Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung Bagian 6
menghampiri kamar samping di mana Ouw Hui berada.
Oleh karena jumlah musuh terlalu besar, Ouw Hui jadi gentar juga dan lalu memutar otaknya
untuk mencari siasat baik guna merebut kemenangan. Memang ia sudah menduga bahwa Touw
Sat Kauw akan mencari pembantu-pembantu guna menghadapi dirinya, akan tetapi sama-sekali ia
tidak nyana, orang she Touw itu mempunyai "muka yang begitu besar" (sangat dipandang,)
sehingga dapat mengundang begitu banyak orang pandai.
Begitu lekas ketujuh orang itu menghampiri pintu kamar, Ouw Hui segera loncat ke belakang
sekosol untuk mencari tahu, jebakan apa yang mereka sedang pasang.
Tiba-tiba ia dengar suara orang menghidupkan bahan api. Ia terkesiap sebab mengetahui,
begitu lekas lilin disulut, ia tak dapat sembunyikan dirinya lagi di belakang sekosol.
Sekali menyapu kamar itu dengan matanya, ia dapat lihat satu ranjang yang kelambunya
diturunkan, tapi di depannya tidak terdapat sepatu, sehingga dapat dipastikan, pembaringan itu
tidak sedang ditiduri orang. Dengan cepat ia loncat ke depan tempat tidur itu, membuka
kelambunya dan lalu masuk ke dalam selimut. Gerakannya itu luar biasa cepat dan enteng,
sehingga meskipun ketujuh orang itu mempunyai kepandaian tinggi, tak ada satu pun yang
mengetahui. Begitu masuk ke dalam selimut sulam, bukan main terkejutnya Ouw Hui, lantaran tangannya
tersentuh dengan tubuh manusia dan hidungnya mengendus bebauan yang sangat harum. Tak
bisa salah lagi, manusia itu adalah manusia wanita!
Selama hidup duapuluh tujuh tahun lamanya, belum pernah ia menyenggol badannya seorang
wanita. Maka itu, tidaklah heran, ia kaget bagaikan dipagut ular. Ia ingin segera merosot turun,
akan tetapi, lilin sudah disulut dan malahan satu orang menghampiri sekosol sambit melongoklongok,
dengan satu tangan memegang ciaktay (tempat menancap lilin).
"Di sini tidak ada manusia, kita boleh bicara," katanya sambil menghampiri kursi.
Apa yang membikin Ouw jadi lebih kaget lagi adalah bebauan harum yang dindus olehnya.
Wewangian itu adalah wewangian yang digunakan Biauw Yok Lan.
"Apakah Biauw Kohnio?" ia menanya dirinya sendiri dengan hati berdebar-debar 'Ah!
Kedosaanku benar-benar besar! Tapi ... tapi, jika aku keluar sekarang, beberapa orang itu, yang
melihat aku tidur bersama-sama Biauw Kouwnio, tentu akan menyiarkan omongan gila-gila.
Dengan demikian, namanya Biauw Kouwnio yang suci-bersih, dirusak olehku. Ah! Tak lain jalan
daripada terus menanti sampai mereka keluar dari kamar ini. Sesudah itu, barulah aku memohon
maaf dan berlalu dan sini." Setelah mengambil putusan itu, ia lalu menggeser badannya sejauh
mungkin dari nona Biauw. Meskipun tak dapat bergerak akibat totokan pada jalanan darahnya, kesadaran Biauw Yok Lan
sedikit pun tidak berkurang. Ketika Ouw Hui masuk ke dalam pembaringan, kagetnya bagaikan
disambar geledek. Dalam keadaan yang tidak berdaya, ia meramkan kedua matanya dan
pasrahkan nasibnya kepada Tuhan. Akan tetapi, sesudah lewat beberapa saat, ia dapat kenyataan
bukan saja pemuda itu tidak berlaku kurang ajar, tapi malahan menjauhkan dirinya. Hatinya
menjadi agak lega dan timbullah perasaan herannya. Perlahan-lahan ia membuka kedua matanya
dan apa mau, pada saat itu, Ouw Hui pun sedang mengawasi padanya.
Sementara itu, di luar sekosol sudah terdengar suara orang bicara, "Say Congkoan," kata satu
orang. "Benar-benar perhitunganmu jitu seperti perhitungan dewa. Itu 'Kim Bian Hud', yang
disohori sebagai manusia yang tiada tandingannya dalam dunia ini, tanpa merasa masuk ke dalam
jebakan dan walaupun dia mempunyai sayap, tak nanti dia bisa terbang mabur."
Orang yang menyuluhi kamar dengan membawa ciaktay lantas saja tertawa terbahak-bahak.
"Thio hiantee (adik)," kata ia. "Jangan kau terlalu memuji-muji aku. Sesudah usaha kita berhasil,
aku tentu tak akan melupakan kalian semua."
Mendengar begitu, bukan main kagetnya Ouw Hui dan Yok Lan, orang-orang itu ternyata
sedang mengatur jebakan untuk mencelakakan Biauw Jin Hong. Nona Biauw yang tidak mengenal
selak-beluknya Kang Ouw, masih belum seberapa kaget. Ia menganggap ayahnya yang
mempunyai ilmu silat luar biasa tinggi, tak akan dapat dicelakakan oleh siapa juga. Adalah Ouw
Hui yang terkejut bagaikan disambar petir. Ia mengetahui, bahwa Say Congkoan adalah ahli silat
nomor satu di dalam kerajaan bangsa Boan, dengan mempunyai lweekang dan gwakang yang
bersamaan tingginya. Di sebelahnya itu, dengar kelicikannya dan kehcinannya, entah sudah
berapa banyak ksatria penyinta negeri yang celaka dalam tangannya. Ia adalah wisu utama yang
paling dipercaya oleh Kaisar Kian Liong. Sekarang, dengan membawa begitu banyak pembantu, ia
sendiri datang di Giok Pit Hong, sehingga Ouw Hui merasa sangat kuatir Biauw Jin Hong sukar
terlolos dari tangannya. Sesaat itu juga, Ouw Hui segera mengambil putusan yang sangat berani. Dengan cepat ia
membuka kelambu dan sambil mengerahkan tenaga dalam, ia mengebaskan tangannya ke arah
api lilin. Dengan satu suara "bet," lilin itu padam, tanpa diketahui oleh siapa pun juga, bahwa itu
adalah perbuatannya seorang tetamu malam.
'Ah! Lilin padam!" berkata satu orang.
Pada waktu itulah, dari luar kembali masuk sejumlah orang.
"Lekas sulut lilin!" berkata seorang lain.
"Nyalakan lampu saja," kata orang ketiga.
'Aku rasa, lebih baik kita omong-omong dalam kegelapan," demikian terdengar suaranya Say
Congkoan. "Biauw Jin Hong sangat licin. Jika ia lihat sinar api, mungkin sang ikan yang sudah
menelan umpan, akan dapat meloloskan diri."
Semua orang lantas saja menyetujui pikiran itu. "Pemandangan Congkoan adalah sangat jauh
dan bekerja secara sangat hati-hati," kata seorang.
Sekosol diisarkan dan kamar penuh orang, ada yang duduk di pinggir ranjang. Ouw Hui sangat
berkuatir, kalau-kalau dalam capenya, ketiga orang itu merebahkan dirinya di atas pembaringan.
Maka itu, lantas saja ia menggeser badannya sampai ke tepi belakang ranjang. Waktu itu, Ouw
Hui sudah mengambil suatu keputusan pasti, bahwa jika tempat sembunyinya diketahui orang,
walaupun harus membuang jiwa, ia akan binasakan itu delapan belas orang. Seorang pun ia tak
akan kasi hidup terus untuk mencegah ternodanya nama Biauw Yok Lan. Tapi untung ketiga orang
itu duduk tetap di pinggir ranjang.
Ouw Hui belum mengetahui, bahwa Yok Lan kena ditotok jalanan darahnya. Ia berkuatir
berbareng girang, ketika melihat nona Biauw tidak mengisarkan diri.
"Saudara-saudara," demikian terdengar pula suaranya Say Congkoan. "Sekarang biarlah Touw
chungcu lebih dulu memperkenalkan kalian."
'Aku merasa sangat bersukur dan berterima kasi, bahwa saudara-saudara sudah sudi
berkunjung kemari," kata Touw Sat Kauw.
"Yang ini adalah Congkoan Gi Cian Si Wi (Pemimpin Pasukan Pengawal Pribadi Kaisar) Say
Tayjin. Namanya Say Tayjin sudah lama menggetarkan Rimba Persilatan dan aku rasa kalian
semua juga sangat ingin berjumpa dengan ianya."
Semua orang lantas saja mengeluarkan kata-kata pujian dan mengumpak-umpak.
Mendengar nama-nama yang diperkenalkan Touw Sat Kauw, lebih-lebih terkejutnya Ouw Hui.
Di sebelahnya Say Congkoan dan tujuh Gi Cian Si Wi itu, setiap orang adalah jago kenamaan
dalam kalangan Kang Ouw, antaranya Hian Beng Cu dari Ceng Cong Pay, Leng Ceng Ki Su dari
Kun Lun San, Chio lookunsu (guru silat) dari Thay Kek Bun di Holam dan sebagainya.
Ouw Hui memasang kupingnya. Ia merasa sangat heran, oleh karena Touw Sat Kauw sudah
berhenti, setelah ia selesai memperkenalkan enam belas orang. Dalam kamar itu terdapat
delapanbelas orang, sehingga, di sebelahnya dia sendiri, seharusnya ada tujuh belas orang. Siapa
yang satunya lagi" Selainnya Ouw Hui, beberapa orang lain juga sadar akan kekurangan itu. "Masih kurang satu
orang," kata seorang. "Siapa saudara itu?"
Agak luar biasa, Touw Sat Kauw tidak menjawab. Sesudah lewat beberapa saat, adalah Say
Congkoan yang membuka mulut. "Baiklah! Aku yang memberitahukan. Saudara itu adalah
pemimpin Hin Han Kay Pang, Hoan Pangcu!"
Semua orang terkesiap. Beberapa antaranya yang kupingnya terang, sudah dapat mendengar,
bahwa Hoan Pangcu kena dibekuk oleh pembesar negeri. Beberapa orang lainnya mengetahui,
bahwa pemimpin partai pengemis itu selalu bermusuhan dengan pihak kerajaan dan munculnya
dengan bergandengan tangan dengan rombongan si wi, sudah membikin semua orang menjadi
heran. "Duduknya persoalan adalah begini," menerangkan Say Congkoan sembari tertawa. "Hari ini
saudara-saudara datang ke sini atas undangan Touw chungcu untuk menghadapi 'Soat San Hui
Ho'. Akan tetapi pada sebelum kita merubuhkan si Rase Terbang, lebih dulu kita ingin membekuk
seorang 'Pousat'." '"Kim Bian Hud'?" menanya seorang sembari tertawa.
"Benar," sahut Say Congkoan. "Kami sudah banyak menyusahkan Hoan Pangcu dengan tujuan
memancing Biauw Jin Hong supaya dia pergi ke kota-raja guna menolongi Pangcu yang dikatakan
tertangkap pembesar negeri. Akan tetapi, ikan besar itu luar biasa licinnya dan tidak mencaplok
pancing." Di antara ketujuh si wi itu ada seorang yang mendehem, akan tetapi tidak berkata apa-apa.
Dalam keterangannya itu, Say Congkoan telah menyembunyikan suatu hal. Duduknya urusan yang
sebenarnya adalah begini, begitu mendengar Hoan Pangcu dipenjarakan, seorang diri Biauw Jin
Hong menyatroni penjara istana guna memberi pertolongan. Usahanya itu gagal, akan tetapi
pedangnya yang lihay sudah membinasakan sebelas si wi dan malahan Congkoan sendiri
mendapat luka. Dalam memasang jebakannya, Say Congkoan sudah membikin persiapan sangat
hati-hati. Akan tetapi, apa mau dikata, kepandaiannya Biauw Jin Hong adalah sedemikian dahsyat,
sehingga ia dapat menoblos keluar dari lubang jarum. Kejadian itu dianggap oleh Say Congkoan
sebagai kejadian yang sangat memalukan dan sungkan menceritakan kepada lain orang.
"Touw chungcu dan Hoan Pangcu adalah orang-orang yang mempunyai pribudi sangat tebal
dan sudah berjanji akan membantu kami," kata lagi Say Congkoan. 'Aku berterima kasi tak
habisnya dan sesudah usaha kita berhasil, aku tentu akan memberi laporan kepada Hongsiang,
agar semua orang mendapat ganjaran dan hadiah yang setimpal dengan jasanya____"
Baru berkata sampai di situ, di sebelah kejauhan mendadak terdengar suara tindakan yang
cepat dan enteng sekali. Kupingnya Say Congkoan sangat tajam. '"Kim Bian Hud'!" katanya,
hampir berbisik. "Kami bersembunyi, saudara-saudara lainnya pergilah menyambut dia."
Touw Sat Kauw, Hian Beng Cu, Leng Ceng Ki Su dan yang lain-lain segera bangun dan berjalan
keluar, meninggalkan tujuh wisu yang bersembunyi di dalam kamar. Dalam sekejap, suara
tindakan sudah berada di luar pekarangan rumah. Kecepatan bergeraknya orang itu sungguh
sukar dilukiskan dengan sang kalam.
Bagaikan seorang pelaut yang tengah menghadapi badai, Say Congkoan dan enam rekannya
berdebar-debar hatinya dan tanpa merasa, lalu mencabut senjata.
"Sembunyi!" memerintah Say Congkoan.
Satu wisu menghampiri ranjang dan bergerak untuk membuka kelambu, dengan niatan
bersembunyi di tempat tidur itu.
"Tolol!" membentak Say Congkoan. "Sembunyi di ranjang seperti juga tidak bersembunyi!"
Orang itu urungkan niatannya dan ketujuh pengawal Kaisar tersebut segera mencari tempat
sembunyi yang dirasa baik, ada yang masuk ke kolong ranjang, ada yang menutup dirinya di
dalam lemari, ada yang melingkar di rak buku dan sebagainya.
Ouw Hui tertawa geli. "Kau maki orang tolol, tapi kau sendiri yang tolol," katanya di dalam hati.
Sementara itu, di luar kamar sudah terdengar suara tertawanya Touw Sat Kauw dan Chio
lookunsu, dan beberapa saat kemudian, mereka mengantar seorang tetamu masuk ke dalam
kamar samping itu. Diam-diam Touw Sat Kauw mendongkol berbareng heran. Kenapa tak ada
satu pun bujang yang munculkan diri" Akan tetapi, berhubung dengan mendesaknya keadaan, ia
tak mempunyai tempo lagi untuk menyelidiki hal itu.
Touw Sat Kauw melirik Biauw Jin Hong. Paras mukanya jago itu ternyata tetap tenang, seperti
juga tiada kejadian suatu apa yang luar biasa.
Sesudah semua orang mengambil tempat duduk, Touw Sat Kauw segera berkata, "Biauw heng!
Aku dan 'Soat San Hui Ho' telah mengadakan perjanjian untuk mengadu silat di tempat ini, pada
hari ini. Bantuan yang diberikan oleh Biauw heng dan beberapa saudara lainnya, aku hanya dapat
mengucapkan ribu-ribu terima kasih. Sekarang siang sudah terganti malam, tapi 'Soat San Hui Ho'
belum juga muncul. Mungkin sekali, mendengar kedatangannya saudara-saudara, dia jadi
ketakutan dan sembunyikan buntut rasenya."
Bukan main gusarnya Ouw Hui. Kalau menuruti adatnya, saat itu juga ia sudah keluar
menerjang. Biauw Jin Hong hanya mengeluarkan satu suara "hm". Ia berpaling kepada Hoan Pangcu seraya
berkata, "Hoan heng. Aku tak tahu, kau belakangan dapat juga meloloskan diril"
Hoan Pangcu bangun dan menyoja. "Tanpa perdulikan keselamatan jiwa sendiri, Biauw ya
sudah menyatroni penjara guna menolong aku," katanya dengan sikap menghormat. "Budi ini,
sampai mati tak akan aku dapat melupakan. Pada ketika Biauw ya membinasakan belasan
pengawal istana, keadaan menjadi kalut dan dengan menggunakan kesempatan itu, para
persakitan pada menerjang keluar. Berkat keangkeran Biauw ya, akhirnya aku pun dapat
menoblos keluar." Omongan Hoan Pangcu justa belaka. Sesudah Biauw Jin Hong gagal dalam usahanya menolong
orang she Hoan itu, Say Congkoan pergi menemui Kepala Pengemis itu di penjara. Dengan
ancaman dan dengan harta, ia coba membujuk supaya Hoan Pangcu mengambil pihak
pemerintah, tapi sesudah berusaha beberapa hari, masih juga belum berhasil.
Say Congkoan adalah ahli membaca hatinya orang. Sesudah berkutet beberapa hari, ia segera
mengetahui kelemahannya Hoan Pangcu yang kepala batu itu. Ia mengetahui, bahwa pemimpin
Kay Pang itu senang sekali diumpak-umpak.
Demikianlah, pada suatu hari, ia sendiri pergi ke penjara dan ajak Hoan Pangcu berdiam dalam
rumahnya sendiri, sebagai seorang "tahanan" terhormat. Ia pilih beberapa wisu yang pandai
menjilat-jilat guna menemani Hoan Pangcu. Selang beberapa hari, orang she Hoan itu, yang setiap
hari dijejal dengan umpakan dan jilatan, sudah menjadi lumer hatinya dan mau omong-omong
dengan beberapa wisu itu.
Say Congkoan diam-diam merasa girang sekali. Belakangan, sesudah tawanannya menjadi
jinak, Say Congkoan lalu turun tangan sendiri dan menemani orang she Hoan itu.
Pada suatu hari, mereka berdua merundingkan jago-jago pada jaman itu. Meskipun Hoan
Pangcu seorang sombong, akan tetapi ia masih mengakui, bahwa Biauw Jin Hong lah yang
mempunyai ilmu silat paling tinggi di kolong langit.
"Pangcu terlalu merendahkan diri," kata Say Congkoan. "Menurut pendapatku, biarpun 'Kim
Bian Hud mendapat julukan 'Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu', belum tentu ia dapat menangkan
Pangcu." Diangkat secara begitu, bukan main senangnya orang she Hoan itu. Lantas saja ia merasa,
bahwa kepandaian Biauw Jin Hong benar-benar tidak seberapa dan jika benar-benar bergebrak, ia
pasti tidak akan kalah. Mereka bicara uplek sekali, seluruh malam mereka tak merasa cape. Tiba-tiba Say Congkoan
bicarakan ilmu silatnya sendiri. Sesaat itu, seperti sudah diatur terlebih dulu, beberapa wisu
datang menimbrung. Mereka menceritakan pertempuran antara Say Congkoan dan Biauw Jin Hong
ketika terjadi peristiwa pembongkaran penjara. Kata mereka, dalam seratus jurus yang pertama,
kekuatan kedua belah pihak dapat dibilang berimbang. Sesudah itu, Say Congkoan berada di atas
angin, dan jika Biauw Jin Hong tidak buru-buru kabur, ia pasti akan dapat dibikin rubuh.
Hoan Pangcu mesem-mesem hatinya tak percaya.
"Sudah lama aku dapat dengar, bahwa ilmu golok Ngo Hongto dari Pangcu, yang mempunyai
delapan puluh satu jalan, tiada bandingannya di dalam dunia," kata Say Congkoan. "Kali ini,
meskipun benar kami menerima firmannya Hongsiang, akan tetapi, rekan-rekan k.inu juga
sesungguhnya ingin bel.i|.u kenal dengan ilmu silat Paiiglju. Demikianlah sesudah merangkap
tenaganya delapan belas si wi kelas satu, barulah kami dapat mengundang Pangcu datang ke sini.
Kami semua merasa sangat menyesal belum mendapat kesempatan untuk menerima pelajaran
dari Pangcu dengan satu melawan satu. Sekarang, sedang kita lagi bergembira, marilah kita mainmain
beberapa jurus." Mendengar begitu, Hoan Pangcu segera berkata, "Sedang Biauw Jin Hong sendiri masih bukan
tandingan Congkoan, aku kuatir diriku bukan tandingan."
"Ah! Pangcu terlalu merendahkan diri," kata Say Congkoan sembari tertawa.
Sesudah bicara lagi sedikit, mereka lalu bergebrak di gedung Congkoan. Hoan Pangcu
menggunakan golok, Say Congkoan menggunakan tongkat long gee pang (tongkat gigi anjing
hutan) yang gagangnya pendek. Tenaga Say Congkoan sangat besar dan serangannya hebat dan
sesudah bertempur kurang-lebih tiga ratus jurus, belum juga ada yang keteter. Sesudah
bertanding pula kira-kira semakanan nasi, Say Congkoan kelihatan mulai lelah dan kena didesak
sampai di pojok rumah. Beberapa kali, ia coba menerjang keluar, tapi selalu tak dapat
menobloskan kurungan sinar goloknya Hoan Pangcu.
Di lain saat, ia berseru, "Pangcu sungguh lihay! Aku menyerah kalah!"
Dengan hati bunga, sambil tertawa, Hoan Pangcu loncat mundur, sedang Say Congkoan segera
melemparkan kedua tongkatnya di atas tanah, dengan bikin laga seperti orang mendongkol. 'Ah!"
katanya, menghela napas. "Dahulu aku menganggap diri sebagai orang gagah yang tak ada
tandingannya. Sekarang baru aku tahu, bahwa di luar langit masih ada langit, di atas manusia
masih ada manusia lain."
Ia menyusut keringatnya, yang berketel-ketel dan napasnya sengal-sengal.
Sesudah merebut "kemenangan" itu, orang she Hoan itu lalu diangkat sampai di awang-awang.
Mulai waktu itu, ia bergaul semakin rapat dengan para si-wi dan ta'luk terhadap si Congkoan yang
dianggap sebagai seorang manis budi, seorang berpangkat tinggi yang tak sombong.
Sebagai satu manusia kasar, Hoan Pangcu sama sekali tak mengetahui, bahwa semua itu
adalah siasatnya Say Congkoan yang sudah sengaja berlaga keok. Jika sama-sama mengeluarkan
kepandaian, dalam seratus jurus saja, ia sudah rubuh di bawah long gee pang.
Tapi kenapa, sedang kepandaiannya Hoan Pangcu masih belum mencapai puncak yang paling
tinggi, si Congkoan sudah mau capekan hati begitu rupa, untuk menarik dia ke pihaknya"
Sebabnya adalah begini, meskipun Hoan Pangcu tidak terlalu lihay, ia mempunyai semacam
ilmu turunan yang tidak dipunyai oleh orang lain.
Ilmu itu adalah "Houw Jiauw Kin Na Chiu" (ilmu menangkap dengan tangan cara cengkeraman
harimau). Tak perduli bagaimana tinggi kepandaiannya sang lawan, begitu kena dipegang atau
dicengkeram bagian tubuhnya yang berbahaya, jangan harap bisa terlepas lagi.
Dengan mendengar omongannya Tian Kui Long, Say Congkoan telah memasang jebakan untuk
membekuk Biauw Jin Hong, dalam usaha mendapatkan harta karun. Tapi jebakannya yang sudah
diatur sedemikian rapi, akhirnya mendapat kegagalan. Maka itu, ia ingin meminjam tangannya
Hoan Pangcu untuk merubuhkan Biauw Jin Hong, dengan "Houw Jiauw Kin Na Chiu". Akan tetapi,
berhubung dengan lihaynya 'Kim
Bian Hud', Hoan Pangcu pasti akan gagal jika harus bertempur secara terang-terangan. Itulah
sebabnya, kenapa mereka ramai-ramai datang ke Giok Pit Hong guna meringkus Biauw Jin Hong
dengan tipu membokong. Mendengar pernyataan terima kasihnya Hoan Pangcu, Biauw Jin Hong segera membalas
hormat. "Orang bagaimana sih itu 'Soat San Hui Ho'?" menanya ia. 'Ada ganjelan apakah antara Touw
heng dan dia. Bolehkah aku mendapat tahu?"
Mukanya Touw Sat Kauw lantas saja berobah merah. "Aku sebenarnya tidak mengenal dia,"
Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sahutnya. "Entah kenapa, mungkin lantaran mendengar segala desas-desus, ia telah menyatroni
beberapa kali dan meminta pulang barang mustikanya yang katanya diwarisi oleh leluhurnya. Aku
mengetahui, ia mempunyai ilmu silat yang sangat tinggi dan mengingat diriku bukan
tandingannya, ditambah dengan usiaku yang sudah lanjut, maka aku lalu mengundang saudarasaudara
datang kemari. Jika dia terus berkepala batu, aku mohon bantuan saudara-saudara untuk
ajar adat bocah yang kurang ajar itu"
"Dia kata, Touw heng telah mengambil mustika leluhurnya," kata pula Biauw Jin Hong.
"Bolehkah aku mendapat tahu, mustika apa?"
"Mustika apa" Semuanya justa!" sahut Touw Sat Kauw dengan suara mendongkol.
Dalam persahabatannya dengan Touw Sat Kauw, Biauw Jin Hong mengetahui, sahabat itu
adalah satu manusia serakah. Bahwa ia sekarang berumah di Giok Pit Hong juga adalah untuk
mencari harta. Maka itu, tuduhan "Soat San Hui Ho" mungkin bukan hanya tuduhan belaka.
Sambil mengawasi tuan rumah, ia memikir beberapa saat.
"Kalau benar mustika itu adalah miliknya 'Soat San Hui Ho', jika sebentar dia datang kemari,
baiklah Touw heng membayar pulang saja," kata 'Kim Bian Hud' dengan suara tawar
Touw Sat Kauw jadi mendongkol. "Tidak! Justa!" ia berseru. "Mana dia mustikanya" Dari mana
aku harus membayar pulang?"
Hoan Pangcu lihat keadaan sudah mendesak. Biauw Jin Hong adalah seorang yang sangat
cerdas otaknya. Ia berkuatir, jika 'Kim Bian Hud' duduk lama-lama, jebakan yang dipasang akan
dindus olehnya. Maka itu, lantas saja ia mendekati seraya berkata, "Touw chungcu! Perkataannya
Biauw ya adalah benar. Sesuatu barang mempunyai majikan, apalagi mustika warisan leluhur.
Lebih baik chungcu kasi pulang padanya. Guna apa angkat senjata?"
Dalam bingungnya, Touw Sat Kauw jadi gusar. "Kau pun berkata begitu" Apa kau tak percaya
padaku?" ia menanya dengan mata melotot.
'Aku tak mengetahui asal-usulnya urusan ini," kata Hoan Pangcu. 'Akan tetapi, apa yang
dikatakan oleh Biauw ya mestinya benar. Banyak tahun aku berkelana di dunia Kang Ouw dan
tidak percaya omongan siapa juga. Hanya omongan Biauw ya seorang yang aku percaya."
Sehabis berkata begitu, ia berjalan ke belakangnya Biauw Jin Hong dan kedua tangannya lalu
bergerak! Mendadak, Biauw Jin Hong yang sedang mendengari kata-kata umpakannya orang she Hoan
itu, rasakan dua jalanan darahnya kesemutan, yaitu jalanan darah Hong Ti Hiat di belakang kuping
dan Sin To Hiat di punggung.
"Celaka!" ia mengeluh. Ia menggerakkan lengan kirinya untuk menghantam si pembokong.
Akan tetapi, oleh karena kedua jalanan darah itu adalah jalanan darah yang sangat penting,
ditambah pula serangannya dilakukan dengan menggunakan ilmu "Houw Jiauw Kin Na Chiu",
maka di lain saat, 'Kim Bian Hud' rasakan seluruh tubuhnya lemah tidak bertenaga. Dengan badan
yang lemas itu, meskipun mempunyai kepandaian setinggi langit, ia tak mampu mengeluarkan
kepandaiannya itu. Tapi tidak percuma Biauw Jin Hong memperoleh gelaran, "Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu"
yang sudah kenyang mengalami macam-macam badai. Sambil membentak laksana guntur, ia
menundukkan kepalanya, dan dengan sekali mengerahkan tenaga di pinggang, badannya Hoan
Pangcu yang besar terbang melewati atas kepalanya! Say Congkoan dan enam rekannya berseru
keras dan menerjang keluar dari tempat sembunyinya.
Meskipun sudah dilontarkan Biauw Jin Hong, "Houw Jiauw Kin Na Chiu" adalah bagaikan lintah
yang meletak pada tubuh manusia. Saat itu, Hoan Pangcu sudah berhadapan dengan Biauw Jin
Hong, akan tetapi kedua tangannya masih terus menyengkeram kedua jalanan darah di belakang
kuping dan di punggungnya Biauw Jin Hong. Oleh karena begitu, 'Kim Bian Hud' masih tetap tidak
berdaya. Sesaat itu, para si wi sudah menerjang padanya.
'Ah! Selama hidup, aku Biauw Jin Hong malang-melintang di dunia Kang Ouw, tak nyana hari ini
aku harus binasa di dalam tangannya segala manusia rendah," katanya di dalam hati
Sesaat itu, satu si wi sudah menubruk sambil mementang kedua tangannya, untuk peluk
lehernya. Dalam kegusarannya yang meluap-luap, sedang badannya tak dapat bergerak sedikit pun,
mendadak ia benturkan kepalanya ke kepalanya si wi itu. Sebagai orang yang mempunyai ilmu
weduk "Kim Ciong To", benturan itu hebat luar biasa. Begitu kena, begitu kepalanya si wi hancur
dan binasa seketika. Semua orang jadi kesima. Serentak terjangan mereka terhenti, dalam jarak kira-kira beberapa
kaki dari Biauw Jin Hong.
Sesudah berhasil satu kali, cepat bagaikan kilat, Biauw Jin Hong benturkan kepalanya kepada
tubuhnya Hoan Pangcu. Si pemimpin pengemis mencelos hatinya. Dalam bingungnya, ia
menundukkan kepala, kedua tangannya memeluk pinggangnya "Kim Bian Hud" erat-erat, sedang
kepalanya disesapkan di kempungannya Biauw Jin Hong.
Pada saat Hoan Pangcu memindahkan kedua tangannya dari punggung ke pinggang, kakitangannya
'Kim Bian Hud' dapat bergerak pula. Ia angkat satu kakinya dan tendang terpental satu
si wi yang berada paling dekat, dan berbareng, ia angkat satu tangannya untuk menghantam
punggungnya Hoan Pangcu. Tapi tangannya mandek di tengah udara, kaki-tangannya mendadak
lemas kembali, sebab pada saat itu, jalanan darah di pinggangnya sudah tercengkeram kembali.
Semua kejadian itu, yang harus dituturkan secara panjang-lebar, terjadi dalam sekejap mata
saja. Say Congkoan mengetahui, bahwa cengkeramannya Hoan Pangcu hanya bisa berhasil dalam
sementara waktu. Maka itu, ia segera loncat maju dan menotok dua kali jalanan darah "Siauw
Yauw Hiat di pinggangnya 'Kim Bian Hud'. Totokan Say Congkoan tidak begitu cepat turunnya, tapi
kenanya sangat berat. Begitu kena, 'Kim Bian Hud' mengeluarkan suara "heh!" dan sekujur
badannya seperti juga mati
Hoan Pangcu yang menyesapkan kepalanya di kempungan Biauw Jin Hong, tak mengetahui
adanya kejadian itu. Sepuluh jerijinya terus mencengkeram jalanan darah Biauw Jin Hong.
"Hoan Pangcu! Kau sudah memperoleh pahala besar sekali," kata Say Congkoan. "Lepaskanlah
tanganmu!" Sesudah berseru tiga kali, barulah Hoan Pangcu angkat kepalanya, tapi ia masih tidak berani
melepaskan tangannya. Satu si-wi segera mengeluarkan borgolan baja yang dibawa dari kota-raja dan lalu memborgol
kedua tangan dan kakinya 'Kim Bian Hud'. Sesudah itu, barulah Hoan Pangcu berani melepaskan
kedua tangannya. Meskipun sudah terborgol kaki-tangannya, Say Congkoan masih berkuatir, kalau-kalau dengan
satu dan lain jalan, Biauw Jin Hong masih dapat meloloskan dirinya. Jika sampai kejadian begitu,
bahaya bagi dirinya tak dapat diukur bagaimana besarnya.
Memikir begitu, lantas saja ia ambil sebilah golok dari tangannya seorang rekannya, seraya
berkata, "Biauw Tayhiapl Bukannya aku, si orang she Say tidak menyinta sahabat. Tapi, oleh
karena ilmu silatmu benar-benar terlalu tinggi, jika urat tangan dan urat kakimu tak diputuskan,
kami semua tak dapat makan dan tidur enak." Sembari berkata begitu, satu tangannya menyekal
lengannya 'Kim Bian Hud', sedang lain tangannya mengangkat golok. Empat kali saja golok itu
turun, tamatlah riwayatnya Biauw Jin Hong sebagai "Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu". Lebih dari
itu, ia malahan akan menjadi seorang bercacad yang tiada gunanya.
Melihat begitu, tak tega hatinya Hoan Pangcu. Ia melonjorkan tangannya untuk menahan
tangannya Say Congkoan, seraya berseru, "Jangan lukakan padanya!"
Say Congkoan tertawa dingin dan berkata dalam hatinya, "Hm! Kau kira benar-benar aku kalah
dari kau" Biar aku beri sedikit pelajaran kepadamu!"
Sembari berpikir begitu, ia lantas saja mengerahkan tenaga dalam nya dan dengan
menggunakan pundak kanan ia bentur tangannya Hoan Pangcu. Lantaran benturan itu dikirim
dengan tenaga dalam yang dahsyat dan juga lantaran Hoan Pangcu sama sekali tidak mengimpi
bakal diperlakukan secara begitu, maka, begitu kebentur, dengan satu suara "duk!" tubuhnya
Hoan Pangcu terpental dan menghantam dinding papan dari kamar tersebut. Benturan itu ada
sedemikian hebat, sehingga sang dinding toblos dan badannya Hoan Pangcu terlempar keluar dari
lubang itu! Say Congkoan tertawa terbahak-bahak. Tanpa rintangan lagi, ia lalu angkat pula
goloknya ... Semua orang menahan napas!
Pada detik yang memutuskan nasibnya Biauw Jin Hong, satu bentakan bagaikan guntur
memecah kesunyian yang penuh ketegangan itu. Satu bayangan hitam, yang gerakannya cepat
secepat arus listrik, melesat dari dalam kelambu yang tertutup. Itulah "Soat San Hui Ho", si Rase
Terbang dari Gunung Salju!
Barusan, ketika goloknya Say Congkoan terangkat naik, Ouw Hui rasakan otaknya puyeng oleh
karena adanya dua pikiran yang bertentangan satu sama lainnya. Tapi, sebagai satu ksatria, lantas
saja ia mengambil keputusan. "Walaupun Biauw Jin Hong adalah musuh yang sudah
membinasakan ayahku, tapi dia adalah pendekar besar dalam jaman ini," katanya di dalam hati.
"Cara bagaimana aku dapat membiarkan ia jadi korbannya segala manusia bangsa cecurut?"
Demikianlah, sambil membentak keras, "Soat San Hui Ho" lalu mengenjot badannyal
Bukan main hebatnya si Rase Terbang! Sebelum kedua kakinya hinggap di lantai, kedua
tangannya sambar dua si wi dan benturkan kepala yang satu dengan kepala yang lain. Seketika itu
juga, dua batok kepala remuk dan roh mereka bersama-sama pergi menemui Giamkun!
Semua orang kaget bagaikan disambar geledek. Dalam kagetnya, Say Congkoan memutar
badan, goloknya yang mau digunakan membacok Biauw Jin Hong, urung turun. Di lain saat, Ouw
Hui sudah merubuhkan dua orang lain.
Kamar itu adalah kamar yang tidak seberapa besar. Di pihaknya Say Congkoan ada delapan
belas orang, dua antaranya sudah binasa. Ditambah dengan Ouw Hui dan Biauw Jin Hong, jumlah
manusia dalam kamar itu tetap delapan belas dan dapatlah dimengerti, bahwa di tempat yang
begitu sempit, dengan jumlah manusia yang begitu banyak, tak ada satu pun yang dapat
mengeluarkan kepandaiannya.
Ouw Hui terus kasi kerja kedua tangannya dengan cepat sekali. Dengan tangan kanan, ia
hantam satu si wi yang lantas saja terpelanting, sedang tangan kirinya menyodok seorang musuh
lain. Ouw Hui agak terkejut, sebab tangan kirinya "terpleset," seperti juga menghantam benda
yang licin. Ia mengawasi musuh itu yang ternyata adalah seorang tua yang jenggotnya panjang
dan mukanya bersinar merah. Dengan segera ia mengetahui, bahwa orang itu adalah satu ahli
lweekee (ilmu dalam) yang tak boleh dibuat gegabah, dan memang juga benar begitu, oleh karena
orang tua tersebut bukan lain daripada Chio lookunsu.
Ouw Hui sudah mendapatkan gelaran "Soat San Hui Ho" oleh karena bukan saja ilmu silatnya
sangat tinggi, tapi juga sangat berakal-budi. Di antara belasan musuh itu, jika satu melawan satu,
semuanya bukan tandingannya. Akan tetapi, jika mereka mengerubuti, ia bakal jadi berabe sekali.
Memikir begitu, lantas saja ia mendapat suatu daya. Bagaikan kilat, ia menendang dadanya
Leng Ceng Ki Su. Leng Ceng Ki Su adalah ahli gwakee (ilmu luar). Melihat sambaran kaki, ia segera membabat
dengan tangannya. Ouw Hui yang memang hanya menggertak, segera menarik pulang kakinya,
dan pada saat itu, di luar dugaan orang, satu tangannya menyambar dadanya Touw Sat Kauw,
sedang lain tangannya menyengkeram kempungannya Hian Beng Cu. Ia angkat badannya dua
musuh itu, yang segera digunakan sebagai senjata, untuk menghantam rombongan musuh yang
berkumpul. Oleh karena kuatir mencelakakan kedua kawannya, mereka tidak berani turun tangan
ramai-ramai, lalu mundur ke pojok kamar.
Melihat keadaan yang jelek bagi pihaknya, Say Congkoan menjejek kedua kakinya dan
badannya lantas melesat keluar dari antara kawan-kawannya. Ia pentang sepuluh jerijinya untuk
menyengkeram kepalanya Ouw Hui.
"Soat San Hui Ho" yang justru ingin Say Congkoan berbuat begitu, lantas saja loncat mundur
beberapa tindak dan tertawa terbahak-bahak" Ah, loo Say,' ia berkata dengan suara menjengek.
"Sungguh aku tak nyana, mukamu begitu punya tebal!"
Say Congkoan gusar tercampur kaget. "Kenapa?" ia menanya tanpa merasa.
Dengan kedua tangan tetap menyengkeram jalanan darahnya Touw Sat Kauw dan Hian Beng
Cu, Ouw Hui berkata dengan suara nyaring, "Dengan belasan orang dan dengan menggunakan
akal busuk yang sangat rendah, barulah kau berhasil membekuk 'Kim Bian Hud'. Tapi apa kau tak
malu" Kau, seorang yang katanya jagoan nomor satu di istana Kaisar!"
Mendengar cacian itu, yang sangat tajam, paras mukanya Say Congkoan jadi merah-padam. Ia
mengebas tangannya dan kawannya lantas saja berpencar ke empat penjuru untuk mengurung
Ouw Hui. "Apa kau 'Soat San Hui Ho'?" ia membentak.
"Yah, itulah aku!" jawab Ouw Hui. "Sudah lama aku dengar, bahwa di Pakkhia terdapat satu
orang yang dipanggil Say Congkoan. Ketika itu, aku menduga, bahwa dia sedikitnya adalah satu
manusia. Tapi tak dinyana, dia hanyalah satu siauwjin (manusia rendah) yang tak mengenal malu.
Di sebelahnya bermuka tebal, dia ternyata tak lebih dari segentong nasi dan telur busuk! Ah, loo
Say! Loo Say! Lebih baik kau pulang saja dan empo-empo orok."
Selama hidupnya, Say Congkoan adalah seorang sombong. Maka itu, manalah ia dapat menelan
makian yang sehebat itu" Akan tetapi, walaupun dadanya seperti mau meledak, sebagai seorang
licik, ia masih menghitung-hitung. Ia lihat Ouw Hui berusia sangat muda, sehingga, biarpun lihay,
menurut perhitungannya, tenaga-dalamnya tentu belum seberapa. Akan tetapi, melihat caranya ia
menengteng Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu seperti juga orang menengteng ayam, hatinya jadi
bersangsi. Demikianlah, sedang ia belum dapat mengambil keputusan cara bagaimana harus bertindak,
Ouw Hui sudah menggape dan berkata, "Mari, mari! Mari kita main-main. Jika dalam tiga kali jurus
aku belum dapat merubuhkan kau, 'Soat San Hui Ho' akan berlutut di hadapanmu!"
Say Congkoan yang sedang bersangsi, lantas saja menjadi girang ketika dengar tantangan Ouw
Hui. Dalam perhitungannya, meskipun ia tidak dapat menjatuhkan si Rase Terbang, akan tetapi,
adalah mustahil ia bisa dirubuhkan oleh Ouw Hui dalam tiga jurus.
Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak. "Baik, baik!" katanya. "Baiklah! Aku si orang she Say
akan menemani kau main-main."
"Tapi, bagaimana jika dalam tiga jurus, kau rubuh dalam tanganku?" menanya Ouw Hui.
'Aku menyerah atas segala kemauanmu," jawab Say Congkoan. "Kau pandang aku sebagai apa
sih" Jika sampai kejadian begitu, aku si orang she Say mana ada muka untuk hidup lebih lama
dalam dunia ini" Jangan rewel! Jagalah ini!" Sembari berkata begitu, ia menghantam dadanya
Ouw Hui dengan kedua tangannya. Oleh karena kuatir Ouw Hui menggunakan tubuh Touw Sat
Kauw dan Hian Beng Cu untuk menyambut serangannya, maka sembari memukul, ia mengangsek,
untuk memaksa si Rase Terbang menggunakan kedua tangannya.
Ouw Hui mengawasi menyambarnya pukulan itu dengan mata tajam, ia tak berkelit, juga tak
menyampok. Pada saat kedua tangannya Say Congkoan hampir mengenakan dadanya, mendadak
saja ia menyedot napas dan mengkeretkan dadanya, dan pukulannya Say Congkoan lantas
menjadi punahi Say Congkoan terkejut. Ia tak nyana, Ouw Hui yang berusia masih begitu muda, mempunyai
lweekang yang begitu dalam. Buru-buru ia loncat mundur lantaran takut si Rase Terbang
menghantam balik dengan tenaga dalamnya.
"Jurus pertama!" berseru kawan-kawannya si Congkoan. Sebenarnya, gebrakan itu hanya boleh
dihitung separoh jurus, sebab baru Say Congkoan yang mengirim pukulan dan Ouw Hui belum
membalas. Akan tetapi, oleh karena ingin membantu si Congkoan, kawan-kawannya lantas saja
menghitung "satu jurus".
Ouw Hui mesem tawar. Tiba-tiba ia mendehem dan riaknya menyambar mukanya Say
Congkoan, sedang kedua kakinya, dalam gerakan berantai, mengirim dua tendangan.
Bukan main kagetnya Say Congkoan melihat serangan riak dan dua kaki itu. Ia tahu, jika ingin
menyingkirkan riak, ia harus meloncat tinggi atau menundukkan kepala Tapi, jika meloncat tinggi.
kempungannya tentu jadi sasaran kaki kiri musuh, sedang jika ia menunduk, janggutnya pasti
akan berkenalan dengan kaki kanannya Ouw Hui. Demikianlah, dalam keadaan serba sukar, ia
angkat kedua tangannya ke dada untuk menyambut kedua tendangan itu dan membiarkan sang
riak menyambar mukanya. Dengan satu suara "plok!" riaknya Ouw Hui nemplok di antara kedua
alisnya! Bukan kepalang malunya Say Congkoan. Tapi lebih malu lagi, ia malahan tidak berani menyusut
riak itu, lantaran kuatir serangan musuh.
"Jurus kedua!" berseru kawan-kawannya. Tapi seruan itu tidak senyaring yang pertama.
Say Congkoan yang memang martabatnya rendah, diam-diam merasa girang. 'Ah! Biarlah aku
menelan sedikit hinaan," katanya di dalam hati. "Dengan menjaga diri baik-baik, apa sukarnya
menyambut satu serangannya" Sesudah itu, aku mau lihat, apa lagi ia bisa kata?"
"Tinggal sejurus lagi!" ia membentak. "Hayo!"
Ouw Hui mesem, la maju setindak dan sekonyong-konyong angkat tubuhnya Touw San Kauw
dan Hian Beng Cu yang lantas dihantamkan ke arah Say Congkoan.
Serangan semacam itu memang sudah diduga oleh Say Congkoan. Sedari tadi ia sudah
mengambil putusan, bahwa jika terpaksa, ia tak akan sungkan-sungkan untuk mencelakakan juga
kawan sendiri. Maka itu, begitu tubuh kedua kawannya menyambar, iasegera mengerahkan
tenaganya dan menyampok dengan kedua tangannya.
Tapi, mengimpi pun si Congkoan tak pernah mengimpi, bahwa sekali ini ia "ketemu batunya".
Sebagaimana diketahui, Ouw Hui telah menyengkeram jalanan darah kedua jagoan itu, sehingga
mereka tak dapat bergerak sama sekali. Pada sebelum tubuhnya kedua tawanan itu kebentrok
dengan tangannya Say Congkoan, secara mendadak si Rase Terbang melepaskan
cengkeramannya di jalanan darah dan hanya menyekal dengan cekalan biasa. Di lain pihak, begitu
lekas jalanan darahnya terbuka dan kaki-tangannya dapat bergerak pula dengan leluasa, sebagai
ahli-ahli silat, secara otomatis Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu menghantam kalang-kabutan
dengan kaki-tangannya, dengan tujuan melepaskan dirinya dari cekalan musuh. Hantaman itu,
yang dikirim dengan kegusaran dan kenekatan, bukan main dahsyatnya.
Satu teriakan mengerikan keluar dari mulutnya Say Congkoan! ulu-atinya, dadanya,
kempungannya dan beberapa anggauta badan lain kena dihajar telak sekali. Kakinya lemas dan
tanpa ampun, ia jatuh duduk! Ouw Hui melepaskan cekalannya dan menyengkeram pula jalanan
darahnya Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu. "Jurus ketiga!" ia berseru.
Mulutnya berteriak, jerijinya menyengkeram terlebih keras dan kedua tawanannya lantas saja
menjadi pingsan. Sekali lagi ia angkat kedua tubuh itu yang lantas saja dilontarkan ke arah dua
jagoan lain. Mereka terkejut dan lalu loncat minggir, oleh karena kuatir mengalami nasib seperti
Say Congkoan. Sembari melemparkan tubuh orang, Ouw Hui barengi melompat dan pada sebelum
kakinya kedua jagoan yang loncat minggir itu hinggap di atas lantai, ia sudah sambar tubuh kedua
orang itu dan menyengkeram jalanan darahnya. Sesudah itu, barulah ia memutar badan dan
berkata kepada Say Congkoan,
"Sekarang bagaimana?"
Congkoan yang temberang itu, sekarang mati kutunya. Ia menundukkan kepalanya dan
mukanya pucat bagaikan kertas. "Sukamu," jawabnya dengan suara perlahan. "Guna apa tanyatanya
lagi?" "Lepaskan Biauw Tayhiap!" ia memerintah.
Say Congkoan segera berpaling dan mengebaskan tangannya kepada dua si wi yang berdiri
paling dekat. Mereka tidak berani membantah dan segera membuka borgolannya Biauw Jin Hong.
Jalanan darah "Kim Bian Hud" telah ditotok oleh Say Congkoan dan kedua si wi itu tidak dapat
membukanya, akan tetapi, baru saja Ouw Hui mau bergerak menolong, Biauw Jin Hong sudah
mengerahkan pernapasannya dan begitu borgolan terbuka, ia menarik napas dalam-dalam dan
Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalanan darahnya sudah bebas kembali. Hampir berbareng, kaki kirinya menendang dan tubuhnya
Leng Ceng Ki Su terpental. Belum puas dengan itu, satu tinjunya menjotos dan satu jagoan lain
jungkir-balik. Hoan Pangcu yang tadi dihajar oleh Say Congkoan sehingga badannya menobloskan dinding
papan, sesudah lewat beberapa lama barulah bisa bangun berdiri. Apa celaka, selagi ia berjalan
masuk ke kamar dari lubang dinding, tubuhnya jagoan yang dijotos terpental oleh Biauw Jin Hong,
menubruk ia. Tubrukan itu cukup hebat dan dalam keadaan setengah sadar, tanpa perdulikan
kawan atau lawan, mereka saling menghantam dengan sekuat tenaga.
Di lain pihak, sebagai pentolan Kun Lun Pay, begitu ditendang Biauw Jin Hong, selagi badannya
berada di tengah udara, Leng Ceng Ki Su goyang pinggangnya, sehingga ia jatuh di atas ranjang.
Ouw Hui terkejut bukan main. Ia menjejek kedua kakinya untuk melompat, guna menyeret
keluar badannya Leng Ceng Ki Su. Tapi sebelum bergerak, satu kesiuran angin tajam menyambar
dadanya, dan berbareng, dari sebelah kanan terdengar sambaran golok. Ternyata, Chio lookunsu
dan satu si wi sudah serang padanya dengan berbareng. Goloknya si wi masih dapat dipunahkan,
akan tetapi pukulan Chio lookunsu sukar dapat diegos. Maka itu, dengan terpaksa ia menyambut
serangan itu. Akan tetapi, ilmu silat Thay Kek adalah bagaikan gelombang, pukulan yang satu
menyusul yang lain, dan oleh karena begitu, niatannya untuk menyeret keluar tubuhnya Leng
Ceng Ki Su menjadi gagal.
Begitu jatuh di atas pembaringan, Leng Ceng Ki Su segera bangun kembali sembari menyepak
dengan kakinya. Apa celaka, kakinya menyepak selimut dan, pada saat itu juga, sebagian
badannya Biauw Yok Lan jadi kelihatan!
Biauw Jin Hong yang sedang mengamuk, berhenti sejenak ketika melihat tubuhnya wanita itu.
Ia mengawasi dan ... kedua matanya lantas saja "keluar api". Siapa yang tidak kaget, melihat
wanita itu yang berbaring dengan hanya mengenakan pakaian dalam, adalah puteri sendiri"
"Lan ji (anak Lan), kenapa kau?" ia berteriak.
Biauw Yok Lan, yang ditotok jalanan darahnya, tak dapat menyahut. Ia hanya mengawasi sang
ayah dengan paras muka merah.
'Kim Bian Hud' loncat dan tarik puterinya. Tubuhnya Yok Lan ternyata lemas bagaikan kapas
akibat totokan. Dengan mata sendiri, tadi ia lihat Ouw Hui loncat keluar dari pembaringan itu,
maka dapatlah dimengerti, jika darahnya jadi berdidi. Tak sempat ia membuka jalanan darah
puterinya. Sembari berteriak, "Binatang!" ia merampas sebatang pedang dari tangan satu
musuhnya dan mengirim tiga tikaman hebat ke arah si Rase Terbang, sembari menghantam juga
dengan satu tangannya. Serangan itu, yang dikirim dengan kegusaran hebat, bukan main dahsyatnya. Ouw Hui
terkesiap dan segera loncat untuk menyingkirkan diri. Dengan suara "buk", tinjunya Biauw Jin
Hong menghantam punggungnya satu kiamkek (ahli pedang) undangannya Touw Sat Kauw.
Dalam Rimba Persilatan, kiamkek tersebut kesohor kuat kakinya, kuda-kudanya tak terkisar,
walaupun ditarik belasan orang. Jotosan Biauw Jin Hong, yang dikirim dengan tenaga dalam yang
sepenuhnya, sebenarnya ditujukan untuk Ouw Hui. Akan tetapi, si Rase Terbang yang gerakannya
cepat luar biasa, sudah dapat kelit pukulan itu, yang secara tepat menyasar ke punggungnya
kiamkek tersebut. Begitu kepukul, kedua kakinya cukup teguh, adalah punggungnya tidak sekuat
kaki. Dengan suara "krek", punggungnya patah dua, badannya segera doyong bagaikan pohon
rubuh, tapi kedua kakinya masih tetap berdiri tegak!
Melihat dahsyatnya Bi.iuw Jin Hong, semua orang lalu berpencaran untuk menyingkirkan diri.
Sesaat itu, "Kim Bian Hud" sudah mengirim pula satu tendangan hebat ke arah Ouw Hui.
Melihat Biauw Yok Lan yang rebah di atas ranjang tanpa berdaya, si Rase Terbang lantas saja
mengambil satu putusan untuk menyelamatkan dirinya nona Biauw yang suci-bersih. Begitu
kakinya Biauw Jin Hong bergerak, ia sambar badannya satu si wi yang digunakan sebagai tameng,
sedang ia sendiri loncat ke depan pembaringan. Cepat bagaikan kilat, ia menggulung tubuhnya
nona Biauw dengan selimut, dan sebelum orang dapat melihat tegas gerakannya, badannya sudah
melesat keluar dari lubang dinding.
"Binatang! Lepaskan anakku!" berteriak Biauw Jin Hong sekeras suara. Ia segera mengenjot
badan untuk mengubar, akan tetapi, oleh karena sempitnya kamar dan serangannya beberapa
jagoan, untuk sementara "Kim Bian Hud" tak dapat menoblos keluar.
Melihat kegusaran dan keangkeran Biauw jin Hong, Ouw Hui merasa agak gentar. Sambil
mendukung Yok Lan ia tak berani hentikan tindakannya. Begitu tiba di tebing, dengan satu tangan
mencekal tambang is segera merosot turun dari puncak.
Ia mengetahui, di dekat situ terdapat satu guha yang jarang didatangi manusia. Lantas saja ia
mengerahkan tenaga dalamnya dan berlari-lari ke guha itu dengan menggunakan ilmu entengkan
badan. Kira-kira seminum teh, tibalah mereka di guha itu. Hati-hati Ouw Hui senderkan badannya Yok
Lan di dinding guha. Dalam pada itu, Ouw Hui berada dalam keadaan serba salah. Untuk membuka jalanan
darahnya Yok Lan, tak dapat tidak ia harus menyentuh badannya si nona. Jika tidak segera
ditolong, nona Biauw bisa mendapat luka di dalam oleh karena ia sama sekali tidak mengerti ilmu
silat. Dalam sangsinya, ia segera mengeluarkan bahan api dan menyulut sebatang cabang kering.
Di bawah sinarnya api yang remeng-remeng, ia merasa parasnya si nona jadi terlebih cantik
lagi. "Biauw Kouwnio," kalanya "Aku sesungguhnya tidak berani berlaku kurang ajar terhadapmu.
Akan tetapi, untuk membuka jalanan darahmu, aku harus menyentuh sebagian badanmu.
Bilanglah, cara bagaimana aku harus berbuat?"
Biauw Yok Lan tak dapat menggerakkan anggauta badannya, tapi dari sorot matanya dapatlah
diketahui, bahwa si nona sedang kemalu-maluan, tercampur dengan rasa berterima kasih. Ouw
Hui jadi merasa sangat girang dan lalu membuka jalanan darah nona Biauw dengan jerijinya.
Perlahan-lahan, kaki-tangannya dapat bergerak pula. "Terima kasih," katanya dengan suara
tertahan. Sesaat itu, "Soat San Hui Ho" yang tidak gentar menghadapi musuh yang bagaimana tangguh,
jadi tergugu di hadapannya si gadis yang lemah lembut.
Lama, lama sekali ia berdiri tanpa mengeluarkan sepatah kata. Akhirnya, sesudah berhasil
memulihkan ketenangannya, barulah ia berkata dengan suara perlahan, 'Aku adalah seorang
kasar. Barusan, dengan tidak disengaja, aku terpaksa melanggar adat sopan-santun. Kebersihan
hatiku, Langit dan Matahari menjadi saksinya. Mohon nona sudi memaafkannya."
'Aku mengerti," jawab si nona sembari menundukkan kepala.
Banyak sekali perkataan ingin diucapkan oleh kedua orang muda itu, akan tetapi semua
perkataan tak dapat keluar dari tenggorokan. Lama sekali, bagaikan sepasang manusia gagu,
mereka duduk berhadapan di tempat gelap itu. Di luar guha luar biasa dingin dengan es dan
saljunya, akan tetapi di dalam guha dirasakan hangat oleh karena hati mereka adalah hangat.
Akhirnya, kesunyian dipecahkan oleh Biauw Yok Lan. "Tak tahu bagaimana nasibnya ayah,"
kata ia. 'Ayahmu adalah seorang gagah yang tiada tandingan dan kawanan manusia itu sama sekali
bukan tandingannya," jawab Ouw Hui dengan suara menghibur. "Legakanlah hatimu."
Nona Biauw menghela napas panjang. "Kasihan ayah," katanya. "Ia anggap kau ... kau berlaku
tak baik terhadapku."
"Kita tak dapat menyalahkan ia," kata Ouw Hui. "Kita tak dapat merobah keadaan itu."
Tiba-tiba paras mukanya Yok Lan berobah merah dan berkata dengan suara jengah, "Oleh
karena hati ayah pernah terluka hebat, maka ia gampang sekali tersinggung. Mohon Ouw ya tidak
menjadi gusar." 'Ada urusan apa yang membikin luka hatinya?" menanya Ouw Hui. Sesudah mengeluarkan
perkataan itu, barulah ia merasa sudah keterlepasan bicara. Ia ingin sekali menyimpangkan
pembicaraan, tapi tak tahu harus berkata apa. Demikianlah, "Soat San Hui Ho" yang terkenal
cerdas, jadi seperti manusia tolol di hadapannya Biauw Yok Lan.
"Walaupun soal ini adalah soal yang sangat memalukan, akan tetapi aku boleh tak usah
menutupi terhadapmu," kata Yok Lan. "Soalnya adalah soal ibuku."
"Ah!" Ouw Hui keluarkan seruan tertahan.
"Ibuku telah membuat satu kesalahan besar,'' kata si nona.
"Mana ada manusia yang tidak pernah salah?" kata Ouw Hui. "Soal kesalahan janganlah terlalu
dibuat pikiran." Biauw Yok Lan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kesalahannya terlalu besar," katanya sambil
menghela napas. "Seorang wanita tak dapat membuat kesalahan begitu. Lantaran kesalahannya,
ia harus mengorbankan jiwa, dan malahan ayahku, hampir-hampir ia turut membuang jiwa,"
Ouw Hui berdiam tapi hatinya sudah menduga duduknya persoalan.
"Ayahku adalah seorang gagah dari kalangan Kang Ouw, sedang ibuku adalah satu ciankim
siocia, puterinya satu pembesar negeri," menerangkan Yok Lan. "Satu waktu, secara kebetulan
ayah menolong keluarga ibu dan oleh karena adanya budi itu, mereka lalu menikah. Mereka
sungguh tidak sembabat. Tapi itu masih tidak mengapa. Yang lebih hebat, ayah telah berbuat satu
kesalahan besar. Di hadapan ibu, sering-sering ia memuji ibumu!"
"Ibuku?" Ouw Hui menegasi dengan suara heran.
"Benar," jawabnya. "Pada waktu ayah pibu (bertanding) dengan ayahmu, ibumu telah mengasi
lihat suatu sifat yang melebihi laki-laki jantan. Kalau sedang omong-omong, sering sekali ayah
sebut-sebut untung ayahmu yang dikatakan baik sekali. 'Ouw It To hidup sehari dengan
didampingi isterinya, lebih beruntung dari lain orang yang hidup seratus tahun,' demikian seringsering
ayah berkata. Ibuku tidak kata apa-apa, tapi hatinya semakin lama jadi semakin
mendongkol. Belakangan Tian Kui Long, dari Thian Liong Bun, mengunjungi kami sebagai tetamu.
Ia adalah seorang lelaki yang berparas cakap sekali dan di sebelahnya itu, pandai benar ia
mengambil-ambil hati wanita. Dalam kekhilafannya, ibuku mengikut dia lari."
'Ada kejadian begitu?" kata Ouw Hui dengan kaget sekali.
"Waktu itu aku baru berusia dua tahun," Yok Lan sambung penuturannya dengan suara sedih.
"Sambil mendukung aku, malam-malam ayah mengubar. la tak makan dan tak tidur. Sesudah
mengubar tiga hari dan tiga malam, ia dapat menyandak. Melihat ayahku, Tian Kui Long berlutut
dan minta-minta ampun. Selagi ayah mau turunkan tangan, ibu menyelak dan menubruk. Melihat
ibu benar-benar sudah berobah pikiran dan menyintai lelaki itu, ayah menghela napas panjang
berulang-ulang dan segera berlalu sambil mendukung aku. Begitu pulang, ia sakit berat, hampirhampir
ia mati. Ayah pernah kata, kalau bukan kasihan aku yang bakal jadi sebatang kara dalam
dunia yang lebar ini, benar-benar ia sudah bosan hidup. Tiga tahun, ayah tak pernah melangkah
pintu. Kadang-kadang, sambil mendongakkan kepala, ia mengeluh, Ah, Lan! Lan! Kenapa kau
begitu gila!' Seperti aku, ibu pun bernama 'Lan.'"
Menutur sampai di situ, mukanya Yok Lan mendadak merah Pada jaman itu, namanya seorang
wanita adalah suatu rahasia, orang luar cuma mengetahui she-nya (nama keluarga). Kecuali
kepada orang yang sangat dekat, rahasia nama tak dapat gampang-gampang dibuka. Maka itu
tidaklah heran jika si nona menjadi jengah, ketika tanpa merasa, ia sudah memberitahukan
namanya kepada Ouw Hui. Mendengar penuturan si nona, bukan main terharunya Ouw Hui. Ia terharu berbareng merasa
berterima kasih, oleh karena si nona sudah mempercayai rahasia rumah tangga yang begitu besar,
kepadanya. Dan hatinya jadi semakin bergoncang, ketika mendengar si nona memberitahukan
namanya sendiri. "Biauw Kouwnio," kata ia. "Tian Kui Long adalah manusia yang berhati sangat busuk. Aku rasa,
ia bukan benar-benar mencintai ibumu."
"Ayah pun pernah mengatakan begitu," jawabnya. "Belakangan, sering-sering ayah sesalkan
diri sendiri. Ia kata, jika ia tidak bersikap terlalu tawar terhadap ibu, pastilah ibu tidak kena digoda
orang. Maksud sebenarnya dari orang she Tian itu memang juga adalah untuk menggaet satu peta
bumi dari suatu harta karun. Peta bumi itu adalah warisan leluhur keluarga Biauw. Akan tetapi,
meskipun ia berhasil membikin rumah-tangga ayah jadi berantakan, meskipun ia berhasil
membikin aku jadi anak tanpa ibu, pada akhirnya usahanya yang busuk itu gagal sama-sekali.
Sesudah hidup beberapa lama dengan ia ibuku mengetahui maksud tujuannya yang busuk. Maka
itulah, pada waktu mau menutup mata, ibu telah memesan, supaya satu tusuk konde mutiara
kepala burung hong dipulangkan kepada ayah. Dalam tusuk konde itulah tersimpan peta bumi
yang dicari-cari oleh Tian Kui Long."
Sesudah itu, Yok Lan segera menceritakan segala pengalamannya Lauw Goan Ho waktu ia
bersembunyi di kolong ranjangnya Tian Kui Liong. Akhirnya ia tuturkan, cara bagaimana peta bumi
itu sudah dirampas oleh kawanan Po Si, yang dengan membawa golok komandonya Cwan Ong,
sedang berusaha mencari harta karun itu.
"Yah, orang she Tian itu bukan main jahatnya" berkata Ouw Hui.
"Lantaran jeri terhadap ayahmu dan juga sebab gagal merampas peta, ia sudah coba
menggunakan tangannya pembesar negeri untuk membekuk ayahmu, supaya bisa paksa ayahmu
mengeluarkan peta bumi itu. Tapi ia tak dapat melawan maunya Tuhan. Hai! Gara-gara harta
karun itu, tak tahu berapa banyak orang sudah mesti mengorbankan jiwa ." Ia berhenti sejenak
dan kemudian berkata pula, "Tapi ... tapi, justru lantaran gara-gara harta karun itu, ayah dan
ibuku jadi terangkap jodo."
"Apa?" menanya nona Biauw dengan perasaan sangat ketarik. "Hayo, ceritakan!"
Ouw Hui mesem sembari mengawasi si nona yang paras mukanya bersinar gembira.
"Kau tahu siapa ibuku?" menanya ia. "Ia adalah saudari misanan dari Touw Sat Kauw!"
Yok Lan jadi terlebih heran lagi "Sedari kecil aku sudah kenal Touw pehpeh, tapi ayah belum
pernah memberitahukan hal itu," katanya.
'Aku mengetahui hal itu dari surat-surat peninggalan ayah," menerangkan Ouw Hui. "Mungkin
sekali, ayahmu tak tahu rahasia ini. Sudah lama sekali Touw chungcu mendapat endusan, bahwa
harta karun itu tersimpan di punyak Giok Pit Hong. Maka itulah, ia sudah berdirikan rumah di
puncak tersebut dan tak hentinya berusaha untuk mencarinya. Akan tetapi, lantaran otak tumpul
dan juga sebab tak berjodo, usahanya itu tinggal sia-sia. Di lain pihak, ayah yang menyelidiki
secara diam-diam, ada lebih beruntung. Waktu masuk ke dalam guha harta, ia dapat lihat ayahnya
Tian Kui Long dan ayahnya Hoan Pangcu binasa bersama-sama. Pada ketika ayah mau
menyongkel harta itu, ibu mendadak datang.
Kepandaian ibuku banyak lebih tinggi daripada Touw chungcu. Melihat beberapa hari beruntun,
ayah berkeliaran di sekitar tempat itu, hatinya lantas saja bercuriga dan lalu menguntit. Hari itu, ia
turut masuk ke dalam guha harta dan bertempur dengan ayahku. Sebagai buntut dari
pertandingan itu, kedua belah pihak saling mengagumi dan di situ juga ayah meminang ibuku. Ibu
memberitahu, bahwa sedari kecil ia dipelihara oleh kakak misanannya, yaitu Touw chungcu,
sehingga jika ayah ambil harta itu, ia merasa tidak enak terhadap kakaknya itu. Oleh karena
begitu, ibu suruh ayah memilih satu antara dua, ia atau harta. Ayah hanya bisa mendapat satu,
tak mungkin mendapat dua-duanya. Ayah tertawa terbahak-bahak dan mengatakan, bahwa
walaupun di hadapannya berjejer sepuluh laksa gudang harta, tanpa bersangsi ia akan memilih
ibu. Ayah lalu menulis sebuah tulisan yang menuturkan segala kejadian itu dan menempel tulisan
tersebut di dalam guha. Di bawahnya tulisan itu, ayah dan ibu masing-masing menulis satu syair,
supaya di kemudian hari, orang yang menemukan gudang harta tersebut dapat mengetahui,
bahwa di dalam dunia kini, yang paling berharga bukannya harta, akan tetapi kecintaan yang sucimurni."
Mendengar sampai di situ, Yok Lan mengawasi Ouw Hui dengan sorot mata kagum. "Biarpun
kedua orang-tuamu meninggal dunia dalam usia muda, akan tetapi mereka banyak lebih
berbahagia daripada kedua orang-tuaku," katanya dengan suara perlahan.
'Akan tetapi, sebagai anak piatu, aku lebih banyak merasakan sengsara daripada kau," kata
Ouw Hui. Nona Biauw mengawasi dengan perasaan kasihan. "Yah," katanya s.imbil menghela napas "Jika
ayahku mengetahui kau masih hidup, biar bagaimana pun juga, ia akan pelihara kau. Jika itu
terjadi, bukankah siang-siang kita sudah mengenal satu sama lain?"
"Kalau aku menumpang di rumahmu, mungkin sekali kau merasa sebal akan diriku," kata Ouw
Hui sembari tertawa. "Tidak." kata Yok Lan dengan suara keras. "Mana bisa begitu" Aku pasti akan perlakukan kau
seperti saudara kandung sendiri."
Jantungnya Ouw Hui berdenyut keras. "Tapi ... tapi apakah pertemuan kita tidak terlalu
lambat?" ia menanya.
Nona Biauw tidak lantas menyahut selang beberapa saat, barulah ia menjawab dengan suara
berbisik, "Tidak!"
Si Rase Terbang jadi girang bagaikan kalap. Jawaban si nona sudah merupakan satu
pengakuan yang tak dapat ditafsirkan lain, daripada satu pengakuan, bahwa ia menyintai Ouw
Hui. 'Aku bersumpah," ia berkata dengan suara terharu, "bahwa selama hidupku, aku Ouw Hui tak
akan mensia-siakan kau!"
Kedua orang muda itu lantas saling menyekal tangan dan tidak berkata-kata lagi. Bagi dua hati
yang sudah bersatu, kata-kata tidak diperlukan lagi. Bagi mereka guha yang kecil dan sempit itu
sudah merupakan merupakan dunia yang serba lengkap, sehingga mereka seakan-akan lupa,
bahwa di luar guha masih terdapat langit dan bumi yang tiada batasnya.
Lama, lama sekali mereka saling menyekal tangan.
Akhirnya, lagi-lagi Biauw Yok Lan yang memecahkan kesunyian. "Mari kita bersama-sama
mencari ayah," mengajak ia.
"Baiklah," sahut Ouw Hui, yang sebenar-benarnya sungkan berkisar dari situ.
Yok Lan pun mempunyai perasaan yang sama. Maka itu, lantas saja ia berkata, "Sedang Touw
chungcu masih mempunyai ikatan keluarga dengan kau, kenapa kau mau tempur padanya?"
Ouw Hui kertek giginya. 'Ah! Jika diceritakan, sungguh-sungguh mendeluhkan," katanya. "Pada
waktu mau menutup mata, ibuku menulis satu surat wasiat yang ditaroh di atas buntalan
pakaianku. Dalam surat itu, ia memohon ayahmu dan Touw chungcu, supaya mereka suka
memelihara aku sampai menjadi besar. Akan tetapi belakangan terjadi kejadian yang tidak didugaduga.
Peng sisiok telah bawa aku kabur. Oleh karena menduga ayahmu mempunyai niatan kurang
baik terhadapku, ia bawa aku kabur ke tempatnya Touw chungcu. Akan tetapi, sebaliknya dari
ayahmu, adalah Touw chungcu yang berhati busuk. Ia sangat ingin merampas kitab ilmu silat
ayahku dan di sebelahnya itu, ia pun menduga kedua orang-tuaku mengetahui rahasia gudang
harta itu. Begitulah, diam-diam ia sudah menggerayangi barang-barang peninggalannya ibu. Peng
sisiok yang mengetahui kejadian itu, buru-buru mabur sambil mendukung aku. Ia berhasil
membawa Buhak Pitkip (Kitab Ilmu Silat) ayahku, tapi sebuntal barang-barang peninggalan ibu,
sudah hilang di rumah Touw chungcu. Itulah sebabnya kenapa aku sudah janjikan untuk
mengadakan satu pertemuan dengan ianya, guna mengambil pulang barang peninggalannya
ibuku." "Biasanya terhadap lain orang Touw chungcu selalu berlaku manis budi, tak nyana terhadap
kau, ia begitu jahat," kata si nona.
"Hm!" Ouw Hui keluarkan suara di hidung. "Bahwa ia sudah bersekutu untuk mencelakakan
ayahmu, sudah merupakan bukti cukup dari kejahatannya,"
Belum habis perkataannya, dari arah sebelah kiri mendadak terdengar suara beradunya
senjata, dicampur dengan bentakan-bentakan! Ouw Hui yang kupingnya tajam luar biasa, segera
berkata, "Heran! Kenapa suara itu keluar dari bawah tanah" Kau tunggu di sini, aku akan pergi
menyelidiki." "Tidak! Aku ikut," kata si nona.
Ouw Hui yang sebenarnya tak ingin tinggalkan ia sendirian, lantas saja berkata, "Baiklah."
Sambil menuntun tangannya nona Biauw, ia lalu berjalan keluar dari guha itu.
Malam itu adalah malam sha gwee capgo (bulan tiga, tanggal lima belas.) Sang Puteri Malam
Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang bundar menyiarkan sinarnya yang putih bagaikan perak di atas salju yang putih pula.
Sungguh indah pemandangan itu. Mereka seakan-akan berada dalam dunia impian. Oleh karena
kuatir si nona kedinginan, Ouw Hui membuka juba luarnya dan berikan itu kepada Yok Lan.
Perlahan mereka menuju ke arah suara itu.
Sesudah berjalan beberapa lama, suara itu kedengaran semakin keras Ouw Hui berhenti
sejenak dan memasang kupingnya 'Ah! Suara itu datang dan gudang harta," katanya. "Mereka
tentu sedang bertempur untuk berebut harta karun itu."
Dari kitab peninggalan mendiang ayahnya, si Rase Terbang sudah mendapat tahu di mana
letaknya guha harta itu dan sudah pernah masuk-keluar beberapa kali. Dari guha itu, ia sudah
ambil syair yang ditulis oleh kedua orang-tuanya dan ambil juga pit emas ayahnya Tian Kui Long,
yang ia sudah timpukkan kepada Tian Ceng Bun pada pagi itu. Walaupun sudah keluar-masuk di
gudang harta, akan tetapi mengingat pesanan kedua orang-tuanya, Ouw Hui belum pernah
memikir untuk meraba emas-permata itu.
Begitu mengetahui dari mana datangnya suara itu, si Rase Terbang segera menduga, bahwa Po
Si dan kawan-kawannya sedang saling bunuh untuk kangkangi emas-permata itu.
Dugaan Ouw Hui memang benar adanya. Ketika itu, orang-orang dari Thian Liong Bun, Eng Ma
Coan dan Peng Tong Piauw Kiok sedang bertempur mati-matian dengan ditonton oleh Po si
sembari mesem tawa. Dalam hatinya ia ingin menunggu sampai semua orang menjadi rusak dan
kemudian barulah membereskan mereka satu per satu
Sesaat itu, Ci Hun lang dan Him Goan Hian bergelut dan bergulingan di atas tanah. Semakin
lama mereka semakin mendekati perapian. Bermula masing-masing ingin mendorong musuhnya
ke arah api, akan tetapi, sesudah bergulingan beberapa kali, perapian yang tersentuh itu hampir
saja menjadi padam. "Gila kau!" memaki Po Si. "Kalau perapian padam, kau semua mampus kedinginan di sini!" Ia
angkat kaki kanannya dan menyontek badannya Ciu Hun Jang yang sedang memeluk Him Goan
Hian. Tubuhnya kedua orang itu lantas saja "terbang", akan kemudian ambruk kembali di atas
tanah dengan satu suara "buk!"
Sembari mesem-mesem, Po Si membungkuk dan mengambil sepotong kayu untuk menambah
bahan bakar di perapian. Ketika ia sedang melempangkan kembali pinggangnya, matanya
mendadak lihat dua bayangan manusia yang bergoyang-goyang di dinding seberang, menuruti
goyangannya api perapian.
Ia terkesiap dan segera memutar badan. Di situ, di dinding sana, ternyata sedang berdiri dua
orang, yang satu adalah Biauw Yok Lan yang parasnya merah kemalu-maluan, sedang yang lain
adalah "Soat San Hui Ho" yang brewoknya kasar dan yang sedang mengawasi padanya dengan
sorot mata gusar. Po Si mengeluarkan teriakan "ah!" Dengan sekali mengayun tangan, serenceng tasbih
menyambar bagaikan ular terbang. Ketika baru dilontarkan, tasbih itu masih dalam rencengan,
tapi selagi melesat, di tengah udara, talinya putus dan beberapa puluh biji tasbih menyambar
jalanan darahnya Ouw Hui dan Yok Lan dari atas, bawah, kiri dan kanan. Itulah ilmu simpanannya
Po Si yang ia sudah latih belasan tahun lamanya dan belum pernah digunakan terhadap siapa
juga. Dan kali ini, begitu lihat Ouw Hui, ia mendahului turun tangan dengan ilmu simpanannya itu,
untuk menyelamatkan jiwanya.
Sembari tertawa dingin, Ouw Hui loncat ke depan guna melindungi badannya Yok Lan dengan
tubuhnya sendiri. Melihat si Rase Terbang sama-sekali tidak bergerak untuk menangkis tasbihnya,
hatinya Po Si jadi riang sekali. Ia menduga musuhnya hanya mempunyai nama kosong dan akan
segera menjadi korban senjata rahasianya yang istimewa.
Selagi ia tergirang-girang, puluhan biji tasbih itu sudah mengenakan berbagai jalanan darahnya
Ouw Hui dengan telak sekali. Tapi ... sebaliknya dari rubuh terjungkal, si Rase Terbang mengambil
sikap acuh tak acuh, seperti juga ia sama sekali tidak merasakan hantaman itu!
Ternyata, begitu lihat sambaran tasbih, Ouw Hui segera mengerahkan tenaga dalamnya dan
"menutup" semua jalanan darahnya. Jika Po Si menotok dengan jerijinya, mungkin sekali ia akan
dapat menobloskan "tutupan" itu. Tapi dengan menggunakan begitu banyak senjata rahasia,
sehingga tenaganya jadi terpecah kepada puluhan biji tasbih itu, ia sebenarnya tidak boleh
mengimpi akan dapat merubuhkan seorang ahli silat seperti Ouw Hui.
Melihat senjatanya yang paling istimewa sudah dipunahkan secara begitu, nyalinya Po Si
menjadi hancur. Akan tetapi, sebagai seorang licik dan kejam, dalam keadaannya yang kepepet,
buru-buru ia loncat ke belakangnya Co Hun Ki. Dengan kedua tangannya ia menyengkeram
punggungnya orang she Co itu yang lantas diangkat dan dilemparkan ke perapian, dengan
maksud supaya sang api padam dan Ouw Hui tak dapat cari padanya. Tapi siapa nyana, begitu
jatuh di atas perapian yang sedang berkobar-kobar, pakaiannya Co Hun Ki terbakar, sehingga
sebaliknya dari padam, api jadi semakin besar dan guha itu jadi semakin terang-benderang.
Melihat kekejiannya Po Si dan mengingat kedua orang-tuanya sudah celaka lantaran garagaranya,
darahnya Ouw Hui jadi mendidih. Ia membungkuk dan kedua tangannya meraup batubatu
permata yang berhamburan di atas tanah. Tangan kanannya lantas saja mementil tak
hentinya dan bagaikan hujan gerimis batu-batu berharga itu " mutiara, giok, mustika dan
sebagainya " menyambar tubuhnya Po Si.
Po Si loncat ke atas, ke bawah, ke kanan dan ke kiri untuk kelit senjata rahasia yang berharga
mahal itu, akan tetapi, batu-batu tersebut seperti juga ada matanya dan semuanya mampir
dengan tepat di badannya. Apa yang mengherankan adalah, meskipun dalam ruangan itu terdapat
banyak orang, batu-batu itu tak pernah menyasar ke badan orang lain. Melihat yang dimaui hanya
Po Si seorang, Lauw Goan lio. To Pek Swee dan yang lain-lain lantas pada mepet di dinding guha
tanpa berani bergerak. Sesudah berloncat-loncat beberapa lama, kedua kakinya Po Si dengan
beruntun kehantam batu giok dan sembari keluarkan teriakan kesakitan, ia rubuh tanpa mampu
bangun kembali. Seperti orang edan, sambil berteriak-teriak ia bergulingan di atas tanah oleh
karena hujan batu permata masih menyambar terus.
Semakin lama, sentilannya Ouw Hui jadi semakin berat. Ia sengajatak mau menimpuk jalanan
darah supaya Po Si merasakan kesakitan yang lebih hebat. Semua orang jadi ketakutan setengah
mati. Mereka takut, kalau-kalau akan datang gilirannya.
Mendengar teriakannya Po Si, Biauw Yok Lan jadi tak tega.
"Manusia itu memang jahat sekali, tapi rasanya sudah cukup ia mendapat hajaran," berbisik si
nona. "Ampunilah padanya!"
Menurut kebiasaannya Ouw Hui, dalam membasmi kejahatan, ia selalu membasmi sampai ke
akar-akarnya. Apalagi terhadap satu musuh besar yang sudah mencelakakan kedua orang-tuanya.
Akan tetapi, entah kenapa, begitu dengar perkataan nona Biauw, hatinya lantas saja
membenarkan, bahwa manusia itu sudah cukup mendapat hajaran dan harus diberi ampun. Ia
segera turunkan tangan kanannya dan ayun tangan kirinya yang menyekal belasan batu permata.
Bagaikan kilat batu-batu itu menyambar dan menancap dalam sekali di dinding guha. Semua
orang yang menyaksikan pada leletkan lidah. Satu saja mengenakan badannya Po Si, rohnya tentu
akan lantas menghadap Giamkun.
Ouw Hui mendelik dan menyapu semua orang dengan matanya yang luar biasa tajam. Mereka
semua menundukkan kepala dan keadaan dalam guha jadi sunyi-senyap. Biarpun sekujur
badannya sakit, Po Si juga tidak berani merintih. Selang beberapa saat, Ouw Hui membentak
dengan suara angker, "Kau orang begitu menyintai emas-permata, biarlah kau orang terus
berdiam di sini, menemani harta karun itu!" Sehabis berkata begitu, sambil menuntun tangannya
Yok Lan, ia segera berjalan keluar.
Semua orang jadi girang bukan main. Mereka tak nyana si Rase Terbang sudah melepaskan
mereka secara demikian. Sesudah tindakan Ouw Hui dan Yok Lan kedengaran jauh di lorong guha.
mereka lalu kasak-kusuk dan mulai mengantongi lagi emas-permata itu.
Tiba-tiba di lorong guha keluar suara luar biasa. Bermula mereka tak tahu suara apa adanya
itu, akan tetapi, beberapa saat kemudian, muka mereka jadi pucat bagaikan mayat.
"Celaka!" berseru mereka.
"Dia tutup mulut guha!" berteriak satu orang.
"Hayo! Mati atau hidup, kita mesti lawan padanya!" berseru seorang lain.
Dalam bingungnya mereka jadi nekat dan lalu memburu ke mulut guha. Benar saja, batu
raksasa penutup guha sudah dipindahkan kembali oleh Ouw Hui ke tempat asalnya.
Sebagaimana diketahui, mulut guha itu sempit luar biasa. Di sebelah luar, orang dapat bergerak
leluasa untuk menggunakan tenaganya, akan tetapi di sebelah dalam, lorong guha yang sempit
hanya dapat memuat badannya satu orang. Begitu lekas batu raksasa itu menutup lubang, air es
yang terdapat di sekitarnya lantas saja membeku, sehingga jika tidak ditolong oleh orang luar,
mereka yang berada di dalam tak usah harap bisa keluar lagi.
Nona Biauw kembali tak tega hatinya "Apa kah kau ingin binasakan mereka semua?" ia
menanya. 'Apakah di antara mereka terdapat manusia baik-baik yang dapat diampuni jiwanya?" Ouw Hui
balas menanya. "Yah," berkata si-nona sambil menghela napas. "Di sebelahnya ayah dan kau, aku memang tak
tahu apa dalam dunia ini masih ada manusia baik. Akan tetapi, kau tidak boleh membunuh begitu
banyak orang." Si Rase Terbang agak terkejut. 'Apa aku terhitung manusia baik?" ia menanya.
Perlahan-lahan Yok Lan angkat kepalanya. 'Aku tahu, kau adalah seorang baik," katanya
dengan sorot mata yang suci-murni. 'Aku sudah tahu, sebelum bertemu muka toako (kakak)!
Apakah kau tahu, semenjak kapan aku sudah menyerahkan hatiku kepadamu?"
Mendengar perkataan "toako" yang dikeluarkan dengan suara menyinta, Ouw Hui tak dapat
menahan perasaannya lagi. Dengan rasa cinta yang suci, ia memeluk si nona, yang lalu
menyendarkan kepalanya di dada Ouw Hui, dengan hati penuh kebahagiaan. Lorong guha itu
sempit dan demak. Akan tetapi, bagi mereka, tapi bagi mereka tempaiini merupakan tempat yang
paling indah dalam dunia ini.
Mendadak di pintu guha terdengar suara tindakan kaki. Ouw Hui terkejut. "Celaka!" katanya di
dalam hati. 'Aku memepat mereka, sebaliknya aku sendiri dipepat lain orang!"
Sambil mendukung Yok Lan, buru-buru ia lari ke pintu guha. Ia jadi lega oleh karena pintu guha
masih tetap terbuka. Di bawah sinar rembulan, mereka lihat dua orang sedang berlari-lari di atas salju dengan cepat
sekali. Dari gerakannya, dapat dikenali, bahwa mereka adalah orang-orang yang pernah
bertempur dengan ianya di rumah Touw chungcu.
"Lan!" kata Ouw Hui sembari tertawa. "Ayahmu sudah mendapat kemenangan. Musuhmusuhnya
sudah pada kabur." Ia membungkuk dan meraup salju yang kemudian lalu dikepalkepal
sehingga menjadi keras dan bundar. Dengan sekali menimpuk, orang yang lari di sebelah
depan lantas terjungkal tanpa bisa bangun lagi, lantaran pinggangnya kehantam bola salju secara
telak sekali. Yang lari belakangan kaget dan menoleh ke belakang. Hampir pada sesaat itu juga,
satu bola salju menyambar dadanya dan ia pun lantas saja rubuh kejengkang.
Ouw Hui tertawa terbahak-bahak. Mendadak ia berhenti tertawa dan berkata dengan suara
lemah-lembut, "Lagi kapankah kau menyerahkan hatimu kepadaku .... Aku rasa, pasti tak lebih
siang daripada aku. Dalam pertemuan yang pertama kali, begitu kedua mataku melihat parasmu,
aku ... aku lantas tak dapat melupakan lagi."
"Tapi aku sudah menyerahkan hatiku pada sepuluh tahun berselang, ketika baru berusia tujuh
tahun," jawab si nona. "Waktu itu, untuk pertama kali, aku mendengar cerita ayah tentang kedua
orang-tuamu. Mulai dari waktu itu, aku selalu mengingat kau, meskipun belum pernah bertemu
muka. Aku sudahberjanji pada diriku sendiri, bahwa kalau kau masih hidup dalam dunia ini dan
aku dapat menemukannya, aku akan merawat kau seumur hidup, supaya kau dapat mengicipi
sedikit keberuntungan, dan melupakan segala penderitaan waktu kau masih kecil."
Si Rase Terbang terharu bukan main, dan tanpa merasa, kedua matanya mengembang air.
Sepatah pun ia tak dapat berkata-kata, hanya kedua tangannya menyekal sepasang tangannya si
nona erat-erat. Tiba-tiba ia lihat beberapa bayangan hitam bergerak-gerak di atas puncak es dan kemudian
merosot ke bawah dengan menggunakan tambang.
"Lan," katanya. "Mari kita bantu ayahmu dan cegat manusia-manusia jahat itu." Sehabis
berkata begitu, sembari mendukung kecintaannya, ia berlari-lari dengan menggunakan ilmu
entengkan badan dan dalam sekejap mata, mereka sudah berada di kaki puncak.
Sesaat itu, dua jagoan sudah hinggap di atas tanah, sedang beberapa orang lain masih merosot
turun. Sesudah melepaskan dukungannya, Ouw Hui lalu menyambit dengan dua bola salju dan
dengan berbareng, kedua orang itu rubuh di atas tanah.
Selagi ia mau menimpuk beberapa jagoan yang masih berada di tengah udara, dari antara
lereng gunung mendadak terdengar suaranya orang, "Mereka dilepaskan olehku. Jangan
merintangi!" Itulah suaranya Biauw Jin Hong. 'Ayah!" berteriak Yok Lan, kegirangan. Didengar dari suaranya,
'Kim Bian Hud' berada dalam jarak beberapa li dari tempat itu. akan tetapi, semua perkataannya
kedengaran tegas dan nyaring, sehingga dapatlah dibayangkan, bagaimana tinggi lweekangnya
Biauw Jin Hong Mau tak mau, Ouw Hui jadi merasa kagum. Ia merasa, lweekangnya sendiri masih
belum dapat menandingi orang tua itu
Sekali lagi si Rase Terbang menimpuk dengan dua bola salju. Jika tadi ia menimpuk untuk
merubuhkan orang, sekali ini ia menyambit untuk membuka jalanan darahnya kedua jagoan itu.
Begitu kena timpukan, mereka segera bangun berdiri dan lalu kabur tanpa menengok lagi.
"Sungguh bagus ilmu itu! Cuma sayang perbuatannya tidak bagusi" demikian terdengar
seruannya Biauw Jin Hong. Suara itu yang bermula kedengaran di tempat jauh, sudah mendekati
luar biasa cepat, dan ketika ia mengucapkan perkataan "bagus", badannya yang kurus-jangkung
sudah berada di hadapan Ouw Hui.
Sementara itu, di sebelah kejauhan terdengar suara tindakannya sejumlah orang yang sedang
kabur, sesudah jiwa mereka diampuni oleh Biauw Jin Hong. Selang beberapa saat, seorang yang
jalan terpincang-pincang kelihatan menghampiri mereka orang itu adalah Touw chungcu.
Begitu berhadapan, Touw Sat Kauw segera mengangsurkan satu bungkusan yang panjangnya
kurang-lebih satu kaki, kepada Ouw Hui. "Inilah barang peninggalan ibumu," kata ia. "Sepotong
juga tiada yang kurang. Ambillah!"
Ouw Hui menyambuti bungkusan itu dengan perasaan yang tak dapat dilukiskan. Dari
bungkusan tersebut seakan-akan keluar semacam hawa hangat yang terus menembus ke dalam
hatinya, sehingga si Rase Terbang jadi gemetar sekujur badannya.
Dengan rasa sayang, "Kim Bian Hud" mengawasi bayangannya Touw Sat Kauw yang berlalu
dengan terpincang-pincang. Ia itu sebenarnya adalah satu jagoan yang "Bun Bu Coan Cay"
(pandai ilmu surat dan ilmu silat) dan mempunyai banyak sekali sahabat dalam Rimba Persilatan,
di mana ia masih terhitung sebagai satu tokoh yang berkedudukan tinggi. Dan sungguh sayang,
oleh karena kekhilafan di satu ketika, sekarang ia mengalami satu kehancuran yang tidak dapat
diperbaiki lagi Memikir begitu, tanpa merasa Biauw Jin Hong menghela napas panjang.
Ia sama sekali tidak mengetahui bahwa Touw Sat Kauw dan ibunya Ouw Hui masih misanan
dan juga tidak mengetahui, bahwa si brewok yang berdiri di hadapannya adalah itu anak piatu
yang ia tak dapat melupakan selama lebih dari duapuluh tahun lamanya.
Perlahan-lahan Biauw Jin Hong memutar kepalanya. Ia lihat puterinya yang tercinta sedang
berdiri di situ dengan memakai jubah luarnya seorang lelaki. Pemuda yang sekarang berdiri di
hadapannya adalah seorang penolong yang sudah menyelamatkan jiwanya dari bahaya maut,
akan tetapi, ia juga ada itu manusia yang menurut anggapannya, sudah menodai kesucian
puterinya yang tunggal. Lantas saja ia ingat rumah tangganya yang sudah dirusak orang. Jika
dapat, ia ingin membinasakan semua lelaki kurang-ajar dalam dunia ini, semua lelaki busuk yang
suka mengganggu kehormatannya kaum wanita. Sesaat itu, darahnya lantas saja mendidih!
"Ikut aku!" ia berkata dengan suara perlahan, tapi sangat menyeramkan. Sehabis berkata
begitu, ia memutar badan dan berjalan pergi.
'Ayah!" berseru Yok Lan. "Dia adalah ...."
Biauw Jin Hong tak menyahut. Ia memang seorang yang tidak suka banyak bicara, terutama
pada waktu ia sedang bergusar.
Sesaat itu, ia lihat Ouw Hui mengangsurkan tangan untuk menyekal puterinya.
"Binatang!" ia membentak sembari menyekal tangannya Ouw Hui.
"Lan ji," kata ia. "Kau tuggu di sini. Aku mau bicara sedikit dengan orang ini."
Sembari berkata begitu, ia menuding satu puncak gunung yang berada di sebelah kanan
mereka. Puncak itu tidak setinggi Giok Pit Hong, akan tetapi kelihatannya banyak lebih berbahaya.
Biauw Jin Hong lantas melepaskan cekalannya dan dengan menggunakan ilmu entengkan badan,
berlari-lari ke puncak yang diunjuk olehnya.
"Lan," kata Ouw Hui. 'Aku harus menurut kemauan ayahmu dan pergi menemui ia. Kau
tunggulah di sini sebentaran."
"Apakah kau suka meluluskan satu permintaanku?" tanya si nona.
"Jangan kata satu, biar seribu atau selaksa permintaan, aku pasti akan meluluskan," jawab si
Rase Terbang. Yok Lan menundukan kepalanya, sedang mukanya bersemu dudu. Selang beberapa saat,
barulah ia berkata dengan suara sangat perlahan dan terputus putus, "Jika ayah ingin ... kau ...
menikah dengan ... aku "Legakanlah hatimu," berkata Ouw Hui dengan suara tetap. "Peganglah bungkusan ini,
peninggalan ibuku. Di kolong langit, tidak ada lain tanda mengikat pertunangan yang lebih
berharga daripada bungkusan ini!"
Dengan kedua tangannya, Yok Lan menyambuti bungkusan tersebut, dan sebagai akibat dari
hati yang sangat terharu, sekujur badannya nona Biauw jadi gemetaran. "Tentu saja aku percaya
padamu," berbisik si nona. "Hanya aku kuatirkan adat ayah yang aneh. Jika ia gusar, jika ia maki
atau gebuk kau, dengan memandang mukaku, aku minta kau suka mengalah"
Si Rase Terbang tertawa. "Baiklah," katanya. 'Aku berjanji akan turut segala pesananmu."
Ia mengawasi dan lihat jauh-jauh Biauw Jin Hong sedang mendaki puncak. Ouw Hui
membungkuk dan mencium jidatnya si nona, akan kemudian berlalu untuk menyusul "Kim Bian
Hud". Ouw Hui menyusul dengan mengikuti tapak kakinya Biauw Jin Hong .Sesudah belok di
beberapa tikungan jalanan gunung jadi semakin berbahaya, sehingga ia harus berlakuhati-hati
supaya jangan terpleset dan jatuh kedalam jurang. Sesudah manjat lagi beberapa lama, selebar
puncak tertutup es dan jalanan licin luar biasa. "Ah, dengan mengambil jalanan yang begini
berbahaya, mungkin sekali Biauw Tayhi.ip ingin menjajal kepandaianku," kata ia dalam hatinya.
Memikir begitu, lantas saja ia mengempis semangat dan menggunakan ilmu entengkan badan
yang paling tinggi. Badannya lantas saja sepeiti melayang di atas es dan salju, jalanan semakin
berbahaya, ia "terbang" semakin cepat.
Selang beberapa saat, ketika baru membiluk di satu tikungan, di dinding gunung, di atas satu
batu besar yang menjulang ke atas, bagaikan satu pohon tua, berdiri seorang yang berbadan
jangkung-kurus. Orang itu Biauw Jin Hong adanya.
"Bagus!" ia berkata dengan suara perlahan. "Naiklah, jika kau mempunyai nyali!"
Ouw Hui terkejut dan hentikan tindakannya. Biauw Jin Hong berdiri dengan membelakangi
rembulan. Kedua matanya bersinar dan lapat-lapat dapat dilihat, bahwa mukanya menyeramkan
sekali. Ouw Hui membuang napasnya yang agak sengal-sengal. Ia mengawasi "Kim Bian Hud"
dengan rupa-rupa perasaan. Ia ingat, bahwa Biauw Jin Hong adalah musuh yang sudah
membunuh ayahnya, akan tetapi ia juga adalah ayahnya Biauw Yok Lan. Selainnya begitu, dari
Peng Ah Si ia mendapat tahu, bahwa "Kim Bian Hud" adalah seorang ksatria sejati, yang belum
pernah berbuat apa-apa yang tercela terhadap mendiang ayah dan ibunya. Ia ingat, bahwa
Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gelarannya Biauw Jin Hong adalah "Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu", akan tetapi, hatinya
sungkan menyerah kalah dan ingin sekali menjajal-jajal kepandaiannya "Kim Bian Hud" yang
disohori tiada tandingannya di kolong langit. Di sebelahnya itu, ia ingat pula, bahwa keluarga
Biauw dan keluarga Ouw adalah musuh turunan. Tapi kenapa, "Kim Bian Hud" sudah tidak
menurunkan ilmu silatnya kepada puterinya yang sebiji mata" Apakah tujuannya benar-benar
untuk menghabiskan permusuhan itu" Sesudah melihat ia dan Yok Lan tidur bersama di satu
pembaringan, apakah "Kim Bian Hud" akan mau mengerti, jika diberi keterangan"
Demikianlah, macam-macam pikiran datang kepada Ouw Hui. Ia berdiri bengong dan untuk
beberapa saat, tak mengeluarkan sepatah kata.
Di lain pihak, Biauw Jin Hong mengawasi Ouw Hui dengan perasaan heran. Ia lihat si pemuda
dengan brewoknya yang seperti kawat, berdiri di situ dengan paras muka angker, seolah-olah Ouw
It To hidup kembali. Hatinya bergoncang keras, akan tetapi, segera juga ia ingat, bahwa
puteranya Ouw It To siang-siang sudah kena dicelakakan orang dan dilemparkan ke dalam sungai
di Congciu. Maka itu, lantas saja ia menarik kesimpulan, bahwa pemuda itu hanya secara
kebetulan mempunyai paras muka yang mirip dengan Ouw It To. Di lain saat, ia ingat
perbuatannya si brewok terhadap puteri tunggalnya dan darahnya lantas saja bergolak-golakTiba-tiba ia angkat tangan kanannya dan menghantam dadanya Ouw Hui.
Melihat menyambarnya tinju yang hebat itu, Ouw Hui segera menyambut dengan tangannya.
Begitu kedua tangan kebentrok, badannya Biauw Jin Hong dan Ouw Hui sama-sama bergetar dan
masing-masing segera loncat mundur dengan perasaan kagum
Semenjak bertempur melawan Ouw It To pada dua puluh tahun lebih yang lalu, belum pernah
Biauw Jin Hong bertemu pula dengan lawan yang setanding. Sekarang, dari gebrakan pertama, ia
mengetahui, bahwa si brewok adalah lawanan berat. Oleh karena begitu, hatinya jadi semakin
mendongkol dan dengan beruntun lalu mengirim tiga pukulan berantai. Dengan gerakan indah,
Ouw Hui kelit dua pukulan, akan tetapi, waktu ia kelit pukulan yang ketiga, tenaga dalam yang
dikirim oleh "Kim Bian Hud" ada sedemikian hebat, sehingga, biarpun ia berhasil kelit pukulan
tersebut, badannya jadi bergoyang-goyang, hampir-hampir ia nyungsap ke dalam jurang.
"Ah, kalau mengalah terus-terusan, bisa-bisa aku mampus konyol," kata Ouw Hui dalam hatinya
dan lantas saja angkat kedua tangannya untuk menyambut pukulannya Biauw Jin Hong yang
sudah menyambar pula. Akan tetapi, walaupun sudah mengambil putusan untuk melayani orang tua itu, si Rase
Terbang tidak mengeluarkan tenaga yang sepenuhnya. Dalam pertempuran antara jago dan jago
masing-masing pihak tak boleh mengalah sedikitpun.
Sekali mengalah, ia bisa celaka. Begitulah, pada waktu dua pasang tangan kebentrok, Ouw Hui
yang menggunakan setengah tenaga lantas saja rasakan dadanya sakit. Ia terkejut dan buru-buru
mengempos untuk memperbaiki keadaannya.
Tapi tak dinyana, "Kim Bian Hud" sudah menurunkan tangan tanpa mengenal kasihan. Melihat
lawannya berada di bawah angin, ia segera menyerang secara lebih hebat lagi. Jika pertempuian
dilakukan di atas tanah yang rata, Ouw Hui dapat loncat keluar dari gelanggang dan memperbaiki
pula kedudukannya. Akan tetapi, pertandingan itu justru dilangsungkan di atas batu yang sangat
tebing, di mana tidak terdapat tempat untuk mengundurkan diri. Sambil kertek gigi, dengan
terpaksa ia mengeluarkan "Cun Can Ciang Hoat" (Pukulan Ulat Sutera) untuk melindungi dirinya
rapat rapat. "Cun Can Ciang Hoat" adalah semacam ilmu silat yang hanya digunakan untuk melindungi diri
dari serangannya musuh yang terlebih unggul. Dalam mempergunakan ilmu tersebut, kaki dan
tangan tidak boleh memukul panjang, paling banyak boleh dikeluarkan setengah kaki jauhnya dari
sang badan. Tapi pembelaan "Cun Can Ciang Hoat" rapat bukan main. Biar bagaimana tangguh
adanya sang musuh, hampir tak dapat ia menembuskan pembelaan itu. Hanya ilmu itu
mempunyai satu kelemahan, yaitu, tidak dapat digunakan untuk menyerang. Sesuai dengan
namanya, "Cun Can Ciang Hoat" adalah bagaikan seekor ulat sutera yang membuat selubung
benang sutera di sekitar badannya. Selubung itu tak dapat ditembuskan, akan tetapi juga tak bisa
digunakan untuk balas menyerang musuh
Semakin lama Biauw Jin Hong menghantam dengan pukulan yang semakin berat, tapi heran
sungguh, setiap pukulannya selalu dapat dipunahkan dengan bagus sekali oleh si brewok, dan
oleh karena Ouw Hui sama-sekali tidak membalas, ia dapat menghantam kalang-kabutan bagaikan
hujan dan angin. Sesudah berkutet beberapa lama, sembari mengempos semangat, "Kim Bian
Hud" mengirim satu jotosan hebat.
Ouw Hui berkelit dan tinjunya Biauw Jin Hong mengenakan lamping gunung. Batu dan tanah
muncrat! Sungguh lacur, sekeping batu kecil menyambar masuk ke dalam mata kirinya Ouw Hui!
Itulah suatu kejadian yang tidak diduga-duga dan tak mungkin dapat dikelit oleh siapa pun juga.
Ouw Hui rasakan matanya sakit bukan kepalang, tapi ia tidak berani meraba matanya, oleh karena
pukulannya Biauw Jin Hong terus menyambar-nyambar. Melihat lawannya kelilipan, sambil
menyender di lamping gunung, kedua tangannya mendorong sang musuh dengan sepenuh
tenaga. Sesaat itu, Ouw Hui berdiri di pinggir tebing dan sekali terpeleset atau mundur, badannya akan
segera hancur-lebur di dalam jurang. Biauw Jin Hong sungkan memberi napas kepadanya dan
terus mengirim serangan-serangan hebat. Tapi si Rase Terbang yang sangat cerdas, tak gampanggampang
dapat dirubuhkan. Ia tidak menyambut kekerasan dengan kekerasan, tapi punahkan
pukulan "Kim Bian Hud" dengan "kelembekan", dan dengan taktik itu, untuk beberapa saat, ia
masih dapat bertahan terus. Akan tetapi, oleh karena ilmu silatnya kedua belah pihak kira-kira
berimbang, maka, Ouw Hui yang berada dalam kedudukan jelek, semakin lama semakin jatuh di
bawah angin. Tiba-tiba badannya Biauw Jin Hong melesat ke atas dan dengan beruntun mengirim
tiga tendangan. Bagaikan kilat, Ouw Hui kelit tendangan-tendangan itu. Pada waktu menendang
ketiga kalinya, "Kim Bian Hud" membarengi dengan pukulan kedua tangannya yang ditujukan ke
arah dadanya Ouw Hui. Dua pukulan itu tak dapat dipunahkan lagi, sedang untuk berkelit pun
sudah tak mungkin. Dalam keadaan yang sangat berbahaya itu, si Rase Terbang mengempos
semangatnya dan menyambut kekerasan dengan kekerasan.
Begitu empat tangan beradu, Biauw Jin Hong membentak keras dan pusatkan tenaga dalamnya
pada telapakan tangannya, sehingga tanpa ampun badannya Ouw Hui jadi bergoyang-goyang.
Untuk menolong jiwa, Ouw Hui tak dapat berbuat lain daripada mengempos semangatnya dan
menahan tindihan tenaga dalamnya "Kim Bian Hud".
Itulah suatu peraduan tenaga dalam yang luar biasa dahsyat! Kedua pihak saling mengawasi
dengan mata mencorong, kedua pihak mengempos semangatnya habis-habisan. Meika sama-sama
bertahan sambil menempel tangan, tubuh mereka sedikit pun tak bergerak.
Kaget sungguh hatinya "Kim Bian Hud". "Dalam beberapa tahun ini, aku jarang berkelana di
kalangan Kang Ouw dan tahu-tahu dalam Rimba Persilatan muncul satu manusia yang seperti dia,"
katanya di dalam hati. Tiba-tiba "Kim Bian Hud" menekuk sedikit kedua dengkulnya dan, sambil menyender di lamping
gunung, ia mengeluarkan semacam ilmu pukulan yang istimewa. Bermula, ia "menyedot" tenaga
dalamnya Ouw Hui, dan kemudian, dengan meminjam tenaga lamping gunung di mana ia
menyender, ia mendorong sekeras-kerasnya! "Pergi!" ia berteriak.
Sungguh hebat dorongan itu! Sesaat itu juga, badannya Ouw Hui bergoyang-goyang, kaki
kirinya sudah berada di tengah udara, hanya satu kaki kanan yang masih menginjak tebing! Akan
tetapi, ilmu silatnya si Rase Terbang sungguh sudah sampai di puncaknya kesempurnaan Sungguh
aneh, dalam menghadapi dorongan yang sedemikian berat. kaki kanannya seolah-olah berakar di
tebing itu. Tiga kali Biauw Jin Hong mendorong, tiga kali badannya hanya bergoyang-goyang.
"Kim Bian Hud" jadi kagum tak kepalang. "Hebat sungguh kepandaiannya pemuda ini!" ia
memuji dalam hatinya. "Dalam seratus tahun, belum tentu muncul satu manusia yang seperti ia.
Sungguh sayang, ia jalan di jalanan tersesat. Jika hari ini aku tidak binasakan padanya, di lain hari,
belum tentu akan dapat menandingi ia. Kalau ia melakukan kejahatan dengan andelkan
kepandaiannya, siapa lagi yang akan dapat menaluki padanya?"
Memikir begitu, Biauw Jin Hong segera angkat kaki kirinya dan menyapu kaki kanannya Ouw
Hui. Si Rase Terbang mencelos hatinya. "Sudahlah!" ia mengeluh. "Siapa nyana, hari ini aku mesti
binasa dalam tangannya?"
Akan tetapi, sebegitu lama masih bernapas, setiap makhluk hidup selalu berusaha mencari
keselamatannya. Demikianlah, dalam keadaan yang agaknya tak akan dapat tertolong lagi, Ouw
Hui menjejek kaki kanannya dan badannya segera melesat ke atas, setombak lebih tingginya!
Pada detik itu, kakinya Biauw Jin Hong sudah lewat tanpa mengenakan sasarannya. Pada waktu
tubuhnya melayang turun, dengan gerakan "Ho Cu Hoan Sin" (Burung Memutar Badan), ia
menghantam pundaknya "Kim Bian Hud" dengan kedua tinjunya.
"Bagus!" berseru Biauw Jin Hong sembari goyang pundaknya. Pukulannya Ouw Hui
mengenakan tepat pada pundaknya "Kim Bian Hud", akan tetapi, badannya sendiri sudah kena
didorong, dan sekali ini, tak ampun lagi... tubuhnya si Rase Terbang tergelincir ke dalam jurang!
Ouw Hui meramkan kedua matanya dan mengeluarkan suara tertawa yang nyaring, tapi
nadanya menyayatkan hati!
Tapi ... mendadak saja, ia rasakan badannya yang sedang melayang ke bawah, berhenti di
tengah udara! Dengan heran, ia membuka kedua matanya dan ternyata, orang yang menolong ia adalah
Biauw Jin Hong sendiri, yang sudah menjambret bajunya dan angkat ia ke atas tebing.
"Kau sudah pernah menolong jiwaku, sekarang aku mengampuni kau untuk membalas budi,"
membentak "Kim Bian Hud".
"Satu jiwa ditukar dengan satu jiwa Siapa juga tak berhutang budi lagi. Mari Mari kita
bertempur pula!" Sehabis berkata begitu, "Kim Bian Hud" segera berdiri berhadapan dengan Ouw
Hui dan tidak lagi menyender di lamping gunung.
Ouw Hui angkat kedua tangannya dan berkata dengan sikap hormat, "Boanpwee bukannya
tandingan Biauw Tayhiap, guna apa bertanding pula" Apa juga yang Biauw Tayhiap ingin berbuat
boanpwee akan menurut."
Biauw Jin Hong kerutkan alisnya dan berkata dengan suara aseran, "Tadi kau menurunkan
tangan dengan setengah hati. Apa kau kira aku tak mengetahui" Apakah kau anggap, lantaran
sudah tua. Biauw Jin Hong bukannya tandinganmu?"
"Mana berani boanpwee berpikir begitu," menyahut Ouw Hui.
"Hayo!" membentak "Kim Bian Hud" yang sudah tidak sabar lagi.
Sesaat itu, Ouw Hui mengambil putusan untuk menerangkan duduknya segala kejadian, yang
memaksa ia berada dalam pembaringan bersama-sama Yok Lan. Maka itu, ia lantas saja berkata,
"Mengenai kejadian kejadian di kamar itu.."
"Binatang " ia berteriak sembari menghantam Ouw Hui tak dapat berbuat lain daripada
menyambut serangan itu. Sesudah mendapat pengalaman getir si Rase Terbang mengetahui
bahwa sekali mengalah, jiwanya akan segera berada dalam bahaya.
Oleh karena begitu, sekali ini ia segeia melawan tanpa sungkan-sungkan lagi. Sengit sekali
kedua jago kelas berat itu bertempur di atas tebing Tiga ratus jurus sudah lewat, akan tetapi
belum ada yang kelihatan keteter.
Semakin lama, hatinya Biauw Jin Hong jadi semakin heran Segala gerakannya dan semua caracara
bertempur si brewok sungguh mirip dengan Ouw It To. Sesudah beberapa gebrakan lagi,
Biauw Jin Hong mendadak loncat mundur dan berseru, "Tahan" Apakah kau kenal Ouw It To?"
Mendengar nama ayahnya, hatinya Ouw Hui menjadi sedih berbareng gusar, sehingga otaknya
tak dapat bekerja lagi secara tenang.
"Ouw Tayhiap adalah ksatria sejati," menyahut Ouw Hui dengan suara terharu. "Sungguh
sayang, ia sudah kena dibinasakan oleh manusia jahat. Kalau aku bisa mendapat beberapa
petunjuknya, walaupun lantas mati, aku akan rela."
"Benarlah," berkata Biauw Jin Hong dalam hatinya. "Ouw It To sudah meninggal dunia
duapuluh tujuh tahun lamanya. Orang ini baru saja berusia kira-kira duapuluh tahun. Mana dia
dapat mengenal Ouw It To?"
Sembari memikir begitu, ia lantas memotes dua cabang pohon yang besarnya dan panjangnya
bersamaan. Ia melemparkan salah satu kepada Ouw Hui, seraya berkata, "Biarlah kita
menentukan siapa hidup siapa mati dengan menggunakan senjata."
Sembari berkata begitu, ia menikam dengan "Biauw Kee Kiam Hoat" (ilmu Pedang Keluarga
Biauw) yang tiada keduanya dalam dunia.
Walaupun senjata yang digunakan hanyalah sebatang cabang pohon, akan tetapi, oleh karena
cabang pohon itu digerakkan dengan tenaga dalam yang luar biasa, maka kehebatannya tidaklah
kalah dari pedang yang terbuat dari baja murni.
Ouw Hui tak berani berlaku ayal lagi. Ia menyampok senjata Biauw Jin Hong dengan cabang
pohonnya, satu sampokan yang dalam kekerasannya mengandung kelemahan.
Lagi-lagi Biauw Jin Hong terkejut. "Kenapa ilmu pedangnya kembali mirip dengan ilmunya Ouw
It To?" ia menanya dirinya sendiri. Akan tetapi, dalam pertempuran antara ahli-ahli silat kelas satu,
pantangan paling besar adalah memecah perhatian. Oleh karena begitu, Biauw Jin Hong tidak
berani memikir panjang-panjang dan lalu pusatkan Seantero perhatian dan semangatnya kepada
pertempuran itu, dan dalam sekejap, pertempuran menjadi seru kembali.
Selama hidupnya, belum pernah Ouw Hui mengalami pertempuran yang sehebat itu. Seluruh
kepandaiannya si Rase Terbang adalah berdasarkan kitab peninggalan mendiang ayahnya, yang ia
sudah pelajari seanteronya secara terliti. Dalam ilmu silat, boleh dikatakan Ouw Hui sudah
mencapai puncak yang paling tinggi. Apa yang kurang adalah pengalaman dan latihannya yang
masih terbatas akibat usianya yang masih muda. Akan tetapi, sjukur juga, kekurangan itu dapat
ditambal dengan tenaga mudanya yang sedang kuat. Puluhan jurus sudah lewat dan keadaan
masih tetap berimbang. Melihat serangannya Biauw Jin Hong yang begitu cepat, lancar dan tepat, kagum sekali hatinya
Ouw Hui. "Sungguh-sungguh namanya 'Kim Bian Hud' Biauw Tayhiap bukan satu nama kosong," ia
memuji dalam hatinya. "Jika ia masih muda, siang-siang aku sudah kalah Dari sini dapat dilihat,
bahwa ketika dulu ayah jatuh dalam tangannya, kemenangannya itu bukannya didapat dengan
jalan licik." Sesudah bertempur beberapa lama lagi, Biauw Jin Hong mendadak menikam dadanya Ouw Hui
dengan gerakan "Ui Liong Coan Sin Touw Sit Sit" (Naga Kuning Menghantam dengan Kumisnya
Sembari Memutar Badan). Tikaman itu luar biasa cepat dan tidak mungkin dikelit lagi. Ouw Hui
terkejut dan buru-buru menyampok dengan gerakan "Hok Houw Sit" (Pukulan Menakluki
Harimau). "Bagus!" berseru Biauw Jin Hong sembari menggetarkan cabang pohonnya yang
berhasil menyentuh satu jerijinya Ouw Hui. Sedang Ouw Hui merasakan kesakitan, "Kim Bian Hud"
sudah maju setindak dan bergerak menikam padanya.
......... Sesaat itu suatu kejadian yang tak terduga telah terjadi. Oleh karena terinjak-injak terus
dengan empat kaki manusia yang berhawa hangat, dengan perlahan es yang menutupi tebing
telah menjadi lumer. Pada ketika "Kim Bian Hud" menikam, berat badannya tertumplek pada kaki
kirinya. Di detik itu, dengan suara "krek!" sepotong batu yang esnya lumer sempal dan jatuh ke
dalam jurang, sehingga tak ampun lagi, badannya Biauw Jin Hong turut tergelincir!
Dengan kaget, Ouw Hui jambret tangan bajunya orang tua itu. Akan tetapi, walaupun
jamhretan itu tepat, badannya Ouw Hui sendiri turut tergelincir oleh karena ketarik berat
badannya Biauw Jin Hong! Dengan serentak mereka menggoyang badan di tengah udara dan menempelkan badan mereka
di dinding jurang. sambil mengeluarkan ilmu "Pek Ho Yu Ciang" (Cecak Merayap di Tembok) untuk
merayap ke atas. Apa mau, dinding jurang itu berlapis es yang sangat licin, sehingga jangan kala
manusia. sekalipun cicak sendiri belum tentu bisa merayap di situ Akan tetapi, biarpun tidak
berhasil naik ke atas, ilmu tersebut sudah memperlambat kecepatan jatuhnya mereka.
Tanpa tercegah pula, dengan perlahan mereka merosot turun. Waktu melongok ke bawah,
mereka lihat di sebelah bawah, kira-kira sepuluh tombak lagi, terdapat satu batu besar yang
menonjol dari dinding jurang. Jika mereka gagal mendarat di atas batu itu, teranglah sudah,
mereka akan tergelincir terus dan jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam Kedua orang itu,
bukan saja setanding ilmu silatnya, akan tetapi juga hampir bersamaan jalan pikirannya. Dengan
berbareng, mereka mengeluarkan ilmu "Cian Kin Tui" (ilmu membikin berat badan) dan menancap
kaki mereka di atas batu itu, yang ternyata berbentuk bundar dan berlapis es, sehingga bukan
main licinnya. Masih untung mereka mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, sehingga
dapatlah mereka berdiri tetap di atas batu tersebut.
Di lain saat, bahaya lain kembali terbayang di depan mata. Batu itu mulai bergoyang-goyang,
rupanya tak kuat menahan berat badannya Biauw Jin Hong dan Ouw Hui"
Waktu mereka tergelincir, dua cabang pohon yang tadi digunakan sebagai senjata, sudah
turut jatuh di atas batu. Melihat keadaan yang sangat berbahaya, Biauw Jin Hong buru-buru
membungkuk dan memungut satu cabang dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya
mengirim satu pukulan. Ouw Hui menundukkan kepalanya untuk kasi lewat pukulan itu dan di lain
saat, ia pun sudah menyekal cabang pohon yang satunya lagi.
Begitulah kedua harimau itu lantas bertempur pula, sekali ini pertempuran yang akan
memutuskan mati atau hidup. Tujuan masing-masing pihak adalah menjatuhkan lawannya secepat
mungkin, agar sang batu tak usah menahan berat badannya dua orang. Hanyalah dengan begitu,
baru ada harapan dapat menyelamatkan jiwa.
Sesudah bertempur kira-kira sepuluh jurus, Biauw Jin Hong kembali diliputi perasaan heran,
oleh karena, terang-terangan ia membuktikan, bahwa setiap gerakannya Ouw Hui adalah
gerakannya Ouw It To. Tapi, sesaat itu, tak sempat ia menanya lagi. Pada detik itu, ia sudah
menyerang dengan pukulan "Hoan Wan Ek Tek C wan Tiang" yang akan segera disusul dengan
pukulan "Te Liauw Kiam Pek Ho Su Sit". Pukulan ini adalah simpanan Biauw Jin Hong yang sudah
menaksir pasti, si brewok tak akan dapat menyelamatkan dirinya lagi. Akan tetapi, sebagaimana
diketahui, pada sebelum menyerang dengan pukulan "Te Liau Kiam Pek Ho Su Sit", punggungnya
Biauw Jin Hong sudah biasa terangkat sedikit. Seperti sudah dituturkan di atas, kebiasaan ini
sudah berjalan semenjak ia kecil.
Waktu itu, sang rembulan pencarkan sinarnya yang terang-benderang dan putih bagaikan
perak. Di bawah sinarnya sang Puteri Malam, dinding jurang itu yang dilapis es merupakan satu
kaca yang bersinar terang, sehingga punggungnya Biauw Jin Hong berbayang tegas sekali di atas
"kaca" tersebut.
Begitu lihat punggung "Kim Bian Hud" terangkat sedikit, Ouw Hui segera ingat penuturannya
Peng Ah Si, mengenai pertempuran antara mendiang ayahnya dan Biauw Jin Hong pada duapuluh
tujuh tahun berselang. Pada waktu itu, begitu punggungnya "Kim Bian Hud" terangkat naik,
ibunya Ouw Hui memberi tanda batuk-batuk kepada Ouw It To. Akan tetapi, sekarang ia tidak
perlu bantuan orang lain, oleh karena sudah mendapat bantuan dinding jurang.
Demikianlah, begitu lekas punggungnya "Kini Bian Hud" terangkat, ia segera mendahului
dengan serangan "Pat Hong Cong To".
Di lain pihak, baru saja Biauw Jin Hong mengirim separoh serangan "Te Liauw Kiam Pek Ho Su
Sit", seluruh badannya sudah dikurung dengan senjatanya Ouw Hui.
Sekarang, pada saat itulah, ia sadari Ia mengetahui, bahwa pemuda yang menjadi lawannya
mempunyai hubungan yang sangat rapat dengan Ouw It To. "Pembalasan!" ia mengeluh sembari
menghela napas dan meramkan kedua matanya untuk menunggu kebinasaan.
Tapi, selagi mengangkat senjata untuk menamatkan riwayatnya Biauw Jin Hong, di dalam
otaknya Ouw Hui mendadak berkelebat mukanya Biauw Yok Lan dan sedetik itu, ia ingat janjinya
kepada nona Biauw, bahwa, walaupun bagaimana juga, ia tak akan mencelakakan ayahnya
kecintaan itu. Akan tetapi, apabila saat itu ia tidak menurunkan tangan dan membiarkan "Kini Bian
Hud" menyelesaikan pukulan "Te Liauw Kiam Pek Ho Su Sit", adalah ia sendiri yang harus
Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerima kebinasaan. Apakah yang ia harus berbuat" Apakah ia harus berlaku begitu tolol dan antarkan jiwa secara
begitu rupa" Di lain pihak, jika ia menurunkan tangan, cara bagaimana ia masih mempunyai muka
untuk bertemu pula dengan Biauw Yok Lan" Dan jika seumur hidup ia tak dapat bertemu muka
pula dengan nona Biauw, daripada hidup menderita, lebih baik mati! Bagaimana" Bagaimana"
Lama, lama sekali, Biauw Yok Lan berdiri di atas salju, menunggu-nunggu pulangnya kedua
orang yang dicintai. Saking kesal, perlahan-lahan ia membuka bungkusan yang tadi diserahkan
kepadanya oleh si Rase Terbang. Dalam bungkusan itu terdapat beberapa stel pakaian bayi,
sepasang sepatu anak orok dan satu bungkusan dari kain kuning. Dengan bantuan sinarnya
rembulan, ia dapat lihat, bahwa di atas bungkusan kuning itu tertulis, "Tah Pian Thian Hee Bu Tek
Chiu" Itulah barang pemberian ayahandanya sendiri untuk Ouw Hui pada duapuluh tujuh tahun
berselang! Ia terpaku, ia berdiri di situ bagaikan patung. Jauh dari puncak, jauh pula dari dasar
jurang yang sangat dalam, tepat di tengah jurang di atas batu yang goyah dan saban saat dapat
jatuh, satu pertanyaan yang akan menentukan ia mati atau hidup, belum terjawab,
Bagaimana, bagaimanakah Ouw Hui harus berbuat"
Sampai di sini, berakhirlah sudah cerita Soat San Hui Ho yang sebenarnya belum berakhir.
Sambungan cerita ini akan segera diterbitkan dengan judul "HUI HO GWA TOAN" atau "Kisah si
Rase Terbang". TAMAT Wanita Iblis 14 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Golok Halilintar 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama