Ceritasilat Novel Online

Pedang Hati Suci 10

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 10


menolong aku dari labrakan sibandit besar Lu Thong, malahan iapun mengadjarkan tiga djurus
ilmu pedang padaku hingga aku terhindar dari aniaja dan hinaan murid2nja Ban-supek.
Sebelum aku membalas budinja ini, mana boleh aku menjaksikan dia mati ditangan orang."
Karena itu Tik Hun pura2 gemetar ketakutan, tapi tjangkul jang dipegangnja itu telah siap
mengeduk tanah. Pada saat lain dilihatnja pedang Ban Tjin-san kembali menusuk lagi keperut Gian Tat-peng dan
tampaknja Gian Tat-peng sudah tak sanggup menangkis lagi, pada detik itulah setjepat kilat
Tik Hun sendalkan tjangkulnja, kontan segumpal tanah melajang kearah Ban Tjin-san. Tenaga
sambaran gumpalan tanah itu tak terkatakan kuatnja, karena tertumbuk oleh tenaga itu,
seketika Ban Tjin-san tak tahan, "bluk", kontan ia djatuh terdjungkal.
Oleh karena diluar dugaan, maka tiada seorangpun jang tahu darimana datangnja gumpalan
tanah itu. Dan selagi suasana agak panik, tanah tjangkul Tik Hun jang kedua kalinja telah
menghambur lagi, tapi sekali ini jang diarah adalah lentera minjak dan lilin ditepi medja sana,
maka dalam sekedjap itu padamlah lilin dan lentera, dalam rumah mendjadi gelap gelita
disertai suara djerit kaget orang banjak. Dan pada saat lain Tik Hun lantas melompat madju,
tjepat ia kempit Gian Tat-peng terus menerdjang keluar.
SERIALSILAT.COM ? 2005 340 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Setiba diluar rumah, segera Tik Hun tutuk beberapa Hiat-to penting dipundak, dada dan
lengan untuk menahan keluarnja darah dari luka Gian Tat-peng itu. Lalu ia panggul sang
Supek, ia keluarkan Ginkangnja jang tinggi terus berlari setjepat terbang kearah pegunungan
dibelakang rumah. Karena Ginkangnja hebat, tempat disekitar situ djuga sangat dikenalnja, maka Tik Hun terus
berlari menudju kelereng gunung jang paling terdjal dan susah ditempuh. Gian Tat-peng
menggemblok diatas pundak pemuda itu merasa badannja se-akan2 me-lajang2 di-awang2 dan
mirip dialam mimpi sadja. Sekalipun ia sudah kenjang asam-garam kalangan Kangouw, tapi
susah disuruh pertjaja bahwa didunia ini ternjata ada tokoh silat setinggi ini.
Begitulah djalan jang ditudju oleh Tik Hun itu makin lama makin tinggi, kira2 lebih satu djam,
achirnja tibalah diatas puntjak gunung jang paling tinggi disekitar situ. Puntjak gunung itu
mendjulang tinggi menembus awan, djangankan orang lain susah mendaki kesitu, biarpun Tik
Hun sendiri djuga baru pertama kali ini datang kesitu. Dahulu ia dan Djik Hong sering
memandangi puntjak gunung ini dari djauh dan bersenda-gurau setjara ke-kanak2an, siapa duga
harini kebetulan dia menolong djiwa seorang, maka didatanginja puntjak gunung ini.
Kemudian ia letakan Gian Tat-peng ditepi sebuah batu tjadas, lalu ia tanja: "Kau membawa
obat luka atau tidak?"
Tanpa mendjawab, tapi Gian Tat-peng terus berlutut dan menjembah, katanja: "Siapakah
nama Inkong (tuan penolong) jang mulia" Hari ini Gian Tat-peng selamat berkat
pertolonganmu, sungguh budi setinggi langit ini entah tjara bagaimana harus kubalas."
Tik Hun adalah orang djudjur tulus, meski ia tidak ingin memberitahukan siapa dirinja sendiri,
tapi ia pun merasa tidak pantas menerima penghormatan sang Supek, maka tjepat iapun
berlutut dan balas menjembah, sahutnja: "Tjian-pwe djangan banjak adat hingga membikin
hati Tjayhe merasa tidak enak. Tjayhe adalah seorang 'Bu-beng-siau-tjut' (peradjurit tak
bernama, kerotjo), namaku tiada harganja untuk dikenal, tentang sedikit urusan ini kenapa
mesti bitjara soal membalas budi segala."
Tapi Gian Tat-peng masih berkeras ingin tahu. Sebaliknja Tik Hun tidak dapat membohong
dengan nama palsu, hanja tetap ia takmau beritahukan namanja.
Gian Tat-peng tahu bahwa banjak tokoh2 kosen dari dunia persilatan jang suka mengasingkan
diri dan menghapuskan namanja dari pergaulan ramai, dari itu iapun tidak berani mendesak
terus, kemudian ia mengeluarkan obat luka jang dibawanja dan membubuhkan dilukanja
sendiri. Melihat luka2 diatas tubuh sendiri itu, mau-tak-mau Gian Tat-peng merasa ngeri dan
bersyukur pula, pikirnja: "Untung ada tua penolong ini, kalau tidak, mungkin saat ini aku
sudah mendjadi almarhum?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 341 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Lalu Tik Hun mulai membuka suara: "Tjayhe ada beberapa persoalan jang susah dimengerti,
maka ingin minta pendjelasan pada Tjianpwe."
"Djanganlah Inkong menjebut diriku sebagai Tjianpwe," kata Tat-peng dengan merendah.
"Djika Inkong ada pertanjaan apa2, asalkan Tat-peng tahu, tentu akan kukatakan sedjudjur2nja, sedikitpun tidak berani berdusta."
"Bagus sekali, inilah jang kuharapkan," kata Tik Hun. "Nah tolong tanja Tjianpwe, apakah
gedung itu adalah kau jang membangunnja?"
"Benar," sahut Tat-peng.
"Tjianpwe sengadja mengupahi orang buat menggali lubang besar itu, tentunja ingin mentjari
'Soh-sim-kiam-boh' itu, dan apakah sudah diketemukannja?" tanja Tik Hun pula.
Tat-peng terkesiap, pikirnja: "Ai, kukira dia menolong aku dengan maksud baik, tak tahunja
djuga seorang jang lagi mengintjar 'Soh-sim-kiam-boh'." ~ Tapi mau-tak-mau iapun
mendjawab: "Sudah banjak djerih-pajah jang kukorbankan, tapi sampai saat ini belum
memperoleh sedikit tanda2 jang berguna. Harap Inkong maklum bahwa apa jang kukatakan ini
adalah sesungguhnja. Pabila Tat-peng sudah memperoleh apa jang ditjari itu, tentu akan
kupersembahkan dengan kedua tangan. Sedangkan djiwaku djuga Inkong jang menolong,
masakah aku masih sajangkan benda jang toh takkan berguna djika djiwa sudah melajang."
"Eh, djangan kau salah sangka," kata Tik Hun sambil gojang2 tangannja. "Aku sendiri tidak
inginkan Kiam-boh itu, untuk bitjara terus terang, meski kepandaianku tjuma biasa sadja, tapi
aku jakin kalau tjuma kitab seperti 'Soh-sim-kiam-boh' apa itu, rasanja belum tentu akan
berpaedah bagiku." "Ja, ja, memang!" kata Tat-peng. "Ilmu silat Inkong sudah tiada taranja dan didjaman ini tiada
tandingannja, sedangkan 'Soh-sim-kiam-boh' itu hanja sedjilid kitab peladjaran ilmu pedang
jang biasa sadja. Kami bersaudara perguruan karena ingin memperoleh kitab pusaka perguruan
sendiri, maka sangat menilai tinggi atas kitab itu, padahal dimata orang luar itu tjuma kitab
jang tiada artinja."
Biarpun Tik Hun adalah seorang tulus dan tidak pandai ber-liku2, tapi ia dapat djuga
mendengar apa jang dikatakan Gian Tat-peng ada jang tidak djudjur, namun iapun tidak
membongkar kebohongan orang itu, tapi ia bertanja lagi. "Kabarnja tempat ini adalah kediaman
lama Sutemu Djik Tiang-hoat. Katanja Djik Tiang-hoat itu berdjuluk 'Tiat-soh-heng-kang',
apakah artinja djulukan itu?"
Sedjak ketjil Tik Hun dibesarkan oleh gurunja, apa jang dilihatnja selama itu adalah sang guru
itu seorang tua pedusunan jang djudjur dan lugu, tapi Ting Tian djusteru mengatakan bahwa
gurunja adalah seorang jang banjak tipu akalnja sebab itulah ia sengadja tanja Gian Tat-peng
untuk mengetjek kebenaran apa jang dikatakan Ting Tian itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 342 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Maka terdengar Gian Tat-peng telah mendjawab: "Suteku Djik Tiang-hoat memang berdjuluk
'Tiat-soh-heng-kang', jaitu orang memperumpamakan dia itu laksana seutas rantai besi besar
jang melintang dipermukaan sungai hingga semua lalu-lintas air itu takbisa naik dan takdapat
turun, artinja mengatakan Djik-sute itu seorang jang banjak tipu muslihatnja, tjaranja kedji
pula terhadap orang."
Sungguh hati Tik Hun sangat menjesal, pikirnja: "Apa jang dikatakan Ting-toako itu ternjata
sedikitpun tidak salah. Guruku ternjata benar seorang jang demikian, sedjak ketjil aku telah
tertipu olehnja dan beliau selamanja djuga tidak pernah mengundjukan watak aslinja padaku."
~ Namun demikian dalam hatinja tetap timbul sekelumit harapan, maka tanjanja pula: "
Djuluk orang Kangouw itu belum tentu dapat dipertjaja penuh, boleh djadi musuhnja jang
sengadja memberikannja djulukan itu untuk meng-olok2nja. Sebagai sesama saudara perguruan,
tentunja Gian-tjianpwe tjukup kenal bagaimana wataknja, nah, sebenarnja bagaimanakah
wataknja itu?" Gian Tat-peng menghela napas, kemudian katanja: "Bukanlah aku sengadja hendak
membitjarakan kedjelekan saudara perguruanku sendiri, tapi karena Inkong ingin tahu, Tjayhe
tidak berani berdusta sedikitpun, maka biarlah kukatakan terus terang. Djik-suteku itu lahirnja
memang kelihatan seperti orang desa jang ke-tolol2an, tapi sebenarnja hatinja litjin, pikirannja
tadjam. Kalau tidak, masakah 'Soh-sim-kiam-boh' itu dapat djatuh kedalam tangannja?"
Tik Hun manggut2, selang sedjenak barulah ia berkata pula: "Darimana kau tahu dengan pasti
bahwa 'Soh-sim-kiam-boh' itu berada padanja" Apa kau menjaksikan dengan mata kepala
sendiri" Menurut kabar, katanja engkau suka menjamar sebagai seorang pengemis tua, apakah
benar?" Diam2 Gian Tat-peng terkesiap lagi, ia heran orang begitu lihay dan serba tahu mengenal
seluk-beluk dirinja. Maka djawabnja: "Wah, berita Inkong benar2 sangat tadjam hingga setiap
tindak-tanduk Tjayhe dapat diketahui Inkong. Semula aku pikir, 'Soh-sim-kiam-boh' itu kalau
bukan berada ditangan Ban-suko tentulah berada pada Djik-sute, maka diam2 aku menjamar
sebagai pengemis tua untuk menjelidiki antara kedua tempat tinggal Suheng dan Sute itu. Tapi
sesudah kuselidiki sekian lamanja, achirnja aku menarik kesimpulan bahwa Kiam-boh itu tidak
berada pada Ban-suko tapi pasti berada ditangan Djik-sute."
"Apa jang mejakinkan kesimpulanmu itu?" tanja Tik Hun.
Djawab Gian Tat-peng: "Dahulu waktu guru kami akan wafat, beliau telah menjerahkan
Kiam-boh itu kepada kami bertiga saudara seperguruan ?""
Tik Hun djadi teringat kepada tjerita Ting Tian tentang peristiwa berdarah pada suatu malam
dipantai Tiangkang, dimana Ban Tjin-san, Gian Tat-peng dan Djik Tiang-hoat bertiga telah
mengerojok guru mereka hingga mati. Maka ia lantas mendengus demi mendengar keterangan
Gian Tat-peng itu, katanja: "Hm apa betul gurumu menjerahkan kitab itu kepada kalian
setjara baik2" Hm kukira belum ". belum tentu benar, bukan" Apakah beliau meninggal
setjara wadjar?" SERIALSILAT.COM ? 2005 343 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Keruan kedjut Gian Tat-peng tak terhingga, mendadak ia melompat bangun, ia tuding Tik
Hun dan berseru: "Apa kau " kau adalah Ting " Ting Tian " Ting-toaya?"
Hendaklah diketahui bahwa kedjadian Ting Tian jang mengubur djenazah Bwe Liam-sing itu
achirnja tersiar dikalangan Kang-ouw, sebab itulah demi mendengar dosa sendiri jang
membunuh guru dibongkar oleh Tik Hun seketika ia mentjurigai pemuda itu adalah Ting
Tian. Tapi dengan dingin Tik Hun berkata: "Aku bukan Ting Tian, Ting-toako adalah seorang
pembentji kedjahatan, dengan mata kepala sendiri ia telah menjaksikan kalian bertiga
mengerojok hingga tewasnja Suhu kalian, pabila aku adalah Ting-toako, tidak mungkin harini
aku mau menolong djiwamu, tentu akan kubiarkan kau mati dibawah pedangnja Ban Tjinsan." "Habis siapa engkau?" tanja Gian Tat-peng dengan takut dan sangsi.
"Kau tidak perlu urus siapa aku," sahut Tik Hun. "Djika ingin orang lain tidak tahu, ketjuali
kalau engkau sendiri tidak berbuat. Nah, katakan terus terang, setelah kalian menewaskan
gurumu dan berhasil merebut 'Soh-sim-kiam-boh', kemudian bagaimana?"
"Djika ". djika engkau toh sudah tahu semuanja, buat ". buat apa tanja padaku lagi?" sahut
Gian Tat-peng dengan suara gemetar.
"Ada sebagian jang kuketahui, tapi ada sebagian aku tidak tahu. Maka kau harus mengaku
dengan sedjudjurnja, djika bohong sedikit sadja tentu akan kuketahui."
Sungguh takut dan hormat pula Gian Tat-peng kepada Tik Hun, katanja kemudian: "Mana aku
berani membohongi Inkong" Begini, sesudah kami mendapatkan 'Soh-sim-kiam-boh' itu,
setelah kami periksa, ternjata jang ada tjuma Kiam-boh (kitab peladjaran ilmu pedang) dan
tiada terdapat Kiam-koat (kuntji peladjaran ilmu pedang) jang penting itu, djadi pertjumalah
kami mendapatkan Kiam-bohnja sadja ?""
Diam2 Tik Hun membatin: "Menurut Ting-toako, katanja Kiam-koat itu menjangkut rahasia
suatu partai harta karun jang belum diketemukan sesudah Bwe Liam-sing, Leng-siotjia dan
Ting-toako wafat semua, maka didunia ini sudah tiada seorangpun jang tahu akan Kiam-koat
itu, sebaiknja kalian djangan mengimpi pula akan memperolehnja."
Dalam pada itu terdengar Gian Tat-peng sedang melandjutkan: "Sebab itulah, maka kami
masih terus menjelidiki dimanakah beradanja Kiam-koat itu. Tapi kami bertiga saling tjurigamentjurigai, masing2 sama kuatir kalau Kiam-boh itupun akan dikangkangi pihak lain, maka
setiap malam diwaktu tidur, Kiam-boh itu lantas kami kuntji didalam sebuah peti besi, kuntji
daripada peti itu kami buang ketengah sungai dan peti besi itu kami simpan dilatji medja jang
kami kuntji pula. Malahan peti besi itu kami gandeng pula dengan tiga buah rantai besi jang
SERIALSILAT.COM ? 2005 344 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
ketjil dan masing2 terikat dipergelangan tangan kami, djadi asal ada seorang jang bergerak
sedikit, segera dua orang jang lain akan lantas terdjaga bangun."
Pendjagaan seperti itu sungguh sangat kuat," udjar Tik Hun.
"Benar," sahut Gian Tat-peng. "Tapi toh masih terdjadi djuga keonaran."
"Terdjadi keonaran apa?" tanja Tik Hun.
"Malam itu kami tidur didalam suatu kamar, tapi esok paginja mendadak Ban-suheng berteriak2. "Dimana Kiam-boh itu" Dimana?" ~ Waktu aku terdjaga bangun, kulihat latji medja
jang tersimpan peti besi itu sudah terbuka, tutup peti besi djuga melompong. Kiam-boh jang
tersimpan didalam peti itu sudah terbang tanpa bekas. Keruan kami bertiga sangat kaget, tjepat
kami mentjari kesana kemari dan sudah tentu hasilnja nihil. Kedjadian itu benar2 sangat aneh
sebab pintu dan djendela kamar itu masih tetap tertutup rapat dan terkuntji dengan baik,
maka daapt diduga pentjuri Kiam-boh itu pasti bukan dilakukan orang dari luar, sebaliknja
adalah orang jang berada didalam kamar, djadi kalau bukan Ban-suko tentu adalah Djik-sute,
satu diantara mereka berdua itu pasti adalah malingnja."
"Djika begitu, mengapa dia tidak membuka djendela atau pintu agar disangka ditjuri oleh
orang luar?" tanja Tik Hun.
"Tangan kami tergandeng oleh rantai besi, kalau diam2 bangun untuk membuka latji dan peti
besi itu masih mungkin, tapi kalau berdjalan agak djauh untuk membuka pintu atau djendela,
maka rantai besi jang menggandengkan kami itu akan kurang pandjang," kata Tat-peng.
"O, kiranja begitu, lalu apa jang kalian lakukan lagi?" tanja Tik Hun pula.
"Sudah tentu kami tidak tinggal diam mengingat Kiam-boh itu tidak mudah kami peroleh tapi
direbut dengan mengadu djiwa," sahut Tat-peng. "Maka diantara kami bertiga telah saling
menjalahkan dan terdjadilah pertengkaran, bahkan saling tuduh menuduh pula, namun tiada
seorangpun jang dapat membuktikan tuduhan masing2, akhirnja terpaksa masing2 menudju
kearahnja sendiri-sendiri ?""
"Ada sesuatu jang aku merasa tidak paham, harap suka memberi pendjelasan," kata Tik Hun.
"Bahwasanja kalian bertiga adalah saudara perguruan, djikalau gurumu memiliki sedjilid Kiamboh pusaka, lambat atau tjepat toh pasti akan diwariskan kepada kalian, apakah mungkin
Kiam-boh ini akan dibawanja serta kedalam liang kubur" Dari itu, mengapa kalian turun
tangan sekedji itu dan mengapa mesti membunuh guru kalian untuk mendapatkan Kiam-boh
itu?" "Ai, dasar guruku itu memang sudah pikun barangkali," sahut Tat-peng. "Tjoba, masakah kami
bertiga dituduh berhati tidak djudjur dan berdjiwa djahat, maka beliau bertekad akan
mengadjarkan ilmu silatnja kepada orang luar. Oleh karena kami sudah tak tahan lagi, sudah
terpaksa, maka berbuat seperti apa jang terdjadi itu."
SERIALSILAT.COM ? 2005 345 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"O, kiranja begitu. Habis, darimana kemudian kau jakin bahwa Kiam-boh itu berada dalam
tangan Djik-sutemu?" tanja Tik Hun.
"Semula jang kutjurigai adalah Ban Tjin-san, sebab dia jang menggembor lebih dulu tentang
kemalingan itu. Dan biasanja itu maling suka teriak maling, itulah siasat jang paling sering
digunakan. Tapi sesudah diam2 aku menguntit dia, tidak lama kemudian aku lantas tahu dia
bukan malingnja. Sebab dia sendiri djuga sedang membajangi Samsute. Djikalau Kiam-boh itu
berada ditangan Ban Tjin-san, tidak mungkin dengan susah-pajah ia malah menjelidiki orang
lain, tapi ia tentu akan menghilang sedjauh mungkin untuk mejakinkan ilmu pedang itu.
Namun setiap kali aku melihat dia, selalu kulihat dia sedang mengertak gigi dengan gemas,
sikapnja tidak sabar lagi dan dendamnja tidak kepalang. Karena itulah aku lantas ganti sasaran,
jang kuintjar sekarang adalah Djik Tiang-hoat."
"Lalu adakah sesuatu jang kau ketemukan?" tanja Tik Hun.
"Tidak, Djik Tiang-hoat itu benar2 memang seorang jang litjin, sedikitpun ia tidak menundjuk
sesuatu tanda jang mentjurigakan," sahut Tat-peng dengan menggeleng kepala. "Pernah aku
mengintai waktu dia mengadjar ilmu pedang kepada putri dan muridnja, tapi dia sengadja
berlagak bodoh, ia sengadja mengubah nama2 djurusnja dengan istilah2 jang aneh dan
menggelikan. Tapi semakin dia berlaga pilon, semakin menimbulkan tjurigaku. Selama tiga
tahun aku terus mengintai gerak-geriknja, tapi tetap tiada sesuatu lubang kelemahan jang
kudapatkan. Diwaktu dia tiada dirumah, pernah beberapa kali aku menggerajangi rumahnja,
tapi hasilnja nihil, djangankan Soh-sim-kiam-boh apa segala, biarpun kitab beladjar membatja
djuga tiada sedikitpun terdapat dirumahnja. Hehe, Suteku ini benar2 seorang maha litjin,
seorang tjerdik, seorang pintar!"
"Kemudian bagaimana?" tanja Tik Hun lagi.
"Kemudian, kemudian pihak Ban Tjin-san akan merajakan ulang tahunnja. Ia telah mengirim
seorang muridnja untuk mengundang Djik Tiang-hoat ke Heng-tjiu untuk ikut merajakan
Shedjit sang Suko," tutur Tat-peng pula. "Sudah tentu, merajakan Shedjit hanja siasat sadja,
jang benar Ban Tjin-san ingin mentjari tahu bagaimana keadaan Djik-sutenja. Begitulah Djik
Tiang-hoat lantas berangkat ke Heng tjiu dengan membawa serta seorang muridnja jang ketolol2an, kalau tidak salah bernama Tik Hun dan puterinja, Djik Hong djuga ikut. Ditengah
perajaan ulang tahun itu, entah mengapa mendadak si tolol Tik Hun itu telah berkelahi dengan
kedelapan anak-murid Ban Tjin-san, dalam keadaan dikerubut itu mendadak Tik Hun
melontarkan tiga tipu serangan jang hebat hingga menimbulkan tjuriga Ban Tjin-san. Segera ia
mengundang Djik-sute kedalam kamarnja untuk bitjara, tapi bitjara punja bitjara, achirnja
mereka sendiripun bertengkar, sekali tusuk Djik Tiang-hoat telah melukai Ban-suko, habis itu
ia lantas kabur dan menghilang entah kemana lagi. Aneh, sungguh aneh, benar2 sangat aneh!"
"Aneh tentang apa?" tanja Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 346

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tentang Djik Tiang-hoat jang menghilang itu, sedjak itu tidak pernah kelihatan lagi batanghidungnja, entah dia telah sembunji dimana, bahkan kabar sedikitpun tiada lagi," kata Tatpeng. "Diwaktu Djik Tiang-hoat berangkat ke Hengtjiu, dengan sendirinja tidak mungkin ia
membawa serta Kiam-boh jang dia serobot dari kedua Suhengnja itu, tapi pasti dia simpan
kitab pusaka itu disuatu tempat rahasia dirumahnja itu. Semula aku menaksir sesudah dia
melukai Ban Tjin-san, tentu malam itu djuga ia akan pulang kerumah untuk mengambil Kiamboh, lalu merat sedjauh mungkin. Selama itulah, begitu terdjadi peristiwa itu di Heng-tjiu,
segera aku menggunakan kuda pilihan mendahului datang ke Wan-leng sini, aku sembunji
disekitar rumahnja untuk mengintai dimanakah dia menjimpan Kiam-boh tjurian itu, dengan
begitu aku akan segera menjergapnja. Akan tetapi tunggu punja tunggu, tetap dia tidak
muntjul. Akhirnja aku mendjadi tidak sabar lagi, dengan tidak sungkan2 lagi aku lantas bongkar
rumahnja hingga murat-marit, aku lalu menggali kitab pusaka jang dia pendam dirumahnja itu.
Namun sampai sekarang rupanja usahaku ini sia2 belaka, djerih pajahku itu terbuang pertjuma.
Tjoba kalau tidak ditolong oleh Inkong, bukan mustahil sekarang djiwaku sudah melajang
disitu." "Dan kalau menurut pendapatmu, kira2 sadja Djik-sutemu itu sekarang berada dimana?" tanja
Tik Hun. "Inilah aku benar2 tidak dapat menerkanja," sahut Tat-peng dengan menggeleng. "Besar
kemungkinan dia sudah ketulah dan sudah mati menggeletak dimana atau djatuh sakit untuk
tidak pernah sembuh lagi atau boleh djadi mengalami ketjelakaan apa2 serta sudah mendjadi
mangsa harimau atau serigala."
Melihat tjara Gian Tat-peng omong itu penuh mengundjuk rasa senang pabila sang Sute itu
benar2 sudah mati, diam2 Tik Hun mendjadi muak terhadap manusia rendah itu. Tapi lantas
terpikir olehnja bahwa selama ini memang tiada kabar berita tentang gurunja itu, besar
kemungkinan memang sudah mengalami sesuatu halangan apa2.
Maka ia lantas berbangkit dan berkata. "Terima kasih atas keteranganmu jang sebenarnja ini,
sekarang Tjayhe mohon diri lebih dulu."
Dengan penuh hormat kembali Gian Tat-peng mendjura tiga kali lagi, katanja. "Budi kebaikan
Inkong jang tiada terhingga ini selama hidup Gian Tat-peng takkan melupakan."
"Hanja soal ketjil ini mengapa mesti dipikirkan," sahut Tik Hun. "Kau boleh merawat lukamu
disini, Ban Tjin-san itu takkan dapat menemukan kau, maka tidak perlu kau kuatir."
"Saat ini besar kemungkinan dia lagi kelabakan seperti semut di minjak wadjan panas, mana
dia sempat untuk memikirkan mentjari aku?" sahut Tat-peng dengan tersenjum.
"Sebab apa?" tanja Tik Hun dengan heran.
"Sebab saat ini dia tentu lagi kelabakan memikirkan keselamatan puteranja," tutur Tat-peng.
"Tangan puteranja itu telah kena disengat oleh ketungging jang berbisa djahat itu, untuk bisa
SERIALSILAT.COM ? 2005 347 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
sembuh harus ber-turut2 dibubuhi obat sebanjak sepuluh kali, kalau tjuma sekali dibubuhi
obat, memang sakitnja akan hilang untuk sebentar, lalu tidak lama kemudian akan kambuh lagi
lebih djahat." "Wah djika begitu, apakah djiwa Ban Ka itu akan melajang?" kata Tik Hun agak kaget.
Ratjun ketunggingku itu memang benar2 lain daripada jang lain," tutur Tat-peng dengan berseri2. "Jang hebat adalah Ban Ka itu takkan mati seketika, tapi dia akan merintih dan menderita
selama sebulan suntuk, habis itu barulah djiwanja melajang. Hahaha, sungguh hebat, sungguh
bagus!" "Kalau sebulan kemudian baru dia akan mati, djika begitu tentu dia akan dapat menemukan
tabib pandai untuk mengobati lukanja jang disengat ketungging itu," udjar Tik Hun.
"Agaknja Inkong tidak tahu bahwa ketungging berbisa itu bukanlah sembarangan serangga jang
dibesarkan oleh alam, tapi adalah piaraanku sendiri, sedjak ketjil aku telah melolohi dia dengan
matjam2 obat penawar agar mereka sudah biasa atau kebal oleh obat penawar itu, maka kalau
tabib umumnja membubuhkan obat penawar ditempat jang disengat itu, sudah tentu takkan
berguna sama sekali. Hahaha!"
Dengan melirik hina Tik Hun mengikuti tjerita manusia kedji itu, diam2 ia membatin: "Hati
orang ini benar2 terlalu kedjam dan menakutkan. Bukan mustahil lain kali akupun akan kena
disengat oleh ketungging jang ia piara itu. Menurut pesan Ting-toako, katanja kalau berkelana
di Kangouw hendaklah djangan timbul maksud untuk membikin tjelaka orang, tapi djuga
djangan lengah untuk mendjaga kemungkinan ditjelakai orang. Maka lebih baik aku minta
sedikit obat penawar dari dia sekedar untuk persediaan siapa tahu bila kelak ada gunanja."
Maka ia lalu berkata: "Gian-tjianpwee, obat penawar untuk ratjun ketunggingmu itu bolehlah
serahkan padaku sadja."
"Baik, baik," sahut Gian Tat-peng tanpa pikir. Tapi ia tidak lantas menjerahkan obat jang
diminta, sebaliknja tanja dulu. "Inkong minta obat penawar itu, entah akan digunakan untuk
apa?" "Ketunggingmu itu sangat lihai, bisa djadi pada suatu saat aku kurang hati2 hingga tersengat,
tapi kalau aku sudah punja obat penawarnja tentu takkan kuatir lagi," sahut Tik Hun.
Wadjah Gian Tat-peng mengundjuk rasa risi, sahutnja dengan tertawa: "Ah Inkong suka
bergurau sadja. Sedangkan buat pertolongan djiwa Inkong padaku belum kubalas, masakah aku
mempunjai maksud untuk mentjelakai Inkong."
"Ja, tapi ada baiknja djuga aku mendjaga segala kemungkinannja, sedia pajung sebelum hudjan,
kan tiada djeleknja," kata Tik Hun sambil mengulurkan tangannja.
SERIALSILAT.COM ? 2005 348 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ja, ja!" sahut Gian Tat-peng dan terpaksa ia mengeluarkan botol obat penawar itu dan
diserahkan kepada tuan penolong djiwanja itu.
Sesudah meninggalkan Gian Tat-peng dipuntjak gunung itu, Tik Hun kembali pula kegedung
itu untuk menjelidiki keadaannja. Tapi dilihatnja gedung itu sudah sepi senjap tiada
seorangpun, para kuli kampung sudah bubar, simandor dan si Koankeh djuga entah menghilang
kemana lagi. "Suhu mungkin sudah meninggal, Sumoay kini sudah mendjadi isteri orang, maka tempat ini
untuk selandjutnja terang takkan kudatang lagi," demikian pikir Tik Hun. Segera ia tinggalkan
gedung itu dan berangkat menudju kebarat-daja dengan menjusur tepi sungai.
Sementara itu fadjar sudah menjingsing, sang surya mulai mengintip diufuk timur, beberapa
puluh meter djauhnja, waktu Tik Hun menoleh, ia melihat sinar fadjar tjemerlang diputjuk
pohon2. Jang didepan gedung itu, air sungai djuga ber-kelip2 memantjarkan tjahaja keemas2sannja, pemandangan demikian ini sudah sedjak ketjil kenjang dilihat oleh Tik Hun,
tanpa merasa ia menggumam lagi: "Untuk selandjutnja aku takkan kembali lagi ketempat ini."
Setelah membetulkan rangselnja, ia pikir tugas jang masih harus dilaksanakannja hanja tinggal
satu sadja jaitu mengubur abu tulang Ting-toako bersama djenazah Leng-siotjia. Maka tempat
jang harus ditudjunja sekarang adalah Heng-tjiu.
Pikirnja pula: "Sikeparat Ban Ka itu telah mengakibatkan hidupku merana seperti sekarang ini,
sjukur orang djahat tentu mendapat gandjaran jang setimpal, maka rasanja akupun tidak perlu
membalas dendam dengan tanganku sendiri, menurut kata Gian Tat-peng katanja dia akan merintih2 dan sesambatan selama sebulan, habis itu baru akan mati, entah apa jang dikatakan itu
benar atau tidak. Djika ternjata djiwanja masih belum melajang umpamanja, maka aku baru
menambahi dia dengan tusukan pedangku biar bagaimanapun djiwa andjingnja harus
kutjabut." Begitulah ia lantas berangkat ke Heng-tjiu jang tidak djauh dari barat Ouw-lam itu, maka tiada
seberapa hari iapun sampailah disana.
Sesudah mentjari kabar, diketahuilah bahwa Leng Dwe-su masih tetap mendjadi Tihu disitu.
Maka ia tetap menjaru seorang gelandangan jang dekil agar tidak dikenal orang.
Begitu masuk kota, pikiran pertama jang timbul padanja adalah: "Aku ingin menjaksikan
dengan mata kepalaku sendiri tjara bagaimana Ban Ka tersiksa oleh ratjun ketungging itu.
Entah apakah dia dapat disembuhkan dan entah apakah dia sudah pulang kesini atau belum,
boleh djadi dia masih tinggal di Ouwlam untuk berobat."
Maka pelahan2 ia menudju kerumah keluarga Ban itu, dari djauh lantas dilihatnja Sim Sia
sedang keluar dari gedung megah itu setjara ter-gesa2, agaknja sedang sibuk mengalami sesuatu
masalah gawat. SERIALSILAT.COM ? 2005 349 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pikir Tik Hun: "Djika Sim Sia berada disini, tentu Ban Ka djuga sudah pulang. Maka malam
nanti biarlah aku menjelidikinja kesitu."
Segera ia kembali ketaman bobrok dahulu, taman itu tidak djauh dari rumah keluarga Ban itu.
Ditaman itulah dahulu Ting Tian meninggal sesudah lebih dulu membunuh Tjiu Kin, Kheng
Thian-pa dan Tay-beng. Kini berkundjung lagi ketempat lama ia melihat taman itu semakin
rusak, keadaan semakin tak keruan. Di-mana2 runtuhan puing dan tumbuh2an liar.
Ia mendatangi pohon Bwe dahulu itu, ia me-raba2 lekak-lekuk pohon tua itu sambil memikir.
"Waktu itu Ting-toako menghembuskan napasnja jang penghabisan dibawah pohon ini, tapi
wudjut pohon ini sampai sekarang masih tetap sama, sedikitpun tiada berubah, sebaliknja
Ting-toako sekarang sudah mendjadi abu."
Begitulah ia lantas duduk ter-menung2 dibawah pohon Bwe itu, achirnja ia terpulas djuga.
Kira2 dekat tengah malam, ia mendusin dan mengeluarkan rangsum kering untuk tangsal perut
lalu keluar dari taman bobrok itu dan menudju kerumah keluarga Ban.
Ia memutar kepintu belakang gedung besar itu, dari sini ia melompat pagar tembok dan masuk
ketaman bunga. Menghadapi tempat bersedjarah itu, tanpa merasa hati Tik Hun mendjadi
pedih, pikirnja: "Dahulu aku terluka parah dan sembunji digudang kaju sana, tapi Sumoay
tidak membantu dan menolong aku, ia benar2 tidak berbudi, bahkan ia malah memanggil
suaminja untuk membunuh aku."
Begitulah sambil membajangkan kedjadian dahulu dan selagi ia mulai melangkah kedepan,
tiba2 dilihatnja ditepi empang sana ada tiga titik sinar api jang ber-kelip2.
Tik Hun mendjadi tjuriga dan segera berhentikan langkahnja ia mengumpet dibelakang
sebatang pohon, lalu mengintai ketempat sinar api itu. Sesudah diperhatikan, akhirnja dapat
diketahuinja bahwa bintik2 sinar api itu tak-lain adalah tiga batang dupa jang tertantjap disuatu
Hiolo (tempat menantjap dupa). Hiolo itu tertaruh diatas satu medja ketjil dan didepan medja
itu ada dua orang jang sedang berlutut dan menjembah kepada langit.
Tidak lama kemudian kedua orang itu tampak berbangkit, maka djelaslah Tik Hun melihat
satu diantaranja adalah Djik Hong, seorang lagi adalah satu dara tjilik, terang itulah puteri sang
Sumoay jang dipanggil "Kong-sim-djay" itu.
Terdengar perlahan-lahan Djik Hong berdoa: "Dupa pertama ini memohon agar Tuhan Allah
memberkahi keselamatan bagi suamiku, agar lukanja segera sembuh, abuhnja lekas kempis dan
ratjunnja segera hilang, supaja tidak lama tersiksa oleh ratjun ketungging itu. Khong-sim-djay,
hajolah berkata, bilang mohon Tuhan Allah memberkati penjakit ajah lekas sembuh".
"Ja, ibu, mohon Tuhan Allah memberkati penjakit ajah lekas sembuh, supaya ajah tidak
berteriak2 kesakitan lagi" demikian dara tjilik itu menirukan nada sang ibu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 350 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendengar itu, diam-diam Tik Hun merasa senang dan sjukur atas penderitaan Ban Ka. Tapi ia
gemas pula atas perhatian Djik Hong terhadap suaminja itu.
Kemudian terdengar Djik Hong berdoa lagi: "Dan dupa kedua ini mohon Tuhan Allah
memberkati ayahku dalam keadaan selamat dan sehat walafiat, semoga lekas2 pulang untuk
berkumpul lagi. Khong-sim-djay, lekas bilang mohon Tuhan Allah memberkati Gwakong
semoga berumur panjang".
"Ja, ibu, Gwakong, hendaklah engkau lekas pulang, mengapa engkau tidak lekas pulang",
demikian sidara tjilik menirukan pula.
"Katakan mohon Tuhan Allah memberkahi selamat", sang ibu mengajarkan.
"Ja, ibu, mohon Tuhan Allah memberkahi selamat pada Gwakong, kepada ajah dan kepada
kakek", kata dara tjilik itu. Selamanja ia belum pernah melihat Djik Tiang Hoat yaitu
Gwakong atau kakek luarnja, maka jang dipikirkan adalah ajahnja dan kakeknja sendiri, jaitu
Ban Tjin-san. Dan sesudah berhenti sejenak, kemudian Djik Hong berdoa lagi dengan suara agak lirih: Dan
dupa jang ketiga ini memohon kepada Tuhan Allah agar memberkahi dia dalam keadaan sehat,
semoga dia hidup senang dan mendapatkan isteri baik dan lekas mendapat
anak?"?"?"?"".". ~ berkata sampai disini, suaranja menjadi serak se-akan2
tersumbat tenggorokannja, lalu ia mengusap air matanja dengan lengan badju.
"Kembali ibu terkenang kepada Kuku, ja" tanja si dara tjilik.
"Khong Sim-djay, bilang mohon kepada Tuhan Allah agar memberkahi keselamatan kepada
Khong-sim-djay Kuku?"?".." kata Djik Hong pula.
Memang Tik Hun sudah heran ketika Djik Hong berdoa untuk dupa jang ketiga. Ia tidak tahu
siapakah jang dimintakan berkah. Dan demi mendadak mendengar bekas kekasih itu
menyebut "Khong-sim-djay Kuku", seketika telinganja seperti mendengung, hatinja serasa
berkata: "Ha, dia maksudkan aku, dia maksudkan aku?".
Dalam pada itu si dara tjilik telah menurut kata ibunja tadi dan sedang bersujut:"Ja, Tuhan
Allah, ibuku selalu terkenang kepada Khong-sim-djay Kuku, mohon diberkahi selamat dan
redjeki besar agar kelak aku dibelikan sebuah boneka besar. Dia adalah Khong-sim-djay,
akupun Khong-sim-djay, kami sama-sama Khong-sim-djay. Eh, ja, ibu kemanakah perginja
Khong-sim-djay Kuku itu" Mengapa dia tidak pernah pulang?"
Maka Djik Hong telah menjawab: "Khong-sim-djay Kuku itu telah pergi ke tempat jang jauh,
jauh sekali. Kuku itu telah meninggalkan ibumu, tetapi ibumu senantiasa memikirkan
dia?"?"?"?". ~ berkata sampai disini tiba-tiba ia peluk anak perempuannja itu dan
menjusupkan kepalanja di dada botjah itu, lalu masuk kerumah dengan langkah lebar.
SERIALSILAT.COM ? 2005 351 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pelahan2 Tik Hun keluar dari tempat sembunjinja dan mendekati Hiolo jang ditinggalkan itu.
Dengan ter-menung2 ia memandangi ketiga batang dupa itu semakin lama makin surut, sampai
akhirnja mendjadi abu semua, tapi ia masih ter-mangu2 di situ tanpa bergerak sedikitpun.
Ia baru tersadar ketika burung berkitjau dengan ramai dan fajar sudah menyingsing, maka
tjepat ia tinggalkan taman keluarga Ban itu. Ia berkeliaran kian kemari di dalam kota Heng-tjiu
tanpa arah tujuan. Tiba-tiba didengarnja suara "tjreng-tjreng" jang berisik, itulah bunji ketjer seorang tabib
kelilingan jang sedang menawarkan obatnja sepandjang jalan.
Mendadak hati Tik Hun tergerak. Bukankah ia ingin menjaksikan sendiri bagaimana keadaan
Ban Ka jang sesambatan tersiksa oleh ratjun ketungging itu"
Terus saja ia mendekati tabib kelilingan itu, ia keluarkan sepuluh tahil perak untuk membeli
pakaian tabib itu beserta peti obat dan peralatan lainnja. Sudah tentu tabib kelilingan itu
sangat heran ada orang mau memborong barang2nja jang rombeng itu, padahal nilainja tidak
lebih dari lima tahil perak. Sudah tentu ia kegirangan setengah mati, bagai orang putus lotre.
Tanpa tahan harga lagi ia terus lepaskan kepada Tik Hun.
Sesudah memborong milik tabib kelilingan itu, lalu Tik Hun kembali ke taman bobrok itu,
disitulah ia ganti pakaian, ia menjaru sebagai tabib. Lalu ia tumbuk sedikit rumput obat dan
airnja ia gunakan untuk poles mukanja sendiri, malaha ia sengaja tambal sepotong kojok
dimata kiri sendiri hingga muka aslinja susah dikenali lagi. Habis itu, segera ia menudju ke
rumah keluarga Ban. Didepan gedung keluarga Ban itu ia sengaja bunyikan ketjernja sekeras mungkin, sesudah dekat
pintu ia terus ber-teriak2 malah: "Tabib sakti, spesial mengobati segala matjam penjakit aneh,
segala jenis keratjunan, baik disengat kelabang maupun dipagut ular, tanggung tjes-pleng, sekali
minum obatku, seketika sembuh!".
Begitulah sesudah ia ber-teriak2 beberapa kali, lantas tertampaklah dari dalam berlari keluar
dengan buru2, setelah dekat orang itu lantas memanggilnja: "He, Sinshe, kemarilah sini".
Tik Hun kenal orang itu adalah muridnja Ban Tjin San jang bernama Go Him, jaitu orang jang
dahulu telah menabas putus djarinja itu.
Tapi kini Tik Hun dalam penjamaran, muka aslinja sudah berobah 180 derajat, dengan
sendirinja Go Him tidak kenal dia lagi.
Pelahan-lahan Tik Hun mendekati Go Him, karena kuatir suaranja dikenal orang, ia sengaja
menekuk suara dan berkata: "Ada apakah Tuan" Apakah engkau menderita penjakit aneh,
misalnja bisul djahat atau abuh bengkak jang tak dikenal namanja?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 352 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Hus, apakah kau kira aku ini mirip seorang penderita sakit?" Semprot Go Him, "He, aku ingin
tanja padamu, kalau disengat ketungging, apakah kau dapat menjembuhkan?"
"Ha-ha, mengapa tidak bisa?" sahut Tik Hun sengaja bergelak tawa. "Sedangkan ular-ular
berbisa seperti Djik-lian-tjoa (ular gelang rantai), Kim-kah-tay (ular bergelang kaki), Bak-kiatjoa (ular katja-mata, kobra) dan lain-lain ular berbisa paling djahat juga tjes-pleng bila makan
obatku, apalagi tjuma penjakit sepele kena disengat ketungging, he-he, itulah penjakit tak
berarti". "Ah, djangan kau omong besar dahulu", ujar Go Him. "Hendaklah engkau ketahui bahwa
ketungging itu bukan sembarangan ketungging, sedangkan tabib terkemuka di kota Heng-tjiu
djuga tak berdaja menjembuhkannja, masakah kau sanggup mengobati?"
"Ha, masakah ada ketungging selihay itu?" demikian Tik Hun pura-pura mengkerut kening.
"Padahal ketungging didunia ini paling lihay tjuma sebangsa Hwe-kat (ketungging kelabu),
Kim-tji-kat (ketungging mata uang emas), Moa-tahu-kat (ketungging kepala burik), Ang-bwekat (ketungging ekor merah), Pek-kah-kat (ketungging kaki putih) dan?"?"?"?""."
Begitulah ia sengadja mentjerotjos dengan aneka matjam-matjam nama-nama ketungging
sampai berpuluh-puluh djenis banjaknja. Habis itu baru ia berkata pula: "Setiap jenis
ketungging itu memang ber-beda2 ratjunnja, tjara pengobatannja djuga berlainan, maka
biarpun namanja sadja tabib pandai, djikalau tjuma nama kosong saja sudah tentu takkan
betjus menjembuhkan luka disengat ketungging".
Mendengar sekaligus tabib kelilingan itu mentjerotjos berpuluh nama jenis ketungging, mau
tak mau Go Him merasa kagum dan tertarik, segera katanja: "Djika begitu, silakan Sinshe
masuk ke dalam untuk mengobati suhengku, Djikalau dapat menjembuhkan, tentu suhuku
akan memberi hadiah besar".
Tik Hun mengangguk dan ikut masuk ke dalam gedung itu. Begitu melangkah masuk, seketika
Tik Hun teringat kepada kejadian dulu, dimana ia dan sumoay mengikut sang suhu menghadiri
perajaan ulang tahun sang Supek, tatkala itu ia masih seorang pemuda desa jang hidjau, segala


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa belum pernah dilihatnja dan semuanja serba baru baginja, maka sepandjang djalan ia asjik
bitjara dengan Sumoay tentang pemandangan jang mereka lihat itu. Kini berkundjung kembali
kegedung jang sama, namun suasananja sudah berbeda.
Ia ikut Go Him masuk keruangan dalam, setelah menjusur dua tempat Tjimtjhe, akhirnja
sampai dibawah sebuah loteng. Segera Go Him menengadah keatas dan berseru: "Samsuso, ini
adalah seorang tabib kelilingan, katanja mampu mengobati segala penjakit kena disengat
ketungging, apakah perlu aku mengundang tabib ini untuk periksa penjakit Suko?"
Lalu terdengar suara berkeriut, djendela loteng dibuka orang, tertampak Djik Hong melongok
keluar dan berkata: "Baiklah, terima kasih Go-sute, malahan hari ini Suko-mu tambah
kesakitan, lekas undang Sinshe naik ke sini".
SERIALSILAT.COM ? 2005 353 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Baiklah Suso", sahut Go Him. Lalu ia berpaling kepada Tik Hun: "Silakan, Sinshe". ~ Ia
menjilakan sang "Sinshe" naik ke loteng, tapi ia sendiri tidak ikut mengantar.
Maka Djik Hong berseru lagi: "Go-sute, silakan kaupun ikut kemari membantu".
Go Him mengiakan, maka iapun ikut naik keatas loteng.
Setiba diruangan loteng, Tik Hun melihat ditengah situ didekat jendela tertaruh sebuah meja
tulis jang besar dengan penuh segala peralatannja dan banjak kitab-kitab pula, diatas medja
terdapat pula sehelai badju anak ketjil jang belum selesai dijahit.
Sementara itu tampak Djik Hong telah memapak keluar dari kamar sana, mukanja tidak
berbedak dan bergintju, tapi tidak mengurangi tjantiknja, hanja tampak agak kurus dan putjat
sedikit, mungkin terlalu letih dan kurang tidur karena mesti merawat sang suami.
Tik Hun hanja memandang sekejap saja kepada sang Sumoay itu lalu tidak berani memandang
lagi sebab kuatir dikenali. Kemudian ia ikut masuk kedalam kamar, disitu kelihatan ada sebuah
randjang kaju jang besar, diatasnja merebah seseorang dengan menghadap kedalam sana sambil
tiada hentinja me-rintih2. Itulah dia Ban Ka.
Dan ditepi randjang itu seorang dara tjilik berduduk diatas dingklik tjilik ketjil sedang memijat
pelahan-lahan kaki sang ajah. Tapi demi melihat wajah Tik Hun jang kotor dan aneh itu, ia
mendjerit takut dan mengumpet ke belakang sang ibu.
Kemudian Go Him berkata: "Suko-ku ini kena disengat ketungging berbisa, ratjunnja masih
belum hilang, harap Sinshe suka memeriksa dan kasih obat bila perlu".
Tik Hun mengiakan. Kalau diluar tadi ia bisa mentjerotjos bagai air bah membanjir untuk
bitjara dengan Go Him, adalah sekarang sesudah melihat Djik Hong, seketika hatinja berdebar2 dan mulut serasa terkantjing, untuk bitjarapun rasanja susah.
Tapi iapun mendekati ranjang dan tepuk pelahan dipundak Ban Ka. Pe-lahan2 Ban Ka
membalik tubuh, ketika ia membuka mata dan melihat matjam Tik Hun jang luar biasa itu,
mau tak mau ia terkesiap djuga.
Maka terdengar Djik Hong mendahului berkata: "Samko, ini adalah Sinshe jang diundang oleh
Go Sute, katanja?"?"..katanja ia pandai mengobati segala matjam ratjun serangga dan ular,
boleh djadi dia ada obat mudjarab jang dapat menjembuhkan lukamu". ~ Njata nadanja djuga
tidak menaruh kepertjajaan bahwa tabib gelandangan seperti itu mampu mengobati penjakit
sang suami. Tapi Tik Hun tidak bitjara, ia periksa punggung tangan Ban Ka jang abuh itu. Ia melihat bagian
tangan itu hitam hangus mengerikan.
SERIALSILAT.COM ? 2005 354 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ini adalah sengatan ketungging berbisa keluaran Wan-leng di barat Ouw-lam, di Ouw-pak
tiada terdapat ketungging sejenis itu". kata Tik Hun kemudian.
"He, ia betul, memang betul disengat oleh ketungging di Wan-leng sana". seru Go Him dan
Djik Hong berbareng. "Sesudah Sinshe dapat mengetahui asal-usul ketungging jang menjengat itu, tentu Sinshe dapat
mengobatinja?" tanja Djik Hong pula dengan penuh harapan.
Tik Hun sengaja menghitung dengan djari, lalu katanja pula: "Ehm, ketungging itu
menjengatnja diwaktu malam, kalau tidak salah, ehm, sampai sekarang sudah lewat tujuh hari
tudjuh malam lamanja".
Keruan Go Him saling pandang dengan Djik Hong, habis itu mereka berseru berbareng lagi:
"Betul, betul, sungguh dugaan Sinshe sangat tepat, memang pada malam hari kena disengat
oleh ketungging dan sampai sekarang sudah tudjuh hari tujuh malam. Maka harap Sinshe lekas
tolong memberi obat".
Sudah tentu Tik Hun bukan dewa jang bisa meramalkan kedjadian jang sudah lalu dan dapat
menduga apa jang belum datang. Soalnja ia sendiri jang menjaksikan Ban Ka disengat oleh
ketunggingnja Gian Tat-peng, dengan sendirinja ia dapat mengatakan dengan djitu.
Begitulah maka ia mendjadi senang dan kasihan pula melihat kelakuan Djik Hong dan Go Him
jang kejut-kejut girang itu. Maka iapun sengaja djual mahal, segera katanja pula: "Apakah tuan
ini telah menggetjek mati ketungging itu dengan punggung tangannja" Kalau tidak berbuat
demikian sebenarnja masih dapat tertolong, tapi kini ketungging itu dibunuh diatas punggung
tangan, seketika ratjunnja lantas tersebar semua kedalam luka, untuk menolongnja sungguh
maha sulit sekarang".
"Memang djelas sekali uraian Sinshe, tapi apapun djuga mohon Sinshe sudilah menolong
djiwanja", pinta Djik Hong dengan kuatir dan gopoh.
Kedatangan Tik Hun ke Heng-tjiu ini sebenarnja ingin menjaksikan sendiri tjara bagaimana
Ban Ka menderita dan me-rintih2 mendekati adjalnja, jaitu untuk melampiaskan rasa
dendamnja selama ini, maka sedikitpun tiada pikiran padanja untuk menolong djiwa musuh
besarnja itu. Namun sejak semalam didengarnja doa restu Djik Hong jang ternjata masih tidak melupakan
dirinja, bahkan memohon kepada Tuhan Allah agar memberkati selamat bahagia bagi dirinja,
semoga lekas beristri dan beranak, malahan mengatakan bahwa dirinja jang telah meninggalkan
Sang Sumoay itu, dari utjapan terakhir ini agaknja Sumoay masih jakin bahwa dia benar2 pada
malam itu hendak kabur bersama gundiknja Ban Tjin-san, yaitu si Mirah, oleh sebab itulah
maka Sumoay menjesal dan putus asa lalu menikah pada Ban Ka.
SERIALSILAT.COM ? 2005 355 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Diwaktu ketjilnja Tik Hun sangat penurut kepada segala kehendak Djik Hong, tidak pernah ia
membangkang atau membantah apa jang dikatakan sang Sumoay. Maka kini demi mendengar
permohonan Djik Hong jang penuh kuatir itu, hati Tik Hun menjadi lemas, segera ia
bermaksud mengeluarkan obat penawar jang diperolehnja dari Gian Tat-peng itu.
Tapi mendadak ia mendapat pikiran lain: "Si keparat Ban Ka ini telah membuat aku menderita
dan merana selama ini, dia merebut pula Sumoayku, kalau aku tidak membunuhnja dengan
tanganku sendiri sebenarnja sudah dapat dikatakan aku tjukup murah hati, mana boleh
sekarang aku menolong djiwanja pula?".
Karena pikiran itu ia segera menggeleng kepala dan mendjawab: "Bukanlah aku tidak mau
menolongnja, tapi sesungguhnja dia sudah terlalu mendalam keratjunan, pula sudah tertunda
sekian hari, ratjunnja sudah masuk otak, untuk menolongnja sudah sangat susah".
Tiba2 Djik Hong meneteskan air mata, ia tarik si dara tjilik tadi dan berkata padanja: "Kongsim-djay mestikaku, lekaslah kau mendjura kepada paman Sinshe ini, mohon beliau sukalah
menolong djiwa ajahmu".
"Djang?"?"?"djangan mendjura apa segala?"?"?".," tjepat Tik Hun
menggojang-gojang tangannja.
Tapi anak itu memang sangat penurut, rupanja tahu djuga ajahnja sakit sangat pajah, maka
terus saja ia berlutut dan menjembah beberapa kali.
Kelima jari kanan Tik Hun sudah terpapas kutung oleh Go Him dahulu dan sejak tadi ia
masukkan saku, maka ia hanja gunakan tangan kiri untuk membangunkan anak dara itu.
Waktu menarik bangun botjah itu, tiba-tiba dilihatnja dilehernja memakai sebuah kalung
dengan mainan jang berukir empat huruf 'Tik-jong-siang-bo'.
Melihat itu, Tik Hun menjadi tertegun, teringat olehnja tempo dulu waktu dia pingsan di
dalam gudang kaju rumah keluarga Ban ini, ketika ia sadar kembali, ia dapatkan dirinja berada
di dalam suatu sampan dan terombang-ambing di tengah sungai Tiang-kang, disampingnja
terdapat beberapa tahil perak dan sedikit perhiasan, diantaranja juga terdapat sebuah mainan
jang bertuliskan empat huruf seperti itu. Ia mendjadi heran, djangan-djangan?". djangandjangan?"?". Maka ia tidak berani memandang lagi, pikiran kusut akhirnja djernih kembali, terbajang pula
keadaan waktu dahulu itu. "Ja,".ketika aku djatuh pingsan digudang kaju itu, selain DjikSumoay jang menolong aku, terang tiada orang lain lagi. Dahulu aku mentjurigai dia sengaja
hendak membunuh aku, tapi semalam ia berdoa?".berdoa kepada Tuhan, ia telah
mengutarakan isi hatinja terhadap diriku. Dan kalau dia begitu mentjinta aku, tempo dulu itu
sudah tentu tidak mungkin bermaksud membunuh aku. Masakah aku ditakdirkan bahwa
sesudah mengalami derita sengsara selama ini, lalu aku akan dipersatukan lagi dengan Sumoay
seperti sekarang ini".
SERIALSILAT.COM ? 2005 356 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Teringat kemungkinan akan rujuk kembali dengan sang Sumoay tanpa merasa hati Tik Hun
ber-debar2 pula, ketika ia melirik Djik Hong, dilihatnja wadjahnja penuh merasa kuatir,
dengan penuh perhatian Sumoay itu sedang memandangi Ban Ka jang menggeletak dirandjang
itu, sorot matanja mengunjuk rasa tjinta kasih jang tak terhingga.
Melihat sinar mata sang Sumoay itu, seketika hati Tik Hun mentjelus lagi. Kembali terbajang
lagi kejadian dahulu jang masih diingatnja dengan jelas. Hari itu ia bertempur melawan Banbun-pat-tetju, ia dikerojok dan dihadjar mereka hingga matang biru dan hidung botjor.
Kemudian Sumoay telah mendjahitkan badjunja jang terobek dalam perkelahian itu, sorot
mata sang Sumoay pada saat mendampinginja itulah djuga penuh rasa kasih sajang seperti
sekarang sang Sumoay itu memandangi Ban Ka. Maka kini, teranglah sorot mata jang
membahagiakan setiap lelaki itu oleh sang Sumoay telah diberikan kepada suaminja dan tiada
mungkin ditujukan kepadanja lagi.
"Pabila aku tidak memberi obat penawar padanja, siapakah jang dapat menjalahkan aku" Dan
bila nanti Ban Ka sudah mampus, dimalam hari diam2 aku datang kesini untuk membawa
kabur Sumoay, siapakah jang dapat merintangi aku" Dengan begitu aku dapat berkumpul pula
dengan Sumoay sebagai suami isteri selama hidup. Tentang anak dara ini, ehm, biarlah akan
kubawa serta dia?"?"?"Tetapi, ai, tak bisa, tak bisa! Sumoay sudah biasa menjadi
njonja muda dirumah keluarga Ban jang kaja ini, hidupnja senang serba tjukup, masakah dia
mau ikut pergi bersama aku untuk meluku sawah dan mengangon kerbau lagi" Apalagi
wajahku jelek begini, tidak banjak 'makan' sekolah, lagi tanganku juga tjatjat, masakah aku
sesuai menjadi djodohnja" Dan apakah dia sudi ikut kabur bersama aku?"
Begitulah demi teringat dirinja sendiri jang serba kurang dan serba rendah itu, Tik Hun
menjadi malu diri dan ketjil hati, ia menunduk termangu-mangu.
Sudah tentu Djik Hong tidak tahu bahwa pada saat sesingkat itu pikiran sang 'Sinshe' sedang
melajang-lajang sedjauh itu. Maka dengan terkesima iapun memandangi Sinshe itu dengan
harapan akan terdengar utjapan menggirangkan dari mulutnja bahwa suaminja dapat tertolong.
Sementara itu Ban Ka masih terus me-rintih2 dan sesambatan, ratjun ketungging itu meresap
sampai diruas tulang ketiaknja, keruan rasanja mendjadi seperti lengannja itu terkutung
sakitnja. Dan sesudah menunggu agak lama, sang Sinshe masih diam sadja, Djik Hong tambah kuatir,
kembali ia memohon pula: "Sinshe, tolong?"?" tolonglah engkau mentjoba sadja,
asal?". asal dapat mengurangi sedikit penderitaannja djuga?"?".djuga mendingan
baginja, andaikan" andaikan?"?", akhirnja dia?"?". Ja, djuga tak bisa menjalahkan
pada Sinshe". ~ Maksudnja akan mengatakan bila djiwa Ban Ka itu toh tak bisa diselamatkan
lagi, asal penderitaannja dapat dikurangi, biarpun akhirnja mati djuga tidak terlalu tersiksa lagi.
Maka Tik Hun tersadar dari lamunannja tadi, seketika itu hatinja serasa hampa, segala
harapannja musna sirna, ia benar-benar ingin mati pada saat itu djuga. Dengan segenap hati ia
SERIALSILAT.COM ? 2005 357 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mentjintai sang Sumoay, tapi Sumoay itu telah dipersunting oleh musuhnja, bahkan kini orang
jang ditjintai itu memohon dengan sangat agar dia menolong musuh itu. Apa gunanja lagi
mendjadi manusia seperti itu" 'Aku lebih suka mendjadi Ban Ka jang menderita dan tersiksa
seperti sekarang ini, tapi didampingi Sumoay jang memandang padaku dengan penuh kasih
sajang, biarpun akan mati dalam beberapa hari lagi djuga tidak menjadi soal'. Demikian
pikirnja. Begitulah tanpa merasa ia menghela napas dan mengeluarkan obat penawar jang diperolehnja
dari Gian Tat-peng itu, ia tuang sedikit obat bubuk warna hitam dan dibubuhkan dipunggung
tangan Ban Ka. "He, betul, memang betul itulah obat penawarnja, wah, ini?"".. ini berarti akan
tertolonglah!" Demikian mendadak Go Him berseru.
Tik Hun mendjadi heran mendengar seruan jang bernada aneh itu. Bahwasanja sang Suheng
'berarti akan tertolong' seharusnja ia ikut bergirang, akan tetapi nadanja itu, djusteru merasa
sangat ketjewa malah, bahkan merasa menjesal dan dongkol pula.
Tik Hun tjoba melirik ke arah Go Him, ia melihat sorot mata pemuda itu menjinarkan rasa
bentji dan kedji. Keruan Tik Hun bertambah heran. Tapi demi teringat bahwa diantara
kedelapan anak murid Ban Tjin-san itu tiada seorangpun jang baik, sedangkan Ban Tjin-san
sendiri saling bunuh membunuh dengan guru dan saudara seperguruannja, maka tidaklah heran
bila diantara anak2 muridnja itu djuga saling tjakar2an. Dan kalau begitu, tentunja hubungan
antara Ban Ka dan Go Him tidak baik, tapi mengapa ia malah mengundang aku untuk
mengobati Suhengnja itu"
Dalam pada itu tangan Ban Ka jang abuh itu, begitu dibubuhi obat hitam tadi, hanja sebentar
sadja dari luka itu lantas mengeluarkan air hitam. Lambat-laun sakit Ban Ka djuga berkurang,
dengan suara lemah ia dapat berkata: "Terima kasih Sinshe, obat penawar ini benar-benar
sangat bagus". Sungguh girang Djik Hong tidak kepalang, tjepat ia membawakan tempolong untuk menadah
darah hitam jang menetes terus dari luka sang suami itu sambil tiada henti-hentinja
menjampaikan terima kasih kepada Sinshe sakti alias Tik Hun.
"Suso, sekali ini Sinshe telah berdjasa besar, bukan?" tiba-tiba Go Him berkata.
"Benar, aku harus menjampaikan terima kasih sebesar-besarnja kepada Go Sute", sahut Djik
Hong. "Hanja omong di mulut sadja pertjuma, tapi harus dengan kenjataan", ujar Go Him dengan
tersenjum. SERIALSILAT.COM ? 2005 358 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djik Hong tidak gubris padanja lagi, tapi berpaling dan berkata kepada Tik Hun: "Numpang
tanja siapakah nama Sinshe jang mulia" Kami harus memberi penghargaan sepantasnja kepada
Sinshe". Tapi Tik Hun gojang-gojang kepala, sahutnja: "Tidaklah perlu penghargaan apa segala. Tapi
ratjun ketungging ini harus berturut-turut dibubuhi obat ini sepuluh kali baru bisa sembuh
sama sekali" ~ dan dengan perasaan hampa dan pilu tak terutjapkan, akhirnja ia berkata pula
sambil mengangsurkan botol obat jang diperolehnja dari Gian Tat-peng itu: "Ini, terimalah
semua obat penawar ini".
Sebaliknja Djik Hong menjadi ragu2, sebab sama sekali tak tersangka olehnja bahwa urusan
bisa terdjadi sebegitu gampang, katanja kemudian: "Biarlah kami membeli saja kepada Sinshe,
entah berapa harganja?"
"Tidak, tidak perlu beli, tapi kuberikan tjuma-tjuma padamu", kata Tik Hun.
Sungguh girang Djik Hong tak terhingga, tjepat ia terima botol obat itu, sambil memberi
hormat, katanja: "Sinshe begini berbudi dan murah hati pula, betapapun kami harus menjuguhi
engkau barang setjawan arak. Go-sute, silakan engkau menemani Sinshe keruangan tamu
untuk berduduk sebentar."
"Sudahlah, tidak perlu duduk lagi, aku akan mohon diri saja", ujar Tik Hun.
"Tidak, djangan", seru Djik Hong, "Budi pertolongan Sinshe atas jiwa suamiku ini kami tidak
dapat mendapat membalas apa-apa, maka hanja setjawan arak sadja harap engkau sudi
menerima sekadar sebagai penghormatan kami. Sinshe, betapapun engkau djanganlah pergi
dahulu!." "Betapapun, engkau djangan pergi dahulu!" kata-kata ini sekali menjusup kedalam telingan Tik
Hun, betapapun keras hatinja djuga lantas lemas seketika. Pikirnja: "Sakit hatiku ini sudah
terang tak terbalas lagi, sesudah aku menguburkan Ting-toako, untuk seterusnja aku djuga
tidak mungkin kembali ke kota Heng-tjiu lagi, selama hidup ini, aku takkan bertemu pula
dengan Sumoay. Dan sekarang ia hendak menjuguhi aku setjawan arak, ja, dengan demikian
boleh juga aku akan dapat memandangnja lebih lama sedikit".
Oleh karena itu, iapun memanggut sebagai tanda menerima undangan Djik Hong.
Tidak lama kemudian, meja perdjamuan sudah dipersiapkan, jaitu diruangan tamu di bawah
loteng. Tik Hun diminta duduk ditempat jang paling terhormat, Go Him mengiringi
disebelahnja. Karena merasa sangat berterima kasih kepada Sinshe jang berbudi itu, maka Djik
Hong sendiri telah melajaninja minum arak dan menjuguhkan daharan.
Agaknja Ban Tjin-san dan anak muridnja jang lain waktu itu tiada dirumah, maka tiada orang
lain lagi jang ikut hadir dalam perjamuan itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 359 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dengan penuh hormat Djik Hong menjuguhkan tiga tjawan arak kepada Tik Hun dan
diminum habis oleh 'Sinshe' itu. Tiba-tiba perasaannja pilu hingga matanja memberambang, ia
tahu bila tinggal lebih lama disitu mungkin air matanja bisa lantas menetes, hal mana tentu
akan mengakibatkan rahasianja terbongkar.
Maka tjepat ia berbangkit dan berkata: "Sudahlah tjukup, terima kasih atas suguhanmu,
sekarang aku permisi untuk pergi dan selandjutnja takkan datang lagi."
Djik Hong agak heran oleh utjapan tabib kelilingan jang tidak genah itu. Tapi karena potongan
sang tabib memang agak lutju, maka iapun tidak ambil perhatian, segera didjawabnja: "Ai,
mengapa Sinshe ter-buru2 sadja" Atas budi pertolonganmu itu, kami tidak dapat membalas
apa-apa, di sini ada seratus tahil perak, harap Sinshe suka terima sekedar sangu dalam
perdjalanan. " ~ sembari berkata iapun mengangsurkan sebungkus uang perak dengan penuh
hormat. Mendadak Tik Hun menengadah dan ter-bahak2 tawa, katanja: "Akulah jang telah menolong


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia, akulah jang telah menghidupkan dia! Sungguh lutju, akulah jang telah menghidupkan dia!
Apakah didunia ini ada orang jang lebih goblok dari diriku?"
Dan meski dia bergelak tertawa dengan menengadah, tapi tanpa merasa air matanja djuga
berlinang-linang. Keruan Djik Hong dan Go Him saling pandang dengan bingung melihat kelakuan 'Sinshe' jang
setengah sinting itu. Sebaliknja si dara tjilik Khong-sim-djay lantas berteriak-teriak: "Heee, Sinshe menangis, Sinshe
menangis!". Tik Hun menjadi terkedjut, ia tahu telah ditjurigai orang, ia kuatir rahasianja akan ketahuan,
maka ia tidak berani bitjara lagi dengan Djik Hong, hanja dalam hati ia berkata: "Sejak ini aku
takkan bertemu lagi dengan kau".
Diam-diam ia mengeluarkan kitab kuna jang didalamnja terselip pola sulaman sepatu jang
diketemukan di dalam gua dengan Wan-leng tempo hari, ketika orang tidak memperhatikan,
pelahan2 ia taruh kitab itu diatas kursi, lalu tanpa memandang lagi kepada Djik Hong ia lantas
mohon diri dan tinggal pergi.
"Go-sute, harap engkau hantarkan Sinshe." Kata Djik Hong.
Go Him mengiakan, lalu mengikut dibelakang Tik Hun.
Sambil masih memegangi bungkusan uang perak tadi, hati Djik Hong ber-debar2 tak keruan.
Pikirnja: "Siapakah sebenarnja Sinshe itu tadi" Mengapa suara tertawanja mirip benar dengan
orang itu" Ai, entah mengapa, meski djiwa Ban-long dalam keadaan bahaja, tapi pikiranku
selalu menjeleweng dan memikirkan dia sadja, ai, dia?"dia entah?""
SERIALSILAT.COM ? 2005 360 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah ia menjadi ter-menung2 sendiri, ia taruh bungkusan uang perak itu di atas medja,
dengan tumpang dagu ia berduduk pula di atas kursi.
Kebetulan kursi jang didudukinja sekarang adalah kursi jang bekas diduduki Tik Hun tadi.
Ketika mendadak merasa menduduki sesuatu benda, Djik Hong berbangkit lagi dan
memeriksanja, maka lantas tertampaklah sedjilid kitab kuna jang sudah ke-kuning2an.
Se-konjong2 Djik Hong berseru tertahan sekali, tjepat ia djemput kitab itu dan mem-balik2
halamannja, segera terdjatuh keluar dari kitab itu sehelai pola sepatu, ia kenal itu adalah buah
tangannja waktu masih tinggal dirumah dibarat Ouw-lam sana.
Ia ternganga sambil memegang kitab dan pola itu, kedua tangannja gemetar. Ketika ia membalik2 lagi kitab itu, kembali diketemukannja sepasang kupu2 guntingan dari kertas, seketika
terbajanglah waktu berduaan dengan Tik Hun duduk berdjadjar di dalam gua, dimana ia telah
menggunting kupu2 kertas itu.
Tanpa terasa ia berseru tertahan pula, katanja didalam hati: "He, dari?"" dari manakah
kitab ini" Sia"..siapakah jang membawanja kesini" Djangan2 Sinshe itu tadi?".
Melihat sikap ibunja agak aneh, si dara tjilik Khong-sim-jay menjadi takut, ber-ulang2 ia
memanggil: "Mak, mak, ken"kenapakah kau?"
Djik Hong terkejut oleh seruan anaknja ini, tapi tjepat ia masukkan kitab itu kedalam badjunja
sambil berlari keluar rumah setjepat terbang.
Sedjak ia mendjadi anak menantu keluarga Ban, hidupnja selalu lemah-lembut halus sopan,
tidak pernah ia berlari kesetanan seperti itu. Keruan kaum hamba dan dajang keluarga Ban
menjadi ter-heran2 melihat njonja muda mereka berlari tjepat dengan Ginkang sekaligus dari
ruangan dalam terus menjusur Tjimtjhe terus keluar rumah.
Waktu sampai dipelataran depan, kebetulan Djik Hong melihat Go Him telah masuk kembali,
maka tjepat ia tanja: "Dimanakah Sinshe itu?"
"Orang itu sangat aneh, tanpa bitjara apa-apa ia sudah pergi", sahut Go Him, "Suso, ada urusan
apakah kau mentjarinja lagi" Apakah keadaan Suko berubah buruk?"
"Tidak, tidak", sahut Djik Hong sambil memburu keluar pintu, ia menengok kesana dan
mengintai kesitu, tapi bajangan tabib kelilingan itu sudah tak tertampak lagi.
Djik Hong ter-longong2 sedjenak diluar pintu, kembali ia mengeluarkan kitab kuna tadi, dan
setiap kali melihat pola sepatu dan kupu2 kertas itu, seketika timbul pula pemandangan2
gembira ria dimasa mudanja. Bajangan2 itu bagaikan air bah membandjir kedalam benaknja
hingga tanpa merasa air matanja bertjutjuran.
SERIALSILAT.COM ? 2005 361 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendadak ia berubah pikiran: "Mengapa aku begitu bodoh" Bukankah barusan Ban-long ikut
kong-kong dan lain2 pergi ke Wan-leng untuk mentjari Gian-susiok, boleh jadi tanpa sengadja
mereka telah masuk kedalam gua dan disanalah kita ini telah diketemukan, lalu sekalian ada
jang membawa pulang kitab ini. Memangnja Sinshe jang tidak terkenal itu ada hubungan apa
dengan kitab ini?". Tapi lantas datang pikiran lain pula: "Ah, tidak, tidak, tidak! Masakah mungkin terjadi setjara
begitu kebetulan" Gua itu letaknja sangat rahasia, sekalipun ajahku juga tidak tahu, masakah
Ban-long dan rombongannja dapat menemukannja" Tujuan mereka adalah mentjari Giansupek, manabisa mereka kesasar kedalam gua rahasia itu" Tadi waktu aku membersihkan
medja kursi perjamuan, sudah terang keempat kursi itu aku melapnja hingga bersih, tidak
mungkin ada sedjilid kitab seperti ini. Dan kitab ini kalau bukan tabib itu jang membawanja,
habis darimanakah datangnja?"
Begitulah dengan penuh tjuriga dan sangsi pelahan2 ia kembali ke kamarnja. Dilihatnja sehabis
dibubuhi obat tadi, semangat Ban Ka sudah banjak lebih baik, sakitnja djuga mulai hilang.
Sambil memegangi kitab itu, sebenarnja Djik Hong bermaksud menanja sang suami, tapi lantas
terpikir olehnja: "Lebih baik aku djangan ter-buru2 tjari keterangan dulu, djangan2 tabib
itu?"tabib itu adalah?"?"".."
Dalam pada itu terdengar Ban Ka sedang bitjara padanja: "Hong-moay, Sinshe itu benar2 adalah
tuan penolong djiwaku, kita harus memberi penghargaan se-tinggi2nja kepadanja"
"Ja, aku tadi telah menghadiahkan dia seratus tahil perak, tapi dia djustru tidak mau terima
meski kupaksa", tutur Djik Hong, "Ai, benar2 seorang kangouw jang aneh, seorang jang
berbudi. Obat penawar itu?"?"?"?" he, dimanakah botol obat itu tadi" Apakah kau
simpan di dalam latji medja?"
Tadi waktu Djik Hong mau keluar untuk melayani "Shinshe" jang akan didjamunja itu, ia ingat
betul botol obat itu ditaruhnja di atas medja di depan randjang Ban Ka, tapi kini sudah hilang.
Maka Ban Ka telah mendjawab: "Tidak, aku tidak menjimpannja, bukankah tadi kau taruh
diatas medja?" Tapi meski Djik Hong sudah mentjari kian kemari diseluruh kamar itu, tetap botol obat itu
tidak kelihatan. Keruan ia sangat gelisah dan tjemas, pikirnja: "Djangan2 karena pikiranku tadi
lagi bingung, maka obat itu kubawa serta sambil lari keluar dan jatuh" Tapi, ah, tidak bisa, aku
ingat betul2 botol obat itu kutaruh di atas medja, didekat mangkok obat itu".
Ban Ka juga sangat gugup, katanja: "Le?"lekas kau mentjari lagi, masakah bisa hilang"
Sungguh aneh. Tadi aku hanja terpulas sebentar dan masih ingat benar2 botol obat itu tertaruh
di atas meja." SERIALSILAT.COM ? 2005 362 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendengar itu Djik Hong bertambah kuatir, segera ia keluar kamar, ia tjoba tarik puterinja
dan tanja padanja: "Khong-sim-djay, tadi waktu ibu keluar, adakah siapa2 jang masuk ke
kamar?" "Ada, Go-sioksiok tadi datang, ketika melihat ajah tidur, ia lantas keluar lagi", tutur si dara
tjilik. Djik Hong menghela napas lega mendapat keterangan itu, lapat2 ia merasa ada sesuatu jang
tidak beres. Tapi Ban Ka sedang sakit, apapun jang terjadi tidak perlu dia ikut tahu hingga ikut
menanggung kuatir. Maka katanja kepada Khong-sim-djay: "Anak baik, kau temani ajah di
dalam kamar, ja, kalau ajah tanjakan ibu, bilanglah ibu lagi menyusul Sinshe untuk minta obat
bagi ajah". Sidara tjilik memanggut dan menjahut: "Ja, mak, kau lekas pulang, ja!"
Dan sesudah tenangkan diri, pelahan-lahan Djik Hong membuka latji medja Ban Ka, ia ambil
sebilah belati dan diselipkan dipinggang dalam badju, kemudian ia turun ke bawah loteng.
Pikirnja: "Keparat Go Him itu, bila bertemu aku ditempat sepi, selalu ia tjengar-tjengir padaku
dengan maksud tidak baik. Tabib tadi itu adalah dia jang mengundang, djangan2 dia
bersekongkol dengan tabib itu dan telah mengatur tipu muslihat kedji apa2".
Begitulah sambil memikir ia bertindak ketaman dibelakang rumah. Sampai diserambi samping,
dilihatnja Go Him sedang ter-menung2 memandangi ikan mas di empang sambil bersandar
lankan. "Go-sute", segera Djik Hong menegur, "lagi berbuat apa engkau di sini seorang diri".
Ketika berpaling dan melihat penegur itu adalah Djik Hong, seketika muka Go Him berseriseri, sahutnja: "Kukira siapa, tak tahunja adalah Suso. Engkau mengapa tidak mendjaga Suko di
atas loteng, tapi masih punja tempo luang untuk djalan2 kesini?"
"Ai, aku merasa sangat kesal," sahut Djik Hong sambil menghela napas, "Setiap hari selalu
mendampingi orang sakit, dan semakin tangan Suko-mu kesakitan, perangainja djuga
bertambah kasar. Maka aku perlu keluar untuk djalan2 menghibur hati dan lara".
Mendengar jawaban itu, sungguh girang Go Him melebihi orang dapat 'buntut', dengan
tjengar-tjengir segera ia membumbui: "Ja, memang, engkau memang perlu istirahat dan
menghibur diri. Sebenarnja Suko djuga keterlaluan, punja isteri tjantik sebagai engkau masih
kurang terima, tapi malah suka mengamuk sadja, sungguh keterlaluan".
Djik Hong mendekati orang dan bersandar juga di atas lankan untuk memandangi ikan mas
jang lagi berenang kian kemari dengan bebas ditengah empang itu, lalu sahutnja dengan
tertawa: "Ah, Suso-mu ini sudah tua, masakah masih dikatakan tjantik apa segala, bukankah
akan dibuat tertawa orang?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 363 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"He, mana bisa, mana bisa", tjepat Go Him berkata, "Suso benar-benar sangat tjantik. Diwaktu
masih gadis engkau mempunjai ketjantikan seorang gadis, sesudah menjadi Siaunaynay (nyonja
muda) juga tetap mempunjai ketjantikan sebagai Siaunaynay. Tanjakan saja diseluruh kota
Heng-tjiu ini, siapa orangnja jang tidak mengatakan bahwa bunga tertjantik adalah tertanam
dikeluarga Ban". Sampai disini mendadak Djik Hong memutar tubuh dan mengangsurkan tangannja sambil
berkata: "Mana, serahkan sini".
"Serahkan apa?", tanja Go Him dengan tertawa.
"Obat penawar itu", kata Djik Hong dengan muka membesi.
"Obat penawar apa" Entah, aku tidak tahu, apakah kau maksudkan obat penawar untuk luka
Ban-suko itu"," demikian Go Him berlaga pilon.
"Benar!", sahut Djik Hong tegas. "Sudah terang kau jang mengambilnja".
Go Him tertawa litjik, sahutnja: "Tabib itu adalah aku jang mengundangkan, obat penawar
adalah aku jang mengusahakan. Kini Ban-suko dibubuhi satu kali, paling tidak ia akan terhindar
dari penderitaan untuk beberapa hari".
"Tapi Sinshe itu bilang obat itu harus dibubuhkan ber-turut2 sepuluh kali", kata Djik Hong.
"Ja, aku sungguh menjesal, sungguh aku menjesal", tiba-tiba Go Him gojang2 kepala.
"Menjesal tentang apa?", tanja Djik Hong
"Semula aku menjangka tabib kelilingan jang dekil seperti itu masakah mempunjai kepandaian
apa2, maka aku mau mengundang dia ke atas loteng, tudjuanku sebenarnja adalah ingin
mentjari kesempatan untuk melihat Suso, siapa duga, eh, keparat itu benar2 mempunjai obat
mudjarab untuk menjembuhkan ratjun disengat ketungging. Sudah tentu, sudah tentu, hal itu
sangat bertentangan dengan maksud tudjuanku", demikian tutur Go Him.
Sungguh gusar Djik Hong tak terkatakan oleh tjerita orang itu, tapi obat penawar jang
ditjarinja itu masih ditangan orang, ia harus bersabar untuk mendapatkan obatnja, habis itu
baru akan membikin perhitungan dengan manusia rendah itu.
Maka dengan tertawa ia mendjawab: "Habis kalau menurut kau, tjara bagaimanakah kau
mengharapkan balas djasa dari Sukomu agar engkau mau menjerahkan obat penawar itu?"
Tiba2 Go Him menghela napas, sahutnja: Sam-suko sendiri sudah menikmati kebahagiaan
selama beberapa tahun ini, kalau sekarang dia harus mati juga pantas rasanja".
SERIALSILAT.COM ? 2005 364 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Air muka Djik Hong berubah seketika, tapi sedapat mungkin ia menahan perasaannja, dengan
menggigit bibir ia diam saja.
Maka Go Him berkata pula: "Waktu kau datang ke Heng-tjiu untuk pertama kalinja, diantara
kami berdelapan saudara seperguruan, siapakah orangnja jang tidak kesengsem padamu" Dan
kami mendjadi penasaran melihat sitolol Tik Hun itu siang malam senantiasa mendampingi
engkau, maka kami be-ramai2 lantas berkomplot untuk menghadjarnja hingga babak
belur?"?"?""."
"He, kiranja kalian menghadjar Sukoku itu malahan adalah disebabkan diriku?" kata Djik
Hong. "Ja, memang", sahut Go Him, "Dan untuk menghadjarnja sudah tentu harus ditjari alasan.
Maka kami sengadja menuduh dia suka menondjolkan diri buat bertempur dengan bandit Lu
Thong hingga membikin malu kami jang menjadi anak murid keluarga Ban jang
berkepentingan. Padahal tujuan kami adalah demi dirimu. Suso! Habis, kau menambalkan
badjunja, mengajak bitjara padanja dengan mesra, tentu sadja kami 'minum tjuka'!".
Diam-diam Djik Hong terkesiap oleh tjerita itu, pikirnja: "Apa benar peristiwa itu adalah gara2
diriku" Ai, Ban-long, mengapa selama ini kau tidak pernah mengatakan hal ini kepadaku?".
Tapi ia masih pura2 tidak paham dan berkata pula dengan tertawa: "Ai, Go-sute, engkau ini
memang pintar berkelakar. Padahal waktu itu aku aku adalah seorang gadis desa, seorang nona
jang ke-tolol2an, dandananku djuga mentertawakan orang, apanja sih jang menarik?"
"Tidak, tidak", ujar Go Him. "Orang tjantik tulen djusteru tidak perlu berdandan atau bersolek
segala. Suso, bila bukan karena kesemsem padamu, tentu tidak sampai ?"?"" ~ berkata
sampai di sini mendadak ia berhenti dan tidak meneruskan lagi.
"Apa lagi", tanja Djik Hong
"Setelah kami dapat menahan kau dirumah keluarga Ban ini, untuk mana aku orang she Go
juga tidak sedikit mengeluarkan tenaga," kata Go Him pula, "akan tetapi, Suso, setiap kali kau
bertemu muka dengan aku selalu bersikap dingin2 saja, tersenjum sekali sadja padaku juga
tidak pernah, tjoba, apakah hal itu tidak membikin hatiku mendjadi panas".
"Tjis", semprot Djik Hong dengan tertawa, "Aku tinggal dirumah keluarga Ban, lalu aku
menikah pada Suko-mu, semuanja itu adalah aku sendiri jang sukarela, tenaga apa jang pernah
kau korbankan dalam urusan itu" Toh waktu itu kau tidak ikut membudjuk padaku apa
segala, ai, kenapa kau sembarangan omong sadja?"
"Meng?"?"".. mengapa aku tidak korbankan tenaga?" bantah Go Him, "Tjuma saja
engkau sendiri jang tidak tahu."
SERIALSILAT.COM ? 2005 365 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djik Hong tambah tjuriga, segera katanja dengan membudjuk: "Sute jang baik, tjoba
katakanlah sebenarnja kau ikut mengorbankan tenaga apa, tentu Susomu ini takkan melupakan
djasamu itu?" Go Him meng-gojang2 kepala, katanja kemudian: "Urusan itu sudah lama lalu, buat apa diungkat2 lagi" Andaikan kau mengetahui djuga tiada gunanja".
"Ja, sudahlah, djika kau tidak mau menerangkan, akupun tidak memaksa", kata Djik Hong.
"Nah, Go-sute, lekaslah serahkan obat penawar itu padaku, kita berada berduaan disini
djangan2 akan dipergoki orang dan akan menimbulkan sangkaan djelek".
"Kalau siang hari memang kuatir dipergoki orang, tapi kalau malam hari tentu tidak kuatir
lagi", ujar Go Him sambil tertawa.
"Apa katamu", bentak Djik Hong tertahan dengan muka membeku sambil mundur setindak.
Tapi dengan menjengir Go Him berkata pula: "Djika kau ingin menjembuhkan penjakit Bansuko, hal ini tidak sulit asalkan nanti tengah malam kau datang ke gudang kaju sana, aku akan
menunggu engkau di sana, Djika kau mau menurut pada keinginanku itu, aku lantas
memberikan kadar obat jang tjukup untuk dibubuhkan satu kali diluka Ban-suko".
"Andjing keparat, kau berani omong begitu, apa kau tidak takut ditjintjang oleh Suhumu?"
damperat Djik Hong dengan gemas.
"Memangnja aku sudah siap untuk korbankan djiwaku ini, tegasnja aku sudah nekat," sahut Go
Him. "Padahal Ban Ka sibotjah apek itu apanja sih jang dapat menangkan aku" Soalnja ia adalah
putera Suhu sendiri, hanja itu sadja. Padahal semua orang toh ikut keluarkan tenaga, mengapa
mesti dia sendiri jang menikmati wanita tjantik sebagai engkau ini?"
Djik Hong semakin tjuriga mendengar Go Him berulang-ulang mengatakan 'mengeluarkan
tenaga'. Tapi karena Go Him lantas menghambur dengan kata2 makian kotor, ia benar2 tidak
tahan lagi, maka katanja segera: "Kau mengatjo-belo tak keruan, sebentar djika Kongkong
pulang, biar akan kulaporkan padanja, lihat sadja kalau dia tak membeset kulitmu".
"Ha-ha, aku djusteru ingin tjoba," sahut Go Him dengan mendjengek. "Aku akan tunggu disini,
asal Suhu memanggil aku, segera aku menuang isi botol ini untuk umpan ikan di dalam
empang. Tadi aku sudah tanja tabib itu tentang obat penawar ini, dia bilang, obat ini hanja
tinggal sebotol, untuk membuatnja lagi sedikitnja akan makan tempo setahun atau dua tahun."
Sambil berkata ia terus mengeluarkan botol porselen itu, ia tarik sumbat botol dan didjulurkan
keatas empang, asal tangannja sedikit miring, seketika obat penawar didalam botol itu akan
tertuang kedalam empang, dan itu berarti djiwa Ban Ka takkan tertolong pula.
Keruan Djik Hong mendjadi kuatir, tjepat serunja: "He, he! Djangan, djangan! Lekas kau
simpan kembali obat itu, kita masih dapat berunding lagi".
SERIALSILAT.COM ? 2005 366 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Apa jang perlu dirundingkan lagi?", ujar Go Him dengan tersenjum iblis. "Djika kau ingin
menolong djiwa suamimu, maka kau harus menurut apa jang kukatakan."
"Ja, pabila memang betul dahulu kau menaruh hati padaku dan pernah mengeluarkan tenaga
demi diriku, maka?"?"". mungkin aku akan?"?". Tapi, ah, tidak bisa djadi, aku
tidak pertjaja", demikian Djik Hong sengadja berkata.
"He, hal itu sungguh2 seribu kali sungguh2, sedikitpun bukan omong kosong," tjepat Go Him
menegaskan. "Malahan itu adalah tipu-akalnja Samsute, dia suruh Tjiu Kin dan Bok Heng
menjamar sebagai Djay-hoa-tjat untuk memantjing sitolol Tik Hun kekamarnja si Mirah. Dan
orang jang menaruhkan emas-intan dibawah randjang Tik Hun itu tak lain tak bukan adalah
aku Go Him sendiri. Tjoba, Suso, Djika kami tidak menggunakan akal itu, masakah kami dapat
menahan engkau untuk tinggal dirumah keluarga Ban ini?"


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seketika Djik Hong merasa kepalanja pening dan pandangannja menjadi gelap. Utjapan Go
Him itu mirip sebilah belati jang menikam ulu-hatinja. Tanpa merasa ia menjerit tertahan:
"Oh, Allah! Djadi aku telah keliru mendakwa dia, aku salah menuduh dia jang sebenarnja tidak
berdosa!". Sesaat itu Djik Hong agak sempojongan, untung ia masih sempat memegangi lankan.
Sebaliknja Go Him sangat senang, katanja pula dengan suara lirih: "Suso, apa jang kukatakan ini
sungguh2, lho! Dan djangan kau katakan kepada orang lain. Kami berdelapan saudara sudah
bersumpah bahwa siapapun tidak boleh membotjorkan rahasia ini kepada orang lain".
Mendadak Djik Hong menjerit sekali, ia terus berlari pergi, ia mendorong pintu taman
belakang terus berlari keluar dengan tjepat.
Dan Go Him masih berseru padanja: "He, kemanakah kau, Suso" Tengah malam nanti djangan
lupa, ya!". ******** Setelah keluar dari pintu belakang, Djik Hong terus menuju ketempat jang sepi dari orang,
sesudah menjusur beberapa kebun sajur, akhirnja dilihatnja di arah barat sana ada sebuah Sutheng (rumah berhala pemudjaan leluhur) ketjil jang tak terawat, pintu rumah berhala itu
setengah tertutup, segera ia mendorong pintu itu dan masuk kesitu.
Maksud Djik Hong adalah ingin mentjari suatu tempat jang sunji agar dia dapat memikirkan
setjara tenang bahwasanja: "Tik Hun dipitenah orang atau bukan" Kitab kuna bekas miliknja
itu darimanakah datangnja" Tjara bagaimana menghadapi Go Him jang bermaksud djahat
SERIALSILAT.COM ? 2005 367 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
dengan memperalat obat penawar penjambung njawa suaminja itu" Dan bagaimana sebenarnja
dengan diri Ban-long sang suami"
Begitulah Djik Hong bersandar disebatang pohon waru jang besar, sampai lama dan lama sekali
tetap ia tak dapat menarik kesimpulan dan mengambil keputusan.
Se-konjong2 terdengar suara kelotak-kelotek orang berdjalan dari dalam Su-theng itu tahu2
muntjul seseorang. Itulah seorang wanita setengah umur dengan rambutnja jang pandjang
kusut terurai tak keruan, badjunja rombeng dan dekil sekali.
Siapakah wanita setengah umur jang dekil dan morat-marit rambutnja itu"
Apakah Djik Hong akan bertemu kembali dengan Tik Hun"
Kemanakah perginja Tik Hun sementara itu"
Apa benar Djik Tiang-hoat akan menghilang untuk selamanja atau akan muntjul
kembali" Rahasia apa dibalik menghilangnja Djik Tiang-hoat selama ini"
~ Batjalah djilid ke-10 ~
SERIALSILAT.COM ? 2005 368 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 10 Melihat Djik Hong, wanita dekil itu tampak agak takut2, dengan menjisir pelahan2 ia
menjelinap masuk kedalam rumah berhala itu. Dan baru ia melangkah masuk keruangan
dalam, kembali ia menoleh memandang sekedjap lagi pada Djik Hong, rupanja sekali ini ia
dapat mengenali siapa Djik Hong, tanpa terasa ia mendjerit kaget.
Waktu Djik Hong memandangnja hingga sinar mata kedua orang kebentrok, tanpa kuasa lagi
wanita itu mendadak berlutut serta memohon padanja: "Siau-naynay (njonja muda),
ha?"..harap djangan kau ka?"..katakan aku berada di?"disini."
Keruan Djik Hong heran sebab ia merasa tidak kenal wanita dekil itu, ia tanja: "Siapakah kau"
Untuk apa kau berada disini?"
"O, ti?"tidak apa2, aku ?"aku adalah seorang pengemis," sahut wanita itu dengan
gelagapan, habis itu, ia lantas berbangkit dan masuk keruangan dalam dengan langkah tjepat.
Pikiran Djik Hong tergerak oleh tingkah-laku wanita kotor jang tidak dikenal itu, ia merasa ada
sesuatu jang tidak beres atas wanita itu. Tapi lantas berpikir pula olehnja: "Ah, aku sendiri
sudah tjukup kesal menghadapi matjam2 urusan, buat apa ikut tjampur urusan orang lain lagi?"
Lalu ia membatin. "Keparat Go Him itu mengatakan tjara mereka mempitenah Tik-suko, hal
itu pastilah betul dan bukan omong ksosong, lantas kitab itu ?"kitab itu ?".."
Berpikir sampai disini tanpa merasa ia pegang dahan pohon waru disampingnja dan
digojangkan pelahan hingga daun waru kering djatuh berserakan.
Pada saat itulah ia dengar suara orang berlari, kiranja siwanita dekil tadi telah merat melalui
pintu belakang Su-theng itu.
Djik Hong semakin heran, pikirnja: "Entah mengapa wanita ini demikian takutnja padaku
?""Ha, teringatlah aku, dia?".dia adalah Tho Ang, si Mirah ?".."
Demi mengenali si Mirah itu, dengan tjepat Djik Hong lantas memburu kepintu belakang sana,
segera ia tjabut belatinja sambil membentak: "Tho Ang, kau berbuat apa setjara sembunji2
disini?" Memang wanita dekil itu betul adalah Tho Ang alias si Mirah, itu gundiknja Ban Tjin-san
dahulu jang katanja bergendakan dengan Tik Hun dan tertangkap basah itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 369 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ketika namanja dipanggil Djik Hong, memangnja si Mirah sudah gugup, apalagi melihat njonja
muda itu menghunus belati lagi, keruan ia ketakutan setengah mati, dengan gemetar ia
berlutut pula sambil memohon: "Siau?".Siau-naynay, am?".. ampunilah aku!"
Djik Hong sangat heran oleh kelakuan wanita itu. Sedjak dia tinggal didalam keluarga Ban, ia
hanja bertemu beberapa kali dengan Tho Ang, tidak lama kemudian lantas tidak pernah
bertemu pula. Apalagi setiap kali bila teringat kedjadian Tik Hun hendak kabur bersama si
Mirah itu, rasa hatinja mendjadi seperti di-sajat2, lantaran itulah maka menghilangnja Tho Ang
itupun tidak pernah digubrisnja. Siapa duga wanita bedjat itu ternjata sembunji didalam Sutheng atau rumah berhala bobrok ini.
Su-theng ini djaraknja tidak djauh dari rumah keluarga Ban, tapi sedjak Djik Hong mendjadi
njonja mantu, penghidupan jang dia tuntut sudah berbeda daripada waktu perawan hidup
dikampung halamannja sana, ia tidak pernah kelujuran diluaran lagi, walaupun sering djuga
keadaan Su-theng bobrok itu dilihat olehnja dari djauh, tapi belum pernah ia memasukinja.
Keadaan Tho Ang sekarang djuga tak keruan, rambutnja kusut masai, mukanja kurus putjat,
hanja beberapa tahun tidak berdjumpa tampaknja malah sudah lebih tua beberapa puluh
tahun, makanja Djik Hong pangling. Tjuma Tho Ang sendiri jang ketakutan hingga
menimbulkan tjuriga Djik Hong dan sesudah di-pikir2, achirnja teringat djuga olehnja diri si
Mirah itu. Tjoba kalau Tho Ang tinggal pergi pelahan2 seperti tidak terdjadi apa2, sedang Djik
Hong sendiri lagi kusut pikirannja tentu dia takkan diperhatikan.
Begitulah Djik Hong lantas geraki belatinja sambil mengantjam: "Apa jang kau lakukan dengan
sembunji2 disini" Hajo lekas mengaku terus terang!"
"Aku ti?"tidak berbuat apa2," sahut Thoa Ang dengan ketakutan. "Siaunaynay, aku ?"aku
telah diusir oleh Loya, beliau mengatakan bila kepergok aku masih berada di Hengtjiu sini,
tentu aku ?".aku akan dibunuh olehnja, akan tetapi?"akan tetapi aku tiada mempunjai
tempat lain lagi, terpaksa?"terpaksa sembunji disini untuk tjari hidup dengan minta2 sesuap
nasi. Siau?"..Siaunaynay, selain Hengtjiu, aku tidak tahu kemana aku harus pergi" Maka
sukalah?"sukalah Siaunaynay berbuat badjik, djangan?"djanganlah katakan pada Loya
tentang diriku." Mendengar ratapan orang jang tjukup kasihan itu, Djik Hong lantas simpan kembali belatinja.
Katanja kemudian: "Sebab apa kau diusir Loya" Mengapa aku tidak tahu?"
"Akupun tidak?"..tidak tahu sebab apa mendadak Loya tidak suka padaku lagi," tutur Tho
Ang. "Padahal Tik?".urusan orang she Tik itu bukanlah salahku. Ai, tidak?"..tidak
seharusnja aku bertjerita tentang ini."
"Kau tidak mau bertjerita djuga boleh, sekarang djuga kuseret kau pergi menemui Loya,"
antjam Djik Hong sambil djambret lengan badju si Mirah.
SERIALSILAT.COM ? 2005 370 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Keruan si Mirah ketakutan, dengan gemetar ia berkata: "Aku ?".aku akan bertjerita!
Siaunaynay, apa jang kau ingin tahu?"
"Tjeritakan tentang orang?".orang she Tik itu, sebenarnja bagaimana duduknja perkara"
Sebab apakah kau hendak kabur bersama dia?" demikian kata Djik Hong.
Saking takut dan gugupnja hingga Tho Ang ternganga dan terbelalak tanpa bisa bitjara.
Dengan mata tak berkesip Djik Hong pandang lekat2 wanita itu, rasa takut dalam hatinja
mungkin berpuluh kali lebih hebat daripada si Mirah. Jang ditakutkan adalah tjerita si Mirah,
djangan2 tjerita itu akan menjatakan bahwa: Waktu itu memang benar Tik Hun telah
memperkosanja. Tapi karena sesaat itu Tho Ang tidak dapat bitjara, maka wadjah Djik Hong mendjadi putjat
lesi, djantungnja se-akan2 berhenti berdenjut, saking tegangnja.
Achirnja, mengakulah Tho Ang: "Kedjadian itu bukan?"..bukan salahku, Siauya (tuan
muda) jang suruh aku berbuat begitu, suruh aku peluk orang she Tik itu se-kentjang2nja serta
menuduh dia hendak memperkosa diriku dan membudjuk aku agar kabur bersama. Hal ini
telah kututurkan kepada Loya, sebenarnja Loya toh pertjaja djuga, tapi?".tapi achirnja tetap
beliau mengusir aku."
Sungguh Djik Hong merasa sangat terima kasih dan berduka, merasa penasaran dan merasa
kasihan. Dalam hati ia meratap: "O, Suko, djadi akulah jang telah salah sangka djelek padamu,
seharusnja aku mengetahui hatimu jang sutji murni, tapi toh aku telah menjangka djelek dan
membikin susah padamu!"
Begitulah ia tidak dendam pada Tho Ang, sebaliknja ia malah agak berterima kasih, untunglah
wanita itu jang telah membuka ikatan hatinja jang tertekan selama ini. Didalam rasa duka dan
pedihnja itu tiba2 terasa pula sematjam rasa manis diantara rasa pahit getir. Meski selama ini ia
telah mendjadi isterinja Ban Ka, tetapi orang jang benar2 ditjintainja didalam lubuk hatinja
selalu hanja seorang jaitu Tik Hun. Sekalipun sang Suko itu mendadak berubah pikiran,
sekalipun djiwanja ternjata kotor dan rendah, biarpun seribu kali pemuda itu berbuat salah,
seribu kali berhati palsu, tapi hanja dia, ja hanja dia, tetap dia seoranglah jang selalu
dikenangkan dan dirindukan oleh Djik Hong.
Mendadak segala rasa bentji dan dendam telah berubah mendjadi sesal dan duka pada diri
sendiri, pikirnja: "Pabila sedjak dulu aku tahu duduknja perkara, sekalipun menghadapi bahaja
apapun djuga pasti akan kutolong dia keluar dari pendjara. Tapi dia telah menderita sehebat
itu, entah tjara bagaimana dia akan pikir atas ?""atas diriku?"
Melihat Djik Hong diam sadja, Tho Ang tjoba melirik njonja muda itu, lalu katanja dengan
suara gemetar: "Siaunaynay, banjak terima kasih pabila sudi membiarkan aku pergi, aku akan
?"".akan tinggalkan Hengtjiu ini dan takkan kembali kesini untuk selamanja."
SERIALSILAT.COM ? 2005 371 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djik Hong menghela napas, katanja kemudian: "Ah, sebab apakah Loya mengusir kau" Apa
kuatir aku mengetahui duduknja perkara itu" Tetapi, hai mungkin sudah takdir ilahi, setjara
kebetulan harini aku telah pergoki kau disini."
Habis berkata iapun lepaskan pegangannja pada lengan badju orang. Mestinja ia ingin
memberikan persen sedikit uang perak, tapi ia keluar setjara buru2 hingga pada sakunja tidak
terdapat apa2. Melihat Djik Hong sudah melepaskan dirinja, kuatir akan terdjadi apa2 lagi, buru2 Tho Ang
melangkah pergi, tapi mulutnja masih menggumam: "Habis, di waktu malam Loya tentu
ketemu setan, tentu memasang tembok, mengapa aku jang disalahkan" Toh bukan aku jang
sembarangan omong." Mendengar itu, tjepat Djik Hong memburu madju dan bertanja: "Kau omong apa" Melihat
setan dan pasang tembok apa katamu?"
Tho Ang sadar telah kelepasan mulut lagi, tjepat ia menjahut: "O tidak ada apa2, tidak ada
apa2. Aku bilang Loya sering melihat setan diwaktu malam, ditengah malam selalu bangun
untuk memasang tembok."
Melihat tingkah-laku orang jang angin2an itu, Djik Hong pikir mungkin sedjak si Mirah itu
diusir oleh Kongkong (bapak mertua) penghidupannja sangat susah, maka pikirannja mendjadi
kurang waras. Habis, masakah Kongkong dikatakan tengah malam bangun untuk pasang
tembok" Padahal didalam rumah tidak pernah dilihatnja tembok jang dipasang Kongkong.
Rupanja Tho Ang kuatir njonja muda itu tidak pertjaja, maka ia mengulang lagi: "Ja, dia pasang
tembok, tapi tembok ?".tembok palsu. Setiap tengah malam Loya suka?".suka mendjadi
tukang batu maka aku telah mengatai dia beberapa kata, dan dia lantas marah2, aku dihadjar
hingga babak-belur, kemudian aku diusirnja pula?".." ~ Begitulah sambil mengomel dan
menggerundel tak habis2, ia terus mengelojor pergi dengan beringsat-ingsut.
Djik Hong mendjadi terharu memandangi bajangan wanita tjelaka itu, pikirnja: "Paling banjak
ia tjuma lebih tua 10 tahun daripadaku, tapi ia telah berubah sedemikian djeleknja. Entah
mengapa Kongkong telah mengusirnja" Mengapa dia mengatakan Kongkong melihat setan dan
pasang tembok ditengah malam buta" Ah, mungkin pikiran wanita ini memang tidak waras
lagi. Ai, disebabkan seorang wanita goblok seperti ini. Suko telah merana selama hidup dan
akupun menderita selama ini!" ~ Berpikir sampai disini, bertjutjuran air matanja.
Begitulah Djik Hong menangis hingga sekian lamanja sambil bersandar dibatang pohon waru
itu, tapi sehabis menangis hatinja jang pepet tadi mendjadi agak lega, perlahan2 barulah ia
pulang kerumah. Ia tidak melalui taman belakang lagi, tapi masuk dari pintu samping terus
kembali keatas loteng sendiri.
Begitu mendengar suara tangga loteng itu, segera Ban Ka bertanja dengan tak sabar: "Hongmoay, obat penawarnja didapatkan tidak?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 372 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djik Hong tidak mendjawab, ia terus masuk kekamar, ia melihat Ban Ka duduk
diatas randjang dengan sikap jang tidak sabar menunggu lagi, tangannja jang terluka itu terletak
ditepi randjang, darah hitam setetes demi setetes merembes keluar dari punggung tangannja
dan djatuh kedalam baskom jang menadah dibawah randjang itu. Dara tjilik Khong-sim-djay
sudah lama tidur disebelah kaki ajahandanja.
Tadi sesudah mendengar tjerita Go Him hingga berlari keluar rumah, dalam hati Djik Hong
sebenarnja penuh rasa murka terhadap Ban Ka. Ia bentji kepada tjaranja jang kedji dan kotor
itu untuk mempitenah Tik Hun. Tapi kini demi melihat air muka sang suami jang tampan
putjat itu, tjinta kasih suami-isteri selama beberapa tahun ini kembali membuatnja lemah hati.
Pikirnja: "Ja, betapapun adalah karena Ban-long tjinta padaku, makanja dia berusaha
menjingkirkan Tik-suko, tjaranja memang kedji hingga membikin Suko kenjang menderita,
tapi kesemuanja itu adalah demi diriku."
Dan karena tiada mendapat djawaban, maka Ban Ka telah bertanja pula: "Obat penawarnja
sudah dibeli lagi belum?"
Karena bingung apakah mesti memberitahukan atau tidak kepada suami tentang kelakuan Go
Him jang kurangadjar itu, maka segera ia mendjawab: "O, aku sudah ketemukan tabib itu, aku
telah memberikan uang lagi dan minta dia segera meramukan obatnja."
Mendengar itu, barulah Ban Ka merasa lega hatinja, katanja. "Hong-moay, djiwaku ini akhirnja
engkaulah jang menjelamatkan."
Djik Hong paksakan diri tertawa, ia merasa bau darah berbisa jang berada didalam baskom itu
sangat menusuk hidung, segera ia membawakan sebuah tempolong ludah untuk menggantikan
baskom itu, lalu baskom itu dibawanja keluar.
Tapi baru beberapa langkah, bau darah berbisa itu menerdjang hidungnja hingga kepalanja
terasa pening, diam2 ia mengakui betapa lihaynja ratjun ketungging itu. Tjepat ia keluar kamar,
ia taruh baskom itu dilantai ditepi medja, lalu ia hendak mengambil saputangan dari badjunja
untuk menutupi hidung, kemudian darah berbisa itu akan dibuangnja.
Tapi begitu tangannja mendjulur kedalam saku, segera ia memegang kitab kuno itu. Ia tertegun
sedjenak, kembali hatinja ber-debar2 lagi, ia mengeluarkan kitab itu, ia duduk ditepi medja,
lalu satu halaman demi satu halaman dibaliknja. Ia masih ingat dengan djelas kitab itu
diambilnja dari bawah sebuah kopor rusak milik sang ajah jang penuh tersimpan badju lama,
waktu itu ia sedang mentjari sesuatu badju lama dan tanpa sengadja telah diketemukan kitab
itu. Padahal ia tahu ajahnja tidak banjak makan sekolah, biarpun huruf segede telur djuga tiada
dua kerandjang jang dikenalnja, entah darimana sang ajah menemukan kitab seperti itu.
Tatkala itu kebetulan ia baru selesai menggunting dua buah pola sulaman, maka ia lantas
selipkan kertas pola kedalam buku itu. Dan ketika suatu hari ia bermain lagi kegua rahasia itu
bersama Tik-suko, kitab itu sekalian lantas dibawanja kesana, sedjak itu kitab itupun selalu
SERIALSILAT.COM ? 2005 373 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tertinggal didalam gua, mengapa sekarang bisa diketemukannja disini" Apakah Tik-suko
menjuruh tabib kelilingan tadi menghantarkannja padaku" Tabib itu?".. djangan2 ?"
kelima djarinja terpapas putus semua oleh Go Him" Ja, tabib itu mengapa?". Mengapa
selalu menjembunjikan tangan kanan didalam saku."
Begitulah se-konjong2 Djik Hong teringat pada waktu itu. Di kala tabib keliling itu
membubuhi obat pada Ban Ka tiada seorangpun jang memperhatikan tangan jang digunakan
sitabib adalah tangan kiri dan tidak pernah memakai tangan kanan, kini demi teringat dahulu
djari tangan kanan Tik Hun pernah terpapas putus oleh Go Him, seketika terbajanglah
kembali adegan2 tadi waktu sitabib membuka peti obat, mengambil botol obat dan membuka
sumbat botol serta menuang obat bubuk itu, ja, kesemuanja itu melulu dilakukan oleh tangan
kiri sitabib. "Djangan2?". Djangan2 tabib itu adalah Tik-suko" Tapi mengapa mukanja sedikitpun tidak
sama?" demikian pikir Djik Hong. Dan saking kusut dan kesalnja, ia mendjadi berduka, air
matanja bertjutjuran dan menetes diatas kitab jang dipegangnja itu.
Air matanja menetes terus hingga membasahi kitab kuno dan hal mana belum disadari oleh
Djik Hong, air matanja menetes diatas sepasang kupu2 guntingan kertas, jaitu kupu2 San Pek


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Eng Tay, nasib pertjintaan mereka baru akan terdjalin sesudah keduanja mati semua
?"" Dalam pada itu Ban Ka sedang berseru didalam kamar: "Hong-moay, aku merasa gerah sekali,
aku ingin bangun untuk djalan2 sebentar."
Tapi Djik Hong sendiri lagi tenggelam dalam lamunannja, maka tidak mendengar suara sang
suami itu. Waktu itu ia sedang memikir: "Tempo hari dia (Tik Hun) telah mematikan seekor
kupu2 hingga sepasang kekasih telah ditjerai-beraikan olehnja. Apakah dia telah ketulah oleh
perbuatannja itu dan hidupnja ini diharuskan merana dan menderita!?""
Dan pada saat itulah mendadak dibelakangnja seorang telah berseru dengan suara kaget. "He,
itulah ?"..Soh ?"" Soh-sim-kiam-boh!"
Keruan Djik Hong djuga berdjingkrak kaget, tjepat ia menoleh, ia melihat Ban Ka dengan
wadjah kegirangan dan penuh semangat sedang berkata: "He, Hong-moay, darimanakah kau
memperoleh kitab itu" Lihatlah, aha, kiranja begitu, kiranja demikian!"
Segera ia memburu madju, dengan kedua tangannja ia memegang kitab kuno ditangan isterinja.
Ia balik sampul kitab itu, dengan djelas dibatjanja djudul kitab itu adalah "Tong-si-soan-tjip"
(pilihan2 sjair djaman Tong).
Kemudian ia melihat halaman jang ketetesan air mata Djik Hong itu adalah sebuah sjair jang
berkalimat "Seng-ko-si" dan disamping bawahnja timbul tiga huruf ketjil ke-kuning2an, ketiga
huruf itu adalah "tiga puluh tiga" atau dalam angka mendjadi "33". Beberapa baris tulisan itu
telah basah kena air mata Djik Hong.
SERIALSILAT.COM ? 2005 374 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Saking girangnja Ban Ka sampai lupa daratan, ia ber-teriak2: "Aha, disinilah letak rahasianja, ja,
kiranja harus dibasahi dahulu, lalu akan timbul hurufnja. Bagus! Bagus! Tentu adalah kitab ini.
He, Khong-sim-djay, Khong-sim-djay, lekas pergi mengundang Engkong kemari, katakan ada
urusan penting!" Begitulah ia lantas membangunkan sidara tjilik jang lagi tidur njenjak itu dan disuruhnja pergi
mengundang sang Engkong (kakek), jaitu Ban Tjin-san.
Sambil memegangi kitab sjair itu dengan erat2, Ban Ka mendjadi lupa tangannja jang terluka
dan kesakitan itu, sebaliknja ia terus bitjara sendiri: "Ja, pasti inilah kitabnja, tentu tidak salah
lagi. Ajah bilang Kiam-boh itu berwudjut sedjilid Tong-si-soan-tjip, tentu tidak salah lagi,
apakah perlu disangsikan lagi sekarang" Hahaha, pantas lebih dulu harus membikin basah kitab
ini dan dengan sendirinja rahasianja akan timbul sendiri."
Karena luapan rasa girang jang tak terkendalikan, maka Ban Ka telah mengotjeh tak tertahan,
hal mana telah membikin Djik Hong mendjadi paham djuga duduknja perkara.
Pikirnja: "Apakah kitab ini adalah 'Soh-sim-kiam-boh' jang dibuat rebutan antara ajahku dan
Kongkong itu" Djika begitu, sebenarnja kitab ini telah didapatkan oleh ajahku, tapi setjara tak
sadar aku telah mengambilnja untuk mendjepit pola sepatu. Tapi waktu ajah kehilangan kitab
pusaka ini, mengapa beliau tidak kelabakan dan mentjarinja" Ah, tentu djuga sudah ditjarinja,
tjuma ditjari kesana kesitu tidak ketemu, lalu disangkanja telah ditjuri oleh Gian-supek dan
diantepin sadja. Mengapa dahulu ajah tidak tanja padaku tentang kitab jang hilang itu"
Sungguh sangat aneh!"
Djika Tik Hun, tentu sekarang ia takkan heran sedikitpun, sebab ia sudah tahu Djik Tianghoat itu adalah seorang jang litjin, seorang jang banjak tipu akalnja, sekalipun didepan puterinja
djuga sedikitpun tidak mau mengundjukan sesuatu tentang kitab pusaka Soh-sim-kiam-boh
itu. Waktu kitab itu hilang, tentu djuga ia berusaha mentjarinja ubek2an, tapi sesudah tidak
diketemukan kembali, ia lantas pura2 tidak terdjadi apa2, hanja diam2 ia menjelidiki dengan
segala djalan untuk memperhatikan apakah kitab itu bukan ditjuri oleh Tik Hun" Atau ditjuri
puterinja" Tapi disebabkan Djik Hong tidak merasa mentjuri, ia tidak perlu takut sebagaimana
seorang maling kuatir konangan, maka dengan sendirinja penjelidikan Djik Tiang-hoat
mendjadi sia2. Dalam pada itu Ban Tjin-san baru sadja pulang, ia sedang diruangan makan. Ketika ia dipanggil
tjutju perempuannja, ia sangka luka puteranja mungkin berubah buruk, maka belum lagi
sarapannja dihabiskan dia sudah lantas buru2 kebelakang sambil membopong sidara-tjilik. Dan
begitu ia melangkah keatas loteng, dia lantas mendengar suara seruan Ban Ka jang kegirangan.
"Haha, di-tjari2 tidak ketemu, siapa duga diperoleh setjara begini mudah. Eh, Hong-moay,
mengapa engkau kebetulan membasahi kitab ini dengan air" Sungguh kebetulan, mungkin
memang takdir ilahi!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 375 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa air jang membasahi kitab itu adalah air mata sang isteri jang
barusan sedang merindukan seorang laki2 lain.
Begitulah Ban Tjin-san mendjadi lega demi mendengar suara sang putera itu, segera iapun
masuk kedalam kamar. "Tia, Tia! Lihatlah, apakah ini?" seru Ban Ka segera sambil mengundjukan kitab 'Pilihan2 sjair
djaman Tong' itu kepada sang ajah jang baru masuk itu.
Hati Ban Tjin-san tergetar demi nampak kitab ke-kuning2an jang tipis itu, tjepat ia taruh
Khong-sim-djay ketanah, lalu terima kitab jang diangsurkan Ban Ka itu dengan hati ber-debar2
hebat. Itulah dia "Soh-sim-kiam-boh" jang telah ditjarinja mati2an selama belasan tahun kini telah
kembali didepan matanja. Memang benar inilah kitabnja, kitab asli jang pernah dimilikinja bersama Djik Tiang-hoat dan
Gian Tat-peng, jaitu hasil rampokan mereka bersama dengan menganiaja guru mereka.
Dahulu mereka bertiga telah mem-balik2 dan mempeladjari bersama isi kitab itu didalam
hotel, akan tetapi kitab itu toh bukan "Kiam-boh" sebagaimana orang sangka, kitab itu tidak
lebih hanja sedjilid kitab sjair kuno jang umum, kitab "Tong-si-soan-tjip" jang djuga dapat
dibeli dengan mudah disetiap toko buku setiap tempat.
Dengan matjam2 djalan mereka bertiga saudara perguruan telah menjelidiki isi kitab itu.
Pernah mereka menjorot setiap halaman kitab itu dibawah sinar matahari dengan harapan
menemukan apa2 didalam lempitan kertas itu, pernah djuga mereka membatja beberapa bait
sjair itu didjungkir balik, dibatja pula setjara me-lompat2 dan matjam2 tjara lagi dengan
tudjuan mendapatkan sesuatu rahasia didalamnja, tapi semua usaha itu hanja sia2 belaka,
hasilnja nihil. Mereka bertiga saling tjuriga mentjurigai, kuatir kalau pihak lain menemukan
rahasia didalam kitab itu dan dirinja sendiri tidak tahu. Maka setiap malam diwaktu tidur,
mereka lantas menguntji kitab itu didalam sebuah peti besi, peti besi itu digandeng pula
dengan tiga utas rantai besi serta masing2 diikat dipergelangan tangan mereka bertiga. Akan
tetapi pada suatu pagi hari, tahu2 kitab itu sudah menghilang tanpa bekas.
Akibat hilangnja kitab itu selama belasan tahun mereka bertiga saudara perguruan telah
bertengkar tidak habis2, masing2 saling selidik menjelidiki. Dan mendadak kitab itu telah
muntjul didepan matanja sekarang.
Ban Tjin-san tjoba membalik halaman keempat dari kitab itu. Ja, memang betul, udjung kiri
halaman itu tersobek sedikit, itulah kode rahasia jang sengadja dibuatnja tempo dulu, ia kuatir
kedua Sutenja itu mungkin menukarnja dengan sedjilid "Tong-si-soan-tjip" jang serupa dan
dirinja tertipu, maka ia sendiri harus menaruh sesuatu tanda dulu diatas kitab asli itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 376 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ketika ia membalik pula halaman ke-16, benar djuga bekas goresan kuku jang ditaruhnja
dahulu itu djuga masih kelihatan. Ja, tidak salah lagi, memang betul kitab ini tulen adanja.
Begitulah ia lantas manggut2, sedapat mungkin ia menahan rasa senangnja itu, katanja
kemudian kepada sang putera: "Ja, memang betul adalah kitab ini, darimana kau
memperolehnja?" Segera sorot mata Ban Ka beralih kepada Djik Hong dan bertanja: "Hong-moay, darimanakah
kitab ini kau temukan?"
Djik Hong sendiri sedjak melihat sikap Ban Ka tadi, jang terpikir olehnja melulu diri ajahnja
sadja, ia pikir: "Kemanakah perginja ajah selama ini" Sesudah aku mengambil kitabnja ini dan
kubawa kedalam gua itu, beliau mentjari ubek2an. Padahal kitab ini jang selalu dibuat intjaran
dan menjebabkan pertengkaran mereka, dalam hati ajah tentu sangat luar biasa sajang kepada
kitab ini. Entah kitab kuno seperti ini mempunjai manfaat apa hingga mesti mereka ributkan"
Tapi dahulu aku telah mengambilnja dari kopor ajah, sekali2 tidak boleh kubiarkan kitab ini
djatuh ditangan Kongkong."
Apabila sehari dimuka, pada waktu itu Djik Hong masih belum tahu duduknja perkara
tentang penderitaan Tik Hun jang dipitenah orang, tentu ia masih sangat tjinta dan penuh
kasih-sajang kepada suaminja, dan dalam penilaiannja mungkin sang suami akan lebih utama
daripada ajahnja sendiri, apalagi sang ajah entah kemana perginja selama ini, entah akan pulang
lagi atau tidak" Namun keadaan sekarang sudah berubah lain. "Sekali2 kitab ajahku itu tidak boleh kubiarkan
djatuh ditangan mereka. Tentu Tik-suko jang telah mengambil kitab ini dari gua dan
diserahkan padaku, dengan sendirinja tidak boleh kuberikan pada mereka, hal ini bukan sadja
demi ajah, tapi terutama demi Tik-suko!" demikian ia ambil keputusan.
Begitulah maka waktu Ban Ka bertanja padanja darimana diperoleh kitab itu, Djik Hong
sendiri lagi memikirkan tjara bagaimana harus merebut kembali kitab jang telah dipegang oleh
bapa mertuanja itu. Padahal ilmu silat Ban Tjin-san sangat tinggi, sekali2 dirinja bukan
tandingannja apalagi sang suami djuga berada disitu, untuk merebutnja denggan kekerasan
terang tidak mungkin. Mendadak tertampak olehnja baskom jang terletak didekat medja sana, didalam baskom masih
terisi setengah baskom air darah, jaitu sebagian adalah air tjutji muka Ban Ka dan darah berbisa
jang menetes dari luka tangannja. Air didalam baskom itu berwarna merah hitam, kalau?"
kalau diam2 kitab itu direndam didalam air baskom, tentu mereka takkan menemukannja
kembali. Akan tetapi, tjara bagaimana, harus ditjari kesempatan untuk memasukkan kitab itu
kedalam baskom" Demikian Djik Hong sedang putar otak, sebaliknja sorot mata Ba Tjin-san dan Ban Ka djuga
Tiga Dara Pendekar Siauw Lim 2 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 17

Cari Blog Ini