Ceritasilat Novel Online

Misteri Tirai Setanggi 1

Misteri Tirai Setanggi Tujuh Manusia Harimau (4) Karya Motinggo Busye Bagian 1


Koleksi KANG ZUSI Tujuh Manusia Harimau (4)
Misteri Tirai Setanggi Motinggo Busye Lebah-lebah itu berbunyi mengerikan ibarat skuadron tempur pesawat udara. Lama kelamaan keadaan itu semakin mengerikan. Dan gua tempat lebah-lebah yang jutaan jumlahnya itu amat gelap. Tetapi aneh sekali.Ada satu lingkaran asap yang tidak dapat diterobos oleh lebah itu. Lingkaran itu bagai sebuah dinding asap, sampai ke langit-langit gua itu. Dan di balik asap itu agak samar tampak benda kemerahan bergerak-gerak. Ternyata itu sebuah obor yang disulut pada tonggak pohon karet. Maka api obor itu sepertinya abadi. Melelehkan getah.
Akan jelas kemudian, ada sosok yang sedang duduk bersila disana . Dia lama kelamaan jelas seorang wanita, yang rambutnya panjang. Dan memang dia wanita dengan wajah cantik tapi seram. Dia, tak lain tak bukan, adalah Pita Loka. Dia rupanya sedang bersemedi. Satu perputaran suara sepatah kata dengan teratur dan amat halus bagai nada tunggal di antara suara lebah yang berdengung.
Mendadak suara tunggal itu yang terdiri darilima huruf menjadi secepat kilat. Dan tampak Pita Loka yang semula duduk bersila bagai patung itu memulai satu gerakan.
Telapak tangannya yang semula bagai lengket di ujung dengkulnya tambah tergenggam. Lalu tinju itu serentak
Terangkat sebatas dada. Dan tinju itu bagai secepat kilat menghantam dada Pita Loka seperti dia sedang menyiksa diri.
Lalu dengan gerak bunga, Pita Loka serentak berdiri tegap. Tinju terkepal itu memukul dadanya sendiri sekali lagi dan dia berteriak: "Huah!"
Dan sosok yang berada di luar gua saat itu seketika menjadi kaget. Dia bersembunyi di pinggir pintu gua. Sosok itu mendadak mendengar suara Pita Loka yang meneriakinya: "Aku tahu di luar ada musuh!"
Sosok itu semakin ngeri. lalu menghindar. Rambutya yang sudah seperti berlumut dan mirip ijuk itu dia sibakkan. Wajahnya mengerikan. Dan tidak dinyana bahwa sosok mengerikan ini adalah wanita.
"Aku tahu kau mencariku untuk menuntut balas", ujar Pita Loka, yang seketika sudah berdiri di pintu gua. Beberapa ekor lebah hanya berada di belakang Pita Loka ibarat dinding yang menutupi pintu gua.
"Kau percuma melawanku", ujar Pita Loka dengan mata melirik ke kiri. Rupanya lirikan itu tepat sekali. Sebab sosok wanita berambut ijuk mengerikan tadi memang sedang bersembunyi di sebelah kiri.
Pita Loka berteriak dahsyat: "Hai keluar kau konyol!" Tepat seketika itu juga. wanita Koleksi KANG ZUSI
seram itu mengayunkan tongkat rotan yang panjangnya tujuh hasta itu. Tongkat itu hampir saja menghantam muka Pita Loka. Jika dia tidak segera menangkis dengan telapak tangan kirinya. Tongkat itu bagai menghantam karet, membal berbalik.
Karena wanita seram yang memegang tongkat itu memegang gagangnya begitu kuat, ketika tongkat itu berbalik membal, seketika dia ikut terpelanting bersama tongkat yang dipegangnya.
Ia terjatuh sekitar duapuluh meter dari tempat Pita Loka masih berdiri tegap.
"Kau jangan bangkit berdiri lagi! Percuma kau melawanku !" teriak Pita Loka.
Wanita misterius yang seram itu tampaknya gentar juga mendengar ancaman Pita Loka tadi. Lalu dia mendapat akal licik untuk megelabui Pita Loka:
"Aku datang ke Gua lebah ini atas perintah Gumara".
"Gumara" Kau berdusta", kata Pita Loka.
"Aku membawa suratnya", kata wanita seram itu.
Karena Pita Loka masih tercengang, wanita misterius tadi melanjutkan tipu muslihatnya. "Ini aku simpan dalam bajuku. Karena aku tak kuat bangkit, harap kau ke sini dan mengambilnya dari bajuku".
Pita Loka tergoda juga untuk mengetahui isisurat Gumara ttu. Cintanya pada Gumara tidak pernah luntur semenjak dia patah hati dan menghindar dari kehidupan dunia biasa.
Dia sudah benar-benar terpisah dari dunia kehidupan normal di Kumayan. Mendengar nama Gumara, bulu roma Pita Loka merinding. Dia turun dari tangga gua itu yang terbuat rapi dari susunan batu- batu kali.
Melihat Pita Loka turun itu, wanita buruk muka itu pun semakin berpura-pura merintih. Dia pernah mendengar kelemahan utama Pita Loka sekalipun namanya sudah kesohor dengan ilmu sakti yang tinggi.
Rumput ilalang dikuakkan oleh kaki Pita Loka ketika dia melangkah dengan hati-hati menuju wanita buruk muka itu.
"Buanglah senjatamu itu. kawan", ujar Pita Loka.
"Senjata itu tidak berarti apa-apa bagimu. Jika kau jujur kawan, tentulah aku akan memberikan setetes saja ilmuku yang melebihi kesaktian tongkatmu itu".
Mendengar dirinya dijuluki "kawan" oleh Pita Loka, wanita berwajah buruk itu semakin mempertinggi semangat liciknya. Dalam hatinya dia berkata; "Aku tidak sudi menerima hadiah ilmu dari kau. Aku justru akan merampok ilmumu!"
Namun dia mempermainkan senyumnya dengan maksud manis kendati dia tetap saja jadi buruk.
Koleksi KANG ZUSI Seharusnya Pita Loka melihat mulut yang mengunyah-ngunyah itu. Tapi godaan dalam jiwanya yang bergelora untuk melihatsurat Gumara itulah yang membuat dirinya lengah. Dia terus menghampiri dan mau saja dikibuli oleh wanita buruk muka itu, yang berkata ramah manis: "Tolong ambilkansurat itu di balik kutang bajuku".
Pita Loka berjongkok karena wanita buruk itu belum berdiri jua. Ketika Pita Loka menyatakan "maaf" sebelum tangannya masuk ke balik baju, wanita yang mengunyah itu melihat ubun-ubun kepala Pita Loka. Daun kelor yang sudah lumat itu menemplok tepat pada ubun-ubun Pita Loka. Pita Loka seketika itu juga roboh. Dia terguling di atas rerumputan. Wanita buruk muka itu dengan tegap berdiri dengan tumpuan tongkatnya.
"Kau hina tongkat saktiku ini kau cobakan rasanya!" bentak wanita buruk muka itu seraya mengayunkan tongkat dan memukul punggung Pita Loka. Pukulan itu begitu kuat sehingga membuat Pita Loka dari telungkup lantas terlentang. Dia benar-benar dalam keadaan tak sadarkan diri.
Dan wanita buruk muka itu kini meninju pintu gua. Dia mendadak kecut menghadapi lebah-lebah yang sepertinya menghadangnya. Ya. lebah-lebah itu ibarat dinding dengan suara hidup yang mengerikan. Mendadak akal liciknya mulai menguasai otaknya. Dengan tongkat tetap di tangan, dia berbalik kembali mendapati tubuh Pita Loka yang tergeletak. Dia menggerayangi tubuh Pita Loka. Ah, wajahnya kelihatan berkobar bagai api nyala sewaktu menemukan biji-biji tasbih yang melilit bagai ikat pinggang. Tentu biji-biji ini memiliki mukjizat, pikirnya.
Langsung saja dia lucuti. Dan dia kenakan pada pinggangnya. Dugaan liciknya tadi memang terbukti. Ketika ia kembali ke pintu gua. Dia melihat lebah-lebah itu sebagian menyingkir.
Hal ini memudahkan baginya melangkah tanpa kuatir kena sengat, dia berjalan dengan langkah bangga menuju dinding asap yang mirip tirai sutera itu.
Di sini indera hidungnya merasakan bau stanggi. Dia agak kuatir menerobos tapi karena dalam dadanya bergelora keinginan serakah untuk merampok ilmu kesaktian Pita Loka, dia langsung menyerbu menerobos dinding asap itu.
Kontan seketika itu juga dia menjerit melolong keras, karena dari dalam tanah menyerbu ular-ular belang hitam kuning.
"Tolong . .." teriaknya.
Sementara itu, beberapa ekor lebah seperti binatang jinak sedang mengantup antup ubun-ubun Pita Loka. Pita Loka mulai sadarkan diri karena nyeri terkena antupan tawon-tawon itu.
"Terimakasih binatang-binatangku yang baik" ujar Pita Loka segera bangun.
punggungnya dirasanya nyeri ketika berdiri. Tapi dia cepat menempelkan jempol jarinya pada langit-langit mulutnya. Dengan meggosokkan ujung jempol itu ke tempat nyeri, segera otot yang tadi kena gebug itu pulih susunannya.
Koleksi KANG ZUSI Pita Loka sadar, bahwa wanita si buruk muka tadi sudah memasuki gua. Dia melangkah cepat menuju pintu gua. Dan ketika dia menerobos memasuki tabir asap setanggi itu, Pita Loka terseyum mendapatkan wanita buruk muka tadi. Ular belang piaraan Pita Loka yang menggigit wanita buruk muka itu, sudah memulihkan keburukan lukanya itu dengan bisa penyembuhan. Tapi memang untuk sementara wanita yang berubah jadi cantik itu harus pingsan sementara putaran setengah matahari.
"Harwati . . . ". Pita Loka bergumam."ilmu apa yang kau sudah pelajari hingga kau begini busuk hati?"
Namun, Harwati yang diajaknya bicara itu tiada mendengar. Antupan bisa ular masih dalam proses pengobatan sampai kelak Harwati akan mantap menjadi manusia biasa, seperti apa adanya. Ilmu hitamnya yang buruk itu, seburuk wajahnya yarag mengerikan itu. akan musnah setelah putaran setengah matahari nanti.
Dan saking ngebetnya untuk mendapatkansurat Gumara seluruh tubuh Harwati digeledahnya. Pita Loka terpaksa tutup hidung, sebab tubuh yang bagus itu bau.
Memang inilah ciri ilmu hitam, yang pantangannya adalah mandi. Pita Loka tersenyum sinis: "O, betapamalang nasibmu Wati!"
Dan enam jam setelah lewat masa pingsannya, wajah yang semula melepuh karena mengidap ilmu hitam itu berangsur berubah menjadi licin. Mata Harwarti melek. Dia seperti keheranan dan berseru: "Pita Loka!"
Dan Harwati tampak keheran-heranan melihat keadaan sekitar. Dia melihat obor yang menyala lestari. Dia melihat tabir asap yang muncul dan permukaan bumi dalam gua itu.
"Begitu lama kau mengasingkan diri di sini?" tanya Harwati.
"Dan kau" Berapa lama kau tidak mandi?" tanya Pita Loka.
Pita Loka lalu tersenyum sejenak dan berkata: "Coba resapi bau tubuhmu itu dengan hidungmu!"
"Ah bau sekali" kata Harwati kemalu-maluan setelah mencium bau tubuhnya.
"Dengan siapa kau belajar, Wati?" tanya Pita Loka.
"Seorang guru tua. Ki Rotan, apakah kau pernah mendengar namanya?"
"Aku tahu siapa dia. Ketika aku menjelang sampai ke Gua Lebah ini, aku melewati hutan rotan. Seorang udik mengajak aku belajar pada Ki Rotan dengan syarat tidak menikah seumur hidup. Tapi akhirnya aku melarikan diri hingga sampailah aku di sini. Apa kabar Gumara sekarang" Dia tidak jadi menikah dengan kau, barangkali?"
Harwarti hanya meggelengkan kepala.
"Dia saudara seayah denganku". katanya, yang membuat Pita Loka terkejut yang tak Koleksi KANG ZUSI
dapat disembunyikan lagi.
"Kalau begitu aku berminat untuk meninggalkan gua terasing ini". kata Pita Loka.
"Ingin kembali ke Kumayan?" tanya Harwati.
"Ya", sahut Pita Loka.
"Kalau begitu berikan ilmu kesaktianmu untukku!" ujar Harwati bersemangat.
Pita Loka terdiam. Lalu menggelengkan kepala dan berkata: "Tidak bisa seluruhnya.
Hanya setetes yang bisa kuberikan padamu. Dan sia-sia jika kau menganggap kesaktian ilmuku dari biji tasbih yang seribu biji ini. Tidak, Bukan di sini kekuatan ilmuku!"
"Ajari aku!" kata Harwati.
"Jiwamu harus bersih dari segala nafsu apa pun, baru kau mendapatkannya. Dan itu sulit bagimu. Harwati! " kata Pita Loka dengan ucapan mantap.
"Kenapa?" "Karena aku melihat dalam dirimu ada sikap tak jujur, iri hati, serakah. Tapi yang akan lebih menyulitkan kau adalah sifatmu yang suka berkhianat". Itu diucapkan oleh Pita Loka dengan polos. Tanpa minta maaf lebih dulu. Ditatapnya mata Harwati. Dan Harwati yang memiliki sifat "rai gedeg" itu tidak memperlihatkan perasaan tersinggung.
"Lalu untuk apa sebenarnya kau datang ke Gua Lebah ini, Wati?"
Dengan nada selingkuh Harwati menjawab :"Aku belajar padamu!"
"Betul?" "Betul". "Dan siapakah gerengan yang menyuruh kau belajar padaku?"
"Tidak ada. Hanya atas kemauanku sendiri". ujar Harwati.
Dan dia sudah berdusta. Tampaknya permainan dustanya itu begitu hebat, sehingga tak diketahui Pita Loka.
"Lalu, apabila kau sudah mendapatkan ilmuku, apa yang hendak kau lakukan?"
"Terserah pada Guru. Kau Guruku. Seorang murid harus patuh pada perintah sang Guru", kata Harwati.
"Bagus. Jadi kau ke sini secara mutlak ingin mendapatkan ilmu Sakti dariku. Tanpa ada yang meyuruh", kata Pita Loka.
"Ya, tanpa ada yang menyuruh",
Koleksi KANG ZUSI "Pada Ki Rotan ilmumu sudah tamat?"
"Aku justru melarikan diri. Aku diberi makan cacing-cacing. Aku tak diperkenankan tidur sepicing mata pun!"
"Kasihan", kata Pita Loka.
"Dan bagaimana persyaratan mendapatkan ilmumu?" tanya Harwati.
"Tidak bisa tidur itu termasuk mutlak. Hal itu ada dalam tuntutan ilmuku. Tapi berapa lama kau sudah menjadi murid Ki Rotan?" tanya Pita Loka.
"Baru pada tahap pertama. Hanya seratus hari. Hal ini kulakan setelah aku patah hati.
Karena ternyata Gumara adalah saudara seayah dariku, lain lbu".
"Oh, senang aku kali ini mendengar kejujuranmu. Tapi tahukah kau berapa lama kau harus belajar sampai dapat setetes ilmuku?"
"Setetes" " Harwati kaget.
"Nah itu satu bukti kau serakah. Setetes ilmuku yang kau dapatkan itu harus kau tempuh dalam waktu 1000 hari, lebih dari 2 tahun setengah!"
Harwati tersenyum licik dan berkata: "Kalau belajar dengan kau, buatku 1000 hari tak mengapa. Aku akan menjadi murid yang tekun, Pita Loka!"
Diantara belitan pohon-pohon rotan yang rapat, Ki Rotan pada waktu matahari terbenam mendadak sontak berkelit seperti menangkis serangan. Dia seperti merasa mendapat serangan halus dari arah kulon. Dia berkelibat lagi memasang kuda-kuda seakan musuh sudah dalam jaraklima depa saja.
Limaorang muridnya ikut berkelibat.
"Adaapa Ki Guru?" tanya Pongga.
"Adayang berkhianat!"
"Utusan tuan Guru?"
"Ya. Puteri Ki Karat bangsat itu! Dia kuutus untuk mencuri ilmu Ki Pita Loka. taunya berkhianat".
"Ini matahari sudah terbenam dua kali. Dia belum juga kembali!" dan Ki Rotan berubah menjadi macan tutul beringas.
"Perlu saya menyusul?"" tanya Pongga.
"Tidak perlu! Kalau perlu saya yang menyusul. Dua kali matahari terbenam Harwati Koleksi KANG ZUSI
belum kembali, itu berarti ada dua kemungkinan: Pertama, dia berkhianat menuntut ilmunya Ki Pita Loka. Kedua, kemungkinan dia salah siasat lalu mati dibunuh"
Dugaan Ki Rotan meleset. Harwati tidak berkhianat. Dan Harwati tidak dibunuh. Dia dengan tekun sehari suntuk sejak matahari terbit sampai terbenam. mengangkat batu kali menuju gua, itu adalah latihan pertama yang harus dilakukanya selama 40 hari matahari terbit dan terbenam.
Memang latihan itu amat berat. Tapi menurut Pita Loka, ketika dia mendapat ilham dari ilmunya yang sekarang dia miliki ini hal yang dia perbuat sama seperti Harwati.
Harwati sendiri belum melihat setinggi apa mutu ilmu Pita Loka. Tapi setiap pagi dia melihat betapa terlatihnya Pita Loka melompat dari pohon ke pohon yang jaraknya sekitar 20 hasta, tanpa berpegangan tangan. Dan bila matahari tegak lurus di langit, Pita Loka turun dan latihan lompat melompat itu dengan membawa berbagai macam buah-buahan. Dengan makanan buah itulah makan siangnya. Di sekitar wilayah kekuasaamya ini tidak pernah mereka makan nasi.
Pengalaman Harwati di perguruan Ki Rotan masih makan buah-buahan umbi yang direbus. Kadang kalau Pongga berhasil merampok, perbekalan beras cukup untuk dua minggu di perguruan. Biar pun jatah beras atau makan nasi atau ubi rebus tidaklah banyak, tapi di tempat Pita Loka ini rasanya suasana perbekalan makanan haruslah seadanya. Dan mengangkut batu-batu kali yang besar itu menguras tenaga dan membuat perut gampang lapar.
"Apa kau tak kuat?" tanya Pita Loka di hari ketiga.
"Kuat", ujar Harwati.
"Jika kau tak kuat, kau boleh kembali ke padepokan Ki Rotan".
"Tidak. Aku akan betah di sini".
Dan tanpa diduga rupanya hanya tujuh hari Harwati yang diberi jatah makan buah-buahan di siang hari. Pada malam menuju hari kedelapan, Harwati mendengar kata-kata gurunya; "Mulai hari kedelapan sampai hari ke limabelas, kau tidak dapat jatah makan buah-buahan siang. Tapi bukan kau saja. Aku ikut tak makan siang".
Sungguh letih pada hari-hari harus berpuasa menunggu sembari mesti mengangkat batu kali. Tetapi setelah dialami, memang dia mampu juga. Dan tidurnya sehabis berbuka ketika matahari terbenam, amatlah nyenyak.
Dan ketika memasuki hari selikuran, Pita Loka berkata:
"Ini hari ke-21 kau belajar. Tugasmu sekarang ini, sampai hari ke-40 adalah memulangkan kembali seluruh batu yang kau angkut ke Gua."
Harwati melotot kaget: "Memulangkannya kembali" Jadi apa gunanya diangkut?"
Koleksi KANG ZUSI "Semua latihan ada gunanya", sahut Pita Loka.
"Ki Pita, apa ini bukan olok-olok?"
"Kau tak boleh membantah. Sekali lagi kau membantah kau akan aku usir kembali ke padepokan Ki Rotan", kata sang Guru mengancam.
Dengan perasaan jengkel, takut dan kuatir, Harwati mengikuti mata pelajaran yang baginya belum jelas itu.
Dua hari menjelang hari ke-40, Harwati tergelincir ketika membawa batu kali ke kali lembah di bawahsana itu. Pita Loka bagai terbang dari pohon ke pohon dengan lompatan-lompatan yang agak mirip lompatan orang hutan. Dan dia mendapati Harwati di bawah dalam keadaan tidak pingsan. Pita Loka tersenyum dan menepik bahu Harwati: "Berdirilah dengan tegap. Kau baru mengalami jatuh satu kali. Ketika aku belajar lewat ilham, aku mengalami 7 kali jatuh. Kau bakal menjadi murid istimewa, Wati".
Pujian itulah yang mendorong semangat Harwati mengangkut batu dari gua ke lantai lembah. Dan sampai hari ke-40 itu selama dua hari dia mengalami jatuh tergelincir sebanyak 6 kali.
"Baru aku tahu", ujar sang Guru, "Tiap mata pelajaran akan mengalami 7
kecelakaan"...... Tengah malam ketika Harwati tidur pulas, Pita Loka masih memandangi bintang gemintang di langit yang biru kelembayungan. Sekitar setengah jam lagi, Pita Loka mesti melakukan upacara penting kenaikan tingkat ilmu. Yaitu awal dari pengisian ilmu pada muridnya. Kembang tujuh rupa sudah disiapkan dalam segentong air. Nanti tepat ketika bulan itu menyudut 45 derajat berarti tengah malam tepat, Harwati akan dimandikan dengan guyuran air kembang itu.
Tapi waktu setengah jam itu masih cukup lama, pikirnya. Dia meresapi tatapannya ke bintang Kejora yang sinarnya gemerlap itu. Mendadak dia mendengar suara gemersik di sekitar sebelah kanan pintu gua. Pita Loka melirik kesana . Memang ada sosok yang sedang menyusup di sela empat batang pohon langsat.
Pita Loka membalikkan tubuhnya membelakangi sosok yang mendekati itu. Sosok itu semakin merasa aman. Makin jelas jika dilihat seksama, dia mengenakan destar merah darah. Ya. Pita Loka pun sudah tahu bahwa manusia yang mau menggempurnya adalah Ki Rotan.
Dia tenang-tenang saja menghadapi kemungkinan itu. Tetapi,lima huruf yang terjalin dalam satu perkataan itu sudah mulai mengisi seluruh urat darahnya. Lidahnya bergerak, dan gerak lidah yang mengucapkan satu perkataan abadi itu semakin bergetar cepat, dan seluruh urat darah Pita Loka seakan sudah terisi dengan sekian juta kata-kata yang digerakkan lidahnya.
Ki Rotan sudah berdiri tegap dari gerak semula yang merunduk. Tongkat di tangannya sudah siap untuk dihantamkannya ke kepala Pita Loka. Kalau diteliti, jarak tegaknya Ki Rotan dengan Pita Loka adalah syarat yang cukup untuk menghantam Koleksi KANG ZUSI
kepala Pita Loka sampai hancur.
Yang gelisah justru lebah-lebah itu. Lebah-lebah itu sepertinya tak sabar untuk keluar dari pintu gua. Tapi melihat ketenangan majikan yang memeliharanya, lebah-lebah yang gelisah itu akhirnya seperti berbisik-bisik saja. Mendengar suara lebah itu berbisik. Ki Rotan jadi ragu.
Bahkan dia makin tegang. Keringat dingin mulai mengalir sementara peganganya pada gagang tongkat semakin kuat.
Mendadak Ki Rotan bagai mengamuk berteriak nyaring sembari menghantamkan tongkatnya tepat di tengah batok kepala Pita Loka. Dari permukaan kepala itu tampak bagai kilat disertai bunyi pecahan kaca. Tongkat itu sendiri setelah menghantam sasaran karena dipegang amat kuat gagangnya oleh Ki Rotan membuat Ki Rotan membal ke udara.
Namun ia jatuh kembali ke bumi dengan pegangan tongkat yang kukuh dan telapak kaki tegak perkasa. Ki Pita Loka, yang masih berdiri tenang, dengan kedua tangan berlipat di dada, lalu membalik 90 derajat, ketika mana satu hantaman tongkat menghantam leher kirinya. Tapi kembali tongkat itu membal bersama Ki Rotan yang juga terlempar ke kiri.
Pita Loka maju selangkah. Ketika Ki Rotan mengayunkan tangkatnya lagi mau menghantam leher kanan Pita Loka, ketika inilah Ki Pita Loka menyambut hantaman itu dengan tangan kirinya, kemudian tongkat yang sudah terpegang itu dia pusingkan melingkar di atas kepalanya. Ki Rotan seperti dipermainkan ibarat sirkus dengan keraguan tak berani melepaskan pegangan tongkatnya. Setelah sekian putaran mempermainkan Ki Rotan begitu tepat pada waktu pegangan Ki Pita Loka dia lepas hingga Ki Rotan dan tongkatnya menyerbu masuk pintu gua yang terdiri dari rubungan lebah-lebah. Lebah-lebah yang terkena tabrakan itu seketika itu juga jadi marah dan begitu Ki Rotan ambruk di sekitar pendapa gua, langsung saja dia dikerubuti lebah-lebah yang ribuan jumlahnya.
Aneh sekali. Keadaan yang menghebohkan itu tidak membuat Harwati terbangun.
Ketika Ki Rotan sudah diantup habis-habisan oleh pasukan lebah itu, tanpa bisa bergerak lagi, waktu itulah Ki Pita Loka memasuki pintu padepokanya itu dengan langkah tenang. Dia bangunkan Harwati.
Tapi dia tak memberitahu apa yang terjadi agar konsentrasi Harwati jangan meleset Harwati dituntunnya menuju gentong besar yang terbuat dan tanah liat selama selikur hari dulu, di kala ia menuntut ilmu pertamakali sebelum Harwati diguyurnya, Ki Pita Loka mengajarkan satu perkataan yang terdiri dari lima hurup. Dan perkataan itu diulang-ulangi dengan lidah sampai meresap.
Dari lambat semakin cepat. Dan begitu Harwati selesai diguyur"dia kemudian pingsan.
Ketika itulah Harwati digotong oleh Pita Loka dan ditaruh di atas susunan batu batu, yang selama ini menjadi tempat tidurnya. Dan dalam tempo seperempat jam, Harwati kembali sadarkan diri. Begitu dia sadarkan diri dia kaget seketika karena dia sudah dalam keadaan berpakaian.
Koleksi KANG ZUSI Padahal tadi rasanya dia masih mandi diguyur. Harwati duduk. Dia tiba-tiba terdongak kaget melihat sosok yang membengkak, Ki Rotan, dalam keadaan mengerikan.
Sungguh luar biasa! Harwati tercengang karena Ki Pita Loka, Gurunya, justru sedang melakukan pengobatan atas diri Ki Rotan. Pengobatan itu pun amat sederhana. Hanya ibu jari sang Guru digosokkan pada langit-langit mulutnya, lalu jempol itu diusapi pada kening Ki Rotan, dan bengkak di seluruh tubuh Ki Rotan jadi kempis.
Ki Rotan sadarkan diri secara amat mencengangkan. Dia melihat Harwati dan berkata;
"Kau murid yang tak pernah berhenti durhaka, Wati"
"Sebaiknya anda pergi, Ki Rotan. Semua yang anda alami, merupakan bukti, bahwa saya ini bukan lawan anda" kata Ki Pita Loka.
Harwati diam sembari memikirkan sesuatu. Sesuatu yang tak mungkin terbaca oleh perasaan Ki Pita Loka.
Ki Rotan berdiri. Ketika ia mencari tongkatnya, Ki Pita Loka memberi tongkat itu kepadanya. Seraya berkata: "Ilmu yang anda punyai hanya sepanjang tongkat yang anda pegang".
"Tapi ilmu Tuan Guru pun sebanyak asap stanggi yang mengepul itu. Bila asap itu habis. Habislah ilmu anda, Ki Pita Loka", kata Ki Rotan.
"Sudah jangan banyak bicara lagi. Anda sudah saya usir secara baik-baik, Ki Rotan.
Jangan masuki wilayah ini lagi, kecuali jika anda mau tidak selamat", kata Ki Pita Loka.
Namun dengan getol Ki Rotan menjawab: "Tahukah anda selain saya sekarang ini banyak lagi orang yang ingin mendapatkan Pedang Raja Turki dan Kitab Makom Mahmuda yang anda sembunyikan" Untuk itulah saya ke sini!"
Ki Pita Loka terdongak kaget. Dia memang pernah menyaksikan dua benda yang disebut Ki Rotan itu. Tapi bukan dalam keadaan nyata atau konkret. Tapi hanya dalam enam kali mimpi!
"Anda kaget dengan ucapanku, bukan" Pernah kutemui seorang pengembara tua, namanya Ki Ibrahim Arkam. Dia mengira akulah yang memiliki dua benda sakti itu.
Dari dia aku mengetahui. Dan kini anda terkejut! Hah, jangan kuatir, Guru besar . . .
saya akan kembali!" Menjelang dia melangkah berlalu, dia menoleh pada Harwati dan berkata dengan sopan: "Belajarlah dengan baik padanya. Lalu ambil ilmunya!"
Harwati jadi gugup. Dia kuatir dianggap Ki Pita Loka pada suatu saat akan Koleksi KANG ZUSI
berkhianat. Begitu pun setelah Ki Rotan berlalu, dia tanpa diminta berkata: ?"Tuan Guru, aku tidak akan mengkhianati anda!".
"Oh, buatku sama saja. Kau belajar padaku, setia atau berkhianat itu sama saja", kata Ki Pita Loka. Lalu Ki Pita Loka bertanya pada Harwati: "Pernahkah kau dengar tentang Pedang Raja Turki itu?"
"Tidak, Ki Guru!"
"Pernah kau dengar tentang Kitab Makom Mahmuda?"
"Juga tidak, Ki Guru!"
"Lalu untuk apa kau datang ke sini?"
"Hanya ingin belajar".
"Setelah selesai?"
"Saya siap menjad pengawal anda". kata Harwati.
"Sekiranya Guru Gumara mendadak datang ke mari, apa tindakanmu?"
Harwati cepat menjawab: "Saya anjurkan pada saudara tiriku itu agar menjadi pendamping anda!"
"Dusta!" Ki Pita Loka menuding marah. "Kau kira aku tidak tahu isi hatimu" Kau mencintai Guru Gumara, betulkan "! "
Terkena tanya yang amat mengerikan ituu, Harwati sigap menjawab: "Tidak! Kami lahir dari satu ayah. Mana mungkin dua anak Ki Karat saling mencintai" Apalagi menuju ke jenjang suami isteri" Cuma anda, Ki Guru yang mulia, yang masuk akal untuk menjadi pendamping Guru Gumara!"
"Ucapanmu menghibur", kata Ki Pita Loka.
"Itu logis. itu masuk akal!" kata Harwati. "Beda denganku. Aku satu titiisan darah dengan dia"
"Oh, begitu", mata Ki Pita Loka lalu menjadi berbinar menahan marah, dan dia menuding lagi: "Kau mendustai aku ketika pertama kali kau datang mengecoh diriku, mengatakan membawasurat Guru Gumara. Atas dasar apa kau kecoh diriku dengansurat dustamu?"
"Supaya saya diterima Tuan Guru dengan baik", kata Harwati.
Ki Pita Loka merasa ada bunyi berdenging dari arah tirai stanggi itu, pertanda tak baik. Dia langsung sadar bahwa iblis sedang menggodanya. Lalu dia berkata: "Mari kita habisi cerita Gumara. Kau tidak akan mendapatkannya seperti alasan yang kau Koleksi KANG ZUSI
katakan, dan aku pun tidak akan mendapatkannya karena alasan pribadiku pula"
"Alasan apa. Tuan Guru, jika boleh saya tau?" tanya Harwati.
"Syarat terberat, bahwa aku tidak boleh tergoda pada lelaki mana pun. Jadi ini berarti: termasuk Guru Gumara. Mari kau kutambah dengan tingkat ilmu lebih tinggi!" kata Ki Guru Pita Loka.
Ki Rotan, sementara itu melangkah sempoyongan tanpa tahu arah lagi. ia beteriak-teriak di tengah hutan belantara. dan kehilangan arah mencari Bukit Rotan, padahal ia harus kembali ke padepokan.
Sekonyong, sehabis suaranya menjadi serak karena beteriak, dia tercengang sudah tiga minggu perjalanan ternyata tersesat ke Bukit Tunggal! Ki Rotan gugup dan ketakutan. Sebab sudah menjadi ajang dongeng selama ini, siapa pun yang masuk ke wilayah Ki Tunggal maka jika tanpa izin, pasti akan mengalami hukuman.
Ki Tunggal adalah Guru dari Semua Guru, sungguh pantangan menemui beliau tanpa ada petunjuk sebelumnya.
Pondok padepokan Ki Tunggal seluruhnya terbuat dari daun nipah. Itu sudah tampak dari jauh oleh Ki Rotan. Tapi beradanya Ki Rotan di kawasan Bukit Tunggal sudah pula diketahui oleh Ki Tunggal. Kendati beliau ketika itu berada dalam kamar petapaannya. Dia melihat seorang lelaki sempoyongan di bawah pohonan cendana.
Menuju Pondoknya. Dia melihat bukan dengan mata! Tapi dengan hati. Dan dengan ilmu gelombang dia lingkari tamu tak diundang itu, agar masuk ke dalam orbitnya.
Dan memang, Ki Rotan berjalan sempoyongan seperti ditarik oleh magnet. Kekuatan daya tarik, yang membuat dia seakan-akan menyerah oleh tarikan itu.
"Hai, Ki Rotan, sibakkan daun pintu itu. Dan masuklah", terdengar suara Ki Tunggal dari dalam. Hal ini membuat Ki Rotan ngeri, tapi dia senang juga karena mendengar keramahan suara Guru Besar tadi. Dia sibakkan pintu daun nipah itu. Dengan amat santun dia masuk. Tapi tak ada orang. Dia lalu ngeri dan bagai orang mabuk dia ingin muntah-muntah. Lalu dia menggelepar-gelepar di lantai tanah liat itu, namun tetap memegang tongkatnya. Satu-satunya yang masih sadar dia lakukan!
Begitu Ki Tunggal muncul dari bilik pertapaannya, maka Ki Rotan pun berhenti menggelepar. Tubuh yang lemah itu lalu merangkak, dan dia ciumi kaki Guru Besar itu seraya berkata: "Ampuni aku, Raja dari semua Guru! Aku kesini tersesat!"
"Aku tahu. Aku juga tahu, kau baru keluar dari tawanan Ki Pita Loka. Harap kau tidak menghampiri dia lagi, kecuali jika aku sudah mati. Masa istirahatku sudah dekat. Jadi aku akan lebih terbuka kepada siapa pun yang datang. Dan aku tahu. kau datang tanpa kau sengaja!"
"Betul, Guru Besar", Ki Rotan bersemangat, mencium kaki sang Guru lagi.
"Sekarang, berhentilah menciumi kakiku. Kakiku hanya suci selama 100 tahun saja.
Jika kaki ini melanggar debu. Itu berarti masa tugasku berakhir. Bukit Tunggal ini akan menjadi bernama Bukit Tinggal, karena dia kutinggalkan. Lalu, kau ke sini karena menginginkan sesuatu?"
Koleksi KANG ZUSI "Ya, Ki Guru mulia!"
"Sebutkan apa yang kau inginkan?"
"Sebuah Kitab".
"Oh, anda akan gila seperti muridku Ibrahim Arkam menginginkannya. Kitab itu sudah ditemukan oleh seseorang, untuk seseorang. Dia tidak akan jatuh kepada siapa pun kecuali pada seseorang!"
"Jadi bukan tuan pemiliknya!" ujar Ki Rotan memberanikan diri.
"Bukan aku. Aku hanya memiliki pasangannya!", kata Ki Tunggal.
"Berikan pasangan Kitab itu padaku, Ki Guru! Aku akan memeliharanya!"
"Pedang Raja Turki yang kau maksud?", Ki Tunggal tersenyum dan tersenyum itu sudah semacam tertawa lebar bagi Guru seagung dia. Dan sembari tersenyum pula Ki Tunggal berkata: "Kau terlalu kotor untuk memegang gagangnya, apalagi memilikinya. Kini sebaiknya kau pulang, sebelum bencana menimpamu!"
"Aku kehilangan jalan pulang maka aku tersesat ke sini", kata Ki Rotan. "Aku seperti kehilangan kesadaran karena terusir dari Gua Lebah".
"Bau stanggi itu yang membuatmu mabuk. Selagi asap stanggi di gua itu masih berada dalam paru-parumu, kau masih dalam keadaan setengah sadar. Tapi apa boleh buat, kau harus cepat enyah dan sini!", mendadak suara Ki Tunggal menggelegar bagai petir, sehingga Ki Rotan keluar ketakutan, lari terbirit tanpa pamit.
Ia kembali seperti orang gila, berteriak di hutan belantara maupun di lembah yang menimbulkan bunyi gema yang menakutkannya sendiri. Tapi Ki Rotan yang sempoyongan itu menghentikan langkahnya ketika ia merasa terkepung oleh sembilan orang memegang tongkat.
"Siapa kalian?" tanyanya ketakutan.
"Kami pengawal Tuan Guru!"
Baru ia sadari, bahwa dia telah tiba di Bukit Rotan di kawasan padepokannya sendiri.
Ketawanya menggelegar terbahak-bahak, dan semua muridnya heran. Seluruh pengalamannya di Bukit Tunggal malah ia lupa, tapi pengalamannya di Gua Lebah dia masih ingat.
Jarang-jarang sekali Ki Tunggal kelihatan gelisah seperti sekarang ini. Seperginya Ki Rotan dia menganggap kedatangannya itu mengandung sial atau suatu pertanda buruk. Padepokannya hanya didatangi orang-orang yang benar-benar suci. Ini berarti, kekuatannya sebagai Harimau Tunggal sudah benar-benar diujung tugas kehidupannya.
Koleksi KANG ZUSI Dan malam ini ia bermimpi aneh seorang wanita muncul dan menyatakan dirinya sebagai isterinya! Ah, ini pasti pertanda buruk. Dia selama ini menepati janji tidak akan beristeri dan tidak membuat keturunan. Ia terjaga, dan dia penuh ketakutan karena dia melihat air maninya sudah tertumpah.
Lalu, malam itu Ki Tunggal sengaja tirakatan. Dia sejak siang tak makan, juga dia berniat tak tidur. Tapi dia toh ketiduran juga pada dinihari. Dia bermimpi lagi.
Seorang wanita muda lagi muncul, tapi bukannya wanita yang pertama tadi.
"Tuan serahkan Pedang Turki kepadaku. Mengingat masa jabatan tuan sudah menjelang akhir", kata wanita muda yang tak dikenalnya itu.
"Siapa kau" Aku tak mengundangmu ke sini"
"Aku anak orang sakti, dan murid orang sakti. Bila pedang itu tidak tuan serahkan padaku tuan akan mati dalam keadaan mengerikan, tidak diterima oleh bumi, tidak diterima oleh air, tidak diterima oleh udara!" Dalam inimpi yang amat mengerikan itu, Ki Tunggal menyerahkan Pedang Turki itu, satu benda yang merupakan kembaran Kitab Makom Mahmuda yang berisi petunjuk kehidupan.
Pagi hari Ki Tunggal bangun dengan bermuram durja. Aku adalah harimau pertama dari dunia persilatan yang tujuh. Lalu dia menuju kolam ikan, sebelah sungai yang sudah 100 tahun dia aliri airnya menjadi empang ikan. Dia bukan saja terkejut melihat ikan-ikan itu menjauh. Tapi setelah permukaan empang itu tidak beriak lagi, Ki Tunggal melihat wajahnya bagai behadapan dengan kaca di permukaan kolam itu!
Aduh, apa gerangan Yang membuat wajahku berubah jadi muda" Diperhatikannya lagi wajahnya di permukaan kolam itu. Dia melihat dirinya begitu muda perkasa.
Namun ketika dirabanya raut mukanya, dia rasakan lipatan keriput ketuaan.
"Tuan, tolong aku?" terdengar suara berteriak.
Ternyata ada gadis hanyut. Ki Tunggal biasanya mempertanyakan diri lebih dahulu apakah itu manusia atau jin. Apakah itu seruan baik atau buruk. Tapi kali ini Guru Besar itu begitu lincah meninggalkan empang ikannya berlari melompati batu-batu sungai itu, dan memungut gadis yang hanyut itu.
Gadis itu cantik dan menerbitkan birahi. Buah dadanya yang tertutup kain basah itu memperlihatkan putiknya yang menggiurkan. Ki Tunggal heran, ketika gadis ttu memuji: "Tuan muda dan ganteng tetapi lebih dari segalanya, Tuan baik hati. Di mana rumah tuan?"
"Di atas bukit itu".
"Siapa nama Tuan?"
"Dadu Tunggal".... Ujar Guru Besar itu, yang untuk pertamakali menyebut nama ketika mudanya.
"Siapa kau?" tanya Dadu Tunggal.
Koleksi KANG ZUSI "Namaku Senik. Tadi malam aku bermimpi hanyut, dipungut oleh seorang Guru Perkasa, yang ternyata anda! Tapi tuan jangan terkejut, saya dihanyutkan air, sebetulnya dihanyutkan oleh Nasib!"
"Nasib?" "Ya. Sayalah ladang tempat tuan menyebarkan benih keturunan!"
Mendadak Ki Tunggal sadar pada janji semula, pada gurunya, Ki Turki yang memantangkan dia memberi keturunan kepada wanita. Maka dia membentak Senik dengan suara menggelegar: "Penggoda kau! Laknat kau! Aku tidak diperkenankan memberi turunan!"
"Tuan boleh memakiku! Aku bukan wanita penggoda! Aku dibawa nasib. Dan tuan jangan coba-coba melawan hukum alam, sedangkan hewan dan tumbuhan pun mengalami perkawinan!"
Ki Tunggal terperangah. Dia duduk di batu. Senik tergiur melihat kegantengan pria yang duduk di batu itu. Ganteng dan perkasa, dengan otot-otot yang kenyal bagai gulungan akar pohon.
"Jangan kau hampiri padepokanku. Hanya orang suci yang berhak menghampirinya.
Kau sudah kutolong, jangan kau celakakan saya lagi!" ujar Ki Tunggal. Tapi gadis itu menangis tersedu-sedu, bersimpuh di ujung kaki sang Guru Besar, dan hal ini merusakkan perasaan murni Guru Besar itu.
Ia kuatir, kejadian ini menjadi ujud mimpi. Dan ia kuatir, kejadian ini bila dituruti akan berekor dengan munculnya satu wanita lagi yang meminta warisan Pedang Raja Turki, seperti dalam mimpi.
Dan kejadian yang sedang berlaku di Bukit Tunggal ini justru sedang dituturkan oleh Ki Pita Loka kepada muridnya. Harwati.
Sebenarnya Ki Pita Loka barusan saja menceritakan mimpinya semalam kepada Harwati. Dengan sarapan sari buah-buahan hutan dan umbi pohon kuwat, dari mulut Ki Pita Loka meluncur perkataan: "Wanita yang mendapatikan warisan Pedang Turki itu tak jelas parasnya olehku. Tapi mungkin akulah wanita itu".
"Kenapa kita berdua tak pergi ke saja, Ki Guru?"usul Harwati.
"Pencaharian barang sakti hanya boleh akibat dari gerak ghaib yang tidak kita ketahui, ketika aku melarikan diri dari desa Kumayan, orang pertama yang memberitahukan padaku tentang benda kembar sakti itu, adalah Ki Ibrahim Arkam.
Dia selalu sembunyi dalam sebuah guha yang pintunya amat tinggi. Ketika itu aku tak mampu memanjat tempat persembunyiannya kendati beliau mempersilahkan masuk.
Hanya Guru Gumara yang mungkin dapat merayap seperti cicak untuk masuk ke pintu guha Ki Ibrahim Arkam. Beliau menyatakan, dua benda yang merupakan kembaran itu dicobanya mencari, tapi toh di tak mendapatkannya."
Koleksi KANG ZUSI Harwati mendengarkannya dengan tekun. Lalu dia merasa, dialah yang disebut Ki Pita Loka sebagai gadis yang akan mewarisi pedang sakti itu. Perasaan Harwati itu seketika itu juga terbaca oleh Ki Pita Loka, yang mendadak bertanya : "Kau berkhayal bahwa kamulah yang nanti memiliki Pedang Guru Turki itu" "
"Oh. mana mungkin", kata Harwati berdusta. Tapi godaan kisah mimpi sang Guru itu menjadi pikiran Harawati sehingga dia tidur mengigau, lalu berjalan sempoyongan dan berteriak histeris keluar dari Guha Lebah di tengah malam. Ki Pita Loka mengikuti langkah muridnya, karena ingin mengetahui apa penyebab Harwati mengigau ini. Dan ketika Harwati terpeleset hampir masuk jurang, dengan cekatan Ki Pita Loka melompat menyambar tangan Harwati, menyentaknya, dan menyadarkan sang murid : "Apa yang sedang kau jalani, Wati?"


Misteri Tirai Setanggi Tujuh Manusia Harimau (4) Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harwati lupa pada semua yang sudah terjadi tadi. Sektika itu juga. Mendadak dia mengaum bagai harimau, tapi dia tidak menjelma jadi harimau. Biarpun begitu, bagi Ki Pita Loka, hal ini dianggapnya satu pertanda. Karena itu, pada siangnya sewaktu dia mengajarkan ilmu meniti air kepada Harwati, Pita Loka tak sengaja melontarkan ucapan : "Ketika aku mendengar kau mengaum sebagai auman macan, aku kuatir aku sekarang ini sedang memelihara seekor harimau kecil. Celaka bagi pemelihara harimau, adalah, jika harimau itu sudah besar, dia akan mencakar gurunya, pemeliharanya"
Harwati tersinggung sekali dan berkata : "Kenapa Ki Guru yang memiliki sepuluh kesaktian kuatir pada saya" Kenapa Ki Guru selalu menganggap saya akan berkhianat?"
"Karena aku selalu menandai dalam hatimu ada satu hal yang selalu kau rahasiakan"
kata Ki Pita Loka. "Ajaib sekali! Saya sudah bersumpah menjadi pengawal setia, murid setia, kenapa muncul keraguan mendadak?" tanya Harwati.
"Itu bukan keraguan, muridku tercinta! Itu firasat. Firasat tidak dapat ditelusuri akal.
Sebab dia mengandung keghaiban! Dan tiap orang yang ilmunya tajam. Harus percaya kepada yang Ghaib!" kata Ki Pita Loka.
"Sekarang mari lanjutkan pelajaran", ujar Ki Pita Loka.
Harwati dengan tekun mengatur pernafasan, Ki Pita Loka memberi petunjuk cara meniti air.
"Air selalu pergi ke hilir. Maka jika kau meniti diatas air, ikuti arah arus air, bukan sebaliknya, dan kau harus merasa dirimu ringan. Dan dalam dirimu sepuluh rongga harus kau tutup secara imajiner. Maka gelembung yang tinggal di tubuhmu, yakni udara ibarat udara dalam bola. Kenapa bola tidak bisa tenggelam" Karena gelembung udara yang ada di dalamnya tak keluar, dan diri bola itu jadi ringan. Ayolah kau coba dan jangan lupa berdzikir!"
Harwati mempraktekkan ajaran gurunya. Mulanya dia sempat melewati setengah sungai, lalu tenggelam. Tapi setelah empat puluh satu hari melatih diri, terutama Koleksi KANG ZUSI
membuat kedap gelembung udara di tubuhnya dengan menutup seluruh rongga dalam diri, ia berhasil. Ia coba lagi meniti air sungai itu. Dan berhasil lagi. Dan berhasil lagi dan berhasil lagi.
Dia lalu memeluk gurunya. Dan bertekad tidak akan mengkhianati. Itu perasaan amat suci yang pernah singgah dihatinya. Kesetiaan sempurna. Tapi kadang dia ingat lagi mimpi Ki Guru Pita Loka yang sudah di dengarnya Pewaris Pedang Turki itu adalah wanita yang tak jelas. Jadi ini berarti, bukan Ki Pita Loka mungkin saja aku, fikirnya.
Fikiran ini yang selalu bertarung dalam dirinya bagai warna putih dan hitam. Ia berupaya supaya hatinya jernih dalam asuhan Sang Guru, tapi godaan suka mengotori batinnya, dan keinginan untuk lari, atau berkhianat suka muncul hilang dan muncul dan hilang lagi.
Setelah mandi air kelapa muda sebagai acara ritual selesainya satu tahap itu, Harwati disodorkan sebuah kelapa hijau oleh Ki Guru Pita Loka.
"Kini aku izinkan kau memasuki lingkaran asap stanggi itu", ujar Ki Pita Loka. "Lalu peganglah kelapa hijau itu, sekuat pegangan, dan tiupkan secara abstrak pada permukaan kulitnya pernafasanmu. Bila warnanya berubah kuning, kau memang calon pemilik kesaktian, lalu makan daging kelapa hijau yang sudah berubah jadi kelapa puan. Jika tidak, terpaksa aku yang akan melakukanya, namun kau wajib meminum air kelapa puan itu, sekaligus menikmati dagingnya!"
Harwati bersemangat Air kelapa mandian masih berbintik pada rambutnya. Dia memasuki lingkaran asap stanggi yang muncul dari permukaan lantai guha itu dengan rasa gembira. Lalu dia duduk bersila. Dia pegang erat kelapa hijau itu.
Dia rasakan satu kekuatan ghaib bergetar dalam urat tubuhnya, membuat dia makin erat memegang kelapa hijau itu. Dilihatnya kelapa hijau itu berubah kulitnya menguning.
Dan dia menoleh pada Sang Guru. Ki Pita Loka mengangguk tanda dia berhasil. Lalu Ki Pita Loka berkata: "Kupaslah"buat lobang dengan kekuatan gigi bajing yang suka membolongi kelapa".
"Dengan kekuatan kuku?" tanya Harwati.
"Kau memang manusia berakal, murid yang tolol kurang memahami maksud sang Guru".
"Lihat, Ki Guru, kukuku mirip gigi bajing!", ujar Harwati yang dengan cekatan mencakar permukaan kelapa puan itu. Dan ketika mencapai batok kelapa, dicoblosnya batok itu dengan telunjuknya. Air yang mengental bagai susu muncrat. Lalu dia minum.
"Ilmumu telah mencapai derajat hebat, muridku...Tapi itu baru salah satu dari jari kelingking gurumu yang berjari sepuluh ini. Kau kini berhak menerima gelar Ki Harwati. Tapi jangan berkhianat, jika kau mengkhianati Guru, dua-dua kita akan mengalami bencana besar di kemudian hari!"
Airmata Harwati bercucuran karena keharuan. Dia sampai terlupa menikmati daging Koleksi KANG ZUSI
kelapa puan, ketika mendadak dia merasakan dirinya disusupi kekuatan hebat yang membuat dia menatap Ki Pita Loka bukan lagi guru, melainkan orang berilmu sakti yang sejajar dan setaraf.
"Kulihat kau ada maksud jahat padaku". ujar Ki Pita Loka mendadak. Hal inilah yang membuat Ki Harwati tidak menunggu waktu. Padahal dia sedang duduk bersila berhadapan dengan Sang Guru, kontan mendadak dia buka lipatan kakinya yang seketika menampar muka Ki Pita Loka. Pita Loka masih berseru, "Hai, jangan kau serang Gurumu! Aku Gurumu!"
Seketika lebah-lebah menyengatmya. Ki Harwati cepat memasukkan jempol jarinya ke dalam langit-langit mulutnya.
Dengan lendir rongga mulut itu yang dia oleskan ke dahi, sengatan lebah tadi lenyap dari nyerinya semula dan dia kembali kalap melompat menerjang sang Guru.
"Aku bukan sekelingkingmu" Aku lebih kuat! Akulah wanita yang tak jelas dalam mimpi kau itu, Pita Loka!" bentak Ki Harwati. Ki Pita Loka undur ke belakang, dan ia tetap melakukan gerak mundur seraya menangkis tendangan sang murid sampai keluar dari pintu Guha Lebah itu.
Ki Harwati menyerang dengan semua jenis ilmu silat yang diajarkan Ki Pita Loka padanya. Karena itu, setiap jurusan serangan mampu dielakkan oleh bekas Guru itu.
Ketika Pita Loka mendadak kalap, siap untuk menghabisi nyawa muridnya akibat dongkol, Ki Harwati mengingatkan: "Jangan coba bunuh aku, karena pantangan ini ada pada Guru. Dan tidak pada murid!"
Tekad Harwati sudah penuh untuk menghabisi nyawa Guru Pita Loka. Tapi tiap jurus kilat yang dilakukan, pukulan sisi telapak tangan ke leher sang Guru, selalu saja membuat dia memukul angin. Sebab Ki Pita Loka lantas menunduk. Mendadak, dalam keadaan merasa aman karena murid khianat ini cuma memainkan ilmu yang diajarinnya, terdengar seketika Harwati mengeluarkan suara auman harimau.
Gerak-gerik langkahnya berubah dan itu tidak pernah diajarkan. Ki Pita Loka sadar, tiap murid pasti ada keistimewaan yang khusus yang tak dihadiahkan guru. Dalam memilih kemungkinan selalu mengelak, kini Ki Pita Loka bertindak aktif, menyerang.
Tapi serangannya ini berhasil ditangkis oleh Ki Harwati bahkan lengan Ki Pita Loka robek oleh guratan cakaran Harwati.
Kini keduanya berkelahi dari dahan ke dahan. Dan pada dua dahan yang berhadapan dua-duanya saling mengeluarkan pukulangaya golok agar mengenai kepala masing-masing. Tanpa diduga, Ki Harwati merubah pukulan tangan dengan tebasan kaki, hingga Ki Pita Loka jatuh ke bawah, namun selamat oleh dahan-dahan yang diraihnya silih berganti. Dia kejar Harwati yang lari dari dahan ke dahan, lalu melayang ke tebing seberang.
Dengan ilmu menuruni lembah terjal serta cara melompat dari dahan ke dahan yang ia dapatkan dari Ki Pita Loka, Harwati berhasil kabur menuju arah utara yaitu Bukit Tunggal.
Koleksi KANG ZUSI Ki Pita Loka berkacak pinggang di atas dahan pohon seraya tersenyum. Dan dia berkata dengan dirinya sendiri: "Lari atau tidak larinya kamu, bagiku sama saja.
Dalam sejarah, seorang guru akhirnya ditinggalkan oleh muridnya. Sebagai gurumu, aku tidak akan mengutukmu. Hanya guru yang bodoh yang mau mengutuk muridnya, sebab dengan mengutuk muridnya itu berarti dia mengutuk dirinya sendiri!"
Dalam sekelebatan dia sudah seperti burung lincah yang amat indah berlompatan dari dahan ke dahan pohon-pohon raksasa sekitar Guha Lebah itu.
Tapi Pita Loka tidak menyadari bahwa dia sedang diteropong dalam jarak satu kilometer, nun dari puncak Bukit Sejoli yang berada di selatansana ! Yang sedang meneropong Pita Loka itu adalah seorang pemburu. Dia tidak sengaja melalui teropongnya menyaksikan seorang yang jelas-jelas manusia, lagi pula wanita, yang berlompatan bagai burung cicakrowo. Padahal sebelumnya dia barusan kecewa, karena burung cicakrowo yang ia bidik dan siap tembak itu, terbang sudah.
Lompatan-lompatan lincah itu jelas bukan burung yang terbang hinggap dan terbang lagi, dari dahan ke dahan pohonan raksasa. Ia tidak ragu lagi bahwa itu manusia. Dan manusia istimewa. Juga jelas, pada akhirnya manusia wanita yang dianggapnya hebat itu memasuki sebuah mulut guha.
Lalu pria pemburu itu menaruh teropongnya ke dalam tas. Dia berbenah dan kemudian menyandang senapan pemburunya. Lalu digelarkannya sebuah peta dan diperkirakannya bukit mana yang akan ditujunya itu. Terbaca olehnya tempat guha wanita dahsyat tadi masuk. Terbaca keterangan : Bukit Lebah. Lalu dilingkarinya dengan spidol merah. Dan kemudian dibuatnya ancang-ancang perjalanannya menuju kesana .
Tetapi, setelah dia turuni Bukit Sejoli menuju mobil Landrovernya, dia kembangkan lagi peta. Dia kecewa sekali. Sebab Bukit Lebah itu ternyata dilingkari sungai. Tak mungkin tertembus dengan kendaraan. Tapi dia coba juga untuk menstarter. Dan mobil itu pun mulai mencari celah-celah padang-padang rumput yang masih perawan.
Sekeliling itu, tak ada desa. Jadi, pikirnya kini, tentulah wanita tadi hidup secara primitip, sendiri atau bersama, di Bukit Lebah itu.
Menjelang senja, pria itu sudah melingkari setengah Bukit Lebah itu, lewat tepi-tepi sungai yang terjal. Dia malah hampir tertimpa musibah kecebur sungai di bawahsana itu apabila mobil Landrovernya tidak kejeblos kecelah batu-batuan di tepi tebing sungai yang tingginya sekitar 15 meter itu. Tapi dia puas. Biarpun hari telah menjelang senja, ternyata dia kini pada posisi berhadapan langsung dengan mulut guha tempat wanita burung tadi tampak masuk.
Dia kini turun dari mobil. Teropong dia ambil lagi dari dalam tas. Dan matahari yang setengah jam lagi akan terbenam itu masih sempat menyorotkan sinarnya tepat-tepat ke arah Guha itu.
Dia meneropong dan berharap dapat menyaksikan lagi kegiatan yang terjadi di sekitar guha itu. Nah, kini dia gembira! Gembira sangat. Dia melihat wanita tadi keluar dari guha itu! Jelas kini, tentulah dia bukan wanita yang sudah bersuami. Dia cantik, namun ketika sempat dia berdiri begitu keliatan sekali wajahnya keras berwibawa.
Koleksi KANG ZUSI Jelas sekali lewat teropongnya, bahwa wanita tadi itu berpakaian kain yang tidak dijahit. Bahkan sepertinya bekas kain seprei dengan motif burung merak seperti seprei-seprei woolPersia yang indah. Malah sepertinya mirip kimono, yang satu-satunya ikatannya tampaknya hanyalah seutas tali plastik saja.
Hari sudah mulai agak gelap, sesaat lagi matahari tenggelam, pria pemburu itu sedang memikirkan bagaimana caranya berkomunikasi dengan wanita itu, atau, gadis itu!
Gadis itu tampaknya sedang berdiam diri, tegak menghadap ke arah matahari tenggelam dengan tangan terlipat mirip orang Islam sedang tegak sembahyang. Ketika matahari terbenam, wanita tadi masuk ke guha. Ketika itulah pria itu punya akal.
Yaitu akan menyenter wanita itu dari arah barat sini. Bukankah hari akan gelap sejenak lagi" Maka dia pun buru-buru membuka tas dan mengambil senter.
Rencananya, kalau gadis tadi keluar lagi, maka akan dihidup-matikannya senter itu.
Tapi agak lama juga. Oh, betapa senang hatinya ketika satu sosok muncul. Tapi kini bukan berpakaian sepreiPersia lagi. Jelas ia mengenakan mukena, yaitu pakaian selubung wanita Islam apabila melakukan sembahyang. Dan memang betul. Tepat di hadapan mulut guha itu si gadis bermukena itu menggelarkan tikar sajadah. Arahnya agak dimencengkan sedikit dari ketepatan matahari terbenam. Lalu tampak gadis bermukena itu berdiri berkonsentrasi, dan mengangkat kedua tangannya.
Ya, ia rupanya sedang melaksanakan sembahyang maghrib. Akibatnya, agar tidak mengganggu orang melaksanakan ibadah, si pria mengurungkan memainkan senter.
Lalu, ketika wanita itu agaknya selesai melaksanakan sembahyangnya, pria pemburu ini sudah siap untuk memainkan senternya. Pemandangan depan pintu guha itu sudah agak gelap. Tapi petunjuk satu-satunya adalah warna putih itu. Pertanda wanita itu masih ada di situ.
Memang, Pita Loka sudah selesai sholat menghrib. Namun dia masih bersila itu karena membacakan beberapa do"a yang amat panjang. Tapi menjelang dia habis berdoa panjang itu, dia melihat cahaya kelap-kelip di bukit sebelah barat seberang sungaisana .
Apa itu" Musuhkah" Namun otak IPA yang dia miliki segera meyaksikan dirinya bahwa itu lampu senter sebagai isyarat komunikasi. Ah, tentu di situ ada manusia. Pasti bukan musuh. Dan pasti bukan orang dari padepokan atau perguruan ilmu tradisional!
Setelah jelas baginya hal itu, Ki Pita Loka cepat menggulung tikar sembahyang dan berlari masuk guha lagi, pria yang mempermainkan lampu senter itu pun kecewa.
Tapi Pita Loka masuk ke dalam guha untuk bersalin pakaian. Ya. dia masih mmiliki celana blue jean maupun jacket sewaktu dia minggat dari desa Kumayan.
Koleksi KANG ZUSI Dengan ketangkasan luar biasa, Pita Loka keluar dari guha Lebah itu dan hal ini tiada diketahui oleh pria pemburu yang sudah kalut kecewa itu. Sebelum dia meloncat ke sebuah dahan Ki Pita Loka membetulkan sepatu karet bergelantungan dan terbang sudah tak jelas lagi. Yang kedengaran adalah suara bias angin sewaktu dia mengayun tubuh untuk terbang ke dahan lain. Atau suara dahan patah lalu tubuh Pita Loka menabrak dahan lain tetapi dengan cekaten dia sudah memegang dahan lainnya.
Selama seperempat jam dia sudah menempuh sekitar satu jarak yang agak jauh karena lompatannya adalah zig-zag. Kini dia sudah bergelantungan di sebuah pohon yang tegak kokoh tepat di tepi tebing sungai. Dari atas pohon ini kedengaran deru sungai yang mengalir sekitar 20 meter di bawah tempat Ki Pita gelantungan. Jarak antara tebing kawasan Bukit Lebah dengan tebing di Bukit Baturiuhsana itu adalah sekitar 17 meter.
Satu-satunya pohon yang tepat untuk diloncati di seberangsana itu adalah pohon yang agak tinggian. Jarak antara pohon itu dengan mobil Landrover itu hanyalah sekitar 10
meter. Jadi tak boleh terdengar suara sedikitpun apabila Pita Loka terbang dan menangkap dahan pohon tinggi itu.
Dia tak ingin diketehui. Dia hanya ingin mengetahui, siapa dan ingin apa orang yang tadi menyenternya.
Malam yang mulai tiba dan gelap tidak menjadi soal. Dia sudah tahu ke dahan yang mana nanti dia akan hinggap setelah terbang melayang melompati dua tebing ini.
Tiba-tiba saja Pita Loka agak kesal karena rupanya orang yang menyenternya itu menyalakan lampu neon baterai . Jadi kini teranglah sekitar mobil landrover itu.
Rupanya orang itu sedang menggelarkan tikar plastik di rumputan sekitar batu-batu di pinggir tebing itu. Dan ketika Pita melihat rantang, tahulah dia bahwa pria itu saat untuk makan malam. Tampaknya dia memang seorang diri. Dan selalu siap menembak. Sebab ketika dia duduk bersila begitu, senapannya disandarkannya ke dada. Barulah dia mulai makan.
Hal inilah yang bikin Ki Pita Loka jadi ngiler, selama ini dia hanya makan buah-buahan saja. Dia rindu makan nasi setelah lebih 1000 hari tak menikmatinya. Dan itulah yang mendorongnya mempersiapkan diri untuk melompati tebing curam dengan sungai di bawah itu!
Kalau begitu aku harus menggunakan tenaga dalam kedap-suara!
Ya. Ki Pita Loka berkonsentrasi sejenak. Nafasnya dia tarik dalam-dalam dan nafas ini tak boleh dihembuskan lagi sampai saatnya hinggap pasti di pohonsana itu. Dan ini memang cara lompatan kedap-suara yang tidak akan terdengar satu telinga pun.
Begitu selesai dia tarik nafas dalam pada ketuntasan tenaga, dengan tenaga dalam itu pulalah Pita Loka melompat ke atas, lalu memegang satu dahan untuk acuan tenaga lompatan sejarak 17 meter ke sana. Ah, indah sekali tubuh yang melayang dan kemudian hinggap di dahan yang dituju, tanpa suara. Juga tak secemil suara pun Koleksi KANG ZUSI
kedengaran ketika satu tangannya hinggap di dahan pohon seberang itu, begitupun ketika kedua kakinya menjepit tubuh pohon tinggi itu. Dan dari ketinggian ini melihat pria yang lahap makan malam itu, Ki Pita Loka tambah jadi ngiler.
Kini dengan nafas ditarik untuk kedap suara, dia turun bagaikan seekor cicak...
Ki Pita Loka merayap dengan cepat takut kalau orang itu sudah keburu menghabisi makanannya. Dia merayap ke arah barat Tempat yang ditujunya adalah himpunan pohon savana yang cuma setinggi paha. Dia menyelinap terus sampai pada posisi langsung menghadap orang yang asyik makan itu.
Setelah sampai pada posisi itu, Pita Loka yang sudah jongkok dan menghela nafas itu, langsung batuk dengan konsentrasi pandangan pada pria yang asyik makan itu.
Pria pemburu itu kaget dan melihat ke arah suara batuk tadi, begitu dia meliat gadis bercelana blue jean berdiri di balik pohonan savana itu, pria itu terpana bagai kena hipnotis. Waktu lelaki itu terpana begitulah, Ki Pita Loka meniupkan udara dengan puncak kekuatan gelombang.
Lelaki itu bagai patung. Nasi bergelantungan di bibirnya yang ternganga. Pita Loka merasa itu sudah cukup. Lelaki itu sudah beku bagai patung. Lalu Pita Loka mendekati pohonan savana itu. Dengan sedikitgaya bercanda, Pita Loka berkata:
"Aku bukan merampok makan malammu. Tapi jika kau makan sendiri sedangkan aku ada dan lapar, itu berarti kau seorang asosial dan amoral".
Dengan bismillah, Pita Loka makan dengan lahap. Memang seluruh isi rantang-rantang itu disantap licin habis olehnya! Di ambilnya senapan yang tersandar pada dada pria itu.
Pita Loka lalu berkata (yang pasti takkan disahuti pria itu): "Pemburu yang jahat juga anda ini. Anda manusia perusak di muka bumi. Tuhan tak menyukai itu. Tuhan melarang manusia melakukan kerusakan di muka bumi. Kau tembaki hewan-hewan sehingga hutan-hutan kesepian".
Setelah senapan itu diambilnya, Pita Loka mengambil lagi senter. Dan dia berkata, yang pasti takkan disahuti lawan bicaranya itu: "Kau coba main-main dengan senter ini itu nakal!"
Dan tiba-tiba Pita Loka benci melihat mobil Landrover itu. Dia ingat pada masa sekolah, di mana buangan gas mobil melalui knalpotnya adalah mengotori kebersihan alam. Lalu dia melangkah ke belakang Landrover itu. Dengan tangan kanannya saja, ia dorong mobil itu. Tak lama kemudian, di bawahsana itu kedengaran suara dahsyat; byurrr! Mobil itu sudah kecebur dalam sungai.
Pita Loka lalu melempar senapan pemburu tadi ke arah tempat mobil tadi menghambur masuk sungai. Tapi senter" "Ini perlu bagiku!" katanya. Dan tanpa menoleh sedikitpun pada pria yang duduk kaku bagai patung itu. Ki Pita Loka menerobos pohonan savana dan memanjat pohon tadi lalu dengan konsentrasi lincah gembira Pita Loka sudah terbang ke tebing seberangsana , lincah bergelantungan dan berlompatan sampai akhirnya dia melaksanakan lompatan terakhir tepat di mulut Koleksi KANG ZUSI
guha. Sejenak Pita Loka menoleh kesetumpak cahaya lampu neon baterai disana , dengan silhoutte tubuh yang masih duduk kaku. Barulah kemudian, Pita Loka meniupkan satu konsentrasi angin dari mulutnya dalam radius gelombang tinggi. Angin menerjang punggung lelaki itu. Dia terbanting ke samping dan sadarkan diri.
Pertama yang dirasanya hilang adalah senapan pemburu.
Kedua: senter! Lho, yang juga tak dilihatnya lagi adalah mobil Landrovernya itu Bah"bah"bah!
Peta! Peta di mobil! Dalam tas di mobil!
Barulah yang terakhir dia melihat rantangnya sudah licin. Dan ketika dia kalap serta penasaran, dari arah timur ada dilihatnya cahaya berkedap-kedip ke arahnya.
Kurang ajar..... pria itu menggerutu.
Kemudian cahaya kelap-kelip senter itu pun lennyaplah. Sunyi perasaan pria pemburu ini. Selama ini dia tak pernah takut ke luar masuk hutan belantara. Tapi kini dia takut karena tidak memiliki senjata, ya, senapan pemburunya!
Namun, betapapun marah dan dongkolnya. Namun dia seorang manusia praktis. Dia tak banyak pikir kemudian tidur saja di tikar itu setelah melemparkan rantangnya yang kosong ke kanan dan ke kiri. Dia tidur pulas disinari lampu neon baterai itu.
Pada jam 3 dinihari kekuatan baterei lampu neon itu habis. Lalu gelaplah! Hal ini rupanya secara naluriah telah membuat pria itu terbangun. Dia ingat, kalau mau terang harus ganti baterai! Mulanya pikirnya memang begitu. Tapi ketika ia sadar karena mobilnya pun tak ada sedangkan butiran-butiran persediaan baterai ada di mobil, dengan gerak dia tendang lampu dalam itu seraya memaki: "Kamu tak ada gunanya bersamaku tanpa baterei!"
Makian itu jelas kedengaran ke telinga Ki Pita Loka yang masih duduk bersila untuk mencari tahu, sudah sampai di manakah pelarian Harwati. Setelah batinnya menerima ilham bahwa Ki Harwati menuju padepokan Ki Rotan, Pita Loka tersenyum dan berkata: "Kau takkan bisa menjadi guru dari Gurumu!"
Dingin di luar guha yang menggigit, menggugah Pita Loka untuk masuk. Ribuan Lebah mengiringinya dari belakang ketika Pita menuju pembaringan.
Satu sosok tubuh pria sedang merayap pada dinding bukit terjal. Lagi-lagi kemeja putihnya koyak terkena sayatan batu-batu tajam. Namun pria itu terus merayap ke atas dan ke atas. Kadangkala dia mengasoh sejenak. Sinar matahari begitu menyengat pagi itu. Tetapi dari akar-akar yang sempat dia pegang, dia gembira. Sebab dia mengenal akar itu akar pohon rotan.
Dan kegembiraan meluap ketika dia tiba di puncak dinding bukit terjal itu. Ya, sekeliling bukit itu penuh dengan rotan-rotan yang merimba dan amat rapat. Di sela-sela rotan-rotan yang bergelantungan itulah pria itu melangkah hati-hati. Dan dia Koleksi KANG ZUSI
mulai melihat asap. Kini ia yakin, tentu itu desa padepokan Ki Rotan yang terkenal angker: Dan dalam keraguan itulah sang pria terkena sergapan Kelompok Penyergap yang terdiri dari sepuluh orang. Semuanya adalah anak buah Ki Rotan.
Pria yang tertawan itu sebetulnya bisa saja melepaskan diri dan sekali sikat mampu membuat rontok 10 orang yang menawannya. Dan ketika itu pula ia langsung dilemparkan ramai-ramai oleh Kelompok Penyergap itu ke sebuah lubang. Dalam lubang itu sudah menanti ujung-ujung bambu runcing. Dan semua penawan itu tercengang!
"Aneh! Dia tak menjerit!" ujar Keruen dengan gugup. Sebagai kepala Kelompok Penyiksa sudah wajar dia menjadi gugup. Dia langsung melihat kepinggiran lubang.
"Dia berdiri tegak" ujar Keruen lagi.
Ini membuat Lanto ingin tahu. Dia kepinggir lubang, dan disaksikannya lelaki berkemeja putih yang sudah penuh koyak-koyak itu berdiri tegak. Kedua sepatu Phumanya berada pada ujung tombak- tombak rotan itu.
Dan ketika Keruen dan Lanto meilhat lagi, dia berdua berteriak: "Dia berubah jadi kakek"
"Ada Tuo di lobang siksa!" teriak ke delapan orang lainnya sembari lari lintang pukang.
Ki Rotan keluar dari padepokannya yang atapnya seluruhnya terbuat dari jerami.
Mendengar laporan Keruen yang ketakutan. Ki Rotan membetulkan destar merah pada kepalanya. Bukannya dia membenarkan anak buahnya. Tetapi dengan satu lecutan lingkaran ke sepuluh anak buahnya roboh sekali pecut putar.
"Bikin malu aku, mana si Tuo itu?" tanyanya geram.
Mata Ki Rotan menjadi liar meneliti sekeliling. Sebab dia pun musti berhati-hati karena mungkin saja laporan anak buahnya benar. Sebab gelar si Tuo adalah gelar kehormatan dari orang yang memiliki ilmu tinggi. Karena itu dia siap untuk melayani lawan yang mungkin punya ilmu harimau.
Tapi yang dia lihat justru seorang lelaki bercelana jean dan berkemeja putih yang koyak-koyak. Berjalan terhuyung ke arahnya. Ki Rotan merasa mesti waspada agar tidak terjebak.
Bisa saja seorang musuh berlagak lemas terhuyung seperti minta dikasihani, sebagai jebakan.
Ki Rotan melihat lelaki itu menuju ke arahnya dengan wajah yang loyo dan gerak yang letoy. Dia siap dengan tongkat ampuhnya. Tongkat Rotan itu miring 45 derajat dari pegangan tangannya. Ketika lelaki berkemeja putih loyo itu sudah sejarak tujuh hasta. Ki Rotan dengan satu teriak di sertai lompatan menghayunkan tongkat saktinya itu menyabet bagian kiri tubuh lelaki itu. Lelaki itu terseruduk ke samping lalu jungkir balik. Tapi aneh! Dia tak mengaduh atau menjerit kesakitan. Dia malah bangkit berdiri lagi sehingga dalam sekelebatan Ki Rotan menghayunkan tongkat saktinya Koleksi KANG ZUSI
dari kebalikan pukulan pertama tadi. Lelaki loyo itu menunduk ke samping dan jatuh jumpalitan.
Juga tak menjerit kesakitan!
"Bangun kau!" beniak Ki Rotan.
Letaki itu bagaikan patuh. Dia bangun. Dan Ki Rotan memegang gagang tongkat dengan kedua tangan, lalu menghayunkan ke arah jidat lelaki itu. Pukulan tegak lurus yang dahsyat membentur jidat musuhnya itu sampai menimbulkan cahaya arus listrik seperti palu melesat menghantam paku beton.
"Kau tentu manusia tangguh", gerutu Ki Rotan sembari mundur.
Tapi dia cuma mundur tiga langkah saja. Dia siap untuk menerjang ke depan.
Benarlah Ki Rotan membabi buta menghantamkan cakaran srigalanya yang sempat mengoyak tubuh lawannya. Satu loncatan sigap ke kiri dalam dua langkah sudah membuat dia piawai mengambil tongkat yang dalam sedetik dihayunkan untuk menebas dua tulang kering lawannya. Bunyi berdengking kedengaran, lawannya ambruk. Ketika itu disabetnya tongkat rotan itu berkali-kali. Tiap pukulan dahsyat itu disertai teriakan keras. Dan ini membut Harwati terbangun.
Dia cepat merasa dapat ilham untuk segera keluar dan disaksikannya Ki Rotan sedang asyik menyiksa seseorang yang bergulingan telungkup telentang. Harwarti cepat berseru:
"Hentikan Guru!"
Mulanya Ki Rotan tak ambil peduli. Terus saja dia melecuti lawannya yang terus bergulung-gulung telungkup telentang.
Barulah dia berhenti melecut setelah dia merasakan adanya bau stanggi yang membuat Ki Rotan gemetaran seketika. Bau stanggi ini membuat Ki Rotan merasa berkurang tenaga. Harwati melangkah. Langkah itu semakin mendekati tubuh yang tertelungkup itu.
Tapak kaki Harwati sudah berada sejengkal pada tubuh telungkup itu. Dikuakkamya dengan ujung jari kakinya tubuh itu sehingga pria tersiksa itu telentang. Begitu Harwati melihat wajah pria itu dia menjerit dengan lantang. Ki Rotan terkesima. Lalu dia dengan cemas menghampiri Harwati yang kelihatan histeris setelah menjerit itu, sebab dia menggigit jarinya dan menangis mendadak.
"Siapa dia?" tanya Ki Rotan kebingungan.
"Dia kakakku! Dia Gumara!" kata Harwati.
Ki Rotan tercengang. Dia pernah dengar nama itu, yang dianggapnya sederajat dengan Ki Karat. Rasa hormatnya timbul.
Koleksi KANG ZUSI "Bangun Tuan Guru Gumara", ujar Ki Rotan, "Sebab aku tak layak menolong kau berdiri disebabkan hinanya ilmuku".
Orang berkemeja putih koyak-koyak yang disebut "Gumara" itu berdiri. Dia tetap tampak loyo. Tak selintas pun sorot matanya melirik Ki Rotan, sebab sorot mata yang berbinar itu sedang menatap Harwati.
10 Kelompok Penyiksa yang pingsan kena hukuman Guru Rotan sudah sadarkan diri.
Tapi mereka terpana melihat tawanan mereka tadi sedang bercakap-cakap ramah dengan Gurunya dan Ki Harwati.
"Saya ke sini hanya ingin menjemput Harwati. Adik tiri lain ibu", kata Gumara.
"Saya kuatir dia menolak", kata Ki Rotan.
"Memang aku tak sedia kembali ke Kumayan", ujar Harwati.
" Lalu kenapa kau ada di sini?" "
"Aku akan memadukan ilmu Pita Loka dengan ilmu Sang Guru. Selain itu, aku tidak tertarik dengan kehidupan manusia moderen lagi", kata Harwati dengan tegas.
"Kalau begilu beritahu aku jalan menuju tempat Ki Pita Loka", ujar Gumara.
"O, kakak masih mencintainya ya?" tanya Harwati menyeringai.
"Soalnya bukan itu", sahut Gumara
"Hmm. Jangan berdusta Aku tidak rela apabila kakak menemui dia, apalagi jika menjadi suami dia! Bukankah aku sudah bersumpah: demi isi perutku dan seluruh yang ada di badanku, aku akan selalu menghalangi perkawinan kalian!"
Mata Harwati mulai berbinar mengerikan. Pembuluh darah Ki Harwati itu mencari jalan keluar dan menciptakan aroma bau stanggi. Dan Gumara mengangguk-angguk mengerti.
"Kau satu perguruan dengan Pita Loka kalau begitu", ujar Gumara.
"Aku memang berguru pada dia. Tapi pada saat aku harus lulus ujian, aku mendapatkan wangsit tersendiri. Ilham yang hebat, bahwa ilmu Pita Loka digabung dengan ilmu Ki Rotan adalah ilmu yang khas punyaku!"
"Dan saya nanti akan menjadi murid Ki Harwati", tambah Ki Rotan.
"Dan secara bersama, kalian berdua akan menumpas Ki Pita Loka", ujar Gumara ingin kepastian.
"Benar", kata Harwati tegas.
"Dan Tuan Gumara yang saya hormati, saya minta meninggalkan padepokan saya.
Sembari saya mohon maaf anda karena saya salah siksa tadi", kata Ki Rotan dengan Koleksi KANG ZUSI
sikap hormat yang palsu. "Baik", kata Gumara, "Tapi aku sangat kecewa, Harwati. Betapapun, kamu sudah dtitipkan Ayah kita agar aku jaga. Pada akhirnya kita semua ini manusia moderen dalam arti manusia abad tehnologi, tak ada gunanya kembali ke zaman pra sejarah".
"Apa" Ulangi ejekanmu terhadap sikap kami! Manusia moderenlah yang melakukan perusakan dan kejahilan. Kini aku bebaskan sumpahku. Pergilah kakak mencari Pita Loka ke Bukit Lebahsana . Jika kakak berhasil membujuk dia untuk kembali ke Kumayan, iris-iris jantungku ini!" dan Harwati menebah-nebah dadanya dengan angkuh.
Gumara geleng-geleng kepala dan berkata: "Ilmu purba ada yang baik. Dan ada yang sesat. Siapapun yang keluar dari Kumayan adalah orang sesat. Tapi seluruh desa Kumayan tetap mengharap kau kembali, Wati!". Gumara kemudian tak bicara sepatah pun. Tidak juga ucapan selamat tinggal.
Sementara itu, di kawasan Guha Lebah telah terjadi satu pertarungan batin dalam diri seorang yang cantik bertaraf "Guru".Tiga hari lamanya dia membiarkan lelaki asing itu mundar-mandir seperti orang tolol. Dan ketololan itu perlu bagi seseorang yang memang berniat untuk mencari derajat ilmu. Juga kelaparan itu penting, sebab makanan dalam pencernaan perut manusia sering merubah caranya berfikir. Dengan mengamati tingkah laku pria tak dikenal itu dengan teropong selama tiga hari, munculah dalam hati nurani sang Guru Pita Loka, Ki Pita Loka telah kehilangan Harwati yang telah menipunya dengan khianat. Kini diperlukanya seorang anak buah!
Bukankah lelaki tak dikenal itu bisa dijadikan anak buah, sekaligus pengawal"
Suatu parasaan aneh laimya menyelinap ke hati Ki Pita Loka: Pria tak dikenal itu, selain tegap, juga gagah! Mirip Gumara!
Dan melihat pria itu sudah mulai memakan urat kayu, di hari keempat Pita Loka merasa "kasihan". Dari balik tebing dia berseru: "Hooi!" Pria yang hampir teler itu, karena makan urat kayu yang salah, lantas mendongak!
"Hoooi!" didengarnya lagi.
Dia lantas cepat menyahuti: "Hoooi!"
"Siapa anda?" teriak Ki Pita Loka.
"Aku"!"!"
"Ya, kamu!" "Saya Dasa Laksana! Siapa anda?" seru lelaki itu di sebalik tebing sebelah.
Mendadak Ki Pita Loka bimbang. Dia berdiam diri sembunyi di balik pohon. Dia mempertanyakan dirinya: "Apakah ini bukan godaan Iblis"!"
"Tidak", sahut dirinya pula, lalu dia memperlihatkan diri dan berkata: "Tunggu disana
! Aku akan menolongmu!"
Koleksi KANG ZUSI Lelaki yang sudah putus asa kehilangan arah, harapan dan makanan itu, mendadak berbesar hati. Dia menyaksikan gadis berpakaian hitam itu jumpalitan di angkasa, dari dahan pohon ke dahan pohon laimya. Lalu ibarat burung cicakrowo yang terbang melayang, gadis tak dikenalnya itu tampak hinggap di sebuah pohon. Dalam jaraklima meter itu Dasa Laksana benar-benar takjub menyaksikan kecepatan gerak setiba di tanah.
Jarak tegak gadis itu kini sudah tiga meter saja lagi! Dasa Laksana mengamati gadis itu dengan gentar. Memang penampilan Ki Pita Loka mendadak begitu berwibawa.
Sebab dia sudah mempesenjatai dirinya dengan ketebalan mental. Jantungnya bergerak serentak dengan gerak lidahnya yang selalu menyebut sepatah kata mukjizat yang ampuh mengusir lblis.
Ki Pita Loka kini dengan kekuatan daya ilmu gelombangnya, telah membuat Dasa Laksana sebagai tawananya. Tak ada kata. Lelaki itu bagai terkena hipnotis. Dia menuruti saja langkah Ki Pita Loka di belakang. Tanpa takut menuruni tebing curam.
Juga tanpa mengeluh lelah. Lalu dia ikuti terus merayapi dinding curam. Juga dia bagaikan anjing yang patuh pada tuannya ketika tiba di depan pintu Guha Lebah.
Ki Pita Loka ingin segera mengisi kekuatan batin orang yang akan dijadikanya pengawalnya. Begitu lelaki itu berdiri tegak di depan pintu guha, dia tendang pantatnya sehingga bagaikan bola dia terhambur memasuki pintu guha, menerobos kawalan lebah-lebah yang bertugas sebagai daun pintu.
Sekitar lebih seratus lebah-lebah yang marah terkena sentuhan tubuh yang dijadikan
"bola tendangan" tadi, menggigitnya dengan buas. Ki Pita Loka tersenyum berkacak pinggang. Setelah bisa lebah itu menyengat pria itu, Ki Pita Loka mencolokan jempol jarinya pada langit-langit mulut, dan jarinya dia tekankan pada kening lelaki itu. Dasa Laksana siuman!
Dan, sejak hari itu, Dasa Laksana diajar mulai menjalani ketololan yang sama seperti Harwati dulu. Dia mengangkut batu dari sungai, ke guha, dan kemudian menaruh batu itu kembali ke sungai. Kemudian dia mengajari proses berikutnya. Dia harus memanjat pohon tinggi. Lalu turun. Lalu memanjat lagi. Dan pada suatu pagi, ketika Dasa Laksana sudah tiba di pucuk sebuah pohon, setinggi 21 meter itu, lalu dahan-dahan pohon itu ditebang sedahan demi sedahan oleh Ki Pita Loka. Dari bawah Ki Pita Loka momberi perintah: "Ayoh, turun kamu, Dasa !"
Kelihatan kecut sekali Dasa Laksana ketika terpaksa mengikuti perintah sang Guru dengan patuhnya, turun meluncur ke bawah. Setiba di bawah dia amat kaget karena terkena tendangan lagi. Setelah jungkir balik, Ki Pita Loka mengejarnya dengan cambuk dan golok. Dasa Laksana ketakutan. Lalu membebaskan ancaman itu dengan cepat memanjat pohon. Dan Ki Pita Loka mengejarnya keatas. Dan dalam keadaan terdesak, Dasa Laksana dari pucuk terpaksa melompati dahan satu. Tapi karena ancaman cambuk, Dasa terpaksa meloncat ke dahan lain ".
Sang murid yang patuh itu kagum pada dirinya sendiri yang sudah mampu melompat dari dahan ke dahan. Tambah kagum lagi dia karena seakan dia pernah melompat ke dahan satunya sepertinya terbang. Namun karena dilatih begitu selama tujuh hari.
Koleksi KANG ZUSI Dasa Laksana pada saat akhir latihan sorenya, mengeluh,"Saya tak sanggup latihan besok. Saya lelah".
"Hari ini terakhir, Dasa! Coba kamu melompati lagi pohon hutan ini, sampai kamu menemukan satu pohon kelapa. Petik sebuah kelapa muda yang kulitnya masih hijau, serahkan itu kepadaku!"
Dasa Laksana gembira melaksanakan perintah Sang Guru. Dia berlompatan dari dahan ke dahan menerobos hutan lebat di kawasan Guha Lebah yang bentuknya mirip payung itu. Setelah dia menemukan salah sebuah pohon kelapa, dia memanjat dan memetiknya, lalu meluncur ke bawah.
Dan dia tiba-tiba merasa tersesat Dia tak tahu jalan kembali. Untunglah ingatannya cukup kuat. Syarafnya memang bukan saja syaraf pemburu, tapi juga syaraf baja. Dia ingat, bentuk Guha Lebah itu mirip payung terkembang. Dia perhatikannya setiap bukit ketika dia melihat bukit berbentuk payung itu, biarpun sudah senja, dia berlompatan juga dari pohon ke pohon.
Rupanya upaya mencari pohon kelapa itu amat sulit. Buktinya, letak itu amat jauh jaraknya. Cuma saja karena dia lakukan dengan kegembiraan dan besar hati rasanya dekat saja! Ternyata baru dekat tengah malam bisa tercapai olehnya Bukit Guha Lebah itu ...
Dia mempersembahkannya kelapa muda itu. Ki Pita Loka membawa Dasa Laksana memasuki guha bau stanggi mulai menyergap hidung lelaki gagah yang patuh itu.
Sebab saat ini Ki Pita Loka berada pada dinding pembatas. Yaitu asap setanggi yang berupa lingkaran mirip kain nilon.
Beliau bersila dalam lingkaran asap itu. Dasa Laksana memperhatikannya dengan ta"zim. Tampak sang Guru sedang memegang kulit kelapa itu. Lama kelamaan kelapa itu tampak menguning. Setelah itu Ki Pita Loka keluar dari lingkaran asap stanggi itu.
"Kelapa ini sudah menjadi kelapa puan dalam proses penyingkatan waktu. Kamu harus meminum airnya. Dan memakan isiya, demi kepatuhanmu pada saya", kata Ki Pita Loka.
"Dengan cara bagaimana saya mendapatkannya?", tanya Dasa.
"Bolongi", ujar Pita Loka.
Dasa Laksana kebingungan. Tapi dia sempat juga dengan tolol bertanya "Beri aku petunjuk, Tuan Guru!"
"Hah, tolol. Bukankah kamu punya kuku?" tanya Ki Pita Loka.
Manis sekali cara Dasa Laksana tersenyum malu itu. Ki Pita Loka sadar. Iblis sedang menggoda bathinnya. Dia usir sang iblis dengan memompa jantungnya dengan nada tunggal menyebut kata-kata Agung yang Suci.
Diperhatikannya Dasa Laksana mengorek, melubangi kelapa puan itu dengan buku Koleksi KANG ZUSI
jarinya. Jari telunjuk dan jari tengah! Dasa mulai luka. Ki Pita Loka membentaknya:
"Terus, tolol!"
Dasa Laksana ketakutan. Luka itu sampai tak dirasanya pedih lagi sampai mencapai batok kelapa..
"Bolongi dengan telunjukmu batok itu", perintah SangGuru.
Dasa Laksana memaksakan diri menggenjot telunjuknya menetak batok kelapa itu.
Saking terlalu keras, air kelapa muncrat dan telunjuknya tak bisa keluar lagi. Pita Loka tak sabaran, memegang kelapa dan menyentak telunjuk yang terbenam itu.
"Minum! Minumlah dengan membaca nama Tuhanmu yang Pengasih Penyayang, Dasa!" perintah Ki Pita toka.
Sang murid yang patuh mengikuti perintah Guru itu, meneguk terus sehingga jakunnya tampak turun naik. Cahaya obor kayu karet dalam guha itu menciptakan gerak goyangnya. Sehingga batin Ki Pita Loka tergoyang beberapa detik ketika menyaksikan jakun Dasa Laksana yang bergerak-gerak itu.
"Bencana ...". Ki Pita Loka menggerutu, terdengar oleh Dasa Laksana yang selesai minum.
"Bencana apa, Ki Guru?" tanya Dasa Laksana.
"Jangan tanya! Kedatanganmu ini mungkin akan dibuntuti mala petaka di kemudian hari. Aku tiba-tiba membenci kamu!" kata Ki Pita Loka, yang ketika dilihatnya Dasa Laksana bengong, lalu membentak: "Ayoh belah kelapa puan itu dengan jarimu, dan makan dagingnya sampai habis!" Bentakan itu memang menggetarkan. Tak terlintas sedikitpun roman kecantikan wajah sang Guru di mata si murid.
"Selesai" Nah, mulai malam ini kamu tidur di sebelah batu tempat aku selalu sembahyang di luarsana itu. Hadapkan matamu ke langit. Dan tunggulah datangnya ilham!"
Sang Murid mematuhi dengan kontan. Dia sigap keluar guha. Dirasanya dalam dirinya sudah tak ada lagi keraguan maupun rasa takut. Langsung dia celentang di permukaan batu yang rata itu.
Langit penuh dengan bintang gemintang. Dasa Laksana menatapinya dengan tak sengaja. Tapi heran, dia kini merasa dirinya seperti biasa saja. Dia heran mengapa dia dapat mengenal kembali kelompok Bintang Tujuh itu. Juga dia melihat. bintang Mars itu, juga dia mengenal bintang venus yang amat terang itu!
Lalu Dasa Laksana mulai memikirkan kembali sejak awalnya dia tersesat dengan Landrovernya. Perasaan dirinya menjadi seorang pemburu bangkit lagi.
Dan tiba-tiba dia bertanya: "Perlunya apa aku patuh terus pada Sang Gur" Aku bukan manusia purba yang senang jadi orang hutan melulu! Bukankah aku melompat dari Koleksi KANG ZUSI
dahan ke dahan tak lebih dari seekor kera?"
Rupanya, tanpa dia ketahui. Sang Guru sudah tegak dengan tangan terlipat, memperhatikan sang murid ... dirinya sendiri!
Begitu melihat kecantikan Ki Pita Loka, hatinya tergiur. Birahinya meronta-ronta.
Dan tiba-tiba ada melintas keinginannya untuk memperkosa gadis ini ...
Sementara itu, di Bukit Runtuh dalam keadaan celentang kelihatan berpakaian putih berlipat tangan di dada, menatapi bintang Bima Sakti, seorang pria yang tak dapat tidur. Namun dia tidak gelisah. Dia seakan-akan sedang mempertanyakan diri: "Untuk maksud apa aku berada di sini" Beberapa hari siang dan malam ilham tak pernah kuterima! Aku bisa gila! Aku sebaiknya ke Kumayan daripada penuh keraguan menemui Pita Loka!"
"Memang pantas Harwati mengutuk saya.. Saya ini gila cinta, mabuk cinta" gerutunya lagi. Namun dia tidak berbicara, bibirnya terkatup, sedang matanya tetap menatap bintang Bima Sakti yang tersusun di langit itu.
"Bukankah kembali ke Kumayan itu lebih baik" Percuma saja membujuk Pita Loka, karena akhimya dia toh tetap akan bertahan sebagai Guru ilmu Sakti di Guha Lebahsana itu !"
Sekonyong dia bagai melompat. Duduk! Dipandangnya alam dini hari sekeliling Bukit Rotan nun sudah jauh disana . Bukit Lebah. yang mirip payung upacara itu, padahal sudah dekat.
Mendadak tekadnya menjadi goyah, dan hatinya bergelora ingin ke Bukit Lebah. Dan menjelang subuh, ketika dia merayap di balik sungai, dia mendengar teriakan-teriakan. Sepertinya dua manusia yang sedang berlatih silat!
Lelaki berbaju putih itu menjadi ragu untuk menyeberangi tebing sungai yang dalam itu. Keraguan ini mendadak saja muncul. Dia merasa tertipu oleh satu ilham yang didapatnya ketika dia akan meninggalkan desa Kumayan. Dia semalam sebelumnya bermimpi, bahwa Pita Loka cuma seorang diri. Jangan-Jangan dia bukan sendirian.
Tapi bedua! Dan jangan-jangan, Pita Loka justru sedang berlatih dengan suaminya !
Tiba-tiba lelaki berkemeja koyak itu teringat dalam alam sadarnya, masa silam di SGA. Dia pernah membaca drama Hamlet karya Shakespeare. Tokoh Hamlet adalah tokoh pangeran Ragu. Dan seorang yang ragu selalu akan berhati dua.
Menjelang matahari terbit, tampak olehnya memang dua orang sedang berlatih. Hebat sekali persilatan mereka! Terutama, agak jelas yang satu lagi! Pastilah Pita Loka.
Rupanya persilatan inilah yang dikenal sampai jadi semacam dongeng di Kumayan.
Mengagumkan. Makin jelas sinar matahari tampil, semakin jelas pula Pita Loka dalam intipannya di balik dedaunan. Kerinduannya pada muridnya kini bergumul dengan kecemburuan.
Kecemburuan inilah yang membuat dadanya sesak"Dia cepat merayapi dinding Koleksi KANG ZUSI
tebing tanpa menyentuh lagi permukaan sungai. Demikian cepatnya gerak merayap itu mirip seekor cicak layaknya! Dan seketika dia muncul di tebing Bukit Lebah, menyaksikan Pita Loka seketika itu bersama pria, dia berteriak tanpa sadar, sekeras gemuruh dari kawasan langit: "Pita Loka! Aku Gumara!"
Ki Pita Loka bangkit berdiri tegap. Matanya menatap tajam pada Gumara. Tangannya dilipat ke dada menambah wibawa.
"Untuk apa Bapak ke sini?" tanya Pita Loka.
Gumara terdiam. Matanya melirik pada pria yang tak dikenalnya itu. Pria itu berpakaian safari pemburu, begitu modern, begitu gagah. Dan tanpa diduga Pita Loka tersenyum melihat dua lelaki yang kelihatan berkobar cemburu. Kedua-duanya tak bisa merahasiakan.
"Kesempatan bagimu, Dasa, belajar pada seorang Guru yang hebat Gumara seorang Guru, Dasa!"
Dasa Laksana tanpa ragu lagi berkata bagai kilat: "Mari aku coba Guru!" dan satu tendangan melingkar membuat Gumara terpelanting ke dahan pohon. Ikat pinggangnya menyangkut. Dan tampaknya lucu sekali dia tergantung di dahan pohon itu. Dasa Laksana ketawa lebar mencemoohnya.
Kejengkelan membuahkan rasa marah. Kemarahan membuat Gumara jadi kalap. Dia cuma berkelit sedikit sehingga dalam sekelebatan tubuhnya jatuh ke tanah yang seketika itu juga dia menguakkan lompatan tujuh kali untuk kemudian melakukan satu tendangan buas. Tendangan itu tepat membuat telapak kakinya menggedor dada Dasa Laksana.
Melihat darah mancur dari mulutnya, Dasa Laksana bukannya takut tapi dia pun kalap. Ki Pita Loka cuma menonton mirip wasit. Dia hanya bergerak sedikit untuk memungut segumpal darah Dasa lalu melemparkan darah itu ke udara. Dasa bertambah kuat kembali, sehingga ketika satu tendangan lingkar Gumara mau menyabet tubuhnya, dia sergap perut Gumara dengan kedua tanganya dan dia sendiri ikut dalam lingkaran tubuh Gumara yang berputar bagai gasing sebab tendangannya kosong. Keduanya jatuh bergulingan. Dan ketika Gumara sudah berada di tepi tebing, melihat hal itu membuat Pita Loka berteriak:
"Gumara... !" Dasa Laksana yang menoleh pada suara yang dia dengar. Kesempatan itu membuat Gumara memanfaatkan tendangan tumit kakinya yang menggedor leher Dasa Laksana yang berteriak nyeri. Namun, jika dia tak berteriak ... dia pasti sudah mati. Teriaknya mengendorkan urat pernafasan lehernya, sahingga dalam keadaan wajahnya berlumuran darah dia langsung melakukan lompatan dari dahan ke dahan sembari kakinya silih berganti menghajar dada maupun punggung Gumara. Gumara tersungkur. Dasa Laksana melompat dari dahan dan dua kakinya sengaja diinjakkannya ke pinggang Gumara supaya tulangnya remuk.
Koleksi KANG ZUSI Gumara tiba-tiba ingin mengeluarkan ilmu harimaunya. Namun keraguan untuk menyembunyikan ilmunya dari kesaksian Pita Loka itulah yang membuat dia ditampar oleh telapak kaki kiri kanan Dasa Laksana yang bergelayutan lincah di dahan pohon.
Tampaknya Gumara tak berdaya hanya karena dia ragu untuk mengeluarkan ilmunya.
Kesabarannya untuk tidak mengeluarkan ilmunya yang aseli memang luar biasa! Ki Pita Loka tahu akan hal ini. Dia menaruh hormat pada Gumara yang sedang kenyang disiksa Dasa Laksana. Karena sikap sabar begini hanya dimiliki Guru-Guru Besar.
Melihat Dasa Laksana keliwat bernafsu menghajar Gumara itu. Ki Pita Loka memperingatkan: "Berhentilah berkelahi!
Percuma saja! Kalian berdua toh tidak akan mendapatkan apa yang kalian rebutkan!"
Serentak Dasa Laksana menghentikan siksaannya menyepak kepala Gumara dan Gumara membenamkan nafas tunggal ke jantung, lalu mengisi tenaga dalamnya sebelum dia berdiri tegak.
Siksaan sudah berhamburan dia terima. Namun melihat sosoknya yang berdiri dengan nafas teratur, menyebabkan semangat liar di hati Dasa. Dia terjang tubuh yang tegak berdiri itu dengan satu tendangan mencuat yang membuat Gumara terlempar jauh.


Misteri Tirai Setanggi Tujuh Manusia Harimau (4) Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua pohon langsat roboh akibat tendangan Dasa yang membuat tubuh Gumara membentur pohon-pohon itu.
Ki Pita Loka menjadi jengkel.... Dia melakukan tiga lompatan lewat dahan dan pada lompatan keempat sekaligus dua kakinya mengepit lengan Dasa, nadinya terhenti sesaat yang membuat lelaki gagah itu pun pingsan,,, Kepingsanan ini memang dikehendaki Pita Loka.
"Bukan perkelahian kalian berdua yang berjam-jam itu yang saya kagumi, Pak Guru". ujar Pita Loka. Lalu dia teruskan ucapannya: "Pak Guru mungkin berkelahi dengan penuh kesadaran. Tapi si Dasa tidak. Saya sudah sembahyang subuh, sembahyang lohor dan asyar. Kalian tetap saja adu tenaga. Tapi saya rasa Pak Guru cuma memainkan jurus-Jurus bunga saja. Tujuan anda ke sini mungkin ingin mengetahui rahasia ilmu stanggi saya".
"Tidak", ujar Gumara.
"Ah, saudara tirimu ke sini, belajar dari saya, dan saya memberikannya dengan tulus.
Tapi jika ilmuku sepuluh jari. Dia baru mendapatkan satu kelingkingku!" Pita Loka dengan sadar memancing kemarahan Gumara.
"Saya ke sini?", kalimatnya terhenti, karena Dasa Laksana yang mendadak siuman itu sudah bangkit dan seketika itu juga melompat bagai kesetanan dengan dua kaki menyergap tengkuk Gumara. Gumara membiarkan kaki itu mengepit. Tapi gumpalan tinjunya seketika menghajar tulang tumit Dasa Laksana, sehingga Dasa Laksana menjerit. Dia melangkah terpincang-pincang. Ki Pita Loka kali ini geram dan malu.
Dengan prihatin dia hampiri sang murid yang pincang itu. Jempol jarinya dia usap pada langit-langit mulutnya, kemudian jempol itu membarut tumit Dasa Laksana.
Tumit yang hancur itu mendadak utuh kembali, dan Dasa Laksana mendengar suara Sang Guru: "Usir dia dari kawasan ini!"
Koleksi KANG ZUSI Maghrib terlewatkan sehingga Ki Pita Loka tak sempat melaksanakan ibadat sembahyangnya. Ini karena dia berkonsentrasi melakukan perlindungan atas muridnya. Dia berdiri tegak meniupkan gelombang pernafasannya ke arah tubuh muridnya agar kekuatannya masuk ke tubuh Dasa Laksana.
Gumara mengetahui bahwa Ki Pila Loka telah "mengisi" muridnya dengan gelombang tingkat tinggi. Ketika ia terlempar dalam jarak sepuluh meter menggelinding ke bagian bukit yang rendah, ia tetap pada keputusan tidak mengeluarkan ilmu intinya. Namun otak matematika dan fisika bekerja seketika. Satu kekuatan bergelombang tinggi. Bisa memisakahkannya. Hal itu harus dilawan dengan kekuatan gelombang terendah. Ia segera mengosongkan tubuhnya, seperti seorang yang keluar darigaya berat bumi. Ia melayani pukulan-pukulan Dasa Laksana yang dahsyat bukan dengan gerak maju, tapi seluruhnya menyediakan diri dengan gerak-balik. Satu tinju menghantam perutnya. Gumara menekuk perutnya ke belakang sehingga tinju itu hanya mengenai permukaan kulit perut. Gumara sempat melirik beberapa detik ketika ia mundur dihantam. Melirik pada Ki Pita Loka yang begitu bersemangat "mengisi" muridnya dengan tiupan-tiupan gelombang. Daun-daun dari ranting pohon mengikuti arah angin gelombang ketika Ki Pita Loka meniupkan isiannya ke setiap langkah Dasa Laksana.
Dalam kelebatan perkelahian yang menuju waktu fajar menyingsing ini, Gumara sempat terjebak oleh emosi. Dia berniat untuk sekali waktu nanti, kembali ke Guha Lebah. Untuk mengambil ilmu inti yang penuh misteri ini. Ilmu inti tirai stanggi.
Sebab sekeliling kawasan perkelahian dia rasakan sudah diliputi bau stanggi, bahkan bau belerang.
Ia yakin, ilmu yang dimiliki Ki Pita Loka berasal dari inti lahar, magma dalam bumi,yang mungkin ada salurannya ke Guha Lebah. Waktu itu kesempatan berfikir ada padanya, karena tendangan Dasa Laksana yang menjurus ke kepalanya ia elakkan.
Sehingga kaki Dasa Laksana kejeblos masuk ke dinding satu bukit kecil curam, hingga ke dengkul. Ki Pita Loka berlompatan dari dahan ke dahan menuju Dasa Laksana. Lalu mengeluarkan kaki muridnya yang kejeblos itu. Segera sang Guru mengobati muridnya dengan lendir langit-langit mulutnya. Gumara sebetulnya ada kesempatan untuk menghantam urat kematian pada leher belakang Ki Pita Loka saat itu. Tapi tidak! Dia tak mau main silat secara sekelit. Dia ingin tahu, dengan keasyikan yang belum pernah ada padanya seperti sekarang Ini: mencoba gelombang terendah, ibarat satu roket kecil, yang terbang amat rendah hingga berada di bawah radius radar, Dasa Laksana dengan teriakan nyaring melompat ke udara, terjun ke bumi dan membal beberapa kali untuk kemudian melakukan sapuan tendangan yang menabrak Gumara secara spiral. Gumara menekuk diri sehingga semua gelombang rendah terkumpul dalam dadanya. Hal ini membuat hantaman kaki kanan Dasa Laksana ibarat menghantam ban mobil. Dia membal terjungkir ke belakang. Dengan gerak spiral terbalik.
Kepalanya menabrak pohon. Gumara tahu, murid setia Ki Pita Loka sudah pingsan seketika itu juga. Bayangkan! Benturan itu sempat mematahkan pohon!
Gumara bersikap amat tenang menghadapi Ki Pita Loka! Guru berhadapan dengan Koleksi KANG ZUSI
Guru. Matahari yang mulai bersinar, kebetulan menimpa muka Pita Loka, sehingga jelas bahwa Pita Loka amat marah, dia dengar Pita Loka membentaknya: "Pergi kau dari sini! Aku tidak membutuhkan kamu!"
Itu bagi Gumara satu penghinaan. Dia bukan ingin pergi, tapi ingin melanjutkan perkelahian, jika perlu dengan Guru terhormat dan terkenal ini.
"Jika muridmu sudah pingsan, Ki Pita Loka, itu berarti dia harus diganti..... Tuan tentu maklum, Guru yang kuhormati" kata Gumara.
"Aku" Aku tak layak untuk berhadapan dengan anda", ujar Ki Pita Loka dengan nada angkuh. "Sekalipun kau bersama saudara tirimu Ki Harwati, Ki Rotan dan lain-lain itu, semuanya masih sebesar kelingkingku!"
Dasa Laksana barusan sadar dari pingsannya. Dia berada di sebelah timur. Dilihatnya Ki Pita Loka berdiri berhadapan dengan Gumara. Sang Guru, berada di sebelah barat Sehingga sorot matahari seakan-akan mau memperlihatkan kecantikan sang Guru secara sempurna. Birahi sang murid bangkit, disertai cemburu besar. Gumara harus dimatikan! Dia telah didorong oleh keinginan mendapatkan ilmu Gurunya secara sempurna dengan bersatu tubuh sehabis perkelahian memusnahkan Gumara. Tekad itulah yang membuat Dasa Laksana sepenuh tenaga muncul di antara berdirinya Pita Loka dan Gumara. Ia langsung berhadapan dengan Gumara. Dia menjadi jengkel ketika Ki Pita Loka berkata: "Ayohlah! Bertempur melawan muridku! Dia muridku, bukan suamiku, bukan pula kekasihku! Ayoh lawan dia!".
"Kau tak suci lagi", tuduh Gumara.
"Tak suci" Jika kunodai hatiku dengan godaan iblis, maka tirai stanggi akan runtuh menjadi sumur. Itu harap anda ketahui, Guru! Dan aku tidak ingin melepaskan ilmu yang aku dapatkan secara ghaib dalam keadaan hati merasa karena sikap ragu engkau, Guru".
Jika demikian fikir Gumara seketika itu, tentulah dia mencintai saya! Dia lari ke pengasingan ini karera harga diri! Dia musuhi aku karena harga diri. Lalu, Gumara memutuskan menyerah kalah.
"Gumara bukan bertekuk lutut atau kalah. Gumara juga bukan patah semangat.
Sekiranya saja dia mau menampilkan kemampuan ilmunya yang dia warisi dari ayahnya sebagai tambahan pelengkap, itu saja sudah cukup untuk melawan semua Jurus yang sudah ditampilkan Dasa Laksana tadi.
Tidak, fikir Gumara. Aku mesti bersaing secara sehat. Betapapun jengkelnya aku dengan ucapan Ki Pita Loka, setidaknya aku hormat pada pendiriannya. Dia masih suci. Lidah Pita Loka dapat dipercaya. Sebab setahu dia tak ada di dunia ini gadis dengan lidah yang ada bulunya. Lidah demikian mengandung pertanda kelebihan dari semua lidah berjuta-juta manusia normal.
"Selamat atas kemenangan anda", kata Gumara pada Dasa Laksana. Dia mengulurkan tangannya, lalu dia mengaduh-aduh karena dipencet oleh Dasa. Dan setelah mengerang kesakitan. Dasa lebih bersemangat untuk membuktikan kejantanannya di depan Pita Loka ... diangkatnya secepat kilat lalu dibantingnya Guru Gumara.
Koleksi KANG ZUSI Terbanting begitu, Gumara menjerit kesakitan.
"Sudah, tuan. Saya sudah mengaku kalah. Setidaknya dalam persaingan cinta dalam memperebutkan gadis sakti semacam Ki Pita Loka yang terhormat ini. Semoga kalian berdua dapat menikah secara konkrit dan berbahagia", dan ucapannya yang merendah itu membanggakan hati Dasa Laksana, sebaliknya menyakitkan hati Pita Loka.
Gumara membetulkan bekas-bekas tanah yang menempel di baju dan bagian tubuhnya karena bantingan terakhir Dasa tadi. Lalu dia melangkah. Tapi Pita Loka bergegas mengejar dan berseru: "Tunggu Guru Gumara!"
Gumara, tanpa menoleh tapi menghentikan langkah, bertanya memunggung: "Apalagi yang kau akan katakan, Ki Pita?"
"Anda mau ke mana?"
"Mau ke mana tanya Ki Guru terhormat?"
"Ya". "Aku akan ke desaku Kumayan. Kembali ke masyarakat manusia biasa. Aku toh bukan manusia sakti seperti anda yang mulia dan Ki Dasa Laksana yang terhormat".
"Tapi betapapun, maafkan saya", kata Ki Pita Loka.
"Kecuali andaikata jiwa saya bergetar kembali, tentu langkah sayapun akan tertuntun mengikuti getaran itu", ujar Gumara.
"Getaran apa itu?"" bentak Dasa Laksana.
"Anda pria. Saya pria. Kita sama-sama maklum".
Gumara melangkah lagi. Dasa bersemangat dan berteriak mengancam: "Nanti dulu, Bung! Tunggu!"
Langkah Gumara henti seketika. Tapi sebagaimana dia bicara dengan Ki Pita Loka tadi, kali ini pun memunggungi: "Tuan sudah menang, perlu apa lagi?"
"Kurasa kamu bermaksud kembali lagi untuk membalas dendam". kata Dasa.
"Ah.." . "Katakan kalau kau jantan, Gumara?" teriak Dasa.
"Soal mengatakan atau tidak mengatakan itu hak saya. Tiap pribadi punya hak mutlak untuk berkata ya atau tidak. Dan tuan tidak perlu memaksa saya !" Gumara cepat melangkah menuruni Bukit Lebah itu.
Koleksi KANG ZUSI "Bangsat!" geram Dasa Laksana meninju kepal tinjunya ke telapak tangan. Akhirnya ditinjunya pohon langsat di sampingnya sehingga hancur dan roboh.
Setelah melihat Gumara jauh dan jauh terus menuruni tebing menjadi bintik noktah disana , Ki Pita Loka memejamkan mata. Satu perasaan retak di hati terasa pedih.
Ketika matanya yang terpejam tadi dia buka, lalu dia menoleh ke samping, dia melihat Dasa Laksana duduk di batu besar dengan kepal tinju menupang dagu.
Kedua insan itu saling bertatapan mata.
"Kurasa setelah Guru Gumara pergi, anda pun pergi", kata Pita Loka. Dasa Laksana terdongak kaget. Dari duduk dia berdiri. Dan berdiri dia melangkah menghampiri Pita Loka. Dari melangkah dia berhenti. Dan dari berhenti itu dia lantas berkata: "Ki Pita, guruku. Apa maksud anda supaya saya pergi" Bukankah itu berarti saya harus meninggalkanmu?"
Pedang Pembunuh Naga 12 Giring Giring Perak Karya Makmur Hendrik Harpa Iblis Jari Sakti 16

Cari Blog Ini