Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 14

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 14


ke sebelah kanan Ji Siu-seng palsu, secepat kilat tahu2 tangan
kirinya sudah cengkeram pergelangan tangan kanan lawan-Gerak
ini sunguh cepat luar biasa, betapa lihay rangsakannya ini sungguh sukar dilukiskan-Untuk punahkan serangan lawan jelas tidak sempat lagi, maka Ji
siu-seng palsu menggeram sekeras2nya, tangan kiri mengepal,
sekuatnya dia genjot muka Kongsun Siang, sementara kelima jari
kanan membalik balas pegang pergelangan tangan Kongsun Siang.
Tapi tiba2 tangan kanan Kongsun Siang juga membalik dan
lancarkan Kim-na-jiu-hoat, tangan kiri lawanpun kena dipegangnya pula. Sebelah tangan masing2 sama2 kena dipegang lawan, tinggal sebuah tangan yang lain saling serang secara cepat dalam jarak
dekat,tiba2menepuktahu2menutuk. mendadakgantijotosanserta
berbagai tipu lihay, keduanya berebut waktu dan mengadu
kecepatan- Betapapun situasi memang tidak menguntung-kan Ji Siu-seng
palsu, dia ingin lari secepatnya, mendadak dia menghardik,
serentak kaki kanan menendang ke selangkangan Kongsun Siang,
sementara tangan kanan sedang saling serang dengan lawan, tak
mungkin Kongsun Siang menghindar atau menangkis tendangan
ini. Namun Kongsun Siang bukan lawan empuk. tiba2 dia lepaskan
pegangannya, tangan kiri berbareng membalik dengan
mengerahkan tenaga sehingga tangan sendiri yang dipegang lawan
terlepas, dan jari bagai jepitan besi terus menutuk ke kaki lawan yang menendang tiba.
Kedua pihak hampir bersamaan melepas pegangan tangan-Baru
saja Ji Siu-seng merasa senang asal pegangan jari lawan terlepas, maka ada harapan dirinya untuk melarikan diri. Tak terduga tiba2
terasa lm-koh-hiat di kaki kirinya kesemutan, tanpa kuasa
tubuhnya lantas doyong ke depan-Secepat kilat Kongsun siang
lantas susuli pula dan kali tutukan Hiat-to besar diantara tulang rusuknya. "Blang" kontan dia terbanting roboh tak berkutik.
Kongsun siang menyeringai bangga, dia jemput pedangnya dan
dimasukkan keserangkanya, sekali raih dia jinjing tubuh Ji Siu-seng palsu dan menghampiri Ling Kun-gi dengan langkah lebar. "Bluk"
dia banting tubuh Ji Siu-seng palsu ke tanah terus menjura,
katanya: "Syukurlah hamba telah menunaikan tugas."
Kun-gi manggut2, katanya: "Sudah kuduga Kongsun-heng pasti berhasil membekuk musuh, maka sengaja kusediakan secawan
arak untuk menyuguh dan merayakan kemenangan
Kongsun-heng." "Terima kasih Cong-coh," ucap Kongsun Siang ia terima mangkuk arakitu terus ditenggaknya habis.
"Marilah Song-heng dan Thio-heng," kata Kun-gi menoleh ke sana, "marilah kita bersama2 minum beberapa mangkuk."
Heran Kongsun Siang, katanya: "Bukankah Cong-coh biasanya
tidak suka minum arak?"
"Betul, biasanya aku jarang minum arak. semangkuk saja
mungkin sudah mabuk, tapi malam ini Cin-heng ini dengan susah
payah menyiapkan perjamuan ini, hayolah jangan sia2kan maksud
baik-nya." Maka be-ramai2 mereka sama duduk di sekitar Ling Kungi.
Song Tek-seng dan Thio Lamjiang segera menghapus obat rias
di mukanya, sementara Ji Siu-seng mengisi arak ke dalam
mangkuk. Kun-gi duduk di tengah antara Cin Te-khong dan
Ko-Ting-seng, dengan enteng kedua tangannya bergerak, seperti
mengulap saja jari2 tangannya sudah membuka tutukan Hiat-to di
tubuh orang. Sedikit bergetar, Cin Te-khong dan Kho Ting-seng
sama2 membuka mata. Lekas Cin Te-khong menggerakkan kedua tangan berusaha
bangun berduduk. tapi beberapa kali bergerak selalu gagal,
ternyata didapatinya kaki tangan terasa lunglai, ada Hiat-to yang masih tertutuk, akhirnya dia menghela napas panjang, tapi sorot matanya beringas, bentaknya: "orang she Ling, apa kehendakmu?"
"Cin-heng sudah siuman?" tanya Kun-gi tawar. "Bukankah tadi kau bilang, kapan manusia hidup pernah mabuk. nah silakan
minum beberapa mangkuk ini."
"orang she Ling," desis Cin Te-khong penuh marah, "jangan kau ber-muka2 di depanku. Mau bunuh atau sembelih boleh silakan,
jangan kira aku akan mengerut kening."
Tegak alis Kongsun Siang, katanya dingin: "cin Te-khong, berani kau kurang ajar, kau ingin kuiris sebuah kupingmu. "
Cin Te-khong menggerung gusar, serunya: "Rahasiaku sudah
terbongkar, kecuali mati tiada urusan lain yang lebih besar lagi, kau kira aku ini pengecut yang bernyali kecil" Apalagi umpama
orang she cin betul2 mati pasti juga ada orang akan membalas
dendamku." Kun-gi angkat mangkuk araknya dan meneguk sekali, katanya
sambil menoleh: "Rahasia cin-heng sendiri sudah terbongkar, memangnya beberapa anak buahmu itu bisa berbuat apa?"
"Akutidakpunyaanak buah,"kataCin Tek-hong ketus.
"Dua orang yang kau suruh menaruh air teh di kamarku,
bukankah mereka anak buahmu?"
Berubah air muka Cin Tek-hong, dingin katanya: "Aku tidak tahu apa katamu."
"Setelah kita puas makan minum dan pulang, Cin-heng akan
tahu duduk persoalannya."
Kongsun Siang heran, tanyanya: "Cong-coh bilang bahwa di
kapal kita masih ada komplotan mereka?"
Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, katanya: "Sudah tentu masih ada, kalau malam ini kita tidak membekuk Cin-heng, beberapa hari lagi mungkin komplotan mereka akan bertambah banyak lagi,
jabatan Cong-su-cia yang kududuki ini juga pasti harus kuserahkan kepada Cin-heng ini."
Song Tek-seng menimbrung: "Benar Cong-coh, umpama malam
ini bila rencana mereka berhasil baik, komplotan mereka akan
bertambahseorang lagidiataskapalkita."
Kun-gi tersenyum padanya, katanya: "Syukurlah kalau
Song-heng tahu, tapi tiga hari yang lalu waktu Song-heng pulang ronda, kau pernah membawa pulang orang mereka."
Song Tek-seng berjingkat kaget, tanyanya: "Hamba membawa
pulang orang mereka?" Lalu dia berpaling ke arah Kho Ting-seng:
"Apakah dia yang Cong-coh maksud?"
"Kho-heng ini ikutdatangdari Hoa-keh-sanceng,"ujar Kun-gi.
"O, Kho Ting-seng, kaukah yang mencelakai jiwa Ho Siangseng?" teriak Song Tek-seng murka.
"Orang she Ling," dengus Cin Tek-hong, "agaknya kau sudah tahu seluruhnya, tentu Li Hek-kau yang membeberkan semua ini."
Li Hek-kau dan Ong Ma-cu adalah kedua kelasi disampan Cin Tekhong. Kun-gi meneguk araknya pula, katanya tertawa: "Apa yang
diketahui Li Hek-kau dan Ong Ma-cu amat terbatas, tanpa tanya
mereka aku sudah tahu lebih banyak lagi."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Cin Tek-hong.
Sekali mengebas tangan Ling Kun-gi bebaskan tutukan hiat-to di
lengan orang, lalu angsurkan semangkuk padanya, katanya:
"Silakan minum Cin-heng."
Cin Tek-hong memang setan arak, tanpa sungkan dia terima
mangkuk itu terus di tenggaknya habis, katanya sambil
ber-kecap2: "Kukira rencanaku hari ini cukup rahasia dan teliti, tak nyana terbongkar juga oleh Cong-coh, terus terang aku mengaku
kalah, cuma cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?"
"Aku orang baru, semua masih serba asing, sudah tentu
Cin-heng sendiriyang memberitahupadaku," ucapKun-gi tertawa.
Terbeliak mata Cin Tek-hong, katanya keras: "Aku yang
memberitahukan padamu?" Nadanya heran tak percaya dan
penasaran. "Malam ini aku ingin bicara blak2an dengan Cin-heng, untuk itu terpaksa aku menyamar jadi Li Hek-kau dan ikut kemari, marilah
sambil habiskan arak kita mengobrol," lalu Kun-gi ambil poci arak, sertamengisi, mangkuksemuaorang.
Cin Tek-hong terkekeh, katanya: "Cong-coh mencekok aku
dengan arak untuk mengorek keteranganku?"
"Segalanya sudah kuketahui, untuk apa minta keterangan
padamu. Tapi memang ada beberapa persoalan ingin aku minta
penjelasan Cin-heng, nanti setelah kukatakan, terserah Cin-heng mau menjelaskan atau tidak, aku takkan memaksa."
Cin Tek-hong raih mangkuk araknya terus ditenggaknya,
katanya: "Baiklah, coba Cong-coh ka-takan, dalam hal apa aku telah memberitahukan Cong-coh."
Kun-gi angkat mangkuk arak sembari berka-ta: "Silakan semua minum, tak usah sungkan."
Lalu berkata kepada Cin Tek-hong: "Malam harinya setelah Cinheng diangkat menjadi Houhoat, kau mengira aku mabuk dan
tertidur pulas, maka kau gunakan Som-lo-ling berusaha
membunuhku secara gelap . . . . '
"Darimana Cong-coh tahu kalau itu perbuatanku?" tukas Cin Tekhong.
"Semula memang sukar kuraba dan bukan Cin-heng yang
kucurigai, soalnya orang itu terlalu apal mengenai keadaan dan
seluk-beluk Hoa-keh-ceng, jadi jelas dia bukan orang luar,
sementara dua orang kita yang bertugas ditepi danau terpukul mati oleh getaran tenaga dalam dari aliran Lwekeh yang dahsyat, dari keadaan kematian kedua orang ini dapat kusimpulkan mereka
terpukul dalam jarak satu sampai dua tombak dengan getaran Bikkhong-ciang, dan orang yang memiliki pukulan telapak tangan
sedahsyat itu dalam Pang kita hanya Coh-houhoat dan Cin-heng
berdua, sudah tentu Yu-houhoat sendiri juga memiliki kekuatan
yang seimbang, tapi dia ahli ilmu kepalan bukan pukulan telapak tangan, perawakan Leng-heng kurus tinggi, jelas tidak cocok
dengan perawakan orang itu, oleh karena itu aku lebih cenderung untuk mencurigai Cin-heng."
Cin Tek-hong tenggak beberapa teguk araknya, katanya
menyeringai: "Analisa Cong-coh sungguh teliti dan cermat,
agaknya aku memang terlampau rendah menilaimu."
Kun-gi melirik ke arah Kho Ting-seng, katanya: "Waktu aku
kembali, kebetulan kesamplok dengan Kho-heng, dia berjaga di
tenggara Hoa-keh-ceng, merupakan jalan satu2nya yang harus dilewati siapapun kalau pulang dari danau, kalau jejakku bisa
konangan dia, kenapa kedatangan Cin-heng tidak diketahui" Hal ini sudah menimbulkan kecurigaanku, disamping itu dia berjuluk
Gintancu (si pelor perak), seorang yang kesohor menggunakan
senjata rahasia di kalangan Kangouw tentu memiliki kepandaian
khusus yang betul2 lihay dan tinggi, tapi waktu dia menimpuk
diriku, tenaganya lemah dan sasaran kurang telak, kepandaian
rendah begini tak mungkin bisa kesohor dengan julukan Gintancu, mau tak mau aku dipaksa untuk sedikit memperhatikan dirinya,
maka kudapati pula wajahnya telah dirias, karena itu aku menarik kesimpulan kalau dia mungkin sekongkol dan sekomplotan dengan
Cin-heng, orang ini terang adalah samaran yang menyelundup ke
Pek-hoa-pang kita." Berubah air muka Kho Ting-seng, tanyanya: "Jadi sejak mula Cong-coh sudah tahu kalau wajahku ini riasan?"
"Wajah yang dirias mungkin bisa mengelabui orang lain, tapi tak mungkin mengelabui kedua mataku. Tempo hari waktu Nyo Keh-cong dan Sim Kiansin kembali dengan terluka, akupun
mendapatkan wajah mereka juga riasan, hari kedua waktu
rombongan Song-heng pulang ronda, muka Ho Siang-seng juga
telah dirias pula, oleh karena itu dapat kusimpulkan, setiap kalian keluar bertugas dengan cara bergilir satu persatu kalian menculik orang kita lalu menukarnya dengan seorang lain yang telah kalian rias mirip wajah orang aslinya dan diselundupkan kemari, bila kapal kita tiba di Hekliong-hwe, maka seluruh Houhoat dan
Houhoat-su-cia telah kalian gantidenganbegundal kalian sendiri"
Cin Tek-hong menarik napas panjang, katanya lemas: "Inilah yang dinamakan sekali salah langkah seluruh rencana porak-poranda. Saudara Ling, memang hebat kau!"
"O, pantas waktu malam itu aku giliran tugas, Cong-coh pesan wanti2 supaya aku berlaku hati2" kata Kongsun Siang.
"Ya, waktu itu aku kira sasaran berikutnya adalah kau, karena sampan yang kau gunakan hari itu adalah sampan yang digunakan
Sim Kian sin, tapi akhirnya kuketahui hanya kedua anak perahu
yang telah diganti," merandek sebentar lalu Kun-gi melanjutkan:
"Malam itu dengan menggunakan Som-lo-ling seseorang berusaha membunuh Thay-siang, malah memfitnahku pula dengan
menyelundupkan barang bukti kekamarku . . . . . . ."
Memang peristiwa itu tiada buntutnya, padahal barang bukti
sudah tergeledah dari kamar Ling Kun-gi dan dia sudah digusur ke hadapan Thay-siang, kenyataan dia masih membawa Ih Thiankiam,
tanda kebesaran jabatannya sekarang, dia tetap menduduki Congsu-cia. Bagaimana kelanjutan dan akhir dari peristiwa itu" Sudah tentu semua orang mengharap untuk mengetahui. .
Kini Ling Kun-gi menyinggung peristiwa malam itu, maka
Kongsun Siang, Song Tek-song, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng
sama pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian.
Sampaipun Cin Tek-hong, Kho Ting-seng tiruan juga terbelalak
menunggu cerita lanjutannya.
Kun-gi tersenyum, tuturnya: "Malam itu juga, di antara para Taycia kutemukan juga orang yang telah dirias."
Kongsun Siang tanya: "Ke12 Taycia semuanya mengenakan
kedok, cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?"
"Karena kudapati salah seorang mereka mengunjuk aksi yang
mencurigakan, maka hal ini kulaporkan kepada Thay-siang, atas
persetujuan beliau kusuruh mereka mencopot kedok dan
kutemukan kepalsuannya."
Song Tek-seng tertawa riang, katanya: "Cong-coh telah
membekuknya?" "Orang ini bernama Ci Gwat-ngo, salah seorang pimpinan
orang2 Hek-liong-hwe yang dipendam dalamPek-hoa-pang kita."
Berubah rona muka Cin Tek-khong, tanpa bersuara dia teguk
lagi araknya. "Malam itu juga berhasil kuringkus seorang dara kembang
tiruan, orang inilah yang biasa menjadi kurir antara Cin-heng
dengan Ci Gwat-ngo, malam itu kusuruh dia mondar-mandir di dek
tingkat kedua sebelah kanan untuk memberi kabar kepada
Cin-heng." "Kalau mereka sudah mengakui segala lakonnya, kenapa aku
tidakditangkappadawaktuitu juga?" tanyaCinTek-hong.
Kalem senyum Kun-gi, katanya: "Sepanjang perjalanan kapal
kita ini kalian berusaha mengganti orang2 kita satu persatu, maka kugunakan pula cara dan akal yang sama untuk balas menipu
kalian, sepanjang perjalanan akan kutangkap setiap orang utusan kalian yang diselundupkan ke atas kapal."
Cin Tek-hong ambil mangkuk araknya dan ditenggaknya habis
pula, dengusnya: "Saudara memang lihay, bukan saja jaringan rahasia kami terbongkar seluruhnya, malah orange kita akan kau
jaring pula satu persatu sepanjang jalan ini, orang yang licik dan licin seperti ini, mana boleh kubiarkan kau hidup." Tiba2 mangkuk ditangannya mencelat, telapak tangan besinya secepat kilat
menekan ke dada Ling Kun-gi.
Cin Tek-hong duduk di sebelah kiri Kun-gi, pukulan ini sudah
sejak tadi dia siapkan, sebetulnya sudah bisa turun tangan sejak tadi, tapi dia harus menunggu kesempatan. Dikala Kun-gi tidak
siaga baru akan menyerangnya secara mendadak dengan pukulan
mematikan. Seperti diketahui dia meyakinkan Hansi-ciang, pukulan aliran sesat yang dingin beracun dan jahat sekali, sedikit hawa dingin meresap ke badan dan cukup untuk menewaskan jiwa Ling
Kun-gi. Maka dapatlah dibayangkan bila pukulan telak ini
dikerahkan setaker kekuatannya.
Ketika Kun-gi habis bicara, tangan kanan angkat mangkuk
menghirup arak, baru saja arak masuk ke mulut, belum lagi
mangkuk arak diturunkan, sementara tangan kirinya lagi
menjemput telurasin, sudahtentusedikitpun diatidaksiaga.
Sama sekali Kun-gi seperti tidak merasakan bahwa telapak
tangan Cin Tek-hong telah mengancam ulu hatinya, tiba2 ia
berpaling sambil berkata dengan tertawa kepada Cin Tek-hong:
"Kenapa Cin-heng hanya minum saja tanpa makan" Telur asin ini enak rasanya." Karena menoleh, dengan sendirinya badan bagian atas ikut bergerak hingga telapak tangan Cin Tek-hong yang
mengincar ulu hati menjadi nyasar beberapa senti. Gerak tangan
Ling Kun-gi kelihatan kalem dan tak acuh, dengan tepat dia
jejalkan telurasin itu ketelapaktanganCinTek-hong.
Telapak tangan Cin Tek-hong penuh kekuatan Hansi-ciang
waktu tangannya hampir mengenai ulu hati lawan, diam2 ia telah
bersorak girang, tak nyana mendadak terasa adanya benda bulat
licin menahan telapak tangannya. Benda itu jelas adalah telur,
maka pukulan telapak tangan yang terjulur keluar itu menjadi mati kutu dan berhenti begitu saja karena tertahan oleh telur asin.
Kiranya dari telur asin ini terasa olehnya adanya tenaga besar
yang lunak tak kelihatan menyetop tenaga pukulannya sehingga
Hansi-ciang yang telah terpusat ditelapak tangannya menjadi
macet. Baru sekarang Song Tek-seng, Thio Lam-jiang yang duduk di
sekitarnya melihat Cin Tek-hong membokong, karena mereka
duduk di depan dari jarak agak jauh, mereka tidak sempat
mencegah, hanya mulut saja yang berseru kaget.
Tapi Kongsun Siang menggerung gusar, hardiknya dengan alis
berkerut: "Orang she Cin, kau ingin mampus!" Serta merta tangannya terayun, "plak", pundak kiri orang telah dipukulnya, badanCinTek-hongsampai mencelatbeberapakakijauhnya.
Ling Kun-gi hanya tertawa tawar padanya, katanya: "Sebetulnya Kongsun-heng tidak perlu turun tangan, memangnya Hansi-ciang
bisa melukai aku" Kalau tidak tentu takkan kubebaskan hiat-to
dilengannya." Sembari bicara dia berdiri, sambungnya: "Sebetulnya ingin aku memaksanya tahu diri dan mundur teratur dan jiwanya
dapat diselamatkan, tapi pukulan Kongsun-heng ini telah membikin hawa murninya nyasar dan buyar!" Mendengar keterangan Ling Kunggi ini, serta merta pandangan semua orang tertuju ke arah
Cin Tek-khong, memang wajah Cin Tek-hong tampak pucat, rebah
celentang kaku tak bergerak, ternyata semaput.
Heran Kongsun Siang, katanya: "Melihat dia membokong Congcoh, tanpa pikir akupun menyerangnya, pukulanku hanya pakai
lima bagian tenaga, kenapa dia terluka separah itu?"
Kun-gi menghampiri Cin Tek-hong dan memeriksa tubuh orang,
dia bebaskan Hiat-to orang yang tertutuk lalu direbahkan
mendatar, katanya: "Kecuali Hiat-to lengan kanannya yang sudah bebas, yang lain tetap buntu, untuk melakukan pembokongan, sejak tadi dia sudah
menghimpun kekuatan pada telapak tangan kanan, karena ditahan
oleh telur asinku tadi, kalau mau merenggut jiwanya, cukup
kugunakan tenaga keras dan menggetar putus urat nadinya tentu
dia mati seketika, tapi aku hanya tahan tenaga di telapak tangan supaya tidak terlontar keluar, tujuanku supaya dia tahu diri dan mundur teratur."
Belum habis dia bicara, terlihat Cin Tek-hong sudah siuman,
tampak kulit mukanya ber-kerut2 dibasahi butiran keringat dingin sebesar kacang, matanya mendelik, suaranya gemetar: "Saudara Ling, keji. . . . keji betulcaramu . . . ."
Dengan tersenyum Kun-gi berkata: "'Hawa murninya
menyungsang balik, Hiat-to yang tertutuk sudah kubebaskan,
rebahlah dulu dan jangan bergerak, akan kubantu kau
mengerahkan tenaga mengembalikan hawa murni ke tempat
asalnya." Lalu dia berkata kepada Kongsun Siang: "Ada tiga Hiat-to kaki tangannya masih tertutuk, hanya tangan kanannya yang
mengerahkan tenaga, pukulannya kena kubendung lagi sehingga
tak mampu dilontarkan, maka pukulanmu itu walau hanya


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setengah2 saja, tapi lantaran gempuran tenaga dari luar inilah
sehingga hawa murninya menjadi buyar dan jatuh semaput."
Kongsun Siang kagum sekali, katanya: "Uraian Cong-coh
memang betul, jadi akulah yang gegabah, tapi Cin Tek-hong sudah terbukti adalah mata2 Hek-liong-hwe, umpama dia mampus juga
setimpal dengan perbuatan jahatnya, kenapa Cong-coh malah akan
membantunya?" "Dia sudah tertawan hidup2, maka tak boleh kita
menganiayanya, mati atau hidup biarlah Thay-siang yang
menjatuhkan hukuman padanya, oleh karena itu aku harus bantu
dia memulihkan kesehatan."
Kongsun Siang masih ingin bicara, tapi. dilihatnya Kun-gi
memberi kedipan mata padanya, segera dia mengerti, maka
katanya manggut2 "Ucapan Cong-coh memang betul."
Sudah tentu Cin Tek-hong maklum, hawa murni dalam tubuhnya
yang nyungsang dan buyar kalau tidak secepatnya dihimpun
kembali tentu dirinya akan mengalami "Cap-hwejip-mo" atau mengalami kelumpuhan total, itu berarti masa depan kehidupannya akan suram dan tiada artinya lagi. Maka cepat dia merangkak
berdudukdan merangkapkeduatanganmulaisemadi.
Tangan kiri Kun-gi segera menekan Pek-hwehiat di kepalanya,
katanya: " Bersiaplah saudara Cin." Sejalur hawa murni panas pelan2 merembaske Pek-hwehiat melalui telapaktangannya. Terasa
oleh Cin Tek-hong hawa panas ber-gulung2 mulai mengalir ke
sekujur badan. Kira2 satu jam kemudian, terdengar Kun-gi menghela napas
serta menarik tangan, katanya: "Cukuplah, sekarang Cin-heng bisa mengerahkan tenaga keseluruh tubuh."
"Cong-coh," tanya Song Tek-seng, "apakah kita tidak segera pulang?"
Kun-gi mendongak lihat cuaca, katanya: "Sekarang baru
kentongan ketiga, dari sini kita bisa mengawasi putuhan li sekitar perairan sini, menjelang fajar baru saatnya ganti piket, lebih baik kita istirahat saja di sini, untuk apa pulang pagi2?" Lalu ia ambil mangkuk dan menenggakarak pula.
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio Lam-jiang juga jagoan
minum, mendengar anjuran Kun-gi, tanpa sungkan mereka lantas
minum sepuasnya. Setelah hawa murni kumpul kembali Cin Tek-hong merasakan
kesehatan telah pulih kembali, segera dia berdiri menghampiri Kungi, sikapnya hormat dan patuh, katanya menjura: "Berkat
pertolongan Cong-coh jiwa orang she Cin selamat, sungguh tak
terhingga rasa terima kasihku."
Kun-gi menoleh, katanya: "Cin-heng sudah pulih kembali,
marilah duduk minum arak."
"Cong-coh," kata Cin Tek-hong, "kenapa tidak kau tutuk Hiat-toku?"
Kun-gi berkata: "Apakah Cin-heng yakin dapat melarikan diri?"
Sungguh2 sikap Cin Tek-hong dan katanya: 'Di depan Cong-coh
memang orang she Cin takkan mampu meloloskan diri."
"Kalau begitu, silakan Cin-heng duduk dan menghabiskan
semangkuk arak ini."
Cin Tek-hong segera duduk kcrnbali ke tempatnya semula.
Setelah menghabiskan semangkuk arak Cin Tek-hong comot
sekerat daging terus dijejalkan ke mulut, katanya sambil angkat kepala: "Cong coh tadi bilang ada persoalan yang ingin di tanyakan padaku, entah persoalan apa?"
"Aku hanya ingin tanya sedikit keadaan Hek-liong-hwe, kalau Cinhengadakesulitan, tidakusah-lah kaujelaskan."
Melirik sekejap ke arah Kho Ting-seng baru Cin Tek-hong
berkata: "Rahasia perkumpulan kami dilarang bocor sesuai
peratutan, bagi yang membocorkan mendapat hukuman mati, tapi
jiwa orang she Cin tadi ditolong Cong-coh, soal apa yang ingin
Cong-cohtanyakan, asalkantahupastikujelaskan."
"Memangnya Cin-heng sudah tidak ingin kembali?" timbrung Kho Ting-seng.
Song Tek-seng duduk di sebelahnya, hardiknya: "Tutup
bacotmu!" Tenggak semangkuk arak pula baru Cin Tek-hong berkata
kepada Kho Ting-seng dengan tertawa: "Kita sudah terjatuh ke tangan orang2 Pek-hoa-pang, kau masih ingin kembali?"
Kho Ting-seng diam saja. "Tiada maksudku untuk mengorek rahasia Hek-liong-hwe secara berlebihan, soalnya ada dua temanku yang terjatuh di tangan
orange Hek-liong-hwe, maka aku hanya ingin tahu keadaan Hekliong-hwe selayang pandang saja, umpamanya di mana letak
markas Hek liong-hwe" Siapa pemimpinnya" Di mana mereka
menyekap para tawanan" Apakah Cin-heng dapat menjelaskan?"
Rupanya inilah tujuan Kun-gi mencekok arak pada Cin Tek-hong
serta menyembuhkan luka2nya.
Kata Cin Tek-hong: "Hek-liong-hwe dibagi jadi dua seksi, yaitu seksi luar dan seksi dalam, aku di bawah Ui-liong-tong, tugasku di luar, maka keadaan dalam Hek-liong-hwe sebenarnya sedikit sekali yang kuketahui "
"Di manaletakHek-liong-hwe,tentunyakautahu?"tanyaKun-gi.
"Aku hanya tahu Ui-liong-tong kami didirikan dibelakang gunung Kunlun diatas Ui-lionggiam."
"Kunlunsan di Shoatang maksudmu?" Kun-gi menegas. "Lalu siapa pemimpinmu?"
"Kalau kukatakan mungkin Cong-coh tidak percaya, walau sudah tiga tahunan aku menjadi anggota Ui-liong-tong, tapi hanya sekali pernah kulihat Hwecu kami, hakikatnya tiada yang tahu siapa dia sebenarnya?"
"Dia tidak punya she dan nama"'`
"Semua orang hanya memanggilnya Hwecu, entah siapa
namanya." "Cong-coh," sela Kongsun Siang dengan nada sinis, "tiga tahun jadi anggota, tapi siapa nama pemimpinnya tidak tahu, apakah kau percaya ?"
"Kenyataan memang demikian, buat apa aku membual?" Cin Tekkhong membela diri, "kau Kongsunhouhoat sudah setahun
menjadi Houhoat-su-cia, tahukah nama dan she Thay-siang?"
"Bukankah Cin-heng pernah melihatnya sekali?" sela Kun-gi.
"Ya, aku hanya melihat seraut wajah hitam dengan jambang
legam, seorang laki2 tua kekar yang berjubah hitam pula, tapi
terasa olehku bahwa mukanya itu bukan wajah aslinya."
"Cin-heng di bawah perintah Ui-liong-tong, tugas bagian luar, lalu bagaimana bagian dalam?"
"Hwi liong dan Ui-liong termasuk seksi luar, hanya Ceng-liongtong bertugas bagian dalam."
"Apa bedanya seksiluar dan seksidalam?"
"Ceng-liong-tong berkuasa atas segala rahasia Hek liong-hwe, anak buahnya semua perempuan, dinamakan seksi dalam dan
merupakan seksi yang paling berkuasa dari seksi lainnya. Hwi-liong dan Ui-liong dikhususkan mengerjakan tugas luar, sedang
Hwi-liong juga boleh dinamakan Hou hoat-tong, anggotanya terdiri dari jago2 kelas wahid, hari2 biasa tiada tugas rutin bagi mereka, jarang pula beraksi, bila orang2 Ui-liong-tong yang menjalankan tugas di luar menghadapi kesukaran, orang2 Hwi-liong-tong yang
akan memberi bantuan."
"Di mana Hwi-liong-tong didirikan?" tanya Kun-gi.
"Entah aku tidak tahu, tapi bila orang2 Ui-liong-tong
menghadapi bahaya, entah di mana saja, bila mengeluarkan tanda
bahaya maka dari jauh atau dekat orang2 Hwi-liong-tong pasti
akan segera datang memberi bantuan, oleh karena itu tiada orang tahu di mana sebenarnya Hwi-liong-tong didirikan."
"Sunggub Hek-liong-hwe yang serba rahasia dan misterius."
ucap Kun-gi lalu tanyanya pula: "Lalu Ui-liong-tong?"
"Tugas Ui-liong-tong menghadapi persoalan luar, anggotanya scluruhnya laki2, terdiri orang2 dari golongan hitam atau putih, bila dia seorang persilatan dan ada seorang perantara, siapapun boleh di terima menjadianggota.."
Mendadak Kun-gi bertanya: 'Jadi Ci Gwat-ngo orangnya Ceng
liong-tong?" "Ya, diautusanCui-tongcu, kami semuadibawah perintahnya.".
"Tak heran setelah Ci Gwat-ngo suruh Bi Kui menyampaikan
berita mana, dia gigit putus lidah dan bunuh diri, ternyata dia takut membocorkan rahasia Hek-liong-hwe," demikian batin Kun-gi, lalu katanya sambil menepekur: "Jadi Cin-heng juga tidak tahu di mana mereka menyekap para tawanan?"
"Tergantung kedua teman Cong-coh itu ditawan oleh seksi
mana, kalau ditangkap orang2 Ui-liong-tong, pasti dikurung di Uilionggiam. Kalau dibekuk orang2 Hwi-liong-tong atau Ceng-liongtong, tak bisa aku menerangkan," kemudian ia berkata pula:
"Sebelum aku diselundupkan ke Pek-hoa-pang pernah bertugas cukup lama di Ui-liong-tong, ada kalanya Cui-tongcu mengutus
orang menyampaikan perintah, dari cara mereka pergi datang
leluasa dan lancar, kukira jaraknya tidak terlalu jauh, pernah aku diam2 memperhatikan, 10-an li di sekitar Ui-lionggiam memang
tidakkelihatanadanyabayangan, Ceng-liong-tong."
Kembali Kun-gi membatin: "Gadis cilik yang menyaru jadi Cu-cu katanya semula adalah pelayan pribadi Cui-tongcu, tentunya dia
tahu di mana letak sebenarnya Ceng-liong tong itu" ia angkat mangkuk dan meneguk arak, lalu tanyanya: "Apa jabatan Cin-heng didalam Ui-liong-tong?"
"Dalam Ui-liong-tong kecuali Tongcu yang berkuasa penuh, di bawahnya terbagi dua tingkat pula, yaitu Sincu dan Kiam-su, aku menjadianggota Sincu."
"Lalu di antara orang kalian sendiri, memakai kode rahasia apa?"
Cin Tek-hong sudah terlalu banyak tenggak arak, keadaannya
sudah setengah sinting, ia menaruh mangkuk araknya, dari
sanggul kepalanya ia mengambil sebuah benda, telapak tangannya
di buka, dia berkata: "Biarlah malam ini kubeber segalanya kepada Congcoh, kode rahasia kami menggunakan benda ini," Di tengah telapak tangannya menggelinding kian kemari sebutir mutiara
sebesar kacang tanah, mutiara ini berlubang tengahnya dan
disunduk seutas benang kuning.
Betapa tajam mata Kun-gi, sekilas pandang di lihatnya mutiara
yang kemilau itu ada terukir sebuah huruf "Ling" atau firman, tanpa terasa mulutnya ber-suara kaget : "Cincu ling!"
"Ternyata Cong-coh sudah tahu," ujar Cin Tek-hong.
"Aku juga punya sebutir, silakan Cin-heng melihatnya juga,"
ucap Kun-gi, dari kantong bajunya dia merogoh keluar sebutir
mutiara pula. Cin Tek-hong menyipit mata mengamati penuh perhatian,
katanya tertawa: "Inilah tanda peringatan berasal dari Hek-lionghwe, jadi Cong-coh memang sejak mula menyelidiki Hek-lionghwe?" "Sama2CinCu-ling, entahapabedanya?"tanyaKun-gi.
"Dalam Hek-liong-hwe kami hanya anggota yang berkedudukan
lebih tinggi dari Sin cu boleh menggunakan CinCu-ling ini, para Sincu memakai mutiara sebesar kacang tanah, kalau mutiara
seperti yang ada di tangan Cong-coh besarnya seperti buah
kelengkeng seharusnya milik Tongcu, dan lagi benang sunduknya
juga berlainan, Ceng-liong-tong pakai benang hijau, Hwi-liong-tong pakai benang merah, untuk Ui-liong-tong memakai benang kuning,
hanya Hwecu saja yang memakai benang emas. Benang mutiara
milik Cong coh ini bewarna kuning emas, pertanda yang mewakili
Hwe kami, Cuma mutiara milik Hwe kami adalah mutiara asli,
hanya tanda2 kebesaran, diperuntukan pihak luar digunakan
mutiara tiruan,sekalipandangorangakanbisa membedakan."
"Ternyata masih sebanyak itu perbedaannya," ucap Kun-gi.
"Malah masih ada lagi," Cin Tek-hong ngoceh sendiri, "bagi kami orang2 yang bertugas di luar, huruf 'Ling' yang terukir di mutiara ini menggunakan goresan tunggal, sebaliknya ukiran huruf 'Ling'
pada mutiara yang dipakai orang2 seksi dalam menggunakan
goresan dobel." Tergerak hati Kun-gi, pikirnya: "Leliong-cu warisan keluargaku itu juga diukir dengan goresan dobel, memangnya Hek-liong-hwe
ada hubungannya dengan diriku?" Terpikir olehnya
Hwi-liong-sam-kiam warisan keluarganya kenyataan menjadi
Tinpang-sam-kiam Pekhoa-pang, kini diketahuinya pula bahwa
Leliong-cu warisan keluarganya juga ada sangkut pautnya dengan
Hek-liong-hwe. Kalau dikatakan kebetulan, masakah kedua
persoalan bisa terjadi secarakebetulan,
terangterlalujauhuntukdapatdipercaya.
Sekejap ini pikirannya jadi gundah dan resah, tanpa mengisi
mangkuknya langsung dia angkat poci terus tuang arak ke dalam
mulut. Kongsun Siang juga tidak sedikit minum arak, keadaannya
sudah seperempat mabuk, lekas dia ber-kata: "Song-heng,
Thio-heng dan Ji-heng, mari kita iringi semangkuk pula dengan
cong-coh." Sembari berkata diam2 dia memberi tanda kepada tiga temannya ini. Maksudnya bahwa Ling Kun-gi sudah takkan kuat
minum lagi, sisa arak tidak banyak lagi, marilah kita bagi rata dan minum bersama sampai habis.
Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng tahu maksud
Kongsun Siang, lekas Ji Siu-song angkat guci arak terus tuang
kemangkuksemuaorang, lalumenenggaknyabersama.
"Ji-heng," kata Cin Tek-hong, "sisanya biar kuhabiskan saja."
Dia angkat poci itu serta tuang sisa isinya ke mulut sendiri.
Kun-gi tertawa, katanya tersenyum: "Kalian kuatir aku mabuk?"
Belum lenyap suaranya, mendadak Cin Tek-hong menjerit
sekali, badannya mengejang terus terkapar roboh ke belakang.
Kejadian amat di luar dugaan, keruan orang2 yang duduk
berkeliling ini sama kaget, Gerakan Kun-gi paling sigap, cepat dia melompat bangun serta memapah Cin Tek-hong, sementara jari
kanan menekan Bingbunhiat orang, teriaknya gugup: "Cin-heng, kenapa kau?"
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng
berempat melompat berdiri, Kong-sun Siang berbisik apa2 pada
tiga orang lainnya, Song Tek-seng manggut2 terus berpencar siap siaga.
Pada saat itulah mendadak Kun-gi membentak sambil berpaling:
"Siapa itu di dalam hutan?"
"Lohu!" seiring dengan suaranya dari hutan melangkah keluar seorang kakek kurus yang menggelung kuncir rambutnya di atas
kepala. Kakek ini mengenakan baju biru, celana kencang terikat bagian
bawahnya, tangan kiri membawa pipa cangklong sepanjang satu
setengah kaki, roman mukanya kaku kelabu, dalam kegelapan,
bola matanyapuntampakberwarna kelabubersinarkemilau.
Karena memperoleh saluran hawa murni dari Ling Kun-gi,
sementara itu pelan2 Cin Tek-hong sudah membuka mata. seketika
ia terbelalak waktu melihat kakek kurus ini, bibirnya bergetar, suaranya merinding serak: "Hwi . . . . . liong. . . . . liong . . . . . "
agaknya sebisanya dia sudah kerahkan setakar tenaganya untuk
berucap ketiga patah kata ini, tapi akhirnya suaranya semakin
lemah, pelan2 kelopak matanya tertutup, darah kental hitam
seketika meleleh keluar dari mulutnya, agaknya dia tertimpuk
semacamsenjata rahasia kecil, racun telah merenggut jiwanya.
Kun-gi melepaskan tangannya, seraya berdiri tanyanya menatap
kakek kurus: "ApakahtuandariHwi-liong-tong?"
Kata kakeh muka kelabu: "Lohu malah sudah tahu kau ini Cong su-ciayangbarudalamPek-hoa-pang, betul tidak?"
"Betul, Cayhe Ling Kun-gi, sebutkan nama tuan."
"Lohu NaoSam-jun,"jawabsikakek.
Ling Kun-gi tidak tahu Kim-kau-cian Nao Sam-jun ini adalah
Hwiliong-tong Tongcu, tanyanya: "Apa maksud kedatangan tuan?"
Sambil mengelus jenggot kambing yang sudah ubanan, Nao
Sam-jun terkekeh, katanya: "Ada tiga tugas Lohu kemari, pertama membunuh anggota yang murtad dan menolong orang yang
tertawan." "Hanya dua yang kau sebutkan."
"Betul, dan yang ketiga kami mohon Ling-cong-sucia suka
meringankan langkah ikut pergi ber-sama Lohu."
"Ke mana tuan hendak mengajakku"'' tanya Kun-gi.
'Sudah tentu mampir ke markas kami, kalau tidak ingin
mengundang Ling-lote buat apa Lohu meluruk kemari," nadanya congkak dan sombong.
Kun-gi tatap orang lekat2, katanya: "Sepongah ini tuan bicara, memangnya kau inikah Hwi-liong-tong Tongcu?"
"Betul, Lohu memang Hwi-liong-tongcu, Ling-lote mau ikut Lohu bukan?"
"Sungguh sangat beruntung dapat bertemu di sini, maksud
Cayhe malah sebaliknya, bagaimana kalau Nao-tongcu saja yang
mampir kekapalkami?"
Berkedip bola mata Nao Sam-jun yang kelabu dingin, mendadak
dia ter-bahak2, katanya: "Ling-lote, kesempatanmu sudah tiada lagi."
"Jago2 kosen2 Hwi-liong tong memang banyak, tentunya tidak sedikit jago2 yang mengiringimu."
"Ling-lote memang pandai menebak, Lohu memang bawa Cap
jising-siok (dua belas bintang kelahiran), mereka sudah tersebar di sekeliling sini, umpama satu lawan satu belum tentu kalian bisa menang, paling2 sama kuat, tapi keadaan sekarang berbeda,
kalian harus satu melawan tiga, belum lagi terhitung Lohu,
bagaimanapun juga kalian tak ada kesempatan untuk menang."
Di sini dia bicara, tahu2 tanah lapang berumput ini sudah
terkepung oleh 12 orang berpakaian serba aneh.
"Tuan siap perintahkan mereka turun tangan?" jengek Kun-gi dengan tersenyum.
Nao Sam-jun menyeringai, katanya: "Sudah tentu Lohu tidak
ingin bergebrak dengan kalian supaya tidak merusak persahabatan, sebab sebelum Lohu kemari Hwecu ada pesan . . . . " mendadak dia tutup mulut. meski kata2nya tidak dilanjutkan, tapi ke mana juntrungnya sudah bisa ditangkap:
"Apa kata Hwecu kalian?" desak Ling Kun-gi.
"Hwecu sudah dengar, katanya Ling-lote telah berhasil
menawarkan getah beracun itu?"
"Benar,"ucap Kun-gisingkat.
Berkelebat cahaya di wajah Nao Sam-jun yang kelabu itu,
suaranya berat: "Oleh karena itu beliau suruh Lohu kemari untuk mengundangmu, kalau Pek-hoa-pang bisa memberi jabatan Congsu-cia, Hwe kita juga bisa memberi jabatan Cong-houhoat
kepadamu." Tawar tawa Kun-gi, katanya: "Wah, Cayhe menjadi tertarik
rasanya." "Memangnya, asal Ling-tote telah betul2 dapat menawarkan
getah beracun, Hwe kita tidak akan kikir, betapapun besar
pengorbanan yang harus dipertaruhkan, pasti akan
mengundangmu." Diam2 Kun-gi merasa heran, pikirnya: "Pek-hoa-pang memang
bermusuhan dengan Hek-liong-hwe, setiap macam senjata dan
senjata rahasia orang2 Hek-liong-hwe dilumuri racun getah, adalah jamak dan dapat dimaklumi kalau Pek-hoa-pang begitu getol
memperoleh obat penawarnya, bahwa Hek-liong-hwe sendiri juga
ingin memiliki obat pena-warnya, entah apa pula gunanya" Ya,
waktu Coat Sinsanceng menculik Tong Thianjong, Un It-hong, Loksan Taysu dan Cu Bunhoa, bukankah tujuannya juga untuk
menciptakan obat penawar getah beracun itu." Segera ia bertanya:
"Getah beracun kan milik kalian, memangnya kalian tidak punya obat penawarnya?"
"Untuk ini Ling-lotetidak usahurus,"jengek NaoSam-jun.
"Kalau Nao-tongcu tidak mau jelaskan, bagaimana Cayhe harus percaya padamu?" ejek Ling Kun-gi.
"Setelah Ling-lote berhadapan dengan Hwecu, segalanya akan kau ketahui."
"Nao-tongcu bicara seenak sendiri, seakan2 aku harus ikut kau pergi begitu saja."
"Ya, memang Ling-lote harus pergi bersamaku," tandas
perkataan Nao Sam-jun. Kun-gi tersenyum, katanya: "Kalau Cayhe tidak mau pergi?"
Mengelus jenggot, tambah kelam rona muka Nao Sam-jun,
katanya dengan menyeringai: "Ka-lian berlima sudah berada
digenggamanku, mau pergi atau tidak kau tidak kuasa menentukan


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pilihanmu, cuma perlu Lohu peringatkan, sukalah Ling-lote
pertimbangkan dulu dengan masak."
"Peringatan apa coba katakan, aku ingin dengar."
Nao Sam-jun menyapu pandang ke muka Kongsun Siang
berempat, lalu katanya sinis: "Kalau Ling-lote dan saudara2 ini mau ikut Lohu. itulah paling baik, kalau menolak dan melawan malah, tujuan pertama Lohu kemari kecuali harus menawan Ling-lote
hidup2, empat orarg yang lain, hehe . . . . "
Kongsun Siang jadi murka, teriaknya: "Katakan saja terus
terang:" Nao Sam-jun melirik tak acuh, dengusnya: "Tumpas seluruhnya dan habis perkara."
Berdiri alis Kongsun Siang, sambil menengadah dia ter-bahak2,
katanya: "Tumpas habis" Suruhlah mereka maju, boleh coba
apakah pedangditangan Kongsun Siang initajamatautumpul."
Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng juga naik pitam,
mereka melotot kepada Nao Sam-jun, tangan sudah siap
memegang gagang pedang. Sebaliknya Nao Sam-jun seperti jijik
meski hanya melirik kepada mereka, dingin suaranya: "Ling-lote, sudah kau pertimbangkan?"
Cin Tek-hong tadi sudah bilang bahwa anak buah
Hwi-liong-pang semua tergolong jago2 kosen, melihat situasi
sekarang dan sikap Nao Sam-jun yang begitu yakin pula, mau tak
mau Kun-gi merasa was2, Cap-ji-sing-siok yang dibawa orang
tentu hebat dan lihay sekali. Tapi dia tetap tersenyum simpul,
sikapnya tenang dan wajar, katanyakalem; "Cayhejuga, sudah memikirkansuatuhal. . . . .."
"Hal apa?" tanya Nao Sam-jun.
"Tadi Cayhe membekuk seorang Sincu dari perkumpulan kalian, jiwanya sudah melayang di tanganmu sendiri, kalau pulang nanti
Cayhe jadi kebingungan cara bagaimana memberikan
pertanggungan jawab kepada Pangcu, tapi tuan adalah Hwi-liongtongcu, kedudukanmu jauh lebih tinggi daripada Sincu, kebetulan kalau kuringkus kau hidup2, kini yang membuatku bimbang adalah
apakah Cap-ji-sing-siok yang kau bawa ini harus dibabat habis atau ditawansemua. . . . . . . "
Kengsun Siang ter-gelak2, katanya: "Cong coh tidak perlu
pusing, membekuk seorang Tongcu sudah jauh lebih cukup, sisa
yang lain sudah tentu babat saja sampai habis."
Song Tek-seng ikut menimbrung: "Betul, Cong-coh tangkap saja Nao tongcu ini, yang lain serahkan kepada kami untuk
membereskannya." Di tengah kata2nya terdengarlah suara
berdering, Kong-sun Siang, Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng sama melolos pedang. Mengernyit dahi Nao Sam-jun,
katanya: "Bila Cap-ji sing-siok yangkupimpin inisegampang itu untuk menumpasnyatentu mereka takkan berguna dalam
Hwi-liong-tong, kalau Ling-lote tidak percaya, boleh kau suruh
seorang maju mencobanya."
Sebelum Kun-gi buka mulut, Kongsun Siang telah menyela:
"Cong-coh, biar hamba menghadapi mereka."
Nao Sam-jun tertawa angkuh, tangannya menggapai ke atas.
Mungkin itu tanda gerakan mereka, 12 orang yang semula berdiri
beberapa tombak di kejauhan sana serempak bergerak maju
mengelilingitanah lapang.
Dari dekat Ling Kun-gi dan lain2 dapat melihat jelas, kiranya
mereka mengenakan kerudung kepala warna hitam, seragamnya
ketat kencang warna hitam mengkilap, bahan bajunya agaknya
teramat tebal, sekujur badan serba legam, hanya kelihatan kedua biji matanya saja.
Melihat dandanan mereka yang aneh dan lucu, diam2 Kun-gi
membatin: "Cap ji-sing-siok berpa-kaian seaneh ini, terang bukan gertakan belaka untuk menakuti orang, bisa jadi mereka
meyakinkan semacam ilmu gabungan yang aneh dari aliran sesat"
Cepat Kun-gi berpaling ke arah Kongsun Siang, katanya: "Kau harus hati2."
"Hamba tahu," sahut Kongsun Siang.
Sambil menenteng pedang Kongsun Siang memapak maju,
hardiknya: "Kalian siapa yang maju, hayolah bertanding
denganku." Nao Sam-jua mendangus: "Sebelum ajal tentu kau takkan
kapok."Segeraia menudingorangdiujungkanan.
Laki2 baju hitam yang dituding segera melesat ke depan
menubruk Kongsun Siang. Gerak-gerik orang ini aneh cekatan,
tanpa bicara, jari2 kedua tangannya yang tertekuk seperti cakar segera mencengkeram.
Kongsun Siang meyakinkan Thianlong-kiam-hoat dan Long-hingpoh, begitu badan bagian atas doyong ke depan, tahu2 ia
berkelebat ke samping baju hitam, mulutpun membentak: "Lihat pedang!" Sinar pedang berkelebat, tahu2 ujung pedang sudah menusuk kebawahrusuksibaju hitam.
Tanpa berkelit dan menghindar si baju, hitam malah membalik
badan, kelima jarinya terpentang mencengkeram pergelangan
tangan Kongsun Siang yang memegang pedang.
Sigap dan cepat gerak serangan Kongsun Siang. "Trang", pedangnya dengan telak menusuk rusuk kanan si baju hitam, tapi
terasa ujung pedangnya seperti menusuk batu yang keras sekali.
Entah terbuat dari bahan apa pakain orang ini" ternyata tidak
mempan senjata, padahal pedang Kongsun Siang terbuat dari baja
pilihan, ternyatatakmampu melubangibadan lawan.
Baru saja mencelos hati Kongsun Siang, tampak sedikit
menggerakkan badan, kelima jari lawan tahu2 sudah mengincar
pergelangan tangannya, sekilas dilihatnya kuku jari lawan
berwarna hitam mengkilap, jelasdilumuriracun jahat.
Kaget dan gusar Kongsun Siang, lekas ia berkisar ke samping
dan sekali berkelebat dia memutar ke belakang lawan. "Sret", kembali pedangnya menusuk.
Walau mengenakan pakaian yang kebal senjata, tapi gerak gerik
orang berbaju hitam ternyata lincah sekali, mengiringi gerakan
Kongsun siang, iapun sudah putar tubuh dan ganti posisi, tangan ter-ayun dan segera menabas.
Pukulannya ternyata menerbitkan sambaran angin keras, malah
terasasambaranangin pukulan ini berbaubusukamis.
Guru Kongsun Siang, yaitu Lo long-sin merupakan gembong
aliran "liar", setiap hari dia mendidik muridnya secara keras, sudah tentu iapun ceritakan segala persoalan Bu-lim pada muridnya
termasuksegala macamilmusilatyanganeh2.
Begitu mencium bau bacin dan amis dari angin pukulan lawan,
tergerak hati Kongsun Siang, pikirnya: "Agaknya mereka sama meyakinkan Ngo-tok-ciang (pukulan lima bisa)." Maka dia tidak berani menandangi secara keras, badan menubruk kedepan,
segesit belut tahu2 dia terjang ke sebelah kiri, pedang menusuk bagian belakang musuh malah.
Duakali menubruktempatkosong,tiba2orangbajuhitambersiul
rendah, kedua tangan menari naik turun lebih kencang dibarengi
tubruk dari terjang. Kongsun Siang kembangkan langkah bentuk serigala, kelit ke
timur menghindar ke barat, dengan kelincahannya dia menandingi
lawannya, tapi kenyataan dia sudah lebih banyak bertahan
daripada balas menyerang. Maklumlah, pakaian musuh kebal
senjata, sia2lah serangan dan tusukan pedangnya, hanya peras
keringat dan menguras tenaga belaka.
Mereka bergebrak depgan sengit, pandangan Ling Kun-gi melulu
tertuju ke arah orang berbaju hitam, sudah tentu hanya dia yang bisa melihat dengan jelas, akhirnya alisnya berkerut, bentaknya tiba2 "Mundurlah Kongsun-heng."
Mendengar itu Kongsun Siang segera melompat mundur.
Ternyata si baju hitam tidak merangsak lebih lanjut, iapun berdiri diam.
Kongsun Siang kembali ke samping Kun-gi, katanya dengan
suara tertahan: "Cong-coh, pakaian yang mereka pakai agaknya kebal senjata."
"Ya, aku sudah lihat," sahut Kun-gi.
"Mereka tidak pakai senjata, tapi jari2nya berlumuran racun,"
demikian Kongsun Siang menam-bahkan, "angin pukulan juga
bacin dan amis, mirip pukulan Ngo-tok-ciang dan sebangsanya, tak boleh dilawan secara kekerasan."
"Ya, aku juga tahu, kalau mereka tidak punya bekal kepandaian yang menjadi andalan orang she Nao itu takkan berani takabur dan secongkak itu," merandek sejenak, lalu Kun gi berkata kepada empat temannya: "Kalian berdiri di tempat masing2 dan jangan sembarangan bertindak, biar kujajalnya sendiri." Sembari bicara pelan2 dia melangkah maju.
Kepandaian Kun-gi sudah sejak lama bikin para Houhoat dan
Hou-hoat-su-cia sama kagum dan tunduk lahir batin, jika diapun
tidak mampu mengalahkan Cap ji-sing-siok, apa yang bakal terjadi malam ini dapatlah dibayangkan. Dengan suara rendah mendadak
Kongsun Siang berkata: "Hati2-lah Cong-coh."
Kun-gi mengangguk, pelan2 dia berjalan ke depan Nao Sam-jun,
kira2 setombak jaraknya dia berhenti, katanya: "Anak buah Naotongcu ternyata memang lihay."
Mata Nao Sam-jun yang kelabu seperti mata mayat
memancarkan sinar dingin. katanya sambil menyeringai: "Jadi Linglote mau terima ajakanku" Haha, seorang ksatria harus bisa
melihat gelagat, tidak malu Ling-lotesebagaitokohyang menonjol."
Tidak terlihat secercah senyumpun pada wajah Ling Kun-gi,
katanya dengan nada berat: "Tidak sulit untuk mengajakku pergi, cuma orang she Ling ingin menjajal dulu sampai di mana tingkat
kepandaianmu, tentunya Nao-tongcu tidak menolak keinginanku?"
Berkelebat pula sinar kelam pada bola mata Nao Sam-jun
katanya: "Sebetulnya Lohu menerima perintah Hwecu untuk
mengundang Ling-lote, lebih baik kalau di antara kita tidak
merusak persahabatan, apalagi ditimbang situasi malam ini Lohu
yakin berada di atas angin, kemenangan jelas tergenggam di
tanganku, kalau harus bertempur lagi dengan mempertaruhkan
jiwa, bukankah aku jadi kehilangan kontrol pada diriku?"
Mendelik mata Kun-gi, katanya sambil ter-bahak2: "Kalau orang she Ling sudah menantang, mau atau tidak kau harus melayaniku
main beberapa jurus." Dia sudah berkeputusan: "menangkap rampok harus menawan pentolannya", maka lenyap suaranya
tangan kanannya tiba2 terangkat, "Sreng", pedang dilolos keluar.
Ih-thiankiam memancarkan sinar kemilau dingin, hardiknya sambil menuding Nao Sam jun: "Nao-tongcu, keluarkan senjatamu." Jarak ujung pedang yang ditudingkan ke dada Nao Sam-jun hanya
beberapa kaki saja, maka hawa pedang yang dingin tajam
langsung menerjang ke dadanya. Julukan Nao Sam-jun adalah
Kim-kau-cian ( gunting emas ), yang diyakinkan adalah
Kim-kau-ciansinkang, jari tangannya laksana gunting baja,
umpama pedang terbuat dari baja murni juga akan terjepit putus, dengan mengandalkan kedua jari yang hebat, selamanya dia tidak
pernah menggunakan senjata lain. Tapi serta melihat pedang
Kun-gi, bukan saja bentuknya amat kuno dan aneh, hawa
pedangnya dingin tajam, jelas bukan sembarangan pedang pusaka.
Walau Kim-kau-ciansinkang sudah diyakinkan sempurna, tapi
menghadapi senjata sakti setajam ini, tak berani ia pandang
enteng dan yakin akan kekuatan jari sendiri, mendadak ia ber-siul sekali, tiba2 badan bagian atas meliuk doyong kebelakang, kaki
menjejak tanah, dia berjumpalitan mundur.
Kun-gi tidak menduga orang akan lari sebelum bertempur, ia
terbahak2 sambil mengejek:
"Apakah Nao-tongcu jeri dan tidak berani bertempur
melawanku?" Belum habis bicara, tiba2 terasa angin berkesiur di belakang mencurigakan. Menyusul dia dengar teriakan peringatan
Kongsun Siang: "Cong-coh, awas belakang!"
Sebetulnya tak usah Kongsun Siang memperingatkan, tangan
kiri Kun-gi sudah terayun, secepat kilat seperti percikan api tahu2
menepuksekali, serentakbadanpunberputar membalik.
Kiranya siulan rendah dari mulut Nao Sam-jun tadi merupakan
tanda aba2 kepada Cap-ji-sing-siok, serempak dua belas orang
bergerak, dua bayangan orang bagai "elang menubruk anak ayam"
dari kirikanan terus menyergap Ling Kun-gi.
Sebagai murid Hoan jiu-ji-lay, kepandaian "mendengar kesiur angin membedakan senjata" Kun-gi sudah tentu telah mencapai puncaknya, terutama menyerang dengan tangan kiri ke belakang
meru-pakan ajaran tunggal perguruannya. Tepukan tangankiri dia
lancarkan sebelum badannya memutar, sa-sarannya adalah musuh
yangmenubrukdariarah kiri.
Sebetulnya orang berbaju hitam itu sudah menubruk tiba,
kelima jari2nya yang seperti cakar ayam itu hampir saja mencakar pundak kiri Kun-gi, mendadak terasa segulung angin kuat
menerjang dadanya, tanpa kuasa berkelit sedikitpun, "blang"
dengan telak dadanya kena dihantam dengan keras.
Kun-gi sudah kerahkan enam bagian tenaganya, bukan saja
daya tubrukan si baju hitam yang kuat itu terhenti malah dia
terdampar mundur lagi tiga tindak. Begitu melancarkan tepukan
tangan kiri ini baru Kun-gi berputar, kebetulan berhadapan dengan orang berbaju hitam yang menyerang dari sebelah kanan,
dilihatnya sorot mata orang ini mencorong buas, kelima jari2nya berwarna hitam legam seperti kaitan baja, hanya beberapa senti
lagi hampir mencengkeram pundaknya, betapa ganas serangan ini
sungguh sangat mengejutkan. Dalam seribu kerepotan lekas dia
tarik pundak ke bawah, berbareng pedang menusuk ke depan,
badanpun lantas doyong miring dan berkisar ke samping.
Gerakan kedua pihak teramat cepat, keduanya memberosot
lewat hampir bersentuhan badan, tahu2 jarak keduanya sudah
terpisah lagi. Waktu sinar pedang Kun-gi berkelebat tadi, orang berbaju hitam
mendadak menjerit tajam, ternyata jari2 tangannya yang hampir
mencengkeram pundak Ling Kun-gi itu telah tertabas kutung,
darah muncrat ke mana2. Nao Sam-jun terkejut, tak pernah terpikir oleh nya Kun-gi dapat bergerak segesit dan stengkas itu, padahal Cap-ji-sing-siok yang dipimpinnya sudah malang melintang di Kangouw dan jarang
ketemu tandingan, tak nyana dalam segebrak saja dua di
antaranya sudah terjungkal. Kalau anak muda ini tidak dibunuh,
kelak pasti merupakan bibit bencana yang bakal mengancam
orang2 Hek lionghwe. Tapi sebelum berangkat kemari Hwecu telah pesan wanti2
bahwa orang ini hanya boleh ditawan hidup2. Sekilas berpikir
mulutnya lantas bersiul dua kali, nada suaranya berbeda dari siulan tadi. Kini empat bayangan prang bergerak serempak, bagai anak
panah cepatnya mereka terus menubruk ke tengah gelanggang.
Dalam segebrak tadi Kun-gi memukul mundur seorang lawan
dan melukai tangan seorang lagi, seketika bangkit semangatnya,
meskipun pakaian mereka kebal senjata dan dibuat khusus toh
hanya begini saja kekuatannya.
Kejadian hanya berlangsung sekejap saja, dan si baju hitam
yang dipukul mundur Kun-gi sudah menubruk maju lagi, kedua
tangan terpentang sam-bil menerkam. Malah si baju hitam yang
terpapas jari2nya itu tampak menjadi liar dan buas, matanya
mendelik, tanpa hiraukan darah yang bercucuran di tangan
kanannya, dia menjerit seram dengan menyeringai sadis, kelima
jari tangan kanan bagai ganco meraih ke dada Ling Kun-gi.
Kedua orang ini hampir menyerang bersama, sengit dan
membabi buta, Kun-gi tidak berani lengah, lekas jari kanan
menuding, "sret" meluncur sejalur panah air mengincar biji mata orang di sebelah kiri.
Ih-Thiankiam dia pindah ke tangan kiri, kaki bergerak mengikuti gerakan pedang, segera dia lancarkan jurus Heng-sau-liok-ham,
sinar pedangnya bagai rentengan rantai perak menyabet ke arah
orang di sebelah kanan. Nao Sam-jun bersiul pendek dua kali, empat orang baju hitam
lain segera menubruk maju dari empat penjuru. Biasanya mereka
tidak gentar meng-hadapi senjata musuh, tapi Ih-thiankiam di
tangan Ling Kun-gi merupakan anugerah Thay-siang, bukan saja
sakti, berada di tangan Ling Kun-gi getaran pedangnya saja segera menimbulkan kesiur -angin yang cukup menggetar nyali setiap
lawannya, sinar kemilau tajam menyilaukan mata, perba-wanya
sungguh amat hebat. Keempat orang baju hitam yang menubruk
maju terpaksa menahan gerak-annya.
Celakalah si baju hitam yang kutung tangannya tadi, meski dia
sudah kapok dan melompat sejauh mungkin ke samping, tapi
panah air yang meluncur dari jari tengah Kun-gi itu adalah arak yang tadi diminumnya, menghadapi musuh2 tangguh ini, jika
dengan kekuatan Lwekangnya dia desak arak, itu keluar untuk
menyerang musuh lewat jarinya. Bagi Kun-gi senjata rahasia ini
hanya merupakan bantuan tidak berarti dikala menghadapi
sergapan kalap para musuhnya, tapi sebaliknya untuk lawannya
sasaran yang diincarnya itu justeru merupakan titik lemahnya.
Maklumlah seluruh tubuh orang itu terbungkus dalam pakaian
khusus yang tak mempan senjata tajam, hanya kedua biji matanya
saja yang tidak terlindung dan merupakan titik sasaran terlemah.
Betapa kuat dan keras daya tubrukannya ini, tak di duganya Kun-gi menyongsongnya dengan semburan arak yang dilandasi Lwekang
lagi, betapa hebat pula daya luncurnya, jadi keduanya saling
songsong dengan kecepatan seperti kilat menyamber, dikala dia
sadar Ling Kun-gi memapaknya dengan semburan arak, untuk
mengerem dan mundur sudah tak mungkin lagi, malah untuk
memejamkan mata juga tidak sempat pula, tahu2 rasa sakit pedas
merangsang ke dua matanya, sambil menjerit kedua tangan terus
menutup kedua mata, sudah tentu dia tidak sempat pikir untuk
melompat mundur lagi. Sementara sabetan pedang Ling Kun-gi telah bikin kelima orang
baju hitam menghindar mundur, dilihatnya orang yang tersembur
panah araknya sedang mencak2 kelabakan, tapi agaknya lukanya
tidak fatal, sekali berkelebat dia menyerbu ke depan orang, telapak tangan pelan2 dia dorong kedepan.
Pukulan ini dinamakan Mo-ni-in, ilmu pukul-an dari aliran Hud
yang sakti, betapa dahsyat kekuatannya terbukti dengan suara
erangan si baju hitam yang mengenakan pakaian kebal senjata
badannya terpental jungkir balik beberapa tombak jaubnya dan
mampus seketika. Lima orang baju hitam lain yang tersapu mundur oleh pedang
Ling Kun-gi juga tidak mundur jauh, mereka sudah terlatih baik
menghadapi situasi yang terburuk sekalipun, mereka seolah2
sudah kehilangan kesadaran akan awak sendiri, tapi rasa setia
kawan ternyata masih berkobar dalam sanubari mereka, melihat
kawannya terpukul mampus, sorot mata mereka menjadi buas dan
liar, semuanya menggerung gusar, tangan sama terpentang terus
menubruk maju bersamaan. Terutama si orang yang terkutung jari


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya, meski tinggal tangan kiri yang masih bekerja, tapi dia bersuit melengking tinggi, bagai serigala kelaparan dia menerjang lebih dulu dengan cakarnya yang berbahaya.
Menyaksikan pukulan Kun-gi merobohkan seorang musuh,
seketika terbangkit semangat tempur Kongsun Siang, melihat
musuh main keroyok, segera dia angkat pedang seraya berseru:
"Song-heng, Thio-heng, mari kita maju!"
Song Tek seng dan Thio Lam-jiang meski tahu pakaian lawan
kebal senjata, tapi serentak mereka pun angkat senjata hendak
terjun ke arena. Tapi Kun-gi keburu berseru: "Kalian tak usah maju." Lenyap suaranya, tangan kanannya mengebut sekali, tahu2 cahaya
kemilau hijau berkelebat, entah kapan ternyata tangan kirinya
sudah memegang sebilah pedang pandak (pedang pemberian
Tonglohujin). Tampak kedua pedang pusaka panjang pendek ditangannya itu
berkelebat kian kemari menghamburkan lingkaran sinar terang
yang mengelilingi tubuhnya.
Kelima orang itu tetap menggempur dengan teratur, walau amat
ketat dan kuat gaya gabungan ini, tapi mereka tahu senjata di
tangan Ling Kun-gi ini adalah pusaka yang tajam luar biasa,
pakaian kebal senjata mereka tidak akan tahan menghadapinya,
mau tidak mau mereka menjadi jeri sehingga tak berani mendesak
terlalu dekat, sembari menggerung dan meraung mereka
berkelebat kian kemari mengelilingi Ling Kun-gi.
Melihat lima anak buahnya masih tak mampu merobohkan Ling
Kun-gi, kembali Nao Sam-jun yang berdiri tiga tombak di luar
arena bersuit pula dua kali, orang2 berbaju hitam baru akan bertindak bila mendengar aba2 siulan ini, maka enam orang baju hitam yang tersisaserentakbergerakkearah KongsunSiangberempat.
Kongsun Siang cukup cerdik, segera dia berseru
memperingatkan: "Kalian awas!" Segera dia mendahului
menggerakkan pedang, sementara tangan kiri mencengkeram Kho
Ting-seng yang menggeletak di tanah, hardiknya beringas dengan
mengancam: "Siapa di antara kalian berani maju!"
Sementara Thio Lam-jiang, Song Tek-seng dan Ji Siu-seng
melompat maju ke kanan kiri orang, semua siap tempur.
Karena tertutuk Hiat-tonya Ji Siu-seng palsu menggeletak tak
dapat bergerak, hanya kedua biji matanya saja masih ber-kedip2
dan tak bisa bersuara. Sementara Kho Ting-seng hanya tertutuk
Hiat-to kedua pundaknya, begitu badannya dijinjing Kongsun Siang dan dijadikan tameng, seketika pucat mukanya, teriaknya
mendelik: "Kongsun houhoat, lepaskan, mereka sudah kehilangan kesadaran!"
Keenam orang itu merubung maju semakin dekat, mereka
meyakinkan ilmu sesat yang beracun sehingga watak mereka
menjadi ganas dan liar, hahikatnya mereka tiada punya kesadaran seperti manusia biasa. Kini melihat kawan sendiri yang menyaru
Kho Ting-seng berada di cengkeraman musuh, sesaat mereka
merandek bimbang untuk turun tangan.
Maka didengarnya Nao Sam-jun membentak dingin: "Lekas
turun tangan, bunuh semua dan habis perkara."
Keruan kejut dan takut luar biasa Kho Ting-seng, teriaknya:
"Nao-tongcu. kalian kan datang untuk menolong kami, memangnya mati hidup kamitidak kaupikirkan lagi. . . ?"
Mendengar desakan Nao Sam-jun tadi, enam orang baju hitam
serentak bersiul bersama, serempak mereka menubruk keempat
musuhnya. Sembari mengangkat tubuh Kho Ting-seng Kongsun
Siang menubruk maju dengan langkah gaya serigala, sementara
pedang panjang ditangan kanan bergetar, sinar kemilau berkelebat terus menusuk kedua biji mata si baju hitam yang menyerbu tiba.
Serangan pedang ini dinamakan Kim-cianjut-hong (jarum emas
menusuk ular sanca), ujung pedangnya menaburkan bintik2 sinar
kemilau, ternyata lawannya segera mendongak ke belakang
berbareng sikut kanannya menyampuk pedang lawan.
Serangan Kongsun Siang ini hanya gertakan, begitu sinar
pedangnya bertaburan tahu2 badannya meliuk ke sebelah kanan
dan memutarkebelakangsibaju hitam.
Berada di belakang lawan sebetulnya dia bisa menyerang, tapi
mengingat pakaian lawan kebal senjata, ditusuk atau dibabat
hanya menghabiakan tenaga sia2, tujuan memutar ke belakang ini
hanya untuk menghindar sementara dari sergapan lawan.
Maklumlah enam musuh sekaligus menubruk tiba, sementara pihak
sendiri hanya empat orang, betapapun dia harus melawan dengan
menggunakan akal dan perhitungan yang tepat.
Baru saja dia berada dibelakang lawan, mendadak terasa
sesosok bayanganhitamlainnyatelah menerkamdirinyadariarah kiri.
Belum lagi melihat jelas bayangan orang, cakar hitam bagai baja tahu2 sudah mencengkeram pundak Kho Ting-seng, sementara
tangannya yang lain membelah ke muka Kongsun Siang.
Sementara si baju hitam lawannya tadi juga telah putar balik,
dalam keadaan kepepet dan terdesak ini Kongsun Siang terpaksa
lepas tangan, segesit belut dia menyelinap keluar dari gencetan kedua lawannya.
Ketika merasa pundaknya kesakitan, Kho Ting-seng menjerit
ketakutan: "Nao-tongcu, ampun . . . ." belum habis dia berteriak, orangnya sudah jatuh semaput.
Dalam pada itu Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng
juga sedang menghadapi bahaya. Melihat perintah Nao Sam-jun
yang tak segan2 membunuh kawan sendiri, semula Song Tek-seng
hendak meniru Kongsun Siang dengan mencengkeram Ji Siu-seng
palsu sebagai tameng, tapi mengingat orang akan menjadi beban
belaka, terpaksa dia batalkan niatnya, malah sekali tendang dia bikin orang mencelat jauh ke pinggir sana, dengan
mengembangkan Loanpah-hong-kiam-hoat dari Go-bi-pay segera
dia bendung serbuan musuh.
Ilmu pedang Go-bi-pay memang terkenal acak2an, kelihatan
ngawur dan tidak teratur, tusuk ke timur potong ke barat, kian
kemari tidak menentu, sudah tentu gerak langkahnya harus
menyesuaikan gaya pedangnya, gemulai pergi datang dan berkisar
kian kemari. Betapapun aneh dan lihay ilmu pedang seseorang juga tidak
berguna menghadapi orang yang mengenakan pakaian kebal
senjata, tapi ilmu pedang yang dikembangkan Song Tek-seng ini
mengutamakan kelincahan, gerak langkahnya berkisar ke sana-sini, ternyata besar sekali manfaatnya bagi diri sendiri, paling tidak sementara dapat menghindar dari sergapan orang2 berbaju hitam.
Thio Lam jiang dari Hing-sinpay, Hing-sankiam-hoat
mengutamakan gerak melambung ke udara lalu menyerang sambil
menukik seperti burung elang menyambar anak ayam, tapi
manusia bukan sebangsa burung yang punya sayap dan bisa tetap
terapung di udara, dia mengandalkan kekuatan Lwekang dan
Ginkangnya saja, setiap kali senjatanya membentur lawan, meski
hanya sentuhan yang pelahan saja sudah cukup untuk
membuatnya mencelat tinggi pula ke alas. Memangnya orang2
berbaju hitam itu kebal senjata, tatkala menubruk turun cukup
pedangnya sembarangan menusuk badan lawan dan kembali ia
dapat pinjam tenaga pantulan itu untuk melam-bung keatas pula.
Tapi kalau seseorang harus selalu tahan untuk mengentengkan
badan agar bisa melambung ke atas, hal ini sudah tentu terlalu
banyak makan tenaga. Tapi berseliweran di antara orang berbaju
hitam yang aneh dan kebal senjbata, cara tempurnya ini justeru
paling berhasil dan menguntungkan.
Di antara keempat hanya Ji Siu-seng saja yang paling rugi. Dia
murid Bu-tong-pay, Lianggi-kiam-hoat Bu-tong-pay punya gaya
tersendiri, setiap gerakan pedangnya selalu melingkar2, ilmu
pedang yang mengutamakan kelembutan mengatasi kekerasan,
gerak tubuh dan langkah kaki mengikuti gaya pedang menurut
perhitungan Pat-kwa. Kini menghadapi musuh yang main sergap dan tubruk,
bersenjata cakar jari beracun dan berilmu silat tinggi lagi, maka ilmu pedangnya yang lihay menjadi mati kutu, lebih celaka lagi
gerak langkahnya yang harus dikembangkan menuruti gerak
pedangnya juga susah bekerja. Hanya beberapa gebrak saja dia
sudah kehilangan kontrol dan terdesak di bawah angin.
Sudah tentu tiga kawannya juga kehilangan inisiatif untuk balas menyerang, semua berada dalam bahaya, cuma keadaan dan
situasi yang dihadapi Ji Siu-seng lebih berat. Tatkala Kho Ting-seng menjerit, minta ampun kepada Nao Sam-jun itulah Ji Siu-seng juga menjerit kaget, pergelangan tangan kanan yang pegang pedang
tahu2 sudah terpegang oleh seorang berbaju hitam.
Pedang panjang dan pendek di tangan Ling Kun-gi menari2, dia
asyik menempur lima lawannya. Walau menggunakan sepasang
pedang pusaka, tapi kelima musuhnya juga teramat tangguh,
apalagi mereka sudan tahu senjata Ling Kun-gi tajam luar biasa, kekebalan baju mereka sudah tak berguna lagi, maka tiada
seorangpun yang berani menghadapinya secara langsung. Kelima
orang ini menduduki posisi tertentu, satu maju, yang lain segera mundur secara bergantian, satu sama lain saling bantu dan
mengisi. sehingga pertempuran berlang-sung cukup lama, tapi
tetap dalam keadaan bertahan sama kuat.
Lama2 Kun-gi hilang sabar, demi mendengar jeritan Ji Siu-seng,
dia berpaling dan dilihatnya pergelangan orang telah di tangkap musuh dan sedang meronta, keruan ia menjadi gelisah.
Sudah tentu dia tak tahan lagi, dengan gusar sambil menghardik
tiba2 kedua pedangnya berpencar, sinar kemilau dengan hawa
pedang yang dingin tajam bertaburan bagai badai menerjang ke
empat penjuru. Lebih dahsyat lagi di antara bergulungnya sinar
dan hawa pedang itu diselingi suara gemuruh, itulah salah satu
jurus Hwi-liong-kiam-hoat warisan keluarganya, jurus kedua yang dinamakan Liong-cancay-ya (naga bertempur di tegalan), kekuatan dan perbawanya bukan olah2 hebatnya.
Tak sempat lagi berkelit dan mengundurkan diri, kelima musuh
yang mengepung dirinya sama jungkir balik, seorang terbabat
putus kedua kakinya dua tertabas buntung sebuah lengannya,
sedang dua lagi yang berdiri agak jauh sama ter-guling2 keterjang sambaran angin.
Setelah melancarkan jurus pedang yang tiada taranya ini, Kun-gi tidak sempat lagi menyaksikan hasil kerjanya, segera ia melejit terbang ke sana, kembali ia mengembangkan jurus
Sinliong-jut-hun, pedang mendahului orangnya laksana bianglala
menerjang orang berbajuhitamyang memegang JiSiu-seng itu.
Orang yang pegang pergelangan tangan Ji Siu-seng itu rada
kewalahan karena Ji Siu-seng meronta sekuatnya dengan kalap,
dua jarinya dengan tipu Siang-liong-jiang-cu (dua naga berebut
mutiara) mendadak mencolok kedua mata lawan, berbareng kedua
kakinya bergantian menendang secara berantai, Betapapun dia
adalah murid Bu-tong-pay, kalau tidak tentu Pek-hoa-pang tidak
akan menyaringnya dan mengangkatnya menjadi Hou-hoat su-cia.
Bahwa ilmu pedangnya tadi sukar dikembangkan, tapi kedua
serangan menyolok dan tendangan dilancarkan dalam keadaan
kalap, ternyata perbawanya cukup hebat juga.
Kedua jari yang menyolok mata orang sangat lihay, terpaksa
lawan berusaha punahkan serangan ini, pada hal tangan kirinya
dibuat pegang tangan Ji Siu-seng, dia gunakan sikut tangan kanan untuk menyampuk jari Ji Siu-seng yang menyolok mata. Maka
terdengarlah suara "blang-blang" dua kali, tendangan Ji Siu-seng dengan telak mengenai perut orang, Sayang orang itu memakai
baju yang kebal senjata, walau tendangannya mengenai sasaran
dengantelaktapitidak mampumelukainya.
Sebetulnya Ji Siu-seng juga tahu bahwa mata orang tidak akan
berhasil dicoloknya, maka tendangan kedua kakinya menggunakan
seluruh kekuatannya, meski seluruh badan kebal senjata, tak urung orang itu tergentak mundur juga sambil meringis kesakitan.
Pada saat itulah, sinar pedang Ling Kun-gi bagai bianglala
menyambar kearahnya. Terasa oleh orang itu sinar kemilau
menukik turun dari udara, hakikatnya dia tak sempat melihat jelas, begitu sinar pedang tiba seketika dia menjerit ngeri, kelima jarinya terlepas, orangnyapun terjengkang jatuh ke belakang.
Rasa kaget Ji Siu-seng juga belum lenyap, badannya
sempoyongan dan akhirnya jatuh terduduk.
Dua jurus ilmu pedang yang dilancarkan Ling Kun-gi. boleh
dikatakan dilancarkan sekaligus dan telah membikin orang2
berbaju hitam itu mati satu tiga terluka, sungguh bukan kepalang hebat perbawanya sehingga orang2 lainnya sama berdiri melongo
dan jeri.. Menyusul segera terdengar suara siulan melengking menggema
di udara, orang2 berbaju hitam ber-sama2 berlompatan mundur
menyelinap masuk ke dalam hutan dan menghilang dengan cepat.
"Nao Sam-jun!" bentak Kun-gi mendadak sambil membalik badan.
Ternyata Kim-kau-cian Nao Sam jun dari Hwi-liong-tong sudah
tidak kelihatan lagi mata hidungnya, orang2 berbaju hitampun
sudah tidak kelihatan pula bayangannya.
Menyeka keringat di jidatnya Kongsun Siang menuding ke sana
sambil membentakberingas:"Kejar!",
Baru saja dia angkat langkah, Kun-gi telah berteriak: "Berhenti Kongsun-heng, jangan mengejar!"
Terpaksa Kongsun Siang urung mengejar, katanya dengan
gregetan: "Menguntungkan orang she Nao itu."
Lekas Kun-gi memeriksa keadaan Ji Siu-seng yang matanya
terpejam, untung kecuali pergelangan tangan yang dipegang si
baju hitam itu tiada luka2 lain, pergelangan tangannya
meninggalkan lima jalur bekas jari berwarna hitam, walau
tangannya keracunan, rasanya juga tidak terlalu payah, maka dia tutuk dua Hiat-to di badan orang supaya racun tidak menjalar.
Sementara itu Song Tek-seng, Thio Lam-jiang telah merubung
datang, melihat keadaan Ji Siu-seng mereka sangka Ji Siu-seng
terluka parah, tanyanya berbareng: "Cong-coh, bagaimana luka Ji-heng!"
Luka2 hitam ini jelas karena keracunan dari tangan si baju
hitam, untuk menyembuhkan harus menggunakan Le
liong-pi-tok-cu warisan keluarganya itu, tapi mutiara ini pantang diperlihatkan kepada orang lain, maka dia pura2 berpikir sebentar, lalu katanya: "Lukanya memang tidak ringan, terpaksa harus kubantu dengan saluran hawa murni baru jiwanya bisa tertolong,
untuk itu sedikitnya memerlukan waktu satu jam, pada saat
menyembuhkan luka2nya jangan sampai ada gangguan dari luar."
Sampai di sini dia lolos Ihthiankiam dan diserahkan kepada
Kongsun Siang, katanya: "Kongsun-heng boleh pakai pedang ini, berdirilah tiga tombak ke sana, jagalah arah utara." Lalu dia serahkan pedang pandak kepada Thio Lam-jiang, katanya pula:
"Thio-heng pakai pedang ini, berdiri tigatombaksebelah sana, jagalaharahbaratlaut."
Kedua orang terima pedang dan beranjak ke tempat yang
dltunjuk. Ling Kun-gi menambahkan: "Song-heng ada membawa
kotakSom-lo-ling, jagalahdipinggirdanau."
Song Tek-seng melengak, katanya membanting kaki. "Wah
kalau tidak Cong-coh katakan, hamba benar2 lupa kalau lagi
membawa kotak Som-lo-ling, Ai, sungguh sayang, mestinya tadi
bisa kugunakan untuk menghadapi mereka."
Kun-gi tertawa, katanya: "Tiada gunanya, betapapun kuat dan jahatnya Som-lo-ling tetap takkan bisa melukai orang2 yang kebal senjata itu, kecuali kau mengincar mata mereka, apalagi mereka
belum tentu memberi kesempatan padamu, celaka malah kalau
sampai terebut oleh mereka."
"Cong-coh memang benar," ucap Song Tek-seng. Dia rogoh keluar Som-lo-ling terus beranjak ke pinggir sungai.
Setelah ketiga orang ini disingkirkan, lekas Kun-gi keluarkan
mutiara penawar racun itu digilindingkan pergi datang di tangan kanan Ji Siu-seng. Hanya semasakan teh kemudian lima jalur hitam ditangan kanan Ji Siu-seng telah lenyap. Kun-gi simpan
mutiaranya, lalu kedua tangan memijat dan mengurut beberapa
kali di leher Ji Siu-seng untuk melancarkan jalan darahnya.
Tiba2 Ji Siu-seng membuka mata, dilihatnya Ling Kun-gi duduk
bersimpuh di sampingnya, segera dia berlutut di depan orang,
katanya sambil menyembah beberapa kali: "Dua kali Cong-coh menolong jiwa hamba, cara bagaimana hamba harus membalas."
Lekas Kun-gi memapahnya bangun, katanya: "Ji-heng, berbuat apa kau?"
"Ayah-bunda melahirkan, aku, tapi Cong-coh dua kali telah
menolong jiwaku . . . "
''Jangan berkata demikian Ji-heng, sebagai Cong-hou-hoat
adalah tugasku untuk memberantas anasir2 jahat ini, demikian
pula menolong kau adalah kewajibanku. . . . "
Ji Siu-seng ingin bicara, lekas Kun-gi berkata pula: "Jangan bicara lagi Ji-heng, marilah kita periksa keadaan, mereka
mengundurkan diri tanpa membawa Kho Ting-seng dan orang
yang menyarudirimu, entahdiasudah matiatau masih hidup?"
Dari samping tiba Song Tek-seng bersuara tertahan: "Lapor
Cong-coh, muncul lima sampan cepat di sana, kelihatan lajunya
arah kita." Waktu Kun-gi memandang kesana, memang dilihat lima sampan
laju pesat menerjang ombak menuju ke arah mereka. Cuma
jaraknya masih terlampau jauh, jadi sukar membedakan yang
datang kawan atau lawan"
Sejenak Kun-gi berpikir, katanya kemudian: "Song-heng, coba nyalakan kembang api sebagai tanda, kalau sampan, itu milik Pang kita,merekapastiakan menyalakankembangapipula."
Song Tek-seng mengiakan, segera dia keluarkan sebatang
kembang api dan dipasang, "Sreng", sejalur kembang api meluncur ke udara dan akhirnya ?"Tar-tar-tar" meletus tiga kali di angkasa, tampak bola api berwarna hijau menyala menerangi langit sampai
lamasekalibaru padam. Baru saja kembang api yang diluncurkan di sini hampir padam,
dari salah satu sampan yang mendatangi itu juga meluncur sejalur apiyangsama meletusdiangkasa.
Song Tek-seng bertepuk girang, serunya: "Kiranya orang
sendiri, aneh sekali, Liang-heng dan kawan2nya hanya memiliki
tiga sampan, dari mana di peroleh, dua sampan lagi?"
"Waktu kita melawan Cap-ji-sing-siok tadi, sinar pedang
berkelebatan, tentunya orang2 di kapal juga melihatnya, kelima
sampan cepat ini mungkin sengaja menyusul. kemari hendak
memberibantuan,"demikianucap Kun-gi.
"Kalau Cong-coh tidak unjuk kesaktian, bila kita harus
menunggu datangnya bala bantuan, mungkin sejak tadi kita semua


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mati konyol,"demikian kelakarKongsunSiang.
Kun-gi terima kembali kedua pedangnya, katanya: "Ilmu silat Cap-ji-sing-siok memang tidak lemah, tapi mereka mengutamakan
kekebalan baju terhadap segala macam senjata, beruntung aku
memiliki kedua macam senjata pusaka ini yang kebetulan dapat
memecahkan kekebalan mereka."
Mereka lantas memeriksa kedaan setempat, ternyata orang
yang menyaru jadi Kho Ting-seng yang tadi direbut oleh orang2
berbaju hitam telah menggeletak di atas rumput dan tak bernyawa lagi, kepalanya pecah terpukul, keadaannya amat mengerikan.
Jelas orang2 baju hitam juga berlaku kejam terhadap orang
sendiri. Malah Ji Siu seng palsu yang menggeletak tertutuk Hiat-tonya di semak rum-put sana ternyata masih hidup, tadi Song Tekseng melemparnya, agak jauh dari arena pertempuran, sehingga
tidak menjadi perhatian orang berbaju hitam. Disamping itu masih ada pula tiga sosok mayat.
Seorang matiterpukulolehMo-ni-in Ling Kun-gi.
Seorang lagi adalah orang yang melawan Ji Siu-seng, kena
terbabat putus pinggangnya menjadi dua oleh pedang Ling Kun-gi.
Orang ketiga adalah yang buntung kedua kakinya karena terbabat
oleh jurus Liong-cancay-ya yang dilancarkan Ling Kun-gi,
menginsafi kedua kakinya buntung dan tak mungkin melarikan diri, dari pada tertawan musuh, dia pukul remuk kepalanya sendiri, mati bunuh diri atau mungkin juga dipukul mati temannya sebelum
mengundurkan diri. Pendek kata dalam pertempuran singkat ini Cap ji-sing-siok
telah kecundang, pantas kalau Nao Sam-jun cepat2 melarikan diri dengan anak buahnya.
Sementara itu kelima sampan tadi sudah menepi. Orang
pertama yang lompat ke daratan adalah Hupangcu So-yok, disusul
Hwehoa, Lianhoa, Giok-li dan Bikui. Di belakangnya lagi baru
Coh-houhoat Leng Tio-cong, Houhoat Liang Ih-jun dan kedua
pembantunya Ban Yu-wi dan Sun Ping-hian.
Lekas Kun-gi pimpin Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio Lamjiang dan Ji Siu-seng menyambut di tepi sungai, dia menjura dan katanya: "Kenapa Hupangcu juga ikut kemari?" .
Lekat tatapan So-yok, katanya, dengan heran: "Apa yang terjadi di sini?"
Kun-gi tersenyum, jawabnya: "Hwi-liong-tongcu dari Hek-lionghwe membawa anak buahnya mengadakan sergapan di sini, tapi
kejadian sudah usai."
"Hwi-liong-tongcu?" seru So-yok heran sambil celingukan.
"Mana mereka" Tiada yang tertawan?"
"Sudah dipukul mundur, mereka meninggalkan tiga mayat,"
ucap Kun-gi. So-yok banting kaki, katanya gegetun: "Kalau datang lebih dini, tentu mereka dapat kita jaring seluruhnya."
"Cap ji sing-siok yang datang malam ini semuanya kebal
senjata, kalau Cong-coh tidak berada di sini, hanya kita beberapa orang ini, pasti sudah ditumpas habis, memangnya mampu kami
membekuk mereka?" "Apakatamu?"teriakSo-yok kurang senang.
Merah muka Kongsun Siang, sahutnya menunduk: "Hamba
berkata sesuai kenyataan."
So-yok mendengus geram. Kuatir Kongsun Siang banyak mulut
dan membuat So-yok gusar, lekas Kun-gi menyela: "Bagaimana Hupangcu bisa menyusul kemari?"
Sikap kaku So-yok seketika sirna, katanya aleman setelah,
melerok sekali: "Masih tanya lagi, kau suruh aku menangkap orang, tapi urusannya kau rahasiakan kepadaku, tengah malam
tadi baru Sam-moay naik ke atas membawa suratmu dan suruh
aku bertindak menurut petunjuk . . . . . . "
Kongsun Siang berdiri di sebelah samping, jaraknya cukup
dekat, melihat sikap dan mimik So-yok waktu bicara dengan Ling
Kun-gi begitu mesra dan aleman, tanpa terasa kepalanya
menunduk semakin rendah. Kun-gi tersenyum, katanya: "Memang Cayhe suruh Congkoan
memberikan surat itu kepada Hu pangcu setelah lewat kentongan
kedua, harap Hu-pangcu maaf."
"Memangnya siapa yang salahkan kau?" omel So-yok, tiba2 dia cekikikan. "Kau diberi kekuasaan oleh Thay-siang untul
membongkar urusan ini, jangankan aku, Toacipun harus tunduk
pada perintah mu, memangnya aku berani membangkang."
"Thay-siang memberi kuasa, Pangcupun harus tunduk padamu", hal ini sama sekali tidak diketahui oleh orang2 yang ada ditingkat kedua, yaitu para Houhoat dan Hou-hoat-su-cia.
Diam2 mencelos hati Coh-houhoat Leng Tio-cong, telapak
tangannya berkeringat dingin, pikirnya: "Bocah ini selangkah lagi manjat ke atas, untung aku tidak berbuat salah terhadapnya."
"Berat ucapan Hupangcu, tentunya 'Nyo Keh-cong' bertiga telah diringkus bukan?" (Nyo Keh-cong, Sim Kiansin dan Ho Siang-seng asli sudah gugur dan digantikan mata2 Hek-liong-hwe, hal ini telah dibeberkandalamtanyajawabLing Kun-gidanCinTek-hong tadi).
So-yok tertawa, katanya.: "Sudah tentu teringkus semua, malah mereka sudah mengaku terus terang," lalu dia menyambung: "tadi Kiu-moay melaporkan, katanya dari sini kelihatan cahaya pedang
melambung tinggi, kemungkinan Ling-heng ketemu musuh
tangguh, maka buru2 aku menyusul kemari."
Baru sekarang Coh-houhoat Leng Tio-cong sempat tampil ke
depan dan berkata sambil menjura: "Cong-coh memang ahli
meramal dan tepat perhitungan, tajam pandangan dan tegas
tindakan, sekali jaring seluruh mata2 musuh yang terpendam telah digaruk seluruhnya, sungguh aku merasa amat malu dan
menyesal, selanjutnya aku tunduk lahir-batin kepada Cong-coh."
"Leng-heng terlalu merendah," ucap Kun-gi tertawa, "akupun secara kebetulan saja memergoki muslihat mereka."
"Eh mana Cin Tek-hong?" tanya So-yok, "apakah dia melarikan diri" Menurut pengakuan Nyo Keh-cong, dialah pemimpin mata2
musuh." "Cin Tek-hong sudah mati," Kun-gi menerangkan, "mati diserang oleh orang mereka sendiri, soal tidak penting, yang paling penting adalah para Cap-ji-sing-siok yang kita hadapi malam ini, pakaian yang mereka kenakan semuanya kebal senjata, untuk
penyerbuan kita ke Hek-liong-hwe kali ini, hal ini merupakan
masalah yang harus segera dipecahkan untuk mengatasinya, kalau
tidak pihak kita pasti akan rugi besar."
"Bukankah ada tiga musuh yang mati, di mana mereka. Hayo
kita periksa bersama", kata So-yok.
"Nah, itulah di sana," Kun-gi menuding. Lalu dia iringi So-yok menghampiri mayat2 itu.
So-yok melolos pedang dan membacok tubuh salah satu mayat
itu, bacokannya menggunakan enam bagian tenaganya, tapi
pedangnya terpental balik tak dapat tembus badan orang. Keruan
So-yok melenggong, katanya heran: "Kulit apakah ini?"
"Cayhe tidak tahu, kita angkut saja mayat2 ini pulang dan
diperiksa lebih lanjut."
"Cara ini paling baik, eh, mereka dinamakan Cap-ji-sing-siok, jadi seluruhnya ada 12 orang."
Kun-gi lalu tuturkan kejadian tadi. Sebelumnya dia suruh orang
banyak menggali liang besar, pakaian kulit hitam yang dipakai
ketiga orang mati itu ia suruh belejeti, mayat mereka dikubur
bersama Cin Tek-hong, Kho Ting-seng, Jiu Siu-seng sendiri
menjinjing tawanan musuh yang menyaru dirinya naik ke sampan
lebih dulu, kejap lain semua orang sudah berada di sampan dan
lalu balik ke kapal besar.
Laksana panglima yang kembali dari medan perang dengan
kemenangan gilang gemilang. Sementara itu di atas kapal,
Pek-boapangcu Bok-tan, Congkoan Giok-lan sudah duduk
menunggu sekian lamanya di tingkat kedua. Yu-houhoat Coa Liang
pimpin seluruh Houhoat dan Hou-hoat-su-cia terpencar disekeliling kapal menyambut kedatangan mereka.
Kun-gi bertanya, So-yok langsung masuk ke ruang besar, dua
orang Hou-hoat-su-cia menyambut diambang pintu.
Dua pasang lilin raksasa menyala terang benderang di ruang
besar. tampak Pek-hoa-pangcu du-duk di kursi ujung atas
menyandang meja panjang, Tho-hoa dan Kiok-hoa berdiri di
kanankirinya, di sebelah belakang adalah para Tay-cia, pakaian
mereka ringas bersenjata siap tempur.
Melihat Kun-gi, Pek-boa-pangcu Bok-tan berdiri, katanya sambil
tertawa lebar: "Apakah Ling-heng kepergok musuh?" Sorot matanya menyala terang penuh perhatian. tapi juga penuh rasa
kasih sayang yang amat mendalam.
Kun-gi menjura, katanya: "Terima kasih atas perhatian Pangcu, di Gu-cu-ki setelah Cayhe ber-hasil menangkap Cin Tek-hong, pada saat kami mengorek keterangannya, Nao Sam-jun
Hwi-liong-tongcu dari Hek-liong-hwe tiba2 muncul dengan
Cap-ji-sing-siok yang kebal senjata. .. . . . "
Terbeliak mata Pek-hoa-pangcu Bok-tan, katanya kaget:
"Banyak jumlah bala bantuan musuh" Akhirnya bagaimana?"
"Syukurlah, berkat wibawa Pangcu yang sakti, musuh
meninggalkan tiga sosok mayat dan melarikan diri.'
Cerah senyuman Pek-hoa-pangcu Bok-tan katanya: "Itu berkat kesaktianLing-heng sebagaiCong-su-ciayangperkasa."
"Toaci," sela So-yok, "Cap-ji-sing-siok dari Hek-liong-hwe semuanya berpakaian kulit yang kebal senjata, kita sudah belejeti pakaian ketiga korban itu."
Sementara itu Leng Tio-cong, Kongsun Siang dan lain2 juga ikut
masuk ke ruangan besar, baru sekarang mereka sempat maju
memberi hormat kepada sang Pangcu. Sedangkan Song Tek-seng
dan Thio Lam-jiang tampil ke depan menghaturkan ke tiga pakaian kulit itu. Sementara Ji Siu-seng juga maju memberi hormat sambil tetap mengempit tawanannya. '
Sebentar Pek-hoa-pangcu pandang Ji Siu-seng palsu, lalu
bertanya: "Mana Cin Tek-hong dan Kho Ting-seng?"
"Kedua orang ini sudah terbunuh musuh, kami sudah
menguburnya," tutur Kun-gi..
Sambil melirik Ji Siu-seng palsu Pek-hoa-pangcu berkata pula:
"Inikah utusan mereka yang memalsukan Ji Siu-seng. Untung Lingheng membongkar kedok dan muslihat jahat mereka, kalau tidak
sebelum kita tiba di sarang Hek-liong-hwe, seluruh Hou-hoat-su-cia sudah ditukar dengan orang2 mereka." Lalu dia mengulap tangan dan menambahkan: "Gusur dia dan sementara sekap saja di
gudang bawah."' JiSiu-seng mengiakanterusgusurJiSiu-sengpalsukeluar.
Pek-hoa-pangcu berkata lebih lanjut: "Silakan duduk Ling-heng, tadiKiu-moay telah memberi laporanpadaku, dari arahGu-cu-ki ada cahaya pedang yang berkelebatan, dikuatirkan Ling-heng menghadapi bahaya serbuan musuh, maka kusuruh Ji-moay menyusul
ke sana memberi bantuan, kukira pertempuran kalian pasti sangat sengit dan ber-bahaya, sukalah Ling-heng kisahkan kejadian tadi?"
Kun-gi menarik kursi dan berduduk.
So-yok ikut duduk di sebelahnya, sekilas dia melirik Song Teksong dan Kongsun Siang, katanya: "Seorang diri tadi Ling-heng menghadapi Cap-ji-sing-siok, musuh yang tangguh dan kebal
senjata, tentu badan amat lelah, kukira kalian boleh bergantian mengisahkan kejadian itu."
Kongsun Siang mengangguk, katanya: "Baiklah, biar hamba
yang memberi laporan kepada Pangcu."
Pek-hoa-pangcu manggut2 setuju.
Kongsun Siang lalu bercerita cara bagaimana mereka berhasil
menjebak Cin Tek-hong , serta mengorek keterangannya, sampai
tahu2 Nao Sam-jun muncul bersama Cap ji-sing-siok, lalu mereka
bentrok dengan sengit, seorang diri Ling Kun-gi berhasil
membunuh dan melukai Cap-ji-sing-siok, seluruh peristiwa
diceritakannya dengan lengkap dan teliti. Kongsun Siang berwajah cakap dan pandai bicara, maka peristiwa menegangkan yang
mereka alami itu dapatlah dia kisahkan dengan baik dan menarik
sehingga hadirin yang mendengarkan seolah2 ikut menyaksikan
sendiri ditempat itu. Waktu dia bercerita cara bagaimana pedang pusaka sekaligus membabat kutung tangan orang serta memukul
mati lawan, hadirin sama bertepuk tangan memuji.
Dengan seksama Pek-hoa-pangcu periksa baju kulit rampasan
yang berada di atas meja, tanyanya sambil angkat kepala:
"Tahukah kalian terbuatdarikulitapakahpakaian ini?"
Tahu bahwa pakaian kulit ini tak mempan senjata tajam, meski
senjata rahasia dan pukulan saktipun takkan dapat melukai
pemakainya, maka para hadirin jadi lebih ketarik, beramai2 mereka merubung maju, tapi tiada seorangpun yang mampu memberi
keterangan. Akhirnya Sam-gansia Coa Liang buka suara: "Hamba pernah
dengar orang mengatakan di laut utara ada tumbuh sejenis
binatang anjing laut, kulit bersisik lembut dan halus sekali, dapat dibuat pakaian yang kebal senjata dan tahan pukulan, sarang Hekliong-hwe mungkin terletak tak jauh dari Pak-hay, maka tidak
heran kalau mereka bisa memproduksi pakaian anjing laut ini
secara besar2an." Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Ya, mungkin saja, akhir2
ini Hek-liong-hwe memang telah merangkul banyak sekali orang2
kosen dari berbagai kalangan, kalau mereka sama mengenakan
pakaian seperti ini dan kita tidak lekas mempersiapkan diri,
mungkin bisa mengalami kegagalan."
"Buat apa Toaci kesal?" ujar So-yok, "Bukankah Cap ji-sing-siok telah dibikin porak poranda dengan tiga mati dan tiga luka oleh Ling-heng, akhirnya melarikan diri dalam keadaan serba runyam?"
Kata Pek hoa-pangcu: "Itu baru seorang yang memiliki Lwekang dan kepandaian setinggi ini, diantara kita sebanyak ini, kalau
berhadapan dengan musuh yang kebal senjata, bukankah kita
sendiri bisa runyam jadinya?" ia melongok keluar jendela melihat cuaca, katanya pula: "Sudah terang tanah, sebentar lagi
Thay-siang akan bangun, soal ini betapapun harus cepat
kulaporkan kepada beliau." Ia berpaling dan berpesan kepada seorang pelayan: "Bakni, ambillah perangkat pakaian itu dan ikut aku ke atas, dua perangkat yang lain serahkan kepada
Ling-houhoat untuk menyimpan sementara." Lalu ia berdiri dan menambahkan pula: "Ling-heng, Ji moay, mari kita menghadap Thay-siang."
Ling Kun-gi, So-yok dan Giok-lan berdiri bersama. "Silakan Lingheng," Pek-hoa-pangcu angkat sebelah tangannya.
"Pangcu silakan dulu," Kun-gi, merendah, "mana berani hamba mendahului.?"
Pek-hoa-pangcu tersenyum, katanya: "Mengapa Ling-heng lupa, Thay-siang sudah memberi mandat padamu, kau berkuasa penuh
untuk membongkar perkara ini, aku dan Ji-moay termasuk
pembantu saja, maka silakan Ling-heng jalan di depan."
Kata2 ini terucap dari mulut sang Pangcu sendiri, sudah tentu
bobotnya jauh berbeda. Baru sekarang semua orang tahu bahwa,
Ling Kun-gi adalah orang kepercayaan Thay-siang, kedudukannya
seolah2lebihtinggi dariPangcu danhupangcu malah.
Memangnya hal ini sebetulnya tidak perlu dibuat heran, dinilai
taraf ilmu silat dan martabat Kun-gi, dalam kalangan Bu-lim masa kini sukar dicari orang kedua yang mirip dengan Kun-gi. Maka
semua orang sudah menduga dan kini semakin yakin bahwa Ling
Kun-gi akan semakin menanjak ke atas menjadi calon menantu,
cuma bakal mempersunting Bok-tan, sang Pangcu yang cantik
rupawan merajai semua perempuan yang ada di sini, atau menikah
dengan So-yok, Hupangcu yang cerdik pandai dan berkuasa serta
garang dan angkuh ini Betapapun Kun-gi tidak mau jalan di depan, terpaksa Bok-tan
membuka jalan, disusul So-yok terus Giok-lan dan ke 10 Taycia
beriring naik ke tingkat ketiga.
Tiba di depan kabin tengah di mana Thay-siang berada, kecuali
Bwehoa yang dinas malam ini, Bikui pernah menyaru jadi Cu-cu,
tapi iapun tidak berani sembarangan masuk ke kabin, maka para
Taycia lantas menyebar ke sekitarnya. Sementara Pek-hoa-pangcu
dan Ling Kun-gi berempat lantas masuk.
"Urusan apa, Kun-gi?" tanya Thay-siang segera.
Lekas Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba akan memberi laporan kepada Thay-siang."
"Baiklah, tunggu sebentar," seru Thay-siang.
Kun-gi memberi hormat, hanya dia saja yang tidak tekuk lutut
menyembah, sementara Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sama tekuk
lutut menyembah tiga kali dan berseru bersama: "Tecu
menyampaikan sembah sujud kepada Suhu."
Walau wajahnya tertutup cadar, tapi suara Thay-siang terdengar
lembut ramah: "Bangunlah kalian." Lalu dia duduk di kursi kebesarannya, tanyanya kepada Kun-gi: "Ling Kun-gi, baru
sekarang kau menghadap, memangnya perkara. Ci Gwat-ngo dan
komplotannya sudah kau bongkar seluruhnya?"
"Lapor Thay-siang," seru Kun-gi, "syukurlah hamba tidak sia2
menunaikan tugas berat ini."
''Em, baik sekali," tampak sinar terang kedua mata Thay-siang dibalik cadarnya, katanya lembut dengan tertawa: "Memang, kau anak bagus, Losin tahu kau cukup mampu menjaring mereka
semua, maka Losin beri kuasa penuh padamu, kiranya kau tidak
mengecewakan Losin. Oya, kalian lekas duduk, bicaralah pelan2."
Betapa halus dan kasih sayang panggilan "anak bagus" itu, bagi Kun-gi sendiri tidak merasakan apa2 tapi Pek-hoa-pangcu seketika merah jengah dan bukan kepalang rasa riang dan syur hatinya,
Sejak Thay-siang menyerahkan lh-thiankiam kepada Kun-gi, sejak
itu pula perasaan Bok-tan sudah mantap seolah2 soal jodohnya
sudah terangkap. "Terima kasih," sahut Kun-gi, lalu dia duduk di kursi sebelah bawah. Maka Pek-hoa-pangcu, Hu pangcu dan Congkoan juga ikut
duduk. Kun-gi mulai bercerita sejak dia diangkat menjadi Cong-su-cia,
malam itu seseorang coba membunuh dirinya menggunakan Somlo-ling, cara bagaimana dia menguntit musuh dan setelah dianalisa dengan teliti, dia yakin bahwa orang itu pasti Cin Tek-hong adanya.
Waktu kembali didapatinya Kho Ting-seng yang berjuluk Gintancu
ternyata hanya begitu saja kepandaiannya, padahal dia tersohor
dengan pelor peraknya itu, setetah dekat dan diawasi kiranya
wajah orang sudah terias, kedua hal inilah mulai menimbulkan rasa curiganya.
Kemudian di atas kapal, Nyo Keh-Cong dan Sim Kiansin kembali
dengan luka2, didapatinya pula wajah kedua orang ini riasan juga, hari ketiga demikian pula yang terjadi pada Ho Siang-seng dan Kho Ting-seng yang kembali dari ronda. Urusan berkembang
sedemikian pesat, ini sudah jelas menandakan bahwa musuh
memang bekerja sejak lama dan direncanakan dengan matang,
setiap orang kita yang keluar ronda, pulangnya ditukar seorang
dengan kaki tangan musuh.
Thay-siang manggut2, ujarnya: "Kau memang cerdik, ai, ada
kejadian begitu, kenapa tidak kau katakan sejak mula?"
Sedikit membungkuk Kun-gi berkata: "Harap Thay-siang
maklum, urusan semacam ini, kalau tiada bukti, mana boleh
sembarangan menuduh orang?"
"Betul," ucap Thay-siang.," manggut2. "Coba teruskan." Kun-gi melanjutkan uraiannya bahwa mungkin karena waktu itu dirinya
berhasil membuat obat penawar getah beracun, maka pihak Hekliong-hwe berusaha melenyapkan dirinya, maka terjadilah Ci Gwatngo memfitnah dirinya dengan menyembunyikan barang bukti di
kamarnya, lalu dia ceritakan sampai pada giliran Cin Tek-hong
mendapat tugas untuk ronda malam. Secara diam2 ia lantas
perintahkan Kongsun Siang, Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang
agar membekuk para kelasi perahu Cin Tek-hong dan Kho
Ting-sing, betul juga pada badan para kelasi ini diperoleh sebuah kotak Somlo-ling, maka dia lantas meninggalkan sepucuk surat
rahasia kepada Congkoan, surat harus dibuka setelah kentongan
kedua dan supaya disampaikan kepada Hupangcu untuk
membekuk Nyo Keh-cong dan Sim Kiansin berdua, sementara
dirinya bersama Kongsun Siang berempat menyamar kelasi dan


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cara bagaimana Cin Tek-hong memasang lampu merah di ujung
perahu lalu mendarat di Gu-cu-ki, di sana orang telah mengatur
muslihat hendak menawan Ji Siuseng, tapimalahberbalik
kenadi-ringkus olehnya. Pelan2 Thay-siang menepuk kursi, katanya mengangguk:
"Bagus sekali, memang tidak malu kau sebagai Cong-su-cia
Pek-hoa-pang kita, bagaimana selanjutnya?"
Kun-gi tidak berani main sembunyi, cara bagaimana dia,
mengorek keterangan dari Cin Tek-hong dia tuturkan pula
seterang2nya, Thay-siang hanya manggut saja, tidak tanya seluk
beluk Hek-liong-hwe lebih lanjut.
Diam2 Kun-gi merasa heran, pikirnya: "Kenapa dia tidak tanya lebih lanjut" Memangnya dia sudah jauh lebih tahu akan
seluk-beluk Hek-liong hwe"'
Selanjutnya dia tuturkan Cin Tek-hong mendadak mati terbunuh
oleh orang2 pihak mereka sendiri dan menurut Nao Sam-jun, atas
perintah Hwecu mereka, dia diperintah menawan Kun-gi hidup2 . .
. Tampak mimik Thay-siang menaruh perhatian akan hal ini,
matanya membulat ke arah muka Ling Kun-gi, tanyanya: "Apa
yang dia katakan padamu" Katakan terus terang, jangan
disembunyikan." Tutur Kun-gi: "Dia bilang asal hamba betul2 bisa membuat obat penawar getah beracun, Hek-liong-hwe tidak akan kikir memberi
imbalan upah besar dan kedudukan lebih tinggi . . . . "
"Bluk", Thay-siang menggebrak meja, seruhya gusar: "Mereka memancing dan hendak menyogok kau."
Pek-hoa-pangcu, Hupangcu dan Giok-lan sama berjingkat kaget.
Kun-gi juga gelisah dan jeri, katanya: "Hamba..."
Thay-siang angkat kepala, katanya ramah: "Lo-sin tidak
salahkan kau, lanjutkan keterangan ini."
Lalu Kun-gi tuturkan cara bagaimana seorang diri dia melabrak
Cap-ji-sing-siok, meski lawan memakai seragam kebal senjata,
beruntung dia membekal Ih-thiankiam anugerah Thay-siang yang
tajam luar biasa, beruntun dia melukai enam orang musuh, melihat gelagat tidak menguntungkan cepat2 Nao Sam-jun mencawat ekor
melarikan diri. Pada akhir ceritanya Ling Kun-gi berpaling dan berkata kepada
Giok-lan: "Tolong Congkoan suruh mereka membawa pakaian
kebal senjata itu kemari dan diperlihatkan kepada Thay-siang."
Giok-lan mengiakan, dia beranjak ke pintu serta menggapai,
maka Bak-ni melangkah masuk sambil membawa pakaian kulit itu
terus diaturkan ke hadapan Thay-siang.
Hanya sekilas Thay-sung pandang baju kulit itu lalu berkata
sinis: "Kukira Cap-ji-sing-siok apa, kiranya orang2 yang berpakaian kulit binatang, memang kulit anjing laut ini kebal senjata."
Mendengar nada perkataan orang Kun-gi berkesimpulan bahwa
agaknya Thay-siang sudah tahu akan pakaian kulit anjing laut ini, diam2 dia merasa heran.
Terdengar Thay-siang berkata lebih lanjut dengan suara lembut:
"Ling Kun-gi, kali ini kau berhasil membongkar komplotan musuh yang menyelundup ke dalam Pang kita, inilah merupakan pahala
besar sekali . . . . ." bicara sampai di sini entah sengaja atau tidak matanya melirik kearah Pek-hoa-pangcu Bok tan. "Kerjalah yaug baik, lebih giat dan rajin, Losin tidak akan menyia2kan bakat dan kebaikanmu." Kata2nya sudah gamblang, sejak mula kiranya dia sudah ada maksud menjodohkan Bok-tan kepada Ling Kun-gi. Pekhoa-pangcutampakmaludan menunduksemakinrendah.
Sudah tentu Kun-gi juga merasa ke arah mana ucapan Thaysiang ini, tapi karena Thay-siang tidak bicara blak2an, tidak enak dia bicara lebih banyak, maka sekenanya dia membungkuk serta
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
"Aku ikut, boleh tidak?"
K n gi te teg n sah tn a menggeleng "Jangan
non cant berkata: "Terima kasih Thay-siang."
Sebaliknya terasa hampir meledak dada So-yok dengan penuh
"Bagus, penggal saja kepala mereka," Thay-siang memberi perintah.
"Tecu terima perintah," sabut So-yok membungkuk.
"Hamba ada sebuah permohonan," sela Kun-gi.
Lembut suara Thay-siang: "Kau ada pendapat apa, boleh kau
utarakan." "Mata2 Hek-liong-hwe yang diselundupkan ke Pang kita semua di bawah pengawasan Ci Gwat-ngo dan Cin Tek-hong, kedua
pemimpinnya ini sudah mati, sisa yang lain hanyalah anak buah
Hek-liong-hwe yang berkedudukan rendah, kukira dipunahkan saja
ilmu silat mereka dan berilah kesempatan hidup kepada mereka,
semutpun ingin hidup apa lagi manusia, kukira tidaklah jelek kita memberikan kebijaksanaan ini dan menaruh belas kasihan
terhadap mereka. . . "
So-yok menjengek dingin: "Hek-liong-hwe sudah jelas
bermusuhan dengan kita, terhadap musuh buat apa menaruh belas
kasihan segala" Mereka menyelundup kemari bukankan orang2 kita
juga sudah menjadi korban" Hutang jiwa harus bayar jiwa, inilah hukum kodrat yang cukup adil."
Thay-siang tersenyum, katanya lembut: "Waktu gurumu masih
muda dulu juga tidak pernah mengampuni setiap musuh, beberapa
tahun belakangan ini sudah tekun mempelajari ajaran agama,
nafsu dan emosi sudah jauh tertekan. Begini saja, bahwa Ling
Kun-gi sudah telanjur mintakan ampun bagi mereka, maka baiklah
ampuni saja jiwa mereka."
"Thay-siang memang bajik dan welas asih, hamba
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga," seru Kun-gi.
Sejenak merandek lalu ia berkata ppla: "Hupangcu, masih ada sebuah persoalan yang ingin hamba sampaikan.".
"Adaurusanapa?"suaraSo-yokdingin ketus.
"Nona kecil yang menyamar Cu-cu itu adalah orang dari Ceng-liong-tong, Ceng-liong-tong merupakan seksi dalam di Hek-lionghwe, sekarang baru kita ketahui bahwa Ui-liong-tong yang
termasuk seksi luar bermarkas di Ui-lionggiam di utara Kunlunsan, sejauh ini belum diketahui dimana letak markas seksi dalam
mereka, maka orang ini teramat penting bagi kita, hendaklah
jangan kau punahkan dulu ilmu silatnya."
So-yok memandangnya dengan dingin, tanpa memberi
tanggapan terus putar badan tinggal keluar.
Melihat sikap orang yang kaku dan dingin, diam2 Kun-gi
menggerutu dalam hati, entah soal apa yang menyebabkan dia
begitu, dihadapan sekian banyak orang juga mengumbar adat,
Kungi hanya menyengir saja, katanya setelah membungkuk kepada
Thay-siang: "Kalau Thay-siang tiada pesan apa2, hamba mohon diri saja."
"Ya, boleh kau pergi," rujar Thay-siang. Kun-gi menjura lalu mengundurkan diri.
Waktu itu hari sudah terang benderang, sementara kapal juga
telahberlayar. Cahayamentariterasahangatdancemerlang.
Kun-gi menengadah menghirup napas panjang, sambil
berpegang langkan kapal pelan2 dia beranjak turun dari anak
tangga kembali ke tingkat kedua, ternyata sernua orang masih
tunggu di kamar makan kecuali yang bertugas diluar. Sekilas dia menyapu pandang lalu berkata dengan kalem: "Semalam suntuk kalian tidak tidur, kenapatidakbubar dan istirahatsaja?"
Coh-houhoat Leng Tio-cong segera memapak maju, katanya
tertawa:."Karena semalam Cong-coh berhasil membongkar seluruh jaringan mata2 musuh yang menyelundup di Pang kita mendirikan
pahala besar lagi, maka kita semua ingin menyampaikan selamat
pada mu." "Menjaring mata2 dan melawan serbuan musuh dari luar,
adalah tugas dan tanggung jawabku, apalagi kejadian semalam
juga berkat bantuan para saudara, toh bukan pahalaku seorang,
kita semua orang sendiri, soal memberi hormat segala sungguh tak berani kuterima."
Tengah bicara tampak dari luar berbaris masuk sembilan dara
kembang yang menyoreng pedang, setiap dara kembang
membawa sebuah nampan warna merah tertutup kain warna
hitam, entah barang apa yang berada di nampan kayu itu" Begitu
masuk ke ruang makan kesembilan dara kembang lantas berdiri
berjajar, serempak memberi hormat, lalu seorang yang berdiri
paling ujung buka suara: "Seksi hukum telah menunaikan tugas memenggal kepala sembilan mata2 musuh, harap Cong-su-cia
periksa adanya." Seiring dengan kata2nya, berbareng kesembilan dara kembang itu menyingkap kain taplak yang menutup nampan
merah itu. Ternyata nampan kayu itu semua berisi batok kepala
manusia yang masih berlepotan darah segar.. Mata2 musuh yang
dijatuhi hukuman mati penggal kepala ini jelas adalah orang2 yang menyamar Nyo Keh-cong, Sim Kiansin dan Ho Siang-seng,
demikian pula empat kelasi sampan yang masing2 bernama Li
Hek-kau, Ong-ma-cu, Lim Telok dan Kim-lo-sam. Batok kepala
terakhir berambut panjang awut2an, beralis lentik bermuka halus, jelas adalah batok kepala gadis cilik yang menyaru Cu-cu.
Sembilan dara kembang yang membawa nampan berisi batok
kepala manusia ini semua masih muda belia, berparas cantik
bertubuh montok menggiurkan, pakaian mereka ringkas ketat,
dengan garis tubuh yaug mempesona, tapi sembilan batok kepala
manusia yang berlepotan darah itu jauh menarik perhatian orang
dan terasa menjijikan, siapapun takkan percaya bahwa dara2
kernbang ayu jelita seperti mereka ini tega memenggal kepala
kesembilan korbannya ini.
Semula hadirin sama bersorak tawa gembira, kini semuanya
melongo seram dan berdiri bulu kuduknya. Ling Kun-gi sendiri juga tertegun diam sekian lamanya.
Maklumlah, atas persetujuan Thay-siang para mata2 ini hanya
diputus hukuman punahkan ilmu silatnya tapi diampuni jiwanya,
terutama gadis cilik yang menyaru Cu-cu dipandang lebih penting, maka dia merasa perlu berpesan kepada So-yok untuk menjaga
dan menyelamatkan jiwanya, karena hanya dara cilik inilah yang
tahu letak markas Ceng-liong-tong, musuh yang amat terahasia
itu. Diam2 ia mendongkol, serunya naik pitam: "Siapa yang
perintahkan kalian memenggal kepala mereka?"
Terdengar seorang menanggapi di luar pintu: "Sudah tentu atas perintahku!" Seiring suaranya tampak So-yok melangkah masuk.
Tak tertahan, seperti dibakar hati Ling Kun-gi, katanya dongkol:
"Sudah kumohon ampunkan jiwa mereka kepada Thay-siang. ."
"Yang berkuasa dalam seksi hukum aku atau kau?" tukas So-yok sengit. "Setiap tugas urusan dalam Pang kita masing2 diurus oleh jabatan masing2, apakah Cong-su-cia tidak merasa mencampuri
urusan orang lain?" "Hupangcu memang menjabat rangkap seksi hukum, tapi
tahukah kau telah menggagalkan urusanku?" semprot Kun-gi.
"Menggagalkan urusan apa?"
"Umpama kata dara cilik yang menyaru Cu-cu ini, dia adalah pelayan Cui-tongcu yang berkuasa di Ceng-liong-tong, hanya dia
saja yang tahu di mana letak markas Ceng-liong-tong, maka tadi
kupesan kepada Hupangcu supaya tidak memunahkan ilmu
silatnya, kini kau malah membunuh dia. . . ."
Membesi hijau muka So-yok, jengeknya: "Aku mengagalkan
urusanmu, memangnya kau sudah kepincut pada dara molek ini,
maka kau melarang aku menyentuh dia. . . .."
Merah muka Ling Kun-gi, semprotnya marah: "Kau memang usil dan sengaja cariperkara."
"Ling Kun-gi!" teriak So-yok, "berani kau .... memakiku?"
Setelah membanting kaki dia terus putar badan berlari keluar. Dia pikir setelah marah dan berlari keluar, Kun-gi pasti akan
mengejarnya keluar, tak terduga beberapa langkah kemudian,
waktu dia berpaling, Kun-gi masih berdiri mematung di tempatnya.
Saking marah tak tertahan dia berteriak: "Ling Kun-gi, keluarlah kau!"
Kun-gi tetap berdiri tidak bergerak. Diam2 Kongsun Siang
mendekati dan berbisik: "Watak Hu pangcu selamanya angkuh, dalam segala persoalan Ling-heng harus bersabar dan mengalah,
dia memanggilmu keluar, mungkin dia merasa menyesal, di sini
banyak orang dan malu menyatakan kesalahannya, lekaslah Lingheng keluar saja." Mengingat orang adalah Hupangcu, tak pantas dihadapan orang banyak dirinya marah2 padanya, Kun-gi
mengangguk lalu beranjak keluar. Sementara sembilan dara
kembang masih berdiri menjublek, karena pertengkaran Hupangcu
dan Cong-su-cia menyangkut perintah yang mereka lakukan,
mereka menjadi pucat ketakutan.
Coh-houhoat Leng Tio-cong mengacung jempol kepada Kongsun
Siang, katanya tertawa: "Kongsun lote memang pandai bicara, syukurlah kau berhasil membujuk Cong-su-cia."
"Ah, hamba hanya membujuk Cong-su-cia supaya tidak bekerja menurutiadat saja."
Leng Tio-cong tetap tersenyurn, katanya sambil menoleh ke
arah para dara kembang: "Nona2, kalian boleh mengundurkan
diri." Serempak kesembilan dara menjura terus mengundurkan diri.
Menyapu pandang seluruh hadirin, Leng Tio-cong buka suara
sambil mengelus jenggot kambing di dagunya: "Semalam kalian tidak tidur, sekarang boleh kembali ke kamar masing2 untuk
istirahat." Hanya Kongsun Siang seorang yang bertaut ke dua alisnya,
seperti dirundung persoalan rumit yang mengganjel hatinya, dia
tetap mondar-mandir di ruang makan sambil menggendong
tangan. Keadaan sepi lengang, dalam ruang makan yang luas ini kini
tinggal Kongsun Siang dan Sam-gansin Coa Liang yang duduk
dibangku panjang sambil mengangkat sebelah kakinya di atas
bangku.. Hari ini. dia menjadi komandan para petugas siang.
Dengan memicingkan mata dan miring kepala dia memandang
Kongsun Siang, tanyanya: "Kongsunlote, kau ada ganjelan hati apa?"
Kongsun Siang menggeleng: "Mana ada ganjelan hati segala."
Coa Liang meraih secangkir teh terus diteguknya, katanya
Raja Pedang 7 Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 14

Cari Blog Ini