Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 25
memanggil-manggil anaknya.
Anak perempuannya itulah yang kemudian berlari
membuka pintu yang menghadap ke belakang. Dua orang
pembantunya, suami isteri, segera meloncat masuk sambil
bertanya, "Apa yang terjadi?"
"Aku tidak tahu" jawab anak perempuan itu.
Namun pembantunya yang laki-laki melihat pintu butulan
yang menuju ke longkangan justru terbuka.
Dengan tergesa-gesa ia pergi ke longkangan. Namun tidak
ada apa-apa dan tidak ada siapa-siapa.
Dalam pada itu, dua orang prajurit sandi yang bertugas di
luar halaman rumah Ki Tumenggung yang kebetulan berjalan
di jalan di depan rumah, telah mendengar jerit Nyi
Tumenggung pula. Untuk beberapa saat mereka menjadi
ragu-ragu. Apakah mereka dibenarkan masuk ke halaman.
Pangeran Benawa sudah berpesan, bahwa jika seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
prajurit memasuki halaman rumah itu, maka ia dapat
dianggap memberontak karena menentang perintah Pangeran
Benawa. "Tetapi agaknya ada sesuatu yang terjadi"
Akhirnya keduanya sepakat untuk memasuki halaman
rumah itu. Dengan sigapnya keduanyapun segera naik ke
pendapa dan langsung berlari ke pringgitan. Seorang di
antaranya segera mengetuk pintu sambil memanggil pula, "Nyi Tumenggung, Nyi Tumenggung"
Pelayan laki-laki Nyi Tumenggung yang sudah ada di ruang
dalam itulah yang bertanya, "Siapa di luar?"
"Kami berdua, prajurit yang bertugas mengawasi rumah ini.
Tolong buka pintu. Apa yang telah terjadi disini?"
Pembantu laki-laki itupun segera membuka pintu
pringgitan. Dua orang prajurit berdiri tegak di depan pintu. Seorang di
antara mereka bertanya, "Apakah kami diperbolehkan
masuk?" "Silahkan, Ki Sanak"
Kedua orang prajurit sandi itupun kemudian melangkah
masuk. Seorang di antara mereka itupun mengangguk hormat
sambil bertanya, "Apa yang telah terjadi, Nyi Tumenggung.
Kami mendengar Nyi Tumenggung menjerit dan anak
perempuan Nyi Tumenggung itu menangis berteriak-teriak.
Mungkin kami dapat membantu jika Nyi Tumenggung
memerlukannya" "Anakku, Ki Sanak"
"Kenapa?" "Anakku laki-laki telah dibawa oleh ayahnya"
"Maksud Nyi Tumenggung, dibawa oleh Ki Tumenggung?"
"Ya" "Kapan, Nyi?" "Baru saja, Ki Sanak"
"Ketika Nyi Tumenggung menjerit?"
"Tidak. Aku baru saja sadar dari pingsan. Ketika aku
melihat bilik anakku, anakku tidak ada"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nyi Tumenggung tahu, bahwa anak itu dibawa oleh
ayahnya" "Ki Tumenggung baru saja ada disini. Ia memang akan
mengambil anak itu. Ketika aku menahan dengan memegangi
lengannya, maka aku dikibaskannya sehingga aku terlempar
jatuh menimpa waton amben bambu. Aku menjadi pingsan.
Ketika aku sadar dan memasuki bilik anakku, anakku sudah
tidak ada. Ki Tumenggungpun sudah tidak ada pula"
"Jadi Ki Tumenggung baru saja datang kemari?" bertanya prajurit sandi itu.
"Ya" Kedua orang prajurit itu saling berpandangan sejenak.
Yang seorang kemudian berkata, "Laporkan kepada Ki Lurah"
Seorang dari kedua orang prajurit sandi itupun segera
meninggalkan tempat itu untuk memberi laporan kepada lurah
prajurit yang sedang bertugas malam itu.
Sejenak kemudian, beberapa orang prajurit telah berada di
rumah itu. Para pembantu Ki Tumenggung tidak ada yang
dapat memberikan keterangan kecuali Nyi Tumenggung
sendiri. Lurah prajurit yang memimpin tugas malam itu dengan
membawa obor belarak telah memeriksa bagian belakang
halaman rumah Ki Tumenggung. Mereka memang melihat
jejak kaki serta jejak landean tombak yang agaknya
menyentuh tanah. "Rerumputan dan ranting-ranting perdu itu menunjukkan
arah mereka" berkata Ki Lurah.
Jejak yang mereka lihat bukan saja saat Ki Tumenggung
meninggalkan rumah itu, tetapi juga saat mereka datang.
"Kita harus melaporkannya kepada Ki Surapada" berkata
lurah prajurit yang bertugas. "Mudah-mudahan kita tidak
digantung karena kelengahan kita"
"Ki Tumenggung memang cerdik" desis seorang prajurit.
"Tidak" sahut lurah prajurit, "kitalah yang lengah, sehingga kita tidak melihat orang itu datang. Buat apa sekelompok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
prajurit sandi berada di sekitar rumah ini, jika Ki Tumenggung masih dapat pulang tanpa kita ketahui?"
Para prajurit sandi itu terdiam. Mereka hanya dapat
menundukkan kepalanya. "Lebih gila lagi jika jejak yang seorang lagi adalah Harya Wisaka" desis lurah prajurit itu.
"Jika demikian Nyi Tumenggung tentu mengenalinya.
Tetapi bukankah Nyi Tumenggung tidak mengatakan, bahwa
yang seorang lagi adalah Harya Wisaka?" berkata salah
seorang prajurit. "Mungkin saja Nyi Tumenggung sengaja menyesatkan
kesan kita tentang orang yang datang itu"
"Jika Nyi Tumenggung berniat seperti itu, ia tidak akan
menangis dan berteriak memanggil anaknya"
Prajurit itu terdiam. Sementara Ki Lurah berkata, "Lihat
jejak ini dan telusuri sampai sejauh mana dapat diketahui dan
ke arah mana perginya"
Demikianlah, dua orang telah diperintahkannya menyelusuri
jejak, dan dua orang yang melapor kepada Ki Surapada.
Demikian mereka pergi, maka lurah prajurit itupun
menemui Nyi Tumenggung sambil bertanya, "Nyi, apakah
kami harus keluar lagi dari halaman rumah ini" Jika Nyi
Tumenggung menghendaki kami keluar, maka kami akan
keluar sesuai dengan perintah Pangeran Benawa. Tetapi jika
Nyi Tumenggung menghendaki kami berada di dalam, maka
kami akan berada di dalam. Bukan maksud kami menentang
perintah Pangeran Benawa, tetapi karena kami memenuhi
keinginan Nyi Tumenggung"
"Silahkan berada di dalam di sisa malam ini, Ki Lurah"
jawab Nyi Tumenggung. Dalam pada itu, dua orang prajurit telah berada di rumah Ki
Surapada. Mereka segera memberikan laporan tentang
kedatangan Ki Tumenggung Sarpa Biwada di rumahnya.
Ki Lurah Surapada menggeleng-gelengkan kepalanya.
Katanya, "Bagaimana hal itu dapat terjadi. Bagaimana
mungkin Ki Tumenggung datang tanpa kalian ketahui?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang prajurit sandi itu hanya menundukkan kepala
mereka. "Aku sudah terlalu banyak membuat kesalahan. Jika saja
aku tidak berhubungan dengan Ki Gede Pemanahan yang
pengampun, mungkin aku sudah digantung di alun-alun"
"Ampun, Ki Lurah"
"Kau dapat dengan ringan minta ampun. Tetapi akulah
yang harus bertanggung jawab. Waktu yang diberikan
kepadaku sudah terlalu lama untuk memburu Harya Wisaka.
Dan sekarang, mukaku seakan-akan telah dibedaki dengan
lumpur" Kedua orang prajurit itu masih berdiam diri. Merekapun
mengakui kesalahan mereka, bahwa mereka tidak tahu bahwa
Ki Tumenggung itu masuk ke dalam rumahnya.
"Baiklah. Aku akan menghadap Ki Gede Pemanahan. Ki
Gede harus segera mengetahui bahwa kita telah melakukan
satu kesalahan yang besar"
Kedua orang prajurit itu sama sekali tidak menyahut.
Mereka masih saja menundukkan kepala mereka sedangkan
jantung mereka berdebar semakin cepat.
Ki Surapada tidak menunggu sampai pagi. Ketika ia keluar
dari halaman rumahnya, ia melihat langit sudah menjadi
merah oleh cahaya fajar. Ternyata Ki Lurah telah memerintahkan kedua orang
prajurit sandi yang datang melapor kepadanya itu untuk
bersama-sama pergi ke rumah Ki Gede Pemanahan.
Laporan Ki Surapada memang agak mengejutkan Ki Gede
Pemanahan. Dengan kerut di dahi, Ki Gedepun bertanya, "Lalu apa kerja para prajurit yang berjaga-jaga di sekitar rumah Ki
Tumenggung Sarpa Biwada itu?"
"Kami mohon ampun, Ki Gede" desis salah seorang dari
kedua orang prajurit yang datang melapor.
Ki Gede termangu-mangu sejenak. Dengan nada rendah, Ki
Gede bergumam, "Nampaknya wajah Pajang memang sudah
menjadi semakin muram. Aku sudah tidak melihat lagi, citra
prajurit Pajang yang gemerlap sebagaimana saat Pajang tegak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah mengalahkan Jipang. Setiap prajurit adalah bagian dari pilar-pilar penyangga kewibawaan Pajang. Tetapi sekarang
semuanya sudah berubah. Mereka tidak lagi menganggap
bahwa tugas yang mereka jalani adalah bagian dari kewajiban
mereka yang harus mereka junjung tinggi di samping hak
yang mereka genggam dengan eratnya"
Prajurit yang melapor itu semakin menunduk. Bahkan Ki
Lurah Surapada tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.
"Ki Lurah" berkata Ki Gede kemudian.
"Ampun, Ki Gede" sahut Ki Lurah.
"Tidak ada gunanya kita sesali. Yang harus kita lakukan
kemudian adalah bekerja dengan sungguh-sungguh. Sudah
beberapa kali Kangjeng Sultan bertanya kepadaku, meskipun
tidak langsung, tetapi aku merasakan tajamnya sindirannya,
kapan dapat mengembalikan Harya Wisaka ke dalam bilik
tahanan lagi" "Kami mengerti, Ki Gede. Kami berjanji untuk bekerja
dengan sungguh-sungguh dan lebih keras lagi, agar kami
dapat mengetahui tempat persembunyian Harya Wisaka dan
Ki Tumenggung Sarpa Biwada serta orang-orang yang setia
kepada mereka" Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Aku sama
sekali tidak meragukan tugas-tugas kalian" "Kami mohon
ampun" "Yang penting bagi kalian bukannya pengampunan atas
kesalahan kalian. Tetapi bagaimana kalian dapat membetulkan
kesalahan itu" Ki Lurah Surapada mengusap dadanya. Terdengar suaranya
yang bergetar, "Kami akan berusaha sejauh dapat kami
lakukan, Ki Gede" Namun dalam pada itu, yang lebih terkejut lagi adalah
Paksi. Ketika mereka mendengar laporan Ki Surapada, maka
Paksipun segera mohon diri untuk menengok ibunya.
Raden Sutawijaya yang menyadari kegelisahan yang sangat
di hati Paksi itupun berkata, "Kita pergi bersama-sama, Paksi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Gede Pemanahan tidak mencegah mereka. Dibiarkannya
Raden Sutawijaya dan Paksi demikian tergesa-gesa
meninggalkan rumah Ki Gede itu.
Demikian Paksi sampai di rumah, maka iapun segera
menemui ibunya di ruang dalam. Ibunya hanya dapat
menangis. Demikian pula adik perempuan Paksi.
"Aku akan mencarinya, Ibu" berkata Paksi kemudian.
Tetapi ibunya menggeleng sambil berkata, "Tidak, Paksi. Jika kau mencoba mencarinya, maka aku akan kehilangan kedua-duanya. Adikmu bersama ayahnya yang berada di satu
lingkungan yang sikapnya terhadap Pajang berbeda dengan
sikapmu. Kau tahu bahwa ayahmu telah berusaha untuk
benar-benar membunuhmu"
"Apakah Ki Tumenggung benar-benar ingin membunuh
Paksi, atau sekedar menakut-nakuti, Bibi?" bertanya Raden Sutawijaya.
-ooo00dw00ooo- Jilid 23 NYI TUMENGGUNG tidak menjawab. Tetapi air matanya
menjadi semakin banyak mengalir.
Raden Sutawijaya tidak mendesaknya. Tetapi Raden
Sutawijaya itupun menduga, bahwa persoalannya agaknya
tidak hanya sekedar perbedaan sikap antara Paksi dan
ayahnya terhadap Pajang. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Bersama Raden
Sutawijaya ia duduk pula di ruang dalam menunggui ibunya
untuk beberapa lama. Setelah tangis ibunya agak mereda, maka Paksi itupun
bertanya, "Apakah Ibu sudah mengambil sikap setelah adikku itu dibawa oleh ayah" Misalnya, apakah Ibu akan tetap tinggal
di rumah ini atau Ibu ingin tinggal di tempat lain. Misalnya jika masih ada sanak saudara kita yang dapat Ibu percaya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi tempat tinggal Ibu untuk sementara. Bukan apa-apa.
Tetapi sekedar agar Ibu tidak merasa terlalu sepi"
Ibunya tidak segera menjawab.
"Mungkin Paman Wanakerti" Atau Paman Sindumurti, atau
siapa?" "Sejak semula aku tidak begitu akrab dengan mereka,
Paksi. Lagipula pada masa yang kalut ini aku tidak mengetahui
sikap mereka dengan pasti"
Paksi mengangguk-angguk. Dengan nada rendah iapun
berkata, "Segala sesuatunya terserah kepada Ibu"
Ibunya tidak menjawab. Sementara itu Raden
Sutawijayapun berkata, "Mungkin Bibi memang kesepian di
rumah ini. Tetapi jika Bibi kehendaki, Bibi tidak usah menjadi cemas, karena para prajurit atau petugas sandi akan
mengawasi dan menjaga rumah ini"
"Terima kasih, Raden" jawab Nyi Tumenggung, "agaknya untuk sementara aku masih akan tetap tinggal di rumah ini. Di
rumahku sendiri" "Ki Tumenggung tidak akan dapat masuk lagi ke dalam
rumah ini untuk mengambil anaknya yang bungsu" berkata
Raden Sutawijaya kemudian.
Nyi Tumenggung itu mengangguk-angguk.
"Aku akan sering pulang, Ibu" berkata Paksi kemudian.
"Jangan, Paksi. Kau tidak usah terlalu sering pulang. Jalan dari Hutan Jabung sampai kemari tentu akan menjadi sangat
berbahaya. Kita dapat membayangkan sekelompok orang
yang dipimpin oleh Harya Wisaka atau oleh ayahmu akan
mencegatmu di perjalanan. Aku sekarang tidak meragukan
kemampuanmu yang tinggi. Tetapi aku memperhatikan
keterbatasanmu. Betapapun tinggi ilmu seseorang, tetapi
tentu ada batasnya. Kau tidak akan dapat melawan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekelompok orang yang juga mempunyai bekal ilmu yang
tinggi. Karena itu, kau tidak usah terlalu sering pulang. Aku
berterima kasih bahwa para prajurit dan petugas sandi akan
mengawasi dan menjaga rumah ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Baiklah, Ibu.
Aku akan selalu mengingat pesan Ibu"
Ibunya memandang Paksi dengan mata yang basah. Ada
sesuatu yang ingin dikatakannya. Namun kata-kata yang
sudah hampir diucapkannya itu ditelannya kembali. Yang
kemudian terloncat dari bibirnya adalah, "Hati-hatilah, Paksi.
Jiwamu benar-benar terancam"
Paksi mengangguk. Katanya, "Ya, Ibu"
Sementara itu Raden Sutawijayapun berkata, "Aku akan
minta kepada ayah, agar pengawasan terhadap rumah ini
mendapat perhatian lebih banyak"
"Terima kasih, Raden" sahut Nyi Tumenggung.
Demikianlah, beberapa saat kemudian, setelah Paksi
sempat berbincang dan mencoba menenangkan hati adik
perempuannya, maka iapun minta diri.
"Aku dan Raden Sutawijaya masih akan menghadap Ki
Gede Pemanahan lagi, Ibu, sebelum aku kembali ke Hutan
Jabung. Tetapi aku dan Raden Sutawijaya nanti tidak singgah
lagi kemari. Kami akan langsung kembali ke Hutan Jabung"
Nyi Tumenggung mengangguk. Katanya, "Selamat jalan,
Raden. Terima kasih atas perhatian Raden"
Keduanya kemudian meninggalkan Nyi Tumenggung dan
anak perempuannya dalam keadaan yang sangat muram.
Tetapi Paksi mempercayakan keselamatan ibunya kepada para
petugas yang mengamati rumah itu.
Tetapi Paksipun tahu, bahwa para prajurit itu bukan hanya
sekedar menjaga keselamatan ibu dan adik perempuannya.
Tetapi lebih dari itu, mereka mengawasi apakah ayahnya
pulang lagi atau tidak. "Kenapa ayah terlibat dalam pemberontakan ini?" bertanya Paksi di dalam hatinya. Tetapi pertanyaan yang lebih
pribadinya muncul pula di dalam hatinya, "Kenapa ayah
sampai hati untuk benar-benar membunuhku. Bahkan ayah
telah berusaha menyingkirkan aku sejak persoalan Harya
Wisaka belum muncul ke permukaan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di perjalanan kembali ke rumah Ki Gede Pemanahan, Paksi
tidak banyak berbicara. Bahkan anak muda itu cenderung
diam sambil menunduk, seakan-akan menghitung jumlah batu
yang akan dilewatinya. Raden Sutawijaya tidak mengganggunya. Ia tahu, pikiran
anak itu sedang kalut. Seperti yang dijanjikan, maka Raden Sutawijayapun minta
kepada ayahnya agar memerintahkan pengawasan rumah Nyi
Tumenggung itu lebih mendapat perhatian.
"Jangan terjadi lagi, Ki Tumenggung dengan leluasa
kembali pulang dan bahkan membawa anaknya"
"Aku sudah memerintahkannya" berkata Ki Gede
Pemanahan. "Paksi sudah menawarkan kepada ibunya, apakah ibunya
itu berniat untuk tinggal pada sanak saudaranya agar tidak
kesepian. Tetapi Nyi Tumenggung itu menolak, Ayah"
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Maaf, Paksi.
Bukan maksudku untuk mengumpankan ibumu. Tetapi bahwa
ibumu tetap ingin tinggal di rumah itu, ada pula baiknya"
"Maksud Ayah untuk memancing Ki Tumenggung?"
"Ya. Semacam itulah. Bagaimanapun juga Ki Tumenggung
sudah terlibat dalam pemberontakan ini. Jika kita dapat
menangkap Ki Tumenggung, maka jalan kita menuju ke Harya
Wisaka menjadi lebih dekat"
Paksi menarik nafas panjang. Iapun kemudian bergumam
perlahan, "Aku mengerti, Ki Gede"
"Sukurlah. Kaupun tentu mengerti, apa yang akan terjadi
terhadap ayahmu jika ayahmu itu tertangkap"
Paksi mengangguk sambil menjawab, "Mengerti, Ki Gede"
"Semuanya itu terpaksa dilakukan karena sikap ayahmu itu
sendiri, Paksi" "Ya, Gede" "Baiklah. Kau sendiri tidak perlu cemas, bahwa kau akan
ikut dianggap bersalah. Kau sudah menunjukkan sikapmu.
Karena itu, kau bukan lagi bagian dari ayahmu" "Terima kasih, Ki Gede"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika kemudian Raden Sutawijaya minta diri untuk kembali
ke Hutan Jabung, maka Ki Gedepun berpesan seperti pesan
Nyi Tumenggung Sarpa Biwada kepada Paksi, "Berhati-hatilah.
Harya Wisaka dan Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak berdiri
sendiri. Maksudku, mereka mempunyai kekuatan yang cukup.
Mungkin sekelompok di antara mereka berkeliaran di
sepanjang jalan ke Hutan Jabung. Atau bahkan mereka
sengaja mengawasi jalan yang sering dilalui oleh anak-anak
muda yang berada di Hutan Jabung"
"Baik, Ayah. Kami akan berhati-hati"
"Aku akan selalu menghubungi kalian untuk
memberitahukan perkembangan keadaan yang terakhir.
Mudah-mudahan aku segera dapat menyelesaikan tugasku,
menangkap kembali Harya Wisaka. Tetapi akupun menyadari
bahwa Harya Wisaka itu sangat licik dan licin"
"Terima kasih, Ayah. Berita tentang perkembangan terakhir memang sangat kami perlukan"
Demikianlah, sejenak kemudian maka Raden Sutawijaya
dan Paksipun telah berpacu menempuh jalan kembali ke
Hutan Jabung. Sementara itu, para petugas sandipun bekerja semakin
keras untuk mengetahui persembunyian Harya Wisaka.
Sedangkan pengawasan atas rumah Ki Tumenggung Sarpa
Biwadapun menjadi semakin cermat.
Tetapi Ki Tumenggung Sarpa Biwada juga tidak terlalu
bodoh untuk pulang kembali ke rumahnya dalam waktu dekat,
karena iapun tentu tahu, bahwa para prajurit atau petugas
sandi tentu meningkatkan pengawasan atas rumahnya.
Sementara itu, pembangunan di Hutan Jabungpun berjalan
terus. Beberapa buah di antara bangunan yang direncanakan,
kerangkanya sudah nampak berdiri. Sementara itu,
pembangunan dinding yang mengelilingi padepokan itupun
sedang dibangun. Setiap hari pedati hilir mudik membawa bermacam-macam
bahan bangunan. Kecuali bahan bangunan, ada juga pedati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang membawa persediaan bahan makan bagi para pekerja
dan bakal penghuni padepokan yang sedang dibangun itu.
Pembangunan padepokan itu sama sekali tidak terpengaruh
oleh gejolak karena pemberontakan yang dilakukan oleh Harya
Wisaka. Kesibukan para prajurit dan petugas sandi
terutama terjadi di dalam kota, karena para pemimpin prajurit
Pajang memperhitungkan bahwa Harya Wisaka masih berada
di dalam kota. Namun ternyata kemudian, bahwa para petugas sandi
Pajang telah menangkap desas-desus bahwa Harya Wisaka
telah berhasil lolos meninggalkan kota Pajang dan bahkan
mulai melakukan kegiatan di beberapa tempat yang agak jauh
dari kota. Benturan-benturan kekerasan telah terjadi antara pasukan
yang sempat dihimpun oleh Harya Wisaka dengan kelompokkelompok dan perguruan-perguruan yang masih saja
bermimpi untuk menguasai cincin kerajaan yang dibawa oleh
Pangeran Benawa. "Kekuatan yang dibangun oleh Harya Wisaka itu telah
mampu mengguncang wilayah yang luas. Harya Wisaka
sendiri memimpin pasukannya yang bergerak dari satu tempat
ke tempat yang lain" berkata seorang petugas sandi.
"Apakah para petugas sandi mendapat bukti gerakan Harya
Wisaka itu?" bertanya Ki Lurah Surapada.
"Belum, Ki Lurah. Tetapi berita itu telah banyak didengar di luar kota"
"Dimana Harya Wisaka itu bergerak?"
"Harya Wisaka bergerak dengan cepat dari satu tempat ke
tempat yang lain. Kadang-kadang tanpa meninggalkan bekas.
Tetapi kebanyakan tempat-tempat yang menjadi medan
geraknya mengalami kerusakan. Sementara itu, sebagaimana
didengar oleh para petugas sandi, para pengikutnya semakin
lama semakin banyak"
"Bukan. Bukan semakin lama semakin banyak. Tetapi
pengikutnya yang semula memencar itu sempat dihimpunnya
kembali" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Antara lain adalah prajurit-prajurit Pajang sendiri"
"Ya. Karena itu kita harus berhati-hati. Di lingkungan kita sendiri agaknya ada orang-orang yang berpihak kepada Harya
Wisaka. Mungkin karena janji-janji. Mungkin karena dendam,
bahwa di dalam perang yang pernah terjadi, orang tuanya
atau saudaranya atau siapapun orang yang dikasihinya
terbunuh oleh prajurit Pajang karena mereka berdiri
berseberangan. Misalnya, mereka yang berpihak kepada
Jipang" "Ya, Ki Lurah" "Satu pukulan lagi bagiku. Rasa-rasanya leherku memang
semakin dekat dengan tiang gantungan"
"Ki Lurah" "Pada saat Ki Tumenggung Sarpa Biwada sempat pulang
untuk mengambil anaknya, aku sudah mengira bahwa aku
akan menerima hukuman yang berat. Tetapi waktu itu Ki Gede
mengampuniku. Sekarang, Harya Wisaka yang menurut
perintah Ki Gede harus tetap dikurung di dalam kota, berhasil
menyusup keluar dan bahkan telah membangun kekuatan.
Nah, aku tidak akan berani bermimpi untuk bebas dari
hukuman" "Tetapi tugas Ki Lurah memang sangat berat. Bukankah
memang sangat sulit untuk mengurung seseorang di dalam
kota, sementara ada seribu jalan yang dapat dilaluinya untuk
menembus keluar. Mungkin jalan-jalan sudah diawasi. Tetapi
seseorang, apalagi Harya Wisaka, akan dengan mudah
mencari jalan di sela-sela pengawasan itu, karena tidak
mungkin para petugas sandi yang jumlahnya terbatas dapat
mengawasi setiap jengkal tanah di seputar kita ini. Dinding
kota bukan hambatan yang sulit untuk dilangkahi. Sungai dan
parit-parit yang melintasi kota adalah jalan-jalan yang baik
untuk disusupi" "Tugas kita adalah memagari kemungkinan itu"
"Kecuali jika semua prajurit Pajang dikerahkan untuk
mengepung kota dengan saling bergandengan tangan seperti
anak bermain jamuran"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Satu pembelaan yang baik. Tetapi apakah pembelaan
seperti itu dapat kita ketengahkan" Apakah aku dapat
mengampunimu seandainya kau membela diri dengan ceritera
panjang seperti itu" Tidak. Aku tidak peduli semuanya itu. Dan Ki Gedepun dapat berkata bahwa semua igauan itu tidak
berarti apa-apa. Yang dikehendaki oleh Ki Gede adalah, Harya
Wisaka tidak menyusup keluar dan segera tertangkap"
Petugas sandi itu menundukkan kepalanya.
"Sudahlah. Aku tidak dapat menghukum seseorang karena
kesalahan yang masih saja terulang-ulang. Jika besok aku
harus menjalani hukuman, salamku buat saudara-saudara kita.
Kalian harus melakukan tugas kalian semakin baik"
"Ki Lurah. Bukan Ki Lurah yang dihukum. Tetapi kami"
"Akulah yang harus bertanggung jawab kepada Ki Gede"
"Tetapi kami yang tidak dapat menjalankan tugas kami
sebagaimana yang Ki Lurah perintahkan"
"Lupakan. Aku akan bertemu dengan Ki Gede Pemanahan"
Petugas sandi itu terdiam. Tetapi terasa getar jantungnya
menjadi semakin cepat. Bahkan petugas sandi itu merasa
betapa mereka menjadi demikian dungunya berhadapan
dengan Harya Wisaka. Bahkan Ki Tumenggung Sarpa
Biwadapun dapat mempermalukan mereka.
"Tetapi para petugas yang menjaga ruang tahanan Harya
Wisakapun dapat menjadi lengah, sehingga Harya Wisaka
sempat melarikan dirinya" berkata prajurit itu di dalam
hatinya. "Kembalilah kepada tugasmu" berkata Ki Lurah Surapada,
"aku akan menghadap Ki Gede"
Ketika Ki Gede mendengar laporan Ki Lurah Surapada,
maka wajahnya nampak menegang. Namun ternyata jantung
Ki Gede tidak cepat membara. Sebagai seorang yang telah
kenyang makan pahit manisnya kehidupan, maka laporan itu
diterimanya dengan hati-hati. Meskipun seketika itu terasa
darahnya tersirap, namun kemudian Ki Gede itupun menarik
nafas dalam-dalam. Diendapkannya gejolak perasaannya di
dasar jantungnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Lurah" berkata Ki Gede, "laporan itu baru berdasarkan kata orang. Para petugas sandi tidak selayaknya memberikan
laporan sekedar kata orang. Mereka harus mendapatkan
keterangan lebih terperinci dan disertai dengan bukti-bukti
yang dapat meyakinkan"
"Ya, Ki Gede. Jika hal ini aku sampaikan kepada Ki Gede,
maksudku agar Ki Gede mendengar desas-desus ini sebelum
para petugas sandi dapat memberikan laporan yang lebih
meyakinkan" "Baiklah, Ki Lurah. Aku minta kau segera memerintahkan
kepada petugas-petugasmu yang dapat kau percaya untuk
menelusuri kebenaran berita ini"
"Ya, Ki Gede. Besok aku akan memerintahkan beberapa
orang petugas sandi untuk mencari kebenaran berita ini"
"Tetapi petugasmu di dalam kota jangan lengah. Ki Lurah
harus bekerja sama dengan kesatuan-kesatuan lain sehingga
tugas ini tidak dilakukan oleh para petugas yang tidak saling
berhubungan, sehingga memungkinkan terjadi salah paham"
"Ya, Ki Gede" "Aku juga sudah memerintahkan kepada para senapati
untuk menempatkan dirinya dalam gejolak yang terjadi. Setiap
saat mereka dapat bergerak jika diperlukan"
"Ya, Ki Gede. Tetapi di samping para petugas sandi yang
harus berhubungan dengan kesatuan-kesatuan yang ada, aku
juga memerintahkan beberapa orang yang khusus, yang tidak
dikenal oleh siapapun juga, kecuali aku sendiri"
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya, "Aku mengerti"
"Terima kasih atas kesempatan yang Ki Gede berikan untuk
memperjelas persoalan ini"
"Aku ingin segera mendapatkan laporan. Nanti aku harus
menghadap Kangjeng Sultan. Kangjeng Sultan harus
mendengar dari mulutku lebih dahulu daripada mendengar
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari mulut orang lain, meskipun seandainya hanya sekedar
desas-desus" "Baik, Ki Gede. Aku akan melaksanakannya sejauh dapat
aku lakukan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika berita itu benar, Ki Lurah, maka untuk kesekian
kalinya aku gagal menjalankan perintah Kangjeng Sultan.
Mungkin itu pertanda, bahwa aku sudah menjadi semakin tua.
Penalaranku sudah menjadi semakin kabur, sehingga aku tidak
lagi mampu mengemban tugas-tugas yang sekarang terasa
sangat berat" "Ampun, Ki Gede. Bukan Ki Gede yang tidak lagi mampu
menjalankan tugas-tugas Ki Gede. Tetapi kamilah yang sudah
menjadi sangat rapuh. Seperti yang pernah Ki Gede katakan,
bahwa kami tidak lagi mampu mempertahankan citra prajurit
Pajang" "Sudahlah. Pergilah. Atur semua tugasmu"
"Baik, Ki Gede"
Sepeninggal Ki Lurah Surapada, maka Ki Gedepun telah
menghadap Kangjeng Sultan Pajang, untuk memberikan
laporan tentang desas-desus, bahwa Harya Wisaka sudah
berada di luar kota. "Kakang" terasa ketegangan mencengkam jantung
Kangjeng Sultan, "apa sebenarnya yang Kakang kehendaki"
Apakah Kakang sengaja tidak menjalankan perintahku karena
Kakang merasa hak Kakang belum Kakang terima" Kakang,
jika aku belum menyerahkan Tanah Mentaok itu tentu ada
sebabnya. Jika Kakang menerima Tanah Mentaok, maka
akhirnya tanah itu juga akan jatuh ke tangan Sutawijaya.
Sedangkan Sutawijaya sudah aku anggap sebagai anakku
sendiri. Kenapa Kakang menjadi tergesa-gesa" Apakah Kakang
tidak percaya kepadaku" Atau karena Kakang merasa iri.
bahwa Tanah Pati sudah aku serahkan kepada Kakang
Penjawi?" "Tidak, Kangjeng Sultan. Kegagalan-kegagalanku tidak ada
hubungannya sama sekali dengan Tanah Mentaok. Hamba
sama sekali tidak ingin segera menerima Tanah Mentaok yang
berujud hutan yang lebat. Tetapi kegagalan-kegagalanku itu
terjadi karena hamba memang sudah tua. Hamba sudah tidak
mampu lagi berbuat apa-apa bagi Pajang. Karena itu, terserah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Sinuhun. Hukuman apa yang akan Sinuhun jatuhkan
kepada hamba" "Tidak" berkata Kangjeng Sultan Pajang, "dalam keadaan seperti ini aku tidak akan memecah-belah kekuatan Pajang.
Aku tahu, bahwa pengaruh Kakang berakar jauh mencengkam
sampai ke pusat bumi Pajang, sehingga jika aku mencoba
mencabutnya, maka akar yang berpegang erat itu akan
membongkar seluruh bangunan negeri ini. Bukan bangunan
dalam ujud kewadagan. Tetapi Pajang akan menjadi rapuh
dan hancur di bagian dalam tubuhnya"
"Hamba sama sekali sudah tidak berarti lagi, Sinuhun"
"Dengar, Kakang Pemanahan. Aku perintahkan Kakang
memburu Harya Wisaka sampai kemanapun"
Ki Gede menarik nafas panjang. Katanya, "Hamba akan
menjalankan perintah Sinuhun. Hamba tidak akan ingkar akan
beban tugas ini. Hamba mohon restu"
"Kakang dapat mempergunakan kekuatan prajurit seberapa
Kakang perlukan" "Terima kasih, Kangjeng Sultan. Tetapi di samping prajurit, hamba masih memohon Sinuhun untuk dapat bekerja sama
sesuai dengan cara yang akan hamba kemukakan kemudian"
"Kalau cara yang Kakang kemukakan itu masuk akal, maka
aku tidak akan berkeberatan"
"Terima kasih. Semoga usaha kita akan segera berhasil"
Ki Gedepun kemudian segera mohon diri. Sebelum ia
meninggalkan Kangjeng Sultan, Ki Gede masih berkata,
"Dalam waktu dekat, hamba akan menghadap lagi untuk
menyampaikan rencana itu"
Dalam pada itu, di keesokan harinya, Ki Lurah Surapada
telah memerintahkan petugas-petugas terbaiknya untuk
mengetahui kebenaran desas-desus bahwa Harya Wisaka
telah berhasil menyusup keluar dan memimpin sendiri
pasukannya yang membuat kekacauan di mana-mana.
Pasukan yang dipimpin langsung oleh Harya Wisaka itu datang
dan pergi seperti pasukan hantu maut yang garang dan
bengis. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menanti berita dari para petugas sandi, maka Ki
Gede telah menyiapkan pasukannya pula. Ki Gede tidak
mempergunakan pasukan-pasukan yang telah ada. Tetapi Ki
Gede telah membentuk pasukan yang baru, yang terdiri dari
prajurit-prajurit pilihan.
"Aku sendiri akan memimpin pasukan itu untuk memburu
Harya Wisaka" berkata Ki Gede.
Dalam pada itu, Ki Gede Pemanahan telah mengadakan
latihan-latihan khusus bagi pasukannya yang jumlahnya tidak
lebih dari tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari dua
puluh lima orang. Tetapi kemampuan tiga kelompok prajurit
itu benar-benar meyakinkan.
Prajurit-prajurit itu disiapkan untuk menghadapi pasukan
Harya Wisaka yang garang, yang bagaikan pasukan hantu
yang haus darah. "Pasukan ini harus lebih baik dari pasukan yang terdiri dari hantu-hantu. Kalian harus dapat hadir dan menghilang dalam
waktu yang cepat. Kalian harus dapat menyerang tanpa
diketahui darimana datangnya. Tetapi jika lawan yang kalian
hadapi terlalu kuat, maka kalian harus dapat menghilang
tanpa diketahui kemana perginya"
Pada dasarnya, para prajurit yang disusun dalam pasukan
khusus itu memang prajurit pilihan, sehingga dalam waktu
dekat, Ki Gede dapat menempanya menjadi prajurit-prajurit
linuwih. Ki Gede sendiri turun untuk memberikan latihan-latihan
kepada mereka. Memanjat tebing, meluncur dan berayun
dengan tali, meloncati dinding-dinding yang tinggi, memanjat
pepohonan, menyamarkan diri pada alam di sekitarnya,
melekat pada dahan pepohonan, berdiri di celah-celah tebing
berbatu padas, berendam dalam lumpur dan bahkan berdiri di
tempat terbuka dengan dedaunan yang dilekatkan pada tubuh
mereka. Para prajurit itu juga dilatih mempergunakan pelepah
kelapa untuk melintasi jarak yang agak jauh. Bagaimana
mereka naik dan membuat keseimbangan yang mapan, serta
bagaimana mereka harus mengemudikan pelepah kelapa itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam waktu dekat, pasukan kecil itu benar-benar menjadi
pasukan yang pilih tanding. Mereka mampu mempergunakan
segala macam benda sebagai senjata. Sepotong kayu, batu,
pasir dan bahkan lidi yang sangat berbahaya jika menusuk
mata. Para senapati dan panglima perang di Pajang yang sempat
menyaksikan latihan-latihan mereka menjadi berdebar-debar.
Ternyata dalam usianya yang semakin tua, Ki Gede masih saja
prajurit yang jarang dicari duanya. Rambutnya yang sudah
beruban itu kadang-kadang terjurai saja jika ikat kepalanya
sengaja dilepasnya karena ikat kepalanya dapat menjadi
senjata dan perisai yang sangat baik.
"Ki Gede benar-benar seorang yang tidak ada duanya di
Pajang" desis seorang senapati yang masih terhitung muda.
"Kemarahannya kepada Harya Wisaka, serta perasaan
kecewanya terhadap para prajurit dan petugas sandi sehingga
Harya Wisaka berhasil menyusup keluar kota, membuat
jantung Ki Gede bagaikan terbakar"
"Tetapi sebenarnya ilmu Ki Gede jauh lebih dalam dari yang ditampakkannya dalam latihan-latihan yang berat itu. Jika kita sudah mengagumi latihan-latihan para prajurit yang
dipimpinnya sendiri itu, maka apa yang dapat kita katakan
tentang Ki Gede sendiri" Ki Gede memiliki ilmu kebal. Tameng
waja seperti Kangjeng Sultan Trenggana di Demak. Ki Gede
juga memiliki ilmu Bajra Geni, Gundala Sasra dan bahkan yang
banyak disebut-sebut orang, tetapi aku belum pernah
menyaksikannya sendiri, Ki Gede mempunyai Aji Panglimunan"
"Ya. Hanya Kangjeng Sultan Hadiwijaya sajalah yang dapat
mengimbangi ilmunya"
"Masih ada orang yang disegani oleh Ki Gede Pemanahan?"
"Ki Penjawi?" "Bukan" "Siapa?" "Ki Juru Martani"
Kawannya itu mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Ki Juru
Martani. Tetapi Ki Juru lebih banyak berada di padepokannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia tidak mengabdikan diri langsung kepada Kanjeng Sultan di
Pajang" "Yang akan memiliki kemampuan seperti Ki Gede adalah
puteranya, Raden Sutawijaya. Pada usianya yang masih
terhitung muda, ia sudah menunjukkan kelebihannya"
"Seperti Pangeran Benawa yang memiliki kelebihan
sebagaimana ayahandanya"
Para senapati itupun mengangguk-angguk. Mereka sangat
mengagumi apa yang dapat dilakukan oleh Ki Gede
Pemanahan. Merekapun ternyata juga mengagumi Raden
Sutawijaya dan Pangeran Benawa.
Kangjeng Sultan Hadiwijaya mengurungkan niatnya untuk
memanggil dan bertanya kepada Ki Gede Pemanahan, kenapa
ia masih belum mulai memasuki padang perburuan ketika ia
mendapat laporan bahwa Ki Gede Pemanahan sendiri telah
turun ke lapangan untuk memberikan latihan-latihan kepada
para prajurit yang akan menjalankan tugas khusus.
Namun akhirnya yang ditunggu oleh Ki Gede Pemanahan
itupun datang. Dua orang petugas sandi melaporkan, bahwa
pasukan yang membangkitkan keresahan di luar kota Pajang
adalah pasukan yang dipimpin langsung oleh Harya Wisaka.
"Apakah para petugas sandi itu berhasil melihat sendiri
Harya Wisaka?" "Belum, Ki Gede" berkata Ki Lurah Surapada. "Tetapi setiap kali para petugas sandi itu mendengar namanya disebut-sebut. Beberapa orang yang rumahnya pernah disinggahi
pasukan itu mengatakan, bahwa ada di antara mereka yang
bernama Harya Wisaka. Orang yang justru sangat dihormati"
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya, "Jika demikian, aku
harus memburunya. Aku sendiri"
"Ki Gede" berkata Ki Lurah Surapada, "sebaiknya Ki Gede memerintahkan para prajurit yang sudah ditempa itu untuk
mencari Harya Wisaka. Mereka akan berhasil tanpa Ki Gede
harus turun sendiri ke gelanggang"
"Tidak. Aku harus pergi"
"Perintahkan kepadaku untuk ikut bersama Ki Gede"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau harus tetap berada di kota, Ki Lurah. Kau amati
dengan sungguh-sungguh rumah Ki Tumenggung Sarpa
Biwada. Rumah Ki Rangga Wirataruna dan rumah Ki Rangga
Yudaprana. Jika Ki Lurah dapat menangkap salah seorang dari
mereka, maka akan terbuka jalan menuju ke Harya Wisaka"
Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam.
"Itu perintahku, Ki Lurah"
Ki Lurah tidak dapat mengelak lagi. Karena itu sambil
membungkuk hormat, Ki Lurah itupun berkata, "Aku akan
menjalankannya dengan sebaik-baiknya, Ki Gede. Aku mohon
ampun atas kegagalanku menjalankan tugasku, sehingga Ki
Gede harus pergi sendiri ke medan perburuan untuk
menangkap Harya Wisaka"
Namun ternyata Ki Gede tidak hanya pergi bersama para
prajurit. Tetapi Ki Gede berniat untuk membawa orang-orang
Pajang yang terbaik. Karena itulah, maka Ki Gede telah menghadap Kangjeng
Sultan. Diutarakannya rencananya kepada Kangjeng Sultan
dan mohon agar Kangjeng Sultan dapat mengerti dan
merestui rencananya. "Hamba akan membawa orang-orang terbaik di Pajang"
"Siapa yang akan Kakang bawa?"
"Jika Kangjeng Sultan berkenan, hamba akan membawa
murid-murid Ki Panengah dan Ki Waskita yang terbaik"
Kangjeng Sultan mengerutkan dahinya. Sementara itu Ki
Gede berkata selanjutnya, "Hamba akan membawa
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi untuk memimpin tiga
kelompok prajurit yang sudah mendapat latihan-latihan
khusus" "Ya. Aku dengar Kakang sendiri turun untuk memberikan
latihan-latihan kepada mereka dibantu oleh para senapati
terbaik" "Hamba, Kangjeng Sultan. Tetapi senapati-senapati terbaik itu belum memuaskan hatiku. Karena itu, aku berpaling
kepada ketiga orang murid Ki Panengah dan Ki Waskita,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meskipun senapati-senapati pilihan itu akan berada di dalam
kelompok-kelompok itu pula"
Kangjeng Sultan mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Bawa mereka bersama Kakang"
"Terima kasih. Hamba sekaligus mohon diri. Hamba akan
berangkat dengan pasukan hamba besok malam. Tetapi
hamba akan singgah di Hutan Jabung. Mungkin hamba akan
berada di Hutan Jabung lima atau enam hari"
"Begitu lama" Sementara itu Harya Wisaka sudah berada di
tempat yang sangat jauh. Mungkin di sebelah utara Gunung
Kendeng atau di sebelah barat Gunung Merapi dan Merbabu"
"Hamba akan memburunya kemana ia akan pergi. Tetapi
Harya Wisaka tidak akan berada terlalu jauh dari Pajang,
karena Harya Wisaka masih ingin memuaskan hatinya.
Membunuh hamba" Kangjeng Sultan menarik nafas dalam-dalam. Sementara Ki
Gedepun berkata, "Para pemimpin kelompok prajurit itu harus saling mengenal dengan pasukannya. Karena itu, maka para
prajurit itu masih perlu menunjukkan kemampuannya kepada
mereka yang akan memimpin kelompok mereka. Selebihnya
para prajurit itupun harus yakin akan kelebihan para
pemimpinnya" "Aku mengerti, Kakang"
Sejenak kemudian, maka Ki Gedepun segera mohon diri.
"Besok malam hamba akan berangkat"
"Aku akan berdoa bagi pasukan yang akan pergi itu,
Kakang" "Terima kasih, Kangjeng Sultan"
Demikianlah, maka Ki Gede Pemanahanpun meninggalkan
Kangjeng Sultan Hadiwijaya yang termangu-mangu. Kangjeng
Sultan Hadiwijaya itu tidak dapat mencegah anak laki-lakinya
untuk pergi melakukan kewajibannya sebagai seorang prajurit.
Jika ia melarang anaknya pergi, maka Ki Gede akan menjadi
kecewa. Pangeran Benawa sendiri tentu akan menyesalinya.
Karena itu, maka ia harus merelakan anaknya ikut dalam
tugas yang berat itu.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Kangjeng Sultan percaya akan kelebihan Pangeran
Benawa. Apalagi ia akan berada di antara sekelompok prajurit
yang pilih tanding. Meskipun jumlahnya kecil, tetapi bobot
kemampuannya sangat membanggakannya.
Dalam pada itu, Ki Gedepun segera mengadakan
persiapan-persiapan seperlunya. Prajurit yang akan
dibawanyapun telah dipersiapkan pula. Hanya tiga kelompok
yang masing-masing terdiri dari duapuluh lima orang.
Ditambah dengan seorang pemimpin kelompok yang akan
diambilnya di Hutan Jabung.
Sementara pasukan itu bersiap, maka Ki Gede telah
memerintahkan dua orang prajurit untuk pergi ke Hutan
Jabung, memberitahukan bahwa Ki Gede dan pasukannya
akan datang sebelum pasukan itu berangkat memburu Harya
Wisaka. Ki Panengah, Ki Waskita dan para cantrik dari padepokan
itupun telah mempersiapkan sebuah penyambutan. Mereka
telah menyediakan tempat untuk bermalam seadanya.
Berita tentang keberangkatan Ki Gede Pemanahanpun
segera tersebar. Setiap prajurit Pajang mendengar berita itu.
Bahkan semua orang yang menaruh perhatian terhadap
hilangnya Harya Wisaka dari bilik tahanan di istana,
menanggapi berita keberangkatan Ki Gede itu dengan dada
yang berdebar-debar. Pada saat yang ditentukan, maka tiga kelompok prajurit
Pajang telah meninggalkan pintu gerbang kota dipimpin
langsung oleh Ki Gede Pemanahan. Beberapa orang
memerlukan keluar dari rumah mereka dan berdiri di pinggir
jalan untuk memberikan penghormatan kepada pasukan kecil
yang akan melakukan perburuan di padang yang sangat luas.
Meskipun disediakan seekor kuda yang tegar bagi Ki Gede
Pemanahan, tetapi Ki Gede tidak mempergunakannya. Ki Gede
lebih senang berjalan kaki sebagaimana para prajurit. Seorang
prajuritnya diperintahkannya untuk menuntun kudanya itu.
Perjalanan ke Hutan Jabung bukan perjalanan yang
panjang. Setelah berjalan beberapa lama, maka iring-iringan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan itupun telah mendekati padepokan yang berada di
pinggir Hutan Jabung. Ki Panengah, Ki Waskita dan para cantrikpun telah siap
menyambut kedatangan pasukan itu. Ki Kriyadamapun telah
memerintahkan para prajurit yang ikut membangun
padepokan itu untuk berhenti bekerja ikut menyambut
kedatangan pasukan yang dipimpin langsung oleh Ki Gede
Pemanahan itu. Sejenak kemudian, maka pasukan kecil itu telah memasuki
regol halaman barak padepokan yang sedang dibangun itu,
diterima langsung oleh Ki Panengah dan Ki Waskita.
Setelah upacara penyambutan selesai, maka para prajurit
itupun telah dipersilahkan untuk mengenali barak yang
diperuntukkan bagi mereka.
"Hanya inilah yang dapat kami sediakan" berkata Ki
Panengah. "Ini sudah lebih dari cukup" sahut Ki Gede Pemanahan.
Sementara para cantrik melayani para prajurit itu, maka Ki
Gede Pemanahanpun telah mengadakan pembicaraan dengan
Ki Panengah dan Ki Waskita.
"Aku akan meminjam cantrik, Ki Panengah" berkata Ki
Gede Pemanahan. "Untuk apa?" bertanya Ki Panengah.
Ki Gedepun kemudian membeberkan rencananya untuk
memburu Harya Wisaka yang berkeliaran di luar kota Pajang.
Harya Wisaka itu seakan-akan sengaja mengejek para prajurit
Pajang, bahwa mereka tidak dapat mencegahnya membuat
rakyat Pajang menjadi resah dan ketakutan.
"Atas persetujuan Kangjeng Sultan, aku meminjam
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi"
Ki Panengah dan Ki Waskita hanya dapat menganggukangguk. Jika Kangjeng Sultan sudah mengijinkan, maka
mereka tidak akan dapat mencegahnya.
"Baiklah, aku panggil mereka" berkata Ki Panengah.
Sejenak kemudian, maka Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa dan Paksipun telah menghadap Ki Gede Pemanahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan singkat Ki Gede menyampaikan maksudnya untuk
membawa ketiga orang cantrik itu menyertai perjalanan
perburuannya. "Tentu aku bersedia, Paman" Pangeran Benawalah yang
menjawab pertama-tama. "Terima kasih, Pangeran. Aku harap Sutawijaya dan Paksi
juga tidak berkeberatan"
"Tentu, Ki Gede" sahut Paksi, "aku bersiap untuk
menjalankan perintah ini"
"Masihkah Ayah akan bertanya kepadaku?" berkata Raden Sutawijaya.
Ki Gede tertawa. Katanya, "Jika menolak, maka aku minta
Ki Panengah menghukummu, menyapu seluruh halaman
padepokan ini setiap pagi dan sore, sampai Pangeran Benawa
dan Paksi kembali ke padepokan"
Yang mendengar kata-kata Ki Gede itupun tertawa.
Demikianlah, maka Ki Gedepun telah menetapkan bahwa
Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi untuk
memimpin kelompok-kelompok prajurit itu.
Sebenarnyalah seperti yang dikatakan oleh Ki Gede
Pemanahan, para pemimpin kelompok itu harus mengetahui,
seberapa tinggi kemampuan pasukannya. Bahkan kemampuan
para prajurit itu seorang demi seorang.
Karena itu, di hari berikutnya, Raden Sutawijaya, Pangeran
Benawa dan Paksipun mulai berusaha mengenali para prajurit
di dalam pasukannya. Sebenarnyalah Paksi merasa agak canggung untuk
memimpin sekelompok prajurit. Bahkan ada perasaan rendah
diri yang mengusik perasaannya. Ia merasa masih terlalu
muda dan bahkan bukan apa-apa di lingkungan keprajuritan.
Tiba-tiba ia harus memimpin sebuah kelompok prajurit pilihan
sebanyak duapuluh lima orang. Bahkan di antara mereka
terdapat prajurit-prajurit yang sangat disegani.
Tetapi Ki Panengah dan Ki Waskita telah membesarkan
hatinya. Hampir semalam suntuk keduanya memberikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pesan-pesan kepada Paksi untuk menjalankan tugasnya yang
memang sangat berat itu. "Paksi, bukan maksudnya untuk menyombongkan diri.
Tetapi memimpin sekelompok prajurit, kau tidak perlu terlalu
rendah hati, mengalah atau ragu-ragu. Kau harus bertindak
tegas. Jika perlu kau dapat menunjukkan kelebihanmu dari
mereka, agar kau dihargai, yang penting bukan penghargaan
itu sendiri. Tetapi dengan demikian, para prajurit itu merasa
yakin, bahwa kau pantas menjadi pemimpin mereka"
Paksi mengangguk-angguk. Ia mencoba memahami pesanpesan kedua orang gurunya itu. Iapun mengerti bahwa
kepercayaan diri berbeda dengan sikap sombong.
Ketiga orang yang diserahi untuk memimpin
kelompok?kelompok prajurit itupun telah membawa kelompok
masing-masing ke tempat yang berbeda. Di tempat yang
cukup lapang itu, Paksi mulai mencoba mengenali para prajurit
yang akan dipimpinnya. Semula Paksi mengajak kelompoknya
untuk melakukan latihan di dalam kebersamaan. Paksi
memerintahkan para prajuritnya untuk berdiri berurutan.
Berlari-lari kecil memanaskan tubuh mereka di padang perdu
di sebelah Hutan Jabung. Kemudian berloncatan dan
bergulung di atas tanah. Namun kemudian Paksi
memerintahkan mereka untuk meloncat melenting dan
berputar di udara. Tetapi Paksi memang merasakan, bahwa para prajurit itu
tidak melakukannya sepenuh hati. Di wajah mereka nampak
beberapa orang di antara mereka menjadi kecewa melihat
Paksi yang muda itu ditetapkan menjadi pemimpin mereka.
Namun Paksi yang sudah mendapat pesan dari Ki Panengah
dan Ki Waskita, tidak segera terguncang hatinya. Iapun
kemudian memerintahkan para prajurit itu berlari dalam
lingkaran, mengitarinya. "Aku akan menyerang dengan tiba-tiba salah seorang di
antara kalian yang berlari-lari dalam lingkaran. Yang mendapat serangan harus mengelak atau menangkis atau memberikan
perlindungan pada diri sendiri. Dua orang yang berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
depannya dan di belakangnya boleh bahkan wajib membantu
melindungi kawannya yang mendapat serangan itu"
Latihan itu mulai menarik bagi para prajurit. Bukan karena
latihan itu akan menunjukkan kecepatan dan ketetapan gerak
naluriah mereka, tetapi justru para prajurit itu akan dapat
menilai kemampuan anak muda yang akan menjadi pemimpin
mereka. Beberapa saat kemudian, maka duapuluh lima orang
prajurit itu berlari-lari dalam lingkaran, mengelilingi Paksi.
Sejenak Paksi memandangi para prajurit yang berlari dalam
lingkaran itu seorang demi seorang. Paksi mencoba untuk
mengetahui tanggapan mereka masing-masing terhadap
dirinya. Sejenak kemudian, maka Paksipun mulai meloncat
menyerang. Mula-mula serangannya masih belum
menggetarkan lingkaran yang mengitarinya. Dengan mudah
para prajurit yang berlari-lari itu menangkis atau mengelak.
Bahkan mereka mulai meragukan, apakah pemimpin mereka
itu memang sudah sepantasnya diserahi sekelompok prajurit
pilihan yang sudah mengalami tempaan langsung dari Ki Gede
Pemanahan itu. Namun cara itu dilakukan oleh Paksi justru untuk
menunjukkan pada para prajurit akan tataran kemampuannya.
Jika pada langkah pertama, para prajurit itu meyakininya,
maka untuk selanjutnya mereka tidak akan terlalu banyak
membuat ulah. Mereka akan tunduk dan melakukan segala
perintah yang akan diberikan kepada mereka.
Serangan-serangan Paksipun menjadi semakin
mendebarkan jantung para prajurit pilihan itu. Serangan Paksi
semakin lama menjadi semakin cepat. Bahkan kemudian, para
prajurit pilihan itu mulai bergetar hatinya. Mereka tidak
mengira bahwa anak muda itu benar-benar memiliki
kemampuan yang sangat tinggi.
Meskipun demikian, masih ada juga prajurit yang
meragukannya. Mereka merasa bahwa menghadapi anak
muda itu, mereka masih dicengkam oleh keseganan, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka masih belum bersungguh-sungguh. Apalagi sampai ke
puncak kemampuan mereka. "Aku harus mematahkan serangan anak ini" berkata
seorang prajurit di dalam hatinya. Karena itu, ia sengaja
menarik perhatian Paksi agar Paksi menyerangnya selagi ia
berada di lingkaran. Paksi melihat sikap prajurit itu. Paksi melihat, bahwa
prajurit itu sengaja menarik perhatiannya. Karena itu, maka
Paksipun berniat untuk membuat prajurit itu meyakini
kemampuan Paksi. Ketika prajurit itu berlari di hadapan Paksi, maka Paksipun
kemudian justru berlari ke arah yang sebaliknya.
Tiba-tiba saja ketika ia berpapasan dengan prajurit yang
memancing perhatiannya itu, telah terjadi benturan yang
nampaknya tidak seberapa. Tetapi ternyata prajurit itu
terlempar beberapa langkah dan jatuh terbanting di tanah.
Prajurit itu berusaha segera bangkit. Tetapi ternyata
punggungnya terasa sakit sekali.
Tetapi Paksi telah berdiri selangkah di sebelahnya sambil
membentak, "Bangkit dan kembali masuk ke dalam putaran"
Betapa sakitnya, tetapi prajurit itu berusaha menjalankan
perintah. Iapun segera bangkit. Sambil menyeringai ia berlari
pula melingkari Paksi, karena Paksipun segera kembali ke
dalam lingkaran. Para prajuritpun menjadi semakin yakin akan
kelebihan Paksi. Mereka melihat anak muda itu bergerak
sangat cepat. Sedangkan kekuatannya sangat besar. Sesaat
kemudian, maka terdengar Paksipun memberikan perintah,
"Aku akan keluar dari lingkaran yang berputar ini. Usahakan untuk mencegahku"
Para prajurit itupun bersiap di dalam putaran itu. Serba
sedikit mereka sudah mengetahui, betapa tinggi ilmu Paksi
yang muda itu. Karena itu para prajurit itupun benar-benar
siap untuk mengerahkan kemampuan mereka.
Namun tiba-tiba saja Paksi sudah berada di luar lingkaran.
Dua orang prajurit terpental beberapa langkah, dan jatuh
berguling. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi melakukannya tidak hanya sekali. Tetapi untuk
meyakinkan para prajurit itu, ia melakukannya tiga kali.
Ternyata Paksi berhasil. Apa yang telah dipertunjukkannya
itu membuat para prajurit pilihan itu yakin, bahwa Paksi
memang seorang yang pilih tanding.
Dengan demikian, maka para prajurit itu tidak lagi merasa
diri mereka terlampau direndahkan, karena mereka harus
berada di bawah pimpinan seorang yang mereka anggap
masih sangat muda. Demikianlah, maka pengenalan berikutnya berlangsung
lebih mapan. Para prajurit itu benar-benar telah mengakui
bahwa Paksi yang muda itu mempunyai ilmu yang lebih tinggi
dari ilmu mereka. Latihan-latihan untuk lebih saling mengenal antara para
prajurit dan pemimpin mereka itupun berlangsung semakin
mencengkam. Baik Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa
maupun Paksi telah memerintahkan para prajurit mereka
untuk bekerja lebih keras. Tetapi ketiga orang yang dipercaya
untuk memimpin pasukan khusus itu semakin menunjukkan
kelebihan-kelebihan mereka. Bahkan para prajurit itu harus
mengagumi indera pemimpin-pemimpin mereka yang masih
muda itu. Ketiga-tiganya mampu melihat sasaran yang tidak dapat
dilihat oleh para prajurit. Mereka dapat mendengar apa yang
tidak didengar oleh para prajurit.
Bahkan Paksi telah menunjukkan kepada para prajuritnya
kemampuan yang mendebarkan.
Dengan mata tertutup. Paksi berlatih melawan seorang
prajurit yang dianggap terbaik dari kelompok yang
dipimpinnya. Paksi yang mengetrapkan ilmu Sapta Pangrungu dan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terutama Sapta Panggraita itu ternyata mampu mengatasi
prajurit yang paling baik di dalam kelompoknya itu.
Kepercayaan para prajuritnya itupun menjadi semakin
mantap. Mereka meyakini bahwa anak muda itu memang
dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkejut juga ketika Ki Gede Pemanahan mengatakan kepada
para prajurit yang dipimpin oleh Paksi itu, bahwa Paksi adalah anak laki-laki Tumenggung Sarpa Biwada.
Wajah para prajurit itu menjadi tegang. Mereka tahu bahwa
Ki Tumenggung Sarpa Biwada adalah salah seorang di antara
para pemimpin Pajang yang sedang diburu karena mereka
bekerja sama dengan Harya Wisaka.
Tetapi Ki Gede pemanahan berkata kepada mereka, "Tetapi
jangan berprasangka buruk terhadapnya. Aku percaya
kepadanya dan akulah yang memerintahkan kepadanya untuk
memimpin kelompok ini. Kita akan memburu Harya Wisaka
dan kawan-kawannya. Di antara mereka adalah Ki
Tumenggung Sarpa Biwada"
Begitu besar wibawa Ki Gede Pemanahan, sehingga
pernyataan Ki Gede itu dapat menghapus keragu-raguan para
prajuritnya. Apalagi setelah mereka mendengar bahwa Paksi
pernah bertempur dengan ayahnya itu di rumahnya, sehingga
Ki Tumenggung harus melarikan diri meninggalkan
keluarganya. "Kalian tidak usah mengaitkan Paksi dengan ayahnya dalam
pergolakan ini. Paksi sudah dewasa dan sudah menentukan
pilihannya sendiri" berkata Ki Gede itu kemudian.
Demikianlah, maka para prajurit pilihan itu telah berada
sepekan di padepokan yang sedang dibangun itu. Selama
sepekan mereka sudah menjadi akrab dengan orang yang
mendapat tugas dari Ki Gede Pemanahan untuk memimpin
mereka. Mereka sudah saling mengenal dan mengetahui bobot
masing-masing di dalam olah kanuragan, sehingga mereka
masing-masing tidak lagi merasa ragu.
Ki Gede Pemanahanpun merasa bahwa waktu yang
diberikannya kepada para prajurit dan pemimpin mereka
untuk menempatkan diri mereka masing-masing sudah cukup.
Dalam pada itu, Ki Gedepun telah menetapkan ketiga orang
pemimpin kelompok itu menjadi Lurah Prajurit. Raden
Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksipun telah ditetapkan
oleh Ki Gede menjadi Lurah prajurit dan bertugas untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memimpin kelompok-kelompok kecil prajurit pilihan yang akan
mencari Harya Wisaka. Setelah menempa diri dan saling mengenal antara para
prajurit dan pemimpin mereka itu, maka para prajurit itupun
mendapat kesempatan untuk beristirahat dua hari di
padepokan yang sedang dibangun itu.
Selama itu, para prajurit pilihan itu sempat menyaksikan
latihan-latihan yang diberikan kepada para cantrik di samping
tugas para cantrik ikut membangun padepokan mereka.
Beberapa orang prajurit menggeleng-gelengkan kepada.
Mereka tidak mengira bahwa latihan-latihan yang diberikan
kepada para cantrik itu demikian beratnya, sebagaimana
latihan-latihan yang harus mereka lakukan beberapa hari
terakhir menjelang tugas yang mereka emban itu.
"Pantas, mereka akan dapat menjadi orang-orang yang
secara pribadi mempunyai ilmu yang sangat tinggi" desis
seorang prajurit. Lalu katanya pula, "Secara pribadi mereka lebih baik dari kita masing-masing"
"Mereka masih muda" desis yang lain.
Seorang yang beralis tebal menyahut, "Mereka adalah
calon-calon pemimpin di masa depan"
Ketika saat beristirahat telah habis, maka para prajurit
itupun harus berbenah diri. Menjelang malam di hari terakhir
saat beristirahat itu, Ki Gede Pemanahan telah memberikan
perintah-perintah kepada mereka.
Perintah Ki Gede memang mengejutkan. Rencana Ki Gede
tidak mereka duga sebelumnya. Tetapi para prajurit itu
mengerti sepenuhnya, sehingga merekapun siap menjalankan
tugas mereka sebaik-baiknya sesuai dengan kewajiban mereka
sebagai seorang prajurit.
"Besok, pasukan ini akan berangkat meninggalkan
padepokan ini" berkata Ki Gede Pemanahan. "Empat orang
petugas sandi akan selalu menghubungi kalian. Petugaspetugas khusus yang terpilih sebagaimana kalian"
Para prajurit dan tiga orang pemimpin kelompok yang
ditunjuk langsung oleh Ki Gede itu mendengarkan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh-sungguh. Segala petunjuk dan perintah Ki Gedepun
mereka pahami dengan sebaik-baiknya.
"Tidak ada bekal yang akan dibawa" berkata Ki Gede
Pemanahan kemudian. "Kita harus dapat menghidupi diri
sendiri. Tetapi kita bukan perampok dan bukan pula pemungut
pajak yang tidak berjantung"
Dalam pada itu, malam itu juga, Ki Panengah dan Ki
Waskita telah memberikan pesan-pesan pula kepada Paksi.
Anak muda yang belum berpengalaman di lingkungan
keprajuritan itu harus mendapat bekal yang cukup. Meskipun
ilmunya tidak diragukan, tetapi gaya kepemimpinan seseorang
akan sangat berpengaruh. "Kau tidak boleh malu bertanya kepada Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya, apa yang sebaiknya kau lakukan jika
kau mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan" pesan
Ki Waskita. "Ya, Guru" "Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa memiliki
pengalaman yang lebih banyak"
"Ya, Guru" Malam itu Paksi menjadi sulit tidur. Namun sedikit lewat
tengah malam, Paksi itu terlena di pembaringannya.
Pagi-pagi benar, padepokan itu sudah terbangun. Para
cantrik memang terbiasa bangun pagi-pagi untuk menunaikan
kewajiban mereka. Sementara itu, para prajuritpun segera
bersiap-siap untuk berangkat memenuhi tugas mereka.
Sebelum matahari terbit, pasukan itu sudah meninggalkan
padepokan tanpa upacara apapun. Para prajurit yang
membantu membangun padepokan itupun tidak tahu, bahwa
diam-diam pasukan yang selama lebih dari sepekan berada di
padepokan itu telah berangkat. Baru kemudian, ketika mereka
bertanya-tanya, kenapa padepokan itu terasa sepi, mereka
mendapat keterangan, bahwa para prajurit itu telah pergi.
Sejak hari itu, maka tersiarlah berita bahwa sepasukan
prajurit Pajang telah dilepas untuk memburu Harya Wisaka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan pasukannya yang banyak menimbulkan keresahan di
desa-desa. Di hari-hari pertama, pasukan itu masih belum bertemu
dengan pasukan Harya Wisaka. Tetapi pasukan itu telah
mencium jejak pasukan yang dipimpin langsung oleh Harya
Wisaka itu. Dalam pada itu, pasukan Pajang yang dipimpin sendiri oleh
Ki Gede Pemanahan itupun mendapat sambutan yang sangat
baik dimana-mana. Rakyat yang diresahkan oleh kegarangan
pasukan Harya Wisaka itu memang sangat mengharapkan
kehadiran pasukan Pajang untuk melindungi mereka.
Karena itu, maka para prajurit Pajang itu tidak pernah
mengalami kesulitan makan dan minum. Setiap padukuhan
yang didatanginya menyambut mereka seperti menyambut
rombongan pengiring pengantin.
Hubungan pertama dengan para petugas sandi terjadi
ketika para petugas sandi yang khusus ditunjuk dalam tugas
bersama dengan pasukan khusus itu menemui pasukan Pajang
itu di Kwarasan. Dengan istilah-istilah sandi, para pemimpin
pasukan khusus Pajang itu kemudian telah mempercayai dan
kemudian menerima mereka.
Dari para petugas sandi pasukan Pajang itu mendapat
keterangan, bahwa pasukan Harya Wisaka sedang berada di
Jurangjero. "Mungkin mereka akan bergerak lagi. Tetapi agaknya
malam nanti mereka masih berada di Jurangjero. Kehadiran
mereka sangat menggelisahkan rakyat Jurangjero. Tetapi
mereka tidak berani berbuat apa-apa"
"Berapa orang kekuatan mereka?" bertanya Raden
Sutawijaya. "Sekitar seratus orang"
"Seratus orang" Apakah Harya Wisaka ada di antara
mereka?" "Menurut orang Jurangjero yang dapat kami hubungi,
pasukan itu memang dipimpin oleh orang yang bernama
Harya Wisaka" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nanti malam kami akan pergi ke Jurangjero. Jika kami
berangkat lewat senja, kami akan sampai ke tempat itu wayah
sepi uwong" "Ya, kira-kira begitu Raden"
"Jika Harya Wisaka ada di antara mereka, maka pasukan
Pajang tentu akan dipimpin langsung oleh Ayah"
"Ya, Raden" "Dimana kita bertemu nanti malam?" bertanya Raden
Sutawijaya kemudian. Prajurit sandi itupun kemudian telah memberikan ancarancar dimana ia akan menunggu.
"Dalam tugas ini, kami berempat, Raden"
"Ya. Kami sudah mendapat keterangan tentang itu. Tetapi
darimana kalian tahu bahwa kami ada disini malam ini?"
"Kami harus mengetahui dimana pasukan ini berada setiap
saat, Raden" "Kalau pasukan ini terbagi?"
"Kami berempatpun harus membagi diri. Tetapi hubunganhubungan yang terus-menerus harus kami lakukan, sehingga
kami tidak akan pernah ketinggalan"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Katanya
kemudian, "Baiklah. Kami akan menghubungimu di tempat
yang sudah ditentukan"
Sepeninggal petugas sandi itu, maka para prajurit Pajang
itupun segera mempersiapkan diri. Jika di dalam pasukan yang
akan mereka buru itu terdapat Harya Wisaka, maka pasukan
Pajang itu akan dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan.
Sutawijaya itupun kemudian bersama Pangeran Benawa
dan Paksi telah membicarakan langkah-langkah yang akan
mereka ambil. "Kita akan membagi diri. Kita akan menyerang Jurangjero
dari tiga jurusan. Mudah-mudahan Harya Wisaka belum
bergerak lagi malam nanti" berkata Raden Sutawijaya.
Mereka bertigapun kemudian memutuskan untuk memecah
pasukan mereka setelah mereka bertemu dengan para
petugas sandi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika Harya Wisaka belum bergerak lagi, kita berharap akan dapat menangkapnya"
"Seandainya Paman Harya Wisaka sudah meninggalkan
Jurangjero, kita akan tetap memburunya malam nanti" berkata
Pangeran Benawa. "Jika kita menundanya sampai esok, maka
kita akan terlambat. Paman Harya Wisaka tentu sudah
menjadi semakin jauh. Apalagi jika Paman Harya Wisaka
mengetahui kita ada disini sekarang"
"Paman Harya Wisaka tahu benar bahwa kita memburunya.
Tetapi agaknya Harya Wisaka tidak tahu kedudukan kita"
"Mudah-mudahan" desis Paksi. "Tetapi petugas sandi Harya Wisaka juga berkeliaran dimana-mana"
Demikianlah, maka menjelang senja, pasukan kecil itu telah
bersiap sepenuhnya. Segala persiapan telah dilakukan sebaikbaiknya. Senjata para prajurit itupun telah diteliti dengan
cermat, sehingga tidak akan mengecewakan.
"Jumlah lawan kita lebih banyak. Mungkin seratus, tetapi
mungkin lebih dari itu. Tetapi kita yakin akan kemampuan
kita, sehingga kita yakin akan dapat mengalahkan mereka dan
menangkap Harya Wisaka" berkata Raden Sutawijaya kepada
para prajurit yang sudah siap untuk bergerak.
"Sebentar lagi kita akan bergerak. Demikian malam turun,
maka kita akan meninggalkan padukuhan ini. Jika tidak ada
persoalan yang mendesak, kita akan kembali lagi ke
padukuhan ini. Tetapi jika kita harus memburu pasukan Harya
Wisaka, kita tidak akan kembali lagi kemari" berkata Raden
Sutawijaya pula. Ki Bekel dan para bebahu ternyata telah hadir pula untuk
melepas keberangkatan pasukan Pajang itu. Mereka berharap
bahwa Harya Wisaka segera dapat tertangkap.
"Pasukannya telah membuat rakyat sangat gelisah.
Pasukan liar itu muncul dengan tiba-tiba dan menghilang
dengan tiba-tiba pula. Bahkan ada satu padukuhan yang
mereka datangi dua kali dalam sepekan. Terutama
padukuhan-padukuhan yang dianggap kaya dan memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persediaan bahan makan cukup di lumbung-lumbung
rakyatnya" berkata Ki Bekel.
"Mudah-mudahan kita akan dapat segera
menghentikannya" berkata Raden Sutawijaya.
Ketika kemudian gelap turun, maka Raden Sutawijaya
itupun berkata, "Aku akan memberikan laporan kepada ayah.
Apakah kita akan berangkat sekarang"
Raden Sutawijaya itupun kemudian telah meninggalkan
para prajurit yang berdiri di halaman banjar. Pangeran
Benawa dan Paksi masih tetap berdiri di tangga pendapa
banjar padukuhan bersama Ki Bekel dan para bebahu.
Baru beberapa saat kemudian, Raden Sutawijaya keluar
dari ruang dalam bersama Ki Gede Pemanahan. Sejenak Ki
Gede Pemanahan berdiri memandang pasukannya yang telah
bersiap. Kemudian iapun mengangguk hormat kepada Ki Bekel
dan para bebahu. Di bawah cahaya lampu minyak yang
remang-remang, apalagi Ki Gede Pemanahan dan para
bebahu itu berdiri membelakangi, maka wajah-wajah mereka
menjadi tidak begitu jelas.
"Kami mohon diri, Ki Bekel" berkata Ki Gede Pemanahan.
"Kami masih merencanakan untuk kembali kemari. Tetapi jika tugas kami mendesak, mungkin pula kami akan meneruskan
perjalanan kami dan tidak kembali lagi. Jika demikian, maka
perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang Ki Bekel, para bebahu dan rakyat padukuhan ini
berikan kepada kami"
"Ki Gede dan pasukan ini sedang dalam tugas yang besar
yang akibatnya juga akan terasa oleh kami semuanya. Karena
itu, sudah menjadi kewajiban kami untuk membantu sejauh
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat kami lakukan. Mudah-mudahan pasukan ini kembali lagi
kemari dengan membawa kemenangan serta berhasil
menangkap Harya Wisaka"
"Doa Ki Bekel, para bebahu dan seluruh rakyat padukuhan
ini akan memperkuat ketahanan wadag dan jiwa kami"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, sejenak kemudian, maka beberapa orang
penghuni padukuhan itu mengantar pasukan itu sampai ke
gerbang padukuhan. Perlahan-lahan pasukan itu bergerak menusuk masuk ke
dalam kegelapan sehingga kemudian seakan-akan hilang
dalam kelam. Namun pasukan itu sendiri bergerak semakin lama semakin
cepat. Mereka tidak ingin terlambat, karena pasukan Harya
Wisaka itu setiap kali selalu berpindah-pindah tempat setelah
membuat kekacauan di satu padukuhan sehingga
menimbulkan keresahan. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan itu
bergerak menurut jalan yang diancar-ancarkan oleh petugas
sandi yang telah menghubungi mereka. Mereka melintas di
bulak-bulak panjang, padang perdu dan bahkan lewat di
pinggir hutan. Mereka berusaha untuk tidak terlalu sering
melintasi padukuhan. Karena kehadiran mereka akan dapat
membuat rakyat padukuhan itu gelisah. Mereka dapat menjadi
salah paham dan mengira bahwa yang datang itu pasukan
yang dipimpin oleh Harya Wisaka.
Dalam pada itu, akhirnya pasukan itu sampai di sudut
sebuah hutan yang memanjang. Demikian pasukan itu
mendekati tempat itu, tiga orang petugas sandi sudah
menunggu. "Dimana orang yang keempat?" bertanya Raden
Sutawijaya. "Kawan kami itu sedang mengawasi Padukuhan Jurangjero"
"Apakah kita akan langsung menyerang?"
"Ya. Sebaiknya demikian. Nampaknya mereka belum
mengetahui bahwa pasukan Pajang telah bergerak menyusul
mereka" "Darimana kau tahu?"
"Mereka tidak melakukan persiapan khusus"
"Baik. Kita akan segera bergerak"
"Tetapi ternyata jumlah pasukan Harya Wisaka lebih dari
seratus orang. Bahkan sekitar seratus lima puluh orang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dua kali lipat" desis Raden Sutawijaya. "Tetapi kita sudah bertekad untuk menangkap Harya Wisaka"
"Kita akan memasuki Padukuhan Jurangjero dengan diamdiam. Kita, satu-satu akan berusaha untuk mengurangi jumlah
lawan sebanyak-banyaknya sebelum mereka menyadari
bahwa pasukan lawan telah menyusup di antara mereka"
sahut Pangeran Benawa. "Ya" Raden Sutawijaya mengangguk-angguk, "kita
bertumpu pada kemampuan kita seorang-seorang"
"Bawa kami ke Padukuhan Jurangjero" berkata Ki Gede
Pemanahan. Ketiga orang petugas sandi itupun masing-masing
mendapat tugas untuk mengantar sekelompok di antara
pasukan yang dipimpin Ki Gede Pemanahan itu. Mereka akan
memasuki Padukuhan Jurangjero dari arah yang berbeda.
Mereka akan mengandalkan kemampuan mereka seorangseorang untuk mengatasi jumlah lawan yang jauh lebih
banyak, bahkan lipat dua.
Demikianlah, sejenak kemudian sedikit lewat wayah sepi
uwong, pasukan khusus dari Pajang itu mulai bergerak.
Mereka terpecah menjadi tiga kelompok yang masing-masing
dipimpin oleh Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi.
Sementara itu Ki Gede Pemanahan sendiri berada di dalam
satu kelompok dengan Pangeran Benawa. Bagaimanapun juga
Pangeran Benawa adalah putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya,
sehingga keselamatannya harus mendapat perhatian
sepenuhnya. Meskipun jika hal itu disampaikan kepada
Pangeran Benawa, maka Pangeran Benawa itu justru akan
dapat tersinggung karenanya.
Sejenak kemudian, maka ketiga kelompok prajurit itu sudah
mendekati Padukuhan Jurangjero dari tiga arah. Para petugas
sandi telah memberikan keterangan sejauh mereka ketahui
tentang padukuhan itu. Tentang jalan induk dan jalan-jalan
simpang yang lebih kecil. Letak rumah Ki Bekel dan letak
banjar padukuhan yang kedua-duanya dipergunakan oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan Harya Wisaka. Bahkan dua tiga rumah di sebelah
banjar itu juga telah dipergunakan pula.
Seperti yang sudah disepakati, maka tanpa isyarat apapun
juga, maka ketiga kelompok prajurit dari pasukan khusus itu
mulai menyusup memasuki padukuhan. Sebagian besar dari
mereka melewati sungai kecil yang mengalir di bawah dinding
padukuhan. Mereka menyusup lewat sungai kecil saat
memasuki padukuhan dan yang lain menyusup jalan air sungai
yang keluar dari padukuhan.
Tetapi para prajurit dari pasukan khusus itu tidak beramairamai menyerang pasukan yang sedang beristirahat di
padukuhan itu. Tetapi seorang-seorang mereka bergerak
seolah-olah sendiri-sendiri, sehingga mereka
mempertanggung-jawabkan keberhasilan dan keselamatan
mereka sendiri. Sebenarnyalah, seorang-seorang di antara pasukan yang
menurut keterangan para petugas sandi dipimpin langsung
oleh Harya Wisaka itu, tiba-tiba saja lenyap. Dua orang di antara
mereka yang meronda mengelilingi padukuhan itu hilang dan
tidak pernah kembali ke banjar. Tiga orang yang berada di
sebuah gardu tiba-tiba telah hilang pula. Bahkan para petugas
yang berjaga-jaga di rumah Ki Bekelpun telah lenyap tanpa
diketahui oleh kawan-kawannya yang ada di halaman.
Seperti hantu, tujuh puluh lima orang prajurit dari pasukan
khusus yang dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan itu menyusup
di seluruh Padukuhan Jurangjero. Para penjaga di rumahrumah yang dipergunakan oleh para pengikut Harya Wisaka
itupun telah hilang seorang demi seorang. Bahkan sekelompok
yang terdiri dari enam orang, yang berjalan dari rumah Ki
Bekel ke banjar tidak pernah sampai ke tujuan.
Beberapa saat, para pengikut Harya Wisaka itu tidak
mengetahui kehadiran prajurit Pajang dari pasukan khusus itu.
Tetapi orang-orang mereka semakin lama menjadi semakin
susut karenanya. Para petugas yang menggantikan kawankawan mereka yang bertugas di regol-regol tempat-tempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mereka pergunakan, tidak pernah dapat menjalankan
tugasnya. Tubuh merekapun telah diseret ke gerumbulgerumbul di sekitar regol itu setelah orang-orang itu menjadi
pingsan, diikat dan disumbat mulutnya. Tetapi ada di antara
mereka yang bernasib lebih buruk, sehingga para prajurit dari
pasukan khusus itu harus menghunjamkan senjatanya ke dada
orang itu. Namun semakin lama para pengikut Harya Wisaka yang
bertugas itu merasakan keganjilan yang terjadi di padukuhan
itu. Sekelompok orang yang bertugas di banjar merasakan,
bahwa kawan-kawan mereka telah menyusut. Seorang yang
pergi ke pakiwan tidak pernah kembali. Yang bertugas di regol
sesudah diganti oleh petugas baru juga tidak kembali.
"Ada apa dengan kawan-kawan kita?" desis pemimpin
mereka yang bertugas malam itu di banjar.
"Ada yang tidak wajar terjadi" sahut kawannya.
"Lihat kedua orang yang bertugas di regol. Aku tidak
melihat bayangan mereka"
Orang itupun turun ke halaman. Tetapi demikian orang itu
mendekati regol dan menjengukkan kepalanya keluar untuk
melihat apakah kawannya berjaga-jaga di luar, tiba-tiba saja
seakan-akan telah dihisap oleh tenaga yang besar yang tidak
terlawan. Orang itupun kemudian jatuh berguling. Sebuah
pukulan yang keras menyambar tengkuknya ketika ia
mencoba untuk bangkit, sehingga orang itu telah jatuh
tertelungkup dan langsung menjadi pingsan.
Orang itupun segera diseret ke gerumbul di seberang jalan
dan disembunyikan di balik rimbun daunnya. Karena orang itu
tidak segera kembali, maka pemimpin para pengikut Harya
Wisaka yang bertugas di banjar itu menjadi semakin curiga.
Iapun segera memanggil beberapa orang yang bertugas dan
memerintahkan mereka untuk mengamati keadaan.
"Kita bersama-sama turun ke halaman. Dua orang melihat
halaman sebelah kiri. Dua di belakang, dua di halaman
sebelah kanan dan yang lain ke regol. Hati-hati. Agaknya ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuatu yang tidak wajar. Jika terjadi sesuatu, beri aku
isyarat" Demikianlah, dengan senjata terhunus di tangan, maka
para petugas itupun telah memencar. Beberapa saat
pemimpin petugas yang sedang berjaga-jaga itu berdiri di
halaman menunggu kawan-kawannya yang memencar
bersama seorang petugas. Tetapi yang kemudian datang
mendekatinya adalah dua orang yang tidak dikenalnya.
Seorang di antaranya masih sangat muda.
"Siapakah kalian?" bertanya orang itu.
Tetapi keduanya tidak menjawab. Dengan cepat keduanya
menyerang orang itu. Pukulan tangan anak muda itu
mengenai dada pemimpin mereka yang bertugas itu.
Sedangkan yang seorang lagi meloncat sambil mengayunkan
kakinya mengenai dada yang seorang lagi.
Kedua orang itu terpental dengan kerasnya. Seorang di
antaranya kemudian jatuh terlentang. Bagian belakang
kepalanya membentur tangga pendapa banjar. Benturan itu
demikian kerasnya. Sehingga tidak sempat mengaduh. Tulang
kepalanya telah retak. Sementara itu, yang seorang lagi berusaha untuk bangkit.
Namun ujung pedang orang yang menghantamnya dengan
kakinya telah menghunjam ke dadanya.
Anak muda itu mengerutkan dahinya. Tetapi sebagai
seorang pemimpin sekelompok prajurit dari pasukan khusus
iapun tidak dapat berbuat lain. Ia harus bersikap tegas
meskipun agak menyimpang dari sikapnya sehari-hari
sebelumnya. Meskipun demikian, anak muda itu masih sempat berdesis,
"Kita masuk ke dalam banjar. Tetapi ingat, kita bukan
pembunuh" Prajurit yang menyertai Paksi itu sudah dua kali mendengar
pemimpin kelompoknya yang muda itu memperingatkannya.
Sejenak kemudian terdengar isyarat suara burung tuhu
yang menggetarkan udara banjar Padukuhan Jurangjero.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa orang dengan diam-diam merayap mendekati
banjar padukuhan itu. Dengan cepat mereka bergerak ke
pintu-pintu butulan di samping dan belakang. Sedang
sebagian yang lain ke pintu depan.
Paksilah yang kemudian melangkah ke pintu depan.
Dengan sangat berhati-hati, Paksi telah mendorong pintu
banjar itu. Ternyata orang-orang yang berada di dalam banjar terlalu
yakin akan kesiagaan kawan-kawannya yang bertugas,
sehingga pintu banjar itu sama sekali tidak diselarak.
Demikian pintu itu terbuka, maka Paksi dan kawankawannyapun bersiap untuk melangkah masuk ke dalam.
Tetapi pada saat itu, seorang di antara mereka yang tidur di
dalam banjar itu terbangun. Demikian ia melihat beberapa
orang berdiri di pintu, maka iapun menjadi curiga. Dengan
masih tetap berbaring diam, ia mencoba memperhatikan
orang-orang yang berada di pintu banjar itu.
Ternyata mereka bukan kawan-kawan mereka.
Dengan hati-hati ia menyentuh kawannya yang tidur di
sebelahnya sambil berbisik, "Hati-hati. Kita terkepung"
Kawannya itupun terbangun. Ia tanggap akan isyarat
kawannya. Karena itu, ia tidak segera bangkit. Dirabanya
senjatanya yang tergolek di sampingnya. Kemudian
dibangunkannya kawannya di sebelahnya sambil berbisik pula,
"Berhati-hatilah"
Tetapi kawannya itu ternyata tidak tanggap. Karena itu,
maka iapun justru dengan cepat bangkit sambil bertanya,
"Ada apa?" Tidak ada pilihan lagi. Kedua orang yang sudah berteriak
lebih dahulu itupun segera meloncat berdiri sambil berteriak,
"Bangun semuanya. Kita berhadapan dengan musuh"
Paksi yang berdiri di pintu segera berteriak, "Menyerahlah.
Kami akan mempertimbangkan pengampunan"
Tetapi yang dihadapi oleh Paksi adalah pengikut-pengikut
Harya Wisaka yang keras. Karena itu, kesempatan yang
diberikan oleh Paksi untuk membuat pertimbangan ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disalahgunakan. Kesempatan itu mereka pergunakan untuk
mempersiapkan senjata mereka.
Orang-orang yang berada di banjar itupun segera
terbangun semuanya. Mereka segera menghunus senjata
mereka, sementara Paksi masih juga berkata lantang,
"Menyerahlah. Kalian tidak mempunyai kesempatan lagi"
Para prajurit yang dipimpin oleh Paksi itu menyesali sikap
Paksi. Seandainya mereka langsung menyerang, maka para
pengikut Harya Wisaka tidak banyak mempunyai kesempatan.
Tetapi pemimpinnya yang muda itu telah melakukan satu
sikap yang sia-sia. "Sikap itu bukan sikap seorang prajurit dalam keadaan
yang gawat" berkata seorang prajurit yang masih berdiri di
luar kepada kawannya. "Ia sangat perasa" desis yang lain.
Namun seorang justru berkata, "Apakah ia takut bahwa di
antara mereka yang ada di banjar ini adalah ayahnya?"
Tetapi mereka tidak mempunyai kesempatan lagi. Justru
kawan-kawan mereka yang berada di depan pintu butulanlah
yang mulai lebih dahulu. Beberapa orang yang berniat untuk
keluar dari pintu butulan, telah dicegat oleh para prajurit yang berjaga-jaga di muka pintu butulan.
Sejenak kemudian, maka pertempuranpun telah menyala.
Sambil bertempur Paksi sempat menilai sikapnya. Ia sadar,
bahwa yang dilakukan adalah kesia-siaan belaka, yang justru
merugikan para prajurit Pajang itu sendiri.
Meskipun demikian, tetapi para prajurit Pajang itu masih
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga memiliki kesempatan yang lebih baik. Beberapa orang
pengikut Harya Wisaka yang keluar lewat pintu butulan dan
pintu belakang, tidak mempunyai banyak kesempatan. Tibatiba saja ujung-ujung senjata telah menyentuh tubuh mereka.
Namun demikian, beberapa orang sempat menggapai
kentongan, sehingga sejenak kemudian, maka kentongan
itupun segera berbunyi dengan irama yang tidak biasa
terdengar di padukuhan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertempuran yang sengit kemudian tidak berlangsung di
ruang dalam banjar yang tidak cukup luas itu. Para prajurit
Pajang itu seolah-olah telah membuka pintu dan membiarkan
para pengikut Harya Wisaka untuk keluar. Tetapi para prajurit
itu sudah menunggu di tempat yang lebih luas, sehingga
mereka sempat bertempur dengan segenap kemampuan
mereka serta dengan leluasa mempergunakan senjata
mereka. Dalam pada itu, suara kentongan di banjar itu ternyata
telah disahut oleh suara kentongan yang lain. Kentongan di
rumah Ki Bekel. Namun kemudian juga kentongan-kentongan
yang lain lagi. Tetapi adalah di luar dugaan mereka, bahwa dimanapun
para pengikut Harya Wisaka berada, pasukan Pajang sudah
siap menghadapi mereka. Karena itu maka pertempuranpun
telah terjadi dimana-mana. Kentongan dalam irama khusus itu
adalah isyarat sandi para pengikut Harya Wisaka. Meskipun
para prajurit Pajang tidak mengerti arti dari isyarat sandi itu, namun mereka dapat menduga, bahwa kentongan itu adalah
pemberitahuan bagi para pengikut Harya Wisaka, bahwa
musuh telah berada di hadapan hidung mereka.
Sebenarnyalah sergapan prajurit Pajang itu berhasil
mengacaukan pasukan lawan. Para pengikut Harya Wisaka itu
tidak segera mampu menempatkan diri. Apalagi sebagian dari
mereka telah hilang tanpa mereka ketahui. Para penjaga dan
para petugas malam itu lenyap begitu saja dari tempat-tempat
tugas mereka. Sebenarnyalah bahwa jumlah para pengikut Harya Wisaka
yang berada di padukuhan itu jauh lebih banyak dari prajurit
Pajang yang menyerang mereka. Tetapi kedatangan mereka
dengan diam-diam, menyusutnya satu persatu dari para
pengikut Harya Wisaka, serta sergapan yang tiba-tiba, telah
menghancurkan ketahanan jiwa para pengikut Harya Wisaka
itu. Merekapun tidak dapat mengetahui dengan pasti kekuatan
pasukan Pajang yang menyerang mereka. Mereka mendengar
teriakan-teriakan dan sorak yang kadang-kadang meledak di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mana-mana, sehingga seakan-akan di seluruh padukuhan itu
sudah penuh dengan prajurit dari Pajang.
Dengan demikian, maka perlawanan para pengikut Harya
Wisaka itu tidak mampu membendung serangan-serangan
pasukan Pajang. Beberapa orang pengikut Harya Wisaka telah
terlempar dari arena. Sebagian terluka parah. Namun
sebagian lagi telah terbunuh.
Raden Sutawijaya dengan pasukannya berada di sekitar
rumah Ki Bekel. Raden Sutawijaya mengira bahwa Harya
Wisaka ada di rumah itu. Karena itu, maka beberapa orang
prajurit telah berusaha untuk langsung masuk ke dalam rumah
Ki Bekel bersama Raden Sutawijaya sendiri.
Sementara itu, Pangeran Benawa bertempur dengan para
pengikut Harya Wisaka di halaman yang luas dari sebuah
rumah yang besar. Prajurit-prajuritnya dengan cepat melindas
para pengikut Harya Wisaka yang terkejut dan menjadi kacau,
karena tiba-tiba saja ujung-ujung senjata sudah berada di
depan hidung mereka. Pertempuran yang terjadi di Jurangjero itu adalah
pertempuran yang sengit. Tetapi para pengikut Harya Wisaka
tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan kekuatan
mereka. Selain orang-orang mereka menyusut seorang demi
seorang sebelum pertempuran itu terjadi, pertempuran itu
sendiri sangat mengejutkan mereka. Mereka tidak bersiap
sama sekali untuk memasuki pertempuran yang keras itu.
Karena itu, maka korbanpun berjatuhan. Sementara itu,
yang masih mendapat kesempatan berusaha untuk
melepaskan diri dari putaran ujung-ujung senjata.
Dalam kekalutan itu, Raden Sutawijaya masih sempat juga
berteriak, "Jika kalian menyerah, maka pertempuran akan
berhenti. Kalian tidak akan dihukum mati"
Tetapi nampaknya para pengikut Harya Wisaka itu tidak
ingin menyerah. Yang masih hidup berusaha untuk
meninggalkan arena pertempuran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang terdengar kemudian adalah kentongan-kentongan
kecil yang berbunyi dengan irama yang lain. Namun suaranya
cukup keras menggetarkan seluruh medan pertempuran.
Agaknya beberapa orang penghubung dari para pengikut
Harya Wisaka itu selalu membawa kentongan-kentongan kecil
yang dapat mereka bunyikan sebagai isyarat dan perintah
setiap waktu dan kesempatan. Suara kentongan-kentongan
kecil itu menjalar dari halaman rumah yang satu ke halaman
rumah yang lain. Sambung bersambung.
Agaknya irama yang terdengar itu adalah perintah untuk
menarik diri dari medan pertempuran.
Sebenarnyalah, pasukan yang menurut keterangan para
petugas sandi dipimpin oleh Harya Wisaka itu, telah
mempergunakan setiap kesempatan yang ada untuk
menyingkir dari medan pertempuran.
Para prajurit Pajang tidak begitu saja melepaskan mereka.
Apalagi mereka ingin dapat menangkap Harya Wisaka hidup
atau mati. Karena itu, maka para prajurit Pajang itupun telah
memburu lawan mereka yang melarikan diri.
Namun gelap malam, pepohonan yang rimbun di halaman
dan apalagi di kebun-kebun, rumpun-rumpun bambu, dindingdinding penyekat, agaknya memberikan perlindungan yang
baik bagi mereka yang sedang melarikan diri itu.
Beberapa orang memang tidak sempat keluar dari
padukuhan. Ada di antara mereka yang terluka di punggung,
di pundak, lambung dan bagian-bagian tubuh yang lain.
Namun sebagian dari mereka sempat melarikan diri dan tidak
tergapai oleh para prajurit dari Pajang.
Malam itu juga para prajurit Pajang telah mengumpulkan
orang-orang yang terluka dan yang telah terbunuh di
peperangan. Bukan hanya para prajurit Pajang, tetapi juga para pengikut
Harya Wisaka. Orang-orang padukuhan yang terbangun dari
tidurnya telah dipanggil keluar oleh para prajurit Pajang untuk membantu mereka, mengumpulkan mereka yang terluka dan
yang terbunuh. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mula-mula tidak seorangpun yang berani keluar dari
rumahnya. Namun para prajurit telah menyerukan agar
mereka tidak takut. "Kami adalah prajurit-prajurit Pajang yang telah mengusir para pemberontak. Kami hanya ingin minta tolong
mengumpulkan orang-orang yang terluka"
Yang mula-mula keluar dari dalam rumah adalah Ki Bekel.
Karena rumahnya dipergunakan oleh para pengikut Harya
Wisaka, maka Ki Bekel dan keluarganya justru berada di
rumah tetangganya. Rumah yang kecil saja, yang tidak dipakai
oleh para pengikut Harya Wisaka.
Ketika Ki Bekel yakin bahwa yang memanggilnya adalah
para prajurit Pajang yang dipimpin langsung oleh Ki Gede
Pemanahan, maka Ki Bekelpun telah memanggil orang-orang
yang ketakutan di dalam rumah mereka masing-masing. Baru
setelah mereka mendengar suara Ki Bekel Jurangjero, maka
baru mereka berani keluar rumah.
Beberapa orang laki-laki dan anak mudapun telah
membawa obor bersama-sama dengan para prajurit,
menyusup di halaman-halaman rumah dan kebun untuk
mengumpulkan tubuh-tubuh yang tidak berdaya dan yang
sudah terbunuh. Namun di antara mereka tidak terdapat Harya Wisaka.
"Paman Harya Wisaka memang licin" desis Raden
Sutawijaya. "Banyak kesempatan terbuka baginya" sahut Pangeran
Benawa. "Sekarang apa yang harus kita lakukan" Mengejar mereka"
Tetapi mereka pecah tercerai-berai" bertanya Paksi.
"Tidak" sahut Raden Sutawijaya, "kita tidak memburu
mereka sekarang" Demikianlah, ketika fajar naik, para pemimpin kelompok
prajurit Pajang itu dapat mengetahui beberapa orang mereka
yang terluka dan yang gugur.
Paksi menundukkan wajahnya ketika diketahuinya seorang
prajuritnya gugur. Lima orang terluka. Seorang di antaranya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agak parah. Sementara seorang prajurit dari kelompok yang
dipimpin oleh Raden Sutawijaya juga gugur. Sedangkan
kelompok prajurit yang dipimpin oleh Pangeran Benawa tidak
seorang pun yang gugur. Tetapi sepuluh di antara mereka
terluka. Tiga orang terhitung agak berat.
Para prajurit Pajang itu memang tidak memburu para
pengikut Harya Wisaka. Mereka harus beristirahat lebih dahulu
di Jurangjero. Beberapa orang terluka parah, sehingga tidak
dapat meneruskan perjalanan. Sementara itu, para pemimpin
kelompok tidak dapat meninggalkan mereka yang terluka itu
di Jurangjero, karena para pengikut Harya Wisaka akan dapat
merunduk mereka dan membantainya.
Karena itu, maka para pemimpin pasukan itu memutuskan
untuk tinggal di Jurangjero beberapa hari.
Namun Ki Gede Pemanahan telah memerintahkan para
petugas sandi untuk membayangi pasukan Harya Wisaka itu
dan setiap kali memberikan laporan kepadanya.
Di hari berikutnya, orang-orang Jurangjero menjadi sibuk
memakamkan dua orang prajurit yang gugur. Tetapi mereka
juga harus mengubur para pengikut Harya Wisaka yang
terbunuh di pertempuran itu. Mereka yang tubuhnya
disembunyikan di semak-semak dan di balik dinding halaman.
Bahkan ada di antara mereka yang tubuhnya tersembunyi di
bawah gardu-gardu perondan. Mereka justru terbunuh
sebelum pertempuran yang sebenarnya terjadi.
Selain yang terbunuh, ternyata banyak para pengikut Harya
Wisaka yang terluka parah dan tidak dapat melarikan diri dari
padukuhan itu. Mereka dikumpulkan di banjar padukuhan
untuk mendapat perawatan.
Raden Sutawijaya di banjar telah berpesan kepada Ki Bekel
untuk memperlakukan dan merawat para pengikut Harya
Wisaka dengan baik. "Pada suatu saat kami harus pergi" berkata Raden
Sutawijaya. "Jika kalian memperlakukan para pengikut Harya Wisaka itu dengan baik, mereka tidak akan mendendam
kalian" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel itu mengangguk-angguk.
"Kami masih akan memburu Harya Wisaka, sehingga kami
tidak akan dapat membawa mereka atau menyerahkan
mereka ke Pajang. Tetapi di perjalanan pulang, kami akan
singgah dan membawa mereka yang masih tinggal disini"
Seperti dipesankan oleh Raden Sutawijaya, maka orangorang Jurangjero memperlakukan dan merawat para pengikut
Harya Wisaka dengan baik. Seorang tabib yang pandai dari
padukuhan itu merawat dan mengobati para pengikut Harya
Wisaka itu sebagaimana ia merawat dan mengobati para
prajurit Pajang. Ternyata para prajurit Pajang harus tinggal dua hari di
Jurangjero. Mereka masih belum dapat bergerak, karena
masih ada di antara mereka yang masih belum dapat
meninggalkan pembaringan. Sementara itu, para pemimpin
prajurit Pajang tidak dapat meninggalkan mereka, karena
dendam para pengikut Harya Wisaka akan dapat mencelakai
mereka, meskipun para prajurit Pajang tidak mengusik para
pengikut Harya Wisaka yang terluka.
"Tinggalkan kami" berkata seorang di antara yang terluka
parah. "Kita tidak dapat mempercayai para pengikut Harya Wisaka
itu" "Biarlah, apa yang akan mereka lakukan atas kami. Mudahmudahan orang Jurangjero dapat mencegah mereka"
"Tidak" berkata Raden Sutawijaya, "kalian harus
meninggalkan padukuhan ini"
Setelah dua hari berada di Jurangjero bersama-sama
dengan para pengikut Harya Wisaka yang terluka, maka
pasukan Pajang itupun bergerak meninggalkan Jurangjero
atas tuntunan para petugas sandi. Mereka sempat
mengetahui, bahwa pasukan yang dipimpin oleh Harya Wisaka
itu bergerak ke selatan. "Apakah kami tidak dianggap bersalah jika kami merawat
dan mengobati luka-luka para pemberontak itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami adalah saksi bahwa kalian tidak berpihak kepada
mereka" berkata Raden Sutawijaya. "Kalian untuk sementara tidak dapat berbuat lain. Jika kalian menahan mereka seperti
tawanan, maka mereka akan mendendam. Sementara kami
belum dapat memberikan perlindungan kepada kalian sebaikbaiknya" Ki Bekel mengangguk-angguk.
"Jangan cemas bahwa kami akan memfitnah kalian"
"Terima kasih atas pengertian Raden" berkata Ki Bekel itu.
Namun kemudian Ki Bekel itupun bertanya, "Apa yang harus
kami lakukan jika ada di antara mereka yang melarikan diri
selama ditinggalkan oleh prajurit Pajang" Atau bahkan
mungkin kawan-kawannya datang untuk mengambil mereka?"
"Kalian memang tidak dapat berbuat apa-apa. kami tahu,
jika kalian mencoba mencegahnya, maka padukuhan ini akan
mengalami bencana" sahut Pangeran Benawa. "Karena itu,
lepaskan saja mereka. Jika kami dapat menangkap Harya
Wisaka, mereka tidak akan berarti apa-apa"
"Terima kasih, Pangeran" Ki Bekel mengangguk hormat,
"mudah-mudahan pasukan Pajang berhasil menangkap Harya
Wisaka sehingga kekacauan yang disebarkan dimana-mana
segera berakhir" Demikianlah, maka pasukan Pajang itupun telah
meninggalkan Padukuhan Jurangjero sambil membawa
beberapa orang terluka. Masih ada dua orang yang harus
dipapah karena lukanya yang parah.
"Sebenarnya Raden tidak usah bersusah payah membawa
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami" berkata salah seorang yang terluka parah.
"Kami hanya ingin menjauhkan kalian dari para pengikut
Harya Wisaka itu" berkata Raden Sutawijaya. "Kalian akan
kami sembunyikan di padukuhan yang agak jauh dari
Jurangjero, agar mereka tidak dapat memburu kalian"
"Kami sudah siap menghadapi segala kemungkinan"
"Tetapi kita harus memilih kemungkinan terbaik dari segala kemungkinan itu"
Keduanya tidak menjawab. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedikit lewat tengah hari, pasukan itu berhenti di sebuah
padukuhan. Ketika seorang penghubung memberitahukan
bahwa yang datang itu adalah pasukan khusus dari Pajang
yang dipimpin langsung oleh Ki Gede Pemanahan, maka
pasukan itupun diterima dengan baik oleh para penghuninya.
"Apakah pasukan yang dipimpin oleh Harya Wisaka lewat
padukuhan ini?" bertanya Raden Sutawijaya kepada Ki Bekel.
Ki Bekel itu menggeleng. Katanya, "Tidak, Raden. Tidak
ada pasukan yang lewat padukuhan ini. Tetapi ada pasukan
yang melewati padukuhan di sebelah gumuk kecil itu. Mereka
merampas semua isi padukuhan itu setelah mereka minta
disediakan makan dan minum secukupnya"
"Berapa orang menurut pendengaran Ki Bekel?"
"Banyak. Seratus orang lebih"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Sementara Paksi
berdesis, "Mereka sempat mengumpulkan orang-orang
mereka yang bercerai-berai"
"Nampaknya mereka memiliki ikatan yang kuat yang tidak
terputus saat Harya Wisaka ditahan. Demikian Harya Wisaka
berhasil melarikan diri, maka ikatan itu menjadi semakin erat
dan tanpa pertimbangan nalar, pengikut-pengikut Harya
Wisaka melakukan semua perintah"
Pasukan itu beristirahat di padukuhan itu semalam. Di hari
berikutnya, pasukan Pajang yang dipimpin oleh Ki Gede
Pemanahan telah meninggalkan padukuhan itu. Namun
mereka telah meninggalkan kedua orang yang terluka parah
dan menitipkannya kepada Ki Bekel.
"Kami akan segera kembali" berkata Raden Sutawijaya.
Dituntun oleh petugas sandi, pasukan itu bergerak
menyusul gerak pasukan yang dipimpin oleh Harya Wisaka.
Meskipun jarak mereka sudah jauh, tetapi para prajurit
sandi mampu mencium jejak pasukan itu.
Sehari-hari pasukan Pajang itupun bergerak. Di sore hari
menjelang matahari tenggelam, pasukan itu singgah di sebuah
padukuhan yang besar. Seperti di padukuhan-padukuhan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelumnya, pasukan itu mendapat sambutan yang sangat
ramah. Bahkan agak berlebih-lebihan.
"Kami sudah menyiapkan sebuah bangsal yang pantas
untuk menginap pasukan ini" berkata Ki Bekel.
"Bangsal?" bertanya Raden Sutawijaya.
"Ya, bangsal yang besar"
"Apakah kalian membuat bangsal khusus untuk menginap
sepasukan prajurit?" bertanya Pangeran Benawa.
"Maksud kami, kami sediakan banjar padukuhan kami
sebagai sebuah bangsal bagi para prajurit. Kami sudah
menyediakan tikar, bantal dan perlengkapan-perlengkapan lain
seperlunya" "Terima kasih, Ki Bekel" berkata Sutawijaya.
Demikianlah, maka Ki Bekel telah menempatkan para
prajurit dan pasukan khusus itu di banjar padukuhan. Sebuah
banjar yang cukup besar yang memang dapat menampung
sejumlah tujuhpuluh lima orang.
Di pendapa, di ruang dalam dan di serambi-serambinya
telah digelar tikar pandan yang putih, yang nampaknya masih
baru. "Silahkan beristirahat sebaik-baiknya. Kami akan
menyediakan makan malam bagi pasukan ini"
"Terima kasih, Ki Bekel"
Ketika Ki Bekel dan dua orang bebahu meninggalkan
banjar, Raden Sutawijaya, Pangeran Benawa dan Paksi telah
berbicara dengan pemimpin tertinggi pasukan khusus itu, Ki
Gede Pemanahan. "Aku menjadi curiga" berkata Pangeran Benawa.
Sebenarnyalah, ketika senja turun, maka seorang petugas
sandi telah menghadap Ki Gede Pemanahan dengan wajah
yang pucat berkeringat. "Kami mohon ampun. Ada kesalahan dalam pengamatan
kami" "Kesalahan apa?" bertanya Raden Sutawijaya. "Padukuhan ini dua hari yang lalu memang benar dilalui oleh pasukan
Harya Wisaka itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu?" Petugas sandi itu termangu-mangu sejenak. Dipandanginya
orang-orang yang ada di sekelilingnya.
"Kau berada di antara kami, jangan takut" desis Pangeran
Benawa. "Kami telah masuk ke dalam jebakan. Ki Bekel yang
menerima kita, bukan Ki Bekel dari padukuhan ini yang
sebenarnya. Padukuhan ini sudah dikuasai oleh pasukan Harya
Wisaka. Kita berada di antara mereka"
Wajah para pemimpin pasukan Pajang itu menegang
sejenak. Namun Raden Sutawijayapun berkata, "Baik. Terima kasih atas pemberitahuan ini. Tetapi apakah kau yakin?"
"Ya, Raden. Kami menjadi curiga ketika kami datang ke
padukuhan ini. Aku dan seorang kawanku telah mencari
keterangan. Kami berdua mendapat keterangan yang sama"
"Kalian mencari keterangan bersama-sama atau sendirisendiri, tetapi mendapat keterangan yang sama?"
"Sendiri-sendiri, Raden"
"Dimana kawanmu itu?"
"Masih berusaha untuk meyakinkan"
"Dimana Ki Bekel yang sebenarnya sekarang" Dibunuh atau
ditawan?" "Kami belum tahu. Tetapi kami menduga, bahwa Ki Bekel
masih berada di rumahnya. Tetapi dijaga ketat" "Baik. Kami harus segera mempersiapkan diri"
Berita itu segera disebarkan di antara para prajurit, tetapi
dengan sangat berhati-hati. Dari seorang ke seorang yang
lain, sehingga akhirnya semuanya telah mendengarnya.
"Tunggu perintah selanjutnya" pesan Raden Sutawijaya.
Dalam pada itu, petugas sandi itupun telah minta diri untuk
mengamati keadaan dan perkembangan terakhir di padukuhan
itu. "Sebelum wayah sepi bocah, kalian harus sudah berada
disini dengan para petugas sandi yang lain yang ada disini"
"Kami berdua saja disini, Raden" "Mereka mendahului
perjalanan kita" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Tetapi ingat, sebelum wayah sepi bocah, kalian berdua harus
sudah berada disini"
Petugas sandi itupun meninggalkan banjar. Tidak lewat
pintu regol, karena petugas sandi itu yakin, bahwa regol itu
tentu diawasi dengan baik.
Sebenarnyalah menjelang wayah sepi bocah, kedua orang
petugas sandi itu telah berada di banjar. Mereka menjadi
yakin, bahwa keterangan yang mereka dapatkan itu benar. Ki
Bekel itu bukan Ki Bekel yang sebenarnya. Sementara itu,
pasukan Harya Wisaka yang kuat telah bersiap untuk
mengepung dan selanjutnya menghancurkan pasukan Pajang
itu. "Kita harus keluar dari banjar ini. Jika kita harus bertempur, kita akan memilih seluruh padukuhan ini sebagai medan"
"Ya" berkata Pangeran Benawa, "semakin luas ruang gerak kita, akan menjadi lebih baik bagi kita"
"Jika perlu kita akan keluar dari padukuhan ini. Untuk itu kita harus menentukan tempat untuk berkumpul kembali"
Petugas sandi itulah yang memberitahukan bahwa tidak
jauh dari padukuhan itu terdapat sebuah hutan.
"Kita dapat berkumpul dan menyusun diri di hutan itu"
Sementara itu, selagi mereka masih berbincang, beberapa
orang telah memasuki banjar padukuhan itu dengan
membawa nasi yang masih mengepul serta sayur dan laukpauknya. Agaknya nasi, sayur dan lauk-pauk baru saja masak,
sehingga masih tetap hangat. Demikian pula minumannya.
"Terima kasih" berkata Ki Gede Pemanahan kepada orangorang yang datang membawa makan malam mereka itu.
Sepeninggal mereka, maka Pangeran Benawapun bertanya,
"Apakah kita akan makan?"
"Kita akan melihat, apakah nasi, sayur dan lauk-pauknya
serta minuman itu dapat dimakan dan diminum"
Raden Sutawijaya dan Pangeran Benawa, yang ternyata
kebal akan racun itu telah menilik makanan dan minuman itu.
Apakah makan dan minum itu beracun atau tidak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata nasi, sayur dan lauk-pauknya serta minuman itu
tidak beracun, sehingga karena itu, maka Raden Sutawijaya
membiarkan para prajurit Pajang itu makan dan minum
sepuasnya. Hidangan makan dan minum itupun terasa berlebihan.
Beberapa ekor ayam telah disembelih. Telur itik dan ikan air
tawar yang nampaknya langsung ditangkap dari belumbang.
"Pokoknya sekarang makan" berkata seorang prajurit.
"Kau penuhi perutmu dengan nasi dan daging ayam
goreng?" "Ya. Sayang kalau tidak dimakan"
"Jika kemudian perutmu dikoyak dengan ujung pedang?"
"Jika aku harus mati, aku sudah menikmati daging ayam
goreng, telur itik dadar dan mangut lele"
Kawannya mengerutkan keningnya, sementara prajurit
yang makan sekenyangnya itu tertawa. Katanya, "Jangan
terlalu tegang. Nikmati saja makan dan minummu"
Akhirnya kawannya itupun tertawa. Katanya, "Kau benar.
Sayang kalau lauknya yang nikmat ini tersisa"
Beberapa saat kemudian mereka telah selesai makan.
Sementara itu malampun bertambah malam. Menurut
perhitungan Raden Sutawijaya, saat itu adalah saat yang
terbaik untuk meninggalkan banjar. Justru saat mereka dikira
masih sibuk makan. Petugas sandi itupun telah memberikan ancar-ancar
beberapa jalan menuju ke hutan sebelah. Jika mereka harus
berpencar, maka mereka akan berkumpul kembali di hutan itu
sebelum fajar. Demikianlah, maka sejenak kemudian, Ki Gede
Pemanahanpun telah memerintahkan para prajurit Pajang itu
untuk keluar dari halaman banjar. Tetapi mereka tidak
diperkenankan keluar lewat regol halaman.
"Kalian harus meloncati dinding bagian belakang banjar itu.
Kita tidak berhasil mengetahui jumlah kekuatan lawan kita.
Tetapi menurut perhitungan, mereka tidak ingin dihancurkan
lagi sebagaimana yang terjadi di Jurangjero. Karena itu, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekuatan mereka tentu lebih besar sekarang ini, sementara
itu, kita berada di dalam kekuatan mereka itu. Karena itu, kita akan keluar dahulu dari lingkungan mereka. Kita membuat
jarak agar penglihatan kita atas mereka menjadi lebih jelas"
Demikianlah, seorang petugas sandi telah mendahului
meloncati dinding belakang banjar. Nampaknya lawan terlalu
yakin akan keberhasilan mereka menjebak para prajurit
Pajang itu, sehingga mereka tidak menempatkan pengawasan
yang lebih rapat di belakang banjar.
Setelah ada isyarat, maka berangsur-angsur prajurit Pajang
itu keluar dari halaman banjar. Diam-diam dengan menyusup
di antara pepohonan di kebun dan menyelinap di sela-sela
rumpun bambu, maka para prajurit itu berusaha untuk
meninggalkan padukuhan itu.
Sebelum tengah malam, para prajurit itu berhasil keluar
dari padukuhan. Mereka mengikuti jalan pintas yang paling
dekat menuju ke hutan sebelah untuk memantapkan sikap
mereka. "Kita berharap bahwa mereka akan segera mengetahui,
bahwa banjar itu telah kosong. Dengan mengikuti jejak kita,
kita berharap mereka akan menyusul kita. Nah, terserah
kepada kita, apa yang akan terjadi kemudian. Kita tentu
mendapat kesempatan lebih baik di pinggir hutan ini daripada
di dalam padukuhan itu"
"Aku akan kembali ke padukuhan" berkata salah seorang
petugas sandi. "Aku akan melihat apa yang mereka lakukan
setelah mereka mengetahui bahwa kita telah pergi"
"Berhati-hatilah. Ternyata mereka juga cerdik" pesan Raden Sutawijaya.
Dengan sangat berhati-hati sebagaimana dipesankan oleh
Raden Sutawijaya, maka petugas sandi itu telah kembali lagi
ke padukuhan. Ternyata padukuhan itu menjadi gempar. Ketika seorang
pengawas merasa curiga bahwa banjar itu rasa-rasanya
menjadi sepi, ia telah mendekati regol halaman dan
menjenguk ke dalam. Rasa-rasanya jantungnya berhenti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika ia tidak melihat seorang pun di pendapa banjar.
Sementara itu mangkuk masih berserakan. Sisa nasi di dalam
ceting-ceting bambu masih tetap mengepul. Demikian pula
sisa sayur dan lauk-pauknya.
Dengan serta-merta orang itu telah memanggil seorang
kawannya dan mengajaknya masuk ke dalam banjar.
Sebenarnyalah banjar itu telah kosong.
Berlari-lari keduanya, melaporkan kepergian pasukan
Pajang yang berada di banjar itu.
"Gila" orang yang mengaku Ki Bekel itu berteriak,
"bukankah mereka tidak hanya dua atau tiga orang. Tetapi
mendekati seratus orang" Apakah tidak ada yang melihat
mereka keluar dari regol halaman dan pergi meninggalkan
padukuhan ini?" "Kita akan melihat. Mereka tidak keluar lewat regol
halaman banjar" Orang yang menyebut dirinya Ki Bekel dan beberapa orang
dengan cepat pergi ke banjar. Mereka mengamati keadaan
banjar itu dengan saksama. Para prajurit itu sempat makan
secukupnya. Tidak nampak bahwa mereka menjadi tergesagesa. Mangkuk-mangkuk yang dipakai oleh para prajurit itu
sudah menjadi kotor. Tetapi tidak ada makanan yang tersisa
di dalam mangkuk-mangkuk itu. Bahkan nasi, sayur dan laukpauknyapun hampir habis semuanya.
"Gila prajurit-prajurit Pajang" geram orang yang menyebut dirinya Ki Bekel. "Mereka habiskan makan dan minum yang
kita hidangkan. Tetapi mereka sempat lenyap begitu saja
seperti hantu"
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang yang menyebut dirinya Ki Bekel itupun segera
memerintahkan mencari jejak para prajurit Pajang itu.
"Nampaknya dengan tenang saja mereka pergi. Tidak ada
benda sepotong pun yang ketinggalan"
Sejenak kemudian, maka beberapa orangpun telah
menemukan jejak para prajurit yang menghilang dari banjar
itu. Mereka melihat jejak mereka di kebun belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka meloncati dinding kebun belakang" lapor seorang
di antara mereka yang mencari jejak itu.
Orang yang disebut Ki Bekel itupun telah pergi ke kebun
belakang banjar pula untuk melihat sendiri jejak yang
ditinggalkan oleh para prajurit Pajang itu.
"Setan alas" geram orang yang disebut Ki Bekel itu. Ia
bahkan menemukan beberapa potong tulang ayam.
Nampaknya para prajurit itu menghilang dari padukuhan itu
masih sempat membawa beberapa potong daging ayam dan
dimakannya sambil pergi meninggalkan banjar.
Ki Bekel itupun segera memerintahkan orang-orangnya
untuk mengikuti jejak para prajurit Pajang itu.
"Jumlah mereka tidak sampai seratus orang" berkata orang
yang disebut Ki Bekel itu.
"Tetapi prajurit-prajurit itu terdiri dari orang-orang gila.
Mungkin mereka adalah orang-orang yang sudah
diputuskan untuk dihukum mati karena kejahatan yang pernah
mereka lakukan. Mereka akan mendapat pengampunan jika
mereka bersedia ikut dalam gerakan yang gila itu"
"Tetapi pasukan itu dipimpin langsung oleh Ki Gede
Pemanahan" "Hanya Ki Gede Pemanahan yang berani memimpin
sekelompok penjahat yang seharusnya sudah digantung atau
dipancung atau bahkan dihukum picis atau hukum sula"
"Siapapun mereka, kita akan menghancurkannya. Bawa
semua orang kita yang sudah dipersiapkan di padukuhan ini"
"Semuanya sekitar seratus lima puluh orang"
"Kita mempunyai kekuatan lipat dua dari para prajurit itu"
"Orang-orang kita di Jurangjero jumlahnya juga sekitar
seratus lima puluh orang. Tetapi mereka dihancurkan oleh
pasukan Ki Gede Pemanahan itu"
"Mereka diserang dengan cara yang licik. Tetapi sekarang
kita akan bertempur beradu dada"
Demikianlah, pasukan dari para pengikut Harya Wisaka
itupun telah menelusuri jejak para prajurit Pajang. Sebagian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari mereka adalah orang-orang yang berhasil melarikan diri
dari Jurangjero. Mereka masih belum dapat menghapus bayangan
kekalahan yang pernah mereka alami di Jurangjero. Karena
itu, sebelum mereka bertemu dengan lawan, maka punggung
mereka sudah basah oleh keringat.
Mereka mencoba untuk menguatkan hati mereka dengan
setiap kali mengucap ulang kata-kata orang yang disebut Ki
Bekel itu. Di Jurangjero, pasukannya diserang dengan licik
oleh para prajurit Pajang. Mereka merunduk dengan diamdiam. Meloncat dan menusuk dengan tiba-tiba kawankawannya yang belum siap. Sekarang pasukan para pengikut
Pendekar Bunga Merah 1 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Hantu Wanita Berambut Putih 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama