Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 12

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 12


Manusia di kolong langit ini baik pria atau wanita, kalau dirinya dipuji, tentu tidak kepalang riang hatinya. Terutama Giok-lan yang sudah kasmaran terhadap perjaka di depannya ini, maka ia
pandang Kun-gi seolah2 sudah setengah miliknya-. Dengan penuh
arti matanya mengerling Kun-gi, katanya tersenyum malu2:
"Thay-siang pernah menerangkan soal jarum ini, katanya jarum2
ini disimpan di dalam kotak gepeng terbuat dari baja, seluruhnya ada 360 batang yang tersimpan di dalamnya, maka dinamakan
Som-lo ling. yakni seumpama firman raja akhirat (som-lo), sekali tekan bisa menyambitkan 36 batang, maka dinamakan pula jarum
kumbang kuning 36 lubang."
"Senjata rahasia macam ini hanya dibikin oleh ahli yang luar biasa," demikian tutur Giok" lan lebih lanjut, "konon jarum ini adalah buah karya seorang pandai besi yang lihay, sampai
sekarang jarang ada orang Kangouw yang mampu meniru
membuatnya. belum pernah terjadi lawan yang diserang bisa
selamat, kalau malam ini yang diserang orang lain, tentu jiwanya takkan selamat dari jarum2 berbisa ini."
"Mungkin nasib Cayhe lagi mujur," ujar Ling Kun-gi, "untung aku sudah bersiaga sebelumnya."
Mengawasi jarum ditangannya, Giok-lan menepekur sejenak,
katanya kemudian: "Jarum ini sudah dilumuri getah beracun, ini berarti mereka sudah mampu membuat Som-lo-ling ini," sampai disini mendadak dia menoleh kepada Un Hoan-kun, katanya: "Kiu-moay, coba kau hitung jumlahnya, apakah 36 batang" " .
Un Hoan-kun segera menghitung, lalu berka-ta: "Betul, di sini ada 35 batang, ditambah satu menjadi 36 batang"
Bertaut alis Giok-lan, katanya: "Agaknya mereka memang sudah berhasil memproduksi Som-lo-ling, malah seluk beluk markas
kitapun telah sedemikian apalnya, soal ini tidak boleh dipandang remeh."
"Bukan mustahil ada mata2 musuh yang berada diantara kita,"
ujarBi-kuialiasUn Hoan-kun.
Giok-lan manggut2, teringat laporan Bi-kui bahwa dua orang
pernah berbicara di dalam kamar ini, maka dia bertanya
"Kiu-moay, dapatlah kau menjelaskan suara pembicaraan di kamar ini pria atau wanita" "
Seketika panas muka Un Hoan-kun, untung dia mengenakan
kedok sehingga mimik mukanya tidak dilihat orang, ia pura2
berpikir lalu berkata: "Kalau tidak salah suara lelaki dan perempuan
..... "merandeksebentarlalu menambahkan.
"Waktu itu kukira Ling-kongcu masih dalam keadaan setengah mabukdan berbicaradengan Sin-ih."
"Waktu aku bangun dan semadi diatas ranjang untuk mendesak keluar arak dari badanku, Sin-ih langsung kembali ke kamarnya,
tak pernah masuk kemari lagi," demikian Kun-gi menerangkan sambil berjalan mendekati tempat tidur serta menyingkap kelambu.
Dilihatnya seprei acak2an, bantal guling tidak terletak pada tempat semestinya lagi, malah tepat di tengah ranjang kedapatan noktah darah.
Kun-gi terbeliak kaget, teriaknya: "Darah Darah siapa ini"
Memangnyadiaterlukadansembunyiditempattidurku" "
Karena kelambu tersingkap oleh tangannya, maka keadaan
ranjang itupun terlihat oleh Giok-lan dan Un Hoan-kun. Ada
kalanya nona2 atau para gadis jauh lebih tajam perasaan dan
firasat-nya daripada kaum pria. Umpama soal noktah darah ini,
bagi Kun-gi yang masih perjaka dan hijau plonco ini, dia mengira ada seseorang telah terluka, tapi kedua nona di belakangnya ini cukup cerdik, melihat keadaan ranjang itu seketika terbayang oleh mereka .. . . ....
Jengah Giok-lan dan Un Hoan-kun, sekujur badan terasa panas
dan gemetar, untuk sesaat mereka sama melenggong tak tahu apa
yang harus di-ucapkan. Tapi Giok-lan memang lebih tabah, katanya sambil membalik badan: "Kiu-moay, pergilah kau panggil Sin-ih, suruhlah dia mengganti seprei dan bantal guling yang baru," Hoankun mengiakan terusberanjakkeluar.
Waktu membalik tubuh tadi, mendadak didapatinya sesuatu
benda di bawah bantal, tergerak hati Giok-lan, sebagai Congkoan Pek-hoa-pang, maka dia tidak perlu main malu lagi, tanyanya:
"Lingkongcu hanya bersemadi di ranjang, seperai dan bantal guling tidak mungkin menjadiacak2an begini" "
"Ya, malahan Cayhe belum pernah menyentuh bantal guling dan kemul itu," sahut Kun-gi.
Sengaja Giok-lan ajak mengobrol: "Aneh kalau begitu,
memangnya kenapa orang itu sembunyi di atas ranjang Lingkongcu" " Sambil bicara dia melangkah maju badan sedikit miring sehingga pandangan Kun-gi teraling, diam2 dia ulur tangan ke
bawah bantal, gerakannya pura2 memeriksa, kalau2 sebatang
tusuk kundai emas sudah dia simpan ke dalam lengan bajunya.
Kebetulan Un Hoan-kun, sudah kembali mengajak Sin-ih, Gioklan lantas tanya kepadanya: "Tadi adakah kau mendengar suara apa2 di kamar ini" "
Terbeliak mata Sin-ih mengawasi Kun-gi sahutnya bingung:
"Tiada suara apa2, hamba tidak mendengar apa2"
Giok-ian mendengus, katanya: "Kalian tidur mendengkur seperti babi, Ling-kongcu keluar mengejar bangsat, ada orang masuk
kamar ini, tapi tiada orang tahu."
Gemetar tubuh Sin ih, ratapnya menunduk: "Ya, hamba
memang pantas mampus ..."
"Sudah, jangan banyak bicara, lekas bersihkan ranjang Lingkongcu," perintah Giok-lan, lalu dengan menggunakan ilma
mengirim gelombang suara dia menambahkan: "Ingat, kejadian malamini dilarangberitahu kepadasiapapun tahu?"
Sin-ih mengangguk. sahutnya: "Hamba tahu"-Bergegas dia
bekerja seperti yang di pesan-Cepat sekali dia sudah mengganti
bantalgulingdan kemulsertasepreibaru ranjang Kun-gi.
"Waktu sudah larut, besok pagi2 Ling-kongcu harus menghadap Thay-siang, lebih baik istirahat saja," demikian kata Giok-lan setelah Sin-ih mengundurkan diri. Lalu dia berpaling, " Kiu-moay, hayolah kembali."
"Cayhe amat menyesal, penjahat tidak berhasil kutangkap.
Congkoan malah susah payah setengah malaman," Kun-gi berucap.
"Jangan sungkan Ling-kongcu, memang ini tugasku, tadi sudah kusuruh Hong-sian pergi ke danau memeriksa sebab kematian
kedua Centing serta para ronda lain yang bertugas sepanjang
pesisir danau, adakah perahu yang mencurigakan di sana"
Tentunya kini sudah kembali, biar aku mohon diri," bersama Hoan-kun mereka lantas beran-jakkeluar.
Bertimbun tanda tanya yang menekan perasaan Kun-gi.
Menurut rekaan Giok-lan, orang yang membokong dirinya
menggunakan Som-lo-ling, maka dia diduga adalah mata2
Hek-liong hwe yang diselundupkan kemari. Hal ini kiranya tidak
meleset, di depan pertemuan besar siang tadi Thay-siang telah
mengumumkan bahwa dirinya berhasil membikin obat penawar
getah beracun, akhirnya diangkat menjadi Cong-hou-hoat dari
Pek-hoa-pang, soal ini jelas merupakan tekanan dan ancaman
serius bagi Hek-liong-hwe. Kalau dirinya bisa terbunuh atau
dilenyapkankan merupakan pahala yang amat besar sekali artinya, Kalau tidak, kapan dirinya pernah bermusuhan dengan orang,
untuk apa pula orang malam2 menyelundup kemari dan
menyerangnya" Atau mungkin ada tujuan lain lagi"
Un Hoan-kun bilang mendengar kasak-kusuk dua orang
perempuan dan laki2, satu di antaranya terluka, mungkin lantaran melihat nona Un, ter-paksa sembunyi ke atas ranjangku sehingga
meninggalkan noktah darah di sini. Lalu siapa kedua orang ini" Di mana pula mereka bergebrak dengan musuh sehingga terluka"
Kenapasembunyidikamarku" Demikian Kun-gi merasabingung.
Tapi yang membuatnya paling bingung adalah nona Un sendiri,
memangnya dia merasa sesal atau direndahkan" Apa pula yang
disedihkan sampai malam2 lari kepinggir danau dan bertangisan
seorang diri" Malah dari apa yang dia gumamkan seperti menaruh
salah paham dan penasaran terhadap dirinya, memikirkan
persoalan ini, tanpa merasaKun-gitertawagelisendiri.
Maklumlah kaum remaja, terutama anak gadis yang sedang
kasmaran biasanya memang suka cemburu. Demi dirinya, tanpa
jeri Un Hoan-kun menempuh bahaya ikut menyelundup ke
Pek-hoapang, dengan menyaru Bi-kui, tentu siang tadi dia meltihat sikap Soyok. sang Hu-pangcu yang begitu mesra dan kasih sayang
terhadapnya sehingga hatinya-merasa iri, padahal semua ini
merupakan salah paham belaka .
Tengah dia berpikir terdengar suara kokok ayam, ternyata hari
sudah menjelang pagi.. Maka dia ti-dak banyak pikir lagi, tanpa copotpakaianterusduduk kembalisemadidiatasranjang.
Tak lama kemudian haripun sudah terang tanah. Di dengarnya
suara Sin-ih berkumandang di depan pintu: "Ling-kongcu, sudah bangun" "
Kun-gi mengiakan terus melangkah turun dan membuka pintu.
Sin-ih sudah menunggu depan pintu sambil membawa sebaskom
air untuk cuci muka. Setelah Kun-gi selesai membersihkan badan, sementara Sin-ih sudah menyiapkan sarapan pagi dan persilakan
dia makan. Baru saja Kun-gi kembali ke kamarnya habis makan, Congkoan
Giok-lan sudah datang, katanya tertawa: "Selamat pagi Lingkongcu, perahu sudah siap. marilah kita berangkat."
"Cayhe sudah menunggu sejak tadi, apakah Congkoan sudah
makan" " "Selamanya aku tidak pernah makan pagi," ucap Giok-lan,
"hayolah lekas berangkat, pantang terlambat kalau menghadap Thay-siang," lalu dia mendahului jalan keluar.
Mengiringi orang keluar, Kun-gi bertanya: "Bagaimana hasil penyelidikan nona Hong-sian semalam" "
"Hasilnya nihil," tutur Giok-lan sambil menggeleng, tiba2 dia membalik tubuh, katanya lirih. "Kejadian semalam kecuali aku dan Kiu-moay, Hong-sian sendiri juga tidak tahu, Ling-kongcu harus
ingat, kepada siapapun jangan bicarakan soal ini."
Kun-gi melengak. tanyanya: "Kenapa" "
Giok-lan menghela napas "Liku2 persoalan ini cukup rumit, sulit juga aku menyelami soal ini dalam waktu singkat dengan hanya
tanda2 yang tidak seberapa ini, tapi Ling-kongcu harap percaya
saja." Walau merasa heran, tapi melihat sikap dan nada suaranya
begini serius, Kun-gi manggut2, sahutnya: "Pesan nona pasti kuperhatikan."
Giok-lan tersenyum lebar, suaranya lebih lirih.. "Syukurlah, apapun yang terjadi, aku takkan membikin susah padamu."
Tak lama kemudian mereka sudah berada di atas tanggul sungai
yang letaknya di belakang ta-man, sepanjang tanggul ditanami
pohon Yang-liu. tertampak sebuah perahu beratap alang2 sudah
menanti di bawah sana. Tempo hari Kun-gi pernah naik perahu yang sama dengan Soyok, punya pengalaman satu kali, maka kali ini dia tidak main
sungkan lagi, dengan ringan dia lantas melompat ke atas perahu
dan menyusup ke dalam serta duduk bersimpuh. Giok-lan juga
melompat naik dan duduk bersimpuh pula, tanpa dipesan
perempuan pendayung diburitan segera menjalankan perahunya .
Terdengar Giok-lan berbisik dengan ilmu gelombang suara:
"Kedua orang yang menguasai perahu adalah pengikut Thay-siang sejak muda, harap Ling-kongcu hati2 kalau bicara." Secara tidak langsung dia memperingatkan Kun-gi bahwa kedua orang ini
adalah kepercayaan So-yok.
Sudah tentu Kun-gi sukar menangkap maksud kisikannya ini, dia
hanya melongo bingung saja. Melihat sikap orang, maka Giok-lan
menambahkan: "Jangan Ling-kongcu takut atau curiga, aku hanya memberi peringatan padamu, jangan sembarang bicara di atas
perahu ini. Thay-siang tidak suka kalau orang membicarakan
pribadinya." Kun-gi mengangguk sambil menjawab dengan cara yang sama:
"Terima kasih atas petunjukmu.
"Masih ada satu hal," demikian Giok-lan menambahkan lagi,
"dan ini yang terpenting, Pangcu minta aku menyampaikan pada Lingkongcu."
"Pangcu ada pesan apa" "
Ber-kedip2 bola mata Giok-lan, senyumnya tampak penuh
mengandang arti, katanya: "Kemarin kau baru diangkat jadi Conghouhoat, hari ini Thay-siang sudah mengundangmu ke
Pek-hoa-kok pasti beliau punya maksud2 tertentu, maka Pangcu
minta supaya aku menyampaikan pesannya, apapun yang
dikatakan Thay-siang, kau harus segera mengiakan."
Kembali Kun-gi dibuat melenggong, tanyanya: "Memangnya
Thay-sianghendaksuruhakuberbuatapa" ".
Melihat sikap dan air muka serta sorot matanya, diam2 Giok-lan
membatin: "Memang tidak meleset dugaan Toaci, agaknya
pikirannyatidakterpengaruholeh Bi-sin-hiang."
Tapi dia tetap bicara dengan ilmu suara itu: "Tak peduli kerja apapun yang diserahkan padamu, tanpa ragu2 kau harus segera
menerima tugas itu.?"
"Ini. ..... "berkerutkening Kun-gi.
Giok-lan tersenyum, katanya: "Toaci bilang, Ling-kongcu mampu menawarkan getah beracun yang tak bisa ditawarkan oleh manusia
manapun di dunia ini, sudah tentu kaupun bisa memunahkan
segala obat bius yang mempengaruhi pikiran orang, oleh karena
itu, setiba di perahu ini perlu aku memberi peringatan padamu.
Selamanya tiada seorangpun yang berani membangkang dan
menolak perintah Thay-siang, sudah tentu semakin cepat kau
terima tugasnya itu akan lebih baik, celakalah kalau sampai
membuatnya kurang senang atau curiga."
Apa yang dikatakan ini cukup gamblang, walau tak secara
langsung, tapi artinya sudah diketahui bahwa kau ternyata tidak terpengaruh oleh obat Bi-sin-hiang itu.
Kejadian ini memang ada latar belakangnya. Tatkala So-yok
diperintahkan menyerahkan Bi-sim-hiang ini kepada Bok-tan sang
Pangcu, dari Bok-tan diserahkan pula kepada Giok-lan supaya
menunaikan perintah Thay-siang ini, kebetulan pembicaraan
mereka dicuri dengar oleh Bi-kui alias Un Hoan-kun, jing-sin-tan buatan keluarga Un adalah obat mujarap yang khusus
diperuntukan menawarkan segala obat bius di kolong langit ini,
sudah tentu dengan membekal obat mujarab ini Ling Kun-gi tidak
pernah terpengaruh pikirannya, tapi soal ini hanya dlketahui oleh Ling Kungi dari Un Hoan-kun saja.
Bahwa dia pura2 terbius-oleh obat itu dan mau terima jabatan
dalam Pek-hoa-pang lantaran ingin cari tahu dari mana Pek" hoapang memperoleh tiga jurus ilmu pedang warisan keluarganya,
malah Hwi-liong-sam-kiam merupakan ilmu pelindung Peks hoapanglagi"Un Hoan-kunpulayang mengajukanakaldan usul ini.
Sekarang dari mulut Giok-lan secara tidak langsung didengarnya
sindiran dirinya tidak terpengaruh oleh obat bius, bahwa hal ini sudah mereka ketahui, sungguh tidak kepalang kagetnya...
maklum seseorang yang merasa bersalah-dalam hati akan
merupakan tekanan batin, sekali rahasia ini terbongkar, pastilah selebar mukanya merah padam. Demikianlah keadaan Ling Kun gi
sekarang. Tapidiatetapberkatadengangelombangsuara:"Pangcu. . ."
TersenyumGiok-lan mengawasiwajah orang
"Jangan kuatir, Toaci bermaksud baik, cukup asal kau selalu mengingat kebaikannya."
Lalu dia menyodorkan secangkir teh dan menenggaknya dulu
secangkiryanglain, katanya:"Cong-sucia,enakbukanrasatehini?"
Kun-gi segera tahu maksud orang, sahutnya tertawa: "Ya, enak dan segar, rasanya seperti bunga cempaka." Dua patah terakhir ini mereka tidak menggunakan ilmu gelombang suara pula.
Laju perahu amat pesat, hanya sekejap mereka sudah berada
diterowongan air yang masuk keperut gunung, setelah mengikuti
arus yang deras dan ber-belok2, akhirnya laju perahu menjadi
lambat dan tak lama kemudian berhenti. Kerai tersingkap. Giok-lan lantas berdiri, katanya. "Sudah-sampai. Cong-sucia pernah datang sekali, tapi jalanan mungkin masih belum apal, biarlah aku naik lebih dulu" Sedikit tutul kaki, badannya segera mengapung tinggi ke atas dan ditelan kegelapan di sebelah sana, Lalu terdengar
suara bergerit: "Silakan Cong-sucia naik kemari, cuma harus hati2, lumut disini amatlicin." "Cayhe tahu," kata Kun-gi, belum lenyap suaranya badannya sudah hinggap di sisi lok-lan. Tempat ini
berada diperut gunung, gelapnyabukan main,
jarisendiripuntidakkelihatan.
Betapapun Lwekang Giok-lan agak rendah, kalau malam biasa di
tempat terbuka dia masih bisa melihat sesuatu dalam jarak dekat, tapi di dalam terowongan bawah tanah yang gelap begini, sudah
tentu dia tidak bisa melihat apa2. Tapi kupingnya tajam, dari desir angin dia tahu bahwa Ling Kun-gi sudah berada di sampingnya,
maka dengan suara lirih dia berkata: "Inilah jalan rahasia satu2nya yang bisa menembus ke Pek-hoa-kok dilarang keras menyalakan
lampu, jalanan disini-pun amat jelek. tempo hari kau pernah
kemari, tentunya sudah tahu, Thay-siang suruh aku membawamu
kemari, biarlah kau jalan mengikuti langkahku dengan
bergandengan tanganku."
Jari2nya yang halus tahu2 sudah pegang tangan Ling Kun-gi
terus ditariknya ke depan-Kun-gi biar-kan saja tangannya dipegang dan menurut saja kemana dirinya ditarik. Terasa jari jemari yang memegang tangannya begitu halus dan lemas seperti tidak
bertulang, seketika sekujur badannya gemetar seperti kena aliran listrik.
Terdengar Giok-lan berkata: "Sebagai anak perempuan yang
telah dewasa, selamanya belum pernah kubersentuh tangan
dengan laki2 manapun, maka hatiku sedikit tegang, harap
Ling-kongcu tidak mentertawakan aku."
Berdebar juga hati Kun-gi, tapi tak mungkin dia melepaskan
tangannya, terpaksa dia bilang: "Di sinilah letak kesucian Congkoan"
"Justeru karena aku yang ditugaskan membawa Kongcu kemari, umpama orang lain, aku tak sudi saling bergandengan tangan
seperti ini." Kali ini Kun-gibungkamsaja, takenak banyakbicaralagi.
Didengarnya Giok-lan bicara lebih lanjut, suaranya syahdu:
"Soalnya Ling-kongcu adalah perjaka yang patut dibuat teladan, seorang Kuncu sejati, kaulah pemuda yang menjadi pujaan hatiku
......." Bertaut alis Kun-gi, katanya: "Ah, Congkoan terlalu memuji diriku."
Jari2 Giok-lan yang menariknya itu tiba2 memegang lebih
kencang, katanya sambil jalan ke depan: "Untuk selanjutnya.
tanganku yang satu ini tidak akan bersentuhan lagi dengan laki2
manapun jua." Mendadak dia berpaling dan bertanya: "Kau percaya apa yang kukatakan" " Suaranya kedengaran lembut, tapi bola matanya tampak berkilauan ditengah kegelapan,
memancarkan rasa tekad penuh keyakinan.
Gugup dan gelisah Kun-gi, "Nona. ...... ."
"Tak usah kau gelisah, apa yang pernah ku-katakan selamanya tak pernah kujilat kembali, tak perlu kutakut ditertawakan Ling kongcu, dalam kalbuku memang hanya .... . . hanya ada seorang,
maka tidak akan kuizinkan laki2 lain untuk menyentuh badanku,
siapa berani menyentuh tanganku segera kutabas buntung
tanganku ini . " Keruan Kun-gi gugup setengah mati, katanya: "Nona, jangan
sekali2 kau berbuat menurut dorongan hatimu "
"Jangan kau membujukku, yang jelas akupun tidak akan
sembarangan membiarkan orang menyentuhku," ujar Giok-lan
tertawa, jari2nya memegang lebih kencang lagi. "Nah, hampir sampai, jangan bersuara lagi."
Terpaksa Ling Kun-gi terus menggremet maju menyusuri
dinding gunung dengan badan miring .-Tak lama kemudian
Giok-lan lepas tangannya serta maju ke dinding yang mengadang
di depan serta mengetuk sekali.
Terdangarlah suara Ciok-lolo bertanya dari dalam: "Apakah
Gioklan" " Lekas Giok-lan berseru: "Ciok-lolo, aku mendapat perintah
membawa Cong-sucia kemari"
"Nenek sudah tahu," ujar Ciok-lolo, pelan2 pintu papan batu di depan mereka menggeser mundur dan terbuka, bayangan Ciok lolo
yang tinggi besar itu segera muncul di balik pintu. Sorot matanya dingin tajam, dari kepala sampai kaki Ling Kun-gi diawasinya
dengan teliti, mulutnya terkekeh sekali, lalu berkata: "Bocah inikah, kalau Thay-siang mau cari mantu kiranya cukup setimpal, kalau
diangkat jadi Cong-sucia, kukira Thay-siang rada berat sebelah, terus terang aku nenek tua ini mengukurnya terlalu rendah."
Giok-lan unjuk tawa manis, katanya: "Kemarin Lolo tidak hadir, sudah tentu tidak menyaksikan betapa perkasa Cong-sucia


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalahkan para lawannya dalam lima babak berturut2, ini
kenyataan, apalagi dalam pertandingan besar dan terbuka itu,
semua peserta boleh ikut bertanding secara adil, mengapa Thaysiang kau katakan berat sebelah" "
Ciok-lolo ter-kekeh2, katanya: "Bocah sekolahan selemah ini, satu jari nenek saja sudah cukup membuatnya berjongkok
setengah hari dan tidak mampu berdiri, kalau bicara soal
kepandaian sejati, dia bisa menang lima babak secara beruntun,
betapapun nenek tidak mau percaya."
Bagaimana juga Kun-gi masih muda dan berdarah panas,
melihat sikap orang yang terlalu memandang rendah dirinya, ia
naik pitam, pikirnya: "Jangan kau kira sebagai anak buah
Thay-siang, biar kuajar adat padamu."
Maka dengan tersenyum segera ia menimbrung: "Kalau
Ciok-lolo tidak percaya, kenapa tidak mencobanya, apakah betul
Cayhe dapat dibikin jongkokseperti katamu."
Sudah tentu Giok-lan jadi rikuh. Tapi gelak tawa Ciok-lolo yang tajam melengking itu sudah berkumandang, katanya: "Anak bagus, sombong juga kau, nah, mari kita coba." Dimana tangan kanannya terangkat, betul2 dia cuma acungkan sebuah jari telunjuk. pelan2
terus menekan kepundak Ling Kun-gi.
Giok-lan menjadi kuatir, serunya: "Ciok-lolo, taruhlah belas kasihan."
Jari telunjuk Clok-lolo sudah menekan pundak Kun-gi, mulutnya
menggeram sekali: "Giok-lan, apa yang kau risaukan" Nenek tentu punyaperhitungan."Diam2diakerahkan limabagiantenaganya.
Tak nyana pundak Kun-gi seperti batu laksana besi kerasnya,
lima bagian tenaganya ternyata tak mampu membuat tubuhnya
bergeming. Baru sekarang si nenek kaget, pikirnya: "Bocah ini kelihatan lemah lembut, seperti anak sekolahan yang tak mampu
menyembelih ayam, ternyata memiliki bekal kepandian selihay ini, agaknya nenek tua terlalu memandang enteng padanya." Serta merta kekuatan jarinya bertambah, akhirnya dia kerahkan setaker tenaga menekan ke bawah.
Tak terduga meski dia sudah kerahkan sepuluh bagian
tenaganya, daya perlawanan diatas pundak Ling-Kun-gi juga
cerlipat ganda, tetapsekerasbaja, sedikitpuntidakbergeming.
Keduanya jadi sama2 adu otot dan mengerahkan segenap daya
kekuatanya, rambut uban dipelipis Ciok-lolo tampak bergetar
berdiri, wajahnya yang sudah keriput juga tampak merah padam.
Tapi Ling Kun-gi tetap adem ayem, sikapnya tak acuh seperti tak pernah terjadi apa2 atas badannya2, sedikitpun tidak kelihatan
bahwa diapun mengerahkan tenaga untuk melawan tekanan si
nenek. Semula Giok-lan merasa kuatir bagi Kun-gi. Maklumlah Ciok-lolo
dulu adalah pelayan pribadi Thay-siang, kepandaian silat dan
Lwekangnya merupakan tokoh kelas satu yang jarang ada
tandingan dalam Peks hoa-pang, dikuatirkan Kun-gi bu-kan
tandingan Ciok-lolo. Kini melihat keadaan mereka, maka tahulah
dia bahwa Lwekang Ling Kun-gi ternyata jauh lebih unggul
dibanding Ciok-lolo, dari kuatir diam2 ia merasa kaget dan senang malah. Tapi mulutnya sengaja pura2 bersuara gugup: "Ciok-lolo . .
. . " Muka Ciok-lolo semakin gelap. keringat sudah membasahi jidatnya, sementara tangannya yang menekan pundak Kun-gi
tampak mulai gemetar, tapi dia tetap ngotot tidak mau menarik
balik tangannya. Maklumlah, dengan cara adu tenaga seperti ini, kedua pihak sudah sama2 mengerahkan tenaga dalam, bila salah
satu pihak sedikit mengalah saja, maka kekuatan lawan yang
dahsyat akan segera menerjang dan menggetar putus urat nadi
dalam tubuh. oleh karena menyadari bahaya ini, meski sudah
merasa kewalahan, Ciok-lolo toh terpaksa harus bertahan. .
Sudah tentu Kun-gi maklum, apa maksud teriakan Giok-lan tadi,
semula dia hendak bikin kapok nenek ini, tapi sekarang dia
urungkan niatnya. Katanya dengan tersenyum tawar: "Ciok-lo-lo, boleh berhenti tidak" Kalau hanya dengan sebatang jari tanganmu mungkintakkanmampu menekanakusampaiberjongkok."
Terasa oleh Ciok-lolo, seiring dengan pembicaraan Kun-gi
pundak anak muda yang sekeras baja itu tiba2 semakin lunak.
kiranya dia sudah mulai mengendurkan tenaganya.
Sudah lanjut usia Ciok-lolo, tapi masih berdarah panas dan
masih suka menang, merasakan lawan menarik tenaganya, hatinya
senang, segera dia kerahkan tenaga lebih besar, jarinya menekan lagi ke bawah. Di luar tahunya, pundak Kun-gi mendadak berubah
jadi Jilid 18 Halaman 29/30 Hilang
Melihat Ciok-lolo menaruh Curiga, lekas Giok" lan menyela
bicara: "Memangnya Ciok-lolo tidak tahu bahwa cong-sucia adalah murid kesayangan Hoan-jiu-ji-lay Put-thong Taysu yang terkenal di kalangan Kangouw"
Memangnya selama 30-an tahun ini tiada kaum persilatan yang
tidak mengenal kebesaran nama Hoan-jiu-ji-lay, tokoh kosen yang sudah menjadi dongeng Bu-lim, umpama belum pernah lihat tentu
juga pernah mendengar namanya.
Terpantul mimik aneh pada wajah Ciok-lolo, katanya dengan
suara tinggi: "Pantas kalau begitu, nenek tua dikalahkan oleh muridnya Hoan-jiu ji-lay, ya, cukup setimpal juga."-Lalu dia dia mengulap tangan: "Nah, lekas kalian pergi:"
"Terima kasih Ciok-lolo," seru Giok-lan sambil memberi hormat.
Setelah masuk kepintu besar, dari dinding dia mengambil
sebuah lampion serta menyalakan lilin di dalamnya, katanya,
"cong-sucia, marilah lekas."-Mereka menaiki tangga batu yang menanjak ke atas, beberapa kejap kemudian Giok-lan bertanya
sambll menoleh: "Lingkongcu, kau masih begini muda, tapi bekal Kungfumu sungguh luar biasa."
Tawar tawa Kun-gi, katanya: "Nona jangan terlalu memuji."
"Apa yang kukatakan benar2 keluar dari lubuk hatiku yang
dalam. Kepandaian Ciok-lolo termasuk nomor satu dua di
lingkungan kita, hari ini dia terjungkal ditanganmu, tapi dia tunduk lahir-batin."
Mendadak Kun-gi teringat sesuatu, hal ini masih melingkar2
dalam benaknya, Cuma dia merasa serba susah apakah hal ini
patut dia bicarakan dengan Giok-lan" Tengah dia menimang2,
mendadak tergerak hatinya, dia ingat pembicaraannya dengan
Giok-lan diperahu tadi, kenapa sekarang tidak mengorek
keterangannya" Maka dia lantas bertanya: "Mengenai pembicaraan kita di atas perahu tadi, ada sebuah pertanyaan ingin kuajukan."
"Ada partanyaan apa" "jawab Giok-lan.
"Nona pernah bilang bahwa Pangcu mengata-takan cayhe dapat menawarkan getah beracun yang tak bisa dipunahkan oleh
siapapun,, maka tiada obat bius apapun di kolong langit ini yang bisa membius pikiran cayhe, oleh karena itu kau merasa perlu
untuk memperingatkan kepada cayhe, apapun yang dikatakan
Thay-siang harus kupatuhi, betul tidak" "
"Betul, Toaci memang suruh aku menyampaikan demikian."
"Kenapa harus demikian" "
"Apa yang dikatakan Thay-siang selamanya tiada orang berani membangkang, tiada yang pernah ragu2."
"Itu cayhe tahu, tapi Pangcu suruh nona memperingatkan hal ini padaku, tentu ada sebabnya."
"Asal kau bekerja dan melaksanakan tugas seperti pesan kami, tanggung kau tidak mengalami kesulitan."
"Agaknya nona tidak suka menerangkan."
"Kalau kau tahu, tak perlu aku menjelaskan, kalau belum tah lebih baik tidak tahu saja."
"Kalau cayhe terkena racun yang tak terobati dan terkena obat bius yang pengaruhi pikiran cayhe" "
Giok-lan melengak, tanpa pikir ia berkata: "Kalau terjadi
demikian, akudan Toaci pastitakkanberpeluktangan."
Terharu Kun-gi: " Kalau demikian cayhe ha-rus berterima kasih atas kebaikan kalian."
Giok-lan menghentikan langkah, tiba2 dia membalik badan,
katanya dengan nada penuh perhatian: "Apakah kau merasakan gejalatidakenakpadatubuhmu" "
Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Beruntunglah aku ini, tiada sesuatu obat bius apapun yang tak dapat kutawarkan."
"o, jadi kau sedang menggodaku, "rengek Giok-lan, "sla2 aku berkuatir bagimu"
"Mana berani cayhe menggoda nona, soal-nya ....."
"Ada, omongan apa silakan Ling-kongcu kata-kan saja,
omongan seorangKuncu pastitidak akan kubocorkan,
takusahkuatir." "Legalah cayhe mendengar ucapan nona ini," kata Kun-gi, mendadak dia gunakan ilmu gelombang suara "cayhe masih ingat waktu pertama kali bertemu dengan Pangcu, atas pertanyaan
Pangcu cayhe pernah menyebut ibuku she Thi."
Semula Giok-lan kira ada persoalan penting apa yang hendak
dibicarakan oleh Kun-gi sampai dia merasa perlu menggunakan
ilmu bisikan, tak tahunya hanya membicarakan she ibunya. Tapi
terpaksa dia menjawab dengan ilmu suara pula: "Memangnya ada apa" "
Tetap menggunakan ilmu suara Kun-gi berkata pula: "Waktu itu Cayhe hanya bicara sekenanya, pada hal waktu Cayhe keluar
rumah, ibunda pernah berpesan wanti2, Cayhe dilarang menyebut
she beliau dihadapan orang luar."
"Soal ini hanya diketahui aku dan Toaci, kami pasti tidak akan bicarakan kepada siapapun."
"Kemarin waktu Cayhe menemui Thay-siang, besar sekali
perhatiannya terhadap riwayat hidup-ku .... "
"Lalu kau juga katakan hal itu kepada Thay-siang" "
"Waktu itu aku lupa akan pembicaraanku dengan Pangcu, maka kukatakan ibuku she ong."
"Jadi kau kuatir Thay-siang tanya soal ini padaku dan Toaci, padahaljawabanmusatusama lain tidak cocok" "
"Begitulah maksudku, maka ....."
"Kau ingin aku bantu kau berbohong" "
"Selama hidup belum pernah Cayhe berbohong, soalnya pesan
ibu, harap nona ....."
"Tak usah sungkan, nanti sekembali akan ku-sampaikan Toaci, kalau Thay-siangtanya, anggap-lahkami sendiri jugatidaktahu."
"Bukan sengaja Cayhe hendak membohongi Thay-siang, kalau
nona dan Pangcu dapat membantu, sungguh betapa besar terima
kasih Cayhe." "Baiklah, hayo lekas jalan, jangan bikin Thay-siang menunggu terlalu lama," langkah mereka segera dipercepat.
Setiba di ujung tangga batu, Giok-lan mendorong sebuah pintu
batu serta meniup padam api lampion dan digantung diatas
tembok. lalu mereka melangkah keluar.
Tahu2 sang surya ternyata sudah tinggi di tengah angkasa, tapi
kabut masih tebal di Pek-hoa-kok. pancaran sinar surya nan kuning emas menambah semarak panorama lembah yang penuh di-taburi
kembang mekar semerbak. Pek-hoa-teng (gardu seratus bunga) di
tengah lembah sana seperti bercokol di antara taburan bunga yang menyongsong pancaran sinar mentari.
Duduk menggelendot di kursi malas di dalam gardu yang
dibangun serba antik dan megah itu, gadis rupawan yang
mengenakan pakaian warna merah menyala, wajahnya ber-seri2
seperti mekar-kuntum2 bunga di Sekelilingnya, biji matanya
mengerling lembut, penuh gairah hidup nan bahagia, pelan2 dia
berdiri, bola matanya lekat meratap wajah Ling Kun-gi, katanya
dengan tertawa: "Kenapa Ling-heng Sekarang baru tiba" Sudah sekian lama orang menunggumu di sini." Dia ubah panggilannya menjadi Ling-heng (kakak Ling), terasa betapa mesra dan dekat
hatinya" Gadis rupawan ini bukan lain adalah Hu-pangcu So-yok.
Hari ini bukan saja dia bersolek dan berdandan, malah sinar
matanya tampak bercahaya, wajahnya berseri2 penuh gairah.
Sudah tentu kali ini dia tidak memakai kedok.
Tersipu2 Kun-gi menjura, katanya: "Maaf Hu-pangcu menunggu terlalu lama."
Giok-lan tertegun, selamanya belum pernah dia melihat So-yok
berdandan begini cantik, maklumlah biasanya dia begitu angkuh,
dingin dan ketus. So-yok mengiringi Kun-gi jalan ke depan, agak-nya Giok-lan
sengaja ketinggalan di belakang. Diam2 ia perhatikan So-yok hari ini seolah2 telah ganti rupa, sembari jalan mukanya berseri tawa, tangannya bergerak mengikuti celoteh mulutnya, sikapnya begitu
mesra. Sikap Kun-gi sebaliknya kelihatan risi dan kikuk, kadang2 dia
sengaja menjauhkan diri, mungkin karena So-yok bersikap
merangsang sehingga perasaannya tidak tenteram, malah saban2
dia menoleh ajak Giok-lan bicara juga. Untunglah langkah mereka lebar, lekas sekali mereka sudah tiba di depan gedung bertingkat yangmegahdan menterengsepertidalamlukisanitu.
So-yok ajak mereka masuk ke ruang kecil di sebelah samping,
katanya tersenyum manis: "Silakan duduk Ling-heng." sekali tangan bertepuk seorang pelayan berpakaian kembang lantas
keluar, katanya sambil membungkuk: "Ada pesan apa Ji-kohnio (nona kedua)" "
So-yok menarik muka, katanya: "Memangnya kalian tidak tahu aturan, Cong-sucia dan Cong-koan telah tiba, kenapa tidak lekas tuang air teh, memangnya perlu kuperintahkan."
Gemetar tubuh pelayan itu, sambil munduk2 dia mengiakan
terus berlari keluar. Cepat dia sudah kembali membawa tiga
cangkir teh yang masih mengepul.
So yok berpesan: "Pergi kau tanya kepada Teh-hoa, bila Thaysiang selesai dengan acara paginya, selekasnya memberitahu
kemari." Pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri. Kira2
setanakan nasi kemudian pelayan tadi kembali dengan langkah
tergesa, serunya membungkuk: "Thay-siang persilakan
Conghouhoat dan Congkoan menghadap."
So-yok manggut2, katanya sambil berdiri: "Ling-heng, Sammoay, marilah kita masuk."
Mereka terus menyusur ke dalam, setiba di depan sebuah
kamar, So-yok langsung melangkah masuk serunya: "Suhu,
Ling-heng dan Sam-moay telah datang."
Maka terdengar suara Thay-siang dari dalam. "Suruh mereka
masuk." So-yok membalik berkata kepada Kun-gi dan Giok-lan: "Thaysiang suruh kalian masuk."
Sikap Kun-gi amatpatuh dan hormat, begitu melangkah masuk
segera dia menjura, serunya: "Hamba Ling Kun-gi memberi
sembah hormat ke-pada Thay-siang." Mulut mengatakan sembah hormat, hakikatnya dia tidak berlutut sama sekali.
Sebaliknya Giok-lan lantas tekuk lutut menyembah, serunya:
"Tecu mendoakan Suhu sehat walafiat."
Duduk di atas kursi besar, sepasang mata Thay-siang setajam
pisau menatap Ling Kun-gi, sesaat kemudian baru manggut2,
katanya kepada Giok-lan. "Bangunlah." Giok-lan mengiakan dan berdiri.
Thay-siang bertanya: "Sudah kau pilih dua belas dara kembang yang kuminta itu" " Giok-lan menjawab sudah.
"Baik sekali," ucap Thay-siang, kembali sorot matanya berputar ke arah Kun-gi, suaranya kalem: "Ling Kun-gi, tahukah kau untuk apa Losin memanggilmu kemari" "
Hormat dan patuh suara Kun-gi: "Hamba menunggu perintah
Thay-siang." Mendengar ucapannya ini, diam2 Thay-siang manggut2,
katanya lebih lanjut: "Kau terpilih menjadi Cong-hou-hoat-su-cia tahukah apa tugas dari Cong-hou-hoat-su-cia sebenarnya" "
"HarapThay-siang suka memberipetunjuk."seru Kun-gi.
"Cong-hou-hoat-su-cia memikul tugas mengawal Pangcu,
membela kepentingan Pang kita dan memberantas setiap musuh."
Kun-gi mengiakan sambil membungkuk.
"Walau di bawah Cong-hou-hoat-su-cia masih ada Houhoat
kanan kiri dan delapan Hou hoat serta 24 Su-cia yang berada di
bawah perintahmu, tapi tugas dan tanggung jawabmu adalah yang
terbesar." "Ya," kembali Kun-gi mengiakan-"Sebagai murid Put-thong Taysu, dengan bekal kepandaianmu sekarang, kalau ada musuh
tangguh menyatroni kemari, sudah cukup kuat kau
menghadapinya, cuma dalam waktu dekat ini kita akan meluruk ke
Hek-liong-hwe, selama dua puluh tahun ini, tidak sedikit kaum
persilatan dan pentolan penjahat yang di jaring pihak
Hek-liong-hwe, sebagai Cong-hou-hoat Pang kita dengan tugas dan tanggung jawabmu itu, kuyakinkautidakakan
membikinmalukitasemua."
Jilid 18 Halaman 41/42 Hilang
bakalatautelah menjadicalonsuami Hu-pangcu"
Sudah tentu Kun-gi tidak tahu akan liku2 ini, apa yang dia
harapkan hanya mencapai tujuannya sendiri, kenapa ilmu pedang
warisan keluarganya menjadi ilmu sakti pelindung Pek-hoa-pang" .
Dia yakin kedua jurus ilmu pedang yang akan diturunkan
kepadanya oleh Thay-siang tentu dua jurus ilmu sakti pelindung
Pang itu.. Umpama kata hanya sejurus saja dirinya memperoleh
kesempatan belajar, maka dirinya pasti akan mendapat peluang
untuk menanyakanasal-usuldari ilmu pedang ini.
Kejadian ini sungguh sukar dicari, juga merupakan harapan
yang di-idam2kan setiap orang, keruan hatinya senang bukan
main, lekas dia menjura, serunya: "Dua jurus ilmu pedang yang diajarkan Thaysiang tentu adalah ilmu pedang sakti yang tiada
taranya, hamba baru saja menjadi anggota, setitik pahala belum
lagi kuperoleh, mana kuberani ...."
Lekas So-yok menyela bicara: "Kau adalah
Cong-hou-hoat-su-cia, besar tanggung-jawabmu, maka Thay-siang
melanggar kebiasaan mengajar ilmu pedang padamu, lekaslah
menyembah, dan mengaturkan terima kasih" "
Thay-siang mengangguk, katanya "Kalau orang lain mendengar Losin mau mengajarkan ilmu pedang padanya, entah betapa riang
hatinya, tapi kau bisa tahu diri mengingat baru masuk jadi anggota dan belum sempat mendirikan pahala, inilah letak titik
kebaikannya. Ilmu silat memang teramat penting artinya bagi
setiap insan persilatan, karakter dan tindak tanduk merupakan
pupuk dasar yang utamapula,agaknyaakutidaksalah menilaidirimu"
Sampai di sini dia menoleh kepada So-yok dan Giok-lan,
katanya: "Dalam meluruk ke Hek-liong-hwe kali ini, menurut perhitungan gurumu kcsempatan menang hanya lima puluh persen
saja, maka setiap orang harus mempunyai bekal yang cukup untuk
mengembangkan kemampuan bartempur secara tersendiri, maka
kalianpun boleh ikut masuk bersamaku, akan kutambah sejurus
ilmu pedang pula kepada kalian, bagi Giok-lan nanti kuizinkan
mengajarkan jurus kedua, kepada Bwe-hwa dan lain2, tapi dalam
jangka tiga hari, semua orang sudah harus sempurna dalam
latihan, kinikitatentukantigaharilagilaluakan mulaibergerak."
Bahwa Thay-siang juga akan mengajarkan lagi sejurus ilmu
pedang, tentu saja So-yok kegirangan, serunya berjingkrak: "Suhu, kau baiksekali."
Giok-lan menjura hormat: "Tecu terima perintah."
Thay-siang sudah berdiri, sekilas dia pandang Kun-gi, katanya
lembut."Kalianikutaku."segeraia melangkahmasuk.
Lekas So-yok mendorong pelahan punggung Kun-gi, katanya
lirih. " Lekas jalan"
Memangnya Kun-gi ingin cepat2 masuk dan melihat keadaan


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sebenarnya, tanpa banyak bersuara segera ia melangkah
masuk. mereka berada di sebuah pekarangan di belakang aula
pemujaan-dipinggir sana berjajarpot2 bunga cempaka, begitu
mereka memasuki pekarangan belakang, bau harum bunga
semerbak merangsang hidung membangkitkan semangat dan
menyegarkan badan-Suasana hening sepi dan terasa khidmat,
dengan langkah pelan dan mantap Thay-siang berjalan di depan,
dia menyingkap kerai terus masuk ke dalam. Kun-gi, So-yok dan
Gioklan beruntun ikut masuk juga .
Kun-gi celingukan kian kemari, kamar ini berbentuk panjang.
tepat di atas dinding tengah terpancang sebuah lukisan seorang
laki2 berwajah merah berjambang mengenakan jubah kelabu,
kedua matanya tajam, kelihatan gagah perkasa.
Di atas gambar orang terdapat sebaris huruf yang berbunyi:
"Gambar ayah almarhum Thi Tiong hong."
Mencelos hati Kun-gi, tempat ini adalah kediaman Thay-siang,
ayah almarhum di dalam gambar itu tentu ayah dari Thay-siang.
Memangnya Thay-siang juga she Thi" Jadi dia satu she dengan
ibunda. Memang tidak sedikit orang she "Thi" di kolong langit ini, tapi bagaimana dengan Hwi-liong sam-kiam" Hanya beberapa
gelintir orang saja yang pernah mempelajari ilmu pedang sakti mi.
Mungkinkah dia dengan ibu .... Terasa persoalan pelik ini pasti sangatadahubungannya, tapisukar menyelaminya.
Tiba dihadapan lukisan, Thay-siang menyulut tiga batang hio,
pelan2 dia tekuk lutut dan bersembahyang, mulutnya komat-kamit, sesaat kemudian baru berdiri, katanya dengan membalik badan"Ling Kun-gi, majulah kemari, sembah sujud kepada Cosu."
Kun-gi berdiri tidak bergerak. katanya hormat: "Lapor Thaysiang, memang hamba sudah jadi anggota Pek-hoa-pang, tapi tak
mungkin aku mengangkat guru lagi."
Sudah tentu So-yok dan Giok-lan terperanjat, mereka kenal
betapa buruk watak Thay-siang, setiap orang tunduk dan patuh
pada setiap patah katanya, belum pernah terjadi seorang berani
menolak keinginannya. Tapi di luar dugaan kali ini Thay-siang ternyata tidak marah,
malah dia unjuk senyum manis, katanya: "Losin tahu kau adalah murid Put-thong Taysu, mana berani kupaksa kau menjadi murid
ku, apa lagi tiada laki2 yang pernah kuterima menjadi murid, tapi sekarang Losin harus ajarkan ilmu pedang padamu betapapun kau
harus bersembah sujud dulu kepada Cosu (cakal bakal) ilmu
pedang itu"-Apayangdiuraikanini memangjugamasukakal.
MakaLing Kun-giberkatadenganhormat:
"Baiklah, hamba terima perintah."-Lalu dia berlutut di depan gambar dan menyembah empat kali.
Di atas meja Thay-siang memungut dua gulung am kertas terus
diangsurkan kepada Kun-gi katanya: "Inilah jurus pertama dan kedua dari Tin-pang-kiam-hoat kita, Losin kali ini mengajar padamu dengan melanggar pantangan-. setelah kau berdiri akan kumulai
mengajarkan teorinya."
Kun-gi terima gulungan kertas itu katanya: "Terima kasih akan kebaikan Thay-siang." Lalu dia berdiri:
Kata Thay-siang: "Walau Losin dengan kau tiada hubungan guru dan murid, tapi aku punyatangung jawab sebagai orang yang
mengajarkan ilmu pedang ini padamu, maka selanjutnya jangan
kau sia2kan pengharapan Losin-"
"Selama hidup hamba tidak akan melupakan kebaikan ini," seru Kun-gi khidmat. Thay-siang menuding ke dinding sebelah timur,
katanya: "Gantunglah disana"
Kun-gi beranjak ke arah yang ditunjuk, di-lihatnya ada dua paku di atas dinding, maka dia buka gulungan kertas lalu
menggantungnya di dinding. Gambar pertama adalah lukisan jurus
Sin-liong jut-hun (naga sakti muncul dari mega), tepat di atas
gambar bertuliskan-"Hwi-liong-sam-kiam jurus pertama Sin-liong
jut-hun." Tersirap darah Kun-gi, timbul berbagai tanda tanya dalam
benaknya, mendadak ia bertanya: "Tin-pang-sam-kiam yang Thaysiang maksud apakah Hwi-liong-sam-kiam ini?"
"Betul, ketiga jurus ilmu pedang ini dulu dinamakan Hwi-liongsam-kiam. Sejak Losin mendirikan Pek-hoa-pang, namanya kuganti
menjadi Tin-pang-sam-kiam."
"Apakah ketiga jurus ilmu pedang ini adalah ciptaan Cosu yang
barusan kusembah ini" "
"Ya, bolehlah dikatakan demikian," ucapnya. ini berarti mungkin juga bukan ciptaannya.
Agaknya Thay-siang merasa terlalu banyak pertanyaan yang
diajukan Kun gi, maka sikapnya tampak kurang sabar, katanya:
"Ling Kun-gi, mungkin mereka sudah pernah memberitahu
padamu, Losin adalah orang yang tidaksenang
ditanyaitetek-bengek."
Kun-gi mengiakan, katanya: "Karena mendapat berkah
pelajaran ilmu pedang ini, maka hamba ingin mengetahui sedikit
asal-usul ilmu pedang ini saja."
Thay-siang mendengus, katanya: "Ajaran pedang adalah cara
bagaimana kau memainkan pedang, cukup asal kau belajar dan
apal cara bagaimana menggerakkan pedang ditanganmu." Kali ini Kun-gi tidakberanibicaralagi,lekasia mengiakansambilmunduk2.
Tanpa bicara lagi Thay-siang lantas mengajarkan teorinya
kepada Ling Kun-gi, lalu dia tunjuk lingkaran2 di dalam gambar
serta memberi penjelasan secara terperinci, dia terangkan pula
gerak tubuh, langkah kaki serta gerak pedangnya serta variasi
perubahannya. Lalu dia suruh So-yok dengan gerak dan gaya yang
jelas mendemonstrasikan jurus yang dia jelaskan beruntun dua
kali. . Sebetulnya ketiga jurus ilmu pedang ini sudah terlalu apal kalau tidak mau dikatakan sudah di luar kepala Kun-gi, tapi sekarang dia pura2 menaruh perhatian dan mendengarkan dengan seksama.
Setelah So-yok berhenti baru Thay-siang ber-tanya: "Kau sudah paham" "
"Hanya gaya pedang dan jurus2nya saja yang hamba ingat,
sementara variasi perubahannya dalam waktu dekat masih sulit
kuselami" demikian jawab Kun-gi.
Thay-siang tersenyum senang, katanya: "Perubahan kedua jurus ilmu pedang ini memang ruwet dan banyak cabangnya pula,
bahwa kau bisa mengingat gerak-tipunya sudah terhitung bolehlah, inti sari jurus pedang ini harus lebih meresap kau pelajari,
memangnya dalam jangka sesingkat ini kau dapat memahaminya"
Terus kan latihanmu di sini, sebelum matahari tenggelam kau
harus, apal dan sempurna mempelajari kedua jurus ilmu pedang
ini, sekarang akan kuambil kembali lukisan ini." Kun-gi munduk2
sambil mengiakanThay-siang mengambil pula gulungan kertas lain
yang lebih kecil dari meja pemujaan, katanya membalik kearah
So-yok dan Giok-lan, "Kalian masuk ke sana ikut gurumu."-Lalu dia mendahului melangkah ke kamar sebelah kiri, Giok-lan dan So-yok mengikuti di belakang tanpa bersuara, tentunya mereka juga akan diajari jurus ketiga da-ri Tin-pang-sam-kiam itu.
Selama tiga hari ini, seluruh penghuni Pek" hoa-ceng, seluruh
anggota Pek-hoa-pang sibuk dan giat latihan memperdalam
ilmusilat masing2, adayangsibuklatihanpedang,
Ada yang menggosok golok atau gaman masing2, tak sedikit
pula yang mengeraskan kepalan dan meringankan tendangan kaki,
suasana ramai penuh dihinggapi semangat tempur yang berkobar.
Semua satu hati, ingin unjuk kepandaian sendiri di medan tempur melawan jago2 Hek-liong-hwe.
ooooodwooooo Sampai hari keempat, hari masih pagi, bintang masih berkelapkelip di cakrawala, udara masih dingin diliputi kabut tebal, Tiada nampak sinar lampu di Hoa-keh-ceng yang terletak diPek-ma-kok.
tapi adalah serombongan orang berbaris sedang keluar dari pintu gerbang.
Barisan ini dipimpin sendiri oleh Thay-siang yang berpakaian
serba hitam dengan cadar hitam pula, di belakangnya berturut2
adalah Bok-tan, Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu So-yok, Congkoan
Giok-lan serta tujuh Tay-cia, mereka adalah Bi-kui, Ci-hwi,
Hu-yong, Hong-sian, Giok-je, Hay-siang dan Loh-bi-jin, paling
belakang adalah barisan 24 dara2 kembang, semua berpakaian
ringkas ketat warna gelap.
Inilah kekuatan inti Pek-hoa-pang yang langsung di bawah
komando Thay-siang. Sementara Bwe-hoa, Liau-hoa, Tho-hoa,
Kickhoa dan Giok-li berlima mengantar keluar, mereka berlima
tidak turutserta, tapiditugaskan menjagaHoa-keh-ceng.
Hari masih gelap. sepanjang pesisir danaupun masih pekat tiada
sinar lampu. Tapi di tengah kegelapan berkabut tebal itu, dipinggir danau pada dermaga paling utara berlabuh sebuah kapal besar,
bertingkat tiga, dari ujung yang satu ke ujung yang lain kapal ini bercat hitam legam, maka kelihatannya seperti sebuah bukit kecil yang bertengger di pinggir danau.
Karena tidak tampak sinar lampu sehingga terasa kapal
bertingkat ini rada misterius. Di daratan tampak bayangan orang berbaris berjajar memanjang, tegak siap tanpa bersuara. Mereka
dipimpin oleh Ling Kun-gi, disambung Leng Tio-cong, Coa Liang,
lalu Kongsun Siang, Song Tek-seng, Cin Te-khong, Thio Lam-jiang, Toh Kian-ting, Lo Kun-hun, Yap Kay-sian, Liang lh-jun, paling akhir adalah ke-12 Houhoat-sucia.
Setelah mereka menyambut kedatangan Thay-siang ke atas
kapal, lalu beruntun merekapun naik ke atas kapal pula. Kejap lain kapal besar ini telah berlayar kearah utara, suasana tetap hening tak ada yang bersuara.
Tak lama kemudian kegelapanpun berganti remang2 lalu
muncul sinar emas kemilau di ufuk timur, kabut semakin tipis, sinar surya terang benderang memancarkan cahaya di permukaan danau
nan tenang, tiada yang tahu bahwa di balik ke tenangan ini laksana bara didalam sekam.
Kapal yang ditumpangi Pek-hoa-pang Thay-siang Pangcu untuk
menyerbu Hek-liong-hwe ini sudah tentu dibuat khusus,
kekuatannya berlipat ganda. berlaju lebih cepat daripada kapal
besar seukurannya. Kapal ini terbagi tiga tingkat tapi yang
kelihatan dipermukaan air hanya dua tingkat. Tingkat paling atas tempat kediaman Thay-siang, Bok-tan, So-yok, Giok-lan dan enam
Taycia. Ting-kit kedua untuk Ling Kun-gi bersama para
hou-hoat-sucia, Tingkat paling bawah diperuntukanpara dara
kembang yang dipimpin Loh-bi-jin.
Kapal terus laju ke utara. Semua hanya tahu tujuan mereka
untuk bertempur mati2an dengan orang2 Hek-liong-hwe,
sementara di mana letak sarang Hek-liong-hwe tiada seorangpun
yang tahu, berapa lama pula mereka harus berlayar baru akan tiba ditempat tujuan" Ini merupakan rahasia, sampaipun Bok-tan dan
So-yok, pimpinan tertinggi Pek-hoa pang juga tidak tahu. . Sudah tentu mereka sama heran dan ber-tanya2, Kalau Hek-liong-hwe
musuh Pek-hoa-pang, kenapa Thay-siang harus merahasiakan
sarang musuh" Pagi hari kedua setelah mereka berlayar, udara masih remang2,
semalam kapal bertingkat ini berlabuh di Tay koh-teng, sejauh ini belum lagi berangkat. Enam sampan berbentuk lonjong yang bisa
bergerak gesit dan cepat dipermukaan air tampak berdatangan,
kiranya tiba saatnya berganti piket 12 Houhoat-sucia bergiliran ronda malam dengan kedelapan Houhoat di sekeliling
perairan-Pada tingkat kedua terdapat sebuah ruangan makan yang
luas, tempat untuk istirahat pula, tiga meja segi delapan berjajar dalam bentuk segi tiga terletak di tengah ruangan-Pada saat mana Cong-houhoatsucia, Coh-yu-hou-hoat dan delapan Hou-hoat
berada di ruang besar ini. Inilah saatnya sarapan pagi.
Derap kaki yang berat berdantam di atas geladak, dua
bayangan orang cepat sekali sedang turun ke-ruang makan ini.
Leng Tlo-cong yang duduk paling ujung kiri sedang menggerogot
sebuah bakpau sambil menoleh, mendadak matanya terbeliak dan
bertanya kereng: "Apa terjadi sesuatu Toh-houhoat dan
Lo-houhoat" " Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun semalam bertugas dengan empat
Houhoat lain meronda perairan, setelah terang tanah baru kembali, untuk kembali sebetulnya tidak perlu tergesa2, karena mendengar langkah mereka yang gugup inilah maka Leng Tlo-cong merasa
curiga lalu bertanya. Yang masuk memang Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun, keduanya
menjura. Toh kian-ling men-jawab: "Apa yang dikatakan Cohhouhoat memang betul, Nyo Keh-cong dan Sim Kian-sin sama2
terluka." TergetarLengTiongcong, tanyanya:"Terjadiapa, di mana" "
"Di sebelah utara Toa-hou-san."
"Dimana mereka" "
"Sudah kembali, cuma dua kelasi diperahu Sim Kian-sin sama tewas."
Tengah bicara, tampak datang Ban Yu-wi, Coh Hok-coan berdua
memapah Sim Kian-sin dan Nyo Keh cong yang terluka itu.
Kun-gi berdiri menyambut kedatangan mere-ka, tanyanya:
"Bagaimana luka2 kalian?"
Toh Kian-ling menerangkan: "Nyo-sucia terluka dipaha oleh
senjata gelap musuh, untung dia selalu membawa obat, racun
sudah dikupas, cuma senjata rahasia terlalu kecil, masih sukar
dikeluarkan-badan Sim-sucia terluka tiga bacokan pedang, terlalu banyak keluar darah, tadi sampai pingsan, setelah kubalut dan
telan dua butirobat, keadaannya sudah agak pulih, kesehatan
mereka tidakperlu di-kuatirkan lagi."
"Bagus, biar mereka duduk. coba akan kuperiksa," kata Kun-gi.
Ban Yu-wi dan Coh Ho-coan mengiakan, mereka bimbing kedua
orang yang terluka itu duduk di kursi.
Ting Kiau tampak beranjak masuk dari dalam baju dia keluarkan
sebuah lempengan besi persegi, katanya: "Cong coh (panggilan dinas pada Ling Kun-gi), inilah senjata rahasia lembut dipaha Nyo-heng, mungkin sebangsa jarum beracun. bagaimana kalau
kuperiksa dan menyedotnya keluar" "-Dia bersenjata kipas lempit yang biasame-nyemburkan jarum2 beracun, maka selalu ia bawa
besi sembrani untuk menyerap jarum2 beracun itu.
Kun-gi tahu bahwa anak buahnya ini sama merasa sirik padanya
karena merebut jabatan Cong-houhoat, kinilah kesempatan
untuknya mendemontrasikan kepandaiannya di depan orang
banyak. maka dia berkata: "Tak usalah, biar kuperiksa lebih dulu."
Lalu dia singkap kaki celana Nyo Keh-cong yang telah dirobek.
tampak lima lubang kecil berwarna biru, kulit dagingnya sudah dipolesi obat penawar getah bercun, kadar racunnya boleh dikatakan sudah tawar, tapa batang jarum masih berada di dalam daging,
maka dia berpaling sambil menuding lubang kecil itu, katanya:
"Jarum ini memang beracun, meski sudah dipolesi obat penawar, daging dan darah tetap keracunan, kalau hanya menyedot keluar
jarumnya saja tanpa mengeluarkan darah yang sudah keracunan,
kalau terlalu lama tetap akan membahayakan badan." Toh
Kian-ling berkata: "Hamba sudah memberi minum tiga butir pil penawar racun buatan Pang kita,"
Kun-gi menggeleng dan berkata: "Kukira tidak berguna, kecuali Nyo-heng sendiri mampu mengerahkan hawa murni dan mendesak
jarum keluar dari kulit dagingnya."
Sudah tentu keterangannya ini sia2 belaka, duduk saja Nyo Kehcong sudah payah, mana mampu mengerahkan tenaga segala"
Kun-gi lantas mengusap permukaan kulit paha Nyo Keh-tong
yang bengkak, kejap lain dia membalik tangan, tampak lima
batang jarumbajaselembutbulu kerbauberjajarditelapak tangannya.
Leng Tio-cong terbeliak serunya tertahan: "Hebat betul Lwekang
Cong coh." Kun-gi tertawa, ujarnya: "Bicara kekuatan Lwekang sejati, mana aku bisa menandangi Leng-heng, apa yang kugunakan barusan
adalah daya sedot dariKim-liong-jiu saja."
Dipuji dihadapan umum, sudah tentu Leng Tio-cong merasa
bangga dan besar pula artinya bagi pribadinya. Maka mukanya
berseri, berulang dia menjura, katanya: "Cong coh terlalu memuji "
Sementara itu Kun-gi ulur tangan kiri menggenggam telapak
tangan kanan Nyo Koh-cong, diam2 dia kerahkan hawa murni
melalui lengan orang terus mendesak kepaha orang, Maka
Kelihatan darah hitam mulai meleleh keluar dari kelima lubang
jarum. Tak lama kemudian, darah hitam telah berganti darah
merah segar. Kun-gi lantas lepas genggamannya, katanya:.
"Sudah, racun sudah mengalir keluar, lekas kalian bantu memberi obat luar serta dibalut."
Nyo Keh-cong menarik napas panjang, hatinya lega, tapi masih
lemah, katanya: "Terima kasih, Cong coh."
Ban Yu-wi mengeluarkan obat dan membalut luka kawan itu.
Kemudian Kun-gibertanya. "Hari ini siapayangpiket" "
Coa Liang menjawab: "Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun."
Yap Kay-sian dan Liang Ihjun, segera tampil ke muka, katanya
sambil menjura: "Entah Congcoh ada pesan apa?" Empat Houhat-suciajuga ikut berbarisdibelakang mereka.
"Waktu berlayar lagi, kalian harus segera berangkat, periksa dulu daerah sekitar Toa-hou-san. kalau menemukan jejak musuh,
berilah tanda penghubung.".
Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun mengiakan, setelah menjura
terus bawa empat Hou-hoat-sucia berangkat.
Baru saja Kun-gi hendak minta keterangan lebih jelas dari Nyo
Keh-cong dan Sim Kian-sin tentang peristiwa yang terjadi. Tiba2
Congkoan Giok-lan melangkah masuk.
Kun-gi mendahului berdiri serta menyapa, Giok-lan balas hormat
dan berkata: "Cong-sucia, kalian boleh duduk. tak berani kuterima penghormatan ini."
Leng Tio-cong menyingkir ke kanan bersama Coa Liang, tempat
duduknya diperuntukan Giok" lan. Semua orang kembali duduk
berurutan. Giok-lan memandang Nyo dan Sim berdua, tanyanya: "Cong-sucia, mereka berdua terluka, apa yang terjadi" "
"Mereka mengalami sergapan di sekitar Toa-hou-san," tutur Kungi.
"Orang Hek-liong-hwe" "
Menuding jarum yang terletak di meja, Kun-gi berkata: " orang itu menggunakan Bhe-hay-ciam yang direndam getah beracun,
tentunya orang Hek" liong-hwe."
"Apakah sudah kau kirim orang menyelidiki tempat kejadian" "
tanya Giok-lan "Yap dan Liang berdua Hou-hoat sudah ku-utus kesana,
menurut dugaanku bangsat itu tentu sudah angkat kaki, apa lagi
sekarang sudah terang tanah, mungkin takkan memperoleh apa2."
Tengah bicara dilihatnya Hu-pangcu So-yok melangkah tiba,
matanya mengerling kearah Kun-gi, katanya lincah: "Ling-heng, katanya orang kita mengalami sergapan" Apakah bentrok dengan
orang2 Hek-liong hwe"
Kun-gi berdiri, katanya tertawa: "Kebetulan Hu-pangcu kemari, duduk persoalannya aku sendiri juga belum jelas, Silakan duduk."
Diaberdirilalu menyilakanSo-yokdudukditempatnya.
"Silakan duduk Ling-heng, aku duduk bersama Sam-moay saja."
Terpaksa Kun-gi duduk kembali di tempatnya. Toh Kian-ling dan
Lo Kun-hun sama2 berdiri dan menyapa: "Hamba memberi hormat kepada Hu-pangcu."


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Semalam kalian berdua yang piket" " tanya So-yok. Toh dan Lo mengiakan
"Kapanperistiwaitu terjadi" "tanyaSo-yokpula.
"Kira2 kentongan ke-lima," tutur Toh Kian-ling, lalu dia menerangkan lebih lanjut: "Semalam waktu kami keluar, bersama Lo-heng kami terbagi dua kelompok. Lo-heng bersama Ban dan
Coh bertiga meronda ke selatan Toa-hou-san, hamba bersama Nyo
dan Sim tiga orang memeriksa bagian utara, kentongan kelima,
cuaca amat gelap. permukaan danau diliputi kabut tebal, dalam
jarak lima tombak tak terlihat apa2 ....."
"Ceriterakan secara singkat, jangan bertele2," tukas So-yok tak sabar.
Toh Kian-ling tahu watak Hu-pangcunya ini, maka cepat ia
meneruskan: "Sampan kita bertiga beriring dalam jarak belasan tombak. karena kabut amat tebal, hamba berdiri di ujung perahu, mendadak kudengar suara bentakan di depan, cepat kusuruh
kayuh sampan ke arah datangnya suara, tapi Waktu. . .. waktu
hamba tiba, dua tukang perahu disampan Sim-sucia sudah menjadi
korban, Sim-heng terkena tiga bacokan pedang, badan berlumuran
darah dan rebah di atas sampan, melihat hamba datang mulutnya
masih sempat berteriak. "Kejar" lalu jatuh semaput, sedang Nyo-sucia juga menggeletak di ujung sana terkena senjata rahasia musuh dan tak sadarkan diri." "Kau sendiri tidak melihat bayangan musuh" " tanya So-yok
"Waktu itu kabut amat . . . ." sebetulnya dia hendak
mengatakan "amat tebal", tapi dia lantas berhenti lalu menyambung pula: "waktu hamba menyusultiba, kapal
musuhsudah tidak kelihatanlagi."
Karena terluka tiga bacokan pedang dan terlalu banyak keluar
darah, keadaan Sim Kian-sin paling payah, sambil berpegang
pinggir meja dia berdiri dan berkata: "Lapor Hu-pangcu, duduk kejadiannya hanya hamba yang paling jelas."
"Luka Sim-heng tidak ringan, bicaralah sambil duduk saja," ujar Kun-gi. MengawasiSo-yok.SimKian-sintidakberanibersuara.
Giok-lan lantas menyela: "Cong-sucia suruh duduk, maka
duduklah kau sambilbicara."
Sim Kian-sin berduduk. lalu sambungnya: "Tempat kejadian
kira2 di sebelah barat laut Toa-hou-san, sampan hamba waktu itu kira2 hanya lima li dari daratan, kudengar suara percikan air,
semula kukira sampan Nyo heng yang mendekat, maka tidak
kuambil perhatian....."So-yokmendengustidak sabar.
Sim Kian-sin merandek dan tergagap. lekas dia meneruskan
kisahnya: "Akhirnya kudengar pula suara benda kecebur, waktu aku berpaling, terlihat bayangan hitam melesat di buritan, baru saja hamba menghardik, gerak-gerik bayangan itu amat lincah,
tahu2 pedangyasudahmenusuktibaterpaksahamba melawannya."
"Kau tidak melihat jelas wajahnya" " tanya So-yok,
"Bukan saja dia herpakaian serba hitam, batang pedangnya
itupun hitam legam, hamba hanya melihat perawakannya kurus
tinggi, sayangtidaksempat melihatwajahnya."
"Bagaimana permainan pedangnya" " tanya Giok" lan
"Ilmu pedangnya keras dan ganas, hamba melawannya dua
puluhan gebrak, paha terkena bacokan sekali "
"KapanNyo Keh-cong menyusultiba?"tanyaSo-yok,
"Kira2 setelah kami bergebrak sepeminuman teh, sampan Nyoheng datang dari arah kiri, kudengar Nyo-heng membentak
sembari menubruk datang, maka kulihat orang berbaju hntam itu
mendengus dan mengayun tangan kiri sambil menyeringai:
Turunlah Kabut amat tebal, kuatir Nyo-heng kena dikerjai maka
hamba berteriak: Awas Nyo-heng Tapi Nyo-heng sudah telanjur
melompat datang, kudangar dia mengeluh sekali terus tersungkur
di buritan, karena sedikit terpencar perhatianku kembali aku
terkena serangan lawan, pedangnya dilumuri getah beracun, kaki
hamba seketika menjadi kaku dan roboh terkapar, untung sampan
yang lain sudah berdatangan, bangsat itu tampak gugup terus
melarikan diri, kejap lain Toh-houhoatpun tiba."
So-yok menggeram gusar, katanya: "Musuh hanya datang satu
orang, bayangannya saja kalian tidak jelas, pihak kita sudah jatuh dua korban, kalau seperti ini gelagatnya, memangnya ada harapan kita meluruk ke sarang Hek-liong-hwe" "
Gelisah sikap Toh Kian-ling, jawabnya malu: "Ya, hamba
memang tidak becus. . . ."
"Kalian ini memang cuma setimpal makan minum dan ber-foya2
sajadiHoa-keh-ceng."So-yok muring2.
"Kejadian di luar dugaan, kabut tebal lagi, berhadapanpun sukar melihat wajah orang, cuaca buruk ini memang amat
menguntungkan musuh," demikian timbrung Kun-gi.
So-yok mencibir, katanya: "Kalau peristiwa semalam diketahui Thay-siang, siapa yang akan ber-tanggung jawab kalau dicaci
maki" " Kun-gi tertawa, katanya: "Sejak mula Thay-siang sudah bilang, tanggung jawab kepentingan Pang kita berada dipundakku, sudah
tentu akulah yang harus bertanggung jawab" "
"Bagaimana kau akan bertanggung jawap" " tanya So-yok dengan kerlingan mata genit.
"Dalam beberapa hari lagi, Cayhe yakin akan berhasil
menangkap bangsat itu, cukup bukan" "
So-yok berdiri, katanya: "Bicaralah setelah bangsat itu betul2
kau tangkap. jangan takabur lebih dulu, dihadapan Thay-siang
jangan sekali2 kau bicara demikian-"
Melihat Hu-pangcu berdiri, lekas Giok-lan ikut berdiri, kata Kun-gi: "Memangnya Hu-pangcu tidak percaya kepadaku" "
Menggiurkan tawa So-yok. katanya: "Aku percaya . . . .
"bergegasdia melangkah pergidan Giok-lanikutdibelakangnya.
Setelah So-yok pergi, perasaan para Houhoat sama lega dan
enteng, mereka bersenda gurau sebentar, lalu Leng Tiong-cong
berdiri sambil menenteng pipa cangklong. katanya: "Sudahlah, kapal sudah berlayar cukup jauh, sudah hampir sampai
Toa-hou-san, hari ini yang piket di kapal besar adalah Cin
Tek-khong dan Tio Lamjiang bukan" Marilah kita naik ke atas
geladak." Cin Tek-khong dan Thio Lam-jiang mengiakan bersama, mereka
ikut Leng Tio-cong naik keatas.
Kamar tidur Ling Kun-gi terletak di sebelah kiri ruang makan,
kecuali dipan, dipinggir jendela masih ada sebuah meja kecil dan dua buah kursi. Pajangan amat sederhana, tapi di atas kapal
keadaan ini sudah cukup bagus untuk tempat tinggal. Waktu
Kun-gi kembali ke kamarnya, sepoci teh kental sudah tersedia di mejanya, dia tuang secangir teh lalu duduk di kursi yang dekat
jendela, didengarnyaseorang mengetukpintupelahan.
"Siapa?" tanya Kun-gi.
Orang di luar menjawab: "congcoh, hamba Kongsun Siang."
"Silakan masuk Kongsun-heng,"seru Kun-gi.
Kongsum Siang dorong pintu melangkah masuk. katanya
menjura: "Hamba tidak mengganggu congcoh bukan."
Kun-gi taruh cangkir tehnya di atas meja, katanya berdiri:
"Silahkan duduk Kongsun-heng, marilah minum secangkir," dia ambil cangkir lain hendak menuangkan air teh.
Buru2 Kongsun Siang maju sambil berkata gugup: "Biarlah
hamba ambilsendiri."
"Jangan sungkan Kongsun-heng, berada di kamarku ini, aku jadi tuanrumah," Kun-gituang secangkir airtehterusditaruhdi meja.
"Terima kasih congcoh," Ucap Kongsun Siang.
"Usia kita sebaya, kenapa tidak mebahasakan saudara saja,
dipanggilcongcohrasanyarisi," kataKun-giberkelakar.
Bersinar biji mata Kongsun Siang, katanya: "Pertama kali hamba berhadapan dengan congcoh lantas timbul perasaan cocok. dalam
pertandingan tempo hari sungguh membuat hamba kagum dan
tunduk lahir batin. Sayang jabatan membatasi kita, kalau tidak
hamba ingin benar angkat persaudaraan-"
Kun-gi tertawa, katanya: "ini cocok dengan pikiranku, memang sudah kulihat Kongsun-heng punya pambek luar biasa, selanjutnya bolehlah kita saling membahasakan saudara saja?"
Haru dan terima kasih Kongsun-siang, katanya: "Maksud baik congcoh sungguh tak terhingga terima kasih hamba, tapi ada
aturan Pang kita yang membatasi diri kita, betapapun hamba tidak berani melanggarnya.
"Pangcu, Hu-pangcu dan congkoan serta dua belas TayCia
bukankah juga saling membahasakan saudara, mereka toh tidak
melanggar aturan Pang."
"Betapapunhambatidakberani gegabah."
"Kalau Kongsun-heng kukuh pendapat, biarlah di kamarku
sekarang kita tidak perlu sungkan dan kikuk. Mari silakan duduk Kongsun-heng, kita mengobroL"
"Ling-heng sudi merendahkan derajat bersahabat dengan
hamba, baiklah aku menurut perintah saja," demikian ucap
Kongsun Siang, lalu dia duduk di kursi di depan Kun-gi, katanya:
"Guruku berwatak jujur dan setia, walau orang2 Kangouw memberi julukan Sia-long ( serigala sesat ) kepada beliau, yang betul beliau lurus dan bijaksana, cuma jarang bergaul, selama hidup tak pernah tunduk kepada siapapan, hanya terhadap guru Ling-heng seorang
beliau tunduk dan kagum setinggi langit, pernah beliau bilang,
hanya gurumu seorang di wilayah Tionggoan yang dipuja dan
dikaguminya." "Guruku juga pernah menyinggung guru Kong-sun-heng, ilmu
pedangnya menyendiri merupakan aliran yang tiada bandingan,
memangtidak malubeliausebagaicikalbakalsuatualiran-"
"Sudah tiga tahun aku masuk ke daerah sini, tidak sedikit kaum persilatan yang kukenal, sampai akhirnya mendarma baktikan diri pada Pek-hoa"pang, kurasa kaum Bu-lim di Tionggoan hanyalah
bernama kosong belaka, bahwa guruku hanya mengagumi gurumu
saja, maka akupun,hanya kagum dan simpatik terhadap Ling-heng
seorang." "Mungkin inilah yang dinamakan jodoh," ujar Kun-gi.
Habis minum, mendadak ia bertanya: "Sejak kapan Kongsunheng bekerja diPek-hoa-pang?"
"Pada tahun lalu, di Lo-san aku bertemu dengan seorang
pemuda, kamibicarapanjang lebardan terasacocoksatusama lain,
akhirnya kuketahui bahwa dia adalah salah satu dari ke-12 Taycia, yaitu Hong-sian, dia yang menarikku ke dalam Pek-hoa-pang."
"O, kiranya nona Hong-sian, memangnya kalian sudah
berhubungan amat intim."
Merah muka Kongsun siang, katanya malu2: "Ling-heng jangan menggoda, hubungan kami hanya sahabat biasa saja."
"Demi si dia Kongsun-heng rela masuk jadi anggota Pek-hoapang, mana boleh dikatakan tiada hubungan intim" Soal ini
serahkan saja padaku, pasti kubantu sekuat tenaga .... "
Bertaut alis Kongsun Siang, mendadak dia angkat kepala,
katanya: "Kupandang Ling-heng sebagai kawan dekatku, maka
kubicara terus terang, harap Ling-heng suka merahasiakan hal ini."
"Jangan kuatir Kongsun-heng, dihadapan orang lain pasti tidak akan kusinggung," lalu dia balas bertanya: "Apakah Kongsun-heng tahu asal-usul Nyo Keh cong dan Sim Kiam-sin?"
"Nyo Keh-cong adalah murid Hoa-san-pay, Sim Kian-sian punya seorang engkoh bernama Sim Pek sin, julukannya Hwi-hoa-khiam-khek. namanya terkenal di daerah Kian-hoay, Kenapa" Ling-heng
merasa. . . . " "Tidak" tukas Kun-gi, "aku tidak jelas keadaan mereka, kutanya sambil lalu saja.."
Kongsun Siang berdiri, katanya menjura: "Menggangu Ling-heng saja, biarlah aku minta diri,"
Kun-gi tertawa, katanya: "Terasa sepi juga di kapal ini,
Kongsunheng boleh sering kemari, ku-sambut dengan gembira."
Setelah Kongsun Siang pergi, tak lama kemudian Kun-gi juga
keluar kamar, langsung pergi ke kamar Nyo Keh-cong dan Sim
Kiam-sin menengok keadaan mereka. Tak lama kemudian dia
sudah berada di haluan kapal, tampak Leng Tio-cong sedang
bicara dengan Cin Te-khong.
Lwekang Leng Tio cong memang tinggi, baru saja Kun-gi
muncul di geladak dia sudah berpaling, melihat Kun-gi segera ia menyongsong sambil menjura: "congcoh juga cari angin?"
Tertawa Kun-gi, dia berkata: "Terasa gerah di dalam kamar.
Sudahsampaidi manasekarang?"
Leng Tio cong menuding ke depan, katanya: "Baru saja
melampaui Toa-hou-san, sebelah depan adalah Siau-hou-san."
"Tidakterjadiapa2 diperairan?"tanyaKun-gi.
Dengan pipa cangklong ditangannya, Leng Tio cong menuding
permukaan air, katanya: "cuaca cerah, gelombang tenang, dalam jarak dua puluhan li sekitar kita bisa terlihat jelas, sampan ronda kitaadadisebelahdepan, siang hari pastitidakakan terjadiapa2."
"Leng-heng memang luas pengetahuan, pengalaman
Kangouwpun amat matang, menurut pandanganmu, di manakah
kiranyaletaksarang Hek-Liong-hwe?"
Sambil mengelus jenggot kambingnya Leng Tio-cong
menepekur sebentar, katanya: "Sulit dikata-kan, dari sini masih ada Pek-siansan, coh-ouw, Sek-ciu, ada pula Ang-tek-hou di
lembah Hoay, cuma tempat2 ini kabarnya tak pernah nampak ada
kawanan penjahat yang bermukim disana, cin-houhoat paling apal
akan daerah ini, hamba tadi merundingkan hal ini sama dia, terasa tak mungkin sarang Hek-Liong-hwe berada di sekitar daerah itu."
Memang licin orang ini sebagai kawakan Kang-ouw, tadi dia
bisik, dengan Cin Te-khong, entah apa yang dibicarakan, kuatir
menimbulkan rasa curiga Ling Kun-gi, maka dia sengaja
mengalihkan pokok pembicaraan
"Lalu menurut pandangan Leng-heng bagai-mana?" tanya
Kun-gi pula. "Kalau sarang Hek-Liong-hwe tidak di daerah itu pasti berada di hulu Tiangkang," sampai di sini dia melirik ke arah Kun-gi, lalu menambahkan: "yang benar, congcoh harus minta petunjuk kepada Thay-siang, sebetulnya ke mana arah tujuan kita, supaya kita semua lega hati dan selalu slap siaga."
Kun-gi tertawa tawar: "Tentunya Thay-siang sendiri sudah
punya perhitungan, bila hampir sampai tujuan tentu dia akan
umumkan kepadakitasemua, tanpapenjelasannya,
siapaberanitanya?" LengTio-cong menyengir,katanya:"Betuljugaucapancongcoh."
Menyusuri dek sebelah kiri Kun-gi menuju ke buritan, dilihat seorang diri This Lam-jiang sedang berdiri bersandar pagar
melamun, serta merta Kun-gi menyadari bahwa diantara delapan
Houhoat se-akan2 terbagi menjadi dua kelompok. Hal ini memang
tidak perlu dibuat heran, waktu masih Hou-hoat-su-cia dulu
mereka jugaterbagiduadibawah pimpinan coh-yu-houhoat.
Melihat Kun-gi datang, lekas Thio Lam-jiang menyongsongnya
serta memberi hormat. Kun-gi tertawa: "Thio-heng jangan
sungkan, aku hanya jalan2 saja." Sembari bicara dia sudah sampai di ujung, dilihatnya yang pegang kemudi seorang laki2 tua kurus kecil, kuncir digelung melingkar di atas kepalanya, tapi Kun-gi dapat melihatnya bahwailmusilatorang initentuamattinggi.
Kemarin dia sudah mendengar bahwa Ku-lotoa yang pegang
kemudi ini dulu bekas begal di Ang-tiksouw, sudah 1o tahun
mengabdi di Pek-hoa"pang, semua kendaraan air yang
dibutuhkan Pek-hoa-pang berada di bawah pimpinannya.
Namun tujuan pelayaran kali ini dia sendiri juga tidak tahu,
katanya setiap saat tertentu, Thay-siang langsung memberi
perintah yang disampaikan oleh pelayannya kepada Ku-lotoa
kearah mana pelayaran hari ini, lalu di mana nanti malam harus
berlabuh, Kulotoa hanya bekerja sesuai petunjuk itu.
Sepasang mata Ku-lotoa yang mencorong memandang jauh ke
depan, seluruh perhatiannya tertumplek pada kemudinya, se-olah2
tidak melihat kedatangan Kun-gi, maka iapun tidak enak
mengganggunya. cuma dalam hati diam2 ia membatin:
"Hek-Lionghwe, memangnyadalamhal iniadarahasia
danlatarbelakangnya?"
Di samping itu iapun sedang memikirkan soal lain, yaitu
kejadian kemarin malam, orang yang membokong dirinya pakai
Som-lo-ling serta orang yang menyergap Nyo Keh-cong dan Sim
Kian-sin diperairan, duaperistiwa yangberbeda,
tapidapatdiusutbersama.. Delapan Houhoat dan 12 Houhoat-sucia, diri-nya masih asing
dan belum mengenal pribadi dan asal usul mereka. Walau dirinya
berkuasa memimpin mereka, tapi tiada seorangpun yang patut
diajak berunding. Setelah berpikir pulang pergi, dia merasa lebih tepat berunding dengan Un Hoan-kun, tapi semua orang berada di
atas kapal, kalau ajak nona itu bicara rasanya kurang leluasa.
Langit biru cerah,awan terbang mengapung, diam2 Kun-gi
membatin: "Agaknya persoalan ini harus kukerjakan seorang diri"
Apa yang harus dikerjakannya" Tanpa dijelaskan memangnya
siapa yang tahu". Menjelang magrib, sang surya mulai terbenam,
cahayanya nan kuning, cemerlang menimbulkan kemilau laksana
ekor ular emas yang berenang dipermukaan air, indah permai
menakjubkan sekali. Menggelendot ditepi jendela Kun-gi melamun mengawasi
panorama ini. Tiba2 didengarnya suara manis kumandang di
belakangnya: "Eh, apa yang sedang kau lamunkan?"
Cepat Kun-gi menoleh, tampak So-yok sudah berdiri di
belakangnya, bau harum semerbak segera menyampuk hidung,
dengan tertawa dia menyambut: "Kukira siapa, rupanya
Hu-pangcu, silakan duduk."
"Kecuali aku, memangnya siapa yang bisa kemari?" kata So-yok sambil mengerling penuh arti.
Kun-gi melenggong, katanya: "Hu-pangcu mencariku ada
urusan apa?" "Em" So-yok bersuara sambil melangkah maju dan berduduk.
matanya melerok sekali lalu melengos kejurusan lain, kedua
pipinya tampak merah jengah, katanya lirih: "Malam itu ..... aku kehilangan ..... sebatangtusukkundai, apakahkau yang
menyimpannya?" "o, tidak, cayhe tidak pernah melihat tusuk kundai, coba ingat kembali, apakah betulterjatuhdikamarku?"
Semakin merah wajah So-yok, kembali ia melerok sambil
menggerundel: "Kalau tidak jatuh di kamarmu, memangnya jatuh di mana?"
"Kenapa tidak sejak mula kau katakan" Atau tanya Sin-ih,
apakah dia menemukannya?"
"Memangnya tidak malu tanya pada Sin-ih segala" Tusuk
kundaiku, mengapa ..... mengapa . . . Ah, kena. ........ habis itu kenapa tidak kau bebenah sendiri?"
Hakikatnya Kun-gi tidak tahu apa arti ucapannya ini, dengan
tertawa ia berkata: "Maaf Hu-pangcu, kalau kulihat barang itu tentu sudah kuambil."
"Dasar kau ini, Sin-ih si budak busuk itu kalau berani usil mulut, mustahil kuampunidia."
"Hanya sebatang tusuk kundai kenapa harus marah2" Besok
kalau pulang boleh tanya padanya."
"Kau tahu apa" Dia orang kepercayaan Sam-moay, tusuk kundai itu terang jatuh di . . . . . di . . . . . jika sampai diketahui Sam-moay
....." sampai di sini mendadak dia mendengus, "sebetulnya kenapa aku harus takut pada mereka, umpama diketahui Toaci,
memangnya dia bisa berbuat apa?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kun-gi kebingungan, terasa olehnya se-akan2 tusuk kundai itu
amat penting dan besar artinya, baru saja dia hendak tanya,
So-yok sudah berdiri, katanya: "Hari sudah petang, Thay-siang hampir bangun, aku harus lekas kembali." diam2 ia lantas
menyelinap keluar ke atas dek.
Senja telah tiba. Tabir malam memang datang terlampau cepat.
Tahu2 cuaca sudah gelap gulita. Laju kapal sudah mulai lambat,
akhirnya berlabuh pada sebuah teluk yang letaknya dekat Hianggou. Kapal sebesar ini bertengger di tempat gelap tanpa terlihat
setitik sinar api. Lampu sebetulnya sudah terpasang di dalam
kapal, cuma setiap jendela tertutup oleh kain tebal warna hitam sehingga sinar lamputidaktembus keluar.
Di ruang makan terpasang dua lentera minyak besar, lauk-pauk
tersedia lengkap di atas meja. Kun-gi duduk ditengah, yang lainpun duduk berurutan sama tangsal perut. Waktu kerai tersingkap. Yap Kay-siandanLiangIh-junyangbertugasronda di siang hariberjalan
masuk diiringi empat Houhoat. Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun
menjura bersama, katanya: "Hamba menyerahkan kembali tugas kepada congcoh" Kun-gi menyapu pandang wajah keenam orang, katanya tertawa: "Kaliansudahcapai,silakandudukdan makan."
"Terima kasih"sahut Yapdan Liang teruscaritempatduduk.
"Malamini, giliransiapayangpiket?"tanyaKun-gi.
Dilihatnya Kongsun Siang, Song Teksseng dan empat Houhoat
berdiri, Kata Kongsun Siang: "Malam ini hamba dan Song-heng yang bertugas."
Kun-gi menoleh ke arah keempat Houhoat, belum lagi bersuara
Song Tek seng sudah mulai tunjuk satu persatu, katanya: "KikTian-yu,Kiyuceng,KhoTing-seng, HoSiang-seng."
Kho Ting-seng dan Ho Siang-seng sudah dikenal oleh Kun-gi,
mereka sekamar dengan Nyo Keh-cong dan Sim Kian-sim. Dan Kho
Ting-seng adalah orang yang menyerang dirinya dengan pelor
perak dipekarangan waktu dirinya pulang mengudak musuh malam
itu. Tanpa terasa Kun-gi lebih banyak mengawasi kedua orang ini, ia bertanya:"carabagaimanakalian akan membagitugas?"
Kongsun Siang menerangkan: "Hamba bersama Kik dan Ki
bertiga bertugas diperairan sebelah utara. Song-heng bersama
saudaraKhodan Hobertugasdisebelahselatan."
Diam2 Kun-gi menggerutu dalam hati: "Hm, kiranya tidak
meleset daridugaanku."
Katanya, kemudian "Begitupun baik, semalam peristiwa telah terjadi, untung Thay-siang tidak menghukum kita, malam ini kalian harus hati2"
Kongsun Siang dan Song Teksseng mengiakan bersama,
katanya: "congcoh tak usah kuatir, kalau malam ini bangsat itu berani datang, umpama hamba tak mampu membekuknya hidup2,
paling tidakakan kupenggal kepalanya."
Kun-gi tersenyum, katanya: "Perairan amat luas, kalau betul ada musuh datang menyergap. jangan terburu nafsu mengejar pahala,
yang penting lepaskan dulu tanda kembang api ke udara." Lalu dengan menggunakan ilmu suara dan berpesan kepada Kongsun
Siang: "Malam ini Kongsun-seng harus lebih hati2, begitu ada tanda2 bahaya harus segera memberitanda."
Kongsun Siang agak melengak. segera iapun menjawab dengan
ilmu suara:"Pesan Ling-hengpastiakankuperhatikan-"
Ling Kun-gi angkat tangan, katanya, "Sekarang kalian boleh berangkat."
Kongsun Siang dan Song Tek-seng menjura, ia bawa keempat
Houhoat mengundurkan diri.
Setelah selesai makan Kun-gi mendahului berjalan katanya
kepada Sam-gan-sin coa Liang: "Malam ini coa-heng yang jadi komandan jaga bukan?"
"Betul, apakah congcoh ada pesan?" tanya coa Liang.
"Pesan sih tidak berani, cuma semalam sudah ada peristiwa, cayhe mendapat firasat bangsat itu akan melakukan aksinya lagi
malam ini." "Untuk ini congcoh tidak usah kuatir, kalau malam ini terjadi apa2, akulah yang bertanggung jawab," kata coa Liang sambil tepuk dada.
"Bukankah kita masih sedia dua sampan pesat, maksudku
suruhlah tukang perahu kedua sampan ini Selalu siap menerima
tugas untuk berangkat."
Sam-gan-sin coa Liang manggut, katanya: "Rencana congcoh
memang baik, Toh Kian-ling, pergilah kau suruh mereka siap
menunggu perintah se-waktu2."
Toh Kian-ling meng ia kan terus beranjak keluar, Setelah
bubaran makan, yangtidakbertugaslangsung kembali ke kamar
masing2. Sebagai cong-houhoat dari Pek-hoa pang sudah tentu berat
tugas dan tanggung jawab Ling Kun-gi, apalagi dalam menghadapi
situasi buruk seperti ini.
Kongsun Siang adalah ahli pedang kaum muda yang memiliki
kepandaian tinggi, walau dari aliran sesat, tapi dia amat mencocoki seleranya, bahwa malam ini dia bertugas ronda, sudah tentu hati Kun-gi ikut kebat-kebit, kuatir akan keselamatannya, bukan
lantaran saling cocok selera, tapi bagi seorang kaum persilatan yang memiliki kepandaian semakin tinggi, tentu akan selalu
menjadi incaran musuh untuk membokongnya, terutama senjata
rahasia seperti Som-lo-ling yang ganas dan beracun itu. Secara
langsung dia ingat akan persoalan lain, bila betul pihak lawan
sudah mengatur muslihat, maka sasaran utama pasti akan terjadi
pada diri Kongsun Siang. Keluar dari ruang makan, berjalan di atas dek Kun-gi
memandang lepas ke depan-Bintang berkelap-kelip menghiasi
cakrawala, malam gelap angin sepoi2, suasana terasa lengang dan sunyi mencekam.
"Kabut tebal juga malam ini," demikian Kun-gi bergumam, sambil menghela napas panjang.
"congcoh," tiba2 seorang menegur di belakangnya. Kun-gi menoleh, sahutnya: "coa-heng di sana?"
Sambil membawa buli2 araknya coa Liang maju ke sampingnya
dengan tertawa, katanya: "Agaknya congcoh dirundung suatu
persoalan?" "Tiada," ajar Kun-gi tawar, "Aku hanya jalan2 mencari angin malam."
"congcoh bicara tidak sesuai isi hati, berarti memandangku seperti orang luar, setengah abad aku berkecimpung di Kangouw,
sejak makan malam tadi congcoh selalu mengerut kening,
bukankah itu pertanda di rundung persoalan?"
"Mungkin coa-heng salah terka, terus terang Cayhe merasa
kesal dan geram, maka keluar jalan2."
Orang tidak mau terus terang, terpaksa coa Liang tidak
mendesak. katanya tertawa: "Sayang congcoh tidak suka minum arak. tinggal di atas kapal, minum arak adalah cara terbaik untuk menghilangkan rasa kesal, mari silakan minum dua tegak," dia buka tutup buli2 serta diangsurkan: "Mau mi-num tidak, congcoh?"
Sedikit menggeleng Kun-gi berkata: "Silakan coa heng minum sendiri, terus terang cayhe tidak berjodoh dengan arak,"
Coa Liang angkat buli2 terus tuang arak kemulutnya, katanya
tertawa sambil menyeka mulut: "Selama hidup tiada hobi lain kecuali minum arak. nasi boleh tidak makan, asal sehari penuh aku minumarakdan semangatkutetap menyala."Tanpa menunggu Ling
Kun-gi bersuara dia menyam-bung pula: "saking demen minum
arak sehingga aku memperoleh julukan Sam-gan-sin ini."
"o,jadi julukan coa-heng ada sangkut-paut-nya dengan arak?"
tanya Kun-gi. "Memangnya, waktu itu aku masih berusia dua puluhan, sejak mudaaku memang sudah gemar minum, bagi kami orang2 di
daerah perbatasan yang selalu hidup di tanah dingin, semua orang suka minum arak. karena minum arak bisa menghangatkan badan,
tapi peraturan perguruanku amat ketat dan keras, pada suatu pagi baru saja bangun tidur, secara diam2 aku mencuri sepoci, tak
tahunya lantaran sepoci arak itulah aku tertimpa malang ......." dia tenggak lagi beberapa teguk lalu meneruskan: "hari itu kebetulan harus latihan main golok, waktu aku melakukan gerak tipu
menyingkap rumput mencari ular, badan bagian atas harus
terbungkuk ke depan, tak terduga karena minum sepoci arak tadi, kontan aku tersungkur ke depan, jidatku tepat tertusuk ujung
golokku sendiri sehingga meningalkan codet di tengah alis ini.
Sejak peristiwa itu, begitu aku minum arak mukaku tidak pernah
merah, tapi codet inilah yang merah dulu, maka kawan2 Kangouw
lantas memberi julukan Sam-gan-sin padaku, sementara orang ada
yang bilang, kalau nafsuku berkobar, codet inipun bisa berubah
merah, tapi apa betulakusendiri tidak tahu."
"Lantaran peristiwa itu maka coa-heng tidak mengguna kan
golok lagi?" "Betul, sejak kejadian itu, lenyaplah seleraku untuk meyakinkan ilmu golok,"
"Kalau aku yang mengalami peristiwa itu akan menjadi
kebalikannya,selanjutnyaakupastitidak minumaraklagi."
Sam-gin-sin tergelak2, katanya: "Maka itu congcoh selamanya tidak akan pandai minum."
Waktu Kun-gi kembali ke kamarnya, waktu sudah menjelang
ketongan kedua, malam gelap sunyi senyap. tempat di mana kapal
berlabuh adalah daerah belukar yang jarang diinjak manusia,
kecuali ombak mendampar pantai, tiada suara lainnya yang
terdengar. Baru saja Kun-gi merebahkan diri di atas pembaringan tanpa
mencopot baju luarnya, tiba2 didengarnya beberapa kali suara
bentakan dari sebelah atas, suaranya ringan terbawa angin lalu
sehingga kedengaran amat jauh, tapi sekali dengar dapatlah
dibedakan bahwa itulah suara bentakan seorang perempuan
Diam2 Kun-gi terkesiap. pikirnya: "Memangnya terjadi apa2 di tingkat ketiga?"
Serta merta dia berdiri, tanpa banyak pikir dia tarik pintu terus melesat keluar. Malam sunyi, bentakan lirih itu dapat didengar
semua orang, maka beramai2 bermunculan dari kamar masing2.
Menyapu pandang sekelilingnya, Kun-gi lantas berseru: "Apa yang terjadi?"
Thio Lam-jiang yang berada tak jauh di sebelah sana segera
menjura, sahutnya: Belum di-ketahui."
Ling Kun-gicepatberpesan:"Lekasperiksa kesegenappelosok."
Tiba2 dilihatnya kain gordyn tersingkap. Pek-hoa-pangcu
Bok-tan bersama Hu-pangcu So yok diiringi congkoan Giok-lan
me-langkah tiba, di belakang mereka mengikut pula lima gadis
bersenjata pedang, semuanya siap tempur.
Ling Kun-gi tertegun. Tengah malam buta Pangcu sendiri
memerlukan turun, terang ditingkat ketiga memang telah terjadi
sesuatu. Lekas dia maju menyambut, katanya sambil menjura:
"Hamba menyampaikan hormat pada Pangcu."
Coh-yu hou-hoat dan para Hou-hoat juga sama memberi
hormat. Pek-hoa-pangcu hanya mengangguk sebagai balas hormat,
sorot matanya yang biasa kalem dan bijak kini kelihatan penuh
tanda tanya, heran dan serba Curiga, sekilas dia pandang muka
Kun-gi, suaranyatetapmerdu halus: "cong-su-ciatidak
usahbanyakadat." So-yok tidak mengenakan kedok muka, tampak alisnya
menegak. katanya menyela: "Apakah Ling-heng tahu apa yang
terjadi di tingkat ketiga?"
"Hambatidaktahu,"sahut Kun-gi.
Masam muka So-yok, katanya marah2: "Ada manusia yang tidak kenal mampus berani coba membunuh Thay-siang."
Keruan semua hadirin tersirap darahnya. Kun-gi kaget setengah
mati, katanya: "coba membunuh Thay-siang, bagaimana keadaan Thay-siang sekarang?"
Pek-hoa-pangcu tersenyum kalem, katanya:. "Thay-siang
memiliki ilmu sakti yang tiada bandingan di kolong langit.
memangnyagampang beliaudapatdilukaiolehsenjatagelap?"
Senjata gelap. Tergerak hati Kun-gi "Pasti Sam-lo-ling adanya,"
demikian batinnya. Tanyanya segera-"Apakah sipembunuh berhasil dibekuk?"
"Tidak. berhasil lari. malam ini Giok li dan Hay-siang berjaga dan melihat bayangan punggung bangsat itu. katanya dia mengenakan
jubah hijau ..... " waktu mengatakan "jubah hijau" suaranya kedengaran sumbang dan sangsi.
Berdegup hati Kun-gi, seluruh laki2 yang ada di tingkat kedua
hanya dirinya seorang yang mengenakan jubah hijau. Memang
sebelum ini para Hou-hoat juga mengenakan jubah hijau, cuma
dalam meluruk ke Hek Liong-hwe ini mereka diharuskan ganti
seragam hitam. Kecuali Kun-gi sendiri yang memperoleh kebebasan
mengenakan pakaian yang disukai, sementara coh-houhoat juga
tetap mengenakan jubah biru. "Apakah pembunuh menggunakan
Som-loling"tanya Kun-gi.
Hay-siang berdiri paling belakang, tiba2 dia menjengek: "0, kiranya cong-su-cia sudah tahu"
Kun-gi menoleh sambil tersenyum, belum dia bersuara, So-yok
sudah membentak: "Hay-siang, di hadapan Toaci memangnya kau berani menyeletuk","
"Hu-pangcu," ujar Kun-gi, "karena malam ini nona Hay-siang yang bertugas jaga dan melihat bayangan musuh lagi, maka perlu
kita mendengar pendapatnya."
Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Ji-moay, usul Cong-su-cia memang betul, 'cap-si-moat', coba kau tuturkan penyaksianmu
kepada cong-su-cia, jangan main sembunyi,"
Hay-siang mengiakan. Kun-gi bertanya: "Setelab nona melihat bayangan musuh,
kecuali melihat dia mengenakan jubah hijau, pernahkah kau
melihat jelas macam apa dia sebenarnya?"
"Gerak tubuh bangsat itu teramat cepat, sekali berkelebat lantas lenyap. jadi sukar terlihat jelas, perawakannya seperti tinggi, waktu itu dia mengapung di atas, aku lalu menyambitnya dengan panah,
tapi karena kejadian terlalu cepat, entah kena tidak timpukanku itu kurang jelaslah."
"Waktu nona menyambitkan panah, ke arah mana dia melarikan diri?"
"Dia melompat turun ke tingkat kedua, waktu aku juga lompat turun, bayangannya sudah lenyap."
Tergerak pikiran Kun-gi, katanya. "Jadi maksud nona bahwa
pembunuh itu mungkin masihberadadiataskapal ini?"
"Entahlah, akutak beraniberkatademikian,"sahut Hay-siang.
Kun-gi manggut2, katanya "Mungkin saja di kapal kita ini ada musuh yang tersembunyi, ber-ulang2 kali orang ini melakukan
kejahatan dengan Som-lo-ling, patut kita membekuk dan
menggusurnya keluar."
Sam-gan-sin coa Liang menyela, "Maksud congcoh di antara kita ada mata2 musuh?"
"Betul, kukira cukup lama dia memendamdiri di antara kita."
Kiu-cay-boan-koan Leng Tio-cong ikut bicara: "Memangnya
siapa dia?" "Sebelum kita menemukan dia, setiap orang di antara kita patut dicurigai," sampai di sini Kun-gi menjura kepada Pek-hoa-pangcu, katanya: "Pangcu dan Hu-pangcu kebetulan berada di sini, hamba pikir kalau dia berani coba membunuh Thay-siang, sungguh besar
dosanya, selama dia tidak dibekuk, semua orang di kapal ini tetap harus dicurigai, lalu kapan hati kita bisa tenteram, Kejadian baru setengah jam berlalu, waktunya masih pendek untuk segera
diselidiki. Kecuali enam orang yang bertugas di perairan, seluruh penghuni tingkat kedua hadir semua di sini, marilah kita coba
periksa sebentar, mungkin bisa menemukan-"
Leng Tio-cong menanggapi: "Betul ucapan congcoh, semua
sudahhadirdisini, lebihbaikdigeledahsatupersatu."
"Bagaimana cong -su-cia hendak menggeledahnya?" tanya Pekhoa-pangcu..
Pandangan Kun-gi menyapu hadirin, katanya: "Maksud hamba,
kita geledah satu persatu, lalu menggeledah kamar masing2."
"Mungkinkah bisa ditemukan?" tanya Pek-hoa-pangcu.
"Kalau betul orang itu sudah lama memendam diri diantara kita dan tak pernah konangan, tentulah dia seorang yang licin dan
cerdik, bergerak menurut gelagat, geledah badan dan geledah
kamar memangkecilmanfaatnya,tapimalaminidiamungkinsedikit
salah perhitungan, karena kita semua berada di atas kapal,
menarik seutas rambut akan menyebabkan gerakan seluruh badan,
apa lagi sejak peristiwa terjadi sampai sekarang temponya masih pendek. dalam waktu yang tergesa ini tentu tiada tempat untuk
sembunyi, maka cara menggeledah badan ini mungkin akan
membawa hasiL" Pek-hoa-pangcu mengangguk, katanya: "Ana-lisa cong-su-cia
memang benar, baiklah segera laksanakan saja."
Kun-gi mengulap tangan, katanya, "Nah, coba semua berdiri
yang baik." Para Houhoat segera berdiri berjajar. "Kemarilah Leng-heng,"
panggil Kun-gi. "cong-su-cia ada pesan apa?" tanya Leng Tlo-cong sambil mendekati.
"Kau geledah dulu badanku" ucap Kun-gi, melihat Leng Tio-cong ragu2 segera dia menambahkan:. "sebagai cong-su-cia, sudah tentu harus dimulai dulu atas diriku."
"congcoh bilang demikian, terpaksa hamba melaksanakan
perintah," ujar Leng Tio-cong, lalu dia geledah badan Ling Kun-gi dengan hati2, teliti dan pelahan, dari saku orang dia merogoh
keluar sebilah pedang pendek dan sebuah kotak gepeng, katanya:
"Hanya ini saja, tiada yang lain-"
"Terima kasih Leng heng", ucap Kun-gi Lalu dia buka kotak gepeng itu sembari menjelaskan: "Kotak ini berisi bahan2 riasku, bukan Som-lo-ling."-Sekilas dilihatnya Hay-siang yang berdiri dipinggir sana menampilkan mimik aneh dan sorot matanya sedikit jalang.
Diam2 tergerak hati Ling Kun-gi melihat sedikit perubahan ini,
lekas dia simpan kotak dan pedang serta berkata: "Sekarang silakan Leng dan coa saling periksa badan masing2, lalu berturut2
periksa yang lain." Leng Tio-cong dan coa Liang mengiakan, mereka saling periksa
badan sendiri, lalu berturut2 memeriksa badan para Houhat.
Peristiwa menyangkut jiwa Thay-siang, maka siapapun tiada yang
berani semberono, Cara periksa satu persatu tni sudah tentu
Cukup menghabiskan tenaga dan waktu. kira2 sejam baru
pemeriksaan berakhir, Hasilnya nihil.
Berkata Kun-gi kepada Pek-hoa-pangcu: "Pemeriksaan badan
sudah berakhir tanpa menghasilkan apa2, kini mulai menggeledah
kamar, cuma kamar2 di tingkat kedua ini agak kotor dan sempit,
harap Pangcu utus seorang saja untuk mengikuti cayhe
menggeledah." "Toaci, biar aku yang menyaksikan,"sela So-yok
Pek-hoa-pangcu mengangguk, katanya: "Baiklah, bawa juga
cap-si-moay, dia melihat jubah hijau itu, mungkin bisa
mengenalinya." Terunjuk rasa riang pada sorot mata Hay-siang, sahutnya
membungkuk: "Hamba terima perintah."
"Harap Leng-heng ikut aku, sementara coa-heng tetap tinggai di sini, semua saudara juga tetap disini, tidak boleh bergerak.
tungguhasilpemeriksaankamar." kataKun-gi,
Sam-gan-sin mengiakan, Leng Tio-cong mohon petunjuk:
"congcoh, dari mana kita mulai?"
Kun gi tertawa, ujarnya: "Sudah tentu dimulai dari kamarku,"
Lalu dia angkat tangan-"Silakan Hu-pangcu:"
So-yok tertawa lebar, katanya: "Kamar Ling-heng sendiri, sudah tentu kau jalan dulu."
"Tidak. Hu-pangcu mewakili Pangcu, orang yang berkuasa
penuh dalam penggeledahan ini, terutama untuk menggeledah


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamar cayhe, maka cayhe harus memberi segala kelonggaran,
silakan Hupangcu." So-yok mencibir, katanya sambil cekikik: "Memang kau ini selalu ada2 saja alasannya." Lalu dia mendahului menuju ke kamar Ling Kun-gi diikuti Leng Tio-cong.
Leng Tio cong mendahului membukakan pintu So-yok lalu
melangkah masuk dan Kun-gi di belakangnya, begitu dia
melangkah masuk kamar, seketika dia merasakan hal2 yang tidak
beres. Waktu keluar tadi terang jendela tidak terbuka, kini
terpentang lebar, terutama di dekat jendela, lapat2 terasa olehnya adanya bau semacam pupur wangi,jelas seseorang telah
menyelundup masuk lewat jendela. Diam2 mencelos hatinya,
pikirnya: "Memang-nya ada orang menyelundupkan sesuatu
kemari?" Berdiri ditengah kamar, So-yok berpaling, tanyanya: "Ling-heng, bagaimana cara menggeledahnya" "
Urusan sudah telanjur, terpaksa Kun-gi mengeraskan kepala dan
menabahkan hati, katanya: "Kamar ini tidak besar, boleh
Hu-pangcu suruh Hay-siang menggeledah saja.
"Betul," ujar So-yok, "Hay-siang, nah, periksalah dengan teliti."
Hay-siang mengiakan-Matanya menyapu keseluruh kamar,
kecuali sebuah dipan, sebuah meja kecil dan dua buah kursi
seluruh benda yang ada di dalam kawar dapat terlihat dari segala sudut, maka langsung dia melangkah kepembaringan.
Kecuali sebuah bantal, masih ada sebuah kemul tebal yang
dilempit rapi di atas ranjang. Kerja Hay-siang yang pertama adalah menyingkap bantaL Maka dilihatnya sinar kemilau perak di bawah
bantal, kiranya itulah sebuah kotak perak yang ber-bentuk gepeng panjang.
Dingin dan tajam sorot mata Ling Kun-gi, diam2 dia mengumpat
di dalam hati: "Bangsat keparat, aku betul2 dijadikan kambing hitam."
Hay-siang jemput kotak perak itu, tanyanya: "Apakah ini?"
Lekas sekali Kun-gi sudah tenangkan diri, katanya kalem dan
tabah: "Itulah Som-lo-ling."
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
Hebat perubahan rona muka So-yok, tanpa terasa bergetar
pembunuhnya?" Leng Tio-cong melintangkan tangan didepan dada, sembilan
jarinya tertekuk, sorot matanya liar menatap Kun-gi, agaknya dia siap turun tangan bila perlu.
Tanpa menghiraukan sikap orang Kun-gi tertawa, katanya:
"Apakah Hu-pangcu tidak melihat jendela kamarku terpentang"
Kalau bangsat itu sengaja mau memfitnah aku dengan
menyembunyikan barang bukti ini di dalam kamarku, memang
banyak waktu untuknya bekerja disaat kita semua berada di ruang makan."
Sementara itu Hay-siang telah angkat kemul itu serta
membentangnya, maka terlihat di tengah lempitan kemul itu
melayang jatuh seperangkat jubah hijau, teriaknya: "Hu-pangcu, inilahdisini. "Dia ambil jubah itu lalu menuding kebagian lengan, katanya:
"Ya, betul ini. di sini ada sebuah lubang kecil, itulah tanda sambitan panahku."
Gusar wajah So-yok, katanya menggeram: "Ling-heng memang
benar, bangsat itu memang hendak memfitnahmu, soal ini harus
diperiksa dan diselidiki dengan seksama sampai seterang2nya,
hayolah keluar." Segera ia mendahului keluar
Dengan membawa Som-lo-ling dan jubah hijau itu, lekas Haysiang mengintil di belakang So-yok, Leng Tio-cong mengira begitu barang bukti tergeledah, Hu-pangcu akan segera memerintahkan
membekuk Ling Kun-gi, tapi perkembangan selanjutnya dan dari
nada bicaranya se-olah2 membela anak muda itu, diam2 ia
menggerutu di dalam hati. Tapi So-yok adalah murid kesayangan
Thay-siang, mana berani dia bertindak gegabah, maka pelan2 dia
turunkan kedua tangan, katanya dengan suara sinis: "congcoh, ini
..... bagaimana baiknya?"
Dengan tertawa tawar Kun-gi berkata: "Barang bukti sudah
diketemukan di kamarku, kamar2 lain tidak perlu, di geledah,
marilah keluar saja."
Waktu Kun-gi tiba di ruang makan, hadirin sudah tahu bahwa
barang bukti tergeledah di kamar cong su Cia, maka gemparlah
semua hadirin, ada yang geleng2, ada yang menghela napas, ada
pula yang memandangnya dengan rasa belas kasihan, tapi ada
juga yang memandangnya dengan gusar penuh dendam. Sambil
mengangkat tinggi kedua barang bukti Hay-siang tengah
menerangkan hasil kerjanya.
"Betulkah hal ini terjadi?" ujar Pek-hoa-pangcu, nadanya kurang yakin dan ragu2. Giok-lan segera bersuara: "Kurasa cong-sucsia bukan orang demikian."
"Pendapat Sam-moay betul," seru So-yok. "pasti ada orang sengaja memfitnah dia."
"Nah, sekarang kita dengar dulu pendapat cong-su-cia sendiri,"
sela Pek-hoa-pangcu. Hay-siang menambahkan: "Tadi cong-su-cia bilang jendela
kamarnya terbuka, kemungkinan bangsat itu sengaja sembunyikan
barang bukti ini di dalam kamarnya, tapi bayangan tinggi yang
kulihat tadi memang mirip dia, soalnya belum ada ada bukti,
hamba tidak berani terus terang. Soal jendela terbuka, memang
mungkin bangsat itu menyelundup ke kamarnya serta sembunyikan
barang2 bukti ini, tapi dapat juga diterangkan, waktu dia melayang turun dari tingkat atas dan langsung, masuk jendela serta
menyembunyikan kedua barang ini lalu buka pintu lari keluar,
karena waktu amat mendesak belum sempat dia menutup jendela,
atau sengaja dibiarkan terbuka, umpama perbuatannya kebongkar,
bisa saja dia menggunakan alasannya tadi. Maka menurut
pendapat hamba, soal ini harus segera dilaporkan kepada
Thay-siang dan dengarkan putusan beliau."
So-yok mentang2 tidak terima: "Soal menggeledah kamar
adalah usul Ling heng sendiri, kalau dia menyembunyikan barang
bukti di kamarnya, memangnya dia berani suruh kita
menggeledahnya malah?"
Hay-siang tidak berani debat, katanya: "Betul Hu-pangcu, tapi kedua barang bukti ini jelas kita temukan dikamarnya, ini
kenyataan." Pek-hoa-pangcu berkata kepada Kun-gi: "cong-sucia, ingin
kudengar pendapatmu."
Kun-gi tahu perhatian seluruh hadirin tertuju pada dirinya, tapi sikapnya tenang dan wajar, katanya sambil tertawa lebar: "Salah atau benar pasti ada keadilannya, kurasa apa yang dikatakan nona Hay-siang juga tidak salah, kenyataan kedua barang bukti memang berada di kamarku, sudah tentu cayhe patut dicurigai, lebih baik laporkan saja kepada Thay-siang, biarlah beliau yang mengambil
kesimpulan dan putusan-"
Diam2 gelisah hati So-yok, katanya tak tahan: "Toaci, kurasa hal ini memang sengaja ada orang memfitnah dia, kita harus
memeriksa dan menyelidikinya sampai terang baru laporkan
kepada Thaysiang." Pek-hoa-pangcu sendiri juga bingung dan sukar ambil putusan,
menoleh ke arah Giok-lan dia bertanya: "Sam-moay, bagaimana pendapatmu?"
Giok-lan menepekur sebentar. katanya kemu-dian: "Kurasa
pendapat cong-su-cia memang tepat dan masuk akal, kalau musuh
sengaja mau memfitnah dia, maka laporkan saja soal ini kepada
Thay-siang." "Baiklah," Pek-hoa-pangcu mengangguk, "Ji-moay, cong-su-cia, marilah kita menghadap Thay-siang." Lalu dia berdiri lebih dulu.
Walau merasa ogah, tapi So-yok sungkan membela Kun-gi
terang2an, apa lagi dihadapan umum, terpaksa dia mengikuti Pekhoa-pangcu ke-luar dan disusul Kun-gi.
Giok lan ikut di belakangnya, dengan membawa kedua barang
bukti Hay-siang mengintil di be-lakang Giok lan, beberapa orang lainnya mengekor pula di belakang Hay-siang dan beramai2 naik ke tingkat ketiga.
Setelah orang banyak berlalu, Sam-gan-sin coa Liang geleng2
kepala, ujarnya: "Bahwa pemimpin kita adalah mata2 Hek
liong-hwe yang akan membunuh Thay-siang, aku orang pertama
yang tidak percaya."
Leng Tio-cong menyeringai, jengeknya: "Bukti sudah nyata,
memangnya harus diragukan?"
Maklumlah dia sebagai coh-hou-hoat, kalau kedudukan Kun-gi
dicopot, maka jabatan cong-hou-hoat yang kosong akan menjadi
miliknya, maka diam2 ia berdoa semoga Ling Kun-gi memang
mata2 musuh adanya. Sam-gan-sin tertawa dingin, katanya: "Manusia paling goblok di dunia ini juga tidak akan mengangkat batu menimpuk kaki sendiri, kalau betul cong-su-cia menyembunyikan barang bukti di kamar
sendiri, masadia mengusulkan geledah kamar malah" Kalau betul
dia pembunuhnya, waktu dia lompat turun dari tingkat atas, Cukup sekali ayun dia buang kedua barang bukti ke air kan segalanya
beres, kenapa harus disembunyikan di ranjang. Beberapa hal yang meragukan ini lebih meyakinkan bahwa memang ada orang
sengaja mau memfitnah dia."
Sudah tentu bukan maksudnya ingin membela Ling Kun gi,
soalnya dia juga iri dan tidak terima kalau jabatan cong-su-cia jatuh ke tangan Leng Tio-cong. Dari pada Leng Tio-cong
memungut keuntungan, biarlah tetap dijabat oleh Ling Kun-gi saja.
Maklumlah kedua orang ini memang sering perang dingin dan tarik urat.
Barupertama kali ini Kunginaik ketingkatketigayangjauh lebih
sempit daripada tingkat kedua.
Thay-siang menempati ruang tengah, sebelah depannya ada
sebuah ruang kumpul, di mana terdapat kursi berjajar,
ditengahnya ada sebuah meja dan kursi. Kamar tidur Thay-siang di sebelah dalam. Di sebelah kiri masih terdapat dua kamar lagi,
tertutup oleh kain gordyn yang tersulam indah, itulah tempat
tinggal Pangcu dan Hu-pangcu.
Dari letak beberapa kamar ini, dapatlah disimpulkan jendela
kamar Thay-siang tentu berada di sebelah kanan, jadi berlawanan dengan jendela kamar Pangcu dan Hupangcu.
Begitu Kun-gi melangkah masuk ruang pertemuan, Pek-hoapangcu lantas angkat tangannya, katanya: "Silakan duduk cong-su Cia."
Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba sebagai tertuduh yang patut dicurigai, biarlah berdiridisinisaja."
Tengah bicara, dua pelayan menyingkap kerai, tertampak Thay
siang melangkah datang dari kamarnya. Pek-hoa-pangcu, Hupangcu, Ling Kun-gi dan Giok-lan sama berdiri serta membungkuk
menyambut kedatangannya. Menyapu pandang wajah para hadirin, Thay-siang mengangguk
serta berkata: "Kalian sudah menemukan pembunuhnya?"
"Lapor Thay siang," seru Pek-hoa-pangcu, "Som-lo-ling dan jubah hijau sudah ditemukan, cuma . ...."
Thay siang menuju ke kursi besar berlapis bulu binatang dan
duduk. dia lantas menukas: "Baik, sekali kalau sudah ditemukan-"
So-yok menyela dengan gugup: "Thay-siang, walau kedua
barang ini ditemukan di kama cong-su-cia, tapi Tecu berpendapat pasti musuh sengaja hendak memfitnah dia."
Pek-hoa-pangcu menambahkan: "Tecu juga berpendapat musuh
sengaja hendak mengkambing hitamkan dia, harap Thay-siang
suka periksa." "Bagaimana duduk persoalannya" tanya Thay-siang.
Maka So-yok lantas Ceritakan usul Ling Kun-gi serta Cara
pemeriksaanseorangdemiseorang,lalu menggeledahkamar.
Setelah mendengar laporan So yok, Thay-siang berkata: "Haysiang, bawa kemari barang2 bukti itu."
Hay-siang mengiakan, tersipu-sipu dia persembahkan kotak
perak dan jubah hijau itu dengan kedua tangannya. Memegang
kotak perak Som-lo-ling itu Thay-siang mengamati sekian lama
dengan teliti, katanya kemudian: "Benda ini amat ganas sekali, memang barang tiruan,yang mereka buat dari seorang ahli, tak
ubahnya dengan barang aslinya."
Dia letakkan kotak itu, diatas meja lalu bertanya: "Hay-siang, kau bilang pernah menyambit penyantron dengan panah, apakah
timpukanmu mengenai sasaran?"
Hay -siang membungkuk, sahutnya: "Lapor Thay-siang, lengan kanan jubah hijau itu ada lubang kecil, itulah bekas kena timpukan panah Tecu."
"Kau pernah melihat bayangan punggung pembunuh itu, apakah mirip Ling Kun-gi?"
Hay-Siang ragu2 sebentar, sahutnya: "Gerak tubuh orang itu teramat cepat Tecu tidak melihat jelas wajahnya, jadi tak berani sembarang bicara, tapi kalau dilihat bentuk perawakannya
memang rada2 mirip cong-su-cia."
"Nah, itulah,"ujarThay-siang.
Berdegup jantung Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu dan Giok-lan
serentak mereka berteriak: " Thay-siang"
Sedikit menggerak tangan, Thay-siang cegah mereka bicara,
matanya tertuju kearah Kun-gi, katanya: "Ling Kun-gi, apa pula yang hendak kau katakan?"
Sikap Kun-gi tidak berubah, katanya membungkuk: "Apa yang
ingin hamba sampaikan tadi sudah dijelaskan oleh Hu-pangcu,
Thay-siang maha bijaksana, salah atau benar persoalan ini tentu dapat diselidiki dengan adli, hamba terima apa saja putusan Thaysiang."
Karena mengenakan cadar, sukar dilihat bagaimana mimik muka
Thay-siang, tapi Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sama tertekan
perasaannya, napas-pun terasa sesak.
Menoleh kearah Hay-siang, Thay-siang bertanya: "Begitu kau melihat pembunuh lalu menyerangnya dengan panah" " Hay-siang mengiakan.
"Waktu itu, berapa jauh jarakmu dengan dia?" Hay-siang berpikir, sahutnya: "Kira2 tiga tombak."
"Baik, Ling Kun-gi, putar badanmu dan majulah setombak
lebih." Pek-hoa-pangcu, So-yok dan Giok-lan t1dak tahu apa maksud
Thay-siang, diam2 mereka berkuatir bagi Kun-gi.
Jarak setombak setengah berarti sudah berada di luar kamar.
Maka Kun-gi melangkah keluar.
"Sudah cukup, berhenti, kau berdiri saja di situ," ucap Thaysiang, "akan kusuruh Hay-siang menimpuk panah ke belakangmu, kau tak boleh berkelit, hanya boleh menyampuk dengan lengan
bajumu, sudah tahu?"
Bahwa dirinya hanya boleh menyampuk ke belakang dengan
lengan bajunya saja, Kun-gi lantas tahu ke mana maksud Thaysiang, cepat dia menjawab: "Hamba mengerti."
"Hay-siang, kau sudah siap?" tanya Thay siang.
"Tecu sudah siap." sahut Hay-siang,
"Bagus, timpukpundak kanannya,"seruThay-siang.
Sejak tadi Hay-siang sudah genggam sebatang panah kecil
ditelapak tangan kanannya, belum lenyap seruan Thay-siang,
tangan kanannyapun sudah terayun, "Ser," sebatang panah kecil bagaibintang meluncurkepundak kanan Ling Kun-gi.
Agaknya kali ini Kun-gi hendak pamer kepandaian, dia diam saja
tanpa menoleh, setelah panah melesat tiba lebih dekat, tangan
Kisah Si Bangau Putih 6 Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Kitab Mudjidjad 16

Cari Blog Ini