Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 8
pembantumu, sedangkan aku menjadi kasir saja, bagaimana
?" "Kau sebagai kasir" Buat apa kita mempunyai kasir?" seru
Put-lo-huang siu sambil berkerut kening.
Pengemis pikun segera tertawa terbahak-bahak.
"Sewaktu pembukaan nanti, orang pasti akan memberi
hadiah padamu, bila ak ada seorang kasir yang bisa
dipercaya, bukanlah urusan akan berabe ?"
"Tidak bisa," Put-lo-huang-siu menggeleng, "kalau kau si
pengemis yang menjadi kasir, itu namanya memendam bakat
bagus, lebih baik aku mencarikan kedudukan lain saja
bagimu......." "Tidak, aku tidak mau, aku ingin menjadi kasir saja." Ngotot
pengemis pikun sambil menggeleng.
Bagaikan sedang membujuk anak kecil. Put-lo-huang-siu
segera berseru : "Lok kecil, pengemis baik.....percuma menjadi kasir. Meski
kedudukannya lumayan tapi tergantung dari paras muka
orang, bila orang-orang tak senang hati, jau harus
membungkukkan badan sambil tertawa, pengemis, masa kau
tahan " Itu bukan pekerjaan yang enak..........."
"Tidak ! Tidak ! Aku harus menjadi kasir, aku harus menjadi
kasir !" ngotot pengemis pikun.
Melihat dua orang kakek berusia ratusan tahun masih
bersikap macam anak kecil saja. Oh Put Kui menjadi meringis
sambil menahan gelinya. Diam-diam dia tertawa terpingkal-pingkal.
Agaknya Put-lo-hung-siu sudah kehabisan akal, sambil
tertawa dia lantas berkata :
"Pengemis cilik, apa sih enaknya menjadi seorang kasir"
Aaaai.........kau memang............."
"Sebagai seorang kasir tentu saja ada enaknya !" kata
pengemis pikun sambil mencibir.
"Coba katakan apa enaknya " Kalau ada kebaikannya saja,
aku pasti akan setuju!"
Tiba-tiba paras muka pengemis pikun berubah menjadi
merah padam, katanya : "Dalam hidupku aku belum banyak mengenal barangbarang berharga, maka jika aku si pengemis sudah menjadi
kasir, pasti akan kupelajari lebih mendalam benda-benda bulat
yang berharga itu, sehingga kalau dikemudian hari aku
berkesempatan mendapatnya, benda itu tak sampai kubuang
dengan percuma." Kali ini Oh Put Kui tak sanggup menahan diri lagi, dia
tertawa terpingkal-pingkal sampai terduduk dikursi.
Gelak tertawa Put-lo-huagn-siu pun amat keras sampai
menggetarkan seluruh angkasa.
Hanya pengemis pikun seorang tidak tertawa, dia malah
bertanya keheranan : "Mengapa kalian tertawa kegelian" Aku toh berbicara
dengan sejujurnya?" Benar, ia memang berbicara dengan sejujurnya.
Tapi di dunia ini memang banyak terdapat kejadian aneh.
Semakin jujur seseorang berbicara, sering kali justru
semakin membuat sakitnya perut orang yang tertawa kegelian.
Semakin tidak jujur seseorang berbicara malahan sering
kali akan kelihatan kesudian dan keangkerannya.
Setengah harian kemudian, Oh Put Kui baru dapat
menahan rasa gelinya, ia lantas berkata :
"Lok loko, kalau hanya ingin mempelajari soal mutiara atau
permata, tidak usah mesti jadi kasir, kau toh bisa minta
petunjuk dari orang lain ?"
"Tidak!" kembali pengemis pikun menggeleng, "apabila
kedudukanku hanya sedikit dibawah kalian berdua saja,
sangat memalukan bila aku mesti belajar dari orang lain cuma
dikarenakan pengetahuan semacam itu....."
"Apakah kau kuatir orang lain memandang rendah kau si
pengemis....." Sekali lagi paras muka pengemis pikun berubah menjadi
merah padam karena jengah sahutnya lagi :
"Kalau cuma dipandang rendah mah urutan kecil, vila
pamor lote dan Ban tua sampai merosot, apakah aku si
pengemis bisa menahan diri?"
Mendengar perkataan tersebut, Oh Put Kui segera tertawa.
"Nah, begitu baru enak didengar....."
"Apanya yang enak didengar?" tiba-tiba Put-lo-huang-siu
mengumpat, "pengemis cilik, tampaknya kau masih mempunyai sesuatu maksud tertentu!"
"Darimana kau bisa tahu?" pengemis pikun agak tertegun.
Tapi setelah berbicara, dia baru tahu salah.
Kalau toh dia memang mempunyai maksud lain, apakah hal
ini boleh diutarakan kepada orang lain?"
Oleh sebab itu dia lantas membungkam dalam seribu
bahasa dan tidak berbicara lagi.
"Bagaimana" Sudah mengaku?" ejek Put-lo-huang-siu lagi
sambil tertawa tergelak. Kali ini pengemis pikun benar-benar tak dapat berbicara
lagi.... Put-lo-huang-siu yang menyaksikan hal ini segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaahhh................haaahhhh............
haaahhhh............sudahlah, jangan harap kau bisa menjadi
kasir dalam sepanjang hidupmu, hmmm! partai belum
didirikan, kau si pengemis sudah berniat jahat dengan maksud
hitam makan hitam, hal ini mana boleh jadi?"
Kemudian sambil mencibirkan bibir serunya lagi. "Sudahlah, aku tidak jadi mendirikan partai polos dan jujur
lagi......lebih baik bubar saja."
Oh Pu Kui yang mendengar perkataan itu kontan saja
tertawa terbahak-bahak, pikirnya :
"Ini memang tindakan yang bagus, didirikan cepat,
dibubarkannya lebih cepat lagi....."
"Bubar ya bubar !" kata pengemis pikun sambil mencibir,
"biar miskin aku si pengemis tak akan sampai miskinya luar
biasa, apalagi dalam sakuku masih ada beberapa lembar
ribuan tail emas !" Rupanya dia teringat kembali dengan lembaran uang emas
yang berada di dalam sakunya.
Tiba-tiba Put-lo-huang-siu tertawa dingin, serunya :
"Aku tak kepingin, akupun punya........"
Sambil berkata dia mengeluarkan kembali mata uang
tembaga yang akan dipakai buat bertaruh lagi dengan pedang
sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia itu.
Lalu kepada Oh Put Kui katanya sambil tertawa :
"Bocah muda, coba kau lihat, bukanlah uang tembagaku
jauh lebih banyak ketimbang uang kertas itu ?"
Oh Put Kui tak mampu menjawab.
Bertemu dengan dua manusia macam mereka, dia cuma
dapat tertawa getir belaka.
Sementara itu pengemis pikun telah mengeluarkan
lembaran uang lima ribu tail emas yang masih tersisa dalam
sakunya, kemudian setelah digapai-gapaikan di tengah udara,
dia mencium uang kertas itu dengan mesra sebelum
dimasukkan lagi ke dalam sakunya.
Sayang sekali perbuatannya itu sama sekali tak
diperhatikan oleh Put-lo-huang-siu.
Sorot mata kakek bersipat kanak-kanak ini hanya
mengawasi mata uang tembaganya itu tanpa berkedip.
Berapa saat kemudian, Put-lo-huang-siu baru menghela
napas panjang, ujarnya : "Uang, okh uang......bila kau tak dapat mengungguli Kit Putsia lagi, aku akan menggigitmu sampai hancur berkepingkeping......" "Ban tua, kali ini kau pasti unggul !" seru Oh Put Kui sambil
tertawa. "Sungguh ?" Put-lo-huang-siu benar-benar merasa girang sekali.
"Bocah muda, moga-moga saja ucapanmu itu benar, ayo
berangkat......." Begitu bilang berangkat, dia benar-benar berangkat,
tampak bayangan hitam berkelebat lewat tahu-tahu bayangan
tubuhnya sudah berada sepuluh kaki dari tempat semula.
Oh Put Kui mengelapkan tangannya ke arah pengemis
pikus, kemudian tak berayal dia mengejar dibelakang Put-lohuang-siu. GERAKAN tubuh Put-lo-huang-siu benar-benar cepat
bagaikan sambaran kilat. Meskipun Oh Put Kui dan pengemis pikun sudah
mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki, toh masih tetap
ketinggalan sejauh puluhan kaki dibelakangnya, mereka tak
pernah berhasil menyusuli kakek berambut putih itu.
Terutama sekali pengemis pikun, bukan saja ia tertinggal
sejauh puluhan kaki dibelakang Put-lo-huang-siu, bahkan
masih ketinggalan sejauh sepuluh kaki lebih dibelakang Oh
Put Kui. Sesampainya dimulut lembah Sin-mo-kek, mereka baru
berhasil menyusul kakek ini.
Bukan, bukan mereka berhasil menyusul Put-lo-huang-siu,
melainkan Ban Sik-thong yang duduk menunggu kedatangan
mereka. "Sudah sampai !"
Oh Put Kui mendongakkan kepalanya memandang puncak
Thian-cu-hong yang dilapisi salju di depan sana, lalu
memandang puncak Gin-yu-hong disisi kananya, dia tahu
mereka sudah sampai ditempat tujuan.
"Biar boanpwe yang berjalan dimuka sebagai pembawa
jalan......." Oh Put Kui tersenyum, dia segera bergerak lebih dulu
menuju kedalam mulut lembah yang diapit dua buah bukit itu.
"Tunggu dulu," mendadakPut-lo-huang-siu menghalangi
jalan perginya," mari kita beristirahat dulu."
"Boanpwe tidak lelah!"
"Kau mungkin tidak lelah, tapi orang lain sudah kepayahan
hampir modar......" Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui segera menyadari
apa gerangan yang dimaksudkan.
Dia berpaling kearah pengemis pikun, dijumpainya
pengemis itu sedang bermandikan keringat.
Maka sambil tertawa hambar dia duduk :
"Boanpwe turut perintah!"
Waktu itu Put-lo-huang-siu sedang duduk diatas sebuah
batu gunung dekat mulut lembah, memandang jalan setapak
yang membentang hingga kedalam lembah tersebut,
mendadak ujarnya sambil tertawa :
"Dua puluh tahun lewat dengan cepat sekali......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya sesudah
menghala napas : "Kesalahan bukan dipihak lohu, siapa sih yang bisa
menahan diri .......?"
Oh Put Kui membungkam dalam seribu bahasa, dia sedang
mengatur napas. Sebaliknya pengemis pikun berbaring dengan napas yang
terengah-engah. Mereka semua membungkam, tak seorangpun yang
menjawab pertanyaan dari Put-lo-huang-siu tersebut.
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, mendadak Put-lohuang-siu tertawa terbahak-bahak sambil berkata lagi.
"Nah anak muda sekalian, sudah cukup, kita harus
berangkat !" Oh Put Kui dan pengemis pikun bersama-sama membuka
sepasang mata mereka. Mendadak sekilas senyuman menghiasi sorot mata Oh Put
Kui. "Kau orang tua."
Ternyata Put-lo-huang-siu yang berada dihadapannya lagilagi sudah berubah benduk.
Kini dia berubah menjadi lebih pendek lebih gemuk.
"Sewaktu aku berjumlah dengan Kit Put-sia tempo hari,
beginilah tampang wajahku, maka hari ini akupun ingin
menjumpainya lagi dengan tampang semacam ini, hei bocah
muda, kau keheranan ?"
"Tidak, aku tak merasa heran !" sahut Oh Put Kui sambil
tertawa, "cuma ilmu Toh thian-sin kang milik kau orang tua ini
benar-benar memiliki perubahan yang luar biasa sekali,
membuat boanpwe merasa bingung saja."
Put lo-huang-siu tertawa aneh.
"Ilmu kepandaian Toh-thian-sin-kang milikku ini memiliki
kemampuan untuk merogoh langit mencipta bumi, tentu saja
luar biasa sekali, bocah muda, inginkah kau belajar
kepandaian ini ?" "Aaah, boanpwe merasa kalau diriku ini bodoh, kau orang
tua tak usah memikirkannya."
Terbelalak lebar mata Put-lo-huang-siu setelah mendengar
perkataan itu. Rupanya dia tak mengira kalau Oh Put Kui bakal menampik
tawarannya itu. "Hei bocah muda, kau sombong amat!" serunya dengan
mata melotot. "Boanpwe tidak sombong, melainkan menyadari akan
keterbatasan kemampuan sendiri, oleh karena itu tak berani
memikirkan hal yang bukan-bukan !"
"Heeehh.......heeehh............ heeehh............jadi kau tak
mau mempelajari kepandaian ini?" Put-lo-huang-siu tertawa
seram. "Tak ingin !" Mendadak berkilat sepasang mata Put-lo-huang-siu,
katanya lagi sambil tertawa:
"Tampaknya kau anak muda pernah mempelajari ilmu Sutkut-sin-kang (ilmu sakti menyusut tulang?")
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Yaa, betul," "Kau yakin sudah mencapai berapa bagian tingkat
kesempurnaan ?" Walaupun Oh Put Kui tidak mengerti apa sebabnya Put-lohuang-siu mengajukan pertanyaan tersebut, namun dia tetap
menjawab dengan sejujurnya :
"Apabila boanpwe mengerahkan segenap tenaga yang
kumiliki maka tubuhku bisa menyusut sampai tiga depa lebih !"
Put-lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.............haaahhhh...........haaahhhh..........tidak
bisa dianggap jelek, bocah muda, dapatkah kau menggunakan
tenaga saktimu itu untuk menambah perawakan sendiri ?"
"Boanpwe tidak memiliki kepandaian tersebut." Oh Put Kui
menggeleng. Put-lo-huang-siu segera tertawa misterius dan tak
mendesak lebih jauh, hanya ujarnya :
"Mari berangkat, kita menangkan dulu Kit Put-sia sebelum
membicarakan masalah lain !"
Lagak dari pihak Huang-si-sia (Kota kematian) sungguh
besar sekali. Baru masuk lembah sedalam setengah li, sudan nampak
dinding kota yang tinggi sepanjang lima li.
Diam-diam Oh Put Kui mencoba untuk mengukur luas kota
tersebut, ia merasa paling tidak mencapai berapa ribu bau.
Diatas bukti ci-lian-san ternyata memiliki tanah lembah
yang begini luas, benar-benar suatu kejadian yang sama
sekali diluar dugaan siapapun.
Tiba dipinggiran kota, diam-diam Oh Put Kui semakin
terperanjat lagi. Tinggi dinding kota tersebut ternyata mencapai empat kaki
lebih..... Ditambah pula dengan sungai pelindung kota yang digali
dengan tenaga manusia, bila ada orang ingin melewati sungai
dan memanjat dinding kota itu, paling tidak dia harus mampu
melompati sejauh tujuh kaki lebih.
Tak heran kalau kota kematian ini dianggap sementara
umat persilatan sebagai daerah terlarang.
Sekalipun hanya ingin masuk saja sulitnya bukan main.
Kini, mereka berdiri disamping jembatan gantung ditepi
sebuah pintu gerbang. Diatas pintu gerbang tersebut tercantum sebuah papan
nama besar yang bertuliskan tiga huruf besar :
"TIANG-SENG-SIA".
Untuk beberapa saat dia berdiri tertegun, Tiang-seng-sia"
Bukankah mereka hendak mengunjungi kota kematian "
"Ban tua, jangan-jangan kita salah tempat?" kata Oh Put
Kui kemudian," bukankah kita akan berkunjung ke kota
kematian" Tapi.......coba kau lihat, bukanlah papan nama
diatas pintu kota itu beraksara tiang-seng-sia?"
Put-lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.............haaahhhh...........haaahhhh..........sesungg
uhnya kota ini aslinya bernama Tiang-seng-sia, soal nama
kota kematian tak lain hanya merupakan julukan yang
diberikan sahabat persilatan atas tempat ini !"
Oh Put Kui segera tertawa, ia baru mengerti apa gerangan
yang sesungguhnya terjadi.
"Ooh, rupanya kesalahan berita saja....."
Ia jadi teringat dengan julukan pulau neraka, bukankah
pulau tersebut sebenarnya bukan bernama pulau neraka "
Maka dengan cepat dia dapat memahami hubungan antara
kota kematian dengan kota Tiang-seng-sia tersebut.
Berbeda sekali dengan reaksi si pengemis pikun.
"Saudara cilik, aku si pengemis benar-benar dibuat
kebingungan, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"
serunya. "Mungkin orang yang bisa memasuki kota ini jarang sekali
bisa keluar dengan selamat, maka beginilah jadinya !"
Pengemis pikun semakin tertegun lagi setelah mendengar
ucapan tersebut. "Meskipun begitu, toh tidak seharusnya berubah nama
suatu kota dengan sekehendak hatinya sendiri, teriaknya.
"Mengapa tidak bisa?" Put-lo-huang-siu melotot besar,
"pengemis goblok, coba bayangkan saja, barang siapa
memasuki kota ini pasti akan mati penasaran,apakah tidak
cocok kalau kota ini disebut kota kematian?"
"Ooh.....rupanya cuma begitu ?" seru pengemis pikun
setelah kena damprat. Yaa, sesungguhnya memang cuma begitu.
Tapi kalau Put-lo-huang-siu tidak berkata mungkin
sepanjang hidupnya pengemis pikun tak akan mengerti.
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli karena sikap pengemis
tersebut..... Dengan nada mangkel Put-lo-huang-siu mengumpat lagi.
"Sebenarnya memang hanya begitu saja, sayang sekali otak
kau si pengemis adalah otak udang, maka teori yang begini
sederhana pun tidak kau pahami......"
Pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya sambil tertawa: "Umpatan dari kau orang tua memang tepat sekali, aku si
pengemis memang berotak udang, benar-benar tak berguna....." Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba dari
arah kota bergema, suara ledakan mercon.
Disusun kemudian dengan dua ledakan.
Kalau mercon dibunyikan dalam lembah yang bergaung,
bayangkan saja betapa nyaringnya suara tersebut.
Oleh karena itu si pengemis pikun dibuat terperanjat sekali.
"Waaah, apa-apaan itu ?"
Put-lo-huang-siu tampak bangga sekali, sahutnya dengan
cepat : "Mercon itu dibunyikan sebagai tanda menyambut
kedatanganku, lihat saja nanti, Kit Put-sia akan segera
munculkan diri." Berbicara sampai disitu dia lantas mendongakkan
kepalanya dan berteriak keras:
"Kit-Put-sia wahai Kit Put-sia, kau bocah dungu tak nanti
akan berhasil membelengguku kali ini !"
"Yaa, kau orang tua pasti akan menang!" timbrung Oh Put
Kui sambil tertawa. "Bocah muda, aku betul-betul tak boleh kalah kali ini !"
Pada saat itulah.....Pintu baca yang tebalnya setengah
depa itu sudah terbentang lebar.
Tiga orang kakek berusia di atas delapan puluhan
munculkan diri dari balik pintu.
Satu diantaranya segera menjura sambil tertawa tergelak,
sapanya : "Ban tua, selamat bersua kembali !"
Put-lo-huagn siu tidak membalas hormat malah serunya
sambil tertawa aneh : Keparat, kau sudah menangkan uang tembagaku,
mengurungku selama dua puluh tahunan, hari ini baru
bertemu sudah menyindir diriku habis-habisan, hal ini benarbenar membuat aku tak tahan!"
Sambil mengomel dia langsung melompat naik keatas
jembatan gantung dan bergerak ke depan.
Oh Put Kui dan pengemis pikun segera mengikuti
dibelakangnya dengan ketat.
Sementara itu, Oh Put kui sudah memperhatikan sekejap
wajah si kakek yang menjura sambil berbicara itu.
Tampaknya pemilik kota kematian yang disebut orang iblis
diantara iblis, pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia ini
jauh berbeda dengan putranya si singa latah pedang iblis.
Dia termasuk seorang kakek ceking yang kurus mana
kering lagi tubuhnya. Ketinggian badannya tidak sampai setengah depa dari si
pengemis pikun. Wajahnya kurus, alisnya botak, kepalanya gundul dan
jenggot kambingnya sepanjang tiga inci persis menutupi
mulutnya yang penyok karena ompong.
Ia mengenakan baju mera yang dibagian dadanya
bersulamkan seekor rajawali emas yang sedang mementang
sayap. @oodwoo@ JILID 18 Rasanya kecuali sulaman si rajawali emas yang
mementang sayap itu boleh dibilang kakek ceking seperti kena
serangan penyakit t.b.c, ini tiada pancaran kegagahan sebagai
seorang iblis diatas iblis........
Sementara itu mereka sudah sampai dihadapan si iblis
diantara iblis pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia, tuan
rumahpun menjura sambil mempersilahkan tamunya masuk,
sedang matanya mengawasi wajah Oh Put Kui beberapa
kejap. Walaupun wajahnya memperlihatkan rasa kaget dan
tercengang, namun ia sama sekali tak mengajukan sepatah
katapun. Dalam pada itu Put-lo-huang-siu telah memasuki ke dalam
kota, maka sambil membusungkan dada Oh Put Kui dan
pengemis pikun ikut mengangkat dada sambil menyusul
dibelakangnya. "Bagus sekali ! Tempat ini benar-benar merupakan sebuah
kota yang amat ramai."
Setelah masuk ke dalam kota, pengemis pikun menyaksikan kedua belah sisi jalan terdapat anyak orang
yang berjual beli, sehingga tak kuasa lagi ia berteriak keras.
Oh Put Kui sendiripun merasa terkejut dengan kejadian
tersebut. Ia tak menyangka kalau kota kematian ternyata
hanya nama belaka, sedangkan kenyataannya berupa sebuah
kota sungguhan, Walaupun para pedagang yang berjualan serta para
langganan yang belanja disitu hampir semuanya temasuk
gembong-gembong iblis dari dunia persilatan, namun dilihat
suadana pasar yang terbentang disitu, sudah cukup membuat
orang melupakan segala peristiwa yang berhubungan dengan
pembunuhan dan darah. Yang lebih membuat orang tercengang adalah penghuni
dari kota tersebut. Ternyata seratus persen penghuninya
adalah para gembong iblis yang dapat membunuh orang
tanpa berkedip. Dari sini dapatlah disimpulkan kalau Kit Put-sia memang
seorang manusia yang luar biasa.
Dengan cepat mereka sudah melalui tiga buah jalanan
besar sebelum tiba di tempat kediaman Kit Put-sia.
Tempat tinggal gembong iblis ini sekali lagi membuat Oh
Put Kui merasa terkejut sekali.
Semula dia mengira siraja iblis diantara iblis ini pasti
berdiam di dalam sebuah bangunan rumah yang megah dan
mewah melebihi sebuah istana raja.
Sekalipun tidak lebih mewah daripada sebuah keraton,
paling tidak rumahnya akan lebih megah daripada rumah
seorang hartawan atau rakyat disekitarnya.
Tapi setelah Kit-Put-sia mempersilahkan mereka memasuki
sebuah bangunan rumah, Oh Put Kui baru melongo.
Ternyata rumah yang didiami oleh Raja diraja dari kaum
iblis ini tak lebih hanya sebuah rumah biasa, rumah sederhana
seperti kebanyakan pedagang.
Sedangkan si iblis itu sendiri pun seorang pedagang beras
yang memakai merek: Warung beras Put-sia. Peristiwa ini benar-benar diluar dugaan siapapun juga.
Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian tersebut
segera menggelengkan kepalanya berulang kali, cuma dia
sungkan untuk mengutarakan keluar maka selama ini tiada
komentar yang kedengaran.
Dagang beras milik Kit-put-sia memang cukup besar dan
ramai, pembantunya saja sudah mencapai belasan orang,
bahkan langganan yang membeli beras seperti sedang antri
karcis saja penuh sesak dan amat ramai..
Beginikah bentuk kota kematian yang digembar gemborkan
orang sebagai kota yang mengerikan "
Benarkah Kit Put sia adalah raja diraja diantara iblis yang
menjadi pemilik kota kematian ini "
Di tengah keheningan yang mencekam, mereka telah
diundang masuk ke ruangan tamu. Dengan penuh keramahan
Kit Put-sia mempersilahkan mereka duduk, tak lama kemudian
hidangan lezatpun dihidangkan.
Setelah suasana hening sejenak. Kit Put sia segera bangun
berdiri dan menjura keempat penjuru, lalu ucapnya sambil
tertawa. "Ban tua, mari kita bersantap dulu sampai kenyang
sebelum membicarkaan lagi taruhan kita dua puluh tahun
berselang !" Put-lo-huang-siu memang sudah dua puluh tahunan hidup
menyendiri dan dihari-hari biasa hanya makan buah-biahan
serta air tawar untuk melanjutkan hidupnya.
Begitu mengendus bau harumnya hidangan, tanpa banyak
bicara lagi ia langsung menyikat hidangan tersebut dengan
rakusnya. "Bagus, bagus sekali, biar kita bersantap dulu sebelum
berbicara lebih jauh..."
Semenatara itu Oh Put Kui sudah memperhatikan keadaan
disekeliling sana, terutama dua orang kakek lain yang turut
hadir pula di dalam meja perjamuan.
Yang seorang berperut gemuk, berwajah soleh dan
bermuka bulat, dandangan seorang pedagang besar.
Sedangkan yang lain berjenggot panjang dan berwajah
cerah, wajah seorang guru sekolah.
Ia belum pernah mendengar tentang kedua orang tersebut,
maka dia ingin menanyakan hal ini kepada si pengemis pikun.
Sayang ia tak sempat untuk banyak bertanya, sebab si
pengemis pikun sudah keburu terlelap dalam hidangan yang
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlimpah ruah. ENTAH berapa puluh cawan arah sudah berpindah ke
perut Put-lo-huagn-siu, mendadak ia seperti teringat akan
sesuatu, sambil meletakkan kembali cawannya, ia menuding
kearah Oh Put Kui seraya berkata :
"Kit Put-sia bocah keparat, bila aku datang mengajak dua
teman, harap kau jangan gusar !"
Kit Pus-sia segera tersenyum.
"Sahabat Ban tua berarti sahabatku pula, aku merasa
bangga bisa memperoleh kunjungan ini, masa aku marah ?"
Put-lo-huang-siu kembali tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaaahhhh...........haaaaahhh..........haaaaahhh..........be
tul, watak macam inilah yang amat mencocoki seleraku !"
Setelah berhenti sejenak dan mencomot sebuah paha
ayam, dia berkata lagi : "Bocah keparat, justru karena watakmu itu pula, aku
sampai terperangkap oleh tipu muslihatmu !"
Kit Put-shia tetap tertawa hambar.
"Mana mungkin kau Ban tua bisa tertipu olehku"
Kemenangan yang berhasil Kit Put-shia peroleh tempo hari,
tak lebih hanya suatu kemenangan untung-untungan saja."
Sebuah umpakan yang gampang mengena sasaran.
"Hei, bocah keparat, apakah kau jujur?"
Put-lo-huang-siu segera menegur sambil tertawa senang.
Rupanya dia menganggap Kit-put-sia telah berbicara
dengan sejujurnya. Untung Oh Put Kui cepat-cepat menyumbat mulutnya
dengan sepotong daging ang-sio bak, coba kalau tidak, nasi
semalam tentu akan turut menyembur keluar saking gelinya.
Ia tidak menduga kalau dikolong langit terdapat manusia
yang begitu gobloknya. Sementara itu Kit-put-sia telah berkata lagi :
"Ban-tua, bagaimana dengan nasibmu hari ini ?"
"Bagus sekali, ini kali kau si bocah keparat tentu akan
menderita kekalahan total!"
Berbicara sampai disitu, sambil tertawa Put-lo-huagn-siu
berpaling kearah, Oh Put Kui, lalu katanya lagi :
"Hei, anak muda! Bagaimana nasibku menurut pendapatmua?" "Tentu saja baik sekali," sahut Oh Put Kui tertawa.
Walaupun Oh Put Kui tersenyum, namun hati kecilnya
merasa amat terperanjat, sekarang ia telah mengetahui
betapa lihaynya Kit Put-sia untuk mempergunakna titik
kelemahan lawannya untuk memancing musuh masuk
perangkap, hal mana membuatnya menggelengkan kepala
dan menghela napas panjang....
Kelicikan dan kelihayan Kit Put sia benar-benar
menakutkan sekali..... Sementara itu Put-lo-huang-siu telah berhenti tertawa
tergelak, kemudian ujarnya secara tiba-tiba :
"Kit Put-sia, tahukah kau siapakah kedua orang sahabatku
ini....?" "Boanpwe tahu," Kit Put-sia tertawa hambar.
Jawaban ini membuat Put-lo-huang-siu tertegun.
"Kau tahu" Kalian pernah bersua" Pernah kenal?"
Sambil tertawa Kit Put-sia menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Boanpwe belum pernah berjumpa dengan kedua sahabat
ini, namun nama besar mereka sudah cukup terdengar
dimana-mana, apalagi dapat menempuh perjalanan bersama
kau orang tua, sudah pasti mereka memiliki nama tenar di
dunia ini." Umpakan tersebut sekali lagi menyenangkan hati Put-lohuang-siu, serunya cepat.
"Bocah keparat, kau memang hebat, kau memang betulbetul sangat hebat !"
Sekali lagi Kut Put-sia tertawa.
"Ban tua, sahabat muda ini adalah orang yang paling
tersohor di kolong langit dewasa ini. Long-cu-koay-hiap
(Pendekar aneh gelandangan) Oh Put Kui, bukanlah begitu?"
Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaaahhhh........haaaaahhh..........haaaaahhh..........betu
l, betul sekali..." serunya.
Tapi kemudian dengan wajah tertegun dia berpaling ke
arah Oh Put Kui sambil bertanya pula :
"Bocah muda, kau bernama Pendekat aneh gelandangan?"
Oh Put Kui sendiripun merasa terperanjat sekali setelah ia
mendengar Kit Put-sia bisa menyebutkan namanya lengkap
julukannya secara jitu. Ia baru merasa sekarang, Kit Put sia
benar-benar seorang manusia yang luar biasa hebatnya...
Itulah sebabnya Oh Put Kui segera berkerut kening dan
termangu-mangu. Menati Put-lo-huang-siu menegurnya sekali lagi, ia baru
terkejut dan menyahut sambil tertawa :
"Soal ini boanpwe sendiripun kurang tahu, mungkin sobatsobat dunia persilatan yang memberikan julukan itu kepadaku
!" "Hei bocah muda, tak nyana kalau kau mempunyai nama
besar," seru Put-lo-huang-siu sambil tertawa," kalau begitu
aku telah memandang rendah akan ditimu!"
Oh Put Kui segera tersenyum.
"Kau orang tua jangan menyindir aku terus menerus....."serunya cepat.
Dalam pada itu Kut Put sia telah menjura kepada si
pengemis pikun sambil berseru:
Aku pikir kau adalah Lok sin-kay (pengemis sakti Lok)
bukan.....?" Sebuah panggilan yang amat sedap didengar, bukan saja
setengah mengumpat, kata "pikun" pun turut dilenyapkan.
Pengemis pikun berkerut kening lalu meneguk secawan
arak, sambil manggut-manggur ia menyahut :
"Yaa, memang aku si pengemis, Kit sia-cu ternyata masih
ingat dengan diriku, sungguh merupakan suatu kebanggaan
bagiku." Terhadap sikap si pengemis pikun yang angkuh itu. Kit Putsia sama sekali tidak menunjukkan perubahan sikap, malahan
sambil tertawa nyaring ia berkata lagi :
"Perkataan dari sin-kay sungguh membuat aku tak berani
menanggungnya." Pengemis pikun tertawa hambar tanpa menjawab, dia
memusatkan kembali perhatiannya untuk meneguk arak.
Kit Put-shia sama sekali tidak kehilangan sikapnya sebagai
seorang tuan rumah, sorot matanya kembali dialihkan ke
wajah Oh Put Kui, kemudian katanya lagi sambil tertawa :
"Oh sauhiap, nama besarmu sudah tersebar sampai
dimana-mana belakangan ini, terutama sekali atas keberanianmu untuk mengunjungi pulau neraka, benar-benar
merupakan tindakan yang luar biasa sekali....."
Oh Put Kui tersenyum. "Pujian dari Kit siacu membuat aku merasa malu....."
"Hei, bocah cilik, apa sih pulau neraka itu?" mendadak Putlo-huang-siu bertanya. Oh Put Kui merasa enggan untuk memberi keterangan
mengenai pulau neraka tersebut, maka sambil tertawa dan
menggelengkan kepalanya berulang kali katanya :
"Aaaaah, itu mah nama dari sebutan pulau neraka kecil
ditengah lautan timur..."
Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........apa
sih arti dari sebuah pulau kecil" Di lautan timur memang banyak
terdapat pulau-pulau kecil, bocah kecil, kau tak berlagak sok
rahasia." "Justru jalan pemikiran boanpwe persis dengan jalan
pemikiran kau orang tua!" Oh Put Kui tertawa.
Baru selesai dia berkata, Kit Put-shia telah berseru lagi
sambil tertawa : "Ban tua, pulau ini bukan pulau sembarangan, pulau
tersebut aneh sekali! Seandainya oh sauhiap hendak
berkunjung kesitu, mungkin hingga hari ini belum ada orang
yang berani berkunjung kesana......."
Perkataan ini dengan cepat menarik perhatian Put-lohuangsiu, cepat-cepat katanya :
"Aaaaah, masa ada kejadian seperti ini " mengapa kau
belum pernah mendengarnya?"
Oh Put Kui tertawa geli, pikirnya :
"Sialan benar orang ini, dua puluh tahun tak pernah
meninggalkan bangunan loteng tersebut, bagaimana mungkin
kau bisa mengetahui persoalan-persoalan yang terjadi di
dalam dunia persilatan ?"
Berbeda sekali dengan niat Kit Put-shia, dia memang ingin
menggunakan kisah cerita tersebut untuk membikin Ban Siktong si kakek latah ini menjadi kelagapan.
"Ban tua, aku mengetahui akan hal ini dengan jelas,"
serunya kemudian. Menyusul diapun menceritakan keadaan dari pulau neraka
tersebut disamping menambah bumbu dan kecap disana sini.
Sehingga orang-orang penghuni pulau tersebut dilukiskan jauh
lebih hebat daripada siluman.
Setelah itu diapun menyanjung Oh Put Kui setinggi langit.
Oh Put Kui segera berkerut kening setelah mendengar
perkataan itu, namun ia tetap membungkam tidak mengucapkan sepatah katapun juga.
Sebaliknya pengemis pikun tertawa terkekeh-kekeh sampai
sakit perutnya. Hanya Put-lo-huang siu seorang yang nampak tertarik dan
kesamaan dengan kisah cerita tersebut, tanyanya tiba-tiba :
"Bocah muda, makhluk macam apa sih yang berdiam di
pulau itu ?" Pertanyaan ini ditujukan kepada Oh Put Kui, dan bila
didengar dari kata "makhluk" yang digunakan, bisa diketahui
bahwa Put-lo-huang-siu sudah mempercayai delapan puluh
persen kalau manusia yang berdiam di pulau tersebut bukan
manusia baik-baik. Oh Put Kui tertawa hambar.
"Hanya tujuh orang kakek !"
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........hanya
tujuh orang kakek?" Kakek latah awet muda tertawa tergelak.
Oh Put Kui manggut-manggut.
Sebaliknya raja diraja dari kaum iblis Kit Put-sia merasa
agak terperanjat, demikian pula dengan dua orang kakek yang
duduk di sisinya. Wajah mereka nampak agak berubah !
"Hei, bocah muda, apakah tujuh siluman tua?" terdengar
Put-lo-huang-siu bertanya lagi dengan mata melotot.
Paras muka Oh Put Kui agak berubah, serunya cepat :
"Bukan siluman, melainkan tujuh pendekar besar dari dunia
persilatan !" "Tujuh pendekar besar?" Kakek latah awet muda tertawa
terbahak-bahak," haaahhh........belum pernah kudengar ada
jago-jago sebangsa pendekar besar tinggal ditengah lautan
timur, hei bocah muda, pandai amat kau berbohong?"
"Aku berbicara dengan jujur, kalau tak percaya tanya saja
kepada Lo-sin-kay, dia yang menemani aku berkunjung ke
situ!" Oh Put Kui berkata sambil tertawa.
Sambil tertawa terbahak-bahak Put-lo-huang-siu lantas
berpaling, kemudian tanyanya :
"Hei pengemis cilik, benar ah itu?"
Pengemis pikun mendengus sambil manggut-manggut.
"Benar, cuma tujuh orang kakek !"
"Tujuh orang" Tujuh orang yang mana?" teriak kakek latah
dengan mata semakin melotot," pengemis cilik, kau tak usah
menjual lagak dihadapanku, kau pasti mengetahui penyakitku
bukan" Nah, lebih baik jangan belajar yang jelek!"
Buru-buru pengemis pikun menghabiskan sepotong paha
ayam, lalu katanya : "Mereka adalah Bu-lim-jit-koay (tujuh manusia aneh dari
dunia persilatan) yang termashur sekali dimasa lalu."
"Siapa?" "Bu-lim-jit-koay!"
Kembali Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak :
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........rupanya
rombongan anak muda itu......haaahhh....sungguh menarik,
sungguh menarik, sejak dulu aku sudah bilang ke tujuh orang
bocah muda itu memang berbakat bagus, nyatanya sekarang
mereka dapat menakut-nakuti orang lain."
Perkataan semacam ini segera membuat Oh Put Kui
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sedangkan Kit-put-sia berubah wajahnya, ia berseru keras
: "Aaaah, sungguh tak nyana kalau orang yang berdiam di
pulau tersebut adalah Kuloko sekalian tujuh bersaudara...."
"Hei bocah muda, bila urusan disini telah selesai,
bagaimana kalau kita bermain-main kesitu?" ajak Put-lohuang-siu," sudah lama aku tak pernah bersua dengan ketujuh
orang sobat kecil yang berhubungan akrab dengan diriku itu!"
"Boanpwe turut perintah!"
Setelah tahu kalau Put-lo-huang-siu kenal baik dengan
ketujuh kakek tersebut, tentu saja sikapnya menjadi lebih
sungkan, bagai mana tidak" Sebab diantara tujuh orang itu
terdapat pula ayahnya. Sambil tersenyum Ki put-sia berkata pula
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh sauhiap, sudah setengah harian kita berbincangbincang namun belum berkesempatan untuk memperkenalkan
kedua orang sahabat karibku ini."
Sambil menuding kakek gemuk yang berdiri disisinya, dia
berkata : "Ini adalah peronda dari Tiang-seng sis kami ini, orang
menyebutnya sebagai Liong-sia-siang-in (Saudagar sakti dari
kota naga) Ku Yu-gi, Ku tayhiap, pernahkah lote mendengar
akan nama ini.........?"
Agak geli juga Oh Put Kui setelah mendengar nama itu,
pikirnya kemudian : "Kalau dilihat dari tampangnya, dia memang lebih mirip
seorang saudagar!" Buru-buru sahutnya merendah:
"Selamat bersuo!"
Lalu Kit Put-sia mengalihkan kembali sorot matanya kearah
rekannya yang lain, lalu berkata lagi :
"Dan dia adalah salah seorang pelindung kota ini, Tanggay-jut-su (Pertama dari tebing timur) Leng Bwee-siang!"
Nama besar Leng Bwee-siang sudah pernah didengar oleh
Oh Put Kui, dia adalah salah seorang tionglo kaum preman
dari perguruan Siau-lim-pay.
Sambil tertawa dan menjura dia lantas berkata pula :
"Selamat bersua!"
"Nama besar Oh lote pun sudah lama aku dengar!" kata
Leng Bwee siang pula sambil tertawa hambar.
Pengemis pikun memang sudah pernah bersua dengan
kedua orang ini, dengna cepat mereka terlibat dalam
Pembicaraan yang asyik. Berbeda sekali dengan si Kakek latah awet muda, dia
sudah kehabisan kesabaran.
"Bocah muda she Kit, mari kita bertarus lagi!"
"Kau sudah kenyang belum?" tanya Kit Put-sia tertawa.
"Terhadap hidangan yang diberikan secara gratis, aku tak
pernah mencicipi saja tak usah membuang banyak waktu lagi,
sekarang aku sudah tak sabar lagi untuk mulai bertaruh....."
Dari sakunya dia mengambil keluar sepuluh biji mata uang
tembaganya sambil bersiap-siap bertaruh.
Melihat ke sepuluh biji mata uang tersebut, Kit Put-sia
segera tertawa tergelak. "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........Ban tua,
nampaknya kau sudah menyimpan ke sepuluh biji mata uang
tersebut hampir selama dua puluh tahun lamanya?"
"Coba kau lihat tulisan diatasnya, sudah pada luntur, tanpa
usia dua puluh tahun, bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?"
jawab Kakek latah pula sambil tertawa.
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........betul,
cepat sekali...." Tapi setelah berhenti sejenak, mendadak dia menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata lagi :
"Ban tua, kali ini kita harus menggunakan mata uang
tembaga yang baru." "Mengapa?" tanya Kakek latah tertegun.
"Tulisan diatas uang logam tersebut sudah tidak jelas dan
buram, apalagi bobotnya berkurang, oleh karena itu boanpwe
rasa untuk adilnya kita mesti mengganti dengan uang
tembaga baru." Tanpa berpikir panjang si Kakek latah segera tertawa
tergelak. "Betul, betul sekali ! Asal adil, aku pasti setuju !"
Kit Put-sia segera berpaling kepada si petapa dari tebing
timur Lang Bwee siang, kemudian katanya sambil tertawa :
"Saudara Leng, tolong ambillah sepuluh biji mata logam
untuk kupinjamg sebentar!"
Sambil tertawa Leng Bwee-siang mengiakan dan berlalu
dari ruangan tersebut. Kit Put-shia segera menitahkan kepada anak buahnya
untuk membereskan semua mangkok piring dengan
menggantinya secawan air teh wangi....
Tak selang beberapa saat kemudian si pertapa dari tebing
timur Leng Bwee-siang telah muncul kembali dengan
membawa sepuluh biji mata uang logam.
Dengan sorot mata yang tajam Oh Put Kui segera
memperhatikan sekejap kesepuluh biji mata uang logam itu.
Ia tidak menemukan sesuatu gejala yang mencurigakan,
kesepuluh biji mata uang itu memang mata uang logam asli.
Ia tahu, Kit Put-shia adalah seorang manusia yang licik
dengan tipu muslihat yang sangat banyak, mustahil dia akan
bermain gila terhadap mata uang tersebut, ini menunjukkan
kalau permainan setannya sudah pasti berada ditangannya.
Dalam pada itu si kakek latah awet muda telah menyambar
mata uang itu serta dicobanya beberapa kali, kemudian
sahutnya sambil manggut-manggut :
"Bagus sekali ! nah, bocah muda, siapa yang akan
melemparkan mata uang ini lebih dulu ?"
"Setiap orang memperoleh kesempatan untuk melempar
tiga kali, siapa dahulu siapa belakangan sama-sama saja,"
sahut Kit Put shia tertawa.
"Tapi kita harus ada yang mulai dulu, bukan?"
"Kalau begitu, kau saja yang mulai lebih dulu !"
Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........jangan
lupa anak muda, kita sedang bertaruh, jadi kau tak udah
sungkan lagi......" Kit put-sia tertawa. "Boanpwe bukannya bersungkan kepadamu, oleh sebab
tempo hari aku sudah meraih kemenangan, maka kali ini
sudah sopan tasnya kalau engkau yang melemparkan lebih
dulu, apalagi seandainya boanpwe yang kalah, paling banter
cuma rugi, sepuluh biji mata uang logam tersebut, berbeda
sekali bila kau yang kalah....."
"Bocah keparat, kau anggap pasti kalah?" Put -lo huang-siu
semakin gusar. Tampaknya ia benar-benar dibuat gusar sekali oleh
perkataan tersebut. Kejadian ini dengan cepat menimbulkan pula rasa was-was
Oh Put Kui terhadap segala tipu muslihat Kit-put-sia.
Tampaknya Kit-put-sia memang selalu berhasil mengendalikan perasaan dari si kakek latah awet muda,
dalam keadaan gusar bagaimana mungkin si kakek latah
mengungguli Kit-put-sia yang selalu dapat menguasai
perasaan hatinya " Diam-diam Oh Put Kui semakin meningkatkan kejelian
matanya dan kewaspadaannya atas keadaan disekeliling
tempat itu. Dalam pada itu Kit Put-sia telah berkata lagi sambil tertawa
: "Aaaah, masa boanpwe berani mengatakan kau orang tua
pasti akan kalah" Cuma kau pikir terlalu tidak adil bila kita
mesti bertaruh kau akan berdiam dua puluh tahun lagi di
dalam bangunan loteng tersebut...."
"Kit Put-sia, aku toh bersedia melakukan hal ini dengan
kemauan sendiri !" Kit Put sia segera tersenyum licik, sebab apa yang menjadi
tujuannya telah tercapai.
"Kegagahan locianpwe sungguh jarang ditemukan dalam
kolong langit dewasa ini," serunya kemudian. "Ban tua,
silahkan kau melempar lebih dulu!"
Oleh ucapan demi ucapan yang diutarakan oleh Kit Put-sia
tersebut, disamping Put lo huang-siu merasa amat gusar,
diapun dibikin girang oleh umpakan lawan.
Begitu lawan mempersilahkan dia untuk mulai, dengan
tergesa-gesa dia mengambil mata uang logam itu kemudian
membaliknya dengan huruf "Nian" menghadap semua keatas.
Oh Put Kui yang bermata jeli segera dapat melihat sesuatu
yang kurang menguntungkan, sebab ketika ke sepuluh biji
mata uang tersebut berada di tangannya, berarti seluruh
telapan sampai ujung jari tengah dan telunjuknya dipenuhi
oleh mata uang dengan bobor yang berbeda.
Ini berarti pula setelah mata uang dilemparkan, tenaganya
menjadi tidak seimbang. Agaknya si kakek latah tidak berpikir sampai ke sana.
Dengan perasaan gelisah Oh Put Kui mencoba untuk
memberi petunjuk kepada kakek tersebut, maka ujarnya
sambil tertawa : "Ban tua, apakah mata uang tersebut tak bisa kau
lemparkan ke atas meja ?"
"Siapa yang bilang ?"
"Kalau memang begitu, mengapa kau tak mencoba untuk
melemparkannya ke luar ?"
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........bocah
muda, kalau aku melemparkan kelewat keras, niscaya mata
uang tersebut akan membalik sampai dua kali."
Oh Put Kui kembali tertawa, ia tahu jalan pikiran si kakek
latah kelewat sempit, ia hanya kuatir kalau mata uangnya
sampai terbalik sehingga menunjukkan permukaan yang
merupakan kebalikannya. Padahal seandainya kakek itu dapat berpikir untuk
melemparkan secara lurus keatas udara, bukankah semua
mata uang akan melayang turun juga secara lurus "
Sambil tertawa hambar kembali ucapnya :
"Mengapa kau tidak mencoba melemparkannya ke atas ?"
"Tidak usah dicoba lagi, aku sudah dua puluh tahun
berpengalaman dalam soal lempar melempar ini."
Selesai berkata iapun melemparkan mata uang tersebut ke
atas meja. Alhasil dari sepuluh mata uang tersebut, hanya tujuh biji
yang menghadap secara benar, sedangkan tiga lainnya
menunjukkan permukaan yang berhuruf "nian".
Dengan kening berkerut kakek latah awet muda segera
berguman agak mendongkol :
"Sialan, mengapa hanya tujuh biji " Pada hal tempo hari
bisa mencapai delapan biji, benar-benar kelewat sial aku
ini......" Dalam pada itu Kit Put-shia telah mengambil mata-mata
uang tersebut dan meletakkannya keatas tangan.
Oh Put Kui segera mengerahkan tenaga dalamnya pula
bersiap-siap mengacau... "Kit Put-shia segera menyebarkan mata uang itu
kemeja...... "Delapan!" teriak Put-lo-huang-siu tertawa tergelak," hei
bocah keparat, kali ini kau melempar jauh lebih jelek dari pada
dulu, sepuluh dikurangi dua menjadi delapan biji saja."
Paras muka Kit Put-shia nampak aneh sekali, ia tertawa
dan menyahut : "Yaa, lain dulu lain sekarang, tampaknya bakal menang kali
ini......." "Nasibku memang lagi mujur kali ini, tanggung akan kuraih
hasil secara penuh......"
Kakek latah segera mengambil kembali mata uang itu dan
melemparkannya keatas meja.
"Kali ini memperoleh angka sepuluh !" tiba-tiba Oh Put Kui
berseru sambil berseru sambil tertawa hambar.
"Benarkah itu?" Kakek latah tertawa tergelak.
Ketika dia mengalihkan sorot matanya ke meja, betul juga,
kesepuluh biji mata uang tersebut semuanya menunjukkan
angka "sepuluh".
Tak terlukiskan rasa gembira kakek latah awet muda
setelah menyaksikan kejadian ini, kontan ia berteriak :
"Bagaimana sekarang, Kit Put shia ?"
"Tampaknya kau memang akan memenangkan taruhan
ini....." sahut Kit-put-shia dengan kening berkerut.
"Ayo cepat lempar, aku sudah tidak sabar untuk
mengungguli dirimu," teriak Put-lo-huang-siu lagi.
Kit-put-sia tertawa hambar, dipungutnya mata uang itu,
diletakkan ditangan kemudian dilemparkan ke atas meja.
Sambil memandang kearah meja, tiba-tiba Oh Put Kui
berseru sambil tertawa : "Sembilan!" Ternyata mata uang itu memang hanya sembilan biji yang
menunjukkan "sepuluh"
Agak tertegun Kit-put-sia berdiri ditempat, keningnya
berkerut, tapi kemudian katanya sambil tertawa :
"Ban tua, ini berarti seri buat dua babak pertama, nah
babak yang terakhir ini akan menentukan menang kalah kita
berdua." Kakek latah awet muda nampak gembira sekali, dia tertawa
terbahak-bahak. "Pada dua babak pertama aku sudah mengungguli dirimu,
asal babak ketiga ini berakhir dengan seri saja berarti aku
sudah dapat mengungguli.....nah lihatlah hasilnya..."
Sambil berkata dia mengambil mata-mata uang itu dan
melemparkan untuk ketiga kalinya.
"Lagi-lagi angka sepuluh!" teriak Oh Put Kui lantang.
Dengan paras muka berubah Kit Put-sia segera
mengalihkan perhatiannya ke atas meja.
Benar juga, lagi-lagi mencapai angka sepuluh.
Ditengah gelak tertawa Put-lo huang-siu yang diliputi
kegembiraan, Kit Put-sia menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas, katanya :
"Ban tua, kau yang telah memenangkan taruhan kali ini !"
Sambil berkata ia lantas mendorong kesepuluh biji mata
uang tersebut ke hadapan lawannya.
Dalam pada itu si kakek latah awet muda hanya
mengawasi kesepuluh biji mata uang tersebut dengan mata
melotot dan sama sekali tak berkedip.
Melihat itu, Pengemis pikun segera berteriak keras-keras di
tepi telinganya : "Hei, si jenggot putih, kau telah menang !"
Teriakan ini keras sekali ibarat guntur yang membelah bumi
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di siang hari bolong. Namun Kakek latah awet muda tidak kaget atau terkejut,
dia malahan menghela napas panjang.
"Duapuluh tahun........duapuluh tahun........akhirnya aku
berhasil menang !" "Ban tua, setelah unggul seharusnya kau merasa gembira."
Kata Oh Put Kui tertawa. Dalam dugaannya semula, setelah berhasil menangkan
taruhan ini niscaya Kakek latah awet muda akan mencakmencak kegirangan, bahkan bisa jadi akan tertawa tergelak
seperti orang gila. Tapi kenyataannya, apa yang terjadi sama
sekali diluar dugaan semula.
Kakek awet muda tidak melompat-lompat, tidak pula
berteriak-teriak. Hingga Oh Put Kui menyadarkan dirinya, ia tetap tidak
terpengaruh oleh emosi. "Hei, bocah muda, apakah lohu sudah boleh melihat
matahari...." "Tentu saja!" Oh Put Kui sambil tertawa. "Kau telah
menangkan pertaruhan ini."
Kakek latah awet muda manggut-manggut kembali katanya
: "Bocah muda, aku tak perlu kembali lagi ke loteng kecil di
perkampungan Sii-ning-ceng bukan ?"
"Ooh, tentu saja !"
Mendadak kakek latah awet muda memejamkan matanya
rapat-rapat, lalu berkata:
"Anak muda, tahukah kau betapa sulitnya kehidupan
selama dua puluh tahunan ini?"
Oh Put Kui tertawa. "Walaupun boanpwe tidak ikut merasakannya, namun
dapat kubayangkan sampai dimanakah penderitaan tersebut !"
Put-lo-huang-siu tertawa rawan.
"Anak muda, bagaimana mungkin kau bayangkan" Aaaai,
perasaannya waktu itu........aaai, semisalnya secara tiba-tiba
lohu teringat bermain layang-layang di musim semi,
menangkap jangkrik di musim paras, dan mencuri buah tomat
dimusim gugur dan berperang-perangan salju dimusim dingin,
tapi.......kemanakah aku harus mencari" Kemana aku harus
melihat. Seorang diri aku mesti duduk dalam loteng kecil
sambil menahan rasa dongkol, melotot pemandangan di
depan mata namun tak berani membayangkannya...."
"Mengapa tak berani membayangkannya?" tanya Oh Put
Kui sambil tertawa geli. "Sebab bila aku sampai membayangkannya, niscaya aku
tak akan tahan untuk hidup terus di dalam bangunan loteng
ini." Diam-diam Oh Put Kui merasa kagum atas kejujuran kakek
ini untuk menepati janji, maka katanya kemudian :
"Kau orang tua benar-benar memegang janji !"
Kakek latah awet muda mengalihkan sorot matanya
memandang sekeliling tempat itu, kemudian sambil mengelus
jenggot dia berkata lagi dengan suara rendah :
"Bocah muda, meskipun aku tak berani melongok keluar
dari jendela tersebut, namun aku mampunyai akal lain,
tahukah kau bagaimana caranya ......"
"Boanpwe ingin tahu !" ucap Oh Put Kui tertawa.
Setelah tertawa misterius Kakek latah awet muda berkata :
"Aku tak dapat meninggalkan bangunan loteng itu, namun
ingin pula menyaksikan pemandangan di luar sana, maka
saban hari akupun membuka atap loteng itu separuh
bagian....." Mendengar sampai disitu, Oh Put Kui sudah tak dapat
menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa terbahak-bahak.
"Caramu itu memang sangat jitu, membuka atap loteng
memang suatu akal yang hebat."
Kakek latah awet muda tertawa.
"Bocah muda, aku percaya selain aku Ban Sik thong, tak
nanti ada orang lain yang dapat menemukan cara seperti itu.
Walaupun tetap duduk tak bergerak di dalam loteng, namun
dunia luas telah berada dibawah pandangan mataku."
Dalam pada itu si Raja diraja dari kaum iblis, pedang sakti
bertenaga raksana Kit Put-sia telah berkata kepada si Kakek
latah dengan senyum aneh menghiasi wajahnya :
"Ban tua, kesepuluh mata uang tersebut akan menjadi
milikmu untuk selamanya."
Setelah menyambut uang perak tersebut, Put lo-huang-siu
segera menekan mata uang tadi kuat-kuat. Tak ampun uang
logam rangkap sepuluh tersebut hancur lebur menjadi bubuk.
"Ilmu Toa-lek-kim-kong-jiu yang sangat hebat !" puji Oh Put
Kui sambil tertawa. Perlu diketahui, bagi seorang yang bertenaga dalam
sempurna, untuk melebur emas meretakkan batu bukan halhal yang menyulitkan. Tapi untuk menghancurkan baja dan
logam menjadi bubuk tanpa mengalami kehancuran lebih dulu
bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Agak emosi Kit Put-sia berseru pula sambil tertawa :
"Aku pikir tiada manusia kedua di dunia saat ini yang
mampu mencapai tigkat kesempurnaan dalam ilmu jari seperti
apa yang Ban tua miliki...."
Selesai meremukkan logam-logam tersebut, Kakek latah
awet muda baru berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"Kit Put-sia, akhirnya aku berhasil mengungguli dirimu!"
"Nasib mujur memang berada dipihak kau orang tua, tentu
saja boanpwe harus mengaku kalah."
Umpakan ini kembali menyenangkan hati kakek latah.
"Siapa bilang tidak" Kalau diantara kalian ada yang berani
bertaruh lagi kepadaku, pasti akan kulayani tantangan
tersebut." "Aaaahh, tidak berani ! Tidak berani ! Sekalipun boanpwe
ingin mengajak bertarus lagi, ini tentu kulakukan bila nasib kau
orang tua sedang jelek, kalau tidak, aku bisa menggadaikan
celana karena kalah ditanganmu."
Lagi-lagi umpakan tersebut mengena di hati kakek latah,
kontan dia memicinkan mata sambil tertawa tergelak.
"Kit Put-sia, tak nyana kaupun akan menjumpai hari naas
seperti hari ini!" "Ban tua, tiada manusia yang tidak takut kalah di dunia ini?"
Ucapan ini segera mengundang gelak tertawa riuh dari
semua hadirin yang berada dalam ruangan.
Mendadak Kakek latah awet muda berhenti tertawa,
kemudian sambil menyodorkan tangannya kehadapan Kit Putsia, katanya : "Kit Put-sia, aku ingin meminjam sesuatu benda darimu!"
"Kau ingin meminjam apa?" Kit-put-sia tertawa," bila kau
orang tua berminat mengunjungi kota Tiang-seng ini, selesai
bersantap malam nanti boanpwe bersedia menemani kau
orang tua bersama Oh lote dan pengemis sakit Lok untuk
berjalan-jalan." Dengan cepat kakek latah awet muda manggelengkan
kepalanya berulang kali. "Bukan, aku cuma ingin menyaksikan sebuah benda
mestika mu saja..." "Aaaah, mestika apa yang bisa menarik perhatian kau
orang tua.....?" "Kudengar, tusuk konde menghancurkan tulang yang
merupakan salah satu dari Bulum jit-tin sudah terjatuh
ditanganmu, sudah lama kudengar nama besarnya tanpa
sempat melihatnya, maka aku ingin sekali melihatnya
sekejap.: "Perkataan ini sama sekali diluar dugaan Oh Put Kui, dia
tak menyangka kalau kakek latah akan mendahului dia untuk
mengajukan permintaan tersebut.
Dengan perasaan berterima kasih dia memandang sekejap
kearah kakeh latah awet muda, bahkan setelah itu mengawasi
pula perubahan wajah Raja si raja dari kaum iblis Kit Put-shia.
Gembong iblis itu memang sangat lihay, mendengar
ucapan tersebut ia lantas tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........Ban tua,
kalau cuma masalah sekecil ini, mengapa tidak kau ucapkan
sedari tadi ?" Setelah berhenti sejenak ia bangkit berdiri dan berkata
kembali : "Tusuk konde penghancur tulang boanpwe simpan dikamar
baca, harap kau orang tua duduk menanti, boanpwe akan
segera mengambilkan, harap kau orang tua jangan
mentertawakan setelah melihatnya nanti......"
Belum selesai dia berkata, dengan langkah lebah dia sudah
berjalan menuju kesisi kiri.
Tidak sampai seperminum teh kemudian, Kit Put-shia
sudah muncul kembali dengan membawa sebuah kotak kecil
berwarna emas. "Ban tua!" ucapnya kemudian. "Inilah tusuk konde
penghancur tulang...."
Sambil berkata dia membuka penutup kotak itu dan
mempersembahkan isinya kehadapan Put-lo-huang-siu.
Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun, kejadian ini sama
sekali diluar dugaannya. Ia tak mengira kalau Kit Put-shia akan bersikap supel dan
berlapang dada, bahkan benar-benar mengeluarkan tusuk
konde penghancur tulang miliknya.
Kakek latah awet muda menyambut kotak emas itu dan
memandang sekejap tusuk konde penghancur tulang tersebut,
tiba-tiba katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kit Put-shia, darimana kau membeli tusuk konse kemala
ini?" "Aaaai......masa dibeli?" seru Kit Put-shia sambil menggeleng. "Konon racun dari tusuk konde ini ganas sekali, bila
bertemu darah segera akan menghancurkan tulang, benarkah
demikian " Kit Put-shia, darimana kau peroleh benda berharga
itu?" "Boanpwee berhasil merampasnya dari tangan seorang
gembong iblis," kata Kit Put-shia tertawa.
Sudah merampas, berani mengaku di depan umum,
kejujuran Kit Put-shia benar-benar mengagumkan.
"Bocah keparat, kau tidak kuatir akan dituntut orang karena
main rampas?" teriak kakek latah sambil tertawa tergelak.
Kit-put-sia ikut tertawa.
"Ban tua, orang tesebut merupakan seseorang gembong
iblis besar ! Boanpwe sadar atas kejahatan serta kekejaman
orang ini, bila benda seperti itu terjatuh ketangan gembong
iblis macam begini, niscaya banyak korban yang akan jatuh
diantara umat persilatan !"
"Maka kau pun merebutnya dari tangan orang itu?"
sambung kakek latah sambil tertawa.
"Padahal bukan terhitung dirampas, sebab boanpwe telah
membinasakan gembong iblis tersebut !"
"Siapa sih orang itu?" tanya kakek latah awet muda dengan
kening berkerut. "Caycu dari delapan markas bukit kunsan ditelaga Tongting-ou, Liong-li ci-ciu "naga merah ditengah ombak" Ciu
Khong!" Kakek latah segera menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Ehmm, belum pernah kudengar tentang orang ini, agaknya
dia cuma seorang manusia tak bernama...Kit put-sia,
pernahkan kau bertanya darimana dia peroleh tusuk konde
penghancur tu ang ini ?"
Kembali Kit-put-sia tertawa :
"Boanpwe sih pernah bertanya dan Ciu Khong pernah
memberitahu kepadaku, dia adalah Thian-be-kim clong
"tombak emas kuda langit" Im Tiong-hok yang menghadiahkan
benda tersebut kepadanya sebagai hadiah ulang tahunnya
yang ke empat puluh !"
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, Oh Put Kui sudah
dibuat tertegun. Sedangkan si pengemis sakti menggaruk-garuk telinganya
yang sebetulnya tidak gatal.
Sedang kakek latah awet muda malah tertawa terbahakbahak. "Manusia macam apa sih Im Tiong-hok tersebut?"
"Liok-lim Bengcu dari tujuh propinsi di wilayah selatan!"
"Waaah, kalau begitu belum terhitung seorang manusia luar
biasa....." "Di dalam pandangan kau orang tua, tentu saja Im Tionghok bukan terhitung seorang manusia luar biasa."
"Tentunya kaupun tak akan memandang sebelah matapun
kepadanya bukan?" Baru selesai dia berkata, tusuk konde kemala berbentuk
tiga inci panjangnya itu sudah diambil keluar dan diperlihatkan
dihadapan Oh Put Kui, lalu katanya lagi sambil tertawa :
"Bocah muda, bagaimana kalau kita mencari kelinci
percobaan untuk menjajal keampuhan dari benda ini ?"
"Tidak usah dicoba lagi," Oh Put Kui menggeleng," kalau
cuma untuk membuktikan saja kita mesti membunuh orang,
waah.....rasanya boanpwe tidak tega !"
Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.
"Tampaknya kau sudah dididik menjadi jelek oleh gurumu
itu, kelewat sok alim!"
"Aaaah, masa kau orang tua tidak percaya dengan
perkataan dari Sia-cu?" kata Oh Put Kui sambil tertawa
hambar. Kakek latah awet muda tertawa.
Yaa, aku memang kurang percaya...."
"Tapi boanpwe justru amat mempercayai perkataan dari
Siacu ini," seru Oh Put Kui.
Kakek latah awet muda mengerutkan dahinya sejenak,
akhirnya ia tertawa tergelak :
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........kalau toh
kau bocah muda sudah percaya, apa lagi yang mesti lohu
katakan ?" Ia masukkan kembali tusuk konde tersebut ke dalam kotak
emas lalu menutup kembali kotak itu dan katanya kepada Kit
Put-sia sambil tertawa aneh :
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ambillah kembali bocah keparat dan simpan baik-baik,
siapa tahu suatu hari aku membutuhkan tusuk konde ini"
Sampai waktunya kau jangan pelit lho !"
"Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........asal kau
orang tua mau pakai, sekarangpun boleh membawanya pergi."
Seru Kit Put-sia sambil tertawa tergelak.
Kebesaran jiwa kit Put-sia sungguh membuat orang merasa
terperanjat. "Aaah, tidak usah, aku mah tak pingin mencari kesulitan
macam begitu, bila sampai berita tersebut tersiar dalam dunia
persilatan, kawan manusia yang tak punya mata niscaya akan
mengatur rencana untuk mengerjai diriku, nah kalau sampai
begini, aku akan kehabisan daya
untuk mencegah mereka......" "Kalau memang begitu, biar boanpwe simpankah dahulu
untukmu." Setelah menyimpan kembali kotak emas tersebut, sambil
tertawa katanya kepada si Pengemis dari kota naga Ku Yu Gi :
"Saudara Ku, umumkan kepada semua sahabat di dalam
kota ini, Sia-cu tidak menerima tamu !"
"Kit-put-sia, masa kau menerima tamu sampai jauh
malam?" sela kakek latah sambil tertawa.
Kit-put sia tertawa. "Bila rakyat dalam kota menemui kesulitan, kebanyakan
mereka akan datang mencariku di saat malam telah tiba. Oleh
sebab malam ini kau orang tua dan Oh lote sekalian berada di
sini, maka boanpwe sudah sepantasnya melayani kau orang
tua. Jadi tak ada waktu lagi bagiku untuk menemui mereka."
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dan
tertawa tergelak Kakek latah awet muda berkata :
"Tidak usah, tidak usah. Lohu akan pergi sekarang juga!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Kit Put-sia, katanya
buru-buru sambil tertawa :
"Sepeninggal kau orang tua nanti, entah sampai kapan
baru akan berkunjung. Apa salahnya kalau kau menginap
untuk beberapa hari lagi disini" Lagipula Oh Lote dan Lok sinkay baru pertama kali berkunjung kemari....."
Pengemis pikun yang selama ini cuma membungkam terus
segera menimbrung setelah mendengar ucapan itu :
"Kit siacu, kami masih ada urusan lain"
"Tepat sekali perkataan si pengemis cilik." sambung kakek
latah awet muda sambil tertawa tergelak," kami masih ada
urusan penting, sehingga tak bisa tinggal lebih lama lagi
disini......" Kakek berambur putih ini memang aneh sekali wataknya,
begitu berkata hendak pergi ia segera berangkat meninggalkan ruangan tersebut dan beranjak keluar.
Tentu saja Oh Put Kui dan pengemis pikun harus mengikuti
pula di belakangnya. Sekilas senyuman sinis dan licik sempat memancar keluar
dari balik wajah Kit Put-sua, namun dengan cepat ia menjura
sembari berkata : "Kalau memang begitu, biar boanpwe mengantar kau orang
tua sampai keluar dari kota....."
Sepeninggal kota kematian, pengemis pikun sudah ribut
hendak mengambil kuda tunggangannya.
Tapi Oh Put Kui tidak setuju.
Kakek latah awet muda lebih-lebih tidak setuju.
@oodwoo@ Jilid 19 Dengan demikian, terpaksa si pengemis pikun harus
mengikuti dibelakang mereka berdua dengan napas terengah
- engah. Setelah berjalan keluar dari tanah perbukitan Ci-lian san,
mendadak Oh Put Kui teringat dengan janjinya dengan Jian Jihu su (Kakek menyendiri seribu Ji) Leng Siau Thian.
Maka pikirannya kemudian :
"Dari sini menuju ke bukit Ho lan-San tidak terlampau jauh,
lagipula memang searah, mengapa aku tidak sekalian
berkunjung ke situ ?"
Berpikir demikian, dia pun lantas berkata :
"Ban Tua, boanpwa ingin berkunjung sebentar ke bukit Holan-san .......!" "Mau apa kau ke bukit Ho-lan-san ?" Tanya kakek latah
awet muda agak tertegun. "Menyambangi seorang tokoh dari dunia persilatan !"
"Tokoh dunia Persilatan?" Kakek latah berkerut kening
sambil tertawa. "Benar !" Setelah termenung sejenak, kakek itu bertanya lagi :
"Sadari kapan sih bukit Ho-lan-san dihuni seorang tokoh
persilatan " Siapa orangnya ?"
"Leng Siau-thian !"
Kontan saja kakek latah tertawa terbahak - bahak.
"Uuuuhhh, si Leng Siau-thian juga terhitung tokoh
persilatan " Bocah muda, kau memandang orang itu kelewat
tinggi." "Benteng kuno yang didiami Leng Siau-thian, belakangan
ini sudah dianggap oleh kawan kawan persilatan sebagai
Benteng nomor saru dari dunia persilatan, jadi ia sendiri pun
sudah termasuk dalam deretan orang-orang terhormat !"
"Waaduh, waaduh ... baru dua puluh tahun tak muncul,
nampaknya dunia persilatan telah berubah sama sekali, si
anjing. Si kucing pun berani menganggap diri sok jagoan."
"Sepuluh Tahun bida merubah arus sungai dari timur
kebarat, apalagi manusia ?"
Kakek latah awat muda agak tertegun, tiba-tiba saj dia
meghela napas panjang : "Aaaai, inilah yang dinamakan ombak belakang sungai
Tiang Kang mendorong ombak didepannya, orang baru
menggantikan orang lama. Anak muda, kalau toh kau merasa
perlu berkunjung kesana, baiklah, akan kutemani."
"Terima kasih..."
"Berhubung mereka harus berbicara sambil meneruskan
perjalanan, maka gerak itu tubuh mereka menjadi lambat,
dengan cepatnya si pengemis pikun berhasil menyusul
mereka." "Lote apa yang kau terima kasihmu " memang kau berhasil
memperoleh kebaikan ?" teriaknya langsung.
Oh Put Kui segera tertawa tergelak setelah m,endengar
ucapan itu : "Waah .... Nampakanya sifat rakus dab tamak Lok jian hari
kian bertambah besar saja."
Tentu saja, aku si pengemis kan rutin dan hidup sengsara...
hei empek jenggot putih, bila kau memberi kebaikan buat si
bocah muda itu, jangn lupa bagian untuk aku si pengemiscilik!"
"Aaah, kau si pengemis cilik betul-betul tak becus," kakek
latah kontan melotot, "sekalipun aku ingin memberi sesuatu
kebaikan untukmu, paling tidak mesti kupertimbangkan dulu
tiga samapi lima tahun lamany."
"Waaah, mana mungkin ?" pengemis pikun menjulurkan
lidahnya, "kalau mesti menunggu samapai tiga lima tahun,
jenggotku bisa pada memutih semua."
"KALAU mau menunggu, silahkan saja menunggu, kalau
enggan menunggu, aku toh tidak memaksamu !" Kakek latah
tertawa." Pengemis pikun kembali menghela napas.
"Aaaai, baiklah akan ku tunggu..."
Kemudian sambil berpaling kearah Oh Put Kut, bisiknya
lirih : " Lote, sebenarnya kebaikan apa sih yang kau peroleh
darinya ?" Oh Put Kui tertawa tergelak dan menggeleng kepalanya
berulang kali : "Kebaikan apa sih" Siaute Cuma berterima kasih lantaran
Ban tua bersedia menemani aku mengunjungi benteng nomor
wahid dari dunia persilatan di bukit Ho-lan-san !"
Mendengar ucapan tersebut, pengemis pikun kontan
berhenti dan tak mau berjalan lagi 1"
"Lagi-lagi naik gunung" Waah, lote ! Payah, payah ... aku
sudah tak kuat berjalan lagi !"
Terpaksa Oh Put Kui menghentikan pula langkahnya,
kemudian ujarnya sambil tertawa :
"Lok loko, masa kau lupa " Bukankah Leng tua meminta
kita berkunjung bersama kesana ?"
"Ogah, aku sudah tak mampu berjalan lagi ..." pengemis
pikun gelengkan kepalanya berulang kali.
"Loko, nampaknya kau memang sengaja hendak merusak
pusaranku didepan orang ?"
"Siapa sih yang akan merusak pasaranmu " Toh di kelurga
leng tak ada nona cakep yang menungguku, buat apa aku
mesti kesana " Lote, aku belum menegurmu atas ........."
Belum habis di aberkata, kakek latah awet muda yang
sudah berjalan satu didepan dan sewaktu tidak melihat kedua
orang rekannya menyusul belakangnya, tahu-tahu sudah
muncul pula dihadapan mereka.
"Hei penegemis cilik, mau apa kau ?" tegurnya dengan
suara menggeledek. "Aku sudah mampu berjalan lagi, tapi bocah muda ini
memaksaku hendak naik kebukit Ho-lan-san, maka aku
menolak ajakannya, aku ingin beristirahat saja dulu ..."
"Hmmmm, kau sipengemis cilik pingin molor rupanya ?"
teriak si kakek latah dengan mata melotot.
"Tidak ... aku benar - benar sudah tak kuat berjalan lagi ..."
"Benar-benar sudah tidak kuat coba kau lihat, kakiku sudah
pada melepuh aduuuh ... aduuuh .... Sakit amat !"
"Ooh sakit " Mari, biar kuperiksa ..."
Sambil berkata di membungkukkan badan dan siap
mengangkat kaki kanan pengemis pikun.
Begitu melihat kelima jari tangansi Kakek latah yang
hendak memegang kakinya menggunakan ilmu Ki-na-jiu hoat
yang lihay. Serta merta wajah pengemis pikun berubah hebat.
Dengan cepat di melompat setinggi delapan kaki, kemudian
teriaknya keras-keras . "Sudah cukup, cukup, aku aku dapat berjalan lagi ....!"
"Haaahh ....haaahh .... Haaahh aku sudah tahu, kau pasti
akan sembuh dan pasti bisa melanjutkan perjalanan kembali
.....! Benteng nomor wahid dari dunia persilatan terletak di
punggung bukit Ho-Lan san.
Tempat itu merupakan sebuah bukit yang curam, suatu
tempat dengan medan yang amat berbahaya.
Kalau dibilang tempat tersebut merupakan benteng
terbesar dalam dunia persilatan, mungkin orang akan tertawa
geli sampai copot giginya. Sebab seluruh bangunan tidka lebih
hanya terdiri dari belasan rumah. Tapi kalau dibilang benteng
ini merupakan benteng terkokoh pertahannya dan paling sukar
ditembusi, hal ini memang cocok benar dengan keadaanya.
Sebab dinding di sekeliling bangunan benteng itu berupa
tebing karang yang kokoh dan curam. Bila seseorang ingin
memasuki benteng tersebut, maka di harus menyebrangi
dahulu jembatan gantung yang berada di antara sela-sela
dinding karang. Waktu itu, si kakek latah awet muda, Oh Put Kui serta
pengemis pikun bertiga telah tiba di bawah tobing curam yang
tingginy mencapai sepuluhribu kaki itu. Memandang ke atas
ternyata mereka tak berhasil menemukan jalan menuju
benteng. Melihat keadaan tersebut, kakek latah awet muda
menggelangkan kepalanya berulang kali sambil berkata :
"Banyak benar penyakit yang di diindap Leng Siauw thian
ini, masa mau membangun rumahpun di bangun di atas
puncak karang yang dikelilingi tebing terjal, apa tak repot
untuk naik turun ?" Sambil tertawa Oh Put Kui menyahut :
"Biarpun untuk naik turun tidak leluasa, namun tempat ini
berbahaya dan strategis. Bila ada orang ingin berniat jelek
terhadap majikan dalam benteng, tidak gampang baginya
untuk menyerang masuk."
"Ehmm, mungkin benar ucapanmu itu ..... aaai, tapi
bagaimana cara kita untuk menyuruh mereka membuka pintu
?" Baru saja Oh Put Kui tertawa, pengemis pikun sudah
berteriak keras-keras : "Lebih baik kita naik keatas tebing karang ini lebih dul, toh
kita tak usah takuti karang tersebut ?"
"Betul, memang betuk, kau si pengemis cilik memang
sangat menyenangkan di bidang ini." Puji kakek latah sambil
tertawa tergelak. Tapi Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya
berulang berulang kali, katanya :
"Ban tua, boanpwe rasa lebih baik kita berteriak dulu
beberapa kali, atau......."
Setelah berhenti sejenak, lanjutanya samabil tertawa :
"Menurut aturan, dibawah sisni mestinya terdapat bagian
pintu atau tempat untuk memberi tanda akan datangnya tamu,
kalau tidak, semisalnya ada yang berkunjung kemari,
bagaimana mungkin orang didalam benteng bisa mengetahuinya ?" Kakek latah mengangguk berulang kali.
"Ehmmm, memang masuk diakal juga perkataan bocah
muda ini, bagaimana kalau kita segera mencarinya ?"
Kemudian seperti orang bermain petak saja. Dia mulai
meraba-raba diseputar tabing karang tersebut.
Pengemis pikun tidak turut membantu, dia malah duduk di
tanah sambil memejamkan matanya ?"
Sambil tersenyum Oh Put Kui mengalihkan sorot matanya
sambil memeriksa sekitar dinding karang disitu.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian secara tiba-tiba saja dia berjalan menuju
kedepan dinding batu yang ditumbuhi rumput dan semak
belukar yang lebat. Rupanya diatas dinding batu karang tersebut terdapat
ksebuah gelang tembaga yang bersinar terang.
Tapi, oleh sebab tetutup dibalik semak belukar yang lebat
maka seandainya tidak diperhatikan dengan seksama,
memang sukar untuk menemukannya.
Oh Put Kui segera memegang gelang tembaga tersebut
dan mencoba untuk membetotnya, lalu sambil tertawa ia
berkata : "ban tua, boanpwe sudah berhasil menemukannya !"
Dalam pada itu Put-Lo huang-siu telah mengerahkan
tenaga saktinya dengan menempelkan seluruh badannya
diatas diding batu yang licin dan berkilat itu, kemudian sambil
meluncur kesana dan kemari, ia tertawa cekikikan tiada
hentinya. Begitu Oh Put Kui tertawa tergelak, serentak sepasang
telapak tangannya di tarik kembali sehingga tubuhnya
meluncur jatuh kebawah dengan cepat.
Biarpun terperosok jatuh kebawah, namun bukan berarti
tubuhnya terbanting mencium tanah. Menggunakan kesempatan tersebut dia malah bersalto bebrapa kali
sehingga dapat hinggap di tanah dengan manis dan indah.
"Hei anak muda, kau berhasil menemukannya " Coba lihat
bagaimana dengan ilmu kecapung berjumpalitanku tadi " bila
kau pingin belajar. Akan kuajarkan kepadamu secara gratis."
"Waaah, kalau boanpwe sih tidak berani mempelajari ilmu
semacam itu." Tampik Oh Put Kui sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "sebab kalau benar-benar ingin
belajar, sudah seharusnya belajar ilmu capung terbang ke
angkasa .... Apalagi boanpwe pun tak berdaya melalap begitu
banyak hidangan yang enak dan lezat-lezat."
"Hei anak muda apa hubungannya antara kecapung
dengan hidangan lezat ?"
"Kalau aku mesti belajar kecapung berjumpalitan, itu berarti
kepalaku mesti ada di bawah dan kakiku di atas, apa hidangan
lezat yang kumakan tak bakal tumpah keluar semua ?"
Put-Lo huang-siu menjadi tertegun.
"Ohh... betul juga perkataanmu itu, heran mengapa belum
pernah kupikirkan hal tersebut ?"
Belum selesai dia berkata, mendadak dari atas tebing
karang sana, telah berkumandang suara bentakan nyaring.
"Siapa di situ "!"
Sambil mendongakkan kepalanya Oh Put Kui segera
menyahut : "Oh Put Kui dari bukit Gan tang-san sengaja dating
menyambangi poocu !"
Orang yang berada diatas tebing itu berseru tertahan
kemudian cepat-cepat menarik kembali kepalanya.
Tak selang berapa saat kemudian, sebuah tangga
diturunkan dari atas tebing karang tersebut.
"Poocu mempersilakan kalian untuk naik !" teriakan nyaring
bergema lagi dari atas tebing.
Oh Put Kui berkerut kening, tapi tanpa banyak berbicara dia
segera merambut naik ke atas bukit dengan mendaki pada
anak tangga tersebut. Put-Lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak, ia tidak mendaki
malalui tangga yang tersedia sebaliknya malahan mendaki
lewat tebing karang yang tegak lurus lagi licin itu.
Setiap kali kakinya menginjak, guguran bubuk batu
berhamburan ke mana-mana.
Pengemis pikun yang melihat kejadian ini kontan saja
bersorak memuji, tapi sayang dia tak berkemapuan untuk
berbuat demikian, maka terpaksa ia mengikuti jejak Oh Put kui
dengan selangkah demi selangkah merambat naik melalui
anak tangga yang tersedia.
Tak lama kemudian, mereka bertiga telah sampai di puncak
tebing karang tersebut. Ternyata tangga yang diturunkan kebawah tadi tergantung
langsung dari depan pintu gerbang benteng itu.
Jadi ketika Oh Put Kui dan pegemis pikun sampai di ujung
tengga tersebut, mereka telah mencapai pintu benteng.
Sebaliknya Put-lo huang-siu tidak melewati pintu gerbang,
melainkan langsung memangati dinding benteng tersebut.
"Hoi anak muda" serunya, "aku akan langsung melewati
dinding tembok dan masuk ke dalam sana akan kutunggu
kedatangan di depan situ .........!"
Begitu selesai berkata, bayangkan tubuhnya sudah lenyap
dari pandangan mata. Oh Put Kui berdiri termenung didalam pintu sambil berputar
otak tiada hentinya, dia heran apa sebabnya tidak
menyaksikan, Leng-siau-thian menampilkan diri.
Sudah barang tentu dia pun tidak menjumpai Leng Cui cui
yang penuh daya tarik tersebut.
Di balik pintu gerbang hanya berdiri tegak empat lelaki
kekar dengan pedang terhunus.
Dandanan ke empat orang ini tidak jauh berbeda dengan
dandanan dari para busu pelindung rumah-rumah orang kaya.
"Apakah Leng Poocu ada di rumah ?" tegur Oh Put Kui
kemudian sambil berkerut kening.
Berhubung di melihat ketidak beresan wajah ke empat
orang ini, maka caranya berbicara pun tidak sungkansungkan. "Ada!" sahut salah seorang dari keempat lekaki tersebut.
"Apakah kalian bisa memberitahukan ke dalam, katakan
kalau Oh Put Kui datang berkunjung ......." Kata Oh Put Kui
lagi sambil ketawa. Salah seorang dari ke empat lelaki itu kembali menggeleng.
"Tidak lebih baik kana sendiri saja yang masuk ke dalam !"
"Sialan, beginikah sara kalian menerima tamu ?" tegur
pemuda itu mulai naik pitam. Tiba-tiba lelaki kekar itu tertawa
dingin. "Heeehhh ...... heeeeehhhh ...... heeeeehhhh ...... aku toh
bukan anak buah dari keluarga Leng. Lebih baik cara
berbicara kalian sedikitlah lebih hati-hati !"
"Apa?" penegmis pikun tertegun, kalian bukan anak buah
keluarga Leng" Lantas maua apa berdiri di situ ?"
Kembali lelaki kekar itu tertawa seram.
"Heeehhh ...... heeeeehhhh ...... heeeeehhhh ......
Buat apa kau banyak bertanya " Masuk saja dan periksa
sendiri !" Oh Put Kui mulai terperanjat setelah menyaksikan kejadian
ini, dia lantas menegur pula.
"Kalian berempat berasal dari mana " Apakah ada sakit
hati dengan Leng poocu?"
"Majikan kami berada di dalam, masuk saja ke sana. Kau
akan segera tahu dengan lebih jelas lagi."
Oh Put Kui semakin terperanjat lagi, di kuatir benteng ini
sudah tertimpa suatu bencana.
Tapi yang membuatnya agak lega adalah ke empat orang
ini tidak sampai encegah dirinya masuk ke dalam. Ini
menunjukan kalau mereka yang datang belum tentu
adalahkaum sesat atau kaum iblis, kalau tidak mustahil
mereka akan membiarkan dirinya masuk ke dalam.
Pengemis pikun segera mendengus dingin
"Hmmm, kau anggap akau si pengemis benar-benar tak
berani masuk kedalam " Hm"
Begitu selesai berkata, dia segeramelangkah maju ke
depan, melalui tengah-tengah ke empat lelaki kekar itu dan
menuju ke ruangan dalam. Oh Put Kui segera menjura pula kepada ke empat orang
itu, kemudian meyusul pula ke dalam.
Ketika mereka mereka berdua memasuki ruang tengah
yang luasnya Cuma dua kaki itu, dengan cepat disaksikan
dalam ruangan berdiri berderet lima orang lelaki kekar dengan
dandanan yang tak jauh berbeda dengan dandanan ke empat
orang tadi. Sewaktu mereka berdua masuk ke dalam, ternyata ke lima
orang lelaki itu tidak menggubris bahkan seakan-akan tidak
melihat kehadiran mereka disitu.
Sambil tersenyum Oh Put Kui menembusi pintu ruangan
dan masuk ke dalam. Pengemis pikun segera menyusul dibelakangnya.
Dibelakang ruangan tengah adalah sederet bangunan
rumah yang terdiri dari tiga bilik.
Disitu berdiri pula laki-laki kekar berpakaian ringkas,
jumlahnya mencapai sembilan orang lebih.
Sedang dalam ruangan penuh dihadiri manusia-manusia
berwajah seram. Pemilik benteng nomor wahid dari dunia persilatan si kakek
menyendiri seriba li Leng shiu-thian duduk disisi kir ruangan,
dibelakangnya berdiri seorang lelaki dan seorang perempuan.
Yang perempuan memakai baju berwarna hijau pupus,
rambutnya panjang terurai sebahu, waktu itu dengan wajah
gusar dan tangan meraba gagang pedang yang tersoren
dipinggangnya sedang melototi sembilan orang yang duduk
disebelah kanan dengan, wajah penuh kegusaran ......"
Oh Put Kui cukup kenal perempuan ini, sebab dia adalah
Leng Cui-cui berdiri pula seorang sastrawan yang berusia tiga
puluh tahunan. Ia berdiri sambil bergendong tangan, wajahnya menunjukan
sikap yang sangat hambar.
Sedang disisi kanan ruangan itu hadir ke lima orang kakek.
Dari kelima orang kakek tersebut, Oh Put Kui hanya kenal
seorang saja yaitu Cu-ihmo-kiam (pedang iblis berbaju merah)
Suma Hian, sedang ke empat lainnya tak pernah di jumpai
....,... Tapi si pengemis pikun itu agaknya seperti mengenali
mereka. Sebab setelah berseru kaget, tiba-tiba ia berseru sambil
tertawa tergelak. "Heeehhh ...... heeeeehhhh ...... heeeeehhhh ...... bagus
sekali, tampaknya kalian semua si anak iblis telah berkumpul
disini...." Belum habis pengemis pikun berbicara Leng Siau-thian
telah bangkit berdiri. Hawa amarah dan perasaan tak senang menyelimuti
wajahnya kini sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas.
"Oh lote !" serunya cepat. "kan benar-benar seorang yang
bisa dipercaya, aku malah mengira kau takkan kemari !"
Buru-buru Oh Put Kui menjura dan menyambut sambil
tertawa. "Sepanjang perjalanan tanpa berhenti boanpwe datang
kemari, siapa sangka gara-gara ada peristiwa lain, aku sampai
tertunda perjalananku selama empat lima hari !"
Dengan langkah lebar dia masuk keruang dalam.
Dia pun dengan berani sekali menyambut sambutan hangat
dari sepasang mata yang indah dan jeli tersebut.
Senyuman Leng Cui-cui betul-betul sangat indah, manis
dan hangat...... Sedang kelima orang kakek disisi kanan kelihatan agak
tertegun, agaknya kemunculan Oh Put Kui dan pengemis
pikun secara tiba-tiba disana sama sekali diluar dugaan
mereka. Terutama sekali bagi si pedang iblis berbaju merah suma
hitam. Sesudah tertegun beberapa saat, dia lantas membisikan
sesuatu disisi telinga dua orang kakek berbaju hitam yang
duduk di sampingnya. "Terhadap gerak gerik mereka itu, Oh Put Kui berlagak
seolah-olah tidak melihatnya.
Tanpa sungkan ia segera mengambil tempat duduk di
samping Jian-hu-siu. Pengemis tua lebih hebat lagi, tanpa banyak bicara dia pun
duduk disamping ke-lima orang kakek itu.
Setelah memandang sekeja sekeliling arena dengan sorot
mata yang tajam, tiba-tiba Oh Put Kui berkata dengan kening
berkerut : "Leng tua, sewaktu masuk benteng tadi boanpwe seperti
tidak bertemu dengan seorang anak buahpun, apakah di
dalam benteng telah timbul suatu kejadian ?"
Jiau lihu-siu Leng Siau-thian tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh ........haaahhh...... haaahh...... dugaan lote memang
tepat sekali, dalam benteng kami memang telah timbul suatu
kejadian besar." Oh Put Kui mengerti, sudah pasti peristiwa ini timbul karena
ulah dari pedang iblis berbaju merah Suma Hian, walaupun
demikian ia toh tetap bertanyalagi :
"Leng tu, sebetulnya apa yang telah terjadi dengan benteng
kalian ini ?" Leng Sia-thian mengalihkan sorot matanya dan memandang sekejab ke lima orang kakek itu, lalu sahutnya
sambil tertawa : "Gedung Sian hong-hu yang menggetarkan seluruh dunia
persilatan telah datang mencari gara-gara dengan diriku !
"Gedung Sian hong-hu ?" kali ini Oh Put Kui benar-benar
dibikin tertegun, dia tidak habis mengerti apa sebabnya pihak
Sian-hong-datang mencari cari gara-gara dengan pihak Bulim-tit-it-poo. Maka setelah termangu beberapa saat, dia bertanya lagi ;
"Perselisihan apa sih yang telah terjalin antara Leng tua
dengan si kakek malaikat?"
"Aku sama sekali tidak mempunyai perselisihan apa-apa
dengan Sengsiu." Leng Siau thian mengeleng. "kejadian ini
timbul dikarenakan padang Hiam-peng-kiam tersebut ...... aku
tak pernah mengira kalau benda mestika milik keluarga kami
ini bisa mendatangkan banyak kesulitan bagi kami semua."
Oh Put Kui tersenyum. "AOoh, aku pun tidak menyangka kalau pihak Sian hong hu
ikut serta di dalam persoalan ini!"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada saat itulah, si kakek yang duduk di tengah diantara
lima orang laiannya tertawa dingin secara tiba-tiba, kemudian
berkata : "Pedang Hian-peng-kiam adalah milik Seng-siu, aku harap
pembicaraanmu jangan bernada menyindir."
Baru sekarang Oh Put Kui memperhatikan sekejap wajah si
kakek tersebut. Ia saksikan kakek ini berwajah antik, alis matanya putih,
kepalanya botak dan wajahnya bersih, sama sekali tidak
mencerminkan hawa sesat barang sedikitnya jua.
Sambil tertawa hambar dia lantas menegur
"Siapa sih ka orang tua ?"
Kakek beralis putih itu mendengus dingin
"Hmmmm, kalua aku saja tidak kau kenal, ini menandakan
kalu pengalaman serta pengetahuan betul-betul sangat cupat
!" Kalau didengar dari nada pe,bicaraannya kakek ini mungkin
bernama besar. Oh put Kui tertawa seram.
"Heeeehhh...heeehh...heeeehh..., sebenarnya aku memang
seorang yang pengetahuan cetek namun bila nama besarmu
betul-betul seperti nada pembicaraanmu tadi, semestinya aku
pun pernah mendengarkannnya."
"Kurang ajar !" teriak kakekk beralis putih itu dengan
mencorong sinar biru dari balik matanya. "Bocah keparat,
besar amat nyalimu ...."
"Bila nyaliku kecil, tak nanti tak berani didatangani orang
lain !" Ucapan tersebut segera membuat si kakek beralis putih itu
tertegun, lalu seruya sambil tertawa dingn :
"Apakah kau adalah sang pemuda yang telah berkunjung
kepulau neraka tersebut " sungguh beruntung aku bisa
bertemu dengan kaku pada hari ini ! Meski begitu ...."
Setelah berhenti sejenak, sambil tertawa terbahak-bahak
dia melanjutkan : "hei boacah keparat,kau bisa berkunjng ka pulau beraka
dengan selamat hal ini hanya satu kebetulan saja, siapa saya
sudi melukai seorang pemuda berbakatbagus seperti kau ?"
Atau dengan perkataan lain,a di hendak menegaskan
kepada Oh Put Kui bahwa keberhasilan lolos dari pulau
tersebut tak lain karena dia mengandalkan bakatnya yang
baik. Kontan saja Oh Put Kui mendengus.
Hmmmm, kalu begitu kau tentu sudah pernah berknjung
kepulau itu ?" "Heeeehhh...heeehh...heeeehh..., aku sih belum sudi untuk
berkunjung kesana !" Kakek beralis putih itu tertawa dingin.
"Haaaahhh...haaaaahh...haaaaahh...., saudara benar-benar
terlalu menilai tinggi kemampuan sendiri !"
"Oh lote," tiba-tiba Leng Siau-thian berkata sambil tertawa
terbahak-bahak. "Kakek ini adalah pelatih kepala dari gedung
Sian-hong-hu, orang menyebutnya Toh-min-sin.-huan (panji
sakti penrenggut nyawa) Ku Bun-wi !"
Tampaknya Leng Siau-thian tak ingin kedua orang itu
saling menyindir tiada hentinya,
maka dia sengaja memperkenalkan orang itu.
Oh Put Kui sama sekali tidak menunjukan perubahan
apapun, hanya ujarnya sambil tertawa hambar :
"Oooh..... rupanya Ki-sik-sancu ! kalau begitu aku telah
bersikap kurang hormat ?"
Mendengar itu, iar muka panji sakti perenggut nyawa Ku
Bun-wi segera terlintas sedikit perasaan gembira.
Sudah cukup lama sebutan "Ki-sik-sancu" tersebut tak
pernah disinggung orang lain.
Tapi kenyataan sekarang. Oh Put Kui dapat menyebut
nama tersebut, ini menunjukan kalu angakatan tua dari
pemuda ini tertu sudah pernah membicarakan hal-hal yang
menyangkut kehebatannya di masa silam.
Berpikir begitu, dengan wajah yang jauh lebih cerah kakek
itu berkata sambil tertawa :
"Kalau dilhat dari kemampuan untuk menyebutkan
julukanku di masa lampau, hal ini menandakan kalau kau
meang mempunyai sedikit asal usul yang mengagumkan"
Oh Put Kui tertawa tergelak
"Haaahh ....haaahh .... Haaahh.......... Sudah lama ku
dengar asala usul saudara, yaa, sipaa yang tidak kenal
denganpengalima perang nomor satu dari Cengthian-kui-ong,
(raja setan penggetar langit) Wi Thian yang?"
Rupanya tertawa Ku Bun-wi segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Dunia meang selalu berputar, kau tak usah menyindir
diriku lagi" Tiba-tiba nada suaranya berubah menajdi lembut dan
halus. Hal ini kembali membuat Oh Put Kui tercengang.
"Saudara telah bergabung dengan pihak Sian-hong-hu,
semestinya kau harus memahami watak dari Wan-sing-sengsiu, apakah cara kalian mengincar barang mestika milik orang
lain tidak menyimpang dari pesan terakhir Seng-siu?"
Tiba-tiba Oh Put Kui telah membawa pokok pembicaraan
kembali ke amsalah semula
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia menambahkab : "Sebelum kedatangan saudara kemari, sudahkah kau
mendapatkan persetujuan dari anak keturunan Seng-siu ?"
Si Panji sakti pereggut nyawa Ku Bun-wi tertawa hambar.
"Tanpa persetujuan dari majikan muda kami, masa akua
berani datang kemari ?"
Oh Put Kui segera berkerut kening.
"Sepengetahuanku, pedang Hian-peng-kiam adalah milik
keluarga Leng. Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan
sebagai milik Wan-sing-seng-siu " Aku benar-benar merasa
tidak habis mengerti ......"
Ku Bun-wi tertawa lagi. "Aku rasa, Leng Siau-thian pasti akan lebih mengerti
ketimbang kau sendiri."
Dengan kening berkerut, Oh Put Kui segera berpaling ke
arah Leng Siau-thia, kemudian tanyanya :
"Leng tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"
Leng Siau-thian menghela napas dan menggelangkan
kepalanya berulang kali :
"Aaaai ..... apabila kejadian ini dibicarakan kembali,
sungguh akan membangkitkan rasa diriku saja."
"Kalau memang begitu, kau tak usah menyinggung lagi
masalah terebut !" "Lote, kau tak usah membantu lagi untuk menutup-nutupi
kejadian terebut." Kemudian setelah berhenti sejenak, dia meneruskan :
"Semata aku masih muda dulu, aku telah kehilangan
pedang ini di bukit Thay-san."
"Kepandaian silat yang kau miliki waktu itu, sudah pasti tak
bisa dibandingkan dengan kemampuan sekarang bukan ?"
salah Oh Put Kui sambil tertawa.
"Yan, memang begitulah, dikerubuti oleh tiga orang
gombong iblis yang sangat lihay akhirnya aku menderita luka
parah dan kehilangan pedang Hian-peng-kiam milik keluargaku itu, kemudian ke tiga orang gembong iblis tewas
pula ditangan Wan-sin-sang-siu Nyoo tayhiap. Sedang saat
itulah pedang Hian-peng-kiam menjadi milik Wan-sin-sang-siu
!" "Leng tua, bukankah Ceng-thian-kui ong juga pernah
menuntut pedang tersebut dari tanganmu?" ucap Oh Put Kui
sambil tertawa. Leng Siau-thian menghela napas panjang.
"Aaaai, sejak Nyoo thayhiap mendapat pedang itu, dia
merasa sayang sekali dengan benda ini sebelum akhirnya
dihadiahkan kepada putri kesayangannya Nyoo Sian -sian,
tapi gara-gara pedangan itu nyaris nona Nyoo Sian-sian
kehilangan nyawanya !"
"Waaah, kalau begitu pedang tersebut memang membawa
firasat kurang baik." Ucap Oh Put Kui pula sambil
menggelangkan kepalanya. "Pengalaman yang dialami nona Nyoo hampir serupa
dengan diriku, dalam keadaan terluka parah ia kehilangan
pedang tersebut tapi kemudaian ke liam orang yangmerebut
pedang milik nona Nyoo itu terbunuh ditangan si raja setan ...."
"Ooh, jadi pedang Hian-peng kiam tersebut jatuh ketangan
si raja setan ?" "Benar !" Leng Siau-thian manggut-manggut.
"Kalau begitu, kedatangan cong-huhoat dari Siang-hong-hu
juga dikarenkan pedang Hian-peng-kiam tersbut ?"
Nada lain dari perkataan itu adalah seakan-akan dia tak
percaya kalau kedatang Ku Bun-wi hanya dukarenakan
hednak meminta kembali pedang tersebut.
Leng Siau thian menggut-manggut berulang kali.
"Yaa, betul, Ku huhoat memang datang kemari untuk
meminta kembali pedang tersebut."
Sekali lagi Oh Put Kui memandang sekejab sekeliling
arena, kemudian ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh ....haaaahh .... Haaaahh.... Kalau begitu. Ketua
dari Su tay-kiam -wi pelaya pedang" dibawah pimpinan Raja
setan pengetar langit Wi Thian-yang, si pedang iblis berbaju
merah Su-ma Hian ayhiap juga datang karena ingin minta
kemabli pedang itu ?"
Begitu pertanyaan tersebut diantarakan, Ku-Bun-wi segera
menjadi tertegun, rupanya pertanyaan ini sama sekali diluar
dugaannya "Hei, anak muda! Kau kenal dengan Su-maHian?"
"Apakah saudara tidak menyangka?" Oh Put Kui tertawa .
Dengan kening berkerut Toh-Mia-Siu-huan Segera berkata
: "Saudara datang kemari sebagai tamu, aku pun datang
kemri sebagai tamu, mengapa tudan rumah belum berkata
apapun, kau malah mengoceh tida hentinya?"
Agaknya Ku Bun-wi merasa keheranan apa sebabnya Oh
Put Kui seperti sentimen dengannya. Bahkan Ji-li-hu-siu
sendiripun seolah-olah bersedia tunduk di bawah perkataannya. Mendengar pertanyaan itu. Oh Put Kui segera tertawa
terbahak-bahak : "Haaahhh ....haaaahh .... Haaaahh.... Sekarang kau tak
usah keheranan, kau toh akan mengetahui dengan sendirinya
......" Lalu sambil berpaling katanya pula kepada Suma Hian :
"Suma Hian, baik-baiklah kau selama ini?"
Terhadap Leng Siau-thian sekeluarga maupun terhadap
pengemis pikun yang duduk tak jau dari sisinya, boleh dibilang
si pedang iblis berbaju merah Suma Hian tidak merasa takut,
tapi terhadap Oh Put Kui yang pernah mengndurkan dirinya
dan mengusir Tiang-siau-san-ang dari perkampungan Tangmo-sen-ceng ini dia betul betul merasa amat keder.
Oleh sebab itu terpaksa dia harus memnyahut sambil
tertawa : "Oh sauhiap. Baik baikkah kau ?"
"Suma Hian, agaknya aku harus menyampaikan ucapan
selamat lebih dulu kepadamu."
"Apa maksud sauhip berkata demikian ?" Suam Hian
tertegun. "Bukankah majikan kalian telah muncul kembali didalam
dunia persilatan " Apa hal semacam ini tidak pantas untuk
diberi selamat,.....?"
Suma Hian segera tersenyum.
"Ooh, rupanya kejadian ini yang sauhiap maksudkan ! Aku
pernah dengar orang bilang kalu majikan kami telah lolos dari
kurungan, tapi hingga kini aku belum penah berjumpa dengan
majikan kami itu....!"
"Ooh, bukan ! Bukan !" Suam Hiat menggelengkan
kepalanya berulangkali, "Aku datang kemari atas undangan
dari saudaraku !" "Haaahhh ....haaaahh .... Haaaahh.... Kalu begitu aku telah
salah menduga !" Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba tiba katanya lagi
kepada Ku Bun-wi : "Ku Tayhiap, aku belum pernah bertemu dengan beberapa
orang rekaman itu!" Suatu perkataan yang amat sombong, sudah jelas dia
mengharapkan perkenalan dengan ketiga orang kakek itu,
namun tidaksudi mempergunakan kata memohon.
Ku Bun-wi segera berkerut kening, lalu katanya :
"Ooh, kau ingin aku perkenalkan dengan rekan-rekanku ini
?" "Aku tak ingin berbicara dengan orangorang tak bernama !"
Ucapan ini lebih angkuh lagi, sedemikan angkuhnya
sehingga si pengemis pikun pun sedikit agak tertegun.
Walaupun dia sudah bekumpul selma banyakwaktu dengan
pemuda ini, namun ia tahu bahwa pemuda yang tangguh ini
bukan seorang manusia yang tinggi lain.
Tapi kenyataannya sekarang, dia seolah olah telah berganti
menjadi orang lain. Sudah barang tentu pengemis pikun tak dapat menduga
apa yang sedang dipikirkan oleh Oh Put Kui sekarang.
Agaknya Oh Put Kui telah melihat kalu Bu-lim-tit-it-poo sedang
terancam oleh bahsa maut yang amat gawat.
Maksud kedatangandari Ku Bun-wi sekalian agakanya
bukan untuk minta pedang tersebut, ia percaya majikan muda
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari gedung Sian-hong-hu, si naga sakti pedang kilat Nyoo
Ban-wi telah melihat bagaima di mengambil pedang Hian-pngkiam tersebut dan menghadiahkan sepada Lamkiong Ceng
suami istri. Tapi kenyataan sekarang, dia justru telah mengutus KU
Bun-wi untuk meminta kembali pedang tersebut, bukan hal ini
jelas ada udang di balik batu "
Oleh sebab itu dia megambil keputusan untuk meghadapi
KU Bun-wi dengan sepenuh tenaga.
Bahkan ia tak segan-segan untuk bertarung mati-matian
didalm benteng ini. Dan sekarang, tiga orang kakek yang duduk tak jauh dari
ku bun-wi telah menunjukkan sikap gusar, enam pasang mata
mereka yang memancarkan cahaya api mengawasi Oh Put
Kui tanpa berkedip. Dengan alis mata berkenyit KU Bun-wi membentak nyaring
: "Kau si bocah keparat benar-benar kelewat jamawa......."
Tapi setelah berhenti sejenak. Dia menuding kearah ke tiga
orang kakek itu sambil berkata :
"Kedua orang kakek berbaju hitam ini adalah saudara
angkat dari Suma Hian, orang menyebutnya Ci-sim thi kiam
(peang baja berhati merah) Hui wong-ki dan Lui-ing-Huangkiam (pedang latah irama guntar) The tay-hong ......
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui setelah mendengar
nama itu, katanya kemudian sambil tertawa :
"Bagus sekali, tampaknya tiga dari empat pelayan pedang
telah hadir disini !"
Sementara itu KU Bun-wi telah menuding lagi kearah kakek
berjubag abu-abu lainnya semabari berkata :
"Sedangkan dia adlah Hek-pek-sin-kiam "pedang sakti
hitam putih" Pak Cau-kun yang amat tersohor namanya
didalam dunia persilatan ....."
"Betul," kali ini Oh Put Kui menjura, "Pak tayhiap memang
seorang yang ternama, aku senang berjumpa denganmu !"
Dalam dunia persilatan Pak Cau-kun terhitung seorang
manusia yang adil dan bijaksana, sekalipun pada mulanya di
turut di buat gusar oleh sikap Oh Put Kui yang jumawa, namun
setelah menyaksikan pemuda itu hanya menjura kepadanya
seorang, seketika itu juga rasa gusarnya hilang lenyap tak
berbekas. Kakek bercambang yang gagah perkasa in kembali tertaw
nyaring, katanya : "Terima kasih Oh sauhiap !"
Oh Put Kui kembali tertawa.
"Aku tahu, Pak tayhiap selama ini termashur karena berhati
baja, tidak pandangbulu adil dan menghadapi setiap persoalan
dengan adil dan bijaksana, bolehkah aku tahu kedatanganmu
pada hari ini dengan membawa maksud apa " Ataukah Pak
tayhiap pun menganggap pedang Hiam-peng-kiam tersebut
memang sudah sepantasnya menjadi milik Sian-Houng-hu
........?" Pak Cau kun tidak menyangka kalua Oh Put Kui akan
mengajukan pertanyaan tersebut untuk beberapa saat dia
menjadi tergagu dan mukanya berubah menjadi marah
padam. Untuk beberapa saat lamanya kakek yang bijaksana ini tak
mampu mengucapkan sepatah katapun.
Oh Put Kui takut Pak Cau-kun kehilangan muka, maka
sambil tertawa kembali ketanya kepada KU Bun-wi :
"Ku sauhiap, tahukah kalian bahwa kedatangan kamu
semua utuk minta kembali pedang tersebut dari tangan Leng
poocu adalah suatu tindkan yang keliru ?"
Ku Bun-wi tertawa dingin.
"Bocah muda, tampaknya kau memang sengaja hendak
mencari gara-gara denganku ?"
"Itu mah tidak, sebab semenjak setengah bulan berselang
pedang Hian-peng-kiam tersebut berhasil kurebut dari tangan
seorang jago jihay dan kini telah kuhadiahkan pula kepada
orang lain !" "Apa kau bilang "!" Seru Ku Bun-wi tertegun.
"Pedang Hian-peng-kiam tersebut telah kuhadiahkan
kepada siapa?" "Soal ini tak usah kau tanya, pokoknya kalu kau
menginginkan pedang tersebut, tak salah lagi kalau
memintanya dariku .....,"
"Huuuh, kau ini terhitung manusia apa?"
Belum habis KU Bun-wi berbicara, tiba-tiba saja dia
melompat bangaun dari kursinya.
Kemudian dengan wajah berubah menjadi amat menyeramkan dia menuding Oh Put Kui sambil mengumpat :
"Manusia yang tak tahu diri, kau berhasil melukai akua .....
Umpatan dari KU Bun-wi ini disambut oleh Oh Put Kui
dengan wajah tertegun . "Aku sama sekali tidak menggerakkan Ku bin wi ini
disambut oleh Oh Put kui dengan wajah tertergun.
"Aku sama sekali tidak menggerakkan tubuhku, sejak
kapan aku telha melukaimu?" serunya.
Dari dalam mulutnya Ku bun wi mengngeluarkan separuh
potong giginya yang patah kemudian berteriak:
"Coba lihat apakah ini bukan hasil perbuatanmu" Aku ......"
mendadak dia membungkam. Sebab dia teringat sewaktu sedang mengumpat Oh Put kui
tadi, si anak muda itu memang tetap duduk di tempat tanpa
bergerak barang sedikitpun jua.
Ini berarti ada orang lain yang telah menyerangnya secara
diam - diam. Tapi siapakah dia" Setelah berhasil menenangkan diri, mendadak bentaknya
keras - keras; "Leng Siau-thian, sebenarnya kau telah menyembunyikan
manusia keledai didalam bentengmu dan berani menyerang
diriku secara diam-diam......"
Mendengar perkataan tersebut, Leng Siau-thian tertegun.
"Saudara Ku. Untuk menghadapi kau. Aku leng Siau-thian
tidak usah memakai cara seperti ini......."
Dengan jawaban tersebut, KU Bun-wi menjadi tergagap
dan tak mampu menjawab lagi.
Tapi tak tahan kemudian ia memandang sekejab di
sekeliling tempat itu, kemudian umpatnya :
"Bangsa tikus tak bermata manakah yang berani ......"
Belum lagi perkataan itu selesai diucapkan, mendadak
seluruh tubuh KU Bun-wi berjungkal dari atas kursinya.
Menyusul suara tertawa aneh bergema memecahkan
keheningan diseluruh ruangan tersebut.
Mendengar suara tertawa mana , Oh Put kui segera
tertawa. Sejak ia mendeugar suara tguran dari KU Bun-wi tadi, ia
sudah mengetahui siapakah yang telah melakukan perbuatan
tersebut. Semenjak masuk kedalam benteng. Dia tidak meliahat Putlo-huang-siu Ban Sik-thong sedang menampakan diri. Maka
dia segra mengarti kalau kakek terebut sedang bermain gila.
Betul juga dugaanya, dia mencari gara-gara dengan Ku
Bun-wi. Bantingan yang menyebabkan KU Ban-wi terjengkal ke
atas tanah kali ini benar-benar tidak ringan.
Ku Bun-wi segera merangkak bangun dari atas tanah,
kemudian denagn perasaan mendongkol dia mencak-mencak
sambil megumpat kalang kabut.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelabat lewat, dari atas
sebatang pohon siong melayang turun se sosok bayngan
manusia, bayangan itu muncul bagaika malaikat langit turun
dari khayangan, setelah menampakan diri maka tampaklah
bahwa orang tersebut tak lain adalah Put-lo-huang-siu..
Begitu mencapai permukaan tanah, kakek itu lantas
menuding keara KU Bun-wi dan berseru sambil tertawa
terbahak-bahak. "Haaahhh ....haaaahh .... Haaaahh.... Siau- kokoay,
jumpalitanmu kali ini kurang menarik .... Bagaimana kalau
diulang sekali lagi Tatkala si kakek sedang melayang turun ke atas
permukaan tanah tadi, sebenarnya Ku Bun-wi masih mencakmencak sambil mengumpat kalang kabut dengan gusarnya,
bahkan dengan sepenuh tenaga menerkam orang itu seraya
melancarkan dua pukulan. Tapi setelah mendengar sebutan "Siau-kokoay" tersebut, ia
benar-benar meraskan sukmanya serasa melayang meninggalkan rasanya. Tubuh yang semula masih melncur kedepan sambil
melancarkan kedepan sambil melancarkan terkaman, kini
merosot turun ke bawah dengan cepat.
Bukan hanya merosot ke bawah saja. Bahkan begitu
mencapai tanah ia lantas menjejak kakinya ke bumi dan
melejit kebelakang sejauh beberapa kaki.
Tentu saja ia berbuat demikian karena tak ingin dibikin
jumpalitan sekali lagi. "Put-lo-huang-siu kah disitu....." suara teguran dari Ku bunwi kedengaran setengah parau.
Ia berdiri sejauh dua kaki lebih dari posisi semula dan
mengawasi Put-lo huang siu dengan pandangan termangumangu "Bagaimana " sudah tidak kenal lagi dengan diriku?" tegur
Put-lo-huang-siu sambil tertawa.
"Terhadap kau orang tua, masa boanpwe bisa tidak
mengenali ?" sahut Ku Bun-wi dengan alis mata berkenyit.
"Heeeehhh...heeehh...heeeehh...,
kalau toh kenal, mengapa masih berani mencaci maki ?"
"Tadinya boanpwe tidak tahu kalau kau orang tua yang
datang!" suara Ku Bun-Wi kedengaran jauh lebih lirih.
"Kau benar benar tidak tahu ?"
Agaknya Ku Bun-wi cukup mengenali tabiat dari si orang
tua ini, kalau tidakbiarpun boanpwe punya nyali setinggi langit
pun takkan berani bersikap kurang ajar kepadamu ....."
Memandang paras muka Ku Bun-wi yang begitu
mengenaskan, mendadak Pui-lo-huang siu tertawa terbahakbahak,katanya kemudian : "Siau- kukoay, aku hanya menggodamu saja, sana,
pulanglah ke tempat dudukmu semula"
Seusai berkata, dengan langkah lebar dia berjalan ke kursi
utama dan duduk tanpa sungkan-sungkan, setelah itu ujarnya
kepada Oh Put Kui sambil tertawa :
"Hei anak muda, kau benar-benar kelewajumawa!"
"ban tua" On Put Kui tertawa, "bagi boat anpwee, semakin
jumawa orang yang kujumpai. Aku pun bersikap lebih jumawa
lagi" "Benar! Benar! Cara ini memang paling manjur kalau
digunakan untuk menghadapi mereka yang jumawa, tempo
hari justru dengan kubikin Thian-tok-siang ciat setengah mati
saking mendongkolnya."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba sapanya pula
kepada Legn Siau-thian. "Leng Siau-thian baru maju kedepan untuk memberi
hormat, sahutnya : "Berkat doa restu kau orang tua, aku selalu berada dalam
keadaan sehat wal'afiat."
Put lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh ....haaahh .... Haaahh.......... Kau memang jujur.
Wahai Leng Siau thian, bila aku tidak datang saat ini, benteng
yang kau sebut sebagai Bu-lim-tit-it-poo ini pasti tak akan
berada dalam keadaan aman tentram lagi."
Leng Siau-thian tertawa jengah.
"Yaa, kesemuanya ini memang berkat kasih sayang kau
orang tua terhadap boanpwe."
Put-lo-huang siu segera menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh ....haaahh .... Haaahh...... tidak usah, sekarang
Lohu sudah mempunyai pengganti !"
Leng Siau thian tertegun, sebelum ia mengucapkan
sesuatu, kakek itu sudah menuding kearah Oh Put Kui sambil
berkatalagi : "Segala sesuatunya akan diselenggarakan oleh anak muda
itu, tak usah kuatir."
"Ooh, rupanya kau orang tua hendak melepaskan diri dari
sampur tangan persoalan ini ?"
"Haaahh ....haaahh .... Haaahh...... tepat, tepat sekali !
Dengan kehadiran Oh Put Kui si bocah ini, aku boleh berpeluk
tangan belaka dengan hati lega, coba lihatlah, bukankah si
anak muda tersebut jauh lebih jumawa ketimbang akua ?"
@oodwoo@ Jilid 20 "OH LOTE ADALAH SEORANG jago muda yang berbakat
hebat, biarpun jumawa tidak berarti kurang sedap di pandang."
"Betul, hei anak muda, sudah kau dengar itu " Leng Siauthian mengatakan kejumawaanmu itu amat menawan hati !
Haaahhh ..... haaahhh..... haaahhh ..... anak muda,
nampaknya aku memang tak salah memilih orang !"
Oh Put Kui segera tertaw hambar.
"kau orang tua jangan kelewat awal mengutarakan katakata semacam itu, ketahuilah tidak sedikit penyakit yang
boanpwee miliki ......!"
Put-lo-huong-siu segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Hanya manusia yang punya penyakit barulah memiliki
watak, anak muda, aku tak bakal menyesal !"
Dari perkataan tersebut, seakan akan dia sudah
menegaskan kalau Oh Put Kui sudah pasti akan menjadi
penggantinya. Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kali. "Locianpwee, kau anggap boanpwee benar-benar akan
menjadi penggatimu ?"
"Siapa sih yang sedang bergurau denganmu ?" Put lohuang-siu menedlik besar.
"Tapi, tidaklah kau orang tua bertanya kepada boanpwee,
bersedia, bersedia ataukah tidak."
"Haaahhh ..... haaahhh..... haaahhh ....., buat apa mesti
ditanyakan lagi" Bagi kau si orang muda, apakah hal ini bukan
berarti pucuk dicinta ulam tiba ?"
Mendadak Oh Put Kui mendongakan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh ..... haaahhh..... haaahhh ....., Ban tua
anggapanmu itu keliru besar."
"Kenapa?" Put-lo-huang-siu tertegun, "Jadi kan benarbenar tidak bersedia?"
"Memang begitulah maksudku!"
Mendadak Put-lo-huang-siu melompat bangun dan melejit
kehadapan Oh Put Kui, kemudian jeritnya.
"Kau berani ?" "Mengapa boanpwee tidak berani ?"
"Kau tidak takut lohu akan memunahkan semua
kepandaian silat yan kau miliki ?" Put lo-huang-siu mencoba
untuk mengertak. Oh Put Kui tertawa hambar.
"Boanpwee toh tidka menyusahi dirimu, mengapa kau
orang tua hendak memusnahkan ilmu silat yang boanpwee
miliki ?" "Jika kau tidak menyanggupi permintaan lohu, ini berarti
kalau telah menyalahi diriku, hei anak muda, kau jangan
anggap setelah mempunyai dua orang tulang punggung maka
bisa berbuat semaunya sendiri. Ketahuilah akupun sama saja
tak sungkan-sungkan terhadp tay-gi maupun Thian-liong !"
Oh Put Kui tertawa. "Boanpwee sudah tahu, guruku dan susiok memang
seringkali menyinggung tentang dirimu." perkataan ini benarbenar menimbulkan perasaan gembira bagi Put-lo-Huang-siu.
Jelaslah sudah, biarpun diluarnya Put-lo Huang-siu
Mengatakan akan bersikap begini begitu terhadap Tay-gi
sangjin serta Tiang-liong sanjin, padahal dia merasa kagum
dan hormat sekali terhadap ke dua orang tokoh persilatan
tersebut. Pelan-pelan paras muka kakek itu berubah menjadi lunak
kembali, katanya kemudian sambil tertawa :
"Biarpun mereka sering menyinggung tentang diriku
dihadapanmu ...." "Suhu dan susiok bukan Cuma seringkali menyinggung
tentang kau orangtua dihadapan boanpwee, bahkan berpesan
kepada boanpwee agar didalam tindak-tandukku dimasa
depan harus banyak belajar dari kau oarang tua."
"Sungguhkah itu ?" si kakek bertambah gembira "Wah anak
muda, gurumu memang cukup memahami perasaanku."
Dalam hati kecilnya Oh Put Kui meras geli, tapi di luar dia
berkata lagi : Guru boanpwee pernah hilang, kau adalah seorang tua
yang tak suka mengikuti peraturan dan adat istiadat, setiap
tindakan dan perbuatan yang dilakukan tak pernah melanggar
kebesaran dan ajaran Thian, pada hakekatnya kau merupakan
seorang tokoh berhati mulia."
Mendadak Put-lo-huang-siu tertawa.
"Bocah muda, gurumu melukiskan diriku keliwat baik!"
"Ban tua, apakah kau pernah melakukan perbuatan yang
melanggar ajaran Thian ?" tiba-tiba pemuda itu bertanya.
Cepat-cepat Put-lo-hiang siu menggelang.
"Tentu saja tidak pernah, sejak dilahirkan didunia ini, belum
pernah kulukai seorang manusia pun !"
Mendengar perkataan mana, Oh Put Kui segera ikut
menggelengkan kepalanya :
"Sewaktu berada di loteng kecil tempo hari, bukankah kau
pernah bilang selama terkurung disitu maka kau membunuh
orang untuk mengisi waktu tenggang" Mengapa kau
mengatakan tak pernah membunuh orang semasa hidupnya
?" Merah jengah se ember wajah Put lo-huang-siu, katanya
kemudian sambil tertawa :
"Anak muda, terus terang sajakau bilang, tempo hari aku
hanya mengibul !" "Mengibul " jadi kau benra-benar tak pernah membunuh
orang?" "Selama ini aku Cuma menakut-nakuti orang lain saja,
biar[un menghadapi manusia bengis berhati kejipun, paling
bater aku hanya menusnahkan ilmu silatnya saja!"
Mendadak Oh Put Kui tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh ..... haaahhh..... haaahhh ....., Ban tua, apakah
boanpwee termasuk seorang manusia bengis keji ?"
Cepat-cepat Put-lo-hiang-siu menggeleng.
"Tentu saja bukan, masa kau manusia bengis berhati keji
....?" "Nah, itulah dia, kalau toh memang begitu apa sebabnya
kau hendak memusnahkan ilmu silatku ?"
"Soal ini ... dengan memerah kakek itu tertawa jengah,
"Aku Cuma ingin menggertakmu !"
"Untung aku tidak takut digertak, coba tidak, bukankah bida
berabe jadinya?" Put-lo-hiang-siu menghela napas panjang.
"Aaaai... betul juga, kau si anak muda memang tidak
samapai kena digertak, tampaknya aku bakal menggung
kecewa !" "Kau orang tua tak perlu kecewa, asal kau ingin meminta
bantuanku, sudah pasti akan kulaksanakan perintahmu
tersebut!" "Sungguh ?" teriak kakek ituamat girang.
"Selamanya apa yang telah kuucapakan tentu kulaksanakan dengan sungguh-sungguh!
"Aaaai ..." kembali kakek itu menghela napas panjang.
"anak muda, kalau kau megatakan hal ini sadari tadi,
bukankah sudah beres " Bikin aku merasa kuatir saja ..."
Berbicara sampai disitu, dia lantas melompat balik ke
kursinya dan duduk kembali.
Oh Put Kui tertawa geli di hatio, pikirnya :
"Sikakek ini benar-benar, lucu dan menawan hati ..."
Biarpun demikian, ia toh menyahut juga :
"Ban tua, sekarang perintah apa yang hendak kau
sampaikan kepadku?" Sambil memejamkan matanya rapat-rapat, Put-lo-huang-siu
berkata : "hei anak muda, hari ini akan kusuruh kau laksanakan
permintaanku yang pertama!"
"Katakanlah!" "Bereskan kesulitan yang sedang dialami Leng-Siau Thian!"
"Tak usah disuruhpun aku juga akan berbuat demikian,"
batin Oh Put Kui. Namun shutnya juga : "Aku turut perintah!"
Waktu itu Leng Siauw-yhian sudah balik kembali ketempat
Suling Emas Dan Naga Siluman 7 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Pendekar Remaja 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama