Ceritasilat Novel Online

Senopati Pamungkas Dua 29

Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto Bagian 29


Yang juga tidak diketahui oleh Halayudha.
Juga tidak disadari sepenuhnya oleh Raja.
Karena kini yang memainkan peranan adalah Ngwang!
Pendita terakhir yang merasa memikul seluruh tanggung jawab kebesaran Keraton Tartar yang selama ini selalu gagal menanamkan pengaruh di Tanah Jawa.
Sejak semula Ngawang telah menyiapkan dan menyerahkan sisa hidupnya untuk mempelajari segala sesuatu mengenai ilmu di tanah yang akan didatangi. Bahkan berhasil menciptakan jurus-jurus untuk mementahkan ajaran dalam Kitab Bumi.
Sebagai tokoh utama dan terakhir dari negerinya, Ngwang tak ingin mengulang kegagalan utusan sebelumnya. Terutama sekali, rombongan yang dipimpin langsung oleh Pangeran Sang Hiang. Ketika Pangeran Putra Mahkota Tartar itu menjadi ragu, Ngwang yang menyembunyikan diri mengambil alih penyerangan.
Tidak berbeda jauh dari Gemuka, Ngwang pun berhitung tujuh kali sebelum melakukan sesuatu. Segala sesuatu diperhitungkan dengan amat sangat teliti. Apalagi setelah kegagalan usahanya dengan munculnya Halayudha yang menggenggam Kangkam Galih.
Sejak itu otaknya berpikir tanpa henti.
Bahwa Tanah Jawa ini menyimpan kekuatan-kekuatan besar yang tak terkirakan, dengan memakai perhitungan apa saja. Begitu banyak tokoh sakti, begitu hebat medan yang dihadapi.
Bahkan rasanya, dengan menundukkan raja saja tidak cukup untuk menaklukkan Tanah Jawa.
Ngwang mengumpulkan seluruh kemampuan untuk mengadakan pembalasan pamungkas, pembalasan terakhir. Yang diarah adalah Raja.
Tidak dengan mengalahkan atau menculik, akan tetapi memakai sabda Raja untuk menyalurkan dendam seluruh kehormatan Tartar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Itulah sebabnya Ngwang menyusup ke Keraton. Dan menunggu kesempatan cukup lama. Semua keinginan dan desakan hatinya disabarkan, agar bisa muncul pada saat yang diperlukan.
Akhirnya hal itu terjadi.
Saat Raja dipaksa berlutut oleh Halayudha.
Ngwang bertindak. Menyelamatkan.
Akan tetapi tetap belum berani memunculkan dirinya. Karena kehadirannya sebagai orang manca bisa mempengaruhi kepercayaan Raja. Makanya tetap menahan diri. Hanya berbisik perlahan pada saat-saat tertentu.
Ini membuahkan hasil, karena Raja mengikuti apa yang disarankan.
Mengikuti apa yang diminta oleh Halayudha.
Ini berarti langkah sangat penting.
Karena dari sini, Ngwang ingin memakai tangan Halayudha, lewat pergulatan kebimbangan Raja!
Membuat Halayudha mengangkat senjata, dan akhirnya sebagai penyelesai masalah untuk menumpas Upasara Wulung.
Dengan langkah ini, Ngwang bisa merampas dua hasil terbesar sekaligus. Mengalahkan ksatria lelananging jagat, gelar yang diincar para pendekar di seantero jagat, sekaligus membawa Raja.
Dua kemenangan yang gilang gemilang.
Kemungkinan untuk itu ada, dan tak boleh sedikit pun meleset.
Bagi Ngwang, mempersiapkan secara amat cermat merupakan syarat mutlak. Maka segala sesuatu direncanakan dengan cermat. Semua kemampuannya dikerahkan. Bukan hanya dalam ilmu silat.
Ini yang akan dijajal. Yaitu memakai sangat atau saat yang tepat.
Waktu menempati peranan yang sangat penting bagi Tanah Jawa. Itu semua diperoleh setelah sekian lama mempelajari adat Tanah Jawa.
Sekian lama mempelajari ajaran dari Tanah Jawa, Ngwang juga menemukan apa yang disebut sebagai pengapesan. Sesuatu yang berarti kesialan, atau titik terlemah. Seorang jago silat yang paling lihai sekalipun mempunyai pengapesan. Memiliki saat di mana seluruh kemampuannya berada pada titik terendah.
Ini bisa diperhitungkan dari hari, waktu, sampai titik yang pas.
Sejauh yang diketahui, pada saat apes, seorang jago silat tak akan melakukan kegiatan yang berarti. Lebih suka bersemadi atau berdiam diri.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Para jago silat sadar di mana kemampuannya berada dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan, atau malah bisa dikatakan mudah mencelakai diri. Dan setiap jago silat memiliki pengapesan.
Sebenarnya ini juga bukan sesuatu yang sama sekali baru bagi Ngwang. Dalam ajaran ilmu silat mana pun, selalu ada titik lemahnya.
Kalau bisa mengetahui hal ini, kemenangan akan lebih mudah diraih.
Bahkan ilmu silat yang diciptakan ini pun, berangkat dari melihat titik lemah ajaran Kitab Bumi.
Kalau bisa masuk ke dalam titik lemah, meskipun satu titik, bisa menjadi pijakan untuk menguasai.
Sangat itu datang setelah Ngwang berhasil membisiki Raja, dan Raja mengikuti perintahnya.
Ketika Halayudha sedang bersemadi seorang diri, Ngwang menumpahkan seluruh kesaktiannya dengan ajian sirepnya. Ajian yang bisa membuat orang lain terpengaruh. Sasarannya bukan langsung Halayudha, melainkan Raja.
Yang mendatangi Halayudha ketika bersemadi.
Ini merupakan salah satu keunggulan Ngwang yang tak bisa ditandingi oleh siapa pun di negerinya. Bahkan tokoh sakti seperti Jaghana tak bisa mengendus. Bahkan Nyai Demang bisa disirep tanpa sadar. Hanya Upasara yang saat itu bisa melihat ada sesuatu yang kurang beres pada diri Pangeran Hiang. Hanya Upasara yang merasakan kehadiran Ngwang, meskipun tidak mengetahui dengan pasti di mana dan dalam bentuk apa kehadiran Ngwang.
Kalau kemudian Nyai Demang mengetahui, itu terutama dari tanda-tanda yang bisa dibaca olehnya. Bukan dari penangkal sirep.
Kini saatnya! Raja Jayanegara berdiri di tempat yang agak jauh dari tempat bersila Halayudha. Suaranya parau.
"Kemenangan segala kemenangan di tanganmu, Halayudha.
"Pedang sakti di tanganmu. Upasara hanya tinggal sejengkal di depanmu. Kenapa kamu tinggalkan?"
Antara sadar dan tidak, Halayudha mendengar lamat-lamat suara bisikan.
"Cari dia, Halayudha.
"Cari. "Jangan berubah pendapat lagi.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jangan mendustai dirimu, bahwa Upasara bukan ksatria lelananging jagat. Kamu telah meraih semuanya, kecuali gelaran yang sangat kamu impikan.
"Sempurnakan dirimu, orang yang tak terkalahkan dalam segala hal.
"Kamulah kemenangan itu, kamulah mahamanusia yang sempurna.
Di jagat ini dan jagat yang akan datang."
Ngwang terus berusaha mempengaruhi pikiran Halayudha melalui sosok Raja.
"Apa maumu?" "Mengingatkan bahwa kemenangan sempurna bukan dalam angan-angan, tetapi bisa diwujudkan. Itulah inti ajaranmu."
"Kamu tahu apa, Raja?"
"Aku tahu kamu masih ragu apakah kamu bisa mengungguli Upasara Wulung atau tidak. Kamu masih ragu melawan kekuatan utama, tenaga dalam Tanah air.
"Aku tahu bahkan berhadapan dengan Ngwang kamu jadi kecut.
"Padahal semuanya telah tergenggam.
"Dengan Kangkam Galih di tanganmu, kamu bisa melakukan semuanya. Sekarang saatnya."
Mata Halayudha masih terpejam.
"Mendekatlah, biar kutahu siapa kamu sebenarnya."
Raja Jayanegara malah mundur.
"Kamu tahu siapa Ingsun.
"Karena kamu telah memilihku untuk menerima ajaranmu."
Perlahan Raja menjauh. Meninggalkan Halayudha sendirian.
Yang masih bertarung dalam semadinya.
Kebimbangan Tartar NGWANG sudah menjauh sejak tadi. Sejak Halayudha mengendus dan meminta Raja mendekat. Karena kesadarannya yang tinggi menangkap getar yang tidak wajar.
Ngwang tidak kuatir bahwa penyusupan sirepnya kurang berhasil.
Periode yang paling sulit telah dilalui. Yaitu ketika mencoba meyakinkan Pangeran Sang Hiang!
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Itu semua terjadi ketika Pangeran Hiang sendirian, dan tidak memperhitungkan bahwa akhirnya Ngwang berani menampakkan diri.
Ngwang bersoja hormat sekali.
"Aku tidak suka kehadiranmu."
"Maaf, Putra Mahkota, pujaan dan harapan Keraton yang Menguasai Jagat Beserta Isinya.
"Hamba menyadari bahwa Putra Mahkota selama ini tidak memandang hamba sebelah mata.
"Hamba pantas diperlakukan seperti itu.
"Lebih dari itu pun tetap pantas.
"Hamba menyusul bukan karena ingin memuaskan sang Pangeran.
Itu akan selalu hamba jalani dengan rasa bahagia.
"Hamba..." Wajah Pangeran Hiang berubah.
Tangannya terkepal. Keras. "Jangan kamu sebut memuaskan diriku.
"Semua yang licik dan kotor telah kuhapus dari hidupku.
"Aku jijik bukan karena apa yang telah kamu lakukan. Melainkan apa yang kamu lakukan sekarang ini."
Ngwang masih merunduk rata dengan tanah.
Seperti menempel. "Kamu tak mengetahui nilai yang lebih utama dari kemenangan. Nilai yang lebih berarti dari hubungan kita berdua. Yaitu nilai warisan leluhur kita sendiri, persahabatan.
"Persaudaraan. "Aku telah mengangkat saudara dengan Pangeran Upasara Wulung, dan tak akan pernah ada pemutusan persaudaraan sampai kehidupan yang akan datang.
"Rasa seperti ini mempunyai makna yang belum pernah tersentuh oleh indriaku selama di Tartar."
"Bunuhlah hamba, Pangeran..."
"Kembalilah. "Aku tak membutuhkanmu lagi."
Tangan Pangeran Hiang mengibas.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ngwang masih tetap bertiarap.
"Bunuhlah hamba."
Ngwang meloncat maju, menubruk kaki Pangeran Hiang yang bergeser menghindar.
"Aku tak mau mengotori tanganku dengan membunuhmu."
"Pangeran..." Ngwang melakukan sesuatu yang tak terbayangkan oleh Pangeran Hiang. Pendita yang selama ini bersoja, menyembah, berlutut, menerjang ke arahnya. Dengan satu gerakan sangat cepat dan tak terduga.
Dari segi ilmu silat, tak nanti Pangeran Hiang bisa dibekuk begitu saja. Tapi Ngwang mempergunakan kesempatan dengan caranya sendiri.
Justru karena Pangeran Hiang tak menduga orang seperti dirinya-yang bahkan mendongak saja tak berani-bakal membekuknya!
Dan berhasil. Mata Pangeran melotot. "Pangeran, akan saya lakukan apa yang menjadi dendam Tartar.
Kalau ada yang bimbang, tidak boleh menghapus seluruhnya. Masih ada yang harus kita teruskan sejak Tartar yang Paling Agung menghendaki Tanah Jawa."
Ngwang mengerahkan kemampuan ilmu sirepnya. Yang dilakukan dengan kasar, karena tak mampu mendekati dengan cara yang halus.
Jalan pikiran Pangeran Hiang dikuasai dengan bebauan harum yang menjadi andalannya.
Itulah saat Ngwang mulai muncul ke permukaan dan menampakkan diri. Memakai pakaian Pangeran Hiang, dan langsung menggebrak untuk menyandera Raja.
Semuanya hampir saja berhasil.
Kalau saja Halayudha tidak menerobos dengan ketajaman dan kelicikannya. Kalau saja Mada tidak memperdaya. Kalau saja Upasara Wulung muncul.
Kalau saja... Semua mengharuskan Ngwang memutar langkah dari awal.
Sekarang melalui Raja, untuk mengadu Halayudha dengan Upasara Wulung!
Semua dilakukan dengan sangat halus. Karena Halayudha bisa curiga akan sesuatu yang terasa berbeda. Dalam keadaan kena sirep
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sekalipun, Halayudha masih akan mengangkat pedangnya jika menemukan bayangan Ngwang.
Ini berarti tinggal langkah-langkah berikutnya.
Apakah Halayudha benar-benar mencari Upasara Wulung, atau tidak.
Pilihan Ngwang, lebih baik berangkat ke Perguruan Awan, dan menanti saat-saat yang sangat menentukan.
Sebenarnya Halayudha tetap tak bisa dipengaruhi begitu saja.
Bahkan Raja Jayanegara tak akan mudah diterima. Hanya saja memang kesadaran Halayudha sudah melenceng banyak. Pengaruh ajaran mahamanusia yang bertubi-tubi telah menenggelamkan sebagian akal sehatnya menjadi berbalik-balik. Menyebabkan Halayudha tak bisa melihat berbagai pilihan jalan yang akan ditempuh, seperti keunggulannya di masa sebelumnya.
Kalau saja ada Mada yang selama ini bisa diajak bicara atau ada yang bisa diperhitungkan layak didengar suaranya, akan lain soalnya.
Akan tetapi saat itu Mada sudah sampai di Daha. Dan segera menghadap Patih Tilam untuk menyampaikan apa yang diperintahkan Raja.
Patih Tilam menerima Mada sendirian, dengan wajah yang membeku, suara kaku menahan gejolak perasaan yang menggelegak.
"Aku tahu perasaanmu, Mada.
"Aku sangat tahu betapa kamu tak bisa menerima ini semua. Saat ini kalaupun aku membunuhmu, tak ada yang akan mengusut. Raja sesembahan pun sudah menyerahkan nyawamu padaku.
"Aku berhak atas mati-hidupmu, Mada."
"Demikianlah sesungguhnya."
"Kamu akan segera merasakan."
Mada menyembah. "Sengaja semua ini kukatakan agar kamu bisa merasakan hal yang paling perih, paling menyakitkan, dan bisa kamu nikmati perlahan-lahan.
"Aku memberi waktu padamu untuk merasakan semua kehinaan yang terdalam, sebelum aku melenyapkanmu.
"Nikmatilah, Mada."
Mada menunggu. Patih Tilam tersenyum. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pembalasan dendam, pelampiasan segala kutukan, dan akhirnya akan kubuktikan bahwa ramalan kebesaran dirimu di masa yang akan datang, ada di tanganku."
Patih Tilam kembali tersenyum.
Lalu meninggalkan ruangan.
Mada masih terus menunggu.
Sampai kemudian masuk beberapa prajurit dan meminta Mada mengikuti.
Diiringkan para prajurit Mada menuju rumah yang disediakan sebagai tempat kediamannya. Dalam perjalanan, Mada telah menyiapkan batinnya untuk menerima perlakuan yang paling keji sekalipun.
Kalaupun ia diperintahkan membuat sungai, membuang kotoran, menyapu halaman, semua akan dijalani.
Akan tetapi Patih Tilam ternyata tidak melakukan itu. Justru sebaliknya. Di tempat yang disediakan untuknya, Mada mendapat sambutan yang megah. Para prajurit kawal menyembah hormat, delapan dayang-dayang siap melayani.
Segala kehormatan dan kebesaran ditujukan padanya.
Bukan hanya itu saja. Keesokan harinya dalam pertemuan para prajurit utama, Patih Tilam menceritakan betapa prajurit Mada diangkat menjadi senopati oleh Raja. Dan sebagai prajurit bisa dijadikan suri tauladan karena pengabdiannya yang besar. Seorang diri Mada mampu menyelamatkan Raja, dan bahkan menggalang persatuan untuk menghancurkan Senopati Kuti beserta seluruh pengikutnya tanpa kecuali.
"Adalah suatu kehormatan besar jika Keraton Tua ini menjadi tempat persinggahan prajurit kawal Keraton yang besar jasanya.
"Adalah kemurahan Raja yang tiada tara menempatkan pengawal pribadi di tempat ini.
"Mada, terimalah penghormatan kami semua."
Mada mengangguk lembut. Buru-buru menyusuli dengan menyembah.
"Semua pintu di Keraton Tua ini terbuka untukmu."
Benar-benar mencengangkan. Semua pintu terbuka untuk Mada dalam artian sebenarnya. Mada diperbolehkan menghadap saat pertemuan besar. Diizinkan masuk ke kapustakan, kaputren, tanpa perlu minta izin lebih dulu.
Bahkan lebih dari itu semua, Pangeran Muda Wengker sendiri berkenan menerima pada pertemuan agung yang akan datang.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara perlakuan sehari-hari sangat istimewa. Segala apa yang dikehendaki Mada, selama bisa diwujudkan akan segera dipenuhi. Baik untuk kesenangan pribadi maupun hal-hal yang lainnya.
Di hari kelima, Patih Tilam mendatangi Mada, dan meminta semua prajurit menyingkir.
Sehingga tinggal mereka berdua. Seperti ketika pertama kali Mada datang menghadap.
"Ada yang akan kausampaikan padaku, Mada?"
"Rasa syukur yang dalam."
Prajurit Utama Nala dan Naka
JAWABAN MADA tetap tenang. Seperti juga sikap secara keseluruhan.
Tak ada sedikit pun rasa gentar atau takut.
"Adakah hatimu bertanya-tanya kenapa semua ini kulakukan padamu?"
"Hamba akan menerima."
"Tanpa bertanya, kenapa aku tidak segera menghukummu?"
"Hamba menjalani apa yang Patih sabdakan."
"Baik. "Sekarang aku mau kamu menjawab dengan jujur. Kalau kamu menjadi aku, kira-kira apa yang menjadi alasanku?"
Sejenak Mada berdiam diri.
Baru kemudian berkata perlahan.
"Kalau hamba sebagai Patih berbuat ini, pertimbangannya tidak lain dan tidak bukan karena inilah yang terbaik."
"Aku tidak mengerti maksudmu."
"Hamba mempunyai pilihan-pilihan.
"Pertama membalas sakit hati dengan cara menindas atau mempermalukan. Itu sangat biasa.
"Pilihan kedua lebih bijaksana, yaitu dengan menenggelamkan diri dalam kemewahan duniawi sehingga hamba akan tenggelam dalam kenistaan duniawi, dengan segala pesta-pora dan tak tahu diri. Sebagai contoh manusia yang tak mengetahui dan melihat asal-usulnya, dan melakukan aji mumpung, mempergunakan semua kesempatan selagi berkuasa dan bisa.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pilihan ketiga, saya harus diperhitungkan dengan cermat sebagai kaca benggala, sebagai cermin. Karena Raja yang telah diselamatkan, telah dikembalikan ke takhtanya, bisa membuang begitu saja seumpama daun kering. Itu bisa terjadi pada siapa pun, senopati mana pun, tanpa dasar pertimbangan kebijakan yang berarti.
"Masih pilihan ketiga, saya masih bisa dipakai tenaganya, sewaktu-waktu dibutuhkan.
"Dasar pertimbangan yang ketiga adalah bahwa sesungguhnya Raja tidak menjadi pusat sesembahan yang utama. Karena sabdanya tidak mencerminkan penguasa jagat dan pilihan Dewa. Kalau semua membela Raja, karena tidak suka menerima senopati mana pun merebut takhta.
"Pilihan keempat, saya dicurigai kenapa saya dikirim ke Daha. Bukan pengasingan yang lain. Apakah bukan karena Raja masih menaruh prasangka atas kesetiaan Pangeran Muda Wengker" Bukankah selama Raja meninggalkan Keraton, kesetiaan Pangeran Muda Wengker serta Pangeran Anom Angon Kertawardhana tidak terlihat sepenuhnya"
"Dalam pilihan keempat ini terkandung kemungkinan saya diutus kemari untuk meneliti, menyelidiki sejauh mana kesetiaan itu masih ada.
"Bahwa pilihan kemari sebagai sumber kecurigaan, dan bukan ke Keraton Tua Singasari, di luar kemampuan hamba untuk memperkirakan."
Patih Tilam menghapus bibirnya dengan punggung tangan.
"Menurut pendapatmu, pilihan mana yang paling tepat?"
"Semua pilihan tepat.
"Karena tidak hanya satu alasan."
Patih Tilam menghapus bibirnya dengan punggung tangan untuk kedua kalinya.
"Kenapa semua alasan tepat, Mada?"
"Apa yang terjadi di Keraton, bisa terjadi di Keraton Tua atau di mana saja.
"Paduka Patih Tilam lebih mengetahui dari hamba.
"Paduka bisa melihat jauh ke depan, kepada kejadian yang belum datang. Sebagai penasihat rohani pangeran kanoman, Paduka bisa merasa terancam derajat dan pangkat Paduka dengan kehadiran saya di sini.
"Kalau tidak keliru, Paduka Patih melihat bahwa hamba ini di kelak kemudian hari akan bisa menjadi ganjalan utama yang sangat berarti bagi Patih Tilam."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku hargai sepenuhnya kejujuranmu.
"Ternyata aku keliru menangkap sikapmu yang kuanggap kurang ajar."
Mada tidak memperlihatkan bahwa dirinya baru saja mengatakan sesuatu yang bisa membuat Patih Tilam murka. Mada hanya mengatakan apa yang diketahui. Menjawab apa yang ditanyakan sejauh bisa dijawab. Dan tidak menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang merepotkan hatinya.
"Kamu mempunyai kejujuran yang mengakar.
"Yang menetes dari sumbernya.
"Ajaran mahamanusia yang kamu cerna langsung sungguh luar biasa.
"Sekarang katakan lagi, Mada, apakah ramalanku tentang dirimu bisa terjadi?"
"Semua penglihatan jauh bisa melihat apa yang akan terjadi. Hanya saja, kapan ramalan menjadi kenyataan, tidak menjadi perhitungan ketika meramalkan."
"Baik. "Kalau begitu kita sama-sama menunggu, apa yang akan terjadi.
"Apakah kamu bisa lolos dengan baik, sesuai dengan kepercayaan yang membuat tak ketakutan, atau memang harus menjalani apa yang seharusnya kamu alami.
"Kemungkinannya sama besar, Mada.
"Bagiku ini juga ujian besar. Selama ini aku dikenal sebagai peramal, tapi juga disepelekan. Sebagian priyagung pembesar Keraton menganggap Patih Wangkong lebih tepat karena berguru langsung dari ajaran Mpu Raganata.
"Entah mana yang tepat.
"Meskipun sekarang ini aku lebih suka keliru."
Mada menyembah. Sampai Patih Tilam meninggalkan begitu saja.
Mada menjalani hari-hari sebagaimana biasa. Hanya sekarang lebih banyak waktu dihabiskan dengan berlatih diri. Ajaran Eyang Puspamurti yang dijejalkan habis-habisan, kini diurut dan dirunut satu per satu, dan dilatih dengan lebih saksama.
Tak ada pergolakan terlihat di wajahnya.
Pun ketika diminta menghadiri latihan para prajurit pratama. Para prajurit pratama adalah tingkatan yang pertama. Prajurit yang paling
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
pilihan, paling diandalkan. Tingkatan kedua, ketiga, keempat disebut sebagai prajurit dwitiya, tritiya, caturta, dan seterusnya.
Mada mendapat kehormatan duduk di barisan depan.
Sewaktu latihan perang tanding dimulai, serombongan prajurit pratama mendadak menyerbu ke arah Mada. Prajurit yang berada paling depan menusukkan tombak, langsung ke arah perut Mada.
Dua tusukan dari dua ujung tombak yang berbeda arahnya, tapi sama sasarannya.
Mada mengeluarkan teriakan keras.
Kedua tangannya menyampok bersamaan, dan serentak dengan itu, dua penusuk terjengkang. Dua ujung tombak melukai perut Mada dan membuatnya mengucurkan darah, akan tetapi penyerangnya tak bergerak lagi.
Mada bangkit dari duduknya. Tanpa memedulikan darah yang mengucur di tubuhnya, Mada menolong penusuknya. Dengan menghentikan perdarahan hebat, dan mengurutnya.
Bagi prajurit yang sedang latihan dan melakukan kesalahan, bahkan di antara sesama prajurit, bakal mendapat hukuman keras. Apalagi ini terjadi pada tamu yang menyaksikan.
Akan tetapi Mada justru memperlihatkan sikap yang lain.
Bahkan saat itu juga sowan kepada Patih Tilam.
"Hamba datang untuk meminta pengampunan bagi prajurit pratama Nala serta Naka. Mohon Patih yang mulia tidak menjatuhkan hukuman yang tidak memungkinkan mereka berdua memperbaiki kesalahannya."
"Mereka jelas berniat jahat padamu, Mada."
"Hamba mengetahui dari arah datangnya tombak.
"Hamba juga akan melakukan hal yang sama jika diperintahkan demikian."
"Berani kamu mengatakan demikian padaku?"
"Hamba mengatakan yang bisa hamba haturkan.
"Prajurit pratama Nala dan Naka adalah prajurit yang sesungguhnya.
Yang menjalankan tugas. Akan sangat sayang sekali kalau prajurit besar seperti ini harus dihilangkan untuk mengamankan. Karena yang tersisa di kelak kemudian hari hanyalah prajurit dasama, prajurit urutan kesepuluh."
"Karena aku menganggap sebagai pelanggaran berat, aku tak mau menerimanya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau kamu mau berjasa pada mereka berdua, terimalah sebagai prajuritmu.
Mada menyembah. "Dengan rasa syukur tak terhingga atas kebesaran Patih Tilam."


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Patih Tilam menatap Mada.
"Usahaku menggagalkan ramalanmu sendiri, ternyata gagal pula.
Kamu masih selamat. Masih hidup.
"Betul-betul luar biasa.
"Entah dengan menindih perasaan apa, kamu masih bisa bersikap tenang."
"Hamba hanya menjalani nasib yang digariskan Dewa."
"Tidak juga. "Kamu mempunyai dasar yang lain.
"Satu hal, aku sebagai atasanmu yang resmi, dan kamu sebagai prajurit sejati, aku perintahkan untuk membawa Upasara Wulung kemari. Mati atau hidup.
"Dengan segenap kemampuanmu.
"Lakukan, Mada."
Peran Perang PATIH TILAM diam kaku. Mada menyembah. Sikapnya sama sekali tak berubah. Wajah dan penampilannya tak menyembunyikan pertanyaan, apalagi keraguan, sedikit pun. Inilah yang sejak pertama membuat Patih Tilam gamang.
Gamang karena Mada menjalani dengan ketenangan yang wajar. Tak sedikit pun merasakan adanya sesuatu yang ganjil. Juga dari caranya menyembah yang tulus.
"Barangkali ini pertemuan kita terakhir, Mada.
"Barangkali kamu mendahului, atau aku yang lebih dulu menyelesaikan urusan jagat ini. Hanya perang besar yang menentukan yang mempercepat. Apakah seseorang menjadi orang besar atau menjadi mayat.
"Seharusnya aku tak mengatakan hal ini kepadamu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tetapi aku tak bisa menahan diri. Sejak mendengar namamu, sejak melihat langsung dan berhubungan denganmu, perasaanku tak bisa ditahan lagi.
"Kamu bisa besar kepala, lebih besar dari sekarang ini, jika mendengar apa yang kukatakan.
"Barangkali itulah nasib baik yang memihak padamu.
"Mada, kamu tahu siapa aku sebenarnya?"
Mada menggeleng lembut. "Dengan dasar kekuatan Ngrogoh Sukma Sejati kamu bisa mengetahui siapa aku yang sebenar-benarnya."
"Hamba tak ingin menjajal."
"Aku tahu. "Karena aku yang lebih dulu nyandra, lebih dulu melihat dirimu.
Meskipun aku tidak menguasai kekuatan sukma sejati seperti yang kamu latih selama ini, aku bisa melihat masa depan yang belum terjadi.
"Aku melihatmu besar seperti gajah.
"Aku melihatmu mulai menduduki kursi kepatihan di sini, dan mulai memanjangkan gading dan belalai. Semua bisa kulihat dengan jelas.
Tanpa kabut. "Apakah aku harus membencimu"
"Melenyapkanmu, agar ramalan yang kulihat tak terjadi"
"Mada, barangkali kamu berpikir seperti itu. Itu perkiraan sebelumnya. Nyatanya tidak. Kamu ternyata bukan bledug, atau anak gajah. Kamu sudah menjadi gajah yang sesungguhnya. Kamu tidak berpikir aku berusaha melenyapkan dan kamu melakukan perlawanan.
"Kamu mengikuti jalan.
"Sebagaimana kewajaran yang berlangsung.
"Ketika prajurit pratama Nala dan Naka menggempurmu dan berusaha membunuhmu, kamu menghadapi sebagaimana sikap sesama prajurit.
"Barangkali itulah nasib.
"Nasib baik. "Seperti juga keberangkatanmu ke Perguruan Awan untuk menangkap Upasara Wulung dan membawa kemari. Barangkali justru ini akan menjadi jalan pencerahan bagimu.
"Mada, KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku hanyalah perantara. Yang melontarkan, meneruskan apa yang sudah dikehendaki alam dan Dewa Yang Maha Pencipta.
"Seperti seorang Durna yang menyuruh Bima mencari ilmu yang tak masuk akal dan nalar menuju tengah samudra, dan bergulat dengan naga. Di sana ia menemukan apa yang dicari.
"Siapa tahu itu perjalanan nasibmu juga."
Patih Tilam mengambil napas sejenak.
"Aku menjalankan apa yang menjadi kehendak Dewa. Barangkali Raja pun melakukan hal yang sama tanpa disadari. Sewaktu kamu bisa menyelamatkan takhta, seharusnya kamu memperoleh pangkat yang tinggi. Tapi justru tidak.
"Barangkali, itu juga jalan ke arah puncak pangkat dan derajatmu.
"Mada, semua ini kukatakan tanpa keinginan untuk membersihkan diri."
Patih Tilam meninggalkan tempat, menuju sanggar semadinya, dan akan berkurung selama empat puluh hari empat puluh malam.
Mada tidak mengetahui. Karena pagi itu pula, langsung berangkat bersama Nala dan Naka. Tanpa banyak bicara. Kalaupun mereka berhenti di perjalanan, Mada hanya memberikan petunjuk mengenai cara menggunakan tombak, cara mengerahkan tenaga yang lebih memungkinkan keberhasilan.
"Pengerahan tenaga yang sesungguhnya bukan ketika kemurkaan itu datang. Bukan menggenggam lebih erat. Bukan menyatukan geraham.
Itu malah mengurangi kekuatan yang sesungguhnya.
"Kekuatan yang inti harus kamu tumpahkan seluruhnya pada ujung tombak. Di situlah keberhasilan. Di situlah kemenangan."
"Kakang Mada sangat bijak mengampuni kami berdua."
"Saya tak bisa mengampuni kalian.
"Kalian yang bisa mengampuni diri kalian sendiri. Itu yang dikatakan Eyang Puspamurti. Kalau selama ini kamu merasa melakukan kesalahan atau tidak berguna bagi sesama, bagi Keraton, ada sisa waktu dalam hidupmu untuk menebusnya.
"Kesempatan itu datang di Perguruan Awan."
"Ya, Kakang. "Tapi benarkah kita akan menangkap Upasara Wulung?"
"Itulah perintah yang saya dengar."
"Kakang Senopati..."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Usia kita masih sepantaran. Jangan panggil aku dengan sebutan senopati, selama kita masih bisa saling menyebut nama Kakang Nala, Kakang Naka."
Naka mengangguk terdiam. Nala mengangguk. "Kakang Mada, hari-hari ini saya mendapatkan pelajaran yang mahal dan membuat saya merasa menjadi manusia yang mengenal akal budi.
"Banyak yang ingin saya tanyakan."
"Banyak yang ingin saya jawab, Kakang Nala.
"Akan tetapi rasanya waktu kita masih sangat panjang untuk berbincang-bincang. Sampai usia tua, kita masih akan selalu bersama-sama."
"Saya merasa sebaliknya," suara Naka terdengar muram. "Nyawa tidak bisa diperpanjang dua kali."
"Kepercayaan diri yang membuktikan itu.
"Sekarang kita sudah menginjak wilayah Perguruan Awan. Sebaiknya kita waspada."
Meskipun mantap dan yakin, Mada memilih jalan berputar. Dengan melakukan gerakan baris pendem. Yaitu gerakan prajurit secara tersamar, menyatu dengan tumbuhan. Atau sekurangnya seolah terpendam dalam tanah.
Nala mengakui kesabaran Mada. Yang bergerak dengan sangat hati-hati. Ia mendahului beberapa ratus tombak, dan setelah aman, barulah rombongan kedua menyusul, langsung ke depan seorang diri. Begitu aman, disusul dengan yang lainnya.
Walaupun geraknya sangat perlahan, akan tetapi mereka bisa mengetahui keadaan sekitar secara penuh.
Dan bisa bersiaga. Seperti ketika mendengar langkah kaki yang mendekat. Mada tetap berada di dalam persembunyiannya. Meskipun yang dilihatnya hanyalah anak kecil yang berjalan sendirian.
Klobot! Ketika itu Klobot yang terpukul perasaannya karena sikap Nyai Demang yang dianggap sangat kasar, memilih meneruskan berjalan kian-kemari daripada kembali ke tempat semula.
Melampiaskan kedongkolannya dengan memukul, menendang segala yang ditemui. Pepohonan menjadi korban pukulan dan tendangan.
Sebagian roboh, sebagian rusak.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mata Naka dan Nala membelalak.
Seolah tak percaya bahwa anak sekecil itu bisa memukul pohon hingga tangannya amblas ke tengah.
Mada makin menahan diri ketika ada bayangan meloncat masuk.
"Aha, kukira ada Mada di sini.
"Getarannya kurasakan benar. Tapi rupanya yang ada Mada kecil."
Suara yang tak asing lagi. Suara Halayudha yang berdiri gagah sambil memanggul pedang hitam.
"Klobot!" "Pukulanmu aneh. "Siapa kamu, kunyuk buruk?"
"Klobot." "Dari mana kamu pelajari..."
Mendadak Klobot mengangkat tangan kanannya ke atas sampai batas telinga dan tangan kiri tertarik ke belakang. Muntahan jurus Kakang Kawah yang membuat Halayudha mengerutkan keningnya.
"Ini bagus. "Aneh. Kenapa tenaga dalammu tidak langsung dikerahkan" Hei, ilmu apa yang kamu pelajari?"
Bahwa Halayudha sampai mengangkat kaki menghindar bisa menandai betapa ia menaruh perhatian besar pada apa yang dilakukan Klobot. Tenaga aneh yang bergulung, membentur, seolah menyadarkan Halayudha bahwa pengerahan tenaga dalam yang ganjil itu seperti sangat dikenalnya, tetapi juga berbeda dasarnya.
Perbedaan dasar ini yang membuat semangat hidupnya tumbuh kembali seketika. Selama ini rasanya hampir menemui ilmu silat yang berbeda kembangannya, tetapi bukan sikap dasar.
"Itu bagus. "Ayo, apa lagi?"
Lutut Kekuasaan RAJA JAYANEGARA seakan bangun dari mimpi yang panjang sewaktu Halayudha meninggalkan Keraton. Mimpi yang kelewat panjang, yang tak pernah disadari secara penuh.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Untuk pertama kali, telinganya mampu menangkap suara dari bibir yang lain.
Selama ini telinganya seakan tidak ada gunanya.
Kenyataan yang sederhana, namun membuat goresan yang dalam pada kesadaran batinnya. Padahal dimulainya dengan biasa-biasa sekali. Saat dirinya mendekati dan melihat Halayudha yang kelihatan bingung, kelihatan kehilangan arah.
Yang ternyata juga dialaminya.
Kekuasaan yang tunggal, keunggulan di atas manusia mana pun di seluruh Keraton, justru membuatnya kosong, menyudutkan ke kesepian, dan menempatkan dalam bagian yang hampa. Dengan caranya sendiri, Halayudha memaksanya berlutut.
Berlutut. Bersila. Sesuatu yang sejak tahun-tahun terakhir ini tak pernah dilakukan.
Tak ada isi Keraton yang dapat membuatnya bersila. Itu terjadi sejak Baginda menyingkir ke Simping. Dan dirinya secara penuh memegang kendali kekuasaan.
Kalaupun ada, itu adalah Ibunda. Yang telah menyurutkan diri dan tak mempunyai pengaruh mendalam sejak dirinya mengangkat dan memilih Praba Raga Karana sebagai permaisuri. Dengan cara itu, dirinya telah memutuskan hubungan kehormatan yang selama ini berlangsung.
Tokoh lain adalah Senopati Agung Brahma. Yang kalau diperhitungkan urutan darah, lebih tua urutannya. Akan tetapi sudah sejak lama Senopati Agung Brahma berada di luar Tanah Jawa. Satu-satunya yang tersisa tinggal Permaisuri Rajapatni!
Ya, yang masih ada hanyalah Permaisuri Rajapatni yang kemudian sekali memilih bertapa di Simping.
Penilaian Raja akan Permaisuri Rajapatni memang berbeda dari yang lainnya. Ada rasa enggan dan hormat yang dirasakan, sekaligus juga takut.
Kedudukan Permaisuri Rajapatni termasuk paling istimewa sebagai permaisuri. Meskipun bukan permaisuri utama seperti ibundanya, Permaisuri Rajapatni diramalkan para Dewa bakal menurunkan raja terbesar di Tanah Jawa.
Itu salah satu ganjalan utama, yang akhirnya membuatnya memotong perhitungan para Dewa. Raja mengambil Putri Tunggadewi dan Rajadewi ke dalam kekuasaannya. Sehingga tak mungkin bisa meneruskan takhta, kalaupun ada kesempatan. Juga kemungkinan untuk
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
mendapatkan pasangan sesama pangeran. Raja telah memutuskan untuk membiarkan ngurak, mati tua dengan sendirinya.
Ini semua pagar-pagar utama yang akan melanggengkan kekuasaannya. Seperti juga halnya tidak memberi kesempatan munculnya para pangeran anom ke atas permukaan. Tak akan pernah terdengar nama lain yang menonjol. Tak ada yang bisa dijadikan tempat berpaling. Walau sejenak.
Tak ada orang kedua atau orang ketiga dalam Keraton. Lututnya tak pernah ditekuk untuk memberi penghormatan kepada orang lain.
Semua berjalan sebagaimana biasa, tidak pernah mengusik hatinya, kalau saja Halayudha tidak menyinggung soal keturunannya yang bakal lebih nista darinya.
Keturunan" Menyerahkan kekuasaan"
Apakah itu akan terjadi suatu ketika nanti"
Rasa-rasanya selama dirinya masih bisa memandang matahari, tak akan begitu saja menyerahkan kekuasaan tertinggi yang berada dalam genggamannya.
Raja tak ingin mengalami seperti yang dialami Baginda, yang kemudian merasa tersisih, dan kedarang-darang, tersia-siakan, sampai di Simping.
Kejadian seperti itu tak ingin diulangnya.
Itu pula sebabnya Raja tak begitu peduli ketika dirinya meninggalkan Keraton, dan Kuti untuk sementara berkuasa, seluruh kerabatnya tercerai-berai. Para selir, berikut putra-putranya, ikut lepas dari Keraton.
Raja bahkan tak peduli apakah mereka ada yang kembali atau tidak.
Tak pernah menghitung berapa jumlah mereka dan wajah mereka seperti apa. Semua toh sudah ada yang mengurusi, menghidupi, dan tak perlu benar dilihat.
Perdebatan dalam hati Raja bisa selalu dimenangkan sendiri. Selalu ada pembenaran kenapa berbuat ini dan itu. Hanya saja, satu-satunya orang yang mampu menggoyahkan pendapatnya memang Halayudha seorang.
Mahapatih yang merasakan takhta dan menjadi linglung itu masih merupakan satu-satunya orang yang bisa berbicara dari sisi yang berbeda. Kalau ada nama lain, itu hanya Praba Raga Karana, pemijat yang diangkat sebagai permaisuri. Tidak ada yang lainnya.
Kini keduanya tak ada. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Raja merasa sangat sepi dan bosan.
Semua yang ditemui menyembah dan mengiyakan, seperti juga Mahapatih Jabung Krewes yang selalu mengatakan sumangga kersa Dalem. Terserah kehendak Raja.
"Krewes, apakah kamu tidak mempunyai pandangan, apa yang sebaiknya Ingsun lakukan untuk menikmati kegembiraan hidup ini?"
"Sumangga kersa Dalem, Ingkang Sinuwun.
"Hamba akan melaksanakan sebaik-baiknya. Apakah Raja ingin berburu, membangun tamansari, atau menghendaki klangenan baru?"
"Ingsun muak dengan segala binatang buruan atau taman atau wanita yang begitu-begitu saja.
"Rasanya ada sesuatu yang bisa dilakukan."
"Maaf, Sinuwun. "Kalau menyangkut Keraton, yang menunggu sabda Raja tinggal nasib Senopati Banyak. Apakah harus menjalani hukuman tigas jangga, penggal kepala, atau yang Raja sabdakan."
"Biar saja menunggu.
"Tak ada pikiran Ingsun mengurusi hal itu.
"Yang lain?" "Maaf, Sinuwun. "Hamba tak melihat ada yang perlu dilakukan. Semua, atas berkah Ingkang Sinuwun, lancar, baik, damai, dan sejahtera."
"Atau ada yang harus Ingsun lakukan"
"Kamu tak akan berani mengatakan, Krewes. Meskipun kurasa sinar batinmu ingin menyebutkan mengenai kitab Kidungan Para Raja.
Apakah tidak sebaiknya aku mulai menulis dalam kitab itu untuk kuwariskan kepada penerusku.
"Aku bahkan tak mengetahui kitab itu seperti apa, dan bagaimana menuliskannya. Sri Baginda Raja telah menuliskan panjang-lebar.
Baginda pun telah menuliskan. Rasanya aku tinggal mengganti namanya saja.
"Kalau masih ada yang kupikirkan sekarang ini hanyalah sikap Tunggadewi dan Rajadewi. Ketika semua putri Keraton mengungsi dan berlarian serta tak ketahuan nasibnya, mereka berdua masih tetap berada dalam Keraton dan merasa aman.
"Apa yang menyebabkan keduanya begitu yakin bisa selamat?"
"Maaf, Sinuwun. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sejauh hamba tahu dari penuturan Senopati Banyak, kaputren utama memang tidak akan diganggu. Apa pun yang terjadi."
"Kenapa bisa begitu?"
"Merupakan kesepakatan para pemberontak."
"Kalau begitu, mulai sekarang juga, kamu awasi dengan ketat. Segera laporkan atau ambil tindakan pengamanan kalau ada sesuatu yang mencurigakan.
"Jangan-jangan mereka berdua mempunyai hubungan yang tidak kamu ketahui.
"Ini perlu. "Sebab rasanya, atau seharusnya, tak ada lagi rasa hormat yang tersisa kepada Tunggadewi dan Rajadewi. Mereka berdua telah berada dalam kehinaan yang amat nista.
"Lakukan dengan hati-hati, Mahapatih.
"Karena keduanya keras kepala dan bisa menahankan semua penderitaan."
"Sendika dawuh, Ingkang Sinuwun.
"Sekarang juga hamba akan melaksanakan."
Disusul dengan sembah yang dalam, penghormatan yang rata dengan kaki, Mahapatih Jabung Krewes mengundurkan diri.
Sesudah itu kembali sepi.
Kosong seperti hati Raja.
Merasa tak ada sesuatu yang harus dikerjakan. Tak ada sesuatu yang membuatnya gairah. Padahal alangkah menyenangkan semasa bergulat dengan Praba Raga Karana dulu itu. Masa-masa singkat penuh dengan guncangan perasaan.
Kembali datar. Kembali ke Halayudha. Satu-satunya tokoh yang membuatnya berlutut, yang bisa diajak bicara. Yang sekarang ini pastilah sedang mencari Upasara Wulung.
Raja tak sabar menunggu. Segera memerintahkan agar disiapkan prajurit istimewa untuk mengawalnya. Keinginannya hanya satu. Mencari Halayudha. Karena hanya itulah yang bisa mengisi hidupnya yang datar.
"Siapkan semuanya. "Ingsun ingin segera berangkat hari ini juga!"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Perintah yang mendadak bukan sesuatu yang istimewa. Memang demikianlah yang biasa dan bisa terjadi. Hanya saja kali ini Jabung Krewes merasa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan kepada Raja sehubungan dengan tugasnya mengawasi dan meneliti Tunggadewi serta Rajadewi.
"Ingsun tak mau mendengar."
Asmara di Kaputren PADAHAL kalau Raja meluangkan waktu dua tarikan napas lebih lama, kisah bisa berubah.
Karena Jabung Krewes menemukan sesuatu yang berarti. Barangkali sesuatu yang untuk pertama kalinya bisa ditemukan dalam menjalankan tugas.
Dengan cara yang sangat sederhana.
Sewaktu Raja memerintahkan memeriksa apa yang terjadi di kaputren, Jabung Krewes hanya memanggil ketiga menantunya. Dua menantu yang pertama segera menceritakan panjang-lebar bahwa selama ini kaputren menyimpan sesuatu yang berbeda dari biasanya.
Pergantian dayang-dayang yang melayani kaputren lebih sering dari biasanya.
Jabung Krewes segera bertindak.
Dua kali empat puluh dayang yang melayani Tunggadewi dan Rajadewi dikumpulkan. Diperiksa satu per satu dengan pengawasan langsung.
"Kalau kamu menceritakan yang sesungguhnya terjadi, akan menerima hadiah. Kalau berdusta, seluruh keluargamu yang masih hidup akan habis."
Ancaman sederhana yang cukup keras.
Tapi sedikitnya juga mengherankan Mahapatih Jabung Krewes. Para dayang yang sekian banyak jumlahnya, boleh dikatakan penyaringannya dilakukan oleh prajurit yang setia padanya. Atau bahkan juga dari tiga menantunya ikut menentukan langsung. Sehingga boleh dikatakan mereka semua adalah orang-orang sendiri. Toh demikian tak lebih dari lima dayang yang mengatakan bahwa selama ini memang sering ada barang hantaran dari luar. Yaitu dari Pangeran Anom Angon Kertawardhana dan Pangeran Muda Wengker.
Selebihnya memilih bungkam.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ini agak membingungkan Mahapatih Jabung Krewes. Kebungkaman ini bisa jadi karena kesetiaan yang dalam, meskipun bisa juga karena tidak mengetahui masalah sebenarnya.
Akan tetapi apa pun yang menjadi alasan, cukup bagi Jabung Krewes untuk menindak 75 dayang yang ada. Semuanya dipecat, dan tidak diperkenankan mengabdi Keraton selama tujuh turunan. Bahkan mereka semua, tanpa kecuali, akan terus diperiksa, sehingga ditempatkan dalam suatu tempat tersendiri.
Langkah berikutnya sudah jelas.
Malah hari itu pula Mahapatih memerintahkan prajuritnya untuk menjemput Pangeran Angon serta Pangeran Wengker. Secara tata krama Keraton, sebenarnya agak sulit bagi Mahapatih Jabung Krewes untuk berkuasa memanggil kedua pangeran anom. Karena meskipun dirinya sebagai mahapatih, para pangeran anom memiliki keistimewaan posisi dalam Keraton.
Mereka semuanya hanya bisa dipanggil oleh Raja.
Akan tetapi karena sejak lama Raja menganggap tidak ada suatu yang istimewa bagi para pangeran anom, yang suatu saat bisa menjadi putra mahkota, Jabung Krewes berani bertindak.
Memanggil Pangeran Angon serta Pangeran Wengker menghadap padanya.
Sedikitnya ini menaikkan pamornya.
Mengembalikan kepercayaan dirinya sebagai mahapatih.
Dan ternyata, keesokan harinya kedua pangeran anom telah menunggu di kepatihan.
"Agak kaget saya mendengar panggilan Mahapatih yang sangat mendadak."
"Saya sendiri agak kaget mengetahui apa yang dilakukan Pangeran Anom.
"Selama ini rasanya semuanya sudah jelas bahwa apa yang disabdakan Raja harus dipatuhi tanpa kecuali oleh siapa pun, kecuali oleh Raja sendiri."
Mahapatih Jabung Krewes sengaja menekan Pangeran Wengker.
"Kesalahan apa yang kami lakukan, Mahapatih?"
"Berhubungan dengan putri sekar kedaton.
"Yang berarti melanggar sabda Raja."
Wajah Pangeran Angon tetap tak berubah.
Wajah Pangeran Wengker menjadi dingin.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Atas nama Raja, saya akan melaporkan apa yang saya ketahui.
"Terserah kehendak dan kemurahan hati Raja."
"Mahapatih..." Suara Pangeran Angon terdengar tetap lembut. "Rasa-rasanya kita semua tidak harus gegabah dalam hal yang menyangkut sabda Raja.
"Saya sama sekali tidak mengerti apa yang Mahapatih katakan."
"Kalau Pangeran Angon ingin membela diri, tolong sampaikan langsung kepada Raja.
"Saya berpegang pada apa yang saya ketahui."
Mahapatih Jabung Krewes mendongak dan melemparkan senyum tipis.
"Apakah kita tidak bisa berbicara sebelum Mahapatih melaporkan kepada Raja?"
"Tergantung apa yang Pangeran tawarkan kepada saya."
"Mahapatih, kami berdua hanya ingin bercerita mengenai suatu yang belum lama ini berlangsung di Keraton. Bahwa ketika terjadi keributan di mana Senopati Kuti menduduki Keraton, kami berdualah yang pertama kali berada di barisan terdepan.
"Ini agak berbeda dengan Mahapatih yang tetap berada di Keraton."
Senyum Jabung Krewes makin melebar.
"Pangeran keliru. "Keliru besar kalau mengingatkan jasa Pangeran dalam usaha pengembalian Raja ke takhta setelah terlunta-lunta di pengasingan.
Semua mengetahui, semua melihat sendiri, bahwa saya Mahapatih Jabung Krewes tidak berbuat apa-apa saat pemberontakan terjadi, dan juga saat penumpasan berlangsung.
"Saya tak mempunyai sumbangan apa-apa.
"Tetapi Pangeran juga masih melihat sekarang ini, bahwa saya masih tetap menjadi mahapatih.
"Tak ada yang lebih berjasa dalam pengembalian takhta selain prajurit kawal raja yang bernama Mada. Beserta dengan pengawal yang jumlahnya tak seberapa, Mada berhasil menghimpun dan menyatukan seluruh kekuatan.
"Mada. "Tetapi Pangeran Wengker lebih mengetahui apa yang terjadi dengan Mada sekarang ini. Dikirim ke Daha, ke tempat kediaman Pangeran Wengker untuk mengabdi kepada Arya Tilam.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Itu yang terjadi. "Itulah kenyataannya.
"Tak ada artinya menggugat jasa yang telah diberikan. Tak ada artinya mempersoalkan yang dianggap tidak berjasa.
"Rasanya kita semua paham mengenai hal itu."
Pangeran Wengker mengangguk dalam.
"Apa yang Mahapatih kehendaki dari saya?"
Dada Mahapatih mengembang.
Berisi kebanggaan. Terpompa kemenangan. Untuk pertama kalinya kembali bisa dirasakan keunggulannya sebagai mahapatih. Sebagai orang yang bisa membuat orang lain memandang hormat. Orang lain itu tak tanggung-tanggung: pangeran anom!


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya tak menginginkan apa-apa lagi.
"Sebagai mahapatih, saya telah memiliki semuanya.
"Sekarang saya tidak akan meminta apa-apa.
"Sampai saatnya nanti...."
"Saya akan selalu mengingat hal ini, Mahapatih."
Inilah kemenangan utama Mahapatih Jabung Krewes. Ia merasa bisa menjerat dan mengikat erat kedua pangeran anom. Yang bukan tidak mungkin di belakang hari akan terpaksa membalas utang budi.
Inilah kemenangan utama, karena Mahapatih tetap bisa melaporkan kepada Raja!
Dengan demikian ada dua hasil besar yang diperoleh.
Ikatan utang budi dari Pangeran Angon dan Pangeran Wengker, dan sekaligus menaikkan pamornya di mata Raja. Kalaupun kemudian Raja memutuskan untuk memberi hukuman, dirinya tak merasa kehilangan apa-apa.
Nyatanya Raja tidak mempersoalkan sama sekali.
Ini berarti satu jasa besar telah ditanam di Keraton Singasari dan Daha, tanpa berbuat suatu apa.
"Telah tiba saatnya saya memainkan peranan," kata Jabung Krewes pada dirinya sendiri.
"Walau barangkali tidak sehebat Halayudha, akan tetapi sebagai manusia mereka akan menghormatiku. Tinggal meneruskan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Telah tiba saatnya membalas dendam kepada yang selama ini meremehkanku."
Semangat kemenangan merasuk dalam diri Jabung Krewes. Kini, dalam mengawal Raja ke Perguruan Awan, pikirannya bekerja.
Menyusun langkah demi langkah untuk memastikan kekukuhan posisinya.
Yang segera bisa ditekan adalah Putri Tunggadewi serta Rajadewi.
Keduanya merupakan mutiara yang paling berharga, yang sekarang tidak mempunyai pelindung sama sekali.
Padahal banyak hal bisa dilakukan untuk memperoleh pengaruh yang lebih luas.
Sekurangnya, selama ini masih banyak yang menaruh rasa hormat yang dalam dan tulus. Masih banyak pengikut setia yang bersedia mengorbankan apa saja bagi kedua putri tersebut.
Apakah itu karena dasar berkembangnya daya asmara seperti yang dialami Pangeran Angon serta Pangeran Wengker, atau karena kesetiaan kepada darah keturunan Baginda, bagi Jabung Krewes tak ada bedanya.
"Sekarang saatnya," desis Jabung Krewes dalam hati.
Yang bisa membuatnya lebih bangga adalah karena sebentar lagi istrinya tak akan memandangnya sebelah mata lagi. Kehormatan dalam keluarga, yang selama ini tercampakkan, akan pulih kembali.
Kebanggaan sebagai suami, seorang yang dihormati luar-dalam, menjadi sempurna.
Kecemasan di Pendakian SEMANGAT yang menggelora dalam diri Mahapatih Jabung Krewes, di satu pihak mendatangkan gairah baru yang selama ini tenggelam dalam kemurungan. Akan tetapi di pihak lain juga mendatangkan kecemasan.
Untuk pertama kalinya, Jabung Krewes kuatir jika dalam menjalankan tugas bersama kali ini gagal. Yang berarti usianya tidak panjang.
Sesuatu yang tadinya tak terpikirkan sama sekali. Sesuatu yang dulu dijalani begitu saja. Bahkan di saat pemberontakan Kuti, Jabung Krewes seleh gegaman, meletakkan senjata tanpa peduli bagaimana akhirnya.
Tak ada semangat melawan. Atau bahkan bertahan. Kalau ada prahara yang bakal melindasnya, diterimanya tanpa menahan napas.
Kali ini justru berbeda. Sikapnya menjadi sangat hati-hati.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Alasan yang bisa dimengerti, karena yang didatangi sekarang ini adalah "kedung naga, sarang harimau, kandang demit" yang kelewat gawat. Rasanya di seluruh jagat ini tak ada tempat yang menimbulkan kecemasan lebih berat dari Perguruan Awan.
Setelah Raja dengan terang-terangan menyabdakan bahwa Perguruan Awan-dengan Upasara Wulung dan semua penghuninya-adalah musuh Keraton, keadaannya bisa menjadi menakutkan.
Dalam hal ilmu silat, Upasara Wulung belum ada tandingannya.
Seluruh prajurit Keraton bergabung menjadi satu sekalipun, tak akan bisa melukai bayangannya. Bahwa Upasara tak akan mendahului menyerang, itu sedikit menenteramkan. Akan tetapi kalau belum-belum Raja memerintahkan penghancuran, bukankah Upasara Wulung akan mempertahankan"
Yang seperti ini sangat mungkin, mengingat Raja bisa mengganti perintah yang berbeda pada hari yang sama.
Kecemasan yang tak bisa diusir, tak bisa ditutup-tutupi.
"Akhirnya kamu merasakan ketakutan itu, Jabung Krewes.
"Itu tandanya kamu sedang mendaki. Sedang menyongsong angin yang lebih besar, karena kamu merasa tinggi. Kamu sudah merasa ayub-ayuben, takut jatuh."
"Raja sangat tepat melihat hamba."
"Dalam banyak hal aku dikatakan tak tahu apa-apa, akan tetapi sesungguhnya aku mengerti lebih banyak dari yang diduga para Dewa.
"Jabung Krewes, apa yang kamu takutkan?"
Jabung Krewes terdiam sejenak.
"Barangkali ini juga kesempatan terakhir bagimu untuk bisa menjelaskan hal itu.
"Aku juga tak tahu apa yang akan kutemui di Perguruan Awan. Tetapi rasa-rasanya ini perjalananku yang terakhir ke tempat itu."
"Sembah bagi Raja. "Hamba memang cemas.
"Pertama, karena menurut kabar pawarta Perguruan Awan sedang panas. Semua penghuninya menggeliat.
"Kedua, karena Raja meninggalkan Keraton."
"Pikiranmu tak terlalu cethek, tak terlalu dangkal.
"Kenapa kalau aku meninggalkan Keraton?"
"Hamba masih was-was.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sekarang ini, para dharmaputra boleh dikatakan telah rata dengan tanah. Kalaupun tersisa, hanya Senopati Banyak yang tak berdaya, serta Senopati Tanca yang berdiam diri.
"Namun sesungguhnya bukan tidak mungkin akan ada yang memanfaatkan kekosongan Keraton."
"Siapa mereka itu?"
"Mohon beribu ampun, Raja.
"Hamba barangkali keliru besar. Namun para pangeran anom bukan tidak mungkin telah menyusun rencana tersendiri, mengingat Raja Sesembahan sampai hari ini..."
Di dalam joli yang mengangkut Raja mengelus jakunnya.
Mahapatih Jabung Krewes yang berkuda agak di sebelah belakang tidak berani memperhatikan, akan tetapi mengetahui bahwa Raja mempertimbangkan kalimatnya.
"Para pangeran anom"
"Siapa yang kamu maksudkan"
"Angon Kertawardhana" Wengker?"
"Maaf, Raja Sesembahan.
"Kedua pangeran anom, dari Daha dan Singasari, memang paling menonjol. Akan tetapi keempat pangeran anom yang lain sebenarnya mempunyai alasan darah keturunan yang sama."
"Selama ini aku tidak mendengar mereka.
"Angon tak akan berani.
"Wengker apalagi."
"Beribu ampun, Raja.
"Sewaktu Sri Baginda Raja yang Mulia diserang mendadak oleh Raja Muda Gelang-Gelang, juga karena tidak menduga akan datangnya pengkhianatan. Dengan kata lain, justru yang tak terduga yang bisa menjadi bahaya."
"Apa lagi?" "Di kaputren masih ada Putri Tunggadewi serta Rajadewi."
"Aku sudah menguasai penuh.
"Hanya aku tak ingin takhta ini berlanjut dari keturunan langsung Sri Baginda Raja yang nyatanya masih selalu dipuja.
"Aku ingin darah keturunan itu menetes langsung dariku.
"Tak soal benar, Krewes.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tak soal benar. "Para pangeran anom juga tidak. Terlalu mudah memecah mereka.
Aku justru akan membuat satu gerakan yang membuyarkan mereka.
Aku ingin mempermainkan nasib dan harapan mereka.
"Kalau salah satu dari mereka kuberi angin, akan terjadi pergeseran dengan sendirinya.
"Mereka akan bertengkar dengan sendirinya. Saling iri, saling lihat kiri-kanan, dan merasa tak puas.
"Menurut kamu siapa yang pantas, Krewes?"
"Hamba tak bisa menangkap kearifan Raja."
"Bodoh. "Ini hal yang gampang.
"Ada enam pangeran anom yang mempunyai harapan ingin bisa meneruskan takhta seandainya Ingsun ini tidak memiliki putra mahkota.
"Dari keenam ini, Angon kelihatan mendongak, meskipun malu-malu.
"Wengker akan selalu menjadi bayangannya.
"Masih ada empat. Di antara empat ini aku ingin memberi angin, Sehingga terjadi perpecahan di antara mereka.
"Mengerti?" "Hamba baru bisa menangkap sebagian kecil."
"Siapa dari keempat pangeran anom yang paling bisa membuat iri?"
"Sumangga Ingkang Sinuwun...."
"Aku sudah menduga itu jawabanmu.
"Marma Mataun. "Mataun punya sikap sesongaran, pandangan matanya mendelik meskipun dagunya menghadap ke bawah.
"Krewes, tugasmu hanyalah mengingatkan aku, agar aku suatu saat memanggil Mataun ke Keraton.
"Hanya Mataun sendiri."
"Hamba akan mengingat-ingat."
"Satu hal lagi, Krewes."
"Mengapa tiba-tiba kamu mencemaskan kaputren?"
"Selama ini... selama ini, menurut perhitungan hamba, hanya kaputren yang tidak mempunyai kemungkinan bisa mendatangkan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bahaya. Tetapi kini hamba merasakan getaran yang tidak enak dari sana.
"Maaf, Raja Sesembahan."
"Rasa-rasanya kedua putri sekar kedaton..."
"Kamu kira masih pantas mereka disebut bunga Keraton"
"Hgh! "Hgh! "Aku mengerti maksudmu, Krewes.
"Kamu mau mengatakan bahwa mereka berdua yang masih bisa disebut bunga Keraton itu tak sepenuhnya menerima kehadiranku.
Bagiku sama saja. "Sama. "Hgh!!! "Aku sudah meratakan dengan tanah. Segala kehormatan yang mereka miliki sudah tak ada lagi. Tak ada alasan untuk kuatir mengenai hal itu. Sejak masih kanak-kanak, aku sudah tahu hal itu. Sebelum mereka menjadi besar, aku telah menghancurkan.
"Hanya memang kamu harus memperhitungkan.
"Karena mereka berdua inilah yang sekarang bisa menghubungkan dengan Simping, tempat bekas Permaisuri Rajapatni bertapa. Yang akan tetap dianggap sesembahan, dianggap tokoh yang paling dihormati.
"Karena mereka berdua inilah yang sekarang bisa menghubungkan dengan Perguruan Awan.
"Krewes, aku tak akan menyisakan sedikit pun.
"Akan kupancing agar bekas Permaisuri Rajapatni berhenti dari tapanya, dan ikut cawe-cawe, ikut campur tangan urusan Keraton, sehingga aku mempunyai alasan untuk meratakan dengan tanah.
"Tak akan ada sisanya lagi.
"Sampai kapan pun. "Cara memancing beliau tak terlalu sulit, kalau kamu memiliki sepersepuluh kemampuan Halayudha.
"Yang menjadi tanda tanya, kenapa kamu yang bodoh itu tidak memikirkan kemungkinan menggunakan dua putri itu untuk menjebak Upasara Wulung atau para ksatria yang lain.
"Bukankah ketika aku mengumumkan akan menikahi secara resmi timbul pergolakan" Kenapa tidak kita pakai cara itu saja"
"Aku yakin itu jaring yang tetap akan mengena!"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tikaman di Kaputren PERHITUNGAN Raja tak meleset sedikit pun.
Karena di kaputren terjadi pergolakan yang tak menentukan kelangsungan kejayaan Raja di belakang hari. Andai saja saat itu Raja mengetahui kejadian yang sebenarnya.
Sayangnya, Mahapatih Jabung Krewes yang merasa mengetahui dan menggenggam rahasia, juga hanya mengetahui sepotong kecil.
Yaitu tentang Pangeran Anom Angon serta Pangeran Muda Wengker yang diam-diam menjalin hubungan dengan kaputren. Dengan mengganti para dayang, Jabung Krewes merasa sudah menguasai keadaan.
Kesempatan inilah yang digunakan Pangeran Angon maupun Pangeran Wengker. Keduanya membulatkan tekad untuk menyusup ke dalam kaputren.
Justru saat Raja jengkar, atau meninggalkan Keraton.
Bagi Jabung Krewes agak sulit membayangkan bagaimana amukan daya asmara sudah membakar hangus kesadaran kedua pangeran anom. Yang lebih memanaskan lagi ialah karena kedua pangeran anom merasa mendapat jawaban dari kedua putri. Kirimannya selama ini diterima dengan baik.
Tidak ada tanda-tanda dikembalikan.
Berarti satu langkah utama telah dimenangkan.
Maka keduanya memutuskan menemui secara langsung. Dengan menyamar sebagai prajurit kawal, keduanya menyusup masuk. Melewati kori butulan, pintu kecil, keduanya memasuki kaputren. Hanya dengan penerangan sinar rembulan, Pangeran Angon berjalan di depan.
Pangeran Wengker mendampingi.
Para dayang utama telah disingkirkan dengan diam-diam. Hanya tinggal beberapa dayang yang memang ditugaskan mendampingi tak lebih dari satu tombak.
Memasuki kamar kaputren, Pangeran Angon bersiaga.
Itu yang menyelamatkan jiwanya.
Karena dayang yang tugur berjaga sambil bersila di depan pintu, mendadak mengayunkan tangan dengan gerakan cepat sekali.
Wengker yang berada di belakang menusuk dengan tombak, apa pun sasaran yang bisa menahan serangan kedua.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Pangeran Angon mengaduh sambil memegangi pundaknya.
Sebaliknya, penyerang juga tak menduga kecepatan Pangeran Wengker bereaksi. Sehingga untuk beberapa kejap tertahan.
Tapi hanya satu tarikan napas.
Pada tarikan napas berikutnya, keempat bayangan saling tubruk dengan serangan mematikan.
Pangeran Angon dan Pangeran Wengker sadar bahwa yang menyerang tiba-tiba ternyata bukan dayang. Melainkan dua orang yang menyamar sebagai dayang.
Yang jelas dua-duanya cukup berumur.
Dan dua-duanya merupakan pasangan.
Semuanya baru menjadi jelas, ketika ada satu bayangan yang masuk ke tengah dan mengibaskan tangan. Wengker, Angon, dan dua bayangan penyerang serta-merta terjungkal.
Tanpa bisa bangun lagi. Karena balung kodok, atau tulang ekor, menghantam lantai.
Satu kibasan yang luar biasa.
Penuh tenaga keras, kuat, tapi tidak dikerahkan untuk mematikan.
Cukup untuk memusnahkan kekuatan sementara. Sebab benturan pada balung kodok, menyengat semua saraf yang ada.
"Ksatria sejati, angin apa yang menyertai ksatria sehingga datang ke kaputren?"
Bayangan itu menunduk hormat.
Di pundaknya seperti terpanggul seseorang yang menggelendot lemas.
"Maaf, Mpu Tanca yang terhormat.
"Saya sama sekali tak berniat lancang masuk kaputren. Saya memang ingin sowan kepada Mpu serta Nyai Makacaru yang mulia."
Suaranya mantap, mendasar, dan enak di telinga.
Pangeran Angon sejenak lupa pundaknya yang perih.
Matanya tak salah menangkap ksatria gagah yang dikagumi. Upasara Wulung yang digelari ksatria lelananging jagat, yang memperlihatkan keunggulan dalam pertarungan utama di depan Keraton. Luar biasa gagah dan berwibawa.
Pangeran Wengker juga merasakan getar kewibawaan yang sama.
Hanya sedikit terganggu dengan teka-teki yang muncul secara tiba-tiba.
Siapa anak kecil yang berada dalam gendongannya" Teka-teki kedua yang sama membingungkan ialah bahwa penyerangnya adalah Mpu
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tanca serta istrinya, Nyai Makacaru. Bagaimana mungkin keduanya bersatu-padu menyerang seketika"
"Ksatria yang gagah, pujaan para ksatria.
"Apakah yang membuat saya yang tua, pikun, dan tak mengerti kiblat ini, masih cukup berharga untuk ditemui?"
Nyai Makacaru membuka setagennya, memberikan obat penawar agar diborehkan, diurapkan, ke luka Pangeran Angon.
Pangeran Angon segera mengikuti apa yang diisyaratkan Nyai Makacaru. Pangeran Wengker masih bersila dalam keadaan siaga.
"Anak saya yang bernama Cubluk ini menderita suatu..."
Upasara Wulung tidak melanjutkan kalimatnya.
Mpu Tanca menggeleng. Helaan napasnya menyayat.
Matanya terpejam lama. Tangannya berusaha menyentuh tangan Cubluk yang kini terlelap dalam pangkuan Upasara Wulung. Nyai Makacaru memejamkan mata, bersemadi, dan melakukan hal yang sama. Memegangi nadi tangan Cubluk.
Kemudian pindah ke kuku ibu jari kaki Cubluk.
Disusul helaan napas yang berat.
Dan teriakan lolongan yang panjang. Hingga seluruh kaputren seakan terbangun karenanya. Nyai Makacaru muntah hingga mata, telinga, dan hidungnya mengeluarkan air.
Mpu Tanca gemetar. Saat itu terdengar langkah kaki perlahan.
Putri Tunggadewi melangkah keluar dari peraduannya.
Disusul Rajadewi. Putri Tunggadewi tampak bisa segera menguasai diri, meskipun alis matanya sedikit terangkat naik. Meskipun sama sekali tak mengira bahwa di depan kamar peraduannya ada begitu banyak manusia yang tak dikenal.
Bahkan akhirnya Putri Tunggadewi ikut bersila.
"Selamat datang, Paman Upasara...."
Upasara mengangguk pendek.
Wajahnya masih membeku. Mpu Tanca masih tersengal-sengal napasnya.
Baru kemudian mereda. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tubuhnya basah oleh keringat. Tangan dan suaranya gemetar hingga ke ulu hati.
"Dewa, kutuklah saya yang tak berguna ini.
"Saya tak bisa apa-apa."
Nyai Makacaru bersandar lemas ke tiang. Pandangannya menerawang kosong.
"Maaf, Mpu Tanca serta Bibi Makacaru yang mulia....
"Saya hanya merepotkan."
Pangeran Wengker mengelap keringat di jidatnya. Sambaran kilatan hati melihat bayangan Rajadewi membuat sukmanya seolah terbang ke langit tingkat tujuh
Akan tetapi tertarik melesak kembali ke bumi.
Karena tak segera mengerti apa yang sesungguhnya terjadi.
Hanya bisa memperkirakan. Bahwa Upasara Wulung muncul pada saat yang tepat. Dan kemunculannya secara sengaja untuk menemui Senopati Tanca, yang disebut sebagai empu, sebutan kehormatan.
Untuk mencari obat bagi Cubluk.
Akan tetapi agaknya Tabib Tanca serta Nyai Makacaru tak berhasil memahami penyakit Cubluk.
Bahkan sempat terguncang hebat.
Kalau Mpu Tanca serta Nyai Makacaru tak bisa mengobati, Dewa yang paling mumpuni sekalipun akan angkat tangan.
Alis Tunggadewi beradu. "Apakah ada lelara, penyakit, yang tak tersembuhkan"
"Rasanya kalau ada lelara pastilah ada tamba, obat penyembuhnya."
Suara Tunggadewi menghibur, menenteramkan.
Tapi tidak Mpu Tanca. Serta Nyai Makacaru. Keduanya boleh dikatakan menghabiskan seluruh usia, seluruh kemampuan, hanya untuk mendalami segala jenis jejamuan. Boleh dikatakan tak ada lelara yang tak bisa disembuhkan. Cepat atau lambat semua bisa diatasi.
Bahkan ketika Praba Raga Karana terkena penyakit yang sangat aneh sekalipun, Mpu Tanca akhirnya bisa menemukan pangkalnya. Meskipun memang kemudian tidak berniat menyembuhkan.
Akan tetapi sekali ini lain.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekali ini, ilmu dan kesaktiannya seperti mentok.
Sewaktu Mpu Tanca serta Nyai Makacaru memusatkan seluruh kemampuannya, menyatukan seluruh ilmunya, ketika itu seperti terjadi benturan yang keras.
Dap. Dap. Dap. Tiga kali, dan Nyai Makacaru melolong serta muntah. Karena kemampuannya dikalahkan.
Tak berbeda jauh dari Mpu Tanca. Meskipun akibatnya berbeda.
Pengerahan tenaga dan kemampuannya membuntu.
"Jiwa saya masih kotor, masih dipenuhi nafsu sehingga tak mampu."
Kematian, Muara Dendam MPU TANCA bersujud di kaki Upasara Wulung. Bersama dengan Nyai Makacaru.
"Jiwa kotor... "Jiwa kotor...."
Tunggadewi menepuk lantai dengan lembut.
"Sudahlah, Paman Senopati Tanca serta Nyai Makacaru.
"Kalau ada yang dipersalahkan, sayalah yang menjadi sumber segala dosa dan kotoran.
"Bukan Paman serta Bibi Nyai.
"Saya mengerti kenapa Paman serta Bibi berada di sini untuk menyabung nyawa. Karena ingin membalas kemurkaan Raja. Sehingga siapa pun yang mendekati kamar peraduan saya akan berhadapan dengan patrem serta maut.
"Jiwa yang kotor, sayalah sumbernya.
"Karena sayalah yang menjalani kehinaan yang tak terhingga."
Suara Tunggadewi menggeletar.
Tetesan air mata serta tarikan bibirnya ke bawah, nada yang parau, menerobos ke dalam kulit siapa pun yang mendengarnya.
"Maaf, Paman Upasara Wulung.
"Sayalah yang menjadi penyebab macetnya kesaktian Mpu Tanca."
Upasara Wulung menggeleng lembut.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak, Putri Ayu. "Tidak.

Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini semua kehendak Dewa yang membisiki saya yang bebal, berani menyandang gelar ksatria lelananging jagat. Saya telah kualat, menerima murka atas kecongkakan batin saya."
Perlahan Pangeran Angon bisa mengerti apa yang terjadi.
Sewaktu dirinya bersama Pangeran Wengker masuk ke deretan kamar peraduan Putri Tunggadewi, Mpu Tanca serta Nyai Makacaru telah bersiaga.
Entah sejak kapan. Barangkali sejak Raja kembali ke Keraton.
Tujuannya hanya satu. Melampiaskan dendam kesumat kepada siapa pun yang berani mendekati kamar peraduan. Pun kalau itu Raja!
Atau justru Raja tujuannya!
Raja! Dendam yang tak bisa dihilangkan. Dendam kesumat yang hanya akan diselesaikan dengan kematian. Kematian bagi korban atau kematian bagi dirinya sendiri.
Entah sejak kapan, dengan cara yang sangat berbelit, Tanca serta istrinya bisa menyaru sebagai dayang, dan tetap bisa tugur di situ.
Lapisan dendam itulah yang menyebabkan Mpu Tanca tidak menjadi murni lagi. Demikian juga Nyai Makacaru. Sehingga tak mampu mengerti apa sebab penyakit Cubluk.
Sebaliknya, baik Putri Tunggadewi maupun Putri Rajadewi, merasa bahwa dendam itu disebabkan oleh apa yang mereka lakoni berdua.
"Mohon ampun, Putri Mulia.
"Jiwa hamba yang kotor, bukan karena Putri.
"Putri tak bersalah."
"Demikianlah sesungguhnya," kata Nyai Makacaru perlahan.
Putri Tunggadewi menunduk.
"Saya telah menyerahkan diri kepada Dewa Yang Mahadewa.
"Derita apa pun, pembalasan apa pun, akan saya sandang dengan ikhlas lahir-batin.
"Malam ini telah saya katakan semuanya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Malam ini sebagian beban itu akhirnya bisa saya utarakan.
Berbahagialah yang mendengarkan, karena menjadi tempat saya mengakui segala yang kotor."
Rajadewi tersandar lemas.
Upasara Wulung merangkul Cubluk.
"Maaf, Paman Mpu Tanca serta Nyai Makacaru.
"Saya telah mengganggu Paman dan Bibi. Saya telah membebani dengan persoalan yang seharusnya tidak perlu menjadi perhatian Paman.
"Saya memberanikan diri sowan karena saya tidak melihat titik terang di ujung terowongan yang pekat ini.
"Saya sedang mencari jalan."
"Upasara Wulung, ksatria sejati.
"Jiwa yang luhur, jiwa yang jernih, akan menemukan jalan.
"Saya percaya, jalan itu akan diberikan Dewa.
"Kalau tidak, Dewa Yang Mahadewa sesungguhnya tak pernah ada."
Perlahan kalimatnya, tapi menggelegar bagai sambaran seribu kilat secara bersamaan."
Untuk seorang yang memuja Dewa Sang Pencipta, gugatan Mpu Tanca adalah gugatan terakhir yang bisa dilakukan.
"Ksatria gagah, saya hanya bisa meraba-raba.
"Kemurnian asmara yang setulusnya akan menindih bercak hitam yang berada dalam tubuh gadis kecil ini.
"Rasanya hanya itu yang bisa saya katakan."
"Terima kasih atas petunjuk Mpu Tanca.
"Terima kasih, Nyai."
Upasara Wulung mengangguk.
"Paman Upasara mau pergi ke mana?"
Gerak Upasara terhenti sejenak.
"Kembali ke tempat asal."
"Paman..." Tunggadewi mendekat. Menatap lekat. "Paman..." KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tangan kiri Upasara menepuk pundak Tunggadewi. Mengelus perlahan.
"Terima kasih, Putri Ayu.
"Terima kasih."
"Paman Upasara... "Saya tak mengerti banyak mengenai penyakit atau apa. Akan tetapi saya bisa melakukan sesuatu yang bisa...."
"Terima kasih...."
Jawaban Upasara disertai gelengan pendek.
Punggung tangan Upasara menghapus air mata di sudut.
"Putri Ayu benar. "Tak ada lelara tanpa tamba.
"Itulah inti kehidupan, kemuliaan dan kesucian.
"Jangan mengecewakan dirimu sendiri, jangan mengecewakan yang menyucikan diri di Simping.
"Saya akan menjadi paman yang bahagia."
Tunggadewi menggenggam tangan kiri Upasara Wulung. Melekatkan ke pipi, ke dagu, ke bibir.
"Akan selalu saya ingat apa yang Paman katakan."
Upasara mengangguk. "Putri Ayu Rajadewi, saya minta pamit."
"Sumangga, Paman. "Paman telah meniupkan roh kehidupan, sukma kehidupan."
Upasara tersenyum tawar. "Mpu Tanca dan Bibi Makacaru, saya minta pamit."
"Kami hanya bisa menyertakan doa, Ksatria Sejati.
"Semoga kami tak mengulang kekeliruan yang sama."
Terkesan jelas bahwa niatan Senopati Tanca dan Nyai Makacaru tak pernah bergeser.
Upasara Wulung berdiri. Menoleh kepada Pangeran Angon serta Pangeran Wengker.
"Pangeran Anom berdua, Pangeran telah mendengar semuanya.
"Seperti kata Putri Ayu, berbahagialah yang mendengar kesaksian ini.
"Kebesaran jiwa melebihi semuanya."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara mengangguk. Menjauh. Paman... Tunggadewi dan Rajadewi masih meneriakkan nama Upasara Wulung dalam rintihan.
Tapi bayangan Upasara Wulung telah lenyap.
Tanpa bekas. Hanya beban gadis kecil yang menderita yang tertinggal.
Agak lama semuanya terdiam.
Agak lama sekali. Tak ada yang bergerak. Setelah bersemadi sesaat, Tunggadewi berdiri, diiringi Rajadewi.
Tanpa menoleh. Tanpa mengucap. Mpu Tanca menyembah hormat kepada Pangeran Angon serta Pangeran Wengker.
"Paduka Pangeran, berbahagialah."
Pangeran Angon malah menyembah.
Juga Pangeran Wengker. "Saya akan berusaha memahami kebahagiaan tak terhingga ini."
Pangeran Angon menyembah kembali.
Bersamaan dengan Pangeran Wengker.
Kemudian mengundurkan diri.
Meninggalkan sepi. Yang mengisi hati masing-masing.
Dengan jawaban dari segala kerinduan yang berdesakan selama ini.
Bagi Pangeran Angon dan Pangeran Wengker, lebih jelas terbaca.
Walaupun Putri Tunggadewi dan Rajadewi tidak melirik atau berkata sepatah pun, ada isyarat kehadiran mereka berdua diterima.
Ini yang membahagiakan. Bagi Putri Tunggadewi serta Rajadewi, ini juga merupakan pelepasan pertama segala kegundahan dan kecemasan.
Bagi Senopati Tanca, sebagai dharmaputra, berarti tak ada lagi jalan mundur bagi tekadnya. Meskipun dengan demikian pengorbanan terbesar yang menyiksa, tak bisa menyembuhkan Cubluk, akan terus dirasakan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Bagi Upasara Wulung"
Dan Pertarungan Semakin Dekat
KALAU saja Raja mengetahui semuanya, jalan yang ditempuh bisa berbeda. Sekurangnya bisa mengetahui bahwa dendam Senopati Tanca hanya akan bermuara pada kematian.
Kalau saja Jabung Krewes lebih meneliti apa yang terjadi dengan kesediaan Pangeran Angon dan Pangeran Wengker, akan lain lagi akhirnya.
Akan tetapi keduanya tidak berpaling ke belakang. Keduanya melangkah ke depan.
Menuju Perguruan Awan dengan segala dorongan yang tidak disadari akan berhenti di mana.
Karena puncak pergolakan sedang menuju ke satu titik yang sama, Perguruan Awan.
Upasara Wulung dengan Cubluk yang dalam keadaan mati-hidup, membulatkan tekad untuk menempuh usahanya sendiri. Tanpa bantuan sentuhan Permaisuri Rajapatni yang kini bertapa di Simping.
Pun ketika kemungkinan itu dibuka oleh Putri Tunggadewi yang secara sangat bijak bisa menangkap jalan keselamatan itu.
Di Perguruan Awan sendiri, Gendhuk Tri memusatkan diri, bersemadi terus untuk kesembuhan Cubluk. Yang berarti selembar daun kering yang mengganggu akan dienyahkan segera.
Di Perguruan Awan, saat ini juga ada Nyai Demang. Meskipun kini sepenuh perhatiannya tersedot oleh kehadiran Klobot, akan tetapi masih ada yang mengganjal. Persoalan utama yang belum selesai mengenai hubungannya dengan Pangeran Sang Hiang.
Hubungan yang selama ini tumbuh secara menggetarkan tiba-tiba berubah menjadi keberingasan yang tak bisa dimengerti, sehingga menjadi ganjalan.
Bukankah sangat mungkin sekali Pangeran Hiang pun masih akan muncul"
Itu belum semuanya. Pendita Ngwang yang selama ini secara cermat merencanakan balas dendam Tartar, telah siap menunggu.
Menunggu pertarungan yang akan menentukan perjalanan hidupnya.
Menentukan kebesaran Tartar yang telah menaklukkan dunia.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Masih ditambah dengan Mada, serta Nala dan Naka. Prajurit Utama Mada yang mempelajari ajaran mahamanusia, yang pernah menjadi penyelamat Raja, kini datang dengan tugas untuk menangkap Upasara Wulung.
Tugas yang paling mustahil.
Tetapi sebagai prajurit akan dilakukan juga.
Lebih dari itu semua, Halayudha juga menuju Perguruan Awan.
Mahapatih yang pernah menduduki singgasana, ksatria sakti mandraguna yang mampu menyerap berbagai sari pati ilmu di jagat ini menjadi tokoh yang mengerikan karena susah diterka adatnya.
Mengerikan karena kini di tangannya tergenggam Kangkam Galih yang telah menewaskan jawara-jawara sejati tanpa pandang bulu.
Dengan perkiraan yang paling jauh pun, Jabung Krewes tetap tak bisa memperkirakan separuh dari kejadian yang sebenarnya.
Hanya naluri kemanusiaan yang menyebabkan tanpa terasa bulu tubuhnya merinding.
Dalam keadaan panas-dingin, rombongan terus melanjutkan perjalanan.
Yang pertama mengendus kedatangan rombongan Raja adalah Pendita Ngwang.
Yang makin tak bisa mengerti bagaimana memperkirakan manusia Tanah Jawa. Karena tak bisa masuk ke otaknya, bagaimana mungkin Raja malah datang ke Perguruan Awan.
Ngwang memang ingin menyikat semuanya.
Tapi tidak dengan cara seperti ini.
Karena kemunculan Raja dan rombongannya justru bisa mengacaukan rencananya, yaitu mengadu Halayudha dengan Upasara.
Kalau perhatian mereka sempat terpecah, bagi Ngwang tetap susah untuk muncul sebagai pemenang.
Maka Ngwang mengambil jalan pintas. Dengan ngleyang, Ngwang mencoba mempengaruhi Raja.
Menyusupkan kemampuannya ke dalam joli, dan mengerahkan bau wangi sirep untuk membelokkan keinginan Raja.
"Sinuwun masih ingat hamba?"
"Ya." "Sebaiknya..." "Tidak. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ingsun tak akan mundur. Hanya Ingsun yang bisa mengubah keinginan ingsun pribadi.
"Tidak yang lainnya."
"Sinuwun..." "Munculkan dirimu, jika kamu memang perkasa."
Ngwang mengerahkan aji sirepnya.
Sesuatu yang sebenarnya ingin dijadikan kekuatan pamungkas dalam pertarungan akhir. Kekuatan tenaga dalam Ngwang merambat bersama menyebarnya bau wewangian.
Raja yang tak cukup kuat tenaga dalamnya dengan cepat bisa dikuasai. Demikian juga Jabung Krewes serta para pengawal utama.
Hanya dalam waktu singkat semuanya tak sadarkan diri.
Ngwang bermaksud menyingkirkan ke suatu persembunyian agar tak mengganggu dan menimbulkan kecurigaan, ketika bayangan Klobot menyeruak masuk.
Klobot, bocah kecil ini tumbuh secara lain.
Dalam usianya yang masih dini sudah mendapat pengajaran langsung mengenai ilmu yang untuk pertama kalinya diciptakan oleh Upasara Wulung. Dengan kemanjaan dari Nyai Demang, Klobot memiliki sifat-sifat yang aneh.
Seperti setiap kali dilakukan.
Meninggalkan Nyai Demang diam-diam. Hanya agar nantinya dicari.
Dan dalam keluyuran sendirian, Klobot terus-menerus memamerkan ilmunya. Sesuatu yang membuatnya merasa lebih dari yang lainnya.
Sesuatu yang selalu ingin dibuktikan bahwa dirinya lebih dari Cubluk.
Kini Klobot menemukan permainan baru yang menarik.
Melihat prajurit Keraton, melihat Jabung Krewes yang tertidur, dan melongok ke dalam joli.
"Aneh, semua seperti pernah saya kenal."
"Mereka tertidur," kata Ngwang dari persembunyiannya.
"Siapa kamu?" "Teman mainmu."
Klobot menggeleng. "Aku tak punya teman.
"Prajurit ini, joli itu, justru kukenal."
"Karena mereka pulas, pasang saja di pohon.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau nanti bangun, mereka akan bingung."
"Bagus juga." Klobot tersenyum. Tak terlalu sulit baginya menyeret para prajurit maupun Jabung Krewes. Dengan sekali loncat bisa membawa ke dahan yang tinggi. Dan meninggalkan tubuh mereka di situ.
Namun ketika mendekat ke joli, tanpa sadar Klobot berlutut.
Bersila. Menyembah. Dengan gemetar. Ada satu kilasan yang menghajar kesadarannya. Seakan joli itu, bayangan tubuh yang terpulas dalam joli itu, pernah disembah seperti sekarang ini. Sejak pertama kali mengenal, Klobot selalu menyembah rata dengan tanah.
Ngwang sendiri heran. Bagaimana anak gunung yang kelihatan liar itu bisa menyembah dan memahami tata krama Keraton.
Akan tetapi Ngwang tak mau mengambil risiko.
Dengan mengerahkan tenaga dalamnya untuk meringankan tubuh yang memang merupakan keunggulannya, joli terangkat naik. Naik membubung, menyelinap ke dahan pohon yang paling tinggi.
Klobot hanya merasakan tiupan angin, dan joli terangkat ke atas.
Mata Klobot berkejap-kejap.
"Lupakan mainan itu.
"Masih banyak yang lain.
"Yang datang." Pengindriaan jarak jauh Ngwang menangkap adanya langkah-langkah mendekat. Maka ia kembali ke persembunyiannya untuk menunggu waktu yang tepat.
Sebaliknya, Klobot masih menyembah.
Pendengaran Ngwang tidak keliru sama sekali. Karena langkah kaki Nala dan Naka, yang paling lemah tenaga dalamnya, lebih dulu didengar. Baru kemudian bisa terbaca jelas ada langkah kaki lain.
Langkah kaki Mada. Dan langkah lain. Yang ditunggu. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Langkah kaki Halayudha! Inilah saat yang paling dinantikan.
Ngwang mengentak tenaga lewat perut dengan cara dikedutkan.
Klobot bagai tersapu sepuluh tombak lebih. Hingga jungkir-balik.
Karena kesal, Klobot membalas sekenanya.
Akan tetapi tergenjot kembali dengan tenaga yang tak tampak. Hingga terlempar bergulingan. Semakin bernafsu membalas, semakin jauh terlempar.
Klobot makin penasaran, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Satu-satunya yang bisa dilakukan hanyalah menemui Nyai Demang. Yang sebenarnya masih mendongkol, karena Klobot selalu sengaja melarikan diri.
"Eyang Putri Bibi Nyai, Eyang Putri Bibi Nyai...
"Ada Ingkang Rama Ingkang Sinuwun.."
Nyai Demang terperangah. Lebih heran dibandingkan melihat Klobot tumbuh tanduknya.
Tamparan Kesadaran KLOBOT sebenarnya lebih ganjil dari sekadar tumbuh tanduk. Karena tindakannya tidak keruan. Apa yang dialami baru saja seolah membongkar seluruh kandungan masa lampaunya, yang tidak dipahami benar. Yang seakan menyeruak dari bawah sadar, dari balik mimpi yang pernah ada.
Kejadian dirinya terbanting-banting oleh orang yang tak diketahui juga pengalaman lain yang cukup mengagetkan jiwanya.
Namun saat itu Nyai Demang justru terjebak dalam pikirannya yang kusut. Karena memikirkan Klobot, juga Upasara Wulung dengan Cubluk.
Teriakan yang mendadak, ucapan yang mengagetkan, membuat Nyai Demang gelagapan.
"Bagaimana mungkin mulutmu yang besar kasar itu semakin liar"
"Bagaimana mungkin kamu berani menyebut Sinuwun Raja, sebagai Ingkang Rama, Ayahanda"
"Rasa-rasanya mulutmu perlu diberi pelajaran."
Tangan Nyai Demang bergerak perlahan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sangat perlahan, seperti biasanya. Tapi tidak seperti biasanya, kali ini Klobot tidak mengelak.
Plak. Nyai Demang dan Klobot sama-sama terkejut. Nyai Demang terkejut karena tidak menyangka Klobot menerima begitu saja tanpa mengelak.
Klobot terkejut karena tak pernah menyangka orang yang paling dekat dengannya akan memperlakukan semacam itu.
Begitu banyak yang ingin disampaikan kepada orang yang dianggap paling menyayangi, akan tetapi kandas oleh kenyataan yang begitu menyakitkan.
Klobot berbalik dan segera melarikan diri. Sebaliknya, Nyai Demang menahan diri untuk tidak segera mengejar. Kuatir Klobot akan semakin manja. Meskipun hatinya menyesal juga.
Namun sebenarnya yang membenam dalam pikiran Nyai Demang adalah cara Klobot mengucapkan Ingkang Rama Ingkang Sinuwun. Cara penyebutan yang tidak wajar dilakukan anak sekecil itu, kalau belum pernah mendengar sebelumnya.
Apalagi jika dikaitkan dengan asal-usul Klobot serta Cubluk yang masih menimbulkan tanda tanya. Juga diri kedua anak itu. Yang saat pertama seperti tak bisa berbicara, tetapi ketika terbongkar kembali kenangannya, seperti memiliki perbendaharaan tata krama yang tidak biasa diajarkan di kalangan rakyat biasa.
Hanya saja memang Nyai Demang tak menduga dan tak menyangka bahwa saat itu ada rombongan yang dipimpin langsung oleh Raja.
Bahkan kalau Klobot bercerita secara baik-baik dan perlahan, Nyai Demang tetap akan menggeleng.
Klobot yang sedang jengkel inilah yang dilihat Mada dari persembunyiannya. Sementara itu Halayudha kemudian muncul dan terjadi pertarungan kecil-kecilan.
Karena Klobot mengira Halayudha inilah yang tadi membuatnya terbuang dan terbanting-banting!
Sehingga tanpa sadar jurus-jurus yang pernah diajarkan Upasara Wulung terpancing keluar. Ketiga jurus yang diciptakan Upasara Wulung dilakukan dengan berulang. Beberapa kali Halayudha menghindar, beberapa kali seolah menerima pukulan dan jatuh bergulingan. Sehingga Klobot makin bersemangat menghajar.
Menumpahkan segala kejengkelan. Apalagi kini merasa di atas angin.
Mada sangat mengetahui bahwa dengan cara ini Halayudha justru menyerap semuanya. Dengan menerima risiko pukulan, yang walaupun cukup keras tapi tak membuat bulu tubuhnya bergeser, Halayudha
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
mampu menangkap kekuatan yang bisa berlipat ganda andai digerakkan dengan tenaga penuh.
Sungguh suatu kesia-siaan.
Upasara menciptakan dengan sepenuh hati, melalui perjalanan dan pergolakan yang panjang, akan tetapi dalam waktu singkat bisa diketahui Halayudha.
"Aduh, aduh, ampun. "Ampun!" Halayudha terus bergulingan, menjatuhkan diri setiap terkena pukulan dan tendangan. Klobot yang polos tak mengetahui bahwa kini tak ada yang tersisa lagi padanya.
"Masa dari tadi hanya itu yang diulang?"
"Klobot." "Sebutan itu tak penting bagi saya.
"Hei, kenapa matamu memicing-micing seperti itu?"
Klobot menggigit bibirnya.
Matanya menyipit. Dadanya naik-turun. "Gendheng. Gila. Edan.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa maksudmu" "Kamu mengenaliku"
"Matamu mengenaliku.
"Apa iya sekecil ini kamu mengenaliku sebagai raja?"
"Dusta. "Klobot. "Kamu bukan Rama Ingkang Sinuwun"
Bagi Halayudha ini sesuatu yang punya makna lain.
Dirinya memang mencapai gelar Ingkang Sinuwun, dan benar-benar disembah. Tapi imbuhan rama di depannya membuat terguncang.
Seperti diketahui, Halayudha tak mengenal siapa anaknya, atau tak yakin ia mempunyai anak atau tidak. Tenggala Seta yang dikatakan Mada sebagai anaknya, menggores ke dalam kekuatan batinnya.
Sehingga mempercepat linglungnya.
Kini, tiba-tiba saja ada anak kecil yang menggugat ia bukan ramanya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jangan-jangan kamu cucuku?"
Halayudha dipermainkan perasaannya sendiri.
Yang terentang tak keruan juntrungannya. Yang tidak jelas pokok pijakannya. Namun tidak sepenuhnya mengada-ada. Karena bisa saja anak kecil yang meneriakkan Klobot ini putra Tenggala Seta!
Berpikir begitu, Halayudha menggerakkan tangannya.
"Mari sini aku lihat, apakah plananganmu- burungmu berwarna putih."
Klobot menampik keras. Tubuhnya bergulingan. Dan menyentak, dengan guntingan kaki.
Halayudha mendengus. Dengan sangat mudah bisa menghindari sabetan kaki kecil. Namun gerakannya terganggu, karena Halayudha tak ingin Kangkam Galih melukai.
Mendadak Halayudha menghentikan gerakannya. Kangkam Galih-nya ditudingkan ke suatu tempat.
"Keluar!" Mada bercekat. Ia mengetahui bahwa Halayudha mempunyai ilmu yang tinggi. Bahkan sejak muncul tadi, ucapannya "merasa ada Mada di sini", menunjukkan ketajaman rasa.
Bercekat karena menuding ke arah persembunyian Naka.
Yang meloncat ke luar dengan gugup, serta berusaha segera memasang kuda-kuda.
Klobot menyingkir dan berdiri dengan aman.
"Bukan kamu. "Yang menyuruhmu keluar yang kutunggu. Kalau tidak mau keluar, biarlah aku yang memaksa."
Kini Mada sepenuhnya sadar. Bahwa ada tokoh lain yang berada di sekitar tempat ini. Tokoh yang diam-diam mendorong Naka ke tengah.
Tokoh yang tidak diketahui Mada.
Tapi Mada bisa segera memperhitungkan.
Bahwa yang masih tersisa selama ini tinggal tokoh-tokoh Perguruan Awan serta Pangeran Hiang dan Pendita Ngwang. Yang pertama jelas tidak mungkin.
Berarti yang kedua. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kamu, kamu pendusta yang menjijikkan."
"Tutup dulu mulutmu, cucuku."
"Klobot." "Jangan berteriak seperti itu. Kamu hanya mengganggu keasyikan yang ditunggu. Percuma kamu menjadi cucu Halayudha yang sakti, kalau berguru kepada Upasara dengan jurus yang hanya sebegitu.
"Akulah gurumu yang sejati.
"Akan kubuktikan sekarang ini.
"Bilang sama Upasara Wulung, Ingsun sudah datang.
"Kita kembali ke pertarungan yang sesungguhnya, karena tetamu lain sudah datang."
Naka celingukan. Memang tadi tanpa disadari ada yang mendorongnya ke luar. Sehingga gerakannya menjadi tidak keruan.
Kemudian bisa memantapkan diri dan memasang kuda-kuda. Walau sepenuhnya sadar tak tahu harus berbuat apa dengan ilmu tak seberapa yang ia miliki.
Jangan kata Halayudha, bahkan melawan Klobot pun barangkali ia belum tentu bisa mengungguli!
Mada mengeraskan hatinya. Tak nanti ia membiarkan Naka di tengah gelanggang bahaya.
Kangkam Galih di tangan kanan Halayudha bergerak naik.
Pandangannya yang keras dan tajam menyapu sekeliling.
"Paduka Halayudha, hamba ada di sini...."
Mada segera melompat keluar dari persembunyiannya. Mengambil tempat berjajar dengan Naka.
"Itu aku sudah tahu.
"Kamu mau melindungi temanmu yang kosong melompong ini.
Jiwamu kadang ada baiknya.
"Tapi bukan kamu yang kutunggu.
"Bukan sebangsa cacing yang baru berlatih satu pukulan."
Pedang Kematian HALAYUDHA mengesankan garang, mendikte, dan sepenuhnya menguasai lapangan.
"Aku sudah datang. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengan pedang telanjang. Setiap kali Kangkam Galih tergenggam, setiap kali kematian yang setakar dengan bobotnya harus melayang.
"Aku telah datang. "Aku tak mau ada yang main sembunyi. Cucuku yang bodoh saja berani menjadi lelaki.
"Aku telah datang. "Untuk mendekatkan kematian dengan cara yang jantan.
"Perangkap apa pun, muslihat keji mana pun, mudah terbaca dengan gamblang.
"Aku telah datang."
Mendadak terdengar suara halus dari dua arah yang berbeda. Dan suara kasar dari arah dekat.
"Klobot, kemari...."
Mada menoleh ke arah datangnya suara. Bisa menangkap bayangan tubuh Gendhuk Tri yang memasuki arena dengan langkah tenang.
Sementara Nyai Demang tampak sedikit tergesa.
Benar, kini telah muncul dua tokoh utama.
Jagattri yang tenang, serta Nyai Demang yang tegang.
Sementara suara kasar tadi suara kaki Naka, yang agaknya tak bisa menahan diri.
Mada merapat ke arah Naka, bersama dengan Nala. Ketiganya berusaha menyatu, walau sadar bahwa Halayudha atau juga yang lainnya seakan tak memperhitungkan kehadiran mereka sama sekali.
"Jangan saling bersuara.
"Jangan saling berkata.
"Tajamkan indria batin."
Mada berbisik lirih. Rahangnya menggembung karena tegang.
Sementara itu, sebaliknya dari mendekat, Klobot justru menjauh.
Lebih mendekat ke arah Halayudha.
Kalau saja pedang itu disabetkan secara sengaja, atau tidak sengaja!
"Siapa kamu sebenarnya"
"Apakah aku ini cucumu?"
"Telanjanglah, dan Ingsun akan tahu siapa dirimu.
"Buka pakaianmu."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalimatnya tertuju ke arah Klobot, akan tetapi pandangan Halayudha masih terus menyapu sekeliling.
Dalam satu tarikan napas yang sama, Halayudha menggertak keras.
Pedangnya berkelebat, bersamaan dengan tubuhnya yang berputar kencang. Kesiuran angin membuat Mada menahan napas, dan mengeluarkan pujian kekaguman.
Halayudha benar-benar sakti.
Dengan memecah perhatian masih bisa mengamati sekeliling dengan sangat tajam. Dengan satu sabetan pedang, mampu membuat yang bersembunyi dipaksa ke luar.
Yaitu yang berada di balik bebatuan.
Muncul bayangan tubuh Ngwang.
Yang kakinya tidak menginjak tanah. Sementara kedua tangannya seperti memainkan tasbih. Bibirnya membeku, wajahnya membatu.
"Apa tidak malu, pendita dipaksa menggeliat seperti cacing disongkel dari persembunyiannya"
"Semua akan kupaksa keluar dari sarangnya yang busuk.
"Dan menempuh jalan kematian dengan Kangkam Galih, lewat tanganku.
"Semuanya. "Mana Pangeran Kutung"
"Masih menunggu sambutan apa lagi"
"Mana Upasara Wulung"
"Masih menunggu saat-saat yang terakhir lagi"
"Biarlah hari ini aku sempurnakan pertarungan yang sesungguhnya.
"Tempat ini memang paling cocok.
"Aku bersumpah tak akan ada yang bisa lolos."
Sekilas keadaan menyajikan pemandangan yang aneh.
Halayudha berdiri gagah sambil mempermainkan Kangkam Galih sebagai pusat perhatian. Di bagian pinggir, Mada bersama Naka dan Nala bersiaga. Pada bagian yang lain lagi, Nyai Demang tampak sangat cemas, berusaha mendekat ke arah Klobot yang tampak puas bisa mempermainkan Nyai Demang. Dan pada bagian yang lain lagi, Ngwang berdiri mematung.
Sementara Gendhuk Tri mengencangkan ikatan selendangnya.
Sikapnya tetap terjaga. "Apakah masih ada yang ditunggu?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalimat Gendhuk Tri seakan membantah ucapan Halayudha yang menganggap masih ada yang bersembunyi.
Mada bisa menangkap bahwa keduanya sedang mengadu ilmu pendengaran jarak jauh.
Satu-satunya yang masih menahan diri hanyalah Ngwang.
Halayudha memandang Gendhuk Tri.
Bibirnya mengguratkan kekaguman.
"Jagattri, kuucapkan selamat.
"Tubuhmu sudah bersih dari bercak hitam. Sungguh hebat luar biasa kalian menemukan perpaduan tenaga tanah air. Aku harus membuktikan keunggulan tenaga kalian berdua.
"Aku harus membuktikan keunggulan jurus-jurus ciptaan Upasara Wulung. Benar-benar mengagumkan pertemuan kira sekarang ini.
"Kekuatan tenaga dalam yang selama ini tak dikenal, sekaligus jurus baru.
"Kalau yang dimainkan Klobot jelek dan besar kepala ini dijadikan ukuran, pendita busuk itu juga akan merasakan kehebatannya.
"Sekali lagi kuucapkan selamat.
"Tapi hari ini kita akan membuktikan siapa yang paling unggul."
Tanpa mengubah nadanya, Halayudha menudingkan pedangnya ke arah Ngwang.
"Kamu pendita busuk yang tak punya otak dan hati serta perasaan.
Ada saatnya kamu bisa mempengaruhiku dengan ilmu sirepmu. Tapi kini, aku bisa memaksamu keluar dan tak akan memberi kesempatan untuk menghindar lagi.
"Aku sudah bersumpah untuk itu.
"Sekarang kita sudah berkumpul semua.
"Mau tunggu apa lagi" Siapa saja bisa mulai melawan siapa pun."
Mada maju setindak. "Kamu juga boleh mulai, Mada.
"Siapa lawan yang kamu pilih?"
"Maaf..." "Bukan sekarang saatnya beradu pendapat. Sekarang saatnya melihat siapa yang lebih ulet kulitnya dan lebih keras tulangnya.
"Aku memang sudah lama ingin membuktikan siapa yang sebenarnya paling hebat. Tanpa pengaruh siapa pun, aku akan melakukan ini.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Biar Ngwang juga mendengar."
Sebenarnya yang paling kuatir adalah Nyai Demang. Was-was akan keselamatan Klobot. Maka begitu melihat Klobot keheranan melihat orang-orang yang tidak dikenal bermunculan, Nyai Demang meloncat menyambar tangan Klobot. Pada saat itulah pedang Kangkam Galih menyambar.
Pertarungan telah dimulai!
Kangkam Galih telah berkelebat.
Dan tak akan berhenti sebelum banjir darah hingga tetes terakhir!
Pedang kematian telah menyodet.
Gendhuk Tri gregetan, gemas, karena Nyai Demang yang menyulut lebih cepat. Meskipun yang kemudian terlintas adalah bahaya yang sangat besar.
Serentak dengan kesadarannya, kedua tangannya bergerak cepat.
Mengirimkan pukulan jarak jauh sepenuh tenaga, berusaha mengesampingkan sabetan Halayudha. Sekurangnya membelokkan arah tebasan.
Yang segera terasa ketika dilontarkan.
Halayudha sudah menduga bakal masuknya serangan, juga memperhitungkan bahwa yang menghalangi pertama kali adalah Gendhuk Tri. Ketajaman memperhitungkan hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa.
Akan tetapi Halayudha sama sekali tak menganggap enteng.
Karena lontaran tenaga jarak jauh Gendhuk Tri bagai sapuan gelombang, yang segera terasakan, sebelum kedua tangan Gendhuk Tri menyambar dalam dua jurusan. Menyelewengkan arah pedang dan sekaligus juga menjerat kaki.
Gendhuk Tri sudah berada pada tingkatan yang setakar dengan Halayudha. Pukulan jarak jauh yang dikirimkan memang terjadi dengan seketika dan terasakan, bersamaan dengan niyat, niat untuk melindungi Nyai Demang.
Halayudha menjadi lebih hati-hati lagi.
Pertama, arah pedang menggeser. Kedua, kakinya susah digerakkan untuk membuat gerakan baru. Seakan dikunci. Tapi yang membuatnya lebih berhati-hati lagi, karena dengan demikian pertarungan yang sesungguhnya telah dibuka.
Semua yang berada dalam gelanggang akan terlibat.
Tak mengherankan, ketika Halayudha merasa ada satu pukulan aneh lain yang menyambar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Aneh karena pukulan itu seperti membelah lewat sela-sela ayunan pedangnya.
Ada tenaga yang menjepit dan mengarahkan seperti tenaga dorongan dari Gendhuk Tri.
Mata Halayudha sedikit membelalak, karena tidak menduga datangnya pukulan itu!
Tak menduga meskipun sudah memperkirakan.
Pukulan Tunggal Tartar PERHITUNGAN Halayudha tajam menguliti. Tenaga dalamnya sangat unggul sehingga keberadaan Pangeran Hiang pun bisa dirasakan.
Bahkan Ngwang sendiri tidak nglegewa, tidak menyadari bahwa Putra Utama Pangeran Sang Hiang akan muncul mendadak.
Perhitungan dari sisi mana pun, Ngwang tidak akan berkesimpulan Pangeran Sang Hiang muncul saat itu, dan menolong Nyai Demang!
Menolong Nyai Demang! Bahwa Pangeran Hiang masih ada hubungan dengan Nyai Demang Ngwang sangat mengerti. Bahwa kemudian Pangeran Hiang bisa berpaling ke wanita lain, selain Putri Koreyea, Ngwang yang dulunya selalu intim dengan Pangeran Hiang, tetap bisa mengerti. Dan menerima.
Akan tetapi setelah peristiwa di mana Pangeran Hiang terkena pengaruh sirepnya yang kuat, dan pemunculannya mengecewakan Pangeran Hiang sendiri, rasa-rasanya tak akan pernah punya nyali untuk tampil kembali.
Ngwang melupakan satu hal.
Jiwa ksatria yang mengalir dan hidup dalam sukma Pangeran Hiang Jiwa ksatria yang sesungguhnya, yang pada akhirnya mampu menindih dan mengesampingkan kehadirannya sebagai putra mahkota Tartar Sebagai orang yang datang untuk menaklukkan Tanah Jawa.
Ngwang bisa menilai bahwa Pangeran Hiang, seperti jawara lain yang menginjak Tanah Jawa, akan menjadi luluh dan larut sebagai kata ganti pengkhianat. Kenyataannya bisa dinilai dari segi kesetiaan utama pada Keraton.
Namun di atas semua itu, jiwa ksatria Pangeran Hiang tetap berbahaya. Memancar.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam diri Pangeran Hiang telah terjadi perubahan yang mendasar Pertarungan batin yang melelahkan.
Sejak pertama kali muncul di Tanah Jawa, Pangeran Hiang mengalami berbagai peristiwa yang mengguncang akar-akar penilaian yang membentuk pribadinya. Kenyataan pertama ialah ketika berhasil menawan Baginda dan menyekapnya dalam kapal Siung Naga Bermahkota. Ketika seluruh prajurit dan para ksatria menyerbu tanpa memedulikan hubungan masa lalu dengan Keraton.
Nilai kesetiaan dan kepatuhan kepada Keraton yang tiada taranya.
Peristiwa berikutnya, dengan pertemuan dan gugatan hati sesaat bersama Upasara Wulung serta Gendhuk Tri. Ketulusan jiwa ksatria mereka berdua, yang menemani, yang bersahabat justru di saat-saat Pangeran Hiang merasa menemukan titik buntu dengan penderitaan Putri Koreyea..
Nilai kemanusiaan yang begitu bermakna.
Sehingga tanpa ragu sedikit pun, Upasara Wulung dan dirinya saling mengangkat saudara.
Peristiwa yang terjadi dengan tulus dari kehendak batin yang paling dalam itulah yang membuat Pangeran Hiang tak menghiraukan pemunculan Ngwang yang diam-diam memberikan tanda-tanda.
Bahkan kemudian Pangeran Hiang merasa bersalah, karena menyembunyikan pertemuan ini dari Upasara. Sementara Upasara Wulung sendiri, tak berkurang rasa persaudaraannya meskipun terluka perasaannya.
Pangeran Hiang guncang. Bimbang. Antara tarikan Ngwang dan persaudaraan. Yang meruncing dengan kesalahpahaman kecil mengenai hubungan Nyai Demang dengan Jaghana.
Ini menjadi berarti karena saat itu Pangeran Hiang sedang melepaskan ketergantungannya terhadap Ngwang. Yang kemudian dianggap menjadi jiwanya, menyisakan rasa bersalah yang menekan.
Yang dalam bentuk lahiriah terjadi pada diri Putri Koreyea.
Pertarungan batin makin kalut karena Ngwang masih terus-menerus berusaha mempengaruhi dengan aji sirepnya yang sangat luar biasa keras. Akan tetapi sikap apa yang harus dipilih menjadi jelas sewaktu Nyai Demang berada dalam bahaya. Bahaya yang tidak disadari, bahaya yang dikarenakan ingin menyelamatkan seorang anak kecil.
Itu sebabnya Pangeran Hiang langsung keluar dan menyamar.
Mengeluarkan jurus yang dirasa aneh oleh Halayudha.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Pukulan Pangeran Hiang sebenarnya tidak terlalu aneh. Itu semata-mata karena pengerahan tenaga dalam yang dulu terbiasa tersalur dalam dua tangan, kini menderas lewat satu tangan. Sehingga yang terasa oleh Halayudha adalah pukulan tunggal, akan tetapi sekaligus bisa menjepit ujung pedangnya.
Yang bisa memaksa Halayudha mundur selangkah. Baik karena tenaga dalam Pangeran Hiang yang sedikit berlawanan dengan pukulan yang biasa, maupun karena serangan Gendhuk Tri yang datang mendadak.
Keganjilan yang memaksa Halayudha menyimpan kembali serangan berikutnya, tak berarti tidak terpahami. Dengan sekali lirik, Halayudha mengetahui bahwa pukulan tunggal dari Tartar ini bisa berarti jepitan dan pukulan sekaligus.
Dari satu tangan bisa mengalirkan dua kekuatan yang menyatu atau mendua.
Berarti dalam waktu yang sangat singkat, Pangeran Hiang berhasil mengatasi hambatan satu tangan yang kutung. Ini terlihat jelas, setelah menyelewengkan arah pedang Halayudha, dengan gerakan tenaga yang berasal dari tangan satu-satunya itu pula ia menarik kembali tubuh Nyai Demang.
Yang melongo. Yang tak menyadari apa yang terjadi.
Semuanya terjadi dalam kelebatan yang menghantam kesadarannya secara serentak.
Tarikan pada Klobot telah menyulut pertarungan yang sesungguhnya, menyeretnya ke dalam bahaya yang terbesar. Karena sabetan pedang Halayudha langsung menyambar. Hanya karena tertahan pukulan seketika dari Gendhuk Tri ada jeda waktu di mana Pangeran Hiang mengerahkan pukulan tunggal.
Ini sambaran kesadaran yang lain lagi.
Yang membuatnya terkesima.
Antara percaya dan berharap itu kenyataan yang sesungguhnya.
Pangeran Hiang! Kalau Dewa Maut yang pernah berhubungan dengannya di dalam gua bawah tanah dulu itu bangkit dari kuburnya, Nyai Demang tak akan segentar sekarang ini.
Pangeran Hiang! Yang menyelamatkan jiwanya.
"Om. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Om. "Om." Ngwang mendesis bagai ular berbisa menyambar semua racun dari tubuhnya. Tubuhnya seperti bergoyangan, kakinya bergerak-gerak menyeimbangkan pergolakan batin, sementara tasbih di tangannya mengeluarkan bunyi karena saling beradu.
Pergolakan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pergolakan dari sumber batin yang terdalam.
Pemunculan Pangeran Hiang merupakan pertanda bahwa hubungannya selama ini dengan dirinya telah putus. Bahwa akhirnya Pangeran Hiang memilih berada bersama para ksatria, dan meniadakan kemungkinan sebagai putra mahkota.
Ini sebabnya kenapa ia sampai mengeluarkan seruan tiga kali berturut-turut.
Hanya Ngwang yang menyadari betapa sebagian usahanya telah gagal.
Usaha seumur hidup untuk mempelajari dan menjatuhkan Tanah Jawa, persekutuan yang menyatu dengan Pangeran Hiang, tak ada bekasnya lagi.
Kalau sebelumnya Pangeran Hiang masih ragu sehingga masih mau menemui, kini tak punya makna.
Menyakitkan. Itu yang membuat tubuhnya bergoyang, biji tasbihnya saling beradu.
Karena batas penguasaan dirinya dilampaui kenyataan yang paling tak dibayangkan.
Putusnya hubungan persaudaraan.
Selesainya masa lalu. Ini jauh lebih mengerikan dibandingkan mati dengan cara mengenaskan. Karena bagi Ngwang, dalam dirinya mengalir darah kesetiaan yang tiada tara dengan Keraton Tartar. Sebagai pendita, Ngwang adalah pendita yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada Keraton Tartar. Yang mewujud dalam diri Pangeran Hiang. Yang akan ia layani apa pun yang diminta, tanpa perlu diucapkan.
Kini hubungan itu tak ada lagi.
Tak ada kebanggaan yang dipamerkan di depan Pangeran Hiang, tak ada perasaan-perasaan yang menjadi perwujudan dirinya.
Ngwang mendesis. Seolah menenggelamkan diri dalam situasi terkena sirep, sehingga mampu melakukan hal-hal yang tak mungkin dilakukan pada suasana yang biasa.
Tak ada jalan mundur. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Melanjutkan ke arah kemenangan atau hancur seperti jawara-jawara Tartar sebelumnya.
Tak ada pilihan lain. Masih menggeletar suaranya, bagai lengkingan binatang buruan yang masuk jebakan. Pangeran...
Pangeran Hiang berdiri tegak, tidak menoleh, tidak melirik. Tapi dagunya seperti membuat gerakan anggukan pendek.
Satu lengan baju yang gedombrongan menjuntai kosong. Bergerak oleh desakan angin.
"Pangeran Sang Hiang..."
Hanya itu yang bisa diucapkan.
Selebihnya terkunci dalam tenggorokan.
Putus Tali Kandungan NGWANG masih tergetar hebat. Dari tenggorokan dan hidung keluar bunyi yang memualkan, menjijikkan. Bunyi seperti menarik hidung yang tertahan, bunyi sepuluh ekor babi yang digorok.
Desisan bibirnya makin cepat.
Dan mencapai puncaknya ketika menyemprotkan sesuatu. Meluncur.
Tubuh Ngwang turun. Rata dengan tanah. Lalu naik kembali. Seperti semula. Wajahnya sangat dingin. "Tali kandungan telah diputus.
"Dunia perut berbeda dengan dunia mulut.
"Tali kandungan telah ditebas.


Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak ada maaf, tak ada penyesalan, tak ada balas.
"Tali kandungan telah tak menalikan.
"Kehidupan sekarang dan kematian yang diharapkan.
"Tali kandungan, tujuh keturunan."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalimat Ngwang mbrengengeng, mendesah antara terdengar, sebagai japa mantra atau doa, dan gerutuan. Hanya Pangeran Hiang serta Nyai Demang yang bisa menangkap kata-kata Ngwang.
Akan tetapi, siapa pun yang melihat dan mendengar, mengetahui putusnya hubungan yang selama ini saling mengikat antara Pendita Ngwang dan Pangeran Hiang. Bahwa putusnya tali hubungan itu sampai berlanjut pada kehidupan sesudah kematian, pada tujuh turunan, menyangatkan apa yang sebenarnya tengah berlangsung.
Bahwa saat Ngwang memuntahkan masa lalunya begitu berpengaruh, terlihat jelas dari semburan yang dimuntahkan begitu kental, serta tubuhnya yang turun hingga rata dengan tanah.
Namun sebagai jawara utama, sebagai tokoh yang sangat diunggulkan, penguasaan diri Ngwang tetap kuat.
Bisa berdiri tenang kembali di atas tanah.
Tubuhnya tegak. Tasbihnya tak lagi beradu.
Sebenarnya pergolakan yang sama juga terasakan oleh Pangeran Hiang. Hanya karena kekuatan batinnya lebih mantap, sikapnya tak banyak terpengaruh. Hanya wajahnya makin dingin membeku, tak mengisyaratkan satu perasaan pun.
Semua kejadian berlangsung sangat cepat.
Renungan dan pertimbangan dalam hati saling berkelebat.
Nyai Demang sendiri belum sepenuhnya bisa menangkap perubahan sikap Pangeran Hiang. Sorot matanya menjadi suram dan cemas melihat sikap Pangeran Hiang yang membatu.
Mada mundur selangkah. Nala mengikuti. Demikian juga Naka. Klobot meleletkan lidah. Baginya ini merupakan pemandangan yang sangat menarik. Ngwang yang tidak menginjak tanah, seorang yang disebut Pangeran berdiri teguh dengan satu lengan baju kosong melambai.
"Semua telah muncul. Mana Upasara Wulung"
"Apakah ksatria lelananging jagat ingin menemukan kemenangan terakhir dengan curang" Percuma gelaran yang begitu menggetarkan jagat kalau ternyata akan berlindung di balik dalih hanya akan bertarung dalam pertarungan lima puluh tahun.
"Cara busuk untuk mengamankan gelarnya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi tak akan tahan lama.
"Sekarang saatnya untuk dibuktikan.
"Aha, Jagattri, kamu sudah pantas berada dalam gelanggang.
"Pangeran Hiang, kamu pun tak terlalu buruk dengan sepotong tangan yang tersisa.
"Kita telah mulai. "Bersiaplah!" Meskipun seperti memberi aba-aba, Halayudha bergerak lebih cepat.
Sabetan pedangnya lebih dulu menyambar sebelum separuh kalimatnya selesai. Torehan angin tajam menyambar dengan tenaga penuh ke arah Gendhuk Tri, dan dilanjutkan dengan tusukan ke arah Pangeran Hiang.
Keduanya berada di tempat yang berjauhan. Akan tetapi Halayudha bisa menyerang dengan satu gerakan. Bagi Halayudha melibatkan semua ke dalam pertarungan lebih menguntungkan dibandingkan jika main satu lawan satu.
Dalam keadaan yang paling genting, Halayudha masih bisa memanfaatkan keunggulannya. Bukan hanya dalam pengertian memecah-belah kekuatan yang bisa menyatu, melainkan dengan semua melawan semua, Halayudha memperoleh dua keuntungan.
Harpa Iblis Jari Sakti 19 Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Lencana Pembunuh Naga 5

Cari Blog Ini