Ceritasilat Novel Online

Si Kumbang Merah 15

Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Bagian 15


Beberapa titik air mata menetes turun ke atas kedua pipi. Kui Hong merasa menyesal bukan main. Tidak pantas ia menjadi seorang pendekar, tidak pantas sama sekali ia menjadi seorang pangcut dari perkumpulan orang gagah seperti Cin-ling-pai. Ia terlalu mementingkan diri sendiri, terlalu sayang diri sendiri. Dengan perasaan amat tertekan, pada keesokan harinya Kui Hong menghadap Menteri Cang Ku Ceng dan berpamit untuk meninggalkan rumah keluarga Cang, bahkan meninggalkan kota raja.
"Ehh" Kenapa tergesa-gesa, Kui Hong" Aku sedang menanti hasil penyelidikan tentang dua orang muda itu yang selain kuserahkan kepada para penyelidik, juga aku minta bantuan bekas perwira Tang."
"Paman, saya tidak ingin membikin repot paman lagi. Sudah terlalu lama saya meninggalkan orang tua saya. Saya ingin pulang dan melaporkan semua kegagalan saya kepada ayah dan ibu."
"Kui Hong, kami sudah menganggap engkau sebagai keluarga sendiri. Sayang?"" sampai di sini, suara Nyonya Cang tersendat. ?""..sayang engkau tidak berjodoh dengan putera kami, akan tetapi hal itu tidak menghalangi kami untuk menyayangmu sebagai keluarga sendiri."
Mendengar ini, Kui Hong melirik ke arah Cang Sun dan merasa berterima kasih. Pemuda itu agaknya telah memberitahukan ayah ibunya tentang penolakannya dan keluarga yang budiman itu agaknya sama sekali tidak mendendam atau menyesal. Hal ini membuat perasaan hatinya menjadi semakin rikuh.
Setelah mencoba untuk menahan tidak berhasil, akhirnya Menteri Cang be;rkata, "Baiklah, Kui Hong. Kami tidak berhak untuk menahanmu lebih lama lagi di sini, akan tetapi kami sungguh mengharapkan agar engkau tidak melupakan kami yang menganggapmu seperti keluarga sendiri."
Bagaimanapun juga, sikap raman dan akrab dari keluarga itu mendatangkan keharuan di
dalam hati pendekar wanita itu. Ia memberi hormat dan berkata dengan suara tegas, "Percayalah, paman dan bibi, juga engkau, Cang-toako, bahwa aku Cia Kui Hong selama hidupku tidak akan melupakan keluarga Cang yang budiman. Semoga kita kelak dapat saling bertemu kembali dalam suasana yang lebih akrab dan bahagia."
Biarpun tadinya ia menolak, namun karena desakan Menteri Cang, akhirnya Kui Hong tidak mampu menolak lagi ketika tuan rumah itu menghadiahkan seekor kuda yang amat baik kepadanya. Dengan diantar oleh keluarga itu sampai di pintu gerbang rumah mereka, Kui Hong meninggalkan keluarga itu setelah sempat membisikkan kata-kata yang membuat Menteri Cang Ku Ceng termenung setelah gadis itu pergi. Bisikan itu hanya singkat saja.
"Paman, kuharap paman sekali lagi bertanya kepada Hong-houw tentang penjahat cabul di istana itu."
Kui Hong memang sengaja membisikkan kata-kata ini. Untuk menyebut nama Ang-hong-cu ia tidak berani karena sudah terikat janji. Maka, ia menganjurkan pejabat tinggi itu untuk menyelidiki lagi melalui Permaisuri. Kalau Permaisuri berani menyatakan kebenaran keterangan Tang Bun An yang jelas berbohong, maka tentu ada apa-apa di balik pernyataan itu, ada apa-apa yang tidak wajar antara Permaisuri dan Ang-hong-cu!
*** "Aduh, aku lelah sekali, Hay-ko " Gadis itu mengeluh, lalu menjatuhkan diri duduk di bawah sebatang pohon besar, menyandarkan punggungnya pada batang pohon dan menjulurkan kedua kakinya, memijati kedua kaki dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya melepaskan ikatan buntalan kain di pundak, lalu menghapus keringat dari leher dan dahinya.
Hay Hay terpaksa berhenti dan memandang gadis itu sambil tersenyum. Mayang sungguh manis bukan main. Anak rambut di dahi menjadi kusut ketika ia menggunakan saputangan menghapus keringatnya, akan tetapi justeru keadaan pakaian yang tidak rapi, anak rambut yang kusut, muka yang basah oleh keringat itu yang membuat ia nampak semakin manis! Rambutnya yang panjang hitam dikuncir dua itu tergantung manja di depan dada, matanya yang sipit kini terpejam sehingga nampak bulu mata merapat lentik, hidungnya yang mancung kembang-kempis dan mulutnya yang kecil dengan bibir merah basah itu cemberut. Kulit muka dan leher yang putih mulus itu kini kemerahan. Mereka memang sejak pagi melakukan perjalanan tiada hentinya, dan kini telah lewat tengahari, maka tidak mengherankan kalau gadis itu mengeluh kelelahan. Mayang memang bukan seorang gadis lemah, bahkan ia pandai berburu, sudah biasa berkeliaran di hutan-hutan dan gunung-gunung. Akan tetapi baru sekarang bersama Hay Hay ia melakukan perjalanan yang jauh dan berjalan kaki setiap hari melalui daerah-daerah yang terjal dan sukar.
Hay Hay merasa iba juga dan diapun menghampiri, lalu duduk pula di dekat adik tirinya itu, menurunkan buntalan dari punggungnya.
"Sudah kukatakan bahwa perjalanan ini amat jauh, Mayang, amat melelahkan, apa lagi bagi seorang gadis seperti engkau. Kasihan engkau, Mayang."
Sepasang mata yang tadinya terpejam itu terbuka, sipit namun indah bentuknya, dengan kedua ujung pinggir meruncing dan naik, mulut yang cemberut itu kembali mengeluh. "Uuhh, koko, kaubilang kasihan" Jangan kasihani aku, akan tetapi kasihanilah kedua kakiku ini. Seperti remuk rasanya!"
Hay Hay mendekati gadis itu. Dia memang merasa iba dan dapat membayangkan betapa nyeri rasa kedua kaki yang kecil mungil itu. Otot-otot kedua kaki itu tidak biasa dipergunakan untuk jalan jarak jauh, maka tentu rasanya nyeri dan penat, otot-otot seperti mau pecah dan tulang seperti retak-retak. Akan tetapi, kelelahan pada otot-otot itu mudah saja dilenyapkan atau dikurangi.
"Mari kupijati kedua kakimu untuk menghilangkan rasa penat itu, adikku." katanya dan tanpa menanti jawaban, kedua tangannya sudah mulai memijati kaki kiri Mayang. Dengan jari-jari tangannya yang peka dan terlatih, Hay Hay lalu memijati dan menekan jalan-jalan darah dan otot-otot besar dari paha, belakang lutut, betis dan di sepanjang kaki, memulihkan jalan darah dan melemaskan otot-otot yang menjadi kaku. Dia melakukannya dengan lembut sekali sehingga Mayang merasa keenakan. Bukan hanya nyaman rasanya dipijati oleh seorang ahli yang tahu akan jalan darah, namun juga biarpun kakinya terbungkus celana sutera, namun ia merasa seolah-olah jari tangan itu menyentuh kakihya penuh kemesraan dan kasih sayang. Mayang memejamkan lagi kedua matanya dan hatinya dipenuhi kemesraan yang mengharukan. Seketika ia lupa bahwa pemuda yang memijati kakinya itu adalah saudaranya seayah, dan timbul pula perasaan kasih sayangnya sebagai seorang wanita terhadap seorang pria, yang membuat pernapasannya tersendat-sendat.
Hay Hay yang sudah mulai memijati kaki kanan, tentu saja dapat melihat dan mendengar pernapasan Mayang. Dia mengangkat muka memandang wajah gadis itu dan melihat wajah itu kini menjadi merah sekali, betapa cuping hidung yang mancung itu kembang kempis dan mulutnya agak terbuka, seolah pernapasan tidak cukup melalui kedua lubang hidungnya. Karena memang sudah selesai dengan pemijatan itu, Hay Hay menghentikannya dan bertanya sambil menyentuh pundak gadis yang masih memejamkan kedua mata itu. "Mayang, engkau kenapakah" Sakitkah engkau?" tanyanya penuh kekhawatiran.
Sentuhan pada pundak yang lembut itu seperti menjebolkan bendungan. Sambil merintih Mayang lalu merangkul Hay Hay dan menangis di dada pemuda itu, menangis sesenggukan sehingga amat mengejutkan Hay Hay. Dia tidak tahu mengapa Mayang dapat menangis sesedih itu. Padahal, sepaajang pengetahuannya, Mayang adalah seorang gadis yang berhati tabah, bahkan keras dan tidak cengeng sama sekali. Andaikata ia kelelahan, tidak mungkin ia menangis seperti anak kecil. Akan tetapi melihat betapa gadis itu menangis dengan sungguh, menangis penuh kesedihan, diapun tidak berani main-main dan membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Pada saat seperti itu, tangis merupakan obat yang paling ampuh bagi orang yang sedang dilanda kesedihan. Diapun hanya mengelus kepala gadis itu, dengan kasih sayang seorang kakak. Dia sama sekali tidak tahu betapa elusan tangan yang lembut pada kepala itu menambah derasnya air mata mengalir dari kedua mata sipit itu.
Betapapun derasnya, hujan akan mereda, air matapun akan terkuras habis dan tangispun akan terhenti. Apa lagi bagi seorang gadis seperti Mayang, seorang gadis berhati baja. Biarpun tadi ia terseret dan hanyut oleh keharuan hatinya, akhirnya ia dapat menenteramkan hatinya dan isaknya semakin lirih dan jarang.
"Nah, sekarang katakan, mengapa engkau menangis." kata Hay Hay, masih lembut dan belum berani bercanda seperti biasanya, takut kalau akan salah ucap dan menyentuh kembali hati gadis itu.
Mayang masih merangkulkan kedua tangannya di leher Hay Hay, dan kini rangkulannya semakin kuat, seolah-olah ia mengerahkan tenaga dan memaksa diri untuk bicara.
"Hay-ko?". maafkan aku?". akan tetapi aku?". aku?". sangat cinta padamu?"?"
Hay Hay mencium rambut di kepala itu sambil tersenyum. "Aihhh, tentu saja. Akupun amat cinta padamu, Mayang. Engkau adikku dan aku kakakmu?".. "
"Tidak! Bukan itu! Aku cinta padamu bukan sebagai adik, melainkan?" ah, koko, engkau tentu tahu?" aku?". aku hanya akan dapat hidup berbahagia kalau menjadi isterimu?" "
"Mayang?".. !" Hay Hay melepaskan rangkulannya dan mendorong dengan lembut gadis itu, dipegangnya kedua pundak gadis itu dan di jauhkan, dipaksanya agar mereka saling pandang. Dengan mata sipit dan agak bengkak gadis itu memandang, sinar matanya penuh kedukaan.
"Mayang, adikku yang bengal! Apa yang kaukatakan ini" Inginkah engkau menyeret kita berdua ke dalam lembah dosa yang tak dapat diampuni" Kita ini saudara, Mayang. Ingat, saudara seayah! Kita sama-sama satu darah, satu she (Marga) sehingga kalau kita menjadi suami isteri, bukan hanya seluruh manusia akan mengutuk kita, juga Tuhan akan menghukum kita. Sadar dan ingatlah, adikku. Ka1au kita karena keadaan tidak dapat saling cinta seperti suami isteri, apakah kita tidak dapat saling mencinta sebagal kakak dan adik?"
Mayang memandang wajah Hay Hay dengan membuka-buka matanya yang penuh air mata, dan iapun mengangguk-angguk. Gerakan ini membuat beberapa titik air mata yang sudah bergantung pada pelupuk matanya berjatuhan. Penglihatan ini demikian mengharukan hati Hay Hay sehingga diapun menahan air matanya keluar dari sepasang matanya yang panas. Dia tahu bahwa andaikata Mayang bukan adik seayah, mungkin saja dia benar-benar akan jatuh cinta kepada gadis ini, dan akan mencintainya sebagai seorang isteri yang baik.
"Eh, bagaimana rasanya kedua kakimu sekarang?" tanya Hay Hay untuk mengalihkan persoalan dari batin adiknya. Mayang memandang ke arah kakinya dan mulutnya yang kecil mungil membentuk senyum lagi. Senyum itu mendatangkan kecerahan seperti matahari tersembul dari balik awan setelah hujan mereda. Ia lalu bangkit berdiri, melangkah ke sana-sini, menggerak-gerakkan kedua kakinya.
"Wah sudah tak terasa lelah lagi, Hay-ko. Hebat, engkau boleh membuka praktek
menjadi tukang pijat. Pasti laris!"
"Ihh! Kau ingin kakakmu menjadi tukang pijat tradisional" Siapa yang akan suka membiarkan tubuhnya kupijati?" ,
"Siapa yang akan suka" Hemm, Hay-koko, akan banyak yang berdatangan, terutama kaum wanitanya. Tukang pijatnya tampan, dan pijatannya sungguh membuat tubuh terasa nyaman, hilang semua kelelahan. Para wanita akan berebutan dan antri untuk minta kaupijati, berani membayar mahal!"
"Huh, bagaimana kalau yang berdatangan dan antri itu nenek-nenek yang napasnya sudah empas-empis" Jangan-jangan selagi kupijati, mereka itu kehabisan napas. Bukan upah banyak yang kuperoleh, malah urusan berabe, orang menyangka aku membunuh para nenek itu!"
Mayang tertawa dan diam-diam Hay Hay girang bukan main melihat adiknya itu sudah dapat tertawa. Memang bukan watak Mayang untuk menjadi seorang wanita cengeng.
"Koko, kenapa engkau ini bisa segala" Apa sih yang kau tidak bisa" Dari mana pula engkau mempelajari ilmu pijat yang membuat badan terasa begini enak?"
"Mayang, apa sukarnya mempelajari ilmu memijat" Bukankah engkau sudah banyak mempelajari ilmu silat dari subomu" Engkaupun tentu sudah mempelajari letak jalan darah dan kedudukan tulang. Nah, pengetahuanmu tentang itu sudah cukup menjadi dasar untuk mempelajari ilmu pijat. Biarlah kalau ada waktu senggang akan kuajarkan kepadamu biar kelak kalau ada yang membutuhkan, engkau akan mampu memijatinya dan mengusir kelelahan dari tubuhnya."
"Ih, siapa yang akan membutuhkan aku untuk memijatinya?"
"Siapa lagi kalau bukan?". eh, suamimu kelak."
Sepasang mata yang sipit itu dilebarkan, dan mulut yang tadinya tersenyum itu cemberut. Mayang bangkit berdiri dan bertolak pinggang.
"Hay-ko, engkau engkau nakal! Aku tidak akan mempunyai suami!"
"Eh, kenapa, Mayang" Maafkan, aku hanya main-main. Bagaimanapun juga, kelak engkau tentu akan menikah dan sudah sepatutnya kalau engkau memijati suamimu. Itu wajar, bukan?"
"tidak! Aku tidak akan menikah!"
"Eh-eh, bagaimana mungkin" Engkau adikku yang begini manis, begini cantik jelita, begini lihai dan pandai. Ribuan orang pemuda akan saling berebutan untuk menjadi suamimu, dan engkau tidak akan menikah?"
"Aku tidak akan suka bicara tentang perjodohan sebelum?". "
"Sebelum apa" Hayo katakan, sebelum apa,adikku sayang?"
"Sebelum engkau sendiri menikah, Hay-ko."
Hay Hay berhenti bernapas. Lehernya seperti dicekik dari dalam rasanya karena keharuan yang menyerbu keluar dari dalam hatinya. Dia mengerti. Mayang demikian mencintanya, cinta seorang gadis terhadap seorang pemuda, cinta seorang wanita terhadap pria, bukan cinta kasih antara saudara. Hanya kenyataan bahwa mereka seayah sajalah yang membuat gadis itu memaksa diri melihat kenyataan dan menekan gejolak hatinya. Namun, cintanya , masih tetap dan gadis itu tentu saja merasa berat untuk menikah dengan pria lain, maka mengatakan bahwa ia baru mau bicara tentang perjodohan setelah Hay Hay, pria yang dicintanya, juga kakaknya sendiri, telah menikah dengan wanita lain tentu saja.
Setelah berdiam sesaat dan memandang kepada adiknya, akhirnya dapat pula Hay Hay mengeluarkan keluhan lirih, "Mayang?""
Mendengar suara yang menggetar ini dan melihat wajah kakaknya seperti orang menahan tangis. Mayang menubruk dan merangkul pinggang Hay Hay, menyembunyikan mukanya di dada pemuda itu.
"Hay-ko, ahhh?" maafkan aku, Hay-koko "
"Engkaulah yang harus memaafkan aku, Mayang. Adikku sayang!"
Beberapa lamanya mereka berpelukan, kini dengan perasaan kasih sayang kakak dan adik, sampai kemudian Hay Hay merasa betapa lemahnya mereka membiarkan perasaan mereka hanyut oleh keharuan.
"Wah-wah, apakah kita ini sedang main panggung, menjadi anak wayang" Ha-ha-ha, sayang tidak ada penontonnya!"
Mayang memandang wajah pemuda itu, lalu iapun terkekeh-kekeh geli sehingga suasana menjadi gembira sekali. Lalu mereka melanjutkan perjalanan sambil bergandengan tangan dan di sepanjang perjalanan itu, Mayang bernyanyi-nyanyi. Terlupalah semua kedukaannya tadi dan kini mereka seperti kakak beradik yang sedang pesiar bersenang-senang.
Setelah melakukan perjalanan cepat, kadang melalui air sungai, kadang mereka membeli kuda dan berkuda, akhirnya tibalah mereka di daerah kota raja. Di sepanjang perjalanan, mereka hanya menemukan rintangan yang tidak berarti. Berkat ilmu kepandaian mereka yang tinggi, semua rintangan dapat mereka atasi dan beberapa kai perampokan terhadap mereka berakhir dengan kocar-kacirnya para perampok.
Pada suatu sore, tibalah mereka di sebuah dusun di luar kota raja. Ketika mereka menanyakan jalan yang menuju ke kota raja kepada penduduk, seorang penduduk tua yang merasa khawatir melihat Mayang gadis yang cantik jelita lagi muda itu, segera rnemberi nasihat.
"Sebaiknya kalau kongcu dan, siocia (tuan muda dan nona) bermalam saja di dusun ini dan besok setelah matahari naik baru melanjutkan ke kota raja."
"Akan tetapi kenapa, paman" Apakah perjalanan tidak aman?" tanya Mayang kepada penduduk dusun itu.
"Apakah ada gangguan perampokan di tengah perjalanan, paman" Ataukah gangguan
binatang buas?" tanya pula Hay Hay.
Kakek itu menggeleng kepala. "Kalau bicara tentang keamanan, sekarang di sekitar daerah kota raja aman, tidak pernah terjadi perampokan, bahkan tidak ada pencuri berani melakukan kejahatan. Akan tetapi, bagi seorang wanita muda dan cantik seperti nona, sungguh tidak aman sama sekali melakukan perjalanan di waktu sore dan malam hari. Perjalanan rnenuju ke kota raja masih cukup jauh dan kalau malam sunyi sekali. Sebaiknya kalau melakukan perjalanan pada besok hari siang, di mana terdapat banyak orang berlalu lalang sehingga nona tidak akan terancaman gangguan."
"Hemm, apakah tidak ada jalan pintas yang lebih dekat, paman?" tanya Hay Hay, maklum akan maksud ucapan kakek itu tentu kecantikan Mayang akan menarik banyak pria yang mata keranjang dan hidung belang, dan mereka itulah yang akan merupakan pengganggu, bukan para perampok yang menghendaki uang.
"Ada, ada jalan pintas melalui hutan di bukit sana itu. Lebih dekat dan memakan waktu lebih singkat, akan tetapi juga lebih berbahaya karena di sana banyak berkeliaran binatang buas, dan di sanapun keselamatan seorang gadis seperti nona ini terancam."
"Tapi, siapakah yang akan menganggu aku, paman" Dan mengapa pula seorang wanita diganggu" Siapa mereka yang suka menganggu wanita"
"Sstt, jangan keras-keras bicara, nona." kata kakek itu setengah berbisik sambil memandang ke kanan ke kiri dengan sikap jerih. "Tidak ada penjahat yang menggunakan kekerasan. Akan tetapi kini banyak sekali orang-orang gagah yang agaknya membutuhkan isteri. Kalau mereka bertemu seorang gadis, apa lagi yang muda dan cantik seperti nona, mereka akan memaksa nona untuk menjadi isteri. Isteri yang sah! Sudah banyak sekali gadis yang menjadi isteri orang-orang itu."
"Ehh" Kalau aku tidak mau, apakah mereka itu akan memaksaku?" tanya Mayang dengan sikap penasaran dan mulai marah. "Kalau begitu, mereka itu sama saja dengan penjahat, bahkan lebih keji lagi!"
"Ssttt... jangan keras-keras, nona. Mereka itu bukan penjahat, dan tidak pernah terdengar berita mereka memaksakan kehendak atau memperkosa wanita. Para gadis itu nyata-nyata mau menjadi isteri mereka. Mereka sungguh bukan penjahat, bahkan para penjahat takut kepada mereka. Mereka adalah para anggauta perkumpulan Ho-han-pang."
Mendengar nama perkumpulan itu, Mayang dan Hay Hay saling pandang. Ho-han-pang (Perkumpulan Patriot Gagah)" Kalau menurut nama itu, tentu saja mereka tidak perlu khawatir mendapat gangguan. Mana ada para ho-han, yaitu sebutan bagi orang-orang gagah yang berjiwa pahlawan, mau menganggu wanita"
"Paman, di mana lebih banyak kemungkinan bertemu dengan para ho-han itu, melalui jalan raya ataukah melalui jalan pintas?" tanya Hay Hay.
Kakek itu mengerutkan alisnya. "Kongcu, kalau engkau sendiri yang melakukan perjalanan, melalui jalan raya tidak akan ada bahaya apapun. Akan tetapi bagi nona ini?" , di jalan raya tentu akan bertemu banyak anggauta Ho-han-pang?".. "
"Jangan khawatir, paman. Kami adalah sahabat para ho-han (orang gagah). Terima kasih, paman, kami akan melanjutkan perjalanan sekarang juga." Setelah berkata demikian, Hay Hay meloncat ke atas punggung kudanya, diikuti oleh Mayang. Gadis ini tersenyum manis kepada kakek itu, sedikitpun tidak memperlihatkan rasa takut dan melihat cara gadis itu meloncat Ke atas Kuda, Kakek itupun dapat menduga bahwa gadis cantik itu tentulah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau tidak begitu, mana ada gadis muda cantik yang tidak takut menghadapi orang-orang Ho-han-pang, bahkan menganggap mereka sebagai sahabat"
Hay Hay dan Mayang membalapkan kuda mereka keluar dari dusun itu setelah jauh meninggalkan dusun, mereka menahan kuda mereka dan Hay Hay mengajak adiknya bicara.
"Bagaimana pendapatmu tentang keterangan kakek tadi, Mayang?"
"Tentang Ho-han-pang itu" Aku merasa curiga sekali, Hay-ko. Mana ada ho-han suka menganggu wanita?"
"Cocok dengan perasaanku, Mayang. Keterangan tadi tentu hanya mempunyai dua arti. Pertama, ada gerombolan orang jahat yang berkedok perkumpulan orang gagah dan menggunakan nama muluk Ho-han-pang. Dan ke dua, keterangan kakek tadi yang keliru. Mereka memang orang, orang gagah yang bergabung dalam perkumpulan Ho-han-pang dan kakek tadi yang jahat dan memusuhi mereka maka menyebar berita bohong memburukkan mereka."
Mayang mengangguk-angguk. "Mudah-mudahan saja kita akan bertemu dengan mereka dan membuktikannya sendiri, orang-orang macam apa adanya mereka yang mengaku para anggauta Ho-han-pang itu. Atau mungkin mereka bukan orang yang suka melakukan kejahatan seperti mencuri atau merampok, seperti dikatakan kakek tadi bahwa daerah ini sekarang aman karena para penjahat takut kepada Ho-han-pang, melainkan sekumpulan laki-laki mata keranjang seperti?" " Gadis itu menghentikan ucapannya dan menutupi mulutnya seperti hendak mencegah kata-kata selanjutnya meloncat keluar dari mulut kecil itu.
"Seperti apa, Mayang?"
"Seperti?" engkau, Hay-ko!"
Hay Hay mengerutkan alisnya, pura-pura marah. "Ihh, engkau menghina aku, ya" Siapa yang mata keranjang" Kau memang bengal!" Tangannya meraih hendak mencubit, akan tetapi Mayang tertawa-tawa sambil membedal kudanya, membalap ke depan, dikejar Hay Hay. Mereka berkejaran sambil tertawa-tawa, seperti dua orang kanak-kanak bermain-main dan diam-diam perasaan Hay Hay menjadi girang melihat adiknya sudah melupakan sama sekali kedukaannya tadi. Dia tidak tertarik untuk menyelidiki orang-orang Ho-han-pang. Urusannya sendiri sudah cukup penting dan belum juga berhasil dia laksanakan dengan hasil baik, yaitu mencari Ang-hong-cu, musuh besarnya dan juga ayah kandungnya, yang bukan saja telah melakukan banyak sekali kejahatan mengganggu wanita, akan tetapi juga telah mencemarkan nama baiknya karena orang-orang gagah menyangka bahwa dialah yang melakukan perkosaan dan gangguan terhadap para wanita itu.
Tiba-tiba Mayang menahan kudanya. Melihat gadis itu menghentikan kudanya, Hay Hay juga menahan kendali kudanya. Dia tidak bertanya karena dia yang berada di belakang Mayang juga sudah melihat apa yang membuat adiknya itu berhenti. Di depan mereka, malang melintang di tengah jalan raya, terdapat lima orang penunggang kuda yang jelas sengaja menghadang mereka dan memenuhi jalan. Dia memandang tajam penuh perhatian kepada lima orang itu. Matahari belum rendah benar dan sinarnya masih cukup terang. Lima orang itu adalah pria semua, berusia antara dua puluh lima sampai tiga puluh lima tahun. Mereka berpakaian cukup rapi dan bahkan mewah, pakaian yang ringkas dan melihat gagang pedang atau golok di punggung mereka, mudah diketahui bahwa mereka adalah orang-orang dunia persilatan. Muka mereka terawat dan bersih, dan sikap mlerekapun tidak kasar seperti biasanya para perampok atau penjahat. Sikap mereka itu lebih pantas sikap orang-orang muda bangsawan atau hartawan yang berlagak congkak mengandalkan kedudukan atau kekayaan orang tua mereka. Ada pula lagak gagah-gagahan yang biasanya dimiliki orang-orang yang memiliki ilmu silat yang kepalang tanggung dan merasa bahwa dirinyalah orang yang paling lihai di dunia ini. Ayam katai keruyuknya lebih nyaring dari pada ayam besar. Gentong kosong gaungnya lebih nyaring dari pada gentong penuh isi.
Kelima orang ltu sama sekali tidak memperhatikan Hay Hay. Mata mereka semua ditujukan kepada Mayang, dan mulut mereka tersenyum-senyum. Sikap mereka tidak kasar, bahkan tidak ada ucapan-ucapan tidak sopan keluar dari mulut mereka yang tersenyum, akan tetapi pandang mata mereka itu amat dikenal oleh Mayang. Pandang mata pria yang dibakar nafsu berahi kalau melihat wanita cantik. Oleh pandang mata seperti itu saja, Mayang sudah merasa marah dan ia tahu dengan orang macam apa ia berhadapan. Segera ia teringat akan keterangan kakek di dusun tadi, tentang sekelompok orang yang menamakan diri mereka ho-han atau orang gagah berjiwa pahlawan yang menentang kejahatan akan tetapi mereka suka mengganggu wanita.
"Apakah kalian ini yang dinamakan orang-orang Ho-han-pang?" Mayang langsung saja berteriak dengan suara lantang dan membentak. Lima orang pria muda itu saling pandang, kemudian mereka tertawa. Sikap mereka ketika tertawapun tidak kasar, melainkan suara ketawa orang-orang yang biasa bersopan-santun, atau orang-orang terpelajar!
Seorang di antara mereka, yang berkumis tipis, mengajukan kudanya dan mewakili teman-temannya memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangan di depan dada. "Selamat sore, nona. Maafkan kebodohan kami bahwa kami tidak mengenal nona yang ternyata telah mengenal kami. Kami berlima memang orang-orang Ho-han-pang. Bolehkah kami mengetahui siapa nama nona dan hendak pergi ke manakah?"
Melihat sikap mereka yang sopan, bagaimanapun juga Mayang merasa tidak enak untuk bersikap kasar. Mulailah ia meragu. Mereka ini harimau-harimau berkedok domba, ataukah keterangan kakek tadi yang tidak benar dan bersifat fitnah" Ia harus berhati-hati, jangan sampai nanti ditertawakan oleh Hay Hay yang nampaknya hanya diam saja di belakangnya itu.
"Aku tidak ingin berkerlalan dengan kalian, tidak perlu memperkenalkan nama. Aku hanya ingin tahu mengapa kalian sengaja menghadang dan merintangi perjalanan kami" Minggirlah dan beri jalan kepada kami!"
Kembali si kumis tipis mewakili teman-temannya dan dengan sikap hormat dia menjawab, "Maatkan kami, nona. Kami memang sengaja menghadang bukan dengaoniktikad buruk, melainkan sudah menjadi tugas kami untuk menjaga keamanan di wilayah ini. Karena nona seorang yang asing dan belum kami kenal, maka sudah rnenjadi kewajiban kami untuk bertanya dan mengetahui siapa nona dan temanmu itu. Ketahuilah bahwa keamanan di seluruh daerah kota raja menjadi tanggung jawab Ho-han-pang, karena itu kami harus berhati-hati dan selalu menyelidiki pendatang yang belum kami kenal. Oleh karena itu, harap nona dan teman nona suka memperkenalkan diri dan memberitahukan kami, dari mana nona datang dan hendak kemana nona pergi."
"Hemm, apakah Ho-han-pang kini telah menggantikan pasukan pemerintah untuk menjaga keamanan" Bagaimana kalau kami tidak mau memperkenalkan diri. Apa yang hendak kalian lakukan?"
Kembali lima orang itu saling pandang, masih tersenyum dan kini pandang mata mereka bertambah kekaguman terhadap keberanian gadis jelita itu menantang mereka. Dan si kumis tipis kembali berkata, "Nona, agaknya nona belum mendengar tentang Ho-han-pang, maka nona tidak mempercayai kami. Ketahuilah bahwa ketua kami adalah Beng-cu yang hendak mempersatukan seluruh kekuatan di dunia persilatan. Beng-cu kami adalah seorang pendekar dan pahlawan yang berilmu tinggi, yang hendak menuntun semua tokoh kang-ouw untuk menjadi patriot pembela negara! Beng-cu kami membawa kami ke jalan kebenaran dan siapa yang menentang tentu akan tergilas oleh kebenaran. Karena itu, harap nona suka memperkenalkan diri sehingga kami tidak akan memberi laporan buruk tentang diri nona kepada ketua perkumpulan kami."
Empat orang temannya itupun memberi hormat kepada Mayang dan berkata, "Maafkan kami, nona." Sikap mereka berlima itu demikian sopan dan menarik, disertai senyuman menghias pada wajah mereka yang rata-rata memang tampan dan gagah.
Mayang hendak bersikeras tidak mau memperkenalkan diri, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara Hay Hay di belakangnya. "maafkan adikku ini, ngo-wi ho-han (lima orang gagah)! Terus terang saja, adikku enggan memperkenalkan diri karena maklumlah, sebagai gadis-gadis terhormat, bagaimana mungkin memperkenalkan diri begitu saja kepada lima orang pria muda?"
Mayang hendak menegur kakaknya dengan marah, akan tetapi ia bengong ketika melihat betapa lima orang laki-laki itu kini bersikap aneh sekali. Mereka berlima itu memandang kepada Hay Hay dengan sikap aneh, kini mereka berlagak dan pasang aksi! Bahkan seorang di antara mereka berkata lirih, "Aduhhh?" bukan main jelitanya nona berbaju biru ini?""
Mayang hanya sebentar saja terheran. Setelah ia memperhatikan, ia dapat merasakan getaran tak wajar yang keluar dari arah Hay Hay, maka tahulah ia bahwa kakaknya sudah main-main lagi, mempergunakan sihirnya mempengaruhi lima orang itu yang agaknya melihat dia sebagai seorang wanita jelita! Maka, Mayang kini diam saja, hanya senyum-senyum geli, hendak melihat apa yang akan dilakukan Hay Hay terhadap lima orang anggauta Ho-han-pang itu.
Si kumis tipis itu kini memandang kepada Hay Hay yang mengajukan kudanya. Jelas betapa sinar mata si kumis tipis itu terpesona dan penuh kagum.
"Duhai nona yang cantik jelita dan manis budi! Terima kasih atas keramahanmu dan kami mohon sudi kiranya nona memperkenalkan diri bersama adik nona itu."
"Aku bernama Ma Hwa dan adikku ini bernama Ma Yang. Kami datang dari luar kota raja dan hendak melihat-lihat keindahan kota raja. Kalian sungguh sopan dan gagah, terutama engkau sungguh ganteng dengan kumis tipismu."
"Nona Ma Hwa dan nona Ma Yang. Ji-wi (kalian berdua) adalah gadis-gadis jelita dari luar kota yang memasuki kota raja, biarlah kami yang akan mengawal kalian agar jangan terdapat gangguan di dalam perjalanan."
"Ah, tidak perlu dikawal. Kami berani pergi berdua saja!" Ma Yang cepat berkata karena ia tidak ingin ditemani lima orang itu. Ia mendahului kakaknya karena takut kalau-kalau kakaknya itu akan menerima tawaran mereka.
"Kalau begitu, barangkali kami dapat membantu ji-wi?" Si kumis tipis masih terus menawarkan jasa baiknya. Sikap lima orang itu demikian sopan dan menarik, dan kini mengertilah Mayang mengapa banyak gadis yang terpikat dan menjadi isteri para anggauta Ho-han-pang. Kiranya Ho-han-pang memiliki anggauta pria-pria muda yang pandai berlagak.
"Kalau sobat mau membantu kami, kami memang hendak mencari seorang perwira pengawal she Tang di kota raja?"" Hay Hay yang dengan kekuatan sihirnya telah membuat mereka memandangnya sebagai seorang gadis cantik itu memandang dengan penuh perhatian dan dia melihat betapa lima orang itu nampak kaget.
"Perwira she Tang?"" Bagaimana rupa orang itu?"
Tentu saja Hay Hay tidak mampu menjelaskan karena dia sendiripun belum pernah melihatnya. Dia hanya mendengar berita bahwa di kota raja terdapat seorang perwira muda she Tang yang membual bahwa dia adalah putera Ang-nong-cu. Tentu saja Hay Hay tidak menganggap sebagai bualan belaka, karena memang benar bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang! Kalau hanya membual, bagaimana nama keturunan itu demikian tepat" Padahal, tak seorang mengetahui bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang.
"Dia".. dia seorang perwira pengawal yang masih muda," akhirnya Hay Hay hanya dapat menerangkan apa yang diketahuinya. Namun agaknya hal itu sudah cukup karena lima orang itu nampak lega mendengar keterangan itu.
"Jangan khawatir, kami akan membantu ji-wi mencarinya. Kami akan menemui ji-wi sio-cia (nona berdua) di kota raja. Silakan melanjutkan perjalanan, nona Ma Hwa dan Ma Yang." Mereka lalu meminggirkan kuda mereka, membiarkan Hay Hay dan Mayang lewat.
Setelah melewati lima orang itu, Mayang menegur kakaknya. "Hay-ko, kenapa engkau memperkenalkan namaku dan mengapa pula engkau menyamar sebagai seorang wanita?"
"Mayang, orang yang kita cari ini lihai bukan main. Dia belum tahu namamu, akan tetapi dia sudah mengenal namaku, juga wajahku. Karena itu, tidak ada salahnya kalau engkau memperkenalkan rupa dan nama. Akan tetapi bagiku, lebih baik aku bersembunyi dan tidak sembarangan memperlihatkan diri."
"Koko, begitu takutkah engkau terhadap Ang-hong-cu?"
"Bukan takut, adikku, melainkan aku harus berhati-hati. Kalau dia tahu bahwa aku datang mencarinya di kota raja, dan kalau benar dia berada di sini, tentu dia akan lebih dulu melarikan diri. Dia lihai bukan main, juga licik dan pandai menyamar. Kita tidak ada waktu main-main dengan Ho-han-pang, maka lebih baik kita segera melepaskan diri dari mereka, karena kita memiliki tugas yang lebih penting. Sebaiknya kalau kita dapat masuk ke kota raja sebelum hari menjadi gelap sekali."
Mereka lalu membalapkan kuda mereka. Setelah tiba di kota raja dan masuk melalui pintu gerbang tanpa menimbulkan kecurigaan, mereka menyewa dua buah kamar dalam sebuah rumah penginapan di kota raja. Mereka menyerahkan dua ekor kuda mereka kepada pelayan untuk di pelihara dan diberi makan.
Tentu saja Hay Hay sama sekali tidak pernah mengira bahwa yang dinamakan Ho-han-pang adalah sebuah perkumpulan yang dipimpin oleh Ang-hong-cu sendiri! Tidak pernah menduga bahwa lima orang anggauta Ho-han-pang itu adalah anak buah ayah kandungnya yang dicari-carinya.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, setelah keluar dari pekerjaannya sebagai perwira pasukan pengawal, dan telah membuat jasa-jasa, bukan hanya menangkap calon pembunuh kaisar, akan tetapi juga dia dianggap berjasa telah membuat daerah kota raja menjadi aman, keluar dengan terhormat, Ang-hong-cu Tang Bun An lalu menghilang dan muncullah Han Lojin memimpin Ho-han-pang! Usahanya untuk menjadi seorang beng-cu atau pemimpin besar di dunia kang-ouw, mempersatukan atau lebih tepat lagi menalukkan semua tokoh dunia kang-ouw dan mengangkat diri sebagai beng-cu atau semacam raja, mulai berkembung dengan baik. Hal ini berkat bantuan Sim Ki Liong, Tang Cun Sek, dan Ji Sun Bi. Terutama sekali Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang amat banyak sekali hubungannya dengan para tokoh kang-ouw, telah menarik banyak tokoh kang-ouw untuk mengakui Han Lojin sebagai Beng-cu!
Biarpun kini perkumpulan Ho-han-pang mulai berpengaruh, mulai diakui para tokoh kangw, namun Han Lojin tetap bersikap waspada. Dia selalu menyebar anak buahnya yang dipercaya untuk melakukan pengamatan di kota raja dan sekitarnya. Kalau ada tokoh kang-ouw atau perkumpulan yang agaknya tidak mau tunduk, cukup dengan mengutus Sim Ki Liong, Tang Cun Sek atau Ji Sun Bi saja, mereka yang menentang itu pasti dapat ditundukkan. Tidak usah dia sendiri yang turun tangan!
Han Lojin bukan orang bodoh. Dia tahu bahwa selama para pembesar di kota raja, terutama para pejabat tinggi, mendukung Ho-han-pang, maka perkumpulannya itu akan semakin maju pesat. Maka, diapun selalu menjaga agar Ho-han-pang mendatangkan kesan baik. Dia memesan dengan ancaman keras kepada semua anak buahnya agar tidak melakukan perbuatan terlarang dan melanggar hukum. Tidak boleh mencuri atau merampok, tidak boleh bersikap kasar terhadap rakyat, bahkan harus selalu menentang kejahatan. Tentu saja mereka itu diberi jaminan yang cukup. Kalau ada yang melanggar, Han Lojin tidak segan untuk memberi hukuman dan menyiksanya sehingga semua anak buahnya menjadi takut dan taat.
Bahkan diapun melarang keras anak buah Ho-han-pang untuk memperkosa wanita, hal yang biasanya dia sendiri suka melakukannya. Mereka itu boleh saja memilih seorang gadis yang disukai sebagai isteri, akan tetapi harus dengan cara lain, tidak boleh memperkosa. Dan anak buah Ho-han-pang banyak mendapatkan dari Ji Sun Bi dalam hal menundukkan gadis yang mereka pilih. Banyak sudah para wanita berjatuhan dan terpaksa menjadi isteri seorang di antara anggauta-anggauta Ho-han-pang karena telah "dijatuhkan" secara yang tidak wajar, walaupun bukan dengan kekerasan. Ji Sun Bi mempunyai banyak akal untuk membantu para anak buah Ho-han-pang untuk menjatuhkan seorang wanita, dengan ramuan obat, dengan rayuan dan bermacam akal lagi. Beberapa orang gadis bahkan menyerahkan diri kepada seorang "pendekar" yang menyelamatkannya dari ancaman perampok ganas yang hendak memperkosanya. Tentu saja semua itu hanya permainan saja, siasat yang diatur oleh Ji Sun Bi!
Demikianlah, Ho-han-pang dikenal oleh rakyat di kota raja dan sekitarnya sebagai
perkumpulan orang-orang gagah yang menentang kejahatan, akan tetapi juga kenyataannya, banyak gadis yang menyerahkan diri menjadi isteri dari para anggauta Ho-han-pang itu. Dan tentu saja Han Lojin sendiri belum dapat membebaskan diri dari kerakusannya terhadap wanita. Setelah menjadi Beng-cu, baru beberapa bulan saja, dia sudah berhasil mengumpulkan banyak wanita muda yang cantik-cantik untuk menjadi pelayan dan pembantu dalam rumahnya di puncak bukit dalam hutan. Nampaknya saja belasan orang gadis cantik itu menjadi pelayan dan pembantu, padahal sesungguhnya mereka dijadikan pemuas berahi Han Lojin yang tetap melakukannya karena rasa bencinya terhadap wanita dan ingin mempermainkan mereka. Maka, dalam beberapa bulan saja sudah beberapa kali dia berganti pelayan. Ada kalanya belum sampai satu bulan dia sudah mengeluarkan seorang gadis pelayan dari dalam rumahnya karena bosan, dan gadis itu dihadiahkan kepada seorang di antara para anak buahnya untuk diperisteri. Anak buah ini tentu saja menerima dengan kedua tangan terbuka karena "hadiah" seorang gadis dari bengcu sudah dapat dipastikan amat cantik menarik!
Dan gadis itu sendiripun tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima. Ia sudah ternoda, kalau dicampakkan begitu saja oleh beng-cu, mereka tentu akan terlantar dan mereka juga tidak berani pulang ke rumah orang tua karena malu. Di antara para pelayan ini, tiada seorangpun yang diperkosa oleh Han Lojin. Semua dijatuhkan dengan bantuan siasat Ji Sun Bi! Dalam keadaan mabok atau lupa diri karena pengaruh ramuan obat, gadis-gadis itu menyerahkan diri dengan suka rela kepada Beng-cu dan mereka baru menyesal setelah terlanjur dan hanya mampu menerima nasib!
Ketika Han Lojin menerima Sim Ki Liong sebagai pembantu, dia sudah berjanji bahwa kalau pengaruhnya sudah mulai berkembang, akan mudah saja mencari orang-orang yang menjadi musuh besar pemuda perkasa itu, yaitu Siangkoan Ci Kang. Dan dia memegang teguh janjinya. Setelah banyak tokoh kang-ouw mulai mengakui kedudukannya sebagai Beng-cu di dunia kang-ouw Han Lojin menyebar penyelidik ke seluruh penjuru untuk mencari keterangan tentang Siangkoan Ci Kang.
Demikianlah, perlahan-lahan Han Lojin mulai memperkuat kedudukannya sebagai ketua Ho-han-pang dan juga sebagai beng-cu baru di dunia kang-ouw.
*** "Dua orang gadis Tibet katamu?" Han Lojin minta penjelasan ketika dia mendengar laporan anak buahnya, si kumis tipis dan empat orang temannya.
"Benar sekali, Pangcu (ketua)." Kata si kumis tipis. Semua anak buah Ho-han-pang menyebut Pangcu (ketua) kepada Han Lojin sebagai ketua perkumpulan itu. Akan tetapi para pembantunya yang utama seperti Sim Ki Liong, Tang Cun Sek, Ji Sun Bi dan para tokoh kang-ouw yang mengakui kedudukan Han Lojin sebagai bengcu, dan tidak menjadi anggauta Ho-han-pang, menyebutnya Beng-cu (pemimpin). "Dua orang gadis peranakan Tibet yang cantik jelita bukan main. Belum pernah kami bertemu dengan dua orang gadis secantik itu!"
"Benar, Pangcu. Terutama yang lebih tua, yang bernama Ma Hwa. Dan yang muda bernama, Ma Yang."
Lima orang anggauta Ho-han-pang ini termasuk anggauta lama, bahkan telah menjadi anak buah sejak Han Lojin masih menjadi perwira Tang Bun An. Tentu saja mereka termasuk orang-orang kepercayaan dan merekapun sudah tahu bahwa ketua mereka adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan gadis cantik.
Akan tetapi, Han Lojin bukanlah seorang laki-laki yang mudah tertarik wanita cantik kalau dia tidak melihat sendiri. "Kaubilang tadi bahwa mereka datang ke kota raia untuk mencari perwira Tang?"
"Benar, Pangcu. Akan tetapi yang mereka cari adalah seorang perwira Tang yang masih muda. Mungkin yang mereka maksudkan adalah perwira Tang Gun yang telah dihukum buang itu." kata si kumis tipis yang juga tahu akan peristiwa penangkapan Tang Gun yang kemudian dihukum buang, dan sampai kini tidak ada lagi kabar ceritanya.
Han Lojin mengerutkan alisnya, lalu menyuruh mereka mundur. Dia sendiri termenung. Kalau ada orang mencari Tang Gun, seperti dia dahulu, tentu karena tertarik mendengar bahwa Tang Gun membual sebagai putera Ang-hong-cu! Dan ini hanya berarti bahwa dua orang gadis cantik itu tentu dua di antara para pendekar wanita yang mencarinya! Dia mengingat-ingat para pendekar wanita yang pernah ditemuinya ketika terjadi pembasmian gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai Giam-lo. Di antara mereka, yang paling mengesankan hanya beberapa orang, yaitu Cia Kui Hong, Kok Hui Lian, Siangkoan Bi Lian, Pek Eng, dan Cia Ling. Dua yang terakhir itu, Pek Eng dan Cia Ling, tak pernah dapat dia lupakan karena mereka menjadi korban perkosaannya. Kalau yang muncul adalah dua orang di antara mereka, dia tidak merasa heran karena para wanita pendekar itu memang memusuhinya. Akan tetapi jelas Kui Hong tidak termasuk hitungan. Cia Kui Hong yang telah menjadi ketua Cin-ling-pai itu telah berjanji dan dia merasa yakin bahwa gadis perkasa itu tidak akan melanggar janjinya sendiri. Akan tetapi, agaknya juga bukan gadis-gadis pendekar lainnya itu yang kini mencari perwira Tang Gun. Menurut anak buahnya, dua orang gadis itu bernama Ma Hwa dan Ma Yang, dan mereka adalah dua orang gadis peranakan Tibet.
Karena merasa tidak enak dan penasaran, Han Lojin lalu memanggil im Ki Liong, pembantu utamanya karena pemuda ini rnerupakan seorang yang berilmu tinggi. Bahkan dalam hal ilmu silat, dia sendiri tidak akan mudah dapat mengalahkan Sim Ki Liong yang telah menguasai ilmu-ilmu silat tinggi dari Pulau Teratai Merah itu. Ki Liong sudah menjadi seorang pemuda lain sejak menjadi pembantu Han Lojin. Berkat ilmu penyamaran yang hebat dari Han Lojin, pemuda itu mengenakan kedok tipis, setipis kulit mukanya sehingga wajahnya berubah sama sekali. Kini dia tidak khawatir akan dikenal oleh para pendekar. Demikian pula Tang Cun Sek mengenakan kedok tipis yang merobah bentuk mukanya, seperti juga Ji Sun Bi. Han Lojin tidak ingin para pembantunya itu dikenal orang. Dia mengatakan bahwa penyamaran itu hanya untuk sementara saja. Kalau kedudukan Ho-han-pang sudah kuat benar, maka tidak ada halangannya kelak tiga orang pembantunya itu memperlihatkan wajah yang sebenarnya.
"Kau selidiki dua orang gadis itu," kata Han Lojin setelah menceritakan kepada Ki Liong tentang pelaporan anak buah Ho-han-pang tadi. "Selidiki yang jelas siapa mereka, dan mengapa pula mereka mencari perwira Tang. Kalau mereka itu mencurigakan dan dapat merugikan kita, jangan kau ragu. Tangkap atau bunuh mereka, akan tetapi lakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan kekacauan di kota raja. Mengertikah engkau?"
Ki Liong mengangguk dan tersenyum. "Itu urusan kecil saja, Beng-cu. Apa sih artinya dua orang gadis Tibet" Malam ini juga aku akan mendapatkan keterangan lengkap tentang mereka, dan kalau perlu malam ini juga kutangkap mereka dan kuhadapkan kepada Beng-cu."
"Bagus! Aku percaya akan kesanggupanmu, Ki Liong. Dan kautahu,kalau bukan urusan penting, aku tidak akan mengutusmu, cukup anak buah saja. Jadi, urusan ini penting sekali karena hatiku merasa tidak enak."
Sim Ki Liong lalu meninggalkan puncak bukit yang kini menjadi perkampungan besar dan pusat perkumpulan Ho-han-pang itu, dan diapun memasuki kota raja dan mulai dengan penyelidikannya. Karena memang Han Lojin memasang banyak sekali penyelidik dan anak buahnya di kota raja, maka bukan pekerjaan sukar bagi Ki Liong untuk mencari tahu di mana adanya dua orang gadis Tibet, dia menemui kesulitan. Menurut para penyelidik, yaitu anak buah Ho-han-pang yang berada di kota raja, tidak ada dua orang gadis Tibet. Yang ada hanya seorang saja gadis Tibet bersama seorang pemuda yang mengaku sebagai kakaknya. Dan mereka menyewa dua buah kamar di rumah penginapan Hok Likoan.
Tentu saja dia merasa heran sekali. Bukankah menurut keterangan Beng-cu, lima orang anak buah Ho-han-pang itu melaporkan bahwa yang per lu diselidiki itu dua orang gadis Tibet yang cantik-cantik dan mereka bernama Ma Hwa dan Ma Yang" Bagaimana sekarang yang ada hanya seorang saja gadis Tibet bersama kakak laki-lakinya" Dan menurut para penyelidik, gadis Tibet yang berada di rumah penginapan Hok Likoan itu serupa benar dengan seorang di antara dua orang gadis Tibet, yaitu yang muda. Ciri-cirinya yang menonjol adalah tubuhnya tinggi ramping dengan kulit yang putih kemerahan, pinggulnya besar dan bulat, rambutnya panjang dikepang dua, wajahnya manis, matanya agak sipit, hidungnya mancung besar dan mulutnya kecil. Akan tetapi gadis Tibet pertama, yang kabarnya lebih cantik jelita dibandingkan adiknya, tidak nampak dan sebagai gantinya adalah seorang pemuda kakak gadis Tibet itu yang tampan.
Karena penasaran, maka malam hari itu juga Ki Liong mendatangi rumah penginapan itu. Kebetulan sekali, pada saat itu dua orang kakak beradik yang hendak diselidikinya itu sedang makan malam di rumah makan sebelah rumah penginapan itu. Begitu dia melihat pemuda yang mengaku kakak dari gadis Tibet, hampir saja Sim Ki Liong terpelanting jatuh saking kagetnya ketika dia mengenal pemuda itu yang bukan lain adalah Hay Hay atau Tang Hay, pemuda yang amat ditakutinya karena dia tahu betapa saktinya pemuda itu. Dia tahu bahwa Hay Hay bukan saja amat tinggi ilmu silatnya, akan tetapi juga memiliki ilmu sihir yang amat kuat. Kini mengertilah dia mengapa lima orang anggauta Ho-han-pang itu melihat dua orang gadis Tibet. Tentu Hay Hay telah menggunakan sihirnya sehingga lima orang itu melihat dia sebagai seornag gadis. Setelah dia merasa yakin bahwa pemuda itu benar Tang Hay, cepat Sim Ki Liong meninggalkan tempat itu dengan jantung berdebar. Bahkan tadi ketika dia bertemu pandang dengan Hay Hay, dia merasa napasnya sesak, sungguhpun dia tahu bahwa tak seorangpun akan dapat mengenal wajahnya yang sudah berubah sama sekali oleh penyamaran yang dilakukan Han Lojin. Dan memang Hay Hay sama sekali tidak mengenal Sim Ki Liong dengan wajah barunya itu. Kalau dia tadi memandang tajam adalah karena dia melihat pemuda tampan itu mengerling ke arah Mayang dan dia.
Dengan napas masih memburu, malam itu juga Ki Liong menghadap han Lojin. Tentu saja Han Lojin terkejut bukan main melihat pembantu utamanya itu kelihatan gugup dan seperti orang ketakutan! Juga telah berani minta menghadap pad malam itu juga, tanda bahwa dia datang membawa berita yang teramat penting.
"Hayaaa, celaka, Beng-cu?""
Han Lojin mengerutkan alisnya dan memandang marah. "Ki Liong, kenapa engkau" Sungguh tak kusangka engkau dapat menjadi seorang penakut macam ini! Hayo katakan, mengapa engkau kelihatan begini ketakutan?"
Wajah Ki Liong menjadi merah dan dia baru menyadari bahwa sikapnya tadi memang memalukan sekali. "Maaf, Beng-cu. Saya tidak takut, hanya".. eh, kaget sekali karena menemukan orang yang sama sekali tidak saya sangka-sangka. Karena terkejut itulah maka saya menjadi gugup dan ingin cepat-cepat memberi laporan kepada Beng-cu." Kini sudah kembali harga dirinya. Dia adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, berilmu tinggi, bahkan murid dari Pendekar Sadis dan isterinya, majikan Pulau Teratai Merah yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw. Tidak sepatutnya dia memperlihatkan sikap ketakutan seperti tadi.
"Katakanlah, Ki Liong, jangan seperti anak kecil. Siapa orang itu?" Kini ada perasaan was-was di hati Han Lojin karena dia cukup mengenal kegagahan dan kelihaian Ki Liong. Kalau sampai seorang yang memiliki kelihaian seperti Ki Liong sampai begitu ketakutan, maka tentu orang yang ditakutinya itu benar-benar orang luar biasa.
"Dia adalah Hay Hay?"."
Sepasang mata Han Lojin terbelalak dan dia merasa betapa jantungnya berdebar penuh keregangan. "Dia?" " Dia?". yang datang?"?"
Sejenak kedua orang berdiam diri, tidak ada yang mengeluarkan suara karena keduanya melamun. Terbayanglah semua peristiwa yang pernah mereka alami, ketika Han Lojin bertanding melawan Hay Hay puteranya sendiri dan terdesak hebat. Juga Ki Liong membayangkan ketika dia bertanding melawan Hay Hay dan hampir saja dia celaka, bahkan akhir-akhir ini pedang pusaka yang dibawanya dari Pulau Teratai Merah, yaitu pedang pusaka Gin-hwa-kiam, juga dirampas oleh pemuda yang memiliki kesaktian hebat itu.
Akan tetapi Han Lojin segera dapat menguasai hatinya yang agak terguncang mendengar bahwa musuhnya nomor satu yang ditakutinya, juga merupakan putera kandungnya, kini telah datang ke kota raja dan sudah jelas niatnya. Tentu untuk mencari dia! Dia segera teringat akan kedudukannya dan kalau tadinya dia merasa gentar, kini dia dapat menguasai hatinya, bahkan otaknya yang cerdik segera mengatur siasat untuk dapat menundukkan Tang Hay. Kalau saja pemuda yang lihai itu, juga putera kandungnya sendiri itu, dapat membantu dia seperti halnya Tang Cun Sek, tentu kedudukannya akan menjadi semakin kuat! Benar! Dia harus dapat membujuk atau kalau perlu memaksa Tang Hay untuk membantu usahanya menjadi Beng-cu di seluruh dunia kang-ouw!
"Ki Liong, cepat kau pergi panggil Sun Bi dan Cun Sek ke sini!"
Ki Liong memandang Han Lojin. "Sekarang?"
"Ya, sekarang juga. Cepat, kutunggu!"
Ki Liong segera pergi ke kamar kedua orang itu dan tak lama kemudian dia bersama Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek sudah berada di dalam ruangan duduk di mana Han Lojin masih menanti dengan alis berkerut. Dua orang itupun terkejut setengah mati mendengar dari Ki Liong bahwa Hay Hay telah tiba di kota raja. Maka, mendengar bahwa Beng-cu memanggil, mereka bergegas datang dan kini empat orang itu sudah duduk mengelilingi meja dan bicara dengan wajah serius.
Biarpun wajahnya membayangkan kecemasan, namun Han Lojin dengan suara tenang menggambarkan siasatnya untuk menghadapi Tang Hay atau Hay Hay. Sampai jauh malam baru mereka mengakhiri perundingan itu dan pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat karena besok mereka mempunyai tugas yang penting dan berat sebagai pelaksanaan siasat yang telah diatur oleh Han Lojin!
*** Pagi-pagi sekali Hay Hay sudah mandi kemudian keluar dari dalam kamarnya di rumah penginapan Hok Likoan. Dia melihat pintu kamar Mayang masih tertutup dan diapun tidak mau mengganggu adiknya yang tentu lelah setelah pada hari-hari yang lalu melakukan perjalanan jauh itu. Biarlah adiknya melepas lelah dan beristirahat. Diapun pagi-pagi bangun untuk mulai dengan penyelidikannya tentang perwira Tang, dan dia tidak akan menyelidik jauh-jauh. Pagi hari itu tentu dia akan dapat minta keterangan dari karyawan rumah penginapan itu secara santai, karena hari masih pagi dan sepi.
Ketika dia melihat tukang kebun rumah penginapan itu menyapu pekarangan diluar bangunan, dia melihat kesempatan baik sekali. Tukang kebun itu sudah setengah tua, tentu sudah lama berada di kota raja. Maka dihampirinya tukang kebun yang sedang menyapu pekarangan itu.
"Selamat pagi, paman." tegurnya.
Tukang kebun itu mengangkat muka dan memandang heran. Baru sekali ini selama bertahun-tahun menjadi pegawai kasar dan yang dianggap rendah, yaitu menjadi tukang kebun, dia mendapat salam demikian akrabnya dari seorang tamu hotel!
"Selamat pagi, kongcu!" jawabnya gembira.
"Sepagi ini sudah bekerja, paman" Rajin amat?"
Tukang kebun itu menghentikan gerakan sapunya dan memandang sambil tersenyum. Seorang tuan muda yang amat ramah, pikirnya. "Kalau kesiangan sedikit, para tamu akan berlalu lintas di sini dan selain sukar, juga akan mengganggu tamu."
Hay Hay melihat sebatang sapu bersandar di dinding luar. Diambilnya sapu itu dan diapun mulai menyapu, membantu peke jaan si tukang kebun.
"Eh, jangan, kongcu. Pakaianmu nanti kotor?"!" kata si tukang kebun dengan heran.
"Aih, tidak mengapa, paman. Aku ingin membantumu menyapu. Aku ingin engkau segera menyelesaikan pekerjaan mu ini, karena aku ingin mengajakmu bercakap-cakap sebentar."
Biarpun dia bukan tukang sapu dan tidak biasa menyapu pekarangan, akan tetapi berkat tenaganya yang besar dan kecekatan gerakannya, sebentar saja Hay Hay dapat menyelesaikan pekerjaan itu. Si tukang kebun terheran-heran melihat seorang tamu, seorang tuan muda, dapat mengayun tangkai sapu sedemikian mahir dan cepatnya. Dengan hati girang diapun melayani Hay Hay mengajaknya bercakap-cakap.
"Paman, aku hendak bertanya sedikit, harap paman suka membantuku dan memberi keterangan sejujurnya."
"Pertanyaan apakah, kongcu" Tentu saya akan menjawab sejujurnya."
"Begini, paman. Aku ingin mencari keterangan tentang seorang perwira di kota raja ini, seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Pernahkah engkau mendengar tentang Tang-ciangkun itu?"
Tukang kebun itu memandang kepada Hay Hay dengan wajah berkerut. Nama Ang-hong-cu merupakan nama yang asing baginya. "Saya pernah mendengar tentang seorang perwira she Tang, akan tetapi entah dia itu putera siapa?""
"Tidak apa, paman. Perwira she Tang yang paman ketahui itu, di mana dia tinggal?"
Tukang kebun itu menggeleng kepala. "Dia sekarang telah mengundurkan diri, tidak menjadi perwira istana lagi. Entah ke mana perginya. Dia pernah berjasa kepada Sribaginda Kaisar, demikian beritanya, dan dia diangkat sebagai perwira pengawal. Akan tetapi, sudah berbulan-bulan, mungkin sudah ada setahun, dia mengundurkan diri dan entah ke mana. Demikianlah yang saya dengar kongcu. Saya kurang memperhatikan urusan seperti itu, dan maaf kalau saya tidak memberi keterangan secukupnya."
"Keteranganmu sudah cukup berharga, paman," kata Hay Hay berbohong karena sesungguhnya dia merasa kecewa sekali mendengar keterangan yang tidak lengkap itu. "Akan tetapi, tahukah paman siapa nama perwira itu dan berapa kira-kira usianya?"
"Saya sendiri belum pernah melihatnya, hanya mendengar kabar saja bahwa dia setengah tua, lima puluhan tahun lebih, dan namanya".. namanya Tang?". Bo An atau semacam itu."
Hay Hay merasa semakin kecewa. Kalau benar perwira itu putera Ang-hong-cu, tentu usianya tidak lima puluh tahun lebih! Dan mana ada orang bernama Bo An (Tidak Selamat). Mungkin Bu An atau Bun An. Biarpun dia menduga bahwa tentu bukan perwira setengah tua itu yang dimaksudkan sebagai putera Ang-hong-cu, yang mengaku demikian dan merupakan satu-satunya jejak baginya untuk menyelidiki Ang-hong-cu, namun tidak ada cara lain baginya kecuali menyelidiki orang itu. Akan tetapi perwira setengah tua itu telah mengundurkan diri! Siapa tahu, masih ada orang di bekas tempat tinggalnya yang dapat bercerita lebih banyak, terutama sekali memberitahu kepadanya di mana sekarang perwira itu tinggal. Bagaimanapun juga, she perwira setengah tua itu juga Tang, dan hal ini saja sudah menarik perhatiannya.
"Terima kasih sekali atas semua keterangan itu, paman. Sedikit lagi, di manakah rumah perwira Tang itu?"
Tukang kebun itu memandang heran. "Sudah saya katakan bahwa saya tidak tahu ke mana dia pergi dan tidak tahu di mana rumahnya sekarang, kongcu."
"Maksudku, bukan rumahnya yang sekarang, melainkan rumahnya dahulu ketika dia masih menjadi perwira di kota raja ini."
"Ahh, kalau itu saya tahu. Siapa yang tidak tahu gedung perwira Tang yang amat terkenal itu?" Lalu dia memberi petunjuk di mana adanya bekas rumah perwira Tang.
Hay Hay mengucapkan terima kasih, lalu meninggalkan tukang kebun itu yang melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak tahu betapa setelah dia pergi, wajah ketololan dari tukang kebun itu berubah. Matanya berkilat dan mulutnya terhias senyum, tanda seseorang yang merasa puas akan pelaksanaan tugasnya.
Melihat betapa daun pintu Mayang masih tertutup, Hay Hay tidak mau mengganggu adiknya. Biar Mayang tidur sampai sepuasnya. Pula, yang akan di selidikinya hanyalah bekas tempat tinggal seorang perwira Tang yang agaknya lain dari pada yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Dia akan melakukah penyelidikan ini sebagai iseng-iseng saja, sebagai jalan-jalan pagi selagi hawa udara masih sejuk dan bersih. Maka, diapun segera menggapai seorang pelayan rumah penginapan yang sedang mencuci lantai dengan kain basah, pekerjaan yang dilakukan setiap pagi sebelum para tamu bangun.
"Toako," kata Hay Hay kepada pelayan yang usianya sekitar tiga puluh tahun itu, "maukah engkau menyampaikan pesan untuk adikku perempuan di kamar jtu kalau ia terbangun nanti dan mencari aku?"
Pelayan itu mengangguk-angguk. "Tentu saja, kongcu. Sudah menjadi tugas kami untuk melayani setiap orang tamu."
"Nah, kalau dia terbangun nanti, katakan bahwa aku pergi berjalan-jalan mencari hawa pagi yang segar, dan agar ia menanti kembaliku untuk makan pagi bersama."
Pelayan itu mengangguk. "Baik, kongcu. Akan saya sampaikan pesan kongcu kepada siocia." Hay Hay mengeluarkan dua keping uang kecil dan memberikannya kepada si pelayan yang menerimanya dengan ucapan terima kasih. Hay Hay lalu pergi meninggalkan rumah penginapan itu lalu mengambil jalan ke arah bekas tempat tinggal Tang-ciangkun melalui jalan raya yang masih sepi. Diapun tidak tahu betapa pelayan yang tadi mencuci lantai itu berubah sikapnya, bahkan lalu menyelinap masuk dan berbisik-bisik dengan tukang kebun tadi, dan beberapa orang pelayan lain.
Tidak sukar bagi Hay Hay untuk menemukan gedung yang megah itu karena dia sudah mendapat gambaran dari tukang kebun di rumah penginapan. Seperti juga rumah-rumah lain, gedung itu masih nampak sunyi di pagi hari itu. Di waktu sepagi itu, hanya burung-burung dan orang-orang miskin saja yang sudah keluar dari sarang dan rumah untuk mencari nafkah hidup sehari-hari. Orang-orang kaya, bangsawan, dan mereka yang malas baru akan bangun seielah matahari naik tinggi.
Orang-orang seperti ini tidak pernah dapat rnenikmati indahnya pagi hari, sejuknya hawa pagi, segarnya mandi pagi yang kemudian menyegarkan pula badan sepanjang hari. Orang yang terbiasa bangun pagi-pagi sekali, mandi air dingin, memulai kehidupan di hari itu dengan kegembiraan dan semangat yang timbul karena guyuran air dingin di pagi hari, akan selalu merasa segar badan dan batinnya selama sehari itu. Sebaliknya, orang yang terlalu banyak tidur, yang bangun terlampau siang, tidak akan kebagian suasana gembira dan penuh semangat di pagi hari itu, begitu bangun diserang panasnya sinar matahari yang sudah naik tinggi, menimbulkan kelesuan dan kemalasan di sepanjang hari itu. Karena itu, bukan hanya omong kosong kalau para budiman jaman dahulu mengatakan bahwa siapa tidur tidak terlalu malam dan bangun pagi-pagi, akan banyak rejeki dan tubuh sehat hati bahagia! Setidaknya, yang jelas badan menjadi segar dan sehat!
Gedung bekas tempat tinggal perwira Tang itu masih nampak sepi, bahkan lampu gantung di luar rumah masih belum dipadamkan. Akan tetapi sepagi itu, sudah nampak seorang berpakaian pelayan atau tukang kebun menyirami bunga-bunga di pekarangan depan, taman bunga bunga yang terawat rapi. Ketika tukang kebun itu melihat seorang pemuda berdiri di pintu pagar dan memandang-mandang ke dalam, dia segera menghampiri dan menegur.
"Sobat, siapakah engkau dan ada keperluan apa berdiri di sini mengamati rumah ini?" Sikapnya tidak bermusuh, akan tetapi mengandung kecurigaan. Kebetulan sekali, pikir Hay Hay. Kesempatan baik baginya untuk mencari keterangan.
"Maaf, lopek," katanya sambil memandang kakek yang usianya tentu lebih dari lima puluh tahun namun tubuhnya masih kokoh kuat agaknya berkat terbiasa kerja keras. "Aku hanya mengagumi gedung yang megah ini. Bukankah ini rumah Tang-ciangkun?"
"Orang muda, jangan ngawur! Ini adalah rumah perwira Su, bukan perwira Tang!"
"Akan tetapi, bukankah dahulu perwira Tang tinggal di rumah ini?" bantah Hay Hay dengan sikap seolah dia sudah mengenal benar perwira Tang.
"Semua orang juga sudah tahu, akan tetapi sudah setahun lebih rumah ini menjadi tempat tinggal Su-ciangkun."
"Dan ke manakah pindahnya Tang-ciangkun?"
"Mana aku tahu" Kabarnya dia mempunyai rumah peristirahatan di luar kota, di luar kota raja sebelah utara ada bukit dan kabarnya di sanalah tempat tinggal barunya. Akan tetapi, baru saja Tang-ciangkun lewat di jalan ini. Dia menunggang kuda di pagi hari, dan mungkin dia pulang ke rumah peristirahatannya."
"Ah, benarkah?" Hay Hay bertanya penuh semangat.
"Baru saja dia lewat, kalau engkau cepat-cepat melakukan pengejaran, mungkin masih dapat melihatnya."
"Terima kasih, lopek!" kata Hay Hay dan begitu dia berkelebat, diapun lenyap dari depan kakek itu. Tukang kebun itu tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. Lalu dia menarik napas panjang. "Aihhh"., pantas saja Beng-cu berpesan agar aku berhati-hati kalau bertemu pemuda itu. Kiranya dia memiliki kesaktian seperti setan, dapat menghilang!" Dan diapun bergidik.
Hay Hay memang mengerahkan tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan pengejaran. Kalau dia dapat bertemu muka dengan perwira Tang, mungkin saja dia akan dapat mendengar tentang perwira Tang yang lain, yang dikabarkan membual sebagai putera Ang-hong-cu itu. Karena hari masih pagi dan sepi, maka dia dapat dengan leluasa berlari cepat menuju ke pintu gerbang utara, tidak perduli akan keheranan tukang kebun yang melihat dia seperti menghilang.
Untung bahwa pintu gerbang utara sudah dibuka karena sejak pagi, sudah ada saja orang-orang yang keluar dari pintu gerbang, yaitu mereka yang mempunyai keperluan keluar kota untuk berdagang atau untuk urusan lain. Ketika dia keluar dari pintu gerbang, dia melihat debu mengepul di depan, dan tahulah dia bahwa di depan sana ada orang menunggang kuda yang dibalapkan. Melihat ada dua orang petani memanggul cangkul berlenggang seenaknya dari depan, dia cepat bertanya kepada mereka. "Sobat, tahukah kalian siapa penunggang kuda itu tadi?" Dia menuding ke arah penunggang kuda yang tentu telah lebih dahulu berpapasan dengan mereka.
"Ah, dia" Dia adalah Tang-ciangkun ?"." kata seorang di antara mereka. Mendengar ini, dengan girang Hay Hay melompat dan berlari cepat seperti terbang meninggalkan dua orang petani itu setelah mengucapkan terima kasih. Dua orang petani itu berdiri bengong memandang, karena selama hidupnya belum pernah berlari secepat itu. Hay Hay tidak tahu bahwa dua orang itu saling pandang dan tersenyum, dan seorang di antara mereka menjulurkan lidah.
"Wuiii?" lihai dan berbahaya sekali orang itu!"
Hay Hay mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengejar penunggang kuda di depan. Karena debu mengepul tebal dia tidak dapat melihat kuda dan penunggangnya, akan tetapi debu itu yang menunjukkan ke mana penungang kuda itu pergi. Ketika penunggang kuda itu mendaki bukit dan tiba di lereng yang berhutan, debu pun menghilang karena jalan yang dilalui berumput.
Setibanya di luar hutan, Hay Hay terpaksa menghentikan larinya. Dia kehilangan jejak. Memang dapat dia melacak jejak kaki, akan tetapi hal itu akan memakan waktu lama dan tentu orang yang dikejarnya itu telah pergi jauh. Dia tidak dapat terlalu lama pergi. Mayang akan menanti, dan akan merasa khawatir. Bagaimanapun juga, dia telah tahu ke arah mana Tang-iangkun itu pergi. Dia akan kembali ke rumah penginapan lebih dulu, dan mengajak Mayang untuk kembali ke tempat ini, mencari sampai berhasil menemukan bekas perwira Tang, untuk menanyakan apakah bekas perwira itu mengenal Perwira Tang muda yang mengaku putera Ang-hong-cu. Dia lalu menuruni lereng bukit itu dan kembali ke kota raja.
Matahari telah naik tinggi ketika dia tiba kembali di rumah penginapan Hok Likoan. Dia segera menghampiri kamar Mayang. Melihat pintu kamar itu masih tertutup, dia merasa heran. Begitu lelahkah adiknya itu sehingga sesiang itu belum juga bangun" Dia mengetuk daun pintu kamar itu, memanggil-manggil. Akan tetapi tidak ada jawaban. Seorang pelayan losmen itu, yang malam tadi menerima mereka, menghampirinya.
"Percuma diketuk, kongcu. Siocia tidak berada di dalam kamar ."
"Tidak berada di dalam kamarnya" Lalu ia ke mana?" tanya Hay Hay, sambil memandang ke kanan kiri untuk melihat kalau-kalau adiknya berada di dekat situ.
"Entah ke mana, kongcu. Tadi ia duduk di depan kamar, lalu datang seorang tamu, bicara dengan siocia kemudian mereka pergi tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan."
"Apakah ia tidak meninggalkan pesan?"
Siocia sendiri tidak meninggalkan pesan, akan tetapi baru saja sebelum kongcu datang, tamu yang tadi mengajak siocia pergi, datang lagi dan menyerahkan sesampul surat agar saya berikan kepada kongcu."
"Apa" Cepat serahkan suratnya itu kepadaku!" Hay Hay berseru dan hatinya mulai merasa tidak nyaman. Ketika pelayan itu menyerahkan surat dalam sampul segera dibuka sampulnya dan dibacanya kertas yang mengandung tulisan yang rapi dan indah itu. Singkat saja bunyinya, singkat namun membuat jantungnya berdebar penuh ketegangan.
Tang Hay. Kalau ingin bicara tentang nona
Mayang, silakan datang sendiri ke
tempat kami. Ho-han Pang-cu. Celaka, demikian teriak Hay Hay dalam hatinya. Semuanya jelas baginya kini. Dia telah terjebak! Dia seperti seekor harimau yang dipancing keluar meninggalkan sarang. Sengaja orang memancingnya menjauhi rumah penginapan itu dan sementara dia pergi jauh, Mayang juga keluar dan tentu telah ditangkap. Betapapun lihainya gadis itu, kalau dikeroyok, apa lagi kalau lawan-lawannya pandai, tentu ia dapat ditawan. Dia membayangkan kembali apa yang telah dialaminya sejak pagi tadi. Tukang kebun rumah penginapan itu! Dia yang pertama melempar umpan memancingnya, dengan mengatakan di mana rumah Tang-ciangkun. Kemudian pelayan di rumah dulu menjadi tempat tinggal Tang-ciangkun, memancingnya dengan memberitahuan bahwa Tang-ciangkun baru saja lewat berkuda. Dan dua orang petani yang ditanyainya tentang penunggang kuda yang lewat. Mereka semua memancing sehingga dia semakin jauh meninggalkan rumah penginapan, meninggalkan Mayang seorang diri. Dia memandang keluar dan melihat seorang tukang kebun sedang mencabuti rumput di taman pekarangan. Orangnya masih muda, jelas bukan tukang yang dibantunya pagi tadi dan ditanyainya tentang perwira Tang.
"Diakah tukang kebun di rumah penginapan ini?" tanyanya kepada pelayan itu sambil menunjuk ke arah orang yang bekerja di pekarangan. Pelayan itu memandang keluar lalu mengangguk.
"Benar, kongcu. Dia A Kiat tukang kebun kami."
"Apa selain dia ada tukang kebun lain" Yang lebih tua?"
Pelayan itu menggeleng kepala. "Tidak ada lagi, kongcu."
Hemm, jelas bahwa tukang kebun pagi tadi palsu, atau diselundupkan dan menyamar sebagai tukang kebun. Tentu anggauta Ho-han-pang.
"Sobat, tolong beritahukan, di mana adanya pusat perkumpulan Ho-han-pang?"
Pelayan itu tidak nampak heran. Nama Ho-han-pang sudah terkenal di seluruh kota raja dan banyak sudah para tamu yang menanyakan tempat itu. Banyak tokoh kang-ouw berkunjung ke sana.
"Di luar kota raja, melalui pintu gerbang utara, terdapat sebuah bukit dan di sanalah pusat Ho-han-pang".."
Belum habis dia bicara, Hay Hay sudah berkelebat lenyap dari situ. Hay Hay sudah tahu di mana dia harus mencari Mayang. Kiranya penunggang kuda tadi adalah orang Ho-han-pang pula, dan tentu di sana pula sarang perkumpulan Ho-han-pang itu. Akan tetapi dia masih menduga-duga dengan hati mengandung keheranan mengapa Ho-han-pang memusuhinya" Dan bagaimana pula mereka itu mengenalnya, mengenal namanya"
* * * Apa yang telah terjadi dengan Mayang" Pagi hari itu ia terbangun dan melihat betapa sudah ada sinar matahari pagi membayang di tirai dan kaca jendela, ia pergi ke kamar sebelah, kamar Hay Hay. Akan tetapi, ternyata kakaknya itu tidak berada di kamarnya. Selagi ia termangu dan menduga-duga ke mana kakaknya pergi, tiba-tiba pelayan rumah penginapan datang menghampiri.
"Selamat pagi, nona."
"Selamat pagi. Eh, paman, di mana kakakku?"
"Pagi-pagi sekali dia sudah pergi, nona. Dan ada seorang tamu sejak tadi menunggu nona keluar dari kamar. Dia bilang ada urusan penting sekali."
"Tamu" Aku tidak mempunyai kenalan di sini?"" Mayang berkata ragu.
"Entahlah, nona. Akan tetapi dia bilang penting sekali dan ada hubungannya dengan kakakmu?". "
"Ahhh?" ! Suruh dia masuk!" kata Mayang begitu mendengar bahwa tamu itu datang untuk bicara tentang Hay Hay.
Tamu itu seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahunan dan sikapnya lembut, wajahnya bukan wajah orang jahat dan agaknya boleh dipercaya. Begitu bertemu, dia mengangkat kedua tangannya dan berkata, "Nona, saya datang membawa pesan dari kakakmu. Dia hanya menyuruh saya datang menemui nona di sini dan mengatakan bahwa kakakmu telah menemukan jejak dan nona diminta sekarang juga menyusulnya di sana."
Mayang mengerutkan alisnya. "Hemm, bagaimana aku dapat percaya kebenaran omonganmu" Kita tidak saling mengenal dan?"."
"Nona, hal itu sudah saya katakan kepada Tang taihiap, kakakmu akan tetapi dia hanya mengatakan bahwa dia dan nona sedang melakukan penyelidikan tentang seorang perwira she Tang di kota raja dan bahwa kini dia telah mendapatkan jejaknya maka dia minta agar nona secepatnya menyusul ke sana."
"Di mana dia?" "Saya akan menjadi penunjuk jalan, nona. Di sebelah timur kota raja dan?"."
"Baik, mari kita pergi! Paman pelayan harap keluarkan dua ekor kuda kami. Sebaiknya kita menunggang kuda agar lebih cepat," tambahnya kepada laki-laki stengah tua itu.
"Sebaiknya begitu, nona. Kedua kakiku sudah lelah sekali ketika melakukan perjalanan cepat ke sini tadi." .
Mereka lalu menunggang dua ekor kuda itu dan melarikan kuda ke luar kota raja melalui pintu gerbang sebelah timur. Begitu ke luar dari pintu gerbang, laki-laki itu mempercepat larinya kuda. Mayang mengikuti dari belakang dan ketika mereka tiba di kaki bukit yang sunyi, tiba-tiba pria itu menghentikan kudanya.
Mayang hendak bertanya, akan tetapi dari balik pohon-pohon dan semak-semak bermunculan belasan orang, dipimpin oleh dua orang pemuda yang tampan dan gagah.
"Hemmm, apa artinya ini?" Mayang bertanya, alisnya berkerut.
"Turunlah, nona. Kita sudah sampai dan nona akan dapat bertemu dengan Tang Taihiap." kata pembawa berita itu yang sudah meloncat turun. Dia bahkan membantu Mayang memegangi kendali kuda. Gadis itupun melompat turun, pandang matanya dengan waspada menyapu belasan orang yang nampaknya bersikap gagah, bukan seperti gerombolan penjahat itu.
Pembawa berita itu menuntun dua ekor kuda ke bawah sebatang pohon dan belasan orang itu kini mengepung Mayang. Barulah Mayang merasa curiga dan melihat betapa dua orang pemuda gagah itu berdiri di depan dan bersikap sebagai pimpinan, ia talu menghadapi rnereka dan mengamati dengan sinar mata tajam penuh selidik. Mereka berdua itu lebih pantas menjadi pendekar dari pada penjahat. Yang seorang masih muda, paling banyak dua puluh tiga tahun usianya. Wajahnya tampan dengan tubuh sedang yang kokoh, sikapnya halus dan senyumnya sopan. Akan tetapi dalam pandang matanya terdapat sesuatu yang membuat Mayang merasa marah dan bulu tengkuknya meremang. Pandang mata pemuda tampan itu seolah menggerayangi dan meraba-raba seluruh bagian tubuhnya. Pria yang ke dua tebih tua, usianya tiga puluh tahunan, tubuhnya tinggi besar dan gagah perkasa, kulit mukanya putih dan matanya mencorong, wajahnya juga tampan.
Yang membuat Mayang merasa semakin tidak enak adalah ketika ia melihat pembawa berita tadi, setelah menambatkan dua ekor kuda di batang pohon, kini berdiri di belakang dua orang pemuda itu dan jelaslah bahwa pembawa berita itu merupakan anak buah mereka pula. Ia mulai merasa terjebak, seperti seekor kelinci yang dikepung oleh segerombolan srigala berkedok domba.
"Siapakah kalian" Mengapa mengepungku" Di mana adanya kakakku?" tanyanya dan sikapnya sudah siap siaga. Ketika berangkat tadi ia telah membawa buntalan pakaiannya dan juga senjatanya yang ia andalkan, yaitu sebatang cambuk penggembala. Sedikitpun ia tidak merasa takut dikepung belasan orang pria itu, akan tetapi ia khawatir bukan main memikirkan Hay Hay.
Dua orang pemuda yang memimpin serombongan orang itu bukan lain adalah Cun Sek dan Ki Liong. Inilah hasil siasat yang dilakukan Han Lojin, yang dirundingkan semalam dengan para pembantu utamanya itu. Han Lojin menyebar anak buahnya menyusup ke rumah penginapan, menyamar sebagai tukang kebun. Hal ini mudah saja dilakukan karena boleh dibilang semua perusahaan di kota raja tentu akan memenuhi permintaan Ho-han-pang yang telah membuat nama baik dengan menciptakan suasana tenang dan tenteram di kota raja. Dan tepat seperti yang diduga Hay Hay setelah pemuda ini kehilangan adiknya dan menyadari, si tukang kebun di rumah penginapan, pelayan di bekas rumah Tang Ciangkun, juga dua orang petani itu adalah orang-orang Ho-han-pang yang menyamar dan yang bertugas untuk melemparkan umpan memancing Hay Hay keluar dari kota raja, menjauhi Mayang. Han Lojin sendiri lalu menunggang kuda dan membiarkan dirinya dikejar Hay Hay. Maksudnya tentu saja hanya untuk memancing Hay Hay agar jauh meninggalkan Mayang seorang diri. Setelah tiba di bukit di mana dia memimpin Ho-han-pang, sebuah bukit yang kini telah dilengkapi dengan banyak jebakan dan perangkap berbahaya dia menghilang ke dalam hutan. Menurut rencananya, kalau Hay Hay mengejar terus, pemuda itu akun menghadapi banyak jebakan berbahaya. Andaikata pemuda lihau itu dapat melewati semua jebakan dengan selamat, maka dia akan berhadapan dengan Han Lojin, Ji Sun Bi dan puluhan orang pembantunya dan akan dikeroyok! Sementara itu, Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek bertugas untuk pergi menangkap Mayang! Untuk ini, Sim Ki Liong menyuruh seorang anak buah untuk mengundang Mayang keluar kota raja dengan alasan dipanggil Tang Hay. Dan gadis yang masih kurang pengalaman itu masuk perangkap dengan amat mudahnya. Kini, Mayang sudah berhadapan dengan Ki Liong dan Cun Sek, dalam keadaan terkepung.
Beberapa lamanya, pertanyaan Mayang itu tidak ada yang menjawab. Sim Ki Liong seperti terpesona, dan Cun Sek juga kagum. Ki Liong seketika jatuh cinta kepada gadis peranakan Tibet yang memiliki kecantikan yang khas itu. Akan tetapi, tentu saja Ki Liong tidak berani menyimpang dari pada perintah yang sudah digariskan oleh Beng-cu. Dia dan kawan-kawannya hanya mendapat tugas menangkap gadis peranakan Tibet itu, tidak boleh mengganggunya sama sekali. Menangkap gadis peranakan Tibet itu hanya merupakan siasat Han Lojin untuk menundukkan Tang Hay dan memaksa puteranya itu untuk menaluk dan membantunya! Maka, gangguan terhadap Mayang tentu saja dapat merusak siasatnya yang sudah diatur sebaiknya demi keuntungan dirirlya.
"Haiiii! Apakah kalian semua ini tuli atau gagu" Engkau yang datang membawa berita tentang kakakku. Di mana sekarang kakakku berada?" Mayang menbentak, suaranya mengandung kemarahan dan kini ia sudah mengeluarkan sebatang pecut panjang, seperti yang biasa dipergunakan para penggembala ternak. Ki Liong saling pandang dengan Cun Sek dan keduanya tersenyum, semakin kagum karena sebagai orang-orang gagah, tentu saja mereka suka sekali melihat sikap gadis cantik yang demikian pemberani dan tabah.
Sim Ki Liong yang memimpin pasukan kecil yang ditugaskan rnenangkap Mayang, segera melangkah maju dan sambil tersenyum dia berkata, "Nona manis, harap jangan marah dulu. Sepanjang yang kuketahui yang namanya Tang Hay itu tidak mempunyai seorang adik perempuan. Bagaimana engkau mengaku dia sebagai kakakmu" Sebenarnya, kakak ataukah pacar?"
Sepasang mata yang agak sipit jeli itu mencorong karena hati Mayang menjadi panas karena marah. "Apakah dia itu kakakku, pacarku atau apakupun, apa hubungannya dengan kamu orang bermulut lancang" Hayo katakan di mana dia atau aku akan menghajar orang yang datang membawa berita palsu!"


Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena semua orang itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian silat dan tidak ada seorangpun dari mereka pernah mengenal Mayang tidak pernah melihat gadis ini mengeluarkan kepandaian, maka melihat seorang gadis berusia delapan belas tahun mengeluarkan ancaman seperti itu dan agaknya sama sekali tidak gentar menghadapi pengepungan belasan orang gagah, mereka merasa kagum akan tetapi juga geli. Mereka merasa seperti melihat seorang anak kecil yang manja.
Memang Sim Ki Liong pernah melihat beberapa orang dara pendekar seperti Cia Kui Hong, Pek Eng, Siangkoan Bi Lian, Cia Ling, Kok Hui Lian dan beberapa orang lagi. Akan tetapi gadis-gadis seperti mereka itu yang memiliki ilmu yang amat tinggi tidaklah banyak. Apa lagi gadis di depannya ini seorang peranakan Tibet, dan bawaannya hanya sebatang cambuk penggembala! Diapun tersenyum mengejek.
"Nona, pembawa berita itu adalah seorang anak buah Ho-han-pang yang gagah perkasa. Jangan kausamakan seperti seekor kambing saja yang dapat kauhajar dengan cambukmu itu." Semua orang tertawa mendengar ini, juga laki-laki setengah tua yang tadi membawa berita kini tersenyum mengejek. Diapun tentu saja tidak takut kepada gadis Tibet itu, apa lagi di situ terdapat banyak temannya dan dua orang pimpinan Ho-han-pang yang amat lihai.
"Nona kecil, kalau aku tidak mengatakan di mana adanya kakakmu, habis engkau mau apa" Ingin aku melihat bagaimana engkau akan menghajarku dengan cambuk itu, ha-ha!" Dan semua orangpun tertawa geli.
Sepasang mata Mayang seperti mengeluarkan kilat saking marahnya. Namun, sikapnya tetap tenang ketika ia melangkah maju. "Baik, kalian lihat bagaimana aku menghajarnya!" Baru saja ucapannya itu habis, segera nampak sinar berkelebat dibarengi suara ledakan tiga kali.
"Tar! Tar! Tarrr!" Ada sinar rnenyambar-nyambar ke arah pembawa berita tadi yang menjadi terkejut dan mencoba untuk mengelak. Akan tetapi sia-sia saja. Sinar yang menyambar itu terlalu cepat baginya dan setelah tiga kali mukanya disatnbar, dia terhuyung ke belakang, menutupi muka dengan kedua tangan dan merintih-rintih. Sementara itu, Mayang sudah menarik kembali cambuknya dan berdiri sambil tersenyum mengejek, sikapnya tenang sekali.
Sim Ki Liong melompat ke dekat pembawa berita yang menutupi muka dengan kedua tangan sambil mengaduh-aduh itu. Dia menangkap dan menarik kedua tangan itu sehingga mukanya kini nampak dan semua orang mengeluarkan seruan tertahan. Kiranya tiga kali ledakan pecut itu telah mengakibatkan wajah itu menderita hebat sekali. Lecutan pertama menyayat kulit muka dan membuat guratan melintang, lecutan ke dua membuat guratan membujur, dua guratan silang yang mengeluarkan darah, dan lecutan ke tiga membuat bukit hidung itu hancur dan rata dengan pipi!
Kini berubahlah pandang mata semua orang terhadap gadis Tibet itu. Sim Ki Liong sendiri melangkah maju menghadapi Mayang dan menatap wajah gadis yang sikapnya amat tenang itu dengan sinar mata kagum sekali, akan tetapi juga penasaran.
"Hemm, kiranya engkau mempunyai sedikit ilmu memainkan cambuk, nona."
"Tidak perlu banyak cakap lagi. Katakan di mana kakakku, kalau tidak terpaksa aku akan menghajar kalian semua seperti sekumpulan kerbau tolol!" Mayang nemotong ucapan Sim Ki Liong. Merah kedua telinga pemuda ini karena dia dimaki di depan banyak anak buah Ho-han-pang! Kesenangannya terhadap wanita cantik tidaklah sebesar keangkuhan dirinya, maka makian seorang gadis secantik Mayangpun membuat perutnya terasa panas sekali. Akan tetapi dia masih measa terlalu tinggi untuk turun tangan sendiri menangkap seorang gadis remaja.
"Tangkap bocah ini akan tetapi jangan melukainya. Kepung dan tangkap, belenggu kaki tangannya!" bentak Sim Ki Liong memberi aba-aba. Belasan orang anak buah Ho-han-pang itu seperti mendapatkan perintah yang amat menyenangkan. Mereka itu dengan gembira bergerak maju mengepung ketat dan hendak berlumba agar dapat lebih dulu meringkus tubuh gadis yang denok manis itu.
Melihat betapa belasan orang yang mengepungnya itu sudah mulai bergerak, dengan kedua tangan dijulurkan hendak mencengkeram dan menangkapnya, Mayang lalu menggerakkan cambuknya dengan cepat. Cambuk itu berputar-putar ujungnya, seperti ujungnya berubah menjadi belasan banyaknya dan terdengar suara meledak-ledak dan mencicit saking cepatnya cambuk itu bergerak. Ujung cambuk itu mematuk, menyengat, melecut dan para pengeroyok itu jatuh bangun, mengaduh-aduh karena lecutan cambuk itu sungguh amat nyeri. Di bagian tubuh mana saja ujung cambuk mematuk, tentu kulit menjadi pecah berdarah dan terasa panas dan perih. Karena mereka tidak dibenarkan menggurakan senjata, tidak boleh melukai, hanya maju dengan tangan kosong maka kini mereka menjadi gentar dan merekapun mundur menjauhkan diri dari jangkauan cambuk yang panjang.
Marahlah Sim Ki Liong. Dia memberi tanda dengan mata kepada Cun Sek dan dua orang pemuda ini lalu meloncat ke depan dan menggerakkan tangan hendak menangkap lengan Mayang.
"Wuuuttt!" Mayang terkejut ketika merasa betapa ada angin pukulan yang kuat sekali, dan tangan pemuda tinggi besar itu dari samping menyambar ke arah pundaknya. Karena tangan itu mengandung tenaga dahsyat, Mayang cepat menangkis dengan tangan kiri sambil menggerakkan cambuknya menghantam dari atas ke arah kepala lawan.
"Dukk"..! Tarrr?"!"
Mayang mengeluarkan teriakan kecil ketika merasa tubuhnya tergetar dan terhuyung oleh pertemuan lengannya yang menangkis. Ia tidak tahu bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek, murid dari Cing-ling-pai yang telah menguasai tenaga Thian-te Sin-ciang (Tenaga Sakti Langit Bumi). Akan tetapi, gadis ini lihai dan biarpun pertemuan tenaga itu menmbuat ia terhuyung ke belakang, namun tetap saja cambuknya menyambar dan melecut ke arah kepala Tang Cun Sek yang tadi menyerangnya. Cun Sek terkejut, cepat miringkan kepalanya, namun ujung cambuk itu masih sempat mencium dan mencabik ujung pita rambutnya!
Dengan marah Cun Sek lalu menerjang dan kini dia menyerang dengan pukulan dari ilmu silat Thai-kek Sin-kun. Kembali Mayang terkejut, akan tetapi pukulan yang datangnya dari kanan kiri dengan kedua tangan itu dapat dihindarkannya dengan meloncat jauh ke belakang dan cambuknya kembali menyambar kini ke arah leher Cun Sek. Cun Sek yang sudah marah itu mengeluarkan kepandaiannya. Dia mengerahkan tenaga sin-kangnya ke lengan kiri, menangkis sinar cambuk yang menyambar.
"Prattt!" Ujung cambuk mengenai lengan dan melibat. Cun Sek sengaja mem biarkan lengannya dilibat, lalu tangan kanannya menangkap cambuk itu menariknya. Mayang mempertahankan dan selagi keduanya mengerahkan tenaga saling tarik, saat itu dipergunakan oleh Sim Ki Liong untuk menyerang. Tangannya menotok ke arah tengkuk Mayang. Gadis itu berusaha untuk mengelak, namun karena ia sedang mengadu tenaga dengan Cun Sek, gerakannya lambat dan jari tangan yang kuat dan ampuh dari Ki Liong rnasih sempat mengenai jalan darah di pundaknya., Mayang rnengeluh, dan iapun terpelanting roboh dengan tubuh lemmas. Sim Ki Liong segera meringkusnya dan dalam keadaan pingsan, Mayang dibawa pergi oleh rombongan orang Ho-han-pang itu.
Ketika Mayang siuman dan membuka matanya, ia segera teringat akan apa yang telah rnenimpa dirinya. Cepat ia hendak bangkit, akan tetapi hanya untuk rnendapatkan kenyataan bahwa kaki tangannya terbelenggu dan ia tidak mampu bangkit. Ia rnenenangkan hatinya, lalu membuka mata untuk menyelidiki keadaannya. Ia rebah telentang di atas sebuah pembaringan di dalam kamar yang luasnya kurang lebih lima kali tujuh meter. Sebuah kamar yang cukup mewah. Dinding dan langit-langit kamar itu dicat putih bersih, dimeriahkan oleh gantungan kain sutera beraneka warna. Pembaringan itu sendiri berkasur tebal, dengan tilam kain sutera merah, kelambu kehijauan. Ada sebuah meja kecil bundar dekat pembaringan, dengan empat buah bangku terukir indah. Ia seorang diri saja di kamar itu.
Ia mengingat-ingat. Ia dihadang serombongan orang Ho-han-pang yang lihai sekali, terutama dua orang pemuda tampan yang memimpin rombongan itu. Ia dikeroyok dan kalah. Agaknya ia pingsan dan ditawan, lalu dibawa ke tempat ini. Dibelenggu di atas pembarigan! Mayang mengerahkan tenaganya, mencoba melepaskan belenggu kaki tangannya. Namun, ternyata tali pengikat kaki tangannya itu kuat bukan main, terbuat dari kulit. Pergelangan kaki dan tangannya sampai terasa pedih dan panas ketika ia mencoba untuk membebaskan diri. Akan tetapi ia berusaha terus. Ia harus dapat membebaskan dirinya. Ia maklum bahaya apa yang mengancam dirinya. Kalau mereka itu memusuhinya dan ingin membunuhnya, tentu ia tidak akan ditangkap seperti ini. Kulit pergelangan tangan dan kakinya mulai lecet-lecet. Suara dibukanya pintu kamar itu membuat ia menghentikan usahanya dan iapun menoleh ke arah pintu dengan muka berubah karena hatinya tegang dan khawatir.
Mayang melebarkan matanya yang sipit untuk melihat dengan jelas orang yang memasuki kamarnya. Bukan seperti orang jahat, pikirnya. Juga bukan seorang di antara dua pemuda tampan yang telah menangkapnya. Dia seorang laki-laki yang usianya lima puluh tahun lebih, dengan kumis dan jenggot yang terpelihara rapi sehingga wajahnya nampak ganteng dan berwibawa, juga jantan. Pakaiannya rapi dengan rompi dari sutera mahal, sepatunya hitam mengkilap, rambutnya juga disisir rapi dan biarpun sudah bercampur uban, namun menambah jantan. Sepasang matanya bersinar-sinar tajam, mulutnya terhias senyum. Wajah seorang pria yang jantan dan matang, wajah pria yang menarik dan menimbulkan rasa suka dan percaya. Dan ketika dia bicara, suaranya juga lembut dan dalam, suara yang berwibawa.
"Nona, percuma saja engkau mencoba untuk melepaskan diri. Ta1i belenggu itu terlalu
kuat, dan hanya akan membuat kulit lengan dan kakimu lecet-lecet."
Mayang memandang kepada pria itu dengan alis berkerut. "Siapakah engkau" Dan kenapa aku ditawan?"
Laki-laki itu tersenyum, lalu menghampiri dan duduk di tepi pembaringan sehingga tubuhnya menyentuh tubuh Mayang. Gadis itu mencium bau harum cendana keluar dari orang itu!
"Nona, engkau manis sekali, dan sesungguhnya kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Aku adalah Ho-han Pang-cu (Ketua Ho-han-pang), juga Beng-cu (pemimpin) dari dunia kang-ouw. Engkau kami tawan untuk mengundang kakakmu itu ke sini?""
"Hay-koko?" "Benar, Tang Hay. Dan tergantung dari sikap dialah nasibmu ditentukan. Kalau dia mau berbaik dengan kami, tentu engkau akan segera dibebaskan, bahkan engkau akan menjadi anggauta kehormatan kami. Tapi, nona bagaimana engkau dapat menjadi adik Hay Hay" Setahuku, dia tidak mempunyai seorang adik perempuan!"
Mayang mengerutkan alisnya. Kiranya ia ditangkap untuk memancing Hay Hay! Kakaknya berada dalam bahaya. Ia tidak tahu siapa orang ini, akan tetapi tentu lihai sekali, maka tidak perlu ia menceritakan keadaan dirinya, dan apa hubungannya dengan Hay Hay. Tidak boleh ia bersikap lancang, apa lagi kini kakaknya terancam bahaya.
"Kalau engkau tidak mau membebaskan aku, aku tidak sudi bicara lagi denganmu!" katanya dan iapun membuang muka.
Han Lojin tersenyum. Senang dia melihat gadis yang memiliki kecantikan khas ini. Selain wajahnya cantik manis, juga bentuk tubuhnya padat dan indah menggairahkan. Ditambah lagi sikap yang begitu tabah, pemberani dan penuh semangat! Seorang wanita pilihan dan jelas wanita seperti ini membangkitkan gairahnya.
"Hemm, tidak ada untungnya bagimu bersikap angkuh, nona. Ketahuilah bahwa Ho-han-pang adalah perkumpulan para pahlawan, dan aku bukan orang jahat. Kalau kakamu itu suka membantu perjuangan kami mengamankan negara, dia akan menjadi pembantu utamaku, dan engkaupun akan kuangkat menjadi kepala pelayan dan pengawal pribadiku."
"Tidak sudi aku! Dan Hay-ko tentu tidak sudi pula menjadi pembantumu. Pergilah dan tidak usah merayu! Aku". huh, muak aku melihat mukamu!" Mayang sengaja bersikap kasar dan menghina agar laki-laki itu marah dan kehilangan gairah yang membayang dimatanya, dan meninggalkan ia sendiri.
Akan tetapi Mayang tidak tahu dengan laki-laki macam apa ia berhadapan. Makin galak ia, makin berkobar pula gairah berahi Han Lojin. Pria setengah tua ini pada hakekatnya amat membenci wanita yang disebabkan oleh dendam sakit hati. Dia tidak pernah dapat mencinta wanita. Yang ada hanya nafsu berahi dan nafsu menyiksa, mempermainkan. Mula-mula, wanita dirayunya sampai benar-benar bertekuk lutut dan amat mencintanya, setelah melihat wanita itu mencintanya setengah mati, lalu dia tinggalkan begitu saja, dia patahkan hatinya, dia hancurkan perasaannya. Dan dia akan meninggalkan wanita yang menangisinya itu sambil tertawa bergelak, dengan hati amat puas. Kalau melihat wanita yang galak dan angkuh, makin berkobarlah berahinya karena makin besar keinginannya untuk menalukkan wanita itu dan menghancurkan keangkuhan dan harga dirinya. Oleh karena itu, ketika Mayang membentak dan marah-marah memperlihatkan kegalakannya, di mata Han Lojin ia nampak semakin menggairahkan!
"Ha-ha, engkau memang cantik dan gagah. Seperti seekor kuda betina yang liar dan binal! Ha-ha-ha, akulah yang akan mampu menundukkanmu, manis, seekor kuda betina yang binal akan menjadi seekor kuda betina yang jinak dan penurut, ha-ha-ha!"
Melihat perubahan sikap pria itu, Mayang merasa ngeri. Akan tetapi juga kemarahannya dan kebenciannya bertambah. "Cih, laki-laki tak tahu malu! Kiranya engkau ini pangcu dan bengcu macam apa" Hanya laki-laki rendah dan hina yang menghina wanita, pengecut yang hanya berani mengganggu kalau orang tidak berdaya. Lepaskan ikatanku dan aku akan menghancurkan kepalamu. Mari kita bertanding sampai mati!" tantangnya.
"Ha-ha-ha, engkau sungguh amat gagah dan menarik. Aku akan melepaskan engkau, lalu kita boleh bertanding. Akan tetapi kalau engkau kalah, engkau harus mau menjadi pelayanku dan juga kekasihku yang tercinta. Mau janji?"
Sepasang mata Mayang melotot. "Kalau aku kalah, aku roboh dan mati. Siapa yang kalah akan mampus!"
Makin gembiralah hati Han Lojin. "Ha-ha, mari kita main-main sebentar kalau begitu, akan tetapi bukan di sini tempatnya!" Dengan cepat sekali tangannya bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di bawah tengkuk dan Mayang seketika lemas. Ia tadi miringkan tubuh ketika membuang muka maka mudah saja terkena totokan. Ia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan Han Lojin sudah melepaskan belenggu kaki tangannya, lalu memondong tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar.
Mayang membuka mata memperhatikan keadaan. Pria setengah tua itu memondongnya dengan ringan seolah-olah ia seorang anak kecil, lalu membawanya menuruni anak tangga, menuju ke ruangan bawah tanah! Sebuah pintu besi terbuka sendiri, agaknya ada alat rahasianya di situ dan iapun dibawa masuk ke sebuah kamar. Kamar ini luas dan mewah. Terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang agaknya cukup untuk ditiduri sepuluh orang! Dan di situ terdapat pula meja besar dengan belasan buah kursi. Luas kamar itu sama dengan lima kamar biasa dijadikan satu! Dipasangi lampu penerangan siang malam, walaupun ada sedikit sinar matahari turun dari sebuah lubang berterali baja di atas sana. Lantainya ditilami permadani hijau. Kamar itu dilengkapi pula dengan sebuah kamar mandi yang lengkap. Sebuah kamar yang besar dan mewah, enak ditinggali.
Sambil tersenyum Han Lojin merebah kan tubuh lunglai Mayang ke atas pembaringan
yang besar itu. Mayang sudah merasa gelisah bukan main karena ia mengira bahwa pria itu akan memperkosanya dan ia tidak akan mampu mencegah, tidak akan mampu meronta atau melawan. Ia merasa ngeri sekali. Akan tetapi, ternyata pria itu tidak menjamahnya lagi, melainkan meninggalkannya dan menghampiri pintu. Ia tidak melihat pria itu menutupkan daun pintu, akan tetapi daun pintu itu menutup dengan sendirinya. Tentu ada alat rahasianya pula, pikir Mayang. Setelah menutupkan daun pintu besi itu, Han Lojin lalu menghampirinya sambil tersenyum dan kembali Mayang merasa ngeri, matanya membelalak, akan tetapi ia tidak mampu bergerak.
"Jangan khawatir, nona manis. Aku pantang memperkosa wanita sekarang. Wanita harus menyerah dengan suka rela, menyambutku dengan mesra, seperti yang akan kaulakukan nanti."
"Tidak sudi, lebih baik aku mati!" bentak Mayang. Hanya kaki dan tangannya yang tak
mampu bergerak, akan tetapi ia dapat bicara dan menggerakkan anggauta tubuh lainnya.
"Hemm, engkau cantik manis dan pemberani. Aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu pula. Menurut para pembantuku, engkau cukup lihai, berbahaya, maka dibelenggu kaki tanganmu.Sebaliknya, aku ingin melihat engkau menyambutku dengan rangkulan kaki tanganmu, bukan terbelenggu.Nah, sekarang aku akan membebaskan totokan itu, hendak kulihat engkau akan berbuat apa."
Dengan gerakan cepat, Han Lojin lalu menotok kedua pundak gadis itu. Harnpir Mayang tidak percaya akan apa yang dialaminya. Orang itu benar-benar telah rnembebaskan totokan pada tubuhnya. Ia dapat bergerak lagi! Ia maklum bahwa sehabis dihentikan jalan darahnya, maka kaki tangannya akan terasa kaku dan tidak leluasa bergerak. Oleh karena itu, ia tetap tenang, rnenggerak-gerakkan dulu kaki tangannya agar menjadi lemas kembali. Sementara itu Han Lojin berdiri di tengah kamar sambil bersedakap, rnemandang kepada gadis itu dengan senyum simpul.
Setelah rnerasa kedua tangan kakinya dapat bergerak dengan wajar barulah Mayang meloncat turun dari atas pembaringan. Sikap ini saja sudah rnengagumkan hati Han Lojin dan tahulah dia bahwa gadis yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu cukup cerdik.
Kini mereka berdiri berhadapan. Mayang dapat menduga bahwa pria ini tentu lihai sekali. Baru pembantu-pembantunya saja, seperti dua orang pemuda yang memimpin rombongan anak buah dan telah menawannya, demikian lihai. Akan tetapi ia sama sekali tidak rnerasa gentar. Ia akan melawan sampai mati karena maklum bahwa kalau ia tertawan kembali, la akan terhina oleh pria yang mengaku sebagai pangcu dan juga bengcu ini.
"Pangcu, aku sudah mendengar pengakuanmu tadi mengapa engkau menawanku, yaitu untuk memancing kakakku datang ke sini dan engkau hendak membujuknya membantumu, membantu Ho-han-pang. Akan tetapi, aku yakin bahwa seperti juga aku, dia tidak akan sudi membantumu, karena biarpun perkumpulanmu mempergunakan nama yang muluk, yaitu Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), namn sesungguhnya perkumpulan Orang Busuk! Kakakku adalah seorang pendekar besar. Dia akan marah dan akan menghancurkan engkau berikut Ho-han-pang. Oleh karena itu, sebaiknya engkau membebaskan aku dari sini dan kami berdua akan pergi, tidak akan mencampuri urusanmu."
Han Lojin tertawa. Dalam keadaan terjepit, gadis itu masih dapat mengancamnya! Betapa beraninya. Ia juga dapat menduga bahwa gadis seperti ini tentu akan melawan mati-matian. Andaikata dia sampai memperkosanya, tentu dalam suatu kesempatan gadis seperti ini akan membalas dendam atau membunuh diri. Maka, dia harus dapat menundukkannya, karena sekali menyerah, ia akan menjadi seorang pembantu yang setia dan seorang kekasih yang penuh semangat dan panas.
"Sudah kukatakan bahwa aku mengharapkan bantuan engkau dan kakakmu. Aku tidak ingin memusuhi kalian. Akan tetapi aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu. Nah, majulah, nona manis dan keluarkan semua kepandaianmu."
Mayang kehilangan cambuknya. Akan tetapi sebagai murid seorang guru yang berilmu tinggi, ia tentu saja tidak hanya mengandalkan cambuknya sebagai senjata. Sepasang kaki tangannya masing-masing merupakan senjata yang cukup ampuh. Ia tahu bahwa sekali ini tidak ada jalan lolos baginya. Ia dan ketua Ho-han-pang ini berada di ruangan bawah tanah pintu besi itu telah tertutup. Jalan satu-satunya hanyalah berusaha merobohkan lawannya yang ia tahu tentu lihai sekali. Ia harus membela diri mati-matian, maka diam-diam Mayang sudah mengerahkan gin-kangnya, mengumpulkan kekuatan itu di dalam kedua lengannya sebelum ia melakukan penyerangan. Kemudian, ia mengeluarkan bentakan nyaring dan menerjang dengan cepat dan kuat.
"Haiiiiiiittt!!" Gerakannya cepat dan dahsyat. Tangan kiri dengan jari-jari direntangkan menyambar ke arah muka lawan, sedangkan tangan kanannya juga dengan jari-jari terbuka, menusuk ke arah dada. Gerakan tangan kiri merupakan gerak pancingan atau gertakan, sedangkan inti serangan terletak kepada tangan kanan yang menyerang dada. Biarpun tangan kanan Mayang itu berjari kecil meruncing dengan kulit halus namun jangan keliru sangka. Di dalam jari-jari tangan itu terkandung tenaga dahsyat yang akan mampu meremukkan tulang iga!
Han Lojin mengenal pukulan ampuh, maka diapun menghindarkan diri dengan melangkah ke belakang dan memutar kedua lengan melindungi tubuh, menangkis dengan cengkeraman untuk menangkap lengan lawan. Namun Mayang sudah menarik kembali kedua tangannya yang gagal itu, lalu tubuhnya meloncat ke depan, kakinya melakukan tendangan kilat. Kaki kanannya mencuat dengan cepat sekali sehingga hampir saja lambung Han Lojin termakan tendangan. Namun, Han Lojin yang semakin kagum, sudah menangkis dengan lengan kirinya.
"Dukk!" Mayang merasa betapa kakinya nyeri bertemu dengan lengan orang itu, namun ia menahan diri dan tidak mengeluh, melainkan melanjutkan serangan bertubi-tubi dan kini telapak tangannya yang kiri berubah menghitam. Melihat tangan hitam ini menyambar dahsyat Han Lojin terkejut dan cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik beberapa kali.
"Heiiiii! Bukankah itu Hek-coa Tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam)?" teriaknya ketika dia mencium bau amis terbawa oleh hawa pukulan tangan itu.
Mayang terkejut. Orang ini sungguh lihai, telah mengenal ilmu pukulannya, pada hal ilmu pukulan itu merupakan ilmu simpanan yang ia pelajari dari Kim Mo Sian-kouw. Gurunya berpesan bahwa kalau tidak sangat terpaksa, ia tidak boleh mempergunakan pukulan beracun itu karena pukulan beracun sesungguhnya bertentangan dengan watak subonya. Kini, menghadapi ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, terpaksa ia tadi mengeluarkan ilmunya itu dan sama sekali tak disangkanya , bahwa lawannya segera mengenal pukulannya. Hal ini membuktikan bahwa lawannya banyak pengalaman, tentu pernah berkelana ke daerah Tibet dan sangat boleh jadi pernah pula bertemu dengan subonya.
Mayang tersenyum mengejek. "Aku adalah murid Subo Kim Mo Sian-kouw!" Makslldnya dengan pengakuan ini agar lawannya menjadi jerih dan tidak akan mengganggunya.
Han Lojin nampak terkejut. "Ahhh! Pantas engkau begini lihai, nona. Namamu Mayang, bukan" Nona Mayang, karena engkau murid Kim-mo Sian-kouw, pertapa yang sakti dan gagah itu, maka aku lebih senang lagi dan makin ingin menarikmu sebagai pembantuku dan sekutu kami, bersama kakakmu Hay Hay itu. O ya, bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Hay Hay" Engkau adiknya" Adik tirikah" Bagaimana Hay Hay dapat mempunyai seorang adik di Tibet?" .
"Pangcu, lebih baik lagi kalau engkau sudah mengetahui tentang subo. Nah, sebaiknya engkau membebaskan aku dan tidak ada urusan lagi di antara kita. Kalau engkau masih kukuh ingin bermusuhan dengan kami, engkau akan menghadapi kehancuran. Pertama, aku akan melawan sampai mati, tidak sudi aku menjadi pembantumu atau sekutumu. Ke dua, kalau engkau menggangguku dan aku sampai tewas, kakakku Hay-koko tentu tidak akan mau sudah begitu saja, dan akan membalas kematianku dengan bunga yang berlipat ganda. Dan ke tiga, kalau subo mendengar bahwa aku tewas di sini, beliaupun pasti tidak akan tinggal diam dan akan menghukummu!"
Kembali Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha, nona Mayang. Engkau sungguh hebat. Engkau berada dalam tawanan, engkau yang terhimpit dan terancam bahaya, akan tetapi engkau pula yang mengancamku! Ha-ha-ha, sungguh lucu. Aku tidak bermaksud buruk, ingin memuliakan engkau dan kakakmu, takut apa" Nah, mari kita lanjutkan, aku masih ingin menguji kepandalanmu."
Karena maklum bahwa bicara tidak akan ada gunanya, Mayang lalu menerjang lagi sambil mengerahkan seluruh tenaganya, mengeluarkan semua ilmu silat yang pernah dipelajarinya.
Namun lawannya adalah seorang yang jauh lebih berpengalaman dari padanya, dan bahkan memiliki tingkat kepandaian yang lebih tinggi, maka bagaimana dahsyatpun ia menyerang, selalu Han Lojin dapat menangkis atau mengelak, bahkan melakukan serangan balasan yang membuat Mayang menjadi kewalahan dan terdesak.
"Haiiittt!" Mayang kembali memukul sambil merendahkan diri sehingga pukulan tangannya mengarah perut lawan. Ketika lawannya mengelak ke samping, tangan itu dibuka dan mencengkeram ke samping pula.
Bukit Pemakan Manusia 15 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Harimau Kemala Putih 10

Cari Blog Ini