Ceritasilat Novel Online

Pisau Terbang Li 5

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Bagian 5


Li Sun-Hoan tersenyum. "Bukan masalah besar. Aku
hanya berpikir bahwa hewan-hewan itu pasti akan
tertarik pada darah. Sebenarnya, aku pun takut juga."
"Kau pun merasa takut?"
Li Sun-Hoan tersenyum lagi. "Selain orang mati, adakah
orang yang tidak pernah merasa takut?"
Sim-bi mendesah. "Kau memang sungguh luar biasa."
Suaranya lemah, dan akhirnya tubuhnya pun rebah.
Hari sudah pagi. 398 Li Sun-Hoan duduk di samping Sim-bi, ia tertidur.
Ketika ia terbangun, ia menemukan sebuah kereta kuda
yang bisa membawa mereka sampai ke kaki Siong-san
(Gunung Siong). Lalu Li Sun-Hoan menggendong Sim-bi
ke atas. Dalam perjalanan ke atas, ia bertemu dengan
sekelompok pendeta yang sedang mengumpulkan kayu
bakar. Ketika mereka melihat seseorang naik ke atas
gunung dengan ilmu meringankan tubuh, mereka
langsung bersiaga. Salah seorang bertanya, "Dari manakah engkau" Apakah
engkau"." Salah seorang yang lain melihat bahwa ia sedang
menggendong seorang pendeta. Ia bertanya, "Apakah
yang di punggungmu itu murid Siau-lim-si?"
Sebelumnya Li Sun-Hoan hanya berjalan biasa, namun
ketika ia melihat pendeta-pendeta ini, ia melompat tinggi
melampaui kepala mereka, dan terus berjalan ke atas.
Ketika kedua pendeta itu berusaha mengejar, Li SunHoan telah menghilang. Butuh kurang lebih dua jam untuk tiba di Siau-lim-si.
Terlihat banyak pagoda, besar dan kecil. Ia tahu ini
adalah hutan pagoda yang suci. Di sinilah semua ketua
Siau-lim-si yang terdahulu dikuburkan.
Ini bukanlah tempat yang cocok untuk orang seperti dia.
399 Tiba-tiba ia mulai terbatuk-batuk.
Lalu terdengar suara yang berkata, "Siapa yang berani
memasuki wilayah suci Siau-lim-si" Kau benar-benar
sombong." Kata Li Sun-Hoan, "Sim-bi Taysu terluka berat. Aku
membawanya ke sini, supaya ia bisa diobati. Bawalah
aku pada pendeta ketua."
Tiba-tiba muncul begitu banyak pendeta. Salah seorang
bertanya, "Bolehkah kutahu namamu?"
Li Sun-Hoan mendesah. "Cayhe (aku adalah) Li SunHoan." Dalam hutan bambu, dua orang sedang bermain Go
[semacam permainan catur].
Di sebelah kanan adalah seorang pendeta yang wajahnya
agak aneh. Di sebelah kiri adalah seorang tua yang kurus dan
pendek. Matanya sangat terang dan tajam, membuat
orang tidak memperhatikan lagi tubuhnya yang pendek.
Ia sangat berwibawa. Siapakah selain Pek-hiau-sing yang layak bermain Go
dengan Sim-oh Taysu"
Ketika dua orang ini sedang bermain Go, tidak ada
seorang pun yang dapat mengganggu. Namun ketika
mereka mendengar kata "Li Sun-Hoan", mereka berhenti.
400 Sim-oh Taysu bertanya, "Di manakah dia?"
Pendeta yang membawa pesan itu menjawab bahwa ia
berada di luar kamar Jisusiok.
Tanya Sim-oh Taysu, "Apa yang terjadi dengan Jisusiok?"
Pendeta itu menjawab, "Lukanya tidak terlalu berat. Saat
ini, Gosusiok dan Keenam sedang merawatnya."
Li Sun-Hoan berdiri di aula, ia melihat-lihat sekitarnya.
Ia merasa bahwa ada seseorang yang datang medekat,
namun ia tidak berusaha menoleh.
Ketika mereka berada kurang lebih sepuluh langkah dari
Li Sun-Hoan, Sim-oh Taysu dan Pek-hiau-sing berhenti.
Walaupun Sim-oh Taysu telah mendengar tentang Li
Sun-Hoan, inilah untuk yang pertama kalinya mereka
berjumpa. Ia tidak bisa percaya bahwa orang di depannya ini adalah
pahlawan pengelana yang terkenal itu.
Ia mengamati Li Sun-Hoan dari kepala sampai ujung
kaki. Tidak ada yang terlewatkan. Khususnya tangannya
yang kurus panjang. Apa istimewanya tangan itu"
Bagaimana sebilah pisau biasa dapat berubah menjadi
pisau yang legendaris jika dipegang oleh tangan itu"
401 Pek-hiau-sing pernah berjumpa dengannya sepuluh
tahun yang lalu. Ia merasa Li Sun-Hoan tidak berubah
sama sekali dalam sepuluh tahun ini, tapi ia merasa
dirinya sudah berubah begitu banyak.
Pek-hiau-sing akhirnya tertawa, "Apa kabarmu, LiTamhoa?" Li Sun-Hoan pun tertawa. "Tak kusangka, kau masih
mengingatku." Sim-oh Taysu berkata, "Aku tidak tahu apakah engkau
mengenalku." Kata Li Sun-Hoan, "Siapakah yang tidak tahu nama besar
pendeta" Ketenaranmu telah tersiar ke seluruh dunia.
Aku merasa terhormat bisa bertemu denganmu hari ini."
Kata Sim-oh Taysu, "Tidak usah merendah. Terima kasih
kau telah membawa saudara seperguruanku kembali."
Sahut Li Sun-Hoan, "Itu bukan apa-apa."
Kata Sim-oh Taysu lagi, "Sekarang aku adakan
memeriksa keadaan Toako. Setelah itu kita bisa
melanjutkan pembicaraan kita."
Setelah ia pergi, Pek-hiau-sing tersenyum. "Para pendeta
ini sungguh bisa mengendalikan perasaan mereka. Aku
tidak mungkin bisa berbuat seperti itu."
"Apa maksudmu?"
402 "Jika seseorang telah melukai muridmu dan juga saudara
seperguruanmu, bisakah engkau tetap bersikap sopan
kepadanya?" Kata Li Sun-Hoan, "Apakah maksudmu akulah yang
melukai Sim-bi Taysu?"
Pek-hiau-sing meletakkan tangannya di belakang
punggungnya. "Selain Li Tamhoa, siapakah yang dapat
melukainya?" Kata Li Sun-Hoan, "Jika aku melukainya, mengapa aku
membawanya ke sini?"
Sahut Pek-hiau-sing, "Itulah. Kau memang sangat
pandai." "O ya?" "Siapapun juga yang melukai pendeta Siau-lim-si, akan
dihantui persoalan seumur hidupnya. Ribuan murid Siaulimsi akan mencarinya untuk membalas dendam."
Li Sun-Hoan tersenyum. "Pek-hiau-sing memang tahu
segala sesuatu. Tidak heran, semua orang dalam dunia
persilatan ingin bersahabat denganmu. Memang sangat
menguntungkan untuk menjadi sahabatmu."
Wajah Pek-hiau-sing tidak berubah. "Aku hanya
menyatakan fakta." 403 Kata Li Sun-Hoan, "Namun kau lupa satu hal. Sim-bi
masih hidup. Ia tahu siapa yang melukainya. Pada saat
itu, kurasa kau harus menelan kembali kata-katamu."
Pek-hiau-sing mendesah. "Jika perhitunganku benar,
Sim-bi tidak akan punya kesempatan untuk bicara
sepatah kata pun." Tiba-tiba terdengar suara bertanya, "Jika bukan kau yang
melukai Sim-bi, siapa yang melukainya?"
Tidak jelas kapan ia kembali, namun wajahnya terlihat
sangat dingin. Kata Li Sun-Hoan, "Kau tidak tahu bahwa ia keracunan?"
Sim-oh Taysu tidak menjawab. Ia menoleh dan berkata,
"Jitsute?" Jitsute atau adik perguruan ketujuh yang dimaksudkan
ialah Sim-kam Taysu. Seorang pendeta berwajah kuning dan tampak seperti
orang sakit menjawab, "Ia keracunan "Air Lima Racun"
dari Ngo-tok-tongcu. Racun ini tidak berbau dan tidak
berasa. Tidak berwarna, seperti air. Jika tidak segera
diberi penawar, ia akan segera membusuk."
Li Sun-Hoan tertawa, "Kau sungguh hebat."
Sin-kam Taysu berkata dengan dingin, "Aku hanya tahu
ia keracunan Air Lima Racun. Aku tidak tahu siapa yang
meracuninya." 404 Kata Pek-hiau-sing, "Benar sekali. Walaupun orang yang
keracunan sudah mati, pelakunya masih hidup."
Kata Sin-kam Taysu, "Ngo-tok-tongcu tidak punya
dendam dengan Siau-lim-si, mengapa ia meracuni
Jisuheng?" Li Sun-Hoan mengeluh. "Karena sebenarnya ia ingin
meracuni aku." Kata Pek-hiau-sing, "Aneh sekali. Jika ia bermaksud
meracunimu, mengapa engkau masih di sini" Mengapa
yang mati adalah Jisuheng?"
Ia menatap Li Sun-Hoan. "Jika kau dapat
menjelaskannya, aku akan menyembah engkau."
Li Sun-Hoan berpikir lama, kemudian ia tersenyum. "Aku
tidak dapat. Karena apapun yang kukatakan, kau tidak
akan percaya." Kata Pek-hiau-sing, "Kau sendirilah yang membuat kami
susah untuk percaya."
Sahut Li Sun-Hoan, "Aku tidak bisa. Namun ada yang
bisa." Sim-oh Taysu segera bertanya, "Siapa?"
Kata Li Sun-Hoan, "Sim-bi Taysu. Mengapa tidak kau
tanyakan padanya setelah ia bangun."
405 Sin-kam Taysu berkata dengan dingin, "Jisuheng tidak
akan pernah bangun lagi!"
Bab 20. Hati Manusia Tidak Terselami
Genta di kuil itu terus berkumandang. Tanda bahwa
seorang pendeta telah wafat.
Dalam angin musim dingin yang menusuk, Li Sun-Hoan
terus terbatuk-batuk. Ia tidak tahu apakah ia harus
merasa marah, menyesal, atau sedih.
Ketika ia berhenti batuk, dilihatnya para pendeta itu
memasuki halaman kecil dekat situ. Wajah mereka
sedingin es. Mereka menatapnya dengan mulut terkunci. Suara genta
pun telah lenyap. Suasana sungguh hening, kecuali suara
langkah kaki di atas salju.
Ketika suara langkah itu akhirnya berhenti, Li Sun-Hoan
merasa tubuhnya diselimuti oleh lapisan es yang tebal.
Kata Sim-oh Taysu, "Adakah yang ingin kau sampaikan?"
Li Sun-Hoan berpikir lama. "Tidak."
Kata Pek-hiau-sing, "Seharusnya kau tidak datang ke
sini." Li Sun-Hoan berpikir lagi, lalu tiba-tiba tertawa. "Mungkin
memang seharusnya aku tidak datang. Namun jika aku
dapat mengulangnya, aku akan tetap datang."
406 Ia melanjutkan dengan tenang. "Walaupun aku telah
membunuh banyak orang dalam hidupku, aku tidak
pernah hanya berpangku tangan melihat orang yang
akan mati." Sim-oh Taysu berteriak dengan marah, "Jadi kau masih
tidak mengaku?" Kata Li Sun-Hoan, "Pendeta seharusnya dapat
mengendalikan perasaannya. Mengapa kau begitu cepat
marah?" Lanjutnya, "Kalau begitu, silakan terus berteriak. Hanya
saja, jangan sampai sakit tenggorokan."
Sim-oh Taysu membentak, "Bahkan sekarang, kau tidak
menunjukkan rasa penyesalan sedikit pun. Sepertinya
aku harus melanggar aturan untuk tidak membunuh hari
ini." Sahut Li Sun-Hoan, "Silakan saja. Engkau bukan satusatunya
pendeta yang pernah membunuh."
Kata Sin-kam Taysu, "Kami tidak membunuhmu untuk
membalas dendam, tapi kami membunuh seorang setan
yang keji." Lalu terlihat kilatan sebilah pisau. Ia tidak tahu
bagaimana pisau itu berada di tangan Li Sun-Hoan. Pisau
Kilat si Li! 407 Li Sun-Hoan lalu berkata, "Kusarankan agar kalian tidak
membunuh setan keji itu, karena kalian tidak akan bisa
mengalahkan dia!" Kata Sim-oh Taysu, "Maksudmu, sekarang ini pun kau
tetap akan melawan mati-matian?"
Li Sun-Hoan mengeluh. "Walaupun hidupku tidak mudah,
namun aku belum mau mati sekarang."
Kata Pek-hiau-sing, "Walaupun pisaumu tak pernah
luput, berapa banyak pisau yang kaumiliki" Berapa
banyak orang yang bisa kau bunuh?"
Li Sun-Hoan tersenyum, ia tidak menjawab.
Sim-oh Taysu menatap tangan Li Sun-Hoan, lalu tiba-tiba
berkata, "Baiklah. Hari ini akan kucoba pisaumu yang
legendaris itu!" Segera ia bersiap. Namun Pek-hiau-sing menghalanginya. "Pendeta,
jangan!" "Mengapa?" Pek-hiau-sing mendesah. "Karena tidak seorang pun di
dunia ini yang dapat luput dari pisaunya!"
"Tidak seorangpun bisa luput?"
Kata Pek-hiau-sing tegas, "Tidak seorang pun!"


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

408 Sim-oh Taysu menghirup nafas panjang. "Jika aku tidak
pergi ke alam baka, siapakah yang akan pergi?"
Sin-kam Taysu pun maju mendekatinya. "Suheng, kau
harus memikirkan kuil kita. Kau tidak boleh
menempatkan dirimu sendiri dalam bahaya."
Kata Li Sun-Hoan, "Betul sekali. Kalian tidak perlu
mengambil resiko ini. Kalian memiliki begitu banyak
murid. Satu kata saja, dan mereka pun akan rela mati
bagi kalian." Wajah Sim-oh Taysu berubah, lalu berteriak lantang,
"Tanpa perintahku, tidak ada yang bergerak. Yang
melanggar akan dihukum. Kalian mengerti?"
Semua pendeta di situ menundukkan kepala mereka.
Li Sun-Hoan tersenyum. "Siau-lim-si memang berbeda
dari perguruan lain yang memandang rendah akan hidup
manusia. Kalau tidak, bagaimana mungkin tipu muslihat
kecilku ini dapat berhasil?"
Pek-hiau-sing berkata dengan dingin, "Pendeta Siau-limsi
mungkin tidak ingin menukar nyawa murid-muridnya
dengan nyawamu. Tapi apa kau pikir kau bisa lolos dari
sini?" Kata Li Sun-Hoan, "Siapa bilang aku hendak pergi?"
Pek-hiau-sing tergagap, "Kau".kau mau tinggal?"
409 Sahut Li Sun-Hoan, "Kebenaran belum terungkap.
Bagaimana mungkin aku pergi?"
Kata Pek-hiau-sing, "Apa kau bermaksud mengundang
Ngo-tok-tongcu datang ke Siau-lim-si dan mengakui
perbuatannya?" Jawab Li Sun-Hoan, "Tidak, karena dia sudah mati."
Tanya Pek-hiau-sing, "Kau yang membunuhnya?"
Li Sun-Hoan menjawab kalem, "Dia kan juga manusia.
Oleh karena itu, ia pun tak bisa luput dari pisauku!"
Sim-oh Taysu menyela, "Jika kau bisa menunjukkan
mayatnya pada kami, paling tidak kami tahu kau tidak
berbohong." Sahut Li Sun-Hoan, "Sayangnya, walaupun kita bisa
menemukan mayatnya, tidak ada seorangpun yang akan
dapat mengenalinya."
Pek-hiau-sing pun tertawa dingin. "Jadi kau tidak dapat
mengajukan siapapun yang dapat membuktikan bahwa
kau tidak bersalah?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Sekarang" Tidak bisa."
"Lalu apa yang hendak kau lakukan?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Saat ini aku ingin minum arak."
*** 410 A Fei terlihat tidak nyaman duduk di atas kursi. Ia tidak
pernah dapat duduk dengan santai seperti Li Sun-Hoan
dia atas kursi. Sepertinya ia belum pernah duduk di atas
kursi seumur hidupnya. Lim Sian-ji tidur di sebelah perapian untuk
menghangatkan badannya. Beberapa hari ini, ia tidak dapat beristirahat dengan
tenang. Hanya setelah ia pasti bahwa A Fei telah sembuh
betul, barulah ia dapat tidur nyenyak.
A Fei memandangnya tanpa suara. Menatapnya seperti
seorang tolol. Hanya terdengar suara nafasnya yang halus di kamar itu.
Salju di luar telah mencair. Langit dan bumi penuh damai
sejahtera. Tiba-tiba di mata A Fei terbayang kepedihan.
Ia bangkit berdiri dan mulai mengenakan sepatunya.
Ia menarik nafas panjang dan mengambil pedangnya.
Diselipkannya pedangnya di pinggang.
Tiba-tiba Lim Sian-ji berbalik dan berkata, "Apa yang
kau".kau perbuat?"
A Fei tidak berani menoleh untuk memandangnya. Ia
mengatupkan giginya lalu berkata, "Aku hendak pergi."
411 Lim Sian-ji terperangah, "Pergi?"
Ia segera bangun berdiri. "Kau bahkan tidak mau
berpamitan" Kau hendak pergi diam-diam?"
Kata A Fei, "Karena aku tidak akan kembali, buat apa
berpamitan." Tubuh Lim Sian-ji serasa meleleh dan ia pun jatuh
terduduk ke atas kursi. Air matanya bercucuran.
Hati A Fei terasa pedih. Ia tidak pernah mempunyai
perasaan seperti ini sebelumnya. Ini tidak menyerupai
apapun yang pernah dihadapinya dalam hidupnya.
Apakah ini cinta" Kata A Fei, "Kau telah menolongku. Aku akan membalas
budimu, cepat atau lambat."
Lim Sian-ji tiba-tiba tersenyum getir. "Baiklah. Balas
budiku sekarang juga. Aku hanya menolongmu supaya
kau dapat membalas budiku."
Ia tertawa, namun air matanya keluar lebih banyak lagi.
Kata A Fei, "Aku tahu apa yang kau pikirkan. Namun aku
harus menemukan Li Sun-Hoan."
Sahut Lim Sian-ji, "Mengapa kau pikir aku tidak mau
mencarinya juga" Mengapa kau tidak mengajak aku pergi
bersama?" 412 Jawab A Fei, "Aku tidak ingin menyeretmu ke dalam
persoalan ini." Sambil menangis Lim Sian-ji berkata, "Tapi apakah kau
pikir aku akan berbahagia jika engkau pergi?"
A Fei ingin mengatakan sesuatu, namun hanya bibirnya
yang bergerak-gerak. Lim Sian-ji memeluk pinggangnya erat-erat, seperti
berpegangan pada hidupnya. Ia berteriak keras,
"Bawalah aku. Bawalah aku bersamamu. Jika kau tidak
membawa aku, aku akan mati di hadapanmu."
Malam sunyi senyap. A Fei berjalan keluar pintu. Selama ini ia tinggal di bilik
Lim Sian-ji. Sungguh lucu. Mereka mencari A Fei ke
segala penjuru beberapa hari terakhir ini. Tapi tidak
seorangpun berpikir untuk mencarinya di bilik Lim Sian-ji.
Mengapa mereka begitu percaya pada Lim Sian-ji"
Lim Sian-ji menggenggam tangan A Fei. "Aku harus
memberi tahu kakakku bahwa aku akan pergi."
Sahut A Fei, "Baiklah."
Lim Sian-ji tersenyum. "Namun aku tidak ingin
meninggalkan engkau sendirian di sini. Mari kita pergi
bersama." Kata A Fei, "Tapi kakakmu"."
413 Kata Lim Sian-ji, "Jangan kuatir. Kakakku adalah sahabat
Li Sun-Hoan." Di rumah itu hanya ada satu lilin yang menyala di kamar
atas. Lim Si-im duduk termenung, menatap kosong ke
kejauhan. Lim Sian-ji menarik tangan A Fei, menaiki tangga tanpa
suara. Lalu ia berbisik, "Kakak, apakah engkau masih
terjaga?" Lim Si-im tetap duduk diam, menolehpun tidak.
Kata Lim Sian-ji lagi, "Kakak, aku datang untuk
berpamitan. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu
padaku. Aku pasti akan datang mengunjungimu lagi
nanti." Lim Si-im seakan-akan tidak mendengar apa-apa. Setelah
cukup lama, ia perlahan-lahan mengangguk. "Pergilah.
Memang lebih baik kau pergi. Tidak ada apa-apa lagi
bagimu di sini." Lim Sian-ji bertanya, "Di mana Toaso?"
Sahut Lim Si-im, "Toaso" Toaso siapa?"
Kata Lim Sian-ji, "Tentunya Toasoku."
Kata Lim Si-im, "Aku tidak tahu apa-apa lagi tentang
Toasomu. Aku tidak tahu".tidak tahu."
414 Lim Sian-ji tidak tahu harus bicara apa. Setelah pulih dari
rasa terkejutnya, ia berkata, "Kami akan pergi melalui
jalan pintas ke kuil Siau-lim-si."
Lim Si-im melompat dari kursinya dan berseru, "Pergi
sekarang juga. Cepatlah".jangan katakan apa-apa lagi.
Pergi!" Ia mendorong Lim Sian-ji dan A Fei ke arah tangga. Lalu
berjalan lunglai kembali ke cahaya lilin itu. Air mata
membasahi pipinya. Dari dalam muncul seseorang. Liong Siau-hun.
Ia menatap Lim Si-im. Seulas senyum jahat terbentuk di
bibirnya. Katanya dingin, "Percuma saja mereka pergi ke
Siau-lim-si. Tidak ada seorang pun di dunia yang dapat
menyelamatkan Li Sun-Hoan."
*** Walaupun A Fei makan banyak, ia tidak makan cepatcepat.
Ia juga tidak makan seperti Li Sun-Hoan, yang suka
menikmati kelezatan makanannya. A Fei hanya peduli
terhadap gizi dan jumlah makanannya.
Setiap kali selesai makan, ia tidak tahu kapan ia bisa
makan lagi. Jadi ia tidak pernah menyia-nyiakan
makanan sedikitpun. Lim Sian-ji menatapnya penuh perhatian.
415 Ia tidak pernah bertemu dengan orang yang begitu
menghargai makanannya. Hanya orang yang pernah
merasa kelaparan yang tahu betapa berharganya
makanan. Lim Sian-ji tersenyum, "Sudah kenyang?"
Kata A Fei, "Kenyang sekali."
Lim Sian-ji tertawa lalu berkata, "Sangat menarik melihat
engkau makan. Sekali kau makan, lebih banyak daripada
seluruh makananku dalam tiga hari."
A Fei tertawa. "Tapi aku juga bisa hidup tiga hari tanpa
makan. Kau bisa?" Lim Sian-ji hanya memandang senyumannya, tak tahu
harus menjawab apa. Setelah beberapa saat, ia tiba-tiba berkata, "Kau lupa
sesuatu." "Apa?" "Kim-si-kah mu ada padaku."
Ia membuka tasnya dan mengeluarkan rompi itu.
Kata Lim Sian-ji, "Untuk merawat luka-lukamu, aku harus
mencopotnya. Aku lupa terus mengembalikannya
padamu." 416 A Fei tidak melirik sedikitpun pada rompi itu. "Simpan
saja." Wajah Lim Sian-ji tampak sangat senang, tapi kemudian
digelengkannya kepalanya. "Ini adalah milikmu. Kapankapan
kau akan memerlukannya. Mengapa semudah itu
kau berikan pada orang lain?"
A Fei memandangnya. Suaranya berubah hangat. "Tapi
aku tidak memberikannya pada orang lain. Aku takkan
pernah memberikannya kepada orang lain. Aku
memberikannya kepadamu."
Lim Sian-ji menatapnya bengong. Matanya penuh rasa
terima kasih dan suka cita. Lalu ia menjatuhkan diri
dalam pelukan A Fei. Hati A Fei berdegup kencang tak terkendali.
Ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.
Lim Sian-ji diam-diam tersenyum.
Karena ia tahu, sekarang ia telah memiliki hati pemuda
yang kuat dan gagah ini, yang akan selamanya mengikuti
semua keinginannya. A Fei mengangkat tubuhnya dan menggendongnya ke
arah tempat tidur. Lalu dengan lembut dibentangkannya
selimut tipis menutupi tubuhnya. Dalam hati A Fei,
wanita ini adalah wanita yang sempurna.
417 Lim Sian-ji berbaring tenang di atas tempat tidur, masih
tersenyum diam-diam. Tiba-tiba jendela terbuka dan angin dingin pun masuk ke
dalam. Lim Sian-ji terkesiap, "Siapa?"
Ketika ia bertanya, ia melihat wajah orang itu. Wajah itu
hijau berkilauan, tampak seperti hantu dalam kegelapan.
Lim Sian-ji segera berbaring lagi. Ia tidak terkejut atau
pingsan, hanya memandangnya tanpa suara, juga tanpa
rasa takut. Orang ini pun menatapnya. Matanya berkobar-kobar.
Lim Sian-ji tertawa. "Kalau sudah datang, mengapa tidak
masuk saja?" Tubuh orang ini sangat jangkung. Muka dan lehernya
juga panjang. Namun sekeliling lehernya diperban,
membuat dia terlihat kaku.
Kata Lim Sian-ji, "Apakah kau dilukai Li Sun-Hoan?"
Wajah orang ini berubah, "Bagaimana kau bisa tahu?"
Lim Sian-ji mengeluh. "Tadinya kupikir kau akan dapat
membunuh dia. Siapa sangka malah dia yang berhasil
melukaimu." Wajah orang itu bertambah hijau. "Bagaimana kau bisa
tahu aku berusaha membunuhnya?"
418 Sahut Lim Sian-ji, "Karena ia telah membunuh Ku Tok.
Dan Ku Tok adalah anak harammu."
In Gok menatapnya dalam-dalam. "Aku juga
mengenalimu." Lim Sian-ji menjawab dengan tenang, "O ya" Aku
sungguh merasa bangga."
Kata In Gok, "Waktu Ku Tok mati, Jing-mo-jiu (Tangan
Setan Hijau)nya pun menghilang."
Sahut Lim Sian-ji, "Betul, memang hilang."
Tanya In Gok, "Ia memberikannya padamu?"
Sahut Lim Sian-ji, "Kelihatannya begitu."
In Gok sungguh amat marah. "Jika ia tidak memberikan
Jing-mo-jiu (Tangan Setan Hijau)nya padamu, ia tidak
mungkin mati di tangan Li Sun-Hoan!"
Kata Lim Sian-ji, "Kau tidak memberikan Jing-mo-jiu


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(Tangan Setan Hijau)mu padaku, namun tetap saja Li
Sun-Hoan dapat melukaimu."
In Gok mengertakkan giginya, dan tiba-tiba menjambak
rambutnya kasar. Lim Sian-ji sama sekali tidak merasa takut. Ia bahkan
tersenyum lebih menawan. Ia berkata setengah berbisik,
"Ia bangga bisa mati untukku. Ia pikir itu sangat layak."
419 Cahaya lilin menyapu wajahnya yang putih mulus. In Gok
tersenyum kaku. "Aku ingin tahu apakah kau memang
layak." Tiba-tiba direnggutnya selimut yang menutupi tubuhnya.
Lim Sian-ji terus tersenyum. "Mengapa tidak kau
buktikan sendiri apakah aku layak atau tidak?"
Biji leher In Gok tampak naik turun, kerongkongannya
serasa kering. "Bagaimana, berharga tidak?" tanya Sian-ji dengan
tertawa genit. In Gok memuntir rambutnya terlebih kencang, seakanakan
hendak mencabut seluruh rambut dari kulit
kepalanya. Karena kesakitan, Sian-ji mencucurkan air mata, tapi di
antara air mata yang berlinang itu juga menampilkan
semacam rasa kehausan yang merangsang, ia pandang
In Gok dengan mata terpicing, keluhnya dengan napas
terengah, "Mengapa engkau cuma berani menjambak
rambutku" Memangnya tubuhku berduri?"
Lelaki mana yang tahan oleh kerlingan mata sayu dan
ucapan begitu" Mendadak tangan In Gok membalik dan tepat menampar
muka Sian-ji, habis itu lantas mencengkeram erat-erat
bahunya serta setengah diangkat.
420 Tubuh Sian-ji lantas gemetar mendadak, entah gemetar
tersiksa atau gemetar karena bergairah, mukanya
berubah merah lagi. Lalu In Gok meninju perutnya dan berseru, "Jadi kau
suka dipukuli!" Kembali tubuh Sian-ji melingkar karena pukulan In Gok,
keluhnya, "Oo, pukul, pukul lagi, pukul mati saja diriku
...." Suaranya ternyata tidak menderita sedikit pun, bahkan
penuh rasa harap. Lim Sian-ji tidak menampakkan sedikitpun rupa
kesakitan. Tanya In Gok, "Kau tidak takut padaku?"
Sahut Lim Sian-ji, "Mengapa aku harus takut padamu"
Walaupun wajahmu jelek luar biasa, kau tetap seorang
laki-laki." Bab 21. Sahabat yang Dapat Dibanggakan
Serentak In Gok mengangkat tubuh Sian-ji dan dibanting
ke lantai, lalu menjambak lagi rambutnya. Namun Sian-ji
berbalik merangkulnya erat-erat, ucapnya dengan napas
memburu, "Aku tidak takut padamu, aku justru suka
padamu, aku justru suka padamu! Sudah terlalu banyak
lelaki cakap yang kulihat, sekarang aku justru suka
kepada lelaki bermuka buruk. Ap ... apa lagi yang kau
tunggu sekarang?" 421 In Gok tidak menunggu lagi.
Dalam keadaan demikian, lelaki mana pun tidak mau
menunggu lagi .... Di dalam kamar hanya tersisa suara napas yang
tersengal. ******** In Gok berdiri di samping tempat tidur, mengenakan
kembali pakaiannya. Setelah beberapa saat, Lim Sian-ji tersenyum padanya.
"Kini kau tahu bahwa aku memang layak, bukan?"
Kata In Gok, "Seharusnya aku membunuhmu. Kalau
tidak, aku tidak tahu berapa banyak orang yang akan
mati di tanganmu." Kata Lim Sian-ji, "Pada awalnya kau memang berniat
membunuhku, bukan?" "Hmmmh." Ia masih tersenyum manis. "Namun kini kau tidak tega
membunuhku, bukan?" In Gok hanya memandangnya, lalu bertanya, "Siapa anak
yang datang bersamamu itu?"
Lim Sian-ji tertawa. "Kenapa" Kau cemburu" Atau takut?"
422 Matanya berputar. Lanjutnya, "Ia adalah anak yang baik,
tidak nakal seperti engkau. Ia sudah tidur di kamarnya
sendiri. Jika ia mendengar suara dari kamar ini, kau tidak
mungkin punya kesempatan untuk menggangguku."
In Gok tertawa dingin. "Ia beruntung tidak mendengar
apa-apa." Kata Lim Sian-ji, "Benarkah" Benarkah kau akan
membunuhnya?" "Ya." Lim Sian-ji tersenyum. "Tapi kau takkan bisa
membunuhnya. Ilmu silatnya amat hebat, dan dia adalah
sahabat Li Sun-Hoan. Aku pun sangat suka padanya."
Wajah In Gok langsung berubah.
Kata Lim Sian-ji lagi, "Kamarnya ada di ujung lorong ini.
Apakah kau punya nyali untuk menemuinya?"
Sebelum kalimatnya selesai, In Gok telah pergi.
Ia tertawa senang, lalu ditariknya kembali selimutnya
menutupi tubuhnya. Ia merasa seperti seorang gadis
kecil yang makan permen diam-diam, dan tidak ketahuan
oleh ayah ibunya. Ketika ia membayangkan Jing-mo-jiu (Tangan Setan
Hijau) In Gok mengoyakkan kepala A Fei dari badannya,
matanya berbinar-binar. Lalu ia membayangkan pedang
423 A Fei menembus tenggorokan In Gok, dan ia pun jadi
bersemangat. Sambil memikirkan hal itu, ia pun jatuh tertidur. Dalam
tidur pun ia tersenyum, karena siapapun yang mati, ia
tetap bergembira. Ia sangat puas atas apa terjadi malam ini.
Tempat tidurnya sangat empuk. Seprainya pun bersih.
Namun A Fei tidak bisa tidur. Sebelumnya ia tidak pernah
kesulitan tidur. Baru saja diselipkannya pedang di pinggangnya, daun
jendela terbuka. Ia melihat sepasang mata yang lebih menyeramkan
daripada hantu. Kata In Gok, "Apakah kau datang bersama Lim Sian-ji?"
Sahut A Fei, "Ya."
"Bagus. Keluarlah."
A Fei tidak menjawab. Ia tidak suka berbicara, tidak suka
memulai suatu percakapan.
Kata In Gok, "Aku akan membunuhmu."
Tapi A Fei malah menjawab, "Aku tidak ingin membunuh
siapapun hari ini. Pergilah."
424 Kata In Gok lagi, "Aku juga tidak ingin membunuh
siapapun hari ini. Cuma kau saja."
"O ya?" "Seharusnya kau tidak datang bersama dengan Lim Sianji
hari ini." Mata A Fei berkilat tajam seperti pisau. "Jika kau
menyebut namanya lagi, aku akan membunuhmu."
In Gok terkekeh. "Kenapa?"
"Karena kau tidak pantas."
In Gok tidak bisa menahan tawanya. "Bukan saja aku
akan menyebut namanya, aku akan tidur dengan dia.
Apa yang akan kau perbuat?"
Wajah A Fei terasa seperti terbakar.
Ia biasanya adalah seorang yang sabar dan tidak mudah
terpancing. Ia belum pernah merasa marah seperti saat
ini. Tangannya sampai bergetar.
Dalam kemarahannya, pedangnya terhunus.
Namun Jing-mo-jiu (Tangan Setan Hijau) pun berkelebat!
Terdengar bunyi nyaring. Pedang itu patah.
425 In Gok tertawa. "Kau berani menghadapiku dengan
kungfu kacangan seperti ini" Kata Lim Sian-ji ilmu silatmu
cukup tinggi." Sambil mengatakannya, In Gok telah maju sepuluh jurus.
A Fei hampir tak dapat menahan serangannya. Ia hanya
punya sebilah pedang patah, dan harus bergantung
penuh pada kecepatannya menghindari serangan In Gok.
Tawa In Gok makin keras. "Jika kau bisa menjawab dua
pertanyaan dengan jujur, akan kuampuni nyawamu."
A Fei mengertakkan giginya. Keringatnya mengucur
deras. Tanya In Gok, "Apakah Lim Sian-ji sering tidur dengan
laki-laki" Apakah kau pernah tidur dengannya?"
A Fei hanya dapat berguling di tanah untuk menghindari
serangan In Gok. Ia merasa sangat lelah.
In Gok mendesak, "Ayolah. Beri tahu aku dan aku akan
mengampunimu." Sahut A Fei, "Aku"aku akan jawab."
Lalu In Gok tertawa lagi dan serangannya mengendur.
Tiba-tiba pedang berkelebat.
In Gok tidak pernah melihat pedang yang bergerak
secepat itu. Waktu ia menyadarinya, pedang itu sudah
426 tertancap di tenggorokannya. Wajahnya penuh dengan
rasa tidak percaya. Sampai mati pun ia tidak tahu dari mana datangnya
pedang itu. Dalam mati pun ia tidak dapat mempercayai pemuda itu
memiliki pedang yang luar biasa cepatnya.
Wajah A Fei sedingin es. Ia berkata, sekata demi sekata,
"Siapa yang menghina dia, akan mati."
Tenggorokan In Gok masih mengeluarkan suara-suara
aneh. Ia mengangkat alisnya, karena ia ingin tertawa. Ia
ingin memberi tahu A Fei, "Cepat atau lambat, kau pun
akan mati di tangannya."
Sayangnya, tak sepatah kata pun bisa keluar.
Waktu Lim Sian-ji terjaga, ia melihat sesosok bayangan
di luar jendela. Bayangan itu mondar-mandir saja di luar.
Ia tahu orang itu pasti A Fei. Ia pasti ingin masuk,
namun tidak ingin membangunkannya.
Jika itu adalah In Gok, ia tidak mungkin masih ada di
luar. Ia terus berbaring dengan santai di atas tempat tidurnya
sampai agak lama. Lalu ia berkata, "Apakah engkau yang
di luar, Fei Kecil?"
Bayangan A Fei berhenti. "Ya, ini aku."
427 Kata Lim Sian-ji, "Mengapa kau tidak masuk?"
A Fei mendorong pintu itu perlahan, dan pintu segera
terbuka. Ia bertanya, "Kau tidak mengunci pintu?"
A Fei tergesa-gesa menghampirinya, dan menatap
wajahnya lama. Wajahnya terlihat sedikit pucat, bersemu
hijau. Wajah A Fei berubah. "Ada".Ada sesuatu yang
terjadi padamu?" Sahut Lim Sian-ji, "Wajahku pasti terlihat pucat, karena
semalam aku tidak bisa tidur. Aku berbalik ke sana dan
ke sini saja, tidak bisa tidur."
Hati A Fei mencair. Lim Sian-ji bertanya, "Bagaimana dengan engkau"
Tidurmu nyenyak?" Jawab A Fei, "Tidak. Ada anjing gila yang semalaman
menggonggong di luar."
Lim Sian-ji mengerjapkan matanya, "Anjing gila?"
Sahut A Fei, "Ya. Tapi aku sudah membunuhnya, dan
kulemparkan dia ke danau."
Tiba-tiba terdengar suara tambur di luar. A Fei membuka
jendela dan terlihat seorang pegawai penginapan sedang
memukul tambur. "Para tamu yang terhormat, apakah
Anda ingin mendengar berita yang paling hangat saat
ini" Berita yang menggegerkan dunia persilatan" Aku
428 jamin berita ini hangat dan menarik. Lagi pula, Anda bisa
makan dan minum sambil mendengarkannya."
A Fei menutup jendela sambil menggelengkan kepala.
Tanya Lim Sian-ji, "Kau tidak ingin mendengarkan?"
"Tidak." Kata Lim Sian-ji, "Tapi aku mau. Lagi pula, kita kan harus
makan." A Fei tersenyum. "Sepertinya orang-orang ini tahu
bagaimana caranya berdagang."
Lim Sian-ji menyingkapkan selimutnya hendak bangkit.
Namun segeranya ditariknya selimutnya kembali
menutupi tubuhnya. Wajahnya bersemu merah. "Apakah
kau tak akan memberikan pakaianku?"
Wajah A Fei pun menjadi merah. Hatinya berdebar
kencang, jantung berdebar karena melihat tubuh yang
bugil itu. Sian-ji tertawa mengikik dan berseru pula, "Berpaling ke
sana, tidak boleh mengintip."
A Fei menghadap dinding, jantung serasa mau melompat
keluar. *** 429 Rumah makan itu hampir penuh. Kisah-kisah dunia
persilatan memang sungguh menarik, sehingga semua
orang ingin mendengarnya.
Sewaktu mendengar kisah ini, orang-orang merasa
bahwa mereka seperti bagian dari cerita itu.
Di kursi dekat jendela, duduk seorang tua berpakaian
kain katun biru, menghisap pipanya dengan mata
terpejam. Di sebelahnya duduk seorang gadis muda. Rambutnya


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikuncir dua, matanya besar dan tajam. Waktu mata itu
berputar, seakan-akan bisa merenggut jiwa laki-laki.
Saat A Fei dan Lim Sian-ji memasuki ruangan, mata
mereka berbinar. Mata gadis berkuncir dua itu terus
menatap mereka. Lim Sian-ji juga menatap gadis itu, lalu tersenyum.
Bisiknya, "Kau lihatkah mata gadis itu" Aku harus
berhati-hati supaya dia tidak membawamu lari."
Mereka memesan makanan. Orang tua itu berdehem lalu
berkata, "Hong-ji, sudah tibakah waktunya?"
Si gadis berkuncir menjawab, "Ya, sudah waktunya."
Orang tua itu membuka matanya. Walaupun ia terlihat
sangat tua, ia masih penuh semangat, terlebih lagi
matanya. 430 Orang tua itu meniup cawannya dan menghirup tehnya
sedikit. Tiba-tiba ia berkata, "Bwe-hoa-cat hanya
melakukan kejahatan, Pelajar Tamhoa berbudi luhur dan
berbakat besar." Ia memandang para pemirsa. "Tahukah kalian siapa yang
kubicarakan?" Kata si gadis berkuncir, "Siapakah kedua orang itu" Aku
tidak pernah mendengar tentang mereka."
Si Tua Sun terkekeh. "Kau pasti tidak begitu terpelajar.
Kedua orang ini sangat terkenal. Bwe-hoa-cat hanya
muncul dua kali dalam tiga puluh tahun ini. Namun
ribuan bandit digabung pun belum dapat menyaingi
kejahatan yang telah diperbuatnya."
Si gadis berkuncir tersenyum. "Bagaimana dengan Si
Tamhoa itu?" Si Tua Sun berkata, "Ia adalah putra seorang pejabat
besar. Keluarga itu sungguh luar biasa. Dalam tiga
generasi, tujuh orang anggota keluarga itu lulus ujian
kekaisaran. Hanya saja, tidak seorang pun berhasil
meraih gelar Conggoan [Conggoan adalah gelar untuk
ranking pertama dalam ujian kekaisaran. Tamhoa adalah
gelar untuk ranking ketiga]. Kedua kakak beradik
generasi terakhir ini lebih berbakat lagi daripada para
pendahulunya. Maka ayah mereka sangat berharap
bahwa salah satu dari mereka bisa memperoleh gelar
Conggoan." 431 Si gadis berkuncir tersenyum dan berkata, "Gelar
Tamhoa saja sudah sangat bagus. Mengapa terlalu
berharap mendapat gelar Conggoan?"
Si Tua Sun terus melanjutkan kisahnya, "Siapa sangka,
waktu Siauya yang pertama mengikuti ujian, dia pun
hanya berjasil memperoleh gelar Tamhoa. Seluruh
keluarga merasa kecewa. Harapan mereka tertumpu
pada Siauya yang kecil. Namun sayangnya, nasib begitu
kejam terhadap keluarga Li. Putra kedua inipun hanya
mendapat gelar Tamhoa. Ayah mereka sangat sedih dan
kecewa, akhirnya meninggal dua tahun kemudian. Putra
pertamanya pun terkena penyakit parah dan akhirnya
meninggal tak lama kemudian. Hati Li-tamhoa pun mati
bersama mereka berdua. Ia mundur dari jabatannya dan
mengasingkan diri." Sampai di sini, ia menghirup tehnya sedikit lagi.
A Fei pun hanyut dalam kisah itu. Ia merasa berbahagia
waktu orang-orang memuji Li Sun-Hoan, lebih daripada
waktu mereka memuji dirinya.
Lalu si orang tua melanjutkan lagi, "Orang ini bukan saja
pelajar yang sangat berbakat, ia juga seorang ahli silat.
Sejak kecil ia telah berlatih ilmu silat yang tinggi."
Si gadis berkuncir pun bertanya, "Jadi ceritamu hari ini
adalah mengenai kedua orang ini?"
Jawab si orang tua, "Betul."
432 Kata si gadis berkuncir lagi, "Pasti cerita itu amat
menarik. Tapi".tapi bagaimana mungkin seorang
Tamhoa dapat berhubungan dengan kriminal seperti
Bwe-hoa-cat itu?" Sahut si orang tua, "Pasti ada alasannya."
"Apa alasannya?"
Kata Si Tua Sun sekata demi sekata, "Karena Li SunHoan adalah Bwe-hoa-cat . Bwe-hoa-cat adalah Li SunHoan." A Fei menjadi sangat gusar, ingin sekali ia
menyanggahnya. Namun ia keduluan oleh si gadis
berkuncir. "Li-Tamhoa ini pasti seorang yang sangat
kaya. Mana mungkin ia mau menjadi bandit dan
pemerkosa" Tidak masuk akal. Aku tidak percaya."
Si Tua Sun menjawab, "Bukan hanya kau. Aku pun tidak
percaya. Jadi kuselidiki persoalan ini."
Si gadis berkuncir bertanya, "Pasti kau sudah
menemukan sesuatu, bukan?"
Jawab Si Tua Sun, "Tentu saja. Kisah ini sungguh
berbelit-belit, menarik, dan juga amat aneh?"
Sampai di sini, tiba-tiba ia berhenti bicara dan
memejamkan matanya seperti hendak tidur.
Si gadis berkuncir berlaku seolah-olah ia tidak sabar dan
mulai merecoki kakeknya. "Mengapa kau berhenti?"
433 Si Tua Sun meniup pipanya.
Si gadis berkuncir lalu berkata, "Kau memang pandai
menarik perhatian pemirsa. Berhenti pada bagian yang
lagi tegang-tegangnya."
Wajah gadis itu pun berseri-seri. "Oh".aku mengerti.
Kau ingin minum arak."
Bukan hanya gadis itu yang mengerti, semua pendengar
pun mengerti. Mereka semua merogoh saku dan
mengeluarkan uang. Pelayan pun berkeliling
mengumpulkan uang sumbangan.
Kini si orang tua mulai bicara lagi. "Semuanya berawal
dari Hin-hun-ceng." Si gadis berkuncir segera memotong, "Hin-hun-ceng" Itu
kan tempat kediaman Liong-siya" Tempat itu sangat
indah." Si Tua Sun berkata, "Sudah tentu. Namun tempat yang
indah itu adalah pemberian Li Sun-Hoan baginya. Karena
mereka adalah saudara angkat dan istrinya adalah
sepupu Li Sun-Hoan."
Kakek-cucu ini seakan-akan sedang berbincang-bincang
berdua, namun dengan cara itu mereka berhasil
menceritakan keseluruhan cerita. Ketika ia sampai di
bagian Li Sun-Hoan tidak sengaja melukai Liong Siau-in,
lalu tertangkap, semua pendengar menghela nafas
prihatin. Ketika ia sampai di bagian Lim Sian-ji
terperangkap dan bagaimana cepatnya pedang si
434 pemuda A Fei, matanya seolah-olah melayang pada Lim
Sian-ji dan A Fei. Mata si gadis berkuncir pun sebentarsebentar
hinggap di meja mereka. Walaupun ia tidak menunjukkannya, A Fei sungguh
merasa bahwa kedua orang ini mengenali mereka
berdua. Mungkinkah kakek-cucu ini menceritakan cerita
ini khusus bagi mereka"
Kemudian si gadis berkuncir berkata, "Kalau begitu, Bwehoacat sudah mati di tangan A Fei, bukan?"
Kata Si Tua Sun, "Tio-lotoa dan Dian-jitya tidak percaya
bahwa yang dibunuhnya adalah Bwe-hoa-cat . Mereka
berkeras bahwa Li Sun-Hoanlah Bwe-hoa-cat ."
Si gadis berkuncir lalu bertanya, "Jadi siapa sebenarnya
Bwe-hoa-cat ?" Jawab Si Tua Sun, "Tidak ada seorang pun yang pernah
melihat wajah asli Bwe-hoa-cat . Tidak ada seorang pun
yang tahu siapa yang salah dan siapa yang benar.
Namun Tio-lotoa dan Dian-jitya adalah orang-orang
terhormat. Kata-kata mereka dianggap sebagai
kebenaran. Jikalau mereka telah menyatakan bahwa Li
Sun-Hoan adalah Bwe-hoa-cat , siapakah yang berani
membantah" Oleh sebab itu, Sim-bi Taysu memutuskan
untuk mengadili dia di Kuil Siau-lim-si."
Ia menyedot pipanya lalu melanjutkan, "Namun ketika
mereka tiba di Kuil Siau-lim-si, malah Li Sun-Hoanlah
yang membawa Sim-bi Taysu ke sana."
435 Waktu ia mengatakan itu, bahkan Lim Sian-ji pun
terkejut. A Fei hampir jatuh pingsan. Mereka berdua
mulai menduga-duga apa yang terjadi dalam perjalanan.
Untungnya, si gadis berkuncir membantu mereka
bertanya pada si orang tua.
Jawab Si Tua Sun, "Ternyata dalam perjalanan mereka
dijebak oleh Ngo-tok-tongcu. Dian-jitya Tan Okmpat
pendeta Siau-lim-si pun terbunuh. Sim-bi Taysu akhirnya
memutuskan untuk membebaskan Li Sun-Hoan setelah ia
kena racun. Li Sun-Hoan mengetahui bahwa hanya di
Siau-lim-silah ada obat penawar untuk racun yang
melukai Sim-bi, sehingga dibawanyalah pendeta itu
kembali ke Siau-lim-si."
Si gadis berkuncir mengacungkan jempolnya. "Li Tamhoa
ini memang seorang pahlawan. Jika orang lain yang
berada di tempatnya, orang itu pasti sudah kabur."
Sahut Si Tua Sun, "Kau memang benar. Sayangnya, para
pendeta di Siau-lim-si tidak berterima kasih padanya,
mereka bahkan ingin membunuhnya."
Mata si gadis berkuncir terbelalak kaget, "Kenapa?"
Jawab Si Tua Sun, "Karena kisah ini diceritakan oleh Li
Tamhoa sendiri. Para pendeta Siau-lim-si tidak
mempercayainya sedikitpun."
Si gadis berkuncir berkata terbata-bata, "Tapi"tapi kan
Sim-bi Taysu bisa membelanya?"
436 Si Tua Sun tertawa getir. "Sayangnya Sim-bi Taysu
meninggal sesaat setelah sampai di Siau-lim-si. Selain
Sim-bi, tidak ada seorang pun di dunia yang dapat
membuktikan kata-katanya!"
Terdengar desahan dari segala penjuru rumah makan itu.
A Fei sudah hampir meledak, dia tidak tahan lagi dan
bertanya, "Apakah Li-tayhiap sudah mereka bunuh?"
Mata Si Tua Sun berbinar. "Walaupun Siau-lim-si cukup
terkenal dan memiliki banyak pesilat tangguh, tetap sulit
bagi mereka untuk membunuh seorang Li Sun-Hoan."
Si gadis berkuncir pun melirik A Fei . "Namun jika sampai
terjadi pertempuran, bahkan orang yang terhebat
sekalipun tidak akan mampu menandingi banyak musuh
sekaligus. Pisau terbang Li Tamhoa memang tidak ada
duanya di dunia persilatan, namun tetap saja ia tidak
mungkin membunuh seluruh murid Siau-lim-si."
Si Tua Sun pun berkata, "Walaupun Siau-lim-si
mempunyai banyak murid dan tiap orang adalah ahli
silat, siapa yang akan menyerang paling dulu" Siapakah
yang berani menantang pisau Li Sun-Hoan yang
pertama?" Si gadis berkuncir pun menjadi gembira lagi dan
bertepuk tangan. "Kakek benar. Siau Li Sin To (Pisau
Kilat si Li Ajaib) tidak pernah luput. Tidak seorang pun
akan berani mendekatinya. Jadi pastilah saat ini dia
sudah pergi jauh." 437 Kata Si Tua Sun, "Tapi dia tidak pergi."
"Mengapa?" Sahut Si Tua Sun, "Walaupun tidak seorang pun di Siaulimsi berani menghadapinya, Li Sun-Hoan pun tidak
punya jalan keluar. Lagi pula, dengan keadaan yang
menggantung seperti ini, ia tidak mungkin pergi begitu
saja." Si gadis berkuncir menjadi bingung. "Jika ia tidak bisa
pergi, dan juga tidak bisa bertempur, apa yang bisa
dilakukannya?" Si Tua Sun menjawab, "Ia dikelilingi oleh ratusan
pendeta Siau-lim-si. Ia sadar bahwa sekali ia
menyambitkan pisaunya, ia akan mati. Bagaimana pun,
sebilah pisau tak akan mampu membunuh ratusan orang
sekaligus." Si gadis berkuncir pun berkata, "Ini adalah kerugiannya.
Seseorang tak mungkin bertahan untuk selamalamanya."
Ini sama dengan kekuatiran A Fei. Dan ia tidak tahu apa
yang harus ia lakukan. Kata Si Tua Sun lagi, "Mereka berbicara di depan
ruangan tempat mereka menyemayamkan jenazah Simbi
Taysu. Setelah itu, Li Sun-Hoan berhasil menyelinap ke
dalam ruangan itu." Si gadis berkuncir tercekat. "Jadi dia terkurung di situ?"
438 Sahut Si Tua Sun, "Pendeta-pendeta Siau-lim-si pun
beranggapan bahwa dia akan berusaha kabur. Kini
mereka menyesal." "Kenapa" Bukankah mereka seharusnya senang bahwa ia
sudah terperangkap?"
Jawab Si Tua Sun, "Dalam ruangan itu bukan hanya ada
jenazah Sim-bi Taysu. Di situ juga tersimpan naskahnaskah
kuno yang sangat berharga untuk Siau-lim-si."
Si gadis berkuncir itu pun menyanggah, "Tapi kan
mereka hanya perlu menunggu di luar beberapa hari.
Setelah itu Li Sun-Hoan akan mati kelaparan dan
kehausan di dalam." Kata Si Tua Sun, "Awalnya mereka pun berpendapat
demikian. Tapi Li Sun-Hoan berhasil menawan Sim-si
Taysu bersamanya di dalam kamar. Mereka tidak
mungkin membiarkan Sim-si Taysu mati bersama dengan
Li Sun-Hoan." "Tentu saja tidak."
"Jadi mereka harus mengantarkan makanan dan
minuman setiap hari, supaya Sim-si Taysu dan Li SunHoan tidak mati." Si gadis berkuncir pun bertepuk tangan. "Sudah lama
Siau-lim-si dianggap tempat suci dunia persilatan. Selama
beratus-ratus tahun tidak ada orang yang berani
bertindak ugal-ugalan di sana. Namun seorang Li Sun

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoan saja sudah bisa memporak-porandakan tempat itu.
439 Pendeta-pendeta itu bukan hanya tidak bisa berbuat apaapa,
mereka bahkan harus menyediakan makanan
baginya setiap hari. Sungguh menggelikan."
Ia menjadi sangat ceria sekarang. "Li Tamhoa ini benarbenar
karakter yang hebat ya, Kek. Ceritamu sungguh
luar biasa." Saat ini, A Fei tenggelam dalam kegembiraan juga. Ia
harus menahan dirinya kuat-kuat untuk tidak berteriak
keras-keras bahwa Li Sun-Hoan adalah sahabatnya.
Namun Si Tua Sun kini menghela nafas. "Kau benar.
Akan tetapi, cepat atau lambat Li Sun-Hoan akan
terkubur di Siau-lim-si."
Si gadis berkuncir menjadi heran, "Mengapa?"
Si Tua Sun seperti melirik pada A Fei. "Selama tidak ada
orang yang bisa membuktikan bahwa Li Sun-Hoan bukan
Bwe-hoa-cat , dan bahwa Sim-bi Taysu memang dibunuh
oleh Ngo-tok-tongcu, Siau-lim-si tidak akan pernah
melepaskannya!" Si gadis berkuncir pun bertanya, "Siapakah yang dapat
membuktikannya?" Si Tua Sun terdiam. Akhirnya ia berkata, "Sayangnya,
tidak ada seorangpun!"
Bab 22. Bwe-hoa-cat Muncul Kembali
440 Makan siang sudah selesai, cerita pun sudah selesai.
Orang-orang mulai bubar, dan sambil berjalan keluar,
mereka membicarakan keadaan Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji terus memandangi A Fei. A Fei sendiri
tenggelam dalam pikirannya. Makanan di meja mereka
tidak tersentuh sedikit pun.
Di meja yang lain, si gadis berkuncir meletakkan
sumpitnya dan bertanya, "Kakek, menurutmu apakah Li
Tamhoa tidak bersalah?"
Jawab Si Tua Sun, "Sekalipun aku tahu bahwa ia tidak
bersalah, apa yang dapat kulakukan?"
Kata si gadis berkuncir, "Bagaimana dengan sahabatnya"
Tidak ada seorang pun yang mau menolong dia?"
Jawab Si Tua Sun, "Jika ia terperangkap di tempat lain,
mungkin ada orang yang berusaha menolongnya. Tapi ia
terperangkap di kuil Siau-lim-si. Aku rasa tidak akan ada
seorang pun yang dapat menolong dia."
Si gadis berkuncir tampak sedih. "Jadi akhirnya dia akan
mati di Siau-lim-si?"
Si Tua Sun berpikir cukup lama, lalu berkata, "Sebetulnya
ada jalan. Namun kemungkinan berhasilnya sangat tipis."
Waktu A Fei mendengarnya, matanya langsung cerah.
Si gadis berkuncir langsung bertanya, "Bagaimana?"
441 Kata Si Tua Sun, "Jika Bwe-hoa-cat yang sesungguhnya
masih hidup dan muncul lagi, maka Li Sun-Hoan akan
terbebas. Jika dia bukan Bwe-hoa-cat , ia tidak punya
alasan untuk membunuh Sim-bi Taysu."
Si gadis berkuncir pun mendesah. "Kemungkinannya
memang kecil sekali. Sekalipun Bwe-hoa-cat masih
hidup, ia pasti sedang bersembunyi sekarang. Menunggu
mereka membunuh Li Sun-Hoan."
Si Tua Sun meletakkan pipanya di atas meja, "Kau sudah
selesai makan mi?" Sahut si gadis berkuncir, "Tadinya aku lapar sekali. Tapi
setelah mendengar cerita itu, nafsu makanku jadi
hilang." Kata Si Tua Sun, "Kalau begitu, ayo kita pergi. Kita tak
bisa menyelamatkan Li Tamhoa hanya dengan dudukduduk
di sini." Ketika si gadis berkuncir itu keluar dari pintu, ia menoleh
pada A Fei dan memandangnya, seolah-olah berkata,
"Jika kau hanya duduk-duduk di situ, bagaimana kau
dapat menolongnya?" Sambil memandang kepergian mereka, Lim Sian-ji
tertawa dingin. "Tahukah kau, orang macam apakah
mereka itu?" "Apa?" 442 Sahut Lim Sian-ji, "Dari penampilan mereka, tenaga
dalam orang tua itu sangat tinggi. Langkah gadis kecil itu
ringan dan cepat. Ilmu meringankan tubuhnya paling
tidak setaraf denganku."
"O ya?" "Dalam pandanganku, mereka bukan tukang cerita biasa.
Mereka pasti punya alasan lain datang ke sini."
Lanjut Lim Sian-ji, "Mereka sengaja menceritakan kisah
itu padamu, supaya kau pergi bunuh diri."
"Bunuh diri?" Lim Sian-ji mendesah. "Jika kau tahu bahwa Li Sun-Hoan
terperangkap di Siau-lim-si, pasti kau akan berusaha
keras untuk membebaskannya. Namun bagaimana kau
bisa melawan seluruh kuil Siau-lim-si?"
A Fei berpikir dalam-dalam, ia tidak menjawab.
Kata Lim Sian-ji, "Lagi pula mungkin saja mereka
berdusta. Supaya kau juga terjebak."
Ia menggenggam tangan A Fei dan berkata dengan
manis, "Walaupun mereka tidak berbohong bahwa Li
Sun-Hoan ada dalam bahaya, jika kau pergi, kau hanya
akan mengacaukan konsentrasinya. Dan jika para
pendeta itu berhasil menangkapmu, maka ialah yang
harus menyelamatkanmu. Kau malah akan mempersulit
dia, bukan menolongnya."
443 Setelah A Fei berpikir lama, akhirnya dia berkata, "Kau
betul." Kata Lim Sian-ji, "Jadi kau berjanji tidak akan pergi ke
Siau-lim-si?" "Ya." Ia menjawab sangat cepat, sehingga Lim Sian-ji tidak
yakin bahwa A Fei berkata jujur.
Ketika mereka kembali ke penginapan, A Fei berkata,
"Karena kita tidak jadi pergi ke Siau-lim-si, kau lebih baik
pulang saja." "Lalu engkau?" Jawab A Fei, "A"aku mau berjalan-jalan sebentar."
Lim Sian-ji langsung menyambar tangannya, suara
bergetar waktu dia berbicara. "Apakah kau akan berpurapura
menjadi Bwe-hoa-cat ?"
A Fei hanya memandangi lantai. Lalu ia menghela nafas
panjang dan akhirnya menjawab, "Ya."
Kata "ya" itu diucapkannya dengan sangat tegas, seakanakan
menyatakan bahwa tak akan ada yang bisa
mengubah pikirannya. Kata Lim Sian-ji, "Lalu"lalu mengapa kau suruh aku
pulang?" 444 Sahut A Fei, "Karena ini adalah persoalanku."
Kata Lim Sian-ji lagi, "Persoalanmu adalah persoalanku."
Kata A Fei, "Tapi Li Sun-Hoan bukanlah sahabatmu."
Wajah A Fei penuh rasa terima kasih, namun ia tidak
mengatakannya. Sahut Lim Sian-ji, "Kau dapat menghargai suatu
persahabatan begitu tinggi. Mengapa aku tidak"
Walaupun aku tidak berguna, paling tidak aku bisa
memberimu dukungan moral."
A Fei menggenggam tangan Lim Sian-ji erat-erat.
Walaupun ia tidak bicara, matanya, air mukanya, sudah
mewakilinya berbicara. Dengan diamnya, ia telah berbicara lebih banyak.
Lim Sian-ji tersenyum manis. "Jika kau ingin berpurapura
menjadi Bwe-hoa-cat , kau perlu seseorang untuk
dirampok." "Betul." Kata Lim Sian-ji, "Tidak bisa sembarang orang, bukan?"
Sahut A Fei, "Yang pasti, kita harus menemukan orang
kaya yang kekayaannya tidak halal."
Mata Lim Sian-ji berputar, "Aku tahu orang yang tepat."
445 "Siapa?" Sahut Lim Sian-ji, "Orang ini dulunya seorang bandit.
Lalu dia berhenti waktu usianya 50 tahun. Namun sampai
sekarang dia masih berbisnis gelap."
Tanya A Fei, "Siapa namanya?"
Lim Sian-ji berpikir keras, lalu jawabnya, "Ah, aku ingat.
Namanya Thio sing-ki. Namun sekarang ia dipanggil
Thio-wangwe (Hartawan Thio), Thio-taysianjin (si Thio
mahadermawan)." A Fei mengangkat alisnya. "Taysianjin?"
Kata Lim Sian-ji, "Ia merampok sepuluh ribu tail perak,
lalu menyumbangkan seratus tail untuk memperbaiki
jalan. Di malam hari ia membunuh seratus orang, namun
di siang hari ia menolong orang sakit.
Mudah sekali bagi seorang bandit untuk menjadi
dermawan." *** Thio sing-ki sedang berbaring di kursi panjangnya sambil
memandang ke kuali di atas api yang sedang
memanaskan sup sarang burung.
Di luar salju sudah turun lagi, namun di dalam rumahnya,
hangat bagaikan musim semi.
446 Ia memejamkan matanya, bermaksud untuk tidur
sejenak. Tapi ia dikagetkan oleh suara kuali yang
terguling dan pecah berantakan.
Ia segera membuka matanya dan dilihatnya seorang lakilaki
berpakaian serba hitam. Tidak ada yang tahu dari
mana ia datang. Walaupun Thio sing-ki telah mengundurkan diri, ilmu
silatnya masih terlatih dengan baik. Ia berteriak, "Pencuri
kecil, berani-beraninya kau masuk ke rumahku!"
Segera ia memasang kuda-kuda, siap menyerang si lelaki
baju hitam itu. Saat itulah, terlihat suatu kilatan di depannya.
Thio Sing-ki tidak tahu dari mana datangnya atau macam
apakah senjata yang menyerangnya. Tiba-tiba saja lima
tanda luka telah menghiasi dadanya.
Bwe-hoa-cat telah muncul kembali!
Di rumah-rumah minum teh, warung-warung arak,
semua orang membicarakannya. Apakah pembunuh Thio
Sing-ki adalah Bwe-hoa-cat yang sebenarnya"
Siapa korban berikutnya"
Orang-orang kaya itu mulai sulit tidur lagi.
*** 447 Di waktu senja, suara genta menggema di Lingkungan
kuil, dan para pendeta dengan wajah tegang dan dingin
masuk satu per satu ke dalam ruangan.
Langkah mereka terasa lebih ringan daripada biasanya,
karena beberapa hari terakhir ini pikiran mereka sungguh
galau. Di atas Siong-san, hawa dingin terasa lebih kejam dan
salju meliputi seluruh pegunungan. Seseorang menaiki
gunung dengan tergesa-gesa. Ia adalah salah satu murid
Siau-lim-si yang bukan pendeta, "Pahlawan dari Lamyanghu", Siau Cing. Dia bicara sejenak dengan saudara seperguruan yang
bertugas jaga di kaki bukit, gardu depan biara, lalu
masuk ke ruangan belakang.
Ruangan Hongtiang (ketua) sunyi senyap, hanya terlihat
asap dupa mengepul keluar dari jendela, lalu buyar ke
udara. Langkah Siau Cing sangat ringan, tidak bersuara saat
menyentuh tanah. Namun saat memasuki halaman,
Pendeta Sim-oh Taysu yang sedang berada di ruang
kerjanya berseru, "Siapa itu?"
Langkah Siau Cing terhenti. Ia membungkuk dan
berkata, "Murid Siau Cing datang untuk memberi
laporan." Ada tiga orang dalam ruangan itu. Sim-oh Taysu, Sinkam
Taysu, dan Pek-hiau-sing.
448 Siau Cing tidak berani banyak bicara. Ia masuk ke dalam,
membungkuk lagi dan berkata, "Bwe-hoa-cat telah
muncul kembali!" Lanjutnya lagi, "Tiga hari yang lalu, mantan bandit Thio
sing-ki mendadak terbunuh dan barang-barang
berharganya dicuri. Satu-satunya tanda adalah luka
berbentuk bunga Bwe di dadanya."
Sin-kam Taysu dan Pek-hiau-sing saling pandang. Wajah
mereka memucat. Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Sim-oh Taysu
mendesah. "Kini Bwe-hoa-cat telah muncul kembali.
Mungkin Li Sun-Hoan memang tidak bohong."
Pek-hiau-sing memandang Sin-kam Taysu, tapi tidak
berkata apa-apa. Sin-kam Taysu berjalan perlahan-lahan ke jendela,
memandangi salju di luar. "Namun ini pun bisa
membuktikan bahwa memang Li Sun-Hoanlah Bwe-hoacat
!" Kata Sim-oh Taysu, "Apa maksudmu?"
Sahut Sin-kam Taysu, "Jika aku adalah Bwe-hoa-cat dan
aku tahu bahwa kesalahanku telah dituduhkan pada
orang lain, aku akan bersembunyi untuk sementara
sampai orang itu dihukum. Kalau aku beraksi, bukankah
itu berarti menyelamatkan nyawa Li Sun-Hoan?"
449 Pek-hiau-sing mengangguk. "Kau benar. Satu-satunya
alasan mengapa Bwe-hoa-cat muncul sekarang adalah
untuk membersihkan nama Li Sun-Hoan. Jika aku adalah
Bwe-hoa-cat , aku pun tidak akan pernah
melakukannya." Tanya Sim-oh Taysu, "Kalau begitu, apa saranmu?"
Sahut Sin-kam Taysu, "Jika Li Sun-Hoan bukan Bwe-hoacat


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sebenarnya, maka teman-temannya tidak
mungkin melakukan ini."
Sim-oh Taysu bangkit berdiri dan berjalan ke jendela.
"Siapa yang menjaga Li Sun-Hoan sekarang?"
Sahut Sin-kam Taysu, "Murid-murid Jisuheng, It-in dan
It-tun." Kata Sim-oh Taysu, "Suruh mereka kemari."
Ketika It-in dan It-tun masuk, ia tidak menoleh, hanya
bertanya, "Apakah kalian sudah mengantar makanan
untuk Gosusiok?" Sahut It-in, "Sudah. Tapi"."
Sim-oh Taysu memotong, "Tapi apa?"
Kata It-in, "Aku mengikuti perintahnya untuk menaruh
makanan di depan pintu. Banyaknya sama dengan
kemarin, dua kali ukuran normal tambah satu gelas air."
450 Sambung It-tun, "Aku membawa keranjang makanan itu
karena aku ingin melihat apa yang terjadi di dalam. Aku
mundur sedikit dan aku melihat Li Sun-Hoan mengambil
keranjang itu, melihat makanan itu dan melemparkannya
ke luar." "Kenapa?" Sahut It-in, "Katanya makanannya tidak enak dan tidak
ada arak, jadi dia tidak mau makan."
Sim-oh Taysu menjadi sangat geram, "Dipikirnya dia itu
ada di mana" Di rumah makan?"
It-in dan It-tun sudah berada di kuil selama sepuluh
tahun dan baru kali ini mereka melihat ketua Siau-lim-si
ini marah. Mereka tidak berani memandangnya.
Setelah beberapa saat, ia pun menjadi tenang, lalu
bertanya, "Lalu ia ingin makan apa?"
Sahut It-in, "Ia menulis daftar dan melemparkannya ke
luar. Ia bahkan menyertakan cara memasaknya. Jika ada
kesalahan, dia bilang makanan itu akan dilemparkannya
ke luar lagi." Daftar makanan itu adalah:
Rebung Merah Rebus Sup Sayur Campur Sayur asin dengan jamur Sayur masak Tahu dengan jamur dan rebung
451 [Terjemahannya mungkin kurang tepat]
Selain empat jenis masakan dan satu sup itu, ia pun ingin
tiga kati arak Tik-yap-jing kualitas super. Seakan-akan
Siau-lim-si adalah rumah makan vegetarian kelas atas di
Ibu Kota. Siapapun yang melihat daftar itu takkan tahu apakah
mereka harus tertawa atau menangis. Namun Sim-oh
Taysu menjawab pendek, "Berikan saja keinginannya."
Sin-kam Taysu cepat berkata, "Suheng, kau"."
Sim-oh Taysu memotongnya. "Jika Li Sun-Hoan tidak
makan, Gosute pun kelaparan. Kesehatannya telah
memburuk dalam beberapa tahun terakhir ini. Ia takkan
mampu bertahan lama tanpa makan."
Sin-kam Taysu menunduk. "Tapi jika kita melakukannya,
bukannkah itu berarti membiarkan Li Sun-Hoan
memegang kendali?" Mata Sim-oh Taysu berbinar. "Aku sudah punya rencana.
Tidak jadi soal kalau dia yang memegang kendali satu
dua hari ini." *** A Fei berbaring di ranjang.
Sudah empat jam. Ia berbaring saja, tidak bergerak,
seakan-akan tubuhnya menjadi batu.
452 Ia hanya menunggu. Dengan tidak bergerak, ia dapat menghemat tenaganya.
Ia memerlukan tenaga untuk mencari makanan, dan
memerlukan makanan untuk bertahan hidup, untuk
menghadapi alam. Beberapa kali, bahkan kelinci liar pun menyangka bahwa
ia hanyalah sebuah batu. Pernah suatu ketika, ia sangat
lemah dan kelaparan, tidak ada tenaga sedikit pun. Jika
kelinci liar itu tidak melompat dan hinggap di tangannya,
mungkin ia sudah mati kelaparan waktu itu.
Kali lain, ia berpura-pura mati selama dua hari, sampai
seekor anjing liar menghampirinya.
Kesabaran dan daya tahan semacam ini tidak dapat
dimiliki secara alamiah. Hanya dapat diperoleh dengan
latihan yang tak kenal lelah.
Mulanya, ia pun tidak bisa melakukannya dengan baik. Ia
tidak tahan untuk tidak meringkuk dalam hawa dingin.
Tapi kini, ia tidak merasa apa-apa lagi. Selama ia tidak
perlu bergerak, ia tidak akan bergerak seinci pun.
Ketika Lim Sian-ji kembali, ia menyangka A Fei telah
tidur. Hari ini pakaiannya sungguh aneh. Ia berpakaian kain
abu-abu polos yang menutupi seluruh tubuhnya.
Ia telah pergi selama empat jam untuk mencari
informasi. 453 A Fei tiba-tiba bangkit, mengagetkan Lim Sian-ji. Tapi
Lim Sian-ji lalu tersenyum. "Jadi kau cuma pura-pura
tidur saja. Mau menakut-nakuti aku ya?"
A Fei diam saja. Lim Sian-ji menyisir rambutnya yang hitam legam, lalu
menggigit bibirnya. "Kau tidak menyukai aku?"
A Fei menggelengkan kepalanya.
Lim Sian-ji menatapnya dengan matanya yang bening,
lalu menghampirinya dan mencium pipinya. "Kau sangat
baik." A Fei berdiri dan bertanya, "Ada berita apa?"
Lim Sian-ji menggelengkan kepalanya. "Siau-lim-si selalu
berhati-hati. Mereka harus mengawasi lebih dulu sampai
cukup lama, baru bertindak. Bagi mereka, lebih baik tidak
berbuat apa-apa daripada berbuat yang salah."
Kata A Fei, "Tapi ini sudah enam hari."
Kata Lim Sian-ji, "Mungkin mereka tidak percaya bahwa
Bwe-hoa-cat lah yang membunuh Thio sing-ki. Karena
setiap kali Bwe-hoa-cat berbuat ulah, kejadiannya selalu
berturut-turut, bukan hanya satu saja."
A Fei berpikir lama, lalu katanya, "Cepat atau lambat
mereka harus percaya. Aku akan membuat mereka
percaya." 454 Kata Lim Sian-ji, "Mari kita pergi. Aku akan tunjukkan
suatu tempat kepadamu."
"Di mana?" "Korbanmu yang kedua."
*** Malam pun tiba. Salju telah mencair. Mereka mengganti
pakaian supaya tidak dapat dikenali.
Tiba-tiba Lim Sian-ji menunjuk pada papan nama sebuah
rumah gadai. Rumah gadai itu cukup besar, dengan
papan nama yang besar pula, bertuliskan, "Rumah Gadai
Sun-ki" Tanya A Fei, "Apa istimewanya papan nama itu?"
Lim Sian-ji tidak menjawab, malah kini ia menunjuk pada
papan nama yang lain, papan nama sebuah rumah
makan. "Coba lihat yang itu."
Rumah makan itu sangat laris. Bangunan bertingkat itu
penuh dengan pembeli. Papan namanya berbunyi
"Rumah Makan Sun-ki".
Sebenarnya, tiap lima atau enam usaha di jalan itu
mempunyai papan nama dengan tulisan "Sun-ki". Dan
semuanya adalah usaha yang laris.
Kata Lim Sian-ji, "Semua usaha ini adalah milik Sinlosam."
455 Kata A Fei, "Ke mana kita pergi?"
Sahut Lim Sian-ji, "Mari ikut aku."
A Fei memang tidak suka banyak bertanya, sehingga ia
pun mengikuti Lim Sian-ji tanpa banyak bertanya.
Ketika mereka sedang berjalan, tiba-tiba Lim Sian-ji
menunjuk ke langit. "Lihat, ada meteor."
A Fei terdiam sesaat, lalu bertanya, "Apakah engkau
memohon sesuatu?" Jawab Lim Sian-ji, "Meteor selalu lewat terlalu cepat.
Tidak ada yang sempat memohon apapun juga, kecuali
orang itu sudah tahu sebelumnya bahwa meteor itu akan
muncul. Tapi siapa yang bisa menebak kapan meteor
akan muncul" Aku rasa itu hanya dongeng saja."
Kata A Fei, "Walaupun begitu, meteor membuat orang
mempunyai harapan dan mimpi. Itu kan sangat bagus."
Sahut Lim Sian-ji, "Aku tidak pernah menyangka kau
tahu segala omong kosong macam itu."
A Fei hanya memandangi kejauhan, ke arah meteor itu
menghilang. Di matanya terbayang kesedihan yang
mendalam, lalu berkata, "Aku sudah tahu sejak kecil."
Lim Sian-ji menatap mata itu lekat-lekat, lalu berkata
dengan halus, "Kau ingat akan ibumu, kan" Apakah
beliau yang mengatakannya padamu?"
456 A Fei tidak menjawab. Ia mempercepat langkahnya.
Sian-ji menggelendot di samping A Fei dengan diam saja
sambil terus melangkah ke depan. Tiba-tiba A Fei melihat
di depan ada sebuah puri yang sangat besar, semakin
dekat keadaan puri ini berbalik tidak jelas kelihatan.
Maklumlah, karena dinding perkampungan ini tingginya
luar biasa sehingga mengalangi jarak pandangnya.
Lim Sian-ji memandangi tembok besar yang mengelilingi
tempat itu. "Tembok ini tinggi sekali. Mungkin tingginya
12 meter?" "Kira-kira." Tanya Lim Sian-ji, "Kau bisa melompatinya?"
Sahut A Fei, "Tidak ada seorang pun yang dapat
melompat setinggi itu. Jika kau ingin masuk ke dalam,
aku akan memikirkan cara lain."
Kata Lim Sian-ji, "Ini adalah rumah Sin-losam."
Tanya A Fei, "Apakah dia itu korbanku yang kedua?"
Jawab Lim Sian-ji, "Aku tahu kau tidak ingin menyakiti
pedagang. Tapi ada bermacam-macam jenis pedagang."
"Macam apakah dia?"
"Yang paling buruk, yang paling kotor."
457 Lim Sian-ji tersenyum sambil melanjutkan, "Coba
bayangkan. Bagaimana caranya dia membuka begitu
banyak usaha di kota ini" Dan mengapa ia membangun
tembok setinggi ini di sekeliling rumahnya?"
Sahut A Fei, "Tidak ada salahnya membangun tembok
yang tinggi. Dan tidak ada hukum yang melarangmu
mempunyai begitu banyak usaha."
Lim Sian-ji berusaha menjelaskan, "Tembok yang begini
tinggi berarti dia takut karena usahanya yang tidak
bersih. Dalam generasi ini ada 16 bersaudara. Dan 16
bersaudara ini membuka lebih dari 40 usaha."
Kata Eh Fei, "Jadi tiap orang punya sekitar tiga usaha.
Itu kan biasa." Sahut Lim Sian-ji, "Namun keempat puluh usaha itu
dimiliki oleh Sin-losam."
"Kenapa?" Bab 23. Masuk Jebakan Di malam yang dingin dan berangin kencang ini, Lim
Sian-ji dan A Fei sampai di depan sebuah puri yang
megah. Sambil menunjuk pada temboknya yang sangat
tinggi itu, Lim Sian-ji berkata, "Ini adalah rumah Sinlosam.
Ia dan saudara-saudaranya membuka lebih dari
empat puluh usaha. Tapi sekarang, seluruh usaha itu
menjadi miliknya karena kelima belas saudaranya yang
lain telah masuk ke dalam peti mati!"
458 Tanya A Fei, "Bagaimana mereka mati?"
Jawab Lim Sian-ji, "Secara resmi, mereka mati karena
sakit. Tapi tidak ada seorang pun yang tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Aneh bukan kalau lima belas orang
yang segar bugar bisa sakit dan mati semua dalam tiga
tahun, sedangkan Sin-losam tidak kurang suatu apapun?"
A Fei tidak menjawab. Ia hanya berkata singkat, "Aku
akan menemuinya besok malam."
*** Dengan koordinasi tangan dan kaki yang baik, A Fei
memanjat tembok itu. Setelah dilewatinya, ia melihat sebuah taman yang luas
dan beberapa rumah. Pada saat itu, hanya sedikit cahaya
yang tampak, sebagian besar orang sudah tidur.
Lim Sian-ji menemukan seorang pelayan yang mau
menggambarkan peta tempat itu untuknya. Jadi A Fei
tahu pasti ke mana ia harus pergi.
Sin-losam masih terjaga. Rambut pengusaha yang licik
itu sudah memutih, namun ia masih duduk di dalam
cahaya lilin dengan sipoanya, menghitung
pendapatannya. Ia menghitung tidak terlalu cepat, karena jari-jarinya
pendek dan gemuk. Bagaimana seorang dari keluarga
kaya mempunyai tangan seperti seorang pekerja"
459 Karena pada waktu ia masih kecil, ayahnya mengusir dia
dari rumah, sehingga selama 5 tahun ia terlunta-lunta.
Tidak seorang pun tahu apa yang ia lakukan saat itu. Ada
yang bilang ia jadi pengemis, ada yang bilang ia pergi ke
Siau-lim-si, mengerjakan pekerjaan kasar dan belajar
ilmu silat yang hebat di sana. Oleh sebab itu, waktu
saudara-saudaranya meninggal, tidak ada seorangpun
yang berani berbicara walaupun sebenarnya mereka
curiga. Tentu saja ia menyangkal semua tuduhan itu. Namun ia
tidak bisa menyangkal kedua belah tangannya. Kedua
belah tangan itu adalah bukti bahwa ia pernah belajar
ilmu silat Thi-soa-ciang atau ilmu pukulan pasir besi dan
telah mencapai taraf yang cukup tinggi. Kalau tidak, tidak


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin kakaknya yang tertua mati selagi muntah darah.
A Fei mendorong jendela di kamar itu dan masuk ke
dalam. Reaksi Sin-losam boleh dibilang cepat, namun ketika ia
sadar jendela kamarnya terbuka, A Fei telah berdiri di
hadapannya. Ia tidak dapat percaya ada orang yang
dapat bergerak secepat itu. Ia menjadi sangat ketakutan
dan hanya bisa berdiri mematung.
A Fei memandangnya dingin dan bertanya, "Apakah kau
Sin-losam?" Sin-losam hanya bisa mengangguk-anggukkan
kepalanya. Tanya A Fei, "Apakah kau tahu apa yang kuinginkan?"
460 Ia terus mengangguk. Tanya A Fei lagi, "Adakah yang ingin kau katakan?"
Kini Sin-losam berhenti mengangguk dan mulai
menggeleng. Pedang A Fei terhunus, namun di saat yang sama A Fei
merasa ada kejanggalan. Hanya intuisi, seperti yang
dimiliki hewan liar, seperti seekor kelinci dapat
merasakan kehadiran seekor serigala liar. Tanpa
mendengar apa pun juga, atau pun melihat bayangan si
serigala. Kini tanpa ragu-ragu A Fei mengacungkan pedangnya!
Secepat meteor, ditebaskannya pedang itu ke arah dada
Sin-losam. Tapi yang terdengar adalah suara berdentang,
seperti logam bertemu logam. Pedang itu mengenai
lempengan logam, sehingga tidak dapat menembusnya.
Setelah serangan itu, Sin-losam segera berguling ke
bawah meja. A Fei segera melompat untuk melarikan
diri. Sayang, ia terlambat selangkah.
Sebuah jaring raksasa telah jatuh dari langit-langit.
Jaring itu sebesar ruangan itu, sehingga siapapun yang
berada di situ pasti akan terperangkap.
A Fei pun terperangkap. 461 Anehnya ia tidak merasa panik atau ketakutan. Ia hanya
merasa sedih, karena ia baru tahu bagaimana perasaan
seekor binatang yang tertangkap oleh pemburu.
Seekor binatang tidak mungkin lolos dari perangkap
pemburu. Oleh sebab itu, A Fei tidak berusaha melepaskan diri.
Ia tahu usaha itu sia-sia belaka.
Saat itu, dua bayangan turun ke atas jala itu, masingmasing
membawa sebuah tongkat panjang. Kedelapan
Hiat-to (jalan darah) A Fei segera ditutup.
Dua orang ini adalah Sin-kam Taysu dan Pek-hiau-sing
dari Siau-lim-si. Sin-losam sudah tidak ada di bawah meja lagi, karena di
situ ternyata ada jalan rahasia.
Sudah jelas sekarang, ini semua adalah jebakan.
Wajah Pek-hiau-sing penuh kemenangan. "Aku tahu kau
pasti datang ke sini. Kau menyerah sekarang?"
A Fei diam saja. Walaupun ia masih bisa bicara, ia tidak merasa perlu
untuk menjawab atau bertanya, "Bagaimana kau bisa
tahu aku akan datang ke sini?"
462 Matanya menatap kosong, seolah-olah pikirannya pun
kosong. Ia tidak bisa berpikir" Atau tidak mau berpikir" Atau tidak
berani berpikir apa-apa"
Kata Pek-hiau-sing, "Aku tahu, kau berusaha menolong
temanmu, Li Sun-Hoan, jadi kau berpura-pura menjadi
Bwe-hoa-cat ." A Fei berteriak, "AKULAH Bwe-hoa-cat . Aku tidak perlu
berpura-pura. Aku tidak kenal siapa itu Li Sun-Hoan."
Sahut Pek-hiau-sing, "Benarkah". Sim-kam Suheng, ia
bilang ialah Bwe-hoa-cat . Apakah kau percaya?"
"Tidak." Kata Pek-hiau-sing lagi, "Tapi ini cukup sulit dibuktikan.
Sim-kam Suheng, tahukah kau siapa yang membunuh
Hong-thian-lui?" "Bwe-hoa-cat ."
"Bagaimana dia mati?"
"Walaupun di tubuhnya ada tanda bunga Bwe, serangan
yang mematikan adalah totokan pada Hian-ki-hiat."
Kata Pek-hiau-sing, "Kalau begitu, Bwe-hoa-cat bukan
hanya pesilat tangguh, namun Tiam-hiat (ilmu totok)nya
pun sangat tinggi." 463 "Betul." Pek-hiau-sing tersenyum, menoleh pada A Fei. "Jika kau
bisa menyebutkan nama kedelapan Hiat-to (jalan
darah)mu yang baru saja aku tutup, kami semua akan
percaya bahwa kaulah Bwe-hoa-cat dan kami akan
segera membebaskan Li Sun-Hoan. Bagaimana?"
A Fei mengertakkan giginya kuat-kuat.
Pek-hiau-sing mendesah. "Kau memang sahabatnya yang
setia. Untuk dia, kau rela mengorbankan nyawamu. Tapi
seberapakah pentingnya engkau dalam pandangannya"
Jika kau dapat membujuknya keluar dari kamar itu saja
sudah cukup bagus." *** Ada arak dalam cawan. Li Sun-Hoan memegang cawan itu di tangannya.
Di sudut kamar tampak seorang pendeta kurus yang
tampak sangat lemah. Walaupun ia sudah lewat
setengah umur, wajahnya belum tampak tua. Ia
kelihatan seperti seorang kutu buku.
Orang ini adalah Sim-si Taysu.
Walaupun ia adalah tawanan Li Sun-Hoan, ia tetap
kalem, duduk tenang di sudut ruangan.
464 Tiba-tiba Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata padanya,
"Tak kusangka Siau-lim-si mempunyai arak selezat ini.
Mau secawan?" Sim-si Taysu menggelengkan kepalanya.
Li Sun-Hoan berkata, "Aku minum arak di depan jenazah
Saudaramu. Apakah itu termasuk kurang ajar?"
Sahut Sim-si Taysu, "Secara umum, orang menggunakan
arak untuk bersulang, di mana pun tempatnya. Kau sama
sekali tidak kurang ajar."
Kata Li Sun-Hoan, "Bagus. Tidak heran kalau orang
bilang, setelah masuk ke dalam biara, hatimu akan lebih
lega." Wajah Sim-si Taysu yang tenang berubah sedikit, seperti
berusaha menyembunyikan rasa pedih.
Ia menghela nafas, wajahnya penuh kesedihan. Apakah
ia sedih untuk saudaranya yang telah meninggal, atau
untuk keadaan dirinya saat itu, tidak ada yang tahu.
Li Sun-Hoan memandangi cawan araknya, lalu menghela
nafas juga. "Sejujurnya, aku tidak menyangka bahwa
kaulah yang menyelamatkan aku kali ini."
Sahut Sim-si Taysu, "Aku tidak menyelamatkanmu."
Kata Li Sun-Hoan, "Empat belas tahun yang lalu, aku
mengundurkan diri dari jabatanku di pemerintahan.
Walaupun alasan resminya adalah bahwa aku sudah
465 bosan berkecimpung dalam dunia politik, sesungguhnya,
jika bukan karena tulisanmu yang mengatakan bahwa
aku punya bersekongkol dengan para bandit, aku
mungkin tidak akan berbulat hati untuk mengundurkan
diri." Sim-si Taysu memejamkan matanya, lalu berkata, "Go
Hun-ih yang gila kekuasaan itu sudah lama mati.
Mengapa kau mengungkit tentang dia kembali?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Kau memang benar. Setelah
seseorang masuk ke biara, ia menjadi seorang yang
baru. Tetap saja, aku masih tidak bisa percaya bahwa
kaulah yang menyelamatkan aku hari ini."
Sim-si Taysu membuka matanya dan berseru, "Sudah
kubilang, aku tidak menyelamatkan engkau. Karena
tenaga dalamku lemah, maka aku tidak bisa lepas dari
cengkeramanmu. Jangan berbicara seolah-olah kau
berhutang padaku." "Tapi jika bukan kau yang memberiku tanda untuk
masuk ke sini, aku tidak akan memilih untuk masuk ke
ruangan ini. Dan jika kau berusaha lepas, tak mungkin
aku benar-benar bisa menahanmu di sini."
Mulut Sim-si Taysu komat-kamit, tapi tidak ada satu kata
pun yang keluar. Li Sun-Hoan tersenyum. "Pendeta kan tidak boleh
berdusta. Lagi pula, hanya ada kita berdua di sini."
466 Sim-si Taysu pun tersenyum. "Walaupun memang aku
berniat untuk menyelamatkanmu, itu bukan karena
kejadian di masa lalu itu."
Li Sun-Hoan tidak kelihatan terkejut. Ia hanya bertanya,
"Lalu kenapa?" Dari wajahnya, kelihatannya Sim-si Taysu tidak tahu
harus menjawab apa. Li Sun-Hoan tidak memaksanya. Ia lalu menghabiskan
araknya. Saat itu, seseorang dari luar berseru, "Li Sun-Hoan, lihat
ke luar jendela!" Ini adalah suara Sin-kam Taysu.
Ketika Li Sun-Hoan melihat ke luar jendela, wajahnya
langsung berubah. Tak pernah disangkanya bahwa A Fei akan jatuh ke
tangan mereka. Pek-hiau-sing hanya berdiri saja di situ dengan wajah sok
tahu. Katanya, "Li Tamhoa, kurasa kau mengenalnya,
bukan" Demi engkau, ia ingin dianggap sebagai Bwehoacat . Bagaimana kau akan berterima kasih padanya?"
Sin-kam Taysu berseru, "Jika kau ingin menyelamatkan
dia, lebih baik kau keluar dan menyerah!"
467 Tangan Li Sun-Hoan gemetar. Ia tidak melihat wajah A
Fei, karena wajahnya menelungkup di tanah.
Kelihatannya ia terluka parah.
Sin-kam Taysu tiba-tiba mengangkat tubuh A Fei. "Li
Sun-Hoan kuberi kau waktu empat jam. Jika kau tidak
keluar dengan Gosuhengku, kau tak akan pernah melihat
temanmu ini lagi." Pek-hiau-sing berkata, "Li Tamhoa, orang ini sangat
memperhatikan engkau. Sepantasnya kau pun membalas
kebaikannya." Li Sun-Hoan sungguh tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Ia melihat bagaimana mereka menyeret A Fei seperti
seekor anjing, dan melihat luka-lukanya akibat
penganiayaan mereka. Anak muda itu tidak mengucapkan sepatah katapun.
Ia hanya memandang sekilas ke arah jendela, wajahnya
sungguh tenang. Seakan-akan berkata pada Li Sun-Hoan
bahwa ia tidak takut mati.
Li Sun-Hoan mengeluh. "Sahabatku". Aku tahu apa yang
kau pikirkan. Kau tidak ingin aku menolongmu."
Sim-si Taysu terus memandangnya, lalu tiba-tiba
bertanya, "Apa yang akan kau lakukan?"
468 Li Sun-Hoan minum tiga cawan lagi, baru menjawab,
"Tentu saja aku akan menyerah. Kapan kau mau, silakan
ikat aku dan bawa aku keluar."
Kata Sim-si Taysu, "Kau pasti mati kalau keluar!"
"Aku tahu." "Tapi kau masih mau keluar juga?"
"Tentu saja." Jawabannya begitu pasti, tidak bisa didebat lagi.
Kata Sim-oh Taysu, "Bukankah itu sangat bodoh?"
Li Sun-Hoan tersenyum. "Kita semua pernah berbuat
kebodohan dalam hidup kita. Jika setiap orang
mengambil keputusan yang benar, bukankah hidup ini
akan menjadi terlalu membosankan?"
Sim-si Taysu merenungkan kata-kata ini, lalu berkata,
"Kau memang benar. Kadang-kadang tidak ada jalan lain.
Kau tahu dengan melakukan hal ini, kau pasti mati. Tapi,
tetap saja kau harus melakukannya!"
Li Sun-Hoan terkekeh. "Setidaknya kau tahu cara
berpikirku." Lanjut Sim-si Taysu, "Persahabatan adalah yang
terutama, lebih penting daripada hidup dan mati. Li SunHoan memang benar-benar Li Sun-Hoan."
469 Li Sun-Hoan tidak memandangnya lagi, dan berkata,
"Aku jalan duluan."
Sim-si Taysu tiba-tiba berseru, "Tunggu dulu."
Seolah-olah ia baru saja mengambil keputusan penting.
Matanya menatap Li Sun-Hoan lekat-lekat. "Aku belum
selesai bicara." "O ya?" Kata Sim-si Taysu, "Tadi sudah kukatakan bahwa aku
punya alasan lain menyelamatkanmu."
"Benar." Kata Sim-si Taysu, "Ini adalah rahasia besar Siau-lim-si,
dan menyangkut banyak orang, sehingga tadinya aku
tidak ingin memberi tahu padamu."
Li Sun-Hoan berdiri saja, mendengarkan.
Lanjut Sim-si Taysu, "Di Siau-lim-si ada begitu banyak
buku langka. Sebagian kitab suci agama Budha, sebagian
lagi buku-buku ilmu silat."
"Tentu saja aku tahu."
Kata Sim-si Taysu lagi, "Selama beberapa ratus tahun
terakhir ini, segeLimtir orang berusaha untuk mencuri
buku-buku ini dari Siau-lim-si, namun tidak ada yang
berhasil. 470 Walaupun pendeta tidak seharusnya membunuh, tetap


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja, buku-buku ini adalah dasar kuil Siau-lim-si. Jadi
setiap orang yang berusaha mencurinya akan menjadi
sasaran kemarahan seluruh murid Siau-lim-si."
Kata Li Sun-Hoan, "Aku hampir tidak pernah mendengar
ada orang yang berani mencuri dari sini."
Sahut Sim-si Taysu, "Kau orang luar, tentu saja kau tidak
tahu secara detil. Sebenarnya Siau-lim-si pernah kecurian
buku sebanyak tujuh kali. Satu buku adalah petunjuk
untuk ketenangan hati dan yang lain adalah kitab ilmu
silat tingkat tinggi."
Li Sun-Hoan sungguh terkejut mendengarnya. "Siapa
yang berbuat?" Jawab Sim-si Taysu, "Anehnya, tidak ada tanda-tanda
pencurian ataupun jejak apa pun yang dapat diselidiki.
Setelah dua pencurian yang pertama, kami telah
meningkatkan penjagaan. Namun pencurian itu tetap
berlanjut. Pada awalnya, Samkolah yang menjaga
perpustakaan, namun sejak peristiwa itu ia
mengundurkan diri." Kata Li Sun-Hoan, "Ini kan persoalan besar. Mengapa
tidak tersiar ke mana-mana?"
Sahut Sim-si Taysu, "Justru karena ini adalah masalah
yang sangat besar, Ciangbun-suheng sudah wanti-wanti
pada semua orang yang tahu untuk tutup mulut. Jadi
471 sekarang, termasuk engkau, hanya sembilan orang yang
tahu akan hal ini." Tanya Li Sun-Hoan, "Selain ketujuh pendeta utama,
siapakah orang yang kedelapan?"
"Pek-hiau-sing."
Li Sun-Hoan mengeluh. "Orang ini benar-benar suka ikut
campur urusan orang lain."
Kata Sim-si Taysu lagi, "Setelah Samko mengundurkan
diri, Jisuheng dan akulah yang menjaga perpustakaan,
sejak setengah bulan yang lalu."
Li Sun-Hoan bertanya, "Jika Sim-bi bertugas menjaga
perpustakaan, mengapa dia pergi?"
Jawab Sim-si Taysu, "Sebab Jisuheng curiga bahwa Bwehoacat terlibat dalam pencurian itu, jadi ia pergi untuk
menyelidiki. Siapa sangka ia tidak pernah kembali lagi."
Setelah diam beberapa saat, Sim-si Taysu melanjutkan,
"Aku dan Jisuheng adalah teman lama. Sebelum ia pergi,
ia mengambil tiga kitab yang paling berharga dari
perpustakaan dan menyembunnyikannya di tiga tempat.
Hanya Ciangbun-suheng dan aku yang tahu tempat
persembunyiannya." "Satu ada dalam ruangan ini bukan?"
"Betul." 472 Kata Li Sun-Hoan, "Pantas saja mereka begitu enggan
menyerbu ke sini." Kata Sim-si Taysu lagi, "Karena pencurian itu begitu
aneh, aku dan Jisuheng berpendapat bahwa mungkin
ada orang dalam yang terlibat.
Namun, walaupun kami berdua sudah curiga, kami tidak
berani mengatakannya. Karena selain dari kami bertujuh
pendeta utama, tidak ada seorang pun yang dapat
mencuri kitab-kitab itu."
Mata Li Sun-Hoan berbinar. "Jadi pencurinya pasti salah
satu dari kalian bertujuh?"
Sahut Sim-si Taysu, "Kami tujuh bersaudara telah hidup
bersama di sini selama lebih dari sepuluh tahun. Kami
pun saling mempercayai satu dengan yang lain. Hanya
saja?" "Apa?" "Sebelum Jisuheng pergi, ia sempat mengatakan padaku
bahwa ia sangat curiga pada salah seorang dari kami
bertujuh." Li Sun-Hoan bertanya cepat, "Siapa?"
Sim-si Taysu menggelengkan kepalanya. "Ia tidak
menyebutkan namanya, karena ia tidak mau asal tuduh.
Ia masih berharap bahwa pencurinya adalah Bwe-hoa-cat
." 473 Sampai di sini, tenggorokan Sim-si mengering, tak bisa
bicara lebih lanjut. Kata Li Sun-Hoan, "Aku mengerti perasaan Sim-si.
Namun bagaimana mungkin ia hanya berpangku tangan
sementara si pencuri masih bebas berkeliaran, bahkan
menyebutkan namanya pun tidak mau."
Sim-si Taysu pun berkata, "Jisuheng pun telah berpikir
demikian. Jadi sebelum ia pergi, ia sudah berpesan, jika
sampai terjadi apa-apa pada dirinya, aku harus membaca
buku hariannya. Nama orang yang dicurigainya tertulis di
halaman terakhir." Li Sun-Hoan bertanya tidak sabar, "Lalu di mana buku
harian itu?" "Tadinya ada bersama dengan kitab-kitab berharga itu.
Sekarang ada padaku."
Ia mengeluarkan sebuah buku, yang kemudian segera
direbut oleh Li Sun-Hoan. Seluruh buku itu berisi tentang
ajaran-ajaran agama Budha, tidak ada tulisan tentang
orang yang dicurigai. Tanya Li Sun-Hoan, "Halaman terakhirnya sudah dirobek
oleh si pencuri?" Jawab Sim-si Taysu, "Bukan hanya itu. Kitab-kitab itu
pun telah berubah menjadi kitab-kitab kosong!"
Kata Li Sun-Hoan, "Ini berarti si pencuri sudah tahu
bahwa Jisuheng mencurigainya."
474 "Betul." "Tapi hanya engkau dan Ciangbun-suheng yang tahu
tempat persembunyiannya. Jadi kau curiga"."
Kata Sim-si Taysu, "Tidak sepenuhnya. Jika si pencuri
tahu bahwa Jisuheng mencurigainya, ia pasti akan
membayangi Jisuheng kemana saja. Dengan cara itu,
kemungkinan ia bisa mengetahui tempat
persembunyiannya. Tapi"."
"Tapi apa?" "Sebenarnya, sewaktu kau membawa Jisuheng kembali
ke sini, ia masih hidup. Dan ia tidak seharusnya mati!"
Li Sun-Hoan kaget setengah mati.
Ia melihat Sim-si Taysu mengepalkan tangannya.
"Walaupun aku bukan ahli tentang racun, aku telah
belajar cukup banyak beberapa tahun terakhir ini dari
buku-buku kami. Jadi, sewaktu aku melihat keadaan
Jisuheng waktu ia sampai, aku tahu ia pasti akan
tertolong. Paling tidak ia tidak mungkin mati secepat itu!"
Kata Li Sun-Hoan, "Jadi maksudmu".."
Kata Sim-si Taysu, "Siapapun yang mencuri kitab-kitab
itu, dialah yang membunuh Jisuheng."
Tiba-tiba Li Sun-Hoan merasa ruangan itu menjadi
sangat sempit, ia menjadi sulit bernafas.
475 Ia mengelilingi ruangan itu untuk menenangkan diri, lalu
bertanya, "Berapa orang yang datang menjenguknya?"
Jawab Sim-si Taysu, "Toasuheng, Sisuheng, dan
Laksute." "Jadi salah satu dari merekalah pembunuhnya?"
Sim-si Taysu mengangguk. "Ini adalah petaka besar bagi
biara ini. Seharusnya aku tidak mengatakannya padamu,
namun aku tahu sekarang bahwa kau bukanlah orang
yang mengkhianati sahabatmu. Jadi aku ingin kau"."
"Kau ingin aku membantumu menangkap si pembunuh?"
"Betul." Li Sun-Hoan berpikir sejenak, lalu ia bertanya perlahan,
"Bagaimana jika ternyata pembunuhnya adalah Sim-oh
Taysu?" Tubuh Sim-si Taysu menegang, keringat membasahi
keningnya. Kata Li Sun-Hoan, "Walaupun seluruh murid Siau-lim-si
akhirnya mengetahui bahwa pembunuhnya adalah Simoh
Taysu, tidak ada seorang pun yang mau
mengakuinya, bukan?"
Sim-si Taysu tidak menjawab, karena memang
pertanyaan ini tidak butuh jawaban. Semua orang
menganggap Siau-lim-si sebagai perguruan silat yang
476 terhormat. Apa jadinya jika Ketua Siau-lim-si ternyata
adalah seorang pembunuh?"
Li Sun-Hoan berkata lagi, "Walaupun aku bisa
membuktikan bahwa pembunuhnya adalah Sim-oh
Taysu, aku yakin kau tak akan mendukungku, demi
mempertahankan reputasimu."
Sim-si Taysu mendesah. "Kau benar. Demi reputasi Siaulimsi, aku akan mengorbankan apapun juga."
Tanya Li Sun-Hoan, "Lalu mengapa kau minta aku
melakukannya?" Jawab Sim-si Taysu, "Walaupun aku tidak mau merusak
reputasi Siau-lim-si, jika kau bisa membuktikan siapa
pembunuh Jisuheng, aku jamin ia akan mati bersama
denganku." Kata Li Sun-Hoan, "Bagaimana bisa seorang pendeta
berbicara mengenai pembunuhan" Kelihatannya kau
masih terikat dengan dunia luar."
Sahut Sim-si Taysu, "Sang Budha sendiri pun pernah
marah, apalah artinya seorang pendeta kecil."
Kata Li Sun-Hoan, "Mendengar jawabanmu, aku sudah
puas." Tanya Sim-si Taysu, "Kau sudah tahu siapa
pembunuhnya?" 477 Sahut Li Sun-Hoan, "Belum. Tapi aku tahu seseorang
yang tahu." Kata Sim-si Taysu, "Si pembunuhnya pasti tahu."
Kata Li Sun-Hoan, "Selain si pembunuh, ada seorang lagi
yang tahu. Orang itu berada di ruangan ini."
"Siapa?" Li Sun-Hoan menunjuk pada jenazah Sim-bi, "Dia!"
Kata Sim-si Taysu, "Sayang sekali, dia sudah tidak bisa
berbicara." Li Sun-Hoan terkekeh. "Kadang-kadang orang mati pun
bisa bicara." Ia menyingkapkan kain yang menutupi tubuh Sim-bi.
Sinar matahari menyinari wajahnya yang sudah berwarna
abu-abu gelap. Li Sun-Hoan bertanya, "Pernahkah kau melihat korban
Ngo-tok-tongcu?" "Tidak." Bab 24. Menangkap Pengkhianat
Li Sun-Hoan mengeluh. "Kau benar-benar beruntung.
Mereka sama sekali bukan pemandangan yang
menyenangkan." 478 Setiap orang yang mati karena racun Ngo-tok-tongcu
tubuh dan wajahnya rusak parah.
Li Sun-Hoan memejamkan matanya, lalu perlahan-lahan
berkata, "Beberapa tahun yang lalu, aku melihat
seseorang yang mati karena racunnya. Dalam beberapa
detik saja wajahnya menghitam dan tidak lama kemudian
seluruh tubuhnya membusuk."
Sim-si Taysu menatap tubuh Sim-bi lalu berseru, "Tapi
Jisuheng sudah meninggal beberapa hari"."
Li Sun-Hoan membuka matanya kembali. "Betul sekali.
Dia sudah keracunan beberapa hari, namun tubuhnya
belum membusuk. Kau tahu kenapa?"
Sim-si Taysu menggelengkan kepalanya.
Kata Li Sun-Hoan, "Karena ia kena racun yang lain lagi!"
Kata Sim-si Taysu terbata-bata, "Mak"Maksudmu?"
Kata Li Sun-Hoan melanjutkan, "Walaupun ia kena racun
Ngo-tok-tongcu, keadaannya tidak terlalu
membahayakan. Racun itupun telah ditahannya dengan
tenaga dalamnya, sehingga racun itu tidak bekerja lagi
sewaktu dia sampai di Siau-lim-si."
"Betul." Sambung Li Sun-Hoan, "Si pembunuh pasti takut ia akan
menyebarkan rahasianya. Maka untuk mempercepat
479 kematiannya, ia meracuni Sim-bi Taysu dengan racun
yang lain." Tanya Sim-si Taysu, "Ada banyak cara untuk membunuh,
mengapa menggunakan racun?"
"Karena cara apapun yang ditempuhnya akan
meninggalkan jejak. Namun karena Sim-bi Taysu sudah
keracunan, jejaknya akan tersamarkan."
Sahut Sim-si Taysu, "Benar juga. Dengan cara ini, semua
orang akan berpikir bahwa dia mati karena racun Ngotoktongcu." Kata Li Sun-Hoan, "Orang ini betul-betul penuh
perhitungan, tapi ada satu hal yang dilupakannya."
"Apa itu?" "Ia lupa bahwa racun dapat saling menetralisir. Karena ia
memberikan racun yang mematikan dalam jumlah besar,
racun itu menghalangi bekerjanya racun Ngo-tok-tongcu.
Oleh sebab itu, tubuh Sim-bi tetap dalam keadaan baik
setelah sekian lama."
Mata Li Sun-Hoan berbinar. Tanyanya, "Setelah Sim-bi
Taysu datang, apakah ia makan sesuatu?"
Jawab Sim-si Taysu, "Hanya semangkuk obat."
"Siapa yang memberikan obat itu padanya?"
480 "Obat itu dibuat oleh Jitsute Sin-kam. Tapi yang
menyuapkan obat itu padanya adalah Sisuheng Sim-ciok
dan Laksute Sim-ting."
Ia mengeluh. "Jadi mereka bertigalah tersangkanya."
Kata Li Sun-Hoan, "Ada dua jenis racun yang terkenal di
dunia. Yang pertama sifatnya tidak berbau dan tidak
berasa. Namun racun ini bisa membuat orang mati
mengenaskan. Jadi tidak hanya membunuh si korban,
namun juga menakutkan bagi yang menyaksikan."


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Sim-si Taysu, "Racun Ngo-tok-tongcu sudah tentu
masuk kategori ini."
Li Sun-Hoan menyambung lagi, "Jenis yang kedua, lebih
mudah dideteksi. Namun dapat menyebabkan kematian
tanpa tanda-tanda khusus. Kadang-kadang orang tidak
menyangka bahwa si korban mati keracunan."
"Maksudmu, si pembunuh menggunakan racun jenis ini?"
Li Sun-Hoan mengangguk. "Karena sifatnya yang
berbeda itulah, kedua racun ini malah saling menetralisir.
Walaupun jenis yang pertama itu lebih mengerikan, jenis
yang kedua lebih mematikan. Sedikit sekali orang yang
dapat menyatukan dua macam racun ini."
Ia menatap Sim-si Taysu lekat-lekat, lalu bertanya,
"Berapa orang di Siau-lim-si yang tahu betul tentang
racun?" Sim-si Taysu menghela nafas panjang. "Ini".."
481 Kata Li Sun-Hoan, "Siau-lim-si adalah pelopor dalam
dunia persilatan. Murid-muridnya tidak mungkin belajar
sesuatu yang sesat seperti ini, bukan?"
Sim-si Taysu menjawab dengan tegas, "Hal semacam ini
sama sekali tidak diajarkan di Siau-lim-si!"
Kata Li Sun-Hoan, "Pendeta Sim-ciok dan Sim-ting"."
Sim-si Taysu segera memotong perkataannya. "Sim-ciok
menjadi pendeta waktu berumur sembilan tahun. Simting
telah menjadi pendeta saat masih bayi. Aku berani
bertaruh bahwa mereka berdua belum pernah melihat
racun jenis apapun seumur hidup mereka."
Li Sun-Hoan terkekeh. "Jadi, siapa pembunuhnya?"
"Maksudmu, sudah pasti Jitsute Sin-kam?"
Li Sun-Hoan diam saja. Sin-kam Taysu menjadi pendeta setelah ia dewasa.
Sebelum ia masuk ke Siau-lim-si, ia sudah terkenal dalam
dunia persilatan terkenal dengan julukan "Jit-giau-susing"
atau si sastrawan serbamahir, seorang ahli racun!
*** Permainan Go sedang berlangsung di paviliun itu.
Pek-hiau-sing memainkan buah catur itu ditangannya.
Bunga-bunga salju berjatuhan ke tanah dari buah catur
itu. 482 Pemandangan di situ sungguh indah, namun di manamana
dapat terasa hawa membunuh yang tebal dan
semua orang sangat tegang.
Pendeta Sim-oh Taysu, Sim-ciok, Sim-ting dan Sin-kam
Taysu ada di situ. A Fei berlutut di sudut paviliun itu. Wajahnya tertunduk.
Sim-oh Taysu memandangnya dan bertanya, "Apakah
menurutmu Li Sun-Hoan akan datang?"
Pek-hiau-sing tersenyum. "Pasti."
Sim-oh Taysu bertanya lagi, "Apakah dia itu orang yang
mau berkorban untuk sahabatnya?"
"Bahkan kaum pencuri pun punya kode etik."
Sim-oh Taysu mengeluh. "Kuharap kau benar"."
Suaranya terhenti. Ia melihat Sim-si Taysu. Sim-si Taysu masuk ke paviliun itu, tapi sendirian saja.
Sim-oh Taysu berdiri menyambutnya, "Bagaimana
keadaanmu?" Ia tidak bertanya yang lain, hanya menyapa Sim-si Taysu
seperti biasa. Hanya seorang Ciangbun-suheng Siau-limsi
yang mampu berbuat demikian.
483 Sahut Sim-si Taysu, "Terima kasih, Suheng. Untungnya
tecu masih selamat."
Sim-si Taysu melanjutkan, "Ia pergi mengambil kitabkitab
itu?" Sin-kam Taysu bertanya, "Kitab" Kitab apa?"
Jawab Sim-si Taysu, "Kitab-kitab yang hilang dari
perpustakaan." Mulut Sin-kam Taysu komat-kamit, lalu ia tertawa dingin.
"Ternyata dia biang keladinya! Lalu kenapa kau biarkan
dia pergi begitu saja?"
Sahut Sim-si Taysu, "Karena bukan dia pencurinya."
Tanya Sin-kam Taysu, "Lalu siapa?"
Jawab Sim-si Taysu tegas, "Engkau!"
Mulut Sin-kam Taysu komat-kamit lagi, tapi kemudian ia
menenangkan diri. "Gosuheng, bagaimana mungkin kau
menuduhku" Aku tidak mengerti."
Kata Sim-si Taysu, "Jika kau tidak mengerti, siapa yang
mengerti?" Sin-kam Taysu menoleh pada Sim-oh Taysu, lalu berkata
dengan memelas, "Suheng, katakanlah sesuatu. Tecu
tidak bisa membela diri."
484 Wajah Sim-oh Taysu pun berubah. "Jisuheng telah
dibunuh oleh Li Sun-Hoan. Mengapa kau malah
membantunya?" Pek-hiau-sing pun menjadi kesal. "Jika benar ingatanku,
Sim-si suheng dan Li Sun-Hoan lulus ujian kekaisaran
pada tahun yang sama."
Sin-kam Taysu berkata dingin, "Kalau begitu, Gosuheng
pun pasti telah kena racun Li Sun-Hoan."
Sim-si Taysu tidak menggubris ocehan mereka. Katanya,
"Racun yang membunuh Jisuheng bukanlah racun Ngotoktongcu." Sin-kam Taysu memotong cepat, "Kau tahu dari mana?"
Sim-si Taysu tertawa dingin. "Kau pikir tidak seorang pun
tahu perbuatanmu" Atau kau lupa bahwa Jisuheng
meninggalkan sesuatu sebelum meninggal?"
Ia mengeluarkan buku harian Sim-bi.
Tanya Sim-oh Taysu, "Apa itu?"
Jawab Sim-si Taysu, "Sebelum Jisuheng berangkat, ia
sudah tahu siapa pencuri pengkhianat itu. Tapi ia tidak
mau bertindak tanpa bukti nyata, sehingga Sim-bi hanya
menuliskan namanya pada buku ini, supaya kalau dia
mati, bukti itu tidak akan hilang."
Sim-oh Taysu terperanjat mendengarnya, "Betulkah?"
485 Sin-kam Taysu memotong lagi. "Jika memang betul ada
Cayhe di buku itu, aku akan"."
Kata Sim-si Taysu, "Kau akan apa" Walaupun sudah kau
sobek halaman terakhirnya, bagaimana kau bisa yakin ia
tidak menuliskan namamu di halaman yang lain juga?"
Tubuh Sin-kam Taysu gemetar, lalu berseru, "Gosuheng
telah bersekongkol dengan orang luar untuk memfitnah
aku. Lotoa, tolong selidiki hal ini baik-baik."
Sim-oh Taysu hanya berdiri mematung sambil
memandang Pek-hiau-sing. Kata Pek-hiau-sing, "Siapapun dapat menuliskan nama
itu." Sin-kam Taysu pun segera mengiakan, "Betul" Sekalipun
Cayhe tertulis di situ, tidak dapat dibuktikan bahwa
Jisuhenglah yang menulisnya."
Tambah Pek-hiau-sing, "Setahuku, Li-tamhoa adalah
seseorang yang sangat terpelajar. Ia pun pandai dalam
ilmu tulis-menulis."
Sin-kam Taysu pun berkata, "Betul sekali. Mudah sekali
baginya untuk meniru tulisan tangan seseorang."
Sim-oh Taysu memandang pada Sim-si Taysu. "Suheng,
biasanya kau adalah seorang yang berhati-hati. Apakah
kau tidak terlalu gegabah saat ini?"
486 Wajah Sim-si Taysu tidak berubah, terus menatap Sinkam
Taysu. "Jika kau pikir ini belum cukup, aku masih
punya bukti yang lain."
Kata Sim-oh Taysu, "O ya" Cepat katakan."
Sahut Sim-si Taysu, "Kitab "Ta-ma-ih-kin-keng" yang
tersembunyi dalam kamar Jisuheng telah lenyap."
"O ya?" Lanjut Sim-si Taysu, "Menurut perhitungan Li Tamhoa, si
pencuri pasti belum sempat membawanya keluar. Jadi
kitab itu pasti masih ada di kamar Sin-kam Taysu. Ia
telah pergi bersama dengan murid-muridku ke sana
untuk mencarinya." Sin-kam Taysu melompat bangun dan berteriak,
"Suheng, jangan dengarkan dia. Ia sedang
memfitnahku!" Sambil mengatakan itu, tubuhnya pun sudah berada di
luar. Sim-oh Taysu mengangkat alisnya, segera berdiri dan
mengejarnya. Dalam sekejap saja, mereka telah tiba di kamar Sin-kam
Taysu. Pintunya telah terbuka lebar.
487 Sin-kam Taysu bergegas masuk. Ia segera menoreh
sebuah lemari dan terlihatlah laci rahasia di baliknya.
Kitab "Ih-kin-keng" ada di dalamnya.
Sin-kam Taysu berteriak, "Buku ini tadinya ada di kamar
Jisuheng. Karena mereka mau memfitnahku, maka
ditaruhnyalah buku ini di situ. Tapi tipuan ini kan sudah
ratusan kali dilakukan. Bagaimana mungkin seorang
sepandai Suheng dapat tertipu oleh tipuan murahan
kalian?" Setelah ia selesai, Sim-si Taysu berkata dengan tenang,
"Jika kami ingin memfitnahmu, bagaimana kau bisa tahu
kalau buku ini ada di balik lemari itu" Mengapa kau tidak
perlu mencari-cari di tempat lain terlebih dulu?"
Sin-kam Taysu mengejang, wajahnya berkeringat.
Sim-si Taysu bernafas lega. "Li Tamhoa sudah
memperhitungkan bahwa hanya dengan cara inilah kau
akhirnya mengakui perbuatanmu."
Terdengar suara tawa seseorang. "Tapi cara ini kan
sangat riskan. Jika ia tidak terjebak, sampai kapan pun ia
tidak akan tertangkap!"
Di tengah suara tawa itu, muncullah Li Sun-Hoan.
Sim-oh Taysu menghela nafas panjang, lalu
membungkuk untuk menyapanya.
Li Sun-Hoan membalas sapaannya.
488 Sin-kam Taysu diam-diam melangkah mundur, namun
Sim-ciok dan Sim-ting telah menghalangi jalannya. Wajah
mereka penuh kemarahan yang mematikan.
Kata Sim-oh Taysu, "Tan Ok, Siau-lim-si sudah begitu
baik padamu, mengapa kau berbuat seperti ini?"
Tan Ok adalah nama Sin-kam Taysu sebelum menjadi
pendeta. Keringat Tan Ok bercucuran. Katanya, "A"Aku mengakui
kesalahanku." Tiba-tiba ia berlutut dan berkata, "Tapi akupun telah
dimanfaatkan oleh orang lain."
Sim-oh Taysu membentak, "Oleh siapa?"
Pek-hiau-sing memotong cepat, "Kukira aku tahu siapa
orangnya." Kata Sim-oh Taysu, "Tolong beri tahu kami."
Sahut Pek-hiau-sing, "Dia!"
Semua orang menoleh ke arah yang ditunjuk Pek-hausing,
namun mereka tidak melihat siapa pun juga.
Waktu mereka menoleh kembali, wajah Sim-oh Taysu
telah berubah. 489 Tangan Pek-hiau-sing sudah berada di punggungnya.
Jari-jarinya telah terarah pada empat Hiat-to (jalan
darah) utama Sim-oh Taysu.
Wajah Sim-si Taysu pun jadi berubah. "Ternyata kau!"
Kata Pek-hiau-sing, "Aku hanya ingin meminjam
beberapa buku. Siapa sangka kalian ini pelit sekali."
Kata Sim-oh Taysu, "Kita berteman sudah sepuluh tahun
lebih. Aku tidak pernah menyangka kau akan berbuat
seperti ini padaku."
Pek-hiau-sing menghela nafas. "Aku pun tidak ingin
melakukannya. Tapi karena Tan Ok bermaksud
menyeretku jatuh bersamanya, terpaksa aku melakukan
ini." Tan Ok segera melompat, menyambar kitab "Ih-kin-keng"
itu, lalu tertawa mengejek. "Betul sekali. Kau harus
menemani kami turun gunung. Jika kalian semua masih
ingin bertemu Ketua Siau-lim-si hidup-hidup, kalian
sebaiknya tidak melakukan gerak yang mencurigakan."
Walaupun geram luar biasa, Sim-si Taysu hanya bisa
menonton saja. Kata Sim-oh Taysu, "Jika kalian semua menghargai Siaulimsi, jangan pedulikan aku. Tangkap pengkhianat ini
sekarang juga!" 490 Kata Pek-hiau-sing, "Kata-katamu tidak berarti. Mereka
tidak mungkin bermain-main dengan hidupmu. Hidup
seorang Ketua Siau-lim-si terlalu berharga."
Waktu kata yang terakhir diucapkannya, senyumnya pun
tiba-tiba hilang. Sebilah pisau berkilau. Pisau Kilat si Li telah keluar!
Dan kini pisau itu telah melayang menuju lehernya!
Tidak seorang pun melihat kapan pisau itu keluar.
Pek-hiau-sing pun telah menggunakan Sim-oh Taysu
sebagai tamengnya. Lehernya selalu berada di belakang
leher Sim-oh Taysu. Hanya sebagian kecil lehernya yang
tampak. Kapan pun juga ia bisa segera berlindung di balik Sim-oh
Taysu. Dalam situasi ini, tidak seorang pun berani bergerak.
Namun begitu cepat pisau itu berkilat, dan lebih cepat
dari halilintar, Pisau Kilat si Li telah menembus lehernya!
Sim-si Taysu, Sim-ciok dan Sim-ting segera berhamburan
melindungi Sim-oh Taysu. 491 Mata Pek-hiau-sing dengan penuh kebencian menatap Li
Sun-Hoan. Tubuhnya masih tidak percaya dan kaget luar
biasa.

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam kematian pun, ia tidak bisa percaya bahwa pisau
Li Sun-Hoan telah menembus lehernya.
Mulutnya masih berusaha bicara, tapi tidak ada kata-kata
yang keluar. Namun semua orang bisa menebak bahwa
ia hendak mengatakan, "Aku salah".. Aku salah"."
Betul sekali. Pek-hiau-sing tahu segala sesuatu, dapat
melihat segala sesuatu, tapi ia salah terhadap satu hal.
Pisau Kilat si Li sungguh lebih cepat daripada yang ia
bayangkan! Pek-hiau-sing pun ambruk.
Li Sun-Hoan mendesah. "Pek-hiau-sing menulis buku
"Kitab Persenjataan", dan mengurutkan senjata-senjata
ampuh di dunia. Sungguh sial, ia mati karena salah satu
dari senjata yang diurutkannya."
Sim-oh Taysu membungkuk beberapa kali, lalu berkata,
"Aku pun salah."
Lalu wajahnya tiba-tiba berubah, "Di mana si
pengkhianat itu?" Tan Ok telah mengambil kesempatan dalam kekacauan
itu dan kabur. 492 Seorang seperti dia tidak akan melewatkan kesempatan
semacam ini. Dalam sekejap saja ia sudah meninggalkan
halaman biara. Murid-murid yang lain tidak tahu akan kejadian ini. Jadi
kalaupun mereka melihat dia, mereka tak akan
menghalanginya. Ketika ia sampai di paviliun itu, A Fei sedang berusaha
bangun. Walaupun Pek-hiau-sing telah menutup Hiat-to (jalan
darah)nya kuat-kuat, akhirnya lepas juga setelah sekian
lama. Ketika Tan Ok melihatnya, matanya penuh kebencian. Ia
ingin melampiaskan rasa frustrasinya pada A Fei.
Setelah disiksa begitu lama, bagaimana mungkin A Fei
dapat melawannya" Jadi, membunuh A Fei tidak akan memakan waktu lama.
Tanpa berkata apa-apa, Tan Ok menyerang. Pukulan
Siau-lim-si terkenal di seluruh dunia dan Tan Ok telah
berlatih di Siau-lim-si selama sepuluh tahun, sehingga ia
pun cukup lihai menggunakannya.
Pukulan ini mengandung seluruh tenaganya, cepat dan
mematikan, dan tentunya dapat membunuh dengan
mudah. Tan Ok tahu, setelah membunuh A Fei pun dia
masih punya cukup banyak waktu untuk melarikan diri.
493 Tapi siapa sangka, di saat yang genting itu tangan A Fei
tiba-tiba teracung. Ia bergerak belakangan, tapi menyerang lebih dulu!
Tan Ok hanya merasa kerongkongannya sedingin es.
Lalu ada rasa sakit menyertai hawa dingin itu. Nafasnya
berhenti, seakan-akan tercekik.
Mukanya menunjukkan rasa tidak percaya". Ia tahu
gerakan pemuda ini memang sangat cepat, tapi apakah
yang digunakan pemuda ini untuk menusuk lehernya"
Ia tidak akan pernah tahu.
Tan Ok pun rubuh. A Fei bangun berdiri, mengatur nafasnya.
Saat itu, Sim-oh Taysu dan yang lain telah tiba. Mereka
terkejut luar biasa, karena tidak ada yang menyangka
bahwa pemuda ini, dalam kondisi seperti itu, dapat
membunuh Tan Ok. Batangan es menembus tenggorokan Tan Ok.
Es itu mulai mencair. Pemuda ini hanya membutuhkan sebatang es untuk
membunuh salah satu dari tujuh pendeta Hou-hoattaysu.
494 Sim-oh Taysu hanya bisa menatap wajahnya yang putih
pucat itu. Tidak tahu harus bicara apa.
A Fei pun tidak memandang mereka sekilas pun. Ia
langsung berjalan menuju Li Sun-Hoan, langsung
tersenyum. Li Sun-Hoan pun tersenyum.
Suara Sim-oh Taysua masih lemah. "Maukah kalian
berdua tidak mampir dulu ke"."
A Fei memotongnya cepat, "Apakah Li Sun-Hoan adalah
Bwe-hoa-cat ?" Sahut Sim-oh Taysu, "Bukan."
"Apakah aku adalah Bwe-hoa-cat ?"
"Bukan." Kata A Fei, "Kalau begitu, kami boleh pergi sekarang?"
Sim-oh Taysu memaksakan tersenyum. "Tentu saja. Tapi
kupikir kalian sebaiknya beristirahat di sini"."
A Fei memotongnya lagi, "Jangan repot-repot. Sekalipun
aku harus merangkak, aku akan merangkak turun
gunung sekarang juga."
Sim-ciok dan Sim-ting, keduanya menunduk dalamdalam.
Tidak ada seorang pun yang berani bersikap
kurang ajar terhadap Ketua Siau-lim-si selama beratusKANG
ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
495 ratus tahun. Namun saat ini mereka hanya dapat
menelannya bulat-bulat. A Fei meraih lengan Li Sun-Hoan dan berjalan keluar
Siau-lim-si. Li Sun-Hoan memutar badannya dan berkata, "Hari ini
kita berpisah. Jika kita bertemu kembali, lupakanlah
kekasaran kami hari ini."
Kata Sim-si Taysu, "Mari kuantar kalian."
Sahut Li Sun-Hoan, "Mengantar, seperti tidak mengantar.
Tidak mengantar, seperti mengantar. Mengapa Pendeta
harus membuat perbedaan?"
Waktu mereka lenyap dari pandangan, Sim-oh Taysu
menghela nafas panjang. Ia tidak berkata apa-apa,
namun diam terkadang lebih menyakitkan dari banyak
kata-kata. Sim-ciok tiba-tiba berkata, "Suheng, sesungguhnya kau
jangan membiarkannya pergi."
Tanya Sim-oh Taysu, "Mengapa?"
"Walaupun Li Sun-Hoan tidak mencuri kitab-kitab itu,
ataupun membunuh Jisuheng, kita masih belum bisa
membuktikan bahwa dia bukanlah Bwe-hoa-cat ."
Tanya Sim-oh Taysu lagi, "Lalu bagaimana kita
membuktikannya?" 496 Jawab Sim-ciok, "Ia dapat membuktikannya dengan
menangkap Bwe-hoa-cat yang sebenarnya."
Sim-oh Taysu kembali mendesah. "Aku tahu, ia pasti
akan menangkapnya dan membawanya ke sini. Itu
tidaklah penting. Namun enam kitab itu"."
Walaupun pencurinya telah tertangkap, kitab-kitab itu
belum ditemukan. Kepada siapa diberikannya kitab-kitab
itu" Siapa sebenarnya yang berdiri di balik semua ini"
Li Sun-Hoan tidak suka berjalan, lebih-lebih berjalan di
atas salju. Namun kali ini ia tidak punya pilihan.
Walaupun angin dingin mengiris kulitnya, tidak ada
kereta yang dapat ditumpangi.
Tapi A Fei telah terbiasa berjalan. Dalam benak orang
lain, berjalan itu sangat melelahkan, namun bagi A Fei,
berjalan itu menenangkan. Dengan lebih banyak
berjalan, lebih banyak juga tenaganya dipulihkan.
Mereka berbagi cerita dan Li Sun-Hoan pun mulai
berpikir. Katanya, "Kau bukan Bwe-hoa-cat . Aku juga
bukan. Lalu siapa?" A Fei memandang ke kejauhan. "Ia sudah mati."
Li Sun-Hoan berkata, "Apa betul ia sudah mati" Apa betul
yang kaubunuh itu Bwe-hoa-cat ?"
A Fei diam saja. 497 Li Sun-Hoan tiba-tiba terkekeh. "Pernahkah kau terpikir
bahwa Bwe-hoa-cat bukan seorang laki-laki?"
"Jika ia bukan laki-laki, lalu apa?"
Li Sun-Hoan tersenyum. "Jika ia bukan laki-laki, maka ia
pasti seorang wanita!"
Bab 25. Pedang yang Kejam, Ahli Pedang yang
Lembut Hati A Fei tidak bisa menahan tawanya mendengar pendapat
Li Sun-Hoan bahwa Bwe-hoa-cat adalah seorang wanita.
"Bagaimana dia bisa memperkosa wanita?"
Kata Li Sun-Hoan, "Di sinilah kelicikannya. Dengan
begitu, tidak seorang pun mengira bahwa Bwe-hoa-cat
adalah seorang wanita."
"Tapi mana caranya wanita bisa memperkosa wanita?"
Li Sun-Hoan terkekeh. "Ada satu cara."
Ia terbatuk sedikit, lalu melanjutkan, "Jika memang
benar Bwe-hoa-cat adalah seorang wanita, ia bisa saja
menggunakan laki-laki untuk mengerjakan perkerjaan
hina itu. Sesudah itu, pada waktu yang tepat laki-laki itu
pun dibunuhnya." Kata A Fei, "Kau berpikir terlalu jauh."
Kata Li Sun-Hoan, "Mungkin kau benar, tapi lebih baik
berpikir terlalu jauh daripada tidak berpikir sama sekali."
498 Kata A Fei lagi, "Bwe-hoa-cat mula-mula muncul tiga
puluh tahun yang lalu. Paling tidak sekarang usianya
sudah lebih dari 50 tahun."
Sahut Li Sun-Hoan, "Bwe-hoa-cat tiga puluh tahun yang
lalu dan yang sekarang, mungkin bukan orang yang
sama. Mereka bisa jadi guru dan murid, atau ayah dan
anak." A Fei terdiam. Li Sun-Hoan pun diam untuk beberapa lama. Lalu ia
berkata, "Pek-hiau-sing tidak mungkin adalah otak
pencurian kitab-kitab itu, karena tidak mungkin ia bisa
membujuk Sin-kam Taysu untuk mengambil resiko
sebesar itu baginya."
"O ya?" Li Sun-Hoan melanjutkan, "Sebelum Sin-kam Taysu
masuk ke Siau-lim-si, ia sudah terkenal. Jika ia
menginginkan harta, ia bisa mendapatkannya. Jadi
motifnya pasti bukan uang."
"O ya?" "Walaupun ilmu silat Pek-hiau-sing cukup tinggi, pasti
tidak dapat menakut-nakuti Pendeta Siau-lim-si."
Kata A Fei, "Mungkin ia tahu sesuatu yang dapat dipakai
untuk memeras Sin-kam Taysu."
499 Tanya Li Sun-Hoan, "Sesuatu apa" Sebelum ia masuk ke
Siau-lim-si, apapun yang dilakukan Tan Ok tidak ada
sangku-pautnya dengan Sin-kam Taysu, karena engkau
harus melepaskan diri dari kehidupanmu di masa lalu
sebelum menjadi seorang pendeta. Pek-hiau-sing tidak
dapat menggunakan apa yang diperbuatnya di masa lalu
untuk mengancamnya. Dan setelah Tan Ok masuk ke
Siau-lim-si, kejahatan apa yang mungkin diperbuatnya?"
"Kenapa tidak mungkin?"
"Jika ia ingin berbuat jahat, tidak ada gunanya masuk ke
Siau-lim-si. Semua orang tahu bagaimana ketatnya
peraturan Siau-lim-si. Jadi ia tidak mungkin mengambil
resiko, kecuali".."
Tanya A Fei, "Kecuali apa?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Kecuali ada sesuatu yang dapat
menggerakkan hatinya. Dan ini pasti bukan ketenaran,
bukan juga uang." Tanya A Fei lagi, "Lalu apa yang dapat mendorong
seseorang berbuat seperti ini?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Hanya kecantikan yang tiada
taranya." "Bwe-hoa-cat ?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Betul sekali. Hanya kecantikan yang
memukaulah yang dapat membuat dia mengkhianati
Siau-lim-si dan mencuri kitab-kitab itu."
500 Kata A Fei, "Bagaimana kau bisa menebak bahwa Bwehoacat pasti adalah seorang wanita cantik?"
Li Sun-Hoan terdiam sejenak sebelum menjawab,
"Mungkin aku salah".
Kuharap aku salah"."
A Fei tiba-tiba menghentikan langkahnya, dan menatap
Li Sun-Hoan. "Apakah kau akan kembali ke Hin-hunceng?"
Li Sun-Hoan tersenyum sedikit, jawabnya, "Aku tidak
tahu ke mana lagi harus pergi."
*** Malam gelap gulita. Hanya ada sebatang lilin yang menyala di rumah itu.
Li Sun-Hoan menatap kosong ke arah cahaya lilin itu
sampai cukup lama. Ia mengambil sapu tangan, menutup
mulutnya dan mulai batuk-batuk.
Terlihat darah mengotori sapu tangan itu, yang kini
dimasukkan kembali ke dalam sakunya. Lalu katanya
sambil tersenyum, "Aku tidak ingin lagi masuk."
Tanya A Fei, "Mengapa?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Tidak tahu. Aku sering tidak tahu
mengapa aku melakukan sesuatu."
501 Kata A Fei, "Liong Siau-hun memperlakukanmu seperti
itu, dan kau tidak ingin mencarinya?"
Li Sun-Hoan hanya tersenyum dan berkata, "Tapi ia tidak
bersalah". Karena seseorang tidak pernah dapat
disalahkan untuk apapun yang diperbuat demi istri dan
anaknya." A Fei memandangnya sangat sangat lama. Lalu ia
menundukkan kepalanya, katanya, "Kau memang benarbenar
orang aneh. Tapi kau juga adalah seorang sahabat
yang tak mungkin terlupakan."
Kata Li Sun-Hoan, "Tentu saja kau tidak akan melupakan
aku, karena kita akan berjumpa lagi di lain hari."
A Fei terkejut. "Tapi"Tapi sekarang"."
Li Sun-Hoan meneruskan kata-katanya, "Tapi sekarang,


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada yang harus kau lakukan. Jadi, pergi dan lakukanlah."
Mereka berdua berdiri mematung di situ tanpa kata-kata.
Angin berhembus kencang membelah dataran itu.
Dari jauh kedengaran suara kentongan. Jauh sekali,
hingga suaranya bagaikan air mata yang jatuh ke atas
rumput. Tidak ada bintang, tidak ada bulan, hanya kabut yang
tebal". 502 Li Sun-Hoan tiba-tiba tertawa dan berkata, "Hari ini
berkabut. Besok hari pasti cerah."
Sahut A Fei, "Ya."
Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang tersangkut di
tenggorokannya dan ia tidak dapat melanjutkan
bicaranya. Ia melompati dinding yang tinggi itu, dan terlihat olehnya
lilin di kamar Lim Sian-ji masih menyala. Sesosok
bayangan wanita terbayang di jendela kertas itu.
Hati A Fei tercekat. Orang yang berada di dalam seakan-akan sedang
membaca buku, dan sebentar-sebentar merenung.
A Fei membuka pintu. Setelah pintu terbuka, terlihatlah wajah yang menawan
itu. Setelah pintu terbuka, kakinya tidak mampu
melangkah lebih jauh. Lim Sian-ji menoleh. Ia terperanjat melihat siapa yang
datang, namun kemudian tersenyum. "Oh, kau yang
datang," katanya. Kata A Fei, "Aku yang datang."
Ia mendengar suaranya sendiri terasa sangat jauh.
Sampai-sampai ia sulit mendengarnya.
503 Lim Sian-ji mendekapkan tangannya ke dadanya, lalu
berkata, "Lihat, kau sudah mengagetkan aku."
Kata A Fei, "Kau pikir aku sudah mati, jadi kau begitu
terkejut melihat aku, bukan?"
Lim Sian-ji mengerjapkan matanya yang indah, "Kau ini
bicara apa" Ayo cepat masuk, nanti kau masuk angin."
Ia segera menarik tangan A Fei masuk ke dalam
kamarnya. A Fei menarik tangannya dari genggaman Lim Sian-ji.
Lim Sian-ji berkata dengan manis, "Kau sedang marah
ya" Dengan siapa" Mari kubantu engkau."
Ia berusaha memeluk A Fei, namun A Fei mendorongnya
pergi. Lim Sian-ji kehilangan keseimbangannya dan jatuh
terduduk. Air mata mengambang di matanya yang bening. "Apakah
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 3 Perguruan Sejati Karya Khu Lung Pedang Pembunuh Naga 9

Cari Blog Ini