Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung Bagian 2
Pemuda kita bersiul perlahan.
Rambut yang tertinggal diatas bantal itu diambilnya dan dibunghusnya dengan saputangannya. Pada saat itu juga tangannya menyentuh telunjuk tangan yang sudah kering yang tersimpan dalam sakunya. la teringat akan sesuatu.
"Telunjuk tangan inipun aneh," pikirnya : "coba aku akurkan dengan telunjuk dari bekas telapak-tangan hijau pada dinding luar !"
Pemuda kita keluar pula untuk membandingkannya. la
menahan napasnya. Ternyata telunjuk itu pas sekali! Jadi telunjuk itu adalah telunjuk dari telapak-tangan hijau tersebut.
Pikiran pemuda kita bekerja keras.
Mengapa ada tanda telapak-tangan pada dinding ini'"
Lagipula ayahku kenapa bisa menyimpan telunjuk jarinya didalam sepatu dan menuliskan tanda2 rahasia dari goa ini
" Mungkinkah ayah telah mengetahui rahasia yang
tersembunyi disini" Hubungan apakah yang terjalin antara ayah dengan orang yang telah putus telunjuknya" Dilihat dari segi2 ini, mungkinkah dia adalah musuh yang telah membunuh ayah!
Cuma masih ada lagi yang gelap. Siapakah wanita yang pernah tinggal digoa Tung-hong ini" Tentu wanita itu bukan sembarang orang!
Sang Surya mulai condong kebarat. Goa mulai menjadi
gelap. Gokhiol sibuk melanjutkan penyelidikannya dan mendapatkan sebuah botol batu Giok. Mulutnya sudah
somplak Kemudian ia menemukan tutupannya.
Botol itu terukir dengan gambar bunga, samar2 masih
tampak huruf2 yang tertera : Lo Hu Siantan atau Obat Pengawet Muda. Dibelakang botol itu ada tulisan yang berbunyi : Dibuat oleh Pok Cu Hong-cu pada tahun
kedelapan, tarikh Eng Ho.
Gokhiol mengerutkan keningnya, ia tak dapat mengerti arti seluruhnya. Walaupun ibunya pernah mengajarinya bahasa Tionghoa sewaktu ia masih kecil, tapi huruf kuno ia belum memahaminya. Selain tulisan obat pengawet muda, lainnya ia tak tahu apa artinya.
Pemuda kita me!ihat bahwa isi botol itu sudah kosong, bekas diambil orang. Maka iapun menyimpan botol batu Giok itu kedalam sakunya. Setelah tidak ada lagi barang2
lainnya untuk diperiksa, iapun balikkan tubuhnya hendak berlalu dari goa itu.
Tiba2 saja api Iilin menjadi padam ! Terasa olehnya
angin dingin meniup santer membuat bulu romanya berdiri.
Kemudian menyusul terdengar suara tertawa dari seorang perempuan yang bernada aneh meryeramkan.
Gokhiol terkejut! Sesosok tubuh manusia tahu2 berdiri depan pintu kamar. Ketika pemuda kita mengawasinya
lebih tegas, tersiraplah darahnya.
Orang yang berdiri itu ternyata adalah seorang wanita berupa setan! Tubuhnya dibungkus oleh jubah hitam-gelap hingga kakinyapun tak dapat terlihat. Kepalanya dibungkus dengan sehelai selendang hitam, dan rambutnya terurai-urai ditiup angin yang menderu-deru suaranya. Mukanya pucat kebiru-biruan seperti tak berdarah, alisnya sangat tebal dan jidatnya agak menonjol. Mulutnya lebar dan bibirnya tebal jelek sekali.
Wajahnya menunjukkan perasaan tak berperi kemanusiaan. Wanita itu mengawasi pemuda kita dengan sikap bermusuhan, seolah-olah diliputi kegusaran.
Gokhiol tersentak napasnya. Seorang wanita berjubah hitam seperti setan tahu-tahu berdiri didepan pintu seraya menjerit dengan suara nyaring..........
Gokhiol berdebar hatinya; Dengan tidak disadarinya
kakinya mundur kedalam ruangan belakang. Perempuan itu
mengulurkan tangannya, setindak demi setindak ia
mengikuti. Tangannya putih-halus, diyarinya yang lentik sangat tidak sepadan dengan mukanya yang tidak keruan macam.
Dengan tangan memegang pisau belati Gokhiol berkata
gemetar suaranya. "Aku ... aku baru saja masuk disini!"
Orang Monggol sangat percaya akan tahayul, mereka
sangat takut akan setan dan roh jahat. Karena pemuda kitapun dibesarkan di istana Ho-lim, maka tak luput pula terpengaruh jiwanya. la menyangka perempuan yang berdiri dihadapannya itu berasal dari dunia akhirat, maka hatinya kebat-kebit ketakutan.
Tiba2 Perempuan itu tertawa nyaring. Bergema suaranya pada dinding dikeempat penjuru.
"Hai, pemuda! Siapa kau yang telah berani memasuki
goa ini" Bagaimana kau dapat masuk kedalam" Dalam
dunia ini hanya ada tiga orang saja yang mengetahui kunci rahasianya. Seorang telah mati, sekarang hanya dua orang.
Dan aku adalah satu diantaranya. Aaah, tentu kau si Iblis sendiri!"
Berkata sampai disitu, mata wanita tersebut ber-sinar2
penuh kegusaran. Gokhiol merasa ada sesuatu yang aneh!
Perempuan itu tatkala berbicara, bibirnya sedikitpun tak bergerak-gerak.
Melihat orang dapat bicara, tahulah Gokhiol bahwa yang berhadapan dengannya adalah bukan hantu, maka hatinya agak legah dan semangatnya mulai pulih kembali.
"Dia bukannya setan, sudah pasti manusia juga seperti aku. Ah, mungkinkah dia... Wanyen Hong! Sang puteri
yang hilang tujuhbelas tahun yang lampau. Ah, tak bisa
jadi! Wanyen Hong Kongcoe tak mungkin sejelek dia!
Kalau begitu siapa perempuan ini?"
Perempuan berjubah hitam melihat sipemuda berkemakkemik seorang diri, segera membentak dengan keras : "Iblis!
kematianmu sudah tiba!"
Kemudian tangannya mengibas! Pada saat yang
menyusul angin dingin meniup, membuat tubuh Gokhiol
kedinginan. Buru2 pemuda kita menjawab sambil menggeleng-geIengkan kepalanya :
"Aku ....., aku tidak tahu siapa yang kau maksudkan
dengan Iblis itu." Perempuan itu menggoyang-goyangkan tubuhnya, lalu
berkata dengan suara nyaring.
"Goa Tung-hong ini, kecuali aku, hanya tinggal si Iblis yang mengetahui rahasianya. Pada tujuhbelas tahun
berselang pada tiap2 dua bulan aku pasti datang sekali kesini. Hingga hari ini, baru satu kali kita bertemu. Kau dengan mengandalkan kepandaian menyamar muka,
mengira dapat mengelabui mataku"! Percuma kau
menyamar sebagai seorang pemuda."
Pemuda kita menjadi pucat.
"Hari ini jangan kau harap bisa lolos dari tanganku lagi.
Hutang piutang selama tujuhbelas tahun, harus kita
selesaikan sekarang juga! Binatang! Kenapa kau diam saja tak berani turun tangan" Malam ini antara kita berdua harus ada seorang yang mati menggeletak menjadi mayat!"
Gokhiol semakin bingung. la tak tahu bagaimana harus membantah, hingga berdiri menjublak. Siperempuan aneh itu, demi melihat orang melongo, menggeram dengan
galaknya. "Kau tak mau turun tangan" Baiklah, sama saja kau tak ingin hidup lebih lama lagi."
Mendadak perempuan itu mencelat maju.
Pemuda kita cepat2 berseru : "Aku.... aku ... aku bukan orang yang kau maksudkan!"
Dengan satu lompatan ringan pemuda kita mengegoskan
tubuhnya kesamping menghindari tubrukan perempuan itu.
Gerakannya luar biasa cepatnya. Mendadak pisaunya
menikam! Siapa nyana begitu pisau itu menyentuh tubuh
siperempuan, bagaikan juga mengenai batu gunung dan
tangannya terasa sangat Iinu. Dan menyusul itu tangannya sudah dicengkeram perempuan itu!
Semacam hawa panas menyerang masuk hingga
keuluhati pemuda kita yang ternyata keluar dari tangan lawannya. Pisau belati terlepas jatuh dari tangannya dan badannya
menggigil. Peluh mengucur memhasahi mukanya. Tangan sebelah kiri siperempuan aneh menyentuh pipi
Gokhiol yang lantas menjadi panas seperti disundut oleh api, ia menjerit kesakitan! Dan dalam sekejap mata saja tangan kanannya telah dicengkeram pula, hingga tak
berdaya sama-sekali. Kelima jarinya diremas dengan keras, tak terhingga sakitnya hampir2 saja ia jatuh pingsan.
"Kau siapa" Kau bukannya si lblis!" seru perempuan itu terperanjat, lalu mendorong tubuh Gokhiol yang lantas ngusruk keatas pembaringan.
Pikiran Gocaiol terlintas sesuatu.
"Dia tentunya merasa bahwa kelima jari2ku masih utuh dan kini mengetahui bahwa aku bukan musuhnya yang
sedang dicari." Perempuan aneh itu menatap dengan matanya yang
bersinar2. "Walaupun kau bukannya Iblis itu, tapi malam ini
kaupun takkan luput dari kematian! Berapa tahun ini aku sudah membunuh banyak sekali orang2 yang malang seperti kau. Tapi biarpun aku salah membunuh orang lain, tapi pada suatu hari aku pasti akan dapat membunuh lblis itu.
Hai siapa yang telah menyuruh kau masuk kemari" Kau
ingin mencari kematianmu, jangan sesalkan aku!"
Pemuda kita sadar bahwa orang hendak membunuh
dirinya, tapi ketika ia hendak bangkit, kakinya sudah tidak bertenaga lagi. Dengan gelisah ia menarik napas.
"Dengan mudah saja aku mati terbunuh orang, maka
sakit hati ayahku takkan terbalas untuk se-lama2nya!"
Pada waktu yang sangat genting ini, sekonyong-konyong teringatlah ia akan surat warisan ayahnya. Diam2 diluar kesadarannya ia membuka baju luarnya dan ... kelihatanlah batu kumala merah yang tergantung didadanya. Begitu
melihat batu kumala itu, siperempuan aneh menjadi
terkejut! Walaupun roman mukanya tak menunjukkan suatu
perobahan, tapi sepasang matanya ber-sinar2 mengawasi batu kumala merah itu, seolah-olah mengenalinya!
"Kau"! ... kau sebenarnya siapa?" jeritnya dengan tiba2.
Badannya sudah maju kedepan dan bagaikan kilat
menjambret batu kumala itu. Berbareng ia menyentuh
bungkusan kain didalam saku Gokhiol, maka
ia merogohnya keluar. Diambilnya keluar pula sepatu wanita
sepatu bersulam dan juga botol batu Giok yang telah
somplak mulutnya. "Apa perlunya kau menyimpan barang2 ini," tanya perempuan aneh itu dengan keheranan. Dibukanya
bungkusan kain dan berteriaklah dia terperanjat melihat telunjuk tangan yang sudah kering.
"Sudah tujuhbelas tahun lamanya aku mencari telunjuk ini, tak tahunya ada ditanganmu." Diawasinya sipemuda dengan heran tak terkira.
"Melihat usiamu yang masih begini muda, barang ini
pasti bukan kau sendiri yang mendapatkannya. Tapi siapa gerangan yang telah memberikannya kepadamu?"
Gokhiol melihat perobahan orang, diam2 merasa
bersyukur bahwa malam ini dirinya akan terluput juga dari bahaya maut. Selagi ia ingin memberikan penjelasan, pada saat itu juga angin berkesiur dari luar. Api lilin di dalam goa menjadi padam! Perempuan itu buru2 menarik pemuda kita kesamping dengan suatu gerakan kilat untuk bertiarap.
Secepat itu terdengar tembok dibelakang menerbitkan suara yang keras, yang disebabkan kena timpukan senjata rahasia.
"Celaka ! Si Iblis ikut datang kesini!"
Bersamaan terdengar suara orang dari luar yang
membargunkan bulu roma : "Hei, Hek Sia Mo-lie! Hari ini adalah hari ajalmu!"
Suaranya terdengar seperti disamping telinga. Ternyata orang telah menggunakan ilmu mengirimkan suara dengan tenaga-dalam yang tinggi!
---oo0dw0oo--- DIDALAM goa gelap-gulita. Pemuda kita hanya dapat
mempergunakan ilmu melihat didalam kegelapan yang
masih belum sempurna dan samar2 ia hanya dapat melihat bayangan2 saja. Mendadak ada bayangan manusia
berkelebat dihadapannya. Perempuan aneh yang disebut Hek Sia Mo-lie itu berkelebat pergi. Hati pemuda kita bercekad" Kalau begitu gadis yang dulu bertempur dengan Pato bukanlah Hek Sia Mo-lie! Rupanya lain sekali.
Apakah mungkin ada dua Hek Sia Mo-lie" Atau Wanita
Iblis itu dapat berganti-ganti rupa"
Diluar terdengar suara desiran angin menderu-deru, yang terkadang terseling jeritan manusia yang mendengking bagaikan hantu dimalam hari.
Dengan hati2 Gokhiol keluar dari dalam goa dan tampak diluar bintang2 bertaburan diatas langit yang bini. Suara desiran angin sayup terdengar makin menjauh. Dengan
memberanikan diri pemuda kita mengikuti arah suara itu, yang terdengar dari sebuab lereng gunung. Setibanya
dilereng gunung, ia meniarap untuk memandang kebawah.
Tampak dikaki gunung bayangan dua sosok tubuh yang
sedang berdiri saling berhadapan. Kedua bayangan itu bergoyang-goyang, karena dihembus angin yang keras.
Gokhiol menjadi tercengang. Kiranya bayangan dua
sosok tubuh itu adalah dua patung batu yang tadi berada didalam goa. Entah bagaimana sampai dapat keluar"!
Ketika melihat dengan lebih tegas, ternyata dibelakang patung2 tersebut berdiri dua orang yang bergantian
mengirimkan pukulan2. Masing2 berusaha untuk dapat
merobohkan patung yang digunakan sebagai perisai
diantara mereka itu. Tapi setiap kali mereka memukul, maka kedua tenaga saling beradu dan menimbulkan suara ledakan keras diudara.
Pemuda kita melihat lebih lanjut bahwa orang yang
bersembunyi dibelakang patung sebelah kiri berpakaian hitam. Itulah Hek Sia Mo-lie! Sedangkan musuhnya
berperawakan tinggi-besar, juga berpakaian hitam, tapi mukanya tak kelihatan dengan jelas.
Kedua patung itu bagaikan sedang me-nari2, suara
pukulan tenaga-daIam masih terus menderu. Dalam jarak sepuluh tombak debu dan pasir berterbangan bagaikan
tersapu angin puyuh. Pertempuran itu luar biasa hebatnya!
"Hei, lblis" Kali ini adalah untuk kelima kalinya kita saling bertemu, sedangkan tiap kali kau selalu berganti rupa.
Tapi biar bagaimanapun, kau tetap kukenali sebagai musuh-besarku!"
Tak lama kemudian disusul dengan suara orang yang
berdiri dibalik patung satunya lagi :
"Hek Sia Mo-lie, kau jangan omong kosong! Berdiri dan duduk aku tidak merubah namaku, namaku Im Hian Hong
Kie-su. Kau yang berhati kejam seringkali menyuruh
siluman kecilmu untuk membunuhi orang2 dari Bu-lim.
Malam ini aku sengaja datang untuk mengadakan
perhitungan denganmu. Bagaimana dapat kau sembarang
berkata bahwa kita pernah saling bertemu sebanyak lima kali" Aku baru pertama kali ini melihat kau!"
Kata2 itu disusul dengan pukulan yang bagaikan hendak merobohkan gunung. Patung didepan siperempuan aneh
bergoyang pula bagaikan ingin jatuh.
Gokhiol mendengar orang menyebut dirinya Im Hian
Hong Kie-su menjadi terkejut. Ketika mendengar suara orang itu, memang ternyata dialah sibaju hitam yang ia jumpai ditengah perjalanan.
"Mungkin Im Hian Hong Kie-su diam2 telah menguntit
diriku. Malam ini, tatkala dilihatnya perempuan itu ingin membuat aku celaka, segera dia turun tangan untuk
menolong." Pada saat itu Hek Sia Mo-lie meloncat bersama dengan patung didepannya, maju setombak kehadapan lawannya.
"Jika kau benar Im Hian Hong Kie-su, mengapa kau
hanya berani sembunyi-sembunyi dan tidak berani bertemu dengan berhadapan muka dengan aku?"
"Hek Sia Mo-lie, siapa yang takut padamu" Malam ini
kalau aku tidak keburu datang, niscaya pemuda itu sudah menjadi kurban kejahatanmu!"
Patung dimuka Im Hian Hong Kie-su ber-putar2, untuk
maju menerjang. "Hek Sia Mo-lie, jagalah pukulanku!"
Sekejap saja kedua patung itu berdempetan!
Gokhiol kini dapat melihat orang yang berpakaian hitam itu memang adalah Im Hian Hong Kie-su. Begitu patung menyambar untuk membinasakan, pukulannya menyusul!
Dengan tangkas Hek Sia Mo-lie berkelit kesamping.
Mendadak terdengar suara pukulan keras, seperti batu beradu dengan batu. Sebuah tanda telapak-tangan melesak pada patung Hek Sia Mo-lie!
Wanita Iblis bersiul dengan nyaring, dan menyusul
patungnya meluncur diudara menubruk Im Hian Hong Kie Su!
Dalam sekejap mata saja terdengar pula suara
menggelegar yang disusul dengan debu dan batu
berpercikan, kiranya kedua buah patung telah saling beradu dan hancur-lebur . . .
Hek Sia Mo-lie dan Im Hian Hong Kie-Su bertempur mati-matian!
Mereka bertempur dengan mempergunakan patung sebagai perisai ........
Bulan yang masih berbentuk seperti sisir memberi
pemandangan yang remang2 dari kedua orang yang telah kehilangan perisainya, dan kini berhadapan muka dengan muka! Ketegangan menggantung berat diudara malam.
Jarak antara mereka tidak lebib dari lima kaki! Perlahan-lahan Hek Sia Mo-lie menghunus pedang ditangan
kanannya, sedangkan tangan
kirinya menggenggam sepotong batu dari lengan patungnya yang telah hancur.
Sambil menuding dengan pedangnya ia berseru :
"Iblis! Kau bukannya Im Hian Hong Kie-su! Tujuhbelas tahun yang lampau kau telah mencuri Lo Hu Siantan dan dengan menyamar sebagai Tio Hoan kau telah membuat
aku celaka. Kali ini kau kembali pula dengan maksud apa ?"
Orang yang mengaku dirinya Im Hian Hong Kie-su
kelihatan terkejut mendengar keterangan itu, ia terkejut dan mundur beberapa langkah.
"Hek Sia Mo-lie, kau ngaco! Tujuhbelas tahun yang
lampau aku masih bertapa di Puncak gunung Maut.
Bagaimana aku bisa mencuri Lo Hu Siantanmu?" ujarnya gusar.
Perempuan itu tertawa dingin, "iblis Keparat" Dihadapan aku jangan kau berpungkir! Telunjuk salah-satu lenganmu sudah putus. itu buktinya."
Im Hian Hong Kie-su mengulurkan kedua belah
tangannya dan membentangkan lebar2
"Ha-ha-ha! Kaulihat sendiri, sepuluh jariku masih
lengkap semuanya! Hek Sia Mo-lie jangan kau sembarang menuduh!"
Gokhiol yang tengah tiarap diatas lereng gunung
menjadi, berdebar-debar hatinya. Dibawah sinar rembulan ia melihat benar saja jari2 orang itu masih lengkap
seluruhnya, satupun tak ada yang kurang.
Perempuan aneh itu menjerit bahna gusarnya :
"Meskipun kelihatannya kesepuluh jari tanganmu masih
lengkap, tapi telunjukmu adalah palsu! Kau terang adalah orang yang telah menyamar sebagai Tio Hoan dahulu, Iblis keparat, kaulah yang telah mencemarkan kehormatanku!
Siapakah kau sebenarnya" Hari ini adalah kesempatanku yang terbaik untuk membalas sakit hatiku yang terpendam lama."
Hek Sia Mo-lie tidak menunggu lagi, tiba2 ia meloncat dan menyerang dengan pedangnya.
"Jangan harap kali ini kau bisa lari! Iblis keparat! Aku akan susul kau sampai keujung langitpun!"
Kiranya pada waktu itu, orang yang menyebut dirinya
Im Hian Hong Kie-su telah berlari menyingkir untuk
meninggalkan tempat itu. Gokhiol terperanjat. Matanya dengan tegang menatap
kebawah. Tak lama kemudian dua sosok tubuh manusia
membubung tinggi keatas, seperti burung layang2. Pedang siperempuan menyambar dengan hebatnya, menikam
bertubi-tubi. Api lelatu berpercikan, lawannya sibuk menangkis dengan pedangnya yang terbikin dari baja lemas.
Kedua pihak sama2 tinggi kepandaiannya, hingga udara terhias dengan sinar putih yang berkilauan.
Dengan berhati-hati Gokhiol turun kebawah untuk
menyaksikan lebih dekat. Kedua pedang masih saling
beradu dengan sengitnya dan gerakan mereka yang
bertempur sangat cepat dan dahsyat.
Gokhiol dibesarkan dilingkungan kehidupan2 ksatrya
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Monggol, tak jarang ia meiihat pertempuran namun kini dengan matanya sendiri ia baru menyaksikan pertarungan yang demikian serunya. Hatinya berkebat-kebit ......
Mereka telah bertempur seratus jurus, sekonyongkonyong Hek Sia Mo-lie melompat keatas dan memperdengarkan siulan yang melengking memecahkan
kesunyian pegunungan, suaranya seperti jeritan iblis.
Disamping itu pedangnya berputar-putar, dan mendadak pedangnya mengeluarkan segumpal asap putih serta
menerbitkan suara yang aneh, aneh sekali.
Im Hian Hong Kie-su dengan tidak kurang sebatnya
memutar pedangnya yang mengeluarkan cahaya putih
berkilauan. Tapi dengan lantas saja Hek Sia Mo-lie merobah
permainan pedangnya. Begitu perobahan terjadi, pedang lawannya dikurung oleh asap putih! Asap itu membakar pedang baja lembek sampai ... meleleh bagaikan lilin kena api! Tak lama kemudian hanya ketinggalan gagangnya saja.
Tiba2 badan Hek Sia Mo-lie bergoyang-goyang, ia
mengirimkan tiga kali tikaman mautnya, yang menusuk
berturut-turut sepert kilat.
Gokhiol diam2 merasa kuatir terhadap nasib yang akan menimpah Im Hian Hong Kie-su.
Tapi dengan tak terduga, Im Hian Hong Kie-su dengan
mempergunakan tipu Cui-tauw Kui-lo atau Dalam Keadaan Mabuk Menaiki Keledai, mencelat mundur! Gerakannya
cepat mengagumkan. Kemudian ia menggosok-gosok kedua telapak-tangannya dan mendadak keluarlah sinar kehijauan yang berkeredepan bagaikan ribuan kunang2 berterbangan dimalam hari.
"Hek Sia Mo-lie, kau akan binasa!" teriak Im Hian Hong Kie-su dan menghantam dengan telapak-tangannya!
Mata Gokhiol menjadi silau.
Saat itu juga Hek Sia Mo-lie mundur kebelakang sambil menutupi mukanya, dengan lengan bajunya yang panjang.
"Lok-Mo-Ciang" Telapak Tangan Maut Hijau! Dulu
telah kupapas buntung telunjuk jarimu. Oh, kiranya benar juga kau jahanam yang kucari-cari!"
Im Man Hong Kie-su menggosok2 pula telapak
tangannya sambil maju menyerang.
Rupanya muta Hek Sia Mo-lie kesilauan, badannya
mulai bergemetar dan gerakan pedangnya mulai kacau
balau. "Hek Sia Mo-lie, kini kau boleh rasakan Lok-MoCiangku! Ha-ha-ha! Jiwamu tinggal seujung rambut. Ha-ha-ha! Tubuhmu akan terbakar hangus ..."
Pada ketika itu Hek Sia Mo-lie berdiri terpaku diatas tanah..... badannya telah diselubungi oleh sinar hijau.
Setindak demi setindak, Im Hian Hong Kie-su mendekati siperempuan aneh. Sinar ditangannya semakin hijau
menyeramkan, menyoroti muka lawannya yang menjadi
pucat-pias. Tiba2 Hek Sia Mo-lie merobek bajunya dan dari dadanya keluarlah cahaya putih. Itulah kaca tembaga yang ditengah-tengahnya terdapat sebutir mutiara sebesar biji lengkeng, terikat pada kalung. Mutiara itu menyinarkan cahayanya yang kuat sekali!
Sungguh aneh! Cahaya putih itu terus saja membuyarkan sinar hijau! Sinar Lok-Mo-Ciang kalah!
Im Hian Hong Kie-su menjerit bahna kagetnya,
menyusul mana badannya mencelat keatas unutuk
kemudian berlari kabur ! Sedang Gokhiol ke-heran2-an, tiba2 bayangan berkelebat dan Hek Sia Mo-lie menghilang dari pemandangan.
Kini suasana disekitarnya menjadi sunyi-senyap kembali.
Kejadian2 yang baru disaksikannya tadi bagaikan suatu impian saja.
Sang rembulan mulai condong kebarat, sipemuda
berjalan turun kearah lembah. Setelah diawasinya, kedua patung tadi telah hancur berkeping-keping.
la berdiri bengong. "Kedatanganku kegoa Tung-hong adalah untuk mencari
tahu jejak rahasia pembunuh ayahku. Tapi pada malam ini juga hampir saja jiwaku melayang ditangan Hek Sia Mo-lie, kalau tidak ada batu kumala merah yang bergantung
didadaku. Pantas ibuku menyuruh Pato menyusul diriku dan memesan agar aku memakainya. Kiranya batu kumala merah ini mempunyai khasiat yang besar sekali!"
Gokhiol beristirahat dikuil. Hwesio2 kini sudah tidak takut lagi, dan keluar untuk melayaninya.
---oo0dw0oo--- Keesokan paginya pemuda kita kembali kegoa ketigabelas! Tampak, puing batu berhamburan, dan tatkala ia hendak membuka pintu goa menurut cara rahasia, ia menemukan kegagalan. Setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata tanda telapak-tangan yang hijau diatas dinding kinipun telah hilang! Terhapus! Hati pemuda kita berdebar-debar.
"Tatkala aku ingin kemari, kakek Tiang Jun wanti2
memesan supaya setelah berhasil mengambil kembali
pedang Ang-liong-kiam segera aku harus pulang untuk
menemuinya," berpikir Gokhiol. "Kini pedangmu telah tersimpan dibawah batu oleh Im Hian Hong Kie-su.
Baiknya sekarang aku pulang dahulu untuk menemui kakek Tiang Jun dan menceritakan kejadian2 yang kualami ini."
Maka pemuda kita menaik kudanya dan berangkat.
Tak berselang beberapa hari Gokhiol tiba kembali
dilembah Ban-Coa-Kok. Tatkala ia sampai didepan gubuk, dilihatnya pintu tidak tertutup. Didorongnya pintu itu dan menjeritlah ia bahna terperanjatnya. Tay-kam Tiang Jun menggeletak dilantai dengan tidak bernyawa lagi!
Gokhiol segera menubruknya dan saking terharunya, ia tak dapat menahan dirinya lagi, ia menangis tersedu-sedu.
Dirangkulnya orangtua itu dengan perasaan sedih dan
gusar bercampur satu. Kiranya pada belakang kepala orang tua yang malang itu terdapat suatu luka dari senjata rahasia Kiu-cu Liu-seng atau Roda bergerigi sembilan!
la memukul-mukul dadanya dan berteriak mengguntur.
"Jahanam yang telah menurunkan tangan-jahat ini akan kucari sampai diakhirat! Aku Gokhiol, anak-angkat Jendral Tuli bersumpah!"
Setelah mengadakan upacara penguburan sederhana, dan menginap satu malam, pemuda kita menaiki kudanya pula.
Wajah Gokhiol diliputi kesuraman, seperti awan gelap.
Tiang Jun sudah meninggal dunia, sedangkan ia sendiri telah lebih dari sebulan lamanya meninggalkan Ho-lim.
Tapi pembunuh ayahnya belum juga diketemukan. Kembali ia teringat kepada Im Hian Hong Kie-su yang pernah
menyuruhnya untuk mencari Wan Hwi Sian.
"Sepak-terjang lm Hian Hong Kie-su ini sangat aneh
gumamnya." la mengatakan bahwa gadis yang bertempur
dengan adikku Pato adalah Hek Sia Mo-lie, tapi tadi ia menyebut perempuan aneh itu Hek Sia Mo-lie. Tapi ah, dia pernah berkata bahwa karena didunia ini banyak musuh2, maka ia tak mau membawa aku. Apabila ia mempunyai
niatan jahat, pada hari itupun juga aku sudah binasa.
Malahan ia telah memberi petunjuk kepadaku untuk
berguru dengan Wan Hwi Sian"
Setelah berjalan beberapa hari, kembali Gokhiol sampai didaerah dataran rendah. Pemilik kedai suku Hui mengenali sipemuda, ia berlari untuk menuntun kudanya.
"Saudara, kau benar2 mujur. Sejak kau pergi kegoa
Tung-hong, sampai sekarang ini sudah ada beberapa orang yang biasa. Tadi pagi ada pula seorang terhuyung-huyung datang kemari, katanya ia dapat bertemu dengan Ang-Lui Cun kemudian baru saja menyebut "bahaya wanita, bahaya wanita" atau dia mendadak mati!"
Sipemilik kedai membasahi bibirnya sebentar, lalu
meneruskan : "Coba kau lihat sendiri. Tuh, disana dimana orang2 sedang berdiri dibawah pohon."
"Apakah yang kau maksud Hek Sia Mo-lie dari kota
Hitam?" tanya Gokhiol dengan pura2 terkejut.
Yang ditanya menganggukkan kepalanya.
"Bukan! Kali ini yang muncul adalah seorang gadis
muda cantik-jelita yang biasa dipanggil orang Wie Mo Yauw-lie ."
Wie Mo Yauw-lie! Ah, terlalu banyak siluman
perempuan disini, berkata Gokhiol dalam hatinya. Ia tak berkata pula dan berjalan menuju tempat kelompok orang2
yang sedang berdiri dibawah pohon. Tampak olehnya
seorang laki2 berbadan tegap menggeletak diatas tanah, pada pinggangnya tergantung sebilah parang. Orang itu
mengenakan seragam tentara See-Hek dan dia sudah
menjadi mayat. Gokhiol mendesak masuk, diperiksanya tubuh mayat itu dengan seksama dan ... benar saja! Pada kepala orang itu menancap sebuah benda, dan benda itu tidak lain adalah sebuah Kiu-cu Liu-seng! Senjata rahasia yang telah
merenggut pula jiwa Tiang Jun!
Perasaan dingin menjalar disekujur tubuh Gokhiol,
mengetahui ia berada pada jejak yang benar, untuk
membalas kematian Tiang Jun.
Tanpa bercakap apa2 lagi pemuda kita menaiki kudanya dan mengambil jalan yang mengarah kepadang pasir! Orang yang menyaksikannya hanya berdiri melongo saja.
Kudanya berlari dengan pesat, bagaikan terbang diatas dataran yang gersang. Pada hari senja sampailah ia dirumah keluarga Hay. Tampak pada air danau yang jernih
bayangan terballik dari pemandangan disekelilingnya dan asap mengepul dari selubung rumah.
Hati sipemuda teringat pula akan senyuman manis Hay
Yan yang cantik-jelita itu. Entah sebab apa, hatinya memukul lebih keras jika ingat pada gadis itu, yang
bersenyum seperti bidadari. Wajahnya senantiasa terbayang2 dan meresap kelubuk hatinya. Sepasang matanya yang bersinar bening, bibirnya yang merah delima
mengiringi kerlingan yang menawan hati, pipinya yang samar2 tampak sujennya. Semua ini berkumpul dilamunan sipemuda.
Keadaan dikampung itu tetap sunyi dan tenang, tak
ubahnya seperti dahulu ia datang. Angsa2 bermain diatas air dengan lincahnya. Beberapa pohon liu didepan pintu pagar melambai-lambai mengikuti siliran angin yang
membisikkan keluhan asmara. Dahulu dari baIik pohon
itulah muncul Hay Yan...... Dengan penuh harapan
Gokhiol mengawasi ketempat tadi. Diam2 ia tertawa
seorang diri, benar2 ia seperti orang gila basah saja.
Gokhiol menambatkan kudanya. Fiatu rumah terbuka
dan seorang gadis keluar dari rumah sambil berseru dengan suara riang.
"Tio Kongcu! Apakah kau datang lagi untuk melihat
aku?" Gokhiol mcnjadi kecewa, demi dilihatnya gadis yang
keluar itu bukan lain dari ... Tai-tai! Pemuda kita tertawa.
"Tai-tai, kau cantik sekali nampaknya ini hari. Apa
Siociamu ada dirumah?"
Tai-tai yang bersolek medok dan rambutnya dikepang,
bukan kepalang senangnya. la maju berjalan penuh gayar dan berkata.
"Tio Kongcu, setiap hari aku rmeng-hitung2 jariku.
Kongcu sudah berlalu selama satu bulan dan lima hari Tiap2 hari aku selalu me-nanti2kan kedatanganmu didepan pintu ini."
Begitu melihat tingkah-laku Tai-tai yang tengik, Gokhiol sebetulnya
ingin mencemplak kudanya saja. Tapi mengingat kedatangannya adalah untuk menemui nona
Hay Yan, yang telah menarik hatinya, maka ia menahan sabar.
"Tai-tai yang manis. Tolong sampaikan kepada Siociamu bahwa aku ingin bertemu dengannya."
Tai-tai melototkan matanya.
"Apa kau datang kemari bukannya untuk melihat aku?"
Gokhiol tertawa. "Benar, aku datang kemari juga untuk berjumpa dengan kau, tapi aku juga perlu untuk bicara dengan siociamu.
Nanti aku akan kembali bercakap2 dengan kau Tai-tai."
Tai-tai tertawa girang, matanya bersinar-sinar. "Kongcu, kau tunggu sebentar. Nanti kusampaikan dahulu."
Tergesa-gesa Tai-tai berlari masuk kedalam rumah.
Selang beberapa saat, ia keluar lagi dengan air muka lesu.
"Tio Kongcu, kau tidak-beruntung. Siociaku tidak ada dirumah."
"Tai-tai, janganlah kau justa," kata Gokhiol dengan mesem, "tadi kau katakan bahwa kau ingin beritahukan dahulu pada siociamu."
"Hai, kenapa kau begitu melit2. Dengan jelas siociaku mengajari aku untuk mengatakan bahwa ia tidak ada
dirumah dan supaya kau datang dilain waktu saja.
Bagaimana kau biIang aku berjusta?" jawab Tai-tai dengan gusar.
"Siociamu mengajari kau berkata ....."
Tai-tai menyadari ketelepasan omongannya dan cepat2
memungkirinya. "Oh, tidak, tidak!"
Gokhiol menjadi geli sekali, ia mengetahui bahwa sang majikan adalah gagu, bagaimana ia dapat mengajarinya untuk berkata demikian" lapun berkata pula : "Tai-tai, bukankah majikanmu tak dapat berbicara?"
Tai-tai kembali kesandung batunya, maka ia menjadi
malu dan demi menutupinya, iapun mendamprat dengan
suara lantang. "Kalau majikanku tidak bisa bicara, kau mau apa lagi"
Biar bagaimana juga siociaku tidak ada dirumah Habis perkara!"
Selesai berkata gadis itu meleletkan lidahnya mengejek, lalu berjalan masuk dan menggebrakkan pintu.
Gokhiol mencelos hatinya. la tahu bahwa Hay yan
dengan sengaja ingin mengelakkan dirinya, maka tiada guna lagi baginya untuk menunggu lebih lama. la menuntun kudanya kedanau untuk diberi minum. Mengingat hari
sudah malam, Gokhiol berpikir mungkin didekat tempat itu masih ada penghuni rumah lain yang mau memberikannya naungan untuk bermalam.
Setelah melewati rumah sigadis, betul saja dibelakangnya terdapat beberapa rumah lainnya. Tapi setelah meminta kepada beberapa orang penghuni, ternyata semuanya pada menolak dengan alasan bahwa sudah peraturannya
perkampungan keluarga Hay bahwa mereka tak boleh
menerima tamu dari luar! Dengan perasaan masgul, Gokhiol meninggalkan
perkampungan itu. Setelah berjalan satu lie lebih, tampak pada sebuah lereng tanah tinggi dua buah rumah tua.
Didepan pintu berdiri sebuah istal kuda dan didekatnya berdiri papan yang bertuliskan kata2 sebagai berikut : Dari sini kedusun Ang-Liu-Cun jaraknya duapuluh lie, diharap umum jangan melewatinya pada malam hari....
Kiranya tempat itu dahulu adalah sebuah tempat
pangkalan, didalam rumah terdapat tempat pembaringan dari batu. Tapi rupanya sudah lama sekali tidak
dipergunakan orang lagi. Gokhiol beristirahat ditempat itu sambil membuka
bekalannya. Ia makan dengan perlahan, kemudian
dibersihkannya pembaringan. la menggeliatkan tubuhnya lalu berbaring diatasnya.
Keadaan sunyi-senyap. Teringatlah Gokhiol akan sikap Hay Yan, dahulu ia
telah menerima dengan ramah-tamah sekali, tapi kali ini mengapa sigadis menampiknya" Perbuatan itu tentunya
mempunyai latar belakang. Tiba2 ia mengingat sesuatu!
Daerah sekitarnya tempat beroperasinya Hek Sia Mo-Iie!
Jika benar ia seringkali mencelakakan orang lain, mengapa orang2 perkampungan keluarga Hay itu bisa tinggal dengan aman"
Karena pikirannya berputar terus, maka pemuda kita tak dapat memejamkan matanya.
Sang rembulan memancarkan sinarnya yang terangbenderang. Gokhiol bangkit dari tempat pembaringannya dan
melangkah keluar untuk menghirup udara yang segar. la mengawasi pemandangan disekitarnya. Dihadapannya
terbentang lebar padang pasir yang tiada batasnya.
Dikejauhan samar2 terlihat perkampungan keluarga Hay
... Pemuda kita berjalan mundar-mandir dan kembali
matanya tertuju pada papan pengumuman. Tiba2 ia teringat akan cerita sipemilik kedai dari pangkalan, katanya didalam hutan Ang-Liu-Cun terdapat sebuah kota tua yang telah runtuh dan terpendam didalam tanah. Orang2 padang pasir menamakannya Kota Hitam. Menurut cerita Hek Sia Molie menyemburiikan diri disana hingga tidak seorangpun yang berani memasuki pohon Liu Merah itu. Kini
dihadapannya terdapat sebuah papan yang memberitahukan letak Ang-Liu-Cun itu, hanya sejarak
duapuluh lie. Dengan mempergunakan ilmu meringankan
tubuh dalam waktu setengah jampun akan sampai ketempat tersebut.
Berpikir demikian, hati pemuda kita menjadi ber-debar2.
la bersalin pakaian malam yang berwarna putih abu2 dan membekal kantong senjata-rahasianya. Setelah itu pemuda kita melangkahkan kakinya.
Gokhiol mengenakan pakaian putih abu2, adalah untuk
menyesuaikan keadaan dipadang pasir agar tak mudah
dapat dilihat orang dari jarak jauh. Setelah berjalan sepuluh lie jauhnya, pemuda kita mempercepat larinya. Akhirnya sampailah ia ditempat tujuan.
Tampak pohon2 Lui Merah yang tumbuh berbaris amat
indahnya. Tanah ditutupi oleh daun2 kering, sehingga sukar untuk membedakan letaknya jalanan. Setelah mencarinya dengan teliti, barulah Gokhiol bertemu dengan sebuah anak sungai yang ber-liku2. Dengan menyusuri pinggir sungai itu, ia berjalan.
Binatang rase ber-lari2an karena terkejut melihat orang.
Semakin kedalam hutan semakin sunyi, kadang2 terdengar suara anjing hutan melolong atau pekikan burung hantu.
Suasana menjadi sangat seram. Beberapa saat lamanya
pemuda kita berjalan, maka muncul dihdapannya dibawah cahaya rembulan sebuah istana kuno. Kota Hitam!
Istana yang telah runtuh itu, dibangun diatas tanah
dataran yang tinggi. Pintunya terbuat dari batu terukir dengan gambar binatang aneka-ragam yang dikerjakan oleh tangan2 ahli pahat. Pintu dan jendela tak terhitung
jumlahnya, hanya sayang sekali kini semuanya sudah
menjadi rusak. Gokhiol naik dari sebuah batu dan melalui reruntuhan masuk kedalam halaman istana. Dengan dibantu terangnya
sinar rembulan, ia peroleh pemandangan istana kuno itu. la berpikir tempat semacam ini mana mungkin ada
penghuninya" Selagi pemuda kita bersangsi, tiba2 terdengar suara
berkeresekan yang datangnya dari semak2 pohon Liu
Merah. Sejak kecil Gokhiol telah diajari perbedaan antara suara binatang atau manusia. Mengetahui bahwa suara
tersebut adalah berasal dari seorang manusia, maka lekas2
ia bersembunyi dibalik sebuah batu reruntuhan.
Tak lama kemudian tampak olehnya sesosok bayangan
manusia berlari datang kearahnya, bergerak dengan
kecepatan seekor burung elang. Orang itu menutupi
mukanya dengan sehelai kain hitam dan hanya matanya
saja yang kelihatan ber-nyala2, seperti mata harimau. Dia berhenti sejenak menyapu keadaan disekelilingnya. Lalu dia berlari
menuju tempat dimana Gokhiol sedang bersembunyi! Hati Gokhiol berdebar-debar, sangkanya tentu itulah
Hek Sia Mo-lie! Karena kuatirnya ia mundur ketempat yang lebih gelap. la tak periksa lagi dimana ia sedang
bersembunyi. Tiba2 bayangan orang itu berkelebat dihadapannya,
jarak antara mereka kini hanya beberapa tombak jauhnya.
Gokhiol melihat disampingnya ada sebuah jalanan kecil, iapun segera mengambil jalanan tersebut. Sepanjang jalanan kecil itu penuh dihalangi sarang laba2 dan baru saja ia berjalan beberapa langkah atau badannya membentur
sebuah tembok. Tiba2 telinganya mendengar semacam
suara yang aneh kedengarannya dan ... kakinya merosot kebawah! Celaka! pikir pemuda, tapi sejenak kemudian kakinya telah menginjak tanah pula. Kembali Gokhiol
meraba-raba dan setelah melalui beberapa pintu, tibalah ia pada sebuah kamar yang terang-benderang.
Perlahan-lahan dibukanya
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pintu kamar, dan menyambarlah kedalam hidungnya bau harum yang
semerbak. Dihadapannya masih terhalang kain kelambu
yang menutupi kamar. Tatkala Gokhiol melongok kedalam, tersiraplah darahnya. Kiranya dalam kain kelambu itu terdapat sangkar besi yang besar bentuknya dan didalamnya kelihatan sebuah pembaringan.
Diatas pembaringan itu rebah seorang wanita yang
nampaknya sedang tidur dengan nyenyaknya. Cahaya
lampu yang kelip2 menerangi wajah wanita itu yang
ternyata sangat cantik dan elok rupanya. Rambutnya terurai panjang, sedangkan matanya tertutup rapat. Alis yang menggaris diatas matanya melentik dengan indahnya,
hitam bagaikan sepasang sisir surit. Tubuhnya diselubungi selimut yang tersulam dari benang emas. Dadanya naik-turun dengan lambat, menandakan orang sedang tidur
dengan nyenyaknya. Gokhiol menjadi keheran-heranan melihat wanita cantik itu sedang tidur dalam sangkar. Dilihatnya usianya tidak lebih dari duapuluh lima tahun. Tampak lengan wanita itu terkulai keluar dari selimut dan sebuah gelang emas tertabur berlian
yang berbentuk burung Hong terkalung dipergelangan tangannya. Yang membikin Gokhiol tercengang adalah bahwa
wanita itu tidur terkurung dalam sebuah sangkar yang seluruhnya terbuat dari besi berwarna ke-hijau2-an. Setiap batangnya
memancarkan cahaya hijau berkilauan, menandakan tak sembarang dapat didekati orang.
"Apakah wanita ini tertawan oleh Hek Sia Mo-lie disini
?" pikir Gokhiol seorang diri.
Diawasinya lagi sekitar kamar itu dan tampak olehnya beberapa pintu yang semuanya tertutup rapat.
"Raut muka wanita ini sangat agung, kurasa ia bukan
sembarang orang. la tidur nyenyak sekali dan bukannya sudah mati. Lihatlah! Bulu matanya kadang2 bergerak-gerak."
Selagi sipemuda terpesona seorang diri, tiba2 ia teringat hahwa Hek Sia Mo-lie sedang kembali ketempat ini.
Sungguh celaka bila ia diketemukan disitu! Baru saja Gokhiol ingin menyingkirkan diri, atau terdengar suara berkeresekan dari luar seperti orang datang.
Gokhiol menyelinap dibalik tirai dan pada detik yang menyusul seorang laki2 yang mengenakan topeng dan
berjubah hitam sudah berdiri dihadapan sangkar besi.
Dengan sepasang mata yang menyorotkan kebengisan
orang itu mengawasi wanita cantik yang sedang tidur
dengan nyenyaknya. Orang itu tidak mengetahui bahwa
didalam kamar itu ada pemuda kita yang sedang
bersembunyi mengamatinya!
Hati Gokhiol ber-debar2. la menahan napasnya sedapat mungkin, agar telinga orang itu tak dapat mendengar suara sedikitpun jua. Sedangkan badannya tak bergerak ...
Tiba2 tangan orang itu diulurkan untuk mernbuka jeruji besi. Tapi, baru saja hendak menyentuh jeruji, atau
sekonyong-konyong saja orang bertopeng itu menarik
tangannya kembali. Rupanya ia bersangsi dan merasa
kuatir. Topeng kain yang menutupi mukanya ber-goyang2.
Beberapa lama diawasinya sangkar besi itu, lalu
sekonyong-konyong kedua belah telapak tangannya digosokkannya satu sama lain.
Gokhiol, yang bersembunyi dibalik tirai, menyaksikan kejadian tersebut dengan jelasnya. Tanpa disadarinya keringat dingin mulai mengucur membasahi badannya.
Dilihatnya dari telapak tangan orang itu keluar sinar hijau yang menyilaukan, memancari muka wanita jelita yang
tengah tidur dengan nyenyaknya!
Walaupun jarak antara orang bertopeng itu dengan
wanita tidak lebih satu tembak jauhnya, tapi mukanya terpancar seluruhnya oleh sinar hijau yang mengerikan itu.
"Lok-Mo-Ciang! Kalau begitu orang bertopeng ini
adalah Im Hian Hong Kie-su!" berseru Gokhiol dalam hatinya.
Sesaat kemudian kedua telapak tangan Im Hian Hong
Kie-su mencengkeram jeruji besi, ia menarik untuk
mematahkannya. Tapi baru saja tangannya menyentuh
jeruji, atau segera terdengar suara mendesis. Lelatu api berpercikan! Tubuh Im Hian Hong Kie-su bergemetar untuk kemudian
terpelanting kebelakang. Namun setelah berjumpalitan ia berdiri kembali diatas kakinya pada jarak yang agak jauhan.
Huh! Bukan kepalang kagetnya orang itu, bercampur
perasaan gusar yang tak terhingga.
Tengah pemuda kita asyik menyaksikannya dengan hati
ber-debar2, Im Hian Hong Kie-su telah melompat kemuka pula! Kedua tanganya kini berputar! Dengan mata berapi-api ia mengulurkan tangannya pula kedalam sangkar besi, tapi kini dengan gerakan kilat ditangannya telah
tergenggam sebuah pedang baja lemas.
Gokhiol yang menyaksikan pertempuran dari atas tebing, berdebar-debar hatinya ...
Bagaikan angin badai menderu, Im Hian Hong Kie-su
mulai melancarkan serangannya. Tempat tidur wanita itu ber-goyang2 karena tiupan angin yang bukan main
dahsyatnya. Namun wanita itu terus tidur bagaikan tidak merasakan sesuatu.
Pedang Im Hian Hong Kie-su menusuk tenggorokan
sigadis! Gokhiol mencelat hatinya. Kejadian tersebut demikian cepatnya, tapi sebaliknya sedang pemuda kita masih
terperanjat menyaksikan serangan kilat itu atau tahu2 dari pembaringan itu melesat suatu cahaya putih berkelebatan bagaikan halilintar! Im Hian Hong Kie-su berseru tertahan!
Seketika itu juga pedangnya terlempar, sedangkan
sebelah tangannya mengeluarkan asap putih. Ternyata
sebagian tangannya terbakar oleh cahaya. Sambil berteriak dengan suara keras Im Hian Hong Kie-su melompat
mundur. Kiranya cahaya itu keluar dari dada sigadis, ribuan
berkas cahaya putih berkilauan menembusi selimut sutera.
Gokhiol, yang berdiri teraling tirai masih merasakan matanya pedih sekali. Cepat2 ia memejamkan matanya.
Cahaya putih itu terus menerus memancar keluar dengan dahsyat!
Pemuda kita teringat kejadian yang telah lalu, peristiwa Hek Sia Mo-lie bertempur dengan Im Hian Hong Kie-su
digoa Tung-hong. Waktu itu ia mendapat lihat bahwa
cahaya yang keluar dari dada Hek Sia Mo-lie adalah dari sebuah cermin tembaga yang tengahnya tercantum sebutir mutiara berwarna terang.
"Wanita yang sedang tidur ini bukannya Wanita Iblis
yang rupanya menyeramkan itu. Tapi mengapa iapun dapat mengeluarkan cahaya yang serupa itu?" Gokhiol menjadi bingung memikirkannya. Tak lama pula terdengar suara yang nyaring dari Im Hian Hong Kie-su.
"Hek Sia Mo-lie, malam ini tak dapat aku binasakan
kau. Baiklah aku berikan kau hidup beberapa lama lagi!"
Seraya berkata Im Hian Hong Kie-su meniup tangannya
yang terbakar dan seketika juga tangannya telah sembuh
kembali seperti biasa. Sambil mengibaskan lengan bajunya ia memukul dengan telapak-tangannya kearah pedangnya yang menggeletak dilantai. Bagaikan seekor ular yang menyusup kedalam liang pedang lemas itu mencelat
kembali ketangan sipemilik!
Melihat kepandaian yang demikian lihaynya, Gokhiol
meleletkan lidahnya bahna kagumnya. Walaupun sudah
tinggi kepandaiannya, Im Hian Hong Kie-su masih
mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan Wan Hwi
Totiang, kepandaiannya baru tiga persepuluh saja. Apabila ia kelak dapat diangkat menjadi murid Wan Hui To-tiang, bukankah kepandaiannya akan lebih hebat dari Im Hian Hong Kie-su " Demikian pemuda kita termenung sambil
memandangi punggung orang.
Tiba2 terdengar suara gedebrukan dan begitu ia menoleh, dilihatnya pintu darimana ia masuk kini telah tertutup rapat! Seorang gadis berbaju putih tahu2 muncul sambil menggenggam pedang ditangannya.
"Iblis tuabangka! Jangan kau melarikan diri! Kau kira dengan menutup mukamu aku tidak dapat mengetahui
siapa sebenarnya kau ini"!"
Im Hian Hong Kie-su tampak terperanjat sekali, ia
mundur setindak seraya melintangkan pedang lemasnya.
"Siluman kecil, jangan kurang-ajar. Tahukah kau siapa aku ini?"
Muka gadis muda itu terdapat tutupan muka dari kain
sutera, sehingga samar2 kelihatan rupanya yang masih muda-belia. la berusia kurang lebih limabelas tahun.
Perawakannya langsing sedangkan rambutnya diikal dua.
Mendengar suara yang tak asing lagi itu, Gokhiol berdiri terperanjat. Gadis itu bukan lain daripada gadis yang telah
bertempur dengan Pato dilembah Ban-Coa Kok ! Tapi
suaranya adalah suara ... Hay Yan! Semakin lama pemuda kita mengikulti peristiwa yang tengah dihadapinya, semakin ruwet pikirannya.
"Kau adalah musuhku! Apakah kau kira aku tak
mengetahuinya?" demikian sigadis membuka suara pula penuh kegusaran.
"Apakah kau tidak tahu, meskipun aku adalah
musuhmu, tapi akupun mempunyai nama!" jawab sibaju hitam seraya bersenyum nyindir.
"Hai, Iblis! Guruku telah mencarimu selama tujuhbelas tahun lamanya, tapi dengan mengandalkan ilmu mengubah rupa kau menyamar sebagai orang lain. Malam ini juga aku akan membuka rahasiamu! Awas! Terimalah tikaman
pedangku!" sambil. membentak gadis itu menyerang dengan pedangnya, menikam sibaju hitam.
Bentrokan kedua pedang tersebut menimbulkan suara
keras, bergema di tempat yang sunyi. Sambil memutar
badan, Im Hian Hong Kie-su merubah serangannya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Dan dengan
mengambil kesempatan yang baik, tatkala gadis itu menarik kembali pedangnya, dia mencengkeram lawannya bagaikan elang menyergap mangsanya!
Sigadis tak kehilangan akal dan dengan cepat sekali ia merandek, sedangkan tangan kanannya mengayun se-olah2
ingin menangkis pukulan tangan lawannya. Tapi diluar dugaan orang, tiba2 dua buah jarum halus melesat keluar, berkilauan warnanya. Itulah jarum yang mengandung
racun! Andaikata Im Hian Hong Kie-su tidak menarik
kembali serangannya, serta melompat kebelakang beberapa tindak, niscaya senjata rahasia itu akan mencabut
nyawanya. Untung ia bertindak cepat.
Kini kedua ahli silat itu saling berhadapan, saling
menatap masing2 dengan sikap tegang.
"Siluman kecil, jagalah ! Aku ingin melihat rupamu yang sebenarnya. Aku ingin melihat apakah kau benar2 anakku sendiri!"
Pada detik yang menyusui ia mengebaskan tangannya,
dan terdengarlah suara desiran angin. Angin menampar muka sigadis dan tutupan kain sutera terbang melayang.
Gokhiol menahan napasnya.
Tampak wajah sigadis yang berbentuk biji semangka.
Sepasang matanya yang jeli menyorotkan sinar kegusaran yang tak terhingga, karena rahasia dirinya terbuka. Pipinya rnenjadi kemerah2an karena rasa malunya.
Gokhiol dapat melihat dengan jelas bahwa gadis itu
bukan lain dari Hay Yan! Gadis yang menjadi lamunannya siang dan malam. la merasa kaget tercampur girang.
Pikirnya, betapa pandainya gadis itu dapat menyamar
sebagai Wie Mo Yauw-lie. Tapi mengapa dulu Im Hian
Hong Kie-su memanggilnya dengan nama Hek Sia Mo-lie"
Gadis itu sudah tak dapat menahan pula amarahnya.
"Iblis! Kau sungguh tak tahu malu. Berani benar kau
menghina aku !" "Benar tidak salah, kau memang adalah anakku!" jawab Im Hian Hong Kie-su seraya tertawa dengan panjang.
Begitu sibaju hitam tertawa atau pedang sigadis sudah menusuk dengan hebat sekali. Segera ditangkis oleh Im Hian Hong Kie-su untuk kemudian balas membuka
serangan dengan pedang baja lemasnya.
"Siluman kecil, aku siorang tua tak akan membunuhmu.
Aku ingin membawa kau pergi dari sini untuk turut aku pulang. Kelak apabila aku sudah mati, maka rohku ada
yang menjagakannya," ujar sibaju hitam seraya setindak demi setindak
mendekati Hay Yan. "Letakkanlah pedangmu secara baik2. Jangan kau coba melawan aku,
ayahmu sendiri!" Demikian sambil berkata, Im Hian Hong Kie-su
mengusap2 pedang lemasnya yang seketika itu juga
mengeluar sinar hijau. Kemudian ia melanjutkan dengan suara mengejek : "Pedang ini mengandung racun yang
hebat sekali, sedikit tersentuh saja kau akan jatuh pingsan.
Namun janganlah takut. Aku hanya ingin membawamu
saja meninggalkan tempat ini!"
Dengan mengambil kesempatan orang sedang berbicara
dan tak siaga, Hay Yan mencelat keatas pendopo. Sesaat kemudian tangannya telah mencekal pedang lain.
"Iblis! Malam ini aku akan mengambil jiwamu!"
Menyusul mana pedangnya di-goyang2kan. Ketika itu
Im Hian Hong Kie-su sedang menghampirinya, maka
pedang Hay Yan menyapu muka lawannya dan kembali
kedua pedang saling melekat. Sinar putih, dan lelatu api berpercikan, tercampur dengan segumpalan asap putih yang mengepul! Pada detik yang menyusul sinar hijau dari
pedang sibaju hitam lenyap!
Pedang sibaju hitam bagaikan bambu saja, terpapas
hancur menjadi kepingan! Im Hian Hong Kie-su berteriak penuh kegusaran untuk
melompat pergi seraya menbentak :
"Anak keparat! Setahun lagi aku akan kembali!"
Menyusul mana sibaju hitam melesat kepintu yang tertutup.
Hay Yan menuding dengan pedangnya dan sinar putih
keluar dari ujung Sinarnya, menyambar kepunggung sibaju hitam. Seketika itu juga bajunya terbakar! Buru2 Im Hian
Hong Kie-su merebahkan dirinya sambil ber-guling2 diatas tanah. Tapi tak urung yuga sebagian bajunya hangus kena api. Dengan perasaan malu dia berdiri pula sambil berseru :
"Siluman kecil. Kepandaianmu hebat sekali! Kini kau
jangan menyalahkan aku berlaku kejam!"
Sejenak terdengar suara desiran dua kali dan tahu2 dari kegelapan menyambar senjata gelap. Hay Yan lekas2
putarkan pedangnya melindungi dirinya.
Trang! Senjata gelap tersampok jatuh keatas tanah,
sedangkan yang satunya lagi menancap diatas tiang
pendopo. Sesaat kemudian sibaju hitam berlari kearah pintu yang berbentuk bundar itu, yang tertutup rapat. Pintu roboh dengan suara menggelegar dan dia dapat menerobos keluar!
Gokhiol merasa kagum sekali. Meskipun pintu terbuat
dari besi, tapi sibaju hitam sanggup menghancurkannya. Itu hebat sekali!
Demikian pula Hay Yan termanggu-manggu melihat
kejadian tersebut. "Iblis itu benar2 lihay. Sebelum meninggalkan tempat ini ia telah menunjukkan kepandaiannya yang bernama ilmu Bouw Pek Kang atau ilmu Memecah Dinding. Kepandaian
semacam itu jarang sekali terdapat dikolong langit ini,"
gumamnya sendirian. "Apabila aku tidak memiliki pedang Mo-hwee-kiam
(Pedang Api Iblis) ini, niscaya aku tak mampu menandingi Lok-Mo-Ciangnya itu." la termenung sebentar, kemudian ia memeriksa ruangan pendopo.
"Sebelumnya suhu telah meramalkan, bahwa Iblis itu
akan datang menyatroni. Malam ini aku telah lalai dan tidak menutup pintu kamar. Beruntung sekali bencana besar
yang hendak menimpah tersingkir berkat pertolongan
pedang Mo-hwee-kiam."
Gadis itu menekan dinding dan tak lama terdengar suara bergerincingan.
Gokhiol yang tengah bersembunyi dan mendengar seara
itu, menjadi kaget bukan kepalang. Kiranya ruangan
pendopo itu dapat ber-putar2! Tatkala ia memperhatikannya lagi, ternyata keadaan ruangan mendadak berubah sama sekali. Dihadapan ruang pendopo kini berdiri sebuah tembok batu besar.
"Celaka!" Gokhiol berseru, "sekarang bagaimana aku dapat meloloskan diri?"
Menyusul terdengar suara merdu yang nyaring.
"Penjahat kecil! Apa kau masih juga mau keluar dari
persembunyianmu" Apa kau ingin sampai nona mudamu
menurunkan tangan?" Berbareng Hay Yan mengayunkan tangannya kearah
tirai yang lantas tersingkap terbuka!
Gokhiol tak dapat rnenyembunyikan dirinya lagi. Sigadis muda itu menunjukkan paras yang muram, sedangkan
sepasang matanya memandang dingin bagaikan es.
Pemuda kita melompat kedepan.
"Nona Hay Yan, maafkan atas perbuatanku yang
lancang ini. Aku tak sengaja telah masuk ketempatmu yang terlarang,"
pemuda kita berhenti sebentar untuk menenangkan hatinya, "sebenarnya aku sama sekali tak mempunyai minat untuk mengintai atau mencari tahu
rahasia orang lain."
Dengan suara tawar keluar dari hidung, Hay Yan berkata
...... "Tadi waktu aku hendak mengambil pedangku diatas
pendopo, aku telah melihat kau bersembunyi dibalik tirai.
Benar besar nyalimu! Apakah kau belum mengetahui Kota Hitam ini" Sejak dahulu kala, apabila ada orang luar yang berani masuk kedalamnya, janganlah mengharap bahwa ia akan dapat keluar lagi dengan hidup!"
Sikap gadis itu dingin, lain sekali daripada waktu
sipemuda pertama kali menjumpairnya diperkampungan
Keluarga Hay. Kini mereka bagaikan dua orang yang saling tak mengenal, malahan bermusuhan!
"Tidaklah salah apabila ada pepatah yang mengatakan : Hati wanita sukar diterka. Apakah kini aku harus berdiam saja untuk menerima kematian?" demikian sipemuda berpikir dalam hatinya, lalu ia berkata :
"Siocia, kau adalah juga seorang manusia terdiri dari darah dan daging. Apakah dalam hatimu tidak mempunyai rasa peri-kemanusiaan sama sekali" Lagipula aku kemari bukan dengan merencanakannya terlebih dahulu. Dan jika pintu tertutup, aku juga tak nanti menyeruduk masuk
kedalam kamar ini." Hay Yan tertawa dengan dingin.
"Adapun aku telah menjamu kau didesa Hay-Kee-Chun
ialah se-mata2 untuk mengetahui apakah kau ada
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hubungannya dengan Iblis itu. Sebab dilembah Ban-Coa-Kok, mengapa kau telah ditolongnya?"
Sigadis mengawasi Gokhiol dengan sorotan mata yang
tajam. "Malam ini kau telah datang bersama-sama dengan dia, maka.. . aku harus bunuh kau!"
"Omong kosong!" bentak Gokhiol dengan sengitnya,
"apakah hubunganku dengan sibaju hitam itu?"
Sambil mengangkat pedangnya per-lahan2 Hay Yan
berkata pula dengan suara yang mengejek : "Aku tak
perduli hubungan apakah yang ada antara kau dengan Iblis itu. Yang penting adalah bahwa kau telah masuk kemari dan itu berarti kau tak boleh dibiarkan hidup lebih lama lagi
!" Gokhiol menjadi beringas saking gusarnya. Dengan
gerakan kilat dicabutnya pisau belati yang tersisip
dipinggangnya. "Baiklah! Bila kau ingin juga menyerang aku, biarlah aku beri kesempatan, agar kau mati tidak dengan penasaran,"
Hay Yan berseru. Gokhiol tak ragu-ragu pula, ia membuka serangannya.
Dengan sebelah telapak tangannya ia memukul dan dengan pedangnya pun menikam sigadis!
Hay Yan menangkis! Pedangnya menempel pada pisau
belati. Maksudnya ialah dengan menyalurkan tenaga
dalamnya melalui pedangnya, ia ingin memapas kutung
senjata Gokhiol. Tapi apamau Gokhiol dari permulaan mempunyai siasat
yang lain. Pangkal pedangnya ia tekan kebawah, sedangkan tubuhnya maju kedepan. Cepat bagaikan kilat tangannya menyambar! Itulah suatu gaya istimewa dari ilmu gulat Monggolia.
Apabila orang tak ber-hati2, niscaya takkan luput dari tipu
tersebut, yang diwariskan
oleh Yalut Sang! Demikianlah pinggang sigadis yang langsing kena dipeluk oleh pemuda kita yang lantas mengangkatnya keatas. Kini sicantik tak berdaya lagi.
Tapi sckejap mata saja keadaan berubah! Pundak
sipemuda mendadak dicengkeram oleh Hay Yan. Gelombang panas menyerang kedalam tubuh Gokhiol yang segera mengangkat tangannya ...... untuk menikam! Tapi tenaganya sudah lenyap!
Hay Yan melepaskan dirinya dari pelukan Gokhiol,
kemudian menyampok pisau belati yang lantas terpental diudara.
"Penjahat licik ! Hampir saja aku kena terpedaya oleh akal bulusmu."
Hati Gokhiol memukul keras.
Hay Yan dengan mata berapi-api menudingkan
pedangnya. Gokhiol tersenyum dan mengerlingkan matanya.
"Aku puas mati ditanganmu, manis," ujarnya menggoda.
Pedang sigadis menggores baju kulit yang dikenakan
oleh pemuda kita, maka terlihatlah didalamnya ikat
pinggang kulit ular. Sigadis melihat kancing ikat pinggang yang terbuat dari batu kumala berwarna merah, menjadi merasa heran. Pedangnya yang tinggal menikam saja pada tubuh sipemuda, terhenti ditengah udara.
"Hm! Kiranya kau ini adalah itu pemuda yang pernah
diceritakan oleh guruku!"
Mendengar ucapan tersebut, Gokhiol menjadi heran.
Siapakah guru gadis itu"
"Kau ingin membunuh aku, bunuhlah segera. Mengapa
harus ber-tanya2 lagi?" ujarnya menantang.
"Malam ini kau boleh merasa gembira bahwa nasibmu
masih baik. Guruku telah, memesan kepadaku sebelum ia tidur untuk menangkap orang yang memiliki batu kumala merah, tapi tak boleh membunuhnya. Kau harus menanti
sampai guruku bangun pula dari tidurnya untuk melihat tindakan apa yang akan dilakukan terhadapmu."
Mendadak, mendadak saja Hay Yan menotok belakang
kepala sipemuda. Gokhiol menjadi gelap pemandangannya, bagaikan orang mabuk setengah mabuk setengah tidak
sadar, ia sempoyongan jatuh. Kemudian ia merasa
tubuhnya digusur. . . Ketika pemuda kita siuman kembali, yang pertama
dihendusnya adalah bau tanah lumpur. Matanya melihat dihadapannya sebuah perapian yang diatasnya tergantung sebuah ketel air. Sedangkan dipojok terdapat setumpukan arang dan sebuah tempayan penyimpan air. Sinar api
menerangi seluruh ruangan kamar yang terbuat dari batu2
gunung. Setelah melihat lebih jelas, pemuda kita mendapatkan tempat itu bukanlah merupakan sebuah kamar, melainkan sebuah goa alam yang belasan tombak luasnya. Diatasnya terdiri dari dinding batu gunung yang tingginya kurang lebih lima atau enam tombak. Diatas terlihat sebuah lubang yang telah ditutup rapat.
Gokhiol mengamati sekeliling goa itu dan bulu romanya terbangun melihat disana-sini menggeletak tulang belulang manusia!
"Ah, benar2 kali ini aku tak dapat lolos lagi dari
kematian," demikian Gokhiol mengeluh seorang diri.
---oo0dw0oo--- Pangeran Pato, putera ketiga dari Jenderal Tuli
berpisahan dengan Gokhiol, saudara angkatnya dilembah Ban Coa-Kok. Setelah dua hari kemudian tibalah ia di Holim dan diceritakannyalah pengalamannya yang aneh
kepada ayahandanya Jendral Tuli.
Gokhiol disayangi sekali oleh Panglima bagaikan anak kandungnya sendiri. Kali ini, setelah mendengar cerita puteranya, walaupun pemuda kita melanggar perintah,
Jenderal Tuli tak menjadi gusar. Bahkan setelah
diketahuinya bahwa Gokhiol telah membaca surat wasiat ayahnya, Tio Hoan yang ditulis pada tujuhbelas tahun yang lampau dan kini sang putera berniat untuk menuntut balas, didalam hatinya memuji kebaktiannya Gokhiol.
"Pato! Lekaslah kau panggil suhumu Yalut Sang untuk
datang kesini" ujar Tuli kepada puteranya.
Adapun Yalut Sang ini sebenarnya adalah seorang
keturunan bangsawan dari negara Liauw. Setelah negaranya ditaklukan oleh bangsa Kim, barulah ia
mengungsi kedaerah Mongolia. Dia termasuk ahli silat Tiang Pek Bu-pay yang kesohor namanya. Banyak
hubungannya dengan tokoh2 Sungai-telaga ditanah dataran Tiong-goan dan pengalamannya luas sekali.
Oleh sebab itu Jendral Tuli telah mengundangnya dan
dijadikan guru untuk mengajar putera2-nya.
Tak lama kemudian Yalut Sang telah tiba didalam tenda besar Jenderal Tuli, yang segera berbangkit untuk
menyambut kehadirannya. "Apakah Goan-swee mengundang boan-seng kali ini
berhubung persoalan Gokhiol ?" bertanya Yalut Sang setelah berlutut.
"Tepat sekali dugaanmu, Yalut Sang. Apakah sebelumnya Pato telah menceritakan kepada kau perihal keadaan Gokhiol?" kata Tuli dengan sungguh2.
"Boan-seng telah mendengarnya juga. Sibaju hitam yang telah bertemu dengan Gokhiol, boanseng kira ..." Yalut Sang berhenti sebentar, lalu melanjutkan "bukanlah Im Hiam Hong Kie-su."
Melihat Tuli menjadi terperanjat, Yalut Sang meneruskan : "Baiklah boan-seng akan memberikan
keterangan yang sejelasnya. Adapun watak Im Hiam Hong Kie-su ialah bahwa ia tak suka akan kelicikan. Yang jahat dilawannya Sedangkan yang lemah dilindunginya. Perkara2
besar menarik perhatiannya tapi perkara2 kecil tak suka ia campurtangan."
Yalut Sang termenung, bagaikan sedang memusatkan
pikirannya. "Pada duapuluh tahun yang lampau, didunia kang-ouw
boan-seng pernah mengikat tali persahabatan dengannya.
Tapi semenjak diadakannya pertemuan untuk pemilihan
pemimpin rimba persilatan dipuncak gunung Heng San,
boan-seng tak pernah bertemu dengannya pula. Sebagaimana telah diketahui, pada pertemuan tersebut Im Hian Hong Kie-su telah berhasil menjatuhkan tujuh
Ciangbun-jin perguruan silat yang terkenal. Sejak, itulah ia menyembunyikan diri dan hidup bertapa seorang diri di Puncak Gunung Maut. Oleh sebab itu sekalipun ia turun pula didunia kang-ouw, ia takkan mengangkat senjata pula untuk bertempur."
Setelah mendengar cerita gurunya yang panjang lebar
itu, Pato mengajukan pertanyaan.
"Suhu! Jadi menurut kau sibaju hitam itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su?"
Yalut tersenyum dan manggutkan kepalang.
"Benar, muridku. Menurut perkiraanku Im Hian Hong
Kie-su itu adalah Im Hian Hong Kie-su palsu!
"Yalut Sang" kata Tuli demi mendengar keterangan tersebut "kami sebenarnya hendak mengutus kau untuk
pergi ke Giok-bun-koan untuk menyelidiki persoalan ini.
Karena pedang pusaka Gokhiol telah dirampas oleh orang yang berpakaian baju hitam itu, pasti dia telah mengejarnya untuk merebutnya kembali. Kami sangat kuatir sekali akan keselamatannya."
Baru saya Yalut Sang mau menjawab, atau dari balik
tirai muncul seorang wanita setengah tua. la berlutut dihadapan Tuli.
"Aku yang rendah mengucapkan banyak terima kasih
atas kasih sayang Goan-swee, terhadap Gokhiol yang masih mada-belia itu. Memang sukar diduga bahaya apa yang
sedang dihadapinya, sedang pembunuh ayahnya Tio Hoan yang belum diketahuinya itu, bukankah sembarang orang.
Jika goan-swee berniat mengutus Yalut Sang untuk
melindungi Gokhiol, maka seumur hidup aku akan
berhutang budi pada Goan-swee."
Wanita itu bukan lain daripada Lok Giok, ibunda
Gokhiol Sudah lama ia mendengar pembicaraan orang dari belakang tirai alingan. Tergesa-gesa Tuli memberikan tempat duduk disisinya.
"Nyonya Lok Giok, bila aku mengetahui bahwa Tio
Hoan mempunyai surat wasiat untuk Gokhiol, tidak nanti aku membiarkannya untuk menentang bahaya seorang diri.
Baiklah sekarang kau tuturkan kepada kami tentang segala yang telah kau ketahui, agar mempermudah kepergian
Yalut Sang untuk menyelidikinya."
Dengan singkat Lok Giok menceritakan tentang
kejadian2 yang telah lampau, dimana antara lain ia telah
mengutus Tiang Jun untuk tinggal dilembah Ban-Coa-Kok.
Bila ingin mengetahui dimana adanya Gokhiol sekarang ini, maka sebaiknya carilah orang tua itu dahulu.
Yalut Sang mtndengar dengan penuh perhatian dan
dingatnya dikepalanya. Setelah menerima doa-restu dari Jendral Tuli, maka
Yalut Sang berganti pakaian perantau. Dengan menunggang seekor kuda ia meninggalkan kota Ho-lim
seorang diri. Sang kuda berlari bagaikan terbang ...
Sepekan telah lewat! Yalut Sang tiba kembali dikotaraja.
Melihat wajah orang berlainan dari biasanya, segera Pato menegurnya : "Apakah suhu telah dapat ketahui dimana Gokhiol sekarang berada?"
Yalut Sang meng-geleng2kan kepala dengan suram.
"Pato, kejadian ini makin lama makin hebat. Tiang Jun sudah mati terbunuh. Mari kita lekas melaporkan kepada Goan swee"
Kiranya pada waktu Yalut Sang tiba dilembah Ban-Coa
Kok, dilihatnya sebuah kuburan yang baru dilihat dibawah sebuah pohon. Diatasnya berdiri sebuah papan dengan
tulisan dari tangan yang tak asing lagi, ialah tulisan Gokhiol. Selanjutnya guru silat itu masuk kedalam gubuk dan diketemukannyalah senjata rahasia Kiu-cu Lui-seng diatas meja. Rupanya senjata rahasia ditinggalkan oleh Gokhiol.
Yalu Sang menjadi pucat. "Kiu-cu Lui-seng Hui Piau semacam ini memang
merupakan senjata rahasia yang dahulu kala sering
digunakan oleh Im Hian Hong Kie-su. Apakah orang tua ini benar2 telah turun gunung dari Puncak Gunung Maut" "
pikirnya dengan cemas. Demikian selama empat hari lamanya, Yalut Sang
mundar-mandir sepanjang daerah Giok-bun-koan dengan
harapan akan memperoleh petunjuk lainnya dalam
menunaikan tugas penyelidikannya.
Pada hari berikutnya guru silat itu menemukan sebuah pangkalan. Ia berhenti dan melompat dari kudanya. Tiba2
hujan turun dengan lebatnya. Untunglah terdapat terdapat sebuah kedai, iapun segera masuk untuk berteduh sampai hujan berhenti. Dipesannya makanan dan minuman untuk menangsal perutnya.
Setelah hujan mulai berhenti dan Yalut Sang ingin
meninggalkan itu atau tiba2 diambang pintu bertabrakan dengan seorang yang baru hendak masuk kedalam. Mereka bertubrukan dengan keras dan Yalut Sang pura2
terjengkang kebelakang. Tubuhnya terguling-guling ketengah ruangan kedai. Tengah ia terguling, matanya tak melewatkan ketika untuk melirik orang yang telah
menubruknya itu. Tampaklah olehnya orang itu berjubah hitam, sedangkan dikepalanya terdapat topi bambu yang pinggirannya lebar. Orang itu menengok dengan gusar
seraya mencaci : "Bedebah! Apakah kau buta?"
Setelah memakil kalang-kabutan, orang itupun terus
masuk kedaiam kedai. Sedangkan Yalut Sang dibangunkan oleh orang2 yang berada didekatnya. Diam2 guru silat itu menyingkirkan diri.
Kiranya tadi Yalut Sang pura2 jatuh untuk mengelabui mata orang, sukar sekali untuk melakukan tipu tersebut apabila tak memiliki kepandaian yang tinggi.
Dilihat oleh guru silat itu bahwa orang yang berjubah hitam itu mukanya sangat mirip dengan ...Im Hiam Hong Kie-su! Tapi meskipun demikian, setelah lewat duapuluh
tahun lamanya mereka tak bertemu muka, matanya tak
dapat dikelabui. Orang itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su!
---oo0dw0oo--- Demikianlah Yalut Sang menceritakan kepada Jendral
Tuli pengalamannya salama sepekan dan menyusul mana
dikeluarkannya pula senjata Kin-cu Lui-seng.
Jendral Tuli memeriksanya dengan seksama.
"Yalut Sang, kau mengatakan bahwa senjata-gelap ini
hanya dipergunakan oleh Im Hiam Hong Kie-su saja, tapi kini mengapa kau katakan bahwa orang berbaju hitam
bukannya dia" Masakan ada orang yang sedemikian sama rupanya?"
"Dengarlah penjelasanku, Goan-swee," sahut Yalut Sang, sebagaimana diketahui pada duapuluh tahun yang lampau aku bersahabat dengan Im Hian Hong Kie-su.
Mana boleh jadi bahwa waktu kami saling kebentur ia tidak mengenali aku". Meskipun kami saling berpandangan mata, namun romannya tak memperlihatkan tanda pengenalan
sedikitpun juga, maka hal itu membuktikan bahwa orang itu bukan Im Hian Hong Kie-su. Dialah orang lain yang telah menyamar sebagai dirinya!"
Yalut Sang berhenti sebentar untuk meneguk secangkir arak yang tersedia diatas meja untuk kemudian meneruskan
: "Hal ini tak dapat diragukan lagi. Sebaliknya orang itupun sangat cerdik. Dengan sengadia ia telah menolak aku
dengan tenaga-dalamnya, untuk mengetahui apakah aku
memiliki ilmu silat. Untung aku telah bersiaga terlebih dahulu,sehingga berhasil mengelabuinya."
Setelah mendengar penjelasan gurunya. Pato bertanya
pula : "Suhu, jika demikian halnya, maka sibaju hitam yang
tempo hari dijumpai Gokhiol dan aku kiranya bukan Im Hiam Hong Kie-su. Namun, aku masih belum mengerti
mengapa ia telah menolong kami berdua?"
Atas pertanyaan muridnya ini Yalut Sang terdiam.
"Mengenai hal ini, aku belum dapat mengetahui apa
yang menjadi alasannya. Yang mencurigakan adalah orang itu sangat mirip sekali dengan Im Hian Hong Kie-su,
sehingga sepintas lalu sukar untuk orang membedakannya."
Sang guru berpikir sebentar, lalu melanjutkan.
"Hanya ada sedikit perbedaan yang jarang dapat
diketahui orang selain yang telah mengenalnya dari dekat, yaitu sinar mata Im Hiam Hong Kie-su bersinar terang dan menunjukkan sikap yang agung. Sebaliknya sibaju hitam romannya
agak kejam, sedangkan sinar matanya menunjukkan sorotan hawa sesat! Mungkinkah dia pandai menyamar dan mengubah wajahnya" Aku belum dapat
memastikan!" Mendengar keterangan Yalut Sang tentang ilmu
penyamaran muka, Jendral Tuli merasa tertarik.
"Yalut Sang, mendengar keteranganmu mengenai ilmu
penyamaran, kini teringat aku pada masa ayahku Jenghis Khan masih hidup, pernah aku mendengar dari seorang
perutusan kerajaan Song, bahwa ada seorang pendeta
kalangan kaum agama Too-kauw yang memiliki kepandaian terscbut. Seorang ksatrya diutus untuk mencari pendeta itu, tapi hingga kini belum mendengar kabar
ceritanya lagi." Yalut Sang tersenyum. "Untuk mendapat gambaran yang se-jelas2nya mengenai
teka-teki ini, aku mohon untuk diijinkan pergi ke Puncak Gunung Maut."
"Apakah kau ingin pergi menemui Im Hiam Hong
Kiesu" Kami merasa kuatir kau akan mendapat kesukaran diperjalanan," demikian Jendral Tuli menjawab.
"Apa yang Goan-swee katakan memanglah benar,"
jawab Yalut Sang, "sebagaimana diketahui Puntiak Gurung Maut terletak dipegunungan Ji-Long San. Disekitarnya banyak binatang2 buas dan ular berbisa, sehingga
berbahaya untuk orang mengunjungi tempat itu. Namun
demikian waktu dulu, tatkala aku berpisahan dengan Im Hian Hong Kie-su, ia pernah memberikan kepadaku sebuah peluru yang dapat bersuara. Dikatakannya apabila kelak aku ingin bertemu kepadanya, supaya peluru itu dilontarkan diangkasa. Itulah sebagai tanda pengenal. Oleh karena itulah aku tak merasa kuatir, meskipun perjalanan
kegunung Ji-Long San sangat jauh dan berbahaya. Dan
apabila dapat berjumpa dengannya, aku dapat menerima petunjuk untuk mencari jejak Gokhiol."
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akhirnya Jenderal Tuli menyetujuinya juga dan Pato
pun merasa bergembira dan segera minta untuk ikut serta dengan sang guru. Tapi Yalut Sang menjawab seraya
memandang kepada Jenderal Tuli.
"Pato, kau adalah anak Panglima Perang. Bagaimana
kau dapat berpergian kesembarang tempat?"
"Su-hu! Bukankah Gokhiol juga merantau dengan
seorang diri" Jika suhu memperkenankan aku ikut, maka ayah pun pasti akan mengijinkannya aku pergi guna
memperluas pengalaman," demikian Pato berkata dengan sikap yang gagah.
Sambil berlutut dihadapan ayahnya, Pato memohon :
"Ayah mempunyai enam anak, mengapa tidak memberi
kesempatan untuk mengutus salah seorang puteranya untuk
mencari pengalaman dikalangan rimba persilatan dan
mempertinggi ilmu kepandaiannya?"
Melihat sikap puteranya yang gagah dan bersungguhsungguh, Tuli merasa terharu bercampur bangga.
"Pato, anakku, nan tercinta." Jendral Tuli berkata,
"permohonanmu akan kululuskan, namun demikian
tunjukkanlah kesanggupanmu agar kau dapat memperoleh kembali pedang pusaka Ang-liong-kiam peninggalan
mantan ayahnya Gokhiol. Janganlah sampai kau mengecewakan tugasmu, bertindaklah sebagai ksatrya
Monggol sejati!" ---oo0dw0oo--- Adapun gunung Ji-Long San itu merupakan barisan
pegunungan yang liar didaerah Patang. Diantaranya
terdapat sebuah puncak menjulang tinggi keangkasa, yang diselubungi lapisan mega. Puncak itu sepanjang tahun tertutup dengan tumpukan salju iu, sehingga udaranya sangat dingin. Pada lampingnya banyak sekali tebing2 nan curam dan tinggi2 letaknya, sehingga hampir tidak ada jalan sama sekali untuk melewatinya. Sedang dikaki
pegunungan tumbuh hutan-rimba yang lebat, dimana
pohon2 berdaun rindang menutupi sinar matahari yang
ingin menembusinya. Didalamnya berkeliaran binatang2
yang buas, hingga seorang pemburupun tidak berani
datang. Kembali pada Yalut Sang dan Pato yang tengah
menempuh perjalanan kedaerah tersebut, setelah lewat belasan hari tiba didataran tinggi Siauw Pa San. Adapun Siauw Pa San terdiri dari gunung2 yang tinggi dan
berdinding curam mengerikan. Dibagian pinggir gunung ada jalanan Canto, yang sangat sempit sehingga orang yang
melewatinya harus meninggalkan kudanya untuk meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Setelah guru dan murid menempuh jarak setengah
harian, maka kelihatan tidak jauh dihadapan mereka
sebuah gubuk kecil. Diatap gubuk terpancang sebuah
bendera menunjukkan tempat orang menjual minuman
arak. "Mari kita melepaskan lelah sebentar untuk minum
arak," ujar Yalut Sang. "Selesai minum kita akan teruskan perjalanan."
Setibanya didepan gubuk tempat penjualan minuman
arak, mereka melihat bahwa pemiliknya adalah seorang nenek yang sudah putih ubanan. Selain itu dibawah gubuk terdapat sebuah batu berwarna hijau dan besar bentuknya, Diatasnya terletak sebuah belanga terbikin dari tanah liat dan tempat dadu. Melihat keadaan yang ganjil tersebut, Pato membisik kepada gurunya.
"Suhu, mengapa dihadapan nenek penjual arak ini
terdapat alat permainan dadu?"
"Nanti akan kutanyakan kepada nenek itu," jawab Yalut Sang seraya berjalan menghampir. "Lo Twanio, apa kau masih ada persediaan arak?"
Adapun sinenek usianya kira2 tujuh puluh tahun.
Perawakannya tinggi besar, sedangkan rambutnya putih seperti salju. la mengenakan pakaian serba hitam. Demi mendengar Yalut Sang menegur kepadanya, ia menengadah seraya menjawab.
"Disini ada arak, tapi biasanya tidak dijual dengan
menerima uang." Tatkala pandangan mata Yalut Sang berbentrok dengan
mata nenek tua itu, bercekatlah hatinya. Sementara itu,
Pato yang mendengar orang berkata bahwa arak itu tidak dijual dengan uang, merasa heran bercampur gembira.
"Eh, nenek! Sungguh kau baik sekali, didunia ini
memang sukar untuk mendapatkan orang yang kedua
seperti kau. Apakah orang boleh minum tanpa bayar?"
Tapi sinenek berkata dengan dingin :
"Kau ingin minum arak, lebih dahulu harus bermain
dadu denganku." Yalut Sang sadar bahwa dibalik peristiwa ini tentunya ada sebab musababnya, maka lekas2 ditariknya tangan Pato seraya berkata kepada sinenek : "Lau Twanio, coba kau berikan keterangan yang lebih jelas, bocah kecil ini tidak mengetahui aturannya!"
"Ah, mudah saja," jawab sinenek, "adapun arakku tidak untuk disuguhkan dengan cuma2. Keluarkanlah uang
perakmu untuk bertaruh main dadu denganku. Bilamana
kau menang, aku akan menyuguhkan arak dengan cuma2."
"Dan apabila kami kalah ?" tanya Yalut Sang dengan hati berdebar-debar.
"Marilah kita bermain dadu, kalau aku kalah, kamu orang boleh minum arakku sepuas-puasnya2" berseru sinenek penjual arak kepada Yalut Sang dan Pangeran Pato.
"Jika kau kalah, maka keluarkan lagi uangmu, demikian seterusnya sampai kau dapat menang dan kalau aku kalah terus maka aku akan menyuguhkan kau minuman arak
sampai se-kenyang2nya!"
Mendengar perkataan sinenek, Pato menjadi timbul
isengnya. Segera dikeluarkannya sebungkusan kecil berisikan uang perak kira2 sepuluh tail beratnya.
Dilemparkannya kantong itu diatas batu seraya berseru :
"Cobalah aku bermain dahulu sekali dan itu uang
taruhannya!" "Hi-hi-hi ! Aku kuatir kau belum dapat menaadingi
permainanku. Hi-hi-hi! Lihatlah aku akan menangkan uang perakmu!" ujar sinenek sambil tertawa kegirangan.
Menyusul mana dibukanya sebuah tutupan guci arak.
Tampak bahwa didalam guci itu tidak terisi arak, melainkan penuh dengan uang perak.
Uang perak hancuran dituang sinenek berkeresekan
diatas tanah. Melihat kejadian itu, Yalut Sang mendorong Pato kesamping.
"Muridku, biarlah aku yang bermain dahulu. Setelah itu baru kau."
"Benar! Tuan ini rupanya ada pandai sedikit untuk
membuat dadu bergerak-gerak," sahut nenek sambil menyerahkan keenam biji dadu kepada Yalut Sang. "Tuan boleh melemparkannya terlebih dahulu. "Silahkan!"
Yalut Sang berpikir didalam hatinya, "Hm, ingin aku
mengetahui cara bagaimana kau mempermainkan orang!"
Guru silat itu bersiul meniup dadu2 ditangannya. Diam2
dadu yang bermata enam semuanya diarahkan keatas, dan dengan mengerahkan tenaga-dalamnya dadu2 itu melekat satu. Setelah itu dilemparkannya kedalam belanga sambil berteriak : "Liok Liok! Enam semua!"
Sesaat kemudian keenam dadu itu menggelitir kedalam
belanga dan setelah berputar sebentar, kesemua mata enam berjejer didalam belanga! Pato, menyaksikan kelihayan suhunya berseru kegirangan, "Semuanya bermata enam,
sekarang kita dapat sepuasnya minum arak! Ha-ha-ha!
Sinenek kalah, sinenek kalah!"
"Tunggu dulu! Aku belum mengambil giliran, jika aku
dapat Boan Tong Hong, kalian akan terkalahkan," ujar nenek itu agak gusar.
Adapun yang disebut Boan Tong Hong ialah keenam
dadu yang semua bermata empat.
"Mana ada hal yang demikian!" ujar Pato, "Lekas kau keluarkan arakmu saja. Tenggorokanku sudah kering."
Sinenek tak menghiraukannya dan sekaligus diambilnya keenam dadu itu lalu dilemparkannya keatas. Keenam dadu berputar-putar diudara sebentar untuk kemudian turun kebawah dan menggelinding didalam belanga. Nenek itu menunjuk dengan jarinya.
"Sie Sie ! Semua empat!" bentaknya dengan suara keras.
Dan seketika itu juga keempat dadu terhenti dan
menunjukkan ... mata empat! Sedangkan yang duanya lagi dibiarkannya berputar terus.
Yalut Sang dapat melihat adanya tenaga-dalam yang
hebat sekali, yang disalurkan melalui telunjuk tangan nenek itu, maka buru2 dikebutnya kedua dadu tersebut yang lantas berhenti dengan mendadak! Dan kedua dadu itu
menunjukkan mata satu! Pato, yang ringan mulut tertawa terpingkal-pingkal.
"Nenek, kau sudah kalah! Ha-ha-ha!"
Tapi, sekonyong-konyong kedua batu dadu itu membalik dengan sendirinya dan menunjukkan angka empat! Pato
terbelalak matanya dan berseru : "Kau merubah dadumu!
Itu tak dapat dihitung! Curang, curang!"
Dengan gusar sinenek menyambar bungkusan uang
perak Pato diatas batu sambil mengawasi dengan mata
melotot. "Apa yang kau bilang" Tak dapat dihitung" Curang"!
Jika kau tidak terima, keluarkan saja peluru suhumu yang dapat berbunyi itu untuk taruhannya !"
Bagaikan kilat Yalut Sang mengibas dengan kedua belah telapak-tangannya! Karena sambaran angin yang keras, maka rambut sinenek tersingkap. Itulah rambut palsu!
"Kie-su! Kami datang dari jauh untuk menemui kau.
Apakah kau masih ingin bermain-main?" ujar guru silat itu.
Sinenek palsu melompat kesamping seraya tertawa
bergelak-gelak. "Yalut Sang, sahabatku! Sudah kuduga kau ini sukar
dikelabui oarng! Siapakah pemuda muridmu ini ?" tanya siorang tua seraya membuka kedoknya.
Kini kelihatan muka orang yang berkumis rapih.
Jubahnya yang dikenakan tadi dilucutkan kebawah. Seke jap mata saja sinenek tua telah berubah menjadi seorang laki2 setengah ua dengan rambutnya terikal bagaikan
seorang sastrawan. Sikapnya sangat gagah dan bersemangat, sedangkan
sepasang matanya menyorotkan sinar bernyala-nyala. la mengenakan baju berwarna hitam yang sedap dipandang
orang. Orang itu tidak lain daripada ... Im Hian Hong Kiesu sendiri! Sipenunggu Puncak Gunung Maut.
Melihat perobahan tersebut, Pato berdiri menjublak
bahna herannya tanpa dapat berkata apa2.
"Kie-su. Dia adalah muridku Pato, putera Jendral Tuli,"
ujar Yalut Sang seraya mendorong muridnya kedepan
untuk diperkenalkan. Buru2 Pato berlutut. Diam2 ia mencuri lihat muka orang tua itu. Terperanjatlah hatinya! Wajah orang itu tak
ubahnya seperti orang yang dahulu dijumpainya berdiri diatas tebing gunung! Dengan tak terasa lagi ia berkata :
"Kie-su Cianpwee. Pada bulan yang lalu, dengan mujur sekali aku yang rendah telah terlepas dari bahaya maut berkat pertolonganmu. Kalau tidak keburu tertolong,
uiscaya Hek Sia Mo-lie telah mencelakakan kami," sambil menjura Pato meneruskan. "Dengan ini aku yang rendah mengucapkan banyak2 terima-kasih atas budimu yang
besar." Melihat kelakuan sipangeran, Im Hian Hong Kie-su
mengulapkan tangannya. "Kau keliru! Mana pernah kualami kejadian itu" Selama duapuluh tahun ini, akan tak pernah meninggalkan gunung Pa-san ini," ia mengawasi Patodengan keheranan, lalu diteruskannya :
"Memang kudengar kabar bahwa dalam dua tahun ini
ada seorang jahanam yang mempergunakan namaku.
Dengan sengaja orang itu telah menanamkan bibit2
permusuhan disana-sini. Meskipun aku tak pernah turun gunung, tapi jangan dikira bahwa aku tak tahu akan gerak-geriknya dikalangan kang-auw dewasa ini." Sipenunggu Puncak Gunung Maut berhenti dan tiba2 suaranya menjadi keras seperti geledek.
"Jangan dikira bahwa tidak ada yang melaporkan
kepadaku akan peristiwa-peristiwa yang merusakkan nama baikku. Justru akhir2 ini aku telah berniat turun guuung untuk menyelidiki dan membereskannya sampai terang.
Aku hendak kremus jahanam itu."
Mendengar ucapan tersebut, Yalut Sang menyahut.
"Kiranya kau sudah mengetahui juga bahwa ada orang
yang telah mempergunakan namamu. Maksud kedatangan
kami disinipun adalah untuk memecahkan persoalan
tersebut. Tapi tak disangka-sangka ditempat ini kami telah bertemu denganmu."
Im Hian Hong Kie-su tersenyum lebar.
"Adapun aku berada disini adalah untuk menanti
pesuruhku yang telah kuperintahkan untuk menyelidiki berita2 yang berkenaan dengan namaku. Aku girang kau datang, Yalut Sang. Huh, gubuk ini bukanlah tempatnya untuk
kita ber-cakap2. Marilah kita beristirahat dirumahku." Yalut Sang dan Pato mengikuti pendekar itu mengambil jalan memasuki barisan pegunungan, melalui canto2
diantara bukit2 yang bentuknya berliku-liku dan dibangun pada tebing2 gunung yang tinggi dan curam. Tak lama
mereka tiba pada selat gunung yang penuh dengan pohon cemara. Air sungai terdengar gemericik mengalir amat derasnya. Dibawah sebuah pohon cemara besar berdiri
sebuah rumah yang terbuat dari atap.
Yalut Sang dan Pato dipersilahkan masuk kedalam
rumah. Segera Im Hian Hong Kie-su menepuk tangannya
dan sekonyong-konyong sepasang kera melompat keluar
dengan membawa sesajian air gunung dan bebuahan.
"Kie-su, sudah duapuluh tahun aku tidak melibat kau.
Sungguh tak kusangka wajahmu masih tetap seperti dahulu dan tidak nampak lebih tua," demikian Yalut Sang membuka pembicaraan, setelah mereka duduk2.
"Aku sudah berusia enampuluh delapan tahun sekarang
ini," sahut Im Hian Hong Kie-su, "sunguh tak terasa lagi duapuluh tahun telah lewat, semenjak aku meninggalkan pemilihan Bu-lim Cin-cun dipuncak gunung Heng San."
Pendekar itu berhenti sejenak untuk mengingat kenangan2 yang lampau, lalu diteruskannya seraya tertawa.
"Tak disangka, bahwa aku yang sudah mengasingkan
diri dari dunia yang ramai, kini harus menjejakkan juga kakiku kembali kedunia kang-ouw."
"Apakah kau benar2 hendak turun dari gunung ?" tanya Yalut Sang.
"Sebenarnya aku sudah mengambil ketetapan untuk
mencuci tangan dan tidak keluar lagi dari daerah
pegunungan. Tapi apa mau dikata, beberapa bulan yang lalu Tiang Pek Loni telah mengirim seekor burung
bangaunya dengan membawa sepucuk surat. la, minta
pertolonganku untuk menyelidiki suatu rahasia. Karena ia adalah susiokku, mau tak mau aku tak dapat menolaknya."
Im Hian Hong Kie-su mencomot sebuah Toh dan
dimakannya lambat2. "Sebab itu, pada akhir bulan ini aku telah mengutuskan beberapa sahabatku yang dapat dipercayai untuk mencari petunjuk2. Dengan susah-payah barulah aku mendapat
kabar berita dan kini aku mengambil ketetapan untuk turun dari gunung."
"Ah, kiranya Tiang Pek Loni masih hidup" Kalau begitu permintaannya untuk kau menyelidikinya adalah bertalian dengan hilangnya seorang murid kesayangannya yang
bernama Wanyen Hong. Bukankah demikian halnya?"
Yalut Sang bertanya seraya bermesem-simpul.
Mendengar keterangan kawannya itu, Im Hian Hong
Kie-su mengawasinya dengan terperanjat.
"Lauwte, sebenarnya aku tidak boleh menceritakan
persoalan ini. Tapi karena hal ini ada sangkut pautnya juga dengan
majikanmu, maka ada faedahnya untuk menjelaskannya kepadamu."
Pendekar itu mengusap2 kumisnya yang jarang seraya
melanjutkan : "Benar dugaanmu, yang diminta Sin Ciang Taysu itu
untuk diusut adalah perihal Wanyen Hong, pateri dari negara Kim. Berhubung Loni sedang melatih ilmu Sam Bie Tay hoat dan harus bertapa selama delapan belas tahun lamanya dan kini masih harus menyelesaikannya setahun lagi maka ia telah memohon pertolongan untuk menyelidiki persoalan hilangnya murid kesayangannya itu."
"Benarkan puteri Wanyen Hong belum mati" Bagaimana
Sin Ciang Taysu dapat mengetahuinya?" Yalut Sang mengerutkan keningnya.
"Lauwte bukan orang luar, maka biarlah aku akan
jelaskan kepadamu. Pada waktu Sin Ciang Taysu bertapa, ia masih menerima seorang murid baru. Dialah seorang gadis. Murid itu dibesarkan selama belasan tahun
didampingnya dan kini telah mencapai usia duapuluh
tahun. Nama gadis itu ialah Liu Bie. Sin Ciang Taysu telah menurunkan kepada muridnya itu ilmu silat Tiang Pek Bu.
Menurut katanya, ilmu silat itu hebat luar biasa!"
Sejenak Pato melongo. "Semenjak beberapa tahun ini, gadis itu telah berkeliaran didalam dunia kang-ouw. Kepandaiannya yang tinggi
benar2 membuat orang merasa takjub. Kaum Sungai telaga telah menggelarkannya dengan nama : Kim Gan Bie atau Mata Berkening Mas. Pada saat terakhir Kim Gan Bie
sedang menjalankan perintah Sin Ciang Taysu untuk
mengusut rahasia tentang lenyapnya Wanyen Hong, kakak seperguruannya yang sudah tujuhbelas tahun lamanya itu."
---oo0dw0oo--- "AKHIRNYA gadis itu berhasil menemukan petunjuk
bahwa Hek Sia Mo-lie yang ditakuti orang disepanjang Giok-bun-koan tidak lain dan tidak bukan adalah Wanyen Hong!...." demikian keterangan Im Hian Hong Kie-su.
Pato serempak bangkit berdiri.
"Itulah keliru! Coba Cian-pwee dengarkan dulu
keteranganku. Adapun Hek Sia Mo-lie yang kujumpai pada bulan yang Ialu usianya kira2 enam belas tahun. Biarpun boleh dikata ilmu pedangnya tinggi, tapi mana boleh jadi ia itu puteri Wanyen Hong?"
Karena pembicaraannya diputus ditengah jalan, Im Hian Hong Kie-su menjadi agak gusar.
"Tunggu! tunggu dulu! Gadis yang kau jumpai itu
bukannya Wanyen Hong. Coba biarkanlah aku ceritakan
rahasia yang menyelubungi dalam hal ini! Hampir semua keterangan dapat dikumpulkarn berkat kecerdikan Liu Bie sigadis cilik itu. Adapun pada duapuluh tahun yang lampau Tiang Pek Loni Sin-Ciang Taysu memperoleh sebuah kitab rahasia. Kitab itu diperolehnya dari penggalian disebuah makam purba, dan didalamnya terdapat pelajaran mantera dari latihan sakti ilmu Sam Bie Tay-hoat."
Im Hian Hong Kie-su minum airnya, lalu meneruskan.
"Jika orang berhasil menyelami ilmu tersebut, niscaya ia akan memperoleh raga-sukma yang sempurna. Sama halnya dengan ilmu Thian Gan Tong dari ajaran Buddha, iimu itu, dapat mengetahui hal2 yang belum terjadi! Kecuali
mantera, masih terdapat sebuah peta penyimpan benda2
pusaka. Disebutkan dalam peta itu terpandam dua macam benda mustika yang tiada bandingannya dikolong langit ini.
Pusaka yang pertama ialah pedang Mo-hweekiam atau
Pedang Api Setan, peninggalkan kaum Buddha bekas milik Kong Ciak Tay Beng Ong didiaman purba. Sedang pusaka
yang kedua adalah sebuah mustika peninggalan kaum
agama To-Kauw, yaitu obat pengawet muda buatan Lo Hu Cian Jin berikut obat aneh untuk merubah rupa. Begitu Sin Ciang Taysu mempereleh kitab ini, maka tersiar meluaslah keselruh
penjuru. Banyak Pendekar2 yang tinggi
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepandaiannya datang untuk merebutnya. "Tak segan2
mereka menggunakan segala tipu-daya keji untuk memperoleh kitab tersebut, namun semuanya dapat
dipunahkan oleh Sin Ciang Taysu."
Pato terbuka mulutnya bahna asiknya mendengar.
"Tatkala Wanyen Hong menyelesaikan pelajaran, dan
pulang kenegeri Kim, suhunya Sin Ciang Taysu telah
memberikannya secara diam2 peta penyimpanan benda
mustika itu kepadanya. Sedangkan kitab mantera latihan Sam Bie Tay-hoat itu tetap disimpannya sendiri untuk dipurgunakan dikemudian hari"
Yalut Sang mengerutkan keningnya.
"Lewat berapa tahun kamudian, Wanyen Hong pergi ke
Monggolia untuk merundingkan soal perdamaian. Kebetulan sekali tempat penyimpanan benda mustika itu terletak pada sebuah goa batu Moh Ko Ciuk Khu digunung See-Beng San. Nah, kejadian berikutnya dapat diketahui berkat jerih payahnya Liu Bie yang menunaikan tugasnia dengan baik."
Im Hian Hong Kie-su berhenti untuk membasahkan
tenggorokannya. "Lewat tembok perbatasan Giok-bun-koan, maha iring2an diperintahkan untuk beristirahat selama tiga hari. Pada malam harinya Wanyen Hong seorang diri pergi kegoa
Cian Hut Tong. Tio Hoan sebagai pengawal yang
disayanginya pun tak diberitahukannya. Ketika Wanyen Hong, sampai digoa Cian Hut Tong itu, maka dengan
pertolongan peta ia berhasil membuka kamar batu rahasia.
Benar saja! Didalamnya menggeletak pedang musrika Mo-hwee-kiam.
Kemudian dibukanya sebuah kotak. Didalamnya terdapat obat pengawet muda dan obat
pengubah rupa." lm Hian Hong Kie-su mengawasi kedua pendengarnya
untuk mengetahui dapatkah mereka mengikuti penuturannya. "Tanpa diketahui, sejak Wanyen Hong memasuki goa
itu diam2 ia dikuntit oleh seorang iang bertopeng. Wanven Hong terkejut! Entah siapa gerangan orang bertopeng itu"
Maksudnya tak lain ialah untuk merampas benda2 pusaka yang telah ditemukan oleh Wanyen Hong. Maka sekejap
saja terjadilah pertempuran hebat antara kedua orang itu."
"Tatkala Wanyen Hong membuka serangan, lebih
dahulu ia telah menelan obat pengawet muda kedalam
mulutnya. Rupanya sierang bertopeng
lebih tinggi kepandaiannya, maka bukan kepalang gelisahnya Wanyen Hong pada waktu itu. Namun apa daya ilmu pedangnya
masih berada dibawah angin. Dalam keadaan yang gawat Wanyen Hong ingat akan pedang mustika Mo-hwee-kiam
yang baru diperolehnya. Tanpa ayal lagi ia cabut pedang tersebut dan membacok pedang lawannya, yang lantas
kutung dua dan jatuh ketanah."
Pato mengambil pula buah Toh.
"Orang bertopeng itu sangat lihay! Ketika mengundurkan diri, ia masih sempat menyerang dengan
tangan kosong. Walaupun demikian dia sudah berada
dibawah angin dan pukulan2-nya dengan mudah dapat
ditangkis oleh Wanyen Hong. Tiba2 orang berkedok itu
berteriak mengguntur dan mengangkat telapak-tangannya, untuk memukul! Itulah Lok-Mo-Ciang atau Telapax
Tangan Maut Hijau! Dengan nekad Wanyen Hong
membacok tangan lawannya yang sudah berkelebat depan matanya, berbareng ia lompat kebelakang. Orang berkedok itu menjerit kesakitan tatkala telundiuk tangannya terpapas kutung oleh Mo-Hwee-Kiam! Tapi tak urung telapak-tangannya membentur dinding hingga berlubang, hijau
warnanya." "Kie-su cianpwee," Pato bertanya terperanjat. "Ilmu silat apakah Lok-Mo-Ciang itu" Bagaimana telapaktangan orang itu dapat bersinar hijau?"
"Pato," jawab pendekar itu, "sebagaimana kau ketahui, bagian bawah perut kunang2 dan pada tubuh binatang Ya-Kong-Tang mengeluarkan sinar hijau. Adapun kaum rimba persilatan menyebutkan ilmu itu dengan nama Lok-Mo-Ciang. Biasania orang yang berlatih ilmu dahsyat ini.
menelan zat hijau dengan cara istimewa. Zat tersebut sangat beracun sekali. Dengan melewati waktu yang tiukup lama dan latihan iang berat dan sukar, maka apabila telah berhasil, akibatnyapun sangat hebat sekali."
"Begitu kedua belah telapak-tangan digosok, maka
keluarlah sinar kehijauan. Siapa yang kena pukulan
tersebut, sesaat itu juga kepalanya akan terasa pening, sedangkan penglihatannya menjadi kabur dan matanya ber-kunang2. Selain itu menyusul mana napasnya sesak. Zat hijau menembus kulit badan dan dalam waktu singkat saja orang itu akan binasa!" demikian Im Hian Hong Kie-su menerangkan secara panjang lebar.
"Alangkah hebatnya!" ujar Pato, "lalu bagaimana selanjutnya dengan Wanyen Hong?"
Maka dilanjutkannya pula penuturan itu.
"Begitu Wanyen Hong melihat musuhnya melarikan
diri, keringat dingin mengucur disekujur badannya,
mengingat jiwanya hampir saja melayang.
Setelah keluar dari goa batu, sang puteripun mainkan pedang pusaka itu. la menyalurkang tenaga-dalamnya,
maka tampaklah pada ujung pedang keluar hawa panas dan asap putih yang mengepul-ngepul!
Rupanya pedang siorang bertopeng tadi kena panas yang luar biasa, maka menjadi rapuh. Rasa terkejut dan gembira bercampur didalam hati Wanyen Hong. Tapi sebaliknya ia berpikir, apabila ia harus pergi ke Monggolia sebaiknya Mo-Hwee-Kiam tidak dibawa-bawa. Maka kembalilah ia
kedalam goa, lalu ditiarinya sebuah sela batu dan pedang pusaka itupun disembunyikannya.
Sekonyong-konyong terjadi sesuatu yang, mengejutkan!
Tatkala Wanyen Hong ingin berlalu, tiba2 ia merasakan badannya lemas dan matanya terasa berat sekali. la
menguap berkali-kali diserang rasa kantuk Yang tak
terhingga. Ia mencoba mengerahkan tenaganya, tapi sia2
belaka. Baru saja ia melangkah beberapa tindak, atau badannia jatuh terkulai diatas tanah ...
Rupania obat pengawet muda yang ditelan oleh sang
puteri tadi kini mulai bekerja didalam tubuhnya. Tatkala ia terbangun pula, entah berapa lama ia telah tidur disana"
Dan selain itu hatinya heran sekali mendapatkan dirinya terbaring diatas sebuah pembaringan yang empuk. Didalam ruang kamar ada lilin yang menyala dengan terangnya.
Setelah diperiksanya lebih teliti, ternyata ruangan itu bukan lain daripada goa tadi dimana ia menyimpan pedang Mo-Hwee-kiam!
Dengan perasaan heran, Wanyen Kongcu berfikir
seorang diri : "Bagaimana aku bisa berada disini?"
Tiba2 olehnya terdengar suara lemah-lembut disampingnya : "Oh, rupanya kongcu sudah bangun?"
Bagaikan Kilat Wanyeng Hong membalikkan tubuhnya
untuk menatap kearah orang yang bersuara itu. Dialah Tio-Hoan, pengawal yang disayanginya, yang kini sedang
berdiri menanti dibawah cahaya lilin. Pakaiannya seperti untuk berpergian dimalam hari, serba hitam. Dikepalanya ia memakai sebuah topi, sedangkan dipinggangnya terselip sebuah pedang yang panjang.
Wanyen Hong Kongcu merasa heran sekali, bercampur
girang. "Tio Hoan, bagaimana kau dapat mengikuti jejakku?"
Sambil membungkukkan dirinya, Tio Hoan menjawab :
"Setelah Kongcu menghilang selama dua hari Iamanya.
maka aku menemukan jejak Kongcu, dan mengikutinya
sampai didalam goa Buddha ini. Tak disangka olehku
mendapatkan Kong-cu tergeletak dilantai. MuIa2, hatiku amtat terkejut, tapi setelah mengetahui Kong-cu hanya sedang tidur, barulah aku merasa lega. Aku telah
memindahkan Kong-cu kekamar ini agar dapat beristirahat dengan lebin baik dan enak."
Wanyen Hong melihat bahwa pintu kamar batu tertutup
semuanya. Perlahan-lahan ia menarik Tio Hoan untuk
duduk disampingnya dan bertanya dengan suara merayu.
"Hoanko. Apakah kau hanya seorang diri saja mencari
aku" Sudah jam berapa sekarang?" Mengambil kesernpatan baik ini, Tio Hoan dengan hati berdebar memegang bahu sang puteri yang halus. Bau harum semerbak menyambar masuk kedalam hidungnya.
Pada malam kemarin dulu Kongcu telah meninggalkan
Kong-cu telah meninggalkan perkemahan dan kini sudah
menjelang petang hari yang ketiga. Kini-diluar sudah gelap.
Untung aku telah membawa sedikit arak dan daging untuk Kong-cu makan."
Setelah mana dikeluarkannya dari kantong kulitnya
sebotol susu kuda dan daging yang sudah dimasak serta sepoci arak, semuanya itu ditaruh diatas meja dekat
pembaringan. Kedua muda-mudi itu sejak mula memang sudah saling
menaruh hati, dengan muka bersemu merah mereka saling melirik mata. Melihat Tio Hoan datang membawa daging dan arak, diwaktu perutnya tengah keruyukan, bukan
kepalang rasa gembiranya Wanyen Hong.
"Hoanko. Mengapa kau begitu baik sekali terhadapku"
Sekarang kita hanya berdua saja, baiklah kau lepaskan pedangmu dan mari kita minum bersama. Sesudah itu baru kita kembali keperkemahan."
Tio Hoan mengambil dua buah cangkir perak dan
dituangkannya arak secangkir penuh untuk sang puteri.
Seraya tersenyum diangsurkannya.
"Hoanko, mengapa kau berlaku sangat kaku terhadapku"
Disini toh bukannya diistana. Aku ingin agar kau bertindak seolah-olah tiada orang lain selain kita berdua dan kau memanggil aku. . ."
Tia Hoan tersenyum. "Hong-moay. Minumlah secangkir lagi. Setelah itu ada sesuatu yang hendak kukatakan kepadamu."
Wanyen Hong membalas dengan kerlingan yang
menawan. "Janganlah kau suruh aku minum seorang diri. Hoanko.
Harap keringkan juga cangkirmu."
Begitulah kedua muda-mudi itu minum arak sepuaspuasnya. Akhirnya Wanyen Hong mengawasi Tio Hoan dengan
pandangan yang menggetarkan sukma.
"Hoanko, apakah yang ingin kaukatakan kepadaku?" Tio Hoan mesem, lalu mendekatkan mulutnya pada telinga
sang puteri. "Hong-moay, hari sudah jauh malam dan kitapun tidak
mempunyai kuda, bagaimana kita dapat pulang"
Bukankah lebih baik kita bermalam disini sadia..."
Waktu itu Wanyen Hong sudah dipengaruhi arak dan
hatinya berdenyutan, namun ia masih berkata : "Tidak!
Kecuali jika kau tidur diluar !"
Suara tertawa Tio Hoan memecahkan kesunyian goa
tatkala ia memeluk tubuh sang puteri yang padat
menggairahkan. "Kongcu, aku cinta padamu. Marilah kita menikmati
kemanisannya cinta dimalam sunyi ini. Kongcu, kau
membikin aku gila," bisiknya dengan napas memburu.
"Hoanko, lepaskan aku! Lepaskan aku!" menjerit
Wanyen Hong seraya meronta-ronta. Tapi apa daya"
Tubuhnya sudah lemas, tak berdaya dalam dekapan Tio
Hoan yang makin erat. Akhirnya Wanyen Hong, puteri dari negeri Kim, diam
saja ... Demikianlah akhirnya kisah sang puteri ... dan bagaikan setangkai bunga yang indah, kini telah runtuh tercemar badai topan asmara yang menggelora ... lilinpun melumer setetes demi setetes diatas meja, ibarat turut berduka dan
menangis melihat nasib sang puteri bangsawan Kim yang malang, hilang kesuciannya ...
Ketika cahaya Sang Surya menusuk kedalam goa dengan
garangnya. Wanyen Hong terbangun dari impian yang
bahagia, tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga. Lilin sudah hahis terbakar dan pintu kamar kini sudah terbuka pula, namun dimanalah gerangan adanya Tio Hoan"
Dipanggilnya beberapa kali, tapi tiada yang menyahut.
Wanyen Hong mulai cemas, buru2 ia turun dari tempat
pembaringannya. Begitu melihat goresan kalimat diatas meja, sekujur tubuhnya merasakan seperti diguyur dengan es yang dingin! Adapun kalimat itu berbunyi : "Selamanya kau takkan mengetahui siapa aku ini, anggaplah peristiwa malam tadi sebagai suatu pembalasan sakit hatiku karena kau telah mengutungkan telunjuk tanganku!"
Wanyen Hong menjadi pucat pias, menggigil ia dengan
hati hancur-l1uh. Namun harapan tipis masih menolak
kenyataan malapetaka itu.
"Terang kulihat ia Tio Hoan," ia menghibur dirinya.
Tergesa-gesa ia mengenakan pakaiannya yang tergeletak dilantai dan diambilnya pedang yang disembunyikannya pada selipan dinding batu. Tampak keadaan kamar kalang-kabut, rupanya orang telah membongkar untuk mencari
sesuatu. Tahulah Wanyen Hong bahwa orang itu telah
mencari pedang Mo-Hwee-Kiam! Untung sekali orang itu tidak berhasil menemukannya.
Tak lama kemudian Wanyen Hong meninggalkan goa
ketigabelas itu. Dari jauh terdengar suara ramai-ramai, sambil mendekam dibalik sebuah batu besar ia mengintai.
Tak berapa lama kemudian kelihatan beberapa orang
mendatang, diantaranya Tio Hoan yang mengenakan
pakaian seragam perwira Busu. Mereka berteriak-teriak memanggil namanya.
"Wanyen Hong Kongcu! Dimana kau " Wanyen..."
Melihat gerak-gerik Tio Hoan, tersesaklah napas
Wanyen Hong. Gelagatnya semalam itu Tio Hoan belum
pernah datang kedalam kegoa! Kepalanya sakit bagaikan dipalu tatkala ia menarik diri kembali kedalam goa. Dengan airmata mengalir deras dihapuskannya tulisan maut diatas meja, untuk kemudian dicabutnya tusukan gelungnya dan mencoret sebagai gantinya kata2 sebagai berikut : "Selama hidupku ini, aku tak mempunyai muka lagi untuk bertemu denganmu. Kuminta agar kau jangan mencari aku lagi.
Dari Hong sebagai kata terakhir, untuk Tio Hoan."
Selesai menulis, ditancapkannya tusukan gelung itu
diatas meja dan ia sendiri diam2 menyelinap keluar. Pada saat itu juga terdengar tindakan-tindakan kaki orang berlari dari kejauhan. Mau tak mau Wanyen Hong terpaksa masuk kembali kedalam goa dan bersembunyi dibalik sebuah
patung Buddha dari batu. Baru saja ia bersembunyi dibalik patung, atau Tio Hoan berserta
rombongannya sudah sampai ditempat persembunyiannya. Terdengar salah seorang pengikutnya berseru : "Tio Siwi, kita sudah mencari sejak kemarin malam, sampai kini bayangannyapun tak kelihatan.
Mungkin juga Kong-cu tidak kesini."
"Aku dapat memahami bahwa cuwi sudah sangat lelah,
tapi aku bersumpah selama masih bernapas untuk mencari dan mendapatkan Kong-cu. Setelah itu barulah aku akan kembali. Maka ada baiknya kalian pulang dahulu
keperkemahan." Itulah suara Tio Hoan!
Wanyen Hong memejamkan matanya, tapi tak urung air
mata keluar menbasahi matanya juga.
"Setelah kita mencari sekitar gunung Beng-See San,
barulah kita tinggalkan tenapat ini," demikian salah seorarg pengikut lainnya berseru.
Tiba2 mata Tio Hoan melihat dibalik sebuah patung batu terdapat ... pintu rahasia! Sambil berseru kegirangan ia menyuruh kawan2nya untuk mengikutnya masuk kedalam
kamar rahasia itu. Tak henti2-nya mereka memanggilmanggil nama Wanyen Hong beberapa kali, tapi mendadak berhenti suara2 itu!
Wanyen Hong mengetahui bahwa Tio Hoan telah
melihat tulisannya diatas meja, bukan kepalang rasa
pedihnya. Bagaikan tersayat pisau, hatinya duka sekali sehingga ahirnya tak dapat menahan diri lagi dan jatuh pingsan. Sayang seribu sayang. Tio Hoan tidak mengetahui bahwa sang puteri yang sedang, dicarinya sedang pingsan dibelakang patung. Yang dilihatnya adalah tanda bekas telapak tangan yang berwarna hijau diatas dinding tembok.
Diselidikinya lebih lanjut disekitar ruangan kamar itu, dan tak beberapa lama ditemukan pula sebuah telunjuk tangan manusia menggeletak dilantai.
Celaka! Dengan tak disengaja waktu berada diluar Tio Hoan
menyentuh sebuah patung Buddha dan... terdengarlah suara menggelegar tatkala pintu kamar rahasia tertutup pula. Ber-putar2 mengelilingi goa, mereka tak dapat menemukan pintu tadi lagi. Akhirnya Tio Hoan
mengajak kawan2nya meninggalkan Beng-See San untuk
kembali keperkemahan.... Hari sudah mulai gelap tapi Yalut Sang dan Pato tak
memperhatikannya, mereka asyik mendengarkan cerita
yang hebat itu. Im Hian Hong Kie-su pun melanjutkan
kisahnya. Setelah Wanyen Hong siuman kembali dari pingsannya,
ia menangis ter-sedu2. la bersumpah akan mencari jahanam yang bertopeng itu, yang telah menyamar sebagai Tio
Hoan. la. telah membacok kutung telunjuk jari tangan jahanam itu. Maka kelak tak susah untuk mencari Iblis itu!
Pada hari itu juga, dengan diam2 Wanyen Hong
meninggalkan goa Cian Hut Tong dan pergi kearah utara.
Beberapa hari kemudian, tibalah ia diperbatasan kota Giok-bun-koan. Disana ia menginap disebuah tempat penginapan dan pada malam harinya ia mengenakan pakaian hitam dan tutup muka. Adapun maksudnya ialah untuk mencegat
setiap orang yang lewat disana dan memeriksa apakah ada yang telunjuknya hilang. Akhir2-nya sampai ditengah hari bolongpun ia mencari musuh jahanamnya, begitu hebat
kebenciannya. Namun dibalik kekejaman wajahnya, diterang cahaya
mata tersembunyi .... yang menggambarkan kelesuan dan kelelahan yang dalam dan mencekam.
Banyak orang biasa yang menjadi korban, dibunuh
daiam kebencian yang memuncak terhadap setiap laki2.
Banyak pula diantaranya pendekar2 yang memberikan
perlawanan dan mati terbunuh ditangan Wanyen Hong,
yang seolah-olah menjadi gila.
---oo0dw0oo--- Demikian setengah tahun telah lewat, namun Wanyen
Hong belum berhasil juga menemukan musuhnya. Dan
sementara itu, ia merasakan perubahan pada tubuhnya ... ia telah hamil! Perasaan gusar, benci dan cemas menyerang jiwanya, terpaksa kini ia menyingkir dahulu ketempat sepi, digurun pasir. Dicarilah sebuah lembah yang penuh pohon
untuk menyembunyikan diri, untuk... menantikan kelahiran sang bayi.
Sungguh Kismet (Nasib) sedang mencoba diri Wanyen
Hong. Obat pengawet muda yang ditelannya sekaligus satu botol, kini mulai memperlihatkan khasiatnya. Obat yang dibuat oleh Kat Hong, yang terdiri dari ramuan2 ajaib dipogunungan Lohu-san, memperpanjang juga waktu tidur dan waktu melek!
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BegituIah sekali orang tidur akan memakan waktu satu bulan lamanya, terus menerus tak bisa bangun. Sebaliknya begitu orang bangun dan mulai melek, ia takkan dapat tidur pula selama satu bulan lamanya!
Pembaca biasa tidur diwaktu malam dan melek diwaktu
siang, bukan" Tapi orang yang minum obat pengawet muda dari Kat Hong itu, boleh tidur siang malam terus menerus selama satu bulan lamanya dan melek siang malam satu, bulan lamanya pula! Sebab itulah, karena satu bulan sama dengan satu hari dan satu bulan sama dengan satu malam, maka daya ketuaan tidak menyerang tubuh sang puteri.
Dan puteri itu akan tetap muda-belia, tetap ... cantik-jelita.
Wanyen Hong belum mengetahui khasiat obat tersebut
dan apa yang telah menimpah dirinya. Ketika ia pertama kali tidur dirimba Ang Liu Wi ditengah-tengah gurun pasir, tidurlah ia selama satu bulan! Tapi sangat kebetulan sekali, tidak jauh dari rimba Ang Liu Wi ada seorang bernama Hay An Peng. la gemar sekali menangkap unggas yang
aneh untuk dipeliharanya. Setiap hari ia berburu dirimba Ang Liu Wi.
Ketika itu Hay An Peng sedang berjalan seraya bersiul-siul. Tiba2 tampak olehnya Wanyen Hong yang sedang
tidur itu. "Dasar malas perempuan ini, kalau aku suaminya,
kuceraikan dia!" comelnya seorang diri.
Dikiranya mula2 wanita itu adalah isteri orang dari desa dekat yang datang kerimba untuk mencari kayu bakar, tapi malahan tidur. Maka iapun tak mau mengusiknya.
Tetapi keesokan harinya tatkala ia datang pula ketempat itu, dilihatnya wanita itu masih tertidur juga Demikian beruntun beberapa hari, Hay An Peng merasa heran sekali.
Dihampirinya wanita itu untuk melihat lebih jelas. Ia menjadi terkejut, tatkala yang dilihatnya itu adalah .., puteri raja dari negara Kim, Wanyen Hong!
Adapun Hay An Peng adalah bangsa Kim juga. Dulu ia
menjadi tukang kebun di istana negeri Kim, maka segera dikenalinya puteri Wanyen Hong.
la masih ingat, tatkala menjadi tukang kebun, puteri itu masih kecil dan baru belajar ilmu silat kegunung Tiang Pek San. Tak lama kemudian tentera Monggolia menyerang
negeri Kim. Karena mengalami kekalahan, raja Kim
memindahkan kota kerajaannya dari Yan Keng, (sekarang Peking), ke Pian King.
Sedangkan ia sendiri ditawan perang, untuk dibawa pergi Monggolia. Tatkala lewat diperbatasan Giok-bun-koan, ia berhasil meloloskan diri.
Hay An Peng yang menjadi tawar hatinya akan
keramaian dunia, maka iapun memasuki daerah gurun pasir untuk mencari sebidang tanah padang rumput. Bersama
kawan2 lainnya yang dapat meloloskan diri, ia membangun sebuah desa.
Melihat Wanyen Hong yang tidur terlentang deng
perutnya yang sudah besar, Hay An Peng gemetar
kepucatan. Tentu ada sebab-musababnya yang belum
diketahui pikirnya dalam hati. Terharu diangkatnya sang puteri kepunggung kudanya, dan diletakkannya dengan
hati2 sekali. Setelah itu dibawanya sang puteri pulang kerumahnya.
Ketika itu isterinya baru melahirkan seorang anak
perempuan yang romannya jelek sekali. Anaknya itu diberi nama Tai-tai. Bersama isterinya, Hay An Feng menunggu siumannya Wanyen Hong dengan penuh rasa kuatir. Dua
hari lewat. Dua minggu! Wanyen Hong tak berhenti tidur sampai genap satu
bulan lamanya. Melihat orang mulai mendusin, Hay Ay
Peng girang sekali, lalu menghampiri untuk memberikan hormat. Ditanyakannya sampai bagaimana sang puteri
dapat tidur dalam rumah dan mengapa sampai sekian
lamanya tidak bangun. Mendengar pertanyaan orang2 itu.
Wanyen Hong menangis tersedu-sedu. Dengan ter-putus2
diceritakannya pengalaman pahitnya, bagaimana ia terjatuh kedalam jurang kehinaan yang telah dilakukan oleh seorang yang tidak dikenalnya. Juga diceritakannya tentang obat pengawet muda yang telah ditelannya, yang menyebabkan ia tidur pulas sebulan lamanya.
Wanyen Hong mehon pertolongan kepada Hay An Peng
agar ia diberi tempat tinggal sampai bayinya dilahirkan.
Setelah itu barulah ia berniat untuk mencari lagi musuhnya yarg telah menyamar sebagai Tio Hoan.
"Bahwa aku yang rendah dapat kesempatan untuk
menolong Kongcu, sudah terhitung suatu haI yang luar biasa dan adalah merupakan suatu kurnia yang datang dari Thian. Jika ada sesuatu yang diinginkan Kongcu, walaupun harus menerjunkan diri kedalam Iautan api, aku Hay An Peng takkan menolaknya"
Wanyen Hong merasa legah.
"Bayi yang berada dalam kandunganku, adalah darah
daging musuhku, kelak apabila ia dilahirkan dan tak perduli laki2 atau perempuan, aku harap kau merawatnya sampai menjadi dewasa. Sementara itu aku akan mengajarinya
ilmu silat untuk kelak dapat membunuh ayah jahanamnya dengan tangan sendiri!" Wanyen Hong berhenti sebentar untuk menahan jantungnya yang berdebar keras.
"Namun demikian aku tak sudi mengakui anak itu
sebagai anakku sendiri! Apakah kau ada suatu usul yang baik untuk menyelesaikan persoalan yang sulit ini?"
"Kongcu tak usah bersedih," jawab Han Ay Peng segera,
"tunggulah saja sampai anak itu dilahirkan. Nanti baru kita pikirkan bagaimana baiknya untuk diatur."
Tak lama kemudian Wanyen Hong melahirkan seorang
puteri! Hay An Peng menyuruh isterinya untuk menyusuinya dan diperlakukan seperti anak-kandungnya sendiri.
Pada suatu hari, sebagaimana biasanya, Hay An Peng
pergi untuk berburu burung. Tatkala ia kembali dari hutan, dilihatnya seorang berpakaian hitam bersembunyi dibalik pagar perkarangan rumahnya. Baru saja ia ingin berteriak, atau orang itu sudah menyelinap kebelakang pohon dan lekas2 ia susul, tapi orang itu sudah menghilang.
Malam hari itu juga diceritakannya kepada Wanyen
Panji Sakti 8 Tiga Dara Pendekar Siauw-lim Karya Kho Ping Hoo Pendekar Setia 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama