Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 7
silat Im-yang-kun ini memang hebat, akan tetapi kalau dimainkan oleh dua orang, lebih ampuh lagi.
Gak-lokai yang tidak tahu akan ban-tuan yang dilakukan diam-diam oleh Su-ling Emas kepada Ciam-lokai, menjadi marah sekali. "Saudaraku Ciam, mari kita hajar dua orang tosu kerbau ini!"
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara halus Suling Emas. "Tahan dulu Gak-lokai dan Ciam-lokai, kalian mundurlah. Aku hendak bicara dengan mereka."
Karena ketua mereka yang memberi perintah, biarpun ogah-ogahan, kedua orang kakek pengemis itu lalu mundur. Suling Emas lalu melangkah maju dengan langkah perlahan dan tenang, menghadapi dua orang tosu yang sudah siap-siap un-tuk mengadu nyawa. Biarpun ia menyamar sebagai ketua kai-pang namun Suling Emas tak dapat menyembunyikan sikap-nya yang halus dan sopan terhadap go-longan pendeta. Maka ia segera menjura dengan hormat dan berkata.
"Ji-wi Toyu, sudah lama sekali saya mendengar tentang Im-yang-kauw sebagai sebuah perkumpulan agama yang besar di perbatasan barat, bahkan pernah saya mendapat
kehormatan beramah-tamah dengan Kauwcu (Ketua Agama) Sin-hong Locianpwe. Menurut pendapat saya, jalan hidup yang ditempuh golongan Ji-wi (Tuan Berdua) dan golongan kaipang tidaklah banyak bedanya. Namun, dalam urusan partai masing-masing, tidak
sela-yaknya kalau kedua pihak saling mencam-puri. Harap Ji-wi sudi mendengar alasan-ku ini dan persilakan Ji-wi menghentikan semua kesalahpahaman ini."
Dua orang tosu itu saling pandang, kemudian Bu Liang Cu yang beralis putih segera berkata, lagaknya angkuh, "Yu Kang Tianglo, bagaimana pinto berdua dapat bicara dengan orang yang hanya mengaku bernama Yu Kang Tianglo akan tetapi yang menutupi mukanya?"
Suling Emas menarik napas panjang. "Sesungguhnya saya sudah mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari dunia ramai. Akan tetapi mendengar betapa kai-pang-kai-pang dicemarkan oleh penyelundup-penyelundup sesat, terpaksa saya turun tangan. Hanya karena kepentingan kai-pang saya turun tangan, bukan kepentingan pribadi, maka apa perlunya saya memperkenalkan muka" Harap Ji-wi Toyu suka memandang perkenalan saya dengan Sin-hong Locianpwe Kauwcu dari Im-yang-kauw dan menghabiskan permusuhan yang tiada
sebabnya ini." Tiba-tiba kedua orang tosu itu ter-tawa mengejek dan kini Bu Keng Cu yang berkata dengan suara nyaring, agaknya dengan maksud agar didengar oleh semua pengemis yang hadir di situ.
"Ha-ha! Perkenalanmu dengan Sin-hong Locianpwe tak perlu kausombong-kan! Kakek itu sudah tewas karena kesalahan terhadap Locianpwe Bu-tek Siu-lam! Kini Locianpwe Bu-tek Siu-lam yang memimpin kami, bahkan beliau pula yang akan memimpin semua kai-pang di dunia. Engkau ini berani lancang tangan mem-bunuh lima orang pimpinan Khong-sim Kaipang dan mengangkat diri sendiri menjadi bengcu di sini tanpa perkenan Locianpwe Bu-tek Siu-lam. Sungguh tak tahu diri!"
Suling Emas adalah orang yang sudah matang jiwanya. Kesabarannya sudah sam-pai pada dasar batinnya, maka ia pun tidak marah mendengar ucapan yang sombong ini. Namun, ia terkejut juga mendengar bahwa Ketua Im-yang-kauw yang memang pernah dikenalnya itu tewas di tangan Bu-tek Siu-lam. Ia tahu bahwa Ketua Im--yang-kauw itu seorang pendeta yang suci, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau Ketua Im-yang-kauw itu sampai terbunuh oleh Bu-tek Siu-lam, terbuktilah berita bahwa Bu-tek Siu-lam memiliki kepandaian yang hebat. Jelas bahwa to-koh ini merupakan ancaman di dunia.
"Hemm, Ji-wi Toyu tak dapat mene-rima kata-kata halus. Masa bodoh dan terserahlah, karena saya sebagai orang Khong-sim Kai-pang, tetap hendak mem-pertahankan kai-pang dari tangan-tangan jahat, juga menghukum mereka yang menyeleweng daripada peraturan kaipang."
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 152
"Bagus. Tadi dengan Coam-im-kang (Tenaga Mengirim Suara) kau telah mem-bantu kakek jembel dan mengalahkan Suteku secara curang. Sekarang lawanlah kami berdua secara berterang. Hendak kami lihat apakah kau pantas menjadi Ketua Khong-sim Kai-pang."
Dengan sikap tenang Suling Emas menjawab. "Ji-wi Toyu, silakan maju. Saya siap menerima pengajaran!" Suling Emas maklum bahwa dua orang tosu ini pun merupakan penyeleweng-penyeleweng daripada agama mereka maka ia meng-anggap perlu memberi hajaran kepada mereka, selain demi kebaikan mereka sendiri, juga agar menundukkan sikap para pengemis yang hendak menyeleweng mengandalkan pengaruh luar. Pernah ia bertemu dengan Ketua Im-yang-kauw yang berjuluk Sin-hong (Angin Sakti), dan mereka telah bertukar pendapat tentang ilmu silat. Ketua Im-yang-kauw itu me-rasa tunduk akan pengertian Suling Emas, bahkan berterima kasih sekali karena mendapat petunjuk-petunjuk berharga, maka sebagai balas kebaikan, ketua itu telah memberikan dasar-dasar Im-yang-kun dan minta supaya ditunjuk kesalahan-kesalahannya. Karena ini maka tentu Suling Emas sudah mengenal baik dasar gerakan Im-yang-kun sehingga tadi ia dapat memberi petunjuk kepada Ciam-lokai untuk mengatasi lawan.
Dua orang tosu itu, apalagi Bu Liang Cu, maklum bahwa ketua kai-pang ini amat lihai.
Seorang yang sudah dapat menguasai Ilmu Coam-im-kang, yaitu mengirim suara dari jarak jauh dengan kekuatan khikang, adalah seorang yang sudah memiliki tenaga sakti yang hebat.
Akan tetapi karena mereka berdua yakin akan kedahsyatan Im-yang-kun yang di-mainkan oleh mereka berdua maka me-reka tidak menjadi gentar dan ingin menebus kekalahan yang tadi.
Dari kiri dan kanan, dua orang tosu itu lalu menyerang. Bu Liang Cu meng-gunakan Im-kang (Tenaga Lemas) me-nyerang dari kiri, mengarah lambung dengan pukulan yang amat
perlahan dan lambat, sebaliknya dari kanan Bu Keng Cu sudah menerjang dengan cepat dan kuat sekali, mempergunakan Yang-kang (Tenaga Kasar). Kehebatan Im-yang-kun ini adalah perubahan dua macam tenaga yang berlawanan. Dua orang tosu itu dapat sewaktu-waktu merobah tenaga mereka sehingga lawan yang dikeroyok dua akan menjadi bingung
menghadapi penyerangan-penyerangan tenaga yang berlawanan dan berubah selalu itu.
Suling Emas maklum akan hal ini, akan tetapi tentu saja ia sama sekali tidak bingung karenanya. Apalagi baru dua orang tosu itu, biar ketuanya sendiri belum mampu menandingi ilmu-ilmunya. Begitu melihat datangnya serangan dua orang tosu yang berlawanan tenaganya dan dilakukan se-cara berbareng ini, Suling Emas sama sekali tidak mengelak maupun menangkis. Pukulan dari kiri ke arah lambung dan dari kanan menuju leher itu diterimanya sambil mengerahkan Iweekang, kedua tangannya bergerak dan mulutnya berseru, "Pergilah!"
"Desss...., plakkk....! Wuuuuttt....!"
Dua pukulan itu tepat mengenai lam-bung kiri dan leher kanan Suling Emas, akan tetapi tubuh pendekar sakti itu bergoyang sedikit pun tidak, sebaliknya kedua tangannya sudah menerkam baju kedua lawan bagian dada dan sekali ia menggerakkan kedua lengan, tubuh dua orang tosu itu terlempar jauh ke bawah panggung!
Kedua tosu itu kaget setengah mam-pus. Akan tetapi mereka bersyukur sekali bahwa lawan yang sakti itu masih me-naruh kasihan kepada mereka sehingga mereka terbanting ke atas tanah dalam keadaan berdiri sehingga hanya terhuyung-huyung saja. Kalau terbanting dengan kepala atau badan lebih dahulu, setidak-nya mereka tentu akan babak-belur! Tahulah mereka bahwa "Yu Kang Tianglo" itu benar-benar amat lihai, maka tanpa banyak cakap lagi mereka berdua lalu ngeloyor pergi secepatnya.
Semua pengemis yang setia bersorak. Sebaliknya mereka yang menyeleweng menjadi pucat dan berlutut ketakutan. Akan tetapi Suling Emas mengampuni mereka, hanya menyuruh mereka itu me-ngaku terus terang akan penyelewengan mereka, mengembalikan semua
rampasan kepada yang berhak. Gak-lokai dan Ciam-lokai membantu Suling Emas me-neliti Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 153
semua bekas penyeleweng, menurunkan kedudukan dan bahkan membagi--bagi hukuman
yang ringan namun cukup meyakinkan hati mereka.
Atas permohonan Gak-lokai dan Ciam--lokai, Suling Emas tinggal di kuil itu sampai beberapa lama untuk menjaga kalau-kalau golongan sesat datang lagi mengacau.
"Harap Pangcu menaruh kasihan ke-pada kami semua," demikian kata Gak-lokai. "Kekalahan pihak sesat yang tadi-nya menguasai Khong-sim Kai-pang, tentu takkan diterima begitu saja oleh kawan-kawan mereka. Di samping itu, juga kemenangan dan kembalinya Pangcu di sini akan membangkitkan semangat bagi para anggauta kai-pang yang lain. Biarlah kesempatan ini kita pergunakan untuk mengundang, kai-pang-kai-pang lain sehingga terdapat kesatuan yang kuat untuk menghadapi gangguan kaum sesat. Setelah Pangcu memimpin pertemuan itu dan keadaan kita benar-benar kuat, baru-lah Pangcu dapat meninggalkan kami."
Suling Emas merasa kasihan dan me-nyatakan kesanggupannya. Semua penge-mis menjadi gembira sekali dan undangan lalu dikirim. Bendera Khong-sim Kai--pang kini berkibar megah di atas kuil. Di waktu senggang, Suling Emas menurunkan beberapa ilmu pukulan untuk menyem-purnakan kepandaian Gak-lokai dan Ciam--lokai yang ia harapkan akan memimpin Khong-sim Kai-pang kalau ia meninggal-kan kai-pang itu. Dua orang kakek itu menjadi girang sekali dan karena mereka itu memang dua orang ahli yang sudah tahu akan dasar-dasar ilmu silat tinggi, maka dalam beberapa hari saja mereka dapat menguasai rahasia ilmu pukulan yang diajarkan Suling Emas.
Beberapa hari kemudian, hari yang ditentukan untuk pertemuan para kai-pang telah tiba.
Semenjak pagi, kuil yang menjadi pusat Khong-sim Kai-pang di-kunjungi banyak sekali rombongan pe-ngemis yang dipimpin ketua masing-ma-sing. Mereka ini datang dari segala pen-juru, merupakan kai-pang-kai-pang yang membawa bendera perkumpulan masing-masing. Ban-hwa Kai-pang dari Sin-yang, Hwa-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Kembang), Ang-tung Kai-pang (Tong-kat Merah) dan masih banyak lagi kai-pang lain yang hadir. Diantaranya malah tampak wakil-wakil dari Hek-coa Kai--pang dan Hek-peng Kaipang yang tam-pak mencolok dengan pakaian mereka yang bersih dan mentereng!
Tentu saja Suling Emas yang berpan-dangan tajam itu dapat menduga kai-pang mana yang menyeleweng dari pada jalan benar, namun sebagai seorang yang bijaksana, ia
memerintahkan Gak-lokai dan Ciam-lokai untuk menerima semua kai-pang itu dengan
penghormatan yang sama. Semua bendera kai-pang yang menjadi tamu dipasang di sekeliling panggung di mana berkibar bendera Khong-sim Kai-pang, dan para wakil pim-pinan kaipang-kai-pang itu dipersilakan duduk di sebelah kanan panggung, menduduki kursi-kursi yang berhadapan de-ngan kursi ketua yang diduduki oleh Su-ling Emas sendiri. Semua anak buah partai-partai ,pengemis itu duduk menge-lilingi panggung, ada yang duduk ada yang berjongkok, ada yang berdiri.
Pada saat itu, di sebelah luar kum-pulan pengemis yang mengelilingi pang-gung itu, terdapat seorang pengemis muda yang tampan dan seorang gadis cantik. Mereka ini bukan lain adalah Yu Siang Ki dan Kwi Lan! Wajah Siang Ki agak pucat dan sepasang matanya terbelalak penuh ketegangan. Ia sama sekali tidak peduli ketika beberapa orang pe-ngemis yang duduknya paling belakang memandang kepadanya dengan sinar mata penuh kemarahan.
Mereka itu adalah pengemis-pengemis baju butut yang tentu saja menjadi marah melihat Siang Ki yang berpakaian bersih, mengira bahwa pengemis muda ini tentulah golongan para pengemis aliran baru, yaitu penge-mis-pengemis baju bersih yang dipimpin kaum sesat.
Hati Yu Siang Ki terlampau tegang untuk memperhatikan sikap mereka itu. Ia memandang ke atas panggung, sinar matanya berkilat-kilat ketika ia melihat seorang kakek pengemis bertopi lebar dengan muka ditutup saputangan duduk di atas kursi ketua Khong-sim Kai-pang.
"Siang Ki, kenapa kau tidak maju dan terjang badut tua itu?" tanya Kwi Lan ketika menyaksikan sikap pemuda teman barunya ini.
Yu Siang Ki menggeleng kepala, lalu menjawab sambil menggerakkan tangan kiri menunjuk Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 154
ke arah Suling Emas. "Tidak boleh aku berlaku lancang, Kwi Lan. Memang ketika mendengar dari pengemis-pengemis di sepanjang jalan bahwa ada orang yang mengaku sebagai Ayahku datang merampas kedudukan Ketua Khong-sim Kai-pang, aku menjadi marah sekali dan berniat untuk membuka kedoknya dan menyerangnya. Akan tetapi setelah tiba di sini, aku menjadi ragu--ragu. Demi menjaga nama baik Khong-sim Kai-pang, aku harus bersabar.
Me-nurut cerita mereka itu, orang yang mengaku sebagai Ayahku amat aneh dan tinggi ilmunya, bahkan telah membunuh oknum-oknum jahat yang memegang pim-pinan Khong-sim Kai-pang, bahkan menghukum para anggauta yang menyeleweng, juga ia dibantu oleh Gak-lokai dan Ciam-lokai, dua tokoh Khong-sim Kai-pang yang dulu menjadi sahabat baik dan pembantu Kakek Yu Jin Tianglo. Aku harus menyaksikan dulu sepak terjangnya, siapa tahu dia itu seorang tokoh pengemis yang berusaha menyelamatkan Khong-sim Kai-pang dari tangan oknum--oknum jahat dengan menggunakan nama Ayah untuk mencari wibawa."
Kwi Lan mengangguk-angguk. Ia heran mengapa pemuda ini berpikir sedalam itu padahal kalau menurut dia, orang yang memalsukan Yu Kang Tianglo yang sudah meninggal, wajib dikutuk dan dihajar! Coba seandainya yang menghadapi urusan itu dia sendiri, atau orang-orang seperti Tang Hauw Lam si Berandal atau Siang-koan Li tentu takkan menunggu-nunggu dan melihat gelagat. Memang pengemis muda ini lain lagi sifatnya, hati-hati dan berpandangan luas. Betapapun juga ka-rena yang dipalsukan namanya adalah ayah pemuda ini, bukan ayahnya, maka ia pun tinggal diam saja menanti perkembangannya lebih lanjut.
"Orang sesabar dan selemah engkau baru sekali ini kujumpai!" omelnya sambil memandang wajah yang terlalu tampan untuk menjadi wajah seorang pengemis itu.
Yu Siang Ki juga memandang. Pan-dang mata mereka bentrok, bertaut se-jenak dan pemuda itu tersenyum.
"Sebelum tahu betul apa kehendak orang itu memalsukan nama Ayah, bagai-mana aku dapat bertindak" Ayah sendiri memesan agar aku berusaha membela dan membersihkan Khong-sim Kai-pang. Kalau orang aneh yang memalsukan nama Ayah itu bermaksud baik dan membela Khong-sim Kai-pang, andaikata Ayah sendiri masih hidup dan berada di sini, tentu beliau juga tidak akan mengha-langinya."
Kwi Lan tidak berkata apa-apa lagi dan ia hanya menurut ketika pemuda itu mengajaknya memilih tempat di belakang akan tetapi dari mana mereka dapat memandang, ke atas panggung cukup jelas. Mereka berdua duduk dan menon-ton dengan penuh perhatian.
Makin lama makin banyaklah penge-mis yang datang memenuhi pekarangan depan kuil yang menjadi markas Khong-sim Kai-pang itu. Kemudian tampak Gak-lokai dan Ciam-lokai
melangkah maju, memberi hormat kepada Suling Emas, kemudian mereka berdua menjura ke arah belasan orang yang duduk di kursi kehormatan yaitu para pimpinan kai-pang-kai-pang lain yang menjadi tamu. Sebagai wakil Khong-sim Kai-pang yang menjadi tuan rumah, Gak-lokai lalu berkata suara-nya lantang dan jelas.
"Saudara sekalian yang kami undang telah sudi datang memenuhi undangan, hal ini amat menggembirakan karena jelas ternyata bahwa persatuan diantara kai-pang masih erat. Kami mengundang Saudara sekalian untuk mempererat per-satuan ini dan hendak memperkenalkan Saudara tua kami yang telah puluhan tahun mengasingkan diri dan kini ber-kenan kembali untuk memimpin kita sekalian, yaitu Yu Kang Tianglo, Pangcu (Ketua) Khong-sim Kaipang!"
Tepuk sorak menyambut ucapan ini dan Suling Emas segera bangkit dari tempat duduknya, berdiri dan menjura ke sekeliling panggung. Melihat tubuh Suling Emas yang tinggi besar dan tegap, se-pasang mata di bawah topi lebar yang tajam berkilat, muka yang bagian bawahnya ditutupi saputangan, semua pengemis memandang dengan bermacam-macam perasaan. Ada yang heran, ada yang kagum, penuh harapan, curiga dan seba-gainya. Puluhan tahun yang lalu, Yu Kang Tianglo muncul untuk membunuh It-gan Kai-ong kemudian melenyapkan diri Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 155
kembali. Tak seorang pun di antara para pengemis yang belum mendengar namanya, namun tidak ada yang pernah melihat mukanya. Kini tokoh besar itu muncul lagi dengan muka tertutup se-hingga bermacam dugaan yang aneh-aneh timbul. Ketika Suling Emas berdiri, ke-adaan menjadi sunyi dan semua orang menanti dengan hati berdebar untuk mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh Yu Kang Tianglo, tokoh pengemis yang tak pernah dijumpai orang namun namanya amat terkenal itu.
Dua pasang mata memandang ke arah Suling Emas dengan penuh perhatian dan juga dengan terheran-heran betapa be-raninya memalsukan nama orang yang sudah meninggal dunia. Kwi Lan terheran bercampur marah sedangkan Yu Siang Ki terheran dan ingin sekali tahu siapa orang itu dan apa kehendaknya.
"Saudara-saudara para pimpinan dan anggauta kai-pang!" Suara Suling Emas lantang dan nyaring, akan tetapi halus. "Maafkan bahwa saya menutupi muka, karena memang
sesungguhnya bukan mak-sud saya mencari ketenaran diri dengan hadir saya di sini. Sudah semenjak dahulu saya selalu berusaha menyembunyikan diri dan menjauhkan diri dari pada urus-an dunia. Akan tetapi, dua kali saya ter-paksa menampilkan diri, pertama kali dahulu di waktu It-gan Kai-ong mengo-torkan dunia pengemis dengan kejahatan-nya. Sekarang, mendengar betapa dunia pengemis kembali diselundupi kaum sesat, mau tidak mau saya terpaksa menampil-kan diri untuk menegakkan kembali kebenaran dan kebersihan di dunia penge-mis. Terutama sekali Khong-sim Kai--pang yang semenjak mendiang Ayah saya
dahulu merupakan kai-pang yang bersih dan gagah ternyata telah diselundupi oknum-oknum jahat yang mengangkat diri sendiri menjadi pimpinan dan menyelewengkan kai-pang ke jalan sesat. Terpaksa saya turun tangan membasmi mereka. Karena itu, dalam kesempatan ini saya peringatkan kepada saudara-saudara pim-pinan kai-pang lain agar berhati-hati dan bersatu padu untuk menghalau kaum sesat yang hendak mencari tempat dan me-nguasai kai-pang."
"Bagus, bagus."
"Akur....! Akur....!"
Para pengemis bertepuk sorak. Yu Siang Ki mengangguk-angguk dan hatinya lega. Kiranya benar seperti dugaannya. Orang aneh ini sengaja memalsukan nama mendiang ayahnya dengan maksud baik, yaitu hendak mengandalkan nama ayah-nya untuk mempengaruhi kaipang dan mengajak mereka melawan kaum sesat. Ia menoleh ke arah Kwi Lan yang juga memandang ke atas panggung dengan mata terbelalak. Pada saat itu, Kwi Lan menyentuh tangannya.
"Siang Ki, lihat....!"
Yu Siang Ki cepat menengok dan ma-tanya tajam masih sempat melihat sinar hitam melayang ke arah leher dan lam-bung orang aneh yang memalsukan nama ayahnya itu. Jelas bahwa sinar itu adalah senjata rahasia yang halus sekali, yaitu jarum-jarum rahasia!
"Celaka!" bisiknya khawatir. Akan tetapi ia dan Kwi Lan memandang de-ngan melongo ketika Suling Emas dengan tenang menerima jarum-jarum itu dengan leher dan lambung, kemudian tangan ki-rinya seperti mengusir lalat di leher dan lambungnya dan sekali tangannya berge-rak, sinar hitam melesat dan jarum-ja-rum itu sudah di "retour" kembali kepada pengirimnya, namun dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat sekali. Ter-dengar jerit-jerit kesakitan dan dua orang pengemis baju bersih yang berdiri di antara banyak pengemis itu roboh dan tewas seketika karena leher dan lambung mereka termakan jarum rahasia mereka sendiri!
Hanya para pengemis yang sudah tinggi ilmunya saja menyaksikan gerakan Suling Emas dan maklum apa yang telah terjadi. Yang tidak begitu tinggi ilmunya terheran-heran dan tidak tahu apa yang terjadi sehingga keadaan menjadi panik.
Suling Emas mengangkat kedua tangan ke atas memberi isyarat kepada semua orang agar tidak menjadi panik. Kemudi-an terdengar suaranya lantang.
"Harap Saudara semua tenang. Mati-nya dua orang itu menjadi peringatan bagi kita bahwa di Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 156
mana-mana kaum sesat sudah menyelundup sehingga perlu kita waspada karena mereka berdua itu adalah orang-orang jahat yang berusaha untuk membunuh saya. Sebaliknya pihak kaum sesat juga telah mendapat peri-ngatan!" Suara ini tegas dan penuh wi-bawa.
"Mereka itu pengemis baju bersih! Basmi para pengemis baju bersih yang jahat!" Terdengar teriakan-teriakan ma-rah.
Kembali Suling Emas mengangkat tangannya. "Dengarlah baik-baik! Menilai orang bukan dari pakaian bersih atau kotor! Menilai orang harus dari sepak terjangnya, dari perbuatannya!
Pengemis memang orang miskin. Sedapat mungkin orang harus berpakaian bersih dan baik, akan tetapi kalau tidak ada, apa boleh buat, kotor pakaiannya asal tidak kotor hati dan pikirannya. Orang-orang yang pernah menyeleweng dari pada kebenaran bukan sekali-kali berarti bahwa mereka itu selama hidupnya menjadi orang-orang jahat yang harus dikutuk!
Karena itu, kami anjurkan kepada saudara-saudara kaum kai-pang yang pernah menyeleweng, kembalilah ke jalan benar dan bertobat-lah. Apabila kalian tidak insyaf, kami kaum kai-pang yang sudah bersatu akan membasmi kalian!"
Kembali tepuk sorak menyambut ucapan yang lantang dan penuh semangat dari Suling Emas ini, karena semua orang menyetujui pendiriannya. Akan tetapi tentu saja tidak termasuk mereka yang memang hadir dengan maksud menentang, seperti rombongan Hek-peng Kaipang dan Hek-coa Kai-pang. Dua kai-pang ini memang sudah seluruhnya dikuasai kaum sesat, bahkan dua kai-pang ini pula yang belum lama ini mengadakan pertemuan di dunia kaum sesat untuk membicarakan soal pemilihan bengcu golongan hitam.
Oleh karena itu, kedatangan dua rom-bongan ini tentu saja berdasarkan menye-lidik dan juga untuk menghalangi perge-rakan kaum pengemis yang dipimpin oleh Yu Kang Tianglo.
Bahkan dua orang pengemis yang tewas karena senjata jarum mereka diretour oleh Suling Emas tadi adalah anggauta-anggauta Hek-coa Kai-pang.
Di antara tepuk sorak gemuruh itu, tiba-tiba terdengar suara nyaring yang mengatasi kegaduhan itu. "Siapa di anta-ra kita yang mampu menandingi Locian-pwe Bu-tek Siu-lam?"
Pernyataan nyaring yang entah dike-luarkan oleh siapa ini menusuk telinga semua orang dan seketika kegaduhan ter-henti, tak seorang pun berani mengeluar-kan suara lagi. Pada saat itu dua orang kakek pengemis sudah melompat bangun dari barisan kursi pimpinan kai-pang yang menjadi tamu. Mereka ini lalu melangkah maju ke tengah panggung, menghadapi semua pengemis yang hadir. Keduanya adalah kakek yang usianya sudah enam puluh tahun,
berpakaian sebagai pengemis akan tetapi pakaian mereka bersih dan baru yang sengaja ditambal-tambal. Me-reka ini memegang tongkat panjang dan melihat betapa pada baju bagian dada mereka terdapat gambar garuda dan ular, maka mudah diduga bahwa mereka tentu-lah tokoh-tokoh dari Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dan memang betul sekali. Kakek yang baju di dadanya tergambar garuda hitam adalah seorang tokoh Hek-peng Kai-pang, sedangkan yang dadanya tergambar ular hitam ada-lah seorang tokoh Hek-coa Kaipang.
Sejak tadi, kehadiran rombongan Hek-coa Kai-pang dan Hek-peng Kai-pang sudah
merupakan hal yang menimbulkan tegang di hati para pengemis karena mereka semua itu tahu dengan jelas siapakah mereka ini. Boleh dibilang pada waktu itu, pelopor para kai-pang yang menggabung dengan kaum sesat adalah dua buah perkumpulan inilah. Maka semua orang sudah dapat menduga bah-wa munculnya tokoh-tokoh dua kai-pang ini tentulah mengandung maksud kurang baik. Kini melihat dua orang kakek ini muncul di panggung, semua orang diam dan memandang penuh perhatian.
Kakek yang dadanya bergambar ular hitam itu tubuhnya kecil tinggi, kepala-nya besar.
Setelah memandang ke sekeli-ling ia lalu berkata.
"Kami adalah wakil dari Hek-coa Kai-pang. Mendengar uraian pangcu dari Khong-sim Kaipang tadi, kami setuju sekali. Memang di antara kai-pang harus diadakan persatuan erat untuk mengha-dapi musuh-musuh kita! Dan untuk mem-perkuat para kai-pang kita harus memilih Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 157
seorang pemimpin yang cakap. Kami dari pihak Hek-coa Kai-pang dan juga sau-dara-saudara kita dari Hek-peng Kai-pang dalam pertemuan orang-orang gagah telah bersepakat untuk mengangkat Lo-cianpwe Bu-tek Siu-lam sebagai bengcu kita."
"Benar apa yang diucapkan oleh Sau-dara dari Hek-coa Kai-pang ini!" kata kakek ke dua yang dadanya bergambar garuda hitam. Kakek ini mukanya merah dan matanya sipit sampai hampir terpe-jam selalu, tapi mulut lebar dan bibirnya tebal sekali. "Hanya di bawah bimbingan seorang Locianpwe yang sakti seperti Bu--tek Siu-lam saja maka derajat golongan kita dapat terangkat. Kami rasa Yu Kang Tianglo dari Khong-sim Kai-pang cukup bijaksana untuk menyadari hal ini dan menyetujui pengangkatan Locianpwe Bu-tek Siu-lam sebagai pimpinan terting-gi semua kai-pang!"
Para pengemis menyambut ucapan dua orang kakek itu dengan berbisik. Dari rombongan pimpinan kai-pang sudah me-loncat maju lagi dua orang kakek penge-mis berpakaian butut.
Seorang di antara mereka berteriak.
"Apa" Bu-tek Siu-lam menjadi bengcu kita" Setelah ia membunuh secara keji dua ratus orang golongan kita?"
Yang berteriak ini adalah Ketua Ang--tung Kai-pang, seorang kakek bertubuh kecil pendek akan tetapi bermata lebar. Ia memutar-mutar tongkat merahnya dengan sikap marah sekali.
Ketika Bu-tek Siu-lam melakukan pembunuhan ter-hadap dua ratus orang pengemis, belasan orang pengemis anak buahnya ikut ter-bunuh, maka tentu saja ia marah-marah mendengar betapa dua orang kakek itu hendak mengangkat Bu-tek Siu-lam menjadi bengcu.
"Cocok! Tidak sudi kami menerima tokoh jahat itu menjadi bengcu!" Teriak pula pengemis ke dua yang sudah melon-cat maju. Dia ini adalah wakil dari Ban-hwa Kai-pang
(Perkumpulan Pengemis Laksaan Bunga).
"Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang memang perkumpulan yang menye-leweng dan bersekongkol dengan kaum sesat!" Teriakan-teriakan itu terdengar saling bantah dan suasana menjadi berisik sekali melebihi pasar.
"Yang dibunuh adalah pengemis-penge-mis jahat!"
"Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang menyenangkan hidup anak buahnya!"
"Hidup Locianpwe Bu-tek Siu-lam!"
Demikianlah sorakan-sorakan mereka yang pro kepada tokoh yang diusulkan menjadi bengcu itu.
"Basmi penyeleweng-penyeleweng!" "Basmi Hek-peng Kai-pang dan Hek--coa Kai-pang!"
"Bu-tek Siu-lam musuh besar kai-pang!"
Demikianlah sorakan-sorakan mereka yang anti sehingga keadaan menjadi ribut dan tegang karena setiap saat dapat timbul perang saudara antara para pe-ngemis ini. Gak-lokai dan Ciam-lokai menjadi pucat wajahnya dan mereka sudah hendak bergerak, akan tetapi Su-ling Emas mencegah dan berkata halus.
"Biarkan saja. Malah lebih baik. De-ngan begini kita dapat melihat siapakah di antara mereka yang menyeleweng. Kalau mereka sudah menyatakan penda-pat, baru kita turun tangan melakukan pembersihan."
Sementara itu, di atas panggung su-dah terjadi perdebatan yang makin lama menjadi saling maki antara tujuh orang pimpinan pengemis baju bersih yang dikepalai oleh dua orang dari Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang, dan pihak lawan mereka adalah sebelas orang pimpinan dari kai-pang-kai-pang lain yang rata-rata berpakaian butut. Suling Emas hanya duduk di atas kursi sambil me-natap tajam, meneliti mereka yang pro dan mereka yang anti terhadap Bu-tek Siu-lam. Juga Kwi Lan dan terutama sekali Yu Siang Ki, memandang dengan hati tegang dan tertarik. Diam-diam Yu Siang Ki terheran menyaksikan orang aneh yang memalsukan nama ayahnya. Ia masih belum dapat menyelami isi hati orang itu. Kalau benar tindakannya itu demi perbaikan dan pembersihan kai-pang, kenapa kini ia diam saja melihat keadaan kacau-balau itu" Pihak manakah yang dibelanya"
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 158
Suling Emas yang duduk tak bergerak di atas kursinya dapat melihat betapa semua pengemis yang pro kepada Bu-tek Siu-lam dipimpin oleh dua orang kakek Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Dilihat dari sikap mereka, me-mang agaknya dua orang kakek ini sudah mengaturnya terlebih dahulu, sengaja untuk mengacaukan pertemuan ini dan bahkan kini tampak olehnya betapa rom-bongan pengemis yang duduk di sebelah timur, yang jumlahnya banyak, adalah anak buah mereka yang diam-diam sudah siap untuk turun tangan jika terjadi perkelahian!
Yang menyeleweng secara sadar ha-nya beberapa orang saja, pikirnya. Seba-gian besar di antara para pengemis itu hanya ikut-ikutan karena tertarik oleh tingkat hidup yang lebih baik dan keme-wahan. Kalau sampai terjadi pertempuran, tentu akan banyak roboh korban di kedua pihak. Suling Emas tidak menghendaki hal ini terjadi, maka ia sudah siap untuk menegur mereka dan merobohkan para pimpinan pengacau. Orang-orang yang melakukan penyelewengan secara ikut-ikutan seperti mereka itu, sekali pimpinannya roboh, tentu akan mudah diinsyafkan dan diajak kembali ke jalan benar. Yang menjadi sumber penyelewengan para anggauta kai-pang ini sebetulnya adalah tokoh yang bernama Bu-tek Siu-lam. Ka-rena munculnya tokoh sakti yang sudah berhasil membunuh Ketua Im-yang-kauw itulah maka para pengemis yang lemah batinnya, mudah dibawa menyeleweng, karena ada yang mereka
andalkan. Akan tetapi dalam keadaan ketegang-an tengah memuncak itu, sebelum Suling Emas sempat turun tangan atau mem-biarkan Gak-lokai dan Ciam-lokai meng-urus keributan, tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak. Suara ketawa ini da-tangnya dari.... udara! Begitu nyaring dan hebat sehingga seakan-akan menggetarkan papan panggung.
"Hua-ha-ha-ha! Jembel-jembel busuk ini seperti sekumpulan anjing berebut tulang!"
"Heh-heh-heh! Tidak usah berebut pangkat, kamilah yang akan menjadi raja-raja kalian! Heh-heh!"
"Hua-ha-ha! Benar sekali! Aku ingin menjadi raja pengemis!"
Bagaikan dua ekor burung rajawali, dari atas menyambar turun tubuh dua orang kakek yang mengerikan keadaan-nya. Yang seorang bertubuh kurus ber-muka putih seperti orang kehabisan da-rah, kepalanya botak dan rambutnya ja-rang seperti sutera tua. Orang ke dua bertubuh besar kuat dan mukanya merah sekali, muka yang ditumbuhi rambut se-hingga muka itu menyerupai muka singa.
Bukan main hebatnya gerakan kedua orang kakek yang sudah amat tua ini. Begitu keduanya turun ke atas papan panggung, sambil tertawa-tawa mereka menggerakkan kedua tangan ke sekeliling dan.... tubuh para, pimpinan pengemis yang tadinya berhadapan dan cekcok sa-ling maki itu seperti layang-layang putus talinya, terlempar ke bawah panggung! Dan hebatnya, kedua orang kakek itu tidak pilih-pilih orang, siapa saja yang tadi saling maki memenuhi panggung itu mereka lemparkan turun. Mereka itu ber-jumlah belasan orang, hampir dua puluh, dan rata-rata adalah pimpinan kai-pang yang memiliki kepandaian tinggi. Ketika dua orang kakek aneh ini muncul dan menyergap, belasan orang itu sudah ber-usaha menerjang dan memukul roboh dua orang kakek pengacau, bahkan banyak di antara mereka yang
menggunakan tong-kat besi menggebuk. Memang terdengar suara bak-bik-buk ketika
tongkat-tongkat itu mengenai tubuh dua orang kakek ini, akan tetapi sama sekali tidak dirasakan-nya, dan tanpa dapat dicegah lagi semua orang itu telah mereka lempar-lemparkan dengan cara yang luar biasa mudahnya. Dalam waktu beberapa menit saja, de-lapan belas orang pimpinan para penge-mis baju bersih dan baju butut itu telah dilempar turun dari atas panggung!
"Dua orang iblis dari mana berani mengacau pertemuan Khong-sim Kai-pang?" Teriakan ini keluar dari mulut Gak-lokai dan Ciam-lokai yang sudah melompat maju dan menerjang dengan tongkat mereka.
Suling Emas terlampau heran dan kaget menyaksikan munculnya dua orang kakek luar biasa Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 159
itu sehingga ia tidak sempat mencegah majunya Gak-lokai dan Ciam-lokai. Dengan muka berubah Suling Emas bangkit dari kursinya, memandang dengan mata terbelalak. Hampir ia tidak percaya akan pandang matanya sendiri bahwa dua orang kakek yang muncul itu bukan lain adalah Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong! Dua orang kakek yang sakti itu tiba-tiba saja muncul di situ. Apakah kehendaknya" Benarkah mereka menghendaki menjadi raja pengemis"
Teringatlah Suling Emas pada pertemuan-nya dengan kedua orang tokoh ini puluh-an tahun yang lalu. Ketika itu pun dua orang kakek ini mengacau Khitan dan ingin menjadi raja di Khitan (baca cerita CINTA BERNODA DARAH). Hanya dengan su-sah payah, setelah
dibantu Lin Lin (Ra-tu Yalina di Khitan), Liu Hwee puteri Ketua Beng-kauw, dan Kauw Bian Cin-jin tokoh Beng-kauw, ia berhasil meng-usir dua orang kakek itu. Kini secara tiba-tiba dan tak terduga-duga dua orang kakek ini muncul lagi dan begitu muncul telah mengacaukan keadaan dengan sepak terjang mereka yang aneh. Melihat bah-wa mereka berdua itu tidak memilih bulu, merobohkan semua pengemis baik yang berpakaian butut maupun yang ber-sih, jelas bahwa mereka ini bukan peng-gerak kaum sesat dan tidak mewakili mana-mana, hanya bergerak menurutkan kata hati mereka sendiri yang aneh luar biasa!
Terjangan Gak-lokai dan Ciam-lokai dahsyat sekali. Mereka ini memang me-rupakan dua orang tokoh Khong-sim Kai-pang yang sudah tinggi tingkat ilmu si-latnya, apalagi dalam beberapa hari ini mereka telah mendapat petunjuk dari Suling Emas, maka tentu saja terjangan mereka itu amat hebat. Akan tetapi, dengan gerakan yang tenang sekali, dua orang kakek aneh di atas panggung itu menggeser kaki dan terjangan kedua lokai itu hanya mengenai angin belaka.
"Ha-ha-ha-ha! Bagus sekali! Makin banyak muncul tokoh jembel makin baik. Hayo naiklah, keroyoklah kami, ha-ha-ha!" seru Lam-kek Sian-ong Si Muka Merah.
"Bagus sekali, Ang-bin Siauwte (Adik Muka Merah)! Baru sekarang kita bisa berkelahi dengan enak!"
Dua orang kakek itu terkekeh-kekeh dan menghadapi terjangan Gak-lokai dan Ciam-lokai seenaknya saja, dengan ta-ngan kosong. Si Kakek Muka Merah menghadapi Ciam-lokai, sedangkan kakek muka putih menghadapi Gak-lokai. Mere-ka ini memang merupakan dua orang tokoh yang berwatak luar biasa. Makin tua makin gila dan sejak dahulu mereka amat doyan berkelahi! Tidak ada kesenangan yang lebih menggembirakan hati mereka melebihi perkelahian yang ramai. Melihat terjangan dua orang pengemis bertongkat itu, mereka sudah bergembira karena mengira tentu akan menghadapi lawan tangguh karena mereka pun
mak-lum bahwa di dunia pengemis terdapat banyak orang-orang berilmu tinggi. Akan tetapi mereka kecewa sekali ketika men-dapat kenyataan bahwa dua orang tokoh Khong-sim Kaipang yang menyerang mereka itu sama sekali bukan tandingan mereka!
"Ho-ha-ha, kiranya jembel busuk tidak ada harganya!" Lam-kek Sian-ong Si Muka Merah terbahak-bahak dan pada saat Ciam-lokai memukulkan tongkatnya ke arah dada, ia
menyambut dengan ke-palan tangannya.
"Krakkk!!" Tongkat di tangan Ciam-lokai itu patah-patah menjadi beberapa potong dan setiap kali pengemis tua itu menghantamkan tongkatnya selalu disam-but kepalan dan terpotong-potong lagi!
Sementara itu, Pak-kek Sian-ong yang menghadapi Gak-lokai juga merasa kece-wa. Akan tetapi berbeda dengan Si Muka Merah yang mendemonstrasikan tenaga Yang-kang dahsyat dan amat kuatnya itu, ia mengeluarkan keahliannya, yaitu tena-ga Im yang lemas dan halus.
Ketika Gak lokai menghantamnya dengan tongkat, ia menyambut dengan telapak tangan dan.... tubuh Gak-lokai bersama tongkatnya mencelat ke atas. Gak-lokai terkejut, namun karena ia pun seorang yang lihai biarpun tubuhnya mencelat ke atas, ia bergerak di udara dan menghantamkan tongkatnya ke arah kepala Pak-kek Sian--ong. Kakek muka putih ini lagi-Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 160
lagi me-nyambut dengan telapak tangan dan se-kali lagi tubuh Gak-lokai mencelat ke atas.
Berkali-kali hal ini terjadi sehingga tubuh Gak-lokai bagaikan sebuah bal yang dipermainkan lawan.
"Iblis-iblis tua, berani kau memper-mainkan Khong-sim Kai-pang?" Bentakan halus ini keluar dari mulut Yu Siang Ki. Pemuda ini menjadi marah ketika me-nyaksikan betapa dua orang kakek aneh itu mengacaukan pertemuan kai-pang yang mempunyai maksud baik itu. Apala-gi ketika melihat betapa Gak-lokai dan Ciam-lokai dipermainkan, ia segera tahu bahwa dua orang tokoh pengemis itu bukanlah lawan dua orang kakek yang datang mengacau. Ia sendiri belum tentu dapat mengalahkan dua orang kakek yang sakti itu, namun melihat usaha persatuan yang diadakan Khong-sim Kai-pang itu terancam bahaya, ia segera meloncat naik, menegur dan sekaligus ia melemparkan hiasan bunga yang biasanya menghias topinya.
Lontarkan itu bukanlah sembarang lontaran, melainkan serangan yang hebat dan yang mengancam jalan darah di de-kat siku Lam-kek Sian-ong. Siang Ki sengaja menyerang kakek muka merah karena melihat betapa kakek muka me-rah ini amat dahsyat kedua tangannya dan pada saat itu keadaan Ciam-lokai amat berbahaya. Sekali saja tangan ka-kek muka merah itu berhasil menonjok tubuh Ciam-lokai, tentu tokoh Khong-sim Kai-pang itu akan roboh tewas!
"Aihh....!" Kakek muka merah itu mengeluarkan seruan kaget ketika le-ngannya terasa kesemutan karena jalan darah di sikunya secara tepat sekali tertusuk gagang hiasan bunga.
Tadi ia melihat benda ini menyambar, akan te-tapi tentu saja ia memandang rendah. Siapa kira, totokan gagang bunga itu cukup mengandung tenaga Iwee-kang yang dahsyat sehingga lengannya kesemutan, ia terheran-heran. Ini bukan sambitan orang biasa. Maka ia berseru kaget dan memutar tubuh menghadapi Yu Siang Ki.
Keheranannya bertambah ketika ia mendapat kenyataan bahwa yang menyambitnya hanya seorang pemuda tampan yang masih amat muda. Pada saat itu, Ciam-lokai yang merasa marah dan penasaran, menggunakan sisa tongkatnya menusuk dari belakang, mengarah lam-bung dan menusuk di bagian yang me-matikan.
"Dukk!" Tusukan tongkat itu tepat mengenai lambung, akan tetapi membalik seperti menusuk karet yang keras saja. Ciam-lokai kaget sekali akan tetapi se-belum hilang kagetnya, tiba-tiba tubuh-nya sudah melayang jauh turun ke bawah panggung karena pada saat itu kaki Lam-kek Sian-ong sudah melakukan ge-rakan menyepak (menendang ke belakang) persis seperti gerakan kaki kuda. Tanpa menoleh kakek muka merah itu mampu menendang Ciam-lokai yang lihai itu sampai terlempar ke bawah panggung. Hal ini benar-benar membuktikan bahwa kesaktiannya memang luar biasa.
Yu Siang Ki maklum akan hal ini maka pemuda ini tidak berani sembrono. Tadi pun
menyaksikan sambitannya yang tepat mengenai jalan darah itu tidak melumpuhkan lengan kakek muka merah, ia sudah tahu bahwa lawannya benar-benar sakti. Kini pemuda itu sudah me-nyambar tongkatnya dan berseru keras. "Tak seorang pun boleh menghina Khong-sim Kai-pang!" ia lalu menggerakkan tongkat dan menerjang dengan gerakan yang mantap dan penuh tenaga sin-kang.
"Hua-ha-ha, bagus, bagus! Eh, Pek-bin-twako (Kakak Muka Putih)! Kaulihat lawanku ini biarpun masih muda, baru berharga untuk diajak main-main!" ia bi-cara sambil
menggerakkan tubuh meng-elak. Sekali lihat saja Lam-kek Sian-ong mengerti bahwa ilmu tongkat pemu-da ini hebat dan tak boleh dipandang ringan, maka timbullah kegembiraannya untuk melayani Yu Siang Ki.
"Eh, Kakek tua, kau mundurlah. Kau bukan lawan iblis ini!"
Inilah suara Kwi Lan. Ketika gadis ini melihat Yu Siang Ki sudah melompat naik ke atas panggung dan turun tangan, ia pun tidak mau tinggal diam. Tentu saja ia pun mengenal dua orang kakek itu. Ia tahu bahwa mereka itu, Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, guru Siangkoan Li, adalah dua orang kakek yang sakti. Tentu Yu Siang Ki tidak me-ngenal mereka maka pemuda itu secara gegabah berani maju. Kalau tidak ia bantu, mana mungkin Yu Siang Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 161
Ki dapat menandingi dua orang kakek itu. Biarpun ia maklum bahwa dengan bantuannya sekalipun amat sukar untuk mendapat kemenangan, namun ia tidak bisa mem-biarkan
sahabatnya menghadapi bahaya seorang diri. Maka ia pun lalu meloncat tinggi ke udara. Ia anggap bahwa gerak-an Gak-lokai yang dibuat permainan oleh Pak-kek Sian-ong itu hanya akan menghalangi dan membuatnya tidak leluasa, maka sekali meloncat, ia sudah
menge-luarkan ucapan tadi dan tahu-tahu diudara ia sudah menjambret leher baju Gak-lokai dan melemparkan kakek itu ke bawah panggung!
Gerakan ini tentu saja kelihatan he-bat luar biasa. Inilah demonstrasi gin-kang yang hebat, juga sekali jambret saja ia dapat melemparkan seorang tokoh seperti Gak-lokai sudah membuktikan betapa lihainya gadis ini! Semua penge-mis yang menyaksikan ini menjadi makin bengong dan bingung. Bahkan Suling Emas sendiri yang tadi terkejut melihat munculnya pengemis muda yang berani menentang Lam-kek Sian-ong, kini me-longo
menyaksikan munculnya seorang gadis remaja yang bagaikan seekor naga muda kini sudah menerjang Pak-kek Sian-ong dengan pedangnya!
"Ho-ho-ho, Ang-bin Siauwte kaubilang lawanmu hebat" Kaulihat ini, Nona mu-da yang galak ini apakah kalah hebat-nya?" Pak-kek Sian-ong berkata demi-kian, akan tetapi cepat mengelak dari gulungan sinar pedang yang menyambar-nyambar dahsyat. Pertandingan di atas panggung kini benar-benar mengagumkan dan membuat para pengemis terlongong
keheranan. Dua orang kakek tua renta itu dengan gerakan-gerakan aneh dan ringan
menghadapi seorang pengemis muda yang memutar tongkat secara hebat dan seorang gadis cantik yang memain-kan pedang secara ganas. Gak-lokai dan Ciam-lokai juga sudah bangun.
Untung bahwa tadi mereka tidak terbanting he-bat dan juga tidak terluka. Hati mereka menjadi gentar karena maklum bahwa orang-orang yang sedang bertanding di atas panggung itu adalah orang-orang sakti yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi daripada kepandaian mereka.
Suling Emas sejak tadi sudah bangkit berdiri. Matanya tajam menonton pertan-dingan, menimbang dan menilainya. Se-bentar ia memandang ke arah pengemis muda yang
menghadapi Lam-kek Sian-ong, sebentar kemudian ia memandang ke arah gadis cantik yang menerjang Pak-kek Sian-ong. Ia makin terheran-heran. Pengemis muda itu ilmu tongkatnya hebat dan tinggi, tenaganya kuat dan memiliki kecepatan gerak yang membuk-tikan bahwa dia bukan ahli silat semba-rangan. Diam-diam ia menjadi kagum sekali dan ia merasa seperti pernah me-ngenal ilmu tongkat yang dimainkan pe-muda itu. Kalau dasarnya sudah jelas ilmu silat dari pantai timur, akan tetapi siapakah pernah mainkan tongkat seperti ini" Ia lupa lagi.
Namun kekagumannya terhadap pemu-da tampan itu tidak ada artinya ketika ia menonton pertempuran antara kakek muka putih dan gadis cantik. Suling Emas melongo dan benar-benar ia ter-heran-heran menyaksikan sepak terjang gadis itu. Ilmu silat apa gerangan yang dimainkan oleh gadis dengan pedang ka-yunya itu" Dalam hal Ilmu pedang, se-tidaknya telah mengenal dasar-dasarnya. Akan tetapi gerakan pedang yang dimain-kan gadis itu benar-benar membuat ia terlongong. Gerak kakinya seperti gerak kaki ilmu silat Siauw-lim-pai, tegap dan digeser-geser kuat. Akan tetapi ketika sambaran pedang diimbangi tendangan kaki, maka tendangan itu bukanlah ten-dangan ilmu sliat Siauw-lim-pai, lebih mirip tendangan ilmu silat utara Go-bi-pai. Dan gerakan pedang itu, kacau -balau antara ilmu pedang Beng-kauw dan Ilmu pedang Kun-lun. Aneh bukan main, kacau-balau namun justeru kekacauannya inilah yang merupakan sifat ilmu silat gadis itu yang benar-benar luar biasa dan dahsyatnya bukan main, keganasannya membuat Suling Emas mengerutkan ke-ning. Pantas saja Pak-kek Sian-ong berkali-kali mengeluarkan seruan kaget dan kagum, dan agaknya kakek yang doyan berkelahi itu melayaninya dengan sung-guh-sungguh sambil memperhatikan ilmu silat gadis itu. Namun sukarlah untuk mengenal atau mempelajari ilmu kacau- balau ini sehingga Si Kakek merasa sayang kalau cepat-cepat menghentikan pertandingan.
Setelah meneliti sejenak tahulah Suling Emas bahwa dua orang muda itu benar-benar bukan Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 162
orang sembarangan, tentu murid-murid orang pandai yang memiliki kepandaian luar biasa.
Juga ia sudah mengenal sifat-sifat dan keampuh-an Ilmu silat mereka. Ia sudah tahu pula akan sifat Pak-kek Sian-ong. Dibanding-kan dengan Lam-kek Sian-ong, kakek muka putih itu lebih lunak dan agaknya tidak akan tega untuk mencelakai orang muda. Oleh karena itu, ia lalu meloncat ke dekat Lam-kek Sian-kong dan berkata kepada Yu Siang Ki sambil menangkis sebuah pukulan tangan kiri, Lam-kek Sian-ong, "Orang muda, kaubantulah gadis itu. Biarkan dia yang menyerang, kau memperkuat pertahanan kalian!"
"Dukkk....!" Dua lengan yang sama--sama mengandung tenaga sinkang yang dahsyat
bertemu. Lam-kek Sian-ong sejak tadi tidak pernah ditangkis Yu Suang Ki karena pemuda yang cerdik itu maklum bahwa ia kalah tenaga, kini melihat ada orang yang berani menangkis, sengaja mengerahkan tenaga Yang-kang yang menjadi keistimewaannya.
Akibatnya, pertemuan kedua lengan itu membuat Suling Emas terhuyung ke belakang, akan tetapi Lam-kek Sian-ong juga terjengkang dan hampir roboh! Bukan main kaget dan herannya sehingga kakek muka merah mengeluarkan seruan seperti seekor singa yang membuat papan panggung tergetar dan sejenak ia hanya berdiri memandang dengan mata melotot.
Sementara itu Yu Siang Ki yang me-lihat gerakan orang bertopeng yang mengaku ayahnya itu, seketika maklum bahwa orang ini kepandaiannya hebat, maka tanpa ragu-ragu lagi ia menerjang Pak-kek Sian-ong yang sedang melayani Kwi Lan.
"Kauseranglah terus, biar aku yang menahannya!" bisiknya kepada Kwi Lan. Pertandingan dilanjutkan dengan hebat dan makin gembiralah hati Pak-kek Sian-ong. Setelah kini dikeroyok dua barulah ia merasa seimbang dan tidak ragu-ragu lagi untuk mengeluarkan kepandaian. Diam-diam ia kagum kepada pemuda yang tadi menjadi lawan Lam-kek Sian-o-ng ini. Bagaimana pemuda ini dapat mengatur sedemikian tepatnya, dengan membagi dua daya tempur mereka" Me-mang sifat ilmu pedang gadis ini liar dan ganas bukan main, serangan-serang-annya kuat, pendeknya letak kelihaian Ilmu pedang ini berada pada daya se-rangnya. Adapun ilmu tongkat pemuda itu lebih mengutamakan pertahanannya sehingga apabila dipergunakan untuk menjaga diri dan mempertahankan, amat-lah tepat. Gembiralah hatinya mengha-dapi serangan-serangan pedang yang de-mikian berbahaya dan menghadapi per-tahanan seperti benteng baja kuatnya dari tongkat pemuda itu. Di lain pihak, dua orang muda itu juga berbesar hati karena begitu mereka berdua bertanding dengan sikap seperti yang dianjurkan Suling Emas tadi, ternyata mereka dapat mengimbangi kelihaian kakek muka putih.
Sementara itu, pertandingan antara Suling Emas dan Lam-kek Sian-ong juga bukan main hebatnya. Setelah beberapa kali hawa pukulan mereka saling bertemu dan membuat keduanya terdarong mundur diam-diam mereka menjadi kaget. Lam-kek Sian-ong selama "dalam
hukuman" di lereng Lu-liang-san, bersama Pak-kek Sian-ong memperdalam Ilmu silat mereka dengan maksud menghadapi Bu Kek Sian-su yang sakti. Dapat dimengerti bahwa ilmu
kepandaiannya jauh lebih hebat daripada dua puluh tahun yang lalu ke-tika ia bertemu dengan Suling Emas di Khitan. Di jaman itu, hanya beberapa orang saja yang memiliki tingkat kepandaian setinggi Lam-kek Sian-ong. Akan tetapi mengapa orang bertopeng ini mampu menandinginya" Sama sekali ka-kek muka merah ini tidak mengira bahwa yang dihadapinya adalah lawan lama, Suling Emas! Di pihak Suling Emas sendiri juga terheran-heran karena selama ini pun ia memperhebat kepandaian-nya, bahkan ia yakin akan kekuatan sin-kang di dalam tubuhnya. Namun ternyata bertemu dengan kakek muka merah ini, ia hanya dapat mengimbangi kekuatannya. Maka ia lalu merobah gerakannya, hendak mencari kemenangan dengan menggunakan Ilmu silatnya yang ia yakin lebih murni dan lebih banyak ragamnya daripada ilmu silat Lam-kek Sian-ong. Ia lalu menggerakkan kedua tangannya, mulai
"menulis" hurut-huruf mulia di udara. Tampaknya saja seperti menulis huruf, pada hakekatnya semua gerakan itu mengandung hawa serangan yang amat dahsyat sehingga terdengar angin-nya bersiutan, karena Inilah Hong-In-bun-hoat (Silat Huruf Angin dan Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 163
Awan)! Lam-kek Sian-ong yang merasa tergetar oleh angin pukulan gerakan tangan lawan, menjadi kaget sekali dan berulang-ulang ia mengeluarkan seruan keras.
Pak-kek Sian-ong yang senang gem-bira melayani dua orang muda yang mengeroyoknya terheran-heran mende-ngar seruan kawannya. Seruan-seruan itu menandakan bahwa
kawannya kaget dan terheran, menemui lawan berat. Tidak sembarang orang dapat membuat Lam--kek Sian-ong mengeluarkan seruan-seruan seperti itu. Pak-kek Sian-ong mencari kesempatan, lalu menengok. Alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa ka-wannya terdesak hebat oleh pengemis berkedok yang gerakannya luar biasa sekali. Ia berseru keras dan kedua le-ngannya lalu ia dorongkan ke depan, ke arah Kwi Lan dan Yu Siang Ki. Karena kakek ini mengerahkan seluruh tenaga sinkangnya dan sekaligus menyerang me-reka berdua, tentu saja Siang Ki tidak dapat menahan dua serangan ini sekaligus dan terpaksa Kwi Lan menjaga diri de-ngan memutar pedangnya. Namun hebat sekali angin pukulan yang keluar dari dorongan kedua telapak tangan yang ter-buka itu. Betapapun Yu Siang Ki dan Kwi Lan
mempertahankan diri, tetap saja mereka terhuyung-huyung ke belakang sampai lima enam langkah! Kesempatan yang memang dicari oleh Si Muka Putih itu lalu dipergunakan
sepenuhnya. Bagaikan kilat cepatnya, tubuhnya sudah men-celat ke arah Suling Emas yang sedang berhantam dengan Lam-kek Sian-ong. Gerakan Pak-kek Sian-ong ini luar biasa cepatnya dan tak terduga-duga sama se-kali.
Memang Pak-kek Sian-ong adalah se-orang ahli yang memiliki keistimewaan sebaliknya daripada Lam-kek Sian-ong. Kalau Lam-kek Sian-ong ahli dalam penggunaan tenaga sakti yang ia salurkan menjadi tenaga yang dahsyat, keras dan amat kuat, adalah Pak-kek Sian-ong me-nyalurkan tenaga saktinya menjadi tenaga yang amat halus dan tidak menimbulkan suara.
Akan tetapi kekuatannya tidak kalah oleh kakek muka merah, bahkan melebihinya! Demikian pula ketika ia meloncat, tanpa mengeluarkan suara tahu-tahu lengannya sudah menyelonong ke depan dan jari tangan kirinya mencengkeram kepala didahului oleh jari tangan kanan yang menotok ke arah leher!
"Kepandaianmu boleh juga!" Demikian Pak-kek Sian-ong berseru sebagai tanda serangannya.
Suling Emas terkejut sekali. Mengha-dapi seorang di antara dua kakek ini saja, tidak mudah baginya untuk mem-peroleh kemenangan. Kalau ia dikeroyok, hal ini bukan main beratnya.
Cepat se-kali ia menendang lengan tangan Lam--kek Sian-ong yang sudah menyerangnya dan pada detik lain tubuhnya sudah mencelat ke atas. Terpaksa ia akan me-nyambut serangan Pak-kek Sian-ong dari atas itu dengan cara keras melawen keras. Sambil mengerahkan tenaga, ia menangkis totokan pada lehernya dan balas menghantam dada sambil miringkan kepalanya yang dicengkeram.
Cepat sekali gebrakan yang terjadi di udara ini. Terdengar suara "piak-piak!" Dan tubuh Pak-kek Sian-ong terlempar ke belakang dan ketika turun kakek itu terhuyung-huyung dan berseru. "Bagus....!" Di tangannya terdapat sehelai saputangan yang tadi menutupi muka Suling Emas.
Suling Emas kaget dan cepat ia ber-jungkir balik membuat salto sampal lima kali di udara sebelum turun karena ia khawatir akan penyerangan Lam-kek Sian-ong yang tentu akan hebat sekali karena posisi dirinya tidak menguntung-kan. Akan tetapi ketika kedua kakinya turun di atas papan, ia melihat betapa dua orang kakek itu hanya berdiri dan memandangnya dengan mata terbelalak.
"Suling Emas....!" Dua orang kakek itu berseru heran. Sungguh tak mereka sangka bahwa mereka akan berhadapan dengan Suling Emas di situ. Saking he-ran, sejenak mereka tak dapat bicara. Tadinya Pak-kek Sian-ong yang gagal dalam serangannya dan hanya berhasil merenggut saputangan penutup muka akan tetapi ia sendiri menerima pukulan di pundak yang membuat bagian tubuh itu terasa ngilu, merasapenasaran sekali. Kini, setelah mendapat kenyataan bahwa lawan yang amat tangguh itu adalah Suling Emas, penasarannya hilang, ter-ganti rasa heran.
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 164
Bukan hanya kedua orang kakek tua renta ini yang terkejut dan terheran melihat Suling Emas, juga semua orang yang berada di situ. Bermacam perasaan teraduk dalam hati mereka. Ada yang merasa kagum dan girang karena maklum bahwa pendekar sakti yang dicinta kawan ditakuti lawan ini adalah seorang pen-dekar yang sejak dahulu bersahabat de-ngan kaum kaipang. Ada pula yang ma-rah dan benci karena memang sejak da-hulu mengandung hati dendam kepada Suling Emas, karena Suling Emas adalah putra tunggal Iblis betina Tok-siauw-kwi Liu Lu. Sian (baca cerita SULING EMAS) yang melakukan banyak kejahatan sehingga banyak orang kang-ouw mendendam kepadanya. Yang paling gentar adalah kaum sesat yang menyelundup menjadi anggauta kai-pang. Mereka maklum bah-wa bukan saatnya bagi mereka untuk menentang kaum pengemis baju butut setelah Suling Emas berada di situ.
Diam-diam para pengemis Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang segera pergi dari situ untuk menyelamatkan diri dan hendak melaporkan peristiwa ini kepada junjungan mereka, yaitu Bu-tek Siu-lam.
Sementara itu Suling Emas yang sudah terbuka rahasianya, menarik napas panjang tiga kali, memandang ke sekeli-ling kemudian mengeluarkan sebatang suling dari balik jubahnya.
Sambil melin-tangkan suling emasnya di depan dada, ia menatap dua orang kakek itu sambil ber-kata.
"Baiklah, Ji-wi Sian-ong (Sian-ong Berdua). Agaknya memang Ji-wi paling suka mengacau semenjak dahulu, tetapi jangan mengira aku akan diam saja melihat kalian mengacau Khong-sim Kai-pang. Aku akan mewakili sahabat baikku Yu Kang Tianglo untuk melindungi kaipang dari gangguan kalian." suara ini jelas dikeluarkan dengan halus akan tetapi jelas terdengar oleh semua pengemis yang hadir di situ. Gak-lokai dan Ciam-lokai berdiri bengong, sama sekali tidak mengira bahwa mereka betul--betul telah salah sangka. Kiranya orang yang mereka sangka Yu Kang Tianglo itu adalah Suling Emas, pendekar sakti yang namanya menggetarkan Jagad selama puluhan tahun!
Yu Siang Ki berdiri dengan muka pucat. Sama sekali di luar persangkaan-nya bahwa yang memalsukan nama ayahnya adalah Suling Emas, pendekar yang dicari-carinya, pendekar yang dihormati dan dijunjung tinggi selalu oleh ayahnya. Tak salah dugaannya bahwa orang aneh ini memang bermaksud menyelamatkan kai-pang dengan , menggunakan nama ayahnya"
Akan tetapi mengapa menggunakan nama ayahnya" Nama Suling Emas sendiri jauh di atas nama Yu Kang Tianglo, jauh lebih terkenal dan ditakuti orang jahat. Mengapa Suling Emas meng-gunakan nama ayahnya yang sudah me-ninggal dunia" Mengapa pula memakai kedok saputangan seperti orang takut dikenal" Mengapa Suling Emas seakan-a-akan hendak menyembunyikan diri" Sa-king heran dan bingungnya, pemuda yang merasa girang di hatinya berdiri memandang dengan bengong.
Kwi Lan memandang dengan sinar mata bercahaya. Ia kagum sekali terha-dap Suling Emas.
Kagum menyaksikan sepak terjangnya ketika menghadapi dua orang kakek yang sakti itu, dan terutama kagum sekali setelah kini saputangan itu terbuka. Wajah laki-lakl yang amat gagah dan entah bagaimana, jantungnya berde-bar dan ia merasa tertarik sekali. Kini ia tidak akan sesalkan ibu kandungnya andaikata Ibu kandungnya itu mencinta laki-laki ini! Makin besar keinginan hati-nya untuk bicara dengan Suling Emas, untuk bertanya kepada pendekar ini ten-tang Ratu Yalina di Khitan. Pada saat itu ia melihat Suling Emas sudah mencabut Sulingnya, melihat pula betapa dua orang kakek itu sambil tertawa-tawa girang sudah mencabut pedang mereka, Si Kakek Muka Putih mencabut pedang putih sedangkan kakek muka merah mencabut pedang merah. Ia maklum betapa lihainya dua orang kakek itu maka tim-bullah kekhawatiran di hatinya. Maka tanpa ragu-ragu lagi ia meloncat maju menghadapi dua orang kakek itu sambil menudingkan pedangnya ke arah hidung mereka.
"Kalian ini dua orang tua bangka benar-benar tak tahu malu!"
Tidak hanya para pengemis yang ka-get setengah mati, bahkan Suling Emas yang sejak tadi sudah kagum dan heran melihat Ilmu silat gadis ini, sekarang bengong melihat betapa gadis Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 165
ini berani memaki-maki dua orang kakek sakti itu. Anehnya, dua orang kakek itu hanya ter-senyum lebar dimaki-maki.
"Kalian ini sudah tua bangka seperti kanak-kanak nakal saja! Lupa lagikah kalian betapa secara pengecut kalian memukul Bu Kek Siansu" Lupa lagikah kalian betapa kalian menangis dan me-nyesali perbuatan, betapa kalian bersum-pah akan mentaati pesan beliau sampai mati"
Apakah yang dipesan oleh Bu Kek Siansu","
Pak-kek Sian-ong hanya meringis dan menundukkan muka, akan tetapi, Lam--kek Sian-ong dengan melotot lalu mem-bentak, "Bocah kurang ajar! Siapa bilang kami lupa akan pesan Bu Kek Siansu?"
Sepasang mata yang jeli itu bersinar-sinar tajam, bibir yang merah itu terse-nyum mengejek, pedang kayu di tangan masih menuding ke arah hidung Lam-kek Sian-ong, ketika gadis itu berkata nyaring.
"Tidak lupa mungkin sekali, akan te-tapi melanggar sudah jelas! Apa kaukira aku lupa akan pesan itu" Masih terba-yang di depan mataku bagaimana kakek suci itu mengatakannya kepada kalian." Gadis itu dengan gerakan lincah lalu duduk bersila di atas papan dan berkata lagi, "Dia bersila seperti ini, hanya beda-nya, setelah, menerima pukulan curang dan pengecut kalian, dari mata, hidung, mulut dan telinganya mengalir darah segar. Kemudian ia berkata begini. Kwi Lan duduk bersila setengah memejamkan mata dan meniru lagak dan suara Bu Kek Siansu sedapatnya. "Anak-anak yang baik. Tidak ada pengorbanan apa-apa. Yang keras kalah oleh yang lunak, Itu sudah sewajarnya. Yang lenyap diganti oleh yang muncul, yang mati diganti oleh yang lahir. Apa bedanya" Paling pen-ting, mengenal diri sendiri termasuk kelemahan-kelemahan dan kebodohan-kebo-dohannya, sadar insyaf dan kembali ke jalan benar. Yang lain-lain tidakkah pen-ting lagi. Selamat berpisah."
Kwi Lan meloncat bangun dan kem-bali menudingkan ujung pedangnya ke arah hidung dua orang kakek itu bergan-ti-ganti. "Nah, betul tidakkah demikian?"
"Memang betul. Nah, bagaimana kau bilang kami melanggarnya" Kami me-mang sudah sadar dan insyaf." bantah Pak-kek Sian-ong.
"Wah, kalian tebal muka benar-benar! Kalian datang mengacau di sini masih bilang sadar dan insyaf" Bukankah per-buatan kalian hari ini merupakan pelanggaran sumpah itu" Bukankah kalian kembali menggunakan kepandaian untuk ber-buat jahat dan mengacau?"
"Tidak! Jembel-jembel busuk ini jahat, dan menyeleweng, saling memperebutkan kedudukan, sudah sepatutnya dihajar! Kalau kami yang menjadi raja jembel dan memimpin para jembel busuk ini ke jalan benar, bukankah itu merupakan perbuatan baik?" Lam-kek Sian-ong membantah.
"Tak tahu malu!" Kwi Lan kembali memaki. "Yu Siang Ki ini adalah putera Yu Kang
Tianglo dan Suling Emas itu adalah sahabat baik mendiang Yu Kang Tianglo. Dengan cara masing-masing, mereka hendak menyelamatkan Khong-sim Kai-pang dari penyelundupan orang--orang sesat. Kalau kalian membantu mereka dan membasmi kaum sesat, itu barulah benar namanya. Akan tetapi kalian memusuhi orang-orang gagah Khong-sim Kai-pang, bukankah itu berar-ti kalian lebih sesat daripada kaum se-sat" Baiklah, kalau aku bertemu dengan Bu Kek Siansu, hendak kulaporkan hal ini, minta bagaimana pendapat orang tua suci itu dan hendak kulihat kelak bagai-mana kalian masih mempunyai muka untuk bertemu dengan beliau!"
Lam-kek Sian-ong dan Pak-kek Sian-ong saling pandang dengan muka berubah. Ucapan gadis itu amat berkesan di hati mereka. Akhirnya mereka merasa ngeri juga kalau sampai Bu Kek Siansu men-dengar tentang sepak terjang mereka yang mengacau Khong-sim Kai-pang.
Apa lagi setelah mereka melihat Suling Emas berada di situ. Mereka tahu bahwa Suling Emas adalah seorang pendekar yang di-kasihi Bu Kek Siansu.
"Sudahlah, kami mengaku salah, Nona. Jangan kaubilang apa-apa kepada Bu Kek Siansu orang tua itu. Akan tetapi kesa-lahan kami tidak sengaja. Kami memang tidak tahu akan Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 166
urusan kaum jembel ini. Nah mana sekarang golongan jembel sesat" Biar merasa kerasnya kepalan kami!" kata Lam-kek Sian-ong.
"Dasar kalian, tua bangka-tua bangka bodoh! Sudah jelas yang menyeleweng adalah Hek-peng Kai-pang dan Hek-coa Kai-pang. Mereka ini sudah pergi jauh, andaikata kalian mengejar juga, kalau kalian nanti bertemu dengan datuk me-reka yang bernama Bu-tek Siu-lam, ka-lian tentu akan lari terbirit-birit keta-kutan!"
"Heh, kaulihat saja!" bentak Pak-kek Sian-ong marah. "Hayo, Ang-bin Siauwte, kita kejar mereka!" Dua orang kakek itu lalu meloncat turun dari panggung dan secepat terbang, mereka pergi. Dari jauh terdengar suara Lam-kek Sian-ong.
"Suling Emas, Lain kali kami akan mencarimu untuk menentukan siapa diantara kita yang lebih unggul!"
Suling Emas hanya tersenyum pahit dan tidak menjawab. Pada saat itu, se-telah para pengacau pergi, kembali Su-ling Emas yang menjadi pusat perhatian.
Keadaan masih tetap tegang karena hal--hal dan perubahan-perubahan baru yang mereka dengar dan hadapi ini tidak kalah gawat dan menegangkan daripada tadi. Orang yang mereka anggap Yu Kang Tianglo tadi ternyata bukan Yu Kang Tianglo! Ini sudah hebat, akan tetapi lebih hebat lagi, orang itu ternyata Suling Emas. Lalu muncul pengemis muda lihai yang menurut keterangan Si Gadis jelita adalah putera Yu Kang Tianglo. Semua pengemis menjadi bingung dengan adanya perubahan-perubahan hebat yang amat cepat terjadi di depan mata mereka. Akan tetapi karena maklum akan lihainya tiga orang yang kini berada di atas panggung itu, mereka tidak berani apa-apa. Juga jelas bahwa dalam sepak terjang mereka tadi, mereka membantu Khong-sim Kai-pang.
Suling Emas yang kini tidak menutupi muka dengan saputangannya lagi, berdiri di atas panggung berhadapan dengan Yu Siang Ki dan Kwi Lan. Mereka bertemu pandang untuk beberapa lamanya. Ke-mudian tanpa ragu-ragu lagi Siang Ki maju ke depan dan menjatuhkan dirinya berlutut di depan Suling Emas.
"Paman, besar sekali hati saya dapat berjumpa dengan Paman yang memang saya cari-cari, dan lebih bahagia lagi hati saya menyaksikan betapa Paman telah melindungi Khong-sim Kaipang dari orang-orang jahat. Nama saya Yu Siang Ki. Yu Kang Tianglo adalah men-diang Ayah saya. Sebelum meninggal dunia, Ayah saya meninggalkan pesan kepada saya untuk membela Khong-sim Kai-pang daripada pengaruh kaum sesat dan untuk usaha itu, kalau saya menemui kesulitan menghadapi orang jahat yang lihai, saya diharuskan mencari Paman dan mohon pertolongan Paman. Siapa kira dapat berjumpa di sini, harap Paman menerima hormat saya."
Suling Emas tersenyum dan girang sekali hatinya. Dengan munculnya pemu-da yang menjadi putera Yu Kang Tianglo, akan terbebaslah ia daripada tugas melindungi Khong-sim Kai-pang.
Tadi ia sudah menyaksikan kelihaian pemuda ini dan agaknya pemuda ini sudah mewarisi kepandaian ayahnya. Melihat betapa pe-muda ini secara gagah berani turun ta-ngan menghadapi Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong yang sakti untuk membela Khong-sim Kai-pang, ia maklum pula bahwa pemuda ini setia dan mencin-ta perkumpulan pengemis yang dulu di-bangun oleh kakeknya, maka dapat diha-rapkan pemuda ini menggantikan Yu Kang Tianglo menjadi ketua perkumpulan ini.
Untuk menguji Iwee-kang Yu Siang Ki, Suling Emas menempelkan kedua tangannya di
pundak pemuda itu sambil membentak. "Tak usah berlutut!" Pende-kar sakti ini mengerahkan sinkang yang disalurkan di kedua tengannya.
Yu Siang Ki terkejut ketika merasa betapa pundaknya seakan-akan ditindih dua buah gunung, kemudian tenaga raksa-sa membetotnya ke atas. Ia mengerling ke atas dan melihat wajah yang terse-nyum-senyum itu maklumlah ia bahwa Suling Emas sedang mengujinya. Maka ia pun cepat-cepat mengerahkan tenaga sehingga biarpun tubuhnya terbetot dan tertarik ke atas, namun ia masih dalam keadaan berlutut!
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 167
"Bagus! Engkau patut menjadi putera Saudara Yu Kang Tianglo!" kata Suling Emas sambil melepaskan kedua tangan-nya. Pemuda itu melompat dan berdiri di depan Suling Emas dengan muka agak pucat dan bibir menyeringai menahan takut. Suling Emas terkejut sekali, tangan kirinya bergerak cepat dan.... "brettt!" baju Siang Ki sudah robek memperlihat-kan pundak kirinya. Ternyata benar se-perti dugaannya, di situ terdapat tanda menghitam seperti tapak jari tangan!
"Hemm, kau terkena hawa pukulan jarak jauh yang amat berbahaya. Berpu-tarlah kau dan jangan melawan!"
Yu Siang Ki tadinya terkejut dan heran ketika ia mengerahkan Iwee-kang untuk menahan ujian, ia merasa betapa dada kirinya sakit seperti ditusuk-tusuk jarum. Ia makin terkejut ketika tiba--tiba Suling Emas merobek bajunya, akan tetapi kini ia merasa bersyukur. Sebagai seorang ahli silat tinggi, tentu saja ia sudah dapat menduga bahwa kakek putih yang sakti tadi ternyata telah melukainya dengan pukulan jarak jauh yang membuat ia terdorong dan terhuyung ke belakang tadi. Maka tanpa banyak pikir lagi ia lalu memutar tubuh
membelakangi Suling Emas, melepaskan seluruh urat dan tena-ganya sedikit pun tidak melakukan perla-wanan. Pada saat itu ia merasa betapa pundak kiri dan punggungnya ditotok kemudian telapak tangan yang amat pa-nas seperti membara menempel di punggungnya.
"Sekarang bernapaslah panjang-panjang dan rasakan apakah masih sakit."
Yu Siang Ki menarik napas panjang, hatinya girang sekali karena dada kirinya sudah tidak sakit lagi. Ia mengge-leng kepala dan berkata. "Sudah tidak terasa apa-apa lagi, Paman."
Suling Emas melepaskan tangannya dan menghela napas. "Sungguh berbahaya Pak-kek Sian-ong, tangannya masih keji! Akan tetapi bahayanya sudah lewat, ha-nya perlu memulihkan tenaganya. "He, Nona, ke sinilah engkau!" Tiba-tiba Suling Emas memanggil dan menggapai ke arah Kwi Lan.
Ketika Kwi Lan tadi melihat betapa Yu Siang Ki disembuhkan dari lukanya oleh Suling Emas dengan tenaga sin-kang, ia tercengang. Kemudian ia tersenyum girang. Kiranya kakek muka putih tadi lihai sekali sehingga dorongannya dari jarak jauh telah melukai Yu Siang Ki. Akan tetapi ia tidak terluka! Dan hal ini berarti bahwa dia lebih kuat daripada pemuda itu, lebih lihai! Ketika Suling Emas memanggilnya, sambil tersenyum ia menghampiri dan menyimpan pedangnya. Memang ia pun ingin sekali bicara de-ngan Suling Emas yang ia kagumi. Ingin bicara tentang Sang Ratu Khitan, ibu kandungnya!
Begitu Kwi Lan melangkah maju de-ngan mata bersinar, wajah berseri dan bibir tersenyum, Suling Emas memandang seperti orang terpesona. Dadanya berdenyut keras dan seketika teringatlah ia kepada Lin Lin atau Yalina, kekasihnya. Gadis ini sama benar dengan kekasihnya itu! Seperti itu pula Lin Lin dahulu mengangkat muka dengan leher panjang lurus, dada dibusungkan, pandang mata penuh ketabahan dan semangat. Seperti itu pula lenggang Lin Lin yang halus gemulai namun membayangkan kegagah-an. Dan senyum itu! Senyum nakal dan aneh, pembawaan dari suku bangsanya yang asing, suku bangsa Khitan!
Gadis itu sudah berdiri dekat di de-pannya, namun Suling Emas masih me-mandang, merasa seperti dalam mimpi. Ia melihat Lin Lin muda kembali, menja-di gadis remaja!
Melihat keadaan Suling Emas ini, Kwi Lan memperlebar senyumnya, merasa lucu dan aneh.
Dilihat sikapnya, pende-kar sakti yang berjuluk Suling Emas ini tiada ubahnya dengan laki-lakl biasa, yang selalu memandangnya dengan sikap tertarik seperti itu. Akan tetapi sinar matanya lain daripada laki-laki yang lain. Sinar mata yang terpancar keluar dari sepasang mata yang sayu sedih itu, tidak mengandung nafsu seperti pada laki-laki lain, melainkan penuh pertanyaan dan keheranan bukan kekaguman dan bukan pula gairah.
"Jadi engkau inikah orangnya yang berjuluk Suling Emas" Sudah banyak ku-dengar tentang dirimu dari Yu Siang Ki. Memang aku ingin sekali jumpa dengan-mu, banyak hal yang hendak kutanyakan. Suling Emas, di manakah kita dapat bicara dengan enak dan leluasa"
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 168
Kuharap engkau tidak akan merasa keberatan....!"
"Engkau anak siapa" Siapa Ibumu?" Pertanyaan ini keluar dari mulut Suling Emas secara otomatis seperti di luar ke-sadarannya dan terdengar keras seperti bentakan sehingga semua orang yang mendengar mengira bahwa pendekar itu menjadi marah-marah.
Kwi Lan tersentak kaget, keningnya berkerut, matanya memandang tajam. Apa maksud pendekar ini" Mengapa be-gitu jumpa, terus saja bertanya siapa ibunya" Kwi Lan adalah seorang gadis yang amat cerdik. Pertanyaan yang membingungkan semua orang ini sudah dapat diduga maksudnya dalam sekejap mata oleh Kwi Lan. Ia sudah mendengar bahwa orang ini, Suling Emas adalah kakak angkat Ratu Yalina, dan mungkin sekali, kalau tidak hisapan jempol belaka percakapan antara kaum sesat, di antara kakak dan adik angkat ini terjalin kasih sayang. Kalau betul demikian, agaknya kini Suling Emas terkejut melihat dia dan tentu saja hanya satu hal yang me-nyebabkannya, yaitu bahwa dia tentu mirip dengan ibunya di waktu masih muda! Ia tidak meragukan keterangan bibi dan gurunya, bahwa Ibu kandungnya adalah Ratu Yalina.
"Kau tanya namaku" Seperti engkau, namaku hanya nama julukan. Mutiara Hitam! Tentang Ibuku.... aku sendiri ti-dak tahu...."
Mendengar jawaban ini, Suling Emas baru sadar betapa tidak pantasnya per-tanyaannya tadi.
Wajahnya menjadi me-rah sekali dan ia cepat berkata. "Nona, kaubukalah baju bagian dadamu!"
Kini wajah Kwi Lan yang menjadi merah sekali, merah karena marah. Sepa-sang matanya memancarkan kemarahan, sinarnya menyambar wajah Suling Emas dan tangan kanannya
bertolak pinggang, telunjuk kiri menuding ke arah hidung Suling Emas sambil mulutnya membentak.
"Apakah kaukira setelah kau bernama Suling Emas dan terkenal sebagai pen-dekar besar yang sakti, boleh saja eng-kau menghina seorang seperti aku" Cih, manusia kurang ajar tak tahu malu!" Setelah berkata demikian, ia membanting kakinya dengan gemas kemudian sekali bergerak, tubuhnya sudah melayang turun dari atas panggung.
"Kwi Lan....! Kwi Lan, kembalilah! Engkau hendak ke mana....?" Yu Siang Ki berseru memanggil.
Kwi Lan tidak menoleh, hanya men-jawab dengan suara menyatakan kekesal-an hatinya.
Mutiara Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku pergi, uruslah dunia pengemismu, sampai jumpa!"
"Kwi Lan....!" Yu Siang masih berusa-ha menahan.
"Percuma, gadis seperti dia itu tak mungkin mau dicegah kehendaknya....!" Suling Emas berkata lirih dan berkali-kali pendekar ini menarik napas panjang dan berkata. " aneh.... benar aneh....," Di dalam hatinya ia benar-benar makin heran menyaksikan sikap gadis pemarah itu yang sama dengan watak Lin Lin. Kemudian ia bertanya kepada Yu Siang Ki, "Kwi Lan namanya" Mutiara Hitam" Dari manakah datangnya" Ilmunya he-bat...."
"Entahlah, Paman. Saya bertemu di tengah jalan, dia sebatangkara namanya Kwi Lan dan shenya Kam...."
"Heh....?" Suling Emas benar-benar terkejut, memandang wajah tampan itu dengan mata penuh selidik.
"Benar, Paman. Ketika pertama kali mendengar saya pun terkejut dan melihat kelihaiannya, saya mengira dia mempu-nyai hubungan keluarga dengan Paman. Akan tetapi ternyata bukan dia.... dia bahkan tidak tahu siapa orang tuanya. Kiranya, semenjak bayi dia dirawat gurunya yang ia sebut-sebut Bibi Sian."
Suling Emas berdiri tegak seperti arca. Penuturan singkat tentang gadis itu membuat pikirannya melayang-layang dan mengenangkan masa lalu. Bibi Sian" Kalau gadis yang sama benar wajah dan watak-nya dengan Lin Lin itu puteri Lin Lin, memang dia mempunyai seorang "Bibi Sian", yaitu Kam Sian Eng! Dan ilmu ke-pandaian Sian Eng memang hebat Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 169
luar biasa," karena Sian Eng telah mewarisi pusaka ibu kandungnya, Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian (baca cerita CINTA BERNODA DARAH)! Benarkah sangkaannya ini" Akan tetapi,
ahh.... mana mungkin Lin Lin mempunyai puteri" Ia hanya mendengar bahwa sampai kini, Lin Lin yang kini menjadi Ratu Yalina di Khitan, tidak pernah menikah dan hanya
mempunyai seorang putera angkat, yaitu anak pang-limanya sendiri yang setia, Kayabu.
Pada saat itu, Gak-lokai dan Ciam-lokai sudah meloncat ke atas panggung. Tadi ketika semua orang mendengar bah-wa orang yang mereka sangka Yu Kang Tianglo itu ternyata palsu dan Suling Emas adanya, mereka menjadi gaduh dan ramailah mereka mengeluarkan pendapat masing-masing. Gak-lokai dan Ciam-lokai segera merundingkan hal itu dengan anak
buahnya. Mereka kini sudah mendengar bahwa Yu Kang Tianglo telah meninggal dunia dan karena mereka tahu bahwa Suling Emas dahulu sahabat baik Yu Kang Tianglo, maka mereka tidak akan menuntut, bahkan berterima kasih. Apa-lagi di situ ada terdapat pemuda lihai yang mengaku putera Yu Kang Tianglo, hal ini harus dibuktikan lebih dahulu kebenarannya.
Setelah mendapat persetuju-an rekan-rekan mereka, dua orang kakek pengemis itu lalu melompat ke atas panggung. Langsung mereka berdua menghadapi Suling Emas dan memberi hormat.
"Kiranya Taihiap (Pendekar Besar) yang semenjak dahulu telah menjadi sa-habat baik para kai-pang. Harap Taihiap sudi memaafkan kesalahan kami yang menyangka Taihiap Yu Kang Tianglo." kata Gak-lokai.
Suling Emas balas menjura dah me-narik napas panjang. "Sama-sama salah, Lokai. Aku pun bersalah, telah berani mengaku sebagai Yu Kang Tianglo. Syu-kurlah kalian semua percaya bahwa per-buatanku ini sama sekali bukan untuk merampas kedudukan, melainkan untuk mewakili sahabatku itu membersihkan Khong-sim Kai-pang. Sekarang rahasiaku telah terbuka, dan kebetulan sekali mun-cul putera Yu Kang Tianglo ini yang bernama Yu Siang Ki. Melihat kepandai-annya, kiranya tidak ada orang lain yang tepat untuk memimpin Khong-sim Kai-pang dan bersama kai-pang-kai-pang lain bersatu menghadapi ancaman kaum se-sat."
"Ucapan Taihiap tepat sekali dan kami bergembira bertemu dengan putera Yu Kang Kai-pangcu, sungguhpun merasa sedih mendengar berita kematiannya.
Akan tetapi, Taihiap, siapakah berani tanggung bahwa orang muda ini benar-benar putera Yu Kang Tianglo yang su-dah puluhan tahun tiada berita?" kata Ciam-lokai.
"Pendapat rekan Ciam-lokai benar. Kalau yang memalsukan nama Yu Kang Tianglo itu Taihiap, hal ini masih tidak ada buruknya, bahkan lebih baik mengingat bahwa Taihiap seorang pendekar sakti yang selalu membela kaum lemah. Akan tetapi kalau sampai
dipalsukan orang lain yang kemudian menyelewengkan kai-pang seperti hannya lima pangcu yang telah tewas di tangan Taihiap, bukankah hal ini akan menimbulkan malapetaka" Ka-rena itu, kami minta bukti dari orang muda ini bahwa dia betul-betul putera Yu Kang Tianglo!"
"Bagus....! Benar sekali....!" Ter-dengar para pengemis berteriak-teriak.
Suling Emas hanya memandang kepada Yu Siang Ki. Di dalam hatinya ia perca-ya kepada pemuda ini yang dapat ia nilai kejujuran dan kesetiaannya dari sikap dan sepak terjangnya tadi. Akan tetapi ia pun tidak berani memastikan apakah pemuda ini benar-benar putera Yu Kang Tianglo, karena ketika bertemu dengan tokoh pengemis itu, dahulu Yu Kang Tianglo tidak menyebut-nyebut tentang keadaan keluarganya. Oleh karena inilah, ia diam saja dan menyerahkan kepada Yu Siang Ki sendiri untuk membuktikan ke-benaran pengakuan sebagai putera Yu Kang Tianglo.
Pemuda itu dengan sikap tenang, tanpa ragu-ragu menghadapi Cak-lokai dan Ciam-lokai sambil berkata.
"Kalau saya tidak salah duga, Ji-wi (Anda Berdua) tentulah Gak-lokai dan Ciam-lokai. Ayah pernah menyebut nama Ji-wi kepada saya. Apa yang Ji-wi kemu-kakan tadi memang benar.
Saya harus dapat membuktikan bahwa saya Yu Siang Ki, benar-benar adalah putera tunggal Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 170
Yu Kang Tianglo. Saya mempunyai tiga ma-cam bukti, harap Ji wi dan semua Sau-dara anggauta Khong-sim Kai-pang, mendengar dan menyaksikannya!"
Yu Siang Ki berhenti sejenak, ke-mudian ia berkata lagi dengan suara lan-tang sambil menggerakkan kedua tangan-nya, yang kiri menekan di dada kiri arah tempat jantung dan tangan kanan diang-kat ke atas membentuk lingkaran dengan ibu jari dan jari tengah.
"Beginilah tanda rahasia perkumpulan kita Khong-sim Kai-pang! Kakekku, Yu Jin Tianglo, yang menciptakan tanda rahasia ini. Bukan hanya sekedar tanda, melainkan memiliki tiga kegunaan, yaitu pertama sebagai tanda pengenal sesama anggauta. Kedua mempunyai arti yaitu Kosong dan Hati, sesuai dengan nama perkumpulan kita, Khong-sim Kai-pang
(Perkumpulan Penge-mis Hati Kosong). Kosong adalah kosong lahir batin. Lahirnya kosong dan miskin tidak memiliki apa-apa, dalamnya juga kosong dan polos tidak mempunyai watak dan pikiran kotor. Adapun hati dimaksud-kan bahwa setiap anggauta harus memiliki hati yang bersih dan penuh kesetiaan terhadap perkumpulan. Kemudian arti ke tiga dan hal ini hanya dikenal oleh para pimpinan Khong-sim Kai-pang, yaitu ge-rakan ini adalah jurus pembukaan dari-pada ilmu silat yang harus dimiliki oleh para pimpinan Khong-sim Kai-pang. Nama Ilmu silatnya pun Khong-sim-kun (Ilmu Silat Hati Kosong)!"
Mendengar ini, berisiklah semua pe-ngemis dan semua terheran-heran. Yang sudah tahu jelas akan arti tanda rahasia mereka itu, mengangguk-angguk membe-narkan, yang belum tahu kini menjadi tahu dan tercengang, tidak mengira bah-wa tanda rahasia itu mempunyai arti yang begitu luas.
"Sekarang bukti ke dua bahwa saya adalah putera tunggal Yu Kang Tianglo. Mungkin di antara saudara anggauta Khong-sim Kai-pang tidak ada yang me-ngetahui siapa nama Gak-lokai dan Ciam-lokai! Adakah di antara saudara yang mengetahui nama mereka berdua?"
Yu Siang Ki menanti sampai bebera-pa lama. Para pengemis itu kembali berisik sekali sehingga keadaan di situ menjadi seperti pasar. Namun tidak ada yang tahu akan nama dua orang tokoh yang selalu hanya dikenal sebagai Gak--lokai dan Ciam-lokai saja. Kemudian terdengar suara mereka. "Tidak ada yang tahu....!"
Yu Siang Ki menjura kepada Gak--lokai dan Ciam-lokai. "Maafkan saya, Ji -wi Lokai, untuk menjadi bukti, terpaksa saya memperkenalkan nama Ji wi." Ke-mudian pemuda ini
menghadapi para pengemis dan berkata lantang. "Men-diang Ayah pernah mengatakan bahwa di antara para tokoh Khong-sim Kai-pang, yang boleh saya percaya adalah dua orang yaitu Paman Gak Lun dan Paman Ciam Hie inilah!"
Dua orang lokai itu saling pandang dengan muka pucat. Sudah puluhan tahun mereka tidak pernah memperkenalkan nama, bahkan tidak pernah ada yang menyebut nama mereka.
Memang hanya Yu Kang Tianglo yang mereka beritahu ten-tang nama mereka.
Kembali para pengemis menjadi beri-sik, bahkan ada yang bersorak karena kedua orang lokai itu sama sekali tidak membantah. Hal ini hanya berarti bahwa bukti ke dua ini pun cocok.
"Sekarang bukti ke tiga. Seperti ku-katakan tadi, setiap pimpinan Khong-sim Kai-pang tentu diberi pelajaran Ilmu Silat Khong-sim-kun. Ayah pernah bercerita bahwa pada masa ini, di antara semua anggauta Khong-sim Kai-pang, ha-nya Gak-lokai dan Ciam-lokai berdua sajalah yang faham akan ilmu silat itu, karena dahulu ketika Ayah datang ke sini untuk memimpin saudara-saudara meng-hadapi Pouw Kai-ong, sebelum Ayah per-gi lagi Ayah telah
menurunkan Ilmu itu kepada dua orang tua ini. Benarkah ti-dak, Ji-wi Lokai?"
Gak-lokai dan Ciam-lokai berseri-seri wajahnya dan mengangguk-angguk. Kini mereka tidak ragu-ragu lagi bahwa pemuda yang tahu semua kejadian rahasia ini tentulah benar putera Yu Kang Tianglo. Akan tetapi mereka masih belum puas. Kalau ketua mereka selihai Suling Emas, hati mereka akan menjadi lega. Akan tetapi Yu Siang Ki masih amat muda. Biarpun tadi kelihatan kelihaiannya, bahkan dipuji oleh Suling Emas, namun cukup kuatkah pemuda ini menjadi ketua kai-pang yang kini menghadapi banyak musuh tangguh"
"Nah, kalau benar demikian." Siang Ki menyambung kata-katanya, kini saya persilakan Ji-wi Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 171
untuk menguji aku de-ngan ilmu silat itu. Kalau aku dapat memecahkan Khong-sim-kun, jelaslah bahwa hanya ayahku Yu Kang Tianglo yang dapat mengajarkan ilmu itu kepada-ku."
"Setuju! Baik begitu!" Semua pengemis bersorak. Gak-lokai dan Ciam-lokai juga menjadi girang karena kini terbuka ke-sempatan bagi mereka untuk memuaskan hati mereka dengan menguji sampai di mana kelihaian putera Yu Kang Tianglo ini. Akan tetapi karena kini mereka yakin bahwa pemuda ini adalah putera Yu Kang Tianglo, maka mereka menjadi segan juga. Gak-lokai lalu menjura dan berkata.
"Yu Siauw-pangcu (Ketua Yu Muda) yang memerintah, harap suka maafkan kami dua orang tua berani kurang ajar!"
Yu Siang Ki tertawa. Senang hatinya melihat sikap dua orang yang pernah dipuji ayahnya ini.
"Ji-wi harap jangan sungkan-sungkan. Mulailah!"
Gak-lokai dan Ciam-lokai bergerak maju dan benar saja, sebagai pembuka-an mereka telah bergerak seperti yang dilakukan Yu Siang Ki tadi, yaitu tangan kiri menekan dada kiri sedangkan tangan kanan diangkat di atas kepala membentuk lingkaran dengan ibu jari dan jari tengah. Juga pemuda itu melakukan ge-rak yang sama, setelah itu barulah dua orang kakek itu menyerang dengan jurus-jurus yang aneh, namun amat cepat dan menimbulkan angin pukulan halus. Diam-diam Suling Emas memperhatikan dan menjadi kagum. Ilmu Khong-sim-kun yang diciptakan kakek pemuda itu me-mang benar hebat, gerakannya halus dan indah namun mengandung kecepatan ge-rak dan tenaga kuat. Begitu menyaksikan cara pemuda itu
menyambut serangan, tahulah Suling Emas bahwa dalam ilmu silat ini, Si Pemuda jauh lebih matang dan sempurna gerakannya daripada kedua orang lawannya. Hal inl adalah karena Gak-lokai dan Ciam-lokai hanya beberapa hari saja berkumpul dengan Yu Kang.
Tianglo sehingga hanya menerima teori dan menerima bimbingan sebentar, se-baliknya Yu Siang Ki berlatih di bawah pengawasan ayahnya, tentu saja gerakannya lebih mahir dan sempurna.
Dua orang kakek itu girang bukan main. Mereka pun tahu bahwa pemuda ini benar-benar mahir Ilmu Silat Khong-sim--kun dan semua jurus yang mereka ke-luarkan untuk
menyerangnya, semua da-pat dikembalikan, ditangkis atau dielak-kan dengan baik sekali.
Sampai habis semua jurus Khong-sim-kun mereka jalan-kan dan belum pernah mereka dapat menyentuh tubuh Yu Siang Ki, sebaliknya setiap kali pemuda itu menangkis, tentu tangan mereka terpental dan pangkal lengan mereka terasa kesemutan dan setengah lumpuh. Mereka maklum bahwa kalau pemuda itu menghendaki, dalam beberapa jurus saja mereka tentu akan dapat dirobohkan!
Keduanya lalu melompat mundur, menghadapi para pengemis di bawah panggung dan
bersorak, "Saudara-saudara semua! Dia ini betul-betul putera Yu Kang Kai-pangcu! Dialah yang patut menjadi ketua kita!"
Setelah berkata demikian, Gak-lokai dan Ciam-lokai lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Yu Siang Ki sambil berkata, "Yu-pangcu, kami mohon pim-pinan Pangcu!"
Pemuda itu terharu ketika melihat semua pengemis di bawah panggung juga berlutut. Ia tersenyum dan mengangkat bangun Gak-lokai dan Ciam-lokai. "Harap Saudara sekalian jangan terlalu merendah-kan diri. Aku tentu saja suka sekali me-mimpin kalian dan melindungi perkumpulan kita, asal mendapat bantuan Gak-lokai dan Ciam-lokai yang sudah lebih ber-pengalaman."
Para pengemis bersorak gembira, ada yang menari-nari dan ada yang tertawa--tawa. Para pimpinan kai-pang yang menjadi tamu segera maju dan memberi hormat serta memberi selamat kepada pangcu baru dari Khong-sim Kai-pang. Timbul harapan mereka bahwa
bersama pemuda yang lihai ini mereka akan lebih kuat menghadapi penyelundupan kaum sesat.
"Eh, ke mana dia....?" Tiba-tiba Yu Siang Ki menengok, terkejut karena tidak melihat Suling Emas di belakangnya.
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 172
Gak-lokai dan Ciam-lokai juga terke-jut dan heran. "Ke mana perginya Kim--siauw Taihiap?"
"Lihat itu ada tulisan!" kata pula Yu Siang Ki yang melihat tulisan terukir di atas papan panggung di mana tadi Suling Emas berdiri. Beramai-ramai me-reka mendatangi tempat itu dan pembaca tulisan yang terukir, amat indahnya, agaknya diukir dengan ujung sepatu!
"Selamat kepada pangcu baru,
Suling Emas akan selalu mengamati
dan melindungi dari jauh!"
Mereka menarik napas panjang. Gak-lokai dan Ciam-lokai cepat lari meloncat turun menuju ke kandang kuda, namun kuda kurus tunggangan Suling Emas juga tidak ada pula di situ.
Semua orang menjadi makin kagum. Di depan mata sekian banyaknya orang, Suling Emas dapat menghilang begitu saja, bahkan meninggalkan tulisan yang diukir dengan ujung kaki.
Namun di dalam hatinya, Yu Siang Ki, Gak-lokai, dan Ciam-lokai girang ka-rena di dalam tulisan yang ditinggalkan Suling Emas itu, Si Pendekar Sakti menjanjikan pengamatan dan perlindungan, biarpun dari jauh. Hal ini berarti bahwa dalam menghadapi bahaya dan kesukaran, mereka masih dapat mengharapkan ban-tuan pendekar sakti itu. Biarpun di da-lam hatinya Yu Siang Ki berduka sekali karena ia kehilangan Kwi Lan yang pergi secara mendadak, namun sebagai seorang ketua yang amat setia kepada Khong-sim Kai-pang, ia mengesampingkan pera-saan pribadi yang jatuh cinta kepada gadis itu, dan mulailah ia mengatur se-gala usaha dan perbaikan untuk Khong-sim Kai-pang.
*** Suling Emas menarik napas panjang berkali-kali, hanya kecewa dan menyesal karena ia tidak berhasil mengejar gadis yang bernama Kam Kwi Lan itu. Biarpun ia membalapkan kudanya mengejar keempat penjuru, ia tetap saja tak dapat melihat Kwi Lan. Mengertilah ia bahwa gadis itu memang sengaja tidak mau menjumpainya. Ia mengingat-ingat dan mengangguk-angguk. Gadis itu wataknya aneh dan keras sekali. Dan ia memang kurang hati-hati dengan ucapannya tadi. Ia menyuruh gadis itu membuka baju. Tentu saja ia maksudkan agar gadis itu melihat sendiri pada dadanya karena seperti juga Siang Ki, ia tahu bahwa gadis itu menderita luka akibat pukulan rahasia Pak-kek Sian-ong. Gadis itu salah kira, menyangka dia bersikap kurang ajar!
"Hemm, patut menjadi murid Sian Eng." ia menggereneng. "Akan tetapi wataknya lebih mirip dengan Lin-moi, juga wajah dan bentuk tubuhnya. Heran sekali.... siapakah bocah itu?"
Karena dapat menduga, watak Kwi Lan yang mirip Lin Lin, maka ia tahu bahwa percuma saja mencari terus. Kalau gadis itu tidak mau menjumpainya dan bersembunyi, mana mungkin ia men-cari dan menemukannya" Suling Emas menjalankan kudanya lagi, perlahan-lahan. Ia telah dikenal orang. Rahasianya telah bocor karena munculnya Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong. Hatinya menjadi risau. Untuk menghilangkan perasaan tidak enak ini ia mengeluarkan sulingnya dan ditiupnya sulingnya itu dan berusaha melenyapkan segala perasaan yang tidak menyenangkan. Namun tetap saja pikirannya tak dapat ia diamkan. Dunia mulai kacau lagi. Orang-orang jahat bermuncul-an. Bahkan dua orang seperti Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong juga mulai main gila di dunia ramai. Bagaimana dia akan dapat menyembunyikan dan mengasingkan diri, berpeluk tangan saja" Tak mungkin, bisik hatinya.
Tak mungkin , aku dapat menjadi penonton saja. Haruskah dia turun tangan kembali, seperti dulu-dulu" Haruskah ia mengisi hidupnya dengan pertandingan-pertanding-an lagi"
Mengganggu ketenangan dan kesunyian dengan urusan dunia yang tiada habisnya"
Tiba-tiba ia menahan kudanya dan otomatis tangan kirinya menarik sapu-tangan yang tergantung di leher ke atas, menutupi mulut dan hidungnya. Telinga-nya mendengar suara makian dari jauh, dari arah belakangnya.
"Setan biadab, siapa sudi menuruti kehendakmu" Bunuh saja aku!"
"Iblis Khitan, kalau bisa kaucari sen-diri orangnya, mengapa memaksa kami" Kau berani menghina pengemis miskin?"
Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 173
Itulah suara Gak-lokai dan Ciam-lo-kai! Biarpun ia tidak menengok dan tidak melihat, namun telinganya mendengar betapa dari belakang terdapat dua orang yang mendatangi dengan ilmu lari cepat yang amat hebat. Ia terkejut dan tadinya ia mengira tentu Lam-kek Sian-ong dan Pak-kek Sian-ong yang datang, akan te-tapi kalau mereka, mengapa suara ma-kian Ciam-lokai tadi menyebut-nyebut iblis Khitan" Suling Emas lalu memutar kudanya dan karena harus siap menjaga kalau yang datang betul Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, maka masih memegang suling di tangan kanannya.
Akan tetapi setelah kini ia memutar kuda, ia terheran-heran. Yang datang berlari cepat sekali adalah dua orang Khitan, dua orang kakek yang datang membawa Gak-lokai seperti orang me-nenteng kelinci saja. Dua orang kakek pengemis yang cukup lihai itu diceng-keram punggung bajunya dan sama sekali tidak dapat melepaskan diri. Ini saja sudah membuktikan betapa lihainya dua orang Khitan itu. Suling Emas diam-diam terkejut. Bukan terkejut melihat kelihai-an mereka karena ia pun maklum bahwa banyak orang-orang kuat di Khitan. Akan tetapi ia terkejut karena melihat bahwa yang datang ini bukan orang sembarang-an, melainkan dua orang yang berpangkat tinggi dalam ketentaraan, dua orang panglima! Hal ini dapat dilihat dari pa-kaiannya. Para panglima Khitan dapat dikenal dari tanda sulaman bundar di dada mereka. Dua orang kakek ini pada dadanya terdapat gambar pilar besar, berarti bahwa mereka adalah panglima-panglima benteng. Hemm, kalau Lin Lin sampai mengutus
panglima-panglimanya datang, berarti Ratu Khitan itu tidak main-main lagi, tidak sekedar rindu dan mengundangnya begitu saja!
Setelah dua orang panglima Khitan itu tiba dekat, Gak-lokai berkata sambil memandang Suling Emas, "Taihiap, bukan kami yang menunjukkan tempat Taihiap, melainkan kami dibawa dengan paksa oleh dua ekor monyet Khitan ini!"
Suling Emas berkata dari balik sapu-tangannya, suaranya perlahan dan halus, namun berpengaruh, "Sepanjang penge-tahuanku, Panglima-panglima Khitan adalah orang-orang yang berkepandaian ting-gi dan juga menjunjung keadilan dan ke-gagahan. Mengapa
mengganggu pengemis-pengemis seperti kami" Apakah Khitan sudah melupakan
persahabatan dan hen-dak mengganas di selatan?"
Muka kedua orang panglima Khitan itu menjadi merah karena teguran itu langsung menusuk hati mereka.
Sejenak mereka saling pandang dengan sangsi karena mereka sendiri pun tidak tahu apakah benar orang berkuda yang menu-tupi mukanya itu adalah orang yang dicarinya. Namun, karena perintah dari atasan mereka menyatakan bahwa orang yang dicarinya itu menyamar sebagai pe-ngemis dan berada di antara para penge-mis Khong-sim Kai-pang, serta memiliki seekor kuda merah yang kurus kering, hilang keraguan mereka.
Seorang di antara mereka berkata, "Maafkan jika terpaksa kami menangkap dua manusia bandel ini, karena dimintai tolong menunjukkan tempat Taihiap me-reka tidak mau malah memaki-maki. Taihiap, jauh-jauh kami datang sengaja untuk menemui Taihiap, menempuh perja-lanan ribuan li, mengalami segala macam kesukaran dan rintangan. Sama sekali bukan maksud kami untuk mengganggu saudara-saudara kai-pang. Hanya dua orang manusia ini terlalu bandel tidak suka membantu."
"Di antara kalian dan aku tidak ada urusan apa-apa, tak pernah saling ber-temu dan tidak saling mengenal. Menga-pa kalian bersusah payah mencariku?"
Pangllma yang bicara tadi mengambil sesuatu dari sakunya, kemudian berkata.
"Kami datang sebagai utusan ratu kami untuk menyampaikan surat ini ke-pada Taihiap. Harap Taihiap sudi mene-rimanya!". Setelah berkata demikian, ta-ngannya yang memegang surat itu berge-rak menyambit dan gulungan surat itu bagaikan peluru menyambar ke arah Su-ling Emas.
Suling Emas mengerti bahwa tidak perlu ia berpura-pura terus. Sambitan itu saja sudah Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 174
merupakan ujian karena tidak sembarang orang dapat menyambit seper-ti itu dan tidak sembarangan orang pula dapat menerimanya. Ia mengangsurkan tangan kiri, dengan tenang ia menangkap gulungan surat itu. Tubuhnya sedikit pun tidak bergoyang dari atas panggung ku-danya.
Dua orang panglima itu memandang penuh kekaguman dan panglima yang me-nyambitkan gulungan surat berkata, "Ter-nyata tidak keliru dugaan kami. Kami telah melaksanakan tugas kami. Maafkan kami, sobat-sobat yang bandel dan se-lamat tinggal, Taihiap!" Mereka berdua melepaskan cengkeraman pada punggung baju dua orang kakek pengemis itu, ke-mudian membalikkan tubuh dan berlari cepat pergi meninggalkan tempat itu.
"Berbahaya sekali! Mereka itu memi-liki kepandaian yang hebat. Mengapa Taihiap selalu diganggu orang-orang Khitan?" tanya Ciam-lokai terheran-he-ran. Ini adalah pengalamannya yang dua kali melihat Suling Emas dikejar-kejar orang Khitan.
Suling Emas tersenyum. "Urusan pri-badi, Lo-kai. Maafkan kalau kalian sam-pal terbawa-bawa."
"Adakah sesuatu yang dapat kami la-kukan untuk membantumu, Taihiap?" tanya Gak-lokai ketika melihat wajah pendekar itu agak pucat.
Suling Emas mengerutkan kening. Ia tadi kecewa karena tak dapat mencari Kwi Lan, maka kini ia berkata. "Memang kalian dapat membantuku. Harap kalian sampaikan kepada Pangcu kalian agar suka mengutus anak-anak buahnya untuk menyelidiki dan mencari kemana perginya gadis yang berjuluk Mutiara Hitam itu. Kalau berhasil, harap memberi kabar kepadaku. Aku akan berada di kota raja."
Dua orang kakek pengemis itu me-nyanggupi dan mereka lalu berpisah. Se-telah Gak-lokai dan Ciam-lokai pergi, Suling Emas menjalankan kudanya perla-han-lahan sambil melepas tali pengikat gulungan kertas. Hatinya berdebar keras. Surat dari Lin Lin" Apa kehendaknya"
Jari-jari tangannya agak gemetar ketika ia membentangkan kertas itu di depan-nya, sedangkan kudanya masih jalan terus perlahan-lahan seenaknya. Surat itu ter-nyata singkat namun mengandung gam-baran hati yang penuh rindu dan risau.
Kakanda Kam Bu Song, Terlalu lama saya menanggung de-rita batin. Terlalu lama menyim-pan rahasia besar. Tak tertahankan lagi. Lekas datang ber-kunjung.
YALINA Suling Emas menghela napas panjang dan menyimpan gulungan surat di saku baju sebelah dalam. Apakah yang dike-hendaki Lin Lin" Rahasia besar apakah yang dimaksudkannya"
Bukankah sudah tepat kalau ia meninggalkan Lin Lin, seperti juga ia meninggalkan Suma Ceng?"
Ah, hidupnya yang lalu dirusak oleh asmara gagal. Bukan ia tidak mera-sa rindu kepada Lin Lin, hanya ia sengaja hendak menghapus perasaan itu meng-ingat akan kedudukan Lin Lin sebagai Ratu Yalina di Khitan. Untuk apa dia mengganggu dan merusak nama baik se-orang ratu besar" Inilah yang meragukan hatinya sehingga ia tidak berani berkun-jung ke Khitan.
Sekarang pun ia tidak ingin berkunjung, bahkan hendak pergi ke kota raja Sung, untuk menemui Liong- ji (Anak Liong). Ya, kini hanya pemuda putera Suma Ceng itulah yang menjadi harapannya. Kiang Liong adalah pemuda puteranya. Anak Suma Ceng, menggunakan she Kiang menurut nama keluarga Pangeran Kiang suami Suma Ceng, akan tetapi Kiang Liong adalah puteranya! Dan semenjak kecil, ia seringkali berkun-jung secara diam-diam dan menurunkan ilmunya kepada Kiang Liong yang meng-anggapnya sebagai gurunya. Sekarang pun ia hendak pergi ke kota raja untuk ber-kunjung kepada murid dan juga puteranya itu, karena sudah merasa rindu" Akan tetapi surat Lin Ling yang baru saja diterimanya membuat hatinya bimbang.
Ah, betapa pahit semua kenyataan itu. Lin Lin adalah seorang wanita yang di-cintanya, bahkan bukan hanya menjadi kekasih biasa, melainkan menjadi isteri selama sebulan, isteri Mutiara Hitam >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com 175
yang tidak sah! Terpaksa ia harus merenggutkan cinta kasih, merobek hati sendiri demi kedudukan Lin Lin sebagai seorang ratu! Dan terhadap Kiang Liong, biarpun ia tahu bahwa anak itu adalah puteranya sendiri, ia tidak berani mengakuinya dan oleh pemuda itu ia hanya dianggap sebagai guru! Hal ini ia lakukan demi menjaga nama baik Suma Ceng, juga nama baik anak itu sendiri sebagai putera pangeran! Benar-benar ia banyak menderita batin, namun pengorbanan-pengorbanan itu harus ia lakukan demi orang-orang yang ia cinta!
Senja hari di malam tahun baru. Un-tuk kedua kalinya dalam beberapa bulan itu, puncak Cheng-liong-san yang biasanya sunyi sepi itu kini ramai dikunjungi orang. Akan tetapi tidak seperti dahulu pada pertama kalinya, kini kaum sesat dengan pasukan-pasukannya yang datang berbondong-bondong, tidak langsung naik ke puncak, melainkan bergerombol dan ber-kumpul menjadi beberapa kelompok di le-reng gunung. Puncak Cheng-liong-san tetap sunyi. Siapakah berani lancang naik ke puncak sebelum datuk-datuk yang mereka pilih tiba"
Hari itu adalah hari penentuan, hari pertemuan para datuk kaum sesat yang dipilih oleh golongan masing-masing untuk menentukan siapa di antara me-reka yang patut dipilih menjadi bengcu atau pemimpin besar kaum sesat.
Datuk pertama yang muncul di pun-cak adalah seorang yang amat aneh. Dia berjalan seorang diri, mendaki puncak sambil bernyanyi-nyanyi. Nyanyinya amat aneh pula, dengan kata-kata asing yang lucu, sedangkan lagunya juga lucu sekali, sehingga suaranya yang bergema di se-luruh lembah dan terdengar oleh para kaum sesat, membuat mereka terheran-heran dan tersenyum-senyum geli. Suara tinggi kecil seperti suara perempuan. Kalau tidak melihat orangnya, mendengar suaranya tentu orang mengira dia seorang wanita. Akan tetapi ternyata dia itu seorang laki-laki yang bertubuh tinggi tegap, dengan tubuh berotot dan sepa-tutnya ia seorang laki-laki yang memiliki tubuh gagah. Wajahnya tampan sekali, dengan hidung yang agak terlalu mancung dan mata yang warna hitamnya tercampur biru, kulitnya putih halus seperti kulit wanita, rambutnya panjang dibiar-kan terurai di belakang punggung. Dan lenggangnya, lenggangnya genit dan lemah-gemulai seperti lenggang seorang wanita berpantat besar yang genit sekali. Bibirnya yang terlalu manis bentuknya untuk seorang pria itu selalu tersenyum-senyum dan bergerak-gerak dibuat-buat agar nampak makin manis.
Pakaiannya juga aneh, amat mewah terbuat dari sutera beraneka warna yang halus, leher-nya digantungi kalung permata yang be-sar-besar. Kuku jari-jari tangannya runcing terpelihara dan diberi merah-merah! Inilah dia Bu-tek Siu-lam, datuk yang di-pilih para pengemis untuk menjadi beng-cu. Julukan Siu-lam (Laki-laki Tampan) memang ada benarnya, hanya sayang ketampanannya itu membuat ia menjadi genit seperti perempuan, beraksi seperti perempuan dan tingkah lakunya tiada be-danya dengan seorang wadam (banci). Sebuah gunting besar yang mengkilap putih terselip di pinggangnya.
Setelah tiba di puncak, Bu-tek Siu-lam menghentikan nyanyiannya, meman-dang ke kanan kiri lalu berdongak ke atas. Mulutnya terbuka dan terdengarlah suara suitan yang keras sekali sehingga mengumandang ke seluruh lembah dan lereng gunung. Suitan panjang ini disusul suaranya yang merdu dan kecil namun nyaring sekali.
"Heiiii! Mana dia iblis-iblis palsu dari empat penjuru yang katanya hendak beraksi" Kalau benar bisa menandingi Bu-tek Siu-lam, aku rela menganggapnya se-bagai bengcu dan bersahabat dengannya, hi-hi-hik!" Setelah berkata demikian, Bu-tek Siu-lam yang sukar ditaksir berapa usianya ini berdiri dengan tubuh digerak-gerakan kemayu!
Perjodohan Busur Kumala 23 Pendekar Asmara Tangan Iblis Karya Lovely Dear Petualang Asmara 28
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama