Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bayangan Malaikat 8

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 8


sangka kedatangan kami ternyata sudah terlambat satu tindak
sehingga partai kalian harus mengalami bencana yang besar"
Sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Yen yen
Thaysu. "Entah disebabkan persoalan apa sehingga antara partai
kalian sudah terjadi kesalah pahaman dengan suhengku
berdua?" Ci Si Sangjien selagi akan menjawab, Yen yen Thaysu
keburu sudah menukas, "Berulang kali dia menyaru sebagai
berkerudung yang menyerang jago-jago dari aliran lurus,
bahkan kali ini bersekongkol dengan si pencuri Su Hay Sin Tou
mencuri tasbeh "Jan Siang Liam Cu" dari Ciangbunjin kami
serta membinasakan banyak sekali anak murid kami, jikalau
tidak dikasi hukuman hal ini mana boleh jadi!"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng merasakan
hatinya rada bergerak. "Apakah dari partai kalian punya bukti jika perbuatan ini
dilakukan oleh berdua orang suhengku?"
Dari belakang tubuh Yen Yen Thaysu tampak berjalan
keluar seorang hweesio tua yang matanya mendelong ke
dalam. "Pinceng melihat dengan mata kepala sendiri, apakah kau
bisa salah melihat orang lain?"
"Siapakah gelar dari thaysu?"
"Pinceng Wu-Gong sekarang menjabat sebagai pengurus
ruangan kitab!" Mendadak Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... hee.... sekarang ini memang banyak sekali
orang yang menganggap Bajingan sebagai ayah sendiri, salah
melihat orang adalah soal yang biasa"
"Apa maksud perkataanmu?" kontan saja air muka Wu
Gong Thay berubah hebat. Tan Kia-beng hanya tertawa dingin, ia lantas menoleh ke
arah Ci Si Sangjien. "Dibalik peristiwa ini tentu ada hal hal yang lebih mendalam
artinya. Cayhepun pernah menemukan orang-orang Isana
Kelabang Emas berbuat jahat dengan meyaru sebagai si kakek
berkerudung berjubah hitam harap Sangjin suka melakukan
penyelidikan yang lebih jelas lagi sebelum bertindak.
"Loolap pun tidak berani percaya penuh akan tuduhan ini"
Ci Si Sangjin mengangguk, "Tetapi peristiwa ini terjadi sangat
kebetulan sekali, sehingga hal ini membuat kamipun mau tak
mau harus menaruh curiga terhadap Hu Thayhiap serta Sin
Tou Sicu" "Hmmm! kecuali Su Hay Sin Tou siapa lagi yang bisa
mencuri tasbeh Jan Siang Lian Cu yang selalu berada disisi
tubuh ciangbunjin"...." tambah Yen Yen Thaysu dengan cepat.
Saat itulah mendadak hati Tan Kia-beng jadi terang
kembali, sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Yen Yen
Thaysu. "Sewaktu terjadi peristiwa di dalam kuil kuno apakah
Thaysu pun ikut hadir dikalangan?"
"Hmm! jika pincengpun hadir disana tidak mungkin mereka
berhasil dengan usahanya...."
Tan Kia-beng lantas tersenyum.
"Mungkin waktu itu Thaysu sedang berlatih ilmu
meringankan tubuh 'Tat Mo It Wie Tok Kiong' bukan?"
Setelah merandek sejenak dengan wajah serius kembali
ujarnya, "Keadaan situasi pada saat ini sangat berbahaya
sekali, aku berharap untuk sementara kalian lepaskan dulu
niat kalian untuk menemukan sang pembunuh karena urusan
ini tak akan mendatangkan kebaikan buat kalian. Bahkan
mungkin sekali kesempatan baik ini akan digunakan sebaikbaiknya oleh pihak lawan."
Air muka Yen Yen Thaysu pada saat ini sudah berubah
hebat, ia hanya mendengus dingin tanpa menjawab.
Waktu itu Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong serta Su Hay Sin
Tou pun sudah berjalan kesisi tubuh Tan Kia-beng.
JILID: 16 Walaupun watak Hu Hong dingin, kaku kukoay dan congkak
tetapi terhadap perguruannya sangat menghormat dan Tan
Kia-beng memiliki seruling pualam putih hal ini berarti dialah
Ciangbunjin dari perguruan. Oleh sebab itu sejak munculnya
pemuda tersebut di tengah kalangan dia sama sekali tidak
berbicara sepatah katapun. Ia sudah serahkan seluruh
persoalan ini ke tangan siauw sute nya ini.
Sedangkan Su Hay Sin Tou walaupun menghormati Tan Kiabeng sebagai "Toako"nya, tetapi di dalam keadaan semacam
ini ia tak dapat berdiam diri.
Mendadak badannya maju ke depan, kemudian kepada Ci Si
Sangjin tegurnya dingin, "Aku si pencuri tua selamanya tidak
akan mengganggu orang jika orang lain tidak mulai
mengganggu aku dulu kedatanganku kali ini ke gunung Ui
sampai tidak lebih karena memandang kepentingan Tan Kiabeng. Hmm! jangan kalian kira partai Siauw lim adalah sebuah
partai besar lantas aku tidak berani cari gara-gara! jikalau
sampai aku si pencuri tua sudah gusar.... Heee.... heee....
rasanya tidak akan mendatangkan banyak keuntungan buat
kalian." Sebelum Ci Si Sangjien memberikan jawabannya, si Pek-tok
Cuncu sudah menyambung pula dengan nada yang seram,
"Kalian semua betul-betul tidak tahu diri dan menggigit kawan
sendiri, aku siuler beracun bersama-sama Toako dari jauh
datang kemari untuk bantu kalian mengusir musuh, tidak
disangka ternyata kalian menganggap si pencuri tua serta Huheng sebagai musuh buyutan. Hmm! sekarang kita tidak usah
banyak berbicara lagi, kini kau si hweesio gede boleh ambil
keputusan dengan satu ucapan, jikalau kalian sungguh
sungguh mau berkelahi.... haaa.... haaa.... haaa.... aku si ular
beracun pun sudah seharusnya mencoba-coba kelihayan dari
ilmu silat aliran Siauw lim-pay"
Keadaan dari Ci Si Sangjien pada saat ini benar-benar serba
salah, ia tahu jika urusan tak akan segampang itu, tetapi iapun
tak dapat berbuat apa apa terhadap tuduhan susioknya Yen
Yen Thaysu serta sutenya Wu Gong Siansu, ditambah pula
tasbeh seratus nol delapan buah mutiaranya kena dicuri, tiga
puluh orang anak muridnya kena terbunuh menghadapi
peristiwa besar semacam ini ia sebagai seorang ciangbunjin
tak akan dapat ambil keputusan begitu saja tanpa melakukan
suatu penyelidikan yang teliti.
Ia sendiripun mengerti empat orang yang berada
dihadapannya rata rata tak gampang diganggu, sekali salah
bertindak kemungkinan sekali akan mendatangkan bencana
yang tak ternilai buat partainya.
Apalagi partai Siauw-lim pada saat ini masih menghadapi
bayak urusan, ia tidak ingin banyak menahan bibit
permusuhan lagi dengan orang lain.
Oleh karena itu setelah mendengar perkataan yang ketus
dari kedua orang siluman tua tersebut ia menghela nafas
panjang dan goyangkan kepalanya berulang kali.
"Pinceng pun tahu jika banyak urusan terjadi karena
kesalah pahaman. Tetapi aku berharap kalian berdua suka
menjawab secara terus terang apa maksud tujuan kalian
dengan menyaru sebagai orang berkerudung dan lari lari
digunung Ui san?" "Soal ini cayhe sendiri yang perintahkan" jawab Tan Kiabeng dengan cepat. "Tujuannya hendak menolong mereka
yang naik ke gunung untuk menonton keramaian"
Mendadak Wu Gong Siansu maju setindak kesisi Ci Si
Sangjien kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... usiamu masih kecil tapi berani
benar pentang bacot bicara semaunya, manusia semacam kau
apa berhak untuk memerintahkan mereka?"
Sejak tadi Tan Kia-beng sudah dapat mengenali kembali
jika sang hweesio ini adalah salah seorang dari tiga orang
hwesio yang mengadakan pembicaraan rahasia di tengah
hutan, tak terasa iapun ikut tertawa dingin.
"Cayhe sedang berbicara dengan Siauw-lim ciangbunjin,
apa kau punya hak untuk ikut menimbrung?"
Di dalam hati kecilnya Wu Gong siansu sudah ada maksud
tertentu, ia mengerti jika Tan Kia-beng dan kawan-kawannya
bukanlah manusia yang boleh diganggu, oleh sebab itu ia
sengaja hendak membakar hati mereka supaya dengan bagitu
tujuan mengusir mereka pergi dari sana bisa tercapai.
karenanya dengan air mukanya berubah hebat ia tertawa
dingin. "Heee.... heee.... sejak semula Hudya sudah tahu jika kalian
manusia manusia dari perguruang Teh-leng-bun tak
seorangpun merupakan manusia baik. Si Penjagal Selaksa Li
sudah penuh dosa dengan pembunuhannya yang mendekati
kekalapan. Thay Gak Cungcu pun sudah membunuh orang tak
ternilai jumlahnya, dan kini kau bersekongkol pula dengan
pihak Isana Kelabang Emas untuk mengaco belo digunung Ui
san. Hmm! Mungkin kau bisa mengelabui orang lain tapi
jangan harap bisa meloloskan diri dari sepasang mata Hud
yamu." Tan Kia-beng yang mendengar ia menghina nama baik Tehleng-bun, hawa gusar di hatinya tak dapat dikuasai lagi.
pikirnya. "Peristiwa ini ada delapan bagian tentu hasil karyanya,
jikalau rencana kejinya tidak aku bongkar, mungkin urusan
akan semakin tidak bisa diberekan lagi."
Pikiran berputar, lima jari mendadak dipentangkan lebarlebar dan langsung menyambar pergelangan tangan dari Wu
Gong Siansu. "Bajingan penghianat perguruan, ini hari kau tak bakal lolos
dari keadilan!" bentaknya keras.
Serangan yang dilancarkan ini cepat bagai kilat, tahu-tahu
pergelangan tangan dari Wu Gong Siansu sudah tercengkeram
kencang kencang. Tetapi dengan kepandaian hasil latihan hampir mencapai
puluhan tahun ini, mana dia suka menyerah dengan begitu
saja" hawa murninya kontan disalurkan untuk meronta sekuat
tenaga. Tetapi cengkeraman dari Tan Kia-beng sangat kencang
bagaikan japitan besi, ia merasakan separuh badannya sudah
kaku sama sekali tak bertenaga.
Tindakan dari Tan Kia-beng ini kontan memancing rasa tak
puas dari para hweesio Siauw-lim-pay lainnya, mereka
bersama-sama membentak keras dan turun tangan untuk
menolong. Si Penjagal Selaksa Li membentak keras, telapak tangannya
dipentangkan mengirim segulung angin pukulan hawa dingin
yang merasuk ketulang sumsum menahan datangnya
terjangan para hweesio tersebut.
Diikuti suara tertawa seram bergema memecahkan
kesunyian, si Pek-tok Cuncu serta Su Hay Sin Tou pun samasama turun tangan. Empat buah telapak tangan besi berkelebat memenuhi
angkasa, masing-masing orang mengirim satu pukulan
dahsyat ke depan. Ketika orang itu adalah jago-jago yang terkenal diseluruh
dunia kangous, tenaga lweekang mereka amat sempurna dan
kecuali Yen Yen Thaysu serta Ci Si Sangjien tak ada yang bisa
melawan. Oleh karena itu setelah mereka turun tangan maka para
hweesio lainnya kontan kena terdesak mundur ke belakang.
Setelah Tan Kia-beng berhasil menawan Wu Gong Siansu
dengan cepat dibawanya ke hadapan Ci Si Sangjin. Teriaknya
keras, "Hweesio ini bekerja sama dengan seorang hweesio
gemuk berusia pertengahan telah menghianati perguruan,
cayhe sudah wakili Sangjien untuk menawannya harap kau
suka turun tangan memberi siksaan agar ia mau mengaku
rasanya untuk menanyakan soal tasbeh thaysu yang hilangpun
ia pasti mengetahui jelas."
Air muka Ci Si Sangjien berubah jadi dingin kaku, ia melirik
sekejap ke arah Tan Kia-beng.
Mendesak dengan sepasang mata yang memancarkan
cahaya tajam ia melototi sekejap ke atas wajah Wu Gong
Siansu, akhirnya sambil menghela napas panjang ujarnya,
"Sauw hiap, untuk sementara harap kau suka lepas tangan!"
Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak, selagi akan lepas
tangan mendadak segulung angin pukulan yang maha dahsyat
membokong dari samping badan tanpa menoleh lagi badannya
dengan ringan sudah menyingkir tiga depa ke arah samping.
Setelah itu ia baru menoleh, tampaklah Yen Yen Thaysu
dengan wajah kaku sudah muncul dihadapannya.
"Hmmm! sekalipun anak murid Siauw-lim-pay tidak becus,
kaupun tidak usah banyak urusan untuk ikut campur, cepat
lepaskan dia" bentaknya keras.
"Sebetulnya cayhepun tidak ingin banyak ikut campur
dalam urusan partai kalian" seru Tan Kia-beng dingin "Hanya saja dikarenakan urusan ini menyangkut kepentingan maka
harus menjelaskan dahulu persoalan ini, mau percaya atau
tidak itu terserah padamu sendiri."
Kiranya Wu Gong Siansu ini adalah murid kesayangan dari
Yen Yen Thaysu sedang sang hweesio inipun merupakan
seorang yang membelai anak didiknya melihat Tan Kia-beng
menuduh anak muridnya berhianat, hatinya jadi teramat
gusar. "Omong kosong! kau dapatkan berita ini dari mana?"
bentaknya kembali keras keras.
"Heee.... heee.... heee.... cayhe dengar mata kepala sendiri,
tidak mungkin bisa salah lagi" dengan Tan Kia-beng sambil
mendorong tubuh Wu Gong Siansu ke arah Ci Si Sangjien.
Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong yang selama ini tidak ikut
ambil bicara, mendadak meloncat kehadapan Tan Kia-beng.
"Sute! tidak usah banyak bacot lagi dengan mereka, mari
ikut pergi....!" ajaknya.
Watak Ci Si Sangjin kendati diluar kelihatan ramah
sebetulnya dalam hati bersifat keras. Pada hari-hari biasa
karena memandang di atas wajah Yen Yen Thaysu ia masih
bisa bersabar tiga bagian.
Tetapi kini, sesudah menemukan peristiwa penghianatan
perguruan, ia tak ingin berpeluk tangan dengan demikian saja.
Setelah Tan Kia-beng mendorong tubuh Wu Gong Siansu ke
arahnya, ia lantas serahkan murid durhaka tersebut kepada
anak buahnya. "Jaga dirinya!"
Empat orang pelindung hukum segera melangkah Wu Gong


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siansu dan dibawa ke samping kalangan.
"Sicu! tunggu sebentar, pinceng ada beberapa perkataan
yang hendak ditanyakan" seru Sang Ciangbunjin dari Siauwlim pay ini lagi. "Sangjin ada urusan apa?" Tan Kia-beng menoleh.
"Sejak partai Siauw-lim didirikan oleh Couw-su belum
pernah kuil kami menemui peristiwa penghianatan oleh murid
murid durhaka, karena itu bilamana Sicu suka menceritakan
keadaan yang sesungguhnya, pinceng merasa sangat
berterima kasih" Tan Kia-beng melirik sekejap ke arah Yen Yen Thaysu,
terlihatlah seluruh otot otot besar di atas keningnya sudah
menonjol keluar sepasang matanya dengan memancarkan
cahaya tajam berputar putar dan melototi dirinya dengan
penuh kegusaran. Tak terasa lagi pemuda kita tertawa tawar.
"Peristiwa inipun berhasil cayhe temui karena secara
kebetulan saja, jikalau Sangjien ada maksud untuk
mendengarkan sudah tentu akan cayhe ceritakan sejelas
jelasnya" Iapun mulai menceritakan apa yang sudah ditemuinya
dalam hutan dan apa yang sudah dibicarakan ketiga orang
hweesio durhaka tersebut tanpa ketinggalan sepatah katapun.
Ci Si Sangjien yang mendengar kisah tersebut tak kuasa lagi
merasakan badannya merinding, bulu kuduk pada berdiri,
sedang hweesio hweesio lain yang ada di sekeliling
kalanganpun pada dibuat berubah wajah.
Sian Si Sangjien adalah Sute dari Ci Si Sangjien dan kini
menjabat sebagai penguasa pendopo semedi, kepandaiannya
tidak berada dibawah kepandaian silat Ci Si Sangjin.
Pada hari biasa ia mempunyai watak yang licik, kaku dan
banyak akal, hal ini sudah diketahui oleh seantero isi kuil, oleh
karena itu jikalau ia bisa bersekongkol dengan pihak Isana
Kelabang Emas untuk berhianat, kemungkinannya memang
sangat besar. Tetapi menghadapi persoalan yang demikian besarnya
sudah tentu ia tidak ingin menceritakan kepada orang lain,
persoalan ini hanya bisa diadukan kepada para Tiang-loo yang
kedudukannya lebih tinggi untuk ambil keputusan hukuman.
Oleh karena itu kendati di dalam hati ia merasa terkesiap
dan gusar, tetapi diluaran tetap tenang-tenang saja.
Sinar matanya lantas dialihkan ke atas wajah Yen Yen
Thaysu. "Walaupun urusan ini belum bisa dibuktikan benar tidaknya,
tetapi demi menjaga segala kemungkinan terpaksa tecu
menahan Wu Gong sute beberapa hari. bagaimana dengan
maksud susiok?" "Heee.... heee.... heee.... kau adalah Ciangbunjin, seluruh
kekuasaan ada ditanganmu, buat apa kau menggubris aku
yang jadi Susiok....?"
Ci Si Sangjien dalam hati ia merasa sangat tidak puas,
tetapi iapun tidak ingin banyak menggubris urusan ini, kembali
tangannya dirangkap di depan dada.
"Jikalau susiok tak ada pendapat, tencu pun akan
mengambil tindakan tersebut."
Ia putar badan menghadap Tan Kia-beng wajahnya
berubah jadi amat serius.
"Pinceng mengerti Sicu mempunyai watak yang jujur dan
bersifat kependekaran, apa yang diucapkan tak bakal
merupakan kata-kata bohong belaka. Dan kini untuk
mengadakan segala kemungkinan nama akan mengadakan
persiapan-persiapan. Jikalau kalian beberapa orang tiada
urusan lain silahkan berlalu dari sini."
Tan Kia-beng pun tahu, setelah pihak Siauw-lim-pay
menemui kejadian semacam ini sudah seharusnya
mengadakan persiapan-persiapan yang perlu, karena itu buruburu ia mohon diri. "Sangjien bisa mengambil tindakan yang benar, cayhe
merasa amat kagum sekali. Kamipun harus melakukan pula
kemulut gunung lainnya, maaf kami mohon diri terlebih
dahulu." Pemuda ini lantas putar badan mengajak Si Penjagal
Selaksa Li sekalian untuk diajak berlalu.
Mendadak.... "Tunggu sebentar!" bentak Yen Yen Thaysu gusar, "Kalian kira bisa meninggalkan tempat ini dengan demikian gampang"
Hmmm! tidak akan segampang ini!"
"Jadi kau ada maksud menahan kami disini?" teriak Tan Kiabeng sambil putar badan dan tertawa dingin.
Yen Yen Thaysu mendengus dingin, sepasang matanya
dengan memancarkan cahaya tajam mendadak dialihkan ke
atas wajah Ci Si Sangjien.
"Kau terlalu percaya perkataan orang lain menuduh anak
murid perguruan sendiri dengan semaunya. Hmmm! dosamu
benar-benar tidak kecil."
"Walaupun urusan ada bukti dan Loolap tidak akan perduli
terhadap anak muridku yang kau tahan, tapi dengan begitu
mudah kau lepaskan si penbunuh anak murid kita! Apa kau
kira tindakanmu ini benar" Tasbeh seratus nol delapan butir
Jan Siang Liam Cu sebagai tanda kepercayaan paling tinggi
dari Ciangbunjin pun lenyap ditanganmu. Hmm! Belum pernah
kejadian semacam ini pernah kutemui!"
Nadanya keras bersifat teguran dari seorang angkatan tua
terhadap angkatan muda walaupun kedudukan Ciangbunjin
Siauw-lim-pay sangat terhormat tapi iapun tak dapat bersifat
kurang terhormat terhadap angkatan yang lebih tua.
Sikap serta tindakan dari Yen Yen Thaysu ini segera
membuat Ci Si Sangjien merasa tidak tahan, tetapi dengan
ketebalan imannya tidak malu ia menjabat sebagai seorang
Ciangbunjin partai besar.
Sehabis mendengar teguran tersebut ia tetap bersikap
tenang dan merangkap tangannya memberi hormat.
Nasehat dari Susiok akan tecu patuhi. Setelah peristiwa ini
selesai tecu tentu akan minta ampun dihadapan arwah Couw
su dan serahkan jabatan Ciangbujien kepada orang lain. Cuma
saja tecu percaya penuh kedua orang kawan lama ini adalah
kawan kita bukan lawan."
"Hmmm! Tahu muka tahu wajah, tak tahu bagaimana
hatinya, kau andalkan apa bisa percaya penuh terhadap
mereka?" "Tecu mengambil keputusan berdasarkan peristiwa ini,
sama sekali tiada terikat maksud maksud pribadi atau
nyeleweng." Yen Yen Thaysu yang berulang kali menghadang jalan pergi
mereka lama kelamaan membuat Si Penjagal Selaksa Li serta
Su Hay Sin Tou tak dapat menahan sabar lagi.
Terdengar Pek-tok Cuncu tertawa seram.
"Heee heee.... TOako! Mari kita pergi. Jangan gubris situa
bangka tolol itu lagi."
Tetapi baru saja perkataan tersebut diutarakan keluar,
mendadak dari belakang tubuh Yen Yen Thaysu meloncat
keluar delapan orang hweesio berjubah abu-abu membentak
berbareng, "Siapa yang berani bergerak!"
Di tengah berkelebatnya ujung baju tersampok angin,
mereka kedelapan sudah berdiri dalam posisi menurut
kedudukan Pat Kwa mengurung empat orang itu rapat-rapat.
Melihat kurungan tersebut kontan Pek-tok Cuncu mengenali
kembali jika kedelapan orang ini bukan lain adalah delapan
orang hweesio yang merngurung dan hendak merampas
pedang pusakanya dalam lembah tadi, tak kuasa lagi hawa
amarahnya memuncak. "Hmmm! Kiranya hweesio hweesio bangsat yang hendak
merampas pedangku tadi adalah kalian. bagus.... bagus sekali!
dengan demikian kitapun harus membereskan pula piutang
diantara kita." Mendengar perkataan dari si Rasul Selaksa Racun, air muka
Ci Si Sangjien berubah hebat.
Tadi, sewaktu tasbeh Jan Siang Liam Cu nya hilang, ia
sudah perintahkan keempat orang pelingdung hukumnya
untuk mengubar, siapa sangka ketika itulah anak muridnya
kena dihantam dan dijagali oleh dua orang kakek berjubah
hitam yang berkerudung. Sedangkan Yen Yen Thaysu dengan memimpin delapan
orang anak murid angkatan ketiga yang memiliki kepandaian
paling tinggi entah sudah lenyap kemana, hal ini
mengakibatkan kerugian yang sangat berat.
Kini setelah Si Rasul Racun memecahkan rahasia tersebut,
tak kuasa lagi dengan sinar mata penuh kegusaran ia menoleh
ke arah Yen Yen Thaysu. Yen Yen Thaysu yang di dalam hati ada rencana busuk saat
ini tidak berani memandang ciangbunjin sutit nya dengan
pandangan mata, takut peristiwa ini diselidiki lebih lanjut.
Karena itu ia coba untuk mengeruhkan suasana terlebih
dahulu, mendadak dengan alis dikerutkan tubuhnya
menerjang maju kehadapan si Pek-tok Cuncu.
"Omintohud! bangsat kau masih berani mungkir?"
Ujung bajunya dengan cepat dikebutkan keluar, segulung
hawa pukulan lunak bagaikan angin taupan menghajar ke arah
tubuh si Pek-tok Cuncu. Si hweesio tua sebagai salah satu Tianglu dari Siauw-lim
pay benar-benar memiliki tenaga lweekang yang luar biasa
dahsyatnya, kebutannya ini seketika itu juga membuat pasir
dan debu beterbangan memenuhi angkasa.
Pek-tok Cuncu yang selama ini terus menerus menahan
hawa gusar, tidak akan memperlihatkan kelemahannya ia
tertawa dingin. mendadak telapaknya dengan membentuk
gerakan lingkaran menyambut datangnya angin pukulan
tersebut. Diiringi suara bentrokan yang sangat keras, dengan rambut
pada berdiri Pek-tok Cuncu kena terpukul mundur dua langkah
ke belakang. Sedangkan Yen Yen Thaysu pun kena tergetar sehingga
badannya terdesak mundur setengah langkah ke belakang.
Terhadap tindakan Yen Yen Thaysu yang sama sekali tak
tahu sopan ini, Ci Si Sangjien merasa sangat tidak puas.
Mendadak tubuhnya bergerak maju ke depan.
"Barang siapa yang merasa anak murid Siauw-lim-pay
segera mengundurkan diri dari kalangan," bentaknya berat.
Sang pendeta dari Siauw-lim-pay ini walaupun berwajah
ramah tetapi setelah gusar dari wajahnya segera
memancarkan suatu daya kekuatan yang berpengaruh,
delapan orang hweesio tersebut dengan cepat mengundurkan
diri ke arah belakang. Yen Yen Thaysu sebagai susiok dari Ci Si Sangjien pun
ketika ini tak berani membangkang. Ujung jubahnya dikebut
iapun mundur delapan depa jauhnya ke belakang, walaupun
begitu air mukanya sudah berubah sangat hebat.
Ketika itulah mendadak....
Suara bentakan bergema memenuhi angkasa diikuti
munculnya puluhan orang jago-jago kangouw di tempat
tersebut. Orang pertama adalah seorang toosu berjubah panjang,
berjenggot panjang dan berwajah murung, dialah Thian Kang
Tootiang Ciangbunjin baru dari Heng-san-pay.
Sedang orang-orang lainnya berpakaian ringkas semua,
mereka adalah anak buah dari "Thiam Lam Kiam Khek" atau si jagoan pedang dari Thiam Lam Mong Cong yang berasal dari
Thiam cong pay. Begitu orang-orang itu melayang turun ke tengah kalangan,
dengan cepat langsung menerjang ke arah Si Penjagal Selaksa
Li serta Su Hay Sin Tou. "Iblis terkutuk, tidak kusangka kalian masih belum melarikan diri dari tempat ini." bentaknya keras.
Senjata tajam dicabut keluar dari sarungnya, dengan
dibawah pimpinan Thian Kang Tootiang, mereka segera
bergerak maju ke depan. "Sangjien! partai kalianpun sedang diserang oleh
rombongan iblis terkutuk ini bukan?" serunya kepada Ci Si
Sangjien sambil menjura. Ci Si Sangjien sebagai seorang pendeta yang beriman tebal,
walaupun berada dalam kesusahan ia tetap bersikap tenang.
Melihat kedatangan dengan membawa kegusaran, hatinya
segera dapat menduga jika suatu peristiwa kembali telah
terjadi. "Partai kami memang pernah mengalami serangan dari
pihak Isana Kelabang Emas, tetapi bukan perbuatan dari
beberapa orang sicu ini apakah dimulut gunung sebelah barat
pun sudah terjadi peristiwa?"
Dengan sinar mata penuh kebencian Thian Kang Tootiang
melirik sekejap ke arah Si Penjagal Selaksa Li kemudian
dengan sedih sahutnya, "Dua belas orang anak murid partai
kami di dalam sekejap mata sudah dibinasakan oleh semacam
tenaga pukulan dari aliran hitam, kedatangan boanpwee rada
terlambat sehingga tidak berjumpa dengan kaum bajingan.
Menurut laporan dari anak murid kami bajingan bajingan itu
sudah lari kemari." Thian Lam Kiam Khek pun menggertak giginya kencang
kencang. "Pos penjagaan dari partai kami tidak jauh letaknya dengan
pos dari orang-orang Heng-san-pay. setelah menerima laporan
kami segera berangkat untuk memberi pertolongan, Siapa
nyana di tengah jalan kami sudah dihadang oleh dua orang
kakek berkerudung hitam. Kedatangan tecu terlambat satu
tindak sehingga banyak anak buah kami yang sudah menemui
ajalnya." Bicara sampai disitu sambil menuding ke arah Su Hay Sin
Tou serta Si Penjagal Selaksa Li menggunakan ujung
pedangnya ia mendengus berat.
"Suhu beserta ketiga orang susiokku menemui ajalnya
ditangan bajingan bajingan ganas Isana Kelabang Emas, aku
orang she Mong bersumpah ini hari akan menuntut balas
dendam tersebut." "Eeei.... iblis tua, kau sudah merasa belum?" seru Su Hay
Sin Tou sambil melirik sekejap ke arah Si Penjagal Selaksa Li.
"Manusia seperti kita orang yang disia-sia sana sini, siapapun
kepingin mencari kerepotan dengan kita, mungkin kau masih
bisa bersabar, tapi aku si pencuri tua sudah tidak bisa sabar
lagi." Si Penjagal Selaksa Li tertawa seram, selapis hawa napsu
membunuh mulai melintasi wajahnya, sinar hijau yang sangat
mengerikan pun memancar keluar dari sepasang matanya.
Ci Si Sangjien yang melihat kejadian ini dari samping, diamdiam merasa amat terperanjat.
"Sungguh dahsyat lwekang dari iblis tua ini!" pikirnya.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia mengerti watak sang iblis tua serta kedua orang manusia
aneh itu sangat kukoay. jikalau sampai memancing kegusaran
mereka dan pihak Heng-san pay serta Thiam-cong tanpa
mencari tahu dulu duduknya persoalan hendak mencari
persoalan gara-gara, maka mereka pasti akan kena disapu
habis. Pikiran dengan cepat berputar, akhirnya ia merangkap
tangannya memuji keagungan sang Buddha.
"Beberapa sicu ini sudah lama datang ke mari, peristiwa
yang terjadi dimulut gunung sebelah Barat pasti bukan
perbuatan mereka. kalian jangan salah paham."
Thian Kang Tootiang serta Thian Lam Khek merupakan
jago-jago kangouw, sudah tentu merupakan sudah lama
mendengar nama busuk dari Si Penjagal Selaksa Li serta
kekuoyan dari kedua orang siluman tersebut.
Tetapi berhubung malam ini jumlah mereka sangat banyak,
ditambah pula kekuatan dari Siauw-lim pay berkumpul disana
semua, maka ia merasa jika dirinya turun tangan maka
mereka tentu berada dipihaknya.
Oleh sebab itu mereka sudah melupakan kelihayan dari
lawannya. Terdengar Thian Lam Kiam Khek menjerit keras.
"Sekalipun peristiwa yang terjadi ini hari bukan perbuatan
mereka, tapi pihak Thiam Cong pay tak akan melepaskan
bangsat-bangsat ini"
Para toosu dari Heng-san-pay yang teringat kematian dari
Heng-san It-hok pun segera ikut berteriak, "Dendam sedalam
lautan harus dituntut balas, kami Heng-san-pay bersumpah
akan membalas sakit hati ini"
Suasana semakin tegang, para jago dari kedua partai besar
pun mulai bersiap sedia melancarkan terjangan ke arah Si
Penjagal Selaksa Li. Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga maksudnya untuk
memberi bantuan hanya mendatangkan kerepotan belaka buat
dirinya dalam hati merasa gusar bercampur mendongkol.
Bersamaan itu pula ia takut tindakan dari orang-orang dua
partai besar itu menimbulkan nafsu gusar dari Si Penjagal
Selaksa Li sehingga memancing datangnya suatu pembunuhan
secara besar besaran. Dengan cepat ia tampil ke depan menjura kepada Thian
Lam Kiam Khek. "Aku pikir saudara tentu adalah pejabat ciangbunjin yang
baru dari Thiam cong pay cayhe adalah Tan Kia-beng dari Teh
Leng Kauw dan ada beberapa patah kata hendak disampaikan
kepada saudara. Tujuan dari pihak Isana Kelabang Emas
mendatangi Selatan kali ini adalah bermaksud membinasakan
seluruh orang Bulim diseantero daratan Tionggoan. Karena itu
dengan tiada sayang sayangnya mereka sudah menggunakan
cara yang paling rendah untuk melakukan perbuatan terkutuk
ini, kakek tua berkerudung yang kalian temui ini hari telah
membokong pihak Siauw lim. Heng-san pay serta partai
saudara tujuannya hanya untuk mengacaukan suasana. Aku
nasehati kepada saudara harap untuk sementara waktu
menyabarkan diri dan jangan sampai melenyapkan kekuatan
kalian di tempat ini. Jikalau kalian sudah pastikan diri untuk
turun tangan melawan suhengku, lebih baik dilaksanakan saja
setelah selesai pertemuan puncak para jago di gunung Ui san
besok pagi." Di dalam anggapan pemuda tersebut, sesudah perkataan ini
dijelaskan maka tentu akan mendatangkan hasil seperti yang
diharapkan. Siapa tahu Thian Lam Kiam Khek ini bukannya mau terima
nasehat tersebut, bahkan jadi semakin gusar.
"Ooouw.... kiranya kau adalah si anakan iblis itu!!"
bentaknya keras. "Bagus sudah. Ketiga orang susiokku sudah
kalian bunuh. Ini hari akan kami tuntut pula dendam tersebut.
Banyak bicara tak ada gunanya lagi kau siap-siaplah terima
serangan!" Tan Kia-beng yang melihat orang-orang itu semakin bicara
semakin tidak pakai aturan, tak terasa wajahnya berubah
hebat, selintas napsu membunuh berkelebat di atas wajahnya,
sedang dari sepasang matapun memancarkan cahaya tajam.
"Haa haa haa aku orang she Tan suka menyelesaikan
persoalan ini tidak lain karena tak kepingin merusak urusan
besar. Hmm.... Kau anggap kami sekalian benar-benar takut
cari urusan?" teriaknya sambil tertawa panjang. "Apa lagi
tujuan dari pihak Isana Kelabang Emas kali inipun hanya partai
partai besar Bulim, apa sangkut pautnya dengan diriku, jika
kalian sungguh sungguh ada maksud untuk adu kepandaian di
atas senjata tajam. mari, hayo turun tanganlah bersamasama!" "Haa haa haa betul, betul," sambung su Hay Sin Tou sambil
tertawa terbahak-bahak "Terhadap manusia yang tidak tahu
diri semacam mereka buat apa harus sungkan sungkan, aku si
pencuri tua betul-betul tidak tahan lagi."
Mendadak ia melayang ke samping tubuh Tan Kia-beng dan
melanjutkan kembali gelak tertawanya.
"Toako! aku dengan kau pergi menghadapi orang-orang
Thian-cong pay sedang siular beracun serta si Iblis Tua biar
pergi menghadapi orang-orang Heng-san pay, mereka
sebelum bertemu dengan petimati agaknya tidak akan
mengucurkan air mata, jikalau tidak kasi sedikit kelihayan buat
mereka, tentu dianggapkan kami takut urusan."
Begitu mereka berempat jadi marah maka urusanpun
berubah jadi semakin tegang.
Menghadapi musuh yang sangat menakutkan ini, baik pihak
Heng-san Pay maupun Thian-cong Pay sama-sama mulai
merasa bergidik, terutama sekali Thian Kang Tootiang yang
mengetahui beberapa orang anak buah yang dibawanya saat
ini bukan tandingan pihak lawan, tak terasa lagi sinar matanya
dialihkan ke arah para hwesio dasri Siauw-lim-pay.
Siapa sangka para hweesio Siauw-lim-pay sejak dibentak
mundur oleh ci Si sangjien tadi sama-sama menundukkan
kepala rendah rendah. terhadap apa yang mereka bicarakan
sama sekali tidak ambil gubris.
Ci Si Sangjien sendiri yang melihat sikap kedua partai besar
tersebut kasar dalam hati lantas tahu jika sampai terjadi
pertarungan maka yang rugi jelas kedua partai besar tersebut.
Tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
Situasi yang kita hadapi di gunung Ui san saat ini sangat
kritis, satu tindak kita salah melangkah maka seluruh kekuatan
akan musnah harap hiantit berdua suka berpikir lebih serius
lagi, janganlah kalian pandang kawan sebagai musuh. apalagi
jika mereka benar-benar adalah musuh dengan kekuatan
kalian saat inipun jangan harap bisa dapatkan kemenangan
pertemuan puncak para jago digunung Ui san akan diadakan
besok pagi, lebih baik kita bicarakan lagi persoalan ini setelah
lewat besok." Sang pendeta dari Siauw-lim pay ini sehabis mengucapkan
perkataan tersebut tidak menanti jawaban dari Thian Lam
Kiam Khek lagi, ujung jubahnya segera dikebutkan dan
memimpin para hweesio lainnya berlalu dari tempat itu.
Dengan kejadian ini maka keadaan dari kedua partai besar
itu semakin kepepet lagi.
Sekonyong-konyong tiga sosok bayangan manusia meluncur
datang, mereka adalah Hong Jen Sam Yu.
Sang pengemis aneh yang melihat situasi di tempat
tersebut ia rada tertegun, tetapi sebentar kemudian
mengertilah sudah apa yang telah terjadi. tak terasa lagi telah
tertawa tergelak. "Haaa.... haaa.... haaa.... bagus, bagus sekali! aku si
pengemis tua lari kemana mana untuk mencari kalian agar
suka bantu partai lain, tidak disangka kalian sedang adu otot
dengan orang lain disini. Hmm! sungguh-sungguh tolol!"
Mendengar teguran itu akhirnya Thian Kang Tootiang
menghela napas panjang. "Menurut perkataan dari Loocianpwee, apakah beberapa
lembar nyawa dari partai kami harus didiamkan begitu saja?"
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang suruh kau diamkan...."
ejek si pengemis aneh sambil tertawa dingin. "Jika punya
kepandaian sama! cari perhitungan dengan orang-orang Isana
Kelabang Emas! disini tak ada musuh besarmu dan anak ini
aku si pengemis tuapun tak ada cukup waktu untuk banyak
cingcong dengan kalian. Aku masih ada urusan penting yang
harus diselesaikan" Tidak menggubris mereka lagi, ia lantas mendekati Tan Kiabeng. "Eeei saudara cilik, kau betul-betul membuat aku si
pengemis tua harus mencari jejakmu dengan susah payah.
Ayoh cepat ikut aku! ada urusan penting yang harus
dirundingkan dengan dirimu"
Tanpa banyak buang waktu lagi ia menarik lengan Tan Kiabeng dan diajak berlalu dari sana.
Tan Kia-beng tidak mengerti kejadian apa yang sudah
berlangsung, melihat dirinya idtarik iapun segera menoleh ke
arah Si Penjagal Selaksa Li.
"Suheng! mari kita pergi. Jangan sampai buang waktu
sehingga menggagalkan urusan penting."
Orang-orang dari Thiam-cong pay serta Heng-san pay tidak
turun tangan mencegah lagi, dan inilah suatu kesempatan
yang sangat baik bagi mereka untuk melarikan diri.
Padahal jika dibicarakan sesungguhnya, di antara keempat
orang itu siapapun diantara mereka susah untuk dilayani
apalagi saat ini mereka berempat berkumpul jadi satu"
Melihat beberapa orang itu sudah berlalu bagaikan burung
yang terbang ke angkasa akhirnya mereka menghela napas
panjang dan menarik kembali anak buahnya untuk diajak
berlalu dari sana. Suatu badai hujan dahsyatpun dengan demikian puah tak
berbekas, tetapi disebabkan kejadian ini maka rasa dendam
dari dua tersebut pada Tan Kia-beng pun jadi semakin
mendalam. Hal ini akan mendatangkan banyak kerepotan buat
pemuda tersebut di dalam melakukan perjalanannya dalam
dunia kangouw dikemudian hari.
Kita balik pada si pengemis aneh yang menarik Tan Kiabeng meninggalkan orang-orang Thiam-cong pay serta Hengsan pay. Setibanya disebuah kaki puncak terjal yang sunyi mereka
baru barhenti, ketika itulah si pengemis aneh menghela napas
panjang. "Heeei.... baru-baru ini perkumpulan kami kembali
memperoleh berita baru" ujarnya lirih. "Kiranya tindakan pihak Isana Kelabang Emas untuk menyerang jago-jago dari partai
besar sehingga membuat suasana jadi kacau, tidak lain
tujuannya hanya ingin menutupi suatu rencana busuk lainnya
agar para partai sama sekali tidak menduga sampai disana....
aku rasa di dalam pertemuan puncak para jago digunung Ui
san besok pagi bakal terjadi suatu perubahan yang sangat
penting." Setelah menemui kejadian tadi, niat Tan Kia-beng untuk
membantu partai-partai besar sudah punah, mendengar
perkataan dari si pengemis aneh ini ia tertawa dingin.
"Walaupun tujuh partai besar di daerah Tionggoan
merupakan partai-partai besar dari kalangan lurus, tapi
menurut penglihatanku tidak lebih hanya merupakan manusiamanusia tak genah, sekalipun mereka kena dibunuh mati
semuapun tidak ada sangkut pautnya dengan urusanku,
siauw-te sudah tidak ketarik lagi untuk mencampuri urusan
orang lain" "Heeei.... sejak tujuh partai besar kehilangan beberapa
orang jagoan lihaynya memang satu angkatan tidak dapat
menandingi angkatan yang lain," ujar si pengemis aneh sambil
menghela napas panjang. "Tapi saudara tidak usah marah
disebabkan persoalan ini, di dalam pertemuan puncak para
jago besok pagi kita dapat membedakan dengan jelas mana
yang lurus dan mana yang sesat. Malam ini aku si pengemis
masih banyak urusan yang harus diselesaikan, kita berpisah
sampai disini dulu."
Bersama-sama dengan hweesio berangasan serta toosu
dengkil mereka segera berlalu dari sana.
Setelah si pengemis aneh pergi, Su Hay Sin Tou serta Pektok Cuncu pun mohon pamit.
"Besok adalah saat pertemuan puncak. Kita harus pergi
kesana untuk melihat lihat sehingga jangan sampai kena
tertipu lagi oleh orang-orang Isana Kelabang Emas."
"Ehmm.... persoalan ini memang amat penting." Tan Kiabeng mengangguk. "Harap kalian berdua suka sedikit buang
waktu untuk membereskan."
Setelah kedua orang siluman tua itu berlalu, si Penjagal
Selaksa Li pun mohon diri kepada sang pemuda.
"Ih heng pun harus pergi menengok sejenak Siauw Cian si
budak tersebut. Jangan sampai dalam keadaan seperti ini
kembali terjadi urusan."
Hanya di dalam sekejap mata semua orang sudah berlalu
tak berbekas, tinggal Tan Kia-beng seorang diri.
Mendadak ia teringat bila dalam situasi yang demikian
berbahayanya ini, Mo Tan-hong adalah tujuan nomor satu dari
pihak Isana Kelabang Emas, sudah seharusnya ia pergi kesana
untuk menengok sehingga jangan sampai terjadi suatu
peristiwa. Karena itu dengan cepat ia mengerahkan hawa murninya
berkelebat menuju kegua dimana mereka berkumpul tadi.
Ternyata keadaan disana sunyi senyap tak kelihatan
seorang manusiapun, ia tahu Mo Tan-hong serta Hu Siauwcian tentu sudah pergi keluar.
Dengan hati cemas pemuda ini cepat-cepat melon cat
keluar dari gua mulai berteriak teriak memanggil nama gadis
gadis itu diempat penjuru.
Akhirnya.... sesosok bayangan manusia pun tidak nampak.
Hatinya semakin kuatir lagi.
Mendadak.... Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan
kilat berkelebat di tengah hutan.
"Siapa dalam hutan?" segera bentaknya keras.
Badannya dengan cepat meluncur masuk ke dalam hutan
tersebut, terlihatlah serentetan cahaya putih tahu-tahu
menyambar datang menyambut kedatangannya.
Dalam keadaan gugup ia tak sempat untuk berkelit lagi, jari
tangannya segera berkelebat menjepit benda tersebut.
Di tengah suara getaran keras ia berhasil menangkap
cahaya putih itu yang bukan lain adalah segulung kain putih.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di atas kain putih itu tertulislah beberapa patah kata secara
oret-oretan. "Kawan anda berada dalam keadaan bahaya, cepat menuju
kemulut gunung sebelah Timur, jangan sampai terlambat."
Dibawah kain tersebut tidak kelihatan tanda tangan atau
gelar orang tersebut. Hal ini membuat pemuda kita jadi
keheranan. "Siapa yang menulis surat ini?" pikirnya.
Tetapi orang ini menulis surat memberi keterangan. jelas
dia adalah kawan bukan lawan, yang dimaksudkan kawan
anda sudah tentu Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong.
Karena hanya nona-nona nakal itu saja yang berani
menempuh bahaya tersebut.
Setelah berpikir sejenak, ia segera kerahkan ilmu
meringankan tubuhnya untuk meluncur ke arah mulut gunung
sebelah Timur. Waktu itu hampir mendekati kentongan pertama, tampaklah
di tengah kegelapan bayangan manusia berkelebat tiada
hentinya hingga menambah keseraman suasana waktu itu.
Suara bentakan bentakan keras mulai kedengaran bergema
memenuhi angkasa, hal ini membuat pemuda itu mulai
berpikir, "Aaakh.... ternyata benar-benar sudah terjadi
peristiwa ini" Setelah menembusi sebuah hutan, di atas sebuah bukit.
Dari tempat kejauhan tampaklah bayangan manusia seperti
sedang bertempur, ia semakin mempercepat larinya lagi.
Akhirnya ia menemukan bila mereka bukan lain adalah Hu
Siauw-cian serta Mo Tan-hong yang sedang bergebrak
melawan dua orang kakek berkerudung hitam.
Disamping itu diluar kalangan berdiri pula beberapa orang
yang tidak ikut di dalam pertarungan itu.
Tenaga lweekang kedua orang kakek berjubah hitam
tersebut benar-benar luar biasa sempurnanya, serangan
serangan mereka amat gencar dan dahsyat.
Hu Siauw-cian kelihatan mulai keteter, dengan paksa ia
masih berusaha untuk mempertahankan diri sedangkan
keadaan dari Mo Tan-hong jauh lebih payah lagi, ia sudah
terdesak hebat. Melihat kedahsyatan dari kedua orang kakek berkerudung
itu Tan Kia-beng lantas menduga kemungkinan sekali
merekalah orang-orang yang menyerang partai Siauw lim
serta Heng-san-pay tadi cuma saja ia tidak tahu siapakah yang
sedang menyaru sebagai orang tersebut.
"Hong Moay!" serunya kemudian diiringi suitan nyaring.
"Kalian beristirahatlah dahulu, biar aku yang hajar mereka."
Bersama dengan suara teriaknya ia langsung menerjang
masuk ke dalam kalangan pertarungan.
Orang-orang berbaju hitam yang menonton jalannya
pertarungan dari samping kalangan sewaktu melihat pihak
lawan kedatangan pembantu buru-buru turun tangan.
Tan Kia-beng membentak keras, telapak tangannya dengan
disertai angin pukulan yang maha dahsyat dibabat ke arah
depan. Suatu angin pukulan serasa angin taupan dengan cepat
menggulung dua orang yang berada dipaling depan sehingga
kena terpental sejauh tujuh, delapan depa.
Hu Siauw-cian yang melihat Tan Kia-beng telah tiba, ia
lantas berseru keras, "Kau cepat bantu enci Hong. Kedua
orang ini betul-betul sangat jahat. Selama perjalanan mereka
menguntit terus diri kami sehingga hampir-hampir saja kita
kena terjebak." Tan Kia-beng setelah berhasil memukul mundur orangorang yang menghalangi perjalanannya segera melompat
kehadapan Mo Tan-hong untuk pukul mundur si kakek
berjubah hitam itu. "Heee.... heee.... siapa kau" apa jabatan di dalam Isana
Kelabang Emas" jikalau tidak kau tunjukkan wajahmu yang
sebenarnya jangan salahkan siauw ya mu segera akan turun
tangan kejam." Si kakek tua berkerudung itu tanpa banyak cakap lagi
segera melepaskan kerudung hitamnya kemudian tertawa
seram. "Heee heee heee bagaimanapun kalian beberapa orang
jangan harap bisa lolos dari cengkeraman akmi pada malam
ini, sekarang atau besok sama saja kalian harus pergi
menghadap Raja Akhirat, biarlah aku kasih kesempatan buat
kalian untuk mati dengan keadaan jelas siapa yang sudah
membunuh kalian" Dengan pandangan dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke
arahnya, kiranya orang itu bukan lain adalah si Bangau Mata
Satu Kwek Hweei yang mempunyai mata tunggal, rambut
kuning dan gigi taring. Tak terasa lagi ia dongakkan kepalanya tertawa dingin.
"Heee hee heee sejak tadi aku sudah menduga tentu
kalianlah yang bertindak."
Mendadak senyumannya ditarik sama sekali, dengan
sepasang mata memancarkan cahaya tajam serunya kembali,
"Kalian berduakah yang menyaru seperti Si Penjagal Selaksa Li
serta Su Hay Sin Tou untuk menyerang pihak Siauw-lim-pay
serta Heng-san-pay?"
Si kakek berkerudung yang sedang bergebrak melawan Hu
Siauw-cian pun telah melepaskan kerudung hitamnya, ia
tertawa seram. "Kalau benar kami yang berbuat, kau mau apa?" ejeknya
dingin. "Apakah aku si kakek dewa bertangan setanpun bisa
kena digertak oleh kalian beberapa orang bocah cilik?"
Setelah kedua orang ini menampakkan wajah aslinya,
kontan memancing napsu membunuh dihati Tan Kia-beng.
"Haa haa haaa sungguh tak kuduga kalian punya nyali
untuk mengaku terus terang, Siauw Cian kau cepat
menyingkir! Biar aku hantar mereka untuk melakukan
perjalanan" Hu Siauw-cian tidak mengerti seberapa lihay tenaga
lweekang yang dimiliki dirinya tak terasa lagi dengan bibir
dicibirkan ia goyangkan badannya berulang kali artinya tidak
suka mundur. Tapi sewaktu melihat wajah pemuda tersebut sudah diliputi
keseraman, terpaksa ia menurut juga untuk menyingkir
kesamping. Kui So Sian Ong atau si kakek dewa bertangan setan ini
sama sekali tidak dibuat gusar oleh perkataan tersebut,
sebagai gantinya di atas air muka mereka mulai terlintas sikap
tegang, karena ia mulai merasa bila sang pengemis cilik yang
berada dihadapannya pada saat ini bukan lain adalah Tan Kiabeng yang paling ditakuti oleh pihak Isana Kelabang Emas.
Terdengar suara tulang bergemerutuk, mereka berdua
sama-sama menyalurkan hawa murninya keseluruh badan
kemudian selangkah demi selangkah mendekati ke arah
pemuda tersebut. Sedangkan Tan Kia-beng sendiri karena gusar kedua iblis ini
sudah melakukan pembunuhan kejam iapun mulai
menyalurkan hawa murni Jie Khek Kun Yen Ci Khie nya
kesepasang telapak tangan dua gulung asap hijau serta putih
mulai mengumpul keluar dari ubun-ubunnya.
Ketika pertarungan tersebut hampir berlangsung....
mendadak.... "Awas! itulah ilmu pukulan Jie Khek Sian Thian Cin Khie,
kalian dua orang manusia yang tidak tahu diri cepat mundur!"
suara bentakan merdu bergema datang.
Diikuti munculnya sesosok bayangan hijau yang langsing
ramping berkelebat mendekat.
Bagaikan segulung asap hijau dengan cepatnya meluncur
datang dari balik hutan sewaktu tiba dihadapan Tan Kia-beng
ujung bajunya segera dikebut ke depan mengirim segulung
hawa pukulan kabut hijau yang sangat tebal menekan ke
arahnya. Tan Kia-beng yang sedang dibuat terperanjat atas
kedahsyatan dari gerakan orang itu, mendadak merasakan
segulung angin tekanan yang hebat menekan ke arahnya.
Sepasang telapak tangan yang sudah dipersiapkan segera
didorong keluar diiringi suara bentakan keras.
Di tengah suara ledakan yang sangat keras berpuluh puluh
jalur angin serangan tajam memecah keempat penjuru, pasir
dan debu beterbangan memenuhi angkasa, pohon tercabut
keakar akarnya keadaan benar-benar sangat mencekam.
Di dalam bentrokan kekerasan ini Tan Kia-beng kena
dipukul pental sehingga mundur tiga, empat langkah ke
belakang. Buru-buru ia salurkan hawa murni untuk menahan
badannya kemudian menoleh ke arah mana berasalnya angin
pukulan tersebut. Tampaklah orang itu dengan meminjam kesempatan
tersebut sudah meluncur ke arah hutan diikuti kakek dewa
bertangan setan beberapa orang.
Disebabkan hatinya masih diberati perikemanusiaan, maka
di dalam serangannya tadi ia cuma menggunakan enam, tujuh
bagian tenaga saja, sehingga akibatnya diri sendiri lah yang
menderita rugi besar. Sudah tentu pemuda tersebut tak mau terima, ia lantas
meloncat melakukan pengejaran.
"Kawan!" bentaknya keras. "Kau ingin berlalu dengan
begitu saja" Hmm.... terlalu pandang rendah aku orang she
Tan!" Badannya dengan cepat mencelat ke tengah udara setinggi
sepuluh kaki kemudian melenting ke arah tengah hutan
tersebut. Siapa nyana, suasana di tengah hutan tetap sunyi senyap
tak kelihatan sesosok bayangan manusiapun dalam hati ia
merasa sangat tak terima. "Aku tidak percaya dia memiliki
kecepatan gerak yang demikian luar biasal...." pikirnya.
Sepasang telapak dilintangkan di depan dada lalu
meneruskan terobosannya ke tengah hutan.
Sekonyong konyong.... Dari tengah hutan muncullah seseorang sambil tertawa
terbahak-bahak seraya berkata, "Tan heng kau sedang
bergebrak melawan siapa" bagaimana kalau siauwte bantu?"
Ketika sang pemuda menoleh, terlihatlah si siucay muda
Kiem Soat Lang yang pernah ditemuinya di kota Swan Jan
sudah munculkan dirinya disana.
Pada saat ini Tan Kia-beng sudah mengerti jika dia adalah
salah seorang manusia penting di dalam Isana Kelabang
Emas, tak terasa lagi sahutnya dengan nada dingin, "Maksud
baik saudara biarlah aku orang she Tan terima di dalam hati
saja, Kedatanganmu di tengah malam buta rasanya pasti ada
maksud lain bukan?" "Haaa.... haaa.... haaa.... siauwte tidak mungkir bila aku
adalah orang dari pihak Isana Kelabang Emas" seru Kiem Soat
Lang kembali sambil tertawa terbahak-bahak, "Tapi sama
sekali tidak bermaksud jahat terhadap Tan-heng"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng semakin gusar
lagi. "Sekalipun kau tiada maksud jahat terhadap kami, tapi aku
orang she Tan punya ikatan dendam sedalam lautan dengan
pihak Isana Kelabang Emas.
Mendadak air muka Kiem Soat Lang berubah hebat. tapi
sebentar kemudian sudah pulih kembali seperti sedia kala, ia
tertawa tawar. "Jika Tan-heng punya ikatan permusuhan yang sedemikian
dalamnya. hal ini memaksa siauwte tak bisa berbicara apa apa
lagi Beruntung sekali pertemuan puncak para jago digunung
Ui san akan diadakan besok pagi seluruh persoalan dendam
sakit hatipun bisa segera diselesaikan dengan baik-baik, ini
malam hawa begitu bagus, bagaimana kalau Heng thay
temani Tan heng untuk bercakap-cakap sebentar?"
Tan Kia-beng berpikir sebentar, akhirnya ia mengangguk....
"Baiklah! jika Kiem-heng ada perkataan silahkan utarakan
siauwte akan pentang telinga untuk mendengarkan
perkataanmu". Kedua orang itupun lantas duduk di atas sebuah batu besar,
ternyata Kiem Soat Lang sudah berbicara hal-hal yang bukanbukan. Apa yang hendak ia utarakan"
Tan Kia-beng yang menerjang masuk ke dalam hutan untuk
menemukan sang dara yang melancarkan ilmu pukulan Hong
Mong Ci Khie, bukan berhasil menemukan orang yang dicari
ternyata sudah berjumpa dengan Kiem Soat Lang pernah
meracuni dirinya di kota Swan Jan.
Ternyata Kiem Soat Lang tidak mungkir kalau dirinya orang
Isana Kelabang Emas bahkan mengajak pula Tan Kia-beng
untuk bercakap-cakap. Sang pemuda yang lagi murung, akhirnya menyetujui
ajakannya itu. Setelah kedua orang itu duduk, Kiem Soat Lang pertamatama yang buka suara dulu sambil tertawa.
"Tan-heng berusia sangat muda ternyata berhasil memiliki
nama yang cemerlang dalam dunia kangouw, aku pikir tentu
banyak gadis sudah dibuat kepincut oleh dirimu."
"Jadi kau ajak aku untuk membicarakan soal ini?" seru Tan
Kia-beng tidak senang. "Haaaa.... haaa.... haa.... Tan heng tak usah bergitu cemas,
perkataan siauw-te kan belum selesai."
Dengan wajah serius kemudian ujarnya setelah merandek
sejenak, "Orang yang bisa sungguh-sungguh memusuhi Tan
heng rasanya tak bakal ditemukan beberapa orang. Bukankah
begitu Tan heng?" Sang pemuda yang mendengar apa yang sedang
dibicarakan orang itu tidak lebih cuma kata-kata sampingan
dalam hati merasa tak sabaran lagi, ia segera meloncat
bangun. "Jikalau Kiem heng tiada urusan lain maaf siauwte akan
mohon diri terlebih dahulu"
"Aku tahu pada pertemuan puncak digunung Ui san besok
Tan heng adalah pemain utama, tapi rasanya kaupun tak perlu
begitu tegang sejak sekarang" kata Kiem Soat Lang sambil
tersenyum. "Majikan Isana Kelabang Emas kami benar-benar
merasa kalau terhadap kegagahan dirimu dan mengajak Tan
heng untuk bekerja sama, bagaimana kalau menurut
pandangan Tan heng sendiri?"
"Bukankah sejak tadi siauwte sudah berkata jika antara aku
dengan pihak Isana Kelabang Emas ada ikatan dendam


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedalam lautan" soal kerja sama lebih baik tidak usah kita
bicarakan lagi. "Di dalam Isana Kelabang Emas kami ada seorang Dara
Berbaju Hijau yang bernama Gui CI Cian, bukankah antara
Tan heng dengan dirinya sudah terjalin hubungan yang cukup
intim" majikan Isana Kelabang Emas ada maksud untuk
menyempurnakan maksud hati kalian berdua, karena hanya
gadis ini saja rasanya paling pantas untuk dijadikan istri Tan
heng. Aku berharap kau jangan sampai menyia-nyiakan
kesempatan yang sangat bagus ini...."
Pada waktu itulah Tan Kia-beng baru mengerti jika orang
itu ajak ia bicara putar putar tidak lain hanya ingin
menggunakan umpan gadis agar ia suka menggabungkan diri
dengan pihak Isana Kelabang Emas.
Tak terasa lagi pemuda tersebut tertawa panjang.
"Harap Kiem heng suka mewakili diriku untuk sampaikan
kepada Majikan Isana Kelabang Emas. Katakan saja maksud
baiknya biar aku terima dalam hati saja. Semua urusan
baiknya kita selesaikan dalam pertemuan puncak di atas
gunung Ui san besok pagi sampai waktunya siauw-te pun
kepingin menjajal bagaimana liehaynya kepandaian silat yang
ia miliki." Air muka Kiem Soat Lang berubah tidak menentu, lama
sekali.... akhirnya ia menghela napas panjang.
"Tan-heng, kenapa kau begitu keras kepala?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... Pihak Isana Kelabang Emas ada
hutang membinasakan ayahku" teriak Tan Kia-beng sambil
bangun berdiri. Apalagi dengan tindakannya yang kalap dan kejam,
sekalipun tiada urusan apapun aku orang she Tan tak akan
berpeluk tangan melihat orang-orang Bulim kena dijagali"
"Kapandaian ilmu silat majikan Isana Kelabang Emas
dahsyat tiada bandingan, di bawah pimpinannya pun memiliki
beratus ratus orang anak buah. Dengan kekuatan Tan heng
seorang mungkinkah bisa menolong bencana tersebut....?"
"Aku orang she Tan pun mengerti bila pertemuan digunung
Ui-san kali ini merupakan pertarungan mati hidup buat orangorang Bulim didaratan Tionggoan. tetapi mati hidup sial
untung tak dapat diduga mulai sekarang siauwte tak akan
pikirkan soal ini dalam hati"
"Heeei.... tidak kusangka ternyata kawan kawan Bulim
sudah menganggap Majikan Isana Kelabang Emas adalah
seorang Raja Iblis Pembunuh Manusia" tak kuasa lagi Kiem
Soat Lang menghela nafas panjang "Padahal iapun
mempunyai hal yang pahit di dalam hatinya! Jikalau Tan heng
mengetahui asal usulnya maka kaupun bakal ikut melelehkan
air" "Heee.... heee.... heee.... aku orang she Tan pun tahu jika
hatinya merasa sedih karena kehancuran negerinya" Tan Kiabeng tertawa dingin tiada hentinya. "Tetapi cara pembalasan
yang dilakukan sedikit keterlaluan, disamping itu katanya
iapun mempunyai maksud luar biasa untuk menguasai
seantero dunia kangouw, maksud hati semacam ini betul-betul
memaksa orang untuk tak bisa dibiarkan saja"
Mendengarkan diucapkannya kata-kata tersebut, air
mukanya Kiem Soat Lang berubah hebat, agaknya ia tidak
mengira kalau rahasia dari Majikan Isana Kelabang Emas bisa
diketahui semua oleh sang pemuda yang ia dihadapannya.
Sekilas hawa napsu membunuh yang tebal pun dengan
cepat berkelebat di atas wajahnya, kembali sang sastrawan
tersebut tertawa dingin. "Jikalau Tan heng sudah mengerti kepahit getiran yang
pernah ia alami sudah seharusnya jangan menyusahkan lagi
dirinya. Masing-masing orang punya pandangan sendiri.
siauwte pun tak dapat terlalu memaksa Tan heng untuk
berubah pikiran. Kita berjumpa kembali besok di atas puncak
Si Sim Hong" Bicara sampai disitu ia lantas ulapkan tangannya dan
menerobos kembali ke dalam hutan.
Pemuda ini paling mengutamakan budi yang luhur,
walaupun antara dirinya dengan Kiem Soat Lang tiada ikatan
yang rapat tetapi jika dihitung-hitung masih mempunyai
hubungan persahabatan. Sekalipun jelas ia tahu pihak lawan sudah meracuni dirinya
sewaktu berada di kota Swan Jan, tetapi disebabkan peristiwa
tidak dilihat dengan mata kepala sendiri maka tak suka
membicarakan persoalan tersebut. sebaliknya malah lepaskan
dia untuk pergi. Saat ini tengah malam sudah berlalu, mendadak teringat
olehnya kenapa Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong tidak ikut
datang" apakah mereka tidak berhasil menemukan dirinya
lantas balik sendiri"
tetapi setelah dipikir beberapa waktu ia merasa hal ini tidak
mungkin, terang-terangan mereka tahu jika dirinya mengejar
musuh masuk ke dalam hutan, mana mungkin kedua orang
gadis itu pergi meninggalkan diirnya"
Malah besar kemungkinan ia sudah menerobos masuk pula
ke dalam hutan untuk mencari dia.
teringat akan soal ini hatinya jadi terasa amat cemas,
dengan perkencang larinya ia ikut menerobos masuk ke dalam
hutan. Setelah melewati hutan lebat sampailah disebuah tanah
pekuburan yang tak ada tumbuhan apapun angin dingin
berhembus lewat memberikan suatu pemandangan yang
sangat mengerikan. JILID: 17 Sesosok bayangan manusia tidak kelihatan, suasana sunyi
senyap.... "Apa mungkin mereka sudah mengejar lebih jauh ke
depan?" pikirnya kembali dalam hati.
Badannya baru saja hendak bergerak meninggalkan tanah
pekuburan tersebut, tiba-tiba....
Bayangan hijau berkelebat lewat, si Dara Berbaju Hijau Gui
Ci Cian tahu-tahu sudah berkelebat lewat dari sebuah tanah
kuburan. Melihat kejadian itu Tan Kia-beng rada melengak dibuatnya.
"Eeei"!! aku pun sudah mendatangi gunung Ui san...." tak
terasa lagi ia berseru. Dengan wajah sedih Gui Ci Cian menghela napas panjang.
"Sudah datang hampir dua hari, aku datang bersama-sama
Supek couw" "Bukankah suhumu melarang kau mendatangi daratan
Tionggoan?" "Benar, tetapi aku harus datang kemari"
"Kenapa?" tak kuasa lagi Tan Kia-beng bertanya keheranan.
Gui Ci Cian dongakkan kepalanya memandang sekejap ke
arahnya, kemudian ia menunduk kembali sembari
mempermainkan ujung pakaiannya.
Dengan pandangan tajam Tan Kia-beng memperhatikan
wajahnya, ia merasa gadis tersebut jauh lebih kurus dari
tempo dulu, di atas raut muka yang cantik pun kelihatan
begitu murung dan diliputi kesedihan, keadaannya jauh
berbeda dengan sikap agung dan sombongnya tempo dulu.
Lama sekali mereka berdua saling berpandangan dengan
mulut bungkam, akhirnya Gui Ci Cian dongakkan kepala
menghela napas sedih. "Heeei.... bukankah karena kau!"
"Karena aku?" Dengan wajah kebingungan Tan Kia-beng berdiri tertegun,
sebentar kemudian ia sudah tertawa tergelak.
"Apa kau anggap rencana buruk kali ini dari Majikan Isana
Kelabang Emas bisa berhasil" menurut pandangan cayhe tak
bakal bisa sukses seperti yang diharapkan" wajahnya berubah
jadi serius kembali. "Maksud baik dari nona terhadap cayhe pada suatu hari
tentu akan kubalas. sedangkan mengenai syarat yang
diutaraka oleh Kiem Soat Lang tadi maaf.... aku betul-btul tak
bisa manut, cayhe pun mengerti nona pasti paham maksud
hatiku bukan." Selamanya Gui Ci Cian belum pernah mendengar di dalam
Isana Kelabang Emas mempunyai seorang jagoan yang
bernama Kiem Soat Lang, jika ia dengar dari nada ucapan
pemuda tersebut agaknya orang itu sudah mengajukan suatu
permintaan yang menyangkut pula dirinya.
Gui Ci Cian yang merupakan seorang gadis berwatak keras
di dalam halus diluar, dikarenakan setelah pertemuannya
dengan Tan Kia Bneg hatinya terasa tertarik maka di dalam
setiap persoalan ini coba membuat pemuda tersebut.
Tetapi kini setelah mendengar nada ucapan Tan Kia-beng
yang agaknya kecuali menaruh rasa budi saja kepadanya
sedikitpun tidak menunjukkan persahabatan yang lebih erat, di
dalam hati merasa amat kecewa.
Tak kuasa lagi ia tertawa sedih.
"Gui Ci Cian mengaku bahwa aku terikat sendiri oleh
persoalan persoalan yang aku kerjakan, tetapi aku bukan
seorang perempuan murahan yang berambisi untuk merebut
orang yang aku sukai, aku hanya tidak ingin melihat dirimu
terjerumus ke dalam keadaan yang membahayakan jiwanya.
karena itu dengan tiada sayang sayangnya jauh jauh datangi
gunung Ui san untuk memperlihatkan rasa kuatir ku ini, aku
tahu pada saat ini kau sedang populer dan tak akan
memikirkan di dalam hati aku si perempuan bernasib sial,
tetapi aku tetap menganggap kau sudah mengetahui semua
hal ini. "Sedangkan mengenai Kiem Soat Lang yang kau sebut tadi,
di dalam Isana Kelabang Emas tak ada manusia macam itu.
Aku Gui Ci Cian pun belum pernah membicarakan persoalan
diantara kita kepada siapapun.
Tan Kia-beng yang mendengar dia menceritakan seluruh isi
hatinya secara blak blakan tanpa dengan aling-aling, hatinya
merasa tergetar bercampur terharu, tak kuasa lagi ia maju dua
langkah ke depan. "Aku orang she Tan hanyalah seorang budak silat yang
kasar, bisa memperoleh rasa cinta kasih dari nona hatiku
benar-benar merasa bangga dan gembira. Tetapi cayhe pun
bukan seorang manusia yang tidak tahu lihay, pertarunganku
dengan pihak Isana Kelabang Emas pun harus aku laksanakan
karena keadaan yang terlalu memaksa. Aku tidak bisa
melepaskan dendam kematian ayahku, tak dapat melihat
orang-orang Bulim menemui ajalnya di dalam penjagalan
secara besar besaran kali ini disamping itu aku pun belum
pernah memikirkan persoalan mati hidup seseorang,
sedangkan mengenai maksud hati nona...."
"Cukup! Cukup!" mendadak Gui Ci Cian berteriak memotong
perkataan selanjutnya. "Kedatangan aku Gui Ci Cian kecuali
untuk mengobati rasa rinduku dalam hati, masih ada lagi satu
persoalan penting yang hendak dirundingkan dengan dirimu,
asalkan kau mengangguk maka badai berdarah yang bakal
terjadi digunung Ui san ini akan padam dengan sendirinya.
Jika kau tidak mau dengar maka bagaimana akibatnya aku
sendiripun tak bisa bayangkan."
"Antara dirimu dengan aku mempunyai ikatan persahabatan
yang sangat erat. Kita boleh bicarakan soal yang lain saja,
kenapa kau terus menerus mengungkap soal ini" Apa lagi
sekalipun aku orang she Tan suka lepas tangan, apakah
majikan Isana Kelabang Emas suka melepaskan pula golok
pembunuhnya" Apakah pihak tujuh partai besar mau berpeluk
tangan saja terhadap persoalan ini?"
"Heee heee heee.... walaupun tujuh partai besar punya
nama kosong diluaran, tapi belum berhak untuk menduduki
sebagai pemain utama di dalam peristiwa gunung Pei san kali
ini." Dengan nada menghina Gui Ci Cian tertawa dingin. "Pihak Isana Kelabang Emas pada saat inipun sudah berada seperti
menunggang punggung harimau, mau maju tak bisa mau
mundurpun sungkan, satu satunya orang yang bisa
mengakibatkan pembunuhan secara besar besaran digunung
Ui san kali ini hanya kau seorang."
"Haaa haa haa perkataan nona bukankah terlalu
menganiaya orang lain?" seru Tan Kia-beng sambil tertawa
terbahak-bahak. "Teringat aku orang she Tan cuma seorang
angkatan muda yang tak ternama, sekalipun mendapatkan
perlindungan dari beberapa orang loocianpwee, lalu dari
manakah datangnya kekuatan untuk memaksa jago-jago
kenamaan lainnya untuk menurut?"
Belum sirap suara tertawanya, mendadak serentetan suara
yeng rendah dan berat sudah menyambung, "Sicu, kau jangan
terlalu memandang rendah diri sendiri, perkataan dari budak
Cian sedikitpun tidak salah."
Mendengar suara tersebut Tan Kia-beng jadi sangat
terperanjat, tubuhnya segera berputar kencang.
Tampaklah sang hweesio tua "Hwe Huan" yang pernah
ditemuinya di gurun pasir tempo dulu entah sejak kapan
sudah muncul dibelakang tubuhnya dan saat ini berdiri disana
dengan sepasang mata terpejam. kepala tunduk dan sepasang
tangan dirangkap rapat-rapat.
Tanah pekuburan di tempat itu sama sekali tiada terdapat
batang pohon atau semak sebagai tempat persembunyian,
dengan tenaga lweekang yang dimiliki saat inipun pemuda
tersebut bisa mendengar segala suara yang berada disekitar
sepuluh kaki. Tetapi kedatangan sang hweesio tua tersebut sama sekali
tidak terdengar olehnya walaupun ketika itu ia sedang
pecahkan perhatian untuk bercakap-cakap, tapi jelas
membuktikan bila ia memiliki ilmu meringankan tubuh yang
amat mengejutkan. Hweesio ini mempunyai alis serta jenggot yang sudah
memutih semua, wajahnya angker berwibawa.
Tan Kia-beng tak dapat menahan diri lagi, dengan sikap
yang sangat hormat ia bongkokkan badannya menjura.
"Tecu Tan Kia-beng menghunjuk hormat buat Thaysu"
serunya. "Haaa.... haaa.... haaa.... tidak usah banyak sungkan....
sudah.... sudahlah lebih baik kita bicarakan urusan yang jauh
lebih penting." Dimana sepasang tangannya diulapkan terasalah segulung
tenaga tekanan yang lunak dan lembek sudah menahan
badannya untuk membongkok, hal ini memaksa Tan Kia-beng
tak dapat dicegah lagi segera tegakkan badannya kembali.
Cuma saja di dalam hatinya ia punya perasaan bila nada
suara hweesio ini rasanya seperti didengar, hanya lupa
dimanakah ia pernah berjumpa.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika itulah si Si Dara Berbaju Hijau sudah berada disisi
tubuh sang hweesio tua tersebut.
"Supek couw, kenapa kau orang tua baru tiba pada saat
ini?" serunya dengan suara yang rendah.
"Haaa.... haaa.... haaa.... apakah kau merasa kedatangan
Supek couw mu masih sedikit kepagian?" goda Hwee Huan
Thaysu tertawa tergelak. Mendengar dirinya digoda Gui Ci Cian jadi cemberut,
badannya digoyang goyangkan beberapa kali.
"Sudah.... sudah.... Supek couw jangan menggoda lagi"
serunya manja. "Tidak aneh kalau ada orang menggunakan
namaku untuk bergurau, kiranya kau kaupun suka bergurau
diriku." "Orang itu bukannya sedang bergurau dengan sang bocah,
diapun punya maksud tertentu, hanya saja bocah ini tidak
ingin menerima maksud baiknya"
"Yang thaysu maksudkan apakah Kiem Soat Lang?"
"Benar, apa yang diucapkan memang benar-benar, hanya
saja cara berpikirnya terlalu kekanak kanakan"
Mendadak Hwee Huan Thaysu menoleh ke arah Tan Kiabeng, katanya, "Sicu! bagaimanakah kepandaian silat dari
Majikan Isana Kelabang Emas menurut dirimu?"
Tecu belum pernah bertemu muka dengan dirinya, cuma
jika ditinjau dari caranya berpikir tecu rasa masih bisa
menghadapi tiga lima ratus jurus serangannya.
"Jikalau suhu dari Majikan Isana Kelabang Emas?"
Selama hidup Tan Kia-beng belum pernah mendengar jika
Majikan Isana Kelabang Emas masih punya suhu, tetapi
sebentar kemudian ia sudah busungkan dada menyahut
dengan suara lantang, "Kemungkinan sekali aku bukan
tandingannya, tetapi jika urusan sudah terlalu mendadak kita
lihat saja menurut keadaan saat itu, terpaksa aku harus
mengandalkan ketajaman dari pedang pusakaku untuk
melakukan suatu pertarungan mati-matian."
Hwee Huan agaknya merasa kagum dan terharu melihat
sikap pemuda tersebut, ia mengangguk dan melirik sekejap ke
arahnya kemudian menghela napas panjang.
"Pinceng sebetulnya sudah lama mengasingkan diri dan
tidak pernah berurusan dengan persoalan dunia luar, hanya
saja badai angin taupan ini punya sangkut paut dengan
beratus-ratus lembar nyawa manusia serta mati hidupnya
dunia kangouw, hal ini memaksa pinceng tak boleh berlagak
pilon lagi untuk berpeluk tangan. Semoga saja sicu bisa
mengingat ingat kebajikan Thian dan jangan melakukan setiap
perbuatan tanpa pikir panjang."
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan tersebut hatinya
benar-benar terpengaruh oleh semangat serta keramahan budi
hwesio tua ini, ia segera tertawa panjang.
"Walaupun perkataan Thaysu sedikitpun tidak salah, tetapi
manusia yang menggerakkan pertarungan ini bukan tecu
melainkan Majikan Isana Kelabang Emas, agaknya perkataan
tersebut harus diutarakan kepadanya baru benar."
Kembali Hwee Huan Thaysu menghela napas panjang.
"Tahukah kau keadaan dari Majikan Isana Kelabang Emas
saat ini sudah menyerupai menunggang di atas punggung
harimau" sekalipun dia ingin menghentikan gerakan
tersebutpun juga tak mungkin lagi. Sebaliknya dipihak sicu sini
kecuali ada Pek-tok Cuncu serta Ui Liong Tootiang beberapa
orang jagoan kenamaan masih ada satu kekuatan besar pula
yang berada dibelakang pihak kalian. Diluaran orang tahu
pertarungan ini terjadi antara pihak tujuh partai besar
melawan Isana Kelabang Emas bahkan kaupun mempunyai
suatu kekuatan yang amat besar untuk mempengaruhi seluruh
keadaan, inilah sebab sebabnya mengapa Pinceng tidak kenal
lelah melakukan perjalanan sejauh ribuan li untuk mendatangi
gunung Ui san. "Pihak manakah yang mempunyai kekuatan besar ini?"
diam-diam pikir Tan Kia-beng dalam hatinya, ia benar-benar
rada sedikit kebingungan.
"Kemungkinan sekali sicu merasa apa yang diucapkan
pinceng sedikit berlebih lebihan, padahal seluruh perkataan
tersebut adalah benar-benar, sampai waktunya kau bakal tahu
sendiri maksud dari perkataan pinceng ini dan aku berhadap
kau suka mengingat baik-baik apa yang pinceng ucapkan hari
ini. Karena pinceng masih ada urusan lain yang harus
diselesaikan lain waktu kita berjumpa kembali.
Ujung baju dikebut tubuh melayang ke arah muka, hanya di
dalam sekejap mata ia sudah berada dua puluh kaki jauhnya
dari tempat semula. Melihat gerakan tubuh dari sang hweesio tua jelas beberapa
kali lipat jauh lebih liehay dari ilmu meringankan tubuh "Tat
Mo It Wei To Kiang" dari Yen Yeng Thaysu, dalam hati
pemuda itu merasa amat kagum.
Setelah Hwee Huan berlalu, Cui Ci Cian pun mohon diri.
"Akupun harus berlalu dalam pertemuan besar esok hari
mungkin aku tidak ikut hadir, kau suka berjaga diri baik-baik"
Di tengah berkelebatnya bayangan hijau, tahu-tahu tubuh
itu sudah berada beberapa kaki jauhnya.
Dengan termangu-mangu Tan Kia-beng berdiri di tempat
semula, lama sekali ia baru menghela nafas ringan, kasih
sayang dari Dara Berbaju Hijau itu serta pesan wanti wanti
dari si hweesio tua beralis putih membuat hatinya terpojok
dalam keadaan serba salah.
Dara Berbaju Hijau itu adalah murid dari Majikan Isana
Kelabang Emas. sedang sang hweesio beralis putih adalah
gurunya, sudah tentu mereka mengerti sangat jelas kekuatan
yang sebenarnya dari pihak Isana Kelabang Emas, apalagi jika
didengar dari nada suaranya jelas ia sedang memberi nasihat
disamping memberi peringatan, sepertinya mereka takut ia
datang untuk melakukan permbunuhan besar besaran.
bukankah hal ini sangat menggelikan sekali"
Pihak Isana Kelabang Emas banyak mengumpulkan jagojago lihay yang entah berapa banyaknya, sedang ia sendiri
hanya mengandalkan kekuatan lima, enam orang saja,
kemenangan tidak mungkin didapatkan dengan gampang.
Tapi si hweesio beralis putih itu mengatakan bila majikan
Isana Kelabang Emas pasti kalah, apakah ia sengaja
menjalankan siasat menyombongkan pihak musuh"
Tapi bila ditinjau dari sikap serta wajah sang hweesio tua
itu, jelas ia tidak mirip orang jahat, apakah disamping itu
masih ada sekelompok kekuatan lain yang sengaja datang
membantu" Tapi teringat dirinya masih berusia sangat muda, terjun
dalam dunia kangouw belum lama, kawan karib tidak banyak,
ia tak dapat membayangkan siapakah yang bakal datang
memberi bantuan kepadanya.
Beruntung sekali pertemuan puncak akan diadakan esok
hari, sampai waktunya tentu semua urusan bisa dibikin jelas,
dan ia anggap merasa gelisah pada saat ini tiada berguna.
Setelah mengambil keputusan di dalam hati, tubuhnya
mendadak meloncat ke depan dan langsung menuju kemulut
gunung sebelah timur Setibanya dimulut gunung, ia menemukan suasana di
sekeliling tempat itu sunyi senyap tak kelihatan sesosok
bayangan manusiapun. "Eeei... kemanakah mereka pergi?" pikirnya dalam hati.
Kembali ia berputar mengelilingi tempat itu, tapi tidak
ditemukan juga suatu jejakpun. terpaksa ia balik kembali
kemulut gunung sebelah Selatan, setibanya dimulut gunung
sebelah Selatan, disanapun sunyi senyap tidak kelihatan
sesuatu apapun. Ketika itu waktu menunjukkan hampir mendekati kentongan
ketiga, seorang diri berlarian di tengah hutan rimba yang sunyi
dalam hati merasa bagaikan seluruh gunung Ui san sudah mati
saja keadaannya, dari balik hutan beberapa kali
berkumandang keluar suara pekikan burung-burung malam
yang menambah keseraman suasana disana.
Teringat besok hari bakal berlangsung suatu pertarungan
sengit yang menentukan mati hidup, iapun tidak perlu merasa
heran lagi terhadap ketenangan yang mencekam seluruh
permukaan bukit pada malam itu, karena saat saat inilah
merupakan saat yang paling tenang, paling hening menjelas
datangnya suatu angin badai.
Akhirnya pemuda she Tan ini teringat masih ada banyak
urusan yang harus dirundingkan dengan beberapa orang
Loocianpwee, seharusnya ia tidak boleh berlarian semau
sendiri. Kemungkinan sekali Hu Siauw-cian sekalian sudah balik ke
tempat semula sewaktu tidak menemukan dirinya.
Oleh sebab itu ia putuskan untuk kembali dahulu kegua,
mungkin Ui Liong supek beberapa orang sedang menanti
dengan gelisah. Sewaktu Tan Kia-beng kembali ke dalam gua tempat
berkumpulnya para jago, ketika Ui Liong Tootiang, siasap dan
mega selaksa li, Lok Tong serta Su Hay Sin Tou sekalian
sedang menanti di dalam gua.
Melihat munculnya pemuda tersebut, dengan perasaan
heran mereka sama-sama menegur, "Eeei.... mengapa Cuncu
serta nona Hu belum juga kembali?"
Dengan alis berkerut Tan Kia-beng lantas menceritakan
keadaan sebenarnya yang telah terjadi.
Selesai mendengar kisah itu, Lok Tong pertama-tama yang
meloncat bangun. "Menurut keadaan seperti yang diceritakan mereka pasti
sudah terjatuh ketangan Majikan Isana Kelabang Emas. Kita
harus cepat-cepat berusaha untuk menolong kembali diri
mereka." "Heee.... heee.... heee.... heee.... jarak ini hari dengan
besok tinggal satu, dua jam saja, apa yang perlu kau
gelisahkan?" Su Hay Sin Tou sambil tertawa dingin. "Menurut pendapat aku si pencuri tua, lebih baik kita kumpulkan tenaga
untuk menghadapi pertemuan puncak esok hari, apalagi Toako
sudah berlari-lari satu malaman, iapun harus berisitrahat untuk
kumpulkan tenaga menghadapi majikan Isana Kelabang Emas
esok hari...." Ui Liong Tootiang pun merasa tiada berguna mencari jejak
kedua orang gadis itu pada saat begini, bahkan kemungkinan
sekali mempengaruhi kesuksesan esok hari. oleh sebab itu
setelah termenung sejenak sambil mengelus jenggotnya ia
berkata, "Menurut dugaan pinto, mereka berdua sama-sama
memiliki serangkaian ilmu silat yang luar biasa, sekalipun tidak
becus rasanya mereka masih punya kekuatan untuk
mengundurkan diri, apalagi masih Si Penjagal Selaksa Li Hu
Hong serta Pek-tok Cuncu belum kembali. Kemungkinan sekali
di tengah perjalanan mereka sudah berjumpa!"
Melihat semua orang berbicara demikian walaupun dalam
hati simega dan asap selaksa li merasa gelisah iapun tidak
banyak berbicara lagi. Ketika itu air muka Tan Kia-beng berubah sangat hebat,
iapun merasa berduka oleh kejadian tadi. Jikalau dirinya tidak
buru-buru pergi mengejar orang berbaju hijau yang saling
mengirim satu pukulan dengan dirinya, sudah tentu tak akan
kehilangan berita dari Hu Siauw-cian sekalian, oleh sebab itu
selama ini ia duduk termenung di atas tanah.
Su Hay Sin Tou walaupun wajahnya kelihatan dingin, kaku
dan hambar padalah jadi orang paling ramah. Terhadap
"Toako"nya ini ia sudah timbul rasa simpatik yang sangat
mendalam, ketika melihat wajahnya penuh diliputi
kemurungan ia segera maju menghibur seraya menepuk
pundaknya. "Hari sudah hampir terang tanah, lebih baik beristirahatlah
sebentar dengan hati tenang. pada saat ini kendati terjadi
suatu peristiwa yang amat besarpun kau tidak perlu ikut
campur." Sambil tertawa pahit Tan Kia-beng menggeleng.
Melihat pemuda itu menolak nasehatnya, Su Hay Sin Tou
jadi kheki sehingga matanya mendelik.
"Apa kau anggap perkataan dari Sam ko salah" tegurnya.
"Benar.... sangat benar, tapi urusan sudah berada diujung
tanduk, bagaimana mungkin hatiku bisa tenang?"
"Urusan sudah jadi begitu, cemaspun tiada berguna. aku si
pencuri tua percaya kedua orang budak itu tak bakal mati"
Tan Kia-beng yang melihat saudara tuanya ini sedang
memandang dirinya dengan sinar mata penuh kekuatiran, ia
merasa tidak enak untuk banyak berbicara lagi.
Pemuda itu menurut dan pejamkan mata atur pernapasan,
sebentar kemudian ia sudah berada dalam keadaan lupa
segala galanya. Menanti ia tersadar kembali, hari sudah terang tanah ketika
ia membuka mata maka tampaklah Pek-tok Cuncu si Rasul
Selaksa Racun beserta Hay Thian Sin SHu ayah beranak sudah
datang semua disana. Terburu-buru ia bangun berdiri untuk memberi hormat
kepada semua orang, kemudian bersama-sama membicarakan
soal pertemuan yang akan diadakan nanti, mendadak Leng
Poo Sianci mengambil keluar sebuah buntalan besar dan
diserahkan ketangan sang pemuda.
"Eeei! Ini hari adalah saat berkumpulnya seluruh jago liehay
dari setiap partai yang ada diseantero dunia, apakah kau ingin
menghadiri pertemuan puncak semacam itu dengan memakai
pakaian pengemis yang dengkil lagi bau itu?" tegur sang gadis
sambil tersenyum. Tan Kia-beng melirik sekejap keseluruh badan sendiri,
akhirnya iapun tersenyum.
"Kenapa tidak boleh?" tanyanya.
"Hmm! pakaian sudah aku persiapkan bagaimanapun juga
kau harus berganti pakaian dahulu" kata Leng Poo Sianci
sambil membuka buntalan tersebut dan mengambil keluar satu
stel pakaian warna biru dan dilemparkan ke atas pundaknya.
Ui Liong Tootiang yang melihat waktu sudah tidak pagi,
segera ikut menimbrung pula dari samping, "Tan Si heng,
cepatlah kau berganti pakaian. kitapun harus segera
berangkat" Terpaksa Tan Kia-beng menurut saja dan pergi mencari
suatu tempat yang sunyi untuk mencuci bersih wajahnya dari
obat penyamar setelah itu ganti pakaian dan balik kegua.
"Bagaimana kalau sekarang juga kita orang berangkat?"
kata Ui Liong Tootiang setelah melihat pemuda itu kembali.
Semua orang menyatakan setuju dan demikianlah tiga
orang tua seorang toosu dengan mengiringi Tan Kia-beng
berangkat kepuncak Si Sim Hong.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panitia penyelenggara dari pertemuan puncak para jago kali
ini adalah dari pihak Siauw-lim serta Bu-tong pay. Di atas
sebidang tanah berumput di depan puncak pada saat ini sudah
didirikan sebuah panggung oleh dua orang partai. Disebelah
Timur, Barat serta Selatan dibangun pula barak bambu yang
beralaskan alang-alang. Sewaktu rombongan Tan Kia-beng tiba disana, orang-orang
dari tujuh partai besar sudah menanti di barak sebelah
Selatan. Duduk dipaling tengah Yen Yen Thaysu, Thian Liong
Tootiang serta Liok lim Sin Cie bertiga, sedangkan ciangbunjin
dari tujuh partai besar sebaliknya malah berada di deretan
belakang dan anak murid mereka berada dipaling belakang.
Ui Liong Tootiang serta Hay Thian Sin Shu beberapa orang
adalah manusia manusia yang tak gemar berkenalan, mereka
tak ambil gubris terhadap orang-orang itu. Sedangkan Tan
Kia-beng sendiripun tak ingin banyak ambil sikap, dengan
cepat mereka beberapa orang langsung menuju kebarak
sebelah Timur. Thian Liong Tootiang serta Liok Lim Sin Ci yang melihat
kedatangan mereka dari tempat kejauhan buru-buru bangun
berdiri dan menyapa. "Kalian beberapa orang mari duduk sini!"
Hanya Yen Yen Thaysu seorang tetap pejamkan mata
tundukkan kepala tidak bicara pun tidak bergerak. Sikapnya
amat sombong. "Hmm. Sungguh besar amat lagak sikeledai gundul tua ini,"
jengek Leng Poo Sianci sambil cibirkan bibirnya yang kecil.
Dengan gemas Hay Thian Sin Shu melototi sekejap ke arah
putrinya, lalu sembari menjura ke arah Selatan ia menyahut,
"Tidak perlu, kami disini saja!"
Demikianlah, beberapa orang itu sama-sama ambil tempat
duduk dibarak sebelah Timur.
Sejak permulaan Leng Poo Sianci selalu berada disisi Tan
Kia-beng dan setengah cun pun tidak berpisah, sejak kecil ia
sudah terbiasa bersikap manja saat inipun ia selalu menguntil
disisi sang pemuda dengan sikap yang sangat mempesonakan.
Tapi pemuda she Tan itu sama sekali tidak ada perhatian
dalam hal ini, setibanya di dalam kalangan, sepasang matanya
dengan tajam memperhatikan keadaan di sekeliling tempat
itu. Kalangan tersebut adalah suatu tempat yang dipilih oleh
pihak Siauw Lim serta Bu-tong-pay sesudah menjalani sesuatu
demikian serta menyusun rencana yang amat teliti serta
sangat berhati bati, punggung menempel pada tebing curam
dengan sebelah kiri kanan terbentang lapangan yang luas.
Justru tujuannya untuk menghindarkan diri dari siasat beracun
yang sengaja diatur orang-orang Isana Kelabang Emas.
Si Pek-tok Cuncu yang melihat Tan Kia-beng begitu repot
memandang kesana melirik kemari, ia lantas tahu jika sang
"Toako"nya ini lagi memeriksa keadaan disana, tak terasa lagi ia tersenyum.
"Tempat ini, aku serta si pencuri tua sudah periksa teliti,
tanggung tak akan terjadi persoalan," katanya.
"Sesudah diperiksa oleh Jie ko serta Sam ko aku percaya
sudah tentu tak bakal terjadi persoalan," Tan Kia-beng
mengangguk seraya tersenyum ramah. "Aku sedang berpikir,
mengapa sampai saat ini tidak terlihat seorang manusiapun
yang datang menonton keramaian, apakah mereka sudah
menemui bencana ditangan orang-orang Isana Kelabang
Emas?" Ui Liong Tootiang yang kebetulan mendengar pembicaraan
itu segera mendengus dingin.
"Hmmm! Walaupun tindakan orang-orang Isana Kelabang
Emas amat kejam dan keji tapi aku percaya mereka tak bakal
berhasil menutupi pandangan mata semua jago yang ada
dikolong langit" "Haaa.... haaa.... haaa.... coba kalian lihat, bukankah
orang-orang yang menonton keramaian sudah mulai
berdatangan?" tiba-tiba Su Hay Sin Tou berseru sambil
tertawa tergelak. Semua orang dongakkan kepalanya, sedikitpun tidak salah
terlihat berpuluh puluh orang jago kangouw dengan
bergerombol mulai mendekati kalangan pertemuan.
Melihat hal tersebut diam-diam Tan Kia-beng menghela
nafas panjang. "Malam ini banyak sekali orang yang menemui ajal dan
terluka di dalam lembah gunung, tidak disangka ternyata
masih ada juga orang yang berani datang kemari, orang-orang
kangouw kadang kadang memang sangat mengherankan."
Tidak selang beberapa saat, orang yang khusus datang
menonton keramaian paling sedikit sudah mencapai seratus,
dua ratus orang banyaknya, Hong Jen Sam Yu beserta "Leng
Lam Coa Sin" itu Pangcu dari perkumpulan Kay-pang dan
"Gien Cang Shu" Thio Cau pun sudah pada berdatangan
semua. Walaupun Kay-pang di dalam pertarungan antara pihak
orang-orang Bulim di daerah Tionggoan melawan pihak Isana
Kelabang Emas hanya bertanggung jawab soal penjagaan dan
memata matai musuh tapi mereka merupakan suatu kekuatan
yang manunggal. Selama ini mereka tidak pernah saling mengadakan
hubungan dengan orang-ornag tujuh partai besar, oleh sebab
itu setelah menyapa para ciangbunjin tujuh partai yang ada
dibarak sebelah Selatan serta Tan Kia-beng sekalian dibarak
sebelah Timur. Mereka tidak ke Selatan juga tidak ke Timur
sebaliknya duduk bersilah di atas tanah lapang yang kosong.
Sang surya sudah berada di atas kepala, tapi dari pihak
Isana Kelabang Emas masih belum juga kelihatan munculnya
seorang manusiapun. Tak tertahan orang-orang dari tujuh
partai besar mulai merasa gelisah.
Sebenarnya pertemuan puncak para jago digunung Ui San
kali ini adalah usul yang muncul dari benak Yen Yen Thaysu,
Liok Lim Sin Ci serta Thian Liong Tootiang, tujuannya bukan
lain ingin memancing datangnya orang-orang Isana Kelabang
Emas. Mereka sama sekali tidak bermaksud sungguh sungguh
mengadakan pertemuan ini, oleh sebab itu sewaktu melihat
dari pihak Isana Kelabang Emas sama sekali tidak ada yang
hadir, maka hal ini sama artinya usaha mereka selama ini
menemui kegagalan total. Tetapi jika semisalnya pertemuan puncak itu jadi
dilanjutkan maka sebelum memasuki babak yang penghabisan
dan seseorang berhasil merebut kedudukan jago-jago pedang
nomor wahid dari kolong langit merekalah melalui dulu
pertarungan yang bersusun susun, sedang pihak si
penyelenggara sama sekali tidak mengadakan persiapan.
Waktu perlahan-lahan berlalu dalam suasana penuh
kekuatiran. kecemasan serta kegelisahan sedang dari pihak
Isana Kelabang Emas tetap tenang tidak kelihatan gerakan
apapun. Sedangkan orang-orang dibawah panggung yang menonton
jalannya pertemuanpun semakin lama semakin banyak,
banyak diantara mereka yang mulai tidak sabaran dan
berteriak teriak memaki, ada pula yang mengejek dengan
kata-kata kotor menganggap Yen Yen Thaysu serta Liok Lim
Sin Ci sedang bergurau dengan orang-orang Bulim dari
seantero kolong langit. Mana ada pertemuan diadakan menjelang hari hampir
gelap" Tan Kia-beng sekalian yang berada di barak sebelah Timur
pun merasa sangat gelisah, kecemasan mereka bukannya
dikarenakan tidak kehadiran majikan Isana Kelabang Emas
dalam pertemuan ini, justru karena belum munculnya si
Penjagal Selaksa Li, Hu Hong, Pek Ih Loo Sat, Hu Siauw-cian
serta Mo Tan-hong hingga saat ini. Jikalau bukannya mereka
sudah menemui bencana kenapa tidak muncul muncul juga
beberapa orang itu" Waktu suara ejekan serta makian yang bergema dibawah
panggung makin lama semakin hebat, bahkan ada orang yang
mulai memaki kalang kabut dengan kata-kata kotor.
Akhirnya Thian Liong Tootiang tidak bisa menahan diri lagi,
sambil memandang ke arah Liok-lim Sin Ci ujarnya, "Menurut
pendapatku yang bodoh, lebih baik kita bertiga memberi
sedikit penjelasan dulu kepada mereka, dengan demikian
makian makian kotor yang tak sedap didengarpun bisa
dikurangi, lain kali jika persoalan ini sampai tersiar dalam
Bulim mungkin akan merusak nama baik kita."
"Ehmmm! perkataan dari Tootiang sedikitpun tidak salah,"
Liok lim Sin Cie mengangguk tanda setuju.
Ketika itulah mendadak Yen Yen Thaysu membuka matanya
lalu mendengus dingin. "Buat apa kalian gubris manusia manusia yang tidak tahu
mati macam begitu?" tegurnya lantang, "Lebih baik usir
mereka pergi dari sini, jika dugaan loolap tidak salah maka
menjelang magrib nanti pihak Isana Kelabang Emas baru
mulai melakukan gerakan"
Suaranya serak besar dan lantang, setiap patah kata hampir
boleh dikata dapat didengar semua orang dengan jelas,
seketika itu juga suasana berubah semakin gaduh bahkan ada
orang yang berteriak keras, "Tidak kusangka seorang pendeta
beribadat dari Siauw lim pun bisa mengucapkan kata-kata
semacam itu. Hmmm! sungguh jauh lebih bau dari kentut!
orang-orang Bulim dari seantero kolong langit memilih kalian
sebagai panitia penyelenggara pertemuan puncak ini ternyata
kalian anggap pertemuan ini sebagai permainan, maknya....!
kurang ajar.... kurang ajar!"
Walaupun nama besar dari Yen Yen Thaysu bertiga sangat
terkenal dalam Bulim tapi kali ini pura pura jadi kenyataan
mereka malah kena dimaki oleh orang banyak, oleh sebab itu
terpaksa mereka hanya bisa saling bertukar pandangan sambil
tertawa pahit. Hay Thian Sin Shu yang justru namanya ikut tercantum
dalam deretan panitia penyelenggara tapi dalam pertemuan
kali ini ia tidak diundang untuk ikut bertanding, dasarnya
dalam hati sudah merasa kurang senang, saat ini mendengar
makian makian dari para jago ia merasa sangat tidak senang,
mendadak ia meloncat bangun dan membentak keras,
"Pertemuan puncak para jago yang diadakan digunung Ui san
ditetapkan setiap sepuluh tahun diadakan satu kali di atas
puncak Si Sim Hong, dan hal ini sudah ditetapkan bersama
oleh semua orang Bulim karena itu rasanya tidak perlu
diumumkan lagi tentang soal ini, walaupun pertemuan yang
diadakan kali ini pihak Siauw lim serta Bu-tong-pay kurang
sempurnya di dalam persiapan, hal ini justru disebabkan ada
sebab sebab lain, seharusnya kalian semua memaafkan dirinya
kalian bersikap demikian terhadap panitia penyelenggara,
apakah kami semua tidak merasa bila perbuatan itu kurang
sopan dan tak sedap dilihat?"
Si orang tua ini memiliki tenaga dalam yang sempurna,
suarapun lantang bagaikan genta membuat seluruh kalangan
jadi berdengung sangat keras.
Kontan suasana jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun, para jago dibuat bungkam dalam seribu bahasa.
Pada waktu itulah suara ujung baju tersampok angin
bergema datang, serombongan hweesio berbaju abu abu
dengan tanpa berisik sudah melayang datang dan berhenti di
depan panggung. Mereka semua tidak berbicara pun tidak menyapa siapapun
diantara orang-orang yang hadir disana.
"Iiih"! bukankah dia adalah Sian Si?" mendadak terdengar
Yen Yen Taysu yang ada dibalik selatan berseru keheranan.
Agaknya orang yang baru saja tiba adalah bukan lain
adalah anak murid dari pihak Siauw-lim-sie, belum sempat Ci
Si Sangjien memerintahkan orang untuk menanyakan jelas
persoalan ini, dari tengah udara kembali terdengar suara
desiran tajam. Berkuntum kuntum awan merah tahu-tahu sudah melayang
ke atas tanah dan muncullah delapan orang toosu berjubah
merah darah dengan lukisan Pak Kwaa di depan dada
melindungi seorang toosu tua yang kurus pucat bagaikan
mayat. Air muka Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay kontan
berubah hebat. bentaknya keras, "Siapa yang suruh kalian
meninggalkan istana Sian Bu Kong digunung Kun lun san?"
Dengan wajah hambar Toosu tua itu mendengus dingin, ia
sama sekali tidak ambil gubris terhadap sang Ciangbunjin.
Diikuti di tengah kalangan muncul pula empat, lima
rombongan manusia yang langsung berpencar dikedua belah
sisi panggung, agaknya mereka sedang menyambut
kedatangan seseorang. Para ciangbunjin tujuh partai besar yang ada dibarak
sebelah Selatan sewaktu melihat orang-orang itu bukan lain
adalah anak murid mereka yang ditinggalkan di atas gunung
bahkan sewaktu bertemu dengan merekapun tidak memberi
hormat, dalam hati merasa keheranan.
Su Hay Sin Tou yang duduk disisi Tan Kia-beng, sejak
permulaan sudah merasakan ketidak beresan dalam persoalan
ini. kepada pemuda tersebut ujarnya sambil tertawa.
"Toako, apakah kau sudah melihat jelas" kemungkinan
sekali tujuh partai besar bakal terjungkir dari partai kuali"
Tan Kia-beng sendiripun sudah mendengar sendiri akan
penghianatan Sian Si Hwee sio dari Siauw-lim sie terhadap
ciangbunjin nya, ketika melihat kejadian itu iapun mengerti
bila tentu berhasil, karenanya ia lantas manggut.
"Perkataan dari Sam ko sedikitpun tidak salah, kita lihat saja
apa yang selanjutnya hendak mereka lakukan?"
Pada waktu itu terdengar suara derapan kaki kuda
berkumandang datang dari tempat kejauhan makin lama
semakin mendekat. Delapan ekor kuda jempolan bagaikan
angin taupan bergerak datang.
Di atas punggung kuda itu duduklah delapan orang lelaki
berpakaian perlente yang menggempol golok bergerigi.
Setibanya di depan panggung mereka berpencar jadi dua
bagian dan sama-sama meloncat turun tari kuda lalu berdiri
dalam sikap hormat dengan golok disilangkan di depan dada.
Kemudian dari tempat kejauhan terdengarlah suara irama
musik berbunyi Memecahkan kesunyian, dua puluh empat
orang dara berbaju warna warni dengan memanggul dua buah
tandu bergerak mendatang dengan gerakan yang sangat
ringan. Hanya di dalam sekejap mata mereka sudah tiba di depan


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panggung. Ketika itulah ketujuh orang yang berdiri dikedua belah sisi
panggung bersama-sama maju ke depan memberi hormat.
"Sian Si Ciangbunjin dari partai Siauw lim menghunjuk
hormat buat majikan"
"Hong Hoat, ciangbunjin dari Kun-lun pay menghunjuk
hormat buat majikan."
Di tengah suara pujian yang hiruk pikuk horden tandu
perlahan-lahan disingkap dan muncullah seorang nyonya
muda yang amat cantik dengan pakaian keraton warna hijau,
ia mengulapkan tangannya halus dan berseru, "Kalian jauhjauh datang kemari tentu amat lelah, tidak usah banyak adat!"
Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat munculnya nyonya
muda berpakaian keraton itu seketika merasa wajahnya amat
dikenal sepertinya ia pernah berjumpa dengan orang itu hanya
lupa dimanakah ia pernah bertemu.
Mendadak terdengar Pek-tok Cuncu mendengus dingin.
"Hmmm! kiranya dia!"
"Apakah jie-ko kenal dengan dirinya?" tanya Tan Kia-beng
keheranan. Su Hay Sin Tou segera tertawa tergelak dan menyambung
dari samping, "Toa ko, orang budiman banyak urusan yang
dilupakan, bukankah dia adalah Kiam Soat Lang yang pernah
membokong dirimu sewaktu berada di kota Swan Jan?"
"Aaakh! benar, tidak aneh kalau aku merasa suara maupun
wajahnya sangat dikenal" pemuda she Tan ini jadi tersadar
kembali. Pada saat itu ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai
besar yang ada dibarak sebelah Selatan tidak dapat menahan
sabar lagi, mereka sama sekali tidak menyangka kalau anak
murid mereka yang ditinggal digunung ternyata semuanya
sudah menjadi kaki tangan pihak Isana Kelabang Emas,
terutama sekali atas kejadian mereka mengaku sebagai
ciangbunjin, hal ini membuat mereka merasa terkejut
bercampur gusar. Pertama-tama Yen Yen Thaysu yang tak dapat menahan
diri, ia meloncat bangun kemudian langsung menubruk ke
arah Sian Si Thaysu. "Sian Si, besar betul nyalimu! Ternyata berani mengkhianati
perguruan dan jadi kaki tangan musuh," bentaknya berat.
Dengan wajah hambar dari dalam sakunya Sian Si Thaysu
mengambil keluar serangkaian tasbeh dan diangkatnya tinggi
tinggi ke atas. "Walaupun kedudukan Susiok sangat hormat, seharusnya
kau masih ingat dengan peraturan Siauw lim yang turun
temurun bukan?" Melihat munculnya tasbeh Siang Liam Cu ditangan hweesio
tersebut, Yen Yen Thaysu jadi tertegun, karena tasbeh itu
merupakan tanda kepercayaan dari Ciangbunjin dan menemui
tasbeh tersebut sama halnya menemui sang Hong tiang
sendiri, siapapun harus mendengarkan perintah dari orang
yang memegang tanda kekuasaan ini.
Ketika itu Ci Si Siangjien beserta Ciangbunjin partai partai
lain sudah tiba dihadapan mereka, sewaktu melihat tasbih
tersebut iapun rada tertegun dibuatnya.
Tasbeh ini sudah hilang tercuri tempo hari, walaupun Tan
Kia-beng sudah membongkar rencana busuk dari Wu Gong
Hweesio tapi ia tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut
tentang tasbeh tersebut. Tidak disangka benda pusaka ini
ternyata benar-benar sudah terjatuh ketangan Sian Si
hweesio. Sian Si Hweesio ketika melihat Ci Si Siangjin berjalan
menghampiri dirinya dengan penuh gusar segera angkat
tasbeh pusaka itu tinggi tinggi.
"Omintohud! Pinceng mendapat berkah dari Couw su untuk
menerima jabatan sebagai ciangbunjin, harap suheng
membawa semua anak murid yang hadir disini untuk mundur
kesamping, dan sementara waktu menanti perintah
selanjutnya." Sekalipun Ci Si Siangjien adalah seorang pendeta yang
beribadat tinggi, saat inipun tak urung merasa teramat gusar,
ia mendengus dingin. "Kau maupun aku sama-sama berasal dari satu perguruan,
jika kau ingin menjabat sebagai ciangbunjin katakan saja terus
terang, buat apa melakukan perbuatan hianat yang
memalukan perguruan, apakah kau tidak takut nama busukmu
akan tertinggal selama laksaan tahun?"
Wajah Sian Si Hweesio kurus kering ini mendadak terlintas
suatu hawa napsu membunuh.
"Jika kau berani banyak bicara lagi, akan kugunakan
peraturan perguruan untuk menjatuhkan hukuman mati
kepada kau simurid murtad!" bentaknya gusar.
Ci Si Siangjien sebagai seorang ciangbunjin sudah tentu
mengetahui pula peraturan perguruan sendiri, ia benar-benar
tidak berani banyak berbicara lagi.
Sisanya anak murid yang ia bawa, walaupun rata rata
wajahnya diliputi kegusaran tapi tidak berani banyak bicara,
mereka sama-sama tundukkan kepala dan mengikuti Ci Si
Sangjien mengundurkan diri kesamping.
Ketika itu ciangbunjin masing-masingpun sudah
menemukan anak murid partainya sendiri yang berhianat,
suasana kontan menjadi kacau balau dan tidak karuan.
Bagaimanapun Thian Liong Tootiang jauh lebih tenang
daripada yang lain, buru-buru ia lepaskan diri dari keributan
dan berteriak lantang, "Harap masing-masing partai untuk
sementara waktu singkirkan dulu persoalan tentang murid
murid murtad, pinto ada perkataan yang hendak diutarakan"
Leng Hong TOotiang pertama tama yang menurut dan
berjalan keluar dari keributan disusul Kwang Hoat Tootiang
dari Kun-lun-pay serta Phu Ciang Siansu dari Ngo Thay Pay.
Dengan wajah serius dan keren Thian Liong Tootiang
berkata, "Peraturan perguruan dari partai besar selamanya
ketat dan belum pernah terjadi peristiwa penghianatan
semacam ini, ternyata urusan macam begini terjadi ini hari,
aku duga dibalik kesemuanya ini tentu masih terselip sebab
sebab lain yang lebih mendalam. kita harus hadapi dulu
majikan Isana Kelabang Emas.... jangan sampai merusak
suasana" Masing-masing Ciangjien pada mengangguk ketika semua
orang menoleh maka terlihatlah waktu itu sang nyonya muda
berpakaian keraton dengan diiringi dara berbaju warna warni
sudah berjalan menuju kebarak sebelah barat dan ambil
tempat duduk, sedangkan orang-orang dari Tujuh partai besar
sang penghianat bagaikan pelayan berdiri di kedua belah
sisinya. Barak Timur serta Barak sebelah Barat saling berhadapan,
dari tempat kejauhan nyonya muda berpakaian keraton itu
tersenyum dan mengangguk kepada Tan Kia-beng.
"Tan Heng tujuan kedatanganmu kali ini hendak merebut
gelar jagoan nomor wahid dari kolong langit atau masih ada
maksud maksud lain?"
Walaupun suaranya tapi melengking dan merdu memenuhi
angkasa, setiap patah kata dapat didengar dengan amat jelas.
Diam-diam Tan Kia-beng rada terkejut juga oleh kehebatan
lweekang pihak lawan, buru-buru ia pusatkan pikiran dan
menyahut, "Entah benarkah kau adalah Majikan Isana Kelabang
Emas?" "Sedikit pun tidak salah. Sekarang Liuw Lok Yen sudah
berubah nama dengan sebutan Majikan Isana Kelabang
Emas". Para jago angkatan tua yang hadir di dalam kalangan
setelah mendengar disebutkan nama "Liauw Lok Yen" rata
rata merasa hatinya tergetar keras.
Semua orang mengetahui jia tempo dulu Kiem Hoa Tong-cu
memang mempunyai seorang selir yang berbakat dan cantik,
tapi sama sekali tak terduga bila akhirnya iapun jadi seorang
jagoan Bulim yang membuat heboh seluruh dunia persilatan.
Pada saat itu Yen Yen Thaysu, Liok-lim Sin Ci, Thian Liong
Tootiang beserta ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai
sama-sama sudah kembali kebarak sebelah Selatan, sedang
para orang-orang kangouw yang datang menonton
keramaianpun sama-sama membelalakkan matanya
memandang seluruh gerak gerik Majikan Istana dengan hati
tegang. Yen Yen Thaysu dengan wajah keren mendadak bangun
berdiri dan berseru dengan suara lantang, "Asal usul sicu
sangat terhormat dan tahu tata kesopanan, mengapa kau
mengandalkan kepandaian silat untuk membunuhi kawankawan dunia persilatan bahkan bersekongkol pula dengan
anak murid partai-partai besar sehingga banyak diantara
mereka menghianati perguruan" perbuatanmu ini bukankah
sama halnya secara terbuka menantang perang kepada partaipartai besar didaratan Tionggoan" apa kau anggap didaratan
Tionggoan benar-benar tak ada orang lagi?"
Walaupun terang-terangan Liauw Lok Yen mendengar
perkataan tersebut tetapi melirik sekejapn tidak, ia tetap
memandang Tan Kia-beng sambil tersenyum.
"Antara Isana Kelabang Emas dengan pihak Teh Leng Kauw
selamanya tiada ikatan dendam kesumat, rasanya tiada
berguna bila kita saling bentrok sendiri satu sama lainnya, jika
Tan heng ada maksud untuk merebut gelar jagoan pedang
nomor wahid dari seluruh kolong langit, Liuw Lok Yen rela
untuk mengalah kepadamu" katanya perlahan.
Alis Tan Kia-beng melentik, ia tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... lebih baik saudara jangan
bicarakan soal tersebut dengan begitu enak, jikalau pihak
Isana Kelabang Emas masih ada tersisa sifat manusia rasanya
dunia kangouw tak akan berubah jadi tempat pembunuhan
yang sangat mengerikan, kedatangan dari aku orang she Tan
kali ini dalam menghadiri pertemuan puncak para jago sama
sekali tiada bermaksud untuk merebut gelar jagoan nomor
wahid itu, tetapi ingin sekali aku coba bagaimana hebatnya
ilmu pukulan Hong Mong Cie Khie mu itu. Selama beberapa
hari ini kau selalu saja menciptakan hujan badai di sekeliling
gunung Ui san dan bermaksud menyapu habis semua jagoan
Bulim yang ada didaratan Tionggoan, Heee.... heee.... heee....
hanya sayang aku orang she Tan merasa caramu berpikir
masih terlalu kekanak kanakan."
Walaupun selama beberapa tahun ini nama Tan Kia-beng di
dalam dunia kangouw sangat terkenal, tapi dalalm pandangan
orang-orang Bulim ia hanya seorang angkatan muda saja.
Tadi sewaktu rombongan mereka memilih tempat dibarak
sebelah Timur, dalam anggapan semua orang usul tersebut
tentu timbul dari ide Ui Liong TOotiang atau para jago Hay
Thian Sin Shu beberapa orang angkatan tua, oleh sebab itu
terhadap pemuda tersebut para jago sama sekali tidak ambil
perhatian. Tapi saat ini setelah dilihatnya dua kali Majikan Isana
Kelabang Emas buka suara dan ternyata hanya berbicara
dengan pemuda tersebut, hal ini menimbulkan perhatian
semua orang terutama sekali kata-kata sang pemuda yang
ketus dan bersifat keras semakin membuat hati orang terkejut,
diam-diam mereka memuji atas kebesaran nyali pemuda itu
serta ketajaman lidahnya.
Senyuman yang semula menghiasi wajah Liauw Lok Yen
perlahan-lahan lenyap tak berbekas, ia membereskan
rambutnya yang terurai dan mulutnya bergerak siap berbicara
lagi. Waktu itulah Yen Yen Thaysu yang ada barak sebelah
Selatan sudah memuji keagungan Buddha dengan suara
lantang, ujarnya berat, "Persoalan ini hari rasanya tak dapat
diselesaikan lagi dengan menggunakan kata-kata, kalau
memang pihak Isana Kelabang Emas mengandalkan ilmu
silatnya hendak musuhi kawan-kawan Bulim maka kita sebagai
orang-orang Bulim dari daratan Tionggoan pun harus
menggunakan gigi balas unjuk gigi".
Sebagai seorang Tiang-loo dari Siauw-lim pay yang
kedudukannya amat tinggi, ternyata tidak mendapatkan
perhatian dari Majikan Isana Kelabang Emas bahkan
perempuan itu sama sekali tidak menggubris dirinya tak kuasa
lagi hawa gusarnya meluap. Bahkan perempuan itu sama
sekali Dengan pandangan dingin Liuw Lok Yen melirik sekejap ke
arahnya lalu tertawa sinis.
"Eeei Loo hweesio! jika kau begitu buru-buru hendak
berangkat ke dalam dunia Barat Liuw Lok Yen tentu akan
menghantarkan dirimu terlebih dahulu"
Dengan penuh kegusaran Yen Yen Thaysu meloncat
bangun, ujung jubahnya dikebut keras ke depan sedang
tubuhpun bagaikan anak panah melesat ke atas panggung,
teriaknya gusar, "Walaupun Hong Mong Cie Khie merupakan ilmu dahsyat
dari aliran Sian Bun aku lihat tak bakal bisa mengapa apakan
Loolap jika tidak percaya mari kita adu beberapa jurus untuk
membuktikannya" Ci Si Sangjien yang melihat Yen Yen Thaysu melayang
keluar, alisnya kontan berkerut ia merasa susioknya ini terlalu
berangasan bahkan sudah merusak tingkatan sendiri tapi
iapun tidak turun tangan mencegah
Siapa nyana Majikan Isana Kelabang Emas sama sekali
tidak bergerak, kepada Sian Si Hweesio bisiknya lirih.
"Coba kau kirim satu orang untuk bergebrak beberapa jurus
dengan dirinya. Istana kami pasti tak akan membiarkan dia
menemui bencana. "Terima perintah" sahut Sian Si Hweesio merangkap
tangannya di depan dada. Ia lantas berpaling dan ujarnya kepada seorang hweesio
berusia pertengahan yang berdiri disisinya.
"Liauw Jen coba kau maju dan terima beberapa jurus
permainan dari hweesio tua itu Majikan akan menjaga dirimu
secara diam-diam, kau turun tanganlah dengan hati lega.
Walaupun ucapannya diutarakan sangat rendah, tapi bagi
Tan Kia-beng serta beberapa orang loocianpwee dapat
didengar sangat jelas. "Haa.... haa.... haa.... kali ini hweesio tua itu bakal
memperoleh permainan bagus!" bisik Su Hay Sin Tou sambil
tertawa lirih. Ketika mereka sedang berbicara, Liuw Jan hwesio sudah
tiba di atas panggung. Yen Yen Thaysu yang melihat


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

munculnya orang itu matanya lantas melotot bulat-bulat.
"Apa maksudmu datang kemari?" bentaknya gusar.
Dengan paksakan diri menahan rasa jeri Liauw Han hwesio
putar-putar biji matanya.
"Aku mendapat perintah untuk menemani kau orang tua
bermain beberapa jurus ilmu silat.
Saking gusarnya jenggot serta alis sang hwesio pada
bangun berdiri bagaikan kawat, matanya mendelik
memancarkan cahaya tajam.
"Gelinding pergi!" bentaknya gusar.
Ujung bajunya diayun ke depan mengirim segulung angin
pukulan yang maha dahsyat bagaikan angin taupan menghajar
kemuka. Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati,
tubuh Liuw Jan Hwesio bagaikan batu bandringan mencelat
dua kaki ke tengah udara kemudian dengan membawa serta
hujan darah roboh ke atas tanah.
Pertama. Karena Yen Yen Thaysu turun tangan secara
mendadak dan Liauw Jan hwesio sama sekali belum ambil
persiapan. Kedua. Tenaga lweekang Yen Yen Thaysu sudah
ada lima, enam puluh tahun hasil latihan, kebutannya itu kuat
laksana tumbuhan ribuan kati baja. Oleh sebab itu hanya
dalam satu jurus saja ia sudah berhasil membereskan
mangsanya. Menanti Yen Yen Thaysu sadar bila seorang anak murid
Siauw lim berhasil ia bunuh mati dalam satu jurus, hatinya
baru tertegun. Terdengarlah Liuw Lok Yen tertawa terkekeh kekeh.
"Kau selalu saja menuduh pihak Isana Kelabang Emas suka
membunuh orang, eei! hweesio tua, apakah tindakanmu
barusan mirip tindakan seorang yang beribadah?"
Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar sangat kejam,
sengaja ia menyuruh seorang anak murid Siauw-lim pay untuk
menghantar kematiannya kemudian masih mengucapkan katakata dengan seenaknya. Kontan saja Yen Yen Thaysu
merasakan dadanya seperti mau meledak, ia membentak
keras ujung jubahnya berkibar dan langsung menerjang ke
arah barak sebelah barat.
Siapa nyana baru saja tubuhnya tiba di sisi barak,
mendadak segulung angin pukulan berkabut hijau yang sangat
tebal melayang keluar dan langsung membabat ke arahnya.
Tubuh Yen Yen Thaysu masih ada di tengah udara, ujung
jubatnya segera digetarkan mengirim sebuah pukulan berhawa
Sin kang yang maha dahsyat.
"Braak!" diiringi suara ledakan keras, angin taupan menderu deru memenuhi seluruh angkasa.
Yen Yen Thaysu yang masih berada di tengah udara,
tubuhnya seketika itu juga terdorong oleh pukulan berkabut
hijau tadi sehingga mencelat setinggi tiga depa dan melayang
turun ke atas permukaan tanah.
Karena terlalu gegabah, ia menderita sedikit kerugian
dihadapan orang banyak, hal ini membuat hwesio itu malu
untuk turun dari panggung.
JILID: 18 Dengan teramat gusar ia bersuit panjang, tubuhnya
bersiap-siap menerjang kembali ke arah barak.
Ketika itulah dengan hati cemas Thian Liong TOotiang
sudah berteriak, "Thaysu jangan marah dulu, mari kesini, pinat
ada perkataan yang hendak aku rundingkan"
Jelas sekali inilah kesempatan yang sangat bagus baginya
untuk turun dari panggung bersamaan itu pula iapuan tahu
beribut macam begini terusan bukanlah suatu cara yang
sempurna. Oleh sebab itu meminjam kesempatan dari teriakan Thian
Liong Tootiang ini ia melayang balik ketampat semula.
Ketika itu Liuw Lok Yen pun dengan badan yang
menggiurkan sudah berjalan keluar dari barak, sinar matanya
menyapu sekejap keseluruh kalangan kemudian tertawa
terkekeh-kekeh. "Ini hari adalah saat diadakannya pertemuan puncak untuk
merebutkan gelar pedang nomor wahid, tapi mengata tidak
kelihatan gerak gerikpun" Hal ini benar-benar membuat aku
Liuw Lok Yeng jadi keheranan setengah mat!"
"Bagaimana maksud Supek?" Perlahan-lahan Tan Kia-beng
alihkan sinar matanya ke arah Ui Liong Tootiang.
"Selama ini Tujuh partai besar selalu anggap tinggi diri
sendiri, lebih baik kita tunggu saja keadaan selanjutnya" sela
SU Hay Sin Tou sambil tertawa.
Ui Liong Tootiang mengangguk.
"Pendapat dari Sin Tou heng sedikitpun tidak salah, lebih
baik kita orang bergerak sedikit lambat"
Setelah Yen Yen Thaysu mengundurkan diri ke tempat
duduknya, ia mulai berunding dengan Thian Liong Tootiang
serta Liok lim Sin Cie, mereka anggap jikalau pihak Isana
Kelabang Emas melakukan tindakan sesuai dengan tindakan
Bulim, ada seharusnya pula mereka hadapi dengan
menggunakan peraturan. Tetapi sebelum beberapa orang itu selesai mengambil
keputusan dalam perundingan tersebut, Liuw Lok Yen sudah
melanjutkan kembali kata-katanya, "Menurut berita terakhir
yang berhasil kami dapatkan, ternyata tujuan kalian
mengadakan pertemuan puncak para jago adalah palsu,
menggunakan kesempatan ini kalian hendak menghadapi
pihak Isana Kelabang Emas adalah maksud yang sungguhsungguh. Demikianpun baik juga. Liauw Lok Yen kepingin
sekali menggunakan serangkaian ilmu silat yang aku miliki
hendak menghadapi jago-jago lihay dari tujuh partai besar...."
Hikmah Pedang Hijau 13 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Duel 2 Jago Pedang 2

Cari Blog Ini