Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 10
Begitu selesai berkata, dia segera melejit keluar dan bagaikan segulung asap hitam lenyap tak berbekas dari pandangan mata.
"Di luar ruangan telah diatur penjagaan yang begitu ketat, akan kulihat bagaimana caramu pergi dari situ..."
Namun biarpun sudah didengarkan beberapa saat namun suasan di luar masih tetap hening dan tak terdengar sedikit suarapun, kenyataan tersebut membuat sang pemuda mau tak mau lantas mengagumi kepandaian orang.
Setelah menghela napas panjang dia membalikkan badan lagi dan siap untuk menotok jalan darah tidur nona Huan Li ji agar mempermudah usahanya untuk menguruti sekujur badannya nanti.
Tapi sebelum dia sempat turun tangan, mendadak Huan Li ji membalikkan tubuhnya lalu duduk.
Ia masih tetap memejamkan matanya, nampak jelas kalau masih tertidur nyenyak, tapi pakaian tidurnya yang tipis telah tersingkap lebar sehingga tubuhnya yang putih bersih terlihat jelas di depan mata.
Kedengaran nona itu mengigau : "Oooh... panas, panas sekali!"
Timbul rasa kasihan di hati Sik Tiong Giok melihat keadaannya, tangannya yang semula berniat menotok jalan darah tidurnya, kini dirubah untuk menangkap lengannya, lalu tanyanya lembut :
"Nona Li, apakah kau kegerahan?"
"Oooh... panas... aku kepanasan..." keluh Huan Li ji dengan napas tersengal.
Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan memeluk Sik Tiong Giok erat-erat.
Sik Tiong Giok segera merasa sebuah tubuh yang montok dan empuk bersandar di dalam pelukannya, bau harum semerbak yang berhembus lewat membuat ia bagaikan orang mabuk.
Sejak lahir hingga sekarang, walaupunia pernah membopong tubuh nona Bun Un ketika berada di kuil Tay hu si tempo hari, namun keadaan pada waktu itu amat kritis sehingga ia tak sempat merasakan sesuatu apapun.
SEBALIKNYA sekarang ia beada dalam suasana yang tenang, lagi p ula berada dalam kamar berduaan saja, bisa dibayangkan bagaimanakah perasaan pemuda tersebut setelah memeluk seorang gadis telanjang.
Jantungnya segera berdebar keras, peredaran darah di dalam tubuhnya pun semakin cepat, sepasang pipinya turut menjadi panas dan susah ditahan.
Pada saat dia terbuai dalam rangsangan inilah, mendadak terdengar Huan Li ji menjerit kaget : "Aduuuh...!"
Dalam jeritan kaget mana, sepasang lengannya yang sedang merangkul tubuh Sik Tiong Giok itu dilepaskan sementara tubuhnya segera menyusup ke balik selimut hingga kepalanya pun ikut disembunyikan.
Sik Tiong Giok yang menghadapi kejadian tersebut menjadi tertegun, untuk sesaat suasana di dalam ruangan itu menjadi makin hening.
Berada dalam keadaan begini Sik Tiong Giok mulai menyumpahi diri sendiri, pikirnya : "Sik Tiong Giok, wahai Sik Tiong Giok, apa yang sedang kau lakukan?"
"Mengapa kau justru timbul pikiran sesat. Terhitung perbuatan seorang lelaki sejatikah itu...?"
Sementara ia masih menyumpahi sendiri, dari balik selimut terdengar Huan Li ji bertanya : "Siapa kau?"
"Aku bernama Sik Tiong Giok, apakah Huan toasiok belum membicarakan persoalan ini dengan mu?"
Dari balik selimut segera berkumandang suara tertawa merdu :
"Oooh, jadi kau adalah pangeran cilik, ayah telah membicarakan persoalan ini denganku, bukankah kau datang untuk mengobati lukaku...?"
"Asal kau sudah tahu, hal ini lebih baik lagi," kata Sik Tiong Giok tertawa, "bagaimana kalau sekarang juga kuurutkan jalan darah di tubuhm?"
Huan Li ji segera menyingkat selimutnya dan menongolkan wajahnya yang dihiasi senyuman manis, sahutnya sambil tertawa
: "Silahkan kau segera turun tangan!"
"Bila kau menutupi tubuhnya dengan selimut, bagaimana caraku untuk menguruti jalan darahmu?" tanya Sik Tiong Giok sambil tertawa rikuh.
"Lantas apa kehendakmu?" tanya Huan Li ji sambil mengawasi pemuda itu tajam.
"Buka selimut itu dan berbaringlah secara baik-baik sambil mengendorkan seluruh badan, dengan demikian akupun dapat mulai bekerja..."
"Boleh saja tetapi mesti berjanji untuk memejamkan mata rapat-rapat dan tak boleh mengintip tubuhku."
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Sik Tiong Giok memejamkan matanya rapat-rapat dan berkata sambil tertawa :
"Nah bersiap-siaplah, aku berjanji tidak akan membuka mataku untuk mengintip."
Kembali nona itu mengiakan, disusul kemudian terdengar suara pakaian yang disingkirkan.
Sik Tiong Giok tahu kalau gadis itu sudah siap, maka bagaikan orang buta yang memiji, kesepuluh jari tangannya mulai bergerak menguruti sekujur badan nona tersebut.
Huan Li ji hanya merasakan munculnya segulung hawa panas dari dalam pusar yang segera menyebar kemana-mana, dalam waktu singkat sekujur tubuhnya sudah terasa menjadi nyaman dan segar.
Selang beberapa saat kemudian, ketika Sik Tiong Giok menjumpai Huan Li ji seperti lagi nikmati urutan tersebut tanpa berusaha untuk menghimpun tenaga dalamnya dari dalam, cepat-cepat menegur : "Nona, caramu ini bisa melelahkan si kerbau tua!"
"Lalu apa yang mesti kuperbuat?" tanya Huan Li ji dengan suara rendah.
"Kau mesti menghimpun tenaga dalammu dari dalam serta menggiring hawa murniku ke arah yang benar, dengan begitu jalan darahmu baru bisa ditembusi, jika hal ini tidak kau lakukan sampai matipun aku berusaha juga percuma."
"Aduh mak, mengapa tidak kau katakan semanjak tadi?" bentak Huan Li ji.
Sepasang muda mudi ini meski mempunyai perasaan saling mencinta namun sesungguhnya tidak terpengaruh oleh nafsu birahi, di satu pihak berusaha untuk menolong orang dengan sepenuh tenaga, sebaliknya di pihak lain berusaha untuk menyembuhkan lukanya, dengan kerjasama yang erat maka usaha itu pun segera membuahkan hasil.
Tanpa disadari mereka telah mengerahkan tenaga dalam masing-masing untuk saling mengiring dan membaur, hawa murni pun segera menembusi jalan darah yang ada tanpa terbendung lagi.
Mendadak bergema suara yang lemah dari balik urat nadi gadis itu.
Sik Tiong Giok tahu bahwa mereka sudah berada dalam keadaan yang paling kritis dalam keadaan begini jika dia salah bertindak sedikit saja maka dapat berakibat mencelakai seumur hidup nona tersebut.
Karena itu dia menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikina untuk meningkatkan bantuannya.
Selang beberapa saat kemudian, terdengar Huan Li ji berteriak penuh kegembiraan.
"Horee, aku telah sembuh sama sekali!"
Rupanya di bawah urutan Sik Tiong Giok yang terakhir dengan tenaga penuh itu, jalan nadi jin meh dan tok meh nya telah berhasil pula ditembusi, tak heran kalau ia merasa begitu kegirangan.
Saking gembiranya dia sampai lupa diri, lupa kalau saat itu dia masih berada dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya.
Begitu melompat bangun dari atas pembaringan, sepasang lengannya segera merangkul leher Sik Tiong Giok erat-erat.
Dengan perbuatannya itu maka tak bisa dicegah lagi seluruh bagian tubuh si nona termasuk yang paling rahasia pun turut tertera dengan jelas di depan mata.
Huan Li ji baru teringat akan kebugilannya setelah menjumpai wajah Sik Tiong Giok berubah menjadi merah padam, sementara matanya yang tertegun mengawasi bagian rahasia tubuhnya tanpa berkedip.
Ia segera menjerit kaget, kemudian dengan wajah tersipu-sipu karena malu segera menyusupkan diri ke balik selimut.
Dengan wajah masih termangu Sik Tiong Giok segera menegur :
"Hey, mengapa sih kau ini?"
Sambil menongolkan wajahnya yang merah padam bagaikan kepiting rebus, Huan Li ji berseru manja : "Kau jahat, jahat sekali, siapa suruh kau membuka matamu serta mengintip badanku?"
"Aaah, rupanya soal itu tapi kau sendiri yang kurang ajar..." kata Sik Tiong Giok tertawa.
"Bagaimana kurang ajarku..."
"Siapa suruh kau melompat-lompat macam orang gila sehingga hampir saja menyumbat hawa murniku" Sudah lupa diri, sekarang masih menegur orang, bayangkan saja."
"Sudahlah, apa yang hendak kau bilang?" tukas Huan Li ji tiba-tiba.
Mendengar perkataan itu Sik Tiong Giok segera tertawa, timbul keinginannya untuk menggoda gadis itu, sambungnya lebih jauh.
"Kenapa aku tak boleh bicara" Paling tidak harus dijelaskan dulu siapa yang salah!"
"Baik, sekarang kau berani jahat kepadaku, awas saja tunggu nanti kalau kita sudah..."
Mendadak ia menutup mulutnya dan segera menyembunyikan diri di balik selimut.
Sik Tiong Giok segera tertawa terbahak-bahak : "Haaah, haaah...
mengapa tidak kau lanjutkan" Aku harus menunggu sampai kita kenapa?"
Huan Li ji segera merasakan sepasang pipinya menjadi merah dan panas, saking malunya dia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun, maka dia pun menyembunyikan diri di balik selimut sambil membungkam diri dalam seribu bahasa.
"Tuttt, tuuuutt..."
Pada saat itulah mendadak dari kejauhan sana terdengar bunyi terompet tanduk kerbau yang dibunyikan keras-keras.
Huan Li ji segera menongol keluar lagi dari selimut dan berkata dengan gelisah : "Suara terompet itu merupakan suara tanda bahaya dari dusun kami, sdah pasti ada musuh tangguh yang menyerang datang, cepat berikan pakaianku itu, cepat, cepat aku..."
Sik Tiong Giok pun merasakan juga keadaan yang tidak beres, dengan cepat dia memadamkan lampu lalu menyambar pakaian si nona dan memberikan kepada si empunya seraya berbisik :
"Kau baru sembuh dari sakit, jangan menghadapi musuh lebih dulu, ayahmu telah melakukan persiapan yang cukup kuat, biar aku saja yang pergi menengok keadaan, berada dalam kondisi demikian paling baik kau jangan menggunakan tenaga lebih dulu, mengerti?"
Dengan penuh perasaan cinta Huan Li ji mengangguk, dan Sik Tiong Giok pun menyelinap keluar dari ruangan.
Malam itu sangat gelap tanpa rembulan, Sik Tiong Giok yang melayang keluar ke tengah halaan segera mengamati keadaan di sekeliling tempat itu dengan seksama, ia menjumpai sesosok bayangan hitam meluncur datang dengan kecepatan tinggi.
Melihat datangnya bayangan tersebut, Sik Tiong Giok segera mengayunkan telapak tangannya siap melancarkan serangan.
Mendadak terdengar bayangan hitam itu menyapa : "Pangeran kecilkah disitu?"
Sik Tiong Giok segera mengenali suara itu sbg suara si duka bermuka jelek Huan Ki, segera ia menghindar ke samping dan menyahut dengan suara lirih : "Ji siok, berapa banyak musuh yang datang" Sudahkah diketahui alirannya?"
"Belum begitu jelas, si tikus bumi sedang pergi menyelidi tapi kedengarannya banyak juga yang datang... bagaimana keadaan Li ji sekarang?"
"Ia sudah sembuh sama sekali, hanya belum boleh menghadapi musuh."
"Kalau begitu akupun dapat berlega hati, betapapun banyaknya musuh yang datang aku percaya masih mampu untuk
menghadapinya, sekarang harap kau kembali ke sisi Li ji serta melindungi keselamatan jiwanya."
"Tak menjadi masalah, yang ku kuatirkan adalah manusia aneh berbaju hitam itu."
"Akupun punya firasat, kemungkinan besar si manusia aneh berbaju hitamitu akan datang."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar Sik Tiong Giok berbisik : "Sst, ada orang datang, mari kita sambut kedatangan mereka."
Selesai berkata, dia segera melompat maju ke depan untuk menyambut kedatangan mereka.
Bayangan manusia yang meluncur datang itu bergerak dengan kecepatan tinggi dan kelincahan tubuh yang mengagumkan, sudah jelas dia merupakan seorang jago silat yang berilmu tinggi.
Dengan suara keras Sik Tiong Giok segera membentak : "Hey sobat, apa yang hendak kau lakukan?"
Orang itu tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeeh heeeh heeeh lebih baik tak usah kau campuri. Semenjak kapan sih benteng Sam gi poo di lembah Lu hoa kok ini telah bertambah dengan seorang bocah jelek macam kau" Apakah Tiga jelek dari Say juan telah mengangkat seorang anak lagi?"
Biarpun dia mengejek tiada hentinya namun tubuhnya justeru menyelinap ke balik kegelapan dan enggan menampilkan diri.
Sesungguhnya Sik Tiong Giok merasa gusar sekali setelah mendengar perkataan lawan yang tidak senonoh, akan tetapi pengalaman yang diperolehnya selama berkelana dalam dunia persilatan selama ini membuat anak tersebut cukup memahami akan kelicikan hati manusia serta betapa bahayanya dunia persilatan, sekali salah melangkah maka akibatnya bisa fatal untuk keselamatan jiwanya.
Itulah sebabnya biarpun di hati kecilnya dia mendongkol namun perasaan tersebut tetap ditahan, pelan-pelan dihampirnya tempat persembunyian bayangan hitam itu, lalu sambil menatapnya lekat-lekat dia berkata : "Sobat, kau tak usah menyelidiki siapa aku, yang jelas bila seseorang muncul di rumah orang lain di tengah malam buta, maka dia kalau bukan bajingan tentu bandit, hari ini perbuatanmu sudah ketahuan siaya mu, maka jangan berharap keinginanmu bisa terwujud. Bila kau enggan
menampilkan dirimu lagi, jangan salahkan bila aku tak akan sungkan-sungkan lagi kepadamu."
Baru selesai berkata, diiringi suara desingan tajam mendadak setitik cahaya tajam langsung menyambar ke arah
tenggorokannya. Disusul kemudian terdengar orang itu berkata : "Kalau tak akan sungkan-sungkan lantas kenapa" Nah, coba rasain dahulu hadiahku ini."
Perbuatan orang itu betul-betul amat licik, dia melancarkan serangan lebih dulu dengan senjata rahasianya kemudian baru menyapa, diiringi seruan tertahan Sik Tiong Giok segera roboh terkapar di atas tanah.
Dari balik kegelapan segera melompat keluar sesosok bayangan hitam...
Orang itu membungkus kepalanya dengan kain hitam dan mengenakan pakaian ringkas untuk berjalan malam, pedang yang berada di tangannya kelihatan tajam serta memancarkan cahaya yang berkilauan.
Ketika menjumpai Sik Tiong Giok roboh terkena senjata rahasia, ia segera berseru sambil tertawa tergelak : "Haahh, haahh, haah... manusia busuk, jika mulutmua berani bicara besar, nyatanya kau tak becus..."
Belum lagi perkataan itu selesai diutarakan, mendadak Sik Tiong Giok melompat bangun sambil membentak : "Siapa bilang aku tak becus" Lihat ini, kukembalikan senjata rahasiamu itu."
Setitik cahaya tajam diiringi suara bentakan keras langsung menyambar ke tubuh orang itu.
Dengan cekatan orang tersebut menghindar ke samping
kemudian serunya : "Kepandaian yang sangat hebat, tak nyana kau mampu menyambut senjata rahasia sambil
mengembalikannya kembali, sayang sekali serangan itu tidak berhasil mengenai diriku."
Padahal tujuan Sik Tiong Giok adalah membekuk orang itu hidup-hidup agar bisa diperiksa serta dikorek keterangan dari mulutnya, karena itulah serangan balasannya tadi memang tidak ditujukan untuk melukai lawan.
Coba kalau bukan begitu, niscaya orang itu akan mampus atau paling tidak terluka parah.
Sementara senjata rahasia itu dilancarkan, Sik Tiong Giok ikut pula menerjang ke depan, tangan kirinya langsung mengancam sepasang mata lawan.
Ternyata orang itupun cukup cekatan, dengan gesit dia menghindar ke samping lalu pedangnya bergerak cepat
mengeluarkan jurus serangan Tiga gelang menjerat rembulan.
Sreeet, sreeet, sreeet...! Secara beruntun dia lepaskan tiga buah serangan dengan gerakan yang cepat dan tepat.
Jangan dilihat Sik Tiong Giok hanya bertangan kosong belaka, sesungguhnya ilmu Ki na jiu hoat yang dipergunakan olehnya itu merupakan suatu ilmu kepandain yang sangat menggetarkan dunia persilatan.
Tidak nampak gerakan apa yang dipergunakan olehnya, tahu-tahu saja gagan pedang lawan telah berhasil dipegang erat-erat, menyusul kemudian bentakan keras menggema di udara :
"Roboh kau!" Ternyata orang itu memang menurut sekali, diiringi dengusan tertahan tubuhnya segera roboh terjengkang di atas tanah.
Pada saat itulah dari atas atap rumah melayang turun dua buah sosok bayangan manusia dan langsung menghadang di hadapan orang itu seraya membentak keras : "Bocah keparat, siapa kau"
Berani amat mencampuri urusan kami!"
Sik Tiong Giok tersenyum.
"Apa pula maksud kalian menyatroni lembah Lu hoa kok di tengah malam buta begini" Paling tidak kalian harus
menyebutkan dulu siapa nama kalian."
Salah seorang di antara mereka segera menjawab : Kami semua adalah Tui hun sam cici (Tiga utusan pencabut nyawa) dari Ci shia jit mo (tujuh iblis dari kota merah), adapun kedatangan kami di lembah Lu hoa kok di tengah malam buta ini bermaksud untuk meminta semacam benda.
Sik Tiong Giok tidak mengetahui macam apakah tujuh iblis dari kota merah itu, dia agak tertegun setelah mendengar perkataan tersebut.
Mendadak dari kegelapan sana melompat keluar si kakek cebol yang segera menimbrung : "Hey anak muda, tujuh iblis darikota merah bukan manusia baik-baik, apalagi anak buahnya, lebih baik jangan beri kesempatan kepada mereka untuk kabur."
Sik Tiong Giok segera tersenyum lagi setelah mendengar perkataan tersebut, ujarnya kemudian : "Kau tak usah kuatir paman guru cebol, setelah bertemu denganku tanggung mereka tak akan punya peluang untuk pulang dalam keadaan aman dan selamat."
Utusan lencana emas Bong Sim cuan tidak bicara lagi, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan berpekik tajam suaranya seperti tangisan setan, tajam, melengking dan sangat tak sedap didengar.
Begitu suara pekikan tersebut bergema, dari empat penjuru segera bergema pula suara sahutan yang amat keras, suara itu begitu menyeramkan sehingga tidak mirip dengan suara manusia.
Sementara Sik Tiong Giok masih terkejut bercampur keheranan, tahu-tahu bayangan hitam telah bermunculan dari empat penjuru sekeliling tempat itu. Dalam waktu singkap disana telah bertambah dua tiga puluh orang lelaki berbaju hitam yang semuanya bersenjata terhunus, keadaannya sungguh
menyeramkan. Utusan lencana emas Bong Sim cuan segera menghentikan suara pekikannya, lalu berkata kepada Sik Tiong Giok dengan suara sedingin es : "Nah, sudah kalian saksikan sekarang seluruh lembah Lu hoa kok telah terkurung rapat, bila perintah kuberikan maka dalam sekejap mata tempat ini akan menjadi abu."
Sementara itu tiga manusia jelek dari Say juan telah munculkan diri pula, menghadapi situasi demikian, mereka telah mempersiapkan diri untuk melancarkan serangan.
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok berkata : "Biarpun jumlah kalian amat banyak, sayang sekali orang-orang mu itu tak akan sanggup untuk membuat aku Sik Tiong Giok menjadi tunduk dan takluk. Apalagi di dalam lembah Lu hoa kok ini pun masih terdapat tuan rumahnya."
Mendengar kalau lawannya adalah Sik Tiong Giok, Utusan lencana emas Bong Sim cuan tertawa seram : "Oooh rupanyakau adalah Pangeran Serigala yang baru muncul dalam dunia persilatan belakangan ini. Kebetulan sekali, sesungguhnya kedatanganku hari ini adalah untuk mencari kau."
"Oya" Tapi rasanya kita tak saling mengenal, berjumpa pun belum pernah, ada urusan apa kalian datang mencariku?"
"Kami mendapat perintah dari Mo cu untuk meminjam sebuah kotak Giok hap gi ciau darimu, bilamana kau tahu diri, harap serahkan saja benda tersebut padaku, agar tidak usah terjadi pertumbahan darah yang tak berguna."
"Ooh, rupanya kau datang disebabkan kotak Giok hap gi ciau tersebut, tapi sayang benda itu merupakan tanda kepercayan bagi mereka yang setia kawan dan jujur, tak mungkin bisa kupinjamkan kepada manusia-manusia busuk semacam kalian."
"Hm, kalau begitu kau keberatan untuk meminjamkan kepada kami?" dengus utusan lencana emas ketus.
"Boleh saja kalau ingin meminjam, tapi harus ada jaminannya yang berharga."
"Jaminan apa yang kau inginkan?"
"Sesungguhnya sederhana sekali, hanya aku kuatir kau tak akan bisa memnuhinya."
"Benda apa pun yang dikehendaki istana iblis kota merah, tak ada orang yang berani membangkangnya."
"Benarkah kalian bisa memenuhinya?" ujar Sik Tiong Giok sambil tertawa, "percuma saja kalau hanya bicar di bibir, apalagi bila sudah kuutarakan nyatanya tak mampu kalian penuhi lantas bagaimana jadinya?"
"Cepat kau katakan, dengan nama serta kedudukan istana iblis kota merah dalam dunia persilatan, aku yakin tiada persoalan yang tak bisa diwujudkan."
Tiba-tiba paras muka Sik Tiong Giok berubah menjadi serius, lambat-lambat dia berkata : "Kotak Giok hap gi ciau merupakan sebuah benda mestika bagi kaum pendekat dan ksatria dalam dunia persilatan, benda itu lebih-lebih merupakan lambang bagi para patriot yang bertujuan memperjuangkan kebebasan bangsa dan negaranya dari cengkeraman kaum penjajah, sehingga boleh dibilang tak ternilai harganya, aku rasa belum tentu ada benda setanding yang bisa dipakai untuk menjamin benda tersebut."
"Hey sudah setengah harian lamanya kau mengoceh, bukankah semua perkataanmu itu percuma saja?" sela utusan lencana emas.
Sik Tiong Giok mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian menyahut sambil tertawa : "Tapi masih ada satu benda yang rasanya cukup sebagai jaminan."
"Benda apakah itu?"
"Batok kepala dari tujuh iblis!"
Begitu perkataan tersebut diutarakan, tiga manusia jelek serta kakek cebol segera tertawa terbahak-bahak saking gelinya sedangkan ketiga utusan itu mencak-mencak karena
mendongkol. Utusan lencana emas segera mengeluarkan sebuah benda dari dalam sakunya dan diangkat tinggi-tinggi ke atas sambil bentaknya : "Tiga puluh enam Thian kang busu dengarkan baik-baik, segera hancurkan lembah Lu hoa kok ini sehingga rata dengan tanah, tangkap hidup-hidup Pangeran Serigala, laksanakan perintah ini baik-baik."
Kawanan lelaki berbaju hitam yang berada di sekeliling tempat itu segera mengiakan bersama kemudian menerjang ke bawah dengan kekuatan yang mengerikan.
Menantu bermuka jelek Huan sim membentak keras, dia sambar senjata Sian jin ciang nya ihlu melancarkan serangan lebih dulu dengan menggunakan jurus 'menyapu rata selaksa prajurit'.
Tiba-tiba saja kawanan lelaki berbaju hitam itu menyebarkan diri keempatpenjuru, si menantu bermuka jelek Huan Sim segera menggetarkan sepasang Sian jin membentuk segulung cahaya tajam yang menghadang sembilan orang busu thian kang tersebut.
Sementara kedua puluh orang lainnya bersama-sama menerjang ke arah Sik Tiong Giok.
Si duka bermuka jelek Huan Ki, si dewa guntur bermuka jelek Huan Siau serta si kakek cebol bertiga tidak ambil diam, serentak mereka maju menghadang dan berkobarlah suatu pertarungan yang amat sengit.
Sik Tiong Giok memandang sekejap ke tengah arena kemudian bagaikan tak pernah terjadi suatu apapun dia berkata kepada si utusan lencana emas sambil tertawa : "Aaah, tidak kusangka kalau benda milik mu itu mempunyai daya pengaruh yang hebat, benda apa sih namanya?"
"Utusan lencana emas tertawa dingin : "Hmm, tak nyana pengetahuan si bocah cilik begitu rendah seshingga lencana tujuh iblis dari istana Jit mo hu pun tidak dikenal, buat apa kau berkelana di dalam dunia persilatan?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Aaah, bukankah di atas bambu kecil itu tergantung tujuh buah kepala tengkorak" Itukah yang bernama lencana tujuh iblis"
Benar-benar susah dipercaya, coba pinjamkan kepadaku."
Utusan lencana emas tertawa dingin : "Hmm, manusia macam kau masih belum pantas untuk meminjamnya."
Belum habis ia berkata mendadak tangan kanannya menjadi lemas dan lengan tersebut segera terkulai ke bawah tak bertenaga, lencana tujuh iblis yang semula berada dalam cekalannya pun tak bisa dipegang lagi.
Dalam kagetnya cepat-cepat ia berusaha menyambar lencana tersebut dgn tangan kirinya, sayang sekali usahanya itu terlambat satu langkah.
Tahu-tahu terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, menyusul kemudian terdengar utusan lencana tembaga dan utusan lencana baja membentak bersama.
Menanti dia mendongakkan kepalanya, tampak Sik Tiong Giok telah berdiri kembali di tempat semula dengan senyuman dikulum, dalam genggamannya masih memegang lencana tujuh iblis miliknya.
Peristiwa ini segera mengejutkan ke tiga orang utusan pencabut nyawa itu, kegagahan dan kegarangan yang mereka tunjukkan tadi pun kini hilang lenyap tak berbekas.
Paras muka mereka berubah menjadi pucat pias seperti mayat, tubuh mereka berdiri kaku di tempat bagaikan patung, untuk sesaat mereka tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Sik Tiong Giok yang berhasil merampas lencan tujuh iblis pun sedang mengamati benda tersebut dengan seksama, ternyata ke tujuh butir kepala itu, tiga besarnya hanya sekepalan rambut dan kumis semuanya utuh bahkan wajahnya seperti wajah manusia biasa.
Dari ke tujuh butir kepala itu, tiga di antaranya adalah kepala perempuan, agaknya benda tersebut telah direndam dalam obat sehingga menyusut menjadi kecil.
Salah satu kepala itu berwajah mirip sekali dengan Huan Li ji, tapi mirip juga wajah Cu Siau hong, cantik menarik dan mempesonakan hati.
Sik Tiong Giok yang menyaksikan hal ini seakan-akan tersentuh hatinya oleh suatu persoalan, semacam perasaan gusar karena dipermainkan timbul dari hatinya, mendadak ia membentak keras
: "Hm aku kira benda mestika apa yang begitu berharga, ternyata tak lebih cuma beberapa butir kepala manusia yang sudah mampus, huuuh, aku mah tak sudi, ni ku kembalikan kepada kalian."
Sambil berkata ia segera mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam lencana tujuh iblis itu, secepat sambaran kilat benda itu segera meluncur ke arah ule.
Betapa gembiranya ule ketika menjumpai lawannya
mengembalikan lencana tujuh iblis itu kepadanya dalam hati pikirnya : "Hmm, tampaknya cuma seorang bocah dungu yang belum berpengalaman, sehingg tidak diketahui betapa lihaynya lencana itu."
Sementara di hati kecilnya berpikir begitu, tangannya segera bergerak cepat untuk menyambut lencana tersebut.
Siapa tahu Sik Tiong Giok telah bermain gila dengan lencana tujuh iblis itu, bila tangannya sampai menyentuh benda tersebut, maka lencana tujuh iblis akan hancur berantakan.
Di saat kelima jari tangannya hampir menyentuh lencana tujuh iblis itulah, mendadak bendakitu melejit setinggi tiga depa ke tengah udara.
Peristiwa tersebut bukan saja mengejutkan si ule, berhubung benda tersebut melejit ke atas, otomatis terlepas pula dari lingkaran daya pengaruh yang dipancarkan Sik Tiong Giok, hal ini membuat anak muda tersebut turut merasa terkejut pula.
Dari balik kegelapan terdengar seseorang berkata dengan suara yang menyeramkan : "Bocah keparat Sik, percuma saja kau membuang tenaga dalammu, jangan harap lencana tujuh iblis dapat kau hancurkan dengan tipu muslihatmu itu."
Sementara pembicaraan berlangsung, lencana tujuh iblis itu melambung di tengah udara lalu secepat sambaran petir meluncur ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Sudah barang tentu Sik Tiong Giok merasa tak puas setelah menyaksikan kejadian ini, baru saja ia berniat melakukan pengejaran, siapa tahu pada itulah kejadian aneh kembali berlangsung.
Sewaktu sampai di tengah jalan, tiba-tiba lencana tujuh iblis itu kembali berhenti, seakan-akan terhadang oleh suatu kekuatan yang besar sekali, benda itu melejit dan akhirnya terlempar keluar perkampungan.
Kejadianini sekali lagi mengejutkan Sik Tiong Giok serta tiga utusan pencabut nyawa, mereka tahu disitu telah hadir lagi jago-jago yang tangguh.
Sementara mereka masih diliputi perasaan kaget dan terkesiap, dari balik wuwungan rumah di sebelah timur telah muncul tiga sosok bayangan manusia dan langsung melayang turun ke atas tanah.
Sik Tiong Giok segera mengamati bayangan tersebut dgn seksama, ternyata ketiga orang yang muncul adalah Pat Huang Sin Mo Mo Shia yu, seorang kakek botak serta seorang perempuan cantik berpakaian pendeta.
Begitu munculkan diri ketiga orang utusan pencabut nyawa itu segera maju ke depan dan berlutut di hadapannya.
Dengan suara dingin kakek botak itu segera berkata : "Kalian sudah banyak tahun berdiam di istana Mo hu, tentunya mengetahui juga tentang peraturan dari lencana tujuh iblis bukan?"
Ketika mendengar teguran itu, tiba-tiba saja sekujur badan ketiga orang utusan pencabut nyawa itu gemetar keras.
Kakek botak itu sama sekali tidak ambil perduli terhadap keadaan orang-orang itu, kembali ujarnya : "Bila orang yang membawa lencana tersebut tak sanggup melindungi lencana itu, ia akan menebus dosanya dgn kematian, sedang pelindungnya harus memotong sebuah lengan sendiri, mengerti?"
Dari ketiga orang itu, rupanyasi ule adalah pemimpinnya, dengan badan gemetar dia segera menjawab : "Tecu tahu!"
Sik Tiong Giok yang menyaksikan kejadian ini mendadak menjadi tak tega, dengan wajah dingin seperti es mendadak selanya :
"Hey tua bangka botak, barusan pun kau tak berhasil merebut llti tersebut, apa kegagalanmu itu tidak ditebus pula dengan kematian?"
Si kakek botak itu mendengus : "Omong kosong, aku adalah murid tertua tujuh iblis, soal lencana yang hilang atau tidak adalah urusan rumah tanggaku sendiri, lebih baik kau tak usah banyak bicara."
Sik Tiong Giok segera tertawa dingin : "Hmm, sudah jelas kau pun kehilangan lencana tujuh iblis, mana orang lain yang disalahkan" Kau tak tahu diri, percuma kau menjadi murid tertua dari tujuh iblis."
Berubah paras muka kakek botak itu sehabis mendengar perkataan itu, namun ia tidak menggubris sindiran dari Sik Tiong Giok tersebut, pelan-pelan sorot matanya diarahkan ke wajah ketiga orang utusan pencabut nyawa, lalu bentaknya : "Apalagi yang kalian nantikan" Apakah harus menunggu sampai aku yang melakukannya bagi kalian?"
Beberapa patah kata itu diucapkan dengan suara yang dingin kaku dan sama sekali tak berperasaan.
Ketiga orang utusan pencabut nyawa itu tak berani berayal lagi, mereka segera menyembah ketiga orang iblis tersebut, lalu mengayunkan tangan kanannya menghajar batok kepala sendiri.
Blaammmm...! Ubun-ubunnya segera hancur berantakan, isi benak bersama darah segarpun berhamburan ke atas tanah, sementara selembar jiwanya ikut pula melayang meninggalkan raganya.
Menyusul kemudian utusan lencana tembaga dan utusan lencana baja meloloskan sebilah senjata dan mengayun ke atas lengan sendiri.
Diiringi percikan darah segar yang memancar kemana-mana, kedua orang itu sudah kehilangan lengan sebelah, saking kesakitannya sekujur badan mereka jadi gemetar keras, namun tak seorang pun berani merintih apalagi mengeluh.
Sik Tiong Giok benar-benar amat berang menjumpai kebuasan lawan, segera bentaknya : "Tak heran kalau kalian menyebut diri sebagai iblis, nyatanya sedikitpun tak punya peri kemanusiaan..."
Kakek botak itu sama sekali tidak menggubris perkataannya, dengan suara dingin katanya : "Aku pikir kau tentulah putra angkat dari kakek serigala langit yang bernama Sik Tiong Giok."
"Kalau benar ada apa" Aku memang Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok."
"Apakah kotak mestika gio hap gi ciau masih berada di sakumu"
Ayoh cepat serahkan kepadaku, kalau tidak... hmm! Jangan harap bisa lolos dalam keadaan hidup."
Sik Tiong Giok segera mencibir sinis, jengeknya sambil tertawa dingin : "Kau ini manusia macam apa, cepat sebutkan namamu, siap tahu aku akan memberikan jenasah yang utuh untukmu."
"Heeeh heeeh heeeh, kau si bocah benar-benar tekebur, berani betul bersikap kurang ajar kepadaku, coba kalau tidak mengingat usiamu masih muda, aku akan membinasakan dirimu sekarang juga."
Kembali Sik Tiong Giok tertawa sinis : Hati-hati kalau bicara tua bangka botak, angin disini amat keras, jangan sampai lidahmu itu tersambar kutung."
Saking mendongkolnya kakek botak itu mendelik besar, tegurnya dengan suara dingin : "Anak muda, apakah ayah angkatmu belum pernah memberitahu kepadamu kalau di C shia hu terdapat seseorang yang bernama Raja setan kepala botak?"
Sambil tertawa Sik Tiong Giok menggeleng : "Ayah angkatku tak pernah menyinggung manusia kelas tiga dari dunia persilatan denganku, tentu saja dia pun tak pernah menyinggung tentang dirimu."
Tak terkirakan rasa gusar si raja setan kepala botak setelah mendengar perkataanitu, ia mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian berteriak : "Bocah keparat, berapa besar sih kemampuan yang kau miliki sehingga begitu berani memaki aku?"
Di saat Raja setan kepala botak berbicara di sisi telinga kembali terdengar seseorang berbisi dengan ilmu menyampaikan suara :
"Anak muda, bukankah ayahmu pernah mengajarkan dua belas ilmu cacad kepadamu" Cepat gunakan jurus 'Tombak panjang memanah langit' untuk menunjukkan kelihayanmu di hadapan iblis tua ini."
Baru selesai bisikan itu bergema, kebetulan si Raja setan kepala botak hendak berbicara lagi, diam-diam Sik Tiong Giok segera menghimpun tenaga dalamnya lalu berseru : "Berapa besar kemampuan yang kumiliki asal sudah dicoba tentu akan diketahui dengan sendirinya!"
Dalam pembicaraan mana, tiba-tiba dia menggerakkan
tangannya dan melepaskan sebuah totokan ke arah dada si raja setan kepala botak. Raja setan kepala botak adalah seorang gembong iblis yang sudah seratus tahun menjagoi dunia persilatan, kepandaian silat yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan, sudah barang tentu si raja setan kepala botak tak memandang sebelah mata pun terhadap seorang bocah muda.
Sambil menghimpun tenaga dalamnya sebesar lima bagian, pikirnya di dalam hati : "Dengan tenaga dalam sebesar lima bagian rasanya sudah cukup untuk menandingi serangannya itu."
Siapa tahu di saat angin serangan dari Sik Tiong Giok menyerang tiba, ternyata tenaga sebesar lima bagian tersebut tak mampu untuk membendungnya, terpaksa dia harus melipatkan
kekuatannya dengan dua bagian lagi, namun itupun belum berhasil tubuhnya segera terdorong mundur sebanyak tiga langkah.
Bukan begitu saja, dadanya terasa ama sakit, ketika ia mencoba untuk menarik napas lagi barulah hatinya terperanjat, isi perutnya sudah terluka.
Di dalam kagetnya watak buasnya segera timbul, dia segera berseru kepada perempuan cantik berpakaian rahib itu : "Ngo moay, kau cepat hukum anak jadah itu, loji pergi menghadapi tiga manusia jelek, hari ini aku akan beradu jiwa dengan bocah keparat ini."
Perempuan cantik berdandan rahib serta Pat Huang Sin Mo segera menyahut, serentak mereka bertindak bersama.
Dalam pada itu tiga manusia jelek dari Say juan serta kakek cebol telah berhabil mengobrak-abrik ketiga puluh enam thian kang busu tersebut.
Ketika melihat ada sesosok bayangan manusia menerjang ke arah kamar tidur anaknya, si dewa guntur bermuka jelek Huan Siau segera melompat ke depan dan menghadang jalan perginya.
"Siapa berani menghadangku, dia akan mampus!" bentak perempuan canti berbaju rahib itu gusar.
Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau segera mengenali siapa lawannya, dia membentak pula : "Lu Yong poo, mau apa kau"
Kau anggap Huan losam takut mati?"
Ternyata tosu perempuan ini adalah Ban biau siau kok Lu Yong poo, dia berada dalam urutan lima dalam tujuh iblis, bicara soal kekejaman, dia pegang rekor nomor satu, perempuan ini benar-benar seorang perempuan cantik berhati iblis.
"Baik," ia membentak marah setelah dea guntur bermuka jelek menghadang jalan perginya, "segera akan kukirim kau ke neraka!"
Dengan gerakan secepata sambaran kilat, tangan kanannya diayun ke muka melancarkan sebuah totokan.
Dengan cekatan si dewa guntur bermuka jelek Huan Siau berkelit ke samping, siapa tahu gerak serangan lawan terlalu cepat, belum sempat dia meloloskan senjatanya, kembali Lu Yong poo telah melancarkan tiga buah serangan berantai.
Dalam keadaan begini, si dewa guntur bermuka jelek tak sempat lagi untuk meloloskan senjatanya, terpaksa dia harus menghadapi serangan lawan dengan pukulan tangan kosong.
oooOOooo Lu Yong poo yang telah berhasil merebut posisi yang menguntungkan segera menyerang lebih jauh, telapak tangan dan jari tangan digunakan jurus serangan yang satu lebih ganas daripada jurus berikutnya.
Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau rugi karena gerakannya terlalu lamban hingga tak sempat meloloskan senjatanya untuk meraih posisi yang menguntungkan.
Biarpun dia berusaha dengan sekuata tenaga untuk memperbaiki posisinya yang terdesak itu, sayang tubuhnya sudah tergulung di balik bayangan telapak tangan Lu Yong poo yang meronda bagaikan amukan ombak samudra itu.
Dia terdesak sehingga pada hakekatnya tak sempat lagi melancarkan serangan balasan, berada dalam keadaan begini terpaksa dia hanya mundur terus berulang kali.
Dalam waktu singkat mereka telah bertarung belasan jurus lebih, suatu ketika mendadak terdengar Lu Yong poo membentak keras
: "Roboh kau!" Menyusul bentakan itu, sebuah sentilan jari segera dilancarkan dengan tangan kanannya.
Segulung desingan angin jari yang disertai bau busuk yang amat tajam segera meluncur ke depan.
Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau jadi teregun setelah mengendus bau busuk tersebut.
Di saat dia masih tertegun inilah, tahu-tahu iganya sudah tertotok oleh ujung jari lawan.
Seketika itu juga dunia serasa berputar kencang, dadanya terasa sakit bukan kepalang, setelah mendengus tertahan tubuhna roboh terjungkal ke atas tanah.
Melihat musuhnya roboh, Lu Yong poo tersenyum, ia segera menjejakkan kakinya dan menerjang ke arah ruangan.
Waktu itu si kakek cebol bekerja sama dengan dua manusia jelek lainnya sedang bertarung melawan Pat Huang Sin Mo, beberapa orang itu sama-sama merupakan tokoh termashur dalam dunia persilatan, tak heran kalau pertarungan yang berlangsung di antara mereka berjalan amat seru dan seimbang.
Pada saat itulah mendadak terdengar seseorang membentak nyaring : "Keluar kau!"
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Menyusul bentakan tersebut kedengaran seseorang menjerit kaget, lalu terlihat sesosok bayangan manusia mencelat keluar dari dalam ruangan...
Dengan perasaan kaget rjkb ikut berpaling, ternyata orang yang terpental keluar dari ruangan tersebut tak lain adalah Ban biau sian koh Lu Yong poo.
Kejadian tersebut amat mencenangakan hatinya, ia segera berpikir : "Tidak nyana di dalam lebah Lu hoa kok sekecil ini ternyata masih terdapat jago silat yang begini tangguh.
Karena mesti mencabangkan pikirannya untuk membahas
masalah lain, kontan saja dia kehilangan kesempatan baik.
Sik Tiong Giok yang menjumpai peluang tersebut segera memanfaatkannya dengan sebaik-baikna, dia menyerang dahsyat dari tengah udara...
Raja setan kepala botak mengenali jurus serangan tersebut sebagai salah satu dari dua belas jurus ilmu cacad yang disebut
'Harimau melompat elang melayang', sudah barang tentu ia tak berani menyambutnya dengan kekerasan, ujung baju kanannya segera dikebaskan keluar sementara tubuhnya bergeser beberapa depa ke sisi kiri.
Sik Tiong Giok yang berada di tengah udara cepat-cepat bertekuk pinggang dan berputar secara tiba-tiba secepat petir ia kejar si Raja setan kepala botak itu, bersamaan waktunya dia bacok pula bahu belakang lawan dengan jurus 'tombak panjang membicik langit.'
Sebagaimana diketahui, si Raja setan kepala botak telah menderita kerugian karena serangan tersebut, ia semakin terperanjat, dan lagi sewaktu tubuhnya belum sempat berdiri tegak tahu-tahu serangan jari lawan sudah tiba di depan mata.
Cepat-cepat dia menjatuhkan diri ke depan lalu sambil memutar tangan dia lepaskan sebuah pukulan lagi ke atas.
Jurus serangan ini boleh dibilang merupakan jurus serangan beradu jiwa.
Rupanya dia tahu kalau tak ada harapan bagina untuk
menghindarkan diri dari serangan Sik Tiong Giok yang maha dahsyat itu, sehingga timbul tekadna untuk beradu jiwa.
Tak heran kalau serangan yang dilancarkan kali ini disertai pula dengan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, angin pukulan yang maha dahsyat segera menyapu keluar dengan hebatnya.
Tentu saja Sik Tiong Giok tak sudi beradu jiwa dengannya, dia mendengus dingin lalu tubuhnya mengigos ke samping dan segera menghentikan gerakan tubuhnya yang meluncur ke muka, mengikuti tenaga dorongan mana cepat pemuda itu balik kembali ke posisi semula.
Terlepas dari ancaman bahaya maut yang hampir saja merenggut nyawanya ini, Raja setan kepala botak mandi keringat dingin saking kagetnya...
Sekarang mereka berdua sama-sama mempunyai cukup waktu untuk menengok ke arah ruangan, ternyata kedua orang perempuan yang tadi berdiri disana adalah Ban biau sian koh Lu Yong poo serta si nona kecil Huan Li ji.
Mendadak saja suasana di seluruh arena menjadi sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suara pun, setiap orang merasa terkejut bercampur keheranan.
Bagi si Raja setan kepala botak serta Pat Huang Sin Mo, mereka terkejut bercampur heran sebab kedua orang ini cukup tahu sampai dimanakah kemampuan yang dimiliki Ban biau sian koh Lu Yong poo tersebut, mengapa dia justru dipaksa mundur oleh seorang nona cilik"
Terutama sekali bagi Pat Huang Sin Mo, begitu bersua dengan Huan Li ji hampir saja ia berseru tertahan : 'nona Siau hong'.
Kakek cebol dan dua manusia jelek itu segera menjadi panik, mereka amat menguatirkan keselamatan jiw Huan Li ji yang baru saja sembuh dari sakitnya.
Sebaliknya Sik Tiong Giok sudah dapat memahami apa yang terjadi, dia tahu pasti manusia aneh berbaju hitam itu 'api bermain setan' di balik kesemuanya itu.
"Li ji, kau..." menantu bermuka jelek Huan Sim menjerit kaget secara tiba-tiba.
Menyusul kemudian terdengar si duka bermuka jelek Huan Ki turut menjerit kaget pula : "Losam, mengapa kau?"
Huan Li ji memandang sekejap sekeliling arena, kemudian serunya cepat-cepat : "Ji siok, cepat angkut sam siok ke dalam kamar, ia sudah terkena bubuk racun penghancur tulang dari perempuan rendah ini."
Betapa terkejutna si duka bermuka jelek Huan Ki sesudah mendengar ucapan tersebut, cepat-cepat ia menerjang ke depan, membopong tubuh si dewa guntur bermuka jelek Huan Siau dari atas tanah dan kabur menuju ke dalam ruangan.
"Budak!" tiba-tiba terdengar Ban biau Sian koh Lu Yong poo membentak keras, "berani amat kau menjungkalkan diriku, tahukah kau bahwa aku adalah ibu kandungmu?"
"Cuuh, manusia tak tahu malu, siapa sih yang menjadi putrimu?"
bentak Huan Li ji gusar. "Tentu saja kau tidak teringat lagi nak, tapi kau toh bisa menanyakan persoalan ini kepada tiga manusia jelek itu."
Mendengar itu Huan Li ji segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Menantu bermuka jelek Huan Sim, melihat ia mengangguk, gadis itu segera menggertak giginya kencang-kencang sambil berseru dengan ketus : "Aku tidak percaya, sekalipun betul aku juga tak bakal percaya...!"
"Mengapa kau bersikap demikian nak?"
"Tidak karena apa-apa, pokoknya aku benci kepadamu!"
Mendadak terdengar Raja setan kepala botak tertawa tergetar :
"Haa... haaa... haa... budak cilik, tahukah kau bendi kepada ibu kandungmu sendiri."
Huan Li ji mendengus dingin : "Melahirkan tanpa memelihara sudah memutuskan hubungan kasih sayang seorang anak
terhadap ibunya, apalagi dia berniat membunuhku, boleh dikata hubungan di antara kami sudah putus sama sekali. Mengingat kau pernah mengandung selama sepuluh bulan, pergilah sekarang juga, tapi ingat... jangan sampai bersua lagi di kemudian hari."
Perkataan tersebut diutarakan dengan suara yang lepas dan keras membuat Ban biau Sian koh Lu Yong poo menjadi bergidik sendiri.
Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba terdengar si Raja setan kepala botak menimbrung dari samping.
"Ngo moay, mengapa kau tidak segera membunuhnya"
Membiarkan anak jadah itu tetap hidup berarti mengekang kebebasanmu."
Lu Yong poo segera berkerut kening setelah mendengar ucapan tersebut, diam-diam ia merogoh ke dalam sakunya dan
mencomot bubuk racun penghancur tulang dan siap disentilkan ke tubuh nona kecil tersebut.
Tiba-tiba Huan Li ji mendengar seseorang berbisik di telinganya :
"Nak, cepat keluarkan lencana tujuh iblis yang kuserahkan padamu tadi dan mendesak kawanan iblis itu agar mundur dari lembah Lu hoa kok."
Berkedip sepasang mata Huan Li ji, ia segera mengeluarkan lencana tujuh iblis yang dimaksud dan membentak dengan keras
: "Kalian kenal dengan benda ini" Barang siap berani turun tangan, segera kuhancurkan benda ini. Hmm, akan kulihat dengan benda apa lagi kalian hendak membohongi orang."
Munculnya lencana tujuh iblis secara tiba-tiba sangat mengejutkan ketiga manusia iblis yang berada dalam arena, untuk sesaat mereka jadi tertegun dan berdiri melongo, mimpi pun mereka tak menyangka kalau lencana tujuh iblis yang dirampas orang dengan hisapan tenaga dalam tadi, kini bisa terjatuh ke tangan nona tersebut.
Ban biau sian koh Lu Yong poo yang sebetulnya sudah siap menyentilkan bubuk racun penghancur tulang itu terpaksa mengurungkan niatnya untuk sementara waktu.
Tiba-tiba Raja setan kepala botak maju beberapa langkah ke muka, lalu katanya dengan suara dingin menyeramkan : "Hey budak cilik, segera kembalikan lencana tujuh iblis itu kepadaku."
"Mengapa harus kuserahkan kepadamu?" jaab Huan Li ji sambil tertawa.
"Lencana tujuh iblis adalah benda milik istana iblis kami, benda itu tak bermanfaat bagimu, jadi lebih baik kembalikan saja kepadaku."
Tiba-tiba Huan Li ji mendengar lagi manusia aneh tersebut berbisi di sisi telinganya : "Segera kau petik kepala manusia yang pertama dan serahkan kepada tua bangka botak itu!"
Huan Li ji penurut sekali, dengan cepat dia petik batok kepala manusia yang pertama dan berseru sambil tertawa : "Baiklah, aku memang kasihan setelah mendengar rengekanmu tadi, nah ambillah sebutir batok kepala manusia ini!"
Berubah hebat paras muka si raja setan kepala botak setelah menyaksikan kejadian tersebut, cepat-cepat dia menghalangi :
"Jangan, jangan! Jangan kau petik benda tersebut budak cilik..."
Sayang seruan itu terlambat selangkah, tahu-tahu Huan Li ji telah memetiknya dan berseru lagi sambil tertawa : "Mengapa sih kau mesti gelisah" Bukankah kau menginginkan kembali benda itu" Nah, ambillah."
Diiringi gelak tertawa, dia melemparkan batok kepala manusia yang telah dipetiknya itu ke depan.
Dengan gugup rrskb segera menyongsong ke depan untuk menerimanya.
Pada saat itulah Sik Tiong Giok yang berada di samping mendengar pula suara bisikan dari manusia aneh itu : "Cepat kau rampas batok kepala manusia itu bocah, dengan begitukau baru bisa mendesak tujuh iblis untuk masuk perangkap, hal ini akan membantu pula dalam usahamu membangun kekuatan di dunia persilatan pada masa mendatang, cepat bertindak!"
Tanpa berpikir panjang lagi Sik Tiong Giok melompat ke depan mendahului Raja setan kepala botak dan menyambar batok kepala manusia itu, kemudian dengan suatu gerakan yang ringan dia melayang kembali ke atas tanah.
Berapi-api sepasang mata Raja setan kepala botak ketika melihat Sik Tiong Giok merampas kembali batok kepala manusia itu, bentaknya dengan gusar : "Binatang cilik, apa maksudmu?"
Sik Tiong Giok tertawa : "Aku merasa amat tertarik dengan benda ini, bila ku beri empat anggota badan, sudah pasti akan terwujud sebuah boneka kecil yang menawan hati."
"Bocah keparat, kau pingin mampus!" bentak Raja setan kepala botak tiba-tiba.
Dalam bentakan tersebut telapak tangan kanannya segera diayunkan ke depan menghantam tubuh Sik Tiong Giok dengan jurus 'guntur langit menggelegar.'
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar mengerikan hati, bukan begitu saja bahkan secara beruntun dia lancarkan lima buah pukulan berantai.
Jurus serangan ini merupakan jurus andalannya yang tak pernah dipakai apabila jiwanya tidak terancam bahaya maut, tapi sekarang dia telah menggunakannya, hal ini menunjukkan bahwa dia memandang tinggi lawannya yang masih mud itu.
Hal ini memang tak bisa disalahkan, ketika mereka bertujuh membentuk persekutuan tempo hari, ketujuh orang itu harus mengarungi empat penjuru untuk mencari seseorang yang berwajah mirip dengan mereka untuk dipancung kepalanya lalu dikecilkan dengan air obat serta dipakai lencana tujuh iblis.
Bahkan waktu itu mereka telah bersumpah selama lencana ada orang tetap hidup, bila lencana lenyap orangnya pun harus mati.
Demi menemukan orang yang berwajah mirip dengan mereka, ada kalanya mereka tak segan-segan untuk mengorbankan anak kandung sendiri.
Dengan maksud inilah Ban biau sian koh Lu Yong poo datang mencari Huan Li ji sekarang.
Walaupun dia sudah mempunyai wakil bagi lambang lencana tujuh iblisnya, namun wajah tersebut tidak terlalu begitu mirip dengan wajahnya, itulah sebabnya dia berupaya untuk
menemukan putri kandungnya Huan Li ji dan akan diambil kepalanya untuk dijadikan lambang.
Tidak heran pula kalau Raja setan kepala botak menjadi panik setelah melihat batok kepala yang mewakili wajahnya diambil oleh Sik Tiong Giok, itulah sebabnya dia tak segan-segan menyerang pemuda tersebut dengan segala kemampuan yang dimiliki.
Lima gulung angin puyuh yang maha dahsyat seperti sambaran petir cepatnya langsung menyambar Sik Tiong Giok.
Serangan yang begini dahsyat dan hebatnya ini segera mengejutkan pula semua jago yang hadir di arena.
Terutama sekali dua manusia jelek dan kakek cebol, dengan memusatkan segenap perhatiannya dan melototkan matanya bulat-bulat mereka awasi terus keadaan dari Sik Tiong Giok.
Sik Tiong Giok sendiripun agak bergidik menghadapi kelima buah serangan dahsyat dari lawannya, tapi saat itulah dia mendengar manusia aneh itu berbisik lagi : "Bocah muda, hadapi dengan seksama, bukankah kau pernah mempelajari jurus 'gigi serigala hati Budha" Sekaranglah saatnya bagimu untuk
menggunakannya." Tampaknya Sik Tiong Giok menaruh kepercayaan penuh terhadap manusia aneh berbaju hitam itu, tanpa ragu dia segera putar tangan kanannya dan menyambut serangan itu dengan
kekerasan. Ketika sepasang tangan saling beradu, terjadilah suara ledakan yang memekikkan telinga, begitu kerasnya suara benturan itu sehingga seluruh lembah Lu hoa kok seolah-olah turut berguncang keras.
Akibat dari bentrokan ini, tubuh Sik Tiong Giok hanya tergetar sedikit, wajah tetap tenang dan santai seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu apa-apa.
Sebaliknya Raja setan kepala botak tergetar mundur sampai sejauh empat lima langkah lebih sebelum dapat berdiri tegak, rasa kaget dan terkesiap menghiasi wajahnya.
Tak heran kalau Raja setan kepala botak merasa amat terkejut, sebab dengan mengandalkan kepandaian tersebut ia sudah banyak tahun menjagoi dunia persilatan, belum pernah ada jago lihay yang mampu menyambut dua pukulannya sekaligus.
Tapi kenyataannya sekarang, Sik Tiong Giok yang masih muda usia berhasil menyambut lima buah pukulannya sekaligus, tak heran kalau ia merasa amat terperanjat.
Bukan cuma dia bahkan Pat Huang Sin Mo, Ban biau sian koh, dua manusia jelek serta kakek cebol pun ikut terbelalak dengan mulut melongo saking kagetnya.
Keadaan tersebut hanya dipahami oleh dua orang saja yaitu Sik Tiong Giok serta Huan Li ji, mereka tahu pstilah manusia aneh berbaju hitam yang telah membantu secara diam-diam.
Sikap buas dan ganas dari Raja setan kepala botak segera hilang lenyap tak berbekas, tapi dia pun tak malu disebut seorang jago kenamaan, biarpun kalah, ternyata ia mengacungkan ibu jari pula sambil memuji : "Sungguh hebat ilmu silatmu, aku rela mengaku kalah."
Mendadak Huan Li ji berkata : "Mulai saat ini lencana tujuh iblis akan kusimpan untuk sementara waktu, setahun kemudian pasti akan kukembalikan kepada kalian."
"Lencan itu adalah benda milik istana iblis dari Loa Ci sia, masa kau yang menyimpan?" tiba-tiba Pat Huang Sin Mo menyela.
"Apakah kau tidak terima?" ucap Huan Li ji sambil tersenyum."
Pat Huang Sin Mo mendengus dingin.
"Kecuali kau mampu menerima tiga buah pukulanku!"
Huan Li ji segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Bila tidak kuperlihatkan keampuhanku, rasanya kau memang tak mau tahu... engkoh Giok, tolong pegangkan dahulu lencana tujuh iblis ini."
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok manggut-manggut dan segera maju mendekat, lalu menyambut lencana tujuh iblis itu dari tangan Huan Li ji, malah dia gantungkan kembali batok kepala dari Raja setan kepala botak itu di tempat semula.
Tak terlukiskan rasa terima kasih Raja setan kepala botak setelah menyaksikan kejadian itu, hanya perasaan terima kasihnya itu tidak diperlihatkan di atas wajahnya.
Sik Tiong Giok sendiripun hanya tersenyum sambil mengangguk, seakan-akan tiada urusan lain, dia mundur kembali ke belakang.
Menantu bermuka jelek Huan Sim cukup mengetahui akan taraf kemampuan yang dimiliki putrinya, dengan penuh rasa kuatir dia segera berseru : "Anak Li, kau harus berhati-hati, Kiu yu tok ciang dari Pat Huang Sin Mo adalah sebuah pukulan yang maha dahsyat..."
"Kau tak usah kuatir," sahut Huan Li ji sambil tersenyum, "bila tidak diberi pelajaran yang setimpal, dia tak akan takluk dengan hati puas."
Pat Huang Sin Mo tidak membiarkan Huan Li ji menyelesaikan perkataannya, mendadak dia memutar telapak tangannya dan melontarkan sepasang tangannya ke depan.
SEGULUNG TENAGA pukulan yang dahsyat, disertai pula bau racun yang menusuk penciuman, langsung menuju nona cilik itu.
Sebenarnya Huan Li ji berbicara demikian tak lain karena menuruti perintah orang lain, dengan kemampuan yang
dimilikinya sekarang tentu saja dia masih bukan tandingan dari gembong iblis tua tersebut.
Melihat Pat Huang Sin Mo melancarkan serangannya, dia menjadi gugup dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Saat itulah suara dari manusia aneh berbaju hitam itu bergema lagi : "Tak usah takut nak, hadapi dengan tenang, pukulanmu nanti segera akan menggemparkan istana iblis."
Pada dasarnya Huan Li ji memang seorang gadis yang pintar, dia segera memahami maksud orang itu, serta merta hawa murninya segera dihimpun lalu telapak tangan kirinya didorong ke depan.
Dua gulung angin pukulan yang sangat kuat segera saling beradu satu sama lainnya...
Akibat dari benturan ini, tubuh Pat Huang Sin Mo terdorong mundur sejauh dua langkah tubuh bagian atasnya bahkan bergoncang terus seperti lonceng.
Sebaliknya Huan Li ji berhasil memutar badannya dengan indah, tubuhnya masih tetap berdiri tegak pada posisi semula.
Peristiwa ini kontan saja mencengkeram semua orang sampai lama sekali mereka baru dapat menghembuskan napas panjang.
Perlu diketahui, Pat Huang Sin Mo bukan termasuk manusia sembarangan di dalam dunia persilatan, bahkansewaktu terjadi pertarungan melawan tiga kakek dari Im thian pun, kekuatan mereka ternyata berimbang.
Terutama sekali ilmu pukulan beracun Kiu yu tok ciang nya, bukan saja memiliki daya pukulan yang dahsyat, termashur pula karena kekejiannya, tak sedikit jago silat yang terjungkal di tangannya, yang parah kebanyakan tewas, sedang yang
ringanpun harus menderita luka dalam yang amat parah.
Tapi sekarang Huan Li ji, seoerang nona berusia enam tujuh belas tahunan ternyata mampu mengunggulinya dengan sebuah ayunan tangan belaka, kemampuan semacam ini boleh dibilang belum pernah dijumpainya sebelumnya.
"Daya pukulan yang hebat... kepandaian yang maha dahsat."
Saking gembiranya si Menantu bermuka jelek Huan Sim sampai lupa diri dan bersorak sorai.
Kakek cebol ikut berteriak pula memberi pujian, tak ketinggalan sorak sorai dari anggota lembah Lu hua kok yang tersebar di sekitar sana, membuat suasana menjadi ramai.
Peristiwa tersebut pada hakekatnya telah menghancurkan nama baik Pat Huang Sin Mo, tak heran kalau iblis tua itu menjadi kaget bercampur gusar.
Tiba-tiba ia membentak lagi : "Sambutlah sebuah pukulanku ini, budak sialan!"
Di tengah bentakan, segenap kekuatan yang dimilikinya segera dihimpun ke dalam telapak tangannya dan pelan-pelan didorong ke depan.
Menantu bermuka jelek Huan Sim amat terperanjat melihat keadaan ini, diam-diam pikirnya : "Celaka, iblis ini telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk beradu jiwa dengan Li ji."
Agaknya Huan Li ji tak tahu akan bahaya, dia mengira daya kemampuan dari Pat Huang Sin Mo hanya begitu-begitu saja, apalagi dia pun tidak usah kuatir karena ada dukungan yang besar di belakang tubuhnya.
Segera semua tenaga dalamnya dihimpun, ilmu Siau kiu heng sin kang yang barus dipelajari pun dikeluarkan, saat itu pula terdengar manusia aneh berbaju hitam itu berbisik lagi :
"Nak, kau memang nakal, inilah saatnya bagimu untuk mencoba ilmu Siau kiu heng sing kang mu, hati-hati aku akan membantu keberhasilanmu."
Pelan-pelan Huan Li ji menggerakkan sepasang telapak tangannya ke muka, sepuluh jari tangannya yang lenti diayunkan menyongsong kedatangan serangan lawan.
Kali ini gerakan dari kedua belah pihak sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun, masing-masing pihak
menggerakkan tangannya sangat lamban.
Kalau di satu pihak seperti emas, maka telapak tangan di lain pihak seperti kumala putih, yang satu mirip cakar burung yang lain seperti sutera halus, ketika jaraknya tinggal dua tiga inci, mendadak kedua belah pihak sama-sama menghentikan
gerakannya. Lebih kurang setengah seperminum teh kemudian, segulung angin berpusing muncul secara tiba-tiba dan berputar di sekitar sana, makin berputar semakin bertambah tinggi.
Lalu... 'Blammm1' terjadi ledakan keras yang memekakkan telinga, menyusul kemudian terasa pula pusaran angin puyuh yang memancar kemana-mana.
Sedemikian hebatnya bentrokan ini, membuat setiap orang yang hadir disitu merasakan hatinya berdebar keras.
Waktu itu Huan Li ji hanya berputar tiga lingkaran lalu berdiri tegak kembali di tempat semula.
Sebaliknyakeadaan dari Pat Huang Sin Mo amat menggenaskan, dengan sempoyongandia mundur terus sejauh beberapa puluh langkah sebelum akhirnyadapat berdiri tegak.
Untuk sesaat dia hanya tertegun di tempat, bagaikan ayam jago kalah bertarung mukanya berubah menjadi pusat pias, hatinya amat kecewa.
"Bagaimana?" jengek Huan Li ji kemudian sambil tertawa,
"apakah kau mempunyai sisa tenaga untuk melepaskan serangan yang ketiga?"
Pat Huang Sin Mo menghembuskan napas panjang, lalu katanya :
"Baiklah lencana tujuh iblis itu kau simpankan untuk sementara waktu."
Sambil tertawa Huan Li ji segera berpaling ke arah Lu Yong poo dan jengeknya pula : "Apakah kau masih mempunyai pendapat?"
"Nah..." bisi Lu Yong poo lirih.
Mendadak Huan Li ji menukas sambil mendelik besar : "Jangan memanggil terlalu mesra."
Dengan rasa kaget Lu Yong poo mundur selangkah ke belakang kemudian katanya : "Apakah kau benar-benar berniat menguasai istana iblis?"
"Soal ini tak usah kau tanyakan, meski aku tidak berniat menguasai istana iblis, tapi aku berhasrat untuk menguasai semua iblis agar mau tunduk pada perintahku."
"Kalau begitu mengapa kau tidak menjabat sebagai lengcu dari tujuh iblis?" sela Raja setan kepala botak secara tiba-tiba.
"Betul, aku memang berniat menjadi Ji mo lengcu," kata Huan Li ji tertawa, "selama lencana ini berada di tanganku dalam tiga tahun ini, kalian harus menuruti perkataanku, barang siapa tidak tunduk, segera akan kumusnahkan batok kepalanya lebih dulu, kemudian baru menjatuhkan hukuman sesuai dengan peraturan.
"Apa yang hendak lengcu perintahkan sekarang?" tanya Raja setan kepala botak segera.
"Mundur dulu dari lembah Lu hoa kok ini untuk sementara waktu, tujuh hari kemudian temui aku di tepi sungai Ci sui hoo."
Raja setan kepala botak segera mengiakan, dia memberi tanda kepada dua orang rekan lainnya dan beranjak pergi lebih dulu dari situ.
Pat Huang Sin Mo dan Ban biau sian koh tak berani berayal lagi, cepat-cepat mereka mengikuti di belakang raja setan dan berlalu dari tempat itu.
Suasana yang semual tegang pun menjadi tenang kembali, tiga iblis yang semula datang dengan gaya yang luar biasa, sekarang harus pulang dengan kecewa.
Menantu bermuka jelek Huan Sim betul-betul merasa amat gembira, dia tertawa berulang kali dengan wajah berseri, mimpi pun dia tak mengira kalau puteri kesayangannya memiliki daya kemampuan sehebat ini.
Belum sempat dia memuji kehebatan puterinya, Huan Li ji telah berkata lebih jauh : "Ayah, kau jangan keburu gembira dulu, ayoh kita tangani dulu keadaan luka dari sam siok, aku rasa dia agak parah lukanya."
"Betul," seru Sik Tiong Giok pula setelah tiba-tiba teringat akan sesuatu, "kita harus menengok dulu keadaan dari sobat tua kita."
Sambil berkata ia serahkan lencana tujuh iblis itu ke tangan Huan Li ji, kemudian dengan langkah cepat masuk ke dalam ruangan.
Menantu bermuka jelek Huan Sim, si duka bermuka jelek Huan Ki serta kakek cebol segera mengikuti pula di belakangnya.
Waktu itu rembulan bersinar terang menyorot ruangan tersebut, suasana dan pemandangan disana nampak amat jelas.
Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau berbaring di atas pembaringan, sedangkan di sudut ruangan duduk bersila seorang manusia berbaju hitam yang berambut panjang.
Dengan wajah tertegun Sik Tiong Giok segera memburu ke depan sambil sapanya : "Sobat tua... mengapa kau?"
elan-pelan manusia berbaju hitam itu mendongakkan kepalanya sambil memperlihatkan wajahnya, lalu sambil tertawa getir berkata : "Sobat kecil, coba kau lihat apakah aku adalah kakek serigala langit?"
Kakek cebol yang baru masuk ke dalam ruangan segera menjerit kaget, serunya tertahan : "Kau... kau adalah Pek lian..."
Mendadak manusia aneh berbaju hitam itu bangkit berdiri dan menggoyangkan tangannya berulangkali mencegah kakek cebol berkata lebih lanjut, ujarnya : "Sobat cebol aku harus pergi sekarang."
Kembali tubuhnya sempoyongan sehingga hampir saja roboh ke atas tanah.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok memayang dirinya seraya berseru :
"Sobat lama, apakah kau terluka?"
Huan Li ji segera menyela : "Dia menderita luka parah karena harus membantu aku untuk mundur Pat Huang Sin Mo."
Baru sekarang kedua manusia jelek serta kakek cebol memahami apa gerangan yang telah terjadi, serentak mereka menjerit bersama : "Oooh..."
"Sobat tua, kalau memang begitu kau lebih-lebih tak boleh pergi dari sini," seru Sik Tiong Giok lagi.
Tiba-tiba menantu bermuka jelek Huan Sim melelehkan air matanya, sambil menarik tangan Huan Li ji, dia berkata seraya menuding ke arah manusia aneh berbaju hitam itu : "Li ji, dia tak lain adalah..."
"Cho lotoa, apakah kau hendak mengingkar janji?" mendadak manusia berbaju hitam itu membentak keras.
Tapi kemudian sikapnya menjadi lunak kembali, setelah menghela napas pelan terusnya : "Lotoa urusan yang sudah lewat biarkan saja lewat, anggap saja impian yang berlalu apa gunanya kau mesti mengungkapnya kembali" Nah aku pergi dulu..."
Seusai berkata sambil menghimpun sisa tenaga yang dimilikinya dia menjejakkan kakinya ke atas tanah lalu berlalu dari tempat itu.
Memandang kepergian orang itu, si menantu bermuka jelek Huan Sim termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya sambil menghela napas panjang : "Benar-benar seorang tokoh aneh yang mirip naga sakti yang kelihatan kepalanya tak kelihatan ekornya tapi apa sebabnya justeru memiliki pengalaman sejelek ini" Aai, benar-benar suatu peristiwa yang mengenaskan."
"Ayah," tiba-tiba Huan Li ji menyela, "apa yang hendak kau katakan tadi" Dia adalah apa ku?"
Menantu bermuka jelek Huan Sim termenung dan berpikir sejenak, lalu sahutnya : "Dia adalah seorang tokoh sakti dari dunia persilatan, seorang tuan penolong dari lembah Lu hoa kok kita."
Huan Li ji segera tertawa : "Benar, ucapan ayah memang tepat sekali! Dia memang seorang tokoh dunia persilatan yang berjiwa besar, seandainya tiada dia pada hari ini, lembah Lu hoa kok kita pasti akan berantakan dan tertimpa musibah."
Sementara mereka masih berbincang-bincang, si dewa guntur bermuka jelek Huan Siau yang sedang berbaring di atas pembaringan itu merintih pelan menyusul kemudian dia memuntahkan segumpal darah kental berwarna hitam.
Betapa terkesiapnya beberapa orang itu, si Menantu bermuka jelek Huan Sim yang mempunyai hubungan persaudaraan
dengannya cepat-cepat menerobos masuk ke dalam ruangan, kemudian serunya : "Losam! Losam! Kenapa kau?"
Sesudah memuntahkan darah kental berwarna hitam itu, dewa guntur bermuka jelek Huan Siau kehilangan sama sekali daya kekuatan tubuhnya, lagi-lagi dia jatuh tak sadarkan diri.
Huan Li ji yang menyaksikan kejadian itu segera mengucurkan air matanya karena gelisah bercampur cemas, sambil menyebut
'sam siok', ia berlutut di tepi pembaringan dengan perasaan yang amat pedih, sedemikian pedihnya sehingga tak mampu
mengucapkan sepatah katapun.
Kakek cebol menghela napas panjang, katanya pelan :
"Seandainya losam tidak ceroboh dan bertindak gegabah, dia tak akan mengalami nasib seperti ini, betul-betul suatu tindakan yang tidak menguntungkan. Cho lotoa, bagaimana keadaannya sekarang...?"
Dengan air mata bercucuran dan suara sesenggukkan, menantu bermuka jelek Huan Sim menyahut : "Selain terkena bubuk racun penghancur tulang, semua urat nadi penting di bawah iganya patah juga termakan totokan siluman perempuan itu, aku lihat keadaannya sudah tidak bisa dipertahankan lagi!"
"Tapi sebotol bubuk pelenyap racun yang ditinggalkan manusia berbaju hitam itu dapat memunahkan daya pengaruh dari bubuk beracun penghancur tulang," seru si Duka bermuka jelek Huan Ki cepat-cepat.
"Tapi kita kan tak bisa menyambung kembali nadinya yang terputus," sambung si Menantu bermuka jelek Huan Sim dengan air mata bercucuran.
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba saja rasa sedih dan pedih yang tak terkirakan menyelimuti seluruh benaknya, ia begitu sedih sampai tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Mendadak si dewa guntur bermuka jelek Huan Siau yang berbaring di atas pembaringan membuka kembali matanya.
Sik Tiong Giok serta Huan Li ji yang berdiri di sisi pembaringan menjadi gembira sekali setelah melihat keadaan itu, serunya hampir berbareng : "Sam siok..."
Dua manusia jelek serta kakek cebol pun kelihatan kaget bercampur gembira, serentak mereka maju bersama ke depan.
Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau memandang sekejap semua orang yang hadir lalu menghembuskan napas panjang, kepada menantu bermuka jelek Huan Sim katanya lirih : "Toako, aku rasa aku sudah tak sanggup bertahan lagi."
"Losam, jangan berpikir yang bukan-bukan, kau pasti akan sembuh kembali," hibur menantu bermuka jelek Huan Sim sambil menekan rasa sedih di dalam hatinya.
Kembali si Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau tertawa getir, bisiknya : "Toako tak usah menghiburku, asal Li ji tetap sehat wal afiat biar matipun aku akan pejamkan mata rapat-rapat."
"Sam siok!" Huan Li ji segera berpikir sedih setelah mendengar perkataan itu sambil mendekap pamannya dia menangis tersedu-sedu.
Dengan susah payah Huan Siau menggerakkan tangan kirinya dan membelai rambut Huan Li ji dengan penuh kasih sayang, bisiknya lirih : "Tak usah menangis lagi nak, walaupun kau bukan darah daging dari keluarga Huan namun kami bersaudaralah yang telah memeliharamu hingga dewasa, kau terhitung juga sebagai keturunan keluarga Huan... sudahlah, kau jangan menangis."
Huan Li ji berusaha keras untuk menekan rasa sedih dan isak tangisnya namun semakin ditahan rasa sedih semakin memuncak sehingga akhirnya ia mendekam di sisi pembaringan sambil menangis sejadi-jadinya.
Pelan-pelan Huan Siau berpaling ke arah Sik Tiong Giok, lalu bisiknya pula : "Pangeran kecil..."
"Bila Sam siok ingin menyampaikan sesuatu pesan, katakanlah!"
cepat-cepat Sik Tiong Giok menyahut.
"Dahulu kami tiga bersaudara adalah orang-orang dari golongan hitam sampai kemudian bertemu dengan majikan tua kami baru melepaskan jalan sesat kembali ke jalan yang benar, majikan tua bersikap amat baik kepada kami, budi kebaikannya menumpuk bagaikan bukit."
"Losam, jagalah kesehatanmu baik-baik, apa gunanya kau membicarakan tentang persoalan itu?" buru-buru si Menantu bermuka jelek Huan Sim mencegah.
"Toako, aku teringat kembali akan banyak persoalan yang terjadi di masa lampau, aku merasa berterima kasih sekali kepada Thian yang telah memberikan kesemuanya ini kepada kita."
"Bagaimana mungkin engkoh cilik Sik bisa memahami bila kau membicarakannya dengannya?"
"Aku hanya berharap dia bisa merawat anak Li baik-baik dengan mengingat hubungan kami yang telah banyak tahun mengikuti majikan tua."
Waktu itu Sik Tiong Giok pun merasakan sepasang matanya agak berkaca-kaca, cepat-cepat dia berseru : "Sam siok tak usah kuatir, aku tdak akan merugikan nona Li... apalagi menyia-nyiakan dirinya."
"Yaa aku tahu kau bisa baik-baik melayaninya, aku... akupun bisa berlega hati sekarang."
Berbicara sampai disitu mendadak ia batuk beberapa kali sambil memuntahkan beberapa gumpal darah hitam, kemudian
kepalanya terkulai dan menghembuskan napas panjang-panjang.
Menantu bermuka jelek Huan Sim segera menyaksikan keadaan yang tidak menguntung, cepat-cepat dia membangunkan tubuh Huan Siau sambil teriaknya : "Losaaam! Losaaam!"
Kakek cebol segera pula memeriksa denyutan nadinya, namun sambil menghela napas panjang katanya pelan : "Dia... dia telah pergi..."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Huan Li ji telah menangis sekeras-kerasnya sedang Sik Tiong Giok sekalian turut melelehkan pula air matanya meski tanpa suara.
Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau telah menghembuskan napasnya yang terakhir, sejak kini dia tak bisa merasakan lagi pahit getirnya kehidupan di dunia ini.
Sang surya mulai merangkak naik dari ufuk timur, sinar keemas-emasan memancar masuk ke dalam ruangan.
Suasana hening masih mencekam seluruh ruangan tersebut, yang ada disitu hanya butiran air mata yang bercucuran.
Lama kemudian kakek cebol baru berkata : "Kau harus menahan rasa sedihmu, bersiap-siaplah untuk menyediakan semua perlengkapan untuk pemakaman Lo sam, sedang budak Li dan engkoh cilik Sik masih ada urusan di tepi sungai Ci sui ho..."
Bagaikan baru sadar dari impian buruk, si Menantu bermuka jelek Huan Sim memandang sekejap wajah semua orang lalu setelah menghela napas panjang dia perintahkan si Duka bermuka jelek Huan Ki untuk menitahkan orang-orangnya agar menyiapkan pemakaman bagi Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau.
Tujuh hari kemudian Sik Tiong Giok bersama Huan Li ji telah melakukan perjalanan.
Walaupun sepasang muda mudi ini masih dicekam oleh rasa sedih akibat kematian dari si Dewa guntur bermuka jelek Huan Siau, namun tak tertutup pula rasa gembira yang menyelimuti perasaan mereka.
Hal ini memang tak bisa disalahkan, sedih dan gembira merupakan perasaan yang dimiliki setiap manusia, terutama bagi kaum muda di saat gembira mereka gampang melupakan segala kesedihan.
Mereka berdua menempuh perjalan bersama-sama, meski tidak banyak berbicara namun setiap kali beradu pandangan dan setiap kali senyum dikulum, semuanya itu sudah cukup untuk
menggantikan berbagai pembicaraan.
Dalam keadaan seperti ini mereka hanya menganggapnya banyak berbicara merupakan suatu hal yang tak ada gunanya.
Ketika senja hari ke-enam tiba, mereka telah sampai di puncak bukit Thian ciat san.
Dari atas puncak bukit, mereka jumpai sungai Ci sui hoo yang berliku-liku menembusi tebing dan bukit bagaikan sebuah ular besar, sungguh indah pemandangan alam di situ.
"Sudah kau lihat," kata Sg sambil tertawa, "sungai itu adalah Ci sui hoo tersebut?"
"Aku sendiripun tidak mengerti empek berbaju hitam itulah yang mengusulkan kepadaku," sahut Huan Li ji.
"Aku tebak dipilihnya tempat tersebut, tentu mengandung suatu arti yang mendalam."
Huan Li ji manggut-manggut.
"Yaa, aku tebak kawanan gembong iblis itupun pasti tak akan berdiam diri saja."
"Kalau memang demikian, kita tak boleh turun ke situ secara terang-terangan," kata Sik Tiong Giok sambil tertawa, "lebih baik kita menyusup dulu ke situ secara diam-diam, setelah menguasai keadaan barulah munculkan diri."
Kembali Huan Li ji mengangguk, tanyanya kemudian sambil mengerdipkan matanya : "Bagaimana dengan kuda kita?"
"Itu mah gampang, kita titipkan di rumah orang dusun, bila urusan telah selesai baru kita ambil lagi."
Maka berangkatlah kedua orang itu mencari rumah penduduk di sekitar sana, setelah menitipkan kuda mereka dan
mengencangkan pakaiannya berangkatlah kedua orang itu menuju ke tepi sungai Ci sui hoo dengan mengerahkanilmu meringankan tubuh.
Daerah di sekitar tempat itu merupakan daerah yang termashur karena bahayanya, dimana-mana terdapat tebing yang curam dengan jurang yang dalam, sekali salah melangkah tubuh kita akan hancur berantakan.
Untng saja muda mudi itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna sehingga medan yang curam tidak menjadi rintangan yang serius bagi kedua orang itu.
Sepintas lalu, jarak dari puncak bukit sampai tepi sungai Ci sui hoo nampak amat dekat, tapi bagi pelancong yang akan kesitu paling tidak mereka harus menempuh perjalanan selama seharian penuh, itupun harus melalui banyak rintangan.
Itulah sebabnya Sik Tiong Giok dan Huan Li ji baru tiba di tengah bukit setelah menempuh perjalanan dua kentongan lamanya, tiba-tiba dari kejauhan sana mencorong datang setitik cahaya lampu.
"Coba kau lihat disitu ada orang," Huan Li ji berbisik lirih.
Sik Tiong Giok memperhatikan sekejap daerah itu, kemudian setelah berpikir sejenak sahutnya : "Ayoh berangkat, mari kita periksa keadaan disana!"
Dengan cepat dia berangkat menuju ke arah mana berasalnya sumber cahaya itu diikuti Huan Li ji dari belakang.
Dalam tiga sampai lima lompatan saja mereka sudah berada dekat dengan sumber cahaya tersebut, ternyata sinar lamput itu bukan berasal dari rumah gubuk atau bangunan rumah lainnya seperti apa yang diduganya semula, sinar lentara itu berasal dari balik sebuah pohon yang besar sekali.
Batang pohon itu mencapai sepuluh pelukan orang dewasa, meski tengahnya berlubang namun daunnya sangat rimbun.
"Aneh, masa ada orang berdiam di dalam batang pohon itu?"
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikir kedua orang itu dengan perasaan tercengang.
Setelah berpikir sejenak, Sik Tiong Giok segera memberi tanda kepada Huan Li ji, dengan langkah berhati-hati berangkatlah mereka berdua mendekati pohon tersebut.
Ternyata pohon itu benar-benar besar sekali, bukan saja pada dahan pohon terdapat jendela, malah terdapat dua buah banyaknya sedangkan ruangan di balik batang pohon itu bisa menjadi tiga buah ruangan besar.
Semakin dilihat Huan Li ji semakin merasa kaget bercampur keheranan, tanpa terasa bisiknya sambil tertawa : "Waaah ini baru namanya rumah pohon yang sangat istimewa, mungkinkah ada orang yang berdiam disitu?"
Sik Tiong Giok segera menggoyangkan tangannya mencegah gadis itu bertanya lebih lanjut, kemudian pelan-pelan mereka mendekati daun jendela yang terdekat dan melongok ke dalam.
Seandainya tidak mengintip masih mendingan; begitu melihat hampir saja Huan Li ji menjerit keras saking kagetnya.
Ternyata di balik ruangan pohon itu terlihat ada seorang duduk disitu dengan tenangnya.
Dibilang manusia karena dia memiliki wajah kasar seperti manusia yang lainnya, namun manusia itu justru tidak memancarkan hawa kehidupan barang sedikitpun jua.
Yang paling menakutkan adalah selembar wajahnya yang kurus lagi kecil tanpa alis mata pun tidak memancarkan warna darah, bahkan tanpa pancaran sedikit emosi pun.
Panca indranya pun susah dibedakan secara jelas, mata dan bibir yang tertutup rapat membentuk sebuah jalur garis lurus, rambutnya terurai panjang, ia memakai baju hitam dan duduk tak bergerak disitu, bentuknya tak berbeda seperti patung batu atau arca setan yang diletakkan di depan pintu.
Begitu aneh dan seramnya manusia aneh ini membuat Sik Tiong Giok berdua merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri dan hatinya berdebar keras.
Ketika segulung angin dingin berhembus lewat dan mengibarkan ujung baju mereka berdua, Huan Li ji tak dapat menahan rasa bergidiknya lagi, tiba-tiba ia berseru tertahan : "Setan...!"
Mendengar gadis itu menjerit, cepat-cepat Sik Tiong Giok menarik tangannya dan menyingkir sejauh dua kaki lebih dari tempat semula, setelah menyembunyikan diri baik-baik dia baru berkata : "Adik Li, mengapa kau menjerit semaunya?"
Huan Li ji mengerdipkan matanya berulang kali dengan wajah pucat karena takut, lama kemudian ia baru balik bertanya :
"Engkoh Giok, benarkah di dalam dunia ini terdapat setan?"
Sik Tiong Giok tertawa : "Seandainya benar-benar ada setan, apakah kita harus berkelahi dengan setan?"
"Kita kan masih ada urusan lain, mana ada waktu untuk berkelahi dengan setan?"
"Itulah sebabnya aku bilang di dunia ini tak ada setan," seru Sik Tiong Giok sambil tertawa.
Huan Li ji manggut-manggut pelan, meski rasa takut dan ngeri masih mencekam perasaannya. Pada saat itulah, mendadak dari dalam rumah pohon itu berkumandang datang suara teguran seseorang : "Setelah datang kemari kenapa kalian tidak duduk sebentar di dalam rumahku?"
Teguran itu kembali mengejutkan Huan Li ji, hampir saja ia menjerit sekuat-kuatnya kalau mulutnya tidak segera didekap sang pemuda.
Beberapa saat kemudian Sik Tiong Giok baru bertanya : "Hey, kau ini manusia atau setan?"
"Aku manusia juga setan, apakah kalian takut?" sahut orang dibalik rumah pohon.
"Kami tidak takut," sahut Sik Tiong Giok.
"Mengapa tak berani masuk ke dalam rumahku untuk duduk"
Kalian benar-benar berjodoh denganku, silahkan masuk ke dalam!"
Sik Tiong Giok memandang sekejap ke arah Huan Li ji, lalu bisiknya pelan :
"Adik Li kau takut?"
Huan Li ji menggeleng tanda ia tak takut, padahal hati kecilnya mereka bergidik.
Sambil tertawa Sik Tiong Giok segera berseru :
"Kalau toh kau tak takut, bagaimana kalau kita masuk untuk melihat-lihat?"
Sambil berkata dia segera menarik tanganhlj dan berjalan masuk ke dalam rumah pohon.
Baru saja masuk ke dalam pintu rumah, mendadak terdengar orang yang berada dalam rumah pohonitu membentak lagi :
"Enyah dari sini, kalian adalah siluman dari mana yang berani memasuki rumah pohon ku?"
Mendengar bentakan tersebut Sik Tiong Giok segera menarik tangan Huan Li ji dan melompat mundur sejauh satu kaki lebih, serunya kemudian sambil mendengus dingin :
"Kenapa sih kau tak tahu aturan" Padahal kau yang mengundang kami masuk, kenapa sekarang malah marah-marah sendiri?"
Orang yang berada di dalam rumah pohon itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haaa... aku hanya ingin mencoba keberanian kalian, ternyata kalian tak tahan bentakan, ayoh cepat masuk."
Sekali lagi Sik Tiong Giok mendengus dingin.
"Kalau toh kau tidak senang menyambut kedatangan kami, buat apa pula kami harus mengganggu ketenanganmu" Maaf, kami tidakjadi masuk..."
"Haahh... haaahh haahh... kalau punya nyali sekecil ini, buat apa kau mengembara di dalam dunia persilatan" Aku sungguh merasa keheranan, kenapa suhu kalian mengijinkan kamu berdua mengembara?"
Kata-kata yang memanaskan hati ini segera ditanggapi Sik Tiong Giok dengan perasaan mendongkol, setelah mendengus serunya
: "Masuk yaa masuk, apa yang mesti kita takuti" Biarpun harus menembusi sarang naga gua harimau, aku Sik Tiong Giok tak akan merasa jeri..."
Selesai berkata, sambil membusungkan dada ia segera
melangkah masuk ke dalam rumah pohon itu.
Kali ini tidak terjadi sesautu gerakanpun tapi setibanya di dalam ruangan dan memandang apa yang berada di depan mata, kembali kedua orang itu dibuat tertegun dan berdiri melongo, untuk setengah harian lamanya mereka sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Ternyata dalam waktu yang amat singkat ini, manusia aneh bermuka setan yang berada di dalam rumah pohon itu telah berubah bentuknya, apa yang mereka jumpai sekarang tidak lagi berwajah aneh, melainkan seorang kakek berambut putih, berwajah lembut penuh kasih sayang yang sedang memandang ke arah mereka sambil tertawa.
Huan Li ji yang tak mampu menahan rasa kaget dan herannya segera berseru keras :
"Eeeeii... empek tua, nampaknya kau pandai berubah-ubah bentuk wajah...?"
Kakek itu tersenyum : "Benar, di dunia inipun terdapat banyak manusia yang pandai berubah wajah, sebentar nampak baik sebentar lagi jahat, apakah nona merasa keheranan akan hal ini?"
Dengan perasaan setengah mengerti setengah tidak Huan Li ji berkata lagi :
"Oooh, aku tebak empek tua pastlah dewa rase..."
"Adik Li, jangan sembarangan berbicara," buru-buru Sik Tiong Giok mencegah.
Tapi kakek itu kembali tertawa terbahak-bahak :
"Haah... haah.. haah.. apa yang nona cilik katakan memang benar, biasanya hanya rase tua yang pandai berubah-ubah muka serta hidup di dalam dahanpohon. Haah.. haah...siapa disitu?"
Di tengah gelak tertawa tiba-tiba kakek itu membentak keras, bentakan tersebut membuat Sik Tiong Giok berdua merasa amat terperanjat.
Dari kejauhan sana kedengaran seseorang menyahut :
"Kami adalah orang yang tersesat di jalan."
Kakek itu segera memberi tanda agar Sik Tiong Giok sekalian bersembunyi di belakang tubuhnya, kemudian baru berkata lagi :
"Kalau memang tersesat di tengah jalan, mengapa tidak masuk untuk duduk-duduk" Siapa tahu aku bisa membantu kalian untuk memberi petunjuk jalan."
Dari luar rumah pohon segera muncul tiga orang, dua orang berpakaian ringkas dan seorang sastrawan setengah umur, mereka sedang mengitari pohonitu sambil melakukan
pemeriksaan. Ketika mendengar suara tersebut, ketiga orang itu segera mundur ke belakang dan tak berani maju lagi.
"Mengapa kalian bertiga harus sungkan-sungkan?" kembali kakek itu berseru, "silahkan masuk dan duduk di dalam, apa sih yang kalian takuti...?"
Tanpa terasa ketiga orang itu mundur lagi dua langkah ke belakang, lalu seorang lelaki di antaranya yang bercodet di mukanya bertanya dengan suara dalam :
"Aku lihat tempat ini amat mencurigakan, kita tak boleh masuk secara sembarangan, entah bagaimana menurut pendapat kalian berdua?"
"Perkataan saudara Bu memang betul," sahut lelaki lain yang wajahnya penuh tahi lalat, "lebih baik kita tak usah masuk ke dalam, bagaimana menurut pendapat saudara Yu?"
Sastrawan setengah umur itu termenung sebentar, kemudian jawabnya :
"Aku rasa tidak apa-apa, biarpun ada sesuatu yang di luar dugaan, memangnya bisa berbat apa terhadap kita bertiga?"
Mendengar ucapan itu dua orang lelaki kekar tersebut saling berpandangan sekejap, lalu setelah meloloskan senjata masing-masing, lelaki Cu itu berkata :
"Baiklah, masuk yaa masuk, aku tidak percaya kalau dia bisa melalap kita semua."
Sambil berkata dia mempersiapkan goloknya sambil menyerbu masuk ke dalam ruangan.
Lelaki bertahi lalat di wajahnya itu jelas berwatak berangasan, ia tak sudi ketinggalan di belakang, sambil mengayunkan golok serta memburu pula dari belakang.
Menyaksikan perbuatan mereka, sastrawan setengah umur itu hana bisa tertawa sambil menggelengkan kepalanya, setelah meloloskan senjata kipasnya dia menyusul pula di belakang mereka.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah memasuki ruangan rumah pohon tersebut.
Mendadak terdengar lelaki bercodet ituberseru sambil tertawa seram :
"Haah... haah... haah, rupanya cuma seorang kakek tua bangka, kenapa manusia semacam inipun berdiam di tempat ini?"
oooOOooo Dengan sura yang semakin tua dan memelas, kakek itu segera menyahut setelah menghela napas panjang :
"Aku sudah banyak tahun disekap di tempat ini, berhubung sepasang kakiku telah cacad dan tak dapat bergerak lagi, terpaksa aku berdiam di dalam liang pohon ini."
"Eemm, tempat ini memang sangat bagus," seru lelahi bertahi lalat itu sambil tertawa, "tak kusangka kau bisa memilih pohon besar yang jauh lebih nyaman daripada gedung ini sebagai tempat tinggalmu..."
Belum habis dia berkata, sastrawan setengah umur yang masuk paling akhir itu telah menyerang tanpa mengucapkan sepatah katapun, kipasnya langsung menotok jalan darah thian teng hiat di badan kakek tersebut.
Tindakan yang dilakukan sastrawan setengah umur itu sangat mencengangkan kedua lelaki lainnya sehingga untuk sesaat mereka jadi tertegun.
Nampaknya jalan darah thian teng hiat di tubuh kakek itu segera akan termakan oleh totokan maut tersebut.
Huan Li ji tak sanggup menahan diri, mendadak dia melompat bangun dari tempat persembunyiannya sambil meloloskan pedang lalu menangkis serangan kipas dari sastrawan setengah umur itu.
Dua orang lelaki kekar itu hanya merasakan pandangan matanya menjadi silau, tahu-tah muncul seorang nona cilik dari belakang kakek itu dengan gerakan cepat bagaikan sambaran kilat, tanpa terasa mereka menjadi tertegun.
Tiba-tiba terdengar kakek itu tertawa terbahak-bahak sambil serunya :
"Budak dungu, mengapa kau tak dapat menahan diri?"
Sastrawan setengah umur yang kenan didesak mundur oleh Huan Li ji segera mendengus dingin, kepada kedua orang lelaki kekar itu hardiknya :
Akan tetapi si kakek itu justru tetap duduk tak bergerak sedikitpun dari posisi semula, dia malahan tersenyum hambar.
"Kakek ini sangat mencurigakan, mengapa kalian belum juga turun tangan...?"
Lelaki bercodet itu menyahut :
"Aku rasa bocah perempuan itu.."
"Apa yang sedang kau perhatikan saat ini?" Tiba-tiba sastrawan setengah umur itu menukas, "bila sudah tertawan nanti, kau boleh memandangnya hingga puas."
Baru selesai ia berkata, Sik Tiong Giok yang berada di belakang kakek itu telah menampakkan diri pula seraya berkata :
"Berdasarkan apa yang kau ucapkan barusan, manusia semacam kau lebih pantas dibuat mampus..."
Ketiga orang itu tidak menduga kalau dalam rumah pohon tersebut masih terdapat orang lain, dengan perasaan kaget mereka mundur selangkah setelah mendengar teguran itu.
"Bocah keparat, siapa kau?" sastrawan setengah umur itu segera membentak keras.
Sik Tiong Giok tersenyum.
"Peraturanku, barang siapa bertanya dia mesti mengajukan namnya lebih dulu, nah sebutkan dahulu kalian siapa?"
Pertanyaan tersebut segera mengobarkan kembali hawa amarah dari ketiga orang itu, dua lelaki kekar tersebut serentak membentak keras lalu menerjang ke muka sambil mengayunkan goloknya.
Bersamaan waktunya, sastrawan setengah umur itupun
membentang kipasnya sambil membabat tubuh Huan Li ji.
"Ruangan disini terlalu sempit, kalau pingin bertarung lebih baik di luar saja!" tantang Huan Li ji.
Seraya berkata ia segera mengigos ke samping untuk
menghindari bacokan lawan, lalu dengan suatu gerakan yang cekatan menyelinap keluar dari ruangan tersebut.
Sastrawan setengah umur itu mendengus dingin, dengan cepat ia mengejar dari belakang.
Dengan berlalunya kedua orang itu, ruangan dalam rumah pohon pun bertambah lenggang, dua orang lelaki kekar itu segera melancarkan terkamannya semakin garang.
Sik Tiong Giok mendengus sambil mendesak maju ke muka, telapak tangannya segera diayunkan ke depan menghantam punggung golok dari lelaki bercodet itu.
Menjumpai rekannya terancam bahaya, lelaki yang satunya segera membacok keras-keras.
Di dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah terlihat dalam suatu pertarungan yang amat seru, tampak cahaya golok berkilauan memenuhi angkasa, seluruh tubuh Sik Tiong Giok terkurung di balik cahaya senjata tersebut.
Berbicara soal kepandaian silat yang dimiliki Sik Tiong Giok, jangan dilihat dia cuma bertangan kosong belaka tapi dua orang musuhnya sudah dibuat kalang kabut dak karuan, masih untung dia bermaksud membekuk mereka hidup-hidp agar bisa ditanyai masalah sekitar tepi sungai Ci sui hoo, kalau tidak, mungkin mereka sudah mampus sedari tadi.
Di saat pertempuran masih berlangsung dengan serunya, tiba-tiba terdengar kakek itu membentak keras :
"Tahan!" Sik Tiong Giok segera melompat ke belakang si kakek setelah mendengar bentakan tersebut, sebaliknya kedua orang lelaki kekar itu berpaling ke arah si kakek dengan wajah agak tertegun.
Andaikata tidak memandang, mungkin keadaannya masih rada mendingan, begitu bertatap muka dengan kakek tersebut, tiba-tiba saja mereka merasakan pancaran sinar tajamg
menyeramkan muncul dari balik mata kakek itu.
Dalam waktu singkat mereka rasakan kesadarannya sedikit rada punah sehingga untuk beberapa saat lamanya kedua orang itu hanya bisa berdiri melongo macam orang bodoh.
"Segera keluar dari sini dan bunuh orang she Yu itu!" perintah si kakek tiba-tiba dengan suara dingin.
"Apa kau bilang?" tanya kedua orang lelaki itu dengan wajah tertegun.
"Aku suruh kalian bunuh manusia she Yu itu, ayoh cepat kerjakan!"
Bagaikan orang yang kehilangan ingatan, kedua orang lelaki itu mengiakan lalu membalikkan tubuh dan menerjang keluar dari ruangan tersebut.
Sementara itu si sastrawan setengah umur sedang didesak habis-habisan oleh Huan Li ji sehingga kalang kabut tak karuan, ia menjadi amat girang ketika menjumpai kedua orang lelaki kekar itu muncul dari balik ruangan, disangkanya mereka telah berhasil membunuh orang-orang di dalam ruangan tersebut.
Dengan suara lantang segera teriaknya :
"Saudara Song, saudara Cu, cepat bantu aku untuk meringkus bocah perempuan ini."
Kedua orang lelaki itu tidak menyahut dan segera menyerbu ke muka sambil mengayunkan senjatanya tapi bukan Huan Li ji yang menjadi sasaran, tusukan mereka langsung ditujukan ke arah sastrawan setengah umur itu.
Mimpi pun sastrawan setengah umur itu tak menyangka bakal terjadi peruahan semacam ini ditambah lagi serangan yang dilancarkan lawan sangat mendadak, biarpunilmu silat yang dimiliki sangat hebat pun rasanya sulit juga baginya untuk menghindarkan diri.
Tanpa ampun lagi sambaran golok yang satu segera menyambar ikat kepalanya hingga robek dan terjatuh ke atas tanah, sementara sambaran golok yang lain membabat pahanya
sehingga daging berikut pakaiannya terpotong sebagian, darah segar segera bercucuran keluar dengan derasnya.
Huan Li ji sangat keheranan melihat adegan yang barusan terjadi, ia tak habis mengerti mengapa musuhnya malah berbalik membantunya, tapi nona itu tidak membuang waktu terlalu lama untuk memikirkannya, ia sangat menguatirkan keselamatan Sik Tiong Giok.
Maaka sambil menarik kembali serangannya dia membalikkan badansiap menyusul ke dalam ruangan, tapi saat itu pula secara kebetulan Sik Tiong Giok telah munculkan diri.
Cepat-cepat dia menghampiri pemuda itu lalu serunya terkejut bercampur keheranan :
"Engkoh Giok, apa yang telah terjadi dengan mereka?"
"Jalan pemikiran mereka sudah terpengaruholeh daya hipnotis,"
bisik Sik Tiong Giok sambil tersenyum, "dengan demikian kita pun tak usah repot-repot menghadapi mereka lagi."
Huan Li ji kembali termangu-mangu dengan perasaan tidak habis mengerti, dia tak tahu mengapa jalan pemikiran kedua orang itu bisa terpengaruh, maka ditatapnya tiga orang lelaki yang sedang bertarung seru itu dengan tertegun.
Dalam pada itu, sastrawan setengah umur yang terluka itu sudah melompat ke belakang dengan perasaan terkesiap, sambil mengawasi kedua orang rekannya dengan mata terbelalak ia berseru :
"Hey... kaa... kalian sudah gila?"
Namun kedua orang lelaki kekar itu tidak menjawab, dengan sepasang mata melotot besar dan memancarkan sinar berapi-api yang penuh dengan kebencian, mereka menyerang terus secara kalap.
"Eei saudara berdua, apakah kau sudah tidak kenali diriku lagi?"
kembali sastrawan setengah umur itu berteriak kaget.
Kedua orang lelaki itu tidak menggubris, golok mereka digetarkan berulang kali dan menyerang terus dari kiri dan kanan.
Agaknya sastrawan setengah umur itu cukup mengetahui akan tingkatan ilm silat yang dimiliki dua orang rekannya ini, seandainya dia harus bertarung satu lawan satu maka tiada persoalan yang dikuatirkan lagi, namun jika kedua orang itu maju bersama, ia sadar bukan tandingan lawan.
Kini, setelah menghadapi serangan kedua orang rekannya yang begitu garang dan buas, ia sadar bahwa mustahil baginya untuk menghindarkan diri belaka, akhirnya sambil menggertak gigi ia tangkis serangan mereka dengan kipasnya.
Siapa tahu begitu serangan ditangkis, kedua orang lelaki kekar itu menyerang semakin kalap, sepasang golok mereka
dibacokkan dan diayunkan berulang kali secara nekad, hampir semua jurus serangan yang digunakan adalah jurus-jurus sernagan adu jiwa.
Lambat laun sastrawan setengah umur itu mulai terdesak hebat, di bawah kepungan sepasang golok lawan ia cuma bisa bertahan daripada balas melancarkan serangan.
Belasan jurus kemudian sastrawan setengah umur itu semakin keteter hebat, ia sadar bahwa kemampuannya sudah habis, segera teriaknya dengan gelisah :
"Saudara Sopng, saudara Cu, betulkah kalian sudah tidak mengenali diriku lagi?"
Pada saat itu juga tiba-tiba Sik Tiong Giok mendengar suara kakek itu berbisik di sisi telinganya :
"Hey anak muda, sekarang tinggal melihat tindakanmu selanjutnyau berusaha menaklukkan ketiga orang ini dan menjadikan mereka sebagai budakmu, asal ketiga orang itu sudah ditaklukkan maka kau tentu bisa memasuki wilayah Ci sui hoo secara mudah."
Sik Tiong Giok tertegun sehabis mendengar perkataan itu, segera pikirnya :
"Aneh benar, darimana ia bisa tahu kalau aku hendak ke sungai Ci sui hoo."
Belum habis ingatan tersebut melintas terdengar kakek itu telah membisik lagi :
"Hey, anak muda! Peluang baik segera akan hilang, kau harus manfaatkan dengan sebaik-baiknya."
Tanpa berpikir panjang lagi Sik Tiong Giok segera menerjang maju ke muka, sekali ayunan tangania sambar golok dari lelaki she Song itu.
Jurus serangan yang digunakan semuanya adalah ilmu Ki na jiu hoat, begitu berhasil yang satunya dia siap merebut pula golok berikutnya, dtapi lelaki she Cu itu segera memutar goloknya langsung membabat pergelangan tangannya.
Dalam keadaan begini Sik Tiong Giok harus mengutamakan keselamatan diri lebih dulu, dia merendah pergelangan tangannya ke bawah menghindari bacokan musuh, kemudian sebuah tendangan kilat dilontarkan ke depan.
Lelaki she Cu itu mengigos ke samping menghindarkan diri, kemudian goloknya diputar dan melancarkan bacokan lagi.
Walaupun terjangan Sik Tiong Giok kali ini gagal untuk merampas golok di tangan kedua orang lawannya, tapi ia justru berhasil menyelamatkan sastrawan setengah umur itu dari ancaman.
Serta merta sastrawan itu melompat keluar dari arena lalu berdiri di kejauhan sambil mengatur napas.
Agaknya sastrawan tersebut sudah berencana untuk berpeluk tangan belaka membiarkan lawannya bertarung sendiri, sementara dia tinggal memungut hasilnya nanti.
Sayang sekali dia lupa kalau disitu masih terdapat Huan Li ji, si nona yang menyaksikan kejadian tersebut segera membentak keras, dia menerobos ke muka sembari melancarkan totokan.
Sambil mendengus tertahan, sastrawan setengah umur itu segera roboh terjengkang ke atas tanah.
Berbareng dengan robohnya sastrawan setengah umur itu, Sik Tiong Giok telah mengeluarkan juga ilmu silat simpanannya melepaskan tiga serangan secara berantai dan berhasil merebut posisi di atas angin.
Lalu serangkaian serangan totokan dilancarkan, dalam sekejap mata saja lelaki she Song dan Cu itu sudah roboh terjungkal ke atas tanah.
"Anak muda, gotong ketiga orang itu masuk ke dalam!"
kedengaran kakek di dalam rumah pohon itu berseru.
Sik Tiong Giok segera saling berpandangan sekejap dengan Huan Li ji, lalu dengan perasaan apa boleh buat dia menggelengkan kepalanya berulang kali, digotongnya kedua orang lelaki itu lalu masuk ke dalam ruangan.
Setelah meletakkan kembali kedua orang lelaki itu ke lantai, ia mengangkat kepalanya kembali, tapi segera teriaknya dengan rasa kaget bercampur girang :
"Aaah! Rupanya kau..."
Huan Li ji yang kebetulan sedang melangkah masuk sambil menenteng tubuh sastrawan setengah umur itu segera berteriak pula dengan tercengang :
"Eeei... kau lagi lagi sudah berubah!"
Ternyata kakek berambut putih yang berada di dalam rumah pohon itu kini telah berubah kembali, rupanya orang itu bukan lain adalah manusia aneh berbaju hitam yang pernah mereka jumpai sewaktu berada di lembah Lu hoa kok tempo hari.
Sambil tersenyum manusia aneh berbaju hitam itu manggut-manggut, katanya :
"Kau merasa keheranan bukan nak?"
"Sebenarnya siapa sih kau ini?" tanya Sik Tiong Giok dengan perasaan bingung.
"Haah... haah... haaahh... kalian tidak usah tahu siapakah aku, pokoknya aku tidak bermaksud jahat terhadap kalian, kalau tidak bisa dibilang justru menguntungkan."
"Hmmm, kau sudah menyiksa orang untuk menempuh perjalanan jauh kemudian berperan jadi setan disini, kebaikan apa yang kau berikan kepada kami?" sela Huan Li ji cemberut.
Kembali manusia aneh berbaju hitam itu tertawa :
"Tahukah kau bahwa semua jago dari pelbagai partai yang ada di dalam dunia persilatan dewasa ini telah berdatangan semua di bukit Pay lau san?"
"Pergi ke bukit Pay lau san..." tanya Sik Tiong Giok sangat terkejut, "mengapa mereka kesana" Apakah karena kelabang langit tersebut?"
"Benar, siapa pun pasti ingin mendapatkan kelabang langit yang merupakan binatang langka tersebut."
"Huuh, paling banter cuma seekor kelabang raksasa yang sudah berumur lama, apa sih anehnya?" sela Huan Li ji lagi.
"Kau tidak mengerti akan manfaat binatang tersebut nak," kata manusia aneh itu tertawa, " jangan lagi mutiara kelabang langit merupakan mestika yang tak ternilai harganya, bahkan cakar dari kelabang itupun merupakan obat mestika yang tiada taranya."
"Apa sih khasiat benda tersebut?"
"Kau harus tahu nak, kelabang langit baru akan munculkan diri setiap tiga ribu tahun satu kali, bagi orang yang belajar ilmu maka mutiara kelabang tersebut dapt menguatkan hawa
murninya sehingga mencapai tingkatan paling tinggi, sebaliknya bagi orang yang belajar silat, benda tersebut dapt berubah menjadi kebal dan tahan uji."
"Apa pula gunanya bangkai kelabang tersebut?" tanya stb kemudian.
"Bangkai kelabang itu bisa dijadikan ramuan obat mestika, bila sampai terjatuh ke tangan orang-orang golongan sesat, waah bisa berabe jadinya, sebab hal itu bisa membantu kemampuan mereka untuk berbuat kejahatan, itulah sebabnya aku minta kepada kalian untuk berusaha kerasa mendapatkan kelabang langit itu seutuhnya."
"Kami harus mendapatkan kelabang tersebut seutuhnya?" tanya Huan Li ji sambil mengerdipkan matanya.
"Benar," manusia aneh berbaju hitam itu mengangguk, "justru karena kalian harus mendapatkan kelabang tersebut seutuhnya, maka aku baru berusaha membantu kalian untuk mendapatkan lencana tujuh iblis serta mengendalikan satu-satunya golongan yang paling tangguh dari golongan sesat."
"Aku kuatir hal ini terlalu sulit," tukas Sik Tiong Giok, "aku rasa tujuh iblis bukan lawan yang gampang dihadapi."
"Itulah sebabnya pula aku berusaha memancing kedatangan kalian kemari sambil mempersiapkan segala sesuatunya dengan cermat."
"Persiapan apa yang hendak kau lakukan?" tanya Huan Li ji.
"Di dalam tujuh hari mendatang aku akan mewariskan semacam ilmu sakti kepada kalian, selain itu akan kutaklukkan pula dua belas orang jago tangguh untuk dijadikan sebagai Busu pelindung lencana kalian. Setelah itu kalian baru berangkat ke bukit Pay lau san untuk merampas mutiara kelabang langit."
Sambil berkata ia mendongakkan kepalanya memandang langit-langit ruangan, sikap maupun tindak tanduknya tak berbeda seperti orang yang sedang melamun dan mengigau.
Melihat sikapnya yang lucu itu Huan Li ji menjadi geli, ia tertawa cekikikan.
Mendadak manusia aneh berbaju hitam itu melototkan matanya lalu berseru :
"Apakah kau tidak percaya nak?"
"Yaa, aku tidak percaya!"
"Mengapa tidak kita buktikan dulu" Tujuh hari kemudian aku akan menghantar kalian memasuki lembah Ci sui hoo."
Dalam pada itu ke tujuh iblis yang berada di tepi sungai Ci sui hoo telah menunggu selama belasan hari lamanya.
Sejak tujuh delapan hari berselang mereka telah menerima laporan dari mata-matanya yang mengatakan ada sepasang muda mudi berangkat meninggalkanlembah Lu hoa kok sedang mendaki bukit Thian ciat san, tapi anehnya empat lima hari sudah lewat, namun orang yang ditunggu-tunggu belum juga nampak.
Kembali enam tujuh hari lewat tanpa terasa.
Hari ini, tiba-tiba dari arah bukit Thian ciat san muncul sebuah tandu yang digotong dua orang lelaki kekar, di depan tandu tersebut mengikuti sepuluh orang lelaki yang semuanya bertubuh kekar dan berwajah seram.
Kawanan manusia itu langsung menuju ke depan sebuah kuil bobrok dan berhenti disitu.
Dari balik tandu kemudian muncul seorang bocah perempuan berwajah cantik yang membimbing seorang tua bongkok
berwajah jelek memasuki kuil tersebut.
Tujuh orang iblis yang menyaksikan adegan tersebut segera dibuat kaget bercampur keheranan.
Ang lo hujin yang bermata satu segera mengetukkan tongkatnya di atas tanah sambil mendengus :
"Hmm, manusia dari mana mereka itu, besar amat lagaknya."
"Toako menurut pendapatmu mungkinkah sasaran kita yang sudah datang?" tanya Ban biau sian kok kepada Raja setan kepala botak.
Raja setan kepala botak termenung sejenak, lalu sahutnya :
"Sulit untuk dikatakan, tapi anehnya masa budak tersebut menjadi begini keren dan bergaya?"
"Siapa tahu semua kemewahan itu khusus disediakan oleh tiga manusia jelek untuk dipamerkan kepada kita," sambung Pat Huang Sin Mo.
"Aku ras tidak benar," Ang lo hujin menggeleng, "seandainya yang datang memang budak itu, mengapa tujuh ekor ikan dari Phang ci serta tujuh malaikat bengis dari Tian pak bisa menjadi pengawalnya?"
"Yaa, aku pun merasa sangat heran," sela Bocah sakti iblis langit Ang Cun dengan suara lengking, "mustahil kalau dua manusia bengis dari Liang san sudi menjadi tukang pikul tandunya."
Telapak darah pengusik langit Lu Ma yang berwatak paling berangasan segera mendengus dingin setelah mendengar perkataan itu, katanya tiba-tiba :
"Biar kutengok orang-orang itu, ingin ku lihat manusia darimanakah yang berani berlagak begitu besar di hadapan kita."
Sambil berkata ia segera berjalan menuju ke kuil bobrok tersebut.
Di depan pintu kuil hanya kelihat si kakek jelek berpunggung bungkuk seorang duduk mengantuk disitu meskipun ia melihat ada orang menghampirinya namun sikapnya tetap acuh tak acuh.
Telapak darah pengusik langit Lu Ma sudah terbiasa hidup kasar dan mau mencari menangnya sendiri, tentu saja ia tak memandang sebelah mata pun terhadap kekek jelek lagi bongkok itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia langsung menuju ke dalam ruangan.
Siapa tahu baru saja dia melangkahi pintu depan, kakek bongkok itu sudah mengangkat kepalanya sambilmenegur :
"Hmm, aturan untuk masuk pintu rumah orangpun tak tahu, buat apa kau datang ke sini" Enyah cepat!"
Tidak nampak jelas gerakan apa yang dipergunakan lawan, tahu-tahu sja terdengar si Telapak darah pengusik langit Luma mendengus tertahan dan tubuhnya sudah terlempar keluar dari situ.
Untung saja dasar silat yang dimilikinya cukup sempurna, cepat-cepat dia gunakan gerakan ikan leihi melentik untuk melompat bangun kembali.
Ketika berpaling kembali ke arah kakek bongkok itu, ternyata ia masih tetap duduk di tempat semula.
Telapak darah pengusik langit Lu Ma agak tertegun sejenak, lalu setelah ragu sejenak dia melanjutkan kembali langkahnya menuju ke dalam ruangan kuil.
Kali ini dia bertindak lebih berhati-hati, sementara kakinya melangkah ke dalam ruang kuil, sepasang matanya mengawasi gerak-gerik dari kakek bongkok itu tanpa berkedip.
Sampai kakinya melangkah ke dalam pintu ruangan ternyata kakek bongkok itu belum juga melakukan suatu gerakan, baru saja hatinya merasa lega, mendadak sepasang lututnya terasa amat sakit sehingga tak kuasa lagi ia jatuh berlutut di atas tanah.
Kakek bongkok itu segera melompat bangun dan berseru sambil tertawa terbahak-bahak :
"HAAAHH... Haaa... haa... nah begitu baru lumayan. Kalau ingin masuk pintu mesti tahu aturan sedikit."
Setelah berhenti sejenak ia segera berseru lagi dengan suara lantang :
"Wakil dari partai tujuh iblis telah berlutu di depan pintu mohon bertemu!"
Belum habis seruan itu, dari balik ruangan bergema kembali suara teriakan seseorang :
"Pangeran belum naik tahta, suruh mereka menunggu di luar."
Kejadian ini hampir saja meledakkan dada si Telapak darah pengusik langit Lu Ma saking marah dan mendongkolnya dia segera memaksakan diri untuk berdiri kemudian mencakar kakek bongkok itu.
Sambil tertawa dingin si kakek bongkok itu berkelit ke samping menghindarkan diri dari sambaran Lu Ma.
Saking bernapsunya Telapak darah pengusik langit Lu Ma melancarkan serangannya ia tidak sempat menarik kembali ancaman tersebut di saat musuhnya menghindar, serangan tersebut langsung saja menghantam tiang pintu sehingga pintu kuil roboh terbelah menjadi dua diiringi suara ledakan keras.
Di tengah debu dan pasir yang beterbangan kakek bungkuk itu kembali berteriak :
"Cepat laporkan kepada pangeran, anakan iblis tersebut sudah mulai bertingkah disini."
Sahutan keras segera bergema lagi dari balik ruangan :
"Kalau berani bertingkah, berilah pelajaran lebih dulu, pangeran segera akan muncul di singgasana!"
Di tengah seruan tersebut, kembali si Telapak darah pengusik langit Lu Ma menyerang kakek bungkuk itu dengan sebuah bacokan tangan kanannya yang cepat bagaikan kilat.
Kakek bungkuk itu berseru kaget lalu menjatuhkan diri ke belakang kakinya bagai berdiri sempoyongan saja tetapi tahu-tahu ia sudah lolos dari ancaman musuh.
Sementara itu keenam orang iblis lainnya telah berdatangan semua ketika melihat pertarungan telah berkobar mereka jadi amat terperanjat setelah mengetahui kakek bungkuk yang reyot itu ternyata memiliki ilmu silat yang sangat pandai.
"Bagus sekali!" teriak Pat Huang Sin Mo keras-keras, "inilah namanya orang tak suka pamer tak nyana lobong adalah seorang jago berilmu tinggi, boleh aku tahu kau dari aliran mana?"
Kakek bungkuk itu tersenyum :
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tak lebih seorang prajurit tak bernama di bawah pimpinan pangeran, belum pantas disebut seorang jago lihay."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak tujuh iblis itu merasakan pandangan matanya jadi silau, seorang gadis cantik berwajah dingin telah muncul di depan pintu kuil sambil membentak :
"Kakek bungkuk, mengapa kau begitu pikun" Pangeran telah muncul di singgasana menurunkan perintah agar tujuh iblis masuk menjumpainya."
Kakek bungkuk itu cepat-cepat memberi hormat setelah mendengar perkataan itu.
"Budak tahu." Tiba-tiba gadis cantik itu tertawa dingin :
Coba lihat tubuhmu yang sudah menua, masa masih ingin berkelahi dengan tujuh iblis" Masa kau masih mampu?"
Memanah Burung Rajawali 21 Pedang Pusaka Buntung Karya T. Nilkas Suling Emas Dan Naga Siluman 27
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama