Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung Bagian 14
tegak. Sambil mengawasi pedangnya Ho Hay Hong berkata
kepada kekasihnya. "Adik Khim, kau jangan takut ! Kalau harus mati juga
biarlah kita mari bersama-sama!"
Tiat Chiu Khim menundukkan kepala, hatinya merasa
girang. Katanya dengan suara sedih:
"Hay Hong, sebelum mati, aku hendak memberi sedikit
penjelasan dulu padamu, kau tadi pasti salah faham
terhadap diriku, mengira aku kembali lagi kepadanya,
betul tidak?" "Memang benar! Aku tadi memang berpikir demikian."
"Aku sudah dapat menduga pikiranmu. Sekarang aku
hendak berterus-terang padamu. Aku kembali
kepadanya, semata-mata buat keselamatanmu, tahukah
kau." "Aku tidak tahu, aku sedikitpun tidak mengira!"
"Sejak aku meninggalkan kau, aku lantas lari ke
kampung setan, maksudku ialah hendak memancingnya
ia keluar, karena aku pikir kau pasti bukan tandingan
Ing-siu, maka itu." "Oh!" kata Ho Hay Hong seolah-olah baru sadar.
"Kiranya begitu" Adik Khim, aku benar-benar terlalu
goblok, belum pernah memikirkan hal itu!"
Tiat Chiu Khim tersenyum, sedikitpun tidak
mempunyai perasaan takut lagi.
"Aku tahu antara Ing-siu dan Kakek penjinak garuda
ada permusuhan hebat. Maka aku pancing ia keluar. Aku
pikir ia pasti akan kebentrok dengan Ing-siu, dengan
demikian jiwamu baru tertolong dari bahaya!"
Kata-kata itu keluar lagi dari mulut kekasihnya, sudah
tentu ia percaya sepenuhnya.
Pada saat itu, seekor burung garuda mendadak
menukik menyerang dirinya.
Dengan cepat ia mengambil keputusan, dengan
tenaga sepenuhnya ia meluncurkan pedangnya ke udara.
Burung garuda itu ternyata cerdik sekali, dengan
paruh dan kukunya ia berhasil memukul jatuh pedang
pusaka Ho Hay Hong. Tetapi burung itu tidak mengerti
bahwa Ho Hay Hong pandai mengendalikan pedang.
Selagi merasa bangga, pedang Ho Hay Hong yang
meluncur turun, tadi mendadak telah melesat balik lagi
keatas, turun menikam dirinya.
-ooo0dw0ooo- Bersambung Jilid 30 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 30 KALI ini burung garuda itu tidak dapat mengelakkan
serangan tersebut, hingga tubuhnya terbelah menjadi
dua potong. Kakek penjinak garuda sangat marah, bentaknya
dengan suara keras: "Bocah, kau sungguh berani mati! Hari ini harus
mengganti jiwa burung kesayanganku!"
Pemuda baju kelabu segera maju dan berkata kepada
gurunya: "Suhu, harap jangan marah, biarlah teecu yang
membereskan bocah ini!"
Kakek penjinak garuda menotok dengan tangannya
hingga pemuda itu terdorong setombak lebih.
"Siapa suruh kau campur tangan" Lekas mundur!"
katanya marah. Tanpa menunggu orang tua itu turun tangan, Ho Hay
Hong menggunakan pedangnya lebih dulu menyerang
seekor burung garuda yang masih hidup.
Kakek penjinak garuda dengan cepat mengerakkan
tangannya, hingga pedang itu jatuh ketanah.
Secepat kilat kakek itu menyambar pedang dan
berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Bocah! Kau gunakan pedang ini membunuh
burungku" Hahaha"
Sambil tertawa ia menyambitkan pedangnya kearah
Ho Hay Hong, mulutnya berkata.
"Aku juga hendak menggunakan pedang ini untuk
mengambil kepalamu!"
Ho Hay Hong tidak berani berlaku gegabah, dengan
cara memutar ia mengelakkan serangan pedang
tersebut. Tetapi pedang itu mendadak membalik, tidak
menyerang dirinya, sebaliknya meluncur kearah Tiat Chiu
Khim. Ho Hay Hong lompat meleset ketengah udara, dengan
tinju tangan kirinya yang menggempur gagang pedang,
hingga pedang itu jatuh ketanah. Tetapi sebelum ia
berhasil memperbaiki posisinya, Kakek penjinak garuda
berada dihadapannya. Ho Hay Hong terkejut untuk sesaat ia berdiri tertegun.
Si Kakek tidak lantas menyerang, melainkan
mengebutkan lengan jubahnya, hingga Ho Hay Hong
terpental mundur. Setelah itu, barulah ia mengangkat tangannya hendak
melancarkan serangannya. Wajah Tiat Chiu Khim pucat seketika, lalu tidak ingat
orang lagi. Sebelum pukulan tangan Kakek penjinak garuda jatuh
keatas diri wanita malang itu, mendadak muncul seorang
pertengahan umur berpakaian pelajar lompat keluar dari
kalangan penonton seraya berseru:
"Kakek penjinak garuda! Apa kau masih mengenali
diriku?" Kakek penjinak garuda membatalkan serangannya, ia
berpaling memandang orang itu kemudian berdiri
terpaku. Ho Hay Hong yang terhindar dari bahaya maut, buruburu
lompat mundur. Ketika ia menampak siapa
orangnya yang muncul secara tiba-tiba itu, sesaat juga
berdiri tertegun. Kiranya orang itu adalah Tee Soan-kiam Tok Bu Gouw.
Pada saat itu, sepasang matanya yang sayu
memandang Kakek Penjinak garuda dengan penuh
kemarahan. Bagai orang yang pintar, segera dapat
mengerti bahwa pandangan mata Tok Bu Gouw itu ada
mengandung permusuhan hebat.
Tok Bu Gouw didaerah utara merupakan orang kuat
yang sangat disegani, tetapi didaerah selatan sedikit
sekali orang yang mengenalnya. Namun dengan
perbuatannya yang berani menantang kakek Penjinak
garuda, itu saja sudah cukup membuat kagum para
penonton. "Oh, kiranya kau!" demikian kata-kata permulaan yang meluncur keluar dari mulut si Kakek Penjinak garuda
kepada penantang barunya, kemudian tertawa terbahakbahak.
"Bagus, bagus!" sambungnya. "Kecuali perempuan hina yang sudah mampus, sekarang sang suami jahanam
dan anaknya yang durhaka! sudah berkumpul disini,
haha! Kalian berdua hidup didunia juga tidak ada
gunanya, lebih baik mati saja !"
Kata-kata itu mengejutkan semua penonton, sebab
mereka tidak mengerti duduknya perkara.
Tee soan-kiam sudah meloloskan pedangnya.
Wajahnya yang murung, mendadak beringas. Sambil
tertawa dingin ia berkata.
"Kakek penjinak garuda! Tahukah kau bahwa selama
beberapa puluh tahun aku hampir mati penasaran
memikirkan permusuhan kita" Hari ini ada kesempatan
bertemu disini, inilah waktunya yang paling baik untuk
membereskan permusuhan antara kita. Sekarang jangan
banyak bicara keluarkanlah ilmu kepandaian garuda
Saktimu, aku ingin melihat, apakah ilmumu yang
menggemparkan rimba persilatan itu mampu
menundukkan aku siorang she Tok atau tidak?"
"Orang she Ho, aku tahu ilmu pedang Tee Soankiammu
sangat lihay, tetapi aku kakek penjinak garuda
adalah anak keturunan dewa, dalam dunia Kang-ouw
dewasa ini, belum pernah ada orang yang mengalahkan
aku, Ha! Ha! Ha." berkata Kakek penjinak garuda dingin.
Mendengar perkataan itu, dalam terkejutnya Ho Hay
Hong lantas timbul rasa curiganya, ia lalu berpikir: "Teesoan hong ini benar benar seorang she Ho, kalau begitu
apa yang di ucapkan tanpa sengaja oleh gadis baju ungu
dahulu, semua benar adanya."
Sudah lama memang Ho Hay Hong mencurigakan asal
usul dari Tee soan-hong mengapa It-Jie Hui kiam selalu
mengalah terhadapnya"
Mengapa Tee soan-kiam selalu membela dan
melindungi dirinya" Semua ini sudah pasti bukan tidak
ada sebabnya! Tetapi ia masih belum tahu benar
hubungan apa antara ia dengan Tee-soan hong. Dan apa
sebabnya pula dari utara datang kemari" Jikalau belum
direncanakan lebih dulu dengan masak-masak, tidak
mungkin bisa secara begitu kebetulan.
Menggunakan kesempatan itu ia melirik kepada
kekasihnya yang saat itu telah memejamkan matanya
dan ditunjang oleh pemuda baju kelabu.
Karena gadis itu masih dalam keada pingsan. Ia tidak
usah merasa khawatir akan diserang oleh Kakek penjinak
garuda. Sebab bagaimanapun ganasnya si Kakek itu,
tidak berani turun tangan terhadap seorang perempuan
yang tidak berdaya. Apalagi dibawah sorotan mata orang banyak,
bagaimanapun juga orang tua itu tentu masih hendak
pertahankan kedudukan di mukanya.
Dan ketika ia melongok kearah si kakek yang tua itu
sudah mulai bertempur dengan Tee-soan kiam dengan
hebatnya. Ia segera dapat mengenali bahwa si kakek itu
menggunakan ilmu Silat Kun-hiap Samkay untuk
melawan Tee-soan kiam, sedangkan Tee-soan kiam
menggunakan ilmu pedangnya Tee soan-kiam yang
merupakan kebanggaannya. Dalam waktu sangat singkat dua orang itu sudah
bertempur sepuluh jurus lebih, diluar dugaan semua
orang. Tee soan-kiam sedikitpun tak ada tanda-tanda
akan kalah. Ho Hay Hong mulai merasa heran, sebab ia kenal baik
kepandaian ilmu Tok Bu Gouw. Menurut perhitungannya,
seharusnya sudah lama kalah, entah darimana datangnya
kekuatan tenaga yang menunjangnya sehingga ia dapat
bertahan sekian lama"
Tetapi dengan cepat ia segera dapat menyadari
sebab-sebabnya. Ternyata ilmu pedang yang dipelajari
oleh Tok Bu Gouw, ialah ilmu pedang Tee soan-kiam,
memang ditujukan untuk menandingi ilmu garuda Sakti
Kakek penjinak garuda. Meskipun dalam ukuran kekuatan tenaga dalam, Tee
soan-kiam masih selisih jauh dengan Kakek penjinak
garuda, tetapi dengan ilmu pedangnya yang selalu
ditujukan kebagian bawah musuh, memaksa Kakek
penjinak garuda harus peras keringat.
Ketika pertempuran berjalan tiga puluh jurus, Kakek
penjinak garuda sudah berada atas angin. Tee-soan-kiam
telah berusaha melawan mati-matian, tetapi karena
kekuatan tenaga dalamnya masih kalah jauh, susah
baginya untuk bertarung lebih lama lagi.
Sejak diutara kesan Ho Hay Hong terhadap Tee-soan
kiam tidak begitu baik. Sebetulnya tidak ingin ia
membantu, tetapi karena mengingat jago pedang Teesoankiam itu datang justru untuk menolong jiwanya,
bagaimanapun juga ia tidak dapat berpeluk tangan lebih
jauh. Maka ia lalu lompat melesat turun kedalam arena.
Ia melancarkan serangannya dari samping tetapi
Kakek penjinak garuda yang diserang malah tertawa
terbahak-bahak. Seolah-olah tidak menghiraukan
serangannya. Didalam mata jago tua itu, hendak
mengambil jiwa dua orang itu sesungguhnya tidak terlalu
susah baginya. Tetapi, suara kakek itu mendadak berhenti, kiranya ia
sudah mengetahui bahwa kekuatan tenaga dalamnya
sudah banyak kurang. Ia mengerti karena tadi ia
membantu Ho Hay Hong secara menggelap, hingga
kekuatan tenaga dalamnya terhambur terlalu banyak.
Hal itu sesungguhnya sangat berbahaya bagi dirinya.
Apalagi ia kini harus menghadapi dua musuh tangguh
sekaligus. Ia sebetulnya boleh minta bantuan muridnya,
tetapi ia tidak mau berbuat demikian. Sebagai seorang
keras kepala, ia hendak menyelesaikan dua lawannya
dengan tangan sendiri. Ketika pemuda baju kelabu mendekati dirinya bahkan
disentaknya, supaya menyingkir jauh-jauh.
Dalam jurus ke empat mendadak terdengar suara
hebat yang memekikan telinga.
Tiga orang yang bertempur telah memisahkan diri
masing-masing. Tee Soan-kiam berdiri tegak bagaikan
patung dengan mata beringas menatap wajah Kakek
penjinak garuda, pedang di tangannya sudah terlempar
jatuh ditanah, mulutnya mengeluarkan darah.
Ho Hay Hong wajahnya pucat pasi, rambutnya awutawutan,
bibirnya juga mengeluarkan darah. Lambang
emas kebesarannya sudah jatuh ditanah dan disimpan
oleh anak buahnya. Kakek penjinak garuda terus tertawa terbahak-bahak,
tetapi suara tertawanya sudah tidak begitu nyaring
seperti tadi. Siapa yang menang" Siapa yang kalah" Tiada
seorangpun yang berani memberi keputusan.
Keheningan hanya berlangsung sejenak saja, pemuda
baju kelabu agaknya tidak bisa tinggal d iam lagi. dengan
cepat lompat kehadapan Tee-soan-kiam dan menyerang
dengan pedang nya. Perbuatannya itu sudah melanggar perintah gurunya,
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka seketika itu wajah Kakek penjinak garuda lantas
berubah. Pemuda baju kelabu itu berlaga ganas, ia menyerang
hebat kepada lawannya, hingga Tee soan-kiam terus
mundur dalam keadaan tidak berdaya.
Tampak Tee-soan-kiam sudah hampir mati diujung
pedang muridnya. Kakek penjinak garuda membentak
dengan suara keras: "Minggir ! Berani kau melanggar perintah ku ?"
Mata pemuda baju kelabu nampak marah membara, ia
dapat lihat bahwa gurunya sudah kehabisan tenaga,
hingga tidak mudah lagi menjatuhkan lawannya, ia juga
kenal baik adat gurunya yang keras kepala dan suka
membawa kemauan sendiri, sekalipun dalam keadaan
bahaya, juga tidak mengijinkan orang lain campur
tangan. Disamping itu, ia juga ingat budi gurunya maka diamdiam
telah mengambil keputusan hendak membela
gurunya supaya jangan kehilangan muka, biar ia harus
korbankan, jiwanya sendiri sekalipun.
Oleh karena itu, maka ia tidak menurut perintah
gurunya, pedangnya digunakan, untuk menotok jalan
darah Tee-soan-kiam. Kakek penjinak garuda makin marah, dengan tiba-tiba
dan tanpa mengeluarkan suara, tangannya menyerang
muridnya yang dianggapnya berani membangkang
Tak ampun lagi pemuda baju kelabu itu lantas roboh
sambil menjerit dan menyemburkan darah dari mulutnya.
Tetapi ketika ia menoleh dan mengetahui bahwa orang
yang menyerang dirinya adalah gurunya sendiri, lalu
berkata dengan suara nyaring:
"Suhu, maafkan dosa muridmu yang telah
membangkang perintahmu."
Ia tidak melanjutkan kata-katanya dengan airmata
bercucuran dan memandang gurunya sejenak, kembali
menyerang lawannya. Kakek penjinak garuda yang menyaksikan perbuatan
muridnya, lalu berkata sambil menghela napas panjang:
"Murid durhaka! Aku telah mendidik kau begitu banyak
tahun, pada akhirnya tokh masih tetap membangkang
perintahku. Apa boleh buat, dihadapan para tokoh rimba
persilatan, aku harus menghukum dulu kau yang
mendurhakai perguruan!"
Dihadapan mata orang banyak, Kakek penjinak garuda
sudah tentu harus melaksanakan ucapannya.
Demikianlah pemuda baju kelabu itu harus
mengorbankan jiwanya untuk mempertahankan prestise
gurunya. Setelah menghukum mati muridnya, Kakek penjinak
garuda teringat hubungan dengan muridnya, hingga
tanpa disadari airmatanya mengalir keluar.
Dalam suasana sunyi, kesedihan telah mencekam hati
semua orang. Dalam keadaan demikian, entah dari mana
datangnya kekuatan tenaga. Tee-soan-kiam yang sudah
hampir kehabisan tenaga mendadak mengeluarkan suara
bentakan keras, kemudian lompat dan bagaikan anak
panah terlepas dari busurnya menyerbu Kakek penjinak
garuda. Perbuatan Tee-soan-kiam yang nekad segera
menggemparkan Semua penonton.
Kakek penjinak garuda juga agak terkejut, tetapi
tangannya dengan cepat bergerak menyerang lawannya.
Tee-soan-kiam tidak menyingkir, dengan kepalanya ia
menyeruduk dada Kakek penjinak garuda.
Ketika kepalanya beradu dengan dada kakek penjinak
garuda, hanya terdengar suara benturan keras, lalu
disusul oleh suara jeritan Tee Soan-kiam. Dengan sisa
tenaganya, dua tangannya menyerang dengan
berbareng. Kakek penjinak garuda mengeluarkan suara tertahan,
kakinya menendang hingga Tee-soan kiam melesat
sejauh satu tombak lebih.
Kejadian secara tiba-tiba itu sangat mengejutkan Ho
Hay Hong. Ketika ia membuka matanya, Kakek penjinak
garuda sudah pucat Wajahnya dan mundur terhuyunghuyung.
Ia tidak dapat menduga apa sebabnya Tee soan-kiam
berlaku begitu bodoh" Karena perbuatannya itu berarti
mengantarkan jiwanya sendiri.
Sementara itu Tee-soan-kiam yang jatuh ditanah,
terus dalam keadaan tidak berkutik. Meskipun kepalanya
masih utuh, tetapi dalamnya mungkin sudah remuk
hancur bekas serangan Kakek penjinak garuda, hanya
tinggal napasnya yang masih belum putus.
Karena kematian Tee-soan-kiam itu di anggapnya
hendak membela dirinya, maka Ho Hay Hong buru-buru
menghampiri. Ketika ia memeriksa keadaannya,
wajahnya pucat seketika. Dari mulutnya mengeluarkan suara rintihan dan
serentetan kata kata yang sangat lemah:
"Anak, ayahmu selama itu merasa malu terhadap
dirimu, untung,,., sebelum ayahmu masih dapat
melakukan sesuatu untuk menolong jiwamu. Aih, hati
hati yang sudah lalu bagaikan impian, selamat tinggal
anakku semoga kau berhasil dalam hidupmu."
Dengan bibir tersungging senyuman ia
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kematian ayahnya,
dengan mata beringas memandang Kakek penjinak
garuda, serasa ingin sekali telan hidup-hidup musuh
besarnya itu. Sinar mata Kakek penjinak garuda perlahan-lahan
tampak sayu, tangannya mengurut-urut dadanya
mengatur pernapasannya. Serangan nekad Tee-soankiam
tadi, ternyata telah melukai dadanya. Tetapi ia
adalah seorang tua keras kepala, meskipun sudah tahu
bahwa kekuatan tenaganya sudah hilang terlalu banyak,
tetapi masih tetap membandel. Ketika Ho Hay Hong
menghampiri, ia masih maju menyongsong sambil
tertawa terbahak-bahak. Ho Hay Hong memandang dengan seksama, dalam
hati mengerti bahwa orang tua itu keadaannya benarbenar
sudah payah. Tanpa berkata apa-apa ia lau
menyerang dengan sengit. Pada waktu itu, ia seolah-olah sudah melupakan
jiwanya sendiri, dalam anggapannya, musuh besarnya itu
sudah seperti lawan biasa, yang tidak menakutkan lagi.
Oleh karena terjadi kejadian demikian, maka
kepercayaan terhadap diri sendiri jadi semakin tebal.
Pertempuran berlangsung sudah tiga puluh jurus.
Kakek penjinak garuda yang merupakan seorang terkuat
dalam rimba persilatan ternyata tidak bisa menjatuhkan
satu lawan yang masih amat muda belia itu, sudah tentu
sangat mendongkol. Mulutnya berkaok-kaok, rambut dan
jenggotnya pada berdiri. Ketika pertempuran berlangsung lima puluh jurus,
Kakek penjinak garuda mendadak nampak begitu murka
dengan mengeluarkan suara pekikan nyaring ia
melancarkan serangannya dengan kedua tangan.
Serangannya itu demikian hebat, sehingga keadaan
disekitarnya seolah-olah tersapu oleh angin puyuh yang
sedang mengamuk. Ho Hay Hong sedikitpun tidak takut. Dengan satu
tangannya menyambuti serangan hebat itu.
Setelah terdengar suara benturan nyaring, ia lantas
jatuh tak ingat diri. Entah berapa lama sang waktu telah berlalu, Ho Hay
Hong yang rebah ditanah dalam keadaan pingsan telah
dikejutkan oleh suara lonceng kuil dibelakang bukit. Ia
segera membuka matanya dan memandang keadaan
sekelilingnya yang ternyata sudah sunyi senyap.
Kakek penjinak garuda sudah tidak nampak lagi
bayangannya, Tiat Chiu Khim juga tidak ada lagi disitu.,
Disamping dirinya adalah jenazah Tee-soan-kiam.
Tidak jauh dari situ terdapat banyak mayat manusia
bergelimpangan yang tidak dikenalnya siapa-siapa
Ia segera dapat menduga mereka itu pasti adalah
orang-orang golongan rimba hijau daerah utara, yang
binasa ditangan Kakek penjinak garuda sewaktu mereka
mau berusaha menolong dirinya ketika dia berada dalam
keadaan pingsan. Diantara begitu banyak mayat orang she Siauw dalam
tangan orang tersebut masih menggenggam kencang
lambang emas kepunyaannya.
Pedang pusaka garuda sakti juga sudah tidak ada
tetapi ia mengerti pedang itu pasti sudah dibawa oleh
Kakek penjinak garuda. Dengan hati sedih ia memandang matahari senja yang
mulai terbenam kebarat, sedih hatinya memikirkan nasib
kekasihnya yang terjatuh di tangan kakek penjinak
garuda. Ia merasa marah terhadap Kakek itu, tetapi apa
daya" Dengan sangat hati-hati ia mengubur semua jenazah
orang-orang yang pernah membantunya, kemudian
meninggalkan tempat itu dengan air mata berlinang.
Ia tidak mencari orang untuk minta keterangan,
dengan hati penuh penasaran ditinggalkannya danau
Keng liong-tie. Satu jam kemudian, tibalah ia disuatu kota dekat
danau itu. Ia berjalan tanpa tujuan. Mendadak teringat diri Lie
Hui yang sedang menantikan kedatangannya. Ia telah
lolos dari lubang jarum Lie Hui pasti akan merasa girang
bisa bertemu lagi dengan gurunya.
Ia mencari rumah penginapan. Belum lagi melangkah
masuk, sudah disambut oleh seorang pelayan dengan
laku sangat terhormat. "Aku tidak mau menginap, aku hanya hendak mencari
seseorang kawan," katanya sambil menggoyangkan
tangan dan kemudian memetakan bentuk dan perawakan
tubuh Lie Hui. Wajah pelayan itu berubah seketika, dan sikapnya
menunjukkan perasaan takutnya.
"Tuan, silahkan tuan cari dilain tempat saja, karena
dalam rumah penginapan ini tidak ada orang yang tuan
cari itu." pelayan itu memberi keterangan dengan wajah ketakutan.
Dari sikap pelayan itu Ho Hay Hong mengerti pasti
telah terjadi sesuatu atas diri Lie Hui, maka dengan cepat menyambar bahu pelayan itu seraya berkata sambil
tertawa dingin: "Hai. apa sebetulnya yang telah terjadi"
kalau kau bermabukan secara terus terang. Jikalau tidak,
aku tidak akan mengampuni jiwamu!" Ia menekan keras
bahu pelayan itu, hingga berkaok-kaok kesakitan.
"Hamba benar-benar tidak tahu, harap sukalah tuan
maafkan hamba." pelayan itu mulai merintih-rintih.
"Kau mau memberi keterangan atau tidak terserah
padamu sendiri!" kata Ho Hay Hong marah.
Ia menekan lebih keras lagi, hingga pelayan itu
menangis dan minta ampun seraya meratap:
"Tuan, ampunilah diri hamba, benar-benar hamba
tidak tahu menahu mengenai urusannya, harap tuan
minta keterangan pada Poh loya."
"Siapa itu Poh loya?"
"Poh loya adalah guru silat dalam rumah belajar silat dikota ini Tetapi harap tuan jangan memberitahukan
kalau hal ini keluar dari mulut hamba, jikalau tidak"
"Dimana ia tinggal?"
Pelayan itu baru mau angkat tangan buat memberi
petunjuk, mendadak dengan wajah ketakutan
memandang kejalan, tubuhnya nampak menggigil.
Cepat Ho Hay Hong berpaling, Tertampak olehnya
seorang lelaki tua bertubuh tegap dengan sinar mata
marah berdiri sejarak kira-kira satu tombak diluar pintu.
Melihat sikap ketakutan sipelayan, ia segera mau
menduga bahwa lelaki tua itu pastilah orang yang
dinamakan Poh loya oleh pelayan tersebut.
Otaknya dikerjakan dengan cepat, dengan cara
bagaimana harus menghadapi lelaki tua itu, mendadak ia
tertawa dan berkata: "Ha! Ha! Ha! Poh lao, tak kusangka baru tiga tahun
tidak bertemu, ternyata kau berada disini. Haha! Dasar
ada jodoh, dimana saja kita bisa bertemu. Mari kita
minum sepuas-puasnya!"
Ia maju menghampiri sambil mengulurkan tangannya
dengan sikap sangat mesra menjabat tangan orang she
Poh itu. Orang tua she Poh itu sejenak merasa heran, lama
baru berkata: "Saudara siapa" Mengapa aku tidak kenal?"
Meskipun mulutnya berkata demikian, namun ia tidak
menolak angsuran tangan Ho Hay Hong.
"Haha! Poh loya benar-benar seorang pelupa. Masa
siaotee Sudah tidak kau kenal lagi" Mungkin selama ini
Poh loya sudah terlalu banyak kawan baru, sehingga
melupakan kawan lama!" berkata Ho Hay Hong sambil
tertawa. "Ow, ow! Kau hiantee, aku benar-benar sudah tua,
benar-benar telah menjadi seorang pelupa. Mari, mari.
Kita duduk dirumah, kita boleh minum sambil ngobrol
sepuas-puasnya." Meskipun dimulut ia berkata demikian, tetapi otaknya
terus dikerjakan, mengingat-ingat siapa kiranya pemuda
didepan matanya ini. Tetapi karena sahabatnya terlalu
banyak, kejadian serupa itu kadang-kadang memang bisa
saja terjadi, maka ia juga tidak heran lagi.
Berdiam sejenak, ia berkata lagi sambil tertawa.
"Eh, hiantee, Mengapa kau agak berubah" Lama tidak
ketemu, kau sekarang ternyata lebih ganteng dan lebih
gagah. Apa belakangan ini kepandaianmu mendapat
banyak kemajuan?" Sampai disitu, Ho Hay Hong terpaksa membatalkan
maksudnya hendak menundukkan orang tua itu, maka ia
lalu pura-pura tertawa dan berkata:
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Poh laoko jangan tertawakan siaotee. Siapa yang
tidak tahu bahwa dirumah perguruanmu ini terdapat
banyak orang pandai yang namanya tersohor ?"
"Astaga, aku tidak sangka kau sekarang juga pandai
bicara. Haha! Tak usah banyak bicara mari kita
mengobrol dirumah saja. Belakangan ini hiantee
mendapat kemajuan atau tidak."
"Kemajuan?" Ho Hay Hong tercengang tetapi ia segera mengerti bahwa itu adalah istilah dalam pergaulan maka
lalu berkata sambil tertawa:
"Laoko jangan bicarakan soal itu lagi. siaotee seorang bodoh, bagaimana dapat dibandingkan denganmu ?"
Dua orang itu berlalu dari rumah penginapan sambil
mengobrol disepanjang jalan.
Ditengah jalan, Poh loya mendadak ingat sesuatu, ia
merandak dan bertanya: "Hiantee, kau. bukankah kau ini Tang siang Sucu ?"
Ho Hay Hong terkejut, ia diam saja.
Sementara itu nada orang she Poh itu juga lantas
berubah: "Haha, hiante! Kau terlalu merendah, siapa tidak tahu kau ditanah Lam-kiang mendapati kedudukan tinggi"
Arak set iap hari tersedia, perempuan cantik tinggal pilih saja. Kau benar-benar sudah menikmati kebahagian
orang hidup. Dibandingkan denganmu, laokomu ini kalah
jauh sekali !" Ho Hay Hong sebenarnya merasa benci kepada orang
tua itu, tetapi diluarnya tetap berlaku ramah.
"Poh laoko, mengapa kau sampai berkata demikian"
Walaupun siaotee ada sedikit kemajuan, tokh tidak
melupakan kau, laoko."
Poh loya tertawa, kemudian berkata dengan sikap
sungguh-sungguh: "Hiantee kabarnya kau belum lama ini telah kebentrok
dengan Ing-siu yang sudah lama tidak ada kabar
beritanya. Apakah itu benar?"
Ho Hay Hong kembali dikejutkan oleh pertanyaan ini.
Karena khawatir orang she Poh itu sudah mengetahui
siapa dirinya yang sebenarnya, maka diam-diam sudah
siap sedia, namun masih mencoba menutupi sambil
berkata. "Janganlah bicarakan soal itu lagi, laoko! semua
adalah S iaotee yang tolol, bisa sampai kebentrok dengan
iblis itu!" "Muridnya Ing-siu, pemuda yang dinamakan Longgeemo itu, pernah juga bertemu muka sekali denganku,
juga pernah kami bertanding dengan ilmu silat."
Belum habis kata-katanya, mendadak melancarkan
satu serangan terhadap Ho Hay Hong hingga anak muda
ini terkejut bukan main. Ia mengira orang she Poh itu benar-benar sudah
mengetahui rahasianya, maka buru-buru geser mundur
kakinya. Dua tangannya bergerak secara reflek dengan
kecepatan bagaikan kilat mengarah empat bagian jalan
darah ditubuh orang tua itu.
Orang she Poh itu berseru kaget, sama sekali tak
pernah menduga serangan Ho Hay Hong bisa demikian
hebat, terpaksa ia melindungi jiwanya lebih dulu. Dengan
jalan bergulingan ditanah ia menggelinding sejauh
beberapa tombak baru berhenti dan berseru:
"Hiantee, tidak kecewa kau menjadi muridnya Lamkiang
Tay-bong. Beberapa gerakanmu itu tadi saja,
sudah cukup membuat aku kewalahan!"
Ia menghela napas panjang dan berkata pula:
"Kepandaian ilmu silat muridnya Ing-siu sudah pernah
aku uji, ternyata tidak lebih tinggi dari kepandaianmu.
Hanya tak usah khawatir, Kalau ada urusan hanya
muridnya Long-gee-mo itu saja yang mewakili."
Ho Hay Hong sudah mengerti maksud orang She Poh
itu, maka lalu berkata sambil tertawa dingin:
"Tentang Long-gee-mo, aku juga sudah bertempur
beberapa kali dengannya. Masih mujur dalam
pertempuran antara kami, selalu aku yang menang!"
"Aku kira itu bukannya mujur," kata Poh loya
merasakan perasaan kagumnya. "Kepandaian hiantee
memang jauh lebih tinggi dari padanya.
Dengan perasaan agak lega Ho Hay Hong berkata:
"Poh toako, dengan terus-terang. kedatanganku
kemari menengok kau, Sebetulnya dengan maksud
hendak menanyakan seseorang"
"Siapa?" Poh loya rupanya kaget.
Ho Hay Hong pura-pura marah dan berkata:
"Hanya seorang bocah saja, denganku ada
permusuhan dalam sebagai pembunuh sahabatku.
Siaotee sudah bersumpah selama hidup ini harus dapat
mencincang dulu tubuhnya baru bisa merasa puas."
Sehabis berkata, ia lalu menjelaskan bentuk tubuh ciriciri khas dan usia Lie Hui.
"Oh, kiranya dia!" Poh loya nampak lebih terkejut.
Dengan menekan perasaan girangnya Ho Hay Hong
berkata: "Siapa" Dimana dia berada?" Ia berhenti sejenak dan pura pura marah. "Kali ini apabila Siaot ee bisa membalas dendam sakit hati sahabatku, sudah tentu tidak akan
melupakan budi laoko."
"Hiantee, kau harus tahu bahwa bocah itu adalah
tawanan penting dari golonganku, laokomu ini hanya
sebagai hiocu saja, sama sekali tidak berhak
menyerahkan dirinya kepadamu!" Poh loya menggelenggelengkan kepala.
Kini barulah Ho Hay Hong tahu bahwa orang she Poh
ini adalah merupakan salah seorang anggauta kuku
berbisa. Diluarnya ia pura-pura berlaku kecewa, katanya
sambil menghela napas: "Kalau begitu, jadinya toako tidak sudi membantu
siaotee?" "Bukan begitu, hiantee! Jangankan hubungan kita
sudah begitu erat, dengan kedudukanmu sebagai
muridnya Lam-kiang Tay-bong saja, sudah cukup untuk
dianggap oleh golongan kami sebagai orang sendiri. Biar
bagaimana juga harus diberi muka. Hanya , hanya."
"Hanya apa" Apakah laoko masih merasa ragu-ragu?"
tanya Ho Hay Hong heran. "Dengan terus-terang. anakku yang tidak berguna itu
telah jatuh cinta padanya, sehingga aku merasa serba
salah." "Apa?" "Hiantee, bocah itu sebetulnya seorang gadis yang
menyaru ! Apakah kau belum tahu" Aku sesungguhnya
sangat menyesal dahulu terlalu memanjakan anakku,
sehingga dia sekarang tidak mau dengar nasehatku. Kau
pikir, toako ini hanya mempunyai seorang anak lelaki
saja, maka aku anggap sebagai jiwaku sendiri, meskipun
langit rubuh, aku juga memikirkan keselamatannya lebih
dulu. Bagaimana aku harus berbuat?"
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, sungguh
tidak menyangka bahwa Lie Hui adalah seorang gadis. Ia
coba membayangkan lagi sikap kemalu-maluan gadis itu,
karena waktu itu pikirannya sendiri sedang risau hingga
kurang perhatian. Setelah berpikir sejenak, ia berkata dengan sikap
serius. "Tapi laoko, kau harus ingat bahwa gadis itu adalah
musuhmu." Tidak mungkin ia boleh bercintaan dengan
anakmu. Lagipula, pemimpin atau orang-orang
golonganmu juga tidak mungkin mau mengijinkan
anakmu kawin dengan tawanannya. Berdasarkan atas ini,
perkawinan itu susah membawa bahagia bagi kedua
fihak. Maka kau harus mengambil keputusan tegas,
sekalipun putus hubungan dengan anakmu, juga lebih
baik daripada mengambil menantu musuh ! Aku pikir,
biarlah sekali ini anakmu merasa kecewa!"
Ketika ia melihat Poh loya mulai tertarik mendengar
omongannya, ia lalu berkata pula:
"Sebaliknya, apabila perkawinan itu tetap
dilangsungkan, kau nanti akan menanam bencana besar.
Karena keturunannya pasti akan mengandung darah
permusuhan, kau adalah salah satu anggauta golongan
Kuku berbisa, juga sulit untuk."
Belum habis kata-katanya, Poh loya membelalak
memotong. "Sudah, sudah! Jangan lagi kau teruskan hiantee."
Ho Hay Hong dapat menduga bahwa orang tua itu
mulai merasa jeri, maka lalu berkata pula:
"Sebagai sahabat siaotee merasa perlu menasehatkan:
Urusan semacam ini, siaotee kira sebaiknya supaya kau
pikir dulu masak-masak. Jangan lantaran cintamu kepada
anak, sehingga menimbulkan bencana besar dikemudian
hari!" Poh loya menundukkan kepala. Meskipun mulutnya
bungkam, tetapi dalam hati sudah mempunyai rencana.
Sementara itu dua orang itu sudah tiba didepan pintu
rumah perguruan Kang-lam Bu-koan yang dahulunya
sangat mewah, tetapi kini keadaannya sudah mulai rusak
disana-sini. Diatas pintu yang terbuat dari bahan logam itu
terpancang papan yang terdapat empat baris tulisan
terdiri dari huruf-huruf besar-POH LAY BU KOAN yang
masih baru. Dari situ Ho Hay Hong segera mendapat tahu bahwa
orang she Poh itu adalah Poh Lay.
Tak lama kemudian pintu terbuka, dari dalam muncul
dua pemuda berpakaian ringkas. Begitu melihat Poh Lay,
dua pemuda itu segera memberi hormat sebagaimana
layaknya. Poh Lay ajak Ho Hay Hong masuk. Ketika melalui
lapangan pekarangan yang luas, disitu ada sepuluh lebih
murid-murid Poh Lay sedang melatih ilmu silat.
Poh Lay segera memerintahkan para muridnya
berhenti dan berkata kepada Ho Hay Hong sambil
tersenyum: "Anak-anak yang tidak berguna ini sudah belajar
cukup lama tetapi masih belum bisa apa-apa. Kalau
hiantee ada waktu sekarang sudikah kiranya memberi
petunjuk seperlunya, aku kira sangat berguna bagi
mereka." Sebelum Ho Hay Hong menjawab, nampak dua
pelayan wanita membawakan teh. Karena ingat akan
tujuannya sendiri, Ho Hay Hong tidak mau membuang
waktu, maka lalu menjawab:
"Laoko, tawanan wanitamu itu kau sekap dimana"
Sudikah kau ajak siaote melihat sendiri" Siapa tahu kalau
bukan dia!" Berkata sampai disitu, ia pura-pura tertawa bangga
dan berkata pula: "Biar bagaimana, aku harap perjalananku ini tidak
cuma-cuma, supaya arwah sahabatku itu bisa tentram."
Poh Lay agaknya masih keberatan, katanya sambil
menghela napas: "Hiantee, aku tidak berani merintangi maksudmu yang
hendak menuntut balas denda buat sahabatmu. Hanya
bagaimana dengan nasib anakku nanti" Sudah demikian
mendalam cintanya terhadap perempuan itu, mungkin
akan berakibat buruk buat dia pula."
"Poh laoko, dahulu kau begitu gagah berani dan tegas
dalam bertindak. Mengapa sekarang jadi demikian
lembek" Apakah kau tidak dapat memikirkan apa
akibatnya mempunyai menantu anak seorang musuh"
Tahukah kau bagaimana kau hendak berbuat seandainya
urusan ini diketahui oleh golonganmu ?"
Digertak demikian, akhirnya Poh Lay menyerah.
"Hiantee benar. Baiklah, biar aku nanti ajak kau
melihat. Hanya, kalau bertemu dengan anakku, aku
minta janganlah kau unjuk sikap keras."
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. Poh Lay lalu
mengajaknya berjalan melalui lorong yang berliku-liku
dan gelap sekali. Akhirnya tibalah mereka didepan
sebuah kamar tahanan yang dikurung oleh terali besi
yang kokoh kuat. Dekat kamar tahanan, ada berdiri seorang pemuda
berpakaian mewah dengan menundukkan kepala dan
menarik napas berulang-ulang.
"Itulah anakku,!" berkata Poh Lay dengan suara
pelahan. Ho Hay Hong menganggukkan kepala tanda mengerti.
Matanya lalu beralih kedalam kamar, segera tampak
olehnya seorang gadis berbaju putih sedang duduk
bersila. Gadis itu tubuhnya langsing, rambutnya awut-awutan.
Ketika mendengar suara tindakan kaki orang segera
bangkit dan berkata dengan suara gusar:
"Manusia rendah! mencelakakan diri orang dengan
akal tipu busuk, apakah itu perbuatan orang gagah" Hm!
Kalau memang berani bunuhlah nonamu, perlu apa kau
sekap aku disini?" Ho Hay Hong merasa sedih menyaksikan muridnya
dalam keadaan demikian, ia pikir tidak mau menarik
perhatiannya dulu, maka berdiri diam disamping.
Lie Hui yang sedang mengumpat caci Poh Lay
mendadak tercengang, melihat adanya Ho Hay Hong
disamping orang she Poh itu, bibirnya bergerak-gerak
hendak memanggil, tetapi Ho Hay Hong segera memberi
isyarat dengan matanya, hingga gadis itu membatalkan
maksudnya. Ho Hay Hong berpaling dan berkata kepada Poh Lay:
"Apakah perempuan ini?", Ia pura-pura marah dan
berkata pula: "Aku sungguh girang bisa menuntut balas sahabatku, hahahaha !"
Lie Hui terkejut mendengar ucapan itu, ia tidak
percaya bisa salah mata. Ia mengingat-ingat lagi, wajah Ho Hay Hong dengan
cermat, tidak salah lagi dia adalah itu pemuda yang
menjadi gurunya, Tetapi ia tidak mengerti mengapa
suhunya bisa sampai berkata demikian"
Ho Hay Hong yang menyaksikan gadis itu, dihati
merasa geli, katanya: "Poh laoko, budi kebaikanmu ini tidak dapat siaotee
lupakan dikemudian hari aku pasti akan membalas
budimu ini."
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Poh Lay tidak senang mendengar perkataan itu
sebaliknya merasa sangat berduka. Matanya diam-diam
telah mencuri pandang kepada anaknya.
Benar seperti apa yang orang she Poh itu duga, ketika
Ho Hay Hong hendak membuka mulut lagi, pemuda
tersebut mendadak mengeluarkan suara bentakan keras,
kepalanya dipalingkan kelain arah dan berkata kepada
Ho Hay Hong dengan suara bengis:
"Siapa berani mengganggu seujung rambutnya saja,
akan aku cincang dia sampai menjadi berkeping-keping."
Herannya, Poh Lay sebagai ayah, terhadap anak
rupanya takut sekali. Ketika melihat anaknya marah, ia
membujuk dengan suara lemah lembut:
"Ciu-jie, dia adalah paman Ho! Tang-siang Sucu yang
sering ayah sebut-sebut itu."
Mendengar perkataan Poh Lay, gadis baju putih itu
menundukkan kepala, agak merasa kecewa. Sedangkan
Ho Hay Hong diam-diam merasa geli, tetapi ia tidak mau
segera membuka kedok, karena hal itu bisa
membahayakan diri nona itu.
Pemuda anaknya Poh Lay itu agaknya masih marah
katanya: "Tidak peduli siapa dia! Barang siapa yang berani
mengganggu nona itu, aku akan menghadapinya tanpa
ragu-ragu!" Kemudian dengan nada memintanya bertanya kepada
Lie Hui: "Nona, jawablah dengan sejujurnya. Kau suka
menikah denganku atau tidak?"
Muka Lie Hui tampak merah, matanya mengerling
kearah Ho Hay Hong, kemudian menggelengkan kepala,
tanda tidak mau menerima permintaan pemuda itu.
Sipemuda yang menyaksikan keadaan demikian,
wajahnya berubah seketika. Kepalanya, menunduk,
sedang mulutnya menggumam: "Aaah, kau tidak suka
ataukah tidak mau" Apakah kau benar-benar hendak
menjadi setan tanpa kepala?"
Poh Lay menyaksikan semua itu tanpa bicara apa-apa,
agaknya- takut menyinggung perasaan anaknya.
Sebaliknya dengan Ho Hay Hong, ia tidak mau
perdulikan kesedihan pemuda itu, katanya dengan terus
terang: "Setiap orang mempunyai cita-cita sendiri yang tidak
boleh dipaksa, apalagi perempuan ini adalah musuh
sahabatku. Hai, kau jangan merindukan bidadari dalam
rembulan !" Begitu pemuda tersebut mendengar ucapan Ho Hay
Hong, seketika lantas meluap hawa amarahnya, ia
menghunus pedangnya dan berkata sambil menuding Ho
Hay Hong: "Tang-Siang Sucu! Kau berani mengoceh tidak karuan,
lihat aku bisa mengampuni dirimu atau tidak?"
Pedangnya lalu bergerak, menyerang Ho Hay Hong
dengan beruntun beberapa kali.
Ho Hay Hong lompat mundur dua langkah, berkata
dengan suara gusar: "Hai ! Berani kau menyerang aku" Sungguh besar
nyalimu." Ia sengaja memandang Poh Lay dengan sinar mata
gusar, seolah-olah hendak paksa si ayah turun tangan
melarang anaknya. Poh Lay ketakutan setengah mati. Benar saja ia
membentak dengan suara keras:
"Ciu-jie, dia adalah pamanmu! Dia pamanmu Tangsiang
Sucu! Jangan!" Tetapi pemuda itu tidak menghiraukan lagi, dengan
beruntun tiga kali menyerang Ho Hay Hong secara
ganas. Ho Hay Hong pura-pura berlaku tidak senang,
katanya: "Poh laoko! Kalau kau tidak sanggup mengajar
anakmu, siaotee terpaksa akan turun tangan!"
Dengan kepandaiannya yang luar biasa ia melayani
pemuda itu, hingga dalam waktu singkat pemuda
tersebut sudah terdesak mundur.
Wajah pemuda tersebut berubah, ia segera balas
menyerang dengan sengit. Dengan tenang Ho Hay Hong menghadapi setiap
serangan pemuda yang sudah kalap itu.
Setelah sepuluh jurus berlalu pemuda itu mulai
keteter. Ia nampaknya sangat penasaran, karena merasa
dirinya dipermainkan lalu mengambil keputusan nekad
hendak adu jiwa dengan Ho Hay Hong.
Sambil tertawa terbahak-bahak Ho Hay Hong pentang
lima jari tangannya, kemudian terdengar Suara "trang"
amat nyaring, pedang di tangan anak muda itu terlepas
dan jatuh ditanah. Dengan mulut bungkam ia mengawasi pedangnya
ditanah, wajahnya pucat, kemudian berkata:
"Tang siang Sucu terima kasih atas kebaikanmu! Aku
tidak akan lupakan ini untuk selama-lamanya.
Bagaimanapun juga atas hinaanmu ini aku nanti akan
menuntut balas. Sampai ketemu lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia memungut pedangnya
dan berlalu tanpa menoleh lagi. Poh Lay segera berseru:
"Ciu-jie, Ciu-jie! Jangan pergi, dengar dulu keterangan ayah."
Pemuda itu sedikitpun tidak menghiraukan. Dalam
keadaan marah, perkataan ayahnya sedikitpun tidak
digubrisnya. Poh Lay yang sangat cinta kepada anak lelaki satusatunya,
tidak tega melihat kedukaan anaknya, maka
segera memburu. Ho Hay Hong sangat girang, ia anggap ini adalah
kesempatan satu-satunya yang paling baik baginya,
maka segera mengerahkan kekuatan tenaganya,
membuka terali besi yang mengurung diri Lie Hui.
Lie Hui dengan cepat menubruk Ho Hay Hong dengan
berkata: "Dugaanku ternyata tidak salah, kau adalah suhu!"
Ho Hay Hong tersenyum, sambil mengusap-usap
rambutnya Lie Hui ia berkata:
"Anak sudah begini besar masih sangat aleman, apa
kau tidak malu?" Belum habis kata-katanya, sudah dipotong oleh Lie
Hui: "Suhu, jangan kata begitu lagi. Aku tidak senang!
Sejak kau pergi ke danau Kang-liong-tie, setiap malam
hampir aku tidak bisa tidur, aku selalu pergi keluar kota
menunggu kedatanganmu. Diluar dugaanku aku telah
terjebak dalam akal muslihat mereka !"
"Kau benar-benar hebat! Selama ini aku masih anggap
kau lelaki, tidak tahunya satu anak perempuan.
berandalan." kata Ho Hay Hong sambil tertawa.
Pipinya merah, Lie Hui menundukkan kepala. Lama ia
baru berkata pula: "Suhu jangan menggoda saja, kita harus lekas keluar
dari sini !" Ia berdiam sejenak, kemudian berkata lagi dengan
perasaan kagum. "Suhu, kau sungguh hebat. Asal aku bisa memiliki
kepandaianmu separuhnya saja, aku sudah merasa
puas." "Lie Hui, asal kau mau belajar dengan tekun, aku pasti akan menurunkan semua kepandaianku padamu, supaya
kau bisa mendapat sedikit muka dikalangan Kang-Ouw
dan menuntut balas dendam kepada semua musuhmusuhLie
Hui, aku telah membuat keputusan mengambil
kau sebagai muridku, ini berarti aku akan mewariskan
semua kepandaianku padamu. Aku harap kau tidak
mengecewakan pengharapanku! Sementara suhumu
sendiri, untuk selanjutnya akan meninggalkan
penghidupan dunia Kang-ouw, tidak akan mengurusi
urusan duniawi lagi" kata Ho Hay Hong.
Lie Hui terkejut, katanya: "Suhu, mengapa suhu
berpikiran demikian?"
"Kau tidak mengerti!" jawab Ho Hay Hong sambil
tersenyum getir. Lie Hui menggelengkan kepala dan berkata dengan
penuh rasa simpatik. "Suhu, kau masih muda, urusan apa yang
menyebabkan kau menjadi putus harapan?"
Ho Hay Hong tidak bisa menjawab, hanya berkata
sambil tersenyum pahit: "Tetapi pikiranku tidak muda lagi."
Lie Hui tercengang, setengah mengerti setengah tidak,
ia menghela napas. Ia masih hendak menanya lagi,
tetapi sudah didahului oleh Ho Hay Hong:
"Jangan tanya lagi! Kalau sekarang kita tidak lekas
pergi, sebentar kita akan mendapat banyak kesulitan."
Sambil menarik tangan Lie Hui hendak berlalu. Tetapi
Lie Hui berteriak. Ketika Ho Hay Hong menegasi, ia baru
tahu bahwa kaki Lie Hui yang putih masih terbelenggu
oleh rantai besi." Ho Hay Hong tertawa dingin. Ia lalu mengerahkan
kekuatan tenaga dalamnya, dengan satu kali gentak
rantai besar yang membelenggu kaki Lie Hui telah putus.
Bukan kepalang girangnya rasa hati Lie Hui. Selagi ia
hendak menyatakan terima kasih, mendadak tampak
wajah Ho Hay Hong yang diliputi oleh kedukaan. Diamdiam
ia merasa heran, apakah gerangan yang
mengganggu pikiran suhunya yang masih muda itu "
Gadis itu bulak-balik berpikir, tanpa disadarinya ia jadi
turut berduka, sehingga mengalirkan airmata.
Ho Hay Hong merasa heran, tanyanya.
"Kau kenapa" Apa kau merasa sakit?"
Lie Hui merasa malu, mukanya merah mendadak.
Dalam gugupnya ia hanya dapat menjawab sekenanya:
"Tidak, tidak suhu jangan khawatir!
"Ilmu meringankan tubuhmu masih kurang sempurna,
aku khawatir menghambat waktu, biarlah aku bawa kau
kabur." Lie Hui menurut, ia menghampiri Ho Hay Hong. Oleh
Ho Hay Hong segera dikempitnya tubuh Lie Hui yang
kecil dan dibawa kabur dari kamar tahanan.
Secepat kilat Ho Hay Hong menggendong Lie Hui dari
rumah perguruannya itu. Ditengah jalan ia agak ragu-ragu sejenak, tetapi
akhirnya ia lari menuju kearah barat. Ia masih
mengharap bisa menemukan gadis baju ungu ditengah
jalan, selain daripada itu ia juga bisa sekalian
menyambangi kuburan Tang-siang Sucu.
Ia teringat pula nasib Tiat Chiu Khim, lalu menghela
napas perlahan. Perubahan sikap itu segera diketahui oleh Lie Hui
tanyanya dengan suara lirih.
"Suhu kenapa kau bersedih" Muka Ho Hay Hong
dirasakan panas, dengan cepat menjawab:
"Kau tahu apa" Sudah jangan banyak pikiran!"
Tanpa menghiraukan bagaimana perasaan muridnya,
Ho Hay Hong melanjutkan perjalanannya.
Akhirnya tibalah ditempat kuburan Tang-siang Sucu ia
dapat menemukan kuburan itu, karena disitu terdapat
sebuah gundukan tanah dan ada sebuah batu nisannya
yang tertuliskan, Makam Ho-Hay Thian.
Ho Hay Hong menangis didepan kuburan.
Lie Hui melihat nama diatas batu nisan itu hanya
berbeda satu hurup dengan nama suhunya, jelas orang
itu ada hubungan erat dengan suhunya, maka lalu
bertanya: "Suhu, siapakah Ho Hay Thian itu?"
"Kakakku!" jawab Ho Hay Hong singkat.
"Ow! Dia meninggal dunia karena sakit apa?"
"Bukan karena penyakit, ia terbunuh oleh musuhnya!"
jawab Ho Hay Hong sambil tertawa getir. "Semasa hidup kelakuannya kurang baik, tetapi bagaimanapun juga dia
adalah saudaraku. Mungkin kau juga sudah pernah
dengar nama julukannya" Dia adalah Tang siang Sucu."
Lie-hui terkejut mendengar nama itu.
"Ah, suhu! Dia tokh seorang jahat?"
Sehabis berkata baru sadar bahwa ucapannya itu tidak
tepat, maka buru-buru dirubahnya:
"Suhu, seorang yang sudah mati, habislah
kesalahannya. Suhu jangan terlalu berduka, supaya
arwah empek juga merasa tentram,"
"Dia sudah mati, tetapi musuhnya juga sudah
kubunuh. Satu jiwa ditukar dengan satu Jiwa, t idak perlu
aku berduka!" kata Ho Hay Hong, dengan menekan
perasaan sedihnya, ia tertawa getir dan berkata pula:
"Apalagi, musuh itu adalah si Ing siu yang namanya
sangat terkenal dan pernah menggemparkan dunia rimba
persilatan sejak beberapa puluh tahun berselang.
Sekarang Ing siu sudah binasa, saudaraku tentunya juga
sudah merasa puas!" Mendadak ia merasa gemas terhadap Lam kiang Taybong
jago dari daerah Lam-kiang itu jelas seorang
pengecut yang takut menghadapi kenyataan. Melihat
muridnya dibunuh orang, juga tidak berusaha menuntut
balas. "Oh, pertempuran didanau Keng liong-tie itu apakah
suhu lakukan melulu, buat menuntut balas sakit hati
empek?" "Ya, Tuhan telah melindungi aku, Sehingga aku
berhasil membinasakan satu musuh terkuat dalam
dunia!" Ho Hay Hong mendadak teringat kepada keselamatan
diri Tiat Chiu Khim. Karena gadis itu beberapa kali telah
menolong jiwanya, dan kini entah bagaimana nasibnya"
Maka ia telah mengambil keputusan, setelah membawa
Lie Hui ketempat yang aman, hendak pergi lagi ke
kampung setan. "Lie Hui, apakah kau pernah dengar kejadian yang
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aneh didalam kampung setan?"
Mendadak ia merasa berat meninggalkan gadis piatu
itu, dalam keadaan demikian, ia merasa serba salah. Ia
tahu bahwa dirinya sendiri sangat penting bagi gadis itu,
terlepas soal mempelajari ilmu silat padanya untuk bekal
penuntutan balas dendam sakit hatinya, dalam dunia
yang luas ini, ia hidup sebatang kara tiada sanak kadang
yang dapat ditumpangi olehnya. Maka jikalau tidak
dibimbing dengan benar, adalah sangat berbahaya bagi
hari depannya. Sebaliknya dengan Lie Hui sendiri, ia tidak tahu apa
yang jadi buah pikiran suhunya, ketika ditanya tentang
kampung setan, matanya terbuka lebar dan berkata
dengan heran: "Suhu, untuk apa kau sebutkan nama tempat itu?"
Dari Sikap gadis itu Ho Hay Hong sudah dapat
menduga bahwa gadis itu tentunya sudah pernah
mendengar kabar segala kejadian dikampung setan yang
sangat misterius itu. "Aku pikir hendak ajak kau kesana, apakah kau tidak
takut?" demikian ia bertanya.
Pertanyaannya itu sebetulnya hanya suatu percobaan
saja, maka ia perhatikan sikap muridnya. Sebab dari
sikap itu dapat diukur sampai dimana keberaniannya.
Sejenak Lie Hui nampak terkejut, tetapi kemudian lalu
berkata sambil tertawa: "Benarkah" Suhu!"
"Apa kau tidak takut?"
"Aku sebetulnya paling takut terhadap setan, tetapi
ada suhu disampingku, apapun aku tidak takut."
"Aku merasa berbesar hati atas kepercayaanmu. Oleh
karena itu, maka aku juga berani memastikan bahwa kau
sebenarnya memiliki bakat baik untuk dididik! Tak lama
lagi. kau akan menggantikan kedudukanku, dengan
menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, kau boleh
berkelana didunia Kang ouw. Bantulah fihak yang lemah
dan basmilah orang-orang kuat yang berbuat sewenangwenang.
Tahukah?" Lie Hui angkat muka, airmatanya berlinang-linang,
tetapi masih bisa tertawa.
"Suhu jangan khawatir, aku tidak akan mengecewakan
pengharapanmu!" Ho Hay Hong menganggukan kepala, ia tertawa puas.
Untuk pertama kali Lie Hui menyaksikan Ho Hay Hong
tertawa demikian puas, hingga ia sendiri juga tertawa
gembira. "Baiklah kalau begitu mari kita berangkat sekarang
juga!" Kata Ho Hay Hong.
Mendadak ia terdengar suara apa-apa, dengan cepat
segera berpaling. -oo0dw0oo- Bersambung Jilid 31 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 31 PADA saat itu telinganya telah dapat menangkap satu
suara meskipun suara itu tidak nyaring, tetapi bagi Ho
Hay Hong yang ilmu kekuatan tenaga dalamnya sudah
cukup sempurna, dapat ia menangkap suara itu dengan
jelas. "Jangan banyak tanya, lekas jalan. Sekarang
pertempuran didanau Keng-liong-tie itu. sudah selesai,
kita harus cepat bertindak. Jikalau tidak, bocah itu nanti setelah kembali kedaerah nya, kita tidak bisa berbuat
apa-apa lagi terhadapnya," demikian suara yang
tertangkap oleh telinga Ho Hay Hong.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, karena ia
masih mengenali bahwa suara itu adalah suara toasuhengnya!
Matanya lalu ditujukan kejalan raya, tampak olehnya
beberapa bayangan orang sedang berjalan.
Tak lama kemudian, tampak beberapa orang-orang
Kang ouw yang memiliki kepandaian cukup sempurna.
Orang-orang itu tentunya datang dari daerah utara, dan
bukan tidak ada sebabnya mereka datang kemari
mencari dirinya. Dengan gerakan sangat cekatan ia sembunyikan diri
dibelakang pohon dan berkata kepada Lie Hui dengan
suara perlahan: "Lekas sembunyikan diri, orang-orang itu tentu bukan
orang-orang dari golongan baik-baik."
Lie Hui juga merasa tegang dengan cepat
sembunyikan diri ke belakang pohon, ia bertanya dengan
suara perlahan: "Suhu, mereka berjalan dijalannya sendiri, ada
hubungan apa dengan kita?"
"Kau jangan banyak tanya, aku suruh kau sembunyi
sudah tentu ada sebabnya!"
Waktu itu, kedua fihak berpisah semakin dekat, hingga
Ho Hay Hong dapat melihat dengan tegas wajah-wajah
orang itu. Dalam hatinya berpikir: "Toa-suheng sudah
menghianati suhu, menggabungkan diri dengan golongan
Liong-houw-hwee, mereka tentunya orang-orang dari
Liong houw-hwee." Ia juga teringat bagaimana jahat dan kejamnya sang
Toa-suheng yang hanya memikirkan kepentingan diri
sendiri tidak ingat budi gurunya. Ingat juga ia bagaimana
sewaktu Toa-suhengnya tersebut, memberontak
melawan gurunya. Kalau bukan dia sendiri yang turun tangan dan
membela suhunya, Dewi ular dari gunung Ho-lan-san
mungkin sudah binasa ditangan nya. Dan kini setelah ia
mengetahui bahwa suhunya itu, ialah Dewi ular dari
gunung Ho-lan san, adalah orang yang menolong jiwa
ibunya, ia semakin merasa bahwa Toa-suhengnya itu
terlalu kejam, oleh karena itu juga, maka ia lalu marah
seketika. Orang-orang itu mengenakan pakaian seragam. Dan
Toa-suhengnya, Tan-song selaku pimpinan rombongan,
berjalan didepan. Ho Hay Hong yang masih sembunyikan diri dibelakang
pohon begitu melihat Toa-suhengnya, lantas
mengeluarkan suara jengekan.
Tan Song merandek dan memerintahkan semua
orangnya juga berhenti. Ho Hay Hong lompat keluar dari tempat
persembunyiannya dan berkata sambil tertawa dingin:
"Toa-suheng, sudah lama kita tidak bertemu."
Begitu melihat Ho Hay Hong, Tan Song nampak
tercengang. Lama ia baru bisa berkata: "Oh, jiesutee !
Kau masih hidup?" Ho Hay Hong segera dapat menduga maksud
kedatangan suhengnya itu, maka lalu berkata sambil
tertawa terbahak-bahak: "Kiranya Toa-suheng telah mendengar juga kabar
akan diadakan pertempuran didanau Keng liong-tie "
Jadi, sengaja Toa-suheng datang kemari melulu buat
mengubur jenasahku " Ha ha ha! Tetapi mungkin kau
akan kecewa, karena aku masih segar bugar. Ha ha !"
Lie Hui yang tidak tahu persengketaan antara dua
saudara seperguruannya itu, juga turut keluar dari
tempat persembunyiannya. Kecantikan telah menarik perhatian Tan Song hingga
lama ia memandangnya. Ho Hay tong merasa tidak
senang, lalu berkata pada Lie Hui:
"Aku tidak perintahkan kau keluar, apa perlunya kau
keluar?" "Mereka tokh bukan musuh!" kata Lie Hui.
"Siapa kata begitu padamu?" Ho Hay Hong kelihatan sengit.
"Bukankah dia suhengmu " Dia. juga masih terhitung
supekku!" Jiwa Lie Hui masih putih bersih dan ke kanak-kanakan.
Ho Hay Hong terpaksa tekan perasaannya, memaafkan
dirinya. "Kau tidak boleh panggil dia supek, ini adalah
perintahku!" demikian dia berkata. Kemudian ia memberi penjelasan selanjutnya, Dia sudah mengkhianati
suhunya! Murid yang murtad merupakan suatu
perbuatan, atau kejahatan paling besar dalam rimba
persilatan. Oleh karena itu, maka suhumu terpaksa akan segera
mengambil tindakan untuk menghukum dia. Lekas kau
mundur kesamping! Kalau tidak ada perintahku, jangan
bergerak sembarangan!"
Lie Hui menurut, ia undurkan diri. Meskipun dalam hati
merasa heran tetapi tidak berani tanya.
"Kita berdua sebetulnya saudara seperguruan,
mengapa lantaran suhu kita yang jahat dan berbuat
keterlaluan, lantas saling bermusuhan " Ho Sutee
sekarang aku menjabat Hwee-cu dari perkumpulan
Liong-how-hwee, anak buahku jumlahnya sangat banyak.
Meskipun kau sudah berhasil dalam usahamu dan
menduduki kursi pemimpin golongan rimba hijau daerah
utara, tetapi kalau tidak mendapat dukungan saudarasaudara dari perkumpulan, kedudukanmu tidak akan bisa
kokoh. Kita berdua saudara masing-masing sudah
mendapat kedudukan baik, mengapa tidak melupakan
saja persengketaan yang lama " Marilah kita bekerja
sama." kata Tan Song.
"Toa Suheng kau jangan mimpi yang muluk-muluk!
Aku adalah Ho Hay Hong laki-laki jantan, tidak suka
mengadakan perhubungan dengan orang yang sudah
berkhianat dengan gurunya. Atas ajakanmu, aku ucapkan
terima kasih, tetapi maafkan aku tidak boleh tidak
sekarang ini harus mewakili suhu untuk bertindak
terhadap mu!" kata Ho Hay Hong sambil tertawa dingin.
Wajah Tan Song berubah seketika ia berkata:
"Sutee, ucapan yang bermaksud baik sepertinya
memang baik. Kalau kau tidak mau menurut, yang rugi
nanti adalah kau sendiri, Coba saja lihat apa yang terjadi kemudian. Sudah putus hubunganku dengan suhu yang
jahat dan kejam, aku sudah bukan muridnya, asal kau
jangan juga tak ada hak mencampuri urusanku.
Lagi pula, sekarang aku sudah merupakan salah satu
pemimpin dari satu perkumpulan, juga tidak suka kau
perlakukan semaumu. Jika kau menerima baik
tawaranku, bagi kita kedua fihak sama-sama baiknya.
Jikalau tidak, kau didaerah utara tak akan ada orang
yang mau mendukung tidak lama pasti akan runtuh. Aku
masih ingat persaudaraan lama, maka aku merasa perlu
memperingatkan padamu. Pikirlah dulu masak-masak.
"Murid yang sudah murtad, siapa saja dapat
membunuhnya, tidak perlu aku pikir-pikir lagi." kata Ho Hay Hong.
Ia sudah hendak bertindak, tetapi mendadak ingat
bahwa perkumpulan Liong houw wee sejak matinya
Thian lam Lojin mati ditangan Ing siu, kini telah dipimpin olehnya. Perkumpulan orang-orang Kang-ouw itu kalau
tidak mempunyai kedudukan cukup kuat tentunya tidak
bisa berdiri terus hingga sekarang.
Apalagi ia sudah lama berpisah dengan toa suhengnya
itu, mungkin kini sudah berhasil memperkuat kedudukan
perkumpulan itu. Maka ia tidak berani berlaku gegabah.
"Kita berdua sudah tidak bisa berdiri dan bersamasama ini sudah pasti. Oleh karenanya, maka satusatunya
jalan penyelesaian ialah pertempuran. Sekarang
kau siap sedia baik pertempuran satu lawan satu atau
pertempuran total kau boleh pilih sendiri.
Aku pikir, selama ini kepandaianmu tentunya sudah
mendapat banyak kemajuan. Permusuhan antara kita
kalau dibiarkan terus, juga tidak baik, sekarang kita
boleh menggunakan kesempatan itu, boleh selesaikan
sebaik-baiknya!" demikian ia terkata.
"Kalau begitu kau katakan dengan maksud baik kau
tentunya mengira aku takut padamu, Aku tahu rejekimu
bagus sekali, belum lama kita berpisah, kau sudah
mendapat pengalaman ajaib bukan saja sudah berhasil
mendapat ilmu kepandaian luar biasa, tetapi juga sudah
berhasil menempati kedudukan Bengcu rimba hijau
daerah utara. Tetapi, kau jangan sombong! Aku hendak beritahukan
padamu suatu berita yang mengejutkan. Heh, heh,
gurumu si Dewi ular dari gunung Ho lan-san yang hina
dina itu, sekarang sudah kutawan dan sekarang sedang
menjalani hukuman ditempat markasku.
Kalau kau mempunyai kepandaian, kau boleh basmi
perkumpulan Liong houw-hwee, kemudian bebaskan
gurumu, aku pikir, kau adalah muridnya yang tersayang,
kau tentunya tidak tega melihat ia menderita."
Ia berkata sampai disitu dan tidak melanjutkan katakatanya lagi, mendadak tertawa terbahak-bahak,
kedengarannya sangat menyeramkan.
Ho Hay Hong terperanjat, ia bertanya: "Apa" Suhu
berada dalam tanganmu?"
"Aku tahu, setelah mendengar berita ini kau pasti
terkejut, tetapi ini adalah suatu kenyataan. Kepandaian
ilmu silatnya sudah musnah, dia sudah menjadi seorang
yang tidak berguna, bagaimana sanggup melawan
kekuatan Liong houw hwee?" kata Tan Song dingin.
"Perbuatanmu yang mengkhianati gurumu ini saja
sudah merupakan suatu dosa terbesar yang tidak dapat
diampuni, dan sekarang kau berani menyiksa guru, maka
dosamu ini tidak cukup kau tebus dengan jiwamu saja.
Aku lihat sebaiknya kau jangan berbuat keterlaluan,
supaya tidak menimbulkan kemarahan orang banyak,"
kata Ho Hay Hong marah. "Menimbulkan kemarahan orang banyak?" kata Tan
Song sambil tertawa besar." Jikalau aku takut, aku tentu tidak berbuat demikian. Percuma saja kau menjadi
pemimpin golongan rimba hijau, apakah kau masih
belum mengerti keadaan rimba persilatan dewasa ini"
Kekuatan adalah keadilan!"
Mendengar jawaban itu, Ho Hay Hong tidak dapat
kendalikan hawa amarahnya lagi, maka lalu menyerang.
Diserang demikian hebat, Tan Song buru-buru lompat
mundur, wajahnya berubah.
"Jisutee, dengar! Jiwa Dewi Ular gunung Ho-lan-san
sudah berada ditanganku, ini berarti bahwa mati
hidupnya tergantung dengan keputusanku. Kalau kau
berlaku tidak sopan lagi, jangan sesalkan aku berlaku
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kejam!" Ho Hay Hong terkejut, buru-buru menarik kembali
serangannya dan bertanya. "Apa maksud ucapanmu ini?"
"Kecuali kau bersedia bekerja sama denganku, lain
alasan apapun tak ada gunanya, aku akan tetap bunuh
mati padanya!" "Kau benar-benar berani berbuat demikian?"
"Mengapa tidak" Heh. mungkin kau Ho Hay Hong
belum mencari tahu keadaanku."
Ho Hay Hong juga tahu benar kekejaman dan
kejahatan bekas suhengnya itu, apa yang ia katakan,
pasti dapat dilakukan maka saat itu ia lantas merasa
serba salah. Pada saat itu, dari belakang tiba-tiba terdengar suara
orang berkata: "Tan-siang Sucu. Kau benar benar tidak memandang kawan, aku siorang tua ini baru kenal
adatmu. ." Ho Hay Hong berpaling, ia lihat Poh loya lari
menghampiri dirinya dengan napas tersengal-sengal.
"Sungguh sial !" demikian ia berpikir "apabila ia datang mencari onar denganku, benar-benar sangat
menyulitkan." Selagi masih berpikir, Poh loya sudah berada
dihadapannya. Tanpa memperdulikan orang lainnya, ia
langsung menyerbu Lie Hui, "Bagus sekali! Kau budak
hina ini juga berada disini, lekas ikut aku pulang!"
Ho Hay Hong segera lompat maju, pura-pura
melakukan serangan sambil berkata: "Tunggu dulu!"
Poh Lay tidak tahu bahwa serangan Ho Hay Hong itu
bukan sungguh-sungguh, karena jeri atas
kepandaiannya, maka buru-buru lompat mundur sambil
berkata: "Tang-siang Sucu, apakah kau benar-benar hendak
memusuhi aku siorang tua?"
"Poh toako perempuan ini adalah musuhku bangkai
kawanku masih belum dingin: matanya juga belum
meram, terpaksa aku minta maaf padamu." kata Ho Hay
Hong. "Tidak bisa, anakku satu-satunya lantaran dia
sekarang telah kabur, tidak kembali lagi. Dalam dunia
yang luas ini, seorang yang belum mempunyai
pengalaman seperti dia, bagaimana harus hidup" Aku
Poh Lay hanya mempunyai anak satu-satunya, biarpun
aku harus berbuat dosa terhadap pangcu Tong jiauwpang,
aku juga harus cari ia kembali. Tang-siang Sucu,
Jikalau kau masih sudi ingat persahabatan kita yang lalu,
janganlah menyulitkan aku lagi!"
Berkata sampai disitu, orang tua itu mengalirkan air
mata dengan sedihnya. Sementara itu, Lie Hui terus menggelendot dibadan Ho
Hay Hong, matanya terbuka lebar memandang Poh Lay,
sedang dalam hatinya merasa bingung, mengapa
suhunya yang bukan orang dari golongan rendah, sudah
bersahabat kental dengan Poh Lay"
Ia sesalkan diri sendiri tidak memiliki kepandaian ilmu
silat tinggi, hingga tidak bisa membasmi kawanan Tokjiauw
pang. Akan tetapi keadaan dan kenyataan
memaksa ia harus berlaku sabar, sebab jika ia hendak
menuntut balas dendam sakit hati orang tuanya ia harus
mempunyai semangat baja dan keuletan serta bertekun
mempelajari ilmu silatnya.
Ia pandang Poh Lay dengan sikap sebagai musuh
besar, tetapi hatinya merasa tidak senang. Sekarang ia
masih belum mengerti betul keadaan suhunya, apakah
suhunya nanti akan menyerahkan dia kepada musuh
besarnya?" Terhadap pemuda wajah pucat yang tergila-gila
kepadanya, ia cuma bisa menyatakan maafnya, Sebab
meskipun besar cinta pemuda itu terhadap dirinya, tetapi
ia adalah anak dari musuh besarnya.
Sementara itu, Poh Lay yang tahu perkataannya tidak
berhasil menggerakkan hati Ho Hay Hong, pikirannya
semakin gelisah dan sedih, hingga airmatanya mengalir
semakin deras katanya dengan suara gemetar:
"Yah, dimasa muda memang aku pernah juga
melakukan perbuatan yang tidak senonoh, juga pernah
meninggalkan anakku yang dilahirkan dengan
perkawinan tidak sah. Tetapi itu semua disebabkan
terhalang oleh orang tuaku, hingga kini suami istri harus
hidup terpencar. Sekarang, Tuhan masih berbelas kasihan terhadap
diriku, aku hanya mempunyai anak lelaki satu-satunya
itu. Usiaku sudah lanjut, sudah tentu tidak bisa
mempunyai anak lagi maka semua pengharapanku
kutumpahkan kepada anakku seorang itu, aku hanya
mengharap supaya ia bisa menjadi manusia baik-baik.
Tak kusangka kecintaanku itu malah merusakkan
dirinya, hingga ia berani jatuh cinta kepada anak
perempuan musuhnya. Tang-siang Sucu, kedukaanku ini
tak dapat kuucapkan dengan kata-kata kepadamu,
seandai kau bagaimana kau harus berbuat.,"
Ho Hay Hong diam tidak menjawab, pikirannya
bekerja keras, bagaimana harus menyelesaikan
persoalan ini. Ia hendak menolak permintaan Poh Lay,
tetapi ketika menyaksikan keadaan yang menyedihkan
orang tua itu ia juga tidak tega hati.
Selagi dalam keadaan gelisah, Poh Lay telah
mengeluarkan sebuah benda dan berkata dengan suara
gemetar: "Sebelum dia, aku masih ada seorang anak
perempuan. Ibunya adalah seorang perempuan satusatunya
yang kucinta, sehingga saat ini. Tetapi. Oleh
karena dihalangi oleh orang-tuaku, kita tidak dapat
melangsungkan perkawinan. Dan tidak lama kemudian,
ia juga meninggal dunia, karena mereras, sedang anak
perempuan itu juga tidak tahu dimana sekarang berada
Aih., kasihan anakku yang sudah menjadi piatu itu."
Ia menatap mukanya dan menangis seperti anak kecil.
Benda yang digenggam dalam kepalannya telah terjatuh
tanpa terasa. Ho Hay Hay yang menyaksikan tanpa di sengaja ketika
itu lantas merasa tertarik. Karena benda yang merupai
kalung rantai itu, diujungnya terdapat sebuah batu giok
tulen, di bawah sinar matahari batu giok itu
memancarkan sinarnya yang berkilauan. Tetapi yang
menarik perhatiannya ialah benda itu mirip benar dengan
batu giok yang dimiliki oleh gadis baju ungu, kekasihnya
di utara. Ia segera memunggutnya dan diperiksanya dengan
seksama. Barang serupa itu, dahulu gadis baju ungu juga
pernah memperlihatkan padanya, bahkan hendak
dihadiahkan kepada Hwa-chiu Hoa-tho untuk
menyembuhkan luka-lukanya. Tetapi karena batu giok itu
ada menyangkut riwayat dirinya, maka ia melarang
diberikan kepada tabib keparat itu.
Ia masih ingat akan benda berharga itu, bahkan ia
dahulu pernah berjanji dengannya, hendak mencari tahu
siapa ayahnya. Selagi ia berdiri tertegun, telinganya mendengar suara
Poh Lay: "Sewaktu aku berpisahan dengan kekasihku itu, aku memberikan padanya batu giok yang serupa bentuk
dan warnanya." Ho Hay Hong terkejut mendengar keterangan itu, ia
lantas teringat kata-kata kekasihnya: "Sewaktu ibu
hendak menutup mata, benda ini diserahkan kepada
engkong dan minta padanya jikalau aku sudah dewasa
supaya memberitahukan tentang riwayat diriku. Tetapi,
engkong sendiri juga tidak tahu siapa adanya ayahku,
maka benda ini diberikan padaku, suruh aku mencari
sendiri." Diam-diam ia memandang muka Poh Lay, sementara
dalam hatinya berpikir: "Jikalau benar dia adalah
ayahnya, bagaimana aku harus berbuat?"
Ia tahu bahwa gadis baju ungu itu seorang gadis baik
dan beradat tinggi, sedangkan ayahnya adalah seorang
perkumpulan orang-orang jahat golongan Tok-jiauwpang. Ayah dan anak ini, kalau dibandingkan tidak
ubahnya bagaikan bumi dan langit.
Ia sangat cemas, apabila benar bahwa Poh Lay ini
adalah ayah gadis kekasihnya, ada kemungkinan akan
terjadi suatu tragedi yang mengenaskan.
Dan seandainya gadis baju ungu itu tahu bahwa
ayahnya adalah orang dari golongan jahat juga ada
kemungkinan ia akan bunuh diri.
Apakah Poh Lay tidak bisa undurkan diri dari golongan
Tok-jiauw-pang" Kemungkinan baginya masih ada, tetapi
sekalipun ia mau, barangkali juga tidak diizinkan oleh
golongannya. Selain daripada itu, Poh Lay adalah salah seorang
kepercayaan golongan Tok-jiauw-pang, bagaimana Lie
Hui mau melepaskan usahanya untuk menuntut balas
dendam " Ia menarik napas dalam, tidak tahu bagaimana harus
membereskan persoalan yang sangat rumit itu.
Ia jadi tidak berani menghadapi kenyataan. Persoalan
itu sangat menakuti hatinya.
Mendadak timbul suatu pikiran hendak merusak batu
giok itu, karena dengan dirusaknya batu giok itu, berarti
lenyaplah semua barang bukti. Tetapi perbuatan itu
melanggar hati nuraninya sendiri, bagaimanapun juga ia
tidak dapat melakukannya.
Dalam keheningan suasana, tiba-tiba terdengar suara
Poh Lay: "Tang-siang Sucu, aku mohon padamu, biarlah
anakku itu tinggal hidup!"
Ia kira Ho Hay Hong tergerak hatinya, maka memberi
penjelasan lagi: "Mengenai kerugianmu, aku siorang tua bersedia
mengorbankan segala apa untuk menggantikannya. Asal
kau buka mulut, selama aku mempunyai kemampuan,
tidak akan mengecewakan kau."
"Jangan kata apa-apa lagi, bagaimanapun kau
meminta aku juga tidak akan menerima!" Ujar Ho Hay
Hong. Mendengar jawaban itu, perasaan Lie Hui segera
tampak girang dan ujukkan senyumannya yang
menggiurkan. "Suhu, kau sungguh baik hati! Seumur hidup aku tidak
akan melupakan budimu ini!" demikian ia berkata.
"Kita sudah menjadi guru dan murid, kau tidak perlu
berkata demikian." Poh Lay tertawa menyeringai dan berkata: "Tangsiang
Sucu. kau benar-benar seorang manusia palsu. Kau
membohongi aku dengan mengatakan bahwa budak ini
adalah musuh sahabatmu, sampai kau bawa lari
padanya, maka aku tidak boleh tidak harus pandang kau
sebagai sahabat!" Ho Hay Hong mengerti maksudnya, dalam hatinya
berpikir: "jika sekarang kubinasakan dia, bagaimana
nanti kalau diketahui oleh gadis baju ungu?"
Sementara itu Poh, Lay mendadak membentak.
"Tang-Siang Sucu, kalau kau tidak memperhatikan
kesulitanku lagi, aku terpaksa akan adu jiwa denganmu!"
Sebelum Ho Hay Hong menjawab Tan Song mendadak
berkata: "Tua bangka benar-benar sudah lamur matamu! Dia
bukan Tang-siang Sucu!"
"Kalau begitu, siapa dia?" tanya Poh Lay.
"Siapa dia kau masih belum kenal, percuma kau
menjadi orang rimba persilatan. Kuberitahukan padamu,
dia adalah Bengcu golongan rimba hijau daerah utara Ho
Hay Hong yang namanya sangat kesohor itu!"
Ho Hay Hong tidak keburu mencegah, maka lalu
berkata dengan marah: "Orang she Tan kau berani mengoceh tidak karuan,
benar-benar sudah bosan hidup!"
Dengan cepat ia bergerak menghampiri dan
menyerangnya. Tan Song lompat mundur seraya berkata:
"Ho sutee coba kau tengok kebelakang."
Ho Hay Hong berpaling, tertampak olehnya bahwa Poh
Lay sudah menangkap Lie Hui, bahkan mengancam
hendak menotok jalan darahnya. Sementara itu, Lie Hui
coba meronta dengan wajah pucat dan mulut menganga.
Poh Lay berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haha kiranya adalah Ho Bengcu. Tidak kusangka
sebagai seorang pemimpin kau masih mengaku sebagai
manusia rendah Tang Siang Sucu !"
"Lepaskan dia, jikalau tidak, aku segera turun tangan mengambil jiwamu!" berkata Ho Hay Hong marah.
"Dia sudah terjatuh dalam tanganku, kalau aku
hendak membinasakannya, itu sangat mudah sekali. Kau
si orang she Ho mesti berkepandaian tinggi, juga tidak
bisa berbuat apa apa. Hahaha!" kata Poh Lay sambil
tertawa terbahak-bahak. Diluar dugaan semua orang, suara tertawanya
mendadak berhenti dan kemudian jatuh rubuh ditanah,
jiwanya melayang seketika.
Karena kejadian yang mengejutkan itu, orang baru
tahu bahwa seorang gadis cantik berbaju ungu telah
jalan menghampiri. Ho Hay Hong yang melihat kedatangan gadis baju
ungu itu, lalu berseru: "Hei kau." Gadis itu tersenyum manis, katanya dengan suara
duka. "Dari jauh aku tadi sudah dengar suara bentakanmu!"
Lie Hui segera menubruk Ho Hay Hong. Gadis baju
ungu yang menyaksikan itu, lalu tersenyum dan berkata:
"Aku tadi lihat orang tua itu menggunakan nona ini
untuk memaksa kau maka lalu"
Ho Hay Hong mengucurkan keringat dingin, ketika ia
menghampiri Poh Lay, orang tua itu ternyata sudah tidak
bernyawa. Kepalanya seperti disambar petir, hampir saja
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia roboh. Walaupun ia biasa berlaku tenang, tetapi menghadapi
kejadian demikian, jantungnya tak urung berdebar juga.
Karena gadis itu tidak tahu bahwa orang yang
dibunuhnya itu justru adalah ayahnya sendiri.
Karena ia khawatir akan terjadi apa apa atas diri gadis
itu. maka ia buru-buru menyembunyikan batu Giok orang
tua tadi kedalam sakunya, kemudian berkata padanya.
"Terima kasih atas bantuanmu, kedatangan mu ini
sesungguhnya diluar dugaanku."
"Kau t idak perlu mengucapkan terima kasih kepadaku,
aku tahu diluarnya kau berlaku manis terhadapku tetapi
dalam hatimu sudah ada gadis lain yang menempati,
maka tidak perhatikan diriku lagi," berkata gadis berbaju ungu sambil menundukkan kepala.
"Kau jangan salah faham, aku justru mencari kau dan
hendak menanyakan padamu dimana kau selama ini
berada?" berkata Ho Hay Hong.
"Ho Hay Hong kau tidak perlu berlaku pura-pura
terhadapku aku mungkin kau sudah mengharap supaya
aku lekas mati, supaya kau bisa bersenang-senang
dengan gadismu itu."
Muka Ho Hay Hong merasa panas, ia tidak bisa
menjawab. Sementara itu Lie Hui yang mendengarkan
pertengkaran mulut sejak tadi semakin merasa bingung,
lalu bertanya. "Enci, Siapakah tadi gadis yang kau maksudkan tadi?"
"Dia adalah kekasihnya yang lama!" jawabnya dengan hati mendongkol.
Lie Hui heran, matanya menatap wajah suhunya,
kemudian berkata. "Suhu, mengapa aku belum pernah dengar bahwa kau
sudah punya kekasih?"
Kiranya gadis itu mengira bahwa gadis yang
dimaksudkan oleh gadis berbaju ungu tadi adalah dirinya
sendiri, maka ia mengajukan pertanyaan demikian.
Ho Hay Hong takut gadis berbaju ungu marah,
sehingga mericuhkan keadaan, maka setelah
menenangkan pikirannya, lalu menghampirinya dan
berkata dengan suara perlahan:
"Adik, apa kau tidak tahu bagaimana suasana di
tempat ini sekarang?"
"Kalau sudah tahu, lalu mau apa?" kata gadis baju ungu tidak senang.
Meskipun mulutnya mengatakan demikian, tetapi
dalam hatinya sudah tidak marah lagi.
"Mungkin kau masih belum tahu bahwa orang-orang
ini semua adalah musuhku. ." kata Ho Hay Hong.
"Jangan bicara lagi. Siapa tidak tahu kau
berkepandaian tinggi" Dalam pertempuran di danau
Keng-liong-tie bukan saja kau sudah berhasil
membinasakan jago iblis kenamaan, bahkan sudah
berhasil membinasakan seekor burung garudanya Kakek
perjinak garuda. Kemudian kau bertempur lagi dengan Kakek penjinak
garuda itu sehingga beberapa puluh jurus. Sekarang
namamu sudah menjadi buah tutur hampir semua orang
Kang-ouw, merupakan satu jago muda yang sangat luar
biasa tangkasnya. Sebelum itu aku dengar banyak kabar yang
merupakan desas desus mengenal dirimu, aku kira kau
sudah mati, tak kuduga kau masih hidup bahkan berhasil
membinasakan musuh besarmu. Hm, di mana nona baju
putih itu sekarang " Mengapa tidak bersamamu?"
Ho Hay Hong berdiri tertegun dengan mulut
menganga, lama baru berkata sambil tertawa getir.
"Aku tahu kesalah fahamanmu sudah terlampau
mendalam, tidak dapat dijelaskan dengan sepatah dua
kata. Tapi bagaimanapun juga kau anggap diriku, aku
tetap Ho Hay Hong di kemudian hari kau tentu akan
mengerti sendiri. Sekarang musuh tangguh berada
disekitar kita benar-benar tidak mudah dihadapi.
Apa lagi musuh menggenggam kelemahanku, ia
hendak memaksaku supaya tunduk kepadanya. Oleh
karena itu maka adikku, bagaimanapun juga kau marah
terhadapku aku masih hendak minta pertolonganmu
untuk satu hal saja."
Menyaksikan sikap tenang Ho Hay Hong gadis itu juga
terkejut, katanya dengan suara pelahan.
"Kau ingin aku melakukan tugas apa" lekas katakan
supaya hatiku tidak cemas!"
Ho Hay Hong tersenyum puas, ia pikir gadis itu masih
ingat cintanya hingga soalnya mudah diselesaikan.
ia lalu mengeluarkan lambang emas dari dalam
sakunya, diberikan kepada gadis baja ungu seraya
berkata. "Emas ini adalah tanda kepercayaan Beng-cu rimba
hijau daerah utara, Setelah kau berada didaerah utara
set iap anggota rimba hijau itu semua akan menurut
perintah orang yang membawa tanda ini. Sekarang kau
harus segera kembali keutara, kau perlihatkan tanda
emas ini kepada saudara-saudara rimba hijau disana
perintahkan kepada mereka supaya segera membasmi
perkumpulan Liong houw hwee dan menolong jiwa Dewi
ular dari gunung Ho-lan-san bersama kawan-kawannya.
Pesan kepada mereka, jangan sampai lalai, apabila
terjadi kealpaan, nanti kalau aku ketahui akan hukuman
seberat-beratnya. Lekas berangkat, tokoh-tokoh Lionghouwhwee semua berada disini, aku percaya kekuatan
mereka sudah tidak ada, hingga mudah dibasmi."
Mendengar perkataan itu. gadis baju ungu terkejut,
dengan mata melirik kepada Tan Song ia berkata:
"Apakah tindakanmu ini tidak terlalu gegabah?"
"Tidak. Asal kau lakukan rencanaku ini, aku disini tidak khawatir akan mendapatkan bahaya. Lekas berangkat,
nanti setelah berhasil usaha kita, aku juga segera
kembali ke utara, kita bisa bertemu lagi di rumah
engkong. Kau jangan pergi kemana-mana, tidak lama
lagi aku akan kembali."
Perkataan penghabisan Ho Hay Hong melegakan hati
si gadis baju ungu, hingga ia merasa girang. Kesusahan
hatinya selama itu, seketika itu juga lantas lenyap
bagaikan asap tertiup angin. Setelah meninggalkan
pesan kepada Ho Hay Hong supaya berlaku hati-hati, ia
lantas memutar tubuhnya dan berangkat ke utara.
Pada saat ia angkat kaki, Tan Song mendadak berkata
sambil berkata dingin: "Kau hendak kemana?"
Kemudian tangannya bergerak sebilah pedang melesat
keluar dari tangannya langsung meluncur ke arah gadis
baju ungu. Lie Hui terperanjat, belum sempat memanggil suhunya
pedang panjang dipundaknya sudah dihunus oleh
suhunya kemudian meluncur mengejar pedang Tan
Song. Tan Song tertawa dingin kemudian mengempos
kekuatan tenaga dalamnya hingga pedangnya melesat
semakin tinggi dan terus mengejar sasarannya.
Dengan demikian pedang Ho Hay Hong tidak berhasil
menjatuhkan pedang Tan Song. Dalam ilmu
mengendalikan pedang ia memang masih kalah jauh
dengan bekas toa suhengnya itu tetapi karena keadaan
memaksa ia keluarkan juga kepandaiannya untuk
menolong jiwa kekasihnya.
Sementara itu gadis baju Ungu itu masih belum tahu
kalau dirinya terancam bahaya. Ia masih terus berlari
tanpa menoleh. Ho Hay Hong cemas sekali, ia mengerahkan seluruh
kekuatan tenaga dalamnya hendak mengadu jiwa
dengan Tan Song. Diluar dugaannya, selagi dalam keadaan sangat kritis,
tiba-tiba terdengar suara orang berkata:
"Apakah artinya ini" Ditengah hari bolong dan keadaan aman bagaimana hendak mengadu jiwa?"
Suara orang itu sangat nyaring dan kuat sekali h ingga
mengejutkan semua orang. Gadis berbaju Ungu itu mendadak lompat kekiri dan
membentak: "Kau orang tua ini benar benar tidak kenal sopan!
Perlu apa merintangi perjalananku?" Belum habis kala
katanya, orang tua itu sudah tertawa lagi, kemudian
lompat ke samping dan tangannya menyambut pedang
Tan Song yang berkilauan.
Setelah itu, pedang Ho Hay Hong juga disambarnya
hingga dua bilah pedang itu berada dalam genggaman
tangannya. "Tidak beres! Tidak beres! Bu-ing Khong khong-jie dan Ceng-ceng-jie dijaman dahulu sudah mati semua, apakah
disini kembali muncul dua manusia itu?"
Sehabis berkata demikian, dua bilah pedang di
tangannya dilemparkan ke tanah, hingga menancap
sangat dalam. Kemudian ia berkata lagi:
"Ini tidak seimbang, pedang yang menyusul
belakangan jelas masih kurang mahir hingga tidak
berhasil mengejar pedang yang pertama, juga tidak
berhasil menolong si cantik. Haha! Bocah ini benar-benar
tidak tahu diri." Dengan kedatangan orang tua secara tiba-tiba itu, Ho
Hay Hong dan Tan Song terpaksa menghentikan
pertempurannya. Keduanya sama-sama merasa heran dan berpaling
mengawasi padanya. Ternyata dia adalah seorang tua berjenggot dan
berambut panjang mengenakan jubah warna kuning.
Gadis berbaju ungu sejenak nampak terkejut,
kemudian bertanya kepada Ho Hay Hong:
"Engko Hong, apakah kau tidak halangan ?"
"Aku disini tidak ada halangan suatu apa, bagaimana
dengan kau?" "Baik-baik saja, hanya dikacaukan oleh kedatangan
orang tua jubah kuning ini!"
"Syukurlah, lekas pergi, kalau terlambat nanti." kata Ho Hay Hong sambil tersenyum.
Setelah gadis baju ungu melanjutkan perjalanannya,
orang tua jubah kuning itu perlahan-lahan menghampiri
dibelakangnya diikuti oleh seorang jago tua berpakaian
wanita hijau. Ketika melihat Ho Hay Hong lalu berseru:
"Oh, kau.!" Tan Song mundur selangkah, matanya menatap orang
tua itu. Sebab Ho Hay Hong kenal dengan orang tua itu,
maka ia tidak berani berlaku gegabah.
Jago tua baju hijau itu lalu berkata kepada Ho Hay
Hong: "Ho siaohiap, Sudah lama kita tidak ketemu,
bagaimana keadaanmu belakangan ini?"
Ho Hay Hong memandang orang tua jubah kuning
sejenak, baru berkata. "Atas karunia Tuhan, selama ini baik-baik saja.
Bagaimana denganmu Khong ciok Gin cee Lo enghiong?"
Jago tua itu memang benar Khong ciok Gin cee, yang
sudah lama tidak terdengar kabar beritanya.
Dengan tidak mudah aku baru berhasil mengundang
Siauw sianseng ini turun gunung. Aih. Terjadinya
perubahan dunia benar-benar diluar dugaanku," kata
Khong ciok Gin cee. "Apa yang kau maksudkan?" tanya Ho Hay Hong yang tidak dapat memahami perkataannya.
Sementara itu dalam hatinya sudah menduga bahwa
orang tua berbaju kuning itu tentunya adalah salah satu
dari lima jago luar biasa dari daerah Tionggoan ketua
partay Cong-lam pay, pendekar jubah kuning.
"Sungguh tak kusangka bahwa Ho siauwhiap adalah
saudara kandung Tang-siang Sucu." berkata Khong ciok
Gin-cee sambil menghela napas maka kuperkenalkan,
sianseng ini adalah ketua partai Cong lam-pay Pendekar
jubah kuning. Oleh karena kematian Su hiantee yang di
binasakan oleh saudaramu, sehingga rumah tangganya
kocar-kacir. Dan akhirnya membangkitkan kemarahan
pendekar jubah kuning, terpaksa turun gunung untuk
menuntut balas dendam kepada saudaramu."
"Memang benar, kelakuan saudaraku itu terlalu ganas
dan kejam, tidak mempunyai rasa prikemanusian, aku
sendiri juga merasa tidak puas atas sepak terjang. Tetapi
sekarang ia sudah meninggal dunia." kata Ho Hay Hong.
Berkata sampai disitu, ia tidak melanjutkan kata
katanya, dengan tenang memandang Pendekar jubah
kuning. Orang tua itu mengerutkan keningnya dan berkata:
"Oh, orang she Ho yang Khong ciok Gin-cee Lo
enghiong pernah sebutkan itu, kiranya adalah kau"
Nampaknya memang memiliki bakat menjadi satu jago
kenamaan. Tetapi musuh saudaramu terlalu banyak,
meskipun sudah mati juga belum cukup untuk menebus
dosanya." Mendengar kata-kata yang sangat tajam, Ho Hay
Hong mau tidak mau harus waspada.
"Aku anggap orang yang sudah mati bagaimanapun
besar dosanya juga turut impas. Entah bagaimana
anggapan Ciangbun Tayhiap yang berkepribadian tinggi
ini?" kata Ho Hay Hong.
"Nampak Ho siaohiap hendak membela saudaramu,
aku kira" Ho Hay Hong tahu bahwa ucapan selanjutnya
tentunya tidak mengandung maksud baik, maka segera
memotongnya: "Ciangbun tayhiap tidak mau melepaskan maksud
permusuhan terhadap saudaraku, apakah hendak
membongkar kuburannya baru merasa puas?"
"Ho siaohiap benar-benar sangat lihay dan pandai
bicara aku siorang she Siauw benar-benar sangat kagum.
Memang betul, dendaman sebaiknya jangan ditarik
panjang. Tetapi perbuatan yang dilakukan oleh
saudaramu terhadap muridku serumah tangga,
sebetulnya sangat keterlaluan, maka tidak boleh
dihabiskan begitu saja. Peribahasa ada kata: hutang
ayah harus dibayar oleh anaknya. Saudaramu terlalu
banyak musuhnya, mau tidak mau Ho siaohiap harus
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
turut menanggungnya!" berkata Pendekar jubah kuning
sambil tertawa dingin. Khong-ciok Gin-cee lalu berkata: "Sauw tayhiap, anak
muda ini sifatnya jujur, benar-benar merupakan seorang
muda luar biasa yang jarang ada. Aku pikir"
Belum lagi Khong-ciok Gin-cee mengakhiri ucapannya,
Sudah dipotong oleh Pendekar jubah kuning:
"Lo enghiong, Su-to Siang adalah murid ku. Bolehkah
kau jangan turut campur tangan?"
Suasana menampak semakin meruncing, ke dua pihak
sama-sama mengotot mempertahankan pendiriannya.
Orang-orang Liong-houw yang semula mengira orang tua
jubah kuning itu adalah kawan Ho Hay Hong, kini malah
merasa girang. Tan Song segera mengeluarkan perintah. Supaya
semua orang-orangnya mundur, memberi tempat bagi
mereka untuk bertempur. Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "Tang-Siang Sucu
dimasa hidupnya memang terlalu kejam, tetapi sekarang
sudah mati, seharusnya habis semua dosanya. Tak
kusangka orang tua ini masih hendak memperhitungkan
hutangnya kepadaku. Sesungguhnya sangat keterlaluan!
Hawa amarahnya tidak dapat dikendalikan lagi, maka
lalu berkata sambil tertawa nyaring: "Yah, yah kalau
tayhiap tetap hendak menuntut balas dendam kepada
orang yang sudah mati, ini berarti mencari onar
terhadapku. Aku Ho Hay Hong kalau masih tetap hendak
berbicara soal keadilan, kau tentunya anggap aku
seorang penakut. Begini saja, tayhiap anggaplah aku
sebagai Tang siang Sucu. Semua hutangnya boleh kau
perhitungkan denganku!"
"Apa kau kira aku tidak berani?" kata Pendekar jubah kuning sambil tertawa dingin dan berjalan menghampiri
Ho Hay Hong. Khong ciok Gin cee buru-buru melintang ditengahtengah
antara keduanya itu. "Ciangbun tayhiap harap sabar dulu. harap tayhiap
suka pandang mukaku, lepaskan anak muda ini."
Perkataan itu diucapkan dengan sikap sungguhsungguh
dan seolah-olah memohon dengan meratap,
hingga mengejutkan Pendekar jubah kuning.
Jikalau ia menuruti hatinya, melakukan serangan
terhadap Ho Hay Hong, ia berarti tidak memandang
muka Khong-ciok Gin-cee. Ia mengerti itu, sebagai
sesama orang Kang-ouw, bagaimanapun juga harus
menjaga muka. Maka lalu menjawab dengan berubah
nadanya: "Tang siang Sucu mungkin belum mati, lo enghiong
jangan lepaskan pikiranmu untuk menuntut balas karena
mendengar keterangan sepihak dari anak muda ini!"
Khong-ciok Gin-cee terkejut, dalam hatinya berpikir:
itu memang benar, Ho siaohiap meskipun seorang jujur,
tetapi karena hendak membela saudaranya mungkin ia
terpaksa membohong. Kemungkinan itu memang ada, selagi hendak
menanyakan kepada Ho Hay Hong, anak muda itu sudah
berkata sambil tertawa dingin.
"Ucapan Siauw tayhiap ini jelas terlalu memandang
rendah diriku seorang she Ho. Jikalau kau tidak percaya,
boleh ikut aku sama-sama pergi menyaksikan sendiri
kuburannya. Apakah aku perlu membohongi tayhiap ?"
"Jikalau orang dalam kuburan bukan Tang siang Sucu.
sebaliknya kuburan kosong, bukan kah aku tertipu
olehmu?" kata Pendekar jubah kuning dingin.
Mendengar ucapan itu, Ho Hay Hong sangat marah
dengan alis berdiri ia berkata dengan suara keras:
"Maksud Siauw tayhiap apakah suruh aku
membongkar kuburannya, supaya tayhiap bisa
menyaksikan sendiri betul atau palsu."
Ia sudah berlaku nekad, hendak menggempur jago
kenamaan itu. Pada saat itu Tan Song mendadak berkata:
"Benar, hal itu sangat perlu !"
Ucapan orang she Tan ini mengandung maksud
mengadu domba, pertama-tama adalah Khong-ciok Gincee
yang merasa sangat tidak senang, menatapnya
sejenak, lalu berkata padanya:
"Kau anak muda ini jangan turut campur! Tak ada
bagiannya kau dalam urusan ini. Kau hendak mengadu
domba juga tidak ada gunanya !"
Muka Tan Song merah, tetapi ia tidak berani
membantah. Hanya dalam hatinya saja menyumpahi
orang tua ini. Pendekar jubah kuning juga memandang sebentar
kemudian berkata: "Ucapan orang ini mengandung maksud mengadu
domba, tentunya bukan orang baik-baik, aku selamanya
mempunyai adat aneh, tidak mudah tertipu. Mari jalan.
Khong ciok Lo enghiong, kita pergi periksa dulu, baru
nanti berurusan lagi dengannya !"
Sehabis berkata demikian, lantas bergerak dan
sebentar sudah menghilang.
Khong ciok Gin cee memandang Ho Hay Hong sejenak
berkata padanya dengan suara perlahan:
"Kuharap keteranganmu ini benar semua sampai kita
bertemu, lagi !" Sehabis berkata demikian, lalu mengikuti jejak
pendekar jubah kuning. Perubahan itu telah mengejutkan Ho Hay Hong, ia
tidak menduga bahwa pendekar jubah kuning itu sifatnya
demikian aneh. Mendadak ia ingat kejahatan Tang Song yang hendak
mengadu domba, kalau pendekar jubah kuning bukan
seorang bersifat aneh, tentunya akan marah-marah dan
menyerang padanya. Oleh karena itu, maka ia lalu
menghampirinya sangat marah.
"Toa suheng, kau kejam! ilmu mengendalikan
pedangmu, nampak semakin maju, Sayang kau sudah
mengkhianati suhu. Orang yang sudah berkhianat tak
berhak buka suara. Ha! Ha!!"
Munculnya anak Poh Lay secara mendadak, mungkin
ada suatu hal yang kebetulan. Dan untung baginya,
harapan Tan Song dan orang-orangnya agaknya belum
mengetahui kedatangannya.
Tetapi saat itu pikirannya menjadi bimbang tenaga
pemuda itu dapat digunakan untuk membantu dirinya,
tetapi apabila ia sudah mengetahui kematiannya ayahnya
mungkin juga bisa berabe.
Dengan berlaku pura-pura berpikir, ia menggunakan
ilmu menyampaikan suara kedalam telinga, berkata
kepada anak Poh Lay. "Aku tahu kau adalah anaknya Poh Lay. sekarang
kekasihmu sudah berada ditangan musuh. Jikalau kau
tidak lekas bertindak memberi pertolongan, kau nanti
akan menyesal untuk selama-lamanya. Sekarang kau
jangan bersuara dulu, mereka mengetahui
kedatanganmu. Turutlah nasehatku, kau serang dua
orang yang mengancam Lie Hui dan kemudian menolong
jiwanya. Pemuda itu agaknya tercengang, tetapi kemudian
geser kakinya. Kali ini gerakannya gesit sekali, sebentar
saja sudah berada dekat dengan rombongan orang-orang
Liong-houw hwee. Ho Hay Hong diam-diam sangat girang, karena
gerakan pemuda itu membuktikan bahwa usahanya telah
berhasil. Karena ia takut diketahui oleh Tan Song, maka
ia lalu mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dan
berkata. "Lekas bertindak, jangan sangsi!"
Suara itu hanya di tujukan kepada pemuda itu, tidak
didengar oleh lainnya. Dengan tiba-tiba dua orang yang mengancam Lie Hui
tadi telah rubuh binasa, karena leher masing-masing
sudah terkena serangan belati tipis yang amat tajam.
Setelah itu, sesosok bayangan lompat keluar dari
tempat sembunyinya dan berseru.
"Aaaa! Usahaku telah berhasil!"
Lie Hui dengan cepat menubruk suhunya hingga
membuat Ho Hay Hong hampir jatuh.
Tan Song sangat marah, tetapi ia tak berani
menyerang Ho Hay Hong, sebaliknya menyerbu anak Poh
Lay. Ho Hay Hong buru-buru mendorong Lie Hui dan
menyerang Tan Song. Tan Song mundur beberapa langkah, dan pemuda itu
juga sudah berhasil memperbaiki posisinya.
Ketika Lie Hui melihat pemuda itu, dalam hati merasa
tidak senang. Meskipun ia tahu pemuda itu yang
menolong jiwanya, juga tetap tidak menghiraukannya.
Dengan cepat ia memutar tubuhnya dan menyerang
salah seorang berpakaian kuning pengawalnya Tan Song.
Orang itu ternyata cukup tangkas, meski pun di serang
secara mendadak, tetapi dalam beberapa gebrakan
sudah berhasil memukul mundur Lie Hui.
Pemuda anak Poh Lay ketika menyaksikan Lie Hui
terpukul mundur segera loncat maju, tangannya
bergerak, dua bilah belati pendek melesat dari tangannya
dan tepat telah mengenakan tubuh pengawal Tan Song
sehingga orang tersebut rubuh binasa seketika itu juga.
Dengan senjata belati pendeknya yang sangat berbisa
anak Poh Lay bertindak, barang siapa mendekati Lie Hui,
kontan di serangnya hingga semua jeri padanya.
Walaupun pemuda itu membela dirinya mati-matian,
tetapi Lie Hui tetap tidak mau menyapa, karena hingga
saat itu, ia masih menganggap bahwa pemuda itu adalah
anak musuhnya" Dalam pertempuran sengit, pemuda itu berhasil
membinasakan beberapa orang musuhnya, tetapi ia
sendiri juga tampak kewalahan dan perlahan-lahan mulai
lelah. Dalam medan pertempuran itu, jumlah musuh nampak
makin sedikit, akhirnya tinggal Tan Song dan tiga
pengawalnya yang masih tetap melawan mati-matian!
Tak lama kemudian Ho Hay Hong kembali sudah
membinasakan tiga pengawal itu, hingga tinggal Tan
Song seorang yang masih hidup.
Menyaksikan semua orangnya telah binasa secara
mengenaskan, Tan Song merasa pilu.
"Ho Hay Hong ! Dewi ular dari gunung Ho lan san juga
akan turut binasa bersamaku, kau jangan bangga
dengan kemenangan." demikian Tan Song berkata
dengan suara nyaring. "Toa suheng, kalau boleh aku katakan dengan terus
terang aku sudah kirim orang ke utara untuk
memerintahkan orang-orangku didaerah utara
membasmi orang-orangmu. Ancamanmu ini aku
sedikitpun tidak takut. Sekarang aku mewakili suhu
hendak menghukum kau! Kau boleh pilih sendiri, kau
hendak turun tangan sendiri atau suruh aku yang
bertindak" bagaimanapun juga kau sudah tidak bisa
hidup lagi." Tan Song terkejut, katanya:
"Kau hendak membohongi aku" Hahaha Ho Hay Hong,
sejak kau mangkat dewasa aku sudah biasa membohongi
orang, apa kau kira dapat membohongi aku?"
"Dengan tanda kepercayaanku plat emas aku
perintahkan gadis baju ungu tadi untuk melakukan tugas
seperti apa yang aku beritahukan padamu. Dalam waktu
beberapa hari saja perkumpulan Liong houw-hwee yang
kau banggakan akan segera lenyap dari muka bumi. Aku
bohong padamu juga tak ada gunanya, biar bagaimana
kau tokh sudah tidak bisa lagi menolong jiwamu sendiri."
Tan Song tahu bahwa ucapan itu bukan main-main
maka kemudian menggorok lehernya sendiri.
Ia sedang pikir hendak suruh Lie Hui menggali lubang
untuk mengubur jenazah Poh Loya. Siapa nyana pemuda
itu sudah melihatnya lebih dulu hingga lalu menjerit
kaget, matanya menatap jenazah ayahnya.
Ho Hay Hong terkejut, tapi segera mengerti apa
sebabnya: Sesaat itu ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, berdiri
terpaku menantikan reaksi selanjutnya.
Pemuda itu mendadak menangis seperti anak kecil,
kemudian jatuhkan diri dan menubruk jenazah ayahnya.
Setelah puas menangis, pemuda itu bangkit, matanya
menatap wajah Ho Hay Hong.
"Kaukah yang membunuh mati ayahku?" demikian ia
bertanya. Ho Hay Hong tidak menjawab, oleh karena yang
membunuh orang tua itu justru gadis berbaju ungu
kekasihnya sendiri. Ia juga tidak ingin hal itu nanti akan menggagalkan segala rencananya, maka sejenak,
akhirnya menjawab: "Maaf, aku telah kesalahan tangan."
Lie Hui mendadak berseru:
"Tidak ! Suhu, kau."
"Maaf, ayahmu memang mati ditanganku." demikian
Ho Hay Hong dengan cepat memotong.
Pemuda itu berkata dengan suara keras.
"Apa" Apa kau kira sudah cukup dengan perkataan
maaf saja" Kau ! kau telah membinasakan ayahku, aku
terpaksa hendak menuntut balas terhadapmu!"
Dengan secara nekad ia benturkan kepalanya kepada
tubuh Ho Hay Hong, tetapi dapat didorong oleh tangan
Ho Hay Hong. "Atas kesalahan tanganku ini, aku sendiri juga merasa sangat menyesal. Kau jangan menuruti hawa napsumu
dulu, biarlah aku nanti pikirkan cara penjelasan yang
sebaik-baiknya." "Orang yang sudah mati tokh tidak bisa hidup lagi "
Sekalipun kau memberikan harta kekayaan yang
berlimpah-limpah, juga tidak dapat menghapus
kebencianku ! Bagaimana kau hendak menyelesaikan
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urusan ini?" Ho Hay Hong bungkam, sulit baginya untuk
menjawab. Lie Hui yang menyaksikan suhunya berada dalam
kesulitan, segera maju dan berkata:
"Ayahmu mati ditanganku, kalau kau hendak
menuntut balas, boleh menuntut balas terhadapku, tidak
ada sangkut pautnya dengan suhu!"
"Betulkah keteranganmu itu?" tanya pemuda itu
terkejut. Sesaat kemudian, perasaan kagetnya telah diganti
oleh perasaan marah, ia lupa segala kesedihannya dan
berkata dengan suara keras:
"Tidak peduli siapa, membunuh orang harus
mengganti jiwa. Kau harus tahu bahwa itu mutlak !"
Sehabis berkata demikian, dengan menggunakan ilmu
Tay-kie-na-chiu-hoat, menyerang Lie Hui.
Sambil mengelak, Lie Hui berseru. "Ketahuilah olehmu
bahwa orang-orang Tok-jiauw-pang semua adalah
musuh-musuhku, Kematian ayahmu sudah pada
tempatnya, kalau masih bisa dikubur dengan baik, itu
masih untung baginya. Tidak kusangka kau masih ada
muka begitu tebal hendak menuntut balas dendam
terhadapku. Em! Aku juga hendak menggunakan
kesempatan ini. untuk menuntut balas dendam kawanankawanan Tok-jiauw-pang yang telah membasmi habis
semua orang-orang tua dan saudara-saudaraku!"
Demikian sengitnya Lie Hui, hingga ia balas
menyerang pemuda itu dengan seluruh kepandaiannya.
Pemuda itu menghadapi kesulitan lebih hebat lagi,
karena gadis itu merupakan gadis satu-satunya yang ia
cintai sepenuh hati, tetapi kini harus d ihadapinya sebagai musuh. Maka sementara bertempur, dalam otaknya
sudah mengambil keputusan, apabila sudah berhasil
menuntut balas dendam sakit hati kematian ayahnya, ia
lantas hendak bunuh diri, untuk mengakhiri riwayat
hidupnya. Kepandaian ilmu silatnya masih diatas Lie Hui, tetapi
Lie Hui, dengan pedang panjang di tangan, maka
keduanya jadi berimbang. Ho Hay Hong yang menyaksikan pertempuran sengit
itu, tidak tahu bagaimana harus bertindak. Mendadak
dalam ot aknya terlintas suatu pikiran. Sebaiknya aku
berkata terus terang bahwa Poh Lay sebetulnya mati di
tangan kekasih sendiri. Sekarang ia berada jauh di utara, sudah tentu tidak
mudah dicari. Lagipula ia barangkali juga tidak berani
menghadapi kekasihku dengan keterlaluan, sebab
bukanlah sengaja membinasakan ayahnya.
-ooo0dw0ooo- Bersambung Jilid 32 RAHASIA KAMPUNG GARUDA Karya : Khulung Saduran : Tjan ID Jilid 32 BEGITU cepat ia mengambil keputusan, maka lalu
memisahnya dan berkata: "Tunggu dulu, aku sekarang hendak memberitahukan
padamu dengan terus terang. Orang yang
membinasakan ayahmu itu bukan dia, juga bukan aku,
sebetulnya adalah kakak perempuanmu sendiri."
"Kau mengoceh sendiri, darimana aku ada punya
kakak perempuan?" pemuda itu berkata tanpa
menghentikan gerakan tangannya.
"Kau barangkali belum pernah dengar cerita ayahmu
bahwa dimasa mudanya, ia pernah mempunyai seorang
kekasih, yang kemudian melahirkan seorang anak
perempuan. Perempuan itu adalah kakakmu sendiri. Ini
adalah suatu hal yang sebenar-benarnya, yang mungkin
kau belum ketahui!" "Aaaa! Sekarang aku ingat!" ia menghentikan
gerakannya, menatap Ho Hay Hong tajam.
"Ayah memang pernah kata, dia. . . . dia. Ya, benar,
ayah dan pernah berkata padaku bahwa aku sebetulnya
mempunyai seorang kakak yang belum pernah bertemu
muka. Tetapi, kalian jangan coba memfitnah dia, hm!
Dalam dunia dimana ada satu anak begitu durhaka yang
membunuh mati ayahnya sendiri" Terang ucapanmu itu
bohong semata, kau hanya hendak menipu aku saja!"
Lie Hui sangat mendongkol mendengar ucapan
demikian. Ia sudah mau bertindak lagi, tetapi keburu
diketahui oleh Ho Hay Hong dan segera dicegah.
"Mungkin kau masih belum memahami aku, maka
tidak percaya omonganku. Kau harus tahu bahwa aku
sebagai pemimpin rimba hijau, t idak boleh mengeluarkan
perkataan sembarangan. Kakakmu tadi berada disini,
karena menyaksikan perbuatan ayahmu yang hendak
menyulitkan dirinya, maka lantas turun tangan dan
melukainya. Sekarang ia sudah pergi keutara, tak apa
jikalau kau tidak percaya, tapi dikemudian hari kau tentu
akan mengetahui sendiri!"
"Bohong! Bohong! Aku tidak mau dengar ocehanmu!"
dengus pemuda itu. "Percaya atau tidak, terserah padamu sendiri." Dengan terus terang, karena satu sama lain belum pernah
bertemu muka, kakak perempuannya tentunya tidak
mengenali ayahmu. Rantai kalung itu juga aku dapatkan
dari tangan ayahmu, aku sudah sedia hendak
menjelaskan duduknya perkara kepadanya, apabila nanti
bertemu lagi. Aku berani pastikan, apabila kakakmu mendengar
kabar dan mengetahui peristiwa ini, pasti akan terjadi
perubahan apa-apa pada dirinya, mungkin juga bisa
melakukan hal hal yang tidak diharapkan. Oleh karena
itu, maka aku pikir kesalahan tokh sudah terjadi,
disesalkan juga tak ada gunanya. Maka dari itu,
sebaiknya kita mencari daya upaya lain untuk
menyelesaikan urusan ini.
Dalam hal ini perlu meminta bantuan tenagamu, aku
pikir kau sudah tidak mempunyai lain saudara lagi, sudah
tentu tidak mengharapkan kehilangan saudaramu yang
tinggal satu-satunya didunia ini!"
"Memang mudah orang berkata, tetapi aku masih
belum mau percaya, apakah dia ada buktinya ?"
"Kakakmu sejak anak-anak dibesarkan di rumah
kakeknya, dia juga memiliki sebuah rantai kalung yang
serupa bentuknya dengan rantai ini. Untuk mencari
ayahnya ia pernah melakukan perjalanan amat jauh.
Kalau kau tidak percaya, kau boleh sabar menunggu,
nanti-nanti apa bila ada waktu bertemu muka, kau akan
dapat menyaksikan sendiri rantai kalung yang dimilikinya,
mungkin kau akan percaya pada omonganku sekarang
ini!" Pemuda itu menundukan kepala dan berpikir sejenak
tiba-tiba berkata dengan suara perlahan:
"Kau pikir, bagaimana aku harus berbuat?"
Ho Hay Hong tahu bahwa hati pemuda itu sudah mulai
goyah, maka lalu berkata sambil tersenyum:
"Bila sudah bertemu dengan dia, kau sebaiknya jangan
sebut-sebut dulu urusan ayahmu. Karena ia adalah
seorang wanita yang berperasaan halus dan tebal pula.
Aku khawatir hal itu nanti akan menimbulkan kesusahan
hatinya dan nantinya akan ada efek-efeknya yang tidak
diingini. Kau boleh sabar menunggu, nanti apabila kau
berdua sudah berkumpul agak lama, barulah perlahan
lahan menceritakan padanya dan berikan nasehat supaya
jangan terlalu sedih."
"Apakah. hal ini aku dapat melakukan" Ah! Sungguh
tak kusangka. justru ia yang membunuh ayahnya sendiri.
Oh Tuhan." demikian pemuda itu menggumam sendiri
sambil menundukkan kepala. Ketika ia mengangkat
mukanya lagi, dua pipinya sudah basah oleh air mata.
Ho Hay Hong yang menyaksikan pemandangan
demikian, hatinya juga sangat terharu.
Sementara itu. Lie Hui mendadak berkata dengan
suara perlahan. "Suhu, apakah ucapanmu itu tadi benar?"
"Sudah tentu benar, bagaimana Suhumu mengarang
cerita yang bukan-bukan?"
"Suhu gadis berbaju ungu itu apakah kekasihmu?"
Ho Hay Hong gelagapan dan merah mukanya, lama
baru bisa menjawab: "Juga boleh dikata begitu, tetapi apa yang terjadi
dikemudian hari, sekarang masih belum dapat kita
ramalkan!" "Suhu, aku mungkin tidak bisa belajar ilmu silat
padamu lagi!" "Kenapa" Apakah kau tidak ingin menuntut balas?"
"Bukan begitu. Gadis berbaju Ungu itu adalah
kekasihmu, juga menjadi kakak perempuan dia. Jikalau
gadis itu nanti menjadi istrimu, bukankah itu berarti aku
harus hidup disatu rumah dengan musuh sendiri?"
"Lie Hui, bagaimana kau bisa berkata demikian?"
"Ini tokh sudah merupakan suatu kenyataan suhu!
Apakah Suhu lupa bahwa dia adalah anak lelaki seorang
anggauta perkumpulan Tok jiauw-pang" Bukankah sama
artinya kakak perempuan itu adalah dia juga karena
masih ada sangkut paut diantara keduanya?"
Ho Hay Hong diam. Apa yang dikemukakan oleh gadis
itu adalah benar. Pemuda itu tidak perhatikan apa yang sedang
dibicarakan oleh mereka, ketika melihat Ho Hay Hong
menatap wajahnya, baru membuka mulut:
"Aku pikir hendak mencari kakakku sekarang juga
harap kau tunjukkan jalannya!"
Lie Hui tiba-tiba berkata dengan suara perlahan:
"Suhu, aku tidak ingin ia berlalu begitu saja!"
"Dia adalah tuan penolongmu, Sebagai anak orangorang
rimba persilatan kau harus dapat membedakan
antara budi dengan dendaman. Ayahnya hanya salah
seorang anggota Tok jiauw-pang, meskipun ada
permusuhan denganmu, tetapi kepada ayahnya tidak ada
hubungannya dengan anaknya. Dia toh tidak berdosa
terhadapmu, maka kau janganlah bertindak keterlaluan
kepadanya mengerti?"
Mendengar perkataan suhunya, Lie Hui ketakutan, tak
berani bertindak. Pada saat itu, Ho Hay Hong telah mengambil
keputusan menjodohkan mereka, maka lalu
menggunakan ilmu menyampaikan Suara ke dalam
telinga, berkata kepada pemuda itu.
"Jikalau kau cinta padanya dengan setulus hati, kau
jangan berkata apa-apa, anggukkan saja kepalamu
sudah cukup !" Pemuda terkejut, tetapi tokh tidak menganggukan
kepalanya. Sementara dalam otaknya diliputi berbagai
pertanyaan. Ho Hay Hong lalu berkata pula:
"Kau juga tidak perlu mencari kakakmu, aku tahu
kematian ayahmu membuat hatimu kosong dan duka
tetapi aku telah mengambil keputusan hendak merubah
pandanganku terhadap dirimu, dan berusaha hendak
memperbaiki hubunganmu dengan ia. Sekarang, kau
boleh pulang meneruskan pekerjaan ayahmu sebagai
guru silat, nanti setelah ia menyelesaikan
pembayarannya, aku perintahkan dia pergi
membantumu. Bagaimana kau pikir?"
Pemuda itu pentang lebar tanyanya ia masih mengira
pendengarannya yang salah tetapi dari sikap dan ucapan
Ho Hay Hong yang sungguh-sungguh, tidak mungkin
hendak permainkan dirinya, maka sesaat itu semua
perasaan rasa marah dan dendam telah lenyap tanpa
bekas. "Tentang kakakmu, nanti setelah tugasku selesai juga
akan kuajak kemari menemui kau. Kau bekerjalah
dengan sungguh, pasti akan berhasil. Inilah pesanku
padamu, jangan kau mengecewakan pengharapanku!"
Dengan perasaan sangat terharu pemuda itu terus
menganggukkan kepalanya, hal mana membuat heran
hati Lie Hui yang melihatnya.
Dalam keadaan bingung seperti itu Ho Hay Hong
sudah mengajaknya pergi. Pemuda itu berdiri terpaku di tempatnya, matanya
terus memandang bayangan Ho Hay Hong dan Lie Hui
yang perlahan-lahan menghilang dari depan matanya.
Tanpa disadarinya ia melambaikan tangannya, sedang
mulutnya menggumam: "Selamat jalan penolongku yang baik."
Dilain pihak, Lie Hui mendadak menoleh dan berkata
dengan suara perlahan: "Suhu, kau meninggalkan dia seorang diri disana, apa
tidak meninggalkan pesan apa-apa, padanya?"
Ho Hay Hong mendadak tertawa terbahak-bahak, ia
merasa geli memikirkan hati wanita.
Dalam perjalanan menuju ke Utara itu, pada hari
keempat pagi-pagi sekali, Ho Hay Hong sudah menginjak
tanah daerah utara. Dalam ot aknya terlintas semua peristiwa-peristiwa
masa silam yang dialaminya, bagaikan butiran-butiran
mutiara berkeredepan di depan mata.
Setiap peristiwa yang pernah dialaminya, semua ada
harganya untuk dijadikan kenangan. Umpama Tiat Chiu
Khim, Tang-siang Sucu, Kakek penjinak garuda Si Naga
api Thio Kang, Poh Lay dan lain-lainnya kesemua orangorang ini pernah pernah meninggalkan kesan dalam
sekali dihatinya dan tidak akan mudah dilupakan untuk
selama-lamanya. Berakhirlah segala permusuhan" Ia tidak tahu.
Mungkin ini merupakan salah satu babak dalam
penghidupan di dunia Kang-ouw. Sedang kewajiban dan
tugasnya sebagai pemimpin rimba hijau masih belum lagi
dimulai. Embun pagi dirasakan meresap dimukanya, ia sendiri
juga tidak mengerti apa sebabnya setelah menginjak
Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanah daerah utara pikirannya jadi merasa gelisah.
Pertama-tama ia harus menyampaikan kabar kepada
kakeknya tentang kematian Tang-siang Sucu. Mungkin
orang tua yang tidak beruntung itu kini sedang
menantikan kabar tentang cucunya yang hilang.
Soal kedua apakah suhunya kini sudah terlepas dari
bahaya " Dan apakah perkumpulan Liong-houw-hwee
sudah terbasmi habis " Dan lagi bagaimana harus
menyelesaikan soal perkawinannya dengan gadis berbaju
Ungu" Soal ketiga ia kini sudah meninggalkan daerah selatan,
bagaimana dengan nasib Tiat Chiu Khim yang kembali
lagi ke kampung setan "
Cinta Bernoda Darah 7 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Badai Laut Selatan 21
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama