Ceritasilat Novel Online

Senja Jatuh Di Pajajaran 12

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Bagian 12


dalam sepak terjangnya melawan musuh, Ki Darma tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah menggunakan senjata apa pun. Jadi beliau pun tak
percaya Ki Darma pergi ke Puncak Cakrabuana hanya
karena butuh benda pusaka. Pangeran menduga, kalau pun
Ki Darma datang ke Cakrabuana karena urusan benda
pusaka, bukan ingin memilikinya, melainkan akan
menjaganya. Kata Pangeran Yogascitra, kendati Ki Darma
tak senang menggunakan senjata, tapi dia amat menghormati kepada simbol-simbol kenegaraan. Maka Ki
Darma pun pasti hormat pada barang yang bernama
pusaka," kata Purbajaya.
"Ya"sayang mengabdi kepada Raja yang buruk,
sehingga benda pusaka seperti tak ada harganya?" gumam
Purbajaya lagi. Ginggi melirik pada pemuda itu, namun Purbajaya tidak
melihatnya. "Mari?" ajak Ginggi sambil bangun berdiri. Purbajaya
pun ikut berdiri sambil membenahi ikatan kainnya yang
kurang mengikat ketat pinggangnya.
Sambil memperbaiki ikat pinggang kain warna hitamnya,
pemuda itu menatap tajam Ginggi sambil bergumam,
"Kalau kau mampu, di balai penghadapan Raja inilah kau
laksanakan tugasmu itu!"
"Tugas apa?" tanya Ginggi heran.
"Membunuh Raja!" Darah di urat-urat nadi Ginggi
berdesir cepat. Bulu kuduknya pun mendadak berdiri.
Benarkah Purbajaya yang barusan bicara"
"Raden?" desis Ginggi dengan mata setengah membelalak. "Aku dengar percakapanmu dengan Ki Banaspati tadi
malam," kata Purbajaya menatap tajam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi. "Kau dengar percakapan kami?"
"Ya"tapi jangan takut!" kata Purbajaya lagi, masih
menatap tajam Ginggi. "Engkau juga bersekutu dengan Ki Banaspati?" tanya
Ginggi kemudian. Tapi Purbajaya menggelengkan kepalanya. Ginggi tambah heran. "Bila begitu, mengapa
engkau tak tangkap aku, sebab seharusnya kau akan
menuduhku berkomplot dengan Ki Banaspati," kata Ginggi.
Tapi Purbajaya hanya tersenyum tipis.
"Tak ada kepentingannya aku menangkapmu sebab aku
bukan orang pemerintah," jawab lagi pemuda itu, sehingga
untuk kesekian kalinya Ginggi merasa heran. "Hampir dua
tahun ini engkau mengabdi pada Pangeran Yogascitra.
Bahkan engkau pun sudah bisa keluar-masuk kadaton
(istana) karena kerapkali Sang Prabu mmbutuhkanmu,
Raden?" Untuk kesekian kalinya Purbajaya mengelengkan kepala
"Gerakan kita di Pakuan sebetulnya sama, yaitu
menyelundup untuk menyingkirkan Raja, kendati motifnya
mungkin berlainan," kata pemuda itu.
Ginggi masih menatapnya. "Tapi tak apa. Yang penting perjuangan kita sekarang
sama. Maka untuk sementara kita berdua bisa bahumembahu di Pakuan ini," kata lagi Purbajaya, "Kau
dipanggil Raja dan ini kesempatan paling baik. Kalau kau
melakukan tindakan membunuh Raja tidak akan begitu
sulit sebab hampir separuh pengawal yang bertugas hari ini
kesetiaannya sudah berpaling," ungkap pemuda itu, "Jadi
kalau kau lakukan tugas Ki Banaspati hari ini, setengah dari
pengawal Raja tidak akan menghambatmu kalau pun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kusebut mereka malah membantumu?" kata Purbajaya
lagi. Termenung Ginggi mendengar penjelasan Purbajaya ini.
"Ketidaksenangan para pejabat Pakuan kini hampir-hampir
meningkat menjadi kebencian karena kekeliruan Raja. Dia
tetap bertahan dengan keinginan pribadinya, yaitu akan
mengawini Nyimas Layang Kingkin, yang padahal semua
orang sudah menganggapnya sebagai wanita larangan,"
kata Purbajaya. "Bukankah Raja sudah tak begitu percaya pada Ki Bagus
Seta?" tanya Ginggi.
"Bagi Raja, tak ada hubungannya antara cinta dan
politik. Barangkali Raja tak percaya pada Ki Bagus Seta
sebagai pejabat, tapi tidak sebagai mertua. Apalagi Ki Bagus
Seta sebenarnya pandai dan memikat dalam kata-kata. Raja
juga semakin mengukuhkan cita-citanya dalam mempersunting Nyimas Layang Kingkin setelah merasa
gagal mendapatkan gadis yang dicintanya, yaitu Nyimas
Banyak Inten," kata Purbajaya. Dan ketika mengucapkan
nama gadis ini, wajahnya nampak kecut dan pahit.
Ginggi masih termangu-mangu setelah menyimak apaapa yang dikatakan pemuda itu. Dia akan berkata sesuatu,
tapi sepertinya Purbajaya tahu apa yang ada di benak
Ginggi. Dia memberi tanda agar Ginggi tak berkata apa
pun. "Jangan dulu tanya siapa aku sebenarnya?" kata
pemuda itu. Ginggi hanya menghela napas.
"Mari?" ajak Purbajaya, jalan di muka, Ginggi ikut di
belakangnya. (O-ani-kz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama hampir setahun berada di Pakuan, baru kali
inilah Ginggi akan berkunjung ke pusat pemerintahan.
Pemuda itu akan diterima Sang Prabu di Paseban Agung
atau Balai Penghadapan Raja. Itu adalah sebuah bangunan
bangsal yang cukup besar dan megah. Atapnya terbuat dari
kayu sirap hitam mengkilap. Lantainya juga terbuat dari
papan-papan kayu jati buatan Borneo, hitam kecoklatcoklatan dan amat halus serta mengkilap juga. Di beberapa
bagian sudut, atap itu ditopang tiang-tiang kayu jati
gelondongan membentuk pilar berukir indah dan halus
buatannya. Pilar-pilar kayu jati sebagai pengusung atap sepertinya
menguasai bangunan-bangunan megah di Kadaton Pakuan
ini. Ginggi pernah mendengar bahwa Raja beserta kerabat
dekatnya dan termasuk juga permesuri, para selir dan putraputrinya, tinggal di kadaton megah bernamaSri Bima Punta
Narayana Madura Suradipati, dibangun oleh Sang Prabu
Tarusbawa raja Keraajaan Sunda yang pertama (670-723
Masehi) lebih dari 800 tahun lalu. Istana ini terdiri dari
bangunan megah besar berjajar sebanyak lima buah.
Semuanya menghadap ke sebuah halaman luas yang
ditumbuhi pohon beringin berjumlah tujuh buah. Semua
bangunan istana itu atap-atapnya disangga 300 pilar kayu
palem indah. Pilar-pilar paling indah digunakan untuk
menyangga atap bangunan istana paling besar dan paling
megah. Pilar-pilar palem yang menyangganya terbuat dari
kayu gelondongan sebesar tong anggur.
Kata Purbajaya, Sang Prabu bersemayam di istana
bangunan paling besar ini yang diberi nama Istana
Suradipati. Tidak sembarangan orang bisa diterima di
bangunan megah itu. Ginggi yang masuk ke kompleks ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikawal empat orang prajurit dilengkapi senjata tombak di
tangan kanan dan perisai baja di tangan kiri, hanya diantar
ke bangunan paseban yang letaknya bersebrangan dengan
istana berjajar lima itu.
Ginggi dan Purbajaya dipersilakan duduk di ruangan
terbuka Paseban Agung, menghadap ke sebelah timur di
mana terdapat kursi kayu berukir indah yang masih kosong
penghuni. (O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 23 Ginggi dan Purbajaya cukup lama menunggu. Namun
pada suatu saat ada terdengar bunyi gong dipukul lambatlambat beberapa kali. Ginggi menengok ke selatan. Bukan
atap istana dengan latar belakang Puncak Gunung Salak
yang tengah ia saksikan, melainkan adanya sebuah iringiringan kecil yang baru keluar dari sebuah pintu berukir
dengan warna emas itu. Ginggi berdebar, ternyata iring-iringan itu duapuluh
perwira kerajaan yang berpakaian gagah-gagah tengah
mengawal seorang lelaki tampan nan elok.
"Sang Prabu Ratu Sakti?" gumam Ginggi tak terasa.
Inilah untuk yang ketiga-kalinya pemuda itu menatap Raja
Pajajaran yang banyak diperbincangkan orang karena
tindakan dan kebijaksanaannya banyak mengundang pro
dan kontra itu. Sang Prabu melangkah lambat-lambat namun mantap
dan pasti. Ada suara gemerincing merdu ketika Raja
tampan berkumis tipis itu melangkahkan kaki. Itu karena
gelang-gelang emas yang tersusun di sepasang kakinya
bergerak saling beradu ketika kaki itu melangkah. Suara
gemerincing kaki Raja pun disambut gemerincing lain.
Suaranya kurang begitu nyaring. Dan suara itu keluar dari
gelang-gelang perak yang menghiasi kaki-kaki para
pengawalnya. Namun melihat duapuluh pengawal raja yang berjalan di
belakang, Ginggi jadi ingat beberapa pengakuan. Ki
Banaspati dengan yakinnya mengabarkan padanya bahwa
di sekeliling Raja kini sudah berdiri orang-orang yang
berada di bawah pengaruhnya. Belakangan Purbajaya pun
berkata bahwa hampir separuh dari pengawal Raja yang
bertugas hari ini kesetiaannya sudah berpaling dari Raja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu, apakah yang dilakukan Ki Banaspati juga sama
dengan apa yang dikatakan Purbajaya"
"Engkau juga bersekutu dengan Ki Banaspati?" tanya
Ginggi tadi pagi sebelum berangkat, tapi Purbajaya
menggelengkan kepalanya. Ini hanya menandakan bahwa
pemuda itu tak ada keterkaitan dengan Ki Banaspati. Dan
kalau benar begitu, maka apa yang disebut Purbajaya tidak
sama dengan apa yang dikatakan Ki Banaspati. Artinya
lagi, bahwa para pengawal raja semakin terpecah-pecah.
Satu kelompok ikut Ki Banaspati dan satu kelompok
lainnya juga sama memalingkan kesetiaannya. Tapi mereka
ikut siapa" Apakah Purbajaya juga ikut kelompok kedua ini
atau berdiri sendiri" Berkerut alis Ginggi memikirkannya.
Di Pakuan ini terlalu banyak rahasia. Apa yang dilihat
mata belum tentu itu yang sedang berlangsung. Bangsawan
Soka dan Ki Bagus Seta kendati selalu nampak paling setia
dan paling banyak bekerja untuk "memajukan" Pakuan,
padahal terbukti, di benak mereka penuh dengan rencana
dan tujuan yang bertolak belakang dengan sangkaan Raja.
Sekarang Purbajaya, pemuda tampan, jujur dan tidak
terlalu banyak tingkah, belakangan diketahui Ginggi seperti
tengah memendam hal-hal tertentu.
"Kalau kau mampu, maka di Balai Penghadapan Raja
inilah kau laksanakan tugasmu!" kata Purbajaya tadi pagi.
Ini hanya punya arti bahwa pemuda itu setuju Raja
dibunuh. Siapa pemuda ini dan dari kelompok manakah"
Ancaman pada Raja Sang Ratu Sakti sudah memasuki
ruangan paseban. Purbajaya serentak menyembah takzim.
Ginggi pun ikut menyembah hormat, namun selintas dia
melihat lirikan Purbajaya ke arahnya. Berdesir lagi darah di
urat-urat nadi Ginggi. Lirikan Purbajaya penuh arti.
Apakah ini sebuah isyarat agar Ginggi melakukan tugas
seperti apa yang dikatakan Ki Banaspati"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang Prabu berjalan lambat ke arah kursinya, sedangkan
di belakang, duapuluh perwira melangkah rapih dengan
jarak hampir tiga tindak di belakang Sang Prabu. Kalau
Ginggi mau, dengan satu loncatan dia bisa menerkam dan
mencengkram wajah atau leher Sang Prabu. Dalam satu
gerakan saja mungkin sudah berhasil membunuh Raja.
Mungkin separo dari para perwira benar-benar pengawal
setia dan akan balas menyerang. Tapi sudah dipastikan Raja
tak akan bisa diselamatkan. Dan Ginggi akan selamat
meloloskan diri dengan mudah sebab separo dari para
pengawal tidak akan bernafsu membalas perlakuan Ginggi.
Ginggi dan Purbajaya selesai menyembah ketika Sang
Prabu sudah duduk dengan tegak di kursi indah berukir itu.
Purbajaya nampak menghela napas sambil sedikit melirik
ke samping di mana Ginggi duduk bersila.
"Engkaukah yang bernama Ginggi, ksatria tangguh yang
akan segera diangkat Pamanda Yogascitra sebagai
pembantu utama di purinya?" tanya Sang Prabu dengan
suara halus namun nyaring.
"Hamba hanya sekadar pembantu biasa saja, Paduka
Raja," sahut Ginggi dengan suara sedikit bergetar.
Bagaimana tak begitu, sebab apa pun kenyataannya, yang
kini tengah duduk dengan anggun di kursi berukir indah itu
adalah seorang raja dari sebuah kerajaan besar yang berdiri
hampir 900 tahun lamanya.
"Engkau pandai merendah, anak muda. Tapi ada juga


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang memperlihatkan kesombongan dengan sifat
merendah-rendah. Jangan membuat orang tercengang
karena kepura-puraan. Kalau kau pandai maka perlihatkanlah kepandaianmu secara wajar agar orang pun
bisa menghargai dan menilaimu secara wajar pula," ujar
Sang Prabu dengan nada halus tapi tetap nyaring.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Ginggi terasa sedikit panas. Tidakkah Sang Prabu
menyindirnya, sebab dia memang gemar berpura-pura
bodoh" "Namun Paduka, orang tidak akan dianggap bijaksana
bila tidak bisa memerankan orang bodoh dalam satu
keadaan," kata Ginggi sambil kembali menyembah.
Nampak Sang Prabu tersenyum kecil memperlihatkan
deretan giginya yang putih dan bersih.
"Dan yang berbahaya adalah orang bodoh yang purapura bijaksana dan sok merasa tahu segala perkara," ujar
Sang Prabu kemudian. "Lebih celaka lagi, ada orang bodoh yang tidak
menyadari dirinya bodoh. Orang bodoh yang merasa
dirinya pintar dan apalagi berkuasa, maka kekuasaannya
hanya akan membahayakan kepentingan orang banyak,
Paduka," kata Ginggi menyela.
Untuk sejenak Sang Prabu menatap sedikit terbelalak
dengan ucapan lantang ini. Namun kemudian beliau
tertawa renyah sambil sesekali punggung tangan kanannya
yang putih halus digunakan menutupi mulutnya yang masih
tertawa. "Hahaha! Engkau seorang pemuda yang berani dan jujur,
anak muda. Aku suka sikapmu itu. Tapi hati-hati, perasaan
orang tidaklah sama, sebab ada juga yang mudah
tersinggung. Kalau yang tersinggung adalah seorang
penguasa misalnya, maka alamat celakalah dirimu," sahut
Sang Prabu lagi namun masih dengan nada halus.
"Tapi Paduka, lebih baik tersinggung karena mendengar
kata-kata bijak, dari pada terhibur dengan kata-kata palsu.
Yang palsu tak bisa dikatakan baik. Dan bila mata-hati
dibutakan olehnya, maka rasa bijaksana pun akan hilang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kehancuran akan menjelang," kata lagi Ginggi semakin
berani berkata-kata. Sang Prabu masih nampak tersenyum, tapi senyumnya
kian menipis, bahkan ada sedikit kerut-kerut di dahinya.
"Serasa aku pernah menyimak kata-kata yang kau
ucapkan barusan, anak muda?" gumam Sang Prabu sambil
mencubit dan menarik-narik kulit jidatnya seolah tengah
menghilangkan rasa pening atau sedang berpikir sesuatu.
Namun sebelum Sang Prabu melanjutkan ucapannya,
dari pekarangan paseban datang tergopoh-gopoh beberapa
orang. Ketika Ginggi melirik, ternyata yang datang adalah
Pangeran Yogascitra, diiringi Banyak Angga dan beberapa
perwira kerajaan. Dengan sopan tapi dilakukan dengan tergesa-gesa,
Pangeran Yogascitra memasuki ruangan paseban, beringsut
dan menyembah. "Ada apakah Pamanda?" tanya Sang Prabu.
"Ampun beribu ampun Paduka, hamba memang terlalu
tua untuk melakukan tindakan cepat. Kita terlambat
menangkap Pangeran Jaya Perbangsa?" kata Pangeran
Yogscitra sambil tetap menyembah hormat.
"Apakah Jaya Perbangsa berhasil melarikan diri?" tanya
Sang Prabu mengerutkan dahi.
"Tidak melarikan diri. Dia kami dapatkan sudah tergolek
kaku di purinya," ujar Pangeran Yogascitra.
"Mati?" tanya Sang Prabu.
"Begitulah?" "Bunuh diri?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba kira begitu, sebab ada cupu (botol kecil) berisi
cairan racun di tangan kanannya," kata Pangeran
Yogascitra. Sang Prabu mendengus kecil sambil kepalan tangan
kanannya menopang dagu. Ginggi melirik meneliti wajahwajah perwira pengawal Raja. Namun tidak seorang pun
berubah mimik. Mereka menunduk tetap bersila dengan
tubuh tegak. Ginggi kagum karena mereka bisa menjaga
penampilan. Padahal kalau di antara mereka terdapat kakitangan Ki Banaspati, seharusnya ada perubahan wajah
karena terkejut mendengar sekutu Ki Banaspati mati.
"Aku percaya pada Jaya Perbangsa, mengapa dia tega
berkhianat padaku?" gumam Sang Prabu.
"Kita harus lebih hati-hati, sebab Pakuan sudah dipenuhi
oleh orang yang akan mencelakakan anda, Paduka?" kata
Pangeran Yogascitra. Sang Prabu mengangguk-angguk, "Mengapa ada orang
yang ditakdirkan tidak setia kepada Raja, padahal para
wiku selalu berkata raja adalah pilihan Sang Rumuhun?"
gumam lagi Sang Prabu. "Raja memang dipilih oleh Sang Rumuhun. Tapi Raja
juga bisa didera bermacam-macam godaan. Kalau Raja bisa
menahan godaan, semuanya akan aman dan tak akan ada
lagi orang memalingkan kesetiaan, Paduka?" kata
Pangeran Yogascitra. "Aku tahan akan berbagai godaan. Sejak aku jadi perwira
dalam mengawal Ayahanda Ratu Dewata, sudah banyak
godaan mendera, tapi aku selalu lolos dari bahaya maut,"
kata Sang Prabu. "Terima kasih bila Paduka sadar akan godaan," gumam
Pangeran Yogascitra. Sang Prabu menangguk-angguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun bagi Ginggi, ucapan Pangeran Yogascitra terlalu
dalam artinya. Bisakah Sang Prabu mafhum akan ucapan
yang tersirat di dalamnya"
"Tadinya aku ingin memanggil Jaya Perbangsa ke balai
penghadapan raja ini dan mempertemukan dia dengan
engkau, Ginggi," ujar Sang Prabu sambil melirik ke arah
Ginggi. Membuat pemuda itu terkejut setengah mati. Baru
sekarang dia tahu bahwa dirinya akan dijadikan sebagai
saksi atas perbuatan Pangeran Jaya Perbangsa.
"Sekarang Jaya Perbangsa mati bunuh diri. Hanya
menandakan bahwa dia memang bersalah, atau sekurangkurangnya, ada sesuatu gerakan yang dia tak mau orang
lain tahu. Tapi menurut Pamanda Yogascitra, tadi malam
engkau menghubungi Jaya Perbangsa dan melakukan
beberapa percakapan penting. Coba kau terangkan, soal apa
yang engkau bicarakan itu?" tanya Sang Prabu menatapnya.
Wajah Ginggi sedikit memucat. Sejenak dia melirik ke
arah Pangeran Yogascitra. Pangeran tua ini sudah melapor
perihal pertemuannya dengan Pangeran Jaya Perbangsa.
Dengan demikian, Raja pun sudah mengetahui bahwa
dirinya punya hubungan dengan Ki Banaspati. Tidakkah ini
membahayakan dirinya"
"Jangan takut, Pamanda Yogascitra sudah menerangkan
perihalmu. Kata Pamanda, mulanya engkau diutus oleh Ki
Banaspati untuk mengirimkan surat rahasia pada Jaya
Perbangsa. Kau juga pernah ditangkap Pamanda tapi tak
terbukti terlibat urusan ini. Karena Pamanda percaya
terhadapmu, maka aku pun sebagai penguasa Pajajaran
akan percaya kamu juga. Ingat, aku seorang raja dan
bertanggung jawab menjaga keutuhan negri. Tapi engkau
pun sebagai penghuni negri dan apalagi sebentar lagi akan
diangkat menjadi ksatria di Pakuan, harus juga ikut
bertanggung-jawab menyelamatkan negri dari kehancuran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kau katakan sejujurnya tentang apa-apa yang telah engkau
ketahui," ujar Sang Prabu lagi.
Ginggi termenung mendengar keinginan Raja ini. Ini
sebuah permintaan berat sebab akan membahayakan
keselamatan dirinya. Sekarang, di ruangan paseban yang hanya dihuni
beberapa puluh orang, sebenarnya dia telah dihimpit oleh
beberapa kekuatan. Sekurang-kurangnya di ruangan
paseban ini terdapat tiga kekuatan, yaitu kelompok yang
sudah dipengaruhi Ki Banaspati, kelompok yang telah
memalingkan kesetiaan terhadap Raja, dan yang terakhir
kekuatan Sang Prabu itu sendiri. Belum lagi tentang
kehadiran Purbajaya yang jelas-jelas tidak berfihak pada
Raja tapi yang Ginggi belum tahu, berada di fihak mana
sebetulnya pemuda itu berada.
Ginggi bingung sebab tidak bisa memilih. Bila
melaporkan semua yang diketahuinya, berarti sudah
memihak kepada Raja dan akan berhadapan dengan
kekuatan lainnya, atau dengan tiga kekuatan yang ada di
ruangan itu kalau Purbajaya mau Ginggi hitung. Tapi kalau
Ginggi bungkam, berarti harus membiarkan banjir darah di
Pakuan. Padahal sudah sejak awal dia mengukuhkan sikap
untuk tak berfihak kepada siapa pun. Tapi keadaan ini
benar-benar menjepitnya. Sebab kendati dia tak mau
memihak, tapi Ginggi pun tak mau ada peperangan.
Melihat Ginggi seperti bimbang, dengan alis berkerut
Sang Prabu mengulang pertanyaannya untuk kedua kalinya.
"Mengapa engkau diam" Atau, tidakkah penilaian
Pamanda Yogascitra keliru?" kata Sang Prabu lagi dan
nadanya mulai tak senang.
"Hamba akan uraikan yang hamba ketahui asal dengan
sesuatu syarat," kata Ginggi secara tiba-tiba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah persyaratan itu?" tanya Sang Prabu.
"Paduka harus memenuhi keinginan hamba."
"Ya, sebutkan, apa itu?" kat Sang Prabu lagi tak sabar.
"Paduka harus berjanji untuk dua keputusan!" kata
Ginggi. "Bedebah! Tak biasa aku ditekan seperti ini. Anak muda,
apa kedudukanmu di sini?" kata Sang Prabu berang dan
wajahnya merah padam. Ginggi masih duduk bersila
dengan tenang. Dia melirik meneliti sikap para perwira
yang duduk bersila berderet di kiri kanan Sang Prabu. Ada
sebanyak duabelas perwira pengawal yang nampak turut
melotot marah melihat kelancangan Ginggi ini. Tapi
sepuluh orang lagi, termasuk di antaranya yang duduk di
belakang Pangeran Yogascitra berwajah biasa kecuali
menatapnya dengan perasaan tegang.
Ginggi memutar otak dan mulai dapat menduga, mana
perwira yang bersetia dan mana yang sudah dipengaruhi
fihak lain. "Hamba bukan siapa-siapa dan tak mempunyai peran
penting di sini. Jadi bila Paduka tak mau memenuhi dua
syarat yang hamba ajukan tidak apa dan hamba akan keluar
dari ruangan ini," kata Ginggi menyembah takzim dan akan
segera berjingkat. "Tunggu!" teriak Sang Prabu.
Ginggi kembali duduk tegak dan mencoba menatap Sang
Prabu. Ornamen emas yang ada di kiri-kanan susumping
(perhiasan kuping) bergoyang-goyang memantulkan cahaya
gemerlapan dan mahkota yang juga sama terbuat dari emas
bertahtakan zamrud dan mutiara keindahannya tak sanggup
menutupi wajah keruh Sang Prabu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah kukatakan, aku tak biasa ditekan oleh ikatan janji
atau pun persyaratan. Tapi mengingat ini urusan
keselamatan negara, maka aku sebagai Raja Pakuan mau
merendahkan diri untuk mengikuti keinginanmu. Coba kau
katakan apa dua persyaratan yang engkau inginkan," kata
Sang Prabu akhirnya. Ginggi menghela napas lega mendengar ucapan Sang
Prabu ini. Namun ketika matanya mengerling ke samping,
wajah Purbajaya kelihatan murung dan sedikit pucat. Apa
boleh buat, pikir Ginggi.
"Syarat pertama, hamba mau menjelaskan situasi di
Pakuan akhir-akhir ini, asalkan Paduka mau mengubah
sikap dan kebijaksanaan. Semua perubahan sikap dan
kebijaksanaan Paduka penting untuk mengembalikan
keadaan ke arah hal-hal yang diinginkan semua fihak," kata
Ginggi menatap Sang Prabu. Yang ditatap balik menatap.
Dan Ginggi menunduk karena sorotan mata Sang Prabu
demikian tajam dan seperti sulit untuk dilawan.
Hening sejenak, sehingga bunyi tonggeret, sejenis
binatang serangga yang ada di pepohonan beringin
terdengar nyata. "Sabda wiku paraloka (akhli kebatinan) sikap Raja
haruslah seuseug keupeul lega aur, tenget suling
panyaweuyan, teuas peureup leuleus usap (Tegas tapi
bijaksana). Sebetulnya aku harus bicara seperlunya. Tapi
bicara terlalu singkat, ucapanku selalu salah diartikan
aparatku. Aku pun harus teliti memilih laporan dan
pengaduan. Namun terkadang ada laporan yang dipalsukan
dan aku terkecoh mempercayainya. Dan karena banyak hal
tak benar terdengar sampai ke telingaku, maka terpaksa aku
harus memilih teuas peureup (bertindak tegas) tanpa
mengikutsertakan sikap leuleus usap (bijaksana, welas
asih)," ujar Sang Prabu sesudah lama merenung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian Sang Ratu Sakti bersabda lagi, "Kuakui,
tindakanku selalu keras, aku mudah menghukum kepada
orang yang dianggap salah, tapi juga tak segan-segan
memberi penghargaan kepada yang dianggap berjasa. Kalau
yang kau maksud, aku harus mengubah sikap kerasku,
kurasa sulit sekali terkabul. Kau harus maklum anak muda,
sekarang zaman keras. Hanya yang berhati baja yang bisa
bertahan. Bukan berarti sikap welas asih tak berlaku lagi,
tapi cara mengasihi kehidupan sekarang tak dilakukan
dengan lemah-lembut. Sikap Ayahandaku Sang Ratu
Dewata yang welas asih dan lemah-lembut diartikan salah
sebagai jiwa yang lemah, sehingga musuh dari luar tidak
merasa jerih, begitu pun aparat dan ambarahayat. Kalau


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau mau bertanya kepada bujangga (akhli sejarah), akan
begitu jelas, betapa Pajajaran banyak diserang musuh dari
luar karena kepemimpinan waktu itu dianggap lemah."
Sang Prabu Sakti dadanya turun naik karena terlalu
banyak berbicara. Dan suasana amat hening ketika beliau
menghentikan ucapannya sambil menatap tajam pemuda
itu. "Coba kau sebutkan syarat yang kedua!" ucap Sang
Prabu kemudian. Ginggi kembali menatap Sang Prabu, "Syarat yang
kedua"ampuni Ki Darma dan Paduka harus mencabut
tuduhan bahwa Ki Darma pengkhianat dan pemberontak!"
kata Ginggi nyaring. Mendengar ucapan ini, semua orang nampak terkejut
dan sama membelalakkan mata, kecuali Pangeran
Yogascitra dan Purbajaya nampak tenang.
Namun Ginggi merasa heran sebab mimik wajah Sang
Prabu tak berubah. Beliau hanya menatap tajam secara
terus-terusan saja terhadap Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah aku duga, engkau punya hubungan dengan Ki
Darma. Ucapan-ucapanmu itu tajam, menyakitkan dan
mudah membuat orang tersinggung, anak muda," ujar Sang
Prabu. "Persis seperti apa yang gemar diucapkan oleh Ki
Darma," sambung Sang Prabu lagi.
"Sepuluh tahun hamba bersamanya di Puncak Cakrabuana, Paduka," kata Ginggi, sengaja menyebutkannya agar Sang Prabu ingat dirinya pernah
memerintahkan pasukan perwira untuk menyerbu Puncak
Cakrabuana. Ucapan Ginggi hanya ditanggapi Sang Prabu dengan
tatapan matanya disertai beberapa kerutan di dahi. Dan
untuk beberapa lama suasana menjadi hening kembali.
"Rupanya tak ada keputusan penting di sini. Maafkan,
hamba akan meninggalkan paseban," kata Ginggi menyembah dan mengangkat tubuhnya hendak berlalu.
"Tidak semudah itu engkau meninggalkan tempat ini,
anak muda!" kata Sang Prabu.
"Apakah hamba pun masuk dalam tuduhan memberontak juga, Paduka?" tanya Ginggi menatap Sang
Prabu dengan berani. "Jalan pikiran Ki Darma membahayakan ketentraman
negri sebab meresahkan dan menimbulkan gejolak pro dan
kontra di kalangan pejabat istana. Aku kenal Ki Darma
sejak kami sama-sama menjadi perwira pengawal Raja.
Betapa bahayanya ucapan-ucapannya. Dan itu bisa
merongrong kewibawaan Raja," kata Sang Prabu lagi.
"Barangkali Paduka lupa, di mana baru saja mengatakan
sikap Paduka, bahwa kasih sayang sekarang tidak dilakukan
dengan lemah-lembut. Ki Darma hanya melontarkan kritik
pada keadaan yang tengah berlangsung dan kritik tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama dengan pemberontakan. Kritik hanyalah sebuah kasih
sayang yang dilakukan secara keras. Itu juga sebenarnya
yang dilakukan Paduka terhadap bawahan dan rakyat
Paduka," ujar Ginggi.
Merah-padam wajah Sang Prabu mendengar ucapan
Ginggi ini. Dadanya turun-naik menahan gelora hatinya
dan matanya memandang tajam kepada pemuda itu.
Ginggi kini tak menggubrisnya dan segera akan berlalu.
Namun Sang Prabu bangun berdiri. Sambil menuding ke
arah Ginggi beliau berseru, "Tangkap pemuda itu!"
Dari duapuluh pengawal hanya duabelas perwira yang
serentak berdiri, sedangkan yang lainnya masih duduk
bersila dengan punggung tegak.
Keduabelas perwira segera menghambur dan mengepung. Tapi Ginggi kini lebih pengalaman lagi. Dia
sudah kenal, para perwira pandai taktik berkelahi yang
sifatnya beregu. Mereka punya formasi tempur, baik
menyerang mau pun bertahan. Dan pemuda itu tak mau
meladeninya sebab pernah merasakan dan pernah
dikalahkan oleh taktik kepungan asu-maliput di Puri Bagus
Seta beberapa waktu lalu.
"Kalau akan melumpuhkan ular, maka tangkaplah
kepalanya," kata Ki Darma ketika di Puncak Cakrabuana.
Ginggi ingat pepatah ini. Maka pada kesempatan inilah
teori Ki Darma akan dilaksanakan. Jadi, ketika beberapa
pengawal menghambur ke depan, Ginggi bukan melayaninya, melainkan meloncat tinggi, bersalto beberapa
kali melewati kepala-kepala mereka.
Rupanya semua orang tak menduga kenekatan Ginggi,
sehingga nampaknya para perwira lebih nampak kaget
ketimbang melakukan satu tindakan. Bagaimana tak kaget,
sebab Ginggi yang jungkir balik beberapa kali itu, tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergerak ke arah di mana Sang Raja berdiri. Sebelum semua
orang sadar apa yang terjadi, Ginggi sudah berdiri tepat di
belakang Sang Prabu. Tangan kiri Ginggi mencengkram
pakaian di bagian pundak Sang Prabu, sedangkan tangan
kanan siap menghantam batok kepala penguasa Pakuan itu.
"Semua berhenti bila tak ingin keselamatan Raja
terancam!" teriak Ginggi. Tindakan ini mungkin keterlaluan, tapi inilah satu-satunya cara agar dia
terlindungi. Semua perwira kini berdiri seperti patung, tak terkecuali
delapan orang perwira yang sejak tadi hanya duduk bersila
dengan wajah tegang. Dalam suasana seperti ini mata Ginggi terkuak lebar dan
bisa mengenal semua orang. Mana yang berfihak kepada
Sang Prabu Ratu Sakti dan mana yang sudah berpaling,
nampak jelas kelihatan. Duabelas perwira nampak berdiri
dengan sikap siaga, tubuh menggigil menahan kemarahan
dan mata melotot serta gigi berkerot. Namun yang lainnya
hanya berlaku siaga saja tapi tidak menampakkan mimik
tertentu. Pangeran Yogascitra nampak berwajah pucat. Sambil
berdiri dengan tubuh bergetar dia berseru agar Ginggi tak
melakukan tindakan seperti itu.
"Ginggi, apa pun yang dilakukan Ki Darma, sebenarnya
dia orang yang amat menghargai Raja dan tak pernah
berniat mencelakakan Raja. Lepaskan Sang Prabu! Jangan
kotori perjuangan Ki Darma dengan perbuatan tercela
seperti itu!" teriak Pangeran Yogascitra.
Ginggi tersentak mendengar ucapan ini. Pangeran
Yogascitra memang amat mengingatkannya, bahwa selama
Ki Darma berbicara perihal rasa kecewanya, tidak secuil
pun dia mengakui membenci Raja, apalagi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memerintahkannya untuk mencelakai Raja. Ki Darma tak
menyuruhnya melakukan pemberontakan atau menyingkirkan Raja, jadi kalau sekarang dia bertindak
kasar terhadap Raja, akan dianggap keterlaluan dan tidak
sesuai dengan keinginan Ki Darma. Ingat ini, Ginggi segera
akan melepaskannya. Namun sebelum dirinya pergi
menjauh dari tempat di mana Raja berdiri, Ginggi dengan
kaget melihat gerakan yang dilakukan Purbajaya secara
tiba-tiba. "Jangan lepaskan dia!" teriak Purbajaya sambil meloncat
ke depan. Sepasang kaki Purbajaya terpentang lebar dan kedua
belah tangan diayun ke depan. Ginggi berteriak kaget sebab
pemuda itu menghunjam pukulan jarak jauh yang
dikerahkan dengan kekuatan penuh. Serangan itu diarahkan
ke dada Sang Prabu dan jelas-jelas tujuannya hendak
membunuh Raja. Ginggi mendorong tubuh Sang Prabu ke samping
sehingga jatuh terjerembab.
(O-anikz-O) Cinta Berjatuhan "Hiaaattt!!!" teriak Ginggi mengerahkan tenaga dalam
dan sepasang telapak tangannya dibuka lebar menahan
serbuan Purbajaya. Terdengar suara benturan keras.
Purbajaya menjerit ngeri dan tubuhnya terpental ke
belakang. Dia berguling-guling beberapa kali dan akhirnya
telentang dengan mulut penuh darah segar.
Ginggi pucat wajahnya sebab ini sesuatu yang di luar
dugaannya. Namun pemuda itu tak boleh tinggal berlamalama di sana, sebab Sang Prabu sudah bebas dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kungkungannya. Maka sebelum bahaya mengancam, dia
segera meloncat amat cepatnya. Tubuh Purbajaya dia buru,
kemudian diangkat dan dipanggulnya di bahu kirinya.
Ginggi meloncat beberapa kali dan berlari menjauhi tempat
itu. Tidak ada yang melakukan pengejaran. Ini karena di
halaman paseban sebenarnya telah terjadi pula pertempuran
kecil. Ginggi bisa menduga, pertempuran terjadi antara para
perwira yang setia terhadap Raja dan perwira-perwira yang
sudah membelot. Para pembelot mungkin melakukan
tindakan untuk mencegah Ginggi melarikan diri, atau untuk
menyelamatkan Purbajaya. Atau, entah apalah, sebab
pemuda itu masih menduga-duga, apakah para pembelot itu
anak buah Ki Banaspati ataukah teman-teman Purbajaya.
"Masuk"masuk ke bangunan itu"!" perintah Purbajaya
di antara erang kesakitannya.
Ginggi memasuki sebuah bangunan seperti tempat orang
memuja. Ketika sudah berada di dalam hanya mendapatkan
sebuah batu bertulis. Ada huruf palawa berjumlah sembilan
baris. Ketika Ginggi membacanya, itu merupakan sebuah
peringatan atau kenang-kenangan perihal kebesaran Sri
Baduga Maharaja, ditulis oleh putranya Sang Prabu
Surawisesa pada tahun 1533 atau delapan belas tahu lalu
sebelum hari ini. Batu bertulis ini disimpan di sebuah
bangunan tertutup dan bercungkup. Banyak bunga dan
wewangian bertebaran di sekitar batu bertulis itu.
Menandakan bahwa tempat ini kerapkali dikunjungi tapi
oleh orang-orang tertentu saja, mengingat tempat ini
demikian tertutupnya. "Turunkan aku," keluh Purbajaya.
Ginggi menurunkan tubuh pemuda itu. Dibaringkan di
lantai tanah secara terlentang dan diurut-urut dadanya.
Namun pemuda itu menolaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biarkan aku mati?" gumam pemuda itu.
"Jangan mati. Kalau engkau mati, aku akan amat
berdosa, Raden?" kata Ginggi khawatir dan penuh sesal.
"Biarkan aku mati"Hidupku tak berharga," keluh
pemuda itu menyeka sisa darah di ujung bibirnya.
"Raden" mengapa engkau hendak membunuh Sang
Prabu?" tanya Ginggi penasaran.
"Karena engkau tidak jadi membunuhnya!"
"Aku memang tak berniat membunuh Raja!"
"Raja sepatutnya dibunuh!"
"Mengapa?" "Banyak dosa-dosanya. Bagi rakyat Pajajaran, Raja
dianggap telah melanggar aturan moral. Dia selalu
memaksakan kehendaknya untuk mengawini wanita
larangan. Kau akan berjasa bila bisa membunuh Raja?"
kata Purbajaya sambil menahan rasa sakitnya.
Aku akan berjasa membunuh Raja yang berdosa
melanggar aturan moral" Mengapa aku harus menghukum
seseorang yang padahal aku sendiri pun sama pernah
bersalah dan sama pernah melanggar aturan moral, pikir
Ginggi tak mengerti akan ucapan Purbajaya
"Tidak! Aku tidak akan punya jasa apa-apa hanya karena
membunuh Raja. Aku bahkan akan semakin berdosa!" kata
Ginggi lantang. Wajah Purbajaya nampak murung
mendengar ucapan Ginggi ini.
"Engkau membingungkan aku. Sikapmu dan posisimu,
ada di manakah sebenarnya?" gumam pemuda itu seraya


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetap memegangi dadanya yang mungkin dirasakan amat
sakit. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa engkau merasa bingung hanya karena aku tak
mau membunuh Raja" Yang harus dibuat pikir, malah
orang yang ingin membunuh sesama. Aku pernah dengar
ucapan Ki Rangga Guna, murid Ki Darma, bahwa bukan
kita yang menghidupkan makhluk di dunia, maka kita pun
tak berhak membunuhnya," kata Ginggi.
Nampak Purbajaya mengatupkan mata.
"Aku malu padanya"aku malu pada Ki Rangga
Guna?" ucapnya. "Engkau sudah mengenalinya?" Ginggi heran menatap
wajah pemuda itu yang kini kian memucat.
"Ya"aku kenal dia"aku kenal dia"!" gumam pemuda
itu semakin payah berbicara.
"Raden!"Raden!?"
Ginggi mengguncang-guncang tubuh pemuda itu. "Ginggi"terima kasih!" gumam pemuda itu lagi. Serasa
dingin tengkuk Ginggi mendengar gumaman pemuda itu.
Ginggi menganggap kesadaran Purbajaya telah mulai
menurun. Ginggi berduka dan selalu penuh sesal, sekaligus
juga merasa berdosa. Dia tahu, sebenarnya kepandaian
pemuda ini tidak terlalu tinggi. Namun karena Ginggi
merasa kaget melihat Purbajaya menyerang dan hendak
membunuh Raja secara tiba-tiba, maka serentak Ginggi pun
menolak serangan pemuda itu dengan kekuatan penuh.
Akibatnya, tenaga dalam pemuda itu menghantam dirinya
sendiri. Ginggi tahu, luka dalam pemuda ini amat parah
dan sulit ditolong. Ini semua gara-gara dia. Kalau pemuda
itu tewas, Ginggi berdosa.
"Ginggi"terima kasih"engkau berjasa" engkau berjasa?" gumam pemuda itu datar dan dingin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Raden, sadarlah! Sadarlah!" Ginggi mengguncangguncang tubuh pemuda itu.
"Bila tak kau cegah, maka aku akan melakukan
pembunuhan. Padahal dalam agamaku, membunuh karena
benci adalah dosa"Apalagi"apalagi rencana pembunuhan
itu hanya karena dasar cemburu?" gumam pemuda itu.
Ginggi mengerutkan dahi. Tidak. Pemuda ini masih
memiliki kesadaran. Tapi mengapa kata-katanya begitu
aneh" "Engkau mau membunuh Raja karena cemburu?"
"Aku sakit hati"Raja begitu berkuasa untuk mengambil
dan menolak cinta"Nyimas Banyak Inten, dia hancurkan
hidupnya. Begitu gampangnya Raja menyuruh gadis itu
masuk mandala ?" ujar Purbajaya memejamkan mata dan
terengah-engah. Tubuh Purbajaya semakin melemah, begitu pun detak
jantungnya. "Raden!"Raden!?"
"Ginggi " Kau pergilah kemandala, temui Nyimas
Banyak Inten"Katakan padanya"katakan padanya?"
"Raden, apa yang harus aku katakan?"
Mulut Purbajaya berkomat-kamit. Dia masih ingin
berbicara tapi gerakan mulutnya sudah amat sulit. Ginggi
mencoba mendekatkan telinganya ke bibir pemuda itu.
"Katakan padanya"aku"aku mencintainya"Allohu
Akbar?" Ginggi tersentak karena terkejut. Terkejut oleh kematian
pemuda itu dan terkejut karena ucapan terakhirnya.
Purbajaya mengucapkan sebuah kalimat yang Ginggi kenal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai kalimat suci yang biasa diserukan pemeluk agama
baru. Ginggi sedikit tergoncang jiwanya. Purbajaya yang
dalam kesehariannya tidak terlalu menonjol, kurang banyak
mengemukakan pendapat dan selalu bicara apa adanya,
ternyata banyak memendam rahasia. Dia mengenal Ki
Rangga Guna, dia pemeluk agama baru dia"mencintai
Nyimas Banyak Inten. Hanya karena cintanya pada gadis
itu dia nekad akan membunuh Raja. Pantas saja pemuda itu
seperti mendorongnya untuk melaksanakan perintah Ki
Banaspati. Dan ketika ternyata Ginggi tidak melakukan
apa-apa pada kesempatan paling baik, Purbajaya hendak
turun tangan sendiri untuk membunuh Raja.
"Ah"malang sekali nasibmu, Raden?" keluh Ginggi
seorang diri. Pemuda itu harus menunggu malam tiba untuk
menyampaikan amanat Purbajaya. Mandala adalah sebuah
asrama tempat pendeta wanita berkumpul. Kata Purbajaya,
Nyimas Banyak Inten ada di sana dan Sang Prabulah yang
memerintahkan gadis itu untuk menjadi seorang pendeta
yang kerjanya mempelajari ilmu-ilmu yang jauh dari urusan
duniawi. Kata Purbajaya, Sang Prabu bersalah menyuruh
Nyimas Banyak Inten memasuki mandala. Raja sudah
menjauhkan harapan-harapan hidup gadis itu hanya karena
kecewa melihat peristiwa aib yang menimpa gadis itu.
Purbajaya marah menerima kebijaksanaan Sang Prabu.
Barangkali pemuda itu menginginkan, seandainya Raja
batal mempersunting Nyimas Banyak Inten, maka tak
perlulah mengirim gadis itu kemandala. Purbajaya diamdiam mencintai gadis itu. Sekarang dengan masuknya
Nyimas Banyak Inten ke pusat para pendeta, artinya sudah
tertutup harapan untuk mendekatinya. Itulah pangkal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemarahan Purbajaya sehingga akhirnya nekat hendak
membunuh Raja. Ginggi amat berduka mengingatnya. Cinta memang
membutakan segalanya. Cinta juga membuat hati menjadi
duka. Paling tidak sekarang ini yang tengah dirasakan
Ginggi. "Kalau engkau masih hidup, mungkin engkau akan
kaget, sebab aku sendiri pun mencintai Nyimas Banyak
Inten?" keluh Ginggi sambil menatap wajah pucat-pasi
Purbajaya yang sudah tak bergerak itu.
Ketika malam sudah tiba, Ginggi merawat dan
membenahi tubuh Purbajaya, membaringkannya di sudut
ruangan. Sesudah itu, dengan berindap-indap pemuda itu
keluar dari ruangan bercungkup.
Ginggi harus begitu hati-hati, sebab ternyata di beberapa
tempat didapati kelompok-kelompok prajurit dan nampaknya mereka tengah melakukan pencarian. Dirinyakah yang mereka cari" Mungkin hanya dirinya,
mungkin juga lebih banyak lagi. Sang Prabu pasti sudah
mengetahui, bahwa dengan kejadian di paseban berarti
sudah ada unsur-unsur yang melawan Raja di kalangan
istana. Ginggi khawatir, bagaimana dengan nasib Pangeran
Yogascitra" Karena tindakan Purbajaya, Pangeran itu pasti
dituduh ikut terlibat. Kalau Raja demikian marah dengan
peristiwa siang tadi, ada kemungkinan Pangeran Yogascitra
ditangkap pemerintah. Memikirkan hal ini, Ginggi menjadi
amat berduka. Kemelut di Pakuan ini semakin menjlimet
dan terus memanjang. Pangeran Yogascitra mungkin benar
terlibat mungkin tidak. Tapi kemarahan Sang Prabu
terhadap pangeran tua itu pasti terjadi karena perkara
Purbajaya dan perkara dirinya. Tadi sudah dia saksikan,
Sang Prabu tak mau memaafkan Ki Darma yang
dianggapnya membuat keresahan dan menurunkan wibawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raja karena kritik-kritiknya. Dengan demikian sikap Sang
Prabu juga jelas, akan menganggap kepada setiap yang
memiliki hubungan dengan Ki Darma adalah orang yang
harus diburu. Ginggi harus meloncat ke atas wuwungan dan berjalan di
atap sebab bila melakukan perjalanan biasa, akan amat
mudah berpapasan dengan pasukan penjaga. Untung sekali
bulan tertutup awan. Cahaya bulan, hanya akan muncul
sebentar lagi. Ginggi yakin karena awan di langit begitu
tebal. Ginggi sudah tahu di mana letak paseban. Tempat itu
agak terpencil, yaitu agak diujung setelah bale watangan
(ruang peradilan) danbale tulis (ruang administrasi).
Mandala atau ruangan dan bangunan tempat berkumpulnya
para wiku wanita terpaut jauh agak terpencil, mungkin
untuk mendapatkan suasana tenang.
Ginggi harus berlari mengunakan ilmumencek-mesat,
sebuah ilmu berlari cepat yang diberikan Ki Darma untuk
mencapai bangunan mandala dengan cepat. Ini karena
bangunan itu terpisah oleh lapangan yang cukup terbuka.
Mencek-mesat adalah ilmu lari yang dilakukan dengan
pengarahan tenaga dalam. Langkah kaki saking cepatnya
seperti putaran roda dan hampir-hampir tak menapak tanah
saking cepatnya. Bila dilihat oleh mata orang awam,
gerakan berlari tak mungkin terikuti, kecuali hanya
menyerupai sebuah bayangan melesat saja.
Ginggi langsung saja memasuki pintu yang selamanya
selalu terbuka sebab tak ada sesuatu yang dirahasiakan di
sana. Hanya bedanya, ke mandala tak boleh sembarangan
masuk, apalagi kaum lelaki. Penghuni mandala semuanya
wanita semata, yaitu wanita yang sudah benar-benar ingin
meninggalkan kehidupan duniawi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi, benarkah demikian yang dikehendaki Nyimas
Banyak Inten" Ginggi berduka mengingatnya. Bagi gadis
itu, sebenarnya masih banyak rencana hidup yang musti dia
jalani. Mengapa Sang Prabu begitu kejam memasukkan
gadis itu kemandala " Ini pula yang jadi kemarahan
Purbajaya sehingga akhirnya nekat berusaha membunuh
Raja. Semua penghuni asrama pendeta wanita itu terkejut
setengah mati. Mereka semua tak memiliki kepandaian
khusus, sehingga tidak sanggup merasakan kehadiran
Ginggi jauh sebelumnya. Hanya tiba-tiba saja mereka
melihat seorang pemuda berdiri di sana, persis seperti
kehadiran makhluk gaib saja.
"Jangan kaget dan panik, saya tidak akan berbuat jahat.
Saya hanya ingin menemui Nyimas Banyak Inten?" kata
Ginggi pelan dan sopan agar penghuni asrama tidak merasa
ketakutan. "Aku sendirilah Banyak Inten?" gumam seseorang
berkerudung putih. Semua penghuni memang menggunakan pakaian putih. Beberapa di antaranya
kepalanya dikerudung sehingga wajahnya sulit dikenal.
Kerongkongan Ginggi seperti tersekat karena kesedihan
yang sangat. Betapa tidak, sebenarnya dia amat mencintai
gadis itu. Tapi putri Bangsawan Yogascitra yang dulu
anggun, cantik jelita dengan sorot mata berbinar dan
senyum kecil berlesung pipit, sekarang seperti hilang lenyap.
Kehalusan kulit wajahnya masih terlihat nyata, namun
warna putihnya begitu pucat. Sorot matanya sayu dan
sepasang pipinya tak ranum lagi.
Nyimas Banyak Inten begitu kurus tak bercahaya.
Hanya dalam jangka waktu satu bulan saja segalanya
berubah banyak. Wajah gadis itu seperti maju belasan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahun. Nyimas, nasibmu benar-benar malang, keluh Ginggi
dalam hatinya. "Sebetulnya amat tabu kaum lelaki memasuki asrama
pendeta wanita. Tapi engkau seperti memendam satu
keperluan amat penting. Paling tidak untuk kepentingan
bagimu sendiri. Bicaralah seperlunya, barangkali para
pendeta yang ada di sini tak keberatan mendengarnya," kata
Nyimas Banyak Inten dengan suara halus.
Ginggi melirik ke kiri dan kanan, di sana ada belasan
wanita yang kebanyakan usianya di atas Nyimas Banyak
Inten. Namun nampak sekali ada rasa hormat kepada gadis
itu. "Nyimas, saya tak bisa mengemukakan keperluan saya di
hadapan banyak orang," Ginggi seperti salah tingkah.
"Semuanya orang sendiri dan tak ada sesuatu yang harus
dirahasiakan di sini?" sahut gadis itu masih dengan suara
halus. Ginggi menghela napas. "Baiklah kalau begitu?" gumam Ginggi. "Ada berita
sedih, Raden Purbajaya telah tewas?" kata Ginggi.
Gadis itu membelalakkan matanya sejenak, kemudian
mengatupkannya. Sambil menunduk dia merapatkan kedua
tangannya dan mulutnya komat-kamit, berdoa. Nampak
semua pendeta lain pun ikut berdoa.
"Dia sahabat saya dan pengawal saya ketika masih di
luarmandala, Tak disangka, dialah yang lebih dahulu
membebaskan diri dari kesengsaraan dunia?" gadis itu
masih merangkapkan sepasang tangannya yang halus.
"Nyimas"ada amanatnya sebelum dia menghembuskan
napasnya yang terakhir," kata Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyimas Banyak Inten membuka matanya.
"Cintanya hanya untukmu?" lanjut Ginggi.
Gadis itu masih menatap Ginggi tapi sorot matanya
semakin sayu. "Adalah anugerah semua manusia diberkati cinta. Tapi


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mari kita kembalikan rasa cinta itu kepada yng
memberiNya agar rasa cinta tak membuat nestapa," kata
Nyimas Banyak Inten kembali merangkapkan sepasang
tangannya. Ginggi menatap tindak-tanduk gadis itu dengan perasaan
tidak menentu. Ada perasaan sendu dalam hatinya dan
terasa pahit serta pedih.
"Kau kembalilah, Ginggi. Kami semua akan berdoa agar
arwah Kakanda Raden Purbajaya mendapatkan kesentausaan di alam sana?" gumam gadis itu.
Ginggi tetap berdiri mematung. Ribuan kata akan dia
serahkan kepada gadis itu. Tapi lidahnya mendadak kelu
dan kerongkongannya seperti tersumbat. Semua maksud
hatinya serasa terbendung oleh sikap gadis itu yang berubah
drastis. Kembali Nyimas Banyak Inten menyuruh Ginggi
meninggalkan asrama, tapi Ginggi masih berdiri mematung
sambil tatapannya menyorot tajam pada mata gadis itu.
"Masih ada lagi yang akan engkau sampaikan, Ginggi?"
tanya Nyimas Banyak Inten.
"Saya "mencintaimu!" kata Ginggi pendek. Gadis itu
sedikit membelalakkan matanya, namun kemudian menunduk dan tersenyum kecut.
"Ini nasibku. Tapi juga anugerah. Dari mulai raja, para
ksatria sampai badega (jongos) berkata cinta padaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi, mari kita sama-sama memuji syukur kepada
keagungan Sang Rumuhun Hyang penguasa jagat raya,
bahwa semua orang diberi perasaan cintanya. Kuterima
cintamu sebagaimana aku mencintai dan dicintai oleh
semua pendeta di sini. Hidup manusia memang harus saling
kasih-mengasihi jauh dari perasaan iri dan dengki?"
Nyimas Banyak Inten merangkapkan kedua belah telapak
tangannya dan berdoa komat-kamit.
"Nyimas, cinta saya adalah seorang lelaki kepada
wanita?" "Ssssttt"jangan bicara urusan kehidupan duniawi di
sini," potong gadis itu.
"Nyimas, jangan mengubur diri dalam keterasingan. Tak
baik melakukan kehidupan beragama dengan keterpaksaan!" "Tidak ada keterpaksaan di sini."
"Engkau dipaksa Raja karena dia kecewa terhadapmu.
Engkau juga dipaksa kemandala karena hatimu putus asa
dengan cintanya Raden Suji. Dengarkanlah hai wanita
malang, perasaan hatimu terhadap pemuda itu sebetulnya
percuma belaka sebab Raden Suji bukan orang baik-baik.
Kau korbankan cinta sucimu kepada sesuatu yang
seharusnya engkau jauhi!" kata Ginggi setengah berteriak
karena kecewa dan kesal. Sedang yang diajak bicara hanya
tersenyum tipis dengan pandangan mata sayu.
"Itulah kelemahan manusia, merasa diri sendiri lebih
baik dari yang lainnya. Bila ada nafsu dan cemburu serta iri
hati merasuki jiwa, maka pikiran kita tidak terkontrol lagi
dalam memilih benar atau salah," kata gadis itu, benarbenar seperti akhli kebatinan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bicara benar! Engkau telah salah memilih cinta,
sebab Raden Suji orang jahat!" teriak Ginggi.
"Kuburkanlah masa lalu sebab tak akan terulang
kembali," ujar gadis. "Tapi yang penting harus kita simak,
cinta itu memang buta, sebab bukan baik atau buruknya
yang dilihat, melainkan cocok atau tidaknya. Mungkin ada
bujangga dan pohaci bermain cinta sebab mereka sudah
merasa cocok karena mereka adalah dewa dan dewi dari
kahyangan. Tapi seorang penjahat pun punya peluang
untuk menyinta dan dicinta. Ada pencuri di Pakuan yang
begitu sayang dan setianya terhadap istrinya. Dia kasih
makan anak istrinya dari keringat mencuri. Aku ketika itu
tak berani menuding Kakanda Suji lelaki jahat. Mungkin
jahat bagi orang yng merasa dirugikannya, tapi tidak
bagiku. Dia mati karena mencintaiku, mengapa aku harus
membencinya" Tapi aku bersyukur bahwa aku sekarang
masukmandala, Inilah tempat paling damai, jauh dari
keruwetan duniawi. Jangan khawatir, aku tinggal di
mandala bukan membuang diri, melainkan sedang belajar
saling mengasihi dan menjauhkan sikap saling menyakiti,"
kata Nyimas Banyak Inten dengan kata-kata yang tenang
dan lembut, tidak meledak-ledak seperti Ginggi tadi.
Entah apa lagi yang kini bergayut di hati Ginggi kini.
Sedih, kecewa dan kesal sudah bercampur aduk menjadi
satu. Kini dia hanya memandangi wajah gadis itu yang
tertunduk menutupkan kedua matanya dan duduk
bersimpuh sambil merangkapkan kedua belah tangannya.
"Anak muda, cepatlah keluar dan tinggalkan tempat ini.
Kalau kau diketahui penjaga, kau akan mengalami
kesulitan," kata seorang pendeta setengah tua.
Ginggi masih menatap gadis itu sebelum pada akhirnya
dia berlalu dari tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setibanya di luar dia meloncat pergi, berlari kencang
sekencang-kencangnya. Dia memang takut bertemu dengan
para prajurit yang pasti akan menghadangnya. Bukan takut
kalah atau takut mati, tapi dia takut membunuh orang. Ada
kemarahan dan kekesalan tak terkendali, bercampur
menjadi satu dengan duka dan kecewa. Kalau bertemu
dengan penghadang, dia khawatir akan menimpakan
segalanya kepada mereka. Itulah sebabnya Ginggi berlari
secepatnya. Secepatnya, yang penting keluar jauh-jauh dari
Pakuan. Dia ingin pergi, meninggalkan Pakuan jauh-jauh.
Pergi entah ke mana. Yang penting tidak melihat lagi dayo
(ibukota) yang dipenuhi berbagai kemelut ini. Biarkanlah
Pakuan kacau dengan segala kemelut dan permasalahannya. Biarkanlah orang-orang saling jatuhmenjatuhkan dan biarkan pula Raja tewas oleh gerakan
pemberontak dan pembunuh. Biarkan pula perang terjadi!
Biarkan! Biarkan! Dan Brusss!!! Tubuh Ginggi kecemplung ke dalam permukaan air.
Tubuhnya timbul tenggelam dan bergerak terbawa aliran
air. Ginggi tak tahu air apa yang membawanya ini. Dia tak
mau tahu. Mungkin dia akan tenggelam dan akhirnya mati.
Biarlah aku mati saja, biarlah!
Dan tubuhnya memang tenggelam. Mulutnya terkunci,
hidungnya tersumbat. Segalanya tak bisa dipergunakan
untuk menghirup pernapasan.
Tapi Ginggi tak mati. Hanya isi dadanya saja yang
membusung seperti mau meledak. Ini karena dia selalu
menahan napas. Sampai pada suatu saat napasnya tak bisa
ditahan lagi. Dan bersamaan dengan hirupan air yang
masuk ke lubang hidungnya tubuh pemuda itu terantuk
sesuatu yang keras. Dia sedikit gelagapan karena banyak air
memasuki lubang hidungnya. Dengan cepat dia berdiri. Tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terasa memang, dia sudah berada di tepi. Bukan di seberang
sungai, tapi di sebuah gugusan tengah sungai. Kebetulan
bulan keluar dari persembuyiannya, sehingga sinarnya
menerangi alam raya. Bulan itu begitu bundar namun
pucat. Ginggi menatap ke arah gugusan terlihat sebuah
bangunan pasanggrahan. Sekarang dia ingat ada di mana.
Ternyata gugusan ini adalah Pulo Parakan Baranangsiang,
tempat kerabat Raja bersenang-senang menghirup udara
segar dan menyaksikan pemandangan elok. Namun Ginggi
juga ingat, di sinilah Suji Angkara menemui ajalnya.
Ingat ini Ginggi menjadi sedih. Beberapa orang sudah
tewas dan semua karena ulahnya. Paling tidak, dia terlibat
langsung sehingga orang-orang itu mati. Boleh dikata pula,
karena gara-gara dirinyalah orang-orang itu tewas. Suji
Angkara memang dibunuh ramai-ramai oleh para prajurit
kerajaan, tapi pemuda itu begitu mudah dibunuh karena
sebelumnya sudah dibuat tak berdaya olehnya. Purbajaya
bahkan tewas karena adu tenaga langsung dengannya.
Padahal berulang kali dia ingat kata-kata Ki Rangga Guna
bahwa selama manusia tak mampu menghidupkan maka
dia tak berhak membunuh. Ginggi juga malu dan sedih mengingat sikapnya.
Purbajaya tewas karena sikap Ginggi yang ragu-ragu dan
membingungkan orang lain, termasuk membingungkan
Purbajaya. Suji Angkara bahkan tewas karena sikap
cemburu Ginggi terhadap pemuda itu. Dia melumpuhkan
pemuda itu sehingga digunakan peluang oleh para prajurit
kerajaan untuk membunuhnya. Tapi tetap Ginggi yang
punya andil. Bukan karena alasan membela kebenaran,
melainkan karena alasan cemburu yang tak disadarinya.
Ginggi cemburu terhadap Suji Angkara, sebab kendati
pemuda itu jahat, tokh tetap dicintai Nyimas Banyak Inten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi terpukul oleh ucapan gadis itu, bahwa untuk
mencintai seseorang tak melihat baik-buruknya orang yang
dicinta, melainkan adanya kecocokan hati. Seribu kali
Ginggi mengaku orang baik, kalau Nyimas Banyak Inten
tidak menyukainya bisa apa" Ginggi berduka dan merasa
malu. Sebetulnya lancang benar dia berkata cinta kepada
Nyimas Banyak Inten. Disangkanya siapa gadis itu"
Memang benar Nyimas Banyak Inten sudah menjadi
pendeta. Tapi apapun yang terjadi, gadis itu tetap saja
seorang putri bangsawan dan terlalu tinggi untuk bisa
disanding Ginggi. "Ini sebuah anugrah bagiku, dari sejak raja, para ksatria
hingga badega (jongos) mencintaiku?" ucapan Nyimas
Banyak Inten terdengar begitu menyakitkan sebab secara
tak langsung menyadarkan siapa dia dan apa kedudukan
dia. Sakit sekali! Benar, dia hanyalah seorangbadega, sebab
pangkat itulah yang resmi disandangnya. Kalau pun ada
orang mau mengangkatnya sebagai ksatria, itu baru rencana
dan mustahil terlaksana sesudah terjadi peristiwa tadi siang
di paseban istana. "Oh, Ki Darma " engkau membuatku sengsara saja,"
keluh pemuda itu di tepi gugusan.
Ginggi berjingkat dan melangkah menuju bangunan
pasanggrahan. Tubuhnya lelah sekali dan perutnya pun
terasa pedih karena seharian tidak dimasuki makanan
barang sejumput. Pemuda itu membaringkan tubuhnya. Tidur telentang
sambil kepala berbantalkan kedua belah tangannya. Banyak
kemelut di istana yang membuat dirinya pusing tujuh
keliling. Sekarang dirinya baru sadar, betapa berat
sebenarnya amanat yang diberikan Ki Darma. Begitu
beratnya sehingga tak semua orang yang menerima amanat
mengerti akan makna sebenarnya. Ya, Ki Bagus Seta dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Banaspati adalah salah satu pengemban amanat yang
salah menerapkannya. Dan barangkali Ginggi pun
termasuk orang yang tak tahu bagaimana cara melaksanakan amanat tersebut, sehingga akhirnya dia
merasa tak sanggup lagi memikul beban amanat ini.
"Aku akan kembali saja ke Puncak Cakrabuana. Kalau
Ki Darma benar sudah tewas oleh penyerbuan para perwira
Pakuan, aku akan minta maaf karena tak sanggup
mengemban apa yang dia inginkan," gumam pemuda itu
sendirian. Ya, gumamnya dalam hati, aku sudah tak mau
tahu lagi akan keadaan di Pakuan. Silakan orang berusaha
berebut kekuasaan! Silakan orang saling berperang dan
saling bunuh! Dia tak ada kepentingannya sama sekali.
Tak ada kepentingannya" Pemuda itu bangun dan duduk
merenung. Alisnya pun berkerut tanda memikirkan jalan
pikirannya sendiri. Bisa saja perang bukan urusannya dan
dia tak punya kepentingan dengan itu. Tapi, apakah hanya
karena dia tak berkepentingan maka akan tega membiarkan
orang saling bunuh sesamanya" Membiarkan orang saling
bunuh berarti dia setuju pembunuhan. Padahal pendapat Ki
Rangga Guna amat dia hargai bahwa selama manusia tak
sanggup menghidupkan, maka dia tak berhak membunuh.
Dengan begitu, Ginggi pun tetap masih terikat dengan
sebuah kewajiban yaitu mencegah pembunuhan. Perang
jangan sampai terjadi! "Ya, perang jangan sampai terjadi sebab akan
menyengsarakan rakyat!" gumam Ginggi. Dan itulah
amanat Ki Darma. Jangan sengsarakan rakyat!
Ginggi menghitung-hitung hari. Di malam bulan
purnama akan diadakan upacara kuwerabakti. Tapi sehari
sebelumnya, akan ada upacara cara mandi suci di Telaga
Rena Maha wijaya. Raja dan seluruh keluarganya akan
mandi suci di telaga itu. Kapan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bulan purnama terjadi dua hari lagi. Berarti upacara


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mandi suci akan dilangsungkan besok pagi. Akan
berlangsungkah upacara di Telaga Rena Maha Wijaya
padahal tadi siang hampir terjadi percobaan pembunuhan
terhadap Raja" Ginggi mengingat-ingat lagi surat sandi yang dikirim dari
Ki Banaspati untuk Pangeran Jaya Perbangsa :
Ribuan pipit terbang dari timur
ketika senja jatuh di barat
tiga hari sebelum kuwerabakti
pagi hari di Telaga Rena Maha Wijaya
Ribuan pipit itu jelas pasukan besar yang datang dari
Sagaraherang (timur). Mereka akan tiba pada senja hari.
Mungkin yang dimaksudnya senja hari tadi. Tiga hari
sebelumkuwerabakti adalah dimulainya pemberangkatan
pasukan besar itu, sebab perjalanan dari Sagaraherang
makan waktu dua hari. Sedangkan pagi hari di Telaga Rena
Maha Wijaya, mungkin adalah hari penyerbuan!
Siapa yang sudah tahu isi surat rahasia ini" Tidak ada
yang benar-benar tahu, sebab Pangeran Yogascitra pun
menerima penjelasan ini kurang begitu rinci. Kemudian
kalau Pangeran Yogascitra mengabarkannya pada Raja,
belum tentu Raja akan benar-benar percaya, apalagi dengan
terjadinya peristiwa tadi siang. Pangeran tua itu pasti akan
dianggap kabar bohong belaka.
Prabu Ratu Sakti Sang Mangabatan benar-benar merugi.
Hanya karena tak mau memberi pengampunan kepada Ki
Darma dia tidak mendapatkan keterangan rahasia yang
amat berharga, pikir Ginggi. Ya, kalau pun penjelasan dari
pangeran Yogascitra mau dia terima, tapi keterangan
tersebut sepotong-sepotong. Orang-orang Pakuan tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu, pasukan mana dan siapa yang memimpin. Kepada
Pangeran Yogascitra Ginggi tidak pernah bicara tentang
Sagaraherang beserta situasi yang ada di sana. Ginggi juga
tidak pernah menyebut-nyebut nama KandagaLante Sunda
Sembawa kepada siapa pun, padahal dirinya merasa yakin,
yang akan memimpin penyerbuan kelak adalah Sunda
Sembawa. Ki Banaspati adalah otak penggerak yang sebenarnya.
Dia akan membiarkan pertarungan antara Sang Prabu Ratu
Sakti dengan Ki Sunda Sembawa, tak ubahnya seekor
serigala menunggu hasil pertarungan dua keledai. Pemenang dari pertarungan pasti sudah lemah dan sang
serigala tinggal menyerangnya dengan mudah.
Tidak boleh terjadi, sebab kalau peperangan berlangsung,
banyak orang tak berdosa akan jadi korban!
Karena teringat hal inilah maka Ginggi tak jadi pergi
meninggalkan Pakuan. Sedapat mungkin dia akan
mencegah pertempuran. Bukan untuk kepentingan para
penguasa atau pun para pengejar ambisi, melainkan demi
kepentingan rakyat semata!
(O-anikz-O) Suasana Semakin Genting Ginggi yang sudah lelah dan yang sedianya hanya akan
bersembunyi saja di Pulo Parakan Baranangsiang, akhirnya
kembali meninggalkan tempat itu. Dia harus memburu dan
meneliti daerah sekitar dayo, Pertama yang diburunya
adalah kota di wilayahjawi khita (benteng luar). Kota
berpenduduk hampir 50 ribu jiwa itu malam itu nampak
ramai sekali. Menurut beberapa pedagang kain yang
dihampirinya, setiap upacara kuwerabakti Pakuan memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selalu dipenuhi keramaian. Ini karena hari-hari itu dayo
dikunjungi oleh orang-orang yang datang dari berbagai
wilayah. Wilayah-wilayah Kandagalante atau kerajaan kecil
yang hingga saat itu masih setia kepada Pakuan.
Kuwerabakti adalah upacara menghormati suami Dewi
Sri, Ratu dan Dewi Padi. Pakuan sehabis musim panen
tahunan akan menerima seba (upeti) dari wilayah-wilayah
kekuasaannya. Semua rombongan seba dari setiap wilayah
akan hadir di Pakuan. Rombongan-rombongan itu
merupakan barisan besar, datang dengan bawaan hasil
bumi, seperti kapas diangkutnya menggunakan carangka
dan berbagai hasil bumi pangan diangkutnya menggunakan
dondang. Ada juga yang diangkut menggunakan roda
pedati ditarik kerbau. Ginggi bisa lihat, di pusat-pusat
keramaian banyak dondang ditaruh di halaman rumah
wadha (petugas penerima seba), begitu pun barisan pedati.
Di pusat-pusat keramaian, berbagai macam hiburan juga
diadakan. Di sudut sana prepantun membawakan kisahkisah kepahlawanan para ksatria Pajajaran. Sedangkan di
sudut lainnya ada seni pewayangan tengah dibawakan para
dalang. Ginggi menghitung ada sekitar tiga buah panggung
pewayangan dan tiga pangung pertunjukan pantun digelar
di tiap sudut alun-alunjawi khita, Kata orang, semua dalang
akan mempertunjukkan cerita-cerita terkenal seperti kisahkisah Darmajati, Jayasena, Ramayana, Adiparwa atau
Sedamana, Begitu pun prepantun melantunkan kisah
terkenal mulai dari cerita Pamanah Rasa, hingga
Sanghyang Lutung Kasarung, dari mulai kisahAnggalarang
hingga kisah Banyakcitra atau Katurwargi, Namun para
prepantun juga tidak pernah lupa untuk membawakan kisah
pengelelanaan Raden Mundinglaya Di Kusumah atau Guru
Gantangan, Pada saat ksatria ini dinobatkan menjadi raja
dengan nama Prebu Surawisesa, nama perwira pengawal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raja berjuluk Ki Darma Tunggara disebut-sebut. Mulanya
sebagai perwira gagah berani, namun belakangan berubah
menjadi seorang perwira yang rewel karena terlalu banyak
berkehendak, serta dianggap orang tinggi hati, sok tahu dan
tidak hormat kepada Raja.
Ginggi tersenyum pahit mendengar kisah ini. Dan dia
segera berlalu, sebab bukan tujuannya untuk menonton
berbagai pertunjukan di alun-alun itu. Tujuannya untuk
menyelidiki "pasukan dari timur" yang menurut surat
rahasia harus sudah tiba di Pakuan pada senja hari.
Sekarang sudah lewat senja hari, berarti pasukan
penyerbu sudah lama tinggal di sini. Namun Ginggi tak
melihat hal-hal aneh atau pun mencurigakan. Tak ada
ketegangan atau pun hal-hal merisaukan di sana. Bahkan
yang Ginggi lihat, semua orang larut dalam pesta. Orang
sibuk kesana-kemari melihat berbagai ragam pertunjukan.
Di bagian lain Ginggi lihat para penembang sedang
melantunkan kawih Bongbong Kaso, Porod Surih,
Sisindiran atau Kawih Bangbarongan, Malah di panggung
lain orang tengah terpingkal-pingkal karena ada pertunjukan seni pamaceuh (permainan lucu) seperti
tatapukan (permainan topeng),ceta niras dan ngadu nini,
Semua ceria dan seperti tak satu pun mengingat sesuatu
bahaya. "Entah mengapa, pengunjung dari luar daerah upacara
Kuwerabakti tahun ini demikian banyaknya. Aku juga
heran, padahal hasil panen tahun ini tidak menggebu dan
keamanan di beberapa wilayah kurang terjamin," kata
seorang pedagang yang mengaku datang dari wilayah
sebrang Sungai Cisadane. "Berapa kali pengujung Kuwerabakti ramai seperti tahun
ini, Paman?" tanya Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berapa kali" Bahkan baru kali inilah sepengetahuanku.
Aneh, begitu banyaknya orang yang datang ke Pakuan
ini?" gumam pedagang itu heran.
Berdebar jantung Ginggi. Tak pelak lagi, pasukan dari
timur sudah tiba di Pakuan. Ginggi sudah menduganya,
Pakuan seramai ini karena yang datang bukan hanya
rombongan pengirim seba saja, melainkan juga pasukan
dari Sagaraherang. Tapi bagaimana cara membedakan
mana pasukan dan mana orang-orang biasa"
Ginggi terus berkeliling meneliti kesana-kemari. Dari
berbagai macam pedagang di pasar malam tepi alun-alun
benteng luar, pemuda itu mendapatkan para pedagang
macam-macam senjata, digelar begitu saja di atas tanah.
Ketika Ginggi tanya kepada orang di sana, mereka
mengatakan, setiap keramaian Kuwerabakti memang sudah
biasa ada pedagang alat-alat, mulai dari alat-alat pertanian,
sampai kepada alat-alat yang biasa digunakan sebagai
senjata. Dalam keramaian Kuwerabakti juga diadakan latihan
perang-perangan. Dalam saat-saat ini, pemerintah pun
membuka lamaran kepada semua orang untuk mengabdi
sebagai prajurit Pakuan. Kuwerabakti juga adalah musim
orang pamernya kedigjayaan karena ingin terpakai sebagai
pengabdi negara. Inilah saat-saat orang mencari pekerjaan
terhormat. "Jadi amat wajar di keramaian pasar malam juga digelar
dagangan macam-macam senjata sebab memang erat
hubungannya dengan pamer kedigjayaan," kata seseorang
yang tengah meneliti berbagai ragam dagangan senjata.
Ginggi pun ikut meneliti. Di samping jajaan alat pertanian
seperti belincong, baliung, patik, kored, sadap dankujang,
atau alat-alat yang biasa digunakan para pendeta seperti
peso pengot, peso raut, peso dongdang, dan pakisi, juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dijajakan benda-benda berupa senjata, mulai dari golok,
pedang, abet, pamuk golok, peso teudeut sampai kepada
keris yang sebetulnya hanya digunakan para raja. Namun
tentu saja keris yang dijajakan di sini hanya kualitas pasaran
saja. Pedagang senjata ini tidak berkumpul pada satu tempat.
Mereka berpencaran jauh. Kalau meneliti hanya selintas,
tak akan menimbulkan perhatian khusus. Lain lagi dengan
Ginggi yang perhatiannya tengah meneliti sesuatu.
Pedagang senjata ini amat mencurigakan. Jumlahnya serasa
terlalu banyak. Di sekitar benteng luar, Ginggi menghitung
hampir duapuluh pedagang senjata betul-betul mencurigakan. Benarkah mereka hanya pedagang biasa"
Ginggi mencoba mendekati satu pedagang. Ditelitinya
dengan seksama, siapa-siapa saja pembelinya. Satu dua
orang pembeli wajar-wajar saja. Tapi yang lainnya begitu
ganjil. Mereka beli benda-benda tajam tidak terlalu banyak
bicara, tidak rewel menawar harga dan langsung dibeli.
Banyak pedagang hanya dalam waktu singkat sanggup
menghabiskan dagangannya.
"Enak sekali, jualan benda-benda tajam cepat laku,
Paman," kata Ginggi pada seorang pedagang. Yang diajak
bicara hanya ketawa kecil.
"Kenapa yang banyak laku barang-barang berupa senjata,
sedangkan alat pertanian tidak, Paman?" tanya lagi Ginggi.
Pedagang itu mengeryitkan dahi dan menatap Ginggi
sedikit bercuriga. Namun karena dagangannya sudah habis,
dia segera melipat kantung-kantung goni di mana barangbarang dagangannya di simpan. Tanpa banyak cakap orang
itu segera berlalu meninggalkan Ginggi seorang diri.
Pemuda itu termangu sejenak. Namun sesudah orang itu
menghilang dibalik sebuah gang di antara dua bangunan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedai, Ginggi segera berjingkat. Dia ingin mengikuti ke
mana dua orang itu pergi.
Ginggi tiba di gang itu, hanya nampak bayangan hitam
berkelebat menjauh. Ginggi pun melangkah lebih cepat lagi,
bayangan itu semakin pergi menjauh. Kecurigaan pemuda
itu semakin menebal. Orang tadi, atau bahkan beberapa
orang lainnya pasti bukan benar-benar pedagang, melainkan
anggota pasukan yang bertugas membagikan senjata.
Ginggi sudah menduga, pasukan yang datang dari
Sagaraherang tidak datang secara terang-terangan. Kalau
mereka menampakkan diri sebagai pasukan tentu akan
amat mencurigakan bagi fihak Pakuan. Mereka pasti masuk
Pakuan secara terpisah dan dipecah-pecah dalam bentuk
rombongan kecil. Mungkin berpura-pura sebagai rakyat
biasa, mungkin berpura-pura sebagai anggota rombongan
pengangkut seba. Sedangkan perlengkapan perang, mereka
angkut dan disamarkan seolah-olah barang dagangan.
Melihat banyak "dagangan" sudah habis, Ginggi sudah
bisa menduga bahwa semua atau kebanyakan anggota
pasukan sudah mendapatkan jatah senjata. Ginggi bingung
dan sedikit menyesal. Hanya karena dia banyak berdiam
diri di Pulo Parakan Baranangsiang, maka upaya
pencegahan menjadi terlambat. Padahal bila Ginggi sudah
sejak sore hari melakukan penelitian, sedikitnya dia bisa
melakukan tindakan, misalnya berusaha menggagalkan
upaya mereka dalam membagikan senjata. Senjata tajam
bagi prajurit biasa adalah perlengkapan vital. Jadi bila
berperang tanpa senjata, akan amat menyulitkan. Tapi
semua sudah terlambat, senjata sudah dibagikan dan Ginggi
pusing sendiri dibuatnya.
Tapi Ginggi terus mencoba membuntuti orang itu. Sang
"pedagang" rupanya hendak memasuki sebuah rumah.
Namun ternyata dia tak jadi masuk, malah mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membalikkan badan, berdiri bertolak pinggang dan
nampaknya sengaja menanti kehadiran Ginggi.
Sudah barang tentu pemuda itu agak merandek
dibuatnya. Dia menyumpah-nyumpah dirinya sebagai
kurang hati-hati. Sebab kalau tak begitu tak nanti
tindakannya diketahui orang tadi.
"Mau apa kau membuntuti aku?" teriak orang itu,
sengaja memperkeras suaranya. Ginggi mengerti, suara ini


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya sebagai tanda dalam upaya memanggil temantemannya. Dan benar perkiraannya. Begitu teriakan itu
berhenti, pintu terkuak lebar dan ada sekitar lima orang
keluar dari pintu. "Serbu!" teriak orang yang dibuntuti tadi. Dan lima
orang serentak menghambur ke arah Ginggi. Semua
melakukan serangan ganas dan tujuannya hendak
membunuh. Ginggi merasakannya sebab semua serangan
ditujukan ke arah bagian badan yang amat lemah. Satu
orang menyerang mata Ginggi dengan dua ujung jari siap
menusuk. Lainnya mengarah ke bagian pusar dengan
tendangan beruntun. (O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 24 (TAMAT) Ginggi miringkan kepala ke kanan dan kiri untuk
menghindarkan serangan tusukan dua jari dan menahan
beberapa tendangan dengan telapak tangan kiri dan
kanannya. Tapi serangan semakin deras mengarah
padanya. Dua orang lawan bahkan menggunakan loncatan
salto untuk sama-sama menyerang ubun-ubun Ginggi.
Pemuda itu tidak berniat balas menyerang, apalagi untuk
mencoba menganiaya atau membunuh mereka. Tapi
serbuan lawan demikian ganas. Bila dia hanya main kelit
saja, mungkin hanya satu-dua serangan yang bisa
dihindarkan, sedangkan yang lainnya pasti akan mengenai
sasaran. Maka agar keselamatan dirinya sendiri bisa terjaga,
Ginggi terpaksa mengeluarkan jurus serangan. Serbuan dari
atas kepalanya berupa sodokan-sodokan tangan kiri dan
kanan, ini sulit untuk dikelit, sebab Ginggi baru saja
menghindar terjangan ujung kaki lawan yang mengarah
dadanya. Pemuda itu sudah dalam keadaan jongkok dan
tak mungkin menghindarkan serangan dari atas. Satusatunya cara mempertahankan diri adalah melakukan
tangkisan. Namun tangkisan biasa saja tak akan berarti apaapa dalam menahan serangan yang datang dari atas dengan
pengerahan tenaga penuh. Sepasang tangan Ginggi yang
sudah terbuka lebar dia isi dengan pengerahan tenaga
dalam. Maka begitu tangan-tangan lawan bertumbukan
dengan telapak tangan Ginggi, terdengar jerit-jerit kesakitan
sebab dua orang penyerang yang bersalto di atas kepala
Ginggi terpental lagi ke udara. Ginggi belum dikatakan
lolos dari bahaya sebab terjangan dari arah depan menyuruk
mengarah wajahnya. Namun dalam keadaan jongkok,
maka dengan mudah Ginggi jungkir balik ke belakang
dengan cara menotolkan sepasang kaki yang tadi jongkok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang penyerang yang melakukan terjangan hanya bisa
menyerang tempat kosong yang sudah ditinggalkan Ginggi.
Tiga orang penyerang akan kembali melakukan serbuan
lagi. Tapi dari gang dimana tadi Ginggi muncul,
bermunculan pula beberapa orang. Mereka berbekal obor,
sehingga suasana menjadi terang benderang. Ginggi dan
para penyerangnya bisa melihat bahwa yang datang adalah
para prajurit istana. "Tolong, ada penjahat mau merampok" teriak seseorang
penyerangnya. Ginggi mendengus mendengar siasat
brengsek ini. Namun para prajurit rupanya rupanya percaya
omongan ini. Buktinya mereka mengurung Ginggi,
jumlahnya ada sekitar tujuh orang.
Ada tiga buah obor dengan nyalanya yang terang
sehingga wajah Ginggi bisa dilihat semua orang.
"Ginggi!!!" teriak beberapa orang. Semua suara datang
dari kedua belah fihak para prajurit dan fihak para
penyerang. Ginggi pun terkejut dibuatnya. Dari kedua belah
fihak yang kini tengah mengurungnya ternyata ada
mengenal dirinya. "Tangkap pemberontak!" seru seorang prajurit
"Siapa pemberontak?" tanya orang yang dikuntit Ginggi.
"Dia!" seru prajurit menunjuk hidung Ginggi dengan
ujung obornya. "Ya, tangkap dia" teriak yang lain. Maka Ginggi pun
dikepung lagi. Hanya saja, kini para pengepungnya terdiri
dari tujuh prajurit. Ginggi menduga bahwa peristiwa tadi
siang di paseban istana rupanya secara diam-diam sudah
diketahui para prajurit bahkan mereka sudah ditugaskan
mengejarnya. Buktinya, ketika di antara mereka ada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenalnya, langsung menuding dan mencercanya
sebagai pemberontak. Ginggi juga berpikir, dari fihak yang dikuntitnya sudah
ada yang mengenalinya. Ini hanya membuktikan bahwa
mereka benar anggota pasukan dari Sagaraherang. Ketika
dia berada di wilayah kandaga lante itu, Ginggi dikenal
banyak oleh para prajurit di sana. Bagaimana sikap orangorang Sagaraherang terhadapnya kini" Apakah masih
menganggapnya orang sendiri atau sebaliknya" Pemuda itu
tak bisa menduga. Kalau saja tadi mereka berteriak-teriak
mempengaruhi Ginggi ditangkap, itu bisa saja sekadar
siasat pula, sebab tak mungkin mereka membantu Ginggi
kalau tak ingin sama-sama ditangkap prajurit istana.
Dan nampak sekali mereka mulai meninggalkan tempat
itu setelah perhatian para prajurit hanya tertuju pada Ginggi
seorang. Mereka pasti sudah menghindar dari tempat ini,
pikir Ginggi. Ginggi tak mau mati konyol, tapi pun tak mau
menganiaya mereka. Maka sebelum kepungan merapat,
Ginggi segera melompat ke balik sebatang pohon. Padahal
yang dilakukan Ginggi adalah meloncat ke dahan pohon di
atasnya. Sesudah itu dia meloncat kesana-kemari, loncat
lagi ke atas atap bangunan dan melarikan diri dari tempat
itu. Kacau sekali, kata Ginggi dalam hatinya. Ya, betapa tak
kacau sebab gerakan Ginggi untuk meneliti gerakan fihak
pasukan penyerbu kini diganggu para prajurit istana. Ini
sekaligus juga kian menyadarkan dirinya bahwa kedudukannya sekarang mulai terjepit. Pihak penyerbu
yang dipimpin Ki Banaspati atau Ki Sunda Sembawa kini
pasti sudah menganggap dirinya sebagai musuh sebab tidak
melakukan keinginan mereka dengan benar. Sebaliknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pihak istana yang hendak dia tolong pun kini memusuhinya
dan menuduhnya sebagai pemberontak pula.
Ginggi hampir-hampir bosan mengalami hal-hal menyebalkan seperti ini. Kalau hatinya tidak berkeberatan
untuk membiarkan peperangan tetap berlangsung, sudah
sejak dari tadi dia pergi saja dari Pakuan.
Namun Ginggi akan tetap bertahan dulu tinggal didayo
ini. Memang dirinya merasa gagal sebab peperangan pasti
berlangsung. Namun kendati begitu, dia tetap ingin
berusaha agar korban sia-sia tidak terlalu banyak terjadi. Ini
tetap akan menjadi sikapnya. Bahwa peperangan yang
selalu mengakibatkan korban jiwa, sebenarnya hanya terjadi
karena otak-otak segelintir orang yang mengaku sebagai
pemimpin. Kalau dia berhasil menyadarkan para pemimpinnya, mungkin peperangan tak bakal terjadi. Tapi
bagaimana caranya" Dan Ginggi bingung memikirkannya.
Sampai pagi menjelang, pemuda itu tidak pernah tidur
padahal kantuk begitu menyerangnya. Ginggi hanya tidurtiduran saja di sebuah gudang belakang, sebuah bangunan
kedai. Pagi-pagi sekali semua penghuni rumah sudah pada
bangun. Tapi semuanya tidak berupaya membuka kedai.
Mereka hanya terdengar membuka persiapan seperti akan
pergi ke suatu tempat. "Ayo berkemas, siang sedikit kita tak bisa melihat
upacara mandi suci di Telaga Rena Maha Wijaya," kata
seseorang. Sang Prabu Ratu Sakti benar-benar orang hebat, dia
pemberani, pikir Ginggi. Ginggi memang tak pernah
mengabarkan langsung perihal akan terjadinya penyerbuan
dari wilayah timur. Namun sekurang-kurangnya Raja sudah
menerima berita ini dari Pangeran Yogascitra. Apakah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ucapan pangeran itu tak dipercayanya karena telah
dianggap terlibat urusan Ginggi dan Purbajaya, Ginggi
sendiri pun tak mengetahuinya.
Seisi rumah sudah meninggalkan tempat itu, sehingga
keadaan kembali sunyi. Ginggi harus segera meninggalkan
rumah itu untuk sama-sama melihat upacara mandi suci.
Tapi akan sangat berbahaya bila dia datang ke sana dengan
begitu saja. Kalau ada yang mengenalnya, dia pasti diuberuber lagi. Ginggi terpaksa memasuki rumah yang sudah ditinggalkan penghuninya. Dia mencari-cari sesuatu. Dan
akhirnya ditemukannya barang yang dicarinya, yaitu
pakaian. Sejak beberapa hari dia hanya menggunakan
pakaian santana pemberian Pangeran Yogascitra. Pakaian
itu warna ungu dan akan sangat mencolok sekali, apalagi
beberapa orang di istana sudah mengenalnya. Dia harus
ganti pakaian. Pakaian yang ada di rumah itu hanyalah
celana pokek dan baju kampret, semua berwarna hitam dan
terbuat dari kain tenunan kasar jenis seumat saumur, yaitu
tenunan kain yang menggunakan serat-serat benang kasar
yang berukuran besar. Dia ambil pula sebuah ikat kepala
jenis lohen yang segera diikatkan di kepalanya. Tapi ketika
melihat ada ikat kepala jenis lain, dia segera melepas ikat
kepala yang barusan sudah dikenakannya. Tidak, aku harus
menggunakan jenis ikat kepala barangbang semplak ini,
kata Ginggi dalam hatinya. Ikat kepala jenis ini biasanya
digunakan para orang lanjut usia saja. Tapi justru Ginggi
akan menggunakannya. Ikat kepala jenis ini ukurannya
selalu lebar. Kalau dipakai agak miring ke sisi akan sedikit
menutupi pipinya. Ini perlu untuk menghindari pengenalannya. Selesailah sudah berdandan. Kemudian Ginggi keluar
dari rumah itu sesudah diketahui pasti tak akan ada orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang memperhatikannya. Ginggi menuju Telaga Rena
Maha Wijaya. Tempat itu terletak di benteng luar sebelah
selatan. Telaga Rena dibuat pada zaman Sang Prabu Sri Baduga
Maharaja hampir 30 tahun silam. Telaga hanya
mengandalkan sebuah sumber air yang keluar dari ujung
sebuah bukit kecil uang dikenal sebagai Bukit Badigul.
Ginggi pernah mendengar penjelasan dari Purohita
Ragasuci, bahwa sebenarnya Badigul pun merupakan bukit
buatan. Sekurang-kurangnya, tanah dataran tinggi itu
dibuat sedemikian rupa membentuk punggung kura-kura.
Puncaknya merupakan alam terbuka dan tak ada
pepohonan di sana, kecuali semacam lapangan rumput saja.
Bukit Badigul sengaja diciptakan menjadi semacam puncak
dengan dataran tanah yang rata sebab pada saat-saat
tertentu selalu digunakan untuk tempat pemujaan.
Seusai melaksanakan mandi suci dalam kegiatan
Kuwerabakti ini pun, akan diadakan upacara keagamaan di
puncak bukit. Bila mengingat penjelasan dari Purohita ini, perasaan
Ginggi kembali berdebar keras. Ginggi amat membayangkan bahwa penyerangan pasukan dari timur
pasti dilakukan di saat semua orang tengah melakukan
pemujaan. Ini termasuk kegiataan penting dan semua rakyat Pakuan
berbondong-bondong datang ke sana. Itulah sebabnya
sepagi itu sudah banyak orang menuju Bukit Badigul dan
Telaga Rena Maha Wijaya. Tiba di tempat itu Ginggi menemukan sesuatu yang
mencengangkan. Ke tempat itu banyak rombongan priawanita dan anak-anak. Mereka menggunakan pakaian
bagus-bagus. Yang kaum lelaki membawa dan memikul
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jampana, satu jampana diusung empat orang. Di dalam
jampana, penuh diisi berbagai macam makanan seperti nasi
kuning, panggang ayam dan telur rebus. Yang wanita
mengusung tempayan berisi berbagai jenis buah-buahan
yang ranum-ranum. Di seputar tepi telaga yang berair
tenang dan jernih itu berderet umbul-umbul dengan kain
warna-warni. Kian dekat ke tepi bukit, kian banyak juga
orang didapat. Ketika akan memasuki wilayah itu, ribuan
orang berderet memadati tepian jalan tanah bercampur
pasir. Deretan orang sepertinya tengah menunggu atau
menyambut sesuatu.

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa yang akan disambut di sini, Paman?" tanya
Ginggi kepada seorang lelaki yang berpakaian baru.
"Kita semua tengah menyongsong kehadiran keluarga
istana," katanya. "Raja dan keluarga, disertai para pejabat
akan mengadakan upacara mandi suci di tepi telaga,"
sambungnya pula. Tidak terlalu lama Ginggi menunggu, sebab sayup-sayup
di arah utara terdengar suara gong ditabuh beberapa kali.
Orang-orang yang berderet di ujung utara bahkan terdengar
bertepuk dan bersuit riuh. Ada juga suara tepukan tangan
seperti menyambut sesuatu yang amat membahagiakan bagi
mereka. Ternyata yang disambut tempik-sorak meriah adalah
rombongan Raja dan seluruh keluarganya. Setiap rombongan tiba di deretan penyambut, setiap itu pula
terdengar tempik-sorak. Rakyat mengelu-elukan Raja
dengan penuh suka-cita. Beberapa kelompok para wanita
termasuk deretan gadis belia bahkan melempar-lemparkan
bunga warna-warni. Kian dekat kian nyata bahwa yang datang adalah
rombongan Raja. Raja duduk di atas jampana atau tandu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mewah, sebab selain terdiri dari kayu jati berukir, juga
dibelakangnya dihiasi patung ukir burung garuda. Raja
masih tetap bermahkota terbuat dari logam emas yang
ditatah butir-butir zamrud dan mutiara. Itulah Makuta
Binokasih Sanghyang Pake (kini disimpan di Museum
Geusan Ulun, Sumedang). Namun pakaiannya berselendang kain putih. Dan bila tak menggunakan
mahkota, selintas raja seperti seorang pendeta saja.
Anggota rombongan lain pun nampak menggunakan
kain putih termasuk permesuri dan para selirnya. Pada
sanggul-sanggul mereka nampak bunga-bunga menempel.
Ini karena tabur bunga yang dilakukan para penyambut itu.
Yang membuat rombongan ini menjadi kian berwibawa
adalah rapatnya pengawalan. Begitu banyaknya perwira
yang mengawal rombongan ini. Hampir tiap tiga depa
antaranya. Dan selintas Ginggi bisa meneliti, bahwa mereka
adalah para perwira kosen semata. Mungkin inilah barisan
seribu pengawal Raja, sebuah pasukan elit yang amat
disegani sejak zamannya Sang Prabu Sri Baduga Maharaja.
Melihat mereka berjalan dengan rapih serta langkah yang
mantap. Ada pedang di pinggang mereka dan pakaian
indahnya yang dihiasi baju zirah. Ginggi tak begitu tahu,
apakah setiap mereka bekerja mengawal Raja selalu
menggunakan pakaian zirah, atau karena mereka tengah
bersiap menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diharapkan" Baju zirah terbuat dari logam baja berbentuk
sisik ikan. Bila ada serangan senjata tajam, badan mereka
tak akan tertembus karena sisik-sisik logam baja itu.
"Paman, siapakah anak muda yang naik kuda putih di
belakang Sang Prabu itu?" tanya Ginggi.
"Itulah Sang Lumahing Majaya?" kata yang ditanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa kedudukannya di Pakuan" Nampaknya anak lelaki
berwajah tampan itu punya hubungan erat dengan Sang
Prabu," kata Ginggi agak bergumam. Sambil matanya
menatap tak habis-habisnya kepada pemuda berparas elok
itu. Usianya barangkali sebanding dengan Ginggi, yaitu
sekitar 16 atau 17 tahun. Namun pemuda yang
mencongklang kuda putih dengan amat anggunnya itu
demikian gagah dan tampannya. Pakaiannya pun amat
mewah kendati ditutup kain putih juga. Pergelangan tangan
dan kakinya dihiasi gelang-gelang emas beberapa buah,
sehingga bila dia menggoyang kendali kuda atau kakinya
menggerak-gerakan ke arah perut kuda tunggangannya,
maka akan terdengar suara gemerincing halus karena
gelang-gelang emas satu sama lain saling berdencing.
"Aku tak begitu tahu hubungan antara Sang Prabu
dengan Raden Majaya. Mungkin Raden Majaya putra dari
seorang selir, sebab dari permesuri Sang Prabu hanya
mempunyai beberapa orang putri saja. Hanya yang pasti,
kata beberapa prajurit istana yang aku kenal, Sang Prabu
demikian sayangnya kepada Raden Majaya ini," gumam
lelaki itu. Ginggi terus menatap pengendara kuda putih itu
sampai berlalu dari pandangannya. (catatan pengarang:
Kelak Raden Majaya akan menggantikan Prabu Ratu Sakti,
dialah Prabu Nilakendra, memerintah pada 1551-1567
Masehi). "Hei"engkau mau ke mana anak muda?"
"Bukankah kita akan menyaksikan Raja beserta
kerabatnya mandi suci?" kata Ginggi balik bertanya.
"Huss! Kita tidak diperkenankan menyaksikan upacara
mandi suci," kata lelaki setengah baya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi, untuk apa kita berduyun-duyun ke sini?" tanya
Ginggi lagi sambil wajahnya mendongak ke arah jalan yang
menaik ke bukit. "Kita semua baru diperbolehkan bersama Raja dalam
upacara keagamaan di Puncak Badigul di mana dahulu
Sang Prabu Sri Baduga Maharajangahiyang (moksa)," kata
lelaki itu pula. Ginggi mengangguk-angguk tapi sambil meninggalkan
tempat itu. Dia harus bisa menyelinap dan ikut ke tepi
telaga. Tapi bagaimana caranya, belum terpikirkan benar.
Tidak mungkin mendekati tepi telaga dengan mengambil
jalan yang barusan dilalui rombongan Raja. Ginggi harus
mencari jalan lain, yang penting bisa mendekati tepi telaga
untuk mengamati upacara mandi suci. Dia memang harus
mengamatinya. Upacara itu harus berlangsung dan tak
boleh ada gangguan, apalagi gangguan itu berupa
penyerbuan pasukan pemberontak. Berdesir darah Ginggi
kalau mengingat kembali urusan ini. Hari ini begitu
banyaknya orang menuju tempat ini. Bila dikaitkan dengan
kejadian tadi malam, hati pemuda itu semakin yakin bahwa
di antara ribuan pengunjung ini ada terselip ratusan anggota
pasukan yang dipimpin Kandagalante Sunda Sembawa.
Bertepatan dengan jalan pikirannya ini, Ginggi melihat
rombongan kedua lewat di jalan yang berupa pintu masuk
ke Bukit Badigul atau juga ke tepi telaga buatan itu.
Kembali berdesir darah pemuda itu. Rombongan yang
lewat ini ternyata barisan para pejabat istana beserta
pejabat-pejabat dari wilayah-wilayah seputar kekuasaan
Pakuan. Yang membuat darah Ginggi berdesir karena di
antara barisan pejabat yang datang menggunakan kendaraan kuda, juga terdapat Kandagalante Sunda
Sembawa. Ginggi yakin, Sunda Sembawa datang ke sini
disertai pasukannya yang hadir secara terpencar-pencar dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rahasia. Kehadiran Sunda Sembawa ke Pakuan memang
wajar sebab semua kepala wilayah yang ada di bawah
kekuasaan Pakuan akan hadir dalam upacarakuwerabakti,
Namun kehadiran Sunda Sembawa di Pakuan hari ini,
juga hanya menandakan bahwa gerakannya tidak tercium
orang-orang Pakuan. Ini betul-betul berbahaya.
(O-anikz-O) Ki Sunda Sembawa Kecewa Ginggi menyaksikan barisan pejabat berkuda itu dari
balik batang pohon. Beberapa pejabat sudah Ginggi kenali
sebab mereka telah ikut hadir dalam pertemuan penting di
puri Yogascitra beberapa waktu lalu. Hanya yang membuat
Ginggi khawatir ialah tidak terlihatnya Pangeran Yogascitra, begitu pun putranya, Banyak Angga. Ginggi
khawatir sebab ia menduga, keluarga Yogascitra pasti
mendapat kesulitan setelah peristiwa kemarin pagi di
paseban istana. Pangeran Yogascitra pasti ditangkap karena
dituduh dalam peristiwa itu.
Rombongan itu jelas menuju tepi telaga juga. Ginggi
harus sama-sama mendekati tepi telaga. Di sana ada Ki
Sunda Sembawa. Dia mendekati Raja. Tugas membunuh
Raja mungkin sudah dialihkan dari dirinya, entah kepada
siapa. Ginggi menduga, peristiwa kemarin siang di paseban
istana pasti diketahui Ki Banaspati juga. Entah apa
penilaian Ki Banaspati terhadapnya kini. Yang jelas, Ginggi
sudah tak akan "terpakai" tenaganya dalam melaksanakan
tugas membunuh Raja. Ya, kendati Raja sudah mencurigai
dirinya sebab punya kaitan erat dengan Ki Darma, tetapi
sikapnya tetap tak berubah. Raja tak boleh mati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tadi malam di Pulo Parakan Baranangsiang hatinya
sempaat mengumpat bahwa biarkan Raja tewas dalam
kemelut penyerbuan. Dia berpikir begitu karena malam tadi
hatinya panas dan pikirannya kacau. Sekarang sesudah
emosinya normal kembali, timbul lagi jalan pikirannya yang
wajar. Dia tetap mempertahankan sikapnya yang lama
untuk tidak mentolerir gerakan yang bernama pemberontakan. Raja tak boleh tewas, sebab kalau harus
begitu, maka suasana di Pakuan akan semakin tak menentu
dan akan menguntungkan kaum pemberontak.
Raja harus tetap selamat, sebab apa pun yang terjadi di
istana, kedudukan Raja sebetulnya tetap sebagai penentu
kebijaksanaan. Maka betapa kacaunya suasana bila Raja
harus mati dalam pemberontakan. Soal banyak pelanggaran
yang dilakukan Raja seperti melanggar aturan moral yang
dikeluhkan banyak pejabat istana, biarlah kelak mereka
menentukan sendiri dengan jalan musyawarah dan bukan
jalan kekerasan seperti yang tengah dirancang Ki Banaspati
dan Kandagalante Sunda Sembawa.
Sesudah memantapkan sikapnya, Ginggi segera meninggalkan tempat itu. Dia harus jalan memutar
melewati semak-semak dan hutan kecil lereng bukit untuk
bisa mencapai tepi telaga.
Namun sebelum tiba di tempat yang dituju, Ginggi
memergoki sekelompok orang misterius. Mereka berpakaian seperti orang kebanyakan, berjumlah sekitar
lima orang, namun ada sesuatu tersembul di balik bajunya
yng tertutup kain sarung.
Ginggi menduga keras, mereka adalah pasukan Sunda
Sembawa. Ginggi bertekad akan melumpuhkan orang-orang ini
sebelum mereka membuat kekacauan. Maka secara diamTiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam pemuda itu mendekati mereka. Namun yang didekati
rupanya bukan orang-orang sembarangan. Buktinya, lima
tindak sebelum Ginggi tiba di tempat mereka sembunyi, tiga
orang di antaranya sudah menengok ke belakang.
Kecurigaan mereka begitu cepat berubah menjadi semacam
tindakan cepat. Kelima orang itu serentak menyerang
Ginggi sebelum mereka diserang. Maka dalam waktu
singkat Ginggi diberondong berbagai serangan dahsyat.
Ginggi pun demikian terkejut sebab mereka rata-rata
berkepandaian tinggi dan memiliki pukulan tenaga dalam
cukup mantap. Hanya karena Ginggi pandai berkelit saja
maka banyak angin pukulan mengenai tempat kosong.
Ginggi mengerti, mereka langsung menyerang dengan
tenaga dalam dengan maksud bisa melumpuhkan bahkan
membunuh pemuda itu dengan cepat dan dalam waktu
singkat. Namun sudah barang tentu Ginggi tak mau begitu
saja jadi santapan pukulan maut mereka. Maka Ginggi
meloncat kesana-kemari, berkelit dan menghindar. Akibatnya banyak batang pohon runtuh atau batangnya
hancur karena dorongan pukulan tenaga dalam mereka.
Ginggi berpikir, mereka benar-benar orang pandai
namun terlalu gegabah mengobral tenaga dalam. Satu dua
pukulan tenaga dalam mereka mungkin masih mampu.
Tapi kalau harus terus-terusan mengeluarkan tenaga dalam
seperti itu, hanya akan mengurasnya saja.
Dan melihat kebodohan mereka ini, Ginggi malah
sengaja menyulut emosi mereka agar terus-terusan merasa
penasaran dan melancarkan pukulan tenaga dalam. Biar
tenaga mereka kedodoran, pikir Ginggi.
"Jangan terpancing pemuda sinting itu," teriak seorang
dari mereka. "Hemat tenaga!" katanya pula. Namun
peringatan ini sungguh terlambat, sebab empat temannya
sudah mulai ngos-ngosan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat tenaga mereka sudah mulai menurun, kini


Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

giliran Ginggi melakukan penyerangan. Ginggi memang
tengah diserang oleh lawan dari kiri dua orang, kanan dua
orang serta dari depan satu orang. Dari kelima orang itu,
ada dua orang di kiri yang nampak tenaganya sudah
menurun. Oleh sebab itu pemuda itu harus menitikberatkan
serangan kepada orang paling lemah. Ginggi melipat dua
jari tengah dan telunjuk, kemudian menyodokkannya ke ulu
hati lawan yang berdiri paling ujung. Serangan dilakukannya dengan tangan kiri. Yang mendapatkan
serangan ini nampak terkejut dan menunduk dengan
harapan perutnya mundur menjauh. Namun ini sebenarnya
hanya pancingan belaka. Serangan sebenarnya Ginggi
lakukan dengan tangan kanan dan mengarah kepada lawan
yang berdiri kedua dari kiri. Orang itu tak menduga bahwa
serangan sebetulnya mengarah kepadanya. Karena serangan
tangan kanan Ginggi mengarah pada ulu hati, serentak
kedua tangannya melindungi bagian pusar. Namun
sodokan tangan kanan pemuda itu malah belok ke atas dan
"Tuk! Leher di bawah tenggorokan terkena pukulan dua
jari melipat. Ginggi segera melipat jari-jarinya.
Bagian itu adalah paling lemah dari tubuh manusia. Bila
diserang orang yang memiliki tenaga dalam hebat pun tidak
akan bisa melindungi bagian ini. Maka begitu menerima
serangan telak, orang itu berteriak ngeri dan langsung
terjerembab. Dua orang di kanan serta satu orang di depannya secara
bersamaan melancarkan pukulan keras mengarah wajah.
Ginggi secepat kilat menarik wajahnya ke belakang sambil
tubuh sedikit jongkok, secepat kilat juga kaki kirinya
melayang dari samping kiri menyabet setengah lingkaran ke
samping kanan. Tiga orang penyerangnya harus meloncat
ke atas secara bersamaan kalau tidak mau kaki-kaki mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersapu serangan kaki kiri Ginggi. Sambil kaki kiri
menyapu, tangan kirinya pun melakukan sodokan lurus ke
arah satu penyerang yang datang dari sisi kiri. Dua kepalan
tangan beradu dan akibatnya fihak penyerang menjerit ngeri
karena sambungan tulang jari-jari tangannya seperti terlepas
karena tonjokan kepalan tangan Ginggi. Pemuda itu
melakukan serangan susulan berupa tamparan tangan
kanan. Plak! jerit kedua kalinya dari mulut orang itu
terdengar kembali yang diakhiri dengan terpentalnya tubuh.
Orang itu meloso tak bisa bangun lagi.
Tiga orang yang masih sisa tampak ragu-ragu akan
kemampuannya. Namun Ginggi harus melumpuhkan
semuanya, sebab bila satu orang saja lolos, maka semua
teman-temannya ini akan segera mengetahui tindakan
sabotasenya. Melihat nyali ketiganya sudah pudar, Ginggi melakukan
serangan cepat. Hanya dengan menggunakan tendangan
beruntun yang dilakukan kaki kanannya, ketiga orang itu
mengeluh setengah menjerit ketika ulu hati mereka masingmasing menerima sapuan kaki. Tubuh mereka terpental ke
semak-semak setiap sapuan kaki kanan Ginggi mampir.
Dalam waktu singkat lima orang bergeletakan malangmelintang. Tapi sebelum meninggalkannya, Ginggi memeriksa tubuh mereka satu-persatu. Tidak seorang pun
yang mati kecuali pingsan karena rasa sakitnya saja. Maka
sesudah hatinya tenang karena tidak membunuh orangorang itu. Namun anggota pasukan yang diduga orang-orang Ki
Sunda Sembawa juga terdapat di sana-sini. Di setiap
tempat-tempat terlindung, pasti Ginggi temukan regu-regu
kecil dengan tindak-tanduk mencurigakan. Gerakan mereka
lincah dan selalu siaga penuh, namun berpakaian seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
petani. Beberapa regu itu Ginggi lumpuhkan dengan
serangan gelap. Namun pemuda itu merasa, tak mungkin seluruh
anggota pasukan gelap itu dia kalahkan oleh tangannya
sendiri seperti itu, apalagi dia harus mampu melumpuhkan
mereka dengan diam-diam. Tidak apa, yang penting kekuatan mereka sedikit
berkurang, pikir Ginggi. Hanya yang membuat Ginggi heran adalah ketika dia
tiba di sebuah tempat bersemak. Ginggi melihat begitu
banyak orang bergeletakan. Ketika pemuda itu memeriksa,
hatinya pun merasa aneh pula sebab orang-orang itu satu
pun tak ada yang tewas, melainkan hanya pingsan saja.
Mereka pingsan karena menderita pukulan telak pada
bagian yang menentukan. Pukulan itu nampaknya
dilakukan oleh seorang akhli pula. Orang-orang yang
pingsan itu jumlahnya belasan, dan semuanya berbekal
senjata yang belum siap digunakan. Ginggi menduga,
mereka tentu anggota pasukan Ki Sunda Sembawa. Yang
jadi pertanyaan, oleh siapa mereka dibuat tak sadar seperti
itu" Ginggi terus menyusuri semak-belukar dalam upaya
mendekati tepi telaga. Ternyata di bagian lain, orang-orang
pingsan masih bergeletakan sampai hampir ke wilayah tepi
telaga. Benar-benar hebat pelakunya, siapa dia" Orang itu
benar-benar berhati mulia. Sekali pun dia memukul tapi tak
mengakibatkan cedera berat korbannya kecuali pingsan
karena gangguan urat darah, dan pada waktunya mereka
akan sadar kembali. Tapi siapa pun orang itu dan apa maksudnya, yang jelas
amat mengentengkan tugas Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang berusaha menyelundup ke tepi telaga ini
kesemuanya orang-orang pandai. Mungkin mereka bekerja
terpisah untuk menyelesaikan tugas khusus. Tugas apakah
itu" Mungkinkah tugas untuk membunuh Raja di tempat
itu" (O-anikz-O) Pagi hari di Telaga Rena Maha Wijaya"
Begitu jelasnya isi sandi ini. Pagi hari memang waktunya
Raja mengadakan mandi suci di Telaga Rena. Kalau sandi
ini diartikan sebagai saat yang tepat untuk membunuh Raja,
memang amat beralasan. Yang datang ke tepi telaga hanya
orang-orang khusus saja. Kemungkinan hanya dikawal
beberapa orang kepercayaan saja dan situasinya tepat untuk
digunakan penyerangan. Namun siapa yang akan menyerang, sampai sejauh ini
Ginggi tak mengetahuinya. Kalau Ginggi mentaati
keinginan Ki Banaspati, sebetulnya itu adalah tugasnya.
Tapi Ginggi yakin, Ki Banaspati sudah memindahkan tugas
berat itu kepada yang lainnya.
Akhirnya Ginggi tiba juga di wilayah tepi telaga. Telaga
itu tidak terlalu luas dan membentuk tapal kuda. Namun
yang Ginggi senang melihatnya, air telaga demikian jernih,
menyenangkan bila digunakan untuk mandi-mandi atau
barangkali enak bila diminum di saat haus.
Namun keindahan tempat ini kini tengah dibayangbayangi peristiwa yang sekiranya akan mengundang maut
dan kemelut. Bisakah dengan seorang diri saja mencegah
peristiwa besar seperti ini"
Melalui semak-semak Ginggi menyaksikan ke sebuah
tempat. Di tepi telaga sebelah kanan dilihatnya banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang mandi. Mandi begitu saja tanpa melepas baju mereka.
Mandi sambil di tepiannya dilempari bunga macam-macam
warna. Yang ditaburi bunga adalah Sang Prabu Ratu Sakti
beserta keluarganya. Mereka mandi begitu tertib dan serius.
Tak ada canda-ria atau pun cekikik tawa. Mereka
melakukan upacara mandi dengan penuh perhatian sambil
diantar lantunan doa Purohita Ragasuci dan para wiku
lainnya. Asap dupa kemenyan pun nampak mengelun ke
udara disertai bau harum semerbak.
Upacara ini disaksikan oleh puluhan perwira dan belasan
pejabat. Semuanya khusuk menyimak dan memperhatikan
kegiatan ini. Namun dari jarak agak jauh, Ginggi melihat,
hanya satu orang yang menyaksikan upacara ini dengan
tindak-tanduk mencurigakan.
Dia tak lain adalah Kandagalante Sunda Sembawa. Bila yang lainnya dengan
seksama memperhatikan ke arah permukaan telaga, adalah
Ki Sunda Sembawa yang sesekali dengan gelisah melirik ke
kiri dan ke kanan. Terkadang dia pun menengadah ke
tempat yang jauh. Berdesir darah Ginggi. Yang dilihat Ki
Sunda Sembawa adalah daerah bersemak yang Ginggi tahu
banyak orang pingsan di sana.
Lirikan Ki Sunda Sembawa ke arah itu hanya
menunjukkan bahwa dia tengah menunggu sesuatu dengan
penuh harap yang barangkali datangnya dari arah itu.
Manakala upacara mandi suci hampir selesai, nampak
sekali kegelisahan Ki Sunda Sembawa semakin memuncak.
Dan akhirnya, upacara mandi suci pun selesailah pula.
Raja beserta seluruh keluarganya berkemas untuk menuju
darat, mereka disambut oleh para pembantunya. Ada yang
tergopoh-gopoh hendak menyodorkan pakaian kering, ada
juga yang tergopoh-gopoh karena ingin membantu Raja
untuk naik ke darat. Namun di antara yang menyambut
dengan tergopoh-gopoh seperti itu, adalah juga Ki Sunda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sembawa yang diiringkan empat pengawal raja. Anehnya,
Ki Sunda Sembawa menghambur menuju tepi telaga
dengan keris terhunus. Begitu pun keempat perwira yang
berlari di belakangnya, mereka bergerak cepat sambil
menghunus pedang mengkilat.
Tak ada waktu bagi Ginggi kecuali berteriak keras sambil
meloncat keluar semak. "Sang Prabu"Awaaaasss!!!" teriak Ginggi. Pemuda itu
menghambur seperti terbang. Dia harus berlomba dengan
Sunda Sembawa dalam upaya mendekati Raja. Ki Sunda
Sembawa ingin paling dulu mendekati Raja karena ingin
membunuhnya, sementara Ginggi punya maksud sebaliknya. Puluhan perwira lainnya dengan kaget segera bergerak
pula. Yang lain mencoba mengejar Ki Sunda Sembawa tapi
yang terbanyak adalah yang menghadang Ginggi.
"Tangkap pemberontak Ginggi! Dia akan membunuh
Sang Prabu!" teriak penghadang.
"Tangkap anak-buah Ki Darma!!!"
"Bunuh Ginggi!!!"
Teriakan-teriakan ini muncul dari mulut beberapa
perwira, termasuk perwira yang tadi lari di belakang Ki
Sunda Sembawa. Ginggi tak tahu, apakah yang berteriakteriak menghadangnya itu adalah perwira setia kerajaan,
ataukah mereka yang sudah menjadi sekutu Ki Banaspati.
Untuk mengacaukan perhatian, bisa saja para sekutu
pemberontak berteriak-teriak seperti itu agar para perwira
yang bersetia kepada Raja teralihkan perhatiannya pada
Ginggi dan melalaikan tugas mengawal Raja. Atau bisa jadi
yang berteriak-teriak juga adalah para perwira yang masih
setia kepada Raja dan mereka bertekad menangkap atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuh Ginggi yang mereka tahu sudah dicap
pemberontak. Namun terlepas dari kesemuanya, pemuda itu menjadi
begitu kesal sebab upayanya untuk menggagalkan
penyerangan kepada Raja menjadi terhambat. Para perwira
yang akan menghadangnya ada sekitar duabelas orang dan
bersenjata lengkap. Ketika Ginggi berlari cepat menuju tepi
telaga, duabelas perwira pun sama berlari memburunya.
Padahal di belakang mereka, Sang Prabu tengah terancam
bahaya sebab Ki Sunda Sembawa dengan keris terhunus
terus memburu kemana Sang Prabu berlari. Sedangkan di
belakang Ki Sunda Sembawa, empat orang berpakaian
perwira sama berlari dengan pedang terhunus.
Barangkali para perwira lainnya terkecoh. Disangkanya
empat orang perwira yang berada di belakang Ki Sunda
Sembawa tengah mengejar pejabat itu guna menggagalkan
usaha pembunuhan. Padahal Ginggi tahu betul, keempat
perwira itu sudah menjadi anak buah Ki Sunda Sembawa.
Para pengawal setia Raja malah meninggalkan Sang Prabu
dan lebih menitikberatkan usaha untuk menghadang Ginggi
karena teriakan-teriakan tadi.
Dengan pedang terhunus, belasan perwira memburunya.
Melihat mereka berlari kencang ke arahnya, Ginggi bukan
menghindar, melainkan sama berlari kencang ke arah
mereka. Tapi beberapa depa sebelum berpapasan dengan
belasan perwira, Ginggi segera menotol tanah dengan
sekuat tenaga. Tubuh Ginggi meloncat tinggi melampaui kepala-kepala
mereka dan sepasang kakinya langsung kecebur ke
permukan telaga. Di tepiannya, kedalaman air hanya
sebatas betis saja. Begitu kakinya terjun ke permukaan air,
pemuda itu menggerakkan sepasang tangannya. Dia
memukul ke arah Ki Sunda Sembawa dengan pengerahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga dalam. Air muncrat seperti ada ledakan dahsyat
keluar dari dasar telaga ketika pukulan dengan pengerahan
tenaga

Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam itu dikelitkan oleh Kandagalante Sagaraherang itu. Namun kendati serangan Ginggi gagal,
sedikitnya menghambat serangan Ki Sunda Sembawa
terhadap Raja. "Sunda Sembawa, apa yang engkau lakukan ini?" teriak
Sang Prabu marah bercampur heran melihat tindakan Ki
Sunda Sembawa yang aneh ini.
Ki Sunda Sembawa tak menjawab, melainkan kembali
melakukan serangan. Sambil meloncat tinggi, tubuhnya
melayang ke arah di mana Sang Prabu berada.
Yang diserang bergerak ke samping dengan amat
lamban. Di samping kedalaman air di sana hampir
mencapai dada, juga Sang Prabu nampak kaget dengan
serangan ini. Terdengar jerit-jerit ketakutan dari para wanita yang ada
di air telaga itu. Beberapa pengawal Raja yang ada di
sekitar permukaan telaga berlari di permukaan air sebatas
perut dan dengan amat bingungnya mencoba membuat
pengawalan. Mereka berjumlah sepuluh orang.
Nampak sekali mereka kebingungan, siapa yang harus
dikawal sepenuhnya. Bila semua mendekati Raja maka para
keluarganya ditinggalkan, padahal empat perwira anak
buah Ki Sunda Sembawa sudah mendekat dan sepertinya
hendak mengancam keselamatan Raja. Akhirnya para
pengawal melakukan inisiatif masing-masing. Beberapa
orang berusaha melindungi Raja dan beberapa lainnya
berusaha melindungi keluarga Raja yang nampak panik dan
menjerit-jerit. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Sunda Sembawa memberontak! Ki Sunda Sembawa
memberontak!!!" teriakan ini keluar dari mulut para pejabat
lainnya yang sejak tadi berderet di tepi telaga. Namun
teriakan-teriakan ini tak berlangsung lama sebab beberapa
pejabat lainnya serentak menghunus senjata dan menyerang
para pejabat yang diketahui sebagai pendukung Raja.
Sekarang perkelahian kecil telah terjadi di sana-sini. Di
atas daratan, para pejabat saling serang sesamanya. Satu
kelompok yang pasti sudah menjadi sekutu Ki Sunda
Sembawa menyerang kelompok yang lainnya. Sehingga
Laron Pengisap Darah 10 Iblis Ular Hijau Karya Aryani W Misteri Kapal Layar Pancawarna 15

Cari Blog Ini