Setan Harpa Karya Khu Lung Bagian 6
Bayangan putih dan bayangan hitam saling berputar satu
lingkaran di udara kemudian ke duanya sama-sama
melayang mundur satu kaki dari posisi semula.
"Hei, apa-apaan kau?"- tegur Manusia tanpa sukma
dengan nada tak senang, hati.
Manusia kilat tertawa dingin.
"Sobat, kalian jangan bertindak seenaknya sendiri, dia
adalah orang yang kumaui, kalian tak boleh mengganggu
seujung rarhbutnyapun!"
Manusia tanpa sukma berganti tertawa dingin.
"Hieehh. .heeehh.:... .heeehh Orang yang kau maui?"
"Benar!" "Huuhh ! Besar amat bocotmu......"
"Aku berbicara yang sesungguhnya, barang siapa sudah
kumaui, maka tak seorangpun diantara mereka yang dapat
lolos dari cengkeramanku, mengerti.. !"
"Baah....! Manusia kilat, kamu itu manusia macam apa"
Berani betul bicara sesumbar." ejek Manusia tanpa sukma
yang berada di sebelah kanan sambil tertawa dingin.
Manusia kilat tertawa seram.
"Kalau tidak percaya, silahkan saja untuk mencobanya
sendiri!" demikian dia menantang.
Manusia tanpa sukma tertawa dingin, tubuhnya yang
hitam seperti sukma gentayangan dengan membawa
desingan angin dingin langsung menerjang ke arah Ong
Bun-kim. Sekali lagi cahaya putih membelah angkasa, Manusia
kilat membawa serentetan cahaya putih melejit ke udara
dan memapaki datangnya terkaman dari Manusia tanpa
sukma. Di saat manusia kilat itu bertindak, manusia tanpa
sukma lainnya tidak pula menganggur, dengan
menggunakan kesempatan tersebut ia menubruk ke arah
Ong Bun-kim. Tubrukan itu cepat sekali, mau tak mau si anak muda itu
harus membentak keras, harpa bajanya ikut pula dipakai
untuk melancarkan serangan.
0oo0dw0oo0 BAB 32 BERBARENG dengan serangan dari harpa baja itu,
telapak tangan kirinya diayun pula ke muka melancarkan
sebuah serangan dahsyat. Pertarungan segera berkobar dengan sengit nya, angin
pukulan menderu deru, bayangan hitam menyambarnyambar.
Di tengah tegangnya suasana, kembali ke-dengaran
seseorang tertawa merdu lalu menegur:
"Kenapa kalian berempat musti bertarung seseru ini?"
Sedemikian mendadaknya suara itu muncul membuat
kawanan jago yang sedang bertempur serta merta
menghentikan pertarungan mereka.
Ong Bun-kim berpaling ke samping, dijumpainya ada
dua orang dayang berbaju biru sambil menggotong sebuah
tandu berwarna biru bergerak cepat mendekati arena.
Dua orang dayang-berbaju biru itu tak lain adalah dua
orang pesuruh dari Hui-mo-pang, terkesiap juga Ong Bunkim
menghadapi kejadian ini, pikirnya:
"Jangan-jangan Gin Lo-sat dari Hui-mo-pang telah
datang pula ke mari?"
Sementara ia masih termenung, tandu itu sudah tiba di
tengah gelanggang pertarungan.
Dua orang dayang berbaju biru ttu melirik Ong Bun-kim
sekejap, lalu serunya: "Sudah sampai!"
Tandu berhenti, horden segera disingkap dan seorang
gadis cantik berbaju biru berjalan keluar dari balik tandu itu
dengan langkah yang lemah gemulai...
Gagis itu berusia duapuluh satu, dua tahunan, mukanya
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, biji matanya
bening dan jeli, ia memang tak malu disebut seorang gadis
rupawan. Ong Bun-kim kesemsem dibuatnya menyaksikan
kecantikan dara berbaju biru itu.
Dangan matanya yang jeli dara bberbaju biru itdu
menyapu sekejaap sekeliling gbelanggang, kemudian sorot
matanya berhenti di atas wajah Ong Bun kim, sesudah
tertawa dingin katanya. "Apakah kau yang bernama Ong Bun kim?"
"Betul!" Gadis berbaju biru itu tertawa ringan, kembali tanyanya:
"Lantas di manakah sahabatmu itu?"
"Sahabatku yang mana?"
"Orang yang telah melukai dayangku itu!"
"Heeehh...heeehhb...heeehhb.,.mau apa kau mencari
dia?" tegur Ong Bun kim sambil tertawa.
"Membunuhnya!" .
"Huuuh...! Besar amat bacotmu, tidak takut lidahmu
kena disambar geledek sampai putus?"
"Aku tidak membual tidak pula menggertak, aku
berbicara apa adanya!" setelah tertawa dingin ia
melanjutkan, "nah, sekarang kau harus ikut kami pergi!"
"Pergi ke mana?"
"Ke markas besar perkumpulan kami!"
"Siapa kau?" "Wakil pangcu dari perkumpulan Hui mo pang, orangorang
memanggilku Gin Losat!"
Ong Bun kim kembali tertawa dingin.
"Hmmm....! Kenapa aku musti ke markas perkumpulan
kalian" Aku merasa tak pernah kenal dengan kalian!"
"Soal semacam ini lebih baik tak usah kau tanyakan
dulu, sampai waktunya kau toh akan mengetahui sendiri!"
"Jadi kedatanganmu ke sini adalah secara khusus untuk
mengundang diriku." "Benar sekali perkataan itu."
Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heehmm...heehhmm...aku merasa berbangga hati
dengan kenyataan ini, sebab ada begini banyak jago
kenamaan yang secara khusus datang mencariku, cuma
...kuatirnya aku tak bisa pergi mengikutimu."
"Kenapa?" "Tidakkah ..kau lihat ada begini banyak jago yang
berurusan denganku di tempat ini!"
Ong Bun kim cukup jelas denganb keadaan dirinyda,
berbicara daari kepandaian sbilat yang dimiliki dua orang
Manusia tanpa sukma dan Manusia kilat, ia masih bukan
tandingannya, lebih lebih dengan Hu pangcu dari Hui mo
pang ini, dia tahu kepandaian silat gadis itu lihay sekali.
Maka timbullah satu ingatan dalam benaknya untuk
mengadu domba mereka bertiga, asal ketiga pihak itu sudah
bentrok dan tarung sendiri, maka akibatnya dialah yang
akan menjadi nelayan yang beruntung.
Sebab itulah dia lantas berusaha memanasi hati Gin Lo
sat dengan kata - kata yang tak sedap tadi.
Betul juga, paras muka Gin Lo sat berubah hebat setelah
mendengar perkataan itu, katanya:
"Kalau aku menghendaki kau ikut diriku pergi, siapa
yang berani mengatakan tidak?"
Manusia tanpa sukma tidak tahan oleh sindiran tersebut,
ia tertawa dingin lalu serunya:
"Huuuh ! Kau sendiri itu manusia macam apa?"
"Aku tidak terhitung manusia macam apa-apa, kalau
punya keberanian hayo unjukkan saja kepandaianmu!" ejek
Gin Lo sat sambil tertawa cekikikan.
Dengan berlangsungnya perang mulut, situasi dalam
arena berubah menjadi tegang, hawa pembunuhanpun
menyelimuti seluruh angkasa.
Manusia tanpa sukma yang berada di sebelah kanan
segera tertawa dingin, bayangan hitam berkelebat ke depan
tiba-tiba ia menerjang ke tubuh Ong Bun kim.
"Bajingan yang bosan hidup !" jengek seseorang sambil
tertawa sinis. Bayangan biru melompat pula ke tengah arena, dengan
suatu gerakan manis Gin Lo sat menyongsong kedatangan
manusia tanpa Sukma. Di kala Gin Lo sat telah turun tangan, Manusia tanpa
sukma lainnya ikut bertindak pula, dia manfaatkan
kesempatan itu sebaik baiknya untuk menerkam Ong Bun
kim. Cahaya putih berkelebat lewat. Manusia kilat yang kali
ini bertindak untuk menghadang jalan pergi Manusia tanpa
sukma itu. Empat sosok bayangan manusia hampir pada saat yang
bersamaan terjun ke dalam gelanggang, bentakan-bentakan
nyaring, deruan angin pukulan menciptakan perpaduan
suara yang mengerikan. Ong Bun kim ssperti teringat akan sesuatu, tiba tiba ia
memutar tubuhnya sambil membentak.
"Siau Hui un, krita jangan hanyta menganggur, hqayo
serahkan jirwa anjingmu kepadaku!"
Ia melompat ke depan dan menubruk ke arah Siau Hui
un. Berbareng dengan tubrukan itu, tangan kiri-nya
melepaskan sebuah pukulan dengan sepenuh tenaga.
Siau Hui un menggigit bibirnya, dengan keras lawan
keras ia sambut datangnya serangan dari anak muda itu.
Sementara benturan berlangsung, harpa besi di tangan
kanan Ong Bun kim berkelebat pula melancarkan tiga buah
serangan. Secara beruntun Siau Hui un didesak hingga mundur
tujuh-delapan langkah dengan sempoyongan, untunglah di
saat yang kritis bayangan biru berkelebat lewat, dua oramg
dayang berbaju biru itu secara tiba tiba melancarkan
serangan ke arah Ong Bun kim.
Serangan dari kedua orang dayang itu cukup keras, ini
membuat anak muda kita naik pitam, dengan geramnya ia
menghardik: "Dayang sialan, kubunuh dirimu "
Harpanya diputar sedemikian rupa hingga menimbulkan
deruan angin tajam, jurus-jurus serangan mematikan
berhamburan tiada hentinya.
Di tengah berkobarnya pertarungan sengit, tiba tiba Ong
Bun kim mendengar ada suara bisikan lembut seperti suara
nyamuk menggema di sisi telinganya.
"Hei bodoh, kalau sekarang tidak kabur mau menunggu
sampai kapan lagi ....?"
Mendengar bisikan itu Ong Bun kim kaget, betul juga,
kalau sekarang tidak angkat kaki, lain waktu pasti sulit
untuk kabur dari kepungan jago jago lihay itu.
Tapi musuh besar ada di depan mata, harusnya ia
tinggalkan musuhnya untuk melarikan diri" Sudah barang
tentu hal ini merupakan suatu perbuatan yang tak mungkin
bisa dilakukan. Untuk kedua kalinya bisikan seperti nyamuk itu
berkumandang di sisi telinganya.
"Hei bego, kenapa berdiri mematung terus" Hayo cepat
ambil langkah seribu dari situ!"
Walaupun kali ini Ong Bun kim tertegun lagi, tapi ia
sama sekali tidak meninggalkan tempat itu, malah
sebaliknya sambil membentak ia lepaskan dua serangan
untuk membendung gerak maju dayang dayang berbaju biru
ku, kemudian badannya ber-kelebat ke samping dan
mengejar Siau Hui un yang sementara itu sudah menyingkir
ke belakang. Pada saat ini Ong Bun kim sudah mempunyai niat untuk
beradu jiwa, begitu menyerang ia kerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya, hebat sekali akibatnya.
Mendadak, bayangan abu abu kembali menyambar
lewat, secepat kilat orang itu meluncur ke arah Ong Bun
kim dan menggunakan kesempatan dikala pemuda itu tidak
siap ia totok jalan darahnya.
Ong Bun kim tidak menyangka bakal ada serangan dari
belakang, baru saja merasa kaget badannya sudah menjadi
kaku dan tahu-tahu ia sudah dibawa kabur dari sana.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu amat
sempurna, dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya
sudah mencapai puluhan kaki, sekali pun jalan darahnya
tertotok Ong Bun kim masih ada dalam keadaan sadar,
segera bentaknya; "Turunkan aku!"
Manusia berbaju abu abu itu tidak menjawab ia malah
tancap gas untuk kabur dari sana.
Dalam waktu singkat beberapa li sudah di lewatkan,
akhirnya manusia berbaju abu abu itui menurunkan Oog
Bun kim ke atas tanah dan menepuk bebas jalan darahnya
yang tertotok. Dengan cekatan pemuda itu melompat bangun dan
mengamati orang itu, tapi dengan cepat ia tertegun.
"Lho, kamu?" serunya-tertahan.
"Yaa, memang aku!".
Ternyata orang itu adalah si gadis berbaju-abu abu yang
beberapa kali pernah dijumpai Ong Bun kim, sewaktu
pemuda itu terkena pedang Liu yap kiam, gadis itu pula
yang telah menyelamatkan jiwanya.
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat-bentaknya:
"Sebenarnya apa maksudmu berbuat demikian?"
"Apa lagi" Tentu saja menolongmu!"
"Menolong aku?"
"Yaa, aku melakukannya untuk menolongmu!"
"Siapa yang suruh kau untuk menolongku?" teriak
pemuda itu dengan perasaan tak senang hati. Selesai
berkata dengan ketus ia lantas putar badan dan berjalan
kembali ke arah tempat semula.
Bayangan abu-abu mendadak berkelebat di depan mata,
tahu tahu gadis bsrbaju abu abu itu telah menghadang
kembali di hadapannya. "Ong Bun-kim, kau sudah kepingbin mampus?"
terdiaknya. "Aku piangin mampus atabu tidak apa sangkut pautnya
dengan dirimu?" damprat pemuda itu.
Sekujur tubuh si nona berbaju abu - abu menggigil keras,
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rupanya ucapan itu telah menyinggung perasaan halusnya,
dengan wajah berubah teriaknya keras-keras:
"Dari pada kau mampus di tangan orang lain, lebih baik
mati di tanganku saja!"
Bayangan abu-abu menyambar ke depan, mendadak ia
menghantam tubuh pemuda tersebut.
Tangan kanannya diayun ke muka dan . . . "Plaaak!"
sebuah tempelengan telah bersarang telak di atas pipi Ong
Bun-kim membuat si anak muda itu mundur tujuh delapan
langkah dengan sempoyongan.
"Kau . . . kau memukul aku?" dengan gemetar ia
bertanya. Agaknya nona berbaju abu abupun merasa tertegun
sesudah menempeleng Ong Bun-kim, lama, lama sekali,
mendadak ia menutupi muka nya sendiri dan menangis
tersedu-sedu. "Enyah! Enyah dari sini!" jeritnya keras-keras.
Sebenarnya Ong Bun-kim merasa marah sekali dan
diliputi oleh napsu ingin membalas dendam, tapi setelah
nona berbaju abu-abu itu menangis tersedu-sedu, ia malah
tertegun dibuat nya sehingga berdiri termangu seperti
patung. Beberapa saat kemudian nona berbaju abu abu itu baru
berhenti menangis, mukanya yang pucat pias memancarkan
kebulatan tekadnya, setelah melemparkan kerlingan
terakhir ke wajah Ong Bun-kim tiba-tiba ia beranjak dari
situ. Tentu saja tingkah laku gadis itu sangat mencengangkan
bati Ong Bun-kim, serunya tak tertahan:
"Nona!" Nona berbaju abu-abu itu berhenti lalu berpaling dan
memandang Ong Bun-kim sekejap, setelah itu sambil
tertawa dingin katanya: "Benar, mati hidupmu memang tak ada sangkut pautnya
dengan aku, kalau toh kau bersikeras ingin mampus, apa
sangkut pautnya dengan aku" Kenapa pula aku musti
mengurusi nya" Ong Bun-kim, silahkan angkat kaki dari
hadapanku!" Selesai berkata, ia melanjutkan kembali langkahnya
berlalu dari tempat itu. "Nona ... " sekali lagi Ong Bun-kim berteriak.
"Ong Bun-kim, kau masih ada urusan apa lagi yang
hendak diperbincangkan dengan aku?"
Ong Bun-kim tertawa getir, katanya:
"Aku hanya ingin mengucapkan bbanyak terima kadsih
atas budi paertolongan tempbo hari!"
"Oooh . . itu sih hanya pekerjaan kecil, tak usah kau
ucapkan terima kasih kepadaku!"
Memandang wajah si nona yang murung, sedih dan
pucat pasi; timbul suatu perasaan dalam hati kecil pemuda
itu bahwasanya mereka adalah senasib sependeritaan, hal
ini amat menggetarkan perasaannya hingga tanpa terasa ia
menghela napas panjang. "Aaaai . . . ketahuilah nona, dendam sakit hati orang
tuaku belum terbalas, tapi kau telah melarikan aku ... "
"Sanggupkah dendammu itu kau tuntut balas?" jengek si
nona berbaju abu-abu itu sambil mendengus.
"Tentang soal ini . . ."
"Ong Bun - kim, kau jangan terlampau tekebur,
ketahuilah bahwa kepandaian silatmu yang amat cetek itu
masih belum cukup sebagai bekalmu untuk membalas
dendam, betul Siau Hui un adalah musuh besarmu, tapi
otak dari pembunuhan yang sesungguhnya adalah Manusia
kilat sendiri, tak usah membicarakan yang lain, sanggup
tidak ilmu silatmu menandingi kelihayan si manusia kilat?"
"Soal ini .... "
"Hmm . . . !" kembali nona berbaju abu abu itu
mendengus, "manusia kilat yang munculkan diri sekarang
tidak lebih hanya salah seorang di antara sekian banyak
anggota perguruan San-tiam-bun, seandainya si Manusia
kilat yang sesungguhnya telah muncul di hadapanmu,
semenjak tadi nyawamu sudah lenyap tak ber bekas..."
"Apa" Manusia kilat itu bukan cuma se orang?"
"Siapa bilang hanya seorang" Jumlahnya paling tidak
juga mencapai puluhan orang, Ketua dari perguruan
Kilatlah yang merupakan musuh besarmu yang
sesungguhnya..." Bergidik Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan itu,
sekujur tubuhnya menggigil keras.
Seandainya apa yang dircapkan merupakan kenyataan,
keinginannya untuk membalas dendam bukankah jauh
lebih sulit dari pada naik ke langit" Berpikir sampai di situ
tanpa terasa lagi dia menghela napas panjang.
Nona berbaju abu-abu itu tertawa dingin.
"Bagaimana?" ejeknya, "putus asa?"
Ong Bun-kim terrtawa getir.
"Puttus asa sih tidqak ... "
"Lantars mengapa menghela napas panjang?"
"Aku menghela napas lantaran kenyataan yang
sesungguhnya ternyata sama sekali di luar dugaan!"
"Terlepas soal Manusia kilat," kembali nona berbaju abuabu
itu menerangkan, "kelihayan ilmu silat yang dimiliki
Manusia tanpa sukma hanya mungkin di atasmu dan tak
mungkin lebih lemah dari padamu, hal ini merupakan suatu
kenyataan pula, tentunya kau tidak menyangkal bukan?"
"Yaa, aku tidak menyangkal!"
"Hu-pangcu dari Hui-mo-pang lebih-lebih merupakan
seorang gembong iblis perempuan yang menakutkan,
kelihayan ilmu silatnya tidak berada di bawah kemampuan
ketuanya sendiri, baik siapapun yang berhasil menangkan
pertarungan itu, kau toh sama saja tak akan bisa lolos
dengan selamat..." "Yaa, ucapanmu memang suatu kenyataan!"
"Oleh karena itulah, sekalipun kau ingin membalas
dendam, tapi lebih baik sedikitlah menahan diri!"
Ong Bun-kim tertawa jengah.
"Yaa . . . yaa . . . aku telah memahami maksud hati nona
yang sesungguhnya . . . !" ujarnya lirih.
Pelan-pelan sikap si nona berbaju abu-abu pun menjadi
lebih lembut dan halus, dengan termangu-mangu
diawasinya Ong Bun-kim beberapa kejap, kemudian sambil
tertawa getir ia berkata.
"Kalau begitu, kau pasti sudah memaafkan diriku atas
sebuah tempelenganku tadi bukan?"
"Tamparan itu memang pantas kuterima!"
"Dasar bodoh!" desis si nona.
Ia telah tertawa kembali, malah tertawanya begitu riang
dan gembira. Ong Bun-kim ikut tertawa, cuma tertawanya begitu getir,
pahit dan terpaksa. Tiba-tiba nona berbaju abu-abu itu menarik kembali
senyumannya, kemudian dengan wajah serius ia berkata:
"Aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu,
apakah kau bersedia untuk menjawabnya?"
"Katakanlah!" "Aku dengar kau menyimpan sejilid kitab pusaka,
benarkah berita itu?" tanya si nona.
Dengan cepat Ong Bun - kim gelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak punya kitab pusaka!"
"Kalau begitu kau pasti mempunyai peta penyimpan
harta?" "Juga tidak ada!"
"Aaaaah, tidak mungkin!"
"Sungguh, aku bicara sesungguhnya, buat apa kubohongi
dirimu?" "Kalau memang begitu, sesungguhnya di tubuhmu
terdapat benda apa yang berharga?"
Ong Bun-kim tertegun sejenak, kemudian kembali
menggelengkan kepalanya. "Tidak ada! Bsnar-benar tidak
ada!" "Tidak mungkin, pasti ada, bahkan seratus persen pasti
ada..." "Tapi benda apakah yang kau maksudkan?"
"Aku sendiripun tak tahu."
Mendengar jawaban itu, Ong Bun-kim segera tertawa.
"Tapi binar, aku betul-betul tak punya apa-apa "
tegasnya. "Aku tidak percaya."
" Tidak percaya" Bagaimana kalau kulepaskan semua
pakaianku sampai telanjang."
Mendadak ia merasa ucapannya telah salah digunakan,
kontan saja wajahnya berubah jadi merah padam, kata kata
selanjutnyapun ikut ter telan mentah mentah.
Air muka nona berbaju abu-abu itu berubah pula
menjadi merah padam karena jengah.
"Idiih tak tahu malu!" dampratnya.
-oo0dw0oo- BAB 33 SAKING gelisah dan paniknya, Ong Bun-kim sampai
mendepak-depakkan kakinya berulang kali ke tanah,
serunya: "Aku benar-benar tak punya benda berharga !"
"Aku rasa benda tersebut pasti ada di dalam tubuhmu,
hanya saja hingga kini kau masih belum tahu..."
Ong Bun-kim tertawa lebar.
"Seandainya kitab pusaka itu benar-benar berada di
sakuku, masakah aku tidak mengetahuinya?"
"Tapi mungkin juga barang itu bukan se-jilid kitab
pusaka!" "Apa?" tanpa sadar Ong Bun-kimb menjerit kagetd dan
menatap sia nona berbaju abbu abu itu dengan termangu.
"Bukan juga benda itu bukan sejilid kitab pusaka!" nona
berbaju abu abu itu mengulangi kembali kata katanya.
"Lantas benda apakah itu?"
"Tentang benda apakah itu, aku rasa orang lain tak ada
yang tahu, tapi aku bisa menunjukkan bukti yang nyata
sekali yakni alasan dari pihak Yu leng bun, San tian jin dan
Hui mopang untuk berusaha mendapatkan kau, konon
dikarenakan di atas tubuhmu terdapat pusakanya!"
"Pusaka?" "Betul, pusaka!"
Kontan saja Ong Bun kim tertawa tergelak-gelak.
"Haaahh...haaahh...haaahh...di atas tubuhku ada
pusakanya" Sungguh menggelikan, sungguh menggelikan
sekali! Haaahh...haaahh...haaahh...."
"Hei, jangan tertawa dulu!" bentak si-nona. Oag Bun kim
segera menghentikan tertawa nya, lalu dengan serius
berkata lagi: "Baik, baik, aku tidak akan tertawa lagi, aku tidak akam
tertawa lagi, coba sekarang kau terang kan dulu, pusaka
macam apakah yang mereka maksudkan?"
"Ong Bun kim, jangan kita persoalkan dulu masalah itu"
ujar nona berbaju abu abu dengan serius, "aku ingin
menanyakan satu hal kepadamu."
"Ajukanlah pertanyaanmu itu, akan kudengar kan baik
baik." "Konon menurut cerita yang tersiar dalam dunia
persilatan, katanya ilmu silat yang dimiliki ayahmu kecuali
Iblis cantik pembawa maut seorang telah tiada
tandingannya lagi, benarkah itu?"
"Benar!" "Dari mana ia peroleh ilmu silatnya?"
"Mana aku tahu?"
"Nah, itulah dia! Di sini letak teka teki itu!"
"Aku tidak mengerti dengan ucapanmu!"
"Benarkah ayahmu pernah memperoleh sejilid kitab
pusaka atau tidak, untuk sementara waktu kita ke
sampingkan dulu, tapi aliran dari ilmu silat yang dimiliki
ayahmu justru hanya ada satu kemungkinannya saja."
"Kemungkinan apa?"
"Berasal dari warisan seseoranbg!"
"Tapi apa sdangkut pautnya aantara kejadianb itu
dengan pusaka yang berada dalam tubuhku?"
"Kuncinya justru terletak di sini!"
"Waaah...waaah... bagaimana sih urusannya" Kok
makin lama semakin aneh dan makin membingungkan
saja?" Nona berbaju abu abu itu menarik napas panjang, setelah
berhenti sejenak katanya:
"Sebetulnya kejadian ini memang rada aneh dan
misterius, menurut pendapatku kalau bukan ayahmu
mempelajari ilmu silat itu dari seseorang, maka dia pasti
telah berkunjung ke suatu tempat . . ."
"Yaa, kenapa musti dibicarakan lagi" Kalau ilmu silatnya
bukan berasal dari warisan orang, tentu saja ia menemukan
sejilid kitab ketika pergi ke suatu tempat."
"Yaa betul, memang begitulah maksudku!"
"Tapi kenapa pula dengan persoalan ini?"
"Aku pikir tempat itu tentulah tempat pengasingan dari
seorang tokoh silat yang berilmu tinggi dan ayahmu tentu
sudah memberitahukan letak tempat itu kepadamu . . ."
"Huuuss! Kau jangan ngaco belo tak karuan, sewaktu
ayahku mati dulu, aku masih belum tahu urusan!"
"Bukan, yang kuartikan adalah ia telah memberitahukan
kepadamu lewat "mestika" yang menjadi masalah sekarang
ini!" "Jadi maksudmu, ayahku telah meninggalkan tempat
misterius itu kepadaku agar suatu ketika aku bisa
berkunjung ke situ untuk mempelajari ilmu silat maha
sakti?" "Benar, aku memang maksudkan demikian!"
"Tapi hal ini tak mungkin terjadi, aku tidak punya apaapa,
mana mungkin bisa kumiliki mestika tersebut."
"Yaa, benar, memang di sinilah letak keanehannya,
kalau dugaan ini tidak keliru, kemungkinan kejadian ini
bakal ada perkembangan lainnya."
Belum habis si nona berbaju abu abu itu me nyelesaikan
kata- katanya mendadak terdengar suara langkah manusia
berkumandang memecahkan kesunyian, lalu seseorang
berseru: "Bocah perempuan, analisamu itu memang tepat dan
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sangat masuk di akal."
Mendengar ucapan itu dengan perasaan terperanjat Ong
Bun kim mendongakkan kepalanya, maka tampaklah rsi
kakek berambtut putih yang pqernah dijumpainrya itu
sedang berjalan menghampiri ke arahnya.
Ong Bun kim tertegun dan melongo, hingga sekarang ia
masih belum tahu siapa gerangan si kakek berambut putih
itu. Buru buru dia bangkit dan memberi hormat katanya:
"Locianpwe, rupanya kau....."
"Ya, betul! Memang aku," sesudah berhenti sejenak, ia
berpaling dan memandang nona berbaju abu-abu itu
sekejap, kemudian lanjutnya lebih jauh, "nona, siapakah
kau?" "Boanpwe bernama Yu Cing!" nona itu
memperkenalkan. "Bocah perempuan, analisamu tadi sungguh membuat
orang menjadi kagum, sesungguhnya mestika yang berada
di tubuh Ong Bun kim bukan sejilid kitab pusaka,
melainkan suatu "mestika" yang luar biasa hebatnya dan tak
ternilai harganya." "Sudah....sudahlah....kalian jangan merecoki aku terus
menerus dengan segala macam mestika!" keluh Ong Bun
kim sambil tertawa getir.
"Bocah muda, kami bukan hanya mengigau disiang hari
bolong, apa yang kukatakan adalah suatu kenyataan!"
"Kalau kenyataan, coba berilah alasan yang cukup kuat
kepadaku agar akupun dapat ikut mempercayainya."
Kakek berambut putih itu memperhatikan Ong Bun kim
sekejap, lalu sinar matanya dialihkan ke wajah Yu Cing
atau si nona berbaju abu abu itu, katanya:
"Bocah perempuan, menurut pendapatmu tadi, masalah
ini bakal muncul kemunculan apa?"
"Boanpwe kuatir salah berbicara."
"Tidak mengapa, coba utarakan saja secara berterus
terang." "Konon sejak Ong See liat muncul kembali ke dalam
dunia persilatan setelah berita lenyapnya dia selama banyak
tahun, hanya dalam enam-tujuh tahun saja ilmu silatnya
telah mendapat kemajuan yang pesat sekali, ini
menunjukkan kalau ilmu silatnya itu berasal dari ajaran
orang lain." "Dugaan semacam itu memang masuk diakal!"
"Kalau memang demikian, maka di dunia ini hanya ada
satu orang saja yang sanggup melakukan pekerjaan besar ini
" "Siapa?" tanpa sadar Ong Bun kim berseru.
"Hek mo im (bayangan iblis hitam)"
"Hek mo im?" Ong Bun kim termangu sejenak, "apakah
diapun berwujud seorang manusia?"
"Tentu saja!" Ong Bun kim segera berpaling ke arah kakek berambut
putih itu sambil bertanya:
"Siapakah manusia yang bernama Hek mo im itu?"
"Seperti pula julukan yang berhasil diraihnya itu, belum
pernah ada seorang manusiapun yang mengetahui siapakah
dia, tapi dia pernah munculkan diri di depan umum,
sekalipun wujudnya pada saat itu hanya suatu bayangan
hitam yang besar sekali..."
"Kalau begitu dia adalah manusia ?"
"Bukan! Dia manusia biasa!"
"Manusia macam apakah dia itu?"
"Sejak munculkan diri dalam dunia persilatan Hek mo
im hanya muncul sebanyak beberapa kali saja di muka
umum, tapi setiap kali pemunculannya selalu menciptakan
suatu peristiwa besar yang menggemparkan seluruh dunia
persilatan, pada pemunculan yang pertama ia berhasil
melenyapkan Mo hay su pah (empat raja bengis dari
samudra iblis), pada pemunculan kedua ia menyapu lenyap
Tang hay mo ong (raja iblis dari lautan timur) dan pada
pemunculannya yang ketiga ia membubar kan perkumpulan
Im hun kau..." "Manusia macam apa saja yang telan ia basmi itu?"
"Mo hay su pah adalah empat orang gembong iblis
pembunuh manusia tanpa berkedip, keempat orang itu
pernah menciptakan badai darah dalam dunia persilatan,
tak seorangpun jago persilatan yang sanggup menandingi
kehebatan mereka. Sedangkan Tang hay mo ong serta Im
hun kau adalah manusia-manusia yang menciptakan
pembantaian manusia secara besar-besaran demi
terwujudnya cita-cita mereka untuk merajai dunia
persilatan, andaikata Hek mo im tidak muncul tepat pada
saatnya, entah bagaimana akibat dari ulah mereka itu."
"Kalau begitu Bayangan iblis hitam adalah seorang Bu
seng (malaikat ilmu silat)?"
"Betul, dia adalah seorang malaikat ilmu silat. Setiap
umat persilatan yang menyinggung nama orang ini pasti
akan menunjukkan sikap yang sangat menaruh hormat.
Cuma berbicara kembali, meskipun Hek mo im hanya tiga
kali munculkan diri dalam dunia persilatan, kalau dihitung
dengan jari waktunya sudah mencapai enam tujuh puluh
tahun berselang." "Apakah selama ini tak pernah bada seorang
mandusiapun yang pearnah bertemu debngan wajah
aslinya?" tanya Ong Bun kim dengan perasaan amat
tercekat. "Yaa, selamanya belum pernah ada seorang manusiapun
yang pernah menjumpai raut wajah aslinya, cuma menurut
cerita orang, Sin kiam (pedang wasiat) yang bikin hati orang
keder itu bakal muncul kembali dalam dunia persilatan tak
lama kemudian ... " "Pedang wasiat?"
"Betul, pedang wasiat! Pedang tersebut adalah sebilah
pedang antik yang luar biasa tajamnya, dengan
mengandalkan pedang wasiat inilah Hok mo im telah
menyelamatkan dunia persilatan dari beberapa kali badai
besar ... " Setelah berhenti sejenak, kepada Yu Cing kembali ia
bertanya: "Bocah perempuan, mengapa kau mengatakan bahwa
Ong See liat pernah berjumpa dengan Hek mo im?"
"Locianpwe, kau kenal dengan Tiang seng lojin (kakek
panjang usia) . . . ?" Yu Cing balik bertanya.
"Yaa, kenal, aku kenal, masa dia masih hidup!"
"Betul, dia masih hidup, malah aku pernah berjumpa
dengannya, dia bilang ada beberapa jurus serangan yang
dipergunakan Ong See liat rada mirip dengan jurus
serangan yang dipakai Hek mo in, bahkan persoalan di
balik masalah itu katanya amat kacau ..."
"Bagaimana kacaunya?"
"Persoalan ini menyangkut pula diri ayahku!"
Mendengar ucapan tersebut, si kakek be-rambut putih
serta Ong Bun kim sama - sama merasa terperanjat.
Lama sekali, kakek berambut putih itu baru berkata:
"Kalau begitu coba kau terangkan lebih jauh?"
Yu Cing menghela napas sedih, katanya setelah
termenung sejenak: "Locianpwe, kenalkah kau dengan seorang perempuan
yang bernama Leng po siancu di masa lalu?"
"Lohu pernah mendengar nama orang ini, tapi belum
pernah berjumpa dengan orangnya !"
"Dia adalah ibu kandungku, waktu itu beliau telah jatuh
cinta dengan Giok bin hiap (pendekar berwajah pualam),
tapi sebelum menikah ibuku telah mengandung, suatu hari
Ong See liat datang mencari Giok bin hiap . . ."
"Mau apa ayahku datang mencari ayahmu?" seru Ong
Bun kim dengan perasaan terkejut.
"Ayahmu dengan Giok bin hiap abdalah sepasang
dsahabat karib, asetiap orang pebrsilatan mengetahui
persoalan ini, konon ayahmu mengajak ayahku untuk
bersama-sama pergi mencari mestika, tapi sejak kepergian
itu mereka lenyap tak ada kabar beritanya ... "
"Tapi ayahku telah pulang ke rumah!" sela Ong Bun kim.
"Nah, di sinilah terletak keanehan dari kejadian itu
hingga ayahmu muncul kembali di dalam dunia persilatan,
ibuku ingin pergi mencari ayahmu tapi ayahmu lenyap
kembali tak berbekas!"
"Mungkin ketika itu ayahku sudah berdiam di lembah
Lip jin kok sehingga jejaknya sukar ditemukan ... "
"Tapi ibuku waktu itu menduga bahwa kemungkinan
besar ayahku sudah berubah hati!"
"Berubah hati?"
"Yaa, kalau tidak, tak mungkin dia tak akan kembali ke
rumah untuk berkumpul kembali dengan kami."
Ong Bun-kim benar-benar tidak habis mengerti apa
gerangan yang sesungguhnya telah terjadi, dengan kening
berkerut ia lantas berkata:
"Lantas, apa hubungannya antara persoalan ini dengan
mestika tersebut . . . ?"
"Ini menunjukkan bahwa Ong See-liat dengan Giok-binhiap
benar-benar sudah pernah bertemu dengan Hek-moim,
sedangkan mestika yang dimaksudkan berada di
tubuhmu, ada kemungkinan adalah Pedang mestika milik
Hek mo im tersebut!"
"Jadi maksudnya ayahku telah berhasil mendapatkan
pedang mestika tersebut . . .!" seru Ong Bun kim tertegun.
"Sekalipun pedang mestika itu belum didapatkan
olehnya, paling tidak ia tahu di manakah pedang mestika
tersebut disimpan ... "
"Yaa, aku mengerti sekarang, jadi maksudmu ayahku
telah mencatat tempat penyimpanan mestika itu di suatu
benda dan kemudian benda itu berada ditubuhku?"
"Betul! Memang demikian yang kumaksudkan!"
Ong Bun-kim segera tertawa getir.
"Tapi tak dapat kupikirkan benda apakah yang terdapat
di dalam tubuhku sekarang ini!" katanya.
"Badai pembunuhan berdarah sudah berada di ambang
pintu dunia persilatan, sekarang aku hendak pergi
menyelidiki beberapa persoalan itu, lebih baik masalah
tersebut kau pecahkan sendiri saja, karena sekarang juga
aku harus pergi dari sini!"
"Silahkan lociapwe!"
Beberapa langkarh kemudian mendtadak kakek
beraqmbut putih itu rberhenti lagi, kemudian ujarnya lebih
jauh: "Aku harap baik-baiklah kau menjaga diri-mu,
kemungkinan besar tugas berat untuk menanggulangi mara
bahaya yang mengancam dunia persilatan dewasa ini sudah
terjatuh di atas pundakmu!"
"Boanpwe tak akan melupakan peringatan maupun
nesehat cianpwe!" "Bagus, kalau begitu aku akan mohon diri lebih dulu!"
Dengan suatu lompatan kilat kakek berambut putih itu
melejit ke udara lalu melesat ke depan.
Sepeninggal kakek berambut putih itu, Ong Bun-kim
baru bertanya kepada Yu Cing: "Siapakah orang tadi?"
"Kemungkinan besar adalah Thay-khek cin-kun!" jawab
si nona. Mendengar rama tersebut, Ong bun-kim merasa
terperanjat sekali, mungkinkah kakek berambut putih inilah
yang pernah memberitahukan kepada ibunya bahwa
ayahnya telah dibunuh oleh kui-jin suseng" Benarkah dia
adalah Tay-khek cin kun salah seorang di antara Bu lim
sam lo yang amat tersohor namanya itu"
Kejadian tersebut benar-benar di luar dugaan Ong Bun
kim, bahkan mimpipun tak pernah ia sangka.
Setelah termenung sejenak, ia baru berkata: "Apa"
Masakah dia adalah Tay khek Cin kun?"
"Yaa, kemungkinan besar benar!"
Untuk sesaat lamanya Ong Bun-kim berdiri termangu
mangu, ia tak tahu apa yang musti dilakukan sekarang.
Menyaksikan keadaan dari si anak muda itu, Yu Cing
segera menghela napas panjang, katanya:
"Ong Bun kim, akupun hendak pergi dari sini . . . ."
"Kau hendak pergi ke mana?"
"Pulang ke rumah!"
"Kenapa tidak melakukan perjilanan bersama-samaku
saja . . ." mendadak pemuda itu merasa kata-kata tersebut
tidak pantas diucapkan terhadap seorang gadis muda, maka
buru buru kata selanjutnya ditelan kembali.
Yu Cing tertawa getir, bisiknya: "Melakukan perjalanan
bersamamu ...?" "Maksudku aku mengajakmu untuk bersama-sama
menegakkan keadilan dan kebenaran dalam dunia
persilatan!" cepat-cepat pemuda itu membetulkan kesalahan
bicaranya. "Sayang sekali kau telah beristri!" Perkataan itu kembali
menggetarkan perasaan Ong Bun-kim, ia sampai terbelalak
karena kagetnya. Dengan nada yang pedih Lu Cing kembali bertanya:
"Cintakah kau kepada Bunga iblis dari neraka?"
"Yaa, aku pernah mencintainya "
"Dan sekarang?"
"Semuanya sudah lewat, semuanya telah berlalu
bagaikan segulung hembusan angin malam!"
"Kenapa?" "Sebab kita berdua tak mampu saling memahami
perasaan pihak lainnya, kita tak mempunyai kecocokan
hati!" "Ong Bun-kim, kau keliru besar!" seru Yu Cing dengan
cepat, "kalau ditanya gadis manakah di dunia ini yang
paling mencintaimu, maka jawabanya hanya dia seorang!"
"Dari mana kau bisa berkata demikian?"
"Karena kau, dia telah..." ketika berbicara sampai di situ,
mendadak Yu Cing menutup mulutnya kembali.
-ooo0dw0ooo- BAB 34 "HEl, lantaran aku, apa yang telah ia laku kan?" desak
Ong Bun-kim cepat dengan perasaan gelisah.
"Tentang persoalan ini, lebih baik kau tanya kan secara
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langsung kepadanya, aaai.....! Aku rasa tak mungkin akan
kau jumpai perempuan kedua yang begitu baik kepadamu
di dunia ini!" Ong Bun-kim semakin kebingungan dibuatnya, ia sampai
berdiri tertegun dan memandangi wajah Yu Cing dengan
wajah termangu. "Baik-baiklah menghibur hatinya," kata Yu Cing lebih
lanjut, "dengan demikian ia akan merasa lebih baikan
keadaannya, nah ! aku tak bisa berdiam lebih lama lagi di
sini, akupun harus segera tinggalkan, tempat ini, semoga
saja kau dapat baik-baik menjaga diri..."
Berbicara sampai di situ, pelan-pelan gadis itu memutar
tubuhnya dan berlalu dari sana.
Kali ini Ong Bun kim tidak mencegah kepergiannya, dia
hanya memandangi bayangan punggung Yu Cing yang
makin menjauh dengan wajah termangu, dalam benaknya
kini hanya dipenuhi oleh ucapan terakhir dari si gadis
sebelum pergi tadi . . . Yaa, perkataan itu sangat membingungkan pikirannya, ia
tak mampu menebaknya, iapun tak sanggup untuk
memecahkannya . . . Sesudah gundah sekian lama, akhirnya ia menghela
napas panjang. Teringat bahwa dendam sakit hatinya yang
sedalam lautan belum terbalas juga, timbul kembali
perasaan sedih dan dukanya yang amat mendalam.
Mendadak perasaannya agak guncang, mungkinkah
ayahnya Ong See liat benar-benar mempunyai suatu benda
yang disembunyikan dalam tubuhnya"
Ia mencoba untuk pejamkan matanya sambil
membayangkan setiap bagian tubuhnya yang mungkin bisa
digunakan untuk menyembunyikan barang, seperti
misalnya pakaian, sepatu dan lain-lainnya, tapi tak
terbayangkan olehnya benda apakah yang bisa
disembunyikan dalam tubuhnya itu.
Akhirnya dia menghela napas panjang, kemudian
dengan putus asa bangkit berdiri dan pelan-pelan
melanjutkan perjalanannya menuju ke depan.
Dia tak tahu harus ke manakah sekarang, yaa, tempat
manakah yang pantas dikunjunginya"
Terbayang sampai ke sini, sambil menggertak gigi
menahan rasa geramnya ia berbisik:
"Manusia kilat, Siau Hui un, pada suatu hari aku pasti
akan menghancur lumatkan tubuhmu menjadi berkepingkeping..."
Belum habis dia bergumam, tiba-tiba kedengaran suara
tertawa dingin berkumandang dari kejauhan, menyusul
kemudian seseorang berseru nyaring:
"Ong Bun kim, cepat amat kepergianmu itu!"
Ong Bun kim terkesiap dan segera berpaling, tapi dengan
cepat wajahoya berubah hebat, ternyata Gin Lo sat beserta
dua orang dayangnya sedang meluncur datang dengan
kecepatan tinggi. "Sebenarnya apa yang kau inginkan?" dengan geramnya
si anak muda itu membentak:
"Ikut kami pergi dari sini!"
"Hmm . . ! Jangan mimpi disiang hari bolong!"
Air muka Gin Lo sat segera berubah hebat.
"Ong Bun kim!" katanya, "kalau tadi kau berhasil kabur
dari cengkeraman kami, maka sekarang jangan harap kau
bisa melepaskan diri dengan begitu saja!"
"Hmmm! Kenapa tidak segera mencobanya?"
"Ong Bun kim, kalau kau keras kepala terus menerus,
jangan salahkan kalau terpaksa kutindak dirimu dengan
kekerasan!" Berbareng dengan selesainya perkataan itu, secepat kilat
Gin Lo sat menerjang ke muka menghampiri pemuda itu,
sementara kedua orang dayangnya menghadang jalan
mundur dari tempat itu. Bentakan keras menggelegar di angkasa, dengan suatu
lompatan ke udara Gin Lo sat menerkam tubuh Ong Bun
kim, telapak tangannya langsung mencengkeram batok
kepalanya. Sungguh cepat dan luar biasa cengkeramannya itu, Ong
Bun kim tak berani bertindak gegabah, harpa bajanya segera
diputar untuk membendung datangnya ancaman itu.
Tapi sebelum serangannya mencapai sasaran, pukulan
kedua dari Gin Lo sat kembali telah menyambar tiba.
Kali ini serangannya dilancarkan dengan kecepatan yang
makin luar biasa pada hakekatnya tak memberi kesempatan
buat si anak muda itu untuk menghindarkan diri.
Di tengah menggulungnya desingan angin pukulan
kedua dari Gin Lo sat, mendadak menyambar lewat sekilas
cahaya putih yang langsung menyambar ke tubuh Gin Lo
sat. "Wahai Gin Lo sat, kembali kita berjumpa muka!" seru
orang itu dengan suara lantang.
Ternyata orang yang melancarkan serangan itu bukan
lain adalah Manusia kilat.
Kalau dilihat dari kehadiran jago-jago lihay itu, seakanakan
mereka belum merasa puas sebelum berhasil
membekuk diri Ong Bun kim.
Demikianlah, disaat manusia kilat menyerang Gin Lo
sat, dua sosok bayangan hitam lain secepat sambaran kilat
langsung menerjang ke arah pemuda itu, ternyata mereka
adalah Yu-leng-jin. Terpaksa Ong Bun-kim harus memutar harpa bajanya
untuk memberi perlawanan, sebuah serangan dahsyat
langsung dilontarkan ke tubuh kedua orang manusia tanpa
sukma. "Tahan!" suatu bentakan menggeledek kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
Suara itu nyaring sekali memekakkan telinga, ini
membuat semua orang menjadi terperanjat dan serentak
menarik kembali serangannya sambil melompat mundur ke
belakang. Ketika semua orang berpaling, tampaklah seorang
manusia baju hijau yang berusia empat-puluh tahunan
dengan menggembol sebilah pedang berjalan masuk ke
dalam gelanggang. Kemunculan yang tak terduga ini sangat mencengangkan
semua orang, hampir setiap jago yang hadir di sana dibikin
tertegun olehnya. Tapi tak seorangpun yang mengetahui siapa gerangan
manusia berbaju hijau itu, tapi pancaran sinar wajahnya
begitu berwibawa dan agung, membuat siapapun tak berani
mengusiknya secara gegabah.
Pelan-pelan manusia berbaju hijau itu mengalihkan sinar
matanya ke wajah Ong Bun-kim, kemudian tegurnya:
"Apakah kau yang bernama Ong Bun-kim?"
"Benar !" "Putra dari Ong See-liat?"
"Benar!" Manusia berbaju hijau itu mengerutkan dahinya, seakanakan
terdapat banyak kemurungan yang berkecamuk dalam
benaknya, setelah menghela napas panjang ia bertanya lagi:
"Apakah kau dilahirkan oleh Coa Siok-oh?"
Tercekat perasaan Ong Bun-kim mendengar perkataan
itu, namun jawabnya juga:
"Benar!" Dengan tatapan dingin manusia berbaju hijau itu
mengerling sekejap ke atas wajah orang-orang yang hadir di
sana, kemudian katanya lagi dengan suara ketus:
"Sekarang, kalian semua boleh pergi me-ninggalkan
tempat ini!" "Wouw....! Besar amat lagakmu" seru manusia kilat
sambil tertawa dingin. "siapa kau?"
"Kau. nggak usah banyak bertanya, sekarang kalau kau
betul-betul jantan, hadapilah aku!"
Selesai mengucapkan kata-kata itu, manusia hijau itu
segera meloloskan pedangnya, cahaya tajam segera
berkilauan memancar keempat penjuru.
Manusia kilat segera tertawa dingin, katanya:
"Ingin kulihat sampai di manakah taraf kehebatan yang
kau miliki, sehingga begitu berani mengucapkan kata tidak
senonoh di hadapanku!"
Berbareng dengan selesainya ucapan terakhir, tiba-tiba ia
menerjang ke arah Ong Bun-kim dengan kecepatan luar
biasa. Manusia berbaju hijau itu membentak pula, pedangnya
langsung disapu ke depan.
Cahaya pedang berkelebat lewat, detik itu juga Manusia
kilat kena didesak mundur sejauh lima-enam langkah dari
posisi semula, sementara ia belum berhasil berdiri tegak,
manusia berbaju hijau itu telah menerjang maju lagi sambil
melancarkan sebuah tusukan.
Serangan yang dilancarkan manusia berbaju hijau ini
sungguh cepatnya luar biasa, bikin orang menjadi bergidik
rasanya, secara beruntun manusia kilat harus mundur
sejauh tujuh-delapan langkah untuk menghindarkan diri
dari ancaman. Sementara serangan kedua telah selesai, serangan ketiga
kembali menerobos datang.
Cahaya kilat segera memancar ke empat penjuru, tibatiba
terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati
berkumandang memecahkan keheningan, tampak manusia
berbaju hijau itu berkelebat lewat dan melompat kembali ke
samping Ong Bun-kim. Tampaklah manusia kilat yang ternyata adalah seorang
kakek berambut putih berusia limapuluh tahunan sudah
menggeletak mati di atas tanah dengan dada berlubang.
Darah kental yang berbau amis berhamburan memenuhi
seluruh permukaan tanah, keadaan mengerikan sekali.
Gerakan dari manusia berbaju hijau itu memang hebat
dan luar biasa, untuk sesaat suasana dalam gelanggang
menjadi sepi, hening dan tak kedengaran suara apa apa.
"Siapa lagi yang bermaksud untuk turun tangan?"
tegurnya kemudian sambil memandang sekejap sekeliling
gelanggang. Kepandaian silat yang dimiliki manusia berbaju hijau itu
terbukti Iihaynya bukan kepalang, kejadian ini sungguh
menggetarkan perasaan setiap orang, untuk sesaat lamanya
tak seorangpun berani berkutik ataupun mengucapkan
sepatah kata. Karena tiada seorangpun yang bersuara, maka orang itu
memandang sekejap ke arah Ong Bun-kim lalu berkata:
"Ong. Bun-kim, mari kita pergi dari sini!"
Sesungguhnya Ong Bun-kim sendiripun tidak kenal
dengan manusia berbaju hijau itu, ia tak tahu siapa
gerangan orang tersebut, maka ia malah tertegun dibuatnya.
"Tunggu sebentar!" mendadak Gin Lo-sat berseru sambil
munculkan diri menghadang jalan pergi mereka.
"Mau apa kau?" tegur manusia berbaju hijau itu.
Gin Lo-sat segera tertawa dingin.
"Hehh....heehhi...heehh....ilmu silat yang kau miliki
betul-betul membuat orang merasa kagum...."
"Ada apa" Kaupun bermaksud untuk menerima beberapa
buah tusukan pedangku ?" jengek orang itu dingin.
"Beranikah kbau menghadapi sderangan gabungaan
dariku bersamba sahabat dari-Yu-leng-bun ini?"
Manusia berbaju hijau itu segera menengadah dan
tertawa terbahak-bahak. "Haahh haahh haahh siapa bilang
kalau aku takut untuk menghadapi serangan gabungan
kalian bertiga?" Manusia berbaju hijau itu segera melintangkan
pedangnya sambil berdiri tegak, ia telah bersiap sedia untuk
menghadapi setiap kemungkinan yang bakal menimpa
dirinya. Gin Lo sat memang seorang perempuan yang cerdik dan
berotak licik, adapun tujuannya untuk menyeret kedua
orang manusia tanpa sukma untuk melangsungkan
pertarungan melawan manusia berbaju hijau itu, tak lain
adalah agar memberi kesempatan bagi kedua orang
dayangnya untuk menyerang Ong Bun-kim.
Maka begitu tantangannya disambut lawan, serta merta
ia memberi tanda kerlingan mata kepada kedua orang
dayangnya, lalu pelan-pelan berjalan masuk ke dalam
arena. "Tunggu sebentar!" mendadak Manusia berbaju hijau itu
berseru setelah tertawa dingin.
Gin Lo-sat tertegun, ia menghentikan langkah kakinya ke
depan. Dengan suatu gerakan cepat, manusia berbaju hijau itu
menggeserkan tubuhnya ke samping Ong Bun-kim.
Tindakan itu tentu saja mengejutkan si anak muda itu,
tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu manusia berbaju
hijau tadi telah berbisik dengan suara lirih:
"Ong Bun-kim, sanggupkah kau untuk menghadapi
serangan gabungan dari dua orang dayang tersebut?"
Ong Bun-kim mengangguk. "Aku ingin bertanya kepadamu lagi," kembali manusia
berbaju hijau itu berkata, "kau tahu, kenapa tenaga
dalammu yang sebesar seratus tahun hasil latihan itu tak
kau gunakan sebagaimana mestinya?"
Baru saja Ong Bun-kim tertegun, orang itu telah berkata
lebih lanjut: "Tentunya kau tidak tahu, bukan" Nah, dengarkan baikbaik!
Tenaga dahsyat tersebut tak dapat kau gunakan sebab
urat Jin dan tok yang berada dalam tubuhmu belum
tembusl Heran! Kenapa, kenapa kedua buah nadi penting
itu belum pernah ditembusi?"
"Aku juga tidak tahu!" sahut pemuda itu melongo.
"Kau tahu" Seandainya urat nadi Jin-meh dan Tok-meh
yang ada dalam tubuhmu sudah tembus, maka ilmu silat
yang kau milikbi jauh di atas dkepandaian silaat yang
dimilikib orang-orang ini!"
Ong Bun-kim semakin tertegun, ia merasa setengah
percaya setengah tidak terhadap perkataan itu.
"Sekarang berdirilah baik-baik" kata manusia berbaju
hijau itu, "aku hendak mempergunakan gerakan paling
cepat untuk menembusi nadi Jin-meh dan tok-meh mu itu!"
Sudah barang tentu Ong Bun-kim tidak percaya kejadian
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu sebenarnya ada atau tidak, tapi mendengar ucapan
orang itu, dia manggut juga.
Manusia berbaju hijau itu segera membentak keras,
telapak tangan kirinya tiba-tiba berkelebat ke depan dan
secara beruntun melancarkan beberapa buah totokan.
Ong Bun-kim hanya merasakan sekujur tubuhnya
menjadi sakit, tiba-tiba saja badannya roboh terjengkang ke
tanah. Gin Lo-sat dan Yu-leng-jin bertiga sama-sama tertegun,
sementara mereka belum tahu apa yang musti dilakukan.
Manusia berbaju hijau itu telah menggerakkan kembali
tangan kirinya untuk melancarkan tiga buah totokan kilat
ke atas tiga buah jalan darah penting di tubuh si anak muda
tersebut. Gerak serangan dari Manusia berbaju hijau itu boleh
dibilang cepatnya sukar dilukiskan dengan kata-kata, begitu
totokannya selesai Ong Bun-kim telah bangkit berdiri
kembali. Ketika hawa murninya kemudian dicoba, terasalah
begitu besar hawa murni, yang menggulung-gulung dalam
tubuhnya, seakan-akan sebuah bendungan yang jebol
terlanda air bah.... Sebenarnya sejak makan obat aneh, tenaga dalam yang
dimiliki Ong Bun - kim telah mencapai enampuluh tahun
hasil latihan, apalagi setelah msndapat pemberian obat
mestika dari Hian-ih-lihiap, si pendekar berbaju hitam,
hakekat nya tenaga dalam yang ia miliki sudah berada di
atas delapanpuluh tahun hasil latihan, cuma sayang nya
urat penting Jin-meh dan tok-mehnya belum tembus;
sehingga hawa murni yang amat dahsyatpun tak bisa
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Sekarang, urat penting jin-meh dan tok-meh nya sudah
tembus, hawa murni yang terhimpun dalam tubuhpun
bisa.dipakai sebagaimana mestinya, ini semua membuat si
anak muda itu berubah menjadi seorang jago yang sangat
lihay, kehebatan ilmu silatnya sudah jauh di atas
kepandaian beberapa orang di sana.
Demikianlah, sertelah memandangt sekejap ke araqh
Ong Bun-kim, rpelan-pelan manusia berbaju hijau itu
masuk ke arena dan berkata:
"Sekarang kalian sudah boleh melancarkan serangan!"
Gin Lo-sat dan Yu-leng-jin serentak bergerak maju ke
depan, mereka langsung bergerak menghampiri manusia
berbaju hijau itu. Cahaya kilat segera memancar ke empat penjuru dan
menyilaukan mata, dengan sebuah tebasan pedang ia
bendung serangan gabungan dari kedua orang musuhnya
itu. Berbareng itu juga....dLpihak lain dua orang dayang
berbaju biru itu membentak nyaring, lalu dengan garang
menerjang tubuh Ong Bun kim sambil melepaskan sebuah
pukulan gencar. "Kurang ajar, rupanya kalian sudah bosan hidup." bentak
Ong Bun kim dengan geramnya.
Di tengah bentakan gusar, senjita harpa besinya disodok
ke muka melepaskan sebuah serangan balasan.
Kedua orang dayang itu benar benar tak tahu diri, di
bawah serangan harpa besi dari Ong Bun kim, tiba tiba
mereka berpisah ke kiri dan ke kanan lalu menerkam
bersama. Ong Bun kim menghardik keras, dengan menghimpun
segenap tenaga dalam yang dimiliki-nya ia melepaskan lagi
sebuah serangan dahsyat. Jeritan ngeri yang memilukan hati segera bergema
memecahkan kesunyian, percikan darah segar berhamburan
ke mana mana. Dayang berbaju biru yang berada di paling depan
terhajar telak oleh serangan itu, tubuhnya kontan mencelat
ke belakang dan tewas seketika itu juga.
Ong Bun kim kembali membentak nyaring, serangan
kedua dilancarkan sekali lagi.
Dayang berbaju biru yang kedua inipun mencelat ke
belakang sambil menjerit kesakitan, setelah muntah darah
segar ia tergeletak tewas di tempat.
Setelah membereskan dua orang lawannya, Ong Bun
kim menarik kembali serangannya dan mundur ke
belakang, untuk sesaat lamanya ia berdiri termangu di sana,
seakan-akan pemuda itu tercengang dia kaget oleh
kehebatan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang.
"Adik Ong !" mendadak seseorang memanggilnya
dengan suara yang lirih dan memilukan hati.
Dengan perasaan tercekat Ong Bun kim segera
mendongakkan kepalanya, tampaklah Bunga iblis dari
neraka dengan wajah yang sayu sedang berjalan
menghampirinya. Teringat ucapan dari Yu Cing sebelum pergi tadi, Oag
Bun kim agak tertegun juga oleh per-temuan tersebut.
Suara tertawa dingin kembali berkumandang di sana,
menyusul kemudian seseorang mengejek "Oh...sungguh
merangsang panggilan itu!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sesosok
bayangan manusia berbaju perlente melesat masuk ke
dalam arena. Kemunculan orang itu segera disambut seruan kaget oleh
Ong Bun kim maupun Bunga Iblis dari neraka;
"Haaah...Hiat hay long cu, rupanya kau!" Hiat hay long
cu kembali tertawa dingin.
"Yaa, betul! Memang aku!"
Air muka Bunga iblis dari neraka berubah hebat,
tampaknya ia sedang menahan geram dalam hatinya.
Hawa napsu membunuhpun menyelimuti wajah Ong
Bun kim, segera bentaknya nyaring.
"Hiat,hay long cu, kebetulan sekali aku memang sedang
mencarimu ..." "Mau apa kau cari aku?"
"Mau apa lagi" Tentu saja membunuhmu "
"Kenapa hendak membunuhku?"
"Masih ingatkah kau dengan hutang sebuah pukulan atas
diriku?" "Yaa, aku masih ingat!"
"Nah, aku sekarang hendak menagih hutang tersebut."
Hiat - hay - longcu (si romantis dari lautan darah) segera
tertawa dingin. "Hehha heehhh heeehh boleh saja, cuma ada satu hal
hendak kuberitahukan dulu kepadamu."
-ooo0dw0ooo- BAB 35 "PERSOALAN apakah, itu?" tanya sang pemuda.
"Mengenai diri Tan Hong-hong..."
Mendengar perkataan itu, paras muka Bunga iblis dari
neraka segera berubah hebat, dengan menahan geram
bentaknya : "Teng Kun, kalau kau berani mengucapkan
sepatah kata saja, segera kurenggut nyawamu!"
"Haaahhh haaahhh haaahhh apa toh salahnya kalau
kuceritakan kepadanya?" ejek Hiat hay longcu sambil
tertawa bergelak. Menggigil keras sekujur badan bBunga iblis dardi neraka
sakinga geramnya menahban amarah, untuk sesaat ia tidak
sanggup mengucapkan sepatah katapun...
"Sebenarnya persoalan apakah itu:" kembali Ong Bun
Kim membentak dengan nada ingin tahu.
Hiat hay long cu tertawa bangga.
"Haaahbh.. .baaahhb....baaahhh...kau anggap enci Tan
yang kau kenal ini adalah seorang perempuan baik-baik."
"Teng kun, kubunuh kau!" bentak Bunga iblis dari neraka
dengan penuh kemarahan. Di tengah bentakan nyaring, tubuhnya melejit ke udara
lalu menerjang ke arah Teng Kun dengan kecepatan luar
biasa, pie-pa bajanya langsung diayunkan ke atas batok
kepalanya. Pada saat Bunga iblis dari neraka melancarkan serangan
mautnya itu, Ong Bun kim membentak pula dengan
lantang: "Tahan!" Di tengah bentakan nyaring tubuhnya me-nerobos ke
tengah arena dan memisahkan kedua orang itu secara
paksa. Ong Bun kim agak terpengaruh oleh emosi ketika itu,
kembali bentaknya keras keras:
"Teng Kun, rahasia apakah yang terdapat padanya"
Cepat kau beritahukan kepadaku!"
Diam-diam Teng Kun menghimpun tenaga dalamnya
untuk bersiap sedia, kemudian sahutnya dingin:
"Kau anggap dia adalah seorang perempuan baik-baik?"
Ong Bun-kim merasakan hatinya terkesiap, ucapan
tersebut ibaratnya sebilah pedang tajam yang menembusi
ulu hatinya, untuk sesaat si anak muda itu berdiri,bodoh.
"Kau. ......kau " bisiknya agak gemetar,
"Apa yang kuucapkan adalah kata-kata yang
sesungguhnya" sahut Teng Kun lagi sambil tertawa dingin,
"dia adalah seorang perempuan murahan yang bisa
diperoleh siapapun asal bisa memberi sedikit uang
kepadanya, bahkan dengan akupun pernah mempunyai
hubungan yang panas dan luar biasa. ...haahh ...
..haaahhb.,...haaahhh...."
"Apa?" Ong Bun-kim menjerit sekeras-kerasnya, ia
merasa kepalanya seperti dipukul dengan martil berat,
matanya berkunang-kunang dan dadanya menjadi sesak,
dengan sempoyongan ia mundur beberapa langkah.
Dikala Ong Bun-kim sedang amat terperanjat itulah tiba
tiba Hiat hay longcu membentak keras, kipasnya disambar
ke muka dengban kecepatan badgaikan sambarana kilat dan
menobtok beberapa buah jalan darah penting di tubuh anak
muda itu. Mimpi pun Ong Bun-kim tidak menyangka kalau Hiat hay - long cu mempunyai niat sebusuk itu, tahu tahu ia
merasa tubuhnya sakit dan mengejang keras, darah kental
muntah dari mulutnya dan tahu tahu ia sudah dikempit
oleh orang tersebut. Kemarahan Bunga iblis dari neraka tak terlukiskan lagi
dengan kata-kata segera bentak nya nyaring :
-oo0dw0oo-- Jilid 12 "TENG KUN, bajingan terkutuk, kubunuh kau!"
Dalam gusarnya ia langsung menerjang ke hadapan Hian
hay-lohg-cu, senjata pie-pa bajanya langsung disambarkan
ke atas batok kepala lawan.
"Tahan!" Hiat-hay-long-cu menghardik sambil melejit
mundur beberapa langkah ke belakang.
"Lepaskan dia!"
Hiat-hay-longcu tertawa dingin, hawa napsu membunuh
telah menyelimuti wajahnya, ia berkata: "Tan Hong-hong,
jika kau berani turun tangan, maka yang bakal mampus
duluan adalah Ong Bun-kim!"
Ancaman itu diutarakan dengan penuh kobaran nafsu
membunuh, sehingga kedengaran mengerikan sekali.
Menggigil keras sekujur badan Bunga iblis dari neraka,
saking gusarnya sepasang matanya yang jeli sampai berapiapi,
ia benar-benar dibikin tak berkutik oleh ancaman
musuh. "Hiat-hay-longcu!" akhirnya ia berkata sambil
menggertak gigi menahan emosi, "apa yang hendak kau
lakukan terhadapnya?"
"Tak usah kuatir, tak nanti kubunuh orang ini!" Selesai
berkata tiba-tiba ia menlejit ke udara dan berlalu dari
tempat itu. Pada saat Hiat-hay-longcu melompat ke udara dan siap
pergi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba sesosok bayangan
hijau menghadang jalan perginya.
Bayangan hijau itu tak lain adalah Manusia berbaju hijau
itu. Sekilas hawa nafsu membunuh yang mengerikan telah
menyelimuti wajah orang itu, katanya dengan suara dingin:
"Kuperintahkan kepadamu untuk lepaskan orang itu!"
Hiat-hay-longcu tertawa dingin.
"Hmm ! Memangnya aku musti turuti perintahmu"
Kalau aku tak mau lantas mau apa kau?"
"Bangsat! Rupanrya kau sudah botsan hidup?"
Sekqali lagi Hiat-hray-longcu tertawa seram.
"Heehhh heehhh....beehhh sebelum terjadi sesuatu yang
tak diinginkan, terlebih dulu hendak kuperingatkan
kepadamu, jika kau berani turun tangan, maka aku kuatir
Ong Bun-kim yang akan mampus lebih duluan !"
"Kau berani?" "Haahhh haahhh haahhh kenapa tak berani?" jawab
Hiat-hay-longcu sinis, "coba saja melancarkan serangan
kepadaku, nanti kita buktikan bers.ama, aku berani
membunuhnya lebih dahulu atau tidak!" Seraya berkata,
ujung kipasnya lantas ditempelkan di atas ubun-ubun si
anak muda itu. Air muka manusia berbaju hijau itu berubah hebat, sama
seperti Bunga iblis dari neraka, bidannya menggigil
menahan rasa geramnya, kendatipun ilmu silat yang
dimilikinya terhitung sangat hebat, sayang kemampuannya
itu tak mampu dipergunakan untuk menyelamatkan. jiwa
Ong Bun-kim. Diiringi suara tertawa dingin, Hiat-hay-longcu kembali
melejit ke udara dan berlalu dari situ.
00OdwO00 Entah berapa lama sudah lewat, pelan-pelan Ong Bunkim
sadar kembali dari pingsannya, ia merasa kepalanya
masih pusing sekali, matanya serasa masih berkunang
ditambah perutnya mual. Ketika keadaan sudah rada segar, ia mulai mengenang
kembali peristiwa yang telah menimpanya
Ia hanya tahu kalau jalan darahnya ditotok Hiat-hay
longcu secara tiba-tiba, kemudian apa yang terjadi tak
diketahui lagi olehnya Begitu sepasang matanya
dipentangkan, pemuda itu makin terperanjat lagi dibuatnya.
Ternyata ia berada di suatu ruangan yang besar sekali
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan segala perabot yang indah dan mewah, puluhan
orang manusia berbaju biru berdiri dalam ruangan tersebut,
sedang ia sendiri berbaring di lantai.
Ia menjadi tertegun dan tak tahu apa gerangan yang telah
terjadi atas dirinya sekarang.
Sementara ia masih termangu, tiba-tiba kedengaran
seseorang tertawa dingin lalu menegur:
"Ong tayhiap, rupanya kau telah sadar kembali?"
Pelan-pelan Ong Bun-kim bangkit berdiri, ia merasa
sekujur tubuhnya lemas tak bertenaga.
Sadarlah pemuda kita bahwasanya ia sudah ditotok
orang, maka sinar matanya lantas dialihkan ke sekeliling
ruangan, mendadak ia jumpai Hiat-hay long-cu berada pula
di antara orang-orang itu.
"Hahh kau ..?" seru Ong Bun-kim dengan air muka agak
berubah. "Betul, memang aku!"
Sepasang gigi Ong Bun-kim gemerutukan menahan rasa
geramnya, kalau bisa dia ingin mencincang tubuh Hiat-haylongcu menjadi ber-keping-keping untuk melampiaskan
rasa dendam dihatinya. Tiba-tiba ia jumpai di sebelah kanan ruangan berdiri
seorang perempuan yang amat di kenal olehnya, orang itu
tak lain adalah Gin Lo-sat kenyataan ini sangat
mengejutkan hati Ong Bun-kim.
"Jadi Hiat hay-long-cu sudah menjadi anggota
perkumpulan Hui-mo-pang?" demikian pikirnya.
Rupanya dugaan tersebut ada benarnya juga dan jelaslah
sudah bahwa Hiat-hay-long-cu sengaja, menggunakan siasat
untuk membekuknya agar bisa diserahkan kepada pihak
Hui-mo-pang. Berpikir sampai ke situ, menggigil sekujur badan anak
muda itu saking marahnya.
Pada saat itulah seseorang berseru dengan lantang:
"Tay pangcu tiba!"
Seketika itu juga suasana dalam ruangan menjadi sunyi
senyap tak kedengaran sedikit suarapun, lalu terdengar
suara langkah kaki manusia yang makin lama semakin
mendekat. Tiba-tiba Ong Bun-kim merasa matanya menjadi silau,
seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan
diiringi empat orang dayang berbaju biru berjalan masuk ke
dalam ruangan. Serentak semua manusia berbaju biru termasuk juga
Hiat-hay-long-cu di antaranya menjatuhkan diri berlutut di
atas tanah sambil berseru:
"Tecu sikalian menyampaikan salam sejahtera untuk Tay
pangcu!" Tay pangcu dari Hui-mo pang tertawa hambar,
sahutnya: "Tak usah banyak adat!"
Suaranya merdu merayu seperti bkicauan burung dnuri,
membuat oarang serasa terbbuai jadinya.
Ong Bun-kim sendiripun merasa terkesima oleh
kecantikan orang, sekalipun demikian iapun merasa agak
heran, kalau gadis tersebut hanya sebagai Tay pangcu
(wakil ketua), lantas siapakah ketua yang sebenarnya "
Setelah memberi hormat dengan suasana yang hidmat,
puluhan orang manusia berbaju biru itu bangkit berdiri dan
menyingkir ke samping. Paras muka Tay pangcu dari Hui-mo pang amat hambar
tanpa emosi, dengan matanya yang jeli ia mengerling
sekejap wajah Ong Bun-kim, lalu dengan suara agak
tertegun serunya: "Jadi kau yang bernama Ong Bun kim?"
Ong Bun kim hanya memandang sekejap ke arahnya, ia
telah membungkam dalam seribu bahasa.
Sekali lagi Tay pangcu dari Hui mo pang itu tertegun.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" tegurnya.
Ong Bun-kim tetap membungkam dan tidak menjawab.
Tindakan anak muda itu segera menggusarkan wakil
ketua dari Hui mo pang ini, bahkan paras muka puluhan
orang manusia berbaju biru yang berada dalam ruangan
itupun berubah hebat. "Ong Bun kim!" dengan suara dingin Hiat-hay-long cu
segera membentak keras, "kalau kau tidak menjawab juga,
jangan salahkan kalau kau akan kutempeleng beberapa
kali!" Ong Bun kim tetap tertawa dingin tiada henti-nya, tak
sepatah katapun yang diutarakan.
Paras muka Hiat hay long cu betul betul berubah sangat
hebat, sambil membentak gusar tubuhnya menerjang
kehadapan si anak muda itu, kemudian telapak tangannya
diayun ke atas wajah Ong Bun-kim dan menamparnya
keras keras. "Piaak....! Plook....!" Ong Bun kim kena di-tampar keraskeras
sehingga pipinya bengkak dan mulutnya berdarah.
Anak muda itu segera tertawa dingin, katanya:
"Teng Kun, ingat ingat saja dengan dua tempelenganmu
sekarang, suatu ketika aku pasti akan membalaskan berikut
bunga...." "Bangsat, akan kutempeleng kau beberapa kali lagi."
Tangannya segera diayun ke muka siap menempaleng
wajah Ong Bun kim lagi. "Tahan!" mendadak berkumandang suara bentakan
nyaring. Mendengar bentakan tersebut, mbau tak mau Hiatd haylongcu haarus menarik kembbali serangannya.
Setelah melirik sekejap wakil ketua dari Hui-mo pang itu,
ujarnya dengan penuh rasa hormat: "Baik, tay-pangcu!"
"Bebaskan jalan darahnya yang tertotok!"
"Baik!" Tanpa berani membangkarg, Hiat-hai-long cu segera
menepuk bebas jalan darah Ong Bun-kim yang tertotok.
Pada dasarnya Ong Bun kim menang sudah terluka dan
luka itu belum sembuh, maka kendatipun jalan darahnya
sudah dibebaskan, akan tetapi kekuatan, hawa murninya
belum berhasil dipulihkan kembali seperti sediakala.
"Ong Bun-kim!" kembali wakil ketua Hui-mo-pang
berkata: "kalautoh sudah sampai di sini, apa salabnya kalau
kita berbicara.secara baik-baik?"
"Soal apa yang mesti kita bicarakan?" jawab Ong Bun
kim dengan suara dingin. Wakil ketua dari Hui-mo pang itu tertawa ringan,
sungguh besar daya pikatnya.
"Oh....tadinya aku masih mengira kau tak pandai
berbicara, untung kau bukan seorang bisu, tahukah kau
kenapa kuundang kehadiranmu kemari"
"Hmm..! Suatu cara mengundang yang sangat bagus."
"Aku toh sudah mengundang kehadiranmu secara baikbaik,
adalah kau sendiri yang enggan datang."
Ong Bun-kim kembali tertawa dingin.
"Heeehhh...heeehhh...heeehhh... sekarang kau telah
"mengundangku'" kemari, hayo katakanlah maksud
tujuanmu yang sesungguhnya!"
"Aaah....! Kalau dibilang, sesungguhnya bukan suatu
masalah yang terlampau sulit untuk dilakukan, aku hanya
ingin mengajakmu untuk menjadi anggota perkumpulan
kami!" kata Wakil ketua Hui-mo-pang sambil tertawa
ringan. "Haaahhh.. haaahhh....haaabhb....rupanya itulah
maksudmu, sayang aku enggan untuk menerimanya!" Ong
Bun-kim terbahak-bahak. "Kenapa?" "Kenapa aku mesti masuk menjadi anggota perkumpulan
kalian?" "Kita akan bersama-sama membangun suatu dunia
persilatan yang berada di bawah telapak kaki kita!"
Kontan sraja Ong Bun kimt tertawa dinginq tiadi
hentinyar. "Biarlah maksud baikmu itu kuterima dalam hati saja"
katanya, "sayang sekali aku tidak mempunyai rejeki sebesar
itu untuk menikmatinya!"
"Tapi sayang, bagaimanapun juga kau harus masuk
menjadi anggota perkumpulan kami!"
"Kalau aku tetap menolak?"
"Boleh saja, cuma kau harus dapat menyambut tiga buah
tusukan pedangku tanpa kalah, asal kau mampu segera
kami lepaskan dirimu untuk tinggalkan tempat ini!"
Ucapan yang terlalu tekabur dan sama sekali tak
pandang sebelah matapun kepada lawannya ini segera
membangkitkah hawa amarah dalam hati Ong Bun-kim, air
mukanya kontan berubah. "Menerima tiga jurus serangan pedangmu?" ulangnya.
"Betul!" "Seandainya aku sanggup menyambut ketiga buah
serangan pedangmu tanpa kalah?"
"Silahkan kau tinggalkan tempat ini, dan selanjutnya
perkumpulan kami tak akan menyulitkan dirimu lagi!"
"Harus ditambah dengan sebuah syarat lagi!" sambung
anak muda itu dengan cepat.
"Syarat apa?" "Serahkan Hiat-hay long-cu kepadaku!"
"Boleh saja, cuma....andaikata kau yang kalah?"
"Aku siap menerima keputusanmu!"
"Bagus sekali!" seru wakil ketua dari Hui mo-pang itu,
"siapkan pedang . . . .!"
Dengan hormat seorang dayang berbaju biru munculkan
diri dan mempersembahkan sebilah pedang.
Dengan jari-jarinya yang lembut ia menyambut pedang
itu, lalu selangkah demi selangkah berjalan menuju ke
tengah ruangan. "Apakah kau Tay-pangcu ingin bertarung dengan
seorang yang sedang terluka seperti aku sekarang?" tiba-tiba
Ong Bun-kim berseru. "Jangan kuatir!" jawab si nona sambil tertawa "tak nanti
akan kumanfaatkan keuntungan itu!"
Seraya berkata ia merogoh sakunya dan menngeluarkan
sebutir pil yang kemudian diserahkan kepada Ong Bun-kim.
Si anak muda itupun tanpa sungkan-sungkan segera
menerimanya, setelah obat ditelan ia duduk bersila untuk
menyembuhkan lukanya itu.
Setengah jam kemudian, luka yang dideritanya itu telah
sembuh sama sekali, pelan-pelan ia bangkit berdiri.
"Sudah mampu untuk berkelahi?" wakil ketua dari Hui
rao pang itu segera bertanya.
"Sudah, tapi ada-satu hal lagi hendak ku-tanyakan lebih
dulu kepadamu!" "Kalau begitu katakan saja!"
"Kalau kau adalah wakil ketua, maka siapakah ketua
sesungguhnya?" "Oh...soal ini merupakan rahasia besar bagi
perkumpulan kami, asal kau berhasil menangkan aku,
sudah pasti soal itu akan ku-beritahukan kepadamu . . . !"
"Bagus sekali."
Ong Bun kim tidak berbicara lagi, sekokoh bukit karang
ia berdiri tegak di tempat, harpa bajanya disiap sediakan
untuk melancarkan serangan mematikan.
Wakil ketua dari Hui mo pang itu tidak langsung
melancarkan serangan, dengan nada yang dingin tegurnya:
"Sudah bersiap sedia?"
"Silahkan tay pangcu melancarkan seranganmu!"
Tay pangcu dari Hui mo pang tertawa dingin, sesudah
manggut sekali, pedang yang berada di tangan kanannya itu
pelan-pelan diangkat ke tengah udara . . .
Sinar mata semua orang yang berada dalam ruangan itu
segera ditujukan ke wajah Ong Bun kim serta Tay pangcu,
suasana dalam gelanggang pun seketika tercekam dalam
ketegangan. Agaknya tak seorangpun yang percaya bahwa Ong Bun
kim sanggup menerima tiga buah serangan maut dari Tay
pangcu, lebih lebih tidak percaya kalau ilmu silat yang
dimiliki anak muda itu sesungguhnya hebat luar biasa.
Sementara itu Ong Bun kim telah mempersiapkan diri
baik-baik, ia beranggapan bahwa lebih baik jiwanya hilang
di tangan orang dari pada tidak menerima ketiga buah
serangan musuh. Kini segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah
dihimpun ke dalam tubuh untuk bersiap sedia menyambut
tiga buah serangan kilat dari Tay pangcu perkumpulan Hui
mo pang. Tay pangcu melirik Ong Bun kimb sekejap, kemuddian
sambil tertaawa dingin katabnya:
"Berhati-hatilah, aku siap melancarkan serangan!"
"Silahkan!" Di tengah bentakan nyaring yang menggeledek bayangan
manusia saling menyambar, cahaya kilat membumbung ke
angkasa dengan membawa desingan angin tajam yang
menggidikkan hati, pedang itu langsung menusuk ke tubuh
Ong Bun-kim. Dengan sigap anak muda itu memutar harpa besinya
untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Bayangan manusia berputar kencang, dengan suatu
gerakan manis berhasil juga Ong Bun-kim untuk
meloloskan diri dari serangan kilat tay pangcu, tapi pedang
itu mendadak berubah arah, diantara kilatan cahaya yang
menyilaukan mata serangan pedang kedua telah tiba.
Kali ini serangannya jauh lebih cepat dari pada serangan
yang pertama tadi, baru saja Ong Bun-kim melepaskan diri
dari ancaman yang pertama, serangan kedua yang maha
dahsyat itu telah mengancam ke arah dadanya.
-ooo00dw00oooBAB 36 PERUBAHAN jurus serangan itu betul-betul di luar
dugaan, mengucur ke luar peluh dingin saking kagetnya,
cepat-cepat pemuda itu berkelit ke samping sambil
melepaskan sebuah serangan balasan.
Tapi sebelum tubuhnya sempat menghindarkan diri ke
samping, ujung pedang lawan telah mencungkil kearah
tubuhnya, menyusul kemudian tay-pangcu dari Hui-mopang
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu sudah mundur kembali ke tempat semula.
Semua orang menjadi tertegun oleh kejadian itu,
Ong Bun kim sendiripun merasa terperanjat.
Kalahkah si anak muda itu" Ataukah ia berhasil
menghindarkan diri dari ketiga buah serangan lawan "
"Ong Bun kim!" kata tay pangcu sambil tersenyum,
"terima kasih atas kerelaanmu untuk mengalah!"
Kontan Ong Bun kim merasakan kepalanya pusing dan
dadanya seperti terhantam martil berat, nyaris tubuhnya
roboh terjengkang ke tanah.
Ia sudah kalah" Di manakah letak kekalahannya . . ."
Peristiwa ini benar-benar merubpakan suatu perdistiwa
yang taka pernah diduga bsebelumnya, maka sinar matanya
segera dialihkan ke tubuh sendiri.
Apa yang dilihat" Ternyata baju bagian dadanya sudah
robek besar sehingga tampak kulit dadanya.
Tak terlukiskan rasa kaget yang dialami Ong Bun kim
saat ini, terbukti sudah bahwa ilmu pedang yang dimiliki
gadis itu betul-betul sudah mencapai ke tingkatan yang
menakutkan sekali. Terbukti bajunya telah tersambar robek tanpa melukai
kulit badannya, dari sini dapat diketahui betapa
menakutkannya ilmu silat yang dimiliki orang itu.
Hiat hay long cu segera tertawa dingin ejeknya.
"Ong Bun kim, kau kalah!"
Pucat pias selembar wajah Ong Bun kim, sekujur
badannya gemetar keras, kenyataan tersebut sangat
menggetarkan perasaannya, bahkan terasa jauh lebih
menakutkan dari pada menghadapi ancaman kematian.
Tiba-tiba saja suasana dalam ruangan besar itu menjadi
hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
"Aku akan beradu jiwa denganmu!" Tiba-tiba Oag Bun
kim membentak kalap. Dalam sedih dan putus asanya ia telah melupakan janji
sendiri, sambil membentak keras tubuhnya langsung
menerjang ke arah Tay pangcu dari Hui mo pang itu, harpa
bajanya dengan disertai tenaga serangan yang luar biasa
langsung dihantamkan ke tubuh lawan.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan kalap dan
kecewa ini betul-betul disertai tenaga serangan yang maha
dahsyat. Tay pangcu dari Hui mo pang segera membentak keras.
"Tahan!" Karena beatakan tersebut, terpaksa Ong Bun kim
menarik kembali serangannya.
"Ong Bun kim!" kata Tay pangcu kemudian dengan
lantang, "apakah kau hendak mengingkari janji?"
Ong Bun kim berdiri bodoh.
Kembali sinar mata Tay pangcu dialihkan ke wajah Ong
Bun kim, mendadak ia berseru kaget lalu air mukanya
berubah hebat, dengan sempoyongan tubuhnya mundur
enam-tujuh langkah dari posisi semula.
Perubahan tersebut amat mengejutkan semua orang yang
hadir dalam ruangan itu, demikian pula dengan Ong Bun
kim sendiri. Lama, lama sekarli, akhirnya Taty pangcu berhasqil
mengendalikarn luapan emosinya, dengan nada agak
gemetar bisiknya: "Kau ...." "Kenapa dengan aku?"
Tiba tiba ia menemukan bahwa sinar mata Tay pangcu
sedang tertuju pada lencana "Liong-bei" yang bergantung di
dadanya itu, bahkan nona itu memperhatikannya tanpa
berkedip. Tindak tanduk lawannya yang aneh ini segera membuat
Ong Bun kim menjadi tertegun.
"Benda apakah yang berada di dadamu itu?" Tay pangcu
menegur dengan suara gemetar.
"Kenapa" Kau menginginkannya?" jengek si anak muda
itu sinis. "Aku hanya ingin bertanya benda apakah itu?"
"Lencana Liong bei . . . ."
"Aaah!" sekali lagi Tay pangcu berteriak penuh rasa
kaget. Aneh sekali tindak tanduk tay pangcu dari perkumpulan
Hui mo pang tersebut, semenjak menjumpai lencana Liong
bei yang tergantung di dada Ong Bun kim itu, sorot
matanya yang jeli selalu diliputi rasa kaget yang luar biasa.
Lama kelamaan Ong Bun kim dibikin tidak habis
mengerti juga oleh sikap lawannya yang aneh itu.
"Hei, kenapa kau?" tegurnya kemudian. "Darimana kau
dapatkan lencana liong bei itu?" bentak Tay pangcu dengan
suara keras. "Mau apa kau?" "Aku ingin tahu!"
"Benda ini milikku?"
"Perlihatkan kepadaku!"
Ong Bun kim segera tertawa dingin.
"Heeehbh heeehbh beeehhb itu kan benda milikku,
kenapa aku harus perlihatkan kepadamu?"
Air muka Tay pangcu berubah hebat.
"Berikan kepadaku!" serunya, "bagaimanapun juga aku
harus melihatnya . . ."
"Eeeh jadi kau hendak menggunakan kekerasan?"
Tay pangcu tidak menggubris seruan pemuda itu, dengan
nada memerintah bentaknya:
"Lepaskan dan perlihatkan kepadaku!"
"Mau lihat boleh saja, tapi harus kau terangkan dulu
alasannya yang masuk akal!"
"Eeeh....jadi kau bersikeras tak mau menyerah kannya
kepadaku?" Tay pangcu dari Hui m o pang kembali
membentak. Ong Bun kim kembali tertawa dingin.
"Asal kau dapat memberi alasan yang masuk di akal
kepadaku, benda ini segera kuserahkan kepadamu untuk
kau lihat, kalau tidak Hmm Kecuali mempergunakan
kekerasan!" Sekali lagi paras muka tay-pangcu dari Hui-mo pang
berubah hebat, sambil membentak keras tiba-tiba badannya
menerjang ke arah Ong Bun-kim, tangan kanannya segera
diayun ke depan mencengkeram lencana Liong bei didada
si anak muda itu. Cengkeraman yang dilakukan Tay-pangcu dari Hui-mopang
ini sungguh cepat melebihi sambaran kilat, buru-buru
Ong Bun-kim mengayunkan harpa bajanya untuk
menghantam telapak tangan lawan yang menyambar ke
arah lencananya itu. Tay-pangcu dari Hui-mo-pang kembali membentak
keras, tangan kirinya berkelebat ke depan kemudian
melompat mundur ke belakang, dalam waktu yang amat
singkat inilah dalam genggamannya telah bertambah
dengan lencana liong-bei milik Ong Bun-kim.
Menyaksikan peristiwa itu. Paras muka anak muda itu
berubah hebat, segera bentaknya:
"Serahkan kembali liong-bei ku itu!"
Ia melejit ke depan dan menerjang ke arah tay-pangcu,
harpa bajanya disertai tenaga serangan yang hebat menyapu
ke tubuh lawan. Tay-pangcu dari Hui-mo-pang membentak pula, tangan
kanannya diayun ke depan dan secara tiba-tiba Ong Bunkim
merasa datangnya segulung hembusan angin lembut
yang memaksanya mundur beberapa kaki dari situ.
Ong Bun-kim terkejut sekali, akibat dari desakan tersebut
hampir meledak dadanya karena kegusaran, tapi kenyataan
menunjukkan bahwa ilmu silat yang dimilikinya masih
bukan tandingan lawan, sekalipun marah-marah tapi apa
gunanya" Sementara itu perhatian Tay-pangcu dari Hui-mo-pang
telah tertuju semua di atas lencana liong-bei, sesaat
kemudian paras mukanya berubah berulang kali,
perasaannya bergolak keras, ia seperti terkejut, seperti
tertegun tapi seperti juga gembira....
Semua anggota Hui-mo-pang membungkam dalam
seribu bahasa, mereka hanya bisa mengikuti perubahan
sikap pang-cu mereka yang jauh berbeda dari hari-hari biasa
itu, mereka tak tahu sesungguh-nya apa yang telah terjadi.
Tapi kalau ditinjau dari sikap serta perhatiannya yang
begitu serius terhadap lencana liong-bei itu, dapat diketahui
bahwa lencana tersebut pasti mengandung suatu rahasia
besar..... Lama, lama sekali, akhirnya tay-pangcu dari Hui-mopang
kembali bertanya dengan suara gemetar:
"Apakah liong-bei ini benar-benar telah kau pakai
semenjak kecil?" "Mau percaya atau tidak terserah kepadamu," kata Ong
Bun-kim marah, "kini kau sudah melihat cukup lama, hayo
kembalikan benda itu kepadaku!"
Tay-pangcu dari Hui-mo-pang tidak berbicara apa-apa,
dia hanya berdiri di sana dengan wajah termangu.
Gadis itu seperti mengalami rasa kaget yang kelewat
batas sehingga tak tahu apa yang musti dilakukan.
Untuk sesaat Ong Bun-kim sendiripun dibikin tertegun
oleh sikap tay-pangcu, dengan wajah melongo diawasinya
gadis itu tanpa berkedip.
Lama kemudian, gadis itu baru menghela napas panjang,
sinar matanya kembali dialihkan ke atas wajah Ong Bunkim,
ia seperti memperhatikannya, seperti juga sedang
memikirkan sesuatu... Suasana dalam ruangan menjadi sepi, hening dan tak
kedengaran sedikit suarapun.
"Siapakah ayahmu?" tiba-tiba nona itu menegur kembali.
Ong Bun-kim agak tertegun, kemudian sahutnya ketus:
"Tentang soal ini lebih baik kau tak usah tahu!"
Gadis itu tidak menjadi gusar oleh sikapnya nya yang
ketus itu, malahan sambil menghela napas sedih katanya
lagi: "Aku sudah lama sekali mencarimu!"
"Mencari aku" Mau apa kau mencari aku?"
"Karena....karena...." ia menjadi berbata-bata dan tak
sanggup melanjutkan kembali kata-katanya.
Setelah tertegun sejenak akhirnya ia berkata kembali:
"Akupun mempunyai sebuah Hong-bei yang bentuknya
mirip sekali dengan liong-beimu itu...."
"Apa....!" Ong Bun-kim menjerit keras, dadanya seperti
kena dihantam martil berat, kepalanya menjadi pusing dan
tubuhnya mundur dua-tiga langkah dengan sempoyongan.
Mendadak ia teringat dengan perkataan dari Kui-jinsuseng,
dikatakan bahwa Liong-hong-bei sesungguhnya
adalah sepasang, tapi oleh ayahnya hong-bei atau lencana
burung hong itu dihadiahkan kepada seorang temannya,
ditetapkan bahwa barang siapa membawa hong-bei
tersebut, dialah calon istrinya.
Ketika terbayang sampai ke situ, dengan jantung
berdebar keras anak muda itu lantas bertanya: "Kau...kau
mempunyai sebuah Hong-bei?"
"Benar!" "Kalau begitu kau..."
"Aku..." Mereka saling berpandangan dengan wajah tertegun,
lama sekali kedua orang itu tak sanggup berkata-kata.
Yaa, kejadian ini memang sama sekali di luar dugaan,
bukan saja membuat mereka tercengang bahkan hampir
tidak percaya dengan apa yang terbentang di hadapannya.
Dengan termangu-mangu Ong Bun-kim memperhatikan
gadis itu Tay-pangcu dari Hui-mo-pang pelan-pelan
menggeserkan kakinya menuju ke arah ruang tengah.
Sinar mata semua anggota Hui-mo-pang ber-sama-sama
dialihkan ke atas wajah tay-pangcunya, tak seorangpun
yang bersuara atau menggerakkan tubuhnya dari tempat
masing-masing Setibanya di atas mimbar, tay-pangcu baru berseru:
"Hu-pangcu!" "Tecu ada di sini!" Gin Lo-sat tampil ke depan: "Kecuali
kau seorang yang tetap tinggal disini, semua anggota
perkumpulan kita dipersilahkan mengundurkan diri dari
sini!" "Baik!" Maka di bawah perintah Gin lo-sat serentak semua
anggota perkumpulan Hui-mo-pang me-ngundurkan diri
dari tempat itu. Sepeninggal orang-orang itu semua, tay-pangcu baru
mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Ong Bun-kim,
katanya. "Ong siangkong, apakah ibumu pernah memberitahukan
soal Liong-hong-bei (lencana naga dan burung hong)
kepadamu?" "Yaa, aku tahu!" jawab Ong Bun-kim dengan perasaan
agak bergetar. Sesungguhnya kedua belah pihak telah mengetahui
dengan jelas bahwa mereka adalah sepasang suami istri,
akan tetapi kedua belah pihak sama-sama tak ingin
mengutarakan persoalan ini lebih dahulu.
"Ong siangkong, kita berdua..."
"Yaa, aku sudah tahu!"
"Lantas kau..." gadis itu tak tahu bagaimana harus
menyambung ucapannya. "Aku..." anak muda itupun tak tahu apa yang mesti
dikatakan. "Kau... kau telah mengakuinya?"
"Aku... aku tidak tahu!"
Mendengar jawaban itu, paras muka gadis tersebut
berubah hebat. "Engkau tahu apa sebabnya kudirikan per-kumpulan
Hui-mo-pang ini?" teriaknya.
"Kenapa?" "Kau tahu, kenapa perkumpulan kami tidak mempunyai
pangcu?" "Coba kau terangkan, kenapa tak ada pangcunya?"
"Karena kaulah pangcunya!"
"Apa?" Ong Bun-kim menjerit kaget.
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kejadian itu sungguh berada diluar dugaannya, dengan
terperanjat ditatap gadis itu tanpa berkedip, lama sekali ia
tak mengucapkan sepatah katapun.
Gadis itu tertawa getir, kemudian berkata lebih jauh:
"Aku tak lebih hanya melaksanakan tugas pangcu untuk
sementara waktu, sebab kau adalah suamiku, dan akupun
harus mengangkat dirimu sebagai pangcunya, sebab ketika
kudirikan perkumpulan Hui-mo-pang ini, keadaan tersebut
telah kuterangkan kepada semua anggota..."
"Kau beritahu kepada mereka bahwa suamimu lah
pangcu yang sebenarnya dari perkumpulan Hui mo-pang?"
"Benar!" "Lantas..." "Mulai sekarang kau adalah pangcu dari perkumpulan
Hui-mo-pang!" Ong Bun-kim sama sekali tidak girang oleh kejadian
tersebut, paras mukanya tetap hambar tanpa emosi,
ditatapnya sang "istri" sekejap kemudian katanya dengan
dingin: "Siapakah ayahmu?"
"Hiat-hay-khi-khek (si penunggang kuda dari hiat-hay)!"
"Apa" Ayahmu adalah Hiat-hay-khi-khek?"
Hiat hay khi khek adalah sahabat karibnya Su hay bong
khek, tentang soal ini ia sudah tahu jelas, tapi ia tidak tahu
kalau ayahnya telah meng hadiahkan "Hong bei" tersebut
untuk Hiat hay khi khek. Konon si Penunggang kuda dari Hiat hay telah pergi ke
Lam hay, kalau memang gadis cantik ini adalah putrinya,
lantas di manakah Hiat hay khi khek sendiri" Sudah mati"
Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ia bertanya.
"Sudah meninggal dunia!"
"Sudah wafat?" "Benar, sudah wafat! Setelah pergi jauh ke Lam hay
tempo dulu, ayahku telah menikah dengan putrinya Lam
hay kaucu, akulah satu satu-nya anak yang dilahirkan,
setelah kakek meninggal ayah melanjutkan jabatan ketua
Lam hay kau. Lima tahun berselang ayah dan ibu secara beruntun
meninggal dunia, sebelum menghembuskan napasnya yang
terakhir ayah hanya beritahu kepadaku agar mencari
seseorang yang memakai kalung Liong bei, sebab orang itu
adalah suamiku." Ia berhenti sejenak untuk mengatur pernapasan,
kemudian terusnya: "Aku pernah bertanya kepada ayah, siapakah yang
mempunyai liong bei yang mirip dengan Hong bei yang
kukenakan ini" Beliau mengatakan bahwa orang itu sudah
meninggal dunia, tapi benda itu sudah diwariskan kepada
putranya dan aku dipesan agar menyelidiki secara seksama
dikemudian hari..." "Apakah ia tidak memberitahukan kepadamu siapakah
nama ayahku?" "Yaa, ia tidak mengatakannya...sebab ketika hendak
mengatakan nama ayahmu, ia keburu menghembuskan
napas terakhir." Berbicara sampai di sini, ia tak dapat menahan rasa
sedihnya lagi, titik air mata jatuh ber linang membasahi
pipinya. "Maka, kaupun mendirikan perkumpulan Hui mo pang
ini?" kata Ong Bun kim kemudian.
"Benar, sesampainya di daratan Tionggoan, aku pun
berkenalan dengan adik angkatku sekarang Gin Lo sat, agar
bisa menemukan jejakmu dengan mudah, mau tak mau aku
harus mencari anggota perguruan sambil menyebar orang
untuk mencari orang yang memakai Liong bei, akhirnya
kaupun berhasil kutemukan..."
000odwo000 BAB 37 TERBAYANG kembali pengalamannya hingga tiba di
perkumpulan Hui mo pang, tiba tiba saja hawa amarah
dalam hati Ong Bun kim berkobar kembali dengan
hebatnya. Sementara itu tay pangcu telah membisikkan sesuatu ke
sisi telinga Gin Lo sat, menyusul kemudian Gin Lo sat
memperhatikan Ong Bun kim beberapa saat lamanya, lalu
ujarnya: "Ong sauhiap, enci bilang bersbediakah kau untduk
menikah dengaannya?"
"Aku akbu rasa soal ini jangan kita bicarakan dulu untuk
sementara waktu." "Kenapa?" "Karena antara kita berdua belum mempunyai saling
pengertian yang mendalam!"
"Lantas sampai keadaan bagaimanakah baru bisa
dikatakan sebagai saling ada pengertian?"
"Wah, soal ini sulit untuk diterangkan!"
Gin Lo sat tersenyum, katanya kemudian:
"Ong sauhiap, kalau kau menyanggupinya maka berarti
pula kau adalah pangcu dari perkumpulan Hui mo pang!"
Mendengar perkataan itu paras Ong Bun kim segera
berubah. "Hei, rupanya kalian hendak menggunakan kedudukan
pangcu itu sebagai umpan untuk me-mancingku?"
"Oooh....tentu saja bukan!"
"Kalau begitu..."
"Sebab jika kau tidak kawin dengan enciku maka
lantaran sebutannya juga bukan suami istri, tentu saja kau
tak dapat menempati kedudukan sebagai seorang pangcu
dari Hui mo pang!" Kontan saja Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heeehb..heeehh...heeehh...Meskipun aku Ong Bun kim
hanya seorang tukang silat kasaran yang tidak mempunyai
kedudukan ataupun nama besar, tapi aku masih belum
menganggap kedudukan se bagai "pangcu" itu di dalam
hati, harap kalian berdua jangan salah mengartikan jalan
pemikiranku." Gin Lo sat tidak mengira kalau Ong Bun kim bakal
mengucapkan kata kata semacam itu, kontan saja paras
mukanya berubah hebat. "Jadi kalau begitu, kau tidak mengakui akan adanya
ikatan perkawinan ini?" katanya kemudian sambil
tersenyum. "Aku sama sekali tidak mempunyai maksud demikian , .
. " "Jadi kalau begitu, kau telah menyetujuinya?"
"Akupun tidak menyetujui!"
"Jadi,sebenarnya bagaimanakah maksudmu itu?"
"Persoalan tentang perkawinan itu lebih baik dibicarakan
dikemudian hari saja, sebaliknya tentang kedudukan
pangcupun terpaksa dibiarkan saja lebih dulu, kita
bicarakan nanti kalau sudah ada penyelesaian dulu
mengenai hubungan kami berdua."
"Apakah Ong sauhiap beranggapabn bahwa enciku
dtidak pantas unatuk menikah denbganmu...."
"Tentu saja bukan demikian maksudku "
"Jadi kau sudah mempunyai istri?"
Mendengar pertanyaan itu, Ong Bun kim me-rasakan
hatinya bergetar keras, setelah termenung sejenak sahutnya:
"Yaa, hal itu merupakan salah satu alasanku...."
Tiba tiba Tay pangcu dari Hui mo pang itu berteriak
keras: "Aaa...apa..." Kau... kau sudah mempunyai istri"
Si....siapakah dia?"
Suaranya agak gemetar karena menahan emosi yang
berkobar, sepasang matanya yang tajam menatap wajah
Ong Bun kim tanpa berkedip.
Si anak muda itu tertawa hambar, katanya:
"Persoalan ini adalah persoalan pribadi, lebih baik tak
usah kau tanyakan lagi!"
"Kenapa aku tak boleh menanyakannya ke-padamu?"
Paras muka Oag Bun kim berubah.
"Dengan dasar apa kau menanyakan persoalan ini
kepadaku?" "Aku toh istrimu yang sah!"
"Tapi untuk sementara waktu masih belum kuakui!"
Kemarahan yang berkobar dalam dada Tay pangcu dari
Hui mo pang ini benar-benar sudah meledak, sekujur
badannya gemetar keras, mimpi-pun ia tak mengira kalau
Oag Bun kim sedikitpun tidak memandang sebelah mata
kepadanya. Setelah tertawa dingin gadis itu lantas berkata:
"Ong siangkong, asal kau bersedia kawin denganku,
maka mulai detik ini kau adalah pangcu dari perkumpulan
Hui mo pang!" "Sayang sekali, aku Ong Bun kim bukanlah manusia
semacam itu!" "Akupun bisa membantumu untuk menuntut balas atas
sakit hatimu selama ini!"
"Terima kasih banyak atas maksud baikmu itu, aku Ong
Bun kim seorang diri masih mampu untuk menuntut balas!"
"Hei, jadi kalau begitu bicara pulang pergi sekian lama,
kau masih tetap tidak menyetujui usulku ini."
"Benar! Untuk sementara waktu Ong Bun kim tak dapat
menyanggupi semua permintaanmu itu!"
Sekujur badan Tray pangcu dari tHui-mo-pang ituq
kembali gemetarr keras, kalau bisa dia ingin menggigit si
anak muda itu sampai mampus- sehingga rasa gemas dan
jengkelnya dapat terlampiaskan .
Sekalipun demikian, Ong Bun kim mempunyai pendirian
serta harga diri yang tak dapat diganggu gugat oleh
siapapun, ia mempunyai keangkuhan dan watak jaga gengsi
yang tinggi, dia tak ingin kena terpancing oleh soal nama
dan kedudukan sehingga kehilangan harga dirinya.
Ia lebih lebih tidak berharap untuk memperoleh nama
besar atas dasar pamor dari istrinya, bila kejadian ini
sampai tersiar dalam dunia persilatan dikemudian hari,
orang pasti akan mencemooh dan metertawakan dirinya,
hal inilah yang justru dipikirkan dan dipertimbangkan Ong
Bun kim, ia tak sanggup menerima ejekan ejekan semacam
itu. Paras muka Tay pangcu dari Hui mo pang kembali
berubah, bentaknya kemudian:
"Ong Bun-kim, sesungguhnya kau menyetujui atau
tidak?" "Tidak setuju!"
Mendadak Tay-pangcu dari Hui-mo-pang mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram, suaranya tajam
melengking dan terasa sangat mengerikan hati, rupanya
perasaan maupun pikirannya telah diliputi oleh hawa nafsu
membunuh yang amat tebal dan menggunakan gelak
tertawa yang menyeramkan itulah dia hendak
melampiaskan keluar semua perasaannya itu Tiba-tiba gelak
tertawanya itu berhenti di tengah jalan, lalu bentaknya
keras-keras: "Bagus, bagus sekali, Ong Bun-kim! Kalau toh kau tidak
menganggap diriku di dalam hati, aku harap kau segera
enyah dari sini, hati-hati kalau dikemudian hari kau datang
memohon kepadaku!" "Heehhh....heeehh....heeehh.....jangan kuatir," sahut
Ong Bun-kim sambil tertawa dingin pula, "selama hidup
aku Ong Bun-kim tidak akan memohon kepadamu!"
"Bagus sekali!" dengan wajah hijau membesi karena
gusar gadis itu berpaling ke arah Gin Losat, lalu serunya
lagi: "Adikku, bawa dia ke luar dari sini!"
"Baik!" "Serahkan Liong-bei itu kepadaku!" Ong Bun-kim segera
berseru dingin. Tay-pangcu dari perkumpulan Hui-mo-pang itu tidak
menyahut atau mengiakan, dia segera me-lemparkan Liongbei
tersebut kepada Ong Bun-kim.
Setelah menerima kembali benda itu, si anak muda itu
memasukkannya ke dalam saku, kemudian ia bertanya:
"Kalau begitu, bagaimana dengan pertaruhan diantara
kita berdua ?" "Sama sekali hapus sampai di sini!"
Ong Bun-kim tertawa dingin, tanpa meng-ucapkan katakata
lagi dia memutar tubuhnya dan berjalan menuju ke
ruang depan, Gin Lo-sat mengikuti di belakangnya.
Sebentar kemudian mereka sudah ke luar dari gedung
besar dan tiba di luar bangunan.
Setelah menembusi kebun bunga di depan bangunan itu,
tak lama kemudian sampailah mereka di depan sebuah
tebing yang curam, di tepi tebing tersebut terbentang sebuah
jalan kecil yang ber-hubungan langsung dengan bawah
bukit. Kepada Gin Lo-sat, Ong Bun-kim lantas berkata: "Hu
pangcu, harap berhenti sampai di sini saja, aku hendak
mohon diri lebih dahulu!"
Sehabis berkata ia lantas menutulkan sepasang kakinya
ke atas tanah dan meluncur ke arah jalanan kecil di sisi
tebing itu, sepanjang perjalanan pemuda itu bergerak
dengan kecepatan luar biasa, sasampai-nya di bawah bukit,
ia baru menghentikan langkahnya.
Ketika terbayang kembali kejadian disaat tadi, pemuda
itu menghela napas panjang, pikirnya:
"Aaaai sekarang aku harus ke mana" Ah, benar! Aku
harus pergi mencari Siau Hui-un untuk membalas dendam!"
Setelah mengambil keputusan, diapun merubah arah dan
menempuh jalan raya menuju ke lembah Sin-li-kok.
Keadaan di dalam lembah Sin-li-kok masih seperti sedia
kala, iapun bergerak menelusuri lembah yang memanjang
itu, menembusi hutan lebat dan tiba di luar tembok
pekarangan. Mendadak... Sesosok bayangan merah diikuti beberapa orang dara
berbaju merah lainnya menghadang jalan perginya.
Keadaan Ong Bun-kim pada saat ini telah diliputi oleh
hawa nafsu membunuh yang luar biasa, ia lantas
membentak keras; "Menyingkir kau!"
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di tengah bentakan keras tersebut, harpa besi di tangan
kanannya segera digetarkan untuk me-lancarkan serangan.
Serangan yang dilancarkan Ong Bun-kim secara tiba-tiba
ini sungguh cepat bagaikan sambaran kilat dua orang gadis
berbaju bmerah yang beradda di barisan paaling depan
segbera menjerit kesakitan, lalu roboh binasa di atas tanah.
Begitu berhasil dengan serangannya, Ong Bun-kim
kembali melompat ke tengah udara dan meluncur ke luar
dinding pekarangan tersebut.
Dengan membawa hawa nafsu membunuh yang
menggila, di dalam beberapa kali lompatan saja Ong Bunkim
telah tiba di depan pintu gerbang bangunan loteng yang
indah itu. Baru saja dia hendak menyerbu ke dalam, tiba-tiba
beberapa orang perempuan berbaju merah yang berdiri di
undak-undakan sebelah depan itu menghadang jalan
perginya. "Kurangajar, rupanya kalian sudah bosan hidup." bentak
Ong Bun-kim dengan gusarnya.
Harpa besi yang berada di tangan kanannya segera
melancarkan serangan dahsyat, dikombinasi kan dengan
pukulan dari tangan kirinya.
Sekali lagi terdengar dua kali jeritan ngeri yang
memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan,
dua orang perempuan berbaju merah yang kebetulan berada
di barisan terdepan segera kena dihajar dan tewas seketika.
Ong Bun-kim melejit ke udara dan, langsung menyerbu
ke dalam ruangan... "Berhenti!" suatu bentakan nyaring kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
Bayangan merah berkelebat datang dari empat penjuru,
dalam waktu singkat ada puluhan sosok bayangan manusia
yang bermunculan di sana dan menghadang jalan pergi
anak muda itu. , Ong Bun-kim mundur selangkah ke belakang untuk
mengambil posisi, kemudian baru mendongak kan
kepalanya untuk melihat siapakah orang yang berdiri
dihadapannya. Ternyata diaIah Sip-hiat-yau hoa (bunga
siluman penghisap darah) yang memimpin puluhan orang
anak buahnya. Paras muka Siluman bunga penghisap darahpun agak
berubah setelah mengetahui siapa tamunya itu.
"Ong Bun-kim!" serunya kemudian, "sungguh tak
kusangka kau telah berkunjung kembali ke lembah Sin-likok,
pertemuan kali ini sungguh suatu pertemuan yang tak
pernah disangka!" Ong Bun-kim enggan banyak berbicara, ia segera
membentak keras: "Cepat suruh Siau Hui-un ke luar dari tempat
persembunyiannya...."
"Mau apa kau mencarinya?"
"Mencincang tubuhnya menjadi berkeping-keping!"
"Heehh....heehh heehh aku kuatir harapanmu itu tak
akan terlaksana!" "Kau benar-benar tak mau menyubruhnya ke luar"d"
bentak Ong Buan-kim sambil mebnggigit bibir menahan
diri. "Benar!" "Bajingan, rupanya kau sudah bosan hidup!"
Ong Bun-kim segera membentak keras, seperti anak
panah yang terlepas dari busurnya dia me-nerjang maju ke
depan, harpa bajanya secepat kilat menyerang ke depan
dengan membawa kilatan cahaya tajam, yang di arah
adalah bagian mematikan di tubuh Sip-hiat-yau-hoa.
Agaknya Siluman bunga penghisap darah telah menduga
bahwa Ong Bun-kim bakal bertindak demikian, diapun
segera membentak keras, telapak tangan kirinya diayun ke
depan dan balas melancarkan sebuah serangan yang
mematikan. Bayangan manusia berkelebat lewat, puluhan orang
perempuan berbaju merah itupun serentak maju ke depan
dan bersama-sama melancarkan serangan untuk
mengerubuti anak muda itu.
Ong Bun-kim membentak nyaring, sebuah pukulan
dilancarkan untuk mendesak pergi serangan gabungan
lawan, sementara tangan kanannya mulai memetik senar
tali harpanya dan memainkan irama pembetot sukma.
"Criing...! Criing...I Criing...!" setelah tiga kali sentilan
lewat, serentak semua orang tersentak mundur ke belakang
dengan sempoyongan. Menggunakan kesempatan baik itu, Ong Bun-kim
bergerak maju ke depan dengan kecepatan luar biasa, harpa
besinya digunakan untuk melancarkan serangan berulang
kali. Jeritan-jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan....
Sungguh mengerikan sekali jeritan ngeri tersebut, bunga
darah kental berhamburan ke mana-mana, mayat demi
mayat jatuh bergelimpangan diatas tanah.
Pembunuhan brutal....kejadian ini benar-benar
merupakan suatu pembunuhan yang mengerikan.
Dalam waktu singkat puluhan jago perempuan berbaju
merah itu sudah mati binasa semua di ujung harpa besi Ong
Bun-kim, kecuali Siluman Bunga pengisap darah seorang
yang berhasil kabur kebelakang dengan ketakutan, hampir
semuanya sudah tewas. Selangkah demi selangkah Ong Bun-kim bergerak ke
depan menghampirinya, sambil menggigit bibir katanya:
"Sekarang jawab, kau hendak memanggil Siau Hui-un ke
luar dari tempat persembunyiannya atau tidak?"
"Aku ..." "Hayo jawab, maru atau tidak?"
Baru saja perkaqtaan dari Ong Brun-kim itu selesai
diucapkan, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang tak
sedap didengar berkumandang ke luar dari balik pintu
gerbang. "Heeehh......heeehhh. heeehhh.... Ong Bun-kim!" kata
orang itu, "sungguh tak kusangka kau berani datang ke mari
lagi untuk membuat keonacan dan kekacauan".
Ketika Ong Bun-kim mendongakkan kepalanya, maka
tampaklah wakil kokcu dari Sin-li-kok yakni Tong Wan-tin
diiringi dua orang perempuan tua dan duapuluhan jago
lihaynya telah munculkan diri di depan pintu gerbang.
Ketika menyaksikan mayat-mayat yang ber-gelimpangan
di atas tanah, paras muka Ton Wan-tin kembali berubah
hebat, tegurnya kemudian:
"Kaukah yang telah membinasakan orang-orang itu?"
"Benar!" "Jadi kedatanganmu ke mari adalah untuk membantai
semua anggota perguruan kami.. "
"Bila Siau Hui-un tidak kau panggil keluar untuk
menerima kematiannya, maka yang mampus mungkin
bukan cuma beberapa orang itu saja."
"Mau apa kau mencari dirinya?"
"Mencincang tubuhnya!"
"Oooh kalau begitu kau datang kemari untuk menuntut
balas?" "Benar!" "Tolong tanya dendam sakit hati macam apakah yang
terjalin antara kau dengan kokcu kami?"
"Soal ini lebih baik tak usah kau tanyakan!"
"Kenapa?" "Yang sedang kucari adalah dia, yang akan kubunuh pun
juga dia!" Hu-kokcu dari lembah Sin-li-kok Tong Wan-tin segera
tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh hehhh heeehhh tapi sayang kokcu kami tidak
berada dalam lembah saat ini... "
"Apa" Ia tidak berada di sini?"
"Benar!" Paras muka Ong Bun-kim kembali berubah, hawa napsu
membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.
"Sekarang dia berada di mana?"
"Tentang soal ini dari mana aku bisa tahu?"
"Omong kosong!"
"Kenapa aku musti berbohong kepadamu?"
"Masakah kau tidak tahu ke mana ia telah pergi?"
Tong Wan-tin kembali tertawa dingin.
"Benar, ia tidak memberitahukan kepadaku, dari mana
pula aku bisa mengetahuinya."
"Apa" Kau tidak tahu?" bentak Ong Bun-kim semakin
geram, "ia kan seorang kokcu dari suatu perguruan; masa
kau sebagai wakilnya tidak tahu ke manakah ia telah pergi"
Hmmm pada hakekatnya kau cuma ngaco belo tak karuan!
Baiklah, jika kau enggan mengaku, hati-hati kalau aku Ong
Bun-kim terpaksa akan membunuh orang lagi."
Paras muka Tong Wan-tin berubah pula.
"Kalau ingin membunuh orang, mengapa tidak
mencobanya mulai sekarang saja?" tantangnya.
"Haahhh.....haaah....haaahh..." Ong Bung kim
mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. "kalau
memang kalian pingin mati, jangan salahkan kalau aku
akan bertindak keji kepadamu!"
Begitu selesai berkata, si anak muda itu segera menerjang
maju ke depan sambil melancarkan serangan kilat ke arah
Tong Wan-tin, wakil ketua dari lembah Sin-li-kok.
Harpa besinya diayunkan berulang kali melancarkan dua
buah serangan berantai yang maha dahsyat.
Begitu Ong Bun-kim mulai melancarkan serangannya,
dua orang perempuan tua yang berada di belakang Tong
Wan-tin ikut mengayunkan pula toya besinya untuk
mengerubuti si anak muda itu.
Serangan toya dari kedua orang nyonya tua itu
dilepaskan dari kiri dan kanan secara berbarengan,
kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata, di bawah
desakan dahsyat dari kedua orang itu, mau tak mau anak
muda tersebut harus mundur selangkah.
Menggunakan kesempatan itulah secepat kilat Tong
Wan-tin menubruk maju ke depan.
Ong Bun-kim membentak nyaring, ia mengelakkan diri
dari tubrukan Tong Wan-tin itu, kemudian melancarkan
dua buah serangan berantai yang sangat hebat.
Dalam waktu singkat pertarungan berkobar dengan
serunya, kedua belah pihak saling menyerang dan saling
menerjang dengan kehebatan yang luar biasa.
Mendadak terdengar jeritan ngeri berkumandang
memecahkan keheningan, tampaklah nenek di sebelah kiri
itu termakan serabngan dan roboh dterjengkang ke aatas
tanah. --ooo00dw00ooo- BAB 38 ONG BUN-KIM segera menerjang maju ke depan
sambil membentak: "Hayo jawab ! Bersedia tidak kau terangkan di manakah
Siau Hui-un berada sekarang?"
Tong Wan-tin tidak menjawab.
Ong Bun kim merasa gusar sekali sampai tubuhnya
bergetar keras, ia membentak nyaring lalu secepat kilat
menerjang ke arah Tong Wan tin dan secara beruntun
melepaskan dua buah serangan dahsyat.
Dengusan tertahan kembali berkumandang memecahkan
keheningan, tubuh Tong Wan tin mencelat ke belakang dan
muntah darah segar, untuk sesaat lamanya ia tak sanggup
untuk bangkit kembali. Ong Bun-kim segera menerjang ke depan, begitu sampai
di hadapan Tong Wan-tin, ia siap mencengkeram tubuhnya.
Tapi pada saat itulah bayangan manusia kembali
berkelebat lewat, cahaya tajam berkilauan menusuk
pandangan, tahu-tahu cahaya pedang itu sudah mengancam
punggung Ong Bun-kim. Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, nyaris Ong Bunkim
gagal untuk menghindarkan diri, untunglah disaat yang
kritis ia masih sempat berkelit sejauh satu kaki lebih dari
tempat semula. Begitu lolos dari ancaman mautdan mengetahui siapa
gerangan orang itu, paras muka Ong Bun-kim berubah,
hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan
suara geram teriaknya: "Oooh kiranya kau?"
Ternyata orang itu bukan lain adalah Siau Hui-un.
Sambil tertawa dingin perempuan itu menyahut:
"Benar, memang aku!"
Ong Bun kim tertawa seram, katanya kembali.
"Siau Hui-un, aku mengira kau telah bersembunyi dalam
neraka tingkat delapanbelas, dan tak berani menjumpai
diriku lagi, haaahhh haaahhh haahhh kenapa sekarang telah
munculkan diri kembali?"
Suara gelak tertawa dari Ong Bun-kim mengerikan
sekali, membuat orang yang mendengarnya terasa
mengerikan sekali. Siau Hui-un tertawa dingin.
"Ong Bun-kim, apa yang kau tertawakan?" bentaknya.
"Aku tertawa karena hari ini kau bakal mampus di
tanganku, Siau Hui-un! Sebelum ku-binasakan dirimu,
sebelumnya ada satu pebrsoalan hendak dkuberitahukan
kaepadamu " "Katakan!" "Pernahkah ayahku berbuat sesuatu yang merugikan
dirimu?" "Tidak pernah!"
"Kalau begitu, kenapa kau telah membinasakan dirinya?"
"Entahlah!" "Kurangajar! Masa kau tidak tahu?"
"Benar, aku tidak tahu!"
"Kalau begitu menjelang saat kematianmu tiba, pesanpesan
terakhir apakah yang hendak kau sampaikan?"
"Tidak ada!" "Bagus, kalau memang tidak ada, sekarang juga akan
kubunuh dirimu . ..."
"Mengapa tidak mencobanya dengan segera?"
Setan Harpa Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ong Bun kim membentak nyaring, dengan cepat ia
menerjang ke arah Siau Hui un sambil melancarkan sebuah
pukulan dahsyat. Ong Bun-kim begitu mulai bergerak, Siau Hui un pun
segera mengambil tindakan, kedua belah pihak sama sama
melayang ke udara dan saling melepaskan dua buah
serangan gencar. Atas bentrokan yang kemudian terjadi, tubuh Siau Hui
un kena didesak mundur sejauh tiga langkah oleh serangan
dari Ong Bun kim itu, belum lagi ia bersiap itu secara
beruntun pemuda itu telah melancarkan kembali lima
serangan berantai. Ilmu silat yang dimiliki Siau Hui un nyata bukan
tandingan Ong Bun kim, di bawah desakan gencar dari si
anak muda itu, secara beruntun ia didesak mundur terus
hingga tak punya kekuatan lagi untuk melancarkan
serangan balasan. "Roboh kau!" tiba-tiba Ong Bun-kim membentak keras.
"Blaaang !" tubuh Siau Hui-un bagaikan-sebutir peluru
mencelat ke belakang dan roboh tak berkutik lagi, Ong Bunkim
segera mejompat ke depan dan tahu tahu Siau Hui-un
telah dicengkeram olehnya.
Semua kejadian ini berlangsung dalam waktu singkat,
begitu berhasil mencengkeram tubuh Siau Hui-un, bahwa
napsu membunuh yang menyelimuti wajah Ong Bun-kim
berkobar semakin tebal. "Siau Hui-un!" bentak anak muda itu kemudian, "tak kau
sangka bukan, suatu ketika kau bakal terjatuh ke tanganku "
Siau Hui un hanya bisa memandang ke arah musuhnya
dengan sepasang mata melotot besar, katanya kemudiarn
dengan dingint: "Mau bunuh ceqpatlah bunuh, arpa gunanya kau musti
banyak berbicara ?" Ong Bun-kim tertawa seram.
"Haahhh .... haahhh . . . haahhh . . . untuk
membunuhmu lebih gampang dari pada membalikkan
telapak tangan sendiri, cuma sebelum kau kubunuh, lebih
dahulu aku ingin menanyakan satu hal kepadamu, kau
taruh di mana kah keenam jilid kitab pusaka dari ko enam
partai besar" Hayo jawab!"
"Euam kitab pusaka dari enam partai besar?"
"Benar!" "Kalau aku tak mau bicara?" ejek Siau Hui un sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Berkobar hawa amarah dalam hati Ong Bun kim.
"Kau tak mau berbicara?" bentaknya.
"Benar!" "Kalau begitu, di manakah letak markas besar dari
perguruan San tian bun . . .?"
"Mau apa kau tanyakan tentang persoalan ini?"
"Aku bendak mencari ketua dari perguruan San tian bun,
bukankah dia adalah kekasih gelapmu?"
"Benar!" "Di manakah letak markas besar San tian-bun" Hayo
cepat katakan!" "Kalau aku tak mau menjawab?"
Ong Bun kim segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Siau Hui un, kau juga seorang manusia cerdik, karena
seorang manusia kilat kau tega membinasakan ayahku serta
Sastrawan setan harpa, apa yang telah diberikan Manusia
kilat itu kepadamu?"
"Soal ini tak perlu kau ketahui!"
"Benar, aku memang tak usah mengurusinya, cuma aku
hendak memperingatkan dirimu, penghargaan apakah yang
telah diberikan Manusia kilat kepadamu sehingga kau
bersedia untuk berkorban baginya?"
Perasaan Siau Hui-un mulai bergolak, ia mulai diliputi
oleh emosi. Menyaksikan perempuan itu belum juga menjawab,
dengan wajah berubah dan diiringi suara, tertawa dingin,
Ong Bun-kim berkata lagi:
"Kau toh sudah tahu bahwa kau telah kutawan sekarang,
kenapa Manusia kilat tidak berusaha untuk menolongmu"
Pada hakekatnya ia sama sekali tak pandang sebelah
matapun kepadamu. . . ."
"Kau tak usah banyak berbicara lagi, kalau hendak
bunuh hayolah segera turun tangan!"
"Siau Hui-un, kau benar benar bersikeras tak mau
menjawab?" bentak Ong Bun-kim.
"Benar!" Sekali lagi Ong Bun kim tertawa dingin.
"Siau Hui un, buat apa kau musti menjadi seorang
bodoh?" katanya, "bilamana kau bersedia untuk
menjelaskan di mana kau simpan ke enam jilid kitab pusaka
dari enam partai besar dan di manakah letak markas besar
dari Perguruan San tian bun, siapa tahu kalau akupun akan
menghadiahkan sesosok mayat yang utuh bagimu!"
"Aaaaah, sudah!-Kau tak usah banyak bicara lagi."
"Jadi kalau begitu, kau tidak bersedia untuk menjawab?"
"Benar!" Pelan pelan Ong Bun-kim mengangkat telapak
tangannya ke udara, tapi sebelum melancarkan serangannya
mendadak ia teringat akan sesuatu, sambil mengempit
tubuh Siau Hui-un, berangkatlah ia menuju ke luar lebah
Sin li kok. Dalam waktu singkat, Ong Bun-kim telah berada di luar
lembah Sin li kok... Siau Hui-un menjadi sangat ketakutan, dengan suara
gemetar tanyanya; "Ong Bun-kim, kau hendak membawa aku ke mana?"
"Untuk bersembahyang di depan kuburan ibuku!" sahut
Ong Bun kim dingin. "Aaaah . . . !" Siau Hui un menjerit kaget, paras
mukanya segera berubah hebat.
Sementara itu Ong Bun kim telah berada dalam
perjalanan menuju ke bukit Cing liong san, senja itu
sampailah ia tiba di luar lembah Cing liong kok yang
permai itu. Dari tempat kejauhan, tampaklah kuburan dari Coa Siok
oh bertengger dengan anggunnya di depan sana.
Dalam sekali lompatan, Ong Bun kim telah tiba di depan
kuburan ibunya, memandang gundukan tanah di
hadapannya, lama, lama sekali pemuda itu berdiri
termangu, akhirnya tak tahan titik air mata jatuh
bercucuran mem basahi pipinya ....
Ia meletakkan tubuh Siau Hui ubn di hadapan kudburan
Coa Siok aoh, kemudian gubmamnya dengan suara lirih:
"Ooooh ibu! Aku telah membawa musuh besarmu ke
hadapan kuburanmu, hari ini aku hendak menggunakan
batok kepalanya untuk bersembahyang di depan nisanmu . .
. . " Ia merasa sedih sekali, sehingga tak tahan ia menangis
tersedu sedu karena terharu.
Setelah hening sekian waktu, akhirnya Siau Hui un
kembali diangkat ke tengah udara, paras muka perempuan
Bara Diatas Singgasana 4 Puteri Es Seri 5 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Rahasia 180 Patung Mas 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama