Ceritasilat Novel Online

Serigala Dari Kunlun 1

Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen Bagian 1


" LONG CU YA SIM Saduran : Kwao La Yen HO CIN HIONG brangkat pulang ka Gakciu dengan
menyewa satu kreta yang ditarik kalde dari Seekiau, di
sepanjang jalan dirawatin oleh Hui Yan dan terbantu oleh
Kek Cie, sedang dari gunung Gu-tok-san sampai di sana
(See-kiau), digendong oleh selirnya dengan bergantian
sama anak lelakinya. Tentang riwayatnya ThoCin Hiong
ditawan kawanan brandal sampai tertolong,
dituturkan dalam Kang Ou I Jin, Pendekar Silat nomor
pertama. Di tengah jalanan tidak terjadi apa-apa yang penting,
pada suatu hari dia sampai diluar pintu kota Barat dari
Gak-ciu, di mana terletak rumahnya itu popio sayhu,
tetapi sepanjang ampir dua tahun, keadaan rumah
tangganya Cin Hi-sudah terjadi perubahan besar kira
ampir satu tahun berselang, nyonya Tho Cin Hiong SimCu Nio telah wafat karena sakit ulu-ati, dan itu waktu
baru saja Siu Hun menikah dengan Nio Teng Hui
beberapa bulan. Ini Nio Teng Hui berasal dari Seecie, bilangan provinsi
Oupak, pada suatu waktu lantaran satu urusan ia dateng
ka Gakciu dan dapat lihat pada SiuHun dan lantas jatuh
cinta. Ketika cari tau ia mendapat keterangan bahwa itu
gadis yang ia cintakan ayahnya justru lagi ditawan oleh
kawanan rampok di Shoatang dan di rumah cuma tinggal
sang ibu dan satu adik perempuan, sedang ia punya satu
engko justru lagi pergi berguru ilmu silat di Kunlunsan. Ia
lantas gunakan ini ketika baik buat majukan lamaran
pada sang ibu. Nyonya Cin Hiong itu waktu lagi bingung, lantaran
dalam rumah tidak ada orang lelakinya,tidak sempat
mencari tau lebih jauh tentang itu pemuda yang melamar
anak perempuannya, hanya bikin saja satu perjanjian
bahwa Nio Teng Hui punya lamaran bisa diterima, bila ia
mau masuk karumahnya keluarga Tho, tegasnya
dipungut mantu. Nio Teng Hui terima ini perjanjian,
hingga tidak lama ia lantas menikah pada Siu Hun dan
berdiam dalam rumah keluarga Tho.
Nio Teng Hui paham ilmu silat dan ilmu silatnya
termasuk klas satu, karena ia muridnya Tiat Lo Han dari
gunung Cek-cio-san di Cenghay tapel wates dengan
provinsi Kamsiok. TiatLo Han termasuk pada cabang
Kunlun, tetapi bukan satu guru dengan Tiau-see Su-thay
dan Hong-tin Siangjin. Bermula Tiat Lo Han sanget
sayang pada Nio Teng Hui yang sangat pintar dan giat
belajar, tetapi belakangan dengan pelahan ia dapat
kenyataan muridnya dalam beberapa hal tidak jujur dan
tidak bisa diandailin, hingga ia tidak mau turunkan lagi
ilmu silat yang lebih tinggi, sabaliknya saban-saban kasih
ingetan pada sang murid bahwa orang hidup dalam
dunia paling perlu musti berlaku jujur, sebab kajujuran
paling terutama, jangan mengandail sama ilmu silat
tinggi, sebab ilmu yang paling tinggi ada lagi yang lebih
tinggi, cuma kajujuran saja tidak bisa dikelahkan.
Rupanya Nio Teng Hui pun merasa bahwa sang guru
mulai mencurigai dirinya, hingga biar pun ia tinggal lebih
lama,tidak bisa harep dapat ilmu pelajaran lebih tinggi,
lalu ia mencari alesan buat balik pulang ka tempat
kelakhirannya di Seecie.Tiat Lo Han lihat sang murid
tidak bisa dididik buat jadi orang jujur, tidak mau
menahan lebih lama, tetapi sebagai peringetan
pengabisan kali, dengan samar ia bilang bahwa sesuatu
muridnya musti berlaku jujur dan tidak boleh bikin
kecewa namanya cabang Kunlun,
sebagai pembela dari fihak bener dan musuh dari fihak setedan jahat; sedang
murid-murid dari cabang Kunlun yang melanggar ini
pelaturan, semuanya akan dihukum dengan bengis oleh
orang-orang dan cabang Kunlun sendiri, terutama oleh
yang menjadi guru dari orang tersebut; sebagai satu
guru yang menyinta muridnya ia tetep mengharep
supaya NioTeng Hui jadi seorang yang akan bikin
namanya cabang Kunlun bertambah gilang-gumilang.
Itu waktu sudah tentu saja Nio Teng Hui tidak berani
membantah, padahal ia ingin supaya salekasnya bisa
berlalu dari dampingnya sang guru.Tiat Lo Han yang bisa
tebak muridnya punya pikiran, lalu menghela napas
panjang, kamudian berkata: "Aku tidak putus mengharep
supaya kau bisa bikin tambah gilang-gumilang namanya
cabang kita; akan tetapi kita punya pelaturan harus
dipegang keras, seandai katakau berlaku salah, terpaksa
aku musti turun tangan, biar pun aku punya kecintaan
terhadap kau ada sangat besar. Aku harep kau suka
inget baik-baik aku punya pesanan."
Tatkala Teng Hui melihat mertuanya balik kembali
atas pertulungannya Hui Yan dan Kek Cie bersama lainlain
ahli silat jempolan, biar pun dalam hatinya merasa
tidak enak, sebab ia tidak bisa jadi raja lagi di dalam
rumah, tetapi di lakhirnya unjuk kagirangan besar, bisa
bertemu dengan sang mertua lelaki dan tuaku yang lebih
dulu la belum pernah lihat rupanya, terlebih lagi terhadap
Hui Yan,yang berjasa besar dalam ini urusan, berlaku
sangat hormat. Oleh karena itu juga, bukan saja Cin
Hiong dan Kek Cie tidak merasa asing pada itu mantu
dan moayhu yang baru dikenal, malah Hui Yan pun tidak
menaro curiga apa-apa. Cumasaja Cin Hiong dan Kek Cie
merasa sedih sekali atas kamatiannya sang istri dan sang
ibu.Malah Hui Yan yang jujur sedihkan itu madu, biar pun
diwaktu hidupnya tidak pernah berlaku manis padanya.
Kek Cie berdiam satu bulan di rumahnya, kasehatan
sangayah bertambah hari bertambah baik dengan
bantuannya obat dan Hong-tin Siangjin; akhir-akhir Cin
Hiong bisa berjalan,sekali pun musti pake tongkat. Kek
Cie lantaran mau teruskan pelajarannya di Kunlun-san,
setelah melihat ayahnya mulai jadi sehat, serta
mendapat rawatannya Hui Yan yang menyinta dengan
sungguh-sungguh,lalu pamitan buat balik kembali ka
Kunlunsan. Sedari Kek Cie brangkat pergi, pelahan-pelahan dalam
rumah-tangga keluarga Tho terjadi perubahan. Cin
Hiongmulai merasa tidak setuju sama kelakuannya sang
mantu hingga seringkali ia kasih ingetan pada Teng Hui
supaya berlaku lebih jujur; tetapi Teng Hui
punya tabeat memang dasarnya buruk, bukannya ia
turut nasehatnya sang mertua, sabaliknya ia sering gosok
istrinya supaya berfihak padanya, gosokan mana
dilakukan di atas bantal kalau mau tidur. Ia tau bahwa
istrinya sangat benci pada Hui Yan, maka gosokan
dimulai dari ini jurusan. Siu Hun yang benci pada Hui
Yan, dalam segala perkara ia sengaja cari-cari orang
punya kesalahan,biar pun ia tau sampai baik ayahnya
yang masih sakit bergantung banyak sama Hui Yanpunya
pengrawatan. Hui Yan yang sangat cinta pada suaminya, seberapa
bisa menahan sabar, sebab kalau ia tidak bisa menahan
sabar,niscaya suaminya yang masih sakit bisa jadi
telahntar, terutama dari sebab nyonya Cin Hiong sudah
meninggal dunia, Siu Hun yang lebih sayang pada
suaminya sendiri, sudah tentu saja suker diharep bisa
merawatin pada sang ayah, sedang Swat Ceng pun lebih
menurut pada encinya, biarpun ia suka merawatin, ia
rasa tidak seperti ia yang rawatin sendiri. Tetapi sesegera
jau ia tidak ceritakan ini pengalaman pada suaminya,
cuma merasa sedih saja di dalam hati.
Pada suatu hari lantaran CinHiong sudah lebih seger
dan kuat, ia pergi jalan-jalan kedalam kota buat
ketemukan ia punya kenalan lama. Ia berpergian lama
juga, baru ia balik pulang ka rumahnya. Tatkala ia
sampai didepan pintu rumah mendadak ia dengar di
sabelah dalam ada suara ribut-ribut
Seperti suaranya orang-orang perempuan yang lagi
ribut-mulut. Tersurung oleh perasaan yang ingin tau, ia
bertindak masuk ka dalam rumah dengan tindakan
indap-indap sembari pasang kuping.
"Cis, perempuan, tidak tau malu! sudah diusir pergi
masih tebel muka balik lagi ka sini!"kata suaranya Siu
Hun dengan menghina. "Tetapi aku balik lagi ka sini buat merawatin kau
punya ayah yang sakit," kata suaranya Hui Yan dengan
sedih. "Sekarang ayah sudah baik dansehat, tidak perlu lagi
sama kaupunya rawatan!" kata lagi suaranya Siu Hun
dengan ketus. "Kalau kau anggep begitu,"kata lagi suara Hui Yan
dengan sasenggukan dan sember, "aku bersedia buat
lantas berlalu dari sini."
"Sekarang juga kau musti lantas pergi dari sini!"
"Lebih baik kau lantas pergi," kadikngeran Swat
Cengcampur mulut, supaya keadaan rumah tangga jadi
lebih tentrem. Tentang perkara merawatin ayah aku pun
bisa........." Cin Hiong pikir sudah waktunya buat ia campur
tangan, maka dengan tindakan yang sengaja dibikin
berat ia melangkah masuk ka dalam pertengahan dalam,
di mana itu percekcokan terjadi. Semua orang yang
berada di situ, Hui Yan, SiuHun dan Swat Ceng jadi
terpranjat dan tinggal bungkem. Ia
mengawasin pada SiuHun dengan sorot mata tajem
kamudian menanya: "Apa yang kau orang lagi bicarakan" Kenapa jadi
ribut?" Buat saketika lamanya SiuHun jadi kamekmek dan
tidak bisa menjawab. Swat Ceng tundukin kepala
dengan perasaan bingung. Hui Yan buru-buru menyusut
air matanya dan dengan cepet ia berkata: "Tidak apaapa,
kita orang lagi membicarakan urusan rumah-tangga,
yang bukan jadi urusannya orang lelaki."
Cin Hiong tau selirnya baik hati, sengaja
maurahasia dengan berkata begitu akan tetapi ia
sudah dengar terang apa yang kedua anakperempuannya
telah ucapkan, maka ia berkata lagi
pada anak-perempuannya yang besaran: "Apa kau tau
kalau bukannya kau punya Ie punya daya upaya aku
tidak nanti bisa balik pulang ka sini" Dengan hak apakau
mau usir pergi kau punya Ie, yang telah menulungin kau
punya ayah, yang telah ukir kau punya kepala?"
"Aku ada punya hak atau tidak, itulah aku tidak tau,
tetapi aku tidak bisa tinggal sama-sama itu perempuan,"
kata SiuHun dengan kepala batu.
Mendengar omongannya ia punya anak yang sangat
kurang1ajar, sudah berani bahasakan "itu perempuan"
pada Hui Yan yang jadi ia punya bini muda dan itu
ucapan kurangajar diucapkan di hadapannya,ia anggep
anaknya tidak pandang mata padanya sebagai satu
ayah,hingga darahnya jadi meluap.
"Kau jangan kurang ajar di sini!" kata ia dengan
gusar. "Kau tau ini rumah siapa" Aku yang berkuasa di
sini. Kau mengarti?"
Cin Hiong rupanya masih mau ucapkan perkatahan
pedes, tetapi buru-buru Hui Yan ajak ia pergi ka
kamarnya dengan saparo diseret.
"Buat apa ladenin orang muda," kata Hui Yan dengan
suara membujuk tatkala dia sudah berada di dalam
kamar. "Seumpamanya urusan tidak jadi beres, biarlah
aku saja yang menyingkir dari sini. Sebab didalam kota
ada tinggal aku punya adik perempuan dan moayhu,
sama siapa aku bisa menumpang."
"Duluan ketika kau diusir tentu kau menumpang
tinggal sama dia," kata Cin Hiong dengan uring-uringan.
"Cuma heran selamanya kau belum pernah ceritakan hal
ini padaku." "Perkara yang sudah liwat buat apa dibicarakan," kata
Hui Yan dengan membujuk. "Perhubungan ayah dengan
anak ada lebih rapet dari perhubungan kau dan aku."
"Apa gunanya anak yang tidak
sayang dan hormat pada orang tuanya! Aku
bersengsara dalam tawanannya kaum
brandal,bukannya ia yang menghindarkan!" kata Cin
Hiong dengan sengit. Esokannya Nio Teng Hui da-teng minta bicara sama
mertuanya, dan ia kasih tau bahwa Hui Yan musti berlalu
dari ini rumah, kalau tidak, Siu Hun bersama Swat Ceng
yang akan berlalu. Dengan gusar CinHiong kasih tau Siu
Hun dan Swat Ceng boleh pergi persetan; akan tetapi Hui
Yan musti tinggal di sini. Tatkala sang mantu mau
berlalu, buru-buru di-tahan oleh Hui Yan, ia kasih pi-kiran
buat tidak sampaikan CinHiong punya ucapan dan
putusan di waktu gusar, besok siang ia akan dapat
jawaban yang pasti tentang ini urusan.Teng Hui purapura
kasih tau yang ia tidak campur dalam ini urusan,
malah ia sudah membujukin istrinya supaya bikin abis ini
persetorian. Cin Hiong menyautin dengan satu jengekan
di idung. Tatkala Teng Hui berlalu,Hui Yan membujukin
suaminya supaya bersabar dan jangan pandang ini
urusan terlalu besar; tetapi Cin Hiong ang-gep anak
perempuannya terlalu kurang ajar dan mantunya
berpura-pura dan palsu, biar bagimana juga, ia tidak
nanti kasihkan Hui Yan berlalu dari ini rumah. Akhir-akhir
dengan banyak susah Hui Yan berhasil membujukin
suaminya supaya pindah tinggal di rumah adik
perempuannya " Hun Yan. Ia kasih tanggungan Hun
Yan dan suaminya sangat manis dan tidak akan terjadi
perkara yang tidak menyenangkan.
"Terhadap sama kau dia berlaku sungkan dan manj
a,"kata Cin Hiong; "akan tetapi terhadap aku seorang
lain, masatah bisa disamakan dengan kau?"


Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bukannya seorang lain,hanya suamiku !" kata
HuiYan. "Dengan memandang pada-ku, pasti sekali dia
akan perlakukan kau sama dengan aku," membujukin Hui
Yan. "Tetapi, biar bagimana juga, tidak leluasa seperti
tinggal dalam rumah sendiri," kata Cin Hiong sambil
menghela napas. Di hari yang berikutnya, TengHui dateng lagi buat
mendengar kabar pasti. Hui Yan cegah suaminya bicara
sama sang mantu, sebab ia kuatir terjadi percekcokan.
Maka ia sendiri yang pergi ketemukan pada Teng Hui dan
kasih tau ia ber-sama Cin Hiong yang akan berlalu dari
ini rumah, karena ia sendiri mau merawatin terus pada
Cin Hiong yang belum sembuh betul.
Liau Teng Liong dan istrinya terima dengan manis
pada itu tangmui yang tidak beruntung. Dia berperasaan
halus, sama sekali tidak mau menanyakan apa-apa,
tambahan lebih dulu dia sudah tau duduknya perkara
dari Hui Yan,ketika duluan ia diusir pergi dari rumah
keluarga Tho, sepanjang waktu Cin Hiong masih berada
dalam tawanan kawanan rampok di Shoatang. Oleh
karena Teng Liong berlaku hormat dan manis, Cin Hiong
pun jadi tidak kikuk berdiam di rumah lain.Paribahasa
ada bilang, perkara baik tersiarnya sajengkal, perkara,
busuk tersiarnya sadikpa, perkara Siu Hun dan Teng Hui
tidak akur sama orang tuanya dalam sedikit waktu sudah
tersiar ka mana-mana, malah oleh orang-orang yang
iseng dibumbuin lagi, hingga kadikngerannya jadi terlebih
heibat.Cuma saja umumnya orang suka bawa cerita
kanan dan kiri dan menyela buat lampiaskan napsunya,
tetapi ampir tidak ada yang mau capein hati buat
betulkan apa yang tidak betul.
Kabetulan lantaran satu urusan penting, Tiausee
Suthay liwat ka Pakkhia dan mampir karumahnya ia
punya murid yang bernama Sou Lian Kou,ia pesan sang
murid kalau pergi ka Selatan musti mampir dan tengokin
pada Kiau Hui Yan dirumahnya Tho Cin Hiong yang baru
ditulungin dari tangannya kawanan begal di Shoatang.
Seterusnya Tiau-see Suthay tuturkan riwayatnya Hui Yan
dan perhubungan dengan ia nya.
Oleh karena Sou Lian Kou seringkali bikin perjalanan
mengumbara buat menjalankan tujuannya satu
hiapkek,membela fihak yang lemah dan menentangin
fihak yang lebih kuat dan jahat, maka tidak lama sedari
gurunya brangkat pergi, ia sendiri pun brangkat bikin
perjalanan ka Selatan dengan menyamar sebagai satu
buseng atau satu pemuda yang meyakinkan ilmu militair.
Sebagaimana biasa ia campur tangan dalam urusan yang
ia rasa tidak patut dengan berdiri di fihaknya orang yang
dicurangin. Dengan bantuannya ilmu silat yang tinggi,
selamanya ia bisa tulung fihak yang lemah dapatkan
kapuasan. Suatu hari ia sampai di bilangan provinsi Oulam, oleh
karena gurunya bilang keluarga Tho tinggal di Limsu
terletak sepanjang lembah tengah Tongteng dan sabelah
luarnya pintu kota Barat dari kota Gak-ciu, maka ia
menuju ka ini jurusan buat mencari keterangan; akan
tetapi apa yang ia dapat dengar di sepanjang jalan,
semuanya membikin hatinya sangat mendongkol. Kalau
ia kumpul dari berbagi-bagi keterangan yang ia dapat
kumpul, pertama, Cin Hiong dan selirnya, Hui Yan,
lantaran tidak bisa akur dengan anak mantunya, sudah
tidak berdiam lagi di rumahnya dikampung Limsu, kadua,
sekarang Cin Hiong dan selirnyasudah pindah tinggal
sama LiauTeng Liong dan istrinya, sebab istrinya Liau
Teng Liong ada adik perempuannya Hui Yan. Sebagaian
kabar bilang, Cin Hiong dan selirnya diusir oleh anak
perempuannya yang digosok suaminya; tetapi sebagaian
kabar bilang, Cin Hiong berlalu dari itu rumah atas
kahendak sendiri, karena anak perempuannya tidak bisa
akur dengan Hui Yan. Sou Lian Kou pikir, duduknya perkara yang betul,
niscaya ia akan bisa dapat keterangan dari Hui Yan
sendiri. Ia dapat keterangan Liau Tengliong dan istrinya
berumah didalam kota Gakciu, maka dengan tidak ayal
lagi ia menuju ka dalam kota dan mencari rumahnya Liau
Teng Liong. Hui Yan merasa sangat heran ketika mendengar ada
satu buseng cakep mencari padanya buat satu urusan
sangat penting, maka ia ajak suaminya buat ketemukan
itu buseng muda dan cakep.
Tatkala itu buseng muda melihat Hui Yan keluar
dengan dianterin oleh satu lelaki tua, dengan lantas ia
bisa badik, itulah Hui Yan yang dianterkan oleh
suaminya. Ia kasih satu tanda rahasia yang cuma dikenal
saja di antara murid-murid-nya Tiau-see Suthay. Hui Yan
lantas membales itu tanda, kamudian berkata: "Suheng
ini tentu muridnya Tiau-see Su-thay?"
"Aku ini kau punya sucie, sebab aku inilah yang
disebut Sou Lian Kou dari Pakkiah," kata ini buseng
cakep dengan tidak terduga.
"Ya, ya, aku sudah dengar tentang kau; tetapi ketika
aku berguru pada suhu di gowa Hui-in-tong, kau sudah
lama balik pulang ka Pakkiah," kata Hui Yan yang hilang
sama sekali kecurigaannya. "Sucie apa dateng dari Kieliansan,
dan bagimana keadaannya Beng-ji?"
"Bukan, aku dateng dari Pakkiah," sahut Sou Lian Kou
yang menyamar. "Aku sengaja dateng ka sini, sebab
suhu yang perintah. Rupanya ia ingin tau bagimana
sumoay punya keadaan sekarang."
"Terima kasih; baik juga," sahut Hui Yan dengan
cepet sambil tundukin kepala. "Suhu punya keadaan
tentu semakin sehat dan waras."
"Suhu punya keadaan seperti biasa," sahut Sou
LianKou. "Cuma sekarang aku sangat ingin tau sumoay
punya keadaan, supaya bisa dilaporkan pada suhu yang
sengaja perintahkan padaku dateng kesini."
Cin Hiong yang masih sangat mendongkol terhadap
anak perempuannya yang puthau (durhaka) dan
mantunya yang palsu, lalu ceritakan dengan terus terang
apa yang sudah terjadi, sabaliknya ia menyatakan tidak
puas sama Hui Yan punya sikap yang sanantiasa
mengalah saja. Sou Lian Kou menanyakan lagi beberapa keterangan
yang ia rasa masih belum terang betul.Cin Hiong yang
memberi keterangan sajelasnya, karena Hui Yan tinggal
bungkem. Sou Lian Kou mendengarin dengan paras
muka yang tidak berubah. Setelah Tho Cin Hiong
menutur sampai di akhirnya, ia berpaling pada Hui Yan
dan berkata: "Sumoay, apa kau suka anter aku pergi ka
Limsu buat ketemu pada Siu Hun?"
"Tetapi apa perlunya?" membantah Hui Yan.
"Perlunya ada banyak!" sahut Lian Kou.
"Seumpamanya kau tidak suka pergi menganterin, aku
pun bisa pergi sendiri."
"Kalau ia tidak mau pergi menganterin," turut campur
bicara Cin Hiong, "aku sendiri nanti anterin padamu ka
sana." "Tidak perlu terima kasih kau
punya baik hati," kata Lian Kou. "Biar aku akan perg
isendirian saja." "Aku tidak pernah bilang tidak mau menganterin kau
ka sana," kata Hui Yan dengan cepet. "Barusan aku cuma
menanyakan apa perlunya. Lantaran kau bilang perlunya
banyak,biar aku saja yang menganterin kau pergi ka
sana." "Kalau kau mau menganterin, itulah yang aku harep.
Mari, kita pergi ka sana sekarang juga."
Dari sebab itu dua perempuan paham ilmu hui-hengsut,
biar pun di waktu siang hari, marika tidak berani
keluarkan seantero ilmu kapandaiannya, berjalan cepet
seperti terbang, tetapi biar bagimana juga ada lebih
cepet dari jalan-nya orang biasa. Tidak antara lama
kamudian marika sudah sampai di kampung Limsu. Sou
LianKou merandaik dan diturutin oleh Hui Yan, yang
memandang ka orang punya dengan sorot mata
menanya. "Sumoay, sabentar kau cuma perlu ajar aku
berkenalan dengan Siu Hun dan suaminya, tetapi tidak
perlu campur bicara," kata Lian Kou. "Sekarang mari kita
meneruskan perjalanan ka sana."
Tatkala dia sampai di rumahnya Tho Cin Hiong
dulu,ternyata pintu depannya dikunci dari dalam. Hui Yan
lalu mengetok pintu, berselang lama juga baru dibukain.
Orang yang membuka pintu ternyata Nio Teng Hui,
suaminya SiuHun. Setelah melihat pada Hui Yan bersama
satu buseng cakep, di paras mukanya kalihatan sedikit
perasaan kaget, tetapi buru-buru ia menanya pada Hui
Yan: "Oh, kiranya Ie! mau ketemukan Siu Hun" Ia
sekarang ada di dalam, nanti aku kasih tau padanya.
Mari masuk dan duduk di pertengahan, sepanjang waktu
aku kasih ia kabar tentang kau punya kadatengahn."
Hui Yan dan Lian Kou ucapkan terima kasih, sambil
mengikutin masuk ka dalam dan berduduk di
pertengahan. Dalam pikirannya Hui Yan, begitupun Lian
Kou, merasa sangat heran mengapa tidak ada bujang
yang membukai pintu. Belakangan satu bujang lelaki
membawain dua cangkir air teh buat tetamu, barulah dia
mengarti, lantaran mau irit ongkos cuma memakai satu
bujang saja. Akan tetapi dia menunggu lama sekali
barulah klihatan Siu Hun muncul.
"Kau mau apa" Dateng kesini ada urusan apa?"
begitulah menanya Siu Hun sesegera lekas ia menampak
pada Hui Yan. Orang yang ditanya jadi kamekmek dan tidak bisa
memberi jawaban dengan lantas. Sou Lian Kou melihat
itu tingkah laku yang sangat kurang ajar jadi sangat
mendongkol. "Kau ini yang bernama Siu Hun! melihat kau punya
kelakuan yang kurang ajar dan sombong, tidak heran
kalau kau sudah berani usir kau punya ayah buat kasih
tempat pada kau punya laki!" bertreak Lian Kou dengan
sengit. "Ini Hui Yan yang sudah tulungin kau punya
bapa, tetapi kau sudah usir pergi seperti satu anjing!"
"Kau ini siapa" Kenapa campur orang punya urusan
rumah tangga?" menanya SiuHun dengan angkuh.
"Aku bernama Sou LianKou dari Pakkiah dan sekarang
bikin perjalanan dengan menyamar sebagai satu lelaki,"
sahut orang yang ditanya dengan jemu. "Kalau kau mau
tau, Hui Yan ada aku punya sumoay. Sedang kau punya
urusan rumah tangga yang sangat bagus, semua orang
yang berdarah angat, kacuali binatang yang berdarah
dingin, ada hak buat turut campur!"
"Tetapi aku tidak suka kau campur tangan dalam kita
orang punya urusan tidak perduli kau ini siapa!" sahut
SiuHun dengan sombong. "Aku musti campur dalam ini urusan yang melanggar
kebajikannya manusia! Kau ini ada satu anak yang
sangat puthau (durhaka) dan bermuka sangat tebel!
Pendek, ini urusan sedari aku dengar kabar saja sudah
jadi sangat mendongkol, sekarang tambahan
menyaksikan kau punya tingkah laku yang sangat
jumawa, pasti saja jadi sangat sebel dan darahku jadi
mendidi..." "Brenti, sudah cukup! Sekarang juga berlalu dari aku
punya rumah!" kata Siu Hun dengan mendongkol, tetapi
tidak urung paras mukanya berubah merah lantaran
liangsimnya timbul. "Aku lantas akan berlalu pada sasudahnya kasih
hajaran pada ini anak durhaka! Tetapi aku dengar kabar
kau ada faham ilmu silat, maka lebih baik kau keluar dari
dalam rumah supaya aku leluasa kasih hajaran padamu."
Hui Yan mau menyegah supaya jangan terjadi
kaributan,dan ia sampai tau ilmu silatnya Siu Hun ada
sangat rendah,hingga kalau diserang oleh Lian Kou
niscaya Siu Hun jadi cilaka; akan tetapi pada sabelumnya
ia sempat menyegah, tiba-tiba dari dalam rumah
berlompat keluar Nio Teng Hui, Siu Hun punya suami,
gerakannya ada begitu gesit, tidak berbeda sebagai satu
kucing. Ia pikir kalau Nio Teng Hui yang bertempur sama
Lian Kou,sedikitnya ada lebih berimbang, hingga ia
urungkan niatannya yang semula.
"Kau punya kadatengahn disini, rupanya dengan
sengaja mau cari setori," kata Nio Teng Hui pada Sou
Lian Kou. "Biarlah, aku sebagai suaminya Siun Hun
berdiri di fihaknya buat meladenin pada kau yang
menyeruduk seperti satu kerbo gila!"
"Memang kau ada hak buat membelakan kau punya
istri,sebagai gantinya aku akan kasih hajaran padamu,"
kata LianKou dengan adikm. "Mari keluar, aku akan kasih
hajaran lebih dulu padamu, kamudian baru gilirannya kau
punya istri yang jadi rusak disebabkan kau punya
hasutan!"sembari berkata begitu ia berlompat ka lataran
rumah sembari gapaikan tangannya.
"Gampang saja mau kasih hajaran pada orang lain,
jangan-jangan kau sendiri yang terguling atau dibikin
mampus!"kata Teng Hui yang juga lantas berlompat ka
lataran rumah. Oleh karena Lian Kou sudah lihat gerakannya Teng
Hui sebagai seorang yang berilmu tinggi, malah
gerakannya banyak mirip dengan ilmu silat dari
cabangnya" cabang Kunlun, maka lebih dulu ia sudah
berhati-hati, tatkala Teng Hui sudah berlompat keluar
dari dalam rumah, lalu ia kasih tanda dari cabang
Kunlun, supaya fihak lawanannya tau ia dari cabang
Kunlun. "Ya, ya,aku pun dari cabang Kunlun,"kata Teng Hui
sembari membales kasih tanda sebagaimana layiknya;
"akan tetapi biarpun dari satu cabang, tak urungaku
musti bikin kau terguling,karena kau terlalu menghina


Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada istriku." "Itulah kau jangan kuatir, sebab pasti sekali aku akan
kasih hajaran pada ini murid dari cabang Kunlun yang
sudah menyimpang dari jalan lempang. Aku cuma kasih
kau tau saja bahwa orang yang kasih hajaran padamu
bukan orang dari lain cabang."
Setelah berkata begitu, LianKou lantas menyerang
padaTeng Hui dengan seruh, sebab ia ingin salekasnya
bikin beres ini urusan, kamudian akan kasih ajaran pada
orang yang paling berdosa.
Itu waktu Hui Yan dan SiuHun pun sudah keluar dari
dalam rumah, sebab yang tersebut duluan mau lihat ilmu
silatnya Lian Kou, seumpamanya kateter ia berniat
membantuin sedang Siu Hun merasa sangat kuatir
suaminya yang ia sangat sayang kana dirubuhkan oleh
Lian Kou. Malah SwatCeng pun keluar, lantaran ia dengar
suara ribut-ribut. Ternyata Nio Teng Hui bukan satu lawanan empuk,
karena sesuatu cara bersilat yang Lian Kou gunakan,
Teng Hui ada kenal baik, malumlah lantaran dari satu
cabang. Oleh karena Lian Kou ingin supaya urusan lekas
tamat, lalu ia gunakan ilmu silat tiat-see-hiu, yang cuma
bisa dilawan oleh ilmu tongcu-kungoan-it-khi-kang, yaitu
samacem ilmu khikang yang cuma bisa diyakinkan oleh
seorang yang sama sekali tidak pernah campur sama
perempuan. TengHui tidak kenal tiat-see-hiu, selainnya
itu ia sudah menikah,sudah tentu taruh kata ia sudah
meyakin tongcu-kungoan-it-khikang jadi tidak ada
gunanya lagi. Beruntung Lian Kou tidak mau menyerang
ka jurusan ulu-ati yang bisa berakhir dengan kamatian,
hanya ia menyerang ka jurusan Teng Huipunya pundak
kanan. Dalam saat itu juga Teng Hui rubuh dengan
mengeluarkan satu treakan ngerih.
Siu Hun memburu pada suaminya yang rubuh,
buat dapat kapastian apatah suaminya binasa atau tidak.
TernyataTeng Hui cuma patah tulang pundaknya dan
pingsan. Lian Kou menghamperin dan berkata pada Siu
Hun: "Sekarang kau punya giliran,sebab kau yang paling
berdosa! Dari sebab kau pandai ilmu silat, berdiri dan
bersedia buat tangkis aku punya serangan."
Kui Yan buru-buru dateng menyelak sambil berkata:
"Ini satu kau kasih ampun saja. Suaminya sudah dapat
kau punya hajaran keras, aku rasa sudah sampai cukup."
Belum sempat Lian Kou menyaut, Siu Hun sudah
berlompat bangun dan berseruh: "Kau sudah bikin
suamiku cilaka dan sekarang giliran kubikin pembalesan
padamu !" Hui Yan tidak kaburu menyega, Siu Hun sudah maju
menyerang pada Lian Kou, cuma saja dia satu sama lain
punya ilmu silat terpaut sangat jauh, seringkali lantaran
gusarnya Siu Hun menyerang dengan tidak lindungin diri
sendiri, kalau saja Lian Kou mau, niscaya Siu
Hun sudah binasa dalam sedikit tempo. Hui Yan mengarti
Lian Kou tidak mau binasakan Siu Hun punya, jiwa, maka
ia cuma berkata saja: "Sucie, harep suka kasihanin
padanya, sebab ayah dan engkonya semua sangat cinta
padanya." Lian Kou tidak menyaut, tetapi ia tangkis serangannya
Siu Hun sebagai kucing permaenkan tikus. Pada satu kali,
pada sabelumnya Hui Yan kaburu menyegah, Lian Kou
dengan gunakan tiga jeriji tangannya ketok Siu Hun
punya lengan kanan, siapa seperti orang yang terpagut
uler berbisa mengeluarkan satu jeritan keras dan terus
rubuh ka muka bumi. Hui Yan dan Swat Ceng dengan
berbareng memburu pada orang yang rubuh, ternyata
Siu Hun punya lengan kanan tulangnya patah, sedang
uratnya pun putus, hingga buat seumur hidupnya tinggal
cacat dan itu lengan tidak akan bisa digunakan
lagi. Hui Yan dan Swat Ceng terbantu oleh itu bujang
lelaki,angkut Siu Hun dan suaminya ka dalam rumah,
diam-diam tinggalin sabungkus obat bubuk buat luka,
supaya luka-lukanya Siu Hun dan suaminya lekas
menjadi sembuh. Kamudian Hui Yan ajak Lian Kou balik
pulang ka rumahnya Liau Teng Liong. Sou
Lian Kou cuma nginep tiga malem, kamudian ia pamitan
pada Hui Yan dan tuan rumah suami istri, karena ia mau
meneruskan perjalanannya ka Selatan. Ia pesan pada Hui
Yan, di waktu baliknya tentu ia akan mampir lagi. Pada
Cin Hiong ia minta maaf lantaran sudah kasih hajaran
keras pada Siu Hun yang sudah melanggar wet kebajikan
bangsa. manusia; tetapi ini urusan ia yang tanggung
jawab buat segala buntutnya di lain hari.
Nio Teng Hui sedari kana Sou Lian Kou punya tiatseehiu, biar pun di bagian yang keras dan tidak jadi
binasa; tetapi tulang pundaknya jadi remuk, hingga
ketika lukanya sudah jadi rapet kembali, tangan
kanannya jadi keplek. Sedang Siu Hun lantaran tulang
dan urat-urat lengan kanannya jadi patah dan putus
lantaran diketok oleh Lian Kou, biar pun lukanya sudah
sembuh lantaran,obat bubuknya Hui Yan,
seumur hidupnya tinggal sengkok dan tidak bisa
digunakan lagi. Sudah tentu saja dia sangat sakit hati
pada Sou Lian Kou, yang marika anggep sudah turut
campur lain orang punya urusan.
Bagi Siu Hun terhadap Sou Lian Kou tidak bisa
berbuat apa-apa, karena ia tidak bisa pikir suatu jalan
buat bikin pembalesan. Tetapi ada lain sekali bagi Nio
Teng Hui, yang biasa mengurek dan batinnya memang
buruk. Ia tidak segan berbuat perkara heibat, asal saja
bisa sampaikan ia punya maksud. Ia pikir kalau minta
tulung pada orang-orang dari. Cabang Kunlun, yang
senantiasa berbuat jujur, bukan saja ia akan mendapat
bantuan, tetapi sabaliknya akan dapat comelan, terutama
ia punya guru sendiri, Tiat Lo Han, jangan harep bakal
mendapat bantuan. Ia dapat kabar Him Jin Lip binasa dalam tangannya
Kim-gan-tiao Ho Piu, ketika dia mau menulungin pada
Cin Hiong, ia punya mertua, yang ditawan oleh kawanan
penyamun di Shoatang, antaranya teritung Him Jin Lip
sendiri. Gurunya Him Jin Lip, terkenal dengan
nama pertapahannya Co-pao Toojin dan bertapa di atas
gunung Hoasan, yang terletak dalam bilangen provinsi
Siamsay. Oleh karena Co-pao Toojin adadari cabang
Kongtong dan muridnya binasa di tangannya Kim-gantiao
Ho Piu dari cabang Siaolim yang membantu
pada orang-orang dari cabang Kunlun. Inilah ada satu
ketika bagus buat obor Co-pao Toojin supaya baleskan ia
punya sakit hati terhadap Sou Lian Kou yang termasuk
pada cabang Kunlun. Setelah lukanya sudah sembuh, pada istrinya ia bilang
mau pergi ka Utara buat berobat ia punya pundak yang
rusak. Ia pesan istrinya kalau orang tanyakan padanya
supaya dikasih keterangan begitu.
Di hari yang berikutnya NioTeng Hui lantas bikin
perjalanan ka Utara dengan bekalan secukupnya; tetapi
setelah jauh dari rumahnya ia lantas menuju ka Hoasan
dalam bilangan provinsi Siamsay.
Pada suatu hari ia sampai dibawah kaki gunung
Hoasan. Ia tanyakan ampir semua penduduk tani di
sakiternya itu tempat, tetapi tidak satu yang kenal pada
Co-pao Toojin. Ia pikir tempat kadiamannya orang yang
berilmu tinggi, tidak terlalu gampang dicari, sebab tidak
bergaul dengan.orang yang kabanyakan. Kalau satu
waktu terpaksa musti berurusan sama orang-orang
dalam dunia, selamanya gunakan nama pedengan.
Dengan begitu sudah tentu saja tidak dikenal oleh
kabanyakan orang. Teng Hui pikir jika ia ubek-ubekan
mencari di atas gunung Hoasan, akhirnya tentu ketemu.
Ia brangkat naek gunung dengan membekal makanan
kering dan air, sebab ia tau ini perjalanan tentu
lama. Suatu hari ketika ia sudah naek sampai di tengahtengahnya
itu gunung yang sangat lebat utannya, ia
menjadi sangat heran ketika mendengar suaranya suling
yang biasa ditiupoleh anak angon-gombala. Sebab ia
pikir di atas gunung yang begini tinggi cara bagimana
ada orang yang mamiara heiwan. Justru ia lagi berpikir
dari dinding lamping gunung sabelah depan, kalihatan
mendatengin satu kerbo besar dan gemuk, diblakangnya
ada berduduk dengan anteng satu gombala sembari
meniup suling. Itu gombala kira berumur tujuh atau
delapan tahun, jika dilihat dari romannya dan potongan
tubuhnya. Nio Teng Hui maju beberapa tindak
mengandang di depan orang punya perjalanan.
"Siauko, terima aku yang amat rendah punya
hormat," kata ia sambil menyoja dan kadua tangannya
ampir mengenakan muka bumi. "Kalau boleh aku
menumpang tanya, tempat pertapahannya Co-pao Toojin
dimana?" Itu anak angon brenti meniup sulingnya, memandang
pada Nio Teng Hui dari atas sampai kabawah, dari bawah
balik lagi ka atas. "Kau ini siapa ?" menanya ia akhir-akhir. "Cari Co-pao
Too-jin ada urusan apa ?"
"Aku Nio Teng Hui dari kampung limsu, asal dari
Seecie dalam bilangan provinsi Ou-pak," sahut Teng Hui
dengan hormat. "Sedang aku dateng cari Co-pao Toojin
membawa suatu kabar penting buat ia nya."
"Tidak ada kabar penting buat orang pertapahan!"
kata itu anak dengan sikap kurang senang. "Orangorang
pertapahan tidak urus salah atau benarnya perkara
di dalam dunia. Kau punya kadatengahn tidak lain
membawa "salah dan benarnya" urusan di dalam dunia.
Maka aku kasih pikiran supaya kau lekas balik pulang,
sebab kau tidak nanti bisa bertemu dengan Co-pao
Toojin yang tidak ingin campur tau urusan di dalam
dunia." Teng Hui yang bandail tidak mau mundur mentahmentah,
kalau jauh-jauh dengan membuang banyak
tempo dan tenaga, ia tidak bisa sampaikan maksudnya,
itulah sangat kecewa dan buat selama-lamanya ia tidak
bisa membales sakit hati. Ia pikir ini anak angon tentu
orangnya Co-pao Toojin, dan itu omongan , tentu ia yang
telah hajarin, maka kalau ia ucapkan omongan pedes
buat mengobor,tentu ini anak akan sampaikan pada Copao
Toojin, dengan begitu sedikitnya ia akan mendapat
ketika buat bertemu sama Co-pao Toojin.
Ia sengaja tertawa bergelak-gelak, kamudian ia
keluarkan satu suara jengekan dari lobang idung.
"Orang pertapahan yang sangat alim!" kata ia seperti
orang bicara sendirinya. "Tetapi murid sendiri tidak bisa
lindungin dan nama baiknya cabang tidak bisa belakan!
Satu orang pertapahan yang sangat bagus!"
"Apa kau bilang ?" menanya itu anak angon.
"Aku bilang muridnya Co-pao Toojin dibunuh orang
dan keagungannya cabang Kongtong diiles-iles dan
masuk ka pecomberan; tetapi Co-pao Too-jin berlaga
tidak dengar dan tidak lihat, malah orang yang sengaja
dateng memberi kabar dari tempat jauh telah dilawan
dengan alesan kosong!" kata Teng Hui yang sengaja
mengobor. "Aku sengaja dipesan buat ucapkan itu semua
perkatahan," kata itu anak angon. "Sebab beberapa
bulan yang lalu, guru besar Pek-leng Cinjin telah
perintahkan satu muridnya membawa satu surat buat
melarang suhu campur tau urusan dunia supaya tinggal
selamat dan jauh dari bahaya, aku inget ada beberapa
baris sairan yang kira-kira berbunyi begini:
"Kalau mau diri tinggal selamet dan jauh dari bahaia,
"harus kunci rapet pintu gowa
"dalam dunia punya urusan benar dan salah,
"tulikan kuping dan butakan mata."
"Selainnya itu ada diterangkan
juga tentang binasanya HimJin-lip lantaran salahnya
sendiri,hingga tidak ada alesan buat belakan
padanya. Inilah sebabnya guruku terus kerem diri di
dalam gowa.dan tidak mau campur urusan dunia. Tidak
suatu orang yang ia mau ketemukan. Oleh karena itu
juga, tidak ada gunanya kau mau ketemukan padanya.
Sedang aku sendiri dilarang keras anterkan orang yang
mau bertemu padanya."
Sahabis berkata begitu, itu anak angon jalankan. Ia
punya kerbo tunggangan dan tiup lagi suling yang ia
bekal. Nio Teng Hui buat saketika lamanya jadi tidak
berdaya dan membisu.. Belakangan ia kejer itu gombala
dan berkata: "Biar pun kau tidak mau anterkan aku pada gurumu,
tetapi sedikitnya kau suka kasih tau di mana tempat
pertapahannya, agar aku bisa pergi ketemukan sendiri
padanya." Itu anak angon golengkan kepala.
"Kau boleh cari sendiri saja!"kata ia.
Nio Teng Hui berpikir apa yang ia musti berbuat.
Kalau ia kuntit itu anak angon terang sekali ia
tidak bisa cari tempatbertapahannya Co-pao Toojin,
karena ia memangnya tidak suka kasih tau sang guru
punya tempat pertapahan; menurut dugahannya itu
tempat pertapahantentu tidak jau dari sini, asal saja ia
bisa berlaku teliti dan sabar tentu bisa ketemu. Ia
pandang sakiternya itu tempat buat ciptakan dugadugahannya
itu tempat pertapahan kira-kira terletak di
sabelah mana. Ternyata di situ tempatnya tidak cukup
luas buat satu gowa atau pun tempat tingalnya seorang
pertapahan, biar yang paling sadikrhana sekali pun.Ia
inget itu gombala dateng dari lamping gunung sabelah
atas,lalu ia maju ka itu jurusan buat melihat keadaan
tempat di sana. Sasampainya ternyatautan cemara yang
sangat lebat diselang seling sama pohon pek yang tidak
terlalu besar, jika ditilik dengan teliti, orang bisa dapat


Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anggepan bahwa itu ada perbuatannya manusia,
bukannya ciptahan alam yang sawajarnya. Buat saketika
ia berpikir, kamudian ia bertindak menghamperin ka
jurusan pohon pek yang salahng-seling diantara pohon
cemara. Ia menurutin itu pohon pek buat maju ka
jurusan dalam; tetapi semakin dalam ia lihat keadaannya
sama saja, semuanya utan cemara yang sangat lebat
diselang-seling oleh pohon-pohon pek, malah ia jadi
kesasar dan tidak bisa keluar lagi dari itu utan, sebab
keadaannya semua sama dania jadi tidak tau musti
keluar dari mana. Setelah ia ubek-ubekan didalam itu utan beberapa
jam lamanya, bukan saja ia tidak bisa ketemukan itu
tempat pertapahan yang ia cari, malah ia tidak bisa
keluar lagi dari dalam itu utan cemara, yang keadaannya
semua sama saja. Saking cape dan lapar lalu ia berduduk
di atas tanah buat mengaso dan bikin hilang laparnya
dengan memakan makanan kering yang ia bekal. Setelah
jadi seger kembali, lantaran hilang capenya dan perut
tidak lapar lagi. Ia celingukan buat memperhatikan
keadaan di sakiternya, dengan pelahan ia mendapat
kenyataan bahwa derekan pohon-pohon pek di
hadapannya ada yang menjurus ka kanan, kamudian
terus lempang ka depan, tetapi jika tidak ambil perduli
pada derekan pohon-pohon pekyang lempang, hanya
terus saja ka jurusan kanan, selamanya ada derekan
pohon pek yang biluk ka jurusan kanan.
Ini keadaan sudah membikin Teng Hui yang cerdik
jadi berceket. Buat mendapat kapastian ia balik ka
jurusan blakang, di itu jurusan sekalipun ada derekan
pohon-pohon pek yang membiluk ka kanan, tetapi cuma
enam kali biluk ka kanan, lantas semuanya berderek
lempang ka depan,begitu pun keadaan yang disabelah
kirinya, cuma itu satu derekan yang terus membiluk ka
kanan tidak ada putusnya. Tatkala ia balik lagi ka tempat
di mana barusan ia mengaso dan makan makanan
kering, ternyata saban lima pohon pek yang menjurus ka
kanan, cabangnya Yang sabelah kanan dipapas hingga
daonnya tidak lebat seperti yang di sabelah kiri. Ini
pendapatahn sudah membikin Nio Teng Hui jadi girang,
karena ia pikir akhir-akhir ia akan ketemukan tempat
pertapahannya Co-pao Toojin.
Lantaran sangat kagirangan keadaannya
yang lesu bersumanget lagi. Ia rnulai lagi pengosutannya
dengan menurutin derekan pohon-pohon pek yang
membiluk ka kiri, dengan tidak memperdulikan pada
derekan yang lempang, ternyata saban lima pohon pek
yang membiluk ka kanan, pasti cabangnya yang sabelah
kanan dipapas, hingga daonnya tidak gomplok seperti
yang sabelah kiri, sekarang Teng Hui sudah mempunyai
tujuan yang pasti, ia terus mengikutin derekan pohon
pek yang membiluk ka kanan dengan tidak ambil perduli
derekan yang lempang, akhir-akhir ia keluar dari itu utan
cemara dan sampai disatu lapangan yang rata. Di
sabelah sananya itu lapangan terdiri satu greja, yang
tembok-temboknya disapu kapur warna kuning, hingga
sudah membikin Teng Hui jadi sangat girang, sebab ia
anggep sekarang ia sudah ketemukan tempat
pertapahannya Co-pao Toojin, dengan tidak
bersangsi lagi ia lintasin
itu lapangan dan menghamperin pada itu greja. Akan
tetapi sasampainya ia seperti kana diguyur satimba air
dingin, karena kadua pintunya itu greja ditutup rapet,
keadaannya begitu sunyi sebagai juga satu greja kosong.
Teng Hui tidak jadi putus harepan lalu maju dan
mengetok pintu. Lama sekali tidak dapat penya'utan,
tetapi ia mengetok terus dengan sabar, akhir-akhir
kesabarannya dapat upahan. Pintu dibuka oleh satu
bocah yang bersamahan umur dengan itu gombala
kerbo. Tatkala melihat pada Teng Hui lantas saja unjuk
paras muka heran dan kaget.
"Cara bagimana kau bisa dateng kesini ?" menanya ia
dengan suara gegetun. "Kau punya kadatengahn ka sini
mau ada urusan apa?"
"Aku bisa dateng ka sini dengan menurutin derekan
pohon pek yang membiluk ka kanan," sahut Teng Hui
dengan sabenernya. "Sedang aku punya kadatengahn ka
sini, perlu ingin bertemu dengan suhu."
"Suhu lagi berpegian dan tidak ada di dalam greja,"
sahut itu bocah dengan pendek. "Kalau begitu aku akan
tunggu sampai ia balik pulang."
"Belum tentu kapan ia akan balik poalang. Lagian kau
akan menunggu di mana" Sebab dalam greja tidak bisa
terima orang asing."
"Kalau dalam greja tidak bisa terima orang asing, aku
akan menunggu dalam utan cemara."
"Di sana tidak ada tempat buat berlindung."
Sahabisnya berkata begitu ia lantas tutupkan lagi
pintu greja yang ia cuma buka sabelah.
Teng Hui tau Co-pao Toojin tentu ada di dalam greja,
cuma tidak mau ketemukan padanya. Ia pikir kalau mau
bikin pembalesan sakit hati, harus ngalamkan
kasengsarahan yang paling heibat, di lain fihak ia bisa
unjuk pada Co-pao Toojin tentang kakerasan hatinya. Ia
lantas balik lagi ka dalam utan cemara, mencari tempat
baik buat liwatkan malem. Beruntung ia ada bekal
banyak pakean. tebel buat di perjalanan hingga itu waktu
ia bisa gunakan buat hindarkan diri dari serangan angin
dan hawa dingin. Beruntung itu waktu sudah
liwat musim ujan, hingga ia
tidak usa kuatir serangannya air ujan.
Ia masih sedia makanan kering buat satu minggu
lamanya. Menurut ia seumpamanya bekalan makanannya
sudah abis masih juga belum bisa bertemu Co-pao Toojin
ia akan berpuasa sampai sesegera jauh ia bisa tahan,
tetapi biar bagimana juga ia tidak nanti berlalu dari itu
tempat dengan tangan kosong. Ini sudah terjadi, dalam
tuju hari pertama ia masih bisa tahan dengan tidak
makan dan minum, tetapi, seterusnya ia jadi begitu
lemes dan tidak bisa bergerak. Sapuluh hari kamudian ia
jadi pingsan dan tidak tau apa yang telah terjadi atas
dirinya. Pada waktu ia sedar lagi dari pingsannya, ia
mendapat kenyataan bukan reba di atas tanah bawahnya
pohon cemara, hanya diatas satu pembaringan yang
memakai kasur empuk dan selimut, sedang kepalanya
pun berada di atasnya satu bantal yang lemas dan
empuk. Ia berklisik dengan niatan berbangkit, tetapi
tidak bisa, sebab tubuhnya sangat lemah. Itu waktu satu
tangan mamegang pundaknya, sebagai melarang ia
bergerak. Ia melekin lagi matanya da nmengawasin ka
jurusan itu lengan yang mamegang pundaknya.
Ternyata itu lengan sangat kecil sebagai lengannya satu
anak-anak, dengan pelahan ia mendapat kenyataan, itu
lengan ada bahu tangannya itu bocah yang membukain
pintu greja, tatkala ia baru dateng ka situ. " Sekarang
aku berada di mana ?" menanya ia dengan suara lemah.
"Kau sekarang berada dalam greja," sahut itu boca,
"tetapi oleh karena kau punya keadaan sangat lemah,
tidak boleh banyak bergerak dan tidak boleh banyak
omong. Kau berada di dalam utan cemara setengah
bulan lamanya, aku saban hari perhatikan kau punya
keadaan, ku tika kau jadi pingsan aku lekas kasih tau
pada suhu; tetapi ia tidak bilang apa-apa. Semakin lama
kau punya keadaan semakin heibat dan saban hari aku
kasih tau pada suhu, dan baru kamaren sore ia kasih
perintah supaya aku angkut kau kedalam greja dan
direbahkan disini dengan dikasih sedikit bubur encer dan
obat yang suhu kasihkan. Tetapi sekarang kau punya
keadaan masih belum kuat, maka harus tinggal rebah
dan tidak boleh banyak omong."
Tiga hari lamanya Teng Hui tinggal rebah dengan
dikasih makan bubur encer tercampur obat. Akhirnya ia
bisa berbangkit dan minta itu bocah kasih tau bahwa ia
minta mengadikp pada Co-pao Toojin. Itu bocah balik
kasih kabar bahwa gurunya bersedia buat bicara padanya
di esok pagi. Di pagi yang berikutnya TengHui salin pakean bresih
yang ia ada bekal dan itu bocah anterkan ia pergi ka satu
kamar laindengan meliwatin satu pertengahan Samcengtian, satu pertengahan sembayang di mana ada
dipuja Lie Lo-cu, Goan-sieThian-hun dan sebagainya.
Ketika ia masuk ka dalam suatu kamar, yang letaknya di
sabelah sampingnya Sam-ceng-tian, ternyata di atas
suatu krosi depannya suatu meja, ada berduduk satu
saykong yang rambut dan kumisnya sudah dauk dan kira
berumur anampuluhtahun. Teng Hui dengan lantas
berlutut dan menyoja di hadapannya itu saykong.
"Murid Nio Teng Hui memberi hormat pada suhu
supaya selamat panjang umur," kata ia dengan suara
marendah. "Kau ini bukantah muridnya Tiat Lo Han dari cabang
Kunlun?" menanya itu saykong tua.
"Suhu punya perkatahan ada bener sekali," sahut
Teng Hui. "Aku dengar kabar kau sudah menikah
pada anaknya ThoCin Hiong," kata lagi itu saykong. "Apa
ini kabar betul?" "Betul." "Apa sebabnya kau ingin bertemu sama pinto?"
"Muridnya dateng membawa kabar tentang
kamatiannya susiok Him Jin-lip, yang binasa ditangannya
Kim-gantiao Ho Piu, satu orang dari cabang Siaolim,
ketika sakawanan orang-orang dari cabang Kunlun pergi
menulungin pada mertuaku diShoatang."
"Ini hal pun aku sudah tau dan binasanya Him Jinlip
ada salahnya sendiri."
"Tetapi orang-orang dari ca-bang Kunlun bilang suhu
marikanya tidak bikin pembalesan lantaran takut."
"Siapa yang bilang pinto takut?"
"Belum lama ka rumah kita ada dateng Sou Lian Kou
muridnya Tiau-see Suthay dari cabang Kunlun buat
campur tangan dalam kita punya urusan rumah tangga.
Bukan saja aku punya pundak telah dibikin patah, malah
istriku lengan kanannya dibikin patah tulangnya dan
dibikin putus urat-uratnya, hingga buat selama-lamanya
kita jadi cacat. Tatkala itu aku jadi jengkel dan bilang
mau berguru pada orang dari cabang Kongtong buat
bikin pembalesan. Sou Lian Kou lantas jebikan bibirnya
dengan suara menghina berkata : "Lihat itu Him Jin-lip
bukantah murid dari cabang Kongtong, biar pun ia telah
binasa di tangannya orang dari cabang Siaolim, sampai
sekarang gurunya tidak berani bikin pembalesan! Ini ada
satu tanda ilmu cabang Kongtong jauh lebih rendah dari
cabang Kunlun. Maka jika kau mau bikin pembalesan
dengan minta bantuannya orang-orang dari cabang
Kongtong, aku sama sekali tidak takut!"
"Masatah ia berani ucapkan itu macem perkatahan"
Apa bukannya kau punya karangan sendiri?"
"Apa, yang barusan aku ucapkan masih belum heibat,
masih ada lagi ucapan yang lebih keras, tetapi aku tidak
berani ulangkan, sebab kuatir suhu jadi murka."
"Apa ia sudah bilang?" menegeskan Co-pao Toojin.
"Kau boleh ulangkan saja, aku tidak jadi gusar."
"Ia telah kata: "Lihat saja Co-pao Toojin, biar pun ia
punya murid yang paling disayang, HimJin-lip, sudah
binasa, toh ia tidak berani bikin pembalesan apa-apa."
Co-pao Toojin tidak berkata apa-apa; tetapi
omongannya Teng Hui sedikit banyak sudah menusuk
hatinya. "Selainnya itu, apa lagi kau punya maksud, makanya
ingin bertemu sama pinto" menanya ia dengan umpetkan
perasaan amarahnya. "Aku ingin juga suhu obatin aku punya pundak yang
sudah remuk tulangnya, kamudian berguru ilmu silat
pada suhu," sahut Teng Hui.
"Mari kasih aku preksa kau punya pundak yang telah
remuk tulangnya," kata Co-pao Toojin.
Teng Hui kasih lihat ia punya pundak kanan. Co-pao
Toojin preksa dengan teliti, kamudian golengkan kepala
sambil berkata: "Kau punya pundak sudah dilukai oleh
ilmu tiat-see-hiu dan tidak bisa disembuhkan lagi
.Beruntung orang menyerang kau punya pundak, kalau
dibagian ulu-ati niscaya kau sudah binasa dengan lantas.
Selainnya itu, kalau penyerang gunakan tenaga lebih
banyak niscaya kau punya pundak jadi putus sama sekali
dan bukannya remuk tulangnya saja."
Sasudahnya berpikir sabentar ia berkata lagi: "Aku
ada mempunyai suatu cara buat mengajar samacem ilmu
yang sangat lihay buat seorang yang cuma bisa gunakan
sabelah tangannya." Teng Hui jadi sangat girang dan buru-buru berlutut
dan menjura di depannya Co-pao Toojin.
Mulai dari itu waktu Co-pao Toojin obatin pundaknya
Nio Teng Hui supaya jangan merasa sakit kalau
digerakin, kamudian ia ajarin padanya samacem ilmu
silat yang cuma gunakan satu tangan dan dua kaki. Oleh
karena Nio Teng Hui memangnya sudah paham ilmu
silat, tambahan sangat pintar dan rajin. Cuma anam
bulan ia sudah paham betul itu pelajaran baru.
"Sekarang kau boleh pulang dan bikin pembalesan
pada itu orang yang bikin patah kau punya pundak," kata
Co-pao Too-jin. "Aku tidak mau campur urusan di dalam
dunia." Nio Teng Hui jadi sangat girang, karena dari itu bocah
ia sudah dapat kabar bahwa Co-pao Toojin sudah suruan
padanya pergi cari semua susioknya dengan membawa
surat, jadinya Co-pao Toojin punya omongan cuma purapura
saja tidak mau campur urusan dalam dunia. Ia balik
pulang kakampung istrinya di Limsu, kamudian ia cari Hui


Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yan di rumahnya Teng liong, dan pesan kalau Sou Lian
Kou dateng ,minta ia mampir di Limsu, sebab ia ada
urusan penting yang mau dibicarakan. Kiau Hui Yan
dengar beberapa lamanya Nio Teng Hui mengilang,
sekarang muncul lagi mendadak minta Lian Kou dateng
padanya, tentulah ada apa-apa yang luar biasa.
Co-pao Toojin dengan sasungguhnya telah suruan itu
bocah pergi mencari pada ia punya ampat sutee, Pang
Hui-in,Ko Ban-seng, Siau Yu-liam dan Biau Ie-lim, tetapi
cuma Siau Yu-liam yang diketemukan, lain-lainnya
ditinggalin saja suratnya Co-pao Toojin. Sedang Siau Yuliam
ketika membaca suratnya Co-pao Too-jin, berulangulang
kerutkan halisnya sambil golengkan kepala.
"Bilang pada kau punya guru," kata ia akhir-akhir'
pada itu boca, "perkara merebutkan nama bukannya
urusannya orang pertapahan. Aku sudah lama tawar.
dalam urusan nama dan keuntungan, maka biarpun
bukannya orang pertapahan aku sudah lama tidak
tergerak lagi dalam itu urusan. Selainnya itu, jangan lupa
guru kita punya pesanan, terutama itu sairan yang
berbunyi: "Kalau mau diri tinggal selamet dan jauh dari bahaia,
"harus kunci rapet pintugowa
"dalam dunia punya urusanbenar dan salah,
"tulikan kuping dan butakan mata."
"Maka kasih tau pada kau punya guru, bahwa.aku
mau turut betul guru kita punya pesanan, hingga
terpaksaaku tidak bisa membantu padanya."
Belakangan ada dateng Kok Ban-seng, suteenya CopaoToojin
yang kadua, ka itu greja Cie-inkwan, di mana
Co-pao Toojin bertapa; tetapi Kok Ban-seng punya
kadatengahnpun bersifat mau membujukin pada Co-pao
Toojin supaya turut pesanannya marika punya guru Pekleng
Cinjin diturut biar betul. Cuma saja Co-pao Toojin
sudah timbul amarahnya, segala omonganyang sehat
dan waras tidak bisa masuk, sabaliknya ia ngambekdan
bilang Kok Banseng berfihak pada orang luar, jika tidak
suka membantu, tidak urung ia akan lakukan sendiri.
Kok Ban-seng yang tadinya bermaksud membujukin
Co-pao Toojin, sekarang jadi serba salah, kalau tidak
membantu suhengnya marah, kalau membantu
melanggar sang guru punya pesanan. Ia pikir mau
berdiam terus di dekatnya Co-pao Toojin dengan maksud
memberi advies bila ada perlunya.Tetapi ia lupa bahwa
siapa yang berdekatan dengan tinta, akhirnya kana
kacipratan warna item. Ia punya maksud baik sabaliknya
jadi binasakan diri sendiri.
Co-pao Toojin dengan diiringkan Kok Ban-seng
menuju ka Limsu buat ketemukan Nio Teng Hui, yang ia
sudah didik, sedikitnya bisa jadi pembantunya. Cuma
sayang dia punya kadatengahn sudah lambat dan Nio
Teng Hui sudah binasa di tangannya Sou Lian Kou.
Seperti duluan sudah dibilang, sasampainya di Lirnsu ia
lantas pergi mencari Kiau Hui Yan di rumahnya Liau Teng
Liong, dengan menantang ia minta Lian Kou dateng ka
rumahnya, kalau ia itu balik dari perjalanannya.
Beberapa hari sedari Teng Huidateng ka rumahnya
Teng Li-ong, kabetulan Lian Kou balik pulang dari
perjalanannya ka Selatan, ia mampir di rumahnya Teng
Liong buat tengokin Hui Yan dan suaminya. Dengan
heran ia dikasih tau bahwa Teng Hui cari padanya dan
malah ia itu pesan supaya ia "Lian Kou " pergi ka
rumahnya di kampung Limsu, akhirnya Hui Yan
tambahkan: "Kalau Sucie pergi ketemukan padanya
musti hati-hati, sebab kalihatannya ia telah pelajarkan
samacem ilmu silat buat bikin pembalesan padamu,
sekali pun tangan kanannya masih tetap kempreng."
"Aku haturkan banyak terima kasih atas sumoay
punya perhatian," kata Lian Kou; "tetapi pada waktu aku
pergi ka kampung Limsu, sumoay jangan turut pergi ka
sana." Sabetulnya Hui Yan sangat ingin turut pergi, karena
seumpama perlu ia bisa kasih pertulungan pada ia punya
sucie, lagian ia pikir permusuhan antara ia punya sucie
dan Nio Teng Hui asal mulanya dari ia punya u-rusan.
Cuma saja Sou LianKou berkeras tidak mau ditemenin,
dengan apa boleh buat ia tahan napsu kainginannya.
Sou Lian Kou tetep berdandan sebagai buseng, itu
waktu ia sediakan segala kaperluan buat bertempur,
haturkan selamat berpisah pada Hui Yan, Cin Hiong,
Teng Liong dan Hun Yan, kamudian ia lantas menuju ka
kampung Limsu buat mencari pada Teng Hui.
Tatkala ia sampai di depan rumahnya keluarga Tho,
ternyata pintu depannya terpentang,
LianKou minta bertemu pada
NioTeng Hui dengan memberi tau ia punya nama, dan itu
bujang yang duluan sudah pernah lihat Lian Kou dan tau
apa yang telah terjadi, mukanya jadi pucat dan dengan
apa boleh buat masuk ka dalam memberi kabar pada
majikan lelakinya. Teng Hui ketika mendengar bahwa
Lian Kou telah dateng, hatinya merasa sangat girang,
sebab ia pikir sekarang sudah tiba waktunya buat ia bikin
pembalesan. Ia kasih tau pada itu bujang supaya tetamu
suka menunggu sabentar, karena ia mau berpakean.
Sabenarnya ia berdandan dengan singset buat bertempur
dan sedia segala senjata yang perlu.
Tatkala ia keluar ternyata Sou Lian Kou lagi duduk
menunggu di pertengahan depan dan berdandanan
dengan serba ringkes, sebagaimana biasanya orang yang
mau bertempur. Ketika melihat Teng Hui keluar ia lantas
berbangkit dari tempat duduknya dan menanya:
"Aku dengar kau mamesen pada aku punya sumoay,
bila aku balik dari perjalanan
salekasnya dateng ka sini. Apa betul?"
"Tidak salah!" sahut Teng Hui dengan sombong.
"Sekarang aku sudah dateng; kau mau
apa?" "Aku mau bikin peritungan pada kau yang sudah bikin
kita laki-istri jadi cacat buat seumur hidup."
"Itu aku sudah duga lebih dulu, dan sekarang aku
akan meladenin kau di sabelah luar."
Sahabisnya berkata begitu, Lian Kou lantas berlompat
keluar lataran rumah, di mana ia berdiri menunggu di
atas angin. Dalam hatinya berpikir, Teng.Hui yang sudah
tidak bisa gunakan lengan kanannya, setelah mengilang
lebih dari setengah tahun lamanya, sekarang mendadak
mau bikin pembalesan tentang sakit hati yang dulu, tentu
ia sudah pelajarkan ilmu yang sangat lihay, maka ia
harus sangat berhati-hati terhadap ini orang yang sudah
cacat. Belum sempat ia berpikir lebih jauh, Teng Hui pun
sudah berlompat keluar dari dalam rumah, dengan
gerakan yang sangat enteng dan gesit, berbeda jauh
dengan. gerakannya di tempo yang lalu. Lian Kou
semakin hati-hati, sebab dugahannya sudah berbukti. Ia
tidak mau menyerang lebih dulu, sebab lebih dulu ia
ingin lihat cara bagimana TengHui akan menyerang
padanya. Teng Hui anggep gurunya Co-pao Toojin,
punya ilmu silat yang diturunkan padanya, ada sangat
baru dan gerakannya tidak terduga dan tidak gampang
ditangkis. Maka menurut anggepannya tentu ia bisa bikin
Sou Lian Kou terguling dan binasa. Oleh karena itu juga,
dengan tidak banyak omong lagi ia maju menyerang
seperti angin cepetnya. Betul saja dalam saketika
lamanya Sou LianKou jadi sangat ripuh, sebab biar pun
Teng Hui cuma menyerang dengan gunakan sabelah
lengan kirinya, tetapi gerakannya ada begitu cepet dan
tidak terduga, sedang ia punya kadua kaki saban-saban
mengambil tempat lowongan guna mendesek pada
lawanannya, hingga dalam saketika lamanya Lian Kou
jadi sangat ripuh buat membela diri.
Oleh karena Lian Kou sudah mendapat pimpinannya
guru jempolan, ilmu silatnya sangat mateng, biar pun ia
sangat ripuh buat tangkis serangannya musuh yang
dateng sebagai angin tufan cepatnya, tetapi ia tidak jadi
bingung dan keder. Lebih dulu ia berdaya melindungin
diri dari serangannya musuh dengan sampurna, dan
tidak mau menyerang dengan sembarangan, hanya
melihat ketika yang baik buat turun tangan.
Serangannya Teng Hui yang sebagai angin tufan,
lantaran terus menerus. bisa ditangkis oleh lawannya,
dalam hatinya jadi sangat ibuk, sebab ia sangat takut
sama Lian Kou punya tiat-see-hiu yang sangat lihay,kalau
saja Lian Kou mendapat ketika, niscaya ia akan gunakan
itu ilmu silat buat jatuhkan padanya, sedang ia tidak bisa
tangkis itu ilmu yang sangat lihay.
Sekarang Lian Kou sudah jajakin Teng Hui punya cara
bersilat yang ia belum kenal, dengan pelahan tapi tentu
ia membales menyerang, hingga Teng Hui yang tadinya
menyerang, pelahan-pelahan berbalik musti
melindungkan diri, Lian Kou sekarang sudah berniat pasti
musti binasakan ini manusia jahat supaya di dalam dunia
kurang satu manusia busuk dan perkara onar lebih
sedikit terjadinya. Buat sekarang ia tidak mau berlaku
kasihan lagi. Teng Hui lantaran melihat iapunya serangan terus
menerus bisa ditangkis oleh Lian Kou, semakin keras ia
menyerang dengan mengaluarkan seantero ilmu
kapandaiannya; tetapi rupanya Lian Kou sudah bisa
jajakin ilmunya, bukan saja sesuatu serangan ia bisa
tangkis dengan bagus, malah sekarang mulai berbalik
menyerang, hingga hatinya jadi semakin ibuk, sebab ia
sangat kuatir ilmu tiat-see-hiu yang ia tidak bisa tangkis,
hingga gerakannya jadi salah dan memberi ketika buat
Lian Kou menyerang dengan telahk. Dalam saat itu juga,
Teng Hui jatuh rubuh dengan berlumuran darah,
sebab LianKou sudah serang dadanya dengan ilmu tiatseehiu hingga remuk dan hatinya pun turut pecah
berarakan. Bisa dikata ia binasa dalam saat itu juga.
Lian Kou setelah binasakan pada Nio Teng Hui lantas
berpaling pada Tho Siu Hun yang menyaksikan itu
pertempuran sama Tho Swat Ceng dan dengan adikm ia
berkata : "Sekarang kau sudah jadi janda; tetapi menurut
aku,lebih baik kau tidak mempunyai suami yang begitu
buruk hatinya. Aku tau kau lantaran selalu dengarin ia
punya gosokan, tambahan kau punya kabencian
terhadap Hui Yan sumoay, sampai jadi renggang dengan
ayah sendiri. Salahnjutnya aku harep kau bisa
mendusin,serta mengarti perhubungan ayah dengan
anak tidak bisa dibandingkan dengan perhubungan
suami-istri. Kalau kau merasa penasaran aku selamanya
bersedia dan menunggu di Pakkiah."
Siu Hun mengarti ia tidak nanti bisa bikin
pembalesan, bukan saja lantaran ilmu silatnya sangat
rendah, malah tangan kanannya pun sudah kempreng,
hingga itu waktu ia cuma bisa mengucurkan air mata dan
rawat mait suaminya. Sou Lian Kou pulang karumahnya Liau Teng Liong
buat kasih tau pada ia punya sumaoy tentang apa yang
sudah terjadi, ternyata Hui Yan dengan menggelap
mengikutin pada Lian Kou, hingga semua yang telah
teijadi ia sudah saksikan dengan mata sendiri. Makadi
tengah perjalanan ia sudah ketemukan Lian Kou dan
kasihtau dengan terus terang bahwa ia sudah lihat
dengan mata sendiri apa yang telah terjadi.
"Aku merasa girang bertemu kau di sini," kata Lian
Kou, "karena aku boleh tidak usa membuang tempo
masuk ka dalam kota. Menurut aku punya pemandangan
Teng Hui tentu sudah obor cabang Kongtong buat
bermusuh dengan kita, banyakan Co-pao Toojin yang
muridnya, Him Jin-lip, dibinasakan oleh Ho Piu susiok.
Aku sangat kuatir tentang kaselametannya kau punya
suami dan kau sendiri, sebab ini percidrahan asalnya
terjangkit dari perkara menulungin kau punya. suami.
Maka kau orang berdua harus sekali berhati-hati.
Sekarang aku mau pergi ka Kiat-lou-san buat kasih kabar
pada Koan-siang supek dan terus ka Go-bie-san buat
kabarkan ini urusan pada Tiang-biesusiok, kamudian aku
akan berdaya buat kasih kabar pad aHo Piu susiok di
Hengsan. Buat sekarang kau harus salekasnya balik
pulang ka rumahnya Teng Liong dan kau bersama
suamimu harus berhati-hati sekali."
Sahabisnya berkata begitu dengan tidak membuang
tempo, lagi Lian Kou brangkat menuju ka jurusan
provinsi Sucoan, karena ia pikir letaknya Go-bie-san ada
lebih dekat dari Kiat-lou-san, dari Go-bie-san baru
kamudian ia menuju kaKiat-lousan.
Perjalanan dariOulam ka Sucoan ada sangat suker,
karena banyak sekali sungei dan gunung, hingga seorang
yang berkapandaian seperti Lian Kou satu bulan lebih
baru sampai; tetapi tatkala ia sampai di Go-bie-san, dari
tootong yang menjaga gowa, ia dapat kabar kira satu
bulan yang lalu ada; dateng Kim-gan-tiao HoPiu, yang
ajakin gurunya pergi jalan-jalan ka Kiat-lou-san buat.
mencari pada Koan-siang Loojin, kamudian dia bertiga
akan bikin perjalanan ka segala penjuru.
Sou Lian. Kou pikir kalde ia musti susul pada itu tiga
supek dan susiok, tentu suker ketemu, sebab satu bulan
di muka sudah menuju ka Kiat-lou-san di Hunlam;
sedang kalau ia mau pergi ka Kie-lian-san buat memberi
kabar pada gurunya, Tiau-see Suthay, letaknya terlalu
jauh. Maka ia pikir ada lebih baik jika ia balik pulang ka
Gakciu, buat menemenin pada Kiau Hui Yan, agar kalau
terancem bahaya ia bisa: lantas memberi bantuan.
Karena berpikir begitu, dengan tidak bersangsi lagi ia
lantas pamitan dan brangkat pulang ka Gakciu.
Cuma saja ia sudah katinggalan sama jalannya.
perkara. Sebab kira sapuluh hari sedari brangkat menuju
ka Go-bie-san, Co-pao Toojin bersama Kok Ban-seng
telah dateng karumahnya Liau Teng Liongdan minta


Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu sama Kiau Hui Yan, siapa memang sudah;
berhati-hati sedari brangkatnya Sou Lian Kou, maka ia
keluar ketemukan itu dua tetamu dengan pakean sacara
ringkes dan bekal semua senjata yang perlu. Ketika
melihat pada Co-pao Toojin dalam hatinya sudah
menduga, tetapi ia terus marendah dan berlaku hormat.
"Tootiang dateng dari mana dan minta bertemu sama
aku ada urusan apa?" menanya ia dengan hormat.
Co-pao Toojin mengawasin pada Hui Yan saketika
lamanya kamudian ia menanya : "Kau ini yang bernama
Hui Yan" Aku yang disebut Co-pao Toojin gurunya Him
Jin-lip yang binasa dalam tangannya Ho Piu,
dan juga gurunya Nio Teng Hui yang binasa dalam
tangannya Sou Lian Kou."
"Benar, aku bernama Kiau Hui Yan, yang duluan pergi
menulungin suamiku di Shoatang," sahut orang yang
ditanya. "Kalau Tootiang sudah tau duduknya perkara,
mencari padaku ada urusan apa ?"
"Pertama dari sebab kau yang menyebabkan
binasanya aku punya kadua murid terutama terbinasanya
Him Jin-lip; kadua, aku mau menanyakan di mana
adanya Sou Lian Kou, yang binasakan muridku Nio Teng
Hui." "Tootiang kliru jika timpakan kesalahan padaku," kata
Hui Yan dengan sabar, "Aku punya kadatengahn ka Gutoksan perlunya buat menulungin suamiku yang
ditawan, selainnya itu, bukan aku yang binasakan kau
punya murid Him Jin-lip, siapa sabetulnya tidak akan
binasa jika itu waktu ia tidak berada di sana. Betul Nio
Teng Hui binasa di tangannya Lian Kou, tetapi itu
kabinasahan ia yang cari sendiri, karena ia yang
menangtang dan pada waktu Lian Kou tidak ada ia
sengaja dateng ka sini dan mamesen supaya Lian Kou
dateng padanya jika ia sudah dateng. Dengan begitu,
aku tidak lihat di mana letaknya aku punya kesalahan,
yang kau sengaja timpakan padaku."
"Kau punya mulut sangat lemes dan pintar sekali
bicara,"kata Co-pao Toojin dengan kerutkan halis; "tetapi
aku anggep binasanya Him Jin-lip ada dari kau punya
lantaran, maka aku sengaja dateng ka sini buat memberi
hajaran, hingga bisa terbukti bahwa orang-orang dari
cabang Kong-tong bukannya takut urusan."
"Apa Tootiang sudah timbang dengan mateng ini
perbuatan yang sekarang mau dilakukan ada dengan
sapantasnya "'' menanya Hui Yan dengan taba. "Kau
punya tingkahtan sedikitnya satu tingkaht lebih tinggi
dari padaku. Apa kau tidak merasa turun derajat kalau
musti bertempur sama aku" Sebab sudah pasti aku tidak
akan bertunduk padamu, karena itu bukan kabiasahan
dari orang-orang cabang Kunlun."
"Jadi kau akan melawan ?"
"Aku akan membela diri sampai saberapa jauh yang
bisa." "Nanti dulu, suheng," menyelak Kok Ban-seng yang
mau membujukin kalau ada ketika bagus, "ini Kiau Hui
Yan muridnya Tiau-see Suthay,yang sapantaran sama
kau, masa pantas kau turun tangan terhadap ia nya ?"
"Mundur, Sutee, aku mau kasih hajaran pada muridmurid
dari cabang Kunlun yang sombong."
Sembari berkata begitu ia maju menyerang pada Hui
Yan, siapa sabisanya membela diri dengan sangat hatihati
sebab ia tau baik justru bertanding dengan seorang
yang ilmu silatnya lebih tinggi. Setelah berjalan dua
puluh jurusan, Co-pao Toojin dapat kenyataan Hui Yan
sangat hati-hati dan ilmu silatnya sangat rapih dan tidak
gampang buat lantas bikin jatuh padanya. Justru pada
waktu ia mau menyerang lagi dengan ilmu silat yang
lebih tinggi buat bikin kelang kabut lawanannya punya
pembelahan, mendadak berlompat dateng satu orang
dengan sabelah lengannya menangkis iapunya serangan,
dan ia rasakan tangkisan itu lengan sangat berat hingga
ia mundur dua tindak ka blakang. Tatkala ia awasin
orang yang dateng menyelak ternyata seorang berumur
kira-kira anam-puluh tahun, tetapi sikapnya masih gagah
dan rambut serta kumisnya masih itam, kalau dilihat
salahwatan seperti seorang yang baru berumur lima
puluh tahun. "Kau ini siapa dan kenapa dateng menyelak?"
menanya ia. "Aku ini Ho Piu dari Heng-san, terkenal dengan nama
julukan. Kim-gan-tiao," sahut orang yang ditanya.
"Makanya aku dateng menyelak, sebab Hui Yan
bukannya kau punya tandingan. Tidak pantas seorang
tua yang seperti kau musti bertempur sama anak-anak!"
"Oh, kau ini Kim-gan-tiao Ho Piu yang sudah
binasakan aku punya murid Him Jin-lip. Kabetulan sekali,
karena memang aku lagi cari kau!"
"Aku selamanya ada di Hengsan, kalau kau mau
mencari padaku, selamanya aku belum pernah
mengumpet. Ini hari bersama dua kawan kabetulan aku
dateng ka sini buat mencari Hui Yan, tetapi tidak nyana
lagi diserang olehmu. Him Jin-lip betul aku yang
binasakan, maka kalau kau mau bikin pembalesan harus
dilakukan terhadap diriku!"
Co-pao Toojin punya amarah sudah liwat takerannya,
maka ialantas menyerang dengan seruh
pada Ho Piu, hingga Hui Yan buruburu
berlompat keluar dari kelangan pertandingan.
Ternyata di samping ada lagi dua orang lain yang berdiri
menyaksikan, ia kenalin satunya Koan-siang Loojin dan
yang lainnya Tiang-bie Toojin; tetapi semua tinggal
mengawasin saja sebagai penonton.
Ho Piu bersilat dengan cepet, tetapi gerakan kakinya
ampir tidak kadikngeran sama sekali. Ini satu kali Co-pao
Toojin ketemukan tandinganyang keras, biar pun sudah
berselang lima puluh jurusania tidak bisa tarik
keuntungan sedikit pun. Setelah berselang lagi tiga puluh
jurusan kadua fihak masih seger dan gesit, masihngmasihng
masih tinggal utu, sebagaimana bermula dia
bertanding, hal mana sudah membikin kadua fihak jadi
lebih sengit dan menyerang terlebih cepet, oleh karena
cepetnya kadua fihak menyerang dan menangkis, itu dua
orang kalihatannya seperti bergulet menjadi satu,
mendadak kadikngeran Ho Piu bersurak hahaha!
kamudian kadikngeran Co-paoToojin menjerit dan terus
rubu ka muka bumi dengan muntakan darah hidup dari
mulutnya dan tidak bisa berkutik lagi. Ho Piu sekali pun
tinggal berdiri tetapi tidak bergerak, kadua matanya
tinggal terbuka lebar tetapi tidak berkesip.
Kok Ban-seng melihat suhengnya rubu, maju mau
menyerang pada Ho Piu, ia jadi terpental mundur
kablakang karena Koan-siang Loojin kebutkan ia punya
tangan baju yang gerombongan. Kalau orang yang
ilmunya rendah niscaya sudah terbanting ka muka bumi,
biarpun itu kebutan tangan baju dilakukan dengan
pelahan. Ternyata Ho Piu pun sudah putus jiwa, cuma ia
tinggal berdiri dan tidak rubuh sebagaimana lawannya.
"Sekarang apa permusuhan sudah berakhir atau
masih mau diteruskan ?" menanya Koan-siang Loojin
sambil mengawasin pada Kok Ban-seng.
Kok Ban-seng sabenarnya mau menyegah Co-pao
Toojin punya perbuatan yang ia tidak setuju; tetapi
lantaran terhadap pada suheng ia tidak berani berkeras,
sedang barusan ia rasakan kebutan tangan bajunya itu
orang tua, tidak berbeda sebagai satu gunung yang
menimpa, kalau bukannya ia ada
mempunyai laykang yang tanggu, niscaya ia sudah
terbanting dengan keras ka atas bumi. Lagian itu waktu
ia cuma sendirian saja dan tidak berkawan.
"Perkara permusuhan cabang dengan cabang aku
sendiri tidak bisa ambil putusan," kata ia.
"Buat sekarang ijinkan aku merawat maitnya aku
punya suheng yang telah melanggar
perintahnya kita punya guru."
"Itulah permintahan yang sangat pantas," kataKoansiang
Loojin sambil manggutkan kepala.
*** Belakangan ketika dipreksa maitnya Ho Piu semuanya
tinggal keras dan utu, cuma dibagian lambung sabelah
kiri, dekat geginjel, terdapat satu tanda biru sabesarnya
uang gobangan, kalau itu tanda biru dipijit, dari dalam
mengeluarkan darah mati. Menurut Koan siang Loojin
inilah kamatiannya Ho Piu. Sedang Co-paoToojin
dadanya toblos oleh Ho Piu punya ilmu it-cie-sian, biar
pun tidak usa disangsikan lagi ilmu khikangnya sampai
tinggi. Di sini bisa ternyata kalihayannya ilmu it-cie-sian
dari cabang Siaolim. Tatkala Sou Lian Kou sampai di
Gakciu, Koan-siang Loo-jin dan Tiang-bie Toojin sudah
brangkat pulang ka masihng-masihng punya gunung,
sedang maitnya Ho Piu pun sudah dikubur
atas ongkosnya LiauTeng Liong. Lian Kou cuma
dengar itu riwayat sedih dar iHui Yan, kamudian ia pun
balik pulang ka Pakkiah. *** Tho Siu Hun pada sasudahnya sang suami binasa,
ilang satu tukang mengobor, pikirannya berbalik
menyesel dengan bercucuran air mata ia minta ampun
pada ayahnya dan Hui Yan di rumahnya Teng Liong
dalam kota, kamudian dengan menangis ia membujukin
ayahnya dan ibu tirinya supaya balik, tinggal lagi di
Limsu, marika punya rumah lama. Cin Hiong dan Hui Yan
lantaran melihat Siu Hun punya maksud yang sungguhsungguh,
lalu balik tinggal lagi ka dia punya rumahtinggal
lama. *** Setelah Tho Cin Hiong menutup mata, Hui Yan yang
tidak mempunyai anak telah ambil putusan pasti
mau pergi ka Kie-lian-san gowa Hui-in-tongakan
mengikutin gurunya Tiau-see Suthay, yang berbudi
besar, dan berkumpul lagi sama Beng-ji, biar pun satu
binatang buas, tetapi begitu baik dan berbudi malebihkan
manusia yang kabanyakan. T A M M A T Kehidupan Para Pendekar 1 Memburu Manusia Harimau Seri Manusia Harimau Karya S B Chandra Kisah Pedang Bersatu Padu 2

Cari Blog Ini