo Siau-sian segera berseru:
"Bibi Lian......... kau.........."
Sikap Lian Peng sangat tenang, setelah tertawa hambar
katanya pelan: "Anak Sian, persoalan ini tak ada sangkut pautnya
denganmu, lebih baik tak usah kau tanyakan..........."
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
oo0dw0oo Sesudah berhenti sejenak, kembali katanya kepada sikakek
latah awet muda: "Ban-tua, kau orang tua benar-benar seorang yang
mengetahui akan segala-galanya."
Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Hhhaaaaahhhhh.......haaaaahhhhhh....... hhaaahhhhhh......
sesungguhnya aku memang seorang yang mengetahui akan
segala galanya, nona Lian, apakah transaksi ini bisa
dilaksanakan?" Lian-peng ikut tertawa terkekeh-kekeh:
"Ban tua, aku adalah si pembeli, tolong tanya apakah masih
ada kesempatan begitu untuk menawar?"
"Nona, belum pernah aku melakukan transaksi seperti saat
ini atau dengan perkataan lain hari ini adalah hari yang
pertama, jika kau masih mencoba menawar, bukankah hal ini
sama artinya hendak merusak emasku?"
Lian Peng tersenyum, "Kalau begitu hargamu tak bisa ditawar tawar lagi?"
"Dengan mengandalkan namaku selama seratus tahun,
jangan harap ada yang bisa mengajukan tawaran kepadaku."
Lian Peng nampak termenung sambil berpikir sejenak,
akhirnya dia berseru: "Baiklah, aku menerima transaksi jual belimu itu!"
"Haaaahhhhh...... haaaahhhhh....... haaaahhhhh....... sungguh tak nyana kau mempunyai jiwa gagah seorang lelaki
sejati.........." Setelah tertawa keras tiba-tiba dia berpaling kearah
pengemis pikun dan serunya:
"Hey, pengemis cilik, siapa yang menang ?"
"Aku benar-benar menderita kekalahan secara mengenaskan........" keluh si pengemis pikun sambil bermuram
durja. Tampaknya kakek latah awet muda merasa gembira sekali
menyaksikan sikap pengemis pikun yang bermuram durja
tersebut. Dia mengernyitkan alis matanya lalu tertawa terkekeh
kekeh, serunya lagi: "Pengemis cilik, kau jangan mencoba untuk mengingkar
janji." "Boanpwe tak berani......" sahut pengemis pikun sambil
menghela napas panjang. Kembali kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Asal kau tahu hal ini, itu sudah cukup."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu
berpaling kepada Oh Put Kui sambil katanya:
"Anak muda, tentunya kau ingin secepatnya mengetahui
obat apakah yang sebenarnya kujual dalam cupu-cupuku?"
Sesungguhnya Oh Put Kui memang sudah dibuat
kebingungan setengah mati oleh tingkah laku kakek latah awet
muda yang sangat tidak dimengerti olehnya.
Mendengar pertanyaan tersebut ia tertawa hambar,
sahutnya: "Bila kau orang tua bersedia untuk memberi keterangan,
sudah barang tentu boanpwe akan mendengarkan pula
dengan senang hati..........."
"Anak muda, tak nyana kau pandai sekali mengendalikan
perasaan..........."
Dalam kesempatan itu Lian Peng telah berkata secara tibatiba sambil tertawa: "Ban tua, sekarang transaksi diantara kita telah jadi, aku
harap kau orang tua jangan membicarakan persoalan tersebut
dalam perjamuan sekarang, tentunya kau tidak merasa
keberatan bukan?" Kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak:
"Haaaaaaahhhh....... haaaaaahhhhh........ haaaahhhhh.....
boleh saja tidak membicarakan persoalan tersebut untuk
sementara waktu, tapi nona........"
Berkilat sorot mata kakek itu, lalu setelah mendengus
dingin dengan wajah aneh dia melanjutkan:
"Apabila kau berani mempersiapkan segala perbuatan dan
tindak tanduk yang merugikan diriku, jangan salahkan aku bila
tidak akan memegang janji nantinya sehingga bersikap tidak
sungkan kepadanya!" "Tentu saja, tentu saja. Nah Ban tua, terimalah hormatku
dengan secawan arak ini..........."
"Bagus sekali, aku akan meneguk dulu arak kehormatanmu
ini..........." Seusai berkata, dia segera meneguk isi cawannya sampai
habis. Dalam pada itu, cong-huhoat dari gedung sian-hong-hu, si
panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi benar-benar merasa
cemas bercampur gelisah. Ia tak tahu transaksi jual beli
apakah yang sesungguhnya telah dijalin antara Lian Peng
dengan kakek latah awet muda, makhluk tua yang berilmu
silat sangat lihay itu. Diapun berusaha untuk mengorek keterangan dari mulut
pengemis pikun. Sayang sekali pengemis pikunpun bertindak amat cerdik,
tak sepatah katapun dia singgung persoalan tersebut.
Dalam keadaan begini Ku Bun-wi benar-benar mati
kutunya, sudah barang tentu diapun tak berani memaksa
pengemis pikun untuk buka suara, sebab bukan saja disitu
hadir Oh Put Kui, bahkan kakek latah awet muda yang
disegani pun berada pula disana.
Sebagai seorang yang cerdik tentu saja Lian-Peng juga
mengetahui akan ketidak tenangan Ku Bun-wi, tapi dia sendiri
tak bisa menyampaikan berita tersebut secara diam-diam.
Bayangkan saja kakek latah awet muda berada disitu,
betapapun besar nyalinya, tak nanti ia berani mencoba untuk
bermain setan dihadapannnya.
Kelihatan sekali si kakek latah awet muda merasa gembira
tak terkirakan, dia tertawa terbahak bahak tiada hentinya.
Entah sedari kapan Oh Put Kui telah mengangkat pula
cawannya untuk menemani orang tua itu minum arak.
Sebaliknya Nyoo Siau-sian dengan berkerut kening
mengawasi Lian-peng tanpa berkedip.
Tiba tiba saja dia menaruh kecurigaan yang teramat besar
atas kertas surat yang berada ditangan kakek latah awet
muda tadi, dia merasa bahwa Lian Peng telah merahasiakan
suatu masalah besar didalam gedung tersebut dan belum
pernah menyinggung dihadapan mukanya.
Mendadak saja dia merasa dirinya seolah olah seorang luar
yang tak tersangkut dengan urusan tersebut.
Dia seperti merasa bahwa tempat ini bukan rumahnya dan
dia bukan termasuk salah seorang anggota dari kelompok
orang-orang tersebut. Perasaan sedih, terhina tertinggal segera mencekam dan
meliputi seluruh perasaan Nyoo Siau-sian.
Tanpa disadari butiran air matapun jatuh bercucuran
membasahi pipinya. Kiau Hui-hui menghela napas pula dengan gelisah, dengan
pandangan memohon dia mencoba mencegah gadis tersebut
melampiaskan napsunya, sebab dia tahu apa yang terjadi
sekarang barulah suatu permulaan, ia tak ingin kemarahan
gadis itu membuat terbengkalainya masalah besar tersebut.
Untuk saja Nyoo Siau-sian dapat mengendalikan diri dan
akhirnya tidak sempat mengumbar hawa napsunya.
Mendadak si tukang ramal setan Li Hong Sian bangkit
berdiri, lalu serunya: "Ban locianpwe, boanpwe dapat meramalkan isi surat yang
berada ditanganmu itu!"
Ucapannya benar-benar merupakan suatu kejutan yang
menggemparkan seisi ruangan.
Sementara semua orang mengalihkan sorot mata serta
perhatiannya kewajah orang itu, hampir semuanya mengawasi
dengan penuh pengharapan, rasa gelisah dan tak tentram.
Pelan-pelan kakek latah awet muda meletakkan cawan
araknya keatas meja, kemudian katanya sambil tertawa:
"Benarkah kau dapat menebak isinya?"
"Benar, boanpwe dapat menebaknya!" sahut Li-hong-siang
sambil tertawa. Kakek latah awet muda segera tertawa dan manggutmanggut, katanya kemudian:
"Tak ada salahnya coba kau sebutkan......."
Li Hong Siang tidak langsung menjawab pertanyaan
tersebut, dia mengalihkan sorot matanya kewajah Lian Peng
lalu bertanya: "Nona Lian, bolehkah aku mengutarakannya keluar?"
Paras muka Lian Peng berubah menjadi dingin dan kaku
bagaikan es, segera tukasnya:
"Bukankah sudah kukatakan sejak tadi, selama perjamuan
ini berlangsung, siapapun dilarang untuk membicarakan
kembali masalah tersebut."
Li Hong-sian segera tertawa.
"Ban tua," katanya kemudian. "Berhubung nona Lian tidak
setuju, terpaksa kutelan kembali kata-kataku tadi kedalam
perut!" Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Ya, memang lebih baik kau telan kata-katamu itu didalam
perut!" Tanya jawab yang barusan berlangsung sudah jelas
memberi pertanda yang cukup jelas bagi Oh Put Kui.
Secara tiba-tiba saja dia mendapat kesan bahwa delapan
puluh persen Li Hong-siang merupakan salah seorang
komplotan dari Bong-ho siansu, manusia yang diselundupkan
kesitu seperti juga halnya dengan si kakek pencari kayu dari
bukit utara. Disamping itu diapun dapat merasakan betapa besarnya
daya tekanan yang dihasilkan oleh kertas surat dalam cekalan
kakek latah awet muda tadi, sedemikian besarnya sampai bisa
membuat Lian-peng tak berkutik sama sekali.
Tapi persoalan apakah yang bisa mendatangkan daya
tekanan sedemikian besar terhadapnya"
Setelah mempertimbangkannya masak-masak, akhirnya
Oh Put Kui berhasil mengambil tiga kesimpulan.
Kesatu, menyingkap sekitar teka-teki kematian Nyoo Thianwi yang palsu. Kedua, membongkar intrik busuk lawan yang menyekap
Peng-gian-koay-kek Lan Cin Sui dalam penjara kematian.
Ketiga, bisa jadi kakek latah awet muda meminta kepada
semua anggota Sian-hong-hu agar mengundurkan diri dari
dunia persilatan dan selanjutnya tidak melakukan segala
perbuatan yang merugikan lagi bagi umat persilatan.
Tapi dalam kenyataannya Oh Put Kui telah salah menduga,
dia tidak menyangka kalau tindakan dari kakek latah awet
muda sesungguhnya jauh lebih hebat dan lebih memusingkan
orang. Diatas kertas mana kakek latah awet muda hanya
menuliskan beberapa kata yang berbunyi demikian:
"Menggunakan nyawa setan Nyoo Thian-wi untuk ditukar
dengan keluarnya si jenggot Lan dari penjara."
Diancam dengan keselamatan jiwa suaminya tidak
mengherankan kalau Lian Peng segera dibuat gugup,
gelagapan dan sangat tidak tenang.
oOdwOooo0dw0oOdwOooOdwOo Dikala perjamuan telah berlangsung mencapai setengah
jalan, Lian Peng makin dapat mengendalikan perasaannya,
dia nampak jauh lebih tenang dan mantap.
Tiba-tiba ujarnya kepada Oh Put Kui sambil tertawa:
"Oh Kongcu, dengan kepandaian silatmu bukan saja kau
termashur diseantero dunia persilatan, bahkan pernah pula
mendatangi pulau neraka, kegagahanmu itu membuat kami
semua orang-orang dari Sian-hong-hu merasa kagum.........."
"Bibi Lian terlalu memuji !" kata Oh Put Kui sambil tertawa.
Lian Peng tidak memperdulikan sikap merendah dari
pemuda itu, kembali dia berkata:
"Oh Kongcu, baik aku pribadi maupun segenap sahabat
dari gedung sian-hong-hu sangat berharap bisa menyaksikan
kehebatan dari kongcu itu, entah bersediakah kongcu untuk
mendemontrasikan kemampuanmu itu diruang Wan-sim-teng
ini ?" Didalam perkiraan Oh Put Kui, dengan hadirnya kakek
latah awet muda maka rencana si kakek pencari kayu dari
bukit utara Siang Ki-pia yang ingin mencoba kepandaian
silatnya pun turut diurungkan.
Siapa disangka Lian-peng justru mengajukan juga usul
tersebut. Untuk berapa saat lamanya dia dibuat bimbang dan tak
tahu mesti menyanggupi ataukah harus menampik.
Sementara dia masih termenung dengan wajah kebingungan, Siang Ki-pia telah bangkit berdiri seraya
berkata: "Oh Siauhiap, aku yang tua Siang Ki-pia ingin sekali
menemani siauhiap untuk melepaskan otot-otot badan!"
"Aaaaaaaaah, aku tahu Siang tua adalah seorang tokoh
termashur dari luar perbatasan, tak berani kuiringi
keinginanmu itu," sahut Oh Put Kui cepat-cepat dengan kening
berkerut. "Haaaahhhh....... haaaahhhhh...... haaahhhh...... apakah Oh
sauhiap tak sudi menemani aku?"
"Bila Siang tua memang begitu tertarik denganku, sudah
barang tentu aku akan mengiringi keinginanmu itu.........."
Dia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, kemudian
kepada Lian Peng katanya sambil tertawa:
"Bibi Lian, terpaksa aku harus memperlihatkan kejelekanku,
untuk itu harap kau sudi memaafkan."
Tanpa menunggu jawaban dari Lian Peng lagi, dia maju
ketengah ruangan dengan langkah lebar.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang
Ki-pia telah meloloskan kampak pendeknya yang besar dan
berwarna hitam berkilauan itu dari pinggangnya, dia sudah
menanti dengan senyum dikulum,
Melihat lagak orang tua itu, didalam hati kecilnya Oh Put
Kui tertawa geli, pikirnya:
"Tampaknya Siang tua memang pandai amat bersandiwara
!" Tapi diluarnya dia berseru agak kaget:
"Siang tua, apakah kita harus menggerakkan senjata
tajam?" Siang Ki-pia tertawa tergelak:
"Haaaaaaaahhhhhh........ haaaahhh........ haaaahhhh......
semua kepandaian andalanku terletak pada permainan
kampak pendek ini, jika Oh siauhiap enggan menggunakan
senjata, bukankah hal ini sama artinya ingin memberi
kejelekan kepadaku?"
Dengan kening berkerut Oh Put-kui tertawa:
"Sayang seribu kali sayang, pedang karatku itu tak boleh
bertemu dengan orang, begini saja, kau orang tua tetap
mepergunakan kampakmu, sedang aku biar melayani dengan
tangan kosong saja, tentunya kau tidak merasa keberatan
bukan?" Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata si kakek
pencari kayu dri bukit utara Sian Ki-pia, serunya kemudian
setelah tertawa tergelak:
"Lote, kalau begitu kau terlalu memandang enteng
kemampuanku.........."
Di hati kecil Siang Ki-pia memang muncul perasaan tidak
percaya terhadap kemampuan lawan.
Dia cukup yakin akan permainan kampaknya ini, sudah
hampir lima puluhan tahun dia memperdalami kepandaian
tersebut, padahal cuma beberapa gelintir manusia saja yang
dapat mendhadapi permainan kampaknya sebanyak seratus
gebrakan. Tapi sekarang Oh Put-kui bermaksud menfhadapinya
dengan tangan kosong belaka, Siang Ki-pia segera
menganggap tindakan yang dilakukan si anak muda tersebut
terlalu latah dan ceroboh.
Dalam pada itu Oh Put Kui telah berkata lagi sambil
tertawa: "Siang tua, aku masih berkeyakinan dapat menanggulangi
keadaan tersebut, harap kau tak usah gelisah atau cemas !"
Siang Ki Pia segera mempersiapkan kampak pendeknya,
lalu katanya sambil tertawa tergelak:
"Lote, tentunya kau tak akan memaksa aku untuk turun
tangan lebih dulu bukan?"
Oh Put Kui tersenyum. Dia tahu, menurut aturan dia memang harus turun tangan
lebih dahulu. Oleh sebab itu dalam senyumannya dia segera
melepaskan sebuah bacokan kilat kedepan. Hilang lenyap
senyuma diujung bibir Siang Ki-pia, diam-diam hatinya merasa
terperanjat. Dari ayunan telapak tangan lawan, dia dapat merasakan
betapa dahsyatnya tenaga serangan yang terselip dibaliknya....... Cepat-cepat dia mengayunkan kapak pendeknya sambil
mendesak maju kemuka, memanfaatkan peluang yang ada
dia melepaskan sebuah serangan balasan.
Oh Put Kui segera mengayunkan sepasang telapak
tangannya secara berangkai, beruntun dia melancarkan tiga
buah serangan gencar. Terpaksa Siang Ki-pia harus memutar kapaknya sedemikian rupa untuk menciptakan selapis bayangan senjata
yang tebal sebelum berhasil menghadapi ketiga buah
serangan lawan. "Hong-hui-ciang........!" pekik bibi Lian dengan suara
tertahan. Lalu sambil berpaling kearah Nyoo Siau-sian, dia berkata
lagi seraya tertawa: "Kepandaian silat yang dipelajari Oh kongcu benar-benar
beraneka ragam, sampai ilmu pukulan Hong-hui-ciang dari Ku
Put-beng, salah seorang dari Bu lim-jit-sat pun berhasil
dikuasai secara sempurna, kemampuan semacam ini benarbenar jarang ditemui dalam dunia persilatan.........."
Nyoo Siau-sian masih mengambek, dia tidak menanggapi
perkataan tersebut, sebaliknya hanya mendengus dengan
mulut dicibirkan. Kakek latah awet muda yang berada disisi lain segera
berseru sambil tertawa keras:
"Nona Lian, apakah tidak kau perhatikan bahwa ilmu silat
yang dipelajari bocah muda itu selalu beraneka ragam,
lagipula semua ilmu yang dipelajari merupakan ilmu
pilihan........." Ketika Nyoo Siau-sian mendengus tadi, sebenarnya paras
muka Lian Peng telah berubah hebat, tapi setelah mendengar
perkataan dari kakek latah awet muda itu, diapun
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengalihkan
persoalan kearah lain. Sambil tertawa segera katanya:
"Akupun mempunyai pendapat begitu, hanya saja keadaan
demikian ini rasanya kurang sesuai sebagai seorang tuan
rumah yang baik........"
"Ban tua, aku tak ingin dimaki orang sebagai seorang tuan
rumah yang menganiaya tamunya......."
"Aku kuatir kalian tak bakal bisa menganiaya dirinya........"
kata kakek latah awet muda sambil tertawa aneh.
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa tergelak
kembali dia berkata: "Nona Lian, coba kau saksikan keadaan situa Siang yang
begitu mengenaskan......"
Selama ini sorot mata dari Lian Peng belum pernah
meninggalkan arena pertarungan barang sekejappun.
Perkataan dari Kakek latah awet muda itu tak lebih hanya
menambah rasa kaget dalam hatinya.
Kenyataan pada waktu itu Oh Put Kui berhasil memaksa
permainan kapak si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang
Ki-pia sama sekali tak berfungsi lagi, sebaliknya ilmu pukulan
Hong-hui-ciangnya justru malang melintang menguasai
seluruh arena. Hampir setiap jago yang berada dalam ruangan dibuat
terkejut dan berdebar hatinya menghadapi kejadian tersebut.
Ku Bun-wi mengerutkan pula alis matanya sehingga
berubah menjadi satu garis, baru hari ini dia menyaksikan
dengan mata kepala sendiri betapa sempurna kepandaian
silat yang dimiliki Oh Put Kui.
Sebaliknya si tukang ramal setan Li Hong Sian segera
berseru kaget setelah menghela napas panjang:
"Lima tahun kemudian, orang ini pasti dapat malang
melintang tanpa tandingan di kolong langit............."
Apa yang diucapkan olehnya memang tidak terlalu
berlebihan. Hampir semua orang yang hadir dalam arena sama-sama
mengakui bahwa ucapan dari Li Hong-siang ini tepat sekali.
Bahkan diantara mereka, Lian-peng dan Ku Bun-wi
berdualah yang merasa paling tidak tentram.
Tanpa disangsikan lagi Oh Put Kui telah menjadi suatu
ancaman yang serius bagi rencana busuk mereka.
Bahkan ancaman itu rasanya datang secara langsung,
ancaman yang langsung akan mempengaruhi tindak tanduk
pihak Sian Hong-hu selanjutnya didalam dunia persilatan............ Dan sekarang mereka harus memikul beban ketakutan,
kuatir dan ngeri yang besar sekali.
Disamping itu mereka pun tak dapat menghilangkan niat
mereka untuk melenyapkan Oh Put Kui dari muka bumi, tapi
sayang keinginan tersebut justru mendatangkan beban yang
beratus kali lipat lebih berat dalam hati mereka.
Dalam pada itu, Siang Ki-pia yang berada dalam arena
telah mencapai keadaan yang paling kritis dan sulit.
Serangan demi serangan yang dilancarkan Oh Put Kui
datang melanda bagaikan tindihan bukit karang yang berlapis
lapis. Ditengah bayangan tangan yang menderu deru memancarkan udara panas yang menyengat badan, kapak
pendek Siang Ki-pia justru berubah seakan akan beratnya
mencapai sepuluh ribu kati........
dia sudah mulai tak mampu mengendalikan permainan
senjatanya secara lancar........
Tapi sebaliknya Oh Put Kui justru tidak menunjukkan gejala
akan menarik kembali serangannnya.
Jelas terlihat sepuluh gebrakan lagi, Siang Ki-pia tentu tak
akan terlepas dari ancaman serangan pemuda itu.
Ketika Kakek latah awet muda menyaksikan Oh Put Kui
bersikap seperti kehilangan kontrol sehingga cuma tahu
menyerang dengan sepenuh tenaga tanpa memikirkan apakah
lawannya mampu menahan diri atau tidak, dalam hati kecilnya
merasa terkejut sekali. Dengan amat jelas ia telak mendengar pembicaraan antara
lawan dengan Oh Put Kui semalam, tapi mengapa Oh Put Kui
justru menyerang secara bersungguh-sungguh saat ini tanpa
niat menghentikan serangan" Suatu kejadian yang tidak
dimengerti olehnya. Bukan hanya si kakek latah awet muda merasa keheranan,
bahkan sipengemis pikun yang selalu pikun pun turut dibuat
terperanjat. Dia berpaling sekejap kearah kakek latah awet muda,
akhirnya tak tahan lagi teriaknya:
"Oh lote, apakah kau hendak menghancurkan nama baik si
tukang pencari kayu tua itu dengan begitu saja" Bagaimana
kalau lote memberi muka kepadaku dengan menyudahi
pertarungan sampai disini saja?"
Teriaknya itu memang persis pada saatnya.
Bila terlambat sedetik saja, niscaya Siang Ki-pia akan
mendapat malu besar. Padahal Oh Put Kui memang tidak berniat melukai
perasaan Siang Ki-pia. Hal ini bisa terjadi karena baru pertama kali ini dia mencoba
kehebatan ilmu pukulan Hong-hui-ciang tersebut, apalagi
bertarung dengan seseorang, saking asyiknya bertarung,
hampir saja ia lupa untuk menilai kemampuan lawannya.......
Untung saja pengemis pikun berteriak tepat pada waktunya
sehingga Oh Put Kui cepat cepat menghentikan serangannya.
Begitu serangan ditarik kembali, dia segera melompat
mundur sejauh tiga langkah.
Derua angin pukulan yang panas menyengatpun seketika
hilang lenyap tak berbekas.
Setelah berdiri tegak Oh Put Kui baru menjura dan berkata
sambil tertawa: "Siang tua, aku lupa diri sehingga hampir saja melukai
anda, untuk keteledoranku ini harap kau sudi memaafkan......."
waktu itu Siang Ki-pia telah mandi keringat, pelan-pelan dia
menyelipkan kembali kampaknya dipinggang, kemudian
sambil menghela napas panjang katanya:
"Aaaaaaiiii, aku memang sudah tua..........."
Biarpun cuma beberapa patah kata yang singkat, tapi
nadanya justru mengenaskan hati.
Kemudian setelah menjura dan mengulumkan senyuman
yang getir, dia berkata lagi:
"Lote, aku benar-benar takluk kepadamu."
Kemudian dengan langkah lebar segera mengundurkan diri
dari situ. Oh PutKui sendiri berdiri dengan wajah serius, menanti
Siang Ki-pai telah duduk kembali, dia baru berpaling kearah
Lian Peng dan berkata lantang:
"Bibi Lian, bila aku telah menyusahlan jago anda, harap kau
sudi memaafkan......."
Selesai berkata, dengan langkah yang santaipun dia
berjalan kembali ketempat duduknya.
Sambil tertawa Lian Peng segera berkata
"Ilmu silat yang kongcu miliki benar-benar sangat hebat!
Sudah lumrah jika dalam suatu pertarungan ada pihak yang
menang ada pula yang kalah, terbukti sekarang kongcu
memang unggul karena kehebatan ilmu silatmu, apapula yang
membuat kau risau?" Lalu setelah berhenti sejenak, sambil mengangkat kembali
cawannya dia berkata lebih jauh:
"Kongcu, terimalah hormat secawan arakku ini sebagai
ucapan selamat kami......."
Sambil tersenyum Oh Put Kui meneguk isi cawannya.
Sementara itu Nyoo Siau-sian telah berbisik pelan:
"Toako, sungguh hebat ilmu pukulanmu tadi............."
"Sayang tenaga dalamku masih belum cukup sempurna,"
kata Oh Put Kui sambil tertawa, "andaikata orang tuamu yang
mewariskan ilmu tersebut kepadaku yang memainkannya,
mungkin seluruh ruangan ini sudah hancur lebur menjadi
puing berserakan." Mendengar perkataan tersebut Nyoo Siau-sian segera
menjulur lidahnya.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lian Peng tertawa terkekeh-kekeh, katanya pula:
"Ilmu pukulan hong-hwee ciang ini merupakan pukulan
yang diandalkan It-gi Kitsu dalam berkelana dalam dunia
persilatan dimasa lampau, sebagai seorang jago yang
termashur karena ilmu pukulannya, bilamana ilmu tersebut
digunakan sendiri oleh si tua Ku, sudah barang tentu
kelihayannya akan berlipat ganda.........."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tiba-tiba kakek latah
awet muda berkata pula sambil tertawa:
"Nona Lian, tolong tanya perjamuan ini akan diselenggarakan sampai kapan?"
Tertegun Lian Peng menghadapi pertanyaan tersebut,
sahutnya kemudian: "Ban tua, sayur yang dihidangkan pun baru separuh."
"Kalau begitu cepat sayur yang lain dihidangkan, makin
cepat transaksi diantara kita diwujudkan, hal ini semakin baik."
"AKu rasa kau orang tua kan tak usah terburu napsu," kata
Lian Peng sambil tertawa hambar.
Ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui nampaknya telah
menggemparkan semua jago lihay dari gedung Sian-hong-hu.
Perjamuan yang diselenggarakan kali ini akhirnya bisa
diakhiri dalam suasana yang tenang.
Kiau Hui-hui benar-benar merasa lega sekali ketika
perjamuan ini dinyatakan selesai.
Bahkan Nyoo Siau-sian sendiripun turut menghembuskan
napas lega. Sebaliknya keadaan Oh Put Kui seperti dihari hari biasa, ia
tak nampak kaget tak nampak pula gembira, ketika selesai
bersantap, diapun kembali kegedung tamu agung untuk
beristirahat. Kakek latah awet muda sendiri diundang langsung
memasuki gedung belakang.
Oh Put Kui tahu, orang tua ini sedang membicarakan
transaksi jual belinya dengan Lian Peng.
Tapi hal yang paling menggelisahkan hatinya adalah
sampai senja menjelang tiba, belum juga nampak kakek itu
munculkan diri. Pengemis pikun sudah mulai habis kesabarannya.
Untung saja Oh Put Kui berhasil mencegah pengemis itu
untuk tidak melakukan hal-hal yang tak diinginkan.
Sebagai seorang tokoh tua yang berpengalaman dan
berkepandaian tinggi. Kakek latah awet muda tak mungkin
bisa dicelakai orang-orang Sian-hong-hu dengan begitu saja.
Menjelang kentongan pertama, dia bersama pengemis
pikun secara diam-diam berangkat meninggalkan gedung
tamu agung. Suasana didasar loteng Seng-sim-lo gelap gulita tak
nampak sedikit cahayapun.
Oh Put Kui dan sipengemis pikun bergerak secara pelanpelan ditengah kegelapan malam.
Tapi dengan mengandalkan ketajaman mata Oh Put Kui
yang mampu memandang dibalik kegelapan ditambah pula
kecerdasan otaknya yang mengagumkan, tak selang
beberapa saat kemudian mereka telah berhasil menemukan
pintu gerbang menuju kepenjara kematian tersebut.
Seluruh bangunan itu sudah mereka cari dan periksa
secara merata, namun orang yang dicari tak berhasil juga
ditemukan. Pengemis pikun mulai menghela napas dan menggelengkan kepalanya dengan hati kecewa.
Sedangkan Oh Put Kui"
dia tak percaya kalau jalan menuju kedalam penjara
kematian dibangun sedemikian rahasia dan hebatnya.
@oodwoo@ Jilid 37 Kalau bisa, dia ingin mencabut keluar pedang karat cingpeng-kiamnya dan menghancurkan bangunan dibawah tanah
itu sampai rata dengan tanah.
Suatu ketika, mendadak.............
Oh Put Kui merasa terperanjat sekali.
Ia tidak melakukan pencarian lagi atas pintu rahasia dari
penjara kematian itu. Dengan suatu gerakan cepat dia menarik tangan
sipengemis pikun kemudian secepat sambaran kilat menyembunyikan diri dibawah meja altar..........
"Ssssst Liok loko, ada orang datang !"
Waktu itu si pengemis pikun pun sudah mendengar ada
seseorang datang kesitu dengan kecepatan tinggi.
Serta merta mereka menyembunyikan diri dibawah kolong
meja dan tak berani berkutik.
Tak selang lama kemudian terdengar pintu loteng dibuka
orang. Menyusul kemudian terlihat setitik cahaya lampu memancar
masuk kedalam ruangan loteng itu.
Lalu terdengar pula suara Lian Peng sedang berbisik:
"Saudara Ku, aku menduga mereka tak akan kemari,
bagaimana" Disini tak nampak sesosok bayangan manusiapun bukan" Aku rasa saudara Ku kelewat banyak
curiga." Dengan suara agak sangsi Ku Bun-wi segera berkata
"Tapi nona Lian....... sudah jelas aku memperoleh laporan
rahasia......." Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berseru lagi dengan
terperanjat: "Nona Lian, mungkinkah mereka telah berhasil menemukan
pintu masuknya?" Tiba-tiba Lian Peng tertawa:
"Penjara kematian ini dibangun secara kuat dan penuh
kerahasiaan, bagaimana mungkin mereka dapat menemukan
pintu rahasia tersebut" Bila saudara Ku tidak percaya,
silahkan kau buka pintu tersebut serta melakukan
pemeriksaan!" Oh Put Kui serta pengemis pikun yang mendengar
perkataan tersebut menjadi tegang sekali dibuatnya.
Mereka sangat berharap Ku Bun-wi dapat segera membuka
pintu penjara tersebut secepatnya........
Sayang sekali Ku Bun-wi segera menyahut.
"Nona Lian, aku rasa tak usah diperiksa lagi, bayangkan
saja si kakek latah awet muda Ban Sik-tong pun dapat
tersekap disitu, apalagi yang mesti kita takuti dengan Oh Put
Kui" Hanya saja........."
Tiba-tiba ia termenung sampai lama sekali dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
Tapi Oh Put Kui serta pengemis pikun yang menyadap
pembicaraan itu menjadi terkejut sekali.
Benarkah si kakek latah awet mudapun terkurung dibawah
penjara kematian" Berita tersebut pada hakekatnya sukar unutk dipercaya
dengan begitu saja. Mendadak Lian Peng berkata sambil tertawa:
"Saudara Ku, lebih baik kau buka pintu rahasia itu, mari kita
turun kebawah melakukan pemeriksaan."
Ku Bun-wi segera tertawa dingin:
"Baiklah, andaikata Oh Put-kui dan sipengemis sialan itu
benar-benar berhasil menemukan pintu rahasia tersebut,
mungkin saat inipun mereka sudah terkurung didalam."
"Kalau dilihat dari wajah mereka yang tersekap semua
disitu, bisa kubayangkan tentu menarik sekali........." Lian Peng
menambahkan sambil tertawa.
Dalam pada itu Ku Bun-wi telah mengalihkan langkah
menuju kearah meja altar.
Oh Put Kui serta pengemis pikun kontan saja merasa
hatinya sangat tegang, sedemikian tegangnya sampai
tenggorokkan pun terasa amat kering.
Mereka kuatir sekali apabila Ku Bun-wi menyingkap meja
dan mengintip kekolong meja tersebut.
Secara diam-diam Oh Put Kui segera menghimpun tenaga
dalamnya mencapai sepuluh bagian dan bersiap sedia
melancarkan serangan, apabila Ku Bun-wi benar-benar
mengintip kekolong meja, dia segera akan menyerangnya
lebih dulu secara ganas. Untung sekali Ku Bun-wi tidak berbuat demikian.
Dia menuju kesebuah lampu gantung dibelakang meja dan
menariknya........... "Kraaaaaaaaakk...........
kraaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk........... "
Diiringi suara yang nyaring, tiba-tiba muncul sebuah pintu
rahasia disisi sebelah kiri meja tersebut.
Dengan langkah lebar Ku Bun-wi serta Lian Peng segera
melangkah masuk kebalik pintu rahasia tersebut.
Diam-diam Oh Put Kui menghembuskan napas lega
setelah menyaksikan kesemuanya ini.
Sebaliknya pengemis pikun menyeka keringat yang
mengalir ditubuhnya itu dengan perasaan lega.
Meski begitu, kedua orang itu belum berani berkutik dari
tempatnya semula. Lebih kurang setengah perminum teh kemudian, Ku Bun-wi
dan Lian Peng muncul kembali dari balik pintu rahasia dengan
senyum dikulum. "Sangat aneh, kemana perginya sipengemis busuk dan
bicah keparat itu?" Ku Bun-wi nampak sangat jengkel dan
kesal, "nona Lian, mungkinkah mereka sudah menuju keruang
belakang.................."
mendadak Lian Peng kelihatan tegang sekali, segera
sahutnya: "Benar, hampir saja aku lupa dengan ruang belakang,
terutama Kiau Hui-hui, bisa jadi satu komplotan dengan
mereka. Bila Oh Put Kui pergi bertanya kepada mereka,
bukankah semua rahasia yang tak ingin kita beritahukan
kepada Siau-sian akan terbongkar" Mereka tentu tahu kalau
perbuatan kita yang mengatakan kakek Ban serta pengemis
pikun telah pergi lebih dulu adalah pemberitaan bohong."
Sambil berkata dia segera lari menuju keluar ruangan.
Melihat kepanikan yang melanda Lian Peng, cepat-cepat
Ku Bun-wi berseru dengan lantang:
"Benar, nona Lian harus melakukan pemeriksaan keruang
belakang, sedang aku akan melakukan pemeriksaan kebagian
kebun yang lain.........."
Lampu lentera segera menjadi redup dan kedua orang itu
telah beranjak meninggalkan tempat tersebut.
Sepeninggal kedua orang itu, Oh Put Kui menghembuskan
napas panjang dan segera merangkak keluar dari kolong
meja. Pengemis pikun kelihatan sangat gembira katanya
kemudian sambil tertawa: "Lote, nasib kita benar bagus, dalam keputus asaan
ternyata mereka muncul disini sambil memberi kesempatan
baik kepada kita untuk bertindak........."
"Liok loko, kau jangan keburu merasa gembira, siapa tahu
kalau perbuatan mereka ini hanya suatu perangkap!" kata Oh
Put Kui sambil tertawa. "Apa?" pengemis pikun tertegun, "Kau maksudkan.............."
Oh Put Kui memandang sekejap kearah lampu gantung itu
kemudian katanya sambil tertawa:
"Liok loko, sekalipun hal ini merupakan sebuah perangkap,
namun kita tetap akan menerjangnya......... aku lihat sudah
tiada jalan lain lagi buat kita..............."
"Lote, apakah kau menganggap secara yakin bahwa
semuanya ini merupakan perangkap yang sengaka mereka
atur?" tanya pengemis pikun dengan wajah tertegun.
Tampaknya pengemis pikun inipun telah berhasil menebak
keadaan yang sebenarnya secara samar.
"Siapa bilang tidak mungkin?" kata Oh Put Kui sambil
tertawa, "siapa tahu kalau mereka sesungguhnya tahu kalau
kita sedang bersembunyi dibawah kolong meja" Kalau tidak,
mengapa mereka tidak melakukan pemeriksaan diseluruh
ruangan loteng ini?"
"Tidak benar jika kau berkata demikian," seru pengemis
pikun sambil tertawa," lote, andaikata mereka tahu kalau kita
bersembunyi disini, mengapa pula mereka harus membuka
pintu rahasia tersebut serta melakukan pemeriksaan dibawah
penjara?" "Disinilah terletak perangkap mereka, mereka ingin agar
kitapun terkurung juga dalam penjara ini," kata Oh Put Kui
sambil tertawa. Mendengar perkataan tersebut si pengemis pikun segera
menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya cepat:
"Omong kosong, masa mereka dapat mengurung dirimu?"
Oh Put Kui menghela napas panjang:
"Mungkin juga penjara tersebut benar-benar dapat
mengurung kita, kalau tidak mengapa sampai sekarang belum
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga kita peroleh kabar berita dari Ban tua?"
Berubah hebat paras muka pengemis pikun setelah
mendengar perkataan itu. Cepat-cepat dia mundur sejauh tiga langkah kebelakang,
kemudian serunya: "Lote, kalau memang tempat ini merupakan sebuah
perangkap yang disediakan untuk menjebak kita, lebih baik
kita tak usah memasukinya."
"Tidak, kita harus memasukinya," kata Oh Put Kui sambil
tertawa, "loko, lebih baik kau tetap berada diatas."
Sambil berkata dia segera menekan lampu gantung diatas
dinding. Diiringi suara gemuruh, pintu penjara itu segera terbuka
lebar. Mendadak pengemis pikun menyelinap lebih dulu kedalam
pintu rahasia itu seraya serunya
"Lote, biar harus mengorbankan jiwa, aku sipengemis tetap
akan menemanimu.........."
"Tidak usah," tukas Oh Put Kui dengan kening berkerut,"
lebih baik engkoh tua menunggu diatas saja, dengan begitu
kita bisa saling bantu membantu........."
"lote, kali ini kau keliru besar, bila aku tetap tinggal diluar,
mungkin keselamatan jiwaku jauh lebih terancam daripada
mengikuti dirimu memasuki penjara kematian........"
"OOdwOoooh, rupanya engkoh tua kuatir tak mampu
menghadapi kerubutan mereka?"
"Siapa bilang tidak?" sahut pengemis pikun sambil
melompat masuk kedalam pintu rahasia, "kau anggap mereka
tak dapat berbuat demikian terhadapku?"
Selesai berkata dia segera berjalan lebih dulu memasuki
pintu rahasia tersebut. Terpaksa Oh Put Kui hanya tertawa dan tidak banyak
berbicara lagi. oOdwOoo0dw0oOdwOoo Setelah menuruni tujuh belas tingkat undakan batu,
sampailah mereka disebuah ruangan batu kecil yang gelap
gulita tak nampak setitik cahayapun.
Ditengah ruangan hanya terdapat sebuah kasur untuk alas
duduk orang. Pada muka ruangan terdapat sebuah pintu selebar
beberapa depa, dibalik pintu itu tampak setitik cahaya lampu
memancar keluar, suasananya sungguh mengerikan hati.
Dengan suatu gerakan cepat Oh Put Kui menyelinap
menuju kearah pintu tersebut.
Ternyata dibalik pintu itu merupakan sebuah ruang batu
yang jauh lebih besar daripada ruang batu didepan.
Ditengah ruangan itu terdapat sebutir mutiara besar,
Pada tiga bagian dinding ruangan, masing-masing terdapat
tiga buah goa sebesar mangkuk yang tingginya tiga depa dari
permukaan tanah, gua itu gelap gulita sehingga tidak nampak
sesuatu apapun. Oh Put Kui memperhatikan sekejap keadaan disekeliling
tempat itu, tiba-tiba serunya:
"Ban tua, berada dimanakah kau?"
Bentakan keras yang ditemukan dibawah ruangan ini
benar-benar menghasilkan suatu dengungan yang keras
sekali. Dengan perasaan terkesiap pengemis pikun segera
berpikir: "Sialan, siapa suruh kau berteriak keras?"
Tapi belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari balik
goa kecil disebelah kiri sudah kedengaran seorang tertawa
terbahak bahak dengan keras.
Suara tersebut tak lain adalah suara dari si kakek latah
awet muda. "Anak muda" kedengaran dia berseru, "sudah kuduga kau
pasti akan mencari sampai disini..........."
Oh Put Kui menjadi tertegun setelah mendengar suara itu,
segera pikirnya: "Tampaknya kakek ini tidak tahu apa artinya duka,
andaikata aku tidak kemari........."
Sementara itu diluarnya dia segera menjawab:
"Ban tua, boanpwe tidak menerima kalau kau benar-benar
terkurung disini........."
Mendengar itu kembali kakek latah awet muda tertawa
tergelak: "Benar, aku memang terkurung disini........"
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba kedengaran dia berseru
lagi dengan suara dalam: "Mana sipengemis ?"
Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, pengemis pikun
telah menyahut dengan lantang:
"Aku sipengemis berada disini........."
"Haaaaaaaaaahhhhhhhhh........
haaaaaahhhhh........ hhhhaaaaahhhhh.......... bagus sekali," seru kakek latah awet
muda sambil tertawa tergelak, "apabila kau tak berani
memasuki penjara bawah tanah hari ini, aku sudah bersiapsiap memunahkan semua kepandaian silatmu begitu lolos dari
kurungan disini........."
Mendengar ancaman tersebut sipengemis pikun segera
menjulurkan lidahnya dengan perasaan ngeri, teriaknya:
"Empek Ban, kapan sih aku sipengemis telah membuat
gara-gara kepadamu?"
"Masa kau berani" Coba bayangkan saja apakah aku mesti
berpeluk tangan saja melihat seorang pengemis kecil macam
kau hidup sebagai pengecut yang takut mampus?"
Baru sekarang pengemis pikun dapat bersyukur didalam
hati, untung saja dia nekad turut masuk kedalam penjara
bawah tanah, seandainya dia tetap tinggal diluar pintu rahasia
tadi, sudah jelas dia tak akan terlepas dari tuduhan sebagai
pengecut yang takut mati.
Biarpun merasa terkejut didalam hati, namun diluarnya dia
berseru dengan penuh bersemangat:
"Empek Ban, siapa bilang aku sipengemis adalah seorang
pengecut yang takut mati?"
Baru selesai dia berkata, kakek latah awet muda telah
menyambung sambil tertawa:
"Aku percaya kepada mu........."
Baru sekarang Oh Put Kui berkata sambil tertawa:
"Ban tua, perlukah kubukakan tembok penghalang ini?"
Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaaaaaaaahhhhh...........
haaaaaaaaaaaahhh...........
haaaaaaaaaahhhhhhhh..... anak muda, kau anggap aku
benar-benar terkurung disini?"
Oh Put kui segera menjadi tertegun setelah mendengar
perkataan tersebut, dia berpaling dan memandang sekejap
kearah goa kecil dihadapannya, lalu bertanya sambil tertawa:
"Apakah kau orang tua mampu keluar dari situ?"
"Tentu saja........" kakek latah awet muda tertawa tergelak,
"kalau cuma dinding batu setebal tiga depapun sudah dapat
mengurung diriku, buat apa orang menyebutku sebagai situa
Ban yang serba tahu dan serba bisa?"
"Kalau toh kau orang tua tidak tersekap, mengapa tidak
segera keluar dari sini?" tanya sang pemuda kemudian sambil
tertawa. "Haaaaahhhhhh..........
hhhhhhaaaaaaahhhhhhhh......
haaaahhhhh....... aku ingin mencoba sampai dimanakah
kemampuanmu, kecerdasanmu serta keberanianmu............."
"Ban tua, tentunya kau sudah mencobanya bukan
sekarang?" "Yaaa, sudah kubuktikan, ternyata kau memang seorang
pemuda yang berhati mulia......"
Oh Put Kui tertawa geli oleh perkataan tersebut.
SEmentara si pengemis pikun berteriak keras tiba-tiba:
"Ban tua, ayoh cepat keluar!"
"Hey pengemis cilik, aku saja tidak cemas apa pula yang
kau gelisahkan?" "Ban tua, kau tahu perempuan she Lian itu sengaja
membuat perangkap disini agar aku sipengemis dan Oh lote
terjebak didalamnya, bila kau tidak segera keluar dan sampai
mereka berdatangan semua disini, urusannya tentu akan
bertambah repot........."
"Perangkap" Perangkap apa?" kata kakek latah awet muda
sambil tertawa. "Ban tua, kau anggap kami sendiri yang berhasil
menemukan alat rahasia pembuka pintu bawah tanah ini?"
"Kalau bukan dicari sendiri, memangnya ada orang yang
sengaja membukakan pintu untuk melepaskan kalian masuk?"
"Memang begitulah, cuma mereka bukakan pintu tersebut
secara diam-diam.........."
"Siapa yang telah memberi petunjuk kepada kalian?"
"Lian Peng serta Ku Bun-wi?"
"LhoOdwOo, kok bisa mereka?" seru kakek latah awet
muda agak tertegun. "Itulah sebabnya kubilang hal ini merupakan suatu
perangkap, dia ingin mengurung pula aku serta oh lote
disini..........." "Benarkah demikian?"
"Memang begitulah keadaan yang sebenarnya," sahut Oh
Put Kui sambil tertawa. Tiba-tiba kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Anak muda, bukan saja kau berhati mulia, pada
hakekatnya kau lebih mengutamakan urusan dinas daripada
kepentingan sendiri, memandang kematian bagaikan berpulang biasa............"
"Pujian yang kelewatan..........." batin Oh Put Kui.
Dalam pada itu si kakek latah awet muda telah berkata lagi
setelah berhenti sejenak:
"Anak muda, dimanakah Lian Peng serta Ku Bun-wi
sekarang?" "Aku rasa mereka segera akan menyusul kemari........."
Mendadak dari arah pintu yang memisahkan ruang depan
dengan ruang dalam kedengaran suara gemerincing yang
amat nyaring.............
Menyusul kemudian tampak pintu sempit tersebut sudah
tertutup rapat-rapat. Pada saat itulah kedengaran Lian Peng berseru sambil
tertawa dingin: "Oh Kongcu, tentunya kedatanganku tepat pada waktunya
bukan..........." Disaat pintu batu itu hampir menutup, pengemis pikun
cepat-cepat menyerbu keluar dan menghantam pintu tersebut
dengan sepenuh tenaga.........
Sambil menggempur pintu, teriaknya keras-keras:
"Nona Lian, jangan kau tutup pintu ini, aku sipengemis akan
keluar untuk kencing..........."
Tapi sayang pintu batu tersebut sudah tertutup rapat-rapat.
Kakek latah awet muda yang mendengar perkataan
tersebut segera berseru sambil tertawa:
"Pengemis kecil, kalau ingin kencingpun tak usah terburu
nafsu............." Sementara itu Oh Put Kui telah berkerut kening.
Dia menjumpai kalau suara pembicaraan dari Lian Peng
berasal dari atas ruangan batu itu.
Padahal diatas langit-langit ruangan batu itu sama sekali
tidak terdapat sedikit celahpun.
Dia tak habis mengerti bagaimana cara Lian Peng
menyampaikan suara pembicaraannya kebawah ruangan,
bilamana ruangan tersebut tertutup begitu rapat.
Setelah termenung sejenak, Oh Put Kui segera berkata
sambil tertawa tergelak: "Bibi Lian, beginikah caramu melayani tamu?"
Lian Peng tertawa terkekeh-kekeh:
"Oh kongcu, saat ini kau sudah bukan merupakan tamu
agung gedung kami lagi..........."
Untuk berhasil menemukan dariamanakah sumber suara
dari Lian Peng tersebut, tentu saja Oh Put Kui tak ingin
memutuskan pembicaraan antara mereka dengan begitu saja,
mendengar perkataan tersebut ia segera berkata sambil
tertawa tergelak: "Bibi Lian, jadi kau yakin kalau aku tak sanggup keluar lagi
dari sini?" "Yaaaa, pada hakekatnya kau memang tak bisa keluar lagi
dari situ." Dalam waktu singkat Oh Put Kui telah berhasil menemukan
sesuatu titik terang. Tapi dia belum berani memastikan seratus persen, maka
kembali ujarnya sambil tertawa:
"Bibi Lian, adik Siau-sian tentu akan menanyakan
persoalan ini kepadamu!"
Mendadak Lian Peng tertawa cekikikan, serunya:
"Tentu saja dia akan menanyakan persoalan ini, tapi kau
tak usah kuatir, aku dapat membuatnya percaya dengan
perkataanku, bukan saja tidak cemas malahan justru
bertambah gembira.............."
"Jawaban apakah yang hendak bibi Lian sampaikan
kepada adik Siau-sian sehinggga membuatnya merasa
gembira?" Lian Peng tertawa: "Oh kongcu, sebenarnya aku tak ingin menjawab
pertanyaanmu itu, tapi berhubung kau memang tak bisa keluar
lagi dari penjara kematian untuk selamanya, baiklah akan
kuberi kesempatan kepadamu untuk bertanya sampai
jelas.........." Sementara itu sipengemis pikun sudah berapa kali ingin
mencaci maki lawannya, tapi niat tersebut selalu berhenti
dicegah oleh Oh Put Kui, sebab dia menganggap segala
umpatan tersebut sama sekali tak ada manfaatnya.
Disaat Lian Peng berhenti berbicara, Oh Put Kui segera
berseru lagi: "Bibi Lian, kau memang berbesar jiwa."
Lian Peng tertawa dingin:
"Terhadap seseorang yang sudah tak punya harapan lagi
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk hidup bebas, aku memang perlu berbesar jiwa.........."
Sejenak kemudian dengan suara yang lebih lembut dia
berkata kembali: "Oh kongcu, akan kukatakan kepada anak sian bahwa kau
bersama kakek latah awet muda dan pengemis pikun telah
pergi lebih dulu, dia tentu akan percaya dengan perkataanku
ini." Oh Put Kui segera berpikir:
"Bisa saja dia berbuat demikian..........."
Ketika Lian Peng tidak mendengar jawaban dari Oh Put
Kui, dia segera berkata lagi:
"Oh Kongcu, tentunya kau mengakui bukan kalau
perkataanku ini tepat sekali?"
"Tapi aku rasa alasanmu itu tak akan bisa mengembalikan
hati adik Siau-sian."
Lian Peng segera tertawa.
"Andaikata akupun memberitahukan kepadanya bahwa
kalian telah berhasil menolong seorang tokoh silat yang
terkurung ddalam penjara kematian, bukankah dia akan
bergembira sekali?" "Haaaaahhhhh.........
haaaaahhh......... haaaaaaaaahhhhhh........ mana mungkin dia akan percaya ?"
seru Oh Put Kui sambil tertawa tergelak, "apalagi rahasia
penjara kematian kau bakal bocor?"
Dia menganggap perkataan dari Lian Peng ini tidak tepat,
orang yang berada dalam penjara kematian disekap oleh Lian
Peng sendiri, bagaimana mungkin dia bisa memberi
penjelasan kepada Siau-sian"
Tapi Lian Peng segera tertawa terkekeh-kekeh sambil
katanya: "Asalkan kulimpahkan semua tanggung jawab kini kepada
mendiang suamiku, anak Sian pasti tak akan menaruh curiga
lagi.............." Mau tak mau Oh Put Kui harus mengakui juga akan
kelicikan serta kecerdikan perempuan ini.
Seandainya dia benar-benar berkata demikian, Nyoo Siausian pasti akan percaya penuh dengan perkataannya.
Dalam pada itu Oh Put Kui telah berhasil pula membuktikan
bahwa apa yang diduganya memang benar.
Ternyata suara pembicaraan dari Lian Peng disalurkan
melalui balik tirai besi diantara mutiara yang berada dalam
ruangan, bahkan bisa jadi dibalik tirai besi itu terdapat sebuah
lubang kecil yang dapat dipakai untuk mengintip keadaan
dalam ruangan tersebut. Setelah termenung sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil
tertawa: "Bibi Lian, semua perhitunganmu cukup membuat aku
kagum, hanya sayang kesalahanmu yang terbesar tak pernah
terpikirkan olehmu.............."
"Aku tidak percaya kalau aku telah melakukan kesalahan!"
kata Lian Peng sambil tertawa dingin.
"Bibi Lian, kau harus tahu penjara kematian ini tak akan
mampu mengurung kami!" seru sang pemuda sambil tertawa.
Baru selesai perkataan itu diutarakan, Lian Peng tak bisa
menahan diri lagi untuk tertawa tergelak:
"Oh kongcu, bagaimanakah kemampuanmu bila dibandingkan dengan kemampuan Ban Sik-tong?"
"Tentu saja tak bisa ditandingi, Ban tua merupakan seorang
tokoh persilatan yang luar biasa."
"Itulah dia, bahkan Ban Sik-tong pun terkurung disini.............."
Belum habis perkataan itu diutarakan kakek latah awet
muda telah berseru sambil tertawa tergelak:
"Budak Lian, kau tak usah mengigau lebih dulu, sebetulnya
aku masih ingin berdiam beberapa lama lagi dalam ruangan
yang kau sebut sebagai penjara kematian ini, tapi berhubung
aku mendongkol setelah mendengar ejekanmu ini, maka
terpaksa aku akan keluar lebih awal..................."
Begitu selesai berkata, mendadak terdengar suara
bentakan keras berkumandang dalam ruangan.
Sementara Oh Put Kui masih tertegun, dinding batu setebal
tiga depa itu sudah retak sepanjang beberapa kaki dengan
lebar beberapa depa............
Kemudian disusul kakek latah awet muda pun menerobos
keluar dari situ. Oh Put Kui segera mendengar jeritan kaget dari Lian Peng
bergema tiba. "Bagaimana anak muda?" terdengar kakek latah awet
muda berseru kepada Oh Put Kui sambil menepuk bahunya,
"aku tidak mengibul bukan...............?"
Oh Put Kui tertawa: "Sejak tadi boanpwe sudah percaya!"
Kakek latah awet muda segera mendongakkan kepalanya,
lalu berseru sambil tertawa tergelak:
"Hey budak, apakah kau masih berada disitu?"
Tentu saja tidak ada. Disaat kakek latah awet muda menjebol dinding tadi, Lian
Peng sudah kabur terbirit-birit karena ketakutan.
"Ban tua, dia sudah lari ketakutan !" seru Oh Put Kui
kemudian sambil tertawa. "Anak muda, aku rasa dia bukan lari karena ketakutan............"
"Empek tua, kau anggap apa yang sedang dilakukan Lian
Peng?" tanya pengemis pikun tertegun.
"Tentu saja mencari akal jahat lain untuk memendam
hidup-hidup kita semua disini..........."
"Mati tertimbun paling tak enak, Ban tua, lote, ayoh cepat
kita kabur dari sini............." teriak pengemis pikun ketakutan.
"Tak usah terburu napsu," Oh Put Kui menggeleng sambil
tertawa, "Ban tua, apakah gwakongku berada disini?"
"Yaaa, benar!" "Mengapa boanpwe tidak mendengar suaranya?"
"Haaaaahhhh..........
hhhaaaaaahhhhhhhhh........
hhhhhaaaaahhhhhh.......... karena aku telah menotok jalan
darah tidurnya." "Mengapa begitu?"
"Si tua aneh she Lan ini kelewat berangasan. Aku kuatir
setelah lolos dari sini nanti kelewat banyak membunuh orang,
oleh sebab itu mau tak mau aku harus menotok jalan darah
tidurnya lebih dulu, apalagi aku pun tak tega membiarkan dia
tahu dengan mata kepalanya sendiri bagaimana dirinya
ditolong orang........."
Oh Put Kui bukan orang bodoh, dia segera mengerti bahwa
dibalik kesemuanya ini tentu ada hal-hal yang tak beres.
Maka sambil tertawa hambar katanya:
"Ban tua, apakah gwakongku telah mendapat musibah?"
"Anak muda kau memang cerdik sekali.........." puji kakek
latah awet muda setelah tertegun sejenak.
Oh Put Kui merasa amat terperanjat, cepat-cepat dia
berseru: "Ban tua, luka apakah yang diderita dia orang tua?"
Tiba-tiba kakek latah awet muda menghela napas panjang:
"Kakek luarmu telah dibelenggu tulang pie-pa-kutnya oleh
Wi Thian-yang dengan rantai tembaga yang terbuat dari baja
berumur selaksa tahun, akibatnya meskipun memiliki ilmu silat
yang tinggi namun tak dapat digunakan.........."
"Jadi ilmu silat yang dimiliki gwakongku telah punah?"
tanya Oh Put Kui dengan perasaan ngenes.
"Siapa yang mampu memunahkan ilmu silat dari situa aneh
she Lan" Anak muda, kakek luarmu hanya terluka pada goankhinya, asal beristirahat barang sepuluh hari sampai dengan
setengah bulan, kesehatannya tentu akan pulih kembali."
Oh Put Kui baru merasa lega setelah mendengar perkataan
ini, katanya kemudian: "Kalau begitu biar boanpwe masuk kedalam untuk
membopong keluar dia orang tua."
"Tidak usah kau sendiri, biar sipengemis cilik yang
melakukan tugas tersebut!"
Tapi Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Tidak bisa jadi, sudah menjadi kewajiban boanpwe untuk
mengurusi kakek luarku, masa aku harus merepotkan Liok
loko untuk membopongnya?"
Dalam pada itu sipengemis pikun telah menerobos masuk
kedalam penjara kematian tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Dalam waktu singkat dia telah muncul kembali dari balik
goa dengan membopong seorang kakek berbaju biru yang
berjenggot putih. Betul juga, kakek berbaju biru itu sudah tertidur sangat
nyenyak.......... Jubah biru yang dikenakan olehnya sudah compang
camping........... dibagian bawah bahunya terdapat dua buah
lubang besar, mungkin disitulah rantai baja yang semula
membelenggunya berada. Dengan sedih Oh Put Kui menjura kepada Peng-goankoay-kek Lan Ciu-sui yang tertidur nyenyak itu, lain
gumamnya: "Cucunda menjumpai gwakong........."
Tanpa disadari titik air mata telah jatuh berlinang
membasahi pipinya. Melihat hal tersebut, kakek latah awet muda segera
menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil
tertawa: "Anak muda, kau jangan bersedih hati, mari kita buka pintu
dan menerobos keluar dari sini........."
"Boanpwe turut perintah.........."
Dengan langkah lebar dia berjalan menuju kedepan pintu
batu yang btertutup rapat itu, lalu menarik napas panjang,
menghimpun tenaga dalam sebesar sepuluh bagian dalam
telapak tangannnya, dan diiringi suara bentakan keras segera
dilontarkan kedepan. "Blaaaaaaammmmm............."
Pintu batu itu segera hancur berkeping-keping dan roboh
keatas tanah. "Ilmu pukulan yang sangat hebat, anak muda, ternyata kau
mampu menghancurkan seluruh pintu batu tersebut!"
Padahal secara diam-diam Oh Put Kui sendiripun merasa
sangat terkejut. Ia tak habis mengerti darimanakah datangnya tenaga
serangan yang begini dahsyat.
Tapi dia lupa, serangan tersebut dilancarkan olehnya dalam
keadaan sedih dan marah, tak heran kalau tenaga yang
terpancar kemudian sama sekali diluar dugaan bahkan satu
kali lipat lebih dahsyat daripada kemampuannya semula.
Dengan cepat mereka bertiga melangkah keluar dari pintu
batu tersebut. Tapi pintu keluar diatas permukaan tanah ternyata
disumbat pula rapat-rapat.
Kakek latah awet muda segera berseru sambil tertawa:
"Anak muda, pergunakan pedangmu."
Oh Put Kui menurut dan segera mencabut keluar pedang
karatnya, baru saja siap akan dibacokkan keatas, mendadak
kakek latah awet muda menghalangi kembali seraya berseru:
"Berikan pedang itu kepadaku!"
Oh Put Kui berdiri tertegun setelah mendengar seruan itu,
tapi dia segera menyodorkan pedang karat itu kedepan.
Setelah menerima pedang tersebut, kakek latah awet muda
baru berkata sambil tertawa tergelak:
"Anak muda, tahukah kau apa kegunaaan pedang yang
kupinjam ini..........."
Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Biarpun boanpwe tidak tahu setepatnya namun masih
dapat menduga, bukankah kau ingin menggunakan ketajaman
pedang tersebut untuk membelah pintu tersebut..............."
"Kau hanya betul separuh anak muda!" seru kakek latah
awet muda sambil tertawa.
"Hanya betul separuh?"
"Aku tak akan mempergunakan ketajaman dari pedang
tersebut, melainkan menggunakan sari hawa sakti dari
ketajaman pedang tersebut.............."
Setelah berhenti sejenak, kakek itu berkata lebih jauh:
"Pedang ini merupakan senjata tajam yang luar biasa, apa
bila digunakan oleh orang yang bertenaga dalam tinggi, dan
menyalurkan seluruh kemampuan kedalam pedang tersebut,
maka baja yang berada sepuluh kaki jauhnyapun akan
tertembus juga...................."
"Boanpwe sudah mengerti!" Oh Put Kui tertawa.
"Apa yang kau pahami?"
"Pintu batu yang tembus keatas ini tebalnya mencapai
berapa kaki, kau orang tua tentu kuatir boanpwe tidak
memahami rahasia tersebut sehingga membuang tenaga
dengan percuma tanpa memberikan hasil yang nyata,
bukankah demikian?" "Ya memang begitulah................" kakek latah awet muda
tertawa. Begitu selesai berkata, pedangnya yang berada ditangan
kanan segera ditusukkan kearah pintu batu yang tebal itu.
Dengan sebilah pedang yang sama, namun memberikan
pengaruh yang berbeda ditangan kakek tersebut.
Oh Put Kui segera menyaksikan disaat ujung pedang karat
cing-peng-kian itu hampir mencapai pintu batu itu, tiba-tiba
menyembur keluar segulung hawa pedang berwarna hijau
yang langsung menembusi batu tersebut.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika kakek latah awet muda mengerahkan tenaganya
sambil memutar pergelangan tangan.
Hancuran batu segera berguguran keatas tanah bagaikan
hujan gerimis. Secara beruntun kakek latah awet muda melancarkan tiga
buah serangan berantai. Diatas pintu batu yang sangat tebal itu segera muncul tiga
retakan besar yang membelah batu besar menjadi tiga bagian.
Tidak sampai disitu batu raksasa seberat ribuan kati itu
rontok keatas tanah, tiba-tiba kakek latah awet muda
mengayunkan tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan
dahsyat setelah itu baru serunya sambil tertawa tergelak:
"Anak muda, bagaimana hasilnya............."
Ternyata pintu batu itu sudah terbelah sehingga muncul
sebuah lubang yang besar.
Sebaliknya hancuran batu yang terbelah oleh pedang tadi
sudah mencelat sejauh dua kaki lebih oleh tenaga pukulan
kakek latah awet muda, terbukti timbul suara gemuruh yang
keras diatas permukaan tanah sebelah atas.
"Ban tua, kekuatan tenaga pukulanmu benar-benar
mengagumkan boanpwe.........." puji Oh Put Kui kemudian
sambil tertawa. kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak, setelah
mengembalikan pedang ketangan Oh Put Kui, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia menerobos keluar dari
pintu rahasia tersebut. Setelah menyarungkan pedangnya, Oh Put Kui malah
mundur selangkah kebelakang.
Dia membiarkan pengemis pikun yang membopong
kakeknya keluar lebih dulu sebelum dia menyusul
dibelakangnya. Ketika mereka bertiga sudah keluar dari penjara bawah
tanah, ditemukan ruangan loteng Seng-sim-lo telah terang
benderang bermandikan cahaya lentera.
Meja altar yang berada dalam ruangan telah hancur
berantakan tertumbuk oleh pintu batu yang mencelat terkena
pukulan tadi. Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kakek
latah awet muda segera berseru:
"Anak muda, mari kita balik dulu ke gedung penerimaan
tamu..........." "Silahkan kau orang tua mengambil tampuk pimpinan!"
sahut Oh Put Kui tertawa.
Mendadak pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali seraya berseru:
"Aku rasa tak baik, kita tak boleh terlalu lama berdiam
didalam sarang harimau..........."
"Huuuuuuh, tempat macam inipun disebut sarang
harimau?" kakek latah awet muda tertawa tergelak, "kentut
anjing, hey ppengemis cilik, jika nyalimu kelewat kecil lebih
baik cepat-cepat menggelinding pergi dari sini, aku kuatir kau
akan membikin malu perkumpulanmu saja........"
"Aaaaaaakh, tindakan pengamanan seperti ini bukan
termasuk perbuatan yang memalukan," teriak pengemis pikun,
"Ban lopeh, ini namanya orang yang tahu diri."
"Huuuuuuh, tahu diri apa.........." ejek Oh Put Kui tertawa
geli. "Hey kunyuk," seru kakek latah pula, "ini bukan namanya
tahu diri, tapi pengecut takut mati !"
"Aku sipengemis bukan seorang pengecut yang takut mati,
" seru pengemis pikun sambil membalikkan biji matanya,
"yang benar, Lan cianpwe ini tak boleh sampai memperoleh
rasa kaget lagi akibat gangguan dari mereka !"
Diam-diam terkejut juga Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, dia merasa apa yang dikatakan sipengemis
pikun memang beralasan sekali.
Tapi si kakek latah awet muda segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Siapa yang berani berbuat demikian" Selama aku berada
disini, tak nanti mereka berani mencoba mencabut gigi dari
mulut harimau............."
Memang apa yang dikatakanpun bukan sebuah kibulan
kosong belaka. Sudah barang tentu pengemis pikunpun tak berani banyak
berbicara lagi. Dengan dipimpin oleh si kakek latah awet muda,
berangkatlah ketiga orang itu menuju ke gedung tamu agung.
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera pula direbahkan
diatas pembaringan dalam kamar kakek latah awet muda.
Sedangkan Oh Put Kui balik pula kedalam kamar sendiri.
Hanya pengemis pikun seorang yang mengomel tiada
hentinya: "Sialan........ benar-benar lagi apes.........."
Rupanya lagi-lagi mendapat tugas untuk menjaga pintu.
Padahal apa yang diperbuat mereka saat ini sama sekali
tak ada artinya, karena segenap pemimpin dalam gedung
Sian-hong-hu telah mengambil langkah seribu dan tak
seorangpun yang ketinggalan.
Yang masih tetap berada disitu hanya sikakek pencari kayu
dari bukit utara serta situkang ramal setan.
Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui juga tidak pergi.
Lian Peng tidak memberi kabar kepada mereka, diapun tak
berani mengabarkan kejadian tersebut kepada mereka.
Oleh sebab itulah disaat fajar telah menyingsing dan
mereka berdua berniat memberi salam kepada Lian Peng,
baru saat itulah diketahui kalau Lian peng sudah tidak berada
ditempat. Nyoo Siau-sian sama sekali tidak merasakan sesuatu
gejala yang tidak beres. Sebab dimasa-masa lalupun bibi Liannya seringkali pergi
meninggalkan rumah tanpa pamit.
Berbeda sekali dengan Kiau Hui-hui, dia segera merasakan
ada sesuatu yang tak beres.
"Adik Sian," demikian ia berkata kemudian, "mari kita pergi
menengok Oh toako, apakah dia masih berada ditempat.........." Pertanyaan ini serta merta meningkatkan kewaspadaan
Nyoo Siau-sian, dia tahu tentu ada yang tak beres dalam
gedungnya. "Betul enci Kiau," sahutnya segera, "apakah kau
merasakan sesuatu gejala yang kurang beres?"
Kiau Hui-hui manggut-manggut:
"Yaaa, aku kuatir kalau kepergian bibi Lian secara
mendadak ini ada sangkut pautnya dengan oh toako!"
"Kalau begitu, mari kita segera berangkat..........." kata Nyoo
Siau-sian dengan wajah berubah.
Bagaikan hembusan angin, serentak berangkatlah kedua
orang gadis itu menuju kegedung tamu agung.
Sungguh diluar dugaan ternyata persoalan yang dijumpai
sama sekali berjalan lancar dan tanpa halangan.
Tapi kejadian ini pun membuat Nyoo Siau-sian merasakn
hatinya makin pedih dan menderita.
Ia merasakan hatinya resah dan duka.
Diapun merasakan cekaman yang begitu besar dan
mengerikan tentang asal usulnya.
Dan saat ini , dia seolah olah merasa dirinya sudah menjadi
puteri Nyoo Thian-wi serta memperoleh cemoohan, hinaan
dan caci maki dari umat persilatan.
Tapi dengan munculnya kedua orang gadis itu, Oh Put Kui
pun menjadi semakin yakin bahwa gedung Sian-hong-hu
memang terdapat masalah yang kurang beres, bahkan bisa
jadi seluruh peristiwa yang terjadi selama ini didalangi oleh
mereka. sambil tertawa terbahak-bahak kakek latah awet muda
segera berkata: "Hey budak, bukankah Lian Peng hilang secara
mendadak?" "Betul, semenjak pagi tadi, tak seorang manusiapun yang
berhasil kami jumpai!" sahut Kiau Hui-hui sambil tertawa getir.
Kembali kakek latah awet muda tertawa:
"Sudah kuketahui sejak tadi, ia tentu sudah melarikan
diri............." "Sudah kau duga?" tanya Oh Put Kui tercengang.
"Haaaaahhhhhh.........
haaaaahhhhhhhh.......... haaaaaahhhhhh......... aku bukan cuma menduga, bahkan
dugaanku amat tepat sekali. Demi keselamatan jiwanya sudah
barang tentu Lian Peng tak akan berani bercokol dalam
gedung lagi!" "Tapi mungkinkah dia kabur kemana?" tanya Nyoo Siausian dengan perasaan kaget.
Bagi pendapat Nyoo Siau-sian, kepergian Lian Peng tanpa
pamit merupakan suatu peristiwa yang sukar dimengerti.
"Menurut pendapatmu dia bisa pergi kemana?" kakek latah
awet muda balik bertanya.
"Boanpwe tidak tahu....."
"Hey budak, biasanya apakah dia seringkali pergi
meninggalkan gedung.............?"
"Betul," gadis itu mengangguk, "bibi Lian memang
seringkali pergi meninggalkan rumah."
"Tahukah kau kemana dia pergi?"
Nyoo Siau-sian berpikir sebentar, lalu jawabnya :
"Agaknya suatu kali bibi Lian pernah bilang hendak pergi ke
Tay-tong........." "Tay-tong diShoa-say?" tanya kakek latah awet muda
Bende Mataram 1 Kuda Putih Karya Okt Rajawali Hitam 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama