Ceritasilat Novel Online

Pangeran Perkasa 5

Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 5


Cepat-cepat Sik Tiong Giok mengulapkan tangannya ke samping, telapak tangannya segera merasa membentur sesuatu kekuatan yang besar, ketika diperikan ternyata sebiji tasbeh kayu, ini membuat hatinya makin terkesiap.
Dengan suara dalam kembali nikou itu berkata : "Berhati-hatilah siau sicu, pinni akan melancarkan serangan lagi."
Belum selesai dia berkata, tubuhnya bagaikan segulung asap langsung menerjang ke muka.
Di saat tubuhnya bergerak ke depan inilah, tangan kanannya telah meloloskan sebatang senjata yang aneh sekali bentuknya, panjang satu depa dan berbentuk seperti pedang, namun pada ujung pedang itu terdapat sebuah mutiara sebesar kepalan, ketika diayunkan, mutiara itu meluncur ke depan lepas dari ujung pedang dan langsung menumbuk ke arah sasaran.
Sik Tiong Giok amat terkejut, pikirnya : "Herang, senjata apaan ini ?"
Padahal dia mana tahu, dalam dunia persilatan senjata tersebut sudah lama termashur karena banyak sekali jagoan dari golongan lurus maupun sesat yang tewas diujungnya, pedang itu dinamakan Lui cu kiam (pedang mutiara geledek).
Enam puluh tahun berselang, dalam dunia persilatan telah muncul seorang gembong iblis yang dinaman Siu lo ya hud, dia malng melintang dalam dunia persilatan dengan mengandalkan pedang Lui cu kiam tersebut.
Namun gembong iblis itu datangnya bagaikan angin puyuh dan hilangnya pun cepat, tak seorang manusiapun yang tahu darimana Siu lo ya hud itu berasal dan lenyap kemana, namun suatu keadaan yang mengerikan telah tertanam hati setiap orang.
Tentu saja Sik Tiong Giok tak akan mengetahui peristiwa itu, namun ditinjau dari bentuk senjata yang begitu aneh, dia tahu kalau pihak lawan bukan manusia sembarangan.
Karenanya ia tak berani berayal lagi, dengan siap siaga penuh pemuda itu berusaha menghadapi segala kemungkinanyang tidak diinginkan.
Tatkala mutiara geledek itu terlepas dari ujung pedang, terdengarlah suara desingan tajam mendenging di udara, lalu dengan membawa sekilas cahaya putih yang menyilaukan mata langsung menerjang ke dada Sik Tiong Giok.
Di saat mutiara geledek itu hampir mengenai sasaran, nikou tersebut baru membentak keras.
"Lihat serangan!"
Menyusul mutiara geledek itu mendesing lagi tiga gulung desiran angin tajam yang datang secara berurutan. Serangan itu langsung mengancam jalan darah Thian ti hiat di dada sebelah kiri, Thian ci hiat di lambung dan Hu toh hiat di lutut kanan.
Sik Tiong Giok berpekik nyaring, mendadak ia menjatuhkan diri ke atas tanah dan menggelinding sejauh tiga kaki ke samping, kemudian dengan gerakan "bunga gugur dimainkan air" tubuhnya melejit dan menggelinding kian kemari seperti gerakan ombak.
Bersamaan dengan lejitan mana, ternyata nikou tersebut melepaskan serangannya dengan tasbeh kayunya secara
beruntun, satu persatu ditujukan ke arah Sik Tiong Giok yang masih bergulingan di atas tanah.
Nikou itu mendengus dingin, mendadak ia menggetarkan tangannya, pedang berikut mutiara geledeknya kembali meluncur ke depan menyusul terkamannya.
Sik Tiong Giok sadar bahwa ia sudah bertemu dengan lawan tangguh hari ini, tentu saja dia tak berani berayal lagi, sambil menghimpun hawa murninya mendadak ia melejit ke udara setinggi dua tiga kaki, kemudian dengan melambung dia meloloskan diri dari sergapan maut tersebut.
Tapi ia tak menyangka akan kelihayan dari pedang mutiara geledek lawan, di saat tubuhnya sedang berhenti ditengah udara dan naik turun seperti dimainkan gelombang, tahu tahu terdengar suatu ledakan keras menggema di angkasa . . .
"Blaaammm !" Menyusul ledakan tadi, mutiara geledek tersebut pecah menjadi beribu-ribu hancuran mutiara kecil yang menyebar ke empat penjuru bagaikan kepungan kawanan lebah.
Sik Tiong giok baru terkesiap setelah melihat kejadian ini, pikirnya kemudian: "Aduh celaka ..."
Belum habis dia berseru, desingan angin tajam mengiringi beribu butir mutiara besi telah menyergap tubuhnya.
Serangan dari nikou tersebut benar-benar sangat mengerikan.
Berada dalam ke adaan seperti ini, serangan mutiara besi itu benar benar menyebar rata sehingga hampir seluruh jalan darah penting ditubuh Sik Tiong giok terkurung rapat.
Dalam keadaan begini Sik Tiong giok menjadi amat terkesiap, untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu bagaimana cara nya untuk menghadapi keadaan semacam itu.
Belum habis ingatan tadi melintas dalam benak Sik Tiong giok.
Beribu hancuran mutiara besi itu sudah menghajar diatas tubuh nya.
Pemuda itu mendengus tertahan dan segera roboh terjengkang ke atas tanah.
Tampaknya Sik Tiong giok segera akan tewas oleh serangan maut yang disusulkan nikou tersebut.
Pada saat itulah mendadak dari arah samping meluncur datang sesosok bayangan manusia yang kecil ramping sambil sambil berteriak keras: "Taysu, jangan kau bunuh dia!" Tubuhnya menerjang ke depan Sik Tiong giok kemudian sekali sambar dia sudah menyambar tubuh pemuda itu dan meluncur ke belakang.
Berubah hebat paras muka nikou ini mendengar bentakan mana, sambil mendengus segera serunya: "Siluman kecil, kau ingin mampus juga?" Ternyata orang yang menyelamatkan Sik Tiong giok dari musibah adalah nona jelek yang bisa berubah-ubah itu.
Ketika mendengar bentakan mana ia lalu berlutut diatas tanah sambit merengek: "Oooh Taysu, kau adalah pendeta dari agama Buddha, masakah kau tak punya rasa kasihan dan welas kasih?"
"Bila pinni tidak memandang diwajah Buddha, memangnya kalian guru dan murid bisa tinggal disini?"
"Kalau begitu mohon taysu suka berbuat kebajikan dengan mengijinkan aku untuk membawa pulang orang ini serta diberi pengobatan.."
"Apa hubunganmu dengannya?"
"Antara dia dengan aku memang tak terjalin hubungan apa apa, namun kehadiran orang ini mempunyai hubungan yang besar sekali dengan keselamatan dunia"
"Siapakah sih orang ini?" nikou itu buru-buru bertanya setelah termenung sejenak.
Sebelum gadis jelek itu sempat menjawab mendadak terdengar seseorang dengan suara yang tua serak menyambung: "Dia adalah putra ketiga dari Ciu Ong-yang, adik Ciu Toan tiong.
Beranikah kau melukainya"''
Nikou tersebut nampak sangat terkejut setelah mendengar ocehan mana setelah tertegun sejenak, cepat cepat dia berseru:
"Kau maksudkan dia adalah pangeran kecil Tio Cian yang sudah banyak tahun hilang"
"Benar, cuma sekarang dia menggunakan marga Sik, mengerti?"
Bersamaan dengan ucapan mana, sesosok bayangan manusia muncul disamping gadis jelek itu, ternyata dia adalah seorang kakek bertongkat yang tak lain adalah kakek naga langit Sin Bun.
Nikou itu nampak termenung sebentar, setelah itu katanya:
"Kalau memang bocah ini keturunan dari manusia she Tio itu, meski pinni tak akan melukainya, namun akupun kurang leluasa untuk melepaskannya dengan begitu saja.
"Mengapa demikian?" tanya Thian liong siu tertegun, "apakah diantara kalian terikat dendam sakit hati?"
Nikou itu segera menggeleng "Aku sama sekali tak mempunyai dendam sakit hati dengannya, tapi jika kulepaskan dia, maka kuil Siu tiok an sudah pasti akan ketimpa musibah yang amat besar, demi menyelamatkan diri, aku tak bisa melepaskan dirinya dengan begitu saja"
Thian liong siu segera menggelengkan kepalanya berulang kali serunya kemudian "Aku benar benar dibuat tidak habis mengerti"
"Tanpa kujelaskan lebih jauh, aku yakin kau pasti akan memahami dengan sendirinya, tentunya kau kenal dengan benda ini bukan?"
Sambil berkata dia meloloskan kembali senjata pedang mutiara geledeknya.
Melihat pedang mutiara geledek itu. Mendadak saja kakek naga langit tersentak kaget, kemudian cepat cepat dia berkata:
"Apakah pedang yang di tangan taysu sekarang adalah pedang mutiara geledek yang amat termashur dalam dunia persilatan dimasa lampau?"
Nikou itu bersenyum "Tebakanmu tepat sekali, benda ini memang pedang mutiara geledek, sedang guruku tak lain adalah Siu lo ya hud yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada enam puluh tahun berselang, pinni mantou muridnya yang termuda."
Kakek Naga langit semakin tertegun lagi keningnya beberapa kali berkerut kemudian katanya: "Aku benar benar tak mengerti, mengapa dalam peristiwa ini bisa tersangkut pula Siu lo yahud..."
"Sebenarnya guruku adalah putra ketujuh dari Hu ma (menantu raja Tarboji..)
"Kalau begitu kau juga orang Mongolia" tukas kakek naga langit.
Pendeta Mantao manggut manggut.
Kakek naga langit membelalakkan matanya semakin besar, sesudah tertegun berapa saat dengan perasaan kaget bercampur heran mendadak ia berbisik kepada nona jelek: "Nona, cepat kau bawa kabur dirinya, biar aku yang menghadapi Tartar liar ini"
Si nona jelek menyahut dan segera menyambar tubuh Sik Tiong giok dari atas tanah, kemudian membalikkan badan dan melarikan diri dari situ.
Tiba tiba Pendeta Mantou membentak: "Siluman perempuan, jangan lari!"
Ditengah bentakan, mendadak ia menggetarkan tangannya lagi.
Mutiara geledak terus dan mengurung tubuh nona jelek.
Kakek naga langit tertawa terbahak-bahak, toyanya diputar kencang membentuk segulung bayangan sinar yang mencegat mutiara besi yang menyebar diudara itu.
Suara benturan nyaring yang berkumandang susul-menyusul segera bergema memecahkan keheningan, hampir semua
hancuran besi itu berhasil dipukul rontok.
Memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itulah si nona jelek segera melompati pagar pekarangan dan kabur kedepan.
Mantou nie atau pendeta Mantou menjadi teramat gusar sampai wajahnya berubah menjadi hijau membesi, ia mendengus berulang kali, pedangnya diputar sedemikian rupa menciptakan bergulung-gulung aliran hawa sakti yang mengurung tubuh si kakek naga langit rapat-rapat.
Berbicara soal taraf kepandaian silat yang dimiliki kakek naga langit, semestinya dia masih setingkat lebih hebat ketimbang Mantou nie, apa mau dibilang senjata lawan amat tangguh dan luar biasa dan ini membuat jurus-jurus serangan yang digunakan secara sederhana pun rasanya sukar untuk dihadapi.
Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat, lambat laun kakek naga langit terdesak sehingga agak keteter dibuatnya, malah dia sudah dibikin kalang kabut karenanya...
Pada saat itulah, mendadak terdengar ada orang sedang berbicara diluar pagar pekarangan: "Budak jelek, apakah kau tidak salah ingat, tempatnya disini?"
Suara merdu yang lain segera menjawab: "Baru saja aku kabur dari sini, masa bisa salah ingat" Bila kau memang takut, lebih baik cepat-cepat pulang saja"
"Aku memang sedikit rada ketakutan, tapi aku tak ingin kembali"
suara kasar yang lain menyambung.
Agaknya perempuan itu merasa sangat gelisah agak marah dia menegur: "Sebetulnya kau bersedia tidak, dendam terbunuhnya ayahmu harus kau balas pada nikou tua tersebut, bila kesempatan baik ini sampai dilewatkan, aku tak akan mengurusi lagi.."
"Baik, akan kucoba.."
Belum habis ia berkata, tiba-tiba ia terdengar suara ledakan keras bergema memecahkan keheningan, tampak batu-batu berterbangan diangkasa. Pagar pekarangan selebar satu kaki lebih roboh diatas tanah, dan dari jebolan dinding itulah tampak seseorang berjalan masuk dengan langkah lebar.
Orang itu mempunyai perawakan yang pendek. kepala besar, bahu lebar dan bertubuh kekar namun gerak-geriknya macam orang bodoh, tertutama sekali bentuk kakinya, kelihatan aneh sekali.
Dibelakangnya mengikuti si nona jelek yang belum lama ini melarikan diri. Ketika melihat keadaan kakek naga langit terancam bahaya, buru-buru dia berseru.
"Suheng, bodoh ayo cepat turun tangan, coba kau lihat Sin lotau sudah mulai tak mampu mempertahankan diri."
Lelaki kekar itu melototkan matanya besar benar, setelah tertegun katanya: "Soal ini. soal ini, kau tidak tahu, tanganku sama sekali tak berkepandaian,"
"Mengapa kau tidak mempergunakan kaki" Pek lek tui adalah kepandaian yang sangat tangguh didalam dunia persilatan, ayo cepat kau lancarkan tendangan!"
"Baik!" Lelaki kekar itu mengiakan dan secara tiba-tiba melancarkan sebuah tendangan, dimana angin tajam berdesing, serangan itu menggulung kearah kakek naga langit.
Waktu itu kakek naga langit sudah keteteran oleh pedang mutiara geledek sehingga harus melawan dengan sekuat tenaga, ketika secara tiba-tiba menggulung datang angin tajam, tubuhnya menjadi bergetar sehingga mundur tiga empat langkah dengan sempoyongan.
Ledakan mutiara besi yang terpancar dari ujung pedang Mantou ni sementara itu sudah kena tersapu oleh angin tajam hingga kehilangan arahnya.
Dua orang yang sedang terlibat dalam pertarungan sengit itu menjadi terkejut, baru saja kakek naga langit menghentikan tubuhnya, Mantou nie telah berteriak keras.
"Darimana datangnya bocah keparat..."
Mendadak tendangan kedua dari lelaki kekar itu sudah menyusul tiba, angin serangan makin lama semakin bertambah gencar, deruan yang kuat serasa menunduk pula tubuh kakek naga langit.
Lotoa dari Bu lim sam siu ini ternyata tak sanggup membendung kekuatan mana, dia menjadi sempoyongan dan segera termundur sejauh dua kaki lebih dari posisi semula dengan wajah penuh rasa kaget dia mengawasi nona jelek.
Dengan penuh rasa mendongkol nona jelek mendepak depakkan kakinya berulang kali, bentaknya keras;
"Suheng goblok, aku kan menyuruh kau menendang nikou itu, mangapa kau malah menyerang si kakek" Kalau kau tidak mau menuruti perkataanku lagi, aku bisa marah lho!"
Lelaki itu tertawa bodoh kemudian sambil menuding ke arah Mantou nie katanya: "Kau maksudkan si pendeta bau ini..."
Dalam pembicaraan mana, sepasang kakinya secara beruntun melancarkan tendangan berantai.
Terdengar deruan angin tajam menyelimuti angkasa, segulung angin puyuh menyelimuti seluruh badan Mantou nie.
Tendangan berantai dari lelaki bodoh ini memang aneh, kuat dan luar biasa, bukan saja Mantou-nie dibuat kaget setengah mati, bahkan Kakek naga langit pun sampai terbelalak dengan mulut melongo, ia tak tahu kepandaian apakah yang telah digunakan orang tersebut.
Suara benturan yang disebabkan deruan angin serangan itu makin lama semakin bertambah nyaring, akhirnya begitu kerasnya sampai menggetarkan pendengaran beberapa orang itu.
Nona jelek segera menutupi telinganya rapat-rapat, namun dimulutnya ia tetap mengomel: "Suheng bodoh, ayo tambah kekuatan, memangnya kau belum makan nasi..?"
Tampaknya lelaki bocah itu takut sekali kepada nona jelek, ketika mendengar omelan tadi, ia benar benar melipat gandakan kekuatannya.
Sepasang kakinya bagaikan angin puyuh melancarkan tendangan berulang kali, angin serangan makin lama semakin bertambah dahsyat waktu singkat seluruh ruangan bagaikan dipermainkan oleh gempa, semua permukaan tanah bergetar keras.
Atap rumah berjatuhan, debu beterbangan, suasana benar benar mengerikan sekali.
Dalam suasana yang mengerikan. Mantou nie sudah melarikan diri sedari tadi, namun lelaki bodoh itu masih saja melancarkan tendangan tiada hentinya.
Nona jelek segera membentak keras: "Suheng goblok, apa-apaan kamu ini" Orangnya saja sudah kabur, masa kau masih
menendang tiada habisnya?"
Mendengar seruan tersebut, lelaki bodoh itu baru menghentikan serangannya, kemudian setelah tertawa bodoh katanya:
"Ternyata nikou bau itu tidak tahan juga menghadapi sepasang kakiku, hiihihi.. hihi.."
"Huuh jangan keburu gembira dulu" bentak nona jelek, kalau sampai tendanganmu melukai Sin lotau ini, lihat saja nanti biar suhu meninjumu sampai mampus"
Sekali lagi pemuda bodoh itu tertawa: Aku tak takut, suhukan paling sayang kepadaku"
Melihat sepasang kakak beradik seperguruan ini kakek naga langit menghela napas di hati, setelah memandang sekejap ke arah nona jelek, katanya kemudian sambil menuding pemuda bodoh itu.
"Non,. siapakah dia" Hebat amat kepandaian silatnya.."
Mendengar ada orang memuji dirinya tak menunggu sampai nona jelas berbicara, pemuda bodoh itu sudah menimbrung lebihdulu.
"Hei si tua, masa kau tidak kenal aku" Aku bernama Apoo, sumoay menjuluki aku si tendangan geledek, kau tahu?"
Nona jelek segera melotot sekejap kearahnya, setelah itu dia baru berkata kepada kakek naga langit dengan hormat: "Sin susiok, dia adalah kakak seperguruanku bernama Wan Poo, ia memang khusus mempelajari ilmu tendangan"
"Benar," kembali Apoo si tolol menyela, "aku cuma berlatih ilmu tendangan sedang tanganku tak berkemampuan apa-apa, suhu bilang, hanya mengandalkan tendangan saja, aku sudah dapat menjagoi dunia persilatan kau percaya tidak si tua" Apakah perlu kulancarkan tendangan lagi untuk kau lihat?"
Kakek naga langit segera menggoyangkan tangannya berulang kali sambil tertawa tergelak: "Haaahh... haaahh... haaahh. tidak usah, aku sudah cukup mengetahui akan kelihayan ilmu tendanganmu.."
Sementara mereka bertiga sedang bercakap-cakap mendadak dari kejauhan sana kedengaran seseorang membentak keras "Hei bocah keparat, kau hendak melarikan diri kemana?"
Menyusul seseorang berseru nyaring: "Enci, kau jangan kelewat memojokkan orang, sesungguhnya aku masih ada urusan penting sehingga tak bisa menanti terlalu lama disini, harap kau suka melepaskan aku"
"Bukannya aku tak mau melepaskan kau pergi, tapi lukamu belum sembuh, bila kau pergi dengan begitu saja maka hal ini sama artinya dengan mencari jalan kematian untuk diri sendiri"
"Toaci" suara nyaring itu kembali bergema "lepaskanlah aku pergi, aku percaya masih bisa merawat lukaku ini"
Tampaknya nona itu menjadi marah, ia segera membentak keras: "Omong kosong!"
Semua pembicaraan itu dapat didengar oleh tiga orang yang berada diluar pagar kuil Siu tiok an dengan jelas sekali, mendadak nona jelek berseru: "Hei, bukankah itu suara suciku?"
"Yaa, yang seorang lagi adalah serigala tapi.. kenapa ia kabur"
seru kakek naga langit seperti memahami sesuatu.
Mendengar Pangeran Serigala sudah kabur, sinona jelek menjadi panik dan segera menyerbu kemuka.
"Sumoay, tunggu dulu tunggu aku sidogol!" A poo sibloon segera teriak-teriak.
Sambil berteriak dia turut lari kemuka, ini membuat kakek naga langit tertinggal seorang diri, berdiri termangu disitu.
Tiba tiba dia mengangkat toyanya dan ikut mengejar dari belakang mereka.
Hanya didalam berapa kali lompatan saja tibalah mereka disebuah tikungan bukit, disitu ia menjumpai Sik Tiong giok sedang berdiri saling berhadapan dengan seorang gadis berambut panjang.
Gadis itu sesungguhnya tidak lain adalah anak angkat Siong hee lojin yang bernama Sam ciang cing si (rambut tiga kaki) Toan Hong koh Waktu itu si nona sedang melotot kearah Sik Tiong giok dengan penuh amarah, kemudian tegurnya dingin "Anak muda, benarkah kau hendak memaksaku untuk turun tangan?"
"Toaci, aku betul betul tak bisa berdiam kelewat lama disini, tapi jika kau memaksa juga untuk turun tangan, yaa apa boleh buat lagi..." sahut Sik Tiong giok sambil mengangkat kepala.
Toan Hong koh kembali mendengus dingin;
"Baik, akan kulihat apakah kau masih berkemampuan untuk pergi dari sini"
Sepasang telapak tangannya direntangkan lalu kakinya melangkah dengan ilmu Thian kang poh hoat menerkam ke depan.
Dengan cekatan Sik Tiong giok berkelit kesamping serta meloloskan diri dari cengkeraman musuh, lalu serunya setengah merengek;
"Toaci jangan kelewat memaksa aku!"
Toan Hong koh maju lagi ke depan dan menghadang jalan pergi Sik Tiong giok sekali lagi, hardiknya: "Asal kau mampu untuk menerobos keluar dari sini, aku tak akan menghalangi kepergianmu lagi"
Angin pukulan menderu-deru, sekali lagi ia lancarkan cengkeraman maut dengan jurus naga mega mementangkan cakar.
Kelihaian serigala, semacam ilmu menghindarkan diri yang dimiliki Sik Tiong giok telah mendapat warisan langsung dari kakek serigala langit tak heran kalau sekali tubuhnya berkelit, tahu tahu ia sudah menerobos lewat.
Siapa sangka Toan Hong koh bergerak jauh lebih cepat lagi, tampak ia menggelengkan kepalanya, rambutnya yang panjang langsung saja menggulung ke tengah udara dan bagaikan ular raksasa segera menyambar serta melilit pinggangnya secepat kilat, kemudian melemparkannya ke tengah udara.
Si nona jelek yang melihat kejadian ini menjadi sangat terkejut, tanpa terasa jeritnya "Suci..."
Perlu diketahui, ilmu kepala yang dimiliki Toan Hong koh ini termasuk semacam ilmu aneh didalam dunia persilatan, barang siapa terlilit tubuhnya oleh rambutnya panjang itu, maka betapapun lihaynya kepandaian silat yang dimiliki orang itu toh percuma saja.
Apalagi jika dia sudah marah dan membanting lawannya dengan rambut panjang itu, biar tubuhnya terbuat dari kulit baja tulang besi pun niscaya akan hancur lebur di buatnya.
Begitulah keadaan Sik Tiong Giok waktu itu, sekujur badannya seperti dibelenggu orang kencang-kencang, sedikitpun ia tak mampu untuk meronta-ronta lagi, dalam keadaan begini dia hanya bisa memejamkan matanya sambil menunggu ajalnya.
Didalam keadaan gusar tadi, sesungguhnya si rambut tiga kaki Toan Hong koh memang berniat mengeluarkan ilmu
simpanannya, paling tidak akan membikin kepala Sik Tiong giok salah urat. Tapi berhubung sinona jelek menjerit kaget, hatinya menjadi tergerak maka cepat-cepat dia menggunakan jurus angin menggulung genta emas untuk melemparkan tubuh Sik Tiong giok ke tengah udara. Bagaikan sebuah gangsing, tubuh Sik Tiong giok segera berputar kencang di tengah udara, makin berputar badannya melambung semakin tinggi, dalam sekejap mata ia sudah tinggal titik bayangan saja.
Untung sekali pemuda itu sudah melatih ilmu gelindingan serigala semenjak kecil, sehingga putaran ini sama sekali tidak membuatnya pusing.
Dalam pada itu, sinona jelek telah menghadang dihadapan Toan Hoag-koh sambil menegur: "Suci, mengapa kau turun tangan sekeji ini?"
Dengan pandangan dingin Toan Hoag koh melirik sekejap kearah noia jelek, ia seperti merasa menyesal juga atas perbuatannya itu, namun sebagai seorang perempuan yang tinggi hati, ia tak mau menyerah begitu saja, katanya penuh amarah: "Siapa suruh bocah muda ini membikin hati orang mendongkol dan sama sekali tak tahu diri"
Kakek naga langit yang berada disampingnya segera tertawa tergelak: "Haaahhh.....harahhhha..., nona Toan, tak usah ribut-ribut lagi, biar aku yang minta maaf kepadamu."
"Aaah, disaat keaadan belum jelas dimana kita tak tahu siapa kawan siapa musuh, memang tak ada salahnya bila orang menjadi curiga, masa aku menyalahkan orang.." tukas si nona jelek.
Belum habis dia berkata, Toan Hong koh telah tertawa cekikikan.
"Waaah... waaahhh.... nampaknya pagar makan tanaman, kau sakit hati rupanya karena dia kubanting tadi."
Nona jelek menjadi tersipu-sipu dan menundukkan kepalanya rendah-rendah. katanya sambil menghentakkan kakinya berulang kali;
"Suci, beginikah seorang cici terhadap adiknya?"
Kembali Toan Hong koh tertawa cekikikan.
"Kenapa dengan cici, toh dapat mencegah si adik agar jangan kawin."
Godaan ini semakin membuat jengah si nona jelek sampai ia tak berani mendongakkan kepalanya.
A poo si blo'on yang mendengar nona jelek mau kawin, buru buru berteriak dari samping: "Eeeeh.... eeeeehhh.....nanti dulu sumoay cuma akan kawin dengan aku, siapapun tak boleh merebutnya!"
Seruan ini semakin membuat suasana menjadi kocak, Toan Hong koh tak dapar mengendalikan rasa gelinya lagi sehingga ia tertawa terpingkal-pingkal bahkan si kakek naga langit pun turut tertawa tergelak....
Hanya Sik Tiong giok seorang yang berdiri termangu lebih kurang tiga kaki dari situ ia tidak bergerak maupun berbicara, bahkan lupa pula melarikan diri, ia cuma berdiri tertegun di situ sambil mengawasi beberapa orang yang ada dihadapannya.
Mendadak si kakek naga langit menggapai kearahnya sambil berseru: "Bocah cilik, kemari kau cepat!"
Sik Tiorg giok baru dapat menghilangkan rasa curiga dan bimbangnya setelah melihat toa supeknya turut hadir disitu, mendengar seruan mara ia lantas maju menghampirinya.
Sambil menuding kearah dua orang nona yang berada
dihadapannya, kakek naga langit berkata sambil tertawa: "Mari kuperkernalkan kepadamu, kedua orang ini adalah murid perempuan dari Siong-bee lojin, sirambut tiga kaki Toan Hong kong dan Huan poo cian li (gadis suci berubah-ubah) Li Pong.."
Dengan wajah masih termangu-mangu Sik Tiong-giok
mengiakan, sementara dihati kecilnya berpikir.
"Ooooh, dia bernama gadis suci berubah-ubah, tak heran kalau ia bisa berubah menjadi jelek dan cantik....."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, A poo si bloon telah menimbrung pula.
"Hei orang muda, aku beritahu kepadamu, aku bernama Wan Poo, tapi nama itu tak enak kedengarannya maka panggil saja A poo kepadaku, orang menyebutku Pek lek tui si kaki geledek, tiada tandingannya dikolong langit, mengerti?"
Sambil tersenyum Sik Tiong giok manggut-manggut, katanya.
"Sudah lama aku mendengar nama besarmu, aku memang tahu kau tak ada tandingannya dikolong langit.
Tidak terlukiskan rasa gembira A poo si bloon setelah mendengar ucapan tersebut, ia tertawa terbahak-bahak makin keras.
"Haah haah haah bocah muda, kau memang sangat hebat, kau bisa tahu aku tidak ada tandingannya lagi dikolong langit..."
Dengan gemas Toan Hong koh mendelik sekejap ke arah si bloon, kemudian baru ujarnya kepada kakek naga langit.
"Suhu telah memperhitungkan secara tepat akan kedatangan Seng susiok, agar tidak mengurangi kegembiraannya, lebih baik kita cepat pulang ke rumah!"
"Haah haah haah baik, baiklah, sudah banyak tahun kami memang tak pernah berjumpa, kebetulan sekali aku memang ada maksud untuk memberi salam kepadanya, ayo kita berangkat..."
Tapi baru berjalan sejauh tiga langkah, tiba-tiba ia berpaling ke arah Sik Tiong giok sambil katanya lagi.
"Hei bocah, kenapa kau masih termangu-mangu" Tubuhmu sudah terluka oleh mutiara geledek, jangan dianggap sekarang sehat maka keadaan tidak menguatirkan lagi. Bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung maka seratus hari kemudian kau akan mati dengan sekujur badan menjadi lemah, bila kau tidak cepat mencari pertolongan, akan kulihat apakah kau akan punya muka untuk bersua dengan semua orang" Ayo cepat berangkat!"
Sik Tiong giok baru merasa terkesiap sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia mengikuti dibelakang mereka, tapi dalam hati kecilnya belum juga dapat melupakan si nona jelek Li Peng. Baru berjalan berapa langkah, ia telah berpaling lagi ke belakang.
"Aaaah!" Tiba-tiba saja dia berseru tertahan.
Ternyata Li Peng sudah pergi entah sejak kapan, bahkan pergi tanpa berbekas, tidak heran kalau ia dibikin terkejut sekali.
"Pangeranku, apakah kau sedang mencari sumoay ku?" seru Toan Hong koh sambil tertawa, "dia sudah pergi karena masih ada urusan lain lewat dua hari lagi baru akan pulang, sudahlah kau tak usah kelewat gelisah macam semut dalam kuali panas."
Merah padam selembar wajah Slk Tiorg giok karena jengah, pikirnya kemudian.
"Siapa yang gelisah" Coba kalau bukan untuk menyampaikan rasa terima kasihku, buat apa kucari dia" Cuma ia memang baik sekali sayang tampangrya yang jelek bikin orang tak tahan untuk melihatnya terlalu lama." Walaupun dalam hati kecilnya berpikir begitu, pemuda itu teiap membungkam diri, dengan kepala tertunduk dia mengikuti dibelakang kakek naga langit menuju ke dalam bukit situ.
Tanah perbukitan tersebut amat curam dengan medan yang terjal, setengah harian kemudian mereka baru selesai menelusuri jalan bukit itu, sementara hari sudah terang dan keadaan medan bertambah melebar.
Pepohonan nan hijau dengan kicauan burung yang merdu, membuat semaraknya suasana disitu.
Memandang pemandangan yarg begitu indah Sik Tiong giok merasakan hatinya amat lega dan damai, pada hakekatnya ia merasa bagaikan berada dalam surga loka saja, pikirnya.
"Orang kuno bilang terdapat surgaloka dunia. Betulkah didunia ini terdapat sorga loka?"
Sementara dia masih termangu-mangu, mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat nyaring.
"Haah..haah..haaah... Seng lote sudah kuhitung bahwa kau bakal datang, tentunya kau merasa kagum bukan atas ketepatan perhitunganku ini!"
Bersamaan dengan menggemanya suara itu. muncul pula
sesosok bayangan manusia diatas pohon siong yang berada sepuluh kaki di depan situ, ia duduk bersila diatas sebuah ranting pohon yang amat kecil.
Kejadian ini, dengan cepat membuat Sik Tiong giok jadi terkejut bercampur keheranan. Untuk sesaat dia sampai berdiri melongo dengan mata terbelalak lebar.
Padahal ranting pohon itu kecil lagi ramping, bagaimana mungkin bisa menahan berat badan orang kakek yang begitu besar" Tapi dalam kenyataan, kakek berambut putih itu dapat duduk diatas ranting dengan begitu tenang dan mantap, dari sini dapat diketahui bahwa taraf kepandaian silat yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa.
Ketika mendengar seruan tadi, dari tempat jauh kakek naga langit menyahut.
"Engkoh tua memang dewa di antara manusia, tentu saja perhitungan mu amat tepat, siau te betul betul amat kagum dan takluk"
"Mana-mana, sudah kau bawa kemari anak si anak yatim piatu she Tio tersebut...?" tanya si kakek lagi tertawa.
"Sudah, sudah kuajak kemari sayangnya dia sudah terluka oleh mutiara geledek!"
Sambil berkata, diam-diam ia menjawil ujung baju Sik Tiong giok sambil bisiknya.
"Bocah, cepat memberi hormat kepada Siong hee lo jin!"
Sik Tiong giok tertegun lalu serunya agak tercengang.
"Sapek, kau jangan keliru, aku she Sik bukan dari marga Tio"
"Yaa, aku tahu kau she Sik bocah, tapi aku lebih mengerti kalau kau dari marga Tio, ayo cepat, jangan kau sia-siakan kesempatan baik ini"
Dibawah desakan kakek naga langit, terpaksa Sik Tiong giok maju dua langkah kedepan, setelah memberi hormat katanya.
"Sik Tiong giok menjumpai Siong hee locian pwee"
Siong hee lojin tidak menjawab, dari atas pohon dia awasi seluruh tubuh Sik Tiong giok dengan sinar mata yang tajam bagaikan sembilu.
Sik Tiong giok menjadi sangat keheranan karena tidak mendengar suara jawaban lawan, dalam herannya ia lantas mendongakkan kepalanya, tapi begitu sepasang mata bertemu dengan sorot mata lawan, hatinya bergetar keras, buru-buru ia menundukkan kepalanya lagi.
Kakek tersebut segera tertawa tergelak.
"Haah haah haah Thian tidak menumpas keturunan keluarga Tio, hal ini sungguh merupakan suatu kebahagian untuk kita semua, arwah Tay coa hongte yang berada di alam baka pun dapat merasa tenang dan turut bahagia"
Ucapan tersebut semakin membingungkan Sik Tiong giok, pelbagai ingatan segera muncul didalam benaknya, pikirnya kemudian: "Aneh, benar benar sengat aneh, akukan she Sik kenapa mereka sengaja menganti nama margaku jadi she Tio"
Bahkan ada hubunggannya dengan kaisar Tay cou Hongtee, betul-betul sangat aneh."
Agaknya Siong he lojin dapat membaca suara hati si anak muda tersebut, sambil tertawa terbahak babak ia lantas berkata: "Nak, bukankah kau merasa keheranan" Terus terang saja kukatakan kepadamu, sebenarva kau berasal dari keluarga Tio, tapi didalam kekuasaan kerajaan asing, pengakuan macam begini bisa mengakibatkan bencana bagimu, itulah sebabnya kau harus mengikuti nama marga ayah angkatmu Sik Thian kun untuk sementara waktu"
Sik Tiong giok segera merasa hawa darah yang panas mendidih di dalam dadanya, mendadak ia mendongakkan kepalanya kemudian berseru dengan lantang;
"Lantas siapakah ayahku" Dimana pula ibuku?"
Siong hee lojin menghela nafas panjang: "Aaai, ayahmu sudah lama meninggal dunia, sedang ibumu. ia belum ingin berjumpa denganmu, biar kuberitahukan kepadamu telah waktunya tiba nanti namun dalam seratus hari mendatang kau mesti berdiam disini untuk sementara waktu guna mengobati lukamu, kalau tidak, biarpun kau tahu siapa ibumu, belum tentu ibumu bersedia menjumpaimu, mengerti?"
Sik Tiong giok masih ingin berbicara namun kakek naga langit yang berada disampingnya telah menukas dengan lembut:
"Bocah, kau cepat berterima kasih kepada dia orang tua, bila masih ada persoalan, lebih baik ditanyakan sesudah lukamu disembuhkan nanti.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Sik Tiong giok terus menjura seraya berkata.
"Aku yang muda mengucapkan banyak terima kasih atas petunjuk dari locianpwee"
Song hee lojin tersenyum, kepada Toan Hong koh katanya.
"Hong koh, ajaklah dia pergi ke istana Ciu wa kiong dan siapakan orang yang diperlukan tengah malam nanti aku akan
menyembuhkan luka-lukanya."
Toan Hong koh mengiakan, kepada Sik Tiong giok serunya cepat:
"Saudara cilik, ayo ikut aku!"
Sekali lagi Sik Tiong giok berterima kasih kepada Siong hee lojin, kemudian baru mengikuti dibelakang Toan Hoang koh untuk beranjak pergi dari situ.
Setelah menembusi sebuah hutan lebat, tak sampai sepuluh kaki kemudian mereka telah memasuki kembali sebuah lembah.
Waktu itu matahari baru terbit, aneka bunga tumbuh di sekitar pepohonan yang rindang bunyi kicuan burung bercampur dengan suara air terjun, dikejauhan sana, membuat pemandangan dan suasana benar benar romantis.
Apalagi ketika segulung angin pagi berhembus lewat dan membawa aroma bunga yang harum, ia semakin kesemsem
dibuatnya. Sik Tiong giok berseru tertahan, ia betul-betul dibuat tertegun oleh keindahan alam yang terpapar didepan mata.
Tiba tiba Toan Hong koh berhenti sambil katanya dengan senyum dikulum: "Sesudah lewati hutan pohon siong itu, kita akan sampai di istana Cui wi kiong."
Ternyata mereka berdua telah tiba ditepi tebing, dari tebing tersebut dapat terlihat bangunan rumah ditepi seberang sana.
Sik Tiong giok semakin keheranan Iagi, ia menjadi termangu untuk beberapa saat.
Sambil tertawa Toan Hong koh berseru.
"Sekarang kau cukup mengikuti dibelakangku, jangan sekali kali kau salah melangkah, sebab bisa jadi tubuhmu akan terperosok ke dalam jurang dan mati konyol."
"Disinikan tiada jalan untuk menyeberang" Bagaimana mungkin kita bisa mencapai tepi seberang situ?"
"Dengan ilmu meringankan tubuh yang kau miliki, apa sih susahnya untuk melewati jembatan alam" Coba kau saksikan dulu gerakan tubuhku ini."
Selesai berkata dia lantas melompat terus ke dalam jurang dan meluncur kedepan dengan menginjak diatas awan berjalan.
Gerakan tubuhnya enteng dan cepat rasanya jauh lebih hebat daripada gerakan tubuh kawanan jago biasa.
Ditengah jalan ia berhenti sebentar seraya berpaling, serunya keras keras.
"Saudara cilik, ayo cepat kemari!"
Biarpun Sik Tiong giok agak ragu, namun dia enggan
memperlihatkan kelemahan dihadapan orang terpaksa sambil menggigit bibir dia turut melompat kemuka.
Sesudah kakinya menginjak diatas awan bergerak tadi, ia baru tertawa geli, rupanya di balik awan tadi terbentang dahan pohon siong yang berfungsi sebagai jembatan penyeberangan, pikirnya kemudian.
"Sejak kapan sih nyaliku menjadi kecil" Kalau toh ada tempat berpijak, buat apa aku mesti takut" Cuma pembangunan jembatan alam ini memang luar biasa, bagi mereka yang tak mengetahui keadaan yang sesungguhnya, siapa yang berani mencoba secara sembarangan....?"
Biarpun dalam hati berpikir, kakinya sama sekali tidak berhenti melangkah, awan putih dilewati dengan cepat, angin berhembus disisi tubuhnya, ini membuat anak muda tersebut merasa seolah-olah dirinya sedang terbang diangkasa.
Sangking gembiranya, tanpa terasa lagi ia mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.
Tak sampai seperminum teh kemudian, kedua orang itu sudah menyeberangi jembatan alam.


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba kedengaran suara tertawa orang bergema datang dari arah depan situ: "Sudah puluhan tahun lamanya aku tak pernah berkunjung ke istana Cui wi kiong, rasanya suasana ditempat ini makin lama semakin nyaman saja"
Mendengar ucapan mana Sik Tiong giok berseru kaget, serunya kemudian.
"Cici, bukankah itu siara Thian liong supek" Mengapa ia bisa tiba lebih duluan daripada kita?"
"Yaa dia memang supekmu" sahut Toan Hong koh sambil tertawa. "ia bersama suhuku menyeberang langsung dari tebing Gi pek gay, karena itu bisa tiba lebih duluan"
Belum habis ucapan itu, kedengaran si blo'on A poo sudah berteriak, keras;
"Suci, kalian cepatan sedikit, suhu sedang menantimu untuk menyiapkan arak wangi"
Toan Hong koh mengiakan dan percepat perjalanannya menuju ke puncak bukit.
Tak lama kemudian sampailah Sik Tiong giok di sebuah tebing, dihadapan matanya sekarang terbentang bangunan rumah yang amat megah, didepan pintu gerbang tergatung sebuah papan nama bertuliskan CUI WI KIONG Tiga huruf besar dengan tinta emas yang menyolok.
Mendadak terdergar si blo'on A poo berteriak lagi.
"Hei bocah muda cilik cepatan sedikit kemari"
Baru saja ucapan itu diutarakan, Siong he lojin telah membentak keras.
"A poo, kau tak boleh kurang ajar.."
"Memangnya dia tidak she Siau (kecil)" Lantas aku memanggil apa kepadanya?"
"Kau hanya boleh memanggilnya Pangeran kecil, aaah... tidak, lebih tepat disebut Pangeran Serigala langit"
"Waah, sulit amat untuk disebut, lebih baik aku menyebutnya sebagai... sebagai pangeran cilik saja"
Dalam pembicaraan mana Sik Tiong giok sudah melayang naik ke atas bukit dan tiba di dalam sebuah ruangan yang besar dan lebar.
Bangunan gedung itu sangat bersih dengan perabot yang indah, suasana yang tenang tapi anggun ini sekali lagi membuat Sik Tiong giok termangu.
Si Bloon A poo segeri maju menghampirinya sambil menarik lengannya ia berseru.
"Saudara pangeran Cilik, ayo berangkat, dalam istana Cu wi kiong itu masih terdapat banyak tempat yang menarik, sampai seumur hidup pun tak bakal habis terlihat, nanti bila lukamu sudah sembuh, tentu akan kutemani untuk melihat-lihat sampai puas"
Ketika diusik secara tiba-tiba oleh lelaki bodoh tersebut, Sik Tiong giok terkejut sampai berseru tertahan, namun dia mengikuti juga menuju ke dalam gedung.
Beginilah, sejak hari itu Sik Tiong giok pun berdiam untuk sementara waktu di dalam istana Cui wi kiong.
oooOOOooo PERTAPA nelayan bertangan baja Siau Kun dan Hoa tou bertangan racun Pui Cu yu yang bertugas menyusul Pangeran Serigala, tiba-tiba kehilangan jejak pangeran mereka setibanya di kota Kang ciu. Atas peristiwa ini, dengan nada kesal Pui Cu yu berkata.
"Siau toako coba lihat kita benar benar tak berguna, masa jejak pengejaran bisa lenyap tak berbekas. Jika pangeran sampai terjadi sesuatu, bagaimanakah pertanggungan jawab kita nanti?"
"Apa boleh buat" jawab Siau kun sambi garuk-garuk kepala, lebih baik kita mengejar terus lebih jauh"
Maka berangkatlah kedua orang itu meninggalkan Kang ciu menelusuri pantai telaga Phoa yang oh menuju ke arah barat daya.
Menjelang magrib mereka sudah tiba di tebing Bee-hui-nia, dari situ mereka akan menelusuri jalan raya menuju Kui nia sen yang merupakan jalan gunung yang curam dan berbahaya.
Bagi kebanyakan orang, niscaya mereka akan beristirahat semalam sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya, sebab perjalanan itu terkenal amat berbahaya.
Tapi bagi kedua orang jago-jago persilatan ini, sudah barang tentu jalan gunung macam begitu tak sampai menyulitkan mereka sebab itu mereka putuskan untuk menempuh perjalanan malam ini juga.
Ketika tiba dibukit Bee hui san, malam sudah menjelang tiba, dalam kegelapan yang mencekam seluruh jagad, terpaksa kedua orang itu harus melanjutkan perjalanan dengan mengandalkan ketajaman mata mereka.
Tiba tiba tngin berhembus kencang, menyusul kemudian awan hitam menyelimuti udara.
Sambil memandang cuaca yang semakin memburuk, pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun berseru kepada Pui Cu yu dengan cemas.
"Pui toako bisa celaka kita, bila dilihat keadaan cuacanya, mungkin hujan segera akan turun, mari kita mencari tempat pondok diatas bukit sana"
"Sekarang kita sudah berada ditengah gunung, ke mana harus pergi mencari tempat berteduh?" sahut Pui Ca yu.
Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara bangau berpekik.
"Hei dengar, suara apakah itu?" seru Siau Kun terkejut.
"Seperti pekikan bangau, mungkinkah di atas gunung yang seperti ini terdapat tempat tinggal jago persilatan?"
Sambil berkata ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya dan memperhatikan keadaan disekitar situ, di antara awan hitam yang menggulung-gulung masih terselip sedikit cahaya rembulan di balik awan.
Mendadak Siau Kun menjerit kaget.
"Hei, benar-benar seekor bangau..."
Buru-buru Pui Cu yu ikut berpaling, benar juga diatas sebuah batu cadas berdiri seekor bangau raksasa yang berkepala merah dan betubuh putih mulus.
Waktu itu sang bangau sedang membersihkan bulu-bulu
badannya dengan cakarnya yang tajam.
"Aaai seekor bangau yang amat besar, jarang kulihat bangau sebesar ini." gumam Pui Cu yu "Aaaah,.."
Tiba tiba pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun menjerit kaget lagi.
Buru buru Pui Cu yu berpaling, ternyata di sisi bukit muncul seekor ular hijau yang panjangnya mencapai tujuh delapan depa.
Biarpun mendengar seruan manusia, bangau putih itu hanya berpaling sebentar, lalu ia melihat ular tadi dan segera menangkapnya.
Tapi ular itu amat licik, melihat sang bangau cepat-cepat ular tadi melarikan diri ke dalam gua dan lenyap tak berbekas.
Hebat sekali patukan burung bangau itu. Ketika mengenai batu cadas, hancurlah batu itu menjadi berkeping-keping.
Bangau itu menjadi gusar rupanya karena kehilangan korban, tiba-tiba ia mematuk berularg kali kian kemari, dalam waktu singkat batu cadas seluas enam tujuh depa sudah terpatok sampai hancur lebur.
Berhubung tempat persembunyiannya terbongkar, ular itu berusaha untuk melarikan diri, sayang baru saja kepalanya menongol keluar, patukan si bangau telah tiba, tak ampun ular itu terpatuk kencang.
Tapi ular itu pantang menyerah, dengan tubuhnya sepanjang tujuh delapan depa itu dia melilit sepasang kaki si bangau kencang-kencang.
Bangau itu tidak menjadi gugup, ia patuk kepala ular itu sampai putus, lalu menggerakkan paruhnya berulang kali, dalam waktu singkat tubuh ular tadi sudah terpotong-potong menjadi belasan potong dan ditelan ke dalam perut.
Akhirnya setelah mengebaskan sayapnya dan berpekik keras bangau itu terbang keudara dan lenyap di balik kegelapan sana.
Suasana pulih kembali dalam keheningan malam semakin gelap, angin berhembus makin kencang, tapi pertapa nelayan berdua menjadi tegang sekali atas peristiwa yang baru saja dijumpainya itu.
Entah berapa saat kemudian, Siau Kun baru berbisik:
"Sebenarnya bagi kita orang persilatan beristirahat diudara terbuka adalah kejadian yang lumrah, tapi aku selalu beranggapan bahwa bukit ini mengandung bahaya maut yang amat besar, mari lebih baik kita berteduh untuk sementara waktu dirumah penduduk."
"Akupun berpendapat demikian" sahut Pui Cu yu sambil mengangguk, munculnya bangau sakti itu jelas bukan tanpa sebab, siapa tahu kalau diatas bukit ini memang banyak terdapat binatang beracun."
Sementara pembicaraan berlangsung mereka telah menempuh lagi parjalanan sejauh tiga li lebih.
Tiba-tiba awan hitam membuyar, rembulan yang bersinar terang muncul kembali dari ujung langit.
Dalam remang-remangnya suasana inilah mereka jumpai sebuah bangunan rumah di kejauhan sana.
Siau Kun berdua cepat cepat mendekati rumah itu dan mengetuk pintu berulang kali.
Setelah berteriak setengah harian lebih, dari dalam rumah itu baru kedengaran ada orang menyahut.
"Siapa disitu" Ada urusan apa sih menggendor pintu keras-keras?"
"Kami kemalaman ditengah jalan dan ada maksud untuk menginap semalam disini, harap kau sudi memberi ijin kepada kami untuk beristirahat sebentar"
Orang yang berada di dalam menghela napas panjang, katanya tiba tiba dengan suara lemas.
"Sekarang jiwaku sedang terancam mara bahaya, mau melarikan diri dari sini pun susah, mengapa kalian malah datang menghantarkan diri" Tempat ini sangat berbahaya, kuanjurkan kepada kalian cepat-cepatlah pergi dari sini.
Mendengar perkataan itu si pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun mengira orang itu enggan memberi tempat kepadanya ia menjadi sangat mendongkol sehingga mengetuk pintu lagi berulang kali, namun kali ini tiada suara jawaban dari dalam.
Buru buru Pui Ca yu berseru.
"Saudara Siau mari kita menempuh perjalanan lagi, kalau toh orang lain enggan menahan kita, biarpun kau gedor pintu rumah sampai jebol juga percuma"
"Hmmm, orang-orang disini betul betul tidak berperasaan"
dengus Siau Kun mendongkol.
"Masa mereka tidak berperasaan sama sekaii untuk memberi kesempatan kepada orang guna beristirahat..?"
Belum selesai dia berkata, tiba tiba dari balik rumah kedengaran seseorang merintih dengan penuh penderitaan.
Timbulnya suara rintihan itu dengan cepat memancing rasa ingin tahu dalam hati Siau Kun, ia segera memberi tanda kepada Pui Cu-yu, lalu melompat masuk ke dalam halaman tersebut.
Di tengah halaman mereka jumpai seorang kakek berusia lima puluh tahunan yang rambutnya telah beruban semua sedang berbaring diatas ranjang dengan telanjang dada, wajahnya kelihatan amat lemas dan kuyu..
Ketika orang itu melihat kehadiran Siau Kun, cepat-cepat dia membentak keras;
"Nampaknya kau sudah bosan hidup" Ayo cepat kabur dari sini, apa gunanya kalian malah datang menghantarkan diri?"
Dengan seksama Siau Kun mengamati wajah orang itu, tiba tiba ia menjerit kaget: "Hei. bukankah kau adalah Ki loko" Mengapa bisa jadi begini" Bagaimana kalau ku bantu dirimu?"
"Aku adalah Ki Thian bin siapa pula kau?"
"Saudara Ki, masa kau tidak mengenali diriku lagi" Aku adalah Siau Kun."
Sambil menjawab selangkah demi selangkah dia berjalan menghampirinya.
Ki Thian bin kelihatan sangat gelisah, dengan suaranya yang parau ia berseru: "Hei, kau cepat berhenti, jangan dekati aku jika berani mendekati tiga depa dariku, hal ini akan mendatangkan celaka kepadamu, lebih baik cepatlah pergi"
Siau Kun segera berhenti sesudah mendengar perkataan itu, tanyanya tercengang: "Saudara Ki, sebenarnya apa yang kau alami" Bagaimana caranya menolongmu?"
Sekali lagi Ki Thian bin merintih kesakitan.
"Aku terkena racun jahat, barang siapa mendekati aku sampai jarak tiga depa maka dia akan ketularan, sekarang aku sedang berjuang untuk mempertahankan hidup, kau tak akan punya cara baik untuk menyelamatkan jiwaku"
"Biar tak ada cara yang baik pun harus dicoba juga, memangnya kau suruh aku berpeluk tangan saja melihat kau menderita"
Diluar sedang menanti Hoa tou bertangan racun, siapa tahu dia dapat memunahkan racun dari tubuhmu?"
"Aaaai, aku rasa dia pun belum tentu mampu" kata Ki Thian bin sambil menghela napas.
"Biar kuundang dia masuk kemari..." ucap Siau Kun kemudian.
Selesai berkata ia membalikkan badan dan maju ke muka, tapi belum berapa langkah, mendadak dari belakang tubuhnya kedengaran seseorang membentak: "Berhenti kalau toh sudah sampai disini, kau kira masih bisa pergi dengan selamat?"
Mendengar ucapan mana Siau Kun berhenti sambil membalikkan badan. Dibawah sebatang pohon kecil dekat pembaringan tadi, kini telah berdiri seorang nyonya muda bertubuh telanjang, ia hanya memakai selembar kain sutera saja hingga kulit badannva yang putih mulus nampak amat nyata.
Siau Kun terhitung seorang pendekar budiman belum pernah ia saksikan seorang perempuan dengan dandanan yang begitu merangsang seperti apa yang disaksikan sekarang, tak kuasa lagi wajahnya menjadi merah padam, bentaknya kemudian sambil menundukkan kepala.
"Siapa kau?" Perempuan cantik bertubuh bugil itu tertawa cekikikan; Biar pun kau tidak kenal aku, tapi aku tahu kau adalah penghianat dari Siu lo pang yang bernama Siau Kun, betul bukan?"
"Aku orang she Siau tak pernah berganti nama, betul, aku memang Siau Kun, siapa pula kau?"
"Pernah kau dengar nama Coa ci mo li (perempuan iblis sakti)"
Nah, akulah orangnya..."
Peluh dingin seketika jatuh bercucuran membasahi tubuh Siau Kun setelah mendengar nama Iblis perempuan ular sakti tersebut, dengan membelalakkan matanya lebar-lebar dia awasi perempuan itu lekat lekat...
Benar juga, diatas pohon tadi tampak dua ekor ular raksasa berwarna merah melingkar disitu, ular ular itu nampak mengerikan sekali keadaannya.
Perlu di ketahui, Perempuan iblis ular sakti adalah seorang gembong iblis yang angkat nama bersama-sama Siau lo ya hud pada puluhan tahun berselang, kalau dihitung-hitung ia sudah berusia delapan puluh tahun, namun nampaknya sekarang ia seperti baru berusia dua puluh tahunan saja.
Kejut dan terkesiap si Pertapa nelayan bertangan baja Siau Kun melihat kejadian ini, untuk sesaat dia sampai berdiri tertegun dengan wajah termangu.
Perempuan iblis ular sakti melirik sekejap ke arahnya, kemudian tersenyum, tangannya meraba kepalanya secara tiba tiba dan apa yarg terjadi.." Ternyata rambut yang berada dikepalanya itu terdiri dari beratus ratus ekor ular kecil berwarna hitam.
Dia menangkap seekor ular hitam kecil kemudian bermaksud dilemparkan ke arah Siau Kun.
Mendadak Ki Thian bin membentak keras.
"Kau sudah cukup mencelakaiku, sekarang mengapa kau hendak mencelakai jiwanya pula" Ayo cepat kau lepaskan dia"
"Huh, enak benar perkataanmu itu. siapa suruh dia masuk sendiri kemari" Apalagi dia adalah penghianat dari Siu lo pang, mana mungkin aku bisa mengampuni jiwanya?"
"Kau toh bukan berasal dari Siu lo pang, apa urusannya denganmu" Lebih baik biarkan saja dia pergi."
Perempuan iblis ular sakti mendengus dingin.
"Hem! Tidak bisa, pokoknya setiap orang yang pernah melihat tubuhku yang bugil maka dia harus mati, bila ingin hidup boleh saja, kecuali dia bersedia menyanggupi sebuah syaratku."
"Hmmm! Kau maksudkan seperti aku, tunduk dibawah gaunmu dan merasakan penderitaan akibat racun ular yang menyerang hati?" dengus Ki Thian bin dingin.
Perempuan iblis ular sakti tertawa.
"Apalah artinya merasakan sedikit penderitaan selama beberapa hari ini" Toh lewat berapa hari lagi kau masih tetap merupakan seorang lelaki yang gagah dan kuat."
"Lelaki gagah apa?" seru Ki Thian bin sambil tertawa getir, paling banter menjadi tengkorak racun yang seluruh badannya penuh dengan racun ular"
Kembali perempuan iblis ular sakti mendengus.
"Hmm, aku tak ambil perduli apa yang hendak kau katakan, pokoknya aku tak bisa melepaskan dia pergi"
Dalam pembicaraan tersebut, mendadak dia mengulapkan tangannya, seekor ular kecil segera meluncur ke arah Siau Kun dengan kecepatan luar biasa.
Waktu itu, biarpun, Siau Kun merasa terkejut bercampur seram, bahkan sadar kalau masalah ini tak akan selesaikan secara baik-baik, namun ia tak menjadi gentar, diam-diam hawa murninya dihimpun untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Begitu merasakan musuhnya mulai menyerang, cepat ia
melompat kesamping dan melepaskan sebuah pukulan gencar.
Segulung angin pukulan yang sangat kuat langsung menyambar kemuka dan persis menghantam diatas tubuh ular kecil itu.
"Plaaakkk!" Ular kecil itu segera tergeletak di atas tanah dan tidak berkutik lagi.
"Wouw, kau memang tidak malu disebut tangan baja" pekik Perempuan iblis ular sakti sambil berseru tertahan, "nampaknya kemampuanmu cukup hebat juga. Bagus, sekarang coba kau rasakan lagi barisan selaksa ularku ini."
Sementata berbicara, tiba tiba ia menggelengkan kepalanya dalam waktu singkat bau amis menusuk hidung, seketika itu juga muncul selapis awan hitam yang langjung mergurung tubuhnya.
Siau kun sudah menduga ia bakal menghadapi serangan
rombongan ular secepat petir sepasang tangannya diayunkan berulang kali.
Deruan angin serangan segera memekikkan telinga, serangan kelompok ular itu terhadang untuk sementara waktu, tapi ini tidak bertahan terlalu lama. sebab makin lama ia bertahan semakin berat datangnya tekanan, di mana pada akhirnya toh akan kena juga serangan musuh.
Pada saat inilah mendadak tampak sesosok bayangan manusia melompat masuk dari pintu depan, begitu tiba di halaman tengah, tangannya digetarkan melontarkan segenggam pasir lembut.
Kalau dibilang memang aneh sekali, pasir pasir lembut tersebut sesungguhnya dilontarkan tanpa menggunakan sedikit tenaga pun, tapi mampu untuk mengendalikan kawanan ular kecil tersebut.
Seekor demi seekor ular ular itu mulai melingkar diatas tanah dan tidak berkutik lagi.
Mula mula perempuan iblis ular sakti merasa terkejut, tapi setelah melibat jelas siapa yang datang mendadak dengan kening berkerut ia membentak.
"Pui Cu yu, lagi lagi kau yang telah merusak permainanku, Hmm, hutang piutang kita pada tiga puluh tahun berselang harus diperhitungkan semua hari ini"
Orang yang datang memang tak lain adalah Hua tou bertangan racun Pui Cu yu, rupanya dia merasa tak sabar menunggu terlalu lama didepan pintu, ketika mendengar suara ribut dari halaman dalam, maka dia pun menyusul ke dalam.
Ketika baru masuk ke halaman tadi, ia sudah melihat bagaimana Siau Kun terkurung oleh kawanan ular, dalam keadaan begini, tanpa berpikir panjang lagi dia merogoh ke dalam sakunya dan menghamburkan segenggam pasir lembut.
Pasir itu bukan sembarangan pasir, yang lebih tepat adalah bubuk belerang, padahal musuh utama ular adalah belerang tak heran jika kawanan ular tersebut pada bubar dengan cepat.
Pui Cu yu memang secara khusus membuat pasir lemut itu dengan bubuk belerang, tujuannya tak lain untuk menghadapi perjalanan ditengah bukit yang luar.
Tentu saja mimpi pun dia tak menyangka kalau bubuk belerang tersebut justru telah dipergunakannya hari ini untuk menyelamatkan Siau Kun dari kepungan musuh.
Tapi justru dengan perbuatannya ini, hal tersebut malah memancing perasaan dendam perempuan iblis itu.
Pui Cu yu baru terperanjat sesudah mendengar perkataan itu pikirnya;
"Celaka, kenapa dulu tak mau bertemu, justru dalam keadaan seperti ini aku harus bertemu lagi dengan musuh bebuyutanku ini, besar-benar sialan"
Tapi setelah saling berhadapan muka, tentu saja ia tak bisa menghindarkan diri Iagi, sambil tertawa paksa, katanya kemudian: "Soh kim, benar-benar tak kusangka kau telah muncul kembali di daratan Tionggoan"
Perempuan iblis ular sakti mendengus dingin.
"Hmm, kau anggap aku sudah mampus" Kalau begitu aku turut kecewa oleh harapanmu itu"
"Aaai.. masa aku berani berpikir demikian" Aku tak lebih hanya berharap agar kau bisa bertobat serta kembali kejalan yang benar, sungguh tak disangka.."
"Sungguh tak disangka perbuatanku makin lama semakin menjadi bukan" Hmmm.. hmmm.... tiga puluh tahun berselang kau telah menghancurkan seribu ekor ular dan ratusan ekor binatang beracunku, hari ini lagi lagi kau menghancurkan ular hijauku, hmmm.... hutangmu sudah kelewat bertumpuk,
pokoknya hari ini mesti kau lunasi semua."
"Soh-kim" kembali Pui Cu yu berkata sambil tertawa paksa, "kau mesti tahu siapa berani berbuat kejahatan maka dia pasti akan menerima ganjaran yang setimpal"
"Hmmm, aku justru tidak percaya dengan segala macam hukum karma, bila ada, maka hukum karma hanya berlaku untukmu!"
Dalam pembicaraan mana, mendadak ia bersiul keras menyusul tangannya diulapkan.
Seketika itu juga tercium bau amis yang menusuk hidung menyelimuti daerah sekeliling tempat itu, mula-mula kedengaran Ki Thian bin membentak keras, menyusul kemudian kedengaran Pui Cu yu mendengus tertahan.
Menanti Siau Kun berpaling lagi ketengah arena, ia segera dibikin tertegun.
Rupa kedua ekor ular raksasa berwarna merah yang semula melingkar diatas pohon kecil itu, entah sejak kapan tahu-tahu menerjang datang.
Yang seekor langsung melingkar dibawah pembaringan di mana Ki Thian bin berbaring, sedangkan yang lain melilit tubuh Pui Cu yu, terutama sekali lidahnya yang merah, persis menempel dibawah tengkuk orang itu sehingga keadaannya nampak sangat mengerikan.
Mendadak Ki Thian bin bangkit berdiri, kemudian serunya dengan penuh amarah.
"Pek Soh kim, aku benar-benar tidak menyangka kalau hatimu begini keji..."
PEREMPUAN iblis ular sakti tersenyum, sambil membelai seekor ular hijau kecil katanya: "Sekarang, kau sudah tak dapat hidup lebih lama lagi setiap saat kau bisa mampus, buat apa sih kau masih saja mencampuri urusan orang lain" Betul betul suatu perbuatan yang bodoh"
Ki Thian bin mendengus "Hmm, aku tahu bahwa aku pasti mampus, tapi aku tak sudi menyaksikan kau berulah terus melakukan kebrutalan demi kebrutalan"
Pui Cu yu yang sedang dililit ular sebetulnya sedang mengerahkan tenaganya untuk memberi perlawanan, tiba tiba ia membuka matanya lebar lebar, kemudian ujarnya dingin;
"Saudara Ki tidak seharusnya mencampuri urusan seperti ini menghadapi manusia yang tidak tahu perasaan macam dia mana mungkin kita bisa membikin terang duduknya persoalan"
Kuanjurkan kepadamu lebih baik lanjutkan saja pengerahan tenaga dalam mu untuk melawan racun, asalkan kita bisa bertahan selama beberapa jam. asal aku Pui Cu yu tak sampai mampus, pasti akan kuobati sampai sembuh betul"
Mendengar perkataan ini Ki Thian bin segera terbungkam dalam seribu bahasa, sebaliknya Pertapa nelayan bertangan besi Siau Kun yang ada disampingnya jadi naik pitam, mendadak ia maju ke depan kemudian melepaskan sebuah bacokan ke muka.
Dengan cekatan Perempuan iblis ular sakti berkelit ke samping lalu melemparkan ular kecil itu ke depan Bersamaan waktunya ular raksasa berwarna merah yang semula melingkar disisi badan Ki Thian bin, ikut menyerang pula ke depan.
Pui Cu yu menjadi sangat terperanjat, serunya tertahan:
"Saudara Siau, cepat pergi hati-hati dengan ular beracun itu.."
Berada dalam keadaan demikian, sekalipun Siau Kun ingin pergi pun tak mungkin akan berhasil, apalagi setelah dikepung oleh dua ekor ular yang luar biasa, terpaksa dia mesti mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk memutar sepasang tangan besinya dan bertarung mati-matian melawan kedua ekor ular tersebut.
Permainan ilmu pukulannya memang cukup tangguh, angin serangan segera menderu-deru menyelimuti angkasa.
Mendadak.... Plaaaaak! Ular hijau kecil itu kena terhajar telak sehingga roboh ke atas tanah sesudah berkejetan berapa kali akhirnya tak berkutik lagi untuk selamanya.
Baru Siau Kun bisa menghembuskan napas lega sesudah berhasil membunuh seekor ular, tiba tiba Siau Kun merasakan sepasang kakinya menjadi kencang, kemudian tubuhnya roboh terjungkal ke atas tanah.....
Ternyata ia sudah dililit oleh ular raksasa merah itu, bahkan sepasang lengannya turut dibelenggu pula erat-erat. Dalam posisi demikian. Siau Kun benar-benar mati kutu, terpaksa dia menghembuskan napas panjang sambil memejamkan matanya rapat rapat.
Menyaksikan ke tiga orang tawanannya, perempuan iblis ular sakti segera tertawa terbahak bahak, serunya: "Sekarang, kalian tak usah menyalahkan diriku lagi siapa suruh kalian datang sendiri mencari penyakit, sekarang kamu berdua akan kusegap dulu selama tiga hari kemudian baru akan kuhisap darah murni kalian untuk menciptakan obat kuat bagiku, cuma kalian tak usah kuatir aku tak bakal akan merenggut jiwa kalian semua.
"Lebih baik kau bunuh kami semua !" teriak Ki Thian bin keras keras.
"Wah, itu namanya terlalu keenakan bagi kalian semua.."
Seusai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Ke tiga orang yang terbelenggu ditengah halaman cuma bisa saling berpandangan dan tertawa getir, sesudah menghela napas panjang akhirnya semua orang membungkam dalam seribu bahasa.
oooOOOooo WAKTU itu Ngo oh pangcu Ban Su ki merasa amat tak lega ketika melihat pangeran ciliknya pergi seorang diri, maka diapun mengutus Ki Beng serta ke lima orang muridnya untuk berangkat meninggalkan bukit.
Biarpun Ki Beng adalah keturunan dari keluarga persilatan, namun setelah untuk pertama kali menerima tugas berat ia merasakan begitu berat beban yang dilimpahkan keatas pundaknya.
Selesai berunding dengan kelima orang muridnya mereka memutuskan perjalanan dengan jalan menyaru, dengan demikian jejak mereka tak sampai menarik perhatian orang banyak.
Berapa hari kemudian, ditepi pelabuhan Bok sik kang dikota Heng ciu, berlabulah sebuah kapal kecil, dari dalam perahu itu muncul enam orang sastrawan yang katanya hendak pergi ketenaga Keng gwan oh, cuma mereka tanyakan kepada orang justru jalan menuju ke kota Sam tok.
Kedua tempat ini terletak satu di timur yang lain di barat sebetulnya tak masuk di akal untuk ditanyakan bersama meski ada berapa orang yang segera menganggap mereka sinting, untung juga masih ada berapa orang yang berbaik hati untuk menerangkan kepada mereka.
Sesudah peroleh keterangan, mereka berenam baru tahu kalau obrolan mereka sudah tidak benar, tak heran jika sampai ditertawakan orang banyak.
Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, tibalah mereka ditengah tanah perkumpulan Kiu nia san, bukan saja jalanan makin sukar, bahkan penuh dengan jalan cabang.
Lama kelamaan Ki Beng jadi tertegun sendiri setelah menempuh perjalanan sekian lama, gumannya tiba tiba: "Sekarang kita harus pergi kemana?"
"Bukankah saudara Ki bilang akan pergi ke Sam tok?" sela Song Cing; seorang anggota perkumpulan.
"Tapi disini penuh dengan persimpangan jalan, jalan yang manakah akan tiba di Sam tok?"
"Lebih baik kita tanyakan kepada orang saja, bukankah segera akan kita ketahui?" Go Heng, aanggota yang lain menimpali.
Ki Beng menghela napas panjang: "Ai ditempat ini begini sepi dan terpencil, kita mesti bertanya kepada siapa?"
Si tikus air Cuan Siu tiba tiba menuding ke muka sambil serunya keras keras: "Coba lihat, bukankah dimuka sana ada sebuah kuil"
Lebih baik malam ini kita menginap disitu, besok pagi baru mencari jalan sambil meneruskan perjalanan, bukankah ini lebih baik?"
Mendengar ucapan itu, Ki Beng segera memandang ke depan arah yang ditunjuk.
Kurang lebih setengah li didepan mereka terbentang sebuah hutan yang lebat diujung hutan muncul sebuah bangunan rumah, ketika segulung angin berhembus lewat terbawa suara pembaca doa yang lirih, ternyata tempat itu benar-benar sebuah tempat beribadah.
Ki Beng menjadi sangat gembira, tak sempat menyapa rekan rekannya lagi ia segera berlarian lebih dulu ke depan.
Kelima orang rekannya tak berani berayal, serentak mereka mengikuti dibelakangnya.
Tak selang berapa saat kemudian sampailah ke enam orang itu didepan pintu kuil, ketika mendongakkan kepalanya, terbaca lima huruf besar tertera diatas pintu, tulisan itu berbunyi: Lay Kian Cing Keng Si.
Keenam orang itu asing berpandangan sekejap, kemudian melangkah masuk ke dalam ruang kuil.
Seorang padri penerima tamu menyambut kedatangan mereka diluar kuil sambil menyapa.
"Apakah sicu sekalian hendak datang memasang hio" Sayang sekali waktu sudah malam."
"Oh maaf," buru-buru Ki Beng berkata, "kami enam bersaudara tersesat dijalan, karena itu kami punya rencana untuk menginap semalam saja disini apakah diperbolehkan?"
"Kuil kami menerima derma dari segala penjuru orang tentu saja akan menerima segala penjuru orang silahkan sicu sekalian masuk ke dalam."
Mereka berenam dipersilahkan masuk ke dalam ruang tamu, di mana seorang pendeta cilik datang menghidangkan air teh.
Ketika mereka selesai membersihkan badan, hidanganpun segera dipersiapkan.
Padri penerima tamu ini bernama Kak it. bukan cuma sopan santun pelayanannya pun amat menarik hati, ini membuat Ki Beng sekalian merasa amat gembira.
Ketika mereka sudah selesai bersantap Kak it menghantar mereka menuju ke kamar untuk beristirahat, barulah saat itu dia minta diri kepada semua orang.
Kamar tersebut diatur sangat rapi dengan dinding penuh oleh lukisan orang kenamaan, baik perabot maupun peralatan semuanya mewah dan rapi.
Song Kim, meski cuma seorang anggota perkumpulan biasa, namun ia pernah bersekolah dulu, memandang semua benda yang ada di dalam ruangan tersebut, tiba tiba katanya: "Saudara Ki, coba kau lihat keadaan dalam kuil ini, terutama sikap serta cara berbicara padri si penerima tamu tadi, jelas dia adalah seorang terpelajar, cuma anehnya, mengapa tergantung lukisan macam begini disini. Bukankah kehadiran lukisan lukisan tersebut sama artinya dengan mencorengkan muka sang Buddha?"
Mendengar ucapan mana Ki Beng segera mengamati seluruh ruang kuil itu dengan seksama, benar juga ditimur terdapat jendela pintu di sebelah selatan, pada dinding selatan tergantung lukisan hujan gerimis di kota Siang yang, didinding utara tergantung lukisan Ong Gi menikmati saliu sedangkan dibagian tengah justru tergantung lukisan delapan dewa menyerang samudra.
Memandang kesemuannya itu, dia pun manggut-manggut sambil menyahut.
"Yaa, memang kurang cocok dengan kehadiran lukisan-lukisan itu, mungkin saja orang lain mempunyai suatu maksud tertentu."
"Traaang!" Belum habis dia berkata, si tikus air Cuan Siu telah mengambil sebuah lonceng kecil dan memukulnya pelan.
Belum lagi suara itu lenyap, mendadak lukisan delapan dewa menyeberang samudra itu telah melesak masuk beberapa depa dari posisi semula ...
Kejadian tersebut tentu saja sangat mengherankan semua orang, hingga untuk sesaat semua orang berdiri tertegun.
"Tak heran kalau mereka menggantungkan lukisan tersebut disini" kata Si tikus air Cuan Siu kemudian sambil tertawa,
"nampaknya lukisan delapan dewa menyebrangi samudra memang sebuah benda mestika nyatanya begitu genta
dibunyikan, lukisan itu menjadi hidup dengan sendirinya."
"Sam suheng" seru Wan Kui sambil tertawa, "coba kau pukul berapa kali lagi, mari kita lihat apakah delapan dewa benar-benar dapat memperlihatkan kehebatan"
Sebenarnya Ki Beng hendak menghalangi perbuatan rekan-rekannya itu, sayang terlambat, tahu-tahu si tikus air Cuan Siu telah memukul genta itu sekali lagi "Traang.!"
Kali ini suara genta tersebut kedengaran jauh lebih keras dan nyaring...
Belum reda suara genta itu Ki Beng melihat seorang hwesio cilik sedang melongok ke dalam kamar mereka, karenanya cepat cepat dia berseru;
"Saudara Cuan. jangan nakal, kalau sampai mengagetkan semua padri, kita kan rikuh.."
Belum habis dia berkata mendadak genta itu sudah berbunyi tiada hentinya. Traang...traang...traang...
Menyusul tiga kali suara genta itu bergema, terdengar suara gemerincing nyaring berkumandang memenuhi ruangan.
Bersamaan waktunya, lukisan delapan dewa. menyebrang samudra itu menggulung sendiri secara otomatis kemudian muncul sebuah pintu kecil diatas dinding, didepan pintu berdiri pula seorang gadis yang cantik jelita. Ketika perempuan itu melihat kehadiran orang itu, ia menjerit keras dengan perasaan kaget bercampur tercengang, kemudian buru buru
mengundurkan diri masuk kembali ke dalam pintu kontan saja berteriak keras "Waduh celaka, kenapa dalam kuil bisa muncul perempuan" Kalau begitu, hwesio hwesio yang berada disini bukan orang baik baik."
"Betul" teriak Ki Beng pula "saudara sekalian, persiapkan senjata, ayo kita terjang keluar"
Tapi wan Kui telah menjerit kaget: "Aduh celaka, pintunya lenyap secara mendadak, kita harus menerjang kemana"
Mendengar seruan itu, Ki Beng segera berpaling.
Benar juga, pintu dimana mereka masuk ke dalam ruangan tadi kini sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya disitu hanya muncul lapisan dinding berwarna hitam malah semua lukisan yang semula tergantung diatas dinding pun kini sudah tak nampak lagi bayangannya.
Tak terlukiskan rasa terkejutnya semua orang setelah menghadapi keadaan seperti ini, buru-buru mereka mendekati dinding tersebut dan mencoba untuk mendorongnya, alhasil usaha tersebut sia sia belaka sebab lapisan dinding sama sekali tak bergerak.
Dengan demikian, kecuali pintu kecil menuju ke ruang rahasia, pada hakekatnya di dalam ruangan tersebut sudah tidak tersedia pintu lain.
Mendadak Ki Beng berseru: "Kita semua benar tolol, bukankah didepan mata terdapat jendela" Mengapa kita tidak keluar dengan menerobos jendela?"
Mendengar perkataan itu, semua orang serentak lari menuju ke jendela dan mendorongnya sekuat tenaga. Namun sekali lagi ia dibikin kecewa.
Ternyata meski jendela terdapat diempat penjuru, namun semuanya sudah terkunci dari luar, mendingan kalau terbuat dari kayu, nyatanya semua kerangka daun jendela terbuat dari besi baja dengan terali yang rapat sekali.
Berapa orang di antara mereka mencoba untuk merenggangkan terali besi itu, namun jangan lagi untuk mematahkannya, bergerak pun tidak.
Didalam keadaan seperti ini, semua orang hanya dapat saling berpandangan belaka, tak seorangpun di antara mereka yang bisa menemukan cara terbaik untuk meloloskan diri.
Tiba-tiba si tikus air Cuan Siu mengawasi pintu rahasia diatas dinding itu dengan termangu, kemudian serunya: "Saudara sekalian, aku pikir bila rejeki pasti bukan bencana, kalau bencana kita tak akan dapat menghindarinya, kini semua jalan sudah buntu, tiada orang yang memperdulikan kita pula, menurut pendapatku lebih baik kita menerobos masuk ke dalam pintu rahasia itu saja, coba kita lihat apa gerangan yang terdapat didalamnya."
Semua orang segera termenung sambil memikirkan ucapan mana, akhirnya setiap orang berpendapat bahwa kecuali cara tersebut, rasanya memang tiada cara lain yang terbaik lagi.
Maka Ki Beng pun berkata: "Ya terpaksa kita memang harus berbuat demikian, aku rasa dengan kemampuan kita berenam masih cukup tangguh untuk menerobos keluar dari sini"
Berhubung tiada pendapat lain yang lebih baik lagi. maka dipimpin oleh si tikus air Cuan Siu, berangkatlah mereka menerobos masuk ke dalam pintu kecil tersebut.
Dibalik pintu merupakan undak-undakan batu sebanyak puluhan buah kemudian terbentang sebuah lorong yang sangat panjang dan gelap gulita sehingga tak nampak kelima jari tangan sendiri, seakan akan mereka sedang berjalan di antara himpitan dua belah dinding saja.
Untung saja setelah menempati perjalanan sejauh lima puluhan langkah, diatas dinding tergantung sebuah lentera yang lamat-lamat menerangi keadaan disekeliling tempat itu.
Kemudian setelah menempuh perjalanan sejauh ratusan langkah lagi, didepan sana muncul pula undak undakan menuju ke atas dari bagian atas itulah sinar terang menyorot masuk.
Semua orang bersama sama muncul dari atas lubang itu ternyata jalan keluar berada dibelakang sebuah gunung gunungan.
Waktu itu rembulan sedang bersinar terang di angkasa, pemandangan disekeliling situ kelihatan amat jelas.
Disitu terdapat sebuah kebun bunga yang indah dengan sebuah jalan beralas batu membentang ke muka. dikedua belah sisi nya ditanami aneka macam buuga.
Pada saat mereka sedang berjalan sejauh empat lima langkah dari gunung-gunungan itulah mendadak terdengar seseorang tertawa seram: "Heeehh..heehh...aku lihat sicu sekalian benar-benar amat santai....."
Munculnya suara tertawa seram ini amat mengejutkan semua orang sehingga mereka bersama-sama berpaling ke arah mana berasalnya suara tertawa itu.
Ternyata dihadapan mereka lebih kurang sejauh berapa kaki berdiri sebuah gedung yang megah pada undak-undakan gedurng itulah duduk bersila seorang hwesio gemuk yang berwajah bengis dan bertubuh kekar, dia bertelanjang dada dan berkaki telanjang sedangkan disisinya terletak sebuah sekop.
Disisi hwesio tersebut berdiri dua orang perempuan muda berwajah cantik yang masing-masing mengenakan mantel merah, kedua orang perempuan itu baru berusia duapuluh tahunan, wajah maupun gerak geriknya amat genit dan jalang.


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Song Kim yang melihat kejadian ini segera membentak keras:
"Hwesio yang tak tahu diri, perbuatanmu benar-benar tidak senonoh, bukannya bersembahyang dalam ruang kuil kau justru menyembunyikan perempuan muda di dalam kuil, tahukah kau akan hukum kerajaan?"
Hwesio itu tertawa tergelak.
"Haaahh.. haaahh, inilah yang dinamakan jalan kesorga tersedia kalian enggan melewatinya, jalan ke neraka tertutup kalian justru mencarinya kau kira hukum kerajaan bisa berbuat apa terhadap
Hud yamu" Huuuh, lebih baik tak usah menyinggung soal semacam itu."
Ketika mendengar seruan tersebut, semua orang menyadari keadaan yang tidak menguntungkan, tergopoh-gopoh mereka meloloskan senjata
masing-masing dan berusaha menyerobot keluar dari pintu. "Teeeng.."
Bersamaan dengan bergemanya suara kencreng, tiba- tiba saja semua orang merasakan kakinya menjadi mengencang lalu roboh bergelimpangan diatas tanah, makin keras mereka meronta makin kencang tubuh mereka terbelenggu. Rupanya diatas permukaan tanah telah dipersiapkan sebuah jaring yang amat kuat, biarpun Ki Beng sekalian memiliki kepandaian silat yang ampuh, semua kemampuan tersebut tak ada gunanya.
"Teeeng..." Kembali terdengar kencrengan yang berbunyi nyaring, tiba tiba muncul enam hwesio dari semak belukar serentak mereka menerkam ke arah Ki Beng sekalian, lalu membelenggu mereka semua diatas sederet pohon dekat pohon-pohonan.
Padri bengis itu kembali tertawa terbahak-bahak sambil bangkit berdiri, dia memutar senjatanya bersiap siap mencabut nyawa keenam orang itu.
Dalam keadaan yang amat kritis tiba-tiba dari kejauhan sana terdengar bunyi bangau yang berpekik nyaring.
Ki Beng sekalian yang terbelenggu dalam keadaan demikian hanya bisa saling berpandangan saja, kemudian baru mencaci kalang kabut.
Biarpun diumpat habis habisan padri bengis itu sama sekali tidak menjadi gusar malah sebaliknya ia tertawa terbahak bahak lalu katanya: "Kalau kulihat tampang tampang kalian agaknya sih mirip anggota persilatan, tapi cara kalian kok macam pelajar rudin saja mampunya cuma mengumpat orang saja....."
"Keledai gundul yang tak tahu malu" bentak ikan hiu Song Cing dengan gusar. "kau telah menawan kami dengan akal busuk, perbuatan semacam ini bukan perbuatan seorang enghiong hohan, biar matipun toaya sekalian tak akan takut"
Kembali padri bengis itu tertawa terbahak-bahak.
"Sebentar lagi kalian akan menjadi tamu agung di akhirat, mau takluk atau tidak perduli amat dengan diriku."
"Biar toaya sekalian mampus, kami jadi setanpun tetap akan mengejar sukmamu" teriak si ikan elang Go Heng.
"Bagus bagus sekali" kata padri bengis itu sambil tertawa
"selama hidupku sudah banyak pertarungan yang kualami, tapi belum sekalipun bertarung dengan setan, kalau memang begitu silahkan kau berangkat duluan cepat cepatlah jadi setan dan nanti kita bertarung sampai puas."
Seusai berkata dia mengambil setumpuk kencrengan dari sisi tubuhnya lalu diayunkan kemuka, segulung cahaya kuning langsung menyambar tubuh Go Heng.
Ketika melihat datangnya sambaran benda kuning itu, sebetulnya Go Heng berniat menghindarkan diri. apa mau di kata tubuhnya terikat kencang-kencang diatas pohon, jangan lagi berkelit, untuk merontapun tak mampu.
Belum lagi ia menjerit, cahaya kuning itu sudah menyambar tiba, batok kepalanya berikut batang pohon terpapas putung dan rontok keatas tanah, percikan darah segar memancar sampai ketinggian dua sampai tiga depa.
Kembali terdengar suara gemerincing yang amat nyaring.
Cahaya kuning itu menumbuk keatas gunung-gunungan lalu rontok keatas tanah, ternyata benda itu hanya merupakan kencrengan belaka. Ilmu kencrengan yang demikian dahsyatnya itu seketika membuat Ki Beng sekalian tertegun saking kagetnya, mereka lupa berteriak ataupun mengumpat, yang bisa dilakukan hanya memandang lawan dengan mata terbelalak dan mulut melongo.
Sakali lagi padri bengis itu tertawa terbahak bahak, agaknya dia menganggap Ki Beng sekalian sebagai sasaran untuk latihan senjatanya.
Dengan suatu gerakan yang sangat enteng bagaikan seekor burung walet yang terbang di angkasa dia melejit keudara sambil meloloskan senjata kencrengnya, lalu dengan gerakan
menyambar bintang mengejar rembulan secara beruntun ia melepaskan kencreng demi kencrengan secara gencar.
Dalam waktu singkat lima anggota perkumpulan Juan Peng itu tewas di ujung senjata lawan dan kini tinggal Ki Beng seorang yang masih hidup.
Kembali padri bengis itu tertawa seram kala tubuhnya melompat ke udara dan siap melepaskan senjatanya yang terakhir.
Dalam keadaan yang kritis itu suara pekikan bangau kembali berkumandang, dengan perasaan terperanjat terburu buru hwesio itu menarik serangannya.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu yang amat singkat, seandainya pekikan burung bangau itu tidak
berkumandang pada saat yang bersamaan mungkin selembar nyawa Ki Beng telah melayang dari raganya.
Padri bengis itu agak tertegun sebentar, lalu sambil mendengus sekali lagi ia mengayunkan tangannya ke depan cahaya kuning kembali menyambar ke depan.
Menyaksikan keadaan tersebut Ki Beng segera berpekik di hati:
"Habis sudah riwayatku kali ini. kalau diingat ingat keluarga Ki belum pernah melakukan perbuatan terkutuk, sekalipun kami termasuk keluarga persilatan tapi mengapa aku harus mengalami nasib setragis ini, padahal nasib orang tuaku belum jelas, haai...."
Sementara ia masih mengeluh, pekikan burung bangau itu kembali terdengar secara tiba tiba menyusul kemudian terasa seujung desingan angin yang menyapu tiba Ki Beng mengira senjata lawan telah menyambar didepan mata, tanpa terasa ia memejamkan mata sambil menghela napas panjang. Pada saat itulah mendadak terdengar padri bengis itu membentak keras:
"Binatang keparat, akan kulihat sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki..."
Ketika mendengar bentakan tadi Ki Beng kembali membuka matanya ia melihat seekor burung bangau yang amat besar berbulu putih sedang menangkis semua senjata kencrengan yang tertuju kearahnya. Dalam pada itu sipadri bengis telah melepaskan dua kencrengan lagi. Tapi semua serangan itu kembali di rontokan oleh si Bangau sakti.
Lama kelamaan Ki Beng menguatirkan juga keselamatan bangau tersebut, lupa akan keselamatan sendiri ia menjerit di hati "Wah, kalau begini terus menerus, lama kelamaan bangau itu akan mampus juga, oleh perbuatan silelaki gundul itu."
Sementara dia masih berpikir, tiba tiba bangau itu
mementangkan sayapnya dan terbang keangkasa, bersamaan waktunya sebuah cakarnya menyambar sebuah kencrengan dan paruhnya yang mematuk kencrengan yang lain.
"Traaang !" Kencrengan itu segera hancur berkeping keping dan rontok keatas tanah.
Padri bengis itu menjadi amat terperanjat setelah menyaksikan peristiwa itu sepasang matanya terbelalak lebar lebar, sambil membentak keras sepasang tangannya segera diayunkan secara bersama kedepan..
Dalam waktu singkat bayangan kuning telah menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung bangau tersebut.
Nampaknya bangau tersebut dapat merasakan juga keadaan yang kritis sambil berpekik keras minta pertolongan, sepasang sayapnya di kebaskan beberapa kali untuk merontokkan kencerugan kencrengan yang datang menyerang. Sesungguhnya bangau sakti itu amat hebat, lagipula telah memperoleh pendidikan dari seorang tokoh silat yang amat lihay. tapi apa mau di kata justru di balik serangan kencrengan lawan disertakan tenaga dalam yang hebat.
Seluruh angkasa penuh diliputi bayangan kuning yang
menyambar nyambar, ditengah pekikan keras tampak pula bulu bulu yang berterbangan ke mana mana, keadaannya benar benar mengerikan.
Peristiwa ini kontan saja membuat Ki Beng berdiri mematung seperti orang bodoh.
Pada saat itulah tiba tiba terdengar suara orang berbisik dari arah belakangnya: "Hei... bocah muda kenapa kau tidak lekas lekas kabur dari sini, memangnya kau menantikan datangnya kematian
?" Ki Beng segera berpaling, ternyata tali yang membelenggu tubuhnya telah putus semua, sementara seorang kakek ceking yang berpakaian kumal telah berdiri dibelakang tubuhnya, orang itu berperawakan kecil lagi kurus, beberapa lembar jenggot macam tikus menghiasi dagunya, dia sedang mengawasi pemuda itu dengan mata melotot. Dalam pada itu si bangau sakti sudah mulai keteteran hebat, si padri bengis dengan ketiga puluh enam sisa kencrengan yang dimilikinya masih menyerang terus dengan gencarnya, dalam keadaan begini bagaimanapun hebatnya bangau tersebut lama kelamaan dibuat kewalahan juga.
Mengetahui bangaunya terancam bahaya kakek ceking itu tak sempat lagi mengurusi Ki Beng, sambil berpekik nyaring ia melejit ke udara dan menembusi bayangan kuning yang
menyelimuti angkasa itu. Dalam waktu singkat cahaya putih, hijau dan kuning telah menyelimuti seluruh angkasa.
Ki Beng dibuat terperana oleh peristiwa yang berada didepan mata dia sampai lupa pula untuk melarikan diri. Mendadak dari belakang terdengar suara seseorang sedang membentak nyaring:
"Hei, pengin mampus rupanya kau" Kalau begitu jangan salahkan kalau aku tak akan menolongmu lagi"
Dengan cepat Ki Beng berpaling, entah sedari kapan seorang lelaki kekar bermuka merah, berjenggot kuning dan bermata besar telah berdiri di belakang tubuhnya, biar pun tampangnya amat kasar namun orangnya lugu dan jujur.
Baru saja ia akan menjawab, tiba tiba lelaki itu sudah menghampiri tubuhnya, kemudian saat Ki beng tidak waspada bangaunya sudah mencengkeram tubuhnya, lalu dibawa kabur.
Sementara itu si padri bengis berdiri melongo disisi arena sambil menyaksikan ketiga puluh enam kencrengannya di bikin porak poranda oleh si kakek bersama bangaunya. Tiba tiba si kakek tertawa terbahak bahak: "Hei... keledai gundul, tiga puluh tahun sudah kita tak pernah bersua, tidak nyana kalau permainan kencrenganmu selain mendapat kemajuan pesat lagi pula bertambah hebat"
Padri bengis itu agak tertegun sejenak, hawa amarahnya seketika lenyap tak berbekas.
Sahutnya sambil mendengus dingin: "Hmm, lagi lagi kau si itik liar yang memporak porandakan senjata kencrenganku dendam permusuhan kita tak akan berakhir sebelum satu diantara kita mampus.
Kembali si kakek ceking itu tertawa terbahak bahak.
"Haah.. haah.. haah .. sebetulnya permusuhan diantara kita gampang untuk diakhiri asal kau sudah mampus kan urusan selesai dengan sendirinya?"
Padri bengis itu mendengus. "Hei itik liar bajingan, kau berani menungguku dua tahun lagi" Kencrenganku pasti akan dapat memenggal kepalamu"
"Tidak bisa" jawab si kakek sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "biar bagaimanapun aku tak dapat menunggu"
"Jadi kau takut bila permainan kencrenganku mencapai puncak kesempurnaan, jiwamu akan melayang di tanganku?"
Kakek ceking itu tertawa lagi, katanya kemudian.
"Aaah... omong kosong, biarpun kau berlatih tiga puluh tahun lagi juga tidak akan mampu menandingiku, tapi demi
keselamatan umat manusia kau tak bisa kubiarkan lebih jauh"
Begitu selesai berkata tangannya segera di ayunkan kedepan dan melancarkan sebuah pukulan.
Bangau sakti itu pun turut berpekik nyaring, bersamaan menyambarnya datang angin pukulan itu dia menyambar kepala si padri dengan cakarnya. Pukulan yang dilancarkan kakek ceking itu tampaknya lemah seolah olah tak bertenaga padahal kekuatan yang terhimpun benar benar mengerikan, di mana angin pukulan itu menyambar lewat, baju dan dinding terasa bergetar keras.
Keadaan lebih menyeramkan lagi karena si bangau sakti dengan paruh dan cakarnya menyerang secara bersamaan.
"Blaaam...!" Ditengah suara ledakan yang amat keras batu dan pasir berterbangan ketengah angkasa. Seruan kaget dan jerit kesakitan yang memekikkan telinga segera bergema diangkasa..
Ketika suasana menjadi reda kembali bayangan tubuh si padiri itu lenyap entah ke mana tampaknya biar angin pukulan si kakek itu amat dahsyat dan serangan bangau itu amat mengerikan, namun serangan tersebut belum mampu melukai dirinya.
Ditengah pelataran mayat mayat bergelimpangan memenuhi halaman, tapi yang mampus justru mereka mereka yang tak bersalah, sebab siotak dari perbuatan jabat itu berhasil melepaskan diri.
Mendadak si kakek seperti teringat akan sesuatu, sambil mendepakkan kakinya, dengan lemas ia menerjang kedepan tiang besar di muka ruang kuil lalu melepaskan sebuah pukulan yang amat keras.
Diiringi dengan suara gemuruh yang amat keras tiang itu segera roboh dan hancur berantakan.
Bersamaan robohnya tiang tadi bergema pula suara gemerincing yang amat nyaring, dalam waktu singkat sebuah lubang yang kecil telah muncul didepan mata, gua itu nampak sangat dalam dan tak nampak dasarnya. Kembali kakek itu tertawa dingin, tangannya segera diayunkan kedepan untuk menyumbat mulut gua tadi. kemudian sambil mengapai kearah bangaunya ia berseru: "Hai, si bangau mari kita berangkat mencari mulut gua yang satunya lagi, aku tak percaya kalau si kelinci mampu meloloskan diri dengan begitu saja.
Seusai berkata ia melompat naik ke atas punggung si bangau dan berangkatlah bangau itu terbang ke udara.
Sementara itu Ki Beng yang dibopong lelaki kekar tadi sudah dilarikan menuju kesebuah hutan yang lebat.
Tak terlukiskan perasaannya pada waktu itu, ia merasa kesal dan masgul, kemudian pikirnya;
"Sejak terjun kedunia persilatan sudah cukup lama aku berkelana kesana kemari tapi belum pernah dipecundangi orang seperti yang kualami hari ini, biarpun aku bernasib lebib mujur sehingga berhasil lolos dari senjata padri keparat tadi. tapi aku toh tertangkap juga, kejadian semacam ini benar benar merupakan kejadian aib yang menimpa diriku." Berpikir sampai disini ia berusaha meronta dari gendongan orang, sayang jalan darahnya sudah tertotok semua hingga tubuhnya sama sekali tak berkutik lagi. Setelah keluar dari kuil Cing Liansi lelaki itu menembusi sebuah hutan yang lebat.
Sebelum menurunkan Ki Beng keatas tanah, selama ini ia tidak berbicara maupun menegur sapa. hanya sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya.
Ki Beng sangat mendongkol, karena tubuhnya sudah dibelenggu oleh padri bengis tadi ditambah jalan darahnya sudah di totok oleh si lelaki kekar ini sehingga sekujur tubuhnya serasa kaku, maka begitu dilepaskan ia pun segera menggerak gerakkan badannya untuk melemaskan otot ototnya yang telah kaku.
Bersamaan itu pula secara diam diam ia awasi gerak gerik si lelaki kekar tadi, dia ingin tahu orang itu akan bermaksud jahat terhadapnya atau tidak.
Tapi aneh sekali, ternyata lelaki itu hanya berdiri termangu mangu bagaikan sebuah patung.
Sementara ia masib tercengang, tiba tiba dilihatnya seorang bocah kecil berambut kepang dan bermuka bulat seperti buah apel muncul dari belakang lelaki tadi, kalau dilihat dari wajah serta gerak geriknya bocah itu jelas amat cerdik.
Tampak si bocah memandang lelaki itu sambil tertawa cekikikan:
"Hi lelaki gede, bukan saja kau sudah menarik orang secara paksa, sekarang berani pula menginjak kakiku sehingga aku terbangun dari tidurku yang nyenyak, kau harus membayar ganti kerugian padaku"
Lelaki itu hanya berdiri terbelalak tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Peluh sebesar kacang kedelai bercucuran tiada hentinya, ketika mendengar ucapan tersebut ia berpaling ke arah Ki Beng dan memandangnya dengan pandangan minta tolong.
Dari keadaan lelaki tersebut, Ki Beng segera tahu bahwa lelaki tersebut sudah ditotok jalan darahnya oleh si bocah, apa lagi lelaki itu berwajah lugu dan telah menyelamatkan selembar jiwanya.
Maka kepada si bocah cilik itu katanya.
"Saudara cilik, orang ini adalah tuan penolongku, dia bukan orang jahat, pandanglah mukaku dan lepaskan dia"
Tapi si bocah cilik itu tetap berdiri tanpa berkata kata, terhadap ucapan Ki Beng ia bersikap acuh tak acuh.
Ki Beng menjadi tak senang hati karena ucapan tak diberi tanggapan bagaimana mestinya.
Diam diam pikirnya. "Bocah ini benar benar jual lagak"
Sambil berpikir demikian ia maju beberapa langkah kedepan bermaksud mengulangi permintaanya.
Siapa tahu setelah dipandang lebih teliti ia kaget dan berdiri tertegun.
Ternyata bocah cilik itu telah ditotok pula jalan darahnya oleh seseorang.
Ia berdiri disitu dengan mata terbelalak dan mulai melongo.
Tak terlukiskan rasa terperanjat Ki Beng setelah menyaksikan kesemuanya ini, padahal sewaktu lelaki itu ditotok jalan darahnya oleh si bocah, ia sudah memperhatikan sekeliling sana dengan seksama, tapi kenyataannya ia sama sekali tak menyaksikan sesosok bayangan manusia pun, ketika bocah cilik itu ditotok jalan darahnya.
Dengan mata terbelalak ia celingukan dan memperhatikan sekeliling itu, tapi belum juga ditemukan sesosok bayangan manusia pun.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat dihampirinya lelaki itu dan ditekuk ketiaknya keras keras.
Lelaki kekar itu menghembuskan napas panjang dan sadar kembali, ia segera memberi hormat pada Ki Beng tapi sebelum mengucapkan sesuatu tiba tiba sorot matanya tertumbuk pada bocah yang masih berdiri disisinya, amarahnya segera meledak, dengan cepat ia melompat kedepan dan melepaskan sebuah tendangan yang amat keras.
Ki Beng bermaksud hendak menghalangi perbuatannya itu, sayang keadaan sudah terlambat, tampaknya jika tendangan lelaki itu bersarang tepat niscaya si bocah akan patah tulang.
Padahal waktu itu jalan darah si bocah sudah tertotok hingga badannya sama sekali tak mampu berkutik, tentu saja mustahil baginya untuk menghindarkan diri.
Disaat yang amat kritis inilah sesosok bayangan manusia muncul secara tiba tiba disisi badan bocah itu, seorang kakek ceking telah mengayunkan tangannya dan menyambut tendangan lelaki kekar tersebut.
Begitu berjumpa dengan si kakek, lelaki kekar itu segera berteriak keras.
"Kau suruh aku menolong orang she Ki tersebut dan dibawa kemari, tapi kau sendiri sudah bersembunyi ke mana" Hampir saja aku dihabisi si bocah kunyuk ini, ayo cepat minggir, biar kuhajar dia sampai remuk badannya"
"Goblok kau benar benar tak tahu malu" ucap si kakek tertawa,
"kau anggap orang itu gampang dihadapi" Coba kalau aku tidak menotok jalan darahnya segera, sejak tadi kau sudah
dipecundangi olehnya, mengerti?"
"Aku tidak percaya, cepat lepaskan aku, biar kucoba untuk menghajarnya, aku pasti dapat menghajar bocah kunyuk itu"
teriak sang lelaki kekar tersebut keras keras.
"Baiklah" si kakek segera tertawa, "kalau sudah menderita kerugian nanti jangan salahkan aku lhooo."
Sambil berkata dia lantas menepuk bahu si bocah kecil itu, sang bocah segera sadar kembali. Dia membelalakkan matanya lebar lebar sambil termenung beberapa saat, kemudian sambil menjejakkan kakinya ke atas tanah dia langsung menerjang ke arah kakek itu.
Dengan cekatan si kakek berkelit di samping, kemudian sambil tertawa cekikikan. "Hei bocah cilik kalau ingin berkelahi tuuh....
ada orang sudah siap melayanimu, percuma kau mencari aku si orang tua sebagai sasaran"
Sementara itu si lelaki kekar tadi sudah membentak keras "Telur busuk kecil, kalau ingin berkelahi silahkan mencari toaya mu..."
"Huuuh, kau ini manusia macam apa" Siapa namamu" Sebutkan cepat agar aku bisa memberi pelajaran yang setimpal nanti" kata sibocah dengan suara dingin.
Lelaki kekar tersebut tertawa terbahak. "Haa... haaa... haaa...
telur busuk kecil sebelum mengetahui namaku, perkuat dulu kuda kudamu agar jangan sampai terjerambab bila sudah mendengar namaku nanti....."
Bocah itu segera mengayunkan tangannya sambil
memperlihatkan ke dua jari tangannya, lalu berkata: "Sudah dua kali kau memakiku, ingat baik baik nanti, sebentar aku akan membuat perhitungan kepadamu, ayo sebutkan dulu siapa namamu?"
'Aku adalah kepala tembaga lengan baja Ciu Siang yang sudah termashur namanya dalam dunia persilatan, sudah pernah mendengar namaku" Takut tidak?"
Bocah cilik itu segera tertawa cekikikan. "Jago Iihay di dalam dunia persilatan banyak sekali jumlahnya, siapa sih yang pernah mendengar seorang prajurit tanpa nama macam dirimu itu"
"Bocah keparat, kau berani memang hina kepadaku?" bentak Ciu Siang penuh amarah.
"Huuh, kalau seekor kerbau dungu pun harus kuhormati, buat apa aku mesti berkelana di dalam dunia persilatan?" bocah itu tertawa.
Sekali lagi Ciu Siang mendengus keras keras "Bocah keparat"
makinya, "rasanya kau belum akan puas sebelum merasakan penderitaan ditanganku" Ayo kemarilah, mari kita bertarung, coba lihat siapa yang lebih unggul di antara kita berdua"
Begitu selesai berkata dia lantas membuat ancang ancang dengan kepalan ditangan kiri telapak tangan ditangan kanan. Ki Beng mengenali gerakan tersebut disebut Han ki poh atau langkah ayam sakti, kuda kudanya kuat dan tangguh, sikap pukulannya mantap. kalau tak memiliki kepandaian yang tangguh tak mungkin dia akan memperlihatkan posisi semantap ini.
Tanpa terasa dia mulai menguatirkan keselamatan bocah kecil itu...
Berpikir demikian, dia pun segera berkata kepada Ciu Siang.
"Saudara Ciu. aku rasa pertarungan tidak usah dilanjutkan lagi, sebab bila pertarungan sampai berkobar, niscaya ada korban yang berjatuhan hal ini kurang baik rasanya.."
Ooohh tidak apa apa.... kita kan cuma saling menutul saja" Ciu Siang tertawa, kau tak usah kuatir, aku tak bakal melukai bocah keparat tersebut..."
Belum habis ia berkata entah bagaimana si bocah turun tangan, tahu tahu saja Ciu Siang sudah roboh terjerembab di atas tanah.
Tindakan semacam ini boleh dibilang tak terlihat oleh Ki Beng secara jelas, dia cuma melihat bocah itu sedikit menggerakkan badannya dan tahu tahu Ciu Siang sudah roboh terjengkang.
Terdengar bocah kecil itu mengejek sambil tertawa.
"Tadi kau sudah memakiku sebagai si telur busuk kecil sebanyak dua kali sekarang kubayar dengan sebuah tendangan pantat, nah takluk tidak?"
"Tidak bisa dihitung, tidak bisa dihitung" teriak Cu Siang keras keras, "aku kan tidak bersiap sedia tadi, ayo kita ulangi lagi, bila kau mampu merobohkan aku lagi, nah itu baru termasuk hitungan. Sementara pembicaraan masih berlangsung tubuhnya sudah melompat ke hadapan bocah kecil itu dengan kecepatan tinggi kemudian...
Weeess.. dia sudah melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Jangan dilihat Cu Siang memiliki perawakan tubuh yang kekar, ternyata orangnya licik dalam melancarkan serangannya ini ternyata dia pergunakan sebuah jurus tipuan baru sampai ditengah jalan, tiba tiba saja serangannya ditarik kembali, menyusul kemudian disertakan dengan sebuah tendangan kilat, dan tendangan inilah baru terhitung serangan yang
sesungguhnya. Siapa tahu, gerakan tubuh bocah itu ternyata sepuluh kali lipat lebih cepat dari gerakan tubuhnya.
Baru saja dia menarik kembali pukulannya sambil melepaskan tendangan, bocah cilik tadi sudah turun tangan mencangkeram pergelangan tangan Ciu Siang, menyusul gerakannya menarik pukulan, dia mendorong tubuh lelaki tersebut kebelakang.
Didorong secara tiba tiba. Ciu Siang kehilangan keseimbangan badannya dan tak ampun jatuh terjerembab, disaat badannya mencapai tanah itulah tendangan baru dilepaskan.
Dengan demikian, dia pun terjatuh lebih keras lagi sampai malunya meringis menahan rasa sakit.
Sambil tertawa bocah cilik itu segera berkata "Kali ini adalah untuk kedua kalinya kau terjatuh, ayo cepat bangun, bukankah masih ada jurus ke tiga menantikanmu?"
Ciu Siang melotot besar besar, tiba tiba ia berseru;
"Aku tidak mau bangun lagi, kalau mau pukul silahkan dipukul, cuma aku perlu memberitahukan kepadamu, aku telah melatih ilmu Toi pu san..."
Begitu perkataan tersebut diutarakan, bukan saja Ki Beng segera tertawa geli, bocah kecil itu pun turut tertawa terkekeh kekeh sambil mengejek: "Tak kusangka kau bocah gede ternyata mau mengingkari janji, suhu yang manakah yang mengajarkan kepadamu" Huuuh, tak tahu malu..."
Si kakek yang selama ini hanya berdiri di samping segera menyela: "Bocah cilik, kau jangan bicara seenaknya sendiri, hati-hati kalau sampai ada yang tak senang hati oleh perkataanmu itu"
Si bocah segera melototkan matanya bulat bulat setelah mendengar perkataan itu, segera bentaknya.
"Siapa yang tak senang mendengarkan perkataanku" Suruh dia keluar menjumpai aku, akan kubuat dia terjerembab dan mencium tanah dua kali.."
Si kakek segera tertawa terbahak bahak;
"Haah.. haah.. haa,. bocah cilik, kau benar benar anak harimau yang baru munculkan diri, tidak takut langit tidak pula takut bumi, baiklah, aku akan mengalah tiga jurus untukmu, coba akan kulihat apakah kau sanggup membanting tubuhku atau tidak"
Bocah cilik itu mengiakan, sepasang tangannya segera disilangkan kedepan, tangan kiri diayun kemuka sementara tangan kanan berjaga jaga, jurus ini dinamakan Harimau hitam mencuri hati. angin pukulannya yang menderu seperti amukan ombak samudra langsung menghantam perut kakek ceking itu.
Namun si kakak tetap berdiri ditempat dengan senyum dikulum dan seolah olah tidak merasakan suatu apapun. disaat telapak tangan bocah tadi menekan perutnya, tahu tahu perut itu sudah melesak masuk ke dalam "Ayo bocah cilik, gunakan segenap kekuatanmu!" serunya sambil tersenyum Bocah itu segera mempergunakan segenap kekuatannya untuk menekan, tapi tiba tiba saja telapak tangannya turut terjerumus ke dalam liang yang dalam sekali, menyusul kemudian tubuhnya ikut bergerak maju ke depan.
Perut kakek itu seperti terbuat dari kapas sama sekali tidak nampak sedikit tenaga pun yang berada disitu.
Begitu merasakan gejala yang aneh bocah itu segera sadar kalau keadaan tidak beres. cepat cepat dia menghimpun tenaga dalamnya dan menarik kembali telapak tangannya. Siapa tahu andaikata telapak tangannya tidak ditarik kembali keadaan masih mendingan begitu tanganrya dibetot, seketika itu juga ia merasakan datangnya segulung kekuatan yang maha besar menghisap telapak tangannya kuat kuat sehingga sama sekali tidak mampu untuk berkutik lagi.
Sekarang ia baru sadar kalau keadaan tidak beres, cepat cepat rengeknya.
"Locianpwe, tecu masih muda dan tidak tahu urusan. ampunilah kesalahanku ini"
Si kakek tertawa. "Bukankah kau mengatakan akan membantingku dua kali"
Mengapa tidak kau pergunakan tenagamu?"
Merah padam selembar wajab bocah tersebut setelah mendengar ucapan mana, cepat cepat jawabnya.
"Semula aku tak tahu kalau kau.."
"Oooh. sekarang sudah tahu rupanya" Kau tahu siapakah aku?"
tukas si kakek tertawa. "Kau adalah seorang Bu lim cianpwee..." Belum selesai perkataan tersebut diutarakan Kakek itu sudah membentak sambil tertawa.
"Bocah cilik, kau memang sangat licik, memang Pek im loji hanya mewariskan ilmu silat saja yang begini begini saja kepadamu?"
Mendengar kakek itu kenal dengan gurunya. bocah tersebut semakin bertambah terperanjat. matanya yang besar dikerdipkan berulang kali, titik air matapun jatuh berlinang.
"Locianpwee" katanya kemudian, kalau toh kau kenal dengan guruku, masa kau tega untuk menyulitkan boanpwee?"
Kakek itu segera tertawa terbahak bahak: "Haah... haah...
haah... bocah cilik kau memang pintar, baiklah, berdiri baik-baik..."
Belum selesai ia berkata, tiba tiba saja perutnya dikembungkan kembali.
Seketika itu juga si bocah merasakan datangnya segulung tenaga yang amat besar mendorong tubuhnya, tak bisa dibendung lagi ia mundur sejauh puluhan langkah ke belakang dengan
sempoyongan, cepat cepat ia mempergunakan jurus Naga melenting harimau mendekam untuk memantapkan badannya.
Setelah termangu mangu berapa saat, akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut seraya katanya;
"Si kalajengking kecil Su Cing menjumpai locianpwee, mohon cianpwae sudi memberikan julukanmu"
"Kau memang setan yang pintar, pernahkah dengar suhumu bercerita tentang Ku tiok lojin diantara Leng san sam yu?"
Mengetahui kalau kakek itu adalah sahabat karib gurunya, cepat cepat si kalajengking kecil Su Cing mengangguk anggukkan kepalanya berulang kali untuk manyembah, lalu dengan senyum dikulum katanya.
"Oooh, rupanya Ong supek yang datang" Su Cing memberi hormat untuk kau orang tua!"
Ku tiok lojin tertawa. "Ayo cepat bangun, tak usah menjilat pantat lagi dihadapanku, mana gurumu?"
"Dia sedang berkunjung ke Cui wi kiong, sekarang aku lagi pergi mencarinya, ketika disini akupun bertemu dengan toako ini sedang melarikan orang.."
"Maka tanganmu ikut menjadi gatal bukan?" sambung Ku tiok lojin sambil tertawa.
Ciu Siang yang berada disisinya segera menyela "Siapa bilang aku sedang melarikan orang, Kau tahu, aku sedang
menyelamatkan orang?"
Sementara pembicaraan baru selesai, tiba tiba dari tengah udara berkumandang suara pekikan bangau yang amat nyaring.
Sambii mendongakkan kepalanya Ku tiok lojin segera tertawa terbahak babak "Haah... haah... haah... itik liar, kau lagi lagi melepaskan si bangau mu"
Bangau putih tersebut berputar satu lingkaran terlebih dulu di tengah udara, kemudian melesat ke bawah dengan kecepatan tinggi diatas punggung bangau tersebut bertengger seorang kakek Ceking yang segera menyahut.
"Ooooh... rupanya sahabat karib yang telah datang, mengapa kaupun terjun kembali kedunia keramaian?"
"Aku datang karena harus menyelamatkan jiwa seseorang sayang kedatanganku agak terlambat sedikit. Bagaimana dengan kau si itik liar, apa sebabnya kau datang kemari" Apakah kau hendak berangkat menghadiri pertemuan kaum dewa ?"
Ternyata kakek ceking ini bukan lain adalah loji atau orang ke dua diantara Im thian sam siu yang disebut kakek bangau An Ning. Sambil tertawa ia segera menyahut: "Aku si bangau liar tidak berjodoh untuk menghadiri pertemuan para dewa, seperti tujuanmu akupun kemari untuk menolong orang"
"Waaah, kalau begitu tujuan kita sama, tapi siapa si orang yang telah kau selamatkan itu?"
"Bukankah orangnya sudah dibopong keluar oleh murid kesayanganmu itu?"
"Sekarang aku sudah berubah haluan dan mengejar musuh"
sahut kakek bangau sakti sambil tertawa.
"Apakah kau sedang mengejar si pendeta kencrengan Liau huan"
Kenapa kau biarkan dia berhasil kabur?"
Kakek bangau sakti menghela napas panjang. "Aaaai.. dia memang kelinci yang licik dan cerdik, aku benar benar tak mampu untuk mengejarnya"
Ku tiok lojin tertawa. "Andaikata si kakek serigala kita hadir pula disini, aku yakin si bajingan keledai gundul itu tak akan sanggup meloloskan diri"
Kembali kekek bangau sakti tertawa getir. "Sayang sekali losam kita salah langkah sehingga akhirnya harus mengalami nasib yang amat tragis, dalam dunia persilatan saat ini sudah tiada ahli waris dari kakek serigala langit lagi.."
Belum selesai perkataan tersebut diutarakan, tiba tiba Ki Beng telah menimbrung.
"Kakek serigala langit locianpwee belum mati. ia masih tetap hidup dalam keadaan sehat walafiat.."
Mendengar perkataan itu Ku tiok lojin serta kakek bangau sakti jadi tertegun, lalu hampir bersamaan waktunya mereka berseru.
"Darimana kau bisa tahu kalau dia belum tewas?"
"Sebab aku mendengar hal ini dari anak angkatnya Sik Tiong giok, konon kakek serigala langit locianpwee menyembunyikan diri di sebuah tempat yang terpencil di bukit Wu san, tempat mana tepatnya tidak kuketahui."
Ku tiok lojin segera berpaling ke arah Kakek bangau sakti, lalu serunya tercengang.
"Hei itik liar, benarkah losam kita mempunyai seorang anak angkat..?"
Kakek bangau sakti segera manggut manggut.
"Benar dia adalah seorang bocah yang di tolong dari balik markas tentara."
'"Aaah, jadi dia adalah anak yatim piatu dari Tio song?" pekik Ku tiok lojin terperanjat.
Sekali lagi Kakek bangau sakti manggut-manggut.
"Benar, demi anak yatim piatu tersebut boleh dibilang losam kita telah menerima penghinaan dan cemoohan serta mengundang kesalahpaham umat manusia terhadap dirinya, akhirnya dia harus tewas dalam keadaan mengenaskan."


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi menurut perkatakan dari bocah she Ki ini, bukankah dia belum tewas?"
Kakek bangau sakti menghela napas panjang "Aaai, moga moga saja Thian tetap melindungi jiwanya dan memberi kesehatan dan keselamatan baginya."
Ku tiok lojin termenung beberapa saat, setelah itu sembari menggeleng ia berkata.
"Peristiwa lama dari dunia persilatan ini benar benar membuat aku merasa tidak mengerti, gara gara putra Tio song, mengapa Sik Thian kun bisa memancing terjadinya badai didalam dunia persilaian..?"
"Yaa, hal ini harus disalahkan pada ambisi losam kita untuk menjadi terkenal, pada saat itu kaum Tartar baru menyerbu daratan Tionggoan dan pondasinya belum kuat, dalam keadaan begini siapa yang mampu mendukung Kaisar Tio song, dia pula yang akan menjadi termashur, siapa sih manusia persilatan yang tak pingin menjadi terkenal.."
"Yaa, benar, setiap manusia memang bermimpi ingin menjadi seorang Ba lian Bengcu "Itulah dia, mengapa kaum Tartar dari Mongolia tak akan memberi kesempatan kepada Tio song untuk bangkit dari reruntuhannya"
"Benar, hal semacam ini pasti akan mengancam usaha mereka untuk mengakar disini padahal dimana mana terdapat pejuang yang ingin merdeka dari penjajahan, tentu saja mereka harus membabat rumput sampai ke akar akarnya.
"Begitulah" kakek bangau sakti melanjutkan, dibawah tekanan kedua belah pihak, ditambah lagi ada sementara orang yang sengaja menghasut, apalagi dengan watak Losam kita yang lebih suka hancur sebagai kemala daripada utuh sebagal batu genting, dengan menyerempet bahaya dia hadapi tekanan mereka itu"
"Yaaa benar, selain kita sebagal saudara-saudaranya, orang lain memang tak akan memahami wataknya itu"
Sekali lagi Kakek bangau sakti menghela napas panjang.
"Dugaanku keliru besar, bahkan sampai lotoa kita pun menaruh kesalahan pahaman terhadap nya, andaikata ia tidak
menampilkan diri, mungkin bukit serigala tak akan mengalami musibah dalam pertarungan yang amat seru itu, anak murid perguruan serigala langit tertumpas dan losam serdiri terjatuh ke dalam Jurang yang dalam"
"Untung saja kau si itik liar masih bersimpatik kepadanya bagaimana pun jua Kakek serigala langit tentu akan sedikit terhibur hatinya"
"Uiaaa, mana kau tahu, waktu itupun aku termasuk diantara orang yang terbuai dalam impian. setelah peristiwa itu lewat, aku baru mendusin dari keadaan tapi menyesal kemudian tak ada gunanya...."
Belum selesai dia berkata, mendadak terdengar seseorang berkata dengan suara yang tua dan nyaring : "Loji, mengapa kau belum pernah merubah watakmu itu" Kejadian yang sudah lewat buat apa mesti disinggung kembali?"
Menyusul seruan itu manusianya pun ikut muncul dari balik sebatang pohon besar, ternyata dia adalah Kakek naga langit Sin Bun Ko tiok lojin segera tertawa terbahak bahak: "Haah...
haaahh.... haaaha, kau si ular panjang nampaknya memang berumur panjang, baru saja menyinggung soal kau, eeeh tahu tahu kau sudah datang"
Misteri Rumah Berdarah 7 Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L Kisah Para Pendekar Pulau Es 16

Cari Blog Ini