Ceritasilat Novel Online

Senja Jatuh Di Pajajaran 10

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Bagian 10


tujuannya. Sekali lagi Ginggi tak mau menjawab ketika Ki Bagus
seta menyuruhnya untuk memilih sikap. Dan karena
merasa bahwa Ginggi sikapnya tak bergeming, maka Ki
Bagus Seta segera berteriak agar para jagabaya dan para
prajurit memasuki ruangan tengah.
"Ada kejadian apakah Juragan?" tanya para jagabaya
setelah berseru kaget karena di atas lantai bergelimpangan
belasan jagabaya lainnya tak berdaya di sana. Beberapa
orang mencoba memeriksa tubuh-tubuh bergeletakan itu.
Namun setelah tahu teman-temannya tak ada yang
bernyawa, mereka berseru kaget bercampur marah.
"Juragan " Mengapa mereka mati sedemikian rupa?"
tanya seorang jagabaya. "Tangkap orang itu! Dialah pembunuhnya!" teriak Ki
Bagus Seta menuding pada Ginggi. Tanpa menunggu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waktu, belasan jagabaya serentak menghambur menyerang
Ginggi. Ki Bagus Seta berteriak pula agar yang lain
memanggil prajurit-prajurit pilihan guna membantu
pengepungan. Ginggi merasakan bahaya mengancam pada dirinya.
Maka dia pun serentak mendahului lawan. Sepasang
tangannya dia gerakkan, berputar-putar seperti balingbaling. Pegang dan tombak beterbangan karena lepas dari
pemegangnya. Sedangkan yang merasa tak kuat akan
benturan-benturan tangan Ginggi berteriak kesakitan.
Langkah mereka pun tertahan dan mundur satu dua tindak.
Ginggi memaklumi, para jagabaya dalam satu gebrakan
saja sudah merasa jerih kepadanya. Kesempatan ini Ginggi
gunakan untuk meloncat ke luar ruangan melalui lubang
jendela yang hancur. Namun di pekarangan sudah menghalangi belasan
prajurit. Melihat seragam jenis rompi terbuat dari beludru
hitam, rambut kepala digelung rapi ke atas serta berbekal
perisai baja dan senjata pedang, mudah diduga mereka
adalah prajurit istana yang sengaja diundang untuk
menangkapnya. Ginggi sudah mendengar kalau kepandaian mereka di
atas rata-rata dari jagabaya. Ginggi pun pernah mendengar
bahwa prajurit Pakuan sudah pandai dalam menyusun
strategi peperangan, termasuk di antaranya strategi dalam
melakukan pengepungan. Itulah sebabnya, di ruangan
terbuka ini Ginggi perlu bertindak hati-hati. Jangan sampai
kedudukan dirinya ada di tengah-tengah sebab hanya akan
membuat dirinya terkepung saja. Untuk itulah maka
pemuda ini segera meloncat-loncat menghindari kepungan.
Tapi para prajurit Pakuan bukan orang-orang sembarangan.
Melihat Ginggi meloncat-loncat kesana-kemari, kepungan
tidak diusahakan bertambah sempit, melainkan diperluas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan diperlebar, sehingga dalam tempat selebar itu, diharap
Ginggi akan kelelahan sendiri.
Ginggi merasa kesal dengan taktik-taktik para prajurit
ini, sebab dengan demikian dirinya tetap saja berada di
tengah kepungan. Kepungan itu bisa melebar bila Ginggi
bergerak melebar, dan akan menyempit bila Ginggi tak
melakukaan gerakan apa pun. Ginggi bagaikan seekor babi
rusa yang dikepung sekelompok anjing pemburu, selalu
berada dalam kepungan kendati para pengepung tidak
melakukan serangan. Dan melihat mereka yang berputar
bahkan bersorak-sorai gegap-gempita, mengingatkan dirinya akan keterangan Ki Darma ketika mereka
berkumpul di Puncak Cakrabuana. Prajurit Pakuan pandai
melakukan taktik-taktik pertempuran. Pakuan memiliki
duabelas taktik pertempuran yang masing-masing diberi
nama sendiri. Ginggi bisa menduga, taktik yang kini
diperagakan para prajurit-prajurit ini tentulah siasat perang
yang bernama Asu-Maliput, meniru-niru gerakan sekelompok anjing yang mengepung buruannya.
Ginggi tidak pernah diberitahu taktik kedua belas macam
yang dimiliki prajurit Pakuan ini, sebab baik Ki Darma mau
pun Ki Rangga Guna yang pernah bercerita tentang ini,
tidak pernah merinci satu-persatu. Namun kendati begitu,
paling sedikit Ginggi kini telah menyaksikan tiga macam
taktik pertempuran kebanggaan Pajajaran ini. Dua taktik
pertempuran pernah Ginggi lihat dalam pesta Kuwerabakti,
di mana ketika itu di alun-alun benteng luar diselenggarakan peragaan perang-perangan. Kedua taktik
pertempuran adalah gerakan Merak-Simpir melawan taktik
Bajra-Panjara. Dan kalau benar ini merupakan gerakan
Asu-Maliput, maka untuk ketiga kalinya dia mendapatkan
kesempatan menikmati taktik-taktik pertempuran yang
amat dibanggakan Pajajaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(O-anikz-O) Persyaratan Ginggi berdiri tegak dengan sepasang kaki terpentang
lebar. Sementara itu para prajurit jumlahnya semakin
bertambah juga karena anggota yang baru segera datang
dan mengisi formasi yang diperlukan. Kini pengepungan
semakin utuh dan sempurna. Kepungan itu pun nampak
semakin rapat padahal lingkaran masih terasa lebar.
Karena Ginggi mencoba untuk berdiri tegak, maka
kepungan mulai bergerak. Mereka berputar-putar cepat
sekali. Lingkarannya semakin lama semakin kecil.
Ginggi merasa pening melihat puluhan orang membuat
lingkaran dan berputar cepat. Kalau keadaan ini berlarutlarut, akan melelahkan matanya dan menurunkan daya
konsentrasinya. Maka agar matanya tak lelah melihat orang
berlari dan berputar, Ginggi pun segera ikut berputar searah
putaran para pengepungnya. Tapi para prajurit sudah siap
sedia dengan perkembangan taktiknya. Lingkaran segera
dipecah menjadi dua lapis. Satu lingkaran kecil di depan
dan satu lingkaran besar di lapisan luar. Dua lingkaran
saling berputar berbeda arah.
Ginggi kagum sekaligus terkejut dengan perubahan
formasi ini. Untuk menghilangkan rasa pening karena
kepungan berputar-putar, Ginggi melibatkan diri kembali
dalam perputaran. Tapi kini ada dua lingkaran pengepungan dengan dua arah putaran yang berbeda. Ini
membingungkan dan sekaligus memusingkan. Ginggi tak
bisa memilih, sebab pilih salah satu pun, tetap saja akan
berhadapan dengan putaran berlainan arah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena matanya penat melihat formasi putaran
pengepungnya, akhirnya Ginggi memilih diam. Sepasang
kaki terpentang lebar dan kedua belah tangan bersilang di
dada. Sementara itu, belasan prajurit segera meloloskan
cangkalak (sejenis tambang). Belasan cangkalak mereka
putar-putar dan mereka lempar ke arah tubuh Ginggi. Satu
dua cangkalak Ginggi tangkap dan Ginggi tarik keras-keras
sehingga pemiliknya tersuruk ke depan. Namun cangkalakcangkalak yang lain datang bertubi-tubi. Dengan tepat
lingkaran cangkalak masuk melingkar di tubuhnya. Ginggi
berusaha meloloskan diri dengan mencoba memutuskan
cangkalak. Ada beberapa yang bisa dia putuskan tapi lebih
banyak lagi yang tak bisa dia lepaskan. Akhirnya Ginggi
seperti seekor lalat yang terperangkap sarang laba-laba, sulit
bergerak karena tubuhnya dipenuhi belitan cangkalak.
Kini datang barisan prajurit bersenjata panah dan siap
melepas anak-anak panah yang ujung-ujungnya terlihat
runcing dan mengkilap tajam. Ginggi menghitung pasukan
panah, jumlahnya ada sekitar duapuluh orang. Kalau
mereka melepaskan panah dalam waktu bersamaan akan
sulit mengelakkanya. Ginggi menghela napas. Barangkali
inilah akhir hayatnya. Sebuah kematian yang paling pahit
sebab dia akan mati tanpa bisa menunaikan amanat Ki
Darma barang sedikit pun. Dan lebih menyakitkan lagi,
karena kematiannya ini diakibatkan oleh tindakan murid Ki
Darma sendiri. Ginggi sudah siap untuk menerima kepahitan ini,
mengingat jalan untuk lolos sudah tertutup sama sekali.
Namun pasukan panah tidak juga melepaskan senjatanya. Mereka hanya bersiap mementangnya saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di beranda puri utama banyak orang menonton
peristiwa ini, di antaranya terdapat Nyimas Layang Kingkin
dan ibundanya. Mereka menyaksikan peristiwa ini dengan
heran dan cemas. Ginggi sekilas bertatapan dengan Nyimas
Layang Kingkin. Pemuda itu menduga, barangkali Nyimas
Layang Kingkin bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa
seorang badega sepertinya dikepung banyak orang.
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 19 Dari arah lain datang Ki Bagus Seta dan Ki Banaspati.
Mereka melihat dirinya dengan bertolak pinggang.
"Tangkap pembunuh itu hidup-hidup dan cangkalak,
Tapi kalau dia tetap melawan bunuh saja!" kata Ki Bagus
Seta. Dua tiga orang prajurit datang menjemput dan segera
mengikat kedua tangan Ginggi ke belakang kendati seluruh
tubuh pemuda itu masih dipenuhi libatan-libatan tali.
Ki Bagus Seta berbicara pada komandan agar tidak
mengabarkan dulu peristiwa ini ke istana.
"Dia hanya pembunuh kecil saja, tak perlu istana turun
tangan sendiri. Penjahat ini biar kuurus di sini!" kata Ki
Bagus Seta. Komandan pasukan mengangguk hormat. Dan sesudah
memeriksa Ginggi tak mungkin bisa melepaskan diri,
komandan menyerahkan pemuda itu pada jagabaya puri
Bagus Seta. Ginggi diseret ke sebuah bangunan di bagian belakang
puri. Pemuda itu hafal betul, sebab beberapa waktu lalu pun
pernah dibawa ke tempat itu.
Ginggi menduga, dia akan menerima siksaan lebih hebat
ketimbang penyiksaan yang pernah dialaminya tempo hari
di bangunan itu. Kalau dulu diuji saja sejauh mana dia
memiliki kepandaian berkelahi, tapi sekarang lain lagi. Ki
Bagus Seta akan benar-benar menyiksanya karena
kemarahan pada dirinya. Ginggi dibawa ke sebuah ruangan di mana di sana sudah
disiapkan sebuah kerekan. Akan dihukum gantungkah
dirinya" Di bawah kerekan juga terdapat sebuah tong besar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berisi air. Ginggi belum bisa menduga apa yang sebenarnya
akan mereka lakukan terhadap dirinya.
"Gantung kakinya di atas!" Ki Bagus Seta memerintahkan jagabaya. Dan serta-merta kaki Ginggi
diikat menjadi satu. Sesudah itu tubuhnya dikerek ke atas.
Kini Ginggi bergantung-gantung di udara dan di bawahnya
siap menanti tong berisi air. Ginggi menduga, tubuhnya
akan dibenamkan ke dalam tong yang berisi air tersebut.
"Kalian keluarlah!" Ki Banaspati menyuruh para
jagabaya meninggalkan tempat itu. Tinggallah kini Ki
Bagus Seta dan Ki Banaspati, menyaksikan Ginggi yang
digantung terbalik. "Ini saat terakhir kau melakukan pilihan," kata Ki Bagus
Seta menatap tajam wajah Ginggi yang terbalik.
Ginggi bersyukur dalam hatinya. Perkataan ini berarti
masih memberikan celah-celah kehidupan bagi dirinya.
Ki Banaspati berkata, "Apa pun perangaimu, sebetulnya
antara kami dan kamu masih ada pertalian saudara karena
keterkaitan dengan Ki Guru. Kami masih memberikan
kesempatan bagimu untuk memilih. Mati karena mengkhianati Ki Guru atau kau mentaati perintahnya!"
katanya sungguh-sungguh. Ginggi masih diam. Ucapan Ki Banaspati ini sepertinya
hanya memutar-balik fakta saja. Menempatkan Ginggi
sebagai pengkhianat dan menganggap diri mereka sebagai
pengemban amanat.

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau aku kalian sebut pengkhianat, kalian sendiri
apa?" tanya Ginggi. Dan " Tlaaarrr! Ki Bagus Seta
melayangkan ujung cemeti (cambuk), tepat mengenai
pelipis Ginggi. Pemuda itu merasakan cairan hangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meleleh turun ke rambut kepalanya. Ginggi menduga kulit
pelipisnya luka mengalirkan darah karena ujung cemeti.
"Jelas, kaulah pengkhianat sebab kau tak mau bergabung
dengan kami. Selama ini kami berjuang menjalankan
amanat guru, sedangkan kau tidak. Lebih buruk lagi
kelakuanmu setelah menolak bahkan berani melawan dan
mengacau kami. Itulah pengkhianatan!" kata Ki Bagus Seta.
"Tapi kalian bunuh Ki Darma!" kata Ginggi.
"Engkau hanya meributkan urusan kecil sambil tak
menghiraukan urusan lebih besar lagi," kata Ki Banaspati.
"Dalam perjuangan besar, semua orang hanya merupakan
bagian-bagian kecil saja. Kita ibarat anak panah yang setiap
kali dilepas tak mungkin kembali lagi. Namun anak panah
yang hilang tak perlu kita jadikan pikiran serta tidak perlu
disesali, apalagi kalau anak panah itu mengenai sasaran
yang jitu. Begitu pun dengan nasib Ki Darma. Kematiannya
tak perlu kita sesali sebab telah berhasil mendorong
perjuangan kita. Kau harus tahu sekarang, mengapa justru
Ki Bagus Seta yang memerintahkan langsung penyerbuan
ke Puncak Cakrabuana. Ini karena kekhawatiran dan
kecurigaan kita terhadap Ki Rangga Wisesa. Dia orang
setengah gila dan dia banyak memiliki rasa sakit hati
kepada Ki Guru juga terhadap muridnya yang lain. Sudah
aku katakan tadi, Rangga Wisesalah yang telah membocorkan di mana Ki Guru berada. Dialah
pengkhianat sebenarnya dari perjuangan kita. Ki Bagus Seta
khawatir, kalau Rangga Wisesa berani melaporkan identitas
kami sebenarnya. Bila Raja sudah tahu bahwa kami muridmurid Ki Darma, maka kami akan ditangkap juga sehingga
pupuslah perjuangan, pupuslah amanat Ki Guru. Kami
tidak berpikiran picik sepertimu, Ginggi. Kalau hanya
meributkan nyawa seseorang, maka tidak akan berarti bila
harus merugikan perjuangan. Itulah sebabnya, untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghapus anggapan bahwa kita punya kaitan dengan Ki
Guru, maka Ki Bagus Seta tampil mempelopori rencana
penyerbuan ke Cakrabuana. Apa kau anggap kami enteng
saja melakukan hal-hal seperti ini" Hati kami menangis,
sebab perjuangan ini kian berat dan terasa pahit. Namun itu
harus kami lakukan demi mencapai cita-cita yang lebih
besar!" kata Ki Banaspati dengan suara sungguh-sungguh.
Ginggi tetap diam membisu. Dan hal ini rupanya amat
membuat kesal Ki Bagus Seta.
"Sudahlah, kita tak usah merengek-rengek minta
dikasihani oleh bocah tak tahu terima kasih ini. Dia
memang bocah tak punya hati dan perasaan. Dia bocah
yang tak acuh dengan pengorbanan Ki Guru. Malu aku jadi
murid sepertimu. Menggunakan kepandaian hasil pemberian Ki Guru tapi secuil pun tidak digunakan untuk
melaksanakan amanat si pemberi kepandaian!" kata Ki
Bagus Seta mendengus. "Ginggi, sebetulnya kami tak ingin membunuhmu.
Selain kau masih kerabat kami, juga kami menyayangkan
kepandaianmu. Kalau kau gabung akan sangat berarti bagi
perjuangan kita. Cepat kau bilang setuju, sebab kalau tidak
kau harus mati!" teriak Ki Banaspati mulai kesal.
Karena Ginggi masih diam membisu, maka Ki Bagus
Seta menurunkan kerekan. Karena kerekan turun, otomatis
tubuh Ginggi pun turun. Sedikit demi sedikit kepalanya
terbenam ke permukaan air. Dingin sampai menusuk-nusuk
tulang kepala rasanya. Ginggi menahan napas dan menutup mata. Kedudukan
tubuh terbalik bukan masalah berat bagi dia, sebab di
Puncak Cakrabuana, selama empatpuluh hari empatpuluh
malam dia berlatih tapa sungsang (bertapa di dahan pohon
dengan kepala di bawah) tanpa mengalami gangguan sedikit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pun. Tapi kepala di bawah sambil dibenamkan ke dalam
air, Ginggi belum pernah coba.
Ginggi terus menahan napas sampai dadanya membusung, sampai detak jantungnya bertalu cepat. Kedua
orang itu seperti benar-benar hendak membunuhnya karena
kerekan tak pernah ditarik lagi. Tapi sebelum Ginggi benarbenar tak kuat lagi, dia tak akan menyerah begitu saja.
Kematian pasti datang kepada siapa saja dan kapan saja.
Tapi kendati begitu, Ginggi harus berusaha agar kematian
tidak datang secepat itu, apalagi di saat-saat hidupnya tak
berarti. Ginggi harus melakukan upaya penyelamatan,
jangan mati sia-sia seperti ini.
Sekarang dada pemuda itu terasa sesak sebab tubuhnya
sudah menderita kekurangan udara. Ubun-ubunnya pun
terasa berputar-putar. Ada macam-macam warna melayanglayang di kelopak matanya. Warna-warni itu indah semata,
biru, biru muda, merah, merah membara sampai coklat
kehitam-hitaman. Namun pada suatu saat semua warna
menghilang dan muncullah semua wajah-wajah orang yang
pernah dikenalnya. Mula-mula ada wajah Nyi Santimi yang
cantik dan lugu, kemudian ada wajah anggun Nyimas
Banyak Inten yang selalu mempesona bak dewi dari
kahyangan. Sesudah itu muncul orang-orang yang sudah
mati. Ki Ogel, Ki Banen, Seta dan Madi, semua muncul. Ki
Ogel dan Ki Banen melambaikan tangan dengan wajah
berseri, tapi Seta dan Madi, seperti meronta-ronta minta
tolong padanya. Dan terakhir yang muncul adalah wajah Ki
Darma. Wajah tua berkumis tebal berjanggut panjang
rambut riap-riapan tapi kulit wajahnya tetap bersinar tanpa
keriput. Ki Darma menatapnya dengan sorot penuh semangat.
Dia bahkan seperti berkata-kata mengulang pelajaran yang
pernah diajarkannya berkali-kali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak mengapa tak punya huma asal kita punya beras.
Tidak mengapa tak punya beras asal bisa makan. Tidak
mengapa tak bisa makan asal kita bisa hidup ?"
"Bisakah kita hidup tanpa makan, Aki?"
"Mengapa tidak bisa" Hidup kita tidak saja ditemani
makanan, tapi pun ditemani empat unsur kehidupan, apiair-udara dan tanah. Kau lihat orang bertapa, satu tahun
tanpa makan dan minum sebab dia dihidupi udara. Suatu
waktu kau akan membuktikan bahwa tapa dalam air akan
memberimu kehidupan juga!"
Air memberi kehidupan" Ginggi kembali mengingatingat pelajaran Ki Darma. Bagaimana mungkin air tanpa
udara akan memberi kehidupan" Air tanpa udara" Ki
Darma pernah berkata, air dan udara selamanya akan
bersatu, sebab air tanpa udara, air itu sendiri akan lenyap
berubah bentuk menjadi menjadi semacam gas.
Ingat uraian Ki Darma, Ginggi menjadi penuh harapan,
dirinya bisa bertahan di dalam air bila sanggup menghirup
udara yang ada di dalam air itu sendiri. Tapi bagaimana
caranya" Kesalahan fatal yag dia lakukan adalah mengabaikan
keberadaan air itu sendiri. Dia secuil pun tidak
memanfaatkan air untuk membantunya mendapatkan
udara. maka teringat akan kekeliruannya ini, sedikit demi
sedikit dia menelan air tong itu. Bersamaan dengan air yang
masuk, udara pun akan sama masuk mengisi urat-urat
darahnya. Tapi udara kotor di dalam tubuhnya pun harus
segera dia keluarkan melalui hidung. Dan memasukkan
yang bersih dari air tong yang ditelannya.
Ada gelembung dan buih karena upaya-upaya ini. Dan
Ginggi kemudian menggoyang-goyangkan kepalanya agar
air bergoyang keras. Goyangan air akan menimbulkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
celah-celah di sekitarnya dan memungkinkan udara dari
luar berpeluang masuk ke wilayah tong.
Rupanya gerakan-gerakan Ginggi ditafsirkan oleh Ki
Bagus Seta dan Ki Banaspti sebagai penyerahan diri sebab
Ginggi merasa tak kuat lagi terbenam berlama-lama di
dalam air. Terdengar tali dikerek ke atas dan kepala Ginggi
mumbul lagi ke udara. Ginggi bernapas dalam-dalam
menghirup udara segar. "Bagaimana, kau siap bergabung?" tanya Ki Bagus Seta.
Ginggi hanya menarik napas dalam-dalam mengisi paruparunya dengan udara yang didapat secara langsung.
"Kalau aku tak gabung apakah aku harus mati?" tanya
Ginggi. "Ya, harus mati, sebab kau hanya akan menjadi duri.
Perjuangan kita adalah perjuangan besaryang penuh
rahasia. Jadi, tidak boleh ada yang tahu rahasia ini kecuali
orang-orang yangsetuju dengan perjuangan ini," kata Ki
Bagus Seta. Ginggi diam sejenak. "Sebutkan syarat-syaratnya bila
aku ikut gabung!" gumam Ginggi.
"Syaratnya kau harus taat perintah kami!?"Apa saja
perintah itu?" "Engkau punya pekerjaan berat tapi mulia!"
"Apa itu?" "Pertama bunuh Suji Angkara!"
"Pasti ada perintah yang kedua ?"
"Ya, inilah perintah dan tugas paling berat tapi mulia.
Kau bunuhlah Sang Prabu Ratu Sakti!"
"Membunuh Raja?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(O-anikz-O) Yang Penting Jangan Mati Dulu
"Ya, tugasmu membunuh Raja!" kata Ki Bagus Seta
pendek. "Bagaimana?" Ki Banaspati bertanya tak sabar. Tapi
karena Ginggi masih tak menjawab, Ki Bagus Seta kembali
menurunkan kerekan. Otomatis tubuh Ginggi pun turun
kembali, kepalanya sebatas leher terbenam ke permukaan
air tong. Lama tak diangkat sebab Ginggi tak memberi tanda agar
dia mau bicara. Tapi beberapa lama kemudian kerekan
diangkat kembali. Untuk kedua kalinya Ki Bagus Seta
bertanya kembali, apakah dia bersedia mengemban tugas ini
atau tidak. "Selama kau belum memberikan jawaban kepalamu akan
terbenam di dalam tong. Coba kau lihat ke atas kerekan,"
kata Ki Bagus Seta menjambak kepala Ginggi sehingga
kepalanya mendongak ke atas, "Di atas kerekan ada
semacam genta. Bila kau tarik tali genta akan terdengar
nyaring dan suaranya bisa sampai ke puri di mana aku
berada. Kalau kau setuju dengan keinginanku, kau tarik tali
genta itu!" kata Ki Bagus Seta.
Ginggi selintas ada melihat, di samping kerekan ada
genta baja menggantung serta ujungnya diikat sebuah tali.
Tali itu berjarak kurang lebih satu depa dari ujung sepasang
kakinya yang diikat di tali kerekan.
"Nah, sudah kau lihat genta beserta talinya, ya. Jadi aku
tunggu suara genta itu terdengar," kata Ki Bagus Seta,
menurunkan kembali kerekan dan berlalu bersama Ki
Banaspati dari ruangan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sialan orang-orang itu, kutuk Ginggi dalam hatinya.
Benar-benar hanya dua pilihan bagi dirinya, memukul genta
atau mati. Ki Bagus Seta pandai sekali mengatur siasat.
Genta itu sebetulnya berfungsi pula sebagai alat untuk
memberitahu dirinya bila Ginggi berniat akan lari, sebab
genta hanya akan tertarik talinya bila dia mencoba
membuka ikatan di bagian kakinya. Ki Bagus Seta juga
kejam, sebab bila Ginggi berniat menarik tali genta,
otomatis harus bisa membuka ikatan di kedua tangannya.
Selama sepasang tangannya yang dipelintir dan diikat ke
belakang belum dibuka, mana mungkin dia bisa menarik
tali genta" Jadi bila Ginggi setuju dengan keinginan mereka,
sebelumnya harus berjuang dulu membuka ikatan di kedua
pergelangan tangannya. Ya, mereka benar-benar kejam. Tapi bisa juga kekejaman
ini sekaligus mereka maksudkan untuk menguji sejauh
mana Ginggi memiliki kemampuan. Bila Ginggi sanggup
menarik tali genta, itu hanya punya arti dirinya sanggup
melepaskan ikatan tangannya. Dan Ki Bagus Seta benarbenar licik, sebab bila Ginggi sanggup membebaskan diri,
hanya punya arti bahwa dirinya setuju dengan perintah
mereka. Sementara itu bagian tubuh yang terbenam di air tong
hanya sebatas leher sampai ubun-ubun saja. Ini memungkinkan Ginggi untuk sesekali menekuk lehernya
agar kepala dan wajah bisa sedikit terangkat serta bisa
menghirup udara langsung. Di sini juga Ginggi mengerti
bahwa Ki Bagus Seta tidak berniat membunuh Ginggi
secara cepat. Kepala pemuda itu akan benar-benar terbenam
selamanya bila dia sudah begitu payah mendongak dan


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menekukkan lehernya saja. Jadi selama Ginggi masih
sanggup mengangkat kepala dari permukaan maka selama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu pula kematian tak akan menjemput. Namun tentu saja
tenaga Ginggi ada batasnya dalam upaya menekuk
lehernya. Kalau seharian dia dalam keadaan begitu, malah
bisa-bisa mati pegal. Dengan demikian, sebenarnya Ki
Bagus Seta menyodorkan satu pilihan yang sifatnya
memaksa. Kalau Ginggi ingin lolos dari kematian, akalnya
harus menyetujui keinginan mereka.
Bila Ginggi merasa pegal lehernya, dia terpaksa
membenamkan kepalanya ke dalam tong. Di dalam tong
yang penuh air itu dia berusaha menahan napasnya. Bila
sudah tak tahan, kembali mendongakkan kepala untuk
menghirup udara baru, begitu seterusnya.
Dan selama dalam keadaan tergantung, Ginggi pun terus
berpikir. Bukan mencari jalan bagaimana cara melarikan
diri, melainkan mencoba menimang-nimang kedudukan
mereka. Dia mengulang kembali perjalanan hidupnya mulai dari
turun gunung. Oleh Ki Darma Ginggi disuruh bergabung
dengan murid-muridnya, Ki Bagus Seta, Ki Banaspati, Ki
Rangga Guna dan Ki Rangga Wisesa. Ki Rangga Wisesa
sudah diketahui menyeleweng dari kebenaran. Dia menjadi
penjahat setengah gila dan berkhianat mencelakakan Ki
Darma. Ki Rangga Guna memang patut dia ikuti jejak
langkahnya. Namun dia kini menjadi buronan pemerintah
sehingga tidak memiliki kebebasan bergerak. Ki Rangga
Guna bahkan selalu hidup dalam pengasingan sehingga
hampir-hampir tak mengikuti perkembangan negara lagi.
Mungkin baru belakangan ini, sesudah bertemu dengan
Ginggi dan diberitahu kejadian paling akhir Ki Rangga
Guna tergerak lagi untuk mengikuti perkembangan negara.
Tapi jelas Ginggi tak bisa bergabung terang-terangan
dengan Ki Rangga Guna kalau tak mau sama-sama dituduh
pemberontak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan yang dua orang lagi, Ki Banaspati dan Ki
Bagus Seta, sampai sejauh ini belum benar-benar
meyakinkan hati pemuda itu. Mendengar berita terakhir
yang disampaikan, ternyata kedua orang itu benar-benar
akan melawan Raja. Ki Banaspati mempersiapkan kekuatan
di luar Pakuan dan Ki Bagus Seta bersiap-siap di dalam
istana. Keduanya akan bekerjasama untuk menghancurkan
Raja. Tapi sejauh mana mereka akan tetap bekerjasama"
Ginggi ingat cita-cita Ki Banaspati yang berniat menggantikan kedudukan Raja. Sedangkan yang juga samasama punya cita-cita seperti itu adalah pula Kandagalante
Sunda Sembawa. Dia merasa punya hak jadi Susuhunan di
Pakuan dan berupaya untuk merebut kekuasaan. Dan Ki
Bagus Seta sendiri bagaimana"
Ginggi kembali teringat obrolan Ki Bagus Seta dengan
Bangsawan Soka. Kedua orang ini pun nampaknya
memiliki ambisi yang sama untuk menguasai Pakuan
kendati tak pernah bicara ingin duduk sebagai orang
pertama di istana. Bangsawan Soka ingin menjadi penasihat
Raja. Begitu pun Ki Bagus Seta menginginkan agar yang
menjadi penasihat Raja adalah Bangsawan Soka. Sedang di
lain fihak, Sang Prabu Sakti sendiri telah merencanakan
Bangsawan Yogascitra yang akan memegang jabatan
penasihat. Mengapa Ki Bagus Seta tak setuju Bangsawan
Yogascitra menjadi penasihat Raja, kemungkinan dia
merasa akan terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan bagi
kegiatannya di istana. Ginggi memang sudah mendengar
khabar bahwa Bangsawan Yogascitra seorang negarawan
yang baik. Dia setia, jujur, tidak berambisi dan selalu siap
membela negara dengan taruhan nyawa. Barangkali Ki
Bagus Seta khawatir, bila Bangsawan Yogascitra menjadi
penasihat Raja akan menjadi penghalang besar dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukan gerakan rahasia. Lain lagi bila Bangsawan Soka
yang menjabat. Orang ini bukan tipe pejabat yang setia
kepada Raja dan negara, melainkan hanya setia kepada
harta dan kedudukan semata.
Ginggi belum benar-benar percaya akan tindak-tanduk
Ki Bagus Seta dan Ki Banaspati. Mungkin benar kedua
orang itu bekerja mengatasnamakan amanat Ki Darma, tapi
amanat guru sepertinya mereka manfaatkan untuk meniti
jalan merangkul cita-citanya, yaitu jadi orang berpengaruh
di Pakuan. Kalau benar dugaannya ini, akankah Ginggi
bergabung dengan mereka" Kalau dia tak bergabung pasti
mati. Tapi bila bergabung apa untung-ruginya"
Ginggi berpikir lagi perihal keberadaan Prabu Ratu Sakti
Sang Mangabatan. Selama Raja ini memerintah banyak
terjadi gejolak sosial. Beberapa wilayah Kandagalante dan
kerajaan kecil berusaha melepaskan diri sehingga banyak
terjadi bentrokan-bentrokan antara pasukan kerajaan
melawan pasukan wilayah-wilayah di bawah Pakuan.
kehidupan rakyat sangat terganggu. Rakyat tidak tentram
karena banyak terjadi pemberontakan, juga tak tentram
karena beban pajak yang tinggi. Jadi, bijaksanakah Ki
Bagus Seta dan Ki Banaspati yang bercita-cita meruntuhkan
kekuasaan Raja yang tengah berkuasa sekarang"
Ginggi jelas harus membantu rakyat dari tekanan Raja.
Tapi tepatkah bila menjalankan amanat Ki Darma
dibuktikan dengan cara mendukung cita-cita kedua orang
itu" Ginggi tetap belum mengerti dengan segala tindakan
yang dilakukan mereka. Mereka mengaku
tengah menjalankan amanat Ki Darma dalam upaya membela
kepentingan rakyat tapi sambil mengumpankan rakyat itu
sendiri. Buktinya, Ki Banaspati bergerak mengumpulkan
dana dari pajak-pajak rakyat dalam membangun kekuatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan dan Ki Bagus Seta bergerak seolah-olah
mendorong Raja agar semakin terjerumus dalam kesalahan.
Raja terus didorong agar melaksanakan kebijaksanaan yang
sekiranya tidak disenangi rakyat seperti menaikkan pajak
tahunan misalnya. Bahkan belakangan, Raja juga digiring
untuk melakukan tindakan yang sekiranya akan dinilai
rakyat sebagai tindakan melanggar aturan moral. Ginggi
sudah ingat kekhawatiran Purohita Ragasuci yang cemas
kalau-kalau Sang Prabu benar mempersunting putri
larangan. Nyimas Layang Kingkin menurut Purohita
adalah putri larangan dan tidak boleh di kawin Raja karena
gadis itu sudah bertunangan. Kalau perkawinan ini
dilaksanakan, dikhawatirkan akan terjadi kegoncangan di
kalangan istana. Dan peristiwa ini sepertinya sengaja diatur
Ki Bagus Seta. Di samping ingin memiliki kedudukan
tinggi, Ki Bagus Seta juga punya tujuan ganda yaitu
mengharapkan terjadi gejolak di istana karena tindakan
Raja yang keliru mengawini putri larangan.
Ya, segalanya sepertinya diumpankan oleh mereka
berdua agar terjadi berbagai kemelut di istana. Mereka
sepertinya akan menangguk di air keruh. Di saat-saat
kekacauan terjadi di pusat pemerintahan, Ki Bagus Seta dan
Ki Banaspati akan bertindak mengambil-alih kekuasaan.
Sungguh pandai dan sekaligus licik mereka. Tapi apakah
berbagai kelicikan ini merupakan bagian yang sah dari
perjuangan" Ginggi bingung memikirkannya.
Hati kecilnya tidak pernah setuju akan berbagai
kebijaksanaan kedua murid Ki Darma ini. Tapi Ginggi pun
tak mau mati percuma. Menantang mereka secara
membabi-buta hanya akan berkorban sia-sia. Tentu, Ginggi
tak mau nasib buruk seperti itu menimpanya. Jadi kalau
begitu, dia harus cari akal. Setuju atau tidak dengan cita-cita
mereka jangan dulu dipikirkan sekarang. Yang perlu dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lakukan kini adalah bagaimana caranya agar tidak mati siasia. Berpikir sampai di sini, Ginggi segera meronta-ronta
berusaha melepaskan ikatan di kedua tangannya. Tali itu
terbuat dari lintingan kulit binatang. Alot dan kenyal, tidak
mungkin diputus begitu saja. Satu-satunya jalan adalah
melemaskan otot pergelangan tangan. Bila otot dilemaskan
akan seperti licin dan bisa memudahkan dalam meloloskan
ikatan. Tapi kesulitannya, tali terbuat dari kulit ini akan
mengerut bila kena air. Kulit yang kena air pun menjadi
tidak licin dan sedikit lengket pada kulit tangannya. Dan
Ginggi perlu membikin lecet pergelangan tangannya untuk
meloloskan tali kulit itu.
Dengan susah ayah akhirnya Ginggi bisa juga
melepaskan ikatan di tangannya. Sekarang dia perlu
menggerak-gerakkan tubuhnya untuk mencari ancangancang agar kedua tangannya bisa menangkap sepasang
kakinya yang berada di bagian atas. Ginggi berayun-ayun.
Pada ayunan kesekian dia segera membuat lentingan sambil
serentak menangkap kakinya. Sesudah beberapa kali
mengalami kegagalan, akhirnya berhasil juga. Sedikit demi
sedikit tangannya berpegangan pada betisnya, sudah itu
naik memegang telapak kakinya. Kalau Ginggi langsung
membuka ikatan di kakinya, maka tali yang menghubungkan genta akan ikut tertarik dan genta akan
berbunyi. Tidak! Genta tak boleh berbunyi. Itulah
sebabnya, sebelum membuka ikatan di kaki, terlebih dahulu
dia harus naik ke atas kerekan. Genta digantung di atas
tiang kerekan. Jadi tujuan Ginggi sekarang meredam genta
agar tak terjadi bunyi. Tubuh pemuda itu terus melenting untuk menggapai
genta. Sesudah bisa mendapatkannya, secara perlahan tali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
genta dia lepas. Perlahan sekali, agar bola genta tak
bergoyang. Tali genta sudah berhasil dia lepaskan. Dengan perasaan
lega Ginggi membuka ikatan tali di kakinya. Sesudah bisa
lepas, Ginggi segera jumpalitan dan turun dengan sepasang
kaki jatuh tepat menginjak tanah.
Dan bertepatan dengan itu, terdengar suara tepukan
tangan. "Bagus! Kau tepat menjadi pembantu utamaku!" seru Ki
Bagus Seta yang tanpa diketahui Ginggi sudah berada di
ruangan itu. Ketika Ginggi menoleh, Ki Banaspati pun
sudah berada di sana. Pemuda itu amat kesal. Susah-payah
dia melepaskan diri dari ikatan tali, sudah bebas dipergoki
mereka. Atau barangkali mereka memang mengintip sejak
tadi, seperti seekor kucing mempermainkan tikus.
"Bagaimana, sudah kau pikirkan dalam-dalam?" tanya Ki
Banaspati menatapnya. "Sudah ?" jawab Ginggi.
"Ya, bagaimana?"
"Aku tidak membunyikan genta!"
Ki Banaspati tersenyum kecil dan Ki Bagus Seta
mendengus. "Kalau begitu, engkau harus mati!" kata Ki Bagus Seta
pendek dan dingin. Ki Bagus Seta hendak bergerak tapi segera dicegah oleh
Ki Banaspati. "Kau pikirlah baik-baik," katanya, "Kalau kau tak setuju
artinya kau harus dibunuh di sini juga. Bisa jadi kau
melawan dan kau melarikan diri dari puri ini. Tapi di
luaran kau tak bisa aman sebab semua prajurit bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perwira Pakuan akan mengejarmu. Dengan mudah Ki
Bagus Seta akan menuduhmu sebagai penjahat dan
pembunuh. Pikirlah secara baik-baik. Kalau kau sudah
diketahui fihak penguasa bahwa kau jahat, maka tak ada
ampun bagimu dan kami sudah tak bisa melindungimu,
sama sulitnya seperti kami hendak berusaha melindungi Ki
Rangga Guna, saudara seperguruan yang lain," kata Ki
Banaspati panjang-lebar. Mendengar ini Ginggi termenung
untuk beberapa saat. "Kalian sudah bertemu Ki Rangga Guna?" tanya Ginggi.
Ki Banaspati malah terlihat tertawa. Namun kemudian
wajahnya serentak menjadi kelabu dan keningnya berkerut.
"Itulah ruginya bagi yang tak faham dengan taktik
perjuangan," kata Ki Banaspati lagi. "Sejak dulu dia dikejarkejar pemerintah. Celakanya, dia pun tak mau mengerti
taktik perjuanganku. Dia datang ke wilayah Kandagalante
Sagaraherang dan menantang serta menegurku. Terpaksa
aku dan Kandagalante Sunda Sembawa turun tangan. Ki
Rangga Guna ditangkap dan ditahan di sana. Aku masih
berbaik hati sebab keinginan Sunda Sembawa, dia harus
dibunuh!" kata Ki Banaspati, membuat Ginggi terhenyak.
"Oleh sebab itu, taatilah kami. Kau tak perlu sangsi
dengan perjuangan kami, sebab semua tetap berpegang
kepada amanat Ki Guru!" kata Ki Banaspati lagi.
Ginggi termenung lama-lama. Hatinya mulai meragu
akan kebenaran yang ada pada dirinya.
"Aku juga berpegang kepada amanat Ki Darma. Tapi
yang aku tak mengerti, mengapa musti bunuh Raja?" tanya
Ginggi mencoba menghabiskan rasa penasarannya.
"Sudah aku katakan, perjuangan ini membangun. Dan
membangun juga bisa diartikan merusak, merusakkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendi-sendi lama yang dianggap tak cocok dan diganti
dengan sendi-sendi baru. Yang namannya merusak adalah


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghancurkan, menghilangkan dan membersihkan. Kita
ganti dengan yang baru, dengan yang bersih dan berguna
bagi siapa saja!" kata Ki Banaspati lagi. Ginggi termangumangu. "Kau pikirlah itu baik-baik ?" kata Ki Bagus Seta yang
sejak tadi tak begitu banyak bicara.
Terus didesak dan ditekan seperti itu membuat Ginggi
bingung sendiri. Akhirnya dia duduk meloso di lantai dan
menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya.
"Kalau aku melaksanakan tugas ini, bersediakah kalian
melaksanakan permintaanku?" tanya Ginggi pada akhirnya.
"Apa permintaanmu?"
"Lepaskan Ki Rangga Guna dan bebaskan aku!"
Ki Banaspati tersenyum, "Membebaskan Ki Rangga
Guna amat bergantung pada kesuksesanmu mengemban
perintah, sebab bila Raja telah mati, otomatis semua
kebijaksanaannya tak berlaku, termasuk mencap muridmurid Ki Darma sebagai pengkhianat!" kata Ki Banaspati
lagi. "Dan sesudah selesai perjuangan kita, bukan sesuatu
yang sulit membebaskanmu ke mana kau suka," katamya
lagi Ginggi termenung sejenak, tapi kemudian berkata, "Baik
kalau begitu ?" Ki Banaspati dan Ki Bagus Seta saling pandang dan
kemudian mengangguk dan tersenyum.
(O-ani-kz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu besarnya pengaruh Ki Bagus Seta seperti yang
Ginggi rasakan. Peristiwa terbunuhnya belasan jagabaya di
purinya yang dituduhkan pada Ginggi tidak berbekas sama
sekali. Para jagabaya di puri tidak menganggap Ginggi
sebagai musuh yang harus ditangkap. Dia kembali bisa
bebas bergerak. Ini hanya menandakan bahwa kebebasan
dirinya karena pengaruh Ki Bagus Seta. Paling tidak di
sekitar purinya sendiri. Ki Bagus Seta demikian berkuasa untuk menentukan
kebenaran. Sepertinya di puri itu, hukum berada di lidah
dan mulutnya. Baru saja Ginggi dituduh pembunuh dan Ki
Bagus Seta mengerahkan prajurit untuk mengepungnya,
namun belakangan dengan entengnya dia membatalkan
tuduhannya, sehingga Ginggi pun bebas kembali. Lantas,
belasan jagabaya yang mati bergeletakan, mau diapakan
selanjutnya" Ini amat mengherankan Ginggi. Bukan saja heran
memikirkan situasi di dalam puri Ki Bagus Seta, bahkan
situasi keseluruhan Pakuan pun Ginggi merasa heran.
Bagaimana sebenarnya hukum yang berlaku di Pakuan ini"
Ada terjadi beberapa peristiwa yang memakan korban jiwa.
Dan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa itu begitu
saja sanggup melepaskan diri dari urusan itu. Para hamba
hukum yang ada di Pakuan sepertinya tidak pernah tahu
akan adanya peristiwa di puri Suji Angkara yang memakan
korban misalnya. Para pejabat hukum Pakuan sepertinya
benar tak mengetahui peristiwa itu karena Suji Angkara
pandai menyembuyikannya. Tapi peristiwa di puri Bagus
Seta di mana belasan jagabaya terbunuh dan semua
dituduhkan padanya, mengapa bisa tak diketahui oleh para
pejabat hukum istana, padahal Ki Bagus Seta sempat
memanggil prajurit istana"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Timbul dugaan bahwa pengaruh-pengaruh Ki Bagus Seta
benar-benar telah merambah ke istana. Dengan kata lain, di
istana pun sudah banyak terdapat orang-orang yang bekerja
untuk kepentingan Ki Bagus Seta. Bila tidak begitu, tidak
mungkin banyak berita perihal istana sampai dengan cepat
ke puri Bagus Seta. Keputusan yang dijatuhkan Ki Bagus Seta dan Ki
Banaspati dalam upaya membunuh Raja pun karena
adanya berita-berita yang datang dari istana. Ki Bagus Seta
menerima khabar bahwa Sang Prabu Ratu Sakti tidak akan
mengubah keputusannya dalam memilih orang yang
dianggap cocok sebagaai penasihat Raja. Seperti yang sudah
disebutkannya semula, Pangeran Yogascitra akan tetap
diangkat sebagai penasihat.
Ini suatu berita yang amat menyakitkan Ki Bagus Seta.
Padahal dia sudah berkorban banyak untuk memperjuangkan Bangsawan Soka sebagai penasihat.
Putrinya satu-satunya telah terlanjur dia "tawarkan" pada
Sang Prabu untuk dipersunting dan tak mungkin
dibatalkan. Dengan demikian Ki Bagus Seta benar-benar
rugi segalanya. Pada suatu hari Ginggi dipanggil ke ruangan tengah puri
yang berfungsi sebagai paseban, yaitu tempat untuk
mengadakan berbagai pertemuan penting.
Ginggi masuk ke ruangan itu manakala di sana sudah
berkumpul pejabat penting. Selain Ki Bagus Seta dan Ki
Banaspati juga terdapat Bangsawan Soka. Mereka duduk
bersila saling berhadapan dan wajah-wajahnya nampak
tegang sekali. "Masuklah!?" kata Ki Bagus Seta pendek. Bangsawan
Soka nampak keheranan melihat Ginggi disuruh duduk di
satu tempat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah anak muda ini badegamu, Seta?" tanya
Bangsawan Soka mengerutkan dahi.
"Sekarang sudah aku angkat menjadi pembantu
utamaku," kata Ki Bagus Seta. Bangsawan Soka hanya
mengangguk-angguk pelan sambil mata menatap penuh
selidik pada Ginggi. "Ada perkembangan penting yang harus segera kita
tangani, Ginggi," kata Ki Bagus Seta menoleh pada pemuda
itu. Ginggi hanya duduk membisu.
"Sang Prabu yang seharusnya kita hormati dan junjung
tinggi telah mengecewakan kita," kata Ki Bagus Seta.
"Menurut berita yang sampai ke Bangsawan Soka, Sang
Prabu selain akan mempersunting putriku, Nyimas Layang
Kingkin, juga tidak akan membatalkannya dalam melaksanakan pernikahannya dengan putri Pangeran
Yogascitra. Padahal tadinya aku menyerahkaan anakku
dengan harapan Sang Prabu mengabaikan hubungan
dengan Pangeran itu dan berbalik padaku. Kita kecewa
sebab Sang Prabu ternyata tak begitu menghargai kita,"
katanya lagi masih menatap Ginggi.
Pemuda ini belum tahu persis apa sebenarnya maksud
penyampaian berita ini. Hanya yang jelas ada juga rasa tak
enak di hatinya. Mengapa begitu, Ginggi sendiri belum
mengetahuinya. "Tapi kita belum mau putus asa, perjuangan harus
dilanjutkan," kata Ki Bagus Seta lagi, kini menatap wajah
Bangsawan Soka. "Soka, kalau engkau punya rencana, kemukakan pada
pembantu utamaku!" katanya masih melihat Bangsawan
Soka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang ditatap malah menoleh kepada Ginggi. Matanya
menyorot penuh selidik dan ada kesan menyangsikan
Ginggi. "Berhargakah seorang badega kuajak bicara?" gumamnya
seolah merendahkan Ginggi.
"Boleh kau selidik, serendah apa pembantuku ini," kata
Ki Bagus Seta tersenyum kecil.
Begitu selesai ucapan ini, Bangsawan Soka segera
mengirim tonjokan tangan kanannya mengarah hidung
Ginggi. Dengan gerakan ringan tapi mantap, sambil duduk
bersila Ginggi hanya miringkan kepala sedikit ke kiri,
tonjokan tangan kanan Bangsawan Soka nyeplos memukul
angin. Kegagalan ini segera disusul dengan tonjokan tangan
kiri dan Ginggi enteng saja miringkan kepalanya ke kanan.
Rupanya bangsawan ini belum merasa puas dan masih
penasaran untuk mencoba serangan ketiga. Kali ini kedua
belah tangannya dia satukan dan sepasang telapak tangan
dirangkap seperti akan menyembah. Tapi dengan tenaga
penuh dia sodokkan ke depan mengarah wajah Ginggi.
Ginggi tak mau wajahnya disodok sepuluh jari-jari tangan
yang nampak runcing dan kuat. Dengan gerakan kilat
wajah dan tubuhnya dia doyongkan ke belakang dan
serangan ketiga ini masih lolos.
Bangsawan Soka rupanya lupa bahwa tadi dia hanya
ingin mencoba saja. Tapi karena tiga serangan begitu
entengnya dihindarkan Ginggi, sepertinya dia menjadi
merasa terhina dan direndahkan. Apalagi pemuda itu dalam
menghindar tak pernah menggerakkan badannya secara
berlebihan. Kini Bangsawan Soka segera memutar-mutar sepasang
tangannya, membusungkan dada, menahan pernapasan dan
menarik sepasang tangannya ke belakang. Dengan kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telapak tangan terbuka, dia mendorong angin pukulan ke
depan disertai teriakan keras. Ginggi tak tinggal diam.
Sambil membaca doa-doa yang diberikan Ki Rangga guna,
Ginggi mencoba menahan pukulan lawannya.
(O-anikz-O) Suji Angkara Harus Diwaspadai
Hampir setahun lalu Ki Rangga Guna memberikan
pengetahuan singkat perihal penjagaan diri. Kata Ki
Rangga Guna, setiap benda, baik itu benda mati atau pun
hidup memiliki daya kekuatan (energi). Bisa mengeluarkan
energi tapi bisa pula menahan diri dari kekuatan yaang
datang menyerang. Kalau disadari kekuatan itu ada, maka
semakin besar, maka semakin besar daya dobrak lawan,
akan semakin kuat pula daya tahannya. Ibarat sebuah
benda yang dijatuhkan ke atas bantalan karet, semakin berat
benda itu jatuh ke atas karet, maka akan semakin kuat pula
tenaga karet untuk melontarkan kembali benda yang
menimpanya itu. "Engkau harus percaya akan adanya tenaga dalam yang
ada pada diri manusia," kata Ki Rangga Guna tempo hari.
"Ada tenaga maha kuat dalam diri kita. Kalau kita sanggup
mengendalikannya, selain berguna untuk melakukan
serangan terhadap lawan, juga lebih berguna lagi digunakan
sebagai perisai. Kala pernapasanmu baik, kalau jiwamu
kuat, maka semakin besar tenaga dalam lawan menyerang
kita, maka akan semakin besar pula tenaga tolakan yang
ada dalam dirimu," Sudah berapa kali ilmu yang diberikan Ki Rangga Guna
dia praktekkan. Peragaan paling berat ketika menghadapi
serangan-serangan Ki Bagus Seta kemarin dulu. Dan benar
belaka apa yang dikatakan Ki Rangga Guna, bila dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sanggup menghimpun pernapasan serta memiliki ketahanan
jiwa yang tangguh, energi yang ada di dalam dirinya
sanggup menahan serbuan tenaga dalam dari lawan. Ki
Bagus Seta yang pandai menggunakan tenaga dalam, bisa
dia tolak dengan pengerahan batinnya.
Sekarang peristiwa adu tenaga dalam rupanya akan
terulang lagi, sebab Bangsawan Soka begitu bernafsunya
untuk menyerang pemuda itu. Ginggi sebetulnya khawatir
menerima serangan ini. Bukan karena takut kalah, tapi
selintas pemuda ini bisa melihat, tenaga dalam Bangsawan
Soka kurang begitu kuat. Tenaga dalam yang lemah
menandakan jiwa yang lemah pula. Ginggi takut, bila
Bangsawan Soka menyerang Ginggi dengan sangat
bernafsu, hanya akan mencelakakan dirinya saja.
Untuk menolong agar Bangsawan Soka tidak terluka
sebetulnya amat mudah, caranya, Ginggi jangan bersifat
menolak kepada serangan tenaga dalam lawan. Tapi kalau
begitu, dirinyalah kelak yang akan celaka. Mana mungkin
pemuda itu mandah saja dibuat celaka. Jadi apa pun yang
terjadi, Ginggi harus melayani serangan ini.
Bangsawan Soka membentak keras sambil mendorong
sepasang telapak tangannya ke depan. Serentak Ginggi pun
mengumpulkan tenaga batin membuat pertahanan.
Blaarr! Terdengar suara keras. Dan tubuh Ginggi hanya
bergoyang sebentar sambil kedudukan tak pernah berubah,
yaitu masih tetap duduk bersila. Namun lain lagi dengan
keadaan Bangsawan Soka. Begitu angin pukulannya ditolak
oleh dorongan balasan pemuda itu, serentak tubuhnya
terpental ke belakang, jatuh berguling-guling hampir
menubruk pilar kayu. Untuk sejenak Bangsawan Soka tak bisa bangkit, kecuali
menggerak-gerakkan tubuhnya dengan susah-payah. Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Seta berdiri menolong bangsawan jumawa itu.
Nampak ada lelehan darah di sudut bibirnya.
Bangsawan Soka digandeng karena tak sanggup
melangkah sendiri. Sesudah itu duduk susah-payah,
bersandar pada tiang kayu.
"Mengapa kau sembunyikan kepandaian anak muda
itu?" tanya Bangsawan Soka terengah-engah dan sedikit
menekan dadanya. Bangsawan Bagus Seta tersenyum tipis mendengar
pertanyaan ini. "Hanya menandakan bahwa puri ini memiliki banyak
kekuatan tersembunyi," gumamnya sedikit sombong.
Namun Bangsawan Soka tak melihat ini sebagai
kesombongan. Dia malah mengangguk-angguk seperti puas
dengan kenyataan ini. "Bagus. Dengan demikian lebih meyakinkan diriku akan


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesuksesan perjuangan kita," kata Bangsawan Soka masih
mengusap-ngusap dadanya karena rasa sakit.
"Itu artinya kau sudah tak menyangsikan kemampuan
pembantu utamaku," kata lagi Ki Bagus Seta sambil melirik
pada Ginggi. "Kemukakanlah apa yang menjadi rencanamu
pada pembantuku," lanjutnya.
Ginggi menatap tajam, ingin sekali mendengarkan apa
yang akan dikemukakan bangsawan berwajah bundar ini.
"Kegagalan kita membujuk Raja agar mengangkatku
sebagai penasihatnya adalah karena kelicikan Pangeran
Yogascitra. Dia penjilat. Ucapannya hanya yang manismanis yang disampaikan pada Raja. Tapi yang lebih parah
dari itu, Yogascitra gemar memburuk-burukkan sesama
pejabat. Ya, itu hanya karena ambisinya, agar dirinyalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dipercaya dan dianggap baik oleh Raja. Dia bahkan
menjilat tak kepalang tanggung, anak gadisnya, Nyimas
Banyak Inten dia serahkan pada Sang Prabu, padahal dia
tahu, Nyimas Banyak Inten dicintai oleh Raden Suji
Angkara, putra Ki Bagus Seta," kata Bangsawan Soka
menatap tajam pada Ginggi dan menoleh sebentar pada Ki
Bagus Seta. Ginggi masih sama memandang kepadanya sebab
bangsawan bermata kecil ini belum mengemukakan apa
yang disebutnya sebagai rencana seperti apa kata Ki Bagus
Seta tadi. "Yang menjadi gara-gara kegagalan semua ini karena
kehadiran Pangeran Yogascitra. Jadi bunuhlah orang itu!"
kata Bangsawan Soka seperti atasan yang memerintah
bawahannya. Ginggi hanya termenung mendengar ucapan Bangsawan
Soka ini, sehingga semua orang menatap dirinya seperti
memaksa meminta jawaban pasti.
"Banyak sekali pesanan membunuh padaku?" gumam
Ginggi memangku tangan dan menghela napas.
"Itu memang sudah menjadi tugasmu. Ikut dalam
perjungan punya risiko tinggi dalam melakukan pembunuhan," kata Ki Banaspati yang sejak tadi hanya
diam saja. "Ini perintah dan bukan sekadar pesanan! Kau harus
tahu itu!" kata Ki Bagus Seta pasti dan seperti tak mau
ditawar-tawar. Namun belum juga Ginggi menjawabnya, dari luar ada
suara jagabaya mohon izin untuk menghadap.
"Masuk!" kata Ki Bagus Seta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jagabaya masuk dengan kaki beringsut, duduk bersila
dan menyembah takzim. "Ada apa?" "Raden Suji Angkara mohon menghadap, Juragan ?"
"Suji Angkara?" gumam Ki Bagus Seta.
"Biarkan dia masuk?" kata Ki Banaspati.
"Ya " suruh dia masuk!" Jagabaya undur dari ruangan
itu dengan penuh hormat. "Ginggi, kau mundur ke sudut
sana. Perlihatkan seolah-olah kau tetap seorang badega!"
kata Ki Banaspati. Tidak banyak bicara, pemuda itu segera ke
belakang, duduk agak jauh di sudut. Tidak begitu lama Suji
Angkara memasuki ruangan. Walau pun datang dengan
sikap hormat, tapi nampak sekali wajahnya muram dan
pakaiannya kusut, sehingga hilang sudah sikap pesoleknya
itu. "Ayahanda ?" kata Suji Angkara menyembah takzim,
juga menyembah pada yang lainnya.Ketika giliran memberi
hormat kepada Ki Banaspati terlihat kesan keterpaksaan. Ki
Banaspati hanya tersenyum pahit memandang pemuda itu.
"Sepertinya kau punya sesuatu yang amat dirisaukan,
Suji?" tanya Ki Bagus Seta memandangtajam pemuda itu.
"Barangkali Ayahanda sudah tahu masalahnya," kata
pemuda itu balik menatap.
"Soal Nyimas Banyak Intenkah ?"" tanya Ki Bagus
Seta. "Ya " siapa lagi?" Suji Angkara tetap memandang Ki
Bagus Seta seperti memendam satu kepenasaran.
"Yogascitra memang tidak sopan padaku ?" gumam
ayahandanya, dengan nada pahit dan sepasang matanya
menerawang entah ke mana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayahanda sepertinya tidak begitu memperhatikanku ?"
gumam Suji Angkara memalingkan wajah dan menunduk.
Dadanya turun naik dengan cepat. Barangkali dia menahan
kepedihan hati, barangkali juga karena menekan kemarahan. "Justru karena aku memperhatikanmu aku punya rasa
sakit hati oleh tindakan Pangeran Yogascitra itu. Dia tak
memandangmu. Juga tak memandangku," kata lagi Ki
Bagus Seta. "Ya " mereka amat merendahkan aku ?" Suji Angkara
bergumam pahit. "Betul " harus dilakukan satu tindakan tegas agar
mereka tahu siapa kita!" kata Ki Bagus Seta seperti
memanas-manasi hati Suji Angkara.
"Ya " harus ada tindakan tegas " Harus ada tindakan
tegas," Suji Angkara mengulang-ulang perkataan ini sambil
mata menerawang ke tempat jauh. Nada suaranya dingin
dan wajahnya pucat sekali, sehingga Ginggi bergidik
melihatnya. "Kau bunuhlah Yogascitra, karena orang itulah yang
menghalangi cita-citamu!" Bangsawan Soka ikut menyela
pembicaraan sehingga mengagetkan semua orang. Ki Bagus
Seta dan Ki Banaspati serta Ginggi menoleh pada pejabat
berperut buncit ini. "Membunuh Yogascitra" hehehe ?" masih dengan
wajah pucat dan nada suara dingin, pemuda itu terkekehkekeh. "Ya, bunuh keparat itu! Bunuhlah Suji. Sebab dengan
membunuh Yogascitra di samping cita-citamu akan
terlaksana, juga kau membantu sebuah perjuangan!" kata
Bangsawan Soka dengan nada berapi-api.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bunuh Yogascitra, ya " Hehehe, bunuh Yogascitra ?"
gumam lagi Suji Angkara ketawa seperti setan. "Ayahanda
" restui aku. Karena kau tak sanggup memperjuangkan
hidupku, maka aku yang akan memperjuangkannya ?"
kata Suji Angkara berjingkat dan tanpa memberi hormat
berlalu dari tempat itu. "Soka, kau sembrono mempengaruhi anakku membunuh
Yogascitra!" kata Ki Bagus Seta dengan nada penuh
teguran. Yang ditegur hanya tertawa terkekeh-kekeh.
"Kita harus berusaha memanfaatkan berbagai peluang.
Anakmu berpeluang baik dalam membantu perjuangan kita.
Dia tengah digoda kebencian. Orang akan mudah
membunuh karena benci," jawab Bangsawan Soka masih
dengan senyum menghiasi bibirnya yang tebal.
"Tapi orang yang tengah dipenuhi rasa benci akan
melakukan tindakan sembrono. Dia tidak akan hati-hati.
Dan kalau dia menyerbu puri Yogascitra dengan terangterangan, hanya akan merugikan aku saja!" kata Ki Bagus
Seta masih tak setuju dengan pendapat Bangsawan Soka.
"Dengan adanya urusan ini, semua orang sudah tahu
bahwa terjadi pertentangan antara kau dan Pangeran
Yogascitra. Tapi harus kau ingat, urusanmu dengan
Yogascitra paling parah adalah persaingan kalian dalam
mempersembahkan anak gadis pada Raja. Sedangkan rasa
sakit Suji Angkara karena kekasihnya direnggut dari citacitanya adalah urusan tersendiri. Sekali pun Suji Angkara
benar-benar membuat huru-hara di puri Yogascitra orang
tak akan menuduh bahwa anakmu dikendalikan olehmu!"
kata bangsawan berkumis jarang ini.
Ki Bagus Seta termenung. Rupanya dia telah
menimbang-nimbang perkataan Bangsawan Soka. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akhirnya dia pun menoleh pada Ginggi yang masih duduk
di sudut. "Ginggi, kawal Suji Angkara dan awasi dia!" katanya
pada Ginggi. "Dan jangan lupa, kalau dalam huru-hara itu Suji
Angkara mengalami kesulitan membunuh Yogascitra,
kaulah yang harus menyelesaikannya. Bunuh Yogascitra
olehmu secara diam-diam!" kata Bangsawan Soka.
Mendengar ucapan pejabat ini, Ki Banaspati yang sejak
tadi terlibat pembicaraan tertawa terbahak-bahak sehingga
yang lainnya melirik heran padanya.
"Bangsawan Soka benar-benar calon penasihat yang
cerdik. Dia sanggup mengukir taktik dengan jitu," kata Ki
Banaspati memuji, sehingga yang dipuji tertawa renyah.
"Dan jangan lupa, sesudah Ginggi secara diam-diam
berhasil membunuh Yogascitra, dia harus ikut mengejar
Suji Angkara, bahkan dia pulalah yang harus membunuh
Suji Angkara. Usahakan agar pembunuhan dilakukan
secara terang-terangan di hadapan orang-orang Yogascitra!"
kata Ki Banaspati. Yang lain menatap penuh rasa heran. Taktik Ki
Banaspati belum dimengerti benar oleh siapa pun.
"Mengapa harus dilakukan di depan orang-orang
Yogascitra?" tanya Bangsawan Soka.
"Agar Ginggi dianggap berjasa oleh mereka sehingga
mendapatkan penghargaan dari orang-orang Yogascitra.
Akan lebih baik kalau akhirnya Ginggi dipercaya untuk
mengabdi di lingkungan puri Yogascitra!"
Mulanya ucapan Ki Banaspati ini ditanggapi dengan
kerutan dahi oleh kedua orang pejabat yang duduk di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hadapannya. Tapi sesudah berpikir sebentar, Bangsawan
Soka nampak berwajah cerah bahkan tertawa terkekehkekeh. "Kau pandai! Kau pandai Banaspati. Aku tahu akalmu.
Kau akan menyusupkan orangmu ke dalam puri Yogascitra
sehingga kelak akan lebih mudah menyelesaikan tugastugas penting, begitu kan?" tanya Bangsawan Soka. Ki
Banaspati mengangguk dengan senyum dikulum.
"Betul. Karena orang-orang Yogascitra nampaknya
mendapatkan kepercayaan yang baik dari kalangan istana,
maka diharapkan Ginggi bisa keluar-masuk istana dengan
mudah," kata Ki Banaspati lagi.
Bangsawan Soka menepuk pahanya tanda setuju dengan
taktik ini, begitu pun Ki Bagus Seta nampak tersenyum
tipis. "Ini tugas maha penting bagimu, Ginggi. Bila kau
sanggup menjalankan tugas ini dengan baik, maka
kedudukanmu kelak akan mulia," kata Ki Banasapati
menoleh pada Ginggi. "Kau berangkatlah sekarang, awasi Suji Angkara. Kalau
anakku mulai menyerbu puri Yogascitra, kau harus pandaipandai menyelinap ke sana," kata Ki Bagus Seta
memerintah Ginggi. Ginggi mengangguk bahkan menyembah takzim.
Sesudah itu dia undur dari ruangan paseban.
Tiba di halaman puri, Ginggi bertemu jagabaya dan
bertanya ke mana kira-kira Suji Angkara pergi.
"Saya lihat dia menuju puri Nyimas Layang Kingkin,
Raden ?" jawab jagabaya hormat sekali. Ginggi tersenyum
pahit mendengar dirinya dipanggil Raden. Begitu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mudahnya Ki Bagus Seta mengubah keadaan, termasuk
yang menyangkut nasib seseorang.
Ginggi tak banyak cakap, serta-merta dia menuju puri
tempat tinggal Nyimas Layang Kingkin. Menoleh kirikanan dulu. Sesudah yakin tak ada orang di sekitar tempat
itu, dia segera meloncat naik ke atas benteng. Loncat lagi
kiri-kanan, kemudian masuk ke ruangan dalam. Ginggi
dapatkan Suji Angkara tengah duduk berhadapan dengan
adik tirinya. Melalui celah dinding kayu, Ginggi
mendapatkan pemuda itu duduk termenung dan ada lelehan
airmata di sepasang pipinya.
"Aku mencintai Nyimas Banyak Inten, sungguh mati,
aku cinta," kata Suji Angkara dengan suara memelas.
"Ya, kau harus berjuang sendiri kalau memang itu yang
kau inginkan. Kita sebenarnya punya keinginan sama, yaitu
tak mengizinkan Nyimas Banyak Inten bersanding dengan
Sang Prabu, kendati kepentingan kita berbeda. Aku tak mau
ada saingan. Sang Prabu memang banyak memelihara selir,
tapi yang namanya selir baru, pasti mendapatkan perhatian
lebih. Jadi aku tak mau perhatian Sang Prabu pada selir
baru terbagi dua. Engkau harus jauhkan Nyimas Banyak
Inten dari puri istana, sebab kalau kau tak berhasil
memboyongnya, maka akulah yang akan menyingkirkan
pesaingku, Kakanda Suji ?" kata Nyimas Layang Kingkin
dengan suara mantap dan tegas.
"Jangan " Jangan engkau yang menggagalkan
keinginan Sang Raja. Tanganmu terlalu bersih dan hatimu
terlalu halus. Jangan kau kotori nama baikmu dengan
tindakan-tindakan seperti itu. Biarlah Kanda yang berjuang
menjauhkan Nyimas Banyak Inten dari kesempatannya
memasuki puri istana. Hanya engkau, hanya engkau yang
akan menjadi selir terkasih Sang Raja, yang menghiasi puri


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sri Bima Untarayana Madura Suradipati dan yang sanggup
membahagiakan penghuni kedaton (istana) Pakuan itu ?"
"Terima kasih bila Kakanda merasa aku lebih berharga
duduk menjadi penghuni Taman Mila Kancana atau jadi
penumpang perahu hias di Telaga Rena Maha Wijaya. Aku
pun akan berdoa agar ciat-citamu bersanding dengan
Nyimas Banyak Inten bisa terlaksana ?" kata Nyimas
Layang Kingkin. Keduanya saling berpegangan tangan dan
Suji Angkara nampak berurai air mata kembali.
Wajahnya masih tetap pucat dan bibirnya bergetar, tapi
oleh Ginggi terlihat senyum di bibir pucat itu.
(O-ani-kz-O) Malam harinya terpaksa Ginggi harus keluar puri Ki
Bagus Seta. Dia akan berusaha mengawasi gerakan Suji
Angkara. Sudah sejak senja hari sebetulnya Ginggi mengamati puri
pemuda itu. Jagabaya yang sempat dia tanya selalu
mengatakan bahwa pemuda itu sejak siang hari tak pernah
keluar dari puri itu. "Beliau pergi keluar ketika akan menghadap ayahandanya saja. Sepulang dari puri Bagus Seta, Raden
tak pernah keluar lagi. Ada apakah engkau tanya-tanya
tentang majikanku, hey badega?" tanya jagabaya. Ginggi
tersenyum lagi. Di puri Bagus Seta dia sudah terangkat julukannya
menjadi Raden. Etika basa-basi di Pakuan begitu kuat
memisahkan tahapan-tahapan hidup manusia. Antara puri
Bagus Seta dan puri Suji Angkara letaknya tak begitu jauh,
tapi penilaian orang pada Ginggi sudah berbeda jauh. Di
hormati dan dipanggil raden di puri Bagus Seta serta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dianggap enteng dipanggil badega di puri Suji Angkara,
padahal baik wajah mau pun penampilan Ginggi tak
berubah. Hanya karena tahu dan tidak tahu saja maka
orang menghormat dan tak menghormati dirinya. Orangorang puri Bagus Seta menghormati dirinya karena mereka
tahu dirinya diangkat menjadi pembantu utama. Para
pembantu utama kaum bangsawan dan juga pejabat istana
akan juga dihormati seperti itu. Sebaliknya orang-orang Suji
Angkara hanya tahu Ginggi keluyuran di puri itu beberapa
waktu lalu sebagai badega saja. Menyebalkan basa-basi dan
aturan ini, pikir Ginggi dalam hatinya.
Sampai malam tiba, Suji Angkara tidak terlihat keluar
puri. Ini sebetulnya meresahkan Ginggi. Kalau benar
pemuda itu mengurung diri di dalam puri, tak mengapa. Ini
hanya menandakan bahwa pemuda itu tidak melakukan
apa-apa. Tapi benarkah Suji Angkara diam mengurung diri
di purinya" Ginggi teringat perbuatan Bangsawan Soka yang
mengipas-ngipasi Suji agar hatinya panas dan marah
terhadap Pangeran Yogascitra.
Suji Angkara memang terpengaruh dan kemarahannya
tersulut sehingga sepertinya dia hendak melakukan
pembunuhan terhadap diri Pangeran Yogascitra. Namun
ketika percakapan dengan Nyimas Layang Kingkin secuil
pun tidak membicarakan kemarahannya terhadap Pangeran
Yogascitra. Yang mereka bicarakan adalah bagaimana
caranya agar Nyimas Banyak Inten tak jadi "masuk" ke puri
istana. Dari pendengarannya ini Ginggi baru mengetahui
perasaan Nyimas Layang Kingkin. Ternyata gadis anggun
yang berpenampilan dewasa ini punya ambisi besar dalam
memenangkan persaingan menjadi selir Raja. Tidak sekadar
ingin menjadi selir saja, melainkan juga menginginkan
hanya dia seorang yang menjadi selir baru bagi Raja. Gadis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu tak mau disaingi oleh Nyimas Banyak Inten. Berbahaya
juga gadis itu, pikir Ginggi. Tapi jalan pikirannya ini segera
dikoreksi kembali. Berbahayakah seseorang mempunyai
ambisi" Jahatkah bila seseorang mendambakan satu ambisi
setinggi-tingginya" Gadis itu berambisi tinggi masuk ke puri
istana raja dan ingin menempatkan dirinya sebagai selir
terkasih Raja. Untuk itulah sejak dulu dia membujuk
kakandanya, Suji Angkara agar tak segan-segan mempersunting Nyimas Banyak Inten. Baru belakangan ini
Ginggi maklum akan maksud gadis itu. Dia selalu berdoa
dan mendukung cita-cita Suji Angkara dalam upaya
mendapatkan Nyimas Banyak Inten bukan karena rasa
sayang seorang adik terhadap kakaknya, melainkan
berdasarkan pada kepentingan dirinya semata. Ginggi amat
maklum kini, kalau Suji Angkara berhasil mempersunting
Nyimas Banyak Inten, maka cita-cita dirinya untuk menjadi
selir Raja tidak akan mengalami hambatan. Sekarang
sebenarnya Nyimas Layang Kingkin sudah mencapai citacitanya sebab Raja berkenan mengambilnya sebagai selir.
Namun tetap saja gadis itu belum merasa puas sebab masih
dibayang-bayangi persaingan. Dia tak menginginkan rasa
kasih Raja terhadap selir baru terbagi dua. Itulah sebabnya,
gadis itu selalu memanas-manasi kakandanya dengan doa
dan dukungan agar Suji Angkara tetap setia dengan citacitanya. Sebegitu jauhkah ambisi seseorang, sampai-sampai
Nyimas Layang Kingkin tidak mempedulikan lagi Banyak
Angga yang padahal menurut khabar, mereka telah
bertunangan" Kini Ginggi mencoba berpikir perihal hubungan Suji
Angkara dengan Nyimas Banyak Inten. Sejauh mana
hubungan cinta mereka berjalan" Kalau Suji Angkara sudah
jelas. Pemuda cabul yang gemar berlaku tak senonoh ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebenarnya punya rasa cinta juga di hatinya. Terbukti,
kendati dia beberapa kali memcoba memasuki puri gadis itu
dengan cara tidak sah, namun sepertinya ada perasaan cinta
sungguh-sungguh yang bersemi di hatinya. Tapi Nyimas
Banyak Inten sendiri bagaimana"
Ginggi sulit menyimak perasaan gadis itu. Ketika dia
diributkan dicinta oleh dua orang lelaki sekaligus, tak ada
sikap tertentu yang ditampilkan. Malah di Taman Mila
Kancana beberapa bulan lalu, ketika Ginggi diutus Suji
Angkara menyerahkan surat pada gadis itu, Nyimas Banyak
Inten hanya mengatakan bahwa sejauh ini dia tak
memikirkan urusan cinta sebab dia belum dewasa benar.
Tapi ketika purinya diganggu "penjahat" dan Suji Angkara
menampilkan diri sebagai "pahlawan", gadis itu dengan
penuh perhatian merawat luka Suji Angkara, hampirhampir membuat Ginggi sedih dan cemburu.
"Cinta pulakah Nyimas Banyak Inten terhadap Suji
Angkara?" gumamnya sendirian di gelap malam sudut
benteng puri. Ginggi menghela napas dalam-dalam. Bila
teringat Nyimas Banyak Inten membuat hatinya sedih.
Kemelut cinta di antara mereka sebenarnya kemelut besar,
dan Ginggi terlalu kecil untuk ikut-ikutan terjun dalam
kemelut tersebut. Tapi entah mengapa, perasaan hatinya tak
bisa dibendung. Setiap malam tiba dia selalu susah tidur
karena wajah anggun putri bangsawan itu selalu menghiasi
kelopak matanya. Beberapa kali dia bertemu wanita,
bahkan merasakan hangatnya tubuh seorang wanita seperti
Nyi Santimi, tapi perasaan yang ada di jiwanya kali ini
terasa lain. Ginggi boleh bertemu dengan macam-macam
pengalaman, yang menyedihkan, menjengkelkan bahkan
membuat dirinya marah, tapi tak ada yang membuat
dirinya serasa nestapa selain bila harus berpikir perihal
keberadaan Nyimas Banyak Inten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(O-anikz-O) Ratapan Nyimas Banyak Inten
Nyimas Banyak Inten itu gadis bangsawan terhormat.
Ayahnya berkedudukan tinggi di Pakuan, bahkan sekarang
di percaya Raja untuk diangkat menjadi penasihat. Nyimas
Banyak Inten demikian molek, anggun dan cantik laksana
bidadari. Dia diperebutkan banyak ksatria dan dicinta Raja.
Maka bila diukur dengan kedudukannya, dirinya seperti
burung gagak merindukan bulan. Seperti setetes air ingin
menyamai lautan, atau seperti asap tungku ingin
disejajarkan dengan awan berarak di angkasa. Dirinya
hanya seujung kuku bila dibandingkan dengan posisi gadis
itu. Seharusnya Ginggi tahu diri. Seharusnya dia
menghukum dirinya dengan cara membuang jalan
pikirannya dan pergi jauh dari Pakuan. Tapi mengapa ia tak
mampu bertindak begitu" Ginggi bertahan dengan banyak
kesengsaraan di Pakuan. Bukan karena terlalu setia dengan
penyelidikannya, melainkan juga karena selalu ingin
membayangkan Nyimas Banyak Inten.
"Ah, sialan aku ini!" keluhnya seorang diri.
Sekarang bulan sudah mulai timbul lagi, hanya berupa
sabit tipis, setipis kesempatannya dalam menjangkau
impian muluk. Bulan sabit banyak ditemani bintanggemintang, ribuan banyaknya. Tapi apakah bulan sabit bisa
percaya diri bakal menerangi jagat raya ini" Tidak,
seharusnya bulan sabit tahu diri, dia tak sanggup menggapai
bumi, dia tak sanggup menerangi alam raya dalam keadaan
begitu. Ribuan bintang yang menemaninya hanyalah
mengolok-olok dirinya, sebab para gemintang pun tidak
akan sanggup membantu dirinya untuk menerangi alam
raya ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi terus berceloteh dalam hatinya, sampai-sampai
dia hampir melupakan tujuannya mengamati Suji Angkara.
Hanya setelah kesadarannya pulih, maka dia ingat lagi
Suji Angkara. Maka dengan heran dia amati, mengapa pemuda itu
terus mengurung diri selama ini" Pemuda itu amat pesolek.
Tukang pesta dan gemar foya-foya. Kalau malam baik
seperti ini, dia sering mengundang prepantun atau para
penembang cantik untuk menghibur dirinya. Di cuaca
malam yang baik ini biasanya pemuda itu mengundang
teman-teman sesama putra bangsawan untuk menikmati
hiburan sambil minum tuak.
Suasana pesta mungkin dia lupakan mengingat hatinya
tengah gundah-gulana. Tapi setidaknya pemuda itu harus
terlihat biar barang sebentar.
Ginggi curiga. Itulah sebabnya, sesudah suasana
dianggap aman dari tugur, Ginggi segera meloncat ke atas
benteng puri dan menyelinap masuk ke sebuah bangunan
utama di mana biasanya Suji Angkara berada.
Puri itu sunyi saja. Lentera di beberapa sudut kamar
pemuda itu tidak dipasang sehingga kegelapan ruangan
amat mencekam. Ginggi mencoba meloncat dan naik ke
atas atap sirap hitam. Lapisan sirap dia buka sedikit
sehingga bisa mengawasi ruangan tempat tidur Suji
Angkara. Tapi di tempat tidur tak ada siapa-siapa. Suji
Angkara tidak ada di sana dan berarti sedang berada di luar,
tapi di mana" Ginggi meloncat turun lagi. Kini dia tuju ruangan
belakang di mana biasanya terdapat beberapa pekerja puri.
Kebetulan Ginggi masuk ke ruangan dapur dan mendapatkan seorang wanita setengah baya. Wanita itu
sejenak kaget melihat ada orang masuk secara tiba-tiba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sesudah diketahuinya bahwa yang masuk adalah
Ginggi, dia hanya senyum kecil.
"Dasar anak kurang sopan, masuk ke tempat orang tidak
uluk salam (mengucap salam). Mau apa bocah gendeng
masuk ke sini?" tanyanya.
"Aku cari tuan muda Suji Angkara, di mana dia?"
Yang ditanya termenung sejenak seolah-olah mengingatingat sesuatu. "Oh, ya " di mana yaSi Kasep (Si Tampan) itu" Tadi
senja bibi lihat di taman belakang tapi sudah lama tak lihat
masuk puri. Coba engkau cari di taman belakang ?" jawab
wanita setengah baya itu.
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 20 Tidak membuang waktu Ginggi segera meninggalkan
tempat itu dan memburu taman belakang. Namun di sana
pun suasana sepi. Pemuda itu terus berkeliling taman kalaukalau Suji Angkara memang berada di taman. Tapi hingga
ke tepi benteng ujung paling belakang, tak ditemukan
pemuda itu, kecuali sebuah pintu kayu di sudut benteng.
Pintu kayu itu seperti jalan darurat untuk menuju luar
benteng. Ginggi memeriksanya dan ternyata pintu itu tidak
terkunci, sepertinya baru saja ditinggalkan orang.
Ginggi termenung dan segera saja timbul perkiraanperkiraan buruk. Tidakkah Suji Angkara meninggalkan puri
secara diam-diam lewat pintu darurat ini" Pergi ke mana"
Darah Ginggi serasa berdesir. Ya, barangkali Suji
Angkara sudah keluar puri lewat pintu belakang dan "
menuju puri Yogascitra! Ini hanya perkiraan saja. Tapi kendati begitu, Ginggi
harus cepat-cepat berjaga-jaga kalau-kalau perkiraannya
benar. Itulah sebabnya dia segera meninggalkan puri Suji
Angkara, sengaja lewat pintu darurat itu.
Ginggi berjalan menyusuri tepian benteng. Benteng itu
amat panjang dan berakhir di ujung persimpangan lorong.
Lorong itu kelak akan berakhir di sebuah jalan simpangan


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Ke kiri akan menuju jalan utama berbalay batu, dan ke
kanan akan menuju " puri Yogascitra!
Kecurigaan semakin menebal. Kalau benar Suji Angkara
keluar lewat pintu darurat, dia pun pasti akan tiba di sini.
Lantas kalau sudah tiba di sini mau ke mana" Jalan besar
berbalay kelak akan menuju jalan durian, terus ke Tajur
Agung atau bisa juga ke tepi Sungai Cihaliwung, baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuju leuwi Kamala Wijaya atau pun ke Pulo Parakan
Baranangsiang, yaitu sebuah delta kecil di tengah Sungai
Cihaliwung di mana di sana terdapat pesanggrahan tempat
kaum bangsawan dan kerabat Raja bercengkrama.
Ginggi mengerutkan dahi tanda berpikir, dia tengah
menebak-nebak, ke arah mana kira-kira Suji Angkara
menuju. Bila menuju kiri, amat mustahil pemuda itu pergi
ke Tajur Agung malam-malam. Kalau pergi ke kanan pasti
ke puri Yogascitra. Dan inilah yang dikhawatirkan Ginggi.
Maka untuk membuktikan bahwa kekhawatirannya tak
beralasan, pemuda itu segera meloncat pergi ke arah kanan
menuju puri Yogascitra. Ginggi berlari cepat, secepat anak panah dilepas dari
busurnya. Dia berlari cepat dari samping karena terbiasa
latihan lari cepat mendaki Puncak Cakrabuana, juga karena
terdorong rasa khawatirnya.
Apa yang dia khawatirkan" Khawatir karena Suji
Angkara berencana membunuh Pangeran Yogascitra,
ataukah khawatir pemuda jahat itu akan menculik Nyimas
Banyak Inten" Dua-duanya, aku hatinya.
Ginggi berlari cepat dan tidak terlalu lama dia sudah tiba
di tepi benteng puri Yogascitra. Untuk mempersingkat
waktu, Ginggi tidak masuk lewat gerbang, tapi meloncat
naik ke atas benteng dan sebentar kemudian sudah
meloncat turun masuk di dalam kompleks puri.
Ginggi tidak menuju ke mana-mana, sebab tujuan
utamanya adalah puri di mana Nyimas Banyak Inten
berada. Dan hati pemuda itu berdebar keras ketika didengarnya
banyak orang berteriak-teriak di sekitar puri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi datang ke tempat itu dengan cepat dan
didapatnya di sana banyak prajurit serta jagabaya. Ketika
mereka melihat ada orang datang sambil berlari, beberapa
jagabaya sambil berteriak-teriak menyuruh Ginggi berhenti.
"Siapa kau?" "Pasti dia penjahatnya!"
"Serbuuuu! Tangkap!!!"
Dalam suasana kacau dan sedikit gelap karena hanya
beberapa obor yang dibawa jagabaya, kemarahan prajurit
mudah tersulut sehingga semuanya menghambur karena
terpengaruh suara dan teriakan orang yang memberi abaaba. Semua prajurit dan jagabaya mengepung dan menyerang
Ginggi dengan berbagai senjata di tangan. Ada juga yang
melepas anak-anak panah, namun semuanya bisa ditepis
bahkan beberapa buah bisa ditangkapnya. Serangan dari
belasan bahkan puluhan prajurit bersenjata pedang dan
tombak hanya dihindarkan dan dikelitkan saja. Dan bila
ada tombak yang terlanjur menyodok tubuhnya, terpaksa
dia tangkap dan tarik ke depan sehingga pemegangnya
terjerembab. Sementara para pengepung semakin banyak juga. Dan di
antara yang datang, terdapat juga Banyak Angga dan
Purbajaya. Dari belakang mereka seorang tua setengah baya
juga nampak berlari mendatangi tempat itu, dialah
Pangeran Yogascitra. "Ada apa ini?" teriak Banyak Angga dan pertempuran
segera berhenti. Namun ketika pemuda itu melihat siapa
yang dikeroyok, wajahnya nampak terkejut, demikian pun
Purbajaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hei " bukankah engkau badega puri Bagus seta"
Mengapa mengacau tempat ini?" tanya Banyak Angga.
"Dia penjahat, pasti menculik Nyimas Banyak Inten!"
teriak seorang jagabaya menudingkan ujung pedangnya ke
arah hidung Ginggi. "Apa" Nyimas Banyak Inten ada yang menculik?"
teriakan kaget ini berbareng diucapkan oleh ketiga orang
pemuda yaitu Banyak Angga, Purbajaya dan Ginggi sendiri.
"Celaka!" teriak lagi Ginggi sambil menatap Purbajaya.
"Ginggi, kau pasti tahu siapa yang melakukan
penculikan ini!" kata Purbajaya menatap Ginggi dengan
wajah khawatir sekali. "Aku sudah bisa menduganya. Mari ikut aku!" teriak
Ginggi. Namun ketika pemuda itu hendak meninggalkan
tempat itu, beberapa senjata pedang menyabet tubuhnya
dari segala arah. Pemuda itu menggerak-gerakkan sepasang
tangannya dan seluruh senjata beterbangan ke segala arah.
Beberapa di antaranya menancap hampir setengahnya di
batang-batang pohon dan para pemiliknya menjerit
kesakitan sambil memegangi pergelangan tangannya
masing-masing. "Purbajaya, mari kejar dia!" teriak Ginggi meloncat dari
lingkaran kepungan. Purbajaya mengejar Ginggi, begitu
pun Banyak Angga. Bahkan belasan prajurit ikut pula
berlari mengejar ke mana arah Ginggi pergi.
Ginggi berlari amat cepat dan sangat menyulitkan yang
mengikutinya. Beberapa kali dia mencoba menunggu
mereka. Sesudah jaraknya tak begitu jauh lagi, baru Ginggi
berlari kembali. Ginggi sebetulnya tidak tahu ke mana harus mencari
penculik gadis itu. Tapi karena dia sudah menduga yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menculik adalah Suji Angkara, dia berspekulasi mengejar ke
suatu tempat. Ginggi ingat kejadian marak setahun lalu. Dengan amat
mesranya Suji Angkara selalu mencoba berdekatan dengan
Nyimas Banyak Inten ketika mereka memasak ikan. Dan
tempat indah yang membawa kenangan itu tak lain adalah
Pulo Parakan Baranangsiang, yaitu delta kecil atau gugusan
tanah di tengah aliran Sungai Cihaliwung.
Gugusan tanah itu bila siang hari amat permai dan indah
dipandang mata karena keindahannya tak terkira. Tapi
kalau malam hari, pulo (pulau) itu merupakan tempat
terasing yang akan sunyi-sepi jauh dari perhatian orang.
Kalau Suji Angkara membawa Nyimas Banyak Inten ke
sana, dan melakukan hal tak senonoh, tak akan ada orang
yang mengetahuinya. Karena perkiraan-perkiraan inilah maka Ginggi mencoba
menuju ke tempat itu. Untuk kesekian kalinya Ginggi menunggu orang-orang
yang mengikutinya. Karena mereka terasa lamban
sedangkan Ginggi merasa perlu mengejar waktu, maka dia
berteriak agar mereka menyusul saja.
"Aku akan menuju Pulo Parakan Baranangsiang, sebab
penculik pasti lari ke sana! Susul aku ke tempat itu!" teriak
Ginggi sambil kembali berlari cepat.
Ginggi berlari menuju ke arah timur. Dia menyebrangi
dulu saluran Cipakancilan, terus bergerak ke arah timur
menuju tepi Sungai Cihaliwung. Menyusuri tepian
Cihaliwung ke arah utara dan tiba di Leuwi Kamala Wijaya
atau dikenal pula sebagai Leuwi Sipatahunan.
Di sana suasana terasa sepi tanda tak ada orang di sekitar
tepi leuwi (lubuk). Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi segera melanjutkan perjalanannya menyusuri tepi
sungai ke arah utara. Hanya sepemakan sirih saja dia tiba di
tepi sungai. Dia lihat ke arah sebrang ke arah timur.
Gugusan delta demikian kelam dan hanya berupa bayangan
hitam. Tapi di tepi gugusan ada perahu tertambat. Ginggi
berdebar hatinya. Perahu tertambat di sebrang hanya
menandakan bahwa ada orang menyebrang ke gugusan
pulau kecil di tengah sungai itu. Dugaannya cepat
mengarah ke arah kecurigaannya semula. Suji Angkara
sudah berada di sana! Ginggi berkeliling tepi mencari perahu. Di situ hanya
ada satu perahu. Kalau dia gunakan, maka tak ada perahu
lain untuk mengangkut rombongan yang datang belakangan. Alhasil pemuda itu harus menyebrangi sungai
dengan cara lain. Ginggi beruntung diberi ilmu napak
sancang, Itulah ilmu untuk berjalan di atas permukaan air.
Kata Ki Rangga Guna yang memberikan ilmu aneh itu,
napak sancang adalah ilmu meringankan tubuh. Tapi
berjalan di atas air tidak melulu mengandalkan ilmu
meringankan tubuh saja, melainkan juga harus bisa berlari
cepat sambil telapak kaki sejajar dengan permukaan air.
Kalau tak bisa begitu, seringan apa pun tubuh, tetap saja
akan tercebur ke dalam air.
"Ibaratkanlah sepotong papan yang permukaannya rata.
Bila bagian rata kita lemparkan sejajar dengan permukaan
air, maka papan akan meloncat-loncat di atas permukaan
air seperti hampir-hampir tak menyentuh air. Bisa terjadi
begitu, karena saking cepatnya papan kayu itu bergerak.
Tapi kalau papan itu diam, benda itu akan sedikit
tenggelam. Kalau bebannya lebih berat, maka akan
tenggelam sama sekali," kata Ki Rangga Guna di tepi
Sungai Citarum hampir setahun lalu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang Ginggi akan melakukan napak sancang, bukan
sekadar latihan, tapi benar-benar dilakukan untuk satu
keperluan dan tak boleh gagal.
Ginggi menahan napas dalam-dalam, mencoba menghilangkan berat kakinya. Dia meloncat cepat tapi
loncatannya hampir sejajar dengan permukaan air. Dia
gerakkan sepasang kakinya secepat mungkin. Dia "injak"
permukaan air tapi hanya sejenak untuk kemudian telapak
kaki dia angkat untuk melangkah cepat. Begitu seterusnya
berulang-ulang. Terdengar plakplok-plakplok suara telapak
kaki yang menginjak permukaan air, halus seperti kecipat
gerakan ikan. Ginggi tiba di tepi gugusan pulau dengan selamat!
Ginggi perlu sembunyi dulu di rimbunan semak untuk
meneliti keadaan. Suasana pesanggrahan begitu sunyi dan
gelap. Namun suasana sunyi ini amat mencurigakan
dirinya. Maka dengan berindap-indap Ginggi mencoba
mendekati bangunan pesanggrahan yang beratap ijuk dan
terbuat dari kayu-kayu jati hitam. Semakin dekat Ginggi ke
arah bangunan itu, semakin berdebar hatinya. Bagaimana
tak begitu, sebab sayup-sayup dia mendengar keluhankeluhan kecil. Dan jelas keluhan itu keluar dari mulut
seorang wanita. Berdesir darah di urat-urat tubuh Ginggi. Apalagi ketika
dia meloncat ke dalam pesanggrahan, tubuh Ginggi
menggigil karena menahan rasa marah. Betapa tak begitu,
tubuh Nyimas Banyak Inten tergolek di lantai dengan
pakaian hampir terbuka seluruhnya. Sedangkan di atas
tubuh gadis itu Suji Angkara berusaha menghimpitnya.
Panas hati Ginggi melihat adegan ini. Dadanya pun
serasa akan meledak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Didorong oleh kemarahan memuncak, Ginggi menerjang
dari arah depan. Terjangannya secepat harimau yang
hendak menerkam mangsa. Gerakan terkaman Ginggi rupanya diketahui dengan
persis oleh Suji Angkara. Nampak rasa terkejut pemuda itu,
sehingga secara serentak dia berdiri.
Tapi gerakan Ginggi demikian cepatnya. Sebelum Suji
Angkara meloncat untuk berkelit, tubuh Ginggi sudah
melayang dan tiba di hadapannya.
Dukk !!! Suji Angkara berteriak ngeri ketika tubuhnya terlontar ke
belakang dan punggungnya menabrak tiang kayu. Saking
kerasnya tubuh itu menubruk kayu, sampai terpental
kembali ke depan, dan jatuh tersuruk mencium lantai.
Tertatih-tatih pemuda itu mencoba bangkit sambil tangan
kanannya memegangi jidatnya yang berusaha dipukul
Ginggi. "Kau, siapa kau ?""
"Aku Ginggi!" "Kau " Si Duruwiksa?"
"Ya, bagimu aku Duruwiksa, aku jin, aku setan dan aku
iblis pembunuh bagi tubuh dan otak manusia yang selalu
dipenuhi kebejatan!" desis Ginggi sambil giginya berkerot
saking marahnya. Suji Angkara berdiri tapi terhuyung. Dia mencoba
mundur beberapa tindak. Ketika Ginggi mendekat,
tangannya digoyang-goyang seperti melarang Ginggi
mendekat. "Kau " kau memukul jidatku?" tanyanya gugup dan
kembali memegangi jidatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya " sudah keempat kali ini aku menjotos jidatmu.
Kau pasti ingat betul, di mana dan ketika kau sedang apa
aku jotos jidatmu!" kata Ginggi mengingatkan.
Suji Angkara nampak terkejut sekali. Dia melangkah
mundur, terhuyung dan tubuhnya menggigil seperti
kedinginan. "Jangan bunuh aku " jangan bunuh aku. Masa-masa
lalu aku berdosa. Tapi beri aku kesempatan. Hidupku
sengsara. Aku inginkan kedamaian. Dan semuanya ada
pada kekasihku"Nyimas Banyak Inten "Oh!" Suji
Angkara terjatuh karena kakinya tersandung.


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suji Angkara mengeluh ketika Ginggi melangkah
beberapa tindak lagi. "Jangan bunuh dia!" ada teriakan kecil setengah
mengeluh dari belakangnya. Ginggi terkesiap. Nyimas
Banyak Inten yang barusan melarangnya. Betul-betulkah
gadis itu melarangnya"
"Nyimas ?"" gumam Ginggi sambil menoleh ke
belakang. Dia tak percaya gadis itu bilang begitu. Tapi gadis
itu memang memohon kepadanya. Nyimas Banyak Inten
segera membenahi pakaiannya yang awut-awutan dan
duduk bersimpuh di bawah kakinya. Kaki Ginggi.
Gadis itu menangis sesenggukan sambil mencoba
memeluk kaki Ginggi. "Jangan bunuh dia "Jangan bunuh dia"!" keluh gadis
itu di antara sela-sela tangisnya. Serasa sesak dada Ginggi
melihat kenyataan ini. Serasa sesak dadanya ketika
sepasang tangan gadis itu memeluk kakinya untuk
memohon ampun. Nyimas Banyak Inten mohon pengampunan bagi Suji Angkara pemuda laknat itu" Ginggi
menggigil tubuhnya melihat kenyataan ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari Nyimas kita pergi. Kita pergi jauh entah ke mana.
Kita tinggalkan tempat ini!" kata Suji Angkara masih
terhuyung lemah. Ketika hendak berdiri tegak, dia jatuh lagi
dan segere dipapah Nyimas Banyak Inten.
Sungguh meremukkan hati Ginggi yang menyaksikannya. Tapi sementara itu dari tepi sungai berlarian banyak
orang dengan obor di tangan. Suasana gugusan pulau
mendadak menjadi terang benderang. Semuanya mendatangi pesanggrahan. "Itu dia penjahat Suji Angkara!" teriak Purbajaya.
Serentak belasan prajurit mengepung tempat itu.
Dan Suji Angkara menjadi sasaran penyerbuan pasukan
bersenjata lengkap. Suji meloncat keluar tapi sambil jatuh terhuyung.
Sementara itu pihak penyerbu dengan beringas mencecarnya dengan berbagai senjata tajam. Pemuda itu
berkelit dan bergulingan kesana-kemari. Beberapa serangan
senjata tajam bisa dia hindari, tapi beberapa lainnya
mengenai tubuhnya secara bertubi-tubi. Pemuda itu
mengeluh setiap kali ada tusukan pedang yang melukai
tubuhnya. Yang membikin hati Ginggi kian memelas,
ketika setiap Suji Angkara mengeluh setiap itu pula
terdengar jerit dan tangis Nyimas Banyak Inten. Suara
tangisan baru berhenti ketika gadis itu pingsan sambil
sepasang tangannya kembali masih memeluki kaki Ginggi
yang berdiri kaku di sana.
(O-anikz-O) Rundingan di Puri Yogascitra
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi pulang dari Pulo Parakan Baranangsiang bersama
rombongan yang dipimpin Purbajaya dan Banyak Angga.
Rombongan itu mengusung dua tubuh. Satu tubuh Nyimas
Banyak Inten yang pingsan karena sedih dan kedua adalah
tubuh Suji Angkara yang sudah tak bernyawa karena
cecaran pedang para prajurit.
Di tengah jalan Purbajaya baru membeberkan siapa Suji
Angkara dan apa saja tindakan-tindakannya selama ini.
Secara rinci pemuda itu membeberkan keburukankeburukan Suji Angkara dari sejak peristiwa di Tanjungpura
hingga peristiwa hari ini.
"Perusuh yang mengacau puri kita beberapa waktu lalu
adalah Suji Angkara. Tapi celakanya kita semua tak
menduga bahkan menganggap pemuda itu sebagai
pahlawan," kata Purbajaya.
"Sayang kita baru tahu kejahatannya sesudah terlambat,"
gumam Banyak Angga. "Sebetulnya Ginggi tahu sejak awal ?" jawab Purbajaya.
Banyak Angga menoleh pada Ginggi, tapi Ginggi diam
saja. Setibanya di puri Yogascitra, Ginggi disambut secara
terhormat. "Sebetulnya sudah jauh hari aku ragu, seorang badega
sepertimu tindak-tanduknya lain," ujar Pangeran Yogascitra. "Saya tidak biasa memperlihatkan diri, Juragan ?" kata
Ginggi menyembah hormat. Pangeran Yogascitra mengangkat bahu Ginggi agar tak
memberi hormat berlebihan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tinggallah di sini. Engkau kuangkat sebagai ksatria di
puri Yogascitra ?" kata Pangeran Yogascitra. Ginggi
hanya menunduk lesu, tidak tergambar kegembiraan barang
sedikit pun. Tapi wajah muram Ginggi tidak terperhatikan semua
orang, sebab semuanya tengah dipenuhi rasa syukur bahwa
nasib Nyimas Banyak Inten lolos dari aib yang
menghinakan. Keesokan harinya Pakuan geger sebab Pangeran
Yogascitra melaporkan kejadian semalam pada Raja. Ki
Bagus Seta dipanggil ke istana untuk diminta penjelasan
mengenai tindak-tanduk putranya yang dianggapnya
merendahkan derajat kaum bangsawan.
"Tapi Ki Bagus Seta berkelit dari tanggungjawabnya. Dia
mengatakan tindakan anak tirinya tak ada kaitannya
dengan dirinya dan dia tak tahu menahu tentang semua
ini," kata Banyak Angga yang ikut menghadiri pemanggilan
Ki Bagus Seta di paseban istana.
Ginggi menilai, kemungkinan pandangan Raja terhadap
Ki Bagus Seta akan mulai berubah sesudah kejadian yang
menyangkut putranya ini. Dan bila benar begitu,
kedudukannya akan semakin terdesak, paling tidak
pengaruh-pengaruhnya yang selama ini demikian besar di
kalangan istana. Dan tidak berlebihan kalau akhir-akhir ini Raja mulai
menaruh kepercayaan terhadap Pangeran Yogascitra.
Menurut beberapa kalangan yang berada di puri Yogascitra,
bangsawan ini punya kekerabatan yang erat dengan Raja
terdahulu yaitu Sang Prabu Dewatabuwana atau lebih
dikenal lagi dengan julukan Prabu Ratu Dewata, yaitu
ayahanda Prabu Ratu sakti Sang Mangabatan yang
berkuasa sekarang. Pangeran Yogascitra adalah pengabdi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setia dan pejabat puhawang (akhli kelautan) yang baik,
seperti ayahandanya yang menjadi pejabat yang sama sejak
kepemimpinan Sang Ratu Jaya Dewata, atau Sri Baduga
Maharaja dan lebih populer lagi dengan julukan Prabu
Siliwangi (1482-1521 Masehi).
Puhawang adalah petugas yang akhli dalam ilmu teluk
dan kelautan. Dan semasa kepemimpinan Sri Baduga
Maharaja, pejabat puhawang amat berperan sehingga
Pajajaran jaya di lautan dan menguasai banyak pelabuhan
laut dan muara. Sekarang sesudah Pajajaran didesak mundur ke
pedalaman oleh kekuatan negara agama baru, peranan
puhawang sepertinya kurang berarti sebab negri pedalaman
ini sudah tak memiliki kekuatan di pesisir. Kendati begitu
Prabu Ratu Sakti Sang Mangabatan tetap mempertahankan
lembaga puhawang, sebab Raja yang penuh ambisi ini tetap
bercita-cita mengembalikan kejayaan Pajajaran seperti
zaman kakek-buyutnya, yaitu Sri Baduga Maharaja.
Tapi belakangan terbetik keputusan bahwa Sang Prabu
akan menghapus lembaga puhawang dan berniat mengangkat Pangeran Yogascitra sebagai penasihat, hanya
membuktikan bahwa Raja sudah mulai putus asa dalam
mempertahankan cita-citanya menguasai wilayah pesisir
dan lautan. Diangkatnya seorang penasihat juga memperlihatkan bahwa Raja sudah mulai bimbang dalam
menentukan berbagai keputusan. Hari-hari sebelumnya,
tidak terpikirkan bagi Raja untuk memilih seorang
penasihat khusus, sebab selama ini para pembantu dekatnya
saja yang selama ini dia gunakan sebagai masukan dalam
mencari gagasan mengendalikan kerajaan.
Namun sesudah ada beberapa kegagalan dalam cara
memimpin, sepertinya Raja mulai berpikir bahwa tak
semua masukan yang diberikan para pembantu dekatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benar-benar bermanfaat bagi dirinya. Itulah sebabnya, Raja
memikirkan satu orang penasihat dan merencanakan
memilih Pangeran Yogascitra sebagai pejabat paling senior
dan yang kesetiaannya tak diragukan lagi.
(O-ani-kz-O) Pada suatu hari di paseban puri Yogascitra diadakan
pertemuan. Hari itu ke puri datang Purohita Ragasuci.
Seperti yang sudah Ginggi ketahui, hubungan Purohita
dengan Pangeran Yogascitra demikian eratnya bagaikan
kakak dengan adik. Ini seperti sebuah pertemuan amat penting, sebab para
pejabat lain pun, kecuali Bangsawan Soka, Bangsawan
Bagus Seta dan Ki Banaspati, sama-sama hadir dalam
pertemuan itu. Ginggi diberitahu oleh Banyak Angga
bahwa dirinya pun diundang hadir.
Sudah barang tentu pemuda itu heran dibuatnya,
mengapa ada sebuah pertemuan penting mesti dihadiri
olehnya pula" "Kau jangan selalu merendahkan diri, Ginggi," kata
Banyak Angga, "Kedudukanmu di puri ini bukan badega,
melainkan seorang calon ksatria. Kepandaianmu sudah tak
diragukan dan kau pantas menjadi ksatria puri Yogascitra,"
kata pemuda tampan itu sungguh-sungguh.
"Pantaskah saya diangkat ksatria padahal saya seorang
badega puri Bangsawan Bagus Seta?" tanya Ginggi
mengerutkan dahi. "Engkau bukan badega sesungguhnya, sebab menurut
keterangan Purbajaya, engkau tinggal di sana karena
melakukan penyelidikan semata. Dan karena ini pula kami
sepakat untuk mengangkatmu sebagai ksatria, karena kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu persis, engkau bukanlah benar-benar orang puri Bagus
Seta," kata lagi Banyak Angga. "Tapi selama dua hari kau
berada di sini, wajahmu nampak murung, ada apakah
sebenarnya, Ginggi?" tanya pemuda itu menatap wajahnya.
Mendengar pertanyaan seperti itu, Ginggi hanya
tersenyum tipis. "Malah saya yang merasa heran, sebab wajahmulah yang
nampak murung, Raden ?" Ginggi balik menatap dan
menghindari pertanyaan pemuda itu dengan balik bertanya.
Giliran Banyak Angga yang tersenyum tipis, bahkan
terlihat pahit. "Aku tak bisa berbohong padamu sebab kaulah paling
tahu apa penyebabnya ?" gumam pemuda itu datar.
"Nyimas Layang Kingkinkah?" tanya Ginggi.
Banyak Angga tidak mengiyakan, namun pandangannya
menerawang jauh, hampa dan lesu. Ginggi menghela napas
karenanya. "Aku sebenarnya pasrah dengan keadaan. Melawan
keinginan Raja berarti mencari kesulitan hidup. Hanya yang
aku ingin tahu, bagaimana perasaan Dinda Kingkin
menghadapi masalah ini ?" gumam pemuda itu.
Hanya bergumam saja. Tapi Ginggi merasa bahwa
Banyak Angga memerlukan sebuah penjelasan darinya.
"Surat yang aku kirimkan padanya tak pernah dia jawab.
Barangkali engkau tahu penyebabnya?" tanya pemuda itu
menoleh. Ginggi kembali menghela napas. Banyak yang dia
ketahui sebenarnya, tapi bagaimana cara menjelaskannya"
"Ketika surat datang darimu, Nyimas Layang Kingkin
sudah berniat membalasnya?" kata Ginggi menghibur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi berita yang disampaikannya sebenarnya memang
begitu. Ketika menerima surat yang diserahkan Ginggi,
gadis itu sudah akan memberikan jawaban, hanya entah
mengapa dibatalkan. "Ya " pasti Dinda Kingkin akan menulis balasan. Tapi
dia tak memiliki kesempatan sebab kalau ayahandanya
tahu, dia pasti ditegur. Memang amat berbahaya bagi calon
istri Raja diketahui masih suka berkirim surat dengan lelaki


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain," kata Banyak Angga. Ginggi tak mengiyakan tapi juga
tak membantahnya. "Kasihan dia. Nyimas tak bisa melawan keinginan
Raja?" keluh pemuda itu.
Ginggi menunduk, sebab sebetulnya Banyak Anggalah
yang mesti dikasihani. Tapi Ginggi tak berniat membeberkan perasaan hati gadis itu yang sebenarbenarnya. Kalau disampaikan, khawatir pemuda itu sakit
hati dan mengurangi penghargaan akan
cintanya. Biarkanlah orang memiliki kenangan tentang cinta dan
bukan kebencian. Ginggi tak mau mengatakan bahwa Nyimas Layang
Kingkin sepertinya lebih menghargai ambisi ketimbang rasa
cinta. Kalau hal ini disampaikan pada Banyak Angga hanya
akan membuat hati pemuda itu hancur luluh.
Begitu pun yang Ginggi usahakan pada Purbajaya.
Ginggi memberi pesan agar sifat-sifat jahat Suji Angkara
jangan disampaikan secara utuh terhadap Nyimas Banyak
Inten. Ginggi menilai, gadis itu sebenarnya terperangkap
cintanya Suji Angkara. Pemuda itu tampan, licin dan
pandai merayu. Gadis polos dan jujur seperti Nyimas
Banyak Inten akan mudah percaya. Barangkali cintanya
pada Suji Angkara adalah yang pertama. Ginggi tak tega
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghinakan perasaan gadis itu bila harus membeberkan
rahasia pemuda yang dianggapnya "pahlawan" itu.
"Nyimas Banyak Inten mungkin merasa hancur melihat
Suji Angkara tewas di hadapannya. Mungkin dia
menganggap, kesalahan pemuda itu hanya melakukan
kenekadan menculik dirinya. Tapi kalau kita katakan hal
sebenarnya tentang pemuda itu, maka akan lebih hancur
lagi hatinya," kata Ginggi pada Purbajaya waktu itu.
"Sebetulnya aku tak setuju pendapatmu," kata Purbajaya,
"Seharusnya semua keburukan Suji Angkara disampaikan
saja. Tapi aku ingin hargai usaha-usahamu dalam
menyelamatkan gadis itu, maka aku turuti keinginanmu,"
tutur Purbajaya tersenyum tipis.
Ginggi juga tersenyum karena dia tahu, Purbajaya tak
puas dengan keinginan dirinya.
"Saya tak rela Nyimas Banyak Inten memendam
kebencian. Masih mendingan kecewa karena cinta
ketimbang kebencian karena hal yang sama," kata Ginggi
menyebutkan alasannya. Purbajaya merenung sejenak, kemudian bergumam
pendek, "Kalau hal itu dianggap lebih baik, ya, terserah
kau?" (O-ani-kz-O) Dalam pertemuan di paseban puri Yogascitra, Ginggi
duduk sejajar dengan para ksatria lainnya. Sebetulnya
pemuda itu merasa tak enak hati, duduk sama tinggi dengan
sesama ksatria Pakuan. Tapi Pangeran Yogascitra
memaksanya agar dia duduk di deretan para pemuda gagah
itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak orang memang di paseban itu. Semuanya para
bangsawan dan pejabat penting semata, Sepertinya seluruh
bangsawan Pakuan berkumpul di sini.
Ginggi pernah mendapatkan penjelasan dari Purbajaya,
para bangsawan dan pejabat sebanyak ini biasanya hanya
berkumpul di paseban istana kerajaan bila menghadapi
urusan-urusan maha-penting.
Jadi bila kini mereka berkumpul, hanya menandakan
bahwa pertemuan ini benar-benar akan membahas sesuatu
yang amat penting. Tapi mengapa pertemuan tidak
dilakukan di balai penghadapan Raja saja" Adakah
pertemuan para pejabat ini tak ingin diketahui Raja"
Sebagai tuan rumah, Pangeran Yogascitra duduk di
depan di sebuah kursi jati berukir indah. Di sampingnya ada
Purohita Ragasuci, sama-sama duduk di sebuah kursi
berukir. Ada belasan pejabat dan bangsawan duduk di
deretan sebelah kanan, sedangkan di sebelah kiri kaum
muda terdiri dari para ksatria, termasuk Ginggi.
Pangeran Yogascitra membuka acara dengan membeberkan beberapa maksud. Salah satu hal yang
dikemukakan Pangeran itu adalah sesuatu yang amat
mengejutkan Ginggi. "Puri Yogascitra akan mengangkat seorang pemuda
bernama Ginggi untuk kami jadikan ksatria," kata Pangeran
Yogascitra. Semua hadirin menoleh pada Ginggi sehingga
membuat pemuda itu malu karena jadi pusat perhatian
semua orang. Pangeran Yogascitra menerangkan bahwa merasa perlu
memberikan penghargaan dengan mengangkat Ginggi
sebagai ksatria karena jasa, tindak-tanduk dan kepandaiannya sesuai untuk tingkat derajat sebagai ksatria.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran itu membeberkan kepahlawanan Ginggi yang
berhasil membongkar kejahatan Suji Angkara.
"Dengan usaha-usaha yang dilakukan Ginggi, martabat
dan nama baik para bangsawan Pakuan dapat terselamatkan. Bayangkanlah selama ini kita menaruh
hormat kepada Suji Angkara. Padahal kelakuan sebenarnya
dari pemuda itu, jauh dari tindak-tanduk seorang
bangsawan. Kalau Ginggi tidak membongkarnya, barangkali selama itu pula kita terlena dibuatnya," kata
Pangeran Yogascitra. "Kami akan mencari hari baik untuk menyelenggarakan
upacara ngawastu (pelantikan) pemuda Ginggi. Kami ingin
melantiknya di kuil utama, dihadiri para wiku istana dan
pelantikan dilakukan oleh Purohita Ragasuci. Ginggi, kau
berikan hormat pada Purohita agar secepatnya mencari
hari baik untuk upacara pelantikanmu," kata Pangeran
Yogascitra menoleh pada Ginggi.
Dengan tersipu dan serba-salah, Ginggi menyembah
takzim ke arah Purohita Ragasuci yang dengan sorot penuh
wibawa menatap dirinya. Selanjutnya Pangeran Yogascitra melanjutkan pembicaraan ke hal-hal lainnya. Menurutnya, para
bangsawan dan pejabat istana tengah dihadapkan pada
beberapa masalah. Masalah ini sedikitnya telah membuat
gejolak-gejolak yang bila tak segera diselesaikan dikhawatirkan akan membahayakan sendi-sendi kekuatan
negara. "Bagi yang akan bicara perihal penyebab gejolak, silakan,
kami memberi waktu," kata Pangeran Yogascitra.
Seorang pejabat berpakaian bedahan lima beludru hitam
dengan ornamen indah warna kuning emas memberi tanda
ingin bicara. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Silakan Pangeran Sutaarga berbicara," kata Pangeran
Yogascitra memberi izin. Pangeran yang bernama Sutaarga ini membeberkan
beberapa situasi yang dianggapnya bisa membahayakan
keberadaan negara. Situasi yang paling rawan yang tengah
di hadapi Pakuan adalah semakin banyaknya negara-negara
kecil yang dulu ada di bawah Pakuan sekarang berani
memalingkan muka. Sudah tak bisa dipungkiri lagi kalau
negara-negara kecil di wilayah timur melepaskan diri dari
kekuasaan Pajajaran karena merasa lebih dekat kepada
pengaruh Cirebon. Tapi kata pangeran ini, banyak juga
negara-negara kecil yang melepaskan diri bukan karena
pengaruh kekuatan negara lain, tapi karena ketidaksetujuan
dengan kebijaksanaan Pakuan.
"Dengan demikian kita mendapatkan kenyataan bahwa
banyak negara kecil memisahkan diri bukan saja karena
pengaruhnya telah direbut kekuasaan negara baru,
melainkan karena tidak setuju dengan kebijaksanaan
Pakuan. Ini perlu menjadi perhatian dari semua pejabat
agar kita sama-sama mengajukan masalah ini pada Sang
Prabu," kata Pangeran Sutaarga.
Selesai bangsawan ini mengemukakan pendapatnya,
muncul lagi pendapat lain.
"Silakan Pangeran Jayaperbangsa mengemukakan pendapatnya," kata Pangeran Yogascitra melirik pada
bangsawan berpakaian gagah dengan bendo corak
batikhihinggulan ornamen emas.
"Maafkan bila ucapan sayaa menyinggung perasaan
semua orang, termasuk juga perasaan Pangeran Yogascitra," kata bangsawan berwajah putih dengan kumis
tipis indah ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelum melanjutkan pembicaraannya, dia melirik ke
segala arah dan terakhir pandangannya hinggap ke mata
Pangeran Yogscitra. "Silakan berbicara apa adanya. Hal-hal menyakitkan tak
selamanya membahayakan. Obat yang terasa pahit pun
sebenarnya menyehatkan," kata Pangeran Yogascitra
dengan sedikit senyum. Pangeran Jaya Perbangsa mengangguk hormat tanda
setuju dengan ucapan tuan rumah.
"Kemelut-kemelut di Pajajaran ini sebetulnya tidak
terlepas dari sikap kebijaksanaan Sang Prabu yang saya
anggap kurang berkenan di banyak hati dan perasaan,"
katanya. "Sang Prabu mudah terombang-ambing oleh
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya. Tidak
mengapa bila pengaruh yang datang dari luar adalah hal-hal
baik dan bermanfaat bagi kemajuan dan kebesaran negara.
Tapi bila pengaruh itu hanya membuat kemelut
berkepanjangan, maka ini adalah sebuah kehancuran!" kata
bangsawan ini. "Saya ingin mengajak saudara sekalian
untuk memikirkan, bagaimana caranya agar Sang Prabu
tidak tergelincir ke jurang kekeliruan," kata bangsawan ini
dengan suara berapi-api. Mendengar pendapat Pangeran Jaya Perbangsa, semua
hadirin saling pandang, sesudah itu akhirnya semua
menatap ke arah Pangeran Yogascitra. Bangsawan ini tidak
segera tampil untuk berbicara, melainkan menoleh pada
Purohita Ragasuci. Sang Purohita yang berwajah sabar dan penuh wibawa
ini segera berdehem, sebagai tanda bahwa dirinya akan
mengemukakan pendapat. "Semua yang barusan dikemukakan sebetulnya sudah
jadi pembicaraan kita semua," kata Purohita, "Sang Prabu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa pun beliau kemampuannya, sebenarnya hanyalah
manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan beliau adalah semangat dan cita-citanya yang
begitu tinggi dalam upaya mengembalikan kejayaan
Pajajaran ke puncak kejayaan seperti zamannya Sri Baduga
Maharaja. Namun kekurangannya, beliau terlalu percaya
kepada gagasan-gagasan yang datang dari orang-orang yang
ingin berusaha dekat dengannya. Dalam memimpin negara,
Raja hanyalah dibutuhkan titahnya, sebab itu yang menjadi
komando utama. Tapi titah itu harus datang setelah
mendapatkan berbagai saran dan masukan dari para
pembantu dekatnya. Raja akan mengeluarkan titah yang
bijaksana kalau dia mendapatkan saran atau masukan dari
para pembantunya dengan gagasan-gagasan yang bijaksana.
Tapi titah Raja juga bisa jadi malapetaka kalau terlahir dari
kebijaksanaan yang salah. Itulah sebabnya dalam memimpin negara, dibutuhkan para pembantu yang selain
cakap juga jujur dalam menyodorkan saran dan gagasan.
Apakah kita memiliki Raja yang baik atau sebaliknya, itu


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua juga berpulang pada kita semua selaku pembantunya. Bila kita menginginkan Raja berlaku adil,
bijaksana dan jujur, mari kita bantu Sang Prabu dengan
jalan pikiran kita yang bijaksana dan penuh kejujuran pula,"
kata Purohita Ragasuci. "Selama ini kami berusaha membantu Raja agar
memiliki kebijaksanaan yang adil dan jujur. Tapi di Pakuan
banyak sekali pejabat yang mencoba mendekati Sang Prabu,
mencoba memberi pengaruh yang semua didasarkan demi
kepentingan pribadi mereka semata," sanggah seorang
bangsawan lainnya. "Banyak pejabat yang paling berambisi mencari
kedudukan bahkan yang paling bersemangat mendekati
Sang Prabu. Sehingga akibatnya, pejabat yang benar-benar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ingin membela negara tapi tak mau menjilat, sedikit demi
sedikit tersisih oleh mereka," kata yang lain.
"Saya selaku Purohita selalu berdoa dan berusaha selalu
memberi nasihat pada Sang Prabu bahwa tak selamanya
orang yang selalu ingin dekat dengan Raja adalah orangorang yang ingin membantunya. Dan nampaknya Sang
Prabu sudah mulai mendengar saran saya. Sebagai bukti,
beliau mau mengangkat Pangeran Yogascitra sebagai
penasihatnya. Pangeran Yogascitra adalah pejabat setia
sejak zaman Sang Prabu Ratu Dewata, namun tak pernah
berusaha menjilat Raja untuk mendapatkan pujian atau
kenaikan pangkat. Saya anjurkan pada Sang Prabu agar
sudi memperhatikan dan mempercayaai pembantu yang
selalu setia tapi tanpa memiliki pamrih kepentingan pribadi,
dan nampaknya beliau mulai mengerti," kata Purohita
Ragasuci panjang-lebar. "Tapi Purohita, bagaimana halnya dengan rencanarencana Sang Prabu dalam merencanakan perkawinannya
dengan putri Bangsawan Bagus Seta?" tanya seseorang. Dan
pertanyaan ini seolah-olah mengingatkan yang lainnya
untuk bertanya hal yang serupa.
"Adalah pantang bagi Raja-raja Pajajaran mengawini
perempuan larangan. Nyimas Layang Kingkin yang saya
ketahui sudah bertunangan dengan Raden Banyak Angga.
Mengapa sekarang hendak dipersunting Raja?"
"Ya, Sang Prabu telah melanggar aturan moral. Kalau
hal ini berlangsung, hanya akan menjadi aib bagi
Pajajaran!" kata lagi yang lainnya.
"Turunkan Raja!" kata Pangeran Jayaperbangsa keras.
Pertemuan ini hampir jadi hiruk-pikuk karena adanya
silang pendapat. Bukan terjadi pro dan kontra menilai
tindakan dan perbuatan Sang Prabu, melainkan terdapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perbedaan dalam menimbang keputusan. Para bangsawan
muda cenderung ingin melakukan tindakan tegas dengan
mengganti Raja, sedangkan bangsawan tua lebih memilih
cara-cara bijaksana. Pangeran Yogascitra berujar, bahwa pendapat Purohita
Ragasuci benar, kebijaksanaan Raja banyak dipengaruhi
oleh saran dan gagasan para pembantu dekatnya. Kalau
para pembanru Raja di istana sanggup berbuat jujur dan
mendorong Raja dalam memberikan titah dan keputusan
demi kepentingan negara dan rakyat, maka Raja pun akan
terpengaruh baik. "Berupaya mengganti Raja sama dengan pemberontakan.
Adalah pantang bagi bangsawan tulen melakukan
pemberontakan, sebab itu adalah perbuatan pengkhianatan
yang amat hina!" kata Pangeran Yogascitra.
"Tapi pengabdian saya selama ini bukan kepada Raja,
melainkan kepada Pajajaran. Kalau saya tak setuju dengan
cara kepemimpinan Raja yang satu bukan berarti berkhianat
terhadap bangsa dan negara!" cetus bangsawan muda
Pendekar Latah 7 Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja Kesatria Baju Putih 11

Cari Blog Ini