Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bayangan Malaikat 9

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 9


Thian Liong Tootiang dongakkan kepalanya siap hendak
berbicara, terlihatlah bayangan hijau berkelebat lewat tahutahu majikan Isana Kelabang Emas sudah berdiri
dihadapannya sambil menggape, "Kalian hweesio toosu dan si
kakek bertiga merupakan panitia penyelenggara pertemuan
ini, aku pikir kepandaian silat yang kalian miliki tentu sangat
lihay. Liauw Lok Yen kepingin sekali menjajal kepandaian
kalian dan aku menasehati lebih baik kalian bertiga turun
tangan bersama-sama."
Thian Liong Tootiang serta Liok-lim Sin Ci sekalian
mengetahui bila jago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas
sangat banyak apalagi kali ini majikan Isana Kelabang Emas
turun tangan sendiri, hanya dengan membawa dua puluh
empat orang dara berpakaian warna warni saja. Dibalik
kesemuanya ini tentu tersembunyi alasan alasan yang lain.
Karenanya sewaktu melihat majikan Isana Kelabang Emas
turun tangan sendiri menantang mereka bertiga untuk
bergebrak, dalam hati segera merasa urusan semakin tidak
beres lagi. Liok-lim Sin Cie perlahan-lahan bangun berdiri.
"Tootiang dan Thaysu harap suka menjagakan diriku.
Biarlah loohu turun tangan dulu untuk coba seberapa
liehaynya kepandaian silat yang ia miliki."
Tidak menanti jawaban dari Thian Liong Tootiang lagi,
tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busur
meloncat naik ke atas panggung, lalu kepada Liuw Lok Yen
seraya menjura katanya lantang, "Kepandaian silat saudara
amat lihay dan sudah banyak membunuh jago-jago Bulim,
loohu rasa tentunya kau tak bakal pandang sebelah matapun
terhadap loolap beberapa orang. Ini hari loohu dengan tidak
pandang kekuatan sendiri kepingin sekali minta beberapa
petunjuk dari jurus-jurus lihay aliran Isana Kelabang Emas".
"Ouw! kau ingin berangkat seorang diri apakah nantinya
tidak merasa kesepian dalam perjalananmu menuju ke
akherat" Lebih baik kalian suruh mereka berdua turun tangan
bersama-sama!" jengek Liauw Lok Yen sambil tertawa dingin.
Liok lim Sin cie merupakan rasul dari kalangan Hek-to, pada
hari biasa selalu menerima rasa hormat dari semua orang.
tidak disangka majikan Isana Kelabang Emas ternyata begitu
tidak pandang mata terhadap dirinya, dalam keadaan gusar ia
tertawa tergelak. "Buat apa kau begitu terburu-buru, cobalah binasakan dulu
aku si orang tua kemudian baru bicara besar lagi".
"Selamanya aku Liuw Lok Yen tidak terbiasa turun tangan
terlebih dahulu, sekarang waktu tidak banyak lagi. silahkan
aku mulai turun tangan" dengan sombongnya majikan Isana
Kelabang Emas tertawa. Dengan sekuat tenaga Liok-lim Sin Ci menekan hawa gusar
dihatinya, diam-diam ia salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh tubuh kemudian dengan suara berat bentaknya "
"Kalau begitu terimalah hadiahku!"
Tangannya yang besar dibentangkan mengirim satu
babatan yang maha dahsyat ke muka.
Liuw Lok Yen yang terang terangan melihat datangnya
angin pukulan tersebut hebat bagaikan menggulungnya
ombak di tengah samudra, tapi ia tetap berdiri tenang di
tempat semula pura pura tidak tahu.
Menanti angin pukulan hampir mengenai badan, tiba-tiba
Liok lim Sin cie merasa matanya berkunang kunang, bayangan
tubuh lawan lenyap tak berbekas.
Liok lim Sin Cie pernah jatuh kecundang ditangan Gui Ci
Cian, saat ini harus menghadapi gurunya sudah tentu sikapnya
jauh lebih waspada, seketika telapak tangannya didorong
keluar tubuhpun mengikuti gerakan telapak berputar satu
lingkaran. Waktu itulah ia menemukan Liuw Lok Yen dengan wajah
aneh sudah berdiri dibelakang tubuhnya.
Seketika itu juga hatinya merasa terkejut bercampur gusar,
ia mendengus dingin ilmu telapak Toa Thian Kang Ciang Hoat
pun segera dikeluarkan. Hanya di dalam sekejap mata delapan jurus pukulan
bagaikan ambruknya gunung Thaysan sudah menggulung ke
arah muka. Ilmu pukulan Toa Loo Thian Kang Ciang Hoat merupakan
salah satu ilmu sakti yang ada dalam Bulim, begitu dikerahkan
keluar seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan
bayangan telapak yang menyambar nyambar dari empat
bagian delapan penjuru dibalik angin pukulan membawa suatu
daya tekanan yang maha dahsyat yang menggetarkan
panggung tersebut sehingga berbunyi gemeretuk.
Tubuh Liuw Lok Yen yang terkurung di dalam bayangan
telapak menari kesana kemari, menerobos kemuka belakang
bagaikan seekor kupu kupu. ujung bajunya berkibar tertiup
angin, walaupun angin pukulan tersebut menderu deru
sebegitu dahsyat ternyata tak seujung pangkalpun yang kena
tercawil. Untuk menghadapi pertarungan ini Liok lim Sin Cie sudah
mempertaruhkan nama baiknya selama puluhan tahun ini, tapi
semakin bergebrak hatinya merasa semakin bergidik melihat
ilmu pukulan Toa Loo Thian Kang Ciang HOat nya sudah
diulangi dua kali ternyata belum berhasil bisa juga mengapa
apakan musuhnya dalam hati merasa semakin terperanjat.
Orang-orang dari tujuh partai besar beserta Ui Liong
Tootiang sekalian dari Barak Timur, rata-rata hanya pernah
mendengar nama Majikan Isana Kelabang Emas dan belum
pernah menemui orangnya, Kini sesudah melihat sendiri
pertarungan yang sedang berlangsung, mereka baru tahu jika
selir muda dari raja suku Biauw tempo dulu ini benar memiliki
serangkaian ilmu silat yang amat lihay.
Terutama sekali Thian Liong Tootiang serta Yen Yen
Thaysu, mereka merasa hatinya berdesir.
Pada waktu itulah Mendadak dari atas panggung terdengar
suara dengusan berat diikuti berpisahnya bayangan manusia.
Majikan Isana Kelabang Emas dengan wajah penuh senyuman
masih tetap berdiri di atas panggung sedangkan Liok lim Sin Ci
dengan mata melirik dan bulu janggut pada berdiri
mengundurkan diri kepojokan panggung, air mukanya amat
cemas diikuti darah segar mengucur keluar dari ujung bibir,
jelas ia sudah menderita luka parah.
Melihat kejadian Yen Yen Thaysu bersuit nyaring, tubuhnya
dengan sebat mencelat naik ke atas panggung.
"Hiii.... hiii.... hiii.... bukankah tadi sudah aku katakan, lebih baik kalian turun tangan bersama-sama, kenapa harus
sungkan-sungkan lagi?" ejek Liuw Lok Yen sambil tertawa
cekikikan. Walaupun Tan Kia-beng mengerti jika lweekang dari Yen
Yen Thaysu sangat sempurna, tapi ditinjau dari sikapnya ia
mengerti hweesio tua ini bukan tandingan orang lain. Karena
takut ia jatuh kecundang sehingga namanya hancur
berantakan, tanpa terasa pemuda itu sudah menggerakkan
badannya. "Eeei.... apa yang hendak kau lakukan?" dengan sebat Su
Hay Sin Tou menarik tangannya.
"Aku ingin menemui Majikan Isana Kelabang Emas."
"Buat apa kau begitu gelisah?" seru Su Hay Sin Tou sambil
tertawa dingin. "Menurut pendapat aku si pencuri tua,
kedatangan Liuw Lok Yen yang sama sekali tidak membawa
jago-jago liehaynya, dibalik kesemuanya ini tentu masih
terselip suatu rencana busuk. lebih baik kita menunggu
sebentar lagi" Pek-tok Cuncu pun mendengus dingin
"Menurut keadaan pada saat ini. kemungkinan sekali pihak
Isana Kelabang Emas baru akan mulai dengan gerakannya
pada nanti malam, kita orang jangan terlalu bertindak
gegabah" "Ayoh pergi!" mendadak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu meloncat bangun, "Kita jangan buang waktu lagi percuma
disini menggunakan kesempatan ini kita putar sebentar"
Tidak menunggu pendapat dari Tan Kia-beng lagi kedua
orang siluman tersebut bagaikan dua gulung asap melayang
keluar barak dan sebentar kemudian sudah lenyap tak
berbekas. "Biarkan mereka melakukan pemeriksaan pun sangat baik
sekali" kata Ui Liong Tootiang sambil tertawa. "Dengan
demikian jangan sampai setelah kita kena terjebak oleh siasat
musuh masih tidak sadar"
Pada waktu Yen Yen Thaysu sudah mulai bergebrak
melawan Majikan Isana Kelabang Emas, karena sudah dibuat
jeri oleh kekalahan yang diderita Liok-lim Sin Cie, begitu turun
tangan hweesio tua itu sudah mengeluarkan ilmu pukulan
sakti seratus langkahnya "Tauw lim Pak Poh Sin Cian"
Angin pukulan menderu deru memenuhi seluruh panggung,
setiap pukulannya tentu disertai dengan tenaga luar biasa.
Tetapi perduli bagaimanakan dahsyatnya angin pukulan dari
hweesio tersebut, dan sebagaimana ketatnya desakan yang ia
lancarkan, Liuw Lok Yen tidak berhasil juga dipaksa mundur.
Di tengah menyambarnya angin tekanan, dengan sebat dan
lincah ia berhasil balas mengirim satu, dua jurus serangan
balasan yang setiap serangannya tentu berhasil memaksa
mundur Yen Yen Thaysu berulang kali.
Yen Yen Thaysu sebagai seorang Tiang loo dari Siauw-limpay jika dibicarakan dari tenaga lweekang mungkin sudah
berada di atas enam, tujuh puluh tahun hasil latihan. Justru
dikarenakan sifatnya yang berangasan, banyak sekali bagian
bagian ilmu saktinya yang tidak berhasil ia pecahkan, oleh
sebab itu ilmu lweekangnya pun tak dapat melangkah lebih
jauh lagi. Ketika itu berulang kali ia mendesak musuhnya sebanyak
tiga puluh jurusan, tetapi tak sebuah juruspun yang mengenai
sasaran dalam keadaan mendongkol bercampur gusar ia
segera berteriak keras, "Jika punya kepandaian, coba
terimalah jurus serangan dari loolap ini"
Sepasang telapak tangannya diputar lalu digetarkan
mendadak ia mendorong satu pukulan ke depan, kali ini
pukulannya bukan lagi menggunakan hawa yang keras,
sebaliknya menggunakan hawa Im yang lunak.
Ringan berkibar dan lemah lembut, sama sekali tidak
menimbulkan sedikit desiran anginpun.
Liauw Lok Yen mengerti tentu di dalam serangannya ini
hweesio tersebut telah menggunakan ilmu sakti "Bu Siang Sin
Kang" dari aliran Buddha, tetapi ia tidak pandang sebelah
matapun terhadap kepandaian tersebut.
"Hee hee heee justru aku ingin menjajal sampai dimanakah
kesempurnaan dari ilmu sakti Bu Siang Sin Kang mu itu."
Ujung baju dikebut perlahan kemuka, ia sudah mengirim
satu serangan balasan dengan ilmu sakti "Hong Mong Ci Khie".
Segulung kabut tebal warna hijau secara mendadak muncul
dari dasar ujung bajunya langsung mendorong ke arah kepan.
Ketika itu masing-masing pihak sudah berhadap hadapan
dalam jarak tujuh depa saja walaupun kedua orang itu samasama melancarkan serangan sepenuh tenaga tetapi para jago
lainnya sama sekali tak merasa.
Menanti kedua gulung angin pukulan itu sudah bertemu di
tengah jalan dan kekuatannya mulai nampak barulah
terdengar suara ledakan yang amat dahsyat serasa
memekikkan telinga. Seketika itu juga di atas panggung muncullah berpuluh
puluh jalur angin putaran yang sangat keras.
"Braak! braak! braak!" atap panggung kena tersapu lepas
oleh putaran angin pukulan itu diikuti suara gemeratakan yang
memecahkan kesunyian. Tubuh Yen Yen Thaysu kontan kena terdorong mundur
empat, lima langkah ke belakang.
Papan panggungpun ada beberapa bagian yang terpijak
hancur. Bayangan hijau berkelebat lewat. Liuw Lok Yen pun sudah
mundur dua langkah ke belakang tapi sebentar kemudian ia
sudah berdiri tegak. Ketika memandang lagi ke arah Yen Yen Thaysu, maka
tampaklah air mukanya yang merah padam saat ini sudah
menjadi hitam membesi. Dadanya bergelombang naik turun tiada hentinya, jelas ia
sudah menderita luka dalam amat parah.
Melihat Sang Hweesio terluka, Ci Si Sang jien serta Thian
Liong Tootiang sama-sama meloncat naik ke atas
panggungsatu lari menghampiri Yen Yen Thaysu sedang yang
lain menyongsong Liuw Lok Yen.
Yen Yen Thaysu yang selama ini sombong dan pandang
sebelah mata terhadap orang lain, tidak disangka ini hari telah
menderita luka dalam yang amat parah oleh pukulan sendiri.
Masih beruntung tenaga lweekangnya amat sempurna,
dengan paksakan diri ia tekan golakan darah dalam dadanya
lalu sambil memandang ke arah Ci Si Sangjing serunya seram.
"Walaupun Pinceng sudah terluka dalam aku pikir iapun tak
bakal lebih parah dari diriku.
Sudah tentu Ci Si Sangjing mengerti bila perkataan tersebut
sengaja diutarakan untuk menutupi rasa malu yang mencekam
dirinya, buru-buru hiburnya.
Untuk sementara waktu harap susiok beristirahat terlebih
dulu kemungkinan sebentar lagi bakal berlangsung suatu
pertarungan yang jauh lebih sengit....
Tidak menunggu jawaban lagi, dengan setengah paksa ia
tarik tubuh hweesio tua itu turun ke bawah panggung.
Liuw Lok Yen setelah berturut-turut melukai dua orang
jagoan liehay tenaga dalam pun mulai terasa tak teratur, Kini
secara mendadak melihat Thian Liong Tootiang dengan wajah
keren mendekati ke arahnya, tak terasa perempuan itu
tertawa terkekeh kekeh. "Heee.... heee.... heee.... tadi aku suruh kalian bertiga
turun tangan bersama-sama demi menjaga nama baik kalian
tidak suka menurut, tidak nyana kalau kalian sebetulnya ada
maksud menggunakan siasat roda kereta yang sangat rendah
untuk mengalahkan diriku"
Disindir dengan kata-kata itu air muka Thian Liong Tootiang
berubah jadi merah padam.
"Pinto tiada maksud untuk menggunakan cara yang
serendah itu" buru-buru potongnya. "Kau boleh mengatur
pernapasan dahulu, setelah itu kita baru lanjutkan kembali
pertemuan diantara kita."
"Heee.... heee.... heee.... soal itu sih tidak perlu sekarang
juga kau boleh turun tangan melancarkan serangan"


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padahal sebelum berlangsungnya pembicaraan tersebut,
perempuan itu sudah mengatur pernapasan, tetapi justru
sengaja dia menggunakan kata-kata itu untuk membuat malu
mereka. dan ternyata siasatnya ini mendatangkan hasil.
Bukan saja sebagian besar para jago yang menonton
keramaian merasa kejadian ini tidak adil, bahkan Ui Liong
Tootiang, Hay Thian Sin Shu beserta Tan Kia-beng sekalian
pun pada merasa bahwa kemunculan Thian Liong Tootiang
tidak sesuai pada saatnya.
Thian Liong Tootiang sebagai seorang angkatan tua dari
pihak Bu-tong-pay, mana mau mengakui dengan begitu saja"
walaupun Majikan Isana Kelabang Emas sudah menantangnya
berulang kali ia tidak mau juga untuk turun tangan.
Tetapi justru tindakannya ini tepat mengenai sasaran yang
diharapkan. karena yang diharapkan Liuw Lok Yen adalah
mengulur waktu lebih lanjut, diam-diam ia melirik sekejap ke
tengah udara. Hari sudah gelap, sang rembulanpun memancarkan
sinarnya dibalik awan dalam hati perempuan itu tertawa dingin
tiada hentinya, pikirnya, "Heee.... heee.... heee.... kalian
jangan merasa bangga dulu, setengah jam kemudian suatu
permainan bagus akan berlangsung dihadapan kalian."
Sedang diluaran ia tersenyum.
"Jikalau Tootiang tidak mau juga turun tangan, Liuw Lok
Yen pun akan terima perintah saja"
Ia benar-benar pejamkan matanya dan mengatur
pernapasan di tempat itu juga.
Tindakannya ini benar-benar berada diluar dugaan tujuh
orang ciangbunjin dari tujuh partai besar, diam-diam mereka
merasa amat gelisah. Sedangkan si pengemis aneh yang duduk ditanah lapang
depan panggungpun hampir-hampir tak dapat menahan diri, ia
tertawa dingin tiada hentinya.
"Toosu tua ini benar-benar sangat tolol," makinya sangat
keras. "Bagaimanakah keadaan pada saat ini" buat apa kau
membicarakan pula soal kebajikan serta keadilan. Dalam
situasi macam begini menanti rencana busuk pihak Isana
Kelabang Emas sudah dimulai, menyesalpun sudah terlambat!"
Pada waktu itulah mendadak terdengar tiupan seruling yang
tinggi melengking dan sangat menusuk telinga berkumandang
keluar dari atas puncak gunung diikuti dari empat arah
delapan penjuru berbunyi suara sahutan yang gegap gempita.
Suara seruling itu kontan saja membuat semua orang yang
hadir di tengah kalangan jadi melengak dibuatnya. Hay Thian
Sin Su dengan gusar segera meloncat bangun.
"Perbuatan ini pasti permainan setan dari Majikan Isana
Kelabang Emas...." "Perkataan dari Loocianpwee sedikitpun tidak salah" sahut
Tan Kia-beng sambil ikut meloncat bangun pula, sewaktu
masih ada di gurun pasir pemuda inipun pernah mendengar
suara seruling macam begini, "Inilah tanda rahasia dari pihak
Isana Kelabang Emas."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, mendadak
terdengar suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa,
"Manusia rendah yang tidak tahu malu, kau berani
menggunakan cara yang demikian rendah untuk menghadapi
kami". Sreet! Sreeet! dua sosok bayangan bagaikan terbang sudah
meluncur ke depan. Ternyata mereka adalah Su Hay Sin Tou si pencuri sakti
serta Pek-tok Cuncu si rasul selaksa racun.
"Apa yang sudah kalian temukan?" buru-buru tanya
pemuda itu. Belum sempat Su Hay Sin Tou memberikan jawaban,
mendadak di atas panggung sudah terdengar suara suitan
yang amat keras. Dari balik tandu yang digunakan majikan Isana Kelabang
Emas tadi secara mendadak melayang keluar sesosok
bayangan abu-abu yang langsung menubruk ke arah Thian
Liong Tootiang yang berada di atas panggung.
Semua peristiwa hampir boleh dikata terjadi dalam waktu
yang bersamaan, ketujuh orang ciangbunjin yang ada
dihadapannya hampir bersamaan waktunya sama-sama
meloncat memberi pertolongan, tetapi ketika itulah Thian
Liong Tootiang sudah meloncat bangun dan berturut-turut
muntahkan darah segar. "Kalian tidak usah menggubris diriku lagi, cepat-cepat atur
pernapasan untuk menghadapi segala kemungkinan"
bentaknya kepada Leng Hong Tootiang dengan mata
mendelik. "Heee.... heee.... heee.... ini hari puncak Si Sim Hong akan
menjadi tempat mengubur tulang-tulang kalian, seorangpun
jangan harap bisa meloloskan diri dalam keadaan hidup" dari
atas panggung secara tiba-tiba berkumandang keluar suara
tertawa aneh. Karena perubahan perubahan besar terjadi berulang kali
dan saling susul menyusul maka Tan Kia-beng dengan
ketajaman matanya tak berhasil melihat jelas siapakah yang
berhasil merobohkan Thian Liong Tootiang
Tapi setelah mendengar orang itu berkata ia baru
menemukan bila di atas panggung sudah bertambah dengan
seorang nenek tua berwajah buas yang memakai jubah ungu.
Wajahnya hitam pekat bagai pantat kuali dengan sepasang
mata aneh yang mendelong ke dalam, sinar hijau yang
dipancarkan keluar mencapai jarak sejauh satu depa.
Ketika itu ia sedang berdiri sejajar dengan Liuw Lok Yen.
Tan Kia-beng yang mendengar omongannya amat
sombong, dalam hati mulai merasa amat gusar, ia tertawa
dingin tiada hentinya. "Hee hee heee.... aku orang she Tan tidak percaya kalau
puncak Si Sim Hong adalah tanah kubur buat kami."
Tubuhnya dengan sebat mencelat ke tengah udara
kemudian menubruk ke atas panggung siapa sangka sewaktu
ujung kakinya baru saja menempel di atas panggung
bayangan tubuh dari si nenek tua serta Liuw Lok Yen sudah
lenyap tak berbekas diikuti suara bentakan keras bergema
memenuhi angkasa. Murid murid murtad dari tujuh partai yang berada dibarak
sebelah Barat bersama-sama sudah turun tangan berbareng.
Sian Si Hweesio dari Siauw-lim-pay dengan memimpin
beberapa puluh orang hweesio gundul sama-sama menerjang
ke arah Tan Kia-beng, sedang orang-orang dari Kun-lun-pay
serta Ngo Thay Pay menerjang ke arah Ui Liong Tootiang serta
Hay Thian Sin Shu sekalian.
Tan Kia-beng yang meloncat naik ke atas panggung dan
tidak berhasil mencegat jalan pergi dari Majikan Isana
Kelabang Emas serta si nenek tua itu sebaliknya ada
segerombol hweesio hweesio gundul menerjang ke arahnya,
dalam hati merasa amat gusar, diiringi suara bentakan keras ia
mengirim satu babatan dahsyat ke depan.
Sian Si Hweesio beserta murid murid murtad itu
kebanyakan merupakan anak murid angkatan kedua, ketiga
yang memiliki kepandaian silat lumayan, tenaga dalam mereka
rata rata mempunyaa tiga empat puluh tahun hasil latihan,
melihat angin pukulan Tan Kia-beng yang sangat dahsyat
menggulung datang masing-masing lantas angkat telapaknya
siap-siap menerima datangnya serangan tersebut bersamasama. Tetapi gerakan tubuh mereka ada yang terlebih dahulu ada
yang akhir, walaupun tenaga gabungan beberapa orang itu
berhasil menahan datangnya serangan Tan Kia-beng tapi
berhubung adanya tenaga pukulan yang muka belakang tidak
berbareng, seketika ada dua orang hweesio yang berada
dipaling depan kena terhantam sehingga muntah darah segar
dan roboh dari atas panggung.
Para hweesio hweesio ketika itu merasakan datangnya
pukulan tersebut amat dahsyat, tak urung dibuat melengak
juga. Sian Si Hweesio karena takut mereka pecah nyali, buruburu membentak kembali. sepasang telapak tangannya
dengan sejajar dada didorong ke depan.
Setelah mendengar suara bentakan tersebut para hweesio
lainpun ikut menerjang kemuka sesaat bayangan telapak
beterbangan memenuhi angkasa, pukulan angin taupan
menyambar dari delapan penjuru.
Walaupun Tan Kia-beng membenci hweesio Saw lim ini
karena tidak tahu diri, tapi untuk sesaat ia tak berhasil
meloloskan diri dari kepungan.
Demikian halnya pula dengan Ui Liong Tootiang, Hay Thian
Sin Shu ayah beranak serta Pek-tok Cuncu dibarak sebelah
Timur sewaktu mereka hampir meloncat turun dari barak
mengurunglah murid-murid murtad dari tujuh partai dengan
sangat rapat. Suasana di tengah kalangan dengan cepat jadi kacau balau,
walaupun orang-orang yang menonton keramaian ada
berjumlah seratus dua ratus orang dan didalamnya terdapat
pula jago-jago lihay, tapi mereka tiada berkesatuan dan tiada
bertujuan setelah terjadi urusan buru-buru mereka sama-sama
menyingkirkan diri jauh jauh.
Hanya pihak Kay-pang serta anak murid tujuh partai saja
yang masih tetap mempertahankan ketenangannya.
Suara tiupan seruling dari empat penjuru makin lama
semakin kencang, tinggi melengking menyeramkan hati, tapi
sama sekali tidak kelihatan juga sesuatu gerakan.
Si pengemis aneh yang melihat Tan Kia-beng sekalian kena
terkurung rapat oleh murid murid murtad tujuh partai, saking
khekinya sepasang matanya memancarkan cahaya hijau,
sambil menuding ke arah ketujuh orang ciangbunjin partai
besar bentaknya keras "Kalian semua sebagai seorang Ciangbunjin mengapa tidak
menguasahi anak murid sendiripun tidak becus, inilah yang
disebut partai besar kalangan lurus?"
Kena dimaki oleh si pengemis aneh, air muka Ci Si Sangjien
berubah jadi memerah. sambil bentaknya keras kakinya ke
atas tanah ia menghela napas panjang.
"Tidak kusangka permainan catur kita kali ini sudah salah
ambil jalan sehingga menemui kekalahan, satu-satunya jalan
pada saat ini hanyalah berdasarkan kemurahan hati Hud-ya
kita bereskan dahulu manusia-manusia murtad tersebut."
Habis berkata ia lantas meloncat ke depan untuk
menerjunkan diri ke dalam kalangan.
"Heee.... heee.... heee.... apa kau kira dengan berbuat
demikian lantas bisa meloloskan diri dari kurungan?" jengek si
pengemis aneh sambil tertawa dingin. "Jikakau kalian ikut
menerjunkan diri ke dalam kalangan, bukan saja tidak akan
membantu tenangkan suasana sebaliknya akan menciptakan
keadaan yang semakin kacau. coba kalian pikir kamu semua
adalah sama-sama Hweesio serta Toosu, secara bagaimana
kalian hendak membedakan mana kawan mana musuh"
"Apalagi Majikan Isana Kelabang Emas justru hendak
memaksa kalian untuk berbuat demikian sehingga ia bakal jadi
nelayan untung yang tinggal menarik rejeki, Menurut
pandangan aku si pengemis, walaupun jumlah murid murtad
banyak tapi belum tentu mereka bisa mengapa apakan
musuhnya tujuan kita yang terutama pada saat ini adalah
secara bagaimana menghadapi serbuan dari orang-orang
Isana Kelabang Emas."
Mendengar perkatan itu Ci Si Sangjien lantas menarik
kembali badannya dan meloncat mundur ke belakang, ia
berpaling ke arah Leng Hong Tootiang.
"Bagaimana menurut pendapat Too-heng?"
Walaupun pada hari biasa Leng Hong Tootiang bersikap
ramah tapi melihat perubahan besar yang berlangsung
dihadapan matanya ia tak dapat menahan golakan dihatinya
lagi. "Harap semua partai suka membentuk barisan untuk
mempersiapkan diri terhadap serangan lawan. Pinto punya
cara untuk menghadapi murid murid murtad tersebut."
Anak murid yang dibawa oleh tujuh partai besar kali ini
kebanyakan merupakan jago-jago pilihan yang rata rata
memiliki kepandaian dahsyat.
Walaupun saat ini keadaan sudah amat kritis tapi tak
kelihatan sedikit sikap gugul atau kagetpun diantara mereka.
Setelah Leng Hong TOotiang berseru, semua orangpun
tersadar dari lamunan, demikianlah pihak Kun-lun-pay serta
Bu-tong-pay masing-masing mengatur barisan Kiow Kong Pat
Kwa Kiam Tin nya, sedang anak murid Siauw-lim-pay
mengatur barisan Loo han Tin nya yang terkenal sangat kokoh
dan ampuh. Sebaliknya pihak Go-bie pay serta Ngo Thay Pay empat
partai membentuk barisan Su Siang Tin yang sangat besar,
dibawah sorotan sinar rembulan terlihatlah wajah setiap orang
penuh dilapisi oleh nafsu membunuh yang berkobar kobar.
Pada waktu itu suara seruling sudah berhenti berbunyi,
suara jeritan ngeri saling susul menyusul bergema dari
punggung gunung, tidak usah diragukan lagi tentu orangorang kangouw yang datang menonton keramaian sudah
menemui ajalnya di tengah jalan.
Dengan wajah serius Leng Hong Tootiang menyapu sekejap
keseluruh kalangan, melihat anak murid tujuh partai besar
sudah bersiap sedia, sedang anak murid Kay-pang pun telah
menyebar dilapangan yang luas. sambil menarik tangan Ci Si
Sangjien ia baru meloncat ke arah Tan Kia-beng.
"Murid-murid murtad macam itu sudah sepatutnya
menemui kematian" bentaknya keras. "Harap Tan Sauw hiap
serta Thay-hiap sekalian suka turun tangan kejam, tidak usah
menaruh belas kasihan lagi kepada mereka, dan maafkan
pinto sekalian tak dapat ikut campur".
"Haaa.... haaa.... haaa.... sekalipun kau tidak berbicara
merekapun tak bakal mendapatkan kebaikan" sahut Su Hay
Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak.
Terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi
angkasa, seseorang anak murid Kun-lun Pay sudah kena
dibabat sehingga tubuh beserta pedangnya mencelat satu kaki
tingginya ke tengah udara.
Diikuti Hay Thian Sin Shu, Ui Liong Tootiang serta Pek-tok
Cuncu sekali dengan mengerahkan tenaga lweekangnya yang
amat sempurna membabat rubuh beberapa orang.
Walaupun jumlah murid murid murtad itu ada lima, enam
puluh orang banyaknya tetapi dengan kekuatan mereka tidak


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin bisa menandingi keempat orang manusia aneh yang
sudah tidak dalam Bulim, ditambah lagi sebilah pedang
pendek Leng Poo Sianci yang tajam dan ganas, dimana cahaya
hijau berkelebat lewat, musuhnya kontan terkurung dalam
tekanan pedangnya. Tidak selang beberapa saat suara jeritan ngeri semakin
sering terdengar, sekalipun orang-orang itu menyeleweng
karena hasutan pihak Isana Kelabang Emas tapi di dalam
pandangan Leng Hong Tootiang ia merasa tidak lega, setelah
menghela nafas dan geleng kepala ia putar badan lantas
berlalu. Kita balik pada Tan Kia-beng yang begitu munculkan diri
lantas terkurung oleh murid murid murtad dari Siauw-lim-pay,
walaupun dalam hati merasa mendongkol bercampur gusar
tapi ia tidak ingin keluarkan seluruh tenaganya.
Setelah bergebrak beberapa saat, hweesio hweesio itu
bukannya mengundurkan diri sebaliknya makin lama semakin
lancar, hatinya jadi kheki juga, karena tujuannya yang paling
utama adalah bergebrak melawan majikan Isana Kelabang
Emas. tapi setelah terhadang oleh hweesio hweesio itu ia
lantas sadar jika tidak turun tangan kejam mungkin sulit untuk
meloloskan diri. Hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, setelah
membentak keras berturut-turut ia mengirim dua buah
pukulan yang sangat dahsyat kemuka.
Tenaga dalam yang dimilikinya saat ini benar-benar luar
biasa, laksana gulungan angin taupan menghantam dua orang
hweesio yang berada dipaling depan sehingga muntah darah
segar dan bagaikan peluru ketepil mencelat jauh dari atas
panggung. Kejadian ini membuat para hweesio lainnya rada tertegun
dibuatnya. Dalam waktu yang amat singkat kembali Tan Kia-beng
melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu pukulan
Siauw Siang Chiet Ciang, hawa pukulannya lembut tak
bertenaga tapi menerjang tiada berkeputusan, seketika ada
beberapa orang hweesio kembali terpukul luka.
Pada mulanya karena di tempat itu ada majikan Isana
Kelabang Emas bertindak sebagai tulang punggung, para
murid murtad ini masing-masing bersemangat tinggi dan
berusaha untuk menunjukkan baktinya kepada sang majikan.
Tetapi setelah lama bergebrak dan tidak kelihatan juga
barang seorang anggota Isana Kelabang Emas pun yang
munculkan diri mereka mulai berdesir.
Diam-diam Sian Si Hweesio melirik sekejap kesamping,
ketika dilihatnya tujuh partai besar sudah membentuk barisan
diempat penjuru sedang Tan Kia-beng sekalian walaupun
berjumlah sangat kecil tapi setiap orang memiliki kepandaian
yang luar biasa dan keenam tujuh puluhan orang yang
mengerubuti dirinya tidak selang beberapa saat sudah ada dua
puluh orang yang meninggal atau terluka. dalam hati lantas
sadar jika pertempuran ini diteruskan lebih lanjut, maka
seluruh pasukannya bakal musnah.
Terburu-buru dalam hatinya mengambil keputusan untuk
mundur, mendadak ia menarik kembali serangannya seraya
membentak keras, "Kita mundur dulu. Biarlah mereka
dibereskan oleh orang-orang kita...."
Tubuhnya langsung meloncat turun tadi atas panggung dan
siap melarikan diri diikuti kepala kepala gundul lainnnya.
Begitu murid murtad Siauw-lim-pay mengundurkan diri,
toosu toosu murtad lain ikut mengambil tindakan yang sama,
mereka sama-sama menarik kembali serangannya sambil
menerjang keluar dengan terbirit birit.
Sejak permulaan Tan Kia-beng memang ada bermaksud
untuk bergebrak melawan manusia manusia tersebut melihat
mereka membubarkan diri iapun tidak melakukan pengejaran,
tubuhnya dengan ringan melayang turun ke atas permukaan
tanah. Hay Thian Sin Shu beserta Ui Liong Tootiang sekalianpun
semakin tidak ingin bergebrak lebih lanjut, melihat mereka
mengundurkan diri dengan sendirinya beberapa orang jago
tua inipun pada berhenti bergerak.
Yen Yen Thaysu yang sedang pejamkan mata mengatur
pernapasan, pada saat ini lukanya boleh dikata sudah sembuh
sebagian besar, mendadak ia buka mata dan membentak
keras, "Binatang, kau masih ingin melarikan diri?"
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan sepasang
tangannya bersama-sama didorong mengirim satu pukulan
yang maha dahsyat. Bagaikan angin puyuh yang disetai sambaran geledek,
serangan itu dengan hebatnya menggulung ke arah murid
murid murtad tujuh partai yang sedang melarikan diri.
Orang-orang itu sama sekali tidak menyangka kalau Yen
Yen Thaysu yang sedang menderita luka masih bisa
melancarkan serangan, dalam keadaan terkejut mereka samasama mundur ke belakang, tetapi karena datangnya serangan
amat cepat beberapa orang yang berada dipaling depan sudah
kena tersapu oleh datangnya angin pukulan itu sehingga
muntah darah dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Dengan adanya hadangan dari Yen Yen Thaysu ini, maka
tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar yang berada
jauh beberapa kaki dari tempat itu bersama-sama unjuk gigi
pula. Loo Hu Cu sambil menggetarkan pedang kunonya segera
membentak keras. "Kita bereskan dulu manusia manusia murtad ini!"
Pedangnya dengan membentuk pelangi panjang ke depan.
demikianlah setelah Bo-bie pay turun tangan, partai partai
lainpun sama-sama ikut mencabut pedang dia menerjang ke
depan. Seketika itu juga cahaya golok bayangan pedang berkelebat
menyilaukan mata, angin pukulan menderu-deru, suatu
pertarungan yang maha sengit sudah berlangsung dengan
dahsyatnya. Sian Si Hweesio yang melihat keadaan tidak
menguntungkan dengan cepat mengambil keluar tasbeh Jan
Siang Cu yang terselip dalam sakunya lalu digoyanggoyangkan dihadapan anak anak murid Sauw-lim sie,
bentaknya keras, "Kalian benar-benar bernyali sungguh berani
menentang penguasa tasbeh Jan Siang Cu, apakah kalian mau
bentrok?" Yen Yen Thaysu dengan wajah gusar melototkan sepasang
matanya, dengan wajha berubah merah darah ia menggembar
kalap, "Loo lap lebih suka terima hukum menghadap dinding
selama tiga tahun daripada melihat kau murid durhaka terus
menerus membuat keonaran."
Tanpa memperdulikan peraturan perguruan lagi ia mengirim
satu pukulan gencar menghajar badan Sian Si Hweesio.
Sang Hweesio murtad itu jadi terperanjat, terburu-buru ia
menarik kembali tasbehnya dan mundur ke belakang.
Tapi Yen Yen Thaysu mana suka membiarkan dia
meloloskan diri, diiringi suara tertawa panjang iapun ikut
mengejar dari belakang dan seketika itu juga mengurung
dirinya ke dalam kepungan bayangan telapak.
Melihat pertempuran antara saudara seperguruan yang
sedang berkobar dengan sengit diantara sesama tujuh partai
besar, diam-diam Tan Kia-beng menghela napas panjang.
Sebaliknya Su Hay Sin Tou tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... itulah akibatnya jika pada hari
hari biasa menerima murid semau sendiri demi kekuatan
partai, aku takut bilamana kalian sudah lelah dalam
pertarungan antar sesama saudara seperguruan maka pihak
Isana Kelabang Emas segera akan melancarkan serbuannya".
"Kalau begitu kita harus turun tangan membantu mereka
dalam membereskan murid murid durhaka itu!" sela Leng Poo
Sianci dari samping. Su Hay Sin Tou tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... mereka semua hanya terdiri dari
toosu dan hweesio, orang lain tak bakal boleh ikut campur!"
Sedangkan Ui Liong Tootiang sendiri, perlahan-lahan
mendongak ke atas memandang cuaca. mendadak katanya,
"Kemungkinan sekali saat ini sudah mendekati kentongan
ketiga, daripada kita harus menanti terus di tempat ini jauh
lebih baik pergi cari mereka untuk bikin perhitungan"
"Tidak boleh jadi, tidak boleh jadi." buru-buru Hay Thian Sin Shu menggeleng dan menolak usul tersebut. "Pertama, pihak
musuh gelap kita terang belum tentu kita berhasil menemukan
mereka, kedua, jika kita pergi dari sini maka keadaan tujuh
partai besar akan sangat berbahaya, pada saat itu kematian
yang bakal mereka derita akan semakin berat lagi."
Ketika beberapa orang ini sedang berunding, suara jeritan
ngeri berkumandang saling susul menyusul memotong
pembicaraan mereka, ketika beberapa orang jago tua ini
angkat kepalanya maka terlihatlah pihak tujuh partai besar
pada saat ini sudah peroleh kemenangan, banyak murid
murtad yang sudah roboh jadi mayat, dan kini tinggal
beberapa orang hweesio Siauw lim saja yang masih ngotot
melakukan perlawanan mati-matian.
Sian Si Hweesio itu pentolan penhianat dari Siauw-lim-pay
pun sudah berhasil dirobohkan oleh Yen Yen Thaysu dan
tasbeh Jan Siang Cu pun kena direbut kembali.
Tapi, walaupun ciangbunjin dari tujuh partai berhasil
menguasahi keadaan dan membasmi murid-murid durhaka,
tapi merekapun sudah kehilangan banyak tenaga, bahkan ada
beberapa orang pula yang sudah terluka dan kini sedang
membalut luka-luka tersebut.
Tiba-tiba.... Beberapa rentetan suara suitan yang amat nyaring
berkumandang memecahkan keheningan kemudian disusul
dengan munculnya tujuh delapan sosok bayangan hitam yang
langsung menerjang ke arah gerombolan orang-orang tujuh
partai. Suara dengusan berat bergema silih berganti, Loo Hu Cu
yang melihat kejadian itu dengan gusar meraung keras,
pedangnya digetarkan menyambut datangnya orang-orang itu
diikuti pula oleh Leng Hong Tootiang serta Ci Si Sangjien
sekalian. Suatu pertarungan sengit segera berkobar lagi di tengah
kalangan. OoooO Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng sekali kelebatan ia
sudah mengenali kembali kalau beberapa sosok bayangan
tubuh tersebut bukan lain adalah Sam Biauw Ci Sin, Kui So
Sian Ong serta Tou Yen Lu beberapa orang, tak terasa lagi
alisnya berkerut tubuhnya bergerak siap memberi bantuan.
Melihat gerakan dari sang pemuda, buru-buru Ui Liong
Tootiang goyangkan tangannya menghadang.
"Dengan kekuatan beberapa orang itu rasanya sudah cukup
untuk menghadapi mereka, buat apa kau ikut campur, aku
rasa siasat busuk dari pihak Isana Kelabang Emas sudah akan
dilangsungkan." Belum habis ia berkata, suara tiupan seruling sudah
bergema kembali dari empat penjuru.
Su Hay Sin Tou kontan tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... bagaimanapun manusia tidak pernah
selamanya melakukan pekerjaan bersembunyi-sembunyi
bagaikan cucu kura kura" ejeknya.
"Oouw.... benarkah?" mendadak sambung seseorang dari
tempat kejauhan Malam ini aku Liuw Lok Yen ingin
mengandalkan serangkaian ilmu kepandaianku hendak cobacoba menemui kalian manusia manusia yang menganggap
dirinya genah." Angin sesak berhembus lewat, si majikan Isana Kelabang
Emas Liuw Lok beserta si nenek tua berbaju ungu itu dengan
amat ringan sudah melayang turun ke tengah kalangan diikuti
berhembusnya bau harusm, kedua puluh empat orang dara
berbaju warna warni, yang menyoren pedang pun bersamasama munculkan diri disana.
Melihat munculnya Liuw Lok Yen, bersama-sama dengan Ui
Liong Tootiang beberapa orang Tan Kia-beng segera berjalan
menghampiri. "Hee hee hee.... menggunakan cara demikian untuk
menghadapi orang-orang Bulim di daratan Tionggoan, apakah
kau tidak merasa tindakan tersebut terlalu kejam?" jengek
sang pemuda sambil tertawa dingin.
Alis Liuw Lok Yen melentik, iapun tertawa sombong.
"Tempo dulu mereka pun pernah mengandalkan kekuatan
dari Raja muda untuk membasmi habis seluruh isi Kiem Hoa
Tong, apakah ketika itu merekapun pernah memikirkan soal
perikemanusiaan?" Peristiwa yang terjadi tempo dulu pada mulanyapun,
disebabkan karena tindak tanduk pihak Kiem Hoa Tongcu
terlalu kurang ajar! sambung Ui Liong Tootiang dengan suara
lantang. "Kalian mengacau dibeberapa keresidengan Thian
Lam dan bermaksud menguasahinya, hal inilah yang
menimbulkan kemarahan total bagi orang-orang Bulim. Lalu
bagaimana mungkin kalian bisa salahkan para pendekar yang
berada dibawah naungan Mo Cun-ong terpaksa harus ambil
tindakan" apalagi...."
Belum habis ia berkata, si nenek tua berbaju ungu itu sudah
memotong perkataannya sambil tertawa seram.
Urusan dikolong langit selamanya tiada yang sungguhsungguh betul, rasanya tiada berguna untuk diributkan lebih
jauh. jikalau malam ini kau meloloskan diri dari puncak Si Sim
Hong maka keluarkan dulu kepandaianmu yang sejati biar aku
Hu Sang Popo periksa dulu apakah kalian berhak atau tidak
untuk melanjutkan hidup."
Hay Thian Sin Shu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... benar! benar! cepat atau lambat
akhirnya kita harus beradu kepandaian juga, buat apa ribut
mulut dilanjutkan lagi?"
Pada saat itu suara seruling secara mendadak kembali
berkumandang memenuhi angkasa, di tengah kegelapan
secara tiba-tiba menerjang keluar serombongan manusia
manusia aneh yang menyemburkan api dari mulutnya,
dibawah sorotan sinar rembulan keadaan mereka mirip seperti
munculnya siluman siluman dari akherat, keadaan sangat
menyeramkan sekali. Ketika Majikan Istana Kelabang Emas munculkan dirinya
tadi, Lem Lam Coa Sin itu ketua Kay-pang serta Hong jen Sam
Yu sudah berkumpul jadi satu dengan Tan Kia-beng kebetulan


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waktu itu rombongan manusia aneh munculkan diri
menghadang perjalanan mereka.
Terdengarlah suara desiran tajam bergema memenuhi
angkasa, cahaya keemas emasan berkelebat menyilaukan
mata, bagaikan hujan badai langsung menerjang ke arah
beberapa orang jago itu. "Awas! senjata rahasia Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam,
cepat cabut keluar senjata bentak si pengemis aneh cepat.
Masih beruntung anak murid pihak Kay-pang selalu
mencekal tongkat penggebuk anjing ditangannya, buru-buru
mereka pada menggerakkan senjatanya untuk menangkis
Walaupun begitu masih ada juga beberapa puluh orang
yang terluka oleh serangan tersebut, kejadian ini kontan saja
membuat sang pangcu jadi mencak mencak kegusaran, sambil
gerakkan telapak tangannya ia terjang manusia aneh tersebut.
Gerombolan manusia aneh ini bukan lain adalah barisan Pek
Kui Yu Hun Tin yang pernah ditemui Tan Kia-beng sewaktu
berada dugurun pasir, begitu tiba di tengah kalangan dengan
cepat mereka sudah mengurung seluruh anak murid Kay-pang
ke dalam barisan. Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini dari tempat
kejauhan, segera mengerti kalau pihak Isana Kelabang Emas
sudah kerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk
berusaha merebut kemenangan pada malam ini.
Maka tubuhnya dengan cepat menerjang ke depan, kepada
Liuw Lok Yen sambil menjura katanya, "Selamat berjumpa....
selamat berjumpa! tenaga lweekang Hong Mong Cie Khie
saudara memang benar-benar menjagoi seluruh Bulim, malam
ini aku orang she Tan memandang kekuatan sendiri ingin
minta beberapa patunjuk dari dirimu."
"Aaah! Tan heng tidak usah terlalu sungkan sungkan."
sahut Liuw Lok Yen tersenyum. "Jie Khek Kun Yen Cin Khie mu
jauh lebih dahsyat, Liuw Lok Yen sudah lama mengaguminya."
Perasaan hati Tan Kia-beng pada saat ini penih diliputi
ketegangan. Majikan Isana Kelabang Emas yang misterius dan
kejam sudah berada di depan mata, dan karena ia sudah
pernah bergebrak melawan murid tertuanya Ci Lan Pak
dengan berkesudahan seri maka ini hari dapatkah dia
menangkan pertarungan tersebut rasanya masih merupakan
suatu teka teki. Tapi ia tak merasa jeri diam-diam hawa murninya
disalurkan mengelilingi seluruh tubuh siap melancarkan
serangan. Kiranya perasaan tegang tidak hanya menyerang pada Tan
Kia-beng seorang, melainkan Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin
Shu, Pek-tok Cuncu serta Su Hay Sin Tou pun sama-sama
merasa suasana semakin tegang, mereka paham bila
kepandaian silat yang dimiliki Majikan Isana Kelabang Emas
benar-benar sangat luar biasa dan sukar untuk dibendung.
Sebaliknya Liuw Lok Yen sendiri walaupun diluar bersikap
sangat sungkan, tetapi diam-diam hawa murninya sudah
disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, karena ia sudah dua kali
menjajal kepandaian silat yang dimiliki pemuda ini dan
mengerti bila dalam dunia kangouw saat ini hanya pemuda ini
seorang saja yang bisa menandingi dirinya, jika malam ini ia
tak berhasil menyingkirkan lawan tangguhnya ini maka impian
untuk merajai Bulim rasanya sukar untuk terpenuhi.
Sekarang kedua orang itu sudah berdiri saling berhadapan,
masing-masing pusatkan pikiran untuk bersiap sedia dan
siapapun tidak ingin turun tangan terlebih dahulu.
Mendadak.... terdengar suara jeritan ngeri berkumandang
saling susul menyusul, ketika pemuda she Tan ini melirik
sekejap ke samping maka tampaklah beberapa orang anak
murid dari tujuh partai besar sudah banyak yang dirobohkan
ditangan Sam Biauw Ci Sin sekalian.
Tak terasa lagi ia memaki diri sendiri, karena keadaan yang
dihadapi amat kritis dan waktu sangat berharga bagaikan
emas. Jika ia berhasil menyelesaikan pertarungan ini lebih
cepat maka berarti pula korban yang jatuh pasti lebih sedikit,
buat apa mengulurnya lebih lanjut"
Secara mendadak telapak tangannya diputar satu lingkaran,
kemudian dengan suara keras bentaknya, "Harap kau bersiap
sedia, aku orang she Tan segera akan turun tangan!"
Telapak tangannya dengan ringan ditekan kemuka,
serangan tersebut datangnya sangat lambat sekali bahkan
sedikitpun tidak membawa angin pukulan, mungkin sekalipun
mengenai sasaran tidak akan menimbulkan rasa sakit.
Tetapi di dalam pandangan Liuw Lok Yen hatinya terasa
amat bergetar. Walaupun ia memahami ilmu silat dari
berbagai partai tapi serangan macam begini baru ditemuinya
untuk pertama kali. Iapun tidak berani berlaku gegabah untuk menerima
datangnya serangan tersebut tubuhnya berkelebat dua
langkah ke samping ujung bajunya kontan digetarkan
mengancam jalan darah "Cie Tie Hiat" pada lengan kanan
pemuda tersebut. Tan Kia-beng dengan sebat menekan lengannya ke bawah,
tangan kiri dengan jurus Kiem Liong Sian Can atau naga emas
mengembang cakar balas mengancam jalan darah "Ci Bun
Hiat" dari Liauw Lok Yen.
Liuw Lok Yen menggetar ujung bajunya dengan gerakan
"Kiem Liong Ciauw Cien" atau Naga emas saling menggunting
menghajar pergelangan Tan Kia-beng sedang kakinya laksana
sambaran petir melancarkan serangan berantai.
Tan Kia-beng tertawa panjang, badannya meloncat ke
tengah udara, sedang sepasang telapaknya digetarkan
berulang kali, cepat laksana sambaran kilat, dahsyat bagaikan
angin taupan, hanya dalam sekejap mata ia sudah mengirim
delapan belas buah serangan gencar.
Ujung baju hijau Liuw Lok Yen berkibar tubuhnya bagaikan
seekor kupun kupu beterbangan di tengah kurungan bayangan
telapak sang pemuda, saat itu juga ia mengirim serangan
balasan. Begitu kedua orang saling melancarkan serangan, orangorang yang menonton dari samping kalangan segera
merasakan matanya berkunang-kunang, mereka hanya
menemukan dua gulung bayangan manusia, sebentar merapat
sebentar merenggang, ada maju ada mundur, gerakannya
buas bagaikan tubrukan burung elang ganas bagaikan
harimau, gesit bagaikan kupu kupu dan lincah bagaikan
burung walet, setiap serangan yang dilancarkan tentu
merupakan suatu gerakan yang aneh dan sukar untuk diraba
arah tujuannya. Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu, Su Hay Sin Tou serta
Pek-tok Cuncu yang biasanya menganggap dirinya sebagai
jagoan Bulim saat ini dibuat melongo-longo dengan mata
terbelalak, seluruh perhatian mereka terhisap oleh
kesempurnaan serta kelihayan dari gerakan kedua orang itu.
Terutama sekali siasap dan mega selaksa li Lok Tong
mimpipun ia tidak pernah menyangka kalau muridnya bisa
memperoleh kemajuan yang sedemikian pesatnya.
Masing-masing orang hanya dalam beberapa waktu sudah
saling menyerang sebanyak ratusan jurus lebih, dalam hati
mereka sama merasa terperanjat dan mengerti bila musuh
yang ditemuinya saat ini merupakan musuh tangguh yang
belum pernah dijumpai selama ini.
Ketika itu pertarungan antara Tan Kia-beng dengan Liuw
Lok Yen sudah tidak secepat pertarungan pertama tadi, karena
saat ini mereka masing-masing pihak berusaha untuk
memperhatikan gerak tipu musuh.
Setiap kali lewat beberapa waktu mereka baru mengirim
satu serangan gencar dan dibalik serangan itu tentulah
tersembunyi beberapa buah perubahan yang amat lihay.
Diikuti satu serangan barlaku, serangan mematikan kedua
menyusul tiada putusnya. Majikan Isana Kelabang Emas harus mengeluarkan seluruh
kepandaian yang dimiliki untuk menghadapi pihak lawan,
sebaliknya Tan Kia-beng pun harus mengeluarkan semua
kepandaian yang didapatkannya dari kitab pusaka Teh Leng
Cin Keng serta Sian Tok Poo Liok.
Pertarungan yang mendebarkan hati ini berturut turut
berlangsung selama satu jam lebih dibawah sorotan sinar
rembulan, tetapi masing-masing pihak tidak juga berhasil
menentukan siapa menang siapa kalah.
JILID: 19 Dengan cepat pikiran Liuw Lok Yen berputar, akhirnya ia
mengambil keputusan untuk mencari kemenangan dengan
mengandalkan kesempurnaan tenaga lweekangnya, ia hendak
mengandalkan penemuannya yang aneh untuk menekan dan
merubuhkan pemuda lawannya.
Sekonyong-konyong.... Ujung baju diangkat, muncullah sepasang telapak tangan
yang putih bersih bagaikan salju. Dengan sejajar dada ia
mendorong tangannya ke depan. Segulung hawa pukulan
yang keras bagaikan ambruknya gunung Thaysan serta
jebolnya tanggul besar menggulung dahsayt ke arah tubuh
lawan. Serangan kali ini sudah menggunakan seluruh tenaga
lweekang yang dimilikinya sudah tentu kedahsyatannya bukan
alang kepalang bilamana serangan tersebut menyambar lewat
angin pukulan menderu deru memekik telinga.
Su Hay Sin Tou yang melihat pertarungan tersebut dari
samping kalangan, kontan merasakan hatinya berdebar debar,
siasap dan mega selaksa li menyalurkan lidahnya sambil
menggeleng, diam-diam mereka pada ikut merasa tegang bagi
keselamatan sang pemuda sehingga keringat dingin mengucur
keluar sangat deras. Keadaan Leng Poo Sianci lebih parah lagi, hatinya berdebar
keras seperti mau melompat keluar saja dari dadanya,
sepasang mata terbelalak lebar-lebar.
Tan Kia-beng yang sedang pusatkan pikiran untuk
memunahkan serangan lawan, mendadak merasa datangnya
angin pukulan sangat dahsyat sehingga suasana diempat
penjuru terasa jadi berat, hawa udara seperti membeku yang
membuat napas jadi sesak, hatinya jadi sangat bergidik.
Mendadak alisnya melentik, hawa murni disalurkan
mengelilingi seluruh badan kemudian bersuitan nyaring
menimbulkan suara yang memekikkan telinga.
Sepasang telapaknya diputar, dibabat lalu didorong ke
depan, inilah jurus serangan "Jiet Ceng Liong Thian".
Serangan balasan ini dikirim dengan kecepatan luar biasa,
segulung angin pukulan yang maha kuat dengan diiringi suara
desiran tajam laksana merekahnya tanah dan ambruknya
gunung menghajar kemuka. "Braaak!" diikuti meledaknya suara bentrokan tajam
muncullah dua liang tanah yang sangat dalam oleh tekanan
dari bentrokan kedua gulung hawa murni tersebut.
Bukan begitu saja bahkan muncul pula berpuluh puluh
desiran angin putaran yang memancar keempat penjuru.
Tan Kia-beng terpukul mundur sejauh empat langkah ke
belakang sedang majikan Isana Kelabang Emas sendiri
terdorong mundur sejauh lima depa.
Dengan terjadinya bentrokan ini dalam hati masing-masing
pihak lantas mempunyai perhitungan sendiri mereka merasa
kekuatan kedua belah pihak adalah seimbang dan siapapun
tak berhasil memperoleh keuntungan.
Air muka Liuw Lok Yen berubah dingin kaku bagaikan es,
hawa membunuh muncul di atas wajahnya, ujung baju
berkelebat dan sekali lagi ia menerjang kemuka.
"Heee.... heee.... heee.... kepandaian silat yang dimiliki Tan
heng benar-benar luar biasa, silahkan kau terima kembali satu
seranganku ini" bentaknya seram
Tan Kia-beng menarik napas panjang, hawa murninya
disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali kemudian
tertawa lebar. "Silahkan saudara turun tangan sekuat tenaga, cayhe akan
mengiringinya dengan taruhan nyawa."
Delam kesempatan tanya jawab ini, kembali kedua belah
pihak saling mengirim satu pukulan dengan kecepatan luar
biasa. Di dalam serangan kali ini, masing-masing pihak sudah
menambahi tenaganya sebesar dua bagian.
Tapi, kehebatannya tidak sedahsyat bentrokan yang
pertama, di tengah mengepulnya debu serta pasir suara
ledakan keras bergema memenuhi angkasa. Sebuah barak
yang berada beberapa kaki jauhnya dari kalangan kena
terpukul pental oleh desiran angin pukulan terdengar sehingga
roboh hancur berantakan. Di tengah suasana yang amat suram itulah masing-masing
pihak mundur dua langkah ke belakang.
Setelah mengalami dua kali bentrokan keras, hawa murni
Liuw Lok Yen mulai merasa tidak lancar, sedang hawa
membunuh yang berkelebat di atas wajahpun semakin tebal.
Buru-buru ia kumpulkan hawa murninya yang masih tersisa
dibadan, seraya membentak keras.
"Awas! aku Liuw Lok Yen akan mengirim pukulanku yang
terakhir." Pada saat itu Tan Kia-beng sendiripun merasa bahwa hawa
murninya bergolak sangat keras dan keadaan bagaikan anak
panah di atas busur yang secara bagaimanapun harus
dilepaskan. Mendadak sepasang matanya mendelik, dengan
memancarkan cahaya tajam sahutnya lantang, "Dalam
pertemuan malam ini masing-masing pihak ada maksud untuk
mempertahankan pendapat masing-masing, lebih baik kita adu
jiwa dulu baru kemudian berbicara lagi."
"Heee.... heee.... heee.... Semangat Tan heng berkobar
kobar, hal ini membuat aku Liuw Lok Yen merasa sangat
kagum. Ujung bajunya kontan dikebutkan ke depan, segulung kabut
hijau yang amat tebal secara tiba-tiba mengalir keluar dari
balik baju dan membentuk segulung hawa tekanan yang tak
berwujud mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng.
Ilmu sian Thian Cin Khie macam ini termasuk ilmu yang
teratas dari aliran Sian Bun, kedahsyatannya luar biasa dengan
mempunyai daya tahan yang tak tertembuskan, setiap kali
menemui daya perlawanan semakin besar maka daya tekanan
yang ditimbulkanpun semakin hebat.
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah kumpulkan hawa murni
Jie Khek Kun Yen Cin Kie nya keseluruh badan, sepasang


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telapak dengan cepat didorong ke depan dada. Setelah
membentuk gerakan Thay-khek, lalu secara tiba-tiba ia
menghajar tubuh musuhnya, ilmu Jie Khek Kun Yen Kan Kun
So pun sudah disalurkan keluar.
Seluruh harapan Ui Liong Tootiang sudah ditumpahkan ke
dalam ilmu kepandaian Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini,
walaupun manja kuat tapi tak urung pada saat ini merasa
tegang juga sehingga matanya melotot bulat bulat,
langkahnya bergerak mundur berulang kali.
Di tengah suara bentrokan dan ledakan yang maha
dahsyat, kedua gulung angin pukulan Sian Thian Cin Khie
tersebut sudah terbentur satu sama lainnya. Sreet! sreet!
angin tajam memancar keempat penjuru menggetarkan ujung
baju seluruh jago yang ada disamping kalangan sehingga
berkibat tiada hentinya dan terdorong mundur ke belakang.
Oleh pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini tubuh Liuw
Lok Yen tergetar keras dan mencelat ke tengah udara untuk
berjumpalitan beberapa kali kemudian roboh ke atas tanah.
Sebaliknya Tan Kia-beng sendiri merasakan dadanya seperti
terhantam martil berat badannya terpukul mundur tujuh,
delapan langkah ke belakang lalu jatuh terduduk pula ke atas
tanah. Melihat kejadian itu saking kagetnya Leng Poo Sianci
menjerit tertahan, tubuhnya segera meloncat ke depan disusul
oleh siasap dan mega selaksa lie Lok TOng, Su Hay Sin Tou,
Pek-tok Cuncu beberapa orang.
Siapa nyana, sewaktu masing-masing pihak sama-sama
menderita luka itulah dari tengah kalangan kembali terdengar
suara suitan aneh bergema memenuhi angkasa, kiranya Hu
San g Popo bagaikan burung elang sudah mencelat ke tengah
udara dan langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang melihat
kejadian itu segera membentak keras, masing-masing orang
mengirim satu babatan keras ke arah si nenek tua itu.
Kedua orang ini merupakan jago kelas wahid dalam Bulim
saat ini, apalagi serangan dilancarkan dengan sepenuh tenaga,
sudah tentu kekuatannyapun luar biasa.
Tampaklah dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat
bagaikan putaran roda menggulung ke arah badan Hu Sang
Popo yang sedang menerjang ke arah bawah itu.
Sekalipun tenaga dalam Hu Sang Popo amat tinggi, iapun
tidak berani menempuh bahaya dengan taruhan nyawa
sendiri. Tubuhnya yang masih berada di tengah udara segera
berjumpalitan, sepasang ujung baju dikebut dan badannya
kembali meluncur naik setinggi tujuh, delapan depa. Dengan
amat tepat sekali kedua gulung angin pukulan itu menyambar
lewat dari bawah kakinya.
Setelah lolos dari ancaman pukulan, nenek tua itu baru
melayang turun ke atas permukaan tanah.
Tapi justru dikarenakan keterlambatan inilah, ia sudah
berhasil dihadang oleh Hay Thian Sin Shu.
"Hmm! kau sudah hidup sedemikian tuanya, ternyata masih
juga ada maksud hendak membokong seorang boanpwee
yang sedang terluka, apakah kau tidak merasa malu?" jengek
si orang tua itu sambil mendengus dingin.
Hu Sang Popo adalah guru dari Liauw Lok Yen itu Majikan
Isana Kelabang Emas. Semasa kecilnya ia adalah seorang
gadis suku Biauw yang kerjanya memetik daun teh.
Pada suatu hari ia tersesat disebuah gunung, tanpa sadar
gadis tua ini sudah tiba di sebuah gua kuno dan secara
kebetulan menemukan seluruh kepandaian silat peninggalan
seorang Ni kouw yang wafat disana.
Di dalam gua itulah akhirnya ia berlatih tekun dan akhirnya
berhasil memiliki serangkaian ilmu silat yang tiada taranya.
Ketika Kiem Hoa Tongcu menderita kekalahan dan Liuw Lok
Yen melarikan diri ke tengah hutan, kebetulan ia telah
berjumpa dengan dirinya dan terakhir berhasil mendapat
didikan serangkaian ilmu silat yang sangat dahsyat.
Hu Sang Popo sejak dilahirnya hidup di tengah gunung dan
jarang sekali berhubungan dengan orang bahkan hidupnya
pun tergantung dari minum darah binatang. oleh sebab itulah
wataknya jadi buas, ganas dan kejam.
Terhadap makian dari Hay Thian Sin Shu tersebut nenek
tua itu tidak ambil gubris sepasang matanya berputar putar
kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... ia berani melukai muridku, aku
akan cabut nyawanya"
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang mendengar
perkataan itu sama-sama merasa terkejut, kepandaian silat
yang dimiliki Majikan Isana Kelabang Emas sudah luar biasa
liehaynya, jelas kepandaian gurunya jauh lebih dahsyat.
Tapi kedua orang itu adalah jago-jago kangouw yang
mempunyai kedudukan sangat terhormat, sudah tentu mereka
tak bakal dijera oleh ancaman tersebut.
Ui Liong Tootiang tertawa dingin tiada hentinya.
"Liauw Lok Yen hanya menderita luka parah karena beradu
kepandaian, dengan musuh buat kau begitu gelisah, coba aku
mau tanya, bagaimana pula tanggapanmu terhadap orangorang Bulim yang menemui ajalnya dibawah cengkeraman iblis
orang-orang Isana Kelabang Emas kalian?"
"Soal ini aku tidak mau menggubris, ayoh cepat menyingkir
semua!" bentak Hu Sang Popo semakin gusar.
Ujung baju dikebutkan kemudian segulung angin pukulan
berkabut hitam bagaikan gulungan ombak disamudra
menghajar ke depan. Ui Liong Tootiang bergidik ia membentak keras, hawa
murninya buru-buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh
kemudian didorong ke depan.
Segulugn hawa Khie-kang yang dahsyat mengalir keluar
menyambut datangnya hawa pukulan berkabut hijau itu.
Siapa nyana, ketika hawa pukulan Khie-kang itu menerjang
masuk ke dalam kabut hijau ternyata kekuatannya sudah
punah sama sekali, Hay Thian sin Shu sebagai seorang yang
berpengalaman begitu merasakan keadaan kurang beres hawa
sakti Lie Hwee Sin Kang nya segera dikumpulkan dan
membabat dari samping badan.
Walaupun kedua orang itu turun tangan berbeda waktu,
tapi kekuatannya sama-sama dahsyat.
Kendati begitu, Ui Liong Tootiang masih terpukul juga oleh
segulung hawa tekanan yang tak berwujud sehingga darah di
rongga dadanya bergolak keras, tak kuasa lagi badannya
mundur lima langkah ke arah belakang.
Hay Thian Sin Shu yang melancarkan serangan dari
samping, keadaannya jauh lebih menguntungkan dan tidak
sampai tergetar oleh hawa pukulan pihak lawan, walaupun
begitu hatinya merasa terkejut juga sukar dilukiskan, ia melirik
sekejap ke arah Hu Sang Popo yang saat ini masih berdiri tak
bergoyang di tempat semula, sinar matanya dengan
pandangan menghina sedang memandang ke arahnya, hal ini
semakin mengejutkan hatinya.
Mendadak nenek tua itu meloncat kembali ke tengah udara
dan langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng yang sedang
menyembuhkan lukanya di atas tanah.
Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu yang sedang
melindungi keselamatan pemuda tersebut, ketika melihat Hu
Sang Popo menubruk datang kembali kedua orang itu samasama mengirim satu pukulan ke depan diiringi suara bentakan
keras. "Kau berani!" Sreet! dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat
menghajar ke arah luar. Tenaga dalam kedua orang siluman tua ini amat sempurna,
bersamaan itu pula kunci dalam badannya sudah tertembus,
tenaga dalam mereka sudah berada diantara tenaga dalam Ui
Liong Tootiang. Saat ini dikarenakan hendak menolong Tan Kia-beng,
mereka berdua sudah kerahkan seluruh kekuatan yang
dimilikinya. Tampaklah dua gulung angin pukulan yang satu
keras dan yang lain lunak bagaikan gulungan ombak
menerjang ketubuh Hu Sang Popo.
Hu Sang Popo yang masih berada di tengah udara, kendati
tenaga lweekangnya amat lihay pun belum tentu bisa
menerima serangan gabungan dari kedua orang itu, ujung
bajunya segera digetarkan dan tubuhnya kembali melayang
turun kesebelah kiri. Baru saja ujung kakinya menempel tanah Su Hay Sin Tou
sudah membentak keras, tubuhnya menubruk ke depan
seraya teriaknya, "Eeei.... si Ular racun! Apakah saat ini kau
masih membicarkaan soal nama besar?"
Tangannya secepat kilat melancarkan delapan buah
serangan berantai, padahal tak usah ia berteriak Pek-tok
Cuncu pun sudah ikut turun tangan hampir bersamaan
waktunya, Jari telapak sama-sama melayang, berturu turut ia
mengirim tujuh buah hajaran yang kesemuanya mengancam
tempat-tempat bahaya dari tubuh lawan.
Hu Sang Popo yang dua kali kena terhadang, watak
buasnya kembali muncul memenuhi benak. Kini melihat Su
Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu turun tangan bersama-sama
kegusarannya semakin memuncak ia bersuit nyaring.
"Kalian cari mati?" teriaknya.
Sang tubuh yang berada di dalam kepungan bayangan
telapak mendadak berputar kencang, sepasang cakar setannya
digerakkan berulang kali menyerang kiri menghajar kanan.
Tidak sampai dua jurus ia sudah paksa mundur kedua siluman
tua itu, kemudian dengan sebat menerjang ke arah Tan Kiabeng. Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang sudah
bentrok satu kali dengan si nenek tua itu, mereka merasakan
kepandaian silat pihak lawan benar-benar luar biasa, walaupun
melihat kedua orang siluman tua tersebut sudah turun tangan
mereka tetap meloncat ke sisi Tan Kia-beng untuk menjaga
segala kemungkinan Sekarang melihat ia menerjang ke arah mereka, empat
pasang telapak bersama-sama didorongkan kemuka.
Kedua orang siluman tua yang ada dibelakangpun pada
saat yang bersamaan ikut menubruk datang, Hu Sang Popo
dibawah kerubutan empat orang jagoan lihay ternyata sama
sekali tidak kelihatan jeri.
Tubuhnya bagaikan segulung angin taupan mengalir dan
meluncur tiada hentinya kesana kemari, bersamaan itu pula
terasa ada segulung hawa tekanan yang sukar ditahan
membentang keempat penjuru.
Dimana cakar setannya melayang, Su Hay Sin Tou
mendengus berat dan mundur dengan sempoyongan.
Diikuti suara ledakan keras bergema memenuhi angkasa,
Hay Thian Sin Shu dengan wajah merah padam terpental
mundur sejauh delapan depa.
Malihat kawan kawannya terluka, Pek-tok Cuncu bersuit
gusar. "Aku si ular beracun akan adu jiwa dengan dirimu."
teriaknya. Sepasang telapak mendadak dibalik, segulung angin
pukulan berhawa Im yang sangat hebat menghajar iga kanan
si nenek tua itu. Jurus serangan ini sudah mengerahkan seluruh tenaga yang
dimilikinya, kelihayannya bukan alang kepalang.
Tadi sewaktu Hu Sang Popo mendesak mundur Hay Thian
Sin Shu, disebabkan tindakannya rada gegabah ia terluka oleh
hantaman hawa pukulan Lei Hwee Sin Kang pihak lawan, saat
ini kegusarannya sudah lebih mendekati kekalapan.
Melihat sepasang telapak Pek-tok Cuncu dengan diiringi
hawa pukulan dahsyat menghajar datang, tubuhnya
mendadak berputar kencang sepasang ujung bajunya dikebut
ke depan, segulung kabut hijau yang tebal dengan cepat
mengalir keluar. Terdengar suara raungan keras, tubuh Pek-tok Cuncu
terpental satu kati tingginya ke tengah udara dan terbanting
ke tengah rerumputan. Masih beruntung tenaga lwekangnya amat sempurna, di
tengah udara ia menarik napas panjang lalu dengan paksa
kerahkan hawa murninya sehingga waktu tubuhnya melayang
turun ke bawah kakinya menginjak tanah terlebih dahulu.
Empat orang jagoan lihay sama-sama mengerubuti seorang
nenek tua dan hasilnya tiga orang terluka parah. walaupun
beruntung Ui Liong Tootiang berhasil lolos, tapi luka getaran
yang barusan ia derita belum sembuh benar-benar.
Oleh karena itu walaupun dalam hati merasa terkejut
bercampur gusar, hawa murninya diam-diam disalurkan
mengelilingi seluruh tubuh, ia bersiap sedia mengirim satu
pukulan yang maha dahsyat Apabila Hu Sang Popo menerjang
lagi kemuka. Setelah berturut-turut melukai empat orang jagoan lihay,
Hu Sang Popo pun mulai merasakan hawa murninya tersendat
sendat tetapi watak buasnya menekan kesemuanya itu.
Setelah menarik napas panjang panjang ia tertawa seram
"Heee.... hee.... hee.... siapa lagi yang tidak takut mati
boleh maju ke depan" tantangnya.
Kakinya selangkah demi selangkah bergerak maju ke
depan, ia tetap meneruskan niatnya untuk membinasakan Tan
Kia-beng dibawah serangannya.
Leng Poo Sianci yang mencekal pedang dan berjaga jaga
disisi Tan Kia-beng begitu melihat ayanya beserta Ui Liong
Tootiang tiga orang cianpwee sudah terluka semua, sedang
Hu Sang Popo bagaikan iblis mengeluarkan cakar setannya
selangkah demi selangkah bergerak mendekat, dalam hati
merasa amat cemas. Akhirnya ia membentak keras, pedang pendeknya dengan
disertai serentetan cahaya tajam dibabat ke atas tubuh si
nenek tua itu. Ia sudah lama bersiap sedia, tentu serangan pedangnya kali
ini sangat luar biasa dan tak boleh dipandang rendah.
Hu Sang Popo yang melihat datangnya serangan pedang
diiringi desiran tajam, ia segera tertawa dingin tiada hentinya.
Ujung baju diangkat lantas dikebut kemuka, terdengar Leng
Poo Sianci menjerit kaget, pedang pendek ditangannya kena
tergulung ke tengah udara diikuti ujung baju pihak lawan
laksana kilat menyambar jalan darah Sian Khie Hiat di atas
badannya. Serangan itu dilancarkan cepat bagaikan taupan, dalam
keadaan terperanjat Leng Poo Sianci tak sempat lagi


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghindarkan diri dari datangnya serangan mematikan itu.
Dalam keadaan yang amat kritis itulah, mendadak
bayangan manusia berkelebat lewat, segulung angin lunak
meluncur datang dari tengah udara diikuti teriakan ngeri dari
si nenek tua tersebut. Dengan wajah beringas menahan rasa sakit Hu Sang Popo
melayang mundur sejauh delapan depa ke belakang.
Ketika itulah dari tengah udara melayang turun empat
orang wanita tua yang memakai pakaian warna warni, dan
pada saat yang bersamaan pula disisi tubuh Tan Kia-beng
sudah bertambah lagi dengan dua orang gadis cantik, satu
berwarna putih yang lain berwarna merah.
Kiranya orang yang menolong Leng Poo Sianci dan
menghajar mundur Hu Sang Popo bukan lain adalah Teh Leng
Su Ci atau empat orang wanita cantik dari Teh Leng Kauw,
sedangkan kedua orang dara yang berdiri disamping Tan Kiabeng bukan lain adalah Pek Ih Loo Sat serta Mo Tan-hong
Setelah rasa terkejut hilang lewat, Leng Poo Sianci baru
putar badan, ia melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng
kemudian berlari kesisi tubuh ayanya Hay Thian Sin Shu.
Setelah mengatur pernapasan beberapa saat, air muka Hay
Thian Sin Shu pun telah rada pulih kembali, sambil membuka
matanya ia tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... luka macam begini masih belum
dapat mencabut nyawa ayahmu" serunya.
Pada waktu itu Pek-tok Cuncu, Su Hay Sin Tou serta Ui
Liong TOotiang sekalian dengan menahan rasa sakit sudah
tiba disisi tubuh Tan Kia-beng, setelah ditelitinya dan melihat
air muka pemuda itu kecuali masih kelihatan pucat pasi
agaknya sudah sembuh seperti sedia kala, dalam hati merasa
heran bercampur kagum atas kesempurnaan tenaga
lweekangnya. Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat wajah beberapa
orang loocianpwee Cu yang jauh labih parah, dalam hati
merasa amat menyesal. "Karena urusan boanpwee, akhirnya menyeret pula
beberapa orang cianpwee terpaksa harus ikut terjunkan diri
pula dalam kancah kekacauan ini, dalam hati aku merasa
sangat tidak enak" katanya lambat.
Su Hay Sin Tou tertawa tergelak.
"Saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengucapkan katakata merendah, coba kau lihat siapakah keempat orang itu,
aku si pencuri tua tidak kenal dengan mereka, cepat pergi
sapa orang-orang itu!"
Setelah diperingatkan, Tan Kia-beng baru tersadar kembali
jika ia belum menyapa Teh Leng Su Ci, terburu-buru badannya
meloncat bangun dan menghampiri keempat wanita tua itu.
Tetapi karena waktu itu Teh Leng Su Ci sedang bercakapcakap dengan Hu Sang Popo maka pemuda ini merasa tidak
enak untuk buka suara. Kiranya sewaktu Hu Sang Popo hendak turun tangan
melukai Leng Poo Sianci, mendadak merasakan adanya
segulung angin lunak menerjang datang, ia merasa dibalik
kelunakan angin pukulan tersebut secara samar-samar
membawa kekuatan yang luar biasa.
Dalam keadaan gugup ia tak sempat menangkis lagi, sambil
menarik kembali serangannya nenek tua itu mundur delapan
depa ke belakang. Katika itulah ia baru menemukan bila orang yang baru saja
melancarkan serangan ke arahnya bukan lain adalah empat
orang wanita berusia setengah baya,
Walaupun wataknya ganas dan buas, tetapi dikarenakan
baru saja melukai Hay Thian Sin Shu empat orang jagoan
lihay, tenaga murninya pada saat ini sudah mengalami
kerugian yang amat besar, sudah tentu sikapnya tidak
seberangasan tadi. Sambil memperdengarkan suara tertawa aneh yang mirip
jeritan kuntilanak, serunya, "Siapakah kalian berempat" berani
benar melancarkan serangan bokongan kepadaku"
Toa ci dari keempat wanita cantik itu Han Bwee tersenyum
ramah. "Kami berempat adalah Teh Leng Su Ci. karena melihat
tindakanmu yang ingin turun tangan jahat terhadap seorang
boanpwee maka sengaja kami turun tangan mencegah,
bagaimana kau bisa menuduh kami sengaja membokong...."
Pada waktu itu Majikan Isana Kelabang Emas pun sudah
meloncat bangun, ketika melihat situasi yang dihadapinya
dalam hati lantas timbul maksud untuk mengundurkan diri. Ia
sudah salah menganggap Teh Leng Su Ci adalah guru dari Tan
Kia-beng. "Kepandaian silat yang dimiliki pemuda she Tan itu saja
sudah sedemikian lihaynya apalagi kepandaian yang dimiliki
gurunya, sekalipun ia tahu kepandaian yang dimiliki suhunya
Hu Sang Popo sukar diukur tapi sepasang kepalan sukar
mengalahkan empat tangan, apalagi pihak lawan masih ada
Su Hay Sin Tou, Pek-tok Cuncu, Hay Thian Sin Shu serta Ui
Liong Tootiang berapa orang.
Oleh karena itu, ia lantas menimbrung dari samping,
"Selama ini antara Isana Kelabang Emas dengan Teh-leng-bun
tiada ikatan dendam apapun, mengapa perkumpulan kalian
begitu ngotot hendak terjunkan diri ke dalam kancah
kekacauan ini" hal ini benar-benar membuat aku Liuw Lok Yen
merasa tidak paham."
"Hmm! kau andalkan kepandaian silat hendak membasmi
seluruh orang Bulim yang ada didaratan Tionggoan, kami Tehleng-bun sebagai salah satu bagian dari orang-orang Bulim
apakah tidak seharusnya ikut campur dalam peristiwa ini?"
sambung Tan Kia-beng sambil tertawa dingin. "Apalagi ayahku
'Cu Swie Tiang Cing' Tan Cu Liang tiada ikatan dendam atau
sakit hati dengan dirimu, mengapa kau pancing mereka
sehingga terkurung dalam gua Pek Kui Yu Hun Tong selama
sepuluh tahun" apakah dendam sakit hati ini aku tak boleh
aku orang she Tan tuntut kembali?"
"Heee.... heee.... heee.... urusan sudah jadi begini.
diributkanpun tiada berguna" kata Hu Sang Popo sambil
tertawa aneh. "Lebih baik kita selesaikan saja persoalan ini
dengan mengandalkan kepandaian silat masing-masing,
Jikalau kalian Teh Leng Su Ci berhasil mengalahkan diriku
barang satu jurus saja, aku segera akan perintahkan orangorang Isana Kelabang Emas untuk mengundurkan diri dari
daratan Tionggoan.... "Perkataan saudara amat tepat, kita tetapkan demikian
saja" sambung Han Bwee menyetujui.
Habis berkata secara diam-diam ia salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh tubuh, sedang bibirnya masih tersungging
satu senyuman. Hu Sang Popo yang menghadapi musuh tangguh di depan
mata, saat ini tidak berani berlaku gegabah lagi. Sepasang
lengannya segera disaluri hawa murni sehingga menimbulkan
suara gemerutukan yang amat keras.
Badanpun secara mendadak mulur lebih tinggi setengah
depa dari keadaan semula, rambut putih di atas kepalanya
pada bangun berdiri, selembar wajahnya yang banyak kerutan
secara mendadak berubah jadi ungu. sepasang mata
memancarkan cahaya hijau dan selangkah demi selangkah
maju ke depan Tan Kia-beng yang menonton keadaan tersebut dari
samping kalangan, dengan ketajaman matanya sekali pandang
lantas menemukan jika diantara alisnya secara samar-samar
kelihatan mengepulnya kabut warna hijau, jelas ia sudah
mengerahkan ilmu sakti Hong Mong Cie Khie nya mencapai
sepuluh bagian tak terasa hatinya merasa amat kuatir buat
keselamatan Teh Leng Su Ci sehingga keringat dingin
mengucur keluar dengan amat derasnya.
Setengah detik sebelum pertempuran itu berlangsung, tibatiba.... bayangan abu abu berkelebat lewat, seorang hweesio
tua beralis putih tahu-tahu sudah melayang turun ke tengah
kalangan diiringi suara pujian keagungan sang Buddha.
"Omintohud! Sicu harap tunggu sebentar. Pinceng ada
perkataan hendak disampaikan pada kalian."
Hu Sang Popo yang melihat munculnya si hweesio tua itu,
ubuhnya segera tergetar amat keras. badannya mendadak
meloncat mundur ke belakang.
Sedangkan Teh Leng Su Ci pun dengan termangu-mangu
memandang ke arah hweesio tua tersebut.
"Loo siansu, entah ada urusan apa yang hendak kau
sampaikan?" seru Tan Kia-beng seraya maju ke depan
memberi hormat. Si hweesio tua beralis putih ini bukan lain adalah Hwee
Huan, terdengar ia memuji keagungan Buddha lalu menyapu
sekejap ke seluruh kalangan, katanya lambat-lambat, "Tujuan
kedatangan dari pihak Isana Kelabang Emas kali ini ke gunung
Ui San, maksudnya hendak menyapu habis semua jago yang
ada di dalam Bulim, tapi nyatanya sekarang sudah terbukti bila
maksud itu tidak mungkin terjadi. di dalam pertarungan seru
tadi aku rasa kalian semua sudah mengerti keadaan masingmasing bukan" karena itu pinceng tidak usah banyak
menjelaskan lagi. Dan kini Hu Siang sicu hendak
mengandalkan kekuatan seorang diri melawan keempat
cianpwee dari Teh Leng Kauw, walaupun belum bisa diketahui
siapakah yang memperoleh kemenangan, rasanya suatu
pertarungan yang maha sengit tak akan terhindar lagi."
Ia merandek sejenak untuk napas, kemudian sambungnya
lebih lanjut, "Di dalam pertarungan gunung Ui san kali ini,
semua tempat sudah dinodai dengan darah manusia.
seharusnya mulai saat ini pertarungan dibikin selesai. apakah
kalian sungguh sungguh ada maksud hendak beradu sehingga
manusia yang terakhir?"
Agaknya orang-orang Isana Kelabang Emas merasa amat
jeri terhadap sang pendeta yang bernama Hwee Huan ini, dan
semakin jelas lagi keadaan yang sebenarnya pada saat ini,
mereka merasa kesempatan inilah yang paling bagus
digunakan untuk menarik diri. oleh karena itu tak seorangpun
yang buka suara, mereka menantikan reaksi dari pihak lawan.
Tan Kia-beng sendiri, menggunakan kesempatan ketika
Hwee Huan berbicara tadi memeriksa sejenak keadaan
diseluruh kalangan, ia merasa dari pihak tujuh partai partai
besar dimana ada Yen Yen Thaysu, Thian Liong Tootiang
beberapa orang ciangpwee serta Sak Ih serta Si Huan yang
baru saja datang walaupun bisa menahan serangan dari
orang-orang Isana Kelabang Emas tapi belum tentu bisa
menangkan keadaan. Yang paling sengsara lagi adalah anak murid Kay-pang,
sejak terkurung dalam barisan Pek Kui Yu Hun Tin dari Im
Liem Kui Bo, hingga saat ini tidak kelihatan seorangpun yang
berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Sebaliknya pertarungan antara Teh Leng Su Ci dengan Hu
Sang Popo, walaupun secara samar-samar diluaran kelihatan
bahwa keempat orang wanita cantik itulah yang bakal
menang, tapi dengan pemuda she Tan ini mengerti bila
kepandaian silat yang termuat dalam kitab pusaka Teh Leng
Cin Keng bukan termasuk kepandaian sebangsa Bu Sian Thian
Cin Khie. Walaupun tenaga dalam Teh Leng Su Ci amat liehay,
belum tentu mereka bisa melawan ilmu sakti Hong Mong Cie
Khie pihak lawan. Oleh sebab itu ia merasa saat inilah saat yang paling baik
untuk menarik diri. "Hati Sian-su penuh welas asih, boanpwee merasa sangat
kagum" sahutnya keras. "Jikalau pihak Isana Kelabang Emas
suka menyudahi peristiwa yang terjadi pada malam ini sampai
disini saja, boanpwee pun dapat menasehati beberapa orang
cianpwee untuk lepas tangan, tapi aku utarakan dahulu kecuali
pada malam ini, jika dikemudian hari aku berjumpa lagi
dengan Majikan Isana Kelabang Emas maka saat itu aku akan
mengadakan janji pribadi dengan dirinya".
"Heee.... heee.... heee.... sekalipun kau tidak datang
mencari diriku, aku Liuw Lok Yen pun tidak lama kemudian
akan datang menyambangi Tan heng" seru Liuw Lok Yen
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Selesai berbicara ia merangkap tangannya menjura lalu
kepada Hu Sang Popo katanya, "Suhu, mari kita pergi!"
Bayangan manusia berkelebat lewat, guru dan murid dua
orang bersama-sama melayang ke arah depan diikuti suara
seruling mendadak bergema memenuhi angkasa, di dalam
sekejap mata suara itu sudah merata disetiap penjuru.
Para jago-jago Kelabang Emas yang sedang bertarung,
buru-buru menarik diri dan mundur ke belakang, di dalam
sekejap mata tak ketinggalan seorangpun di tengah kalangan,
kepergian mereka dilakukan cepat laksana sambaran kilat.
Hwee Huan setelah melihat orang-orang Isana Kelabang
Emas pada bubar, kembali ia memuji keagungan Buddha,
sekali berkelebat hweesio tua itupun lenyap tak berbekas
Setelah Hwee Huan berlalu, Teh Leng Su Ci bersama-sama
tertawa dan geleng kepala
"Keadaan ini hari benar-benar berbahaya, jika hweesio tua
itu tidak kebetulan datang kemungkinan sekali kami berempat
tidak berhasil menahan pukulan Hong Mong Cie Khie nya itu."
Ketika itu Ui Liong Tootiang beberapa sudah berjalan
mendekat, Tan Kia-beng pun segera memperkenalkan
keempat orang wanita cantik itu kepada semua orang, tapi
ketika tidak dijumpainya si Penjagal Selaksa Li diantara
mereka, dengan penuh keheranan ia menoleh ke arah Pek Ih
Loo Sat. "Dimana ayahmu?"
Dengan mata terbelalak Hu Siauw-cian menggeleng.
"Ooouw.... kami kakak beradik sudah kirim dia untuk
melakukan suatu pekerjaan" kata Han Bwee sambil
tersenyum. "Harap Kauwcu suka mendatangi dusun Tan Siang
Cung digunung Loo san pada tanggal satu bulan sepuluh, ada
persoalan penting hendak dirundingkan dengan Kauwcu."
Sewaktu Tan Kia-beng ada maksud bertanya lebih jelas,
Teh Leng Su Ci bersama-sama sudah berkelebat dari tempat
itu. hanya dalam sekejap mata mereka sudah berada puluhan
kaki jauhnya. Ui Liong Tootiang sambil menarik tangan Mo Tan-hong pun
mohon diri. "Pinto terburu-buru harus membawa Hong jie untuk
menengok luka dari Sam Kuang Sin nie, jika kau punya waktu
dalam waktu dekat boleh berangkat kesana: katanya.
Mo Tan-hong melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangan penuh rasa cinta akhirnya ia menunduk dan
bersama-sama Ui Liong Tootiang berlalu dari sana.
DIikuti Hay Thian Sin Shu pun mohon diri, ia adalah
seorang jagoan yang sombong dan berangasan, siapa sangka
ini hari ternyata sudah menemui kekalahan ditangan Hu Sang
Popo, oleh karena itu ia merasa wajahnya sudah tak bersinar.
Leng Poo Sianci yang melihat ayahnya mohon diri, dengan
hati berat ia melirik sekejap ke arah pemuda tersebut.
Melihat putrinya tidak ingin berlalu, Hay Thian Sin Shu jadi
amat gusar, dengan mata melotot ia berteriak keras, "Jika kau
tidak ingin pergi, lain kali aku larang dirimu berkelana kembali
dalam dunia kangouw."
Leng Poo Sianci yang mendengar perkataan tersebut,
bibirnya segera dicibirkan dengan perasaan apa boleh buat ia
menggeleng lalu putar badan dan berlalu.
Pemandangan tersebut dalam pandangan Tan Kia-beng
amat jelas sekali maksudnya tapi ketika itu ia tiada maksud
dan perhatian untuk berpikir sampai kesitu, sinar matanya
dialihkan ke arah Pek-tok Cuncu
"Jie ko, bagaimana dengan lukamu?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... sedikit luka dalam tidak akan
mematikan diriku, setelah beristirahat tiga, lima hari luka itu
akan sembuh dengan sendirinya." kata sang rasul selaksa
racun sambil tertawa tergelak
Kepada Su Hay Sin Tou lantas serunya sambil tertawa,
"Ayoh pergi! kita berdua sudah repot-repot bekerja bukannnya
membantu sebaliknya malah merepotkan saja, kita tidak
punya muka untuk berdiam lebih lama lagi disini"
Habis berkata kedua orang siluman tua itupun bersamasama meloncat pergi, dalam waktu singkat mereka sudah
lenyap tak berbekas. Saat ini di dalam kalangan tinggal Pek Ih Loo Sat serta Tan
Kia-beng berdua, melihat keadaan di sekeliling tempat itu
penuh dengan belepotan darah, hati mereka berdua merasa
tidak tega, tampaklah potongan lengan, kutungan kaki
ceceran darah segar serta tumpukan mayat berserakan
memenuhi empat penjuru, sungguh suatu pemandangan yang
mendirikan bulu roma. Di tempat kejauhan dua rombongan manusia sedang repot
membalut luka yang diderita, mereka adalah golongan Kaypang serta tujuh partai besar. Tan Kia-beng tidak ingin
mengganggu orang-orang itu lagi, kepada Siauw Cian dengan
suara setengah berbisik serunya, "Siauw Cian mari kita pergi!"
Gadis itu mengangguk dan tidak banyak berbicara lagi
kedua orang itu segera mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya berlari turun dari atas gunung Ui san.
Waktu itu hari sudah terang tanah, sang surya
memancarkan cahayanya ke keseluruhan permukaan tanah.
Mendadak terlihatlah dua sosok bayangan manusia bagaikan
kilat melayang datang dari mulut gunung dari tempat
kejauhan mereka sudah membentak keras, "Hey anak iblis!
akhirnya siauw-ya mu berhasil juga menemui dirimu!"
Tan Kia-beng jadi tertegun....
Hanya di dalam sekejap mata orang itu sudah berada
dihadapan mereka, yang ternyata bukan lain adalah "Pek Lok
Suseng" Sie Cu-peng beserta seorang pemuda tampan yang
menggembol pedang. Tan Kia-beng justru paling benci jika orang lain memanggil
dirinya dengan sebutan anakan iblis, alisnya kontan
dikerutkan. "Apa maksudmu datang mencari diriku?" tegurnya.
"Masih ingatkah kau dengan Siong Hok susiokku yang
sudah jatuh kecundang ditanganmu sewaktu ada digunung
Thay-san" apa yang sudah aku katakan?" jengek Pek Lok
Suseng sambil goyang goyang kipas dan tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang masing teringat
dengan tetek bengek tempo dulu"
"Haaa.... haaa.... haaa.... saudara benar-benar merupakan
orang budiman banyak melupakan urusan" bukankah ia
pernah berkata bahwa tiga tahun kemudian dari pihak Hengsan pay akan mengirim orang datang mencari dirimu" ini hari
suteku sengaja datang untuk membereskan hutang piutang
kita tempo dulu." Setelah mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng baru
jadi tersadar kembali, ia menoleh dan melirik sekejap ke arah
pemuda itu. "Ia she Suto bernama Lim, dan merupakan anak murid
Siong Hok susiok ku pada beberapa waktu ini" Pek Lok Suseng
segera memperkenalkan pemuda itu kepada Tan Kia-beng.
Kemudian kepada sang pemuda itu iapun berkata kembali,
"Dia adalah Tan Kia-beng dari Teh Leng Kauw yang sedang
kau cari selama ini"
Dengan sikap sombong pemuda itu menjura tapi tidak
mengucapkan sepatah katapun.
Dengan teliti Tan Kia-beng memperhatikan pemuda
tersebut yang usianya paling banyak baru tujuh, delapan belas
tahunan, walaupun wajahnya tampan gagah tapi tidak
kelihatan hal-hal yang teristimewa dari padanya.
Tak terasa dalam hati pemuda she Tan ini merasa sangat
keheranan, pikirnya, "Siong HOk Tootiang sendiripun masih
bukan tandinganku, apalagi muridnya yang baru saja
diterima...." Walaupun ia berpikir demikian tapi tidak sampai diutarakan
keluar, ia tertawa tawar.
"Peristiwa yang terjadi tempo dulu adalah disebabkan oleh
karena maksud rakus dari gurumu Heng-san It-hok,
sedangkan mengenai kekalahan susiokmu digunung Thay-san
jikalau ia masih juga tidak melupakan dan jauh-jauh dari
ribuan li mengirim Suto heng datang kemari untuk mencari
penyelesaian, sudah tentu aku orang she Tan akan
mengiringinya." Suto Lim kerutkan alisnya, pedang panjang dengan cepat
dicabut keluar dari sarung lalu bentaknya lantang, "Suhuku
menemui kekalahan di atas permainan ilmu pedang, ini hari
siauw-yamu pun ingin menggunakan ilmu pedang untuk
menebus kekalahan tersebut, cepat kau cabut keluar
pedangmu. Siauw-ya tidak punya banyak waktu lagi untuk
banyak berbicara dengan dirimu."
Pek Ih Loo Sat yang mendengar perkataannya kasar dan
mau cari menang sendiri, hatinya jadi gusar.
"Hmmm! dengan mengandalkan kau si bangsat liar juga
berani bergebrak melawan Engkoh Beng, biarlah nonamu yang
kirim kau pulang kesorga." bentaknya keras.
Sreeet! golok lengkung warna peraknya segera dicabut
keluar dan siap-siap turun tangan membasmi pemuda itu
Tan Kia-beng mengerti jika watak Hu Siauw-cian amat
ganas, karena takut pihak lawan kena dilukai sehingga
dendam ini makin terikat semakin mendalam, buru-buru ia
turun tangan mencegat. "Kau jangan ribut dulu, lebih baik biar aku saja yang turun
tangan!" Suto Lim yang melihat kedua orang itu saling berebut untuk
turun tangan, tak terasa ia tertawa panjang.
"Kalian berdua tidak usah saling berebutan, jauh lebih baik
turun tangan bersama-sama saja, dengan demikian
siauwyapun tidak usah repot-repot buang tenaga lebih
banyak." Mendengar perkataannya makin lama semakin sombong,
dalam hati Tan Kia-beng mulai merasa gusar, dari samping
jalan dipatahkannya sebatang ranting kecil tiga depa
panjangnya lalu seraya digetarkan katanya.
"Pedang kumala cayhe terlalu tajam, kemungkinan sekali
pedangmu akan patah jadi dua bagian bila saling berbenturan,
baiknya kugunakan saja bambu ramping ini untuk minta
beberapa petunjuk ilmu silat Heng-san-pay".
Suto Lim salah sangka Tan Kia-beng memang ada maksud
memandang rendah dirinya, hatinya jadi gusar, mendadak
pergelangan tangannya digetarkan pedang panjang dengan
memancarkan cahaya tajam membabat ke arah dada.
Serangan ini dilancarkan dengan kedahsyatan yang sangat
luar biasa, hampir-hampir saja seluruh jalan darah penting di
atas badan lawannya sudah kena terkurung di dalam desiran
pedang tersebut. Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau pihak
Heng-san Pay memiliki rangkaian ilmu pedang sedemikian
hebatnya, bambu ramping ditangannya segera digetarkan
keras lalu membabat keluar, serentetan cahaya hijau dengan
sebat menangkis datangnya serangan pedang lawan.
Suto Lim tertawa panjang, pedangnya disabet ke atas
mengiringi majunya sang badan di dalam sekejap mata hanya
pedang berpencar keempat penjuru.
Berlapis lapis cahaya tajam yang menyilaukan mata
bersama-sama menekan ke atas kepala, hal ini membuat Tan
Kia-beng merasa hatinya berdesir.
Bambu hijau kontan diputar bagaikan roda, ilmu pedang
Pek Kut Yu Hun Kiam pun segera dilancarkan untuk
membendung seluruh serangan dahsyat dari pihak lawan.
Rangkaian ilmu pedang ini adalah hasil dari Cu Swie Tiong
Cing, Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek tiga
orang dengan mengorbankan sepuluh tahun jerih payah,
digunakan untuk mempertahankan benar-benar terbukti
sangat rapat tiada berlubang kelemahan.
Kendati ilmu pedang yang digunakan Suto Lim amat ganas
dan dahsyat, tak berhasil juga ia menggerakkan pemuda she
Tan itu untuk mundur barang setengah langkahpun.
Tan Kia-beng yang sejak turun tangan tuntas memilih posisi
bertahan, sudah tentu dalam hatinya punya alasan-alasan
tersendiri. Ia mengerti daya kekuatan dari tujuh partai besar,
setelah angkatan tua menemui ajalnya bakat bakat yang
baikpun tinggal sedikit sedangkan dari angkatan muda ia cuma
melihat Sak Ih serta Si Huan dua orang saja memiliki
kepandaian tinggi. Pihak Heng-san-pay sejak kematian Heng-san It-hok selama
ini tidak berkembang, dan sekarang secara tiba-tiba muncul
seorang yang bernama Suto Lim sudah tentu dalam hatinya
merasa terperanjat, dalam hatipun lantas ada maksud untuk
bikin jelas urusan ini. Oleh sebab itu selama ini ia hanya bertahan tanpa
melancarkan serangan serangan balasan.
Benarkah Suto Lim hasil didikan dari Siong Hong Tootiang"
Keadaan yang benar bukan begitu.
Kiranya tempo dulu setelah Pek Lok Suseng dengan
mengajak dua orang loocianpwee Heng-san-pay mencari Tan
Kia-beng untuk menuntut balas, siapa nyana bukannya
berhasil menuntut balas bahkan salah seorang dari kedua
tootiang itu menemui ajalnya, dalam hati ia merasa sedih
bercampur gusar. seorang diri lelaki she Sie ini berlari di atas
puncak yang tertutup salju.
Pikirnya dalam hati, "Sejak Heng-san-pay didirikan oleh
Couw su hingga ratusan tahun ini apakah benar-benar tidak
ada seorang manusia berbakat pun?"
Tujuannya berlari kesana kemari pertama ingin mencari
tahu tempat persembunyian dari dalam gua atau dibalik air
terjun berhasil memperoleh obat mujarab yang dapat
menambah kekuatan tenaga lweekangnya.
Tindakan tersebut boleh dikata merupakan khayalan
setinggi langit, dikolong langit mana mungkin ada kejadian
sedemikian kebetulan. Hari itu sewaktu ia berlari lari di atas sebuah lembah
gunung mendadak matanya terasa silau dan tahu-tahu dirinya
sudah terjebak di dalam sebuah hutan buah Tous.
Walaupun ia sudah berusaha keras untuk mencari jalan
keluar tapi tidak berhasi ljuga menemukan, ia merasa hutan
buah Tous itu benar-benar amat dahsyat sekali sehingga
akhirnya Pek Lok Suseng jadi putus asa dan menghela napas
panjang. "Heeei.... tidak kusangka aku Sie Cu-peng bukannya
menemui ajal ditangan musuh, sebalinya mati di tempat ini."
Ketika itulah mendadak....
Dari samping telinganya terdengar suara berat dari
seseorang sedang menegur, "Siapa kau" Hmmm.... kamu
orang sudah terjebak di dalam barisan Tau Hu Tin yang
disengaja pinto atur. Jika kau suka menyebutkan asal usul
perguruan serta tujuanmu secara jujur, maka pinto akan
tolong kau keluar dari dalam barisan. Tetapi, jikalau kau
berani berbohong, pinto pun tidak akan buang banyak tenaga
untuk menggubris dirimu lagi."
Mendengar teguran tersebut Pek Lok Suseng baru tersadar
jika ia sudah terjebak dalam sebuah barisan aneh yang
sengaja diatur orang lain, dengan cepat ia menyahut lantang,
"Tecu adalah Pek Lok Suseng dari Heng-san-pay,
kedatanganku kemari adalah ingin menyambangi beberapa
orang cianpwee dari perguruan kami yang sedang
mengasingkan diri." "Bagaimana sebutanmu dengan Siok Hok Tootiang?"
"Tempo dulu adalah susiok dari ciangbunjin kami."
"Haaa.... haaa.... haaa.... urusan ternyata ada demikian
kebetulan?" Tiba-tiba terasalah angin dingin menyambar lewat tahutahu dihadapan matanya sudah bertambah dengan seorang
Tootiang yang amat tua dengan rambut serta jenggot yang
memutih semua, walaupun rambutnya sudah memutih tapi air
mukanya merah cerah, jubahnya berkibar kibar bagaikan
dewa. Dia adalah anak murid dari aliran Sian Bun, begitu melihat
munculnya sang Toosu tua, dengan rasa penuh hormat tanpa
terasa sudah bongkokkan badannya menjura.
Tootiang itu menggerakkan Hut timnya seraya tertawa
terbahak-bahak. "Haah.... haah.... haa.... cepat bangun, tak usah pakai
banyak adat." Mengikuti kebutan Hut-timnya itu, segulung tenaga lunak
yang amat hebat segera menahan badannya yang sedang
membongkok. "Entah siapakah gelar cianpwee" bolehkan boanpwee
mengetahuinya?" kembali tanyanya dengan sikap hormat.
"Haa.... haa.... haa.... haa.... tempat ini bukan tempat yang
sesuai untuk berbicara. mari aku pimpin kau untuk keluar dulu
dari barisan ini". Dengan memimpin Pek Lok Suseng ia berjalan putar belok


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hutan Taouw tersebut dan akhirnya berhasil keluar dari
barisan menuju kesebuah lembah gunung yang suci.
Kembali mereka melewati sebuah jalan kecil yang dikanan
kirinya tumbuh berbagai bunga menyiarkan bau semerbak,
akhirnya sampailah kedua orang itu di depan sebuah loteng
bambu yang dibangun sangat rapi.
Dapat diduga loteng bambu ini tentunya tempat tinggal dari
tootiang itu, ketika sang toosu tua mengajak ia memasuki
loteng bambu itu sekali lagi Pek Lok Suseng merasa
terperanjat. Kiranya ia sudah menemukan sang Ciang bun Susioknya,
Siong Hok Tootiang yang sudah lenyap tiga tahun lamanya
saat ini sedang berdiri di atas peraturan menyambut
kedatangan toosu tua itu.
Ia sama sekali tidak pernah menduga bisa menemui
susioknya di tempat ini, buru-buru badannya bergerak maju
untuk memberi hormat. "Susiok, secara bagaimana kau bisa sampai disini?"
"Kisah ini sukar dilukiskan dalam sepatah dua patah kata,
kau kasih hormat dulu kepada susiok couw mu!" sahut Siong
Hok Tootiang sambil menggeleng dan menghela napas
panjang. "Haaa.... haaa.... haaa.... tidak perlu, tidak perlu, cepat
duduk! eeei.... dimana Lim-jie?"
"Sedang berlatih pedang dibelakang gunung!" sahut Siong
Hok Tootiang sangat hormat.
Toosu tua itu mengangguk lalu putar badan dan berjalan
masuk keruang sebelah. Menanti si toosu tua itu sudah berlalu, Siong Hok Tootiang
baru menerangkan siapakah orang tua itu.
Kiranya toosu tua itu adalah seorang cianpwee dari
perguruan Hong San Pay yang bergelar Wu Sian, karena
bakatnya baik saja ingat bagus, sampai ini hari masih
menyimpan beberapa macam kepandaian silat perguruan yang
sudah lenyap dari peredaran, tidak nyana dia sewaktu
berkelana kesana kemari akhirnya menemui tempat itu.
"Loocianpwee dari perguruan kita banyak jumlahnya,
kenapa susiok katakan susiok couw adalah satu satunya
angkatan tua yang masih ada?" kata Pek Lok Suseng dengan
suara rendah, alisnya berkerut.
Iapun lantas menceritakan secara bagaimana ia
menemukan Ci Siong Cu serta Lu Siong Cu lalu bagaimana
mereka datang mencari Tan Kia-beng untuk menuntut balas
dan akhirnya secara bagaimana menderita kekalahan. Siong
Hok Tootiang mengangguk. "Urusan ini tak bisa disalahkan agak sembrono, tahu kau
kecuali kuil pusat di atas gunung heng-san, masih ada berapa
banyak kuil cabang yang tersebar dimana mana" pendiri
pendiri dari kuil kuil itu kebanyakan dikirim oleh pihak Sam
Yen Koan yang turun temurun menguasahi kuil tersebut
walaupun dengan partai kita tiada hubungan lagi tapi urusan
tingkatan masih mengikuti urutan dari partai kita, Ci Siong Cu
yang kau temui kemungkinan sekali sang pemimpin dari kuil
cabang tersebut" Setelah diberi penjelasan Pek Lok Suseng baru baru jadi
paham, demikianlah mereka berdua pun bercakap-cakap
beberapa saat lamanya. Tiba-tiba terasa angin tajam menyambar lewat, dari tempat
luaran meloncat masuk seorang pemuda tampan yang
langsung menyapa Siong Hok tootiang dengan sebutan Susiok
kemudian dengan pentangkan biji matanya ia Pek Lok Suseng
tajam-tajam. "Dia adalah suhengmu Sie Cu-peng" kata Siong Hok
Tootiang sambil menuding ke arah Pek Lok Suseng. "Dengan
gelar Pek Lok Suseng, lain waktu kalian berdua baik-baiklah
bergaul." Kemudian kepada Pek Lok Suseng ujarnya pula.
"Ia bernama Suto Lim, kepandaian silatnya memperoleh
pelajaran langsung dari susiok kecemerlangan perguruan kita
akhirnya harus tergantung pada dirinya."
Pek Lok Suseng kasarnya memang seorang yang berwatak
sombong, pada hari hari biasa ia terlalu menganggap tinggi
diri sendiri walaupun diluaran ia tidak mengucapkan sepatah
katapun tapi dalam hati seratus dua puluh persen merasa
tidak percaya, pikirnya, "Mungkin perkataan ini sengaja
diucapkan susiok untuk menghormati diri susiok-couw?"
Waktu itu Suto Lim sudah berjalan kehadapannya,
bongkokkan diri menjura dan berkata lantang, "Siauw-te Suto
Lim menghunjuk hormat buat suheng"
Pek Lok Suseng tersadar kembali dari lamunannya. buruburu ia bangun berdiri balas memberi hormat.
"Sute, tidak usah banyak adat"
Jilid: 20 Sejak itu hari, Pek Lok Suseng pun mulai berdiam selama
satu bulan di dalam loteng bambu itu, ia banyak memperoleh
petunjuk petunjuk berharga dari Wu Sian Ci dan mulai
menemukan jika sutenya Suto Lim benar-benar memiliki bakat
alam, bukan saja ilmu pedangnya lihay bahkan lweekang yang
dimilikipun sangat mengejutkan.
Walaupun Siong Hok Tootiang sebagai seorang ciangbunjin
dari Heng-san-pay, tapi dalam hal tenaga dalam masih kalah
satu tingkat dengan pemuda tersebut.
Hari itu mendadak Siong Hok Tootiang membicarakan
kembali janjinya dengan Tan Kia-beng untuk bertemu kembali
tiga tahun mendatang dan kini waktunya sudah hampir tiba.
Walaupun selama tiga tahun ini ia banyak mendapatkan
petunjuk dari Wu Sian Ci, tapi dasar bakatnya kurang bagus,
ia masih tidak punya pegangan untuk memenangkan
pertarungan tersebut. Akhirnya dengan persetujuan Wu Sian CI janji ini akan
dipenuhi oleh Suto Lim atas nama murid Siong Hok Tootiang.
Pak Lok Suseng yang mendengar keputusan itu jadi
kegirangan setengah mati, ujarnya, "Kemungkinan sekali
sianak iblis itu sedang berada di atas gunung Ui san, jikalau
waktu masih kecandak, sutepun boleh mencari penyelesaian
dengan dirinya dalam pertemuan tersebut dihadapan para
jago dari seantero kolong langit."
Sejak kecil Suto Lim dibawa Wu Sian Ci memasuki lembah
Touw Hoa Kok, untuk kejayaan partai Heng-san-pay
dikemudian hari ia sudah membuang banyak pikiran dan
tenaga untuk mengumpulkan obat obatan yang paling
mujarab guna cuci otot serta tulangnya dan menambah
kesempurnaan lweekang dari pemuda tersebut.
Hingga saat ini boleh dikata pemuda itu belum pernah
terjunkan dirinya sekalipun dalam dunia kangouw, saat ini
mendengar susioknya hendak mengirim dia untuk mewakili
dirinya memenuhi janji dengan jago lihay, dalam hati merasa
sangat kegirangan, kepingin sekali waktu itu juga
meninggalkan gunung. Tapi untuk melihat kesempurnaan ilmu silatnya ia
perintahkan Siong Hok Tootiang untuk bergebrak dulu dengan
dirinya dengan syarat masing-masing pihak tidak
diperkenankan menyimpan suatu maksud tertentu mereka
harus bergebrak hingga salah seorang menderita kalah.
Sedikitpun tidak salah, setelah bergebrak sebanyak tiga
ratus jurus, akhirnya Suto Lim berhasil menang satu jurus dari
lawannya dengan begitu Wu Sian Ci pun dengan hati lega
melepaskan dia turun gunung.
Alasannya pada saat ini kepandaian silat dari Siong Hok
Tootiang sudah jauh berbeda dengan Siong Hok Toootiang
pada tiga tahun yang lalu, perduli dalam ilmu pedang maupun
lweekang ia sudah memperoleh kemajuan yang pesat.
Dan apabila pemuda tersebut bisa menangkan kepandaian
Siong Hok berarti pula untuk mengalahkan Tan Kia-beng
bukan suatu persoalan yang rumit.
Terburu-buru Pek Lok Suseng dengan membawa Suto
melakukan perjalanan menuju gunung Ui-san, tidak salah lagi,
hari itu mereka berhasil menemukan Tan Kia-beng dimulut
gunung. Suto Lim yang menemukan pihak lawan pun sama halnya
dengan dia masih sangat muda, dalam hati merasa semakin
mantap lagi, ia yakin kemenangan tentu berada ditangannya.
Tidak nyana setelah bergebrak beberapa jurus, semua
serangannya berhasil ditahan oleh ilmu pedang Pek Kut Yu
Huan Kiam Hoat dari Tan Kia-beng, walaupun berulang kali ia
sudah ganti tiga, empat rangkaian ilmu pedang dan
melancarkan seratus lima puluh jurus serangan belum berhasil
juga menggerakkan musuhnya, bahkan Tan Kia-beng
sendiripun tidak mengirim sebuah serangan balasan.
Dengan kejadian ini ia merasa amat mendongkol. alisnya
melenting sepasang matanya memancarkan sinar buas,
bentaknya keras, "Apakah ilmu silat yang kau pelajari hanya
jurus bertahan belaka" jika punya nyali, ayoh secara blakblakan kirimlah beberapa jurus serangan kepada siauw yamu."
Waktu itu Tan Kia-beng sudah berhasil meraba sedikit
banyaknya permainan ilmu pedang pihak lawan, setelah
mendengar perkataan tersebut ia tertawa panjang.
"Jikalau kau memang menginginkan akumelancarkan
serangan, baiklah! nih, terimalah seranganku."
Mendadak jurus serangannya berubah, dengan
menggunakan bambu ia menggantikan seruling dan dengan
dahsyat mengeluarkan ilmu seruling Teh Leng Kiow Tah Tie.
Tampaklah serentetan cahaya hijau menerjang keangkasa,
di dalam sekejap mata seluruh angkasa sudah dipenuhi
dengan desiran angin tajam yang mengurung empat penjuru
bagaikan sebuah bukit bambu, lemah lembek tiada terputus.
Dasar tenaga lweekangnya memang sangat luar biasa,
walaupun hanya sebatang bambu ditangan tapi angin desiran
yang dilancarkan memenuhi empat penjuru dahsyat bagaikan
gelangan ombak. Suto Lim yang menemui musuh tangguh untuk pertama
kalinya, dalam hati kontan merasa bergidik, sedikit pikiran
bercabang ia kena terdesak mundur oleh Tan Kia-beng sejauh
tujuh, delapan langkah. Melihat kejadian itu dengan hati gelisah Pek Lok Suseng
segera berteriak keras. "Cepat pusatkan pikiran, lancarkan serangan gencar."
Bagaimanapun Suto Lim adalah seorang jagoan muda yang
berbakat, hanya pengalamannya di dalam menghadapi musuh
sama sekali tidak ada maka menemui serangan gencar dari
pihak lawan hatinya jadi rada gugup.
Kini setelah diperingatkan oleh Pek Lok Suseng, hatipun jadi
lebih waspada, gerakan pedangnya diperkencang, dengan
sekuat tenaga berturut-turut ia mengirim beberapa buah
serangan berantai memaksa Tan Kia-beng harus
memperlambat gerakannya. Dengan demikian pemuda itupun kembali berhasil merebut
posisi yang lebih baik Tan Kia-beng yang merasa amat sayang terhadap
kepandaian silat pihak lawan, ditambah pula dengan dirinya
tiada ikatan dendam, maka selama ini hatinya tiada
bermaksud untuk turun tangan jahat.
Kini melihat pihak lawan ternyata berhasil merebut kembali
posisinya yang sudah terdesak, dalam hati semakin kagum
dan tidak ingin turun tangan kejam lagi.
Waktu itu masing-masing pihak sudah bergebrak mendekati
dua ratus jurus, Pek Ih Loosat yang melihat Tan Kia-beng
selalu tidak turun tangan dengan sekuta tenaga dalam hati
menganggap luka dalam yang diderita sewaktu bergebrak
dengan Majikan Kelabang Emas belum sembuh benar-benar,
hatinya jadi amat gelisah.
Golong lengkung warna peraknya segera digetarkan siap
maju ke depan membantu pemuda she Tan itu.
Pek Lok Suseng yang melihat kejadian itu dari samping
segera pentangkan kipasnya dan tertawa dingin tiada henti.
"Heee hee hee kau bermaksud hendak dua lawan satu"
Haruslah diketahui Toa ya masih berada disini."
Pek Ih Loo sat amat gusar, ia membentak keras golok
lengkungnya laksana serentetan cahaya kilat menggulung
keluar, suatu serangan yang tak ada ujung pangkalnya.
Pada saat yang bersamaan sewaktu Pek Ih Loo sat
menyerang Pek Lok Suseng, kembali terdengar suara
bentakan bergema datang, dari balik hutan mendadak
berkelebat datang serentetan cahaya perak serasa kilat
menyambar langsung menggulung ke arah Suto Lim, hawa
pedang berdesir dan dalam waktu singkat mengirim delapan
buah serangan gencar. Tan Kia-beng tidak tahu siapakah yang datang, terpaksa
bambunya ditarik dan mundur kesamping.
Ketika itulah ia menemukan jika orang tersebut bukan lain
adalah Leng Poo Sianci tak terasa lagi alisnya dikerutkan.
Begitu Leng Poo Sianci bergebrak dengan Suto Lim maka
keadaannya jauh berbeda dengan situasi tadi, tampaklah
cahaya hijau dan putih saling sambar menyambar memenuhi
angkasa, masing-masing pihak mengeluarkan sepuluh jurus
lihaynya untuk berusaha merebut posisi, untuk beberapa
waktu sulit untuk ditentukan siapa menang siapa kalah.
Keadaan dari Pek Lok Suseng jauh lebih parah, selama
hidup ia belum pernah menemui musuh semacam Hu Siauwcian ini, hanya di dalam sepuluh juurs ia sudah terdesak dalam
keadaan bahaya. Hal ini disebabkan karena Pek Ih Loo sat selama bergebrak
selalu mengutamakan serangan mati matian. Oleh karena itu
terpeliharalah suatu kebiasaan tidak pernah mengampuni
pihak lawan. Sekali bergebrak maka pedomannya adalah bukan ia yang
terluka, maka pihak musuh tentu yang mati, justru karena
sebab-sebab inilah nama siiblis wanita berbaju putih jadi
sangat terkenal. Dengan tenang Tan Kia-beng menanti di samping kalangan
sambil menonton jalannya pertempuran antara dua
rombongan itu, diam-diam ia kerutkan alisnya berulang kali, ia
takut Pek Ih Loo-sat melukai Pek Lok Suseng sehingga
dendamnya dengan pihak Heng-san-pay makin lama semakin
dalam dan akhirnya susah untuk diselesaikan.
Maka dari itu kakinya tanpa terasa ikut bergerak maju, ia
bersiap sedia untuk memberikan pertolongan dimana perlu.
Pada waktu itu terdengar suara langkah kakinya yang ribut
bergerak menatangi seorang hweesio tinggi besar dengan
badan sempoyongan berlari mendekat dan akhirnya roboh ke


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas tanah kurang lebih tiga kaki jauhnya dari tempat Tan Kiabeng berdiri. Sejak permulaan Tan Kia-beng sudah berhasil menangkap
suara langkah kaki tersebut, hanya saja dikarenakan ia
mendengar langkah tersebut tidak mirip langkah seorang
jagoan Bulim maka tidak sampai ambil perhitungan.
Tetapi setelah mendengar suara robohnya orang itu ke atas
tanah, ia baru putar badan dan berlari mendekat, karena ia
merasa tentu ada sebab-sebabnya sehingga orang itu roboh.
Tampaklah seluruh tubuh hweesio itu dibasahi dengan
darah segar, napas tersengal-sengal dan wajah pucat pasi
bagaikan mayat. Buru-buru ia uruti beberapa urat nadinya sambil berteriak
berulang kali. "Toa suhu, Toa shu...."
Lama sekali, hweesio itu baru membuka matanya, dengan
sinar mata tak bersinar ia memandang sekejap ke arah Tan
Kia-beng lalu dengan suara yang amat lemah, serunya, "Pihak
Isana Kelabang Emas.... meee.... menye.... menyerang
kembali...." Habis berkata matanya dipejamkan dan menemui ajalnya
seketika itu juga. Jika dilihat dari pakaian yang dikenakan orang itu, jelas dia
adalah seorang hweesio dari pihak Siauw-lim pay, mendengar
pula kata-kata terakhir yang diucapkan olehnya, pemuda she
Tan ini semakin dapat menyimpulkan bila majikan Isana
Kelabang Emas telah melancarkan serangan kembali terhadap
orang-orang tujuh partai besar serta pihak Kay-pang
sepeninggalnya dia dari puncak Si Sim Hong.
Tidak sempat mengubur mayat hweesio itu lagi, ia putar
badan dan membentak keras.
"Tahan!" Leng Poo Sianci serta Hu Siauw-cian sama-sama tidak tahu
urusan apa yang telah terjadi, dengan cepat mereka menarik
kembali serangannya dan meloncat mundur ke belakang
kemudian sinar matanya bersama-sama dialihkan ke arahnya.
Pada saat ini Tan Kia-beng tidak punya banyak waktu untuk
mencari penjelasan, sambil putar badan teriaknya keras.
"Cepat ikut aku menuju puncak Si Sim Hong, kalau tidak
maka kita bakal datang terlambat!"
Tubuhnya dengan cepat melesat ke arah depan dengan
sikap yang terburu-buru sekali.
Suto Lim tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi
sehingga pemuda itu berlalu dengan demikian terburu-buru,
badannya segera mencelat ke depan menghadang jalan
perginya seraya tertawa tergelak.
"Bangsat cilik kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk
melarikan diri" heee.... heee.... tak ada urusan sedemikian
mudahnya. Tan Kia-beng teramat gusar, telapak tangannya dengan
cepat dibabat ke arah muka diikuti suara bentakan keras
bergema memenuhi angkasa.
"Orang-orang tujuh partai sudah hampir dibunuh habis oleh
orang lain, kau masih punya kesenangan untuk bergurau
dengan diriku." Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terkejut Suto
Lim buru-buru meloncat mundur delapan depa ke belakang.
Dan menggunakan kesempatan itulah Tan Kia-beng sudah
melesat ke arah depan dengan gerakan yang amat cepat.
Sesosok bayangan putih serta sesosok bayangan merah
bersama waktunya pula bergerak dari belakang, mereka
mengambil jalan yang sama dari berasalnya dari hweesio
tersebut. Suto Lim yang masih kaget tak dapat mengucapkan
sepatah katapun, sebaliknya Pek Lok SUseng seperti telah
menyadari akan sesuatu, teriak mendadak, "Aduuuh celaka!
jika didengar nada ucapannya, orang-orang tujuh partai besar
agaknya sudah mengalami penyerangan dari orang-orang
Isana Kelabang Emas, mari kita kejar mereka ke atas!"
Demikianlah, mereka berduapun membuntuti dari belakang
Kisah Bangsa Petualang 13 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cacad 4

Cari Blog Ini