Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung Bagian 13
orang luar biasa berbaju kelabu dari kampung setan,
yang kepandaian ilmu silatnya didapatkan dari Kakek
penjinak garuda. Ia heran mengapa orang itu juga datang kemari,
agaknya juga tertarik oleh pertempuran yang akan
datang. Ho Hay Hong tidak takut, tetapi ia tidak ingin orang itu
mengacau jalannya pertempuran.
Ia tidak ingin dirinya diketahui oleh orang itu, maka ia
pindah ke bawah pohon, duduk berhadapan dengan
empat pemuda tadi. Tak disangka-sangka, baru saja ia duduk
dihadapannya sudah berdiri tiga orang laki-laki berbadan
tegap berpakaian warna ungu, membentak padanya
dengan suara kasar: "Bagus, Tang Siang Sucu, kita cari-cari kau kemanamana, tak disangka kau berada sini mencari angin. Haha,
bangun, bangun Jangan berlagak gila!"
"Tuan-tuan ada keperluan apa?" balas menanya Ho
Hay Hong agak heran. "Keperluan apa?" jawab tiga orang itu berbareng:
"Kurang ajar. Tang siang Sucu, kau juga pandai
berlagak, Tiga bulan berselang, kau telah membunuh
habis serumah tangga toako kita, dosamu apakah masih
perlu kita jelaskan lagi."
Mereka memandang Ho Hay Hong dengan seksama,
kemudian berkata pula sambil tertawa.
"Sungguh kebetulan, suhumu sekarang tidak berada
disini, maka kita dapat menggunakan kesempatan ini
untuk menuntut balas dendam.
Sehabis berkata orang itu memberi isyarat dengan
matanya, salah seorang lantas berkata dengan suara
keras: "Bocah durhaka kita sudah mengundang seorang
pandai, untuk mengambil jiwamu !"
Orang itu jarinya menunjuk kepada seorang
pertengahan umur dengan berpakaian seperti pelajar.
Lalu berkata pula sambil memperkenalkan orang itu.
"Tuan ini adalah ahli silat yang baru diundang oleh
golongan kita, Tiat bin Sie-Seng dari gunung Lo losan.
Haha, bocah, kau sekarang boleh mati dengan mata
meram !" Ho Hay Hong mengerti bahwa karena perbuatan
saudaranya, tidak nyana kini mereka telah salah faham
dan anggap ia yang melakukan kejahatan itu.
Ia tahu mereka datang dengan penuh amarah, maka
juga tahu bahwa pertempuran ini tidak dapat dielakkan
lagi. Ia berpikir: "saudara sudah mati, keluarga Ho hanya
tinggal aku sendiri, biarlah aku yang menalangi tanggung
jawabnya." Bagaimanapun juga Ho Hay Hong adalah saudara
sekandungnya. Meskipun ia tidak setuju perbuatannya,
tetapi kejadian sudah terjadi demikian rupa, juga tidak
bisa tinggal diam, maka ia lalu berkata dengan gagah:
"Baik, aku Tang siang Sucu akan melayani kehendak
kalian!" Tiga orang dengan serentak mundur. Tiat bin Sie seng
lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Sudah lama aku mendengar namamu yang besar,
hari ini bertemu muka, benar saja memang bukan
seorang sembarangan. Sebetulnya aku ingin bersahabat
denganmu, tetapi karena tugas, aku tidak bisa berbuat
apa-apa, harap kau suka memaafkan!"
Ho Hay Hong tahu bahwa waktu sangat berharga
baginya, maka ia tidak mau membuang waktu dengan
cuma-cuma. Katanya sambil memberi hormat:
"Tuan datang dengan membawa tugas, sudah tentu
bukan atas kehendakmu sendiri. Jangan khawatir, aku
tidak akan membawa tuan kedalam kancah
permusuhan!" "Awas!" kata Tiat bin Sie-Seng sambil menganggukkan kepala dan tersenyum.
Tangannya bergerak melakukan serangan membacok
dengan tangan kosong. Hanya satu gerakan, Ho Hay Hong sudah tahu sampai
dimana tingginya kepandaian pelajar itu, diam-diam
terkejut. Lelaki berpakaian ungu ketika menyaksikan Ho Hay
Hong menggeser kakinya, lantas berkata sambil tertawa
menyeringai: "Ha ha, haha! Bocah! Kau tahu juga, ini adalah ilmu
silat dari golongan Lo lo san yang sangat terkenal
didaerah selatan!" Ho Hay Hong yang tahu bahwa ia berhadapan dengan
lawan tangguh, lalu memusatkan seluruh kepandaiannya,
dengan satu tangan ia maju menyerang dengan cepat.
Empat pemuda berbaju kuning nampaknya tertarik
oleh pertempuran itu, semua bangkit dari tempat
duduknya. Tiat bin sieseng sendiri diam-diam juga mengakui
kepandaiannya Ho Hay Hong.
Ia juga segera mengeluarkan seluruh kepandaiannya
untuk menghadapi lawannya yang masih sangat muda
itu. Pertempuran itu dengan cepat sudah menarik
perhatian orang banyak, hingga pada datang berduyunduyun
untuk menyaksikan. Ho Hay Hong sangat khawatir hal itu akan menarik
perhatiannya lelaki berbaju kelabu dari kampung setan
maka ia hendak mengakhiri pertempuran itu dengan
cepat. Serangan hebat segera dilancarkan kepada lawannya.
Tiat bin sieseng terkejut, ia tidak menduga lawannya
yang masih muda belia, memiliki kekuatan tenaga yang
demikian hebat. Kalau semula ia pikir hendak
memperkembangkan ilmu silatnya dari golongan Lo-losan,
yang dianggapnya akan dapat menggemparkan
rimba persilatan, kini harapan itu telah buyar sebagian.
Selagi Tiat-bin Sie seng memikirkan diri lawannya, Ho
Hay Hong mendadak lompat melesat menyingkir
meninggalkan lawannya. Tiat-bin Sie seng heran atas sikapnya Ho Hay Hong
sebab belum kalah sudah lari, maka segera mengejarnya.
Sebaliknya dengan tiga lelaki baju ungu, mereka itu
mengira Ho Hay Hong tidak berani melawan hingga
kabur, lalu sambil tertawa:
"Manusia tidak tahu malu! Kita lihat kau hendak lari
kemana!" Dengan serentak mereka juga lari mengejar.
Ho Hay Hong lari meninggalkan tempat dekat danau
yang akan dijadikan medan pertempuran, kemudian
berhenti disuatu tempat. Tempat itu sangat tersembunyi, tiada manusia jalan
disitu, oleh karenanya ia boleh menunggu dengan
tenang. Atau kalau harus bertempur lagi, juga tidak takut
akan dikerumuni oleh banyak orang yang menonton.
Setelah mereka berlalu, diantara penonton seorang
anak muda tampan yang muda sekali, yang usianya kirakira
baru enam belas tahun juga turut mengejar.
Orang banyak menganggap hanya ingin menonton,
maka tiada seorangpun yang menghiraukannya.
Belum lama Ho Hay Hong tiba ditempat itu, Tiat bin
sieseng segera menyergap sambil berseru.
"Kau belum kalah mengapa lari" Apakah maksudmu
yang sebenarnya?" Ho Hay Hong tanpa bicara segera menyambut Tiat-bin
Sie-seng dengan serangan hebat, sehingga lawannya
terpaksa mundur. Tiat bin Sie seng agak mendongkol, ia kembali
mengeluarkan kepandaiannya untuk menyerang lagi.
Ia menggunakan gerakan-gerakan yang sangat lincah
menghujani Ho Hay Hong demikian rupa dengan
serangan-serangannya yang aneh-aneh, sehingga Ho
Hay Hong seolah-olah terkurung dalam serangan
tangannya. Ho Hay Hong juga merasa heran menghadapi
serangan yang demikian aneh itu, maka ia tidak berani
gegabah. Ia lalu menggunakan ilmu silatnya Kun-hap
Samkay, melayani lawannya dengan seru.
Di bawah teriknya sinar matahari dua orang itu
bertempur sengit. Difihaknya Tiat-bin Sie-seng
nampaknya sudah bertekad bulat hendak menjatuhkan
lawannya, sedangkan Ho Hay Hong agak heran, sebab
lawannya itu hanya diundang untuk membantu saja,
mengapa bertempur mati-matian demikian rupa, agaknya
seperti musuh besar. Tetapi sudah menjadi kenyataan demikian, ia juga
tidak perlu berpikir terlalu banyak, maka dengan tekad
bulat pula hendak merubuhkan lawannya.
Ia tidak tahu bahwa Tiat-bin Sie Seng ada maksud
hendak menjagoi rimba persilatan, meskipun diluarnya
nampak berlaku merendah, tapi dalam hatinya hendak
menjatuhkan semua orang kuat dalam rimba persilatan.
Sementara itu tiga lelaki berbaju ungu, terus siap
sedia untuk menantikan kesempatan, apabila Ho Hay
Hong terdesak, segera akan dibinasakan!
Pemuda tampan yang ikut menonton tadi, telah
sembunyikan dirinya jauh-jauh, bukan saja Hay Hong
tidak tahu, sedangkan dipihaknya orang-orang berbaju
ungu juga tiada seorang pun yang tahu.
Pertempuran berlangsung semakin seru, serangan
masing-masing juga semakin hebat. Kini dari f ihak orangorang berbaju ungu agaknya juga sudah mulai mendapat
firasat bahwa Tiat bin sie seng tidak mungkin dapat
merebut kemenangan, hingga mereka diam-diam merasa
khawatir. Yang mengherankan ialah Tiat-bin Sie seng sendiri
nampaknya tidak bisa merasa khawatir, bahkan
sebaliknya, diwajahnya yang putih bersih, setiap saat
terlintas suatu perasaan girang
Perasaan girang itu semakin nyata tertampak
mengikuti jalannya pertempuran, seolah-olah sudah
yakin benar ia pasti akan dapat meraih kemenangan.
Hal ini tidak mengherankan, karena ilmu silatnya
dengan tangan kosong yang dinamakan gerak tipu
membelah awan, memang benar-benar luar biasa aneh.
Juga keampuhannya, keistimewaan ilmu silatnya itu,
ada mempunyai suat kesanggupan mencari jalan
kelemahan lawannya dan kemudian dicecer secara hebat.
Ia semakin girang, karena mengetahui bahwa
serangan lawannya kalau dilihat dari luar memang hebat
sekali, tetapi kalau diperhatikan benar-benar, lawannya,
itu pikirannya seperti terpengaruh oleh perasaan kikuk
dan bingung. Setiap kali melakukan serangan, sebelum serangannya
mengenakan sasarannya, telah dibatalkan dengan tibatiba.
Dengan tiba-tiba satu pikiran terlintas dalam otak Tiatbin Sie-seng, ia segera menarik kesimpulan bahwa
lawannya itu mungkin belum memiliki kekuatan mahir
seperti kekuatan tenaga dalamnya
Sementara itu Ho Hay Hong yang sedang bertempur
terus makin lama nampak makin gelisah sebab dalam
pikirannya selalu terganggu oleh bayangan Ing-siu yang
dikiranya saat itu sudah tiba dan menghinanya tidak
berani datang memenuhi janji.
Pikirannya semakin gelisah, serangannya semakin
tidak teratur. Ia sendiri juga merasa heran, karena belum pernah
demikian bingung. Dalam keadaan demikian, telinganya mendadak dapat
menangkap suara sambaran angin, dengan sendirinya ia
mengelak dan menggerakkan tangan kirinya untuk
menangkis serangan lawannya, sedang tangan kanannya
membuat satu lingkaran yang ditujukan kepada dua
bagian jalan darah lawannya.
Setelah mengeluarkan serangannya itu, ia mulai
memusatkan kekuatan tenaganya dan pikirannya
Selagi berusaha untuk memusatkan pikirannya, suara
keras terdengar pula, dalam waktu sekejap mata, suara
itu sudah mendekati dirinya.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, ia tidak
menduga bahwa perubahan gerakan lawannya demikian
pesat, bahkan bisa menembusi serangannya sendiri yang
rapat. Disamping terkejut, pikirannya seketika itu jernih
kembali, tetapi hendak menarik kembali tangannya untuk
menangkis serangan lawannya sudah tidak keburu lagi.
Diantara suara ledakan keras ia terpaksa mengempos
hawa murni dan membusungkan dadanya.
Karena keadaan mendesak walaupun ia berhasil
menghindarkan diri dari serangan depan, tetapi tidak
berhasil mengelakkan sambaran angin dari serangan
tersebut, hingga bajunya robek sebagian.
Diantara sorak-sorai dari orang-orang berbaju ungu,
Ho Hay Hong dapat menampak tegas bahwa wajah Tiatbin
Sie-seng menunjukkan sikap puas, bangga dan
jumawa, bibirnya tersungging satu senyuman yang
mengandung sindiran. Ini membuat panas hatinya,
hingga dengan tiba-tiba ia mendongakkan kepala dan
bersiul panjang. Tiat-bin Sie seng terkejut, ia dapat merasakan bahwa
suara siulan itu agak aneh, samar-samar seperti
mengandung kemarahan sangat besar.
Ia melihat lagi wajah Ho Hay Hong, Saat itu nampak
pucat pasi, sedang kedua matanya bersinar buas, dua
tangannya dirangkapkan didepan dadanya, bergerak
tidak berhenti-henti. Dalam hati lalu berpikir : "Apa yang akan dilakukan
oleh anak muda ini " Sikapnya yang buas ini, sungguh
menakutkan" Selagi pikirannya belum tenang, suara bentakan
nyaring tiba-tiba keluar dari mulut Ho Hay Hong :
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tiat-bin Sie-seng, serahkan jiwamu!"
Dua tangannya yang satu disodorkan yang satu ditarik
kembali, lambat-lambat bergerak kehadapan Tiat-bin Sie
Seng. O-oodwoo-O Bersambung Jilid 28 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 28 TIAT-BlN SIE-SENG kembali dikejutkan oleh perbuatan
pemuda itu, ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan
olehnya, ia hanya merasa sikapnya agak aneh, maka
tidak dihiraukan, malah ia berkata sambil tertawa dingin:
"Belum tentu, ucapan menyerahkan jiwa, rasanya masih
terlalu pagi!" Diluar dugaannya, belum lagi ia menutup mulutnya,
mendadak merasakan suatu tenaga yang hebat sedang
menggempur dirinya. Sebagai satu ahli silat kenamaan, segera dapat
mengetahui bahwa serangan Ho Hay Hong itu
mengandung kekuatan tenaga dalam yang dinamakan
Ceng-khie. Dengan cepat ia mengeluarkan ilmunya meringankan
tubuh, buru-buru lompat melesat.
Dengan alis berdiri, Ho Hay Hong mendadak
membalikkan tenaganya, seolah-olah mengerahkan
seluruh kekuatan tenaganya
Tiat-bin Sie-seng sudah cukup gesit, tetapi tokh masih
agak terlambat, kekuatan dari serangan Ho Hay Hong,
seolah-olah menekannya semakin hebat.
Dada Tiat bin Sie seng seperti digenjot oleh martil
besar, orangnya terbang melayang bagaikan layangan
yang putus talinya. Di tengah udara, mulutnya menyemburkan darah.
Ho Hay Hong sendiri juga terhuyung-huyung, ia coba
mempertahankan posisinya, matanya mengawasi tubuh
Tiat bin Sie seng yang terbang melayang sambil tertawa
dingin. Tiat-bin Sie seng sesungguhnya tidak kecewa
menamakan diri sebagai orang kuat dari gunung Lo-losan
meskipun badannya terapung di tengah udara dan
sudah menyemburkan darah, ia masih bisa
mempertahankannya dan melayang turun ke tanah.
Tindakan Tiat bin sieseng untuk menyelamatkan
dirinya itu, juga menarik perhatian Ho Hay Hong.
Pada saat itu, keadaannya sendiri juga sudah terlalu
lelah, sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk
melanjutkan pertempuran. Dengan kaki sempoyongan Tiat bin sieseng
mengeluarkan obat pil dari dalam botol obatnya yang lalu
ditelannya, matanya menatap wajah Ho Hay Hong.
Kemudian berkata padanya.
"Tak disangka kau juga melatih ilmu ceng-khie, Tiat
bin sieseng kali ini benar-benar sudah kesalahan mata
sudah seharusnya menerima kekalahan ini. Biarlah lain
waktu saja kita membuat perhitungan lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia lantas berlalu dengan
langkah kaki yang berat sekali.
Rombongan laki-laki berbaju ungu itu kabur lebih dulu,
seolah-olah tidak mau memperdulikan nasib orang yang
dijagoi. Ho Hay Hong mengawasi berlalunya Tiat bin Sie-seng,
tiba-tiba teringat sesuatu: "pantas hari ini aku seperti
orang yang kehabisan tenaga, kiranya tadi malam aku
sudah menghamburkan banyak tenaga untuk menolong
Tiat Chiu Khim." Ia tersenyum sendiri, pikirnya: "Tang-siang Sucu
dimasa h idupnya selalu tidak bisa hidup denganku, tetapi
setelah binasa kalau ia tahu bahwa aku sedang berusaha
untuk menuntut balas dendam untuknya, ia pasti merasa
puas." Ia berpikir lagi: "kakek berdiam diutara, tidak tahu
keadaan sebenarnya tentang diri Tang siang Sucu, maka
kesan terhadapnya juga masih baik, bahkan ingin sekali
menemuinya. Nanti setelah mengetahui bahwa cucunya
sudah binasa, entah bagaimana sedihnya." Pada saat itu
tenaganya sudah habis, bertahan juga merasa susah,
hingga diam-diam ia mengeluh !
"Jikalau saat ini Ing-Siu sudah tiba dan menunggu
terlalu lama, sehingga tidak sabaran dan meninggalkan
aku, selanjutnya ia pasti menyiarkan berita bahwa aku
telah mengundurkan diri sebelum pertandingan
berlangsung. Bagaimana aku ada muka untuk menemui
saudara-saudaraku didaerah utara?" Demikian ia berpikir.
Selagi dalam keadaan bingung, dari jauh tampak
seorang tua berjenggot panjang dan putih sambil
menggandeng seekor keledai, berjalan menghampiri.
Diatas punggung keledai terdapat tumpukan kayu
kering, jelas ia baru pulang mencari kayu dari hutan.
Menyaksikan keadaan itu, lalu berpikir: "lebih baik
menunggu penghidupan seperti orang tua ini, tanpa
sedih. Aku sendiri meskipun berkepandaian tinggi, belum
tentu bisa hidup senang dan tentram seperti dia !"
Ia terus memandang orang tua itu, sementara dalam
hatinya terus berpikir: "penebang-kayu biasa saja seperti
dia, tokh bisa hidup sampai demikian tua, sebaliknya aku
sendiri yang memiliki kepandaian tinggi, belum tentu bisa
hidup hingga demikian tua."
Orang tua itu ketika nampak Ho Hay Hong
memandang dirinya dengan penuh perhatian, lalu
menundukkan kepala. Ho Hay Hong tiba-tiba mendapat satu pikiran:
"mengapa aku tidak meminjam keledainya."
Ia segera, menghampiri orang tua itu dia berkata:
"Kakek, aku ada suatu urusan penting, hendak
meminjam keledaimu, entah."
Semua uang yang ada dalam sakunya dikeluarkan,
diselipkan ditangan orang tua itu seraya katanya:
"Uang ini untuk harganya keledai ini, kakek pikir
bagaimana ?" Orang tua itu meskipun tidak tahu berapa banyak
uang perak dalam tangannya, tetapi setelah dihitung
diam-diam ia duga uang itu cukup untuk membeli tiga
ekor keledai, maka dengan senang hati menyerahkan
keledainya kepada Ho Hay Hong.
Ia masih khawatir Ho Hay Hong kurang senang,
mulutnya berkata. "Baik, baik, keledai ini kujual kepadamu."
Buru-buru ia menurunkan kayu keringnya, dibawanya
seikat lantas berlalu. Ho Hay Hong menarik napas lega, ia pergi untuk
menemui musuhnya dengan menunggang keledai.
Dengan mendadak, dari belakangnya terdengar suara
orang memanggil padanya: "Cianpwee, tunggu dulu !"
Ho Hay Hong teringat, kemudian ia merasa geli. Sebab
Sebutannya cianpwee, sesungguhnya tidak tepat bagi
seorang yang masih berusia muda seperti dirinya.
Oleh karenanya, maka ia tidak menghiraukannya dan
bedal keledainya. Dengan mendadak sesosok bayangan kuning
berkelebat melayang dari belakang dirinya, kemudian
berdiri di suatu tempat tidak jauh di hadapannya,
kemudian berkata. "Cianpwee tunggu dulu !"
Keledai Ho Hay Hong kaget, binatang tersebut
mengeluarkan suara kaget, kaki depannya di angkat
tinggi-tinggi. Ho Hay Hong yang berada diatas punggungnya,
karena dalam keadaan kehabisan tenaga maka tak
ampun lagi badannya kehilangan keseimbangan dan
jatuh di tanah. Ia hendak berteriak, diluar dugaannya tubuhnya sudah
disambut oleh tangan orang.
Sambil mengeluarkan rintihan pelahan ia bertanya:
"Kau siapa ?" Dia berpaling, tampak olehnya wajah seorang pemuda
sedang memandang dirinya. Pemuda itu kira-kira baru
berusia enam belas tahun, wajahnya putih bersih, bentuk
panca indra bagus sekali, jelas keluaran dari keluarga
baik-baik. Karena ia tidak menjawab, ia melanjutkan pertanyaan.
"Kau siapa" Mengapa panggil aku cianpwe ?"
Pemuda tampan itu membuka bibirnya, tampak
giginya yang berbaris indah sekali.
"Cianpwee, namaku Lie Hui!" demikian jawabnya
sambil tertawa. "Ada keperluan apa ?" tanya Ho Hay Hong sambil
mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu baru saja keluar dari mulutnya,
kepalanya mendadak dirasakan berat hingga terpaksa
ditundukkan. Ia tahu benar bahwa itu adalah akibat semalaman
yang sudah menggunakan tenaga terlalu banyak untuk
menolong jiwa kekasihnya.
Kesan Ho Hay Hong sangat baik terhadap pemuda itu,
tetapi keadaannya sendiri saat itu buruk sekali, maka
agak mempengaruhi perasaannya. Katanya dengan agak
kurang senang. "Kau denganku masih asing, juga tidak ada hubungan
apa-apa. Kalau kau ada urusan sebentar kita bicarakan
lagi. Sekarang tolong bimbing aku naik keatas keledai."
Pemuda itu setelah mendengar perkataan Ho Hay
Hong, senyum yang tadi masih tersungging dibibirnya
mendadak menghilang dan diganti dengan sikap sedih.
Entah kenapa, Ho Hay Hong juga menaruh simpatik
terhadap pemuda itu. Ia memandang wajah pemuda tanggung itu,
perasaannya semakin tertarik. Ia duga pemuda pasti
sedang mengalami kesusahan.
Ia sendiri juga sedang dirundung nasib malang,
dengan sendirinya timbul rasa simpati.
Kedua pipi pemuda yang tampan dan putih halus, saat
itu mendadak penuh air mata, dengan suara sedih dan
penuh keramahan ia berkata:
"Cianpwee, maafkan aku, boanpwee tidak sengaja
mengganggu cianpwee, hanya... hanya."
Mendadak ia lihat wajah Ho Hay Hong menjadi pucat,
maka buru-buru berkata: "Cianpwee, kau terluka?"
"Luka hanya sedikit saja, tetapi aku mungkin akan
binasa dalam waktu satu dua hari ini " jawab Ho Hay
Hong sambil tertawa. Ia sebetulnya tidak ingin mengeluarkan perkataan
demikian, tetapi entah apa sebabnya, mendadak ada
suatu pikiran yang mendorongnya mengeluarkan
perkataan itu. Pemuda itu terkejut, tanyanya:
"Cianpwee, kau. kau tidak mungkin. Kau demikian
gagah, pertempuran tadi aku sudah menyaksikan semua,
kegagahanmu benar-benar sangat mengagumkan
hatiku." "Itu hanya akan menjadi suatu kenang-kenangan saja.
Lie Hui, lekas b imbing aku naiki keatas keledai!" k ata Ho Hay Hong.
Sebagai seorang pemuda berhati keras bagaikan baja,
meskipun Saat itu ia tahu bukan tandingan Ing-sui, tetapi
ia masih bertekad hendak melaksanakan tersebut.
Pikirnya: "Hm, Ing-sui, dan kakek penjinak garuda, kalian
dua iblis yang berkedok manusia, asal aku Ho Hay Hong
satu hari masih hidup, pasti akan memperhitungkan
kejahatanmu." Dengan perasaan agak kecewa, Lie Hui berkata:
"Cianpwee, kau tidak suka membantu boanpwee?"
Mata Ho Hay Hong yang sayu melirik wajah pemuda
itu, mendadak timbul rasa kasihan.
Sesaat itu, entah darimana datangnya kekuatan, ia
mendadak merasa ada itu kekuatan untuk membela
pemuda itu. Ia mengempos semangatnya, mendadak
melepaskan diri dari bimbingan pemuda itu dan lompat
turun dari atas keledai. Muka pemuda itu mendadak merah, tetapi dengan
cepat berusaha menutupinya.
Ho Hay Hong tercengang, entah apa sebabnya
pemuda itu menunjukkan sikap malu demikian "
Selagi hendak menggandeng keledainya, pemuda itu
sudah mendahului mewakilinya. Katanya dengan nada
minta dikasihani. "Suhu, keledaimu ada disini!"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong kembali
tercengang, entah apa sebabnya pemuda itu mendadak
merubah panggilannya"
Pemuda itu ketika melihat Ho Hay Hong tidak menolak
dipanggil suhu, nampaknya sangat girang. Katanya pula
sambil tersenyum! "Suhu! Suhu naik diatas kuda, biarlah Lie Hui yang
menggandeng. Bagaimana?"
Sejenak Ho Hay Hong ragu, kemudian berkata dengan
sungguh-sungguh. "Kau tak usah panggil aku suhu, jangankan karena
kau belum lama mengenal aku, sedangkan usiaku yang
demikian muda juga tidak pantas menjadi suhumu."
Sehabis berkata ia lalu lompat keatas keledainya dan
membiarkan keledainya digandeng oleh pemuda itu.
Mendengar kata-kata Ho Hay Hong, entah apa
sebabnya Lie Hui kembali mengalirkan airmata. Bibirnya
bergerak, tetapi perkataan yang hendak keluar dari
mulutnya mendadak ditelannya kembali.
Sejenak ia nampak ragu-ragu, akhirnya berkata:
"Suhu kau, kau"
Ho Hay Hong yang pikirannya sudah dipenuhi oleh
tekadnya hendak menempur Ing-siu tahu apabila tidak
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lekas pergi, pasti akan diganggu terus oleh pemuda itu,
sehingga menelantarkan usahanya. Terpaksa ia keraskan
hati, berkata dengan tegas:
"Aku bukan suhumu, selanjutnya kau juga jangan
demikian memanggil aku."
Kemudian ia bedal keledainya, dilarikan dengan pesat.
Wajah Lie Hui berubah seketika, sebentar barulah
lompat melesat dengan lincahnya, hendak merintangi
berlalunya Ho Hay Hong, katanya dengan marah:
"Cianpwee, percuma saja kau mempunyai kepandaian
set inggi itu ternyata apakah kau masih terhitung orang
atau satu pendekar budiman?"
Matanya memandang kearah jauh, agaknya
mengingat sesuatu kejadian hebat yang menggiriskan
hatinya. Diwajahnya yang putih sebentar bentar terlintas
suatu perasaan kebencian, sebentar kemudian ia berkata
lagi: "Cianpwee, membasmi kejahatan dan melindungi yang
lemah, adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan
oleh setiap orang yang mengaku dirinya pendekar.
Apakah kau ...kau...."
Sekaligus ia mengeluarkan serentetan kata-kata
berapi-api, karena menekan emosinya yang meluap,
hingga tenggorokannya seperti terkancing dan tidak bisa
melanjutkan kata-katanya lagi.
Ho Hay Hong mendengarkan dengan wajah menunduk
pelahan-lahan merasa agak malu.
Lie Hui menghela napas panjang, kemudian berkata
sambil menundukan kepala:
"Maaf, cianpwee, oleh karena tidak sanggup menahan
gejolaknya perasaan hatiku, sehingga mengeluarkan
perkataan yang terlalu menuntut aku....aku"
Ho Hay Hong dapat memahami perasaan hatinya
maka lalu berkata: "Tidak apa, aku tidak salahkan kau!"
Ia berdiam sejenak, kemudian berkata pula dengan
tegas. "Baik, Lie Hui. Kau ada kesulitan apa" Coba ceritakan!"
"Tidak!" kata Lie Hui. "Kecuali jika cianpwee menerima baik aku sebagai muridmu."
Mendengar pernyataan itu. Ho Hay Ho merasa sulit.
Pikirnya: "musuhku adalah seorang yang berkepandaian
sangat tinggi, dalam pertempuran ini mungkin tidak ada
harapan hidup lagi, mengapa aku harus menyusahkan
orang dan menyusahkan diriku sendiri?"
Ia lalu berkata sambil tersenyum getir: "Ini dengan
terus terang, aku sendiri juga tidak bisa mengambil
keputusan!" "Kenapa?" Lie Hui menunjukan sikap heran tanyanya pula:
"Cianpwee, kau adalah seorang jago muda yang
banyak harapan, mengapa mudah putus asa?"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Ho tertawa
terbahak-bahak. Suara tertawanya yang agaknya mengandung suara
hati yang sedang risau, Lie Hui tahu bahwa ucapannya
yang tak disengaja itu mungkin merusak hatinya, maka
ia buru-buru menyatakan penyesalannya:
"Cianpwee semua adalah aku yang tidak baik sehingga
menimbulkan kemarahanmu, aku bersedia menerima
hukumanmu!" Kata-katanya itu diucapkan dengan nada penuh rasa
penyesalan dan lemah lembut sehingga menimbulkan
rasa kasihan bagi yang mendengarkan.
Demikian juga dengan Ho Hay Hong, maka lalu
berkata sambil menggelengkan kepala: "Kau tidak salah!"
Dengan mata bersinar tajam ia berkata pula:
"Yang bersalah adalah keadaan, adalah beberapa
gelintir manusia yang menganggap dirinya orang-orang
besar padahal manusia bermental rendah yang tidak
tahu malu!" "Cianpwee, kau seolah-olah ada banyak musuh?"
"Dugaanmu tidak salah, justru karena musuhku itu
terlalu lihay, maka aku tidak berani menjamin
keselamatan diriku sendiri."
"Dengan terus terang aku juga mempunyai banyak
musuh." kata Lie Hui lirih sambil menghela napas.
"Siapa-siapa musuhmu, coba kau sebutkan satu
persatu mungkin aku kenal."
"Anak buah golongan Kuku berbisa yang jahat, semua
adalah musuh-musuhku!"
Ketika menyebut nama Kuku berbisa, anak itu
mendadak menjadi marah, wajahnya penuh rasa
kebencian, lama sekali baru bisa melanjutkan katakatanya.
"Aku benci sekali terhadap orang-orang golongan
Kuku berbisa itu. Sungguh mati, jika aku sanggup, aku
pasti basmi kawanan orang-orang jahat itu!"
Dalam keadaan marah, wajahnya tampak merah
semringah, tetapi sebentar sudah lenyap lagi.
Ho Hay Hong tidak melihat, hanya bertanya dengan
heran: "Kau dengan golongan Kuku berbisa ada permusuhan
apa ?" "Mereka telah membunuh ayah bundaku,
menghancurkan rumah tanggaku, aku ingin sekali bisa
membasmi orang-orang itu."
Ho Hay Hong baru mengerti, bahwa pemuda itu ada
permusuhan besar dengan orang-orang dari golongan
Kuku berbisa, pantas saja demikian membenci kepada
mereka ! Tetapi ia masih belum mau percaya begitu saja, maka
lalu bertanya: "Orang-orang yang bertempur denganku tadi, semua
adalah orang-orang dari golongan Kuku berbisa,
mengapa kau tidak mau menggunakan kesempatan itu
untuk menuntut balas dendam?"
Mendengar pertanyaan itu, Lie Hui menundukkan
kepala dan berkata dengan hati panas.
"Kepandaian ilmu silatku masih terlalu rendah, aku
khawatir sebelum berhasil menuntut balas, sebaliknya
jiwaku sendiri yang melayang, maka aku harus giat
belajar ilmu silat, kemudian baru bisa menuntut balas."
Ho Hay Hong baru mengerti maksud pemuda itu,
pantas ia hendak mengangkat dirinya menjadi guru
kiranya ia sendiri belum memiliki kepandaian menghadapi
musuh-musuhnya. Tetapi keadaannya sendiri juga tidak lebih baik
daripada pemuda itu, meskipun ia bersedia membantu,
tetapi barangkali juga tidak akan tercapai maksudnya.
Ia sebetulnya merasa Simpati terhadap Li Hui, tetapi ia
sendiri belum tahu bagaimana nasibnya, mana ada waktu
untuk memberi pelajaran ilmu silat padanya.
Ia kini dihadapkan kepada dua pilihan: bantu padanya
atau tolak permintaannya"
Pelahan-lahan ia angkat muka, sementara hatinya
masih berpikir: "kalau aku terima baik permintaannya
untuk membantu, aku sendiri masih ada banyak urusan
yang belum kuselesaikan. Dan kalau aku menyelesaikan
urusanku sendiri lebih dulu, bagaimana dengan dia?"
Pikirannya bimbang, tidak bisa mengambil keputusan.
Lie Hui terus memandangnya dengan perasaan
tegang, agaknya ia tahu bahwa Ho Hay Hong pada saat
itu juga sedang menghadapi kesulitan besar dalam soal
yang menyangkut dirinya. Ho Hay Hong merasa bahwa peristiwa yang menimpa
diri pemuda itu lebih hebat dari pada diri sendiri, lantas ia lalu mengambil keputusan tegas.
"Baiklah! Untuk sementara aku terima baik
permintaanmu," demikian ia berkata.
"Hanya, ini masih melihat bagaimana nasibmu,
mungkin aku masih bisa hidup dan membantu kau
melaksanakan cita-citamu."
Ia tahu bahwa harapan hidup baginya tipis sekali,
tetapi ketika ia menyaksikan sikap yang patut dikasihani
pemuda itu, ia lalu mengambil keputusan yang tidak
mengecewakan pemuda itu. Dengan satu senyuman yang dipaksa, ia berkata pula:
"Jikalau nasibku baik, bisa menjatuhkan musuhmu,
maka pembalasan dendammu ini, boleh aku nanti yang
melaksanakan !" Mendengar perkataan itu, bukan kepalang girangnya
Lie Hui, buru-buru jatuhkan diri lutut dihadapan Ho Hay
Hong sambil berkata. "Terima kasih atas kebaikan Suhu, Lie Hu tidak akan
melupakan untuk selama-lamanya!"
Entah bagaimana, dalam keadaan girang seperti itu,
pipi Lie Hui kembali menjadi merah.
"Bangun, bangun, jangan melakukan upacara terlalu
besar. Aku sudah terima baik permintaanmu, sudah tentu
tidak menyesal. Kau jangan khawatir!"
Ia dongakkan kepala melihat keadaan cuaca, ternyata
matahari sudah mulai mendoyong ke barat. Karena
urusan sendiri sangat penting, maka tidak mau
membuang tempo lagi. Ia berkata lagi.
"Lie Hui kau bisa menggunakan ilmu meringankan
tubuh ?" Lie Hui mengedip-ngedipkan mata yang lebar agaknya
merasa bingung, tetapi ia tidak berani berlaku ayal maka
lalu menjawab dengan sikap hormat.
"Murid diwaktu masih anak-anak, pernah belajar
sedikit dari ayah, tetapi terlalu jauh dari pada bisa."
Sehabis berkata matanya memandang Ho Hay Hong
dengan tidak berkedip. Kemudian menanya lagi dengan
perasaan heran: "Suhu, mengapa kau tanya soal ini!"
Baru pertama kali Ho Hay Hong dipanggil suhu, sudah
tentu merasa agak canggung.
"Ilmu meringankan tubuhmu sekarang sudah
mencapai taraf bagaimana" Katakan saja terus terang,
tak usah malu-malu!" kata Ho Hay Hong.
Lie Hui tersenyum, pada dua pipinya tampak tegas
dua sujennya "Menurut ayah, kepandaian ilmu meringankan
tubuhku, katanya sudah mendekati ketaraf Co-siang-hui!"
Co-siang-hui berarti : Terbang diatas rumput.
Ho Hay Hong merasa agak kecewa, katanya:
"Oh, itu masih selisih terlalu jauh. Menurut kepandaian ilmu meringankan tubuhmu pada dewasa ini, barangkali
juga belum bisa mengejar larinya keledai!"
Lie Hui agaknya merasa malu, ia menundukkan kepala
dengan muka merah. Ho Hay Hong segera mengerti, dengan tanpa
disengaja ia sudah menyinggung perasaan pemuda itu,
maka kemudian ia lalu berkata:
"Tetapi, kau juga tidak perlu putus harapan. Asal aku beruntung tidak sampai mati dan bisa terlepas dari
cengkeraman iblis, aku pasti menurunkan semua
pelajaranku padamu!"
Lie Hui pelahan-lahan angkat muka, dari matanya
dapat diduga perasaan hatinya pada waktu itu, penuh
rasa girang dan berterima kasih.
"Suhu, untuk apa kau tadi menanyakan soal ini"
Bisakah suhu beritahukan padaku?"
"Aku akan pergi kedanau Keng-liong-tie dengan
segera untuk menghadiri suatu pertemuan. Perjalananku
kali ini sangat penting bagi nasibku selanjutnya, orang
yang menjadi musuhku itu berkepandaian luar biasa, apa
lagi hatinya kejam dan tangannya ganas, ilmu
meringankan tubuhnya juga."
Berkata sampai disitu, mendadak diam, ia khawatir
akan menyinggung perasaan Lie Hui.
"Begini saja baiknya, aku sekarang ke danau Kengliongtie seorang diri, dan kau pergi kekota mencari
sebuah rumah penginapan, untuk sementara kau boleh
diam disitu menunggu aku. Kalau tidak terjadi apa apa
atas diriku, besok aku bisa menyambut kau!"
"Danau Keng-liong-tie?" tanya Lie Hui dengan penuh keheranan. "Kau masih hendak pergi kesana" Suhu,
apakah tidak boleh kalau tidak pergi?"
Ia agaknya dapat menduga apa yang akan terjadi
disana, rasa khawatir sangat mengganggu hatinya.
Ia juga tahu bahwa "pertemuan" yang dimaksudkan
oleh Ho Hay Hong ditepi danau itu adalah suatu
pertempuran, dan antara dua jago rimba persilatan yang
akan disaksikan oleh tokoh-tokoh terkemuka di rimba
persilatan. Dan dua jago yang akan bertanding itu tentunya
antara suhunya sendiri dengan jago tua yang bernama
Ing-Sui apakah " Ia tidak berani memikirkan lagi, mendadak terdengar
suara Ho Hay Hong: "Haha, aku harus pergi, sudah tentu meski pergi! Danau Keng-liong-tie tidak boleh
ketinggalan aku. Haha, Keng-liong-tie danau Keng-liongtie
kan merupakan suatu tempat bersejarah bagiku:"
Wajahnya berubah, katanya pula sambil tertawa:
"Tetapi, ia mungkin juga akan menjadi tempat
kuburanku!" Wajah Lie Hui pucat, matanya memandang suhunya
yang sudah seperti seorang gila. Pikirannya terumbangambing antara kekhawatiran dan ketakutan, ia tidak tahu
bagaimana harus berbuat. "Kabarnya salah satu dari dua orang kuat yang hendak
mengadu kekuatan didanau Keng-liong-tie itu bernama
Ho Hay Hong, apakah itu suhu sendiri?" demikian ia
bertanya. Kemudian dengan nada penuh tanda tanya ia bertanya
lagi. "Suhu, apakah suhu adalah Bengcu dari golongan
rimba hijau daerah utara?"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala membenarkan
pertanyaan pemuda itu, kemudian berkata sambil
tertawa girang: "Dengar, kau boleh tunggu aku satu hari besok aku
tidak datang menyambut kau."
Tenggorokannya mendadak terkancing, tidak dapat
melanjutkan kata-katanya, setelah batuk-batuk dua kali,
ia berkata lagi dengan suara agak serak:
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jikalau lewat besok pagi aku masih belum datang
menyambut kau, waktu itu mungkin sudah rebah di tepi
danau Keng-liong-tie sebagai mayat. Kau juga t idak usah
menunggu lagi. Kau boleh mencari suhu yang lebih
pandai dari padaku!"
Memandang wajah murung dari muridnya, t imbul rasa
pilu dalam hati Ho Hay Hong.
Ia juga tidak dapat menjelaskan, rasa simpatik
terhadap anak muda itu timbul karena tali persahabatan,
ataukah karena menemukan seorang yang mengalami
nasib serupa dengan dirinya.
Ia pesan lagi wanti-wanti:
"Ingat, lewat besok pagi kalau aku tidak datang
menyambut kau, anggap saja aku sudah mati dan kau
boleh mencari guru lain yang berkepandaian lebih tinggi
dariku. Lupakan aku tahu tidak?"
Sehabis meninggalkan pesannya, ia bersiul panjang
untuk melampiaskan rasa sedihnya, kemudian berlalu
meninggalkan Lie Hui yang berdiri bengong seorang diri.
Lie Hui memandang berlalunya Ho Hay Hong dengan
mata berkaca-kaca dan hati pilu. Ia berhasil menemukan
seorang guru kenamaan, Tetapi, guru itu kini sedang
dirundung nasib buruk, dan apa yang tidak habis
dipikirnya ialah, apa sebab ia sampai kebentrok dan
bermusuhan dengan Ing-sui "
Jago tua yang namanya pernah menggemparkan
rimba persilatan itu, diwaktu ia masih anak-anak, sudah
sering dengar nama jago-jago itu disebut-sebut oleh
orang-orang tingkatan tua
Sementara itu, dimata Ho Hay Hong yang masih
terbayang-bayang wajah muridnya. Ketika ia coba
berpaling, ia masih tampak muridnya berdiri bagaikan
patung dan melambaikan tangannya sambil mengusap
airmatanya. Dari jauh ia masih mengingatkan lagi kepada
muridnya sambil melambaikan tangan:
"Ingat pesanku baik-baik, harap besok bisa bertemu
lagi!" Dengan menahan perasaannya sendiri, ia bedal
keledainya hingga lari semakin pesat.
Dalam waktu sekejap mata, Ho Hay Hong sudah tiba
ditempat yang dituju. Tempat itu sekitarnya penuh pohon besar ditepi danau
terdapat sebuah tanah luas kira-kira delapan tombak
persegi, tanah kosong itu diatur demikian rapi, agaknya
memang disediakan untuk orang pertandingan ilmu silat.
Ditengah-tengah lapangan, berdiri sebuah tiang besar
yang diukir oleh seekor naga.
Ho Hay Hong tambat keledainya disebuah pohon besar
lalu berjalan menuju ketengah lapangan.
Disekitar lapangan sudah dipenuhi oleh lautan
manusia yang menimbulkan suara riuh.
Diam-diam ia tertawa bangga, dengan tak disangkasangkanya, belum seberapa lama berada didaerah
selatan namun ia sudah menarik banyak perhatian dari
orang-orang rimba persilatan.
Perasaannya agak tegang, ia tahu dalam pertempuran
ini, kecuali bertahan sekuat tenaga, juga masih
memerlukan bantuan nasib.
Ia berada disudut lapangan, duduk berdiam
memulihkan kekuatan tenaganya.
Selesai memulihkan tenaganya, matanya mencari-cari
dibawah tiang berukiran naga, tampak duduk seorang
tua tinggi besar. Orang tua itu memakai rompi lebar, berpakaian
pendek ringkas, sebentar-sebentar tersenyum sambil
mengurut-urut jenggotnya yang putih panjang sikapnya
sangat jumawa. Dia adalah Ing-siu yang namanya
pernah menggemparkan dunia persilatan.
Ing-siu duduk menghadap keselatan, kepalanya
diangguk-anggukan berulang-ulang kepada para hadirin
yang berada diseputar lapangan, kadang-kadang juga
meraba raba gagang pedang saktinya.
Kali ini, untuk kedua kalinya ia muncul dikalangan
Kangouw, memang disambut hangat oleh kawankawannya
didunia Kangouw. hingga ia merasa bangga
dan gembira. Ho Hay Hong merasa tidak senang melihat sikap
musuhnya, ia merasa sangat mual.
Disamping Ing-siu. berdiri seorang jago pedang
pertengahan umur yang sikapnya gagah.
Jago pedang ini nampaknya sangat gelisah, sebentar
menengok kebarat, sebentar menengok ke timur, seolaholah
ada yang dicari. Ho Hay Hong mau menduga bahwa orang yang dicari
itu adalah dirinya sendiri. Ia menduga pasti bahwa jago
pedang itu kalau bukan kaki tangannya, tentu muridnya
Ing-siu. Diam-diam menghela napas, karena pihak lawannya
sudah siap dengan sepenuh tenaga. Sedang ia sendiri
sudah terlalu banyak mengeluarkan tenaga, hingga
badannya masih merasa lemas, nampaknya sudah tidak
ada harapan untuk merebut kemenangan.
Pada saat itu, ia mengharap dengan sangat ada orang
yang terdekat dengannya, muncul dihadapan matanya,
supaya ia boleh meninggalkan pesannya yang terakhir ia
tidak suka bisa secara konyol.
Kekuatan tenaga dalamnya pelahan-lahan mulai pulih
kembali, tetapi belum seluruhnya. Ia tersenyum pahit,
dalam hatinya berpikir, biarpun kekuatanku sudah pulih
semua barangkali juga bukan tandingan Ing-siu. Apa
yang dikatakan oleh Chiu Khim memang benar.
Ia merasa dirinya kurang tenang, karena menuruti
hawa napsu, sehingga menimbulkan kesalahan besar
dalam keadaan sekarang ini.
Kembali ia menarik napas panjang. Ketika ia
memandang kearah jago pedang itu lagi, jago pedang itu
nampaknya sudah menunggu dengan tidak sabaran, lalu
bisik-bisik kepada empat wanita bersanggul yang berdiri
disampingnya, kemudian menganggukkan kepala kepada
orang yang memegang gembreng. Sebentar kemudian
suara gembreng berbunyi nyaring.
Ketika suara gembreng itu menggema di udara, suara
riuh para hadirin segera sirap, tidak satupun yang
membuka suara. Secepat kilat semangat Ho Hay Hong terbangun ketika
mendengar suara gembreng itu.
Ia teringat kembali bagaimana gagahnya ia ketika
menghadapi pemimpinnya dengan rimba hijau daerah
utara, hanya seorang diri ia berhasil merubuhkan banyak
orang kuat dari golongan rimba hijau.
Sehingga dalam waktu sekejap mata namanya
menjadi terkenal, dan kemudian menduduki kursi
pemimpin golongan rimba hijau daerah utara. Tetapi
mengapa sekarang demikian gelisah".
"Hm ! Ing-siu belum tentu seorang jago yang sudah
kebal, aku harus merobohkannya." demikian ia berpikir.
Mana semangatnya lalu berkobar.
Pada saat itu, jago pedang pertengahan umur itu
berjalan dengan pelahan, lebih dulu memberi hormat
kepada para hadirin, kemudian berkata:
"Tuan-tuan yang terhormat, pertemuan kawan-kawan
rimba persilatan hari, ini juga merupakan suatu
pertemuan terbesar selama beberapa puluh tahun ini.
Atas kedatangan dan kesediaan tuan-tuan untuk menjadi
saksi dalam pertempuran ini, siauw-te disini atas nama
suhu mengucapkan banyak-banyak terima kasih "
Ia berhenti sejenak dan tersenyum. "Tentang suhu
siaotee. Ing-siu locianpwee. tuan-tuan tentunya sudah
kenal baik, sebabnya suhu mengadakan pertandingan ini
dengan Ho Bengcu karena tertarik oleh kepandaian dan
kegagahan Ho Bengcu, yang dalam usia sangat muda
sudah berhasil menduduki tempat demikian tinggi dalam
rimba persilatan daerah utara.
"Siaotee sendiri meskipun belum pernah bertemu
muka dengan Ho Bengcu, tetapi dari perbuatanperbuatannya
selama beberapa tahun ini, yang selalu
menggemparkan rimba persilatan, kalau tidak memiliki
kepandaian sungguh-sungguh, tidak mungkin dapat
mengelabui mata orang banyak.
"Maka Siaot ee minta dengan hormat agar supaya
tuan-tuan memberikan keputusan yang adil." Ia berhenti
sesaat, matanya berputaran.
"Lagi pula, siapa-siapa yang kiranya ada permusuhan
diantara tuan-tuan, juga boleh mempergunakan
kesempatan ini mengadakan perhitungan sekalian.
Menang atau kalah, harus diputuskan dengan suatu
pertandingan yang adil dan menggunakan kepandaian
masing-masing yang sebenarnya."
Ia berhenti lagi sejenak untuk menunggui sirapnya
tepuk tangan riuh dari para penonton, kemudian
mendongakkan kepala untuk melihat keadaan cuaca,
kemudian berkata pula: "Sekarang waktunya sudah tiba, tetapi masih belum
tampak Ho Bengcu, apakah"
Matanya celingukan mencari-cari kesekitarnya,
kemudian melanjutkan kata-katanya.
"Mungkin Ho Bengcu telah merubah maksudnya
semula, t idak suka unjukkan diri dihadapan tuan-tuan"
Berkata sampai disitu, ia tertawa nyaring dua kali
kemudian berpaling dan berkata kepada salah satu dari
empat wanita: "Thian Hiang, Siap tabuh gembreng."
Salah seorang dari empat wanita, yang wajahnya
paling cant ik, pelahan-lahan mengangkat gembreng
ditangannya, menantikan perintah.
Jago pedang itu berkata pula: "Apabila gembreng ini
nanti bersuara, ini berarti bahwa Ho Bengcu tidak
memenuhi janjinya, untuk datang kemari mengadakan
pertandingan. Sudah tentu perbuatannya itu hanya dapat
dilakukan untuk sementara tidak dapat sembunyikan diri
untuk selama-lamanya: Suhu sudah tentu mengerti
bagaimana untuk menghukum seorang yang tidak bisa
pegang janji!" Kata-katanya itu diucapkan dengan suara tidak
nyaring tetapi dapat didengar jelas sekali oleh semua
orang yang berada disekitar lapangan.
Gembreng sudah diangkat tinggi, hanya tinggal
menunggu perintah untuk dipukul.
Pada saat itu, banyak diantara penonton yang merasa
kecewa, sebab dianggapnya Ho Hay Hong tidak berani
memenuhi janji, sehingga mereka tidak dapat
menyaksikan pertandingan dua jago silat yang pasti akan
ramai sekali. Suara para penonton banyak yang mencela Ho Hay
Hong yang tidak mempunyai cukup keberanian, sehingga
merendahkan kedudukannya sebagai Bengcu.
Ada juga yang beranggapan, seorang tingkatan muda
tidak seharusnya melawan orang tingkatan tua dengan
tidak munculnya Ho Hay Hong bukan berarti menurunkan
derajatnya, karena lawannya merupakan orang yang
patut dijadikan kakeknya, sebab pada enam puluh tahun
berselang Ing-siu namanya sudah kesohor dikolong
langit. Sedangkan dia sendiri hanya merupakan satu
keistimewaan diantara orang-orang dari tingkatan muda.
Sementara itu, Ho Hay Hong bangkit dari duduknya,
tetapi bahunya mendadak merasa seperti ada yang
menekan. Ia terkejut, dan setelah mengetahui siapa orangnya
yang menekan, ia semakin terkejut! "Kiranya kau!"
demikian ia berseru. Sinar mata orang itu dengan dingin memandang
dirinya, orang itu bukan lain daripada orang berbaju
kelabu dari kampung setan.
"Ho siaohiap, sudah lama kita tidak bertemu!" kata orang itu.
Ho Hay Hong tidak habis mengerti dengan cara
bagaimana orang berbaju kelabu itu dapat menemukan
dirinya. Tetapi karena orang itu sudah berada dihadapan
matanya, terpaksa ia menahan sabar.
"Benar kita sudah lama tidak bertemu. Ada urusan
apa?" Orang berbaju kelabu itu menekan bahu Ho Hay Hong
semakin kuat, karena kekuatan Ho Hay Hong belum pulih
seluruhnya, percuma saja ia meront a.
Tetapi orang berbaju kelabu itu ternyata tidak turun
tangan jahat terhadapnya, katanya sambil tertawa
dingin: "Kawan, besar sekali ambisimu, sudah menduduki
kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah utara,
masih hendak menempur Ing-sui, Nampaknya kau benarbenar
ada maksud hendak menjagoi rimba persilatan!"
Ho Hay Hong tahu bahwa orang itu mempunyai sifat
yang tidak mudah dimengerti olehnya, sebentar berlaku
baik, tetapi sebentar berlaku ganas. Dalam terkejutnya,
ia pura-pura berlaku tenang, jawabnya sambil
tersenyum. "Setiap orang mempunyai tujuan sendiri, tidak boleh
dipaksa. Aku kira ambisimu sendiri, barangkali tidak
dibawahku!" "Juga belum tentu. Tetapi orang yang ku-cinta telah
kau rebut!" "Maksudmu apakah nona Tiat?" tanya Ho Hay Hong
sambil tertawa. Sewaktu ia bertanya demikian, diam-diam sudah
siapkan tenaga, karena khawatir orang yang bersifat
tidak menentu itu nanti menyerang dirinya untuk
melampiaskan kemarahannya.
Orang berbaju kelabu itu memandangnya dengan
sinar mata penuh kebencian, kemudian berkata sambil
tertawa dingin: "Kumaksudkan memang nona Tiat, bukankah ia
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang sudah menyerahkan diri dalam pelukanmu?"
Ho Hay Hong diam-diam merasa mendongkol,
darimana orang itu tahu bahwa gadis itu kini sudah
berlalu dari sampingnya"
Ia tidak mau banyak bicara, diam-diam mengerahkan
kekuatan tenaganya yang masih ada, untuk menghadapi
segala kemungkinan. Pada saat itu, dalam ot aknya hanya berpikir: "apabila
aku tidak sanggup menghadap serangannya dan mati
disini, sedangkan pertempuran dengan musuhku belum
dimulai, bukankah akan merupakan suatu kejadian yang
sangat mengecewakan ?"
Ia juga tahu, bahwa "apabila" itu masih merupakan sesuatu yang belum "pasti" hanya merupakan suatu kemungkinan yang bisa terjadi tetapi juga mungkin tidak.
Ia tidak memikirkan mati hidupnya sendiri, karena
kedudukannya sendiri pada sekarang ini, maka mati dan
hidupnya juga menyangkut nama baik golongan rimba
hijau daerah utara. Ia tidak suka karena perbuatannya
nanti membawa akibat buruk bagi golongan rimba hijau
daerah utara. Orang baju kelabu itu ketika menampak sikap Ho Hay
Hong berubah demikian, diam-diam juga merasa heran.
Ia mengamat-amati sejenak, agaknya tersadar. Maka
nadanya lalu berubah: "Tetapi, kau juga jangan gelisah, meskipun aku
seorang bodoh, tetapi juga mengerti, bahwa soal asmara
tidak boleh dipaksa. Nona Tiat sudah memilih dirimu, aku
juga tidak bisa berbuat apa-apa. Pendek kata, semua ini
disebabkan tindakan suhu yang keliru, sehingga
membuat kita sekarang menjadi begini."
Ia agaknya tidak suka terlalu banyak menyalahkan si
Kakek penjinak garuda, maka lantas diam.
Ho Hay Hong sebaliknya malah merasa heran, untuk
sesaat ia tidak dapat meraba apa maksud sebenarnya
yang terkandung dalam hati orang itu " Ia juga tidak
dapat menduga apa sebabnya ia datang kemari"
Tetapi ia segera berpikir: "Mungkin, ucapannya yang
manis ini, hanya hendak memancing aku supaya tidak
memusatkan pikiranku, dan kemudian ia turun tangan !"
Ia sedikitpun tidak berani alpa, diluarnya ia pura-pura
mendengar ucapan orang itu dengan penuh perhatian,
tetapi diam-diam masih selalu siap siaga. Karena ia
khawatir orang ini akan menyerang dirinya secara
mendadak. "Nona Tiat seorang wanita cantik yang tak ada
bandingannya, kau mendapatkan dirinya sesungguhnya
merupakan suatu keberuntungan besar bagimu, maka
kau harus baik-baik perlakukannya," kata orang berbaju kelabu itu.
Entah apa sebabnya, ketika ia mengucapkan
perkataan itu, suara mendadak serak, seperti
mengandung kesedihan. Ho Hay Hong menganggukkan kepala. Sebetulnya ia
hendak berkata: "Aku bisa!" Tetapi belum sampai keluar dari bibirnya, perasaan mendongkol mendadak timbul
dalam hatinya, suatu perubahan besar timbul dalam
perasaannya, maka kemudian berkata.
"Aku dengannya sedikitpun tidak ada hubungan apaapa
sudah tentu ada orang yang perlakukan baik
padanya, kau juga tidak perlu tanya padaku!"
Orang berbaju kelabu itu tercengang, tanpa disadari
tangannya menekan semakin kuat, sehingga mata Ho
Hay Hong berkunang-kunang dan kemudian jatuh duduk
di tanah. Dalam keadaan demikian, telinganya mendadak
terdengar suara orang itu: "Apa maksud perkataanmu
ini?" Entah dari mana datangnya kekuatan yang
mendorong Ho Hay Hong mengeluarkan perkataan,
dengan ketus ia menjawab:
"Kau jangan perdulikan !"
"Pasti telah terjadi kesalah pahaman antara kau
dengan dia. Jikalau tidak, kau tentu tidak sampai
demikian marah!" kata orang itu. Ia berdiam sejenak
kemudian berkata pula: "Aku menerima tugas datang
kemari mengawasi kau, lantas kau tidak bisa berbuat
sesukamu !" "Mengapa aku tidak bisa berbuat sesukaku?" tanya Ho Hay Hong tidak mengerti, "apa kau hendak mengekang
kebebasanku ?" "Ho siaohiap, kenapa kau marah terhadapku" Harus
kau ketahui bahwa adatku jahat, salah sedikit bisa
menimbulkan kemarahanku, ini tidak aneh bagimu
sendiri." Ho Hay Hong marah dengan mendadak, kekuatan
tenaganya yang sudah dikerahkan sejak tadi, tiba-tiba
digunakan untuk menyerang orang baju kelabu itu.
Sebagai seorang yang keras kepala, ketika mendengar
ucapan tidak enak dari orang itu, segera menimbulkan
kemarahannya. Meskipun tahu kekuatan tenaga sendiri
belum pulih kembali, ia juga t idak peduli.
Orang baju kelabu itu menggunakan tangannya
menangkis serangan Ho Hay Hong, kemudian
mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, menyedot
tangan Ho Hay Hong. Ho Hay Hong terkejut, ia hendak melepaskan diri dari
usaha lawannya, tetapi sudah tidak keburu lagi, hingga
dalam hati diam-diam mengeluh.
Kalau diwaktu biasa ia sedikitpun tidak menghiraukan
usaha lawannya itu, kini tidak perlu lagi memikirkan apa
akibatnya kalau ia memberi perlawanan mati-matian.
Tetapi karena saat itu kekuatan tenaganya sudah kurang,
ia masih perlu hendak digunakan untuk menghadapi Ingsiu,
sesungguhnya tidak perlu mengadu jiwa dengannya.
"Ho Siaohiap, kau berulang-ulang beriak tidak sopan
terhadapku, terpaksa aku hendak mengambil jiwamu!"
kata orang berbaju kelabu.
Sehabis berkata, sesuatu kekuatan tenaga yang luar
biasa hebatnya pelahan-lahan mulai masuk kedalam
tubuh Ho Hay Hong. Ho Hay Hong memberi perlawanan sambil kertak gigi,
ia berusaha supaya hancur bersama-sama.
Akan tetapi, orang berbaju kelabu itu ternyata sudah
siap-siaga, sewaktu ia menggunakan kekuatan tenaga
dalamnya disalurkan ke dalam tubuh Ho Hay Hong, lebih
dulu sudah mengerahkan kekuatan tenaga murninya,
menjaga supaya jangan sampai kekuatan tenaga Ho Hay
Hong masih tinggal sedikit, jangan buyar.
Dalam keadaan tidak berdaya, Ho Hay Hong hanya
bisa menantikan kematiannya sambil pejamkan matanya.
Selagi menghadapi saat-saat kematian semacam itu,
keringat dingin mengucur keluar.
Dalam keadaan demikian. Orang berbaju kelabu itu
tiba-tiba mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya,
bagaikan anak panah menyusup kedalam tubuh Ho Hay
Hong. Ho Hay Hong hanya merasakan puyeng kepalanya,
kemudian darah segar menyembur keluar dari mulutnya.
Kini, ia merasa tubuhnya seperti dibakar, wajahnya
yang pucat juga dengan sendirinya menjadi merah.
Tetapi ia tidak roboh, karena orang berbaju kelabu itu
telah menggunakan kekuatan tenaga dalam menahan
dirinya, sehingga t idak bisa bergerak.
Tak lama kemudian, keadaan Ho Hay Hong sudah
seperti seorang kehabisan tenaga sementara itu
telinganya mendengar kata-kata orang itu. "Ingat, baikbaik perlakukan dirinya. Jikalau tidak, cepat atau lambat
aku pasti akan mengambil jiwamu!"
Sehabis berkata, ia menarik pulang tangannya
kemudian bagaikan melesatnya anak panah menghilang
dari depan mata Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong roboh ditanah setengah badannya
kejang ia tidak tahu apa yang terjadi atas dirinya.
Tak lama kemudian, hawa murni dalam tubuhnya
pelahan-lahan kumpul kembali dan kemudian menyebar
kesekujur tubuhnya. Entah apa sebabnya, ia bukan saja
tidak mati bahkan badannya merasa segar kembali
seperti semula. Ia sangat girang dan lantas bangkit, ketika mencari
orang berbaju kelabu tadi orang itu ternyata sudah tidak
ada. Ia menjadi heran sendiri, dalam hatinya timbul suatu
pertanyaan: "Mengapa, ia bukan saja tidak membunuh
aku sebaliknya diam-diam membantu aku memulihkan
kekuatan tenagaku" Apakah itu atas perintah Kakek
penjinak garuda?" Alisnya dikerutkan ia pikir apakah benar demikian
halnya, permusuhan antara aku dengan kakek itu tidak
mudah diurus. Selagi masih dalam keadaan bimbang, dari tepi danau
terdengar suara nyaring: "Hai, bocah she Ho ! Kau berani menipuku, sehingga aku harus datang kemari secara siasia"
Kau benar-benar sangat jahat. Hm, dihadapan para
jago rimba persilatan seluruh dunia bukan aku takabur,
aku lihat kau bisa lari kemana, bisa sembunyi berapa
lama?" Mendengar ucapan itu Ho Hay Hong terkejut, ia
segera dapat mengenali suaranya Ing-siu. Sesaat itu
lantas naik darah. Tanpa banyak pikir lagi ia lalu
membereskan pakaiannya, kemudian lompat melesat
set inggi tiga tombak lebih.
Ditengah udara matanya memandang ke bawah,
ketika menyaksikan banyak orang yang hendak
menyaksikan pertandingan itu, semangatnya terbangun.
Katanya sambil tertawa. "Hahaha, Ing siu! Kau benar-benar sudah buta!
Walaupun kau tidak mencari aku, aku juga bisa
mencarimu. Hahaha" Baru berhenti suara tertawanya, ia meluncur turun
ketanah dan berdiri dengan gagah.
Keadaan riuh kembali, semua mata ditujukan
kearahnya. Mereka sungguh tidak menyangka bahwa Ho
Hay Hong yang namanya menggemparkan dunia
Kangouw ternyata hanya seorang anak muda biasa saja.
Ing Siu nampak sedikit terkejut, ia tidak berani berlaku
sombong lagi, dengan tangan menggengam gagang
pedang saktinya ia berkata sambil tertawa.
"Ho Bengcu benar2 seorang yang bisa pegang janji !"
Ho Hay Hong mendapat perhatian orang banyak
meskipun dalam hati merasa agak tegang, tetapi ia tidak
bisa berbuat lain, kecuali membalas sikap Ing siu dengan
sikap sombong pula. Katanya sambil tertawa terbahakbahak.
"Sudah tentu! Aku siorang she Ho tidak mudah
mendapatkan nama baikku. Mana bisa aku harus main
sembunyi " Suruh aku menjadi buah tertawaan orang
banyak?" Dua lawan itu baru saling berhadapan, masing-masing
sudah menggunakan kata-kata yang tajam untuk saling
menyerang hingga semua penonton merasa khawatir,
tanpa sadar semua orang sudah mundur lebih jauh,
memberi tempat lebih luas bagi dua orang itu.
Pada saat itu, dari barisan para penonton muncul
beberapa laki-laki tegap, dengan sikap gagah mereka
berjalan menuju ketengah lapangan, menghampiri Ho
Hay Hong. Tiba dihadapan Ho Hay Hong, rombongan lelaki itu
memberi hormat, sehingga Ho Hay Hong kelabakan,
Dengan sikap merendah Ho Hay Hong balas
menghormat, setelah ditanyakan apa maksudnya, ia baru
tahu bahwa lelaki tegap itu adalah kawanan dari rimba
hijau daerah utara yang berdiam diperbatasan daerah
selatan. Ketika pemimpinnya muncul, maka merasa
lantas maju untuk memberi hormat.
Ho Hay Hong merasa sangat terharu, sebab
kedatangan orang-orang itu merupakan suata dorongan
moril baginya untuk bertempur lebih bersemangat.
Ia lalu mengeluarkan lambang tanda kebesarannya
dan dikalungkan dilehernya sendiri, dibawah sinar
matahari, lambang kebesaran yang terbuat dari emas
murni itu memancarkan sinar berkilauan.
Jago pedang pertengahan umur itu nampaknya benci
sekali terhadap Ho Hay Hong, katanya dengan nada
suara dingin: "Ho Bengcu karena seorang besar, sehingga banyak
lupa, mengapa begini lambat baru datang sehingga
membuat kita menunggu terlalu lama. Aku seorang yang
tidak berguna, ingin minta pelajaranmu lebih dulu!"
Ho Hay Hong terkejut. Ia tanya. "Apa tuan murid Ing
siu locianpwee." "Namun demikian, tetapi kepandaianku tidak berarti,
sebetulnya tidak pantas menjadi murid locianpwee!"
Beberapa laki laki dari golongan rimba hijau daerah
utara yang masih berdiri dihadapan Ho Hay Hong,
meskipun mereka tidak berkata apa-apa, tetapi wajah
mereka semua menunjukan rasa tidak senang. Hanya
karena memandang pemimpin mereka, sehingga tidak
berani berkata apa-apa. Ho Hay Hong menyaksikan itu semua, sudah mengerti
perasaan mereka. "Menyesal sekali, aku denganmu tidak mempunyai
permusuhan apa-apa!" demikian jawabnya.
"Ho Bengcu jelas memandang rendah diriku." kata
jago pedang pertengahan umur itu.
Sebelum habis ucapannya, seorang dari golongan
rimba hijau daerah utara sudah memotong.
"Orang yang berjanji hendak mengadakan
pertandingan ilmu silat oleh Ho Bengcu adalah Ing-siucianpwee sendiri tidak termasuk kau, Menurut peraturan
rimba persilatan, kau tidak boleh campur tangan."
"Siapa nama tuan" Sudikah kiranya memberitahukan
padaku?" tanya jago pedang itu marah.
Sijago pedang mengawasi laki-laki itu dengan sinar
mata mengandung permusuhan, sebab orang itu
dianggapnya sudah membuat malu dirinya dihadapan
orang banyak. Orang dari rombongan rimba hijau itu tidak
menjawab, matanya memandang Ho Hay Hong lebih
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dulu. Ketika tampak pemimpinnya tidak menunjukkan
perubahan sikap apa-apa, bahkan tidak memberi
teguran, hatinya merasa lega dan baru berani menjawab:
"Aku adalah seorang kecil dari kalangan Kang ouw
dalam hidupku tidak pernah mendirikan jasa apa-apa
bagi masyarakat. Maka kau juga tak usah tanya."
Mendengar jawaban halus yang mengandung
jengekan itu, jago pedang itu lantas marah.
"Heh, heh, kau ternyata sudah berani ngeledek aku!
Dengan terus terang, sekalipun Bengcu kalian sendiri,
juga tidak kupandang dimata apalagi kalian manusiamanusia
yang tidak arti ini"
Berdenyut keras hati Ho Hay Hong mendengar ucapan
sombong itu. Tetapi mengingat kedudukannya sendiri,
tidak ada gunanya marah atau melayani segala manusia
begituan, maka lantas tersenyum dan tidak berkata apaapa.
-ooo0dw0oo0- Bersambung Jilid 29 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 29 ORANG itu adalah salah seorang dari anggota
golongan rimba hijau daerah utara. Berhadapan
Bengcunya, sekalipun korban jiwa ia tidak merasa
sayang. Maka ia lalu berkata sambil tertawa dingin:
"Kalau kau mengatakan demikian, aku juga perlu
memperingatkanmu." Ia berhenti sejenak, pikirnya hendak mengatakan
hampir setengah umurku aku seorang She Siauw sudah
kenyang berkelana didunia Kang-ouw, tapi selama itu
tidak mendapatkan nama apa-apa. Kalau aku tidak
menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat
derajatku, niscaya seumur hidupku sudah tidak akan
dipandang orang lagi."
Dalam keadaan seperti ini ia tahu, jikalau ia mau
berlaku nekad, menyerbu lawannya tanpa memikir apa
resikonya, jauh lebih dihargai dari pada sepak terjangnya
dimasa-masa yang lampau. Kemungkinan besar ia tidak
dapat pertahankan nyawanya lebih lama, tetapi namanya
akan tetap tinggal harum, hingga matipun tidak
menyesal. Itu adalah pikirannya seorang kecil. Karena lama
namanya hampir dilupakan orang, hingga timbul pikiran
yang bukan-bukan. "Dengan terus terang, masih belum cukup derajatmu
bertempur dengan Bengcuku!" berkata orang ini sambil
tertawa terbahak-bahak. Ucapan itu menggemparkan banyak orang. Ho Hay
Hong juga lantas terbangun semangatnya.
Ia sungguh tidak pernah menyangka bahwa seorang
anggota golongan rimba hijau biasa saja juga berani
mengeluarkan perkataan demikian!
Tentu saja jago pedang pertengahan umur itu lantas
marah. Dengan muka merah padam dan mata beringas
ia menatap wajah orang itu, seolah-olah hendak
ditelannya bulat-bulat. Ho Hay Hong sudah waspada. Dalam suasana gawat
seperti itu, setiap saat bisa saja timbul pertumpahan
darah. Disamping harus melindungi jiwa saudara-saudaranya
ia juga harus menjaga muka jago pedang itu, supaya
jangan sampai terlalu kehilangan muka.
Ia hendak memberi teguran, tak ia duga bahwa anak
buahnya itu sudah maju menghampiri sijago pedang dan
berkata dengan suara keras:
"Apakah kau saja yang boleh membuka mulut" Tidak
boleh orang lain mengeluarkan perkataannya"!"
Orang itu berhenti kira-kira dua tombak di hadapan
sijago pedang, katanya dengan membusungkan dada.
"Kalau kau tidak senang, boleh membuat perhitungan
dengan aku! Aku seorang she Siau meskipun hanya
merupakan seorang kecil yang tidak mempunyai nama
didaerah utara, tetap juga bukan orang yang boleh kau
hina sesuka mu. Tidak percaya boleh coba!"
Mendengar kata-kata gagah berani dari anak buahnya,
Ho Hay Hong membatalkan maksudnya hendak menegur.
Ia tahu pertempuran tak dapat dielakkan lagi. Maka
kini ia lebih memperhatikan sikap lawannya.
Dengan demikian, ia kini telah mengangkat tinggi
prestise anak buahnya dihadap orang banyak.
Semua penonton lalu diam, tidak berani membuka
suara. Mereka sedang menantikan suatu pertempuran
sangat dahsyat yang jarang tertampak dalam sejarah
rimba persilatan. Jago pedang pertengahan umur dalam marahnya
malah tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, bagus ! Kau benar-benar seorang gagah
berani, aku benar-benar sangat kagum." demikian jago
pedang itu berkata. Baru saja menutup mulut tubuhnya yang kekar sudah
lompat melesat setinggi tiga tombak. Ditengah udara ia
pentang dua lengannya, dari atas menyerang lawannya.
Orang she Siauw itu tidak seberapa tinggi kepandaian
ilmu silatnya. Tetapi ia sudah bertekat bulat hendak
membela pemimpinnya dengan jalan apapun. Maka
ketika diserang oleh lawannya, ia sedikitpun tidak gugup.
Sambil mengeluarkan suara bentakan keras, ia
menyambut serangan lawannya.
Dari gerakannya, Ho Hay Hong sudah dapat
mengetahui sampai dimana tinggi kepandaian anak
buahnya. Maka ia tidak tinggal diam lagi. dengan cepat
digesernya kakinya, cepat bagaikan kilat ia sudah
merintangi majunya jago pedang itu.
Kemudian dengan menggunakan serangan tenaga
dalam. Ia berhasil memaksa lawannya turun kebawah.
"Bagus ! Kalau tidak dihajar anaknya, orang tuanya
tidak akan mau keluar. Sekarang aku hendak menguji
kepandaianmu!" kata jago pedang pertengahan umur.
Dengan kecepatan bagaikan kilat ia lantas menyerang
Ho Hay Hong, dengan tiga jari tangan ia menotok tiga
bagian jalan darah dibadan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong geser kakinya tiga langkah! berkata
dengan suara keras: "Tunggu dulu ! Dengar dulu keteranganku, nanti baru
berkelahi!" Para penonton kembali gempar. Dianggapnya Ho Hay
Hong jeri menghadapi lawannya.
Ho Hay Hong segera mengerti akan sikap orang
banyak, terpaksa membatalkan maksudnya semula, dan
menyambut serangan lawannya.
Begitu dua kekuatan saling beradu, jago pedang itu
lantas terdorong mundur tiga langkah, mukanya merah
membara, seperti kepiting direbus.
Cepat ia menghunus pedangnya, kemudian
menyerang dengan gencar. Tiba-tiba terdengar suara bentakan Ing-siu: "Mundur!"
Jago pedang itu terkejut, buru-buru menarik
pedangnya dan berkata dengan perasaan bingung:
"Suhu kau.!" "Mundur! kau bukan tandingannya!"
Jago pedang itu bersangsi sejenak, tetapi akhirnya
tidak berani menentang perintah gurunya dan terus
mundur ke samping. Ing-Siu bertindak keluar dengan langkah lebar. Sesaat
kemudian bunyi gembreng nyaring sekali, sehingga
suaranya lama menggema diangkasa.
Ho Hay Hong memerintahkan mundur para
saudaranya, katanya dengan suara tegas:
"Ing-siu ! Sekarang mari kita bereskan semua
permusuhan diantara kita berdua. Aku hanya hendak
tanya: Kita berkelahi dengan tangan kosong atau dengan
senjata tajam?" "Kau muda dan aku tua, tingkatan kita berbeda jauh.
Biarlah kau yang memilih dulu!" kata Ing-siu sambil
tertawa terbahak-bahak. Ho Hay Hong mengerti sedang berhadapan dengan
lawan sangat tangguh, maka harus berlaku setenangtenangnya.
"Aku usulkan menggunakan pedang saja. Bagaimana
pikiranmu?" demikian ia berkata.
"Boleh juga! Aku tahu kau memiliki pedang garuda
sakti. Kau hendak menggunakan pedang itu untuk
menyilaukan mata kawan-kawan rimba persilatan?" kata
Ing-siu. "Pedang Kim-hiap Sim kiam yang baru kau dapatkan
adalah Sebilah pedang peninggalan jaman purbakala,
kedahsyatan pedang itu sesungguhnya tidak dibawah
pedang garuda Sakti. Mengapa kau hanya mengatakan
pedangku saja" Haha!"
Ia menghunus pedangnya, pedang itu akan
menentukan nasibnya dikemudian hari. maka ia
mengharap dengan pedangnya itu dapat membuka
lembaran sejarah hidup baru yang gilang-gemilang dalam
rimba persilatan. Dan seandainya ia yang kalah dan mati
dimedan pertempuran, tetapi kematian secara lelaki itu
akan meninggalkan nama harum untuk selama-lamanya.
Kematian secara lelaki, secara jantan itu tidak
terhitung memalukan. Ia menggumam sendiri sejenak,
kemudian pandangan matanya di tujukan keatas.
Pada saat itu, ia mengharapkan satu atau dua orang
yang terdekat dengannya dari orang yang berada disitu,
supaya dapat menyaksikan bagaimana ia melawan
musuhnya dengan gagah dan gigih.
Ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya. Setelah
memberi peringatan lebih dulu kepada lawannya, lalu
melakukan serangannya yang pertama dengan hebat.
Pedang pusaka Ing-siu juga sudah keluar dari
sarungnya dengan cepat dapat menutup serangan Ho
Hay Hong. Ketika dua pedang saling beradu, seketika telah
menimbulkan suara amat nyaring, suara itu lama
menggema diudara. Beradunya dua pedang itu sudah cukup mengejutkan
para penonton, beberapa orang yang tidak memiliki
dasar kuat tenaga dalamnya, telah digetarkan oleh suara
pedang. Sehingga buru-buru menutup telinga masingmasing.
Badan Ho Hay Hong sedikit tergoncang, tetapi dengan
cepat ia dapat pertahankan posisinya. Dengan mau
menatap wajah lawannya, kembali ia menyerang.
Secepat kilat pula Ing-siu dapat menyambut
serangannya, hingga untuk kedua kalinya dua pedang
pusaka itu saling beradu lagi. Tetapi heran, kali ini tidak menimbulkan suara nyaring seperti yang pertama.
Hal itu menimbulkan keheranan bagi semua penonton
sebab hal itu merupakan suatu kejadian yang sangat
janggal. Orang itu tidak mengerti bahwa dua orang kuat
kelas satu itu sudah mengeluarkan serangan mereka
yang paling dahsyat, barang siapa sedikit lengah saja,
segera terbinasa ditangan lawannya.
Ketika adu pedang untuk ketiga kalinya, kembali
menimbulkan suara nyaring. Serangan Ho Hay Hong
berubah menjadi gerak tipu yang paling ampuh, tetapi
terdorong mundur tiga tombak oleh kekuatan Ing-siu.
Wajah semua penonton berubah seketika. Banyak
orang anggap Ho Hay Hong pasti kalah, mereka
menduga tidak lama lagi Ho Hay Hong pasti mati
dibawah pedang Ing-sui. Ho Hay Hong mengeluarkan suara tertahan mundur
dua langkah lagi. Wajahnya sudah pucat pasi. Selama tiga kali mengadu
tenaga tadi, dua kali ia sudah terasa terpukul hebat
dalam tubuhnya sebaliknya dengan Ing-siu yang memiliki
kekuatan tenaga dalam hebat sekali, tampak biasa saja.
Ho Hay Hong sebetulnya sudah terluka tetapi tidak
diketahui oleh para penonton.
Ia tahu benar bahwa kekuatan tenaga dalamnya
sendiri masih selisih jauh sekali dengan lawannya, maka
kalau selalu mengadu kekuatan dengan keras lawan
keras begitu, sesungguhnya sangat membahayakan
dirinya. Diam-diam ia merubah taktik, kini ia tidak lagi berani
mengadu kekuatan tenaga. Pada saat itu, serangan keempat Ing-siu telah
dilancarkan bagaikan angin meniup daun kering, cepat
mengancam wajah Ho Hay Hong. Ho Hay Hong putar
kaki kebelakangnya bagaikan gasing memutar, sedang
pedangnya disodorkan, dengan menggunakan gerak tipu
dalam ilmu Silat Kun-hiap Sam-kay, menutup serangan
lawannya yang sangat kuat.
Ing-siu mengetahui, ia berkata sambil tertawa dingin:
"Kau kira dapat mewariskan kepandaian Kakek
Penjinak garuda, haha !"
Ho Hay Hong diam saja, tidak menghiraukan
perkataan lawannya. Dengan gerak tipu menutup diri
dalam lawan ia menutup rapat sekujur badannya,
kemudian dengan satu gerak tipu diluar langit ada langit
menyerang bagian bawah lawannya.
Para penonton sangat mengkhawatirkan keselamatan
Ho Hay Hong. Dalam pandangan mereka asal jago tua itu
melancarkan serangannya lagi. Ho Hay Hong pasti akan
mengalami bahaya. Beruntung Ho Hay Hong tidak mengerti maksud
lawannya. Andai ia terus naik darah dan tidak dapat
mengendalikan perasaannya, seluruh keadaannya pasti
dapat dikuasai oleh Ing-siu.
Sebetulnya Ing siu dapat membinasakan Ho Hay Hong
dalam waktu sepuluh jurus. Tetapi ia tidak mau
melepaskan kesempatan untuk menggemparkan dunia
Kang-ouw dengan cara sangat mudah.
Ia tahu bahwa munculnya ia kembali dikalangan Kangouw
kali ini, biar bagaimanapun terkenal namanya tentu
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih ada yang asing kepandaiannya sekarang. Ia
bermaksud hendak menggunakan kesempatan ini untuk
menjatuhkan Ho Hay Hong, disamping harapannya yang
besar tindakannya itu nanti akan menggemparkan
seluruh dunia Kang ouw. Ho Hay Hong tetap membisu, sebab saat itu ia masih
berada dalam posisi yang buruk.
Pedang Ing siu mendadak mengeluarkan suara sangat
aneh, sehingga menarik perhatian semua orang. Entah
dengan cara bagaimana jago tua itu sudah menyalurkan
kekuatan tenaga dalamnya kedalam senjatanya,
sehingga pedang yang sudah hebat itu bertambah hebat
lagi. Ho Hay Hong juga segera dapat merasakan
pengaruhnya. Karena begitu pedangnya menyentuh
pedang lawan, terasanya seperti tersedot oleh semacam
kekuatan tenaga sangat gaib.
Semula ia tidak merasa terlalu aneh, tetapi sepuluh
jurus kemudian pelahan-lahan kekuatan tenaga murninya
terasa makin banyak berkurang, sehingga diam-diam
merasa terkejut. Apabila kejadian seperti itu berlangsung terus
menerus, sekalipun lawannya tidak bergerak, ia
sendirilah yang akan kehabisan tenaga.
Diam-diam ia merasa sedih dan mendongkol, sebab
kini ternyatalah bahwa kekuatan tenaganya masih jauh
dibawah Ing siu. Tadinya belum pernah terpikirkan
olehnya, apakah kekuatan tenaganya sendiri bakal dapat
menandingi kekuatan lawannya atau tidak.
Ia hanya menuruti hawa nafsunya sendiri, tanpa
memikirkan itu semua. Dan kini, kalau dipikir masakmasak, perbuatannya itu sesungguhnya sangat bodoh
sekali. Tanpa disadari matanya melirik kearah para penonton
disekitarnya, yang saat itu sedang memandang dirinya
dengan penuh rasa kasihan.
Ia lantas naik darah. Selama hidupnya, yang paling
ditakuti olehnya justru diperlakukan demikian oleh orang,
sebab pandangan itu menimbulkan rasa rendah diri lagi
seperti dulu. Perasaan rendah diri itu sudah terlalu lama mencekam
hatinya, dan perasaan itu pulalah yang membuatnya
menjauhkan segala pergaulan dan kini, setelah dengan
secara susah payah mendapatkan kedudukan sebagai
pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, barulah
rasa rendah diri itu lenyap bagaimana ia dapat
membiarkan rasa itu timbul lagi dalam lubuk hatinya"
Terdorong oleh tekadnya, ia kini menggunakan ilmu
silatnya garuda sakti. Jurus pertama garuda sakti, terjun kedalam laut telah
digunakan, Ing siu yang menyaksikan itu, sejenak
terheran-heran, ia segera berdiri tegak, tidak berani
bergerak. Wajah dan sikap Ing siu menunjukkan betapa besar
perhatiannya terhadap tipu silat itu, peristiwa
menyedihkan dimasa yang lalu, timbul kembali dalam
ingatannya, sebab tipu silat garuda sakti itu, pernah dari tangan orang lain, merenggut dua jiwa saudaranya dan
membuatnya mengasingkan diri selama enam puluh
tahun tidak berani keluar.
Kulit diwajahnya nampak berkerenyit, mendadak
mengeluarkan suara bentakan keras, tubuhnya yang
kokoh kekar bersama pedangnya melesat menyerbu
kedalam lingkaran gerakan Ho Hay Hong dengan
kecepatan bagaikan kilat.
Semua penonton dikejutkan oleh perbuatan jago tua
itu, semua tidak mengerti apa sebabnya Ing-siu demikian
kalap setelah menyaksikan lawannya melesat ke tengah
udara. Secepat kilat pula, dua lawan yang sedang mengadu
pedang itu sudah memencar kembali. Diantara
berkelebatnya sinar pedang berkilauan, dua lawan itu
masing-masing lompat mundur satu tombak.
Jenggot Ing-siu yang panjang nampak tergoyanggoyang,
sepasang matanya terbuka lebar. Sedangkan
wajah Ho Hay Hong nampak semakin pucat badannya
basah kuyup, napasnya tersengal-sengal, pedang
ditangannya mengeluarkan bunyi suara mengaung,
ujungnya menancap ditanah.
Siapa kalah" Siapa menang" Ini merupakan suatu
pertanyaan besar, yang tidak dapat dijawab oleh semua
yang menonton. Dalam keadaan demikian, semua penonton
menganggap bahwa kesudahan dari pertandingan tadi
adalah seri. Ing-siu kini tidak berani unjuk senyuman lagi, juga
tidak berani berlaku jumawa seperti tadi. Dengan wajah
murung ia bertanya: "Apakah itu Kakek penjinak garuda yang mengajarkan
kau?" "Tidak perlu kau tahu! Nanti setelah ada yang menang
dan yang kalah, sudah tentu kau akan tahu sendiri!" Ho Hay Hong bicara dengan napas memburu.
"Kau jangan anggap bahwa aku jeri terhadap ilmu silat ini. Hm, ilmu silat ini sudah basi!" kata Ing-siu sambil tertawa menyengir, tangannya lalu bergerak. Herannya
serangannya itu tidak mengeluarkan suara atau
hembusan angin, tetapi Ho Hay Hong mendadak
mengeluarkan seruan tertahan dan mundur beberapa
langkah. Ia coba mempertahankan kedudukannya kembali
lompat melesat setinggi lima tombak dan menyerang
dengan kakinya. Setelah itu ia melayang dan undurkan
diri. Ing-siu masih tetap berdiri tanpa bergerak, segera
menegurnya dengan nada suara dingin:
"Bocah, apa kau sudah menyerah?"
Entah apa sebabnya wajah Ho Hay Hong mendadak
berubah pucat. Pandangan matanya ditujukan
kesamping, tetapi kemudian mendadak ditarik kembali.
Dengan pikiran tidak tenang ia menjawab:
"Kalah menang masih belum ada ketetapan, mengapa
aku harus menyerah?"
Perubahan sikap Ho Hay Hong tadi tiada yang
menyaksikan, begitupun Ing-siu.
Beberapa puluh orang yang berada ditempat itu,
set iap orang berdiri tegak dengan mata membelalak
tanpa ada seorangpun yang berani bergerak, semua
berdiri bagaikan patung, seolah-olah melihat kedatangan
iblis. Ditengah-tengah orang banyak itu, nampak berdiri
seorang tua berambut putih, bertubuh tinggi besar
namun agak bongkok, dengan tenang menyaksikan
jalannya pertempuran. Orang tua itu memakai topi lebar yang pinggirnya
hampir menutupi alis mata dan seluruh mukanya yang
sudah keriputan. Karena dua bahunya masing-masing
dihinggapi seekor burung garuda raksasa, hingga
munculnya orang tua itu segera menarik perhatian orang
banyak. semua mata ditujukan kepadanya dengan penuh
keheranan dan ketakutan. Kedatangan orang tua aneh ditengah-tengah ramainya
penonton secara mendadak itu hanya diketahui oleh
orang ditempat dimana ia berdiri, yang lainnya masih
ramai dengan suara masing-masing.
Disisi orang tua itu berdiri seorang muda yang usianya
belum cukup tiga-puluh tahun dengan pakaiannya
berwarna kelabu, Disisi pemuda berbaju kelabu ini berdiri
seorang gadis jelita berpakaian warna putih.
Mata tiga orang yang baru datang itu juga ditujukan
kedalam medan pertempuran dengan sikap berlainan.
Orang tua itu begitu serius, memperhatikan jalannya
pertempuran, kulit mukanya yan sudah keriput nampak
merah, mulutnya menggumam: "Bocah ini sungguh
berani mati, sudah mencampuri kepandaian ilmu silat
garuda Sakti ku. Hm! ini pasti perbuatan Chiu Khim, tidak
salah lagi!" Ia berpaling memandang sigadis baju putih sejenak,
sinar matanya menunjukkan betapa sangat marahnya.
Gadis itu seolah-olah tidak memperhatikan sikap si
orang tua, ia menundukan kepala, dari mukanya
menunjukan kepedihan hatinya.
Sementara si pemuda baju kelabu, dengan tenang
sekali dia menyaksikan jalannya pertempuran, matanya
lebih banyak ditujukan kepada gerak-gerik Ho Hay Hong,
agaknya sangat tertarik perhatiannya oleh gerak tipu
set iap serangan dari ilmu garuda Sakti yang diperlihatkan Ho Hay Hong. Bibirnya memperlihatkan senyum dingin,
agaknya kenal baik dengan ilmu silat Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong sungguh tidak menyangka bahwa Kakek
penjinak garuda, Tiat Chiu Khim dan pemuda baju kelabu
itu bisa mendadak datang kemedan pertempuran dengan
berbareng, Pikirannya menjadi kacau memikirkan soal itu, tetapi
tidak dapat menemukan sebab-sebabnya.
Hanya sepintas selalu ia memandang kearah mereka
bertiga, seperti tidak berani memandang lama-lama.
Tiat Chiu Khim telah memberi cinta kasih yang hangat
padanya, kepada Kakek penjinak garuda ia menaruh
dendam sakit hati, sedangkan pemuda berbaju kelabu itu
dengan mendadak tadi memberikan bantuan tenaga
padanya! Tiga orang itu seperti satu badan, tetapi berlainan
sikap dan kelakuannya, sehingga sulit baginya untuk
menghadapi persoalan mereka.
Ho Hay Hong masih berada ditengah udara. Ketika
hendak melancarkan serangannya dengan ilmu garuda
sakti, tiba-tiba matanya dapat melihat bayangan
kekasihnya. Ia sangat girang, dianggapnya Tiat Chim
Khim juga datang untuk menyaksikan jalannya
pertempuran. Tetapi, kemudian ia telah dapatkan dirinya Kakek
penjinak garuda juga disitu. Semula sih dianggap
matanya yang salah, sebab ia sedikitpun tidak menduga
bahwa musuh besarnya bisa datang menyaksikan
pertempuran ini. tetapi kemudian ternyata betul.
Penemuan itu membuat pikirannya kalut, ia berusaha
untuk melupakan diri kekasihnya.
Tatkala ia melancarkan serangannya kepada Ing-siu,
sepintas lalu matanya melirik si-gadis. Ketika dua mata
saling beradu, bibir gadis itu seperti bergerak, hendak
mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya tidak sepatah
katapun keluar dari mulutnya.
Oleh karena pikirannya bercabang, dalam
pertempuran itu hampir saja ia binasa diujung pedang
lawannya. Untung ia buru-buru membatalkan
serangannya dan merubah gerak tipunya, untuk
melindungi diri lebih dulu. Sedangkan di fihaknya Ing-Siu
juga belum ada maksud hendak mengambil jiwanya,
rupanya hendak mengalahkan Ho Hay Hong dengan
suatu cara yang menggemparkan dunia rimba persilatan.
Namun demikian, sudah cukup membuat Ho Hay Hong
mandi keringat dingin. Ia tidak berani memandang lagi kearah gadis, seluruh
perhatiannya dipusatkan kepada serangan lawannya.
Tetapi ia juga harus mengakui bahwa dengan
munculnya gadis kekasihnya, semangat dan tenaganya
seolah-olah bertambah, ia masih dapat pertahankan
kedudukannya, walaupun dengan sisa tenaga yang
hampir habis. Ia mengerti perasaannya sendiri, ia juga tahu bahwa
usahanya untuk mempertahankan kedudukannya itu
semata-mata karena kehadiran kekasihnya, karena ia
tidak suka rubuh dihadapan kekasihnya.
Ia melupakan bahaya yang mengunci jiwanya, lupa
sudah kepada munculnya si Kakek penjinak garuda
secara tiba-tiba. Dengan mendadak Ing-siu melemparkan pedangnya
dan berkata Sambil tertawa terbahak-bahak:
"Bocah she Ho! Aku sudah memberikan banyak
kesempatan bagimu, sekarang tidak lagi! Dalam sepuluh
jurus aku akan mengambil batok kepalamu. Awas! Kau
jangan gegabah. Ha! Ha! Hal"
Suara tertawa orang tua itu menggema diudara sekian
lama, hingga mengejutkan semua orang yang
mendengarkannya. Dengan ucapan Ing-Siu itu, juga menyadarkan para
penonton, apa sebabnya pertandingan tadi berlangsung
sekian lama tanpa ada keputusannya.
Ternyata Ing-siu sengaja mengulur-ulur tempo dengan
maksud hendak pertontonkan kepandaiannya, maka
tidak mau lekas-lekas mengakhiri pertandingan.
Ho Hay Hong juga mengempos semangatnya. Tidaklah
mudah mendapatkan kedudukannya seperti sekarang.
Sekalipun mati, ia lebih suka mati secara jantan, dan
kalau boleh musuhnya harus membayar mahal.
Ia mengeluarkan siulan panjang, asap putih keluar
dari mulutnya, ternyata ia sudah menggunakan
kekuatan, tenaga murni Cie-yang Cin-khie.
Ia juga melemparkan pedangnya, hingga menancap
diatas sebuah batu besar.
Dari fihak suporternya sementara itu terdengar suara
riuh yang memberi semangat padanya.
Ing-siu yang menyaksikan Ho Hay Hong hendak
melawan dirinya dengan tangan kosong lalu berkata
sambil tertawa besar. "Bocah she Ho. Dalam rimba persilatan dewasa ini,
orang yang berani melawan aku dengan tangan kosong,
jumlahnya b isa dihitung dengan jari tangan. Oleh karena
itu, meskipun kau nanti mati, tetapi kematianmu ini
secara terhormat, sungguh patut dibanggakan!"
Ho Hay Hong yang mendengar ucapan itu, mendadak
tertawa terbahak-bahak. Ing-siu sudah menghampiri dirinya dengan langkah
lebar, tangannya digerakan, telapak tangannya yang
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebar, nampak merah membara bagaikan besi habis
dibakar. Ho Hay Hong tahu bahwa lawannya sudah
mengerahkan kekuatan tenaganya dikedua telapakan
tangannya, tetapi ia tidak takut. Bahkan dengan berani ia
maju menyongsong, hingga dua lawan itu jadi berdiri
berhadap-hadapan semakin dekat.
Suasana semakin gawat, semua orang yang
menyaksikan pertandingan itu pada tahan napas. . .
Sebelum Ing-siu melancarkan serangannya yang
paling dahsyat, tiba-tiba terdengar suara wanita.
"Hay Hong-ko. kau."
Suara itu menarik perhatian semua orang hingga
semua mata lantas ditujukan ke arah Tiat Chiu Khim.
Mungkin hanya dialah penonton wanita satu-satunya
dalam pertempuran adu jiwa itu.
Ho Hay Hong segera mengenali suaranya Tiat Chiu
Khim. Dalam terkejutnya, pandangan matanya segera
ditujukan kearah wanita tersebut. Entah sejak kapan, si
Kakek penjinak garuda sudah tidak ada di sampingnya,
hanya tinggal lagi sipemuda baju kelabu yang
mengawani dirinya. Tiat Chiu Khim seolah-olah hendak memberi
keterangan padanya, ia hendak menyapa Ho Hay Hong,
tetapi dengan cepat tangannya ditarik oleh pemuda baju
kelabu. Ho Hay Hong tidak ada kesempatan untuk
menghadapi kekasihnya, ia mempersilahkan lawannya
menyerang lebih dulu. "Kau dulu !" demikian Ing-siu menjawab sambil
tertawa mengejek. Ho Hay Hong sangat mendongkol. Dengan tiba-tiba
melancarkan serangan. Ing-siu menyambuti serangan Ho Hay Hong dengan
satu tangan tetapi serangan itu ternyata hebat sekali.
Ketika dua tenaga saling beradu, jenggot Ing-siu
nampak berkibar-kibar, matanya terbuka lebar. Sambil
mendongakkan kepala, ia tertawa terbahak-bahak.
Sedangkan difihaknya Ho Hay Hong tampak
sebaliknya, pemuda itu mundur terhuyung hingga enam
langkah, darahnya bergolak, hampir jatuh pingsan.
Suporter Ho Hay Hong dengan semangat berkobarkobar
memberi dorongan padanya "Bengcu! Hayo lawan
terus, lawan terus. maju terus. ganyang!!!"
Tetapi seruan suporter Ho Hay Hong itu segera
disambut oleh suara tertawaan riuh dari para penonton
lainnya. Orang she Siauw dari golongan rimba hijau daerah
utara segera lompat dan berkata dengan suara nyaring:
"Mengapa kalian tertawa " Siapa yang merasa tidak
senang, boleh berhadapan denganku!"
Suara tertawa itu lantas sirap, ternyata tiada satu
orangpun yang berani keluar menyambut tantangan
orang she Siauw itu. Ho Hay Hong merasa sangat terharu menyaksikan
perbuatan orang she Siauw itu. Sebagai seorang Bengcu,
sudah tentu harus pertahankan prestisenya. Oleh karena
itu maka ia bertekad hendak melawan sehingga tetes
darah yang penghabisan. Dengan mendadak ia lompat melesat dan melancarkan
serangan tiba-tiba. Ing-siu tampaknya tidak menghiraukan serangan itu,
dengan membalikkan satu tangannya yang merah
membara menyambut serangan Ho Hay Hong, hingga
jago muda itu melayang turun lagi ketanah.
Dua kali gagal, Ho Hay Hong mulai agak putus asa.
Sementara itu, Ing-siu sudah maju menghampiri lagi
sambil melancarkan serangannya.
Ho Hay Hong menggunakan kekuatan tenaga
murninya "Cie-yang cin-khie" untuk menyambut
serangan lawannya. Dalam mengadu kekuatan kali ini, Ing-siu terdorong
mundur setengah langkah, sedangkan Ho Hay Hong
terpental. Waktu itu, napasnya memburu, kepalan puyeng,
tubuhnya seperti dibakar, tetapi keringat dingin
mengucur keluar. Ho Hay Hong benar-benar sudah sangat payah,
hampir tidak sanggup mempertahankan diri. Tetapi
dengan mendadak suatu kekuatan tenaga luar biasa
menyusup masuk dari belakang tubuhnya.
Dan tak lama kemudian kekuatan tenaganya sudah
pulih kembali seperti sedia kala, bahkan dirasakan
semakin bertambah. Ia terkejut dan terheran-heran, buru-buru berpaling
tetapi tidak tertampak ada orang di belakang dirinya.
Sebagai seorang yang paham ilmu silat, ia mengerti
bahwa ada orang berkepandaian tinggi dengan secara
diam-diam menyalurkan kekuatan tenaga dalam dari
jarak jauh. Ia heran karena orang yang mampu berbuat
demikian, seharusnya sudah pasti memiliki ilmu yang
telah mencapai taraf tertinggi.
Ia juga merasa heran, mengapa orang berilmu itu
tidak unjukkan diri. Sebagai seorang yang sudah memiliki
ilmu demikian tinggi, tidak mungkin takut terhadap Ingsiu.
Siapakah dia sebenarnya " Apa sebabnya hendak
membantu Ho Hay Hong "
Matanya menyapu orang-orang diantara penonton,
tetapi tetap tidak menemukan orang yang membantu
dirinya secara diam-diam itu.
Ia mengerti ada orang diam-diam membantu dirinya,
tetapi sebagai seorang keras kepala dan tinggi hati, ia
tidak suka menerima bantuan dengan cuma-cuma, maka
ia lalu beralih tempat, menghadap ke barat.
Perbuatan itu membikin bingung semua penonton,
mereka t idak mengerti apa sebabnya ia memutar badan
mengubah posisinya. Baru saja ia berdiri, Ing-siu telah berkata sambil
tertawa. "Bocah she Ho ! Kau sanggup menyambuti
seranganku, benar-benar merupakan satu bakat yang
sangat baik untuk dididik menjadi seorang kuat.
Sekarang marilah sambuti lagi seranganku!"
Ho Hay Hong mengangkat tangannya menyambuti
serangan Ing-siu. Kali ini kembali ia lantas rubuh.
Ing-siu sudah mengetahui dari sikap Ho Hay Hong,
bahwa serangan pertama tidak melukai diri anak muda
itu, maka serangannya kali ini telah ditambah dua bagian
kekuatan tenaganya. Tetapi Ho Hay Hong yang rubuh kebelakang, tiba-tiba
tertahan oleh suatu kekuatan gaib, hingga buru-buru
berdiri lagi. Ini semakin membuat heran si orang tua, tapi dengan
sendirinya juga merasa tidak senang. Karena dibantu
secara demikian, dalam hatinya Ho Hay Hong
menganggap bahwa orang itu kasihan terhadap dirinya.
Dengan bangkitnya Ho Hay Hong kembali setelah
mendapat pukulan keras tadi, pandangan para penonton
terhadap dirinya mulai berubah. Mereka yang semula
mengira Ho Hay Hong pasti akan kalah, ternyata
sanggup melawan dengan gigih.
Ing-siu sendiripun tidak kalah herannya, jelas Ho Hay
Hong sudah rubuh tadi, tapi mengapa bangkit kembali "
Kalau tidak memiliki kekuatan tenaga dalam luar biasa,
tidak mungkin dia bisa berbuat demikian.
ia mulai merasa curiga, anak muda itu mungkin benarbenar
memiliki ilmu yang sengaja disembunyikan.
Sekarang ia mulai hati-hati mencari kesempatan sebaikbaiknya untuk memberi pukulan terakhir.
Pikiran itu telah membuat lenyap kesombongannya.
Dalam hidupnya ia belum pernah merasa jeri terhadap
siapapun juga, tetapi kini pikirannya mulai goncang.
ia hanya tahu bahwa lawannya itu masih muda belia
yang dalam waktu sangat singkat sudah berhasil merebut
kedudukan sebagai pemimpin golongan rimba hijau
daerah utara. Ia tidak tahu benar asal-usulnya anak muda itu tetapi
dari apa yang dihadapinya ia merasa bahwa lawannya itu
memang banyak menyimpan rahasia.
Ia menghentikan serangannya. Meskipun wajahnya
masih tampak senyuman, namun sudah tidak berani
memandang ringan lawannya lagi dan berdiri tiga
tombak didepan lawannya. Bagi orang yang menaruh perhatian, segera dapat
melihat sikap ragu-ragu jago tua itu, sebab dari semula
ia selalu berdiri terpisah kira-kira dua tombak dari
lawannya, sedang kini ia terpisah agak jauh.
Sementara itu Tiat Chiu Khim yang menyaksikan Ho
Hay Hong sudah bangkit lagi lalu melambaikan tangan
kepadanya, tetapi segera dicegah oleh pemuda baju
kelabu. Ho Hay Hong segera memikirkan maksud si gadis,
tiba-tiba sudah diserang lagi oleh lawannya. Ia terpaksa
mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya menyambut
serangan itu. Untuk kesekian kalinya ia mengadu kekuatan tenaga
dengan jago tua itu. Kali ini ia tidak sanggup
pertahankan posisinya, tidak ampun lagi lantas terpental
tiga tombak lebih. Kali ini Ing-siu benar-benar sudah bertekad hendak
mengambil jiwa lawannya, ia maju merangsek,
tangannya bergerak menyerang bagian jalan darah di
rusuk Ho Hay Hong. Ho Hay Hong yang terpental ketengah udara,
sebetulnya hendak menggunakan ilmunya meringankan
tubuh untuk pertahankan kedudukannya, tetapi ternyata
sudah kehabisan tenaga, hingga tidak berdaya sama
sekali. Kini ia baru tahu betapa hebatnya kekuatan Ing-siu
kalau bukan kekuatan tenaga gaib yang menunjang
dirinya sedari tadi, barangkali ia kini rubuh menjadi
bangkai. Dalam keadaan tidak berdaya, Ing-siu sudah maju
menyergap lagi. Ho Hay Hong mengharap pertolongan
tenaga gaib tadi, tetapi kali ini tidak muncul lagi, sedang tangan Ing-siu sudah mengancam dirinya.
Dalam keadaan sangat kritis, tiba-tiba dapat satu akal.
Ditengah udara ia mengeluarkan suara bentakan keras:
"Lihat seranganku!"
Ing-siu yang mendengar suara itu, mendadak tarik
kembali serangannya, ia khawatir tertipu akal muslihat
Ho Hay Hong. Dengan demikian, terluputlah lagi ia dari serangan
maut Ing-siu. Ketika kakinya menginjak tanah, rasa nyeri
masih belum lenyap. Untuk menutupi kelemahannya, ia
masih memberi pujian atas kegesitan lawannya.
Ing siu yang mendengar pujian itu, semakin percaya
bahwa anak muda itu benar-benar memiliki kepandaian
tinggi yang sengaja disembunyikan.
Kecuali Ho Hay Hong sendiri, semua orang tidak tahu
apa sebabnya Ing siu mendadak membatalkan
serangannya dan mundur teratur. Dengan demikian
maka kesudahannya kembali menjadi seri.
Ing Siu mulai naik pitam. Semula ia hendak
membinasakan lawannya dalam beberapa jurus dengan
serangannya yang terampuh. Tak disangkanya bahwa
lawannya yang masih sangat muda itu ternyata bukan
satu lawan ampuh, sehingga membuyarkan harapannya.
Setelah beberapa jurus adu kekuatan tadi, ternyata
masih tetap seri, hingga orang tua yang namanya pernah
menggemparkan rimba persilatan itu, merasa kehilangan
muka. Kini ia terpaksa mengeluarkan ilmu simpanannya
yang sudah dilatih dengan tekun selama beberapa puluh
tahun, yang semula hendak digunakan untuk
mengalahkan musuh lamanya, si Kakek Penjinak garuda.
Meskipun ia belum tahu benar sampai di mana
kekuatan tenaga dalam Ho Hay Hong, tetapi jika diukur
dari usianya, t idak mungkin lebih hebat dari pada dirinya sendiri.
ia lalu menggerakkan ilmunya kekedua tangannya,
kemudian berkata dengan nada suara dingin:
"Bocah awas! Ini adalah ilmu-ilmu Tay-lo Sin kang
yang telah kulatih selama beberapa puluh tahun
sekarang kau coba sambutlah!"
Sehabis berkata demikian, meluncurlah dua tangannya
yang dinamakan Tay lo Sin kang itu.
Bagaikan seorang yang sudah berada di atas
punggung harimau, Ho Hay Hong tidak bisa turun atau
mundur begitu saja. Mau tidak mau ia terpaksa
mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, untuk
menyambut serangan musuh.
Ketika kekuatan dua pihak saling beradu, Ho Hay
Hong merasa jantungnya tergoncang hebat, hingga
hampir jatuh pingsan.Dengan tiba-tiba kekuatan gaib itu
kembali menjalar kedalam tubuhnya, kekuatan
tenaganya pulih kembali, bahkan tambah berlipat ganda
Betapapun herannya, ia juga tidak berani memikirkan
lagi, karena lawannya sudah mulai menyerang lagi.
Kali ini ternyata ia sedikitpun tidak bergeming. Ia
hendak menarik kembali tangannya, diluar dugaannya
sudah tersedot oleh kekuatan tenaga dalam Ing-sui.
Mengertilah ia kini bahwa lawannya hendak mengadu
kekuatan tenaga dalam dengan cara menyedot kekuatan
lawannya. Ia juga tahu bahwa mengadu, kekuatan
tenaga dalam secara demikian, adalah sesuatu cara yang
paling berbahaya. Barang siapa yang belum cukup sempurna kekuatan
tenaga dalamnya bisa tersedot habis-habisan tenaganya
oleh lawannya, hingga bisa membawa akibat kematian.
Dalam keadaan demikian, Ho Hay Hong terpaksa
berlaku nekad. Ia kerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya, sedangkan kekuatan gaib itu juga masih tetap
mengalir dalam tubuhnya. Meskipun ia tidak tahu benar
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siapa orang yang telah membantu terus-terusan secara
menggelap itu, tetapi ia tidak berani berpikir terlalu
banyak lagi. Dalam mengadu kekuatan secara demikian, dua kali
Ing-siu pernah mencoba menambah kekuatan buat
menjatuhkan lawannya, tetapi setelah Ho Hay Hong
mendapat tambahan tenaga gaib dari orang yang
membantu dirinya secara menggelap, keadaan menjadi
seru lagi. Ho Hay Hong mengerti bahwa kekuatan tenaga dalam
orang yang membantu dirinya itu jelas masih diatas Ingsiu.
Tetapi oleh karena disalurkan kedalam tubuhnya dari
jarak jauh, dengan sendirinya agak terhalang.
Ia kini mulai merasa dirinya dijadikan boneka oleh dua
orang kuat untuk mereka mengadu kekuatan. Orang
yang menyalurkan tenaga gaib itu tidak mau unjuk diri,
jelas merupakan musuh Ing-siu. Maka meskipun ia
berhasil mengatasi kekuatan tenaga lawannya, tetapi
tidak merasa bangga atau girang.
Sementara itu. Ing-siu juga sudah mulai tahu bahwa
anak muda itu diam-diam telah dibantu oleh lain orang
yang lebih kuat dari dirinya sendiri.
Diam-diam ia terkejut, tetapi tidak tahu orangnya yang
melakukan perbuatan itu, ia juga tidak menduga bahwa
dalam rimba persilatan pada waktu itu, masih ada orang
yang memiliki kekuatan tenaga demikian hebat, tahu
jelas bahwa maksud orang itu sengaja hendak merusak
nama baiknya dihadapan orang banyak.
Ia mulai gusar dan penasaran. Oleh karena pikirannya
terganggu, hingga terdorong mundur beberapa langkah
oleh Ho Hay Hong. Suatu kejadian yang cukup menggemparkan! Kejadian
yang sekaligus telah merubah pikiran para penonton
yang semula anggap Ho Hay Hong pasti kalah.
Jenggot putih Ing-siu berkibar-kibar, matanya
mendelik, wajah yang tadinya merah kini tampak pucat,
jidanya juga mulai berkeringat Jelas ia sedang berusaha
keras hendak mempertahankan kedudukannya.
Walaupun ia sudah berusaha mati-matian tetapi
karena kekuatan tangannya memang kalah setingkat dari
lawannya yang menggelap, maka ia tidak berdaya.
Dibawah sorakan ramai-ramai penonton, mulut Ing-siu
mulai menyemburkan darah segar. Kemudian dengan
mata beringas ia berkata sambil tertawa nyaring:
"Bagus, bagus! Bocah she Ho, peruntunganmu
memang bagus benar!"
Ho Hay Hong menggunakan kesempatan itu
mengerahkan kekuatan tenaganya ke jari tangannya,
kemudian memberi rangsakan hebat kepada lawannya.
Ing-siu yang masih tertawa terbahak-bahak mendadak
menerima serangan hebat Ho Hay Hong, jantungnya
tergoncang hebat, mulutnya kembali menyemburkan
darah. Setelah mengeluarkan suara tertawa yang
mengerikan, orang tua itu akhirnya jatuh roboh ditanah.
Jago pedang pertengahan umur muridnya Ing siu,
tampak terkejut dan terheran-heran. Segera dihampiri
gurunya, tetapi ternyata sudah putus nyawanya.
Ho Hay Hong menyaksikan semua kejadian dengan
hati bingung, sementara tenaga gaib yang membantu
dirinya juga sudah meninggalkan dirinya.
Jago pedang pertengahan umur itu dengan mata
beringas segera menyerang Ho Hay Hong hendak
menuntut balas atas kematian gurunya Tetapi dengan
mudah dapat dipukul mundur oleh Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tidak mau berbuat keterlaluan terhadap
jago pedang itu, maka tidak balas menyerang hanya
memberikan peringatan sekedarnya.
Jago muda itu juga mengerti bukan tandingan Ho Hay
Hong, maka lantas berlalu dengan membawa jenazah
gurunya. Ho Hay Hong masih penasaran terhadap orang yang
membantu dirinya secara menggelap, maka setelah jago
pedang itu berlalu, ia mulai mencari-cari disekitar danau
itu. Tiba-tiba tampak Tiat Chiu Khim maju menyongsong
dengan diikuti oleh pemuda baju kelabu.
"Adik Khim, kau hendak kemana" Lekas kembali!!"
pemuda baju kelabu itu berkata.
Ho Hay Hong terkejut, ia masih belum tahu apa yang
harus dilakukan, Tiat Chiu him sudah berkata padanya:
"Engko Hay Hong aku"aku"
"Kau kenapa?" tanya Ho Hay Hong dingin.
"Aku sudah terluka." jawab sinona ambil menahan
rasa sakitnya. Belum lagi Ho Hay Hong menjawab, pemuda baju
kelabu sudah memburu dan mencekal lengannya seraya
berkata: "Aku tadi sudah pesan padamu jangan banyak
bergerak tetapi kau tidak mau dengar kata"
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "nampaknya benar
ia telah terluka." Ia tidak tega menyaksikan penderita kekasihnya, maka
lantas menoleh dan berusaha mengendalikan
perasaannya. Pemuda baju kelabu menarik tangan Tiat Chiu Khim
seraya berkata: "Adik Khim, sudahlah. Jangan kau pikirkan dia lagi
salah-salah kau sendiri nanti yang akan celaka!"
Tiat Chiu Khim hendak menangis, tetapi tidak bisa
mengeluarkan airmata, ia memandang Ho Hay Hong
sejenak, diam-diam hatinya mengeluh dan terpaksa
berlalu mengikuti pemuda baju kelabu.
Ho Hay Hong tidak dapat mengendalikan perasaanya
lagi, dengan cepat memburu.
Pemuda baju kelabu agaknya mengerti perasaan anak
muda itu, ia berpaling dan menegurnya:
"Orang she Ho. apa kau masih hendak mencelakakan
dirinya?" "Apa maksud ucapanmu ini?" tanya Ho Hay Hong.
"Minggir urusan dalam perguruan kita, t idak perlu kau campur tangan!"
Dengan menahan hawa amarahnya. Ho Hay Hong
berkata sambil tersenyum:
"Mengapa kau berkata demikian terhadapku" Kau
harus tahu bahwa aku belum pernah mencampuri urusan
dalam perguruanmu!" "Aku tidak ada waktu untuk bicara denganmu! Adik
Khim, tenanglah!" kata pemuda baju kelabu yang segera menarik tangan Tiat Chiu Khim.
Tiat Chiu Khim memandang Ho Hay Hong sejenak
mendadak meronta melepaskan tangannya dari cekalan
pemuda baju kelabu dan secepat kilat menubruk Ho Hay
Hong. Ho Hay Hong kelabakan, ia berdiri terpaku. Sedang
Tiat Chiu Khim sudah sesapkan kepalanya didada anak
muda ini, sepatah katapun tidak keluar dari mulutnya.
Ho Hay Hong tidak mengerti apa sebabnya sigadis
begitu ketakutan, ia hanya tahu pasti ada sebabnya.
Pemuda baju kelabu yang semula terkejut, kemudian
berkata dengan suara gusar:
"Adik Khim kemari, kau berani melanggar pesanku?"
Tiat Chiu Khim tidak berani menjawab, gadis yang
gagah perkasa itu kini mendadak berubah demikian
lemah, hal itu sangat mengherankan Ho Hay Hong.
Karena Tiat Chiu Khim tetap membandel, pemuda baju
kelabu itu lantas marah. "Baik, kau tidak dengar kata, jangan sesalkan kalau
aku nanti akan berlaku tidak pantas terhadapmu?"
Sehabis berkata demikian, tangannya lantas bergerak
melancarkan satu serangan.
Ho Hay Hong menangkis serangan itu dengan tangan
kiri, sedang tangan kanannya balas menyerang,
sementara itu mulutnya berkata:
"Harap saudara jangan sembarang bertindak,
jelaskanlah dulu duduk perkara!"
Tetapi pemuda baju kelabu itu tidak menghiraukan
dengan beruntun melancarkan serangannya.
Ho Hay Hong melihat pemuda itu tidak mudah dikasih
mengerti, dalam hatinya juga mendongkol. Tanpa
banyak bicara lagi, ia lantas balas menyerang dengan
tangan dan kakinya. Dengan demikian serangan pemuda
baju kelabu itu agak kendor.
Tiat Chiu Khim mendadak berseru:
"Hay Hong, kita harus lekas kabur! Kakek penjinak
garuda berkata didekat sini!"
Ho Hay Hong dapat menerima usul si nona, dengan
cepat memondong tubuh si gadis dan melarikan diri.
Dengan tiba-tiba ia merasakan sambaran angin dari
atas kepalanya. Tanpa menoleh Ho Hay Hong juga
melancarkan serangan tangan dan lompat sejauh satu
tombak lebih. Kembali satu bayangan hitam melayang
diatas kepalanya, kiranya ada seekor burung garuda
raksasa yang menyerang dirinya.
Ia segera mengerti bahwa Kakek penjinak garuda
sudah datang, tetapi sebelum berhasil menyingkir,
bayangan Kakek penjinak garuda sudah berada
dihadapan matanya. Dengan wajah dingin Kakek penjinak garuda
memandang mereka berdua, kemudian membuka
topinya yang lebar, hingga tampaklah seraut wajah yang
keriputan. "Haha! Kau hendak kabur" Huh!" Tertawalah ia
terbahak-bahak. Ho Hay Hong tidak takut, sebaliknya malah tertawa
terbahak-bahak. "Kita telah bertemu lagi Kakek penjinak garuda.
Kedatanganmu sungguh sangat kebetulan."
Kata-kata Ho Hay Hong ini mengejutkan semua
penonton, mereka tidak menyangka bahwa orang yang
baru datang itu adalah Si Kakek penjinak garuda yang
sangat terkenal. "Aku hendak tanya padamu lebih dulu, darimana kau
dapat pelajaran ilmu garuda sakti itu?" tanya si Kakek penjinak garuda dengan sikap garang.
Ho Hay Hong ragu-ragu menjawab, ia memandang
kekasihnya. "Lekas jawab!" demikian Kakek penjinak garuda
mendesak lagi. "Bagaimana kalau aku tidak mau menjawab?" balas
menanya Ho Hay Hong dengan berani.
"Aku tahu, kepandaian itu pasti budak hina yang
mengajarkan padamu. Jikalau kau tidak mau mengaku
aku hendak bunuh dia lebih dulu !"
"Sungguh jumawa! Cianpwe ternyata seorang yang
tidak kenal aturan haha! Aku sekarang baru tahu
sifatmu!" kata Ho Hay Hong sambil tertawa.
"Kau jangan anggap karena tadi kau habis membunuh
Ing-siu yang namanya sangat terkenal, lantas tidak
pandang mata lagi padaku Kau harus tahu." Mendadak
berubah nada suaranya, "terus terang, dengan
kepandaian yang tidak berarti itu, masih belum mampu
menandingi burung garudaku. Apa yang kau buat
bangga?" "Seekor burung saja ada harganya kau banggakan,
benar-benar lucu." Dua ekor burung garuda itu agaknya mengerti kalau
mereka dihina, mendadak dua-duanya berbunyi nyaring
dan terbang keangkasa hendak menyerang Ho Hay
Hong. Kakek penjinak garuda pura-pura menggapaikan
tangannya, dua ekor burung garuda hinggap lagi dikedua
bahunya, tetapi matanya masih mengawasi Ho Hay
Hong. "Kau mau menjawab atau tidak ?" tanya pula Kakek penjinak garuda.
Ho Hay Hong khawatir orang tua itu benar-benar
memberikan ancamannya, ini berarti menyusahkan diri
kekasihnya, maka buru-buru menjawab sambil tertawa
dingin: "Tidak halangan kujelaskan padamu, ilmu garuda sakti
itu adalah Dewi ular dari gunung Ho-lan-san yang
mewariskan padaku. Kalau kau tidak percaya boleh
tanyakan sendiri!" "Tidak mungkin ia memiliki ilmu pelajaran itu."
"Kau jangan berkata sembarangan! Beliau masih
hidup, kau boleh tanyakan sendiri !"
"Aku tak percaya!"
"Ilmu itu ada salinannya, asal bisa mendapatkan
salinannya siapapun juga bisa mempelajari!"
"Dimana kitab salinannya sekarang?"
"Sudah aku robek-robek."
"Baik, benar tidak ia wariskan ilmu itu padamu, tetapi ia sekarang sudah khianati aku, maka aku hendak hukum
padanya menurut peraturan dalam perguruanku, kau
serahkan padaku, lekas!"
Karena kata-katanya itu bernada memerintah, maka
Ho Hay Hong juga tidak sudi menyerah begitu saja,
jawabnya dingin: "Maaf, aku tidak bisa terima perintah semacam ini!"
"Apa?" tanya Kakek penjinak garuda marah,
"perempuan ini adalah muridku, dengan hak apa kau
hendak melindunginya?"
"Atas nama keadilan dan prikemanusian aku hendak
melindungi dirinya! Dengan sejujurnya, aku tidak puas
atas sepak terjang dan perbuatanmu terhadap muridmu
sendiri !" Dihadapan umum Kakek penjinak garuda diperlakukan
demikian rupa, sudah tentu naik darah.
"Bocah, kau sungguh berani ! Kau nanti ku hancur
leburkan tulang-tulangmu!" demikian katanya.
Tiat Chiu Khim mendadak berkata sambil menghela
napas: "Hay Hong, biarlah aku sendiri yang memikul semua
dosaku!"
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak, aku memang sudah lama hendak menggempur
dia!" jawab Ho Hay Hong sambil mendongak keatas.
Sementara itu, salah satu anggauta golongan rimba
hijau daerah utara mendadak melemparkan pedang
garuda saktinya kepadanya seraya berkata:
"Bengcu. awas pedangmu nanti hilang!" Ho Hay Hong menyambut pedang saktinya, semangatnya lantas
terbangun, ia berkata sambil tertawa nyaring:
"Kakek penjinak garuda, marilah menggunakan
kesempatan ini kita bereskan permusuhan kita!"
"Bangsat kecil ! Dengan mengandalkan apamu kau
berani menantang aku?" kata Kakek penjinak garuda.
Tangannya segera bergerak, hembusan angin hebat
lalu meluncur dari tangannya.
Ho Hay Hong mundur lima langkah, baru bisa berdiri
Pusaka Negeri Tayli 8 Anak Harimau Karya Siau Siau Renjana Pendekar 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama