Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara Bagian 3
kebetulan minggu depan aku diundang Tek-wangwe untuk
menghadiri selamatan ulang tahunnya yang keenam puluh!"
"Ah, benar. Kau mendapat undangan. Boleh.... boleh saja,
suamiku. Bawalah Han Han dan biarkan putera kita itu
mendapat suasana yang lain di luar!"
"Jadi kau setuju?"
"Aku setuju, tak keberatan!"
"Bagus, kalau begitu biar kubicarakan dengan anak kita itu
dan akan kubawa dia ke sana. Akan kuajak dia menghadapi
pesta dan aku tidak percaya bahwa hatinya tidak akan
tergerak kalau melihat tamu-tamu bermacam jenis!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan Tek-wangwe mempunyai anak gadis cantik. Siapa
tahu Han Han terpikat hatinya!"
"Hm, itu pula yang kumaksud. Aku ingin menggerakkan
hatinya dan melihat bagaimana kalau dia jatuh cinta!"
Beng Tan dan isterinya berseri. Swi Cu tertawa ketika
suaminya mengucapkan kata-kata itu, teringat peristiwanya
sendiri ketika dulu mula pertama ia jatuh cinta dengan
suaminya itu. Dan ketika Beng Tan juga tertawa dan
menyambar isterinya itu maka keduanya sudah berciuman
mesra. "Lihat, betapa nikmatnya hidup dalam cinta. Masa putera
kita tak mewarisi ini dan ingin hidup lajang" Ha-ha, akan
kuperkenalkan dia dengan segala gadis-gadis yang ada di
pesta itu, Cu-moi. Karena Tek-wangwe juga tentu
mengundang tokoh-tokoh persilatan dalam merayakan ulang
tahunnya yang keenam puluh!"
Swi Cu berseri gembira. Hari itu juga suaminya memanggil
Han Han, menyuruh pemuda itu menghadap. Dan ketika Han
Han ditanya apakah mau keluar bersama ayahnya maka sang
ibu melihat puteranya berkerut kening, acuh.
"Ayah mau mengajakku ke mana" Ada urusan apa?"
"He, ayahmu mendapat undangan Tek-wangwe (hartawan
Tek), Han Han. Masa kau lupa dan tidak ingat utusan itu!"
"Oh, orang-orang sekereta yang dulu itu, yah" Hm, aku
ingat. Tapi aku tak tertarik. Aku ingin di sini saja kalau ayah
tak keberatan. Lagi pula, bukankah ada ibu" Ayah dapat pergi
berdua dan aku menjaga di sini."
"Hm, ibumu tak enak badan, Han Han. Dan aku tentunya
tak mau pergi sendiri. Kau menemani ayahmu, mau atau
tidak!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah," Han Han tampaknya ogah-ogahan. "Kalau kau
memaksa tentu saja aku tak menolak, yah. Tapi aku tak mau
pakai baju yang bagus-bagus untuk ke pesta itu!"
"Gampang, tapi juga jangan yang terlalu sederhana. Kau
jelek-jelek adalah putera ketua Hek-yan-pang, harus
bersepatu dan berkopiah, necis!"
Pemuda ini mengangguk. "Kapan ayah berangkat?"
"Seminggu lagi, kau siap?"
"Baik, yah. Aku siap."
Dan ketika Han Han pergi dan seminggu kemudian ayah
ibunya menunggu maka betul saja Han Han siap dengan
sepatu dan baju yang bersih, tidak baru tapi cukup bagus dan
pantas. Namun ketika pemuda itu ditanya mana kopiahnya,
dandanan agar puteranya itu tampak sebagai seorang siucai
(sasterawan) maka Beng Tan kaget bukan main ketika
anaknya itu menyambar dan memperlihatkan sebuah caping,
topi bambu. "Aku tak mau memakai kopiah, aku pilih ini. Lihat, yah. Aku
senang dengan caping ini dan pas benar di kepalaku!" Han
Han mengenakan caping itu, gagah dan tampan tapi Swi Cu
tiba-tiba terpekik. Wanita ini melihat betapa wajah Sin Hauw
tiba-tiba muncul. Han Han benar-benar mirip Sin Hauw atau
mendiang Si Golok Maut itu. Dan karena Han Han
mengenakannya di depan ayah ibunya ini dan tak tahu bahwa
trauma yang pernah dirasakan ibunya masih hebat maka tibatiba Swi Cu membentak dan menyerang puteranya itu, seolah
sedang menghadapi Si Golok Maut dan bukan Han Han!
"Lepaskan caping itu, atau kau kubunuh!"
Han Han terkejut. Dia tak menyangka ibunya menyerang
tapi pemuda ini secara otomatis menangkis, menolak dan
mementalkan ibunya itu. Dan ketika Swi Cu berjungkir balik
sementara Han Han terhuyung, caping di kepalanya mencelat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka pemuda ini terheran dan pucat memandang ibunya itu,
menggigil. "Ibu, apa... apa artinya ini" Kau mau membunuh aku?"
"Hm!" sang ibu me layang turun, kaget dan sadar akan
perbuatannya tadi, serangan otomatis. "Aku tak suka kau
mengenakan caping itu, Han Han. Aku benci melihat kau
mengenakan topi bambu. Buang itu dan kenakan kopiah yang
pantas. Kau anak seorang ketua perkumpulan!"
"Dan dari mana kau dapatkan itu," sang ayah kini juga
bicara, maju dengan cepat. Selain untuk mencegah isterinya
menyerang lagi juga karena dia heran dan kaget bagaimana
tiba-tiba puteranya itu memilih caping bambu, bukannya
kopiah atau topi yang pantas sebagaimana layaknya putera
seorang ketua. Han Han memilih caping itu yang lebih pantas
dikenakan seorang jembel atau pengemis, padahal itu tentu
saja tak pantas baginya. Dan karena caping itu juga
mengingatkan Beng Tan akan profil Si Golok Maut maka lakilaki atau pria ini mencegah puteranya mengenakan caping.
"Aku... aku mendapatkannya di belakang," Han Han men
jawab, bingung dan juga tampak tidak mengerti kenapa ayah
atau ibunya marah-marah. "Aku menemukannya di sumur tua,
ayah, mengambilnya dan senang karena caping ini pas sekali
di kepalaku. Aku... aku tidak mengerti kenapa ayah atau ibu
marah-marah!" "Hm, kau harus tahu," sang ayah menerangkan. "Kau
putera seorang ketua perkumpulan, Han Han, bukan anak
seorang pengemis atau jembel."
"Tapi caping ini masih bagus, juga kuat. Tak mungkin
punya kaum jembel!" "Kau tak mau mendengar kata-kataku?" sang ayah
mengerutkan kening. "Setidak-tidaknya jangan buat ibumu
malu, Han Han. Caping itu tak pantas untukmu dan buang
saja. Dengar nasihatku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak... jangan, ayah!" sang pemuda tiba-tiba menyambar
kembali caping itu. "Aku suka dan jangan caping ini dibuang.
Ini barang temuanku!"
"Hm, tapi aku tak suka!" sang ibu tiba-tiba berkelebat,
merasa bahwa tenaga puteranya tadi demikian hebat.
"Kesinikan dan berikan caping itu, Han Han. Ibumu yang akan
menyimpan!" Han Han tertegun. Ibunya merampas dan mengambil
caping itu, berkelebat dan tak lama kemudian sudah
membawa ganti sebuah topi indah dari bulu domba, bagus
dan mengenakannya pada kepala puteranya itu. Dan ketika
Han Han membiarkannya saja dan bertanya apakah ibunya
tidak membuang caping itu maka pemuda ini berkerut
kecewa. "Aku harap ibu menepati janji. Itu adalah milikku, barang
temuanku. Aku tak suka ibu membuangnya karena aku tentu
akan mencari yang lain lagi sebagai gantinya."
"Hm, kau tak usah khawatir. Ibu menyimpannya di kamar
ibu, tapi sekarang pakailah ini dan pergilah bersama ayahmu!"
Han Han tak banyak membantah. Beng Tan melihat
puteranya itu menunjukkan muka kecewa namun dipendam,
sang isteri memberi isyarat dan segeralah sang ayah
mengajak puteranya pergi. Dan ketika Han Han mengangguk
dan berkelebat bersama ayahnya maka dua laki-laki ini sudah
ke tempat Tek-wangwe. Hartawan itu adalah teman baik Beng Tan dan kini
merayakan ulang tahunnya yang keenam puluh. Sebagai
ketua perkumpulan yang disegani maka Tek-wangwe sering
memberi sumbangan kepada Hek-yan-pang ini, di samping
sebagai jalinan persahabatan juga sekaligus sebagai pelindung
kalau orang berani mengganggu hartawan itu. Tek-wangwe
memang cukup dermawan meskipun tentu saja kedermawanannya itu bukan tanpa maksud. Sebagai hartawan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau orang kaya yang banyak uangnya hartawan ini harus
menjalin hubungan dengan orang-orang pandai. Sudah bukan
menjadi rahasia lagi kalau kaum hartawan atau bangsawan
memiliki sahabat orang-orang kang-ouw atau tokoh-tokoh
persilatan. Mereka itu perlu "menempel" karena persahabatan
mereka dengan orang-orang kang-ouw atau tokoh-tokoh
persilatan tertentu ini memberikan semacam status tambahan
kepada diri mereka. Maka ketika Tek-wangwe juga menempel
Beng Tan dan dengan sumbangan-sumbangannya yang tetap
kepada perkumpulan Hek-yan-pang itu mau tidak mau Beng
Tan harus menghargai hartawan itu maka ketika dia tiba di
sana, di kota Li-yang, Beng Tan disambut hangat dan penuh
hormat. "Ah, ha-ha, kiranya Hek-yan-pangcu (ketua Hek-yan-pang).
Selamat datang, taihiap.... selamat datang. Mari masuk dan
duduk di kursi kehormatan!"
Tuan rumah langsung menyambut sendiri kehadiran Beng
Tan itu. Semua mata menoleh dan otomatis ayah dan anak
menjadi pusat perhatian. Beng Tan tersenyum-senyum dan
menjura di depan tuan rumah sementara puteranya tersipu
dan sedikit malu. Han Han tak biasa menjadi perhatian
demikian banyak orang dan para wanita atau gadis yang
duduk di deretan kursi sebelah kiri tiba-tiba berdecak kagum.
Mereka melihat kegagahan dan ketampanan pemuda itu,
juga gerak-geriknya yang halus namun menyembunyikan
kekuatan yang dahsyat. Sinar mata Han Han yang demikian
tajam dan mengandung kekuatan sinkang sungguh tak dapat
disembunyikan meskipun pemuda itu berusaha menunduk dan
malu-malu. Dan ketika Beng Tan atau sang ayah juga memiliki
sinar mata yang sama, tajam dan berkilat meskipun
disembunyikan dalam tawa dan senyum yang ramah maka
semua orang merasakan getaran pengaruh yang didatangkan
ayah dan anak ini, apalagi mereka tahu bahwa Beng Tan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah seorang pria gagah perkasa yang dulu telah
menumbangkan Si Golok Maut.
"Terima kasih.... terima kasih...!" Beng T an membalas tuan
rumah dengan tawa yang ramah. "Kami tak membawa apaapa untukmu, wangwe, melainkan sekedar ucapan panjang
umur dan sedikit bungkusan ini. Terimalah, puteraku masih
malu-malu namun kau tentu mengenalnya!"
"Ha-ha, ini Beng-kongcu (tuan muda Beng)" Ah, selamat
datang pula, kongcu. Dan maaf kalau sambutan kami masih
kurang memuaskan!" menjura dan tertawa-tawa di depan
pemuda itu tiba-tiba Tek-wangwe memberi isyarat kepada
seorang gadis yang muncul mendadak. Gadis ini tadi
bersembunyi di sudut pilar dan kini maju begitu Tek-wangwe
memanggil. Agaknya, hartawan ini sudah mengatur itu karena
begitu Beng Tan dan Han Han tiba mendadak saja dia sudah
didampingi gadis ini, yang bukan lain adalah puterinya sendiri
bernama Tek Lian. Han Han menyerahkan kado ulang tahun
dan bukan Tek-wangwe yang menerima melainkan puterinya
inilah. Dan ketika Tek Lian maju dan menyambut, menjura
terlebih dahulu di depan Beng Tan baru kemudian Han Han
maka gadis atau puteri Tek-wangwe ini mengeluarkan
suaranya yang merdu. "Beng-taihiap, sebagai puteri ayah aku menghaturkan
selamat datang atas kunjungan ini. Terima kasih atas kadonya
dan semoga Beng-taihiap dan kongcu sehat-sehat dan betah
di tempat kami!" Beng Tan tertawa. Dia melirik puteranya ketika kado
diserahkan, melihat jari-jari mereka bersentuhan dan
puteranya itu cepat menarik diri. Ada sesuatu yang agak
membuat kening pendekar ini berkerut. Han Han serasa
disentuh ular ketika jari-jari lentik T ek Lian menyentuh tangan
puteranya. Hm..! Dan ketika Han Han mundur dengan cepat
dan Tek Lian tampak tertegun, semburat, maka Beng Tan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
batuk-batuk dan coba menghilangkan ganjalan tidak enak
yang sedikit itu. "Kami duduk di mana?"
"Ah!" Tek-wangwe cepat sadar. "Duduk di tempat yang
telah kami sediakan, taihiap. Mari... mari.... kursi untuk kalian
berdua adalah di atas panggung!"
Beng Tan menggamit puteranya. Han Han tampak
semburat pula karena sikapnya tadi diperhatikan sang ayah.
Diam-diam Beng Tan berbisik agar puteranya itu bersikap
wajar saja. Mereka di rumah orang, mereka adalah tamu. Dan
ketika Han Han mengangguk dan tiba-tiba terdengar suara
cekikikan mendadak seorang wanita berbaju kuning
berkelebat dan menghadang di tengah jalan, ketika ayah dan
anak ini s iap diantar ke kursi kehormatan oleh hartawan Tek.
"Wangwe, bolehkah aku berkenalan sebentar dengan Hekyan-pangcu dan puteranya ini" Maaf, bukan untuk
mengganggu, melainkan sekedar menyatakan kagum dan
ingin berkenalan secara tulus!"
Tek-wangwe mengerutkan kening. Tiba-tiba matanya
bersinar tak senang karena itulah Huang-ho Coa-li (Dewi Ular
Dari Huang-ho), tamu tak diundang tapi muncul di saat dia
merayakan ulang tahun. Namun karena yang dituju adalah
Beng Tan dan tamunya itu tampak mengangguk, memberikan
isyarat, maka hartawan ini tersenyum dan buru-buru menjura.
"Ah, kiranya Huang-ho Coa-li. Selamat datang, nona. Dan
maaf kalau aku lupa mengundangmu!"
"Hi-hik, tak usah basa-basi. Aku datang memang tanpa
sepengetahuanmu, wangwe. Dan tak usah khawatir terhadap
Beng-taihiap ini. Dia tak akan menuduhmu bergaul dengan
orang sesat. Aku datang sekedar ingin melihat keramaian dan
kini tiba-tiba tertarik melihat Beng-taihiap dan puteranya ini!"
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang hartawan merah mukanya. Huang-ho Coa-li dengan
sikap dan kata-katanya yang tidak dipikir langsung saja
ceplas-ceplos di s itu, kesannya kasar dan urakan. Tapi karena
wanita itu memang termasuk golongan sesat dan Huang-ho
Coa-ii sudah lama ingin mengganggu hartawan ini namun
terbentur oleh nama besar Hek-yan-pangcu alias Beng Tan
maka begitu Beng Tan muncul mendadak saja wanita ini yang
sejak tadi menyelinap di deretan kursi wanita sekonyongkonyong ingin cari perkara.
Beng Tan, yang mengenal dan mendengar wanita ini
sebagai orang sesat dua tiga tahun belakangan tersenyum
saja melihat wanita muda itu bertingkah. Sebagai pria yang
kini cukup umur dan matang pengalaman segera dia tahu
bahwa maksud dan tujuan Huang-ho Coa-li adalah mencari
setori. Jago-jago muda atau orang-orang sesat yang baru
muncul memang biasanya begitu. Mereka akan mencari dan
membuat gara-gara kalau ada seseorang yang dikatakan lihai,
jago dan tak terkalahkan dan biasanya akan menjajal-jajal
dulu dalam sebuah pertandingan. Huang-ho Coa-li inipun
tentu tak terkecuali. Namun karena dia tinggal di Hek-yanpang dan markas perkumpulannya itu dijaga anak-anak murid
yang banyak jumlahnya maka mencari atau membuat garagara dengannya di dalam perkumpulan tentulah tak berani
dilakukan Huang-ho Coa-li ini. Dan keluarnya dia dari markas
dianggap satu kesempatan baik oleh orang-orang macam
Huang-ho Coa-li itu. Maka ketika wanita itu berkata ingin
berkenalan tapi sikap dan kata-katanya sungguh bernada
mengejek maka Beng Tan yang tahu seluk-beluk dunia kangouw tersenyum saja dan berkata pendek.
"Nona, kami datang sebagai tamu. Kalau kaupun datang
sebagai tamu tentunya kita akan menghormati tuan rumah
dan menunggu saja acara suguhan apa yang bakal
dikeluarkannya. Kalau sekedar berkenalan, tentu kami tak
menolak. Tapi kalau ingin lebih tentu saja kami juga akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyambut tapi biarlah kita nantikan acara itu yang tentu
khusus akan dikeluarkan oleh tuan rumah!"
"Hi-hik, pangcu cepat tanggap. Ah, terima kasih, pangcu.
Tapi aku sekedar saja ingin berkenalan. Nanti kita tentu
bertemu lagi dan sudah lama aku mendengar namamu yang
menggetarkan jagad. Terimalah salamku dan selamat bersua!"
Beng Tan mundur. Tiba-tiba wanita itu mengangkat
tangannya melepas pukulan sinkang, berkata memberi salam
namun sebenarnya menyerang. Dilihat sepintas lalu memang
Huang-ho Coa-li ini tampak memberi hormat, karena kedua
lengan yang diangkat itu memang seperti orang bersoja
namun Beng Tan yang bukan anak kecil ini tahu, tentu saja
tidak bodoh. Dan ketika pukulan menyambar dan dia
menghindar ke arah kiri, di mana puteranya berada maka
cepat dan sambil tertawa dia berkata,
"Han Han, aku tak sanggup menerima kehormatan wanita
ini. Biarlah kau yang menerima dan beri salam hormat
kembali!" Han Han mengerutkan kening, Sebagai putera ayahnya
yang hebat tentu saja dia tahu bahwa ayahnya diserang.
Huang-ho Coa-li itu pada dasarnya ingin mencoba ayahnya di
balik kata-kata salam. Dan karena pada dasarnya pemuda ini
membenci wanita dan tak suka me lihat kebrutalan lawan tibatiba Han Han maju dan secepat kilat dia menerima pukulan
itu, mendengus. "Huang-ho Coa-li, ayah enggan menerimamu. Biarlah aku
yang menerima dan terima kasih.... dess!" Huang-ho Coa-li
tiba-tiba mencelat, kaget berteriak panjang dan wanita itu
terbanting dan tertumbuk dinding. Han Han rupanya terlalu
keras memberi "pelajaran" dan wanita itu menjerit, jatuh
terguling-guling. Dan ketika dia muntah darah dan semua
orang terkejut, Beng Tan juga sama-sama terkejut maka
semua orang tiba-tiba menjadi gaduh dan ribut karena sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangkis saja Beng Han atau Han Han ini telah membuat
Huang-ho Coa-li luka dalam!
"Ah, tak boleh begitu!" Beng Tan, sang ayah, berkelebat
menegur puteranya. Bukan maksudnya untuk melukai atau menciderai lawan.
Han Han ternyata terlalu ganas. Maka ketika Beng Tan
menyambar dan menahan wanita ini, yang terbatuk dan
muntah-muntah maka Beng Tan cepat menotok dan
mengeluarkan obat. Namun belum keburu dia memasukkan
obat ini ke mulut wanita itu tiba-tiba Huang-ho Coa-li sudah
mengeluh dan terkulai pingsan!
Gegerlah tempat itu. Keganasan dan sikap dingin Han Han
tiba-tiba membuat semua orang meremang. Tek-wangwe
sendiri tertegun karena sekali balas saja Han Han sudah
mengeluarkan tangan besi. Atau, mungkin pemuda itu yang
belum dapat mengatur pukulannya karena Han Han belum
pernah "turun gunung", belum berhadapan dengan orangorang lain selain ayah atau ibunya sendiri, juga beberapa
murid Hek-yan-pang yang tentunya jarang dipertandingkan.
Maka begitu Huang-ho Coa-li tak sadarkan diri dan para tamu
kaget, ribut, maka Tek-wangwe cepat berlari menghampiri
dan ikut menolong Beng Tan yang merah padam
menyiumankan wanita itu. "Maaf..." pendekar ini gemetar. "Han Han terlalu keras,
wangwe. Bukan maksudku untuk menyuruhnya begitu. Biar
nanti dia kutegur dan kusiumankan dulu wanita ini!"
"Tak apa," sang hartawan pun gugup. "Huang-ho Coa-li
telah bersikap liar dan menyerangmu duluan, taihiap. Kalau
dia bersikap baik-baik dan tidak kasar seperti tadi tentu Bengkongcu juga tak akan membuatnya begini. Puteramu marah,
dan itu wajar. Biarlah menjadi pelajaran baginya agar dapat
bersikap sopan di rumah orang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Huang-ho Coa-li akhirnya sadar. Beng Tan yang menotok
dan menjejalkan due butir obat akhirnya membuat wanita itu
siuman. Huang-ho Coa-li membuka nsata dan terbelalak ketika
melihat Beng Tan. Dia mengeluh dan cepat melompat bangun
menepis tangan sang pendekar. Dan ketika wanita itu
terhuyung dan terisak memandang Han Han, yang juga sudah
berdiri dan di dekat ayahnya maka wanita ini melengking
dengan mata berapi-api. "Hek-yan-pangcu, kau bertanggung jawab atas perbuatan
puteramu. Aku tak terima!" dan Huang-ho Coa-li yang
menerjang dan menusuk Han Han, siidah mencabut
pedangnya tiba-tiba ditangkis Beng Tan yang tak ingin melihat
Han Han menurunkan tangan ganas lagi. Pendekar itu berseru
bahwa itu adalah tanggung jawabnya, Huang-ho Coa-li boleh
menyerangnya tapi jangan ke Han Han. Dan ketika pedang
ditangkis terpental dan Huang-ho Coa-li memekik, hampir
terlempar atau terpelanting oleh tamparan lawan maka wanita
ini membentak dan maju lagi, bertubi-tubi melepas serangan
dan Beng Tan tentu saja mendongkol. Sebenarnya secara
baik-baik dia ingin menyelamatkan wanita
ini dari ketelengasan puteranya. Dia tak ingin melihat Huang-ho Coa-li
terbanting dan terluka lagi oleh balasan puteranya. Maka
ketika dia berkelit dan Han Han dilihatnya sudah memandang
beringas, siap menghajar atau menjatuhkan wanita ini lagi
maka buru-buru Beng Tan mengebutkan ujung bajunya dan
dengan kepandaiannya yang tinggi tiba-tiba pendekar itu telah
menggubat dan mematahkan pedang lawan. Lalu begitu
lawan terkejut dan memekik, kaget, tiba-tiba Beng Tan telah
menggerakkan dua jarinya dan robohlah wanita itu oleh
sebuah totokan jarak jauh.
"Bluk!" Huang-ho Coa-li mengerang pendek. Sekarang wanita ini
tak dapat menyerang lagi karena dibuat lumpuh tak berdaya.
Pedangnyapun dipatahkan dan orang bersorak memuji ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat gerakan ketua Hek-yan-pang itu, yang begitu mudah
dan gampang merobohkan lawannya. Dan ketika lawan
menangis tapi Beng Tan menggerakkan tangannya lagi,
membebaskan totokan maka Huang-ho Coa-li melompat
bangun terhuyung menggigil.
"Hek-yan-pangcu, kau telah menanam permusuhan dengan
aku. Baiklah, lain kali kita bertemu lagi dan aku pasti membuat
perhitungan di kemudian hari!"
Wanita itu berkelebat menangis terisak-isak. Huang-ho
Coa-li yang tadinya mencari gara-gara mendadak menjadi
bahan tertawaan orang ketika meninggalkan tempat itu.
Kepandaian dan kelihaian Beng Tan malah mendapat tepuk
tangan dan pujian di sana-sini. Tapi ketika Beng Tan menarik
napas dan membungkuk di depan Tek-wangwe maka
pendekar itu minta maaf dan menyatakan penyesalannya.
"Tak apa.... tak apa..." sang hartawan malah tertawa
gembira. "Sudah lama wanita itu mencoba mengganggu aku,
taihiap. Berkali-kali datang dan minta uang namun tak pernah
kukabulkan. Sudahlah, sekarang dia mendapat hajaran dan
lain kali tentu tak berani datang lagi!"
Beng Tan ditarik ke panggung. Ketua Hek-yan-pang ini
digandeng hartawan Tek untuk menduduki kursinya yang
terhormat, di atas panggung, duduk bersebelahan dengan
tuan rumah yang juga menyiapkan kursinya sendiri. Dan
ketika Han Han ditarik ayahnya dan diajak ke tempat itu maka
Beng Tan agak tersipu karena tamu-tamu lain yang
berdatangan ke situ hanya disambut beberapa pembantu Tekwangwe ini, tidak seperti ketika dia yang datang dan disambut
secara langsung oleh tuan rumah.
"Ah, mereka itu" Ha-ha, biarkan saja, taihiap. Aku memang
hanya menyambut tamu-tamuku yang paling penting.
Selebihnya, biarlah pembantuku yang mengurus dan aku di
sini saja bersamamu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm, aku jadi tak enak," Beng T an merasa lirikan beberapa
tamu yang tajam dan tak senang, melihat mereka itu seolah
diacuhkan Tek-wangwe. "Kalau kau terlalu berlebihan
menyambutku begini tentu aku tak enak duduk di sini,
wangwe. Jangan bersikap seperti ini dan lihat itu ada dua
pengemis datang!" Aneh, Tek-wangwe tiba-tiba bangkit berdiri. Para tamu
yang berpakaian bagus-bagus dan rata-rata berpakaian
perlente tiba-tiba tak seperti ketika melihat dua pengemis
yang baru datang itu. Hartawan Tek terkejut dan buru-buru
turun, tertawa dan menyambut dan orang akan tercengang
keheranan melihat di sebuah pesta ada pengemis masuk,
bahkan, disambut tuan rumahnya sendiri. Tapi ketika Tek
Lian, puteri Tek-wangwe itu berteriak dan memanggil dua
pengemis ini dengan sebutan "suhu" (guru) maka agaknya
keheranan atau ketercengangan itu akan sirna.
Dua pengemis ini tertawa-tawa ketika disambut hartawan
Tek. Mereka tak membalas ketika tuan rumah membungkuk di
depan mereka, karena sudah menoleh dan menyambut Tek
Lian yang berlari dan merangkul mereka. Dan ketika Tekwangwe cengar-cengir sementara dua pengemis itu sudah
menepuk-nepuk pundak muridnya maka mereka tiba-tiba
tertegun melihat di atas panggung, di kursi kehormatan sudah
duduk Beng Tan dan puteranya itu.
"Siapa mereka?" dua pengemis ini bertanya, tak sungkansungkan. "Kehormatan apakah yang kau berikan kepadanya,
wangwe" Pantaskah mereka duduk di situ?"
"Ah!" Tek-wangwe didahului puterinya. "Itu adalah Bengtaihiap dan puteranya, suhu. Yang terhormat ketua Hek-yanpang dan Beng-kongcu. Mari, ayah sudah menyiapkan kursi
untuk kalian pula dan tinggal beberapa lagi tamu-tamu
penting yang belum datang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hek-yan-pangcu?" pengemis di sebelah kanan tertegun.
"Maksudmu Pek-jit Kiam-hiap yang mendampingi isterinya di
perkumpulan Walet Hitam itu?"
"Benar, itulah dia, suhu. Dan mari kuperkenalkan. Bengtaihiap baru saja datang dan merobohkan Huang-ho Coa-li!"
"Hm, sombong! Jadi begitukah sikap seorang tamu di
rumah orang lain" Wah, tak tahu aturan, Tek Lian. Seharusnya
diusir pergi dan tak usah menduduki kursi kehormatan!"
Tek Lian tiba-tiba kaget. Pengemis di sebelah kiri, gurunya
nomor dua, tiba-tiba berseru memaki-maki ketua Hek-yanpang itu, bergerak dan sudah melayang ke atas panggung.
Gerakannya gesit dan ringan, luar biasa, tahu-tahu sudah di
atas dan siap membentak Beng Tan kenapa membuat onar,
merobohkan seorang lain di rumah yang bukan milik sendiri.
Tapi ketika Tek Lian berkelebat dan berteriak memanggil
gurunya itu, menarik dan menyambar baju gurunya maka
pengemis yang tampaknya berangasan itu sudah buru-buru
diberi tahu. "Tahan, jangan salah paham. Beng-taihiap justeru
menolong muka ayah, suhu. Huang-ho Coa-li membuat onar
dan mengganggu mereka ini. Dengarkan ceritaku!" dan ketika
Tek Lian buru-buru memberi tahu dan menceritakan peristiwa
itu, didengar tapi rupanya disambut kurang baik maka kakek
ini terkekeh dan mengebutkan ujung lengan bajunya.
"Ah, begitukah kiranya" Kurang ajar, sungguh Huang-ho
Coa-li tak tahu malu. Kalau saja aku sudah datang tentu tak
perlu minta pertolongan yang terhormat ketua Hek-yan-pang
ini. Hm, aku harus menghaturkan terima kasih kalau begitu,
Tek Lian. Kalau begitu aku salah paham!" dan si kakek yang
menyeringai dan membungkuk di depan, sudah berada di atas
panggung tiba-tiba menjura dan berseru nyaring, "Hek-yanpangcu, sungguh kebetulan kau datang. Kau telah memberi
pelajaran dan mengusir si wanita busuk itu. Tapi sebenarnya
di sini ada muridku, tak usah kau berlagak dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memamerkan kepandaian. Apakah kaukira murid Ji-sin-kai tak
mampu menggebah pengacau" Maaf, Hek-yan-pangcu. Kau
termasuk lancang meskipun telah menolong Tek-wangwe!"
dan bergerak mengebutkan ujung lengan bajunya tiba-tiba
kakek itu menyerang dan melepas pukulan sinkang.
"Suhu!" Pukulan itu tak mungkin ditarik kembali. Ji-sin-kai
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(Pengemis Sakti Nomor Dua) telah tertawa dan terangterangan menghantam Beng Tan. Dari ujung bajunya yang
apek itu keluar angin menderu dan bau tidak enak. Beng Tan
yang berdiri menyambut pengemis itu tiba-tiba tertawa lebar,
tadi terkejut tapi segera tersenyum ketika mendengar bahwa
pengemis ini kiranya adalah Ji-sin-kai, dan yang di sana itu
tentu Toa-sin-kai, pengemis-pengemis berkepandaian tinggi
tapi yang di-dengarnya sebagai pengemis-pengemis budiman,
meskipun wataknya aneh karena dinilai angkuh dan sombong,
tak suka mengakui kepandaian orang lain dan diri sendiri lah
yang dianggap lihai. Maka begitu Ji-sin-kai menyerangnya dan
kakek itu terang-terangan melepas pukulan, membentak dan
tentu ingin mengujinya maka pria ini tertawa lebar
menggerakkan tangan kiri ke depan.
"Sin-kai, jangan salah paham. Aku tidak pamer kepandaian,
melainkan Huang-ho Coa-li itulah yang menyerangku habishabisan. Kalau kau tidak senang dengan perbuatanku tentu
saja aku minta maaf, dan selamat berkenalan serta jumpa di
sini, plak!" -oo0dw0oo- Jilid 5 DUA PUKULAN itu beradu, Beng Tan tertawa dengan
tangan kirinya sementara si kakek tampak berkutat dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ujung lengan bajunya. Ji-sin-kai atau kakek ini merasakan
gempuran tenaga dahsyat menahan pukulannya itu,
mendorong dan mau menolak balik dan tentu saja dia
bertahan, terkejut dan menambah tenaganya namun
lawanpun melakukan hal yang sama. Beng Tan menambah
tenaganya dan si kakek pucat bergoyang-goyang. Ji-sin-kai
menggeram namun tiba-tiba dia terdorong. Dan ketika kakek
itu terdorong dan terus terdorong hingga lantai panggung
berderit, tanda betapa hebatnya kakek itu bertahan maka
Beng Tan tiba-tiba menarik pukulannya dan mundur dengan
cepat, membuang seluruh tenaga lawannya ke samping.
"Maaf, kau hebat, Sin-kai. Tapi kukira cukup.... bress!" dan
lantai panggung yang berderak dan hancur patah-patah
akhirnya membuat para tamu meleletkan lidah dan Ji-sin-kai
berjungkir balik di udara, kaget berseru keras tapi kagum
karena lawan benar-benar luar biasa. Kalau Beng Tan
meneruskan serangannya dan dia tergencet tentu kakek itu
luka dalam. Namun tidak, ketua Hek-yan-pang itu menarik
pukulannya dan ini menyelematkan Ji-sin-kai. Dan ketika
kakek itu berjungkir balik melayang turun dan merah mukanya
maka dia memuji meskipun penasaran.
"Pangcu, kau hebat. Tapi aku belum puas!"
"Stop!" Beng Tan menggoyang lengan. "Lebih baik aku
mengaku kalah, Sin-kai. Aku terpaksa mundur karena
tenagamu hebat. Sudahlah, tak baik membuat Tek-wangwe
cemas dan lihat dia memandang kita!"
Ji-sin-kai bersinar-sinar. Tek-wangwe cepat-cepat memburu
dan hartawan itu menggoyang lengan sambil membungkukbungkuk. Hartawan ini ngeri dan pucat kalau si pengemis
menyerang lagi, karena Hek-yan-pangcu adalah tamunya yang
agung dan di atas semuanya itu adalah calon besan yang
diam-diam diincar! Maka ketika Ji-sin-kai menggeram
penasaran tapi untung Beng Tan tak melayaninya lebih jauh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka hartawan itu menarik duduk s i pengemis sambil bersojasoja. "Locianpwe harap tenang, kalian semua tamu. Masih ada
kesempatan untuk mengadu kepandaian dalam acara pibu.
Duduklah... duduklah, locianpwe. Jangan buru-buru mengumbar adat kalau acara itu belum tiba!" dan
mendudukkan lalu menghampiri Toa-sin-kai, pengemis
satunya yang masih berdiri di sudut hartawan inipun buruburu membujuk, mengerling pada puterinya. "Dan kaupun
tamuku yang terhormat, Sin-kai. Mari.... mari duduk dan
nikmati hidangan seadanya!"
Toa-sin-kai menyeringai. Dia belum berbuat apa-apa ketika
Tek-wangwe menarik dan mengajaknya duduk. Tek Lian,
muridnya, tiba-tiba juga berkelebat dan menarik tangannya.
Dan ketika dua orang itu mengajak duduk dan pengemis
inipun terkekeh maka Toa-sin-kai duduk di samping adiknya
dan diam-diam mengerahkan ilmu suaranya untuk bertanya.
"Sute, bagaimana kepandaiannya" Kau tak mampu
bertahan?" "Hm," sang sute, kakek itu, menjawab dengan mata merah.
"Hek-yan-pangcu itu hebat sekali, suheng. Aku memang kalah
tapi baru soal tenaga. Kepandaiannya, ilmu silatnya, belum!"
"Hm, kalau begitu aku jadi tertarik untuk coba-coba.
Baiklah nanti aku yang maju dan kita ramaikan ulang tahun
Tek-wangwe ini dengan pibu yang seru!"
"Aku juga, dan aku masih penasaran. Aku saja yang maju
dan nanti kita sama-sama lihat!"
Dua kakek itu berkedip. Mereka sudah bicara dengan
masing-masing mempergunakan ilmu suara jarak jauh. Bibir
mereka bergerak-gerak tapi tak ada kata-kata yang terdengar.
Itulah tanda betapa hebatnya sebenarnya dua pengemis ini.
Tapi Beng Tan yang tersenyum-senyum dan diam-diam
mendengarkan pembicaraan itu, menangkap dengan ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendengaran jarak jauhnya pula tiba-tiba memandang
puteranya karena mendadak Han Han bangkit berdiri dan
melotot memandang dua kakek pengemis itu.
"Ayah, Ji-sin-kai masih penasaran. Sebaiknya aku yang
maju dan menghajarnya!"
"He!" sang ayah terkejut, cepat menarik puteranya itu.
"Jangan mencari gara-gara, Beng Han. Duduk dan jangan jauh
dari ayahmu!" Beng Han mengerutkan kening. Dua kakek itu memandangnya dan Toa-sin-kai maupun Ji-sin-kai terkejut.
Mereka mendengar kata-kata itu karena Han Han tak
mempergunakan ilmu suara. Bicaranya begitu terang-terangan
dan lantang. Tentu saja mereka marah, terutama Ji-sin-kai!
Tapi ketika pemuda itu ditarik ayahnya dan Beng Tan
mengangguk kepada mereka berdua, minta maaf, maka sang
ayah berbisik dengan ilmu suara agar dua pengemis itu tak
gusar. "Harap ji-wi sin-kai (dua pengemis sakti) memaklumi
bahwa puteraku ini masih seorang pemuda yang berdarah
panas. Tentu kalian tak akan mudah terpancing oleh
omongannya yang lancang itu. Maaf, nanti saja kita mainmain lagi!" "Hm, kau mau melayani aku, Hek-yan-pangcu" Kau tentu
tak takut, bukan?" "Aku tentu melayanimu, dengan gembira. Tapi tak perlu
bersungguh-sungguh karena kita sekedar bermain-main saja!"
"Hm!" dan dua pengemis itu yang melotot tapi dapat
menahan diri akhirnya disuguhi arak dan Tek Lian cepat-cepat
menghibur suhunya. Gadis ini agak mengerutkan kening
karena kata-kata dan sikap Han Han tadi juga didengarnya.
Dia merasa tak senang tapi mencoba tersenyum manis. Dan
ketika beberapa tamu kembali datang dan ayah serta anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyambut maka beberapa tokoh atau tamu-tamu penting
muncul. Pertama adalah seorang laki-laki pendek gendut yang
berpakaian perlente, usianya sekitar limapuluh tahun, diiring
seorang pemuda yang mengawal atau berjalan di sebelannya.
Dialah Sing-wangwe bersama puteranya, Sing Kok. Dan ketika
tamu kedua dan ketiga adalah seorang tosu dan hwesio maka
muncullah dua tokoh pengembara yang bukan lain adalah Eng
Sian Taijin dan Tiong Liang Hwesio, dua tokoh dari Kongthong dan Go-bi. Agak heran juga hati Beng Tan melihat
tokoh-tokoh ini. Maklumlah, Eng Sian Taijin maupun Tiong
Liang Hwesio adalah orang-orang yang biasanya tak suka
bergaul dengan segala macam kaum bangsawan atau
hartawan. Tapi teringat bahwa di s itu hadir Toa-sin-kai dan Jisin-kai yang merupakan guru dari puteri tuan rumah maka
Beng Tan dapat menjadi maklum dan mengerti. Dan betul saja
dua orang pengemis itu buru-buru menyambut. Mereka ikut
dengan hartawan Tek menghampiri dua orang ini, tergopoh
dan tertawa-tawa dan segera dua orang hwesio dan tosu itu
diajak duduk di kursi kehormatan. Dan ketika mereka berada
di atas panggung dan mau tidak mau bertemu pandang
dengan Beng Tan maka Eng Sian Taijin mengerutkan kening,
merasa tidak kenal, "Siapa dia?" bisiknya.
"Ah, ketua Hek-yan-pang. Pek-jit Kiam hiap yang gagah
perkasa!" "Oh, ketua Hek-yan-pang kiranya!" dan ketika tosu itu
bersinar sementara hwesio di sebelahnya juga terbelalak lebar
maka Ji-sin-kai berkata bahwa ketua Hek-yan-pang ini
memiliki s inkang luar biasa, mulai menggosok.
"Aku tadi mencoba sedikit, dan terdorong. Kalau totiang
mau berkenalan silahkan saja, jangan sungkan-sungkan. Siapa
tahu Pek-jit-kiam-sut (Silat Pedang Matahari) dari ketua Hekyan-pang itu dapati menambah pengalaman dengan ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedangmu Kong-thong Kiam-sut (Ilmu Pedang Dari Kongthong)!" "Hm!" sang tosu sudah mengangguk, menjura. "Sudah
lama aku mendengar namamu, pangcu. Kiranya kau masih
muda dan gagah. Mengejutkan kalau Ji-sin-kai memujimu
secara terang-terangan!"
Beng Tan bangkit berdiri. Bahwa disitu tiba-tiba muncul
beberapa tokoh kang ouw hal ini adalah di luar dugaannya.
Dia menganggap paling-paling para tamu hanyalah orangorang sebangsa Tek-wang-we, atau paling tinggi seorang dua
orang tokoh-tokoh kang-ouw kelas dua. Tapi begitu Eng Sian
Taijin muncul dan Tiong Liang Hwesio dari Go-bi juga berada
di situ maka Beng Tan yang harus menghormat tokoh-tokoh
tua cepat-cepat bangkit memberi hormat.
"Ah, aku biasa-biasa saja, totiang. Aku tak sehebat seperti
yang dipujikan Ji-sin-kai itu. Kau jangan percaya, dan aku
tentu-saja tak berani menandingi ilmu pedang Kong-thong.
Selamat berkenalan, dan sungguh gembira bertemu dengan
jiwi berdua yang amat terkenal di dunia kang-ouw."
"Hm!" sang tosu tersenyum mengejek. Dia sudah menjura
dan ujung lengan bajunyapun bergerak ke depan. Ajaib, ujung
lengan baju yang tadi lemah dan berkibar itu mendadak
menjadi kaku dan berobah seperti lempengan baja,
menyambar atau menghantam tubuh Beng Tan dari kiri dan
kanan. Dan karena ini adalah serangan berbahaya karena
itulah pukulan sinkang yang merobah benda lemas menjadi
keras maka cepat saja Beng Tan menangkis, maklum bahwa
dia lagi-lagi diuji. "Plak!" Panggung bergetar. Eng Sian Taijin tampak bergoyang dan
tosu itu kaget. Lawan tak bergeming sementara dia hampir
terhuyung! Dan ketika tosu ini cepat menambah tenaganya
namun Beng Tan buru-buru me lepaskan diri maka ujung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengan baju yang menempel di telapak tangannya itu cepat
dihindari. "Totiang, terima kasih. Kau telah memberi pelajaran
berharga!" Eng Sian Taijin tertegun. Nyatalah bahwa ketua Hek-yanpang itu tak mau melayaninya lebih lanjut, padahal dia sudah
mengerahkan tenaga dan siap menggempur lagi. Penasaran
bahwa tadi dia tergetar! Tapi karena lawan sudah duduk lagi
dan Tiong Liang Hwesio tertawa bergelak, tahu bahwa
seorang lawan lihai benar-benar ada di situ maka hwesio ini
ganti melangkah dan berseru,
"Omitohud, pinceng (aku) belum berkenalan denganmu,
pangcu. Hebat dan kagum sekali diri ini bahwa seorang muda
sudah menjadi tokoh terkenal!"
Beng Tan terkejut. Sebenarnya dia tak mau beradu pukulan
lagi karena tuan rumah masih belum membuka acara pibu
(adu kepandaian silat), yang biasanya pasti diadakan untuk
meramaikan setiap acara pesta. Tapi karena lawan sudah
melangkah lebar dan dia tak keburu bangkit maka apa boleh
buat pukulan hwesio itu yang menyambar kepalanya terpaksa
ditangkis, dengan pura-pura bersoja, mengangkat kedua
lengan. "Ah, lo-suhu meninggikan aku" Maaf, aku biasa-biasa saja,
lo-suhu. Dan terima kasih atas salammu!" terdengar ledakan,
panggung berderak keras dan Tiong Liang Hwesio tiba-tiba
berseru kaget. Kedua lengannya yang memukul tiba-tiba
ditahan sepasang lengan ketua Hek-yan-pang itu, bertemu
dengan sepasang tenaga yang luar biasa hebatnya hingga dia
menggigil menahan diri, tak sanggup dan terdorong tiga
tindak! Dan ketika hwesio itu pucat karena lawan dapat terus
mendesak dan melemparnya keluar panggung tiba-tiba tenaga
dahsyat itu lenyap dan hwesio ini terhuyung ke depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, hebat, luar biasa. Pinceng benar-benar bertemu orang
pandai!" Beng Tan tersenyum merendah. Dia segera tahu bahwa
baik Ji-sin-kai maupun kawan-kawannya ini masih kalah
dengannya. Dia memiliki sinkang atau tenaga sakti yang dua
tingkat di atas mereka, tadi hanya dikeluarkan sebagian dan
itu saja sudah cukup membuat lawan pucat. Maka ketika si
hwesio mundur dan tahu diri, kagum, maka Beng Tan
mengangguk-angguk dan tersenyum. Selanjutnya tiga orang
itu saling kasak-kusuk dan Ji-sin-kai maupun Eng Sian Taijin
menunjukkan penasaran hebat. Mereka itu tak seperti Tiong
Liang Hwesio yang cukup tahu diri, yang batuk-batuk dan
kagum memandang Beng Tan. Dan ketika tuan rumah
menyambut beberapa tamu lagi dan akhirnya meniup lilin
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ulang tahun maka para tamu bersorak ketika tuan rumah ingin
dihibur dengan atraksi kepandaian silat.
"Puteriku barangkali yang perlu mengawali. Dan acara ini
kuserahkan saja kepada guru puteriku yang terhormat Toasin-kai dan Ji-sin-kai yang hadir di sini. Maaf, silahkan mulai,
Sin-kai. Agaknya tak ramai pesta ini kalau kalian orang-orang
persilatan tak menunjukkan kepandaian!"
Toa-sin-kai tersenyum lebar. Setelah para tamu dipersilahkan makan minum maka dia bangkit berdiri
memanggil muridnya. Tek Lian diminta menunjukkan sejurus
dua ilmu s ilat. Dan ketika gadis itu bergerak dan melayang ke
atas panggung, disambut tepuk tangan riuh maka Tek Lian
menyambar tongkat dan mainkan ilmu silat khusus dari
gurunya itu. Gadis ini sudah membungkuk terlebih dahulu ketika
mainkan tongkatnya. Dia mulai berkelebatan ketika tongkatnya dilempar ke atas, tinggi dan disambar dan
selanjutnya naik turunlah gadis itu dengan gerak meliak-liuk.
Tongkat di tangan menyambar menderu-deru dan penonton
bersorak melihat gerakannya yang lemah gemulai, lembut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun kuat dan itu cukup memberi indikasi bahwa puteri
hartawan Tek ini bukan gadis sembarangan. Dan ketika gadis
itu menutup dengan gerakan me lipat, yakni tubuh dilempar ke
udara sementara tongkat dibanting dan ditangkap di atas
lantai maka bergemuruhlah sorak penonton oleh puji dan
kagum. "Maaf, aku hanya dapat sebegini saja. Ilmu silatku terlalu
rendah. Kalau ada cu-wi enghiong (orang-orang gagah) yang
ingin menunjukkan kepandaian silahkan naik agar dapat
membuka mataku lebar-lebar!"
Berteriaklah orang-orang oleh tantangan itu. Pibu telah
dibuka dan puteri tuan rumah telah mengawalinya dengan
permainan silat yang indah. Semua mata tiba-tiba tertuju di
sini dan Tek Lian menjadi pusat perhatian. Gadis itu memang
muda dan cantik, suaranyapun merdu dan tinggi semampai.
Maka begitu dia menyelesaikan ilmu silatnya dan menantang
untuk ditemani, hal yang tentu saja membuat sorak lebih riuh
maka seorang pemuda melompat dan menjura di depan si
gadis. "Maaf, aku Wi Cong To ingin bermain-main denganmu,
Tek-siocia. Sudilah kiranya memberikan pelajaran karena aku
tertarik dan kagum akan silat tongkatmu!"
"Hm," Tek Lian tak menyangka, melihat pemuda ini
bermuka buruk. "Kau siapa, sobat" Wi Cong To" Baik, mari
main-main dan perlihatkan kepandaianmu..... wut!" dan
tongkat yang kembali bergerak dan berada di tangan gadis ini
lalu bersiap untuk menghadapi lawan. Tek Lian harus
melengos karena si buruk itu menyeringai padanya, mulutnya
melebar dan mirip kuda mau menangis. Sungguh tak disangka
kalau yang pertama datang adalah pemuda macam ini. Buruk!
Tapi karena dia puteri tuan rumah dan pibu memang bebas
diikuti siapa saja maka Tek Lian menahan mualnya dan
memasang kuda-kuda. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cong To, pemuda itu, sudah membungkuk di depan lawan.
Meskipun buruk namun pemuda ini tetaplah sopan, sikapnya
tak kurang ajar dan mulailah dia membentak melonjorkan
kedua lengan. Dia tak mencabut senjata dan Tek Lian sejenak
tertegun. Tapi ketika pemuda itu berkata bahwa itulah
senjatanya, kedua lengannya yang kokoh maka Tek Lian yang
tentu saja tak sudi beradu lengan lalu membentak dan
menyuruh lawan maju. "Aku laki-laki, kau wanita, juga sebagai tuan rumah.
Silahkan mulai dan jangan ragu-ragu, siocia. Maju dan
seranglah aku." "Wut!" tongkat sudah menyambar, tak banyak bicara lagi.
"Kalau begitu baiklah orang she Wi. Awas serangan dan jaga
diri baik-baik!" dan Tek Lian yang tak ingin berpanjang lebar
dengan lawan tiba-tiba sudah membentak dan menggerakkan
tongkatnya itu. Dia berkelebat dan menyambar bagai seekor
burung walet, lincah menubruk namun lawan berkelit. Dan
ketika Tek Lian mengejar dan lawan mem balik maka untuk
pertama kali pemuda itu menangkis.
"Dukk!" Dua lengan pemuda itu bergetar keras. Tongkat terpental
dan Tek Lian terkejut karena tenaga lawan kiranya begitu
hebat. Dia yang menyerang tapi dialah yang terpental. Dan
ketika lawan tertawa dan gadis itu melengking maka untuk
selanjutnya murid Ji-sin-kai ini beterbangan dengan tongkat
menyambar-nyambar. Sekarang Tek Lian tak mau beradu
tenaga lagi karena begitu si pemuda mau menangkis maka
cepat-cepat dia menarik dan mengemplang ke arah lain. Ke
manapun pemuda itu menggerakkan lengan ke situ pula buruburu dia mengganti serangan. Akibatnya si pemuda gemas
karena puteri Tek-wangwe itu tak mau beradu dengannya.
Dan ketika Tek Lian mempercepat gerakannya dan si pemuda
tak dapat mengikuti maka tampaklah di s ini bahwa dalam soal
kecepatan gadis ini jauh lebih menang daripada lawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akibatnya Cong To menerima gebukan-gebukan dan penonton
bersorak melihat pemuda itu terhuyung-huyung. Pemuda ini
mulai marah karena lawan mempermainkannya. Yang
menonton mengangguk-angguk karena Tek Lian bersikap
cerdik, tak mau beradu tenaga. Dan ketika satu kemplangan
tongkat menimpa tengkuk pemuda itu dan Cong To mengeluh
maka begitu pemuda itu terhuyung ke depan tiba-tiba Tek
Lian menendang bokongnya dengan satu tendangan kilat.
"Dess!" terlemparlah pemuda itu dari atas panggung. Cong
To berteriak dan roboh ke bawah, tersungkur. Dan ketika T ek
Lian tertawa meminta maaf maka lawannya itu melotot tapi
segera ngacir pergi, kalah.
"Maaf, aku sedikit menyakitimu, Cong To. Tapi inilah pibu.
Hayo, siapa yang mau main-main lagi!"
Penonton tertawa. Mereka melihat pemuda itu ngeloyor
tersipu-sipu. Kepongahan atau kesombongan yang kini mulai
muncul di sikap gadis itu tak seberapa diperhatikan. Dan
ketika bayangan seorang pemuda lain berkelebat dan berdiri
di atas panggung maka orang berhenti bersuara karena kini
muncullah pemuda gagah dengan muka yang lumayan.
"Aku Leng Sip, kagum akan kepandaian Tek-siocia.
Bolehkah main-main dan berkenalan dengan nona" Tapi aku
tak berani bertangan kosong, aku biasa mengandalkan
pedang. Kalau nona tidak takut tentu aku gembira dan akan
senang sekali mencoba kepandaian murid Ji-sin-kai locianpwe!" "Hm!" Tek Lian bersinar-sinar, yang ini tidak memualkannya. "Siapapun kau tentu tak perlu membuatku
takut, orang she Leng. Majulah, dan cabut pedangmu!"
"Nona memperkenankan?"
"Kalau kau tak takut kubuat jungkir balik seperti orang she
Wi tadi. Majulah, dan cabut pedangmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si pemuda tersenyum. Tek Lian agaknya menemukan
kepercayaan dirinya yang besar setelah merobohkan si muka
buruk tadi, Cong To. Tapi karena si muka buruk berotak
udang dan si nona berotak cerdas maka dia yang sudah
melihat gaya dan permainan silat lawan lalu mencabut
pedangnya dan membungkuk. Pibu memang bersifat mengadu
ilmu, di samping kecerdasan.
"Aku siap, dan silahkan nona mulai."
"Tidak, kau tamu, sobat. Kaulah yang mulai dan jangan
sungkan-sungkan. Majulah!"
"Begitukah" Baik, awas, nona. Lihat pedang!" dan Leng Sip
yang mulai membuka serangan dan membentak memberi
peringatan tiba-tiba bergerak dan sudah menusuk lawan.
Mula-mula pedangnya bergerak perlahan karena takut melukai
lawan, tak tahunya Tek Lian bergerak gesit dan menghantam
pedang itu dari samping, hingga si pemuda terhuyung. Dan
ketika pemuda itu ditertawakan dan penonton mulai bersorak
maka pemuda itu bersungguh-sungguh dan tidak sungkansung kan lagi. Melihat Tek Lian membalas dan tongkat atau
senjata di tangan gadis itu sudah menderu di atas kepalanya,
ditangkis dan terpental tapi menyambar punggungnya, dari
belakang. Dan ketika Tek Lian bergerak dan berkelebatan
bagai walet seperti tadi maka pemuda itu harus mengakui
bahwa murid Ji-sin-kai ini memang lihai.
"Trik-trakk!" Pedang bertemu tongkat. Dari adu tenaga itu Tek Lian tahu
bahwa si pemuda tak memiliki tenaga sebesar si buruk tadi,
namun lihai karena tiba-tiba pedangnya dipentalkan dan
dibabatkan ke bawah, menyerampang kaki. Dan ketika Tek
Lian harus meloncat namun pemuda itu menggerakkan tangan
kirinya, menghantam, maka Tek Lian maklum bahwa
lawannya yang ini memang tidak berotak kerbau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dess!" dan Tek Lian pun terhuyung. Agaknya, sebagai
wanita yang dikodratkan lebih lemah daripada laki-laki maka
meskipun lawannya itu tak sehebat Cong To namun tenaganya
masih lebih kuat dibanding tenaganya sendiri. Apa boleh buat
Tek Lian mengulang gaya permainannya seperti tadi, bergerak
dan berkelebatan menyambar-nyambar mengandalkan ginkang (ilmu meringankan tubuh). Dan ketika lawan mencoba
mengimbangi namun kalah cepat, karena Tek Lian bergerak
seperti walet beterbangan maka satu dua pukulan tongkatnya
mulai masuk. "Plak-plak!" Si pemuda kewalahan. Tak lama kemudian dia terdesak
dan tertawalah Ji-sin-kai melihat muridnya mempermainkan
lawan. Leng Sip agaknya bukan tandingan gadis ini karena
meskipun pedangnya menangkis sana-sini namun tongkat itu
bergerak lebih cepat lagi, mengemplang atau menusuk dan
setiap tusukan atau sodokan ini tentu mengarah jalan-jalan
darah yang menyakitkan. Akibatnya pemuda itu menyeringai
karena tusukan atau sodokan itu terasa pedas. Dan ketika
lama-lama dia kesakitan dan mundur-mundur, penonton
bersorak gegap-gempita maka akhirnya dengan satu gerakan
manis gadis ini membuat lawan terpelanting, tongkat
mendarat di tengkuk. "Cukup, dan mundurlah!" Pedang di tangan si pemuda
terlempar. Tek Lian menendangnya sebelum mendaratkan
tongkatnya itu. Lawan dibuat jungkir balik dan terpelanting ke
bawah panggung. Dan ketika kemenangan ini disambut riuh
dan tepuk tangan maka lawannya itu ngacir sementara Tek
Lian berdiri tegak mengusap keringatnya, juga anak rambut
yang berjuntai di dahi. "Maaf, jangan kapok menghadapi pibu, orang she Leng.
Aku siap menghadapimu lagi kalau masih penasaran!"
Pemuda itu malu. Penonton mengejeknya sementara Tek
Lian terkekeh mengiringi, ah, gadis itu kian sombong saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi ketika selanjutnya tak ada lagi pemuda yang mau naik di
atas panggung, menghadapi s i nona lihai maka Tek Lian agak
kebingungan memandang ke bawah, diam-diam melirik Han
Han karena diharapnya pemuda itu akan mau maju,
bersentuhan dan bersenggolan tangan! Tek Lian memang
diam-diam mengharap pemuda itu setelah dua pemuda
pertama dirobohkannya. Dia juga ingin menjajal kepandaian
Han Han setelah tadi pemuda itu mengusir Huang-ho Coa-li.
Tapi karena Han Han dingin-dingin saja dan pemuda itu
memandang tak acuh, sama sekali tak bersorak atau gembira
melihat pertandingan di atas panggung maka Tek Lian siap
mengundurkan diri ketika tiba-tiba hartawan Sing, laki-laki
pendek gendut itu tertawa naik panggung, bergoyang-goyang.
"Ha-ha!" penonton dan Tek Lian terkejut, sama-sama
mengira hartawan itu mau maju bertanding, padahal jelas tak
bisa silat! "Aku ke sini ingin mengajukan usul, Tek-wangwe.
Bagaimana kalau pibu ini dijadikan semacam sayembara.
Maksudku, yang berkaitan dengan puterimu itu, khusus buat
anak-anak muda!" dan ketika Tek-wangwe bangkit dan
menerima tamunya itu, tergopoh dan terbelalak maka
hartawan ini bertanya apa yang dimaksud rekannya itu.
"Aku tak mengerti," tanyanya. "Apa maksud wangwe
dengan ini." "Ha-ha, maksudku arena cari jodoh. Lihat, puterimu sudah
tak ada tandingnya lagi, Tek-wangwe. Dia hebat dan memang
luar biasa. Tapi tak mungkin di sini tak ada pemuda-pemuda
lagi yang berani menghadapinya. Tentunya mereka tak akan
mau naik kalau akhirnya hanya kalah dan mendapat malu.
Lain kalau mereka itu diiming-imingi dulu sayembara jodoh
hingga kalahpun tentu tak perlu kecewa!"
Tek-wangwe tiba-tiba tersenyum. Mendadak dia mengangguk dan berseri-seri. Usul atau gagasan ini tiba-tiba
ditangkapnya sebagai sesuatu yang bagus. Puteri-nya sudah
dewasa, dia sudah pula waktunya untuk bermantu. Dan ketika
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia tertawa dan melirik puterinya, yang tersipu dan tiba-tiba
kemerahan maka hartawan itu bergelak menjawab nyaring,
"Ah, siapa tak suka ini" Aku setuju, wangwe. T api tentunya
harus kutanya puteriku itu, juga kedua gurunya. Kalau mereka
suka tentu saja aku semakin gembira. Hm, tapi ini khusus
buat anak-anak muda. Yang kakek-kakek atau tua tak boleh
ikut!" "Ha-ha, tentu saja. Masa aku akan menghadapi puterimu"
Kalau dia setuju maka puteraku menjadi jagonya, wangwe.
Dan kita dapat berbesan kalau anakku dapat merobohkan
puterimu!" "Hm!" T ek Lian tiba-tiba mendengus. Dia malu dan jengah
mendengar omong-omong dua orang tua itu. Hartawan Sing
memang sudah dikenalnya karena dialah mitra dagang
ayahnya. Sing-wangwe sering berkunjung ke rumah tapi baru
kali itu dilihatnya Sing-kongcu, putera Sing-wangwe itu. Dan
ketika ayahnya memandang kepadanya sementara putera
Sing-wangwe itu menatapnya bersinar-sinar, muka bercahaya
maka tiba-tiba Tek Lian menjadi malu ketika dihampiri dan
ditanya ayahnya. "He, kau tak menolak pibu ini dirobah jadi arena jodoh,
Lian-ji" Kau berani menghadapi calon-calon penantangmu
yang tentu gagah perkasa?"
"Aku menyerahkan hal itu kepada suhu," Tek Lian tiba-tiba
melengos. "Dan aku tentu tak takut menghadapi siapa pun,
ayah. Asal suhu atau ayah dapat memilihkan seorang yang
benar-benar dapat mengalahkan aku!"
"Ha-ha, bagaimana, ji-wi sin-kai" Kalian mendengar katakata anakku ini?" "Hm!" Ji-sin-kai tiba-tiba bangkit berdiri. "Kalau pibu
dirobah jadi arena sayembara tentu aku tak menolak, wangwe, hitung-hitung sebagai hadiah ulang tahunmu. Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muridku lihai, jangan-jangan tak ada seorang pemudapun
yang dapat mengalahkannya!"
"Ah, itu kita lihat saja nanti. Yang jelas banyak pemudapemuda di sini, Sin-kai. Dan mereka tentu mau maju asal
diberi kesempatan. Bertanding dengan harapan mendapat
jodoh tentu membuat pemuda lebih bersemangat, tapi
bagaimana aturannya terserah kau!"
Kakek itu terkekeh. "Tek Lian harus dikalahkan seorang
lawannya. Kalau ada lawan yang dapat merobohkan maka
orang itu harus berhadapan dengan peserta baru, begitu
seterusnya sampai tidak ada penantang lagi. Bukankah adil?"
"Ha-ha, bagus. Kalau begitu usul Sing-wangwe kuterima !"
dan ketika hartawan itu berhadapan dengan sahabatnya dan
berkata setuju, sementara Tek Lian tersipu-sipu kemerahan
dengan sikap jengah maka Sing-wangwe meloncat kegirangan
dan turun ke bawah. "Sing Kok, majulah. Hadapi dan robohkan calon isterimu
itu!" Sing Kok, pemuda di bawah, tersenyum bangkit berdiri.
Sang pemuda yang bertubuh kekar dan bermuka kepucatpucatan ini mengangguk menyambut ayahnya. Sungguh lain
pemuda itu dengan ayahnya yang pendek gendut. Sing Kok
adalah pemuda gagah dan gerak-geriknya yang ringan
cekatan jelas menunjukkan dirinya bukan sebagai pemuda
hartawan yang biasanya malas dan suka bersenang-senang.
Pemuda ini diminta ayahnya untuk maju menikmati jodoh, hal
yang segera disambut tepuk tangan dan kegembiraan oleh
semua penonton di situ. Dan ketika Sing Kok berjalan dan
tiba-tiba melayang naik ke atas panggung, yang jaraknya
masih lima meter dan tinggi setombak tiba-tiba saja penonton
atau para tamu bersorak, melihat bahwa pemuda ini seorang
yang lihai! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tek-siocia," seruan nyaring itu mulai bergema. "Aku
menuruti kehendak ayahku dan ingin main-ma in denganmu.
Marilah, aku memang jadi bersemangat setelah tahu syaratsyarat pertandingan ini. Majulah, dan aku akan merobohkanmu!" Tek Lian membelalakkan mata. Tiba-tiba saja dia sudah
ditantang dan lawan tak sungkan-sungkan lagi, bergeraklah
dia dan seketika sudah mencabut tongkatnya.
Dan ketika semua orang bertepuk tangan dan dua mudamudi itu berhadap-hadapan, gagah dan cantik maka Tek Lian
mendengus dan tiba-tiba berbisik,
"Sing Kok, jangan sombong. Kaukah yang dikatakan
ayahmu mengembara dan baru pulang dari utara" Hm, aku
akan menutup kesombonganmu. Cabutlah senjatamu dan mari
kita mulai!" "Srat!" s i pemuda mencabut ruyung, pendek namun kokoh.
"Senjataku adalah ini, siocia. Tapi kalau aku belum merasa
perlu biasanya aku tak pernah mempergunakannya dahulu.
Majulah, aku akan bertangan kosong!"
"Apa" Kau menantangku?"
"Aku telah melihat kepandaianmu, nona. Dan aku merasa
sanggup menghadapi. Mulailah, ruyung ini kubuang dulu di
situ!" dan Sing Kok yang benar-benar membuang ruyungnya
dan bersiap dengan tangan kosong tiba-tiba sudah mendapat
bentakan lawan yang melengking marah. Tek Lian merasa
direndahkan dan gadis itu tentu saja naik pitam. Maka begitu
dia membentak dan menerjang ke depan, lawan tersenyum
kepadanya tiba-tiba tongkat di tangan itu telah menderu dan
menghantam dahsyat. "Wheerrr...!" Tongkat menyambar angin kosong. Tek Lian terkejut
karena tiba-tiba dengan mudah dan gampang pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengelak serangannya, dibentak dan diserang lagi namun
berturut-turut pemuda itu mampu menghindar. Sing Kok
lincah berkelit dan tongkat itupun meledak di lantai panggung.
Dan ketika pemuda itu tertawa sementara penonton mulai
bersorak, karena pertandingan ini jauh lebih menarik daripada
tadi maka berturut-turut tujuh serangan gadis itu luput alias
menyambar angin kosong. "Wut-wutt...!" Tek Lian marah bukan main. Lawan tiba-tiba mengejek
padanya dan berseliweran naik turun. Tek Lian yang merasa
mempunyai ginkang tingkat tinggi lalu membentak mempergunakan itu. Tapi ketika si pemuda dapat
mengimbangi karena tubuh pemuda itupun berkelebatan dan
menyambar-nyambar bagai seekor burung garuda maka Tek
Lian terbelalak karena lawannya itu sungguh hebat bukan
main! "Keparat!" gadis ini melengking. "Hayo balas seranganseranganku, Sing Kok. Jangan menghindar atau berlarian saja
seperti seorang pengecut!"
"Hm, begitukah?" pemuda itu tertawa. "Baik, adik Lian.
Awas balasanku dan hati-hati...!" dan ketika pemuda itu
berseru keras dan mulai membalas, karena tadi memang
hanya menghindar dan main kelit saja maka Tek Lian terkejut
karena tangan lawan tiba-tiba menjadi delapan. Gadis itu
terpekik karena begitu tertawa dan bergerak amat cepat
sekonyong-konyong lengan pemuda ini berobah demikian
banyaknya. Ji-sin-kai yang menonton itu tiba-tiba berseru
kaget dan bangkit berdiri, disusul suhengnya. Dan ketika Tek
Lian terdesak dan menerima satu pukulan keras maka tongkat
di tangan gadis itu mencelat dan gadis inipun terpelanting.
"Pat-sian Sin-kun (Silat Delapan Dewa)!"
Yang lain-lain terkejut. Eng Sian Tai-jin dan Tiong Liang
Hwesio tampak juga mengangguk-anggukkan kepala. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu bahwa itulah Pat-sian Sin-kun, ilmu silat Delapan Dewa
yang hebat. Dan ketika Tek Lian terdesak dan pucat bukan
main, mundur-mundur, maka satu gerakan pemuda itu telah
mengakhiri pertandingan karena sebuah totokan hinggap di
pundak si nona. "Robohlah...!" Tek Lian terbanting. Dia benar-benar roboh begitu
tersentuh jari tangan si pemuda. Sing Kok putera hartawan
Sing-wangwe itu telah mengalahkannya. Dan ketika Tek Lian
terbanting namun si pemuda cepat menyambar, agar tidak
jatuh membentur lantai maka Tek Lian terisak dan menangis
ketika dibebaskan lagi. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu malu!"
Tek Lian menyambar tongkatnya dan lari. Gadis itu terpukul
dan malu dan Sing-wangwe tertawa bergelak melihat
kemenangan puteranya, berseru pada Tek-wangwe bahwa
mereka akan menjadi besan. Tapi ketika Ji-sin-kai melompat
garang dan membentak bahwa itu belum kemenangan mutlak,
karena si pemuda masih harus menghadapi calon-calon
penantang yang barangkali muncul maka pengemis itu merah
padam memandang Sing Kok.
"Kau murid si tua bangka Pat-jiu Sian-ong (Dewa Lengan
Delapan)" Kau dari utara?"
Sing Kok terkejut. Dia me lihat si pengemis ini bermata
merah. Tapi karena tahu bahwa kakek itu adalah guru Tek
Lian, yang baru saja dikalahkannya maka Sing Kok menjura
dan membungkuk penuh hormat. "Locianpwe kiranya
mengenal guruku. Benar, siauwte (aku) adalah murid guruku
itu." "Hm, dan disuruh apa kau oleh gurumu itu" Disuruh
menantang Ji-sin-kai dan pamer kepandaian di depan orang
banyak?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang pemuda terkejut. "Maksud locianpwe?"
"Keparat, tak tahu aku bahwa kau adalah murid si tua
jahanam Pat-jiu Sian-ong, bocah. Dan karena kau adalah
muridnya maka syarat pertandingan ini kutambah bahwa
kalau tak ada penantang lain maka kau harus dapat
mengalahkan aku!" "Locianpwe!" dua pekikan terdengar berbareng. Itulah
seruan atau suara Tek-wangwe dan Sing Kok. Pemuda ini
kaget karena tiba-tiba saja dia diharuskan mengalahkan si tua,
melihat gelagatnya bahwa Ji-sin-kai ini bermusuhan hebat
dengan gurunya. Namun ketika kakek itu tertawa dan
bertanya apakah dia takut, hal yang membuat pemuda itu
bermuka merah maka Sing Kok menggeleng dan menahan
rasa geramnya. "Aku tak takut, hanya kenapa sekarang syarat itu ditambah.
Bukankah locian pwe seharusnya tadi-tadi memberi tahu?"
"Ha-ha, tadi aku tak mengetahui bahwa kau adalah murid
Pat-jiu Sian-ong, bocah, padahal dia adalah musuhku. Dan
karena gurumu itu orang yang pernah menghina aku maka
kau sebagai muridnya harus menerima ini, mau atau tidak!"
"Tak adil!" Beng Tan tiba-tiba berseru. "Kau tak tetap
memegang janjimu, Sin-kai. Dan urusan anak muda ini
seharusnya tak usah diikutcampurkan dengan urusan gurunya.
Tua dengan tua, muda dengan muda. Seharusnya kau tahu
itu!" "Eh!" kakek itu menoleh, meradang. "Kau ikut campur,
pangcu" Apakah ingin mewakili anak muda ini" Kalau begitu
ma julah, kita tua sama tua!"
"Tidak," Beng Tan menggeleng. "Urusan jodoh tak kuikutcampuri, Sin-kai. Hanya urusan kebenaran tentunya tak bisa
dilepaskan oleh setiap pendekar yang merasa dirinya
menjunjung tinggi keadilan. Kau tadi tidak menambahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
syarat-syarat ini, dan tentunya tak pantas kalau tiba-tiba
sekarang menyusulinya, setelah semua berjalan!"
"Ha-ha, kalau begitu kau saja yang maju, Hek-yan-pangcu.
Kita selesa ikan urusan ini dengan kepalan seorang gagah.
Ayo, aku menantang dirimu. Kau sudah mewakili anak muda
ini dan tampaknya takut kalau dia kalah!"
"Hm!" sebuah geraman tiba-tiba menggetarkan lantai
panggung. "Kalau kakek ini menantangmu biarkan saja aku
yang maju, ayah. Kuhajar dia dan kupecahkan mulutnya!"
Semua kaget. Han Han, pemuda yang sejak tadi duduk
diam mendadak bangkit berdiri. Pemuda itu tak tahan lagi
melihat ayahnya ditantang-tantang, menggeram dan matapun
beringas bagai seekor harimau haus darah. Siapapun akan
terkejut melihat pandang mata pemuda itu, dingin dan tidak
bersahabat, seperti Golok Maut! Dan ketika Beng Tan
tersentak dan menarik duduk puteranya itu maka Ji-sin-kai
yang mendelik dan gusar oleh hinaan ini tiba-tiba berkelebat
dan menghajar mulut Han Han.
"Kau bocah siluman tak tahu adat!"
Beng Tan membentak. Dia tentu saja melindungi puteranya
itu dan menangkis pukulan ini. Tapi ketika Han Han
mendorong ayahnya dan justeru menyambut pukulan, keras
sama keras maka Ji-sin-kai mencelat dan terpekik hebat
karena seperti biruang saja pemuda itu tiba-tiba mengeluarkan Pek-lui-kang atau Tenaga Petir sepenuh
tenaganya. "Plak!" Kakek itu terguling-guling muntah darah. Ji-sin-kai
terbanting dan mengeluh panjang pendek, hal ini
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggegerkan yang lain-lain dan mencelatlah Toa-sin-kai
membantu sutenya itu. Dan ketika Beng Tan terkejut
sementara yang lain ribut, melihat keganasan atau darah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dingin pemuda ini maka Ji-sin-kai nyaris pingsan dan Eng Sian
Taijin maupun Tiong Liang Hwesio kaget bukan main.
"Omitohud, ganas sekali...!"
"Siancai, tak pantas sebagai putera Pek-jit Kiam-hiap yang
gagah perkasa!" Beng Tan pucat. Dia menggigil dan serba salah oleh dua
omongan itu. Eng Sian Taijin, tosu dari Kong-thong berseru
dengan muka keheran-heranan. Tiong Liang Hwesio juga
begitu karena mereka tak menyangka bahwa sebagai putera
seorang ketua terkenal Han Han atau Beng Han itu dapat
membalas demikian ganas. Pemuda itu tak layaknya manusia melainkan seekor
harimau haus darah, sikap yang seperti iblis dan buas sekali.
Namun ketika orang-orang sama tertegun dan ribut menolong
Ji-sin-kai maka Beng Tan berkelebat dan melihat keadaan
pengemis itu, yang tentu saja tak menyangka akan kehebatan
dan keganasan Han Han menerima pukulannya.
Tapi baru saja ketua Hek-yan-pang ini membungkuk dan
mau memeriksa sekonyong-konyong Toa-sin-kai menyambar
leher bajunya. Lalu sekali pengemis itu membentak maka
sebuah bogem melayang ke muka lawan.
"Dess!" Beng Tan menerima dengan telapak tangan.
Pukulan orang yang dilancarkan dengan marah dan tidak
memberi tahu hampir saja membuat ketua Hek-yan-pang ini
terpukul. Namun untunglah, karena Beng Tan bukan orang
sembarangan dan tetap waspada maka begitu orang
menyambar leher bajunya dia segera melihat serangan itu dan
menangkis. Toa-sin-kai melotot karena tiba-tiba dari telapak
tangan ketua Hek-yan-pang itu meluncur tenaga tolak yang
besar, panas dan membakar dan pengemis ini tentu saja
terkejut. Dan ketika dia cepat menarik tangannya dan berseru
keras maka pengemis i-tu mencabut tongkat tapi Beng Tan
buru-buru berseru, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahan, aku tak bermaksud memusuhimu, Sin-kai. Aku
datang untuk melihat adikmu!" dan mengeluarkan sebutir obat
untuk diberikan kepada lawan pendekar itu berkata lagi, "Jisin-kai terkena Pek-lui-ciang, berikan ini kepadanya dan lima
menit tentu sembuh!"
"Aku tak perlu itu!" Toa-sin-kai tiba-tiba membentak,
geram, langsung mengebut dan mementalkan obat di tangan
Beng Tan. "Aku perlu tanggung jawab puteramu, pangcu.
Atau kau sebagai ayahnya mempertanggungjawabkan ini dan
menghukum puteramu!"
"Hm," Beng Tan berkerut kening. "Masalah puteraku tentu
kutegur, Sin-kai. Tapi harap kau ketahui bahwa semuanya itu
bermula dari sutemu. Kalau sutemu tidak menyerang dan
menghantam aku tentu puteraku yang bermaksud melindungi dan membela ayahnya tak akan menangkis.
Semua orang tahu itu. Dan itu bersumber dari ketidakadilan
pibu yang diatur sute-mu!"
"Hm, tak usah menggurui. Pokoknya aku menuntut ini,
pangcu. Bahwa puteramu harus dihukum atau kau maju
melawanku. Marilah, aku tidak takut!"
Semua orang geger. Toa-sin-kai telah mencabut tongkatnya dan ketua Hek-yan-pang itu terang-terangan
ditantang. Beng Tan harus maju atau mendapat malu. Tapi
ketika pendekar itu merah padam dan marah mendengar
tantangan tiba-tiba Tiong Liang Hwesio berkelebat maju
mengebutkan ujung lengan jubahnya.
"Omitohud!" hwesio itu mengeluarkan pujian. "Pinceng
terpaksa mencampuri sedikit, Sin-kai. Apa yang dikata Hekyan-pangcu ada benarnya dan urusan ini sebaiknya ditunda
dulu. Arena mencari jodoh harus dilanjutkan, Sing-kongcu
menunggu. Kalau belum selesai lalu ditindih urusan ini tentu
kacau. Sebaiknya kau mundur dan suruh saja Han-kongcu itu
melawan Sing-kongcu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm, benar!" Eng Sian Taijin tiba-tiba berkelebat pula,
menunjang. "Apa yang dikata rekan Tiong Liang lo-suhu tidak
salah, Sin-kai. Suruh saja Han-kongcu itu menghadapi Singkongcu. Kalau sudah, baru urusanmu dihidupkan lagi!" dan
berbisik bahwa tak baik memiliki dua musuh sekaligus, karena
Sing-kongcu adalah murid Pat-jiu Sian-ong sementara itu
adalah juga musuh pengemis ini maka Eng Sian Taijin
menyadarkan sahabatnya, yang tiba-tiba tertegun.
"Kau tentu tahu," bisikan itu menyelinap lagi. "Menghancurkan satu di antara mereka berarti sudah
melampiaskan sebagian dendam, Sin-kai. Temukan saja
mereka itu dan adu seperti ayam jago berlaga!"
Sang pengemis mengangguk. Akhirnya dia setuju dan mau
dibujuk. Beng Tan mengerutkan kening karena tiba-tiba dia
menjadi tak senang kepada Eng Sian Taijin ini. Puteranya mau
diadu domba. Tapi karena Toa-sin-kai mau mundur dan i-tu
sudah cukup maka apa boleh buat dia menghadapi
puteranya karena tiba-tiba semua orang berseru bahwa itu
memang baik. Pibu mencari jodoh harus dilanjutkan lagi
sementara yang lain-lain nanti belakangan.
"Bagaimana?" sang ayah akhirnya berkelebat ke tempat
duduknya lagi, Toa-sin-kai menolong sutenya sendiri. "Kau
ditantang menghadapi pemuda itu, Han Han. Tapi nanti kita
harus berhati-hati terhadap kakek pengemis itu dan temantemannya!" "Hm, aku tak takut!" Han Han bangkit berdiri. "Tapi aku
bukan hendak merebut diri Tek-siocia, ayah. Aku akan
bertanding karena semata disuruh. Aku akan menghadapi
pemuda itu dan biar dia ku-robohkan!" dan berkelebat tak
menunggu jawaban ayahnya lagi tiba-tiba Han Han sudah
berdiri di atas panggung, sinar matanya berkilat-kilat dan
mencorong mengerikan, berseru, "Toa-sin-kai, apa yang kau
ingini akan kulaksanakan di sini. Tapi ketahuilah, aku tidak
bermaksud menerima Tek-siocia, meskipun aku menang. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena kau rupanya penasaran oleh tindakanku tadi maka
kaupun boleh maju kalau pertandinganku sudah selesai!"
Gemparlah semua orang. Beng Tan sendiri sampai pucat
mendengar kata-kata puteranya itu. Tak disangkanya Han Han
akan sedemikian blak-blakan dan keras, bahkan cenderung
sombong. Dan karena pemuda itu berkeyakinan menang dan
merendahkan Sing Kok maka putera Sing-wangwe atau murid
Pat-jiu Sian-ong yang mendengar itu juga sampai merah
padam mukanya dan berketruk, menggigil dan marah bukan
main dan bergeraklah pemuda itu di hadapan Han Han. T oasin-kai mau membentak tapi kalah dulu oleh putera hartawan
Sing itu, karena begitu melayang dan naik ke atas panggung
maka Sing Kok sudah mengeluarkan bentakan nyaring,
"Orang she Beng, kau benar-benar keliwat menghina dan
sombong. Yakinkah kau bahwa kau dapat memenangkan aku"
Yakinkah kau bahwa aku dapat kau robohkan?"
"Hm!" Han Han menjengek. "Aku she Ju, orang she Sing.
Namaku Beng Han. Kalau aku berkata bahwa aku dapat
merobohkanmu maka hal itu pasti dapat kulakukan. Nah,
majulah, dan lihat berapa jurus kau petunjang!"
Sing Kok marah sekali. Pemuda ini sampai menggigil dan
tak dapat berkata-kata. Suaranya tercekik di kerongkongan
saking hebatnya hinaan itu baginya. Namun begitu Han Han
selesai bicara mendadak dia menerjang dan menghantam
lawannya itu. "Dess!" Han Han menangkis. Pemuda ini tidak mengelak dan Peklui-ciangpun menyambar. Hawa panas berkelebat dan sinar
pu-tihpun meluncur dari tangannya. Sing Kok terkejut dan
berseru tertahan, mundur terhuyung. Tapi karena itu baru
gebrakan pertama dan ini tentu saja bukan berarti dia kalah
maka murid Pat-jiu Sian ong itu membentak lagi dan
menerjang lebih hebat. Selanjutnya Han Han mengelak sanaTiraikasih Website http://kangzusi.com/
sini dan suara pukulan-pukulan beradu mulai terdengar
menggetarkan lantai panggung. Han Han dirangsek tapi
pemuda itu dapat bertahan, lawan penasaran dan akhirnya
bergeraklah pemuda itu lebih cepat untuk mendesak Han Han.
Dan ketika suara "dak-duk-dak-duk" mulai menggetarkan
orang-orang di bawah dan Han Han mengimbangi lawan
dengan kecepatan yang sama maka dua pemuda itu akhirnya
bergerak dan saling belit untuk kemudian lenyap membentuk
bayangan naik turun yang sama-sama mendebarkan.
"Bagus, lihai sekali. Hebat...!"
Seruan-seruan mulai berhamburan. Han Han sebagai
pemuda yang bertahan sementara lawan yang mencoba untuk
terus mendesak. Tapi karena Han Han dapat berkelit lincah
dan setiap pukulan-pukulan yang tidak sempat dielak selalu
ditangkis dan menggetarkan lawan maka tampaklah bahwa
meskipun sebagai penyerang namun sesungguhnya murid Patjiu Sian-ong itu bukan tandingan Han Han. Akibatnya pemuda
ini menjadi frustrasi dan Sing Kok marah bukan kepalang. Orang di bawah tak melihat betapa kedua lengan pemuda ini
mulai merah kehitam-hitaman, bahkan akhirnya bengkak, tak
tahan menerima pukulan-pukulan Han Han yang mempergunakan Pek-lui-kang-nya itu. Dan ketika Pukulan
Petir mulai ditambah dan Sing Kok berteriak maka barulah
orang melihat ketika pemuda itu menjerit dan terbanting di
atas lantai. "Dess!" Han Han melakukan dua gerak menyilang yang
mengejutkan lawan. Sing Kok terkejut dan menangkis, tapi
apa lacur dia sudah kesakitan oleh pukulan-pukulan terdahulu.
Maka begitu Han Han menambah sinkangnya dan lawan
menjerit maka Sing Kok sudah bergulingan di lantai panggung
dan mengaduh-aduh dengan kedua lengan terbakar!
"Aku belum kalah!" pemuda itu tiba-tiba berteriak. "Aku
masih memiliki senjata, bocah sombong. Dan mari lihat
permainan ruyungku!" dan me loncat bangun menyambar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ruyungnya, senjata yang tadi diletakkan di sudut maka
pemuda ini sudah menerjang dan kalap menyerang Han Han.
Kini murid Pat-jiu Sian-ong itu harus dibantu ruyungnya untuk
mengalahkan Han Han. Tangan sudah tak kuat untuk diadu
keras sama keras, akibatnya pemuda itu mempergunakan
senjata untuk menggantikannya. Tapi ketika Han Han
mengelak sana-sini dan serangan-serangan ru-yung luput
mengenai angin maka Sing Kok terbelalak dan marah bukan
main, menyuruh lawan mengeluarkan senjata tapi Han Han
mendengus mengejek. Pemuda itu tertawa dan tawanya yang
dingin mendirikan bulu roma. Lalu ketika ru-yung menyambar
dahsyat dan Han Han disuruh menangkis maka pemuda ini
bergerak dan satu gerakan tangan kirinya tiba-tiba membuat ruyung patah. "Cukup, sekarang kau
robohlah!" dan ruyung
yang mencelat tiga potong tiba-tiba disusul teriakan Sing Kok yang terlempar dari atas panggung, tak mampu menguasai diri lagi karena begitu Han Han mengerahkan Pek-lui- kangnya maka sinar putih meledak menghantam ruyung, terus
menyambar pemuda itu dan terpelantinglah Sing Kok dengan
jeritan tinggi. Dan ketika pemuda itu terbanting dan roboh di
bawah, pingsan, maka keributan tiba-tiba terjadi ketika sorak
dan tepuk tangan riuh menyambut kemenangan Han Han ini.
"Hebat, luar biasa. Sing-kongcu kalah ....!"
Sing-wangwe pucat. Hartawan itu melihat kekalahan
puteranya dan robohnya Sing Kok membuat hartawan ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buru-buru berlari. Langkahnya yang pendek-pendek sungguh
lucu untuk dipandang. T api ketika hartawan itu menubruk dan
menangisi puteranya, menggerung-gerung maka lagi-lagi
Beng Tan berkelebat dan melihat korban puteranya itu.
"Jangan khawatir, telankan pil ini kepada puteramu!"
Sang hartawan tertegun. Dia melihat ketua Hek-yan-pang
itu mengurut dan menotok tubuh puteranya, tiga kali
mengusap dada dan kini mengeluarkan sebutir obat untuk
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puteranya. Dan karena dia bukan Toa-sin-kai dan uluran itu
disambut gembira maka Sing-wangwe menyambar dan cepatcepat memberikannya kepada puteranya. Beng Tan melihat
bahwa korban puteranya ini tak sehebat Ji-sin-kai. Karena
kalau kakek itu masih belum siuman sampai sekarang adalah
pemuda ini tiba-tiba bergerak dan membuka mata begitu
menelan obatnya. T api ketika pemuda ini me lihat siapa yang
datang tiba-tiba dia berteriak dan menghantam Beng Tan.
"Kaupun manusia jahat!"
Beng Tan batuk-batuk. T entu saja dia mengelak dan tidak
menangkis pukulan ini, tahu pemuda itu marah besar tapi dia
bukanlah Han Han. Maka ketika Sing Kok menyerang lagi dan
bangkit meloncat bangun, terhuyung, mendadak pendekar ini
menepuk pundak si pemuda seraya berkata,
"Sing-kongcu, aku bukan musuhmu. Kembalilah, dan
jangan ke sini lagi!" dan ketika pemuda itu menjerit karena
tepukan lawan bukan sembarang tepukan, melainkan
memencet jalan darah di pundak maka pemuda itu roboh dan
jatuh terduduk. Sing-wangwe segera berseru bahwa Beng Tan
justeru menolongnya, memberi obat dan menyadarkannya
dari pingsan. Dan ketika pemuda itu tertegun dan
membelalakkan mata, mengeluh, maka ayahnya sudah buruburu mengangkat bangun puteranya ini untuk diajak pergi.
"Ju-taihiap benar, kita harus pulang. Mari, kembali dan
lapor gurumu!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sing Kok menyeringai. Pemuda ini menahan sakit dan apa
boleh buat dia harus menderita kekalahan. Sorak dan tepuk
tangan riuh tak dihiraukannya. Tapi ketika dia dipapah dan
hampir mendekati pintu keluar tiba-tiba dia mendesis dan
mengancam Beng Tan bahwa perbuatan Han Han akan
dibalasnya bersama gurunya.
"Kekalahan hari ini kuterima, tapi aku akan datang lagi
menuntut balas. Awas kalian ayah dan anak!"
Beng Tan menarik napas. Setelah puteranya merobohrobohkan musuh maka tiba-tiba dia menjadi tak nyaman.
Bukan takut, melainkan semata tak senang mengikat
permusuhan. Tapi karena semuanya itu bukan puteranya yang
mulai dan Han Han hanya menerima dan melayani tantangan
maka di atas panggung terdengar bentakan dan Toa-sin-kai
berkelebat dan sudah menghadapi puteranya.
"Bocah, kau hebat. Tapi aku menerima tantanganmu. Nah,
majulah. Mari kita bertanding dan lihat siapa yang roboh!"
Sang ayah terkejut. Untuk kesekian kalinya lagi tiba-tiba dia
melihat puteranya siap bertempur, Toa-sin-kai berapi-api dan
tongkat di tangan kakek itu bergetar hebat, tanda betapa
kemarahan tak dapat ditahan lagi oleh kakek itu. Maka begitu
puteranya ditantang dan kakek pengemis itu siap menyerang,
penonton tiba-tiba berhenti bersorak, mendadak Beng Tan
berkelebat ke atas dan berseru nyaring,
"Tahan, sebaiknya hentikan semuanya ini, Sin-kai. Jangan
layani kekanak-kanakan sikap puteraku dengan cara serius!"
dan berdiri menghadang di depan puteranya Beng Tan pun
lalu mendorong mundur, berkata, "Han Han, jangan
mengundang permusuhan dengan siapapun. Kalau ingin pibu
boleh pibu tapi jangan dilandasi dendam!"
"Hm!" sang pengemis melotot. "Apa maksudmu, pangcu"
Kau takut puteramu terbunuh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak," Beng Tan menggeleng, penuh keyakinan diri.
"Bukan begitu, Sin-kai, melainkan semata mencegah jatuhnya
korban yang lebih parah. Aku tak ingin puteraku bersikap
kejam dan telengas. Aku minta maaf dan sebaiknya semua ini
dibatalkan!" "Apa?" Toa-sin-kai mendelik. "Dibatalkan" Setelah dia
membuat adikku pingsan dan belum sadar" Keparat, enak saja
kau bicara, Hek-yan-pangcu. Kalau kau takut puteramu maju
biarlah kau yang melayaniku dan aku tak mau sudah sebelum
bertanding!" "Hm," Beng Tan bersinar matanya, masih menahan diri.
"Sutemu pingsan karena kau tak mau menerima obat
penolongku, Sin-kai. Kalau tidak tentu dia sudah siuman dan
tak akan begini. Kau jangan mendesak..."
"Aku tetap akan mendesak!" sang pengemis membentak,
memotong marah. "Kecuali kalau kau berlutut dan minta
ampun di depan kakiku, pangcu, juga puteramu itu!"
Beng Tan menjadi marah. Akhirnya si pengemis telah
mengeluarkan kata-kata menghina dan Han Han di
belakangnya tiba-tiba menggeram maju. Puteranya itu tak
tahan dan sudah mendorong ayahnya, Beng Tan disuruh
minggir! Dan ketika Beng Tan terkejut namun puteranya
sudah berhadapan dengan lawannya itu maka Han Han
membentak, balas memaki pengemis itu.
"Sin-kai, tak perlu banyak cakap. Aku ada di sini, tak perlu
perlindungan ayahku. Ayo majulah, dan gerakkan tongkatmu!"
dan ketika si pengemis mendelik dan melotot gusar tiba-tiba
sang pengemis sudah membentak dan menghantam maju.
Toa-sin-kai memang paling marah kepada pemuda ini. Han
Han telah membuat sutenya pingsan sampai belum sadarkan
diri, padahal kejadian sudah berlangsung sekian lama. Jadi
jelas pukulan pemuda tadi terlalu dahsyat dan amat tak
diduga, karena memang sutenya tak menduga bahwa untuk
pukulan pertama tiba-tiba Han Han sudah membalasnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu kuat, sepenuh tenaga. Maka begitu pemuda itu
mendorong ayahnya dan Beng Tan tak kelihatan mencegah,
marah karena Toa-sin-kai menghinanya di depan orang
banyak maka begitu ditantang sekonyong-konyong pengemis
ini menggerakkan tongkatnya dan menghantam Han Han.
"Dess!" Han Han menangkis. Semua orang melihat pengemis itu
mencelat tinggi dan suara yang menggetarkan membuat lantai
panggung berderak. Toa-sin-kai berteriak tinggi sementara
Han Han hanya terdorong setindak, tanda betapa hebat
pukulan si pengemis tadi tapi Han Han juga mengerahkan
segenap kekuatannya. Rupanya, tahu bahwa pemuda itu
orang yang berdarah dingin dan Han Han tak segan-segan
mengerahkan semua tenaganya untuk membalas maka Toasin-kai juga menghantam dan menyerang pemuda i-ni dengan
sepenuh tenaganya pula. Tapi si pengemis tetap kaget. Han
Han menangkisnya dengan tenaga yang luar biasa dan dia
bersama tongkatnya terpental ke atas, merasakan benturan
yang amat dahsyat dan pengemis ini tentu saja berteriak.
Berhadapan langsung dengan Han Han tiba-tiba saja dia tahu
bahwa pemuda itu memang pemuda luar biasa, tenaganya
tidak main-main dan kaget bukan main hati pengemis ini
bahwa dia masih kalah, padahal dia sudah mengerahkan
segenap tenaganya! Tapi karena Toa-sin-kai bukan pengemis
biasa dan tenaga tolak yang membuatnya terpental cepat
dielak dengan jalan berjungkir balik maka begitu dia
melengking dan melayang turun tiba-tiba tongkatnya kembali
bergerak dan menghantam. "Dess!" Han Han memutar tubuh setengah lingkaran.
Pengemis itu dengan cerdik memutar pula tongkatnya di
tengah jalan, tadi menuju ke pundak tapi tiba-tiba ke kepala.
Toa-sin-kai mempergunakan jurus yang disebut Tongkat
Menyabet Buntut, satu gerak tipuan karena itulah yang dia
inginkan dari lawannya ini, mengira serangan menuju pundak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi sebetulnya menyambar kepala, dahsyat dan tongkat di
tangan bersiut saking hebatnya kakek ini mengerahkan
tenaga. Tapi ketika Han Han memutar tubuh dan otomatis
tongkat berhadapan langsung, tidak lagi dari samping atas
seperti tadi maka begitu menyambar kepala hal ini ma lah
kebetulan karena Han Han menangkis dengan tinjunya. Dan
begitu tongkat terpental lagi dan balik menyambar kepala si
kakek, yang tentu saja disambut seruan keras si pengemis
sakti maka Han Han membalas dan berkelebat menampar
kakek itu. "Plak!" Si pengemis jungkir balik. Toa-sin-kai mengeluarkan
teriakan keras dan kakek itu mengaduh-aduh. Tulang
pundaknya serasa remuk tapi untung tak hancur, karena dia
telah melindungi pundaknya tadi dengan sinkang. Tapi begitu
dia terbalas dan tamparan lawan membuatnya jungkir balik,
padahal baru sekali membalas maka kakek ini pucat dan
menggereng bagai seekor biruang luka. Toa-sin-kai merasa
malu karena baru segebrakan saja dia telah dibuat jatuh
bangun. Tadi dia tak sempat menangkis karena gerakan Han
Han amatlah cepatnya. Dia sendiri baru menahan tongkat
yang menyambar kepalanya, jadi s ibuk dengan urusan sendiri.
Maka begitu Han Han berkelebat dan si kakek mendapat
tamparan maka terpelantinglah kakek itu dan Toa-sin-kai
pucat karena tulang pundaknya serasa disambar api, maklum
bahwa itulah pukulan Pek-lui-kang, Pukulan Petir!
"Keparat, aku akan membunuhmu, anak muda. Aku akan
mengunyahmu bulat-bulat. Awas... haiittt!" dan si kakek yang
tak tahan oleh semuanya itu tiba-tiba melesat dan telah
berkelebatan cepat mengurung dengan tongkatnya. Han Han
berkelit ke sana-sini namun si kakek mengejar. Kegeraman
dan kemarahan kakek ini tak dapat dibendung lagi. Dan ketika
dua putaran tongkat meliuk dan menari bagai naga berebut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mustika maka Han Han menerima gebukan dahsyat yang
membuat lantai panggung melesak.
"Des-dess!" Penonton membelalakkan mata. Han Han terhuyung namun
tidak apa-apa, pundaknya berobah seperti karet mobil yang
membuat tongkat membalik, membal. Tapi ketika si pengemis
berteriak lagi dan sambaran atau pukulan bertubi-tubi
mengejar pemuda ini maka sekejap kemudian Han Han sudah
terkurung dan terdesak hebat, menangkis dan menerima
gebukan-gebukan tanpa mampu membalas. Toa-sin-kai
berteriak bagai orang kesetanan dan ilmu silat tongkat Koaitung (T ong kat Gila) mengitari pemuda ini. Ke manapun Han
Han bergerak ke situ pula tongkat di tangan si pengemis
memburu. Akibatnya Han Han benar-benar terkurung dan tak
dapat melepaskan diri. Tapi ketika setiap gebukan atau
sambaran tongkat selalu disusul oleh mentalnya tongkat itu,
karena Han Han kebal dan me lindungi diri dengan sinkang
maka lawan membelalakkan mata dan marah bukan main
karena pemuda itu benar-benar tangguh, tak dapat
dirobohkan! "Keparat, setan belang. Mampus kau, bocah. Mampus....
wuuttt!" dan tongkat yang dilepas dan meluncur dari tangan si
kakek tiba-tiba menyambar dan menuju mata pemuda ini. Sinkai telah mempergunakan jurus nekatnya untuk mengadu
jiwa. Eng Sian Taijin dan T iong Liang Hwesio sampai berteriak
kaget dan berdiri dari tempat duduknya, begitu pula Beng
Tan, yang berteriak dan memperingatkan puteranya akan
serangan mengadu jiwa. Tapi ketika Han Han mendengus dan
menggerakkan pinggang, membungkuk setengah badan maka
tongkat yang menyambar mata lewat di atas dan secepat kilat
pemuda itu mengebut dan tongkat pun hancur. "Krakk!"
Penontonpun berteriak memuji. Han Han telah menghancurkan tongkat yang berantakan seperti bubuk,
debunya menyambar sana-sini tapi Han Han tidak berhenti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai di situ saja. Karena ketika penonton berteriak dan Toasin-kai tertegun, bengong, maka saat itulah Han Han
berkelebat dan menendang pengemis ini dengan satu
tendangan maut setengah melingkar, menuju dada.
"Jangan...!" bentakan itu disusul oleh berkelebatnya
sesosok bayangan yang luar biasa cepatnya. Beng Tan yang
melihat puteranya hendak membunuh lawan, dengan
tendangan Petir tiba-tiba berteriak dan melesat ke depan.
Toa-sin-kai sedang bengong dan pengemis itu pasti roboh
dengan dada hancur. Han Han mengerahkan segenap
kekuatannya di tumit kaki dan hanya orang-orang seperti
Beng Tan itu yang tahu betapa dahsyatnya tumit kaki yang
sedang digerakkan sepenuh tenaga ini. Biarpun Sin-kai
melindungi dadanya tetap pula dia tak tahan, karena Han Han
jelas memiliki s inkang yang jauh lebih kuat daripada kakek itu.
Maka begitu melihat puteranya menendang dan tendangan itu
pasti membinasakan Toa-sin-kai, hal yang tak dikehendaki pria
ini maka Beng Tan berkelebat dan apa boleh buat dia
menggerakkan kakinya menendang pula mengadu tumit
dengan tumit, sama-sama mengerahkan tendangan Petir.
"Dess!" Sisa panggung ambruk dan jebol. Dentuman keras meledak
di situ dan semua orang berteriak tertahan. Yang dekat
dengan panggung tiba-tiba terlempar. Eng Sian Taijin dan
Tiong Liang Hwesio sendiri harus mencelat dari tempat
duduknya kalau tak mau terlempar. Mereka terkejut dan
berseru keras ketika panggung berhamburan ke sana-sini,
pecah berantakan. Atapnya menimpa mereka dan tentu saja
hal ini membuat yang lain-lain menjerit. Tempat itu seakan
diseruduk gajah yang sedang gila saja. Dan ketika pekikan
dan teriakan terdengar di mana-mana maka Eng Sian Taijin
dan T iong Liang Hwesio tertegun karena tak melihat ayah dan
anak, yang seolah-olah hilang dan lenyap begitu saja di
tengah-tengah panggung, ketika mereka berjungkir balik
melayang turun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-ooo0dw0ooo- Jilid 6 "BRESS!" Dua tumpukan papan tiba-tiba dipukul orang. Dari bawah
tiba-tiba muncul dua tubuh laki-laki itu, pemuda dan ayahnya.
Dan ketika Eng Sian Taijin dan Tiong Liang Hwesio terkejut
karena itulah Beng Tan dan anaknya maka ketua Hek-yanpang itu membentak, "Han Han, jangan membunuh orang. Tahan keberingasan
dirimu!" dan ketika pendekar itu meloncat dan berjungkir balik
dari timbunan lantai panggung maka Han Han sendiri juga
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah meloncat dan berjungkir balik melepaskan diri, hinggap
dan melayang turun jauh dari tempat semula. Panggung itu
beserta atapnya sudah tak dapat dipergunakan lagi. Lucu dan
juga menyedihkan ketika melihat puluhan orang lain kini
merangkak dan merintih-rintih dari lantai panggung yang
menimpa mereka. Itulah para tamu yang tak sempat
menyelamatkan diri ketika panggung runtuh. Mereka
tertimbun dan terkubur hidup-hidup. Tapi ketika semua keluar
dan merangkak satu per satu, hanya menderita lecet-lecet
atau luka ringan maka Eng Sian Taijin yang terbelalak dan
diam-diam ngeri melihat kedahsyatan Han Han sudah melihat
Pek-jit Kiam-hiap atau si Pendekar Berpedang Matahari
mencengkeram dan menepuk pundak puteranya, yang masih
kelihatan beringas dan mata bersinar-sinar.
"Han Han, sadarlah. Atau kau akan berhadapan dengan
ayahmu... plak!" Han Han tergetar, sadar dan cepat
menghilangkan semua kemarahan dan tenaganya ketika
ayahnya itu mencengkeram dan menepuk pundak. Getaran
tenaga sakti pemuda itu sudah dibuyarkan dan Beng Tan
khawatir sekali akan anaknya ini. Han Han seperti harimau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
haus darah, mau menerkam dan rupanya siap menggigit s iapa
saja. Tapi ketika pendekar itu melihat wajah puteranya sudah
biasa lagi dan mata yang mencorong bersinar-sinar itu tidak
kelihatan beringas seperti tadi maka Han Han tiba-tiba
berlutut dan menjatuhkan diri di depan ayahnya.
"Maaf, aku tak bermaksud membunuh siapapun, ayah.
Kalau aku juga tak diancam musuh. Aku menyesal, tapi harap
kau berlaku adil dengan melihat siapa yang salah dan siapa
yang benar." "Bangunlah!" sang ayah tahu. "Aku mengerti apa yang kau
maksud, Han Han. Tapi tak selayaknya kita melakukan
pembunuhan di tempat pesta. Cepat minta maaf kepada Tekwangwe dan kita pulang!"
Han Han menarik napas. Sekarang dia sudah menekan
semua hawa anehnya yang tadi tiba-tiba naik ke kepala.
Entahlah, melihat lawan yang tak tahu diri dan sombong
macam Toa-sin-kai tadi tiba-tiba ada semacam hawa
membunuh yang naik ke kepalanya, setelah pengemis itu
melontar tongkat. Kalau dia tak berkepandaian tinggi dan
mampu menghancurkan serangan lawan tentu dia sudah
roboh tinggal nama. Pengemis itu tak tahu diri dan patut
dihajar. Untung ada ayahnya sehingga tendangannya tadi
ditangkis dan digagalkan ayahnya pula. Dan ketika pemuda itu
mengangguk dan bangun berdiri maka Tek-wangwe yang
terbelalak dan merah pucat berganti-ganti cepat-cepat
menyambut pemuda ini dengan ngeri.
"Wangwe, aku minta maaf. Selamat tinggal dan biar lain
kali kuperbaiki tempatmu yang berantakan ini."
"Ah, tidak... eh, tak apa-apa! Aku, ah ... aku tak perlu
minta ganti, kongcu. Biarlah kuperbaiki sendiri dan sampai
ketemu lagi!" "Dan maafkan kalau pestamu menjadi kacau, wangwe.
Biarlah lain kali puteraku diam di rumah dan aku bersama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
isteriku saja," Beng Tan menyusul, membungkuk dan memberi
hormat di depan tuan rumah mengiring puteranya. Sang
hartawan buru-buru membalas dan gugup serta kacaulah
perasaan hartawan ini. Han Han tak disangkanya begitu ganas
dan mirip harimau yang tak boleh diganggu. Sekali diganggu
akan mengaum dan menerkam siapa saja, tak perduli tokohtokoh terhormat atau orang biasa. T api ketika ayah dan anak
meminta diri dan semua memandang dengan ngeri, gentar,
tiba-tiba terdengar angin bercuit dan sebatang pisau belati
menyambar Han Han dari belakang. "Plak!"
Sang ayah menangkis dan meruntuhkannya. Han Han diam
saja seolah-olah tak tahu, padahal pemuda itu sudah siap
bergerak dan mengebutkan lengan. Sekali hal itu terjadi tentu
pisau akan membalik dan mengenai penyambitnya, tak boleh
tidak. Berarti sebuah jiwa akan melayang tapi Beng Tan yang
ada di samping puteranya sudah menangkis dan meruntuhkan
pisau itu. Dan ketika ayah dan anak membalik dan melihat
siapa pelemparnya ternyata di sana berdiri tertegun Ji-lo-kai,
pengemis yang rupanya sudah sadar, sute atau adik dari Toasin-kai. "Hm!" pendekar ini merah mukanya. "Beginikah sikap
seorang ksatria, Ji-sin-kai" Menyerang dan pengecut
melempar pisau dari belakang" Kalau puteraku yang
menangkis tentu kau bakal roboh tak bernyawa. Bersikaplah
jantan dan jujur kalau masih tak puas. Tempat tinggalku tentu
boleh kau datangi sewaktu-waktu dan melanjutkan pertandingan dengan jujur. Maaf, aku tak menghendaki
keributan di s ini dan pisaumu kukembalikan lagi .... crit!" pisau
itu tiba-tiba ditendang, mencelat dan menyambar Ji-sin-kai
dan orang-orang terkejut karena mengira pisau itu akan
menancap di leher si pengemis. Memang dari jauh pisau itu
tampaknya menyambar leher. Ji-sin-kai mengelak namun ajaib
sekali pisau itu mengikutinya, seolah bernyawa. Dan ketika
pengemis itu berseru kaget dan meloncat ke belakang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menumbuk dinding maka pisau menancap di samping
lehernya dan memantek lebih dari separoh!
"Ahh...!" semua orang berseru tertahan. Ji-sin-kai sendiri
menjadi pucat dan ngeri serta gentar. Ternyata ketua
Hekyan-pang itu kalau sudah mau mengeluarkan kepandaiannya maka sungguh tak boleh dibuat main-ma in.
Dia jelas bukan tandingan pendekar itu, harus tahu diri! Maka
ketika pengemis ini tertegun merah dan seluruh rasa malu
membuat wajahnya seperti kepiting direbus maka Beng Tan
sudah membalik dan berkelebat menyambar lengan
puteranya. Untuk selanjutnya pendekar itu tak ada lagi yang
berani coba-coba. Sekali pukul membuat Ji-sin-kai malu hebat
sudah cukup membuat orang-orang lain gentar. Ketua Hekyan-pang itu memang pantas disebut sebagai pendekar pilih
tanding. Puteranya saja sudah begitu hebat! Dan ketika semua
orang diam membelalakkan mata dan Eng Sian Taijin maupun
Tiong Liang Hwesio hanya berulang-ulang mengeluarkan
seruan perlahan maka pesta Tek-wangwe berakhir dengan
segala kehebatan ayah dan anak itu. Dan begitu semua
pulang dan kembali ke tempat masing-masing maka Beng Tan
di sana sudah terbang membawa kembali puteranya ke
markas. "Apa kabar" Bagaimana dengan pesta Tek-wangwe?" Swi
Cu menyambut suami dan anaknya itu dengan wajah berseriseri. Dia baru saja melihat mereka datang dan memasuki
halaman, disambut dan suami serta anaknya dipeluk. Tapi
ketika wajah suami maupun puteranya muram, tak
menunjukkan kegembiraan maka Swi Cu terkejut dan
berdebar merasa ada sesuatu yang terjadi.
"Kalian bertengkar?" wanita itu me lanjutkan. "Ada apa dan
kenapa murung?" "Hm," Beng Tan melepaskan dirinya dari pelukan sang
isteri. "Aku capai, nio-cu. Biarlah aku istirahat dulu dan Han
Han rupanya juga capai," dan memandang puteranya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendekar ini berkata, "Tinggalkan kami, Han Han. Istirahatlah
dan kembali ke kamarmu."
Han Han mengangguk. Sang ibu memberi ciuman dulu
sebelum pemuda itu berkelebat. Han Han tergetar sejenak
oleh kasih dan sikap ibunya ini. Sejak dulu ibunya selalu
begitu, memberi cium sayang di pipi, meskipun dia kini sudah
dewasa dan berusia duapuluhan tahun! Tapi ketika pemuda
itu meninggalkan ayah ibunya dan Beng Tan mengajak
isterinya ke kamar maka pendekar ini mendesah melempar
tubuh di pembaringan. "Sesuatu yang hebat terjadi. Pesta di tempat Tek-wangwe
kacau!" "Kacau?" sang isteri tertegun. "Maksudmu ada orang jahat
di sana, suamiku" Dan kau bersama Beng Han menghajarnya?" "Hm, benar. Tapi aku melihat sesuatu yang mengkhawatirkan di. diri anak kita itu. Han Han hampir
membunuh orang, kejam dan dingin!"
"Ceritakan padaku!" sang isteri terkejut. "Bagaimana bisa
begitu, suamiku. Dan apa yang terjadi?"
"Kau kenal Huang-ho Coa-li" Kau kenal Pat-jiu Sian-ong"
Kau dengar nama-nama Toa-sin-kai dan Ji-sin-kai?"
"Ah, Huang-ho Coa-li wanita iblis. Sedang Pat-jiu Sian-ong
maupun Toa-sin-kai dan Ji-sin-kai adalah orang-orang aneh
yang berkepandaian tinggi! Apakah kau bentrok dengannya?"
"Hm, Han Han telah berkenalan dengan mereka,
isteriku. Dan tiga di antaranya dihajar habis-habisan. Anak kita
itu telah menanam bibit permusuhan, meskipun dia tidak
salah!" Swi Cu pucat. Mendengar suaminya bercerita itu tiba-tiba
dia minta diteruskan, bagaimana hal itu bisa terjadi dan
siapakah tiga yang telah menjadi korban itu. Dan ketika Beng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan mulai bercerita selengkapnya dan apa yang terjadi
diceritakan kepada sang isteri maka Swi Cu tertegun dan
berkali-kali mengeluarkan seruan tertahan.
"Sing Kok, murid Pat-jiu Sian-ong itu dipukul roboh. Dan
Toa-sin-kai serta Ji-sin-kaipun dihajar keras oleh Han Han. Aku
ngeri melihat sepak terjang anak kita itu, Cu-moi. Aku melihat
betapa ganas dan kejamnya putera kita itu, kalau sudah
dibuat marah!" "Hm, persis siapa" Apakah Si Golok Maut?"
Beng Tan tertegun. Sang isteri menangis dan menahan
sedu-sedan. Tiba-tiba cerita dari suaminya itu membuat
wanita ini kembali membenci Han Han. Kasih dan sayangnya
yang tadi ada tiba-tiba musnah kembali, terganti kemarahan
dan kebencian karena semua cerita itu dibayangkannya
sebagai perbuatan mendiang Si Golok Maut Sin Hauw, yang
memang kejam dan tak mengenal ampun kepada musuh. Tapi
ketika Beng Tan teringat dan sadar akan itu, sikap isterinya
yang tidak wajar kepada Han Han maka pendekar ini batukbatuk dan buru-buru meralat, memperbaiki.
"Maaf, kau jangan menuduhnya seperti itu, Cu-moi.
Betapapun Han Han tidak salah karena musuh selalu
mendahuluinya. Aku pribadi tak menyalahkan puteraku itu
karena orang lainlah yang lebih dulu berbuat tidak baik!"
"Tapi kau sendiri bilang Han Han membalas tanpa ampun.
Sekali tangkis membuat Huang-ho Coa-li mencelat dan Ji-sinkaipun roboh pingsan!"
"Benar, tapi... ah, mungkin itu dikarenakan Han Han belum
mampu mengukur tenaga, Cu-moi. Dia belum biasa
mengendalikan sinkangnya!"
"Tapi dia sudah sering berlatih denganmu. Tentunya dia
dapat mengatur sin-kangnya itu dan tidak terlalu kejam!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm, Ji-sin-kai ataupun Huang-ho Coa-li tentunya tak
sekuat aku, Cu-moi. Kebiasaan Han Han menghadapi aku
terbawa dalam tangkisannya ketika menghadapi kakek
pengemis itu dan Huang-ho Coa-li. Dan tentu saja lain. Aku
masih dapat menerima itu!"
Sang isteri tertegun. Akhirnya Swi Cu mau juga mendengar
kata-kata suaminya ini, bahwa mungkin kebiasaan berlatih
Han Hari dengan ayahnya terbawa ketika menghadapi Huangho Coa-li dan Ji-sin-kai itu, yang tentu saja memang tak
sekuat suaminya. Dan ketika Beng Tan membujuk lagi bahwa
semuanya itu adalah kesalahan musuh, yang bersikap
sombong dan tak tahu diri maka pendekar ini menutup.
"Betapapun Han Han tak memiliki kekejaman itu, kalau
musuh tak mendahului. Ingat saja dirimu atau diriku, Cu-moi
Tentu juga tak akan marah-marah atau sampai bertangan
kejam kalau musuh tidak kelewatan. Sudahlah, aku hanya
melapor saja dan tak perlu kau marah-marah kepada Han
Han!" "Aku hanya marah kepada kekejamannya itu. Aku marah
karena dia seperti Sin Hauw!"
"Hm, tak baik membawa-bawa orang yang sudah mati, Cumoi. Sin Hauw sudah tiada dan tak perlu kita mengingatingatnya kembali..."
"Tapi Han Han seperti dia. Aku jadi benci dan takut!"
"Ah, semua orang yang diserang orang lain tentu marah
dan dapat berbuat kejam, isteriku. Tak perlu kau membesarbesarkan. Sudahlah, dia tetap anakmu dan tak boleh kau
membencinya!" Swi Cu menangis. Akhirnya dia menubruk dan dipeluk
suaminya itu. Beng Tan menghibur dan berkata bahwa besok
dia akan membawa anak-anak murid Hek-yan-pang untuk
memperbaiki apa yang telah rusak di tempat Tek-wangwe.
Dan ketika malam itu Swi Cu mereda dan tidak membenci
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puteranya lagi, sang suami telah memperingatkan dia untuk
membuang kenangan Si Golok Maut maka keesokannya
wanita ini telah normal kembali dan tidak menaruh perasaan
Naga Pembunuh Lanjutan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak senang kepada puteranya itu. Betapapun Han Han
adalah puteranya dan suaminya benar. Anak itu tak bersalah.
Yang keterlaluan adalah Ji-sin-kai dan lain-lainnya itu. Tapi
ketika perasaan Swi Cu sudah pulih dan dia dapat memandang
lagi puteranya dengan senyum, ketika suami pergi ke tempat
Tek-wangwe mendadak suatu yang mengejutkan kembali
mengguncang wanita ini, ketika pagi itu puteranya
menghadap. "Ibu..." Han Han agak ragu. "Bolehkah aku minta sesuatu
dan maaf dari ibu?" "Hm, apa yang kau minta, Han Han" Dan kenapa maaf?"
"Mungkin ibu marah kepadaku atas sepak terjangku di
tempat Tek-wangwe kemarin. Aku hanya membela diri,
mereka terlalu mendesak dan sombong...."
"Aku tahu," sang ibu memotong, merangkul puteranya ini.
"Ji-sin-kai dan lain-lainnya itu patut dihajar, Han Han. Tapi lain
kali jangan terlampau kejam. Ibu kurang suka. Kau harus
lemah lembut seperti ayahmu, jangan telengas!"
Han Han merah mukanya. "Aku juga menyesal, tapi.... ah,
mereka tak tahu diri!"
"Sudahlah, apa maksudmu datang kemari" Apa yang
hendak kau minta dari ibumu?"
"Aku hendak meminta caping itu. Ibu sudah berjanji...."
"Han Han!" sang ibu tiba-tiba tersentak, kaget. "Kau... kau
mau apa dengari caping itu" Untuk apa kau mengingat-ingat
lagi benda terkutuk itu" Itu sudah kubuang, Han Han. Ibu tak
suka!" Wajah pemuda ini tiba-tiba berubah. Han Han tampak
terkesiap dan kaget mendengar kata-kata ibunya itu, bentakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang serasa menggelegar di telinga dan tiba-tiba pemuda itu
undur selangkah. Swi Cu sendiri sampai kaget ketika tiba-tiba
dari sepasang mata anaknya itu menyambar sinar tajam bagai
seekor naga yang sedang mencorong. Hawa berkilat dan
mendirikan bulu roma mendadak membuat Swi Cu juga surut
undur selangkah. Ibu itu kaget dan ngeri sekali melihat sikap
puteranya. Begitu menyeramkan! Tapi ketika Han Han sadar
dan rupanya ingat bahwa yang ada di depannya itu adalah
ibunya, wanita yang selama ini mengasihi dan membesarkannya tiba-tiba pemuda itu menunduk dan hilang
lah semua keganasan yang muncul mendadak itu, seperti
singa lapar yang siap menerkam korbannya.
"Ibu membuang caping itu" Ibu tidak bohong?"
Aneh sekali, Han Han tiba-tiba menangis. Swi Cu tertegun
melihat air mata mengalir di pipi puteranya itu dan tampak
betapa Han Han menahan duka atau perih yang sangat. Sang
ibu menjublak tapi segera berkata bahwa caping itu memang
sudah dibuang. Swi Cu tiba-tiba marah kenapa puteranya
menanyakan caping itu, mengingatkannya pada Si Golok
Maut. Dan ketika dia menegaskan marah bahwa Han Han tak
usah memikirkan barang itu lagi maka puteranya membalik
dan tersedak. "Ibu kalau begitu tak menepati janji. Ibu merampas barang
milik orang lain!" Swi Cu tertegun. Untuk kedua kalinya dia merasa heran
dan aneh melihat tingkah puteranya itu. Han Han terhuyung
dan melangkah pergi, menggigit bibir. Tampak jelas betapa
pemuda itu amat berduka seolah kehilangan harta karun yang
besar, padahal itu adalah sebuah caping bambu yang tak
berarti! Dan ketika Swi Cu mendelong dan mengawasi
puteranya maka Han Han lenyap memasuki kamarnya dan
sehari penuh pemuda ini tak muncul-muncul.
Swi Cu berdebar. Aneh dan luar biasa anaknya itu.
Mengecamnya sebagai orang yang tak menepati janji dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikata merampas pula. Betapa berani dan kerasnya, padahal
selama ini Han Han selalu lembut dan pendiam kepadanya,
patuh sebagaimana layaknya seorang anak kepada i-bunya.
Dan ketika Swi Cu tak nyaman dan malam itu suaminya juga
belum kembali maka dia menghampiri pintu kamar anaknya
dan mengetuk perlahan. "Han Han, ibu ingin bicara!"
Tak ada jawaban. Swi Cu mengetuk lagi dan memanggil
nama anaknya itu. Tak ada jawaban. Dan ketika tiga kali berturut-turut .dia
memanggil namun tak ada jawaban maka wanita ini marah
dan mendobrak pintu kamar, tahu bahwa anaknya itu ada di
dalam, terbukti dari tarikan napas yang naik turun secara
teratur. Tapi begitu wanita ini membentak dan siap memaki
puteranya, yang memang ada di dalam tiba-tiba Swi Cu
terbelalak dan menjerit mundur.
Han Han, puteranya itu, memang ada di dalam. Tapi bukan
dalam keadaan biasa melainkan justeru dalam keadaan luar
biasa. Karena begitu Swi Cu membentak dan mendobrak pintu
kamar maka dilihatnya puteranya itu berjungkir balik
mengatur napas dalam keadaan.... telanjang bulat.
"Aiihhh...!" wanita ini seketika menekap mulutnya sendiri.
Han Han yang siap dimaki dan disemprot tiba-tiba tak jadi
diapa-apakan. Anaknya itu berjungkir balik dengan tenang dan
sikapnya yang begitu bebas dan santai sungguh membuat
wanita ini tertegun. Kiranya Han Han bersamadhi sehari
penuh dengan caranya yang luar biasa itu, memusatkan
semua konsentrasi atau puncak perhatian pada alam samadhi
yang hening. Begitu heningnya hingga tak tahu meskipun
pintu kamar didobrak. Tanda betapa pemuda itu telah
mencapai titik tertinggi dari alam samadhinya yang
memuncak. Satu tanda bahwa Han Han telah memiliki
kekuatan sinkang atau tenaga sakti yang hebat sekali. Tapi
karena pemuda itu dalam keadaan telanjang bulat dan Swi Cu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak tahu puteranya dalam keadaan seperti itu maka tiba-tiba
saja wanita ini meloncat dan menutup pintu kamar lagi
dengan bantingan keras! "Brukk!"
Han Han tetap juga tak bergeming. Swi Cu tak mendengar
gerakan apa-apa di dalam tanda bahwa puteranya benarbenar mencapai titik samadhi yang paling khusuk. Langit
ambrukpun kiranya pemuda itu akan tetap dalam keadaan
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 5 Kemelut Blambangan Seri Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Seruling Perak Sepasang Walet 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama